SKRIPSI
OLEH :
SEBANYA ELIA
1640301032
SKRIPSI
OLEH :
SEBANYA ELIA
1640301032
Skripsi ini di susun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknik pada Universitas Borneo Tarakan
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmat-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Perencanaan
Sheet Pile pada Tanggul Sungai untuk Mengatasi Kelongsoran Lereng (Studi Kasus
: Sungai Lungun, Sabanar Baru, Kabupaten Bulungan)”. Adapun maksud
penyusunan skripsi ini adalah sebagai upaya memenuhi persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Strata 1 (S-1) pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Borneo Tarakan.
Selama pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini banyak pihak yang telah
membantu penulis, oleh karena itu dengan rasa hormat penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada :
1. Hj. Asta, S.T., M.Eng., selaku Dekan Fakultas Teknik, beserta Wakil Dekan
dan staf administrasi Fakultas Teknik Universitas Borneo Tarakan, atas
seluruh bantuannya.
2. Rosmalia Handayani, ST., MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Borneo Tarakan dan seluruh staf administrasi atas
seluruh motivasi dan bantuannya.
3. Hasrullah, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing, yang telah membimbing
dan memberikan arahan mulai dari persiapan sampai selesainya penyusunan
skripsi ini.
4. Fuad Harwardi, S.T., M.T., Dr-Ing Daud Nawir, S.T., M.T., dan Hj. Asta,
S.T., M.Eng., selaku Dosen Penguji yang telah membantu memberikan
arahan dan saran untuk perbaikan skripsi ini.
5. Bapak/Ibu Dosen pengajar di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Borneo Tarakan atas segala ilmu, wawasan, dan pengarahan
yang diberikan.
6. Ibu tercinta serta saudara-saudara penulis, yang telah banyak memberikan
dukungan do’a, moril, dan materil yang tidak ternilai, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Saudara-saudari Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Borneo
Tarakan angkatan 2016 yang telah banyak memberikan bantuan dan
dukungan percepatan penyelesaian studi penulis.
8. Serta seluruh pihak yang banyak membantu namun tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Skripsi ini berisi tentang Analisis Perencanaan Sheet Pile pada Tanggul
Sungai untuk Mengatasi Kelongsoran Lereng. Dari hasil identifikasi diharapkan
dapat dipergunakan untuk penanggulangan longsor kawasan lereng Sungai Lungun,
Sabanar Baru, Kabupaten Bulungan.
Penulis menyadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki,
walaupun telah dikerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti dan baik, namun
masih dirasakan banyak kekurangan, oleh sebab itu kritik dan saran dari berbagai
pihak sangat diharapkan untuk kesempurnaan penyusunan skripsi selanjutnya.
Sebanya Elia
vi
ANALISIS PERENCANAAN SHEET PILE PADA TANGGUL
SUNGAI UNTUK MENGATASI KELONGSORAN LERENG
(STUDI KASUS : SUNGAI LUNGUN, SABANAR BARU,
KABUPATEN BULUNGAN)
Abstrak
Penelitian ini melakukan identifikasi secara khusus dan detail untuk mengetahui
penyebab longsor, maka diharapkan akan ditemukan kesimpulan yang mampu
memberikan informasi secara tepat untuk menanggulangi longsor yang terjadi di
lereng Sungai Lungun, Sabanar Baru, Kab. Bulungan, Kalimantan Utara. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui nilai faktor keamanan (Safety Factor) lereng serta
merencanakan dimensional perkuatan sheet pile dan stabilitas terhadap kelongsoran
di lereng Sungai Lungun, Sabanar Baru, Kab. Bulungan, Kalimantan Utara. Pada
proses analisis data kali ini, peneliti menggunakan Metode Fellenius untuk
menganalisa stabilitas lereng eksisting, prinsip perancangan turap di angker yang
terletak pada tanah kohesif dengan metode ujung bebas, dan juga dengan bantuan
program teknologi komputer yaitu program aplikasi Plaxis. Dari hasil analisis dan
perhitungan yang telah dilakukan, penulis menarik kesimpulan pada penelitian ini
yaitu yang pertama, nilai faktor keamanan pada lereng Sungai Lungun, Sabanar
Baru, Kab. Bulungan, Kalimantan Utara dengan menggunakan perhitungan manual
Metode Fellenius diperoleh nilai sebesar 1,470 dan perhitungan dengan
menggunakan program bantu Plaxis 2D V.8.2 diperoleh nilai sebesar 1,1092.
Kedua, untuk solusi penanggulangan longsor lereng Sungai Lungun, Sabanar Baru,
Kab. Bulungan, Kalimantan Utara ukuran dimensi perkuatan sheet pile yang
diperoleh dari perhitungan yaitu menggunakan sheet pile beton tipe W-400 A 1000
dengan kedalaman 10 m ditambah dengan pengakuan angkur pada kedalaman 1 m
dari permukaan tanah yang dikaitkan oleh tie rod baja Ø 7 cm sepanjang 14 m
kepada blok angkur beton dengan tinggi blok angkur 1,5 m dan tebal 5 cm yang
tertanam 0,5 m dari permukaan tanah, maka menghasilkan nilai faktor keamanan
lereng yang dihitung menggunakan program bantu Plaxis 2D V.8.2 sebesar 3,5814.
vii
DAFTAR ISI
ix
2.6.1 Pengertian Program Plaxis ......................................................... 40
2.6.2 Penggunaan Program Plaxis ....................................................... 41
2.7 Peneliti Terdahulu ................................................................................... 44
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Diagram Alir Penelitian .......................................................................... 49
3.2 Objek dan Lokasi Penelitian ................................................................... 50
3.3 Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 50
3.4 Teknik Analisis Data ............................................................................... 51
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil ................................................................................................ 57
4.1.1 Data Tanah ................................................................................. 57
4.1.2 Data Sheet Pile ........................................................................... 60
4.1.3 Data Kondisi Eksisting Sungai ................................................... 61
4.2 Analisis Stabilitas Lereng Eksisting Menggunakan Metode Fellenius ... 61
4.3 Perencanaan Konstruksi Sheet Pile ......................................................... 64
4.3.1 Analisa Gaya yang Bekerja Pada Sheet Pile .............................. 65
4.3.2 Perhitungan Kedalaman Sheet Pile ............................................ 68
4.3.3 Perhitungan Angkur ................................................................... 70
4.4 Analisis Stabilitas Lereng Menggunakan Program Plaxis ...................... 73
4.4.1 Kondisi Lereng Eksisting ........................................................... 73
4.4.2 Kondisi Lereng di Tambah Perkuatan Sheet Pile dengan Angkur 76
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 80
5.2 Saran ........................................................................................................ 80
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
Gambar 4.13 Model Penampang Lereng Eksisting dengan Muka Air Tanah .. 74
Gambar 4.14 Tahapan Perhitungan Lereng Eksisting Menggunakan Plaxis 2D 75
Gambar 4.15 Hasil Perhitungan Safety Factor Lereng Eksisting Menggunakan
Plaxis 2D ..................................................................................... 75
Gambar 4.16 Model Penampang Lereng Rencana dengan Perkuatan Sheet Pile 77
Gambar 4.17 Tahapan Perhitungan Fase Penggalian pada Lereng dengan
Perkuatan Sheet Pile dan Angkur ................................................ 77
Gambar 4.18 Tahapan Perhitungan Fase Pemasangan Sheet Pile dan Angkur
pada Lereng dengan Pekuatan Sheet Pile dan Angkur ................ 78
Gambar 4.19 Hasil Perhitungan Safety Factor Lereng Memakai Perkuatan Sheet
Pile dengan Angkur Menggunakan Plaxis 2D ............................ 78
xiii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
massa tanah itu sendiri, berat beban atau berat bangunan yang bekerja di
atasnya. Kurang seimbangnya gaya tersebut dapat mengakibatkan
bertambahnya gaya dari luar lereng yang bisa menyebabkan bertambah
besarnya gaya yang bekerja pada suatu lereng sehingga menjadi lebih besar
dari gaya yang menahan, sehingga menyebabkan massa tanah bergerak
terpisah dari ikatannya.
Kejadian longsor yang terjadi pada suatu wilayah dapat disebabkan oleh
banyak faktor yang saling berinteraksi atau saling mempengaruhi di wilayah
tersebut. Identifikasi serta penentuan faktor-faktor yang menjadi penyebab
terjadinya longsor perlu dilakukan untuk mencari sumber permasalahan, lalu
menemukan solusi yang tepat terhadap terjadinya longsor di lereng Sungai
Lungun, Sabanar Baru, Kab. Bulungan, Kalimantan Utara. Setelah
melakukan identifikasi secara khusus dan detail untuk mengetahui penyebab
longsor, maka diharapkan akan ditemukan kesimpulan yang mampu
memberikan informasi secara tepat untuk menanggulangi longsor yang
terjadi di lereng Sungai Lungun, Sabanar Baru, Kab. Bulungan, Kalimantan
Utara.
Berdasarkan kejadian longsor yang terjadi di Sungai Lungun, maka
ditentukan untuk penanggulangan longsor tersebut menggunakan alternatif
sheet pile atau turap. Dinding turap (sheet pile) adalah material yang dipasang
sedemikian rupa menyerupai dinding yang berfungsi sebagai konstruksi
penahan tanah pada tebing di jalan raya, konstruksi penahan tanah pada
galian, konstruksi penahan tanah pada lereng agar tanah yang ada tidak terjadi
kelongsoran, struktur bangunan yang cukup ringan, pada saat kondisi tanah
tidak mampu untuk menopang beban yang terjadi pada dinding penahan
tanah. Terdapat beberapa jenis dinding turap (sheet pile) yang di
klasifikasikan berdasarkan jenis material yang digunakan, antara lain sheet
pile kayu, sheet pile beton, dan sheet pile baja. Kondisi teknologi saat ini di
bidang konstruksi bangunan mengalami perkembangan yang sangat pesat,
termasuk teknologi yang ada di bidang geoteknik. Salah satu program bantu
di bidang geoteknik yang berfungsi untuk membantu mempercepat analisis
perhitungan dan meminimalisir kekeliruan pada saat perhitungan kestabilan
2
lereng dengan perkuatan sheet pile yaitu dengan menggunakan program bantu
Plaxis.
Plaxis yaitu program komputer yang mengambil dasar berdasarkan
pada metode elemen hingga dua dimensi maupun tiga dimensi yang biasa
dipakai secara khusus untuk melakukan analisis penunuran dan stabilitas
lereng untuk berbagai pengaplikasian di bidang geoteknik. Program ini
menggunakan metode antar muka grafis yang membuat lebih mudah dalam
penggunaan, sehingga pengguna bisa lebih cepat membuat model geometri
dan jaring elemen dengan berdasarkan penampang kondisi lereng yang akan
di analisis.
3
1.4 Batasan Masalah
Pada penelitian kali ini penulis membatasi permasalahan yang dijadikan
objek penelitian sebagai berikut :
1. Data kondisi eksisting sungai yang meliputi bidang hidrologi, data kontur,
dan data tanah tidak di perhitungkan lagi dalam penelitian ini,
menggunakan data yang telah ada pada pengujian sebelumnya.
2. Perencanaan menggunakan jenis sheet pile beton dengan tipe W produk
dari WIKA BETON.
3. Analisis stabilitas lereng menggunakan Metode Fellenius dan program
bantu Plaxis 2D V.8.2.
4. Perancangan sheet pile menggunakan prinsip perancangan turap di angker
pada tanah kohesif.
5. Perencanaan sheet pile hanya pada area muara Sungai Lungun, yaitu pada
STA 2+311,76 sampai dengan muara sungai STA 2+399,53.
