Anda di halaman 1dari 52

MAKALAH KELOMPOK 3

KEBUTUHAN KHUSUS PADA PERMASALAHAN


EKONOMI DAN PERMASALAHAN SOSIAL
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Askeb
Kebidanan Pada Perempuan Dan Kelompok Rentan
Dosen Pengampu : Ira Maulina, S.M.Kes

Disusun oleh :

Silpi Angriani 221015201231 Desniati 221015201249


Shyntia Oktaviani 221015201230 Iis Sri Tanjung 221015201255
Hasmaini 221015201221 Endang Sakdiyah 221015201251
Puputriani 221015201229 Vinda Sari 221015201271
Rika Sepriana 221015201305 Nofika Yuwinatri 221015201263
Vevy Aulia Safitri 221015201309 Isny Anita Sari 221015201256
Yesi 221015201273 Susi Susianti 221015201315
Oliv Claudia Putri 221015201228 Shellasrirhusnita 221015201307
Ennita 221015201298

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS SUMATERA BARAT (UNISBAR)

TAHUN 2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Penyusunan makalah
ini untuk memenuhi salah satu tugas Askeb Kebidanan Pada Perempuan Dan Kelompok Rentan,
kami berharap dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca.
Menyadari banyaknya kekurangan penyusunan makalah ini. Karena itu, kami sangat
mengharapakan kritik dan saran dari para pembaca untuk melengkapi segala kekurangan
dan kesalahan dari makalah ini.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
selama proses penyusunan makalah ini.

Pasaman Barat, 01 November 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................................... ii


Daftar ISI .............................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUN ........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan...................................................................................................... 3
D. Manfaat Penulisan.................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................... 4
Kebutuhan Khusus Pada Permasalahan Ekonomi
A. Kemiskinan .............................................................................................................. 4
B. Anak Banyak............................................................................................................ 13
Kebutuhan Khusus Pada Permasalahan Sosial
A. Kehamilan Dalam Penjara ....................................................................................... 18
B. Single Parent ............................................................................................................ 21
C. LGBT ....................................................................................................................... 24
D. Ibu Pengganti .......................................................................................................... 30
E. Pekerja Seks Komersial ........................................................................................... 39
BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 47
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 47
B. Saran ........................................................................................................................ 47
Daftar Pustaka

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia kemiskinan merupakan masalah utama dan paling mendasar yang setiap
harinya menjadi perhatian utama bagi pemerintah. Apalagi di Indonesia masih memiliki
masalah yang cukup pelik dalam pemberantasan kemiskinan, tentu saja bukan hanya
Indonesia saja yang memiliki masalah semacam ini, banyak negara yang juga berkutat
dengan masalah kemiskinan, bahkan lebih parah dari Indonesia. Bagi Indonesia yang
merupakan salah satu negara berkembang yang ada di ASEAN masalah kemiskinan
bukan merupakan hal yang baru. Hampir semua periode pemerintahan yang ada di
Indonesia menempatkan masalah kemiskinan menjadi isu pembangunan. Efektivitas
dalam menurunkan jumlah penduduk miskin merupakan pertumbuhan utama dalam
memilih strategi atau instrumen pembangunan. Masalah kemiskinan ini sangatlah
kompleks dan bersifat multidimensional, dimana berkaitan dengan aspek sosial,
ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal di
belahan dunia, khususnya Indonesia yang merupakan Negara berkembang. Kemiskinan
telah membuat jutaan anak tidak bisa mengenyam pendidikan, kesulitan membiayai
kesehatan, kurangnya tabungan dan investasi, dan masalah lain yang menjurus ke arah
tindakan kekerasan dan kejahatan.Setiap negara memiliki anggota masyarakat yang
berada di bawah garis kemiskinan, tentunya di setiap negara permasalahan kemiskinan
ini telah menjadi masalah yang global. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif
masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini
keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini,
negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang.

Penyebab kemiskinan begitu beragam dalam berbagai negara. Bahkan masalah


kemiskinan seperti ketersediaan kebutuhan pokok merupakan faktor yang sangat krusial
yang dapat menjatuhkan sebuah pemerintahan, Oleh karena itu, wajib hukumnya untuk
mengetahui dan mempelajari lagi tentang pemasalahan kemiskinan ini. Hal ini juga
biasanya ditentukan oleh pemerintah melalui penetapan garis kemiskinan yang
ditentukan dengan ekonomi. Karena tingkat kesejahteraan masayarakat ditentukan oleh

1
kebijakan ekonomi pemerintah. Jadi kemiskinan bisa juga disebabkan oleh gagalnya
perkembangan ekonomi yang direncanakan pemerintah.

Kebutuhan khusus pada masalah ekonomi yang meliputi kemiskinan salah satunya
adalah karena adanya pertemuan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas
seperti produksi, distribusi, dan konsumsi. Namun, seiring dengan berjalannya waktu,
masalah yang timbul pun terus bergeser, hingga munculah sebuah sebutan masalah
ekonomi modern. Di mana, masalah ini dianut oleh para ahli yang mengikuti aliran
modern. Banyak anak banyak rezeki adalah pepatah yang sangat terkenal pada zaman
orang tua dan nenek kakek kita dulu, bahkan sampai sekarang. Itulah kenapa generasi
nenek kakek kita memiliki banyak anak hingga mencapai belasan anak dalam satu
keluarga, dan inilah salah satu alasan mengapa sejak dulu pemerintah melalui BKKBN,
gencar mengkampanyekan sogan “ Dua Anak Cukup “ dan semacamnya untuk
mengimbangi motivasi yang muncul akibat ada pepatah banyak anak banyak rezeki.

Kebutuhan khusus pada masalah ekonomi yang meliputi anak banyak erat kaitannya
dengan beberapa hal seperti penghasilan, pendidikan, kesehatan dan masih banyak hal
lainnya, dalam hal penghasilan apabila tidak mencukupi maka masalah pendidikan dan
kesehatan tidak akan terpenuhi dan akan terabaikan. Bahkan untuk kasih sayang pun
tidak akan didapatkan oleh anak – anak karena kesibukan orang tua dan keluarga dalam
mencari nafkah.

Data yang ada di Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun
2018, angka ibu melahirkan masih 2,38. Artinya, rata-rata setiap ibu di Indonesia
melahirkan tiga anak. Faktanya 1 orang ibu ada yang memiliki 10 orang anak. Selama ini
dalam masyarakat terpatri kepercayaan, banyak anak banyak rezeki. Benar atau tidak
tergantung kepercayaan masing-masing individu. Anak sendiri merupakan sebuah bentuk
rezeki, Dalam agama Islam sendiri ada hal lain tentang memiliki anak dalam hadits,
"Apabila manusia itu telah mati maka terputuslah dari semua amalnya kecuali tiga
perkara yaitu Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih. Alasan inilah
yang dipakai sebagian orang, dengan memiliki banyak anak, berharap peluang anak yang
sholeh-sholehah semakin banyak.

2
B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui tentang pengaruh kemiskinan di Indonesia
2. Mengetahui tentang pengeruh budaya banyak anak di Indonesia
3. Mengetahui tentang pengeruh Kehamilan didalam penjara di Indonesia
4. Mengetahui tentang pengaruh Single Parentdi Indonesia
5. Mengetahui tentang pengaruh LGBT di Indonesia
6. Mengetahui tentang pengaruh Ibu Pengganti di Indonesia
7. Mengetahui tentang pengaruh Pekerja Seks Komersial di Indonesia

C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui pengaruh kemiskinan dan budaya banyak anak terhadap masalah
ekonomi di Indonesia serta memahami kebutuhan khusus yang terjadi pada permasalahan
sosial

D. Manfaat Penulisan
Diharapkan dapat menjadi tambahan referensi infomasi dan wawasan tambahan terhadap
masalah ekonomi di Indonesia

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kemiskinan
1. Definisi
Secara umum, kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi saat seseorang atau
sekelompok orang tak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan
dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat (Syawie, 2011).

Sedangkan menurut ideologi konservatif yang berakar pada kapitalisme dan


liberalism abad ke-19. Umumnya kaum konservatif melihat masalah kemiskinan
sebagai kesalahan pada orang miskin sendiri. Mereka cenderung menilai positif
struktur sosial yang sudah ada, maka orang-orang yang miskin dianggap sebagai
orang yang gagal menyesuaikan diri dalam tata sosial yang ada atau bahkan
menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang diharapkan dan yang sudah disetujui
masyarakat. Kaum konservatif senang menyebarluaskan contoh-contoh orang yang
berhasil naik jenjang. Kaum konservatif tidak memandang kemiskinan sebagai
masalah yang serius dan percaya bahwa kemiskinan akan terselesaikan dengan
sendirinya (Wijaya, 2015).

Prinsip kemiskinan yang melihat kepada ukuran melalui pendapatan dan kekayaan
adalah salah satu daripada petunjuk kemiskinan, dan ukuran ini harus diperbaiki
kerana dimensi kemiskinan turut merangkumkan sebab akibat yang jauh lebih besar
impaknya. Pengukuran berdasarkan keupayaan dan keperluan yang mencukupi
mengundang agar usaha membasmi kemiskinan dilihat dalam konteks perbandingan
atau kemiskinan relatif. Pengukuran mengikut kemiskinan relatif bermakna ukuran
keupayaan dan keperluan mencukupi mendorong usaha memperbaiki keadaan hidup
golongan manusia yang relatifnya miskin walaupun dalam masyarakat yang berada
(Khalid, 2016).

Menurut pendapat para ahli dan tokoh mengenai definisi kemiskinan, diantaranya
adalah:
a. Hall dan Miidgley

4
Menurut Hall dan Midgley pengertian kemiskinan adalah kondisi deprivasi
materi dan sosial yang menyebabkan individu hidup di bawah standar
kehidupan yang layak, atau kondisi di mana individu mengalami deprivasi
relatif dibandingkan dengan individu yang lainnya dalam masyarakat.
b. Faturachman dan Marcelinus Molo
Menurut Faturachman dan Marcelinus Molo, pengertian kemiskinan adalah
ketidakmampuan seseorang atau beberapa orang (rumah tangga) untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya.
c. Reitsma dan Kleinpenning
Menurut Reitsma dan Kleinpenning pengertian kemiskinan adalah
ketidakmampuan individu untuk memenuhi kebutuhannya, baik yang bersifat
material maupun non-material.
d. Suparlan
Menurut Suparlan arti kemiskinan adalah standar tingkat hidup yang rendah
karena kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang bila
dibandingkan dengan standar kehidupan yang berlaku di masyarakat sekitarnya.
e. Friedman
Menurut Friedman pengertian kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan
untuk memformulasikan kekuasaan sosial berupa asset, sumber keuangan,
organisasi sosial politik, jaringan sosial, barang atau jasa, pengetahuan dan
keterampilan, serta informasi.
f. Levitan
Menurut Levitan, pengertian kemiskinan adalah kekurangan barang dan
pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup yang layak.
g. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
Menurut BAPPENAS, arti kemiskinan adalah situasi serba kekurangan karena
keadaan yang tidak dapat dihindari oleh seseorang dengan kekuatan yang
dimilikinya.

2. Klasifikasi Kemiskinan
Secara umum, ada beberapa jenis kemiskinan yang ada di masyarakat. Berikut ini
adalah jenis-jenis dan contoh kemiskinan tersebut:
a. Kemiskinan Subjektif

5
Jenis kemiskian ini terjadi karena seseorang memiliki dasar pemikiran sendiri
dengan beranggapan bahwa kebutuhannya belum terpenuhi secara cukup,
walaupun orang tersebut tidak terlalu miskin. Contohnya: pengemis musiman
yang muncul di kota-kota besar.
b. Kemiskinan Absolut
Jenis kemiskinan ini adalah bentuk kemiskinan dimana seseorang/ keluarga
memiliki penghasilan di bawah standar kelayakan atau di bawah garis
kemiskinan. Pendapatannya tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan,
sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan. Contoh kemiskinan absolut:
keluarga yang kurang mampu.
c. Kemiskinan Relatif
Jenis kemiskinan ini adalah bentuk kemiskinan yang terjadi karena pengaruh
kebijakan pembangunan yang belum menyentuh semua lapisan masyarakat.
Kebijakan tersebut menimbulkan ketimpangan penghasilan dan standar
kesejahteraan. Contohnya: banyaknya pengangguran karena lapangan pekerjaan
sedikit.
d. Kemiskinan Alamiah
Ini merupakan kemiskinan yang terjadi karena alam sekitarnya langka akan
sumber daya alam. Hal ini menyebabkan masyarakat setempat memiliki
produktivitas yang rendah. Contohnya: masyarakat di benua Afrika yang
tanahnya kering dan tandus.
e. Kemiskinan Kultural
Ini adalah kemiskinan yang terjadi sebagai akibat kebiasaan atau sikap
masyarakat dengan budaya santai dan tidak mau memperbaiki taraf hidupnya
seperti masyarakat modern. Contohnya: suku Badui yang teguh
mempertahankan adat istiadat dan menolak kemajuan jaman.
f. Kemiskinan Struktural
Kemiskinan ini terjadi karena struktur sosial tidak mampu menghubungkan
masyarakat dengan sumber daya yang ada. Contohnya: masyarakat Papua yang
tidak mendapatkan manfaat dari Freeport.

