Anda di halaman 1dari 86

TUGAS AKHIR – TM 141585

ANALISA TEGANGAN DAN DEFLEKSI KABEL PADA


SISTEM MONOCABLE ROPEWAY DAN SIMULASI
NUMERIK MENGGUNAKAN SOFTWARE SAP2000

MARIA RIZQI YUDHA SEPTIANA


NRP 02111440000046

Dosen Pembimbing
Ir. Yusuf Kaelani, M.Eng

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN


Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2018

i
ii

[Halaman Sengaja Dikosongkan]


TUGAS AKHIR – TM 141585

ANALISA TEGANGAN DAN DEFLEKSI KABEL


PADA SISTEM MONOCABLE ROPEWAY DAN
SIMULASI NUMERIK MENGGUNAKAN SOFTWARE
SAP2000

MARIA RIZQI YUDHA SEPTIANA


NRP 02111440000046

Dosen Pembimbing
Ir. Yusuf Kaelani, M.Eng

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN


Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2018

iii
iv

[Halaman Sengaja Dikosongkan]


FINAL PROJECT – TM 141585

ANALYSIS OF CABLE TENSION AND CABLE


DEFLECTION IN MONOCABLE ROPEWAY
SYSTEM AND NUMERICAL SIMULATION USING
SAP2000 SOFTWARE

MARIA RIZQI YUDHA SEPTIANA


NRP 02111440000046

Advisor
Ir. Yusuf Kaelani, M.Eng

DEPARTMENT OF MECHANICAL ENGINEERING


Faculty of Industrial Technology
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2018

v
vi

[Halaman Sengaja Dikosongkan]


vii
viii

[Halaman Sengaja Dikosongkan]


ANALISA TEGANGAN DAN DEFLEKSI KABEL PADA
SISTEM MONOCABLE ROPEWAY DAN SIMULASI
NUMERIK MENGGUNAKAN SOFTWARE SAP2000

Nama Mahasiswa : Maria Rizqi Yudha Septiana


NRP : 0211144000046
Jurusan : Teknik Mesin, FTI-ITS
Dosen Pembimbing : Ir. Yusuf Kaelani, M.Eng

Abstrak
Pada industri kelapa sawit, peningkatan jumlah kelapa
sawit yang diekspor tidak diiringi dengan meningkatnya harga
kelapa sawit. Hal ini menjadi salah satu pertimbangan untuk
memperbaiki sistem produksi, salah satunya proses pengangkutan
kelapa sawit. Dalam pengangkutan kelapa sawit, penerapan sistem
monocable ropeway dapat menghemat biaya bahan bakar dan
tenaga kerja, serta lebih ramah lingkungan dibandingkan saat
menggunakan truk dan wintor. Penggunaan sistem monocable
ropeway untuk pengangkutan kelapa sawit merupakan hal baru di
Indonesia, sehingga perlu dilakukan penelitian disetiap bagiannya.
Pada tugas akhir ini akan dilakukan analisa kekuatan dan
kelendutan kabel pada sistem monocable ropeway. Pertama akan
dilakukan perhitungan manual saat dalam kondisi mendatar.
Selanjutnya dalam kondisi yang sama, dilakukan simulasi numerik
dengan menggunakan software SAP2000. Kemudian dilakukan
verifikasi hasil dari perhitungan dan simulasi. Apabila memiliki
hasil yang sama, maka akan dilakukan simulasi selanjutnya
dengan kondisi menanjak dan menurun.
Tegangan kabel terbesar terjadi ketika diberi pembebanan
oleh dua beban. Tegangan kabel pada kondisi menanjak dan
menurun sama yaitu 158,66 N/mm2. Lebih kecil dari tegangan yang
dibutuhkan pada kondisi mendatar yaitu 211,33 N/mm2. Besar
tegangan maksimal pada kabel (211,33 N/mm2), lebih kecil dari
yield strength kabel (1960 N/mm2), sehingga sistem tersebut aman.

i
ii

Besar defleksi yang terjadi pada kabel, bergantung pada tegangan


kabel. Semakin besar tegangan pada kabel, maka semakin kecil
defleksi yang terjadi dan sebaliknya. Hasil perhitungan daya mesin
yang dibutuhkan untuk menjalankan sistem monocable ropeway
adalah 18,21 HP.

Kata kunci: Tegangan, defleksi, daya, monocable ropeway.


ANALYSIS OF CABLE TENSION AND CABLE
DEFLECTION IN MONOCABLE ROPEWAY SYSTEM
AND NUMERICAL SIMULATION USING SAP2000
SOFTWARE

Name : Maria Rizqi Yudha Septiana


NRP : 0211144000046
Department : Teknik Mesin, FTI-ITS
Advisor : Ir. Yusuf Kaelani, M.Eng

Abstract
In the palm oil industry, the increasing amount of palm oil
being exported is not accompanied by rising palm oil prices. This
becomes one of the considerations to improve the production
system, one of which is the process of transporting said commodity.
In the transportation process of palm oil, the application of the
monocable ropeway system can save on fuel and labor costs and
will be more environmentally friendly than when using trucks and
the likes. The use of a monocable ropeway system for palm oil
transport is new a new system that’s yet to be applied in Indonesia,
so more research needs to be done in every part.
In this final project, the strength and deflection of the cable
on the monocable ropeway system will be analyzed. The first will
be done manual calculations when in horizontal condition.
Furthermore, under the same conditions, a numerical simulation
will be processed using SAP2000 software. Then the result of
calculation and simulation will be verified. If said processes have
the same results, then the next simulation will be done under uphill
and downhill condition.
The largest cable tension occurs when given the loading by
two loads. Cable tension in the uphill and downhill conditions is
158.66 N/mm2. Smaller than the tension required by the horizontal
condition which is 211.33 N/mm2. The maximum tension on the
cable (211.33 N/mm2), is smaller than the yield strength of cable

iii
iv

(1960 N/mm2), so the system is safe. The amount of deflection


occurring on the cable depends on the cable tension. The larger
the tension on the cable, the smaller the deflection occurs and vice
versa. The calculation of engine power required to run the
monocable ropeway system is 18.21 HP.

Keywords: Tension, deflection, power, monocable ropeway.


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Alhamdulillahhirobil ‘Alamain, segala puja dan puji
syukur keharidat Allah SWT atas rahmat dan ridho-Nya, sehingga
peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISA
TEGANGAN DAN DEFLEKSI KABEL PADA SISTEM
MONOCABLE ROPEWAY DAN SIMULASI NUMERIK
MENGGUNAKAN SOFTWARE SAP2000”. Tugas akhir ini
adalah salah satu syarat kelulusan sebagai sarjana teknik di Jurusan
Teknik Mesin FTI-ITS.
Dalam penyelesaian tugas akhir ini, penulis telah
memperoleh dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Orang tua tercinta, Ibu Mariani, alm Bapak Katidjan
Redhi, dan alm Bapak Bambang Sutrisno yang selalu
memberikan dukungan materil maupun doa restu yang
tak henti-hentinya dan semua hal yang terbaik bagi
penulis.
2. Bapak Ir. Yusuf Kaelani, M.Eng., selaku dosen
pembimbing yang selalu membimbing dan
memberikan arahan kepada penulis.
3. Bapak Ir. Julendra B. Ariatedja selaku dosen
pembimbing kedua yang selalu memberi dukungan,
semangat dan arahan dalam pengerjaan tugas akhir ini.
4. Bapak Dr.Agus Sigit Pramono, DEA dan Bapak Ari
Kurniawan Saputra, S.T., M.T., selaku dosen penguji
yang telah memberikan kritik dan saran kepada penulis
dalam penyempurnaan tugas akhir ini.
5. Bapak Mohamad Koeswono, Bapak Eddy Yusuf
Kusdira, dan PT. Dharma Satya Nusantara 2, yang telah
bersedia direpotkan dalam proses pengambilan data
dan mempercayakan kepada penulis untuk melakukan
penelitian ini.
v
vi

6. Bapak Harus Laksana Guntur, S.T., M.Eng., Dr.Eng.,


selaku dosen wali yang selalu memberikan dukungan
dan arahan selama perkuliahan.
7. Bapak dan Ibu dosen dan karyawan Jurusan Teknik
Mesin yang telah memberikan pelajaran yang berharga
kepada penulis selama masa kuliah, baik berupa ilmu
pengetahuan maupun ilmu tentang kehidupan.
8. My dearest bestfriend, Alya Novita Putri dan my lovely
boyfriend, Rifqi Yunus Trisna Pratama, yang tidak
henti-hentinya mengingatkan,memberikan semangat
dan motivasi kepada penulis. 사랑해.
9. Aulia Rizqiaputri Viriani, teman satu perjuangan
dengan topik tugas akhir yang sama.
10. Moh. Novan Ferdy R., yang telah bersedia direpotkan
dalam pembuatan poster tugas akhir.
11. Teman-teman, kakak-kakak dan adek-adek di UKM
IFLS yang selalu memberikan hiburan dikala penulis
merasa kesusahan dalam pengerjaan laporan. 고맙다.
12. Teman-teman pejuang mbp dan teman-teman M57,
yang selalu membantu, dan menghibur penulis.
13. Dan kepada semua yang membantu penulis
menyelesaikan penulisan yang tidak bisa disebutkan
satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun sebagai tambahan ilmu. Akhir
kata semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita.

Surabaya, Juli 2018

Penulis
DAFTAR ISI

ABSTRAK.................................................................................... i
ABSTRACT ............................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................v
DAFTAR ISI ............................................................................. vii
DAFTAR TABEL ...................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................. xi
DAFTAR SIMBOL .................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................1


1.1. Latar Belakang..................................................................1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................2
1.3. Tujuan Penelitian ..............................................................2
1.4. Batasan Masalah ...............................................................2
1.5. Manfaat Penelitian ............................................................3
1.6. Sistematika Penelitian ......................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................5


2.1. Sistem Aerial Ropeway / Cableway................................. 5
2.2. Prinsip Kerja Sistem Monocable Ropeway ...................... 6
2.3. Kabel ................................................................................ 6
2.4. Perhitungan Kabel yang Telah Dilakukan Oleh
Perusahaan ........................................................................ 7
2.5. Rumus Perhitungan Tegangan Pada Kabel ...................... 9
2.5.1. Kabel Dibebani Oleh Satu Beban Vertikal .................. 9
2.5.2. Kabel Dibebani Oleh Dua Beban Vertikal ................ 12
2.6. Teori Kegagalan ............................................................. 14
2.7. Software SAP2000 ......................................................... 15
2.8. Finite Element Kabel Pada Software SAP2000 .............. 16
2.9. Topologi Pemasangan Sistem Monocable Ropeway ...... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................21