6. Analisis ini tidak memperhitungkan gaya gempa.
7. Analisis ini tidak diperhitungkan dari segi biaya dan waktu.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanah
5
di antara partikel-partikel tersebut dapat terisi air, udara, atau material yang
lain (Hardiyatmo, H.C., 1992).
Tanah menurut sudut pandang ilmu Teknik Sipil merupakan kumpulan
mineral, bahan organik, serta endapan yang relatif lepas (loose) yang terletak
di atas batuan dasar (bedrock) (Hardiyatmo, H.C., 1992).
Pada awal terjadi pembentukan tanah terjadi karena pelapukan batuan
menjadi partikel-partikel yang lebih kecil yang merupakan hasil proses
mekanis dan kimiawi. Pelapukan pada proses mekanis disebabkan oleh
pemuaian dan penyusutan batuan akibat perubahan suhu yang terjadi secara
terus-menerus (cuaca, matahari dan lain-lain) dan juga akibat pengikisan
aliran air sedikit demi sedikit yang pada akhirnya dapat menghancurkan
batuan itu. Pada proses pelapukan secara mekanis tidak mengubah komposisi
kimiaw dalam mineral batuan tersebut. Pada saat proses pelapukan secara
kimia, mineral batuan utama diubah menjadi mineral baru yang lebih kecil
melalui proses kimia.
Kata "tanah" mengarah kepada bahan yang tidak membatu, tidak
termasuk pada batuan dasar, yang terdiri dari pertikel mineral berikatan
lemah, serta memiliki variasi bentuk dan ukuran, kandungan bahan organik,
air, dan gas. Jadi tanah dapat termasuk gambut, tanah organik, lempung,
lempung kelanauan, lanau, pasir dan kerikil atau campurannya.
6
menurut penggunanya, serta untuk memberi informasi mengenai keadaan
tanah di suatu wilayah dengan wilayah lainnya berupa data dasar. Klasifikasi
tanah juga dapat digunakan untuk pembelajaran yang lebih detail tentang
kondisi tanah tersebut, serta perlunya pengujian untuk mengetahui sifat-sifat
teknis tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan
lain sebagainya (Bowles, 1989).
Klasifikasi tanah secara umumnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu :
1. Tanah berbutir kasar (pasir, kerikil)
2. Tanah berbutir halus (lanau, lempung)
3. Tanah campuran (gradasi)
Perbedaan dari pasir atau kerikil dengan lanau atau lempung dapat
dilihat dari sifat fisik materialnya. Lanau atau lempung sering kali terbukti
kohesif (saling mengikat), sedangkan pada bahan berbutir (pasir dan kerikil)
tidak saling mengikat (tidak kohesif). Cara penumpukan butiran (kerangka
butiran) menentukan tidak berkohesinya struktur dari tanah, sedangkan
struktur kohesi tanah ditentukan berdasarkan konfigurasi dari bagian-bagian
kecil dan ikatan antar bagian-bagian kecil tersebut.
Tanah juga secara umum diklasifikasikan sebagai tanah non-kohesif
dan kohesif atau tanah berbutir kasar dan berbutir halus (Bowles, 1989).
Namun untuk membuat identifikasi yang sama untuk tanah yang memiliki
sifat yang hampir sama klasifikasi ini masih terlalu umum.
Terdapat beberapa referensi sistem pengelompokkan tanah yang
umumnya digunakan sebagai hasil dari suatu pengembangan sistem
pengelompokkan yang telah dilakukan sebelumnya. Beberapa sistem yang
telah ada memperhitungkan penyebaran ukuran butir dan batas Atterberg,
pengklasifikasian tersebut merupakan sistem klasifikasi tanah dari AASHTO
(American Association of State Highway and Transportation Official) dan
sistem klasifikasi tanah dari USCS (Unified System Clasification Soils).
1. Sistem klasifikasi tanah berdasarkan USCS yang umumnnya digunakan
untuk pekerjaan dalam bidang teknik sipil, seperti bendungan, pondasi
pada bangunan, ataupun konstruksi lain memiliki jenis yang sama.
7
2. Sistem klasifikasi tanah berdasarkan AASHTO mengelompokkan
menjadi tujuh kelompok besar yaitu kelompok A-1 sampai dengan
kelompok A-7. Tanah yang termasuk dalam kelompok A-1 sampai A-3
yaitu tanah dengan butir kasar dimana 35% atau lebih sedikit dari total
tanah yang lolos ayakan, sedangkan tanah pada golongan A-4 sampai A-
7 merupakan tanah yang berbutir halus.
Klasifikasi tanah berfungsi sebagai pedoman awal dalam memprediksi
kondisi tanah pada proses perancangan pondasi. Dari beberapa sistem
klasifikasi tanah oleh USCS, tanah secara garis besar terbagi menjadi dua
kelompok, yaitu tanah dengan butir kasar dan tanah dengan butir halus
berdasarkan pada material yang lolos saringan nomor 200 (0,075 mm). Huruf
pertama yang menjadi pemberian nama kelompok adalah ringkasan dari suatu
jenis tanah yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1 Huruf pertama singkatan jenis tanah
8
Tabel 2.3 Klasifikasi tanah dari data Sondir
Hasil Sondir
Klasifikasi
qc fs
6 0,15 – 0,40 Humus, lempung sangat lunak
0,20 Pasir kelanauan lepas, pasir sangat lepas
6 – 10
0,20 – 0,60 Lempung lembek, lempung kelanauan lembek
0,10 Kerikil lepas
0,10 – 0,40 Pasir lepas
10 – 30
0,40 – 0,80 Lempung atau lempung kelanauan
0,80 – 2,00 Lempung agak kenyal
1,50 Pasir kelanauan, pasir agak padat
30 – 60
1,00 – 3,00 Lempung atau lempung kelanauan kenyal
1,00 Kerikil kepasiran lepas
Pasir padat, pasir kelanauan atau lempung
60 – 150 1,00 – 3,00
padat dan lempung kelanauan
3,00 Lempung kekerikilan kenyal
Pasir padat, pasir kekerikilan, pasir kasar
150 – 300 1,00 – 2,00
pasir, pasir kelanauan sangat padat
Sumber : Braja M. Das, 1995 dalam Farid Fahlevi, 2019
2.1.3 Berat Volume Tanah
Material tanah dapat mengandung dua atau tiga unsur, yaitu butiran
padat, air, dan udara (Hardiyatmo, H.C., 2017). Pada kondisi tanah jenuh
hanya terdapat dua unsur yaitu butir padat dan air, pada tanah kering hanya
terdapat dua unsur yaitu butir dan udara, sedangkan pada tanah kondisi tak
jenuh terdapat tiga unsur, yaitu butir, air dan udara.
Setiap elemen tanah tersebut (butir, air dan udara), memiliki volume
dan berat isi. Untuk mengetahui sifat fisik tanah, parameter tanah dapat dilihat
pada Gambar 2.1 berikut ini :
9
Ww = berat air
V = volume total tanah
Va = volume udara
Vw = volume air
Vv = volume pori
Vs = volume butir
Dari Gambar 2.1 mengenai diagram fase tanah di atas, dapat
dirumuskan beberapa hubungan antar parameter sebagai berikut :
1. Berat tanah (W) = Ws + Ww (1)
2. Volume pori (Vv) = Vw + Va (2)
3. Volume tanah (V) = Vs+Vw +Va (3)
(V) = Vs + Vv (4)
Dari perumusan diatas, untuk berat volume tanah dapat dilakukan
perumusan sebagai berikut :
1. Berat volume basah (𝛾𝑏 ) yaitu perbandingan antara berat tanah yang
termasuk air dan udara (W) terhadap total volume tanah (V). Perumusan
parameter ini dapat dilihat sebagai berikut :
𝑊
𝛾𝑏 = (5)
𝑉
2. Berat volume kering (𝛾𝑑 ) yaitu perbandingan antara berat butir padat
(Ws) terhadap total volume tanah (V). Parameter ini ditulis dalam rumus
berikut :
𝑊𝑠
𝛾𝑑 = (6)
𝑉
3. Berat volume butiran padat (𝛾𝑠 ) yaitu perbandingan antara berat butiran
padat (Ws) terhadap volume butiran padat (Vs). Parameter ini ditulis
dalam rumus berikut :
𝑊𝑠
𝛾𝑠 = (7)
𝑉𝑠
Untuk menentukan berat jenis tanah (ɣ) dan berat jenis tanah jenuh (ɣs)
pada tanah kohesif dan non kohesif dapat dilihat pada korelasi Tabel 2.4
berikut ini :
10
Tabel 2.4 Korelasi berat jenis tanah untuk tanah kohesif dan non kohesif
Cohesionless soil
N 0 – 10 11 – 30 31 – 50 > 50
Unit Weight
12 – 16 14 – 18 16 – 20 18 – 23
γ, kN/m3
Angle of
25 – 32 28 – 36 30 – 40 > 35
Friction, Φ
State Loose Medium Dense Very dense
Cohesive
N <4 4–6 6 – 15 15 – 25 > 25
Unit Weight
14 – 18 16 – 18 16 – 18 16 – 20 > 20
γ, kN/m3
qu, kPa < 25 20 – 50 30 – 60 40 – 200 > 100
State Very Soft Soft Medium Stiff Hard
Sumber : Whitman, 1962 dalam Farid Fahlevi, 2019
2.1.4 Permeabilitas
Menurut Hardiyatmo, H.C., 2017, ukuran butiran dan volume pori
tanah akan mempengaruhi tingkat permeabilitas tanah, dimana akan semakin
besar pada butiran dengan ukuran yang besar, begitu sebaliknya akan semakin
menurun bila kerapatan tanah meningkat yang koefisien permeabilitasnya
dinyatakan dalam satuan cm/s.
Koefisien permeabilitas di dapatkan dari hasil uji lapangan maupun
pengujian laboratorium. Pengujian di laboratorium dapat dilakukan untuk
sampel yang tidak terganggu, di cetak ulang, atau di padatkan. Pengujian
tinggi tekan tetap (constant head) dilakukan untuk mengukur tanah kasar,
untuk tanah dengan butir halus dapat dilakukan pengukuran dengan pengujian
tinggi tekan jatuh (falling head). Pengujian dilaksanakan dengan berpedoman
kepada prinsip rumus Darcy sebagai berikut :
𝑄 = 𝐾𝑖𝐴 (8)
dimana : Q = debit (cm3/s)
K = koefisien filtrasi (cm/s)
i = gradien hidrolik
A = penampang lintang (cm2)
Koefisien permeabilitas (k) menunjukkan nilai ketahanan tanah
terhadap aliran air yang bisa dihitung dengan rumus sebagai berikut :
𝐾.𝜌𝑊 .𝑔
𝑘= (9)
𝜇
11
dimana : k = koefisien permeabilitas (cm/s)
K = Koefisien absolute (cm2), tergantung dari sifat butiran tanah.
𝜌𝑊 = rapat massa air (gram/cm3)
g = percepatan gravitasi (cm/s2)
𝜇 = koefisien kekentalan air (gram/cm.s)
12
Lanjutan Tabel 2.5 Nilai perkiraan modulus elastisitas tanah
Macam Tanah E (kg/cm2)
Lanau 20 – 200
Loess 150 – 600
Cadas 1400 – 14000
Sumber : Bowles, 1997 dalam Farid Fahlevi, 2019
2.1.6 Poisson ratio
Rasio poisson merupakan perbandingan tegangan lateral terhadap
regangan longitudinal pada suatu bahan jika ditarik secara linear, nilai
tersebut ditentukan untuk mengetahui rasio kompresi poros terhadap
regangan muai lateral (Farid Fahlevi, 2019). Nilai tersebut juga dapat
ditentukan jika sudah teridentifikasi jenis tanahnya seperti yang terlihat pada
Tabel 2.6 berikut ini :
Tabel 2.6 Nilai angka poisson tanah
13
2.1.8 Sudut Geser Dalam
Sudut geser dalam (φ) adalah sudut yang dibentuk dari hubungan antara
tegangan normal dengan tegangan geser pada bahan tanah atau batuan. Sudut
geser dalam merupakan sudut rekahan yang terbentuk pada material jika
terkena tegangan atau gaya terhadap material tersebut yang melebihi
tegangan gesernya. Partikel akan lebih tahan terhadap tegangan eksternal
yang bekerja padanya jika nilai sudut geser dalam material tersebut semakin
besar.
