Anda di halaman 1dari 139

KAJIAN PENENTUAN NILAI LENDUTAN DARI DATA ROTASI

UJI TILTMETER PADA JEMBATAN PCI GIRDER


HALAMAN SAMPUL

LAPORAN SKRIPSI

Oleh

Andreas Pranoto 2001606415

Civil Engineering Program


Civil Engineering Study Program
Faculty of Engineering
Universitas Bina Nusantara
2021

i
KAJIAN PENENTUAN NILAI LENDUTAN DARI DATA ROTASI
UJI TILTMETER PADA JEMBATAN PCI GIRDER

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat


Untuk gelar kesarjanaan pada
Program Studi Teknik Sipil
Jenjang Pendidikan Strata-1

Oleh

Andreas Pranoto 2006606415

Civil Engineering Program


Civil Engineering Study Program
Faculty of Engineering
Universitas Bina Nusantara
Jakarta
2021

ii
KAJIAN PENENTUAN NILAI LENDUTAN DARI DATA ROTASI
UJI TILTMETER PADA JEMBATAN PCI GIRDER

LAPORAN SKRIPSI

Disusun oleh:

Andreas Pranoto
2001606415

Disetujui oleh:

Ir. Made Suangga, M.T., D.Eng.


D5216
29 Januari 2021

Dr. Ir. Oki Setyandito. S.T., M.Eng.


Head of Civil Engineering Study Program
29 Januari 2021

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA


JAKARTA
2021

iii
HALAMAN PERNYATAAN DEWAN PENGUJI

iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI LAPORAN SKRIPSI

Dengan ini saya,


Nama : Andreas Pranoto
NIM : 2001606415
Judul Skripsi : Kajian Penentuan Nilai Lendutan dari Data Rotasi Uji
Tiltmeter pada Jembatan PCI Girder.

Memberikan kepada Universitas Bina Nusantara hak non-eksklusif untuk menyimpan,


memperbanyak, dan menyebarluaskan Skripsi karya saya, secara keseluruhan atau
hanya sebagian atau hanya ringkasan saja, dalam bentuk format tercetak dan atau
elektronik.

Menyatakan bahwa saya, akan mempertahankan hak eksklusif saya, untuk


menggunakan seluruh atau sebagian isi Skripsi saya, guna pengembangan karya di
masa depan, misalnya bentuk artikel, buku, perangkat lunak, ataupun sistem informasi.

Jakarta, 29 Januari 2021

Andreas Pranoto
2001606415

v
Halaman Pernyataan Persetujuan PublikasiiInternasional

SURAT PERNYATAANSI INTERNASIONAL

Saya, yang bertandatangan di bawah ini:


Nim : 2001606415
Nama : Andreas Pranoto
Fakultas/School – Program Studi : Teknik – Teknik Sipil

Dengan ini menyatakan bahwa karya yang berjudul:


Kajian Penentuan Nilai Lendutan dari Data Rotasi Uji Tiltmeter pada Jembatan PCI
Girder.

Di bawah bimbingan dosen:


D5216 - Ir. Made Suangga, M.T., D.Eng.

Telah dijadikan sebagai Tugas Akhir/Skripsi pada Program Studi di Universitas Bina
Nusantara dan telah diuji pada semester Ganjil tahun 2019/2020 disetujui untuk
dielaborasi dan diajukan bersama-sama sebagai publikasi internasional dengan
ketentuan:

Ir. Made Suangga, M.T., D.Eng : sebagai Penulis Pertama;


Andreas Pranoto : sebagai Penulis Kedua.

Para penulis di atas sekaligus merupakan pemegang hak cipta atas publikasi
internasional tersebut.
Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak manapun.

Jakarta, 29 Januari 2021

Penulis Pertama, Penulis Kedua,

Ir. Made Suangga, M.T., D.Eng. Andreas Pranoto

vi
UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
__________________________________________________________________
Civil Engineering Program
Civil Engineering Study Program
Faculty of Engineering
Skripsi Sarjana Strata I
Semester Ganjil 2020/2021

KAJIAN PENENTUAN NILAI LENDUTAN DARI DATA ROTASI


UJI TILTMETER PADA JEMBATAN PCI GIRDER

Andreas Pranoto 2001606415

ABSTRACT

A bridge is an infrastructure that experiences dynamic and repetitive load for a long period oftime,so
it is necessary to monitor the condition of the bridge structure to ensure that the bridgeis alwaysin a
proper condition. This study aims to obtain an equation model with multiple regression analysis
methods between the deflection value and the rotation value of the PCI girderbridgeusing a tiltmeter
in the Serang - Panimbang project case study. The results obtained theSAP2000 output deflection value
of two-dimensional (2D) analysis using two-dimensional (2D) equationswith three-dimensional (3D)
analysis of rotation data are the highest with an average percentage difference of 174%,besidesthat
the relationship between deflection and rotation on the three-dimension bridge(3D) isthehighest with
an R2 value of 0.998, and the value deflection ( ) can be found based on the valueofrotation ( )oon
the tiltmeter test instrument using the equations that have been obtained, where t wo-dimension
equations can be used using three-dimension data, and vice versa.

Keywords : PCI Girder Bridge, 2D Model, 3D Model, SAP2000, Rotation Value, Deflection Value,
Tiltmeter, Multiple Linear Regression Equation.

ABSTRAK

Jembatan merupakan infrastruktur yang mengalami beban dinamisdan berulang dalamjangka waktu
yang panjang, sehingga perlu dilakukan upaya pemantauan kondisi struktur jembatan untuk
memastikan bahwa jembatan selalu berada dalam kondisi laya k. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan model persamaan dengan metode analisa regresi berganda antara nilai defleksi terhadap
nilai rotasi pada jembatan PCI girder menggunakan alat tiltmeter pada studi kasus proyek Serang
Panimbang. Hasil yang didapat yaitu hasil output SAP2000 nilai defleksi analisisdua dimensi (2D)
menggunakan persamaan dua dimensi (2D) dengan data rotasi analisa tiga dimensi (3D) adalah yang
tertinggi dengan nilai rata – rata selisih presentase sebesar 174%, selain itu hubungan antara defleksi
dan rotasi pada jembatan tiga dimensi (3D) adalah yang tertinggi dengan nilai R2sebesar0.998,dan
nilai defleksi ( ) dapat dicari berdasarkan nilai rotasi (  ) pada alat uji tiltmeter menggunakan
persamaan yang sudah didapatkan, dimana persamaan dua dimensi dapat digunakan menggunakan
data tiga dimensi, begitupun sebaliknya.

Kata kunci : Jembatan PCI Girder, Model 2D, Model 3D, SAP2000, Nilai Rotasi, Nilai Defleksi,
Tiltmeter, Persamaan Regresi Linear Berganda.

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang maha Esa karena rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk lulus program Sarjana Teknik Jurusan
Teknik Sipil Universitas Bina Nusantara. Penyusunan skripsi ini didasarkan pada hasil
wawancara dan proses pengumpulan data-data yang diperoleh penulis pada proyek
pembangunan ini.
Penyusunan skripsi ini merupakan syarat penulis sekaligus menyampaikan
terima kasih, khususnya kepada::
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Harjanto Prabowo, MM., selaku Rektor Universitas Bina
Nusantara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk membuat
penulisan laporan skripsi;
2. Bapak Dr. Ir. John Fredy Bobby Saragih, M,Si., selaku Dekan Fakultas Teknik;
3. Bapak Dr. Ir. Oki Setyandito, S.T, M.Eng, selaku Ketua Program Studi Sarjana
I Teknik Sipil Universitas Bina Nusantara;
4. Bapak Ir. Made Suangga, M.T., D.Eng. selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, serta bantuannya dalam berbagai hal hingga selesainya
penulisan laporan skripsi;
5. Kedua orang tua penulis;
6. Kepada orang – orang yang menyayangi dan mencintai saya;
7. Teman-teman seperjuangan Teknik Sipil Angkatan 2016.
Semoga skripsi ini sudah memenuhi setiap persyaratan dan dapat disetujui dan
berguna bagi lingkungan, sehingga dapat menambah wawasan bagi setiap pembaca.
Akhir kata, Penulis mengharapkan kritik dan saran dari setiap pembaca, untuk
meningkatkan kualitas skripsi ini.

Jakarta, 5 Januari 2021


Penulis

viii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN DEWAN PENGUJI................................................. iv
Halaman Pernyataan Persetujuan PublikasiiInternasional ........................................ vi
ABSTRAK........................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xvi
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................2

1.3 Batasan Masalah..........................................................................................2

1.4 Tujuan Penelitian.........................................................................................3

1.5 Manfaat Penelitian.......................................................................................3

1.6 Sistematika Penulisan ..................................................................................3

BAB 2 LANDASAN TEORI ..................................................................................5


2.1 Umum.........................................................................................................5

2.1.1 Pengertian Jembatan ..........................................................................5

2.1.2 Klarifikasi Jembatan ..........................................................................9

2.2 Bagian – Bagian Jembatan ......................................................................... 10

2.2.1 Bangunan Atas ................................................................................ 10

2.2.2 Bangunan bawah ............................................................................. 10

2.3 Pembebanan Jembatan ............................................................................... 11

2.3.1 Bangunan atas ................................................................................. 11

2.3.2 Bangunan Bawah ............................................................................. 16

2.4 Uji Jembatan ............................................................................................. 17

2.4.1 Metode Uji Beban Dinamik.............................................................. 17

2.4.2 Metode Uji Beban Statik .................................................................. 18

ix
2.4.3 Uji Beban dengan Metode Terintegritas. ...........................................18

2.5 Struktur Health Monitoring System.............................................................18

2.5.1 Pengukuran parameter ......................................................................19

2.6 Defleksi dan Rotasi Balok Terlentur ...........................................................21

2.6.1 Defleksi ...........................................................................................21

2.6.2 Deformasi ........................................................................................23

2.6.3 Persyaratan Defleksi pada Jembatan .................................................25

2.7 Regresi Berganda .......................................................................................26

2.7.1 Persyaratan untuk Statistik Parameter ...............................................26

2.7.2 Hal-Hal Pokok dalam Analisis Regresi .............................................27

2.7.3 Bentuk Umum Regresi Berganda ......................................................28

2.7.4 Regresi Berganda Linear ..................................................................28

2.7.5 Pembuatan Model Regresi ................................................................29

2.8 Roadmad Penelitian ...................................................................................31

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .................................................................37


3.1 Pendekatan Penelitian ................................................................................37

3.2 Prosedur Penelitian ....................................................................................39

3.3 Objek Penelitian ........................................................................................39

3.4 Analisis Struktur Dua Dimensi ...................................................................41

3.5 Analisis Regresi Berganda .........................................................................41

3.6 Analisis Struktur Tiga Dimensi ..................................................................43

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN ............................................................45


4.1 Data Penelitian ..........................................................................................45

4.1.1 Data Jembatan .................................................................................45

4.1.2 Data Aksi Pembebanan ....................................................................47

4.1.3 Tributary Area .................................................................................48

4.2 Pembahasan Dua Dimensi (2D) Pada Jembatan ..........................................49

4.2.1 Penempatan Pembebanan Dua Dimensi (2D) Jembatan .....................49

x
4.2.2 Penentuan Lebar Efektif Pelat Lantai ................................................ 51

4.2.3 Perhitungan Defleksi dan Rotasi Dua Dimensi (2D) Jembatan ........... 52

4.2.4 Regresi Berganda Dua Dimensi Dimensi (2D) Jembatan ................... 55

4.2.5 Pembahasan Hasil Penelitian Dua Dimensi (2D) Jembatan ................ 56

4.2.6 Presentase Hasil Persamaan Regresi Dua Dimensi (2D) Jembatan ..... 57

4.3 Pembahasan Tiga Dimensi (3D) Pada Jembatan.......................................... 59

4.3.1 Penempatan Pembebanan Tiga Dimensi (3D) Jembatan .................... 59

4.3.2 Perhitungan Defleksi dan Rotasi Tiga Dimensi (3D) Jembatan .......... 63

4.3.3 Regresi Berganda Tiga Dimensi (3D) Jembatan ................................ 68

4.3.4 Pembahasan Hasil Penelitian Tiga Dimensi (3D) Jembatan ............... 69

4.3.5 Presentase Hasil Persamaan Regresi Tiga Dimensi (3D) Jembatan..... 69

4.4 Hasil Defleksi Menggunakan Persamaan Tiga Dimensi Dengan Data Rotasi
Dua Dimensi ............................................................................................. 72

4.5 Hasil Defleksi Menggunakan Persamaan Dua Dimensi Dengan Data Rotasi
Tiga Dimensi............................................................................................. 74

4.6 Pembuktian Desain SAP ............................................................................ 76

4.6.1 Output SAP ..................................................................................... 76

4.6.2 Perhitungan Manual ......................................................................... 77

4.6.3 Perbandingan Output SAP dan Perhitungan Manual beserta


Penjelasannya ............................................................................................ 78

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN....................................................................... 80


5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 80

5.2 Saran......................................................................................................... 80

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 82
LAMPIRAN 1...................................................................................................... 83
LAMPIRAN 2...................................................................................................... 97
LAMPIRAN 3.................................................................................................... 107

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Konsep Pre-Tensioning ........................................................................8


Gambar 2.2 Beban Lajur “D” ................................................................................ 13
Gambar 2.3 Intensitas Uniformly Distributed Load (UDL)..................................... 13
Gambar 2.4 Faktor Beban Dinamis untuk BGT...................................................... 14
Gambar 2.5 Pembebanan Truk “T”........................................................................ 14
Gambar 2.6 Ilustrasi Gaya Geser dan Momen ........................................................ 15
Gambar 2.7 Tiltmeter............................................................................................ 20
Gambar 2.8 Balok Sederhana yang Mengalami Lentur ........................................... 22
Gambar 2.9 Balok yang Mengalami Lentur ........................................................... 23
Gambar 2.10 Balok Sederhana yang Menahan Beban Merata ................................. 24
Gambar 2.11 Balok Sederhana menahan beban Terpusat........................................ 24
Gambar 2.12 Ilustrasi Model Regresi Linear .......................................................... 29
Gambar 3.1 Diagram Alir ..................................................................................... 37
Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian (Lanjutan)..................................................... 38
Gambar 3.3 Penampang Melintang Jembatan......................................................... 40
Gambar 3.4 Detail Penampang Gelagar Jembatan .................................................. 40
Gambar 4.1 Potongan Arah X PCI-Girder ............................................................. 45
Gambar 4.2 Detail Balok Prestress ........................................................................ 46
Gambar 4.3 Pembebanan Truk “T” 500 kN ........................................................... 47
Gambar 4.4 Pembebanan Truk 2 As 400 kN .......................................................... 48
Gambar 4.5 Pembebanan Truk 2 As 800 kN .......................................................... 48
Gambar 4.6 Tributary Area Jembatan .................................................................... 49
Gambar 4.7 Balok T ............................................................................................. 51
Gambar 4.8 Modeling PB1 2D Jembatan pada SAP2000 ........................................ 52
Gambar 4.9 Deformed Shape PB 8 2D .................................................................. 53
Gambar 4.10 Deformed Shape PB 23 2D............................................................... 53
Gambar 4.11 Deformed Shaped PB 38 2D............................................................. 53
Gambar 4.12 Pembebanan PB1 Dengan 1 Kendaraan Untuk 3D Pada Jembatan ..... 59
Gambar 4.13 Pembebanan PB17 Dengan 2 Kendaraan Untuk 3D Pada Jembatan ... 59
Gambar 4.14 Pembebanan PB25 Dengan 3 Kendaraan Untuk 3D Pada Jembatan ... 60
Gambar 4.15 Pembebanan PB40 Dengan 4 Kendaraan Untuk 3D Pada Jembatan ... 60
Gambar 4.16 Modelling 3D Jembatan pada SAP2000 ............................................ 64

xiii
Gambar 4.17 Ilustrasi Jalur Kendaraan Memanjang................................................64
Gambar 4.18 Ilustrasi Truk Melintang ...................................................................64
Gambar 4.19 Input Pembebanan Truk “T” 500 kN pada SAP2000..........................65
Gambar 4.20 Desain 3D ........................................................................................65
Gambar 4.21 Desain 3D Deformed Shape PB 25 ...................................................66
Gambar 4.22 Desain 3D Deformed Shape PB 25 ...................................................66
Gambar 4.23 Nilai Momen dan Gaya Geser Pada Output SAP ...............................76
Gambar 4.24 Sketsa Permodelan Perhitungan Manual ............................................77

xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Berat Jenis (Material) ............................................................................ 12
Tabel 2.2 Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana ......................................................... 15
Tabel 2.3 Faktor Distribusi untuk Beban Truk ....................................................... 16
Tabel 2.4 Kalkulasi Deformasi Ujung Balok Akibat Beban Luar ............................ 25
Tabel 2.5 Perbandingan Hasil Penelitian Sebelumnya ............................................ 31
Tabel 4.1 Data Jembatan ....................................................................................... 45
Tabel 4.2 Dimensi Balok Prestress ........................................................................ 46
Tabel 4.3 Beton Girder Prategang ......................................................................... 46
Tabel 4.4 Beton Slab Lantai Jembatan ................................................................... 47
Tabel 4.5 Penempatan Posisi Pembebanan Untuk 2D Jembatan .............................. 49
Tabel 4.6 Penentuan Lebar Efektif Pelat Lantai ..................................................... 52
Tabel 4.7 Hasil Defleksi dan Rotasi pada Analisa Dua Dimensi (2D) Jembatan ...... 54
Tabel 4.8 Hasil Uji Regresi Linear Bergandaa dua (2D) Jembatan .......................... 56
Tabel 4.9 Hasil Uji Koefisien Determinasi Dua Dimensi (2D) Jembatan................. 56
Tabel 4.10 Pengecekan Hasil Persamaan Regresi Dua Dimensi (2D) Jembatan ....... 57
Tabel 4.11 Penempatan Posisi Pembebanan Truk Untuk 3D Jembatan.................... 60
Tabel 4.12 Hasil Defleksi dan Rotasi pada Analisa Tiga Dimensi (3D) Jembatan.... 66
Tabel 4.13 Hasil Uji Regresi Linear Berganda Tiga Dimensi (3D) Jembatan........... 68
Tabel 4.14 Hasil Uji Koefisien Determinasi Tiga Dimensi (3D) Jembatan .............. 69
Tabel 4.15 Pengecekan Hasil Persamaan Regresi Tiga Dimensi (3D) Jembatan ...... 70
Tabel 4.16 Hasil Defleksi Persamaan Tiga Dimensi Menggunakan Data................. 72
Tabel 4.17 Hasil Defleksi Persamaan Dua Dimensi Menggunakan Data ................. 74
Tabel 4.18 Perbandingan Output SAP dan Perhitungan Manual.............................. 78

