Anda di halaman 1dari 222

SKRIPSI

PEMODELAN TIANG PANCANG PILAR DERMAGA SEBAGAI SISTEM


INTERAKSI STRUKTUR DENGAN TANAH MENGGUNAKAN
SOFTWARE SAP2000

HENDRA ARYADIN

1621042008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2021
SKRIPSI

PEMODELAN TIANG PANCANG PILAR DERMAGA SEBAGAI SISTEM


INTERAKSI STRUKTUR DENGAN TANAH MENGGUNAKAN
SOFTWARE SAP2000

Diajukan untuk memnuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana


pada Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan
Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar

HENDRA ARYADIN

1621042008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2021

i
ABSTRAK

HENDRA ARYADIN. 2021. “Pemodelan Tiang Pancang Pilar Dermaga sebagai


Sistem Interaksi antara Tanah dengan Struktur menggunakan Software SAP2000”.
Skripsi. Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan. Fakultas Teknik. Universitas
Negeri Makassar. Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei yang bertujuan
untuk membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta dan sifat
objek yang diteliti berdasarkan kerangka pikir tertentu. Objek yang diteliti adalah
bagian struktur bawah dermaga khususnya pondasi Tiang Pancang dengan
menghitung modulus of subgrade reactions tanah menurut persamaan Bowles,
Nakazawa dkk, dan Smith and Pole pada pemodelan tumpuan pondasi tiang
pancang. Struktur dermaga pada Pelabuhan Laut Banggae memiliki tipe yaitu
dermaga tipe jetty yang direncanakan memiliki sistem deck on pile dengan Panjang
70 m dan lebar 10 m. Teknik pengambilan data dilakukan dengan mengumpulkan
data-data proyek berupa data penyelidikan tanah (Bore Hole dan N-SPT) dan
gambar kerja. Teknik analisis data dilakukan dengan cara memodelkan kembali
struktur dermaga dengan metode tiga dimensi (3D) menggunakan Software
SAP2000. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai daya dukung pondasi tiang
pancang tegak BH-01 dan BH-02 adalah 226.93 ton dan 218.81 ton, sedangkan
tiang pancang miring BH-01 dan BH-02 adalah 227.33 ton dan 219.19 ton. Nilai
deformasi, momen, lintang, normal, dan penurunan dari ketiga pemodelan struktur
dermaga menurut Bowles adalah 26.55 mm, 123.64 kN.m, 30.50 kN, 184.34 kN,
dan 42.16 mm, menurut Nakazawa dkk adalah 20.04 mm, 131.39 kN.m, 33.65 kN,
189.09 kN, dan 5.40 mm, dan pemodelan menurut Smith and Pole adalah 21.05
mm, 121.16 kN.m, 28.78 kN, 188.09 kN, dan 4.58 mm.

Kata kunci: Pondasi Tiang Pancang, SAP2000, Modulus Kekakuan Tanah

ii
ABSTRACT

HENDRA ARYADIN. 2021."Modeling of Pier Piles as a System for Interaction


between Soil and Structure using SAP2000 Software". Essay. Civil Engineering
and Planning Education. Faculty of Engineering. Makassar public university. This
type of research is a survey research that aims to compare the similarities and
differences between two or more facts and the nature of the object under study based
on a certain frame of mind. The object studied was the part of the structure under
the pier, especially the pile foundation by calculating the modulus of subgrade
reactions to the soil according to the equations of Bowles, Nakazawa et al, and
Smith and Pole in modeling pile foundations. The structure of the pier at Banggae
Sea Port is a type of jetty which is planned to have a deck on pile system with a
length of 70 m and a width of 10 m. The data collection technique is carried out by
collecting project data in the form of soil investigation data (Bore Hole and N-SPT)
and work drawings. The data analysis technique is done by remodeling the dock
structure with the three-dimensional (3D) method using SAP2000 software. Based
on the results of the analysis, the bearing capacity values of the BH-01 and BH-02
vertical piles were 226.93 tons and 218.81 tons, while the BH-O1 and BH-02
inclined piles were 227.33 tons and 219.19 tons. The deformation, moment,
latitude, normal, and settlement values of the three wharf structure models
according to Bowles are 26.55 mm, 123.64 kN.m, 30.50 kN, 184.34 kN, and 42.16
mm, according to Nakazawa et al. Are 20.04 mm, 131.39 kN.m, 33.65 kN, 189.09
kN, and 5.40 mm, and the modeling according to Smith and Pole is 21.05 mm,
121.16 kN.m, 28.78 kN, 188.09 kN, and 4.58 mm.

Keywords: Pile Foundation, SAP2000, Soil Modulus of Subgrade Reactions

iii
MOTTO

“JIKA MEMULAI SELESAIKAN DENGAN PENUH TANGGUNG JAWAB “

“Make your Parents and Family Proud of You”

iv
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan atas

kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat serta hidayah-Nya sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan

akademik guna memperoleh gelar sarjana Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan

Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar. Salawat dan salam penulis kirimkan

kepada Rasulullah SAW, berkat perjuangannya sampai pada hari ini masih tertoreh

keberhasilannya memperjuangkan dan mengangkat harkat dan martabat manusia.

Kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebayak-

banyaknya kepada Ayahanda Baharuddin dan Ibunda Andi Raja atas doa,

pengorbanan yang tulus dan ikhlas yang telah mendidik, mengasuh, dan

membesarkan saya dengan penuh kasih sayang dan semoga Allah SWT

memberikan rahmat, berkah, dan hidayah-Nya serta meninggikan derajatnya.

Ucapan terimakasih pula kepada koordinator Lab. Uji Bahan (LUB) PTSP

FT UNM Bapak Ir. Silvether Tandy, S.Pd., M.Pd. dan Kak Apri, crew Lab. Uji

Bahan (LUB) PTSP FT UNM (Robi Samboja, David Pasalli, Tomy Syamsul, Yoel

Tandy, Febrialdi Loda Parando, Kasim), teman-teman satu Angkatan PRISMA

2016 PTSP FT-UNM, teman-teman ENZIM SMAN 1 Bontomatene, teman-teman

KKN-PPM Desa Bontomanai, serta ketiga sahabat saya, Deni Dessagala, Bahtiar,

dan Ari Angraini yang telah memberi dukungan dan bantuan selama penulis

menjalani perkuliahan baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga Allah

SWT memberikan imbalan yang berlipat ganda atas bantuan kepada penulis.

v
Penyelesaian skripsi ini tidak akan berjalan sebagaimana mestinya tanpa ada

keterlibatan berbagai pihak yang dengan tulus ikhlas memberikan bantuannya.

Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan banyak terima

kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Bapak Muh. Idhil Maming, ST.,

MT. dan Bapak Dr. Mithen Lululangi, MT. selaku pembimbing yang selalu

memberikan dorongan, semangat dan membuka wawasan berfikir dalam

memecahkan masalah sejak awal penulisan hingga selesainya Skripsi.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu

Dr. Irma Aswani Ahmad, ST., MT. dan Bapak Dr. Ir. Moh. Junaedy R, ST., MT.

selaku penanggap yang banyak memberikan masukan, saran, dan nasehat selama

penyusunan skripsi.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada: Bapak Rektor Universitas Negeri Makassar Prof. Dr. H.

Husain Syam, M.TP, Bapak Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar

Prof. Dr. Muhammad Yahya, M.Kes., M.Eng, Bapak Ketua Jurusan Pendidikan

Teknik Sipil & Perencanaan Drs. Taufiq Natsir, M.Pd. Ketua Program Studi S1

Pendidikan Teknik Bangunan Ibu Reany Tenriola Idrus, ST., M.Si. Bapak Kepala

Lab. Pendidikan Teknik Sipil & Perencanaan Dr. Moh. Junaedy R, ST., MT.

Seluruh dosen dan staf admininstrasi dalam lingkup Fakultas Teknik pada

umumunya dan Jurusan Pendidikan Teknik Sipil & Perencanaan pada khususnya

yang telah mendidik penulis selama dalam proses perkuliahan, serta semua pihak

yang telah membantu yang tidak sempat penulis menuliskan namanya masing-

masing, baik bantuan secara langsung maupun tidak langsung.

vi
Semoga Allah SWT memberikan imbalan yang berlipat ganda atas bantuan

kepada penulis.

Akhirnya penulis memohon kepada Allah SWT agar apa yang dilakukan

selama ini diridhoi dan bernilai ibadah di sisi-Nya yang dapat memberikan manfaat

kepada orang lain terlebih kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan, maka sangat diharapkan kritik dan saran dari semua

pihak yang bersifat membangun sebagai bahan perbaikan kearah yang lebih baik.

Makassar, Januari 2021

Penulis

DAFTAR ISI

vii
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ............................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian..................................................................................... 5

D. Batasan Masalah ...................................................................................... 5

E. Manfaat Penelitian................................................................................... 6

BAB II LANDASAN TEORI .......................................................................... 7

A. Pelabuhan ................................................................................................ 7

B. Dermaga .................................................................................................. 8

C. Perencanaan Dermaga ............................................................................. 12

D. Perencanaan Pembebanan Dermaga........................................................ 20

E. Pondasi .................................................................................................... 36

F. Pondasi Tiang .......................................................................................... 37

G. Kegunaan Pondasi Tiang ......................................................................... 38

H. Pembagian Pondasi Tiang ....................................................................... 39

I. Daya Dukung Tiang ................................................................................ 54

J. Pemodelan Tanah sebagai Tumpuan Elastis ........................................... 58

K. Pemodelan Tanah dan Struktur ............................................................... 66

viii
L. Pemodelan Dermaga dengan Software SAP2000 versi 14...................... 69

M. Kajian Penelitian yang Relevan .............................................................. 79

N. Kerangka Pikir......................................................................................... 81

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 83

A. Jenis Penelitian ....................................................................................... 83

B. Waktu dan Tempat Perancangan ............................................................. 83

C. Subjek dan Objek Penelitian ................................................................... 84

D. Variabel Penelitian .................................................................................. 85

E. Defenisi Operasional Variabel ................................................................ 85

F. Data dan Sumber Data............................................................................. 86

G. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 86

H. Tahap-tahap Penelitian ............................................................................ 87

I. Teknik Analisis Data ............................................................................... 89

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 98

A. Hasil ........................................................................................................ 98

B. Pembahasan ............................................................................................ 174

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 187

A. Kesimpulan ............................................................................................ 187

B. Saran ....................................................................................................... 188

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................

DAFTAR GAMBAR

ix
No. Nama Gambar Halaman

2.1 Tipe Dermaga.................................................................................... 10

2.2 Dermaga tipe a) wharf, b) pier, c) jetty ............................................. 12

2.3 Panjang Dermaga .............................................................................. 15

2.4 Elevasi Lantai Dermaga .................................................................... 15

2.5 Jarak Sandar Kapal ke Pusat Berat Kapal ......................................... 18

2.6 Grafik Koefisien Blok ....................................................................... 18

2.7 Beban Lajur “D” ............................................................................... 25

2.8 Alternatif Penempatan Beban “D” dalam arah Memanjang ............. 26

2.9 Pembebanan Truk “T” (500 kN) ....................................................... 27

2.10 Peta Zona Gempa Indonesia ............................................................. 33

2.11 Spektrum Respon Gempa untuk masing-masing Zona ..................... 34

2.12 Tiang Pancang Kayu ......................................................................... 42

2.13 Tiang Pancang Beton Precast Concrete Pile .................................... 44

2.14 Tiang Pancang Beton Precast Prestressed Concrete Pile ................ 45

2.15 Tiang Pancang Beton Cast in Place .................................................. 46

2.16 Tiang Pancang Baja........................................................................... 47

2.17 Tiang Pancang Water Proofed Steel Pipe and Wood Pile ................ 49

2.18 Tiang Pancang Composite Dropped-Shell and Pipe Pile ................. 52

2.19 Tahanan Ujung Tiang ........................................................................ 58

2.20 Penentuan Modulus Reaksi Tanah Dasar ......................................... 61

2.21 Pemodelan Tanah dan Struktur ......................................................... 67

2.22 Cara untuk menentukan Permukaan Tanah Rencana untuk Tiang ...

x
2.23 Tahanan Pemodelan Struktur Dermaga dengan SAP2000 versi 14 .. 70

2.24 Tata cara Define Material ................................................................. 72

2.25 Tata cara Define Material Beton ....................................................... 72

2.26 Tata cara Define Material Baja ......................................................... 72

2.27 Tata cara Define Frame ..................................................................... 74

2.28 Tata cara Define Frame Balok .......................................................... 74

2.29 Tata cara Define Frame Tiang Pancang ............................................ 75

2.30 Tata cara Define Area........................................................................ 76

2.31 Tata cara Define Area Section Pelat .................................................. 76

2.32 Kerangka Pikir .................................................................................. 82

3.1 Peta Lokas Pelabuhan Laut Banggae ................................................ 83

3.2 Bagan Alur Penelitian ....................................................................... 88

3.3 Contoh Metode Pemodelan 3 Dimensi ............................................. 89

3.4 Contoh Metode Pemodelan 2 Dimensi ............................................. 90

3.5 Niilai N-SPT dan model Tupuan Elastis Tiang Pancang .................. 91

3.6 Model Struktur dan Unit Satuan pada SAP2000............................... 93

3.7 Define Grid Data .............................................................................. 93

3.8 Penentuan Properti & Penampang Material ...................................... 95

3.9 Static Load Case ............................................................................... 96

3.10 Kombinasi Pembebanan .................................................................... 96

3.11 Derajat Kebebasan Struktur .............................................................. 97

4.1 Kapal yang Merapat ke Dermaga ...................................................... 99

4.2 Boring LOG dan SPT Test BH-01 ................................................... 99

xi
4.3 Boring LOG dan SPT Test BH-01 .................................................... 99

4.4 Boring LOG dan SPT Test BH-02 .................................................... 99

4.5 Boring LOG dan SPT Test BH-02 .................................................... 99

4.6 Gambar Rencana Pemodelan Struktur Dermaga............................... 99

4.7 Gambar Rencana Balok pada Dermaga ............................................ 99

4.8 Gambar Layout Pondasi Tiang dan Tampak Samping ..................... 99

4.9 Tahap Pemodelan Grid Line ............................................................. 111

4.10 Gambar Pola Grid Line Pembentuk Struktur .................................... 111

4.11 Langkah Pemodelan Material ........................................................... 113

4.12 Langkah Pemodelan Element Frame ................................................ 114

4.13 Langkah Pemodelan Element Area ................................................... 115

4.14 Gambar Langkah penerapan profil pada struktur Dermaga .............. 116

4.15 Pemodelan Element Frame ............................................................... 116

4.16 Pemodelan Element Area .................................................................. 117

4.17 Langkah Pemodelan modulus subgrade of reaction ......................... 127

4.18 Pemodelan modulus subgrade of reaction menurut Bowles ............. 127

4.19 Pemodelan modulus subgrade of reaction menurut Nakazawa dkk . 137

4.20 Pemodelan modulus subgrade of reaction menurut Pole and Smith 140

4.21 Jenis-jenis beban yang bekerja .......................................................... 141

4.22 Element Struktural Dermaga ............................................................. 142

4.23 Pemodelan Beban Tumbukan Kapal pada Dermaga ......................... 145

4.24 Penerapan Beban Tumbukan Kapal pada Dermaga .......................... 146

4.25 Pemodelan Beban Akibat Tarikan pada Dermaga ............................ 147

xii
4.26 Penerapan Beban Akibat Tarikan pada Dermaga ............................. 147

4.27 Pemodelan Beban Arus pada Dermaga ............................................. 148

4.28 Penerapan Beban Arus pada Dermaga .............................................. 149

4.29 Pemodelan Beban Mati Tambahan Fender pada Dermaga ............... 150

4.30 Penerapan Beban Mati Tambahan Fender pada Dermaga ................ 151

4.31 Pemodelan Beban Mati Tambahan Lampu Jalan pada Dermaga...... 152

4.32 Penerapan Beban Mati Tambahan Lampu Jalan pada Dermaga ....... 152

4.33 Gambar Beban Lajur “D” .................................................................. 153

4.34 Pemodelan Beban TD ....................................................................... 155

4.35 Penerapan Beban TD......................................................................... 155

4.36 Pemodelan Beban Rem pada Kendaraan .......................................... 157

4.37 Penerapan Beban TB ......................................................................... 157

4.38 Langkah Pemodelan Beban Angin pada struktur .............................. 159

4.39 Pemodelan Beban EWS .................................................................... 159

4.40 Simulasi Beban Angin pada Kendaraan ............................................ 160

4.41 Langkah Pemodelan Beban Angin pada Kendaraan ......................... 161

4.42 Penerapan Beban LWS ..................................................................... 161

4.43 Langkah Pemodelan Gaya Apung pada Dermaga ............................ 161

4.44 Penerapan Beban FA pada Dermaga ................................................. 161

4.45 Kurva Spektrum Respon Desain Kecamatan Banggae untuk

Kondisi Tanah Sedang ...................................................................... 166

4.46 Langkah Pengimputan Beban Kombinasi ......................................... 168

4.47 Langkah Setting Desain Load Combination ..................................... 169

xiii
4.48 Langkah Set Analysis Options........................................................... 170

4.49 Langkah Menampilkan Nilai Reaksi Perletakan ............................... 171

4.50 Hasil Nilai Reaksi Perletakan ........................................................... 171

4.51 Langkah Menampilkan Hasil Momen dan Gaya .............................. 172

4.52 Hasil Nilai Reaksi Perletakan ........................................................... 173

4.53 Langkah menampilkan Hasil Lendutan Statis................................... 174

4.54 Hasil Analisis Software SAP2000..................................................... 174

4.55 Hasil Analisis Software SAP2000 (Deformasi) ................................ 174

4.56 Penurunan Maksimal Pondasi Tiang Pancang akibat

Kombinasi Beban .............................................................................. 175

4.57 Momen 3-3 pada Struktur Dermaga .................................................. 174

4.58 Momen 2-2 pada Struktur Dermaga .................................................. 174

4.59 Lintang 3-3 pada Struktur Dermaga .................................................. 174

4.60 Lintang 2-2 pada Struktur Dermaga .................................................. 174

4.61 Gaya Normal pada Struktur Dermaga ............................................... 174

4.62 Deformasi akibat Kombinasi Pembebanan menggunakan

Permasamaan Bowles........................................................................ 180

4.63 Deformasi akibat Kombinasi Pembebanan menggunakan

Permasamaan Nakazawa dkk ............................................................ 180

4.64 Deformasi akibat Kombinasi Pembebanan menggunakan

Permasamaan Smith and Pole ........................................................... 180

4.65 Deformasi akibat Kombinasi Pembebanan menggunakan

Permasamaan Hukum Hooke ............................................................ 180

xiv
4.66 Simpangan Horizontal pada Struktrur di Pelat δa = 2.655 cm

(Bowles, Daya Layan IA) ................................................................. 184

4.67 Simpangan Horizontal pada Struktrur di Permukaan Tanah

δb = 0.484 cm (Bowles, Kuat I A) .................................................... 184

DAFTAR TABEL

xv
No Nama Tabel Halaman

2.1 Berat Isi untuk Beban Mati ............................................................... 20

2.2 Faktor Beban untuk Berat Sendiri ..................................................... 22

2.3 Beban Mati Tambahan/Utilitas ......................................................... 23

2.4 Faktor Beban untuk Beban Lajur “D” ............................................... 24

2.5 Faktor Beban untuk Beban Lajur “T” ............................................... 27

2.6 Kecepatan Kapal ............................................................................... 29

2.7 Gaya Tarik Boulder ........................................................................... 31

2.8 Penambat Bitt .................................................................................... 31

2.9 Jenis Tanah berdasarkan SNI 1726:2012 .......................................... 35

2.10 Hubungan Kepadatan Relatif, Sudut Geser Tanah dan nilai N ......... 54

2.11 Nilai Koefisien tergantung dari Jenis Tanah ..................................... 56

2.12 Nilai Es berdasarkan Jenis Tanah ..................................................... 59

2.13 Nilai Es berdasarkan nilai SPT dan Sondir ....................................... 59

2.14 Nilai Poisson untuk berbagai Jenis Tanah ........................................ 60

2.15 Harga perkiraan Modulus of Subgrade Reaction (ks) ....................... 66

3.1 Waktu dan Perencanaan Penelitian ................................................... 84

4.1 Nilai N-SPT Tanah ............................................................................ 100

4.2 Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang Tegak menurut

Luciano Decourt BH-01 .................................................................... 104

4.3 Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang Tegak menurut

Luciano Decourt BH-02 .................................................................... 105

4.4 Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang Miring menurut

xvi
Luciano Decourt BH-01 .................................................................... 106

4.5 Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang Miring menurut

Luciano Decourt BH-02 .................................................................... 108

4.6 Data Struktur dan Dimensi pada Dermaga........................................ 100

4.7 Perhitungan modulus subgrade of reaction arah vertikal (ksv)

dan arah horisontal (ksh) Tiang Pancang Tegak BH-01 ................... 119

4.8 Perhitungan konstanta pegas arah horizontal (ksh) Tiang Pancang

Tegak BH-01 ..................................................................................... 120

4.9 Perhitungan Konstanta Pegas arah Vertikal (ksv) Tiang Pancang

Tegak BH-01 ..................................................................................... 121

4.10 Perhitungan Konstanta Pegas arah Horisontal (ksh) Tiang

Pancang Tegak BH-02 ...................................................................... 121

4.11 Perhitungan konstanta pegas arah horizontal (ksh) Tiang

Pancang Tegak BH-02 ...................................................................... 122

4.12 Perhitungan Konstanta Pegas arah Vertikal (ksv) Tiang

Pancang Tegak BH-02 ...................................................................... 123

4.13 Perhitungan konstanta pegas arah horizontal (ksh) Tiang

Pancang Miring BH-01 ..................................................................... 123

4.14 Perhitungan Konstanta Pegas arah Vertikal (ksv) Tiang

Pancang Miring BH-01 ..................................................................... 124

4.15 Perhitungan konstanta pegas arah horizontal (ksh) Tiang

Pancang Miring BH-02 ..................................................................... 125

xvii
4.16 Perhitungan Konstanta Pegas arah Vertikal (ksv) Tiang

Pancang Miring BH-02 ..................................................................... 126

4.17 Koefisien Reaksi Tanah dalam arah Mendatar (KH) BH-01

Tiang Pancang Tegak ........................................................................ 129

4.18 Koefisien Reaksi Tanah dalam arah Vertikal (KV) BH-01

Tiang Pancang Tegak ........................................................................ 130

4.19 Koefisien Reaksi Tanah dalam arah Mendatar (KH) BH-02

Tiang Pancang Tegak ........................................................................ 131

4.20 Koefisien Reaksi Tanah dalam arah Vertikal (KV) BH-01

Tiang Pancang Tegak ........................................................................ 132

4.21 Koefisien Reaksi Tanah dalam arah Mendatar (KH) BH-01

Tiang Pancang Miring ....................................................................... 133

4.22 Koefisien Reaksi Tanah dalam arah Vertikal (KV) BH-01

Tiang Pancang Miring ....................................................................... 134

4.23 Koefisien Reaksi Tanah dalam arah Mendatar (KH) BH-02

Tiang Pancang Miring ....................................................................... 135

4.24 Koefisien Reaksi Tanah dalam arah Vertikal (KV) BH-02

Tiang Pancang Miring ....................................................................... 136

4.25 Koefisien Reaksi Tanah dalam arah Horizontal (KH) BH-01

dan BH-02 Tiang Pancang Tegak ..................................................... 138

4.26 Koefisien Reaksi Tanah dalam arah Horizontal (KH) BH-01

dan BH-02 Tiang Pancang Miring .................................................... 139

xviii
4.27 Gaya Tarik Bollard ............................................................................ 146

4.28 Perhitungan N-SPT rata-rata untuk Penentuan Kelas Situs .............. 162

4.29 Klasifikasi Kelas Situs ...................................................................... 164

4.30 Parameter Seismik Respon Desain Kecamatan Banggae untuk

Kondisi Tanah Sedang ...................................................................... 165

4.31 Data Kombinasi Beban ..................................................................... 167

4.32 Output Penurunan Pondasi Tiang Pancang ....................................... 167

4.33 Nilai maksimum deformasi, momen, lintang, dan normal pada

Tiang Pancang ................................................................................... 177

4.34 Nilai maksimum penurunan, deformasi, momen, lintang, dan normal

pada Tiang Pancang .......................................................................... 178

4.35 Simpangan yang terjadi pada setiap Pemodelan Tumpuan

pada struktur Dermaga ...................................................................... 179

xix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek yang sangat penting

dalam rangka mempercepat proses pembangunan Nasional. Infrastruktur juga

memegang peranan penting sebagai salah-satu roda penggerak pertumbuhan

ekonomi dan kegiatan sosial. Ini dikarenakan kemajuan dan pertumbuhan ekonomi

suatu negara tidak dapat dipisahkan dengan ketersediaan infrastruktur seperti

pengembangan transportasi, telekomunikasi, sanitasi, dan energi.

Pengembangan transportasi diarahkan untuk menjembatani kesenjangan

antar wilayah dan mendorong pemerataan hasil pembangunan. Transportasi laut

memegang peranan penting dalam kelancaran perdagangan karena memiliki nilai

ekonomis yang tinggi antara lain daya angkut banyak, dan biaya relative murah.

Guna menunjang perdagangan dan lalulintas muatan, pelabuhan diciptakan sebagai

titik simpul perpindahan muatan barang dimana kapal dapat berlabuh, bersandar,

melakukan bongkar muat barang dan penerusan ke daerah lainnya (Putra &

Djalante, 2016).

Pelabuhan Laut Banggae merupakan Pelabuhan yang diselenggarakan

untuk kepentingan pelayanan masyarakat umum dan melayani kegiatan angkutan

laut. Pelabuhan Laut Banggae terletak di Provinsi Sulawesi Barat, Kabupaten

Majene. Salah-satu bagian dari Pelabuhan Laut Banggae adalah Struktur Dermaga.

1
2

Dermaga adalah sebuah struktur bangunan yang dibuat di laut untuk

menghubungkan bagian darat dan Pelabuhan yang berfungsi sebagai tempat

merapat atau menambatkan kapal yang akan melakukan kegiatan bongkar muat

barang dan orang dari dan ke atas kpal. Dermaga terdiri atas dua struktur yaitu

struktur atas (upper structure) berupa balok dan plat lantai dan struktur bawah (sub

structure) berupa Pile Cap dan Pondasi Tiang Pancang.

Pondasi adalah suatu bagian dari dermaga yang tertanam atau berhubungan

dengan tanah. Sebagai akibat dari perkembangan pembangunan infrastruktur maka

kebutuhan lahan untuk pembangunan akan terus bertambah dan meningkat

sehingga dapat menyebabkan pembangunan infrastruktur tersebut mau tidak mau

harus dilaksanakan di atas tanah yang sangat lunak bahkan terkadang harus

mereklamasi pantai ataupun sungai. Lapisan tanah lunak (soft clay) maupun yang

sangat lunak (very soft clay) memiliki sifat-sifat antara lain permeabilitas yang

rendah, cenderung sangat compressible (mudah memampat), tahanan geser tanah

rendah, dan daya dukung tanah yang rendah. Sifat-sifat inilah yang menjadi

permasalahan utama perencana dalam merencanakan suatu pondasi dari suatu

struktur bangunan konstruksi.

Didalam proyek suatu konstruksi, salah-satu hal yang sangat penting adalah

perencanaan pondasi yang berfungsi meneruskan beban struktur diatasnya ke

lapisan tanah dibawahnya. Penyaluran beban oleh pondasi tiang dapat dilakukan

melalui lekatan antara sisi tiang dengan tanah (tahanan samping) dan dukungan

tiang oleh ujung tiang (end bearing). Menurut Suyono dan Nakazawa (2000) bahwa

setiap pondasi harus mampu mendukung beban sampai batas keamanan yang telah
3

ditentukan, termasuk mendukung beban maksimun yang mungkin terjadi. Jenis

pondasi yang sesuai dengan tanah pendukung yang terletak pada kedalaman 10

meter di bawah permukaan tanah adalah pondasi tiang.

Salah satu jenis pondasi tiang yang biasa digunakan dalam perencanaan

untuk mengatasi permasalahan pada karakteristik tanah dan umum digunakan

dalam perencanaan Dermaga adalah Pondasi Tiang Pancang. Menurut Sardjono HS

(1988), Penggunaan pondasi tiang pancang sebagai pondasi bangunan apabila tanah

yang berada di bawah dasar bangunan tidak mempunyai daya dukung (bearing

capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan beban yang bekerja padanya.

Sedangkan Bowles (1991) mengatakan, penggunaan pondasi tiang pancang apabila

tanah yang mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul berat bangunan

dan seluruh beban yang bekerja berada pada lapisan yang sangat dalam dari

permukaan tanah kedalaman > 8 m.

Penggunaan tiang pancang ini umum digunakan untuk mengatasi

ketidakmungkinan penggunaan pondasi dangkal dan mengatasi penurunan tanah

(settlement). Selain itu alasan lain penggunaan tiang pancang adalah persediaan di

pabrik banyak, pengerjaan yang mudah, dan perumusan daya dukung dapat

diperkirakan dengan rumus-rumus yang ada. Ditinjau dari segi pelaksanaan, ada

beberapa keadaan dimana kondisi lingkungan tidak memungkinkan adanya

pekerjaan yang baik dan sesuai dengan kondisi yang diasumsikan dalam

perencanaan yang memadai, serta struktur pondasi yang telah dipilih itu dilengkapi

dengan pertimbangan mengenai kondisi tanah pondasi dan batasan-batasan

struktur.
4

Perkembangan yang pesat dalam rekayasa struktur telah memungkinkan

kita untuk merencanakan bangunan-bangunan teknik berskala besar dengan tingkat

kerumitan yang tinggi. Dengan kemajuan rekayasa struktur dan pengaruh

pembebanan apapun yang bekerja pada struktur bangunan seperti beban gempa,

angin, gelombang dan lain-lain dapat dianalisis dengan seksama menggunakan

program komputer yaitu SAP2000. Pemodelan struktur dapat dianalisis secara 2D

dan 3D, mempercepat hasil dari analisis, dan perilaku struktur mendekati kondisi

yang sebenarnya. Hal inilah yang melatarbelakangi penggunaan software SAP2000

untuk analisis pada Pemodelan Tiang Pancang Pilar Dermaga.