3.1 Diagram Alir Penelitian .................................................. 21
3.2 Tahap-Tahap Penelitian .................................................. 22

vii
viii

3.2.1. Studi Literatur dan Menentukan Bagian Dari Sistem


Monocable Ropeway yang Akan Diteliti ................... 22
3.2.2. Pengumpulan Data Tentang Kabel ............................ 22
3.2.3. Perhitungan Manual Tegangan Kabel Saat Kondisi
Mendatar.................................................................... 23
3.2.3.1. Perhitungan Tegangan Kabel Dengan Satu
Beban .............................................................. 23
3.2.3.2. Perhitungan Sag Pada Kabel Dengan Dua
Beban .............................................................. 25
3.2.4. Simulasi Pada Software SAP2000 ............................. 26
3.2.5. Verifikasi Perhitungan Manual dan Simulasi ............ 29
3.2.6. Analisa Tegangan dan Defleksi Pada Kabel Hasil
Perhitungan dan Simulasi Saat Kondisi Mendatar,
Menanjak dan Menurun............................................. 30
3.2.7. Menghitung Daya yang dibutuhkan Sistem Monocable
Ropeway .................................................................... 30
3.2.8. Penarikan Kesimpulan dan Saran .............................. 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................35


4.1 Analisa Hasil Perhitungan Manual dan Simulasi Pada
Kondisi Mendatar ........................................................... 35
4.2 Analisa Hasil Simulasi Pada Kondisi Menanjak ............ 39
4.3 Analisa Hasil Simulasi Pada Kondisi Menurun ............. 42
4.4 Pembahasan Daya yang Dibutuhkan Oleh Sistem
Monocable Ropeway ...................................................... 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................45


5.1 Kesimpulan ..................................................................... 45
5.2 Saran ............................................................................... 45

DAFTAR PUSTAKA ................................................................47


LAMPIRAN ...............................................................................49
BIOGRAFI PENULIS ..............................................................63
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Data Penunjang Pengerjaan Tugas Akhir .......... 23


Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Manual ................................. 33
Tabel 4.1 Data Uji Coba Simulasi Kabel Pada Kondisi
Mendatar Dengan Satu Beban ........................... 36
Tabel 4.2 Perbandingan Hasil Perhitungan Manual Dengan
Hasil Simulasi Pada Kondisi Mendatar ............. 37
Tabel 4.3 Gaya Tegang dan Tegangan Normal Kabel Pada
Kondisi Mendatar .............................................. 38
Tabel 4.4 Hasil Simulasi Pada Kondisi Menanjak............. 40
Tabel 4.5 Gaya Tegang dan Tegangan Normal Kabel Pada
Kondisi Menanjak .............................................. 41
Tabel 4.6 Hasil Simulasi Pada Kondisi Menurun .............. 43
Tabel 4.7 Gaya Tegang dan Tegangan Normal Kabel Pada
Kondisi Menurun ............................................... 43
Tabel 4.8 Rangkuman Hasil Analisa Tegangan Kabel ...... 44

ix
x

[Halaman Sengaja Dikosongkan]


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Sistem Monocable Ropeway ........................... 6


Gambar 2.2. Standard Wire Rope 19x7............................... 7
Gambar 2.3. FBD Perhitungan Kabel Oleh Perusahaan ...... 8
Gambar 2.4. Free Body Diagram Pada Sebagian Dari
Kabel Dengan Pembebanan Satu Beban. 10
Gambar 2.5. Free Body Diagram Pada Sebagian Dari
Kabel Dengan Pembebanan Dua Beban. 12
Gambar 2.6. Tampilan Software SAP2000 ....................... 15
Gambar 2.7. Cable Geometry Pada Software SAP2000 .... 17
Gambar 2.8. Topologi Pemasangan Sistem Monocable
Ropeway ....................................................... 19
Gambar 3.1 Diagram Alir ................................................. 22
Gambar 3.2 Free Body Diagram Kabel Dengan Satu
Beban ............................................................ 23
Gambar 3.3 Free Body Diagram Kabel Dengan Dua
Beban ........................................................... 25
Gambar 3.4 Tampilan Material Property Data ................ 27
Gambar 3.5 Pemodelan Kabel Mendatar .......................... 28
Gambar 3.6 Pemodelan Kabel Menanjak ......................... 28
Gambar 3.7 Pemodelan Kabel Menurun .......................... 29
Gambar 3.8 (a) Free Body Diagram Gaya Gesek Antara
Kabel Dengan Pulley; (b) hubungan berat
kabel (w) dengan gaya tegang kabel arah
vertikal (VA) pada pulley .............................. 31
Gambar 4.1 Defleksi Kabel Pada Kondisi Mendatar
Dengan Satu Beban ...................................... 35
Gambar 4.2 Defleksi Kabel Pada Kondisi Mendatar
Dengan Dua Beban ....................................... 35
Gambar 4.3 (a) Perhitungan Sederhana Tegangan
Kabel pada Kondisi Mendatar Dengan
Satu Beban; (b) Perhitungan Sederhana

xi
xii

Tegangan Kabel pada Kondisi Mendatar


Dengan Dua Beban ................................. 37
Gambar 4.4 Defleksi Kabel Pada Kondisi Menanjak
Dengan Satu Beban ...................................... 39
Gambar 4.5 Defleksi Kabel Pada Kondisi Menanjak
Dengan Dua Beban ....................................... 39
Gambar 4.6 Perhitungan Sederhana Tegangan Kabel
Pada Kondisi Menanjak .......................... 41
Gambar 4.7 Defleksi Kabel Pada Kondisi Menurun
Dengan Satu Beban ...................................... 42
Gambar 4.8 Defleksi Kabel Pada Kondisi Menurun
Dengan Dua Beban ....................................... 42
DAFTAR SIMBOL

α, β, θ1, θ2 : sudut yang terbentuk antara kabel dengan sumbu x [°]


A0 : Luas penampang kabel sebelum pembebanan F1 [m2].
d : Diameter kabel [mm]
dx : Delta panjang kabel searah sumbu x [m].
dz : Delta panjang kabel searah sumbu z [m].
ds : Delta panjang busur unstrained cable [m].
dp : Delta panjang busur strained cable [m].
dh : Jarak antar tiang [m].
E : Modulus Elastisitas bahan dari kabel [Pa].
Ep : Energi potensial beban [J].
Eloss : Energi yang hilang akibat gaya gesek [J]
ε : Renggangan yang terjadi pada kabel.
F, F1, F2 : Beban vertikal yang bekerja pada kabel [N].
H : Gaya tegang kabel arah horizontal [N].
L0 : Panjang kabel sebelum pembebanan F [m].
𝓁 : defleksi kabel pada perhitungan oleh perusahaan
[m].
P : Daya yang dibutuhkan sistem [HP]
qc : Berat kabel persatuan panjang kabel (kg/m).
s : Panjang lintasan yang ditempuh = panjang kabel dari
titik A [m].
s1 : Panjang kabel dari titik A sampai pembebanan F1 [m].
s2 : Panjang kabel dari titik A sampai pembebanan F2 [m].
σN : Tegangan normal pada kabel [N/mm2].
σy : Yield strength pada kabel [N/mm2].
t : Waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak s [det].
T, T1, T2 : Gaya tegang kabel [N].
v : Kecepatan kabel berjalan [m/det]
VA : Gaya tegang kabel arah vertikal = gaya reaksi pada
tumpuan [N].
x : Defleksi kabel searah sumbu x [m].
z : Defleksi kabel searah sumbu z [m].

xiii
xiv

[Halaman Sengaja Dikosongkan]


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Industri perkebunan kelapa sawit merupakan sektor usaha
non migas yang menghasilkan keuntungan besar bagi Indonesia.
Pada tahun 2011 total ekspor mencapai 17,87 juta ton dengan total
nilai sebesar USD 19,37 milyar, dan meningkat menjadi 24,33 juta
ton dengan total nilai sebesar USD 16,27 milyar pada tahun 2016
(BPS, 2017). Buah kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan
mentah dari minyak goreng, margarine, sabun, kosmetik, serta
sebagai bahan dari industri farmasi. Saat ini, perkembangan
industri kelapa sawit sangat pesat karena jumlah produksi kelapa
sawit meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia.
Melihat peningkatan jumlah kelapa sawit yang diekspor
namun tidak diiringi dengan meningkatnya harga kelapa sawit,
menjadi salah satu pertimbangan untuk memperbaiki sistem
produksi, salah satunya proses pengangkutan kelapa sawit. Pada
saat ini kelapa sawit diangkut menggunakan truk dan wintor.
Dalam penggunaan truk maupun wintor, terdapat beberapa kendala,
yaitu pertama harga dan ketersediaan akan bahan bakar. Seperti
yang telah diketahui, bahan bakar minyak dalam hal ini khususnya
solar, merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui
sehingga ketersediaannya semakin lama semakin menipis.
Selanjutnya yaitu masalah lingkungan. Sebagai alat transportasi di
darat, truk dan wintor pasti membutuhkan jalur untuk berjalan.
Dalam pembuatan jalur tersebut, maka dilakukan pemangkasan
pohon dan pemadatan tanah. Pemangkasan pohon selain dapat
memperparah efek global warming, juga dapat merusak ekosistem
hutan tersebut. Ketiga terus meningkatnya biaya untuk fasilitas dan
tenaga kerja dapat mengakibatkan kesulitan pengadaan tenaga
kerja.
Untuk mengatasi kendala tersebut, dapat dilakukan dengan
menerapkan sistem transportasi aerial ropeway. Salah satunya
menggunakan sistem monocable ropeway. Penggunaan sistem

1
2

monocable ropeway untuk pengangkutan kelapa sawit merupakan


hal baru di Indonesia, sehingga perlu dilakukan penelitian disetiap
bagiannya. Salah satu yang perlu dilakukan penelitian adalah
kekuatan kabel dari sistem tersebut, karena kabel merupakan
komponen utama dalam sistem ini.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut,
perumusan masalah yang akan diselesaikan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana menganalisa tegangan dan defleksi kabel pada
sistem monocable ropeway yang digunakan dalam proses
pengangkutan kelapa sawit dalam beberapa kondisi yaitu
posisi mendatar, menanjak, dan menurun?
2. Bagaimana menghitung daya yang dibutuhkan untuk
menjalankan sistem monocable ropeway?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menganalisa tegangan dan defleksi kabel pada
sistem monocable ropeway yang digunakan dalam proses
pengangkutan kelapa sawit dalam beberapa kondisi yaitu
posisi mendatar, menanjak, dan menurun.
2. Untuk menghitung daya yang dibutuhkan untuk
menjalankan sistem monocable ropeway.

1.4. Batasan Masalah


Penelitian ini memiliki batasan masalah sebagai berikut :
1. Kabel yang digunakan yaitu Standard Wire Rope 19 x 7
dengan spesifikasi sebagai berikut :
a. Tensile strength : 1960 N/mm2.
b. Diameter kabel : 16 mm.
c. MBL : 210 kN.
d. Massa per satuan Panjang : 1,57 kg/m.
2. Jarak antar tiang penyangga kabel adalah 50 meter.
3

3. Jarak antar basket/pembawa adalah 25 meter.


4. Kapasitas muat per-basket adalah 50 s/d 100 kg.
5. Kecepatan kabel berjalan adalah 4 km/jam.
6. Topografi berbukit-bukit dengan kemiringan maksimal
adalah 30°.
7. Software yang digunakan untuk simulasi kabel adalah
SAP2000 v.19.

