Anda di halaman 1dari 63

PROPOSAL TUGAS AKHIR

SETTING TEKTONIK DAN ANALISA STRUKTUR GEOLOGI SESAR AMBELANG


DIKEPULAUAN PELENG SULTENG SERTA ANALISA DAMPAK MITIGASI
BENCANA GEOLOGI

Diajukan Kepada Universitas Tadulako untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar


Sarjana Strata Satu Teknik Geologi

Oleh :

BAYU SAPUTRA
STB. F 12115018

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TADULAKO
PALU, JANUARI 2021
HALAMAN PERSETUJUAN PROPOSAL TUGAS AKHIR

Judul Proposal Tugas Akhir:

SETTING TEKTONIK DAN ANALISA STRUKTUR GEOLOGI SESAR


AMBELANG DIKEPULAUAN PELENG SULTENG SERTA ANALISA
DAMPAK MITIGASI BENCANA GEOLOGI

Diajukan Kepada Universitas Tadulako untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh


derajad Sarjana Strata Satu Teknik Geologi

Oleh:
Bayu Saputra
STB. F12115018

DISETUJUI UNTUK DISEMINARKAN/ DIBAHAS OLEH TIM YANG


DITUNJUK OLEH JURUSAN DALAM FORUM SEMINAR PROPOSAL

Yang Menyetujui
Pembimbing

Dr. Sukardan Tawil ST, MT


NIK. 195905171984031012

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan ridho-Nya penulis masih diberi kesehatan dan umur panjang sehingga masih
dapat menyelesaikan Proposal Tugas Akhir yang berjudul ”Setting Tektonik Dan
Analisa Struktur Geologi Sesar Ambelang Dikepulauan Peleng Sulteng Serta Analisa
Dampak Mitigasi Bencana Geologi”.
Proposal ini dibuat guna untuk memenuhi syarat Tugas Akhir tahun ajaran
2020/2021, Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Tadulako.
Proposal ini dapat selesai karena bantuan banyak pihak, oleh karena itu, tidak lupa
pula penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Allah SWT yang telah memberi kesehatan dan kelancaran dalam
pembuatan Proposal Tugas Akhir ini.
2. Orang Tua dan Keluarga yang selalu mendukung dan memberikan kasih
sayang serta semangat tanpa henti.
3. Bapak Ir. Irianto Uno M.Sc. Selaku Pembimbing Dan Koordinator
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Tadulako
yang telah memberikan segala bentuk pengetahuan dan ilmu yang sangat
bermamfaat.
4. Bapak Dr. Sukardan Tawil ST.MT. Selaku Dosen Pengampuh yang ingin
dicita-citakan serta seluruh Dosen Mata Kulia di Program Studi Teknik
Geologi.
5. Saudara Arthur Krisna Batti dan Moh. Danil Lamora yang telah
menemani menyelesaikan Studi Lapangan didaerah penelitian.
6. Teman-teman dari Jurusan Teknik Geologi Angkatan 2015 (Melange_15)
dan Keluarga Besar HMTG Tadulako.
7. Teman teman dari IPMBL-Palu Sulteng,
8. Saudara Seperjuangan HMI Cabang Palu Komisariat MIPA dan Teknik
Untad yang mana selalu memberikan Masukan dan Kajian dalam
penyelesaian Proposal ini.
9. TIM KKN Angkatan 97 Posko Kabobona yang dibanggakan.

ii
10. Teman – teman dari Komunitas Backpacker Literasi Kota palu dan Aliansi
Komunitas Literasi Sulawesi tengah.
11. Segenap Keluarga basecamk rumah Bujang Hangtua yang telah
memberikan support Secara masiv dalam penyelesaian Proposal ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan proposal ini masih jauh dari


kesempurnaan dan masih banyak kekurangan, maka dari itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang nantinya dapat dijadikan sebagai
masukan demi tercampainya kesempurnaan dalam pembuatan laporan ini nantinya.

Akhir kata, besar harapan penulis agar Proposal ini diterima sehingga dapat
dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang direncanakan, penulis mengucapkan banyak
terima kasih.

Palu, September 2020


Penulis

Bayu Saputra

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... .....iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Maksud dan Tujuan ......................................................................................... 2
1.3 Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
1.4 Ruang Lingkup ................................................................................................ 3

1.4.1 Batas Daerah .......................................................................................... 3

1.4.2 Batas Gejala ........................................................................................... 3

1.5 Hasil Penelitian ............................................................................................... 3

1.6 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional Daerah Penelitian ............................................................... 5

2.2 Tektonik Sulawesi timur - Mandala Banggai Sula ......................................... 6

2.3 Struktur Geologi.............................................................................................. 8

2.3.1. Analisa Struktur Geologi ........................................................................ 9

2.3.1.1 Analisa Lipatan ............................................................................ 10

2.3.1.2 Analisa Struktur Sesar ................................................................. 15

2.3.1.3 Interpretasi Geologi ..................................................................... 21

iv
2.3.1.3 Interpretasi Metode Geometri ...................................................... 22

