Anda di halaman 1dari 122

TUGAS AKHIR − TM184835

ANALISIS DINAMIK STRUKTUR GERBONG TRAILER KERETA


API SEMI CEPAT DENGAN MENGGUNAKAN METODE
ELEMEN HINGGA

REYHAN KHANSA ALPHA ADISTA


NRP. 02111740000197

Dosen Pembimbing
Achmad Syaifudin, ST., M.Eng.,Ph.D.

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN


Fakultas Teknologi Industri dan Rekayasa Sistem
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 20
TUGAS AKHIR − TM184835

ANALISIS DINAMIK STRUKTUR GERBONG TRAILER KERETA


API SEMI CEPAT DENGAN MENGGUNAKAN METODE
ELEMEN HINGGA

REYHAN KHANSA ALPHA ADISTA


NRP. 02111740000197

Dosen Pembimbing
Achmad Syaifudin, ST., M.Eng.,Ph.D.

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN


Fakultas Teknologi Industri dan Rekayasa Sistem
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2022

i
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

ii
FINAL PROJECT − TM184835

STRUCTURAL DYNAMIC ANALYSIS OF MEDIUM SPEED


TRAIN TRAILER CAR USING FINITE ELEMENT METHOD

REYHAN KHANSA ALPHA ADISTA


NRP. 02111740000197

Supervisor
Achmad Syaifudin, ST., M.Eng.,Ph.D.

DEPARTMENT OF MECHANICAL ENGINEERING


Faculty of Industrial Technology and Systems Engineering
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2022

iii
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

iv
ANALISIS DINAMIK STRUKTUR GERBONG TRAILER
KERETA API SEMI CEPAT DENGAN MENGGUNAKAN
METODE ELEMEN HINGGA

TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
pada
Program Studi S-1 Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknologi Industri dan Rekaya Sistem
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh:
REYHAN KHANSA ALPHA ADISTA
NRP 02111740000197

Disetujui Oleh Tim Penguji Tugas Akhir:

1. Achmad Syaifudin, S.T., M.Eng., Ph.D.. .......... (Pembimbing)

2. Ir. Julendra B. Ariatedja, M.T. ............................... (Penguji 1)

3. Ir. Yusuf Kaelani, M.Sc.E. ..................................... (Penguji 2)

4. Dr. Ir. Agus Sigit Pramono, DEA .......................... (Penguji 3)

SURABAYA
Januari 2022
LEMBAR PENGESAHAN

vv
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

vi
ANALISIS DINAMIK STRUKTUR GERBONG TRAILER
KERETA API SEMI CEPAT DENGAN MENGGUNAKAN
METODE ELEMEN HINGGA
Nama : Reyhan Khansa Alpha Adista
NRP : 02111740000197
Departemen : Teknik Mesin
Pembimbing : Achmad Syaifudin, ST., M.Eng., Ph.D.

ABSTRAK
Analisis Struktur dapat dilakukan dengan menggunakan analisis
dari kekuatan dan analisis dari ketahanan. Analisis kekuatan
dapat dilakukan salah satunya adalah dengan menggunakan
pengujian beban vertikal, beban tarik, dan beban tekan
berdasarkan standar yang telah ditetapkan. Analisis ketahanan
dapat dilakukan dengan memperhitungkan beban operasional dan
pengulangan siklus pembebanan yang terjadi saat beroperasi.
Analisis struktur perlu dilakukan pada Struktur Gerbong Trailer
Kereta Api Semi Cepat (KSC) yang telah dikembangkan. Tahapan
penelitian ini terdiri dari simulasi kekuatan dengan menggunakan
pembebanan berdasarkan standar PM 175 Tahun 2015 Oleh
Kementrian Perhubungan dan EN-12663 untuk mengetahui
tegangan hasil simulasi, deformasi, dan angka keamanan dengan
perangkat lunak elemen hingga. Setelah diketahui tegangan hasil
simulasi dan angka keamanan, dilakukan simulasi ketahanan
dengan pembebanan operasional dan dilakukan perhitungan umur
kumulatif dengan menggunakan Miner’s Rules. Pada simulasi
kekuatan didapatkan tegangan maksimum sebesar 138,21 Mpa
pada beban tekan dan 102,53 Mpa pada beban tarik. Tegangan
hasil simulasi masih dibawah 75% dari tegangan luluh material
sehingga dapat dikategorikan aman. Angka Keamanan pada
simulasi kekuatan dengan beban tekan sebesar 11,02 dan 14,49
pada beban tarik pada bagian atap sehingga masih dapat
dilakukan optimasi desain pada bagian atap. Deformasi
maksimum sebesar 5,09 mm pada simulasi kekuatan terjadi saat

vii
dengan beban tekan. Nilai dari deformasi ini menjadi acuan dalam
penentuan nilai camber pada kereta api. Hasil umur kumulatif saat
kondisi operasional pada jalur Jakarta-Surabaya adalah 1141726
siklus perjalanan.

Kata kunci : Aluminium, Angka Keamanan, Deformasi,


Tegangan, Umur.

viii
STRUCTURAL DYNAMIC ANALYSIS OF MEDIUM SPEED
TRAIN TRAILER CAR USING FINITE ELEMENT
METHOD
Name : Reyhan Khansa Alpha Adista
NRP : 02111740000197
Departement : Department Of Mechanical Engineering
Supervisor : Achmad Syaifudin, ST., M.Eng., Ph.D.

ABSTRACT
Structural analysis can be carried out using analysis of strength
and analysis of resilience. Strength analysis can be carried out
only by testing vertical loads, tensile loads, and compressive loads
based on predetermined standards. Resilience analysis can be
carried out by taking into account the operational load and the
load cycle that occurs during operation. Structural analysis needs
to be done on the semi-fast train trailer carriage structure (KSC)
that has been developed. The stages of this research consist of
strength simulation using loading based on the PM 175 2015
standard by the Ministry of Transportation and EN-12663 to
determine the simulation results stress, deformation, and safety
factor with finite element software. After knowing the knowledge of
simulation results and numbers, a resistance simulation is carried
out with operational loading and is made based on the principle of
using Miner's Rules. In the simulation, the maximum stress
strength obtained is 138.21 Mpa at compressive load and 102.53
Mpa at tensile load. connection simulation results are still below
75% of the yield stress material so it can be categorized as safe.
The Safety Score on the strength simulation with compressive load
is 11.02 and 14.49 for tensile load on the roof so that design
optimization can still be done on the roof. The maximum
deformation of 5,09 mm in the simulation of the strength that
occurs when the compressive load. The value of this deformation
becomes a reference in assessing camber on the train. The
background result of operational conditions on the Jakarta-
Surabaya route is 1141726 trip cycles

ix
Kata kunci : Aluminum, Deformation, Life, Safety Factor, Stress.

x
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat


dan hidayah-Nya, tidak lupa shalawat serta salam penulis
panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW sehingga penulis diberi
kesempatan untuk menyelesaikan Tugas Akhir. Tugas Akhir
ditujukan untuk memenuhi mata kuliah wajib yang harus diambil
oleh mahasiswa Departemen Teknik Mesin FTIRS-ITS, penulis
telah menyelesaikan Laporan Tugas Akhir yang berjudul “Analisis
Struktur Gerbong Trailer Kereta Api Semi Cepat Dengan
Menggunakan Metode Elemen Hingga”. Penulis ingin berterima
kasih juga kepada :
1. Allah SWT atas karunia, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan lancar.
2. Ibu Dr. Rosita Ambarwati, S.S., M.Pd, selaku ibu yang selalu
memberikan dukungan serta motivasi.
3. Bapak Ir. Edi Winarno selaku ayah yang merupakan mentor
saya hidup serta General Manager divisi Produksi dan Rendal
PT INKA (Persero) yang telah memberikan data dan ilmu
yang sangat menunjang selesainya laporan tugas akhir ini.
4. Bapak Achmad Syaifudin, ST., M.Eng., Ph.D. selaku dosen
pembimbing yang telah yang selalu memberikan saran,
motivasi, ilmu-ilmu serta pengalaman yang sangat bermanfaat
bagi penulis. Terima kasih atas kesabarannya selama
membimbing penulis.
5. Bapak Febry Pandu Wijaya, Ph.D, sebagai General Manager
divisi Pengembangan Teknologi PT. INKA (Persero) yang
membimbing saya sejak Kerja Praktik hingga Tugas Akhir
atas diskusi dan ilmu yang sangat menunjang selesainya
penulisan laporan tugas akhir ini.
6. Bapak Abdul Rohman Farid S.T, sebagai Manager Divisi
Pengembangan Teknologi PT. INKA (Persero) yang telah
membimbing saya sejak Kerja Praktik hingga Tugas Akhir
serta telah memberikan d ata dan ilmu yang sangat menunjang
selesainya penulisan laporan tugas akhir ini.

xi
7. Bapak Atok Setiawan, Ir. MEng.Sc. Dr Selaku Kepala
Departemen Teknik Mesin FTIRS ITS.
8. Muhammad Naufal Fariza sebagai teman sekaligus peneliti
kereta api yang saling memberikan saran dan bantuan dengan
penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
9. Tim Bayucaraka ITS yang senantiasa menerima saya baik
meskipun saya telah demisioner serta selalu membantu saya
dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang
berkontribusi dalam penyelesaian laporan tugas akhir ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam
penyusunan tugas akhir ini, oleh karena itu saran dan masukan dari
semua pihak sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga
tugas akhir ini dapat memberikan manfaat dan sumbangsih bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.

Surabaya, 2022
Penulis

xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ...............................................v
ABSTRAK ....................................................................... vii
ABSTRACT ..................................................................... ix
KATA PENGANTAR ..................................................... xi
DAFTAR ISI…………………………………………....xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................... xvii
DAFTAR TABEL .......................................................... xxi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................1
1.1 Latar Belakang .................................................1
1.2 Rumusan Masalah ............................................2
1.3 Ruang Lingkup.................................................2
1.3.1 Variabel yang diteliti ........................................2
1.3.1 Variabel yang diabaikan ...................................2
1.4 Tujuan Penelitian ..............................................2
1.5 Manfaat Penelitian ............................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................5
2.1 Penelitian Terdahulu ........................................5
2.2 Gerbong ...........................................................9
10
2.3 Pengembangan Gerbong Kereta Api di
Indonesia ........................................................10
2.4 Prosedur Pengujian Kekuatan Struktur Kereta
Api oleh PT. INKA ........................................16
2.5 Konsep Tegangan...........................................20
2.6 Konsep Regangan ..........................................21
2.7 Hubungan Tegangan dan Regangan ..............22
2.8 Analisa Gaya yang berhubungan pada Kereta
Api .................................................................23
2.8.1 Tractive Effort .........................................23
2.8.2 Train Resistance ......................................23
2.9 Metode Elemen Hingga .................................25
2.9.1 Prosedur Dasar ........................................26

xiii
2.9.2
Analisa Statis Struktur (Static Structural)
................................................................. 27
2.10 Kriteria Kegagalan Fatigue ........................... 28
2.10.1 Stress-Life Methods ................................ 29
2.10.2 Beban Siklus............................................ 31
2.10.3 Kriteria Kegagalan Fatigue ..................... 33
2.10.4 Persamaan Miner’s Rule ......................... 35
2.11 Standarisasi .................................................... 36
2.11.1 Standar EN-12663-1:2010 (European
Standard) ................................................. 36
BAB III METODE PENELITIAN ................................ 41
3.1 Diagram Alir Penelitian ................................. 41
3.2 Spesifikasi Teknis KSC (Kereta api Semi
Cepat) ............................................................. 42
3.3 Model Material .............................................. 43
3.3.1 Aluminium 6005A-T6 ............................. 43
3.3.2 Tempered Glass ....................................... 45
3.4 Model Elemen Hingga ................................... 47
3.4.1 Model Gerbong Trailer car ...................... 47
3.4.2 Symmetri Region..................................... 47
3.4.3 Connection .............................................. 49
3.4.4 Proses Meshing ....................................... 50
3.4.5 Kondisi Batas .......................................... 57
3.4.6 Pembebanan ............................................ 59
3.4.7 Model Pembebanan ................................. 69
3.4.8 Fatigue tools ............................................ 72
3.5 Model Siklus Kumulatif................................. 73
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................... 77
4.1 Hasil Analisis struktur dengan Standar EN-
12663 dan PM 175 Tahun 2015..................... 77
4.2 Hasil Analisis umur struktur dengan beban
operasional ..................................................... 84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................... 95
5.1 Kesimpulan .................................................... 95
5.2 Saran .............................................................. 96

xiv
DAFTAR PUSTAKA ......................................................97
BIODATA PENULIS…………………………………...98

xv
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kurva Goodman Fatigue Limit ........................6


Gambar 2.2 Model Gerbong ................................................7
Gambar 2.3 Hasil fatigue strenght dari penelitian Xie, et al
...................................................................8
Gambar 2.4 Kurva goodman fatigue limit pada gerbong ....9
Gambar 2.5 Bagian-bagian utama Gerbong ......................10
Gambar 2.6 Rangka dasar KA penumpang saat ini ...........11
Gambar 2.7 Gambar teknik rangka dasar KA penumpang
saat ini......................................................11
Gambar 2.8 Kontruksi sidewall KA penumpang saat ini ..12
Gambar 2.9 Kontruksi KA penumpang saat ini ................12
Gambar 2.10 Profil aluminium ekstrusi pada struktur kereta
api ............................................................13
Gambar 2.11 Struktur cardboard ......................................13
Gambar 2.12 Proses pembentukan profil aluminium ekstrusi
.................................................................14
Gambar 2. 13 Gerbong kereta api cepat dengan aluminium
ekstrusi.....................................................14
Gambar 2.14 Desain rancangan kereta penumpang dengan
material aluminium ekstrusi ....................15
Gambar 2.15 Komponen yang menempel pada KSC ........15
Gambar 2.16 Desain eksisting kereta penumpang dengan
profil U ....................................................16
Gambar 2.17 Skema pengujian beban vertikal dan kompresi
.................................................................17
Gambar 2.18 Instalasi benda uji pada rig pengujian..........17
Gambar 2.19 Tumpuan vertikal pada dudukan airspring
boogie ......................................................18
Gambar 2.20 Titik pemasangan displacement transducer 18
Gambar 2.21 Pemasangan strain gauge pada gerbong kereta
api ............................................................19
Gambar 2.22 Pemberian beban vertikal saat pengujian
struktur gerbong kereta api. .....................19

xvii
Gambar 2.23 Pemberian beban kompresi dengan hidrolis 20
Gambar 2.24 Komponen Tegangan................................... 21
Gambar 2.25 Perubahan Bentuk karena beban Tarik ........ 22
Gambar 2.26 Kurva Tegangan dan Regangan................... 22
Gambar 2.27 Tractive effort pada Kereta Api ................... 23
Gambar 2.28 Gradient Resistance ..................................... 25
Gambar 2.29 Aproksimasi solusi keseluruhan diperloeh dari
gabungan solusi-solusi elemen. ............... 26
Gambar 2.30 Diagram S-N yang diplotkan dari hasil
pengujian Fatigue material UNS G41300
steel ......................................................... 30
Gambar 2.31 S-N Curve untuk aluminium dan steel. ....... 30
Gambar 2.32 a) Completely Reversed Stress b) Repeated
Stress c) Fluctuating Stress ..................... 32
Gambar 2.33 Diagram garis kriteria tegangan mean-
fluctuating (Shigley’s, 2011) ................... 34
Gambar 2.34 Pembebanan Vertikal standar EN-12663-
1:2010...................................................... 37
Gambar 2.35 Pembebanan Tarik standar EN-12663-1:2010
................................................................. 37
Gambar 2.36 Pembebanan Kompresi standar EN-12663-
1:2010...................................................... 38

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian .................................. 41