6
3. Penyebab Kemiskinan
Setelah memahami pengertian kemiskinan dan jenis-jenisnya, maka kita juga perlu
mengetahui apa penyebanya. Berikut ini adalah beberapa faktor penyebab
kemiskinan yang paling umum :
a. Laju Pertumbuhan Penduduk
Angka kelahiran yang tinggi akan mengakibatkan laju pertumbuhan penduduk
suatu negara menjadi besar. Bila laju pertumbuhan ini tidak sebanding dengan
pertumbuhan ekonomi, maka hal ini akan mengakibatkan angka kemiskinan
akan semakin meningkat di suatu negara.
b. Angka Penangguran Tinggi
Lapangan kerja yang terbatas menyebabkan angka pengangguran di suatu
negara menjadi tinggi. Semakin banyak pengangguran maka angka kemiskinan
juga akan meningkat. Peningkatan angka pengangguran juga dapat
menimbulkan masalah lain yang meresahkan masyarakat. Misalnya munculnya
pelaku tindak kejahatan, pengemis, dan lain-lain.
c. Tingkat Pendidikan yang Rendah
Masyarakat yang tingkat pendidikannya rendah cenderung tidak memiliki
keterampilan, wawasan, dan pengetahuan yang memadai. Sehingga mereka
tidak bisa bersaing dengan masyarakat yang berpendidikan tinggi di dunia kerja
maupun dunia usaha. Hal ini kemudian membuat angka pengangguran dan
kemiskinan menjadi bertambah.
d. Bencana Alam
Bencana alam merupakan faktor penyebab kemiskinan yang tidak dapat
dicegah karena berasal dari alam. Bencana alam seperti tsunami, banjir, tanah
longsor, dan lain-lain, akan menimbulkan kerusakan pada infrastruktur maupun
psikologis. Peristiwa bencana alam yang besar dapat mengakibatkan
masyarakat mengalami kemiskinan karena kehilangan harta.

4. Tantangan Pengentasan Kemiskinan di Indonesia


Berbagai upaya/strategi pengentasan kemiskinan sebetulnya telah dijalankan oleh
pemerintah setiap tahunnya. Akan tetapi program-program pengentasan kemiskinan
tersebut belum bisa mengatasi kemiskinan secara signifikan. Hal ini bukan karena
program pengentasan kemiskinan yang tidak sesuai, ataupun dana yang

7
digelontorkan tidak mencukupi. Kegagalan dari berbagai upaya pengentasan
kemiskinan lebih disebabkan oleh permasalahn strktural, dan juga adanya berbagai
kecurangan dalam program pengentasan kemiskinan. Berikut ini beberapa tantangan
yang dihadapi Indonesia dalam pengentasan Kemiskinan (M.Saichudin):
a. Jumlah penduduk miskin yang sangat besar
Proporsi penduduk miskin yang begitu besar menjadi salah satu tantangan
terbesar bagi negara ini. Hal ini karena jumlah penduduk miskin yang besar
juga akan membutuhkan dana yang besar pula dalam upaya mengatasi
kemiskinan tersebut. Sampai akhir tahun 2015, jumlah penduduk miskin di
Indonesia mencapai 28,51 juta orang.
b. Semakin tingginya disparias pendapatan
Kesenjangan pendapatan yang semakin tinggi menjadi catatan buruk dalam
upaya pengentasan kemiskinan. Walaupun sebetulnya negara yang memiliki
pemerataan pendapatan yang baik jarang ditemui, sekalipun negara maju.
Namun perlu dijadikan perhatian bahwa pemerataan pendapatan menjadi salah
satu indikator kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia sendiri pemerataan
pendapatan masih menjadi persoalan yang besar. Mengingat pada tahun 2015
kesenjangan pendapatan di perkotaan indonesia semakin tinggi. esenjangan
pendapatan yang tinggi menggambarkan bagaimana sumberdaya ekonomi di
Indonesia belum bisa dioptimalkan oleh seluruh masyarakat. seperti kita ketahui
bersama bahwa di Indonesia hanya beberapa orang saja yang bisa merespon
pembangunan dan sumber permodalan. Orang-orang tersebut yaitu para
pengusaha dari golongan menengah keatas. Sementara bagi kelas bawah
termasuk masyarakat miskin tidak memiliki akses untuk hal tersebut. Sehingga
sudah jelas bahwa “yang kaya akan semakin kaya, dan yang miskin akan
semakin miskin”
c. Kecurangan-kecurangan dalam penyelenggaraan
Program pengentasan kemiskinan Salah satu faktor yang menjadikan program
pengentasan kemiskinan gagal yaitu adanya berbagai kecurangan dalam
penyelenggaraannya. Hal ini telah menjadi dilematis karena praktek-praktek
korupsi dilakukan pada program-program kemanusian. Adanya berbagai
kecurangan seperti korupsi, menjadikan dana-dana yang seharusnya digunakkan

8
untuk membantu dan memberdayakan masyarakat miskin bocor dan hilang sia-
sia.
d. Isolisasi Penduduk miskin terhadap sumber-sumber permodalan
Sering kali masyarakat miskin terkendala dalam mencari pinjaman modal
usaha. Persyaratan yang rumit dan jaminan yang tidak dapat dipenuhi oleh
penduduk miskin membuat mereka tidak dapat mengakses sumber-sumber
permodalan. Sehingga yang sering terjadi adalah tersangkutnya para penduduk
miskin pada pinjaman-pinjaman non-formal dengan bunga yang tinggi seperti
rentenir. 5)
e. Tidak mampunya masyarakat miskin dalam beradaptasi dengan program
pembangunan perkembangan zaman
Sejatinya berbagai program pembangunan yang diselenggarakan pemerintah
adalah untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Program bembangunan yang
dijalankan memang secara makro berhasil, yaitu dengan meningkatnya
pertumbuhan ekonomi negara. Namun jika dicermati secara lebih dalam,
terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut hanya disumbangkan oleh para
pengsaha besar/ menengah ke atas. Karena hanya para pengusaha menengah
keatas lah yang mempu merespon pembangunan misalnya prasarana jalan dan
jembatan. Sementara bagi para pengusaha kecil seperti golongan masyarakat
miskin kurang mampu mendapatkan imbas dari pembangunan tersebut. Hal ini
dikarenakan oleh skala usaha yang kecil dengan lingkup lokal sebenarnya
program pembangunan yang paling dibutuhkan adalah bantuan permodalan/
alat-alat produksi
f. Bonus Dermografi
Bonus demografi adalah suatu keadaan dimana jumlah penduduk usia produktif
lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk usia non produktif. Kondisi
demikian, memiliki nilai positif dan keuntungan besar bila dikelola secara
profesional.

Kondisi dimana jumlah penduduk usia produktif lebih besar dibandingkan usia
non produktif mengandung arti bahwa potensi beban ketergantungan penduduk
akan berkurang apabila kelebihan dari potensi bonus demografi dikelola dan
dimanfaatkan dengan baik.

9
Proyeksi puncak era bonus demografi Indonesia menurut proyeksi BPS akan
dicapai antara rentang tahun 2025-2030, atau ketika jumlah penduduk usia
produktif Indonesia ada pada angka minimal 70% dari total jumlah penduduk.

Terbukanya lapangan kerja baru merupakan salah satu langkah penting yang
harus dilakukan oleh pemerintah dalam menyambut bonus demografi
Indonesia. Ada banyak yang bisa dilakukan dalam keputusan kebijakan
pemerintah Indonesia terkait penyediakan lapangan pekerjaan baru bagi warga
negaranya. Pemerintah bisa mendorong peningkatan investasi di dalam negeri
dengan mengundang investor asing dari negara maju atau dengan mendorong
dan memfasilitasi masyarakat untuk menjadi enterpreneur (pengusaha) baru.

Program keluarga berencana merupakan salah satu program andalan utama


BKKBN. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
salah satu fungsi keluarga adalah melaksanakan program keluarga berencana.
Fungsi program keluarga berencana adalah untuk menekan jumlah
pertumbuhan keluarga agar tidak melonjak secara drastis dan mudah dikontrol.
Sebab dampak pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol justru bisa
menyebabkan berbagai masalah sosial, seperti meningkatnya angka
pengangguran dan meningkatnya angka tingkat kriminalitas (Pusat Pandang
Web, 2018)
5. Bonus Dermografi dan Peningkatan Kesejahteraan
Penurunan Fertilitas memberikan probabilitas terhadap peningkatan Kesejahteraan,
karena ada bonus demografi. Bonus Demografi merupakan demographic divident
atau demographic gift dalam jangka waktu 15 tahun kedepan setelah mereka ikut
Keluarga Berencana memberikan sumbangan terhadap penurunan Dependency
Ratio. Karena tenaga produktif bebannya terhadap tenaga non produktif akan
semakin kecil. Kondisi ini tentu akan memberikan dampak terhadap beban
pemerintah dan masyarakat yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas
masyarakat.

10
Bagaimana peran atau dampak terjadinya Bonus Demografi dan bagaimana dapat
hal ini selanjutnya akan memberikan manfaat terhadap peningkatan kesejahteraan
masyarakat?. Untuk menjelaskan dan menjawab pertanyaan diatas dapat dijelaskan
sebagai berikut :

Dengan adanya Bonus Demografi merupakan The Window Of Opportunity melalui


kelahiran tercegah. Ibu-ibu akan banyak mempunyai waktu yang lebih banyak untuk
melakukan hal-hal yang bukan melahirkan dan merawat anak atau masa melahirkan
dan merawat anak lebih pendek. Kenyataan ini akan berpengaruh secara signifikans
terhadap peningkatan kesempatan keluarga untuk melakukan kegiatan produktif.
Kegiatan produktif akan bermuara terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat,
yakni : (1) Meningkatkan motivasi perempuan untuk masuk pasar kerja, (2)
Memperbesar peran perempuan, (3) Tabungan masyarakat, dan (4) Modal manusia
(human capital) tersedia.

Bonus Demografi akan memicu partumbuhan tabungan (Savings), melalui tabungan


ini dapat terbentuk akumulasi kapital untuk investasi dalam peningkatan
pertumbuhan ekononi yang akan memberikan konstribusi terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat, dalam arti yang lebih besar. Pertumbuhan ekonomi ini
berhubungan dengan penduduk sebagai dampak adanya age dependency model
melalui a birth averted (terhindarnya kelahiran seseorang).

Kelahiran tercegah merupakan initial factors of endowment yang kan menentukan


arah peningkatan kesejahteraan masyarakat. Williamson mengemukakan Kelahiran
tercegah merupakan faktor yang penting dalam menentukan proses perjalanan dan
kecepatan pertumbuhan ekonomi. Karena dapat meningkatkan propensitas orang tua
untuk menanamkan investasi modal manusia dalam diri anak-anaknya (human
capital accumulation). Lebih lanjut Bloom, Canning dan Sevilla menambahkan
bahwa peningkatan harapan hidup telah merubah gaya hidup masyarakat disegala
aspek, yaitu :
a) Sikap dan perilaku masyarakat tentang pendidikan, keluarga, peranan
perempuan (accounting effects dan behavioral effects).

11
b) Pandangan terhadap manusia lebih meningkat dan dihargai sebagai aset
pembangunan.
c) Hasrat orang tua terhadap investasi pendidikan anak-anaknya, karena
masyarakat meyakini akan hasilnya bagi hari tua anak-anaknya.
d) Apabila perempuan ini dilahirkan oleh generasi yang sudah menganut keluarga
kecil, maka mereka cenderung memiliki keluarga kecil juga. Berarti terjadi
perubahan pola pikir yang positif bagi masyarakat. Perempuan cenderung
memilih untuk mempunyai anak sedikit dan dapat masuk ke pasar kerja atau
memanfaatkan Opportunity Cost (Konadi & Iba, 2011).

Ada beberapa hal yang bisa dilaksanakan untuk memaksimalkan manfaat bonus
demografi di Indonesia sebagai berikut:
a) Mengembangkan kualitas manusia melalui pendidikan dan pelatihan.
Melimpahnya penduduk usia produktif perlu diimbangi dengan kualitas yang
memiliki daya saing. Globalisasi menyebabkan persaingan semakin ketat,
sehingga penduduk usia produktif perlu memiliki keahlian dan keterampilan
yang sejalan dengan kebutuhan industri. Kualitas dan kuantitas pendidikan dan
pelatihan di Indonesia perlu ditingkatkan untuk menciptakan tenaga kerja yang
berkualitas dan berdaya saing, serta sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga
kerja. Pemerintah dapat melakukan revitalisasi dan mengembangkan
pendidikan kejuruan atau vokasi untuk meningkatkan tenaga terampil,
meningkatkan inovasi, dan kreativitas. Penciptaan tenaga terampil melalui
pendidikan non formal juga perlu ditingkatkan melalui pemberian kursus dan
pelatihan di Balai Latihan Kerja.
b) Memperluas pasar tenaga kerja.
Jumlah tenaga kerja yang besar bisa menjadi beban bagi pertumbuhan ekonomi
jika bursa tenaga kerja yang tersedia tidak mampu menampung mereka.
Dampak buruk yang timbul adalah pengangguran yang tinggi, yang pada
gilirannya menyebabkan tingkat kriminalitas semakin tinggi serta
meningkatkan tingkat kemiskinan. Maka pasar tenaga kerja perlu ditingkatkan
dan diperluas agar sebanyak mungkin penduduk usia produktif dapat terserap di
pasar tenaga kerja. Hal ini akan meningkatkan produksi dan mendorong
pertumbuhan ekonomi

12
c) Mengelola pertumbuhan populasi.
Bonus demografi yang ada perlu dijaga dengan baik, sehingga pertumbuhan
populasi perlu dikontrol untuk menjaga agar rasio ketergantungan (dependency
ratio) tetap berada di titik yang optimal. Rasio ketergantungan yang terlalu
tinggi dapat membebani pertumbuhan ekonomi, sehingga perlu dijaga dengan
baik. Hal ini bisa dilakukan salah satunya melalui program Keluarga Berencana
(KB).
d) Meningkatkan tingkat kesehatan penduduk.
Penduduk di usia produktif yang tidak sehat tidak akan mendukung produksi
dan akan menghambat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Maka melimpahnya
penduduk usia produktif perlu didukung dengan tingkat kesehatan yang tinggi.
Dalam hal ini, pemerintah dapat mendukung dengan meningkatkan kualitas
asuransi kesehatan dan mengeluarkan kebijakan yang dapat mendukung
kesehatan masyarakat (Setiawan, 2018).

