Anda di halaman 1dari 83

RANCANGAN SISTEM PENGATURAN LIFT TIGA TINGKAT

BERBASIS MIKROKONTROLER SEBAGAI SARANA


PRAKTEK DI AKADEMI TEKNIK DAN KESELAMATAN
PENERBANGAN SURABAYA

Diajukan Oleh :

MOKHAMAD ALDISA PURPRIHATNA


NIT. D.04.09.047

JURUSAN TEKNIK PENERBANGAN


AKADEMI TEKNIK DAN KESELAMATAN PENERBANGAN
SURABAYA
2007
RANCANGAN SISTEM PENGATURAN LIFT TIGA TINGKAT
BERBASIS MIKROKONTROLER SEBAGAI SARANA
PRAKTEK DI AKADEMI TEKNIK DAN KESELAMATAN
PENERBANGAN SURABAYA

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Guna Mencapai Gelar Ahli Madya
Pendidikan Program Diploma III Teknik Listrik Bandara

Diajukan Oleh :

MOKHAMAD ALDISA PURPRIHATNA


NIT. D.04.09.047

JURUSAN TEKNIK PENERBANGAN


AKADEMI TEKNIK DAN KESELAMATAN PENERBANGAN
SURABAYA
2007
ABSTRAKSI

MOKHAMAD ALDISA PURPRIHATNA, “RANCANGAN SISTEM

PENGATURAN LIFT TIGA TINGKAT BERBASIS MIKROKONTROLER

SEBAGAI SARANA PRAKTEK DI AKADEMI TEKNIK DAN

KESELAMATAN PENERBANGAN SURABAYA”. Tugas Akhir, Teknik Listrik

Bandara Angkatan II, Surabaya, Akademi Teknik Dan Keselamatan Penerbangan

Surabaya, Agustus 2007.

Sistem otomatisasi yang ada saat ini dapat diterapkan pada pengaturan dan

pengontrolan lift. Perlu diketahui bahwa bentuk serta kemampuan dari setiap lift

belum tentu sama dengan yang lain. Hal ini disebabkan spesifikasi lift sangat

tergantung sepenuhnya pada system control dalam menganalisa maksud dan

tujuan. Pada sistem ini menggunakan mikrokontroler dengan inputan berupa

sensor dan push button, sedangkan outputan berupa motor DC untuk bergerak ke

atas dan ke bawah. Perlu diketahui bahwa posisi lift pada saat awal berada pada

posisi terakhir lift sebelumnya. Lift akan bergerak menuju lantai yang memanggil

dan panggilan pertama yang akan diproses. Jika proses pertama belum selesai,

maka perintah berikutnya akan diabaikan.


RANCANGAN SISTEM PENGATURAN LIFT TIGA TINGKAT
BERBASIS MIKROKONTROLER SEBAGAI SARANA
PRAKTEK DI AKADEMI TEKNIK DAN KESELAMATAN
PENERBANGAN SURABAYA

Diajukan Oleh :

MOKHAMAD ALDISA PURPRIHATNA


NIT. D.04.09.047

Disetujui untuk diuji :


Surabaya, 03 Agustus 2007

Pembimbing 1: Slamet Hariyadi, ST,MM …………………….


NIP. 120 144 162

Pembimbing 2 : Sutar, SH …………………….


NIP. 120 107 537

JURUSAN TEKNIK PENERBANGAN


AKADEMI TEKNIK DAN KESELAMATAN PENERBANGAN
SURABAYA
2007
RANCANGAN SISTEM PENGATURAN LIFT TIGA TINGKAT
BERBASIS MIKROKONTROLER SEBAGAI SARANA
PRAKTEK DI AKADEMI TEKNIK DAN KESELAMATAN
PENERBANGAN SURABAYA

Diajukan Oleh :

MOKHAMAD ALDISA PURPRIHATNA


NIT. D.04.09.047

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji


Dan dinyatakan lulus dalam ujian Tugas Khusus
Pendidikan Program Diploma III Teknik Listrik Bandar Udara
Pada tanggal 6 Agustus 2007

Panitia Penguji

Ketua : Drs. Hartono, ST …………………….


NIP. 120 132 331

Sekretaris : Slamet Hariyadi, ST,MM …………………….


NIP. 120 144 162

Anggota : Ir. Soekotjo …………………….


NIP. 120 089 388

Direktur

Dr. Supriyanto, SE,MM


NIP. 120 113 336
MOTTO

Raihlah bintang – bintang karena bintang – bintang bersembunyi


dalam jiwamu. Bermimpilah dalam – dalam karena setiapnya
mengawali suatu tujuanmu.
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukkur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

hidayah-Nya serta atas perkenaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

tugas akhir ini dengan judul:

RANCANGAN SISTEM PENGATURAN LIFT TIGA TINGKAT

BERBASIS MIKROKONTROLER SEBAGAI SARANA PRAKTEK DI

AKADEMI TEKNIK DAN KESELAMATAN PENERBANGAN

Tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi

dalam menyelesaikan pendidikan di Jurusan Teknik Listrik Bandar Udara,

Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Surabaya.

Tugas akhir ini dibuat berdasarkan teori – teori yang didapatkan selama

mengikuti perkuliahan, berbagai literature penunjang, dan pengarahan dosen

pembimbing yang telah membantu dari awal hingga akhir pengerjaan tugas akhir

ini.

Sehubungan dengan tersusunnya Tugas Akhir ini, dengan segenap hati

penulis ingin mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan setinggi

– tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Supriyanto, SE,MM, selaku direktur Akademi Teknik dan

Keselamatan Penerbangan Surabaya.

2. Bapak Margono, MPd, selaku kepala Sun Bagian Administrasi

Akademik dan Ketarunaan.


3. Bapak Totok Warsito, S.SiT, selaku Kepala Jurusan Teknik

Penerbangan.

4. Bapak Drs. Hartono, ST, selaku wali kelas.

5. Bapak Slamet Hariyadi, ST,MM, selaku dosen pembimbing materi

penulisan yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk

membantu penulis dalam mengerjakan tugas akhir ini.

6. Bapak Sutar, SH, selaku dosen pembimbing teknik penulisan yang

telah menyediakan waktu di tengah kesibukannya.

7. Para dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk menguji dan

memberikan masukan serta sarannya untuk kesempurnaan tugas akhir

ini.

8. Ibunda Sri Utami, SPd dan ayahanda Mokhamad Arif Purwo Prastiyo,

SPd tercinta, adikku Arum Melati Sekar Kinasih serta seluruh

keluarga yang selalu memberikan dorongan, doa, dan materi.

9. Adik Dita Aci Pandi Aski yang telah memberikan dorongan,

menemani, dan mendoakan penulis serta senantiasa menanti disana.

10. Rekan – rekan seangkatan yang trlah membantu hingga selesainya

penulisan tugas akhir ini.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah

SWT membalas semua bantuan dan amal kebaikan yang telah

diberikan.

Penulis sadar bahwa sebenarnya tugas akhir ini masih belum sempurna

dan masih banyak hal yang perlu diperbaiki. Saran, kritik, dan masukan baik dari
semua pihak sangat membantu penulis terutama untuk berbagai kemungkinan

pengembangan lebih lanjut.

Akhirnya penulis berharap agar tugas akhir ini dapat memberikan

manfaat yang sebesar – besarnya bagi semua pihak, khususnya teman – teman dan

semua taruna Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Surabaya. Penulis

berharap dari tugas akhir ini dapat dipetik manfaat di kemudian hari yang benar –

benar mampu berguna bagi masyarakat.

Surabaya, 02 Agustus 2007

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

ABSTRAKSI…………………………………………………… i

LEMBAR PERSETUJUAN……………………………………. ii

LEMBAR PENGESAHAN…………………………………….. iii

MOTTO…………………………………………………………. iv

KATA PENGANTAR …………………………………………. v

DAFTAR ISI……………………………………………………. viii

DAFTAR GAMBAR…………………………………………… xi

DAFTAR TABEL………………………………………………. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang................................................................... 1

1.2. Pokok Masalah................................................................... 2

1.3. Pembatasan Masalah.......................................................... 3

1.4. Rumusan Masalah.............................................................. 3

1.5. Tujuan Penulisan................................................................ 4

1.6. Manfaat Penelitian.............................................................. 4

1.7. Metode Penulisan............................................................... 4

1.8. Sistematika penulisan......................................................... 5


BAB II TINJAUAN TEORI

2.1. Teori Umum…...................................................................... 6

2.1.1. Cara Kerja Lift..……………………………………. 6

2.2. Motor Arus Searah ( DC )...................................................... 8

2.2.1. Dasar – dasar Motor Arus Searah………………….. 8

2.2.2. Prinsip Verja Motor DC……………………………. 9

2.2.3. Kontruksi Motor DC……………………………….. 10

2.3. Mikrokontroler…….………………………………………... 12

2.3.1. Arsitektur AT89S51………………………………… 13

2.3.2. Memori AT89S51…………………………………… 17

2.3.3. Set Intruksi MCS-51………………………………… 25

2.3.4. Data Transfer………………………………………… 26

2.3.5. Operasi Aritmatik……………………………………. 26

2.3.6. Operasi Logika………………………………………. 27

2.3.7. Kontrol Transfer……………………………………… 27

2.4. Sensor………………….……………………………………... 28

2.4.1. Photo Dioda………………………………………….. 29

2.5. Relay…………………………………………………………. 30

2.5.1. Dasar – dasar Relay……….…………………………. 30

2.5.2. Sumber Catu Daya Relay...…………………………... 32

2.5.3. Gangguan Utama Pada Relay……...………………… 33

2.6. Pencatu Daya……………..………………………………….. 34

2.6.1. Transformator Daya………………………………….. 35


2.6.2. Dioda……………………...………………………….. 35

2.6.3. Resistor……………………………………………….. 38

2.6.4. Kapasitor……………………………………………… 42

2.6.5. Regulator……………………………………………… 46

BAB III PERENCANAAN DAN PEMBUATAN ALAT

3.1. Diagram Blok Aliran Kerja Alat...…………………………… 48

3.2. Perancangan Mekanik.……………………………………….. 50

3.3. Perancangan Hardware………..……………………………… 51

3.3.1. Perancangan Rangkaian Catu Daya………………...... 51

3.3.2. Perancangan Sensor………..……………………….... 52

3.3.3. Perancangan Rangkaian Pengendali Motor…………... 53

3.3.4. Mikrokontroler………………………………………... 55

3.4. Perencanaan Software………………………………………… 57

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA

4.1. Mikrokontroler………………………………………………… 58

4.2. Pengujian Sensor Posisi……………………………………….. 59

4.3. Pengujian Sistem Mekanik…………………………………….. 59

4.4. Pengujian Sistem Perangkat Keras…………………………….. 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan…………………………………………………….. 63

5.2. Saran……………………………………………………………. 63

DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 65

LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar

2.1. Kaidah tangan kiri………………………………………… 9

2.2. Prinsip kerja motor DC……………………………………. 9

2.3. Konstruksi motor DC dengan magnet permanen………….. 11

2.4. Simbol motor DC………………………………………….. 12

2.5. Arsitektur mikrokontroler AT89S51………………………. 14

2.6. Susunan pin AT89S51……………………………………… 15

2.7. Bentuk kumpulan bit pada TMOD………………………… 22

2.8. Photo dioda………………………………………………… 29

2.9. Simbol photo dioda………………………………………… 30

2.10. Komponen dan symbol relay………………………………. 31

2.11. Relay...................................................................................... 31

2.12. Transformator........................................................................ 35

2.13. Simbol transformator............................................................. 35

2.14. Simbol dioda.......................................................................... 36

2.15a Forward bias........................................................................... 37

