Anda di halaman 1dari 97

PENGEMBANGAN METODE HITUNG CEPAT EVALUASI

KEAMANAN KELUAR-REL KERETA API SAAT MENIKUNG


DAN SIMULASI DINAMIK DI TIKUNGAN DENGAN
MEMPERHITUNGKAN KETIDAKTERATURAN REL
STUDI KASUS: KERETA API RINGAN JABODEBEK

TUGAS SARJANA
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Oleh
Yunus Obedient Sinaga
13115033

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARA


INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2019
Lembar Pengesahan

Tugas Sarjana

Pengembangan Metode Hitung Cepat Evaluasi Keamanan Keluar-Rel


Kereta Api saat Menikung dan Simulasi Dinamik di Tikungan dengan
Memperhitungkan Ketidakteraturan Rel
Studi Kasus: Kereta Api Ringan Jabodebek

Oleh

Yunus Obedient Sinaga


13115033

Program Studi Teknik Mesin


Institut Teknologi Bandung

Disetujui pada tanggal: 27 September 2019

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Ignatius Pulung Nurprasetio Dr. Yunendar Aryo Handoko


NIP. 19570921 198403 1001 NIP. 118 110 082
Tugas Sarjana
Pengembangan Metode Hitung Cepat Evaluasi
Keamanan Keluar-Rel Kereta Api saat Menikung
Yunus Obedient
Judul dan Simulasi Dinamik di Tikungan dengan
Sinaga
Memperhitungkan Ketidakteraturan Rel
Studi Kasus: Kereta Api Ringan Jabodebek
Program Studi Teknik Mesin 13115033
Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
Institut Teknologi Bandung
Abstrak
Dalam mendesain kereta, perlu ada kajian terhadap keamanan kereta saat beroperasi
yang salah satunya adalah keamanan kereta terhadap peristiwa keluar rel. Parameter
keamanan kereta berupa koefisien keluar-rel (derailment coefficient) dan wheel unloading
dapat diperoleh dengan simulasi dinamik menggunakan perangkat lunak di komputer.
Simulasi yang menggambarkan kondisi yang sebenarnya akan membutuhkan data yang
lengkap, waktu yang lama, dan biaya yang cukup besar. Untuk itu diperlukan suatu metode
perhitungan yang lebih sederhana tetapi cukup akurat.
Suatu metode analitik sederhana berdasarkan kondisi quasi-static digunakan untuk
mendapatkan kedua parameter tersebut. Pada kondisi ini, gaya-gaya yang bekerja pada
kereta dapat dianggap berada dalam kondisi kesetimbangan sehingga dapat dihitung gaya
lateral dan vertikal pada titik kontak roda dengan rel. Kedua parameter keamanan kereta
terhadap peristiwa keluar rel didapatkan dari nilai gaya lateral dan vertikal yang diperoleh.
Untuk mengevaluasi hasil perhitungan yang diperoleh berdasarkan metode analitik
dilakukan perhitungan numerik menggunakan perangkat lunak Universal Mechanism (UM).
Berdasarkan hasil yang diperoleh didapat bahwa pada radius tikungan besar dan menengah
hasil perhitungan analitik mendekati hasil simulasi dengan UM. Sedangkan untuk radius
tikungan yang kecil diperoleh perbedaan yang signifikan sehingga diperlukan faktor koreksi.
Penulis juga menganalisis kinerja kereta di tikungan terhadap pengaruh
ketidakteraturan rel berupa track twist akibat lekukan vertikal pada salah satu rel. Dalam
kondisi dinamik ini metode analitik tidak dapat digunakan sehingga analisis dilakukan
menggunakan simulasi perangkat lunak UM. Hasil simulasi menunjukkan kereta dalam
kondisi yang aman di tikungan dengan koefisien keluar-rel maksimum terjadi pada roda luar
perangkat roda depan di bogie terdepan di lengkung peralihan keluar.

Kata kunci: koefisien keluar-rel, wheel unloading, tikungan, peristiwa keluar rel, kereta api
ringan Jabodebek.
Final Project
Development of Quick Calculation Method for
Derailment Safety Evaluation and Dynamic Yunus Obedient
Title
Simulation in Curve with Track Irregularities Sinaga
Case Study: Jabodebek Light Rail Train
Major Mechanical Engineering 13115033
Faculty of Mechanical and Aerospace Engineering
Institut Teknologi Bandung

Abstract

One of the tasks must be done by engineer in the design process of a new rail vehicle
is the evaluation of derailment risk in order to ensure the safety of the vehicle against the
derailment accident. Performing such task by time-series simulation using computer software
is time consumed, high cost as well as difficult especially in the early design stage where
only limited information available. Thus, in early design stage, it is practical in the rail car
manufacture industry to use a simple and quick procedure to evaluate alternative vehicle
configurations.
Based on literature study, a quick method using simplified analytic equations is
proposed to evaluate the sensitivity of the vehicle against derailment prior to the computer
simulation in the later stage. The author examines the procedure of the calculation of
derailment risk parameters using simplified analytic equations and compare it with the result
of computer simulation of full multibody dynamics model of a railway vehicle. It is shown
in this final report that a simple and quick procedure can be used to evaluate the safety against
derailment which the results show a good agreement with the results of computer simulation.
The author also evaluates the performance of the vehicle during negotiating small
radius curve with track twist irregularity. The evaluation was done by setting up a
comprehensive vehicle-track interaction model in a multibody dynamic software platform.
The results show that the designed vehicle has a proper safety against derailment.

Keyword: derailment coefficient, wheel unloading, curving, derailment, Jabodebek light rail
train.
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana yang berjudul “Evaluasi
Keamanan Keluar-Rel Kereta Api Ringan Jabodebek di Tikungan”.
Dalam mengerjakan dan menulis tugas sarjana ini, banyak tantangan dan kesulitan yang
dihadapi penulis di samping keterbatasan penulis. Namun berkat dukungan, semangat, dan doa
dari orang-orang terdekat, penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini dengan baik. Oleh
karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sedalam-
dalamnya kepada:
1. Dr. Ignatius Pulung Nurprasetio dan Dr. Yunendar Aryo Handoko sebagai dosen
pembimbing atas diskusi, kritik, dan saran yang diberikan dalam penyelesaian tugas
sarjana ini.
2. Kedua orangtua penulis, Ramlan Sinaga dan Mariani Munthe, yang selalu mendoakan
dan menyemangati penulis.
3. Prasidya, Ahmad Ramadoni, dan kak Sentana Adi yang menjadi teman berdiskusi dan
bercanda di Laboratorium PPTI-KA.
4. Pak Hakim dan Pak Arif Sugiharto atas saran dan masukannya kepada penulis selama
penulisan tugas sarjana.
5. Teman-teman Teknik Mesin 2015 yang selalu menyemangati dan membantu penulis
dalam penulisan tugas sarjana.
6. Teman-teman Teknik Produksi dan Mekatronika Mesin 2015 yang membantu penulis
dalam pengerjaan tugas sarjana di Laboratorium Teknik Produksi.
7. Guru Sekolah Minggu Sweety Kids GII Dago yang mendoakan dan mendukung penulis
selama penulisan tugas sarjana.
8. Johannes, Darmi, Eunico, Saka, dan Devito yang mendoakan dan mendukung penulis
selama penulisan tugas sarjana.
Masih banyak nama-nama tidak disebutkan dan kepada nama-nama tersebut, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan dan dukungan dalam
penyelesaian tugas sarjana ini.

i
Penulis menyadari bahwa tugas sarjana ini masih memiliki kekurangan. Oleh karen itu,
penulis mengharapkan partisipasi pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan tugas sarjana selanjutnya.
Akhir kata, penulis berharap agar tugas sarjana ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi
pengetahuan tambahan bagi pembacanya.

Bandung, 27 September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. i


DAFTAR ISI .............................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ...................................................................................................................viii
DAFTAR SIMBOL ................................................................................................................... ix
Bab 1 Pendahuluan ..................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1
1.2 Tujuan .......................................................................................................................... 3
1.3 Ruang Lingkup Kajian dan Batasan Masalah .............................................................. 4
1.4 Metodologi Penelitian .................................................................................................. 4
1.5 Sistematika Penulisan .................................................................................................. 5
Bab 2 Studi Pustaka .................................................................................................................... 7
2.1 Kereta Api Ringan ....................................................................................................... 7
2.2 Struktur Produk Kereta ................................................................................................ 7
2.2.1 Perangkat Roda ..................................................................................................... 8
2.2.2 Suspensi ................................................................................................................ 9
2.2.3 Rangka Bogie ....................................................................................................... 9
2.2.4 Center Pivot .......................................................................................................... 9
2.2.5 Bolster ................................................................................................................... 9
2.3 Interaksi Perangkat Roda dengan Lintasan Rel ......................................................... 10
2.4 Evaluasi Keamanan Kereta terhadap Peristiwa Keluar Rel ....................................... 14
2.4.1 Peristiwa Keluar Rel Kereta ............................................................................... 14
2.4.2 Kriteria Keamanan Kereta terhadap Peristiwa Keluar Rel ................................. 16
2.4.3 Pendekatan Analitik............................................................................................ 21
2.5 Sistem Benda Jamak .................................................................................................. 26
2.5.1 Kerangka Acuan ................................................................................................. 27
2.5.2 Mekanika Benda Tegar ....................................................................................... 28
2.5.3 Gerak Batas......................................................................................................... 30

iii
2.6 Model Kontak Roda-Rel ............................................................................................ 30
2.6.1 Gaya Normal Kontak Roda-Rel ......................................................................... 31
2.6.2 Creepage............................................................................................................. 31
2.6.3 Gaya Creep ......................................................................................................... 31
Bab 3 Prosedur Perhitungan Analitik dan Pemodelan dengan UM.......................................... 32
3.1 Pembuatan Program Perhitungan Analitik dengan Matlab........................................ 32
3.2 Pemodelan Kereta Api Ringan Jabodebek dengan UM ............................................. 35
3.2.1 Sketsa Model Kereta Api Ringan Jabodebek ..................................................... 35
3.2.2 Model Kereta Api Ringan Jabodebek................................................................. 36
3.2.3 Pemodelan Interaksi Antar Benda atau Subsistem ............................................. 39
3.3 Proses Simulasi Model dengan UM........................................................................... 42
3.3.1 Simulasi pada Kondisi Tanpa Ketidakteraturan Rel........................................... 45
3.3.2 Simulasi pada Kondisi Ketidakteraturan Rel ...................................................... 46
3.4 Validasi Model Kereta ............................................................................................... 47
3.4.1 Validasi pada Kondisi Statis ............................................................................... 47
3.4.2 Validasi pada Kecepatan Setimbang di Tikungan .............................................. 48
Bab 4 Hasil dan Analisis .......................................................................................................... 50
4.1 Perbandingan Hasil Perhitungan Analitik dan Hasil Perhitungan Simulasi .............. 50
4.2 Simulasi pada Kondisi Ketidakteraturan Rel ............................................................. 62
4.2.1 Pegas Udara dalam Kondisi Normal .................................................................. 64
4.2.2 Pegas Udara dalam Kondisi Kosong .................................................................. 70
Bab 5 Kesimpulan dan Saran.................................................................................................... 77
5.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 77
5.2 Saran .......................................................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 78
LAMPIRAN A Program Analitik dengan Matlab .................................................................... 80

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Persentase jenis kecelakaan kereta api hasil investigasi KNKT ............................. 2
Gambar 2.1 Badan kereta dan bogie ........................................................................................... 8
Gambar 2.2 Bogie dan komponennya ........................................................................................ 8
Gambar 2.3 Perangkat roda ........................................................................................................ 9
Gambar 2.4 Profil roda ............................................................................................................. 10
Gambar 2.5 Profil rel ................................................................................................................ 10
Gambar 2.6 Kontak roda dan rel .............................................................................................. 11
Gambar 2.7 Derajat kebebasan perangkat roda ........................................................................ 11
Gambar 2.8 Perangkat roda pada posisi sentral (a) dan di tikungan (b) ................................... 11
Gambar 2.9 Gerakan hunting perangkat roda pada lintasan lurus ............................................ 12
Gambar 2.10 Perangkat roda melewati tikungan...................................................................... 12
Gambar 2.11 Radius gelinding dua roda pada rel berbeda ....................................................... 13
Gambar 2.12 Posisi perangkat roda pada radius besar (a) dan radius kecil (b) ........................ 13
Gambar 2.13 Proses memanjatnya roda pada rel ..................................................................... 15
Gambar 2.14 Gaya yang bekerja pada proses memanjatnya roda pada rel .............................. 15
Gambar 2.15 Rel terguling (a) dan rel bergeser akibat melebarnya sepur (b) .......................... 16
Gambar 2.16 Pergeseran bantalan landasan rel ........................................................................ 16
Gambar 2.17 Gaya yang bekerja pada titik kontak flange roda ............................................... 17
Gambar 2.18 Hubungan nilai Y/Q Nadal dan sudut kontak flange .......................................... 18
Gambar 2.19 Area kontak roda-rel ........................................................................................... 19
Gambar 2.20 Gaya vertikal roda pada kondisi statik................................................................ 20
Gambar 2.21 Gaya-gaya yang bekerja pada kereta di tikungan ............................................... 21
Gambar 2.22 Kondisi cant excess, setimbang, dan cant deficiency ......................................... 23
Gambar 2.23 Gaya-gaya yang bekerja pada roda saat flange roda berkontak dengan rel ........ 25
Gambar 2.24 Sistem benda jamak ............................................................................................ 27
Gambar 2.25 Kerangka acuan .................................................................................................. 27
Gambar 2.26 Sistem koordinat benda....................................................................................... 28
Gambar 2.27 Mekanika benda tegar ......................................................................................... 29
Gambar 2.28 Perpindahan benda tegar ..................................................................................... 29
Gambar 2.29 Contoh jenis sambungan ..................................................................................... 30

v
Gambar 2.30 Diskritisasi area kontak roda-rel ......................................................................... 31
Gambar 3.1 Tampilan Matlab ................................................................................................... 33
Gambar 3.2 Sketsa kereta dilihat dari samping ........................................................................ 35
Gambar 3.3 Dimensi kereta dilihat dari samping ..................................................................... 35
Gambar 3.4 Model 3D kereta api ringan Jabodebek ................................................................ 36
Gambar 3.5 Model perangkat roda ........................................................................................... 37
Gambar 3.6 Model bogie .......................................................................................................... 38
Gambar 3.7 Sambungan antara bogie dan badan kereta ........................................................... 39
Gambar 3.8 Suspensi udara sebagai elemen gaya .................................................................... 40
Gambar 3.9 Parameter kekakuan non-linear (a), darurat/kosong (b), dan gaya statik (c) ........ 40
Gambar 3.10 Gaya bipolar elemen gaya yang terjadi pada dua benda..................................... 41
Gambar 3.11 Model kereta api ringan Jabodebek pada tikungan ............................................. 42
Gambar 3.12 Geometri lintasan tikungan ................................................................................. 42
Gambar 3.13 Adanya cant pada tikungan ................................................................................ 43
Gambar 3.14 Data lintasan rel pada UM Simulation................................................................ 44
Gambar 3.15 Mengecek kondisi kesetimbangan model kereta ................................................ 44
Gambar 3.16 Geometri ketidakteraturan rel (track twist)......................................................... 46
Gambar 3.17 Nilai gaya vertikal hasil simulasi pada kondisi statis ......................................... 47
Gambar 4.1 Gaya vertikal pada R600m ................................................................................... 50
Gambar 4.2 Gaya lateral pada R600m...................................................................................... 51
Gambar 4.3 Koefisien keluar-rel pada R600m ......................................................................... 51
Gambar 4.4 Gaya vertikal pada R400m ................................................................................... 52
Gambar 4.5 Gaya lateral pada R400m...................................................................................... 52
Gambar 4.6 Koefisien keluar-rel pada R400m ......................................................................... 53
Gambar 4.7 Gaya vertikal pada R250m ................................................................................... 54
Gambar 4.8 Gaya lateral pada R250m...................................................................................... 54
Gambar 4.9 Koefisien keluar-rel pada R250m ......................................................................... 55
Gambar 4.10 Gaya vertikal pada R150m ................................................................................. 55
Gambar 4.11 Gaya lateral pada R150m.................................................................................... 56
Gambar 4.12 Koefisien keluar-rel pada R150m ....................................................................... 56
Gambar 4.13 Posisi roda pada tikungan R600m ...................................................................... 58
Gambar 4.14 Posisi roda pada tikungan R400m ...................................................................... 58

vi
Gambar 4.15 Posisi roda pada tikungan R250m ...................................................................... 59
Gambar 4.16 Posisi roda pada tikungan R150m ...................................................................... 59
Gambar 4.17 Gaya lateral diberi faktor koreksi pada radius 250 m ......................................... 61
Gambar 4.18 Gaya lateral diberi faktor koreksi pada radius 150 m ......................................... 61
Gambar 4.19 Koefisien keluar-rel diberi faktor koreksi pada radius 250 m ............................ 62
Gambar 4.20 Koefisien keluar-rel diberi faktor koreksi pada radius 150 m ............................ 62
Gambar 4.21 Koefisien keluar-rel pada ketidakteraturan rel ................................................... 63
Gambar 4.22 Wheel unloading pada ketidakteraturan rel ........................................................ 63
Gambar 4.23 Koefisien keluar-rel pada V5 (km/jam) dan cant 70 mm (normal). ................... 64
Gambar 4.24 Koefisien keluar-rel pada V5 (km/jam) dan cant 100 mm (normal) .................. 65
Gambar 4.25 Koefisien keluar-rel pada V10 (km/jam) dan cant 70 mm (normal) .................. 65
Gambar 4.26 Koefisien keluar-rel pada V10 (km/jam) dan cant 100 mm (normal) ................ 66
Gambar 4.27 Koefisien keluar-rel pada V15 (km/jam) dan cant 70 mm (normal) .................. 66
Gambar 4.28 Koefisien keluar-rel pada V15 (km/jam) dan cant 100 mm (normal) ................ 66
Gambar 4.29 Wheel unloading pada V5 (km/jam) dan cant 70 mm (normal) ......................... 67
Gambar 4.30 Wheel unloading pada V5 (km/jam) dan cant 100 mm (normal) ....................... 67
Gambar 4.31 Wheel unloading pada V10 (km/jam) dan cant 70 mm (normal) ....................... 68
Gambar 4.32 Wheel unloading pada V10 (km/jam) dan cant 100 mm (normal) ..................... 68
Gambar 4.33 Wheel unloading pada V15 (km/jam) dan cant 70 mm (normal) ....................... 68
Gambar 4.34 Wheel unloading pada V15 (km/jam) dan cant 100 mm (normal) ..................... 69
Gambar 4.35 Koefisien keluar-rel pada V5 (km/jam) dan cant 70 mm (kosong) .................... 70
Gambar 4.36 Koefisien keluar-rel pada V5 (km/jam) dan cant 100 mm (kosong) .................. 70
Gambar 4.37 Koefisien keluar-rel pada V10 (km/jam) dan cant 70 mm (kosong) .................. 71
Gambar 4.38 Koefisien keluar-rel pada V10 (km/jam) dan cant 100 mm (kosong) ................ 71
Gambar 4.39 Koefisien keluar-rel pada V15 (km/jam) dan cant 70 mm (kosong) .................. 71
Gambar 4.40 Koefisien keluar-rel pada V15 (km/jam) dan cant 100 mm (kosong) ................ 72
Gambar 4.41 Wheel unloading pada V5 (km/jam) dan cant 70 mm (kosong) ......................... 72
Gambar 4.42 Wheel unloading pada V5 (km/jam) dan cant 100 mm (kosong) ....................... 73
Gambar 4.43 Wheel unloading pada V10 (km/jam) dan cant 70 mm (kosong) ....................... 73
Gambar 4.44 Wheel unloading pada V10 (km/jam) dan cant 100 mm (kosong) ..................... 73
Gambar 4.45 Wheel unloading pada V15 (km/jam) dan cant 70 mm (kosong) ....................... 74
Gambar 4.46 Wheel unloading pada V15 (km/jam) dan cant 100 mm (kosong) ..................... 74

