Anda di halaman 1dari 64

MODUL PRAKTIKUM

LABORATORIUM ANALISA INTI BATUAN


LABORATORIUM HULU MIGAS

DISUSUN OLEH :
TIM LABORATORIUM HULU MIGAS
ANALISA INTI BATUAN

POLITEKNIK ENERGI DAN MINERAL AKAMIGAS CEPU


Jl. Gajahmada No. 38 Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, 58315

2023
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha


Esa yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga Modul Praktikum
Analisa Fluida Reservoir ini dapat hadir sebagai salah satu fasilitas
di Laboratorium Hulu Minyak dan Gas khususnya Laboratorium
Analisa Fluida Reservoir. Modul ini disusun untuk menunjang
kelancaran kegiatan Praktikum Analisa Fluida Reservoir di Program
Studi Teknik Produksi Minyak dan Gas PEM Akamigas. Modul ini
diharapkan dapat membantu semua pihak yang terlibat dalam
praktikum tersebut dengan baik, tanpa kendala yang berarti dalam
pelaksanaannya.
Kami menyadari terdapat kesalahan dan keterbatasan
pengetahuan dalam penyusunan modul ini. Oleh karena itu masukan
ataupun saran dari pembaca yang membangun kami butuhkan demi
kesempumaan modul ini. Harapan kami semoga Modul Praktikum
Analisa Fluida Reservoir ini dan kegiatan praktikum yang
dilaksanakan dapat bermanfaat khususnya bagi praktikan dan
umumnya bagi Civitas Akademik Teknik Produksi Minyak dan Gas
PEM Akamigas serta bagi Program Studi lain sebagai referensi.

Cepu, Januari 2023


Kepala Laboratorium Hulu Migas

Arif Rahutama, S.T., M.Sc


NIP: 19800829 200604 1 001

1 | Modul Analisa Inti Batuan


STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
LABORATORIUM ANALISA INTI BATUAN

Fungsi dan Struktur Laboratorium Analisa Inti Batuan

1. Fungsi
1.1 Sebagai sarana untuk melakukan praktik atau penerapan
atas teori yang sudah didapat, serta mengoptimalkan
pengelolaan laboratorium analisa inti batuan.
1.2 Sebagai sarana penelitian tugas akhir dan sumber
pembelajaran bagi dosen maupun mahasiswa Teknik
Produksi Migas.
1.3 Pusat workshop, pengembangan SDM serta wadah
layanan terhadap civitas akademika dalam
meningkatkan pembelajaran khususnya di bidang
analisa inti batuan.

2. Strutktur Laboratorium
2.1. Kepala laboratorium adalah tenaga edukatif yang
ditugaskan menjadi pimpinan tertinggi dalam
laboratorium dan bertanggung jawab terhadap semua
kegiatan yang ada di laboratorium hulu migas.
2.2. Laboran adalah seorang yang membantu pelaksanaan
kegiatan dan teknis operasional serta mempersiapkan
peralatan dan bahan untuk kegiatan penelitian.
2.3. Asisten Laboratorium adalah mahasiswa yang diseleksi
dan ditetapkan oleh Kepala Laboratorium untuk
memberikan penjelasan materi praktikum serta
memandu jalannya praktikum.
2.4. Praktikan atau Peserta Praktikum adalah mahasiswa
yang telah terdaftar untuk mata kuliah yang
bersangkutan pada semester berjalan yang ditunjukkan
dengan kartu rencana studi KRS dan telah mendaftarkan
diri untuk praktikum pada semester berjalan.

2 | Modul Analisa Inti Batuan


Tata Tertib Umum Laboratorium Analisa Inti Batuan

1. Tata Tertib Penggunaan Laboratorium Analisa Inti Batuan


1.1 Praktikan wajib menaati semua tata tertib dan ketentuan
yang ada di Laboratorium Hulu Migas.
1.2 Berlaku sopan, santun, dan menjunjung etika akademik.
1.3 Menjaga kebersihan dan kenyamanan ruang laboratorium.
1.4 Praktikan dilarang memindahkan dan menggunakan
peralatan laboratorium tanpa didampingi oleh Asisten
Laboratoium.
1.5 Alat-alat laboratorium tidak diperbolehkan dibawa keluar
laboratorium tanpa izin dari Kepala Laboratorium.
1.6 Sebelum meninggalkan laboratorium praktikan wajib
mensterilisasikan ruangan dan peralatan praktikum serta
dikembalikan ke tempat semula dalam keadaan lengkap,
bersih, dan siap pakai.
1.7 Selalu mengedepankan keselamatan diri, orang lain, dan
fasilitas laboratorium.
1.8 Jika terjadi kerusakan atau hilangnya peralatan
laboratorium, maka praktikan yang yang bersangkutan
wajib melaporkan ke Asisten Laboratorium dan wajib
mengganti sesuai dengan kerusakan yang dilakukan.
1.9 Selama masa pandemi COVID-19, praktikan wajib
mengenakan masker sesuai dengan spesifikasi yang
diizinkan dan menjalankan protokol kesehatan [social
distancing).
1.10 Praktikan wajib menggunakan alat pelindung diri (APD)
yang sesuai dengan standar laboratorium.

2. Tata Tertib Praktikum Laboratorium Analisa Inti Batuan


2.1 Setiap praktikan wajib menaati semua tata tertib dan SOP
(Standard Operating Procedure) yang berlaku.
2.2 Praktikan wajib mengambil mata kuliah Praktikum
Analisa Fluida Reservoir dan terdaftar resmi sebagai
peserta Praktikum Analisa Fluida Reservoir

3 | Modul Analisa Inti Batuan


2.3 Praktikan diwajibkan mengikuti seluruh kegiatan
praktikum dan penugasan laporan praktikum sesuai
dengan jadwal yang telah ditentukan, perubahan jadwal
praktikum harus seizin koordinator Asisten
Laboratorium.
2.4 Praktikan diwajibkan datang tepat waktu. Keterlambatan
akan mengurangi nilai keseluruhan praktikum dan
praktikan tidak diizinkan mengikuti kegiatan praktikum.
2.5 Praktikan wajib:
• Menggunakan jas laboratorium dan baju standar
praktikum laboratorium.
• Menggunakan sepatu tertutup.
• Menggunakan sarung tangan latex dan lap atau tisu
per kelompok.
• Menggunakan goggle apabila diperlukan pada
percobaan tertentu.
• Mengerjakan dan mengumpulkan Tugas
Pendahuluan (TP) berupa tujuan alat dan bahan
dasar teori praktikum kepada koordinator
Asisten Laboratorium sebelum praktikum
dimulai.
• Mengisi dan mengumpulkan Job Safety Analysis
(JSA) kepada koordinator Asisten Laboratorium.
• Mengikuti sesi pre-test sebelum praktikum dimulai.
• Membawa alat tulis yang diperlukan.
2.6 Diharapkan agar praktikan membaca dan memahami
modul, serta mengikuti standar prosedur operasional
(SOP) untuk setiap peralatan dan kegiatan praktikum.
2.7 Sebelum praktikum dimulai, praktikan diwajibkan
melakukan peminjaman alat terlebih dahulu dengan
mengisi form yang telah disediakan
2.8 Praktikan wajib mengembalikan peralatan yang telah
dipinjam setelah praktikum selesai.
2.9 Sebelum meningalkan laboratorium, praktikan harus
bertanggung jawab atas kebersihan laboratorium maupun
peralatan.

4 | Modul Analisa Inti Batuan


2.10 Praktikan wajib membuat laporan sementara hasil
praktikum pada hari itu paling lambat hingga pukul 21.00
WIB.
2.11 Praktikan wajib membuat laporan praktikum dengan
ketentuan yang sudah diberikan.

2.12 Praktikan wajib mengikuti post-test dan melakukan


presentasi setelah usai melakukan semua praktikum, yang
diberikan oleh penguji (Asisten Laboratorium).

3. Prosedur Peminjaman Peralatan dan Bahan Laboratorium


Analisa Inti Batuan.
3.1 Sebelum praktikum dimulai, praktikan harus mengajukan
permohonan tertulis peminjaman alat dan pemakaian
bahan pada blanko yang telah disediakan.
3.2 Bila ada kesalahan atau ketidaksesuaian antara daftar,
jenis, maupun jumlah alat sebagaimana berkas
peminjaman alat, segera melapor kepada Asisten
Laboratorium.
3.3 Saat kegiatan penelitian atau praktikum berlangsung,
peralatan tidak boleh dipinjamkan atau dipindahkan ke
tempat lain.
3.4 Setelah penelitian selesai, praktikan harus menyerahkan
kembali peralatan, dan Asisten Laboratorium memeriksa
kembali keadaan bahan dan alat yang telah digunakan.
Jika terdapat alat yang mengalami kerusakan atau hilang,
maka praktikan melalui Asisten Laboratorium wajib
membuat laporan pertanggungjawaban kepada Kepala
Laboratorium dan wajib mengganti sebesar kerusakan.

4. Tata Tertib Bimbingan dan Asistensi Laporan Praktikum


Analisa Inti Batuan
4.1 Bimbingan dimaksudkan agar laporan praktikum dapat
terarah dan terselesaikan dengan baik.
4.2 Bimbingan laporan dibagi kelompok per kelas dengan
jumlah praktikan per kelompok yang telah disepakati.
4.3 Pembimbing laporan merupakan Asisten Laboratorium
dengan pengawasan Laboran dan Kepala Laboratorium

5 | Modul Analisa Inti Batuan


yang bertanggung jawab atas bimbingan laporan
praktikan.
4.4 Kegiatan bimbingan dilaksanakan setelah praktikan
selesai melakukan praktikum.
4.5 Praktikan wajib menghubungi pembimbing untuk
menyepakati rencana bimbingan.