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jarak Pembebanan Truk Pada 3D Jembatan ..................................... L1


Lampiran 2 Jarak Pembebanan Truk Pada 3D Jembatan ........................................ L1
Lampiran 3 Perhitungan gaya prestress ............................................... L3

xvi
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aktivitas transportasi memerlukan infrastruktur pendukung, salah satu yang
penting adalah jembatan. Jembatan adalah sebuah struktur penghubung lembah / laut
/ sungai / jurang / laut yang dapat mempercepat waktu tempuh transportasi darat jika
dibandingkan memutar jarak yang lebih jauh, atau bahkan dengan menggunakan
transportasi laut sekalipun. Dalam kasus pada jalan perkotaan, jembatan dapat
dimanfaatkan sebagai infrastruktur pada simpangan tidak sebidang, supaya pengguna
jalan dapat melewatinya tanpa harus melalui simpangan tersebut, serrta juga
diperbolehkan dilewati untuk pejalan kaki untuk mengurangi hambatan simpangan.
Dalam penulis tugas akhir ini akan difokuskan pada analisa defleksi dan rotasi pada
struktur jembatan. (Supriyadi dkk, 2007)
Jembatan merupakan infrastruktur yang mengalami beban dinamis dan
berulang dalam jangka waktu yang panjang, sehingga mengalami penurunan kondisi
dari waktu ke waktu. Perlu dilakukan upaya pemantauan kondisi struktur jembatan
untuk memastikan bahwa jembatan berada dalam kondisi layak dengan sistem
bernama Structural Health Monitoring System (SHM) atau Sistem Pemantau
Kesehatan Struktur yang bertujuan untuk memperoleh informasi layak bangunan sipil
secara berkelanjutan (baik dalam kondisi berubah berangsur atau berubah mendadak)
berupa beban yang bekerja serta respon mekaniknya (Akimov dkk, 2013).
Berbagai bentuk pemantauan SHM telah diterapkan sejak 50 tahun terakhir,
namun baru dekade terakhir dilakukan penerapan sistem pemantauan berbasis sistem
komputer untuk memastikan diperolehnya informasi yang tepat waktu, berkelanjutan
dan ekonomis. Salah satu manfaat dari SHM ialah mampu mendeteksi secara dini
kerusakan yang terjadi pada struktur kontruksi/infrastruktur, sehingga dapat mencegah
terjadinya beberapa kerusakan fatal seperti ambles pondasi bangunan dan runtuhnya
jembatan. (Sutresman dkk, 2012).
Sampai saat ini, struktur yang dipantau dan diuji semakin banyak. Hal tersebut
berdampak pada pengetahuan tentang perilaku struktur yang semakin meningkat juga.
Defleksi, regangan serta rotasi yang diukur selama uji beban dan pemantauan jangka
panjang dari struktur tersebut dapat digunakan untuk mendeteksi tanda - tanda
perubahan yang dapat merugikan struktur tersebut. Perkembangan dan keberhasilan
2

implementasi sistem pemantauan struktur jangka panjang pada jembatan telah banyak
dilaporkan oleh peneliti. Pada beberapa tahun terakhir tilitmeter (disebut juga
inclinometer) banyak dimanfaatkan untuk pemantauan kontruksi, penguji struktur
serta pemantauan kinerja jangka panjang jembatan dengan mengedepankan metode
sederhana dengan biaya yang terjangkau. (Ozakgul dkk., 2009).
Defleksi dan rotasi yang berlangsung pada struktur jembatan adalah sesuatu hal
yang perlu dikontrol dengan baik. Berdasarkan berbagai peraturan nasional, untuk
membatasi defleksi yang dapat berpengaruh pada kemampuan dan kekuatan fungsi
struktur jembatan batang beton struktural pada jembatan perlu didesain supaya
memiliki kekakuan yang cukup (Souza dkk, 2013).
Metode pengukuran defleksi jembatan dengan menggunakan data rotasi dari
tiltmeter (inclinometer) dinilai cukup menjanjikan, praktis, murah dan sederhana untuk
mengukur defleksi statis dan dinamis dari bentang jembatan di bawah beban, bahkan
untuk bentang jembatan yang melintasi ketinggian. Metode ini tidak memerlukan
posisi pengamatan tetap karena tiltmeter dipasang di jembatan secara langsung yang
sangat meningkatkan efisiensi pengukuran. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa
metode rotasi adalah metode potensial untuk mengukur defleksi jembatan, sehingga
tiltmeter memiliki nilai aplikasi teknik yang signifikan dan masa depan yang
menjanjikan dengan hasil pendekatan (Hou dkk., 2005).

1.2 Rumusan Masalah


Berikut rumusan masalah yang dapat digunakan pada penelitian ini:
a. Apakah data rotasi untuk jembatan dapat digunakan untuk memperkirakan
tingkat akurasi defleksi?
b. Apakah jumlah tiltmeter mempengaruhi tingkat akurasi persamaan defleksi –
rotasi?
c. Bagaimana tingkat akurasi persamaan defleksi – rotasi yang dihasilkan melalui
analisa dua dimensi (2D) dan dibandingkan dengan analisa struktur tiga
dimensi (3D)?

1.3 Batasan Masalah


Penulis Skripsi ini memiliki tujuan sebagai mana diungkapkan dengan batasan
masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah:
3

a. Penelitian dilaksanakan dengan mengambil data jembatan PCI girder yang


terletak di proyek Jembatan Sel Tebing Rumbih Barito Kuala, Kalimantan
Selatan;
b. Rotasi dan defleksi yang di dapat melalui analisa struktur dua dimensi (2D)
satu girder dengan perhitungan manual diperoleh melalui penerapan beberapa
posisi beban pada jembatan;
c. Persamaan defleksi dan rotasi dari beberapa posisi beban didapat dengan
implementasi regresi berganda yang dihitung dengan menggunakan piranti
lunak statistika;
d. Persamaan defleksi – rotasi di verifikasi dengan analisis struktur 3D
menggunakan piranti lunak analisis struktur SAP2000.

1.4 Tujuan Penelitian


Berikut merupakan tujuan dari penelitian ini:
a. Untuk mengetahui rata – rata selisih antara persamaan defleksi-rotasi jembatan
analisa struktur dua dimensi (2D) dengan analisa struktur tiga dimensi (3D);
b. Mengetahui hubungan antara defleksi dan rotasi untuk membuat persamaan;
c. Menguji apakah dapat mencari nilai lendutan dari data rotasi dari uji tiltmeter.

1.5 Manfaat Penelitian


Berikut manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini:
a. Mengusulkan metode baru yang lebih sederhana, praktis, dan berbiaya rendah
untuk mengukur defleksi jembatan dengan data rotasi;
b. Memberikan informasi dan pemahaman yang lebih baik tentang korelasi data
defleksi-rotasi pada jembatan;
c. Memberikan informasi tingkat akurasi analisis dua dimensi dibandingkan
analisis struktur tiga dimensi dalam memperkirakan defleksi berdasarkan
rotasi.

1.6 Sistematika Penulisan


Berikut merupakan sistematika penulisan penelitian ini:
a. BAB 1 - Pendahuluan
Bagian berisi informasi dasar pada penelitian ini antara lain: latar masalah,
rumusan permasalahan, tujuan penelitian, batasan masalah, dan hipotesis;
4

b. BAB 2 – Landasan Teori


Bagian yang membahas mengenai tinjauan pustaka dan landasan teori atau
dasar teori yang berkaitan dengan topik penelitian;
c. BAB 3 – Metodologi Penelitian
Bagian yang membahas tahapan penelitian yang digunakan dalam
menjalankan penelitian. Lalu dituangkan dalam bentuk diagram alir;
d. BAB 4 – Analisa dan Pembahasan
Bagian yang membicarakan proses analisa berdasarkan data-data yang telah
dikumpulkan;
e. BAB 5 – Simpulan dan Saran
Bagian ini membahas mengenai kesimpulan dan saran penulis terhadap
pembaca dari hasil penelitian.
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Umum
Jembatan ialah infrastruktur terpenting bagi manusia. Pada tahun 2650 SM, Raja
Manes dari Mesir membangun jembatan pertama di sungai Nil dan pada tahun 556 SM,
Raja Alexander dari Cyprus membangun jembatan terapung yang tersusun dari
sejumlah perahu dalam membagi tentara pada masa perang, sedangkanpada tahun 738
SM, Ratu Semiwaris dari Babilonia membangun jembatan kayu di sungai Efhrat yang
disusun oleh Diodrons Sirculus. Oleh sebab itu pada jaman dulu kala itu jembatan dalam
menyebrangi suatu kolam kecil dengan menggunakan batang pohon atau kayu balok
yang kuat dan besar.
Perkembangan jembatan yang semakin maju menghasilkan alternatif baru
seperti penggunaan material batu maupun kayu yang dipadukan dengan baja ataupun
besi. Pembangunan jembatan beton pertama terjadi di Inggris di sungai Sevenr pada
tahun 1776, dan pembangunan dengan material baja pada jembatan gelagar pada tahun
1824 di Dublinn Drogheda.

2.1.1 Pengertian Jembatan


Menurut UU No.38 Tahun 2004, Dalam mendorong pembangunan lingkup
sosial, ekonomi dan budaya agar tercapainya pemerataan pembangunan pada suatu
daerah perlunya pembangunan infrastruktur seperti Jalan dan jembatan sebagai sistem
transportasi nasional. Jembatan tergolong banguan prasarana lalu lintas darat dengan
kontruksi terdiri dari pondasi, sstruktur bangunan bawah dan struktur bangunan atas.
Kontruksi jembatan yaitu suatu kontruksi bangunan pelengkap sarana transportasi jalan
yang menghubungkan suatu daerah ke daerah yang lain yang dapat dilintasi oleh suatu
benda yang bergerak. Jembatan merupakan bangunan yang tidak dapat diubah-ubah
seperti gedung pada umumnya karena memerlukan modal yang besar sertadapat
berpengaruh bagi jalannya lalu lintas sekitar pada proses pengerjaan.
Perkembangan lalu lintas yang semakin meningkat membuat jembatan tidak
sanggup menahan beban volume lalu lintas, dengan begitu dilakukan persiapan berupa
umur rencana dan desain jembatan agar dapat dilakukan pelebaran jalan dikemudian
hari, sehingga dapat dikerjakan dengan pelaksanaan yang efisien dari segi biaya serta
efektif mutu dan waktu yang telah ditentukan. Desain jembatan dirancang sesuai
6

kategori, umumnya minimum umur jembatan mencapai 50 tahun hingga ratusan tahun.
Selain faktor kekuatan dan kemampuan untuk melayani beban lalu lintas, faktor
pemeliharaan yang baik perlu diperhatikan.
Ada sejumlah jenis yang berbeda dari jembatan gelagar, dari segi akses jenis
tiang penyokong yang terletak pada tengah bentang maupun dari transportasi kepada
lapangan, jembatan gelagar merupakan jembatan yang dibangun dari balok-balok yang
ditempatkan pada abutment dan tiang jembatan (pier). Umumnya penentuan pemilihan
jembatan yang digunakan tergantung pada pertimbangan ekonomi serta faktor dari
kondisi area kontruksi. Berdirinya dek jembatan untuk proses lalu lintasnya dilakukan
pada lantai dasar yang terletak diatas balok penopang.

2.1.1.1 Plate Girder


Plate girder dibuat untuk mencapai penataan bahan yang lebih efisien
dibandingkan dengan balok profil pabrikasi. Plate girder merupakan suatu balok
pemyusun dari sejumlah elemen pelat dan penggunaan mesin penyambung dipakai
untuk pelat dapat digabung. Gelagar lantai gedung umumnya menggunakan Plate
girder, gelagar crane bangunan gedung dan gelagar jembatan. Bobot yang diterima oleh
girder akan besar hingga apabila profil yang digunakan merupakan hasil fabrikasi maka
berat sendiri dihasilkan yaitu dengan cara menaikan profil.
Umumnya jembatan KA dengan beban berat, perkuatan di sejumlah bagian pelat
girder sampai dengan 200 m, pelat yang digunakan biasanya pada bentang 15 hingga
40 m. Sedangkan penggunaan plate girder akan jauh ekonomis untuk jembatan jalan
rata pada bentang lebih dari 24m. Untuk daerah dengan gaya geser tinggi, maka
penampang pelat dapat dibuat dengan ketebalan pelat badan tebal dan pelat sayap tipis
dan pada daerah dengan gaya momen tinggi, maka pelat dapat dirangakai dengan pelat
tipis dan pelat yang tebal.
Selain variasi yang terletak pada bentuk penampang, variasi mutu pelat
pembentuk sayap dan badan juga mungkin dihasilkan oleh plate girder. untuk daerah
dengan gaya momen tinggi, maka mutu pelat badan lebih rendah dibandingkan mutu
pelat sayap dan untuk daerah yang dominan memiliki gaya geser maka mutu pelat sayap
dibuat lebih rendah dibandingkan mutu pelat badan.
7

2.1.1.2 Box Girder


Box girder merupakan salah satu penggunaan metode pada jalan layang yang
biasa digunakan. Pengertian box girder pada jalan layang yaitu span dari jalan layang
dimana balok utama terdiri dari balok – b alok beton pratekan / baja struktural / komposi
baja dalam bentuk kotak berongga. Metode penggunaan box girder pada proyek jalan
layang dikerjakan menggunakan alat dan teknologi yang canggih.
Tipe ini memiliki bentang dari 12 hingga 30 meter dan umumnya di desain
sebagai struktur menerus diatas kolom serta memiliki adanya keunggulan yaitu kuat
terhadap gaya torsi.

2.1.1.3 Prestressed Concrete Bridges


Prestressed concrete bridges atau jembatan beton pratekan memberikan gaya
tekan tambahan pada struktur untuk mengurangi material dan menghilangkan tenaga
internal pada beton. Beton prategang adalah jenis beton dengan tegangan dalam yang
besar, distribusinya masuk akal dan dapat menahan tegangan yang timbul oleh beban
luar hingga batas tertentu. Pada beton bertulang, prategang biasa diterapkan dengan
tegangan. Gaya tekan yang ditimbulkan akibat reaksi besi beton, sehingga mengurangi
retak, segmen beton prategang dapat sangat kuat dari segmen tulangan beton.
Banyak keunggulan dari beton ini, salah satu darinya ialah kondisi bentang dan
beban yang sama tingginya lebih kecil dari pada beton bertulang, karena pada biasanya
besar elemen beton prategang adalah 60% sampai 85% pada tinggi tulangan struktur
beton.
Teruntuk jembatan beton prategang, prategang awal akan diberikan dan
prategang awal ini akan bereaksi akibat beban. Jembatan beton pratekan dapat
diimplementasikan dalam dua sistem, diantaranya:
a. Pra-pengencangan adalah tahapan pertama menggunakan beton pra-tegang
dengan kabel tendon. Batang penguat disiapkan pada jangkar gerak (live
anchor), dan jangkar tetap (fixed anchor) terlebih dahulu, dan kemudian
dongkrak digunakan untuk menarik jangkar bergerak untuk kabel tendon lebih
panjang. Dongkrak tersebut dilengkapi dengan alat pengukur tekanan untuk
menentukan gaya yang dihasilkan. Setelah gaya yang dibutuhkan tercapai, beton
dituang. Setelah beton mencapai umur yang cukup, kabel dilepaskan perlahan
dan kedua jangkar dipotong. Setelah tarikan awal menyebabkan panjangnya
bertambah, kabel tendon akan mencoba kembali kebentuk aslinya. Inilah
8

penyebab tekanan internal beton. Oleh karena itu, sistem praktis mengandalkan
retakan yang terjadi antara baja dan batang baja di sekitarnya. Hal terpenting
ialah setiap tendon harus terhubung di sepanjang tubuh. Setelah beton mengeras,
untaian baja dilepaskan dan gaya dipindahkan ke beton dengan pretensi dan
prategang. Adapun salah satu ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut
ini:

Gambar 2.1 Konsep Pre-Tensioning


(Sumber: )

b. Pasca tegangan adalah metode yang digunakan untuk memperkuat bendungan


beton, prategang melingkar, tangki beton besar, pelindung bios ganda dan
reaktor nuklir, dan jembatan bentang panjang. Dalam sistem ini, tendong
prategang ditempatkan didalam pipa setelah beton dikeraskan, dan prategang
dipindahkan dari tendon ke beton dengan penahan di ujung balok.

2.1.1.4 Rolled Steel Girder


Perbandingan antara material lain seperti kayu maupun beton, baja memiliki
kekuatan ulet dan kekerasan yang lebih tinggi, sehingga baja merupakan material
terkemuka yang sangat digunakan dalam konstruksi jembatan. Balok baja terbagi
menjadi dua jenis, yaitu balok baja komposit dan balok baja bukan komposit. Jembatan
Girder baja adalah struktur jembatan yang sederhana dan umum digunakan, ini terdiri
dari balok lantai dan bantalan kursi. Balok baja komposit dapat dilihat dari balok baja
yang bekerja dengan pelat beton (sambungan geser). Pada saat yang sama, balok baja
9

non komposit dapat dilihat dari balok baja dan pelat beton. Pada dasarnya profil baja
yang umum digunakan adalah profil baja I.