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pengaruh kecepatan terhadap beban vertikal roda pada cant yang sama ................. 23
Tabel 3.1 Data input di Microsoft Excel .................................................................................. 32
Tabel 3.2 Data input dari Matlab .............................................................................................. 33
Tabel 3.3 Data massa dan pusat massa terhadap sumbu z ........................................................ 37
Tabel 3.4 Variabel data model kereta api ringan Jabodebek .................................................... 37
Tabel 3.5 Data perangkat roda .................................................................................................. 38
Tabel 3.6 Komponen elemen gaya ........................................................................................... 41
Tabel 3.7 Gaya vertikal semua roda pada kondisi statis........................................................... 48
Tabel 3.8 Gaya vertikal semua roda pada kecepatan setimbang di tikungan ........................... 49
Tabel 4.1 Perbedaan metode analitik dan numerik................................................................... 57
Tabel 4.2 Data maksimum koefisien keluar-rel dan wheel unloading (normal) ...................... 69
Tabel 4.3 Data maksimum koefisien keluar-rel dan wheel unloading (kosong) ...................... 75

viii
DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Satuan


α sudut kontak flange roda o

aa jarak antar perangkat roda dalam satu bogie m


β sudut yaw o

C ketinggian cant m
cc jarak antar bogie m
dQ perubahan gaya vertikal roda kN
dQ/Qst wheel unloading
dY1 pelebaran sepur m
F2 gaya lateral creep pada titik kontak roda-rel kN
F3 gaya normal pada titik kontak roda-rel kN
G lebar sepur m
g percepatan gravitasi m/s2
Hg ketinggian pusat massa kereta m
H1 ketinggian cant rel luar m
κ koefisien gesek tapak roda dalam
L0 panjang lintasan lurus sebelum masuk tikungan m
max_V nilai maksimum kecepatan kereta km/jam
min_V nilai minimum kecepatan kereta km/jam
μ koefisien gesek jenuh roda-rel
P11 panjang tikungan transisi masuk m
P12 panjang tikungan transisi keluar m
Q gaya vertikal yang bekerja pada roda kN
Qi gaya vertikal roda dalam kN
Qo gaya vertikal roda luar kN
Qst gaya statik vertikal roda kN
R radius tikungan m
R1 radius tikungan utama m

ix
Simbol Keterangan Satuan
S1 panjang tikungan utama m
θ sudut kemiringan lintasan o

V kecepatan kereta km/jam


v kecepatan kereta m/s
Vsetimbang kecepatan setimbang kereta di tikungan m/s
Wo beban statik gandar kN
Y gaya lateral yang bekerja pada roda kN
Ybel gaya belok lateral flange roda luar kN
Yi gaya lateral roda dalam kN
Yo gaya lateral roda luar kN
Y/Q koefisien keluar-rel

Sumbu Keterangan
x longitudinal
y lateral
z vertikal

Singkatan Keterangan
LRT Light Rail Transit
WS perangkat roda (wheelset)
UM Universal Mechanism
MC Motor Car with Control Desk

x
Bab 1
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Kereta api merupakan moda transportasi yang dapat mengangkut penumpang dan
barang dalam jumlah yang besar dan lebih efisien dibandingkan dengan moda transportasi lain.
Keunggulan kereta api yang lain adalah mempunyai jalur khusus sendiri dan tidak terganggu
dengan lalu lintas kendaraan lain sehingga waktu tempuh kereta api bisa lebih cepat
dibandingkan dengan kendaraan di jalan raya. Selain mengangkut penumpang, kereta api juga
digunakan untuk mengangkut produk-produk industri yang sulit bila diangkut melalui jalur lain
dan biayanya relatif lebih murah.
Saat ini kereta api banyak digunakan sebagai alat transportasi di dalam kota, antarkota,
maupun antarnegara. Kereta api juga telah banyak diproduksi dan berkembang sehingga banyak
jenis kereta api telah bermunculan seperti kereta api ringan, monorel, trem, dan kereta lainnya.
Dengan melihat kebutuhan moda transportasi saat ini dan keunggulan kereta api yang telah
dijelaskan sebelumnya, produk kereta api akan terus berkembang dan diproduksi.
Di samping itu, kereta api tentu harus dapat beroperasi dalam kondisi yang baik seperti
aman dan nyaman bagi penumpang maupun produk-produk industri yang diangkut berdasarkan
parameter-parameter tertentu sehingga kereta api dapat menjadi moda transportasi yang dapat
diandalkan. Parameter-parameter tersebut harus didesain dari awal proses pembuatan kereta api
sehingga kereta api beroperasi dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena
itu, kebutuhan terhadap desain rekayasa teknologi kereta api sangatlah penting dalam proses
pembuatan produk kereta api. Proses produksi kereta api sama dengan proses pembuatan
produk-produk pada umumnya dimana produk akan mengalami siklus hidup produk atau
product life cycle.
Dalam siklus hidup produk, setelah mengetahui permintaan customer atau
pelanggan/klien, langkah selanjutnya adalah merancang dan mengembangkan (design &
development). Setelah itu produsen melakukan produksi atau konstruksi terhadap produk yang
ingin dibuat. Hal yang sama berlaku dalam memproduksi kereta api. Setelah mengetahui
permintaan pelanggan, langkah selanjutnya adalah merancang dan membuat desain awal kereta
yang akan digunakan untuk diajukan kepada pelanggan. Setelah mendapatkan persetujuan dari

1
pelanggan, langkah selanjutnya adalah mengembangkan desain awal tersebut dan membuat
desain yang lebih detail untuk diproduksi (design for manufacturing).
Dalam merancang dan menentukan desain awal kereta api, hal yang penting untuk dikaji
adalah keamanan kereta api saat beroperasi. Salah satunya adalah keamanan kereta terhadap
peristiwa keluar rel (derailment) atau anjlokan. Peristiwa keluar rel sudah banyak terjadi pada
kereta semenjak kereta api digunakan sebagai alat transportasi. Berdasarkan data investigasi
kecelakaan perkeretaapian KNKT tahun 2010 – 2016, kecelakaan kereta api terjadi sebanyak
35 kejadian dimana 24 kejadian di antaranya adalah peristiwa keluar rel seperti pada Gambar
1.1 [1]. Hal ini menunjukkan peristiwa keluar rel cukup sering terjadi. Peristiwa keluar rel juga
menimbulkan kerugian dan dapat menimbulkan korban jiwa. Oleh karena itu kajian keamanan
kereta terhadap peristiwa keluar rel sangatlah penting, termasuk saat merancang desain awal
kereta api.

Gambar 1.1 Persentase jenis kecelakaan kereta api hasil investigasi KNKT [1]

Kajian keamanan kereta terhadap peristiwa keluar rel biasanya dilakukan dengan
melakukan simulasi menggunakan program komputer. Simulasi dinamik untuk melihat kinerja
kereta ini tentu membutuhkan model kereta yang dapat mewakili kondisi sebenarnya. Untuk
membuat model kereta semacam itu diperlukan data yang lengkap, waktu yang lama, dan biaya
yang besar sehingga proses desain awal memerlukan suatu metode perhitungan yang sederhana
tetapi cukup akurat untuk mengevaluasi keamanan kereta terhadap peristiwa keluar rel.
Metode analitik yang sederhana merupakan metode yang dapat dilakukan untuk
menentukan keamanan desain awal kereta dengan waktu yang lebih singkat. Untuk itu,
perancang memerlukan prosedur perhitungan analitik yang sederhana dan mudah diterapkan
pada setiap tipe kereta untuk menghitung kriteria keamanan terhadap peristiwa keluar rel. Hasil

2
perhitungan analitik yang diperoleh perlu dievaluasi dan dibandingkan dengan hasil
perhitungan simulasi menggunakan perangkat lunak komputer dengan menggunakan model
kereta yang mewakili kondisi sebenarnya.
Hasil perhitungan menggunakan metode analitik yang sederhana harus tidak jauh
berbeda dengan hasil perhitungan menggunakan metode numerik yang dianggap lebih
mendekati kondisi sebenarnya sehingga metode analitik tersebut dapat digunakan saat proses
desain awal kereta dengan tingkat keyakinan yang memadai. Tentu perancang nantinya akan
melakukan simulasi yang lebih komprehensif dengan bantuan perangkat lunak komputer
setelah desain kereta yang lebih detail diperoleh. Setelah kereta selesai diproduksi, pengujian
langsung perlu dilakukan terhadap produk kereta untuk memvalidasi hasil perhitungan yang
diperoleh pada proses desain.
Selain faktor dari kereta, keamanan kereta juga dapat dipengaruhi oleh faktor prasarana
lintasan rel. Salah satunya adalah ketidakteraturan jalan rel (track twist). Ketidakteraturan jalan
rel ini disebabkan karena adanya perbedaan ketinggian antara rel kanan dan rel kiri. Perbedaan
ini dapat terjadi akibat geometri jalan rel (global twist) atau ketidakteraturan rel lokal (local
twist). Ketidakteraturan jalan rel akibat geometrinya merupakan hal yang memang
direncanakan sedangkan ketidakteraturan rel lokal merupakan hal yang tidak direncanakan.
Ketidakteraturan rel lokal dapat menimbulkan risiko yang membahayakan kereta saat kereta
melintasinya.
Dalam tugas sarjana ini, penulis menganalisis keamanan kereta terhadap peristiwa
keluar rel dengan menggunakan metode analitik yang sederhana dan metode numerik
berdasarkan analisis dinamika benda jamak menggunakan perangkat lunak Universal
Mechanism (UM). Kemudian hasil perhitungan kedua metode tersebut dibandingkan untuk
menentukan metode analitik yang sederhana ini dapat dipakai atau tidak untuk menghitung
faktor keamanan kereta terhadap peristiwa keluar rel. Penulis juga menganalisis pengaruh
ketidakteraturan rel di tikungan terhadap kinerja kereta berdasarkan kriteria keamanan kereta
terhadap peristiwa keluar rel.

1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, penulisan tugas sarjana ini
memiliki dua tujuan sebagai berikut.
1. Merumuskan prosedur perhitungan menggunakan metode analitik yang sederhana
untuk menghitung faktor keamanan kereta terhadap peristiwa keluar rel saat melewati

3
tikungan dan membandingkannya dengan hasil perhitungan metode numerik
menggunakan perangkat lunak UM.
2. Mengetahui pengaruh ketidakteraturan rel di tikungan dengan kondisi pegas udara (air
spring) normal dan kosong (emergency) terhadap kinerja kereta api ringan Jabodebek
berdasarkan kriteria keamanan kereta terhadap peristiwa keluar rel.

1.3 Ruang Lingkup Kajian dan Batasan Masalah


Ruang lingkup kajian dan batasan masalah dalam penulisan tugas sarjana ini adalah
sebagai berikut.
1. Melakukan studi literatur dan merumuskan metode analitik yang sederhana dengan
menganggap kereta berada pada kondisi quasi-static pada tikungan utama dan
melakukan metode numerik dengan melakukan simulasi menggunakan perangkat lunak
UM untuk menghitung faktor keamanan kereta terhadap peristiwa keluar rel dan
membandingkan hasil kedua metode tersebut.
2. Menganalisis pengaruh kondisi ketidakteraturan jalan rel berupa ketidakteraturan rel
lokal di tikungan berdasarkan literatur dengan kondisi pegas udara (air spring) normal
dan kosong terhadap kinerja kereta api ringan Jabodebek berdasarkan kriteria keamanan
kereta terhadap peristiwa keluar rel dengan melakukan simulasi menggunakan UM.
3. Faktor keamanan kereta terhadap peristiwa keluar rel menggunakan dua parameter,
yaitu koefisien keluar-rel berdasarkan kriteria Nadal dan wheel-unloading.
4. Model kereta yang digunakan adalah model kereta api ringan Jabodebek.
5. Model kereta api ringan dianggap sebagai sistem benda jamak yang terdiri dari
serangkaian benda rigid (kaku) yang terhubung satu sama lain (interconnected rigid
bodies).
6. Dalam model kereta, massa penghubung antar benda kaku diabaikan.
7. Simulasi kereta api ringan Jabodebek dilakukan pada kecepatan konstan.

1.4 Metodologi Penelitian


Berdasarkan ruang lingkup kajian dan batasan masalah di atas, metode penelitian yang
digunakan dalam penulisan tugas sarjana ini adalah sebagai berikut.
1. Studi literatur dan merumuskan prosedur perhitungan metode analitik yang sederhana
berdasarkan diagram benda bebas kereta di tikungan pada kondisi quasi-static untuk
menghitung gaya lateral dan vertikal pada roda.

4
2. Membuat program Matlab berdasarkan prosedur perhitungan metode analitik sederhana
yang telah dirumuskan untuk mendapatkan koefisien keluar-rel dan wheel-unloading
pada berbagai radius tikungan dan kecepatan kereta.
3. Mempelajari perangkat lunak UM untuk mengetahui pemodelan sistem benda jamak
kereta api ringan Jabodebek dan data-data model kereta.
4. Menyimulasikan model kereta api ringan menggunakan UM untuk mendapatkan nilai
koefisien keluar-rel dan wheel unloading pada berbagai radius tikungan dan berbagai
kecepatan.
5. Membandingkan hasil perhitungan simulasi dengan perhitungan analitik terhadap nilai
koefisien keluar-rel, gaya lateral roda, gaya vertikal roda, dan wheel unloading
menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel dan Matlab.
6. Membuat model ketidakteraturan rel lokal di tikungan transisi sebelum tikungan utama
atau disebut juga lengkung peralihan masuk, di tikungan utama atau lengkung utama,
dan tikungan transisi sesudah tikungan utama atau disebut juga lengkung peralihan
keluar pada ketinggian cant yang berbeda berdasarkan standar GM/RT2141.
7. Melakukan simulasi dengan kondisi pegas udara normal dan kosong dengan adanya
ketidakteraturen rel lokal pada salah satu rel (rel luar atau rel dalam).
8. Penarikan kesimpulan dan saran.

1.5 Sistematika Penulisan


Untuk menggambarkan keseluruhan tugas sarjana ini, penulis menyusunnya
berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut.
1. Bab 1 Pendahuluan
Bab ini berisikan latar belakang, tujuan, ruang lingkup kajian dan batasan masalah,
metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
2. Bab 2 Studi Pustaka
Bab ini berisikan studi pustaka mengenai kereta api ringan, struktur produk kereta,
interaksi perangkat roda dengan lintasan rel, evaluasi keamanan kereta terhadap
peristiwa keluar rel, dan sistem benda jamak.
3. Bab 3 Prosedur Perhitungan Analitik dan Pemodelan dengan UM
Bab ini berisikan pembuatan program perhitungan analitik dengan Matlab, pemodelan
kereta api ringan Jabodebek dengan UM, proses simulasi model menggunakan UM, dan
validasi model kereta.

5
4. Bab 4 Hasil dan Analisis
Bab ini berisikan perbandingan hasil perhitungan analitik dengan hasil perhitungan
simulasi dan analisis keamanan terhadap keluar-rel di tikungan dengan kondisi
ketidakteraturan rel lokal.
5. Bab 5 Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisikan kesimpulan menyeluruh yang diperoleh dan saran-saran untuk
perbaikan atau aspek lain yang perlu dikaji lebih lanjut.

6
Bab 2
Studi Pustaka

2.1 Kereta Api Ringan


Kereta api dapat dibagi menjadi dua bagian secara umum berdasarkan nilai beban
gandarnya, yaitu kereta api ringan (light rail car) dan kereta api berat (heavy rail car). Kereta
api ringan memiliki beban gandar di bawah 12 ton sedangkan kereta api berat memiliki beban
gandar di atas 12 ton. Beban gandar adalah beban yang diterima oleh satu gandar atau perangkat
roda akibat berat sistem kereta.
Contoh kereta api berat adalah kereta MRT (Moda Raya Terpadu) Jakarta dan contoh
kereta api ringan adalah kereta api ringan Jabodebek. Berdasarkan daya angkut penumpang,
kereta api ringan Jabodebek dapat mengangkut penumpang yang lebih sedikit dibandingkan
dengan kereta MRT Jakarta.
LRT (Light Rail Transit) Car atau kereta api ringan merupakan jenis kereta yang
tergolong baru di Indonesia. American Public Transportation Association (APTA)
mendefinisikan kereta api ringan sebagai sistem kereta api listrik yang ditandai dengan
kemampuannya untuk mengoperasikan satu atau banyak kereta yang beroperasi pada jalur
eksklusif di permukaan tanah, pada struktur layang, di bawah tanah atau di jalan, mampu untuk
menaikkan dan menurunkan penumpang di stasiun atau di jalan, lintasan rel, atau setinggi lantai
kereta dan biasanya sumber tenaga berasal dari jala-jala kabel listrik [2].

2.2 Struktur Produk Kereta


Kereta api merupakan sarana perkeretaapian yang dapat berjalan di lintasan rel
menggunakan tenaga penggerak. Produk kereta secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian
besar, yaitu badan kereta (carbody) dan bogie. Badan kereta merupakan struktur benda yang
berfungsi sebagai tempat penumpang sedangkan bogie merupakan susunan berbagai komponen
seperti perangkat roda, rangka bogie, dan suspensi yang mendukung badan kereta saat berjalan
di atas rel.
Gambar 2.1 menunjukkan badan kereta dan bogie dalam sistem kereta. Pada gambar
tersebut terdapat dua bogie, yaitu bogie depan dan bogie belakang. Adapun komponen bogie
seperti pada Gambar 2.2 adalah sebagai berikut.

7
Gambar 2.1 Badan kereta dan bogie

Gambar 2.2 Bogie dan komponennya [15]

2.2.1 Perangkat Roda


Perangkat roda (wheelset) terdiri dari gandar dan roda (roda kiri dan kanan) seperti pada
Gambar 2.3. Roda kanan dan roda kiri terhubung dengan gandar secara kaku. Adanya perangkat
roda memungkinkan kereta dapat berjalan di atas rel. Gambar 2.1 menunjukkan perangkat roda
kereta yang berjumlah empat buah dimana satu bogie memiliki dua perangkat roda.

8
Gambar 2.3 Perangkat roda

2.2.2 Suspensi
Suspensi pada kereta terdiri dari dua jenis, yaitu suspensi primer dan suspensi sekunder.
Suspensi primer adalah suspensi yang menghubungkan periuk gandar dengan rangka bogie
seperti pada Gambar 2.2. Fungsi utama suspensi primer adalah mengatur kestabilan kereta
untuk berjalan di atas rel. Adapun suspensi sekunder merupakan suspensi penghubung antara
rangka bogie dengan badan kereta baik secara langsung atau melalui bolster. Fungsi utama
suspensi sekunder adalah memberikan kenyamanan pada penumpang. Biasanya bogie kereta
barang hanya memiliki suspensi primer sedangkan bogie kereta penumpang memiliki suspensi
primer dan suspensi sekunder. Hal ini dikarenakan kereta penumpang perlu memperhitungkan
kenyamanan penumpang sedangkan kereta barang tidak perlu memperhitungkan kenyamanan.