Setelah memperhatikan alasan-alasan tertentu seperti karakteristik tanah,

beban struktur atas, lingkungan sekitar proyek, penggunaan program komputer

maka pada pembangunan Pelabuhan Laut Banggae, Provinsi Sulawesi Barat,

Kabupaten Majene menggunakan Pondasi Tiang Pancang.

Atas dasar itu, saya mengambil judul penelitian tentang “Pemodelan Tiang

Pancang Pilar Dermaga sebagai Sistem Interaksi Struktur dengan Tanah

menggunakan Software SAP 2000”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut :

1. Berapakah Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang pada Pembangunan Struktur

Dermaga Pelabuhan Laut Banggae?


5

2. Berapakah penurunan (immediate settlement) yang terjadi pada Pondasi Tiang

Pancang dengan interaksi antara tanah dan tiang pada Pembangunan Struktur

Dermaga Pelabuhan Laut Banggae?

3. Berapakah pergeseran horizontal yang terjadi pada Pondasi Tiang Pancang

dengan interaksi antara tanah dan tiang pada Pembangunan Struktur Dermaga

Pelabuhan Laut Banggae?

C. Tujuan

Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah untuk:

1. Untuk mengetahui Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang pada Pembangunan

Struktur Dermaga Pelabuhan Laut Banggae.

2. Untuk mengetahui penurunan (immediate settlement) yang terjadi pada Pondasi

Tiang Pancang dengan interaksi antara tanah dan tiang pada Pembangunan

Struktur Dermaga Pelabuhan Laut Banggae.

3. Untuk mengetahui pergeseran horizontal yang terjadi pada Pondasi Tiang

Pancang dengan interaksi antara tanah dan tiang pada Pembangunan Struktur

Dermaga Pelabuhan Laut Banggae,

D. Batasan Masalah

Batasan masalah penelitian ini adalah

1. Data yang digunakan adalah data yang berkaitan dengan “Proyek Pembangunan

Pelabuhan Laut Banggae, Provinsi Sulawesi Barat, Kabupaten Majene.

2. Perhitungan struktur dititik beratkan pada struktur Dermaga.


6

3. Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang menggunakan data Bore Hole dan

N-SPT (Standard Penetration Test).

4. Tiang Pancang yang digunakan dalam perencanaan adalah Tiang Pancang Baja.

E. Manfaat

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat

antara lain :

1. Bagi Mahasiswa

Pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan

mahasiswa mengenai pemodelan tiang pancang pilar jembatan sebagai sistem

interaksi struktur dengan tanah menggunakan software SAP 2000.

2. Bagi Peneliti

Pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat menambah dan meningkatkan

wawasan, pengetahuan sebagai latihan dalam menerapkan teori-teori yang

diperoleh di bangku perkuliahan.

3. Bagi Universitas Negeri Makassar

Pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian maupun

referensi ilmiah bidang Pendidikan bagi mahasiswa ataupun dosen Universitas

Negeri Makassar. Disamping itu, hasil penelitian ini diharapkan juga dapat

menjadi referensi penelitian untuk penelitian lanjutan mengenai permasalahan

sejenis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pelabuhan

1. Defenisi Pelabuhan

Pelabuhan (port) adalah daerah perairan yang terlindung terhadap

gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga di

mana kapal dapat bertambat untuk bongkar muat barang, kran-kran (crane) untuk

bongkar muat barang, gudang laut (transito) dan tempat-tempat penyimpanan

dimana kapal membongkar muatannya, dan gudang-gudang di mana barang-barang

dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama selama menunggu pengiriman ke

daerah tujuan atau pengapalan (Triatmodjo, 2009).

2. Bagian-bagian Pelabuhan

Heatubun (2005), Untuk dapat menjalankan fungsinya, maka Pelabuhan

dilengkapi dengan sarana seperti :

a. Alur masuk Pelabuhan dan sistem sarana bantu navigasi pelayaran.

b. Kolam Pelabuhan

c. Pemecah Gelombang

d. Dermaga

e. Kapal tunda, kapal pandu, kapal jepit, dan sebagainya

Dan untuk pelayanan penumpang dan barang, seperti :

a. Apron dermaga

7
8

b. Gudang

c. Gedung terminal penumpang, lapangan parkirr

d. Area bongkar muat moda angkutan darat

e. Akses ke sistem pengangkutan darat

f. Sarana debarkasi dan embarkasi penumpang

g. Alat bongkar muat, seperti kran, derek, forklift, dan sebagainya.

B. Dermaga

1. Pengertian Dermaga

Dermaga merupakan salah-satu bagian dari Pelabuhan. Menurut Triatmodjo

(2009), Dermaga adalah suatu bangunan Pelabuhan yang digunakan untuk merapat

dan menambatkan kapal yang melakukan bongkar muat barang dan menaik-

turunkan penumpang. Bentuk dan dimensi dermaga tergantung pada jenis dan

ukuran kapal yang bertambat pada dermaga tersebut. Dermaga harus direncanakan

sedemikian rupa sehingga kapal dapat merapat dan bertambat serta melakukan

kegiatan di Pelabuhan dengan aman, cepat, dan lancar.

2. Bagian-Bagian Dermaga

Menurut Nugraha & Syaputri (2014), Pada umumnya konstruksi dermaga

terdiri dari beberapa bangunan, yaitu:


9

a. Dolphin

Dolphin dalah bagian dari konstruksi dermaga yang merupakan tempat

untuk mengikatkan tambatan kapal sehingga kapal tidak bisa bergerak bebas di

perairan dan konstruksi ini menerima gaya tarikan dari kapal.

b. Fender

Fender adalah bagian konstruksi yang berfungsi sebagai penahan

benturan ketika kapal bertambat. Konstruksi ini dapat dibuat bergandeng

dengan dermaga ataupun terpisah, dan sistem fender ini menerima gaya

horizontal dari benturan kapal.

c. Jembatan (bridge)

Konstruksi ini dapat dibangun atau setidaknya sesuai dengan kebutuhan

dari dermaga itu sendiri, dan konstruksi jembatan ini ada yang bergerak

(moveable bridge) dan ada yang tidak bergerak (steady bridge). Jembatan

berfungsi sebagai penghubung antara kapal dan dermaga.

d. Landing Deck

Landing Deck adalah konstruksi utama dari dermaga yang merupakan

landasan kendaraan yang turun dari kapal untuk bongkar muat barang dan

penumpang.

e. Bolder/Bollard

Bolder/Bollard adalah alat penambat yang ditanam di bagian tepi

dermaga yang berfungsi untuk menambat kapal-kapal yang berlabuh, supaya

tidak terjadi suatu penggeseran atau penggoyanganyang besar.


10

3. Tipe Dermaga

Dermaga dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu wharf atau quai, pier, dan

jetty. Struktur wharf dan pier bisa berupa struktur tertutup atau struktur terbuka,

sementara jetty pada umumnya berupa struktur terbuka. Struktur tertutup bisa

berupa dinding gravitas dan dinding turap, sedang struktur terbuka berupa dermaga

yang didukung oleh tiang pancang. Dinding gravitas berupa blok beton, kaison, sel

turap baja atau dinding penahan tanah (Triatmodjo, 2009).

Struktur Dermaga

Wharf Pier Jetty

Struktur Tertutup Struktur Terbuka

Dinding Gravitasi Dinding Turap Tiang Pancang

Blok Beton Sel Turap Baja Dinding Penahan Tanah Kaison

Gambar 2.1. Tipe Dermaga


Sumber: (Triatmodjo B, 2009)
11

a. Dermaga Tipe Wharf

Wharf adalah dermaga yang parallel dengan pantai dan biasanya

berimpit dengan garis pantai. Wharf juga dapat berfungsi sebagai penahan tanah

yang ada dibelakangnya.

b. Dermaga Tipe Pier

Pier adalah dermaga yang berada pada garis pantai dan posisinya tegak

lurus dengan garis pantai (berbentuk jari). Berbeda dengan wharf yang

digunakan untuk merapat pada satu sisinya, pier bisa digunakan pada satu sisi

atau dua sisinya sehingga dapat digunakan untuk merapat lebih banyak kapal

c. Dermaga Tipe Jetty

Jetty adalah dermaga yang menjorok ke laut sedemikian sehingga sisi

depannya beerada pada kedalaman yang cukup untuk merapat kapal. Jetty

digunakan untuk merapat kapal tanker atau kapal pengangkut gas alam, yang

mempunyai ukuran sangat besar. Sisi muka jetty ini biasanya sejajar dengan

pantai dan dihubungkan dengan daratan oleh jembatan yang membentuk sudut

tegak lurus dengan jetty.


12

Gambar 2.2. Dermaga tipe a) wharf, b) pier, c) jetty


Suumber: (Triatmodjo B., 2009)

C. Perencanaan Dermaga

Menurut Ngainuni’mah & Zakia (2006), Pada perencanaan harus

dipertimbangkan semua aspek yang mungkin akan berpengaruh baik pada saat

pelaksanaan konstruksi maupun pada saat pengoperasian dermaga. Penggunaan

peraturan dan persyaratan-persyaratan dimaksudkan untuk memperoleh desain

yang memenuhi syarat keamanan, fungsi dan biaya konstruksi. Persyaratan dari

desain dermaga pada umumnya mempertimbangkan lingkungan, pelayanan

konstruksi, sifat-sifat material dan persyaratan-persyaratan sosial. Elemen-elemen

yang dipertimbangkan dalam perencanaan dermaga antara lain : fungsi, tingkat

kepentingan, umur (life time), kondisi lingkungan, beban yang bekerja, material

yang digunakan, faktor keamanan, periode konstruksi, biaya konstruksi, biaya

perawatan.
13

1. Pemilihan Tipe Dermaga

Menurut Ngainuni’mah & Zakia (2006), Dalam perencanaan dermaga

pertimbangan-pertimbangan pokok yang diperlukan pada pemilihan tipe dermaga

secara umum adalah

a. Tinjauan topografi daerah pantai

Tinjauan topografi daerah pantai yang akan dibangun dermaga sangat

penting dilakukan karena berkaitan dengan keamanan, efektifitas, kemudahan

proses pengerjaan dan faktor ekonomis.

b. Jenis kapal yang dilayani

Jenis kapal yang dilayani berkaitan dengan dimensi dermaga yang

direncanakan. Selain itu juga aktifitas yang mungkin harus dilakukan pada

proses bongkar muat dan peruntukan dermaga akan mempengaruhi

pertimbangan pemilihan tipe dermaga.

c. Daya dukung tanah

Kondisi tanah sangat menentukan dalam pemilihan tipe dermaga. Pada

umumnya tanah di dekat dataran memiliki daya dukung yang lebih besar

daripada tanah di dasar laut. Dasar laut umumnya terdiri dari endapan lumpur

yang padat.

2. Perencanaan Dimensi Dermaga

Menurut Ngainuni’mah & Zakia (2006), perencanaan dimensi dermaga

meliputi perencanaan panjang dan lebar dermaga


14

a. Panjang Dermaga

Untuk menentukan panjang dermaga yang akan dibangun digunakan

persamaan sebagai berikut :

Lp = n Loa + (n-1) 15.00 + (2 x 25.00)

d = Lp – 2e

b = 3A / (d – 2e)

Dimana :

Lp : Panjang dermaga (m)

A : Luas Gudang (m2)

N : Jumlah kapal yang bertambat

Loa : Panjang kapal (m)

b : Lebar gudang (m)

a : Lebar apron (m)

e : Lebar jalan (m)

d : Panjang gudang (m)

Pada perencanaan dermaga pada pelabuhan Laut Banggae hanya

didesain panjang dermaga dan kapal yang menggunakan fasilitas dermaga ini

memiliki ukuran 1000 DWT.


15

Gambar 2.3. Panjang Dermaga


Sumber: (Ngainuni’mah & Ni’mah Z., 2006)

b. Lebar Dermaga

Lebar dermaga direncanakan sesuai dengan kebutuhan dermaga

dilakukan dengan memperhitungkan jarak tepi, jarak kaki crane, dan kebutuhan

manouver peralatan yang berada diatas dermaga.

3. Elevasi Dermaga

Tinggi lantai dermaga dihitung dalam keadaan air pasang.

Gambar 2.4. Elevasi lantai Dermaga


Sumber: (Ngainuni’mah & Ni’mah Z., 2006)

Menurut Triatmodjo (2009), Pelabuhan didapat dari elevasi hasil

perhitungan pasang surut (HHWL) ditambah tinggi gelombang yang terjadi akibat
16

angin/fetch didalam kolam Pelabuhan maksimum dalam Pelabuhan 0.5 m dan

tinggi jagaan 1 m.

4. Gaya-gaya yang bekerja pada Dermaga

Menurut Ngainuni’mah & Zakia (2006), gaya-gaya yang bekerja pada

bangunan dermaga adalah :

a. Gaya Benturan Kapal

Pada waktu merapat ke dermaga, kapal masih mempunyai kecepatan

sehingga terjadi benturan antara dermaga dengan kapal. Dalam perencanaan,

dianggap bahwa benturan maksimum terjadi apabila kapal bermuatan penuh

menghantam dermaga dengan sudut 10 derajat terhadap sisi depan dermaga.

Besarnya energi benturan yang diberikan oleh kapal adalah sesuai

dengan rumus berikut :

WV2
E= x Cm x Ce x Cs x Cc
2g

Dimana :

E : Energi kinetik yang timbul akibat benturan kapal (ton meter)

V : Kecepatan kapal saat merapat (m/det)

W : Displacement tonage (ton)

LxBxD
W = 1.3 x DWTk x
35

L : Panjang kapal (ft)

B : Lebar kapal (ft)

D : Draft (ft)
17

α : Sudut penambatan kapal terhadap garis luar dermaga (10º)

g : Gaya gravitasi bumi = 9.81 m/det2

Cm : Koefisien massa

Ce : Koefisien eksentrisitas

Cs : Koefisien kekerasan (diambil 1)

Cc : Koefisien bentuk dari tambatan (diambil 1)

Koefisien masssa tergantung pada gerakan air disekililing kapal yang

dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

πd
Cm = 1 +
2xCbxB

W
Cb =
Lpp x B x d x γ

Dimana :

Cb : Koefisien blok kapal

d : Draft kapal (m)

B : Lebar kapal (m)

Lpp : Panjang garis air (m)

𝛾 : Berat jenis air laut (t/m3)

Koefisien eksentrisitas adalah perbandingan antara energi sisa dan

energi kinetik kapal yang merapat, dan dapat dihitung dengan rumus :
18

Gambar 2.5. Jarak sandar kapal ke pusat berat kapal


Sumber: (Ngainuni’mah & Ni’mah Z., 2006)

Gambar 2.6. Grafik koefisien blok


Sumber: (Ngainuni’mah & Ni’mah Z., 2006)

1
Ce = 1 +
1+ (𝐼/ 𝑟)2

Dimana :

I : Jarak sepanjang permukaan air dari pusat berat kapal sampai titik sandar

kapal (m)

Dermaga : I = ¼ Loa (m)


19

Dolphin : I = 1/6 Loa (m)

r : Jari-jari putaran disekeliling pusat berat kapal pada permukaan air (m)

b. Gaya Akibat Angin

Angin yang berhembus ke arah badan kapal yang ditambatkan akan

menyebabkan gerakan pada kapal yang bisa menimbulkan gaya terhadap

dermaga. Apabila arah angin menuju ke dermaga, maka gaya tersebut akan

berupa benturan kepada dermaga. Sedangkan apabila arah angin meninggalkan

dermaga, maka gaya tersebut akan mengakibatkan gaya tarikan kepada alat

penambat

Gaya akibat angin maksimum terjadi pada saat berhembus angin dari

arah lebar :

Rumus menurut Quinn 1972 :

Vw2
E = Cw x 𝛾w x Aw x
2g

Dimana :

Fw : Gaya akibat angin arah tegak lurus kapal (kgf)

𝛾w : Berat jenis udara = 1.225 kg/m3

g : Percepatan gravitasi = 9.81 m/dt2

Aw : Proyeksi bidang yang tertiup angin (m2)

Vw : Kecepatan angin di Pelabuhan (m/dt)

Cw : Koefisiien angin = 1.1


20

D. Perencanaan Pembebanan Dermaga

Pembebanan pada Dermaga hampir sama dengan Pembebanan pada

Jembatan, namun pada dermaga terdapat beban-beban tambahan seperti gaya

fender, gaya boulder, gaya benturan kapal, dan lain-lain. Menurut Ngainuni’mah &

Zakia (2006), dermaga menerima beban yang bekerja pada struktur terdiiri dari

beban vertikal dan beban horizontal.

1. Pembebanan arah vertikal

a. Beban Isi untuk Beban Mati

Massa setiap bagian bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi yang

tertera dalam gambar dan berat jenis bahan yang digunakan. Berat dari bagian-

bagian bangunan tersebut adalah massa dikalikan dengan percepatan gravitasi

(g). Percepatan gravitasi yang digunakan dalam standar ini adalah 9,81

m/detik2. Besarnya kerapatan massa dan berat isi untuk berbagai macam bahan

diberikan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Berat Isi untuk Beban Mati

Kerapatan
Berat isi
No Bahan massa
(kN/m3) (kg/m3)

Lapisan permukaan beraspal


1 22 2245
(bituminous wearing surfaces)
2 Besi tuang (cast iron) 71 7240
Timbunan tanah dipadatkan
3 17.2 1755
(compacted sand, silt or clay)
Kerikil dipadatkan (rolled gravel,
4 18.8 - 22.7 1920 - 2315
macadam or ballast)
5 Beton aspal (asphalt concrete) 22 2245
6 Beton ringan (low density) 12.25 - 19.6 1250 - 2000
21

Beton Fc < 35 MPa 22.0 - 25.0 2320


7
35 < Fc < 105 MPa 22 + 0.022 Fc 2240 + 2.29 Fc
8 Baja (steel) 78.5 7850
9 Kayu (ringan) 7.8 800
10 Kayu keras (hard wood) 11 1125

Sumber : SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan

Beban mati dermaga merupakan kumpulan berat setiap komponen

struktural dan non-struktural. Setiap komponen ini harus dianggap sebagai

suatu kesatuan aksi yang tidak terpisahkan. Pada waktu menerapkan faktor

beban normal dan faktor beban terkurangi. Perencana dermaga harus

menggunakan keahliannya di dalam menentukan komponen- komponen

tersebut.

b. Berat Sendiri (MS)

Berat sendiri adalah berat bagian tersebut dan elemen-elemen struktural

lain yang dipikulnya, termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian

jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non

struktural yang dianggap tetap. Adapun faktor beban yang digunakan untuk

berat sendiri dapat dilihat pada Tabel 2.2.


22

Tabel 2.2. Faktor beban untuk Berat Sendiri

𝑆
Faktor beban ( 𝛾𝑀𝑆 )
𝑆 𝑈
Tipe Beban Keadaan Batas Layan ( 𝛾𝑀𝑆 ) Keadaan Batas Ultimit ( 𝛾𝑀𝑆 )
Bahan Faktor Biasa Terkurangi

Baja 1.00 1.10 0.90

Aluminium 1.00 1.10 0.90

Tetap Beton Pracetak 1.00 1.20 0.85

Beton dicor di tempat 1.00 1.30 0.75

Kayu 1.00 1.40 0.70

Sumber: SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan

c. Beban Mati Tambahan/Utilitas (MA)

Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk

suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan

besarnya dapat berubah selama umur jembatan. Dalam hal tertentu, nilai faktor

beban mati tambahan yang berbeda dengan ketentuan pada Tabel 2.3. boleh

digunakan dengan persetujuan instansi yang berwenang. Hal ini bisa dilakukan

apabila instansi tersebut melakukan pengawasan terhadap beban mati tambahan

pada jembatan, sehingga tidak dilampaui selama umur jembatan.


23

Tabel 2.3. Beban Mati Tambahan/Utilitas

Faktor Beban ( 𝛾𝑀𝐴 )


Tipe Bahan Keadaan Batas Layan ( 𝛾𝑆𝑀𝐴 ) 𝑈
Keeadaan Batas Ultimit ( 𝛾𝑀𝐴 )
Keadaan Faktor Biasa Terkurangi

Umum 1.00 2.00 0.70


Tetap Khusus
1.00 1.40 0.80
(terawasi)
Catatan (1) : Faktor beban layan sebesar 1,3 digunakan untuk berat utilitas

Sumber: SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan

d. Ketebalan yang diizinkan untuk pelapisan kembali permukaan

Semua jembatan harus direncanakan untuk bisa memikul beban

tambahan yang berupa aspal beton setebal 50 mm untuk pelapisan kembali di

kemudian hari kecuali ditentukan lain oleh instansi yang berwenang. Lapisan

ini harus ditambahkan pada lapisan permukaan yang tercantum dalam gambar

rencana.

e. Beban Lajur “D” (TD)

Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan

menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-

iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D" yang bekerja

tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri. Secara umum, beban "D" akan

menjadi beban penentu dalam perhitungan jembatan yang mempunyai bentang

sedang sampai panjang. Beban lajur "D" terdiri atas beban terbagi rata (BTR)

yang digabung dengan beban garis (BGT) seperti terlihat dalam Gambar 2.7.
24

Adapun faktor beban yang digunakan untuk beban lajur "D" seperti pada Tabel

2.4.

Tabel 2.4. Faktor Beban Lajur “D”

Faktor Beban ( 𝛾𝑇𝐷 )


Tipe
Jembatan Keadaan Batas Layan Keadaan Batas Ultimit
Bahan
𝑠 𝑢
( 𝛾𝑇𝐷 ) (𝛾𝑇𝐷 )
Beton 1.00 1.80
Transien Boks Girder
1.00 2.00
Baja

Sumber: SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan

1) Intensitas Beban “D”

Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa dengan

besaran q tergantung pada Panjang total yang dibebani L yaitu seperti

berikut :

Jika L ≤ 30 m : q = 9,0 kPa

15
Jika L > 30 m : q = 9,0 (0,5 + ) kPa
𝐿

Keterangan :

q : adalah intesitas beban tinggi rata (BTR) dalam arah memanjang

jembatan (kPa)

L : adalah panjang total jembatan yang di bebani (meter)


25

Gambar 2.7. Bebal Lajur “D”


SNI 1725 : 2016 Pembebanan untuk Jembatan

Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas p harus ditrmpatkan

tegak lurus terhadapa arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p

adalah 49,0 kN/m. Untuk mendapatan momen lentur negatif maksimum

pada jembatan menerus, BGT kedua yang identik harus ditempatkan pada

posisi dalam arah melintang jembatan pada bentang lainnya.

2) Distribusi beban “D”

Beban D harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa

sehingga menimbulkan momen maksimum. Penyususnan komponen-

komponen BTR dan BGT dari beban “D’ secara umum dapat dilihat pada

gambar diatas. Kemudian untuk alternatif penempatan dalam arah

memanjang dapat dilihat pada gambar 2.23.


26

Gambar 2.8. Alternatif penempatan beban “D” dalam arah memanjang

3) Respons terhadap beban lajur “D”

Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk

memperoleh momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar

jembatan. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan beban lajur “D”

tersebar pada seluruh lebar balok (tidak termasuk parapet, kerb dan trotoar)

dengan intensitas 100% untuk panjang terbebani yang sesuai.


27

f. Beban Truk “T” (TT)

Beban truk dapat digunakan untuk perhitungan struktur lantai. Beban

truk “T” tidak dapat digunakan bersamaan dengan beban “D”. Adapun faktor

beban untuk beban “T” seperti terlihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5. Faktor beban untuk Beban “T”

Faktor Beban ( 𝛾𝑇𝐷 )


Tipe
Jembatan Keadaan Batas Layan Keadaan Batas Ultimit
Beban
𝑠 𝑢
(𝛾𝑇𝐷 ) (𝛾𝑇𝐷 )
Beton 1.00 1.80
Transien Boks Girder
1.00 2.00
Baja

Sumber: SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan

1) Besarnya pembebanan truk “T”

Gambar 2.9. Pembebana truk “T” (500 kN)


28

Pembebanan truk “T’ terdiri atas kendaraan truk semi-triler yang

mempunyai susunan dan berat gandar seperti terlihat dalam gambar 2.9.

Berat dari tiap-tiap gandar disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar

yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak

antara 2 gandar tersebut bias diubah-ubah dari 4,0 m sampai dengan 9,0 m

untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.

2) Posisi dan penyebaran pembebanan truk “T” dalam arah melintang

Kendaraan truk “T” ini harus ditempatkan di tengah-tengah lajur lalu

lintas rencana seperti terlihat pada Gambar 2.9. terlepas dari panjang

jembatan atau susunan bentang, umumnya hanya ada satu kendaraan truk

“T” yang bisa ditempatkan pada satu lajur lalu lintas rencana. Untuk

jembatan sangat Panjang dapat ditempatkan lebih dari satu truk pada satu

lajur lalu lintas rencana.

3) Kondisi faktor kepadatan lajur

Jika perencana menggunakan faktor distribusi beban kedaraan untuk

satu lajur, maka pengaruh beban truk harus direduksi dengan faktor 1,20.

Tetapi jika perencana menggunakan level rule atau metode statika lainnya

untuk mendapatkan faktor distribusi beban kendaraan, maka pengaruh

beban truk tidak perlu direduksi.

Gaya rem harus diambil terbesar dari :

a) 25% dari berat gandar truk desain atau

b) 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR
29

Gaya rem tersebut harus ditempatkan disemua lajur rencana. Gaya

ini harus diasumsikan untuk bekerja secara horizontal pada jarak 1800 mm

diatas permukaan jalan pada masing-masing arah longitudinal dan dipilih

yang paling menentukan.

g. Gaya Apung (Buoyancy)

Hukum Archimedes menyatakan bahwa sebuah benda yang tenggelam

seluruhnya ataupun sebagian dalam suatu fluida, benda itu akan mendapat gaya

apung atau Bouyance force sebesat berat fluida yang dipindahkan. Secara

matematis hukum Archimedes dapat diformulasikan dengan rumus sebagai

berikut:

FA = ρ v g

Dimana:

FA : Gaya angkat (N)

ρ : Massa jenis air laut (kg/m3)

v : Volume benda yang terendam (m3)

g : Percepatan gravitasi (m/s2)

h. Beban Hidup

Beban yang diakibatkan oleh beban hidup yang ada diatas dermaga,

dipengaruhi oleh beban orang, beban truk, beban hujan, beban conveyor dan

beban crane.
30

2. Pembebanan arah horizontal

a. Gaya Fender

Gaya fender yang terjadi saat kapal sedang merapat berupa gaya pukul

kapal pada fender akibat kecepatan pada saat merapat, serta akibat pergoyangan

kapal oleh gelombang dan angin.

Tabel 2.6. Kecepatan Kapal

Ukuran Kapal Kecepatan Merapat Pelabuhan Laut Terbuka


GT m/dt m/dt
Sampai 500 0.25 0.30
500 - 10000 0.15 0.20
10000 - 30000 0.15 0.15
> 30000 0.12 0.15

Sumber : Ngainuni'mah & Ni'mah Z., 2006

Gaya benturan kapal yang bekerja secara horizontal dapat dihitung

berdasarkan energi benturan kapal terhadap dermaga. Hasil perhitungan energi

akibat benturan kapal kemudian dikalikan dengan dua untuk mendapatkan

beban impak abnormal. Kemudian beban impak abnormal dikalikan dengan

faktor reduksi produk fender yang ditentukan oleh supplier fender, dengan

harga faktor reduksi ± 10% dari beban impak abnormal.

Jarak fender diatur sedemikian rupa sehingga kontak langsung antara

kapal dan dinding dermaga dapat dihindari. Persamaan yang digunakan untuk

menentukan jarak maksimum antara fender adalah :

L = 2√𝑟 2 – (r – h)2
31

Dimana :

L : Jarak maksimum antar fender (m)

r : Jari-jari kelengkungan sisi haluan kapal (m)

h : Tinggi fender

b. Gaya Boulder

Fungsi dari boulder adalah untuk penambat kapal agar tidak mengalami

pergerakan yang dapat mengganggu baik pada aktivitas bongkar muat maupun

lalu-lintas kapal yang lainnya. Boulder yang digunakan pada dermaga biasanya

menggunakan bahan dari baja cor karena lebih tahan cuaca dan cukup kuat

untuk menahan gaya-gaya yang bekerja, tinggi boulder tidak lebih dari 50 cm

dengan ujung tertutup dan lebih besar untuk mencegah terlepasnya tali kapal

yang diikat untuk jarak boulder dipakai.

Tabel 2.7. Gaya Tarik Boulder

Bobot Kapal Gaya Tarik pada Boulder Gaya Tarik pada Bitt
GRT ton ton
200 - 500 15 15
501 - 1000 25 25
1001 - 2000 35 25
2001 - 3000 35 35
3001 - 5000 50 35
5001 - 10000 70 50(25)
10001 - 15000 100 70(25)
15001 - 20000 100 70(35)
20001 - 50000 150 100(35)
50000 - 100000 200 100(50)

Sumber : Ngainuni'mah & Ni'mah Z.,2006


32

Catatan : Nilai dalam kurung adalah untuk gaya pada tambatan yang

dipasang disekitar tengah kapal yangmempunyai tidak lebih dari 2 tali

penambat.

Tabel 2.8. Penambat Bitt

Ukuran kapal
Jarak Maksimum Jumlah Minimum
GRT
< 2000 10 - 15 4
2001 - 5000 20 6
5001 - 20000 25 6
20001 - 50000 35 8
50001 - 100000 45 8

Sumber : Ngainuni'mah & Ni'mah Z.,2006

c. Gaya Gempa

Analisis pembebanan gempa yang digunakan adalah analisis dinamik

yaitu menggunakan respon spektrum yang dihitung secara tiga dimensi dengan

menggunakan program SAP 2000 versi 14.0. Menurut SNI Gempa 1726 : 2012,

faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya beban gempa antara lain :

1) Faktor keutamaan struktur (I)

Faktor keutamaan struktur (I) digunakan untuk memperbesar beban

gempa rencana, agar sistem struktur mampu untuk memikul beban gempa

dengan periode ulang yang lebih panjang. Faktor I adalah suatu koefisien

yang diadakan untuk memperpanjang waktu ulang dari kerusakan bangunan

yang lebih penting, untuk mengamankan penanaman modal.


