Anda di halaman 1dari 2

HUKUM KESEHATAN DI BIDANG NEUROLOGI

1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK


02.02/MENKES/672/2016 tentang Pembentukan Komite Penanggulangan Penyakit
Kardioserebrovaskular Nasional.
Penyebab kematian akibat penyakit kardioserebrovaskuler (jantung dan
pembuluhdarah termasuk stroke) di Indonesia merupakan penyebab utama kematian
di Indonesia. Untuk menurunkan angka morbiditas, mortalitas penyakit
kardioserebrovaskuler, diperlukan upaya penanggulangan yang komprehensif, efisien,
efektif sertta terintegrasi. Upaya tersebut meliputu upaya promotifm preventif,
kuratif dan rehabilitatif yang perlu direncanakan, dimonitor dan dievaluasi secara
cermat. Berdasarkan pertimbangan tersebut ditetapkan dalam Kemenkes Nomor
HK02.02/MENKES/672/2016 tentang Komite Penanggulangan Penyakit
Kardioserebrosvaskuler Nasional (KPPKN).

2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang


Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan primer
perlu disusun panduan praktik klinis (PPK) bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer. Berdasarkan pertimbangan tersebut ditetapkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomo 5 tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis bago dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. PPK mengenai bagian Neurologi terdapat pada
lampiran di antaranya PPK mengenai Kejang Demam, Vertigo, Delirium, Tetanus,
Rabies, Epilepsi, Status Epileptikus, Migren, Bell's Palsy dan Tension Type Headache
(TTH).

3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK


01.07/MENKES/367/2017 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Tatalaksana Epilepsi pada Anak.
Epilepsi merupakan salah satu penyakit kronik dengan angka kejadian tinggi
khususnya di negara berkembang karena sistem pelayanan kesehatan belum berhasil
untuk memerangi penyebab epilepsi seperti gangguan selama proses kehamilan dan
kelahiran serta penyakit infeksi. Insidens epilepsi telah diteliti di beberapa negara,
namun berkaitan dengan perbedaan desain dan kriteria penelitian, data yang
diperoleh dan rerata kejadian yang dilaporkan sulit untuk dibandingkan Di negara
berkembang, insidens epilepsi sebesar 61-124/100.000 anak per tahun. Di Indonesia
sampai saat ini belum ada data insidens yang pasti karena banyak penderita epilepsy
yang tidak terdeteksi atau tidak mengunjungi pusat kesehatan. Penderita epilepsi ini
sebagian akan mengalami status epileptikus. Empat puluh persen anak penderita
epilepsi mengalami status epileptikus sebelum usia 2 tahun, bahkan 75% penderita
epilepsi mengalami status epileptikus sebagai gejala pertama epilepsy. Diagnosis
epilepsi tidak selalu mudah, terdapat begitu banyak diagnosis banding terhadap
suatu kejang baik kejang epilepsi maupun bukan epilepsi. Diagnosis epilepsi sendiri
ternyata memiliki kriteria tersendiri yang membutuhkan tata laksana serta prognosis
berbeda. Diperkirakan angka kesalahan diagnosis epilepsi cukup tinggi yaitu
diperkirakan berkisar 20% hingga 30%. Berdasarkan hal ini, dibuat suatu pedoman
nasional berbasis bukti tentang diagnosis dan tatalaksana pada anak yang tercantum
dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK
01.07/MENKES/367/2017 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Tatalaksana Epilepsi pada Anak. Panduan ini diharapkan dapat meminimalkan
kesalahan diagnosis dan menghasilkan tata laksana yang optimal untuk anak
penderita epilepsi.

4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2015 tentang


Standar Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit Khusus (Stroke).

5. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 40/KKI/KEP/IV/2014 tentang


Pengesahan Buku Putih Manajemen Intervensi Nyeri dalam Bidang Spesialisasi
Kedokteran yang Berbeda (Neurologi).

1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2014


 Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan
Kesehatan (Penyakit Saraf)
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2019
 Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit (Kewenangan Spesialis Saraf)
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 834 Tahun 2010
 Pedoman Penyelenggaraan High Care Unit (HCU) di Rumah Sakit (Penanganan
Intensif Penyakit Saraf Seperti Stroke, Status Epileptikus, Meningitis)
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2015
 Standar Pelayanan Fisioterapi dan Rehabilitasi Medik Terkait Pencegahan
Tersier pada Penyakit-Penyakit Saraf
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
 Penyelenggaraan Pelayanan Rawat Jalan Eksekutif di Rumah Sakit

Anda mungkin juga menyukai