KATA PENGANTAR
Hormat Kami
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
TABEL 1.2. JUMLAH DESA MENURUT LETAK GEOGRAFIS KABUPATEN PULAU MOROTAI ............... 6
TABEL 1.3. KARAKTER GELOMBANG DAN PANTAI DI BEBERAPA PANTAI PULAU MOROTAI PADA
25 DAN 26 JUNI 2006 (PKSPL-IPB, 2006) ................................................................... 18
TABEL 1.4. KARAKTER GELOMBANG DI PERAIRAN LAUT LEPAS DI UTARA DAN TIMUR PULAU
MOROTAI YANG DIBANGKITKAN OLEH ANGIN BULANAN) DARI UTARA -
TIMUR LAUT – TIMUR (1992 – 2002) (PKSPL-IPB 2006) ............................................. 19
TABEL 1.5. JUMLAH JENIS, MARGA DAN FAMILY KARANG BATU HASIL KOLEKSI BEBAS PULAU
MOROTAI BAGIAN BARAT (20/09/2005) ................................................................... 22
TABEL 1.7. PERSENTASE TUTUPAN KARANG DAN KOMUNITAS KARANG DI BEBERAPA LOKASI
PENGAMATAN DI PERAIRAN LAUT SEBELAH BARAT PULAU MOROTAI
(PKSPL-IPB, 2006) ..................................................................................................... 23
TABEL 1.8. JUMLAH JENIS, MARGA DAN FAMILY KARANG BATU HASIL KOLEKSI BEBAS PULAU
MOROTAI BAGIAN SELATAN (P2O-LIPI, 2006) ........................................................... 25
TABEL 1.9. SUKU, MARGA DAN JENIS-JENIS MANGROVE YANG DIDAPATKAN DI PULAU MOROTAI
BAGIAN BARAT (WAYABULA) DAN SELATAN (DARUBA) (P2O-LIPI, 2006) ................. 26
TABEL 1.10. SEBARAN DAN LUASAN KELAS LERENG, BENTUK WILAYAH KABUPATEN PULAU
MOROTAI. ................................................................................................................ 28
TABEL 1.12. LUASAN JENIS TANAH (ASOSIASI DAN KOMPLEKS) KABUPATEN PULAU MOROTAI ... 35
TABEL 1.14. KOMPOSISI PENDUDUK KABUPATEN PULAU MOROTAI BERDASAR JENIS KELAMIN
TAHUN 2008 ............................................................................................................. 38
TABEL 1.15. INDEKS DIVERSITAS PDRB KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI MALUKU UTARA ............ 41
TABEL 3.1. JUMLAH DAN RATIO PENDUDUK MASING-MASING KECEMATAN TAHUN 2008 .......... 52
TABEL 3.5. PROYEKSI KEBUTUHAN SARANA DAN PRASARANA SOSIAL DI KABUPATEN PULAU
MOROTAI ................................................................................................................. 58
TABEL 4.1. RENCANA POLA RUANG KABUPATEN PULAU MOROTAI TAHUN 2030 ....................... 73
TABEL 4.3. LUAS DAERAH BAHAYA GEMPA BUMI KABUPATEN MOROTAI .................................... 77
TABEL 4.10. LOKASI DAN LUAS KAWASAN POTENSIAL MARIKULTUR DI KABUPATEN MOROTAI
YANG TERDIRI DARI 9 ZONA SERTA SISTEM DAN KOMODITAS YANG MARIKULTUR
YANG BISA DIKEMBANGKAN. .................................................................................... 95
TABEL 4.12. PELUANG PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA .................................. 100
TABLE 4.14. PRODUKSI PENERBANGAN KE DAN DARI BANDARA PITU, MOROTAI TAHUN 2006 107
TABEL 6.1. INDIKASI PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN PULAU MOROTAI ..................... 126
TABEL 6.2. INDIKASI PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA RTRW KABUPATEN MOROTAI ... 127
TABEL 6.3. INDIKASI PROGRAM SEBAGAI PERWUJUDAN RANCANA POLA RUANG ..................... 128
TABEL 6.4. INDIKASI PROGRAM PERWUJUDAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN ................... 131
TABEL 7.1. ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KABUATEN PULAU MOROTAI ..... 134
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1.4. PANTAI LANDAI BERPASIR DENGAN BUTIRAN HALUS DI DESA WAYABULA DAN
TANJUNG GILA. ...................................................................................................... 10
GAMBAR 1.5. PANTAI YANG TELAH DIBUATKAN TANGGUL UNTUK MENCEGAH ABRASI .............. 11
GAMBAR 1.6. DISTRIBUSI SUHU AIR PERMUKAAN PADA SAAT SURUT (A) DAN PASANG (B) DI
PERAIRAN LAUT SEBELAH BARAT DAYA PULAU MOROTAI ..................................... 12
GAMBAR 1.7. DISTRIBUSI HORIZONTAL SALINITAS DI PERAIRAN LAUT SEBELAH BARAT DAYA
PULAU MOROTAI ................................................................................................... 14
GAMBAR 1.8. POLA ARUS DI LAPISAN PERMUKAAN LAUT SEBELAH BARAT PULAU MOROTRAI
PADA SAAT SURUT (A) DAN PASANG (B) ................................................................ 16
GAMBAR 1.9. PASANG SURUT (PASUT) HASIL PENGUKURAN SELAMA 24 JAM (25-26 JULI 2006)
DI PERAIRAN PANTAI PULAU MOROTAI (SUMBER: PKSPL-IPB, 2006)...................... 20
GAMBAR 1.10. PASANG SURUT (PASUT) HASIL PENGUKURAN SELAMA 24 JAM (24-25 MARET
2008) DI PERAIRAN PANTAI PULAU MOROTAI ....................................................... 21
GAMBAR 1.11. KONDISI TERUMBU KARANG DI PERAIRAN MOROTAI YANG RUSAK (A), MULAI
TUMBUH (B) DAN (C) SERTA MASIH BAGUS (D) ..................................................... 24
GAMBAR 1.16. GRAFIK PDRB TAHUN 2008 BERDASARKAN HARGA KONSTAN TAHUN 2000 DI
MASING-MASING KABUPATEN/KOTA DI WILAYAH PROVINSI MALUKU UTARA ...... 39
GAMABAR 3.1. PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN PULAU MOROTAI ...... 50
GAMBAR 4.1. PETA RENCANA POLA RUANG KABUPATEN PULAU MOROTAI ................................ 75
GAMBAR 4.3. PANTAI UTARA RAO YANG TERJAL DAN SARANG BURUNG WALET (PKSPL-IPB,
2006) .............................................................................................................. 89
GAMBAR 4.4. KERANGKA WISATA PANTAI DAN LAUT (ADRIANTO, 2005) DALAM MASTER PLAN
TRANSMIGRASI MALUKU UTARA (2006) ................................................................ 98
BAB I
PENDAHULUAN
A. Undang-Undang
C. Keppres
D. Inpres
E. Permen/Kepmen
1. Permen PU No. 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan atas Air dan atau Sumber
Air pada Wilayah Sungai;
2. Permen PU No. 49/PRT/1990 tentang Tata Cara dan Persyaratan Ijin
Penggunaan Air dan atau Sumber Air;
3. Permen PU No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah
Manfaat Sungai, daerah Penguasaan Sungai, dan Bekas Sungai;
4. Permen PU No. 65/PRT/1993 tentang Penyuluhan Pengairan;
5. Permen PU No. 72/PRT/1993 tentang Keamanan Bendungan;
6. Permen PU No. 20/2007 tentang Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik dan
Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana
Tata Ruang;
7. Permen PU No. 16/PRT/M/2009 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten;
8. Kepmen PU No. 458/KPTS/1986 tentang Ketentuan Pengamanan Sungai
dalam Hubungan dengan Penambangan Galian Golongan C;
Pulau Morotai merupakan salah satu pulau terbesar di Maluku Utara yang
memiliki potensi sumber daya alam yang cukup melimpah, baik di sektor
pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan, pertambangan maupun potensi
pariwisata sejarah terutama tempat-tempat sejarah peninggalan Perang Dunia
Kedua. Potensi ini dapat dijadikan sektor andalan yang memiliki nilai ekonomis
baik dalam upaya meningkatkan kesejahteraan Maluku Utara umumnya maupun
masyakarat Pulau Morotai khususnya serta peningkatan devisa bagi daerah.