2.2.3 Rangka Bogie


Rangka bogie merupakan rangka dasar peletakan komponen-komponen pada bogie.
Struktur rangka bogie didesain sedemikian rupa agar mampu mendukung kereta berjalan di atas
rel.

2.2.4 Center Pivot


Center pivot berfungsi sebagai pusat rotasi bogie relatif terhadap badan kereta.
Komponen ini berada di tengah-tengah bogie dan kelihatan menonjol ke atas seperti pada
Gambar 2.2.

2.2.5 Bolster
Bolster merupakan komponen yang berfungsi sebagai tempat ditumpunya badan kereta.
Dengan adanya bolster, suspensi sekunder tidak langsung dipengaruhi gerakan badan kereta
berupa gerak rotasi badan kereta relatif terhadap bogie dimana gerak rotasi terjadi terhadap
sumbu vertikal sehingga suspensi sekunder tidak terpuntir.

9
2.3 Interaksi Perangkat Roda dengan Lintasan Rel
Roda kereta memiliki bentuk konus yang memungkinkan roda dapat berbelok
mengikuti jalur rel di tikungan sehingga kereta dapat berjalan di atas rel baik di lintasan lurus
maupun di tikungan. Gambar 2.4 menggambarkan profil roda yang memiliki sudut konisitas γ
dan tiga daerah yang terdiri dari daerah flange, daerah tapak roda (tread), dan daerah chamfer.
Flange roda memandu perangkat roda untuk tidak mudah keluar rel atau dengan kata lain
mencegah roda untuk keluar rel. Saat perangkat roda berada pada posisi sentral, posisi titik
kontak roda-rel tersebut disebut lingkaran jalur (tape circle) dimana diameter roda diukur.

Gambar 2.4 Profil roda [4]

Rel memiliki profil seperti profil-I dan bagian bawah yang rata seperti Gambar 2.5. Rel
berfungsi menopang beban kereta dan memandu roda berjalan di jalan lurus maupun di
tikungan. Kepala rel merupakan bagian yang berkontak dengan roda, baik saat berkontak
dengan daerah tapak roda maupun dengan flange roda.

Gambar 2.5 Profil rel

Gambar 2.6 mengilustrasikan kontak roda dengan rel. Pada muka kontak (interface)
terdapat gaya longitudinal (gaya traksi atau pengereman) Fx dan gaya penuntun pada arah lateral
(guiding force) Fy. Gaya-gaya ini diperlukan untuk menentukan kesetimbangan perangkat roda
dan perilaku dinamiknya [4].

10
Gambar 2.6 Kontak roda dan rel [4]

Jika lintasan rel dianggap kaku, perangkat roda memiliki dua derajat kebebasan utama,
yaitu [4]:
o perpindahan arah lateral, y,
o sudut yaw, β, dimana yaw adalah rotasi perangkat roda terhadap sumbu z,
dengan kecepatan longitudinal Vx seperti pada Gambar 2.7. Saat perangkat roda berada pada
posisi sentral, radius gelinding roda kanan dan kiri memiliki nilai yang sama yaitu Ro.

Gambar 2.7 Derajat kebebasan perangkat roda [4]

Gambar 2.8 Perangkat roda pada posisi sentral (a) dan di tikungan (b)

11
Gambar 2.8 menunjukkan posisi perangkat roda pada posisi sentral seperti bagian (a).
Posisi sentral merupakan posisi dimana pusat perangkat roda berada tepat di tengah dari jarak
antara rel kanan dan kiri. Pada kondisi ini titik kontak roda-rel berada pada daerah tapak roda
dan berada pada titik yang sama pada kedua roda. Sedangkan posisi perangkat roda di tikungan
ditunjukkan pada bagian (b). Perangkat roda bergeser ke arah lateral di tikungan. Pada kondisi
kritis, salah satu roda yang disebut roda luar berkontak dengan rel pada daerah flange roda.
Akibat adanya konisitas roda, perangkat roda membentuk sudut yaw di lintasan lurus
seperti Gambar 2.7. Hal ini menimbulkan ketidakstabilan perangkat roda di lintasan lurus
dimana perangkat roda mengalami gerakan sinusoidal atau gerakan hunting seperti pada
Gambar 2.9. Jika kereta memiliki konisitas roda yang besar dan melaju dengan kecepatan
tinggi, kereta akan mengalami penyimpangan arah lateral yang besar.

Gambar 2.9 Gerakan hunting perangkat roda pada lintasan lurus [4]

Di sisi lain, konisitas roda memungkinkan perangkat roda dapat melewati lintasan
lengkung seperti Gambar 2.10. Gambar tersebut menunjukkan perangkat roda membelok ke
kanan dengan roda luar adalah roda kiri dan roda dalam adalah roda kanan. Adapun titik kontak
roda-rel pada roda luar dan roda dalam berada pada posisi yang berbeda. Dengan adanya
konisitas roda, perbedaan titik kontak menunjukkan perbedaan radius gelinding roda luar dan
roda dalam.

Gambar 2.10 Perangkat roda melewati tikungan

12
Gambar 2.11 menunjukkan bahwa terjadi perbedaan radius gelinding antara roda luar
dan roda dalam akibat perangkat roda bergeser ke arah luar secara lateral dengan besar
pergeseran sebesar y. Akibat pergeseran arah lateral, radius gelinding roda luar memiliki nilai
Rl dan radius gelinding roda memiliki nilai Rr dimana radius gelinding roda luar lebih besar
daripada radius gelinding roda dalam (Rl > Rr) sehingga memungkinkan perangkat roda untuk
berbelok ke kanan.

Gambar 2.11 Radius gelinding dua roda pada rel berbeda

Posisi roda di berbagai tikungan memiliki perbedaan, khususnya di radius besar dan di
radius kecil. Gambar 2.12 mengilustrasikan posisi dua perangkat roda di tikungan. Di radius
besar, perangkat roda akan bergerak ke arah luar secara radial dari pusat tikungan dan saat
kondisi kritis terjadi, roda luar pada perangkat roda depan saja yang mengalami kontak antara
flange roda dengan rel seperti bagian (a). Di radius kecil, perangkat roda bergerak dengan posisi
yang berbeda. Perangkat roda depan bergerak ke arah luar sedangkan perangkat roda belakang
bergerak ke arah dalam. Pada kondisi kritis, flange roda luar perangkat roda depan berkontak
dengan rel luar dan flange roda dalam pada perangkat roda belakang berkontak dengan rel
dalam seperti bagian (b). Pada posisi itu, perangkat roda belakang tidak berada pada posisi ideal
untuk berbelok di tikungan.

(a) (b)
Gambar 2.12 Posisi perangkat roda pada radius besar (a) dan radius kecil (b)

13
2.4 Evaluasi Keamanan Kereta terhadap Peristiwa Keluar Rel
Dalam proses desain kereta, evaluasi keamanan kereta terhadap peristiwa keluar rel
sangat diperlukan. Peristiwa keluar rel tentu menimbulkan kerugian, baik dari segi kerugian
pada prasarana maupun sarana kereta api dan bahkan dapat menimbulkan korban luka maupun
korban jiwa. Oleh karena itu, peristiwa keluar rel ini harus dapat dicegah dengan mengevaluasi
keamanan kereta terhadap peristiwa keluar rel mulai dari tahap desain sampai pengujian kereta
di lapangan.

2.4.1 Peristiwa Keluar Rel Kereta


Peristiwa keluar rel merupakan hasil dari roda berjalan keluar dari rel dimana rel
berfungsi menyokong dan memandu roda [4]. Secara umum penyebab peristiwa keluar rel
terjadi dapat dibagi menjadi tiga faktor, yaitu:
o kondisi dan desain jalan rel,
o kondisi dan desain kereta,
o kondisi operasional kereta.
Prosedur perhitungan analitik yang digunakan dalam tugas sarjana ini memandang
peristiwa keluar rel terjadi akibat faktor kereta. Adapun dalam tugas sarjana ini peristiwa keluar
rel yang dimaksud adalah proses keluarnya roda dari rel yang diakibatkan oleh proses
memanjatnya flange roda pada rel yang akan dijelaskan pada Subbab 2.4.1.1. Berikut ini akan
dijelaskan beberapa contoh peristiwa keluar rel yang dapat terjadi.

2.4.1.1 Memanjatnya Flange Roda pada Rel


Peristiwa memanjatnya flange roda pada rel diakibatkan oleh gaya lateral yang bekerja
pada roda cukup besar sehingga roda memanjat rel yang berakhir dengan roda keluar dari rel.
Peristiwa memanjatnya flange roda pada rel umumnya terjadi di tikungan [4].
Gambar 2.13 mengilustrasikan proses memanjatnya roda pada rel. Pada keadaan I, roda
mulai bergerak ke arah rel akibat pengaruh gaya lateral yang bekerja pada roda. Pada kondisi
ini roda berkontak dengan rel pada daerah tapak roda roda. Akibat pengaruh besarnya gaya
lateral yang bekerja pada roda, roda akan mengalami kontak dengan rel pada daerah flange roda
seperti pada keadaan II. Jika pengaruh gaya lateral pada roda cukup besar, roda akan mulai
memanjat rel seperti keadaan III dengan titik kontak roda-rel berada di sepanjang daerah flange
roda. Akhirnya roda akan mencapai titik ujung atas kepala rel seperti keadaan IV dan roda akan
keluar dari rel dan jatuh ke tanah.

14
Gambar 2.13 Proses memanjatnya roda pada rel

Bila dilihat lebih detail gaya-gaya yang bekerja seperti pada Gambar 2.14, roda akan
mulai bergerak ke arah rel akibat pengaruh gaya lateral (Y) dengan titik kontak pada tapak roda
roda. Gerakan ini mendapat perlawanan oleh gaya lateral creep (F2) seperti pada kondisi I. Gaya
lateral creep adalah gaya gesek akibat gerakan arah lateral pada daerah tapak roda. Adapun F3
merupakan gaya normal pada titik kontak roda-rel. Saat terjadi kontak pada flange roda, gaya
lateral creep membantu roda untuk memanjat rel dengan arah ke atas seperti pada kondisi II.
Pada kondisi II inilah roda bergerak turun relatif terhadap rel sebelum roda akan mulai
memanjat rel. Roda akan mulai bergerak untuk memanjat rel dengan gaya lateral creep yang
bergerak ke bawah seperti pada kondisi III. Akibat pengaruh gaya lateral yang besar, roda akan
bergerak sampai di ujung atas rel seperti pada kondisi IV dan akhirnya roda keluar dari rel.

Gambar 2.14 Gaya yang bekerja pada proses memanjatnya roda pada rel

2.4.1.2 Pelebaran Sepur dan Tergulingnya Rel


Peristiwa keluar rel juga dapat diakibatkan oleh pelebaran sepur (gauge widening)
dan/atau tergulingnya rel (rail rollover) seperti pada Gambar 2.15. Gaya lateral roda yang besar
memberikan dampak pada rel, yang dapat mengakibatkan terjadinya pelebaran sepur maupun
tergulingnya rel. Gaya lateral ini terjadi pada flange roda yang berkontak dengan salah satu rel
sehingga roda yang tidak berkontak dengan rel pada daerah flange roda akan jatuh di antara rel
akibat adanya pelebaran sepur dan/atau tergulingnya rel.

15
Gambar 2.15 Rel terguling (a) dan rel bergeser akibat melebarnya sepur (b) [4]

2.4.1.3 Bantalan Landasan Rel yang Bergeser


Bantalan landasan rel (track panel) yang bergeser dapat terjadi akibat akumulasi
pergeseran dari rel, batu penumpu rel atau balas (ballast), dan landasan rel akibat pergeseran
tanah atau landasan dasar konstruksi jalan rel. Bergesernya bantalan landasan rel ini cukup
memengaruhi kereta karena dapat menghilangkan gaya pemandu roda pada rel sehingga roda
dapat jatuh ke tanah seperti pada Gambar 2.16. Peristiwa keluar rel akibat bergesernya bantalan
landasan rel biasanya terjadi dengan kondisi salah satu roda jatuh di antara rel dan roda lainnya
jatuh di luar lintasan rel [4].

Gambar 2.16 Pergeseran bantalan landasan rel [4]

2.4.2 Kriteria Keamanan Kereta terhadap Peristiwa Keluar Rel


Kriteria keamanan kereta terhadap peristiwa keluar rel pada tugas sarjana ini hanya
menggunakan koefisien keluar-rel berdasarkan perbandingan gaya lateral dan gaya vertikal
pada roda yang mengacu pada kriteria Nadal dengan mempertimbangkan nilai wheel unloading
roda. Adapun peristiwa keluar rel yang dimaksud adalah peristiwa keluar rel akibat dari proses
memanjatnya flange roda pada rel seperti yang telah dijelaskan pada Subbab 2.4.1.1.

16
2.4.2.1 Kriteria Nadal
Kriteria Nadal merupakan kriteria batas nilai perbandingan gaya lateral dan gaya
vertikal (Y/Q) pada satu roda. Perbandingan Y/Q digunakan sebagai kriteria keamanan kereta
yang terjadi pada satu roda terhadap proses memanjatnya roda pada rel dengan nilai batasnya
menggunakan kriteria Nadal.
Nadal berasumsi bahwa roda pada awalnya berkontak pada dua titik yaitu pada flange
dan tapak roda roda [4]. Saat kondisi seperti ini, titik kontak flange akan cenderung bergerak
ke bawah relatif terhadap rel karena roda menggelinding di titik kontak pada tapak roda roda.
Lalu pada saat gerakan relatif ke bawah ini berhenti, roda akan mulai bergerak memanjat rel
dengan titik kontak hanya pada flange roda dengan keadaan gesekan jenuh atau slip terjadi pada
titik ini. Titik kontak flange berhenti bergerak turun relatif terhadap rel sebelum roda mulai
memanjat rel merupakan kriteria batas Nadal terhadap memanjatnya roda pada rel.

Gambar 2.17 Gaya yang bekerja pada titik kontak flange roda

Kondisi roda tepat akan mulai memanjat rel digambarkan pada Gambar 2.17. Dengan
menggunakan prinsip persamaan kesetimbangan gaya pada roda di satu titik kontak flange roda
didapatkan Persamaan (2.1) – (2.4).
𝑌
F3 = Q cosα + Y sin α = Q (cos 𝛼 + sin 𝛼) (2.1)
𝑄
𝑌
F2 = Q sinα – Y cosα = Q (sin 𝛼 − 𝑄 cos 𝛼) (2.2)

Dengan menyederhanakan Persamaan (2.1) dan (2.2) maka didapatkan Persamaan (2.3) berikut.
𝐹
𝑌 tan 𝛼− 𝐹2
3
= 𝐹2 (2.3)
𝑄 1+𝐹 tan 𝛼
3

17
Pada kondisi gesek jenuh, nilai F2/F3 = μ. Maka persamaan kriteria Nadal menjadi
seperti Persamaan (2.4) berikut.
𝑌 tan 𝛼− 𝜇
= (2.4)
𝑄 1+𝜇 tan 𝛼
dengan:
Y : gaya lateral yang bekerja pada roda (N)
Q : gaya vertikal yang bekerja pada roda (N)
F2 : gaya lateral creep pada titik kontak roda-rel (N)
F3 : gaya normal pada titik kontak roda-rel (N)
α : sudut kontak flange roda (o)
μ : koefisien gesek flange roda dengan rel.
Nilai kriteria Nadal merupakan fungsi dari sudut kontak flange roda dan koefisien gesek
flange roda dengan rel. Nilai kriteria ini digunakan sebagai kriteria keamanan kereta terhadap
memanjatnya roda pada rel. Bila nilai perbandingan gaya lateral dan gaya vertikal (Y/Q) pada
roda di bawah nilai kriteria Nadal, proses memanjatnya roda pada rel tidak terjadi.

Gambar 2.18 Hubungan nilai Y/Q Nadal dan sudut kontak flange [4]

Gambar 2.18 menunjukkan hubungan nilai Y/Q kriteria Nadal dan sudut kontak flange
roda dengan nilai koefisien gesek seperti Persamaan (2.4). Semakin besar sudut flange maka
semakin besar nilai batas Y/Q Nadal. Semakin besar nilai batas Y/Q Nadal maka kereta akan
semakin aman. Jika nilai koefisien gesek semakin besar, nilai kriteria Y/Q Nadal semakin kecil.
Ini berarti semakin kasar roda-rel berkontak, kereta semakin tidak aman atau semakin mudah

18
untuk mengalami proses memanjatnya roda pada rel. Berdasarkan standar GM/RT2141, nilai
Y/Q tidak boleh melebihi 1,2 untuk profil roda dengan sudut flange sama atau lebih besar dari
68o [7]. Berdasarkan standar UIC 518, nilai kriteria batas Y/Q sebesar 0,8 [8]. Dalam tugas
sarjana ini menggunakan batas nilai (Y/Q)lim = 0,8 berdasarkan UIC 518 untuk keperluan desain
kereta dengan tingkat kriteria keamanan yang lebih tinggi.
Pada kereta, roda yang terbuat dari baja berkontak dengan rel yang terbuat dari baja
juga. Untuk sebagian besar pasangan logam, nilai maksimum koefisien gesek berkisar dari 0,3
hingga 1,0 [4].
Roda berkontak dengan rel membentuk area kontak seperti pada Gambar 2.19. Kontak
area roda-rel dapat dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah tertempel (stick) dan daerah
tergelincir atau slip. Dengan meningkatnya gaya traksi, daerah slip akan membesar dan daerah
tertempelnya roda pada rel akan mengecil sehingga roda akan menggelinding sambil
menggelincir (tidak murni menggelinding). Ketika gaya traksi mencapai maksimum atau nilai
saturasi, daerah tertempelnya roda akan hilang dan seluruh area kontak merupakan daerah slip
sehingga roda akan murni menggelincir.
Menurut Olofsson dan Telliskivi melalui percobaan yang mereka lakukan dengan
membandingkan koefisien gesek yang diukur pada lintasan kereta api dan di laboratorium,
untuk test menggelincir murni tanpa pelumasan nilai koefisien gesek berada di antara 0,5 dan
0,6 [9]. Pada penelitian yang lain, Swedish National Rail Administration mempelajari koefisien
gesekan pada lintasan rel. Kereta khusus pengukur gesekan digunakan, koefisien gesek yang
dilaporkan bervariasi dari 0,1 sampai 0,4 [9].

Gambar 2.19 Area kontak roda-rel [4]

19
2.4.2.2 Wheel Unloading
Wheel unloading merupakan perbandingan antara perubahan beban vertikal pada roda
dengan beban vertikal statiknya. Faktor wheel unloading digunakan untuk melihat perubahan
gaya vertikal pada roda. Apabila gaya vertikal pada roda turun drastis, faktor ini dapat
menunjukkan kondisi penurunan tersebut dimana gaya vertikal roda yang bernilai rendah
memengaruhi keamanan kereta dan tentunya hal ini tidak diinginkan. Berdasarkan EN 14363,
nilai wheel unloading harus berada di bawah 0,6 [10].
Pada kondisi statik, gaya vertikal yang bekerja pada roda digambarkan pada Gambar
2.20. Gaya vertikal statik (Qst) pada roda dan kiri mempunyai nilai yang sama besar dimana
nilainya adalah setengah dari beban gandar.
𝑊𝑜
𝑄𝑠𝑡 = (2.5)
2

Gambar 2.20 Gaya vertikal roda pada kondisi statik

Wheel unloading disimbolkan dQ/Qst dan dirumuskan menjadi Persamaan (2.6).