Gambar 3.2 Susunan KA Semi Cepat ............................... 42
Gambar 3.3 Grafik SN Curve yang digunakan dalam
simulasi material Aluminium 6005A-T6 44
Gambar 3.4 Plot Grafik SN Curve pada perangkat lunak
ANSYS material Aluminium 6005A-T6. 44
Gambar 3.5 SN-Curve material tempered glass ................ 45
Gambar 3.6 Plot Grafik SN Curve pada perangkat lunak
ANSYS material tempered glass............. 46
Gambar 3.7 Model Gerbong Trailer car KSC................... 47
Gambar 3.8 Penyederhanaan model menggunakan Symmetri
region. ..................................................... 48

xviii
Gambar 3.9 Metode Bonded Connection ..........................50
Gambar 3.10 No Separation Connection pada bagian kaca
dengan struktur ........................................50
Gambar 3.11 Penggunaan pengaturan mesh based
connection ...............................................51
Gambar 3.12 Meshing pada keseluruhan model ................52
Gambar 3.13 Meshing pada bagian Floor .........................53
Gambar 3.14 Meshing pada bagian Sidewall.....................53
Gambar 3.15 Meshing pada bagian Endwall .....................54
Gambar 3.16 Meshing pada bagian Boogie support ..........54
Gambar 3.17 Kualitas meshing..........................................55
Gambar 3. 18 Orthogonal Quality dari proses meshing
dengan ukuran elemen 21 mm .................55
Gambar 3.19 Distribusi orthogonal quality dari proses
meshing dengan ukuran elemen 21 mm ..56
Gambar 3.20 Skewness dari proses meshing dengan ukuran
elemen 21 mm .........................................56
Gambar 3.21 Distribusi skewness dari proses meshing
dengan ukuran elemen 21 mm .................57
Gambar 3.22 (a) Kondisi Batas, (b) Pembebanan Utama, (c)
Pembebanan Komponen ..........................58
Gambar 3.23 FBD rangkaian kereta api ............................66
Gambar 3.24 FBD kendaraan pertama dalam rangkaian
kereta .......................................................67
Gambar 3.25 FBD kendaraan dengan penggerak ..............67
Gambar 3.26 Satu siklus saat kondisi percepatan..............70
Gambar 3.27 Kondisi beban longitudinal saat percepatan
dan saat kecepatan konstan......................71
Gambar 3.28 Kondisi aktual beban yang terjadi saat kereta
api beroperasi ..........................................71
Gambar 3.29 Ilustrasi siklus kumulatif (siklus total) pada
saat kereta api beroperasi.........................72
Gambar 3.30 Siklus kumulatif total...................................72
Gambar 3.31 Pengaturan fatigue tools pada perangkat lunak
ANSYS. ...................................................73

xix
Gambar 3.32 Lintasan Kereta Api Jakarta-Surabaya ........ 74

Gambar 4.3 Hasil simulasi transien struktur dengan gaya


tekan standar EN12663 ........................... 79
Gambar 4.4 Hasil simulasi transien struktur dengan gaya
tarik standar EN12663............................. 80
Gambar 4.5 Deformasi pada kasus BL1 ............................ 82
Gambar 4.6 Deformasi pada kasus BL1 bagian Floor ...... 82
Gambar 4.7 Deformasi pada kasus BL2 ............................ 83
Gambar 4.8 Deformasi pada kasus BL2 bagian Floor ...... 83
Gambar 4.9 Distribusi umur pada kondisi kecepatan konstan
................................................................. 87
Gambar 4.10 Distribusi umur pada kondisi percepatan .... 87
Gambar 4.11 Distribusi umur pada kondisi perlambatan .. 88
Gambar 4.12 Distribusi umur pada kondisi belok ............. 88
Gambar 4.13 Distribusi umur pada kondisi tanjakan ........ 89
Gambar 4.14 Distribusi umur pada kondisi turunan ......... 89
Gambar 4.15 Distribusi umur pada kondisi belok dan
turunan..................................................... 90
Gambar 4.16 Distribusi umur pada kondisi belok dan
tanjakan ................................................... 90

xx
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat Material Gerbong ........................................5


Tabel 2.2 Variasi Kondisi Beban.........................................8

Tabel 3.2 Jumlah Penumpang KA Semi Cepat .................42


Tabel 3.3 Spesifikasi lanjutan Kereta Semi Cepat.............42
Tabel 3.4 Sifat Material Alumunium 6005A-T6 ...............43
Tabel 3.5 Sifat metarial Tempered Glass ..........................45
Tabel 3.6 Hasil tes konvergensi proses meshing ...............52
Tabel 3. 7 Komponen KSC ...............................................59
Tabel 3.8 Berat vertikal KSC ............................................61
Tabel 3.9 Hambatan rolling pada masing-masing kendaraan
.................................................................63
Tabel 3.10 Hambatan lengkung pada masing-masing
kendaraan.................................................64
Tabel 3.11 Hambatan gradient pada masing-masing
kendaraan.................................................65
Tabel 3.12 Gaya traktif operasional yang dibutuhkan .......66
Tabel 3.13 Beban operasional KA Semi Cepat .................68
Tabel 3.14 Pembebanan yang dilakukan pada penelitian ..68
Tabel 3.1 Frekuensi kondisi operasional kereta api Jakarta-
Surabaya ..................................................75

Tabel 4.2 Tegangan maksimum von misses pada kasus BL1


.................................................................77
Tabel 4.3 Tegangan maksimum von misses pada kasus BL2
.................................................................78
Tabel 4.4 Angka keamanan struktur KA Semi Cepat pada
kasus BL1 ................................................80
Tabel 4.5 Angka keamanan struktur KA Semi Cepat pada
kasus BL2 ................................................81
Tabel 4.6 Hasil deformasi pada kasus BL1 dan BL2 ........82
Tabel 4.7 Hasil simulasi umur dengan beban operasional
.................................................................84

xxi
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

xxii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kereta api adalah bentuk transportasi rel yang terdiri dari
serangkaian kendaraan yang ditarik sepanjang jalur untuk
mengangkut kargo atau penumpang. Ada berbagai jenis kereta api
yang dirancang untuk tujuan tertentu. Kereta api terdiri dari
kombinasi satu atau lebih dari lokomotif dan gerbong kereta yang
diantaranya terkadang terpasang motor penggerak sendiri.
Kenaikan jumlah penumpang mendorong untuk dikembangkannya
konsep Kereta Api Semi Cepat (KSC) oleh PT. INKA (Persero)
yang dapat memangkas waktu tempuh perjalanan serta kapasitas
penumpang yang lebih besar.
Konsep KSC yang akan dikembangkan ini memiliki bentuk
kontruksi, jenis material, serta proses manufaktur yang berbeda
dibandingkan dengan kereta api eksisting. Kereta api eksisting
masih menggunakan material baja serta susunan crossbeam pada
bagian rangka dasarnya dengan bentuk profil beam-U sedangkan
KSC menggunakan material Aluminium 6005A-T6 dengan proses
ekstrusi serta kontruksi dengan bentuk profil hollow. Pemilihan
material ini karena aluminium lebih ringan dan kuat serta tahan
korosi yang baik.
Konsep KSC dengan kereta api eksisting yang berbeda
menyebabkan diperlukannya studi lebih lanjut untuk mengetahui
kelayakan kontruksi dari KSC. Kelayakan kontruksi KSC
dilakukan dengan analisis kekuatan dan ketahanan. Analisis
Ketahanan dilakukan dengan melakukan simulasi pengujian
berdasarkan standar yang telah ditetapkan oleh Kementrian
Perhubungan pada PM 175 Tahun 2015 serta standar EN-12663
yang mengatur tentang pembebanan uji serta parameter kekuatan
struktur. Analisis Ketahanan dilakukan dengan memperhitungkan
pembebanan operasional kereta api dan diperhitungkan umur
kumulatifnya dengan menggunakan Miner’s Rules.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kekuatan struktur dari Gerbong Trailer car
KSC?
2. Bagaimana ketahanan umur struktur Gerbong Trailer car
KSC?

1.3 Ruang Lingkup


Ruang lingkup pada penelitian ini meliputi:

1.3.1 Variabel yang diteliti


1. Analisa Fatigue pada Gerbong Trailer Medium Speed
Train menggunakan metode elemen hingga (MEH).
2. Model yang diteliti dan disimulasikan adalah
Gerbong Trailer car KSC.
3. Getaran yang terjadi diabaikan.
4. Pengaruh perubahan suhu tidak dimodelkan.

1.3.1 Variabel yang diabaikan


1. Sambungan las pada setiap Joint dianggap sempurna
sehingga bentuk rangka menjadi satu kesatuan.

1.4 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui kekuatan Struktur gerbong Trailer car KSC
dengan menggunakan pembebanan sesuai dengan
standarisasi EN12663
2. Mengetahui umur Struktur gerbong Trailer car KSC dengan
menggunakan pembebanan operasional

1.5 Manfaat Penelitian


Hasil yang diperoleh dari penelitian diharapkan memberikan
manfaat sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah, khususnya PT. INKA, memberikan
kontribusi dalam analisis struktur trailer car pada KSC yang
3

dapat digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan suatu


produk Kereta api.
2. Membantu mahasiswa untuk lebih memahami penggunaan
metode elemen hingga.
4

(Halaman ini sengaja dikosongkan)


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan Analisa
kekuatan Fatigue pada gerbong kereta dengan metode elemen
hingga dilakukan oleh Xie et al (2015). Penelitiannya dengan judul
”Fatigue Strenght Research on Aluminum Alloy Car Body for
Railway Vehicle Based on Finite Element Analysis Method”. Xie
et al melakukan penelitian Fatigue pada Gerbong gerbong kereta
api dengan menggambarkan kurva Goodman material gerbong
kereta untuk parameter sifat mekanik dari aluminium alloy dan
menggunakan standar EN12663. Xie et al menghitung tegangan
rata-rata dan tegangan amplitudo untuk koreksi kurva Goodman.
Pada literatur Fatigue struktur yang menjadi acuan Xie et al
menyatakan bahwa arah dari patahan Fatigue pada struktur
memiliki arah tegak lurus terhadap arah tegangan principal
maksimum sehingga Xie et al menentukan metode untuk
menghitung tegangan principal dari struktur dan arahnya untuk
setiap kondisi beban berbeda, arah dari maksimum tegangan
prinsipal, 𝜎 , pada semua kondisi beban dinyatakan sebagai
dasar arah dari tegangan, lalu tegangan prinsipal diproyeksikan
untuk beban dengan kondisi lainnya pada arah maksimum
tegangan prinsipal. Tegangan prinsipal minimum, 𝜎 ,
merupakan proyeksi tegangan prinsipal struktur dengan nilai yang
paling kecil.
Pada penelitian Xie et al, material gerbong yang digunakan
adalah aluminium paduan A7N01. Material tersebut dipilih karena
kekuatan struktur dengan las dan memiliki weldability dengan weld
quality sedan. Material aluminium A7N01 memiliki sifat sebagai
berikut,
Tabel 2.1 Sifat Material Gerbong
Ultimate Yield Fatigue Elastic
Poisson’s Density
Strenght Strenght Limit Modulus
ratio (kg/m3)
(Mpa) (MPa) (MPa) (GPa)

5
6

Base
430 295 102 70 0.3 1700
Metal
Weld 247 128 90 70 0.3 2700
Pada penilitian Xie et al, digunakan kura Goodman Fatigue
limit. Kunci dari penggambaran kurva ini adalah dengan
mendapatkan ultimate strength, yield strength, dan Fatigue limit
dari suatu material dengan kondisi simetri sehingga terbentuk
kurva Goodman Fatigue limit.

Gambar 2.1 Kurva Goodman Fatigue Limit


Gerbong dengan menggunakan profil ekstrusi aluminium
dengan ketebalan yang lebih kecil dibandingkan dengan parameter
dimensi lain dari profil ekstrusi sehingga perubahan tegangan pada
perbedaan ketebalan dapat diabaikan. Gerbong harus dapat
menahan gaya geser longitudinal dan transversal, gaya bending
vertikal, gaya Tarik dan kompresi disebabkan oleh gaya kompleks
yang terjadi pada gerbong sehingga gerbong dapat dimodelkan
sebagai shell element.
7

Gambar 2.2 Model Gerbong


Model gerbong Xie et al memiliki 310.452 elemen dan
232.042 nodal. Komponen yang terpasang pada gerbong seperti
Air conditioner, Transformer, pendingin trafo, auxiliary converter,
dan Equipment box (Unit Brake controlling dan Power supply)
dinyatakan sebagai sambungan satu kesatuan atau rigid. Masa
penumpang dan kursi dianggap uniform terhadap lantai gerbong.
Pada penilitian Xie et al, beban yang terjadi didefinisikan
menjadi 2 kategori yaitu beban static dan beban dinamis. Beban
statik diuraikan sebagai berikut,
a. Beban Statik
Beban Statik yang bekerja pada gerbong terbagi
menjadi 3 komponen
1. Beban vertikal, merupakan berat gerbong, Fz dan
beban maksimal operasi, Fzmax.
2. Beban Longitudinal, merupakan beban Tarik, Fls =
1000kN dan beban kompresi, Fys = 1500kN.
3. Beban kedap udara, merupakan beban perbedaan
tekanan di dalam dan di luar gerbong pada saat
operasi, P = 4000 Pa
b. Beban Dinamik
Beban dinamik yang bekerja pada gerbong saat
beroperasi adalah saat Tarik dan pengereman yang
merupakan beban dinamik longitudinal, vertikal, dan
8

lateral pada rel. Beban bending irregular adalah beban


dinamik vertikal dan transversal. Berdasar pada acuan
standar EN12663, beban dinamik, Fxd, beban dinamik
transversal, Fyd, dan beban dinamik vertikal, Fzd, dapat
dirumuskan dengan:
𝐹 = 𝐹 = 𝐹 = 0.15𝑚 𝑔
Kondisi beban dan variasi yang digunakan pada penilitan Xie et al
adalah sebagai berikut
Tabel 2.2 Variasi Kondisi Beban
Beban Beban
Kondi Kondi
si Longitudi Transve Vertik si Longitudi Transve Vertik
nal rse al nal rse al
1 0 0 Fz 6 Fxd Fyd Fz-Fzd
2 Fxd Fyd Fz+Fzd 7 Fxd - Fyd Fz-Fzd
3 Fxd - Fyd Fz+Fzd 8 Fxd Fyd Fz-Fzd
4 - Fxd Fyd Fz+Fzd 9 - Fxd Fyd Fz-Fzd
5 - Fxd - Fyd Fz+Fzd 10 P Fz
Hasil simulasi dari penelitian Xie et al didapatkan nilai maksimal
tegangan dan nilai minimal tegangan prinsipal di daerah kritis dari
gerbong kemudian dihitung untuk mendapatkan tegangan rata-rata
dan tegangan amplitude.

Gambar 2.3 Hasil fatigue strenght dari penelitian Xie, et al


Dari hasil tersebut, setiap tegangan amplitude dan tegangan rata-
rata diplotkan pada kurva goodman fatigue limit, sehingga
terbentuk kurva sebagai berikut,
9

Gambar 2.4 Kurva goodman fatigue limit pada gerbong


Kesimpulan dari penelitian Xie et al menunjukkan nilai
safety factor terendah yaitu 2.41 terletak pada nodal 77.061 dan
gerbong memenuhi kriteria infinite design dan aman terhadap
Fatigue limit materia A7N01 karena nilai safety factor lebih besar
dari pada 1 dan berbagai kondisi beban yang diberikan masih di
dalam daerah zona basis material keadaan las.