Dari aspek geografis pulau Morotai memiliki posisi strategis karena berada
di bibir jalur perdagangan Asia Pasifik. Posisi geografis wilayah Kabupaten Pulau
Morotai berada pada koordinat 2000' sampai 2040'LU dan 128015' sampai 128040‟
BT. Adapun batas-batas administrasi yang dimiliki oleh kabupaten ini adalah,
sebagai berikut :
Tabel 1.2. Jumlah Desa Menurut Letak Geografis Kabupaten Pulau Morotai
Kecamatan Desa Pantai Desa Bukan Pantai Jumlah
Morotai Selatan 15 5 20
Morotai Selatan Barat 16 1 17
Morotai Timur 7 1 8
Morotai Utara 10 - 10
Morotai Jaya 9 - 9
Jumlah 57 7 64
Sumber : Halmahera Utara Dalam Angka Tahun 2009
1.2.2.1. Oceonografi
a. Batimetri Laut
SAMUDERA PASIFIK 0m
3.5
-200 m
-500 m
3
Latitude
-1000 m
-2000 m
2.5
Selat
-3000 m
P. Morotai
Morot
ai
-5000 m
2
Tel. Galela
Laut Halmahera -6000 m
1.5 -6500 m
127 127.5 128 128.5 129 129.5 130 130.5
Longitude
Gambar 2.1 memperlihatkan kedalaman laut > 200 m di sebelah utara dan
timur dan < 200 m di sebelah selatan dan barat daya yang berbatasan dengan
Pulau Halmahera (sumber: Global Mapper).
Pantai timur dan utara Pulau Morotai memiliki batimetri yang langsung
curam dan dalam (> 200 m) tidak jauh dari garis pantai. Batimetri laut dengan
kedalaman 200 m atau lebih umumnya berada pada jarak antara 200 m – 2.700 m
dari pantai timur dan utara Pulau Morotai. Sementara itu perairan pantau barat
daya dan selatan terutama yang berbatasan dengan Pulau Halmahera memiliki
kedalaman rata < 200 m.
Di antara Pulau Morotai dan Pulau Halmahera ini terdapat gugusan pulau-
pulau kecil dengan terumbu karang di sekitarnya, yakni Pulau Sumsum, Pulau
Lunglung, Pulau Ruberube, Pulau Rukiruki, Pulau Bobongono, Pulau Kokoya,
Pulau Kolorai, Pulau Dodola Kecil, Pulau Dodola Besar, Pulau Pelo, Pulau
Galogalo Besar, Pulau Galogalo Kecil, Pulau Loleba Besar, dan Pulau Loleba
Kecil, Pulau Ngelengele Besar, Pulau Ngelengele Kecil, Pulau Tuna (Pulau
Burung), Pulau Kacuwawa dan Pulau Rao. Pulau Rao merupakan pulau kecil
terbesar di antara pulau-pulau kecil di kawasan tersebut. Kedalaman perairan laut
di sekitar pulau-pulau kecil tersebut antara 3-50 m. Batimetri antara gugusan
karang terluar ke laut lepas mempelihatkan garis kedalaman 200 m berada pada
jarak 100 – 7.500 m.
Kondisi batimetri Selat Rao pada bagian yang tersempit tergolong landai
dimana pada bagian yang terdangkal, kedalaman bervariasi antara 5 – 42 m. Pada
bagian ini terdapat perairan yang dangkal yang menjorok dari Pulau Rao tegak
lurus ke tengah selat sejauh 1.500 m dengan kedalaman 8 – 9 m. Lebar Selat Rao
tersempit adalah sekitar 2.150 m, sedangkan panjang Selat Rao dengan kedalaman
kurang dari 200 m hanya 4.000 m.
1.3). Di pantai ini umumnya memiliki lereng muka pantai makin curam yang
diikuti kedalaman langsung bertambah dengan cepat tidak jauh dari garis pantai,
maka sebagian besar energi gelombang akan menghempas di pantai dan pantai
tersebut akan mengalami erosi. Proses erosi terus berlangsung hingga mencapai
bebatuan yang tidak bisa dipindahkan lagi oleh energi gelombang yang paling
besar sekalipun.
Gambar 1.4. Pantai landai berpasir dengan butiran halus di Desa Wayabula
dan Tanjung Gila.
Beberapa pantai di Pulau ini telah mengalami erosi dan dicoba ditahan
dengan membuat tanggul, terutama di sekitar kawasan pemukiman desa pantai
(Gambar 1.5). Pantai yang mengalami erosi disebabkan oleh hempasan energi
gelombang yang mencapai pantai yang disebabkan oleh tingginya gelombang dan
lereng muka pantai makin curam yang diikuti kedalaman langsung bertambah
dengan cepat tidak jauh dari garis pantai. Keseimbangan pantai akan ditentukan
selisih transport sedimen yang masuk (Qin) dan yang meninggalkan (Qout) dari
suatu lokasi. Bila Qin > Qout, terjadi akresi dan bila Qin < Qout terjadi erosi serta
bila Qin ~ Qout, pantai akan netral (seimbang).
Gambar 1.5. Pantai yang telah dibuatkan tanggul untuk mencegah abrasi
c. Suhu
Suhu merupakan salah satu karakter masa air laut yang turut berperan
dalam proses dinamika oseanografi dan ekosistem laut. Suhu permukaan air laut
(sebaran horizontal) di sekitar perairan laut Pulau Morotai, berdasarkan hasil
pengukuran, yang dilakukan oleh P2O LIPI pada September 2005 di 14 stasiun
pengamatan dan PKSPL-IPB (2006), berkisar antara antara 29,0 – 30,1 OC (P2O
LIPI, 2006). Hasil ini tidak jauh berbeda dengan yang diperoleh Anonim (2008)
yang mendapatkan suhu permukaan air laut berkisar antara antara 29,72 –
30,51°C, rata-rata suhu 30,12 ± 0,255°C pada 10 stasiun pengamatan. Di perairan
tropis perbedaan atau variasi suhu air laut sepanjang tahun tidak besar, suhu
permukaan laut Nusantara berkisar antara 27° sampai 32°C.
Stabilnya suhu permukaan air laut di sekitar Pulau Morotai ini memberi
gambaran bahwa massa air di sekitar pulau ini adalah berasal dari atau sangat
dipengaruhi oleh masa air laut lepas. Suhu permukaan air laut Pulau Morotai
yang relatif stabil ini dan relatif selalu hangat serta variasi tahunan yang kecil
sangat cocok untuk biota kultur sehingga mendukung kegiatan budidaya laut di
kabupaten ini.
U U
P. MOROTAI P. MOROTAI
(a) (b)
2.08N 2.08N
Daruba Daruba
SUHU (°C)
(A) 29.00 29.45 29.90 30.35 30.80
(B)
Gambar 1.6. Distribusi suhu air permukaan pada saat surut (A) dan pasang
(B) di perairan laut sebelah barat daya Pulau Morotai
d. Salinitas
pulau ini ke arah laut terbuka (Gambar 1.7). Di pesisir pantai Pulau Morotai
salinitas berkisar antara 31-33 psu dan meningkat menjadi sekitar 34 psu dengan
bertambahnya jarak ke arah laut. Pada beberapa muara sungai di pesisir pulau ini
salinitas relatif lebih rendah dibandingkan dengan bagian lainnya.
2.18N 2.18N
U U
P. MOROTAI P. MOROTAI
(a) (b)
2.08N 2.08N
2.08N 2.08N
Daruba Daruba
SALINITAS (PSU)
(A) (B)
(sumber: Anonim 2008) 31.20 31.95 32.70 33.45 34.20
f. Turbiditas (Kekeruhan)
g. Transmisi Cahaya
h. Arus
Pada perairan bagian barat Pulau Morotai (antara Pulau Halmahera dengan
pulau kecil di sebelah barat Pulau Morotai) di lapisan permukaan tercampur
(kedalaman 0 – 50 m) arus dominan bergerak ke arah utara – barat laut dan utara –
timur laut. Pada lapisan termoklin dibawahnya (kedalaman 50 - 200 m), arus
bergerak ke arah utara – timur laut dan ke arah utara – barat daya. Pada lapisan
homogen (kedalaman 300 – 600 m), arus lebih lemah dengan arah dominan ke
utara-timur laut. Dengan demikian, pada bagian barat perairan Pulau Morotai,
pergerakan arus umumnya ke utara – timur laut atau utara – barat pada lapisan
permukaan hingga kedalaman 600 m, dengan kecepatan yang lebih tinggi di
lapisan atas (0,04 – 0,8 m/det) dan lebih rendah di lapisan dalam (0,05 – 0,4
m/det) (P2O-LIPI, 2006).