4.6 Bimbingan secara langsung dengan praktikan


langsung mendatangi pembimbing.
4.7 Bimbingan secara tidak langsung dilakukan jika ada
kendala tertentu dengan melakukan bimbingan melalui
email atau media yang sudah disepakati.
4.8 Praktikan wajib mengisi lembar bimbingan di setiap
kegiatan bimbingan.
4.9 Laporan Praktikum dapat disetujui pembimbing jika telah
memenuhi jumlah minimal bimbingan yang disepakati
atau memenuhi syarat-syarat tertentu.
4.10 Praktikan harus selalu menjunjung sopan, santun, dan
etika akademik selama proses bimbingan.

6 | Modul Analisa Inti Batuan


DAFTAR KEPENGURUSAN
LABORATORIUM ANALISA INTI BATUAN

Koordinator Laboratorium
Arif Rahutama, S.T., M.Sc. / 081384121313

Laboran
Faiz Maulana / 085275440587

Koordinator Asisten Laboratorium AIB


Fatih Raka S. / 082154150765
Asisten Laboratorium
Lathifah Sukmo P. / 081806026902
Rezta Indayani / 082229205760
/
/
/
/
/

7 | Modul Analisa Inti Batuan


FORMAT PENULISAN LAPORAN

Aturan penulisan laporan resmi


1. Ukuran kertas A4.
2. Batas bidang pengetikan pias atas dan kiri 4 cm, pias kanan
dan bawah 3 cm.
3. Jenis karakter Times New Roman
- Ukuran 18 untuk judul sampul, cetak tebal dan justifikasi
ditengah.
- Ukuran 14 untuk judul bab, cetak tebal dan justifikasi
ditengah.
- Ukuran 12 untuk naskah (teks)
- Ukuran 12 untuk sub bab, cetak tebal
4. Penggunaan spasi :
- 1 spasi untuk judul, nama anggota kelompok dan judul
bab
- 1,5 spasi digunakan untuk isi tiap bab
- 3 spasi digunakan untuk jarak antara isi pembahasan
dengan gambar
5. Penomoran halaman dari halaman pengesahan sampai daftar
lampiran menggunakan angka romawi, sedangkan pada isi
laporan menggunakan angka pada umumnya.
6. Untuk gambar diberi keterangan, Contoh: Gambar 1.1
Termometer, diletakkan di bawah gambar. Sedangkan untuk
tabel diberi keterangan di atas tabel, Contoh: Tabel 1.1
Faktor Koreksi lonic Strenght.
7. Daftar gambar dan daftar tabel dituliskan setelah daftar isi.
8. Semua simbol dan singkatan (nomenklatur) dituliskan pada
daftar singkatan dan simbol setelah daftar gambar dan daftar
tabel.
9. Untuk persamaan ditulis berurutan sebagai berikut, misalnya:

8 | Modul Analisa Inti Batuan


Sl = Sw + So + Sg (1)
10. Semua kutipan yang diambil dari daftar pustaka harus diberi
catalan kaki pada akhir kutipan.
11. Lampiran adalah dokumen tambahan yang mungkin ada dan
diletakkan pada akhir laporan setelah daftar pustaka.

Format susunan laporan resmi


1. Halaman Judul.
2. Halaman pengesahan laporan.
3. Kata pengantar.
4. Daftar isi.
5. Daftar gambar (bila perlu).
6. Daftar tabel (bila perlu).
7. Daftar grafik (bila perlu).
8. Daftar singkatan dan simbol (bila perlu).
9. Daftar lampiran (bila perlu).
10. Daftar singkatan dan simbol.BAB I. Pendahuluan
11. BAB II – BAB IX Sesuai judul masing-masing modul, yang
setidaknya memuat:
a. Tujuan Praktikum.
b. Tinjauan Pustaka.
c. Tabel Alat dan Bahan.
d. Prosedur Percobaan.
e. Analisa (Hasil percobaan, perhitungan, tabel hasil
percobaan, dan grafik).
f. Pembahasan.
g. Kesimpulan.
12. BAB X. Pembahasan Umum
13. BAB XI. Kesimpulan Umum
14. Daftar Pustaka
15. Lampiran
16. Kartu Praktikan.
17. Lembar Bimbingan Laporan.

9 | Modul Analisa Inti Batuan


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................1
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)........................2
DAFTAR KEPENGURUSAN........................................................7
FORMAT PENULISAN LAPORAN.............................................8
I. PENGUKURAN POROSITAS MENGGUNAKAN BLP-530
GAS POROSIMETER..................................................................11
1.1 TUJUAN.........................................................................12
1.2 CAPAIAN PEMBELAJARAN.....................................12
1.3 KESELAMATAN KERJA............................................12
1.4 TINJAUAN PUSTAKA.................................................13
1.5 ALAT DAN BAHAN.....................................................16
1.6 PROSEDUR PERCOBAAN..........................................17
1.7 SOAL ANALISA............................................................19
1.8 DAFTAR PUSTAKA.....................................................19
II. PENGUKURAN PERMEABILITAS.......................................20
2.1 TUJUAN.........................................................................20
2.2 CAPAIAN PRAKTIKUM.............................................20
2.3 KESELAMATAN KERJA............................................20
2.4 TINJAUAN PUSTAKA.................................................20
2.5 ALAT DAN BAHAN.....................................................24
2.6 PROSEDUR PERCOBAAN..........................................27
2.7 SOAL ANALISA............................................................28
2.8 DAFTAR PUSTAKA.....................................................28
III. PENGUKURAN SATURASI.................................................29

10 | Modul Analisa Inti Batuan


3.1 TUJUAN.........................................................................29
3.2 CAPAIAN PRAKTIKUM.............................................29
3.3 KESELAMATAN KERJA............................................29
3.4 TINJAUAN PUSTAKA.................................................30
3.5 ALAT DAN BAHAN.....................................................33
3.6 PROSEDUR PERCOBAAN..........................................36
3.7 SOAL ANALISA............................................................36
3.8 DAFTAR PUSTAKA.....................................................37
IV. PRAKTIKUM SIEVE ANALYSIS.........................................38
4.1 TUJUAN.........................................................................38
4.2 CAPAIAN PEMBELAJARAN.....................................38
4.3 KESELAMATAN KERJA............................................38
4.4 TINJAUAN PUSTAKA.................................................39
4.5 ALAT DAN BAHAN.....................................................42
4.6 PROSEDUR PERCOBAAN..........................................43
4.7 SOAL ANALISA............................................................44
4.8 DAFTAR PUSTAKA.....................................................45
V. PENENTUAN KADAR LARUT SAMPEL FORMASI........46
5.1 TUJUAN.........................................................................46
5.2 CAPAIAN PEMBELAJARAN.....................................46
5.3 KESELAMATAN KERJA............................................47
5.4 TINJAUAN PUSTAKA.................................................47
5.5 ALAT DAN BAHAN.....................................................52
5.6 PROSEDUR PERCOBAAN..........................................54
5.7 SOAL ANALISA............................................................54
5.8 DAFTAR PUSTAKA.....................................................54
VI. CORE DRILL..........................................................................56
6.1 TUJUAN.........................................................................56
6.2 CAPAIAN PEMBELAJARAN.....................................56
6.3 KESELAMATAN KERJA............................................56
6.4 TINJAUAN PUSTAKA.................................................56
6.5 ALAT DAN BAHAN.....................................................60
6.6 PROSEDUR PERCOBAAN..........................................61
6.7 SOAL ANALISA............................................................62

11 | Modul Analisa Inti Batuan


6.8 DAFTAR PUSTAKA.....................................................62

I. PENGUKURAN POROSITAS MENGGUNAKAN BLP-530


GAS POROSIMETER

1.1 TUJUAN
1. Memahami prinsip dasar porositas batuan dan
pengaruhnya terhadap karakteristik reservoir minyak dan
gas.
2. Mengetahui prinsip pengukuran porosimeter berdasarkan
prinsip hukum Boyle’s Law.
3. Memahami prinsip kerja pengukuran porositas
menggunakan BLP-530 Gas Porosimeter.
4. Memahami prosedur penggunaan BLP-530 Gas
Porosimeter.
5. Menentukan besarnya porositas efektif dari suatu sampel
batuan reservoir dengan menggunakan BLP-530 Gas
Porosimeter.

1.2 CAPAIAN PEMBELAJARAN


2. Mahasiswa dapat memahami prinsip dasar porositas
batuan serta pengaruhnya terhadap karakteristik reservoir
minyak dan gas
3. Mahasiswa dapat memahami prinsip pengukuran porositas
menggunakan BLP-530 Gas Porosimeter.
4. Mahasiswa dapat mengoperasikan BLP-530 Gas
Porosimeter.
5. Mahasiswa dapat mengukur dimensi sampel menggunakan
digital caliper.
6. Mahasiswa dapat menghitung besar porositas efektif dari
suatu sampel batuan reservoir dengan menggunakan BLP-
530 Gas Porosimeter.

12 | Modul Analisa Inti Batuan


1.3 KESELAMATAN KERJA
2. Bekerja sesuai degan SOP yang berlaku di Laboratorium
AIB serta menggunakan APD yang sesuai dengan jenis
pekerjaan.
3. Hati – hati bekerja menggunakan perlatan yang mudah
pecah.
4. Bila menggunakan perlatan bertenaga listrik, lihat terlebih
dahulu tegangan jaringan listrik yang ada.
5. Bersihkan perlatan setiap kali sehabis digunakan percobaan
dengan mencucinya hingga bersih.

1.4 TINJAUAN PUSTAKA


Porositas adalah besar kecilnya ukuran pori atau ruang
antar batuan sebagai tempat terakumulasinya fluida
reservoir. Hal ini dapat ditunjukkan dengan rumusan
secara umum sebagai perbandingan volume pori batuan
(Vp) dengan volume total batuan (Vb). Satuan dari
porositas adalah persen (%). Besaran porositas penting
terhadap perhitungan cadangan minyak dan gas bumi
(OOIP/Original Oil in Place) atau (OGIP/Original Gas in
Place).