2.2 Gerbong
Semua rincian desain struktur Gerbong harus disetujui oleh
engineer. Desain Gerbong harus memiliki tampilan aerodinamis
yang modern, yang memerlukan perawatan minimal, dan memilki
tingkat ketahanan terhadap kecelakaan yang tinggi sehingga secara
desain struktur dapat menahan kerusakan yang terjadi, lebih mudah
dalam proses perbaikan struktur, dan meminimalkan cedera pada
penumpang. Semua sambungan yang dihubungkan secara mekanis
dirancang dengan menggunakan faktor keamanan 2.0 berdasarkan
beban pada sambungan. Begitu juga gaya gesekan harus diabaikan
pada sambungan yang dihubungkan secara mekanis. (Jirru, 2015)
10

Gambar 2.5 Bagian-bagian utama Gerbong


Gerbong yang dirancang dengan struktur ringan bertujuan
untuk mengurangi massa dengan demikian kebutuhan energi
operasional yang terpakai seminimal mungkin. Persyaratan desain
struktur Gerbong harus memenuhi beban statis. Beban statis
merupakan beban yang didistribusikan pada objek ketika objek
dalam keadaan statis atau diam. Selain harus memenuhi beban
statis utama, Gerbong dirancang untuk memberi kenyamanan bagi
penumpang. (Spiryagin, 2014)

2.3 Pengembangan Gerbong Kereta Api di Indonesia


Struktur gerbong Kereta Api yang beroperasi di Indonesia
bermacam-macam, dari pabrikan oleh Perusahaan Jepang Nippon
Sharyo pada tahun 1981 hingga oleh PT. INKA (Persero).
Kontruksi gerbong oleh Nippon Sharyo dan PT. INKA (Persero)
memiliki kemiripan dimana masih menggunakan material baja SS-
400 hingga SPAH serta pada bagian rangka dasar masih dominan
menggunakan crossbeam berbentuk U yang disambungkan pada
sidesill.
11

Gambar 2.6 Rangka dasar KA penumpang saat ini

Gambar 2.7 Gambar teknik rangka dasar KA penumpang saat ini


Pada bagian sidewall (dinding samping) juga menggunakan
material baja SS-400 dengan profil berbentuk U yang
12

disambungkan dengan bagian lainnya dengan terdapat sheeting


yang menyambungkan rangkaian kontruksi sidewall.

Gambar 2.8 Kontruksi sidewall KA penumpang saat ini


Bentuk kontruksi dengan profil U juga terdapat pada bagian roof
(atap) dan endwall (dinding antara gerbong) yang juga masing-
masing terdapat sheeting dengan ketebalan tertentu.

Gambar 2.9 Kontruksi KA penumpang saat ini


13

Kemudian saat ini sedang dikembangkan kontruksi gerbong kereta


api dengan menggunakan material aluminium dengan proses
ekstrusi yang membentuk profil-profil tertentu yang kemudian
disambung sehingga menjadi satu kesatuan.

Gambar 2.10 Profil aluminium ekstrusi pada struktur kereta api


Profil dari aluminium seperti ini terinspirasi dari struktur
cardboard (kardus) yang sering kita temui sehari-hari. Pembuatan
profil seperti ini dilakukan untuk mendapatkan struktur kereta api
yang lebih ringan tetapi tetap memiliki kekuatan yang sama dengan
struktur kereta api yang menggunakan material baja. Banyak
negara seperti Cina, Jepang, Amerika, dan Jerman telah
mengembangkan kereta api dengan menggunakan aluminium
ekstrusi.

Gambar 2.11 Struktur cardboard


14

Untuk mendapatkan profil seperti itu dilakukan dengan proses


manufaktur ekstrusi dimana dibuat dahulu cetakan (die) yang
membentuk profil tersebut, kemudian aluminium pejal dipanaskan
kemudian diekstrusikan dengan menekan aluminium pejal tersebut
kedalam cetakan yang kemudian setelah melalui proses tersebut
didinginkan. Dari masing-masing bagian tersebut kemudian
disambungkan sehingga membentuk struktur gerbong kereta api.

Gambar 2.12 Proses pembentukan profil aluminium ekstrusi

Gambar 2. 13 Gerbong kereta api cepat dengan aluminium


ekstrusi
Pada Kereta Semi Cepat yang akan dikembangkan selain terdapat
perbedaan pada struktur gerbongnya, juga terdapat perbedaan pada
komponen yang terpasang pada badan kereta. Pada Kereta Semi
Cepat terpasang VVVF Inverter dan SIV pada bagian tengah badan
kereta yang terpasang dibawah lantai dua komponen ini tidak ada
pada kereta eksisting saat ini. Estimasi berat total kereta api
15

eksisting dengan Kereta Semi Cepat ini memiliki berat yang sama,
hanya saja berat komponen pada Kereta Semi Cepat ini lebih
banyak dan lebih berat. Secara garis besar, desain dari struktur
gerbong kereta api antara eksisting dengan yang akan
dikembangkan ini akan memiliki bentuk yang berbeda dari bagian
sidewall, roof, endwall, hingga roof-nya karena proses manufaktur
yang berbeda.

Gambar 2.14 Desain rancangan kereta penumpang dengan


material aluminium ekstrusi

Gambar 2.15 Komponen yang menempel pada KSC


Kemudian beberapa peletakan komponen terbaru seperti VVVF
Inverter dan SIV serta adanya dua brake resistor pada bagian atap.
16

Pada kondisi kereta eksisting, terdapat dua HVAC yang terpasang


pada tempat khusus pada atap, sedangkan pada KSC terdapat satu
HVAC ditengah pada bagian atap.

Gambar 2.16 Desain eksisting kereta penumpang dengan profil U

2.4 Prosedur Pengujian Kekuatan Struktur Kereta Api oleh


PT. INKA
Masing-masing perusahaan manufaktur kereta api memiliki
pengujian yang beragam. PT. INKA (Persero) sendiri memiliki
prosedur pengujian struktur gerbong kereta api mengacu pada
standarisasi oleh JIS (Japan Industrial Standard), Peraturan
Kementrian, dan EN (European Standard). Terdapat empat jenis
pengujian kekuatan struktur gerbong kereta api yang dilakukan
oleh PT. INKA (Persero)
1. Pengujian Beban Vertikal dan Kompresi
2. Pengujian Lifting and Jacking
3. Natural Frequency
Umumnya dilakukan pengujian Vertikal dan Kompresi dengan
variasi dengan beban vertikal penuh dan beban vertikal tanpa
penumpang.
17

Gambar 2.17 Skema pengujian beban vertikal dan kompresi


Beban kompresi yang diberikan dengan menggunakan hidrolis
yang diposisikan pada salah satu yokestopper dan pada sisi lainnya
diberikan stopper. Tumpuan carbody diposisikan pada bagian
tumpuan airspring boogie-nya.

Gambar 2.18 Instalasi benda uji pada rig pengujian


18

Gambar 2.19 Tumpuan vertikal pada dudukan airspring boogie


Setelah benda uji terpasang pada rig pengujian, kemudian dilaukan
pemasangan strain gauge pada titik-titik kritis kereta api sesuai
dari hasil simulasi metode elemen hingga untuk mengetahui
tegangan yang terjadi saat pengujian serta pemasangan
displacement transducer pada titik tertentu untuk melihat defleksi
yang terjadi saat kereta api dilakukan pengujian.

Gambar 2.20 Titik pemasangan displacement transducer


19

Gambar 2.21 Pemasangan strain gauge pada gerbong kereta api


Kemudian diberikan pembebanan vertikal merata dengan
menggunakan balok beban (beton) pada bagian lantai dimana
beban vertikalnya diperhitungkan sesuai dengan PM 175 Tahun
2015.

Gambar 2.22 Pemberian beban vertikal saat pengujian struktur


gerbong kereta api.
Kemudian setelah peletakan beban vertikal, diberikan pembebanan
kompresi secara bertahap sebagai contoh dari 25 ton kemudian ke
50 ton, dan seterusnya sesuai dengan besar pembebanan kompresi
yang diberikan. Apabila terjadi kerusakan saat pengujian, maka
pengujian harus segera dihentikan dan dilakukan evaluasi.
20

Gambar 2.23 Pemberian beban kompresi dengan hidrolis


Kriteria keterimaan untuk desain gerbong kereta api ini saat
dilakukan pengujian adalah tegangan yang terjadi pada struktur
tidak boleh melebihi dari 75% tegangan luluh materialnya, hal ini
juga merupakan persyaratan dari Kementrian Perhubungan pada
PM 175 Tahun 2015 dan struktur tidak boleh terjadi deformasi
permanen. Jika saat pengujian ini semuanya terpenuhi maka desain
dari kereta api tersebut sudah aman untuk digunakan dan dapat
beroperasi.

2.5 Konsep Tegangan


Secara sederhana tegangan dapat didefinisikan sebagai
besaran gaya yangbekerja pada satu satuan luas permukaan benda
yang dikenai gaya. Terdapat dua jenis tegangan yaitu Tegangan
normal dan tegangan geser.
Tegangan normal adalah tegangan yang bekerja secara tegak
lurus pada permukaan benda (𝜎).
∆𝐹
𝜎 = lim
∆ → ∆𝐴
Tegangan geser adalah tegangan yang bekerja sejajar dengan
permukaan benda (𝜏).
21

∆𝐹 ∆𝐹
𝜏 = lim 𝜏 = lim
∆ → ∆𝐴 ∆ → ∆𝐴
Secara matematis definisi tegangan dapat dituliskan sebagai
berikut :
𝑃
𝜎=
𝐴
Dimana : P = Gaya (N)
A = luas permukaann yang dikenai gaya (mm2)

Gambar 2.24 Komponen Tegangan


(Hibbeler, 2008)

2.6 Konsep Regangan


Deformasi atau regangan (𝜀) didapat dengan membagi
perpanjangan yang terjadi (𝛿) dengan panjang mula-mula (Lo) dari
suatu spesimen. Rumus regangan adalah :

𝐿 −𝐿 𝛿
𝜀= =
𝐿 𝐿
Dimana :
𝜀 = Regangan
Lo = Panjang mula-mula (mm)
L1 = Panjang akhir (mm)
22

𝛿 = Perubahan Panjang (mm)

Gambar 2.25 Perubahan Bentuk karena beban Tarik


(Hibbeler, 2008)

2.7 Hubungan Tegangan dan Regangan


Tegangan dan regangan memiliki hubungan berupa rasio
antara keduanya disebut Modulus Young atau Modulus Elastisitas,
merupakan tangen dari sudut yang terbentuk antara garis hubungan
tegangan dan regangan dengan garis sumbu regangan dan
dinotasikan :
𝜎
𝐸 = tan 𝜃 =
𝜀
Dimana :
E = Modulus elastisitas (kg.mm/s2)
𝜃 = sudut antara garis hubungan regangan dengan
garis sumbu tegangan

Gambar 2.26 Kurva Tegangan dan Regangan


(Hibbeler, 2008)
23

2.8 Analisa Gaya yang berhubungan pada Kereta Api

2.8.1 Tractive Effort


Tractive Effort merupakan gaya Tarik yang dapat
dibangkitkan oleh lokomotif dari Kereta Api. Tractive effort
adalah gaya dalam newton yang dikeluarkan oleh system
propulsi kepada roda untuk menggerakkan kereta api.

Gambar 2.27 Tractive effort pada Kereta Api


Tractive effort dituliskan dalam persamaan berikut :
𝐹 −𝑅
𝑎=
𝑚
Dimana :
𝑎 = percepatan kereta api (m/s2)
𝐹 = Tractive Effort (kN)
𝑅 = Train Resistance (kN)
𝑚 = Train Mass (Ton)
(Febri, 2020)

2.8.2 Train Resistance


Macam Train Resistance sendiri Rolling Resistance
(Rr), Gradient Resistance (Rg), dan curve resistance (Rc).
Train Resistance merupakan penjumlahan total dari
resistance yang terjadi pada kereta dimana

𝑅 =𝑅 +𝑅 +𝑅

2.8.2.1 Aerodynamic Resistance


Hambatan aerodinamis bekerja pada luasan frontal dari
sebuah benda dengan kecepatan udara tertentu
24

𝜌. 𝑐 . 𝐴. 𝑣
𝐹 =
2
Dimana :
ρ = Densitas Udara kg/m3
c = Koefisien Drag objek
A = Luasan Frontal Objek (m2)
V = Kecepatan (m/s)

2.8.2.2 Rolling Resistance


Rolling resistance merupakan adalah gaya yang
menahan gerakan ketika sebuah benda (seperti bola, ban,
atau roda) menggelinding di permukaan. Hal ini terutama
disebabkan oleh efek non-elastis. Rolling resistance
dirumuskan sebagai berikut :
𝑐 .𝑊
𝑅 =
𝑟
Dimana :
𝑅 = Rolling resistance (N)
𝑐 = Koefisien rolling resistance (mm)
𝑊 = Gaya Berat (N)
𝑟 = Radius roda (mm)
Untuk roda pada kereta api, nilai dari 𝑐 menggunakan nilai
sebesar 0,5 mm.
(Hibbeler, 2007)

2.8.2.3 Gradient Resistance


Gradient Resistance (Rg) merupakan resistance
yang terjadi akibat adanya kemiringan (gradient) pada jalur
kereta api. Gradient Resistance dirumuskan sebagai
berikut :
𝑅 = 𝑚 . 𝑔 . 𝑠𝑖𝑛𝜃
Dimana :
𝑚 = Massa Kereta (Ton)
𝑔 = Percepatan Gravitasi (m/s2)
𝜃 = Sudut Kemiringan Jalur (°)
25

Gambar 2.28 Gradient Resistance


(Spiryagin, 2014)

2.8.2.4 Curve Resistance


Curve Resistance (Rc) merupakan gaya
resistance yang terjadi akibat adanya kelengkungan pada
jalur yang dilalui oleh kereta api. Curve resistance secara
umum dirumuskan sebagai berikut :

6116
𝑅 =
𝑅
Dimana
𝑅 = Curve Resistance (Newton/Tonne)
𝑅 = Curve Radius (m)
(Spiryagin, 2014)

2.9 Metode Elemen Hingga


Metode Elemen Hingga adalah metode numerik untuk
mendapatkan solusi permasalahan diferensial, baik persamaan
diferensial biasa (Ordinary Differential Equatiaor) maupun
persamaan diferensial biasa (Partial Differential Equatioan).
Karena persamaan differensial seringkali digunakan sebagai model
permasalah keteknikan maka penting bagi para insinyur untuk
dapat memahami dan mampu menerapkan MEH. Saat ini MEH
merupakan salah satu metode numerik paling versatile untuk
memecahkan permasalahan dalam domain kontinum.
Proses inti MEH adalah membagi permasalahan yang
kompleks menjadi bagian-bagian kecil atau elemen-elemen dari
26

mana solusi yang lebih sederhana dapat dengan mudah diperoleh.


Solusi dari setiap elemen jika digabungkan akan menjadi solusi
problem secara keseluruhan. Untuk mendapatkan solusi elemental,
MEH menggunakan fungsi interpolasi untuk mengaproksimasikan
solusi elemen.

Gambar 2.29 Aproksimasi solusi keseluruhan diperloeh dari


gabungan solusi-solusi elemen.
(Kosasih, 2012)

2.9.1 Prosedur Dasar


Metode elemen hingga dapat dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak keteknikan. Perangkat lunak
yang digunakan pada penelitian ini adalah ANSYS
Workbench 19.2. Tahapan penggunaan metode elemen
hingga (MEH) pada ANSYS adalah sebagai berikut
1. Mendiskripsikan Masalah
Pada tahapan ini dilakukan penentuan jenis tipe simulasi
yang digunakan seperti Analisa struktur, perpindahan
panas, dinamis, dan lainnya
2. Membangun Geometri
Pada Analisa metode elemen hingga, dibutuhkan geometri
(obyek), material, dan menerapkan kondisi batas yang
dilakukan.
3. Mendefinisikan Material
27

Material pada ANSYS sudah tersedia berbagai pilihan.