2.15b Reverse bias............................................................................ 37

2.16. Bridge dioda........................................................................... 37

2.17. Siklus keluaran dioda……………………………………….. 37

2.18. Lambang dan contoh resistor……………………………….. 38


2.19. Hubungan perbandingan arus dan tegangan………………… 39

2.20. Hubungan seri pada resistor…………………………………. 41

2.21. Hubungan paralel pada resistor……………………………… 41

2.22. Prinsip dasar kapasitor……………………………………….. 42

2.23. Contoh komponen kapasitor…………………………………. 43

2.24a Simbol kapasitor non polar…………………………………… 44

2.24b Simbol kapasitor polar……………………………………….. 44

2.24c Simbol kapasitor variabel…………………………………….. 44

2.25. Proses charging……………………………………………….. 44

2.26a Charging………………………………………………………. 45

2.26b Discharging…………………………………………………… 45

2.27a Hubungan seri pada kapasitor………………………………… 45

2.27b Hubungan parallel pada kapasitor……………………………. 45

2.28a Susunan pin IC 78xx…………………………………………. 46

2.28b Internal blok diagram IC 78xx……………………………….. 46

3.1. Diagram blok aliran kerja…………………………………….. 48

3.2a Rangkaian catu daya 5 Volt………………………………….. 52

3.2b Rangkaian catu daya 12 Volt…………………………………. 52

3.3. Rangkaian sensor……………………………………………… 53

3.4a Rangkaian driver motor……………………………………….. 54

3.5. Hubungan antar relay………………………………………….. 55

3.6. Minimum system………………………………………………. 56

3.7. Diagram flowchart……………………………………………. 57


DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel

2.1. Fungsi – fungsi khusus port 3………..…………………… 16

2.2. Jenis pembagian bank berdasarkan alamat…..……………. 20

2.3. Alamat awal tiap – tiap permintaan interrupt……….……..24

2.4. Nilai hambatan resistor……………………………………. 40

2.5. Perbedaan hubungan seri dan paralel pada resistor ………. 42

4.1. Pengujian sensor posisi…………………………………….. 59

4.2. Pengujian gerak motor…………………………………….. 59

4.3. Pengujian dengan beban saat lift naik……………………… 60

4.4. Pengujian dengan beban saat lift turun…………………….. 60


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Listing Program

Lampiran 2 Datasheet Mikrokontroler AT89S51

Datasheet Photo Dioda

Datasheet IC 78xx

Datasheet IC 4n25
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mulai dari jaman kuno sampai jaman pertengahan dan memasuki abad ke

13, tenaga manusia dan hewan merupakan tenaga penggerak. Pada tahun 1850

telah diperkenalkan elevator uap dan hidrolik. Tahun 1852 terjadi babak baru

dalam sejarah elevator, yaitu penemuan elevator yang aman pertama di dunia oleh

Elisha Groves Otis.

Elevator penumpang pertama dipasang oleh Otis di New York tahun

1857. Setelah meninggalnya Otis pada tahun 1861, anaknya Charles dan Norton

mengembangkan warisan yang ditinggalkan oleh Otis dengan membentuk Otis

brothers co. pada tahun 1867.

Pada tahun 1873 lebih dari 2000 elevator Otis telah digunakan di gedung

– gedung perkantoran, hotel, dan department store di seluruh Amerika. Lima

tahun kemudian dipasanglah elevator penumpang hidrolik Otis yang pertama,

berikutnya adalah era pencakar langit.

Pada tahun 1889 Otis mengeluarkan mesin elevator listrik direct –

connected geared pertama yang sangat sukses. Pada tahun 1903 Otis

memperkenalkan desain yang akan menjadi “ tulang punggung “ industri elevator,

yaitu elevator listrik gearless traction yang dirancang dan terbukti mengalahkan

usia bangunan itu sendiri. Hal ini membawa pada berkembangnya jaman

arsitektur – arsitektur tinggi, termasuk yang paling megah adalah Empire state dan
World Trade Center di New York, John Hancock Center di Chicago, dan ON

Tower di Toronto.

Selama bertahun – tahun ini beberapa dari inovasi yang dibuat oleh Otis

dalam bidang pengendalian otomatis adalah sistem pengendalian sinyal, peak

period control, sistem autotronik Otis dan multiple zoning. Otis adalah yang

terdepan di dunia dalam pengembangan teknologi komputer, dan perusahaan

tersebut telah membuat revolusi dalam pengendalian elevator.

Dalam pembahasan tugas akhir ini akan dibicarakan permasalahan

tentang bagaimana mikrokontroler sebagai pengatur suatu sistem yang diatur,

dalam hal ini yaitu mengatur kecepatan dan arah putaran motor DC pada lift yang

berjumlah tiga tingkat. Aplikasi lift tiga tingkat ini dapat digunakan di bandara –

bandara dengan jumlah lantai lebih dari 1 atau tidak lebih dari 3 tingkat. Selain itu

juga bisa dipakai di rumah – rumah besar yang mungkin dihuni orang – orang tua

atau jompo untuk mempermudah dan meringankan pekerjaan.

1.2. Pokok Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam tugas akhir ini adalah:

1.2.1. Bagaimana menentukan ketepatan dan kecepatan gerak miniatur lift pada

pengoperasian dengan pengontrolan mikrokontroler.

1.2.2. Bagaimana pembuatan software dan hardware yang dapat bekerja sinkron

untuk menghasilkan suatu sistem yang efektif dan efisien.

1.2.3. Keterbatasan dalam gerak putaran motor DC harus benar – benar

dipertimbangkan.
1.3. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan tidak meluas dan tidak menyimpang dari tujuan, maka

perlu dilakukan pendekatan terhadap sistem antara lain :

1.3.1. Sistem ini dirancang dengan jumlah lantai sebanyak tiga lantai dengan

satu sangkar lift yang dapat bergerak keatas dan kebawah.

1.3.2. Motor yang digunakan adalah motor DC sebanyak 1 buah.

1.3.3. Dalam rangkaian ini menggunakan mikrokontroler AT89S51.

1.3.4. Tidak membahas tentang kenyamanan miniature lift tersebut.

1.3.5. Pada sangkar lift ini tidak menggunakan pintu.

1.3.6. Dalam melakukan kerja lift tersebut hanya melakukan satu perintah,

sehingga apabila ada perintah lain sebelum perintah pertama selesai maka

akan diabaikan.

1.4. Rumusan Masalah

Untuk menghindari agar tidak terjadi penyimpangan atau kesalah

pahaman dalam penafsiran yang menyimpang dari penelitian ini maka diperlukan

rumusan masalah sebagai berikut :

1.4.1. Bagaimana gambaran umum sistem kerja alat pengontrol gerak motor

pada lift?

1.4.2. Bagaimana cara pembuatan alat pengontrol gerak motor pada lift?

1.4.3. Sejauh mana efektifitas penggunaan mikrokontroler sebagai alat

penggerak motor pada lift?


1.5. Tujuan Penulisan

Dalam penulisan tugas akhir ini mempunyai maksud dan tujuan antara

lain adalah sebagai berikut :

Untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian Diploma III jurusan

Teknik Listrik Bandar Udara Angkatan II di Akademi Teknik dan Keselamatan

Penerbangan Surabaya.

1.5.1. Mengetahui gambaran umum tentang sistem kerja alat pengatur gerak

motor pada lift.

1.5.2. Mengetahui cara pembuatan alat pengatur putaran motor pada lift berbasis

mikrokontroler.

1.5.3. Mampu menghasilkan miniatur lift yang mampu bekerja secara efektif

dengan menggunakan mikrokontroler sebagai alat penggeraknya.

1.6. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini bermanfaat sebagai berikut:

1.6.1. Mengatasi seluruh permasalahan yang telah dirumuskan.

1.6.2. Mendapat pengetahuan secara langsung tentang sistem kontrol lift

berbasis mikrokontroler.

1.7. Metode Penelitian

Pada proses penyusunan skripsi ini penulis menggunakan metode

penelitian dengan mengadakan praktikum dan uji coba. Disamping itu juga

menggunakan metode kepustakaan, yaitu dengan cara mengambil data ddari


bahan – bahan perkuliahan serta buku – buku kepustakaan yang ada kaitannya

dengan masalah yang telah diangkat oleh penulis.

1.8. Sistematika Penulisan

Sistematika dari penulisan tugas khusus ini terdiri dari lima bab, yang tiap

– tiap bab isinya saling berkaitan, berurutan, dan merupakan satu kesatuan.

Berikut perincian dari bab – bab tersebut:

BAB I PENDAHULUAN

Mengutarakan tentang latar belakang, pokok masalah, pembatasan

masalah, perumusan masalah, tujuan, manfaat, metodologi penelitian,

dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORI

Menguraikan tentang teori – teori dasar yang berhubungan dengan

rancangan yang akan dibuat.

BAB III PERENCANAAN DAN PEMBUATAN ALAT

Menguraikan kondisi peralatan yang akan dibuat beserta dengan blok

diagram alur kerja rancangan, gambar, dan rangkaian serta cara kerja

rangkaian.

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA

Berisikan data – data hasil pengukuran dan analisa pada rangkaian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

B. Saran
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Umum

2.1.1. Cara Kerja Lift

Saat ini lift dibuat menggunakan motor listrik yang relatif lebih aman dan

gerakan lift menjadi lebih cepat dibanding menggunakan mesin uap seperti jaman

dulu. Berbagai macam tipe lift yang ada dewasa ini sebenarnya hanya didasari

oleh suatu prinsip penyeimbang, dimana berat dari suatu beban penyeimbang

digunakan untuk menyeimbangkan suatu beban yang lain. Artinya secara

sederhana adalah, lebih mudah bagi kita untuk mengangkat suatu beban

menggunakan katrol dengan menggantungkan beban lain pada sisi yang

bersebelahan pada katrol tersebut. Beban penyeimbang ini beratnya kira-kira

mendekati beban yang hendak kita angkat tersebut. Karena sistem kontrol

mempunyai kelebihan dan kekurangan masing – masing, maka pemilihannya

harus sesuai dengan penggunaannya.

Umumnya cara kerja elevator dapat disesuaikan dengan kontruksi dan

ketinggian gedung yang digunakan. Pada sistem geared atau gearless ( yang

masing – masing digunakan pada gedung – gedung bertingkat dengan ketinggian

menengah dan tinggi ), karena elevator tergantung di ruang luncur oleh beberapa

steel hoist ropes. Biasanya puli katrol dan sebuah bobot penyeimbang ( counter

weight ). Bobot kereta dan counter weight menghasilkan traksi yang memadai

antara puli katrol dan hoist ropes, sehingga puli katrol yang dapat menggulung
hoist ropes dan bergerak serta menahan kereta tanpa selip berlebihan dan counter

weight bergerak sepanjang rel yang vertikal agar mereka tidak berayun.

Mesin untuk menggerakkan elevator terletak di ruang mesin yang

biasanya tepat di atas ruang luncur kereta. Untuk memasok listrik ke kereta dan

menerima sinyal listrik dari kereta ini dipergunakan sebuah kabel multi wire untuk

menghubungkan ruang mesin dengan kereta. Ujung kabel yang terikat pada kereta

bergerak dengan kereta disebut sebagai kabel bergerak ( traveling cable ).