B. Anak Banyak
Paradigma baru tentang pembangunan sudah bergeser pada pentingnya pembangunan
berdimensi pada manusia (people centered development). Banyak ahli yang mengatakan
bahwa penduduk bukan hanya sebagai obyek dari pembangunan tapi sekaligus sebagai
subjek dari pembangunan. Karena disyaratkan bahwa penduduk harus ikut sebagai
subjek maka dibutuhkan peningkatan kualitas sumberdaya manusia agar benar benar
pembangunan yang diinginkan bisa tercapai. Keterlibatan penduduk dalam
pembangunan perekonomian menjadi penting dalam rangka untuk meningkatkan
pendapatan. Kebijakan perluasan kesempatan kerja merupakan suatu kebijakan penting
lainnya dalam pembangunan, karena selain sebagai tolak ukur keberhasilan
pembangunan ekonomi namun berikutnya juga dapat digunakan sebagai ukuran dalam
mencapai kesejahteraan.

Pertumbuhan penduduk yang pesat akan mengakibatkan peningkatan jumlah tenaga


kerja yang pesat pula. Banyak teori dan kerangka empiris telah membuktikan bahwa
tenaga kerja tidak saja dipandang sebagai satu bagian unit dalam penciptaan output
(produksi), namun juga bagaimana kualitas tenaga kerja tersebut berinteraksi dengan
faktor-faktor produksi lainnya untuk menciptakan nilai tambah (Wahyuningsih, 2009).

13
Oleh karenanya dilakukan upaya yang kuat untuk meningkatkan pemerataan pendapatan
penduduk antara lain dengan penganeragaman peluang kerja yang diciptakan oleh
pemerintah maupun swasta. Agar memperoleh pekerjaan dalam upaya untuk
menghasilkan pendapatan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukan dan
meningkatkan kesejahteraan keluarga.

Berdasarkan pengertian yang ada keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk
berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhikebutuhan hidup spiritual dan
materiil yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,memiliki hubungan yang
sama, selaras, seimbang antara anggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.
Dalam membina dan mengembangkan keluarga diperlukan upaya yang menyangkut
aspek keagamaan, pendidikan, kesehatan dan ekonomi, sosial budaya, kemandirian
keluarga, ketahanan keluarga, maupun pelayanan keluarga. Keluarga Sejahtera adalah
keluarga yang dibentuk secara holistik dan terpadu atas semua indikator -indikator yang
membentuknya.

Di zaman dulu kita sering mendengar beberapa filosofi tentang harapan orangtua tentang
anaknya. Ada yang ingin punya anak lelaki seluruhnya, agar suatu saat dapat
meneruskan usaha bapaknya dan menjadi kebanggaan orang tua.Salah satu contoh
lainnya adalah filosofi “banyak anak, banyak rezeki”. Orang tua dahulu beranggapan
memiliki banyak anak akan mendatangkan banyak rezeki karena di saat anak-anaknya
besar nanti, mereka akan sukses dan memiliki penghasilan sendiri serta mendatangkan
banyak uang bagi orangtua nya.

Dewasa ini, semakin berkembangnya kemajuan berpikir, manusia semakinberpikir kritis.


Semakin tinggi sesorang menempuh pendidikan, jalan berpikirnya semakin rasional.
Manusia tak lagi sempat berpikir akan memiliki banyak anak. Mereka berpikir bahwa
nantinya anak hanya akan menjadi beban bagi kondisi ekonominya. Seperti dari biaya
merawatnya, memberi makan, bagaimana ia disekolahkan, dan masih banyak lagi faktor
yang menjadikan anggapan bahwa “banyak anak, banyak masalah”.

Tetapi jika melihat kondisi zaman sekarang seperti di Indonesia yang


tingkat pendidikannya semakin maju, justru seakan berarah lawanan dengan pernyataan

14
rasional mereka. Orang yang memiliki anak sedikit tetapi berpendidikan tinggi tidak
lantas membuat tingkat kesejahteraan mereka langsung maju. Menurut data Badan Pusat
Statistik yang dikeluarkan pada Februari 2015, sebanyak 400 ribu pemuda Indonesia
yang bertitel sarjana menjadi pengangguran. Besarnya jumlah pengangguran tentu
menjadi salah satu faktor "pincang" nya ekonomi suatu negara. Terlebih bagi kondisi
ekonomi suatu keluarga itu sendiri. Memiliki sedikit anakpun bila tidak dibentuk
kualitasnya maka akan menjadi beban ekonomi keluarga juga

Dan anggapan diatas (banyak anak, banyak masalah) terlalu sederhana untuk
disimpulkan, sementara hubungan antara jumlah anak dan tingkat ekonomi tidaklah
sederhana. Di saat kondisi ekonomi kepala keluarga stabil, sementara jumlah anak
bertambah, maka akan menjadi faktor yang besar bagi tingkat ekonomi keluarga.

Di saat kondisi ekonomi memburuk, jumlah anak yang tetap pun akan membuat beban
ekonomi menjadi berat juga,. Dan di saat kondisi ekonomi meningkat, bertambahnya
jumlah anak yang tetap atau lebih sedikit bisa dirasakan menjadi faktor positif dalam
kesejahteraan keluarga. Secara akal sehat, bila punya banyak anak pun mungkin tidak
akan menjadi beban bila peningkatan kondisi ekonominya lebih pesat. Intinya jumlah
anak tidak otomatis berpengaruh pada menurunnya tingkat kesejahteraan bahkan bisa
menjadi faktor pendorong majunya tingkat kesejahteraan keluarga bila dididik menjadi
manusia yang berkualitas.

Data yang ada di Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun
2018, angka ibu melahirkan ada di angka 2,38. Artinya, rata-rata setiap ibu di Indonesia
melahirkan dua - tiga anak sedangkan BKKBN menargetkan angka kelahiran wanita
subur mencapai 2,1 pada 2025. Selama ini dalam masyarakat terpatri kepercayaan bahwa
banyak anak banyak rezeki. Benar atau tidak tergantung kepercayaan masing-masing
individu. Anak sendiri merupakan sebuah bentuk rezeki, Dalam agama Islam sendiri ada
hal lain tentang memiliki anak dalam hadits, "Apabila manusia itu telah mati maka
terputuslah dari semua amalnya kecuali tiga perkara yaitu Shadaqah jariyah, ilmu yang
bermanfaat dan anak shalih. Alasan inilah yang dipakai sebagian orang, dengan memiliki
banyak anak, berharap peluang anak yang sholeh-sholehah semakin banyak. Jumlah
anggota keluarga sangat menentukan jumlah kebutuhan keluarga.

15
Semakin banyak anggota keluarga berarti semakin banyak pula jumlah kebutuhan
keluarga yang harus dipenuhi.Begitu pula sebaliknya, semakin sedikit anggota keluarga
berarti semakin sedikit pula kebutuhan yang harus dipenuhi keluarga. Sehingga dalam
keluarga yang jumlah anggotanya banyak, akan diikuti oleh banyaknya kebutuhan yang
harus dipenuhi. Semakin besar ukuran rumahtangga berarti semakin banyak anggota
rumahtangga yang pada akhirnya akan semakin berat beban rumahtangga untuk
memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Demikian pula jumlah anak yang tertanggung
dalam keluarga dan anggota-anggota keluarga yang cacat maupun lanjut usia akan
berdampak pada besar kecilnya pengeluaran suatu keluarga. Mereka tidak bisa
Menanggung biaya hidupnya sendiri sehingga mereka bergantung pada kepala keluarga
dan istrinya. Anak-anak yang belum dewasa perlu di bantu biaya pendidikan, kesehatan,
dan biaya hidup lainnya.

Menurut Mantra (2003) yang termasuk jumlah anggota keluarga adalah seluruh jumlah
anggota keluarga rumah tangga yang tinggal dan makan dari satu dapur dengan
kelompok penduduk yang sudah termasuk dalam kelompok tenaga kerja.Kelompok yang
dimaksud makan dari satu dapur adalah bila pengurus kebutuhan sehari-hari dikelola
bersamasama menjadi satu. Jadi, yang termasuk dalam jumlah anggota keluarga adalah
mereka yang belum bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari karena belum bekerja (dalam
umur non produktif) sehingga membutuhkan bantuan orang lain (dalam hal ini orang
tua). Jumlah anak bukanlah faktor besar dari permasalahan ekonomi suatu keluarga.
Banyak faktor yang lebih mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga seperti sifat
konsumtif, tingkat pendidikan, dan yang terpenting bagaimana orang tua membangun
akhlaq pada anak agar menjadi orang yang bermanfaat dan berkualitas di masa depan.

Menurut BKKBN (2015), keluarga dikatakan sebagai keluarga kecil,jika maksimal


memiliki dua anak. Pengkategorian jumlah anak yang diinginkan menjadi:
1. sedikit, apabila keluarga menginginkan anak sebanyak banyaknya memiliki satu
anak
2. sedang, apabila keluarga menginginkan anak sebanyak dua anak,
3. banyak, apabila keluarga menginginkan anak sedikitnya memiliki lebih dari dua
anak.

16
Berikut adalah Penyebab Banyaknya Jumlah Anak yang Dimiliki
1. Usia Kawin Pertama
Peristiwa kelahiran tidak terlepas dari masa subur yang dimiliki seorang wanita
(fekunditas). Hal ini berarti kesuburan seorang wanita merupakan kemampuan untuk
berproduksi sehingga akan berpengaruh pada kemampuan melahirkan. Usia kawin
pertama PUS adalah usia dari wanita PUS pada waktu menikah dengan seorang laki-
laki pilihan yang sah sebagai suaminya. Usia perkawinan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi tingginya jumlah anak yang dimiliki, karena pada
umumnya umur perkawinan usia muda maka frekuensi untuk memiliki anak akan
lebih besar.

Berdasarkan himpunan data oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis oleh
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) pada
tahun 2018, Provinsi Kalimantan Selatan menjadi provinsi dengan jumlah
perkawinan anak tertinggi di Indonesia yaitu 39,53 persen (dari jumlah seluruh
perkawinan), sementara Daerah Istimewa Yogyakarta terendah dengan 11,07
persen. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab tingginya angka perkawinan
anak, di antaranya jumlah tersebut lebih tinggi di area rural urban atau pedesaan atau
daerah selain perkotaan karena faktor ekonomi. Berdasarkan data, persentase
perempuan yang menikah di usia 18 tahun pada 2015 sebesar 17 persen di perkotaan
dan 27 persen di pedesaan (BPS, 2018).

2. Pandangan terhadap Nilai Anak dalam Keluarga


Anak adalah harapan keluarga karena anak mempunyaibanyak arti dan fungsi bagi
keluarga. Oleh karena itu mempunyai anak sangat didambakan, baik dalam keluarga
orang desa, maupun orang kota. Nilai anak dalam keluarga mepengaruhi banyaknya
jumlah anak yanga dimiliki oleh setiap keluarga. Tergantung nilai dan fungsi yang
diinginkan orang tua.

