Anda di halaman 1dari 11

PROPOSAL

Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan Pembangunan


terkait Program Penanganan Stunting

PENDAHULUAN

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak usia bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan
gizi kronis, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai terutama dalam 1.000 Hari
Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia dua tahun. Anak tergolong stunting
apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua standar deviasi dari rata-rata
panjang/tinggi anak seumurnya menurut standar WHO (Kementerian Kesehatan, 2018).

Sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa masa usia anak-anak di bawah lima tahun adalah masa-
masa keemasan (golden age) bagi pertumbuhan anak. Pada masa tersebut anak-anak akan
menyerapkan informasi dari lingkungan sekitarnya dan akan terekam lama dalam memorinya. Hal ini
akan menentukan pola pikir dan perilakunya dimasa yang akan datang. Sehingga pada masa tersebut
sangat penting untuk diberikan asupan nutrisi yang cukup serta stimulus atau rangsangan
komunikasi, dan perilaku yang benar dari lingkungannya terutama orang tua dan keluarganya.

Pemerintah telah menetapkan target penurunan prevalensi stunting pada balita di Indonesia
menjadi 14% pada tahun 2024. Untuk mencapai target tersebut, Pemerintah saat ini sedang
melakukan upaya percepatan dalam melakukan penurunan stunting dengan mendorong
konvergensi antar program yang terkait. Melalui program ini dipastikan rumah tangga yang
mempunyai ibu hamil dan anak usia 0 – 24 bulan (Keluarga 1000 Hari Pertama Kehidupan/HPK)
menerima program dan kegiatan yang diperlukan dalam rangka melakukan percepatan pencegahan
stunting.

Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting telah ditetapkan
5 (lima) strategi nasional dalam percepatan penurunan stunting. Kelima strategi dimaksud adalah 1).
peningkatan ko¬mitmen dan visi kepemimpinan di kementerian/lembaga, pemerintah daerah
provinsi, pemerintah daerah kabu¬paten/kota, dan pemerintah desa; 2). peningkatan komunikasi
perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat; 3). peningkatan konvergensi intervensi spesifik
dan intervensi sensitif di kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah
kabupaten/kota, dan pemerintah desa; 4). peningkatan keta¬hanan pangan dan gizi pada tingkat
individu, keluarga, dan masyarakat; dan 5). penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi,
riset, dan inovasi.

1
Penurunan stunting cukup signifikan berdasarkan data Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun
2021 yaitu 24.4% menjadi 21.6 % hasil SSGI tahun 2022. Namun demikian masih diperlukan kerja
keras untuk mengejar target 14% tahun 2024. Dan penurunan stunting merupakan salah satu
indikator dalam Upaya Indonesia untuk meningkatkan kualitas sumber daya Manusia menuju
Indonesia Emas Tahun 2045

Dalam percepatan penurunan stunting melibatkan berbagai pihak, baik kementerian /Lembaga
Pemerintah, Swasta, Perguruan tinggi serta Masyarakat itu sendiri untuk bersama sama melakukan
intervensi spesifik dan intervensi sensitive.

Untuk menjamin efektifitas pelaksanaan penurunan stunting tentunya diperlukan sinkronisasi


program dimulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi, untuk ini perlu dilakukan
kajian sejauh mana sinkronisasi perencanaan program penurunan stunting telah dilakukan baik di
tingkat pusat maupun di level pemerintah daerah

PP No. 17 tahun 2017 mengamanatkan penyusunan perencanaan dan penganggaran menggunakan


pendekatan penganggaran berdasarkan program (money follow program). Pendekatan ini
mengharuskan adanya penyelarasan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan setiap pemangku
kepentingan, termasuk diantaranya perencanaan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Oleh
karena itu, perlu adanya sinergi program dan kegiatan yang secara langsung mendukung program
prioritas dan pembangunan nasional, serta orkestrasi penyusunan perencanaan antara proyek yang
akan dilaksanakan, pendanaan, dan aspek kewilayahan.