Porositas batuan reservoir dipengaruhi oleh beberapa


faktor, antara lain:
1. Bentuk butiran dan ukuran butiran
Semakin beraturan bentuknya, porositas batuan semakin
besar. Sebaliknya bila tak beraturan porositasnya akan
semakin kecil. Untuk butir batuan heterogen (tidak
seragam), memiliki ukuran pori yang kecil. Sedangkan
butir batuan yang seragam (homogen) relatif memiliki
ukuran pori yang lebih besar.
2. Sebaran pengepakan butiran (Packing arrangement)
Susunan kubik mempunyai porositas paling besar (47.6 %).
3. Sementasi batuan
Semakin besar kadar sementasi batuan, semakin kecil harga
porositas batuan.

13 | Modul Analisa Inti Batuan


4. Kompaksi
Pengaruh kompaksi yang semakin besar akan memperkecil
harga porositas batuan.
5. Lingkungan pengendapan
6. Rekahan (fractures) dan gerowongan (vugs)

Faktor – faktor yang memengaruhi porositas sangat


bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, sehingga
menyebabkan harga porositasnya pun bervariasi pula.
Menurut pembentukannya atau proses geologinya,
porositas diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu:
1. Porositas primer
Adalah porositas yang terjadi bersamaan dengan proses
pengendapan batuan tersebut.
2. Porositas sekunder
3. Adalah porositas yang terjadi setelah proses pengendapan
batuan seperti yang disebabkan karena proses pelarutan
atau tekanan.

Sedangkan ditinjau dari sudut Teknik reservoir,


porositas dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Porositas absolut
Didefinisikan sebagai perbandingan antara volume seluruh
pori dengan volume total batuan (bulk volume) atau ditulis:
Vp
Φabs = × 100 %………….……….. (2.1)
Vb
Vb−Vg
Φabs= × 100 % ………………... (2.2)
Vb

dimana:
Vb: volume total batuan, cm3
Vp: volume pori batuan, cm3
Vg: volume butiran, cm3

2. Porositas efektif

14 | Modul Analisa Inti Batuan


Adalah perbandingan antara volume pori yang
berhubungan dengan volume total batuan atau ditulis:

Vp yang berhubungan ×100 %


Φeff = ….….. (2.3)
Vb

Oleh karena minyak hanya dapat mengalir melalui pori-


pori yang berhubungan, maka prioritas utama dalam
aplikasinya di lapangan adalah porositas efektif, sehingga
yang akan kita ukur dalam percobaan ini adalah porositas
efektif.
Biasanya besarnya porositas berkisar antara 0 – 30 %.
Porositas dengan interval 0 – 5 % cenderung diabaikan karena
batas minimum nilai porositas untuk menghasilkan minyak
bernilai ekonomis berada dalam interval 10 – 15 %. Secara
teoritis besarnya porositas tidak lebih dari 47,6 %. Pada
implementasinya di lapangan, kita dapat melakukan perkiraan
secara visual, dimana penentuan ini bersifat semi kuantitatif
dan digunakan skala sebagai berikut:
1. 0% - 5% porositas sangat buruk dan dapat diabaikan
2. 5% - 10% porositas buruk (POOR)
3. 10% - 15% porositas cukup (FAIR)

4. 15% - 20% porositas baik (GOOD)


5. 20% - 25% porositas sangat baik (VERY GOOD)
6. >25 % porositas istimewa (EXCELLENT)

Porositas dipengaruhi oleh proses kompaksi, sehingga


pada sedimen yang terkubur secara dalam akan
menghasilkan porositas yang lebih kecil daripada
sedimen yang tidak terkubur terlalu dalam.

15 | Modul Analisa Inti Batuan


1.5 ALAT DAN BAHAN
A. Alat
No Nama Alat Jumlah Gambar

1 Gas 1
Porosimete
r

2 Digital 1
Caliper

16 | Modul Analisa Inti Batuan


B. Bahan
No Nama Jumlah Gambar
Bahan
1 Sample 1
core

2 Gas 180 Psi


Nitrogen

1.6 PROSEDUR PERCOBAAN


Pengujian sampel tanpa proses vacuum:
1. Ukur dan catat dimensi sampel core
2. Letakkan sampel core ke dalam sample core holder
3. Ubah valve P2 test ke posisi OFF
4. Putar regulator dan atur hingga mencapai tekanan 180 Psia

17 | Modul Analisa Inti Batuan


5. Putar valve P1 lock in ke posisi OFF
6. Tunggu hingga tekanan stabil, catat tekanan sebagai P1
7. Putar valve P2 ke posisi vertical (ON)
8. Tunggu hingga tekanan stabil, catat tekanan yang terbaca
sebagai P2
9. Putar valve threeway ke posisi Vent untuk membuang sisa
gas
10.Kembalikan posisi valve ke posisi awal (P1 = ON, P2 =
OFF, dan Three Way = Test)
11.Hitung besar porositas efektif menggunakan rumus
dibawah ini:
2
volume total batuan ( Vb )= π D L
4
volume butiran ( Vg )=V 2−V 3
P1 V 1
volume porosimeter (V ¿¿ 3)= ¿
P2
(V ¿ ¿ B−V G )100
porositas efektif ( Φ )= ¿
VB

pengujian sampel dengan proses Vacuum (khusus sampel


dengan porositas dibawah 2%):
1. Letakkan sampel core ke dalam sample core holder
2. Putar valve P1 Lock in ke posisi OFF
3. Ubah valve P2 test ke posisi OFF
4. Ubah valve threeway ke posisi vacuum
5. Nyalakan vacuum pump, hingga menunjukkan tekanan
stabil
6. Putar kembali valve threeway ke posisi test
7. Putar Kembali valve P1 ke posisi ON
8. Putar regulator dan atur hingga mencapai tekanan 180 Psia
9. Putar valve P1 lock in ke posisi OFF
10.Tunggu hingga tekanan stabil, catat tekanan sebagai P1
11.Putar valve P2 ke posisi vertical (ON)

18 | Modul Analisa Inti Batuan


12.Tunggu hingga tekanan stabil, catat tekanan yang terbaca
sebagai P2
13.Putar valve threeway ke posisi Vent untuk membuang sisa
gas
14.Kembalikan posisi valve ke posisi awal (P1 = ON, P2 =
OFF, dan Three Way = Test)
15.Hitung besar porositas efektif menggunakan rumus
dibawah ini:
2
volume total batuan ( Vb )= π D L
4
volume butiran ( Vg )=V 2−V 3
P1 V 1
volume porosimeter (V ¿¿ 3)= ¿
P2
(V ¿ ¿ B−V G )100
porositas efektif ( Φ )= ¿
VB

1.7 SOAL ANALISA


2. Sebutkan variable yang anda ukur dalam percobaan ini!
3. Kenapa gas nitrogen digunakan dalam proses pengukuran?
4. Jelaskan data hasil percobaan yang telah anda peroleh!
5. Jelaskan kelebihan pengukuran menggunakan Gas
Porosimeter dibandingkan menggunakan metode
pengukuran porositas yang lain!
6. Jelaskan kekurangan metode pengukuran porositas
menggunakan Gas Porosimeter dibandingkan
menggunakan metode pengukuran porositas yang lain!

1.8 DAFTAR PUSTAKA


2. Akhmed, Tarekh. 1983. Reservoir Engineering Handbook.
USA: Elsevier.
3. Craft, B.C., Hawkins. M. 2015. Applied Petroleum
Reservoir Engineering. Massachusetts: Pearson Education.
4. Keelan, Dare K. 1972. Core Analysis Techniques and
Applications. SPE: Dallas, Texas.

19 | Modul Analisa Inti Batuan


5. Satter, Abdus, M. Iqbal, Ghulam. 2016. Reservoir
Engineering: The Fundamentals, Simulation, and
Management of Conventional and Unconventional
Recoveries. Elsevier: Oxford.
6. Towler, Brian F. 2002. Fundamental Principles of
Reservoir Engineering. SPE: USA.

II. PENGUKURAN PERMEABILITAS

2.1 TUJUAN
1. Memahami prinsip dari cara kerja gas permeameter.
2. Menentukan besarnya permeabilitas batuan dengan
menggunakan alat permeameter.
3. Melakukan perhitungan untuk menentukan permeabilitas
absolut.

2.2 CAPAIAN PRAKTIKUM


1. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui difini dari
permeabilitas batuan.
2. Mahasiswa diharapkan bisa mengoperasikan alat
permeameter sesuai dengan Standar Operasi yang
telah diterapkan.
3. Mahasiswa diharapkan bisa memahami cara kerja
alat permeameter.
4. Mahasiswa diharapkan bisa menentukan
permeabilitas batuan dengan menggunakan alat
permeameter. Mahasiswa diharapkan dapat
memahami prinsip dasar dari pengukuran
permeabilitas batuan.

20 | Modul Analisa Inti Batuan


2.3 KESELAMATAN KERJA
1. Mengunakan APD yang sesuai dengan SOP yang berlaku
di Laboratorium AIB.
2. Hati – hati dengan peralatan yang mudah pecah
3. Bila menggunakan peralatan dengan tenaga listrik lihat
terlebih dahulu tegangan jaringan listrik yang ada
4. Bersihkan peralatan setelah digunakan.

