Anda di halaman 1dari 106

KAJIAN PENENTUAN NILAI LENDUTAN DARI DATA ROTASI

UJI TILTMETER PADA JEMBATAN PCI GIRDER


HALAMAN SAMPUL

LAPORAN SKRIPSI

Oleh

Andreas Pranoto 2001606415

Civil Engineering Program


Civil Engineering Study Program
Faculty of Engineering
Universitas Bina Nusantara
2020

i
KAJIAN PENENTUAN NILAI LENDUTAN DARI DATA ROTASI
UJI TILTMETER PADA JEMBATAN PCI GIRDER

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat


Untuk gelar kesarjanaan pada
Program Studi Teknik Sipil
Jenjang Pendidikan Strata-1

Oleh

Andreas Pranoto 2006606415

Civil Engineering Program


Civil Engineering Study Program
Faculty of Engineering
Universitas Bina Nusantara
Jakarta
2020

ii
KAJIAN PENENTUAN NILAI LENDUTAN DARI DATA ROTASI
UJI TILTMETER PADA JEMBATAN PCI GIRDER

LAPORAN SKRIPSI

Disusun oleh:

Andreas Pranoto
2001606415

Disetujui oleh:

Ir. Made Suangga, M.T., D.Eng.


D5216
26 September 2019

Dr. Ir. Oki Setyandito. S.T., M.Eng.


Head of Civil Engineering Study Program
26 September 2019

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA


JAKARTA
2019

iii
HALAMAN PERNYATAAN DEWAN PENGUJI

iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI LAPORAN SKRIPSI

Dengan ini saya,


Nama : Andreas Pranoto
NIM : 2001606415
Judul Skripsi : Kajian Penentuan Nilai Lendutan dari Data Rotasi Uji
Tiltmeter pada Jembatan PCI Girder.

Memberikan kepada Universitas Bina Nusantara hak non-eksklusif untuk


menyimpan, memperbanyak, dan menyebarluaskan Skripsi karya saya, secara
keseluruhan atau hanya sebagian atau hanya ringkasan saja, dalam bentuk format
tercetak dan atau elektronik.

Menyatakan bahwa saya, akan mempertahankan hak eksklusif saya, untuk


menggunakan seluruh atau sebagian isi Skripsi saya, guna pengembangan karya di
masa depan, misalnya bentuk artikel, buku, perangkat lunak, ataupun sistem
informasi.

Jakarta, 2 November 2020

Andreas Pranoto
2001606415

v
Halaman Pernyataan Persetujuan PublikasiiInternasional

SURAT PERNYATAANSI INTERNASIONAL

Saya, yang bertandatangan di bawah ini:


Nim : 2001606415
Nama : Andreas Pranoto
Fakultas/School – Program Studi : Teknik – Teknik Sipil

Dengan ini menyatakan bahwa karya yang berjudul:


Kajian Penentuan Nilai Lendutan dari Data Rotasi Uji Tiltmeter pada Jembatan PCI
Girder.

Di bawah bimbingan dosen:


D5216 - Ir. Made Suangga, M.T., D.Eng.

Telah dijadikan sebagai Tugas Akhir/Skripsi pada Program Studi di Universitas Bina
Nusantara dan telah diuji pada semester Ganjil tahun 2019/2020 disetujui untuk
dielaborasi dan diajukan bersama-sama sebagai publikasi internasional dengan
ketentuan:

Ir. Made Suangga, M.T., D.Eng : sebagai Penulis Pertama;


Andreas Pranoto : sebagai Penulis Kedua.

Para penulis di atas sekaligus merupakan pemegang hak cipta atas publikasi
internasional tersebut.
Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak
manapun.

Jakarta, 5 Januari 2021

Penulis Pertama, Penulis Kedua,

vi
Ir. Made Suangga, M.T., D.Eng. Andreas Pranoto

vii
UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
__________________________________________________________________
Civil Engineering Program
Civil Engineering Study Program
Faculty of Engineering
Skripsi Sarjana Strata I
Semester Ganjil 2020/2021

KAJIAN PENENTUAN NILAI LENDUTAN DARI DATA ROTASI


UJI TILTMETER PADA JEMBATAN PCI GIRDER

Andreas Pranoto 2001606415

ABSTRACT

A bridge is an infrastructure that experiences dynamic and repetitive load for a long period of time,
so it is necessary to monitor the condition of the bridge structure to ensure that the bridge is always
in a proper condition. This study aims to obtain an equation model with multiple regression analysis
methods between the deflection value and the rotation value of the PCI girder bridge using a
tiltmeter in the Serang - Panimbang project case study. The results obtained the SAP2000 output
deflection value of two-dimensional (2D) analysis using two-dimensional (2D) equations with three-
dimensional (3D) analysis of rotation data are the highest with an average percentage difference of
174%, besides that the relationship between deflection and rotation on the three-dimension bridge
(3D) is the highest with an R2 value of 0.998, and the value deflection ( ) can be found based on the
value of rotation (¿ oon the tiltmeter test instrument using the equations that have been obtained,
where two-dimension equations can be used using three-dimension data, and vice versa.

Keywords : PCI Girder Bridge, 2D Model, 3D Model, SAP2000, Rotation Value, Deflection Value,
Tiltmeter, Multiple Linear Regression Equation.

ABSTRAK

Jembatan merupakan infrastruktur yang mengalami beban dinamis dan berulang dalam jangka
waktu yang panjang, sehingga perlu dilakukan upaya pemantauan kondisi struktur jembatan untuk
memastikan bahwa jembatan selalu berada dalam kondisi layak. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan model persamaan dengan metode analisa regresi berganda antara nilai defleksi
terhadap nilai rotasi pada jembatan PCI girder menggunakan alat tiltmeter pada studi kasus proyek
Serang Panimbang. Hasil yang didapat yaitu hasil output SAP2000 nilai defleksi analisis dua
dimensi (2D) menggunakan persamaan dua dimensi (2D) dengan data rotasi analisa tiga dimensi
(3D) adalah yang tertinggi dengan nilai rata – rata selisih presentase sebesar 174%, selain itu
hubungan antara defleksi dan rotasi pada jembatan tiga dimensi (3D) adalah yang tertinggi dengan
nilai R2 sebesar 0.998, dan nilai defleksi ( ) dapat dicari berdasarkan nilai rotasi (¿ pada alat uji
tiltmeter menggunakan persamaan yang sudah didapatkan, dimana persamaan dua dimensi dapat
digunakan menggunakan data tiga dimensi, begitupun sebaliknya.

Kata kunci : Jembatan PCI Girder, Model 2D, Model 3D, SAP2000, Nilai Rotasi, Nilai Defleksi,
Tiltmeter, Persamaan Regresi Linear Berganda.

viii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang maha Esa karena rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk lulus program Sarjana Teknik Jurusan
Teknik Sipil Universitas Bina Nusantara. Penyusunan skripsi ini didasarkan pada
hasil wawancara dan proses pengumpulan data-data yang diperoleh penulis pada
proyek pembangunan ini.
Penyusunan skripsi ini merupakan syarat penulis sekaligus menyampaikan
terima kasih, khususnya kepada::
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Harjanto Prabowo, MM., selaku Rektor Universitas Bina
Nusantara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
membuat penulisan laporan skripsi;
2. Bapak Dr. Ir. John Fredy Bobby Saragih, M,Si., selaku Dekan Fakultas
Teknik;
3. Bapak Dr. Ir. Oki Setyandito, S.T, M.Eng, selaku Ketua Program Studi
Sarjana I Teknik Sipil Universitas Bina Nusantara;
4. Bapak Ir. Made Suangga, M.T., D.Eng. selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, serta bantuannya dalam berbagai hal hingga selesainya
penulisan laporan skripsi;
5. Kedua orang tua penulis;
6. Kepada orang – orang yang menyayangi dan mencintai saya;
7. Teman-teman seperjuangan Teknik Sipil Angkatan 2016.
Semoga skripsi ini sudah memenuhi setiap persyaratan dan dapat disetujui
dan berguna bagi lingkungan, sehingga dapat menambah wawasan bagi setiap
pembaca. Akhir kata, Penulis mengharapkan kritik dan saran dari setiap pembaca,
untuk meningkatkan kualitas skripsi ini.

Jakarta, 5 Januari 2021


Penulis

ix
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL..................................................................................................i
HALAMAN JUDUL....................................................................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN DEWAN PENGUJI....................................................iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI...................v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI INTERNASIONAL. vi
ABSTRAK.................................................................................................................vii
KATA PENGANTAR...............................................................................................viii
DAFTAR ISI...............................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR................................................................................................xiii
DAFTAR TABEL......................................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................xvi
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................2

1.3 Batasan Masalah...............................................................................................2

1.4 Tujuan Penelitian..............................................................................................3

1.5 Manfaat Penelitian............................................................................................3

1.6 Sistematika Penulisan.......................................................................................3

BAB 2 LANDASAN TEORI.......................................................................................5


2.1 Umum...............................................................................................................5

2.1.1 Pengertian Jembatan...............................................................................5

2.1.2 Klasifikasi Jembatan...............................................................................9

2.2 Bagian – Bagian Jembatan..............................................................................10

2.2.1 Bangunan Atas......................................................................................10

2.2.2 Bangunan Bawah..................................................................................10

2.3 Pembebanan Jembatan....................................................................................11

2.3.1 Bangunan Atas......................................................................................11

2.3.2 Bangunan Bawah..................................................................................16

2.4 Pengujian Jembatan........................................................................................17

2.4.1 Metode Uji Beban Dinamik..................................................................17


xi
2.4.2 Metode Uji Beban Statik......................................................................18

2.4.3 Uji Beban dengan Metode Terintegrasi................................................18

2.5 Structural Health Monitoring System.............................................................18

2.5.1 Parameter yang Diukur.........................................................................19

2.6 Defleksi dan Rotasi Balok Terlentur...............................................................21

2.6.1 Defleksi.................................................................................................21

2.6.2 Deformasi.............................................................................................23

2.6.3 Persyaratan Defleksi pada Jembatan....................................................25

2.7 Regresi Berganda............................................................................................26

2.7.1 Persyaratan untuk Statistik Parameter..................................................26

2.7.2 Hal-Hal Pokok dalam Analisis Regresi................................................27

2.7.3 Bentuk Umum Regresi Berganda.........................................................28

2.7.4 Regresi Berganda Linear......................................................................28

2.7.5 Pembuatan Model Regresi....................................................................29

2.8 Roadmad Penelitian........................................................................................31

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN.....................................................................37


3.1 Pendekatan Penelitian.....................................................................................37

3.2 Prosedur Penelitian.........................................................................................39

3.3 Objek Penelitian..............................................................................................39

3.4 Analisis Struktur Dua Dimensi.......................................................................41

3.5 Analisis Regresi Berganda..............................................................................41

3.6 Analisis Struktur Tiga Dimensi......................................................................43

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN................................................................45


4.1 Data Penelitian................................................................................................45

4.1.1 Data Jembatan.......................................................................................45

4.1.2 Data Aksi Pembebanan.........................................................................47

4.1.3 Tributary Area......................................................................................48

4.2 Pembahasan Dua Dimensi (2D) Pada Jembatan.............................................49

xii
4.2.1 Penempatan Pembebanan Dua Dimensi (2D) Jembatan......................49

4.2.2 Penentuan Lebar Efektif Pelat Lantai...................................................51

4.2.3 Perhitungan Defleksi dan Rotasi Dua Dimensi (2D) Jembatan............52

4.2.4 Regresi Berganda Dua Dimensi Dimensi (2D) Jembatan....................55

4.2.5 Pembahasan Hasil Penelitian Dua Dimensi (2D) Jembatan.................56

4.2.6 Presentase Hasil Persamaan Regresi Dua Dimensi (2D) Jembatan......56

4.3 Pembahasan Tiga Dimensi (3D) Pada Jembatan............................................59

4.3.1 Penempatan Pembebanan Tiga Dimensi (3D) Jembatan......................59

4.3.2 Perhitungan Defleksi dan Rotasi Tiga Dimensi (3D) Jembatan...........64

4.3.3 Regresi Berganda Tiga Dimensi (3D) Jembatan..................................68

4.3.4 Pembahasan Hasil Penelitian Tiga Dimensi (3D) Jembatan................69

4.3.5 Presentase Hasil Persamaan Regresi Tiga Dimensi (3D) Jembatan.....69

4.4 Hasil Defleksi Menggunakan Persamaan Tiga Dimensi Dengan Data Rotasi
Dua Dimensi...................................................................................................71

4.5 Hasil Defleksi Menggunakan Persamaan Dua Dimensi Dengan Data Rotasi
Tiga Dimensi...................................................................................................73

4.6 Pembuktian Desain SAP.................................................................................75

4.6.1 Output SAP...........................................................................................75

4.6.2 Perhitungan Manual..............................................................................76

4.6.3 Perbandingan Output SAP dan Perhitungan Manual beserta


Penjelasannya..................................................................................................78

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN...........................................................................80


5.1 Kesimpulan.....................................................................................................80

5.2 Saran...............................................................................................................80

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................82
LAMPIRAN 1............................................................................................................85

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Konsep Pre-Tensioning............................................................................8


Gambar 2.2 Beban Lajur “D”.....................................................................................13
Gambar 2.3 Intensitas Uniformly Distributed Load (UDL).......................................13
Gambar 2.4 Faktor Beban Dinamis untuk BGT.........................................................14
Gambar 2.5 Pembebanan Truk “T”............................................................................14
Gambar 2.6 Ilustrasi Gaya Geser dan Momen............................................................15
Gambar 2.7 Tiltmeter..................................................................................................20
Gambar 2.8 Balok Sederhana yang Mengalami Lentur..............................................22
Gambar 2.9 Balok yang Mengalami Lentur...............................................................23
Gambar 2.10 Balok Sederhana yang Menahan Beban Merata...................................24
Gambar 2.11 Balok Sederhana yang Menahan Beban Merata...................................24
Gambar 2.12 Ilustrasi Model Regresi Linear.............................................................29
Gambar 3.1 Diagram Alir...........................................................................................37
Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian (Lanjutan)........................................................38
Gambar 3.3 Penampang Melintang Jembatan............................................................40
Gambar 3.4 Detail Penampang Gelagar Jembatan.....................................................40
Gambar 4.1 Potongan Arah X PCI-Girder.................................................................45
Gambar 4.2 Detail Balok Prestress.............................................................................46
Gambar 4.3 Pembebanan Truk “T” 500 kN...............................................................47
Gambar 4.4 Pembebanan Truk 2 As 400 kN..............................................................48
Gambar 4.5 Pembebanan Truk 2 As 800 kN..............................................................48
Gambar 4.6 Tributary Area Jembatan........................................................................49
Gambar 4.7 Balok T...................................................................................................51
Gambar 4.8 Contoh Modeling PB1 2D Jembatan pada SAP2000..............................52
Gambar 4.9 Hasil Defleksi 2D Jembatan dengan SAP 2000......................................53
Gambar 4.10 Hasil Rotasi 2D Jembatan dengan SAP 2000.......................................53
Gambar 4.11 Pembebanan PB1 Dengan 1 Kendaraan Untuk 3D Pada Jembatan......59
Gambar 4.12 Pembebanan PB17 Dengan 2 Kendaraan Untuk 3D Pada Jembatan....59
Gambar 4.13 Pembebanan PB25 Dengan 3 Kendaraan Untuk 3D Pada Jembatan....59
Gambar 4.14 Pembebanan PB29 Dengan 4 Kendaraan Untuk 3D Pada Jembatan....60
Gambar 4.15 Pembebanan PB41 Dengan 5 Kendaraan Untuk 3D Pada Jembatan....60
Gambar 4.16 Pembebanan PB42 Dengan 6 Kendaraan Untuk 3D Pada Jembatan....60
Gambar 4.17 Modelling 3D Jembatan pada SAP2000...............................................65
xv
Gambar 4.18 Ilustrasi Jalur Kendaraan Memanjang..................................................65
Gambar 4.19 Ilustrasi Truk Melintang.......................................................................65
Gambar 4.20 Input Pembebanan Truk “T” 500 kN pada SAP2000...........................66
Gambar 4.21 Nilai Momen dan Gaya Geser Pada Output SAP.................................76
Gambar 4.22 Sketsa Permodelan Perhitungan Manual..............................................77

xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Berat Jenis Bahan.......................................................................................12
Tabel 2.2 Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana.............................................................15
Tabel 2.3 Faktor Distribusi untuk Beban Truk...........................................................16
Tabel 2.4 Rumus – Rumus Deformasi Ujung Balok Akibat Beban Luar..................25
Tabel 2.5 Perbandingan Hasil Dengan Penelitian Sebelumnya..................................31
Tabel 4.1 Data Jembatan.............................................................................................45
Tabel 4.2 Dimensi Balok Prestress.............................................................................46
Tabel 4.3 Beton Girder Prategang..............................................................................46
Tabel 4.4 Beton Slab Lantai Jembatan.......................................................................47
Tabel 4.5 Penempatan Posisi Pembebanan Untuk 2D Jembatan................................49
Tabel 4.6 Penentuan Lebar Efektif Pelat Lantai.........................................................51
Tabel 4.7 Hasil Defleksi dan Rotasi pada Analisa Dua Dimensi (2D) Jembatan.......54
Tabel 4.8 Hasil Uji Regresi Linear Berganda Dua Dimensi (2D) Jembatan..............55
Tabel 4.9 Hasil Uji Koefisien Determinasi Dua Dimensi (2D) Jembatan..................56
Tabel 4.10 Pengecekan Hasil Persamaan Regresi Dua Dimensi (2D) Jembatan.......57
Tabel 4.11 Penempatan Posisi Pembebanan Truk Untuk 3D Jembatan.....................61
Tabel 4.12 Hasil Defleksi dan Rotasi pada Analisa Tiga Dimensi (3D) Jembatan....66
Tabel 4.13 Hasil Uji Regresi Linear Berganda Tiga Dimensi (3D) Jembatan...........68
Tabel 4.14 Hasil Uji Koefisien Determinasi Tiga Dimensi (3D) Jembatan...............68
Tabel 4.15 Pengecekan Hasil Persamaan Regresi Tiga Dimensi (3D) Jembatan.......70
Tabel 4.16 Hasil Defleksi Persamaan Tiga Dimensi Menggunakan Data..................71
Tabel 4.17 Hasil Defleksi Persamaan Dua Dimensi Menggunakan Data..................73
Tabel 4.18 Perbandingan Output SAP dan Perhitungan Manual...............................78