Pada kenyataannya sampai saat ini sinergi perencanaan antara pusat dan daerah masih belum
terimplementasi dengan baik yang dapat menghambat pencapaian prioritas pembangunan,
termasuk pembangunan wilayah. Hal ini mengakibatkan kurang maksimalnya kebermanfaatan yang
dirasakan dari pelaksanaan pembangunan. Sinergi perencanaan pusat dan daerah menjadi sangat
penting, sehingga pembangunan dan pengembangan menjadi lebih terarah dan sejalan antara pusat
dan daerah, serta dapat menciptakan kesinambungan dan kohesi dalam pembangunan wilayah.

Berkaitan dengan hal tersebut, pada PFM MDTF Ill tahun 2023 ini, Staf Ahli Menteri Bidang Sinergi
Ekonomi dan Pembiayaan mengajukan kegiatan terkait sub komponen 1: Peningkatan Perencanaan
dan Penganggaran. Kegiatan ini akan diharapkan dapat menghasilkan masukan terhadap
rekomendasi kebijakan yang akan disampaikan ke Menteri PPN/Kepala Bappenas. Rekomendasi
yang dihasilkan diarahkan untuk memuat analisis lintas sektor dan lintas wilayah yang diperlukan
untuk meningkatkan keterpaduan dan kualitas perencanaan pembangunan, termasuk analisis
mendalam terkait tahapan proyek dan pendanaannya. Selain itu, akan ada identifikasi dukungan

2
yang dibutuhkan untuk keberhasilan suatu proyek dari pusat, daerah, dan pihak lain. Hal ini akan
erat kaitannya dengan langkah pemerintah untuk meningkatkan kualitas belanja di tengah ketatnya
kondisi APBN saat ini.

Stunting merupakan salah satu program prioritas pemerintah. Dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, penanganan stunting termasuk Major Project atau Proyek
Prioritas Strategis yang wajib dituntaskan. Targetnya, angka kematian ibu turun hingga 183 per
100.000 kelahiran hidup, sehingga prevalensi dapat dipangkas menjadi 14 %. Namun pada
implementasinya, Major Project ini terbentur beragam masalah. Pelaksanaan program penanganan
stunting tidak sesuai dengan yang direncanakan. Banyak proyek atau kegiatan yang sudah
direncanakan, tidak terlaksana dengan baik.

Salah satu permasalahan penanganan stunting disinggung pada Rapat Koordinasi Nasional
Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2023 berkaitan dengan perencanaan program di daerah, yaitu
alokasi APBD di salah satu daerah untuk stunting sebesar Rp. 10 M tidak digunakan secara efektif.
Hanya 20% dari anggaran tersebut yang dialokasikan untuk intervensi spesifik terkait peningkatan
gizi dengan pemberian bantuan makanan seperti telur, daging, ikan, dan sayur. Sedangkan 80% dari
anggaran tersebut digunakan untuk perjalanan dinas dan rapat koordinasi.

Sehubungan itu diperlukan tinjauan dan analisis mendalam pada efektivitas perencanaan,
penganggaran dan pelaksanaan program penanganan stunting, serta menyusun rekomendasi
kebijakannya sebagai salah satu bahan masukan dalam RPJMN 2025 — 2029.

RUANG LINGKUP

1. Tinjauan dan analisis mendalam pada efektivitas dalam perencanaan dan penganggaran
serta sinergi pelaksanaan antara pusat dan daerah berkaitan dengan program penanganan
stunting;
a. Analisis lintas sector dan lintas wilayah yang diperlukan untuk meningkatkan
keterpaduan dan kualitas perencanaan pembangunan,
b. analisis mendalam terkait tahapan proyek dan pendanaannya.
c. identifikasi dukungan yang dibutuhkan untuk keberhasilan suatu proyek dari pusat,
daerah, dan pihak lain.
2. Menyusun rekomendasi kebijakannya. Untuk dapat memberikan gambaran pelaksanaan
program stunting secara ideal dan penerapannya di Indonesia.