33

Bangunan dermaga adalah bangunan penting yang harus tetap

berfungsi setelah terjadi gempa, jadi faktor keutamaan struktur bangunan

dermaga yaitu 1.4.

2) Faktorr reduksi gempa (R)

Sistem struktur dermaga ini pada dasarnya memiliki rangka ruang

pemikul beban gravitasi secara lengkap, dimana beban lateral dipikul

rangka pemikul momen terutama melalui mekanisme lentur. Biasanya

untuk sistem rangka pemikul momen biasa dari beton bertulang harga

Faktor Daktilitas Maksimum µm = 2,1 dan Faktor Reduksi Gempa

Maksimum Rm = 3.5.

3) Faktor respon gempa (C )

Faktor respon gempa ditentukan berdasarkan zona gempa dan jenis

tanah. Koefisien spektrum respon gempa (C) digunakan untuk menjamin

agar struktur bangunan mampu untuk memikul beban gempa yang dapat

menyebabkan kerusakan pada sistem struktur. Besarnya faktor respon

gempa didapat dari diagram spektrum respon gempa. Pemilihan dan

penggunaan diagram spektrum respon gempa didasarkan pada zona gempa

dan jenis tanah.


34

4) Penentuan Zona Gempa

Faktor wilayah kegempaan dimaksudkan untuk memperhitungkan

pengaruh dari beban gempa pada suatu wilayah tertentu.

Gambar 2.10. Peta Zona Gempa Indonesia


Sumber: (SNI 1726:2012)
35

Gambar 2.11. Spektrum respon gempa untuk masisng-masing zona


Sumber: (SNI 1726:2012)
36

5) Penentuan Jenis Tanah

Gelombang gempa merambat melalui batuan dasar dibawah

permukaan tanah dari kedalaman batuan dasar ini celombang gempa

merambat ke permukaan tanah sambil mengalami pembesaran atau

amplifikasi bergantung pada jenis lapisan tanah yang berada di atas batuan

dasar tersebut. Ada tiga kriteria yang dipakai untuk mendefinisikan batuan

dasar yaltu:

a) Standard Penetrasi Test (N)

b) Kecepatan rambat gelombang geser (Vs)

c) Kekuatan geser tanah (Su)

Defenisi dari jenis-jenis tanah tersebut ditenttukan atas tiga kriteria,

yaitu Vs, N, dan kekuatan geser tanah (Su). UUntuk menetapkan jenis tanah

minimal tersedia 2 dari 3 kriteria, dimana kriteria yang menghasilkan jenis

tanah yang lebih lunak adalah yang menentukan.

Tabel 2.9. Jenis Tanah berdasarkan SNI 1726 : 2012

Jenis Tanah Vs (m/dt) N Su

Keras Vs ≥ 150 N ≥ 50 Vs ≥ 100


Sedang 175 ≤ Vs <3 50 15 ≤ N <50 50 ≤ Vs <100
Lunak Vs <175 n < 15 Vs <50
Khusus Diperlukan evaluasi khusus ditiap lokasi

Sumber : SNI 1726 : 2012


37

E. Pondasi

Salah-satu hal yang sangan penting dari perencanaan bangunan dermaga

adalah pemilihan dan perencanaan pondasi. Menurut Bowles (1991), Semua

konstruksi yang direkayasa untuk bertumpu pada tanah harus didukung oleh suatu

pondasi. Pondasi adalah bagian dari suatu sistem rekayasa yang meneruskan beban

yang ditopang oleh pondasi dan beratnya sendiri kepada dan kedalam tanah dan

batuan yang terletak dibawahnya. Tegangan-tegangan tanah yang dihasilkan,

kecuali pada permukaan tanah merupakan tambahan kepada beban-beban yang

sudah ada dalam massa tanah dari bobot sendiri bahan dan sejarah geologisnya.

Pondasi adalah struktur terendah bangunan yang meneruskan beban

bangunan ke tanah atau batuan yang berada di bawahnya (Hardiyatmo 2011).

Pondasi merupakan bagian bangunan bawah tanah (substructure) yang berfungsi

untuk meneruskan beban-beban yang bekerja pada bagian bangunan atas dan

beratnya sendiri ke lapisan tanah pendukung. Secara umum pondasi terdiri dari 2

(dua) jenis yaitu pondasi dalam (deep foundation) dan pondasi dangkal (shallow

foundation). Pemilihan jenis pondasi tergantung dari jenis konstruksi yang akan

dibangun dan jenis tanah. Untuk konstruksi beban ringan dengan kondisi tanah

cukup baik, biasanya digunakan pondasi dangkal dan untuk kostruksi beban berat

biasanya digunakan pondasi dalam. Selain itu, untuk memilih pondasi yang

memadai, perlu juga diperhatikan apakah pondasi itu cocok untuk berbagai keadaan

di lapangan dan memungkinkan untuk diselesaikan secara ekonomis sesuai dengan

jadwal kerjanya. Salah-satu Pondasi dalam (deep foundation) yang digunakan

dalam perencanaan struktur adalah Pondasi Tiang.


38

Berdasarkan struktur Beton Bertulang, Pondasi berfungsi untuk:

1. Mendistribusikan dan memindahkan beban-beban yang bekerja pada struktur

bangunan diatasnya ke lapisan tanah dasar yang mendukung struktur tersebut.

2. Mengatasi penurunan yang berlebihan dan penurunan tidak sama pada struktur

3. Memberi kestabilan pada struktur dalam memikul beban horizontal akibat

angin, gempa, dan lain-lain.

Pondasi adalah bagian bawah bangunan yang berfungsi sebagai penopang

bangunan struktur yang ada diatasnya, dan langsung berhubungan dengan tanah.

F. Pondasi Tiang

Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya

vertikal ke sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat

menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang

terdapat dibawah konstruksi dengan tumpuan pondasi (Sosrodarsono, 1994).

Menurut Hardiyatmo (2010), pondasi tiang digunakan untuk mendukung

bangunan bila lapisan tanah kuat terletak sangat dalam. Pondasi tiang juga

digunakan untuk mendukung bangunan yang menahan gaya angkat ke atas terutama

pada bangunan-bangunan tingkat tinggi yang dipengaruhi oleh gaya-gaya

penggulingan akibat beban angin.

Pondasi tiang digunakan untuk suatu bangunan yang tanah dasarnya tidak

mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat

bangunan dan beban yang diterimanya atau apabila tanah pendukung yang

mempunyai daya dukung tanah yang letaknya sangat dalam. Teknik pemasangan
39

pondasi tiang dapat dilakukan dengan pemancangan tiang-tiang baja/beton pracetak

atau dengan membuat tiang-tiang beton bertulang yang langsung dicor ditempat

(cast in place), yang sebelumnya telah dibuatkan lubang terlebih dahulu. Pada

umumnya pondasi tiang ditempatkan tegak lurus (vertikal) didalam tanah, tetapi

apabila diperlukan dapat dibuat miring agar dapat menahan gaya -gaya horizontal.

Sudut kemiringan yang dicapai tergantung dari alat yang digunakan serta

disesuaikan pula dengan perencanaan (Ismail, 2014).

Pondasi Tiang adalah salah-satu jenis pondasi dalam (deep foundation) yang

diterapkan pada bangunan dengan beban yang besar, kondisi tanah dengan daya

dukung tanah yang terletak sangat dalam, dan berfungsi meneruskan beban dari

struktur atas, ke pondasi, dan disalurkan kedalam tanah keras.

G. Pembagian Pondasi Tiang

Menurut Ismail (2014), Pada perencanaan suatu pondasi, pemilihan jenis

pondasi tiang pancang untuk berbagai jenis keadaan tergantung pada banyak

variabel. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan di dalam pemilihan Tiang

Pancang antara lain tanah dasar yang meliputi jenis tanah dasar dan ciri-ciri

topografinya, alasan teknis pada waktu pelaksanaan pemancangan dan jenis

bangunan yang akan dibangun. Pondasi tiang dapat digolongkan berdasarkan

material yang digunakan dan berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima

tiang ke dalam tanah.


40

1. Berdasarkan pemakaian bahan dan karakteristik strukturnya

Berdasarkan material yang digunakan, pondasi tiang terbagi atas 4 (empat)

jenis yaitu tiang pancang kayu, tiang pancang beton, tiang pancang baja, dan tiang

pancang komposit (Bowles, 1991).

a. Tiang Pancang Kayu

Tiang pancang dengan bahan material kayu dapat digunakan sebagai

tiang pancang pada suatu dermaga. Tiang pancang kayu dibuat dari batang

pohon yang cabang-cabangnya telah dipotong dengan hati-hati, biasanya diberi

bahan pengawet dan didorong dengan ujungnya yang kecil sebagai bagian yang

runcing. Kadang-kadang ujungnya yang besar didorong untukmaksud-maksud

khusus, seperti dalam tanah yang sangat lembek dimana tanah tersebut

akan bergerak kembali melawan poros. Kadang kala ujungnya runcing

dilengkapi dengan sebuah sepatu pemancangan yang terbuat dari logam bila

tiang pancang harus menembus tanah keras atau tanah kerikil.

Pemakaian tiang pancang kayu adalah cara tertua dalam penggunaan

tiang pancang sebagai pondasi. Tiang pancang kayu dibuat dari batang pohon

dan biasanya diberi bahan pengawet. Pada pemakaian tiang pancang kayu tidak

diizinkan untuk menahan beban lebih tinggi dari 25 sampai 30 ton untuk setiap

tiang. Tiang kayu akan tahan lama apabila tiang kayu tersebut dalam keadaan

selalu terendam penuh di bawah muka air tanah dan akan lebih cepat busuk jika

dalam keadaan kering dan basah yang selalu berganti - ganti. Tiang pancang

kayu tidak tahan terhadap benda-benda agresif dan jamur yang bisa

menyebabkan pembusukan.
41

Keuntungan pemancangan tiang pancang kayu :

1) Tiang pancang kayu relatif ringan sehingga mudah dalam pengangkutan.

2) Mudah untuk pemotongannya apabila tiang kayu ini sudah tidak dapat

masuk lagi ke dalam tanah.

3) Kekuatan tariknya besar sehingga pada waktu diangkat untuk pemancangan

tidak menimbulkan kesulitan seperti pada tiang pancang beton precast.

4) Tiang pancang kayu lebih sesuai untuk friction pile dari pada end bearing

pile karena tekanannya relatif kecil.

Kerugian pemakaian tiang pancang kayu :

1) Karena tiang pancang kayu harus selalu terletak di bawah muka air tanah

yang terendah agar dapat tahan lama, maka jika letak air tanah terendah

tersebut sangat dalam, hal ini akan menambah biaya untuk penggalian.

2) Tiang pancang kayu mempunyai umur relatif kecil dibandingkan dengan

tiang pancang baja atau beton, terutama pada daerah yang tinggi air

tanahnya sering naik turun.

3) Pada waktu pemancangan pada tanah yang berbatu ujung tiang pancang

kayu ini bisa rusak atau remuk.


42

Gambar 2.12. Tiang Pancang Kayu


Sumber: (Bowles, J.E., 1991)

b. Tiang Pancang Beton

Tiang pancang beton terbuat dari bahan beton bertulang yang terdiri dari

beberapa jenis, yaitu:

1) Precast Reinforced Concrete Pile

Precast renforced concrete pile adalah tiang pancang dari beton

bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting), kemudian

setelah cukup kuat lalu diangkat dan dipancangkan. Tiang pancang ini dapat

memikul beban yang besar dari 50 ton untuk setiap tiang, hal ini tergantung

dari dimensinya. Dalam perencanaan tiang pancang beton precast ini

panjang dari pada tiang harus dihitung dengan teliti, sebab kalau ternyata

panjang dari pada tiang ini kurang terpaksa harus dilakukan penyambungan,

hal ini adalah sulit dan banyak memakan waktu.

Keuntungan pemakaian precast reinforced concrete pile yaitu:

a) Precast reinforced concrete pile mempunyai tegangan tekan yang besar

tergantung pada mutu beton yang digunakan


43

b) Dapat diperhitungkan baik sebagai end bearing pile ataupun friction pile

c) Tahan lama dan tahan terhadap pengaruh air ataupun bahan-bahan

korosif asal beton desainnya cukup tebal untuk melindungi tulangannya

d) Karena tidak berpengaruh oleh muka air tanah maka tidak memerlukan

galian tanah yang banyak untuk poernya.

Kerugian pemakaian precast reinforced concrete pile :

a) Karena berat sendirinya besar maka biaya pengangkutannya akan

mahal, oleh karena itu precast reinforced concrete pile dibuat di tempat

pekerjaan

b) Tiang pancang beton ini baru dipancang apabila sudah cukup keras hal

ini berarti memerlukan waktu yang lama untuk menuggu sampai tiang

pancang beton ini bisa digunakan

c) Bila memerlukan pemotongan, maka pelaksanaannya akan lebih sulit

dan membutuhkan waktu yang lebih lama juga

d) Bila panjang tiang kurang dan karena panjang tiang tergantung pada alat

pancang (pile driving) yang tersedia, maka akan sukar untuk melakukan

penyambungan dan memerlukan alat penyambung khusus

e) Apabila dipancang di sungai atau di laut tiang akan bekerja sebagai

kolom terhadap beban vertikal dan dalam hal ini akan ada tekuk

sedangkan terhadap beban horizontal akan bekerja sebagai cantilever.


44

Gambar 2.13. Tiang Pancang Beton Precast Concrete Pile


Sumber: (Bowles, J.E., 1991)

2) Precast Prestressed Concrete Pile

Precast prestressed concrete pile adalah tiang pancang dari beton

prategang yang menggunakan baja dan kabel kawat sebagai gaya

prategangnya.

Keuntungan pemakaian Precast prestressed concrete pile adalah

a) Kapasitas beban pondasi yang dipikulnya tinggi

b) Tiang pancang tahan terhadap karat

c) Kemungkinan terjadinya pemancangan keras dapat terjadi

Keuntungan pemakaian Precast prestressed concrete pile adalah

a) Pondasi tiang pancang sukar ditangani

b) Biaya permulaan dari pembuatannya tinggi

c) Pergeseran cukup banyak sehingga prategangnya sukar disambung


45

Gambar 2.14. Tiang Pancang Beton Precast Prestressed Concrete Pile


Sumber: (Bowles, J.E.,1991)

3) Cas in Place

Tiang pancang cast in place ini adalah pondasi yang dicetak di

tempat pekerjaan dengan terlebih dahulu membuatkan lubang dalam tanah

dengan cara mengebor. Pelaksanaan cast in place ini dapat dilakukan

dengan dua cara :

a) Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi

dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik ke atas

b) Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah kemudian diisi

dengan beton, sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal dalam tanah.

Keuntungan pemakaian cast in place :

a) Pembuatan tiang tidak menghambat pekerjaan

b) Tiang tidak perlu diangkat, jadi tidak ada resiko kerusakan dalam

pengangkutan

c) Panjang tiang dapat disesuaikan dengan keadaan dilapangan

Kerugian pemakaian cast in place :


46

a) Pada saat penggalian lubang, membuat keadaan sekelilingnya menjadi

kotor akibat tanah yang diangkut dari hasil pengeboran tanah tersebut

b) Pelaksanaannya memerlukan peralatan yang khusus

c) Beton yang dikerjakan secara cast in place tidak dapat di control.

Gambar 2.15. Tiang Pancang Beton Cast in Place


Sumber: (Bowles, J.E., 1991)

c. Tiang Pancang Baja

Jenis tiang pancang baja ini biasanya berbentuk profil H. karena terbuat

dari baja maka kekuatan dari tiang ini adalah sangat besar sehingga dalam

transport dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah seperti pada tiang

pancang beton precast. Jadi pemakaian tiang pancang ini sangat bermanfaat

jika dibutuhkan tiang pancang yang panjang dengan tahanan ujung yang besar.

Tingkat karat pada tiang pancang baja sangat berbeda - beda terhadap texture

(susunan butir) dari komposisi tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah

dan keadaan kelembaban tanah (moisture content).


47

Pada tanah dengan susunan butir yang kasar, karat yang terjadi hamper

mendekati keadaan karat yang terjadi pada udara terbuka karena adanya

sirkulasi air dalam tanah. Pada tanah liat (clay) yang kurang mengandung

oksigen akan menghasilkan karat yang mendekati keadaan seperti karat yang

terjadi karena terendam air. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak

di bawah lapisan tanah yang padat akan sedikit sekali mengandung oksigen,

maka lapisan pasir tersebut akan menghasilkan karat yang kecil sekali pada

tiang pancang baja.

Keuntungan pemakaian tiang pancang baja :

1) Tiang pancang ini mudah dalam hal penyambungan

2) Tiang pancang baja mempunyai kapasitas daya dukung yang tinggi

3) Dalam pengangkutan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah.

Kerugian pemakaian tiang pancang baja :

1) Tiang pancang ini muudah mengalami korosi

2) Tiang pancang H dapat mengalami kerusakan besar saat menembus tanah

keras dan yang mengandung batuan, sehingga diperlukan penguatan ujung

Gambar 2.16. Tiang Pancang Baja


Sumber: (Ismail, M.A., 2014)
48

d. Tiang Pancang Komposit

Tiang pancang komposit adalah tiang pancang yang terdiri dari dua

bahan yang berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga merupakan satu

tiang. Composite pile ini dapat berupa beton dan kayu maupun beton dan baja.

Menurut Ismaill (2014) Composite Pile terdiri dari beberapa jenis, yaitu:

1) Water proofed steel pipe and wood pile

Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian bawah muka

air tanah dan bagian atasnya adalah beton. Kelemahan tiang ini adalah

tempat sambungan apabila tiang pancang ini menerima gaya horizontal

yang permanen. Cara pelaksanaannya adalah sebagai berikut :

a) Casing dan core dipancang bersamaan ke dalam tanah hingga mencapai

kedalaman yang telah ditentukan untuk meletakkan tiang pancang kayu

tersebut dan harus terletak di bawah muka air tanah yang terendah

b) Kemudian core di tarik ke atas dan tiang pancang kayu dimasukkan ke

dalam casing dan terus dipancang hingga mencapai lapisan tanah keras

c) Setelah mencapai lapisan tanah keras, pemancangan dihentikan dan

core ditarik keluar dari casing. Kemudian beton dicor ke dalam casing

sampai penuh terus dipadatkan dengan menumbukkan core ke dalam

casing.
49

Gambar 2.17. Tiang Pancang Water proofed steel pipe and wood pile
Sumber: (Ismail, M.A., 2014)

2) Composite dropped in-shell and wood pile

Composite dropped in - shell and wood pile hampir sama dengan

water proofed steel pipe and wood pile hanya saja tipe tiang ini memakai

shell yang terbuat dari logam tipis yang permukaannya diberi alur spiral.

Pelaksanaan Composite dropped in - shell and wood pile adalah sebagai

berikut :

a) Casing dan core dipancang bersamaan samapi mencapai kedalaman

yang telah ditentukan di bawah muka air tanah

b) Kemudian core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu

dimasukkan dalam casing terus dipancang sampai mencapai lapisan

tanah keras. Pada pemancangan tiang pancang kayu ini harus benar –

benar diperhatikan agar kepala tiang tidak rusak

c) Setelah mencapai lapisan tanah keras, core ditarik keluar dari casing

d) Kemudian shell berbentuk pipa yang diberi alur spiral dimasukkan ke

dalam casing. Pada ujung bagian bawah shell dipasang tulangan

berbentuk bujur sangkar


50

e) Beton kemudian dicor ke dalam shell. Setelah shell cukup penuh dan

padat casing ditarik keluar sambil shell yang berisi beton tadi ditahan

dengan cara meletakkan core di ujung atas shell.

3) Composite ungased-concrete and wood pile

Dasar pemilihan Composite ungased-concrete and wood pile

adalah:

a) Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak

memungkinkan untuk menggunakan cast in place concrete pile.

Sedangkan kalau menggunakan precast concrete pile akan terlalu

panjang sehingga akan sulit dalam pengangkutan dan biayanya juga

akan lebih besar

b) Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga apabila kita

menggunakan tiang pancang kayu akan memerlukan galian yang sangat

besar agar tiang pancang tersebut selalu di bawah muka air tanah

terendah.

Cara pelaksanaan tiang Composite ungased-concrete and wood pile

adalah sebagai berikut:

a) Casing baja dan core dipancang ke dalam tanah hingga mencapai

kedalaman yang telah ditentukan di bawah muka air tanah

b) Kemudian core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu

dimasukkan dalam casing terus dipancang sampai mencapai lapisan

tanah keras
51

c) Setelah sampai pada tanah keras core dikeluarkan lagi dari casing dan

beton dicor sebagian ke dalam casing, kemudian core dimasukkan lagi

ke dalam casing

d) Beton ditumbuk dengan core sambil casing ditarik ke atas sampai jarak

tertentu sehingga terjadi bentuk beton yang menggelembung seperti

bola di atas tiang pancang kayu tersebut

e) Core ditarik lagi keluar dari casing dan casing diisi dengan beton lagi

sampai padat setinggi beberapa cm di atas permukaan tanah. Kemudian

beton ditekan dengan core kembali sedangkan casing ditarik ke atas

sampai keluar dari tanah.

4) Composite dropped-shell and pipe pile

Dasar pemilihan tiang Composite dropped-shell and pipe pile

adalah:

a) Lapisan tanah keras terlalu dalam letaknya bila digunakan cast in place

concrete pile

b) Letak muka air tanah terendah sangat dalam apabila kita menggunakan

tiang composite yang bawahnya dari tiang pancang kayu.

Cara pelaksanaan tiang composite dropped-shell and pipe pile

adalah sebagai berikut :

a) Casing dan core dipancang bersamaan sehingga casing hampir

seluruhnya masuk ke dalam tanah. Kemudian core ditarik keluar dari

casing
52

b) Tiang pipa baja dengan dilengkapi sepatu pada ujung bawah

dimasukkan dalam casing terus dipancang dengan pertolongan core

sampai ke tanah

c) Setelah sampai pada tanah keras kemudian core ditarik ke atas kembali

d) Kemudian shell yang beralur pada dindingnya dimasukkan dalam

casing hingga bertumpu pada penumpu yang terletak di ujung atas tiang

pipa baja. Bila diperlukan pembesian maka besi tulangan dapat

dimasukkan dalam shell dan kemudian beton dicor sampai padat

e) Shell yang terisi dengan beton ditahan dengan core sedangkan casing

ditarik keluar dari tanah.

Gambar 2.18. Tiang Pancang Composite dropped-shell and pipe pile


Sumber: (Ismail, M.A., 2014)

5) Franki composite pile

Prinsip kerjanya hamper sama dengan tiang Franki biasa, hanya saja

pada Franki composite pile ini pada bagian atasnya dipergunakan tiang

beton precast biasa atau tiang profil H dari baja.


53

Cara pelaksanaan tiang franki composite pile adalah

a) Pipa dengan sumbat beton yang dicor lebih dahulu pada ujung pipa baja

dipancang dalam tanah dengan drop hammer sampai pada tanah keras

b) Setelah pemancangan mencapai kedalaman yang telah direncanakan

pipa diisi lagi dengan beton dan terus ditumbuk dengan drop hammer

sambil pipa ditarik lagi ke atas sedikit sehingga terjadi bentuk beton

seperti bola

c) Setelah tiang beton precast atau tiang baja H masuk dalam pipa sampai

bertumpu pada bola beton pipa ditarik keluar dari tanah

d) Rongga di sekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan

kerikil atau pasir

2. Berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang ke dalam tanah

Berdasarkan cara penyaluran bebannya ke tanah, pondasi tiang dibedakan

menjadi tiga jenis, yaitu :

a. Pondasi tiang dengan tahanan ujung (End Bearing Pile)

Tiang ini akan meneruskan beban melalui tahanan ujung tiang ke lapisan

tanah pendukung.

b. Tiang pancang dengan tahanan gesekan (Friction Pile)

Jenis tiang pancang ini akan meneruskan beban ke tanah melalui

gesekan antara tiang dengan tanah di sekelilingnya. Bila butiran tanah sangat
54

halus tidak menyebabkan tanah di antara tiang - tiang menjadi padat, sedangkan

bila butiran tanah kasar maka tanah di antara tiang akan semakin padat.

c. Tiang pancang dengan tahanan lekatan (Adhesive Pile)

Bila tiang dipancangkan pada dasar tanah pondasi yang memiliki nilai

kohesi tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan oleh lekatan

antara tanah disekitar dan permukaan tiang.

H. Daya Dukung Tiang

Tanah harus mampu memikul beban dari setiap konstruksi teknik yang

diletakkan pada tanah tersebut tanpa kegagalan (shear failure) geser dan dengan

penurunan (settlement) yang dapat ditolerir untuk konstruksi tersebut (Bowles

1991).

Daya dukung tiang pondasi diperoleh dari gabungan tahanan tanah di ujung

tiang (end resistance) ditambah gesekan atau hambatan lekat pada permukaan tiang

yang tertanam (skin friction)

1. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil SPT

Standard Penetration Test (SPT) adalah sejenis percobaan dinamis dengan

memasukkan suatu alat yang dinamakan split spoon kedalam tanah. Dengan

percobaan ini akan diperoleh kepadatan relatif (relative density), sudut geser tanah

(ф) berdasarkan nilai jumlah pukulan (N). Hubungan kepadatan relatif, sudut geser

tanah dan nilai N dari pasir dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
55

Tabel 2.10. Hubungan kepadatan relatif, sudut geser tanah dan nilai N

Sudut Geser Dalam


Kepadatan Relative
Nilai N Menurut Menurut
(Dr)
Peck Mayerhoof
0-4 0.0-0.2 Sangat Lepas <28.5 <30

4 - 10 0.2-0.4 Lepas 28.5-30 30-35

10 - 30 0.4-0.6 Sedang 30-36 35-40

30 - 50 0.6-0.8 Padat 36-41 40-45

>50 0.8-1.0 Sangat Padat <41 >45


Sumber: (Bowles, J.E., 1991)

Adpun persamaan untuk daya dukung ujung tiang (menurut Mayerhoof),

yaitu :

Qp = 40 x Nb x Ap

Dimana :

Qp : Daya dukung ujung tiang (ton)

Ap : Luas Penampang ujung tiang (m2)

Nb : Nilai N-SPT Pada elevasi dasar tiang

Gesekan selimut tiang per satuan luas dipengaruhi oleh jenis tanah

parameter kuat geser tanah. Untuk tanah berbutir kasar gesekan selimut tiang dapat

diambil dari grafik berdasarkan nilai N-SPT, dengan rumus :

Qs = 0.2 N x As

Dimana :

Qs : Kapasitas daya dukung selimut tiang (ton)

N : Harga N-SPT rata-rata


56

As : Luas selimut tiang (m2)

P : Keliling Tiang (m)

ΔL : Panjang segmen tiang (m)

Pada perumusan Luciano Decourt dibutuhkan suatu nilai k yang dimaksud

sebagai nilai koefisien yang tergantung dari jenis tanah yang akan dipakai. Niali k

tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1. Adapun persamaan daya dukung tiang menurut

Luciano Decourt (1987) adalah :

Qu = (Ap x Np x k) + (As x (Ns/3 + 1))

Harga N dilapangan yang berada di bawah muka air harus dikoreksi dahulu untuk

menjadi N design (N1) dengan persamaan Terzaghi dan Peck :

N1 = 15 + 0.5 (N-15)

Dimana :

Q : Daya dukung ultimate tiang (ton)

Ap : Luas penampang ujung tiang (m2)

Np : Rata-rata dari harga SPT mulai 4D di bawah ujung tiang sampai 4D di

bawah atas tiang

k : Koefisien yang tergantung dari jenis tanah

As : Luas selimut tiang (m2)

Ns : Harga SPT rata-rata pada lapisan tanah sepanjang tiang yang ditinjau
57

Tabel 2.11. Nilai Koefisien Tergantung dari jenis Tanah

Nilai k
Soil Type K (t/m2)
Clays 12
Clays silt 20
Saint silt 25
Sand 40
Sumber : (Decourt. L., 1987)

2. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari hasil Sondir

Dalam beberapa jenis penyelidikan tanah yang paling praktis sampai saat

ini, dimana datanya langsung diperoleh adalah dari penyelidikan sondir atau cone

penetrometer test (CPT). Untuk menghitung daya dukung tiang pancang

berdasarkan dari hasil pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan

metode mayerhoof (1967).

Qp = Ap x q

= Ap x (c Nc + q Nq)

Dimana :

Qp : Daya dukung ujung tiang (ton)

Ap : Luas penampang ujung tiangn (m2)

Nc,Nq : Faktor daya dukung

c : Nilai kohesi pada ujung tiang (ton/m2)

q : Daya dukung satuann per satua luas (ton/m2)

Daya dukung ultimate pondasi tiang dinyatakan dengan rumus :

Qult = (qc x Ap) + (JHL x K11)


58

Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus :

Qijin = (qc x Ap)/3 + (JHP x K11)/5

Dimana :

Qult : Kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal

Qijin : Kapasitas daya dukung ijin pondasi

qc : Tahanan ujung sondir

Ap : Luas penampang tiang

JHL : Jumlah hambatann pelekat

K11 : Keliling Tiang

Gambar 2.19. Tahanan Ujung Tiang


Sumber: (Mayerhoof, 1967)

I. Pemodelan Tanah sebagai Tumpuan Elastis

Menurut teori pondasi modern, tanah merupakan bagian dari struktur.

Berdasar asumsi tersebut, tanah mempunyai karakteristik seperti halnya material

baja dan beton yang memiliki sifat elastis. Modulus elastisitas tanah (Es), modulus

geser (G), Poisson ratio (µ) , dan modulus reaksi tanah dasar (ks) merupakan
59

karakteristik parameter kekuatan tanah dan sifat-sifat elatis tanah yang penting.

Nilai-nilai ini umumnya dipakai dalam perhitungan penurunan pondasi.