Kekuatan geser dalam memiliki variabel kohesi dan sudut geser dalam.
Sudut geser dalam bersama-sama dengan kohesi menentukan kekuatan tanah
menerima tegangan yang bekerja berupa tekanan lateral tanah. Nilai sudut
geser dalam ini juga dapat diperoleh dari pengukuran sifat teknis tanah
dengan menggunakan pengujian Direct Shear Test. Korelasi antara sudut
geser dalam dengan jenis tanah ditunjukkan pada Tabel 2.7 berikut :
Tabel 2.7 Hubungan antara sudut geser dalam dengan jenis tanah
Sudut Geser Dalam
No. Jenis Tanah
(φ)
1. Kerikil kepasiran 35° – 40°
2. Kerikil kerakal 35° – 40°
3. Pasir padat 35° – 40°
4. Pasir lepas 30°
5. Lempung kelanauan 25° – 30°
6. Lempung 20° – 25°
Sumber : Farid Fahlevi, 2019
2.1.9 Konsep Faktor Keamanan
Parameter yang diperoleh dari hasil analisis stabilitas lereng yaitu
bentuk bidang keruntuhan dan faktor keamanan (FK), sedangkan untuk
menambah nilai kekuatan tanah maka lereng dapat diperkuat dengan
perkuatan tiang ataupun dinding, sehingga lereng akan memperoleh nilai
stabil. Faktor keamanan berfungsi untuk mengetahui stabilitas lereng yang di
analisis sebagai pembanding antara kuat geser tanah (shear strength) dengan
tegangan geser (shear stress) yang terjadi pada massa tanah.
Rumus untuk menghitung nilai faktor aman suatu lereng, dapat dilihat
pada perumusan berikut ini :
𝑠ℎ𝑒𝑎𝑟 𝑠𝑡𝑟𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ
𝐹𝐾 = (16)
𝑠ℎ𝑒𝑎𝑟 𝑠𝑡𝑟𝑒𝑠𝑠
14
Di mana :
1. Jika nilai FK > 1,5 maka lereng stabil;
2. Jika nilai FK < 1,5 maka lereng tidak stabil; dan
3. Jika nilai FK = 1,5 maka lereng dalam kondisi kestabilan batas kritis.
Persyaratan nilai faktor keamanan berdasarkan SNI 8460:2017 untuk
analisis kestabilan lereng tanah dapat dilihat pada Tabel 2.8 berdasarkan pada
pertimbangan biaya dan risiko kelongsoran lereng terhadap tingkat
ketidakpastian dari kondisi yang di analisis, sedangkan pada lereng batuan
persyaratan faktor keamanan dapat dilihat pada Tabel 2.9 dengan
mempertimbangkan kondisi lereng batuan permanen dan sementara yang
akan di rencanakan.
Lereng batuan perlu memperhitungkan pengaruh dari air, yang dapat
dilakukan dengan cara menurunkan muka air tanah dengan bor horizontal
yang berfungsi sebagai penyalur untuk mengalirkan air keluar dari massa
batuan, jika muka air tanah tinggi dan dilakukan penurunan muka air tanah
pada massa batuan untuk menaikkan nilai faktor keamanan.
Tabel 2.8 Nilai faktor keamanan untuk lereng tanah
Tingkat Ketidakpastian
Biaya dan Konsekuensi dari Kegagalan
Kondisi Analisis
Lereng
Rendaha Tinggib
Biaya perbaikan sebanding dengan biaya
tambahan untuk mendesain lereng yang lebih 1,25 1,5
konservatif
Biaya perbaikan lebih besar dari biaya
2,0 atau
tambahan untuk mendesain lereng yang lebih 1,5
lebih
konservatif
a
Tingkat ketidakpastian kondisi analisis di kategorikan rendah, apabila
kondisi geologi dapat di pahami, kondisi tanah seragam, penyelidikan
tanah konsisten, lengkap dan logis dengan kondisi di lapangan.
b
Tingkat ketidakpastian kondisi analisis di kategorikan tinggi, jika kondisi
geologi sangat kompleks, kondisi tanah bervariasi, dan penyelidikan
tanah tidak konsisten dan tidak dapat di andalkan.
*Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2017
Tabel 2.9 Rekomendasi nilai faktor keamanan untuk lereng batuan
Kondisi Lereng Batuan Rekomendasi Nilai Faktor Keamanan
Kondisi permanen 1,5
Kondisi sementara 1,3
*Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2017
15
2.2 Lereng dan Longsoran
16
Gambar 2.2 Tipe-tipe Kelongsoran Lereng
Untuk lebih bisa memahami Gambar 2.2 di atas mengenai tipe-tipe
kelongsoran lereng, maka dapat di lihat penjelasan berikut ini :
1. Jenis kelongsoran rotasi (rotational slips) ini merupakan kelongsoran
yang membentuk busur lingkaran atau kurva non lingkaran pada
permukaan yang runtuh potongannya.
2. Jenis kelongsoran translasi (translational slips) ini biasanya terjadi ketika
lapisan berbagai jenis tanah berada pada kedalaman yang cenderung
dangkal di bawah permukaan lereng.
3. Jenis kelongsoran gabungan (compound slips) ini terjadi ketika lapisan
berbagai jenis tanah berada pada kedalaman yang cukup dalam. Hal ini
terjadi karena longsor merupakan irisan kurva dan bidang.
17
Gambar 2.3 Mengurangi Sudut Kemiringan Lereng
b. Memotong ketinggian lereng, tetapi pada alternatif ini hanya dapat
diaplikasikan pada lereng dengan ketinggian terbatas, yaitu pada
kelongsoran yang memiliki sifat “rational slide” atau bisa dilihat
pada Gambar 2.4 berikut ini.
18
Gambar 2.6 Mengurangi Tegangan Air Pori
c. Menggunakan metode injeksi yaitu dengan menambahkan tanah
timbunan pada kaki lereng, membuat saluran drainase secara teratur
pada lereng sehingga dapat mengurangi tekanan air pori pada tanah,
dengan cara menambahkan bahan kimia atau semen yang di
injeksikan menggunakan pipa ke lereng.
d. Menggunakan cara mekanis, yaitu dengan membangun dinding
penahan atau pemancangan tiang. Alternatif ini dapat dilakukan jika
lereng memiliki tingkat kelongsoran yang kecil dengan simulasi yang
bisa dilihat pada Gambar 2.7 berikut ini.
19
dinding vertikal yang relatif tipis berbentuk pipih dan panjang, pada
umumnya menggunakan bahan material dari baja atau beton yang memiliki
fungsi sebagai penahan tanah, dan juga berfungsi sebagai penahan air masuk
ke dalam lubang galian. Dinding turap (sheet pile) juga sangat cocok
digunakan pada lahan yang terbatas untuk mencegah terjadinya longsor,
karena dimensinya yang relatif lebih tipis dibandingkan dengan dinding
penahan tanah lainnya.
20
Gambar 2.8 Tekanan Tanah Dalam Keadaan Diam (At Rest)
Dinding yang memiliki permukaan licin (frictionless wall) AB yang
dipasang pada kedalaman tak terhingga membatasi massa tanah. Tekanan dari
arah vertikal σz dan tekanan dari arah horizontal σh akan mengenai suatu
struktur elemen tanah yang berada pada kedalaman z. Pada pembahasan
permasalahan σz dan σh yang masing-masing berupa tekanan efektif dan
tekanan total dengan mengabaikan tegangan geser pada bidang tegak dan juga
bidang datar.
Jika dinding AB tidak mengalami pergerakan dari ke arah kanan
maupun kiri atau dalam kondisi diam, maka massa tanah akan mengalami
kondisi kesetimbangan elastis (elastic equilibrium). Perbandingan tekanan
pada arah horizontal dan tekanan pada arah vertikal disebut dengan koefisien
tekanan tanah dalam keadaan diam (K0) yang dapat di lihat pada rumus
berikut :
𝜎ℎ
𝐾0 = 𝜎𝑧
(17)
21
𝐾0 = 0,95 – 𝑠𝑖𝑛 𝛷 (20)
Sudut 𝛷 dalam Persamaan (19) dan (20) merupakan sudut geser tanah
yang memiliki kondisi air teralirkan (drained).
Nilai koefisien dari tekanan tanah dalam keadaan diam (at rest) untuk
tanah lempung yang terkonsolidasi lebih (overconsolidated), dapat dihitung
dengan perumusan berikut ini :
𝐾0(𝑜𝑣𝑒𝑟𝑐𝑜𝑛𝑠𝑜𝑙𝑖𝑑𝑎𝑡𝑒𝑑) = 𝐾0(𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑙𝑦 𝑐𝑜𝑛𝑠𝑜𝑙𝑖𝑑𝑎𝑡𝑒𝑑) √𝑂𝐶𝑅 (21)
dimana OCR = overconsolidation ratio (rasio terkonsolidasi lebih)
Alpan (1967) memperkenalkan perumusan K0 untuk tanah lempung
yang terkonsolidasi normal :
𝐾0 = 0, 19 + 0,233 𝑙𝑜𝑔 (𝑃𝐼) (22)
dimana PI = plastic index (indeks plastis)
Penyebaran distribusi tekanan tanah dalam keadaaan diam bekerja
terhadap dinding dengan tinggi H yang dapat dilihat pada Gambar 2.9 berikut
ini, dimana gaya total setiap satuan lebar dinding (P0) sama dengan luas dari
diagram tekanan tanah yang bersangkutan, maka rumus gaya totalnya adalah
sebagai berikut :
1
𝑃0 = 2 𝐾0 . 𝛾. 𝐻 2 (23)
Gambar 2.9 Distribusi Tekanan Tanah Dalam Keadaan Diam (At Rest) pada
Tembok
22
2.3.2 Tekanan Tanah dalam Keadaan Diam (At Rest) untuk Tanah yang
Terendam Air Sebagian
Suatu dinding penahan yang memiliki tinggi tertentu (H) dengan muka
air tanah (ground water table) yang berada pada kedalaman yang sama (H)
dari permukaan tanah dapat dilihat pada Gambar 2.10. Tekanan tanah pada
keadaan diam arah horizontal menjadi sebesar σh = K0 . γz jika z ≤ H1. Gambar
2.10a menunjukkan keragaman σh pada kedalaman tertentu yang
diperlihatkan oleh segitiga ACE. Tetapi jika z ≥ H1 (di bawah muka air tanah),
tekanan tanah pada dinding menjadi bagian dari tekanan efektif dan tekanan
air pori.
𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓 𝑎𝑟𝑎ℎ 𝑣𝑒𝑟𝑡𝑖𝑘𝑎𝑙 = 𝜎𝑣 ′ = 𝛾𝐻1 + 𝛾(𝑧 − 𝐻) (24)
dengan γ = γsat – γw = berat volume efektif dari tanah. Jadi, tekanan tanah
efektif dalam keadaan diam arah horizontal adalah :
𝜎ℎ ′ = 𝐾0 . 𝜎𝑣 ′ = 𝐾0 [𝛾𝐻1 + 𝛾 ′(𝑧 − 𝐻1 )] (25)
Ragam 𝜎ℎ ′ dengan kedalaman tertentu dilihat dalam Gambar 2.10a
pada diagram CEGB. Jadi, tekanan arah horizontal dari tekanan air dapat
dilihat pada rumus berikut :
𝑢 = 𝛾𝑤 (𝑧 − 𝐻1 ) (26)
Ragam tekanan arah horizontal dari tekanan air dengan kedalaman
tertentu dapat dilihat pada Gambar 2.10b. Maka, tekanan tanah total arah
horizontal dengan kedalaman z ≥ H1 yaitu sebagai berikut :
𝜎ℎ = 𝜎ℎ ′ + 𝑢
= 𝐾0 . 𝜎𝑣 ′ = 𝐾0 [𝛾𝐻1 + 𝛾 ′(𝑧 − 𝐻1 )] + 𝛾𝑤 (𝑧 − 𝐻1 ) (27)
23
Gambar 2.10 Distribusi Tekanan Tanah dalam Keadaan Diam (At Rest)
untuk Tanah Terendam Air Sebagian
Gaya setiap satuan lebar dinding (Gambar 2.10c) adalah total jumlah
luas diagram tekanan yang terjadi pada Gambar 2.10a dan 2.10b, yaitu :
1 1
𝑃0 = 𝐾0 . 𝛾. 𝐻 2 + 𝐾0 . 𝛾. 𝐻1 . 𝐻2 + (𝐾0 . 𝛾 ′ + 𝛾𝑤 ). 𝐻2 2 (28)
2 2
24
Gambar 2.11 Tekanan Tanah Aktif Menurut Rankine
Perumusan berikut ini adalah penjabaran dari σa sebagai fungsi y, z,
c, dan Φ dari Gambar 2.11b :
𝐶𝐷 𝐶𝐷
𝑠𝑖𝑛Φ = 𝐴𝐶 = 𝐴𝑂+𝑂𝐶
σ𝑣 −σ𝑎
dengan : 𝐶𝐷 = 2
σ𝑣 +σ𝑎
𝐴𝑂 = 𝑐 𝑐𝑜𝑡 Φ dan 𝑂𝐶 = 2
σ𝑣−σ𝑎
2
sehingga : 𝑠𝑖𝑛Φ = σ +σ
𝑐 𝑐𝑜𝑡 Φ+ 𝑣 𝑎
2
σ𝑣 +σ𝑎 σ𝑣 −σ𝑎
atau 𝑐 𝑐𝑜𝑡 Φ + 𝑠𝑖𝑛Φ =
2 2
1−𝑠𝑖𝑛Φ 𝑐𝑜𝑠 Φ
atau σ𝑎 = σ𝑣 1+𝑠𝑖𝑛Φ − 2𝑐 1+𝑠𝑖𝑛Φ (29)
Untuk tanah yang tidak berkohesi (cohesionless soil) atau c=0 ragam
σ𝑎 dengan kedalaman tertentu dapat dilihat pada Gambar 2.11d, maka :
𝛷
𝜎𝑎 = 𝜎𝑣 𝑡𝑎𝑛2 (45 − ) (31)
2
rasio σ𝑎 dan σ𝑣 disebut sebagai koefisien tekanan tanah aktif (Ka) atau:
25
𝜎𝑎 𝛷
𝐾𝑎 = = 𝑡𝑎𝑛2 (45 − 2 ) (32)
𝜎𝑣
26
𝛷 𝛷
𝜎𝑝 = 𝜎𝑣 𝑡𝑎𝑛2 (45 + 2 ) + 2𝑐 𝑡𝑎𝑛 (45 + 2 )
𝛷 𝛷
= 𝛾𝑧 𝑡𝑎𝑛2 (45 + 2 ) + 2𝑐 𝑡𝑎𝑛 (45 + 2 ) (33)
bidang utama kecil (minor principal plane) atau arah horizontal pada
kondisi pasif menurut Rankine. Distribusi bidang geser di dalam massa
tanah ditunjukkan oleh Gambar 2.12c.
27
a. Berat blok tanah (W).
b. Resultan pada permukaan bidang longsor BC dari gaya geser dan gaya
normal (F). Gaya resultan tersebut membentuk sudut sebesar Φ dengan
normal dari bidang longsor BC.
c. Gaya aktif per satuan lebar tembok (Pa). Sudut sebesar δ dari
permukaan tembok yang menahan tanah dibentuk oleh arah dari gaya
aktif (Pa), dimana δ merupakan sudut geser antara massa tanah dengan
permukaan tembok.
di lihat dari Gambar 2.13a, perumusan berat dari blok tanah yaitu :
1
𝑊 = (̅̅̅̅
𝐴𝐷 )(̅̅̅̅
𝐵𝐶 ). 𝛾 (37)
2
tetapi, ̅̅̅̅
𝐴𝐷 = ̅̅̅̅
𝐴𝐵. sin(90 + 𝜃 − 𝛽)
𝐻
= cos 𝜃 . sin(90 + 𝜃 − 𝛽)
cos(𝜃−𝛽)
= 𝐻. (38)
cos 𝜃
28
cos (𝜃−𝛼) cos (𝜃−𝛼)
̅̅̅̅ =
atau : 𝐵𝐶 . ̅̅̅̅
𝐴𝐵 = cos 𝜃.sin(𝛽−𝛼) . 𝐻 (40)
sin(𝛽−𝛼)
Jika nilai 𝛼 = 0°, 𝜃 = 0°, dan 𝛿 = 0°, maka nilai koefisien tekanan
tanah aktif menurut Coulomb menjadi sama dengan nilai koefisien tekanan
1−𝑠𝑖𝑛𝛷
tanah aktif menurut Rankine, yaitu 1+𝑠𝑖𝑛𝛷.
29
Tabel 2.10 Harga 𝑲𝒂 untuk 𝜶 = 0°, 𝜽 = 0°
𝛿 (derajat)
𝛷
0 5 10 15 20 25
(derajat)
28 0.3610 0.3448 0.3330 0.3251 0.3203 0.3186
30 0.3333 0.3189 0.3085 0.3014 0.2973 0.2956
32 0.3073 0.2945 0.2853 0.2791 0.2755 0.2745
34 0.2596 0.2714 0.2633 0.2579 0.2549 0.2542
36 0.2596 0.2497 0.2426 0.2379 0.2354 0.2350
38 0.2379 0.2292 0.2230 0.2190 0.2169 0.2167
42 0.1982 0.1916 0.1870 0.1841 0.1828 0.1831
Sumber : Braja M. Das, 1985 (terjemahan Noor Endah, 1993)
2. Kondisi pasif
Dinding penahan dengan urugan tanah non-kohesi yang
kemiringannya hampir sama dengan Gambar 2.13a ditunjukkan oleh
Gambar 2.14a. Gambar 2.14b menunjukkan kondisi pasif dari
keseimbangan grafis gaya dari blok tanah (wedge) ABC yang dinotasikan
dengan 𝑃𝑝 (gaya pasif). Rumus untuk perhitungan sama seperti pada
kondisi aktif yaitu :
1
𝑃𝑝 = 2 𝐾𝑝 𝛾 𝐻 2 (46)
30
Dalam teori Coulomb jika menentukan asumsi bahwa bidang
longsor merupakan bidang yang rata, maka tekanan tanah pasif yang
Φ
dihasilkan menjadi sangat besar (over estimate), terutama untuk 𝛿 > 2 ,
sehingga membuat keadaan menjadi sangat tidak aman untuk suatu nilai
perencanaan.
31
Adapun fungsi secara umum dari dinding turap (sheet pile) yaitu
sebagai berikut :
1. Konstruksi penahan tanah, misalnya pada lereng jalan raya atau lereng
sungai.
2. Konstruksi yang menahan pada tanah galian.
3. Konstruksi penahan tanah yang memiliki lereng terjal atau curam agar
tidak terjadi kelongsoran pada lereng.
4. Kontruksi yang lebih ringan sebagai pendukung tanah jika dibandingkan
dinding penahan tanah.
32
pada tanah kasar atau bahan batuan, berbobot relatif besar, dapat
digunakan secara berulang, umur rencana akan lebih panjang jika di atas
maupun di dalam air, serta lebih mudah dalam penambahan panjang tiang
pancang jika terjadi kekurangan panjang turap/sheet pile dengan
sambungan las ataupun pemasangan baut.
Adapun tipe-tipe dinding turap (sheet pile) berdasarkan perletakan
secara fungsional di lapangan yaitu :
1. Turap/sheet pile kantilever, yaitu sheet pile yang dalam proses kerjanya
hanya mengandalkan tahanan dari tanah di depan konstruksi turap/sheet
pile. Hanya cocok sebagai penahan tanah pada kedalaman sedang
dikarenakan besarnya defleksi lateral yang terjadi. Contoh konstruksi
turap/sheet pile kantilever dapat dilihat pada Gambar 2.15 berikut ini.
33
Gambar 2.16 Sheet Pile di Angker
3. Turap/sheet pile dengan landasan, yaitu proses menahan tekanan lateral
tanah dengan bantuan tiang-tiang cerucuk yang dipasang sebagai pondasi
untuk membangun suatu bangunan diatasnya. Contoh turap/sheet pile
dengan landasan terlihat pada Gambar 2.17 berikut.
34
Gambar 2.18 Sheet Pile Bendungan Elek Selular
35
Gambar 2.19 Sistem Gaya Pada Metode Fellenius
Gambar 2.19 diatas memperlihatkan suatu lereng dengan menggunakan
sistem irisan untuk massa tanah itu sendiri (W) dan analisa komponen semua
gaya yang terjadi dari massa tanah tersebut, yang tersusun oleh gaya-gaya
antar potongan yang bekerja pada samping kanan potongan. Pada dasar irisan,
gaya berat (W) diturunkan menjadi gaya reaksi normal Pw yang bertindak
tegak lurus terhadap alas irisan dan gaya tangensial Tw yang bekerja searah
dengan irisan. Nilai dari lengan gaya (W) yaitu x = R sin α, dimana R
merupakan jari-jari lingkaran longsor dan sudut α merupakan sudut pada titik
O yang terbentuk di antara garis vertikal dan jari-jari lingkaran longsor.
Analisis lereng dengan kondisi isotropis, non isotropis dan berlapis-
lapis dapat menggunakan Metode Fellenius. Massa tanah yang bergerak di
asumsikan tersusun dari beberapa elemen vertikal. Lebar elemen dapat
dianggap tidak sama sehingga busur pada dasar elemen dapat dianggap
sebagai garis lurus.
