Anggur
Anggur
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP TEORI
A. Pengertian Mola hidatidosa / Hamil Anggur
Hamil mola adalah suatu kehamilan di mana setelah fertilisasi hasil
konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari vili
koriales disertai dengan degenerasi hidropik. Uterus melunak dan
berkembang menjadi lebih cepat dari usia gestasi yang normal, tidak dijumpai
adanya janin, kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah
anggur (Saifuddin, 2009).
Mola hidatidosa atau yang disebut juga dengan hamil anggur adalah
suatu bentuk tumor jinak dari sel-sel trofoblas (yaitu bagian dari tepi sel telur
yang kelak terbentuk menjadi ari-ari janin) atau merupakan suatu hasil
pembuahan yang gagal. Jadi dalam proses kehamilannya mengalami hal yang
berbeda dengan kehamilan normal, dimana hasil pembuahan sel sperma dan
sel telur gagal terbentuk dan berubah menjadi gelembung- gelembung
semakin banyak bahkan bisa berkembang secara cepat. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan kadar HCG (dengan pemeriksaan GM titrasi) atau
dapat dilihat dari hasil laboratorium beta sub unit HGG pada ibu hamil tinggi.
Pemeriksaan USG kandungan akan terlihat keadaan kehamilan yang kosong
tanpa janin dan tampak gambaran seperti badai salju dalam bahasa medis
disebut “snow storm” (Sukarni, 2014).
B. Etiologi / Penyebab
Menurut Purwaningsih, 2010 penyebab terjadinya mola hidatidosa adalah
pembengkakan vili (degenerasi pada hidrofibik) dan poliferasi trofoblas.
Faktor yang dapat menyebabkan mola hidatidosa antara lain :
a. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan. Spermatozoa memasuki ovum yang telah
kehilangan nukleusnya atau ada serum memasuki ovum
tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan dalam
pembuahan
b. Imunoselektif dari trofoblas, yaitu dengan kematian fetus, pembuluh
darah pada stoma vili menjadi jarang dan stroma vili menjadi
sembab dan akhirnya terjadi hyperplasia sel-sel trofoblast
c. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, dalam masa kehamilan
keperluan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan
keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi gizi
yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan
gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya
d. Paritas tinggi, ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan
mola hidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan
transmisi. Secara genetic yang dapat diidentifikasi dan
penggunaan stimulan drulasi seperti menotropiris (pergonal).
e. Kekurangan protein, protein adalah zat untuk membangun jaringan
bagian tubuh sehubungan dengan pertumbuhan janin, rahim.
Keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat meningkat
apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan akan
lahir lebih kecil dari normal.
Menurut Sukarni, 2014 faktor lain yang mempengaruhi wanita untuk
kehamilan mola yaitu berkaitan dengan genetika dan riwayat reproduksi.
Berikut faktor resiko untuk kehamilan mola hidatidosa :
a. Riwayat kehamilan mola hidatidosa sebelumnya
Wanita yang pernah mengalami kehamilan mola hidatidosa memiliki
resiko 2 kali lipat dibandingkan dengan yang belum pernah mengalami
kehamilan mola hidatidosa.
b. Riwayat genetik
Terdapat penelitian yang membuktikan bahwa kehamilan mola
hidatidosa memiliki penyebab genetik terkait dengan mutasi gen
c. Faktor makanan
Asupan rendah karotene dan rendah lemak hewani dikaitkan peningkatan
resiko kehamilan mola hidatidosa sempurna, termasuk juga kekurangan
vitamin A.
C. Klasifikasi
Klasifikasi atau pengelompokan mola hidatidosa menurut
Sastrawinata, 2007 :
1. Mola hidatidosa komplet (MHK)
Pada mola jenis ini, tidak terdapat adanya tanda-tanda embrio, tali
pusat, atau membrane. Kematian terjadi sebelum berkembangnya
sirkulasi plasenta. Vili korionik berubah menjadi vesikel hidropik yang
jernih yang menggantung bergerombol pada pedikulus kecil, dan
memeberi tampilan seperti seikat anggur. Ukuran vesikel bervariasi, dari
yang sulit dilihat sampai yang berdiameter beberapa sentimeter.
Pada kehamilan normal, trofoblas meluruhkan desidua untuk
menambahkan hasil konsepsi. Hal ini berarti bahwa mola yang sedang
berkembang dapat bepenetrasi ke tempat implantasi. Miometrium dapat
terlibat, begitu pula dengan vena walaupun jarang terjadi ruptur uterus
dengan perdarahan massif merupakan salah satu akibat yang dapat
terjadi.
Secara sitogenik umumnya bersifat diploid 46XX, sebagai
hasil pembuahan satu ovum, tidak berinti atau intinya tidak aktif,
dibuahi oleh sperma yang mengandung 23X kromosom, yang kemudian
mengadakan duplikasi menjadi 46XX. Jadi, umunya MHK bersifat
homozigot, wanita dan berasal dari bapak (Andogenetik ).
D. Manifestasi Klinis
Menurut Winknjosastro, 2007 gejala mola tidak berbeda dengan
kehamilan biasa, yaitu mual, muntah, pusing dan lain-lain, hanya saja derajat
keluhannya sering lebih hebat. Selanjutnya, perkembangannya lebih cepat,
sehingga pada umumnya besar uterus lebih besar dari pada umur kehamilan.
Ada pula kasus kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besar walau
jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan jaringan
trofoblas tidak begitu aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya
dying mole. Pada pasien mola biasa nya akan terjadi :
Nyeri/kram perut
Muka pucat/keuning-kuningan
Perdarahan tidak teratur
Keluar jaringan mola
Keluar secret pervaginam
Muntah-muntah
Pembesaran uterus dan uterus lembek
Balotemen tidak teraba
Fundus uteri lebih tinggi dari kehamilan normal
Gerakan janin tidak terasa
Terdengar bunyi dan bising yang khas
Penurunan berat badan yang khas
E. Patofistologi
Jonjot-jonjot tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-
kista anggur, biasanya didalamnya tidak berisi embrio. Secara histopatologik
kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal.
Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah: satu janin tumbuh dan yang
satu lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi,
mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. Mola parliasis
adalah bila dijumpai janin dan gelembung-gelembung
mola.Secara mikroskopik terlihat :
Proliferasi dan trofoblas
Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban
Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.
Sel-sel langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan
adanya sel sinsial giantik. Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium
dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih ( 25- 60%). Kista
lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola
hidatidosa sembuh (Mochtar, 2010).
Sel telur seharusnya berkembang menjadi janini justru terhenti
perkembangannya karena tidak ada buah kehamilan atau degenerasi sistem
aliran darah terhadap kehamilan pada usia 3-4 minggu. Pada fase ini sel
seharusnya mengalami nidasi tetapi karena adanya poliferasi dari trofoblas
atau pembengkakan vili atau degenerasi hidrifilik dari stroma vili dan
hilangnya pembuluh darah stroma vili maka nidasi tidak terjadi. Selain itu sel
trofoblas juga mengeluarkan hormon HCG yang akan mengeluarkan rasa
mual dan muntah. Pada mola hidatidosa juga terjadi perdarahan pervaginam,
ini dikarenakan poliferasi trofoblas yang berlebihan, pengeluaran darah ini
kadang disertai juga dengan gelembuung vilus yang dapat memastikan
dignosis mola hidatidosa (Purwaningsih,2010).
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Purwaningsih, 2010 ada beberapa pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan pada pasien mola hidatidosa dengan
1. HCG : nilai HCG meningkat dari normal nya. Nilai HCG normal pada
ibu hamil dalam berbagai tingkatan usia kehamilan berdasarkan haid
terakhir :
a. 3 minggu : 5-50 mlU/ml
b. 4 minggu : 5-426 mlU/ml
c. 5 minggu : 18-7,340 mlU/ml
d. 6 minggu : 1.080-56,500 mlU/ml
e. 7-8 minggu : 7,650-229,000 mlU/ml
f. 9-12 minggu : 25,700-288,000 mlU/ml
g. 13-16 minggu : 13,300-254,000 mlU/ml
h. 17-24 minggu : 4,060-165,400 mlU/ml
i. 25-40 minggu : 3,640-117,000 mlU/ml
j. Tidak hamil : <5.0 mlU/ml
k. Post-menopause : < 9.5 mlU/ml
2. Pemeriksaan rontgen: Tidak ditemukan kerangka bayi
3. Pemeriksaan USG : Tidak ada gambaran janin dan denyu jantung
janin
4. Uji sonde : Pada hamil mola, sonde mudah masuk, sedangkan pada
kehamilan biasa, ada tahanan dari janin.
G. Penatalaksanaan
Karena mola hidatidosa adalah suatu kehamilan patologi dan tidak jarang
disertai penyulit yang membahayakan jiwa, pada prinsipnya harus segera
dikeluarkan. Terapi mola hidatidosa terdiri dari tiga tahap, yaitu :
Perbaikan keadaan umum
Adalah transfusi darah untuk mengatasi syok hipovolemik atau anemi,
pengobatan terhadap penyulit, seperti pre eklampsi berat atau
tirotoksikosis. Perbaikan keadaan umum pada pasien mola hidatidosa, yaitu :
1. Koreksi dehidrasi
2. Transfusi darah bila ada anemia ( Hb 8 ggr % atau kurang )
3. Bila ada gejala pre eklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati
sesuai dengan protokol penangan dibagian obstetrik dan
Gynekologi
4. Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis, dikonsultasikan ke bagian
penyakit dalam.
Evakuasi
Pada umumnya evakuasi jaringan mola dilakukan dengan kuret vakum,
kemudian sisanya dibersihkan dengan kuret tajam.Tindakan kuret hanya
dilakukan satu kali.Kuret ulangan dilakukan hanya bila ada indikasi
(Martaadisoebrata, 2007). Segerakan lakukan evakuasi jaringan mola dan
sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin
dalam 500 ml NS atau RL dengan kecepatan 40- 60 tetes per menit
(sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas
kontraksi terhadap pengosongan uterus secara cepat) (Saifuddin, 2014).
I. Komplikasi
Perdarahan yang hebat sampai syok, kalau tidak segera ditolong
dapat akibat fatal
Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
Infeksi sekunder
Perforasi karena keganasan dan karena tindakan
Menjadi ganas (PTG) pada kira-kira 18-20% kasus, akan menjadi
mola destruens atau kariokarsinoma. (Mochtar, 2010).
b) Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama : Biasanya klien datang dengan keluhan nyeri atau
kram perut disertai dengan perdarahan pervaginam, keluar secret
pervaginam, muntah-muntah
2. Riwayat kesehatan sekarang : Biasanya keluhan pasien akan
mengalami perdarahan pervaginam diluar siklus haidnya, terjadi
pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan
3. Riwayat kesehatan dahulu :
Penyakit Menular : Tidak Pernah Menderita Penyakit Menular
Seperti AIDS/HIV, TBC, Dan Hepatitis B,
Penyakit Menahun : Tidak Pernah Menderita Penyakit Menahun
Seperti TBC, Asma
Penyakit Keturunan : Tidak Pernah Menderita Penyakit
Keturunan Seperti Diabetes, Jantung, Asma, Dan Hipertensi.
d) Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Biasanya keadaan umum kllien akan tampak pucat,
lemah, lesu, dan tampak mual atau muntah
2. Pemeriksaan kepala dan leher : Biasanya muka dan mata pucat,
conjungtiva anemis
3. Pemeriksaan leher dan thorak : tanda-tanda mola hidatidosa tidak dapat
di identifikasikan melalui leher dan thorax
4. Pemeriksaan abdomen : Biasanya hampir 50 % pasien mola hidatidosa
uterus lebih besar dari yang diperkirakan dari lama nya amenore.Pada 25%
pasien uterus lebih kecil dari yang diperkirakan.Bunyi jantung janin tidak
ada. (Prawirohardjo, 2010)
5. Pemeriksaan genetalia : Biasanya sebelum dilakukan tindakan operasi
pada pemeriksaan genetalia eksterna dapat ditemukan adanya perdarahan
pervaginam.
6. Pemeriksaan ekstremitas : Pada ekstrimitas atas dan bawah biasanya
ditemukan adanya akral dingin akibat syok serta tanda-tanda cyanosis
perifer pada tangan dan kaki.
e) Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan HCG
2. Pemeriksaan USG
B. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
pervaginam
b. Nyeri berhubungan dengan perdarahan, proses penjalaran penyakit
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penurunan asupan oral, ketidaknyamanan
mulut, mual sekunder akibat peningkatan kadar HCG
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai darah ke otak dan suplai nutrisi ke jaringan
e. Resiko infeksi
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan fungsi peran (Nanda,
2017).
C. Implementasi Keperawatan
Menurut Perry & Potter (2009) implementasi merupakan tahap keempat
dari proses keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana
keperawatan. Perencanaan keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis
yang tepat. Tindakan keperawatan diharapkan dapat mencapai tujuan dan
hasil yang diinginkan untuk mendukung dan mengingatkan status kesehatan
klien. Tindakan keperawatan merupakan bentuk penanganan yang dilakukan
oleh perawat berdasarkan pertimbangan dan pengetahuan klinis yang
bertujuan untuk meningkatkan hasil perawatan klien. Proses tindakan
keperawatan memerlukan pengkajian ulang terhadap klien. Saat melakukan
tindakan keperawatan, perawat akan berfokus untuk melakukan tindakan
pencegahan terjadinya perdarahan, atau mengupayakan agar klien tidak
mengalami kekurangan volume cairan. Bisa dilakukan dengan melakukan
transfusi darah, pemenuhan cairan melalu infus. Serta pemantauan tanda-
tanda vital pasien (Purwaningsih, 2010).
D. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan proses kontiniu yang terjadi saat perawat melakukan
kontak dengan pasien. Setelah melaksanakan tindakan keperawatan,
kumpulkan data subjectif dan objektif dari klien, keluarga, dan anggota tim
kesehatan. Selain itu perawat juga dapat meninjau ulang pengetahuan tentang
status terbaru dari kondisi, terapi, sumber daya, pemulihan, dan hasil yang
diharapkan. Proses evaluasi keperawatan dari data yang didapatkan
diharapkan pada pasien mola hidatidosa tidak terjadi lagi perdarahan, klien
tidak anemis, tanda-tanda vital dalam batas normal (Purwaningsih, 2010).
Jika hasil telah terpenuhi, berarti tujuan untuk klien juga telah terpenuhi.
Bandingkan perilaku dan respon klien sebelum dan setelah dilakukan asuhan
keperawatan (Perry & Potter, 2009)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan pada pasien mola
hidatidosa di RSUD Panyabungan, Pengkajian Hasil pengkajian pada Ny. N
mengalami perdarahan pervaginam, disertai nyeri perut bagian bawah, dan
penurunan nafsu makan, wajah tampak pucat, konjungtiva anemis, turgor kulit
tidak elastis. terjadi penurunan kadar hemoglobin (Hb) dan terjadi peninigkatan
hematokrit (Ht) disertai dengan data-data wajah tampak pucat, konjungtiva
anemis, turgor kulit tidak elastis yang menimbulkan masalah resiko syok
berhubungan dengan hipovolemia.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada teori pada Ny. N terdapat
6 diagnosa keperawatan, seperti kekurangan volume cairan dan elektrolit, nyeri
akut, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intoleransi
aktivitas, resiko infeksi, ansietas namun pada kasus ini namun pada kasus NY. N
didapatkan diagnosa resiko syok berhubungan dengan hipovolemia, nyeri akut,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul pada teori pada Ny. Y terdapat 6 diagnosa keperawatan,
seperti kekurangan volume cairan dan elektrolit, nyeri akut, ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intoleransi aktivitas, resiko infeksi, ansietas,
namun pada kasus ini diagnosa keperawatan yang muncul 5 diagnosa diantaranya
resiko syok berhubungan dengan hipovolemia, ketidakefektifan jaringan perfusi
perifer berhubungan dengan suplai O2 ke sel dan jaringan berkurang , nyeri akut,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, ansietas.
DAFTAR PUSTAKA