Mesin geared memiliki motor dengan kecepatan lebih tinggi dan drive

sheave dihubungkan dengan poros motor melalui gigi – gigi di kotak gigi yang

dapat mengurangi kecepatan rotasi poros motor menjadi kecepatan drive sheave

rendah. Mesin gearless memiliki motor kecepatan rendah dan puli katrol

penggerak dihubungkan langsung ke poros motor.

Pada sistem hidrolik ( terutama digunakan pada instalasi gedung rendah

dengan kecepatan kereta menengah ) kereta dihubungkan ke bagian atas piston

panjang yang bergerak naik dan turun dalam sebuah silinder. Kereta bergerak naik

saat oli dipompa ke dalam silinder dari tangki oli sehingga mendorong piston

naik. Kereta turun saat oli kembali ke tangki oli. Aksi pengangkatan dapat bersifat

langsung ( piston dihubungkan ke kereta ) atau roped ( piston terikat ke kereta

melalui rope ). Pada kedua cara tersebut pekerjaan pengangkatan yang dilakukan

oleh pompa motor ( energi kinetik ). Untuk mengangkat ke elevasi yang lebih

tinggi sehingga membuat kereta mampu melakukan pekerjaan ( energi potensial ).

Transfer energi terjadi setiap kereta diangkat, ketika kereta diturunkan, energi
potensial digunakan habis dan siklus energi menjadi lengkap sudah. Gerakan naik

turun kereta elevator dikendalikan oleh katup hidrolik.

2.2. Motor Arus Searah (DC)

Motor arus searah ialah suatu mesin yang berfungsi mengubah tenaga

listrik arus searah ( listrik DC ) menjadi tenaga gerak atau tenaga mekanik,

dimana tenaga gerak tersebut berupa putaran dari tenaga rotor.

Dalam kehidupan kita sehari – hari motor DC dapat kita lihat pada motor

starter mobil, pada tape recorder, pada mainan anak – anak dan sebagainya.

Sedangkan pada pabrik – pabrik, motor DC kita jumpai pada traksi, elevator,

konveyor, dan sebagainya.

2.2.1. Dasar – dasar Motor Arus Searah

Prinsip dasar dari motor arus searah adalah jika sebuah kawat berarus

diletakkan antara kutub magnet ( U – S ), maka pada kawat itu akan bekerja suatu

gaya yang menggerakkan kawat itu. Arah gerak kawat itu bisa ditentukan dengan

“kaidah tangan kiri” yang berbunyi sebagai berikut.

Apabila tangan kiri terbuka diletakkan diantara kutub U dan S, sehingga

garis – garis gaya yang keluar dari kutub utara menembus telapak tangan kiri dan

arus di dalam kawat mengalir searah dengan arah keempat jari, maka kawat itu

akan mendapat gaya yang arahnya sesuai dengan arah ibu jari.
Gambar 2.1 : Kaidah Tangan Kiri
Sumber : Mesin Arus Searah (Drs. Sumanto, MA, 1991)
2.2.2. Prinsip Kerja Motor DC

Prinsip kerja dari motor arus searah (DC) berdasarkan pada penghantar

yang membawa arus ditempatkan dalam satu medan magnet, maka penghantar

tersebut akan mengalami gaya. Gaya menimbulkan torsi yang akan menghasilkan

rotasi mekanik sehingga motor akan berputar. Jadi motor arus searah ini menerima

sumber arus searah dari jala – jala kemudian diubah menjadi energi mekanik

berupa perputaran yang nantinya dipakai oleh peralatan lain.

Gambar 2.2 : Prinsip Kerja Motor DC


Sumber : Teknik Kontrol Automatik (Benjamin C. Kuo, 1995)
Secara ringkas prinsip kerja dari motor membutuhkan:

1. Adanya garis – garis gaya medan magnet (fluks), antara kutub yang berada di

stator.

2. Penghantar yang dialiri arus ditempatkan pada jangkar yang berada dalam

medan magnet.

3. Pada penghantar timbul gaya yang menghasilkan torsi.

Gaya yang dihasilkan oleh arus mengalir pada penghantar yang

ditempatkan dalam suatu medan magnet tergantung dari hal – hal berikut:

1. Kekuatan magnet.

2. Harga dari arus melalui penghantar.

3. Panjang kawat yang membawa arus.

2.2.3. Konstruksi Motor DC

Dengan bertambah majunya teknologi magnet permanent, banyak sekali

motor DC yang menggunakan magnet permanent sebagai pembangkit medan

magnetnya. Juga terdapat motor DC daya kecil yang mempunyai konstruksi rotor

khusus yaitu tanpa memakai besi atau yang biasa disebut moving coil motor atau

motor dengan lilitan berputar. Bagian – bagian dari konstruksi motor DC dengan

magnet permanent dapat kita lihat pada gambar 2.3.

1. Sikat berfungsi untuk mensupply arus pada jangkar melalui komutator dan

posisi sikat berada pada inti kumparan.

2. Stator adalah bagian dari motor yang tidak bergerak (diam). Stator dari motor

DC terbuat dari magnet permanent dan berfungsi untuk menghasilkan medan

magnet.
3. Rotor adalah bagian dari motor yang bergerak (berputar). Rotor ini tersusun

dari dua bagian yaitu komutator yang berfungsi untuk membuat arah arus

jangkar mengalir dalam satu arah tertentu sehingga putaran motor juga searah

dan jangkar sebagai tempat membelitkan kabel – kabel jangkar, yang berfungsi

untuk menghasilkan torsi.

Gambar 2.3 : Konstruksi Motor DC dengan Magnet Permanent


Sumber : Teknik Kontrol Automatik (Benjamin C. Kuo, 1995)

Dengan sendirinya terdapat juga motor DC magnet permanent yang

mempunyai konstruksi klasik yaitu memakai magnet listrik untuk pembangkit

medan magnetnya dengan rotor yang mempunyai inti besi. Apabila medan stator

dari motor diperoleh dari magnet permanent, maka untuk membangkitkan medan

magnet tidak perlu disediakan suatu daya.

Lagipula magnet modern mempergunakan suatu jenis keramik tertentu

dan mempunyai gaya paksa yang sedemikian besarnya sehingga medan utama

praktis tidak terpengaruh oleh reaksi jangkar dari arus jangkar. Hal ini

mengakibatkan bahwa bentuk – bentuk lengkung putaran momen maupun arus

momen praktis merupakan garis lurus.


Gambar 2.4 : Simbol Motor DC
Sumber : Teknik Kontrol Automatik (Benjamin C. Kuo, 1995)

2.3. Mikrokontroler

Mikrokontroler AT89S51 merupakan mikrokontroler 8 bit yang

kompatibel dengan standar MCS-51 baik segi pemrograman maupun kaki tiap

pin. Mikrokontroler AT89S51 mempunyai 4 Kbyte Flash EPROM (Erasable and

Programmable Read Only Memory).

Pada dasarnya mikrokontroler terdiri dari mikroprosesor, timer / counter,

perangkat I/O, dan internal memory. Mikrokontroler termasuk perangkat yang

sudah didesain dalam bentuk chip tunggal. Mikrokontroler mempunyai fungsi

yang sama dengan mikroprosesor yaitu untuk mengontrol kerja dari sistem.

Seperti di dalam mikroprosesor, dalam mikrokontroler juga terdapat CPU

(Central Processing Unit), ALU (Aritnathic and Logic Unit), PC (Program

Counter), SP (Stack Pointer), dan register. Akan tetapi dalam mikrokontroler

masih ditambah lagi dengan perangkat lain, seperti ROM (Read Only Memory),

RAM (Random Acces Memory), PIO (Paralel Input Output), SIO (Serial Input
Output), counter, dan sebuah rangkaian clock. Mikrokontroler didesain dengan

instruksi – instruksi yang lebih luas dan 8 bit yang digunakan membaca data

instruksi dan internal memori ke ALU. Banyak instruksi yang digabung dengan

pin – pin pada chipnya. Pin tersebut adalah pin yang bisa diprogram

(programmable) dan mempunyai fungsi yang bebeda tergantung kehendak

pembuat program (programmer).

2.3.1. Arsitektur AT89S51

Mikrokontroler AT89S51 datang dengan kelengkapan sebagai berikut:

1. Memiliki 4 Kbyte downloadable flash memori yang dapat ditulis dan dihapus

sebanyak 1000 kali.

2. Kompatibel dengan mikrokontroler MCS-51.

3. Memiliki RAM internal 128 byte.

4. Program bisa diproteksi, sehingga tidak dapat dibaca oleh orang lain.

5. Memiliki 32 bit I/O.

6. Dua buah timer / counter 16 bit.

7. Menangani 6 sumber interupsi.

8. Memiliki serial port untuk komunikasi secara serial.

9. Frekuensi kerja 0 – 24 MHz.

10. Tegangan operasi 2,7 – 6 Volt.

11. Ada kemampuan idle mode dan down mode.


Arsitektur mikrokontroler AT89S51 adalah sebagai berikut:

Gambar 2.5 : Arsitektur Mikrokontroler AT89S51


Sumber: Atmel Data Sheet, http://www.atmel.com
Sedangkan susunan pin mikrokontroler AT89S51 adalah sebagai berikut:

Gambar 2.6 : susunan Pin AT89S51


Sumber: Atmel Data Sheet, http://www.atmel.com

Fungsi dari tiap – tiap kaki adalah sebagai berikut:

1. VSS / GND : Dihubungkan dengan ground rangkaian.

2. VCC : Dihubungkan dengan sumber tegangan +5 volt DC.

3. Port 0 : Port 0 merupakan port I/O 8 bit 2 arah. Port ini digunakan sebagai

multiplexer bus alamat rendah dan busdata selama pengaksesan ke memori

luar. Port 0 dapat mengendalikan secara langsung 8 buah Transistor –

Transistor Logic (TTL).

4. Port 1 : Port 1 merupakan port I/O 8 bit 2 arah yang dapat mengendalikan 4

beban TTL secara langsung. Setiap pin dapat berfungsi sebagai input maupun
output dan dapat bekerja baik untuk operasi byte maupun bit , tergantung

pengaturan dari software.

5. Port 2: Port 2 merupakan port I/O 8 bit 2 arah yang dapat digunakan sebagai

bus alamat tinggi selama adanya akses ke memori program atau memori data

luar dan mampu menggerakan 4 buah Integrated Circuit (IC) TTL.

6. Port 3: Port 3 merupakan port I/O 8 bit 2 arah. Port 3 selain mempunyai

fungsi I/O juga mempunyai fungsi khusus yang dapat dialamati per bit.

BIT NAMA ALAMAT FUNGSI

Port 3.0 RxD B0h Menerima data serial

Port 3.1 TxD B1h Mengirim data serial

Port 3.2 INT0 B2h External interrupt 0

input
Port 3.3 INT1 B3h External interrupt 1

input
Port 3.4 T0 B4h Timer / counter 0 input

Port 3.5 T1 B5h Timer / counter 1 input

Port 3.6 WR B6h Sinyal tulis untuk


memori data eksternal
Port 3.7 RD B7h Sinyal baca untuk
memori data eksternal

Tabel 2.1 : Fungsi – Fungsi khusus Port 3


Sumber: Atmel Data Sheet, http://www.atmel.com

7. RST / VDP : Pin yang berfungsi untuk me-reset sistem mikrokontroler

AT89S51. Perubahan taraf tegangan dari rendah ke tinggi akan me-reset

AT89S51.
8. ALE / PROG : ALE (Address Latch Enable) menghasilkan keluaran yang

digunakan untuk mengunci alamat rendah pada saat pengaksesan memori

program luar. Pin tersebut dapat menggerakkan 8 buah IC TTL.