36
Tekanan air pori akan bekerja di bagian bawah elemen yang berada di
bawah air jika lereng terendam air atau permukaan air tanah yang berada di
atas kaki lereng. Pada kondisi ini harus di hitung tahanan geser efektif,
sedangkan gaya yang menjadi penyebab tetap di hitung secara total, sehingga
formulasinya menjadi :
∑[𝑐 . 𝑙 + (𝑊 . 𝐶𝑂𝑆 𝛼 − 𝑢 . 𝑙) . 𝑡𝑎𝑛 𝜑]
𝐹𝐾 = (49)
∑(𝑊 . 𝑆𝐼𝑁 𝛼)
37
Tabel 2.12 Persamaan yang tidak diketahui pada Metode Bishop
No. Persamaan yang tidak diketahui Jumlah
1. Faktor keamanan 1
2. Gaya-gaya normal total (P) pada dasar slice n
3. Posisi gaya P n
4. Gaya-gaya horizontal antar slice n-1
5. Gaya-gaya vertikal antar slice n-1
6. Tinggi gaya-gaya antar slice n-1
Total 5n-2
Sumber : Anderson dan Richard, 1987 dalam Violetta Gabriella M. P., 2014
Tabel 2.13 Asumsi umum persamaan pada Metode Bishop
No. Persamaan yang tidak diketahui Jumlah
1. Posisi gaya normal pada pusat slice n
2. Gaya antar slice vertikal adalah nol n-1
Total 2n-1
Sumber : Anderson dan Richard, 1987 dalam Violetta Gabriella M. P., 2014
Terdapat tiga jenis asumsi yang bisa dibuat untuk analisis lereng
menggunakan Metode Bishop, yaitu :
1. Asumsi teruntuk distribusi tegangan normal sepanjang permukaan
gelincir
2. Asumsi teruntuk inklinasi dari setiap gaya antar potongan
3. Asumsi teruntuk letak garis resultan setiap gaya antar potongan
Gaya normal pada sebagian besar metode analisis diasumsikan bekerja
pada pusat alas dari setiap potongan di karenakan potongan tipis. Prinsip
dasar Metode Bishop ini menggunakan asumsi sebanyak (2n–1) sebagai
berikut :
1. Kekuatan geser diperoleh menggunakan hubungan linier dari Mohr-
Coulomb
2. Menggunakan keseimbangan normal
3. Menggunakan keseimbangan tangensial
4. Menggunakan keseimbangan momen
Bishop (1955) menyebutkan bahwa dalam metode ini nilai gaya gesek
antar irisan sama dengan nol atau di abaikan, kemudian mengasumsikan
bahwa gaya normal cukup untuk mendefinisikan setiap gaya yang terjadi
antar irisan. Menjumlahkan setiap gaya pada arah vertikal akan menentukan
gaya normal pada dasar dan setiap irisan. Wx merupakan momen penggerak
38
dari potongan, dimana W adalah berat potongan itu sendiri dan x adalah jarak
horizontal potongan ke pusat radius lingkaran. Jumlah dari seluruh irisan atau
momen penggerak (Md) keseluruhan dari lereng, dapat dihitung
menggunakan rumus :
𝑀𝑑 = Ʃ 𝑊. 𝑥
= Ʃ 𝑊. 𝑅 𝑠𝑖𝑛 𝑎
= 𝑅 Ʃ 𝑊 𝑠𝑖𝑛 𝑎 (50)
Untuk nilai faktor keamanan dengan metode Bishop dapat diperoleh
dengan persamaan – persamaan dibawah ini :
1 {𝑐.𝑏+(𝑊−𝑏.𝑢) 𝑡𝑎𝑛 ∅} 𝑠𝑒𝑐 𝑎
𝐹𝐾 = ∑ 𝑊 𝑠𝑖𝑛 𝑎 ∑ [ 𝑡𝑎𝑛 ∅.𝑡𝑎𝑛 𝑎 ] (51)
1+
𝐹
atau :
1
∑[𝑐.𝑏+(𝑊−𝑢.𝑏) 𝑡𝑎𝑛 ∅′]( 1+𝑡𝑎𝑛∅.𝑡𝑎𝑛 𝑎 )
𝑐𝑜𝑠 𝑎 ( )
𝐹
𝐹𝐾 = (52)
Ʃ 𝑊𝑠𝑖𝑛 𝑎
dimana Mi = cos a (1 + tan ∅ tan 𝑎 / F), maka diperoleh :
1
∑[𝑐.𝑏+(𝑊−𝑢.𝑏) 𝑡𝑎𝑛 ∅′]( )
𝑀𝑖 𝑅𝑀
𝐹𝐾 = = 𝐷𝑀 (53)
Ʃ 𝑊𝑠𝑖𝑛 𝑎
39
2.6 Program Plaxis
40
6. Poisson’s Ratio (v)
7. Kohesi/Cohesion (c)
8. Sudut Geser/Friction Angle (φ)
9. Sudut Dilatasi/Dilatancy Angle (ψ)
Plaxis telah mengembangkan program untuk dapat digunakan lebih
baik lagi, berikut ini beberapa versi Plaxis yaitu sebagai berikut :
1. Plaxis 2D Versi Profesional dapat menyelesaikan berbagai permasalahan
geoteknik menggunakan versi dengan kemampuan yang tinggi.
2. Modul Dinamik 2D merupakan modul program tambahan untuk Plaxis
2D Versi Profesional yang dapat di pakai untuk melakukan analisis
getaran dalam tanah serta pengaruhnya terhadap struktur disekitarnya.
3. Plaxis 2D Versi Pengenalan tersedia untuk pengguna yang mencari
informasi mengenai fitur yang tersedia pada program Plaxis dan
kemampuan program Plaxis sebelum melakukan pemesanan versi
akademik ataupun versi professional.
4. Plaxis 3D Terowongan merupakan program yang di desain khusus untuk
proses analisis terhadap terowongan.
5. Plaxis 3D Terowongan Versi Percobaan dapat dipesan sebagai versi
percobaan dengan rentang waktu pemakaian yang terbatas melalui
permintaan khusus.
6. Plaxis Versi Akademik tersedia untuk tujuan proses pendidikan seperti
universitas atau pusat pendidikan.
41
4. Memasukan nilai dari parameter tanah dengan memilih tombol Material
Sets yaitu nilai kohesi, poisson ratio, regangan lateral, atau regangan
aksial dan yang lainnya.
5. Prosedur selanjutnya dapat melakukan kalkulasi program Plaxis, lalu
melakukan input tahapan analisis.
6. Setelah selesai pada tahapan kalkulasi, hasil analisis dapat dilihat pada
output yang telah di sediakan.
Bagian dari jendela utama Program Plaxis dapat dilihat pada Gambar
2.21 berikut ini :
42
5. Bidang gambar merupakan area penggambaran dan proses modifikasi
model geometri yang akan di analisis, pembuatan model geometri akan
lebih mudah jika menggunakan bantuan mouse.
6. Sumbu di gambarkan dengan lingkaran kecil sebagai pusatnya dan anak
panah ke arah x dan y.
7. Masukan manual dapat digunakan jika ingin melakukan masukan pada
koordinat yang sangat akurat.
8. Indikator posisi kursor ini menunjukan posisi saat ini dari kursor.
Pada bagian jendela utama Plaxis juga bisa dipakai dengan mengklik
ikon-ikon yg terdapat pada jendela utama tersebut, pada Gambar 2.22 berikut
ini fungsi-fungsi ikon pada Plaxis dengan penjelasannya :
43
2.7 Peneliti Terdahulu
Pada penelitian ini, peneliti menjadikan beberapa penelitian terdahulu
yang telah dilakukan sebelumnya untuk menjadi bahan referensi bagi peneliti
melakukan peneilitan ini, adapun penelitian terdahulu yang peneliti tentukan
dapat dilihat pada Tabel 2.14 berikut ini.
Tabel 2.14 Daftar peneliti terdahulu
No. Peneliti Judul Tahun Hasil Penelitian
1 Ehma Afif Perencanaan (2017) 1. Terjadinya longsor di
Assagaf, Ekki Perbaikan Sungai Tirto pada
Febri Trianto, Sungai Tirto STA 30 hingga STA
Suseno Grobogan 31 (sepanjang 30
Darsono, Hari Jawa meter) disebabkan
Nugroho Tengah adanya gerusan pada
tebing Sungai Tirto
yaitu pada daerah
tikungan bagian luar.
2. Sesuai dengan standar
perencanaan banjir
maka dilakukan
perencanaan dengan
kala ulang 50 tahun
sebesar 235,1 m3
/detik.
3. Bangunan yang
direncanakan untuk
Perbaikan Sungai
Tirto yaitu, anchored
sheetpile, bronjong,
dan groundsill.
4. Besar biaya yang
dibutuhkan untuk
pelaksanaan
Perbaikan Sungai
Tirto, Kabupaten
Grobogan berkisar Rp
68.873.213.000
(enam puluh delapan
milyar delapan ratus
tujuh puluh tiga juta
dua ratus tiga belas
ribu rupiah) dengan
waktu pelaksanaan
membutuhkan 180
hari kerja.
44
2 Danang Analisis 1. Hasil perhitungan
Kurniawan, Stabilitas nilai angka aman
Edy Purwanto Dinding pada lereng dengan
Penahan timbunan asli Jalan
Tanah dan Tol Balikpapan –
Sheet Pile Samarinda Sta. 2+850
Baja Pada – 3+050
Lereng menggunakan
Jalan Tol program Plaxis 8.6
Balikpapan baik pada masa
– Samarinda konstruksi maupun
STA. 2+850 paska konstruksi dan
– 3+050 baik pada kondisi
tanpa SF=2,469
SF=2,363 SF=1,802
SF=1,796 beban
gempa maupun
dengan beban gempa
terjadi collapse.
Sedangkan
perhitungan manual
pada lereng tersebut
di dapatkan hasil
angka aman sebesar
0,351. Dengan nilai
Angka aman < 1,25,
maka lereng labil atau
tidak aman terhadap
keruntuhan.
2. Hasil perhitungan
nilai angka aman
pada lereng dengan
perkuatan dinding
penahan tanah tipe
kantilever Jalan Tol
Balikpapan –
Samarinda Sta. 2+850
– 3+050
menggunakan
program Plaxis 8.6
pada kondisi masa
konstruksi tanpa
beban gempa sebesar
1,9255 dan dengan
beban gempa sebesar
1,9022. Sedangkan
nilai angka aman
pada kondisi paska
45
konstruksi tanpa
beban gempa sebasar
1,5927 dan dengan
beban gempa sebesar
1,5862. Dengan nilai
Angka aman > 1,25,
maka lereng aman
terhadap keruntuhan.
3. Hasil perhitungan
nilai angka aman
pada lereng dengan
perkuatan sheet pile
baja Jalan Tol
Balikpapan –
Samarinda Sta. 2+850
– 3+050
menggunakan
program Plaxis 8.6
pada kondisi masa
konstruksi tanpa
beben gempa sebesar
2,469 dan dengan
beban gempa sebesar
2,363 Sedangkan
nilai angka aman
pada kondisi paska
konstruksi tanpa
beban gempa sebesar
1,8022 dan dengan
beban gempa sebesar
1,7964. Dengan nilai
Angka aman > 1,25,
maka lereng aman
terhadap keruntuhan.
3 Heru Sri Analisis (2019) 1. Berdasarkan hasil
Naryanto, Penyebab analisis, faktor-faktor
Hasmana Kejadian utama yang
Soewandita, dan berpengaruh terhadap
Deliyanti Evaluasi bencana tanah
Ganesha, Bencana longsor yaitu
Firman Tanah :kelerengan yang
Prewiradisastra, Longsor di sangat curam, batuan
Agus Desa breksi vulkanik yang
Kristijono Banaran, membentuk soil hasil
Kecematan pelapukan sangat
Pulung, tebal, alih fungsi
Kabupaten lahan dengan
Ponorogo, tanaman hortikultura
46
Provinsi yang memerlukan
Jawa Timur upaya penggemburan
Tanggal 1 tanah dan
April 2017 mengganggu
kestabilan lereng,
serta curah hujan
yang tinggi.
2. Pada kawasan rawan
longsor perlu
dijadikan lahan
perkebunan dengan
tanaman keras yang
berakar kuat dan
dalam yang berfungsi
dapat menahan
lereng.Pertanian
lahan kering pada
lereng-lereng
sebaiknya
menggunakan pola
agroforestry.
Kawasan sub DAS
berisiko longsor,
sebaiknya
dikembalikan fungsi
lahan sebagai hutan
konservasi atau hutan
lindung seperti
sebelumnya.
3. Beberapa
permukiman yang
mempunyai risiko
tinggi dan sedang
terhadap longsor,
perlu dibangun
peningkatan
kesiapsiagaan
masyarakat,
pemasangan sistem
peringatan dini
longsor serta untuk
jangka panjang
adalah relokasi pada
daerah yang aman
jika memang kondisi
semakin parah.
47
4 Yono Julianto, Analisis (2020) 1. Faktor kemanan
Abdul Hakam, Stabilitas lereng dengan
Rina Yuliet Lereng dan menggunakan metoda
Perencanaan irisan dan
Penstabilan perhitungan program
lereng Plaxis nilai dari
(Studi faktor keamanan
Kasus lereng lebih kecil
POLRES daripada syarat
Arosuka keamanan lereng dan
Kabupaten lereng merupakan
Solok) lereng kritis
diperlukan
penanganan dalam
melakukan
penstabilan lereng
guna penanganan
pergerakan tanah
pada lereng dapat di
antisipasi dengan
menggunakan
dinding penahan
tanah.