Hasil yang hampir sama juga didapat oleh Anonim (2008), pola arus
permukaan dominan di perairan laut sebelah barat Pulau Morotai, baik pada saat
pasang maupun surut adalah ke arah utara-barat laut dan utara-timur laut
(Gambar 1.8). Kecepatan arus yang tergolong kuat terjadi di beberapa selat,
seperti pada perairan selat antara Pulau Morotai dengan Pulau Rao. Di selat ini
masa air dari Samudera Pasifik masuk ke perairan sebelah barat Pulau Morotai
dengan kecepatan yang tinggi.
2.18N 2.18N
P. MOROTAI P. MOROTAI
2.08N 2.08N
Daruba Daruba
(A) (B)
(Sumber: Anonim, 2008)
Gambar 1.8. Pola arus di lapisan permukaan laut sebelah barat Pulau
Morotrai pada saat surut (A) dan pasang (B)
Pada bagian selatan perairan Pulau Morotai, arus dominan pada lapisan
permukaan laut bergerak ke barat daya dan ke barat daya – selatan – tenggara
dengan kecepatan bervariasi antara 0,05 – 0,8 m/detik. Pada lapisan termoklin
dibawahnya, arah arus masih sama yakni dominan ke barat daya dengan
kecepatan yang cenderung sama dengan arus dipermukaan dan arah barat daya –
selatan – tenggara. Pada lapisan dalam (> 300 m), arah arus masih cenderung ke
barat daya dan di lapisan 800 – 100 m, arah arus tidak teratur (P2O-LIPI, 2006).
Pada lapisan dalam (300 m – 600 m). kecepatan arus sedikit lebih lemah
dibanding kecepatan pada lapisan permukaan serta bervariasi menurut kedalaman.
Pada pesisir pantai sebelah tenggaran Pulaua Morotai, arah arus dominan ke barat
laut – barat - barat daya (300 m); bervariasi mulai arah barat laut-barat-utara-timur
laut (400 m - 600 m) dan menuju barat daya – selatan-tenggara (700 m - 900 m).
Pada pesisir timut Pulau Morotai, arah arus tidak jauh berbeda pada kedalaman
300 m - 450 m yakni mengalir ke barat laut – utara - timur laut. Pada perairan laut
sebelah timut Pulau Morotai yang agak jauh dari pantai, arah arus lebih teratur
dengan dominan ke arah timur laut - timur (300 m - 550 m) dan cenderung lebih
bervariasi ke arah timur laut – timur – tenggara - barat daya (600 m - 800 m).
Pada perairan laut sebelah tenggara Pulau Morotai yang agak jauh dari pantai,
arah arus juga cenderung bervariasi ke arah tenggara – timur - timur laut (300 m -
600 m).
i. Gelombang
Keterangan:
H: Tinggi gelombang sebelum pecah (meter); T: Periode gelombang (detik); α ::Sudut muka
gelombang dengan garis pantai (0); L-p : Jarak Pecah gelombang (meter); a: Arah orientasi garis pantai
dengan utara (0); b : Sudut lereng muka pantai (0)
Tabel 1.4. Karakter gelombang di perairan laut lepas di utara dan timur
Pulau Morotai yang dibangkitkan oleh angin bulanan) dari Utara - Timur
Laut – Timur (1992 – 2002) (PKSPL-IPB 2006)
Dari Tabel 2.2 di atas dapat di lihat gelombang yang tinggi yang potensial
menimbulkan gelombang pecah yang tinggi di pantai adalah pada Januari – Maret.
Pada April, November dan Desember gelombang mulai melemah, sedangkan pada
Mei sampai September, angin bertiup dari barat daya dan selatan, dan gelombang
besar tidak terbentuk ,karena angin terhalang oleh Pulau Halmahera.
j. Pasang Surut
300
250
Elevasi (cm)
200
150
100
50
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu (jam)
Gambar 1.9. Pasang surut (pasut) hasil pengukuran selama 24 jam (25-26
Juli 2006) di perairan pantai Pulau Morotai (Sumber: PKSPL-IPB, 2006).
3.5
2.5
2.0
9:00 12:00 15:00 18:00 21:00 0:00 3:00 6:00 9:00 12:00 15:00 18:00
Gambar 1.10. Pasang surut (pasut) hasil pengukuran selama 24 jam (24-25
Maret 2008) di perairan pantai Pulau Morotai
a. Terumbu Karang
famli, 2-34 marga dan 3-76 genus (jenis) (Tabel 1.5). Kondisi karang berkisar
antara sedang (dengan tutupan sebesar 30%) hingga baik (50%).
Tabel 1.5. Jumlah Jenis, Marga dan Family Karang Batu Hasil Koleksi
Bebas Pulau Morotai Bagian Barat (20/09/2005)
L O K A S I
Komponen 1 2 3 4 5 6 7
Family 11 11 12 12 11 7 2
Marga 34 29 33 34 23 11 2
Jenis 76 65 72 74 47 21 3
% %
No Lokasi Tutupan Keterangan Komunitas Keterangan
Karang Karang
1 Wayabula 53,2 baik 84,7 Sangat baik
2 Dodola 10,2 Rusak 23,2 rusak
3 Pulau Burung 1,6 rusak 17,7 rusak
4 Posi-Posi Rao 55,7 baik 56,7 baik
5 Saminyamau 22,6 Rusak 32,4 Sedang
6 Bere-Bere 40,2 sedang 60,6 Baik
7 Mitita 35,93 sedang 79,52 Sangat baik
8 Loleba 55,7 sedang 56,7 baik
(A) (B)
(C) (D)
Gambar 1.11. Kondisi terumbu karang di perairan Morotai yang rusak (A),
mulai tumbuh (B) dan (C) serta masih bagus (D)
Tabel 1.8. Jumlah Jenis, marga dan family karang batu hasil koleksi bebas
Pulau Morotai bagian selatan (P2O-LIPI, 2006)
L O K A S I
Komponen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Family 12 11 10 12 14 10 10 12 13 13 11 10 11
Marga 31 29 25 31 36 25 24 27 22 35 32 30 34
Jenis 69 67 60 77 82 66 59 57 48 76 80 72 80
Tutupan 40 40 30 30 40 40 40 30 40
(%)
b. Mangrove
Tabel 1.9. Suku, marga dan jenis-jenis mangrove yang didapatkan di Pulau
Morotai bagian barat (Wayabula) dan selatan (Daruba) (P2O-LIPI, 2006)
c. Lamun
Habitat lamun terdapat diantara habitat mangrove dan terumbu karang, dan
berasosiasi diantara ketiganya. Substrat tempat mereka tumbuh umumnya berupa
pasir, pasir koarsa, gravel, lumpur, dan karang. Jenis lamun yang ditemukan di
perairan Pulau Morotai antara lain: Thalassia hemprichii, Halodule uninervis,
Halodule pinifolia dan Halophila ovalis. Jenis lamun seperti Enhalus acoroides,
Syringodium isoetifoilium, Cymnodecea rotundata mulai banyak ditemukan pada
habitat yang sedikit ada lumpur, pasir halus sampai kasar dan sedikit gravel yang
ditemukan di wilayah perairan Barat Pulau Morotai. Habitat ini dicirikan dengan
pesisir pantai banyak dijumpai ekosistem mangrove, sehingga jenis Enhalus
acoroides mulai banyak ditemukan. Pesisir barat pulau Morotai jenis-jenis seperti
Halophila ovalis, Halodule uninervis, Halodule uninervis, Halodule pinifolia dan
Thalassia hemprichii juga tesebar secara sporadis (P2O-LIPI, 2006). Banyak
pulau-pulau kecil di perairan laut sebelah barat Pulau Morotai berfungsi sebagai
penahan gelombang, dan substrat di kawasan tersebut pada umumnya berupa
lumpur, pasir halus sampai pasir kasar dan gravel. Substrat tersebut cocok untuk
kehidupan dan pertumbuhan lamun jenis Enhalus acoroides, sehinga biota ini
lebih banyak ditemukan di pesisir pantai sisi barat Pulau Morotai.