Perubahan gaya vertikal akan dijelaskan pada Subbab 2.4.3.2.
𝑑𝑄 𝑄𝑠𝑡 −𝑄
= (2.6)
𝑄𝑠𝑡 𝑄𝑠𝑡
dengan:
dQ/Qst : faktor wheel unloading
Qst : gaya statik vertikal roda (kN)
Q : gaya vertikal roda pada saat tertentu (kN)
dQ : perubahan gaya vertikal roda (kN)
Wo : beban gandar (kN)

20
2.4.3 Pendekatan Analitik
Pendekatan analitik dilakukan dengan memandang kereta berada pada kondisi quasi-
static di daerah steady-state curving atau tikungan utama. Pendekatan analitik ini digunakan
untuk mendekati nilai hasil perhitungan simulasi yang menggunakan perangkat lunak UM di
daerah tikungan utama.

2.4.3.1 Kondisi Quasi-Static di Tikungan


Salah satu tujuan utama dari perhitungan di tikungan biasanya adalah untuk menentukan
posisi bogie dan perangkat roda relatif terhadap lintasan rel saat gangguan awal teredam,
dimana kondisi ini berada di antara kondisi statis dan kondisi dinamis yang nyata dan biasanya
disebut kondisi tikungan quasi-static atau quasi-static curving [5]. Kondisi quasi-static
memandang resultan gaya-gaya yang bekerja pada sistem kereta harus sama dengan nol dimana
terjadi kesetimbangan pada arah vertikal maupun arah lateral. Pada kondisi ini, roda dianggap
berkontak dengan rel di satu titik kontak.

Gambar 2.21 Gaya-gaya yang bekerja pada kereta di tikungan

Di tikungan biasanya terdapat peninggian rel pada rel luar (outer rail) yang disebut
dengan istilah cant. Peninggian rel pada rel luar berfungsi untuk mengompensasi sebagian atau
seluruh gaya sentrifugal oleh gaya gravitasi. Gaya-gaya yang bekerja pada kereta di tikungan
digambarkan pada Gambar 2.21.

21
Variabel-variabel pada Gambar 2.21 adalah:
Wo : beban statik gandar (kN)
v : kecepatan kereta (m/s)
g : percepatan gravitasi = 9,8 m/s2
R : radius tikungan (m)
θ : sudut kemiringan lintasan (o)
Hg : ketinggian efektif pusat massa kereta dari titik kontak roda-rel (m)
C : cant atau ketinggian rel luar relatif terhadap rel dalam
G : lebar sepur (m) = 1,435 m (untuk kereta api ringan Jabodebek)
Yo : gaya lateral roda luar (kN)
Yi : gaya lateral roda dalam (kN)
Qo : gaya vertikal roda luar (kN)
Qi : gaya vertikal roda dalam (kN).
Ketinggian pusat massa kereta dapat mengalami perubahan relatif terhadap kontak roda-
rel saat di tikungan. Perubahan ini dapat diakibatkan oleh ketinggian cant, kecepatan kereta,
radius tikungan, dan distribusi beban kereta yang tidak merata di tikungan sehingga penulis
menggunakan pendekatan nilai ketinggian pusat massa relatif terhadap kontak roda-rel yang
disebut ketinggian efektif pusat massa. Menurut Hideyuki Takai dkk, ketinggian efektif pusat
massa (HG) ini memiliki nilai sebesar 1,25 kali dari ketinggian pusat massa kereta yang
diketahui dan digunakan untuk keperluan perhitungan analitik [3].
Adapun prasyarat kondisi tikungan quasi-static adalah [5]:
o kecepatan konstan,
o radius tikungan konstan,
o superelevasi (cant) konstan
o lintasan ideal, contohnya tidak adanya ketidakteraturan rel lokal.

2.4.3.2 Perumusan Gaya Vertikal


Besar beban atau gaya vertikal pada kondisi quasi-static bergantung pada radius
tikungan, ketinggian cant, dan kecepatan kereta. Gambar 2.21 menunjukkan gaya-gaya yang
bekerja pada kereta di tikungan pada kecepatan tertentu yang menimbulkan gaya sentrifugal
yang arahnya keluar secara radial dari pusat tikungan.
Berdasarkan kecepatan kereta pada radius dan ketinggian cant yang sama di tikungan,
kereta memiliki kecepatan setimbang (balance speed) dimana gaya vertikal roda luar (Qo) dan

22
roda dalam (Qi) memiliki nilai yang sama. Bila kecepatan kereta di tikungan lebih rendah
daripada kecepatan setimbang, gaya vertikal roda luar akan lebih rendah daripada gaya vertikal
statiknya, sedangkan gaya vertikal roda dalam akan lebih besar daripada gaya vertikal statiknya.
Sedangkan bila kecepatan kereta di tikungan lebih tinggi daripada kecepatan setimbang, gaya
vertikal roda luar akan lebih besar daripada gaya vertikal statiknya, sedangkan gaya vertikal
roda dalam akan lebih rendah daripada gaya vertikal statiknya. Penjelasan ini terdapat pada
Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Pengaruh kecepatan terhadap beban vertikal roda pada cant yang sama
Nilai Gaya Vertikal Roda Nilai Gaya Vertikal Roda
Kondisi Kecepatan
Dalam Luar
V = Vsetimbang Qi = Qst Qo = Qst
V < Vsetimbang Qi > Qst Qo < Qst
V > Vsetimbang Qi < Qst Qo > Qst

Berdasarkan ketinggian cant pada radius dan kecepatan yang sama di tikungan, kereta
akan mengalami kesetimbangan dengan ketinggian cant tertentu. Bila ketinggian cant
dinaikkan dengan radius dan kecepatan kereta yang sama, kereta akan mengalami cant berlebih
atau cant excess sehingga gaya vertikal pada roda dalam akan lebih besar daripada gaya vertikal
pada roda luar. Bila ketinggian cant diturunkan dengan radius dan kecepatan kereta yang sama,
kereta akan mengalami kekurangan cant atau cant deficiency sehingga gaya vertikal pada roda
luar lebih besar daripada gaya vertikal pada roda dalam. Penjelasan ini diilustrasikan pada
Gambar 2.22.

Gambar 2.22 Kondisi cant excess, setimbang, dan cant deficiency

23
Dengan menggunakan persamaan kesetimbangan momen di titik i pada Gambar 2.21,
persamaan gaya vertikal roda luar didapatkan seperti pada Persamaan (2.7).
∑MI = 0 (+)
𝐺 𝑣2 𝐺
𝑄𝑜 ∙ (𝐺) − 𝑊𝑜 ∙ cos 𝜃 ∙ ( ) + 𝑊𝑜 ∙ sin 𝜃 ∙ (𝐻𝐺 ) − 𝑊𝑜 ∙ ∙ (cos 𝜃 ∙ (𝐻𝐺 ) + sin 𝜃 ∙ ( )) = 0
2 𝑔𝑅 2
𝐺 𝑣2 𝐺
𝑄𝑜 ∙ (𝐺 ) = 𝑊𝑜 ∙ (cos 𝜃 ∙ ( ) − sin 𝜃 ∙ (𝐻𝐺 )) + 𝑊𝑜 ∙ ∙ (cos 𝜃 ∙ (𝐻𝐺 ) + sin 𝜃 ∙ ( ))
2 𝑔𝑅 2
Sudut θ sangat kecil, sehingga:
sin 𝜃 ≈ tan 𝜃 ≈ θ (rad)
𝐶
sin 𝜃 =
𝐺
cos 𝜃 ≈ 1, maka didapat:
1 𝐶 𝐻𝐺 𝑣 2 𝐻𝐺 1 𝐶
𝑄𝑜 = 𝑊𝑜 ∙ ( − ∙ ) + 𝑊𝑜 ∙ ∙( + ∙ )
2 𝐺 𝐺 𝑔𝑅 𝐺 2 𝐺

𝑊𝑜 𝑣2 𝐶
𝐺 𝐻 𝑣2 𝐶
𝑄𝑜 = ∙ ((1 + 𝑔𝑅 ∙ 𝐺 ) + 𝐺/2 ∙ (𝑔𝑅 − 𝐺 )) (2.7)
2

Dengan menggunakan persamaan kesetimbangan momen di titik o pada Gambar 2.7,


persamaan gaya vertikal roda dalam didapatkan seperti pada Persamaan (2.8).
∑MO = 0 (+)
𝐺 𝑣2 𝐺
−𝑄𝑖 ∙ (𝐺 ) + 𝑊𝑜 ∙ cos 𝜃 ∙ ( ) + 𝑊𝑜 ∙ sin 𝜃 ∙ (𝐻𝐺 ) + 𝑊𝑜 ∙ ∙ (sin 𝜃 ∙ ( ) − cos 𝜃 ∙ (𝐻𝐺 )) = 0
2 𝑔𝑅 2
𝐺 𝑣2 𝐺
𝑄𝑖 ∙ (𝐺 ) = 𝑊𝑜 ∙ (cos 𝜃 ∙ ( ) + sin 𝜃 ∙ (𝐻𝐺 )) + 𝑊𝑜 ∙ ∙ (sin 𝜃 ∙ ( ) − cos 𝜃 ∙ (𝐻𝐺 ))
2 𝑔𝑅 2
1 𝐶 𝐻𝐺 𝑣 2 𝐶 1 𝐻𝐺
𝑄𝑖 = 𝑊𝑜 ∙ ( + ∙ ) + 𝑊𝑜 ∙ ∙( ∙ − )
2 𝐺 𝐺 𝑔𝑅 𝐺 2 𝐺

𝑊𝑜 𝑣2 𝐶 𝐺 𝐻 𝑣2 𝐶
𝑄𝑖 = ∙ ((1 + 𝑔𝑅 ∙ 𝐺 ) − 𝐺/2 ∙ (𝑔𝑅 − 𝐺 )) (2.8)
2

Pada kondisi setimbang seperti Gambar 2.22, percepatan arah lateral tidak ada dan gaya
vertikal roda luar dan gaya vertikal roda dalam memiliki nilai yang sama. Maka menggunakan
Persamaan (2.7) dan Persamaan (2.8) didapatkan Persamaan (2.9).
𝑄𝑜 = 𝑄𝑖

𝑊𝑜 𝑣2 𝐶 𝐺 𝐻 𝑣2 𝐶 𝑊𝑜 𝑣2 𝐶 𝐺𝐻 𝑣2 𝐶
2
∙ ((1 + 𝑔𝑅 ∙ 𝐺 ) + 𝐺/2 ∙ (𝑔𝑅 − 𝐺 )) = 2
∙ ((1 + 𝑔𝑅 ∙ 𝐺 ) − 𝐺/2 ∙ (𝑔𝑅 − 𝐺 ))

24
𝐻𝐺 𝑣2 𝐶
2∙ ∙( − )=0
𝐺/2 𝑔𝑅 𝐺

𝑔𝑅𝐶
𝑣=√ (2.9)
𝐺

Dengan :
v : kecepatan kereta (m/s)
g : percepatan gravitasi (m/s2) = 9,8 m/s2
R : radius tikungan (m)
C : cant (m)
G : lebar sepur (m).

2.4.3.3 Perumusan Gaya Lateral


Seperti yang telah dijelaskan pada Subbab 2.3, flange roda luar pada perangkat roda
depan cenderung akan berkontak dengan rel luar ketika kereta melaju di tikungan. Ketika flange
roda luar berkontak dengan rel, roda dikenakan gaya belok lateral (turning lateral force). Gaya
belok ini berfungsi untuk mendorong roda ke arah dalam menuju pusat tikungan dan membantu
membelokkan perangkat roda mengikuti tikungan atau lintasan lengkung.
Gambar 2.23 menggambarkan kondisi dimana flange roda luar berkontak dengan rel
luar. Pada flange roda luar bekerja gaya belok lateral (Ybel) dan pada tapak roda dalam bekerja
gaya lateral roda dalam (Yi). Sedangkan tapak roda luar tidak mengalami kontak dengan rel,
hanya terjadi kontak pada flange roda luar dengan rel. Karena adanya perbedaan radius
gelinding antara roda luar dan roda dalam, pada masing-masing roda bekerja gaya creep
longitudinal (longitudinal creep force) yang arahnya berlawanan sehingga menghasilkan
momen kemudi (M) yang membantu perangkat roda mengikuti lintasan lengkung.

Gambar 2.23 Gaya-gaya yang bekerja pada roda saat flange roda berkontak dengan rel

25
Gaya lateral roda dalam merupakan gaya gesek yang bekerja pada tapak roda dalam
akibat roda dalam berkontak dengan rel. Karena merupakan gaya gesek, gaya lateral ini
merupakan hasil perkalian gaya vertikal roda dalam dan koefisien gesek yang terjadi antara
tapak roda dalam dan rel yang disimbolkan dengan κ. Semakin besar nilai κ yang bekerja pada
tapak roda dalam dan rel maka gaya lateral roda dalam juga akan semakin besar.
Gaya lateral roda dalam ini melawan gaya belok lateral yang terjadi pada flange roda
luar. Dengan menggunakan prinsip kesetimbangan gaya pada kondisi quasi-static, gaya lateral
pada roda dalam (Yi) harus memiliki nilai yang sama dengan gaya belok lateral (Ybel) seperti
pada Persamaan (2.10).
𝑌𝑏𝑒𝑙 = 𝑌𝑖 = 𝜅 ∙ 𝑄𝑖 (2.10)
Dengan:
Ybel : gaya belok lateral flange roda luar (kN)
Yi : gaya lateral roda dalam (kN)
κ : koefisien gesek tapak roda roda dalam dan rel
Qi : gaya vertikal roda dalam (kN)
Berdasarkan diagram benda bebas kereta pada kondisi setimbang di tikungan seperti
pada Gambar 2.21, selain gaya lateral yang bekerja pada roda luar (Yo) dan roda dalam (Yi),
terdapat pula gaya akibat pengaruh gaya sentrifugal dan akibat berat kendaraan terhadap arah
lateral. Dengan menggunakan persamaan kesetimbangan gaya arah lateral didapatkan gaya
lateral yang bekerja pada roda luar (Yo) seperti pada Persamaan (2.11).
∑𝐹𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 = 0
𝑣2
𝑌𝑖 − 𝑌𝑜 − 𝑊𝑜 ∙ sin 𝜃 + 𝑊𝑜 ∙ ∙ cos 𝜃 = 0
𝑔𝑅
Sudut θ sangat kecil, sehingga:
sin 𝜃 ≈ tan 𝜃 ≈ θ (radian)
𝐶
sin 𝜃 =
𝐺
cos 𝜃 ≈ 1, maka didapat:
𝑣2 𝐶
𝑌𝑜 = 𝑌𝑖 + 𝑊𝑜 ∙ (𝑔𝑅 − 𝐺 ) (2.11)

2.5 Sistem Benda Jamak


Secara umum, sebuah sistem benda jamak didefinisikan sebagai sekumpulan subsistem
yang disebut benda-benda (bodies), komponen-komponen, atau substruktur (substructures)

26
[14]. Benda-benda maupun komponen yang dimaksud terhubung satu sama lain. Benda-benda
dalam sistem dapat berupa benda kaku atau benda yang dapat terdeformasi. Penghubung antar
benda atau komponen dapat berupa sambungan (joint) atau elemen gaya seperti pada Gambar
2.24. Gambar tersebut menunjukkan sejumlah benda yang berbeda yang saling terhubung
dengan beberapa jenis sambungan yang berbeda dan elemen gaya. Gerakan subsistem atau
benda secara kinematik dibatasi oleh sambungan. Kereta adalah salah satu sistem benda jamak
yang terdiri dari komponen-komponen yang terhubung satu sama lain.

Gambar 2.24 Sistem benda jamak [14]

2.5.1 Kerangka Acuan

Gambar 2.25 Kerangka acuan [14]

Konfigurasi dari sistem benda jamak dapat dijelaskan menggunakan kuantitas yang
terukur seperti perpindahan, kecepatan, dan percepatan [14]. Besaran ini diukur berdasarkan
kerangka acuan atau sistem koordinat. Kerangka acuan terdiri dari tiga sumbu orthogonal yang
kaku dan terhubung pada satu titik asal atau origin, seperti pada Gambar 2.25. Gambar tersebut

27
menunjukkan tiga sumbu X1, X2, dan X3 sehingga vector u dapat didefinisikan sebagai u = [u1
u2 u3]T atau u = u1i1 + u2i2 + u3i3 dengan i1, i2, dan i3 merupakan vektor sepanjang sumbu X1,
X2, dan X3.
Kerangka acuan satu benda atau subsistem saja disebut dengan kerangka acuan lokal
atau koordinat lokal sedangkan kerangka acuan untuk sistem benda jamak yang terdiri dari
beberapa atau sekumpulan benda atau subsistem disebut kerangka acuan global atau koordinat
global. Sistem koordinat global tidak berubah atau kaku terhadap waktu dan berlaku unutk
semua benda di dalam sistem. Koordinat lokal dimiliki masing-masing oleh subsistem atau
benda. Gambar 2.26 menggambarkan adanya koordinat global dimana benda i memiliki
koordinatnya sendiri yang disebut koordinat lokal.

Gambar 2.26 Sistem koordinat benda [14]

2.5.2 Mekanika Benda Tegar


Benda kaku/tegar memiliki massa yang terdistribusi. Gambar 2.27 menunjukkan benda
i dalam sistem koordinat global dan lokal. X1X2X3 sebagai sistem koordinat global yang kaku
terhadap waktu, dan X1iX2iX3i sebagai sistem koordinat benda atau lokal. Posisi global titik Pi
didefinisikan sebagai ri = Ri + ui dimana ri = [r1i r2i r3i]T adalah posisi global titik Pi, Ri = [R1i
R2i R3i]T adalah vektor posisi global titik awal Oi yang terdapat pada kerangka benda, dan ui =
[u1i u2i u3i]T adalah vektor posisi titik Pi relatif terhadap Oi. Karena benda kaku, jarak antara
Pi dan Oi tetap konstan selama benda bergerak. Persamaan ri = Ri + ui dapat diubah menjadi:
ri = Ri + Ai ūi (2.12)

28
dimana Ai adalah matriks rotasi yang mendefinisikan orientasi benda i terhadap sistem
koordinat global. Gambar 2.28 menggambarkan perpindahan benda tegar berupa gerakan
translasi dari satu posisi ke posisi lainnya dan gerakan rotasi.

Gambar 2.27 Mekanika benda tegar [14]

Gambar 2.28 Perpindahan benda tegar [14]

Dengan menggunakan parameter Euler, matriks transformasi Ai dinyatakan dalam


empat parameter Euler, yaitu:
𝜃 θ
θ0 = cos θ1 = 𝑣1 sin 2
2
𝜃 θ
θ2 = 𝑣2 cos θ3 = 𝑣3 sin
2 2

29
Keempat parameter Euler mendeskripsikan koordinat putar benda kaku. Berdasarkan
parameter Euler, matriks transformasi Ai adalah:
1 − 2(θ2 )2 − 2(θ3 )2 2(θ1 θ2 − θ0 θ3 ) 2(θ1 θ3 + θ0 θ2 )
𝐴𝑖 = [ 2(θ1 θ2 + θ0 θ3 ) 1 − 2(θ1 )2 − 2(θ3 )2 2(θ2 θ3 − θ0 θ1 ) ] (2.13)
2(θ1 θ3 − θ0 θ2 ) 2(θ2 θ3 + θ0 θ1 ) 1 − 2(θ1 )2 − 2(θ2 )2

2.5.3 Gerak Batas


Dalam sistem benda jamak, gerakan benda dibatasi oleh sambungan. Sambungan
mekanik mengurangi gerakan sistem atau membatasi derajat kebebasan benda karena gerakan
antar benda tidak independen. Derajat kebebasan didefinisikan banyak koordinat sistem
dikurangi jumlah batasan independen atau sistem koordinat independen yang dipengaruhi
sambungan. Untuk jumlah benda kaku nb dengan jumlah batasan koordinat independen nc maka
derajat kebebasan sistem adalah:
𝐷𝑂𝐹 = 6 × 𝑛𝑏 − 𝑛𝑐 (2.14)

Gambar 2.29 Contoh jenis sambungan [14]

Persamaan (2.14) biasa disebut kriteria Kutzbach. Contoh jenis sambungan mekanik
terdapat Gambar 2.29 yang terdiri dari sambungan prismatik (tranlasi) (a), sambungan putar
(revolute) (b), sambungan silindrik (c), dan sambungan sekrup (screw) (d).