Selain itu juga dapat menambahkan material yang
didefinisikan sendiri. Pengguna dapat memasukkan
material lebih dari satu bergantung pada kebutuhan
pengguna.
4. Generate Mesh
Pada ANSYS anda dapat menyatukan model secara
otomatis tanpa menentukan ukuran dari mesh, ini disebut
default mesh. Ukuran mesh dapat ditentukan sendiri sesuai
dengan kebutuhan
5. Menentukan Support dan Load
6. Mendapatkan Solusi
Solusi yang dihasilkan berdasarkan penentuan hasil solusi
yang diinginkan oleh pengguna
7. Meninjau hasil
Hasil ditampilkan dalam bentuk gambar dan grafik

2.9.2 Analisa Statis Struktur (Static Structural)


Analisa statis struktur digunakan untuk melihat
perilaku dari sebuah obyek apabila dikenai gaya statis dan
konstan pada waktu tertentu. Dengan melakukan Analisa ini
dapat diketahui besarnya tegangan, regangan, dan deformasi
yang terjadi pada obyek yang disimulasikan. Pada Analisa
statis struktur ini diperlukan beberapa parameter yang harus
dipenuhi untuk dapat mengetahui perilaku dari obyek yang
sedang disimulasikan diantaranya :
1. Tumpuan (Support)
Tumpuan atau support merupakan parameter yang
menumpu obyek yang akan disimulasikan. Pada ANSYS
Workbench macam-macam tumpuan ini terdiri dari Fixed
support, displacement support, remote displacement,
frictionless support, compression only support, cylindrical
support, dan elastic support. Tumpuan ini adalah sebuah
constraint yang dibuat untuk membatasi degree of freedom
dari obyek yang akan disimulasikan.
28

2. Kontak (Contact)
Kontak merupakan fitur yang mendefinisikan hubungan
antara komponen obyek yang sedang disimulasikan.
Umumnya terdapat dua jenis kontak yaitu Bonded Contact
dan Sliding. Bonded contact merupakan jenis kontak yang
mendefinisikan suatu komponen obyek menjadi satu
kesatuan yang tersambung. Sliding mendefinisikan
permukaan yang bersentuhan dan dapat bergerak secara
gesekan.
3. Beban (Load)
Beban atau Load merupakan fitur untuk mendefinisikan
beban yang akan diaplikasikan pada obyek yang akan
dilakukan simulasi. Beberapa jenis pembebanan pada
ANSYS diantaranya seperti Force, pressure, moment,
hydraulic pressure, dan lain-lain.
Untuk dapat menjalankan simulasinya, tiga parameter
tersebut harus didefinisikan dahulu.

2.10 Kriteria Kegagalan Fatigue


Kelelahan (Fatigue) adalah salah satu fenomena kegagalan
material, dimana terjadi kegagalan di bawah beban elastiknya
(yield point) secara berulang. Terdapat tiga fase dalam perpatahan
Fatigue, yaitu permulaan retak, penyebaran retak, dan patah.
Fatigue terjadi ketika sebuah bahan telah mengalami siklus
tegangan dan regangan yang menghasilkan kerusakan yang
permanen dan dapat terjadi di bawah atau di atas tegangan luluh.
Di dalam memprediksi umur Fatigue, terdapat tiga pendekatan,
yaitu pendekatan tegangan (stress approach) atau dengan istilah
lain pendekatan grafik SN atau metode umur-tegangan (stress life
method), pendekatan regangan (strain approach) atau istilah lain
metode umur-regangan (strain-life method), dan pendekatan
mekanika patahan (fracture mechanics).
Dalam merancang suatu komponen, untuk menentukan
tegangan aman yang diizinkan, para perekayasa sering
menggunakan cara estimasi umur fatigue dengan menggunakan
29

pendekatan tegangan. Metode ini merupakan cara konvensional


yang paling simple, mudah dilakukan untuk aplikasi perancangan,
sangat baik diterapkan pada kondisi pembebanan elastis, mampu
menunjukkan batas rentang pakai yang aman (safe life) bahkan tak
terhingga (infinite life), serta sangat tepat untuk perencanaan
komponen pada kondisi fatigue high cycle.
Syarat utama untuk menggunakan metode pendekatan
tegangan mengacu pada asumsi perhitungan mekanika benda padat
bahwa komposisi material idealnya homogen, kontinyu, dan bebas
cacat, atau bebas retak. Tujuan utama menggunakan pendekatan ini
pada perencanaan kompoen adalah untuk mendapatkan umur pakai
aman bahkan tak terhingga.

2.10.1 Stress-Life Methods


Umumnya, Terdapat 3 metode utama yang biasanya
digunakan untuk mendesain dan analisa umur fatik
diantaranya adalah metode Stress-life, metode Strain-life,
dan metode Linear-elastic fracture mechanics. Pada metode
ini mencoba untuk memprediksi umur dari siklus hingga dia
mengalami kegagalan, N, merupakan spesifik level dari
beban.
Pada Metode Stress-life hanya berdasar pada level
tegangan yang terjadi dan merupakan pendekatan yang
paling akurat terutama untuk penerapan pada low-cycle
stress. Pada dasarnya pengujian fatik ini diawali dari
percobaan pada sebuah spesimen (rotating beam test) yang
dikenai beban bervariasi yang kemudian hasilnya diplot
menjadi diagram S-N. S-N Diagram ini kemudian
ditahbiskan sebagai Fatigue strength, Sf yang merupakan
statemen dari kekuatan yang nilainya harus selalu ditemani
oleh statemen dari jumlah siklus N.
30

Gambar 2.30 Diagram S-N yang diplotkan dari hasil pengujian


Fatigue material UNS G41300 steel

Gambar 2.31 S-N Curve untuk aluminium dan steel.


Pengujian 1 titik dengan memberikan beban tertentu
yang diputar hinggah patah yang membutuhkan beberapa
titik hingga S-N Curve dapat diplotkan, hal ini yang
membuat pengujian Fatigue secara eksperimental
membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Pada gambar 2.9
sumbu vertical merupakan Fatigue strength (Sf) dab jumlah
siklus (N) pada sumbu horizontal. Pada kurva tersebut
31

terbentuk garis horizontal sepanjang sumbu jumlah siklus


dimana itu merupakan endurance limit (Se) atau Fatigue
limit. Fatigue limit merupakan fenomena dimana material
ferrous yang dikenai beban tertentu dan memiliki siklus yang
sama dengan 106 mempunyai desain infinite life.
Material non-ferrous dan Alloy tidak memiliki
Fatigue limit dalam pengujian Fatigue. Material aluminium
seperti yang digunakan gerbong kereta memiliki batas siklus
yang digunakan, batas siklus ini adalah kebutuhan pada saat
mendesain. Pada umumnya, batas siklus dari material
aluminium adalah N = 5 x 108.

2.10.2 Beban Siklus


Pembentukan S-N Curve didapatkan dari
pembebanan secara berulang dalam jumlah siklus tertentu.
Beban berulang merupakan level tegangan yang secara
bergantian memberikan tarikan dan kompresi. Kejadian ini
membentuk pola sinusoidal. Akibat siklus ini mempengaruhi
kegagalan fatigue suatu material. Beban siklus pada fatigue
sebagai berikut

a.
32

b.

c.
Gambar 2.32 a) Completely Reversed Stress b)
Repeated Stress c) Fluctuating Stress
Pengujian hingga mendapatkan S-N Curve ini
dilakukan dengan membuat beberapa material uji. Pada
batang uji pertama diberikan tegangan yang cukup tinggi,
setelah mengalami sebuah siklus pembebanan kemudian
batang uji itu akan patah, kemudian diuji batang uji
selanjutnya dan seterusnya. Setiap batang uji dicatat
besarnya tegangan yang bekerja beserta jumlah siklus yang
dialami hingga patah. Dari data tersebut digunakan untuk
membentuk S-N Curve.
Tegangan dinamik yang diterima oleh suatu
komponen digambarkan dalam suatu grafik stress-time,
dimana :
𝜎 = Amplitudo Tegangan
𝜎 = Tegangan rata-rata (Mean Stress)
𝜎 = Tegangan Maksimum
33

𝜎 = Tegangan Minimum
𝑅 = Rasio tegangan
𝐴 = Rasio Amplitudo

Nilai-nilai nominalnya dapat dihitung dengan persamaan


𝜎 = =

𝜎 =

𝜎 =𝜎 +𝜎

𝜎 =𝜎 −𝜎

𝑅 =

𝐴=

Hubungan antara rasio tegangan (R) dengan rasio amplitude


(A) dituliskan sebagai :
1. Jika R = -1, maka A = ∞ (Fully reversed)
2. Jika R = 0, maka A = 1 (zero to maximum)
3. Jika R = ∞, maka A = -1 (zero to minimum)

2.10.3 Kriteria Kegagalan Fatigue


Besar tegangan amplitude dan tegangan rata-rata
yang bekerja menentukan aman tidaknya material terhadap
kegagalan Fatigue. Dengan melihat diagram tegangan mean
atau tegangan fluctuative sebgai berikut.
34

Gambar 2.33 Diagram garis kriteria tegangan mean-fluctuating


(Shigley’s, 2011)
Kegagalan Fatigue terjadi jika tegangan amplitude
bernilai lebih dari tegangan endurance limit suatu material
dan tegangan maksimal melebihi dari tegangan luluh.
Beberapa kriteria kegagalan Fatigue yang digunakan sebagai
berikut,

a. Soderberg
𝜎 𝜎
+ =1
𝜎 𝜎

b. Goodman
𝜎 𝜎
+ =1
𝜎 𝜎

c. Gerber

𝜎 𝜎
+ =1
𝜎 𝜎
35

d. ASME-Elliptic

𝜎 𝜎
+ =1
𝜎 𝜎
Dimana :
𝜎 = Tegangan Amplitudo
𝜎 = Tegangan rata-rata
𝜎 = Endurance limit
𝜎 = Tegangan Tarik Maksimal
𝜎 = Proof Strength

2.10.4 Persamaan Miner’s Rule


Persamaa dari miner’s rule dirumuskan sebagai berikut,
𝑛
=𝑐
𝑁
Dimana :
ni : Jumlah siklus pada tegangan tertentu, 𝜎i
Ni : Jumlah siklus mencapai kegagalan pada
tegangan tertentu, 𝜎i
c : Parameter yang didapat dari eksperimen.
Pada umumnya, 0.7 < c < 2.2

Bentuk lain dari miner’s rule dengan aturan kerusakan linear


maka dari dirumuskan sebagai berikut,

𝑛
=𝐷
𝑁

Dimana D adalah kerusakan akumulasi. Ketika D = c = 1


maka kegagalan total terjadi. Dengan sedikit modifikasi,
didapatkan persamaan baru dimana dapat digunakan untuk
memprediksi umur dari akumulasi kerusakan sebagai
berikut;
36

𝑛 𝑛 𝑛 𝑛 𝑛 𝑛
𝐷= =𝑁 + + + +⋯+
𝑁 𝑁 𝑁 𝑁 𝑁 𝑁
Dimana N merupakan estimasi berapa kali pengulangan
(siklus kumulatif) dalam satu blok siklus tegangan pada
waktu tertentu, dimana pada kasus KSC ini merupakan 1 kali
perjalanan dari Jakarta-Surabaya dimana dalam 1 kali
perjalanan terdapat variasi tegangan dengan jumlah tertentu.
(Shigley’s. 2011)

2.11 Standarisasi

2.11.1 Standar EN-12663-1:2010 (European Standard)


European standard bertujuan untuk menetapkan
beban-beban yang harus ditopang oleh gerbong,
mengidentifikasi data-data yang digunakan untuk
merancang gerbong, dan menyediakan beberapa prinsip
yang digunakan untuk validasi desain dengan Analisa dan
tes. Standar ini berlaku untuk Lokomotif dan Kereta
penumpang atau barang. Gerbong harus mampu menahan
beban maksimal sesuai dengan persyaratan operasional
tanpa terjadi deformasi permanen dan terjadi patahan.
Standar ini semua parameternya dinyatakan dalam unit SI
dan menggunakan percepatan gravitasi sebesar 9,81 m/s2.
Standar EN 12663 memiliki 3 kategori desain
struktural yaitu Lokomotif (L), Kereta Penumpang (P), dan
Kereta Barang (F). Kereta penumpang dibagi menjadi 5
kategori desain struktural:
a. Kategori P-I, sebagai contoh kereta pada umumnya
b. Kategori P-II, sebagai contoh kereta dengan unit tetap.
c. Kategori P-III, sebagai contoh kereta bawah tanah,
kereta ringan, dan kereta cepat.
d. Kategori P-IV, sebagai contoh kereta metro ringan,
kereta listrik ringan
e. Kategori P-V, sebagai contoh kereta dengan satu set
rel yang membentuk rute trem.
37

Pada penelitian ini, objek yang diteliti adalah Kereta


Penumpang sehingga desain struktural terfokus pada
kategori Kereta Penumpang (P). Data pembantu untuk
perhitungan beban pada gerbong yang ditarik kereta yaitu
gerbong penumpang termasuk kategori P-I. Sehingga
Batasan dan pembebanan pada standarisasi ini mengacu pada
Kereta Penumpang dengan Kategori P-II.

Gambar 2.34 Pembebanan Vertikal standar EN-


12663-1:2010
Standar pembebanan vertikal yang digunakan sesuai dengan
data yang dibutuhkan untuk merancang Gerbong
Penumpang Kereta Semi Cepat.
Pembebanan Tarik yang digunakan pada kereta seperti yang
disebutkan pada table 2. Data pembebanan yang digunakan
adalah data sesuai kategori gerbong penumpang yaitu
kategori P-II.