2.1.2 Klarifikasi Jembatan


Dilihat dari sejumlah aspek, dapat dikatakan jembatan diklarifikasikan atas:
a. Berdasarkan material yang dipakai
 Jembatan balok baja;
 Jembatan komposit;
 Jembatan beton bertulang;
 Jembatan beton prategang;
 Jembatan kayu.
b. Berdasarkan bentuk struktur kontruksi
 Jembatan Penahan kabel (cable-stay bridge);
 Jembatan kerangka (truss bridge);
 Jembatan gantung (suspension bridge);
 Jembatan baja berdinding penuh (Plate girder bridge);
 Jembatan portal (rigid frame bridge);
 Jembatan gelagar segmental beton atau beton pratekan;
 Jembatan lengkung (arch bridge);
 Jembatan penyangga (cantilever bridge);
 Jembatan gelagar biasa (beam bridge);
 Jembatan batang kayu (log bridge).
c. Berdasarkan Analisa Struktur (Statika Kontruksi)
 Jembatan statis tak tentu;
 Jembatan statis tertentu.
d. Berdasarkan fungsinya
 Jembatan bagi lalu lintas biasa untuk umum (highway bridge);
 Jembatan bagi lalu lintas kereta (Railway bridge);
 Jembatan khusus, misalnya untuk pipa-pipa air minum, pengairan, pipa
gas;
 Jembatan bagi pejalan kaki (Foot Path);
 Jembatan dengan fungsi ganda, seperti untuk lalu lintas kendaraan roda
empat dan kereta api.
10

e. Berdasarkan Sifat - Sifatnya


 Jembatan darurat atau sementara;
 Jembatan bergerak;
 Jembatan permanen atau tetap.
f. Berdasarkan letak dan posisinya
 Jembatan di atas perairan;
 Jembatan di atas saluran sungai, saluran irigasi atau drainase;
 Jembatan di atas jalan yang sudah ada;
 Jembatan di atas lembah.
g. Berdasarkan letak lantainya
 Jembatan dengan lantai kendaraan di tengah;
 Jembatan dengan lantai kendaraan di atas;
 Jembatan dengan lantai kendaraan di bawah.

2.2 Bagian – Bagian Jembatan


Jembatan dikategorikan atas dua bagian, ialah sebagai struktur bawah dan
struktur atas. Oleh karena itu, pada saat memilah komponen-komponen struktur
jembatan beton akan memiliki fungsinya masing-masing, seperti pada penjelasan
dibawah ini:
2.2.1 Bangunan Atas
Struktur jembatan teruntuk bangunan atas digunakan untuk menerima beban
langsung, antara lain beban pejalan kaki, beban lalu lintas kendaraan, beban statis
tambahan, gaya pengereman, beban sendiri, dll. Struktur jembatan pun terdiri
diantaranya:
a. Balok girder;
b. Pelat lantai kendaraan;
c. Trotoar;
d. Balok diafragma;
e. Parapet atau sandaran.

2.2.2 Bangunan bawah


Struktur jembatan pada bagian bawah bangunan dapat menahan semua beban
struktur atas jembatan, termasuk beban hidup dan beban statis, serta bobot lain yang
11

diakibatkan oleh aliran dan arus air, tekanan tanah, benturan, gaya pengereman, beban
seismik, dll sebagai fondasi yang tersalurkan ke tanah, jenis-jenis struktur pada bawah
jembatan biasanya meliputi:
a. Pilar
 Pilar yang berupa dinding, kolom atau portal;
 Kepala Pilar (pilar head);
 Poer (Pile cap);
 Tumpuan (bearing);
 Pondasi.
b. Abutment
 Dinding sayap (Wing wall);
 Dinding belakang (Back wall);
 Dinding penahan (Longitudinal stopper);
 Tumpuan (bearing);
 Pelat injak (Approach slab);
 Poer (Pile cap);
 Pondasi.

2.3 Pembebanan Jembatan


Dalam perencanaan jembatan, penting untuk memperhatikan beban yang
muncul pada jembatan. Beban ini akan mempengaruhi ukuran struktur jembatan
dan jumlah batang baja yang dimanfaatkan. Sesuai aturan RSNI T-02-2005,
peraturan yang berisi tentang standar bobot untuk tindakan (reaksi beban)
diklasifikasikan menurut kelompok jembatan, adalah:

2.3.1 Bangunan atas


Dalam perancangan bangunan diatas jembatan, beban yang berjalan diantaranya
sebagai berikut:

2.3.1.1 Beban mati


Beban statis mengacu pada berat material jembatan dan material penyusun
struktur , ditambah berat elemen struktur yang menopang dan memperbaikinya. Pada
bangunan atas beban statik meliputi beban diafragma, balok, lantai kendaraan dan beban
12

dinding penahan dan berikut merupakan kumpulan jenis berat yang terdapat pada tabel
berikut ini:
Tabel 2.1 Berat Jenis (Material)

(Sumber: RSNI.T-02-2005 pasal 5)

2.3.1.2 Beban Statik Tambahan


Beban ini merupakan..elemen bukan..struktural yang ukurannya akan
berubah..sepanjang umur..jembatan. Beban..statik tambahan..juga merupakan berat
semua material yang..membentu..beban pada..jembatan, Jembatan tersebut
direncanakan mampu menahan beban tambahan seperti kumpulan air hujan yang
tergenang dan lapisan aspal.

2.3.1.3 Beban Lalu Lintas


a. Beban jalur “D” Beban jalur D..melintasi seluruh..lebar ruas jalan..kendaraan
di jembatan..dan..menghasilkan efek yang.setara dengan.rantai kendaraan
sebenarnya di jembatan. Beban jalur adalah beban lalu lintas yang
terdiri..dari..beban jalur..D.dan beban..truk T. Truk..T dimuat dengan
kendaraan..berat dengan..tiga as, yang..ditempatkan dimanapun pada jalan yang
direncanakan. Umumnya, beban D akan ditetapkan sebagai bentang.sedang
hingga panjang.dan beban T akan diidentifikasi sebagai bentang pendek dan
sistem tanah. Beban jalur D terdiri dari beban merata (BTR) dan beban garis
tengah (BGT). (Pasal 6.3 dari RSNI T-02-2005). Salah satu ilustrasinya dapat
dilihat pada gambar 2.2 berikut ini:
13

Gambar 2.2 Beban Lajur “D”


(Sumber: RSNI T-02-2005)
 BTR (Beban ekivalen/ terbagi rata), Intensitas beban D terdiri dari
beban seragam dan beban terkonsentrasi. Beban ekivalen yaitu bobot
jalur D bekerja pada seluruh lebar lajur kendaraan dan berdampak pada
balok penopang. Efeknya sama dengan kumpulan kendaraan yang
sebenarnya. Kekuatan beban seragam adalah q kPa. Adapun untuk
memperoleh nilai q dapat dilihat pada rumus 2.1 dan rumus 2.2 dibawah
ini:
q =9 untuk L < 30 m ...................................(2.1)
q = 9.(1. 15/L) untuk L > 30 m ...................................(2.2)
adapun salah satu ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut ini:

Gambar 2.3 Intensitas Uniformly Distributed Load (UDL)


(Sumber: RSNI T-02-2005)
14

 Beban Garis Terkonsentrasi/Terpusat (BGT) Beban BGT mesti


dikalikan dengan shock factor (DLA). Beban Terpusat yaitu beban BGT
beban jalur, yaitu beban yang berjalan di atas lantai kendaraan. Beban
BGT yang dihitung adalah 49 kN/m. Faktor beban dinamis (DLA) yang
dimasukan sebagai faktor digunakan untuk mewakili faktor dampak
beban dinamis. Salah satu ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 2.4
dibawah ini:

Gambar 2.4 Faktor Beban Dinamis untuk BGT


(Sumber: RSNI T-02-2005)

b. Beban Truck T yaitu muatan truk yang mengacu pada berat dengan tiga as yang
dicantumkan untuk setiap bagian, dan digunakan untuk menganilisis pelat jalan.
Beberapa ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 2.5 dan gambar 2.6 seperti gambar
berikut:

Gambar 2.5 Pembebanan Truk “T”


(Sumber: RSNI T-02-2005)
15

Gambar 2.6 Ilustrasi Gaya Geser dan Momen


(Sumber: RSNI T-02-2005)

adapun macam-macam jumlah jalur lalu lintas rencana dapat dilihat pada tabel
2.2 berikut ini:
Tabel 2.2 Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana

(Sumber: SNI T-02-2005)

Beban truck di segmen jembatan adalah bobot yang dipikul secara dinamis oleh
rangka jembatan. Tabel 2.3 berikut mencantumkan koefisien distribusi pemuatan
truk yang diantaranya:
16

Tabel 2.3 Faktor Distribusi untuk Beban Truk

(Sumber: SNI – T-02-2005)


Keterangan:
 Beban tiap balok merupakan reaksi dari beban roda kendaraan, dengan
asumsi bahwa lantai antar balok adalah balok sederhana;
 S adalah jarak rata-rata antarasetiap balok.

2.3.2 Bangunan Bawah


Dalam merancang bagian struktur bawah, struktur bangunan perlu mampu
menahan beban rangka dari supertruktur (beban atas dan bawah) itu sendiri. Beban pada
substruktur tersebut adalah sebagai berikut:

2.3.2.1 Beban Mati


Untuk bangunan beban statik dan beban struktur bagian atas, beban dermaga itu
sendiri meliputi: bangunan pelengkapnya yaitu dinding sayap (wing walls) dan tapak
pelat dan tiang (kepala jembatan).
17

2.3.2.2 Beban Rem


Efek percepatan dan pengereman lalu lintas harus dianggap sebagai gaya
longitudinal. Untuk jembatang dengan bentang kurang dari 80 meter, beban pengereman
dihitung berdasarkan aturan RSNI T-02-2005 dengan nilai 250kN. Untuk panjang balok
lain-lain tercantum dalam grade RSNI T-02-2005 dengan membatasi faktor beban 2.0.

2.3.2.3 Beban Angin


Beban angin pada struktur bagian bawah bangunan adalah dampak beban angin
pada sepanjang samping struktur atas dalam jembatan konstruksi. Beban angin yang
dihitung menurut pasal 7.6 RSNI T-02-2005 tercantum pada rumus 2.5 berikut ini:
TEW = 0,0006 x Cw x (Vw)2 x Ab ……………………………………………...(2.5)
Dimana:
Cw = Koefisien serat;
Ab = Luas sisi (m2);
Vw = Kecepapatan angin rencana (m/det).

2.4 Uji Jembatan


Setelah usai pengerjaan konstruksi jembatan, perlu dilakukan pengujian
jembatan di lokasi sesuai kondisi yang telah dirancang, maka perlu ditentukan apakah
jembatan mampu menahan segala kondisi beban yang sudah di sesuaikan. Beberapa
metode digunakan dalam pengujian bridging, termasuk diantaranya:

2.4.1 Metode Uji Beban Dinamik


Metode tes uji pada beban dinamis adalah mengukur karakteristik dinamik atau
getaran jembatan saat kendaraan melintas, sehingga dapat diketahui daya dukung
jembatan pada saat bersamaan, karena dapat menunjukan perubahan fisik jembatan,
seperti frekuensi secara alami.
Frekuensi alami struktur diakibatkan oleh karakteristik dalam suatu struktur
(kekakuan dan kualitas struktur). Frekuensi alami struktur bangunan adalah getaran
pada struktur yang diakibatkan pada saat struktur tidak mendapat gaya luar. Kecuali jika
kekakuan dan kualitas struktur berubah, frekuensi alami struktur tidak akan berubah.
Kerusakan struktur akan menyebabkan kekuannya berkurang. Ini secara langsung akan
mempengaruhi nilai frekuensi alaminya. Oleh karena itu, frekuensi naturak dapat
menjadi pemancing yang baik atas dampak yang dialami darpada sistem struktur, maka
18

pada metode ini dapat digunakan sebagai proses verifikasi kualitas pemeliharaan
jembatan.

2.4.2 Metode Uji Beban Statik


Metode uji statik yaitu dengan menempatkan beban truk pada posisi dimana
gaya internal kritis dibangkitkan, maka dilakukan pengujian beban statik demi mendapat
sejumlah kapasitas bobot jembatan, lalu diukur defleksi dan regangan maksimum dari
struktur bangunan atas.Tujuan dari metode ini dapat dipakai untuk mengetahui awal
nilai kekuatannya yang sebenarnya dari jembatan yang sedang digunakan, yang
nantinya dapat diverifikasi dengan nilai desain teoritis. Proses penerapan beban disebut
fase pemuatan, dan proses pegurangan beban disebut fase bongkar. Pengujian metode
beban statik mengenakan sensor sebagai alat uji.

2.4.3 Uji Beban dengan Metode Terintegritas.


Penggunaan metode terintegrasi untuk menguji beban jembatan telah banyak
digunakan. Pengujian dilakukan untuk mendapatkan model yang sesuai, Model yang
dimaknai yaitu jembatan atau dengan kata lain pengujian tersebut dilakukan untuk
mengkalibrasi model. dan program dapat membantu dalam permodelan dalam model
ini. Metodenya sendiri merupakan kombinasi dari hasil uji yang dilaksanakan di
lapangan dan permodelan yang dilakukan dalam program.

2.5 Struktur Health Monitoring System


Struktur sistem pemantauan kesehatan (Structure health monitoring system-
SHMS) adalah area baru deteksi kerusakan dengan metode pengujian non-destruktif
yang memantau kesehatan jembatan secara menyeluruh atau sebagian dengan
mengintegrasikannya dengan struktur yaitu, kegiatan pengecekan perilaku struktur
jembatan. Dalam prosesnya, data struktur diukur dan dicatat sebagai penilaian terhadap
struktur yang dipantau, untuk memastikan bahwa jembatan selalu digunakan dengan
memeriksa kondisi pengoperasian secara cermat dan efektif, struktur jembatan dan
mengevaluasi kinerjanya dibawah berbagai beban, untuk mendeteksi kerusakan atau
pelapukan dan menentukan kesehatan struktur. Ruang lingkup pengujian jembatan
adalah pada area pemantauan struktur, hasil analisis kekakuan struktur atas yang
sebenarnya dapat dipakai untuk sejumlah kendaraan dengan perubahan bobot dalam
menentukan batas bobot maksimum.
19

Secara umum tujuan dari pembentukan sistem pemantauan kesehatan struktural


adalah sebagai berikut ini:
a. Menyiapkan data respon dinamis dari struktur jembatan untuk memverifikasi
asumsi desain untuk gempa, angin, dll;
b. Menyiapkan data untuk mengevaluasi keandalan bangunan dan arus lalu lintas
setelah badai dan gempa bumi;
c. Membuat sistem pemantauan yang andal untuk kondisi operasi jembatan,
dengan fungsi inspeksi sendiri untuk memantau setiap kalainan dalam sistem;
d. Menyiapkan data untuk menentukan jadwal pemeriksaan dan pemeliharaan
secara rutin dalam memperkirakan kerusakan struktural dan penurunan kinerja
jembatan;
e. Menyediakan data untuk analisis dan penilaian kesehatan struktural.

2.5.1 Pengukuran parameter


Parameter yang diukur bergantung pada tingkat kritis komponen infrastruktur
yang perlu dipantau. Biasanya dengan menempatkan sensor jenis tertentu pada posisi
kunci yang perlu diamati sesuai dengan parameter yang akan diukur, parameter yang
diukur antara lain regangan, tegangan, deformasi dan getaran.
Untuk mengukur getaran sensor akselerometer di jembatan pada lapangan.
Untuk mengukur tegangan, alat pengukur regangan dipasang pada balok baja dan balok
beton. GPS digunakan untuk mengukur deformasi, selain alat seperti GPS juga
digunakan untuk sinkronisasi waktu (time stapm). Sensor elektromagnetik digunakan
untuk mengukur tegangan kabel. Pada penelitian kali ini akan dibahas defleksi dan
putaran jembatan uji sensor, yang akan dijelaskan dibawah ini:

2.5.1.1 Tiltmeter
Tiltmeter digunakan untuk mengukur rotasi (kemiringan) dari bidang yang
terdapat di jembatan seperti pier, retaining wall, abutment, pelat lantai, dan tiltmeter
juga dapat digunakan untuk mengukur kemiringan pondasi. Desain tiltmeter mencakup
inti detektor sudut (C) yang diturunkan dari torsi lentur. Sensor daripada uji tiltmeter
adalah dengan menerima frekuensi yang sensitif terhadap perubahan kemiringan
horizontal dan vertikal. Tiltmeter biasa digunakan untuk pengukuran defleksi dengan
memanfaatkan data lain untuk mengukur defleksi yaitu dengan data rotasi (putaran
20

sudut). Berikut merupakan salah satu ilustrasi bentuk sesuai daripada Gambar 2.7
dibawah ini:

Gambar 2.7 Tiltmeter


(Sumber: Bridge Diagnostics, Inc)

Rakitan pada elemen sensor yang ditanggguhkan (A) akan pindah ke tiltmeter
karena beban yang menyebabkan putaran. Metode pemasangan tiltmeter dilakukan
dengan menggunakan resin epoksi untuk memasang sensor pada jarak tertentu dari
jembatan. Hasil pergerakan komponen tersebut dideteksi oleh komponen sensor (B),
lalu dihasilkan sinyal satu arah. Sinyal satu arah diterima oleh generator torsi, dan
kemudian sensor torsi menggerakan unit sensor yang ditangguhkan melawan arah
gravitasi untuk mengembalikannya ke posisi awal, lalu sinyal tegangan menciptakan
nilai rotasi berlawanan arah waktu. Saat getaran terjadi oleh beban truk yang melintasi
jembatan, maka tegangan yang dihasilkan oleh sensor akan diubah menjadi data digital
berupa notepad dan dimasukan ke komputer untuk di kalibrasi derajat.