3
PEMAHAMAN TERHADAP SUBSTANSI PEKERJAAN

Efektivitas perencanaan dan penganggaran

Efektivitas perencanaan penganggaran merupakan kunci utama sebuah perencanaan penganggaran


dalam pencapaian tujuan strategis atas apa yang telah direncanakan, termasuk didalam upaya
mendukung program pembangunan daerah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Perencanaan pembangunan yang disusun secara sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh, dan
tanggap terhadap perubahan akan memberikan pengaruh pada efektivitas perencanaan
penganggaran dalam program pembangunan.

Salah satu permasalahan utama dalam pegelolaan keuangan negara adalah mewujudkan efektivitas
pengelolaan anggaran. Efektivitas ditunjukkan oleh ketercapaian tujuan, yaitu ketercapaian kinerja
anggaran baik itu output maupun outcome. Diperlukan pendefinisian kinerja yang tepat, sasaran
yang tepat serta indikator kinerja yang tepat agar efektivitas tercapai.

Ketercapaian program digambarkan dengan tercapainya sasaran program dengan indikator yang
telah ditetapkan. Sasaran program (outcome) selanjutnya akan tercermin dalam output program
yang ditetapkan untuk mencapai sasaran program tersebut.

Sinergi pelaksanaan program antara pusat dan daerah

Sinergi pelaksanaan program antara pemerintah pusat dan daerah adalah penting untuk mencapai
efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, pembangunan, dan
penganggaran.

Untuk mengukur tercapainya sinergi pelaksanaan program antara pemerintah pusat dan daerah,
dapat menggunakan berbagai indikator yang mencerminkan kolaborasi, koordinasi, efisiensi, dan
dampak positif dari kerjasama antara kedua tingkatan pemerintahan.

Indikator-indikator ini akan membantu dalam mengevaluasi sejauh mana sinergi antara pusat dan
daerah telah berhasil dalam mencapai tujuan kerjasama dan menciptakan dampak positif pada
masyarakat dan pembangunan.

Penanganan Stunting di Indonesia

Global Nutrition Report 2016 mencatat bahwa prevalensi stunting di Indonesia berada pada
peringkat 108 dari 132 negara. Dalam laporan sebelumnya, Indonesia tercatat sebagai salah satu

4
dari 17 negara yang mengalami beban ganda gizi, baik kelebihan maupun kekurangan gizi. Di
kawasan Asia Tenggara,

prevalensi stunting di Indonesia merupakan tertinggi kedua, setelah Kamboja.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan penurunan prevalensi stunting nasional
sebesar 6,4% selama periode 5 tahun, yaitu dari 37,2% (2013) menjadi 30,8% (2018). Berdasarkan
hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019, prevalensi stunting pada balita tahun
2019 turun menjadi 27,7%. Artinya terjadi penurunan sebesar 3.1% dalam periode satu tahun
terakhir. Meskipun prevalensi stunting sudah mengalami penurunan dari tahun 2013, tetapi
prevalensinya masih tergolong tinggi.

Pemerintah telah menetapkan target penurunan prevalensi stunting pada balita di Indonesia
menjadi 14% pada tahun 2024. Untuk mencapai target tersebut, Pemerintah saat ini sedang
melakukan upaya percepatan dalam melakukan penurunan stunting dengan mendorong
konvergensi antar program yang terkait. Melalui program ini dipastikan rumah tangga yang
mempunyai ibu hamil dan anak usia 0 – 24 bulan (Keluarga 1000 Hari Pertama Kehidupan/HPK)
menerima program dan kegiatan yang diperlukan dalam rangka melakukan percepatan pencegahan
stunting.

Sasaran program percepatan pencegahan stunting dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sasaran
prioritas dan sasaran penting:

1. Sasaran prioritas dari program ini adalah ibu hamil, ibu menyusui dan anak usia 0 – 23 bulan
atau disebut sebagai Keluarga 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
2. Sasaran penting dari program ini adalah Wanita Usia Subur (WUS), remaja putri dan anak
usia 24 – 59 bulan.