Gambar 2.35 Pembebanan Tarik standar EN-12663-1:2010


Pembebanan Kompresi yang digunakan pada kereta seperti
yang disebutkan pada tabel 2. Data pembebanan yang
digunakan adalah data sesuai kategori gerbong penumpang
kategori P-I.
38

Gambar 2.36 Pembebanan Kompresi standar EN-12663-


1:2010

Menurut Standar PM 175 tahun 2015, Rangka dasar


harus memenuhi persyaratan dapat menahan beban, getaran,
dan goncangan sebesar berat kereta, tahan terhadap korosi,
dan kontruksi menyatu atau tidak menyatu dengan badang
kereta. Badan kereta terdiri dari ruang penumpang dan ruang
masinis. Badan kereta harus mempunyai kekuatan serta
kekakuan tinggi terhadap pembebanan tanpa terjadi
perubahan bentu (Deformasi) tetap. Dalam pembebanan
terhadap badan kereta, harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
1. Beban kompresi longitudinal yang merupakan beban
statis yang dikenakan pada rangka dasar atau badan kereta,
diperhitungkan Bersama beban vertikal dan tanpa beban
vertikal.
2. Beban kompresi longitudinal dipersyaratkan sebagai:
 Minimal 500kN untuk kereta kecepatan normal
dengan penggerak sendiri dengan beban gandar besar
(Heavy Rail Transport)
 Minimal 400kN untuk kereta api kecepatan
normal dengan penggerak sendiri dengan beban
gandar ringan (Light Rail Transit) yang berupa
rangkaian dengan sejumlah kereta
 Minimal 200kN untuk kereta api kecepatan
normal dengan penggerak sendiri dengan beban
gandar ringan (Light Rail Transit) yang berupa kereta
api dengan maksimal dua unit kereta.
39

3. Beban vertikal badan kereta diperhitungkan


berdasarkan formula sebagai berikut :
Pv = k(P1 + P2)
Dimana :
Pv = beban vertikal
K = 1,3 (Koefisien dinamis)
P1 = Berat komponen kereta api siap operasi
P2 = Jumlah penumpang x 70 kg

Pada masing-masing standarisasi memiliki nilai besar


pembebanan yang berbeda-beda dimana pada kedua standar
EN12663 dan PM 175 Tahun 2015. Persyaratan teknis dari
desain kereta api harus memenuhi kebutuhan yang
ditetapkan oleh standar. Pada PM 175 dinyatakan bahwa
tegangan hasil pengujian pada beban maksimum pada titik
kritis kontruksi badan kereta harus dibawah 75% tegangan
luluh material serta tidak boleh terjadi deformasi permanen.
40

(Halaman ini sengaja dikosongkan)


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

41
42

3.2 Spesifikasi Teknis KSC (Kereta api Semi Cepat)


Kereta Cepat yang dirancang oleh PT.INKA merupakan
jenis kereta KRDE (Kereta Rel Diesel Elektrik). Dalam satu
susunan trainset, terdapat 12 susunan kereta api

Gambar 3.2 Susunan KA Semi Cepat


Susunan tersebut memiliki definisinya masing-masing, dimana:
TeC : Engine cabin car, kereta dengan kabin masinis
M : Motor car, kereta dengan roda berpenggerak
T : Trailer car, kereta pengikut.
Desain struktur gerbong dari Motor car dan Trailer car ini sama,
yang membedakan adalah pada Motor car, pada boogie-nya
terpasang motor traksi pada axle-nya dan terdapat gearbox.
Masing-masing kereta memiliki jumlah penumpang yang
berbeda. Berdasarkan pada kondisi AW0 dan AW1 adalah sebagai
berikut :
Tabel 3.1 Jumlah Penumpang KA Semi Cepat
Kondisi TeC M T Keterangan
AW0 Kursi 0 0 0 Berat kosong, ready to
Total 0 0 0 run vehicle.
AW1 Kursi 28 80 80 AW0 ditambah
Total 28 80 80 penumpang penuh dan
kru kereta.
Jumlah serta susunan axle, Jumlah traksi motor serta berat kosong
maksimum adalah sebagai berikut :
Tabel 3.2 Spesifikasi lanjutan Kereta Semi Cepat
Axle 2'2' Bo'Bo' Bo’2’ 2'2' 2'2’ 2'2' 2'2’ 2’2’
arrangement 2’2’ 2’Bo’ Bo’Bo’ 2’2’
TeC1 & TeC2 = Max. 45000 kg
Max. Tare
M = Max. 45000 kg
Weight T = Max. 40000 kg
Baru = 860mm
Wheel diameter Half worn (Untuk perhitungan) =
820mm
43

Fully worn = 780mm

3.3 Model Material


Dalam analisis struktur KA Semi Cepat, material yang akan
disimulasikan adalah Alumunium 6005A-T6 untuk keseluruhan
bagian gerbong, kemudian terdapat safety glass pada kaca.

3.3.1 Aluminium 6005A-T6


Alumunium ekstrusi 6005A-T6 merupakan material
aluminium dengan kekuatan sedang, dan memiliki ketahanan
korosi yang sangat baik. Aluminium ekstrusi 6005A-T6
memiliki karakteristik ekstrusi yang lebih baik dan permukaan
akhir yang lebih baik. Sulit untuk menghasilkan ekstrusi tipis
atau kompleks pada aluminium ekstrusi 6005A-T6.
Properti material dari Aluminium 6005A-T6
ditunjukkan pada Tabel 3.1. Data property material ini ini
didukung oleh Material Properties Database dari ASM
Aerospace Specification Metals Inc.
Tabel 3.3 Sifat Material Alumunium 6005A-T6
Properties Constant Dimension
Density 2700 kg/m3
Ultimate Tensile
280 MPa
Strength
Tensile Yield
230 MPa
Strength
Modulus of
69 GPa
Elasticity
Poisson’s Ratio 0,33 -
44

Gambar 3.3 Grafik SN Curve yang digunakan dalam simulasi


material Aluminium 6005A-T6
(Wang, 2019)

Gambar 3.4 Plot Grafik SN Curve pada perangkat lunak ANSYS


material Aluminium 6005A-T6
Pada penelitian yang dilakukan oleh wang, didapati persamaan
garis regresi S = 441,2305N-0,07671 yang kemudian dari persamaan
tersebut dapat ditemukan umur pada tegangan alternating tertentu
yang kemudian di plotkan kedalam perangkat lunak ANSYS.
45

3.3.2 Tempered Glass


Kaca pada kereta api didesain agar tidak mudah
pecah saat terjadi guncangan hingga saat mengalami
tumbukan yang keras. Umumnya kaca pada kereta api
merupakan Tempered glass dengan ketebalan tertentu. Sifat
material dari tempered glass pada penelitian ini mengacu
pada penelitian yang dilakukan oleh Peng, et al dimana
beliau menguji tempered glass yang akan digunakan pada
kereta cepat yang kemudian didapat sifat material tempered
glass pada tabel 3.4

Tabel 3.4 Sifat metarial Tempered Glass


Properties Constant Dimension
Density 2530 kg/m3
Ultimate Tensile
525 MPa
Strength
Tensile Yield
255 MPa
Strength
Modulus of
75 GPa
Elasticity
Poisson’s Ratio 0,228 -

Gambar 3.5 SN-Curve material tempered glass


46

Gambar 3.6 Plot Grafik SN Curve pada perangkat lunak


ANSYS material tempered glass
Grafik SN-Curve pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan pendekatan pada SN-Curve dari tempered
soda-lime glass yang dilakukan oleh Jens Schneider dan
Jonas Hilcken.
47

3.4 Model Elemen Hingga

3.4.1 Model Gerbong Trailer car

Gambar 3.7 Model Gerbong Trailer car KSC


Pembuatan model simulasi dilakukan dengan
menggunakan Ansys Space Claim. Langkah pertama adalah
import geometry dari 3D model surface Gerbong Trailer car
KSC, kemudian dengan menggunakan fitur
Ketika model surface Gerbong kereta MST yang
telah di-import-kan masuk kedalam Ansys Space Claim,
model surface akan terdeteksi sebagai element shell,
sehingga dibutuhkan data ketebalan untuk tiap komponen
model Gerbong agar dapat dilakukan simulasi pada
perangkat Ansys Mechanical.

3.4.2 Symmetri Region


Pendefinisian Symmetry Region dalam prosedur
MEH merupakan suatu kondisi batas dimana diluar bidang
perpindahan (displacement) dan didalam bidang rotasi
48

ditetapkan pada titik nol. Pemberian symmetry region dapat


diberikan pada suatu model dengan kondisi batas
pembebanan dan tumpuan dapat dianggap simetris. Pada
penelitian ini, pembebanan pada Gerbong MST dapat
dianggap simetris terhadap bidang YZ jika dilihat pada
gambar 3. . karena pembebanan yang diberikan hanya
terdapat pada sumbu Y dan Z. Begitu juga dalam kondisi
batas tumpuan, Ketika kita memotong menjadi setengah
bagian model, tumpuan tersebut masih dapat digunakan
dengan kondisi setengah bagian sehingga kondisi ini dapat
diberikan kondisi batas symmetry region. Dengan
diberikannya metode symmetry region, bentuk geometri
model menjadi lebih berkurang dari kondisi awal, sehingga
jumlah elemen pada proses dapat dimaksimalkan sesuai
dengan kemampuan hardware dalam proses perhitungan
numerik dengan menggunakan perangkat lunak Ansys
Workbench R19. Penyederhanaan model dengan metode
symmetry region dijelaskan pada gambar 3. .

Gambar 3.8 Penyederhanaan model menggunakan


Symmetri region.
49

3.4.3 Connection
Pada penelitian ini, penulis menggunakan dua jenis
connection pada perangkat lunak ANSYS R20 yaitu Bonded
Contact dan No Separation Contact.
1. Bonded contact adalah konfigurasi default dan berlaku
untuk semua daerah kontak (surfaces, solids, lines, faces,
edges). Apabila daerah kontak merupakan Bonded contact,
maka diasumsikan tidak ada sliding atau pemisahan antara
faces atau edge. Pada Bonded Contact diasumsikan seluruh
area tersambung dengan baik. Tipe kontak ini
memperbolehkan penyelesaian linier jika area yang
mengalami kontak tidak berubah seiring dengan adanya
pemberian beban. Bagian yang didefinisikan dengan
Bonded Contact akan menjadi satu kesatuan rigid body.
Penggunaan Bonded Contact diberikan pada keseluruhan
struktur KA Semi Cepat. 2.
2. No Separation Contact adalah konfigurasi dimana
masih diizinkan adanya sliding atau pemisah antara
permukaan. Kaca dan Pintu kereta api pada kondisi aslinya
tidaklah tersambung secara sempurna, masih diizinkan
adanya sliding pada kaca dan pintu.
Pada Penelitian ini karena sambungan las
dianggap sempurna maka pendefinisian Bonded contact
dapat digunakan. Penelitian yang dilakukan Xie et al juga
mendefinisikan koneksi antar bagiannya sebagai koneksi
rigid.
50

Gambar 3.9 Metode Bonded Connection

Gambar 3.10 No Separation Connection pada bagian kaca


dengan struktur

3.4.4 Proses Meshing


Meshing adalah bagian integral dari proses simulasi
teknik di mana geometri kompleks dibagi menjadi elemen
sederhana yang dapat digunakan sebagai pendekatan lokal
diskrit dari domain yang lebih besar. Jala mempengaruhi
akurasi, konvergensi dan kecepatan simulasi. Selain itu,
karena meshing biasanya menghabiskan sebagian besar
waktu yang diperlukan untuk mendapatkan hasil simulasi,
51

semakin baik dan lebih otomatis alat meshing, semakin cepat


dan akurat solusinya.
Proses Meshing sangat mempengaruhi hasil simulasi
yang dilakukan, oleh karena itu pada proses meshing
dilakukan pengaturan parameter sesuai dengan kebutuhan
penelitian. Model yang dianalisa adalah model surface atau
shell element. Pada meshing dari surface atau shell element
pengaturan dari ketebalannya akan berjumlah 1. Ukuran
elemen yang digunakan pada penelitian ini menggunakan
ukuran 21 mm yang didasari pada hasil tes konvergen. Tes
konvergen pada penelitian ini menggunakan empat variasi
elemen yaitu 22 mm, 21 mm, 20 mm, dan 19 mm. Empat
variasi ukuran elemen tersebut didasari oleh percobaan
penulis saat melakukan proses meshing dimana proses
meshing berhasil dilakukan oleh penulis saat menggunakan
ukuran elemen 22 mm. Bentuk struktur aluminium ekstrusi
ini menyebabkan ukuran elemen agar proses meshing dapat
dilakukan sangat kecil dan saat penulis ingin menggunakan
ukuran elemen dibawah 19 mm yaitu 18 mm, meshing pada
objek tidak dapat terbentuk karena kemampuan komputer
dari penulis kurang memadai untuk memproses meshing
dengan ukuran yang lebih kecil. Pengaturan meshing yang
dilakukan pada keempat variasi ukuran elemen tersebut
dengan menggunakan “Mesh based connection” pada
perangkat lunak ANSYS R20 agar mesh yang terbentuk
sesuai dengan koneksi antar objek.

Gambar 3.11 Penggunaan pengaturan mesh based


connection
52

Pembebanan yang dilakukan untuk tes konvergensi ini


dengan menggunakan pembebanan pada kasus BL1. Hasil
tes konvergensi pada tabel 3.5

Tabel 3.5 Hasil tes konvergensi proses meshing


Ukuran elemen Tegangan
(mm) maksimum (MPa)
22 120,52
21 138,21
20 138,78
19 138,74

Dari hasil tes konvergensi, pada ukuran elemen 21 mm


hingga 19 mm memiliki tegangan yang hampir sama di
angka ±138 MPa. Digunakan ukuran elemen 21 mm karena
sudah cukup untuk digunakan dalam melakukan simulasi
struktur Gerbong Trailer car KSC.

Gambar 3.12 Meshing pada keseluruhan model


53

Gambar 3.13 Meshing pada bagian Floor

Gambar 3.14 Meshing pada bagian Sidewall


54

Gambar 3.15 Meshing pada bagian Endwall

Gambar 3.16 Meshing pada bagian Boogie support


Dari kualitas elemen yang terbentuk, pada ukuran elemen 21 mm
rata-rata kualitas elemen yang memiliki bentu quad (terstruktur)
sebesar 92,484%
55

Gambar 3.17 Kualitas meshing


Pada orthogonal quality dari proses meshing yang terbentuk,
didapatkatkan kualitas elemen minimum (terkategori buruk) yaitu
0,075, kualitas elemen maksimum 1, dan rata-rata orthogonal
quality dari proses meshing pada elemen dengan ukuran 21 mm ini
sebesar 0,991 dengan stanadar deviasi 0,0528

Gambar 3. 18 Orthogonal Quality dari proses meshing dengan


ukuran elemen 21 mm
56

Gambar 3.19 Distribusi orthogonal quality dari proses meshing


dengan ukuran elemen 21 mm
Pada skewness dari proses meshing yang dilakukan dengan ukuran
elemen 21 mm, didapati kualitas minimum yaitu 1,3057E-10,
kualitas maksimum 0,99939, dan rata-rata kualitas skewness
3,2792E-2. Pada kualitas skewness, semakin nilainya mendekati 0,
semakin baik, yang berarti bahwa elemen yang terbentuk pada
proses meshing dengan ukuran elemen 21 mm pada model struktur
gerbong Trailer car KSC ini hampir seragam pada keseluruhan
model.

Gambar 3.20 Skewness dari proses meshing dengan ukuran


elemen 21 mm
57

Gambar 3.21 Distribusi skewness dari proses meshing dengan


ukuran elemen 21 mm
Dari hasil tes konvergen dari proses meshing pada ukuran elemen
21 mm hingga 19 mm dimana tegangan maksimum von-Misses
pada masing-masing ukuran elemen menyatakan angka ±138 MPa
serta kualitas dari elemen yang terbentuk pada elemen dengan
ukuran 21 mm sudah baik, maka digunakan ukuran elemen dengan
ukura 21 mm pada proses meshing.
Jika diamati dari skewness ataupun Orthogonal quality, sebenarnya
masih terdapat elemen tidak dapat mewakili kondisi model
sebenarnya, pada skewness sendiri masih terapat elemen dengan
nilai 0,999 dimana hal ini bentuk dari elemen tersebut tidaklah
ideal. Karena keterbatasan perangkat komputer penulis, saat
dilakukan optimasi agar hasil meshing lebih ideal, sehingga penulis
tetap menggunakan ukuran elemen 21 mm tanpa adanya optimasi
pada meshing dengan ukuran 21 mm.

3.4.5 Kondisi Batas


Kondisi batas (boundary conditioni) model
ditunjukkan pada gambar 3. Dimana terletak pada bagian
bawah dari komponen main support beam yang bertumpu
pada spring boogie. Kondisi batas tumpuan yang digunakan
adalah displacement support pada sumbu x, y, dan z adalah
58

nol dan pada sisi yang lain digunakan kondisi pada sumbu x,
dan y adalah nol dan pada sumbu z longitudinalnya diberikan
kondisi bebas (free), hal ini menyesuaikan kondisi kereta api
saat melakukan perjalanan.

(a)

(b)

(c)
Gambar 3.22 (a) Kondisi Batas, (b) Pembebanan Utama, (c)
Pembebanan Komponen
Letak pembebanan komponen yang dilakukan disesuaikan dengan
letak komponen yang terpasang pada garbong Trailer car KSC.
59

3.4.6 Pembebanan
Pembebanan yang dilakukan pada penelitian ini berdasarkan
pada dua jenis pembebanan yaitu pembebanan berdasarkan
standar dan pembebanan operasional. Pembebanan dengan
menggunakan standar sesuai dengan standar EN12663 dan
PM 175 Tahun 2015 untuk mengetahui kekuatan struktur
dari Gerbong Kereta Api Semi Cepat. Pembebanan
operasional digunakan untuk perhitungan perkiraan umur
dari Gerbong Kereta Api Semi Cepat.