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jarak Pembebanan Truk Pada 3D Jembatan ........................................L1

xviii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aktivitas transportasi memerlukan infrastruktur pendukung, salah satu yang
penting adalah jembatan. Jembatan adalah sebuah struktur penghubung lembah /
laut / sungai / jurang / laut yang dapat mempercepat waktu tempuh transportasi darat
jika dibandingkan memutar jarak yang lebih jauh, atau bahkan dengan menggunakan
transportasi laut sekalipun. Dalam kasus pada jalan perkotaan, jembatan dapat
dimanfaatkan sebagai infrastruktur pada simpangan tidak sebidang, supaya pengguna
jalan dapat melewatinya tanpa harus melalui simpangan tersebut, serrta juga
diperbolehkan dilewati untuk pejalan kaki untuk mengurangi hambatan simpangan.
Dalam penulis tugas akhir ini akan difokuskan pada analisa defleksi dan rotasi pada
struktur jembatan. (Supriyadi dkk, 2007)
Jembatan merupakan infrastruktur yang mengalami beban dinamis dan
berulang dalam jangka waktu yang panjang, sehingga mengalami penurunan kondisi
dari waktu ke waktu. Perlu dilakukan upaya pemantauan kondisi struktur jembatan
untuk memastikan bahwa jembatan berada dalam kondisi layak dengan sistem
bernama Structural Health Monitoring System (SHM) atau Sistem Pemantau
Kesehatan Struktur yang bertujuan untuk memperoleh informasi layak bangunan
sipil secara berkelanjutan (baik dalam kondisi berubah berangsur atau berubah
mendadak) berupa beban yang bekerja serta respon mekaniknya (Akimov dkk,
2013).
Berbagai bentuk pemantauan SHM telah diterapkan sejak 50 tahun terakhir,
namun baru dekade terakhir dilakukan penerapan sistem pemantauan berbasis sistem
komputer untuk memastikan diperolehnya informasi yang tepat waktu, berkelanjutan
dan ekonomis. Salah satu manfaat dari SHM ialah mampu mendeteksi secara dini
kerusakan yang terjadi pada struktur kontruksi/infrastruktur, sehingga dapat
mencegah terjadinya beberapa kerusakan fatal seperti ambles pondasi bangunan dan
runtuhnya jembatan. (Sutresman dkk, 2012).
Sampai saat ini, struktur yang dipantau dan diuji semakin banyak. Hal
tersebut berdampak pada pengetahuan tentang perilaku struktur yang semakin
meningkat juga. Defleksi, regangan serta rotasi yang diukur selama uji beban dan
pemantauan jangka panjang dari struktur tersebut dapat digunakan untuk mendeteksi
tanda - tanda perubahan yang dapat merugikan struktur tersebut. Perkembangan dan
keberhasilan implementasi sistem pemantauan struktur jangka panjang pada
jembatan telah banyak dilaporkan oleh peneliti. Pada beberapa tahun terakhir
tilitmeter (disebut juga inclinometer) banyak dimanfaatkan untuk pemantauan
kontruksi, penguji struktur serta pemantauan kinerja jangka panjang jembatan
dengan mengedepankan metode sederhana dengan biaya yang terjangkau. (Ozakgul
dkk., 2009).
Defleksi dan rotasi yang berlangsung pada struktur jembatan adalah sesuatu
hal yang perlu dikontrol dengan baik. Berdasarkan berbagai peraturan nasional,
untuk membatasi defleksi yang dapat berpengaruh pada kemampuan dan kekuatan
fungsi struktur jembatan batang beton struktural pada jembatan perlu didesain supaya
memiliki kekakuan yang cukup (Souza dkk, 2013).
Metode pengukuran defleksi jembatan dengan menggunakan data rotasi dari
tiltmeter (inclinometer) dinilai cukup menjanjikan, praktis, murah dan sederhana
untuk mengukur defleksi statis dan dinamis dari bentang jembatan di bawah beban,
bahkan untuk bentang jembatan yang melintasi ketinggian. Metode ini tidak
memerlukan posisi pengamatan tetap karena tiltmeter dipasang di jembatan secara
langsung yang sangat meningkatkan efisiensi pengukuran. Hasil yang diperoleh
menunjukan bahwa metode rotasi adalah metode potensial untuk mengukur defleksi
jembatan, sehingga tiltmeter memiliki nilai aplikasi teknik yang signifikan dan masa
depan yang menjanjikan dengan hasil pendekatan (Hou dkk., 2005).

1.2 Rumusan Masalah


Berikut rumusan masalah yang dapat digunakan pada penelitian ini:
a. Apakah data rotasi untuk jembatan dapat digunakan untuk memperkirakan
tingkat akurasi defleksi?
b. Apakah jumlah tiltmeter mempengaruhi tingkat akurasi persamaan defleksi –
rotasi?
c. Bagaimana tingkat akurasi persamaan defleksi – rotasi yang dihasilkan
melalui analisa dua dimensi (2D) dan dibandingkan dengan analisa struktur
tiga dimensi (3D)?

1.3 Batasan Masalah


Penulis Skripsi ini memiliki tujuan sebagai mana diungkapkan dengan
batasan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah:
3

a. Penelitian dilaksanakan dengan mengambil data jembatan PCI girder yang


terletak di proyek Jembatan Sel Tebing Rumbih Barito Kuala, Kalimantan
Selatan;
b. Rotasi dan defleksi yang di dapat melalui analisa struktur dua dimensi (2D)
satu girder dengan perhitungan manual diperoleh melalui penerapan beberapa
posisi beban pada jembatan;
c. Persamaan defleksi dan rotasi dari beberapa posisi beban didapat dengan
implementasi regresi berganda yang dihitung dengan menggunakan piranti
lunak statistika;
d. Persamaan defleksi – rotasi di verifikasi dengan analisis struktur 3D
menggunakan piranti lunak analisis struktur SAP2000.

1.4 Tujuan Penelitian


Berikut merupakan tujuan dari penelitian ini:
a. Untuk mengetahui rata – rata selisih antara persamaan defleksi-rotasi
jembatan analisa struktur dua dimensi (2D) dengan analisa struktur tiga
dimensi (3D);
b. Mengetahui hubungan antara defleksi dan rotasi untuk membuat persamaan;
c. Menguji apakah dapat mencari nilai lendutan dari data rotasi dari uji
tiltmeter.

1.5 Manfaat Penelitian


Berikut manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini:
a. Mengusulkan metode baru yang lebih sederhana, praktis, dan berbiaya rendah
untuk mengukur defleksi jembatan dengan data rotasi;
b. Memberikan informasi dan pemahaman yang lebih baik tentang korelasi data
defleksi-rotasi pada jembatan;
c. Memberikan informasi tingkat akurasi analisis dua dimensi dibandingkan
analisis struktur tiga dimensi dalam memperkirakan defleksi berdasarkan
rotasi.

1.6 Sistematika Penulisan


Berikut merupakan sistematika penulisan penelitian ini:
a. BAB 1 - Pendahuluan
4

Bagian berisi informasi dasar pada penelitian ini. Seperti: latar belakang,
rumusan permasalahan, batasan masalah, tujuan penelitian, dan hipotesis;
b. BAB 2 – Landasan Teori
Bagian ini berisi tentang tinjauan pustaka dan landasan teori atau dasar teori
yang berkaitan dengan topik penelitian;
c. BAB 3 – Metodologi Penelitian
Bagian ini membahas tahapan penelitian yang digunakan dalam menjalankan
penelitian. Lalu dituangkan dalam bentuk diagram alir;
d. BAB 4 – Analisis dan Pembahasan
Bagian ini membahas proses analisa berdasarkan data-data yang telah
dikumpulkan;
e. BAB 5 – Simpulan dan Saran
Bagian ini membahas mengenai kesimpulan dari hasil penelitian dan saran
penulis terhadap pembaca hasil penelitian ini.
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Umum
Jembatan ialah infrastruktur terpenting bagi manusia. Pada tahun 2650 SM,
Raja Manes dari Mesir membangun jembatan pertama di sungai Nil dan pada tahun
556 SM, Raja Alexander dari Cyprus membangun jembatan terapung yang terbuat dari
rangkaian perahu untuk menyebrangkan tentara pada masa perang, sedangkanpada
tahun 738 SM, Ratu Semiwaris dari Babilonia membangun jembatan kayu di sungai
Efhrat yang disusun oleh Diodrons Sirculus. Oleh sebab itu pada jaman dahulu
jembatan dibangun untuk menyebrangi sungai kecil dengan menggunakan balok kayu
atau batang pohon yang besar dan kuat.
Perkembangan jembatan yang semakin maju menghasilkan alternatif baru
seperti penggunaan material batu maupun kayu yang dipadukan dengan baja ataupun
besi. Pembangunan jembatan beton pertama terjadi di Inggris di sungai Sevenr pada
tahun 1776, dan pembangunan dengan material baja pada jembatan gelagar pada tahun
1824 di Dublinn Drogheda.

2.1.1 Pengertian Jembatan


Menurut UU No.38 Tahun 2004, Dalam mendorong pembangunan lingkup
sosial, ekonomi dan budaya agar tercapainya pemerataan pembangunan pada suatu
daerah perlunya pembangunan infrastruktur seperti Jalan dan jembatan sebagai sistem
transportasi nasional. Jembatan tergolong banguan prasarana lalu lintas darat dengan
kontruksi terdiri dari pondasi, sstruktur bangunan bawah dan struktur bangunan atas.
Kontruksi jembatan yaitu suatu kontruksi bangunan pelengkap sarana transportasi
jalan yang menghubungkan suatu daerah ke daerah yang lain yang dapat dilintasi oleh
suatu benda yang bergerak. Jembatan merupakan bangunan yang tidak dapat diubah-
ubah seperti gedung pada umumnya karena memerlukan modal yang besar sertadapat
berpengaruh bagi jalannya lalu lintas sekitar pada proses pengerjaan.
Perkembangan lalu lintas yang semakin meningkat membuat jembatan tidak
sanggup menahan beban volume lalu lintas, dengan begitu dilakukan persiapan berupa
umur rencana dan desain jembatan agar dapat dilakukan pelebaran jalan dikemudian
hari, sehingga dapat dikerjakan dengan pelaksanaan yang efisien dari segi biaya serta
efektif mutu dan waktu yang telah ditentukan. Desain jembatan dirancang sesuai
kategori, umumnya minimum umur jembatan mencapai 50 tahun hingga ratusan tahun.
Selain faktor kekuatan dan kemampuan untuk melayani beban lalu lintas, faktor
pemeliharaan yang baik perlu diperhatikan.
Ada sejumlah jenis yang berbeda dari jembatan gelagar, dari segi akses jenis
tiang penyokong yang terletak pada tengah bentang maupun dari transportasi kepada
lapangan, penentuan pemilihan jembatan yang digunakan tergantung pada
pertimbangan ekonomi serta faktor dari kondisi area kontruksi. Umumnya jembatan
gelagar merupakan jembatan yang dibangun dari balok-balok yang ditempatkan pada
abutment dan tiang jembatan (pier). Berdirinya dek jembatan untuk proses lalu
lintasnya dilakukan pada lantai dasar yang terletak diatas balok penopang.

2.1.1.1 Plate Girder


Plate girder dibuat untuk mencapai penataan bahan yang lebih efisien
dibandingkan dengan balok profil pabrikasi. Plate girder merupakan suatu balok
pemyusun dari sejumlah elemen pelat dan penggunaan mesin penyambung dipakai
untuk pelat dapat digabung. Gelagar lantai gedung umumnya menggunakan Plate
girder, gelagar crane bangunan gedung dan gelagar jembatan. Bobot yang diterima
oleh girder akan besar hingga apabila profil yang digunakan merupakan hasil fabrikasi
maka berat sendiri dihasilkan yaitu dengan cara menaikan profil.
Umumnya jembatan KA dengan beban berat, perkuatan di sejumlah bagian
pelat girder sampai dengan 200 m, pelat yang digunakan biasanya pada bentang 15
hingga 40 m. Sedangkan penggunaan plate girder akan jauh ekonomis untuk jembatan
jalan rata pada bentang lebih dari 24m. Untuk daerah dengan gaya geser tinggi, maka
penampang pelat dapat dibuat dengan ketebalan pelat badan tebal dan pelat sayap tipis
dan pada daerah dengan gaya momen tinggi, maka pelat dapat dirangakai dengan pelat
tipis dan pelat yang tebal.
Selain variasi yang terletak pada bentuk penampang, variasi mutu pelat
pembentuk sayap dan badan juga mungkin dihasilkan oleh plate girder. untuk daerah
dengan gaya momen tinggi, maka mutu pelat badan lebih rendah dibandingkan mutu
pelat sayap dan untuk daerah yang dominan memiliki gaya geser maka mutu pelat
sayap dibuat lebih rendah dibandingkan mutu pelat badan.

2.1.1.2 Box Girder


7

Box girder merupakan salah satu penggunaan metode pada jalan layang yang
biasa digunakan. Pengertian box girder pada jalan layang yaitu span dari jalan layang
dimana balok utama terdiri dari balok – b alok beton pratekan / baja struktural /
komposi baja dalam bentuk kotak berongga. Metode penggunaan box girder pada
proyek jalan layang dikerjakan menggunakan alat dan teknologi yang canggih.
Tipe ini memiliki bentang dari 12 hingga 30 meter dan umumnya di desain
sebagai struktur menerus diatas kolom serta memiliki adanya keunggulan yaitu kuat
terhadap gaya torsi.

2.1.1.3 Prestressed Concrete Bridges


Prestressed concrete bridges atau jembatan beton pratekan memberikan gaya
tekan tambahan pada struktur untuk mengurangi material dan menghilangkan tenaga
internal pada beton. Beton prategang adalah jenis beton dengan tegangan dalam yang
besar, distribusinya masuk akal dan dapat menahan tegangan yang timbul oleh beban
luar hingga batas tertentu. Pada beton bertulang, prategang biasa diterapkan dengan
tegangan. Gaya tekan yang ditimbulkan akibat reaksi besi beton, sehingga mengurangi
retak, segmen beton prategang akan lebih kuat dari segmen beton bertulang biasa.
Beton prategang punya banyak keunggulan, salah satu darinya ialah kondisi
bentang dan beban yang sama tingginya lebih kecil dari pada beton bertulang, karena
pada biasanya besar elemen beton prategang adalah 65% sampai 80% dari tinggi
tulangan beton struktur.
Teruntuk jembatan beton prategang, prategang awal akan diberikan dan
prategang awal ini akan bereaksi akibat beban. Jembatan beton pratekan dapat
diimplementasikan dalam dua sistem, diantaranya:
a. Pra-pengencangan adalah tahapan pertama menggunakan beton pra-tegang
dengan kabel tendon. Batang penguat disiapkan pada jangkar gerak (live
anchor), dan jangkar tetap (fixed anchor) terlebih dahulu, dan kemudian
dongkrak digunakan untuk menarik jangkar bergerak untuk kabel tendon lebih
panjang. Dongkrak tersebut dilengkapi dengan alat pengukur tekanan untuk
menentukan gaya yang dihasilkan. Setelah gaya yang dibutuhkan tercapai,
beton dituang. Setelah beton mencapai umur yang cukup, kabel dilepaskan
perlahan dan kedua jangkar dipotong. Setelah tarikan awal menyebabkan
panjangnya bertambah, kabel tendon akan mencoba kembali kebentuk aslinya.
Inilah penyebab tekanan internal beton. Oleh karena itu, sistem praktis
8

mengandalkan retakan yang terjadi antara baja dan batang baja di sekitarnya.
Hal terpenting ialah setiap tendon harus terhubung di sepanjang tubuh. Setelah
beton mengeras, untaian baja dilepaskan dan gaya dipindahkan ke beton
dengan pretensi dan prategang. Adapun salah satu ilustrasinya dapat dilihat
pada Gambar 2.1 berikut ini:

Gambar 2.1 Konsep Pre-Tensioning


(Sumber:
http://dc435.4shared.com/doc/WewLITgl/preview_html_m72a6766d.gif)

b. Pasca tegangan adalah metode yang digunakan untuk memperkuat bendungan


beton, prategang melingkar, tangki beton besar, pelindung bios ganda dan
reaktor nuklir, dan jembatan bentang panjang. Dalam sistem ini, tendong
prategang ditempatkan didalam pipa setelah beton dikeraskan, dan prategang
dipindahkan dari tendon ke beton dengan penahan di ujung balok.

2.1.1.4 Rolled Steel Girder


Perbandingan antara material lain seperti kayu maupun beton, baja memiliki
kekuatan ulet dan kekerasan yang lebih tinggi, sehingga baja merupakan material
utama yang penting digunakan dalam struktur jembatan. Jembatan Girder baja adalah
struktur jembatan yang sederhana dan umum digunakan, ini terdiri dari balok lantai
dan bantalan kursi. Balok baja terbagi menjadi dua jenis, yaitu balok baja komposit
dan balok baja non komposit. Balok baja komposit dapat dilihat dari balok baja yang
bekerja dengan pelat beton (sambungan geser). Pada saat yang sama, balok baja non
komposit dapat dilihat dari balok baja dan pelat beton. Pada dasarnya profil baja yang
umum digunakan adalah profil baja I.
9

2.1.2 Klarifikasi Jembatan


Ditinjau dari berbagai aspek, maka jembatan diklarifikasikan atas:
a. Berdasarkan material yang digunakan
 Jembatan komposit;
 Jembatan beton bertulang;
 Jembatan beton prategang;
 Jembatan balok baja;
 Jembatan kayu.
b. Berdasarkan bentuk struktur kontruksi
 Jembatan Penahan kabel (cable-stay bridge);
 Jembatan gantung (suspension bridge);
 Jembatan kerangka (truss bridge);
 Jembatan baja berdinding penuh (Plate girder bridge);
 Jembatan portal (rigid frame bridge);
 Jembatan gelagar segmental beton atau beton pratekan;
 Jembatan lengkung (arch bridge);
 Jembatan penyangga (cantilever bridge);
 Jembatan gelagar biasa (beam bridge);
 Jembatan batang kayu (log bridge).
c. Berdasarkan Analisa Struktur (Statika Kontruksi)
 Jembatan statis tak tentu;
 Jembatan statis tertentu.
d. Berdasarkan fungsinya
 Jembatan bagi lalu lintas kereta (Railway bridge);
 Jembatan bagi lalu lintas biasa untuk umum (highway bridge);
 Jembatan bagi pejalan kaki (Foot Path);
 Jembatan khusus, misalnya untuk pipa-pipa air minum, pengairan, pipa
gas;
 Jembatan dengan fungsi ganda, seperti untuk lalu lintas kendaraan roda
empat dan kereta api.
e. Berdasarkan Sifat - Sifatnya
10

 Jembatan darurat atau sementara;


 Jembatan bergerak;
 Jembatan permanen atau tetap.
f. Berdasarkan letak dan posisinya
 Jembatan di atas saluran sungai, saluran irigasi atau drainase;
 Jembatan di atas perairan;
 Jembatan di atas lembah;
 Jembatan di atas jalan yang sudah ada.
g. Berdasarkan letak lantainya
 Jembatan dengan lantai kendaraan di atas;
 Jembatan dengan lantai kendaraan di bawah;
 Jembatan dengan lantai kendaraan di tengah.