Tingkat tutupan padang lamun di perairan selatan dan barat Pulau Morotai
berkisar antara 5-95%. Perairan di sebelah barat Pulau Morotai memiliki tingkat
tutupan yang relative lebih tinggi dibandingkan dengan di sebelah selatan.
1.2.3. Daratan
Tabel 1.10. Sebaran dan Luasan Kelas lereng, Bentuk Wilayah Kabupaten
Pulau Morotai.
b. Geologi
Sebaran dan Luasan dari jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Pulau
Morotai disajikan pada Tabel 1.12 dan Gambar 1.15.
Tanah Mineral ini terdapat pada hampir semua kelas kemiringan lereng
yang meliputi bentuk wilayah datar (<2 %), berombak (2-8 %), berbukit-
bergelombang (16-25 %), curam (40-60 %) dan terjal (>60 %).
1. Satuan Peta Tanah daerah Datar (<2 %) meliputi : SPT 6, SPT 10, SPT
11, SPT 12, SPT 13.
2. Satuan Peta Tanah daerah Berombak (2-8 %) meliputi : SPT 1, SPT 7,
dan SPT 9.
Tabel 1.12. Luasan Jenis Tanah (Asosiasi dan Kompleks) Kabupaten Pulau
Morotai
Jenis Tanah
Luas
SPT Satuan Lahan (RePPPRot Tahun 1999) (Bappeda %
(Ha)
Tahun 2006)
1 Dystropepts, Dystrandepts, Tropaquepts Alluvial, Latosol, 537 0,23
Mediteran
2 Dystropepts, Eutropepts, Tropudults Mediteran 250 0,11
3 Dystropepts, Troporthents Renzina, 49.007 20,82
Mediteran,
Litosol
4 Dystropepts, Tropudults, Troporthents Latosol, 2.488 1,06
Mediteran,
Renzina
5 Eutropepts, Dystropepts Latosol, 85.212 36,2
Mediteran,
Renzina
6 Hydraquents, Sulfaquents Alluvial, 2.747 1,17
Mediteran,
Renzina
7 Rendolls, Eurotropepts, Tropudalfs * Alluvial, Latosol, 9.288 3,95
Mediteran
8 Rendolls, Tropudalfs, Eurotropepts * Mediteran 26.102 11,09
9 Tropaquents, Tropofluvents, Fluvaquents Alluvial, Latosol, 158 0,07
Mediteran
10 Tropaquepts, Eutropepts, Tropudalf * Alluvial, 7.518 3,19
Mediteran,
Renzina
11 Troppossaments, Tropaquents Alluvial, 1.683 0,72
Mediteran,
Renzina
12 Tropaquepts, Eutropepts, Tropofluvents Alluvial, 5.455 2,32
Mediteran,
Renzina
13 Troporthents, Tropudalf, Tropopsamments * Alluvial, 4.416 1,88
Mediteran,
Renzina
14 Tropudults, Dystropepts Latosol, 33.996 14,44
Mediteran,
Renzina
15 Tropudults, Tropudalfs, Dystropepts, Eutropepts Mediteran 6.510 2,77
Sumber : Peta Dasar Tematik Kehutanan, Dirjen Baplan 07/08 dan RePPPRot Tahun 1999
Bencana alam pernah melanda Pulau Morotai beberapa waktu lalu yang
bersumber dari gempa bumi, yaitu pada tahun 1989, 2003, dan 2006. Pada tahun
1989 gempa yang terjadi mengakibatkan 233 rumah dan bangunan rusak; tahun
2003 mengakibatkan 50 rumah rusak, satu orang meninggal; tahun 2006 beberapa
rumah dan bangunan (sekolah, puskesmas, dan rumah ibadah) rusak, dan terakhir
pada tanggal 29 Januari 2009 dengan kekuatan 5.4 SR gempa tidak menimbulkan
bencana (PVMBG, 2006; Jawa Pos, 2009). Konon gempa Morotai tahun 2003 ada
yang menyatakan menghasilkan tsunami setinggi 2 m dan melanda kampung
Bere-Bere (http://www.highbeam.com/doc/1G1-107856603.html).
Berdasarkan sejarah tersebut tampak bahwa bahaya gempa bumi dan tsunami
merupakan ancaman utama bencana alam di Kabupaten Morotai. Hal ini cukup
wajar karena Pulau Morotai terletak tidak jauh dari zona pertemuan lempeng
tektonik. Pertemuan konvergen lempeng-lempeng yang ada (Pasifik, Filipina,
Indo-China) akan terus terjadi sepanjang waktu dan menghasilkan gempa bumi
dengan kedalaman dan kekuatan gempa yang bervariasi. Oleh sebab itu,
pengelolaan lingkungan berbasis bencana alam di kabupaten ini tidak dapat
diabaikan begitu saja dan perlu implementasi yang serius seperti program mitigasi
dan penataan ruang.
Potensi bencana lain, seperti longsor tetap ada disebabkan pulau ini merupakan
daerah berpegunungan dan berbukit yang kaya dengan lereng-lereng terjal.
Namun demikian mengingat hampir seluruh permukiman penduduk terletak di
tepi pantai, maka proses longsor di daerah perbukitan atau pegunungan bukan
merupakan ancaman utama untuk masyarakat Morotai. Potensi bencana banjir pun
tetap ada mengingat beberapa sungai mengalir dekat dengan permukiman seperti
Sungai-sungai Cau, Pilowo, dan Tilai di pesisir selatan, meskipun bencana banjir
belum pernah terjadi di kabupaten ini. Hal ini banyak disebabkan oleh kondisi
daerah atas (upland areas) yang masih baiki kondisi ekologinya, yaitu tertutup
oleh vegetasi (hutan). Dengan demikian ancaman banjir akan muncul jika daerah
atas tersebut mengalami kerusakan.
Proses alam lain yang mungkin tidak terpikirkan dan dapat menjadi
ancaman bencana alam bagi masyarakan Morotai adalah proses vulkanisme. Hal
ini mengingat bahwa gunungapi Pulau Morotai sudah lama tidak aktif, namun
demikian bukan tidak mungkin bahwa aktivitas vulkanisme ini dapat muncul
kembali. Jadi ancaman gunungapi bukan merupakan ancaman aktual, namun baru
akan muncul di waktu mendatang jika aktivitas vulkanisme tersebut giat kembali.
Bentuk ancaman bahaya vulkanisme dapat berupa aliran gas beracun, letusan dan
aliran awan panas, serta lahar
1.2.5. Kependudukan
Penduduk adalah salah satu faktor utama yang menjadi kunci penting
tercapainya keberhasilan pembangunan. Peranan penduduk dalam pembangunan
adalah sebagai subyek sekaligus obyek yang akan memberikan dampak terhadap
keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan. Jumlah Penduduk yang besar
dapat menjadi modal pembangunan jika merupakan sumber daya manusia yang
berkualitas, namun sebaliknya akan menjadi beban berat pembangunan jika
kualitasnya rendah, sedangkan secara kewilayahan, jumlah penduduk harus
didukung oleh ketersediaan lahan baik lahan sebagai tempat tinggal yang layak
maupun sebagai tempat usaha yang mengutungkan. Jumlah dan kepadatan
penduduk Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2008 terdapat pada Tabel 1.13.
Jumlah Kepadatan
Penduduk Luas Daratan Penduduk
Kecamatan (Jiwa) (Km2) (Jiwa/Km2)
Morotai Selatan 16.520 363,1 45,5
Morotai Selatan Barat 11.436 731,8 15,63
Morotai Timur 7.951 362,8 21,92
Morotai Utara 8.757 448,77 19,51
Morotai Jaya 8.497 408,5 20,8
Jumlah 53.161 2.314,97 22,96
Sumber : Kabupaten Halmahera Utara dalam Angka Tahun 2009
Berdasarkan data PDRB tahun 2008 harga konstan tahun 2000 ternyata
nilai PDRB Kabupaten Pulau Morotai termasuk yang paling rendah nilainya
dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di wilayah Provinsi Maluku Utara.