2.5.1.2 Global Positioning System (GPS)


Global Positioning System telah digunakan untuk memantau deformasi
jembatan besar selama lebih dari 20 tahun. Dengan kemajuan teknologi perangkat GPS
dan algoritma pemrosesan data, khususnya dalam peningkatan tingkat pengambilan data
(sampling rate) serta kehadiran real-time kinematic (RTK) GPS, kini GPS sekarang
secara aktif digunakan untuk mengukur respons perpindahan statis dan dinamis dari
jembatan bentang panjang dibawah beban yang berubah-ubah.
21

2.5.1.3 Deflection Multi Meter (DMM)


Defleksi Multi Meter (DMM) adalah konsep pengukuran baru untuk pemantauan
kesehatan struktural dari struktur besar, seperti jembatan. Sistem DMM mengukur
defleksi vertikal dari banyak lokasi (banyak titik pengukuran), secara real-time,
menggunakan tingkat referensi optik yang dibuat oleh laser yang berputar secara
horizontal. Sistem DMM dapat diterapkan untuk mengukur lentur balok utam selama
uji beban jembatan atau untuk pemantauan jangka panjang.

2.6 Defleksi dan Rotasi Balok Terlentur


2.6.1 Defleksi
Setiap balok yang dimuat akan berubah bentuk (deformasi) dan membelokkan
(atau menekuk) dari posisinya. Pada struktur bangunan seperti balok dan lantai, tidak
boleh terlalu banyak ditekuk untuk dapat mengurangi dampak psikologis pemakainya.
Asumsi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah ini adalah bahwa defleksi
hanya disebabkan oleh gaya yang bekerja tegak lurus terhadap balok diantaranya adalah
metode integrasi berganda, metode area bidan momen dan metode area medan momen
sebagai beban. Pada saat yang sama, metode area medan momen sangat cocok untuk
menentukan defleksi hanya pada satu lokasi. Ada sejumlah macam metode yang dapat
digunakan untuk mengatasi masalah defleksi dan deformasi balok, dan irisan yang
dibentuk oleh bidang datar tetap datar meskipun dideformasi. Sehingga Metode
integrasi ganda sangat cocok untuk mengetahui span balok sekaligus.

2.6.1.1 Metode Integritas Ganda


Komponen struktur sederhana dengan tekukan ditunjukan pada Gambar 2.8
dibawah ini:
22

Gambar 2.8 Balok Sederhana yang Mengalami Lentur


(Sumber: Sutresman dkk, 2012)
Menurut Gambar 2.8 di atas dimana y merupakan lawan daripada jarak x, dan x
adalah ukuran defleksi pada jarak pandang, dx adalah jarak mn, r adalah jari-jari kurva
dan d∅ adalah sudut mon.

2.6.1.2 Metode Luas Bidang Momen


Dalam pembahasan di atas, defleksi dalam bentuk persamaan telah dihasilkan.
Hasil tersebut masih bersifat umum, namun terdapat beberapa kekurangan jika
diterapkan pada struktur dengan beban yang sangat luas sehingga masih minim hasilnya
karena harus dijelaskan dengan sistematis. Jika digunakan pada struktur dengan beban
yang lebih kompleks.
Metode luas medan momen ini juga memiliki kelemahan. Namun karena proses
perhitungannya tidak dilakukan secara sistematis malainkan dalam bentuk numerik,
cara ini lebih praktis. Pada Gambar 2.9 dibawah ini ialah ilustrasi diagram skematik dari
dalah satu balok lentur:
23

Gambar 2.9 Balok yang Mengalami Lentur


(Sumber: Sutresman dkk, 2012).

2.6.2 Deformasi
Perubahan bentuk atau deformasi pada balok disebabkan oleh sejumlah faktor,
antara lain akibat dari beban eksternal (seperti beban seragam, tengah, segitiga dan
lainnya). Perpindahan relatif momen di salah satu depan balok terdapat ujung balok
yang berbeda.

2.6.2.1 Deformasi Oleh Beban Merata


Seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.9, deformasi dapat dihitung dengan
menggunakan metode luas medan momen sebagai beban yang terjadi pada struktur
balok yang mempertahankan beban seragam.
Ukuran beban didistribusikan secara merata, momen maksimum di tengah
1
bentang adalah 𝑀𝑚𝑎𝑥 = 𝑞𝐿2 . Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa bidang
8
momen lentur berupa BMD (diagram momen lentur) seperti yang ditunjukan pada
Gambar 2.18, kemudian BMD digunakan sebagai beban, seperti ilustrasi dari Gambar
2.10 dibawah ini:
24

Gambar 2.10 Balok Sederhana yang Menahan Beban Merata


(Sumber: Koten, 2005)

2.6.2.2 Deformasi Akibat Beban Terpusat di Tengah Bentang


Metode area medan momen dapat digunakan sebagai beban untuk menghitung
struktur balok yang menahan beban tengah di tengah bentangan balok pada deformasi
yang terjadi. Adapun salah satu ilustrasi sesuai pada Gamba 2.11 dibawah ini:

Gambar 2.11 Balok Sederhana menahan beban Terpusat


(Sumber: Koten, 2005)

Besarnya momen maksumum ditengah panjang balok akibat beban merata


sebesar = 𝑃𝐿⁄4. Dapat dilihat dari hasil tersebut bahwa bidang momen tekuk
dinyatakan dalam bentuk BMD, maka oleh itu gaya penempatan pada penyangga A dan
B sama dengan luas momen tekuk tersebut terbagi menjadi dua sehingga BMD
digunakan sebagai bobot. Adapun kumpulan rumus deformasi pada tabel 2.4 sebagai
berikut ini:
25

Tabel 2.4 Kalkulasi Deformasi Ujung Balok Akibat Beban Luar


Ilustrasi pembebanan Perubahan Ujung A PerubahanUjung B

𝑃 𝐿3 𝑃 𝐿3
𝐴 = 𝐵 =
16𝐸𝐼 16𝐸𝐼

𝑃 . 𝑏( 𝐿2 − 𝑏 2 ) 𝑃 . 𝑎( 𝐿2 − 𝑎 2 )
𝐴 = 𝐵 =
16𝐸𝐼𝐿 16𝐸𝐼𝐿

𝑞 𝐿3 𝑞 𝐿3
𝐴 = 𝐵 =
24𝐸𝐼 24𝐸𝐼

9𝑞 𝐿3 7𝑞 𝐿3
𝐴 = 𝐵 =
384𝐸𝐼 384𝐸𝐼

𝑀𝐿
𝐴 = 0 𝐵 = −
4𝐸𝐼

𝑀𝐿 𝑀𝐿
𝐴 = 𝐵 = −
3𝐸𝐼 6𝐸𝐼

8𝑞 𝐿3 7𝑞 𝐿3
𝐴 = 𝐵 =
360𝐸𝐼 360𝐸𝐼

(Sumber: Votex, 2005)


2.6.3 Persyaratan Defleksi pada Jembatan
Persyaratan defleksi pada jembatan merujuk kepada beberapa referensi seperti
Bridge Management System (BMS) dan Standar Nasional Indonesia (SNI) AASHTO.
Meskipun penyebaab terjadinya defleksi adalah beban mati dan beban hidup, pada
jembatan. Defleksi selalu dikaitkan dengan beban hidup. Bridge Management System
(BMS, 1993) mensyaratkan defleksi akibat beban hidup (termasuk kejut) harus lebih
kecil dari uraian dibawah ini
a. Beban kendaraan pada bentang : bentang/800
b. Beban kendaraan pada kantilever : bentang/400
26

Sedangkan AAHSTO (AAHSTO, 2012) membatasi defleksi maksimum


jembatan baja akibat beban hidup dan dinamis sebagai berikut:
a. Beban kendaraan : bentang/800
b. Beban kendaraan dan pejalan kaki : bentang/1000
c. Beban kendaraan pada bagian kantilever : bentang/300
d. Beban kendaraan dan pejalan kaki pada kantilever : bentang/375

2.7 Regresi Berganda

Analisa regresi adalah teknik analisis data dalam bentuk statistik, biasanya
digunakan untuk mempelajari hubungan antara beberapa variabel dan variabel prediksi.
Untuk mendapatkan model regresi linier sederhana dan model regresi linier berganda
dapat digunakan beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi parameter
model regresi berganda adalah ordinary least squares (OLS) dan metode maximum
likelihood (Estimasi kemungkinan maksimum/ MLE). Saat menggunakan analisis
regresi untuk menguji hubungan antara beberapa variabel, pertama-tama peneliti
menentukan variabel yang disebut variabel dependen dan satu atau lebih variabel
independen.
Penelitian ini melibatkan analisis untuk membentuk persamaan yang mewakili
serangkaian data yang menunjukan korelasi antar data. Metode yang digunakan untuk
membentuk persamaan adalah regresi berganda.

2.7.1 Persyaratan untuk Statistik Parameter


Selain data yang diperoleh juga harus berupa skala interval, sehingga untuk
menggunakan alat analisis parameter masih diperlukan uji normalitas. Uji normalitas
bertujuan untuk mengetahui apakah residual model regresi yang diteliti berdistribusi
normal. Metode yang digunakan untuk uji normalitas adalah dengan menggunakan uji
kolmogrov-smirnov > 0,05 untuk memenuhi normalitas. Jika data terdestribusi
mengelilingi garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi
memenuhi asumsi normalitas. Jika memuai dari diagonal dan tidak mengikuti arah
diagonal, model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
27

2.7.2 Hal-Hal Pokok dalam Analisis Regresi


Pada saat melakukan analisis regresi berganda akan dibahas sekurang-
kurangnya koefisien korelasi, korelasi yang ditentukan, koefisien regresi, persamaan
regresi, koefisien korelasi parsial dari regresi yang melibatkan beberapa variabel
independen dan sumbangan efektif.

2.7.2.1 Koefisien Korelasi


Berdasarkan anaisi yang dilakukan, diperoleh harga koefisien korelasi ganda (Ry
(1,2 …, n)) yang harus dibuktikan signifikannya. Perlu adanya pengujian apakah harga
koefisien korelasi ganda (Ry (1,2 …, n)) tersebut signifikan atau tidak. Nilai koefisien
korelasi berganda yang akan dibuktikan terdapat pada output SPSS pada tabel ringkasan
model dan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Menggunakan Signifikan F Jika kepentingan F hitung< alpha ditentukan, maka
digunakan signifikan F, jika kepentingan F hitung> alpha ditentukan maka Ho
diterima dan Ha ditolak, oleh karena itu, jika nilai penting F hitung > aplha yang
ditentukan tidak penting, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada korelasi
antara Y dengan X1, X2, …., Xn.
b. Menggunakan Harga Koefisien F Satu jenis dengan menggunakan harga
koefisien F, jika F dihitung <F tabel, maka terima Ho dan tolak Ha, maka jika F
dihitung <G tabel dinyatakn tidak relevan, jika F dihitung < F tabel maka standar
yang digunakan akan menolak Ho dan menerima Ha, maka untuk menarik
kesimpulan, Y sama dengan X1, X2, …., Xn;

2.7.2.2 Koefisien Determinasi


Ketelitian garis regresi dapat dilihat dari besarnya koefisien determinasi atau R2.
Semakin besar nilai R2 maka semakin kuat kemampuan model regresi dalam
menjelaskan kondisi sebenarnya. Adapun koefisien determinasi dapat dilihat pada
rumus 2.6 berikut ini:
𝑆𝑆𝐸
𝑅2 = 1 − ; 0 ≤ 𝑅 2 ≤ 1 ...................................................................................(2.6)
𝑆𝑆𝑦𝑦

2.7.2.3 Koefisien Regresi


Koefisien regresi menunjukan besarnya perubahan variabel dependen (Y) yang
disebabkan oleh perubahan variabel independen (X) setiap variabel independen akan
28

memiliki nilai koefisien regresi yang dijelaskan dalam persamaan regresi yang
dimasukkan ke dalam model.
Dalam melakukan uji signifikansi harga koefisein regresi masing-masing
variabel independen yang diolah menggunakan SPSS pada dasarnya dapat digunakan
dengan cara yaitu:
a. Menggunakan Signifikan t apabila signifikan alpha < t hitung yang ditetapkan
dinyatakan tidak signifikan, sehingga disimpulkan secara signifikan tidak ada
pengaruh variabel Xk, terhadap Y.
b. Menggunakan Harga Koefisien t apabila t tabel > t hitung dinyatakan
signifikan, dapat disimpulkan bahwa secara signifikan tidak ada perubahan
variabel Xk terhadap variabel Y;

2.7.3 Bentuk Umum Regresi Berganda


Model porbabilistik yang terdiri dari lebih satu variabel bebas (independent
variable) dimasukan dalam katagori model regresi berganda (Multiple Regression
Model). Adapun bentuk umum regresi berganda dapat dilihat pada persamaan 2.7
berikut ini:
𝑦 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑥1 + 𝛽2 𝑥 2+. . . . . + 𝛽𝑘 𝑥𝑘 + 𝜀 …………………………………….....(2.7)
dimana:
𝛽1 = koefisien;
x1, x2, …, xk = variabel bebas;
𝜀 = Konstanta kesalahan (eror);
y = variabel tak bebas.
Dari persamaan di atas di peroleh pemahaman bahwa y adalah variabel dari
respon yang ingin di prediksi sedangkan 𝛽0 , 𝛽1 , ….. 𝛽𝑘 merupakan parameter dengan
nilai yang tak diketahui. Sementara itu x1, x2, …, xk variabel bebas yang menunjukan
besarnya kontribusi yang diukur tanpa komponen kesalahan (eror) dan 𝜀 adalah
komponen random eror.
2.7.4 Regresi Berganda Linear
Penjelasan yang diuraikan dalam sub - bab 2.7.1 secara implisit menyiratkan
bahwa untuk mencari nilai rata - rata y untuk x1, x2, …, xk dapat dilihat pada Persamaan
2.8 berikut ini:
𝑦 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑥1 + 𝛽2 𝑥 2+. . . . . + 𝛽𝑘 𝑥𝑘 ……………………………………………(2.8)
29

Permodelan semacam ini disebut sebagai model statistika linear dan y


merupakan fungsi linear dari parameter 𝛽0 , 𝛽1 , ….. 𝛽𝑘 . Sedangkan x1, x2, …, xk
variable kuantitatif yang bukan fungsi dari variabel bebas lainnya. makna grafis 𝛽𝑖
merupakan kemiringan y terhadap x1, dan x lain dianggap tetap (fixed).
Model linear merupakan fungsi berbentuk garis lurus (straight line). Adapun
salah satu ilustrasi model linear dilihat dari Gambar 2.12 dibawah ini:

Gambar 2.12 Ilustrasi Model Regresi Linear


(Sumber: Mendenhall , 1998)
Apabila semua uji asumsi telah terpenuhi) maka akan dilanjutkan dengan
melakukan analisis regresi untuk menguji hipotesis penelitian yang telah ditetapkan.
2.7.5 Pembuatan Model Regresi
Pembuatan model regresi y harus memperhitungkan berbagai variabel
kuantitatif yang tersedia. Secara umum langkah-langkah utama yang terlibat dalam
suatu analisis regresi diuraikan sebagai berikut:
a. Menyusun hipotesis bentuk model regresi y;
b. Mengumpulkan data sample;
c. Menggunakan data sample yang ada untuk memperkirakan parameter yang tak
diketahui (unknown parameter) dalam model regresi;
d. Merumuskan probabilitas distribusi random error dan memperkirakan distribusi
parameter tak dikenal lainnya;
e. Mengecek secara statistika kegunaan model yang disusun;Bila pengecekan pada
langkah kelima memuaskan, gunakan model tersebut untuk memprediksi
langkah selanjutnya.
30

Pemilihan model regresi yang tepat dipengaruhi oleh jumlah data yang tersedia.
Data untuk regresi terdiri dari dua jenis, yaitu observasional dan eksperimental. Dalam
penelitian ini, data regresi masuk dalam katagori experimental dihasilkan oleh
eksperimen yang dirancang dimana nilai-nilai variabel independen (bebas) ditetapkan
terlebih dahulu (dikendalikan) sebelum nilai y diamati.
2.8 Roadmad Penelitian
Berikut ini adalah penelitian yang relavan dengan topik skripsi dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut ini:
Tabel 2.5 Perbandingan Hasil Penelitian Sebelumnya
Nama Peneliti
Sousa, H., &
Hou, X., & Ozakgul, K., & Zhao, H., & Cavadasa, F., &
Sutresman, O.S., &
Yang, X., & Caglayan, O., & Lu, C., & Liu, W., Henriquesa, A., & Penelitian Ini
Tjandinegara, T.
Huang, Q. Uzgider, E. & Zhang, Y. Bentob, J., & (2020)
Indikator (2012)
(2005) (2009) (2012) Figueirasa, J.
Penelitian (2013)
Experimental Estimating Kajian Penentuan Nilai
Bridge Deflection
Using Inclimeters to Deflection of a Simple Lendutan Dari Data
Load Testing of Bridges Evaluation Using Strain
Judul Measure Bridge Beam Bridge Model Rotasi Uji Tiltmeter
Using Tiltmeter and Rotation
Deflection Using Gruting Eddy Pada Jembatan PCI
Measurement
Current Sensor Girder
Lokasi Tiongkok Amerika Serikat Tiongkok Makassar, Indonesia Portugal Serang, Indonesia
Nilai defleksi balok dua
tumpuan (simple plan)
Parameter Nilai rotasi dan defleksi Nilai defleksi Nilai defleksi Nilai rotasi dan defleksi Nilai rotasi dan defleksi
dan tiga tumpuan
(continous plan)
Data Gambar teknik dan Gambar teknik dan Gambar teknik dan Gambar teknik dan Gambar teknik dan Gambar teknik dan
Sekunder spesifikasi jembatan spesifikasi jembatan spesifikasi jembatan spesifikasi jembatan spesifikasi jembatan spesifikasi jembatan
32

Pengambilan
Laboratorium Melakukan survei Melakukan survei Melakukan survei Melakukan survei Melakukan survei
Data
Alat dial indicator dan
Alat tiltmeter dan loading hunger pada
Alat inclinometer unutk
deflection meter dengan balok segiempat, metode Dua jembatan yang
selanjutnya di beri beban
skema tiga beban integritas ganta untuk dipasang tiltmeter dan
Alat inclinometer dan kendaraan dengan 4 Alat tiltmeter pada
Metode kendaraan, analisis teoritis, metode deflection meter untuk
micrometer model menggunakan jembatan pci girder
Metoda finite element 3 pengujian defleksi baja selanjutnya diberi beban
metode grating eddy
dimensi menggunakan karbon St.37 secara kendaraan
current sensor
software tertentu langsung untuk analisis
secara eksperimental.