9. PSEN : PSEN (Program Store Enable) adalah sinyal kendali yang

menghubungkan memori program luar dengan bus selama pengaksesan. Pada

saat pengambilan memori program eksternal maka pin ini mempunyai kondisi

low sehingga pin ini biasanya dihubungkan dengan pin output enable (OE)

atau chip select (CS) pada memori.

10. EA (Enable Access) : Untuk AT89S51 pin tersebut harus dihubungkan dengan

ground agar dapat menjalankan instruksi dari program luar.

11. XTAL1 : Masukan ke penguat osilator berpenguat tinggi. Kaki tersebut

dihubungkan dari kristal atau sumber osilator dari luar.

12. XTAL2 : Keluaran dari penguat osilator. Kaki tersebut dihubungkan dengan

kristal bila menggunakan sumber dari luar.

2.3.2. Memori AT89S51

Organisasi memori mikrokontroler AT89S51 dapat dibagi atas dua bagian

yang berbeda, yaitu memori program dan memori data. Pembagian itu

berdasarkan fungsinya dalam penyimpanan data program. Memori program

digunakan untuk instruksi yang akan dijalankan oleh mikrokontroler. Sedangkan

memori data digunakan sebagai tempat penyimpanan data – data yang sedang dan

akan diakses oleh mikrokontroler.


2.3.2.1. Memori Program

Mikrokontroler AT89S51 meiliki memori program internal berupa

EPROM. Lebar jalur alamat yang dapat diakses adalah 16 bit mulai alamat 0000h

sampai FFFFh. Disamping memiliki memori program internal, mikrokontroler

AT89S51 juga dapat menggunakan memori program eksternal bila dirasa memori

program internal tidak cukup. Konfigurasi perangkat keras yang diperlukan untuk

mengakses memori program eksternal ditunjukkan pada penjelasan berikut.

Untuk mengakses memori program eksternal,pin EA dihubungkan ke

ground, 16 jalur input /output (pada port 0 dan port 2) difungsikan sebagai alamat.

Port 0 mengeluarkan alamat rendah (A0 – A7) dari pencacah program (program

counter). Pada saat port 0 rendah, maka sinyal ALE akan menahan alamat pada

pengunci port 2 yang merupakan alamat tinggi (A8 – A15) yang bersama – sama

alamat rendah (A0 – A7) membentuk alamat 16 bit. Sinyal PSEN digunakan untuk

membaca memori program eksternal.

2.3.2.2. Memori Data

Mikrokontroler AT89S51 memiliki memori data berupa RAM internal

sebesar 128 byte. Dari jumlah tersebut, 32 byte terendah dikelompokkan menjadi

4 bank. Tiap – tiap bank terdiri dari 8 register. Pemilihan bank dilakukan melalui

register Program Status Word (PSW). 16 byte berikutnya membentuk 1 blok

memori yang dapat dialamati perbit. Memori ini dapat diakses langsung maupun

tak langsung.

Selain mengakses memori data internal, mikrokontroler AT89S51 juga

dapat mengakses memori program eksternal. Lebar jalur alamat yang dapat
diakses adalah 16 bit, yaitu mulai alamat 0000h sampai FFFFh. Konfigurasi

perangkat kerasnya sama dengan konfigurasi pada memori program eksternal.

Hanya saja sinyal PSEN tidak digunakan untuk membaca data, tetapi yang

digunakan adalah sinyal RD, sedangkan untuk penulisan digunakan sinyal WR.

2.3.2.3. Pengaksesan Memori Luar

Kaki EA pada mikrokontroler harus dihubungkan dengan logika rendah

agar dapat mengakses memori program luar. Saat mengakses memori luar

AT89S51 menggunakan port 2 untuk alamat tinggi. Sedangkan untuk byte alamat

rendah maupun data melalui port 0 secara multiplex. Sinyal ALE dipakai untuk

mengunci data alamat rendah ke memori luar, sehingga dapat dipisahkan dari

sinyal data. Sinyal PSEN aktif jika AT89S51 sedang membaca dari memori

program, sinyal RD dan WR aktif jika terjadi proses pembacaan dan penulisan dari

atau ke memori data luar.

2.3.2.4. RAM Data Internal

RAM data internal yang dimiliki oleh AT89S51 sebesar 128 byte yang

terdiri dari:

1. Register bank: terdapat 4 buah register bank. Setiap bank terdiri dari 8 buah

register (R0 – R7).

2. Addressable bits: bagian ini berlokasi dari alamat 20h – 2Fh.

3. Stack: dapat ditemukan pada RAM data internal dengan jumlah stack sama

besar dengan RAM internal.


2.3.2.5. Register Fungsi Khusus

Register Fungsi Khusus / Special Function Register (SFR) terletak pada

bagian atas memori data Attention internal. Wilayah SFR ini terletak pada alamat

80h sampai FFh. Pengalamatan harus secara khusus diakses secara langsung baik

secara bit maupun secara byte. Register khusus pada AT89S51 yaitu:

1. Accumulator: Merupakan register untuk operasi penambahan dan

pengurangan.

2. Register B: Register yang digunakan untuk proses perkalian dan pembagian

bersama dengan accumulator.

3. PSW (Program Status Word): Register tersebut dari beberapa bit status yang

menggambarkan kejadian di accumulator sebelumnya, yaitu: carry bit,

auxiliary bit, dua bit pemilih bank (RS0 – RS1), flag overflow, parity bit, dan

dua buah flag dapat dipilih untuk digunakan, semuanya bersifat addressable

yaitu:

RS1 RS0 REGISTER


0 0 BANK 0
0 1 BANK 1
1 0 BANK 2
1 1 BANK 3

Tabel 2.2 : Jenis Pembagian Bank Berdasarkan Alamat


Sumber: MCS-51 Data Manual, 1989

4. Stack Pointer (SP): Merupakan register 8 bit, Register SP dapat ditempatkan

dalam suatu alamat maupun RAM internal. Isi register ini ditambah sebelum

data disimpan, selama instruksi PUSH dan CALL. Pada saat register set SP

diinisialisasi pada alamat 07h sehingga stack akan dimulai pada alamat 08h.
5. DPTR: Terdiri atas dua buah register, yaitu register byte tinggi Data Pointer

High (DPH) dan register byte rendah Data Pointer Low (DPL). Fungsinya

untuk mengunci alamat 16 bit. DPTR digunakan pengalamatan tidak langsung

untuk memindahkan data dari atau ke memori internal RAM.

6. Port 0 s/d Port 3: Port tersebut merupakan register untuk membaca dan

mengeluarkan data pada port 0, 1, 2, dan 3. Tiap – tiap register ini dapat

dialamati perbit atau per-byte. Setiap port terdiri dari 8 bit (totalnya 32 bit)

khusus untuk port 0 dan port 2 dapat digunakan sebagai jalur data dan alamat

untuk berhubungan dengan memori eksternal yang berkapasitas maksimal 64

Kb.

7. Control Register: Register tersebut berfungsi sebagai system control, untuk

mengakses sistem interupsi. Register ini terdiri dari dua register khusus yaitu

register Interrupt Priority (IP) dan register Interrupt Enable (IE). Pengesetan

IE melalui software secara bit maupun byte. IP digunakan untuk menentukan

prioritas interupsi. Pengesetan IP juga sama dengan IE.

2.3.2.6. Pewaktu / Pencacah

Register yang digunakan sebagai pewaktu / pencacah adalah TH1, TTL1

(pewaktu / pencacah 1) dan TH0, TL0 (pewaktu / pencacah 0).

GATE C/T M1 M0 GATE C/T M1 M0

Terdapat 4 buah mode operasi pewaktu / pencacah yaitu:

1. Mode 0 (pewaktu / pencacah 8 bit dengan prescaler)

TH0 atau TH1 dalah pewaktu / pencacah.Sedangkan register TL0 atau TL1 bit

0 sebagai prescaler dan bit 7 – 5 tidak dipakai.


2. Mode 1 (pewaktu / pencacah 16 bit)

Mode 1 sama dengan mode 0, kecuali TL0 atau TL1 dikonfigurasikan sebagai

8 bit counter.

3. Mode 2 (pewaktu / pencacah 8 bit)

TH0 atau TH1 berisi bilangan yang akan diisikan ke TL1 atau TL0 setiap

kali overflow.

4. Mode 3

Pewaktu 0 dibagi menjadi 2 buah pewaktu / pencacah 8 bit yang terpisah.

Pewaktu 1 tidak jalan.

SUMBER INTERRUPT ALAMAT AWAL

Power On Reset 0000h

Interrupt luar 0 (INT0) 0003h

Pewaktu / pencacah 0 (T0) 000Bh

Interrupt luar 0 (INT0) 0013h

Pewaktu / pencacah 0 (T0) 001Bh

Port serial 0023h

Gambar 2.7 : Bentuk Kumpulan Bit Pada TMOD


Sumber: MCS-51 Data Manual, 1989

Fungsi – fungsi register Timer / Counter Mode Register (TMOD) yang

terdapat dalam gambar diatas sebagai berikut:

1. Gate: Bila gate = 1, pewaktu / pencacah ‘x’ enable hanya saat pin INTx tinggi

dan Trx = 1. Saat gate = 0, pewaktu / pencacah akan enable jika bit Trx = 1.
2. C/T: Jika bit C/T = 0, maka pewaktu / pencacah ‘x’ akan berfungsi sebagai

pewaktu. Jika C/T = 1, maka pewaktu / pencacah ‘x’ akan berfungsi sebagai

pencacah.

3. M1 dan M0: (0,0) untuk mode 0

1. (0,1) untuk mode 1

2. (1,0) untuk mode 2

3. (1,1) untuk mode 3

2.3.2.7. Sistem Interrupt

AT89S51 mempunyai 5 buah sumber interupsi yang dapat

membangkitkan permintaan interrupt, yaitu:

1. INT0: Permintaan interrupt luar dari kaki P3.2

2. INT1: Permintaan interrupt luar dari kaki P3.3

3. Pewaktu / pencacah 0 (bila terjadi overflow)

4. Pewaktu / pencacah 1 (bila terjadi overflow)

5. Port serial (bila pengiriman atau penerimaan satu frame telah lengkap)

Tiap sumber interrupt mempunyai alamat tertentu yang diawali pada 03h

dan seterusnya dengan selang 8 byte. Alamat awal dari tiap – tiap permintaan

interrupt ini terdapat dalam tabel. Saat terjadi, Central Processing Unit (CPU)

secara otomatis akan menuju subroutine pada alamat tersebut. Setelah interrupt

service routine selesai dikerjakan, CPU akan dibuat enable / disable dengan

mengatur bit – bit register IE. Bit – bit register IE adalah sebagai berikut:

1. EA (IE.7): bila EA = 0, maka semua interrupt akan dimatikan tidak

terpengaruh statusdari IE.4 – IE.5


2. ES (IE.4): untuk interrupt port serial

3. ET1 (IE.3): untuk interrupt pewaktu / pencacah 1

4. EX1 (IE.2): untuk interrupt luar 1

5. ET0 (IE.1): untuk interrupt pewaktu / pencacah 0

6. EX0 (IE.0): untuk interrupt luar 0

Pengaturan prioritas ini dari interrupt request terdapat pada register IP.