2.4 TINJAUAN PUSTAKA


Permebailitas adalah kemampuan dari batuan reservoir untuk
mengalirkan fluida. Harga permeabilitas dinyatakan dalam satuan
darcy atau dalam satuan mD, dimana 1 Md = 0.001 Darcy. Darcy
merumuskan bahwa kecepatan alir sebagai berikut: (Adim,
Herlan. 1993)

Gambar 1. Model Permeabilitas

Definisi API untuk 1 Darcy : suatu medium berpori


mempunyai kelulusan (permeabilitas) sebesar 1 Darcy, jika
cairan berfasa satu dengan kekentalan 1 sentipoise mengalir
dengan kecepatan 1 cm/sekon melalui penampang seluas 1
cm2 pada gradient hidrolik satu atmosfer (76,0 mm Hg) per
sentimeter dan jika cairan tersebut seluruhnya mengisi medium
tersebut. Anggapan yang digunakan oleh darcy adalah persamaan
darcy ini dalam pemakaianya harus memenuhi beberapa asumsi

21 | Modul Analisa Inti Batuan


sebagai berikut: (Dadang Rukmana, Dedy Kristanto, dan V. Dedi
Cahyoko Aji. 2011)
a. Aliran harus laminer
b. Fluida yang mengalir tidak bereaksi dengan batuan
c. Suhu tetap selama aliran
d. Satu fasa fluida dan incompressible. (Tarek Ahmad)

Secara langsung hubungi antara harga k dengan porositas tidak


dapat dipastikan, bila bila korelasi dilakukan berdasarkan batuan
yang bervariasi. Pada umunya pemakaian istilah permeabilitas
dibedakan sebagai berikut:
- Permeabilitas absolut (Kabs),
yaitu bila fluida yang mengalir dalam porous media
terdiri dari satu macam fluida (gas, air atau minyak).
- Permeabilitas efektif (Keff),
yaitu bila fluida yang mengalir lebih dari satu macam
fluida. Atau dengan batasan lain permeabilitas efektif
adalah kemampuan dari batuan untuk dialiri fluida,
dengan adanya fluida lain di dalam batuan tersebut (Kop
da Swi, kw pada Sor).
- Permeabilitas relative (Krel),
yaitu perbandingan permeabilitas efektif terhadap
permeabilitas absolut ( krw, kro, krg). (Adim, Herlan.
1993).
K eff
K rel =
K abc

K Kw
rw=¿= ¿
K abc

Ko
K ro =
K abc

Kg
K rg =
K abc

22 | Modul Analisa Inti Batuan


Dimana
Krw : Permeabilias relatif air
Kro : Permeabilitas relatif Minyak
Krg : Permeabilitas relatif gas
Permeabilitas pada suatu batuan pada tempat-tempat yang
berlainan mungkin dapat berbeda. Dengan ini tingkat
ketelitiannya tidak dapat dicapai hanya dengan mengukur satu
sampel saja. Permeabilitas mungkin berbeda didalam suatu arah
tertentu, dimana pada kebanyakan lapangan minyak pada waktu
pengendapan adalah horizontal sehingga permeabilitas dalam
arah vertikal selalu lebih kecil dari permeabilitas dalam arah
horizontal. Besarnya permeabilitas dapat dikategorikan sebagai
berikut :
Kualitas Nilai Permeabilitas (Darcy)
Sangat Buruk < 1 mD
Buruk 1 mD – 50 mD
Sedang 50 mD – 200 mD
Baik 200 mD – 500 mD
Sangat Baik > 500 mD
Gambar 2. Effect Klinkenberg Pada Pengukuran Gas Permeability

Untuk menentukan permeabilitas absolut dari data analisa


harus diperhitungkan penyimpangan – penyimpangan yang terjadi
selama analisa, yang disebabkan oleh sifat– sifat gas yang dipakai
dalam anlisa tersebut. Koreksi terhadap penyimpangan-
penyimpangan tersebut, dikemukakan oleh klinkenberg, yang
selanjutnya koreksi tersebut disebut koreksi klikenberg atau effect
klinkenberg. (Tarek Ahmad, second edition)

23 | Modul Analisa Inti Batuan


Klikenberg menyatakan bahwa permeabilitas gas merupakan
fungsi jalur bebas rata – rata (mean free path) dari pada
molekulnya dan dengan demikian tergantung pada tekanan rata –
rata dari pada test tersebut. Dalam bentuk persamaan klinkenberg
effect ini adalah sebagai berikut:

Ka= Kl(1+b/pm)
Dimana
Ka : permeabilitas gas yang diukur pada tekanan Pm
Kl : permeabilitas absolute (sebenarnya) dari batuan.
b : kontanta yang terutama tergantung pada ukuran pori batuan
Pm : tekanan rata-rata pada waktu tes.

(Dimana b bertambah besar apabila ukuran pori-pori berkurang


(Adim, Herlan. 1993)).

24 | Modul Analisa Inti Batuan


2.5 ALAT DAN BAHAN
A. Alat

NO NAMA GAMBAR
1 Permeameter

2 Caliper

25 | Modul Analisa Inti Batuan


4 Timbangan

B. Bahan

NO NAMA GAMBAR

1 Core Sample

26 | Modul Analisa Inti Batuan


2 Gas N2

3 Griss

2.6 PROSEDUR PERCOBAAN


Prosedur Pengukuran dengan Gas Permeameter
1. Pastikan regulating valve tertutup, hubungkan saluran gas
pada inlet.
2. Masukkan sampel core pada core holder.
3. Putar flowmeter selector valve pada tanda “Large”.
4. Buka regulating valve, putarkan sampai pressure gauge
menunjukkan angka 0,25 atm.
5. Pilih range pembaca pada flowmeter antara 20-140
division.
6. Jika pembaca pada flowmeter dibawah 20, putar selector
valve ke “Medium” dan naikkan tekanan sampai 0,5 atm.
7. Jika pembaca flowmeter dibawah 20, putar selector valve
ke “Small” dan naikkan tekanan sampai 1,0 atm.

27 | Modul Analisa Inti Batuan


8. Jika flowmeter tetap tidak naik dari angka 20, hentikan
percobaan dan periksa sampel core pada core holder
(tentukan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi).
9. Jika flowmeter menunjukkan angka di atas 140 pada
“Large”, maka permeabilitas sampel core terlalu besar.
Percobaan kita hentikan atau coba naikkan panjang sampel
core atau kurangi cross-sectional area dari sampel core.
10.Catat tekanan dan pembacaan flowmeter.
11.Ubah tekanan ke 0,25 atm dengan regulator.
12.Ulangi percobaan sebanyak 3 kali.
13.Perhitungan :
Rumus yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
μ.Q.L
k= ...............................................................(2.1)
A.∆ P
Keterangan :
k = Permeabilitas sampel core (Darcy)
μ = Viskositas gas yang digunakan (lihat grafik), (0,0178
cp)
Q = Flow rate rata-rata cc/dt pada tekanan rata-rata,
ditentukan dari grafik .
L = Panjang sampel core, (cm)
A = Luas penampang dari sampel core, (cm2)
P = Gradien tekanan, (atm), (0,25 ; 0,5 ; 1 atm)

2.7 SOAL ANALISA


1. Jelaskan tujuan dari praktikum permeabilitas batuan?
2. Bagaimana cara kerja gas permeameter pada saat
digunakan untuk mengukur permeabilitas batuan?
3. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi percobaan
permeabilitas batuan, jelaskan?
4. Jelaskan manfaat dari pengukuran permeabilitas batuan?
5. Jelaskan pengaruh dari gas slippage (Klinkenberg Effect)
pada pengukuran permeabilitas batuan?

28 | Modul Analisa Inti Batuan


2.8 DAFTAR PUSTAKA
1. Adim, Herlan. 1993. Petunjuk Analisa Laboratoeium Sifat
Batuan Reservoir Minyak Dan Gas Bumi. Jakarta:
Laboratorium Eksploitasi.
2. Ahamad, Tarekh. 1946. Reservoir Engineering Handbook
Second Edition. Gulf Professional Publishing.
3. Dadang Rukmana, Dedy Kristanto, dan V. Dedi Cahyoko
Aji. 2011. Teknik Reservoir Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pohon Cahaya.

29 | Modul Analisa Inti Batuan


III. PENGUKURAN SATURASI

3.1 TUJUAN
1. Memahami prinsip kerja dari pengukuran saturasi
2. Menentukan besarnya nilai saturasi minyak (So) dan
saturasi air (Sw) yang terkandung dalam batuan reservoir
3. Memahami prosedur penggunaan KERN ABJ-NM/ABS-N
digital measurement
4. Melakukan perhitungan untuk menetukan nilai saturasi
pada batuan.

3.2 CAPAIAN PRAKTIKUM


1. Mahasiswa dapat memahami defenisi saturasi
2. Peserta diharapkan bisa mengoperasikan alat Dean and
Stark sesuai dengan Standar Operasi yang telah diterapkan
3. Mahasiswa dapat memahami prinsip dasar saturasi serta
pengaruhnya terhadap karakteristik reservoir minyak dan
gas
4. Peserta diharapkan bisa memahami cara kerja alat Dean
and Stark Peserta diharapkan bisa menentukan saturasi
batuan dengan menggunakan alat Dean and Stark.

3.3 KESELAMATAN KERJA


1. Mengunakan APD yang sesuai dengan SOP yang berlaku
di Laboratorium AIB.
2. Hati – hati dengan peralatan yang mudah pecah
3. Bila menggunakan peralatan dengan tenaga listrik lihat
terlebih dahulu tegangan jaringan listrik yang ada
4. Bersihkan peralatan setelah digunakan.

3.4

30 | Modul Analisa Inti Batuan


3.4 TINJAUAN PUSTAKA
Saturasi fluida didefinisikan sebagai perbandingan antara
volume fluida tertentu (air, minyak dan gas) terhadap jumlah
volume pori-pori.
Ruang pori-pori batuan reservoir mengandung fluida yang
biasanya terdiri dari air, minyak dan gas. Untuk mengetahui
jumlah masing-masing fluida, maka perlu diketahui saturasi
masing-masing fluida. Jumlah volume pori. Umumnya pada
formasi zona minyak kandungan air dalam formasi tersebut
dinamakan interstitial water atau connate water yang
didefinisikan sebagai air yang tertinggal di dalam formasi pada
saat reservoir terbentuk.
Dalam satu batuan reservoir biasanya akan terdapat 3 jenis
saturasi yang dalam persamaan dirumuskan:
1. Saturasi Air (Sw)
Yaitu, perbandingan antara volume pori yang diisi secara
efektif oleh air dengan volume pori total.