RPJMN dalam Penanganan Stunting

Di dalam RPJMN 2020 – 2024 bidang kesehatan dimana salah satu tujuan prioritasnya adalah
Peningkatan KIA, KB, dan Kesehatan Reproduksi, memiliki strategi implementasi yaitu:

a. Peningkatan pelayanan maternal dan neonatal berkesinambungan di fasilitas publik dan


swasta dengan mendorong seluruh persalinan di fasilitas kesehatan, peningkatan cakupan
dan kualitas pelayanan antenatal dan neonatal, peningkatan kompetensi tenaga kesehatan
terutama bidan, perbaikan system rujukan maternal, penyediaan sarana prasarana dan

5
farmasi, jaminan ketersediaan darah setiap saat, dan pencatatan kematian ibu di fasilitas
pelayanan kesehatan;
b. Perluasan imunisasi dasar lengkap terutama pada daerah dengan cakupan rendah dan
pengembangan imunisasi untuk menurunkan kematian bayi;
c. Peningkatan perilaku hygiene;
d. Peningkatan gizi remaja putri dan ibu hamil;
e. Peningkatan pengetahuan ibu dan keluarga khususnya pengasuhan, tumbuh kembang anak
dan gizi;
f. Perluasan akses dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi sesuai karakteristik
wilayah dengan optimalisasi peran sektor swasta dan pemerintah daerah melalui advokasi,
komunikasi, informasi, edukasi (KIE) dan konseling tentang pengendalian penduduk, KB dan
kesehatan reproduksi, peningkatan kompetensi Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) dan
Petugas LapanganKeluarga Berencana (PLKB) serta kapasitas tenaga lini lapangan serta
penguatan fasilitas kesehatan, jaringan dan jejaring fasilitas kesehatan dalam pelayanan KB
dan kesehatan reproduksi serta usaha kesehatan bersumber daya masyarakat; dan
g. Peningkatan pengetahuan dan akses layanan kesehatan reproduksi remaja secara lintas
sektor yang responsif gender.

Indikator sasaran pokok RPJMN terkait penanganan stunting antara lain :

 Angka kematian ibu (per 100.000 KH) dengan baseline 305 (SUPAS 2015) menjadi 183
 Angka kematian bayi (per 1000 KH) dengan baseline 24 (SDKI 2017) menjadi 16
 Prevalensi stunting pada balita (%) dengan baseline 30,8% (RKD 2018) ) menjadi 14%
 Prevalennsi wasting pada balita (%) dengan baseline 10,2% (RKD 2018) menjadi 7%.

PENDEKATAN DAN METODOLOGI

Suatu evaluasi yang komprehensif dapat dilakukan dengan mengikuti secara dekat kronologi dan
perkembangan logis dari suatu proyek yang secara umum terdiri dari empat langkah yang berurutan,
yakni :

1. ketersediaan (provision),
2. pemanfaatan (utilization),
3. cakupan (coverage}, dan
4. dampak (impact) dari layanan baru (Habicht, Victoria, dan Vaughan, 1997).

6
Pendekatan dari semua langkah di atas antara lain sebagai berikut;

1. Melakukan pengumpulan data dan informasi dalam kunjungan lapangan terkait pelaksanaan
program penanganan stunting.
i. Pemetaan Program dan kegiatan APBN yang digunakan oleh
Kementerian/Lembaga.

ii. Tansfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD)

7
2. Menganalisa data dan temuan untuk menghasilkan 1 main paper. Topik spesifik yang akan
dibahas berdasarkan pada isu pembangunan dan kebijakan yang berkembang.
 Sasaran Strategis dan Indikator Sasaran Strategis (2021, 2022, 2023)
 Program > Sasaran Program > Indikator Kinerja Program (2021, 2022, 2023)
 Kegiatan > Kegiatan > Indikator Kinerja Kegiatan (2021, 2022, 2023)

Indonesia memiliki beberapa indikator untuk mengukur dan memantau program penanggulangan
stunting.

 Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U): Indikator ini mengukur tinggi badan seorang anak
dalam hubungannya dengan usianya. Data ini digunakan untuk mengidentifikasi anak-anak
yang mengalami pertumbuhan yang tidak sesuai dengan usianya.
 Berat Badan Menurut Umur (BB/U): Indikator ini mengukur berat badan anak dalam
hubungannya dengan usianya. Anak-anak dengan berat badan yang lebih rendah dari
standar yang diharapkan untuk usia mereka dapat mengalami stunting.
 Indeks Massa Tubuh (IMT): Indeks ini mengukur hubungan antara berat badan dan tinggi
badan anak. IMT digunakan untuk menentukan apakah seorang anak memiliki masalah gizi,
termasuk stunting.
 Lingkar Lengan Atas (LILA): Pengukuran lingkar lengan atas dapat memberikan informasi
tambahan tentang status gizi anak. Anak-anak dengan lingkar lengan atas yang lebih kecil
dari batas tertentu mungkin berisiko mengalami stunting.
 Pemberian ASI (Air Susu Ibu): Kebiasaan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama
kehidupan anak merupakan faktor penting dalam mencegah stunting. Monitoring tingkat

8
pemberian ASI di Indonesia adalah salah satu indikator kunci dalam program
penanggulangan stunting.
 Pola Makan dan Nutrisi: Pola makan dan asupan nutrisi anak-anak juga menjadi indikator
penting. Ini melibatkan penilaian apa yang dimakan anak, apakah mereka mendapatkan
makanan bergizi, dan apakah mereka menerima suplemen gizi jika diperlukan.
 Akses Terhadap Air Bersih dan Sanitasi: Akses yang baik terhadap air bersih dan fasilitas
sanitasi yang layak berperan penting dalam mencegah stunting. Anak-anak yang tinggal di
lingkungan yang kurang sanitasi dan air bersih cenderung memiliki risiko lebih tinggi
mengalami stunting.

Pemerintah Indonesia dan berbagai lembaga terkait terus melakukan pemantauan terhadap
indikator-indikator ini untuk mengukur prevalensi stunting dan efektivitas program penanggulangan
stunting. Dengan memantau indikator-indikator ini, diharapkan dapat mengidentifikasi masalah gizi
pada anak-anak dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengurangi tingkat stunting di
Indonesia.

Keberhasilan dalam mengatasi prevalensi stunting biasanya diukur oleh perubahan angka stunting
dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan ini
termasuk:

 Konsistensi dan Implementasi Program: Penting untuk memastikan bahwa program-program


penanganan stunting dilaksanakan dengan konsisten dan efektif di seluruh wilayah
Indonesia.
 Kesadaran dan Pendidikan Masyarakat: Kesadaran dan pendidikan masyarakat tentang
pentingnya gizi dan perawatan anak-anak memainkan peran penting dalam penanganan
stunting.
 Akses Terhadap Pelayanan Kesehatan: Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan yang berkualitas, termasuk layanan kesehatan maternal dan anak, sangat penting
dalam mengurangi stunting.
 Akses Terhadap Air Bersih dan Sanitasi: Perbaikan akses terhadap air bersih dan sanitasi
yang layak dapat membantu mengurangi risiko penyakit dan stunting.
 Keberlanjutan Pendanaan: Program-program ini memerlukan pendanaan yang cukup dan
berkelanjutan untuk dapat berlanjut dan mencapai hasil yang signifikan.

9
RENCANA KEGIATAN

Untuk mengetahui sudah sejauh mana sinkronisasi program percepatan penurunan stunting akan
dilakukan kajian kepada kementerian/Lembaga terkait serta study lapangan untuk melihat
implementasi program tersebut telah dilaksankan serta permasalahannya. Dari hasil kajian tersebut
akan dilakukan analiasa untuk dapat memberi masukan bagi kelangsungan dan efektifitas
percepatan penurunan stunting pada periode mendatang.