2.6 Model Kontak Roda-Rel


Gambar 2.6 dan 2.19 menunjukkan kontak roda-rel yang membentuk area kontak.
Kontak roda-rel menghasilkan gaya vertikal, longitudinal, dan lateral. Gaya vertikal pada area
kontak ini disebut juga gaya normal yang terjadi pada kontak roda-rel. Gambar 2.19
menjelaskan bahwa kontak roda-rel berada dalam kondisi dimana sebagian slip dan sebagian
lagi menempel. Hal ini menunjukkan bahwa gaya lateral dan longitudinal nantinya disebut gaya
lateral creep dan longitudinal creep.

30
2.6.1 Gaya Normal Kontak Roda-Rel
Gambar 2.30 menunjukkan kontak roda-rel yang memiliki luas atau area kontak yang
berbentuk elips. Area kontak memiliki radius a dalam arah longitudinal dan b dalam arah
lateral. Melalui area kontak ini didapatkan gaya normal pada roda.

Gambar 2.30 Diskritisasi area kontak roda-rel [12]

2.6.2 Creepage
Kontak roda-rel dapat berada dalam kondisi sebagian slip dan sebagian menempel. Hal
ini mengakibatkan adanya perbedaan kecepatan antara titik kontak pada rel dan roda. Peristiwa
ini dapat dinyatakan sebagai creepage. Creepage yang terjadi pada roda terdiri dari longitudinal
creepage, lateral creepage, dan spin creepage.

2.6.3 Gaya Creep


Gaya creep dipengaruhi oleh nilai creepage. Perhitungan analitik cukup sulit dilakukan
dengan memperhitungkan longitudinal creepage νξ, lateral creepage νη, dan spin creepage νζ.
Persamaan umum hubungan non-linear creepage dan gaya creep terdapat pada Persamaan 2.15.
Tξ = Tξ (νξ, νη, νζ), (2.15a)
Tη = Tη (νξ, νη, νζ), (2.15b)
Mζ = Mζ (νξ, νη, νζ). (2.15c)
Dengan menggunakan teori Kalker, persamaan hubungan creepage dan gaya creep
terdapat pada Persamaan 2.16 dengan menggunakan koefisien Kalker Cik.
𝑇𝜉 𝐶11 0 0 𝜈𝜉
{ 𝑇𝜂 } = 𝐺𝑎𝑏 [ 0 𝐶22 √𝑎𝑏 𝐶23 ] {𝜈𝜂 } (2.16)
𝑀𝜁 0 −√𝑎𝑏 𝐶23 𝑎𝑏 𝐶 𝜈𝜁
33

31
Bab 3

Prosedur Perhitungan Analitik dan Pemodelan dengan UM

Penulis melakukan perhitungan analitik dengan menggunakan fasilitas perangkat lunak


Matlab dan Microsoft Excel untuk menghitung koefisien keluar-rel dan wheel unloading pada
berbagai radius dan tikungan. Oleh karena itu, perangkat lunak Matlab digunakan untuk
mengolah data yang banyak tersebut dan sekaligus dapat membandingkan hasil perhitungan
analitik dan hasil perhitungan simulasi. Adapun untuk perhitungan numerik, penulis
menggunakan perangkat lunak UM.

3.1 Pembuatan Program Perhitungan Analitik dengan Matlab


Persamaan (2.5) sampai dengan Persamaan (2.11) merupakan persamaan perhitungan
analitik yang digunakan untuk menunjukkan kriteria keamanan kereta terhadap peristiwa keluar
rel yang terjadi pada satu perangkat roda. Perhitungan analitik ini menggunakan perangkat
lunak Matlab untuk pengolahan data dan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel untuk
data input.
Untuk data input di Microsoft Excel, penulis menggunakan variabel-variabel pada Tabel
3.1 beserta satuannya. Data-data tersebut digunakan untuk pengolahan data pada program
Matlab. Nilai data yang dapat berubah adalah nilai maksimum kecepatan (max_V) dan
ketinggian cant (C) yang tergantung dengan data input dari Matlab yang digunakan.

Tabel 3.1 Data input di Microsoft Excel


Variabel Analitik Variabel Matlab Nilai Satuan Keterangan
min_V min_Vkmh 10 km/h nilai minimum kecepatan kereta
max_V max_Vkmh 120 km/h nilai maksimum kecepatan kereta
Wo Wo 74 kN beban statik gandar
G Gauge 1,435 m lebar sepur
C C1 0,15 m ketinggian cant
g g1 9,8 m/s2 percepatan gravitasi
Hg Hgeff 1,25 m Ketinggian efektif pusat massa

32
Gambar 3.1 Tampilan Matlab

Tabel 3.2 Data input dari Matlab


Variabel Analitik Variabel Matlab Satuan Keterangan
R R1 m radius tikungan
κ Krat - koefisien gesek tapak roda dalam

Nilai data input yang berasal dari Matlab adalah nilai yang dimaksud untuk data input
yang dapat diubah-ubah di Matlab untuk memproses pengolahan data yang diperlukan. Data
pada Tabel 3.1 akan digunakan pada proses pengolahan analitik di program perhitungan analitik
Matlab seperti pada Gambar 3.1. Adapun data-data pada Tabel 3.2 dimasukkan nilainya sebagai
masukan untuk parameter input perhitungan anlitik di Matlab seperti pada Gambar 3.1.
Data input yang berada di Microsoft Excel “dipanggil” ke dalam perangkat lunak
Matlab. Kemudian variabel akan diolah menggunakan Persamaan (2.5) sampai dengan
Persamaan (2.11) yang diprogram di Matlab dengan masukan input dari penulis untuk radius
tikungan dan nilai κ yang berbeda-beda untuk mendekati hasil simulasi yang akan “dipanggil”
dari Microsoft Excel lagi. Hasil perhitungan analitik Matlab akan dibandingkan dengan hasil
simulasi menggunakan UM melalui program Matlab dalam bentuk grafik. Adapun proses
pemograman perhitungan analitik dan perbandingannya dengan hasil simulasi di Matlab lebih
detail dijelaskan pada diagram alir berikut. Adapun program Matlab terdapat di Lampiran.

33
Mulai

Data input pada Tabel


3.1 dari Microsoft Excel

Program “xlsread” untuk membaca data


input pada Tabel 3.1 dari Microsoft Excel

Mendefinisikan variabel data input dari Microsoft Excel


menjadi variabel data input Matlab seperti pada Tabel 3.1

Input radius tikungan (R) dan κ

Program perhitungan dengan Persamaan


Data hasil (2.5) sampai Persamaan (2.11)
simulasi
UM
Looping pengolahan sebanyak tiga kali
untuk nilai tiga κ
Data hasil
simulasi UM
dimasukkan ke Cek matriks variabel
dalam
Microsoft Program “xlswrite” untuk memindahkan data
Excel hasil perhitungan Matlab ke Microsoft Excel

Program “xlsread” untuk membaca data hasil simulasi UM dari Microsoft Excel

Program “plot” untuk menampilkan tiga hasil perhitungan


analitik dan hasil simulasi UM untuk perbandingan

Grafik hasil perhitungan


analitik dan hasil simulasi UM

Selesai

34
3.2 Pemodelan Kereta Api Ringan Jabodebek dengan UM
3.2.1 Sketsa Model Kereta Api Ringan Jabodebek
Sketsa kereta dilihat dari samping dapat terlihat pada Gambar 3.2. Dalam kereta yang
ditinjau pada tugas sarjana ini, terdapat beberapa komponen, yaitu (1) badan kereta, (2) center
pin, (3) bolster, (4) suspensi sekunder (air spring), (5) rangka bogie, (6) suspensi primer, dan
(7) roda. Kereta memiliki dua bogie, yaitu bogie depan dan bogie belakang. Masing-masing
bogie memiliki 2 buah perangkat roda (WS). Urutan perangkat roda dari posisi paling depan
adalah WS1, WS2, WS3, dan WS4. Adapun dimensi kereta digambarkan pada Gambar 3.3.

Gambar 3.2 Sketsa kereta dilihat dari samping

Gambar 3.3 Dimensi kereta dilihat dari samping

Dalam model kereta api ringan Jabodebek, satu model kereta MC terdiri dari benda
(body) dan subsistem, yaitu:
 Sistem: kereta MC
o Benda: Badan kereta
o Subsistem: Bogie depan
 Benda: Rangka bogie

35
 Benda: Bolster
 Subsistem: Perangkat roda WS1
 Subsistem: Perangkat roda WS2
o Subsistem: Bogie belakang
 Benda: Rangka bogie
 Benda: Bolster
 Subsistem: Perangkat roda WS3
 Subsistem: Perangkat roda WS4

3.2.2 Model Kereta Api Ringan Jabodebek


Model kereta yang digunakan pada tugas sarjana ini merupakan model satu kereta api
ringan Jabodebek jenis kereta MC dengan adanya motor penggerak dan meja pengendali atau
disebut Motor Car with Control Desk (MC). Kereta jenis ini biasanya berada pada posisi paling
depan atau paling belakang pada rangkaian satu set kereta. Model kereta ini terdapat seperti
Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Model 3D kereta api ringan Jabodebek

Pada model kereta api ringan Jabodebek, secara sumbu vertikal z, koordinat z = 0 berada
pada titik kontak roda-rel yang disebut tape circle seperti yang telah dijelaskan pada Subbab
2.3, dimana pada titik ini diameter roda diukur. Maka titik z = 0 ini merupakan pusat koordinat
global untuk seluruh sistem model MC kereta api ringan Jabodebek.
Tabel massa dan pusat massa bodi/subsistem terhadap pusat koordinat global sistem
kereta terdapat pada Tabel 3.3. Dari Tabel 3.3, data massa total model kereta didapat sebesar
30,24 ton dengan beban statik gandar sebesar 74 kN dan pusat massa sistem kereta berada pada
posisi z = 1,00 m.

36
Tabel 3.3 Data massa dan pusat massa terhadap sumbu z
Bodi/Subsistem Jumlah Posisi pusat massa (m) Massa (kg)
Carbody 1 1,42 17749
Bogie Frame 2 0,41 2815
Bolster 2 0,69 428
Perangkat Roda 4 0,39 1500

Data dari model kereta api ringan Jabodebek yang digunakan pada tugas sarjana ini
terdapat pada Tabel 3.4. Pada tugas sarjana ini variabel kecepatan dan radius tikungan
menggunakan nilai yang beragam untuk bahan analisis pada Bab 4.

Tabel 3.4 Variabel data model kereta api ringan Jabodebek


Variabel Nilai Satuan Keterangan
Wo 74 kN beban statik gandar
g 9,8 m/s2 percepatan gravitasi
Hg 1,25 m Ketinggian efektif pusat massa kereta
G 1,435 m lebar sepur
aa 2,05 m jarak antar perangkat roda dalam satu bogie
cc 11,10 m jarak antar bogie

3.2.2.1 Perangkat roda


Perangkat roda terdiri dari dua roda yang terhubung dengan gandar. Pada model kereta
api ringan Jabodebek, perangkat roda terdapat komponen sistem traksi dan sistem pengereman.
Gambar 3.5 menunjukkan model perangkat roda dan Tabel 3.5 data perangkat roda.

Gambar 3.5 Model perangkat roda

37
Tabel 3.5 Data perangkat roda
Besaran Nilai Satuan
Massa 1500 kg
Momen Inersia Sumbu X 1200 kg∙m2
Momen Inersia Sumbu Y 300 kg∙m2
Panjang Gandar 1,641 m

3.2.1 Subsistem Bogie


Subsistem bogie terdiri dari dua subsistem perangkat roda, rangka bogie dan bolster.
Bogie memampukana kereta dapat berjalan di atas rel dengan kenyamanan dan keamanan yang
tergantung dengan desain bogie. Model bogie terdapat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Model bogie

Pada program Matlab, ada beberapa asumsi yang digunakan untuk untuk dapat
mendekati perhitungan hasil simulasi. Adapun asumsi-asumsi tersebut adalah:
o objek perhitungan analitik merupakan hanya satu perangkat roda saja,
o pusat massa kereta dianggap diam atau tidak bergerak akibat lintasan rel berupa
tikungan dan adanya cant,
o berat sistem kereta dianggap merata pada semua perangkat roda,
o pengaruh kekakuan suspensi primer dan sekunder dianggap tidak ada,
o pengaruh pelebaran sepur dianggap tidak ada.

38
3.2.3 Pemodelan Interaksi Antar Benda atau Subsistem
Interaksi antar benda atau subsistem berupa sambungan dan elemen gaya. Sambungan
bersifat membatasi gerak benda sedangkan elemen gaya menimbulkan gaya apabila terjadi
gerak relatif antar benda. Model kereta memiliki subsistem bogie dan beberapa benda. Antar
benda atau antar benda dengan subsistem terhubung baik dengan sambungan atau elemen gaya.

3.2.3.1 Sambungan
Gambar 3.7 menunjukkan contoh sambungan yaitu sambungan antara bogie dan badan
kereta. Sambungan tersebut adalah jenis sambungan putar dimana bogie dapat berotasi relatif
terhadap badan kereta. Sambungan ini dikenal juga sebagai center pivot yang menghubungkan
badan kereta dengan bogie.

Gambar 3.7 Sambungan antara bogie dan badan kereta

3.2.3.2 Elemen gaya


Gambar 3.8 menunjukkan contoh elemen gaya yaitu suspensi udara pada bogie.
Suspensi udara merupakan elemen gaya yang menghubungkan kerangka bogie dan bolster.
Suspensi udara didefinisikan sebagai elemen gaya bipolar (bipolar force) terhadap sumbu
vertikal. Elemen gaya bipolar menghubungkan dua titik yang tetap pada kedua benda, dalam
hal ini menghubungkan kerangka bogie dan bolster.

39
Suspensi udara sebagai elemen gaya bipolar memiliki kekakuan non-linear dikarenakan
adanya kekakuan pegas dan kekakuan peredam. Parameter kekakuan non-linear di UM
menggunakan beberapa titik dengan gaya tertentu pada tiap titik seperti pada Gambar 3.9a.
Parameter suspensi udara dalam kondisi kosong terdapat pada Gambar 3.9b. Parameter gaya
statik yang dimiliki suspensi udara terdapat pada Gambar 3.9c.

Gambar 3.8 Suspensi udara sebagai elemen gaya

(a) (b) (c)


Gambar 3.9 Parameter kekakuan non-linear (a), darurat/kosong (b), dan gaya statik (c)

40
Tabel 3.6 Komponen elemen gaya
Nama komponen elemen gaya Jenis elemen gaya UM
Pegas primer (suspensi karet) linear force
bipolar force (sumbu vertikal)
Pegas sekunder (suspensi udara)
linear force (sumbu longitudinal & lateral)
Damper vertikal bipolar force
Damper lateral bipolar force
Bumpstop bipolar force
Batang traksi bipolar force

Kedua jenis elemen gaya UM pada Tabel 3.6 didefinisikan sebagai elemen gaya yang
berbeda berdasarkan yang akan dijelaskan di bawah ini.
 Gaya bipolar (bipolar force)
Gaya bipolar menghubungkan dua titik yang tetap pada kedua benda atau subsistem
pada titik Oi dan Oj seperti pada Gambar 3.10. Gaya F bekerja searah dengan jarak kedua titik
pada kedua benda sebagai fungsi panjang elemen r, waktu t, dan kecepatan perubahan panjang
𝑟̇ , yaitu 𝐹 = 𝐹 (𝑡, 𝑟, 𝑟̇ ).

Gambar 3.10 Gaya bipolar elemen gaya yang terjadi pada dua benda [12]

 Gaya linear (linear force)


Gaya linear bekerja sebagai fungsi koordinat titik x, kecepatan gerak titik tersebut v, dan
waktu t. Hal yang membedakan antara gaya bipolar dan gaya linear adalah gaya bipolar bekerja
sebagai fungsi panjang elemen gaya dan turunannya terhadap waktu sedangkan gaya linear
bekerja sebagai fungsi koordinat titik dan turunannya terhadap waktu.

41
3.3 Proses Simulasi Model dengan UM
Simulasi model kereta api ringan Jabodebek dilakukan pada lintasan lengkung
(tikungan) seperti Gambar 3.11. Model kereta api ringan Jabodebek terdiri dari 8 buah roda dan
4 perangkat roda yang terdiri dari perangkat roda 1 (WS1), perangkat roda 2 (WS2), perangkat
roda 3 (WS3), dan perangkat roda 4 (WS4) yang berurut dari arah depan kereta.

Gambar 3.11 Model kereta api ringan Jabodebek pada tikungan

Adapun geometri lintasan untuk simulasi kereta dalam kajian ini digambarkan seperti
pada Gambar 3.12.

Gambar 3.12 Geometri lintasan tikungan [11]

Variabel Gambar 3.12 adalah:


L0 : panjang lintasan lurus sebelum masuk tikungan (m)
P11 : panjang tikungan transisi masuk (m)
S1 : panjang tikungan utama (m)
R1 : radius tikungan utama (m)
P12 : panjang tikungan transisi keluar (m)
Nilai panjang lintasan memliki besar yang tergantung dengan kondisi lintasan yang
digunakan dan kebutuhan. Dalam simulasi model kereta api ringan Jabodebek, penulis

42
menggunakan dua kondisi berdasarkan kondisi rel, yaitu kondisi tanpa ketidakteraturann rel
dan kondisi ketidakteraturan rel yang akan dijelaskan pada Subbab 3.3.1 dan 3.3.2.
Pada tikungan, lintasan rel luar akan memiliki ketinggian sebesar cant daripada lintasan
rel dalam. Hal ini berfungsi untuk menanggulangi efek dari gaya sentrifugal pada kereta di
tikungan. Adanya penambahan cant pada rel luar digambarkan pada Gambar 3.13. Adanya cant
pada rel luar berlaku untuk kondisi keteraturan rel dan kondisi ketidakteraturan rel.

Gambar 3.13 Adanya cant pada tikungan

Pada Gambar 3.13, adanya ketinggian cant ini terjadi pada rel luar di daerah tikungan
utama. Maka tikungan transisi masuk mengalami kenaikan cant dimana nilainya semakin besar
sesuai dengan panjang lintasan transisi masuk untuk mencapai tikungan masuk dengan
ketinggian cant yang diinginkan. Begitu juga dengan rel luar di daerah tikungan transisi keluar.
Tikungan transisi keluar ini mengalami cant yang nilainya semakin kecil sesuai dnegan panjang
lintasan transisi keluar untuk mencapai lintasan rel datar/rata. Cant berfungsi untuk
mengkompensasi gaya sentrifugal pada kereta di tikungan akibat kecepatan kereta.
Parameter lintasan rel pada UM Simulation didefinisikan seperti pada Gambar 3.14.
Tikungan pada UM Simulation didefinisikan pada menu Track-Geometry dengan pilihan
Curve. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa tikungan memiliki tiga daerah, yaitu
tikungan transisi masuk, tikungan utama, dan tikungan transisi keluar. Variabel-variabel pada
Gambar 3.13 adalah:
L1 : panjang lintasan lurus sebelum masuk tikungan (m)
P11 : panjang tikungan transisi masuk (m)
S1 : panjang tikungan utama (m)
R1 : radius tikungan utama (m)
H1 : ketinggian cant rel luar (m)
P12 : panjang tikungan transisi keluar (m)
dY1 : pelebaran sepur (m)

43
Gambar 3.14 Data lintasan rel pada UM Simulation

Langkah pertama yang perlu dilakukan sebelum melakukan simulasi adalah mengecek
kereta sudah dalam kondisi setimbang atau tidak. Langkah ini dilakukan dengan menu
equilibrium pada perangkat UM Simulation seperti pada Gambar 3.15. Model kereta dalam
kondisi setimbang dinyatakan dengan munculnya pernyataan “Equilibrium position is
succcessfully computed”.