17
KEBUTUHAN KHUSUS PADA PERMASALAHAN SOSIAL

A. Kehamilan Dalam Penjara


Kehamilan merupakan pengalaman yang sangat bermakna bagi perempuan, keluarga
dan Masyarakat. Perilaku ibu selama masa kehamilannya akan mempengaruhi kehamilannya,
perilaku ibu dalam mencari penolong persalinan akan mempengaruhi kesehata ibu dan janin
yang dilahirkan. Bidan harus mempertahankan kesehatan ibu dan janin serta mencegah
komplikasi pada saat kehamilan dan persalinan sebagai satu kesatuan yang utuh.
Hak-hak wanita hamil
a. Memperoleh pendidikan dan informasi
b. Mendapat jaminan dari pemerintah untuk mendapatkan yang benar dari suatu
kehamilan tanpa resiko yang berarti. (jaminan kesehatan)
c. Memperoleh gizi yang cukup
d. Wanita bekerja berhak untuk tidak dikeluarkan dari pekerjaannya
e. Berhak untuk tidak mendapatkan perlakuan diskriminasi dan hukuman, seperti
dikucuilkan oleh Masyarakat akibat mengalami gangguan kehamilan.
f. Berhak ikut dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kesehatan dirinya dan
bayinya.
Dasar- dasar hukum perlindungan :
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 pasal 14 tentang Kesehatan menyatakan :
“Kesehatan istri meliputi masa pra kehamilan, kehamilan, pasca persalinan dan masa di luar
kehamilan di luar hubungan suami-istri (pemerkosaan, remaja hamil di luar nikah). Maksud
dari UU ini adalah Keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan social yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara social dan ekonomis.
Dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 41 ayat (2)
menyatakan :”setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil dan anak-
anak berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus. Adapun dalam penjelasannya
disebutkan yang dimaksud dengan kemudahan dan perlakukan khusus adalah pemberian
fasilitas jasa, atau penyediaan fasilitas dan sarana demi kelancaran, keamanan, kesehatan dan
keselamatan. Ketentuan ini sangat jelas memberikan hak khusus bagi perempuan hamil untuk
pelayanan jasa dari pemerintah berupa keamanan dan keselamatannnya.
Hal ini bisa dijadikan dasar pertimbangan untuk penundaan pelaksanaan pidana penjara bagi
wanita hamil. Karena wanita hamil harus mendapat jaminan keamanan, memperoleh gizi
18
yang cukup, serta perlakukan diskriminasi dan penghukuman, Wanita hamil yang menjalani
masa penjara di lembaga permasyarakatan kurang mendapat perhatian khusus karena selama
menjalani masa hukumannya wanita hamil tidak mendapatkan perlakuan yang khusus dari
lembaga permasyarakatan. Wanita hamil diperlakukan sama dengan narapidana lainnya,
padahal wanita hamil membutuhkan kekhususan karena selain kebutuhan gizinya yang harus
dipenuhi, kebutuhan gizi untuk janinnya juga harus dipenuhi.
1. Pemidanaan Wanita Hamil Menurut Hukum Positif
Dalam hukum pidana Indonesia wanita hamil tetap di hukum atas tindak pidana
yang dilakukannya. Selama di pidana dalam lembaga pemasyarakatan wanita hamil
dan anak yang dikandungnya kebutuhannya dipenuhi oleh Negara. Sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1999 bahwa narapidana hamil diberikan makanan
sesuai dengan petunjuk dokter yang merawatnya. Setelah anaknya berumur 2 (dua)
tahun anak tersebut diserahkan kepada keluarga atau pihak lain yang sesuai dengan
persetujuan ibunya.
2. Penerapan Sanksi Bagi Narapidana Wanita Hamil Di Indonesia
Penggolongan narapidana di lembaga pemasyarakatan adalah individualisasi
narapidana yang bertujuan untuk membina narapidana sesuai dengan karateristik
narapidana sehingga tujuan pembinaan dapat tercapai. Berdasarkan penggolongan
pidana, narapidana wanita hamil berada di lembaga pemasyarakatan wanita. Selama
pembinaan di lembaga pemasyarakatan wanita bagi wanita yang hamil selama masa
pidananya tetap akan ditempatkan di lembaga pemasyarakatan wanita sampai anak
yang kandungnya dilahirkan dan berusia 2 (dua) tahun.

Hal ini sesuai dengan peraturan pemerintah no 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata
cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan pasal 20 yang menyatakan bahwa
:
a. Narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang sakit, hamil atau
menyusui, berhak mendapatkan makanan tambahan sesuai dengan
petunjuk dokter.
b. Makanan tambahan juga diberikan kepada narapidana yang melakukan
jenis pekerjaan tertentu.
c. Anak dari narapidana wanita yang dibawa ke dalam lembag
pemasyarakatan atau pun yang lahir di lembaga pemasyarakatan dapat

19
diberi makanan tambahan atas petunjuk dokter, paling lama sampai anak
berumur 2 (dua) tahun
d. Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) telah mencapai
umur (2) dua tahun, harus diserahkan kepada bapaknya atau sanak
keluarga, atau pihak lain atas persetujuan ibunya dan dibuat dalam satu
berita acara.
e. Untuk kepentingan kesehatan anak, kepala lembaga pemasyarakatan dapat
menentukan makanan tambahan selain sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) berdasarkan pertimbangan dokter.
Kesimpulan : Jadi anak yang dilahirkan narapidana wanita hamil selama di lembaga
pemasyarakatan tidak membuat narapidana wanita hamil tersebut ditunda
penahannya. Pelaksanaan pidana tetap dilaksanakan, anak narapidana hamil dirawat
dan dibesarkan di dalam lembaga pemasyarakatan sampai umur 2 (dua ) tahun,
setelah mencapai umur 2 (dua) tahun pengasuhannya diberikan kepada pihak
keluarga.

3. Pandangan Hukum Islam Terhadap Pemidanaan Wanita Hamil


Pelaksanaan hukuman terhadap narapidana hamil pernah terjadi di zaman Rasullullah
Saw, dimana ada seorang perempuan hamil yang mendatangi Rasullulah SAW, dan
mengaku telah berbuat zina dan meminta Rasullulah SAW untuk menghukumnya,
Rasullullah malah menyuruhnya pulangkerumahnya dan datang kembali kepada
beliau saat melahirkan. Setelah perempuan itu melahirkan ia datang kembali kepada
rasullulah SWA, lalu rasullulah SAW menyuruhnya pulang kembali lagi saat anaknya
telah disapih. Saat anak perempuan tersebut sudah disapih perempuan tersebut datang
kembali kepada rasullulah SAW, baru Rasullulah menghukumnya. Islam menjamin
keselamatan janin secara menyeluruh. Islam sangat menghargai hak hidup setiap
mahluk. Karenanya setiap yang bernyawa pasti akan mendapatkan perlindungan dan
penghargaan atas hak-hak yang dimilikinya.
Janin yang ada dalam kandungan narapidana wanita hamil juga memiliki hak
untuk hidup dan mendapatkan keselamatan. Janin yang dalam kandungan narapidana
wanita hamil dianggap tidak bersalah. Sehingga dalam pelaksanaannya hukum islam
pelaksanaan hukuman bagi wanita hamil pelaksanaannya ditangguhkan sampai janin
yang dikandungnya lahir. Janin yang ada di dalam kandungan narapidana hamil tidak

20
bisa dihukum karena asas praduga tidak bersalah, dimana janin tersebut tidak bisa
dihukum sampai ada keputusan yang mampu membuktikan bahwa janin tersebut ikut
bersalah. Sedangkan kondisi alami atau kodrat dari janin itu sendiri adalah suci. Jadi
secara hukum islam pelaksanaan hukuman bagi wantia hamil eksekusi ditunda hingga
wanita hamil tersebut melahirkan anak yang dikandungnya serta telah selesai masa
menyusuinya atau menyapihnya.

B. Single Parent
1. Pengertian
Pendidikan dalam keluarga memang memiliki nilai strategis dalam pembentukan
kepribadian remaja. Sejak kecil remaja sudah memperoleh pendidikan dari kedua
orangtuanya melalui keteladanan dan kebiasaan hidupsehari-hari dalam keluarga (Syaiful,
2004 : 25). Itu artinya, kedua orangtua memiliki peran dan tugas serta bertanggung jawab
masing-masing dalam mendidik remaja. Diperkuat oleh M. Shochib (2010 : 18) yang
mengatakan bahwa “keutuhan orangtua (ayah dan ibu) dalam sebuah keluarga sangat
dibutuhkan dalam membantu remaja untuk memiliki dan mengembangkan dasar-dasar
disiplin diri.”
single parent secara umum adalah orang tua tunggal. Single parent mengasuh dan
membesarkan anak-anak mereka sendiri tanpa bantuan pasangan, baik itu pihak suami
maupun pihak istri. Single parent memiliki kewajiban yang sangat besar dalam mengatur
keluarganya. Keluarga single parent memiliki permasalahan-permasalahan paling rumit
dibandingkan keluarga yang memiliki ayah atau ibu. Single parent dapat terjadi akibat
kematian ataupun perceraian.Menurut Hurlock (1980 : 359-360) single parent adalah
seseorang yang mengalami kehilangan pasangan disebabkan karena, perceraian dan ditinggal
mati oleh pasangan. Sager, dkk (dalam Budi, 2011 : 12) menambahkan bahwa single parent
adalah orangtua yang secara sendirian membesarkan remaja- remajanya tanpa kehadiran,
dukungan atau tanggungjawab dari pasangannya.
Newman, dkk (dalam Veronika, 2007 : 15) menyebutkan keluarga single parent adalah
keluarga yang di dalam struktur keluarganya hanya terdapat satu orangtua saja baik ayah atau
ibu yang disebabkan oleh kematian, perceraian, perkawinan tidak jelas dan pengadopsian
remaja. Sementara itu, Haffman (dalam Veronika, 2007 : 15) juga mengartikan single parent

21
sebagai orangtua yang merangkap ayah sekaligus ibu dalam membesarkan dan mendidik
remajanya serta mengatur kehidupan keluarga karena perubahan struktur keluarga.

2. Keluarga Broken Home


Broken home merupakan suatu istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan
keadaan keluarga yang bercerai-berai akibat dari orangtua yang sudah tidak lagi
memperdulikan situasi, kondisi dan juga keadaan keluarganya. Orangtua yang tidak
memberikan perhatianny terhadap anak-anak dalam berbagai persoalan yang dihadapinya.
Tak sedikit dari orangtua tersebut yang memutuskan untuk bercerai karena memilih
pekerjaan daripada keluarga. Keadaan broken home seperti ini membuktikan bahwa anggota
keluarga tidak melaksanakan kewajibannya dan fungsinya sebagai anggota keluarga secara
optimal. Broken home diartikan sebagai pecahnya suatu unit keluarga, terputusnya, retaknya
struktur peran sosial jika satu atau beberapa anggota keluarga gagal menjalankan kewajiban
peran mereka dengan baik (Lailahanoum, 2005).

3. Kondisi Kehidupan Single Parent


Masyarakat akan memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang single parent.
Sedangkan masalah internal single parent berasal dari lingkungan keluarga dan anak-
anaknya. Single parent harus dapat memberikan pengertian, lebih sabar, dan tegar dalam
menghadapi masalah dalam keluarganya. Single parent biasanya lebih merasa tertekan
daripada orang tua utuh dalam kekompetenan sebagai orangtua. Kekompeten orangtua ini
nantinya dapat berpengaruh pada bagaimana orangtua mengasuh anaknya. Menjadi ibu
idaman tidak datang dengan sendirinya, semua itu dibentuk dari suatu proses pendewasaan
dan perbaikan karakter, Papalia (Rahma 2015: 426). Kemandirian dalam jiwa ibu single
parent sangat dibutuhkan untuk menjalankan peran ganda di sektor domestik, yaitu bertugas
dalam urusan rumah tangga seperti memasak, mencuci piring dan pakaian, membersihkan
rumah, menyiapkan makanan untuk keluarga, merawat, membesarkan dan mendidik anak-
anaknya dan di sektor publik yaitu bertugas secara ekonomi agar kebutuhan tetap terpenuhi
yaitu dengan mencari nafkah bagi keluarganya dan secara sosial yaitu bersosialisasi dengan
masyarakat. Keseimbangan peran domestik dan publik perlu dicapai dengan usaha ekstra
melalui proses kesabaran, ilmu, dan konsistensi untuk menjalankannya.

4. Single Parent Mother

22
Single Parent Mother yaitu ibu sebagai seorang orangtua tunggal harus menggantikan
peran ayah sebagai kepala keluarga, pengambil keputusan, pencari nafkah disamping
perannya sebagai mengurus rumah tangga, membesarkan, membimbing dan memenuhi
kebutuhan psikis remaja. Menurut Rahayu (dalam Penelitian Strategi Adaptasi Menjadi
Single Mother 2013), Strategi adaptasi ekonomi dalam keluarga single mother nampak
bagaimana mereka menyelaraskan antara jumlah pendapatan dengan kebutuhan setiap
harinya. Single mother ditunut untuk untuk mampu menjalankan perannya sendiri tanpa
pasangan hidup dengan cara bekerja di sektor publik dan menjadi pencari nafkah utama bagi
anak dengan orang tuanya karena dengan hal inilah mereka dapat bertahan hidup bersama
keluarga dan anak-anaknya.
Kemandirian dalam jiwa ibu single parent sangat dibutuhkan untuk menjalankan
peran ganda di sektor domestik, yaitu bertugas dalam urusan rumah tangga seperti memasak,
mencuci piring dan pakaian, membersihkan rumah, menyiapkan makanan untuk keluarga,
merawat, membesarkan dan mendidik anak-anaknya dan di sektor publik yaitu bertugas
secara ekonomi agar kebutuhan tetap terpenuhi yaitu dengan mencari nafkah bagi
keluarganya dan secara sosial yaitu bersosialisasi dengan masyarakat.
Keseimbangan peran domestik dan publik perlu dicapai dengan usaha ekstra melalui
proses kesabaran, ilmu, dan konsistensi untuk menjalankannya. Perannya sebagai ibu, yaitu
menjalankan kodratnya sebagai perempuan, meliputi mengasuh dan membesarkan anaknya,
serta hal-hal yang ada dalam rumah. Walaupun dalam kondisi bekerja, tetap harus memonitor
apa yang terjadi di dalam rumah. Mempersiapkan kemandirian untuk mental si anak juga
sangat perlu. Kasih sayang adalah kunci segala-galanya. Memberi pengertian kepada anak
pelan-pelan dengan menyesuaikan usianya. Tidak bisa dihindari, anak akan mengalami
dampak psikologis yang akan mempengaruhi terhadap perilakunya di rumah, sekolah, dan
masyarakat. Menumbuhkan kepercayaan dirinya dan meningkatkan rasa nyaman merupakan
tugas utama. Anak merupakan skala prioritas, karena tanpa itu semua karir dan peran yang
dijalani akan sia-sia.