Volume pori yang diisi air


Sw 
Volume pori total …………… (3.1)

2. Saturasi Minyak (So)


Yaitu, perbandingan antara volume pori yang terisi minyak
secara efektif dengan volume pori total.

Volume pori yang diisi minyak


So 
Volume pori total ……….. (3.2)

3. Saturasi Gas (Sg)


Yaitu, perbandingan antara volume pori yang diisi oleh gas
secara efektif dengan volume pori total.

Volume pori yang diisikan gas


Sg 
Volume pori total ………. (3.3)

31 | Modul Analisa Inti Batuan


Untuk sistem air – minyak – gas, berlaku hubungan:
Sw + So + Sg = 1 ………………………………. (3.4)

Untuk sistem air – gas, maka:


Sw+Sg=1 …...……………………………….…. (3.5)

Perhitungan saturasi dalam frekuensi atau persen.


Perhitungan tersebut di atas didapat berdasarkan hasil
pemeriksaan core di laboratorium.
Saturasi air (Sw) juga dapat dihitung dari hasil well
logging, menurut Archie:
R0
Sw  n
Rt ……………………………………….. (3.6)
dimana:
Rt = resistivity lapisan minyak
R0 = resistivity lapisan air
n = konstanta yang harganya berkisar ±3 – 4

Pengaruh proses geologi, kapilaritas, sifat batuan reservoir


dan sifat fluida reservoir mengakibatkan adanya sejumlah
fluida yamg tidak dapat dikeluarkan dari dalam reservoir.
Volume fluida tersebut dinyatakan dalam saturasi, yaitu:
Swi = irreducible water saturation, %
(yang besarnya berkisar ±15 – 30 %)
Sor = residual oil saturation, %
(yang besarnya berkisar ±10 – 20 %)
Swi juga sering disebut Swc = connate water saturation.

Dari hasil berbagai pengukuran didapatkan bahwa harga


rata–rata resistivity batuan adalah sebagai berikut.
Clay = 2 – 10 Ωm
Pasir berair garam = 0,5 – 10 Ωm
Pasir berminyak = 5 – 10000 Ωm
Limestone compact = 10000 Ωm
Dolomite = 10000 Ωm

32 | Modul Analisa Inti Batuan


Irreducible water saturation terjadi jika saturasi air menjadi
tidak bergerak (immobile), karena selama berlangsungnya
akumulasi hidrokarbon (HC) ke dalam batuan resrvoir,
saturasi air dapat berkurang sampai harga yang berkisar antara
5 – 40 %. Selanjutnya akan tercapai harga saturasi terkecil
yang tidak dapat dikeluarkan dari pori – pori batuan.
Terdapat tiga faktor yang penting mengenai saturasi fluida:
1. Saturasi fluida akan bervariasi dari satu tempat ketempat
lain dalam reservoir, saturasi air cenderung berada di
tempat paling bawah dari fluida lainnya.
2. Saturasi akan bervariasi dengan kumulatif produksi
minyak, jika minyak diproduksi, maka tempatnya di
reservoir akan digantikan oleh air atau gas bebas, sehingga
pada lapangan yang memproduksi minyak, saturasinya
akan berubah secara kontinyu.
3. Saturasi minyak dan gas sering dinyatakan dalam istilah
pori–pori batuan yang diisi oleh hidrokarbon.

Biasanya dalam mengukur saturasi fluida digunakan dua


metode pengukuran, yaitu metode destilasi dan metode retort.
Dalam percobaan ini yang dipakai adalah metode destilasi.
Dalam pengukuran saturasi fluida di laboratorium dapat
ditentukan dengan beberapa metode, yaitu:
a. Metode penjenuhan (Rethort Summation Method)
b. Distilasi vakum (Vaccum Distilation Method)
c. Metode Dean and Stark

Adapun manfaat dapat diketahuinya nilai masing-masing


fluida adalah sebagai berikut:
1. Dapat memperkirakan besar cadangan minyak
2. Dapat mengetahui batas antara air dan minyak.
3. Dapat mengetahui ketinggian antara air dan minyak.

33 | Modul Analisa Inti Batuan


3.5 ALAT DAN BAHAN
A. Alat
NO NAMA GAMBAR
1 Reflux Water
Condensor

2 Pemanas Listrik

3 Timbangan Analisis

34 | Modul Analisa Inti Batuan


4 Gelas Ukur

5 Oven

6 Dean and Stark

35 | Modul Analisa Inti Batuan


C. Bahan
N NAMA GAMBAR
O
1 Fresh Core

2 Air

3 Toluene

36 | Modul Analisa Inti Batuan


3.6 PROSEDUR PERCOBAAN
Prosedur Metode Destilasi:
1. Mengambil fresh Core yang telah dijenuhi dengan air dan
minyak.
2. Menimbang Core tersebut, missal beratnya = a gram.
3. Memasukkan Core tersebut ke dalam labu Dean & Stark
yang telah diisi dengan toluena.
4. Melengkapi dengan water trap dan reflux condenser.
5. Memanaskan selama  2 jam hingga air tidak nampak lagi.
6. Mendinginkan dan baca air yang tertampung di water trap,
misalnya = b cc = b gram.
7. Mengeringkan sampel dalam oven  15 menit (pada suhu
110°C). Dinginkan dalam exicator  15 menit, kemudian
timbang Core kering tersebut, misalnya = c gram.
8. Menghitung berat minyak:
Wo=a−(b+ c) gram=d gram
9. Menghitung volume minyak:
d
Vo= =e cc
BJ minyak
10.Menghitung saturasi minyak dan air:
e b
So= Sw=
Vp Vp

3.7 SOAL ANALISA


1. Apa yang dimaksud metode distilasi? Bagaimana cara
kerjanya?
2. Mengapa saat menjenuhkan harus air daripada kerosin
terlebih dahulu?
3. Bagaimana cara penjenuhan core yang baik?
4. Mengapa menggunakan toluena kedalam labu dean?
5. Apa fungsi kerikil saat dipanaskan?

37 | Modul Analisa Inti Batuan


3.8 DAFTAR PUSTAKA
1. Amyx, J. W, Bass, D. M. Jr., Whiting, R, R. L., “Petroleum
Reservoir Engineering”, Mc. Graw-Hill Book Co.,
Toronto-London, 1960.
2. Ariadji, Tutuka, Ir., M. Sc., Ph. D. Catatan Kuliah: TM-210
Mekanika Reservoar. Bandung: Penerbit ITB.
3. Atmaji, Wahyu Setya. 2007. Laporan Resmi Praktikum
Analisa Inti Batuan. Yogyakarta: Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Yogyakarta.
4. Buku Petunjuk praktikum Analisa Inti Batuan.
Yogyakarta: Fakultas Tehnoplogi Mineral Teknik
Perminyakan, UPN “Veteran” Yogyakarta.
5. Craft B.C, Hawkins MP, “Applied Petroleum Reservoir
Engineering”, Prentice Hall inc, Engelwood Cliffs, New
Jersey, 1959.
6. Octavia, Eka Istianti. 2006. Laporan Resmi Praktikum
Peragaan Peralatan Produksi. Yogyakarta: Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.
7. Saptoyono, Iben. 2013. Laporan Akhir Mekanika
Laboratorium. Pekanbaru

38 | Modul Analisa Inti Batuan


IV. PRAKTIKUM SIEVE ANALYSIS

4.1 TUJUAN
1. Untuk menentukan keseragaman butiran pasir pada formasi
batuan.
2. Untuk mengetahui alat yang di gunakan dalam penetuan
keseragaman butiran pasir.
3. Untuk mengetahui metode atau cara yang di gunakan.

4.2 CAPAIAN PEMBELAJARAN


1. Mahasiswa dapat mengetahui tujuan dilakukan sieve
analysis.
2. Mahasiswa dapat mengetahui penyebab terjadinya
kepasiran menurut ilmu mekanistik
3. Mahasiswa dapat memahami serta dapat mengoperasikan
shaker.
4. Mahasiswa dapat menentukan keseragaman butiran pasir.
5. Mahasiswa dapat mengetahui metode yang digunakan
dalam penanggulangan masalah kepasiran
6. Mahasiswa dapat mengetahui tujuan pemasangan gravel
packer.
7. Mahasiswa dapat mengetahui dampak kepasiran
8. Mahasiswa dapat mengetahui factor –faktor yang
mempengaruhi sifat fisik dari batuan
9. Mahasiswa dapt mengetahui cara mengatasi masalah
kepasiran
10. Mahasiswa dapat mengetahui tujan pemasangan gravel
packer.

4.3 KESELAMATAN KERJA


1. Mengunakan APD yang sesuai dengan SOP yang berlaku
di Laboratorium AIB.
2. Hati – hati dengan peralatan yang mudah pecah
3. Bila menggunakan peralatan dengan tenaga listrik lihat
terlebih dahulu tegangan jaringan listrik yang ada
4. Bersihkan peralatan setelah digunakan.