1. Modulus Elastisitas (Es)

Nilai modulus elastisitas (Es) untuk beberapa jenis tanah diberikan pada

tabel dibawah ini. Nilai Es untuk tanah hanya berkisar antara 1/10 sampai 1/100

jika dibandingkan nilas Es dari baja dan beton. Nilai Es juga dapat diperoleh dari

sondir dan data N-SPT sebagaimana terlihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.12. Nilai Es berdasarkan Jenis Tanah

Es
Jenis Tanah
ksf Mpa
Lempung sangat lunak 50 - 250 2 - 15
Lempung lunak 100 - 500 5 - 25
Lempung kaku 300 - 1000 15 -40
Lempung keras 1000 - 20000 50 - 100
Lempung berpasir kekaku-kakuan 500 - 5000 25 - 250
Pasir lepas 200 - 3200 10 - 153
Pasir padat 3000 - 15000 144 - 720
Pasir sangat padat 10000 - 30000 478 - 720
Pasir sangat lepas 300 - 1200 15 - 60
Pasir berlanau 150 - 450 50 - 20
Pasir lepas 200 - 500 10 - 150
Pasir padat 1000 - 1700 50 - 81
Pasir kerikilan lepas 1000 - 3000 50 - 150
Pasir kerikilan padat 2000 - 4000 100 - 200
Serpih 3000 - 300000 150 - 5000
Lanau lunak 40 - 400 2 - 20
Sumber : Bowles, J.E.,1991
60

Tabel 2.13. Nilai Es berdasarkan nilai SPT dan Sondir

Jenis Tanah SPT (kPa) CPT (kg/cm2)

Es = 500 (N + 15) Es = (2 - 4) qc

Pasir terkonsolidasi normal Es = (1500 – 2200) In N Es+ = (1 + r2) qc

Es = (35000 – 50000)log N
Pair jenuh Es = 250 (N + 15) -
Es++ = 1800 + 750 N Es = (6 – 30) qc
Pasir over consolidated
Es (ocr) = Es (nc) x (ocr)0.5
Es = 1200 (N + 6)
Pasir krikilan atau krikil Es = 600 (N + 6) … N < 15 -
Es = 600 (N+6) + 2000 … N > 15
Pasir berlempung Es = 320 (N + 15) Es = (3 – 6) qc
Pasir berlanau Es = 300 (300 + 6) Es = (1 – 2) qc
Lempung lunak - Es = (3 – 8) qc
Memakai unconfined test

Lempung IP > 30 Organik = (100-500) Su -

Ip < 30 Kaku = (500-15000) Su


Sumber : Bowles, J.E., 1991

2. Poisson Ratio (µ)

Poisson Ratio dipakai untuk menghitung penurunan dan getaran pada

struktur pondasi. Nilai Poisson Ratio (µ) untuk berbagai jenis tanah dapat dilihat

pada tabel dibawah ini. Pada nilai Poisson lebih besar dari 0.5 tanah cenderung

bersifat plastis, sehingga teori elastis tidak dapat diterapkan. Tetapi pada dasarnya

tanah mempunyai sifat elastis semu pada semua rentang nilai Poisson.
61

Tabel 2.14. Nilai Poisson untuk berbagai jenis tanah

Jenis Tanah µ

Lempung jenuh 0.4 – 0.5


lempung tak jenuh 0.1 – 0.3
lempung berpasir 0.2 – 0.3
lanau 0.3 – 0.35
pasir (padat) pasir kerikil 0.1 – 1.0
Biasa dipakai 0.3 – 0.4
Batuan Rock 0.1 – 0.4
Tanah Loose 0.1 – 0.3
Es 0.36
Beton 0.15
Sumber : Bowles, J.E., 1991

3. Modulus Reaksi Tanah Dasar (Modulus of Subgrade Reactions)

Modulus reaksi tanah dasar didefenisikan sebagai perbandingan antara

tegangan dasar dan deformasi atau lendutan tanah akibat beban tersebut. Modulus

rekasi tanah dasar banyak digunakan untuk analisis pondasi telapak kontinyu,

pondasi rakitm dan berbagai jenis tiang pancang. Perbandingan ini didefenisikan

sebagai perbandingan antara beban dan lendutan seperti yang terlihat pada gambar

2.9, sebagai hasil pengujian dari data pengujian beban plat.

𝑞𝑢𝑙𝑡 𝑞𝑢𝑙𝑡
ks = dan qa =
δ SF

Dimana :

ks : modulus reaksi tanah dasar (t/m3)

q : tekanan tanah (t/m2)

δ : lendutan tanah (m)


62

Gambar 2.20. Penentuan modulus reaksi tanah dasar (ksO


Sumber : (Bowles, J.E., 1991)

Selain penggunaan ks dalam perhitungan dengan metode elemen hingga

juga digunakan konsep Es dan µ. Penggunaan konsep ks banyak digunakan untuk

analisis karena dapat menghemat dalam perhitungan dengan program komputer.

Besar nilai modulus reaksi tanah dasar (ks) untuk arah horisontal lazim diambil 2

kali nilai ks vertikal. (Bowles 1988).

Dalam kaitannya dengan perencanaan pondasi beberapa teori hasil

penelitian yang telah dikembangkan dapat digunakan untuk menentukan besarnya

modulus tanah dasar :

a) Bowles (1998)

Penelitian yang dikembangkan Bowles menggunakan pendekatan

penentuan modulus reaksi tanah dasar kearah vertical (ksv) dapat ditentukan

dari besarnya daya dukung tanah yang diijinkan (qa), yaitu :

ksv = 40 (SF) x qa kN/m3

Dimana :

SF : Angka keamanan (safety factor)


63

ksv : Modulus of subgrade reaction arah vertical

ksh : Modulus of subgrade reaction arah horizontal

qa : Daya dukung tanah yang diijinkan (kPa atau kN/m2)

Jika digunakan angka keamanan (SF) = 3, maka besarnya modulus

subgrade reaction arah vertical adalah : ksv = 120 x qa. Besarnya modulus of

subgrade reaction tanah dalam arah horizontal adalah ksh = 2 x ksv.

Menurut Mayerhof (1965), hubungan antara daya dukung tanah yang

diijinkan (qa) dengan nilai N-SPT, dapat dinyatakan dengan persamaan :

qa = (N/8) (kg/cm2)

Dimana :

N : Nilai N-SPT

qa : Daya dukung tanah yang diijinkan

b) Kazuto Nakazawa dkk

Menurutt Kazuto Nakazawwa dkk, pada pondasi tiang pancang bekerja

beberapa gaya luar seperti beban vertikal, beban mendatar dan momen guling.

Faktor-faktor penahan pada tanah pondasi yang bekerja melawan gaya luar

adalah intensitas reaksi vertikal tanah dan gaya penahan geser dari tanah di

bawah dasar tiang pancang, intensitas reaksi mendatar tanah dari tanah di muka

tiang pancang, gaya penahan geser mendatar dan vertikal pada tanah di samping

tiang pancang. Faktor-faktor penahan ini berhubungan erat dengan bentuk dan

ukuran tiang pancang atau sifat-sifatnya dan pergerakan tanah pondasi dan

sebagainya, oleh karena itu bila harga-harga faktor ini diambil berdasarkan

perkiraan, maka tanah pondasi dianggap seolah-olah memiliki pegas. Dengan


64

perkataan lain, penggambaran kekuatannya berdasarkan anggapan bahwa tanah

pondasi merupakan suatu pegas yang memiliki momen seperti bahan yang

elastis. Pegas ini dinamakan koeffisien reaksi tanah, yang dapat diperoleh dari

modulus perubahan bentuk (deformasi) tanah pondasi. Dengan perantaraan apa

yang disebut sebagai koeffisien reaksi tanah ini, besarnya reaksi dan pergeseran

tanah pondasi dapat dihitung berdasarkan pada keseimbangan antara beban

yang bekerja dan tahanan pada tanah pondasi. Dan dengan cara yang disebut

cara satuan tegangan yang diijinkan yang terjadi pada setiap posisi tidak boleh

melebihi intensitas daya dukung masing-masing tanah pondasi, analisa

kestabilan kaison dapat diselesaikan.

1) Koefisien reaksi tanah dalam arah mendatar (KH)

KH = 0.512EO.BH -3/4 (kg/cm3)

Dimana :

EO : Modulus deformasi tanah pondasi pada tempat yang direncanakan,

yang biasanya diperkirakan berdasarkan hubungan EO = 28 N (N :

harga N dari Standard Penetration Test)

BH : Lebar pembebanan yang sesuai dengan pondasi (cm), yang didapat

dari BH = √AH (AH : Luas permukaan Tiang Pancang)

2) Koefisien reaksi tanah dalam arah vertikal (KV)

KV = 0.422EO.BV -3/4 (kg/cm3)

Dimana :

EO : Modulus deformasi tanah pondasi pada tempat yang direncanakan,


65

yang biasanya diperkirakan berdasarkan hubungan EO = 28 N (N :

harga N dari Standard Penetration Test)

BV : Lebar pembebanan yang sesuai dengan pondasi (cm), yang didapat

dari BH = √AV (AV : Luas Dasar Tiang Pancang)

c) Vesic

Vesic mengusulkan koefisien tanah dasar dapat dihitung berdasarkan

modulus tegangan regangan.

12 𝐸𝑠𝐵4 𝐸𝑠
ks’ = 0.65 x √ x
𝐸𝑓 𝑥 𝐼𝑓 1−µ2

Dimana :

Es : Modulus Elastisitas Tanah

Ef : Modulus Elastisitas material Tapak

B : Lebat Telapak

If : Momen Inersia

𝑘𝑠′
ks =
𝐵

Karena harga akar dua belas dikalikan 0.65 akan mendekati 1, maka rumus

Vesic dapat disederhanakan menjadi :

𝐸𝑠
ks =
𝐵(1−µ2 )

d) Chen

Chen mengusulkan nilai-nilai untuk ks berdasarkan jenis tanah :

1) Tanah tidak kohesif

𝐸𝑠
ks =
𝐵(1−µ2 )
66

2) Tanah Kohesif

𝐸𝑠
ks =
𝐵(1−µ2 )

Dimana :

ks : Modulus reaksi tanah dasar

Es : Modulus elastisitas tanah

B : Lebar dari pondasi atau diameter dari tiang pancang

e) Berdasarkan harga pada tabel

Tabel 2.15. Harga perkiraan modulus of subgrade reaction (ks)

Jenis Tanah ks, kcf ks, Kn/m

Pasir lepas 300 - 100 4800 - 16000


Pasir padat sedang 60 - 500 9600 - 80000
Pasir padat 400 - 800 64000 - 128000
Pasir padat berlempung 200 - 500 32000 - 80000
Pasir padat sedang berlanau 150 - 300 24000 - 48000
Tanah berlempung
qu ≤ 200 kPa (4 ksf) 75 - 150 120000 - 24000
200 < qu ≤ 400 kPa 150 - 300 240000 - 48000
qu > 800 kPa > 300 > 48000
Sumber : Bowles, J.E., 1991

Penggunaan nilai-nilai sebagai acuan dan untuk perbandingan terhadap

penggunaan rumus-rumus pendekat. Apabila terjadi perbedaan maka dilakukan

analisa lebih lanjut manakah nilai yang wajar digunakan.


67

J. Pemodelan Tanah dengan Struktur

Menurut Arizona & Mulyanto (2006), Tanah merupakan material yang

tidak sepenuhnya kaku, oleh karena itu tanah di sekitar struktur akan berdeformasi

akibat getaran gedung. Ini yang disebut interaksi antara struktur dan tanah akibat

gempa bumi. Sering suatu struktur tidak hanya mengalami getaran arah horisontal

tetapi juga putaran, ini terjadi akibat getaran tanah. Untuk mempelajari translasi dan

rotasi pada gedung, kita harus menentukan pemodelan tanah yang cocok terlebih

dahulu. Banyak model yang telah diusulkan, beberapa model relatif sederhana

sedangkan yang lain membutuhkan perumusan yang agak kompleks.

Gambar 2.21. Pemodelan Tanah dan Struktur


Sumber : (Arizona, F. & Mulyanto, H., 2006)

1. Tanah dimodelkan sebagai spring

Mungkin pemodelan yang paling sederhana untuk menganalisa getaran

tanah pada gedung adalah model spring. Pada pemodelan ini, tumpuan gedung

diasumsikan sebagai spring yang menggambarkan karakteristik tanah, seperti

ditunjukan pada gambar 2.10.(a). Spring yang menahan rotasi dari gedung

dinamakan sebagai rocking spring. Redaman dapat dimasukan jika terdapat

redaman yang kuat pada tanah. Konstanta pegas dapat dicari dengan percobaan atau
68

perhitungan secara teoritis. Percobaan dapat dilakukan dengan menggerakkan tanah

menggunakan vibration generator. Pada pendekatan teori, tanah diasumsikan

sebagai bentuk semi-infinite dan gaya dinamik akibat gempa dikenakan pada

pondasi. Kemudian kekuatan dan redaman dapat dihitung berdasarkan perbedaan

fase antara gaya dan deformasi. Konstanta pegas dan koefisien redaman pernah

dihitung oleh Newmark and Rosenblueth (1971) dalam (Arizona & Mulyanto,

2006). Dalam beberapa pendekatan teori murni, tanah diasumsikan sebagai bentuk

semi-infinite elastic yang terdiri dari beberapa lapisan tanah.

2. Pemodelan tanah sebagai massa terpusat

Pada pemodelan ini tanah dimodelkan sebagai massa terpusat yang saling

berhubungan secara vertikal seperti ditunjukkan pada gambar 2.10.(b). Masing-

masing massa terpusat, konstanta spring dan koefisien redaman menggambarkan

karakteristik tiap lapisan tanah. Properti ini sangat sulit untuk ditentukan karena

pemodelan ini tidak memperhitungkan disipasi energi. Lagipula asumsi bahwa

tanah disekitar struktur adalah kaku masih dipertanyakan.

3. Pemodelan bentuk semi-infinite

Tanah diasumsikan sebagai material elastis yang seragam atau bentuk

viscoelastic semiinfinite. Redaman dapat dimasukkan dan efek redaman dari tanah

dapat juga disatukan kedalam analisis dengan mengasumsikan bahwa tanah adalah

bentuk viscoelastic.

4. Pemodelan Finite-Element

Tanah didiskrit dalam bentuk finite-element, seperti ditunjukan pada

gambar 2.10.(c). Ketidakseragaman properti tanah diijinkan untuk mendapatkan


69

perbedaan material properti tanah pada masing masing finite-element. Perilaku

tanah yang tidak elastik dapat diperhitungkan dengan metode nonlinier finite-

element. Kekurangan dari pemodelan ini adalah kesulitan dalam analisa. Karena

kesulitan dalam analisa ini pendiskritan harus hati-hati. Jika tanah terdiri dari

beberapa lapisan yang menyebar dalam arah horisontal dengan material properti

yang seragam, pendiskritan akan lebih sesuai dalam satu dimensi. Jika tanah

terbentang panjang dan kedalaman rendah, pemodelan tanah 2 dimensi lebih sesuai.

Jika lapisan atau bidang kontak antara struktur dan tanah simetris dengan perubahan

sumbu vertikal maka analisa axisymmetrical akan lebih berguna. Pada beberapa

kasus pembatasan kekakuan yang membatasi energi disipasi dari tanah harus

digambarkan dalam pendiskritan. Pada model 2, asumsi input gerakan tanah tidak

sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

K. Penurunan Pondasi Tiang Pancang

Penurunan (settlement) merupakan peristiwa yang menyebabkan lapisan

tanah mengalami pemampatan (kompresi/pemadatan) akibat beban diatas

permukaan tanah yang disebabkan oleh adanya deformasi partikel tanah, keluarmya

air atau udara pori, dan relokasi partikel tanah.

Penurunan akibat beban yang bekerja diklasifikasikan menjadi 2 yaitu

penurunan segera dan penurunan konsolidasi (Bowles 1991).

1. Penurunan Segera (Immediate Settlement)

Penurunan segera adalah penurunan yang terjadi pada waktu beban diterapkan

atau dalam suatu jangka waktu sekitar 7 hari.


70

2. Penurunan Konsolidasi (Consolidation Settlement)

Penurunan konsolidasi adalah penurunan yang tergantung waktu dan

berlangsung dalam beberapa bulan sampai tahunan yang menyebabkan

keluarnya air dan udara dari dalam pori tanah.

Penurunan total tiang pancang akibat beban vertikal ditentukan dengan

persamaan menurut metode Vesic:

Se = Se(1) + Se(2) + Se(3)

Dimana:

Se(1) = Penurunan elastis tiang

Se(2) = Penurunan elastis tiang akibat beban tahanan ujung

Se(3) = Penurunan elastis tiang akibat beban yang didistribusikan sepanjang

selimut tiang

L. Daya Dukung Mendatar Tiang yang Diijinkan

Menurut Nakazawa dkk (1981), ada dua kemungkinan pergeseran yang

mempunyai batas terhadap daya dukung yang diizinkan. Pertama adalah besarnya

pergeseran yang diizinkan pada kepala tiang yang mau tak mau ditentukan oleh sifat

bangunan diatasnya (superstructure) dan yang kedua adalah besarnya pergeseran

normal (normal displacement) pada kepala tiang agar menghasilkan kekakuan

(stifness) mendatar pada pondasi tiang itu sendiri.

Daya dukung mendatar ditentukan berdasarkan besarnya pergeseran

normal, dianggap mempunyai batas terhdap daya dukung yang diizinkan dengan

mempertimbangkan factor-faktor yang tidak diketahui dari tanah pondasi. Besarnya


71

pergeseran normal ini biasanya dipakai sebagai salah-satu sarana untuk

memperkirakan banyaknya tiang dan dihitung pada kedudukan permukaan tanah

rencana untuk tiang (Lihat Gambar 2.63), dengan syarat bahwa hubungan antara

tiang dengan pondasi cukup kaku dan tumpuan tidak mengalami rotasi.

Gambar 2.22. Cara untuk menentukan permukaan tanah rencana untuk tiang
Sumber : (Nakazawa dkk, 1981)

Bila besarnya pergeseran normal sudah diberikan, maka daya dukung

mendatar yang diizinkan dapat ditentukan dengan persamaan berikut ini.

1. Tiang-tiang terbenam didalam tanah (Gambar 6.23(a))

𝑘.𝐷
Ha = δa
𝛽

2. Tiang-tiang menonjol di atas tanah (Gambar 6.23(b))

4 𝐸𝐼 𝛽^3
Ha = δa
1+ 𝛽ℎ

Dimana:

Ha : Daya dukung mendatar yang diizinkan (kg)

K : Koeffisien reaksi lapisan tanah di bawah permukaan dalam arah vertikal

(kg/m3)

D : Diameter tiang (cm)


72

EI : Kekakuan lentur dari tiang (kg/cm-1)

β = 4√(𝑘. 𝐷)/4𝐸𝐼 (cm-1)

h : Panjang tiang yang menonjol diatas tanah (cm)

δ : Besarnya pergeseran normal (cm)

M. Pemodelan Dermaga dengan Software SAP2000 versi 14

Dalam mendesain suatu struktur Dermaga dengan pondasi tiang pancang

dapat dilakukan dengan menggunakan software SAP2000 versi 14. Adapun proses

pemodelan struktur Dermaga dapat dilihat pada gambar 2.23 dibawah ini.

Gambar 2.23. Tahapan pemodelan struktur dermaga dengan SAP2000

versi 14
73

1. Input Pemodelan

Tahapan pemodelan dermaga dengan menggunakan SAP2000 memerlukan

input pemodelan dan akan mengeluarkan output pemodelan. Input pemodelan

adalah proses pemasukan atau pendefinisian desain dermaga yang telah dibuat ke

dalam program SAP2000. Input pemodelan terdiri atas pendefinisian (define)

material yang digunakan pada perencanaan struktur dermaga, pendefinisian

(define) rangka (frame) atau komponen penyusun struktur, pendefinisian (define)

komponen struktur yang berupa suatu area (area section) dimana untuk pemodelan

dermaga ini merupakan area pelat lantai dermaga, penggambaran geometri struktur

decara rinci pada program SAP2000, serta penggambaran beban-beban yang

bekerja pada struktur dermaga.

a. Define Material

Define material atau pendefinisian material merupakan tahap untuk

mendefinisikan material yang digunakan pada pemodelan struktur. Selain

material yang telah terdapat pada SAP2000. user juga dapat menambahkan

jenis material yang akan digunakan. Secara umum ada enam jenis material yang

dapat dipilih untuk digunakan. yaitu steel, concrete, coldformed, aluminum,

rebar dan tendon. Langkah define material di dalam SAP2000 adalah klik

define, materials, define material box (klik material yang akan digunakan),

modify / show material yang dapat dilihat pada Gambar 2.24. dan Gambar 2.25.
74

Gambar 2.24. Tata cara Define Material


(Software SAP2000)

Gambar 2.25. Tata cara Define Material Beton


(Software SAP2000)
75

Gambar 2.26. Tata cara Define Material Baja


(Software SAP2000)

b. Define Frame

Struktur dermaga pada umumnya terdiri atas tiang pancang (pile),

kepala tiang (pile cap), rangka balok, serta pelat lantai. Dalam pemodelan yang

akan dilakukan di dalam SAP2000, komponen dari struktur dermaga yang akan

dimodelkan hanya berupa berupa tiang pancang, rangka balok, serta pelat lantai

sedangkan untuk kepala tiang (pile cap) akan dimodelkan berupa beban mati

pada arah vertikal.

Pada pemodelan SAP2000, komponen berupa frame yaitu tiang

pancang dan rangka balok sedangkan untuk pelat lantai akan didefinisikan

sebagai area (area section). Langkah define frame di dalam SAP2000 adalah

klik dari menu bar Define, Section Properties, Frame Section, Frame
76

Properties. Dialogue box frame properties akan terlihat seperti Gambar 2.27.

Kemudian dari menu Frame Properties dilakukan penambahan definisi frame

baru dengan memilih pilihan Add New Property

Untuk mendefinisikan frame yang berupa elemen struktur beton

bertulang atau balok, maka Frame Section Property Type dipilih untuk tipe

material yang digunakan yaitu beton (Concrete). Setelah menentukan Frame

Section Property Type yang digunakan. kemudian pilih bentuk frame yaitu

Rectangular. Setelah itu akan keluar dialogue box Rectangular Section seperti

Gambar 2.28. Pada Rectangular Section diisikan nama frame balok, jenis

material balok yang telah didefinisikan, dimensi balok dan warna untuk frame

balok.

Gambar 2.27. Tata cara Define Frame


(Software SAP2000)
77

Gambar 2.28. Tata Cara Define Frame balok


(Software SAP2000)

Untuk mendefinisikan frame tiang pancang maka Frame Section

Property Type dipilih untuk tipe material tiang pancang yang digunakan.

umumnya merupakan beton (Concrete) atau baja (Steel). Setelah menentukan

Frame Section Property Type yang digunakan kemudian pilih bentuk frame

yaitu Pipe. Setelah itu akan keluar dialogue box Pipe Section seperti Gambar

2.29. Pada Pipe Section diisikan nama frame tiang, jenis material tiang pancang

yang sebelumnya telah didefinisikan, dimensi tiang pancang, dan warna untuk

frame tiang pancang.


78

Gambar 2.29. Tata cara Define Frame tiang pancang


(Software SAP2000)

c. Define Area Section

Area section merupakan elemen struktur yang dimodelkan dengan suatu

area. Pada kasus ini, yang merupakan area section berupa pelat pada dermaga.

Langkah dalam mendefinisikan area section yaitu klik Define, Section

Properties, Area Sections. Dialogue box area section akan terlihat seperti

Gambar 2.30.

Gambar 2.30. Tata cara Define Area


(Software SAP2000)
79

Kemudia pilih Add New Section untuk mendefinisikan area section

pelat. Setelah itu akan muncul dialogue box Shell Selection Data seperti

Gambar 2.27. yang berfungsi untuk memasukkan karakteristik data pelat yang

berupa ketebalan pelat (Thickness), tipe pelat (Type) dan material pelat

(Material).

Gambar 2.31. Tata cara define area section pelat


(Software SAP2000)

2. Geometri Struktur

Setelah mendefinisikan frame dan area section, maka langkah selanjutnya

yaitu menggambarkan pemodelan struktur pada software SAP2000. Komponen

dermaga yang akan dimodelkan pada software SAP2000 berupa pile, balok, dan

plat. Untuk menggambarkan komponen tersebut dibagi menjadi empat tahap.

Berikut tahap-tahap penggambaran model struktur.


80

a. Penggambaran Joint

Joint yang pertama digambarkan merupakan joint acuan. Langkah

penggabaran joint acuan adalah Draw, Draw Special Joint, lalu tempatkan

joint pada layer. Setelah menggambarkan joint acuan, kita dapat

menggambarkan joint baru lainnya dengan cara menduplikasi joint acuan

untuk mempermudah pekerjaan. Langkah menduplikasi joint acuan adalah

klik joint acuan, Edit, Replicate. Setelah itu masukka nilai jarak joint acuan

dari masing-masing sumbu.

b. Penggambaran Frame

Diperlukan dua buah joint untuk menggambarkan sebuah frame.

Langkah-langkah penggambaran frame adalah Draw, Draw

Frame/Cable/Tendon, setelah itu klik joint pertama kemudian tarik ke joint

kedua lalu klik joint kedua.

c. Penggambaran Area

Area yang digambarkan berbentuk persegi yang memiliki 4 titik sudut,

namun untuk menggambarkan area berbentuk persegi hanya membutuhkan 2

titik joint. Langkah-langkah penggambaran area adalah Draw, Draw

Rectangular Area, setelah itu klik joint pertama dan tarik kearah diagonal atau

ke joint ke dua lalu klik joint ke dua.

d. Pemasangan Tumpuan

Untuk memasang tumpuan joint, perlu dipilih terlebih dahulu joint

yang akan dipasang tumpuan. Langkah-langkah pemasangan tumpuan adalah

Assign, Joint, Restraints lalu pilih restraints yang diinginkan. Dan untuk joint
81

ujung atas pipa baja pilih Assign, Joint, Constraint lalu pilih constraint yang

diinginkan.

3. Run Analysis

Setelah semua pemodelan baik struktur dan pemodelan sudah selesai

dimodelkan, langkah berikutnya yaitu melakukan run analysis. Langkah yang

dilakukan adalah klik Analyze, Run Analysis (F5), Set Load Cases to Run

dialogue box. Pada dialogue box Set Load Cases to Run dapat dipilih jenis beban

yang akan disertakan atau tidak disertakan pada proses run analysis. Jika sudah

menentukan jenis beban yang disertakan pada proses run analysis, maka klik Run

Now. Setelah proses run analysis selesai, maka secara otomatis SAP2000 akan

menampilkan SAP Analysis Monitor.

4. Output Pemodelan

Output pemodelan adalah hasil keluaran dari pengolahan data-data input

pemodelan setelah dilakukan proses running oleh SAP2000. Output pemodelan

dijadikan bahan untuk menganalisa kekuatan dan kelayakan struktur dermaga

yang direncanakan sebelumnya terhadap beban-beban yang bekerja pada struktur.

N. Kajian Penelitian yang Relevan

Untuk menunjang penelitian ini, berikut adalah penelitian terdahulu yang

telah dilakukan :

1. Nuryanto & Wulandari (2013) tentang perencanaan pondasi tiang pada tanah

lempung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merencanakan pondasi tiang

dari tipe pondasinya, kedalaman dan dimensi, kapasitas dukung sampai


82

perancangan struktur pondasi dari karakteristik tanah dan beban kolom.

Perhitungan daya dukung ujung tiang dan daya dukung selimut tiang

menggunakan metode Tomlinson. Terdapat perbedaan perhitungan sebesar

0,04 m antara manual dan Plaxis, dikarenakan keakuratan dalam pengolahan

data. Pondasi menggunakan tulangan 25D - 20 untuk tulangan longitudinal dan

D13 – 50 untuk tulangan geser. Tebal pile cap yang digunakan berukuran 1 m

serta menggunakan tulangan antara D32 – 60 sampai D32 – 230.

2. (Minson, Kimsan, & Filzah, 2019) Penelitian bertujuan mengetahui perilaku

pondasi tiang pancang dengan mempertimbangkan interaksi tanah-tiang-

struktur pada Gedung bertingkat. Pada studi ini, tanah disekitar pondasi

dimodelkan sebagai sistem pegas (spring) dengan kekakuan k. Nilai kekakuan

tanah atau modulus of subgrade reaction (ks) didapatkan melalui metode

aproksimasi berdasarkan nilai kapasitas daya dukung tanah (qa) menurut

Bowles (1993). Metode yang digunakan untuk menghitung adalah metode

Elemen Hingga (FEM) pada aplikasi SAP 2000 yang akan menghasilkan lateral

displacement dan bending moment dengan memasukkan Riwayat gempa EL-

Centro, Koyna, dan Loma Prieta kedalam analisis. Hasil Analisa Respon

spektrum maupun analisa time history non-linear pada struktur, didapati titik

fixity point berada pada kedalaman 4.5 m, nilai lateral displacement untuk

respon spektrum situs SD sebesar 3.9850 cm untuk arah X dan arah Y sebesar

2.0980 cm. Untuk lateral displacement analisis THNL gempa El-Centro

didapatkan nilai perpindahan sebesar 1.0252 cm untuk arah X dan untuk arah Y

sebesar 0.7920. Untuk gempa Koyna untuk arah X sebesar 0.6732 cm dan arah
83

Y sebesar 0.6551 cm, sedangkan untuk gempa Loma Prieta Lateral

displacement yang terjadi pada arah X sebesar 1.5675 cm dan arah Y sebesar

1.7028 cm. Untuk nilai bending moment dari tiang pancang pada struktur akibat

analisa respon spektrum dan THNL untuk gempa El-Centro, Koyna, dan Loma

Prieta adalah 140.1747 kN.m, 67.2176 kN.m, -45.6321 kN.m, dan -77.6242

kN.m.

3. Putra (2017) melakukan pemodelan pondasi telapak pada struktur Gedung

dengan dan tanpa interaksi tanah-struktur. Pemodelan SSI dilakukan dengan

menggunakan program SAP2000. Terminologi interaksi tanah-struktur (Soil

Structure Interaction atau SSI) mengacu kepada respon ketiga variabel di atas

dimana pondasi dianggap sebagai bagian dari struktur. Putra membuat 2 buah

model SSI yaitu Model Spring dan Model Solid sebagai perwujudan metode

langsung (direct method) dan metode sub-struktur (sub-structure method).