5. Pengaruh /Dampak Negatif dari kehidupan Single Parent (Broken Home)


Akibat Perceraian bagi anak Dampak negatif dari broken home yang benar-benar
sudah tidak bisa dihindari lagi yaitu memiliki pengaruh negatis bagi remaja baik dalam
pertumbuhannya maupun dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya karena pada

23
masa remaja merupakan masa-masa krisis identitas yang membuatremaja harus dalam
perlakuan dan keadaan yang baik untuk menemukan identitasnya (Somantri, 2012).
Keadaan keluarga yang kacau dapat membuat anak melakukan banyak hal negatif,
memberikan contoh yang kurang baik sebagai acuan hidup seorang anak. Keadaan seperti itu
juga membuat anak merasa tertekan disegi mental yang amat berat. Keluarga merupakan
pondasi utama didalam hidup seseorang, seorang anak juga akan merasa malu pada
lingkungan sekitar sehingga membuat ia menjauh dan mengucilkan diri dari teman-teman dan
lingkungan karena khawatir akan mendapat respon yang tidak baik dan juga dapat
mengganggu konsentrasinya dalam belajar. Broken home memiliki banyak efek negatif
terhadap hidup seseorang, diantaranya adalah
(Somantri, 2012):

a) Masalah akademik, anak akan menjadi malas belajar dan kehilangan semangat dalam
mengejar prestasi.
b) Masalah tingkah laku, anak akan menjadi pemberontak, berbicara dan berperilaku
kasar, tidak peduli dengan lingkungan dan mulai melakukan kebiasaan buruk dan juga
pergaulan yang salah.
c) Masalah seks, karena ia merasa kurang mendapatkan kasih sayang dan melampiaskan
terhadap hawa nafsu atau seks bebas. Masalah agama, kehilangan sosok yang bisa
membimbing dan mengarahkan ke jalan yang benar membuat anak merasa sesuatu
yang berkaitan dengan agama hanya kemunafikan saja.

C. LGBT ( Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender)


a) Pengertian
LGBT merupakan sebah singkatan dari LESBIAN, GAY, BISEKSUAL, dan
TRANSGENDER pengertian LGBT tersebut secara global akan kita bahas mengenal lebih
jauh tentang dunia LGBT:
Lesbian yaitu orientasi seksual seorang perempuan yang hanya mempunyai hasrat sesama
perempuan. Gay yaitu orientasi seksual seorang pria yang hanya mempunyai hasrat sesama
pria Bisex yaitu orientasi sexual seorang Pria/Wanita yang menyukai dua jenis kelamin baik
Pria/Wanita Tansgender yaitu orientasi seksual seorang Pria/wanita yang dengan
mengidentifikasi dirinya menyerupai Pria/Wanita (Misal:Waria)

24
Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender (LGBT) merupakan penyimpangan orientasi
seksual bertentangan dengan fitrah manusia, agama dan adat masyarakat Indonesia. Lesbian
adalah istilah bagi perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama
perempuan. Istilah ini juga merujuk kepada perempuan yang mencintai perempuan baik
secara fisik, seksual, emosional, atau secara spiritual. Bisa juga lesbian diartikan kebiasaan
seorang perempuan melampiaskan nafsu seksualnya pada sesamanya pula. Sedangkan Gay
adalah sebuah istilah yang umum digunakan untuk merujuk orang homoseksual atau sifat-
sifat homoseksual,sedikit berbeda dengan bisexual. Biseksual (bisexual) adalh individu yang
dapat menikmati hubungan emosional dan seksual dengan orang dari keduan jenis kelamin
baik pria ataupun wanita. Transgender adalah prilaku atau penampilan seseorang yang tidak
sesuai dengan peran gender pada umumnya. Seseorang transgender dapat mengidentifikaasi
dirinya sebagai seorang heteroseksual, homoseksual, biseksual maupun aseksual.
Dari semua definisi di atas walaupun berbeda dari sisi pemenuahan seksualnya, akan
tetapi kesamaanya adalah mereka memiliki kesenangan baik secara psikis ataupun biologis
dan orientasi seksual bukan saja dengan lawan jenis akan tetapi bisa juga dengan sesama
jenis.

b) Penyebab LGBT

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab LGBT tersebut, diantaanya :

1) Faktor keluarga

Didikan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya memiliki peranan yang
penting bagi para anak untuk lebih cenderung menjadi seorang anggota LGBT daripada
hidup normal layaknya orang yang lainnya. Ketika seorang anak mendapatka perlakuan
yang kasar atau perlakuan yang tidak baik lainnya, maka pada akhirnya kondisi itu bisa
menimbulkan kerenggangan hubungan keluarga serta timbulnya rasa benci si anak pada
orag tuanya. Sebagai contoh adalah ketika seorang anak perempuan mendapatkan
perlakuan yang kasar atau tindak kekerasan lainnya dari ayah atau saudara laki-lakinya
yang lain, maka akibat dari trauma tersebut nantinya anak perempuan tersebut bisa saja
memiliki sifat atau sikap benci terhadap semua laki-laki.

Akibat sikap orng tua yang terlalu mengidam-idamkan untuk memiliki anak laki-laki
atau perempuan, namun kenyataan yang terjadi justru malah sebaliknya. Kondisi seperti
ini bisa membuat anak akan cenderung bersikap seperti apa yang diidamkan oleh orang

25
tuanya.Orang tua yang terlalu mengekang anak juga bisa malah menjerumuskan anak
pada pilihan hidup yang salah.

Kurangnya pendidikan perihal agama dan masalah seksual dari orang tua kepada
anak-anaknya. Orang tua sering beranggapan bahwa membicarakan masalah yang
menyangkut seksual kepada anak-anak mereka adalah suatu hal yang tabu, padahal hal itu
justru bisa mendidik anak agar bisa mengetahui perihal seks yang benar.

2) Faktor Lingkungan dan Pergaulan

Lingkungan serta kebiasaan seseorang dalam bergaul disinyalir telah menjadi faktor
penyebab yang paling dominan terhadap keputusan seseorang untuk menjadi bagian dari
komunitas LGBT. Beberapa point terkait dengan faktor ini adalah :

Seorang anak dalam lingkungan keluarganya kurang mendapatkan kasih sayang,


perhatian, serta pendidikan baik masalah agama, seksual, maupun pendidikan lainnya
sejak dini bisa terjerumus dalam pergaulan yang tidak semestinya. Disaat anak tersebut
mulai asik dalam pergaulannya, maka ia akan beranggapan bahwa teman yang berada di
dekatnya bisa lebih mengerti, menyayangi, serta memberikan perhatian yang lebih
padanya. Dan tanpa ia sadari, teman tesebut justru membawanya ke dalam kehidupan
yang tidak benar, seperti narkoba, miras, perilaku seks bebas, serta perilaku seks yang
menyimpang (LGBT).

Masuknya budaya-budaya yang berasal dari luar negri mau tidak mau telah dapat
mengubah pola pkir sebagian besar masyarakat kita dan pada akhirnya terjadilah
pergeseran norma-norma susila yang dianut oleh sebagian masyarakat. Sebagai contoh
adalah perilaku seks yang menyimpang seperti seks bebas maupun seks dengan sesama
jenis atau yang lebih dikenal dengan istilah LGBT.

3) Faktor Genetik

Dari beberapa hasil penelitian telah menunjukan bahwa salah satu faktor pendorong
terjadinya homoseksual, lesbian, atau perilaku seks yang menyimpang lainnya bisa
berasal dari dalam tubuh si pelaku yang sifatnya bisa menurun dari anggota keluarga
terdahulu, ada beberapa hal yang perlu kita ketahui terkait masalah ini, seperti :

Dalam dunia kesehatan, pada umumnya seorang laki-laki normal memiliki kromosom
XY dalam tubuhnya, sedangkan wanita yang normal kromosomnya adalah XX, akan
26
tetapi dalam beberapa kasus ditemukan bahwa seorang pria bisa saja memiliki jenis
kromosom XXY, ini artinya bahwa laki-laki tersebut memiliki kelebihan suatu
kromosom. Akibatnya, lelaki tersebut bisa memiliki berprilaku yang agak mirip dengan
perilaku perempuan.

Keberadaan hormon testosteron dalam tubuh manusia memiliki andil yang besar
terhadap perilaku LGBT. Seseorang yang memiliki kadar hormon testosteron yang rendah
dalam tubuhnya, maka bisa mengakibatkan antara lain berpengaruh terhadap perubahan
perilakunya, seperti perilaku laki-laki menjadi mirip dengan perilaku perempuan.

4) Faktor Akhlak dan Moral

Faktor moral dan akhlak yang dimiliki seseorang juga memiliki pengaruh yang besar
terhadap perilaku LGBT yang dianggap menyimpang. Ada beberapa hal yang dapat
berpengaruh pada perubahan akhlak dan moral yang dimiliki manusia tersebut kepada
perilaku yang menyimpang seperti LGBT, yaitu :

Iman yang lemah dan rapuh. Ketika seseorang memiliki tingkat keimanan yang lemah
dan rapuh, besar kemungkinan kondisi tersebut akan membuatnya lemah dalam hal
mengendalikan hawa nafsu. Kita tahu bahwa iman adalah benteng yang paling efektif
dalam diri seseorang untuk menghindari terjadinya perilaku seksual yang menyimpang.
Jadi dengan lemahnya iman, maka kekuatan seseorang untuk dapat mengendalikan bahwa
nafsunya akan semakin kecil, dan itu nantinya bisa menjerumuskan orang itu pada
perilaku yang menyimpang, salah satunya dalam hal seks.

Semakin banyaknya rangsangan seksual. Banyak contoh yang bisa kita ambil sebagai
pemicu rangsangan seksual seseorang. Misalnya semakin maraknya VCD Porno, majalah
porno, atau video-video lain yang bisa kita akses melalui internet.

5) Faktor Pendidikan dan Pengetahuan Tentang Agama

Faktor internal lainnya yang menjadi penyebab kemunculan perilaku seks


menyimpang seperti kemunculan LGBT adalah pengetahuan serta pemahaman seseorang
tentang agama yang masih sangat minim. Di atas dikatakan bahwa agama atau keimanan
merupakan bebteng yang paling efektif dalam mengendalikan hawa nafsu serta dapat
mendidik kita untuk bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik. Untuk

27
itulah, sangat perlu ditanamkan pengetahuan serta pemahaman agama terhadap anak-anak
sejak usia dini untuk membentuk akal, akhlak, serta kepribadian mereka.

c) Dampak LGBT

Keberadaan komunitas LGBT mau tida mau menimbulkan dampak yang tidak sedikit,
tidak hanya terkait dengan masalah kesehatan saja, akan tetapi hal itu juga berpengaruh
terhadap kehidupan sosial si pelaku . Berikut beberapa dampak negative dari LGBT, di
antaranyai :

Dari Segi kesehatan

Timbulnya fenomena LGBT mau tidak mau telah berdampak pada kesehatan diri si
pelaku tersebut bisa menyebabkan berbagai jenis infeksi penyakit yang berbahaya, seperti :

 HIV / AIDS

HIV (Human Imumunodefiency Virus) atau yang juga dikenal dengan AIDS
merupakan salah satu infeksi penyakit yang sangat berbahaya bagi manusia, di mana
akibat infeksi ini bisa menghantarkan manusia tersebut pada kematian. Virus HIV
bekerja dengan cara menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga tubuh
tidak lagi bisa melakukan perlawanan terhadap terjadinya infeksi maupun serangan
penyakit lainnya.

 Penyakit Kelamin Berbahaya

Kemunculan berbagai jenis penyakit kelamin menular yang disebabkan baik


itu oleh bakteri maupun virus merupakan salah satu dampak buruk dari kebiasaan
LGBT, berikut ini beberapa jenis penyakit tersebut :

Sifilis ( raja singa), yaitu penyakit seksual yang disebabkan oleh adanya
infeksi bakteri treponema pallidum. Jika tidak ditangani, penyakit ini bisa
menyebabkan kelumpuhan, demensia, kebutaan, masalah pendengaran, impotensi,
hingga kematian.

Gonore (kencing nanah), yaitu penyakit seksual menular yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae. Dampak dari penyakit ini bisa dirasakan
beberapa daerah bagian dalam tubuh kita seperti rektum, mata, atau tenggorokan.

28
Kutil kelamin, yaitu penyakit kelamin yang disebabkan oleh infeksi virus HPV
(human papilomavirus) yang menyebabkan kemunculan kutil di sekitar alat kelamin
atau area dubur. Mereka yang terinfeksi virus HPV bisa berpotensi terkena penyakit
berbahaya seperti kanker serviks, kanker penis, serta kanker rektum.

Menggangu Reproduksi

Perilaku LGBT juga bisa berakibat pada reproduksi si pelaku. Mereka yang
gemar melakukan kegiatan seks yang menyimpang bisa mengalami gangguan
peranakan (reproduksi). Bagi pelaku homoseksual, kondisi ini bisa menyebabkan
berbagai sumber utama pengeluaran mani menjadi semakin melemah. Selain itu,
kondisi ini akan dapat menimbulkan gangguan pada produksi sperma yang dihasilkan
pada testis, di mana sperma bisa terbunuh dan pada akhirnya akan menyebabkan
kemandulan.

 Dari Segi Sosiologi

Kebiasaan Perilaku LGBT selain dapat menyebabkan masalah pada kesehatan


juga dapat berakibat pada kehidupan sosial, yaitu dapat mengikis keharmonisan hidup
yang tumbuh di masyarakat serta semakin meningkatkan angka tindak kemaksiatan
yang pada akhirnya sulit untuk dikendalikan.

