16/430
dan menjadi sesuatu yang terlupakan, seperti kenanganku tentang hidup di kota besar. Kota itu
adalah Istanbul, dua belas tahun yang lalu, tempat aku jatuh cinta setengah mati pada adik
sepupuku.
Empat tahun setelah aku meninggalkan Istanbul untuk pertama kali, ketika aku mengelanai
stepa-stepa tak berujung, gununggunung berselimut salju, dan kotakota melankolis di Persia,
sambil mengantar surat dan mengumpulkan pajak, aku berjanji pada diriku sendiri bahwa aku
perlahantahan akan melupakan cinta masa keeilku yang kutinggalkan itu, Dengan panik, aku
berusaha mengenangnya dengan patus asa, hanya agar aku sadar bahwa selain cinta, seraut
‘wajah yang lama tak kujumpai pada akhirnya akan memudar, Selama enam tahun yang
kuhabiskan di Timur, sant berkelana atau
bekerja sebagai seorang sekretaris untuk seorang pejabat daerah, aku tahu bahwa wajah yang
kubayangkan bukan lagi wajah orang yang kucintai. Kemudian, dalam waktu delapan tahun, aku
melupakan apa yang telah kucamkan seeara salah di benakku pada saat aku berumur enam tahun,
dan sekali lagi aku membayangkan seraut wajah yang sepenuhnya berbeda. Dengan cara ini, di
tahun kedua belas, Ketika aku kembali ke kotaku pada usia tiga puluh enam tahun, aku menjadi
terpukul saat menyadari buhwa wajah orang yang kucintai sudah fama meninggalkanku.
Banyak teman dan kerabat yang meninggal dalam waktu dua belas tahun pelarianku. Aku
mengunjungi kompleks permakaman yang menghadap ke Golden Horn, dan berdoa untuk ibuku,
juga untuk paman-pamanku yang sudah meninggal dunia selama aku pergi. Aroma tanah
berlumpur berbaur dengan kenanganku, Seseorang telah memecahkan bejana tanah lat di
samping makam ibuku. Entah karena apa, begitu aku menatap bejana yang terbelah itu, aku
mulai menangis, Apakah aku menangis karena kematian (buku, atau aku menangisi kenyataan
bahwa diriku ternyata masih saja berada di awal kehidupanku setelah bertahun tahun berlalu?
‘Atau apakah karena aku tiba di ujung perjalanan hidupku? Sebongkah salju jatuh, Aku terpukau
melihat kepingan salju beterbangan di sana-sini, Aku menjadi sedemikian tersesat ke dalam
perubuhan tak terduga dari kehidupanku, schingga aku tidak memechatikan seckor anjing hitam
‘menotapku dari sebuah sudut gelap pemakaman itu.
Hujan air mataku mereda, Aku menyeka hidungku. Aku melihat anjing hitam itu menggoyang-
goyangkan ekomya
bersahabat saat aku melangkah pergi dari pemakaman itu. Berapa waktu kemudian aku sudah
menetap di lingkungan kami, menyewa salah satu rumah yang pernah ditinggali salah satu
kerabatku dari pihak ayah, Sepertinya aku telah mengingatkan nyonya pemilik rumah pada
putranya yang dibunuh oleh serdadu-serdadu Persia dari dinasti Safawiyah* sehingga dia
bersedia membersihkan rumah itu dan memasak untukku
‘Aku memutuskan untuk berjalan-jalan sepus hati melewati jalanan, seakanakan aku bukan
sedang berdiam di Istanbul, melainkan tinggal sementara di salah satu kota di Arab, di ujung lain
dunia ini. Jalanan menjadi lebih sempit, atau begitulah yang kurasakan, Di beberapa wilayah
tertentu, di mana jalanan terjepit di antara rumahrumah yang saling menyandar, aku terpaksa
bergesekan dengan tembok dan pintu, untuk menghindari terjangan kudakuda pengangkut beban
yang sarat muatan. Tidak oda lagi orangorang kaya, setidaknya begitulah yang kulihat. Akumenyaksikan sebuah kereta yang dipenuhi hiasan, sebuah kereta kencana yang ditarik oleh
kudakuda yang sombong, seperti yang bisa ditemui di Arab atau Persia. Di dekat "Pilar
Terbakar”, aku menyaksikan pengemis-pengemis menjengkelkan yang berpakaian compang-
camping, berkerumun saat aroma jeroan melayang keluar dari pasar penjual ayam. Salah satu
dari mereka yang tumpaknya buta, ersenyum stat ia mengamati salju yang berjatuhan
‘Aku pernah mendengar cerita tentang betapa Istanbul pemah menjadi kota yang lebih miskin,
lebih kecil, dan lebih bahagia. Aku mungkin tidak memercayainya, tetapi itulah kata hati
nuraniku. Meskipun rumah kekasihku selalu
«Sebuah dinasti yang berkuasa di Persia pada 1500-1733 dan berasal dari sebuah suku nomaden
i Turki, Dinasti ini menyatakan mazhab Syiah sebagai agama negara.