1.5. Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai media mengaplikasikan dan menerapkan ilmu
yang telah diperoleh selama proses perkuliahan.
2. Hasil dari penelitian dapat digunakan sebagai referensi
perancangan dan pengembangan sistem monocable
ropeway kedepannya agar menjadi lebih baik.
3. Memberikan informasi mengenai kabel yang digunakan
sebagai alat transportasi.

1.6. Sistematika Penulisan


Penulisan Tugas akhir ini terdiri dari abstrak yang berisi
gambaran umum dari penelitian ini. Bab I pendahuluan yang
memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
batasan masalah, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab II tinjauan pustaka berisi tentang dasar-dasar teori yang
digunakan sebagai acuan dari penelitian, Bab III metodologi
penelitian, Bab IV hasil penelitian dan pembahasannya, dan Bab V
kesimpulan dan saran.
4

[Halaman Sengaja Dikosongkan]


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Aerial Ropeway / Cableway


Sistem aerial ropeway / cableway merupakan sebuah
sistem transportasi yang dapat digunakan untuk memindahkan
orang dan barang berupa kendaraan yang digantung dan
dipindahkan menggunakan wire rope. Sistem aerial ropeway
pertama kali digagas oleh Adam Wybe pada tahun 1644 di kota
Dantsig (sekarang Gdansk), digunakan untuk menghubungkan
benteng kota dengan bukit di luar kota (Booth, 1965). Secara
tradisional, sistem aerial ropeway telah digunakan sebagai sistem
transportasi untuk mengukur lereng curam dan melintasi lembah
maupun menyeberangi perairan. Saat ini, sistem aerial ropeway
banyak digunakan untuk layanan lokal atau tujuan wisata dan ada
yang menggunakannya sebagai jaringan transportasi umum utama.
Sistem aerial ropeway dapat diklasifikasikan menjadi dua
yaitu sistem monocable ropeway dan sistem bicable ropeway,
sesuai dengan jumlah kabel yang digunakan untuk memindahkan
carrier (pembawa). Pada sistem bicable ropeway menggunakan
dua kabel dimana satu kabel berfungsi sebagai penyangga
pembawa dan kabel yang lain berfungsi sebagai penarik carrier.
Sedangkan pada sistem monocable ropeway, kedua fungsi tersebut
dilakukan oleh satu kabel (Löhr).
Sistem aerial ropeway juga dapat juga diklasifikasikan
menurut apakah klipnya tetap (fixed) atau bisa dilepas (detachable)
(Löhr). Pada sistem fixed-clip, carrier akan melekat secara
permanen pada kabel pengangkut. Sedangkan pada sistem
detachable-clip, secara manual ataupun otomatis, carrier akan
terpisah dari kabel yang terus berjalan saat memasuki stasiun.
Kemudian carrier akan bergerak di sepanjang rel lalu diikat
kembali ke kabel yang bergerak. Fitur ini memungkinkan
fleksibilitas dalam bongkar muat carrier serta kemudahan
perawatan dan mudahnya pemindahan atau penambahan carrier
tanpa mempengaruhi pengoperasian ropeway. Komponen utama

5
6

pada Aerial Ropeway yaitu : kabel / tali; carrier; tiang / tower; dan
pulley / sheave.

2.2. Prinsip Kerja Sistem Monocable Ropeway

Gambar 2.1 Sistem Monocable Ropeway


(Gewali, 2004)

Gambar 2.1 merupakan contoh sistem monocable ropeway


yang menggunakan detachable-clip, dimana ketika carrier
memasuki drive station maupun return station, carrier akan
terpisah dari kabel dan berjalan pada station rail dan akan diikat
kembali ke kabel. Sistem tersebut menggunakan sebuah kabel yang
mana memiliki dua fungsi yaitu untuk penahan beban dan untuk
menggerakkan carrier. Kabel akan digerakkan oleh pulley yang
tersambung pada driver unit. Ketika kabel bergerak, carrier
tersebut juga akan bergerak.

2.3. Kabel
Kabel pada ropeway tersebut terbuat dari beberapa helai
kawat baja yang dipintal bersama. Pada bagian dalam kabel, inti
bisa berupa untaian kawat baja, atau sebuah kawat baja independen,
bisa juga berupa inti serat (fibre core). Kabel yang memiliki inti
baja, memiliki fleksibilitas yang kurang namun lebih kuat dari
kabel yang memiliki inti serat dengan ukuran yang sama. Kekuatan
kabel ini berfungsi untuk mempertahankan bentuknya di bawah
tekanan permukaan tinggi, dimana dapat dipastikan bahwa beban
7

didistribusikan secara merata di antara kabel. Pada umumnya,


kabel berinti serat digunakan sebagai penggerak carrier.

Gambar 2.2 Standard Wire Rope 19x7


(Katalog Vermeulen Europoort)

Pada batasan masalah telah ditentukan bahwa penelitian


ini menggunakan standard wire rope 19x7 (gambar 2.2). Makna
dari 19x7 yaitu terdapat 19 strands pada kabel dimana setiap strand
terdapat 7 steel wire. Kabel tipe ini banyak digunakan sebagai tali
pengangkat pada crane. Terdapat dua jenis berbeda pada kabel ini,
yang pertama memiliki tensile strength sebesar 1960 N/mm2
sedangkan yang kedua memilki tensile strength sebesar 2160
N/mm2. Tensile strength sendiri akan berpengaruh terhadap
Minimum Breaking Load (MBL) kabel. MBL adalah sampel secara
statistik dari ultimate strength ketika diuji kegagalan.

2.4. Perhitungan Kabel yang Telah Dilakukan Oleh


Perusahaan
Selama ini, perhitungan yang dilakukan di lapangan
dilakukan secara sederhana (gambar 2.3), yaitu dengan
mengasumsikan kabel sebagai garis linear atau garis lurus. Dengan
menggunakan hukum kesetimbangan gaya, maka akan diperoleh
besar tegangan kabel, seperti yang tertulis dibawah. Namun, pada
kenyataannya, pada kabel sendiri terdapat beban merata yang
disebabkan oleh berat kabel itu sendiri, sehingga kabel tidak dapat
diasumsikan sebagai garis linear. Akibat beban merata pada kabel,
menyebabkan kabel berbentuk melengkung seperti kurva sesuai
riset yang telah dilakukan oleh Daniel Papini pada tahun 2010.
8

Gambar 2.3 FBD Perhitungan Kabel Oleh Perusahaan

𝓁
tan 𝛼 =
𝑠1
Dimana 𝓁 adalah lendutan/defleksi kabel = 0,3 m dan s1
adalah jarak antara tiang pertama dengan beban (F) pertama = 12,5
m.
0,3
tan 𝛼 =
12,5
𝛼 = 𝑎𝑟𝑐 tan 0,024
𝛼 = 1,374°

𝐹
𝑇1 = ; 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝐹: 981 𝑁
sin 𝛼
981
𝑇1 =
sin 1,374
𝑇1 = 40911,6 𝑁

𝐹
𝑇2 =
tan 𝛼
981
𝑇2 =
tan 1,374
𝑇2 = 40899,8 𝑁
9

2.5. Rumus Perhitungan Tegangan Pada Kabel


2.5.1. Kabel Dibebani Oleh Satu Beban Vertikal.
Asumsi-asumsi berikut dibuat dengan memperhatikan
sifat-sifat pada kabel :
1. Karena adanya prinsip kekekalan massa, maka setiap bagian
kabel yang terletak di antara dua penampang yang tegak
lurus dengan garis tengah kabel, akan mempertahankan
massanya selama terjadi deformasi. Sehingga berat kabel
𝑊
pada gambar 2.4 dapat ditulis sebagai 𝑠 = 𝑞𝑐 𝑠.
𝐿0
2. Kabel tidak memiliki flexural rigidity.
3. Satu-satunya tegangan yang terjadi pada kabel adalah
tegangan tarik normal aksial (σN), dimana σN = T(s); yang
didistribusikan secara merata di setiap penampang tegak
lurus dengan garis tengah kabel.
4. Dalam arah aksial, kabel mengalami strain yang sangat kecil.
Oleh karena itu, persamaan untuk regangan aksial (ε) yaitu :
𝑑𝑝−𝑑𝑠 𝑑𝑝
𝜀 = 𝑓𝜀 (𝑠) = 𝑑𝑠
= 𝑑𝑠
− 1 ......................... (2.1)
Dengan menggunakan persamaan (2.1), bersama dengan
asumsi bahwa tegangan normal cross-sectional σN terdistribusi
merata pada setiap penampang, tegangan kabel T dapat ditulis
sebagai
𝑑𝑝
𝑇 = 𝑓𝑇 (𝑠) = 𝜎𝑁 . 𝐴0 = 𝐸 . 𝜀 . 𝐴0 = 𝐸𝐴0 ( − 1) .. (2.2)
𝑑𝑠

Free body diagram pada gambar 2.4, merupakan dasar


diperolehnya persamaan tegangan dan defleksi kabel dengan
pembebanan satu beban pada jarak s1. Selain mendapat pengaruh
dari beban F1, tegangan dan defleksi kabel juga dipengaruhi oleh
berat kabel itu sendiri yang mana disimbolkan sebagai qc.
Hubungan antara dx, dz, dp dengan θ dapat dilihat pada persamaan
berikut :
𝑑𝑧 𝑑𝑥 𝑑𝑧
𝑑𝑝
= sin(𝜃) , 𝑑𝑝 = cos(𝜃) , 𝑑𝑥 = tan(𝜃) ........... (2.3)
10

s1

Gambar 2.4 Free Body Diagram Pada Sebagian Dari Kabel


Dengan Pembebanan Satu Beban
(Papini, 2010)

Berdasarkan kesetimbangan beban horizontal dan vertikal


dari kabel, dapat diperoleh persamaan sebagai berikut :
𝑑𝑥
𝐻=𝑇 , 𝑠1 < 𝑠 ≤ 𝐿0 .......................... (2.4)
𝑑𝑝
𝑑𝑧
𝑞𝑐 s − 𝑉𝐴 + 𝐹1 = 𝑇 𝑑𝑝 , 𝑠1 < 𝑠 ≤ 𝐿0 .......................... (2.5)

Selain itu, persamaan untuk tegangan kabel dapat ditulis sebagai


berikut :
𝑇 = √𝐻 2 + (𝑞𝑐 s − 𝑉𝐴 )2 , 0 ≤ 𝑠 < 𝑠1 .............. (2.6)
𝑇 = √𝐻 2 + (𝑞𝑐 s − 𝑉𝐴 + 𝐹1 )2 , 𝑠1 < 𝑠 ≤ 𝐿0 ............. (2.7)
Untuk menemukan persamaan posisi koordinat x, dapat ditulis,
𝑑𝑥 𝑑𝑥 𝑑𝑝
𝑑𝑠
= 𝑑𝑝 𝑑𝑠 .................................... (2.8)

Dimana,
𝑑𝑥 𝐻 𝐻
= = ........................... (2.9)
𝑑𝑝 𝑇 √𝐻 2 +(𝑞𝑐 s−𝑉𝐴 )2
11

𝑑𝑝
Sedangkan 𝑑𝑠 dapat dicari dengan menggunakan persamaan 2.1,
2.2, dan 2.6, yaitu,
𝑑𝑝 𝑇 √𝐻 2 +(𝑞𝑐 s−𝑉𝐴 )2
𝑑𝑠
= 𝜀 + 1 = 𝐸𝐴 + 1 = 𝐸𝐴0
+ 1 ....... (2.10)
0