1. Pembebanan Standarisasi
Pembebanan Standarisasi pada EN12663 pada penelitian ini
digunakan sebagai pembebanan longitudinal yang terletak
pada yokestopper dari Gerbong Trailer car KSC. KSC
berdasarkan pada standarisasi EN12663 tergolong pada
kategori P-II dimana beban kompresi untuk kategori tersebut
adalah 1500 kN dan 1000 kN untuk beban tarik.
Pembebanan standarisasi pada PM 175 Tahun 2015 pada
penelitian ini digunakan sebagai pembebanan vertikal utama
yang merupakan pembebanan komponen serta penumpang
pada Gerbong Kereta Api Semi Cepat. Komponen pada
Kereta Semi Cepat ada pada tabel 3.7
Dengan formulasi pada standar PM 175 Tahun 2015 maka
pembebanan vertikal utama adalah sebagai berikut:
Pv = K (P1+P2)
Pv = 2 (16060 Kg)
Pv = 32120 Kg
Beban vertikal utama pada Gerbong Kereta Api Semi Cepat
adalah 32120 Kg.
Tabel 3. 6 Komponen KSC
Berat Total
No Komponen Jumlah
(Kg) (Kg)
1 Coupler 535 2 1070
Brake
2 200 2 400
Resistor
60

Kursi dan
3 150 80 12000
Penumpang
4 AC 590 1 590
VVVF
6 1000 1 1000
Inverter
IGBT Static
7 1000 1 1000
Inverter
Jumlah 16060

2. Pembebanan Operasional
Pembebanan operasional pada penelitian ini
didasarkan pada kondisi operasional sebagai berikut :
 Kondisi Kecepatan Konstan (BO1)
Pada kondisi kecepatan konstan dianggap saat kereta
berada pada lintasan lurus dengan kecepatan 135
km/jam.
 Kondisi Percepatan (BO2)
Kondisi percepatan pada penelitian ini dianggap hanya
terjadi saat kereta api akan berangkat dari stasiun. (Dari
keadaan diam)
 Kondisi Perlambatan (BO3)
Kondisi perlambatan pada penelitian ini dianggap
terjadi saat kereta api akan melakukan pemberhentian
di stasiun.
 Kondisi Belok (BO4)
Kondisi belok pada penelitian ini dianggap memiliki
radius yang sama pada setiap tikungan dan pada kondisi
tikungan kereta api melakukan pengereman untuk
mengurangi kecepatan kereta api menjadi 70 km/jam.
 Kondisi Tanjakan (BO5)
Kondisi tanjakan pada penelitian ini kereta api
dianggap melakukan perjalanan dengan kecepatan
konstan 135 km/jam.
 Kondisi Turunan (BO6)
61

Kondisi tanjakan pada penelitian ini kereta api


dianggap melakukan perjalanan dengan kecepatan
konstan 135 km/jam dan dianggap tidak mengalami
pengereman karena inklinasi dari jalur yang sangat
kecil. Pada kondisi turunan arah dari gaya hambat nya
menjadi berbalik daripada kondisi tanjakan.
 Kondisi Belok dan Tanjakan (BO7)
Kondisi berbelok dan tanjakan kereta api beroperasi
pada kecepatan 70 km/jam tanpa melakukan
perlambatan.
 Kondisi Belok dan Turunan (BO8)
Kondisi berbelok dan turunan kereta api dianggap
mengalami melakukan perlambatan dengan kecepatan
operasi 70 km/jam
Beban vertikal komponen yang diberikan pada kondisi
operasional sama dengan beban komponen yang digunakan
pada standar hanya saja tidak diberikan faktor pengali
koefisien dinamis sebesar dua. Pada beban longitudinal saat
kondisi operasional perlu diperhitungan sesuai dengan
masing-masing kondisi karena tiap kondisi operasional
memiliki hambatan kereta yang berbeda-beda. Dalam
menghitung beban longitudinal kereta dibutuhkan informasi
berat tiap-tiap kereta dalam 1 rangkaian trainset kereta.
Untuk mempermudah perhitungan beban longitudinal saat
kondisi operasional digunakan estimasi berat maksimum
tanpa penumpang masing-masing kereta berdasarkan data
yang didapatkan dari PT. INKA. Berat Kereta Api Semi
Cepat pada Tabel 3.8
Tabel 3.7 Berat vertikal KSC
Berat Berat
Jumlah
Kereta Penumpang Penumpang
Penumpang
Kosong Penuh
Trailer
28 45000 Kg 47100 Kg
cabin car
62

Motor car 80 45000 Kg 51000 Kg


Trailer car 80 40000 Kg 46000 Kg

Kemudian dilakukan perhitungan hambatan-hambatan


kereta yang terjadi untuk dapat menentukan beban
longitudinal kereta saat operasional.
 Hambatan Aerodinamis
Hambatan Aerodinamis pada perhitungan ini
dikenakan pada kereta pertama dari satu rangkaian
trainset yaitu pada lokomotif. Hambatan
Aerodinamis menggunakan formulasi gaya drag
dengan luasan area frontal A = 8,738 dengan
kecepatan operasi 135 km/jam, dan koefisien drag
sebesar 0,348 (data didapatkan dari PT. INKA)
𝜌. 𝑐 . 𝐴. 𝑣
𝐹 =
2
𝑘𝑔 𝑚
1,225 . 0,348 . 8,738 𝑚 . (37,5 )
𝑚 𝑠
𝐹 =
2
𝑘𝑔. 𝑚
𝐹 = 2619,17
𝑠
 Hambatan Rolling
Hambatan rolling pada penelitian ini hanya
memperhitungkan hambatan gesek antara roda
kereta api dengan rel kereta api. Perhitungan
hambatan roda pada kereta api semi cepat adalah
sebagai berikut dengan ci = 0,5 mm, dan jari-jari roda
kereta api, r = 425 mm.
𝑐 .𝑊
𝑓 =
𝑟
𝑚
0,5 𝑚𝑚 .47100 𝑘𝑔 . 9,81
𝑓 = 𝑠
425 𝑚𝑚
𝑘𝑔. 𝑚
𝑓 = 543,589
𝑠
63

Perhitungan diatas merupakan perhitungan untuk


satu gandar, pada kereta api semi cepat dalam 1
kendaraan terdapat 4 gandar sehingga besarnya
hambatan rolling dalam 1 kendaraan adalah 2174,4
kg.m/s2. Perhitungan diatas adalah hambatan rolling
untuk Trailer cabin car, hambatan rolling lainnya
tersedia pada table
Tabel 3.8 Hambatan rolling pada masing-masing
kendaraan
Berat Penuh Hambatan
Kereta
(Kg) rolling (N)
Trailer
47100 2174,4
cabin car
Motor Car 51000 2354,4
Trailer Car 46000 2123,6

 Hambatan Lengkung
Hambatan lengkung terjadi saat kereta api melalui
jalan berbelok. Terdapat hambatan tambahan saat
kereta api melalui jalan berbelok. Perumusan
hambatan lengkung ini beragam di beberapa negara.
Pada penelitian ini perhitungan hambatan lengkung
menggunakan persamaan dengan jari-jari lengkung,
R = 1000 m berdasarkan PM 69 Tahun 2012 tentang
regulasi jalan rel oleh Kementrian Perhubungan.
Pada penelitian ini semua belokan dianggap
memiliki jari-jari lengkung sebesar 1000 m.

6116
𝑓 =
𝑅
6116
𝑓 =
1000 𝑚
𝑓 = 6,166 𝑁/𝑇𝑜𝑛
64

Dengan mengkalikan hambatan lengkung tersebut


dengan masing-masing berat gerbong, maka
didapatkan hambatan lengkung untuk masing-
masing gerbong yang tersedia pada table
Tabel 3.9 Hambatan lengkung pada masing-masing
kendaraan
Berat Penuh Hambatan
Kereta
(Kg) lengkung (N)
Trailer
47100 288,06
cabin car
Motor Car 51000 311,92
Trailer Car 46000 281,34

 Hambatan gradient (menanjak)


Hambatan gradient merupakan hambatan yang
terjadi saat kereta api melalui jalur tanjakan maupun
turunan. Berdasarkan PM 60 Tahun 2020, jalur
Jakarta-Surabaya tergolong pada jalur Kelas I
dengan inklinasi maksimum sebesar So/oo= 10o/oo.
Perhitungan hambatan gradient adalah sebagai
berikut
𝑓 = 𝑚 . 𝑔 . sin (𝑎) atau 𝑓 = 𝑚 . 𝑔 .
𝐼
𝑓 = 𝑚 .𝑔 .
1000
𝑚 10
𝑓 = 47100 𝑘𝑔 . 9,81 .
𝑠 1000
𝑘𝑔. 𝑚
𝑓 = 4620,51
𝑠
Perhitugan diatas adalah untuk Trailer cabin car,
untuk hambatan gradient gerbong yang lain pada
tabel 3.11
65

Tabel 3.10 Hambatan gradient pada masing-masing


kendaraan
Berat Penuh Hambatan
Kereta
(Kg) gradient (N)
Trailer
47100 4620,51
cabin car
Motor Car 51000 5003,1
Trailer Car 46000 4512,6

KA Semi Cepat yang memiliki konfigurasi EMU memiliki


motor penggerak yang tersebar di gerbong atau biasa disebut motor
car. Diperhitungkan berapa gaya traktif dari masing-masing motor
car yang diperlukan untuk masing-masing kondisi. Gaya traktif
minimal agar kereta api dapat berjalan adalah sama nilainya
dengan nilai hambatan kereta untuk masing-masing kondisi.
Berdasarkan hukum newton kedua didapatkan gaya traktif kereta
api yang dibutuhkan untuk masing-masing kondisi.

𝐹 −𝑅
𝑎=
𝑚

Ft merupakan gaya traktif yang diperlukan, Rtotal merupakan gaya


hambat total dari seluruh rangkaian kereta, mtotal adalah massa total
dari seluruh rangkaian kereta, dan a adalah percepatan ataupun
perlambatan. Berdasarakan data yang diberikan oleh PT. INKA,
besar percepatan untuk KA Semi Cepat ini adalah 0,42 m/s2 dan
perlambatan (Service brake) adalah -0,8 m/s2 sehingga gaya traktif
yang diperlukan dapat diperhitungkan sebagai berikut.

𝐹 − 26507,774 𝑁
0,42 =
574200 𝐾𝑔
𝐹 = 273413,77 𝑁
66

Pada perhitungan diatas adalah perhitungan pada kondisi kereta


mengalami percepatan. Gaya traktif untuk masing-masing kondisi
pada tabel
Tabel 3.11 Gaya traktif operasional yang dibutuhkan
Hambatan Massa Gaya
Percepatan
Kondisi total total Traktif
(a)
(Rtotal) (mtotal) (Ft)
Kecepatan
26507 N 0 m/s2 26507 N
konstan
273413,77
Percepatan 26507 N 574200 0,42 m/s2
N
Kg
Tanjakan 82836 N 0 m/s2 82836 N
Belok dan
86348 N 0 m/s2 86348 N
Tanjakan

Pada penelitian ini, pada saat kereta api melalui jalur turunan,
berbelok, perlambatan, dan berbelok dan tanjakan dianggap motor
penggerak pada motor car dianggap idle atau tidak bekerja,
sehingga tidak ada gaya traktif yang ditimbulkan. Pada kondisi
berbelok dan berbelok dan tanjakan pada penelitian ini kereta api
dianggap mengalami perlambatan sehingga a percepatan bernilai
negatif. Dengan menggunakan hukum newton kedua didapatkan
gaya longitudinal yang bekerja saat kereta api beroperasi.

Gambar 3.23 FBD rangkaian kereta api


67

Gambar 3.24 FBD kendaraan pertama dalam rangkaian kereta

Gambar 3.25 FBD kendaraan dengan penggerak


Pada trailer car atau kendaraan pengikut (tanpa motor penggerak)
memiliki FBD yang sama dengan motor car hanya saja tidak
terdapat gaya traktif karena tidak terpasang motor penggerak pada
trailer car. Dengan menggunakan hukum newton kedua
didapatkan gaya longitudinal saat kereta beroperasi pada trailer
car KA Semi Cepat.

𝑇 −𝑅 − 𝑇 = 𝑚. 𝑎

Dengan menggunakan persamaan tersebut diperhitungkan untuk


setiap gaya longitudinal yang terjadi pada satu rangkaian kereta
dan untuk gaya longitudinal yang terjadi pada trailer car KA Semi
Cepat pada tabel 3.13
68

Tabel 3.12 Beban operasional KA Semi Cepat


Gaya
Jenis Kasus Kondisi longitudinal Keterangan
pada kereta
Kecepatan
BO1 -21474 N Tekan
konstan
BO2 Percepatan 21641 N Tarik
BO3 Perlambatan -358901 N Tekan
BO4 Berbelok -355989 N Tekan
BO5 Tanjakan 6556 N Tarik
BO6 Turunan -24726 N Tekan
Belok dan
BO7 6834 N Tarik
Tanjakan

Belok dan Tekan


BO8 -402594 N
Turunan

Posisi trailer car yang terletak diantara dua motor car membuat
gaya longitudinal yang terjadi pada trailer car dominan terjadi
beban tekan (bernilai negatif). Pembebanan yang dilakukan pada
peneletian ini, dirangkum pada tabel

Tabel 3.13 Pembebanan yang dilakukan pada penelitian


Studi Jenis Beban
Kasus Kasus Longitudinal Vertikal
Pembebanan 321,2
BL1 1500 KN Tekan
Luar Biasa KN
(Simulasi
321,2
statik- BL2 1000 KN Tarik
KN
transien)
Pembebanan 160,6
BO1 23597 N Tekan
Operasional KN
(Simulasi
160,6
fatik) BO2 21641 N Tarik
KN
69

358901 N 160,6
BO3
Tekan KN
355989 N 160,6
BO4
Tekan KN
160,6
BO5 6556 N Tarik
KN
160,6
BO6 24726 N Tekan
KN
160,6
BO7 6834 N Tarik
KN
402594 N 160,6
BO8
Tekan KN

3.4.7 Model Pembebanan


Untuk menentukan umur fatigue, umumnya akan
digunakan beban dinamis yang bersifat siklik. Pada
penelitian ini penentuan beban dinamis yang digunakan
berasal dari perubahan pembebanan saat kereta beroperasi
(beban operasional) dari pendekatan kondisi asli jalur kereta
api yang didapatkan dari pengamatan pada perangkat lunak
Google Earth.
Pada saat kereta api beroperasi, gerbong kereta api
akan menerima gaya kompresi atau gaya tarik pada bagian
couplerhouse-nya utamanya pada bagian yokestopper. KSC
yang memiliki konfigurasi DEMU dimana motor penggerak
tersebar diberbagai tempat menyebabkan gerbong Trailer
car dari KSC ini dominan mengalami beban kompresi
sebagaimana dari hasil perhitungan beban longitudinal juga
menunjukkan bahwa gerbong Trailer car KSC karena
berposisi diantara dua motor car sehingga akan dominan
terkena gaya kompresi.
Pemodelan pembebanan operasional pada penelitian
ini dilakukan dengan pendekatan bahwasannya beban yang
terjadi akibat operasional terjadi secara sinusoidal. Beban
70

operasional yang terjadi secara sinusoidal ini diasumsikan


saat kereta api berjalan dengan kondisi jalan trak berbeda
akan menyebabkan variasi dari gaya hambat kereta api yang
dimana hal ini mempengaruhi besar gaya tarik maupun tekan
kereta api saat beroperasi. Sebagai contoh saat kereta api
melakukan percepatan saat pemberangkatan, motor
penggerak pada KSC akan menggunakan daya maksimal
sehingga terjadi gaya tarikan yang besar, kemudian saat
kereta api sudah mencapai kecepatan yang diinginkannya,
motor penggerak akan menurunkan daya geraknya sehingga
gaya tarikan yang terjadi akan menurun hingga sesaat
menjadi tidak ada gaya tarik (gaya tarik nol) yang kemudian
akibat daya motor yang berkurang saat peralihan menuju
kecepatan konstan setelah sesaat tidak ada gaya tarik
kemudian menjadi gaya tekan karena perubahan kondisi dari
operasional kereta api. Satu siklus dalam penelitian ini
menganggap bahwa dari besar gaya yang bermula nol
kemudian terkena gaya tertentu hingga terjadi perubahan
gaya kembali ke sesaat nol.