Kedua model ini dibandingkan dengan model tanpa SSI (Pondasi kaku/fix base)

yang menggunakan perletakan jepit dan sendi. Dari penelitiannya didapatkan

simpangan pada model SSI lebih besar dibandingkan dengan model tanpa SSI.

O. Kerangka Pikir

Jenis Pondasi yang biasa digunakan dalam Perencanaan Struktur Dermaga

pada Pelabuhan adalah Pondasi Tiang Pancang. Pondasi ini Berfungsi meneruskan

beban dari struktur atas menuju tanah keras. Salah satu masalah dalam perencanaan

Pondasi adalah daya dukung tanah biasanya terletak jauh didasar tanah sehingga

digunakan Pondasi Tiang Pancang.


84

Lapisan-lapisan tanah yang kurang mendukung dalam perencanaan


pondasi dan ketidakmampuan pondasi untuk mendukung beban
maksimum sampai pada batas keamanan yang telah ditentukan

Mengevaluasi Struktur
Dermaga

Dimensi, Daya Dukung,


Kekakuan tanah dengan data
Standard Penetration Test

Menganalisis struktur dermaga dengan


interaksi struktur dengan tanah untuk
mengetahui kinerja pondasi tiang
pancang

Analisis dengan program SAP 2000 V14.2.0

Mengetahui kinerja Struktur Dermaga

Gambar 2.32. Kerangka Pikir


85

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey. Penelitian ini

dilakukan untuk membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta-

fakta dan sifat-sifat obyek yang diteliti berdasarkan kerangka pikir tertentu. Tujuan

utama penelitian survey adalah untuk bisa menentukan mana yang lebih baik atau

mana yang sebaiknya dipilih.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene,

Provinsi Sulawesi Barat, dapat dilihat pada Gambar 3.1.

PELABUHAN
LAUT BANGGAE

Gambar 3.1. Peta Lokasi Pelabuhan Laut Banggae


Sumber : (Google Earth)
86

2. Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini direncanakan selama 3 bulan. Waktu penelitian

dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1. Waktu dan Perencanaan Penelitian

(2020)

C. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah pengambilan data di lokasi dan instansi

terkait seperti gambar kerja, spesifikasi, mutu bahan, dan foto dokumentasi

pelaksanaan.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah bagian struktur bawah dermaga khususnya

pondasi tiang pancang dermaga.


87

D. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah struktur bangunan dermaga yang terdiri

dari Pondasi Tiang Pancang, Pile Cap, Balok, dan Plat.

E. Defenisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini yang menjadi defenisi operasional variabel adalah :

1. Pondasi Tiang Pancang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan

gaya vertikal ke sumbu tiang dengan cara menyerap lentur. Pondasi tiang

berfungsi meneruskan beban yang ditopang oleh pondasi dan beratnya sendiri

kepada dan kedalam tanah yang terletak dibawahnnya dan digunakan untuk

mendukung bangunan bila lapisan tanah kuat terletak sangat dalam.

2. Pile Cap adalah komponen untuk menyatukan balok, tiang pancang, dan plat.

Selain itu, fungsi dari pile cap ini adalah untuk menahan punching shear dari

tiang (akibat gaya reaksi dari beban diatas dermaga).

3. Balok adalah elemen struktur beton yang dilengkapi dengan tulangan baja dan

berfungsi menyalurkan beban-beban dari pelat ke tiang pancang penyangga

yang vertikal.

4. Plat adalah adalah struktur tipis yang dibuat dari beton dan dilengkapi dengan

tulangan dengan bidang yang arahnya tegak lurus pada bidang struktur tersebut.
88

F. Data dan Sumber Data

Sumber-sumber data dan data yang dibutuhkan penyusuunan penelitian ini

adalah :

1. Data Sekunder

Data sekunder merupakan suumber data yang berasal dari instansi yang

terkait dan studi literatur dari jurnal dan buku yang terkait dengan pemodelan

pondasi tiang pancang. Acuan yang dipakai antara lain SNI 1725:2016,

SNI1726:2012.

2. Data Primer

Data primer merupakan pengumpulan data teknis melalui survey seperti

gambar kerja, data penampang (penulangan dan dimensi standar), spesifikasi, dan

mutu bahan.

G. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap :

1. Tahap Pertama : melakukan pengumpulan data proyek berupa data struktur dan

kondisi tanah serta gambar kerja proyek.

2. Tahap Kedua : Melakukan identifikasi data tanah (SPT) untuk mengetahui

kedalaman tanah keras, kekakuan tanah, dimensi tiang pancang yang bekerja

pada struktur bangunan dermaga.

3. Tahap Ketiga : Mengidentifikasi, mengaplikasikan, dan mengombinasikan

beban yang bekerja pada pondasi tiang pancang struktur bangunan dermaga.
89

H. Tahap-Tahap Penelitian

Tahapan penelitian ini secara ringkas dapat dilihat pada bagan alur

penelitian seperti pada gambar 3.2

MULAI

Identifikasi Objek Penelitian

“Pondasi Tiang Pancang dan Struktur Dermaga

Pengumpulan Data
Data Proyek
• Data Struktur
• Kondisi Tanah
• Gambar Proyek
Identifikasi Daya Dukung
Tiang Pancang dari data SPT

Identifikasi Modulus
Kekakuan Tanah dari data SPT

Penentuan Kedalaman dan


Dimensi Tiang Pancang

Identifikasi Pembebanan
90

Pemodelan Struktur
3D (SAP2000 v14.2.0)

Penerapan Beban pada Model


Struktrur Tiang Pancang dan
Dermaga

Kombinasi
Pembebanan

Identifikasi Perilaku Beban pada


Struktur Tiang Pancang dan
Dermaga

Pembahasan

Kesimpulan dan
Saran

SELESAI

Gambar 3.2. Bagan Alur Penelitian


91

I. Teknik Analisis Data

Berdasarkan perolehan data primer maupun data sekunder digunakan

penerapan metode-metode analisis dan desain sesuai kaidah-kaidah

penyederhanaan interaksi tanah, beban, dengan struktur dalam menghasilkan output

desain. Analisis dilakukan dengan cara pemodelan struktur bangunan dermaga

dengan pondasi tiang pancang secara 3 dimensi dari mulai pondasi tiang pancang,

pile cap, balok, dan plat kedalam software. Setelah pemodelan selesai baru

dilakukan analisis dari hasil output software SAP2000 v.14.2.0. Adapun contoh

metode pemodelan 3 dimensi dapat dilihat pada gambar 3.3. di bawah ini.

Gambar 3.3. Contoh Metode Pemodelan 3 Dimensi


Sumber : (Software SAP2000)
92

Gambar 3.4. Contoh Metode Pemodelan 2 Dimensi


Sumber : (Software SAP2000)

Analisis data didalam penelitian ini dimulai dengan :

1. Mengidentifikasi Objek

Mengidentifikasi objek penelitian melalui survey lokasi dan studi literatur,

seperti data struktur, kondisi tanah, gambar kerja, dan foto proyek, lalu dilanjutkan

dengan mengidentifikasi dimensi tiang pancang, dan dimensi struktur bangunan

atas dermaga.

2. Analisis Daya Dukung Tiang Pancang

Untuk mengetahui daya dukung tiang pancang di dalam memikul beban-

beban yang ada, perlu dilakukan analisis struktur secara menyeluruh. Daya dukung

tiang pancang dihitung berdasarkan nilai N-SPT yang diperoleh dari uji tanah di

lapangan. Dari hasil penyelidikan tanah, didapatkan data property tanah berupa

nilai N-SPT. Dari data SPT tersebut dihitung daya dukung Tiang Pancang

berdasarkan persamaan Mayerhoof dan Luciano Decourt.


93

3. Pemodelan Tumpuan Pondasi Tiang Pancang

Untuk keperluan analisis struktur, digunakan model tumpuan pegas elastis,

yang merepresentasikan daya dukung pondasi tiang pancang. Besarnya reaksi yang

dapat didukung oleh tanah yang dimodelkan sebagai tumpuan pegas elastis,

tergantung dari besarnya gaya pegas dari tumpuan yang bersangkutan. Untuk tanah

yang dimodelkan sebagai tumpuan elastis, kemampuan untuk mendukung beban

tergantung dari besarnya modulus of subgrade reaction (ks) dari tanah. Berikut

contoh model tumpuan elastis pada tiang pancang berdasarkan data SPT, dapat

dilihat pada gambar 3.5. dibawah ini :

Gambar 3.5. Nilai N-SPT dan model Tumpuan Elastis pada Tiang Pancang
Sumber : (Kurniadi dkk, 2015)
94

4. Analisis Beban

Perhitungan Struktur Bangunan Dermaga didasarkan pada SNI 1725:2016.

Beban-beban yang diaplikasikan pada struktur sesuai dengan kombinasi standar

pembebanan untuk jembatan, pembebanan dikombinasi pada kondisi layan dan

ultimit.

5. Pemodelan Struktur Bangunan Dermaga menggunakan Software SAP2000

Pemodelan struktur Bangunan Dermaga dengan menggunakan alat bantu

software SAP 2000. Pemodelan ini bertujuan untuk menganalisis Tiang Pancang

berdasarkan pengaruh beban-beban rencana pada struktur Bangunan Dermaga, dan

membandingkan hasil yang diperoleh dan teraplikasikan di lapangan. Pemodelan

struktur dengan menggunakan software SAP2000 didalam penelitian ini dimulai

dengan :

a. Pemodelan Struktur

Pada software SAP2000 terdapat beberapa model struktur yang telah

disiapkan. Model struktur ini dapat dimodifikasi atau membuat model yang baru

sesuai dengan data perencanaan. Sebelum melakukan pemodelan struktur

terlebih dahulu menetapkan unit satuan yang digunakan. Satuan tersebut terdiri

dari satuan berat, panjang, dan temperature.


95

Gambar 3.6. Model Struktur dan Unit Satuan pada SAP2000


Sumber : (Software SAP2000)

Pemodelan struktur pada bangunan Dermaga dibuat dengan bantuan

grid line dengan memasukkan data masing-masing sumbu X, Y, dan Z pada

menu define grid data, sehingga sesuai dengan grid line yang direncanakan.

Gambar 3.7. Define Grid Data


Sumber : (Software SAP2000)
96

b. Properti Material dan Elemen

Pada software SAP2000 tersedia berbagai macam jenis material

struktrur diantaranya adalah baja, beton dan aluminium. Berbagai jenis material

ini dapat diterapkan pada setiap elemen yang telah dimodelkan. Dalam

penentuan property, parameter-parameter awal yang berhubungan dengan

material dapat dimodifikasi sesuai dengan perencanaan atau standar yang

digunakan seperti modulus elestisitas, berat jenis beton, dan tegangan leleh baja

untuk struktur beton bertulang. Demikian juga dengan penampang material.

Gambar 3.8. Penentuan Properti & Penampang Material


Sumber : (Software SAP2000)

c. Pembebanan

Suatu struktur terkadang memerlukan tinjauan berbagai kondisi

pembebanan. Beban-beban diapliikasikan pada struktur sesuai dengan

kombinasi standar pembebanan untuk jembatan, pembebanan dikombinasi pada


97

kondisi layan dan ultimit. Masing-masing kombinasi beban akan diperoleh

gaya-gaya dalam pada kondisi ultimit. Dalam hal demikian, perlu

pengelompokan beban yang mempunyai tipe yang sama seperti beban mati,

beban hidup, beban lateral (angin dan gempa). Kelompok dalam pengertian

tersebut dinyatakan dengan Static Load Case yang dianalisis secara terpisah

satu sama lainnya.

Gambar 3.9. Static Load Case


Sumber : (Software SAP2000)

Untuk kombinasi pembebanan dilakukan dengan mengalikan static

load case dengan faktor beban, kemudian dijumlahkan dengan static load case

berikutnya yang juga diberi faktor beban yang sesuai.

Gambar 3.10. Kombinasi Pembebanan


Sumber : (Software SAP2000)
98

d. Analisis

Pada tahap analisis, terlebih dahulu menentukan derajat

kebebasan/degree of freedom dari sebuah struktur. Secara default software

SAP2000 selalu menganggap bahwa keenam derajat kebebasan yaitu Ux, Uy,

Uz, Rx, Ry, dan Rz akan diaktifkan, tetapi tidak semua analisis struktur

membutuhkan keenam derajat kebebasan tersebut sehingga harus

dinonaktifkan.

Dimana :

• Ux : Pergeseran (translation) pada arah sumbu global X

• Uy : Pergeseran (translation) pada arah sumbu global Y

• Uz : Pergeseran (translation) pada arah sumbu global Z

• Rx : Perputara (ration) pada arah sumbu global X

• Ry : Perputara (ration) pada arah sumbu global Y

• Rz : Perputara (ration) pada arah sumbu global Z

Gambar 3.11. Derajat Kebebasan Struktur


Sumber : (Software SAP2000)
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Dermaga

Pelabuhan Laut Banggae merupakan pelabuhan yang dibangun untuk

kepentingan pelayanan masyarakat umum dan melayani kegiatan angkutan laut.

Pelabuhan Laut Banggae terletak di Provinsi Sulawesi Barat, Kabupaten Majene,

Kecamatan Banggae. Salah-satu bagian dari Pelabuhan Laut Banggae adalah

struktur Dermaga. Dermaga adalah bangunan yang dibuat di laut untuk

menghubungkan bagian darat dan pelabuhan serta berfungsi sebagai tempat

merapat dan menambatkan kapal.

Struktur dermaga yang direncanakan pada pelabuhan Laut Banggae adalah

dermaga tipe Jetty yang direncanakan memiliki sistem Deck on Pile, yaitu balok

dan pelat lantai menumpu pada tiang pancang baja (Steel Pipe Pile). Adapun

ketentuan umum dalam perencanaan dermaga ini adalah

Dimensi dermaga : 70 x 10 m2

Lokasi dermaga : Kecamatan Banggae

Elevasi lantai dermaga rencana : 3.00 m LWS

Kedalaman rencana : - 5.00 m LWS

Kapal rencana yang akan bersandar pada dermaga ini adalah kapal barang

dengan ukuran maksimum 1000 DWT. Kapal barang ini melayani rute Majene,

99
100

Kota Barru, Batu Licin, Marabatuan, Maradapan, dan Matasiri. Berikut data kapal

pada perencanaan Pelabuhan Laut Banggae:

Tonage : 1000 DWT

Panjang (Loa) : 64 m

Lebar Kapal (B) : 10 m

Full Load Draft (d) : 4.1 m

Gambar 4.1. Kapal yang merapat ke dermaga

Pondasi yang digunakan pada perencanaan Dermaga adalah Pondasi Tiang

Pancang Baja berbentuk Pipe. Pada perencanaan, pengaplikasian tiang pancang

dilakukan secara tegak dan miring, dan masing-masing memiliki diameter tiang

yang berbeda sesuai data perencanaan sebagai berikut:

a. Tiang Pancang Baja Tegak :

Diameter Luar : 457.2 mm

Tebal Dinding : 12 mm

Panjang Tiang : 5400 cm


101

Mutu Baja : 240 MPa

b. Tiang Pancang Baja Miring :

Diameter Luar : 508.0 mm

Tebal Dinding : 12.0 mm

Panjang Tiang : 5400 cm

Mutu Baja : 240 MPa

2. Analisis Daya Dukung Tiang Pancang menurut Luciano Decourt

Untuk mengetahui kemampuan daya dukung tiang pancang baja

berdiameter 0.4572 m dan memiliki ketebalan 0.012 m di dalam memikul beban-

beban yang ada, perlu dilakukan analisis struktur secara menyeluruh. Daya dukung

tiang pancang dihitung berdasarkan nilai N-SPT yang didapat dari uji tanah di

lapangan. Dari hasil penyelidikan tanah, didapatkan data properti tanah berupa nilai

N-SPT sebagai berikut :

Tabel 4.1. Nilai N-SPT Tanah

Kedalaman SPT-N SPT-N SPT-N


Average
(m) BH-01 BH-02
0 5 0 0 0
2 7 2 9 5.5
4 9 12 15 13.5
6 11 8 10 9
8 13 7 17 12
10 15 7 19 13
12 17 15 15 15
14 19 12 10 11
16 21 10 13 11.5
18 23 11 10 10.5
20 25 12 24 18
102

22 27 12 10 11
24 29 14 20 17
26 31 12 16 14
28 33 20 25 22.5
30 35 17 13 15
32 37 10 20 15
34 39 15 29 22
36 41 28 15 21.5
38 43 22 19 20.5
40 45 27 16 21.5
42 47 32 19 25.5
44 49 37 27 32
46 51 30 21 25.5
48 53 35 30 32.5
50 55 35 36 35.5

Sumber: Data Proyek


103

Gambar 4.2. Boring LOG dan SPT Test BH-01


Sumber: Data Proyek
104

Gambar 4.3. Boring LOG and SPT Test BH-01


Sumber: Data Proyek
105

Gambar 4.4. Boring LOG and SPT Test BH-02


Sumber: Data Proyek
106

Gambar 4.5. Boring LOG and SPT Test BH-02


Sumber : Data Proyek
107

Banyak metode yang bisa digunakan dalam perhitungan daya dukung

pondasi, namun salah-satu yang dapat berlaku umum untuk jenis tanah apapun

adalah Luciano Decourt (1982). Besarnya daya dukung tiang ultimate (Qu) adalah:

Qu = (Ap x Np x k) + (As x (Ns/3 + 1))

Melalui data Boring Log dan SPT kita dapat menghitung daya dukung

tanah tersebut dengan cara :

a) Menghitung Np

Nilai rata-rata SPT di sekitar 4B di atas dan 4B di bawah dasar tiang

pondasi adalah Np. Nilai SPT yang dirata-ratakan adalah nilai SPT yang telah

didesign dengan persamaan N1 = 15 + 0,5 ( N – 15 ), kemudian dihitung sampai

kedalaman pondasi tiang pancang yang direncanakan.

N1 = 15 + 0,5 ( N – 15 )

= 15 + 0,5 ( 2 – 15 )

= 9 SPT (kedalaman 7 m LWS BH-01), Jadi

Np = (0 + 9 +14)/3

= 7.33 SPT

b) Menghitung qp

Tegangan ultimate ujung tiang (qp). Di mana qp bisa didapat dengan

mengalikan nilai Np dan K, di mana K adalah koefisien karakteristik tanah.

Karena karateristik tanah yang didapat adalah sand silt maka nilai K = 25 t/m2

kemudian dihitung sampai kedalaman pondasi tiang pancang yang

direncanakan.
108

qp = Np x K

= 7.67 x 25

= 183.33 T/m2 (kedalaman 7 m LWS BH-01)

c) Menghitung Ap

Luas penampang dasar tiang (Ap). Penampang tiang berbentuk pipe

dengan diameter 0.4572 m dan tebal 0.012 m pada Pondasi Tiang Pancang Baja

Tegak. Jadi Ap = 0.0168 m2.

Diameter Tiang Pancang Tegak = 0.4572 m

Diameter Tiang Pancang Miring = 0.5080 m

d) Menghitung Qp

Daya dukung ujung tiang (Qp). Ini bisa didapat dengan cara mengalikan

qp dengan Ap.

Qp = qp xAp

= 183.33 x 0.0168

= 3.08 Ton (kedalaman 7 m LWS BH-01)

e) Menghitung Ns

Harga rata-rata sepanjang tiang yang tertanam dengan batasan 3 ≤ N ≤

50 adalah Ns.

f) Menghitung As

Luas permukaan tiang atau luas selimut tertanam, adalah As = keliling

x panjang tiang yang terbenam (m2) sehingga diperoleh As = 2.87 m2 (Data SPT

BH-01).
109

g) Menghitung Qs

Daya dukung akibat gesekan tiang adalah Qs. Ini dapat dihitung dengan

cara : Qs = (Ns/3 + 1) x As.

Qs = (Ns/3 + 1) x As

= (4.25/3 + 1) x 2.87

= 6.94 Ton (kedalaman 7 m LWS BH-01)

h) Menghitung Qu

Daya dukung tanah maksimum (Qu). Dimana Qu = Qp + Qs. Sehingga

diperoleh :

Qu = Qp + Qs

= 3.08 + 6.94

= 10.02 Ton

Qu(ijin) = Qu/SF

= 10.02 / 3

= 3.34 Ton (kedalaman 7 m LWS BH-01)


110

Tabel 4.2. Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang Tegak menurut Luciano Decourt BH-01

Depht N N' Np' K qp AP QP Ns' NS qs AS QS QL


BH-01 SPT SPT SPT T/m2 T/m2 m2 Ton SPT SPT T/m2 m2 Ton Ton
2 7 2 9 7.33 25 183.3 0.017 3.08 8.50 4.25 2.42 2.87 6.94 3.34
4 9 12 14 11.17 25 279.2 0.017 4.69 13.50 11.00 4.67 5.75 26.81 10.50
6 11 8 12 12.00 25 300.0 0.017 5.04 11.50 12.50 5.17 8.62 44.53 16.52
8 13 7 11 11.17 25 279.2 0.017 4.69 11.00 11.25 4.75 11.49 54.58 19.76
10 15 7 11 12.33 25 308.3 0.017 5.17 11.00 11.00 4.67 14.36 67.03 24.07
12 17 15 15 13.17 25 329.2 0.017 5.52 15.00 13.00 5.33 17.24 91.93 32.48
14 19 12 14 13.67 25 341.7 0.017 5.73 13.50 14.25 5.75 20.11 115.63 40.45
16 21 10 13 13.00 25 325.0 0.017 5.45 12.50 13.00 5.33 22.98 122.57 42.67
18 23 11 13 13.00 25 325.0 0.017 5.45 13.00 12.75 5.25 25.85 135.73 47.06
20 25 12 14 13.33 25 333.3 0.017 5.59 13.50 13.25 5.42 28.73 155.60 53.73
22 27 12 14 13.83 25 345.8 0.017 5.80 13.50 13.50 5.50 31.60 173.80 59.87
24 29 14 15 13.83 25 345.8 0.017 5.80 14.50 14.00 5.67 34.47 195.34 67.05
26 31 12 14 15.17 25 379.2 0.017 6.36 13.50 14.00 5.67 37.34 211.62 72.66
28 33 20 18 15.67 25 391.7 0.017 6.57 17.50 15.50 6.17 40.22 248.01 84.86
30 35 17 16 15.33 25 383.3 0.017 6.43 16.00 16.75 6.58 43.09 283.68 96.70
32 37 10 13 14.50 25 362.5 0.017 6.08 12.50 14.25 5.75 45.96 264.29 90.12
34 39 15 15 16.33 25 408.3 0.017 6.85 15.00 13.75 5.58 48.84 272.66 93.17
36 41 28 22 18.33 25 458.3 0.017 7.69 21.50 18.25 7.08 51.71 366.27 124.65
38 43 22 19 20.33 25 508.3 0.017 8.53 18.50 20.00 7.67 54.58 418.45 142.33
40 45 27 21 21.00 25 525.0 0.017 8.81 21.00 19.75 7.58 57.45 435.69 148.17
42 47 32 24 23.50 25 587.5 0.017 9.86 23.50 22.25 8.42 60.33 507.74 172.54
111

44 49 37 26 24.00 25 600.0 0.017 10.07 26.00 24.75 9.25 63.20 584.59 198.22
46 51 30 23 24.50 25 612.5 0.017 10.28 22.50 24.25 9.08 66.07 600.15 203.48
48 53 35 25 24.17 25 604.2 0.017 10.14 25.00 23.75 8.92 68.94 614.75 208.30
50 55 35 25 25.00 25 625.0 0.017 10.49 25.00 25.00 9.33 71.82 670.29 226.93

Sumber: Formula Luciano Decourt

Tabel 4.3. Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang Tegak menurut Luciano Decourt BH-02

Depht N N' Np' K qp AP QP Ns' NS qs AS QS QL


BH-02 SPT SPT SPT T/m2 T/m2 m2 Ton SPT SPT T/m2 m2 Ton Ton
2 7 9 12 9.00 25 225.0 0.017 3.78 12.00 6.00 3.00 2.87 8.62 4.13
4 9 15 15 13.17 25 329.2 0.017 5.52 15.00 13.50 5.50 5.75 31.60 12.37
6 11 10 13 14.50 25 362.5 0.017 6.08 12.50 13.75 5.58 8.62 48.12 18.07
8 13 17 16 15.17 25 379.2 0.017 6.36 16.00 14.25 5.75 11.49 66.07 24.15
10 15 19 17 16.00 25 400.0 0.017 6.71 17.00 16.50 6.50 14.36 93.36 33.36
12 17 15 15 14.83 25 370.8 0.017 6.22 15.00 16.00 6.33 17.24 109.16 38.46
14 19 10 13 13.83 25 345.8 0.017 5.80 12.50 13.75 5.58 20.11 112.27 39.36
16 21 13 14 13.00 25 325.0 0.017 5.45 14.00 13.25 5.42 22.98 124.48 43.31
18 23 10 13 15.33 25 383.3 0.017 6.43 12.50 13.25 5.42 25.85 140.04 48.83
20 25 24 20 14.83 25 370.8 0.017 6.22 19.50 16.00 6.33 28.73 181.94 62.72
22 27 10 13 16.50 25 412.5 0.017 6.92 12.50 16.00 6.33 31.60 200.13 69.02
24 29 20 18 15.17 25 379.2 0.017 6.36 17.50 15.00 6.00 34.47 206.83 71.07
26 31 16 16 17.67 25 441.7 0.017 7.41 15.50 16.50 6.50 37.34 242.74 83.38
28 33 25 20 16.50 25 412.5 0.017 6.92 20.00 17.75 6.92 40.22 278.17 95.03
112

30 35 13 14 17.17 25 429.2 0.017 7.20 14.00 17.00 6.67 43.09 287.27 98.16
32 37 20 18 17.83 25 445.8 0.017 7.48 17.50 15.75 6.25 45.96 287.27 98.25
34 39 29 22 18.17 25 454.2 0.017 7.62 22.00 19.75 7.58 48.84 370.34 125.99
36 41 15 15 18.00 25 450.0 0.017 7.55 15.00 18.50 7.17 51.71 370.57 126.04
38 43 19 17 15.83 25 395.8 0.017 6.64 17.00 16.00 6.33 54.58 345.68 117.44
40 45 16 16 16.50 25 412.5 0.017 6.92 15.50 16.25 6.42 57.45 368.66 125.19
42 47 19 17 17.83 25 445.8 0.017 7.48 17.00 16.25 6.42 60.33 387.09 131.53
44 49 27 21 18.67 25 466.7 0.017 7.83 21.00 19.00 7.33 63.20 463.46 157.10
46 51 21 18 20.50 25 512.5 0.017 8.60 18.00 19.50 7.50 66.07 495.54 168.05
48 53 30 23 22.00 25 550.0 0.017 9.23 22.50 20.25 7.75 68.94 534.32 181.18
50 55 36 26 24.00 25 600.0 0.017 10.07 25.50 24.00 9.00 71.82 646.35 218.81

Sumber: Formula Luciano Decourt

Tabel 4.4. Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang Miring menurut Luciano Decourt BH-01

Depht N N' Np' K qp AP QP Ns' NS qs AS QS QL


2 2 2 2 2
BH-01 SPT SPT SPT T/m T/m m Ton SPT SPT T/m m Ton Ton
2 7 2 9 7.33 25 183.3 0.019 3.43 8.50 4.25 2.42 2.87 6.94 3.46
4 9 12 14 11.17 25 279.2 0.019 5.22 13.50 11.00 4.67 5.75 26.81 10.68
6 11 8 12 12.00 25 300.0 0.019 5.61 11.50 12.50 5.17 8.62 44.53 16.71
8 13 7 11 11.17 25 279.2 0.019 5.22 11.00 11.25 4.75 11.49 54.58 19.93
10 15 7 11 12.33 25 308.3 0.019 5.77 11.00 11.00 4.67 14.36 67.03 24.26
12 17 15 15 13.17 25 329.2 0.019 6.16 15.00 13.00 5.33 17.24 91.93 32.69
14 19 12 14 13.67 25 341.7 0.019 6.39 13.50 14.25 5.75 20.11 115.63 40.67
113

16 21 10 13 13.00 25 325.0 0.019 6.08 12.50 13.00 5.33 22.98 122.57 42.88
18 23 11 13 13.00 25 325.0 0.019 6.08 13.00 12.75 5.25 25.85 135.73 47.27
20 25 12 14 13.33 25 333.3 0.019 6.23 13.50 13.25 5.42 28.73 155.60 53.95
22 27 12 14 13.83 25 345.8 0.019 6.47 13.50 13.50 5.50 31.60 173.80 60.09
24 29 14 15 13.83 25 345.8 0.019 6.47 14.50 14.00 5.67 34.47 195.34 67.27
26 31 12 14 15.17 25 379.2 0.019 7.09 13.50 14.00 5.67 37.34 211.62 72.90
28 33 20 18 15.67 25 391.7 0.019 7.32 17.50 15.50 6.17 40.22 248.01 85.11
30 35 17 16 15.33 25 383.3 0.019 7.17 16.00 16.75 6.58 43.09 283.68 96.95
32 37 10 13 14.50 25 362.5 0.019 6.78 12.50 14.25 5.75 45.96 264.29 90.35
34 39 15 15 16.33 25 408.3 0.019 7.64 15.00 13.75 5.58 48.84 272.66 93.43
36 41 28 22 18.33 25 458.3 0.019 8.57 21.50 18.25 7.08 51.71 366.27 124.95
38 43 22 19 20.33 25 508.3 0.019 9.51 18.50 20.00 7.67 54.58 418.45 142.65
40 45 27 21 21.00 25 525.0 0.019 9.82 21.00 19.75 7.58 57.45 435.69 148.50
42 47 32 24 23.50 25 587.5 0.019 10.99 23.50 22.25 8.42 60.33 507.74 172.91
44 49 37 26 24.00 25 600.0 0.019 11.22 26.00 24.75 9.25 63.20 584.59 198.60
46 51 30 23 24.50 25 612.5 0.019 11.45 22.50 24.25 9.08 66.07 600.15 203.87
48 53 35 25 24.17 25 604.2 0.019 11.30 25.00 23.75 8.92 68.94 614.75 208.68
50 55 35 25 25.00 25 625.0 0.019 11.69 25.00 25.00 9.33 71.82 670.29 227.33

Sumber: Formula Luciano Decourt


114

Tabel 4.5. Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang Miring menurut Luciano Decourt BH-02

Depht N N' Np' K qp AP QP Ns' NS qs AS QS QL


BH-02 SPT SPT SPT T/m2 T/m2 m2 Ton SPT SPT T/m2 m2 Ton Ton
2 7 9 12 9.00 25 225.0 0.019 4.21 12.00 6.00 3.00 2.87 8.62 4.28
4 9 15 15 13.17 25 329.2 0.019 6.16 15.00 13.50 5.50 5.75 31.60 12.58
6 11 10 13 14.50 25 362.5 0.019 6.78 12.50 13.75 5.58 8.62 48.12 18.30
8 13 17 16 15.17 25 379.2 0.019 7.09 16.00 14.25 5.75 11.49 66.07 24.39
10 15 19 17 16.00 25 400.0 0.019 7.48 17.00 16.50 6.50 14.36 93.36 33.61
12 17 15 15 14.83 25 370.8 0.019 6.93 15.00 16.00 6.33 17.24 109.16 38.70
14 19 10 13 13.83 25 345.8 0.019 6.47 12.50 13.75 5.58 20.11 112.27 39.58
16 21 13 14 13.00 25 325.0 0.019 6.08 14.00 13.25 5.42 22.98 124.48 43.52
18 23 10 13 15.33 25 383.3 0.019 7.17 12.50 13.25 5.42 25.85 140.04 49.07
20 25 24 20 14.83 25 370.8 0.019 6.93 19.50 16.00 6.33 28.73 181.94 62.96
22 27 10 13 16.50 25 412.5 0.019 7.71 12.50 16.00 6.33 31.60 200.13 69.28
24 29 20 18 15.17 25 379.2 0.019 7.09 17.50 15.00 6.00 34.47 206.83 71.31
26 31 16 16 17.67 25 441.7 0.019 8.26 15.50 16.50 6.50 37.34 242.74 83.67
28 33 25 20 16.50 25 412.5 0.019 7.71 20.00 17.75 6.92 40.22 278.17 95.29
30 35 13 14 17.17 25 429.2 0.019 8.02 14.00 17.00 6.67 43.09 287.27 98.43
32 37 20 18 17.83 25 445.8 0.019 8.34 17.50 15.75 6.25 45.96 287.27 98.53
34 39 29 22 18.17 25 454.2 0.019 8.49 22.00 19.75 7.58 48.84 370.34 126.28
36 41 15 15 18.00 25 450.0 0.019 8.41 15.00 18.50 7.17 51.71 370.57 126.33
38 43 19 17 15.83 25 395.8 0.019 7.40 17.00 16.00 6.33 54.58 345.68 117.69
40 45 16 16 16.50 25 412.5 0.019 7.71 15.50 16.25 6.42 57.45 368.66 125.46
42 47 19 17 17.83 25 445.8 0.019 8.34 17.00 16.25 6.42 60.33 387.09 131.81
44 49 27 21 18.67 25 466.7 0.019 8.73 21.00 19.00 7.33 63.20 463.46 157.39
115

46 51 21 18 20.50 25 512.5 0.019 9.58 18.00 19.50 7.50 66.07 495.54 168.37
48 53 30 23 22.00 25 550.0 0.019 10.28 22.50 20.25 7.75 68.94 534.32 181.53
50 55 36 26 24.00 25 600.0 0.019 11.22 25.50 24.00 9.00 71.82 646.35 219.19

Sumber: Formula Luciano Decourt


116

3. Pemodelan Struktur

a. Deskripsi model Dermaga

Pembuatan model dermaga mengacu pada data perencanaan dan

dimensi-dimensi yang tertera pada As built drawing pada Proyek Pembangunan

Pelabuhan Laut Banggae di Kecamatan Banggae

Dimensi dermaga yang dimodelkan mempunyai panjang 70 meter dan

lebar 10 meter yang memiliki sistem Deck on Pile yang terdiri dari struktur atas

(upper structure) yaitu balok dengan lebar 0.4 m dan tinggi 0.7 m dan pelat

memiliki ketebalan 12 cm dan struktur bawah (sub structure) yaitu pondasi

tiang pancang baja. Diameter tiang pancang baja adalah 457.2 mm (tiang

pancang baja tegak) dan 508 mm (tiang pancang baja miring) seperti pada

gambar dibawah ini.