Grafik - - - -

Data rotasi dari tiltmeter Defleksi yang dihitung Estimasi penggunaan Hasil defleksi yang Pada bentang tengah
Hasil (inclinometer) layak melalui program metode GECS sudah diperoleh secara jembatan diperoleh -
digunakan untuk computer (CM), kurva efektif dan menawarkan eksperimental lebih selisih nilai defleksi
33

menghitung defleksi Cubic Spline (CS) dan cara yang handal untuk besarnya dari nilai yang maksimum sebesar 4,5
dengan penyimpangan perhitungan finite mengestimasi defleksi diperoleh dari teoritis % ,kruva polinomial
maksimum sebesar 4,39 difference memberikan jembatan terutama untuk dengan presentase merupakan kurva orde 6
% untuk balok dua hasil yang tidak berbeda pemantauan jangka kesalahan maksimum dan bentang tengah
bentang dan jauh. panjang. 5% disebabkan dengan dipasang peralatan
penyimpangan 6,21% adanya perbedaan dengan jumlah banyak;
untuk balok tiga bentang. Pada bagian yang
berdekatan dengan
tumpuan, hasil defleksi
dari kurva polinom tidak
memberikan hasil
memuaskan akibat
adanya variasi inersia
penampang. Hasil yang
lebih baik ternyata
diperoleh dari analisis
numerik.
(Sumber: Penelitian Dari Jurnal)
Hou dkk, (2005). Using Inclimeters to Measure Bridge Deflection. Dengan
pengambilan data dari laboratorium pada salah satu jembatan di Tiongkok, hasil yang
didapatkan bahwa data rotasi dari tiltmeter (inclinometer) layak digunakan untuk
menghitung defleksi dengan penyimpangan maksimum sebesar 4,39 % untuk balok dua
bentang dan penyimpangan 6,21% untuk balok tiga bentang.
Ozakgul dkk, (2009). Load Testing of Bridges Using Tiltmeter. Dengan
pengambilan data dari pelaksanaan survey lapangan pada salah satu jembatan di
Amerika Serikat, hasil yang didapatkan bahwa defleksi yang dihitung melalui program
computer (CM), kurva Cubic Spline (CS) dan perhitungan finite difference memberikan
hasil yang tidak berbeda jauh.
Zhao dkk, (2012). Experimental Estimating Deflection of a Simple Beam Bridge
Model Using Grating Eddy Current Sensor.. Dengan pengambilan data dari pelaksanaan
survey lapangan pada salah satu jembatan di Tiongkok, hasil yang didapatkan bahwa
estimasi penggunaan metode GECS sudah efektif dan menawarkan cara yang handal
untuk mengestimasi defleksi jembatan terutama untuk pemantauan jangka panjang.
Sutresman dkk, (2012). Analisis Teoritis dan Eksperimental Defleksi Balok
Segiempat Dengan Variasi Posisi Pembebanan. Dengan pengambilan data dari
pelaksanaan survey lapangan pada salah satu jembatan di Makassar, Karena adanya
perbedaan kelakuan material selama pengujian maka diperoleh hasil berupa defleksi
eksperimental dengan selisih yang besar dari nilai teoritis dan persentase error maksimal
5%, sehingga homogenitas bahan yang digunakan tidak dapat dijamin dalam
perhitungan teoritis.
Souza dkk, (2013). Bridge Deflection Evaluation Using Strain and Rotation
Measurement. Dengan pengambilan data dari pelaksanaan survey lapangan pada salah
satu jembatan di Portugal, hasil yang didapatkan bahwa pada bentang tengah jembatan
diperoleh selisih nilai defleksi maksimum sebesar 4,5 %, kurva polinomial merupakan
kurva orde 6 dan bentang tengah dipasang peralatan dengan jumlah banyak, pada bagian
yang berdekatan dengan tumpuan, hasil defleksi dari kurva polinom tidak memberikan
hasil memuaskan akibat adanya variasi inersia penampang, hasil yang lebih baik
ternyata diperoleh dari analisis numerik.
36

Dalam penelitian ini (2020). Analisa dilakukan pada salah satu jembatan yang
berlokasi di Serang – Panimbang, Indonesia. Pengambilan data dengan melakukan
survei lapangan. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan alat tiltmeter
pada jembatan pci girder. Kemudian dapat ditarik kesimpulan berupa usulan metode
baru yang lebih sederhana, praktis, dan berbiaya rendah untuk mengukur defleksi
jembatan dengan data rotasi, memberikan pemahaman dan informasi yang lebih baik
mengenai korelasi data defleksi – rotasi pada jembatan serta memberikan informasi
tingkat akurasi analisis dua dimensi dibandingkan analisis struktur tiga dimensi dalam
memperkirakan defleksi berdasarkan rotasi.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan berupa diagram alir akan dilakukan pada penelitian ini:

Mulai

Studi Pustaka:
 Teori Jembatan
 Teori Defleksi & Rotasi
 Teori Regresi
 Penelitian Terdahulu

Analisa Struktur 2D Analisa Struktur 3D


 Input Geometri Jembatan  Input Geometri Jembatan
 Input Material  Input Material
 Pemodelan Struktur  Pemodelan Struktur

Analisa Struktur 2D Analisa Struktur 2D


 Input Geometri Jembatan  Input Geometri Jembatan
 Input Material  Input Material
 Pemodelan Struktur  Pemodelan Struktur

Pembebanan Pembebanan

B Terpusat 2D B Truck 3D

Output Analisa Output Analisa

Defleksi () Rotasi () Defleksi () Rotasi ()

Analisa Regresi Ganda Analisa Regresi Ganda

A B

Gambar 3.1 Diagram Alir


L38

A B

Analisa Regresi Ganda

 Evaluasi Koefisien Determinasi, R2


 Masukan Nilai Rotasi Ke Dalam
Persamaan Regresi Dan Bandingkan
Nilai Defleksi

Verifikasi Persamaan Rotasi


– Defleksi

Persamaan Regresi Defleksi-


Rotasi VS Hasil Analisa 3D

Selesai

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian (Lanjutan)


L39

3.2 Prosedur Penelitian


Tahap awal penelitian adalah mengkaji parameter - parameter apa saja yang
digunakan dalam proses analisa defleksi dan rotasi berikut beban rencana yang
digunakan pada jembatan tersebut.
Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan model persamaan defleksi dan rotasi
pada jembatan PCI girder pada studi kasus Jembatan di Kalimantan Selatan. Penelitian
diawali dengan analisis dua dimensi (2D) satu girder jembatan yang dimodelkan sebagai
balok (beam) dua tumpuan menerus, dengan jenis penampang girder non prismatis.
Analisis 2D merupakan analisis struktur yang berujuan memperoleh nilai
defleksi di tengah bentang dan rotasi di titik yang ditinjau untuk setiap posisi beban,
yang dijalankan dengan bantuan program SAP 2000. Langkah selanjutnya adalah
merumuskan hubungan antara defleksi dan rotasi dengan penerapan metode regresi
berganda.
Regresi berganda merupakan analisa untuk memperoleh persamaan defleksi
sebagai variabel tak bebas dan rotasi sebagai variabel bebas. Dalam peneltian ini jumlah
variabel bebas lebih dari satu sehingga dipilih analisa regresi berganda (multiple
regression). Parameter kecukupan defleksi dan rotasi terhadap data sample dipilih
koefisien R2 yang menunjukan seberapa erat korelasi diantara kedua variabel. Jenis
persamaan regresi adalah regresi berganda linear dan kuadratik.
Meskipun korelasi antara defleksi dan rotasi pada umumnya dikontrol melalui
persamaan koefisien determinasi, R2, verifikasi terhadap persamaan yang diperoleh dari
regresi tetap dilakukan dengan memasukan kembali nilai rotasi yang diperoleh dari
analisis 2D dengan tujuan memastikan nilai defleksi yang sesuai.
Verifikasi lainnya terhadap persamaan regresi yang sudah diperoleh yaitu
melalui analisis struktur 3D. dalam analisa struktur 3D, beban truk di tempatkan pada
beberapa posisi untuk mendapatkan nilai defleksi dan rotasi untuk setiap posisi beban.
Selanjutnya nilai rotasi dimasukan ke dalam persamaan regresi defleksi-rotasi sehingga
didapatkan nilai defleksi yang dibandingkan dengan nilai defleksi hasil analisis struktur
3D.
3.3 Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini menggunakan desai jembatan gelagar prategang-I
dengan panjang bentang 50 m, lebar jembatan 10 meter, dan mempunyai 2 lajur dengan
2 jalur. Lokasi terletak pada Jembatan Sel. Tebing Rumbih. (15), Barito Kuala,
Kalimantan Selatan.
L40

Gambar 3.3 Penampang Melintang Jembatan


(Sumber: PT. Panji Bangun Persada, 2020)

Gambar 3.4 Detail Penampang Gelagar Jembatan


(Sumber: PT. Panji Bangun Persada, 2020)
adapun spesifikasi jembatan secara umum adalah sebagai berikut:
a. Spesifikasi Umum
 Nama Struktur : Jembatan Sel Tebing Rumbih
 Lokasi/Rute : Barito Kuala, Kalsel.
 Panjang Jembatan L : 50 meter
 Lebar lajur lalu lintas B1 : 7,4 meter
 Lebar jembatan B : 10 meter
 Tebal sandaran B2 : 0,3 meter
L41

 Tebal Pelat ts : 20 cm
 Jarak antar girder prategang dalam S1 : 1,85 meter
 Jarak antar girder prategang tepi S2 : 1,70 meter
 Lebar trotar S3 : 1,2 meter
b. Beton Prategang
 Mutu Beton : 49,8 MPa
 Modulus Elastisitas (4700f’c) : 33167,5 MPa
 Angka Poison : 0,2
c. Beton Slab
 Mutu Beton : 49,8 MPa
 Modulus Elastisitas (4700f’c) : 33167,5 MPa
 Angka Poison : 0,2

d. Penulangan
 Untuk baja diameter > 13 mm : U-39
 Tegangan leleh baja : 390 Mpa
 Untuk baja Diameter < 13 mm : U-24
 Tegangan leleh baja : 240 Mpa
 Selimut beton : 40 mm

3.4 Analisis Struktur Dua Dimensi


Analisis struktur tinjauan dua dimensi (2D) diperlukan untuk mendapatkan nilai
defleksi dan rotasi pada titik yang ditinjau dengan beberapa macam beban. Pemodelan
dua dimensi dengan mengambil satu girder yang dimodelkan sebagai balok (beam).

3.5 Analisis Regresi Berganda


Analisi regresi berganda adalah proses untuk menentukan model persamaan
hubungan defleksi-rotasi yang paling sesuai dari jumlah data sample. Dalam penelitian
ini, data sample berupa defleksi dan rotasi daru sejumlah beban yang diperoleh dari
analisis dua dimensi. Persamaan yang diharapkan berupa defleksi sebagai variabel tak
bebas dan rotasi sebagai variabel bebas. Untuk setiap persamaan defleksi dipengaruhi
L42

oleh empat dan dua data rotasi. Sehingga terdapat lebih dari satu variabel bebas untuk
satu variabel tidak bebas
Fungsi regresi sangat erat hubungannya dengan uji korelasi (person corellation)
karena uji regresi ini merupakan kelanjutan dari uji korelasi (KPM). Ketika nilai
variabel x ditambahkan beberapa kali maka uji korelasi berfungsi untuk mengevaluasi
atau memprediksi nilai variabel y. untuk dapat melakukan pengujian regresi harus
terlebih dahulu melakukan pengujian korelasi, namun jika melakukan pengujian
korelasi maka pengujian regresi tidak diperlukan.
Untuk mendapatkan nilai pemikiran yang tidak dapat dijelaskan dan efektif dari
persamaan regresi, analisis data harus memenuhi asumsi klasik berikut (menggunakan
program SPSS untuk pengolahan data komputer)
a. Uji Normalitas yaitu Uji tersebut diperoleh dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
 Entry data;
 Klik analyze, pilih non parametric test, legacy dialogs, selanjutnya klik
1-Sample K-S;
 Masukkan semua variabel kekotak test variabel list, kemudian pilih
normal pada menu test distribution, selanjutnya klik ok.
b. Uji Multikoliniaritas yaitu Uji tersebut ddiperoleh dengan langkah-langkah
sebagai berikut ini:
 Entry data;
 Pada menu utama, pilih analyze, regression, lalu klik linear;
 Masukkan semua predictor ke independent list dan variabel dependen ke
dependen list. Klik tombol statistic, aktifkan collinierity diagnostics,
kemudian klik continue;
Klik ok.
c. Uji Heteroskedastisitas, Uji tersebut diperoleh dari SPSS dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
 Entry data;
 Dar menu anlyze, pilih regression, selanjutnya klik linear;
 Masukkan variabel dependent dan independent, kemudian klik save
kemudian aktifkan unstandardized pada kolom residuals kemudian klik
continue;
L43

 Selanjutnya dari menu analyze, correlate klik bivariate kemudian


masukkan semua variabel predictor dan unstandardized residual ke
kolom variabel dan selanjunya aktifkan spearman dan non aktifkan
pearson pada kolom correlation coefisien, kemudian klik ok.

Bentuk umum persamaan regresi berganda linear yang diharapkan pada


penelitian ini dapat dilihat pada persamaan 3.1 berikut ini:
 = 𝛽0 + 𝛽1 𝐴 + 𝛽2  𝐵……………………...……................................................(3.1)
Terlihat dalam persamaan di atas, bahwa defleksi () sebagai variabel tak bebas
sedangkan () berfungsi sebagai variabel bebas. Nilai  diperoleh dari proses regresi
berganda. Bentuk umum persamaan interaksi yang dihasilkan dari penelitian ini
diketahui pada persamaan 3.2 dibawah ini
 = 𝛽0 + 𝛽1 𝐴 + 𝛽2  𝐵 + 𝛽3 𝐴 𝐵 ………………………….…………………...(3.2)
Bentuk umum persamaan untuk interaksi – kuadratik penelitian ini diketahui
pada persamaan 3.3 dibawah ini:
 = 𝛽0 + 𝛽1 𝐴 + 𝛽2 𝐵 + 𝛽3 𝐴  𝐵 + 𝛽4 𝐴2 + 𝛽5  2𝐵…………….………………..(3.3)

3.6 Analisis Struktur Tiga Dimensi


Analisis struktur ditinjau tiga dimensi dimaksudkan sebagai verifikasi terhadap
hasil persamaan defleksi-rotasi yang diperoleh dari analisis struktur dua dimensi.
Struktur tiga dimensi dimodelkan semaksimal mungkin menyerupai kondisi
sesungguhnya. Sesuai dengan tujuan analisis struktur tiga dimensi. Bagian-bagian
jembatan yang di modelkan meliputi tumpuan jembatan, girder, diafragmanm dan pelat
lantai kendaraan.
L44
L45

BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Penelitian
4.1.1 Data Jembatan
Dalam melakukan analisa suatu jembatan maka dibutuhkan data spesifikasi
jembatan dan lokasinya, data yang digunakan penelitian di jembatan Barito Kuala,
Kalimanta Selatan. Adapaun gambar dan spesifikasi teknik dapat dilihat pada gambar
4.1 s/d 4.2 dan tabel 4.1 s/d 4.4 berikut ini:

Gambar 4.1 Potongan Arah X PCI-Girder


(Sumber: PT. Panji Bangun Persada, 2020)
Tabel 4.1 Data Jembatan

(Sumber: Hasil Analisis, 2020)


L46

Gambar 4.2 Detail Balok Prestress


(Sumber: PT Panji Bangun Persada, 2020)

Tabel 4.2 Dimensi Balok Prestress

(Sumber: Hasil Analisis, 2020)

Tabel 4.3 Beton Girder Prategang

(Sumber: Hasil Analisis, 2020)


L47

Tabel 4.4 Beton Slab Lantai Jembatan

(Sumber: Hasil Analisis, 2020)

4.1.2 Data Aksi Pembebanan


Beban yang diberikan saat pelaksanaan kontrusi selesai baik pada beton girder
sudah mengalami gaya prategang adalah beban hidup berjalan. Pembebanan statik yang
diaplikasikan dengan beban berjalan dalam penelitian ini adalah beban truk dengan tiga
as roda yang berjalan di sepanjang bentang sebesar 500 kN, truk dua as roda sebesar
400 kN dan 800 kN dan di tempatkan minimal pada satu lajur rencana setiap arah.
Adapun salah satu ilustrasi distribusi pembebanan truk dapat dilihat pada Gambar 4.3
s/d Gambar 4.5 berikut ini:

Gambar 4.3 Pembebanan Truk “T” 500 kN


(Sumber: SNI 1725:2016)
L48

Gambar 4.4 Pembebanan Truk 2 As 400 kN


( )

Gambar 4.5 Pembebanan Truk 2 As 800 kN


( )
4.1.3 Tributary Area
Daerah pembebanan pada jembatan dibagi menjadi dua bagian yang menerima
beban terpusat roda truk. Adapun salah satu ilustrasi dapat dilihat sesuai Gambar 4.6
dibawah ini:
L49

Gambar 4.6 Tributary Area Jembatan


(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
Daerah yang di arsir warna merah merupakan besarnya luas daerah pembebanan
dengan panjang sesuai dengan bentang jembatan dan lebar yang mempunyai nilai sama
dengan jarak antar girder.