Gambar 3.15 Mengecek kondisi kesetimbangan model kereta

44
Profil roda yang digunakan untuk melakukan pendekatan analitik terhadap hasil
simulasi menggunakan file profil roda “newlocow.wpf” dari library UM. Profil rel yang
digunakan untuk melakukan pendekatan analitik terhadap hasil simulasi menggunakan file
profil rel “r65new.rpf” dari library UM.
Profil roda yang digunakan untuk simulasi ketidakteraturan rel adalah profil roda kereta
api ringan Jabodebek dengan sudut flange 70o. Profil rel yang digunakan adalah profil rel kereta
api ringan Jabodebek dengan rel R54. Profil roda-rel yang digunakan berbeda dikarenakan
penulis mendapatkan file profil roda-rel kereta api ringan Jabodebek saat menuju akhir
penyelesaian penulisan tugas sarjana.
Pada simulasi model kereta api ringan Jabodebek pada UM Simulation, model kereta
disimulasikan dengan kecepatan konstan dan dengan koefisien gesek pada rel kanan dan kiri
sama dengan nilai tertentu sesuai dengan kebutuhan yang akan dijelaskan pada Subbab 3.3.1
dan 3.3.2.

3.3.1 Simulasi pada Kondisi Tanpa Ketidakteraturan Rel


Simulasi model kereta api ringan Jabodebek dilakukan menggunakan kondisi tanpa
ketidakteraturan rel untuk keperluan analisis melalui pendekatan analitik terhadap hasil
simulasi tersebut pada kondisi quasi-static. Kondisi tanpa ketidakteraturan rel yang dimaksud
adalah kondisi rel dimana tidak adanya ketidakteraturan rel lokal seperti yang akan dijelaskan
pada Subbab 3.3.2. Pada lintasan dengan kondisi tanpa ketidakteraturan rel, tidak ada rel yang
menimbulkan twist selain adanya cant pada tikungan transisi masuk dan tikungan transisi
keluar. Twist ini disebut twist global akibat geometri lintasan rel.
Kondisi tanpa ketidakteraturan rel didefinisikan pada UM Simulation dengan jenis
lintasan “Even” atau bisa juga dengan jenis lintasan “Uneven” dengan jenis ketidakteraturan
menggunakan file “NoIrregularities.way” dari file lintasan UM.
Simulasi pada kondisi tanpa ketidakteraturan rel dilakukan pada radius tikungan yang
berbeda-beda mulai dari tikungan yang beradius kecil atau tajam sampai tikungan dengan radius
besar untuk keperluan pendekatan analitik terhadap hasil simulasi. Simulasi juga dilakukan
pada berbagai kecepatan sehingga pendekatan oleh perhitungan analitik mendekati hasil
simulasi di berbagai radius tikungan dan kecepatan kereta. Hal ini bertujuan untuk memvalidasi
hasil perhitungan analitik terhadap hasil perhitungan simulasi.
Panjang lintasan rel untuk simulasi pada kondisi ini tidak tergantung dengan ketinggian
cant. Sehingga panjang lintasan rel simulasi dapat disesuaikan dengan keperluan saja. Hal ini

45
berbeda untuk kondisi ketidakteraturan rel dimana panjang lintasan disesuaikan dengan
ketinggian cant yang diperlukan.

3.3.2 Simulasi pada Kondisi Ketidakteraturan Rel


Simulasi model kereta api ringan Jabodebek pada kondisi ketidakteraturan rel
digunakan untuk menganalisis pengaruh ketidakteraturan rel (track twist) pada kereta terhadap
kriteria keamanan rel. Ketidakteraturan rel yang dimaksud adalah berupa lekukan seperti pada
Gambar 3.16 berdasarkan Standar GM/RT2141. Twist akibat ketidakteraturan rel ini disebut
twist lokal akibat geometri lokal lintasan rel.

Gambar 3.16 Geometri ketidakteraturan rel (track twist)

Variabel pada Gambar 3.16 adalah:


Φ1 : gradien lintasan rel global terhadap lintasan rel datum (rad)
Φ2 : gradien lintasan lekukan terhadap lintasan rel datum (rad)
T : panjang setengah lintasan lekukan (m) = 6 m
Lintasan rel pada kondisi ini memiliki nilai yang bergantung pada nilai gradient lintasan
rel. Lintasan yang berpengaruh oleh gradient ini merupakan lintasan tikungan transisi masuk
dan tikungan transisi keluar. Berdasarkan perhitungan, kedalaman maksimal lekukan sebesar
20 mm.

Profil roda yang digunakan untuk menganalisis pengaruh kondisi ketidakteraturan rel
terhadap kriteria keamanan menggunakan file profil roda kereta api ringan Jabodebek. Adapun

46
profil rel yang digunakan pada kondisi ini juga adalah profil rel kereta api ringan Jabodebek.
Hal ini berbeda dengan metode pendekatan analitik terhadap hasil perhitungan simulasi
dikarenakan penulis memperoleh file profil roda dan rel kereta api ringan Jabodebek di akhir
penulisan tugas sarjana.

3.4 Validasi Model Kereta


Model kereta api ringan Jabodebek yang digunakan perlu divalidasi untuk mengevaluasi
model kereta api ringan Jabodebek. Validasi model dilakukan dengan melihat gaya vertikal
pada semua roda (delapan roda) pada kondisi statis dan di tikungan pada kecepatan setimbang.

3.4.1 Validasi pada Kondisi Statis


Simulasi model kereta api ringan Jabodebek pada kondisi statis dilakukan pada jalur
lurus tanpa cant dan tanpa ketidakteraturan rel dengan kecepatan nol. Sehingga gaya vertikal di
semua roda dapat dilihat seperti pada Gambar 3.17 dan pada Tabel 3.7.

Gambar 3.17 Nilai gaya vertikal hasil simulasi pada kondisi statis

Gambar 3.17 merupakan grafik gaya vertikal semua roda hasil simulasi. Gambar
tersebut menunjukkan gaya vertikal roda yang tidak berubah terhadap waktu pada kecepatan
nol. Nilai hasil simulasi tersebut kemudian ditabelkan pada Tabel 3.7.
Berdasarkan hasil simulasi seperti terlihat pada Gambar 3.17 dan Tabel 3.7, gaya
vertikal pada semua roda dapat dikatakan sama sebesar 37 kN. Hal ini menjelaskan bahwa pada
kondisi statis, distribusi beban vertikal pada kereta tersebar merata pada semua roda sehingga
total gaya vertikal pada semua roda kiri sama besar dengan total gaya vertikal pada semua roda
kanan. Besar gaya vertikal roda hasil simulasi ini juga sama besarnya dengan besar gaya

47
vertikal roda secara perhitungan analitik pada kondisi statis. Dapat dikatakan bahwa model
kereta api ringan Jabodebek yang digunakan penulis valid pada kondisi statis.

Tabel 3.7 Gaya vertikal semua roda pada kondisi statis


Roda Gaya Vertikal Roda (kN)
Roda Kiri WS1 37,03
Roda Kanan WS1 37,05
Roda Kiri WS2 37,02
Roda Kanan WS2 37,01
Roda Kiri WS3 37,04
Roda Kanan WS3 37,04
Roda Kiri WS4 37,01
Roda Kanan WS4 37,02

3.4.2 Validasi pada Kecepatan Setimbang di Tikungan


Di tikungan, kereta dapat berada dalam tiga keadaan berdasarkan ketinggian cant-nya
seperti pada Gambar 2.22. Keadaan cant excess menggambarkan kereta melewati tikungan
dengan kondisi cant berlebih sehingga gaya vertikal roda dalam lebih besar daripada roda luar.
Keadaan cant deficiency menggambarkan kereta melewati tikungan dengan kondisi kekurangan
cant sehingga gaya vertikal roda dalam lebih kecil daripada roda luar. Sedangkan pada keadaan
setimbang, kereta melewati tikungan dengan kondisi cant tertentu dimana gaya vertikal roda
dalam sama besarnya dengan gaya vertikal roda luar. Pada keadaan setimbang ini, kecepatan
kereta disebut kecepatan setimbang.
Dengan menggunakan Persamaan 2.9, kecepatan setimbang didapat sebagai fungsi
dari radius tikungan (R), cant (C), dan lebar sepur (G). Penulis memvalidasi model kereta pada
radius 1000 m dengan cant 0,15 m dan lebur sepur 1,435 m. Dengan perhitungan analitik
berdasarkan Persamaan (2.9) didapat bahwa kecepatan setimbang sebesar 115,22 km/jam. Pada
kondisi ini, gaya vertikal semua roda terdapat pada Tabel 3.8.
Berdasarkan Tabel 3.8 didapat bahwa total gaya vertikal pada semua roda luar sebesar
151,81 kN dan total gaya vertikal pada semua roda dalam sebesar 146,03 kN. Sedangkan pada
perhitungan analitik pada kondisi statis, total gaya vertikal roda luar atau dalam pada kondisi
kesetimbangan sebesar 147,96 kN. Perhitungan simulasi UM pada kondisi dinamik ini tidak

48
jauh dari nilai perhitungan analitik pada kondisi statik dengan error perhitungan analitik pada
roda luar sebesar 2,54% dan roda dalam 1,32%. Bila melihat total gaya yang bekerja pada
semua roda luar dan dalam, hasil perhitungan simulasi menunjukkan angka 297,84 kN
sedangkan perhitungan analitik pada kondisi statis menunjukkan angka 295,93 kN. Perhitungan
simulasi UM pada kondisi dinamik ini tidak jauh dari perhitungan analitik pada kondisi statik
dengan error perhitungan analitik pada total gaya vertikal semua roda sebesar 0,64%.

Tabel 3.8 Gaya vertikal semua roda pada kecepatan setimbang di tikungan
Roda Gaya Vertikal Roda (kN)
Roda Luar WS1 37,92
Roda Dalam WS1 36,56
Roda Luar WS2 38,32
Roda Dalam WS2 36,18
Roda Luar WS3 37,58
Roda Dalam WS3 36,85
Roda Luar WS4 37,99
Roda Dalam WS4 36,44

Perbedaan yang terjadi antara total gaya vertikal roda luar dan total gaya vertikal roda
dalam dimana total gaya vertikal roda luar lebih besar dibandingkan total gaya vertikal roda
dalam disebabkan salah satunya oleh pergeseran pusat massa kereta di tikungan dimana pusat
massa bergeser semakin tinggi secara arah vertikal. Pada kondisi jalan lurus tanpa cant dan
tanpa ketidateraturan rel, pusat massa kereta hasil simulasi UM berada pada z = 1,00 m.
Sedangkan di tikungan utama, posisi pusat massa kereta hasil simulasi UM sebesar z = 1,07 m.
Sedangkan perhitungan analitik tidak mempertimbangkan pergeseran pusat massa, terlebih lagi
perhitungan analitik pada kondisi statis. Dengan melihat hal tersebut, model kereta api ringan
Jabodebek yang digunakan penulis cukup valid di tikungan.

49
Bab 4

Hasil dan Analisis

4.1 Perbandingan Hasil Perhitungan Analitik dan Hasil Perhitungan Simulasi


Dalam kajian ini, perhitungan analitik dan simulasi dilakukan pada beberapa radius
tikungan, yaitu radius 150 m, 250 m, 400 m, dan 600 m. Keempat radius tikungan ini digunakan
untuk melihat perbandingan hasil perhitungan analitik dan simulasi pada berbagai radius yang
dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu radius besar (R ≥ 600 m), radius menengah (200 m
< R < 600 m), dan radius kecil (R ≤ 200 m).
Data hasil perhitungan analitik dan simulasi yang ditampilkan adalah data roda luar dan
roda dalam pada perangkat roda WS1 karena roda luar pada perangkat roda ini memiliki
koefisien keluar-rel tertinggi atau berada pada kondisi paling kritis dibandingkan dengan roda
pada perangkat roda lain. Hal ini dapat dilihat di Lampiran.
Hasil perhitungan simulasi dan perhitungan analitik pada radius tikungan 600 m
ditampilkan pada Gambar 4.1 sampai Gambar 4.3. Gambar 4.1 menunjukkan gaya vertikal yang
terjadi pada roda luar dan dalam. Gambar tersebut menunjukkan bahwa gaya vertikal hasil
perhitungan analitik sangat mendekati hasil perhitungan simulasi. Hal ini menunjukkan bahwa
pendekatan metode analitik secara quasi-static terhadap gaya vertikal sangat baik untuk
mendekati hasil perhitungan simulasi pada radius tikungan yang besar.

Gambar 4.1 Gaya vertikal pada R600m

50
Gambar 4.2 menunjukkan gaya lateral roda luar dan dalam pada radius 600 m. Hasil
perhitungan analitik pada gambar tersebut merupakan hasil pendekatan menggunakan nilai κ
yang berbeda sesuai Persamaan (2.10) dan Persamaan (2.11) dengan nilai κ = 0,15, κ = 0,17,
dan κ = 0,19. Gambar tersebut menunjukkan bahwa gaya lateral hasil perhitungan analitik
cukup mendekati hasil perhitungan simulasi. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan metode
analitik secara quasi-static terhadap gaya lateral cukup mendekati hasil perhitungan simulasi
pada radius tikungan yang besar.

Gambar 4.2 Gaya lateral pada R600m

Gambar 4.3 Koefisien keluar-rel pada R600m

Gambar 4.3 menunjukkan koefisien keluar-rel roda luar perangkat roda terdepan pada
radius tikungan 600 m. Koefisien keluar-rel hasil perhitungan analitik cukup mendekati hasil
perhitungan simulasi dengan perbedaan yang membesar seiring dengan naiknya kecepatan. Hal
ini terjadi sesuai dengan Persamaan (2.11) dimana gaya lateral roda luar akan meningkat seiring

51
dengan meningkatnya kecepatan. Hasil perhitungan analitik menunjukkan nilai yang lebih
besar namun masih cukup mendekati hasil perhitungan simulasi. Berdasarkan penjelasan di
atas, metode perhitungan analitik cukup memuaskan dengan parameter keamanan yang masih
berada di bawah ambang batas atas desain pada radius tikungan besar.

Gambar 4.4 Gaya vertikal pada R400m

Gaya vertikal roda luar dan dalam pada radius 400 m ditunjukkan pada Gambar 4.4.
Gambar tersebut menunjukkan bahwa gaya vertikal hasil perhitungan analitik sudah mendekati
hasil perhitungan simulasi. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan metode analitik secara
quasi-static terhadap gaya vertikal sudah baik untuk mendekati hasil perhitungan simulasi pada
radius tikungan menengah.

Gambar 4.5 Gaya lateral pada R400m

52
Gaya vertikal hasil perhitungan analitik pada radius tikungan besar lebih mendekati
hasil perhitungan simulasi dibandingkan gaya vertikal hasil perhitungan analitik pada radius
tikungan menengah. Namun gaya vertikal hasil perhitungan analitik pada kedua jenis tikungan
tersebut sudah cukup mendekati hasil perhitungan simulasi.
Gambar 4.5 menunjukkan gaya lateral roda luar dan dalam pada radius 400 m. Hasil
perhitungan analitik pada gambar tersebut merupakan hasil pendekatan menggunakan nilai κ =
0,30, κ = 0,32, dan κ = 0,35. Gambar tersebut menunjukkan bahwa gaya lateral hasil
perhitungan analitik cukup mendekati hasil perhitungan simulasi. Hal ini menunjukkan bahwa
pendekatan metode analitik secara quasi-static terhadap gaya lateral cukup mendekati hasil
perhitungan simulasi pada radius tikungan menengah.
Gaya lateral hasil perhitungan analitik pada radius tikungan menengah secara umum
lebih mendekati hasil perhitungan simulasi dibandingkan gaya lateral hasil perhitungan analitik
pada radius tikungan besar. Namun gaya lateral hasil perhitungan analitik pada kedua jenis
tikungan tersebut sudah cukup mendekati hasil perhitungan simulasi.

Gambar 4.6 Koefisien keluar-rel pada R400m

Gambar 4.6 menunjukkan koefisien keluar-rel roda luar pada radius tikungan 400 m.
Koefisien keluar-rel hasil perhitungan analitik cukup mendekati hasil perhitungan simulasi
dengan perbedaan yang membesar seiring dengan naiknya kecepatan seperti yang terjadi pada
radius 600 m. Hasil perhitungan analitik menunjukkan nilai yang lebih besar namun masih
cukup mendekati hasil perhitungan simulasi. Berdasarkan penjelasan di atas, metode
perhitungan analitik cukup memuaskan dengan parameter keamanan yang masih berada di
bawah ambang batas atas desain pada radius tikungan menengah.

53
Dari segi nilai koefisien keluar-rel, radius tikungan besar menunjukkan nilai yang lebih
rendah dibandingkan dengan nilai koefisien keluar-rel pada radius tikungan menengah. Hal ini
menunjukkan bahwa kereta melaju dengan lebih aman pada radius tikungan besar dibandingkan
pada radius tikungan menengah.

Gambar 4.7 Gaya vertikal pada R250m

Gambar 4.7 menunjukkan gaya vertikal hasil perhitungan analitik sudah mulai menjauh
dari hasil perhitungan simulasi pada radius 250 m seperti pada Gambar 4.7. Pada radius 400 m,
gaya vertikal hasil perhitungan analitik masih cukup mendekati hasil perhitungan simulasi.
Oleh karena itu diperlukan evaluasi juga terhadap gaya lateral pada radius tikungan 250 m ini.

Gambar 4.8 Gaya lateral pada R250m

Gambar 4.8 menunjukkan gaya lateral roda luar dan dalam pada radius 250 m. Hasil
perhitungan analitik pada gambar tersebut merupakan hasil pendekatan menggunakan nilai κ =

54
0,34, κ = 0,36, dan κ = 0,38. Gambar tersebut menunjukkan bahwa gaya lateral hasil
perhitungan analitik cukup berbeda dengan hasil perhitungan simulasi. Gaya lateral roda luar
hasil perhitungan analitik cukup berbeda dengan hasil perhitungan simulasi.
Koefisien keluar-rel hasil perhitungan analitik cukup berbeda dengan hasil perhitungan
simulasi pada radius 250 m seperti yang terdapat pada Gambar 4.9. Hasil perhitungan simulasi
berada di atas hasil perhitungan analitik. Untuk melihat pola perbandingan hasil perhitungan
simulasi dengan hasil perhitungan analitik dibutuhkan hasil perhitungan pada radius yang lebih
kecil lagi.