Bit - bit pada register IP adalah sebagai berikut:

1. PS (IP.4): untuk prioritas serial port

2. PT1 (IP.3): untuk prioritas pewktu / pencacah 1

3. PX1 (IP.2): untuk prioritas interrupt luar 1

4. PT0 (IP.1): untuk prioritas pewaktu / pencacah 0

5. PX0 (IP.0): untuk prioritas interrupt luar 0

SUMBER INTERRUPT ALAMAT AWAL

Power On Reset 0000h

Interrupt luar 0 (INT0) 0003h

Pewaktu / pencacah 0 (T0) 000Bh

Interrupt luar 0 (INT0) 0013h

Pewaktu / pencacah 0 (T0) 001Bh

Port serial 0023h


Tabel 2.3 : Alamat Awal Tiap – Tiap Permintaan Interrupt
Sumber: MCS-51 Data Manual, 1989

Fungsi dari bit – bit pada register timer / counter control register (TCON)

adalah sebagai berikut:


1. TF1 (TCON.7) dan TF0 (TCON.5)

2. TFx = 1 saat pewaktu / pencacah ‘x’ overflow dan TFx = 0 ketika interrupt

dilaksanakan.

3. TR0 (TCON.6) dan TR0 (TCON.4)

4. Pada saat TRx ‘1’ atau ‘0’ maka pewaktu / pencacah ‘x’ aktif atau berhenti.

5. IE1 (TCON.3) dan IE0 (TCON.1)

6. Bit IEx = 1, jika sisi turun dari interrupt luar ‘x’ terdeteksi dan akan 0 jika

interrupt terlayani.

7. IT1 (TCON.2) dan IT0 (TCON.0)

8. Jika ITx = 1 atau 0 maka interrupt luar ‘x’ akan bekerja saat sisi jatuh atau taraf

rendah.

2.3.3. Set Instruksi MCS-51

Bahasa assembly AT89S51 mempunyai empat group fungsi instruksi.

Fungsi – fungsi instruksi tersebut antara lain data transfer, logika, aritmatika, dan

control transfer. Semua fungsi instruksi tersebut merupakan kumpulan dari kode –

kode mesin untuk melakukan operasi – operasi umum yang melibatkan immediate

data, register, internal RAM, internal ROM, eksternal data memori dan eksternal

program memori.

2.3.4. Data Transfer


Operasi data transfer tidak mempengaruhi flag yang ada di PSW kecuali

bit parity. Operasi ini meliputi general purpose transfer, accumulator spesifik

transfer, dan addres object transfer.

General purpose transfer merupakan operasi pemindahan data secara

umum yang berhubungan dengan operand. Contohnya adalah MOV untuk

memindahkan data antar operand, PUSH dan POP untuk memindahkan data ke

stack.

Accumulator spesifik transfer merupakan instruksi pemindahan data yang

harus melibatkan accumulator baik sebagai operand source maupun operand

destination. Instruksi tersebut meliputi XCH (eXCHange), XCHD (eXCHange

Digit), MOVX (MOVed eXternal), MOVC (MOVed Code byte)

Addres object transfer merupakan instruksi pemindahan data secara

langsung (immediate) selebar 16-bit. Dimana register DPTR digunakan sebagai

destination operand.

2.3.5. Operasi Aritmatik

Bahasa assembly AT89S51 memiliki empat instruksi dasar aritmatika.

Karena AT89S51 menggunakan processor 8-bit, maka semua operasi aritmatika

yang dapat langsung dieksekusi memiliki nilai 8-bit termasuk tanda (sign). Bit

overflow yang terdapat pada register PSW akan memberikan tanda untuk operasi

aritmatika yang menggunakan komplemen dua dan tidak mempresentasikan

operasi penjumlahan 8-bit. Sebuah instruksi koreksi ke nilai BCD (Binary Code

Decimal) disediakan, yang akan langsung mengkoreksi data yang terdapat di

accumulator.
Register PSW merupakan register yang sangat penting dalam operasi

aritmatika ini. Bit – bit yang terdapat pada register ini akan terpengaruh langsung

pada setiap pelaksanaan eksekusi instruksi aritmatika. Instruksi – instruksi yang

merupakan fungsi aritmatika adalah INC (INCrement), ADD (ADDer), ADDC

(ADDer with Carry), DA (Decimal-add-Adjust for BCD addition), SUBB

(SUBtract with Borrow), DEC (DECrement), MUL (MULtiplication), DIV

(DIVision).

2.3.6. Operasi Logika

Operasi logika dibagi menjadi dua bagian instruksi dasar yaitu single

operand operation dan two operand operation. Single operand operation

merupakan instruksi yang memiliki satu operand, contohnya adalah CLR

(CLeaR), SETB (SET Bit), CPL (ComPLement), RL (Rotate Left), RLC (Rotate

Left with Carry), RR (Rotate Right), RRC (Rotate Right with Carry), SWAP

(rotate left four).

Sedangkan two operand operation merupakan instruksi – instruksi yang

memiliki dua operand, contohnya adalah ANL (And Logic), ORL (OR Logic),

XRL (eXclusive oR Logic).

2.3.7. Kontrol Transfer

Terdapat tiga kelas yang termasuk ke dalam operasi kontrol transfer yaitu

unconditional calls, returns dan jumps, conditional jumps, dan interrupt. Semua

operasi kontrol transfer diperlukan pada saat kondisi – kondisi tertentu, dimana

jalannya program tidak sekuensial.


Unconditional calls, returns dan jumps merupakan operasi yang akan

melakukan transfer control dari alamat asal program counter ke alamat target

tanpa syarat lompatan. Instruksi ini dapat dilakukan baik secara langsung maupun

tidak langsung. Contohnya adalah ACALL (Absolute CALL), LCALL (Long

CALL), RET (RETurn from subroutine), AJMP (Absolute JuMP), SJMP (Short

JuMP), JMP@A+DPTR.

Conditional Jump merupakan operasi yang akan melakukan transfer

kontrol dari alamat asal program counter ke alamat target dengan syarat lompatan

dan dilakukan secara langsung. Pada operasi ini alamat boleh melebihi -128 byte

ruang program memori untuk lompatan mundur dan +128 byte untuk lompatan

maju. Instruksi tersebut adalah JZ (Jump if accumulator Zero), JNZ (Jump if

accumulator Not Zero), JC (Jump if Carry flag set), JNC (Jump if Not Carry flag

set), JB (Jump if Bit set), JNB (Jump if Not Bit set), JBC (Jump if Bit is set and

clear bit), CJNE (Compare Jump Not Equal), DJNZ (Decrement Jump Not Zero),

RETI (RETurn from Interrupt).

2.4. Sensor

Sensor adalah salah satu bagian dari suatu system dalam pengendalian

yang berfungsi sebagai penerima sinyal dan sinyal inilah yang akan digunakan

dalam berbagai macam pengendalian. Dan sensor mampu merubah dari besaran

fisis menjadi besaran elektrik agar dapat diolah oleh rangkaian transmitter

maupun controller. Karena controller tidak dapat langsung mengolah sinyal yang

masih berupa besaran fisis.


2.4.1. Photo Dioda

Gambar 2.8 : Photo Dioda


Sumber : Elektronik Industri (D. Petruzella, 1996)

Photodioda adalah dioda sambungan pn yang secara khusus dirancang

untuk mendeteksi cahaya. Photodioda ini beroperasi pada mode bias mundur,

dimana arus bocor bias mundur meningkat sebanding dengan peningkatan level

cahaya. Semakin besar intensitas cahaya yang diterima photodioda, semakin besar

pula arus bocor yang mengalir pada sambungan pn photodioda. Pada umumnya

arus bocor yang dihasilkan dalam rentang mikro amper. Kelebihan photodioda

dibandingkan dengan detektor cahaya lainnya terletak pada waktu respon

photodioda yang cepat terhadap berbagai cahaya.


Gambar 2.9 : Simbol Photo Dioda
Sumber : Elektronik Industri (D. Petruzella, 1996)

2.5. Relay

Transistor tidak dapat berfungsi sebagai switch (saklar) tegangan AC atau

tegangan tinggi. Selain itu, umumnya tidak digunakan sebagai switching untuk

arus besar (>5 A). Dalam hal ini, punggunaan relay sangatlah tepat. Relay

berfungsi sebagai saklar yang bekerja berdasarkan input yang dimilikinya.

Transistor berdaya kecil juga kadang kala membutuhkan relay sebagai saklar

tegangan tinggi. Relay akan aktif apabila ada input tegangan yang cukup pada

basis transistor.

2.5.1. Dasar – Dasar Relay

Prinsip kerja dan fungsi relay sama dengan prinsip kerja dan fungsi dari

kontaktor hanya saja kemampuan dan daya hantar relay yang hanya dapat di aliri

arus kecil. Relay terdiri dari kumparan – kumparan, inti besi dan kutub saklar.

Penggunaan relay pada sistem kontrol memberikan keuntungan yaitu pada


penggunaan daya yang relatif kecil dan katub saklarnya dapat dilalui arus sampai

5 (lima) ampere.

Gambar 2.10 : Komponen dan simbol relay


Sumber : Elektronik Industri (Frank D. Fretuzella, 1996)

Relay yang digunakan yaitu jenis Relay Pengendali Elektromekanis

(EMR). EMR adalah saklar magnetis. Relay ini menghubungkan rangkaian beban

“ ON “ atau “OFF “ dengan pemberian energi elektromagnetis untuk membuka

atau menutup kontak pada rangkaian.

Gambar 2.11 : Relay


Sumber: Elektronik Industri (Frank D. Fretuzella, 1996)
Kontak normally open akan membuka ketika tidak ada arus mengalir

pada kumparan, tetapi tertutup secepatnya setelah kumparan diberi tenaga

(energise). Kontak normaly Close akan tertutup apabila kumparan tidak diberi

daya dan membuka ketika kumparan diberi daya. Masing-masing kontak

biasanya digambarkan sebagai kontak yang tampak dengan kumparan tidak diberi

daya. Sebagian besar relay kontrol mesin mempunyai beberapa ketentuan untuk

pengubahan kontak normally open menjadi normally closed, atau sebaliknya. Itu

berkisar dari kontak sederhana "fly-over" untuk melepaskan kontak dan

menempatkan kembali dengan perubahan lokasi pegas.

Secara karakteristik dan rangkaian dapat kita lihat berapa arus, tahanan

dan tegangan yang dibutuhkan. Hubungan tersebut dapat diketahui melalui

persamaan :

V1 = I 1 x R1

V1 = tegangan pada relay

I1 = arus yang mengalir

R1 = tahanan kumparan relay

2.5.2. Sumber Catu Daya Relay

Sumber catu daya dari relay terdiri atas dua jenis yaitu:

1. Sumber Arus Searah (DC)

Standar tegangan untuk relay DC adalah 6, 12, 24, 48, dan 100 (Volt).

Kinerja relay DC lebih mantap karena kecepatan switching relay DC lebih rendah

dibandingkan dengan relay AC karena induktansi dari coil menekan kecepatan

menaikkan arus. Kerugiannya adalah memerlukan catu daya DC yang khusus.