2. Dari hasil perkuatan
dinding
menggunakan Sheet
pile tanpa
menggunakan angkur
memiliki nilai
keamanan lebih kecil
dari nilai batas
keamanan lereng
menggunakan
perkerasan dan nilai
total displacement
sebesar 0,231 m.
Perkuatan Sheet pile
ditambahkan jangkar
(angkur) nilai
keamanan lebih besar
dari nilai batas
keamanan lereng
menggunakan
perkerasan dan nilai
total displacement
sebesar 0,166 m
Sumber : Data diolah oleh Penulis, 2021
48
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Mulai
Studi Literatur
Pengumpulan Data
- Data Tanah
- Data Kontur
Sheet Pile Plaxis - Data Hidrologi
- Data Sheet Pile
Desain OK ?
Yes
SELESAI
49
3.2 Objek dan Lokasi Penelitian
Objek penelitian yang penulis tentukan kali ini adalah di lereng sungai
yang longsor di Sungai Lungun, Sabanar Baru, Kab. Bulungan, Kalimantan
Utara yang dapat dilihat pada Gambar 3.2 berikut ini. Waktu penelitian ini
dilakukan pada Juni sampai dengan Agustus 2020.
Sungai Lungun,
Sabanar Baru, Kab.
Bulungan
50
diperlukan ke pihak terkait, adapun data yang di peroleh antara lain data
karakteristik tanah, layout lokasi yang terdapat data kontur tanah di
dalamnya, dan data hidrologi kawasan lokasi penelitian, serta data teknis
sheet pile yang digunakan.
51
Gambar 3.3 Tampilan General Settings Project
52
Gambar 3.5 Tampilan Plaxis Calculations
Langkah untuk mengetahui nilai faktor keamanan pada lereng yang akan
di analisis yaitu dilakukan input terhadap tahap calculations sebagai
berikut :
a. Pilih Phi/c Reduction pada calculation type. Lalu pilih incremental
multipliers pada loading input, terakhir klik calculate.
b. Pilih titik nodal untuk penggambaran kurva perpindahan beban serta
penggambaran garis tegangan.
3. Plaxis Output
Plaxis output dapat di buka lagi dengan memilih toolbar Plaxis output,
atau dari start menu. Toolbar calculation pada calculation program juga
dapat digunakan untuk memasukkan ke output program ketika telah
selesai melakukan input dan telah selesai memilih titik yang akan ditinjau.
Hasil analisis yang di peroleh dapat di tampilkan sebagai berikut :
a. Pilih menu peningkatan total dari menu deformasi. Tampilan akan
menampilkan kenaikan dari semua titik nodal.
b. Pilih tegangan efektif pada menu tegangan. Tampilan akan
menampilkan besarnya dan arah tegangan utama efektif.
Hasil keluaran dari analisis program Plaxis adalah:
a. Tables of Output Data
Berupa tabulasi dari setiap data masukan, sehingga dapat dilakukan
kontrol terhadap data.
53
b. Graph of Input Data
Berupa grafik dari setiap data masukan, yaitu data mesh, kondisi
batas, parameter tanah dan kondisi air tanah.
c. Tables of Output Data
Berupa hasil perhitungan perpindahan, tes gaya dan momen, serta
informasi mengenai tahapan pembebanan.
d. Graph of Displacement
Berupa grafik yang menyatakan tegangan-regangan, baik total
maupun efektif, tekanan air pori, tegangan geser, dan sebagainya.
4. Plaxis Curves
Plaxis Curves Program dapat digunakan untuk memperoleh kurva
hubungan dari beban atau waktu terhadap penurunan, diagram tegangan-
tegangan dari lokasi yang telah dipilih sebelumnya dalam Calculation
Program (select point for curve), atau hasil kurva yang lainnya sesuai
kebutuhan pengguna. Pemilihan poin ini dibatasi hanya 10 buah nodal.
Tahapan untuk menampilkan kurva pada program Plaxis baik kurva baru
maupun kurva yang telah dibuat :
a. Menentukan kurva yang ingin ditampilkan pada Create/Open
project, jika kurva belum dibuat sebelumnya, maka pilih New chart
seperti pada gambar 3.6 berikut ini.
54
b. Memilih hubungan kurva yang ingin ditampilkan, sesuai dengan
nodal yang ditinjau seperti pada Gambar 3.7 berikut ini.
55
6. Cari nilai-nilai variabel untuk mencari faktor keamanan pada setiap
segmen
7. Cari nilai faktor keamanan.
Adapun untuk menghitung perencanaan konstruksi sheet pile yang
digunakan yaitu berpedoman kepada prinsip perancangan turap di angker
yang terletak pada tanah kohesif dengan metode ujung bebas, yaitu sebagai
berikut :
1. Analisa Gaya yang Bekerja pada Sheet Pile
a. Perhitungan koefisien tekanan tanah
b. Perhitungan tekanan tanah aktif
i. Tekanan tanah aktif
ii. Tekanan tanah pada dasar galian
iii. Tekanan tanah aktif total
iv. Jarak tekanan tanah aktif tehadap titik A
v. Momen tekanan tanah aktif terhadap titik A
vi. Jarak titik tangkap tekanan tanah aktif terhadap titik A
2. Perhitungan Kedalaman Sheet Pile
a. Perhitungan kedalaman penetrasi sheet pile (D)
b. Momen maksimum
c. Penentuan profil sheet pile
3. Perhitungan Angkur
a. Gaya pada angkur
b. Tahanan izin tie rod
c. Jarak blok angkur dari pusat ke pusat
d. Perencanaan diameter tie rod
e. Perhitungan tekanan tanah pada blok angkur
f. Perencanaan blok angkur
g. Tinggi blok angkur
h. Momen pada tie rod (jepit-jepit)
i. Tebal blok angkur
56
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
57
Tabel 4.1 Hasil uji Sondir
Kedalaman qc JHP Fr
Titik
(m) (kg/cm2) (kg/cm) (%)
S-1 11.40 120.00 794.74 0.84
S-2 11.00 130.00 830.96 0.39
Sumber : Data diolah oleh Penulis, 2021
58
Gambar 4.2 Hasil Cone Penetration Graphic Titik S-02
Uji tanah berikutnya yaitu pengujian handbor dengan hasil kedalaman
maksimal berada pada tanah lempung abu-abu yang berarti merupakan tanah
kohesif yang memiliki kedalaman dari 1 m sampai dengan 2.00 m, yaitu HB-
03 dengan hasil yang bisa di lihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 berikut ini :
Tabel 4.2 Tebal lapisan tanah hasil uji Handbor
Kedalaman Tebal Lapisan
Lapisan Jenis Tanah
(m) (m)
1 0.00 – 1.40 1.40 Lempung Abu-abu kecoklatan
2 1.40 – 2.00 0.60 Lempung Abu-abu
3 2.00 – 11.00 9.00 Lempung Abu-abu
Sumber : Data diolah oleh Penulis, 2021
59
Tabel 4.3 Parameter tanah hasil uji Handbor
Pengujian Lab. Hasil Satuan
Kadar air (ω) 56.483 %
Berat Jenis (Gs) 2.590 gr/cm3
Berat Isi (γ) 1.703 gr/cm3
Kohesi (c) 0.026 kg/cm2
Sudut Geser (Ø) 24.823 ͦ
Batas Cair (LL) 39.993 %
Batas Plastis (PL) 27.298 %
Indeks Plastisitas (IP) 12.695 %
Kuat Tekan Bebas (qu) 0.367 kg/cm2
Sumber : Lab. Teknik Sipil UBT, 2018
Dilihat dari data yang diperoleh dari pengujian sondir dan handbor di
atas, maka ditentukan asumsi data parameter tanah untuk kedalaman 2 m
sampai dengan kedalaman 11 m menggunakan data parameter tanah yang
sama dengan hasil pengujian di kedalaman 1.4 m sampai dengan 2 m serta
diambil asumsi kedalaman muka air tanah (MAT) pada kedalaman 2 m,
dikarenakan kurangnya data hasil pengujian yang diperoleh akibat
pengambilan data pada area tepi sungai dengan kondisi tanah yang ada yaitu
tanah lempung dan pengujian dilakukan secara manual, serta grafik hasil uji
sondir yang ada menunjukkan penambahan perlawanan konus yang
bertambah secara konstan maka ditentukan asumsi tersebut.
60
4.1.3 Data Kondisi Eksisting Sungai
Kondisi eksisting muara atau hilir Sungai Lungun dari hasil pengukuran
dan data DED yang di peroleh, serta hasil pengolahan data hidrologi pada
area tersebut dengan nilai High Water Level (HWL) +4,551 m dan nilai Low
Water Level (LWL) +2,514 m telah dihasilkan gambar cross section untuk
mewakili kondisi potongan melintang Sungai Lungun yang dapat dilihat pada
Gambar 4.4 berikut ini :
61
γ2 = 26,507 kN/m3
c2 = ½ x qu = ½ x 0,367 kg/cm2 = 17,995 kN/m2
𝜑2 = 24,823°
Dengan menggunakan data tanah diatas, setelah itu bidang longsor
tersebut di gambarkan dengan program bantu Autocad seperti yang terlihat
pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6 berikut ini :
6.000
57°
38°
1.3721 Lapis 1 2.000
23°
2 2.819 2.316
3.997
33.597
4 0.289
10°
16°
1.2923° 1.706 Lapis 2
6 0.231 5
1.455
1.391
1.338 1.356
11.000
9.000
- +
6.000
1
2.6673 2.6673 2.66731.5277 Lapis 1 2.000
0.8406 2 2.316
3
0.0212
4 1.0588
2.1187 0.289
2.6471
1.6782 1.706 Lapis 2
6
0.2933 5
1.455
1.391
1.338 1.356
9.853
11.000
9.000
- +
62
Dari data tanah dan penggambaran bidang longsor diatas, maka
dilanjutkan dengan perhitungan stabilitas lereng dengan Metode Fellenius
yang dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 berikut ini :
63
- 𝐴1 1 = 1.528 𝑚2 ; 𝐴1 2 = 0.021 𝑚2 ; nilai luasan area (A) diperoleh dari
penggambaran pada program bantu Autocad
- 𝑊1 = 𝐴1 . 𝛾1 + 𝐴2 . 𝛾2 = (1.528𝑥16.701) + (0.021𝑥26.507) = 62.878 𝑘𝑁
- 𝜶1 = 57° ; nilai sudut (𝛂) diperoleh dari penggambaran pada program
bantu Autocad
- 𝑢1 = 1.372 𝑚 ; nilai tinggi as irisan (u) diperoleh dari penggambaran
pada program bantu Autocad
- 𝑢𝑙1 = 𝑢1 . 𝑙1 . 𝛾𝑤 = 1.372𝑥2.605𝑥9.807 = 35.050 𝑘𝑁 ; 𝛾𝑤 = 9.807 𝑘𝑁/𝑚3
∑[𝑐 . 𝑙 + (𝑊 . 𝐶𝑂𝑆 𝛼 − 𝑢 . 𝑙) . 𝑡𝑎𝑛 𝜑] 175.26
- 𝐹𝐾 = = 119.22 = 1.470
∑(𝑊 . 𝑆𝐼𝑁 𝛼)
64
Dari data lapisan kedalaman tanah pada Tabel 4.6 diatas, penggambaran
desain konstruksi sheet pile menggunakan program bantu Autocad yang dapat
dilihat pada Gambar 4.7 berikut ini :
Pilecap
HWL
h1 +4.551 q Plat Trotoar
ha
h2 Tanah 1 (lempung)
?1 = 16.701 kN/m³
HT1 LWL c1 = 2.550 kN/m² Ha
h3 +2.514 MAT Ø1 = 24.823°
Tie Rod
H Blok Angkur
Tanah 2 (lempung)
?2 = 26,507 kN/m³
h4 c2 = 17.995 kN/m²
Ø2 = 24.823°
DASAR GALIAN
HT2
D=?