 Dari Segi Psikologis

Kebiasaan LGBT juga berdampak buruk bagi kondisi psikologis atau kejiwaan
seseorang serta dapat memberikan efek yang begitu kuat pada syaraf si pelaku.
Seorang yang dikategorikan LGBT bisa memiliki kepercayaan bahwa dirinya
bukanlah seorang lelaki ataupun perempuan yang sejati. Kondisi tersebut tentu akan
berdampak pada timbulnya rasa khawatir terhadap identitas diri serta seksualitasnya.
Mereka itu akan lebih cenderung memilih bersama dengan orang yang berkepribadian
sejenis dengannya. Kebiasaan tersebut akan mempengaruhi akal pelaku, dan akhirnya
ia akan menjadi seorang yang pemurung. Mereka yang memiliki kebiasaan seks
menyimpang seperti homoseksual akan selalu merasa tidak puas dengan pelampiasan
hawa nafsunya.

d) Pencegahan LGBT

29
Islam tidak membenarkan perilaku LGBT, hal ini sebagaimana Firman Allah SWT
dalam Al-Qur’an Surat Hud ayat 82-83 yang artinya “Maka tatkala datang azab dari
Kami, Kami jadikan negri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (kami balikan) dan kami
hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi
tanda oleh Tuhan-Mu dan siksaan itu tidak jauh dari orang-orang dzalim.” jadi, sebagai
umat islam kita harus selalu berusaha untuk menghindari dan mencegah penyebaran
perilaku LGBT di masyarakat. Berikut ini ada beberapa langkah yang bisa dilakukan
untuk mencegah LGBT, yaitu: Selalu berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan
kita kepada Allah SWT, Menanamkan dalam diri, keluarga, teman, dan warga masyarakat
tentang bahayanya perilaku LGBT, baik bagi kesehatan, psikologis, kehidupan sosial, dan
lain sebagainya. Berpartisipasi dalam upaya penolakan legalisasi yang mendukung
perilaku seksual yang menyimpang yang akan dapat merusak moral generasi penerus
bangsa.

e) Cara Menyikapi LGBT

LGBT bukanlah permasalahan sepele, bahkan Nabi Luth AS sempat merasakan


kesulitan ketika menghadapi kaumnya yang memiliki perilaku seks yang menyimpang
tersebut. Lalu bagaimanakah cara yang tepat untuk menghadapi kaum LGBT) haruskah
kita mencemooh mereka dengan cacian dan makian)? Tidak, menyikapi masalah LGBT
dalam bentuk cacian dan makian adalah salah, berikut ini caranya:

Hindari mencemooh mereka dengan caci maki, karena jika itu dilakukan maka pelaku
LGBT akan semakin merasa menjadi korban. Kita bisa belajar dari Nabi Luth As, dimana
meskipun menghadapi kaumnya Beliau tidak pernah sekalipun melontarkan kalimat cacian
pada kaum sodom. Menyebarluaskan tentang bahya LGBT, Tidak mengucilkan kehidupan
pelaku LGBT, baik dalam kehidupan keluarga maupun lingkungan masyarakat, Menjadi
pendukung serta penyemangat bagi pelaku LGBT agar mereka mau meninggalkan
kebiasaan tersebut dan kembali pada kehidupan normal, Memberikan hukuman untuk
memberikan efek jera, Bukalah diri untuk menjadi penyembuh, bukan penyebar
kebencian.

D. IBU PENGGANTI ( SURROGATE MOTHER)

1. Definisi Surrogate Mother

30
Ibu pengganti atau Sewa rahim atau Surrogate Mother adalah proses penanaman
ovum seorang wanita yang subur beserta sperma suaminya yang sah ke dalam rahim
wanita lain, wanita lain tersebut akan mengandung, melahirkan, dan menyerahkan
kembali bayinya kepada pasangan suami istri dengan imbalan sejumlah materi atau tanpa
balasan. Di antara penyebab terjadinya hal tersebut adalah rahim pemilik ovum tidak
baik untuk hamil, atau ketiadaan rahim bersamaan dengan adanya dua sel telur atau salah
satunya yang subur, atau karena pemilik ovum ingin menjaga kesehatan dan
kecantikannya dan sebagainya dari beberapa motif yang ada.

Jadi pada intinya bagi para pasangan suami istri yang memiliki permasalahan untuk
mendapatkan keturunan atau dengan sebab-sebab yang telah disebutkan di atas, menyewa
seorang perempuan yang memiliki rahim, dan kelebihan yang lainnya untuk menampung
dan merawat ovum dan sperma penyewanya, agar keinginan mereka untuk memiliki
keturunan dapat tercapai serta permasalahan yang mereka hadapi dapat terpecahkan.
Praktek surrogate mother atau lazim diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia dengan ibu
pengganti/sewa rahim tergolong metode atau upaya kehamilan di luar cara yang alamiah.
Dalam hukum Indonesia, praktek ibu pengganti secara implisit tidak diperbolehkan.

2. Bentuk – Bentuk Penyewaan Rahim


a. Bentuk pertama
Benih isteri (ovum) disenyawakan dengan benih suami (sperma), kemudian
dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Kaedah ini digunakan dalam keadaan
isteri memiliki benih yang baik, tetapi tetapi rahimnya dibuang karena
pembedahan, kecacatan, akibat penyakit yang kronik atau sebab-sebab yang lain
(Zabidi R, 2004).
b. Bentuk kedua
Sama dengan bentuk yang pertama, kecuali benih yang telah disenyawakan
dibekukan dan dimasukkan ke dalam rahim ibu pengganti selepas kematian
pasangan suami isteri itu (Zabidi R, 2004).
c. Bentuk ketiga
Ovum isteri disenyawakan dengan sperma lelaki lain (bukan suaminya) dan
dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Keadaan ini terjadi apabila suami mandul
dan isteri memiliki halangan atau kecacatan pada rahimnya tetapi benih isteri
dalam keadaan baik (Zabidi R, 2004).
d. Bentuk keempat
31
Sperma suami disenyawakan dengan ovum wanita lain (bukan istrinya), kemudian
dimasukkan ke dalam rahim wanita lain (bukan istrinya). Keadaan ini terjadi
apabila isteri menderita penyakit pada ovari dan rahimnya tidak mampu memikul
tugas kehamilan, atau isteri telah mencapai tahap putus haid (menopause) (Zabidi
R, 2004).
e. Bentuk Kelima
Sperma suami dan ovum isteri disenyawakan, kemudian dimasukkan ke dalam
rahim isteri yang lain dari suami yang sama. Dalam keadaan ini isteri yang lain
sanggup mengandungkan anak suaminya dari isteri yang tidak boleh hamil (Zabidi
R, 2004).

3. Pandangan Etika Terhadap Surrogate Mother


Masalah ini di indonesia memang belum terlalu tenar. mungkin karena batasan-
batasan dalam agama dan hukum yang membuat hal ini kurang terdengar. dalam
beberapa agama, kasus ibu pengganti / rahim pinjaman ini oleh beberapa pendapat
dianggap sebagai suatu hal yang haram dan harus dilarang. Ada juga pendapat yang
mengatakan bahwa kasus ibu pengganti sama dengan konsep “ibu penyusuan” yang
memang diakui dalam agama. tetapi yang diperbolehkan hanyalah jika donor sel
sperma dan sel telur berasal dari suami-istri yang sah. jika salah satu (sel telur atau sel
sperma) bukan berasal dari suami-istri, hal itu tidak diperbolehkan. Hukum di
Indonesia sendiri tidak mempersoalkan apakah benih itu berasal dari orang lain, tetapi
lebih kepada apakah anak itu lahir dari perkawinan yang sah. dengan kata lain seorang
anak yang lahir diakui hanya dari ikatan perkawinan yang sah, tanpa mempersoalkan
bagaimana terjadinya hal itu (dari siapa benihnya dan bagaimana caranya). tetapi di
lain pihak, analisis dan tes DNA sering dipakai juga untuk menentukan siapa orangtua
si anak. hal ini terjadi pada kasus laki-laki yang tidak mau bertanggung jawab
terhadap kehamilan seorang wanita.
Jika salah satu donor (sel sperma atau sel telur) bukan berasal dari pasangan
suami istri yang sah, di indonesia hal itu masih dilarang. secara hukum, juga secara
agama. secara moral itu disamakan dengan perzinaan, dan anak yang lahir tidak
diakui secara hukum dan agama. Di luar negeri (Usa, Inggris, dan Negara-Negara
Eropa) juga mendapatkan payung hukum. bahkan keberadaan bank sperma / bank sel

32
telur juga diakui oleh mereka. bahkan konstitusi Amerika menjamin hak
konstitusional tiap orang untuk menentukan cara mereka memiliki anak kandung, baik
melalui sanggama atau dengan cara lainnya. oleh karena itu tidak boleh ada yang
melarang atau membatasi penggunaan cara-cara lain dalam memperoleh anak seperti
ibu pengganti atau donor gamet dari orang lain. tetapi pada umumnya yang dilarang
adalah komersialisasi dari cara-cara itu.(goldfriend, 2007).

4. Surrogate Mother Menurut Hukum Kesehatan


Salah satu permasalahan di bidang kesehatan adalah masalah reproduksi,
yang mana setiap warga negara mempunyai hak otonomi untuk mengatur
hidupnya sendiri selama tidak bertentangan dengan kepentingan umum, oleh
karena itu adanya aturan hukum. Aturan mengenai reproduksi dapat dilihat dalam
Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia, yang berbunyi “Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan
melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah”. Menurut pasal 127 ayat (1)
Undang-Undang Nomor. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Selanjutnya UU
Kesehatan) diatur bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat
dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
1. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan
ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal
2. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu
3. Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.

Persyaratan mengenai kehamilan diluar cara alamiah diatur oleh peraturan


pemerintah. Diantaranya, yaitu :

1. Peraturan Mentri Kesehtan Republik Indonesia (Permenkes RI) nomor 73 /


Menkes / PER / II / 1999 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi
Reproduksi Buatan Pasal 4 Permenkes ini menyatakan bahwa “Pelayanan
teknologi reproduksi buatan hanya diberikan kepad pasangan suami istri
yang terikat perkawinan yang sah dan sebagai upaya akhir untuk
memperoleh keturunan serta berdasarkan pada suatu indikasi medik”.

33
Terhadap pelanggaran aturan ini dikenakan sanksi tindakan administrative
(pasal 10 ayat (1) Permenkes RI ).
2. SK Dierjen Yan Medik Depkes RI tahun 2000 Tentang Pedoman Pelayanan
Bayi Tabung di Rumah Sakit :
a. Pelayanan teknik reproduksi buatan hanya dapat dilakukan dengan sel
sperma dan sel telur pasangan suami istri yang bersangkutan.
b. Pelayanan reproduksi buatan merupakan bagian dari pelayanan infertilitas,
sehingga kerangka pelayanan merupakan bagian dari pengelolaan
pelayanan infertilitas secara keseluruhan .
c. Dilarang melakukan surogasi dalam bentuk apapun.

Jadi, yang diperbolehkan dalam hukum Indonesia adalah metode pembuahan


dan ovum dari suami istri yang sah dan ditanamkan dirahim istri dari mana ovum itu
berasal. Metode ini dikenal dengan metode bayi tabung. Adapun metode atau upaya
kehamilan diluar cara almiah selain yang diatur dalam pasal 127 UU Kesehatan
termasuk surrogate mother tidak diperbolehkan oleh aturan hukum.

5. Surrogate Mother Menurut Hukum Perdata

Menurut pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)


memang diatur mengenai kebebasan berkontrak, di mana para pihak dalam berkontrak
bebas untuk membuat perjanjian, apapun isi dan bagaimanapun bentuknya “semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi undang-undang bagi mera yang
membuatnya”. Akan tetapi, asas kebebasan berkontrak tersebut tetap tidak boleh
melanggar syarat-syarat sahnya perjanjian dalam pasal 1320 KUHPer yaitu : (1)
Kesepakatan para pihak; (2) Kecakapan para pihak; (3) Mengenai suatu hal tertentu;
dan (4) sebab yang halal.

Salah satu syarat sahnya perjanjian adalah harus memiliki sebab yang halal,
yaitu tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun dengan
ketertiban umum (Ketentuan Pasal 1320 dan pasal 1337 KUHPer). Sedangkan prektek
ibu pengganti bukan merupakan upaya kehamilan yang “dapat dilakukan” menurut
pasal 127 UU Kesehatan termasuk surrogate mother tidak diperbolehkan oleh aturan
hukum. Dengan demikian syarat sebab yang halal ini tidak terpenuhi.

34
6. Surrogate Mother Menurut Hukum Islam
a. Surrogate Mother Menurut Pendapat Para Ulama

Perbedaan pendapat ini ada pada masalah sewa rahim bentuk pertama, dan
kedua. Dan pendapat-pendapat tersebut dibagi menjadi tiga pendapat (Dr. Hindun Al-
Hauli, Ta‟jir Al-Arham Fii Al-Fiqh Al-Islamy, hlm: 282-285):

Pendapat pertama, adalah pendapat jumhur ulama hari ini yang menyatakan
keharaman praktek sewa rahim. Hukum ini ditetapkan pada pertemuan Komite Fiqih
Organisasi Kerjasama Islam yang diadakan di berbagai di Oman pada tahun 1986
masehi dan di Makkah pada tahun 1985 masehi.

Pendapat kedua, adalah pendapat yang membolehkan sewa rahim bentuk


pertama dan kedua. Pendapat ini dikemukakan oleh Doktor Abdullah Al Mu’thi
Bayumy (anggota Dewan Kajian Islam di Al-Azhar) dengan menetapkan persyaratan
yang ketat. Seperti :

1. Ibu pengganti harus menjalani serangkaian pemeriksaan untuk memastikan


kesehatan sehingga dapat menjalani kehamilan dengan lancar.
2. Menjalani pengontrolan ke dokter yang menangani penanaman zigot di
rahimnya secara berkala selama masa kehamilan.
3. Umur ibu yang disewa untuk hamil masih dalam masa produktif untuk bisa
hamil. Selain itu ia salam keadaan tidak memiliki suami, atau bersuami namun
harus mencegah dirinya dari bergaul dengan suaminya selama masa kehamilan.