Gambar 4.9 Koefisien keluar-rel pada R250m

Gambar 4.10 Gaya vertikal pada R150m

Gambar 4.10 menunjukkan gaya vertikal roda luar dan dalam pada radius tikungan 150
m. Gambar tersebut menunjukkan gaya vertikal hasil perhitungan analitik menunjukkan hasil
yang cukup berbeda dengan hasil simulasi pada radius tikungan ini dan perbedaannya lebih
besar daripada pada radius tikungan 250 m. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan dengan

55
metode analitik secara quasi-static terhadap gaya vertikal pada radius tikungan kecil perlu
dikaji kembali.
Gambar 4.11 menunjukkan gaya lateral roda luar dan dalam pada radius 150 m. Hasil
perhitungan analitik pada gambar tersebut merupakan hasil pendekatan menggunakan nilai κ =
0,36, κ = 0,38, dan κ = 0,40. Gambar tesebut menunjukkan bahwa gaya lateral hasil perhitungan
analitik cukup berbeda dengan hasil perhitungan simulasi. Gaya lateral roda luar hasil
perhitungan analitik cukup berbeda dengan hasil perhitungan simulasi dan perbedaannya lebih
jauh dibandingkan pada radius tikungan 250 m. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan dengan
metode analitik secara quasi-static terhadap gaya lateral pada radius tikungan kecil perlu dikaji
kembali.

Gambar 4.11 Gaya lateral pada R150m

Gambar 4.12 Koefisien keluar-rel pada R150m

56
Koefisien keluar-rel hasil perhitungan analitik cukup berbeda dengan hasil perhitungan
simulasi pada radius 150 m seperti yang terdapat pada Gambar 4.12. Perbedaan ini lebih besar
daripada perbedaan yang terjadi pada radius tikungan 150 m. Dan hasil perhitungan simulasi
berada di atas hasil perhitungan analitik. Hal ini sudah cukup menunjukkan bahwa pendekatan
dengan metode analitik pada radius tikungan kecil perlu dikaji kembali. Untuk mengetahui
penyebabnya, perbedaan antara metode analitik yang digunakan dan metode numerik berupa
simulasi UM perlu ditinjau seperti pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Perbedaan metode analitik dan numerik


Pembanding Metode Analitik Metode Numerik

Obyek Memandang satu perangkat roda Memandang pada model kereta secara
analisis saja keseluruhan

Menganggap beban kereta


Beban kereta terdistribusi secara dinamis
Beban terdistribusi merata pada semua
sesuai kondisi operasi sehingga beban
gandar gandar dan beban gandar tetap
gandar dapat berubah-ubah
(tidak berubah)

Posisi perangkat roda dapat berubah-


Roda dianggap berada pada
ubah atau dinamis sesuai dengan kondisi
posisi setimbang dimana flange
operasi, seperti dapat dilihat pada
Posisi roda roda luar mengalami kontak
Gambar 4.13 – 4.16 posisi perangkat roda
dengan rel dan kondisi ini tetap
1, 2,3, dan 4 relatif terhadap rel berbeda
selama di tikungan
satu sama lainnya

Menggunakan teori Kalker yang


menghitung gaya tangensial (creep force)
Metode Menganggap kereta dalam
berdasarkan creepage dan distribusi gaya
perhitungan kondisi quasi-static
normal pada area kontak roda-rel seperti
yang dijelaskan pada Subbab 2.6

Berdasarkan penjelasan Tabel 4.1, posisi roda pada keempat perangkat roda diperlukan
ketika kereta melewati tikungan utama. Gambar 4.13 – 4.16 menunjukkan posisi roda berturut-
turut pada radius tikungan 600 m, 400 m, 250 m, dan 150 m.

57
Gambar 4.13 Posisi roda pada tikungan R600m

Gambar 4.14 Posisi roda pada tikungan R400m

58
Gambar 4.15 Posisi roda pada tikungan R250m

Gambar 4.16 Posisi roda pada tikungan R150m

Gambar 4.13 – 4.16 menunjukkan bahwa perangkat roda 1 (WS1) dan perangkat roda
3 (WS3) bergerak ke arah luar secara radial dari pusat tikungan dan flange roda luar berkontak

59
dengan rel pada keempat radius tikungan. Hal ini menunjukkan bahwa roda luar pada perangkat
roda 1 dan perangkat roda 3 memiliki radius gelinding yang lebih besar dibandingkan radius
gelinding roda dalam. Oleh karena itu, roda luar dan roda dalam pada perangkat roda 1 dan 3
berada pada posisi yang ideal untuk dapat berbelok di tikungan. Dan roda luar perangkat roda
1 dan 3 berada pada kondisi kritis untuk dapat mulai memanjat rel.
Hal yang berbeda untuk keempat posisi roda adalah perangkat roda 2 (WS2) dan 4
(WS4). Posisi perangkat roda pada radius tikungan 600 m bergerak ke arah luar secara radial
dari pusat tikungan tetapi flange roda luar pada kedua perangkat roda ini tidak berkontak dengan
rel. Namun posisi perangkat roda 2 dan 4 semakin bergerak ke arah dalam secara radial menuju
pusat tikungan seiring semakin kecil radius tikungan. Hal ini dapat terlihat dari keempat gambar
dimana posisi perangkat roda 2 dan 4 berada di posisi tengah atau sentral pada radius tikungan
150 m.
Hal ini sesuai dengan penjelasan pada Subbab 2.3 dan Gambar 2.12 dimana posisi
perangkat roda belakang pada tiap bogie akan bergerak ke arah dalam secara radial pada radius
tikungan kecil. Bila radius tikungan lebih kecil lagi, posisi roda pada perangkat roda 2 dan 4
tentu akan bergerak ke arah dalam sehingga radius gelinding roda dalam lebih besar daripada
radius gelinding roda luar. Posisi roda seperti ini bukanlah posisi ideal roda untuk dapat
berbelok di tikungan.
Berdasarkan perbedaan antara metode analitik dan metode numerik pada Tabel 4.1
didapatkan bahwa hasil perhitungan analitik cukup berbeda dengan hasil perhitungan simulasi
pada radius tikungan 250 m dan 150 m diakibatkan salah satunya oleh posisi roda pada
perangkat roda 2 dan 4 yang bergerak ke arah dalam secara radial menuju pusat tikungan pada
simulasi model kereta di tikungan. Posisi roda pada perangkat belakang tiap bogie ini
memengaruhi distribusi beban vertikal pada roda lainnya seperti yang telah dijelaskan pada
Tabel 4.1.
Karena perangkat roda belakang bergerak ke arah dalam secara radial dan hanya roda
luar pada perangkat roda depan yang mengalami kontak, gaya belok lateral yang terjadi pada
roda tersebut akan lebih besar dibandingkan apabila posisi semua roda ideal untuk membelok
di masing-masing tikungan. Akibatnya, gaya lateral hasil perhitungan simulasi memiliki nilai
yang cukup berbeda dengan gaya lateral hasil perhitungan analitik seperti pada Gambar 4.8 dan
Gambar 4.11. Hal ini mengakibatkan nilai koefisien keluar-rel pada radius tikungan 250 m dan
150 m hasil perhitungan simulasi cukup berbeda dengan hasil perhitungan analitik. Untuk

60
mengatasi hal ini, persamaan analitik untuk menghitung gaya belok lateral membutuhkan faktor
koreksi. Faktor koreksi yang dimaksud adalah faktor pengali di dalam Persamaan (2.10).
Penulis menggunakan faktor pengali 1,2 untuk radius tikungan 250 m dan 1,3 untuk radius
tikungan 150 m di dalam persamaan gaya belok lateral.
Gambar 4.17 dan 4.18 menunjukkan gaya lateral hasil perhitungan analitik dan hasil
perhitungan simulasi dengan faktor koreksi 1,2 untuk radius tikungan 250 m dan 1,3 untuk
radius tikungan 150 m. Gambar tersebut menunjukkan pendekatan dengan faktor koreksi pada
metode analitik cukup mendekati hasil perhitungan simulasi.

Gambar 4.17 Gaya lateral diberi faktor koreksi pada radius 250 m

Gambar 4.18 Gaya lateral diberi faktor koreksi pada radius 150 m

Gambar 4.19 dan 4.20 menunjukkan koefisien keluar-rel hasil perhitungan analitik dan
hasil perhitungan simulasi akibat pemberian faktor koreksi pada radius 250 m dan 150 m.

61
Gambar tersebut menunjukkan pendekatan dengan faktor koreksi pada metode analitik cukup
mendekati hasil perhitungan simulasi. Untuk itu, radius yang lebih kecil sama dengan 300 m
(R ≤ 300 m) perlu diberi faktor koreksi pada persamaan analitik untuk gaya belok lateral.

Gambar 4.19 Koefisien keluar-rel diberi faktor koreksi pada radius 250 m

Gambar 4.20 Koefisien keluar-rel diberi faktor koreksi pada radius 150 m

4.2 Simulasi pada Kondisi Ketidakteraturan Rel


Simulasi dilakukan dengan menggunakan geometri ketidakteraturan rel pada Gambar
3.12. Simulasi dilakukan pada radius tikungan paling kecil yaitu radius 80 m untuk
mendapatkan kondisi paling kritis dengan kondisi pegas udara dalam kondisi normal dan dalam
kondisi kosong (emergency) pada kecepatan V5 (km/jam), V10 (km/jam), dan V15 (km/jam)
dengan cant 70 mm dan cant 100mm.
Seperti yang telah dijelaskan pada Subbab 4.1, flange roda luar WS1 dan WS3
berkontak dengan rel luar. Hal ini juga berlaku untuk kondisi radius tikungan 80 m. Oleh karena
itu, roda luar cenderung untuk mengalami peristiwa keluar rel yang lebih besar sehingga penulis
hanya meninjau roda luar pada perangkat roda WS1 dan WS3.

62
Kondisi paling kritis digunakan pada radius kecil dengan radius 80 m dengan simulasi
kereta pada kondisi suspensi udara berada dalam kondisi normal (berisi penuh udara) dan
kondisi suspensi udara berada dalam kondisi kosong atau tidak berisi udara. Analisis dilakukan
terhadap kedua kondisi suspensi udara tersebut untuk mendapatkan kondisi paling kritis
berdasarkan kriteria keamanan terhadap peristiwa keluar rel.

Gambar 4.21 Koefisien keluar-rel pada ketidakteraturan rel

Gambar 4.22 Wheel unloading pada ketidakteraturan rel

Gambar 4.21 menunjukkan roda luar pada perangkat roda WS1 mempunyai koefisien
keluar-rel yang terbesar. Hal ini dapat dilihat juga pada Gambar 4.18 dimana flange roda luar

63
pada perangkat roda WS1 mengalami kontak dengan rel luar yang memungkinkan roda
mengalami proses memanjat roda pada rel. Koefisien keluar-rel terbesar terjadi di daerah
tikungan utama dan tikungan transisi keluar. Wheel unloading juga memiliki nilai terbesar pada
daerah tikungan transisi keluar yang dapat dilihat pada Gambar 4.22. Hal ini diakibatkan kereta
terpelintir pada daerah ini ditambah dengan adanya lekukan sehingga kereta terpelintir lebih
besar disertai dengan kondisi kereta keluar dari tikungan utama. Pada grafik wheel unloading,
nilai positif menunjukkan terjadi pengurangan beban vertikal roda sedangkan nilai negatif
menunjukkan terjadi penambahan beban vertikal roda.

4.2.1 Pegas Udara dalam Kondisi Normal

4.2.1.1 Koefisien Keluar-Rel


Hasil simulasi kereta terhadap koefisien keluar-rel (Y/Q) pada kecepatan V5 (km/jam),
V10 (km/jam), dan V15 (km/jam) pada masing-masing cant 70 mm dan cant 100 mm terdapat
pada Gambar 4.23 sampai Gambar 4.28. Dari keenam gambar tersebut terlihat bahwa koefisien
keluar-rel terbesar terjadi dengan kondisi ketidakteraturan rel pada rel luar. Hal ini terjadi akibat
kereta mulai keluar dari tikungan utama dan adanya ketidakteraturan rel pada rel luar
menambah efek puntiran (twist) pada kereta sehingga kasus ini merupakan kasus paling kritis
untuk roda keluar rel. Pada daerah tikungan utama, roda luar perangkat roda WS1 pada kedua
keadaan ketidakteraturan rel tetap memiliki nilai yang lebih besar daripada roda luar perangkat
roda WS3.

Gambar 4.23 Koefisien keluar-rel pada V5 (km/jam) dan cant 70 mm (normal).

Jika dibandingkan dengan rel dalam dengan ketidakteraturan rel, puntiran yang terjadi
pada daerah tikungan transisi masuk menimbulkan nilai koefisien keluar-rel yang tidak jauh

64
berbeda dengan puntiran pada daerah yang sama akibat ketidakteraturan rel luar. Hal ini sama
pada daerah tikungan utama juga. Tetapi di daerah tikungan transisi masuk, rel luar dengan
ketidakteraturan rel menimbulkan nilai koefisien keluar-rel yang lebih besar dibandingkan rel
dalam dengan ketidakteraturan rel.

Gambar 4.24 Koefisien keluar-rel pada V5 (km/jam) dan cant 100 mm (normal)

Untuk perbedaan cant yaitu cant 70 mm dan cant 100 mm tidak memiliki perbedaan
terhadap nilai koefisien keluar-rel yang signifikan dimana kereta disimulasikan pada tikungan
dan pada kondisi cant excess serta pada kecepatan rendah yaitu V5 km/jam, V10 km/jam, dan
V15 km/jam. Hal ini dapat dilihat pada masing-masing gambar pada kecepatan yang sama
seperti Gambar 4.25 dan Gambar 4.26.

Gambar 4.25 Koefisien keluar-rel pada V10 (km/jam) dan cant 70 mm (normal)

Untuk perbedaan kecepatan yaitu pada 5 km/jam, 10 km/jam, dan 15 km/jam juga tidak
memiliki perbedaan yang signifikan terhadap nilai koefisien keluar-rel, dimana kereta
disimulasikan pada tikungan dan cant excess. Hal ini dapat terlihat pada masing-masing gambar

65
pada cant yang sama tetapi berbeda kecepatan seperti Gambar 4.23, Gambar 4.25, dan Gambar
4.27.

Gambar 4.26 Koefisien keluar-rel pada V10 (km/jam) dan cant 100 mm (normal)

Gambar 4.27 Koefisien keluar-rel pada V15 (km/jam) dan cant 70 mm (normal)

Gambar 4.28 Koefisien keluar-rel pada V15 (km/jam) dan cant 100 mm (normal)

66
4.2.1.2 Wheel Unloading
Gambar 4.29 sampai Gambar 4.34 menggambarkan nilai wheel unloading (dQ/Qst) pada
roda luar pada perangkat roda depan WS1 dan WS3 pada masing-masing bogie pada cant 70
mm dan cant 100 mm. Nilai positif menunjukkan terjadi pengurangan beban vertikal roda
sedangkan nilai negatif menunjukkan terjadi penambahan beban vertikal roda.
Terlihat dari keenam gambar bahwa terjadinya pengurangan beban vertikal roda
maksimum terjadi pada roda luar di daerah tikungan transisi keluar. Hal ini sesuai diakibatkan
oleh ketidakteraturan rel pada daerah ini memberikan puntiran terbesar yang akhirnya
meningkatkan koefisien keluar-rel sehingga daerah tikungan transisi keluar memiliki nilai
koefisien keluar-rel yang tertinggi.

Gambar 4.29 Wheel unloading pada V5 (km/jam) dan cant 70 mm (normal)

Gambar 4.30 Wheel unloading pada V5 (km/jam) dan cant 100 mm (normal)

67
Gambar 4.29 sampai Gambar 4.34 menunjukkan bahwa pengaruh kecepatan dan
ketinggian cant tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap wheel unloading.
Perubahan yang terjadi cukup kecil. Adapun nilai wheel unloading masih jauh di bawah batas
nilai desain.

Gambar 4.31 Wheel unloading pada V10 (km/jam) dan cant 70 mm (normal)

Gambar 4.32 Wheel unloading pada V10 (km/jam) dan cant 100 mm (normal)

Gambar 4.33 Wheel unloading pada V15 (km/jam) dan cant 70 mm (normal)

68
Gambar 4.34 Wheel unloading pada V15 (km/jam) dan cant 100 mm (normal)

Tabel 4.2 Data maksimum koefisien keluar-rel dan wheel unloading (normal)
Kecepatan Ketidak- Cant Roda Luar WS1 Roda Luar WS3
(km/jam) teraturan (mm) Y/Q maks dQ/Qst Y/Q maks dQ/Qst
70 0,54 0,23 0,52 0,12
Rel Dalam
100 0,52 0,19 0,51 0,07
V5
70 0,56 0,13 0,56 0,08
Rel Luar
100 0,55 0,15 0,56 0,09
70 0,56 0,24 0,53 0,12
Rel Dalam
100 0,53 0,19 0,53 0,07
V10
70 0,58 0,13 0,57 0,08
Rel Luar
100 0,57 0,15 0,57 0,08
70 0,54 0,22 0,54 0,11
Rel Dalam
100 0,53 0,2 0,55 0,07
V15
70 0,59 0,14 0,59 0,09
Rel Luar
100 0,57 0,15 0,59 0,12

Nilai maksimum koefisien keluar-rel dan wheel unloading akibat ketidakteraturan rel
dapat dilihat pada Tabel 4.2. Pada tabel tersebut terlihat bahwa nilai Y/Q maksimum sebesar
0,59 dimana nilai ini masih berada di bawah batas maksimum Y/Q. Kondisi paling kritis ini
terjadi pada saat kecepatana kereta 15 km/jam dengan ketidakteraturan rel luar dan terjadi pada
roda luar WS1 pada ketinggian cant 70 mm dan roda luar WS3 pada ketinggian cant 70 mm

69
dan 100 mm. Dengan melihat nilai wheel unloading pada ketiga kondisi ini didapat bahwa
kondisi maksimum terjadi pada roda luar WS1 pada kecepatan 15 km/jam dengan
ketidakteraturan rel dengan nilai wheel unloading sebesar 0,14.
Nilai maksimum wheel unloading sebesar 0,24 terjadi pada roda luar WS1 dengan
kondisi ketidakteraturan rel dalam pada kecepatan 10 km/jam. Dari kedua parameter tersebut
terlihat bahwa kondisi paling kritis terjadi pada roda luar WS1.

4.2.2 Pegas Udara dalam Kondisi Kosong


4.2.2.1 Koefisien Keluar-Rel
Hasil simulasi kereta terhadap koefisien keluar-rel (Y/Q) pada kondisi pegas udara
kosong terdapat pada Gambar 4.35 − 4.40. Dalam hal ini pegas udara berada dalam kondisi
darurat/kritis. Kurva Y/Q menunjukkan nilai koefisien keluar-rel terbesar terjadi pada roda luar
pada perangkat roda WS1 baik pada ketidakteraturan rel luar maupun ketidakteraturan rel
dalam.

Gambar 4.35 Koefisien keluar-rel pada V5 (km/jam) dan cant 70 mm (kosong)

Gambar 4.36 Koefisien keluar-rel pada V5 (km/jam) dan cant 100 mm (kosong)

70
Pada kondisi pegas udara kosong, nilai koefisien keluar-rel terlihat memiliki nilai yang
hampir sama pada daerah tikungan utama maupun tikungan transisi keluar. Hal ini berbeda
dengan hasil simulasi pegas udara pada kondisi normal dimana nilai koefisien keluar-rel
terbesar terjadi pada daerah tikungan transisi keluar.

Gambar 4.37 Koefisien keluar-rel pada V10 (km/jam) dan cant 70 mm (kosong)

Gambar 4.38 Koefisien keluar-rel pada V10 (km/jam) dan cant 100 mm (kosong)

Gambar 4.39 Koefisien keluar-rel pada V15 (km/jam) dan cant 70 mm (kosong)

71
Gambar 4.40 Koefisien keluar-rel pada V15 (km/jam) dan cant 100 mm (kosong)

Sama seperti pada kondisi pegas udara normal, pada kondisi pegas udara kosong juga
untuk cant 70 mm dan cant 100 mm memiliki perbedaan yang tidak jauh tetapi memiliki nilai
koefisien keluar-rel lebih besar terjadi pada cant 100mm seperti pada Gambar 4.39 dan Gambar
4.40. Untuk perbedaan kecepatan juga tidak memiliki perbedaan yang signifikan terhadap
koefisien keluar-rel sama pada kondisi pegas udara normal. Hal ini dapat terlihat pada Gambar
4.35 sampai Gambar 4.40.