Turap
Rencana
65
Lanjutan Tabel 4.7 Tabulasi perhitungan tekanan tanah aktif
No. Notasi Uraian Pa (kN/m2)
(h2 + h3) . ɣ1 . Ka = (1 + 1) . 16,701
2. Pa2 13,649
. 0, 409
(q + (h2 + h3) . ɣ1) . Ka = (2,354 + (1
3. Pa3 14,611
+ 1) . 16,701) . 0,409
h4 . (ɣ2-ɣw) . Ka = 2,5 . 16,701 .
4. Pa4 17,061
0,409
5. Paw h4 .ɣw = 2,5 . 9,807 24,517
6. Pac1 - 2 . c1 . √Ka = -2 . 2,550 . √0,409 -3,260
7. Pac2 - 2 . c2 . √Ka = -2 . 17,995 . √0,409 -23,007
Sumber : Data diolah oleh Penulis, 2021
b. Tekanan tanah pada kedalaman dasar galian
q' = q + ∑ɣ . H – 2.c
= q + ɣ1 . (h2 + h3) + ɣ2 . h4 – 2 . (c1 + c2)
= 2,354 + 16,701 . (1+1) + 26,507 . 2,5 – 2 . (2,550+17,995)
= 60,933 kN/m2
c. Tekanan tanah aktif total
Perhitungan tekanan tanah aktif total dapat dilihat pada Tabel 4.8
berikut ini :
66
Tabel 4.9 Tabulasi perhitungan jarak tekanan tanah aktif
terhadap titik A
Jarak
No Notasi Uraian
(m)
1. La1 ½ . (h2 + h3) – h2 = ½ . (1+1) – 1 0,00
2. La2 2/3 . (h2 + h3) – h2 = 1/3 . (1+1) – 1 0,33
3. La3 ½ . h4 + h3 = ½ . 2,5 + 1 2,25
4. La4 2/3 . h4 + h3 = 2/3 . 2,5 + 1 2,67
5. Law1 1/3 . h4 + h3 = 2/3 . 2,5 + 1 2,67
6. Lac1 ½ . (h2 + h3) – h2 = ½ . (1+1) – 1 0,00
7. Lac2 ½ . (h4 + h3) = ½ . (2,5+1) 1,75
Sumber : Data diolah oleh Penulis, 2021
e. Momen tekanan tanah aktif terhadap tie rod (titik A)
Momen tekanan tanah aktif adalah titik pusat tekanan tanah aktif
yang ditinjau terhadap titik A yaitu tie rod, perhitungan momen
tekanan tanah aktif dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut ini :
67
Pilecap
HWL
h1 +4.551 q Plat Trotoar
h2
Ta1 Tac1
HT1 LWL Ta2
h3 +2.514
Pa1 Pa2 Pac1
H
Ta3 Tac2
h4 Ta4 Taw
DASAR GALIAN
A Pa3 Pa4 Paw Pac2
HT2 Turap
Rencana
D=?
68
Dari rumus abc yang telah dihitung diatas, maka di peroleh nilai :
D = X2 = 2,40 m
Kedalaman penetrasi sheet pile :
D' = 1,4 . D = 1,4 . 2,40 = 3,36 m
Panjang sheet pile total yang di perlukan :
P = H + D' = 4,5 + 3,36 = 7,86 m ≈ 8,00 m
2. Momen maksimum
∑𝑃𝑎 1 ∑𝑃𝑎
𝑀𝑚𝑎𝑥 = ∑𝑃𝑎 [(4𝑐−𝑞′ + 𝑦) − (2 . 4𝑐−𝑞′)]
40,035 1 40,035
𝑀𝑚𝑎𝑥 = 40,035 [(4.17,995−60,933 + 3,11) − (2 . 4.17,995−60,933)]
0.120
0.400
0.996
Gambar 4.9 Dimensi Profil Sheet Pile Tipe W-400 A 1000
Melihat hasil perhitungan momen maksimal, maka sheet pile yang di
tentukan memenuhi syarat cracking moment yaitu :
Mmax < Cracking moment
21 < 21,1 …. OK !!!
69
4.3.3 Perhitungan Angkur
1. Gaya pada angkur
T = ∑Pa-(4c-q').D
= 40,035 - (4 . 17,995 – 60,933) . 2,40
= 13,511 kN/m
2. Tahanan izin tie rod
∑𝑀𝑃𝑎
𝑃𝑎𝑙𝑙 = 𝑆𝐹
124,673
𝑃𝑎𝑙𝑙 = 2
= 62,336 kNm
3. Jarak blok angkur dari pusat ke pusat
Jarak blok angkur dari pusat ke pusat sama dengan jarak tie rod dari pusat
ke pusat
𝑃𝑎𝑙𝑙
𝑆 = ∑𝑃𝑎
62,336
𝑆=
40,035
= 1,56 m
Maka digunakan jarak blok angkur dari pusat ke pusat S = 1 m sesuai
dengan jarak lebar as ke as sheet pile yang kurang dari jarak blok angkur
dari pusat ke pusat pada perhitungan diatas.
4. Perencanaan diameter tie rod
T' =TxS
= 13,511 . 1
= 13,511 kN/m
σangkur baja = 3900 kg/cm2
𝑇′
σangkur baja = 𝐴
𝑇 ′ . 1000
σangkur baja = 1
. 𝜋 . ∅2
4
13,511.10000
∅=√ 1 22
. .3900
4 7
= 6,64 cm
Maka digunakan diameter tie rod Ø = 7 cm
70
5. Perhitungan tekanan tanah pada blok angkur
Di asumsikan : ha = 0,5 m
Ha =2m
f'c = 30 Mpa
Apabila h ≤ H/3, maka dianggap tinggi papan angkur = H , dan termasuk
jenis blok angkur memanjang dekat permukaan tanah.
h ≤ H/3
0,5 ≤ 2/3
0,5 ≤ 0,667 … OK !!!
- Tekanan tanah aktif pada blok angkur
Pa = 1/2 x γ1 x Ka x H² = 1/2 x 16,701 x 0,409 x 2² = 13,649 kNm
- Tekanan tanah pasif pada blok angkur
Pp = 1/2 x γ1 x Kp x H² = 1/2 x 16,701 x 2,447 x 2² = 81,739 kNm
6. Perencanaan blok angkur
Panjang tie rod direncanakan sepanjang X = 14 m. Penentuan panjang tie
rod yaitu dengan penggambaran grafis menggunakan program bantu
Autocad yang dapat dilihat pada Gambar 4.10 berikut ini :
Pilecap
HWL
0.100 +4.551
q Plat Trotoar
ha = 0.500m
1.000
Ha = 2.000m
LWL
1.000 +2.514
X = 14.000m
2.500 Turap
Rencana Zona Tanah Stabil
DASAR GALIAN
71
13,511 ≤ L . 68,091 + 20,398
-6,886 ≤ L . 68,091
L ≥ -0,101
1,5 ≥ -0,101
Maka digunakan tinggi blok angkur L = 1,5 m … OK !!!
8. Momen pada tie rod (jepit-jepit)
q = T = 13,511 kN/m
M = 1/12 . q . S²
= 1/12 . 13,511 . 1²
= 1,117 kNm
9. Tebal blok angkur
6.𝑀
𝑏= √
𝑓′ 𝑐 . 𝐿
6 . 1,117
=√
30 . 1000 . 1,5
= 0,012 m
= 1,22 cm
Maka digunakan tebal blok angkur b = 5 cm
10. Desain blok angkur
Dari hasil perhitungan blok angkur diatas, maka dapat dilihat dimensional
hasil penggambaran dengan program bantu Autocad pada Gambar 4.11
berikut ini :
Tie Rod Ø = 7 cm
S = 1.000m
L = 1.500m S = 1.000m
S = 1.000m
b = 0.050m
72
4.4 Analisis Stabilitas Lereng Menggunakan Program Plaxis
Tabel 4.11 Data parameter tanah yang di input pada program Plaxis
V.8.2
Mohr-Coulomb Lapis 1 Lapis 2
Tipe Undrained Undrained
unsat [kN/m³] 16.70 16.70
sat [kN/m³] 26.51 26.51
kx [m/day] 0.000 0.000
ky [m/day] 0.000 0.000
einit [-] 0.500 0.500
ck [-] 1E15 1E15
Eref [kN/m²] 3530.394 7845.320
n [-] 0.200 0.350
Gref [kN/m²] 1470.998 2905.674
Eoed [kN/m²] 3922.660 12591.254
cref [kN/m²] 2.55 18.00
[°] 24.82 24.82
Sumber : Data diolah oleh Penulis, 2021
Data pada Tabel 4.11 diatas di peroleh dari data parameter tanah yang
telah dilakukan pengujian sebelumnya dan beberapa di antaranya ditentukan
berdasarkan sumber terkait, adapun penjelasan sumber data tersebut sebagai
berikut :
1. Nilaiunsat dan sat merupakan berat jenis tanah pada setiap lapisan yang
diperoleh dari data pengujian parameter tanah sebelumnya atau dapat
dilihat pada Tabel 4.3 ;
2. Nilai kx dan ky di abaikan (= 0) ;
3. Nilai Eref diambil dari hasil pengujian sondir pada Lampiran 1, untuk E1
= 2 x 18 = 36 kg/cm2 = 3530,394 kN/m2, dan untuk E2 = 2 x 40 = 80
kg/cm2 = 7845,320 kN/m2 ;
73
4. Nilai n atau angka poisson (v) ditentukan dengan melihat Tabel 2.6
mengenai nilai angka poisson tanah yang di ambil menyesuaikan dengan
jenis tanah yang merupakan tanah lempung ;
5. Nilai cref atau nilai kohesi tanah yang diperoleh dari data pengujian
parameter tanah sebelumnya atau dapat dilihat pada Tabel 4.3 ;
6. Nilai atau sudut geser dalam yang diperoleh dari data pengujian
parameter tanah sebelumnya atau dapat dilihat pada Tabel 4.3 ;
7. Untuk nilai parameter tanah yang lainnya diperoleh dari perhitungan
otomatis program Plaxis yang digunakan tersebut.
Gambar 4.12 berikut adalah kondisi awal lereng tanpa menggunakan
perkuatan dan tanpa muka air tanah :
74
Proses perhitungan dengan Plaxis pada kondisi awal memiliki 2 fase,
yaitu fase perhitungan kondisi awal lereng dan perhitungan angka keamanan
(safety factor). Hasil running program Plaxis 2D tersebut dapat dilihat dari
Gambar 4.14 dan setelah di kalkulasikan, maka angka keamanan (safety
factor) diperoleh seperti pada Gambar 4.15 berikut :
75
Dari hasil analisis menggunakan program Plaxis 2D tersebut, nilai
faktor keamanan lereng yang diperoleh yaitu 1,1092. Melihat hasil tersebut
kondisi asli lereng diragukan kemantapannya, karena nilai angka keamanan
yang lebih kecil dari 1,5 tersebut. Maka dari itu dilakukan perkuatan lereng
dengan desain turap/sheet pile yang sudah direncanakan.