Sehingga,
𝑑𝑥 𝐻 √𝐻 2 +(𝑞𝑐 s−𝑉𝐴 )2
=( )( + 1) ........ (2.11)
𝑑𝑠 √𝐻 2 +(𝑞𝑐 s−𝑉𝐴 )2 𝐸𝐴0
𝑑𝑥 𝐻 𝐻
= 𝐸𝐴 + ......................... (2.12)
𝑑𝑠 0 √𝐻 2 +(𝑞𝑐 s−𝑉𝐴 )2

Dengan melakukan integrasi,


𝑥 𝑠 𝐻 𝑠 𝐻
∫𝑥 𝑑𝑥 = ∫𝑠 𝑑𝑠 + ∫𝑠 𝑑𝑠 ........ (2.13)
𝐴 𝐴 𝐸𝐴0 𝐴 √𝐻 2 +(𝑞𝑐 s−𝑉𝐴 )2

Maka diperoleh persamaan x sebagai berikut:


𝐻 𝐻 𝑞𝑐 𝑠−𝑉𝐴
𝑥 = 𝑥𝐴 + 𝐸𝐴 𝑠 + 𝑞 (𝑠𝑖𝑛ℎ−1 ( 𝐻
)−
0 𝑐
𝑉𝐴
𝑠𝑖𝑛ℎ−1 (− )) , 0 ≤ 𝑠 ≤ 𝑠1 ............................ (2.14)
𝐻

𝐻 𝐻 𝑞𝑐 𝑠−𝑉𝐴 +𝐹1
𝑥 = 𝑥𝐴 + 𝐸𝐴 𝑠 + 𝑞 (𝑠𝑖𝑛ℎ−1 ( 𝐻
)−
0 𝑐
𝑞𝑐 𝑠1 −𝑉𝐴 +𝐹1 𝑞 𝑠 −𝑉
𝑠𝑖𝑛ℎ−1 ( 𝐻
)+ 𝑠𝑖𝑛ℎ−1 ( 𝑐 1𝐻 𝐴 ) −
𝑉
𝑠𝑖𝑛ℎ−1 (− 𝐻𝐴 )) , 𝑠1 ≤ 𝑠 ≤ 𝐿0 ......................... (2.15)

Dengan langkah yang sama, diperoleh persamaan z sebagai


berikut:
1 𝑞 1
𝑧 = 𝑧𝐴 + 𝐸𝐴 ( 2𝑐 𝑠 2 − 𝑉𝐴 𝑠) + 𝑞 (√𝐻 2 + (𝑞𝑐 s − 𝑉𝐴 )2 −
0 𝑐

√𝐻 2 + 𝑉𝐴 2 ) , 0 ≤ 𝑠 ≤ 𝑠1 .............................. (2.16)
12

1 𝑞
𝑧 = 𝑧𝐴 + 𝐸𝐴 ( 2𝑐 𝑠 2 − 𝑉𝐴 𝑠 + 𝐹1 𝑠 − 𝐹1 𝑠1 ) +
0
1
𝑞𝑐
(√𝐻 2 + (𝑞𝑐 s − 𝑉𝐴 + 𝐹1 )2 −

√𝐻 2 + (𝑞𝑐 𝑠1 − 𝑉𝐴 + 𝐹1 )2 + √𝐻 2 + (𝑞𝑐 𝑠1 − 𝑉𝐴 )2 −
√𝐻 2 + 𝑉𝐴 2 ) , 𝑠1 ≤ 𝑠 ≤ 𝐿0 .............................. (2.17)

2.5.2. Kabel Dibebani Oleh Dua Beban Vertikal.

s1 s2

Gambar 2.5 Free Body Diagram Pada Sebagian Dari Kabel


Dengan Pembebanan Dua Beban
(Papini, 2010)

Free body diagram pada gambar 2.5, merupakan dasar


diperolehnya persamaan tegangan dan defleksi kabel dengan
pembebanan dua beban F pada jarak s1 dan s2. Selain mendapat
pengaruh dari beban F1 dan F2, tegangan dan defleksi kabel juga
dipengaruhi oleh berat kabel itu sendiri yang mana disimbolkan
sebagai qc.
13

Seperti pada kabel yang dibebani oleh satu gaya vertikal,


dapat diperoleh persamaan berdasarkan kesetimbangan beban
horizontal dan vertikal dari kabel.
𝑑𝑥
𝐻 = 𝑇 𝑑𝑝 , 𝑠2 < 𝑠 ≤ 𝐿0 ............ (2.18)
𝑑𝑧
𝑞𝑐 s − 𝑉𝐴 + 𝐹1 + 𝐹2 = 𝑇 𝑑𝑝 , 𝑠2 < 𝑠 ≤ 𝐿0 ............. (2.19)

Dan persamaan untuk tegangan kabel dapat ditulis sebagai berikut:


𝑇 = √𝐻 2 + (𝑞𝑐 s − 𝑉𝐴 )2 , 0 ≤ 𝑠 < 𝑠1 ...... (2.20)
𝑇 = √𝐻 2 + (𝑞𝑐 s − 𝑉𝐴 + 𝐹1 )2 , 𝑠1 < 𝑠 < 𝑠2 ...... (2.21)
𝑇 = √𝐻 2 + (𝑞𝑐 s − 𝑉𝐴 + 𝐹1 + 𝐹2 )2 , 𝑠2 < 𝑠 ≤ 𝐿0 .... (2.22)
Lalu dilakukan substitusi dan integrasi, sehingga didapat
persamaan x sebagai berikut:
𝐻 𝐻 𝑞𝑐 𝑠−𝑉𝐴
𝑥 = 𝑥𝐴 + 𝐸𝐴 𝑠 + 𝑞 (𝑠𝑖𝑛ℎ−1 ( 𝐻
)−
0 𝑐
𝑉𝐴
𝑠𝑖𝑛ℎ−1 (− 𝐻
)) , 0 ≤ 𝑠 ≤ 𝑠1 ......................... (2.23)

𝐻 𝐻 𝑞𝑐 𝑠−𝑉𝐴 +𝐹1
𝑥 = 𝑥𝐴 + 𝐸𝐴 𝑠 + 𝑞 (𝑠𝑖𝑛ℎ−1 ( 𝐻
)−
0 𝑐
𝑞𝑐 𝑠1 −𝑉𝐴 +𝐹1 𝑞 𝑠 −𝑉
𝑠𝑖𝑛ℎ−1 ( )+ 𝑠𝑖𝑛ℎ−1 ( 𝑐 1 𝐴 ) −
𝐻 𝐻
𝑉𝐴
𝑠𝑖𝑛ℎ−1 (− )) , 𝑠1 ≤ 𝑠 ≤ 𝑠2 ......................... (2.24)
𝐻

𝐻 𝐻 𝑞 𝑠−𝑉 +𝐹 +𝐹
𝑥 = 𝑥𝐴 + 𝑠 + (𝑠𝑖𝑛ℎ−1 ( 𝑐 𝐴 1 2 ) −
𝐸𝐴0 𝑞𝑐 𝐻
−1 𝑞𝑐 𝑠1 −𝑉𝐴 +𝐹1 +𝐹2 𝑞 𝑠 −𝑉 +𝐹
𝑠𝑖𝑛ℎ ( ) + 𝑠𝑖𝑛ℎ−1 ( 𝑐 2 𝐴 1 ) −
𝐻 𝐻
−1 𝑞𝑐 𝑠1 −𝑉𝐴 +𝐹1 −1 𝑞𝑐 𝑠1 −𝑉𝐴
𝑠𝑖𝑛ℎ ( 𝐻
) + 𝑠𝑖𝑛ℎ ( 𝐻 ) −
𝑉
𝑠𝑖𝑛ℎ−1 (− 𝐻𝐴 )) , 𝑠2 ≤ 𝑠 ≤ 𝐿0 ......................... (2.25)

Dan persamaan z sebagai berikut:


14

1 𝑞 1
𝑧 = 𝑧𝐴 + 𝐸𝐴 ( 2𝑐 𝑠 2 − 𝑉𝐴 𝑠) + 𝑞 (√𝐻 2 + (𝑞𝑐 s − 𝑉𝐴 )2 −
0 𝑐

√𝐻 2 + 𝑉𝐴 2 ) , 0 ≤ 𝑠 ≤ 𝑠1 .............................. (2.26)
1 𝑞
𝑧 = 𝑧𝐴 + 𝐸𝐴 ( 2𝑐 𝑠 2 − 𝑉𝐴 𝑠 + 𝐹1 𝑠 − 𝐹1 𝑠1 ) +
0
1
𝑞𝑐
(√𝐻 2 + (𝑞𝑐 s − 𝑉𝐴 + 𝐹1 )2 −

√𝐻 2 + (𝑞𝑐 𝑠1 − 𝑉𝐴 + 𝐹1 )2 + √𝐻 2 + (𝑞𝑐 𝑠1 − 𝑉𝐴 )2 −
√𝐻 2 + 𝑉𝐴 2 ) , 𝑠1 ≤ 𝑠 ≤ 𝑠2 .............................. (2.27)
1 𝑞
𝑧 = 𝑧𝐴 + 𝐸𝐴 ( 2𝑐 𝑠 2 − 𝑉𝐴 𝑠 + (𝐹1 + 𝐹2 )𝑠 − 𝐹1 𝑠1 − 𝐹2 𝑠2 ) +
0
1
𝑞𝑐
(√𝐻 2 + (𝑞𝑐 s − 𝑉𝐴 + 𝐹1 + 𝐹2 )2 −

√𝐻 2 + (𝑞𝑐 𝑠2 − 𝑉𝐴 + 𝐹1 + 𝐹2 )2 +
√𝐻 2 + (𝑞𝑐 𝑠2 − 𝑉𝐴 + 𝐹1 )2 −
√𝐻 2 + (𝑞𝑐 𝑠1 − 𝑉𝐴 + 𝐹1 )2 + √𝐻 2 + (𝑞𝑐 𝑠1 − 𝑉𝐴 )2 −
√𝐻 2 + 𝑉𝐴 2 ) , 𝑠2 ≤ 𝑠 ≤ 𝐿0 ............................. (2.28)

Apabila penopang pada ujung kabel berada pada level


vertikal yang sama, dan gaya luar vertikal yang bekerja pada kabel
berada pada posisi simetris dengan besar nilai yang sama, maka
kabel akan berbentuk simetris sehingga nilai VA dapat dihitung
menggunakan persamaan
𝑠𝑦𝑚 1 𝑁𝐹
𝑉𝐴 = 𝑉𝐴 = 2 (𝑞𝑐 𝐿0 + ∑𝑖=0 𝐹𝑖 ) ............. (2.29)