Hal ini karena wilayah ini memang merupakan Kabupaten baru sebagai hasil
pemekaran dari Kabupaten Halmahera Utara. Karena itu perlu dilakukan upaya
untuk memacu perkembangan ekonomi wilayah Kabupaten Pulau Morotai
mengingat wilayah ini memiliki kandungan sumber daya alam yang cukup
potensial. Secara jelas hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.16.
600000
Nilai PDRB (juta Rp)
500000
400000
300000
200000
100000
0
Halmahera
Halmahera
Halmahera
Halmahera
Halmahera
Ternate
Kab. Pulau
Kota Tidore
Kepulauan
Kepulauan
Tengah
Morotai
Kota
Selatan
Timur
Utara
Barat
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Sula
Sementara berdasarkan data PDRB per kapita tahun 2008 harga konstan
tahun 2000, ternyata Kabupaten Pulau Morotai masih memiliki nilai yang paling
kecil. Kondisi ini menunjukkan bahwa dibandingkan dengan Kabupaten/Kota di
wilayah Provinsi Maluku Utara, aktivitas ekonomi di Kabupaten Pulau Morotai
memiliki tingkat perkembangan yang masih relatif terbatas. Meskipun demikian
Kabupaten Pulau Morotai sebenarnya memiliki potensi sumber daya yang cukup
tinggi. Apabila dikembangkan secara optimal maka wilayah ini masih memiliki
peluang yang cukup terbuka untuk dapat ditingkatkan aktivitas perekonomiannya.
Secara jelas perbandingan nilai PDRB per kapita antar Kabupaten/Kota tahun
2008 dapat dilihat pada Gambar 1.17.
7.0000
Nilai PDRB (juta Rp)
6.0000
5.0000
4.0000
3.0000
2.0000
1.0000
0.0000
Halmahera
Halmahera
Halmahera
Halmahera
Halmahera
Ternate
Kab. Pulau
Kepulauan
Kepulauan
Tengah
Morotai
Kota
Selatan
Tidore
Timur
Utara
Barat
Kota
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Sula
Berdasarkan hasil analisis LQ terhadap data PDRB tahun 2008 harga konstan
tahun 2000, ternyata Kabupaten Pulau Morotai memiliki keunggulan komparatif
di sektor pertanian dan sektor industri pengolahan. Sektor pertanian yang relatif
menonjol adalah perkebunan dimana kelapa merupakan komoditas utama. Kelapa
ini selanjutnya diolah menjadi komoditi kopra. Sementara sektor industri
pengolahan yang cukup menonjol adalah industri kecil dan industri rumah tangga
di bidang industri hasil pertanian dan kehutanan, serta industri besar sedang dan
industri kecil di jenis industri logam, mesin dan kimia. Secara jelas hasil analisis
LQ ini dapat dilihat pada Tabel 1.16.
Pengolahan
Komunikas
Pertamban
Pengangku
Konstruksi
Penggalian
Jasa-Jasa
Restoran
Industri
Listrik,
Bersih
gan &
tan &
i
Wilayah
Halmahera Barat 1.051 0.040 1.520 1.140 0.375 1.057 0.782 0.891 0.475
Halmahera Tengah 1.288 3.369 0.562 0.307 1.607 0.703 0.511 0.310 1.022
Kepulauan Sula 1.020 0.037 1.490 1.041 0.561 1.057 0.841 1.033 0.519
Halmahera Selatan 1.084 0.154 1.461 0.538 0.409 1.034 0.777 0.797 0.532
Halmahera Utara 1.136 0.947 1.436 0.648 0.471 0.816 0.754 0.853 0.667
Pulau Morotai 1.128 0.064 1.601 0.654 0.523 0.911 0.688 0.666 0.632
Halmahera Timur 1.281 5.692 0.337 0.375 1.301 0.605 0.515 0.558 0.662
Ternate 0.353 0.266 0.425 2.522 1.989 1.310 2.226 2.047 2.369
Tidore Kepulauan 1.395 0.167 0.398 0.334 1.357 1.092 0.530 0.501 0.981
BAB II
TUJUAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI
2.1.1. Visi
2.1.2. Misi
2.1.3. Tujuan
1. Pengembangan SDM
2. Pengembangan Perekonomian
3. Pengembangan Infrastruktur Wilayah
4. Pengembangan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik
Kekuatan: Kelemahan:
Kekuatan
a. Kesadaran penduduk 1. Kapasitas SDM terbatas
b. Ruang wilayah yang 2. Keterbatasan infrastruktur
masih tersedia wilayah
c. Potensi SDA 3. Aksesibilitas rendah
d. Potensi pariwisata alam 4. Daya saing rendah
dan sejarah 5. Konflik sosial antar warga
Kelemahan e. Keberadaan landasan 6. Penegakan hukum rendah
“pitu”
BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG
1. Pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan
negara tetangga
2. Pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang
menghubungkan dengan negara tetangga
3. Pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang
menghubungkan wilayah sekitarnya, dan/atau
4. Pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat
mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya
Pada dasarnya PKLP adalah wilayah yang saat ini dinilai belum layak
untuk menjadi PKL tetapi memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan
menjadi PKL di masa-masa yang akan datang. Dalam rencana struktur ruang,
PKLP di Kabupaten Pulau Morotai adalah kawasan Wayabula. Kawasan ini
dinilai layak untuk menjadi PKLP karena memiliki potensi yang cukup besar
untuk tumbuh menjadi salah satu kawasan perkotaan di Kabupaten Pulau Morotai.
Disamping kawasannya yang relatif datar, akses ke laut juga mudah dan potensi
perikananya juga cukup tinggi. Terkait dengan fungsinya sebagai PKLP, terdapat
beberapa fungsi yang dilekatkan pada kawasan Wayabula, yaitu :
Secara jelas peta rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Pulau Morotai
dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Jumlah Penduduk
Kecamatan (persen)
(Jiwa)
Sebagai salah satu peninggalan bersejarah Perang Dunia II, Bandar Udara
Pitu memiliki kemampuan menampung jenis pesawat Hercules, Cassa dan Twin
Otter. Bandara ini merupakan bandara militer milik TNI AU. Fasilitas yang
dimiliki dengan panjang landasan kurang dari 2800 x 50 m.
3.4.2. Listrik
Morotai
Morotal Morotai Morotai Morotai
Tahun Selatan
Selatan Utara Timur Jaya
Barat
Tingkat pelayanan air bersih / PAM di Pulau Morotai ini pada umumnya
masih sangat rendah, hanya desa / wilayah tertentu saja yang dilayani air bersih
dari PDAM seperti Daruba. Wilayah-wilayah lain masih menggunakan air sumur
atau sungai. Berdasarkan hasil analisis kebutuhan pengembangan air bersih pada
tahun 2030, maka untuk kebutuhan penduduk mencapai 2.475.437 liter per hari.
3.4.4. Telekomunikasi
3.4.5. Sosial
paling sedikit adalah untuk pembangunan taman bacaan sebanyak 4,951 m2.
Kebutuhan lahan untuk sarana-prasarana kesehatan yang paling luas adalah untuk
pembangunan balai pengobatan sebanyak 9,902 m2 sedangkan kebutuhan lahan
paling sedikit adalah untuk pembangunan apotik dan puskesmas adalah sebanyak
688 m2. Dan kebutuhan lahan untuk sarana-prasarana perdagangan dan ekonomi
yang paling luas adalah untuk pembangunan pertokoan 41,258 m2 dan kebutuhan
yang paling sedikit adalah untuk pembangunan pusat perbelanjaan dan niaga
yakni sebanyak 24,755 m2.
3.4.6. Drainase
Dengan rata-rata curah hujan per tahun 1.869 mm, diperlukan daya
dukung drainage (jaringan pembuangan) khususnya pada saat musim penghujan
dalam menanggulangi kemungkinan dampak banjir dan tanah longsor.
Penggunaan saluran drainase merupakan pendukung jalan dan pemukiman.
Dengan meningkatnya pembangunan fisik, maka perlu dukungan dengan
penyediaan drainase yang memadai. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
genangan-genangan air hujan yang terjadi ditengah lingkungan permukiman.
Juga untuk mengalirkan limbah rumah tangga yang dihasilkan sebelum buangan
tersebut ditangani dengan baik oleh suatu sistem pembuangan yang dikelola
dengan baik.
1. Saluran primer adalah jaringan yang terletak pada jalan-jalan kolektor primer
(Trans Morotai) yang mengalirkan limbah ke laut.