2.2 Bagian – Bagian Jembatan


Jembatan dapat dibagi menjadi dua bagian, ialah sebagai struktur atas dan
struktur bawah. Oleh karena itu, pada saat memilah komponen-komponen struktur
jembatan beton akan memiliki fungsinya masing-masing, seperti pada penjelasan
dibawah ini:
2.2.1 Bangunan Atas
Struktur jembatan teruntuk bangunan atas digunakan untuk menerima beban
langsung, antara lain beban sendiri, beban statis tambahan, beban lalu lintas
kendaraan, gaya pengereman, beban pejalan kaki, dll. Struktur jembatan pun terdiri
diantaranya:
a. Balok girder;
b. Pelat lantai kendaraan;
c. Trotoar;
d. Balok diafragma;
e. Parapet atau sandaran.

2.2.2 Bangunan bawah


Struktur jembatan pada bagian bawah bangunan dapat menahan semua beban
struktur atas jembatan, termasuk beban hidup dan beban statis, serta beban lain yang
diakibatkan oleh tekanan tanah, aliran dan arus air, benturan, gaya pengereman, beban
11

seismik, dll sebagai fondasi yang tersalurkan ke tanah, jenis-jenis struktur pada bawah
jembatan biasanya meliputi:
a. Pilar
 Pilar yang berupa dinding, kolom atau portal;
 Kepala Pilar (pilar head);
 Poer (Pile cap);
 Tumpuan (bearing);
 Pondasi.
b. Abutment
 Dinding belakang (Back wall);
 Dinding sayap (Wing wall);
 Dinding penahan (Longitudinal stopper);
 Tumpuan (bearing);
 Pelat injak (Approach slab);
 Poer (Pile cap);
 Pondasi.

2.3 Pembebanan Jembatan


Dalam perencanaan jembatan, penting untuk memperhatikan beban
yang muncul pada jembatan. Beban ini akan mempengaruhi ukuran struktur
jembatan dan jumlah batang baja yang digunakan. Pada aturan RSNI T-02-
2005, peraturan yang berisi tentang standar beban untuk tindakan (aksi beban)
diklasifikasikan menurut bagian jembatan, yaitu:

2.3.1 Bangunan atas


Dalam perencanaan bangunan diatas jembatan, beban yang bekerja diantaranya
sebagai berikut:

2.3.1.1 Beban mati


Beban statis mengacu pada berat material jembatan dan material penyusun
struktur , ditambah berat elemen struktur yang menopang dan memperbaikinya. Pada
bangunan atas beban statik meliputi beban diafragma, balok, lantai kendaraan dan
12

beban dinding penahan dan berikut merupakan kumpulan jenis berat yang terdapat
pada tabel berikut ini:
Tabel 2.1 Berat Jenis (Material)
Jenis Material Berat Jenis (kN/m3)
Lapisan permukaan beraspal 22,00
Timbunan tanah dipadatkan 17,20
Krikil dipadatkan 22,70
Aspal beton 22,00
Beton 25,00
(Sumber: RSNI T-02-2005 pasal 5)

2.3.1.2 Beban Statik Tambahan


Beban statik tambahan adalah berat semua material yang membentuk beban
pada jembatan, beban ini merupakan elemen non struktural yang ukurannya akan
berubah sepanjang umur jembatan. Jembatan tersebut direncanakan mampu menahan
beban tambahan seperti kumpulan air hujan yang tergenang dan lapisan aspal.

2.3.1.3 Beban Lalu Lintas


a. Beban jalur “D” adalah beban lalu lintas yang terdiri dari beban jalur D dan
beban truk T. Beban jalur D melintasi seluruh lebar ruas jalan kendaraan di
jembatan dan menghasilkan efek yang setara dengan rantai kendaraan
sebenarnya di jembatan. Truk T dimuat dengan kendaraan berat dengan tiga as,
yang ditempatkan dimanapun pada jalan yang direncanakan. Umumnya, beban
D akan ditetapkan sebagai bentang sedang hingga panjang dan beban T akan
diidentifikasi sebagai bentang pendek dan sistem tanah. Beban jalur D terdiri
dari beban merata (BTR) dan beban garis tengah (BGT). (Pasal 6.3 dari RSNI
T-02-2005). Salah satu ilustrasinya dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini:
13

Gambar 2.2 Beban Lajur “D”


(Sumber: RSNI T-02-2005)
 Beban ekivalen/ terbagi rata (BTR), yaitu beban lajur D bekerja pada
seluruh lebar lajur kendaraan dan berdampak pada balok penopang.
Efeknya sama dengan kumpulan kendaraan yang sebenarnya. Intensitas
beban D terdiri dari beban seragam dan beban terkonsentrasi. Kekuatan
beban seragam adalah q kPa. Adapun untuk memperoleh nilai q dapat
dilihat pada rumus 2.1 dan rumus 2.2 dibawah ini:
q =9 untuk L < 30 m ...................................(2.1)
q = 9.(1. 15/L) untuk L > 30 m ...................................(2.2)
adapun salah satu ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut ini:

Gambar 2.3 Intensitas Uniformly Distributed Load (UDL)


(Sumber: RSNI T-02-2005)

 Beban Garis Terkonsentrasi/Terpusat (BGT) yaitu beban BGT


beban jalur, yaitu beban yang berjalan di atas lantai kendaraan. Beban
14

BGT yang dihitung adalah 49 kN/m. Beban BGT harus dikalikan


dengan shock factor (DLA). Faktor beban dinamis (DLA) yang
dimasukan sebagai faktor digunakan untuk mewakili faktor dampak
beban dinamis. Salah satu ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 2.4
dibawah ini:

Gambar 2.4 Faktor Beban Dinamis untuk BGT


(Sumber: RSNI T-02-2005)

b. Beban Truk “T” yaitu muatan truk T, mengacu pada berat dengan tiga as
yang ditempatkan di beberapa posisi, dan digunakan untuk menganilisis pelat
jalan. Beberapa ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 2.5 dan gambar 2.6 seperti
gambar berikut:

Gambar 2.5 Pembebanan Truk “T”


(Sumber: RSNI T-02-2005)
15

Gambar 2.6 Ilustrasi Gaya Geser dan Momen


(Sumber: RSNI T-02-2005)

adapun macam-macam jumlah jalur lalu lintas rencana dapat dilihat pada tabel
2.2 berikut ini:
Tabel 2.2 Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana
Lebar Jalan Kendaran Jumlah Lajur Lalu
Jenis Jembatan
Jembatan (m) Lintas Rencana
Lajur tunggal 4,0 – 5,0 1
Dua arah, tanpa 5,5 – 8,25 2
median 11,25 – 15,0 4
Jalan kendaran 10,0 – 12,9 3
11,25 – 15,0 4
majemuk
15,1 – 18,75 5
18,8 – 22,5 6
(Sumber: SNI T-02-2005)

Beban truk pada jembatan merupakan beban dinamis yang dipikul oleh struktur
jembatan. Tabel 2.3 berikut mencantumkan koefisien distribusi pemuatan truk
yang diantaranya:

Tabel 2.3 Faktor Distribusi untuk Beban Truk


Jembatan Jalur Jembatan Jalur
Jenis Bangunan Atas
tunggal Majemuk
Pelat lantai beton diatas:
16

Balok baja I atau balok S / 4,2 S / 3,4


baja pratekan Bila S > 3,0 m Bila S > 4,3 m
S / 4,0 S / 3,6
Balok beton bertulang T
Bila S > 1,8 m Bila s > 3,0 m
Balok kayu S / 4,8 S / 4,2
Bila S > 3,7 m Bila s > 4,9 m
Lantai papan kayu S / 2,4 S / 2,2
Lantai baja gelombang
S / 3,3 S / 2,7
tebal 50 mm atau lebih
Kisi-kisi baja:
Kurang dari 100 mm S / 2,6 S / 2,4
S / 3,6 S / 3,0
Tebal 100 mm atau lebih
Bila S > 3,6 Bila S > 3,2 m
(Sumber: SNI – T-02-2005)
Keterangan:
 Beban tiap balok merupakan reaksi dari beban roda kendaraan, dengan
asumsi bahwa lantai antar balok adalah balok sederhana;
 S adalah jarak rata-rata antarasetiap balok.

2.3.2 Bangunan Bawah.


Dalam perencanaan bagian bawah struktur, struktur bangunan harus mampu
menahan beban struktur dari supertruktur (beban atas dan bawah) itu sendiri. Beban
pada substruktur tersebut adalah sebagai berikut:

2.3.2.1 Beban Mati


Pada bangunan beban statik dan beban struktur bagian atas, beban dermaga itu
sendiri meliputi: tiang (kepala jembatan) dan bangunan pelengkapnya yaitu dinding
sayap (wing walls) dan pelat tapak.

2.3.2.2 Beban Rem


Efek percepatan dan pengereman lalu lintas harus dianggap sebagai gaya
longitudinal. Untuk jembatang dengan bentang kurang dari 80 meter, beban
pengereman dihitung berdasarkan aturan RSNI T-02-2005 dengan nilai 250kN. Untuk
bentang lainnya dapat dilihat pada grade RSNI T-02-2005 dengan membatasi faktor
beban 2.0.

2.3.2.3 Beban Angin


17

Beban angin pada struktur bagian bawah bangunan adalah beban angin yang
berdampak di sepanjang sisi-sisi struktur atas konstruksi jembatan. Beban angin yang
dihitung menurut pasal 7.6 RSNI T-02-2005 dapat dilihat pada rumus 2.5 berikut ini:
TEW = 0,0006 x Cw x (Vw)2 x Ab ……………………………………………...(2.5)
Dimana:
Cw = Koefisien serat;
Ab = Luas sisi (m2);
Vw = Kecepapatan angin rencana (m/det).

2.4 Pengujian Jembatan


Setelah usai pengerjaan konstruksi jembatan, maka perlu ditentukan apakah
jembatan mampu menahan segala kondisi beban yang sudah di rencanakan, sehingga
perlu dilakukan pengujian jembatan di lokasi sesuai kondisi yang telah direncanakan.
Beberapa metode digunakan dalam pengujian bridging, termasuk diantaranya:

2.4.1 Metode Uji Beban Dinamik


Metode tes uji pada beban dinamis adalah mengukur karakteristik dinamik atau
getaran jembatan saat kendaraan melintas, sehingga dapat diketahui daya dukung
jembatan pada saat bersamaan, karena dapat menunjukan perubahan fisik jembatan,
seperti frekuensi secara alami.
Frekuensi alami struktur bangunan adalah getaran pada struktur yang
diakibatkan pada saat struktur tidak menerima gaya luar. Frekuensi alami struktur
dipengaruhi oleh karakteristik internal struktur (kekakuan dan kualitas struktur).
Kecuali jika kekakuan dan kualitas struktur berubah, frekuensi alami struktur tidak
akan berubah. Kerusakan struktur akan menyebabkan kekuannya berkurang. Ini secara
langsung akan mempengaruhi nilai frekuensi alaminya. Oleh karena itu, frekuensi
naturak dapat menjadi indikator yang baik atas kerusakan yang dialami oleh sistem
struktur, sehingga metode ini dapat digunakan sebagai proses verifikasi kualitas
pemeliharaan jembatan.

2.4.2 Metode Uji Beban Statik


Metode uji statik yaitu dengan menempatkan beban truk pada posisi dimana
gaya internal kritis dibangkitkan, maka dilakukan metode uji beban statik untuk
menentukan kapasitas beban jembatan, kemudian diukur regangan dan defleksi
18

maksimum dari struktur bangunan atas.Tujuan dari metode ini adalah untuk
mengetahui nilai kekuatan awal sebenarnya dari jembatan yang sedang digunakan,
yang nantinya dapat diverifikasi dengan nilai desain teoritis. Proses penerapan beban
disebut fase pemuatan, dan proses pegurangan beban disebut fase bongkar. Pengujian
metode beban statik mengenakan sensor sebagai alat uji.

2.4.3 Uji Beban dengan Metode Terintegritas.


Penggunaan metode terintegrasi untuk menguji beban jembatan telah banyak
digunakan. Pengujian dilakukan untuk mendapatkan model yang sesuai, atau dengan
kata lain pengujian tersebut dilakukan untuk mengkalibrasi model. Model yang
dimaksud adalah jembatan, dan program dapat membantu dalam permodelan dalam
model ini. Metodenya sendiri merupakan kombinasi dari hasil uji yang dilaksanakan di
lapangan dan permodelan yang dilakukan dalam program.

2.5 Struktur Health Monitoring System


Struktur sistem pemantauan kesehatan (Struktur health monitoring system-
SHMS) adalah area baru deteksi kerusakan dengan metode pengujian non-destruktif
yang memantau kesehatan jembatan secara menyeluruh atau sebagian dengan
mengintegrasikannya dengan struktur yaitu, kegiatan pengecekan perilaku struktur
jembatan. Dalam prosesnya, data struktur diukur dan dicatat sebagai penilaian
terhadap struktur yang dipantau, untuk memastikan bahwa jembatan selalu digunakan
dengan memeriksa kondisi pengoperasian secara cermat dan efektif, struktur jembatan
dan mengevaluasi kinerjanya dibawah berbagai beban, untuk mendeteksi kerusakan
atau pelapukan dan menentukan kesehatan struktur. Ruang lingkup pengujian
jembatan adalah pada area pemantauan struktur, hasil analisis kekakuan struktur atas
yang sebenarnya dapat digunakan untuk kendaraan lain dengan perubahan beban
untuk menentukan batas beban maksimum.
Secara umum tujuan dari pembentukan sistem pemantauan kesehatan struktural
adalah sebagai berikut ini:
a. Menyediakan data respon dinamis dari struktur jembatan untuk memverifikasi
asumsi desain untuk gempa, angin, dll;
b. Menyediakan data untuk mengevaluasi keandalan bangunan dan arus lalu lintas
setelah badai dan gempa bumi;
19

c. Membuat sistem pemantauan yang andal untuk kondisi operasi jembatan,


dengan fungsi inspeksi sendiri untuk memantau setiap kalainan dalam sistem;
d. Menyediakan data untuk memperkirakan kerusakan struktural dan penurunan
kinerja jembatan untuk menentukan jadwal pemeriksaan dan pemeliharaan
secara rutin;
e. Menyediakan data untuk analisis dan penilaian kesehatan struktural.

2.5.1 Pengukuran parameter


Parameter yang diukur bergantung pada tingkat kritis komponen infrastruktur
yang perlu dipantau. Biasanya dengan menempatkan sensor jenis tertentu pada posisi
kunci yang perlu diamati sesuai dengan parameter yang akan diukur, parameter yang
diukur antara lain regangan, tegangan, deformasi dan getaran.
Untuk mengukur getaran sensor akselerometer di jembatan pada lapangan.
Untuk mengukur tegangan, alat pengukur regangan dipasang pada balok baja dan
balok beton. GPS digunakan untuk mengukur deformasi, selain alat seperti GPS juga
digunakan untuk sinkronisasi waktu (time stapm). Sensor elektromagnetik digunakan
untuk mengukur tegangan kabel. Pada penelitian kali ini akan dibahas defleksi dan
putaran jembatan uji sensor, yang akan dijelaskan dibawah ini:

2.5.1.1 Tiltmeter
Tiltmeter digunakan untuk mengukur rotasi (kemiringan) dari bidang yang
terdapat di jembatan seperti pier, retaining wall, abutment, pelat lantai, dan tiltmeter
juga dapat digunakan untuk mengukur kemiringan pondasi. Sensor pada alat tiltmeter
bekerja dengan menerima frekuensi yang sensitif terhadap perubahan kemiringan
horizontal dan vertikal. Desain tiltmeter mencakup inti detektor sudut (C) yang
diturunkan dari torsi lentur. Tiltmeter biasa digunakan untuk pengukuran defleksi
dengan memanfaatkan data lain untuk mengukur defleksi yaitu dengan data rotasi
(putaran sudut). Adapun salah satu ilustrasi bentuk dapat dilihat pada Gambar 2.7
berikut ini:
20

Gambar 2.7 Tiltmeter


(Sumber: Bridge Diagnostics, Inc)

Rakitan pada elemen sensor yang ditanggguhkan (A) akan pindah ke tiltmeter
karena beban yang menyebabkan torsi. Hasil pergerakan komponen tersebut dideteksi
oleh komponen sensor (B), kemudian dihasilkan sinyal satu arah. Metode pemasangan
tiltmeter dilakukan dengan menggunakan resin epoksi untuk memasang sensor pada
jarak tertentu dari jembatan. Sinyal satu arah diterima oleh generator torsi, dan
kemudian sensor torsi menggerakan unit sensor yang ditangguhkan melawan arah
gravitasi untuk mengembalikannya ke posisi semula, dan sinyal tegangan
menghasilkan nilai rotasi berlawanan arah jarum jam. Saat getaran terjadi akibat beban
truk yang melintasi jembatan, maka tegangan yang dihasilkan oleh sensor akan diubah
menjadi data digital berupa notepad dan dimasukan ke komputer untuk di kalibrasi
derajat.

2.5.1.2 Global Positioning System (GPS)


Global Positioning System telah digunakan untuk memantau deformasi
jembatan besar selama lebih dari 20 tahun. Dengan kemajuan teknologi perangkat
GPS dan algoritma pemrosesan data, khususnya dalam peningkatan tingkat
pengambilan data (sampling rate) serta kehadiran real-time kinematic (RTK) GPS,
kini GPS sekarang secara aktif digunakan untuk mengukur respons perpindahan statis
dan dinamis dari jembatan bentang panjang dibawah beban yang berubah-ubah.