4.2 Pembahasan Dua Dimensi (2D) Pada Jembatan


4.2.1 Penempatan Pembebanan Dua Dimensi (2D) Jembatan
Penempatan beban truk arah memanjang (sumbu X) yang akan dianalisa dalam
penelitian ini sebanyak 45 titik pembebanan dimana beban terpusat dari as roda depan,
tengah, belakang sebagai titik awal acuan. Adapun hasilnya dapat dilihat ilustrasi tabel
4.5 dibawah ini:
Tabel 4.5 Penempatan Posisi Pembebanan Untuk 2D Jembatan
Jarak As
Jarak As Jarak As
Belakang Beban Beban Beban
Depan Tengah
Posisi dari As As As
dari dari
Beban Titik Depan Tengah Belakang Ket
Titik Titik
0,0 (kN) (kN) (kN)
0,0 (m) 0,0 (m)
(m)
PB1 3 - - 25 - - Truk
PB2 6 2 - 25 112,5 - Truk
PB3 9 5 - 25 112,5 - Truk
PB4 12 8 3 25 112,5 112,5 Truk
PB5 15 11 6 25 112,5 112,5 Truk
PB6 18 14 9 25 112,5 112,5 Truk
PB7 21 17 12 25 112,5 112,5 Truk
L50

PB8 24 20 15 25 112,5 112,5 Truk


PB9 27 23 18 25 112,5 112,5 Truk
PB10 30 26 21 25 112,5 112,5 Truk
PB11 33 29 24 25 112,5 112,5 Truk
PB12 36 32 27 25 112,5 112,5 Truk
PB13 39 35 30 25 112,5 112,5 Truk
PB14 42 38 33 25 112,5 112,5 Truk
PB15 45 41 36 25 112,5 112,5 Truk
PB16 3 - 0,35 3,75 - 3,75 Mobil
PB17 6 - 3,35 3,75 - 3,75 Mobil
PB18 9 - 6,35 3,75 - 3,75 Mobil
PB19 12 - 9,35 3,75 - 3,75 Mobil
PB20 15 - 12,35 3,75 - 3,75 Mobil
PB21 18 - 15,35 3,75 - 3,75 Mobil
PB22 21 - 18,35 3,75 - 3,75 Mobil
PB23 24 - 21,35 3,75 - 3,75 Mobil
PB24 27 - 24,35 3,75 - 3,75 Mobil
PB25 30 - 27,35 3,75 - 3,75 Mobil
PB26 33 - 30,35 3,75 - 3,75 Mobil
PB27 36 - 33,35 3,75 - 3,75 Mobil
PB28 39 - 36,35 3,75 - 3,75 Mobil
PB29 42 - 39,35 3,75 - 3,75 Mobil
PB30 45 - 42,35 3,75 - 3,75 Mobil
PB31 3 - - 27,2 - - Bus
PB32 6 - 0,04 27,2 - 52,8 Bus
PB33 9 - 3,05 27,2 - 52,8 Bus
PB34 12 - 6,05 27,2 - 52,8 Bus
PB35 15 - 9,05 27,2 - 52,8 Bus
PB36 18 - 12,05 27,2 - 52,8 Bus
PB37 21 - 15,05 27,2 - 52,8 Bus
PB38 24 - 18,05 27,2 - 52,8 Bus
PB39 27 - 21,05 27,2 - 52,8 Bus
PB40 30 - 24,05 27,2 - 52,8 Bus
L51

PB41 33 - 27,05 27,2 - 52,8 Bus


PB42 36 - 30,05 27,2 - 52,8 Bus
PB43 39 - 33,05 27,2 - 52,8 Bus
PB44 42 - 36,05 27,2 - 52,8 Bus
PB45 45 - 39,05 27,2 - 52,8 Bus
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)

4.2.2 Penentuan Lebar Efektif Pelat Lantai


Penentuan lebar efektif pelat lantai balok T sangat diperlukan untuk
mendapatkan hasil penampang yang maksimal. Adapun salah satu ilustrasi dapat dilihat
pada Gambar 4.7 dan Tabel 4.6 berikut ini:

Gambar 4.7 Balok T


(Sumber: PT Panji Bangun Persada, 2020)
L52

Tabel 4.6 Penentuan Lebar Efektif Pelat Lantai

(Sumber: Hasil Analisis, 2020)

4.2.3 Perhitungan Defleksi dan Rotasi Dua Dimensi (2D) Jembatan


Dalam melakukan analisa perbandingan diperlukan analisa perhitungan
menggunakan software SAP2000 untuk lebih meningkatkan keakuratan hasil
perhitungan dengan menggunkan program. Untuk perhitungan dua dimensi berikut
adalah salah satu contoh perhitungan variasi posisi beban truk PB1 pada jembatan,
beserta salah satu dokumentasi dapat dilihat sesuai ilustrasu Gambar 4.8 dibawah:

Gambar 4.8 Modeling PB1 2D Jembatan pada SAP2000


(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
L53

Gambar 4.9 Deformed Shape PB 8 2D

Gambar 4.10 Deformed Shape PB 23 2D

Gambar 4.11 Deformed Shaped PB 38 2D

Untuk melihat nilai rotasi maka ada pada menu display – show table –
displacement joint, maka akan muncul seperti Gambar 4.14, berdasarkan local axes
maka pada kasus ini menggunakan nilai R2 dengan titik A = -0,00279 rad, dan pada titik
B = 0,005166 rad. Adapun hasil data lengkap hasil SAP 2000 untuk analisa dua dimensi
(2D) Jembatan dengan 45 percobaan pada jarak dan beban tertentu dapat dilihat pada
Tabel 4.7 berikut ini:
L54

Tabel 4.7 Hasil Defleksi dan Rotasi pada Analisa Dua Dimensi (2D) Jembatan
Posisi Beban Defleksi (m) Rotasi A (rad) Rotasi B (rad)
PB1 0,052657 -0,00279 0,005166
PB2 0,04704 -0,00263 0,004866
PB3 0,042029 -0,00252 0,004586
PB4 0,037827 -0,00249 0,004333
PB5 0,034634 -0,00249 0,004113
PB6 0,032712 -0,00249 0,003933
PB7 0,032214 -0,00249 0,003799
PB8 0,032888 -0,00249 0,003698
PB9 0,034607 -0,00249 0,003698
PB10 0,037239 -0,00249 0,003744
PB11 0,040655 -0,00249 0,003863
PB12 0,044722 -0,00249 0,004062
PB13 0,049311 -0,00249 0,004348
PB14 0,054291 -0,00249 0,004727
PB15 0,062266 -0,0025 0,005766
PB16 0,061879 -0,0025 0,005746
PB17 0,061527 -0,00249 0,005726
PB18 0,061222 -0,00249 0,005709
PB19 0,061978 -0,00249 0,005693
PB20 0,061812 -0,00249 0,00568
PB21 0,061736 -0,00249 0,005669
PB22 0,061818 -0,00249 0,005659
PB23 0,06196 -0,00249 0,00566
PB24 0,061159 -0,00249 0,005665
PB25 0,061407 -0,00249 0,005676
PB26 0,061694 -0,00249 0,005692
PB27 0,062012 -0,00249 0,005713
PB28 0,062352 -0,00249 0,005742
PB29 0,061705 -0,00249 0,005777
PB30 0,061941 -0,00261 0,005646
PB31 0,060583 -0,00255 0,005573
L55

PB32 0,059371 -0,0025 0,005506


PB33 0,058356 -0,00249 0,005444
PB34 0,057584 -0,00249 0,005391
PB35 0,057119 -0,00249 0,005348
PB36 0,056997 -0,00249 0,005315
PB37 0,057161 -0,00249 0,005291
PB38 0,057577 -0,00249 0,005291
PB39 0,058213 -0,00249 0,005302
PB40 0,059039 -0,00249 0,005331
PB41 0,060023 -0,00249 0,005379
PB42 0,061132 -0,00249 0,005448
PB43 0,062336 -0,00249 0,00554
PB44 0,061603 -0,00249 0,005656
PB45 0,052657 -0,00279 0,005166
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
Berdasarkan pada hasil Tabel 4.7 diatas, nilai defleksi pada PB 1 s/d PB 45
memliki rentang nilai maksimum sebesar 0,0623 yang masih berada dibawah batas nilai
lendutan maksimum sebesar 0,0625 yang didapat dari rumus L/800 (50 m / 800 =
0,0625).
4.2.4 Regresi Berganda Dua Dimensi Dimensi (2D) Jembatan
4.2.4.1 Hasil Analisa Persamaan Regresi Linier Berganda Dua Dimensi (2D)
Jembatan
Dalam regresi berganda, variabel dependen dipengaruhi oleh dua atau lebih
variabel, sehingga hubungan fungsional antara variabel dependen (Y) dan variabel
independen bersifat miring yaitu rotasi A (X1) dan rotasi B (X2). Analisis ini untuk
memprediksi apakah nilai variabel independen meningkat atau menurun, dan untuk
menentukan arah hubungan antara variabel independen dan variabel dependen (terlepas
dari apakah setiap variabel berkorelasi positif atau negatif). Uji regresi berganda yang
dilakukan ditunjukan pada Tabel 4.8 dibawah ini:
L56

Tabel 4.8 Hasil Uji Regresi Linear Bergandaa dua (2D) Jembatan

(Sumber: Hasil Analisa, 2020)


berdasarkan analisa data dengan menggunakan SPSS, maka diperoleh hasil
persamaan regresi yang dapat dilihat pada persamaan 4.1 berikut ini:
 = 0,014 + 14,012 * 𝐴 + 14,873 *  𝐵 + e……………………................................(4.1)

4.2.4.2 Hasil Uji Koefisien Determinasi Dua Dimensi (2D) Jembatan


Adapun hasil uji olah data menggunakan aplikasi SPSS dapat dilihat sesuai tabel
4.9 dibawah:
Tabel 4.9 Hasil Uji Koefisien Determinasi Dua Dimensi (2D) Jembatan

(Sumber: Hasil Analisis, 2020)

4.2.5 Pembahasan Hasil Penelitian Dua Dimensi (2D) Jembatan


Berdasarkan analisa data mengenai pengaruh variabel rotasi A (X1) dan rotasi B
(X2) secara parsial maupun simultan terhadap nilai defleksi pada percobaan dua dimensi
(2D) pada program SAP 2000, dapat disimpulkan bahwa nilai defleksi pada percobaan
tiga dimensi (3D) pada program SAP 2000 dipengaruhi oleh rotasi A dan rotasi B yang
L57

telah diberikan beban dengan berbagai tipe pada jarak tertentu serta menimbulkan gaya-
gaya momen dan geser.

4.2.6 Presentase Hasil Persamaan Regresi Dua Dimensi (2D) Jembatan


Adapun contoh perhitungannya diambil pada posisi beban PB1 (𝐴 = -0,00279
;  𝐵 = 0,005166) dapat dilihat pada persamaan 4.2 dibawah:
 = 0,014 + 14,012 * 𝐴 + 14,873 *  𝐵…...……………..........................................(4.2)
Y = 0,014 + 14,012 * (-0,00279) + 14,873 * 0,005166
Y = 0,051782
Dengan mendapatkan nilai defleksi dari persamaan yang didapatkan dari regresi,
maka untuk mengetahui tingkat akurasinya, dilakukan pengecekan presentase dengan
cara yang dapat dilihat pada persamaan 4.3 dibawah:
𝑑𝑒𝑓𝑙𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛−𝑑𝑒𝑓𝑙𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑆𝐴𝑃
𝑝𝑟𝑒𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 = 𝑥 100……………………..............(4.3)
𝐷𝑒𝑓𝑙𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑆𝐴𝑃
0,051782 – 0,052657
𝑝𝑟𝑒𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 = 𝑥 100
0,052657

𝒑𝒓𝒆𝒔𝒆𝒏𝒕𝒂𝒔𝒆 = −𝟏, 𝟔𝟔 %
Adapun hasil lengkap defleksi hasil persamaan dan presentase selisih pada setiap
percobaan dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut ini:
Tabel 4.10 Pengecekan Hasil Persamaan Regresi Dua Dimensi (2D) Jembatan
Defleksi Hasil Defleksi
Posisi
Output SAP Rotasi A Rotasi B Hasil Presentase
Beban
(m) Persamaan
PB1 0,052657 -0,00279 0,005166 0,051782 -1,661%
PB2 0,04704 -0,00263 0,004866 0,04952 5,273%
PB3 0,042029 -0,00252 0,004586 0,046883 11,550%
PB4 0,037827 -0,00249 0,004333 0,043569 15,179%
PB5 0,034634 -0,00249 0,004113 0,040297 16,350%
PB6 0,032712 -0,00249 0,003933 0,03762 15,003%
PB7 0,032214 -0,00249 0,003799 0,035627 10,594%
PB8 0,032888 -0,00249 0,003698 0,034124 3,760%
PB9 0,034607 -0,00249 0,003698 0,034124 -1,394%
PB10 0,037239 -0,00249 0,003744 0,034809 -6,526%
PB11 0,040655 -0,00249 0,003863 0,036579 -10,027%
L58

PB12 0,044722 -0,00249 0,004062 0,039538 -11,591%


PB13 0,049311 -0,00249 0,004348 0,043792 -11,192%
PB14 0,054291 -0,00249 0,004727 0,049429 -8,956%
PB15 0,064266 -0,0025 0,005766 0,064672 0,631%
PB16 0,063879 -0,0025 0,005746 0,0645 0,973%
PB17 0,063527 -0,00249 0,005726 0,064273 1,174%
PB18 0,063222 -0,00249 0,005709 0,064034 1,285%
PB19 0,062978 -0,00249 0,005693 0,063796 1,299%
PB20 0,062812 -0,00249 0,00568 0,063603 1,259%
PB21 0,062736 -0,00249 0,005669 0,063439 1,121%
PB22 0,062818 -0,00249 0,005659 0,06329 0,752%
PB23 0,06296 -0,00249 0,00566 0,063305 0,548%
PB24 0,063159 -0,00249 0,005665 0,06338 0,349%
PB25 0,063407 -0,00249 0,005676 0,063543 0,215%
PB26 0,063694 -0,00249 0,005692 0,063781 0,137%
PB27 0,064012 -0,00249 0,005713 0,064094 0,127%
PB28 0,064352 -0,00249 0,005742 0,064525 0,269%
PB29 0,064705 -0,00249 0,005777 0,065045 0,526%
PB30 0,061941 -0,00261 0,005646 0,061458 -0,780%
PB31 0,060583 -0,00255 0,005573 0,061171 0,970%
PB32 0,059371 -0,0025 0,005506 0,060819 2,438%
PB33 0,058356 -0,00249 0,005444 0,060093 2,976%
PB34 0,057584 -0,00249 0,005391 0,059304 2,988%
PB35 0,057119 -0,00249 0,005348 0,058665 2,707%
PB36 0,056997 -0,00249 0,005315 0,058174 2,065%
PB37 0,057161 -0,00249 0,005291 0,057817 1,148%
PB38 0,057577 -0,00249 0,005291 0,057817 0,417%
PB39 0,058213 -0,00249 0,005302 0,057981 -0,399%
PB40 0,059039 -0,00249 0,005331 0,058412 -1,062%
PB41 0,060023 -0,00249 0,005379 0,059126 -1,494%
PB42 0,061132 -0,00249 0,005448 0,060152 -1,603%
PB43 0,062336 -0,00249 0,00554 0,061521 -1,308%
PB44 0,063603 -0,00249 0,005656 0,063246 -0,562%
L59

PB45 0,052657 -0,00279 0,005166 0,051782 -1,661%


Rata – Rata 0,055289 1,03%
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
Berdasarkan hasil pada Tabel 4.10 dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata
presentase adalah 1,03%.