2.6. Teori Kegagalan


Permasalahan yang sering dihadapi oleh para engineer
adalah memilih material yang tepat dan lebih spesifik karena
berpengaruh terhadap kegagalan dari material tersebut. Kegagalan
pada material yang ulet adalah ketika permulaan dari peluluhan
15

material tersbut, sedangkan pada material yang getas, kegagalan


dapat disebut dengan fracture (patah).
Berdasarkan teori tegangan normal maksimum yang
menyatakan bahwa “kegagalan akan terjadi ketika tegangan
normal maksimum yang terjadi melebihi tegangan luluhnya (yield
strength)”. Sehingga apabila tegangan normal (σN) maksimun yang
terjadi kurang dari sama dengan yield strength (σy), maka kondisi
tersebut dapat dikatakan aman. Kondisi tersebut dapat dirumuskan
sebagai berikut :
σN ≤ σy .................................. (2.30)

2.7. Software SAP2000

Gambar 2.6 Tampilan Software SAP2000

SAP2000 (Structure Analysis Program 2000) merupakan


salah satu software yang digunakan untuk analisis struktur.
SAP2000 ini terhitung lengkap dan sangat mudah untuk
dioperasikan. Prinsip utama penggunaan program ini adalah
pemodelan struktur, eksekusi analisis, dan pemeriksaan atau
optimasi desain. Semua proses tersebut dapat dilakukan dalam satu
langkah atau satu tampilan. Tampilan SAP2000 ini berupa model
secara real time sehingga memudahkan pengguna untuk
16

melakukan pemodelan secara menyeluruh dalam waktu singkat


namun dengan hasil yang tepat. Selain itu, output yang dihasilkan
juga dapat ditampilkan sesuai dengan kebutuhan, bisa berupa
model struktur, grafik, maupun spreadsheet. Semuanya dapat
disesuaikan dengan kebutuhan untuk penyusunan laporan analisis
dan desain. Analisis SAP2000 menggunakan finite element
methode baik untuk static analysis maupun untuk dynamic analysis
(nonlinear analysis).
Beberapa kemampuan yang dimiliki oleh program ini
antara lain :
1. Analisis yang cepat dan akurat.
2. Model pembebanan yang lebih lengkap baik berupa static
loading maupun dynamic loading.
3. Pemodelan elemen shell yang lebih akurat.
4. Analisis dinamik dengan Ritz dan Eigenvalue
5. Sistem koordinat ganda untuk bentuk geometri struktur yang
kompleks.

2.8. Finite Element Kabel Pada Software SAP2000


Finite Element Method (FEM) merupakan suatu metode
numerik untuk menyelesaikan masalah-masalah rekayasa dan
fisika matematika. Mempelajari atau menganalisis suatu fenomena
dengan FEM sering disebut sebagai Finite Element Analysis (FEA).
Penyelesaian masalah dengan menggunakan FEM dilakukan
dengan membagi benda yang akan dianalisa menjadi bagian-
bagian yang lebih kecil dan lebih sederhana yang disebut elemen-
elemen hingga. Proses pembagian tersebut dikenal sebagai
meshing. Antar elemen-elemen dihubungkan oleh node. Pada
setiap elemen-elemen hingga akan diperoleh persamaan matematis
sederhana yang memodelkan elemen hingga ini. Kemudian
persamaan tersebut dirangkai menjadi sistem persamaan yang lebih
besar yang akan memodelkan seluruh masalah. Sesuai penjelasan
tersebut, maka penyelesaian masalah untuk kabel dengan
menggunakan FEM akan dilakukan dengan membagi kabel
menjadi segmen-segmen yang lebih kecil.
17

Gambar 2.7 Cable Geometry Pada Software SAP2000

Pada SAP2000, elemen kabel merupakan elemen


nonlinear yang digunakan untuk memodelkan perilaku catenary.
Perilaku catenary yaitu perilaku terbentuknya kurva pada kabel
maupun rantai yang digantung di bawah pengaruh oleh beratnya
sendiri ketika hanya ditumpu pada ujungnya. Kurva catenary
memiliki bentuk mirip U, tampak serupa dengan kelengkungan
parabola, tetapi bukan parabola. Pada SAP2000, tension-stiffening
dan defleksi yang tidak linier pada kabel secara inheren sudah
termasuk dalam formulasi. Ketika menggambar kabel pada
SAP2000, tab Cable Geometry akan muncul. Seperti dapat dilihat
pada gambar 2.7, pada kotak Line Object Meshing, terdapat pilihan
bagaimana analisa pada kabel yang diinginkan. Apakah
menganggap kabel sebagai satu objek atau dibagi menjadi
beberapa objek. Objek disini memiliki arti sama dengan elemen
maupun segmen. Pembagian kabel menjadi segmen-segmen kecil
dilakukan pada kotak Cable Parameters. Pada bagian Number of
18

Cable Segments, dapat diisi dengan jumlah segmen yang


diinginkan untuk membagi kabel tersebut. Perilaku catenary dari
kabel dapat dilihat pada kotak Planar View, dimana detail posisi
dan defleksi kabel dapat diketahui secara lebih rinci setiap segmen
dari kabel pada tabel disebelah planar view.

2.9. Topologi Pemasangan Sistem Monocable Ropeway


Jalur pemasangan sistem monocable ropeway dapat dilihat
pada gambar 2.8. Proses unloading dan lokasi driving unit terletak
pada posisi A, dimana dianggap sebagai posisi terendah dari sistem
tersebut. Angka yang tertera di dekat masing-masing huruf
penunjuk posisi merupakan ketinggian setiap posisi terhadap posisi
A, dimana posisi tertinggi terletak pada posisi E dengan ketinggian
185 m di atas A.
Denah topologi ini berguna untuk menghitung daya mesin
yang dibutuhkan oleh sistem. Daya mesin dapat dihitung dari
energi yang dibutuhkan dibagi dengan waktu yang dibutuhkan
seperti dapat dilihat pada persamaan 2.31 :
𝐸𝑡𝑜𝑡
𝑃= ........................................ (2.31)
𝑡

Energi yang dibutuhkan oleh sistem dapat dihitung


menggunakan persamaan energi potensial ditambah dengan energi
yang hilang akibat dari gesekan, seperti pada persamaan 2.32.
𝐸𝑡𝑜𝑡 = 𝐸𝑝 + 𝐸𝑙𝑜𝑠𝑠 ................................ (2.32)
𝐸𝑡𝑜𝑡 = 𝑚 . 𝑔 . ℎ + 𝑓𝑔𝑒𝑠𝑒𝑘 . 𝑠 ................. (2.33)
Untuk waktu yang dibutuhkan sendiri dapat dihitung
menggunakan persamaan gerak lurus beraturan dimana nilai
kecepatan pada sistem adalah konstan, sehingga dapat
menggunakan persamaan 2.34, dimana s adalah jarak yang
ditempuh dari posisi awal hingga posisi tertinggi.
𝑠
𝑡 = ........................................ (2.34)
𝑣
19

Gambar 2.8 Topologi Pemasangan Sistem Monocable Ropeway


20

[Halaman Sengaja Dikosongkan]


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Penelitian


Pada penelitian tugas akhir ini tahapan-tahapan yang ada
mengikuti diagram alir seperti pada gambar 3.1.

Mulai

Studi literatur dan menentukan bagian dari


sistem monocable ropeway yang akan diteliti

Pengumpulan data tentang kabel

Perhitungan manual tegangan kabel Simulasi kabel saat mendatar pada


saat mendatar dengan variasi : software SAP2000 v.19 dengan variasi :
1. Satu beban pada jarak 25 m. 1. Satu beban pada jarak 25 m.
2. Dua beban pada jarak 12,5 m dan 2. Dua beban pada jarak 12,5 m dan
37,5 m. 37,5 m.

Bab III Tidak Bab IV

Verifikasi, apakah hasil


perhitungan manual
dengan hasil simulasi
dapat dikomparasikan?

Ya

Simulasi kabel saat menanjak dengan sudut kenaikan sebesar 30°


pada software SAP2000 v.19 dengan variasi :
1. Satu beban pada jarak 25 m.
2. Dua beban pada jarak 12,5 m dan 37,5 m.

21
22

Simulasi kabel saat menurun dengan sudut penurunan sebesar


30° pada software SAP2000 v.19 dengan variasi :
1. Satu beban pada jarak 25 m.
2. Dua beban pada jarak 12,5 m dan 37,5 m.

Analisa tegangan dan defleksi pada kabel hasil simulasi


saat kondisi mendatar, menanjak dan menurun.

Menghitung daya motor yang dibutuhkan


sistem monocable ropeway.
Bab III

Penarikan kesimpulan dan saran.

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir

3.2 Tahap-Tahap Penelitian


3.2.1. Studi Literatur dan Menentukan Bagian Dari Sistem
Monocable Ropeway yang Akan Diteliti
Pada tahap ini, dilakukan studi literatur tentang ropeway
system secara umum. Kemudian dilakukan pendalaman pada
monocable ropeway system dan lebih spesifik lagi, dilakukan
pendalaman materi mengenai kabel. Hal yang menjadi dasar dari
identifikasi masalah telah dijelaskan sebelumnya pada latar
belakang.

3.2.2. Pengumpulan Data Tentang Kabel


Pengumpulan data dilakukan untuk menunjang pengerjaan
Tugas Akhir. Data-data yang diperoleh antara lain seperti yang
tercantum pada tabel 3.1.
23

Tabel 3.1 Data Penunjang Pengerjaan Tugas Akhir


No. Besaran Nilai
1. Standard Wire Rope 19x7 :
a. Tensile strength (σy) 1960 N/mm2
b. Diameter kabel (d) 16 mm
c. MBL 210 kN
d. Massa per satuan panjang (qc) 1,57 kg/m
2. Jarak antar tiang penyangga (dh) 50 m
3. Jarak antar basket/pembawa 25 m
4. Kapasitas maksimal 100 kg/basket
5. Kecepatan kabel berjalan (v) 4 km/jam
6. Kemiringan maksimal 30°

3.2.3. Perhitungan Manual Tegangan Kabel Saat Kondisi


Mendatar
3.2.3.1. Perhitungan Tegangan Kabel Dengan Satu Beban
Sesuai dengan data kabel yang telah diperoleh, kemudian
dengan mengasumsikan bahwa panjang kabel (L0) sama dengan
jarak antar tiang penyangga (dh), nilai modulus Young (E) sama
dengan 2 × 1011 Pa dan defleksi maksimal (zD) yang diinginkan
adalah -0,3 m, maka dapat dilakukan perhitungan tegangan yang
dibutuhkan kabel sesuai kondisi yang diinginkan. Gambar 3.2
merupakan free body diagram kabel dengan satu beban.

sD

Gambar 3.2 Free Body Diagram Kabel Dengan Satu Beban


24

Pertama, hitung nilai tegangan kabel pada arah vertikal (VA).