2.5.1.3 Deflection Multi Meter (DMM)


21

Defleksi Multi Meter (DMM) adalah konsep pengukuran baru untuk


pemantauan kesehatan struktural dari struktur besar, seperti jembatan. Sistem DMM
mengukur defleksi vertikal dari banyak lokasi (banyak titik pengukuran), secara real-
time, menggunakan tingkat referensi optik yang dibuat oleh laser yang berputar secara
horizontal. Sistem DMM dapat diterapkan untuk mengukur lentur balok utam selama
uji beban jembatan atau untuk pemantauan jangka panjang.

2.6 Defleksi dan Rotasi Balok Terlentur


2.6.1 Defleksi
Setiap balok yang dimuat akan berubah bentuk (deformasi) dan membelokkan
(atau menekuk) dari posisinya. Pada struktur bangunan seperti balok dan lantai, tidak
boleh terlalu banyak ditekuk untuk dapat mengurangi dampak psikologis pemakainya.
Ada sejumlah macam metode yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah
defleksi dan deformasi balok, diantaranya adalah metode integrasi berganda, metode
area bidan momen dan metode area medan momen sebagai beban. Pada saat yang
sama, metode area medan momen sangat cocok untuk menentukan defleksi hanya
pada satu lokasi. Asumsi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah ini adalah
bahwa defleksi hanya disebabkan oleh gaya yang bekerja tegak lurus terhadap balok,
dan irisan yang dibentuk oleh bidang datar tetap datar meskipun dideformasi.
Sehingga Metode integrasi ganda sangat cocok untuk mengetahui span balok
sekaligus.

2.6.1.1 Metode Integritas Ganda


Komponen struktur sederhana dengan tekukan ditunjukan pada Gambar 2.8
dibawah ini:
22

Gambar 2.8 Balok Sederhana yang Mengalami Lentur


(Sumber: Sutresman dkk, 2012)
Menurut Gambar 2.8 di atas dimana y adalah defleksi pada jarak x, dimana x
adalah jarak defleksi pada jarak pandang, dx adalah jarak mn, r adalah jari-jari kurva
dan d∅ adalah sudut mon.

2.6.1.2 Metode Luas Bidang Momen


Dalam pembahasan di atas, defleksi dalam bentuk persamaan telah dihasilkan.
Hasil tersebut masih bersifat umum, namun terdapat beberapa kekurangan jika
diterapkan pada struktur dengan beban yang lebih kompleks sehingga kurang praktis
karena harus dijelaskan secara sistematis. Jika digunakan pada struktur dengan beban
yang lebih kompleks.
Metode luas medan momen ini juga memiliki kelemahan. Namun karena
proses perhitungannya tidak dilakukan secara sistematis malainkan dalam bentuk
numerik, cara ini lebih praktis. Pada Gambar 2.9 dibawah ini ialah ilustrasi diagram
skematik dari dalah satu balok lentur:
23

Gambar 2.9 Balok yang Mengalami Lentur


(Sumber: Sutresman dkk, 2012).

2.6.2 Deformasi
Perubahan bentuk atau deformasi pada balok disebabkan oleh sejumlah faktor,
antara lain akibat dari beban eksternal (seperti beban seragam, tengah, segitiga dan
lainnya). Perpindahan relatif momen di salah satu ujung balok terdapat ujung balok
yang lain.

2.6.2.1 Deformasi Oleh Beban Merata


Seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.9, deformasi yang terjadi pada struktur
balok yang mempertahankan beban seragam dapat dihitung dengan menggunakan
metode luas medan momen sebagai beban.
Ukuran beban didistribusikan secara merata, momen maksimum di tengah

1 2
bentang adalah M max = q L . Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa bidang momen
8
lentur berupa BMD (diagram momen lentur) seperti yang ditunjukan pada Gambar
2.18, kemudian BMD digunakan sebagai beban, seperti pada Gambar 2.10 berikut ini:
24

Gambar 2.10 Balok Sederhana yang Menahan Beban Merata


(Sumber: Koten, 2005)

2.6.2.2 Deformasi Akibat Beban Terpusat di Tengah Bentang


Metode area medan momen dapat digunakan sebagai beban untuk menghitung
deformasi yang terjadi pada struktur balok yang menahan beban tengah di tengah
bentangan balok. Adapun salah satu ilustrasi dapat dilihat pada Gamba 2.11 berikut
ini:

Gambar 2.11 Balok Sederhana menahan beban Terpusat


(Sumber: Koten, 2005)

Besarnya momen maksumum ditengah bentang akibat beban merata sebesar

PL
¿ . Dapat dilihat dari hasil tersebut bahwa bidang momen tekuk dinyatakan dalam
4
bentuk BMD, kemudian BMD digunakan sebagai beban, sehingga gaya penempatan
pada penyangga A dan B sama dengan luas momen tekuk tersebut terbagi menjadi
dua. Adapun kumpulan rumus deformasi pada tabel 2.4 sebagai berikut ini:
25

Tabel 2.4 Rumus Deformasi Ujung Balok Akibat Beban Luar


Gambar Pembebanan Struktur Deformasi Ujung A Deformasi Ujung B

P L3 P L3
❑ A= ❑B =
16 EI 16 EI

P . b( L2−b 2) P . a(L2−a2)
❑ A= ❑B =
16 EIL 16 EIL

q L3 q L3
❑ A= ❑B =
24 EI 24 EI

9 q L3 7 q L3
❑ A= ❑B =
384 EI 384 EI

−M L
❑ A=0 ❑B =
4 EI

ML −M L
❑ A= ❑B =
3 EI 6 EI

8 q L3 7 q L3
❑ A= ❑B =
360 EI 360 EI

(Sumber: Votex, 2005)


2.6.3 Persyaratan Defleksi pada Jembatan
Persyaratan defleksi pada jembatan merujuk kepada beberapa referensi seperti
Standar Nasional Indonesia (SNI) AASHTO dan Bridge Management System (BMS).
Meskipun penyebaab terjadinya defleksi adalah beban mati dan beban hidup, pada
jembatan. Defleksi selalu dikaitkan dengan beban hidup. Bridge Management System
(BMS, 1993) mensyaratkan defleksi akibat beban hidup (termasuk kejut) harus lebih
kecil dari uraian dibawah ini
26

a. Beban kendaraan pada bentang : bentang/800


b. Beban kendaraan pada kantilever : bentang/400
Sedangkan AAHSTO (AAHSTO, 2012) membatasi defleksi maksimum
jembatan baja akibat beban hidup dan dinamis sebagai berikut:
a. Beban kendaraan : bentang/800
b. Beban kendaraan dan pejalan kaki : bentang/1000
c. Beban kendaraan pada bagian kantilever : bentang/300
d. Beban kendaraan dan pejalan kaki pada kantilever : bentang/375

2.7 Regresi Berganda

Analisa regresi adalah teknik analisis data dalam bentuk statistik, biasanya
digunakan untuk mempelajari hubungan antara beberapa variabel dan variabel
prediksi. Untuk mendapatkan model regresi linier sederhana dan model regresi linier
berganda dapat digunakan beberapa metode yang dapat digunakan untuk
mengestimasi parameter model regresi berganda adalah ordinary least squares (OLS)
dan metode maximum likelihood (Estimasi kemungkinan maksimum/ MLE). Saat
menggunakan analisis regresi untuk menguji hubungan antara beberapa variabel,
pertama-tama peneliti menentukan variabel yang disebut variabel dependen dan satu
atau lebih variabel independen.
Penelitian ini melibatkan analisis untuk membentuk persamaan yang mewakili
serangkaian data yang menunjukan korelasi antar data. Metode yang digunakan untuk
membentuk persamaan adalah regresi berganda.

2.7.1 Persyaratan untuk Statistik Parameter


Selain data yang diperoleh juga harus berupa skala interval, sehingga untuk
menggunakan alat analisis parameter masih diperlukan uji normalitas. Uji normalitas
bertujuan untuk mengetahui apakah residual model regresi yang diteliti berdistribusi
normal. Metode yang digunakan untuk uji normalitas adalah dengan menggunakan uji
kolmogrov-smirnov > 0,05 untuk memenuhi normalitas. Jika data terdestribusi
mengelilingi garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi
memenuhi asumsi normalitas. Jika memuai dari diagonal dan tidak mengikuti arah
diagonal, model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
27

2.7.2 Hal-Hal Pokok dalam Analisis Regresi


Pada saat melakukan analisis regresi berganda akan dibahas sekurang-
kurangnya koefisien korelasi, korelasi yang ditentukan, koefisien regresi, persamaan
regresi, koefisien korelasi parsial dari regresi yang melibatkan beberapa variabel
independen dan sumbangan efektif.

2.7.2.1 Koefisien Korelasi


Berdasarkan anaisi yang dilakukan, diperoleh harga koefisien korelasi ganda
(Ry (1,2 …, n)) yang harus dibuktikan signifikannya. Perlu adanya pengujian apakah harga
koefisien korelasi ganda (Ry (1,2 …, n) ) tersebut signifikan atau tidak. Nilai koefisien
korelasi berganda yang akan dibuktikan terdapat pada output SPSS pada tabel
ringkasan model dan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Menggunakan Signifikan F Jika kepentingan F hitung< alpha ditentukan,
maka digunakan signifikan F, jika kepentingan F hitung> alpha ditentukan
maka Ho diterima dan Ha ditolak, oleh karena itu, jika nilai penting F hitung >
aplha yang ditentukan tidak penting, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
korelasi antara Y dengan X1, X2, …., Xn.
b. Menggunakan Harga Koefisien F Satu jenis dengan menggunakan harga
koefisien F, jika F dihitung <F tabel, maka terima Ho dan tolak Ha, maka jika
F dihitung <G tabel dinyatakn tidak relevan, jika F dihitung < F tabel maka
standar yang digunakan akan menolak Ho dan menerima Ha, maka untuk
menarik kesimpulan, Y sama dengan X1, X2, …., Xn;

2.7.2.2 Koefisien Determinasi


Ketelitian garis regresi dapat dilihat dari besarnya koefisien determinasi atau
R2. Semakin besar nilai R2 maka semakin kuat kemampuan model regresi dalam
menjelaskan kondisi sebenarnya. Adapun koefisien determinasi dapat dilihat pada
rumus 2.6 berikut ini:
SSE
R2=1− ; 0 ≤ R2 ≤1 ...................................................................................(2.6)
S S yy
28

2.7.2.3 Koefisien Regresi


Koefisien regresi menunjukan besarnya perubahan variabel dependen (Y) yang
disebabkan oleh perubahan variabel independen (X) yang dimasukkan ke dalam
model. Oleh karena itu, setiap variabel independen akan memiliki nilai koefisien
regresi yang dijelaskan dalam persamaan regresi.
Dalam melakukan uji signifikansi harga koefisein regresi masing-masing
variabel independen yang diolah menggunakan SPSS pada dasarnya dapat dilakukan
dua cara yaitu:
a. Menggunakan Signifikan t apabila signifikan alpha < t hitung yang
ditetapkan dinyatakan tidak signifikan, sehingga disimpulkan secara signifikan
tidak ada pengaruh variabel Xk, terhadap Y.
b. Menggunakan Harga Koefisien t apabila t tabel > t hitung dinyatakan
signifikan, dapat disimpulkan bahwa secara signifikan tidak ada perubahan
variabel Xk terhadap variabel Y;

2.7.3 Bentuk Umum Regresi Berganda


Model porbabilistik yang terdiri dari lebih satu variabel bebas (independent
variable) dimasukan dalam katagori model regresi berganda (Multiple Regression
Model). Adapun bentuk umum regresi berganda dapat dilihat pada persamaan 2.7
berikut ini:
y=β 0 + β 1 x 1 + β 2 x 2 +.....+ β k x k +ε …………………………………….....(2.7)
dimana:
β1 = koefisien;
x1, x2, …, xk = variabel bebas;
ε = Konstanta kesalahan (eror);
y = variabel tak bebas.
Dari persamaan di atas di peroleh pemahaman bahwa y adalah variabel dari
respon yang ingin di prediksi sedangkan β 0, β 1, ….. β k merupakan parameter dengan
nilai yang tak diketahui. Sementara itu x1, x2, …, xk variabel bebas yang menunjukan
besarnya kontribusi yang diukur tanpa komponen kesalahan (eror) dan ε adalah
komponen random eror.
29

2.7.4 Regresi Berganda Linear


Penjelasan yang diuraikan dalam sub - bab 2.7.1 secara implisit menyiratkan
bahwa untuk mencari nilai rata - rata y untuk x1, x2, …, xk dapat dilihat pada
Persamaan 2.8 berikut ini:
y=β 0 + β 1 x 1 + β 2 x 2 +.....+ β k x k ……………………………………………(2.8)
Permodelan semacam ini disebut sebagai model statistika linear dan y
merupakan fungsi linear dari parameter β 0, β 1, ….. β k . Sedangkan x1, x2, …, xk
variable kuantitatif yang bukan fungsi dari variabel bebas lainnya. makna grafis β i
merupakan kemiringan y terhadap x1, dan x lain dianggap tetap (fixed).
Model linear merupakan fungsi berbentuk garis lurus (straight line). Adapun
salah satu ilustrasi model linear dapat dilihat pada Gambar 2.12 berikut ini:

Gambar 2.12 Ilustrasi Model Regresi Linear


(Sumber: Mendenhall , 1998)
Apabila semua uji asumsi telah terpenuhi) maka akan dilanjutkan dengan
melakukan analisis regresi untuk menguji hipotesis penelitian yang telah ditetapkan.
2.7.5 Pembuatan Model Regresi
Pembuatan model regresi y harus memperhitungkan berbagai variabel
kuantitatif yang tersedia. Secara umum langkah-langkah utama yang terlibat dalam
suatu analisis regresi diuraikan sebagai berikut:
a. Menyusun hipotesis bentuk model regresi y;
b. Mengumpulkan data sample;
c. Menggunakan data sample yang ada untuk memperkirakan parameter yang tak
diketahui (unknown parameter) dalam model regresi;
30

d. Merumuskan probabilitas distribusi random error dan memperkirakan


distribusi parameter tak dikenal lainnya;
e. Mengecek secara statistika kegunaan model yang disusun;Bila pengecekan
pada langkah kelima memuaskan, gunakan model tersebut untuk memprediksi
langkah selanjutnya.
Pemilihan model regresi yang tepat dipengaruhi oleh jumlah data yang
tersedia. Data untuk regresi terdiri dari dua jenis, yaitu observasional dan
eksperimental. Dalam penelitian ini, data regresi masuk dalam katagori experimental
dihasilkan oleh eksperimen yang dirancang dimana nilai-nilai variabel independen
(bebas) ditetapkan terlebih dahulu (dikendalikan) sebelum nilai y diamati.
2.8 Roadmad Penelitian
Berikut ini adalah penelitian yang relavan dengan topik skripsi dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut ini:
Tabel 2.5 Perbandingan Hasil Penelitian Sebelumnya
Nama Peneliti
Sousa, H., &
Hou, X., & Ozakgul, K., & Zhao, H., & Cavadasa, F., &
Sutresman, O.S., &
Yang, X., & Caglayan, O., & Lu, C., & Liu, W., Henriquesa, A., & Penelitian Ini
Tjandinegara, T.
Huang, Q. Uzgider, E. & Zhang, Y. Bentob, J., & (2020)
Indikator (2012)
(2005) (2009) (2012) Figueirasa, J.
Penelitian (2013)
Experimental Estimating Analisis teoritis
Bridge Deflection Kajian Penentuan Nilai
Using Inclimeters to Deflection of a Simple eksperimental defleksi
Load Testing of Bridges Evaluation Using Strain Lendutan Dari Data
Judul Measure Bridge Beam Bridge Model balok segiempat dengan
Using Tiltmeter and Rotation Rotasi Uji Tiltmeter Pada
Deflection Using Gruting Eddy variasi posisi
Measurement Jembatan PCI Girder
Current Sensor pembebanan
Lokasi Tiongkok Amerika Serikat Tiongkok Makassar, Indonesia Portugal Serang, Indonesia
Nilai defleksi balok dua
tumpuan (simple plan)
Parameter Nilai rotasi dan defleksi Nilai defleksi Nilai defleksi Nilai rotasi dan defleksi Nilai rotasi dan defleksi
dan tiga tumpuan
(continous plan)
Data Gambar teknik dan Gambar teknik dan Gambar teknik dan Gambar teknik dan Gambar teknik dan Gambar teknik dan
Sekunder spesifikasi jembatan spesifikasi jembatan spesifikasi jembatan spesifikasi jembatan spesifikasi jembatan spesifikasi jembatan
Pengambila
Laboratorium Melakukan survei Melakukan survei Melakukan survei Melakukan survei Melakukan survei
n Data
Metode Alat inclinometer dan Alat tiltmeter dan Alat inclinometer unutk Alat dial indicator dan Dua jembatan yang Alat tiltmeter pada
micrometer deflection meter dengan selanjutnya di beri beban loading hunger pada dipasang tiltmeter dan jembatan pci girder
skema tiga beban kendaraan dengan 4 balok segiempat, metode deflection meter untuk
kendaraan, model menggunakan integritas ganta untuk selanjutnya diberi beban
Metoda finite element 3 metode grating eddy analisis teoritis, metode kendaraan
pengujian defleksi baja
dimensi menggunakan karbon St.37 secara
current sensor
software tertentu langsung untuk analisis
secara eksperimental.