4.2.2.2 Wheel Unloading


Gambar 4.41 sampai Gambar 4.46 menunjukkan hasil simulasi nilai wheel unloading
(dQ/Qst) pada kondisi pegas udara kosong. Nilai positif menunjukkan terjadi pengurangan
beban vertikal sedangkan nilai negatif menunjukkan terjadi penambahan beban vertikal roda.
Nilai wheel unloading masih berada di bawah nilai batas desain.

Gambar 4.41 Wheel unloading pada V5 (km/jam) dan cant 70 mm (kosong)

72
Gambar 4.42 Wheel unloading pada V5 (km/jam) dan cant 100 mm (kosong)

Gambar 4.43 Wheel unloading pada V10 (km/jam) dan cant 70 mm (kosong)

Gambar 4.44 Wheel unloading pada V10 (km/jam) dan cant 100 mm (kosong)

73
Gambar 4.45 Wheel unloading pada V15 (km/jam) dan cant 70 mm (kosong)

Gambar 4.46 Wheel unloading pada V15 (km/jam) dan cant 100 mm (kosong)

Terlihat dari keenam gambar bahwa terjadinya pengurangan beban vertikal roda
maksimum terjadi pada roda luar pada perangkat roda WS1 dan terjadi pada daerah tikungan
transisi keluar. Nilai maksimum ini terbesar pada kondisi rel dalam dengan ketidakteraturan rel
tetapi memiliki perbedaan yang kecil pada kondisi rel luar dengan ketidakteraturan rel. Nilai
wheel unloading roda luar pada perangkat roda WS3 pada kondisi pegas udara kosong memiliki
nilai negatif. Yang artinya pada roda luar perangkat roda WS3 terjadi penambahan beban
vertikal.
Gambar 4.35 − 4.46 menunjukkan nilai koefisien keluar-rel dan wheel unloading yang
terjadi pada kondisi suspensi udara kosong. Nilai kedua parameter tersebut berada di bawah
nilai batas desain. Nilai maksimum koefisien keluar-rel dan wheel unloading akibat
ketidakteraturan rel dapat dilihat pada Tabel 4.3.

74
Tabel 4.3 Data maksimum koefisien keluar-rel dan wheel unloading (kosong)
Kecepatan Ketidak- Cant Roda Luar WS1 Roda Luar WS3
(km/jam) teraturan (mm) Y/Q maks dQ/Qst Y/Q maks dQ/Qst
70 0,56 0,35 0,47 0,19
Rel Dalam
100 0,55 0,37 0,47 0,2
V5
70 0,63 0,31 0,51 0,15
Rel Luar
100 0,65 0,32 0,5 0,23
70 0,54 0,31 0,53 0,2
Rel Dalam
100 0,55 0,37 0,5 0,23
V10
70 0,59 0,27 0,54 0,16
Rel Luar
100 0,68 0,31 0,52 0,2
70 0,54 0,29 0,46 0,19
Rel Dalam
100 0,66 0,37 0,56 0,22
V15
70 0,61 0,26 0,5 0,18
Rel Luar
100 0,71 0,31 0,54 0,22

Evaluasi terhadap kinerja kereta api ringan Jabodebek pada kondisi ketidakteraturan rel
menggunakan simulasi dengan perangkat lunak UM menunjukkan bahwa nilai koefisien
keluar-rel maksimum terjadi pada roda luar perangkat roda WS1 pada bogie terdepan. Pada
kondisi pegas udara normal, koefisien keluar-rel maksimum sebesar 0,59 dengan wheel
unloading sebesar 0,14 di daerah tikungan transisi keluar dengan ketidakteraturan rel luar.
Sedangkan pada kondisi pegas udara kosong, koefisien keluar-rel maksimum sebesar 0,71
dengan wheel unloading sebesar 0,31 di daerah tikungan transisi keluar dengan ketidakteraturan
rel luar. Maka dapat dikatakan koefisien keluar-rel maksimum terjadi di daerah tikungan tansisi
keluar dengan ketidakteraturan rel luar.
Hasil simulasi pada kondisi ketidakteraturan rel juga menunjukkan pada kondisi pegas
udara normal, nilai wheel unloading maksimum sebesar 0,24 dengan koefisien keluar-rel
sebesar 0,56 pada daerah tikungan transisi keluar dengan ketidakteraturan rel dalam. Sedangkan
pada kondisi pegas udara kosong, nilai wheel unloading maksimum sebesar 0,37 dengan
koefisien keluar-rel sebesar 0,66 pada daerah tikungan transisi keluar dengan ketidakteraturan
rel dalam. Maka dapat dikatakan puntiran maksimum terjadi pada daerah tikungan transisi
keluar dengan ketidakteraturan rel dalam.

75
Hal ini menunjukkan bahwa kereta berada kondisi paling kritis pada saat berada pada
kondisi pegas udara kosong. Kondisi ini terjadi pada roda luar perangkat roda terdepan pada
bogie depan saat kendaraan melewati tikungan transisi keluar dengan ketidakteraturan pada rel
luar . Namun nilai koefisien keluar-rel dan wheel unloading masih berada di bawah kriteria
batas atas desain. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa model kereta api ringan
Jabodebek sudah dapat dikatakan aman terhadap peristiwa keluar rel.

76
Bab 5
Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan
Telah dilakukan kajian terhadap dua hal, yaitu evaluasi pendekatan metode analitik
sederhana terhadap metode numerik dengan melihat hasil perhitungan analitik terhadap hasil
perhitungan simulasi dan pengaruh kondisi ketidakteraturan rel terhadap kriteria keamanan
terhadap perstiwa keluar rel. Adapun kesimpulan diperoleh sebagai berikut.
1. Metode analitik sederhana telah dijelaskan pada Subbab 2.4.3. Hasil perhitungan
metode analitik sederhana cukup mendekati hasil perhitungan metode numerik untuk
radius tikungan lebih besar dari 300 m (R > 300 m). Untuk radius tikungan lebih kecil
sama dengan 300 m (R ≤ 300 m), metode analitik sederhana memerlukan faktor koreksi
pada persamaan gaya belok lateral untuk mendekati hasil perhitungan metode numerik.
2. Pada kondisi ketidakteraturan rel di tikungan dengan radius 80 m (radius terkecil
berdasarkan data geometri jalan rel kereta api ringan Jabodebek), hasil simulasi
menunjukkan bahwa kereta masih berada dalam kondisi yang aman di tikungan. Nilai
maksimum koefisien keluar-rel sebesar 0,71 dengan wheel unloading sebesar 0,31
terjadi pada roda luar perangkat roda depan di bogie terdepan pada kondisi suspensi
udara kosong. Kondisi ini terjadi di daerah tikungan transisi keluar dengan
ketidakteraturan rel luar dan nilai kedua parameter tersebut masih berada di bawah
kriteria ambang batas atas desain.

5.2 Saran
Perhitungan analitik yang dilakukan didasarkan pada beberapa asumsi dan penggunaan
profil roda dan rel yang belum menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Dengan kekurangan
yang ada pada tugas sarjana ini, penulis memberikan saran untuk penelitian lebih lanjut sebagai
berikut.
1. Perlu kajian lebih lanjut menggunakan profil roda dan profil rel kereta api ringan
Jabodebek yang sebenarnya.
2. Untuk meningkatkan kinerja kereta di tikungan perlu dilakukan optimasi terhadap
kekakuan suspensi primer arah lateral dan longitudinal.

77
DAFTAR PUSTAKA

[1] Komite Nasional Keselamatan Transportasi, Data Investigasi Kecelakaan


Perkeretaapian Tahun 2010 – 2016,
(http://knkt.dephub.go.id/knkt/ntsc_home/Media_Release/Media%20Release%20KN
KT%202016/Media%20Release%202016%20-%20IK%20KA%2020161130.pdf,
diakses 26 September 2019).
[2] Transit Cooperative Research Program, Track Design Handbook for Light Rail Transit,
TCRP Report 155, 2012.
[3] H. Takai, M. Uchinda, H. Muramatsu, dan H. Ishida, Derailment Safety Evaluation by
Analytic Equations, Japenese National Railways RTRI Quarterly Report, 43(3):119-
124, 2002.
[4] S. Iwnicki, Handbook of Railway Vehicle Dynamics, CRC Press, Boca Rotan, 2006.
[5] K. Knothe dan S. Stichel, Rail Vehicle Dynamics, Springer Internasional Publishing
AG, 2017.
[6] Transit Cooperate Research Program , Track Design Handbook for Light Rail Transit,
TCRP Report 57, 2000.
[7] Railway Group, Resistance of Railway Vehicles to Derailment and Roll-Over, Railway
Group Standard GM/RT2141, London, 2009.
[8] UIC, Testing and Approval of Railway Vehicles from The Point of View of Their
Dynamic Behaviour – Safety – Track fatigue – Running Behaviour, UIC 518, 2009.
[9] U. Olofsson dan T. Telliskivi, Wear, Plastic Deformation and Friction of Two Rail
Steels – A Full-Scale Test and A Laboratory Study, Wear an International Journal,
254(1):80-93, 2003.
[10] EN, Railways Applications – Testing and Simulation for The Acceptance of Running
Characteristics of Railway Vehicles – Running Behaviour and Stationary Tests, EN
14363, 2016.
[11] C. Esveld, Modern Railway Track, Delft University of Technology-MRT-Productions,
Zaltbommel, 2001.

78
[12] Laboratory of Computational Mechanisc, Simulation of Rail Vehicle Dynamics User’s
Manual Universal Mechanism, Bryansk State Teshnical University, Kharkovskaya,
2018.
[13] F. A. Andriyanto, Kaji Banding Analisis Dinamik Sistem Benda Jamak Kereta LRT,
Tugas Sarjana, Teknik Mesin FTMD ITB, Bandung, 2018.
[14] A. A. Shabana, Dynamics of Multibody Systems, Cambridge University Press, Chicago,
2005.
[15] PT. INKA, Mengenal Istilah Bogie pada Kereta Api, (https://www.inka.co.id/berita/533,
diakses 23 Agustus 2019).
[16] V. K. Garg dan R.V. Dukkipati, Dynamics of Railway Vehicle Systems, Academic Press
Canada, Toronto, 1984.

79
LAMPIRAN A

Program Analitik dengan Matlab


clc
clear all
close all

%open data input dari Excel


openSheet5 =
xlsread('1CurveR_Data_Input_Matlab_Kbeda2_4Lampiran','RunningSpeed(kmh)','H
2:H8');
%minimal Vkmh dari Excel
min_Vkmh = openSheet5(1,1);
disp(['Input Minimum value of RunningSpeed(km/h) = ', num2str(min_Vkmh)])
%maksimal Vkmh dari Excel
max_Vkmh = openSheet5(2,1);
disp(['Input Maximum value of RunningSpeed(km/h) = ', num2str(max_Vkmh)])
%input radius tikungan di command window
R1 = input('Input Curve radius (m) = ');

%loop untuk tiga nilai Krat


for ii=1:3
%input Krat
Krat(ii)=input('Input Krat = ');
%jeda Vkmh
Vkmh = min_Vkmh:10:max_Vkmh;

%beban vertikal statik gandar


Wo = openSheet5(3,1);
%konversi Vkmh ke Vms
Vms = Vkmh./(3.6);
%Lebar sepur
Gauge = openSheet5(4,1);
%ketinggian cant
C1 = openSheet5(5,1);
%percepatan gravitasi
g1 = openSheet5(6,1);
%CoG kereta efektif
Hgeff = openSheet5(7,1);

%Equation 1
Vbaro =
(Wo/2)*((1+((Vms.^(2)/(g1*R1))*(C1/Gauge)))+((Hgeff/(Gauge/2))*((Vms.^(2)/(
g1*R1))-(C1/Gauge))))
%Equation 2
Vbari_blmfix = (Wo/2)*(((1)+((Vms.^(2)/(g1*R1))*(C1/Gauge)))-
((Hgeff/(Gauge/2))*((Vms.^(2)/(g1*R1))-(C1/Gauge))))

%Batasan untuk Vbari (component of inside wheel load)


Vbari = zeros(size(Vbari_blmfix));
for kk=1:length(Vbari_blmfix)
if Vbari_blmfix(kk)<0
Vbari(kk)=0;

80
else
Vbari(kk)=Vbari_blmfix(kk);
end
end
Vbari
%Balance speed for balance condition
Vmsbalance=sqrt(g1*R1*C1/Gauge)
Vkmhbalance=Vmsbalance*3.6

%Vmaks for Vbari=0 (component of inside wheel load)


Vmsmakscheck=sqrt((((1)+((Hgeff/(Gauge/2))*(C1/Gauge)))*(g1*R1))/((Hgeff/(G
auge/2))-(C1/Gauge)))
Vkmhmakscheck=Vmsmakscheck*3.6

%Equation 4
Vo = Vbaro;
%Equation 5
Vi = Vbari;

UNLo = abs(((Wo/2)-Vo)./(Wo/2))
UNLi = abs(((Wo/2)-Vi)./(Wo/2))

%pakai faktor koreksi untuk sharp curve


if ii==1
%Equation 6
Lbari1 = Krat(ii)*Vi;
elseif ii==2
Lbari2 = Krat(ii)*Vi;
elseif ii==3
Lbari3 = Krat(ii)*Vi;
end

%Equation 7
deltaLas = Wo*(((Vms.^(2))/(g1*R1))-(C1/Gauge));

if ii==1
%Equation 13
Lo1 = Lbari1+deltaLas;
elseif ii==2
Lo2 = Lbari2;
elseif ii==3
Lo3 = Lbari3;
end

if ii==1
Li1 = Lbari1;
elseif ii==2
Li2 = Lbari2;
elseif ii==3
Li3 = Lbari3;
end

if ii==1
%Equation 19
LVo1 = Lo1./Vo;
%Equation 20

81
%LVratio1 = LVcri./LVo
elseif ii==2
LVo2 = Lo2./Vo;
%LVratio2 = LVcri./LVo2
elseif ii==3
LVo3 = Lo3./Vo;
%LVratio3 = LVcri./LVo3
end
end

%matriks Vkmh
Vkmh = Vkmh'
xlswrite('Plot.xlsx',Vkmh,'Plot_SimulAnalytic','B6:B17')

%matriks
LVo_matlab1 = LVo1'
xlswrite('Plot.xlsx',LVo_matlab1,'Plot_SimulAnalytic','C6:C17')
LVo_matlab2 = LVo2'
xlswrite('Plot.xlsx',LVo_matlab2,'Plot_SimulAnalytic','D6:D17')
LVo_matlab3 = LVo3'
xlswrite('Plot.xlsx',LVo_matlab3,'Plot_SimulAnalytic','E6:E17')
LVo_simul = xlsread('Plot','Plot_SimulAnalytic','F6:F17')

%matriks
UNLo_matlab = UNLo'
xlswrite('Plot.xlsx',UNLo_matlab,'Plot_SimulAnalytic','G6:G17')
UNLo_simul = xlsread('Plot','Plot_SimulAnalytic','H6:H17')

%matriks
UNLi_matlab = UNLi'
xlswrite('Plot.xlsx',UNLi_matlab,'Plot_SimulAnalytic','I6:I17')
UNLi_simul = xlsread('Plot','Plot_SimulAnalytic','J6:J17')

%matriks
Lo_matlab1 = Lo1'
xlswrite('Plot.xlsx',Lo_matlab1,'Plot_SimulAnalytic','K6:K17')
Lo_matlab2 = Lo2'
xlswrite('Plot.xlsx',Lo_matlab2,'Plot_SimulAnalytic','L6:L17')
Lo_matlab3 = Lo3'
xlswrite('Plot.xlsx',Lo_matlab3,'Plot_SimulAnalytic','M6:M17')
Lo_simul = xlsread('Plot','Plot_SimulAnalytic','N6:N17')

%matriks
Li_matlab1 = Li1'
xlswrite('Plot.xlsx',Li_matlab1,'Plot_SimulAnalytic','O6:O17')
Li_matlab2 = Li2'
xlswrite('Plot.xlsx',Li_matlab2,'Plot_SimulAnalytic','P6:P17')
Li_matlab3 = Li3'
xlswrite('Plot.xlsx',Li_matlab3,'Plot_SimulAnalytic','Q6:Q17')
Li_simul = xlsread('Plot','Plot_SimulAnalytic','R6:R17')

%matriks
Vo_matlab = Vo'
xlswrite('Plot.xlsx',Vo_matlab,'Plot_SimulAnalytic','S6:S17')
Vo_simul = xlsread('Plot','Plot_SimulAnalytic','T6:T17')

%matriks

82
Vi_matlab = Vi'
xlswrite('Plot.xlsx',Vi_matlab,'Plot_SimulAnalytic','U6:U17')
Vi_simul = xlsread('Plot','Plot_SimulAnalytic','V6:V17')

---
figure(1)
plot(Vkmh,LVo_matlab1,'--ro',Vkmh,LVo_matlab2,'--k*',Vkmh,LVo_matlab3,'--
g+',Vkmh,LVo_simul,'-b^','linewidth',3)
grid on
xlabel('Running Speed (km/h)')
ylabel('Estimated (Y/Q)o')
%v=[0.6 1.1 1 5];axis(v)
legend((['(Y/Q)o Analytic K',num2str(Krat(1))]),(['(Y/Q)o Analytic
K',num2str(Krat(2))]),(['(Y/Q)o Analytic K',num2str(Krat(3))]),(['(Y/Q)o
UMSimul miu', num2str(miu)]),'Location','northwest')

figure(2)
plot(Vkmh,Vo_matlab,'--ro',Vkmh,Vi_matlab,'--ko',Vkmh,Vo_simul,'-
b^',Vkmh,Vi_simul,'-g^','linewidth',3)
grid on
xlabel('Running Speed (km/h)')
ylabel('Vertical Force of Outer and Inner Wheel (kN)')
legend('Vertical Force Outer Analytic','Vertical Force Inner
Analytic','Vertical Force Outer UMSimul','Vertical Force Inner
UMSimul','Location','southeast')

figure(3)
plot(Vkmh,Lo_matlab1,'--bo',Vkmh,Li_matlab1,'--ko',Vkmh,Lo_matlab2,'-
.k*',Vkmh,Li_matlab2,'-
.g*',Vkmh,Lo_matlab3,':g+',Vkmh,Li_matlab3,':r+',Vkmh,Lo_simul,'-
r^',Vkmh,Li_simul,'-b^','linewidth',3)
grid on
xlabel('Running Speed (km/h)')
ylabel('Lateral Force of Outer and Inner Wheel (kN)')
legend((['Lateral Force Outer Analytic K',num2str(Krat(1))]),(['Lateral
Force Inner Analytic K',num2str(Krat(1))]),(['Lateral Force Outer Analytic
K',num2str(Krat(2))]),(['Lateral Force Inner Analytic
K',num2str(Krat(2))]),(['Lateral Force Outer Analytic
K',num2str(Krat(3))]),(['Lateral Force Inner Analytic
K',num2str(Krat(3))]),(['Lateral Force Outer UMSimul
miu',num2str(miu)]),(['Lateral Force Inner UMSimul
miu',num2str(miu)]),'Location','northwest')

83

Anda mungkin juga menyukai