2. Saluran sekunder adalah jaringan yang terletak pada jalan penghubung dan
jalan lingkungan yang mengalirkan limbah ke saluran primer.
3. Saluran tersier adalah saluran yang menampung buangan dari rencana industri
pusat-pusat kegiatan perikanan baik tangkap maupun budi daya, pertanian /
perkebunan dan pariwisata serta rumah tangga ke saluran sekunder.
3.4.7. Persampahan
Morotai
Morotal Morotai Morotai Morotai
Tahun Selatan
Selatan Utara Timur Jaya
Barat
1. Merujuk rencana pola ruang yang ditetapkan dalam RTRWN beserta rencana
rincinya;
2. Merujuk rencana pola ruang yang ditetapkan dalam RTRWP beserta rencana
rincinya;
3. Memperhatikan karakteristik wilayah pulau kecil yang khas dengan pembatas
utama daya dukung ekologis dengan mengoptimalkan potensi kekayaan alam
khususnya kekayaan sumberdaya kelautan (perikanan budidaya dan perikanan
tangkap);
4. Memperhatikan mitigasi bencana pada wilayah pulau kecil;
5. Memperhatikan kepentingan pertahanan dan keamanan sebagai wilayah
perbatasan;
6. Menyediakan kawasan lindung yang cukup luas (lebih dari 30% luas wilayah)
untuk mengantisipasi bencana ekologis;
7. Menyediakan ruang untuk kegiatan sektor ekonomi dan jasa;
8. Menyediakan ruang terbuka non hijau untuk menampung kegiatan sosial,
budaya, dan ekonomi masyarakat; dan
9. Jelas, realistis, dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu
perencanaan pada wilayah kabupaten/pulau kecil;
10. Mengacu pada klasifikasi pola ruang wilayah kabupaten yang terdiri atas
kawasan lindung dan kawasan budidaya, sebagai berikut:
2. Mengendalikan laju aliran permukaan (run off) pada saat musim hujan dan
kualitas air permukaan saat musim kemarau dengan mempertahankan tutupan
vegetasi permanen baik di kawasan lindung maupun di kawasan budidaya
terbatas.
3. Melakukan perubahan fungsi dan peruntukkan kawasan hutan dengan
mempertimbangkan daya dukung ekosistem pulau kecil untuk mengakomodir
kebutuhan lahan di masa yang akan datang (20 tahun mendatang) sebagai
kabupaten baru dari kondisi saat ini yang hampir seluruh kawasan berupa
kawasan hutan.
4. Melakukan miitgasi terhadap bencana alam khususnya gempa dan tsunami,
terutama pada kawasan permukiman yang terkonsentrasi di wilayah pesisir.
berupa hutan produksi dapat dikonversi dan kawasan bukan hutan (areal
penggunaan lain).
4. Pangkalan Angkatan Udara (Landasan Pitu); dikembangkan pada areal eks
pangkalan udara sekutu pada perang dunia kedua (PD II). Pengembangan
areal ini diperuntukan sebagai areal untuk pelabuhan udara dalam rangka
meningkatkan akses ke Pulau Morotai, namun dalam pengembangannya
diupayakan tetap mempertahankan nilai historis dari kawasan tersebut. Status
arealnya pada saat ini adalah kawasan bukan hutan (areal penggunaan lain),
yang diklaim sebagai kawasan angkatan udara oleh TNI AU.
5. Terumbu karang; merupakan kawasan di wilayah perairan laut yang sangat
produktif, tempat berkembang biak dan berlindung ikan-ikan seperti kerapu,
tuna kakap, udang, penyu, serta sebgai habiotat rumput laut. Pemanfaatan
kawasan ini perlu dilakukan secara hati-hati untuk menghindari datangnya
bencana “tuna ikan”.
6. Mangrove; merupakan kawasan di sekitar muara sungai, tempat
berlumpurdan kaya nutrisi, serta berfungsi sebagai perangkap debris sampah,
pencegah erosi/abrasi pantai, dan pelindung pantai. Kawasan ini dapat
dimanfaatan secara terbatas untuk kegiatan perikanan, khususnya udang dan
kepiting. Pemanfaatan kawasan ini perlu dilakukan secara hati-hati untuk
menghindari kerusakan habitat ikan dan beberapa satwa mamalia, serta fungsi
perlindungan pantai dari bencana alam.
7. Pulau kecil; merupakan kawasan yang dapat dikembangkan untuk wisata dan
pemukiman terbatas. Pemanfaatan kawasan ini perlu dilakukan secara hati-
hati untuk mempertahankan keunikan ekosistem pulau-pulau kecil tersebut.
Secara lebih rinci jenis penggunaan lahan yang direncanakan serta rencana
pola ruang Kabupaten Pulau Morotai dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Gambar
4.1.
Tabel 4.1. Rencana Pola Ruang Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2030
Hutan Hutan
Areal Hutan Produksi Produksi
Luas Penggunaan Lindung Konvesi Terbatas Perairan/
Pola Ruang Ha % Lain (APL) (HL) (HPK) (HPT) Danau
I. KAWASAN LINDUNG
Hutan Lindung 106587 43.77 1105 75438 6181 23864
Hutan Lindung Promosi 12072 4.96 1050 3700 7321
Zona Sempadan Pantai 903 0.37 230 637 21
Zona Sempadan Pantai Pulau Rao 198 0.08 118 70
Zona Sempadan Sungai 538 0.22 39 130 278 90
Perairan/Danau 16 0.01 16
Hutan Hutan
Areal Hutan Produksi Produksi
Luas Penggunaan Lindung Konvesi Terbatas Perairan/
Pola Ruang Ha % Lain (APL) (HL) (HPK) (HPT) Danau
Melihat potensi bencana alam yang ada di kabupaten ini, maka kawasan pesisir
merupakan kawasan utama yang perlu mendapat perhatian karena pada wilayah
ini terdapat banyak permukiman yang rentan terhadap tsunami, sedangkan luasan
dari masing-masing bahaya disajikan pada Tabel 4.2. Dari tabel tersebut terlihat
bahwa daerah bahaya tsunami relatif kecil, yaitu kirang dari 4 % dari luas total
kabupaten, namun demikian resiko bencana di kabupaten ini cukup besar karena
banyak permukiman berada pada daerah bahaya tsunami tersebut.
namun hampir seluruh daerah permukiman dibangun di atas daerah bahaya tinggi
ini.
4.3.1. Daratan
1. Hutan.
Hutan adalah suatu areal yang ditumbuhi tanaman keras baik sejenis maupun
tidak. Lahan hutan merupakan jenis penutupan lahan yang terbesar meliputi
149.785 ha (64,18%) terdiri dari hutan lebat luas 35.049 ha (15,02%), hutan
sejenis alami 112.903 ha (48,37%) dan hutan mangrove luas 1.833 ha
(0,79%).
2. Kebun.
Lahan yang diusahakan untuk kebun baik kebun campuran maupun kebun
sejenis. Total luas penggunaan kebun adalah 26,791 ha (11,48%), terdiri dari
kebun campuran luas 21.777 ha (9,33%) dan kebun sejenis 5.014 ha (9.33%).
3. Permukiman.
Permukiman adalah lahan yang digunkan untuk permukiman baik yang
jarang, padat dan atau yang membentuk perkampungan. Daerah permukiman
meliputi luas 2.086 ha atau 0,89%.
4. Rawa dan Danau.
Rawa adalah areal lahan basah yang digenangi air secara terus menerus,
sedangkan danau adalah areal yang tergenang terus menerus karena proses
alami. Luas areal rawa dan danau adalah 34 ha (0,02%) terdiri dari rawa luas
21 ha (0,02%) dan danau luas 13 ha (0,01%).
5. Semak Belukar.
Semak belukar adalah tanaman perdu pendek maupun tinggi berbentuk
semak. Wilayah dengan vegetasi semak meliputi luas 25.334 ha atau 10,85%.
6. Tegalan.
Tegalan adalah lahan kering yang diusahakan untuk bercocok tanam baik
tanaman pangan maupun palawija. Wilayah tegalan memeliputi luas 24.771
ha atau 10,61%.
7. Tanah Terbuka.
Tanah terbuka adalah tanah yang saat ini kondisinya terbuka, baik terbuka
karena sudah dibuka oleh masyarakat maupun terbuka secara alami, wilayah
ini meliputi luas 75 ha atau 0,03%.