Grafik - - - -

Hasil Data rotasi dari tiltmeter Defleksi yang dihitung Estimasi penggunaan Hasil defleksi yang Pada bentang tengah -
(inclinometer) layak melalui program metode GECS sudah diperoleh secara jembatan diperoleh
digunakan untuk computer (CM), kurva efektif dan menawarkan eksperimental lebih selisih nilai defleksi
menghitung defleksi Cubic Spline (CS) dan cara yang handal untuk besarnya dari nilai yang maksimum sebesar 4,5
dengan penyimpangan perhitungan finite mengestimasi defleksi diperoleh dari teoritis % ,kruva polinomial
maksimum sebesar 4,39 difference memberikan jembatan terutama untuk dengan presentase merupakan kurva orde 6
% untuk balok dua hasil yang tidak berbeda pemantauan jangka kesalahan maksimum dan bentang tengah
bentang dan jauh. panjang. 5% disebabkan dengan dipasang peralatan
penyimpangan 6,21% adanya perbedaan dengan jumlah banyak;
untuk balok tiga bentang. kekakuan material pada Pada bagian yang
saat pengujian sehingga berdekatan dengan
33

tumpuan, hasil defleksi


dari kurva polinom tidak
tidak adanya jaminan
memberikan hasil
homogenitis material
memuaskan akibat
yang digunakan seperti
adanya variasi inersia
yang diasumsikan pada
penampang. Hasil yang
perhitungan secara
lebih baik ternyata
teoritis.
diperoleh dari analisis
numerik.
(Sumber: Penelitian Dari Jurnal)
Hou dkk, (2005). Using Inclimeters to Measure Bridge Deflection. Dengan
pengambilan data dari laboratorium pada salah satu jembatan di Tiongkok, hasil yang
didapatkan bahwa data rotasi dari tiltmeter (inclinometer) layak digunakan untuk
menghitung defleksi dengan penyimpangan maksimum sebesar 4,39 % untuk balok
dua bentang dan penyimpangan 6,21% untuk balok tiga bentang.
Ozakgul dkk, (2009). Load Testing of Bridges Using Tiltmeter. Dengan
pengambilan data dari pelaksanaan survey lapangan pada salah satu jembatan di
Amerika Serikat, hasil yang didapatkan bahwa defleksi yang dihitung melalui program
computer (CM), kurva Cubic Spline (CS) dan perhitungan finite difference
memberikan hasil yang tidak berbeda jauh.
Zhao dkk, (2012). Experimental Estimating Deflection of a Simple Beam
Bridge Model Using Grating Eddy Current Sensor.. Dengan pengambilan data dari
pelaksanaan survey lapangan pada salah satu jembatan di Tiongkok, hasil yang
didapatkan bahwa estimasi penggunaan metode GECS sudah efektif dan menawarkan
cara yang handal untuk mengestimasi defleksi jembatan terutama untuk pemantauan
jangka panjang.
Sutresman dkk, (2012). Analisis Teoritis dan Eksperimental Defleksi Balok
Segiempat Dengan Variasi Posisi Pembebanan. Dengan pengambilan data dari
pelaksanaan survey lapangan pada salah satu jembatan di Makassar, Karena adanya
perbedaan kelakuan material selama pengujian maka diperoleh hasil berupa defleksi
eksperimental dengan selisih yang besar dari nilai teoritis dan persentase error
maksimal 5%, sehingga homogenitas bahan yang digunakan tidak dapat dijamin dalam
perhitungan teoritis.
Souza dkk, (2013). Bridge Deflection Evaluation Using Strain and Rotation
Measurement. Dengan pengambilan data dari pelaksanaan survey lapangan pada salah
satu jembatan di Portugal, hasil yang didapatkan bahwa pada bentang tengah jembatan
diperoleh selisih nilai defleksi maksimum sebesar 4,5 %, kurva polinomial merupakan
kurva orde 6 dan bentang tengah dipasang peralatan dengan jumlah banyak, pada
bagian yang berdekatan dengan tumpuan, hasil defleksi dari kurva polinom tidak
memberikan hasil memuaskan akibat adanya variasi inersia penampang, hasil yang
lebih baik ternyata diperoleh dari analisis numerik.

Dalam penelitian ini (2020). Analisa dilakukan pada salah satu jembatan yang
berlokasi di Serang – Panimbang, Indonesia. Pengambilan data dengan melakukan
survei lapangan. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan alat tiltmeter
pada jembatan pci girder. Kemudian dapat ditarik kesimpulan berupa usulan metode
baru yang lebih sederhana, praktis, dan berbiaya rendah untuk mengukur defleksi
jembatan dengan data rotasi, memberikan pemahaman dan informasi yang lebih baik
mengenai korelasi data defleksi – rotasi pada jembatan serta memberikan informasi
tingkat akurasi analisis dua dimensi dibandingkan analisis struktur tiga dimensi dalam
memperkirakan defleksi berdasarkan rotasi.
BAB 3 METODO
LOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan berupa diagram alir akan dilakukan pada penelitian ini:

Mulai

Studi Pustaka:
 Teori Jembatan
 Teori Defleksi & Rotasi
 Teori Regresi
 Penelitian Terdahulu

Analisa Struktur 2D Analisa Struktur 3D


 Input Geometri Jembatan  Input Geometri Jembatan
 Input Material  Input Material
 Pemodelan Struktur  Pemodelan Struktur

Analisa Struktur 2D Analisa Struktur 2D


 Input Geometri Jembatan  Input Geometri Jembatan
 Input Material  Input Material
 Pemodelan Struktur  Pemodelan Struktur

Analisa Struktur 2D
Pembebanan  Input Geometri Jembatan
Pembebanan
 Input Material
 Pemodelan Struktur

B Terpusat 2D B Truck 3D

Output Analisa Output Analisa

Defleksi () Rotasi () Defleksi () Rotasi ()

Analisa Regresi Ganda Analisa Regresi Ganda

A B

Gambar 3.13 Diagram Alir

A B
Analisa Regresi Ganda

Uji Asumsi Klasik


 Uji Normalitas
 Uji Multikoliniaritas
 Uji Heteroskedasitisitas
 Uji Autokorelasi

Uji Hipotesis
 Uji Signifikan Simultan (Uji F)
 Uji Signifikansi Pengaruh Parsial (Uji T)

 Evaluasi Koefisien Determinasi, R2


 Masukan Nilai Rotasi Ke Dalam
Persamaan Regresi Dan Bandingkan
Nilai Defleksi

Verifikasi Persamaan Rotasi


– Defleksi

Persamaan Regresi Defleksi-


Rotasi VS Hasil Analisa 3D

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.14 Diagram Alir Penelitian


(Lanjutan)

3.2 Prosedur Penelitian


Tahap awal penelitian adalah mengkaji parameter - parameter apa saja yang
digunakan dalam proses analisa defleksi dan rotasi berikut beban rencana yang
digunakan pada jembatan tersebut.
39

Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan model persamaan defleksi dan rotasi
pada jembatan PCI girder pada studi kasus Jembatan di Kalimantan Selatan. Penelitian
diawali dengan analisis dua dimensi (2D) satu girder jembatan yang dimodelkan
sebagai balok (beam) dua tumpuan menerus, dengan jenis penampang girder non
prismatis.
Analisis 2D merupakan analisis struktur yang berujuan memperoleh nilai
defleksi di tengah bentang dan rotasi di titik yang ditinjau untuk setiap posisi beban,
yang dijalankan dengan bantuan program SAP 2000. Langkah selanjutnya adalah
merumuskan hubungan antara defleksi dan rotasi dengan penerapan metode regresi
berganda.
Regresi berganda merupakan analisa untuk memperoleh persamaan defleksi
sebagai variabel tak bebas dan rotasi sebagai variabel bebas. Dalam peneltian ini
jumlah variabel bebas lebih dari satu sehingga dipilih analisa regresi berganda
(multiple regression). Parameter kecukupan defleksi dan rotasi terhadap data sample
dipilih koefisien R2 yang menunjukan seberapa erat korelasi diantara kedua variabel.
Jenis persamaan regresi adalah regresi berganda linear dan kuadratik.
Meskipun korelasi antara defleksi dan rotasi pada umumnya dikontrol melalui
persamaan koefisien determinasi, R2, verifikasi terhadap persamaan yang diperoleh
dari regresi tetap dilakukan dengan memasukan kembali nilai rotasi yang diperoleh
dari analisis 2D dengan tujuan memastikan nilai defleksi yang sesuai.
Verifikasi lainnya terhadap persamaan regresi yang sudah diperoleh yaitu
melalui analisis struktur 3D. dalam analisa struktur 3D, beban truk di tempatkan pada
beberapa posisi untuk mendapatkan nilai defleksi dan rotasi untuk setiap posisi beban.
Selanjutnya nilai rotasi dimasukan ke dalam persamaan regresi defleksi-rotasi
sehingga didapatkan nilai defleksi yang dibandingkan dengan nilai defleksi hasil
analisis struktur 3D.
3.3 Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini menggunakan desai jembatan gelagar prategang-I
dengan panjang bentang 50 m, lebar jembatan 10 meter, dan mempunyai 2 lajur
dengan 2 jalur. Lokasi terletak pada Jembatan Sel. Tebing Rumbih. (15), Barito Kuala,
Kalimantan Selatan.
40

Gambar 3.15 Penampang Melintang Jembatan


(Sumber: PT. Panji Bangun Persada, 2020)

Gambar 3.16 Detail Penampang Gelagar Jembatan


(Sumber: PT. Panji Bangun Persada, 2020)
adapun spesifikasi jembatan secara umum adalah sebagai berikut:
a. Spesifikasi Umum
 Nama Struktur : Jembatan Sel Tebing Rumbih
 Lokasi/Rute : Barito Kuala, Kalsel.
 Panjang Jembatan L : 50 meter
 Lebar jembatan B : 10 meter
 Lebar jalur lalu lintas B1 : 7,4 meter
 Tebal sandaran B2 : 0,3 meter
 Tebal Pelat ts : 20 cm
 Jarak antar girder prategang dalam S1 : 1,85 meter
41

 Jarak antar girder prategang tepi S2 : 1,70 meter


 Lebar trotar S3 : 1,2 meter
b. Beton Prategang
 Mutu Beton : 49,8 MPa
 Modulus Elastisitas (4700f’c) : 33167,5 MPa
 Angka Poison : 0,2
c. Beton Slab
 Mutu Beton : 49,8 MPa
 Modulus Elastisitas (4700f’c) : 33167,5 MPa
 Angka Poison : 0,2

d. Penulangan
 Untuk baja diameter > 13 mm : U-39
 Tegangan leleh baja : 390 Mpa
 Untuk baja Diameter < 13 mm : U-24
 Tegangan leleh baja : 240 Mpa
 Selimut beton : 40 mm

3.4 Analisis Struktur Dua Dimensi


Analisis struktur tinjauan dua dimensi (2D) diperlukan untuk mendapatkan
nilai defleksi dan rotasi pada titik yang ditinjau dengan beberapa macam beban.
Pemodelan dua dimensi dengan mengambil satu girder yang dimodelkan sebagai balok
(beam).

3.5 Analisis Regresi Berganda


Analisi regresi berganda adalah proses untuk menentukan model persamaan
hubungan defleksi-rotasi yang paling sesuai dari jumlah data sample. Dalam penelitian
ini, data sample berupa defleksi dan rotasi daru sejumlah beban yang diperoleh dari
analisis dua dimensi. Persamaan yang diharapkan berupa defleksi sebagai variabel tak
bebas dan rotasi sebagai variabel bebas. Untuk setiap persamaan defleksi dipengaruhi
oleh empat dan dua data rotasi. Sehingga terdapat lebih dari satu variabel bebas untuk
satu variabel tidak bebas
42

Fungsi regresi sangat erat hubungannya dengan uji korelasi (person


corellation) karena uji regresi ini merupakan kelanjutan dari uji korelasi (KPM).
Ketika nilai variabel x ditambahkan beberapa kali maka uji korelasi berfungsi untuk
mengevaluasi atau memprediksi nilai variabel y. untuk dapat melakukan pengujian
regresi harus terlebih dahulu melakukan pengujian korelasi, namun jika melakukan
pengujian korelasi maka pengujian regresi tidak diperlukan.
Untuk mendapatkan nilai pemikiran yang tidak dapat dijelaskan dan efektif
dari persamaan regresi, analisis data harus memenuhi asumsi klasik berikut
(menggunakan program SPSS untuk pengolahan data komputer)
a. Uji Normalitas yaitu Uji tersebut diperoleh dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
 Entry data;
 Klik analyze, pilih non parametric test, legacy dialogs, selanjutnya klik
1-Sample K-S;
 Masukkan semua variabel kekotak test variabel list, kemudian pilih
normal pada menu test distribution, selanjutnya klik ok.
b. Uji Multikoliniaritas yaitu Uji tersebut ddiperoleh dengan langkah-langkah
sebagai berikut ini:
 Entry data;
 Pada menu utama, pilih analyze, regression, lalu klik linear;
 Masukkan semua predictor ke independent list dan variabel dependen
ke dependen list. Klik tombol statistic, aktifkan collinierity diagnostics,
kemudian klik continue;
Klik ok.
c. Uji Heteroskedastisitas, Uji tersebut diperoleh dari SPSS dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
 Entry data;
 Dar menu anlyze, pilih regression, selanjutnya klik linear;
 Masukkan variabel dependent dan independent, kemudian klik save
kemudian aktifkan unstandardized pada kolom residuals kemudian klik
continue;
 Selanjutnya dari menu analyze, correlate klik bivariate kemudian
masukkan semua variabel predictor dan unstandardized residual ke
43

kolom variabel dan selanjunya aktifkan spearman dan non aktifkan


pearson pada kolom correlation coefisien, kemudian klik ok.

Bentuk umum persamaan regresi berganda linear yang diharapkan pada


penelitian ini dapat dilihat pada persamaan 3.1 berikut ini:
¿ β 0 + β 1❑ A + β 2 ❑B ……………………...……................................................(3.1)
Terlihat dalam persamaan di atas, bahwa defleksi () sebagai variabel tak
bebas sedangkan () berfungsi sebagai variabel bebas. Nilai  diperoleh dari proses
regresi berganda. Bentuk umum persamaan interaksi yang dihasilkan dari penelitian
ini dapat dilihat pada persamaan 3.2 berikut iniL
¿ β 0 + β 1❑ A + β 2 ❑B + β 3 ❑ A ❑B ………………………….…………………...(3.2)
Bentuk umum persamaan untuk interaksi – kuadratik penelitian ini dapat
dilihat pada persamaan 3.3 berikut ini:
¿ β 0 + β 1❑ A + β 2 ❑B + β 3 ❑ A ❑B + β 4 ❑2A + β5 ❑2B …………….………………..(3.3)

3.6 Analisis Struktur Tiga Dimensi


Analisis struktur ditinjau tiga dimensi dimaksudkan sebagai verifikasi terhadap
hasil persamaan defleksi-rotasi yang diperoleh dari analisis struktur dua dimensi.
Struktur tiga dimensi dimodelkan semaksimal mungkin menyerupai kondisi
sesungguhnya. Sesuai dengan tujuan analisis struktur tiga dimensi. Bagian-bagian
jembatan yang di modelkan meliputi tumpuan jembatan, girder, diafragmanm dan
pelat lantai kendaraan.
44
45

BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Penelitian
4.1.1 Data Jembatan
Dalam melakukan analisa suatu jembatan maka dibutuhkan data spesifikasi
jembatan dan lokasinya, data yang digunakan penelitian di jembatan Barito Kuala,
Kalimanta Selatan. Adapaun gambar dan spesifikasi teknik dapat dilihat pada gambar
4.1 s/d 4.2 dan tabel 4.1 s/d 4.4 berikut ini:

Gambar 4.17 Potongan Arah X PCI-Girder


(Sumber: PT. Panji Bangun Persada, 2020)
Tabel 4.6 Data Jembatan
Deskripsi Notasi Dimensi Satuan
Panjang Balok Prategang L 50,00 M
Berat Balok Prategang WBalok 960,0 kN
Jarak Antar Balok Prategang S 1,85 M
Tebal Pelaat Lantai Jembatan ho 0,20 M
Tebal Aspal ha 0,05 M
Beton Bertulang Ws 25,00 kN/m3
Beton Prategang Wc 25,50 kN/m3
Beton Wc 24 kN/m3
Aspal Waspal 22 kN/m3
Air Hujan Wair 9,8 kN/m3
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
46

Gambar 4.18 Detail Balok Prestress


(Sumber: PT Panji Bangun Persada, 2020)

Tabel 4.7 Dimensi Balok Prestress


Kode Lebar (m) Kode Tebal (m)
b1 0,64 h1 0,07
b2 0,80 h2 0,13
b3 0,30 h3 0,12
b4 0,20 h4 1,65
b5 0,25 h5 0,25
b6 0,70 h6 0,25
h 2,10
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)

Tabel 4.8 Beton Girder Prategang


Deskripsi Uraian Rumus Hasil St.
Mutu beton girder prestress K-600
Kuat tekan beton Fc’ = 0,83 * K/10 49,8 MPa
Modulus elastisitas beton Ec = 4700 * fc’ 33167,5 MPa
Angka Poisson  0,15
Modulus Geser G = Ec/ (2*(1+)) 14420,6 Mpa
Koefisien muai panjang  1,0E-05 /oC
Kuat tekan saat transfer Fci’ = 0,80 *fc’ 39,84 MPa
Tegangan ijin beton Ijin tekan 0,60 * fci 23,90 MPa
penarikan
Ijin tarik 0,50 *  fci 2,44 Mpa
Ijin tekan 0,45 * fci 22,41 MPa
Tegangan ijin beton akhir
Ijin tarik 0,50 *  fci 3,53 Mpa
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
Tabel 4.9 Beton Slab Lantai Jembatan
Deskripsi Uraian Rumus Hasil St.
Mutu beton slab lantai jembatan K-300
Kuat tekan beton Fc’ = 0,83 * 29,05 MPa
K/10
Modulus elastisitas beton Ec = 4700 * fc’ 25332, MPa
1
47

Angka poisson  0,15


Modulus geser G=Ec/ (2*(1+)) 11013, Mpa
9
Baja tulangan deform D>12 mm U-39 fy = U * 10 390 MPa
Baja tulangan Polos D < 12mm U-24 fy = U* 10 240 Mpa
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)

4.1.2 Data Aksi Pembebanan


Beban yang diberikan saat pelaksanaan kontrusi selesai baik pada beton girder
sudah mengalami gaya prategang adalah beban hidup berjalan. Pembebanan statik
yang diaplikasikan dengan beban berjalan dalam penelitian ini adalah beban truk
dengan tiga as roda yang berjalan di sepanjang bentang sebesar 500 kN, truk dua as
roda sebesar 400 kN dan 800 kN dan di tempatkan minimal pada satu lajur rencana
setiap arah. Adapun salah satu ilustrasi distribusi pembebanan truk dapat dilihat pada
Gambar 4.3 s/d Gambar 4.5 berikut ini:

Gambar 4.19 Pembebanan Truk “T” 500 kN


(Sumber: SNI 1725:2016)
48

Gambar 4.20 Pembebanan Truk 2 As 400 kN


(Sumber: achmadsya.wordpress.com/2010/08/19/kelas-jalan-vs-kerusakan-jalan/)

Gambar 4.21 Pembebanan Truk 2 As 800 kN


(Sumber: achmadsya.wordpress.com/2010/08/19/kelas-jalan-vs-kerusakan-jalan/)
4.1.3 Tributary Area
Daerah pembebanan pada jembatan dibagi menjadi dua bagian yang menerima
beban terpusat roda truk. Adapun salah satu ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 4.6
berikut ini:
49

Gambar 4.22 Tributary Area Jembatan


(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
Daerah yang di arsir warna merah merupakan besarnya luas daerah
pembebanan dengan panjang sesuai dengan bentang jembatan dan lebar yang
mempunyai nilai sama dengan jarak antar girder.