Gambar 4.6. Gambar Rencana Pemodelan Struktur Dermaga


Sumber: Data Proyek
117

Gambar 4.7. Gambar Rencana Balok pada Dermaga


Sumber: Data Proyek

Gambar 4.8. Gambar Layout Pondasi Tiang dan Tampak Samping


Sumber: Data Proyek

Berikut data struktur dan dimensi-dimensi yang diperlukan didalam

pemodelaan dermaga pada Tabel 4.6. dibawah ini.


118

Tabel 4.6. Data struktur dan dimensi pada Dermaga

Parameter Dimensi Unit

Dimesi Dermaga Panjang 70 m


Lebar 10 m
Balok Tinggi 70 cm
Lebar 40 cm
Mutu Beton Balok (K-300) 25 MPa
Pelat Tebal Pelat 28 mm
Mutu Beton Pelat (K-300) 25 MPa
Data Kapal Tonage 1000 DWT
Panjang ( LOA ) 64 m
Lebar ( B ) 10 m
Full Load Sraft ( d ) 4.1 m
Tiang Pancang Baja Tiang Pancang Baja Tegak
Diameter Luar 457.2 mm
Tebal Dinding 12 mm
Panjang Tiang 54 m
Mutu Baja 240 Mpa
Tiang Pancang Baja Miring
Diameter Luar 508.0 mm
Tebal Dinding 12 mm
Panjang Tiang 54 m
Mutu Baja 240 Mpa

Sumber: Data Proyek


119

b. Pemodelan Struktur Dermaga menggunakan Software SAP2000

1) Pemodelan Geometri

Pembuatan model jembatan dilakukan dengan menggunakan opsi

sistem koordinat cartesius. Sistem ini terdiri dari tiga sumbu yang disebut

X, Y, Z dan saling tegak lurus, sistem ini merupakan sistem tiga dimensi.

Untuk melakukan proses pemodelan grid line atau garis bantu dalam

memodelkan struktur dermaga dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.9. Tahap Pemodelan Grid Line


Sumber: Software SAP2000
120

Gambar 4.10. Gambar pola Grid Line Pembentuk Struktur


Sumber: Software SAP2000

2) Pemodelan Material

Pada elemen Dermaga struktur atas (upper structure) menggunakan

material beton bertulang dan struktur bawah (sub structure) menggunakan

material baja. Pada SAP2000 data material secara default telah ditetapkan

sebanyak 2 buah untuk keperluan desain, yaitu concrete (beton) dan steel

(baja). Untuk melakukan pemodelan material kedalam software SAP2000

dapat dilihat pada gambar 4.11. Adapun spesifikasi data bahan material

yang digunakan pada pelaksanaan pekerjaan Dermaga pada Pelabuhan

yaitu:

a) Mutu Beton

• Lantai, Balok, Balok Precast K-300

• Kuat tekan beton K-300 𝑓𝑐 ′ = 0.83 * K / 10 = 24.9 MPa


121

• Modulus elastisitas K-300 𝐸𝑐 = 4,700√𝑓𝑐 ′ = 23452.953 MPa

b) Mutu Baja

• Tiang Pancang Baja

Kuat leleh = 240 MPa

• Untuk baja tulangan U32

Kuat leleh = 320 MPa

• Untuk baja tulangan U24

Kuat leleh = 240 MPa

Gambar 4.11. Langkah Pemodelan Material


Sumber: Software SAP2000
122

3) Pemodelan Element Frame

Frame section adalah data material dan data geometri penampang

batang yang akan digunakan oleh element frame. Pada tiap penampang akan

didefenisikan secara terpisah dan dikumpulkan membentuk suatu daftar

penampang-penampang yang nantinya siap diaplikasikan pada element

frame untuk merangkai elemen-elemen Tiang Pancang dan Balok.

Penampang Tiang Pancang dan balok dibuat pada frame properties

yaitu pipe section dan rectangular section sesuai dengan data penampang

pada perencanaan dan as built drawing, seperti pada gambar 4.12.

Gambar 4.12. Langkah Pemodelan Element Frame


Sumber: Software SAP2000
123

4) Pemodelan Element Area

Area section adalah data material dan data geometri penampang luas

yang akan digunakan oleh element area pada dermaga. Penampang plat

yang akan digunakan akan dimodelkan sesuai dengan ukuran yang telah

ditentukan mengikuti as built drawing untuk melakukan pemodelan area

section pada software SAP2000.

Gambar 4.13. Langkah Pemodelan Element Area


Sumber: Software SAP2000

c) Mengaplikasikan profil pada Struktur (drawing)

Pemodelann struktur Dermaga dilakukan secara 3D dengan melakukan

penggambaran menggunakan menu draw pada SAP2000 dengan mengikuti

pola grid line yang telah dibuat sebelumnya. Pada menu draw, ada dua item

yang digunakan yaitu draw rectangular area untuk pelat dan draw
124

frame/cable/tendon untuk Tiang Pancang dan Balok. untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada gambar 4.14. dan hasil pemodelan seperti pada gambar 4.15. dan

gambar 4.16.

Gambar 4.14. Gambar Langkah penerapan profil pada struktur Dermaga


Sumber: Software SAP2000
125

Gambar 4.15. Pemodelan Element Frame


Sumber: Software SAP2000

Gambar 4.16. Pemodelan Element Area


Sumber: Software SAP2000

d) Pemodelann Tumpuan Pondasi Tiang Pancang

1) Pemodelan Tumpuan Pondasi Tiang Pancang menurut Bowles

Untuk keperluan analisis struktur, digunakan model tumpuan pegas

elastis, yang merepresentasikan daya dukung pondasi tiang pancang.

Besarnya reaksi yang dapat didukung oleh tanah yang dimodelkan sebagai
126

tumpuan pegas elastis, tergantung dari besarnya gaya pegas dari tumpuan

yang bersangkutan. Untuk tanah yang dimodelkan sebagai tumpuan elastis,

kemampuan untuk mendukung beban tergantung dari besarnya modulus of

subgrade reaction (ks) dari tanah.

Besarnya ks berlainan untuk setiap jenis tanah. Besarnya modulus of

subgrade reaction kearah vertikal (ksv) dapat ditentukan dari besarnya daya

dukung tanah yang diijinkan (qa). Besarnya modulus of subgrade reaction

tanah dalam arah horisontal adalah dua kali besarnya modulus of subgrade

reaction tanah dalam arah vertikal.

ksv = 40.(SF) x qa (kN/m3)

ksv = 120 x qa (kN/m3)

ksh = 2 x ksv (kN/m3)

Menurut Mayerhof (1965), hubungan antara daya dukung tanah

yang diijinkan (qa) dengan nilai N-SPT, dapat dinyatakan dengan

persamaan :

qa = (N/8) (kg/cm2)

Berikut perhitungan modulus of subgrade reaction arah vertikal dan

horizontal :

• SPT-N = 2 (kedalaman 7 m LWS BH-01)

• qa = (N/8)

= 2/8

= 0.25 kg/cm2 (kedalaman 7 m LWS BH-01)

= 25 kPa (kedalaman 7 m LWS BH-01)


127

• ksv = 120 x qa

= 120 x 25

= 3000 kN/m3 (kedalaman 7 m LWS BH-01)

• ksh = 2 x ksv

= 2 x 3000

= 6000 kN/m3 (kedalaman 7 m LWS BH-01)

Tumpuan pegas elastis direncanakan dipasang pada setiap

kedalaman 2.0 meter dari permukaan tanah. Luas bidang kontak antara

tanah dengan tiang pancang (diameter tiang pancang 0.4572 m untuk Tiang

Pancang Tegak dan 0.456 untuk Tiang Pancang Miring) = (2 x 0.4572) m2

= 0.9144 m2. Besarnya konstanta pegas arah horisontal (ksh) adalah

ksh = 6000 x 0.9144

= 5486.4 kN/m (kedalaman 7 m LWS BH-01)

Tabel 4.7. Perhitungan modulus subgrade of reaction arah vertikal (ksv) dan

arah horisontal (ksh) Tiang Pancang Tegak BH-01

Kedalaman SPT-N Qa Ksv Ksh

(m) BH-01 (kg/cm2) (kg/m3) (kg/m3)


0 5 0 0.00 0 0
2 7 2 0.25 300000 600000
4 9 12 1.50 1800000 3600000
6 11 8 1.00 1200000 2400000
8 13 7 0.88 1050000 2100000
10 15 7 0.88 1050000 2100000
12 17 15 1.88 2250000 4500000
14 19 12 1.50 1800000 3600000
16 21 10 1.25 1500000 3000000
18 23 11 1.38 1650000 3300000
128

20 25 12 1.50 1800000 3600000


22 27 12 1.50 1800000 3600000
24 29 14 1.75 2100000 4200000
26 31 12 1.50 1800000 3600000
28 33 20 2.50 3000000 6000000
30 35 17 2.13 2550000 5100000
32 37 10 1.25 1500000 3000000
34 39 15 1.88 2250000 4500000
36 41 28 3.50 4200000 8400000
38 43 22 2.75 3300000 6600000
40 45 27 3.38 4050000 8100000
42 47 32 4.00 4800000 9600000
44 49 37 4.63 5550000 11100000
46 51 30 3.75 4500000 9000000
48 53 35 4.38 5250000 10500000
49 54 35 4.38 5250000 10500000
50 55 35 4.38 5250000 10500000

Sumber: Formula Bowles

Tabel 4.8. Perhitungan konstanta pegas arah horizontal (ksh) Tiang Pancang

Tegak BH-01

Luas
Kedalaman Ksh Bidang Ksh Ksh
Kontak
(m) (kg/m3) (m2) (kg/m) (ton/m)
0 5 0 0.91 0 0.00
2 7 600000 0.91 548640 548.64
4 9 3600000 0.91 3291840 3291.84
6 11 2400000 0.91 2194560 2194.56
8 13 2100000 0.91 1920240 1920.24
10 15 2100000 0.91 1920240 1920.24
12 17 4500000 0.91 4114800 4114.80
14 19 3600000 0.91 3291840 3291.84
16 21 3000000 0.91 2743200 2743.20
18 23 3300000 0.91 3017520 3017.52
20 25 3600000 0.91 3291840 3291.84
22 27 3600000 0.91 3291840 3291.84
24 29 4200000 0.91 3840480 3840.48
26 31 3600000 0.91 3291840 3291.84
129

28 33 6000000 0.91 5486400 5486.40


30 35 5100000 0.91 4663440 4663.44
32 37 3000000 0.91 2743200 2743.20
34 39 4500000 0.91 4114800 4114.80
36 41 8400000 0.91 7680960 7680.96
38 43 6600000 0.91 6035040 6035.04
40 45 8100000 0.91 7406640 7406.64
42 47 9600000 0.91 8778240 8778.24
44 49 11100000 0.91 10149840 10149.84
46 51 9000000 0.91 8229600 8229.60
48 53 10500000 0.91 9601200 9601.20
49 54 10500000 0.91 9601200 9601.20
50 55 10500000 0.91 9601200 9601.20

Sumber: Formula Bowles

Tabel 4.9. Perhitungan Konstanta Pegas arah Vertikal (ksv) Tiang Pancang

Tegak BH-01

URAIAN NILAI UNIT

Kedalaman Tiang Pancang 54 m


Luas Tiang Pancang D50 0.164 m2
Ksv 5250000.00 kg/m3
Ksv 861909.42 kg/m
Ksv 861.91 Ton/m

Sumber: Formula Bowles

Tabel 4.10. Perhitungan konstanta pegas arah horisontal (ksh) Tiang

Pancang Tegak BH-02

Kedalaman SPT-N Qa Ksv Ksh

(m) BH-02 (kg/cm2) (kg/m3) (kg/m3)


0 5 0 0.00 0 0
2 7 9 1.13 1350000 2700000
4 9 15 1.88 2250000 4500000
130

6 11 10 1.25 1500000 3000000


8 13 17 2.13 2550000 5100000
10 15 19 2.38 2850000 5700000
12 17 15 1.88 2250000 4500000
14 19 10 1.25 1500000 3000000
16 21 13 1.63 1950000 3900000
18 23 10 1.25 1500000 3000000
20 25 24 3.00 3600000 7200000
22 27 10 1.25 1500000 3000000
24 29 20 2.50 3000000 6000000
26 31 16 2.00 2400000 4800000
28 33 25 3.13 3750000 7500000
30 35 13 1.63 1950000 3900000
32 37 20 2.50 3000000 6000000
34 39 29 3.63 4350000 8700000
36 41 15 1.88 2250000 4500000
38 43 19 2.38 2850000 5700000
40 45 16 2.00 2400000 4800000
42 47 19 2.38 2850000 5700000
44 49 27 3.38 4050000 8100000
46 51 21 2.63 3150000 6300000
48 53 30 3.75 4500000 9000000
49 54 33 4.13 4950000 9900000
50 55 36 4.50 5400000 10800000

Sumber: Formula Bowles

Tabel 4.11. Perhitungan konstanta pegas arah horizontal (ksh) Tiang

Pancang Tegak BH-02

Luas
Kedalaman Ksh Bidang Ksh Ksh
Kontak
(m) (kg/m3) (m2) (kg/m) (ton/m)
0 5 0 0.91 0 0.00
2 7 2700000 0.91 2468880 2468.88
4 9 4500000 0.91 4114800 4114.80
6 11 3000000 0.91 2743200 2743.20
8 13 5100000 0.91 4663440 4663.44
10 15 5700000 0.91 5212080 5212.08
12 17 4500000 0.91 4114800 4114.80
131

14 19 3000000 0.91 2743200 2743.20


16 21 3900000 0.91 3566160 3566.16
18 23 3000000 0.91 2743200 2743.20
20 25 7200000 0.91 6583680 6583.68
22 27 3000000 0.91 2743200 2743.20
24 29 6000000 0.91 5486400 5486.40
26 31 4800000 0.91 4389120 4389.12
28 33 7500000 0.91 6858000 6858.00
30 35 3900000 0.91 3566160 3566.16
32 37 6000000 0.91 5486400 5486.40
34 39 8700000 0.91 7955280 7955.28
36 41 4500000 0.91 4114800 4114.80
38 43 5700000 0.91 5212080 5212.08
40 45 4800000 0.91 4389120 4389.12
42 47 5700000 0.91 5212080 5212.08
44 49 8100000 0.91 7406640 7406.64
46 51 6300000 0.91 5760720 5760.72
48 53 9000000 0.91 8229600 8229.60
49 54 9900000 0.91 9052560 9052.56
50 55 10800000 0.91 9875520 9875.52

Sumber: Formula Bowles

Tabel 4.12. Perhitungan Konstanta Pegas arah Vertikal (ksv) Tiang Pancang

Tegak BH-02

URAIAN NILAI UNIT

Kedalaman Tiang Pancang 54 m


Luas Tiang Pancang D50 0.164 m2
Ksv 4950000 kg/m3
Ksv 812657.46 kg/m
Ksv 812.66 Ton/m

Sumber: Formula Bowles


132

Tabel 4.13. Perhitungan konstanta pegas arah horizontal (ksh) Tiang

Pancang Miring BH-01

Luas
Kedalaman Ksh Bidang Ksh Ksh
Kontak
(m) (kg/m3) (m2) (kg/m) (ton/m)
0 5 0 1.02 0 0.00
2 7 600000 1.02 609600 609.60
4 9 3600000 1.02 3657600 3657.60
6 11 2400000 1.02 2438400 2438.40
8 13 2100000 1.02 2133600 2133.60
10 15 2100000 1.02 2133600 2133.60
12 17 4500000 1.02 4572000 4572.00
14 19 3600000 1.02 3657600 3657.60
16 21 3000000 1.02 3048000 3048.00
18 23 3300000 1.02 3352800 3352.80
20 25 3600000 1.02 3657600 3657.60
22 27 3600000 1.02 3657600 3657.60
24 29 4200000 1.02 4267200 4267.20
26 31 3600000 1.02 3657600 3657.60
28 33 6000000 1.02 6096000 6096.00
30 35 5100000 1.02 5181600 5181.60
32 37 3000000 1.02 3048000 3048.00
34 39 4500000 1.02 4572000 4572.00
36 41 8400000 1.02 8534400 8534.40
38 43 6600000 1.02 6705600 6705.60
40 45 8100000 1.02 8229600 8229.60
42 47 9600000 1.02 9753600 9753.60
44 49 11100000 1.02 11277600 11277.60
46 51 9000000 1.02 9144000 9144.00
48 53 10500000 1.02 10668000 10668.00
49 54 10500000 1.02 10668000 10668.00
50 55 10500000 1.02 10668000 10668.00

Sumber: Formula Bowles


133

Tabel 4.14. Perhitungan Konstanta Pegas arah Vertikal (ksv) Tiang Pancang

Miring BH-01

URAIAN NILAI UNIT

Kedalaman Tiang Pancang 54 m


Luas Tiang Pancang D50 0.203 m2
Ksv 5250000 kg/m3
Ksv 1064085.706 kg/m
Ksv 1064.086 Ton/m

Sumber: Formula Bowles

Tabel 4.15. Perhitungan konstanta pegas arah horizontal (ksh) Tiang

Pancang Miring BH-02

Luas
Kedalaman Ksh Bidang Ksh Ksh
Kontak
(m) (kg/m3) (m2) (kg/m) (ton/m)
0 5 0 1.02 0 0.00
2 7 2700000 1.02 2743200 2743.20
4 9 4500000 1.02 4572000 4572.00
6 11 3000000 1.02 3048000 3048.00
8 13 5100000 1.02 5181600 5181.60
10 15 5700000 1.02 5791200 5791.20
12 17 4500000 1.02 4572000 4572.00
14 19 3000000 1.02 3048000 3048.00
16 21 3900000 1.02 3962400 3962.40
18 23 3000000 1.02 3048000 3048.00
20 25 7200000 1.02 7315200 7315.20
22 27 3000000 1.02 3048000 3048.00
24 29 6000000 1.02 6096000 6096.00
26 31 4800000 1.02 4876800 4876.80
28 33 7500000 1.02 7620000 7620.00
30 35 3900000 1.02 3962400 3962.40
32 37 6000000 1.02 6096000 6096.00
34 39 8700000 1.02 8839200 8839.20
36 41 4500000 1.02 4572000 4572.00
38 43 5700000 1.02 5791200 5791.20
134

40 45 4800000 1.02 4876800 4876.80


42 47 5700000 1.02 5791200 5791.20
44 49 8100000 1.02 8229600 8229.60
46 51 6300000 1.02 6400800 6400.80
48 53 9000000 1.02 9144000 9144.00
49 54 9900000 1.02 10058400 10058.40
50 55 10800000 1.02 10972800 10972.80

Sumber: Formula Bowles

Tabel 4.16. Perhitungan Konstanta Pegas arah Vertikal (ksv) Tiang Pancang

Miring BH-02

URAIAN NILAI UNIT

Kedalaman Tiang Pancang 54 m


Luas Tiang Pancang D50 0.203 m2
Ksv 4950000 kg/m3
Ksv 1003280.809 kg/m
Ksv 1003.281 Ton/m

Sumber: Formula Bowles

Pemodelan pada tumpuan Tiang Pancang diasumsikan sebagai

tumpuan spring pada setiap 2 m dan dimulai pada kedalaman 7 m HWS

sampai kedalaman 54 m HWS. Untuk melakukan pemodelan jenis

perletakan pada software SAP2000 dapat dilakukan dengan masuk pada

menu Assign > Joint > Spring dan kemudian input nilai spring sesuai

perhitungan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.17. dan hasil

pemodelan seperti pada gambar 4.18.


135

Gambar 4.17. Langkah Pemodelan modulus subgrade of reaction


Sumber: Software SAP200

TUMPUAN

Gambar 4.18. Pemodelan modulus subgrade of reaction menurut Bowles


Sumber: Software SAP200
136

2) Pemodelan Tumpuan Pondasi Tiang Pancang menurut Nakazawa dkk

Pada pondasi tiang pancang bekerja beberapa gaya luar seperti

beban vertikal, beban mendatar dan momen guling. Faktor-faktor penahan

pada tanah pondasi yang bekerja melawan gaya luar adalah intensitas reaksi

vertikal tanah dan gaya penahan geser dari tanah di bawah dasar tiang

pancang, intensitas reaksi mendatar tanah dari tanah di muka tiang pancang,

gaya penahan geser mendatar dan vertikal pada tanah di samping tiang

pancang.

• Koefisien reaksi tanah dalam arah mendatar (KH)

KH = 0.512EO.BH -3/4 (kg/cm3)

Diameter Tiang Pancang Tegak = 0.4572 m

Diameter Tiang Pancang Miring = 0.5080 m

SPT-N = 2 (kedalaman 7 m HWS BH-01)

Modulus Deformasi (EO) = 28 N

= 28 x 2

= 56 (7 m HWS BH-01)

Luas Permukaan Pondasi (AH) = 167.84 cm2

Lebar Pembebanan (BH) = √𝐴ℎ

= √167.84

= 12.955 cm

Luas Bidang Kontak (A) = Tinggi Bidang x D

= 200 x 45.72

= 9144 cm2
137

Reaksi tanah arah mendatar (KH) = 0.512EO.BH -3/4

= (0.512 x 56 x 12.955-3/4) x 9144

= 38393.87 kg/cm (7 m HWS BH-01)

• Koefisien reaksi tanah dalam arah vertikal (KV)

KH = 0.512EO.BH -3/4 (kg/cm3)

Diameter Tiang Pancang Tegak = 0.4572 m

Diameter Tiang Pancang Miring = 0.5080 m

SPT-N = 2 (kedalaman 7 m HWS BH-01)

Modulus Deformasi (EO) = 56

Luas Dasar Pondasi (AV) = 167.84 cm2

Lebar Pembebanan (BV) = 12.955 cm

Luas Bidang Kontak = 9144 cm2

Reaksi tanah arah mendatar (KV) = 0.512EO.BV -3/4

= (0.422 x 56 x 12.955-3/4) x 9144

= 31644.94 kg/cm

Tabel 4.17. Koefisien Reaksi Tanah dalam arah Mendatar (KH) BH-01

Tiang Pancang Tegak

Luas
Kedalaman SPT-N BH Bidang Kh
EO Kontak
(m) BH-01 (cm) (cm2) (kg/cm)
0 5 0 0.00 12.955 9144 0.00
2 7 2 56.00 12.955 9144 38393.87
4 9 12 336.00 12.955 9144 230363.20
6 11 8 224.00 12.955 9144 153575.47
8 13 7 196.00 12.955 9144 134378.53
10 15 7 196.00 12.955 9144 134378.53
12 17 15 420.00 12.955 9144 287954.00
138

14 19 12 336.00 12.955 9144 230363.20


16 21 10 280.00 12.955 9144 191969.33
18 23 11 308.00 12.955 9144 211166.27
20 25 12 336.00 12.955 9144 230363.20
22 27 12 336.00 12.955 9144 230363.20
24 29 14 392.00 12.955 9144 268757.07
26 31 12 336.00 12.955 9144 230363.20
28 33 20 560.00 12.955 9144 383938.67
30 35 17 476.00 12.955 9144 326347.87
32 37 10 280.00 12.955 9144 191969.33
34 39 15 420.00 12.955 9144 287954.00
36 41 28 784.00 12.955 9144 537514.13
38 43 22 616.00 12.955 9144 422332.53
40 45 27 756.00 12.955 9144 518317.20
42 47 32 896.00 12.955 9144 614301.87
44 49 37 1036.00 12.955 9144 710286.53
46 51 30 840.00 12.955 9144 575908.00
48 53 35 980.00 12.955 9144 671892.67
49 54 35 980.00 12.955 9144 671892.67
50 55 35 980.00 12.955 9144 671892.67

Sumber: Formula Nakazawa dkk

Tabel 4.18. Koefisien Reaksi Tanah dalam arah Vertikal (KV) BH-01

Tiang Pancang Tegak

Luas
Kedalaman SPT-N BV Bidang Kv
EO Kontak
(m) BH-02 (cm2) (cm2) (kg/cm)
0 5 0 0.00 12.955 9144 0.00
2 7 2 56.00 12.955 9144 31644.94
4 9 12 336.00 12.955 9144 189869.67
6 11 8 224.00 12.955 9144 126579.78
8 13 7 196.00 12.955 9144 110757.31
10 15 7 196.00 12.955 9144 110757.31
12 17 15 420.00 12.955 9144 237337.09
14 19 12 336.00 12.955 9144 189869.67
16 21 10 280.00 12.955 9144 158224.72
18 23 11 308.00 12.955 9144 174047.20
20 25 12 336.00 12.955 9144 189869.67
22 27 12 336.00 12.955 9144 189869.67
139

24 29 14 392.00 12.955 9144 221514.61


26 31 12 336.00 12.955 9144 189869.67
28 33 20 560.00 12.955 9144 316449.45
30 35 17 476.00 12.955 9144 268982.03
32 37 10 280.00 12.955 9144 158224.72
34 39 15 420.00 12.955 9144 237337.09
36 41 28 784.00 12.955 9144 443029.23
38 43 22 616.00 12.955 9144 348094.39
40 45 27 756.00 12.955 9144 427206.75
42 47 32 896.00 12.955 9144 506319.12
44 49 37 1036.00 12.955 9144 585431.48
46 51 30 840.00 12.955 9144 474674.17
48 53 35 980.00 12.955 9144 553786.53
49 54 35 980.00 12.955 9144 553786.53
50 55 35 980.00 12.955 9144 553786.53