4.3 Pembahasan Tiga Dimensi (3D) Pada Jembatan


4.3.1 Penempatan Pembebanan Tiga Dimensi (3D) Jembatan
Penempatan beban truk arah memanjang (sumbu X) yang dianalisa dalam
penelitian ini sebanyak 45 titik pembebanan as roda depan, tengah, belakang sebagai
titik awal acuan. Adapun beberapa ilustrasi (lebih lengkap berada di Lampiran 1) dan
data pembebanan dapat dilihat pada Gambar 4.11 s/d Gambar 4.16 dan Tabel 4.11
berikut ini:

2m 6m 50 m

Gambar 4.12 Pembebanan PB1 Dengan 1 Kendaraan Untuk 3D Pada Jembatan


(Sumber: Hasil Analisis, 2020)

1,5 m 6m 48 m 50 m

Gambar 4.13 Pembebanan PB17 Dengan 2 Kendaraan Untuk 3D Pada Jembatan


(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
L60

2m 3m 6m 8 m 12 m 48 m 50 m

Gambar 4.14 Pembebanan PB25 Dengan 3 Kendaraan Untuk 3D Pada Jembatan


(Sumber: Hasil Analisis, 2020)

3m 8m 9m 12m 14m 18m 36m 40m 42m 45m 46m 50 m

Gambar 4.15 Pembebanan PB40 Dengan 4 Kendaraan Untuk 3D Pada Jembatan


(Sumber: Hasil Analisis, 2020)

Tabel 4.11 Penempatan Posisi Pembebanan Truk Untuk 3D Jembatan


Jarak Jarak Jarak As
As As Belakang Beban Beban Beban
Posisi Depan Tengah dari As As As
Arah
Beban dari dari Titik Depan Tengah Belakang
Titik Titik 0,0 (kN) (kN) (kN)
0,0 (m) 0,0 (m) (m)
PB1 6 2 - 50 225 - Timur
PB2 12 8 3 50 225 225 Timur
PB3 18 14 9 50 225 225 Timur
PB4 24 20 15 50 225 225 Timur
PB5 30 26 21 50 225 225 Timur
PB6 36 32 27 50 225 225 Timur
PB7 42 38 33 50 225 225 Timur
L61

PB8 48 44 39 50 225 225 Timur


PB9 48 - - 50 - - Barat
PB10 42 46 - 50 225 - Barat
PB11 36 40 45 50 225 225 Barat
PB12 30 34 39 50 225 225 Barat
PB13 24 28 33 50 225 225 Barat
PB14 18 22 27 50 225 225 Barat
PB15 12 16 21 50 225 225 Barat
PB16 6 10 15 50 225 225 Barat
6 2 - 50 225 - Timur
PB17
48 - - 50 - - Barat
12 8 3 50 225 225 Timur
PB18
42 46 - 50 225 - Barat
18 14 9 50 225 225 Timur
PB19
36 40 45 50 225 225 Barat
24 20 15 50 225 225 Timur
PB20
30 34 39 50 225 225 Barat
30 26 21 50 225 225 Timur
PB21
24 28 33 50 225 225 Barat
36 32 27 50 225 225 Timur
PB22
18 22 27 50 225 225 Barat
42 38 33 50 225 225 Timur
PB23
30 34 39 50 225 225 Barat
48 44 39 50 225 225 Timur
PB24
6 10 15 50 225 225 Barat
6 2 - 50 225 - Timur
PB25 12 8 3 50 225 225 Timur
48 - - 50 - - Barat
12 8 3 50 225 225 Timur
PB26 18 14 9 50 225 225 Timur
42 46 - 50 225 - Barat
18 14 9 50 225 225 Timur
PB27
24 20 15 50 225 225 Timur
L62

36 40 45 50 225 225 Barat


24 20 15 50 225 225 Timur
PB28 30 26 21 50 225 225 Timur
30 34 39 50 225 225 Barat
30 26 21 50 225 225 Timur
PB29 36 32 27 50 225 225 Timur
24 28 33 50 225 225 Barat
36 32 27 50 225 225 Timur
PB30 42 38 33 50 225 225 Timur
18 22 27 50 225 225 Barat
42 38 33 50 225 225 Timur
PB31 48 44 39 50 225 225 Timur
12 16 21 50 225 225 Barat
6 2 - 50 225 - Timur
PB32 42 46 - 50 225 - Barat
48 - - 50 - - Barat
12 8 3 50 225 225 Timur
PB33 42 46 - 50 225 - Barat
36 40 45 50 225 225 Barat
18 14 9 50 225 225 Timur
PB34 36 40 45 50 225 225 Barat
30 34 39 50 225 225 Barat
24 20 15 50 225 225 Timur
PB35 30 34 39 50 225 225 Barat
24 28 33 50 225 225 Barat
30 26 21 50 225 225 Timur
PB36 24 28 33 50 225 225 Barat
18 22 27 50 225 225 Barat
36 32 27 50 225 225 Timur
PB37 18 22 27 50 225 225 Barat
12 16 21 50 225 225 Barat
42 38 33 50 225 225 Timur
PB38
12 16 21 50 225 225 Barat
L63

6 10 15 50 225 225 Barat


6 2 - 50 225 - Timur
12 8 3 50 225 225 Timur
PB39
42 46 - 50 225 - Barat
48 - - 50 - - Barat
12 8 3 50 225 225 Timur
18 14 9 50 225 225 Timur
PB40
42 46 - 50 225 - Barat
36 40 45 50 225 225 Barat
18 14 9 50 225 225 Timur
24 20 15 50 225 225 Timur
PB41
36 40 45 50 225 225 Barat
30 34 39 50 225 225 Barat
24 20 15 50 225 225 Timur
30 26 21 50 225 225 Timur
PB42
30 34 39 50 225 225 Barat
24 28 33 50 225 225 Barat
30 26 21 50 225 225 Timur
36 32 27 50 225 225 Timur
PB43
24 28 33 50 225 225 Barat
18 22 27 50 225 225 Barat
36 32 27 50 225 225 Timur
42 38 33 50 225 225 Timur
PB44
18 22 27 50 225 225 Barat
12 16 21 50 225 225 Barat
42 38 33 50 225 225 Timur
48 44 39 50 225 225 Timur
PB45
12 16 21 50 225 225 Barat
6 10 15 50 225 225 Barat
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
4.3.2 Perhitungan Defleksi dan Rotasi Tiga Dimensi (3D) Jembatan
Dalam melakukan analisa perbandingan diperlukan analisa perhitungan
menggunakan software SAP2000 untuk lebih meningkatkan keakuratan hasil
L64

perhitungan dengan menggunkan program. Adapun salah satu hasil pembuatan (lane)
jalur pada jembatan menggunakan SAP2000 dapat dilihat pada Gambar 4.17 s/d
Gambar 4.19 berikut ini:

Gambar 4.16 Modelling 3D Jembatan pada SAP2000


(Sumber: Hasil Analisis, 2020)

Gambar 4.17 Ilustrasi Jalur Kendaraan Memanjang


(Sumber: Hasil Analisis, 2020)

Gambar 4.18 Ilustrasi Truk Melintang


(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
L65

Adapun salah satu proses input nilai beban sesuai ilustrasi pada Gambar 4.20
dibawah :

Gambar 4.19 Input Pembebanan Truk “T” 500 kN pada SAP2000


(Sumber: SNI 1725:2016)

Gambar 4.20 Desain 3D


L66

Gambar 4.21 Desain 3D Deformed Shape PB 25

Gambar 4.22 Desain 3D Deformed Shape PB 25

Adapun hasil data lengkap hasil SAP 2000 untuk analisa Tiga dimensi (3D)
jembatan dengan 45 percobaan pada jarak dan beban tertentu yang dapat dilihat pada
Tabel 4.12 berikut ini:
Tabel 4.12 Hasil Defleksi dan Rotasi pada Analisa Tiga Dimensi (3D) Jembatan
Posisi Beban Defleksi (m) Rotasi A (rad) Rotasi B (rad)
PB1 0.018388 -0,005089 0,000704
PB2 0.017534 -0,004980 0,000627
PB3 0.017042 -0,004905 0,000569
PB4 0.016877 -0,004875 0,000542
PB5 0.016958 -0,004858 0,000549
PB6 0.017134 -0,004894 0,000593
L67

PB7 0.017527 -0,004945 0,000683


PB8 0.018048 -0,005015 0,000723
PB9 0.018419 -0,004910 0,00072
PB10 0.018133 -0,004774 0,000688
PB11 0.01792 -0,004671 0,000652
PB12 0.017825 -0,004613 0,00063
PB13 0.017823 -0,004607 0,000626
PB14 0.017952 -0,004648 0,000641
PB15 0.018241 -0,004785 0,000674
PB16 0.018704 -0,005004 0,000722
PB17 0.017868 -0,004856 0,000677
PB18 0.016728 -0,004611 0,000569
PB19 0.016023 -0,004434 0,000474
PB20 0.015763 -0,004345 0,000425
PB21 0.015842 -0,004323 0,000429
PB22 -0.03066 0,007809 -0,002509
PB23 0.016829 -0,004588 0,000611
PB24 0.017813 -0,004876 0,000699
PB25 0.016463 -0,004693 0,000558
PB26 0.014831 -0,004373 0,000391
PB27 0.013961 -0,004166 0,00027
PB28 0.013782 -0,004060 0,000228
PB29 0.014037 -0,004073 0,000275
PB30 0.014735 -0,004201 0,000424
PB31 0.015938 -0,004460 0,000588
PB32 0.017062 -0,004488 0,000619
PB33 0.015709 -0,004139 0,000474
PB34 0.014909 -0,003904 0,000357
PB35 0.014647 -0,003809 0,000304
PB36 0.014855 -0,003828 0,000323
PB37 0.01545 -0,004041 0,000415
PB38 0.016594 -0,004449 0,000587
PB39 0.015657 -0,004324 0,0005
L68

PB40 0.013812 -0,003902 0,000297


PB41 0.012847 -0,003636 0,000153
PB42 0.012666 -0,003525 0,000107
PB43 0.01305 -0,003579 0,00017
PB44 0.014038 -0,003844 0,000352
PB45 0.015703 -0,004321 0,000563
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
Berdasarkan pada hasil Tabel 4.12 diatas, nilai defleksi pada PB 1 s/d PB 45
memliki rentang nilai maksimum sebesar 0,0187 yang masih berada dibawah batas nilai
lendutan maksimum sebesar 0,0625 yang didapat dari rumus L/800 (50 m / 800 =
0,0625).
4.3.3 Regresi Berganda Tiga Dimensi (3D) Jembatan
4.3.3.1 Hasil Analisa Persamaan Regresi Linier Berganda Tiga Dimensi (3D)
Jembatan
Di dalam regresi berganda, variabel terikat dipengaruhi oleh dua variabel atau
lebih variabel bebas sehingga berhubungan fungsional antara variabel terikat (Y) yaitu
defleksi dengan variabel bebas yaitu rotasi A(X1) dan rotasi B (X2). Penelitian dilakukan
dalam mengevaluasi analisa dari variabel terikat apabila variabel bebas mengalami
penurunan atau kenaikan juga agar dapat diketahui apakah masing-masing variabel
berhubungan positif antara arah hubungan variabel bebas dan variabel terikat. Dapun
hasil pengolahan data menggunakan aplikasi SPSS dapat dilihat pada Tabel 4.13 berikut
ini:
Tabel 4.13 Hasil Uji Regresi Linear Berganda Tiga Dimensi (3D) Jembatan

(Sumber: Hasil Analisi, 2020)


L69

berdasarkan analisis data dengan menggunakan SPSS, maka diperoleh hasil


persamaan regresi yang dapat dilihat pada Persamaan 4.4 berikut ini:
 = -0,001 - 3,802* 𝐴 - 0,014 *  𝐵 + e………………………………………...(4.4)
4.3.3.2 Hasil Uji Koefisien Determinasi Tiga Dimensi (3D) Jembatan
Adapun hasil pengolahan data menggunakan aplikasi SPSS dapat dilihat pada
tabel 4.14 berikut ini:

Tabel 4.14 Hasil Uji Koefisien Determinasi Tiga Dimensi (3D) Jembatan

(Sumber: Hasil Analisa, 2020)


4.3.4 Pembahasan Hasil Penelitian Tiga Dimensi (3D) Jembatan
Berdasarkan analisa data mengenai pengaruh variabel rotasi A (X1) dan rotasi B
(X2) secara parsial maupun simultan terhadap nilai defleksi pada percobaan dua dimensi
(2D) pada program SAP 2000, dapat disimpulkan bahwa nilai defleksi pada percobaan
tiga dimensi (3D) pada program SAP 2000 dipengaruhi oleh rotasi A dan rotasi B yang
telah diberikan beban dengan berbagai tipe pada jarak tertentu serta menimbulkan gaya-
gaya momen dan geser.
4.3.5 Presentase Hasil Persamaan Regresi Tiga Dimensi (3D) Jembatan
Pada judul ini menggunakan metode penelitian sistem regresi dengan bantuan
program SPSS yang kemudian didapatkan hasil persamaan untuk mencari defleksi yang
baru. Adapun contoh perhitungannya diambil pada posisi beban PB1 (X1 = -0,005089 ;
X2 = 0,000704) dapat dilihat pada Persamaan 4.5 berikut ini:
 = -0,001 - 3,802* 𝐴 - 0,014 *  𝐵 ……………………………………...........(4.5)
 = -0,001 – 3,802 * (-0,005089) – 0,014 * 0,000704
 = 0,018339
L70

Dengan mendapatkan nilai defleksi dari persamaan yang didapatkan dari regresi,
maka untuk mengetahui tingkat akurasinya, dilakukan pengecekan presentase dengan
cara yang dapat dilihat pada Persamaan 4.6 berikut ini:
𝑑𝑒𝑓𝑙𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛−𝑑𝑒𝑓𝑙𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑆𝐴𝑃
𝑝𝑟𝑒𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 = 𝑥 100……………………..............(4.6)
𝐷𝑒𝑓𝑙𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑆𝐴𝑃
0,018339 −0,018388
𝑝𝑟𝑒𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 = 𝑥 100
0,018388

𝒑𝒓𝒆𝒔𝒆𝒏𝒕𝒂𝒔𝒆 = −𝟎, 𝟐𝟔𝟗 %


Adapun hasil lengkap defleksi hasil persamaan dan presentase selisih pada setiap
percobaan dapat dilihat dari Tabel 4.15 dibawah:
Tabel 4.15 Pengecekan Hasil Persamaan Regresi Tiga Dimensi (3D) Jembatan
Defleksi
Defleksi
Posisi Hasil
Rotasi A Rotasi B Hasil Presentase
Beban Output SAP
Persamaan
(m)
PB1 0,018388 -0,005089 0,000704 0,018339 -0,269%
PB2 0,017534 -0,004980 0,000627 0,017925 2,231%
PB3 0,017042 -0,004905 0,000569 0,017641 3,514%
PB4 0,016877 -0,004875 0,000542 0,017527 3,852%
PB5 0,016958 -0,004858 0,000549 0,017462 2,975%
PB6 0,017134 -0,004894 0,000593 0,017599 2,712%
PB7 0,017527 -0,004945 0,000683 0,017791 1,508%
PB8 0,018048 -0,005015 0,000723 0,018057 0,049%
PB9 0,018419 -0,004910 0,00072 0,017658 -4,133%
PB10 0,018133 -0,004774 0,000688 0,017141 -5,470%
PB11 0,01792 -0,004671 0,000652 0,016750 -6,529%
PB12 0,017825 -0,004613 0,00063 0,016530 -7,266%
PB13 0,017823 -0,004607 0,000626 0,016507 -7,383%
PB14 0,017952 -0,004648 0,000641 0,016663 -7,182%
PB15 0,018241 -0,004785 0,000674 0,017183 -5,799%
PB16 0,018704 -0,005004 0,000722 0,018015 -3,683%
PB17 0,017868 -0,004856 0,000677 0,017453 -2,322%
PB18 0,016728 -0,004611 0,000569 0,016523 -1,225%
PB19 0,016023 -0,004434 0,000474 0,015851 -1,071%
L71

PB20 0,015763 -0,004345 0,000425 0,015514 -1,581%


PB21 0,015842 -0,004323 0,000429 0,015430 -2,600%
PB22 -0,03066 0,007809 -0,002509 -0,030655 -0,017%
PB23 0,016829 -0,004588 0,000611 0,016435 -2,341%
PB24 0,017813 -0,004876 0,000699 0,017529 -1,596%
PB25 0,016463 -0,004693 0,000558 0,016835 2,259%
PB26 0,014831 -0,004373 0,000391 0,015621 5,324%
PB27 0,013961 -0,004166 0,00027 0,014835 6,263%
PB28 0,013782 -0,004060 0,000228 0,014433 4,723%
PB29 0,014037 -0,004073 0,000275 0,014482 3,168%
PB30 0,014735 -0,004201 0,000424 0,014966 1,570%
PB31 0,015938 -0,004460 0,000588 0,015949 0,067%
PB32 0,017062 -0,004488 0,000619 0,016055 -5,904%
PB33 0,015709 -0,004139 0,000474 0,014730 -6,233%
PB34 0,014909 -0,003904 0,000357 0,013838 -7,184%
PB35 0,014647 -0,003809 0,000304 0,013478 -7,984%
PB36 0,014855 -0,003828 0,000323 0,013550 -8,788%
PB37 0,01545 -0,004041 0,000415 0,014358 -7,067%
PB38 0,016594 -0,004449 0,000587 0,015907 -4,141%
PB39 0,015657 -0,004324 0,0005 0,015433 -1,432%
PB40 0,013812 -0,003902 0,000297 0,013831 0,139%
PB41 0,012847 -0,003636 0,000153 0,012822 -0,195%
PB42 0,012666 -0,003525 0,000107 0,012401 -2,096%
PB43 0,01305 -0,003579 0,00017 0,012605 -3,410%
PB44 0,014038 -0,003844 0,000352 0,013610 -3,049%
PB45 0,015703 -0,004321 0,000563 0,015421 -1,799%
Rata – Rata 0,014845 -1,764%
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
Berdasarkan hasil Tabel 4.15 diatas, maka dapat disimpulkan untuk nilai rata-
rata presentase adalah -1,764%.
L72

4.4 Hasil Defleksi Menggunakan Persamaan Tiga Dimensi Dengan Data Rotasi
Dua Dimensi
Persamaan regresi yang digunakan adalah dari hasil analisis struktur tiga dimensi
yang tercantum pada Persamaan 4.5 berikut ini:
 = -0,001 - 3,802* 𝐴 - 0,014 *  𝐵……………………………………....................(4.5)
Adapun hasil dari persamaan tersebut dapat dilihat sesuai Tabel 4.16 dibawah:
Tabel 4.16 Hasil Defleksi Persamaan Tiga Dimensi Menggunakan Data
Rotasi Dua Dimensi
Menggunakan
Output Aplikasi Persamaan
Selisih Presentase
Posisi SAP2000 3D Dengan
= (1 – 2) Selisih
Beban 3 Dimensi Data Rotasi
(3) = (3 / 1)
(1) 2D
(2)
PB1 0,018388 0,00952385 0,00886415 48%
PB2 0,017534 0,008931136 0,008602864 49%
PB3 0,017042 0,008520638 0,008521362 50%
PB4 0,016877 0,008402516 0,008474484 50%
PB5 0,016958 0,008405596 0,008552404 50%
PB6 0,017134 0,008408116 0,008725884 51%
PB7 0,017527 0,008409992 0,009117008 52%
PB8 0,018048 0,008411406 0,009636594 53%
PB9 0,018419 0,008411406 0,010007594 54%
PB10 0,018133 0,008410762 0,009722238 54%
PB11 0,01792 0,008409096 0,009510904 53%
PB12 0,017825 0,00840631 0,00941869 53%
PB13 0,017823 0,008402306 0,009420694 53%
PB14 0,017952 0,008397 0,009555 53%
PB15 0,018241 0,008439484 0,009801516 54%
PB16 0,018704 0,008405546 0,010298454 55%
PB17 0,017868 0,008386816 0,009481184 53%
PB18 0,016728 0,008383252 0,008344748 50%
PB19 0,016023 0,008383476 0,007639524 48%
L73