1. Keberlanjutan (sustainability)
2. Aman (safety)
4. Nyaman (Amenity)
5. Berwawasan Lingkungan
lebar. Zona Inti yang mempunyai luas 369 ha terdiri dari pulau Rao bagian utara
dengan luas perairan 139,2 ha, pulau Mitita mempunyai luas perairan 192,2 ha,
luas daratannya 37,6 ha (Tabel 4.8). Kondisi visual dan beberapa spot zona inti
dapat di lihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Pantai utara Rao yang terjal dan sarang burung walet
(PKSPL-IPB, 2006)
2. Pelabuhan Perikanan
PKSPL-IPB (2006) talah merekomendasikan 3 (empat) lokasi yang
memiliki peluang ideal untuk dikembangkan menjadi pusat pendaratan armada
penangkap ikan di Pulau Morotai, yaitu wilayah Tilei, Berebere dan Sopi.
Penetapan tersebut berdasarkan karakteristik topografi pantai dan kondisi
oseanografi serta pengamatan lapang secara umum. Berikut ini adalah
karakteristik oseanografi ketiga lokasi tersebut yang dikutip dari PKSPL-IPB
(2006).
Tilei
Kondisi oseanografi pantai Tilei yang berada ke arah utara dari pantai
Daruba tidak jauh bebeda dengan pantai Daruba. Pantai Tilei juga terlindung oleh
pulau-pulau dan gugusan karang di sisi laut terbuka sehingga terlindung dari
hantaman gelombang. Daerah yang terbuka adalah dari arah barat laut, tetapi
daerah terbuka ini, juga terbuka ke laut bebas. Namun demikian, gelombang dari
arah barat harus berbelok dulu ke arah selatan-tenggara supaya sampai di pantai
Tilei, sehingga gelombang yang tiba akan tergolong kecil dengan tinggi
gelombang pada saat bertiup angin dari barat dapat mencapai 1 m.
Bere-bere
Sopi
Lereng perairan pantai Sopi tergolong relatif agak landai dimana kedalam
20m terdapat pada jarak sekitar 270 m dari garis pantai. Pada daerah pantai Sopi
ini tidak terdapat muara sungai sehingga lokasi ini tidak mengalami proses
sedimentasi. Selain itu, pantai berkarang di sekitar pantai Sopi ini juga memberi
indikasi rendahnya proses erosi oleh gelombang sehingga juga tidak banyak
material yang akan diendapkan.
Luas Sistem
Zona Lokasi Komoditas marikultur
(ha) marikultur
Luas Sistem
Zona Lokasi Komoditas marikultur
(ha) marikultur
IX 165,5 Pesisir Desa Buhobuho Karamba jaring Ikan kerapu, ikan kakap
apung putih, ikan napoleon, ikan
hias laut, udang lobster,
bawal, kobia
7134,3
Sumber: PKSPL-IPB (2006) yang diolah
Selain memiliki potensi laut, kabupaten ini juga memiliki potensi biota air
yang bisa dikultur menjadi komoditas marikultur yang bernilai ekonomi tinggi.
Spesies tersebut mencakup kelompok finfish (ikan), krustasea (udang), moluska
(kerang), ekinodermata (teripang) dan alga. Biota yang potensial dikembangkan
mencakup berbagai jenis ikan kerapu kerapu, ikan kakap putih, ikan napoleon,
ikan hias laut, udang lobster, kerang mutiara, rumput laut, abalone, teripang, ikan
kobia, ikan bawal bintang, dan sebagainya.
Zona Luas potensial Zona penyangga Luas rekomendasi Utilitas Luas efektif
Obyek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran
wisata serta potensi yang dapat dikembangkan. Obyek dan daya tarik wisata di
Pulau Morotai terdiri atas, (1) obyek dan daya tarik wisata budaya seperti
peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, (2) obyek dan daya tarik
wisata alam seperti keadaan alam serta flora dan fauna, wisata tirta, wisata buru,
wisata petualangan alam; dan (3) obyek dan daya tarik wisata hasil karya manusia
yang berwujud musium, wisata agro, taman rekreasi dan tempat hiburan.
sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya
tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.
Gambar 4.4. Kerangka wisata pantai dan laut (Adrianto, 2005) dalam
master plan transmigrasi Maluku Utara (2006)
Dari Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa pariwisata pesisir dan laut secara
umum dapat dikategorikan ke dalam dua kegiatan utama berdasarkan lokasi
kegiatan yaitu (1) shore-based activities seperti land-based whale watching, beach
tourism, dan reef walking; dan (2) water-based activities seperti diving, yachting,
dan snorkling.
dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang terkait di
bidang tersebut.
1. Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata alam yang merupakan usaha
pemanfaatan sumberdaya alam dan tata lingkungannya untuk dijadikan
sasaran wisata, antara lain pembangunan dan pengelolaan taman wisata laut.
2. Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata budaya yang merupakan usaha
pemanfaatan seni budaya bangsa untuk dijadikan sasaran wisata, antara lain
peninggalan sejarah, pengelolaan monumen, musium dll.
3. Pengusahaan dan daya tarik wisata minat khusus merupakan usaha
pemanfaatan sumberdaya alam dan potensi seni budaya bangsa untuk
menimbulkan daya tarik dan minat khusus sebagai sasaran wisata, antara lain
pengelolaan wisata buru, wisata agro, pengelolaan wisata gua dll.
Pengusahaan obyek wisata dan daya tarik wisata secara umum (termasuk
di Morotai) dapat dilihat pada Tabel 4.12.
Aktivitas wisata
No. Obyek dan Daya Tarik Wisata Bentuk Pengusahaan Lokasi Keterangan
yang dilakukan
1. Wisata alam Pengelolaan Taman Laut Pulau-pulau Berenang di Tepi Fasilitias, daya
kecil di Morotai Pantai, Snorking, dukung dan daya
Selatan Diving tampung tidak
(Menyelam), menimbulkan
perahu kaca kerusakan pada
sumberdaya dan
ekosistem
Pengelolaan Taman Rekreasi dan Pantai Batu Rekreasi, Dapat
Pengelolaan wisata tirta Labang (Posi- Berenang di Tepi dikembangkan
Posi, Morotai Pantai, berperahu, untuk wisata
Timur) Ski air, banana lokal.
Pantai boat, perahu kaca
Transmeter
(Totodoku,
Morotai Selatan)
Pantai Juanga
(Morotai
Selatan)
Pantai Waybula
(Morotai Selatan
Barat)
2. Wisata budaya Pengelolaan peninggalan sejarah Sekitar Sungai Wisata sejarah, Peninggalan PD II
Pilowo pengetahuan
Sungai Cio sejarah, Landasan
Aktivitas wisata
No. Obyek dan Daya Tarik Wisata Bentuk Pengusahaan Lokasi Keterangan
yang dilakukan
Aktivitas wisata
No. Obyek dan Daya Tarik Wisata Bentuk Pengusahaan Lokasi Keterangan
yang dilakukan
perkebunan
kelapa
Pengelolaan wisata perikanan Pulau-pulau Di laut : budidaya Koordinasi
kecil di Morotai ikan/ rumput laut, dengan sektor
Selatan (Zona memancing atau perikanan tangkap
budidaya dan alat penangkap dan buidaya
perikanan ikan lainnya yang
tangkap) diperbolehkan
Pengelolaan wisata petualangan Sopi Pemandangan air
terjun, pantai
terjal dan goa di,
mendaki gunung,
menyelusuri gua.
Goa alam
Leo-Leo Rao
Sumber: PKSPL-IPB, 2006 dalam Master Plan Transmigrasi Kepulauan Morotai 2006
Snorkling dan scuba diving dan perahu kaca merupakan kegiatan untuk
menikmati pemandangan bawah air. Pantai yang dapat dimanfaatkan untuk
kegiatan wisata dengan keadaan ombak dan arus yang relatif lemah. Pemandangan
yang menarik dapat meliputi hamparan terumbu karang, ikan hias/ikan karang,
dan berbagai biota laut lain yang menghuni di bawah dan di dasar laut, antara lain
kelompok moluska (kerang-kerangan dan siput), coelenterata (ubur-ubur),
echinodermata (bintang laut, bulu babi, teripang, lili laut dan sand dollar).