Sumber: Formula Nakazawa dkk

Tabel 4.19. Koefisien Reaksi Tanah dalam arah Mendatar (KH) BH-02

Tiang Pancang Tegak

Luas
Kedalaman SPT-N BH Bidang Kh
EO Kontak
(m) BH-02 (cm2) (cm2) (kg/cm)
0 5 0 0.00 0.000 9144 0.00
2 7 9 252.00 12.955 9144 172772.40
4 9 15 420.00 12.955 9144 287954.00
6 11 10 280.00 12.955 9144 191969.33
8 13 17 476.00 12.955 9144 326347.87
10 15 19 532.00 12.955 9144 364741.73
12 17 15 420.00 12.955 9144 287954.00
14 19 10 280.00 12.955 9144 191969.33
16 21 13 364.00 12.955 9144 249560.13
18 23 10 280.00 12.955 9144 191969.33
20 25 24 672.00 12.955 9144 460726.40
22 27 10 280.00 12.955 9144 191969.33
24 29 20 560.00 12.955 9144 383938.67
26 31 16 448.00 12.955 9144 307150.93
28 33 25 700.00 12.955 9144 479923.33
30 35 13 364.00 12.955 9144 249560.13
32 37 20 560.00 12.955 9144 383938.67
140

34 39 29 812.00 12.955 9144 556711.07


36 41 15 420.00 12.955 9144 287954.00
38 43 19 532.00 12.955 9144 364741.73
40 45 16 448.00 12.955 9144 307150.93
42 47 19 532.00 12.955 9144 364741.73
44 49 27 756.00 12.955 9144 518317.20
46 51 21 588.00 12.955 9144 403135.60
48 53 30 840.00 12.955 9144 575908.00
49 54 33 924.00 12.955 9144 633498.80
50 55 36 1008.00 12.955 9144 691089.60

Sumber: Formula Nakazawa dkk

Tabel 4.20. Koefisien Reaksi Tanah dalam arah Vertikal (KV) BH-01

Tiang Pancang Tegak

Luas
Kedalaman SPT-N BV Bidang Kv
EO Kontak
(m) BH-02 (cm2) (cm2) (kg/cm)
0 5 0 0.00 12.955 9144 0.00
2 7 9 252.00 12.955 9144 142402.25
4 9 15 420.00 12.955 9144 237337.09
6 11 10 280.00 12.955 9144 158224.72
8 13 17 476.00 12.955 9144 268982.03
10 15 19 532.00 12.955 9144 300626.98
12 17 15 420.00 12.955 9144 237337.09
14 19 10 280.00 12.955 9144 158224.72
16 21 13 364.00 12.955 9144 205692.14
18 23 10 280.00 12.955 9144 158224.72
20 25 24 672.00 12.955 9144 379739.34
22 27 10 280.00 12.955 9144 158224.72
24 29 20 560.00 12.955 9144 316449.45
26 31 16 448.00 12.955 9144 253159.56
28 33 25 700.00 12.955 9144 395561.81
30 35 13 364.00 12.955 9144 205692.14
32 37 20 560.00 12.955 9144 316449.45
34 39 29 812.00 12.955 9144 458851.70
36 41 15 420.00 12.955 9144 237337.09
38 43 19 532.00 12.955 9144 300626.98
40 45 16 448.00 12.955 9144 253159.56
42 47 19 532.00 12.955 9144 300626.98
141

44 49 27 756.00 12.955 9144 427206.75


46 51 21 588.00 12.955 9144 332271.92
48 53 30 840.00 12.955 9144 474674.17
49 54 33 924.00 12.955 9144 522141.59
50 55 36 1008.00 12.955 9144 569609.01

Sumber: Formula Nakazawa dkk

Tabel 4.21. Koefisien Reaksi Tanah dalam arah Mendatar (KH) BH-01

Tiang Pancang Miring

Luas
Kedalaman SPT-N BH Bidang Kh
EO Kontak
(m) BH-01 (cm2) (cm2) (kg/cm)
0 5 0 0.00 13.674 10160 0.00
2 7 2 56.00 13.674 10160 40965.84
4 9 12 336.00 13.674 10160 245795.06
6 11 8 224.00 13.674 10160 163863.37
8 13 7 196.00 13.674 10160 143380.45
10 15 7 196.00 13.674 10160 143380.45
12 17 15 420.00 13.674 10160 307243.82
14 19 12 336.00 13.674 10160 245795.06
16 21 10 280.00 13.674 10160 204829.22
18 23 11 308.00 13.674 10160 225312.14
20 25 12 336.00 13.674 10160 245795.06
22 27 12 336.00 13.674 10160 245795.06
24 29 14 392.00 13.674 10160 286760.90
26 31 12 336.00 13.674 10160 245795.06
28 33 20 560.00 13.674 10160 409658.43
30 35 17 476.00 13.674 10160 348209.67
32 37 10 280.00 13.674 10160 204829.22
34 39 15 420.00 13.674 10160 307243.82
36 41 28 784.00 13.674 10160 573521.80
38 43 22 616.00 13.674 10160 450624.27
40 45 27 756.00 13.674 10160 553038.88
42 47 32 896.00 13.674 10160 655453.49
44 49 37 1036.00 13.674 10160 757868.10
46 51 30 840.00 13.674 10160 614487.65
48 53 35 980.00 13.674 10160 716902.25
142

49 54 35 980.00 13.674 10160 716902.25


50 55 35 980.00 13.674 10160 716902.25

Sumber: Formula Nakazawa dkk

Tabel 4.22. Koefisien Reaksi Tanah dalam arah Vertikal (KV) BH-01

Tiang Pancang Miring

Luas
Kedalaman SPT-N BV Bidang Kv
EO Kontak
(m) BH-01 (cm2) (cm2) (kg/cm)
0 5 0 0.00 13.674 10160 0.00
2 7 2 56.00 13.674 10160 33764.82
4 9 12 336.00 13.674 10160 202588.90
6 11 8 224.00 13.674 10160 135059.26
8 13 7 196.00 13.674 10160 118176.86
10 15 7 196.00 13.674 10160 118176.86
12 17 15 420.00 13.674 10160 253236.12
14 19 12 336.00 13.674 10160 202588.90
16 21 10 280.00 13.674 10160 168824.08
18 23 11 308.00 13.674 10160 185706.49
20 25 12 336.00 13.674 10160 202588.90
22 27 12 336.00 13.674 10160 202588.90
24 29 14 392.00 13.674 10160 236353.71
26 31 12 336.00 13.674 10160 202588.90
28 33 20 560.00 13.674 10160 337648.16
30 35 17 476.00 13.674 10160 287000.94
32 37 10 280.00 13.674 10160 168824.08
34 39 15 420.00 13.674 10160 253236.12
36 41 28 784.00 13.674 10160 472707.42
38 43 22 616.00 13.674 10160 371412.98
40 45 27 756.00 13.674 10160 455825.02
42 47 32 896.00 13.674 10160 540237.06
44 49 37 1036.00 13.674 10160 624649.10
46 51 30 840.00 13.674 10160 506472.24
48 53 35 980.00 13.674 10160 590884.28
49 54 35 980.00 13.674 10160 590884.28
50 55 35 980.00 13.674 10160 590884.28

Sumber: Formula Nakazawa dkk


143

Tabel 4.23. Koefisien Reaksi Tanah dalam arah Mendatar (KH) BH-02

Tiang Pancang Miring

Luas
Kedalaman SPT-N BH Bidang Kh
EO Kontak
(m) BH-02 (cm2) (cm2) (kg/cm)
0 5 0 0.00 13.674 10160 0.00
2 7 9 252.00 13.674 10160 184346.29
4 9 15 420.00 13.674 10160 307243.82
6 11 10 280.00 13.674 10160 204829.22
8 13 17 476.00 13.674 10160 348209.67
10 15 19 532.00 13.674 10160 389175.51
12 17 15 420.00 13.674 10160 307243.82
14 19 10 280.00 13.674 10160 204829.22
16 21 13 364.00 13.674 10160 266277.98
18 23 10 280.00 13.674 10160 204829.22
20 25 24 672.00 13.674 10160 491590.12
22 27 10 280.00 13.674 10160 204829.22
24 29 20 560.00 13.674 10160 409658.43
26 31 16 448.00 13.674 10160 327726.75
28 33 25 700.00 13.674 10160 512073.04
30 35 13 364.00 13.674 10160 266277.98
32 37 20 560.00 13.674 10160 409658.43
34 39 29 812.00 13.674 10160 594004.73
36 41 15 420.00 13.674 10160 307243.82
38 43 19 532.00 13.674 10160 389175.51
40 45 16 448.00 13.674 10160 327726.75
42 47 19 532.00 13.674 10160 389175.51
44 49 27 756.00 13.674 10160 553038.88
46 51 21 588.00 13.674 10160 430141.35
48 53 30 840.00 13.674 10160 614487.65
49 54 33 924.00 13.674 10160 675936.41
50 55 36 1008.00 13.674 10160 737385.18

Sumber: Formula Nakazawa dkk


144

Tabel 4.24. Koefisien Reaksi Tanah dalam arah Vertikal (KV) BH-02

Tiang Pancang Miring

Luas
Kedalaman SPT-N BV Bidang Kv
EO Kontak
(m) BH-02 (cm2) (cm2) (kg/cm)
0 5 0 0.00 13.674 10160 0.00
2 7 9 252.00 13.674 10160 151941.67
4 9 15 420.00 13.674 10160 253236.12
6 11 10 280.00 13.674 10160 168824.08
8 13 17 476.00 13.674 10160 287000.94
10 15 19 532.00 13.674 10160 320765.75
12 17 15 420.00 13.674 10160 253236.12
14 19 10 280.00 13.674 10160 168824.08
16 21 13 364.00 13.674 10160 219471.30
18 23 10 280.00 13.674 10160 168824.08
20 25 24 672.00 13.674 10160 405177.79
22 27 10 280.00 13.674 10160 168824.08
24 29 20 560.00 13.674 10160 337648.16
26 31 16 448.00 13.674 10160 270118.53
28 33 25 700.00 13.674 10160 422060.20
30 35 13 364.00 13.674 10160 219471.30
32 37 20 560.00 13.674 10160 337648.16
34 39 29 812.00 13.674 10160 489589.83
36 41 15 420.00 13.674 10160 253236.12
38 43 19 532.00 13.674 10160 320765.75
40 45 16 448.00 13.674 10160 270118.53
42 47 19 532.00 13.674 10160 320765.75
44 49 27 756.00 13.674 10160 455825.02
46 51 21 588.00 13.674 10160 354530.57
48 53 30 840.00 13.674 10160 506472.24
49 54 33 924.00 13.674 10160 557119.46
50 55 36 1008.00 13.674 10160 607766.69

Sumber: Formula Nakazawa dkk


145

TUMPUAN

Gambar 4.19. Pemodelan modulus subgrade of reaction menurut


Nakazawa dkk
Sumber: Software SAP2000

3) Pemodelan Tumpuan Pondasi Tiang Pancang menurut Smith dan Pole

Pada pondasi tiang pancang bekerja beberapa gaya luar seperti

beban vertikal, beban mendatar dan momen guling. Pada bagian bawah

tiang dapat bergeser dan dapat mengalami rotasi, tetapi untuk semua tujuan

praktis, dapat diasumsikan bahwa tidak ada momen yang akan berkembang.

Menurut Smith dan Pole dalam Element of Foundations Design perhitungan

untuk modulus subgrade of reactions arah horisontal untuk tanah pasir

adalah :
𝑧
KH = 0.305 nh 𝐵 (MN/m3)

Diameter Tiang Pancang Tegak (B1) = 0.4572 m

Diameter Tiang Pancang Miring (B2) = 0.5080 m

SPT-N = 2 (kedalaman 7 m HWS BH-01)

Kedalaman N-SPT (z) =5m


146

Luas Bidang Kontak = 0.91 m2


𝑧
Reaksi tanah arah mendatar (KH) = 0.305 nh 𝐵

= 0.305 x 6.6 x (5 / 0.4572)

= 22.014 MN/m3

= 20.13 MN/m

Tabel 4.25. Koefisien Reaksi Tanah dalam arah Horizontal (KH) BH-01 dan

BH-02 Tiang Pancang Tegak

L. Bidang
Kedalaman SPT-N SPT-N Soil Ksh Ksh
Kontak
Descriptions
(m) BH-01 BH-02 (MN/m3) (m2) (MN/m)
0 5 0 0 22.014 0.91 20.13
Pasir Lepas
2 7 2 9 30.820 0.91 28.18
campur
4 9 12 15 39.626 0.91 36.23
Bunga
6 11 8 10 48.432 0.91 44.29
Karang dan
8 13 7 17 Karang 57.238 0.91 52.34
10 15 7 19 66.043 0.91 60.39
12 17 15 15 Pasir Halus 74.849 0.91 68.44
14 19 12 10 sampai 83.655 0.91 76.49
16 21 10 13 sedang 92.461 0.91 84.55
18 23 11 10 101.266 0.91 92.60
sedikit
20 25 12 24 110.072 0.91 100.65
Lanau
22 27 12 10 118.878 0.91 108.70
sisipan
24 29 14 20 127.684 0.91 116.75
Karang,
26 31 12 16 136.490 0.91 124.81
Sangat
28 33 20 25 145.295 0.91 132.86
Lepas
30 35 17 13 154.101 0.91 140.91
32 37 10 20 Pasing 162.907 0.91 148.96
34 39 15 29 Sedang 171.713 0.91 157.01
36 41 28 15 sampai 180.518 0.91 165.07
38 43 22 19 kasar sisipan 189.324 0.91 173.12
40 45 27 16 Kerang dan 198.130 0.91 181.17
42 47 32 19 Batu 206.936 0.91 189.22
44 49 37 27 Karang, 215.741 0.91 197.27
147

46 51 30 21 Sangat 224.547 0.91 205.33


48 53 35 30 Lepas 233.353 0.91 213.38
49 54 35 33 237.756 0.91 217.40
50 55 35 36 242.159 0.91 221.43

Sumber: Formula Smith and Pole

Tabel 4.26. Koefisien Reaksi Tanah dalam arah Horizontal (KH) BH-01 dan

BH-02 Tiang Pancang Miring

Luas
Kedalaman SPT-N SPT-N Soil Ksh Bidang Ksh
Descriptions Kontak
(m) BH-01 BH-02 (MN/m3) (m2) (MN/m)
0 5 0 0 22.014 1.02 22.37
Pasir Lepas
2 7 2 9 30.820 1.02 31.31
campur
4 9 12 15 39.626 1.02 40.26
Bunga
6 11 8 10 48.432 1.02 49.21
Karang dan
8 13 7 17 Karang 57.238 1.02 58.15
10 15 7 19 66.043 1.02 67.10
12 17 15 15 Pasir Halus 74.849 1.02 76.05
14 19 12 10 sampai 83.655 1.02 84.99
16 21 10 13 sedang 92.461 1.02 93.94
18 23 11 10 101.266 1.02 102.89
sedikit
20 25 12 24 110.072 1.02 111.83
Lanau
22 27 12 10 118.878 1.02 120.78
sisipan
24 29 14 20 127.684 1.02 129.73
Karang,
26 31 12 16 136.490 1.02 138.67
Sangat
28 33 20 25 145.295 1.02 147.62
Lepas
30 35 17 13 154.101 1.02 156.57
32 37 10 20 Pasing 162.907 1.02 165.51
34 39 15 29 Sedang 171.713 1.02 174.46
36 41 28 15 sampai 180.518 1.02 183.41
38 43 22 19 kasar sisipan 189.324 1.02 192.35
40 45 27 16 Kerang dan 198.130 1.02 201.30
42 47 32 19 Batu 206.936 1.02 210.25
44 49 37 27 Karang, 215.741 1.02 219.19
46 51 30 21 Sangat 224.547 1.02 228.14
Lepas
48 53 35 30 233.353 1.02 237.09
148

49 54 35 33 237.756 1.02 241.56


50 55 35 36 242.159 1.02 246.03

Sumber: Formula Smith and Pole

TUMPUAN

Gambar 4.20. Pemodelan modulus subgrade of reaction menurut Pole and


Smith
Sumber: Software SAP2000

4. Pemodelan Beban pada Struktur

a) Pemodelan dan input beban-beban statis pada SAP2000

1) Spesifikasi Pembebanan

• Berat isi beton struktur = 24.00 kN/m3 (SNI T-02 2005)

• Kuat isi baja struktur = 7850 MPa (SNI T-02 2005)

2) Mendefenisikan Tipe Beban

Jenis beban yang bekerja pada struktur jembatan diinput dengan cara

define>load patterns yang sesuai pada gambar 4.21. sebagai berikut :


149

Gambar 4.21. Jenis-jenis beban yang bekerja


Sumber: Software SAP2000

3) Penerapan Berat Sendiri (MS)

Berat sendiri (self weight) adalah berat bahan dan bagian yang

merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non-struktural yang

dipikulnya dan bersifat tetap. Berat sendiri elemen struktural dihitung secara

otomatis oleh software SAP2000. Elemen struktural terdiri dari Pondasi

Tiang Pancang, Balok, dan Pelat seperti pada Gambar 4.22.

Gambar 4.22. Element Struktural Dermaga


Sumber: Software SAP2000
150

4) Beban Tumbukan Kapal (E)

Pada waktu merapat ke dermaga, kapal masih mempunyai kecepatan

sehingga terjadi benturan antara dermaga dengan kapal. Dalam

perencanaan, dianggap bahwa benturan meksimum terjadi apabila kapal

bermuatan penuh menghantam dermaga dengan sudut 10 derajat terhadap

sisi depan dermaga.

Besarnya energi benturan yang diberikan oleh kapal sesuai dengan

rumus berikut :

WV2
E= x Cm x Ce x Cs x Cc
2g

• Displacement Tonage Kapal (W)

log W = 0.404 + 0.932 log DWT

= 0.404 + 0.932 log 1000

log W = 3.2

W = 1585 Ton

• Kecepatan kapal merapat dan membentur fender

v = 0.2 m/dtk

• Percepatan Gravitasi (g)

Percepatan gravitasi (g) = 9.81 m/s2

• Menentukan Virtual Mass Factor (Cm)

Koefisien masssa tergantung pada gerakan air disekililing kapal

yang dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

πd
Cm = 1 +
2xCbxB
151

Koefisien blok kapal

W
Cb =
Lpp x B x d x γ

Displacement Tonnage (W) = 1585 Ton

Panjang kapal dari muka air (LOA) = 64 m

Panjang kapal (LPP) = 58.67 m

Lebar kapal (B) = 10 m

Tinggi bagian kapal Terendam (d) = 4.1 m

Berat jenis air laut (o) = 1.024

W
Cb =
Lpp x B x d x γ

1585
=
58.67 𝑥 10 𝑥 4.1 𝑥 1.024

= 0.64

πd
Cm = 1 +
2xCbxB

3.14 𝑥 4.1
= 1 + 2 𝑥 0.64 𝑥 10

= 1.41

• Menentukan Eccentricity Factor (Ce)

1
Ce = 1 +
1+ (𝐿/ 𝑟)2

Jarak yang diukut sejajar dengan fasilitas tambat dari titik kontak

ke pusat gravitsi = 16 m

Radius putar longitudinal kapal = 14.84 m

1
Ce = 1 +
1+ (𝐿/ 𝑟)2
152

1
=1+ 2
1+ (16/14.84)

= 0.462

• Menentukan Softness Coefficient (Cs)

Faktor kelembutan Cs adalah perbandingan antara energi

bertumbuknya kapal dan energi yang diserap oleh deformasi badan

kapal. Biasanya energi yang diserap oleh badan kapal adalah kecil, maka

diambil Cs = 1.

• Menentukan Berth Configuration Factor (Cc)

Pergerakan kapal merapat ke dermaga, air yang berada diantara

kapal dan fasilitas dermaga menimbulkan efek bantalan yang

mengakibatkan energi yang diserap fender menjadi berkurang sehingga

faktor bentur tempat berlabuh (Cc) lebih kecil dari satu. Namun untuk

keamanan nilai Cc = 1.

Jadi besarnya energi benturan yang diberikan oleh kapal adalah

WV2
E= x Cm x Ce x Cs x Cc
2g

1585 x (0.2)2
E= x 1.41 x 0.462 x 1.00 x 1.00
2 x 9.81

E = 2.11 Ton m
153

Gambar 4.23. Pemodelan Beban Tumbukan Kapal pada Dermaga


Sumber: Software SAP2000

Gambar 4.24. Penerapan Beban Tumbukan Kapal pada Dermaga


Sumber: Software SAP2000

5) Beban akibat tarikan kapal pada Dermaga

Gaya tarik yang bekerja pada Bitt/Bollard diperhitungkan sebesar 25

Ton sesuai tabel 4.26. Bahan yang digunakan baja dengan kuat izin yang

sama, yaitu fy = 320 MPa. Jarak dan jumlah Bitt minimum untuk beberapa

ukuran kapal yang diisyaratkan sesuai tabel 4.26.


154

Tabel 4.27. Gaya Tarik Bollard

Tractive Force Tractive Force


DWT
on Bollard (Ton) on Bitt (Ton)

200 - 500 15 10
510 - 1000 25 15
1001 - 2000 35 15
2001 - 3000 35 25
3001 - 5000 50 35
5001 - 1000 70 50(25)

Sumber: Perhitungan Perencanaan Dermaga

Kapal = 1000 DWT

HB = 25 Ton

HMAX = 3.077 Ton

Gambar 4.25. Pemodelan beban akibat tarikan pada Dermaga


Sumber: Software SAP2000
155

Gambar 4.26. Penerapan beban akibat tarikan pada dermaga


Sumber: Software SAP2000

6) Beban akibat Arus

Penerapan beban akibat arus pada Dermaga dapat dihitung sesuai

dengan rumus:

Hc = (γo/2g) x v2 x LOA x d

Berat Jenis Air Laut (γo) = 1.024

Kecepatan Arus (v) = 0.33 m/detik

Panjang Kapal dari muka air (LOA) = 64 m

Full Load Draft (d) = 4.1 m

Jadi besarnya beban arus pada dermaga adalah

Hc = (γo/2g) x v2 x LOA x d

= (1.024 / 2 x 9.81) x (0.33)2 x 64 x 4.1

= 1.491 Ton

= 0.298 Ton/m
156

Gambar 4.27. Pemodelan beban arus pada Dermaga


Sumber: Software SAP2000

BEBAN

Gambar 4.28. Penerapan beban arus pada Dermaga


Sumber: Software SAP2000
157

7) Penerapan Beban Mati Tambahan (MA)

Beban mati tambahan (superimposed dead load), adalah berat

seluruh bahan yang menimbulkan suatu beban pada dermaga yang

merupakan elemen non-struktural, dan mungkin besarnya berubah selama

umur dermaga. Dermaga direncanakan mampu memikul beban tambahan

sebagai berikut:

a) Beban mati tambahan fender Tipe V

Energi yang disebabkan oleh benturan kapal pada saat merapat

ke Dermaga maka dapat ditentukan fender yang akan digunakan. Fender

yang digunakan adalah Fender Karet (Bridgestone Super Arch Tipe V

300H x 1500L dengan data sebagai berikut :

Kapasitas (R) = 22.5 Ton

Energi (E) = 2.25 Ton m

Luas Kontak = 0.45 m2

Berat = 184 kg

Jumlah Fender = 25

Jadi Beban Mati Tambahan pada Fender adalah

MA Fender = Jumlah x Berat

= 25 x 184

= 4600 kg
158

Gambar 4.29. Pemodelan beban mati tambahan Fender pada Dermaga


Sumber: Software SAP2000

BEBAN MA
FENDER

Gambar 4.30. Penerapan beban mati tambahan Fender pada Dermaga


Sumber: Software SAP2000
159

b) Beban mati tambahan Lampu Jalan

Pengimputan beban mati tambahan pada lampu jalan

diasumsikan sebagai beban titik yang ditempatkan pada koordinat

tertentu pada permukaan deck. Lampu jalan yang digunakan pada

perencanaan memiliki data-data sebagai berikut :

Tinggi = 6 meter

Tebal = 0.0036 meter

Berat (w) = 0.1255 kN/m3

Jumlah Lampu Jalan = 9 Buah

Gambar 4.31. Pemodelan beban mati tambahan Lampu Jalan pada


Dermaga
Sumber: Software SAP2000
160

Gambar 4.32. Penerapan beban mati tambahan Lampu Jalan pada


Dermaga
Sumber: Software SAP2000

8) Pemodelan Beban Lajur “D” (TD)

Beban lajur "D" terdiri dari beban terbagi merata (BTR) dan beban

garis terpusat (BGT) seperti terlihat pada gambar 4.33. BTR mempunyai

intensitas q kPa yang dengan besaran q tergantung pada panjang total yang

dibebani L yaitu sebagai berikut :

Jika L ≤ 30 m : q = 9.0 kPa kPa Untuk L ≤ 30 m


15
Jika L ≤ 30 m : q = 9.0 x (0.5 + 𝐿 ) kPa Untuk L > 30 m

Beban garis terpusat (BGT) mempunyai intensitas, = 49.0 kN/m

Faktor beban dinamis (Dinamic Load Allowamce)

DLA = 0.4 untuk L ≤ 50 m


161

DLA = 0.4 – 0.0025 x (L – 50) untuk 50 < L < 90 m

DLA = 0.3 untuk L ≥ 90 m

Gambar 4.33. Gambar Beban Lajur “D”


Sumber: SNI 1725:2016

Lebar Dermaga tanpa Trotoar =8m

Panjang Dermaga =4m

Dinamic Load Allowamce = 1.4

• Beban Terbagi Rata (BTR) pada lantai Dermaga :

Untuk L ≤ 30 m : 100% q BTR = 9.0 kN/m2

50% q BTR = 50% x 9.0

= 4.5 kN/m2

• Beban Garis Terpusat (BGT) pada lantai Dermaga :

Faktor Beban Dinamis = 1.4

Intensitas BGT = 49 kN/m

100% p BGT = Intensitas BGT x FBD

= 49 x 1.4

= 68.6 kN/m
162

50% p BGT = 50 % x 68.6 kN/m

= 34.3 kN/m

Beban “D” disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga

menimbulkan momen maksimum. Langka pengimputan beban lajur “D”

pada dermaga di software SAP2000 dapat dlihat pada gambar 4.34. dan

penyusunan komponen-komponen BTR dan BGT dari beban “D” dapat

dilihat pada Gambar 4.35.

Gambar 4.34. Pemodelan Beban TD


Sumber: Software SAP2000
163

BEBAN

Gambar 4.35. Penerapan Beban TD


Sumber: Software SAP2000

9) Pemodelan Beban akibat Rem (TB)

Pengaruh pengereman dari lalu-lintas diperhitungkan sebagai gaya

dalam arah memanjang, dan dianggap bekerja pada permukaan latai

dermaga. Besarnya gaya memanjang jembatan tergantung panjang total

jembatan sebagai berikut :

Gaya rem, TTB = 250 kN untuk L ≤ 80 m

Gaya rem, TTB = 250 + 2.5 x (L – 80 ) kN untuk 80 < L < 180 m

Gaya rem, TTB = 500 kN Untuk L ≥ 180 m untuk L ≥ 180 m

Panjang total Dermaga = 70 m

Jumlah titik pada lajur = 81

Untuk L ≤ 70 m maka :

Besarnya gaya rem yang bekerja = 250 kN


164

Besarnya gaya rem yang bekerja di tiap titik = 250 / 81

= 3.086 kN

Pada pemodelan beban akibat gaya rem di aplikasikan diatas

permukan plat dengan ketinggian 1.8 m. pengimputan beban rem pada

software SAP2000 dilakukan dengan membuat sebuah titik joint dia atas

permukaan deck kemudain di constrain setelah itu masuk pada menu Assign

> Join load > Force lalu input nilai beban sesuai perhitungan, untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.36. dan untuk hasil pemodelan beban

rem berikut gambar 4.37.

Gambar. 4.36. Pemodelan Beban Rem pada Kendaraan


Sumber: Software SAP2000
165

BEBAN TB

Gambar 4.37. Penerapan Beban TB


Sumber: Software SAP2000

10) Pemodelan Beban Angin

• Beban angin pada Struktur (EWS)

Gaya nominal ultimit dan daya layan dermaga akibat angin

tergantung kecepatan angin rencana. Pada kondisi layan, kecepatan

angin rencana adalah 30 m/s apabila lokasi perencanaan sampai 5 km

dari pantai dan 25 m/s apabila lokasi perencanaan memiliki jarak

melebihi 5 km. Sedangkan pada kondisi ultimit, kecepatan angin

rencana adalah 35 m/s apabila lokasi perencanaan sampai 5 km dari

pantai dan 30 m/s apabila lokasi perencanaan memiliki jarak melebihi 5

km, dengan rumus sebagai berikut:

TEW = 0.0006 x CW x (VW) 2 x AB

Dengan kecepatan angin rencana (VW) = 30 km/jam


166

Panjang dermaga = 70 m

Lebar dermaga ( b ) = 10 m

Tebal ( d ) = 1.23 m

(b/d) = 8.13 m

Dengan koefisien seret (CW) = 1.25

Luas koefisien Samping (AB) = Panjang Dermaga x d

= 70 x 1.23

= 86.10 m2

Jadi kecepatan angin pada struktur adalah

TEW = 0.0006 CW x (VW) 2 x AB

= 0.0006 x 1.25 x (30)2 x 86.10

= 58.12 kN

= 0.83 kN/m (Beban Terbagi Rata)

Gambar 4.38. Langkah pemodelan beban angin pada struktur


Sumber: Software SAP2000
167

BEBAN EWS

Gambar 4.39. Pemodelan beban EWS


Sumber: Software SAP2000

• Beban angin akibat kendaraan

Gambar 4.40. Simulasi beban angin pada kendaraan


Sumber: SNI 1725:2016

Apabila suatu kendaraan sedang berada diatas dermaga, beban

garis merata tambahan arah horisontal harus diterapkan pada permukaan

lantai seperti diberikan dengan rumus:

TEW = 0.0012 x CW x (VW) 2 x AB


168

Dengan kecepatan angin rencana (VW) = 30 km/jam

Dengan koefisien seret (CW) = 1.2

Luas koefisien Samping (AB) = Panjang Dermaga x d

= 70 x 1.23

= 86.10 m2

Jadi kecepatan angin akibat beban kendaraan adalah

TEW = 0.0012 CW x (VW) 2 x AB

= 0.0012 x 1.2 x (30)2 x 86.10

= 111.59 kN

TEW’= (TEW x 2)/1.75

= (111.59 x 2)/1.75

= 127.53 kN

= 1.822 kN/m (Beban Terbagi Rata)

Gambar 4.41. Langkah pemodelan beban angin pada Kendaraan


Sumber: Software SAP2000
169

BEBAN LWS

Gambar 4.42. Penerapan beban LWS


Sumber: Software SAP2000

11) Pemodelan Gaya Apung (Buoyancy)

FA = ρ v

Berat jenis air laut (ρ) = 1030 kg/m3

Volume tiang pancang yang terendam

Tiang pancang tegak = 0.906 m3

Tiang pancang miring = 1.010 m3

Gaya angkat (Buoyancy)

Tiang pancang tegak = 933.18 kg

Tiang pancang miring = 1040.03 kg


170

Gambar 4.43. Langkah pemodelan gaya apung pada Dermaga


Sumber: Software SAP2000

BEBAN FA

Gambar 4.44. Penerapan beban FA pada Dermaga


Sumber: Software SAP2000
171

b) Pemodelan dan input beban dinamis (Beban Gempa) pada SAP2000

Analisis struktur Dermaga terhadap beban gempa mengacu pada standar

Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung

dan Non Gedung (SNI 1726-2012).