2. Sumber Arus Bolak – Balik (AC)

Relay AC biasanya dieksitasi dengan sumber tegangan 100 atau 200

(Volt) dengan frekuensi 50 atau 60 (Hz). Pada alternating current, panas dapat

terjadi pada kumparan inti besi. Untuk catu daya tegangan yang lebih rendah dari

tegangan minimum yang diijinkan akan terjadi desah dan kinerjanya tidak stabil.

Untuk menghilangkan desah tersebut, ditambah dengan coil tambahan (sharing

coil) untuk menunda variasi fluks magnetik sehingga didapat kinerja yang sama

dengan deret magnet DC. Adanya tegangan drop dari eksitasi merupakan salah

satu penyebab yang menyebabkan contact membuka desing (menghilangkan

desing) dan meleleh sehingga relay menjadi putus.

Untuk sumber daya arus searah (DC) lebih stabil artinya pada coil tidak

terjadi getaran karena sumber DC tidak dipengaruhi oleh adanya frekuensi. Pada

relay DC ini, kontaknya tidak bergetar sehingga mempunyai usia pakai lama.

Untuk sumber daya arus bolak – balik (AC) kurang stabil sehingga terjadi

chattering atau getaran pada kontaknya karena sumber catu daya AC pada coil

yang mempunyai frekuensi antara 50 atau 60 Hz. Karena adanya pengaruh

frekuensi ini pada sumber daya kontrolnya maka usia pakai contact (baik NO atau

NC) relay AC tidak untuk waktu yang cukup lama atau cepat aus.

2.5.3. Gangguan Utama pada Relay

Gangguan utama yang sering terjadi pada relay yaitu lemahnya contact.

Hal ini disebabkan oleh berubahnya bentuk contact, tingginya resistansi film

permukaan contact dan tidak stabilnya tegangan catu. Tahanan film yang tinggi

dibuat dengan reaksi kimia dari perak dengan hidrogen terlarut ke dalam atmosfer,
dimana film ini mekaniknya lemah. Hal ini tidak menjadikan masalah untuk relay

– relay besar seperti kontaktor, tapi kadang – kadang membuat masalah untuk

relay – relay kecil. Jika dikarenakan oleh bunga api listrik diantara contact bila

dibuka atau ditutup. Bergantung pada tempat dan keadaan udara dimana relay

digunakan. Selain itu juga timbulnya getaran (chattering) yang disebabkan oleh

hilangnya bunga api.

2.6. Pencatu Daya

Sebagai sumber daya sebagian piranti elektronika membutuhkan tegangan

searah (Direct Current / DC). Penggunaan baterai sebagai sumber catu daya DC

dinilai kurang efektif dikarenakan daya yang dimiliki oleh baterai hanya mampu

digunakan dalam waktu beberapa saat (tidak tahan lama) dan harganya relative

mahal. Satu – satunya sumber daya yang mudah didapat dan paling murah adalah

tegangan listrik dari jaringan PLN sebesar 220 Volt dengan frekuensi antara 50 –

60 Hz.

Tegangan jaringan ini berupa tegangan bolak – balik (Alternating Current

/ AC), karena itu agar dapat mencatu piranti elektronik yang membutuhkan

tegangan DC maka diperlukan sebuah rangkaian yang bisa mengubah tegangan

bolak – balik menjadi tegangan searah yang dinamakan rangkaian penyearah yang

tidak mengurangi tegangan DC-nya ketika arus beban yang lebih besar dialirkan

dari pencatu daya ini. Beberapa komponen penunjang pada rangkaian ini akan

dijelaskan seperti di bawah ini.


2.6.1. Transformator Daya

Gambar 2.12 : Transformator


Sumber : www.electronikalab.com

Digunakan untuk menurunkan tegangan bolak – balik (AC) dari jala – jala

listrik 110 V atau 220 V pada kumparan primernya menjadi tegangan AC yang

lebih rendah pada kumparan sekundernya.

Gambar 2.13 : Simbol Transformator


Sumber : Hasil Olahan Peneliti

2.6.2. Dioda

Dioda adalah semi konduktor tipe-p dan tipe-n yang disusun secara seri.

Dioda mempunyai elektroda positif yang disebut anoda dan elektroda negative

yang disebut katoda. Bahan semi konduktor yang banyak digunakan yaitu bahan

yang terbuat dari Germanium ( Ge ) dan Silikon (Si).


Pada dioda, arus listrik dapat mengalir dari anoda ke katoda, tetapi tidak

dapat mengalir dari arah sebaliknya. Pada saat anoda diberi tegangan positif dan

katoda diberi tegangan potensial negatif, maka pada saat ini dioda mendapat

tegangan maju atau ( forward bias ). Sebaliknya, pada saat anoda diberi tegangan

negatif dan katoda diberi tegangan positif maka pada saat ini dioda mendapat

tegangan mundur atau ( reverse bias ).

Gambar 2.14 : Simbol Diode


Sumber : Dasar Elektronika ( Richard Blocher, 2003 : 18 )

Karakteristik maju dioda adalah arah tegangan dan arusnya dianggap

positif, sehingga digunakan untuk membangkitkan arus yang besar, tetapi mulai

dari tegangan ambang arusnya sudah naik dengan cepat. Tegangan ambang atau

tegangan jika dilakukan pengukuran pada dioda silikon 0,6-0,7 Volt dan tegangan

ambang dioda germanium 0,2-0,3 Volt. Sehingga hambatan dalam penghubung

yang terjadi akan semakin besar dan menyebabkan arus yang mengalir menjadi

lebih kecil. Pada saat ini dioda dapat dikatakan dalam kondisi “ Break Down “

( terbuka ). Dalam keadaan seperti ini jika kedua kutubnya dilakukan pengukuran

tegangan maka akan terdapat nilai yang mendekati sama dengan nilai tegangan

yang diberikan.
Gambar 2.15a : Forward Bias

Gambar 2.16b ; Reverse Bias

Dari bentuk karakteristik tegangan arus mudah dimengerti bahwa dioda

sangat efektif dipakai untuk menyearahkan tegangan AC menjadi tegangan DC.

Apabila tegangan yang masuk adalah tegangan AC maka sinyal keluarannya (

output ) adalah setengah gelombang yang disebabkan oleh siklus positifnya.

Untuk menyearahkan tegangan tersebut maka dioda harus dipasang secara bridge

( jembatan ) sehingga keluaran dari tegangan AC akan terlihat seperti gambar

dibawah ini.

Gambar 2.17 : Bridge dioda Gambar 2.18 : Siklus keluaran dioda


Terbentuknya tegangan dari penyearah gelombang penuh dengan

menggunakan rangkaian jembatan ini adalah selalu positif walaupun tegangan

inputnya siklus negatif. Sehingga tegangan AC yang tadinya mempunyai siklus

negatif dan positif keluarannya akan rata menjadi searah. Pada penyearah

gelombang penuh ini faktor ripplenya kecil daripada penyearah setengah

gelombang, semakin kecil factor ripplenya maka akan semakin baik tegangan DC

yang dihasilkan.

2.6.3. Resistor

Resistor adalah salah satu komponen elektronika pasif yang berfungsi

menahan arus yang mengalir dalam suatu rangkaian listrik. Resistor disusun dari

kawat yang mempunyai nilai hambatan tinggi (nikelin), adapula resistor yang

terbuat dari keramik ataupun lapisan karbon. Resistor mempunyai besaran yang

disebut resistansi. Jika dua buah kabel dihubungkan pada ujung - ujung resistor

dan diberikan beda potensial maka akan timbul arus listrik yang mengalir pada

resistor tersebut. Besarnya arus yang mengalir pada resistor tergantung pada nilai

resistansi dan beda potensialnya. Apabila ada perbedaan gaya listrik diantara

ujung- ujung resistor maka disebut beda potensial/ tegangan drop resistor.

Gambar 2.19 : Lambang dan contoh komponen Resistor


Sumber: Dasar Elektronika (Richard Blocher, Dipl. Phis, 2003:12)
Pada resistor terdapat hubungan linier antara tegangan dan arus.

Gambar 2.20 : Hubungan berbanding lurus antara arus dan voltage

Dalam hukum Ohm pernyataan tersebut dapat diformulasikan sebagai

berikut :

V= I x R

Keterangan: V = Beda potensial/ tegangan drop pada resistor (Volt)

I = Arus yang mengalir (Ampere)

R = Nilai tahanan/ resistor (Ohm)

Secara garis besar resistor terdiri dari 2 jenis resistor yaitu resistor dengan

nilai resistansi tetap dan resistor dengan nilai resistansi dapat berubah – ubah

(Variabel Resistor). Untuk mengetahui nilai tahanan pada komponen resistor

tetap, biasanya dapat diketahui dengan membaca kode-kode warna yang dicetak

pada badan resistor. Sedangkan resistor variable mempunyai nilai yang bervariasi

dan tertulis pada badannya adalah nilai maksimum.


Tabel 2.4 : Nilai hambatan dari tiap warna

Warna Nilai faktor pengali Toleransi

Hitam 0 1
Coklat 1 10 1%
Merah 2 100 2%
Jingga 3 1.000
Kuning 4 10.000
Hijau 5 100.000
Biru 6 106
Violet 7 107
Abu- 8 108
Putih 9 109
Emas - 0.1 5%
Perak - 0.01 10%
Tanpa - - 20%

Sumber: www.electroniclab.com

Apabila suatu saat kita membutuhkan nilai resistor yang tidak tersedia di

pasaran, maka kita dapat menggabungkan beberapa resistor dengan menyusun

secara seri atau pararel untuk mendapatkan resistansi yang kita inginkan.

2.6.3.1. Hubungan Seri dan Paralel Pada Resistor

Dalam rangkaian listrik sering ditemui hubungan antar resistor dalam

bentuk seri maupun parallel, dimana hubungan ini diperlukan sesuai dengan

kebutuhan baik pengaturan tegangan dalam rangkaian listrik tersebut.

Hubungan Seri
Gambar 2.21 : Hubungan Seri

Nilai resistansi penggantinya adalah :

Rtotal = R1 + R2 + R3 + …… + Rn

Arus yang mengalir yaitu :

I R1 = I R2 = I R

Hubungan Paralel

Gambar 2.22 : Hubungan Paralel


Sumber : Modul Elektronika Dasar ( Totok Warsito, 2004 : 22 )

Nilai resistansi penggantinya adalah :

1 1 1 1 1
    ...... 
Rtotal R1 R 2 R3 Rn

Hubungan Seri Hubungan Paralel


Tegangan Tegangan drop di masing- Tegangan drop di masing-
masing resistor berbeda. masing resistor sama.
Arus yang mengalir di Arus yang mengalir di
Arus
masing-masing resistor masing-masing resistor
sama. berbeda.
Tabel 2.5 : Perbedaan Hubungan Seri dan Paralel
Sumber : Modul Elektronika Dasar ( Totok Warsito, 2004 : 23 )

Resistor yang banyak digunakan dalam keperluan elektronik adalah

Axial-lead carbon resistor. Dimana besar harga satuan ohmnya dapat ditunjukkan

oleh kode warna yang melingkar pada bagian ujung resistor.