39 | Modul Analisa Inti Batuan


4.4 TINJAUAN PUSTAKA
Permasalahan kepasiran sering terjadi pada sumur yang sudah
lama beroperasi dan sumur dengan formasi yang pengendapannya
relative muda. Hampir seluruh lapangan di Indonesia merupakan
lapangan Brown Field dan memiliki formasi pada tertiary basin.
(Kusumastuti, 2000; Satyana dan Purwaningsih, 2003)
Sieve analysis merupakan penentuan presentase berat butiran
agregat yang lolos dari suatu set sieve. Didalam tahap
penyelesaian suatu sumur sangat di anjurkan untuk melakukan
pengontrolan terhadap pasir yang terproduksi bersama fluida
produksi, karena jika hal tersebut tidak di lakukan maka akan
menimbulkan beberapa permasalahan pada peralatan produksi
selain itu bisa menyebabkan penyumbatan pada dasar sumur,
sehingga hal tersebut akan berpengaruh terhadapap jumlah
produksi yang akan diperoleh. (Erina Suhartini, 2012)
Menurut (FADER et al., 1992) terdapat masalah yang
disebabkan oleh kepasiran yaitu:
1. Kepasiran produksi turun drastic akibat naiknya butiran pasir
tersuspensi dalam fluida produksi.
2. Pembengkokan selubung atau liner akibat terbentukya rongga-
rongga di sekitar lubang perforasi karena psir terproduksi
terus-menerus ke permukaan.
3. Pengikisan atau erosi pada peralatan produksi di bawah
permukaan dan atas permukaan.

Adapun penyebab terjadinya kepasiran menurut ilmu


mekanistik menurut (Penberthy et al., 1978) adalah:
1. Shear Failure Shear failure merupakan mekanisme terlepasnya
butiran pasir akibat dari gaya gesekan fluida. Besarnya gaya
gesekan ditentukan oleh viskositas dan laju produksi fluida.
2. Tensile Failure Tensile failure merupakan mekanisme
terlepasnya butiran pasir akibat penurunan tekanan pori dalam
formasi.
3. Cohesive Failure Cohesive failure merupakan mekanisme
terlepasnya butiran pasir akibat material material pengikat
(semen) antara butiran yang tidak cukup kuat dalam menahan
antar butiran pasir.

40 | Modul Analisa Inti Batuan


Formasi lepas merupakan fromasi yang tidak memiliki
sementasi yang baik, dan merupakan suatu system yang tidak
stabil sehingga daya ikat antar butiran yang ada pada batuan
sangat kecil, sedangkan formasi kompak merupakan formasi yang
memilki semenetasi yang baik dan merupakan suatu system yang
stabil sehingga daya ikat antar butiran pada formasi yang ada
pada batuan besar. (Erina Suhartini ,2012)
Suatu formasi batu pasir dikatakan mempunyai kekompakan
yang tinggi apabila fromasi tersebut mempunyai derajat sementasi
batuan pasir yang tinggi pula, dimana, derajat sementasi batuan
menunjukan kadar shale di dalam batuan. Apabila kadar di dalam
batuan cukup tinggi, maka ikatan antara batuan matriks akan
lebih baik.

Mesh 20 Mesh 40 Mesh 60

Mesh 120 Mesh 200


Gambar 1. Sampel batuan pasir (dok pribadi, 2020)

Metode yang umumnya di gunakan untuk menanggulangi


masalah kepasiran yaitu penggunaan soletted atau screen liner,
dan gravel packing yang tepat. Tujuan dipasangnya gravel pack
yaitu untuk mencegah produksi pasir dari formasi yang
unconsolidated atau weakly cemmented tetapi rate produksi dari

41 | Modul Analisa Inti Batuan


sumur tersebut masih cukup besar. Operasi gravel pack dapat
menahan pergerakan pasir namun gagal meningkatkan kapasitas
produksi. (Atmiaji, 2003)
Berkurangnnya permeabiitas di depan zona produktif yang
diakibatkan oleh bercampurnya partikel partikel halus dengan
gravel, merupakan factor kegagalan gravel pack dalam
meningkatkan kapasitas produksi. Percampuran partikel-partikel
ini dapat terjadi baik pada operasi gravel packing sedang berjalan
maupun sesudahnya.
Pemilihan besar keseragaman menurut Schwartz yaitu:
 C < 3 merupakan pemilihan yang seragam
 C > 5 merupakan pemilihan yang jelek
 3 < C < 5 merupakan pemilihan yang sedang (Erina
Suhartini , 2012)

4.5

42 | Modul Analisa Inti Batuan


4.5 ALAT DAN BAHAN
A. Alat

No Nama Gambar
1. Timbangan digital

2. Alat penggoncang
(shaker)

3.
Tyler sieve ASTM
“Pan”(4, 10,
20,40,60,120,200)

43 | Modul Analisa Inti Batuan


4 Mortal dan pastle

B. Bahan

No Nama Gambar
1. Core

4.6 PROSEDUR PERCOBAAN


1. Ambil contoh batuan reservoir yang sudah kering dan
bebaskan dari minyak.
2. Batuan dipecah – pecahkan menjadi faragmen kecil - kecil
dan di masukan ke dalam mortal kemudian di gerus
menjadi butiran – butiran pasir.
3. Periksa dengan binocular, apakah butiran pasir itu benar-
benar saling terpisah.
4. Sediakan timbangan yang teliti 200gram pasir tersebut.
5. Sediakan sieve analysis yang telah di bersihkan dengan
sikat bagian bawahnya (hati-hati waktu membersihkan).
6. Susunlah sieve di atas alat penggoncang (shaker) dengan
mangkok pada dasarnya sieve diatur dari yang paling halus
diatas mangkok dan yang paling kasar di puncak.
7. Tuangkan hati-hati pasir batuan reservoir (200 gr) kedalam
sieve yang paling atas, kemudian di pasang tutup dan di
keraskan penguatnya.

44 | Modul Analisa Inti Batuan


8. Goncangkan selama 30 menit.
9. Tuangkan isi sieve yang paling kasar (atas) kedalam
mangkok kemudian ditimbang.
10.Tuangkan isi sieve yang paling kasar (berikutnya) ke dalam
mangkok tadi juga, kemudian timbang berat komulatif.
11.Teruskan cara penimbangan di atas sampai isi seluruh
sieve ditimbang secara komulatif.
12.Dari berat timbangan secara komulatif dapat di hitung juga
berat pasir dalam tiap – tiap sieve.
13.Ulangi langkah 1 sampai dengan 11 untuk contoh batuan
reservoir yang kedua.
14.Buat tabel dengan kolom, no sieve, opening diameter, %
retained cumulative, percent, seperti berikit ini.
15.Membuat grafik semilog antara opening diameter dengan
cumulative percent retained.
16.Dari grafik yang di dapat (seperti huruf S), menghitung:

Dia . Pada 40 %
Sorting coefficient =
Dia . pada 90 %

4.7 SOAL ANALISA


1. Apa tujuan dari dilakukaannya pengujian sieve analysis
2. Jelaskan metode apa saja yang di gunakan untuk mengatasi
masalah kepasiran!
3. Jelaskan hubungan dari percobaan yang di lakukan dengan
keadaan dilapangan!
4. Apakah dampak yang dapat ditimbulkan jika adanya pasir
yang ikut terproduksikan bersama fluida produksi?
5. Hal apa saja yang mempengaruhi sifat fisik dari batuan dan
fluida?

45 | Modul Analisa Inti Batuan


4.8 DAFTAR PUSTAKA
1. Erina Suhartini.2012. .“Sieve Anaysis”.
2. Atmiaji. 2003.“Teknik Produksi”. Indonesia: Manajemen
Produksi Hulu.
3. Penberthy, W.L.J., Shaughnessy, C.M., Gruesbeck, C.,
Salathiel, W.M., 1978. Sand Consolidation Preflush
Dynamics. Spe 30, 845– 850. doi:10.2118/6804-PA
4. Kusumastuti A., Darmoyo A. B., Suwarlan W.,
Sosromihardjo S. P. C. (2000). The Wunut Field
Pleistocene Volcaniclastic Gas Sands in East Java, 1982
5. FADER, P.D., SURLES, B.W., SHOTTS, M.J.,
LITTLEFIELD, B.A., USA, T., INC, T., 1992. New
Low-Cost Resin System for Sand and Water Control. Spe
West. Reg. Mtg. (Bakersfield, Calif, 3/30/92-4/1/92)
Proc. 259– 264. doi:10.2523/24051-MS

46 | Modul Analisa Inti Batuan


V. PENENTUAN KADAR LARUT SAMPEL FORMASI
LARUTAN ASAM

5.1 TUJUAN
1. Menentukan solubility % berat pasir dan solubility % berat
karbonat.
2. Mengetahui cara untuk meningkatkan produksi minyak
pada batuan.
3. Mengetahui asam yang digunakan pada formasi sampel.
4. Menentukan berat sampel sebelum pengasaman dan setelah
pengasaman.

5.2 CAPAIAN PEMBELAJARAN


1. Mahasiswa bisa mengoperasikan timbangan digital
KERN ABJ-NM/ABS-N
2. Mahasiswa bisa mengoperasikan vacuum drying oven
3. Mahasiswa dapat mengidentifikasi jenis larutan
berdasarkan batuan reservoir
4. Mahasiswa dapat memahami defenisi stimulasi
5. Mahasiswa dapat mengetahui defenisi acidizing
6. Mahasiswa dapat menentukan solubility % berat pasir dan
karbonat
7. Mahasiswa dapat mengetahui cara untuk
meningkatkan produksi minyak pada batuan
8. Mahasiswa dapat menentukan berat sampel sebelum
dan sesudah pengasaman
9. Mahasiswa dapat mengetahui metode acidizing
10. Mahasiswa dapat mengetahui persyaratan agar asam bisa
digunakan untuk stimulasi.

47 | Modul Analisa Inti Batuan


5.3 KESELAMATAN KERJA
1. Mengunakan APD yang sesuai dengan SOP yang berlaku
di Laboratorium AIB.
2. Hati – hati dengan peralatan yang mudah pecah
3. Bila menggunakan peralatan dengan tenaga listrik lihat
terlebih dahulu tegangan jaringan listrik yang ada
4. Bersihkan peralatan setelah digunakan.