‘bernda di antara pepohonan limau dan kastanye, tetapi kini ada orang lain yang mendiaminya.
‘Aku mengetahuinya saat aku mengingat pintunya, “Aku jadi tabu bahwa jbunda kekasihku, bibiku
dari pibak ibu, telah meninggal dunia, sementara suaminya, Enishieku dan puirinya telah pindah
dari tempat itu. Dari sinilah aku tahu bahwa ayah dan anak perempuannya itu menjadi korban
sebuah kesialan. Ada orang asing yang membukakan pintu, yang dalam situasi seperti im bias
dipastikan terjadi, tanpa sedikit pun menyadari betapa mereka sudah dengan kejam membuatmu
patah hati, atau betapa hal itu telah menghancurkan mimpi-mimpimu. Aku tidak akan
menceritakan semua ini padamu sekarang, tetapi izinkanlah aku berkata bahwa saat aku
mengingat harihari di musim panas yang cerah, hijau, dan bangat di kebun tua itu, aku juga
memerhatikan untaian ex yang menggantung sebesar jari kelingkingku di cabang-cubang pohon
limau. Di sebuah tempat yang menyimpan penderitaan, salju dan pengabaian hanya
membangkitkan kematian,
‘Al sudah mengetahui apa yang terjadi pada kerabat-kerabatku dari surat yang dikirimkan
Enishicku padaku di Tabriz. Dalam suratnya itu, in mengundangku kembali ke Istanbul. la juga
‘menjelaskan bahwa ia sedang menyiapkan sebuah kitab rahasia untuk Sultan kami, dan bahwa ia
membutuhkan bantuanku. la mendengar, pada suatu masa saat aku berada di Tabriz, akw pernah
membuat bukubuku untuk para bangsawan Utsmaniyaht,
* Kesultanan utsmaniyah (orangorang Barat menyebutnya Ottoman) yang sebagian besar
wilayahnya kini menjadi bagian Republik Turki didirikan oleh searang pejuang Turki Muslim
bernama Utsman. Pada 1399 ia memimpin serangan terhadap pemukiman orangorang Kristen
Byzantium di bagian barat Anatolia, a Jal mendirikan sebuah kerajaan kecil berbatasan dengan
Kekaisaran Byzantium, Setelah kematiannya pada 1334, para keturunannya memperluas
kerajaannya
‘gubernur, dan orang orang terkemuka di Istanbul. Yang kulakukan kemudian adalah
menggunakan wang panjat dari para klien yang telah menata susunan manuskrip di Istanbul
untuk mencari para ilustrator dan penulis kaligrafi yang frustasi karena perang dan kehadiran
para serdadu Utsmaniyah. Namun, aku tidak juga meninggalkun Kazin, ataupun kota Persia
Iainnya, dan para empt inilah—yang mengeluhkan kemiskinan dan pengsbaian— yang
Kutugaskan untuk menuliskan, memberi ilustrasi, dan menjilid halamanhalaman manuskrip yang
‘kan kukirimokan kembali ke Istanbul itu. Kalau bukan karena kecintaan terhadap ilustrasi dan