Karena posisi kedua tiang penyangga berada pada level yang sama,
maka perhitungan dapat dilakukan dengan menggunakan rumus
2.29.
1 1
𝑉𝐴 = (𝑞𝑐 . 𝐿0 + 𝐹) = (1,57 . 50 + 981) = 529,75 𝑁
2 2
Selanjutnya menghitung tegangan kabel pada arah
horizontal (H) dengan menggunakan rumus 2.16. Dimana panjang
kabel dari titik A ke titik D (sD) sama dengan setengah dari panjang
kabel (L0).
1 𝑞𝑐 2 1
𝑧𝐷 = 𝑧𝐴 + ( 𝑠𝐷 − 𝑉𝐴 𝑠𝐷 ) + (√𝐻 2 + (𝑞𝑐 𝑠𝐷 − 𝑉𝐴 )2 − √𝐻 2 + 𝑉𝐴 2 )
𝐸𝐴0 2 𝑞𝑐

Dimana nilai A0 = ¼ . π . d2 = ¼ . π . (16)2 = 201,06 mm2 ≈


2×10‾⁴ m2. Sehingga,
1 1,57
−0,3 = 0 + 200 × 〖10)9 . ( 〖25)2 − 529,75 . 25) +
2 × 10‾4 2
1
1,57
(√𝐻 2 + (1,47 . 25 − 529,75)2 − √𝐻 2 + 〖529,75)2 )

1
−0,3 = −3,18828125 × 10‾4 + (√𝐻2 + (−490,5)2 −
1,57

√𝐻2 + 529,752 )

−0,470499439 = √𝐻 2 + (−490,5)2 − √𝐻 2 + 529,752


𝐻 = ±42552,58 𝑁
Setelah mendapat besar nilai tegangan kabel pada arah
vertikal dan horizontal, maka dapat dihitung besar tegangan yang
terjadi pada kabel dengan menggunakan rumus 2.6.
𝑇𝐷 = √𝐻 2 + (𝑞𝑐 𝑠𝐷 − 𝑉𝐴 )2
𝑇𝐷 = √42552,582 + (1,57 . 25 − 529,75)2
𝑇𝐷 = 42555,41 𝑁
25

3.2.3.2. Perhitungan Tegangan Pada Kabel Dengan Dua


Beban

s1 s2

Gambar 3.3 Free Body Diagram Kabel Dengan Dua Beban

Sama dengan perhitungan sebelumnya, pertama-tama


hitung nilai tegangan kabel pada arah vertikal (VA). Karena posisi
kedua tiang penyangga berada pada level yang sama, maka
perhitungan dapat dilakukan dengan menggunakan rumus 2.29
1 1
𝑉𝐴 = (𝑞𝑐 . 𝐿0 + 𝐹1 + 𝐹2 ) = (1,57 . 50 + 981 + 981) = 1020,25 𝑁
2 2
Selanjutnya menghitung tegangan kabel pada arah
horizontal (H) dengan menggunakan rumus 2.27. Dimana panjang
kabel dari titik A ke titik D (sD) sama dengan setengah dari panjang
kabel (L0)., panjang kabel (L0) sama dengan jarak antar tiang
penyangga (dh), nilai modulus Young (E) sama dengan 2 × 1011 Pa
dan defleksi maksimal pada F1 (z1) yang diinginkan adalah -0,3 m.
1 𝑞
𝑧 = 𝑧𝐴 + 𝐸𝐴 ( 2𝑐 𝑠 2 − 𝑉𝐴 𝑠 + 𝐹1 𝑠 − 𝐹1 𝑠1 ) +
0
1
𝑞𝑐
(√𝐻 2 + (𝑞𝑐 s − 𝑉𝐴 + 𝐹1 )2 − √𝐻 2 + (𝑞𝑐 𝑠1 − 𝑉𝐴 + 𝐹1 )2 +

√𝐻 2 + (𝑞𝑐 𝑠1 − 𝑉𝐴 )2 − √𝐻 2 + 𝑉𝐴 2 )
26

1 1,57
−0,3 = 0 + 200 × 〖10)9 . 2 × 10‾4
(2
252 − 1020,25 . 25 +

981 . 25 − 981 . 12,5) +


1
1,57
(√𝐻 2 + (1,57 . 25 − 1020,25 + 981)2 −
√𝐻 2 + (1,57 . 12,5 − 1020,25 + 981)2 +
√𝐻 2 + (1,57 . 12,5 − 1020,25)2 − √𝐻 2 + 1020,252 )

−0,4704 = 𝐻 − √𝐻 2 + (−19,625)2 +
√𝐻 2 + (−1000,625)2 − √𝐻 2 + 1020,252
𝐻 = ±42558,32 𝑁
Setelah mendapat besar nilai tegangan kabel pada arah
vertikal dan horizontal, maka dapat dihitung besar tegangan yang
terjadi pada kabel dengan menggunakan rumus 2.21.
𝑇𝐷 = √𝐻 2 + (𝑞𝑐 𝑠𝐷 − 𝑉𝐴 + 𝐹1 )2
𝑇𝐷 = √42558,32 2 + (1,57 . 25 − 1020,25 + 981)2
𝑇𝐷 = 42558,32 𝑁

3.2.4. Simulasi Pada Software SAP2000


Simulasi pada software SAP2000 dilakukan dalam tiga
kondisi, yaitu kondisi nendatar, menanjak, dan menurun. Untuk
melakukan simulasi pada software SAP2000 terdapat dua tahapan,
yaitu :
1. Persiapan
Pada tahap ini, pertama kali yang dilakukan adalah
penentuan unit yang akan digunakan. Daftar unit yang bisa
digunakan dapat dilihat pada bagian kanan bawah dari
jendela software SAP2000. Pada simulasi kali ini, penulis
akan menggunakan unit N, m, C. Selanjutnya membuat grid
dengan cara klik kanan pada jendela tampilan, lalu pilih
27

“Edit Grid Data”. Masukan jarak antar grid sesuai dengan


yang akan dibutuhkan pada tahap pemodelan.
Sebelum memulai pemodelan, perlu dilakukan
pemilihan material yang akan digunakan dan memasukan
data diameter kabel. Penentuan material dilakukan dengan
cara klik “Define” pada menu bar, kemudian pilih
“Material”. Setelah memilih jenis material yang akan
digunakan, selanjutnya masukan data properti material
seperti dapat dilihat pada gambar 3.4. Untuk memasukkan
diameter kabel, pilih “Define” lalu pilih Section Properties
kemudian pilih Cable Sections. Lalu masukkan diameter
kabel pada kotak yang disediakan.

Gambar 3.4 Tampilan Material Property Data


28

2. Pemodelan
Penggambaran model dilakukan dengan cara klik
“Draw” pada menu bar, lalu pilih “Draw
Frame/Cable/Tendon”. Sebelum memulai menggambar
pada grid yang telah dibuat, pastikan “Line Object Type”
menampilkan “cable”. Setelah menggambar kabel, klik
ujung kabel lalu tentukan jenis penumpu dengan cara klik
“Assign”, kemudian pada “Joint”, pilih “Restrains”.
Selanjutnya, masukkan beban sesuai jarak yang ditentukan
dengan cara klik pada grid untuk beban, kemudian klik
“Assign” pada menu bar, lalu pada “Joint Loads” pilih
“Force”, selanjutnya masukan besar nilai beban sesuai arah
beban.

Gambar 3.5 Pemodelan Kabel Mendatar

Gambar 3.6 Pemodelan Kabel Menanjak


29

Gambar 3.7 Pemodelan Kabel Menurun

Contoh pemodelan kondisi mendatar, menanjak dan


menurun dengan satu beban dapat dilihat pada gambar 3.5,
3.6, dan 3.7. Setelah selesai, lakukan proses running dengan
cara klik “Analyze” pada menu bar, lalu pilih “Run
Analysis”. Jika pada perhitungan manual, dengan
menentukan besar defleksi yang diinginkan digunakan untuk
menghitung tegangan pada kabel, pada simulasi ini
dilakukan sebaliknya. Dilakukan running berulang dengan
memasukan besar nilai tegangan horizontal pada kabel
untuk mendapatkan besar nilai defleksi yang terjadi pada
kabel.

3.2.5. Verifikasi Perhitungan Manual dan Simulasi


Verifikasi mengacu pada hasil perhitungan manual dan
simulasi pada kondisi mendatar. Apakah hasil dari simulasi
software dapat dikomparasikan dengan hasil dari perhitungan
manual. Apabila kedua hasil tersebut dapat dikomparasikan, maka
dapat dilakukan simulasi lebih lanjut dengan kondisi menanjak,
menurun dan menurun.
30

3.2.6. Analisa Tegangan dan Defleksi Pada Kabel Hasil


Perhitungan dan Simulasi Saat Kondisi Mendatar,
Menanjak dan Menurun
Dari hasil yang diperoleh, dapat dianalisa bagaimana
tegangan dan defleksi pada kondisi mendatar, menanjak, dan
menurun. Analisa hasil tersebut dilakukan pada bab 4.

3.2.7. Menghitung Daya yang Dibutuhkan Sistem


Monocable Ropeway
Untuk menghitung daya mesin yang dibutuhkan, dapat
dilakukan dengan cara menghitung energi yang dibutuhkan untuk
membawa beban dari posisi terendah menuju posisi tertinggi dari
sistem. Sesuai denah topologi yang tercantum pada gambar 2.8,
posisi terendah terletak pada titik A dan posisi tertinggi terletak
pada titik E dengan mengalami kenaikan sebesar 185 m. Total
massa beban yang diangkut dapat dicari dengan mengalikan
kapasitas maksimal dengan jumlah basket. Dimana jumlah basket
(n) dapat dihitung dengan cara membagi panjang lintasan dari
posisi A ke posisi E yaitu ±1756,7 m, dengan jarak antar basket (25
m).
panjang lintasan dari posisi A ke posisi E
𝑛=
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛
1756,7
𝑛=
25
𝑛 ≈ 70
Sehingga massa total yang diangkut yaitu,
𝑚 = 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 × 𝑛
𝑚 = 100 × 70
𝑚 = 7000 𝑘𝑔
Dengan gaya gravitasi sebesar 9,81 m/s2, maka energi
potensial dari titik A ke titik E dapat dihitung menggunakan rumus
berikut :
31

𝐸𝑝 = 𝑚 . 𝑔 . ℎ𝐴𝐸
𝐸𝑝 = 7000 . 9,81 . 185
𝐸𝑝 = 12703950 J
Selain itu terdapat energi yang hilang akibat dari gesekan
kabel dengan pulley pada tiang. Sesuai free body diagram pada
gambar 3.8 (a), besar nilai gaya gesek dapat dihitung. Pada gambar
3.8 (b), terlihat hubungan antara gaya tegang kabel arah vertikal
(VA) dengan berat kabel (w) yang menumpu pada pulley. Dengan
asumsi VA terkritis yaitu 1020,25 N, maka :
∑𝐹𝑦 = 0
𝑉𝐴 − 𝑤 = 0
𝑤 = 1020,25 N

Gambar 3.8 (a) Free Body Diagram Gaya Gesek Antara Kabel
Dengan Pulley; (b) hubungan berat kabel (w) dengan gaya tegang
kabel arah vertikal (VA) pada pulley

Karena pulley berputar, maka koefisien gaya gesek antara


kabel dengan pulley diasumsikan sebesar 0,1 dan besar nilai gaya
normal (N) sama dengan berat kabel (w), maka besar gaya gesek
yaitu :
𝑓𝑔𝑒𝑠𝑒𝑘 = 𝜇 × 𝑁
32

𝑓𝑔𝑒𝑠𝑒𝑘 = 102,025 N
Karena gaya gesek tersebut terjadi pada setiap pertemuan
kabel dengan pulley yang berada pada setiap tiang, maka gaya
gesek tersebut yang terjadi perlu dikalikan dengan jumlah tiang
yaitu 49 tiang.
∑𝑓𝑔𝑒𝑠𝑒𝑘 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 × 𝑓𝑔𝑒𝑠𝑒𝑘
∑𝑓𝑔𝑒𝑠𝑒𝑘 = 4999,225 N
Karena kabel berjalan disepanjang lintasan dari A hingga ke
E, maka diasumsikan gaya gesek terjadi disepanjang tali yaitu
±1756,7 m, sehingga diperoleh energi yang hilang sebesar
𝐸𝑙𝑜𝑠𝑠 = ∑𝑓𝑔𝑒𝑠𝑒𝑘 × 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑖𝑛𝑡𝑎𝑠𝑎𝑛
𝐸𝑙𝑜𝑠𝑠 = 4999,225 × 1756,7
𝐸𝑙𝑜𝑠𝑠 = 8782138,6 J
Sehingga energi total yang dibutuhkan yaitu :
𝐸𝑡𝑜𝑡 = 𝐸𝑝 + 𝐸𝑙𝑜𝑠𝑠
𝐸𝑡𝑜𝑡 = 12703950 + 8782138,6
𝐸𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 21486088,6 J
Selanjutnya, untuk menghitung daya yang diperlukan,
apabila menggunakan energi, maka diperlukan lama waktu yang
dibutuhkan untuk menempuh jarak dari titik A ke titik E dengan
kecepatan konstan sebesar 4 km/jam atau setara denga 1,11 m/s.
panjang lintasan dari posisi A ke posisi E
𝑡𝐴𝐸 =
𝑣
1756,7
𝑡𝐴𝐸 =
1,11
𝑡𝐴𝐸 = 1582,6 𝑠
33

Sehingga daya yang dibutuhkan oleh sistem yaitu :


𝐸𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑃=
𝑡𝐴𝐸
21486088,6
𝑃=
1582,6
𝑃 = 13576,45 𝑊
𝑃 = 18,21 𝐻𝑃

3.2.8. Penarikan Kesimpulan dan Saran


Tahap ini merupakan tahap akhir dari penelitian Tugas
Akhir ini. Setelah melakukan analisa terhadap simulasi yang
dilakukan, maka akan dapat diketahui nilai tegangan dan defleksi
kabel yang dibutuhkan oleh sistem dan bisa dijadikan sebagai
kesimpulan.

Rangkuman hasil perhitungan manual yang dilakukan dapat


dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Manual
No. Besaran Nilai
Tegangan kabel dengan satu
1. 42,56 kN
beban (TD)
Tegangan kabel dengan dua beban
2. 42,56 kN
(TD)
Daya mesin yang dibutuhkan
3. 18,21 HP
sistem (P)
34

[Halaman Sengaja Dikosongkan]


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Hasil Perhitungan Manual dan Simulasi Pada


Kondisi Mendatar

Gambar 4.1 Defleksi Kabel Pada Kondisi Mendatar Dengan Satu


Beban

Gambar 4.2 Defleksi Kabel Pada Kondisi Mendatar Dengan Dua


Beban

Gambar 4.1 dan 4.2 merupakan hasil simulasi kabel pada


kondisi mendatar yang dilakukan menggunakan software
SAP2000. Gambar tersebut menunjukan defleksi yang terjadi pada
kabel. Apabila pada perhitungan manual, dengan memasukkan
nilai defleksi maksimal yang diinginkan, maka dapat digunakan
untuk menghitung tegangan pada kabel, pada simulasi ini
dilakukan sebaliknya. Nilai tegangan horizontal pada kabel harus
dimasukan terlebih dahulu, kemudian setelah di-running, akan
diperoleh nilai defleksi yang terjadi. Sehingga diperlukan
pengulangan dalam memasukkan nilai tegangan agar memperoleh

35
36

nilai defleksi sebesar 0,3 m ke arah sumbu z (-). Tabel 4.1


merupakan uji coba memasukkan nilai tegangan horizontal yang
penulis lakukan untuk mencari nilai tegangan kabel yang
dibutuhkan pada kondisi mendatar dengan satu beban agar defleksi
maksimal yang terjadi sebesar 0,3 m ke arah sumbu z (-).

Tabel 4.1 Data Uji Coba Simulasi Kabel Pada Kondisi Mendatar
Dengan Satu Beban
H T VA VB z
(N) (N) (N) (N) (m)
42300 42300,02 529,15 529,15 -0,302
42400 42400,02 529,15 529,15 -0,302
42500 42500,02 529,15 529,15 -0,299
42475 42475,02 529,15 529,15 -0,3

Dari tabel 4.1, dapat dilihat pada kolom tegangan kabel (T)
dan defleksi vertikal (z), terdapat keterkaitan antara tegangan dan
defleksi. Semakin besar tegangan yang diberikan, maka semakin
kecil defleksi yang terjadi pada kabel. Dan sebaliknya, semakin
kecil tegangan yang diberikan, maka semakin besar defleksi yang
terjadi pada kabel.
Rencana awal untuk simulasi akan dilakukan analisa baik
statik maupun dinamik, namun terjadi kendala dimana penggunaan
moving load dan beban angin pada simulasi tidak dapat diterapkan
pada kabel. Hal tersebut dikarenakan pada dasarnya, simulasi kabel
pada SAP2000 digunakan untuk analisa struktur bangunan maupun
jembatan, bukan digunakan untuk analisa alat transportasi
monocable. Oleh karena itu pembebanan pada kabel dilakukan
secara statis. Adanya perbedaan nilai tegangan yang dibutuhkan
dari hasil perhitungan manual dengan hasil simulasi, seperti yang
dapat dilihat pada tabel 4.2, dapat disebabkan oleh pembulatan dan
asumsi-asumsi yang dilakukan saat perhitungan. Namun perbedaan
antara hasil perhitungan dengan hasil simulasi tidak terpaut jauh.
37

Tabel 4.2 Perbandingan Hasil Perhitungan Manual Dengan Hasil


Simulasi Pada Kondisi Mendatar
Hasil Perhitungan
Hasil Simulasi
Manual
Besaran
Satu Dua Satu Dua
Beban Beban Beban Beban
H (N) 42552,58 42558,32 42475 42490
VA (N) 529,75 1020,25 529,15 1019,66
VB (N) 529,75 1020,25 529,16 1019,66
T (N) 42555,41 42558,32 42475,02 42490,02
z (m) -0,3 -0,3 -0,3 -0,3

Seperti yang tercantum pada tabel 4.2, ketika pembebanan


oleh satu beban, nilai tegangan kabel hasil perhitungan yaitu
42555,41 N sedangkan hasil simulasi menunjukan angka 42475 N.
Pada pembebanan oleh dua beban, nilai tegangan kabel hasil
perhitungan yaitu 42558,32 N sedangkan hasil simulasi yaitu
42490 N.
(a) (b)

Gambar 4.3 (a) Perhitungan Sederhana Tegangan Kabel pada


Kondisi Mendatar Dengan Satu Beban; (b) Perhitungan
Sederhana Tegangan Kabel pada Kondisi Mendatar Dengan Dua
Beban
38

Dapat dilihat bahwa tegangan terbesar pada kabel terjadi


ketika diberi pembebanan oleh dua beban. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh jumlah beban yang dibebankan pada kabel. Selain
itu, apabila dihitung dengan cara sederhana, seperti tampak pada
gambar 4.3 (a) dan 4.3 (b), tegangan dengan satu beban dan dua
beban dapat dibandingkan. Apabila sudut α dan β pada gambar
adalah sama, maka tegangan pada saat diberi pembebanan oleh dua
beban lebih besar dari pada saat diberi satu beban. Namun,
Perbedaan hasil yang terjadi tidak terlalu jauh. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh defleksi yang terjadi pada kabel terhitung sangat
kecil jika dibandingkan dengan panjang kabel. Sehingga besar nilai
dari setengah sinus sudut α akan mendekati nilai sinus β.

Tabel 4.3 Gaya Tegang dan Tegangan Normal Kabel Pada Kondisi
Mendatar
Hasil Perhitungan
Hasil Simulasi
Manual
Besaran
Satu Dua Satu Dua
Beban Beban Beban Beban
T (N) 42555,41 42558,32 42475 42490
σN
211,66 211.67 211,26 211,33
(N/mm2)

Nilai tegangan normal (σN) dapat diperoleh dengan membagi


gaya tegang pada kabel dengan luas permukaan kabel (A0) yaitu
201,06 mm2. Nilai tegangan normal pada kondisi mendatar dapat
dilihat pada tabel 4.3. Besar nilai yang tidak jauh berbeda tersebut
disebabkan karena nilai gaya tegang yang juga tidak jauh berbeda.
Tegangan normal terbesar untuk hasil perhitungan yaitu 211,67
N/mm2 dan untuk hasil simulasi yaitu 211,33 N/mm2. Dimana yield
strength (σy) dari kabel yaitu 1960 N/mm2, sehingga tegangan
normal pada kabel ±9,3 kali lebih kecil dari yield strength kabel.
Karena σ << σy , maka sistem tersebut aman. Meskipun
menunjukan hasil yang berbeda, perbedaan hasil perhitungan
39

manual dengan simulasi tidak terpaut jauh. Sehingga, hasil


simulasi saja dapat digunakan untuk penentuan aman atau tidaknya
sistem tersebut.

4.2 Analisa Hasil Simulasi Pada Kondisi Menanjak

Gambar 4.4 Defleksi Kabel Pada Kondisi Menanjak Dengan Satu


Beban

Gambar 4.5 Defleksi Kabel Pada Kondisi Menanjak Dengan Dua


Beban
40

Gambar 4.3 dan 4.4 merupakan hasil simulasi kabel pada


kondisi menanjak yang dilakukan menggunakan software
SAP2000. Gambar tersebut menunjukan defleksi yang terjadi pada
kabel. Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, nilai
tegangan horizontal pada kabel harus dimasukan terlebih dahulu
untuk memperoleh nilai defleksi yang terjadi kabel. Sehingga
diperlukan pengulangan dalam memasukkan nilai tegangan agar
memperoleh nilai defleksi sebesar 0,3 m ke arah sumbu z (-). Tabel
4.3 merupakan data hasil simulasi pada kondisi menanjak.

Tabel 4.4 Hasil Simulasi Pada Kondisi Menanjak


Hasil Simulasi
Besaran
Satu Beban Dua Beban
H (N) 27600 27610
VA (N) 528,69 1018,97
VB (N) 529,63 1020,36
T (N) 31889,32 31900,87
x (m) 0,173 0,173
z (m) -0,3 -0,3

Pada kondisi menanjak, selain mengalami defleksi arah


sumbu z (-), kabel juga mengalami defleksi ke arah sumbu x (+),
seperti yang tercantum pada tabel 4.4. Seperti halnya pada kondisi
mendatar, gaya tegang kabel terbesar pada kondisi menanjak
terjadi ketika diberi pembebanan oleh dua beban. Selisih dari kedua
nilai gaya tegang tersebut juga tidak terpaut jauh. hal tersebut juga
disebabkan oleh alasan yang sama saat kondisi mendatar. Namun,
apabila dibandingkan dengan kondisi mendatar, nilai gaya tegang
pada kondisi menanjak jauh lebih kecil. Jika dilihat dari free body
diagram sederhana pada gambar 4.6 hal tersebut kemungkinan
disebabkan oleh besar sudut θ1 dan θ2 yang mendekati 30° (30°
merupakan sudut antara kabel sebelum dibebani dengan sumbu x).
41

Sehingga nilai (sin θ2 – cos θ2 × tan θ1) lebih besar dari nilai (sin α)
pada perhitungan saat kondisi mendatar. Dengan pembagi yang
lebih besar, maka hasil yang diperoleh akan lebih kecil. Sehingga
terbukti bahwa gaya tegang kabel pada kondisi menanjak lebih
kecil dari gaya tegang kabel pada kondisi mendatar.

Gambar 4.6 Perhitungan Sederhana Tegangan Kabel Pada


Kondisi Menanjak

Tabel 4.5 Gaya Tegang dan Tegangan Normal Kabel Pada Kondisi
Menanjak
Hasil Simulasi
Besaran
Satu Beban Dua Beban
T (N) 31889,32 31900,87
σN (N/mm2) 158,61 158,66

Dengan luas permukaan kabel (A0) yaitu 201,06 mm2, maka


diperoleh nilai tegangan normal (σN) seperti yang tercantum pada
tabel 4.5. Dengan nilai yield strength (σy) dari kabel sama dengan
kondisi mendatar yaitu 1960 N/mm2, maka tegangan normal kabel
±12,4 kali lebih kecil dari yield strength kabel. Sehingga sistem
tersebut aman.
42

4.3 Analisa Hasil Simulasi Pada Kondisi Menurun

Gambar 4.7 Defleksi Kabel Pada Kondisi Menurun Dengan Satu


Beban

Gambar 4.8 Defleksi Kabel Pada Kondisi Menurun Dengan Dua


Beban
43

Gambar 4.7 dan 4.8 merupakan hasil simulasi kabel pada


kondisi menurun yang dilakukan menggunakan software SAP2000.
Gambar tersebut menunjukan defleksi yang terjadi pada kabel.
Pada tabel 4.6 tercantum besar tegangan dan defleksi maksimal
yang terjadi. Tegangan dan defleksi maksimal yang terjadi pada
kondisi menurun memiliki besar nilai yang sama dengan tegangan
dan defleksi maksimal yang terjadi pada kondisi menanjak.
Perbedaannya hanya terletak pada koordinat posisi keduanya.
Persamaan hasil tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh
simulasi yang dilakukan hanya berupa beban statis, sehingga
kondisi menanjak sama dengan kondisi menurun.

Tabel 4.6 Hasil Simulasi Pada Kondisi Menurun


Hasil Simulasi
Besaran
Satu Beban Dua Beban
H (N) 27600 27610
VA (N) 528,69 1018,97
VB (N) 529,63 1020,36
T (N) 31889,32 31900,87
x (m) 0,173 0,173
z (m) -0,3 -0,3

Tabel 4.7 Gaya Tegang dan Tegangan Normal Kabel Pada Kondisi
Menurun
Hasil Simulasi
Besaran
Satu Beban Dua Beban
T (N) 31889,32 31900,87
σN (N/mm2) 158,61 158,66

Dengan luas permukaan kabel (A0) yaitu 201,06 mm2, maka


diperoleh nilai tegangan normal (σN) pada kondisi menurun sama
dengan nilai tegangan normal pada kondisi menanjak, seperti yang
tercantum pada tabel 4.7. Dan dengan nilai yield strength (σy) dari
kabel yaitu 1960 N/mm2, maka tegangan normal kabel ±12,4 kali
lebih kecil dari yield strength kabel. Sehingga sistem tersebut aman.
44

4.4 Pembahasan Daya yang Dibutuhkan Oleh Sistem


Monocable Ropeway
Perhitungan daya mesin ini dilakukan hanya sebagai
hitungan tambahan. Tidak terdapat keterkaitan antara tegangan dan
defleksi pada kabel dengan daya mesin yang dibutuhkan oleh
sistem. Perhitungan tersebut dilakukan dengan asumsi kondisi
kritis yang terjadi yaitu beban penuh dari posisi awal yaitu pada
posisi A, hingga posisi tertinggi yaitu pada posisi E. Asumsi
tersebut didasari oleh persamaan energi yang dibutuhkan untuk
memindakan beban. Energi yang dibutuhkan paling besar yaitu
ketika memindahkan beban dari posisi awal menuju posisi tertinggi.
Sehingga sesuai perhitungan yang telah dilakukan pada bab 3, daya
mesin yang dibutuhkan oleh sistem adalah sebesar 18,21 HP.

Dari analisa dan pembahasan tegangan dan defleksi yang


telah dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan yang dirangkum
pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Rangkuman Hasil Analisa Tengangan Kabel


Jumlah σN σy
Kondisi σN : σy Kesimpulan
Beban (N/mm ) (N/mm2)
2

Perhitungan
1 211,66 1960 σN < σy Aman
Mendatar
2 211,67 1960 σN < σy Aman
Simulasi
1 211,26 1960 σN < σy Aman
Mendatar
2 211,33 1960 σN < σy Aman
1 158,61 1960 σN < σy Aman
Menanjak
2 158,66 1960 σN < σy Aman
1 158,61 1960 σN < σy Aman
Menurun
2 158,66 1960 σN < σy Aman
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisa hasil perhitungan dan simulasi yang
telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada kondisi mendatar, menanjak, dan menurun, dengan
besar defleksi yang sama, tegangan kabel terbesar
terjadi ketika diberi pembebanan oleh dua beban.
Tegangan normal (σN) kabel terbesar pada kondisi
menanjak dan menurun (158,66 N/mm2) lebih kecil dari
normal (σN) kabel terbesar pada kondisi mendatar
(211,33 N/mm2 untuk hasil smulasi dan 211,67 N/mm2
untuk hasil perhitungan). Besar tegangan maksimal pada
kabel, lebih kecil dari yield strength kabel (1960
N/mm2), sehingga sistem tersebut aman. Besar defleksi
yang terjadi pada kabel, bergantung pada tegangan kabel.
Semakin besar tegangan pada kabel, maka semakin kecil
defleksi yang terjadi dan sebaliknya.
2. Daya mesin yang dibutuhkan untuk menjalankan sistem
monocable ropeway adalah 18,21 HP.

5.2 Saran
Saran dari penelitian ini yaitu :
1. Didalam penganalisaan suatu struktur dengan
menggunakan software komputer, khususnya SAP2000,
perlu memahami dasar-dasar teori dalam pembuatan
model dan penganalisaan hasil agar tidak mengalami
kesulitan.
2. Perlu dilakukan simulasi lebih lanjut untuk beban
dinamis dan beban angin.

45
46

[Halaman Sengaja Dikosongkan]


DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2017. Statistik Kelapa Sawit Indonesia


2016. BPS Indonesia.
Booth, W.G. 1965. The Design And Application Of Aerial
Ropeways. Mcmaster University : Hamilton, Ontario.
Deutscman, A.D., W.J. Michels, C.E. Wilson. 1975. Machine
Design Theory and Practice. Macmillan Publishing Co.,
Inc. : New York.
Gewali, D., A. Dixit, dan M. Upadhyaya. 2004. Ropeways in
Nepal. Format Printing Press. Kathmandu, Nepal.
Hibbeler, R.C. 2011. Mechanics of Materials Eighth Edition.
Pearson Prentice Hall : New York.
Löhr, M. ____. Adams Simulation For Ropeway Technology.
Technical University of Munich : Germany.
Papini, D. 2010. On Shape Control Of Cables Under Vertical
Static Loads. Lund University : Swedia.

47
48

[Halaman Sengaja Dikosongkan]


49
LAMPIRAN

Proses Penggambaran Kabel Pada Kondisi Mendatar


50

Cable Geometry Pembebanan Satu Beban Pada Kondisi Mendatar


Cable Geometry Pembebanan Dua Beban Pada Kondisi Mendatar
51
52

Gaya Reaksi Tumpuan Kabel Pembebanan Satu Beban Pada Kondisi Mendatar

Gaya Reaksi Tumpuan Kabel Pembebanan Dua Beban Pada Kondisi Mendatar
Proses Penggambaran Kabel Pada Kondisi Menanjak
53
54

Cable Geometry Pembebanan Satu Beban Pada Kondisi Menanjak


Gaya Reaksi Tumpuan Kabel Pembebanan Satu Beban Pada Kondisi Menanjak
55
56

Cable Geometry Pembebanan Dua Beban Pada Kondisi Menanjak


Gaya Reaksi Tumpuan Kabel Pembebanan Dua Beban Pada Kondisi Menanjak
57
58

Cable Geometry Pembebanan Satu Beban Pada Kondisi Menurun


Gaya Reaksi Tumpuan Kabel Pembebanan Satu Beban Pada Kondisi Menurun
59
60

Cable Geometry Pembebanan Dua Beban Pada Kondisi Menurun


Gaya Reaksi Tumpuan Kabel Pembebanan Dua Beban Pada Kondisi Menurun
61
62

[Halaman Sengaja Dikosongkan]


BIOGRAFI PENULIS

Penulis Maria Rizqi Yudha Septiana, lebih


dikenal dengan nama Marqi, merupakan
anak kedua yang lahir dari pasangan (alm)
bapak Katidjan dan Ibu Mariani. Penulis
lahir di Nganjuk, 18 September 1995.
Penulis yang menempuh pendidikan formal
antara lain TK Kartika V Nganjuk, SDN
Mangundikaran I Nganjuk, SMPN 1
Nganjuk, dan SMAN 2 Nganjuk. Pada tahun
2014, penulis melanjutkan pendidikan di
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya departemen
teknik mesin FTI melalu jalur SNMPTN (Bidikmisi) dan tercatat
dengan NRP 02111440000026. Di departemen teknik mesin ini
penulis mengambil Bidang Studi Desain. Penulis aktif dalam
bidang organisasi di IFLS ( ITS Foreign Languanges Society).
Selama berada di IFLS penulis sempat menjabat sebagai Ketua
Divisi Bahasa Jepang periode 2015-2016. Setelah itu penulis
menjabat sebagai Ketua Departemen KWU di IFLS peridoe 2016-
2017. Selama di organisasi, penulis juga aktif bergabung dalam
grup dance IFLS dan berhasil mendapatkan Juara 1 Dance Cover
Competition pada acara “CONFESS 2016”dan Juara 2 Dance
Cover Competiton pada acara “Chocodays 2016”. Penulis juga
memiliki hobi menggambar sketsa wajah, yang menjadi
penghasilan sampingan sejak 2015. Harapan penulis adalah agar
karya ini dapat bermanfaat untuk para pembaca sebagai sarana
dalam pengembangan potensi diri saat melakukan penelitian-
penelitian terkait. Kritik dan saran yang bersifat membangun dapat
dikirim ke mariarizqiys@yahoo.com. Motto penulis yaitu “Don’t
think to be the best, but think to do your best”.

63
64

[Halaman Sengaja Dikosongkan]

Anda mungkin juga menyukai