5.4 TINJAUAN PUSTAKA


Pengasaman dilakukan untuk memperbaiki kerusakan di
sekitar lubang sumur sehingga dapat meningkatkan
produktivitas sumur. Prinsip kerja asam adalah melarutkan
baik batuan reservoir atau material yang asli disitu maupun
yang masuk kesitu. Pada mulanya acidizing hanya untuk
batuan limestone. Dengan berkembangnya waktu maka
pengasaman pada lapisan sandstone mulai dilakukan untuk
menghilangkan material damage yang ditimbulkan waktu
pemboran maupun completion, workover dan untuk
menghancurkan fines yang timbul dari formasi itu sendiri. Ada
tiga syarat agar asam bisa digunakan untuk stimulasi:
1. Harus bisa bereaksi dengan karbonat dan mineral
lain untuk menghasilkan produk yang bisa melarut
2. Ia harus bisa menghambat karat di peralatan sumur
3. Hal lain seperti aman, biaya, pengadaan,
penyimpanan dll (Atmiaji, 2003).

Atmiaji (2003), membagi metode Acidizing menjadi 3


jenis, yaitu:
a. Acid Washing
b. Matrix Acidizing
c. Acid Fracturing

48 | Modul Analisa Inti Batuan


Gambar V.1 Metode Acidizing (Collier et all, 2019)

A. Acid Washing
Acid washing merupakan treatment yang dilakukan untuk
menghilangkan material atau scale di interval produksi,
saluran perforasi, dan area di sekitar lubang sumur. Treatment
yang dilakukan ialah melakukan perendaman dengan
menggunakan acid dengan volume yang kecil yaitu 4-10 m 3
(Mike Milligan,1994).
B. Matrix Acidizing
Matrix acidizing dapat didefinisikan sebagai injeksi asam
ke dalam pori-pori lapisan produktif dimana tekanan injeksi
berada di bawah tekanan rekah formasi dengan tujuan agar
reaksi menyebar ke formasi batuan secara radial. Tujuan
utama dari matrix acidizing adalah untuk meningkatkan
kapasitas aliran melalui daerah damage di dekat wellbore.
Sebagian besar metode matrix acidizing treatment dilakukan
pada batuan karbonat (limestone/dolomite) dengan
menggunakan campuran hydrochloric acid (HCl) dan aditif
dimana jenis asam ini lebih menguntungkan untuk
memperbaiki permeabilitas (Harry O, 1984).
C. Acid Fracturing
Acid Fracturing adalah metode stimulasi sumur dengan
menggunakan asam HCL dan asam organic seperti formic

49 | Modul Analisa Inti Batuan


acid (HCOOH) dan acetic acid (CH3COOH). Fluida
diinjeksikan pada tekanan di atas tekanan rekah sehingga
menghasilkan rekahan yang diharapkan menghasilkan
konduktivitas yang besar. Larutan asam akan memasuki
rekahan dan melarutkan mineral batuan disekitarnya
membentuk etching. Proses etching ini diharapkan
sedemikian rupa untuk membentuk saluran konduktif yang
tidak akan tertutup ketika rekahan mengalami penutupan pada
saat tekanan mencapai closure pressure. Produktivitas suatu
sumur berdasar pada acid fracturing treatment yang sering
kali susah diprediksi khususnya reservoir gas. Dimensi
rekahan yang terbentuk pada dasarnya dipengaruhi oleh
kinetika reaksi asam pada rekahan, jenis, dan volume asam
yang digunakan (Bert B. Williams, 1979).

D. Jenis asam yang sering digunakan dalam Acidizing

1. Organic acid
a. Acetic Acid (CH3COOH)
Asam jenis ini digunakan untuk pengasaman
batuan karbonat dengan laju reaksi lebih lambat
dibandingkan dengan HCl, karena derajat ionisasinya
lebih kecil. Asam acetic lebih mahal dibandingkan
HCl dan tidak bersifat korosif terhadap peralatan
sumur, sehingga dapat dibiarkan lama dalam tubing
maupun casing (K.M. Fedorov, 2010).

b. Format Acid (COOH)


Jenis asam ini termasuk asam organik yang yang
lambat bereaksi dan terionisasi secara lemah. Sifat
asam formik mirip dengan asam acetic, tetapi pada
temperatur tinggi asam formik lebih korosif dibanding
asam asetic. Keuntungan asam formic yaitu harganya
lebih murah dibandingkan asam asetic (K.M. Fedorov,
2010).

50 | Modul Analisa Inti Batuan


2. Hydroflouric acid (HF)
Asam hydroflouric tersedia sebagai larutan dengan
kosentrasi 40-70%. Namun untuk keperluan pengasaman,
HF biasanya digunakan bersama-sama atau dicampur
dengan HCl. Asam ini mempunyai kemampuan untuk
melarutkan padatan lumpur, mineral-mineral lempung
feldspar dan silika. HF juga bersifat korosi, tetapi tingkat
korosifitas dari campuran asam ini relatif rendah
dibandingkan dengan HCl. Asam HF dapat bereaksi dengan
silika dan senyawa-senyawa silika (K.M. Fedorov, 2010).

3. Hydrochloric acid (HCL)


Asam hydrochloric (HCl) merupakan jenis asam yang
paling banyak digunakan dalam operasi pengasaman
dilapangan. Secara umum yang biasa digunakan di
lapangan adalah konsentrasi 15 % HCl. Asam jenis ini akan
melarutkan batu gamping, dolomite dan karbonat lainnya.
Sedangkan untuk pengasaman batupasir digunakan 5-7%
HCl (K.M. Fedorov, 2010).
Keuntungan penggunaan asam HCl antara lain memiliki
daya reaksi yang cukup tinggi terhadap batu gamping dan
dolomite, serta harganya relatif lebih murah dibandingkan
dengan asam jenis lainnya. Sedangkan kerugiannya, asam
memiliki sifat korosif yang tinggi, terutama pada
temperatur tinggi diatas 250 °F. Oleh karena itu agar
temperatur tidak melebihi tingkat korosifnya, maka pada
penggunaan asam HCl biasanya ditambahkan aditif yaitu
corrosion inhibitor sebagai pencegah korosi (K.M.
Fedorov, 2010).

Stimulasi merupakan suatu metoda workover yang


berhubungan dengan adanya perubahan sifat formasi, dengan
cara menambahkan unsur-unsur tertentu atau material lain ke
dalam reservoir atau formasi untuk memperbaikinya. Prinsip
penerapan metoda ini adalah dengan memperbesar harga K o
(permeabilitas minyak) atau dengan menurunkan harga μ o
(viskositas minyak), sehingga harga PI-nya meningkat

51 | Modul Analisa Inti Batuan


dibanding sebelum metoda ini diterapkan (K.M. Fedorov,
2010).
Sebelum dilakukan stimulasi dengan pengasaman harus
direncanakan dengan tepat data–data laboratorium yang
diperoleh dari sampel formasi, fluida reservoir dan fluida
stimulasi. Sehingga informasi yang diperoleh dari
laboratorium tersebut dapat digunakan engineer untuk
merencanakan operasi stimulasi dengan tepat, pada gilirannya
dapat diperoleh penambahan produktifitas formasi sesuai
dengan yang diharapkan. Salah satu informasi yang diperlukan
adalah daya larut asam terhadap sampel batuan (acid
solubility) (Bert B. Williams, 1979).
Metode ini menggunakan teknik grafimetrik untuk
menentukan reaktifitas formasi dengan asam. Batuan karbonat
terdiri dari 2 komponen utama yaitu calcite dan dolomite
(K.M. Fedorov, 2010).

Reaksinya terhadap asam sebagai berikut:

CaCO3+2HCL CaCl2 + CO2 + H2O


CaMg (CO3)2+4HCL CaCl2+MgCl2+2H2O+2CO2

52 | Modul Analisa Inti Batuan


5.5 ALAT DAN BAHAN
A. Alat
No Nama Gambar
1. Gelas Ukur

2. Erlenmeyer

3. Vacuum Drying Oven

53 | Modul Analisa Inti Batuan


4. Timbangan Digital

5. Tang Jepit

B. Bahan

N Nama Gambar
o
1. HCL 0,5 M

54 | Modul Analisa Inti Batuan


2. Core Gamping

5.6 PROSEDUR PERCOBAAN


1. Mengambil sampel core batu gamping.
2. Menimbang berat kering core sebelum diasamkan.
3. Masukan core ke dalam Erlenmeyer 500 ml, kemudian
masukan 150 ml HCL 0,5M dan digoyangkan seelama 30
detik hingga CO2 terebebaskan semua.
4. Keringkan core yang telah diasamkan ke dalam oven kira-
kira ½ jam dengan suhu 105 °C (220 °F).
5. Menimbang berat core kering setelah pengasaman.
6. Hitung kelarutan sebagai percent berat dari material yang
larut dalam HCL 0,5M

W −w
% berat solubility = x 100%
W
Dimana:

W = Berat Sampel (gram)


w = Berat residu (gram)

5.7 SOAL ANALISA


1. Jelaskan mengapa jenis asam yang dipakai harus sesusai
dengan jenis batuan reservoir?
2. Mengapa perlu dilakukan pengujian larutan asam pada
sampel formasi?
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan berat solubilty suatu
batuan?
4. Jelaskan mengapa pada saat sampel core dijenuhkan
menggunakan HCL 0,5M muncul gelembung?

55 | Modul Analisa Inti Batuan


5. Metode apa yang digunakan dalam praktikum ini?

5.8 DAFTAR PUSTAKA


1. Atmiaji. 2003. “Teknik Produksi”. Indonesia: Manajemen
Produksi Hulu
2. Collier et all. 2019. Matrix Acidizing. South West Florida:
Conservency of South West Florida
3. Milligan, Mike. 1994. “Well Stimulation Using Acids”.
Canada: Petroleum Society of Canada
4. McLeod Jr, Harry O. 1984. “Matrix Acidizing”: Jurnal of
Petroleum Engineers
5. Fedorov, K.M. dkk. 2010. “Carbonate Acidizing:
Conjunction of Macro and Micro Scale Investigations”.
Russia: Society of Petroleum Engineers
6. Williams, Bert B. dkk. 1979. “Acidizing Fundamentals”.
New York: Society of Petroleum Engineers of AIME.