4.2 Pembahasan Dua Dimensi (2D) Pada Jembatan


4.2.1 Penempatan Pembebanan Dua Dimensi (2D) Jembatan
Penempatan beban truk arah memanjang (sumbu X) yang akan dianalisa dalam
penelitian ini sebanyak 45 titik pembebanan dimana beban terpusat dari as roda depan,
tengah, belakang sebagai titik awal acuan. Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel
4.5 berikut ini:
Tabel 4.10 Penempatan Posisi Pembebanan Untuk 2D Jembatan
Jarak As Jarak As Jarak As Beban Beban Beban
Posisi
Depan dari Tengah dari Belakang dari As As As
Beba
Titik 0,0 Titik 0,0 Titik 0,0 Depan Tengah Belakang
n
(m) (m) (m) (kN) (kN) (kN)
PB1 1 - - 25 - -
PB2 2 - - 25 - -
PB3 3 - - 25 - -
PB4 4 - - 25 - -
PB5 5 - - 25 - -
PB6 6 1 - 25 112,5 -
PB7 7 2 - 25 112,5 -
PB8 8 3 - 25 112,5 -
PB9 9 4 - 25 112,5 -
PB10 10 5 - 25 112,5 -
PB11 11 6 - 25 112,5 -
PB12 12 7 - 25 112,5 -
PB13 13 8 - 25 112,5 -
PB14 14 9 - 25 112,5 -
PB15 15 10 1 25 112,5 112,5
50

PB16 16 - 13,5 3,75 - 3,75


PB17 17 - 14,5 3,75 - 3,75
PB18 18 - 15,5 3,75 - 3,75
PB19 19 - 16,5 3,75 - 3,75
PB20 20 - 17,5 3,75 - 3,75
PB21 21 - 18,5 3,75 - 3,75
PB22 22 - 19,5 3,75 - 3,75
PB23 23 - 20,5 3,75 - 3,75
PB24 24 - 21,5 3,75 - 3,75
PB25 25 - 22,5 3,75 - 3,75
PB26 26 - 23,5 3,75 - 3,75
PB27 27 - 24,5 3,75 - 3,75
PB28 28 - 25,5 3,75 - 3,75
PB29 29 - 26,5 3,75 - 3,75
PB30 30 - 27,5 3,75 - 3,75
PB31 31 - 25 27,2 - 52,8
PB32 32 - 26 27,2 - 52,8
PB33 33 - 27 27,2 - 52,8
PB34 34 - 28 27,2 - 52,8
PB35 35 - 29 27,2 - 52,8
PB36 36 - 30 27,2 - 52,8
PB37 37 - 31 27,2 - 52,8
PB38 38 - 32 27,2 - 52,8
PB39 39 - 33 27,2 - 52,8
PB40 40 - 34 27,2 - 52,8
PB41 41 - 35 27,2 - 52,8
PB42 42 - 36 27,2 - 52,8
PB43 43 - 37 27,2 - 52,8
PB44 44 - 38 27,2 - 52,8
PB45 45 - 39 27,2 - 52,8
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)

4.2.2 Penentuan Lebar Efektif Pelat Lantai


Penentuan lebar efektif pelat lantai balok T sangat diperlukan untuk
mendapatkan hasil penampang yang maksimal. Adapun salah satu ilustrasi dapat
dilihat pada Gambar 4.7 dan Tabel 4.6 berikut ini:

Gambar 4.23 Balok T


51

(Sumber: PT Panji Bangun Persada, 2020)


Tabel 4.11 Penentuan Lebar Efektif Pelat Lantai
Deskripsi Rumus Hasil Satuan
Lebar efektif pelat (Be) diambil nilai L/4 = 12,5 m
terkecil
S= 1,85 m
12*ho = 2,40 m
Diambil lebar efektif pelat lantai, Be = 1,85 m
Kuat tekakan beton pelat fc’ (pelat)=0,85*K(pelat) 29,05 Mpa
Kuat tekan beton balok fc’(balok)= 0,85*K(balok) 49,80 Mpa
Modulus elastis pelat beton E (pelat) = 4700fc’ 2,53E+04 Mpa
Modulus elastis balok beton E balok= 0,043* 3,91E+04 Mpa
prategang (Wc)1,5*fc’
Nilai perbandingan modulus elastik N = Epelat / Ebalok = 0,6483022
pelat dan balok
Lebar pengganti beton pelat lantai Beff = n * Be 1,2 m
jembatan
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)

4.2.3 Perhitungan Defleksi dan Rotasi Dua Dimensi (2D) Jembatan


Dalam melakukan analisa perbandingan diperlukan analisa perhitungan
menggunakan software SAP2000 untuk lebih meningkatkan keakuratan hasil
perhitungan dengan menggunkan program. Untuk perhitungan dua dimensi berikut
adalah salah satu contoh perhitungan variasi posisi beban truk PB1 pada jembatan,
beserta salah satu dokumentasi dapat dilihat pada Gambar 4.8 berikut ini:

Gambar 4.24 Contoh Modeling PB1 2D Jembatan pada SAP2000


(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
Dimana:
P1 = 25 kN b = 9,4 m = 9400 mm
P2 = 112,5 kN c = 14,4 m = 5000 mm
52

P3 = 112,5 kN d = 28 m = 28000 mm
a = 3,4 m = 3400 mm L = 50 m = 40000 mm
Setelah melakukan modelling sesuai dengan ukuran jarak dan berat yang sudah
di tentukan maka langkah selanjutnya adalah melihat nilai rotasi dan defleksi seperti
dibawah ini yang menunjukkan defleksi 0,052657 m atau 52,657 mm. Adapun
hasuilnya dapat dilihat pada gambar 4.9 berikut ini:

Gambar 4.25 Hasil Defleksi 2D Jembatan dengan SAP 2000


(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
Dengan beban tertentu maka di dapatkan nilai defleksi 0,083291 m dengan titik
maksimum pada jarak 50 m. Adapun hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.10 berikut
ini:

Gambar 4.26 Hasil Rotasi 2D Jembatan dengan SAP 2000


(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
Untuk melihat nilai rotasi maka ada pada menu display – show table –
displacement joint, maka akan muncul seperti Gambar 4.14, berdasarkan local axes
maka pada kasus ini menggunakan nilai R2 dengan titik A = -0,00279 rad, dan pada
53

titik B = 0,005166 rad. Adapun hasil data lengkap hasil SAP 2000 untuk analisa dua
dimensi (2D) Jembatan dengan 45 percobaan pada jarak dan beban tertentu dapat
dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini:

Tabel 4.12 Hasil Defleksi dan Rotasi pada Analisa Dua Dimensi (2D) Jembatan
Posisi Beban Defleksi (m) Rotasi A (rad) Rotasi B (rad)
PB1 0,052657 -0,00279 0,005166
PB2 0,04704 -0,00263 0,004866
PB3 0,042029 -0,00252 0,004586
PB4 0,037827 -0,00249 0,004333
PB5 0,034634 -0,00249 0,004113
PB6 0,032712 -0,00249 0,003933
PB7 0,032214 -0,00249 0,003799
PB8 0,032888 -0,00249 0,003698
PB9 0,034607 -0,00249 0,003698
PB10 0,037239 -0,00249 0,003744
PB11 0,040655 -0,00249 0,003863
PB12 0,044722 -0,00249 0,004062
PB13 0,049311 -0,00249 0,004348
PB14 0,054291 -0,00249 0,004727
PB15 0,062266 -0,0025 0,005766
PB16 0,061879 -0,0025 0,005746
PB17 0,061527 -0,00249 0,005726
PB18 0,061222 -0,00249 0,005709
PB19 0,061978 -0,00249 0,005693
PB20 0,061812 -0,00249 0,00568
PB21 0,061736 -0,00249 0,005669
PB22 0,061818 -0,00249 0,005659
PB23 0,06196 -0,00249 0,00566
PB24 0,061159 -0,00249 0,005665
PB25 0,061407 -0,00249 0,005676
PB26 0,061694 -0,00249 0,005692
PB27 0,062012 -0,00249 0,005713
PB28 0,062352 -0,00249 0,005742
PB29 0,061705 -0,00249 0,005777
PB30 0,061941 -0,00261 0,005646
PB31 0,060583 -0,00255 0,005573
PB32 0,059371 -0,0025 0,005506
PB33 0,058356 -0,00249 0,005444
PB34 0,057584 -0,00249 0,005391
PB35 0,057119 -0,00249 0,005348
PB36 0,056997 -0,00249 0,005315
PB37 0,057161 -0,00249 0,005291
PB38 0,057577 -0,00249 0,005291
PB39 0,058213 -0,00249 0,005302
PB40 0,059039 -0,00249 0,005331
54

PB41 0,060023 -0,00249 0,005379


PB42 0,061132 -0,00249 0,005448
PB43 0,062336 -0,00249 0,00554
PB44 0,061603 -0,00249 0,005656
PB45 0,052657 -0,00279 0,005166
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
Berdasarkan pada hasil Tabel 4.7 diatas, nilai defleksi pada PB 1 s/d PB 45
memliki rentang nilai maksimum sebesar 0,0623 yang masih berada dibawah batas
nilai lendutan maksimum sebesar 0,0625 yang didapat dari rumus L/800 (50 m / 800 =
0,0625).
4.2.4 Regresi Berganda Dua Dimensi Dimensi (2D) Jembatan
4.2.4.1 Hasil Analisa Persamaan Regresi Linier Berganda Dua Dimensi (2D)
Jembatan
Dalam regresi berganda, variabel dependen dipengaruhi oleh dua atau lebih
variabel, sehingga hubungan fungsional antara variabel dependen (Y) dan variabel
independen bersifat miring yaitu rotasi A (X1) dan rotasi B (X2). Analisis ini untuk
memprediksi apakah nilai variabel independen meningkat atau menurun, dan untuk
menentukan arah hubungan antara variabel independen dan variabel dependen
(terlepas dari apakah setiap variabel berkorelasi positif atau negatif). Uji regresi
berganda yang dilakukan ditunjukan pada Tabel 4.8 dibawah ini:
Tabel 4.13 Hasil Uji Regresi Linear Bergandaa dua (2D) Jembatan
Coefficientn
Unstandardized Standardized
Coefficient Coefficient
Model T Sig.
Std.
B Beta
Error
1 (Constant) ,014 ,018   ,747 ,459
ROTASI A 14,012 7,236 ,068 1,936 ,060
ROTASI B 14,873 ,535 ,975 27,780 ,000
a. Dependent Variabel: Defleksi (Y)
(Sumber: Hasil Analisa, 2020)
berdasarkan analisa data dengan menggunakan SPSS, maka diperoleh hasil
persamaan regresi yang dapat dilihat pada persamaan 4.1 berikut ini:
= 0,014 + 14,012 * ❑ A + 14,873 * ❑B + e……………………................................
(4.1)

4.2.4.2 Hasil Uji Koefisien Determinasi Dua Dimensi (2D) Jembatan


55

Adapun hasil pengolahan data menggunakan aplikasi SPSS dapat dilihat pada
tabel 4.9 berikut ini:
Tabel 4.14 Hasil Uji Koefisien Determinasi Dua Dimensi (2D) Jembatan
Model Summary
Adjusted R Std. Error of Durbin-
Model R R Square
Square the Estimate Watson
1 ,974a ,950 ,947 ,002471704 ,273a
a. Predictors: (Constant), rotasi B, rotasi A
b. Dependent Variable : defleksi
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)

4.2.5 Pembahasan Hasil Penelitian Dua Dimensi (2D) Jembatan


Berdasarkan analisa data mengenai pengaruh variabel rotasi A (X 1) dan rotasi
B (X2) secara parsial maupun simultan terhadap nilai defleksi pada percobaan dua
dimensi (2D) pada program SAP 2000, dapat disimpulkan bahwa nilai defleksi pada
percobaan tiga dimensi (3D) pada program SAP 2000 dipengaruhi oleh rotasi A dan
rotasi B yang telah diberikan beban dengan berbagai tipe pada jarak tertentu serta
menimbulkan gaya-gaya momen dan geser.

4.2.6 Presentase Hasil Persamaan Regresi Dua Dimensi (2D) Jembatan


Adapun contoh perhitungannya diambil pada posisi beban PB1 (❑ A = -0,00279
; ❑B = 0,005166) dapat dilihat pada persamaan 4.2 berikut ini:
= 0,014 + 14,012 * ❑ A + 14,873 * ❑B…...……………..........................................(4.2)
Y = 0,014 + 14,012 * (-0,00279) + 14,873 * 0,005166
Y = 0,051782
Dengan mendapatkan nilai defleksi dari persamaan yang didapatkan dari
regresi, maka untuk mengetahui tingkat akurasinya, dilakukan pengecekan presentase
dengan cara yang dapat dilihat pada persamaan 4.3 berikut ini:
defleksi persamaan−defleksi SAP
presentase= x 100……………………..............(4.3)
Defleksi SAP
0,051782 – 0,052657
presentase= x 100
0,052657
presentase=−1,66 %
Adapun hasil lengkap defleksi hasil persamaan dan presentase selisih pada
setiap percobaan dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut ini:
56

Tabel 4.15 Pengecekan Hasil Persamaan Regresi Dua Dimensi (2D) Jembatan
Defleksi Hasil Defleksi
Posisi
Output SAP Rotasi A Rotasi B Hasil Presentase
Beban
(m) Persamaan
PB1 0,052657 -0,00279 0,005166 0,051782 -1,661%
PB2 0,04704 -0,00263 0,004866 0,04952 5,273%
PB3 0,042029 -0,00252 0,004586 0,046883 11,550%
PB4 0,037827 -0,00249 0,004333 0,043569 15,179%
PB5 0,034634 -0,00249 0,004113 0,040297 16,350%
PB6 0,032712 -0,00249 0,003933 0,03762 15,003%
PB7 0,032214 -0,00249 0,003799 0,035627 10,594%
PB8 0,032888 -0,00249 0,003698 0,034124 3,760%
PB9 0,034607 -0,00249 0,003698 0,034124 -1,394%
PB10 0,037239 -0,00249 0,003744 0,034809 -6,526%
PB11 0,040655 -0,00249 0,003863 0,036579 -10,027%
PB12 0,044722 -0,00249 0,004062 0,039538 -11,591%
PB13 0,049311 -0,00249 0,004348 0,043792 -11,192%
PB14 0,054291 -0,00249 0,004727 0,049429 -8,956%
PB15 0,064266 -0,0025 0,005766 0,064672 0,631%
PB16 0,063879 -0,0025 0,005746 0,0645 0,973%
PB17 0,063527 -0,00249 0,005726 0,064273 1,174%
PB18 0,063222 -0,00249 0,005709 0,064034 1,285%
PB19 0,062978 -0,00249 0,005693 0,063796 1,299%
PB20 0,062812 -0,00249 0,00568 0,063603 1,259%
PB21 0,062736 -0,00249 0,005669 0,063439 1,121%
PB22 0,062818 -0,00249 0,005659 0,06329 0,752%
PB23 0,06296 -0,00249 0,00566 0,063305 0,548%
PB24 0,063159 -0,00249 0,005665 0,06338 0,349%
PB25 0,063407 -0,00249 0,005676 0,063543 0,215%
PB26 0,063694 -0,00249 0,005692 0,063781 0,137%
PB27 0,064012 -0,00249 0,005713 0,064094 0,127%
PB28 0,064352 -0,00249 0,005742 0,064525 0,269%
PB29 0,064705 -0,00249 0,005777 0,065045 0,526%
PB30 0,061941 -0,00261 0,005646 0,061458 -0,780%
PB31 0,060583 -0,00255 0,005573 0,061171 0,970%
PB32 0,059371 -0,0025 0,005506 0,060819 2,438%
PB33 0,058356 -0,00249 0,005444 0,060093 2,976%
PB34 0,057584 -0,00249 0,005391 0,059304 2,988%
PB35 0,057119 -0,00249 0,005348 0,058665 2,707%
PB36 0,056997 -0,00249 0,005315 0,058174 2,065%
PB37 0,057161 -0,00249 0,005291 0,057817 1,148%
PB38 0,057577 -0,00249 0,005291 0,057817 0,417%
PB39 0,058213 -0,00249 0,005302 0,057981 -0,399%
PB40 0,059039 -0,00249 0,005331 0,058412 -1,062%
PB41 0,060023 -0,00249 0,005379 0,059126 -1,494%
57

PB42 0,061132 -0,00249 0,005448 0,060152 -1,603%


PB43 0,062336 -0,00249 0,00554 0,061521 -1,308%
PB44 0,063603 -0,00249 0,005656 0,063246 -0,562%
PB45 0,052657 -0,00279 0,005166 0,051782 -1,661%
Rata – Rata 0,055289 1,03%
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
Berdasarkan hasil pada Tabel 4.10 dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata
presentase adalah 1,03%.
4.3 Pembahasan Tiga Dimensi (3D) Pada Jembatan
4.3.1 Penempatan Pembebanan Tiga Dimensi (3D) Jembatan
Penempatan beban truk arah memanjang (sumbu X) yang dianalisa dalam
penelitian ini sebanyak 45 titik pembebanan as roda depan, tengah, belakang sebagai
titik awal acuan. Adapun beberapa ilustrasi (lebih lengkap berada di Lampiran 1) dan
data pembebanan dapat dilihat pada Gambar 4.11 s/d Gambar 4.16 dan Tabel 4.11
berikut ini:

1,5 m 50
m

Gambar 4.27 Pembebanan PB1 Dengan 1 Kendaraan Untuk 3D Pada Jembatan


(Sumber: Hasil Analisis, 2020)

1,5 m 43,5 m 50
m

Gambar 4.28 Pembebanan PB17 Dengan 2 Kendaraan Untuk 3D Pada Jembatan


(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
58

1,5 m 7,5 m 43,5 m 50


m

Gambar 4.29 Pembebanan PB25 Dengan 3 Kendaraan Untuk 3D Pada Jembatan


(Sumber: Hasil Analisis, 2020)

19,5 m 25 m 26 m 31,5 m 50
m

Gambar 4.30 Pembebanan PB29 Dengan 4 Kendaraan Untuk 3D Pada Jembatan


(Sumber: Hasil Analisis, 2020)