2.6.4. Kapasitor

Pada dasarnya sebuah kapasitor terdiri dari 2 lempeng penghantar yang

saling berhadapan yang dipisahkan oleh bahan dielektrikum, antara lain udara,

gelas, kertas dan sebagainya. Sifat utama kapasitor adalah menyimpan muatan

listrik sementara. Kemampuan untuk menyimpan berapa banyak muatan listrik

disebut kapasitansi, dengan satuan Farad (F).

Gambar 2.23 : Prinsip Dasar Kapasitor


Sumber : www.electroniclab.com
Satu farad adalah besarnya kapasitansi yang akan menyimpan muatan

listrik sebesar satu coulomb pada saat digunakan tegangan sebesar satu volt.

Q
Rumus kapasitansi : C =
E
Keterangan : C = Kapasitansi ( farad )

Q = Muatan ( coulomb )

E = EMF ( volt )

Adapun jenis dari kapasitor sama dengan pada resistor yaitu kapasitor

tetap dan variabel. Pembagian jenis ini didasarkan pada kapasitansinya.

Gambar 2.24 : Beberapa contoh komponen Kapasitor


Sumber: Dasar Elektronika (Richard Blocher, Dipl. Phis, 2003:61)

Tipe dari kapasitor yaitu :

1. Variable capasitor

Variable kapasitor adalah kapasitor yang nilai kapasitansinya dapat diubah-ubah

sesuai dengan kebutuhan.

2. Fixed capasitor

Fixed capasitor adalah kapasitor yang mempunyai nilai kapasitansi tetap tidak

dapat diubah-ubah sebagaimana variable capasitor.


Gambar 2.25 : a. Simbol Capasitor non polar

b. Simbol capasitor polar ( elco )

c. Simbol Capasitor variable ( varco )

Proses Discharging

Apabila kapasitor yang baik maka beda potensial atau muatan yang

terkandung dapat mencapai nol. Pada saat saklar terhubung ke posisi atas, maka

akan terjadi aliran elektron yang ada pada kapasitor melalui tahanan resistor R2

dan hal ini akan berlangsung terus hingga beda potensial antara kedua plate

tersebut sama dengan nol.

Proses Charging

Gambar 2.26 : Proses Charging


Sumber : Modul Elektronika Dasar ( Totok Warsito, 2004 )
Pada saat saklar S belum ditutup maka tidak akan terjadi aliran elektron

bebas pada kedua plat. Jika saklar dihubungkan maka muatan positif battery akan

menarik elektron bebas yang ada di plat bagian atas dan mengakibatkan plat

bagian atas terisi muatan positif saja. Selanjutnya elektron bebas yang ada pada

terminal negatif battery mengalir ke bagian bawah. Hal ini berlangsung terus

hingga terjadi perbedaan potensial antara kedua plat tersebut menjadi sama

dengan tegangan battery dan barulah tidak terdapat aliran elektron bebas dalam

rangkaian tersebut. Jika saklar dibuka kembali, maka kapasitor akan tetap

mempunyai kondisi beda potensial antara plat yang atas dan yang bawah.

Gambar 2.27 a Charging Gambar 2.27 b Discharging


Hubungan Seri dan Paralel

Sama dengan resistor, beberapa kapasitor dapat dihubungkan secara seri

ataupun paralel di dalam suatu rangkaian listrik, sehingga mendapatkan nilai atau

harga capasitansi yang lain.

Gambar 2.28 a Hubungan Seri Gambar 2.28 b Hubungan Paralel


Sumber : Modul Elektronika Dasar ( Totok Warsito, 2004 : 37 )
Besarnya C total adalah : Besarnya C total adalah :

1 1 1 1
   .......  Ct = C1 + C2 + …..+ Cn
Ct C1 C 2 Cn

2.6.5 Regulator

a.)

b.)

Gambar 2.29 : a.) susunan pin IC 78XX


b.) internal blok diagram IC 78XX
Sumber : www.datasheet.com
Pemakaian regulator pada pencatu daya berfungsi sebagai stabilitas

tegangan komponen aktif ini mampu meregulasi tegangan menjadi stabil.

Komponen ini sudah dikemas ke dalam IC regulator tegangan tetap yang biasanya

sudah dilengkapi dengan pembatas arus (current limiter) dan juga pembatas suhu

(thermal shutdown). Jenis IC regulator tegangan tetap yang sering dipakai adalah

jenis 78xx atau 79xx. IC regulator 78xx menghasilkan output tegangan dengan

polaritas positif, sedangkan 79xx menghasilkan output tegangan dengan polaritas

negatif.

Hanya saja perlu diketahui supaya rangkaian regulator dengan IC tersebut

bias bekerja, tegangan input harus lebih besar dari tegangan output regulatornya.

Biasanya tegangan Vin terhadap Vout yang direkomendasikan ada dalam data

sheet komponen tersebut. Pemakaian aluminium pendingin (heatsink) dianjurkan

jika komponen ini dipakai untuk mencatu arus yang besar.


BAB III

PERENCANAAN DAN PEMBUATAN ALAT

Proses rancangan dan pembuatan miniature lift ini terbagi atas dua bagian

yaitu perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Perangkat keras

meliputi kerangka lift, sangkar lift (box), rangkaian sensor, rangkaian catu daya,

dan rangkaian pengendali gerak motor DC. Sedangkan perangkat lunak yang

digunakan adalah IC mikrokontroler.

3.1. Diagram Blok Aliran Kerja Alat

Secara global pembuatan alat ini dapat dilihat pada blok diagaram

berikut:

Gambar 3.1 : Diagram Blok Aliran Kerja


Sumber : Hasil Plah Peneliti

a. Input

Pada sistem ini inputan yang akan masuk pada proses yang akan

dilakukan oleh mikrokontroler berupa saklar atau sensor – sensor, dan push

button. Pada pembuatan miniatur lift ini untuk memberikan inputan pada

mikrokontroler menggunakan sensor photo dioda dan push button.


1. Disini sensor photo dioda akan mendeteksi posisi dari sangkar lift tersebut

berada. Pada setiap lantai terdapat sensor photo dioda, apabila kondisi sensor

tiap lantai aktif maka akan menunjukkan posisi sangkar lift berada dan alamat

tujuan panggilan.

2. Push button ini merupakan suatu inputan yang mengindikasikan tujuan ke

lantai berapa yang diinginkan oleh penumpang. Pada setiap lantai terdapat

tombol panggil arah ke atas dan ke bawah serta tujuan lantai yang

dikehendaki.

b. Proses

Pada seluruh proses pengaturan dan pengontrolan motor DC pada lift ini

dilakukan oleh IC mikrokontroler. Pada tugas akhir ini menggunakan IC

mikrokontroler AT89S51 untuk pengontrol seluruh aktivitas dari sistem tersebut.

Disini mikrokontroler difungsikan sebagai pengontrol gerakan ke bawah dan ke

atas dari sangkar lift, dimana motor DC sebagai penggeraknya. Keseluruhan

gerakan diatas berdasarkan data – data masukan yang berupa sensor posisi dimana

letak lift tersebut berada, tombol tujuan berupa push button pada lantai berapa

yang dikehendaki, tombol panggilan ke arah mana atas atau bawah lantai tujuan

yang hendak dituju dari posisi lift terakhir.

c. Output

Dari mikrokontroler ini keluar suatu sinyal yang akan digunakan

menggerakkan motor DC. Pada tugas akhir ini motor berfungsi untuk

menggerakkan sangkar lift ke atas dan ke bawah. Gambaran sederhana cara kerja

sistem adalah lift akan bergerak jika ada penekanan tombol panggilan, dimana
posisi lift berada pada lantai pemakai terakhir. Hal ini berlaku hanya pada saat

pertama kali lift akan digunakan, sehingga lift akan bergerak dari lantai pemakai

terakhir dan berhenti di lantai tombol panggil yang ditekan. Dengan penekanan

tombol tujuan maka lift akan bergerak menuju tempat sesuai tombol yang dituju.

Maka apabila telah sampai, lift akan berhenti di tempat tersebut atau bergerak ke

tombol panggilan berikutnya jika ada.

3.2. Perancangan Mekanik

Untuk perancangan sistem mekanik ini akan dijelaskan mengenai

konstruksi alat yang akan dibuat, serta bagian – bagian yang terdapat di dalamnya.

Dalam hal ini lift dengan sistem pengaturan dan pengontrolan berbasis

mikrokontroler. Sistem mekanik ini dibuat dengan menyesuaikan fungsi dari lift

itu sendiri.

3.2.1. Perancangan Kerangka Lift

Kerangka miniatur lift ini terbuat dari besi siku ukuran 3x3 (cm), dimana

kerangka lift ini terdiri dari tiga lantai. Untuk pembuatan kerangka lift ini

diperlukan besi siku dengan panjang 50 cm, lebar 50 cm, dan tinggi 150 cm.

3.2.2. Perancangan Sangkar Lift

Variasi terhadap desain kerangka lift tidak terbatas, hal ini tergantung

pada penggunaan untuk suatu penumpang, barang, atau pelayanan (service).

Sangkar lift berbentuk persegi panjang yang bergerak naik turun dalam tabung

lift. Desain yang digunakan terbuat dari besi kipas yang dibentuk persegi.
Pada keadaan sebenarnya ukuran luas sangkar lift untuk setiap

penumpang biasanya diperhitungkan tingginya tidak kurang dari 2 m dan berat

setiap penumpang diperhitungkan seberat 70 Kg. Pada pembuatan sangkar lift ini

tidak diperhitungkan berat dan tingginya. Ukuran dari sangkar lift ini adalah

panjang, lebar, dan tinggi. Perlu diketahui bahwa kecepatan angkat ditentukan

oleh tinggi dari konstruksi lift dan jarak perhentian. Kecepatan yang tinggi

memerlukan mutu pelayanan yang lebih bagus.

3.3. Perancangan Hardware

3.3.1. Perancangan Rangkaian Catu Daya

Pembuatan catu daya untuk sensor sangat berguna sebagai inputan, disini

untuk menghindari terjadinya kerusakan pada peralatan yang di kontrol maupun

mikrokontroler itu sendiri. Power supply atau catu daya yang dipakai pada alat ini

ada dua buah yaitu sebesar 5 Volt dan outputan sebesar 0 – 12 Volt. Catu daya

sebesar 5 Volt digunakan untuk tegangan kerja sensor dan mikrokontroler itu

sendiri, sedangkan catu daya 0 – 15 Volt digunakan sebagai penggerak motor DC

ke atas dan ke bawah. Hal ini dibuat agar gerak dari motor UP dan DOWN dapat

diatur sesuai dengan yang diinginkan.


Gambar 3.2 a : Rangkaian Catu Daya 5 Volt
Sumber : Hasil Olah Peneliti
Gambar 3.2.b : Rangkaian Catu Daya 12 Volt
Sumber : Hasil Olah Peneliti

3.3.2. Perancangan Sensor

Untuk sensor dibutuhkan sebanyak tiga buah sensor photo dioda yaitu

untuk mendeteksi letak sangkar lift berada. Setiap lantai terdapat satu sensor

photo dioda.
Gambar 3.3 : Rangkaian Sensor
Sumber : Hasil Olah Peneliti

3.3.3. Perancangan Rangkaian Pengendali Motor

Pada tugas akhir ini motor DC yang kami gunakan adalah motor DC

dengan magnet permanent. Motor ini merupakan bagian utama dari semua

komponen atau peralatan yang dibuat. Motor ini bekerja untuk melakukan putaran

forward untuk menarik sangkar lift ke atas. Sedangkan putaran reverse untuk

menurunkan sangkar.