56 | Modul Analisa Inti Batuan


VI. CORE DRILL

6.1 TUJUAN
1. Memahami prinsip kerja Core Drill
2. Mengetahui metode penggunaan OFITE CORE DRILL

6.2 CAPAIAN PEMBELAJARAN


1. Mahasiswa dapat mengetahui tujuan dilakukan core drill
2. Mahasiswa dapat memahami dan mengoperasikan ofite
core drill
3. Mahasiswa dapat membuat core
4. Mahasiswa dapat mengetahui cara pengambilan core
5. Mahasiswa dapat

6.3 KESELAMATAN KERJA


1. Menggunakan APD yang sesuai dengan SOP yang berlaku
di Laboratorium AIB.
2. Hati-hati pada saat memotong batuan.
3. Bila menggunakan peralatan dengan tenaga listrik terlebih
dahulu tegangan jaringan listrik yang ada.
4. Bersihkan peralatan setelah digunakan.

6.4 TINJAUAN PUSTAKA


Inti batuan atau core menyediakan data penting untuk
eksplorasi, evaluasi, dan produksi reservoir minyak dan gas.
Sampel batuan fisik memungkinkan ahli geoscience untuk
memeriksa secara langsung urutan pengendapan yang
ditembus sedikit dan menawarkan bukti langsung tentang
keberadaan, distribusi, dan pengiriman hidrokarbon. Core
memberikan kebenaran dasar untuk kalibrasi logging sumur
dan dapat mengungkap variasi properti reservoir yang
mungkin tidak terdeteksi melalui pengukuran downhole
logging saja. Operator lebih mampu mengkarakterisasi sistem
pori dalam batuan dan memodelkan perilaku reservoir untuk
mengoptimalkan produksi berdasarkan analisis porositas inti,
permeabilitas, saturasi fluida, densitas butir, litologi, dan

57 | Modul Analisa Inti Batuan


tekstur. Analisis ini dilakukan di laboratorium inti di seluruh
dunia. Sebelum memasuki laboratorium, sampel harus terlebih
dahulu diekstraksi dari formasi di bawah permukaan bumi.
Proses coring yaitu mendapatkan sampel yang representatif
dari formasi dilakukan dengan salah satu dari dua cara. Coring
konvensional dilakukan saat interest zone sedang dibor;
sidewall coring dilakukan setelah interest zone tersebut dibor.
Setiap metode menghasilkan sampel batuan yang sangat
berbeda, dan masing-masing memerlukan strategi, prosedur,
dan peralatan coring sendiri.
1. Conventional Coring
Conventional Coring, juga dikenal sebagai core
utuh adalah bagian batuan yang diekstraksi terus-
menerus dari formasi dalam proses yang mirip dengan
pengeboran konvensional. Kedua operasi tersebut
berbeda terutama dalam jenis mata bor yang
digunakan, Alih-alih mata bor konvensional, coring
menggunakan mata bor berongga dan core barrels
pada bottom hole assembly (BHA). Bit coring
berongga menggerus batuan dan meninggalkan batuan
berbentuk silinder yang disebut core di
tengahnya. Core ini dipertahankan di dalam core
barrels, yang dipasang tepat di atas bit. Core barrel
terdiri dari inner barrel, outer barrel, dan core
catcher. Core catcher menjaga core agar tidak
tergelincir keluar melalui bit berongga saat BHA
coring diambil kepermukaan.
Core biasanya memiliki diameter berkisar dari 4,45
cm hingga 13,34 cm dan biasanya dipotong dengan
panjang 9 m , sesuai dengan panjang core barrel atau
lapisannya. Saat core barrel sudah penuh, kru
pengeboran menarik drillstring ke permukaan dan
mengambil core barrel. Spesialis inti batuan akan
meletakkan liner barel di rak pipa. Liner dengan inti di
dalamnya kemudian digariskan dengan tanda
kedalaman dan garis orientasi.
Pelapis logam biasanya dipotong menjadi segmen-

58 | Modul Analisa Inti Batuan


segmen dan disegel di setiap ujungnya untuk dikirim
ke laboratorium analisis inti.
Operasi coring konvensional seringkali
memberikan sampel batuan terbaik untuk pengujian,
analisis, dan evaluasi reservoir. Namun, waktu yang
dibutuhkan untuk memotong dan memulihkan seluruh
inti dapat memengaruhi efisiensi pengeboran.
Bergantung pada tujuan coring dan batasan biaya,
beberapa usaha E&P mungkin menganggap coring
konvensional tidak penting. Dalam kasus tersebut,
operator dapat beralih ke metode alternatif untuk

sampling formasi downhole.


Gambar VI.1 Conventional Core Drilling
2. Sidewall Coring
Sidewall Coring, adalah batuan yang diambil dari
dinding lubang sumur, sidewall coring menawarkan

59 | Modul Analisa Inti Batuan


alternatif hemat biaya dibandingkan conventional
coring. Core sidewall biasanya diperoleh setelah log
dijalankan pada akhir pekerjaan logging open hole
wireline. Hal ini memberikan waktu kepada ahli
geologi untuk memilih kedalaman inti setelah
berkonsultasi dengan log untuk mengidentifikasi zona
yang pantas untuk pengambilan sampel. Sinar gamma
wireline atau log potensial spontan digunakan untuk
mengkorelasikan antara kedalaman log open hole dan
kedalaman core.
Sidewall coring juga menawarkan cara alternatif
bagi ahli petrofisika untuk memperoleh data core jika
operasi conventoinal coring gagal. Namun, karena
ukurannya yang relatif kecil terhadap conventional
core, SWC yang diambil dari formasi heterogen
mungkin tidak memiliki sifat yang mewakili formasi
pada skala reservoir. Alat SWC adalah core gun
yang memiliki core barrel berbentuk peluru yang
dipasang pada carrier. Core gun menggunakan bahan
peledak kecil untuk mendorong core barrel secara
individu ke sisi lubang sumur untuk menangkap
sampel formasi.
Core gun mendapatkan core berukuran sekitar 2,86
hingga 4,45 cm panjangnya dengan diameter 1,75
hingga 2,54 cm . Setiap core barrel, atau
peluru, ditembakkan secara berurutan atas perintah
dari permukaan setelah alat diposisikan pada
kedalaman sampel yang diinginkan. Peluru dipasang
ke badan senjata melalui kabel baja fleksibel, yang
memfasilitasi ekstraksi core dari dinding
samping. Setelah core ditembakkan, pistol ditarik ke
permukaan, di mana spesialis penebangan
menggunakan pendorong untuk mendorong setiap
sampel dari barrel ke dalam botol sampel.
Pada setiap titik inti, rakitan core drill bit berporos
dari posisi pengangkutannya yang tersembunyi di alat
ke posisi tegak lurus terhadap badan alat. Alat
kemudian melepaskan core dan menariknya ke area

60 | Modul Analisa Inti Batuan


penahan di dalam badan alat. Proses ini diulangi
sampai alat penangkap core penuh.

6.5 ALAT DAN BAHAN


A. Alat
N Nama Gambar
o
1. Ofite Core Drill

2. Drill Press Vise

3. Caliper

61 | Modul Analisa Inti Batuan


4. Timbangan Digital

B. Bahan
N Nama Gambar
o
1. Sampel Batuan

6.6 PROSEDUR PERCOBAAN


1. Tempatkan lapisan bahan lunak (seperti kayu) di atas
tatakan. Ini akan membantu mencegah bit bersentuhan
dengan tatakan logam yang dapat merusak bit.
2. Tempatkan sampel pada tatakan. Saat mengebor sampel
core, gunakan clamp yang disediakan untuk
mengamankan posisi core agar selalu pada tempatnya dan
mencegahnya bergerak selama pengeboran.
3. Angkat tatakan sehingga ujung bit berada dalam jarak satu
inci dari permukaan sampel core.
4. Nyalakan pasokan air. Pastikan katup pada water swivel
tertutup.
5. Nyalakan mesin untuk memutar bit.
6. Perlahan buka katup pada water swivel sambil
menurunkan bit ke sampel core.

62 | Modul Analisa Inti Batuan


Gunakan katup pada water swivel untuk mengatur jumlah
air yang mengalir ke sampel core. Selama pengeboran, air
yang keluar dari lubang berwarna seperti putih susu.

Catatan: Jika Anda melihat sampel core bergerak selama


pengeboran, segera hentikan penurunan bit. Angkat bit
dari sampel core, matikan mesin bor, dan tutup katup
water swivel. Sesuaikan kembali clamp untuk
memastikannya mencengkeram sampel core dengan kuat
dan coba lagi.
7. Saat pengeboran selesai, perlahan angkat bit.
8. Matikan mesin bor.
9. Matikan pasokan air
10. Ukur Panjang, lebar, dan berat core yang telah dibuat

6.7 SOAL ANALISA


1. Jelaskan mengapa pada saat coring harus dialirkan air
terus-menerus.
2. Mengapa perlu dilakukan coring pada batuan formasi?
3. Sebutkan dan jelaskan cara untuk mengambil core.

6.8 DAFTAR PUSTAKA


1. The Defining Series: Downhole Coring | SLB
2. Ashena, R. (2018). Coring Methods and System.
Springer.
3. Geotechnical Engineering Manual: Rock Core Evaluation
Manual. Geotechnical Engineering Bureau.

63 | Modul Analisa Inti Batuan

Anda mungkin juga menyukai