Gambar 3.26 Satu siklus saat kondisi percepatan


Masing-masing kondisi memiliki asumsi siklus yang sama,
dalam satu perjalanan kereta api saat melalui jalur Jakarta-
Surabaya akan memiliki variasi yang beragam yang
71

kemudian diperhitungkan dengan Miner’s Rules untuk


mengetahui akumulasi kerusakan yang dimana nantinya
dapat ditentukan umur dalam 1 siklus kumulatif (siklus
total). Jika hal tersebut terjadi secara berulang-ulang, akan
membentuk pembebanan siklik berbentuk sinusoidal,
tetapi pada kenyataannya, variasi antar kondisi tidak
terjadi secara siklik berulang karena waktu terjadinya tiap
kondisi bisa berbeda tergantung dari kondisi jalan rel itu
sendiri.

Gambar 3.27 Kondisi beban longitudinal saat percepatan


dan saat kecepatan konstan

Gambar 3.28 Kondisi aktual beban yang terjadi saat


kereta api beroperasi
Sehingga pada penilitan ini, rentang waktu terjadinya
perubahan pembebanan ini diasumsikan tidak ada
sehingga tidak ada perbedaan rentang waktu perubahan
72

pembebanan akibat kondisi jalan kereta api dan


diasumsikan sama untuk semua kondisi dalam penelitian
ini.

Gambar 3.29 Ilustrasi siklus kumulatif (siklus total) pada


saat kereta api beroperasi
Dengan perhitungan akumulasi kerusakan dengan Miner’s
Rule ini dapat disederhanakan dengan menganggap bahwa
satu kondisi berurutan satu sama lain karena dalam
perhitungan Miner’s Rule merupakan perhitungan total
kerusakan dari beberapa kondisi yang terjadi.

Gambar 3.30 Siklus kumulatif total

3.4.8 Fatigue tools


Untuk mengetahui umur fatigue, diperlukan solution
fatigue tools. Pada fatigue tools akan digunakan hasil
tegangan ekuivalen, sehingga diperlukan juga solution
berupa von-mises equivalent stress. Pada fatigue tools akan
73

digunakan model pembebanan berupa ratio dengan asumsi


nilai ratio sebesar -1,3 dimana nilai tersebut diasumsikan
karena tidak adanya historical data pembebanan aktual yang
terjadi pada kereta api baik dari PT. INKA sendiri maupun
PT. KAI sehingga diasumsikan bahwa ratio tegangan sebesar
-1,3 dengan anggapan bahwa saat kereta api beroperasi lebih
dominan beban tekan dari pada beban tarik. Maka diperlukan
mean stress theory (MST), dan yang digunakan adalah
goodman. Metode yang digunakan untuk menentukan umur
adalah metode Stress-Life, karena telah disediakan grafik S-
N curve dari material.

Gambar 3.31 Pengaturan fatigue tools pada perangkat lunak


ANSYS.

3.5 Model Siklus Kumulatif


Dalam Penelitian untuk menentukan umur dari Gerbong
kereta semi cepat ini, akan digunakan siklus kumulatif, yang
didalamnya adalah penambahan dari beberapa kondisi
pembebanan. Satu kali siklus kumulatif ini merupakan dalam
penelitian ini adalah satu kali perjalanan kereta api semi cepat.
Perjalanan kereta api semi cepat pada penelitian ini dianggap sama
dengan perjalanan kereta api eksekutif Argo-bromo anggrek yang
melalui lintasan Jakarta-Surabaya. Pada perjalanan kereta api
melalui lintasan Jakarta-Surabaya ini memiliki beberapa titik
pemberhentian sebagai berikut sesuai dengan KM 37 Tahun 2021
74

tentang izin operasional perkeretaapian umum yang ditetapkan


oleh Kementrian Perhubungan :
1. Stasiun Pasar Turi
2. Stasiun Bojonegoro
3. Stasiun Semarang
4. Stasiun Pekalongan
5. Stasiun Cirebon
6. Stasiun Gambir
Sehingga dapat diasumsikan selama perjalanan kereta api melalui
lintasan Jakarta-Surabaya, terjadi 5 kali akselerasi dan 5 kali
perlambatan dalam satukali perjalanan.
Kemudian dilakukan analisis lintasan Jakarta-Surabaya ini
menggunakan perangkat lunak Google Earth untuk mendapatkan
informasi mengenai lintasan kereta api Jakarta-Surabaya. Analisis
dilakukan dengan pelacakan secara manual untuk mengetahui
bentuk dari lintasan kereta api Jakarta-Surabaya.

Gambar 3.32 Lintasan Kereta Api Jakarta-Surabaya


Dari analisis tersebut dihitung berapa jumlah belokan, jumlah
tanjakan, jumlah turunan, jumlah tanjakan dengan belokan, dan
jumlah tanjakan dengan turunan. Dari analisis dari lintasan kereta
api Jakarta-Surabaya, didapatkan 8 kondisi operasional dari kereta
api dan akan digunakan untuk menganalisis umur dari Gerbong
kereta api HST
1. Kondisi Kecepatan Konstan
2. Kondisi Percepatan
3. Kondisi Perlambatan
75

4. Kondisi Belok
5. Kondisi Tanjakan
6. Kondisi Turunan
7. Kondisi Belok dan Tanjakan
8. Kondisi Belok dan Turunan
Dari masing-masing kondisi tersebut, berdasarkan hasil analisis
pada perangkat lunak Google earth didapati frekuensi untuk
masing-masing kondisi pada tabel 3.1

Tabel 3.14 Frekuensi kondisi operasional kereta api Jakarta-


Surabaya
No Kondisi Trak Frekuensi
1 Belokan 99
2 Kec Konstan 27
3 Tanjakan 97
4 Turunan 76
5 Belok + Turun 26
6 Belok + Tanjak 10
7 Akselerasi Berangkat 6
8 Pengereman berhenti 6
Jumlah Total 347
Masing-masing dari kondisi trak ini akan memiliki besar tegangan
yang berbeda dengan serangkaian kondisi tersebut jika dijadikan
satu kesatuan merupakan kondisi trak Jakarta-Surabaya dimana
pada perhitungan dalam Miner’s Rules akan menjadi satu kali
siklus kumulatif atau biasa disebut dengan satu blok variasi
tegangan terhadap waktu.
𝑛 𝑛 𝑛 𝑛 𝑛 𝑛
𝐷= =𝑁 + + + +⋯+
𝑁 𝑁 𝑁 𝑁 𝑁 𝑁
𝑛 𝑛 𝑛 𝑛 𝑛
𝑁 + + + + ⋯+ =1
𝑁 𝑁 𝑁 𝑁 𝑁
76

1
𝑁= 𝑛 𝑛 𝑛 𝑛 𝑛
+ + + + ⋯+
𝑁 𝑁 𝑁 𝑁 𝑁

Dengan menggaggap D=1 akan terjadi kegagalan maka didapatkan


persamaan seperti diatas dimana N merupakan estimasi berapa kali
pengulangan (siklus kumulatif) dalam satu blok siklus tegangan
pada waktu tertentu, dimana pada kasus KSC ini merupakan 1 kali
perjalanan dari Jakarta-Surabaya dimana dalam 1 kali perjalanan
terdapat variasi tegangan dengan jumlah tertentu.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab 4 ini akan dijelaskan mengenai hasil dari simulasi


modal, simulalsi transien struktur, dan simulasi fatik dari desain
struktur Gerbong Trailer car KSC yang menggunakan material
Alumunium 6005A-T6. Pada simulasi transien struktur digunakan
pembebanan standar dan pada simulasi fatik dilakukan dengan
menggunakan pembebanan aktual sesuai dengan perhitungan yang
telah dilakukan.

4.1 Hasil Analisis struktur dengan Standar EN-12663 dan


PM 175 Tahun 2015
Hasil analisis struktur dengan menggunakan standar
digunakan untuk mengetahui kekuatan material dari struktur KA
Semi Cepat. Setelah dilakukan proses simulasi dengan
menggunakan metode elemen hingga, didapatkan data tegangan
maksimum yang terjadi pada masing-masing bagian Gerbong,
defleksi vertikal maksimum, dan faktor keamanan dari masing-
masing bagian Gerbong Trailer car KSC yang dapat dilihat pada
tabel.
Tabel 4.1 Tegangan maksimum von misses pada kasus BL1

Tegangan Kekuatan (MPa)


Jenis Bagian hasil
Kasus Gerbong simulasi Tegangan
(MPa) Yield ijin (75%
Yield)
Boogie
90,94 230 172,50
support
Kasus Floor 97,39 230 172,50
BL1 Sidewall 44,13 230 172,50
Roof 15,64 230 172,50
Endwall 25,84 230 172,50

77
78

Support 230
122,69 172,50
beam
Yokestopper 138,21 230 172,50

Tabel 4.2 Tegangan maksimum von misses pada kasus BL2

Tegangan Kekuatan (MPa)


Jenis Bagian hasil
Kasus Gerbong simulasi Tegangan
(MPa) Yield ijin (75%
Yield)
Boogie
80,61 230 172,50
support
Floor 102,53 230 172,50
Sidewall 19,53 230 172,50
Kasus Roof 10,05 230 172,50
BL2 Endwall 15,47 230 172,50
Support 230
85,64 172,50
beam
Yokestoppe 230
86,08 172,50
r
Berdasarkan standar nasional yang ditetapkan oleh
Kementrian Perhubungan pada PM 175 Tahun 2015, bahwa
tegangan mulur material yang dihasilkan pada kasus BL1 maupun
BL2 tidak ada yang melebihi batas 75% nilai tegangan luluh
material, dimana nilai 75% dari tegangan luluh material
Aluminium 6005A T6 adalah 172,50 MPa. Dari kedua kasus yang
diamati, tegangan terbesar yang terjadi terletak pada bagian
yokestopper. Hal ini terjadi karena bagian yokestopper merupakan
bagian yang mendapat gaya tekan serta gaya tarik antar coupler
kereta api. Kemudian bagian lantai dari kedua kasus juga memiliki
tegangan yang besar dibandingkan dengan bagian yang lain karena
komponen-komponen KA Semi Cepat terpasang pada bagian
bawah lantai, serta sisi atas lantai terkena beban dari kursi serta
79

penumpang. Pada bagian atap KA Semi Cepat, dari kedua kasus


pembebanan dengan menggunakan beban standar, terlihat bahwa
tegangan yang terjadi sangat kecil jika dibandingkan dengan batas
nilai 75% dari tegangan luluh material Aluminium 6005A T6.
Komponen pada bagian atap KA Semi Cepat memang tidak
sebanyak dan seberat komponen yang menempel pada lantai. Hal
ini mengindikasikan bahwa desain struktur atap dari KA Semi
Cepat masih dapat dilakukan optimasi.

Gambar 4.1 Hasil simulasi transien struktur dengan gaya tekan


standar EN12663
80

Gambar 4.2 Hasil simulasi transien struktur dengan gaya tarik


standar EN12663
Pada bagian sidewall, tegangan terbesar terjadi pada daerah
kaca pada bagian fillet kaca. Hal ini selaras dengan penelitian yang
dilakukan oleh Baykasoglu dkk, dimana pada daerah ini terjadi
pemusatan tegangan, adanya fillet membuat tegangan yang terjadi
pada daerah ini tidak terlalu besar.
Dari data tegangan maksimum yang tersedia didapatkan
angka keamanan untuk masing-masing bagian dari Gerbong
Trailer car KSC pada table 4.4
Tabel 4.3 Angka keamanan struktur KA Semi Cepat pada kasus
BL1
Tegangan
Tegangan
Jenis Bagian hasil Angka
ijin (75%
Kasus Gerbong simulasi Keamanan
Yield)
(MPa)
Boogie
90,94 172,50 1,89
support
Kasus Floor 97,39 172,50 1,77
BL1 Sidewall 44,13 172,50 3,90
Roof 15,64 172,50 11,02
Endwall 25,84 172,50 6,67
81

Support 172,50
122,69 1,40
beam
Yokestopper 138,21 172,50 1,24

Tabel 4.4 Angka keamanan struktur KA Semi Cepat pada kasus


BL2
Tegangan
Tegangan
Jenis Bagian hasil Angka
ijin (75%
Kasus Gerbong simulasi Keamanan
Yield)
(MPa)
Boogie
80,61 172,50 2,13
support
Floor 102,53 172,50 1,68
Sidewall 19,53 172,50 8,83
Kasus
Roof 10,05 172,50 17,16
BL2
Endwall 15,47 172,50 11,15
Support 172,50
85.64 2,01
beam
Yokestopper 86,08 172,50 2

Berdasarkan angka keamanan pada masing-masing bagian


Gerbong Trailer car KSC, dari kasus BL1 angka keamanan terkecil
adalah 1,42 pada bagian yokestopper dan dari kasus BL2 angka
keamanan terkecil adalah 1,78 pada bagian yokestopper. Dari
angka keamanan yang tersebut dapat disimpulkan bahwa desain
Gerbong Trailer car KSC ini sudah sangat mencukupi. Dari
pengamatan pada kasus BL1 dan BL2, bagian roof dan endwall
memiliki angka keamanan yang besar sehingga pada desain
Gerbong Trailer car KSC ini masih bisa dilakukan optimasi desain.
Dari simulasi dengan pembebanan standar, dapat ditentukan
titik-titik kritis dari desain Gerbong Trailer car KSC dimana titik
kritis pada masing-masing bagian Gerbong Trailer car KSC ini
merupakan titik yang perlu diperhatikan karena kegagalan akan
muncul pertama kali pada titik kritis tersebut.
82

Dari analisis simulasi transien, didapati juga deformasi


vertikal yang terjadi pada KA Semi Cepat pada tabel
Tabel 4.5 Hasil deformasi pada kasus BL1 dan BL2
Deformasi vertikal maks
Jenis Kasus
(mm)
Kasus BL1 5,09
Kasus BL2 3,35

Gambar 4.3 Deformasi pada kasus BL1

Gambar 4.4 Deformasi pada kasus BL1 bagian Floor


83

Gambar 4.5 Deformasi pada kasus BL2

Gambar 4.6 Deformasi pada kasus BL2 bagian Floor


Deformasi yang terjadi dari kasus BL1 dan BL2 juga memiliki
nilai yang kecil. Besar dari deformasi yang terjadi ini dapat
dijadikan acuan untuk menentukan camber pada kereta api, dimana
camber adalah jarak terendah antara titik tengah bentangan struktur
gerbong terhadap titik tumpuan. Persyaratan dalam struktur
gerbong kereta api mengharuskan nilai camber selalu bernilai
positif walaupun terbebani oleh beban maksimum sehingga
berdasarkan deformasi yang terjadi, setidaknya besaran camber
84

pada struktur Gerbong Trailer car KSC ini setidaknya memiliki


nilai diatas 5 mm.