Untuk sistem gerak motor DC dengan arah yang berlawanan dari arah

putar motor DC semula, tinggal membalik polaritas tegangan yang mensuplai

motor. Sedangkan motor DC ini mempunyai tegangan 9 Volt. Untuk pengaturan

motor DC ini dihubungkan dengan relay yang dipasang pada rangkaian driver.

Lamanya proses putaran forward maupun reverse tersebut bergantung

dari sensor tiap lantai maupun dari input user. Apabila tegangan melebihi nilai

diatas akan menyebabkan kerusakan pada motor. Namun apabila tegangan kurang

dari tegangan yang ditentukan, maka berpengaruh pada kecepatan motor.

Sedangkan untuk pengereman motor DC hanya memutus tegangan

supply, akibatnya motor akan berhenti berputar. Adapun rangkaian driver yang

digunakan adalah seperti di bawah ini


Gambar 3.4 : Rangkaian Driver
Sumber : Hasil Olah Peneliti

Relay yang dipakai adalah relay elektronik DC 12 Volt dua buah, dengan

pertimbangan relay jenis ini mudah didapatkan di pasaran dan bentuknya kecil

sehingga memudahkan pemasangan. Rangkaian relay tersebut nantinya digunakan

untuk pembalik arah putaran motor dengan mengubah polaritasnya. Pada saat

relay tidak mendapatkan supply, tegangan kontak relay 1 dan relay 2 berada pada

kondisi normally open (NO) sehingga motor masih belum berputar. Ketika ada

inputan tegangan dari titik A sebesar 28 Volt, maka relay 1 akan terkontak

sehingga motor berputar. Motor akan terus berputar selama mendapat inputan dari

titik A. Untuk membalik putaran motor dilakukan dengan memberikan tegangan

28 Volt pada relay 2 yaitu pada titik B. Seperti pada relay 1, relay 2 akan

terkontak sehingga motor berputar dengan arah berlawanan karena adanya

polaritas tegangan.
Gambar 3.5 : Hubungan Antar Relay
Sumber : Teknik Kontrol Automatik (Benjamin C. Kuo, 1995)

3.3.4. Mikrokontroler

Mikrokontroler yang digunakan pada minimum sistem adalah tipe

AT89S51 buatan ATMEL. Frekuensi clock menggunakan kristal 11,593 MHz.

Resistor dan kapasitor yang dipasang pada reset bernilai 10 K Ohm dan 10 mikro

Farad. Sehingga lama waktu reset adalah:

t = RC

= 104.10.10-6 s

= 0,1 s

Dengan waktu 0,1 detik tersebut diharapkan cukup untuk melakukan

proses reset yaitu mengosongkan semua register dan internal RAM.


Minimum System

Gambar 3.6 : Minimum System


Sumber : Hasil Olah Peneliti
3.4. Perencanaan Software

Diagram Flowchart

Gambar 3.7 : Diagram Flowchart


Sumber : Hasil Olah Peneliti
BAB IV

PENGUKURAN DAN ANALISA

Setelah selesai dalam tahap pembuatan sistem, maka untuk mengetahui

apakah sistem yang telah dibuat sudah sesuai dengan apa yang direncanakan atau

tidak, perlu dilakukan pengujian terhadap peralatan tersebut.

4.1. Mikrokontroler

Mikrokontroler dapat ditunjukkan pada gambar diatas dan berfungsi

untuk membaca tombol yang ditekan, untuk membaca output dari sensor yang

digunakan sebagai indikator lantai, dan juga sebagai sinyal kontrol untuk

menentukan arah putaran motor utama. Dari pengujian yang dilakukan,

mikrokontroler ini dapat berfungsi dengan baik.


4.2. Pengujian Sensor Posisi

Tabel 4.1 : Pengujian Sensor Posisi

Posis Lift Sensor Lantai Output Sensor


1 1 Low
2 High
3 High
2 1 High
2 Low
3 High
3 1 High
2 High
3 Low
Sumber : Hasil Olah Peneliti

4.3. Pengujian Sistem Mekanik

4.3.1. Kecepatan Gerak Motor DC

Tabel 4.2 : Pengujian Gerak Motor

Lantai yang dituju Jarak Tempuh Waktu tempuh


1 ke 2 40 cm 11 detik
1 ke 3 80 cm 21 detik
2 ke 3 40 cm 11 detik
3 ke 2 40 cm 9 detik
3 ke 1 80 cm 18 detik
2 ke 1 40 cm 9 detik
Sumber : Hasil Olah Peneliti

4.3.2. Lift Dengan Beban

4.3.2.1. Pada Saat Lift Naik

Tabel 4.3 : Pengujian Dengan Beban Saat Lift Naik

Beban Waktu Tempuh Jarak Tempuh Kecepatan


(gr) (det) (cm) (cm/det)

10 21 detik 80 cm 3,8 cm/det


20 21 detik 80 cm 3,8 cm/det

50 21 detik 80 cm 3,8 cm/det

100 21 detik 80 cm 3,8 cm/det

200 21 detik 80 cm 3,8 cm/det


Sumber : Hasil Olah Peneliti

Dari data diatas didapat bahwa lift tidak mengalami perubahan kecepatan

saat penambahan beban sampai 200 gram.

4.3.2.2. Pada Saat Lift Turun

Tabel 4.4 : Pengujian Dengan Beban Saat Lift Turun

Beban Waktu Tempuh Jarak Tempuh Kecepatan


(gr) (det) (cm) (cm/det)

10 18 detik 80 cm 4,4 cm/det

20 18 detik 80 cm 4,4 cm/det

50 18 detik 80 cm 4,4 cm/det

100 18 detik 80 cm 4,4 cm/det

200 18 detik 80 cm 4,4 cm/det


Sumber : Hasil Olah Peneliti

Dari data diatas didapat bahwa lift tidak mengalami perubahan kecepatan

saat penambahan beban sampai 200 gram.

4.4. Pengujian Sistem Perangkat Keras

Pengujian pada sistem perangkat keras berorientasi pada catu daya yang

digunakan.
4.4.1. Pengujian Power Supply

Pengujian power supply yang pertama dilakukan pada transformator yang

digunakan. Trafo yang digunakan memiliki kemampuan maksimal 3 Ampere.

Pada pengukuran ini digunakan multimeter merk VIP VP-78. Hasil dari

pengukuran pada trafo adalah sebagai berikut.

Kumparan Primer:

V = 220 Volt

I = 2,5 Ampere

Kumparan Skunder:

- Untuk keluaran AC 6 Volt

V = 6,2 Volt

I = 2,5 Ampere

- Untuk keluaran AC 7,5 Volt

V = 7,8 Volt

I = 2,5 Ampere

- Untuk keluaran AC 9 Volt

V = 9 Volt

I = 2,5 Ampere

- Untuk keluaran AC 12 Volt

V = 12 Volt

I = 2,5 Ampere

4.4.2. Analisa Hasil Pengujian Perangkat Keras


Dari hasil pengukuran pada power supply dapat dilihat bahwa tegangan

yang kluar dari lilitan sekunder transformator tidak tepat seperti label yang tertera

pada transformator. Kesalahan yang terjadi disebabkan karena jumlah

perbandingan lilitan tidak akurat, adanya kerugian arus bocor, dan mutu dari

bahan yang digunakan seperti konduktifitas dari tembaga serta inti besi

transformator.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari hasil pelaksanaan tugas akhir ini dapat diambil kesimpulan bahwa

unjuk kerja sistem setelah dilakukan pengujian dan pengukuran adalah sebagai

berikut:

1. Alat ini mempunyai sensor posisi untuk mendeteksi keberadaan sangkar lift

yang terdiri dari rangkaian pemancar dan penerima, dimana rangkaian

pemancarnya menggunakan LED dengan intensitas cahaya yang sangat tinggi

dan rangkaian penerima menggunakan photo dioda. Sensor ini memiliki

sensitivitas yang sangat peka. Sistem lift dapat mengangkat beban dengan

baik, pada saat turun ataupun naik.

2. Gerakan motor DC pada waktu gerak naik atau turun dapat diatur dengan

mengatur tegangan pada motor bergerak.

3. Pada rancangan sistem pengaturan lift ini mempunyai keterbatasan dalam

menerima perintah yang diberikan. Lift akan mengabaikan perintah berikutnya

apabila proses pertama belum diselesaikan.

5.2. Saran

Agar dapat lebih mengembangkan sistem pengaturan dan pengontrolan

lift berbasis mikrokontroler ini menjadi lebih sempurna dan handal dibutuhkan hal

– hal sebagai berikut:

1. Jumlah lantai lift diperbanyak untuk menghasilkan tingkat pengontrolan yang

efektif dan efisien dengan variasi yang berbeda, serta pemakaian sensor posisi

tiap lantai yang lebih peka yaitu dengan cara menutup atau melindungi sensor

dari cahaya luar guna menghindarkan dari kemungkinan error.


2. Membuat miniatur lift yang menyerupai bentuk lift yang sebenarnya dengan

memperhatikan kenyamanan lift untuk pemakai, pengereman motor, serta

kelistrikan atau penerangan di dalam sangkar lift.

3. Sebaiknya dalam pembuatan miniatur lift ini diperhatikan dengan masalah

kapasitansi (berat) dari penumpang lift yang akan mempengaruhi kemampuan

kerja lift, karena lift mempunyai kapasitas maksimal untuk penumpang.

Penulis sangat menyadari bahwa alat yang dibuat ini masih jauh dari

sempurna. Untuk itu penulis berharap hasil diatas dapat dikembangkan sehingga

digunakan untuk memperbaiki sistem yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Sumanto, Mesin Arus Searah, Penerbit ANDI, Yogyakarta, 1991.

Budiharto, Widodo, Perancangan Sistem dan Aplikasi Mikrokontroler, PT. Elex


Media Komputindo, Jakarta, 2005.

Budiharto, Widodo, Interfacing Komputer dan Mikrokontroler, PT. Elex Media

Komputindo, Jakarta, 2005.

Agfianto Eko Putra, Belajar Mikrokontroler, Penerbit Gava Media, Yogyakarta,

2004.

Widodo Budiharto dan Sigit Firmansyah, Elektronika Digital dan

Mikroprosesor, Penerbit ANDI, Yogyakarta, 2005.

Kuo, Benjamin, Teknik Kontrol Automatik, PT. Aditya Media,

Yogyakarta, 1995.

Richard Blocher, Dasar Elektronika, Penerbit ANDI, Yogyakarta, 2003.

D. Petruzella, Frank, Elektronik Industri, Penerbit ANDI, Yogyakarta,1996.

Warsito, Totok, Elektronika Dasar, ATKP Surabaya, 2004.

www.atmel.com

www.electroniclab.com

www.datasheet4u.com

RIWAYAT HIDUP

MOKHAMAD ALDISA PURPRIHATNA, lahir di Jombang tanggal 16

Januari 1987, putra pertama dari Mokhamad Arif Purwo Prastiyo dan Sri Utami.
Menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Mojotrisno 1 tahun

1998, menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1

Mojoagung tahun 2001, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Jombang

tahun 2004.

Selanjutnya mengikuti pendidikan program Diploma III Teknik Listrik

Bandar Udara angkatan kedua di Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan

Surabaya sampai sekarang.

Anda mungkin juga menyukai