Dan syarat lainnya yang menyangkut kemaslahatan antara pihak yang melakukan
akad sewa rahim tersebut.

b. Dalil Masing-Masing Pendapat

1. Dalil yang melarang

 Dari Al-Qur’an

35
Artinya: 5. dan orang-orang yang menjaga kemaluannya 6. kecuali terhadap isteri-
isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal
ini tiada tercela (Al-Mu’minun: 5-6)

Ayat di atas menunjukkan wajibnya menjaga kemaluan dari kemaluan yang lain atau
dari air mani yang lain. Oleh sebab itu, praktek sewa rahim hampir menyerupai zina.

 Dari Hadits

y : r )) :
…))

Artinya: dari Ruwayfi’ bin Tsabit Al Anshari Radhiyallahu „Anhu berkata: “kami
bersama Rasulullah ra saat Hunain ditaklukkan, kemudian beliau berdiri dan
bersabda: “tidak halal bagi yang beriman kepada Allah dan hari akhir air maninya
dicampuri dengan air mani orang lain.” (HR. Abu Dawud dalam kitabnya bab Fii
Wath‟I Sibyaa, no. hadits: 2158)

Dalil ini adalah dalil yang paling jelas atas keharaman sewa rahim. Wanita yang
menyewakan rahimnya, jika ia memiliki suami kemudian suaminya menggaulinya
setelah bakal janin ditanamkan di rahimnya, maka janin yang ada dalam
kandungannya akan memakan air mani suaminya sebagaimana janin itu makan
melalui kulit arinya. Hal itulah yang dilarang Rasulullah ra dalam hadits di atas.

 Berdasarkan kaidah fiqih

a.

“Asal hukum dari persetubuhan adalah haram.” (Al-Imam Jalaluddin Abdurrahman


Abu Bakar As-Suyuthi, Al-Asybah Wa An-Nadzair Fii Qowa‟id Wa Furu‟I Fiqh Asy-
Syafi‟iyah, hlm: 104)

Maka penghalalan farj hanya bisa dilakukan dalam akad nikah yang sah.

b.

36
“mencegah kerusakan lebih didahulukan dari pada mengambil keuntungan.” (Al-
Imam Jalaluddin Abdurrahman Abu Bakar As-Suyuthi, Al-Asybah Wa An-Nadzair Fii
Qowa‟id Wa Furu‟I Fiqh Asy-Syafi‟iyah, hlm: 138)

Kerusakan yang mungkin terjadi dalam praktek sewa rahim adalah


kemungkinan tercampurnya nasab. Sedangkan menjaga nasab merupakan perkara
yang dzoruri (wajib).

c.

“perkara yang dapat menjerumuskan kepada keharaman maka hukumnya haram.”


(Zakariya bin Ghulam Qodir Al-Bakistany, Min Ushul Al-Fiqh „Alaa Madzhabi Ahlu
Al-Hadits, hlm: 162)

Sewa rahim dapat menimbulkan perpecahan dan perselisihan antara kedua


pelaku akad. Tidak sedikit ibu yang disewa untuk hamil menolak untuk menyerahkan
bayi yang telah dikandungnya kepada pasangan suami-istri yang menyewanya.
Karena ibu sewa tersebut hanya menginginkan upahnya saja.

 Secara logika manusiawi (Dr. Hindun Al-Hauli, Ta‟jiir Al-Arham Fii Fiqh Al-
Islamy, hlm: 288)

a. Rahim bukanlah barang yang diperbolehkan untuk didermakan. Berbeda


dengan harta yang boleh menshodaqohkannya atau menghibahkannya. Begitu
juga dengan sewa menyewa yang mengharuskan objeknya adalah barang yang
dibolehkan mengambil menfaatnya menurut syara’.
b. Praktek sewa rahim ini mengharuskan wanita menyingkap aurotnya yang
wajib ia tutupi. Baik ketika pengambilan sel telur atau pun saat menanamkan
bakal janin pada rahim oleh dokter yang menanganinya.
c. Ada dua keadaan ibu sewa yang kemungkinan berbahaya bagi kelangsungan
hidup keturunan yang dilahirkan. Yaitu ketika dia bersuami, maka ada
kemungkinan untuk tercampurnya nasab dari janin yang dikandungnya. Dan
ketika dia tidak bersuami, maka ia bisa dituduh dengan tuduhan zina dan tidak
mungkin bias terhindar dari celaan orang lain. Selain itu pemilik sel telur dari
bakal janin itu bertujuan menghindari kepayahan dan bahaya dari mengandung

37
janin. Tapi bahayanya justru berbalik kepada ibu sewa yang mengandung janin
tersebut. Karena sebuah bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya pula.

2. Dalil yang membolehkan


 Dalil qiyas
Yaitu diqiyaskan dengan menyewa wanita untuk menyusui bayi. Karena dengan
hamil berarti bayi yang dikandung seorang wanita yang disewa rahimnya, telah
mengalirkan darahnya, membentuk daging dengan penyaluran makanan dari yang
dimakannya. Wanita yang menyusui mengalirkan darahnya dengan air susunya,
sedang wanita yang disewa rahimnya mengalirkan darahnya dari kulit arinya. (Dr.
Hindun Al-Hauli, Ta‟jiir Al-Arham Fii Fiqh Al-Islamy, hlm: 288)

 Kaidah fiqhiyah

1.

“asal mula segala sesuatu adalah boleh sampai ada dalil yang melarangnya.”
(Al-Imam Jalaluddin Abdurrahman Abu Bakar As-Suyuthi, Al-Asybah Wa An-
Nadzair Fii Qowa‟id Wa Furu‟I Fiqh Asy-Syafi‟iyah, hlm: 103)

2.

“kebutuhan itu menempati kedudukan dzoruroh (yang penting).” (Syaikh


Muhammad Shidqi bin Ahmad bin Muhammad Al-Burnu, Al-Wajiz Fii Idhohi
Qowaid Al-Fiqhi Al-Kulliyah, hlm: 242)

Memiliki keturunan merupakan kebutuhan setiap manusia yang ingin


mempertahankan populasinya. Maka dengan kaidah ini memiliki keturunan
dengan jalan sewa rahim diperbolehkan karena sebuah kebutuhan.

Setelah memaparkan berbagai pendapat dalam masalah sewa rahim, juga dalil-
dalil dari masing pendapat, maka pendapat yang mendekati kebenaran adalah
pendapatnya jumhur ulama hari ini. Seperti yang disepakati Al-Mujama’ Al-Fiqhiyah
bahwa sewa rahim dengan berbagai bentuknya adalah haram. Hal tersebut karena
dalil-dalil dari pendapat yang melarangnya lebih kuat dibandingkan dalil-dalil dari
pendapat yang membolehkannya. Terkhusus dalil qiyas yang menyatakan kebolehan
38
praktek ini. Sebagaimana telah diketahui dalil qiyas dalam hal ini lemah bahkan
rusak. (Dr. Hindun Al-Hauli, Ta‟jiir Al-Arham Fii Fiqh Al-Islamy, hlm: 293)

E. PEKERJA SEKS KOMERSIAL (PSK)


1. Pengertian Pekerja Seks Komersial

Pekerja seks komersial adalah seseorang yang menjual jasanya untuk melakukan
hubungan seksual demi uang. Di Indonesia Wanita Malam (pekerja seks komersial)
sebagai pelaku wanita pemikat lelaki hidung belang untuk memuaskan nafsu birahinya.
Ini menunjukkan bahwa prilaku perempuan Wanita Malam itu sangat begitu buruk, hina
dan menjadi musuh masyarakat.Mereka kerap dihina, dicaci maki, bahkan jadi cemohan
bagi semua orang yang benci terhadap mereka. Bila tertangkap aparat penegak ketertiban,
mereka juga digusur karena dianggap melecehkan kesucian agama dan mereka
direhabilitasi dan diberikan penyuluhan. Pekerjaan Seks Komersial sudah dikenal di
masyarakat sejak berabad lampau, ini terbukti dengan banyaknya catatan tercecer seputar
mereka dari masa kemasa.
Di kalangan masyarakat Indonesia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang
menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat. Ada
pula pihak yang menganggap pelacuran sebagai sesuatu yang buruk, malah jahat, namun
toh dibutuhkan (evil necessity).

2. Pelacuran Menurut Agama

Pekerja seks komersial sangat diharamkan didalam setiap agama karena bisa
merusak moral maupun mengakibatkan hal yang negatif.
Pandangan Agama Islam mengenai pelacuran

Pelacuran dalam Islam adalah haram hukumnya dan berdosa besar. Islam juga
melarang berkahwin dengan pelacur:

Dalam hal ini ada suatu riwayat yang diceriterakan oleh Murtsid dari Abu Murtsid,
bahwa dia minta izin kepada Nabi untuk kahwin dengan pelacur yang telah dimulainya
perhubungan ini sejak zaman jahiliah, namanya: Anaq. Nabi tidak menjawabnya sehingga
turunlah ayat yang berbunyi: Lelaki tukang zina tidak (boleh) kahwin, melainkan dengan
perempuan penzina dan musyrik, dan perempuan penzina tidak (boleh) kahwin,melainkan
dengan lelaki penzina atau musyrik.Yang demikian diharamkan atas orang-orang

39
mukmin.(Al-Quran Surah An-Nur:3) Kemudian baginda bacakan ayat tersebut dan
berkata: "Jangan kamu kahwin dengan dia" (hadis riwayat Abu Daud,An-Nasa'i dan
Tarmiz

Pandangan dalam Perjanjian Bar

Agama Yahudi di masa Perjanjian Baru (New Testament), khususnya di masa Jesus

menganggap negatif perlakuan pelacuran kerana itu orang baik-baik biasanya tidak mau
bergaul dengan mereka bahkan menjauhkan diri dari orang-orang seperti itu. Namun
demikian Jesus digambarkan dekat dengan orang-orang yang disingkirkan oleh masyarakat
seperti para pelacur, pemungut cukai, dll. Injil Matius melukiskan demikian: "Kata Jesus
kepada mereka: 'Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan
perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah'."
(Matius 21:31)

Maria Magdalena, salah seorang pengikut dan murid Jesus, seringkali digambarkan sebagai
seorang pelacur yang diampuni Jesus (Lukas 8:2), meskipun pendapat ini masih
diperdebatkan.

Kitab Wahyu melukiskan Roma sebagai pelacur besar yang akan dijatuhi hukuman
oleh Allah: "... sebab benar dan adil segala penghakiman-Nya, kerana Ialah yang telah
menghakimi pelacur besar itu, yang merusakkan bumi dengan percabulannya; dan Ialah yang
telah membalaskan darah hamba-hamba-Nya atas pelacur itu." (Wahyu 19:2; lih. pula Wahyu
17:1, 17:5, 17:15, 17:16). Di sini perlu diingat bahwa Roma yang dimaksudkan oleh penulis
Kitab Wahyu ini adalah pemerintahan yang pada waktu itu menindas dan menganiaya Gereja
dan orang-orang Kristian pada masa-masa permulaan agama Kristian. Ini bermakna
pelacuran itu haram.

Pandangan Agama Hindu

Dalam pandangan umat Hindu pelacuran sangat sangat dilarang, kerana dalam
Hinduisme, tubuh wanita itu ibarat susu kehidupan bagi generasi berikutnya, mereka yang
menjual dan membeli susu kehidupan dalam pandangan hindu hukumnya adalah kutukan
seumur hidup. Dalam Veda(kitab agama Hindu) sendiri yang merupakan kitab suci umat
hindu pelacuran disebutkan sebagai sesuatu yang selain dipantangkan juga akan mendapatkan
kutukan sebanyak 7 keturunan.

Pandangan Agama Buddha


40
Dalam kitab suci agama Buddha, pelacuran jelas jelas dilarang kerana tidak sesuai
dengan keinginan Buddha.

3. Faktor-faktor pendukung perilaku seks pada remaja


Pekerja seks komersial kebanyakan terjadi pada remaja yang diawali dengan
terjadinya pergaulan kearah seks bebas. Dimana menurut para ahli, alasan seorang remaja
melakukan seks adalah sebagai berikut:

1) Tekanan yang datang dari teman pergaulannya

Lingkungan pergaulan yang dimasuki oleh seorang remaja dapat juga berpengaruh
untuk menekan temannya yang belum melakukan hubungan seks. Bagi remaja tersebut
tekanan dari teman-teman nya itu dirasakan lebih kuat dari pada yang didapat dari
pacarnya sendiri.

2) Adanya tekanan dari pacar


Karena kebutuhan seorang untuk mencintai dan dicintai, seseorang harus rela
melakukan apa saja terhadap pasangannya, tanpa memikirkan resiko yang akan
dihadapinya.Dalam hal ini yang berperan bukan saja nafsu seksual, melainkan juga sikap
memberontak terhadap orang tuanya. Remaja lebih membutuhkan suatu hubungan,
penerimaan, rasa aman, dan harga diri selayaknya orang dewasa.
3) Adanya kebutuhan badaniah

Seks menurut para ahli merupakan kebutuhan dasar yang tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan seseorang. Jadi wajar jika semua orang tidak terkecuali remaja,
menginginkan hubungan seks ini, sekalipun akibat dari perbuatannya tersebut tidak
sepadan dengan resiko yang dihadapinya.

4) Rasa penasaran
Pada usia remaja, keingintahuannya begitu besar terhadap seks, apalagi jika
teman-temannya mengatakan bahwa terasa nikmat, ditambah lagi adanya infomasi yang
tidak terbatas masuknya, maka rasa penasaran tersebut semakin mendorong mereka untuk
lebih jauh lagi melakukan berbagai macam percobaan sesuai dengan apa yang
diharapkan.
5) Pelampiasan diri

Faktor ini tidak hanya datang dari diri sendiri, misalnya karena terlanjur berbuat,
seorang remaja perempuan biasanya berpendapat sudah tidak ada lagi yang dapat
41
dibanggakan dalam dirinya, maka dalam pikirannya tersebut ia akan merasa putus asa dan
mencari pelampiasan yang akan menjerumuskannya dalam pergaulan bebas.

Faktor lainnya datang dari lingkungan keluarga.Bagi seorang remaja mungkin


aturan yang diterapkan oleh kedua orang tuanya tidak dibuat berdasarkan kepentingan
kedua belah pihak (orang tua dan anak), akibatnya remaja tersebut merasa tertekan
sehingga ingin membebaskan diri dengan menunjukkan sikap sebagai pemberontak, yang
salah satunya dalam masalah seks.

Untuk mencegah hal-hal yang tidak di kehendaki, perlu ada perhatian dari kita
bersama dengan cara memberikan informasi yang cukup mengenai pendidikan seks dan
Pendidikan agama. Kalau tidak ada informasi dan pendidikan agama di khawatirkan
remaja cendrung menyalah gunakan hasrat seksualnya tanpa kendali dan tanpa
pencegahan sama sekali. semua menyedihkan, dan sekaligus berbahaya, hanya karena
kurangnya tuntunan seksualitas yang merupakan bagian dari kemanusiaan kita sendiri

4. Ciri khas PSK

Ada beberapa ciri khas seorang pelacur / Pekerja seks komersial :

1) Wanita, lawan pelacur adalah gigolo (pelacur pria)


2) Biasanya cantik, ayu, rupawan, manis, atraktif, menarik
3) Muda
4) Pakaian mencolok, beraneka warna, eksentrik
5) Teknik seksual mekanistik, cepat, tidak hadir secara psikis
6) Mobile
7) Biasanya berasal dari strata ekonomi dan social rendah, tidak mempunyai ketrampilan
khusus, berpendidikan rendah. Sedangkan pelacur kelas tinggi biasanya berpendidikan
tinggi, beroperasi secara amateur atau professional.
8) 60-80 % intelektual normal
9) Mereka memperlihatkan penampilan lahiriah seperti : wajah, rambut, pakaian, alat
kosmetik, parfum yang merangsang.

5. Kategori PSK

Peristiwa pelacuran timbul akibat adanya dorongan seks yang tidak terintergrasi
dengan kepribadian pelakunya. Dari impuls-impuls seks yang tidak terkendali oleh hati

42
nurani tersebut dipakailah teknik seksual yang kasar dan provokatif dan berlangsung tanpa
afeksi an perasaan emosi serta kasih sayang.
Perbuatan melacur dilakukan sebagai kegiatan sambilan atau pengisi waktu senggang,
ataupun sebagai pekerjaan penuh (profesi). Pada tahun 60-an dinas social menggunakan
istilah wanita tuna susila (WTS) bagi pelacur wanita sedangkan pelacur pria disebut gigolo.
Bentuk kegiatan atau tingkah laku manusia yang termasuk dalam kategori pelacuran adalah :

1. Pergundikan, pemeliharaan istri tidak resmi, mereka hidup sebagai suami istri, namun
tanpa ikatan perkawinan atau nikah.
2. Tante Girang. Wanita yang sudah kawin, tetapi sering melakukan perbuatan erotik dan
seksual dengan pria lain secara iseng untuk pengisi waktu dengan bersenang-senang,
untuk mendapatkan pengalaman seks, atau secara intersensional untuk mendapatkan
penghasilan.
3. Gadis Panggilan. Gadis atau wanita yang menyediakan diri untuk dipanggil dan
dipekerjakan sebagai pelacur, melalui saluran tertentu. Pada umumnya terdiri ibu-ibu,
pelayan took, pegawai, buruh, siswi sekolah, dan mahasiswi.
4. Gadis bar. Gadis yang bekerja sebegai pelayan bar, yang sekaligus bersedia memberikan
pelayanan seks kepada para pengunjug.
5. Gadis Juvenil Deliquent. Gadis muda jahat yang didorong oleh emosi yang tidak matang
dan keterbelakangan intelek, serta pasif. Muah menjadi pecandu minuman keras atau
narkoba, sehingga mudah tergiur untuk melakukan perbuatan immoral seksual dan
pelacuran.
6. Gadis Binal (free girls). Gadis sekolah atau putus sekolah, akademi dan fakultas,yang
berpendirian menyebarluaskan kebebasan seks secara ekstrim untuk mendapatkan
kepuasan seksual.
7. Taxi Girls. Wanita atau gadis panggilan yang ditawarkan dan dibwa ketempat plesiran
dengan taksi atau becak.
8. Penggali Emas (gold-digger). Gadis atau wanita cantik, ratu kecantikan, pramugari,
penyanyi, aktris anak wayang dll. Pada umumnya mereka sulit untuk diajak bermain
seks, yang diutamakan dengan kelihaiannya dapat menggali emas dan kekayaan dari
kekasihnya.
9. Hostess (pramuria). Gadis atau wanita yang menyemarakkan kehidupan malam dan
nightclub dan merupakan bentuk pelacuran halus. Hostess harus melayani makan, minum

43
dan memuaskan naluri seks sehingga pelanggan dapat menikmati keriaan suasana tempat
hiburan.
10. Promikuitas. Hubungan seks secara bebas dan awut-awutan dengan sembarangan pria
juga dilakukan dengan banyak lelaki.

6. Faktor-faktor penyebab adanya PSK (pekerja seks komersial):


 Kemiskinan
Diantara alasan penting yang melatar belakangi adalah kemiskinan yang sering
bersifat structural. Struktur kebijakan tidak memihak kepada kaum yang lemah sehingga
yang miskin semakin miskin, sedangkan yang kaya semakin menumpuk harta
kekayaannya.
Kebutuhan yang semakin banyak bagiseorang perempuan dan tekanan moral dari
keluarga memaksa dia untuk mencari sebuah pekerjaan dengan penghasilan yang
memuaskan sehingga pekerjaan yang haram pun jadi pilihan mereka, karena kondisi
kebutuhan materi yang menuntut.
 Kekerasan seksual
Penelitian menunjukkan banyak faktor penyebab perempuan menjadi PSK
diantaranya kekerasan seksual seperti perkosaan oleh bapak kandung, paman, guru dan
sebagainya.
 Penipuan

Faktor lain yaitu, penipuan dan pemaksaan dengan berkedok agen penyalur
tenaga kerja. Kasus penjualan anak perempuan oleh orangtua sendiri pun juga kerap
ditemui.

 Pornografi

Menurut definisi Undang-undang Anti Pornografi, pornografi adalah


bentuk ekspresi visual berupa gambar, tulisan, foto, film atau yang dipersamakan
dengan film, video, tayangan atau media komunikasi lainnya yang sengaja dibuat untuk
memperlihatkan secara terang-terangan atau tersamar kepada public alat vital dan bagian
– bagian tubuh serta gerakan-gerakan erotis yang menonjolkan sensualitas dan
seksualitas, serta segala bentuk perilaku seksual dan hubungan seks manusia yang patut
diduga menimbulkan rangsangan nafsu birahi pada orang lain.

7. Persoalan – persoalan psikologis

44
 Akibat gaya hidup modern

Seseorang perempuan pastinya ingin tampil dengan keindahan tubuh dan barang-
barang yang dikenakannya. Namun ada dari beberapa mereka yang terpojok karena
masalah keuangan untuk pemenuhan keinginan tersebut maka mereka mengambil jalan
pintas dengan menjadi PSK untuk pemuasan dirinya.

 Broken home

Kehidupan keluarga yang kurang baik dan tidak harmonis dapat memaksa
seseorang remaja untuk melakukan hal - hal yang kurang baik di luar rumah dan itu
dimanfaatkan oleh seseorang yang tidak bertanggung jawab dengan mengajaknya
bekerja sebagai PSK.

 Kenangan masa kecil yang buruk

Tindak pelecehan yang semakin meningkat pada seorang perempuan bahkan


adanya pemerkosaan pada anak kecil bisa menjadi faktor dia menjadi seorang PSK.

8. Dampak yang ditimbulkan bia seseorang bekerja sebagai PSK (pekerja seks
komersial) :
 Keluarga dan masyarakat tidak dapat lagi memandang nilainya sebagai
seorang perempuan.
 Stabilitas sosial pada dirinya akan terhambat, karena masyarakat hanya akan
selalu mencemooh dirinya.
 Memberikan citra buruk bagi keluarga.
 Mempermudah penyebaran penyakit menular seksual, seperti penykit
kelamin, sifilis, hepatitis B HIV/AIDS

9. Penanganan masalah PSK


a. Keluarga
 Meningkatkan pendidikan anak-anak terutama mengenalkan pendidikan seks secara
dini agar terhindar dari perilaku seks bebas.
 Meningkatkan bimbingan agama sebagai tameng agar terhindar dari perbuatan dosa.
b. Masyarakat
Meningkatkan kepedulian dan melakukan pendekatan terhadap kehidupan PSK.
c. Pemerintah
45
 Memperbanyak tempat atau panti rehabilitasi.
 Meregulasi undang-undang khusus tentang PSK.
 Meningkatkan keamanan dengan lebih menggiatkan razia lokalisasi PSK untuk
dijaring dan mendapatkan rehabilitasi. HIV/AIDS.

46
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau kelompok tidak dapat memenuhi hak-
hak dasarnya dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang
bermartabat. Sedangkan dalam Ideologi Konservatif yang berpegangan pada kapitalisme
dan liberalism abad ke-19. mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia,
perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia.

Besarnya jumlah pengangguran tentu menjadi salah satu faktor "pincang" nya ekonomi
suatu negara. Terlebih bagi kondisi ekonomi suatu keluarga itu sendiri. Memiliki sedikit
anakpun bila tidak dibentuk kualitasnya maka akan menjadi beban ekonomi keluarga
juga anggapan diatas (banyak anak, banyak masalah) terlalu sederhana untuk
disimpulkan, sementara hubungan antara jumlah anak dan tingkat ekonomi tidaklah
sederhana. Di saat kondisi ekonomi kepala keluarga stabil, sementara jumlah anak
bertambah, maka akan menjadi faktor yang besar bagi tingkat ekonomi keluarga.
Pada permasalahan sosial ini yang mana berupa :
 Kehamilan dalam penjara
 Single Parent
 LGBT
 Ibu penganti
 Pekerja Seks Komersial ( PSK)
Ini semua harus dilakukan perbaikan/penanganan dengan secara perlahan – lahan.

B. Saran
Demikian pokok bahasan masalh yang dapat kami paparkan, besar harapan kami agar
makalah ini dapat bermanfaat. Karena keterbatasan kami menyadari makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membengun sangat diharpkan
agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi di masa mendatang

47
DAFTAR PUSTAKA
Admin. 2018. Pusat Pandang Web. https://pusatpandang.com/pengertian-bonus-demografi-
adalah/ di akses tanggal 1 Nopember 2019

Alma, Buchari. 2009. Pengantar Statistika Sosial, Alfabeta, Bandung.

Arsyad, Lincolin, 2010. Ekonomi Pembangunan, Ghalia Indonesia, Jakarta.

BPS. 2018. Profil Anak Indonesia Tahun 2018. Jakarta : KPPPA

Liansyah, 2012. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pertumbuhan Penduduk dan Tingkat

Khalid, K. A. (2016). Dilema Kemiskinan: Falsafah, Budaya dan Strategi. Akademia 86(2)

Ksriyati. (n.d.). Kemiskinan dan Penyebabnya di Indonesia.

Konadi, Win & Iba, Zainuddin. 2011. Bonus Demografi Modal Membangun Bangsa yang
Sehat dan Bermartabat. Majalah Ilmiah Unimus. VARIASI, ISSN: 2085- Volume 2
Nomor 6, Februari 2011

M.Saichudin. (n.d.). Tantangan Pengetasan Kemiskinan di Indonesia.

Maisaroh, S., & Sukhemi. 2011. Pemerdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Budaya
Kewirausahaan Untuk Mengurangi Pengangguran dan Kemiskinan. JEJAK, Volume
4, Nomor 1.

Murdiansyah, I. (2014). Evaluasi Program Pengentasan Kemiskinan Berbasis. Jurnal WIGA


Vol. 4 No. 1

Setiawan, Satria Aji. 2018. Mengoptimalkan Bonus Demografi Untuk Mengurangi Tingkat
Kemiskinan Di Indonesia. Jurnal Analis Kebijakan Vol. 2 No. 2 Tahun 2018

Sholeh, A. (2014). Pertumbuhan Kemiskinan dan Kemiskinan di Indonesia. Syawie, M.


(2011). Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial. Informasi, Vol. 16 No. 03.

Sholeh, Maimun. 2006. Kemiskinan : Telaah dan Beberapa Strategi Penanggulanggannya.


Wijaya, H. (2015). Kemiskinan dan Kelaparan: Berbagai Pandangan dengan Perspektif yang
Berbeda
http://endahpurnasari.blogspot.com/2010/08/permasalahan-kesehatan-wanita-
dalam_5432.html
http://belajarpsikologi.com/memahami-gejala-penyakit-menular-seksual-pms/
http://rachdian.com/index2.php?option=com_docman&task=doc_view&gid=27&Itemid=30
3 August 2008
48
49

Anda mungkin juga menyukai