Pemandangan bawah laut juga dapat dilakukan tanpa harus berenang, yaitu
dengan menggunakan perahu kaca. Pengunjung dapat melihat dan menikmati
pemandangan bawah air melalui kaca yang dipasang persis di bawah perahu.
Lokasi aktivitas perahu kaca dipisahkan dengan lokasi aktivitas snorkling dan
scuba diving, sehingga tidak saling mengganggu. Perahu kaca ini dapat
memperkecil resiko kerusakan terumbu karang dan biota lainnya, karena tidak
menyentuh dasar perairan sepanjang perahu tidak membuang sauh (jangkar) atau
menabrak daerah terumbu karang yang dangkal.
Kegiatan wisata laut lainnya yaitu ski air dan banana boat. Ski air dan
banana boat dapat dilakukan pada daerah bebas ombak, dimana pengunjung dapat
menikmati dengan meluncur di permukaan air. Aktivitas ini mempunyai resiko
kecil terhadap kerusakan lingkungan. Namun demikian, kegiatan ini kegiatan ini
hanya dapat dilakukan di atas habitat terumbu karang; untuk menghindari
terinjaknya terumbu karang oleh peserta ski air sewaktu terjatuh ke dalam air.
Untuk menjadi suatu daerah tujuan wisata, perlu upaya untuk menarik
wisatawan karena wisatawan tidak begitu saja berdatangan dengan sendirinya.
Beberapa pasar (daerah) yang diperkirakan menjadi sumber wisatawan adalah :
Wisatawan asal Jepang dan Amerika Serikat. Asal wisatawan dari daerah
tersebut berdasarkan „koneksitas sejarah‟ artinya antara Morotai dengan Jepang
dan Amerika Serikat dalam hal hubungan sejarah PD II. Hal ini berarti terdapat
banyak wisatawan dari kedua negara tersebut untuk berkunjung dan dapat melihat
peninggalan sejarah PD II.
terhadap pemanfaatan bandara ini. Melihat potensi pergerakan orang dan barang
yang ada, maka terdapat beberapa pesawat yang untuk tahap awal dapat
digunakan untuk memenuhi potensi tersebut. Penggunaan pesawat tersebut antara
lain Fokker 100 yang merupakan pesawat lama dengan jumlah penumpang yang
dapat diangkut 107 – 119 orang per penerbangan. Sedangkan dengan
perkembangan pesawat baru yang dapat digunakan adalah Boeing 737-600
dengan jumlah penumpang yang dapat diangkut sebanyak 110 orang per
penerbangan.
dalam jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Maksud dan tujuan
dari kajian ini adalah :
1. Promosi
Promosi adalah salah satu upaya yang tidak segera tampak hasilnya akan
tetapi sangat menentukan. Biayanya besar yang tergantung dari segmentasi pasar
yang dijadikan target dan dalam hal ini target utama adalah wisatawan
macanegara, yang berasal dari Jepang, Amerika, Australia dan Eropa. Brosur yang
dirancang dengan baik dan menarik merupakan hal penting karena brosur
merupakan tampilan pertama dari obyek wisata yang dijual, sebelum wisatawan
tertarik untuk berkunjung. Promosi dapat dilakukan melalui jalur-jalur :
Semua aturan dibuat dan ditetapkan melalui rapat komisaris, mulai dari
penetapan besarnya saham yang ditanamkan pada objek wisata, sistem bagi hasil
dari pendapatan yang diperoleh serta kewajiban-kewajiban lain yang harus
dipenuhi oleh masing-masing pihak. Pada bagian lain manajer adalah orang yang
Agar koordinasi dapat berjalan dengan lancar perlu didukung oleh sarana
komunikasi yang baik pula. Komunikasi dan informasi harus dapat diakses oleh
siapa saja, baik oleh masyarakat, pemerintah maupun LSM. Lebih lanjut dapat
pula dibuatkan wadah yang beranggotakan unsur-unsur terkait dalam upaya
perlindungan dan pengamanan kawasan. Bagi stakeholder yang telah
memanfaatkan potensi sumber daya kawasan hendaknya mempunyai persepsi
yang sama tentang upaya perlindungan dan pengamanan kawasan.
tinggi hotel tidak melebihi tinggi pohon kelapa dan dalam pembangunannya
menggunakan arsitektur tradisional dan bahan baku setempat.
Hal-hal yang menjadi perhatian utama adalah akses yang lancar. Untuk itu
perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Melakukan paket wisata dengan daerah tujuan wisata lainnya yang ada di
Maluku Utara.
2. Promosi dilakukan secara kontinu baik melalui media cetak atau elektronik
melalui kerjasama pemerintah dan swasta. Informasi hendaknya off to date
(terbaru) dan terpercaya yang dapat diberikan kepada pengunjung secara
cuma-cuma kepada pengunjung atau calon pengunjung.
3. Informasi dalam brosur-brosur terebut selain ditempatkan di hotel/cottages
dapat juga diletakan penginapan yang ada di daerah wisata lainnya seperti di
Ternate, Manado dan Biak atau tempat-tempat yang strategis lainnya.
4. Promosi dan informasi dapat pula dilakukan dengan cara membuat pintu
gerbang di Pelabuhan Daruba untuk memberitahukan kepada wisatawan atau
masyarakat tentang keberadaan obyek wisata di Morotai.
BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
KABUPATEN
kecil di sebelah barat pulau Morotai yang sangat potensial untuk dikembang
sebagai kawasan perikanan budi daya dan pengembangan pariwisata bahari.
Potensi Kawasan ekonomi khusus tilei adalah sebagai berikut : (1) Masih
tersedianya cukup lahan untuk menunjang kegiatan industri (260 ha); dan (2)
Secara lokasi, langsung berhadapan dengan potensi perikanan budi daya dan
tangkap.
BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
Rehabilitasi Kawasan/Penghijauan
Tanaman Pangan Lahan Basah Konservasi Pengembangan Sawah secara
terbatas
Konservasi Tanah dan Air
3. Kawasan Budi Daya Intensif
Hutan Produksi Promosi Penetapan batas hutan produksi tetap
Perkebunan Rehabilitasi tanaman perkebunan
kelapa rakyat
Penerapan perkebunan pola PIR
(kemitraan)
Pertanian Lahan Basah Perbaikan prasarana dan sarana
pengairan
Pengembangan sarana dan prasarana
pendukung kegiatan pertanian
Penetapan lahan pertanian pangan
berkelanjutan
Intensifikasi tanaman pertanian
Pemberantasan hama dan penyakit
terpadu
Pertanian Lahan Kering Intensifikasi tanaman lahan kering
Konservasi tanah
Kawasan Industri Kopra Penetapan kawasan Industri Kopta
Permukiman Pengembangan sarana dan prasarana
permukiman
Pemenuhan kebutuhan perumahan
bagi masyarakat perkotaan dan
perdesaan
Penetapan dan Pengambangan untuk
Pangkalan Angkatan Udara Fasilitas Bandara Sipil
Zona Marine Ecotourism Park Oengembangan ZMEP
Zona Pusat Industri Energi Kelautan Terpadu Pengembangan PIEKT
Zona Pusat Industri Pengolahan Perikanan Pengembangan PIPP
Zona Pusat Pengembangan Bioteknologi Kelautan Pengembangan PPBK
Kawasan Perkantoran Pemda Pemetaan Kawasan
Penyusunan Master Plan
Pengendalian Dampak
BAB VII
ARAHAN PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG
dilakukan setiap saat apabila gambaran kondisi tata ruang membutuhkan untuk
dilaksanakan.
1. Pengajuan Bukti,
Sesudah bukti-bukti penyebab pelanggaran terkumpul, langkah berikutnya
adalah mengajukan alat-alat bukti ke meja pengadilan (persidangan).
2. Pembuktian,
Pembuktian menempati posisi penting dalam pemeriksaan suatu kasus.
Hakim dalam menjatuhkan putusan/vonis akan berpedoman kepada hasil
pembuktian.
3. Pengenaan sanksi,
Bentuk vonis yang akan dikenakan kepada pelanggar dapat berupa sanksi
administrasi, sanksi perdata, dan/atau sanksi pidana akan disesuaikan dengan
bentuk pelanggaran, motif pelanggaran d an waktu terjadinya pelanggaran.