4.2 Hasil Analisis umur struktur dengan beban operasional


Hasil simulasi pembeban luar biasa dengan menggunakan
standar menunjukkan titik-titik kritis dari struktur Gerbong Trailer
car KSC dimana pada titik tersebut merupakan titik yang perlu
diperhatikan. Apabila dari titik kritis tersebut memiliki umur diatas
106 siklus, maka dapat dipastikan untuk bagian dari struktur KA
Semi Cepat ini aman dari kegagalan fatik. Hasil simulasi untuk
perhitungan umur pada masing-masing kondisi operasional pada
tabel 4.6
Tabel 4.6 Hasil simulasi umur dengan beban operasional

Bagian Tegangan
Kasus Umur
Carbody Maks. (MPa)

Boogie
80,19 4,42×108
support
Floor 80,42 4,26×108
Kecepatan Sidewall 11,77 4,96×1029
Konstan Roof 4,42 1,00×1032
(BO1)
Endwall 7,55 3,56×1031
Support beam 24,68 9,15×1023
Yokestopper 27,26 6,37×1022
Boogie
79,97 4,59×108
support
Floor 80,19 4,42×108
Percepatan
(BO2) Sidewall 10,60 1,62×1030
Roof 3,97 1×1032
Endwall 7,09 5,65×1031
85

Support beam 24,28 1,38×1024


Yokestopper 26,67 1,17×1023
Boogie
81,53 3,57×108
support
Floor 81,77 3,34×108
Sidewall 18,68 4,33×1026
Perlambatan
(BO3) Roof 7,08 5,70×1031
Endwall 10,26 2,29×1030
Support beam 29,07 5,03×1019
Yokestopper 30,76 1,70×1021
Boogie
81,52 3,58×108
support
Floor 81,76 3,44×108
Sidewall 18,61 4,62×1026
Belok
(BO4) Roof 7,06 5,85×1031
Endwall 10,23 2,35×1030
Support beam 28,82 6,67×1019
Yokestopper 30,73 1,76×1021
Boogie
80,03 4,54×108
support
Floor 80,26 4,38×108
Sidewall 10,92 1,17×1030
Tanjakan
(BO5) Roof 4,09 1,00×1032
Endwall 7,22 4,98×1031
Support beam 24,39 1,23×1024
Yokestopper 26,83 9,94×1022
86

Boogie
80,16 4,29×108
support
Floor 80,38 4,45×108
Sidewall 11,58 6,01×1029
Turunan
(BO6) Roof 4,35 1,00×1032
Endwall 7,47 3,84×1031
Support beam 24,61 9,79×1023
Yokestopper 27,17 7,03×1022
Boogie
80,03 4,54×108
support
Floor 80,25 4,38×108
Tanjakan Sidewall 10,91 1,18×1030
dan Belok Roof 4,09 1,00×1032
(BO7)
Endwall 7,21 4,99×1031
Support beam 24,38 1,24×1024
Yokestopper 26,83 9,97×1022
Boogie
81,71 3,47×108
support
Floor 81,95 3,33×108
Turunan Sidewall 19,61 1,66×1026
dan Belok Roof 7,44 3,97×1031
(BO8)
Endwall 10,66 1,52×1030
Support beam 32,70 8,22×1017
Yokestopper 31,24 1,04×1021
87

Gambar 4.7 Distribusi umur pada kondisi kecepatan konstan

Gambar 4.8 Distribusi umur pada kondisi percepatan


88

Gambar 4.9 Distribusi umur pada kondisi perlambatan

Gambar 4.10 Distribusi umur pada kondisi belok


89

Gambar 4.11 Distribusi umur pada kondisi tanjakan

Gambar 4.12 Distribusi umur pada kondisi turunan


90

Gambar 4.13 Distribusi umur pada kondisi belok dan turunan

Gambar 4.14 Distribusi umur pada kondisi belok dan tanjakan

Berdasarkan dari hasil simulasi umur, diketahui bahwa pada


bagian boogie support dan floor merupakan bagian yang memiliki
umur paling rendah, dan bagian roof adalah bagian yang paling
panjang umurnya. Dari tegangan maksimum ekuivalen (von
misses) yang terjadi pada kondisi operasional, bagian floor serta
boogie support juga mengalami tegangan yang besar dibandingkan
dengan bagian yang lain, hal ini juga selaras dengan hasil simulasi
91

dengan menggunakan beban standar dimana pada bagian tersebut


mengalami tegangan terbesar akibat pembebanan yang terjadi.
Berdasarkan hasil tersebut, maka dilakukan perhitungan umur pada
bagian boogie support dan floor untuk dapat mengetahui umur
minimal dari struktur Gerbong Trailer car KSC.
Perhitungan umur struktur KA Semi Cepat akan
dilaksanakan setelah didapatkan nilai jumlah siklus batas unutk
masing-masing kondisi pembebanan dari hasil simulasi (Ni).
Perhitungan umur tersebut akan menggunakan persamaan Miner’s
Rule yang telah dikembangkan. Nilai Ni akan dibandingkan dengan
nilai ni yang merupakan jumlah siklus aktual, atau jumlah berapa
kali terjadinya suatu kondisi pembebanan dalam 1 siklus kumulatif
yang telah ditentukan. Maka dapat ditemukan nilai N, yaitu nilai
berapa kali siklus aman untuk terjadi kegagalan, atau dengan kata
lain merupakan umur minimum dari struktur KA Semi Cepat,
dengan asumsi nilai D=1. Berikut adalah persamaan yang akan
digunakan :
𝑛 𝑛 𝑛 𝑛 𝑛 𝑛 𝑛 𝑛 𝑛
𝐷= =𝑁 + + + + + + +
𝑁 𝑁 𝑁 𝑁 𝑁 𝑁 𝑁 𝑁 𝑁
Dengan keterangan sebagai berikut:
notasi Keterangan Nilai
n1 Jumlah siklus aktual 27
kondisi Kecepatan konstan
n2 Jumlah siklus aktual 6
kondisi Percepatan
n3 Jumlah siklus aktual 6
kondisi Perlambatan
n4 Jumlah siklus aktual 99
kondisi Belok
92

n5 Jumlah siklus aktual 97


kondisi Tanjakan

n6 Jumlah siklus aktual 76


kondisi Turunan
n7 Jumlah siklus aktual 10
kondisi Belok dan tanjakan
n8 Jumlah siklus aktual 26
kondisi Belok dan Turunan
N1 Siklus aman kondisi Didapat
Kecepatan konstan dari simulasi
N2 Siklus aman kondisi Didapat
Percepatan dari simulasi
N3 Siklus aman kondisi Didapat
Perlambatan dari simulasi
N4 Siklus aman kondisi Didapat
Belok dari simulasi
N5 Siklus aman kondisi Didapat
Tanjakan dari simulasi
N6 Siklus aman kondisi Didapat
Turunan dari simulasi
N7 Siklus aman kondisi Didapat
Belok danTanjakan dari simulasi
93

N8 Siklus aman kondisi Didapat


Belok danTurunan dari simulasi
Perhitungan prediksi umur kemudian dapat dilakukan
dengan persamaan Miner’s Rule yang telah dikembangkan seperti
persamaan diatas. Berdasarkan data hasil simulasi umur pada tabel
, dengan menanggap D=1, berikut adalah perhitungan umur untuk
bagian boogie support akibat fatik dengan menggunakan Miner’s
Rule:
𝑛 𝑛 𝑛 𝑛 𝑛 𝑛 𝑛 𝑛 𝑛
𝐷= =𝑁 + + + + + + +
𝑁 𝑁 𝑁 𝑁 𝑁 𝑁 𝑁 𝑁 𝑁
27 6 6 99
1=𝑁 + + +
4,26 . 10 4,42 .10 3,34 .10 3,44 .10
97 76 10
+ + +
4,38 .10 4,45 .10 4,38 .10
26
+
3,33 .10
𝑁 = 1141726 𝑆𝑖𝑘𝑙𝑢𝑠
Dari perhitungan yang telah dilakukan, pada bagian floor yang
merupakan bagian yang memiliki umur paling pendek memiliki
umur kumulatif 1141726 siklus kumulatif. Dalam satu siklus
kumulatif ini berarti satu kali perjalanan kereta api melalui jalur
Jakarta-Surabaya, maka berdasarkan perhitungan yang telah
dilakukan, KSC ini diprediksi dapat melakukan perjalanan dari
Jakarta ke Surabaya atau sebaliknya sebanyak 1141726 kali.
Perjalanan KSC ini mengaju pada perjalanan KA Argo-Bromo
Anggrek dimana dalam 1 hari memiliki frekuensi 2 kali perjalanan
tiap harinya, maka dapat diperhitungkan dalam berapa tahun KSC
ini dapat beroperasi (hingga terjadi kerusakan). Apabila dalam 1
hari memiliki 2 kali perjalanan, maka dalam satu tahun KSC
melakukan perjalanan sebagai berikut :

𝟑𝟔𝟓 𝑯𝒂𝒓𝒊 𝒙 𝟐 = 𝟕𝟑𝟎 𝑲𝒂𝒍𝒊 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝟏 𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏


94

Sehingga dapat ditentukan berapa tahun KSC ini dapat beroperasi


hingga terjadi kerusakan yang terakumulasi dengan membagi umur
siklus kumulatifnya dengan total perjalanan dalam 1 tahun sebagai
berikut :
1141726 𝑠𝑖𝑘𝑙𝑢𝑠
𝑈𝑚𝑢𝑟 =
730 𝑠𝑖𝑘𝑙𝑢𝑠 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛

𝑈𝑚𝑢𝑟 = 1564 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛


Dari perhitungan umur berdasarkan siklus kumulatifnya,
didapatkan KSC dapat berumur hingga 1564 tahun atau dengan
kata lain memiliki umur yang sangat panjang.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari proses simulasi dengan metode elemen hingga pada
struktur Gerbong Trailer car KSC dengan analisis modal,
pembebanan sesuai standar, dan perhitungan umur, didapati
kesimpulan sebagai berikut :
a. Pada analisis transien struktur dengan menggunakan beban
standar, struktur KA Semi Cepat ini tergolong aman
berdasarkan peraturan Kementrian Perhubungan PM 175
Tahun 2015 bahwa tegangan maksimum yang terjadi tidak
melebihi nilai 75% dari tegangan luluh material, struktur KA
Semi Cepat menggunakan material Aluminium 6005A-T6
dengan nilai 75% tegangan luluhnya adalah 172,5 MPa.
Berdasarkan kasus pembebanan dengan standar, tegangan
maksimum terjadi pada bagian yokestopper dengan tegangan
maksimum sebesar 138,21 MPa pada kondisi beban tekan
1500 KN dan 102,53 MPa pada kondisi beban tarik 1000 KN
Angka Keamanan struktur KA Semi Cepat dengan
menggunakan pembebanan sesuai standar sudah sangat
mencukupi. Bagian roof merupakan bagian dari struktur KA
Semi Cepat yang memiliki angka keamanan terbesar
dibandingkan dengan bagian struktur dari KA Semi Cepat
dengan angka keamanan 11,62 pada kondisi beban tekan 1500
KN dan 14,49 pada kondisi beban tarik 1000 KN. Bagian Roof
dari struktur KA Semi Cepat masih dapat dilakukan optimasi.
b. Perhitungan umur kumulatif pada struktur KA Semi Cepat
dengan menggunakan beban operasional yang terdiri dari
delapan variasi kondisi, didapati bahwa bagian Boogie
Support dan Floor adalah bagian yang mengalami tegangan
paling besar dibandingkan pada bagian struktur gerbong yang
lain. umur kumulatif minimum dari struktur KA Semi Cepat
ini adalah 1141726 siklus kumulatif dan jika dikonversikan
dalam tahun sesuai operasi dari KSC adalah 1564 Tahun.

95
96

5.2 Saran
Untuk kelancaran proses simulasi dengan metode elemen
hingga pada struktur gerbong trailer car KSC disarankan untuk
menyiapkan hardware dengan kapasitas RAM yang besar,
dikarenakan desain dari struktur kereta api memiliki dimensi yang
besar. Perhitungan beban operasional kereta api pada penelitian ini
merupakan perhitungan pendekatan sehingga diperlukan data
aktual pengujian untuk beban longitudinal hingga Load history
kereta api saat melalui jalur Jakarta-Surabaya untuk didapatkan
hasil perhitungan umur yang lebih tepat
DAFTAR PUSTAKA

[1] Aalco Metals Ltd. (2016). Aluminium Alloy 6005A-T6


Extrusion. Unit 6 Parkway Industrial Estate, Wednesbury
WS10 7WP.
[2] British Standard. (2010). Railway applications-Structural
requirements of railway vehicle bodies (BS EN 12663:2010).
Chiswick High Road, London: BSI Group.
[3] Budynas, R.G., & Nisbett, K. (2011). Ninth Edition: Shigley’s
Mechanical engineering Design. McGraw-Hill.
[4] Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementrian Perhubungan
Republik Indonesia. (2015). Standar Spesifikasi Teknis Kereta
Kecepatan Normal Dengan Penggerak Sendiri. Jakarta.
[5] Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementrian Perhubungan
Republik Indonesia. (2012). Persyaratan Teknis Jalur Kereta
Api. Jakarta.
[6] Ma, W., Peng, Y., Wang, S., Wang, K., & Gao, G. (2018).
Composite Structures: Investigation of the fracture life
assessment of high-strenght, low-alloy steel at high frequency.
[7] Pritchard, P.J., & Mitchell, J.W. (2015). Fox and McDonald’s
introduction to fluid mechanics (9th ed.) Jogn Wiley & Sons.
[8] PT Industri Kereta Api. (2020). Pengujian Rancang Bangun
Carbody Sarana KRDE BIAS. Madiun
[9] Spiryagin, M., Cole, C., Sun, Y., Mcclanachan, M., Spiryagin,
V., & McSweeney, T. (2014). Design and Simulation of Rail
Vehicles. Florida: CRC Press.
[10] Hibbeler, R.C. (2008). Mechanics of Materials. Canada:
Pearson Prentice Hall.
[11] Xie, N., Lu., Yaohui., F., Zhen, C., Tian., Li. (2015). Fatigue
Strenght Research on Aluminum Alloy Car Body for Railway
Vehicle Based on Finite Element Analysis Method.

97
98

BIODATA PENULIS
Laporan tugas akhir ini ditulis oleh
Reyhan Khansa Alpha Adista yang lahir
di madiun pada tanggal 7 April 1999.
Penulis merupakan anak pertama dari 2
bersaudara dari pasangan Bapak Edi
Winarno dan Ibu Rosita Ambarwati.
Penulis menempuh Pendidikan formal
di Madrasah Ibtidaiyah Terpadu Bakti
Ibu, SMPN 1 Madiun, dan SMAN 1
Madiun sebelum akhirnya dapat
menempuh Pendidikan S1 di
Departemen Teknik Mesin, FTIRS,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember pada tahun 2017.
Selama menempuh Pendidikan S1, penulis aktif menjadi anggota
tim riset UAV Bayucaraka ITS sebagai mekanik divisi VTOL
(2018-2019), Ketua divisi VTOL (2019-2020), dan General
Manager (2020-2021). Bersama tim tersebut penulis mengikuti
lomba Kontes Robot Terbang Indonesia (KRTI) pada tahun 2018
hingga 2020. Pada KRTI 2018 penulis mendapatkan peringkat 2
nasional divisi VTOL, KRTI 2019 penulis mendapatkan peringkat
3 nasional divisi VTOL, dan pada KRTI 2020 penulis mendapatkan
peringkat 1 nasional divisi VTOL serta Gelar Juara Umum KRTI
2020 bersama dengan Tim Bayucaraka ITS. Penulis juga telah
melaksanakan kerja praktik selama 1 bulan di PT. INKA Persero
dalam divisi pengembangan teknologi, penulis melakukan analisis
kekuatan wheelset pada KRDE BIAS. Dari ketertarikan penulis
terhadap bidang perkeretaapian penulis memutuskan untuk
melaksanakan tugas akhir ini.
Untuk kritik, saran, atau keperluan lain, penulis dapat dihubungi
melalui alamat e-mail berikut : reyhanalpha649@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai