Laporan Pendahuluan Ok 6
Laporan Pendahuluan Ok 6
(Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Program Pendidikan Profesi Ners Stase KMB)
Disusun Oleh :
IRMA NURMALA
321FK09039
meliputi :
a. Indikasi Mutlak seperti indikasi dari ibu yaitu panggul sempit, kegagalan
melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya stimulasi, plasenta previa dan
ruptur uteri. Indikasi dari janin yaitu kelainan letak, gawat janin, prolapsus plasenta,
perkembangan bayi yang terhambat dan mencegah hipoksia janin, misalnya karena
preeklamsia
b. Indikasi Relatif seperti riwayat Sectio Caesarea sebelumnya, presentasi bokong,
distosia (kelambatan atau kesulitan persalinan normal), preeklamsi berat, penyakit
kardiovaskuler dan diabetes, dan janin pertama letak lintang atau presentasi bahu
c. IndikasiSosial seperti wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman
sebelumnya, wanita yang ingin Sectio Caesareakarena takut bayinya mengalami
cedera atau asfiksia selama persalinan atau mengurangi risiko kerusakan dasar
panggul dan wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya.
Permintaan ibu untuk melakukan Sectio Caesarea sebenarnya bukan penyebab
dilakukannya Sectio Caesarea. Alasan yang spesifik dan rasional yang harus dieksplorasi dan
di diskusikan.Ketika seorang ibu meminta untuk Sectio Caesarea dikarenakan takut akan
proses persalinan, maka ia harus dinasihati dengan diberi pengertian untuk mengalihkan dan
mengurangi rasa takutnya sehingga mempermudah proses kelahiran. Seorang klinisi
diperbolehkan untuk menolak permintaan Sectio Caesarea apabila tidak ada indikasi yang
jelas untuk dilakukan Sectio Caesarea. Namun keputusan klien harus tetap dihargai
dan perlu ditawari pilihan cara melahirkan yang lainnya (Rasjidi, 2009)
C. Etiologi
1. Etiologi yang berasal dari ibu Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak,
primi para tua disertai kelainan letak ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi
janin / panggul ), ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat
kesempitan panggul, Plasenta previa terutama pada primigravida, solutsio plasenta
tingkat I – II, komplikasi kehamilan yang disertai penyakit ( jantung, DM ).
Gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri, dan sebagainya).
2. Etiologi yang berasal dari janin fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal
posisi kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan
persalinan vakum atau forceps ekstraksi. (Nurarif & Hardhi, 2015).
D. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal atau spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, ruptur uteri mengancam, partus lama,
partus tidak maju, pre-eklamsia dan malpresentasi janin. Kondisi ini menyebabkan
perlu adanya satu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea. Dalam proses
operasinya dilakukan tindakan anastesi yang akan menyebabkan pasien mengalami
kelemahan dan sulit menggerakkan ekstremitas sehingga menimbulkan masalah
intoleransi aktivitas. Akibat dari intoleransi aktivitas akan terjadi kelemahan pada
abdomen sehingga menyebabkan motilitas cerna mengalami penurunan yang
menyebabkan konstipasi. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan
menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara
mandiri sehingga timbul masalah defisist perawatan diri.
Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada
dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan,
pembuluh
darah, dan saraf-saraf disekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menyebabkan nyeri (nyeri akut),
akibat nyeri yang dirasakan dapat menyebabkan sering terbangun saat tidur dan terjadi
masalah gangguan pola tidur, setelah proses pembedahan daerah insisi akan
menutup dan menimbulkan luka post operasi yang bila tidak dirawat dengan baik
akan menimbulkan kemerahan dan menyebabkan masalah risiko infeksi. (Mitayani,
2011).
E. Pathway
Gambar 2.1
Pathway Pada Pasien Post Operasi Sectio Caesarea
Kelainan atau hambatan selama hamil dan proses
persalinan
Merangsang
pengeluaran histamin Defisit
perawatan diri
Nyeri akut
Konstipas
Gangguan pola
tidur
(Mitayani, 2011)
F. Jenis operasi Setio Caesarea
1. Jenis operasi Setiocaesarea :
a) Setio caesarea abdomen
b) Setio caesarea transperitonealis
2. Setio caesarea vaginalis :
sebagai berikut :
dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah Rahim (low servical
transfersal) kira-kira sepanjang 10 cm.
G. Klasifikasi
Jenis Menurut Prawirohardjo (2010) Liu (2008) Oxorn dan Forte (2010) terdapat
beberapa jenis seksio cesarea, yaitu
1. Seksio cesarea klasik : pembedahan secara Sanger. Insisi ini ditempatkan secara
vertical di garis tengah uterus. Indikasi penggunaanya meliputi :
2. Gestasi dini dengan perkembangan buruk pada segmen bawah 2) Jika akses ke
segmen bawah terhalang oleh pelekatan ibroid uterus
3. Jika janin terimpaksi pada posisi tranversa 4) Pada keadaan segmen bawah vascular
karena plasenta previa anterior
4. Jika ada karsinoma serviks
5. Jika kecepatan sangat penting, contohnya setelah kematian ibu. Kerugian
a) Hemostasis lebih sulit dengan insisi vascular yang tebal
b) Pelekatan ke organ sekitarnya lebih mungkin
c) Plasenta anterior dapat ditemukan selama pemasukan
d) Penyembuhan terhambat karena involusi miometrial
e) Terdapat lebih besar risiko rupture uterus pada kehamilan berikutnya
H. Komplikasi
Menurut (Kristiyanasari, 2010) komplikasi yang dapat terjadi pada pasien post
Sectio Caesarea adalah :
a. Infeksi Puerperalis. Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis,
sepsis dan lain-lain.
b. Perdarahan. Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteri uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kemih dan embolisme paru-
paru.
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada
dinding uterus sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah Sectio Caesarea klasik.
I. Pemeriksaan penunjang
Pemantauan janin terhadap kesehatan janin, pemantauan EKG, elektrolit,
hemoglobin / Hematokrit, golongan darah, urinalis, pemeriksaan sinar x sesuai
indikasi, ultrasound sesuai pesanan. (Kristiyanasari, 2010).
5. Evaluasi
Evaluasi dapat dilakukan pada waktu kegiatan sedang dilakukan,
intermitten dan terminal. Evaluasi yang dilakukan pada saat kegiatan berjalan
atau seger setelah implementasi meningkatkan kemampuan perawat dan
memodifikasi intervensi. Evaluasi intermitten dilakukan dilakukan pada
interval khusus misalnya seminggu sekali, dilakukan untuk mengetahui
kemajuan terhadap pencapaian tujuan dan meningkatkan kemampuan perawat
untuk memperbaiki setiap kekurangan dan memodifikasi rencana
keperawatan agar sesuai dengan kebutuhan. Evaluasi terminal, menunjukkan
keadaan pasien pada waktu pulang. Hal tersebut mencakup status pencapaian
tujuan dan evaluasi terhadap kemampuan klien untuk perawatan diri sendiri
sehubungan dengan perawatan lanjutan. (Wilkins & Williams, 2015).
Perumusan evaluasi formatif meliputi 4 komponen yang diikenal istilah
SOAP, yaitu :
S : Subjektif (data berupa keluhan informan)
O : Objektif (data hasil pemeriksaan)
A : Analisis data (pembanding data dengan teori)
P : Perencanaan
6. Evidence based practice (EBP)