PB20 0,015763 0,008383658 0,007379342 47%


PB21 0,015842 0,008383812 0,007458188 47%
PB22 -0,03066 0,008383952 -0,03904395 127%
PB23 0,016829 0,008383938 0,008445062 50%
PB24 0,017813 0,008383868 0,009429132 53%
PB25 0,016463 0,008383714 0,008079286 49%
PB26 0,014831 0,00838349 0,00644751 43%
PB27 0,013961 0,008383196 0,005577804 40%
PB28 0,013782 0,00838279 0,00539921 39%
PB29 0,014037 0,0083823 0,0056547 40%
PB30 0,014735 0,008828968 0,005906032 40%
PB31 0,015938 0,008613276 0,007324724 46%
PB32 0,017062 0,008439322 0,008622678 51%
PB33 0,015709 0,008386962 0,007322038 47%
PB34 0,014909 0,008387704 0,006521296 44%
PB35 0,014647 0,008388306 0,006258694 43%
PB36 0,014855 0,008388768 0,006466232 44%
PB37 0,01545 0,008389104 0,007060896 46%
PB38 0,016594 0,008389104 0,008204896 49%
PB39 0,015657 0,00838895 0,00726805 46%
PB40 0,013812 0,008388544 0,005423456 39%
PB41 0,012847 0,008387872 0,004459128 35%
PB42 0,012666 0,008386906 0,004279094 34%
PB43 0,01305 0,008385618 0,004664382 36%
PB44 0,014038 0,008383994 0,005654006 40%
PB45 0,015703 -0,001 0,016703 106%
Rata – Rata 0,007060459 51%
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
Berdasarkan hasil Tabel 4.21 diatas, nilai defleksi analisis tiga dimensi (3D)
menggunakan persamaan tiga dimensi (3D) dengan data rotasi analisa dua dimensi (2D)
adalah sebesar 51%.
L74

4.5 Hasil Defleksi Menggunakan Persamaan Dua Dimensi Dengan Data Rotasi
Tiga Dimensi
Persamaan regresi yang digunakan adalah dari hasil analisis struktur dua dimensi
yang tercantum pada Persamaan 4.2 berikut ini:
 = 0,014 + 14,012 * 𝐴 + 14,873 *  𝐵…...……………........................................(4.2)
Adapun hasil dari persamaan tersebut sesuai dari Tabel 4.17 dibawah:
Tabel 4.17 Hasil Defleksi Persamaan Dua Dimensi Menggunakan Data
Rotasi Tiga Dimensi
Menggunakan
Output Aplikasi Persamaan
Selisih Presentase
Posisi SAP2000 2D Dengan
= (1 – 2) Selisih
Beban 2 Dimensi Data Rotasi
(3) = (3/1)
(1) 3D
(2)
PB1 0,052657 -0,04684 0,099493 189%
PB2 0,04704 -0,04645 0,093494 199%
PB3 0,042029 -0,04627 0,088295 210%
PB4 0,037827 -0,04625 0,084074 222%
PB5 0,034634 -0,04591 0,080539 233%
PB6 0,032712 -0,04576 0,078467 240%
PB7 0,032214 -0,04513 0,077345 240%
PB8 0,032888 -0,04552 0,078405 238%
PB9 0,034607 -0,04409 0,078697 227%
PB10 0,037239 -0,04266 0,0799 215%
PB11 0,040655 -0,04175 0,082408 203%
PB12 0,044722 -0,04127 0,085989 192%
PB13 0,049311 -0,04124 0,090554 184%
PB14 0,054291 -0,04159 0,095885 177%
PB15 0,064266 -0,04302 0,107289 167%
PB16 0,063879 -0,04538 0,109257 171%
PB17 0,063527 -0,04397 0,1075 169%
PB18 0,063222 -0,04215 0,105369 167%
PB19 0,062978 -0,04108 0,104057 165%
L75

PB20 0,062812 -0,04056 0,103373 165%


PB21 0,062736 -0,04019 0,102929 164%
PB22 0,062818 0,086103 -0,02329 -37%
PB23 0,06296 -0,0412 0,10416 165%
PB24 0,063159 -0,04393 0,107085 170%
PB25 0,063407 -0,04346 0,106866 169%
PB26 0,063694 -0,04146 0,105153 165%
PB27 0,064012 -0,04036 0,10437 163%
PB28 0,064352 -0,0395 0,10385 161%
PB29 0,064705 -0,03898 0,103686 160%
PB30 0,061941 -0,03856 0,100499 162%
PB31 0,060583 -0,03975 0,100331 166%
PB32 0,059371 -0,03968 0,09905 167%
PB33 0,058356 -0,03695 0,095302 163%
PB34 0,057584 -0,03539 0,092977 161%
PB35 0,057119 -0,03485 0,091969 161%
PB36 0,056997 -0,03483 0,091831 161%
PB37 0,057161 -0,03645 0,093611 164%
PB38 0,057577 -0,03961 0,097186 169%
PB39 0,058213 -0,03915 0,097364 167%
PB40 0,059039 -0,03626 0,095297 161%
PB41 0,060023 -0,03467 0,094695 158%
PB42 0,061132 -0,0338 0,094933 155%
PB43 0,062336 -0,03362 0,095957 154%
PB44 0,063603 -0,03463 0,09823 154%
PB45 0,052657 -0,04684 0,099493 189%
Rata – Rata 0,092828 174%
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
Berdasarkan hasil Tabel 4.17 diatas, nilai defleksi analisis dua dimensi (2D)
menggunakan persamaan dua dimensi (2D) dengan data rotasi analisa tiga dimensi
(3D) adalah sebesar 174%.
L76

4.6 Pembuktian Desain SAP


Setelah melalui berbagai serangkaian perhitungan, perlu pembuktian model
apakah sudah benar atau belum. Caranya yaitu dengan membuat perbandingan nilai
momen pada kasus dua dimensi, antara output SAP terhadap hitungan manual.
4.6.1 Output SAP
Adapun hasil nilai momen dan gaya geser yang dikeluarkan program SAP sesuai
ilustrasi dari Gambar 4.21 dibawah:

Gambar 4.23 Nilai Momen dan Gaya Geser Pada Output SAP
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
Berdasarkan Gambar 4.21 diatas, dapat dijelaskan bahwa nilai momen (M3)
yaitu sebesar 7497,11 KN.m , dan gaya geser (V2) yaitu sebesar 500 KN. Kemudian
kedua nilai tersebut akan dibandingkan dengan hasil perhitungan manual.
L77

4.6.2 Perhitungan Manual


Adapun sketsa gambar permodelan perhitungan manual dengan rumus statika
dasar sesuai dari Gambar 4.21 dibawah:
P = 1000 KN

A C B
Ma Mb

25 m 25 m

Va Vb
Gambar 4.24 Sketsa Permodelan Perhitungan Manual
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
4.6.2.1 Perhitungan Nilai Gaya Geser (V)
∑ Ma = 0 ∑ Mb = 0
-Vb . 50 + P . 25 = 0 -Va . 50 + P . 25 = 0
-50Vb + 1000 . 25 = 0 -50Va + 1000 . 25 = 0
-50Vb + 25000 = 0 -50Va + 25000 = 0
-50Vb = -25000 -50Va = -25000
Vb = 500 KN Va = 500 KN

Cek = ∑ V = 0
Va + Vb – P = 0
500 + 500 – 1000 = 0
0=0
OKE
Berdasarkan perhitungan diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai gaya geser (Va
& Vb) yaitu masing – masing sebesar 500 KN. Dan sudah sesuai karena hasil
pengecekan sebesar 0.

4.6.2.2 Perhitungan Nilai Momen (M)


Ma = Va . 0 Mb = Vb . 0
Ma = 500 . 0 Mb = 500 . 0
Ma = 0 KN. m Mb = 0 KN. m
L78

Mc (Dari kiri) = Va . 25 Mc (Dari kanan) = Vb . 25


Mc (Dari kiri) = 500 . 25 Mc (Dari kanan) = 500 . 25
Mc (Dari kiri) = 7500 KN. m Mc (Dari kanan) = 7500 KN. m
Berdasarkan perhitungan diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai momen (Mc)
yaitu sebesar 7500 KN. m .
4.6.3 Perbandingan Output SAP dan Perhitungan Manual beserta Penjelasannya
Berdasarkan hasil output SAP pada sub – bab 4.6.1 dan hasil pembahasan
perhitungan manual pada sub – bab 4.6.2, penulis membuat tabel perbandingan supaya
dapat memudahkan pembaca yang dapat dilihat pada Tabel 4.18 berikut ini:
Tabel 4.18 Perbandingan Output SAP dan Perhitungan Manual
Output SAP Perhitungan Manual
Nilai Momen (M) 7497,11 KN.m 7500 KN.m
Nilai Gaya Geser (V) 500 KN 500 KN
(Sumber: Hasil Analisis, 2020)
Menurut hasil pada Tabel 4.18 diatas, terdapat sedikit selisih hasil antara output
SAP dengan perhitungan manual. Hal tersebut terjadi karena pada permodelan di
program SAP memiliki kekakuan perletakan yang dimodelkan dengan nilai stiffness
properti bearing pad, sedangkan pada perhitungan manual dengan statika menggunakan
asumsi sendi – rol (misal, hanya gaya 1000 KN saja tanpa berat sendiri).
L79
L80

BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Hasil output SAP2000 nilai defleksi analisis dua dimensi (2D) menggunakan
persamaan dua dimensi (2D) dengan data rotasi analisa tiga dimensi (3D) adalah
yang tertinggi dengan nilai rata – rata selisih presentase sebesar 174%;
b. Hubungan antara defleksi dan rotasi pada jembatan tiga dimensi (3D) adalah
yang tertinggi dengan nilai R2 sebesar 0,998;
c. Nilai defleksi () dapat dicari berdasarkan nilai rotasi ( ) pada alat uji tiltmeter
menggunakan persamaan yang sudah didapatkan. Dimana persamaan dua
dimensi dapat digunakan menggunakan data tiga dimensi, begitupun sebaliknya.
5.2 Saran
a. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi hasil perbandingan, salah satunya
yaitu faktor presisi permodelan jembatan yang tidak sepenuhnya mirip dengan
kondisi jembatan yang sebenarnya;
b. Perlu dikembangkan lebih lanjut terkait penelitian dengan permodelan jembatan
yang bisa akurat untuk memperoleh nilai perbandingan yang lebih akurat dengan
keadaan di lapangan sebenarnya.
L81
L82

DAFTAR PUSTAKA
L83

LAMPIRAN 1
Jarak Pembebanan Truk Pada 3D Jembatan
L84
L85

PB1

6 m 50 m

PB2

12 m 50 m

PB3

18 m 50 m

PB4

24 m 50 m
L86

PB5

30 m 50 m

PB6

36 m 50m

PB7

42 m 50 m

PB8

48m 50m
L87

PB9

48m 50m

PB10

42 m 50 m

PB11

36 m 50 m

PB12

30 m 50m
L88

PB13

24 m 50 m

PB14

18 m 50 m

PB15

12 m 50 m

PB16

6m 50 m
L89

PB17

6m 48 m 50 m

PB18

12 m 42 m 50 m

PB19

18 m 36 m 50 m

PB20

24 m 30 m 50 m
L90

PB21

24 m 30 m 50 m

PB22

18 m 36 m 50 m

PB23

12 m 42 m 50 m

PB24

6m 48 m 50 m
L91

PB25

6m 12 m 48 m 50 m

PB26

12 m 18 m 42 m 50 m

PB27

18 m 24 m 36 m 50 m

PB28

24 m 30 m 50 m
L92

PB29

19,5 m 25 m 26 m 31,5 m 50 m

PB30

18 m 30 m 36 m 50 m

PB31

12 m 42 m 48 m 50 m

PB32

6m 42 m 48m 50 m
L93

PB33

12 m 36 m 42 m 50 m

PB34

18 m 30 m 36 m 50 m

PB35

24 m 30 m 50 m

PB36

18 m 24 m 30 m 50 m
L94

PB37

12 m 18 m 36 m 50 m

PB38

6m 12 m 42 m 50 m

PB39

6m 12 m 42 m 48 m 50 m

PB40

12 m 18 m 36 m 42 m 50 m
L95

PB41

18 m 24 m 30 m 36 m 50 m

PB42

24 m 30 m 24 m 50 m

PB43

18 m 24 m 30 m 36 m 50 m

PB44

12 m 18 m 36 m 42 m 50 m
L96

PB45

6m 12 m 42 m 48 m 50 m
L97

LAMPIRAN 2

Jarak Pembebanan Truk Pada 2D Jembatan

PB 1 (Truk)

25 kN

3m 50 m

PB 2 (Truk)

112,5 kN 25 kN

2m 6m 50 m

PB 3 (Truk)

112,5 kN 25 kN

5m 9m 50 m

PB 4 (Truk)
112,5 kN 112,5 kN 25 kN

3m 8m 12 m 50 m
L98

PB 5 (Truk)
112,5 kN 112,5 kN 25 kN

6m 11 m 15 m 50 m

PB 6 (Truk)
112,5 kN 112,5 kN 25 kN

9m 14 m 18 m 50 m

PB 7 (Truk)
112,5 kN 112,5 kN 25 kN

12 m 17 m 21 m 50 m

PB 8 (Truk)
112,5 kN 112,5 kN 25 kN

15 m 20 m 24 m 50 m

PB 9 (Truk)
112,5 kN 112,5 kN 25 kN

18 m 23 m 27 m 50 m
L99

PB 10 (Truk)
112,5 kN 112,5 kN 25 kN

21 m 26 m 30 m 50 m

PB 11 (Truk)
112,5 kN 112,5 kN 25 kN

24 m 29 m 33 m 50 m

PB 12 (Truk)
112,5 kN 112,5 kN 25 kN

27 m 32 m 36 m 50m

PB 13 (Truk)
112,5 kN 112,5 kN 25 kN

30 m 35 m 39 m 50m

PB 14 (Truk)
112,5 kN 112,5 kN 25 kN

33 m 38 m 42 m 50m
L100

PB 15 (Truk)
112,5 kN 112,5 kN 25 kN

36 m 41 m 45 m 50m

PB 16 (Mobil)
3,75 kN 3,75 kN

0,35 m 3m 50 m

PB 17 (Mobil)
3,75 kN 3,75 kN

3,35 m 6m 50 m

PB 18 (Mobil)
3,75 kN 3,75 kN

6,35 m 9m 50 m

PB 19 (Mobil)

3,75 kN 3,75 kN

9,35 m 12 m 50 m
L101

PB 20 (Mobil)
3,75 kN 3,75 kN

12,35 m 15 m 50 m

PB 21 (Mobil)

3,75 kN 3,75 kN

15,35 m 18 m 50 m

PB 22 (Mobil)

3,75 kN 3,75 kN

18,35 m 21 m 50 m

PB 23 (Mobil)
3,75 kN 3,75 kN

21,35 m 24 m 50 m

PB 24 (Mobil)
3,75 kN 3,75 kN

24,35 m 27 m 50 m
L102

PB 25 (Mobil)
3,75 kN 3,75 kN

27,35 m 30 m 50m

PB 26 (Mobil)

3,75 kN 3,75 kN

30,35 m 33 m 50m

PB 27 (Mobil)

3,75 kN 3,75 kN

33,35 m 36 m 50m

PB 28 (Mobil)

3,75 kN 3,75 kN

36,35 m 39 m 50m

PB 29 (Mobil)
3,75 kN 3,75 kN

39,35 m 42 m 50m
L103

PB 30 (Mobil)
3,75 kN 3,75 kN

42,35m 45m 50m

PB 31 (Bus)

27,2 kN

3m 50 m

PB 32 (Bus)

52,8 kN 27,2 kN

0,04 m 6m 50 m

PB 33 (Bus)

52,8 kN 27,2 kN

3,05 m 9m 50 m

PB 34 (Bus)
52,8 kN 27,2 kN

6,05 m 12 m 50 m
L104

PB 35 (Bus)
52,8 kN 27,2 kN

9,05 m 15 m 50 m

PB 36 (Bus)

52,8 kN 27,2 kN

12,05 m 18 m 50 m

PB 37 (Bus)

52,8 kN 27,2 kN

15,05 m 21 m 50 m

PB 38 (Bus)
52,8 kN 27,2 kN

18,05 m 24 m 50 m

PB 39 (Bus)
52,8 kN 27,2 kN

21,05 m 27 m 50 m
L105

PB 40 (Bus)
52,8 kN 27,2 kN

24,05 m 30 m 50m

PB 41 (Bus)

52,8 kN 27,2 kN

27,05 m 33 m 50m

PB 42 (Bus)

52,8 kN 27,2 kN

30,05 m 36 m 50m

PB 43 (Bus)

52,8 kN 27,2 kN

33,05 m 39 m 50m

PB 44 (Bus)

52,8 kN 27,2 kN

36,05 m 42 m 50m
L106

PB 45 (Bus)

52,8 kN 27,2 kN

49,05m 45m 50m


L107

LAMPIRAN 3

Perhitungan Prestress
L108

(Sumber: PT Panji Bangun Persada, 2020)


L109
L110

Balok T
(Sumber: PT Panji Bangun Persada, 2020)
Penentuan Lebar Efektif Pelat Lantai
L111
L112
L113
L114
L115
L116
L117
L118
L119
L120
L121
L122
L123

Anda mungkin juga menyukai