1) Penentuan Kelas Situs

Berdasarkan hasil penyelidikan tanah dilokasi, profil tanah

mempunyai nilai N-SPT yang berbeda. Untuk penentuan kelas situs, perlu

dihitung nilai N-SPT rata-rata yang dianggap mewakilii kondisi tanah

dilokasi tersebut. Perhitungan N-SPT rata-rata untuk penentuan kelas situs,

dicantumkan pada tabel 4.27.

Tabel 4.28. Perhitungan N-SPT rata-rata untuk Penentuan Kelas Situs

Tebal
Kedalaman SPT-N SPT-N SPT-N Lapisan
(d) d x N-SPT
Average

(m) BH-01 BH-02 (m)


0 5 0 0 0 0 0
2 7 2 9 5.5 2 11
4 9 12 15 13.5 2 27
6 11 8 10 9 2 18
8 13 7 17 12 2 24
10 15 7 19 13 2 26
12 17 15 15 15 2 30
14 19 12 10 11 2 22
16 21 10 13 11.5 2 23
18 23 11 10 10.5 2 21
20 25 12 24 18 2 36
22 27 12 10 11 2 22
24 29 14 20 17 2 34
26 31 12 16 14 2 28
28 33 20 25 22.5 2 45
172

30 35 17 13 15 2 30
32 37 10 20 15 2 30
34 39 15 29 22 2 44
36 41 28 15 21.5 2 43
38 43 22 19 20.5 2 41
40 45 27 16 21.5 2 43
42 47 32 19 25.5 2 51
44 49 37 27 32 2 64
46 51 30 21 25.5 2 51
48 53 35 30 32.5 2 65
50 55 35 36 35.5 2 71
Jumlah 50 900

Sumber: SNI 1726:2012

Besarnya nilai N-SPT rata-rata (NR) tanah dasar dilokasi proyek

adalah :

∑𝑑 𝑥 𝑁−𝑆𝑃𝑇
NR =
∑𝑑

= 900/50

= 18

Untuk nilai N-SPT = 18, maka berdasarkan perhitungan pada tabel

4.19. dapat disimpulkan bahwa klasifikasi situs pada lokasi proyek dimana

struktur dermaga didirikan, termasuk kedalam kelas situs SD (Tanah

Sedang) dengan nilai 15 ≥ NR = 18 ≤ 50.


173

Tabel 4.29. Klasifikasi Kelas Situs

KELAS SITUS N-SPT


SC (Tanah keras, sangat padat, dan batuan
> 15
lunak)
SD (Tanah sedang) 15 sampai 50
SE (Tanah lunak) < 15

Sumber : Tabel 3 (SNI 1726-2012)

2) Respon Spektrum Design

Untuk perhitungan beban gempa pada struktur Dermaga, perlu

dibuat kurva Respon Spektra desain untuk lokasi dimana bangunan akan

didirikan dan koordinatnya adalah :

Latitude : -3.0297251

Longitude :118.9062790000002

Dari perhitungan Respon Spektrum Design, didapat parameter-

parameter seismik pada tanah sedang (Kelas Situs SD) sebagai berikut :

• Percepatan spectrum respon desain pada periode pendek (SDS) adalah

SDS = 1.339 g

• Percepatan spectrum respon desain pada periode 1 detik (SD1) adalah

SDS = 0.6 g
174

Tabel 4.30. Parameter Seismik Respon Desain Kecamatan Banggae untuk

Kondisi Tanah Sedang

Tanah Sedang Tanah Sedang


Variabel Nilai T (detik) SA (g) T (detik) SA (g)
PGA (g) 0.768 0 0.536 2.148 0.267
SS (g) 2.008 0.09 1.339 2.248 0.256
S1 (g) 0.6 0.448 1.339 2.348 0.245
CRS 1.647 0.498 1.094 2.448 0.235
CR1 1.057 0.548 0.926 2.548 0.227
FPGA 1 0.648 0.802 2.648 0.218
FA 1 0.748 0.707 2.748 0.211
FV 1.5 0.848 0.633 2.848 0.204
PSA (g) 0.768 0.948 0.572 2.948 0.197
SMS (g) 2.008 1.048 0.523 3.048 0.191
SM1 (g) 0.9 1.148 0.481 3.148 0.185
SDS (g) 1.339 1.248 0.445 3.248 0.179
SD1 (g) 0.6 1.348 0.414 3.348 0.174
T0 (detik) 0.09 1.448 0.388 3.448 0.169
TS (detik) 0.448 1.548 0.364 3.548 0.164
1.648 0.343 3.648 0.16
1.748 0.325 3.748 0.156
1.848 0.308 3.848 0.152
1.948 0.293 4 0.15
2.048 0.279
175

Respon spektrum gempa Banggae


SNI 03 1726-201x
(http://puskim.pu.go.id/aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/)
1.6
1.4
Spektrum percepatan, SA (g)

Tanah Sedang
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 1 2 3 4 5
Periode, T (det)

Gambar 4.45. Kurva Spektrum Respon Desain Kecamatan Banggae


untuk Kondisi Tanah Sedang
Sumber: Desain Spektra Indonesia (Puskim PU)

5. Kombinasi Pembebanan

Kombinasi Beban pada dermaga dilaksanakan berdasarkan aturan SNI

1725:2016 yang telah dipilih sedemikian rupa untuk menghasilkan kondisi ekstrem

akibat beban yang bekerja. Untuk setiap kombinasi pembebanan harus diselidiki

kondisi ekstrem maksimum dan minimum. Dalam kombinasi pembebanan dimana

efek salah satu gaya mengurangi efek gaya yang lain, maka harus digunakan faktor

beban terkurangi untuk gaya yang mengurangi tersebut. Berikut faktor kombinasi

beban yang digunakan sesuai SNI 1726:2016


176

Tabel 4.31. Data Kombinasi Beban

Keadaan Batas MS MA TD1 TB TP EWS EWL EQ-x EQ-y E HC HB FA

Kuat I A 0.75 0.7 1.8 1.8 1.8 - - 0.3 1 1 1 1 1


Kuat I B 0.75 0.7 1.8 1.8 1.8 - - 1 0.3 1 1 1 1

Kuat II A 0.75 0.7 1.4 1.4 1.4 - - 0.3 1 1 1 1 1


Kuat II B 0.75 0.7 1.4 1.4 1.4 - - 1 0.3 1 1 1 1

Daya Layan IA 1 1 1 1 1 0.3 1 0.3 1 1 1 1 1


Daya Layan IB 1 1 1 1 1 0.3 1 1 0.3 1 1 1 1

Daya Layan IIA 1 1 1.3 1.3 1.3 - - 0.3 1 1 1 1 1


Daya Layan IIB 1 1 1.3 1.3 1.3 - - 1 0.3 1 1 1 1

Sumber: SNI 1726:2016


177

Setelah selesai membuat suatu kombinasi beban sesuai dengan standar SNI

maka akan dilanjutkan untuk mengimput ke dalam software SAP2000 untuk

melakukan analisis data. Untuk melakukan proses tersebut dapat dilakukan seperti

langkah pada gambar 4.37.

Gambar.4.46. Langkah pengimputan beban kombinasi


Sumber: Software SAP2000

6. Analisa Struktur

a. Langkah Analisa Struktur

Sebelum melakukan analisis struktur terlebih dahulu mendefeinisikan

kombinasi beban yang telah dibuat sebelumnya untuk analisis struktur, pilih

design lalu pilih Concrete lalu pilih select design combo kemudian akan muncul

kotak dialog design load combinations selections seperti pada Gambar 4.49.
178

Pada kotak list of load combinations pilih semua kombinasi beban yang akan

digunakan lalu pilih Add untuk memindahkan ke kotak design load

combinations, setelah itu menghapus centang pada Automatically generate

code-based designe load combinations, lalu pilih Ok.

Gambar 4.47. Langkah Setting Desain Load Combination


Sumber: Software SAP2000

Langkah selanjutnya adalah proses Analisis Struktur, namun terlebih

dahulu mengatur tipe analisis struktur pada menu bar pilih Set Analysis

Options. Untuk analisis struktur 3D pilih Space Frame lalu pilih OK, seperti

pada Gambar 4.48.


179

Gambar 4.48. Langkah Set Analysis Options


Sumber: Software SAP2000

Jika kedua langkah tersebut telah selesai makan analisis struktur dapat

dilakukan pada menu bar pilih Analyze kemudian Run Analysis.

b. Hasil Analisa Struktur

1) Reaksi Perletakan

Dari hasil perhitungan struktur Dermaga menggunakan software

SAP2000 di ambil nilai reaksi perletakan pada tumpuan. Untuk

menampilkan nilai tersebut dapat di lakukan dengan masuk pada menu

home>show join reactions> kemudian centang join reactions. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.49. dan untuk nilai reaksi perletakan

dapat dilihat pada gambar 4.50.


180

Gambar 4.49. Langkah Menampilkan Nilai Reaksi Perletakan


Sumber: Software SAP2000

Gambar 4.50. Hasil Nilai Reaksi Perletakan


Sumber: Software SAP2000
181

2) Momen dan Gaya Lintang

Dalam menampilkan hasil analisa struktur berupa momen dan gaya

lintang yang terjadi pada struktur jembatan menggunakan software

SAP2000 dapat di lakukan dengan masuk pada menu home>add tabel>

pada menu edit cetang pada frame output kemudian setting load case sesuai

dengan kombinasi beban yang di tentukan. Untuk lebih jelasnya berikut

pada gambar 4.51. dan hasil momen dan gaya lintang dapat dilihat pada

gambar 4.52.

Gambar 4.51. Langkah Menampilkan Hasil Momen dan Gaya


Sumber: Software SAP2000
182

Gambar 4.52. Hasil Nilai Reaksi Perletakan


Sumber: Software SAP2000

3) Lendutan Statis

Dalam menampilkan nilai lendutan statis terlebih dahulu

menentukan sebuah titik di tengah bentang untuk di tinjau kemudian masuk

pada menu display > pilih show deformed shape > kemudian sesuiakan jenis

beban yang ingin ditampilakan hasilnya. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat

pada gambar 4.53.


183

Gambar 4.53. Langkah menampilkan hasil lendutan statis


Sumber: Software SAP2000

B. Pembahasan

1. Kontrol Daya Dukung Vertikal Tiang Pancang

Gambar 4.54. Hasil Analisis Software SAP2000


Sumber: Software SAP2000
184

Setelah melakukan analisis struktur pada Dermaga menggunakan software

SAP2000 maka diperoleh nilai output reactions maksimal yang telah di eksport.

Berikut hasil output reactions terbesar yang kemudian digunakan untuk mengontrol

daya dukung vertikal pondasi tiang pancang:

• Gaya aksial akibat beban terfaktor, (Puk) = 49.30 Ton

• Momen arah x akibat beban terfaktor, (Mux) = 16.56 Ton

• Momen arah y akibat beban terfakktor, (Muy) = 13.94 Ton

• Gaya lateral arah x akibat beban terfaktor, (Hux) = 5.71 Ton

• Gaya lateral arah Y akibat beban terfaktor, (Hux) = 6.73 Ton

Syarat stabilitas daya dukung arah vertikal = Puk < QL

Gaya aksial akibat beban terfaktor, (Puk) = 49.30 Ton

Daya dukung tiang pancang, (QL) = 194.74 Ton

= Puk < QL

= 49.30 Ton < 194.74 Ton (Aman)

2. Penurunan Pondasi Tiang Pancang

Analisis penurunan pondasi tiang pancang pada struktur atas dermaga

dilakukan dengan beberapa kombinasi beban diataranya:

a. Kombinasi Kuat 1 pada kombinasi ini merupakan pembebanan yang

memperhitungkan semua beban yang bekerja pada jembatan mulai dari beban

mati tambahan , beban hidup dan beban angin pada struktur.

b. Kombinasi Kuat 2 pada kombinasi ini beban yang diperhitungkan hanya beban

mati tambahan dan beban angin pada struktur dan kendaraan.


185

c. Kombinasi Layan 1 pada kombinasi ini semua beban di perhitungkan mulai dari

beban mati tambahan, beban hidup, dan beban angin pada struktur dan ken

daraan.

d. Kombinasi Layan 2 pada kombinasi ini beban yang di perhitungkan hanya

beban mati tambahan dan beban angin pada struktur.

Gambar 4.55. Hasil Analisis Software SAP2000 (Deformasi)


Sumber: Software SAP2000

Dari hasil analisis struktur dermaga menggunakan software SAP2000

diperoleh penurunan maksimal tiang pancang dari ketiga pemodelan tumpuan

pondasi tiang pancang menurut Bowles, Nakazawa dkk, dan Smith and Pole seperti

tabel 4.52. berikut ini.


186

Tabel 4.32. Ouput Penurunan Pondasi Tiang Pancang

TABLE: Joint Displacements

Failure
No Joint Metode OutputCase Penurunan Unit Ket.
Foundations

1 2286 Bowles Daya Layan 2A 42.16 50 mm OK


2 2287 Nakazawa dkk Daya Layan 2A 5.40 50 mm OK
3 2287 Smith and Pole Daya Layan 2A 4.58 40 mm OK

Sumber: Output Software SAP2000

Berikut grafik penurunan pondasi tiang pancang dari hasil analisis struktur

dermaga dengan menggunakan persamaan menurut Bowles, Nakazawa dkk, dan

Smith and Pole dalam penentuan modulus subgrade of reactions pada Tiang

Pancang.

Penurunan Max. Pondasi Tiang Pancang


0
Smith dan Pole Nakazawa dkk Bowles
-5
-4.58 -5.40
-10
Penurunan (mm)

-15
-20
-25
-30
-35
-40
-45 -42.16
Pemodelan Tumpuan menurut Ahli

Gambar 4.56. Penurunan Maksimal Pondasi Tiang Pancang


akibat kombinasi Beban
187

3. Momen, Lintang, dan Normal Maksimal Tiang Pancang

Dari hasil analisis struktur dermaga menggunakan pondasi tiang pancang

diperoleh nilai momen, lintang, dan normal pada tiang pancang akibat berbagai

kombinasi pembebanan. Berikut nilai momen, lintang dan normal dari hasil analisis

struktur dermaga, seperti ditampilkan pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.57. Momen 3-3 pada Struktur Dermaga


Sumber: Software SAP2000

Gambar 4.58. Momen 2-2 pada Struktur Dermaga


Sumber: Software SAP2000
188

Gambar 4.59. Lintang 3-3 pada Struktur Dermaga


Sumber: Software SAP2000

Gambar 4.60. Lintang 2-2 pada Struktur Dermaga


Sumber: Software SAP2000
189

Gambar 4.61. Gaya Normal pada Struktur Dermaga


Sumber: Software SAP2000

Berikut hasil output analisis struktur dermaga yang terdiri dari deformasi,

momen, lintang, normal maksimal yang terjadi pada tiang pancang akibat

kombinasi beban, dapat dilihat pada tabel 4.53 dibawah ini.

Tabel 4.33. Nilai maksimum deformasi, momen, lintang, dan normal pada tiang

pancang

Bowles Nakazawa dkk Smith and Pole


Uraian Unit Keterangan
Ujung 6m Ujung 6m Ujung 6m
Deformasi 26.55 4.84 20.04 2.61 21.05 4.39 mm Daya Layan 1A
Momen Max.
M 2-2 46.57 2.21 55.87 6.89 61.34 9.43 kN.m Kuat I B
M 3-3 123.64 33.91 131.39 46.10 121.16 32.26 kN.m Kuat I B
Lintang Max.
L 2-2 30.50 30.50 33.65 33.65 28.78 28.78 kN Kuat I B
L 3-3 10.47 10.47 13.38 13.38 14.46 14.46 kN Kuat I B
Normal 184.34 178.53 189.09 183.29 188.09 182.28 kN Kuat I B

Sumber: Output SAP2000


190

4. Deformasi Tiang Pancang

Dari hasil analisis struktur, maka diperoleh deformasi yang terjadi pada

pondasi tiang pancang. Berikut deformasi yang terjadi dari ujung tiang ke dasar

pondasi tiang pancang dari pemodelan tumpuan menurut Bowles, Nakazawa dkk,

Smoth and Pole.

Deformasi Tiang Pancang


(Bowles)
Deformasi Tiang (mm)
0
-5 0 5 10 15 20 25 30
Kedalaman Tiang (m)

-10
-15
-20
-25
-30
-35
-40
-45
-50

Gambar 4.62. Deformasi akibat kombinasi pembebanan


menggunakan persamaan Bowles
Sumber: Output SAP2000
191

Deformasi Tiang Pancang


(Nakazawa dkk)
Deformasi Tiang (mm)
0
-5 0 5 10 15 20 25
Kedalaman Tiang (m)

-10
-15
-20
-25
-30
-35
-40
-45
-50

Gambar 4.63. Deformasi akibat kombinasi pembebanan


menggunakan persamaan Nakazawa dkk
Sumber: Output SAP2000

Deformasi Tiang Pancang


(Smith and Pole)
Deformasi Tiang (mm)
0
-5 0 5 10 15 20 25
Kedalaman Tiang (m)

-10
-15
-20
-25
-30
-35
-40
-45
-50

Gambar 4.64. Deformasi akibat kombinasi pembebanan


menggunakan persamaan Smith and Pole
Sumber: Output SAP2000

Dari hasil deformasi tiang pancang yang terjadi pada analisis struktur

dermaga diatas maka dapat diperoleh nilai kekakuan yang diperoleh dari daya
192

dukung tanah berdasarkan data N-SPT dan deformasi yang terjadi sehingga

diperoleh nilai kekakuan berdasarkan hukum hooke dimana F = k  yang kemudian

dimodelkan menjadi tumpuan pada tiang pancang sehingga diperoleh nilai momen,

lintang, normal, dan deformasi berdasarkan rumus empiris dari hukum hooke

tersebut.

Tabel 4.34. Nilai maksimum penurunan, deformasi, momen, lintang, dan normal

pada tiang pancang

Hukum Hooke
Uraian Unit Keterangan
Ujung 6m
Penurunan 4.60 mm Daya Layan 2A
Deformasi 22.54 5.26 mm Daya Layan 1A
Momen Max.
M 2-2 22.40 41.67 kN.m Kuat I B
M 3-3 22.73 117.58 kN.m Kuat I B
Lintang Max.
L 2-2 47.79 72.56 kN Kuat I B
L 3-3 24.09 19.20 kN Kuat I B
Normal 193.20 187.40 kN Kuat I B

Sumber: Output SAP2000

Berikut deformasi maksimal dari hasil pemodelan tumpuan pondasi tiang

pancang berdasarkan persamaan hukum hooke, seperti ditampilkan pada Gambar

4.57 dibawah ini.


193

Deformasi Tiang Pancang


(Hukum Hooke)
Deformasi Tiang (mm)
0
-5 0 5 10 15 20 25
Kedalaman Tiang (m)

-10
-15
-20
-25
-30
-35
-40
-45
-50

Gambar 4.65. Deformasi akibat kombinasi pembebanan


menggunakan persamaan Hukum Hooke
Sumber: Output SAP2000

5. Evaluasi Kekakuan Struktur Dermaga

Kekakuan struktur Dermaga diperiksa dengan menghitung besarnya

simpangan maksimal kearah horizontal dari struktur akibat kombinasi pembebanan

yang ditinjau di dalam analisis.

Gambar 4.66. Simpangan Horizontal pada Struktrur di Pelat δa = 2.655


cm (Bowles, Daya Layan IA)
Sumber: Software SAP2000
194

Gambar 4.67. Simpangan Horizontal pada Struktrur di Permukaan


Tanah δb = 0.484 cm (Bowles, Daya Layan IA)
Sumber: Software SAP2000

Simpangan yang terjadi antara permukaan tanah dengan pelat dihitung

sebagai berikut:

(δa - δb) = (2.655 – 0.484) = 2.171 cm.

Tinggi pelat dari permukaan tanah : H = 500 cm, maka besarnya simpangan

yang diijinkan untuk struktur slab on pile dengan Kriteria Risiko I sesuai dengan

Tabel 16, SNI 1726:2012, adalah :

= 0,02 (H) = 0,02 (500) = 10 cm

Untuk struktur Dermaga dengan Faktor Pembesaran Defleksi : Cd = 4,5 dan Faktor

Keutamaan Gempa : Ie = 1,0, besarnya simpangan yang diperbesar :

∆ = (δa - δb).Cd/Ie = (2.171) x 4.5/1.0 = 9.770 cm

Dari hasil perhitungan, didapatkan simpangan terbesar yang dapat terjadi = 9.770

cm. Berikut perbandingan simpangan pada masing-masing pemodelan.


195

Tabel 4.35. Simpangan yang terjadi pada Setiap Pemodelan tumpuan

pada Struktur Dermaga

Nakazawa Smith and


Uraian Bowles Unit
dkk Pole

δa (Simpangan di Pelat) 2.655 2.004 2.105 cm


δb (Simpangan di
0.484 0.261 0.439 cm
Permukaan)
H (Simpangan Izin) 10 10 10 cm
∆ (Simpangan di Perbesar) 9.770 7.844 7.497 cm
Kesimpulan (H < ∆) OK OK OK

Sumber: Output Software & SNI 1726:2012

Dari tabel 4.35. diatas, Simpangan maksimum yang terjadi pada pemodelan

tumpuan pondasi tiang pancang akibat kombinasi pembebanan pada Struktur

Dermaga menurut Bowles, Nakazawa dkk, dan Smith and Pole adalah masing-

masing 9.770 cm, 7.844 cm, dan 7.497 cm, dimana pemodelan tumpuan pondasi

tiang pancang menurut Bowles memiliki simpangan yang paling besar. Dari ketiga

pemodelan tersebut, simpangan yang terjadi lebih kecil dari simpangan yang

diijinkan yaitu = 10 cm. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kekakuan dari

ketiga pemodelan tumpuan pondasi tiang pancang akibat kombinasi beban pada

struktur dermaga tersebut memenuhi syarat kekakuan. Sedangkan berdasarkan hasil

penelitian sebelumnya oleh Kurniadi A. dkk dengan judul Desain Struktur Slab on

Pile, simpangan yang terjadi antara permukaan tanah denga pelat/slab adalah 1.03

cm dengan besarnya simpangan yang diijinkan adalah sebesar 7 cm.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan dengan menggunakan

software SAP2000 diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari hasil analisis geoteknik, daya dukung tiang pancang dihitung berdasarkan

soil investigations Boring LOG dan N-SPT dilapangan, kemudian dihitung

berdasarkan persamaan Luciano Decourt. Hasil analisis daya dukung tiang

pancang tegak BH-01 dan BH-02 adalah 226.93 ton dan 218.81 ton sedangkan

daya dukung tiang pancang miring BH-01 dan BH-02 adalah 227.33 ton dan

219.19 ton.

2. Dari ketiga pemodelan struktur dermaga menggunakan tumpuan pondasi tiang

pancang (modulus of subgrade reactions) menurut persamaan empiris Bowles,

Nakazawa dkk, dan Smith and Pole, maka tumpuan pada pemodelan struktur

dermaga menurut Bowles lebih konservatif (hati-hati) dibadingkan persamaan

menurut Nakazawa dkk, dan Smith and Pole.

3. Dari hasil analisis struktur mengakibatkan terjadinya deformasi, momen,

lintang, normal dan penurunan pada pondasi tiang pancang. Pemodelan

tumpuan pada pondasi tiang pancang menurut Bowles diperoleh nilai maksimal

pada deformasi, momen, lintang, normal, dan penurunan masing-masing adalah

26.55 mm, 123.64 kN.m, 30.50 kN, 184.34 kN, dan 42.16 mm, pemodelan

tumpuan pondasi tiang pancang menurut Nakazawa dkk masing-masing adalah

196
197

20.04 mm, 131.39 kN.m, 33.65 kN, 189.09 kN, dan 5.40 mm sedangkan

pemodelan tumpuan pondasi tiang pancang menurut Smith and Pole masing-

masing adalah 21.05 mm, 121.16 kN.m, 28.78 kN, 188.09 kN, dan 4.58 mm.

4. Simpangan horisontal yang terjadi pada struktur dermaga akibat kombinasi

pembebanan menurut SNI 1726:2012 masih dalam batas simpangan yang

diizinkan. Simpangan horisontal maksimum yang terjadi pada masing-masing

pemodelan tumpuan pondasi tiang pancang pada struktur dermaga menurut

Bowles, Nakazawa dkk, dan Smith and Pole adalah 9.266 cm, 7.416 cm, dan

6.890 cm sedangkan simpangan yang diizinkan adalah 10 cm. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa konfigurasi struktur dermaga ini cukup kaku,

sehingga struktur dermaga tidak memerlukan rangka pengaku (bracing).

B. Saran

1. Peraturan dan pedoman-pedoman standar yang berkaitan dengan perencanaan

struktur harus selalu diikuti perkembangannya, sehingga bangunan yang

dihasilkan nantinya selalu memenuhi persyaratan yang terbaru, seperti dalam

perencanaan struktur beton dan sebagainya.

2. Dalam perencanaan struktur bangunan dengan software SAP2000 diperlukan

pemahaman yang baik tentang koefisien atau faktor pengali yang digunakan

dalam software SAP2000, pengetahuan tentang ilmu mekanika, ilmu bahan

bangunan, serta ilmu lainnya yang berkaitan dengan perencanaan struktur

bangunan.
198

3. Penggunaan software SAP2000 tergantung “users” salah dalam mengimput

data-datanya maka akan berdampak pada kesalahan analisa struktur sehingga

diperlukan pengalaman dan keahlian dalam bidang tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Arizona, F. & Mulyanto, H. (2006). Pengaruh Interaksi Struktur dan Tanah pada

Analisis Dinamik Respons Spektrum. Fakultas Teknik. Universitas

Diponegoro.

Bowles, J.E. 1991. Analisa Dan Desain Pondasi Jilid 1 dan 2. Jakarta: Penerbit

Erlangga.

Hardiyatmo, H. C. 2010. Teknik Pondasi II. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

Hardiyatmo H C. 2011. Analisis dan Perancangan Pondasi II. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Heatubun, M. (2005). Karya Tulis Mengenai Pelabuhan. Unpublished

undergraduate thesis. Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.

Ismail, M.A. (2014). Analisa Daya Dukung Tiang Statis dan Dinamis pada

Pembangunan Pelabuhan Batubara PT. Semen Tonasa Kabupaten

Pangkep. Fakultas Teknik. Universitas Hasanuddin.

Kurniadi, A., Rosyidin, I.F., & Indarto, H. (2015). Desain Struktur Slab on Pile.

Jurnal Karya Teknik Sipil, VoL. (4), No. (4), hal. 57-68.

Nakazawa, K., & Sosrodarsono, S. (1983). Mekanika Tanah & Teknik Pondasi.

Jakarta: P.T. Pradnya Paramita.

xx
Nuryanto, & Wulandari, S. (2013). Perencanaan Pondasi Tiang Pada Tanah

Lempung, 5, 8-9.

Pangestu, A. (2017). Tinjauan Struktur Pondasi Sumuran Gedung Prodi Gizi

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Undergraduate Thesis,

Undip.

Putra, A. A. dan Djalante, S. (2016). Pengembangan Infrastruktur Pelabuhan dalam

Mendukung Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal Ilmiah Media

Engineering. 6(1), 433-443.

Putra, W. R. (2017). Pemodelan Pondasi Telapak pada Struktur Gedung dengan dan

Tanpa Interaksi Tanah-Struktur. Universitas Kristen Maranatha.

Panji Nugraga, A. dan Syaputri, I. (2014). Perencanaan Pembangunan Struktur

Dermaga Sungai di Pelabuhan dalam Ogan Ilir (PhD Thesis). Politeknik

Negeri Sriwijaya.

Smith, G.N., & Pole, E.L. (1978). Elements of Foundations Design

Sardjono, H.S., 1988. Pondasi Tiang Pancang Jilid 1,Penerbit: Sinar Jaya Wijaya,

Surabaya.

Simatupang, M., Kimsan, M., & Filzah, N.A. (2019). Perilaku Pondasi Tiang

Pancang dengan Mempertimbangkan Interaksi Tanah-Tiangg-Struktur

pada Gedung Bertingkat menggunakan SAP200. Jurnal Stabila. Vol. (7),

No. (1).

xxi
SNI 1726 : 2012 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur

Bangunan Gedung dan non Gedung.

Triatmodjo, B. 2009. Perencanaan Pelabuhan, Beta Offset. Yogyakarta.

Wiryanto, D. (2007). Aplikasi Rekayasa Konstruksi dengan SAP2000 Edisi Baru.

Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

xxii
RIWAYAT HIDUP

HENDRA ARYADIN lahir di Selayar pada tanggal 24 April 1998, merupakan

anak pertama dari pasangan Ayahanda Baharuddin dan Ibunda Andi Raja. Penulis

memulai Pendidikan di SD Inpres Todakke pada tahun 2004 sampai tahun 2010,

kemudian penulis melanjukan pendidikan di SMP Negeri 5 Bontomatene pada

tahun 2010 dan selesai pada tahun 2013. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan

di SMA Negeri 1 Bontomatene pada tahun 2013 sampai tahun 2016. Pada tahun

2016 terdaftar sebagai mahasiswa di jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan

Perencanaan, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Makassar.

xxiii

Anda mungkin juga menyukai