13,5 m 19,5 m 25 m 26 m 31,5 m 50


m

Gambar 4.31 Pembebanan PB41 Dengan 5 Kendaraan Untuk 3D Pada Jembatan


(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
59

19,5 m 25 m 26 m 50
m

Gambar 4.32 Pembebanan PB42 Dengan 6 Kendaraan Untuk 3D Pada Jembatan


(Sumber: Hasil Analisis, 2020)

Tabel 4.16 Penempatan Posisi Pembebanan Truk Untuk 3D Jembatan


Jarak Jarak Jarak As
As As Belakang Beban Beban Beban
Posisi
Depan Tengah dari As As As
Beba Arah
dari dari Titik Depan Tengah Belakan
n
Titik Titik 0,0 (kN) (kN) g (kN)
0,0 (m) 0,0 (m) (m)
PB1 1,5 - - 50 - - Timur
PB2 7,5 3,5 - 50 225 225 Timur
PB3 13,5 9,5 0,5 50 225 225 Timur
PB4 19,5 15,5 6,5 50 225 225 Timur
25 21 12 50 225 225 Timur
PB5
26 22 13 50 225 225 Timur
PB6 31,5 27,5 18,5 50 225 225 Timur
PB7 37,5 33,5 24,5 50 225 225 Timur
PB8 43,5 39,5 30,5 50 225 225 Timur
PB9 43,5 39,5 30,5 50 225 225 Barat
PB10 37,5 33,5 24,5 50 225 225 Barat
PB11 31,5 27,5 18,5 50 225 225 Barat
25 21 12 50 225 225 Barat
PB12
26 22 13 50 225 225 Barat
PB13 19,5 15,5 6,5 50 225 225 Barat
PB14 13,5 9,5 0,5 50 225 225 Barat
PB15 7,5 3,5 - 50 225 - Barat
PB16 1,5 - - 50 - - Barat
1,5 - - 50 - - Timur
PB17
43,5 39,5 30,5 50 225 225 Barat
7,5 3,5 - 50 225 - Timur
PB18
37,5 33,5 24,5 50 225 225 Barat
13,5 9,5 0,5 50 225 225 Timur
PB19
31,5 27,5 18,5 50 225 225 Barat
PB20 19,5 15,5 6,5 50 225 225 Timur
60

25 21 12 50 225 225 Barat


26 22 13 50 225 225 Barat
19,5 15,5 6,5 50 225 225 Barat
PB21 25 21 12 50 225 225 Timur
26 22 13 50 225 225 Timur
13,5 9,5 0,5 50 225 225 Barat
PB22
31,5 27,5 18,5 50 225 225 Timur
7,5 3,5 - 50 225 - Barat
PB23
37,5 33,5 24,5 50 225 225 Timur
1,5 - - 50 - - Barat
PB24
43,5 39,5 30,5 50 225 225 Timur
1,5 - - 50 - - Timur
PB25 7,5 3,5 - 50 225 - Timur
43,5 39,5 30,5 50 225 225 Barat
7,5 3,5 - 50 225 - Timur
PB26 13,5 9,5 0,5 50 225 225 Timur
37,5 33,5 24,5 50 225 225 Barat
13,5 9,5 0,5 50 225 225 Timur
PB27 19,5 15,5 6,5 50 225 225 Timur
31,5 27,5 18,5 50 225 225 Barat
19,5 15,5 6,5 50 225 225 Timur
25 21 12 50 225 225 Timur
PB28 26 22 13 50 225 225 Timur
25 21 12 50 225 225 Barat
26 22 13 50 225 225 Barat
19,5 15,5 6,5 50 225 225 Barat
25 21 12 50 225 225 Timur
PB29
26 22 13 50 225 225 Timur
31,5 27,5 18,5 50 225 225 Timur
13,5 9,5 0,5 50 225 225 Barat
PB30 31,5 27,5 18,5 50 225 225 Timur
37,5 33,5 24,5 50 225 225 Timur
7,5 3,5 - 50 225 - Barat
PB31 37,5 33,5 24,5 50 225 225 Timur
43,5 39,5 30,5 50 225 225 Timur
1,5 - - 50 - - Timur
PB32 37,5 33,5 24,5 50 225 225 Barat
43,5 39,5 30,5 50 225 225 Barat
7,5 3,5 - 50 - - Timur
PB33 31,5 27,5 18,5 50 225 225 Barat
37,5 33,5 24,5 50 225 225 Barat
13,5 9,5 0,5 50 225 225 Timur
25 21 12 50 225 225 Barat
PB34
26 22 13 50 225 225 Barat
31,5 27,5 18,5 50 225 225 Barat
PB35 19,5 15,5 6,5 50 225 225 Timur
19,5 15,5 6,5 50 225 225 Barat
25 21 12 50 225 225 Barat
61

26 22 13 50 225 225 Barat


13,5 9,5 0,5 50 225 225 Barat
19,5 15,5 6,5 50 225 225 Barat
PB36
25 21 12 50 225 225 Timur
26 22 13 50 225 225 Timur
7,5 3,5 - 50 225 - Barat
PB37 13,5 9,5 0,5 50 225 225 Timur
31,5 27,5 18,5 50 225 225 Timur
1,5 - - 50 - - Barat
PB38 7,5 3,5 - 50 225 - Timur
37,5 33,5 24,5 50 225 225 Timur
1,5 - - 50 - - Timur
7,5 3,5 - 50 225 - Timur
PB39
37,5 33,5 24,5 50 225 225 Barat
43,5 39,5 30,5 50 225 225 Barat
7,5 3,5 - 50 225 - Timur
13,5 9,5 0,5 50 225 225 Timur
PB40
31,5 27,5 18,5 50 225 225 Barat
37,5 33,5 24,5 50 225 225 Barat
13,5 9,5 0,5 50 225 225 Timur
19,5 15,5 6,5 50 225 225 Timur
PB41 25 21 12 50 225 225 Barat
26 22 13 50 225 225 Barat
31,5 27,5 18,5 50 225 225 Barat
19,5 15,5 6,5 50 225 225 Timur
19,5 15,5 6,5 50 225 225 Barat
25 21 12 50 225 225 Timur
PB42
26 22 13 50 225 225 Timur
25 21 12 50 225 225 Barat
26 22 13 50 225 225 Barat
13,5 9,5 0,5 50 225 225 Barat
19,5 15,5 6,5 50 225 225 Barat
PB43 25 21 12 50 225 225 Timur
26 22 13 50 225 225 Timur
31,5 27,5 18,5 50 225 225 Timur
7,5 3,5 - 50 225 - Barat
13,5 9,5 0,5 50 225 225 Barat
PB44
31,5 27,5 18,5 50 225 225 Timur
37,5 33,5 24,5 50 225 225 Timur
1,5 - - 50 - - Barat
7,5 3,5 - 50 225 - Barat
PB45
37,5 33,5 24,5 50 225 225 Timur
43,5 39,5 30,5 50 225 225 Timur
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
4.3.2 Perhitungan Defleksi dan Rotasi Tiga Dimensi (3D) Jembatan
Dalam melakukan analisa perbandingan diperlukan analisa perhitungan
menggunakan software SAP2000 untuk lebih meningkatkan keakuratan hasil
62

perhitungan dengan menggunkan program. Adapun salah satu hasil pembuatan (lane)
jalur pada jembatan menggunakan SAP2000 dapat dilihat pada Gambar 4.17 s/d
Gambar 4.19 berikut ini:

Gambar 4.33 Modelling 3D Jembatan pada SAP2000


(Sumber: Hasil Analisis, 2020)

Gambar 4.34 Ilustrasi Jalur Kendaraan Memanjang


(Sumber: Hasil Analisis, 2020)

Gambar 4.35 Ilustrasi Truk Melintang


(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
63

Adapun salah satu proses input pembebanan dapat dilihat pada Gambar 4.20
berikut ini:

Gambar 4.36 Input Pembebanan Truk “T” 500 kN pada SAP2000


(Sumber: SNI 1725:2016)
Adapun hasil data lengkap hasil SAP 2000 untuk analisa Tiga dimensi (3D)
jembatan dengan 45 percobaan pada jarak dan beban tertentu yang dapat dilihat pada
Tabel 4.12 berikut ini:
Tabel 4.17 Hasil Defleksi dan Rotasi pada Analisa Tiga Dimensi (3D) Jembatan
Posisi Beban Defleksi (m) Rotasi A (rad) Rotasi B (rad)
PB1 0.018388 -0,005089 0,000704
PB2 0.017534 -0,004980 0,000627
PB3 0.017042 -0,004905 0,000569
PB4 0.016877 -0,004875 0,000542
PB5 0.016958 -0,004858 0,000549
PB6 0.017134 -0,004894 0,000593
PB7 0.017527 -0,004945 0,000683
PB8 0.018048 -0,005015 0,000723
PB9 0.018419 -0,004910 0,00072
PB10 0.018133 -0,004774 0,000688
PB11 0.01792 -0,004671 0,000652
PB12 0.017825 -0,004613 0,00063
PB13 0.017823 -0,004607 0,000626
PB14 0.017952 -0,004648 0,000641
PB15 0.018241 -0,004785 0,000674
PB16 0.018704 -0,005004 0,000722
PB17 0.017868 -0,004856 0,000677
PB18 0.016728 -0,004611 0,000569
PB19 0.016023 -0,004434 0,000474
PB20 0.015763 -0,004345 0,000425
PB21 0.015842 -0,004323 0,000429
PB22 -0.03066 0,007809 -0,002509
64

PB23 0.016829 -0,004588 0,000611


PB24 0.017813 -0,004876 0,000699
PB25 0.016463 -0,004693 0,000558
PB26 0.014831 -0,004373 0,000391
PB27 0.013961 -0,004166 0,00027
PB28 0.013782 -0,004060 0,000228
PB29 0.014037 -0,004073 0,000275
PB30 0.014735 -0,004201 0,000424
PB31 0.015938 -0,004460 0,000588
PB32 0.017062 -0,004488 0,000619
PB33 0.015709 -0,004139 0,000474
PB34 0.014909 -0,003904 0,000357
PB35 0.014647 -0,003809 0,000304
PB36 0.014855 -0,003828 0,000323
PB37 0.01545 -0,004041 0,000415
PB38 0.016594 -0,004449 0,000587
PB39 0.015657 -0,004324 0,0005
PB40 0.013812 -0,003902 0,000297
PB41 0.012847 -0,003636 0,000153
PB42 0.012666 -0,003525 0,000107
PB43 0.01305 -0,003579 0,00017
PB44 0.014038 -0,003844 0,000352
PB45 0.015703 -0,004321 0,000563
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
Berdasarkan pada hasil Tabel 4.12 diatas, nilai defleksi pada PB 1 s/d PB 45
memliki rentang nilai maksimum sebesar 0,0187 yang masih berada dibawah batas
nilai lendutan maksimum sebesar 0,0625 yang didapat dari rumus L/800 (50 m / 800 =
0,0625).
4.3.3 Regresi Berganda Tiga Dimensi (3D) Jembatan
4.3.3.1 Hasil Analisa Persamaan Regresi Linier Berganda Tiga Dimensi (3D)
Jembatan
Di dalam regresi berganda, variabel terikat dipengaruhi oleh dua variabel atau
lebih variabel bebas sehingga berhubungan fungsional antara variabel terikat (Y) yaitu
defleksi dengan variabel bebas yaitu rotasi A(X1) dan rotasi B (X2). Analisis ini untuk
memprediksi nilai dari variabel terikat apabila variabel bebas mengalami kenaikan
atau penurunan dan untuk mengetahui arah hubungan antara variabel bebas dan
variabel terikat apakah masing-masing variabel berhubungan positif atau negatif.
Dapun hasil pengolahan data menggunakan aplikasi SPSS dapat dilihat pada Tabel
4.13 berikut ini:
Tabel 4.18 Hasil Uji Regresi Linear Berganda Tiga Dimensi (3D) Jembatan
Coefficientsn
65

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model T Sig.
Std.
B Beta
Error
1 (Constant) -,001 ,000 -10,924 ,000
ROTASI A -3,802 ,642 -1,003 -5,919 ,000
ROTASI B -,014 ,646 -,004 -0,022 ,982
a. Dependent Variabel: Defleksi (Y)
(Sumber: Hasil Analisi, 2020)
berdasarkan analisis data dengan menggunakan SPSS, maka diperoleh hasil
persamaan regresi yang dapat dilihat pada Persamaan 4.4 berikut ini:
= -0,001 - 3,802* ❑ A - 0,014 * ❑B + e………………………………………...(4.4)
4.3.3.2 Hasil Uji Koefisien Determinasi Tiga Dimensi (3D) Jembatan
Adapun hasil pengolahan data menggunakan aplikasi SPSS dapat dilihat pada
tabel 4.14 berikut ini:

Tabel 4.19 Hasil Uji Koefisien Determinasi Tiga Dimensi (3D) Jembatan
Model Summary
Adjusted R Std. Error of Durbin-
Model R R Square
Square the Estimate Watson
a
1 ,999 ,998 ,998 ,000327742 ,221
a. Predictors: (Constant), rotasi B, rotasi A
b. dependant variable defleksi
(Sumber: Hasil Analisa, 2020)
4.3.4 Pembahasan Hasil Penelitian Tiga Dimensi (3D) Jembatan
Berdasarkan analisa data mengenai pengaruh variabel rotasi A (X 1) dan rotasi
B (X2) secara parsial maupun simultan terhadap nilai defleksi pada percobaan dua
dimensi (2D) pada program SAP 2000, dapat disimpulkan bahwa nilai defleksi pada
percobaan tiga dimensi (3D) pada program SAP 2000 dipengaruhi oleh rotasi A dan
rotasi B yang telah diberikan beban dengan berbagai tipe pada jarak tertentu serta
menimbulkan gaya-gaya momen dan geser.
4.3.5 Presentase Hasil Persamaan Regresi Tiga Dimensi (3D) Jembatan
Pada judul ini menggunakan metode penelitian sistem regresi dengan bantuan
program SPSS yang kemudian didapatkan hasil persamaan untuk mencari defleksi
66

yang baru. Adapun contoh perhitungannya diambil pada posisi beban PB1 (X1 =
-0,005089 ; X2 = 0,000704) dapat dilihat pada Persamaan 4.5 berikut ini:
= -0,001 - 3,802* ❑ A - 0,014 * ❑B ……………………………………...........(4.5)
= -0,001 – 3,802 * (-0,005089) – 0,014 * 0,000704
= 0,018339

Dengan mendapatkan nilai defleksi dari persamaan yang didapatkan dari


regresi, maka untuk mengetahui tingkat akurasinya, dilakukan pengecekan presentase
dengan cara yang dapat dilihat pada Persamaan 4.6 berikut ini:
defleksi persamaan−defleksi SAP
presentase= x 100……………………..............(4.6)
Defleksi SAP
0,018339−0,018388
presentase= x 100
0,018388
presentase=−0,269%
Adapun hasil lengkap defleksi hasil persamaan dan presentase selisih pada
setiap percobaan dapat dilihat pada Tabel 4.15 berikut ini:
Tabel 4.20 Pengecekan Hasil Persamaan Regresi Tiga Dimensi (3D) Jembatan
Defleksi
Defleksi
Posisi Hasil
Rotasi A Rotasi B Hasil Presentase
Beban Output SAP
Persamaan
(m)
PB1 0,018388 -0,005089 0,000704 0,018339 -0,269%
PB2 0,017534 -0,004980 0,000627 0,017925 2,231%
PB3 0,017042 -0,004905 0,000569 0,017641 3,514%
PB4 0,016877 -0,004875 0,000542 0,017527 3,852%
PB5 0,016958 -0,004858 0,000549 0,017462 2,975%
PB6 0,017134 -0,004894 0,000593 0,017599 2,712%
PB7 0,017527 -0,004945 0,000683 0,017791 1,508%
PB8 0,018048 -0,005015 0,000723 0,018057 0,049%
PB9 0,018419 -0,004910 0,00072 0,017658 -4,133%
PB10 0,018133 -0,004774 0,000688 0,017141 -5,470%
PB11 0,01792 -0,004671 0,000652 0,016750 -6,529%
PB12 0,017825 -0,004613 0,00063 0,016530 -7,266%
PB13 0,017823 -0,004607 0,000626 0,016507 -7,383%
PB14 0,017952 -0,004648 0,000641 0,016663 -7,182%
PB15 0,018241 -0,004785 0,000674 0,017183 -5,799%
PB16 0,018704 -0,005004 0,000722 0,018015 -3,683%
PB17 0,017868 -0,004856 0,000677 0,017453 -2,322%
PB18 0,016728 -0,004611 0,000569 0,016523 -1,225%
PB19 0,016023 -0,004434 0,000474 0,015851 -1,071%
67

PB20 0,015763 -0,004345 0,000425 0,015514 -1,581%


PB21 0,015842 -0,004323 0,000429 0,015430 -2,600%
PB22 -0,03066 0,007809 -0,002509 -0,030655 -0,017%
PB23 0,016829 -0,004588 0,000611 0,016435 -2,341%
PB24 0,017813 -0,004876 0,000699 0,017529 -1,596%
PB25 0,016463 -0,004693 0,000558 0,016835 2,259%
PB26 0,014831 -0,004373 0,000391 0,015621 5,324%
PB27 0,013961 -0,004166 0,00027 0,014835 6,263%
PB28 0,013782 -0,004060 0,000228 0,014433 4,723%
PB29 0,014037 -0,004073 0,000275 0,014482 3,168%
PB30 0,014735 -0,004201 0,000424 0,014966 1,570%
PB31 0,015938 -0,004460 0,000588 0,015949 0,067%
PB32 0,017062 -0,004488 0,000619 0,016055 -5,904%
PB33 0,015709 -0,004139 0,000474 0,014730 -6,233%
PB34 0,014909 -0,003904 0,000357 0,013838 -7,184%
PB35 0,014647 -0,003809 0,000304 0,013478 -7,984%
PB36 0,014855 -0,003828 0,000323 0,013550 -8,788%
PB37 0,01545 -0,004041 0,000415 0,014358 -7,067%
PB38 0,016594 -0,004449 0,000587 0,015907 -4,141%
PB39 0,015657 -0,004324 0,0005 0,015433 -1,432%
PB40 0,013812 -0,003902 0,000297 0,013831 0,139%
PB41 0,012847 -0,003636 0,000153 0,012822 -0,195%
PB42 0,012666 -0,003525 0,000107 0,012401 -2,096%
PB43 0,01305 -0,003579 0,00017 0,012605 -3,410%
PB44 0,014038 -0,003844 0,000352 0,013610 -3,049%
PB45 0,015703 -0,004321 0,000563 0,015421 -1,799%
Rata – Rata 0,014845 -1,764%
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
Berdasarkan hasil Tabel 4.15 diatas, maka dapat disimpulkan untuk nilai rata-
rata presentase adalah -1,764%.
4.4 Hasil Defleksi Menggunakan Persamaan Tiga Dimensi Dengan Data
Rotasi Dua Dimensi
Persamaan regresi yang digunakan adalah dari hasil analisis struktur tiga
dimensi yang tercantum pada Persamaan 4.5 berikut ini:
= -0,001 - 3,802* ❑ A - 0,014 * ❑B……………………………………....................
(4.5)
Adapun hasil dari persamaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.16 berikut ini:
Tabel 4.21 Hasil Defleksi Persamaan Tiga Dimensi Menggunakan Data
Rotasi Dua Dimensi