Adapun kegiatan akan dilakukan pada 3 (tiga) tahapan sebagai berikut:

Tahap 1: Kajian di tingkat pusat


Kajian tingkat pusat dilakukan melalui 2 kegiatan yaitu:
(menggunakan tool kuesioner pertanyaan)
1) wawancana mendalam kepada penanggungjawab perencanaan program Ketua
Percepatan Penurunan Stunting dan di 5 (lima) Kementerian yang bertindak sebagai Wakil
Ketua sesuai Perpres 72 yaitu Kementerian PMK, Bappenas, Kemendagri, Kemenkes dan
Kementerian Sosial serta ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting yaitu BKKBN.
2) Fokus Grup Diskusi (FGD) dengan menghadirkan penanggungjawab perencanaan program
dari berbagai kementerian Lembaga terkait, Perguruan tinggi, Swasta dan organisasi
Masyarakat yang terlibat dalam Upaya percepatan penurunan stunting.

Hasil wawancara dan Fokus Grup Diskusi di tingkat pusat tersebut dilakukan Analisa sebagai
bahan acuan untuk melakukan kajian berikutnya di tingkat Provinsi dan Kabupaten/kota.

Tahap 2: Kajian di tingkat daerah


Kajian akan dilakukan pada provinsi terpilih dan salah satu (atau dua) kabupaten/kota dengan
menggunakan tool kuesioner yang telah disesuaikan berdasarkan hasil kajian tingkat pusat.
Kajian dilakukan dengan metode FGD secara kelompok dengan menghadirkan berbagai Dinas
pada sebuah pertemuan.

Berdasarkan hasil FGD yang dilakukan maka dianalisa sejauh mana program perencanaan telah
tersinkronisasi, bagaimana pelaksanaan nya serta apakah evaluasi telah berjalan sesuai mekanisme .
Beberapa hal yang akan menjadi masukan dalam penyusunan tool/kuesioner untuk menggali apa
yang telah dilaksanakan dalam merencanakan program penurunan stunting, bagaimana
pelaksanakannya serta mekanisme pemantauan serta evaluasi program tersebut serta Permasalahan
yang dihadapi sebagai berikut:

10
1) Jumlah dan prosentase anggaran stunting serta peruntukannya
2) Kegiatan dan luaran nya
3) Sumber anggaran;
4) Pembagian anggaran antara pusat dan daerah.
5) Besarnya anggaran daerah dan peruntukannya
6) Mekanisme pemantauan pelaksanaan dan evaluasi
7) Koordinasi dengan lintas kementerian dan Lembaga
8) Mekanisme koordinasi dengan provinsi dan kabupaten /kota.

Pengolahan hasil kajian dan penyusunan laporan


Berdasarkan hasil kajian pusat dan daerah perlu dilakukan mekanisme pengolahan hasil kajian
tersebut untuk melihat program apa yang sudah terimplementasikan dengan baik sebagai
pembelajaran juga program yang masih perlu ditingkatkan untuk masukan pada kegiatan berikutnya
serta bagaimana koordinasi antar Lembaga, antar dinas dan bagaimana pengelolaan
koordinasi/sinkronisasi antar kementerian Lembaga juga antar dinas di tingkat daerah.

KEGIATAN OKTOBER NOVEMBER DESEMBER


Kajian Pokja Nasional  

Kajian Tingkat Prov./Kab-Kota  

Penyusunan Laporan   

KELUARAN DAN HASIL


Hasil kerja yang dilakukan terdiri dari namun tidak terbatas pada:

 1 main paper, termasuk laporan dan paparan yang menjadi keluaran dari kegiatan ini yang
berkaitan dengan hasil tinjauan dan analisis mendalam pada efektivitas dalam perencanaan
dan penganggaran serta sinergi pelaksanaan antara pusat dan daerah berkaitan dengan
program penanganan stunting, serta menyusun rekomendasi kebijakannya.
 Laporan kunjungan lapangan yang akan digunakan sebagai salah satu bahan untuk
melengkapi kajian yang disusun.

11

Anda mungkin juga menyukai