Tabel 4.12 Data parameter sheet pile yang di input pada program
Plaxis V.8.2
No Identification EA (kN/m) EI (kNm²/m) w (kN/m) n
1. Sheet Pile 4.00x106 53326.19 3.923 0.15
Sumber : Data diolah oleh Penulis, 2021
76
Gambar 4.16 Model Penampang Lereng Rencana dengan Perkuatan
Sheet Pile
Pada penggunaan program Plaxis 2D, perkuatan standar ini di analisis
untuk melihat bagaimana pengaruh perkuatan Sheet Pile dengan angkur ini
terhadap lereng dan menentukan angka keamanan lereng. Perhitungan angka
keamanan lereng menggunakan tahapan perhitungan secara umum, yaitu:
Fase 0 : Initial condition
Fase 1 : Penggalian
Fase 2 : Pemasangan sheet pile dan angkur
Fase 3 : Perhitungan safety factor lereng menggunakan sheet pile
Proses perhitungan setiap fase dengan Plaxis pada kondisi dengan
perkuatan dapat dilihat pada Gambar 4.17 sampai dengan 4.19 berikut ini :
77
Gambar 4.18 Tahapan Perhitungan Fase Pemasangan Sheet Pile dan
Angkur pada Lereng dengan Pekuatan Sheet Pile dan Angkur
78
m dan angkur pada kedalaman 1 m dari permukaan tanah yaitu sebesar
3,5814. Dari hasil analisis faktor keamanan lereng dengan nilai lebih dari 1,5
tersebut, maka lereng telah dapat dikatakan stabil.
79
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis dan perhitungan pada bab sebelumnya, penulis
menarik kesimpulan pada penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Nilai faktor keamanan pada lereng Sungai Lungun, Sabanar Baru, Kab.
Bulungan, Kalimantan Utara dengan menggunakan perhitungan manual
Metode Fellenius diperoleh nilai sebesar 1,470 dan perhitungan dengan
menggunakan program bantu Plaxis 2D V.8.2 diperoleh nilai sebesar
1,1092.
2. Untuk solusi penanggulangan longsor lereng Sungai Lungun, Sabanar
Baru, Kab. Bulungan, Kalimantan Utara ukuran dimensi perkuatan sheet
pile yang diperoleh dari perhitungan yaitu menggunakan sheet pile beton
tipe W-400 A 1000 dengan kedalaman 10 m ditambah dengan pengakuan
angkur pada kedalaman 1 m dari permukaan tanah yang dikaitkan oleh tie
rod baja Ø7 cm sepanjang 14 m kepada blok angkur beton dengan tinggi
blok angkur 1,5 m dan tebal 5 cm yang tertanam 0,5 m dari permukaan
tanah, maka menghasilkan nilai faktor keamanan lereng yang dihitung
menggunakan program bantu Plaxis 2D V.8.2 sebesar 3,5814.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan dari hasil penelitian yang
telah dilakukan yaitu sebagai berikut :
1. Diperlukan data parameter tanah dan sheet pile yang lebih lengkap untuk
dapat digunakan sebagai parameter analisis.
2. Untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan program bantu yang
lainnya agar hasil yang di peroleh lebih memuaskan.
80
DAFTAR PUSTAKA
Lokasi : Sabanar Baru - Tanjung Selor Dikerjakan : Endang Waty As., ST.
Depth Cw Tw Kw qc LF LF x 20 cm JHP Fr
(m) (kg/cm2) (kg/cm2) (Tw - Cw) (kg/cm2) (kg/cm2) (kg/cm) (kg/cm) (%)
8.20 62 70 8 62.00 0.80 16.10 476.84 1.30
8.40 65 75 10 65.00 1.01 20.12 496.96 1.55
8.60 70 80 10 70.00 1.01 20.12 517.08 1.44
8.80 75 85 10 75.00 1.01 20.12 537.20 1.34
9.00 80 90 10 80.00 1.01 20.12 557.32 1.26
9.20 82 92 10 82.00 1.01 20.12 577.44 1.23
9.40 84 94 10 84.00 1.01 20.12 597.56 1.20
9.60 86 96 10 86.00 1.01 20.12 617.68 1.17
9.80 88 98 10 88.00 1.01 20.12 637.80 1.14
10.00 90 100 10 90.00 1.01 20.12 657.92 1.12
10.20 92 100 8 92.00 0.80 16.10 674.02 0.87
10.40 95 105 10 95.00 1.01 20.12 694.14 1.06
10.60 100 110 10 100.00 1.01 20.12 714.26 1.01
10.80 105 115 10 105.00 1.01 20.12 734.38 0.96
11.00 110 120 10 110.00 1.01 20.12 754.50 0.91
11.20 115 125 10 115.00 1.01 20.12 774.62 0.87
11.40 120 130 10 120.00 1.01 20.12 794.74 0.84
11.60 >150
11.80 >150
12.00 >150
End End End End End End End End
Mengetahui,
Ka. Lab Teknik Sipil
Lokasi : Sabanar Baru - Tanjung Selor Dikerjakan : Endang Waty As., ST.
qc [kg/cm2 ]
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240
0.00
1.00
2.00
Series1 Series2
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
Depth [m]
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
18.00
19.00
20.00
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 0 5 10 15 20
Lokasi : Sabanar Baru - Tanjung Selor Dikerjakan : Endang Waty As., ST.
Depth Cw Tw Kw qc LF LF x 20 cm JHP Fr
(m) (kg/cm2) (kg/cm2) (Tw - Cw) (kg/cm2) (kg/cm2) (kg/cm) (kg/cm) (%)
8.20 75 86 11 75.00 1.11 22.13 569.40 1.48
8.40 80 92 12 80.00 1.21 24.14 593.54 1.51
8.60 85 98 13 85.00 1.31 26.16 619.70 1.54
8.80 90 104 14 90.00 1.41 28.17 647.86 1.56
9.00 100 110 10 100.00 1.01 20.12 667.98 1.01
9.20 102 112 10 102.00 1.01 20.12 688.10 0.99
9.40 104 114 10 104.00 1.01 20.12 708.22 0.97
9.60 106 116 10 106.00 1.01 20.12 728.34 0.95
9.80 108 118 10 108.00 1.01 20.12 748.46 0.93
10.00 110 120 10 110.00 1.01 20.12 768.58 0.91
10.20 114 122 8 114.00 0.80 16.10 784.68 0.71
10.40 118 125 7 118.00 0.70 14.08 798.76 0.60
10.60 122 128 6 122.00 0.60 12.07 810.84 0.49
10.80 126 131 5 126.00 0.50 10.06 820.90 0.40
11.00 130 135 5 130.00 0.50 10.06 830.96 0.39
11.20 >150
11.40 >150
11.60 >150
11.80 >150
12.00 >150
End End End End End End End End
Mengetahui,
Ka. Lab Teknik Sipil
Lokasi : Sabanar Baru - Tanjung Selor Dikerjakan : Endang Waty As., ST.
qc [kg/cm2 ]
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240
0.00
1.00
2.00
Series1 Series2
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
Depth [m]
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
18.00
19.00
20.00
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 0 5 10 15 20
LAB TEST
Depth (m)
Profil Bor
Lempung Abau-abu
0.80
1.00
Lempung abu-abu 59.01 2.629 1.206 0.009 31.444 35.854 28.789 7.065 0.440
1.40
End of Boring
LAB TEST
Depth (m)
Profil Bor
1.0
LAB TEST
Depth (m)
Profil Bor
1.00
1.40
End of Boring
PERENCANAAN
NORMALISASI SUNGAI LUNGUN SABANAR BARU
LOKASI :
- 2018
TIM PERENCANA :
Team Leader :
Asta, ST., M.Eng
NIP. 197711092014042001
Konstruktor :
Hasrullah, ST., MT.
NIDN. 1127107501
Drafter :
Noerman Adi Prasetya, SPd., MT.
NIDN. 0021058907
KETERANGAN :
JUDUL GAMBAR :
PERENCANAAN
NORMALISASI SUNGAI LUNGUN SABANAR BARU
LOKASI :
- 2018
TIM PERENCANA :
Team Leader :
Asta, ST., M.Eng
NIP. 197711092014042001
Konstruktor :
Hasrullah, ST., MT.
NIDN. 1127107501
Drafter :
Noerman Adi Prasetya, SPd., MT.
NIDN. 0021058907
KETERANGAN :
N
JUDUL GAMBAR :
A.02 1 : 8.000
LAYOUT DAERAH SUNGAI LUNGUN TANGGAL CETAK : REVISI KE :
Scale 1 : 8.000 00
STC_Nxn-1_2017
KEGIATAN :
PERENCANAAN
NORMALISASI SUNGAI LUNGUN SABANAR BARU
LOKASI :
- 2018
TIM PERENCANA :
Team Leader :
Asta, ST., M.Eng
NIP. 197711092014042001
Konstruktor :
Hasrullah, ST., MT.
NIDN. 1127107501
Drafter :
Noerman Adi Prasetya, SPd., MT.
NIDN. 0021058907
KETERANGAN :
Elevations Table
Number Minimum Elevation Maximum Elevation Area Color
1 0.41 2.74 65978.14
2 2.74 3.61 292051.30
3 3.61 4.22 446861.30
4 4.22 4.58 372617.20
5 4.58 5.08 526028.51
6 5.08 5.98 608798.50
7 5.98 7.99 1052229.92
6 8 7.99 17.32 979865.73
7
8
N
JUDUL GAMBAR :
Scale 1 : 8.000
00
STC_Nxn-1_2017
KEGIATAN :
PERENCANAAN
NORMALISASI SUNGAI LUNGUN SABANAR BARU
LOKASI :
- 2018
TIM PERENCANA :
Team Leader :
Asta, ST., M.Eng
NIP. 197711092014042001
Konstruktor :
Hasrullah, ST., MT.
NIDN. 1127107501
Drafter :
Noerman Adi Prasetya, SPd., MT.
NIDN. 0021058907
KETERANGAN :
JUDUL GAMBAR :
EXISTING SECTION
STA 2 + 250 S/D 2 + 300
EXISTING SECTION STA 2+300
NOMOR GAMBAR : SKALA GAMBAR :
Scale 1 : 300
A.38 1 : 300
TANGGAL CETAK : REVISI KE :
00
STC_Nxn-1_2017
KEGIATAN :
PERENCANAAN
NORMALISASI SUNGAI LUNGUN SABANAR BARU
LOKASI :
- 2018
TIM PERENCANA :
JUDUL GAMBAR :
EXISTING SECTION
STA 2 + 311.76 S/D 2 + 329
EXISTING SECTION STA 2+329
NOMOR GAMBAR : SKALA GAMBAR :
Scale 1 : 300
A.39 1 : 300
TANGGAL CETAK : REVISI KE :
00
STC_Nxn-1_2017
KEGIATAN :
PERENCANAAN
NORMALISASI SUNGAI LUNGUN SABANAR BARU
LOKASI :
- 2018
TIM PERENCANA :
JUDUL GAMBAR :
EXISTING SECTION
STA 2 + 350 S/D 2 + 362.83
EXISTING SECTION STA 2+362.83
NOMOR GAMBAR : SKALA GAMBAR :
Scale 1 : 300
A.40 1 : 300
TANGGAL CETAK : REVISI KE :
00
STC_Nxn-1_2017
KEGIATAN :
PERENCANAAN
NORMALISASI SUNGAI LUNGUN SABANAR BARU
LOKASI :
- 2018
TIM PERENCANA :
Team Leader :
Asta, ST., M.Eng
NIP. 197711092014042001
Konstruktor :
Hasrullah, ST., MT.
NIDN. 1127107501
Drafter :
Noerman Adi Prasetya, SPd., MT.
NIDN. 0021058907
KETERANGAN :
JUDUL GAMBAR :
EXISTING SECTION
STA 2 + 399.53
A.41 1 : 300
TANGGAL CETAK : REVISI KE :
00
STC_Nxn-1_2017
Lampiran 4
Dokumentasi Lokasi Penelitian
Foto lokasi penelitian :
Lampiran 5
Peta Lokasi Penelitian