Posisi Output Aplikasi Menggunaka Selisih Presentase


Beban SAP2000 n Persamaan = (1 – 2) Selisih
68

3D Dengan
3 Dimensi Data Rotasi
(3) = (3 / 1)
(1) 2D
(2)
PB1 0,018388 0,00952385 0,00886415 48%
PB2 0,017534 0,008931136 0,008602864 49%
PB3 0,017042 0,008520638 0,008521362 50%
PB4 0,016877 0,008402516 0,008474484 50%
PB5 0,016958 0,008405596 0,008552404 50%
PB6 0,017134 0,008408116 0,008725884 51%
PB7 0,017527 0,008409992 0,009117008 52%
PB8 0,018048 0,008411406 0,009636594 53%
PB9 0,018419 0,008411406 0,010007594 54%
PB10 0,018133 0,008410762 0,009722238 54%
PB11 0,01792 0,008409096 0,009510904 53%
PB12 0,017825 0,00840631 0,00941869 53%
PB13 0,017823 0,008402306 0,009420694 53%
PB14 0,017952 0,008397 0,009555 53%
PB15 0,018241 0,008439484 0,009801516 54%
PB16 0,018704 0,008405546 0,010298454 55%
PB17 0,017868 0,008386816 0,009481184 53%
PB18 0,016728 0,008383252 0,008344748 50%
PB19 0,016023 0,008383476 0,007639524 48%
PB20 0,015763 0,008383658 0,007379342 47%
PB21 0,015842 0,008383812 0,007458188 47%
PB22 -0,03066 0,008383952 -0,03904395 127%
PB23 0,016829 0,008383938 0,008445062 50%
PB24 0,017813 0,008383868 0,009429132 53%
PB25 0,016463 0,008383714 0,008079286 49%
PB26 0,014831 0,00838349 0,00644751 43%
PB27 0,013961 0,008383196 0,005577804 40%
PB28 0,013782 0,00838279 0,00539921 39%
PB29 0,014037 0,0083823 0,0056547 40%
PB30 0,014735 0,008828968 0,005906032 40%
PB31 0,015938 0,008613276 0,007324724 46%
PB32 0,017062 0,008439322 0,008622678 51%
PB33 0,015709 0,008386962 0,007322038 47%
PB34 0,014909 0,008387704 0,006521296 44%
PB35 0,014647 0,008388306 0,006258694 43%
PB36 0,014855 0,008388768 0,006466232 44%
PB37 0,01545 0,008389104 0,007060896 46%
PB38 0,016594 0,008389104 0,008204896 49%
PB39 0,015657 0,00838895 0,00726805 46%
PB40 0,013812 0,008388544 0,005423456 39%
PB41 0,012847 0,008387872 0,004459128 35%
69

PB42 0,012666 0,008386906 0,004279094 34%


PB43 0,01305 0,008385618 0,004664382 36%
PB44 0,014038 0,008383994 0,005654006 40%
PB45 0,015703 -0,001 0,016703 106%
Rata – Rata 0,007060459 51%
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
Berdasarkan hasil Tabel 4.21 diatas, nilai defleksi analisis tiga dimensi (3D)
menggunakan persamaan tiga dimensi (3D) dengan data rotasi analisa dua dimensi
(2D) adalah sebesar 51%.
4.5 Hasil Defleksi Menggunakan Persamaan Dua Dimensi Dengan Data
Rotasi Tiga Dimensi
Persamaan regresi yang digunakan adalah dari hasil analisis struktur dua
dimensi yang tercantum pada Persamaan 4.2 berikut ini:
= 0,014 + 14,012 * ❑ A + 14,873 * ❑B…...……………........................................(4.2)
Adapun hasil dari persamaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.17 berikut ini:
Tabel 4.22 Hasil Defleksi Persamaan Dua Dimensi Menggunakan Data
Rotasi Tiga Dimensi
Menggunakan
Output Aplikasi Persamaan
Selisih Presentase
Posisi SAP2000 2D Dengan
= (1 – 2) Selisih
Beban 2 Dimensi Data Rotasi
(3) = (3/1)
(1) 3D
(2)
PB1 0,052657 -0,04684 0,099493 189%
PB2 0,04704 -0,04645 0,093494 199%
PB3 0,042029 -0,04627 0,088295 210%
PB4 0,037827 -0,04625 0,084074 222%
PB5 0,034634 -0,04591 0,080539 233%
PB6 0,032712 -0,04576 0,078467 240%
PB7 0,032214 -0,04513 0,077345 240%
PB8 0,032888 -0,04552 0,078405 238%
PB9 0,034607 -0,04409 0,078697 227%
PB10 0,037239 -0,04266 0,0799 215%
PB11 0,040655 -0,04175 0,082408 203%
PB12 0,044722 -0,04127 0,085989 192%
PB13 0,049311 -0,04124 0,090554 184%
PB14 0,054291 -0,04159 0,095885 177%
PB15 0,064266 -0,04302 0,107289 167%
PB16 0,063879 -0,04538 0,109257 171%
PB17 0,063527 -0,04397 0,1075 169%
70

PB18 0,063222 -0,04215 0,105369 167%


PB19 0,062978 -0,04108 0,104057 165%
PB20 0,062812 -0,04056 0,103373 165%
PB21 0,062736 -0,04019 0,102929 164%
PB22 0,062818 0,086103 -0,02329 -37%
PB23 0,06296 -0,0412 0,10416 165%
PB24 0,063159 -0,04393 0,107085 170%
PB25 0,063407 -0,04346 0,106866 169%
PB26 0,063694 -0,04146 0,105153 165%
PB27 0,064012 -0,04036 0,10437 163%
PB28 0,064352 -0,0395 0,10385 161%
PB29 0,064705 -0,03898 0,103686 160%
PB30 0,061941 -0,03856 0,100499 162%
PB31 0,060583 -0,03975 0,100331 166%
PB32 0,059371 -0,03968 0,09905 167%
PB33 0,058356 -0,03695 0,095302 163%
PB34 0,057584 -0,03539 0,092977 161%
PB35 0,057119 -0,03485 0,091969 161%
PB36 0,056997 -0,03483 0,091831 161%
PB37 0,057161 -0,03645 0,093611 164%
PB38 0,057577 -0,03961 0,097186 169%
PB39 0,058213 -0,03915 0,097364 167%
PB40 0,059039 -0,03626 0,095297 161%
PB41 0,060023 -0,03467 0,094695 158%
PB42 0,061132 -0,0338 0,094933 155%
PB43 0,062336 -0,03362 0,095957 154%
PB44 0,063603 -0,03463 0,09823 154%
PB45 0,052657 -0,04684 0,099493 189%
Rata – Rata 0,092828 174%
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
Berdasarkan hasil Tabel 4.17 diatas, nilai defleksi analisis dua dimensi (2D)
menggunakan persamaan dua dimensi (2D) dengan data rotasi analisa tiga dimensi
(3D) adalah sebesar 174%.

4.6 Pembuktian Desain SAP


Setelah melalui berbagai serangkaian perhitungan, perlu pembuktian model
apakah sudah benar atau belum. Caranya yaitu dengan membuat perbandingan nilai
momen pada kasus dua dimensi, antara output SAP terhadap hitungan manual.
4.6.1 Output SAP
Adapun hasil nilai momen dan gaya geser yang dikeluarkan program SAP dapat
dilihat pada Gambar 4.21 berikut ini:
71

Gambar 4.37 Nilai Momen dan Gaya Geser Pada Output SAP
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
Berdasarkan Gambar 4.21 diatas, dapat dijelaskan bahwa nilai momen (M3)
yaitu sebesar 7497,11 KN.m , dan gaya geser (V2) yaitu sebesar 500 KN. Kemudian
kedua nilai tersebut akan dibandingkan dengan hasil perhitungan manual.
4.6.2 Perhitungan Manual
Adapun sketsa gambar permodelan perhitungan manual dengan rumus statika
dasar dapat dilihat pada Gambar 4.21 berikut ini:
P = 1000 KN

A C B
Ma
Mb
72

25 m 25 m

Va Vb
Gambar 4.38 Sketsa Permodelan Perhitungan Manual
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
4.6.2.1 Perhitungan Nilai Gaya Geser (V)
∑ Ma = 0 ∑ Mb = 0
-Vb . 50 + P . 25 = 0 -Va . 50 + P . 25 = 0
-50Vb + 1000 . 25 = 0 -50Va + 1000 . 25 =
0
-50Vb + 25000 = 0 -50Va + 25000 = 0
-50Vb = -25000 -50Va = -25000
Vb = 500 KN Va = 500 KN

Cek = ∑ V = 0
Va + Vb – P = 0
500 + 500 – 1000 = 0
0=0
OKE
Berdasarkan perhitungan diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai gaya geser (Va
& Vb) yaitu masing – masing sebesar 500 KN. Dan sudah sesuai karena hasil
pengecekan sebesar 0.

4.6.2.2 Perhitungan Nilai Momen (M)


Ma = Va . 0 Mb = Vb . 0
Ma = 500 . 0 Mb = 500 . 0
Ma = 0 KN. m Mb = 0 KN.
m

Mc (Dari kiri) = Va . 25 Mc (Dari kanan) = Vb . 25


Mc (Dari kiri) = 500 . 25 Mc (Dari kanan) = 500 . 25
Mc (Dari kiri) = 7500 KN. m Mc (Dari kanan) = 7500 KN.
m
73

Berdasarkan perhitungan diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai momen (Mc)


yaitu sebesar 7500 KN. m .
4.6.3 Perbandingan Output SAP dan Perhitungan Manual beserta
Penjelasannya
Berdasarkan hasil output SAP pada sub – bab 4.6.1 dan hasil pembahasan
perhitungan manual pada sub – bab 4.6.2, penulis membuat tabel perbandingan supaya
dapat memudahkan pembaca yang dapat dilihat pada Tabel 4.18 berikut ini:
Tabel 4.23 Perbandingan Output SAP dan Perhitungan Manual
Output SAP Perhitungan Manual
Nilai Momen (M) 7497,11 KN.m 7500 KN.m
Nilai Gaya Geser (V) 500 KN 500 KN
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
Berdasarkan hasil pada Tabel 4.18 diatas, terdapat sedikit selisih hasil antara
output SAP dengan perhitungan manual. Hal tersebut terjadi karena pada permodelan
di program SAP memiliki kekakuan perletakan yang dimodelkan dengan nilai stiffness
properti bearing pad, sedangkan pada perhitungan manual dengan statika
menggunakan asumsi sendi – rol (misal, hanya gaya 1000 KN saja tanpa berat
sendiri).
74

BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Hasil output SAP2000 nilai defleksi analisis dua dimensi (2D) menggunakan
persamaan dua dimensi (2D) dengan data rotasi analisa tiga dimensi (3D)
adalah yang tertinggi dengan nilai rata – rata selisih presentase sebesar 174%;
b. Hubungan antara defleksi dan rotasi pada jembatan tiga dimensi (3D) adalah
yang tertinggi dengan nilai R2 sebesar 0,998;
c. Nilai defleksi ( ) dapat dicari berdasarkan nilai rotasi (¿ pada alat uji tiltmeter
menggunakan persamaan yang sudah didapatkan. Dimana persamaan dua
dimensi dapat digunakan menggunakan data tiga dimensi, begitupun
sebaliknya.
5.2 Saran
a. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi hasil perbandingan, salah satunya
yaitu faktor presisi permodelan jembatan yang tidak sepenuhnya mirip dengan
kondisi jembatan yang sebenarnya;
b. Perlu dikembangkan lebih lanjut terkait penelitian dengan permodelan
jembatan yang lebih akurat untuk mendapatkan hasil perbandingan yang lebih
akurat dengan keadaan di lapangan sebenarnya.
75
76

DAFTAR PUSTAKA
Akimovs, & Edmunds, & Paeglitis, A. (2013). Load Testing of Some new Bridges in
Latvia. Latvia : Riga Technical University.
Dewi, S.M. (2013). Garis Pengaruh. Malang: BARGIE Media.
Direktorat Jenderal Binamarga, Departemen Pekerjaan Umum. Standar Pembebanan
Untuk Jembatan (RSNI T-02-2005-jatan).
Draper, N.R., & Smith. H. (1966). Applied Regression Analysis, New York: John
Wiley & Sons, Inc.
Galati, N., & Casadei, P. (2005). In-Situ Load Testing Of Bridge A6102 Lexington,
Mo. United States of America : University of Missouri. Staskiewicz, Michal.
Hou, X., & Yang, X., & Huang, Q. (2005). Using Inclimeters to Measure Bridge
Deflection. Journal of Bridge Engineering ASCE September 2005.
Issa, M.A., & Shahawy , M.A. (1993). Dynamic and Static Tests of Prestressed
Concrete Girder Bridges in Florida. Structural Research Center, MS 80
Florida Department of Transportation Tallahassee.
Kerlinger, F.N., & Pedhazur, E.J. (1973). Multiple Regression in Behavioral Research,
New York: Holt Rinehart and Winston Inc.
Koten, V.K. (2005). Analisis Eksperimental dan Teoritis Terhadap Defleksi Lateral
Balok dengan Tumpuan Engsel-Rol. Jurnal Pembangunan Wilayah
Masyarakat, Volume 4 No.2.
Kotynia., & Renata., & Lasek, K. (2012). Trial Loading of Gere.
Mendenhall, W. (1998). Statistics for Management and Economics, PWS. Boston:
Kent Publishing Co.
Nasution., & Hakim, A., & Barizi. (1985). Metode Statistika Untuk Penarikan
Kesimpulan. Edisi yang disempurnakan. Jakarta: PT. Gramedia.
Ozakgul, K., & Caglayan, O., & Uzgider, E. (2009). Load Testing of Bridges Using
Tiltmeters. Proceedings of the SEM Annual Conference Juni 1-4, 2009.
Albuquerque New Mexico USA 2009 Society for Experimental Mechanics
Inc.
Sousa, H., & Cavadasa, F., & Henriquesa, A., & Bentob, J., & Figueirasa, J. (2013).
Bridge Deflection Evaluation Using Strain and Rotation Measurements. Article
in Smart Structures and Systems, April 2013.
77

Staskiewicz, M., & Kotynia, R., & Lasek, K. (2012). Trial Loading of The Bridge in
Szczercowska Wies Before Structural Strengthening. Poland: University of
Lodz.
Sudjana. (1983). Teknik Analisis Regresi dan Korelasi Bagi Para Peneliti. Bandung:
Tarsito.
Sugiarto. (1992). Analisis Regresi: Tahap awal + aplikasi. Yogyakarta: Andi Offset.
Supriyadi, B & Muntohar, A.S. (2007). Jembatan. Penerbit: Beta Offset: Yogyakarta.
Sutresman, O.S., & Tjandinegara, T. (2012). Analisis Teoritis dan Eksperimental
Defleksi Balok Segiempat Dengan Variasi Posisi Pembebanan. Makasar:
Jurusan Teknik Mesin Universitas Hasanudin.
Timoshenko, S.P. (2000). Mekanika Bahan. Jakarta: Erlangga.
LAMPIRAN 1
Jarak Pembebanan Truk Pada 3D Jembatan
L81

PB1

1,5 m 50
m

PB2

7,5 m 50
m

PB3

13,5 m 50
m

PB4

19,5 m 50
m
L82

PB5

25 m 26 m 50
m

PB6

31,5 m 50
m

PB7

37,5 m 50
m

PB8

43,5 m 50
m
L83

PB9

43,5 m 50
m

PB10

37,5 m 50
m

PB11

31,5 m 50
m

PB12
L84

25 m 26 m 50
m

PB13

19,5 m 50
m

PB14

13,5 m 50
m

PB15

7,5 m 50
m

PB16
L85

1,5 m 50
m

PB17

1,5 m 43,5 m 50
m

PB18

7,5 m 37,5 m 50
m

PB19

13,5 m 31,5 m 50
m
L86

PB20

19,5 m 25 m 26 m 50
m

PB21

19,5 m 25 m 26 m 50
m

PB22

13,5 m 31,5 m 50
m

PB23
L87

7,5 m 37,5 m 50
m

PB24

1,5 m 43,5 m 50
m

PB25

1,5 m 7,5 m 43,5 m 50


m

PB26

7,5 m 13,5 m 37,5 m 50


m

PB27
L88

13,5 m 19,5 m 31,5 m 50


m

PB28

19,5 m 25 m 26 m 50
m

PB29

19,5 m 25 m 26 m 31,5 m 50
m

PB30

13,5 m 31,5 m 37,5 50


m

PB31
L89

7,5 m 37,5 m 43,5 50


m

PB32

1,5 m 37,5 m 43,5 50 m

PB33

7,5 m 31,5 m 37,5 50


m

PB34

13,5 m 25 m 26 m 31,5 m 50
m
L90

PB35

19,5 m 25 m 26 m 50
m

PB36

13,5 19,5 m 25 m 26 m 50
m

PB37

7,5 m 13,5 m 31,5 m 50


m

PB38
L91

1,5 m 7,5 m 37,5 m 50


m

PB39

1,5 m 7,5 m 37,5 m 50


m

PB40

7,5 m 13,5 m 31,5 m 37,5 m 50


m

PB41

13,5 m 19,5 m 25 m 26 m 31,5 m 50


m

PB42
L92

19,5 m 25 m 26 m 50
m

PB43

13,5 m 19,5 m 25 m 26 m 31,5 m 50


m

PB44

7,5 m 13,5 m 31,5 m 37,5 m 50


m

PB45

1,5 m 7,5 m 37,5 m 47,5 m 50


m

Anda mungkin juga menyukai