2.3.2. Tipe-tipe Struktur Geologi .................................................................... 26

2.3.2.1 Sesar ............................................................................................ 26

2.3.2.2 Kekar ........................................................................................... 29

2.3.2.3 Lipatan ......................................................................................... 31

1.4 Mitigasi Bencana Geologi............................................................................. 34

1.4.1 Tanah Longsor ....................................................................................... 37

1.4.2 Banjir ..................................................................................................... 41


1.4.3 Gempa Bumi dan Tsunami .................................................................... 45
1.4.3.1 Gempa Bumi ................................................................................ 45
1.4.3.2 Tsunami ....................................................................................... 48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Perlengkapan Penelitian ................................................................................ 50

3.1.1 Peralatan Lapang ................................................................................... 50

3.1.2 Peralatan Labolatorium .......................................................................... 51

3.2 Tahapan Penelitian ........................................................................................ 51

3.2.1 Tahapan Persiapan ................................................................................. 51

3.2.2 Tahapan Pengambilan Data Lapangan .................................................. 51

3.2.3 Tahapan Analisis dan Interpretasi data .................................................. 52

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proyeksi stereografi dari bidang-bidang pada suatu lipata.... 11

Gambar 2.2 Kedudukan sumbu dan bidang sumbu dari suatu peta a.
Peta geologi dari suatu lipatan rebah b. Stereogram yang
menunjukkan cara penentuan sumbu dan garis sumbu.…..... 11

Gambar 2.3 Perkembangan diagram S-Pole pada suatu perlipatan…..…. 12

Gambar 2.4 Pola lipatan (a) simetri terbuka, (b) simetri isoklin dan (c)
asimetri dengan bidang sumbu miring……….................... 13

Gambar 2.5 Peta ideal dari suatu lipatan superposisi………………........ 14

Gambar 2.6 Stereogram dari data orientasi dari lokasi 1, 2 dan 3………. 14

Gambar 2.7 Hubungan antara pola tegasan dan jenis-jenis sesar yang
terbentuk (A) dan Jenis-jenis kekar berdasarkan sifat
kejadiannya (B atas) Hubungan jenis-jenis kekar dengan
pola tegasan (stress) utama (b bawah)……………………... 16

Gambar 2.8 Diagram frekwensi dan diagram kontur dari kekar-kekar


yang dapat dipergunakan untuk menentukan tegasan
utama b. Diagram blok pola-pola kekar dan hubungannya
dengan tegasan regional disuatu wilayah…………………. 17

Gambar 2.9 Bentuk pergeseran sesar dan struktur lipatan seretan serta
sifat gerak sesar…………………………………………….. 19

Gambar 2.10 Struktur slickensides dan sifat pergeseran relatif


sebenarnya pada bidang sesa………………………………. 20

Gambar 2.11 Jenis-jenis parameter untuk menentukan pergeseran relatif


pada bidang sesar (Tjia, 1972)……………………………... 20

Gambar 2.12 Model Urutan Pola Struktur..………………………………. 22

vi
Gambar 2.13 Beberapa contoh prinsip atau model dari unsur struktur
yang dapat dipakai sebagai penentuan mekanisme gerak
sesar.……………………………… .……………… ……... 23

Gambar 2.14 Beberapa contoh prinsip geometri unsurunsur struktur pada


suatu sistem sesar.……………………………… .………… 25

Gambar 2.15 Beberapa contoh penyelesaian geometri penentuan gerak


sesar dengan proyeksi stereografi.…………………………. 25

Gambar 2.16 Sesar mendatar sinistral dan dextral………..……………… 28

Gambar 2.17 Sesar Nomal dan Naik.……………………………… .…… 28

Gambar 2.18 Synthetic Fault (kiri) dan Antithetic Fault (kanan) ...……… 29

Gambar 2.19 Jenis Kekar.……………………………… .……………….. 30

Gambar 2.20 Gambar Kekar.……………………………… .…………… 31

Gambar 2.21 Unsur Lipatan.……………………………… .………….… 33

Gambar 2.22 Jenis Lipatan.……………………………… .……………... 34

Gambar 2.23 Jenis tanah longsor (USGS, 2004) .………………………... 40

Gambar 2.24 Bagian-bagian longsoran (Varnes,1978; dalam


BAPEKOINDA, 1996) .…………………………………… 40

Gambar 2.25 DAS di Indonesia menurut KepPres No. 12 Tahun 2012….. 41

Gambar 2.26 Struktur Lapisan Bbumi.…………………….……………... 45

Gambar 2.27 Ilustrasi yang menggambarkan beberapa jenis batas


lempeng.……………………………… .…………………... 46

Gambar 2.28 Proses Terjadinya Tsunami.……………………………… .. 49

Gambar 2.29 Bagan Alir Penelitian.……………………………… .…….. 55

vii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang berada di zona khatulistiwa memiliki iklim


tropis yang sangat mendukung proses pelapukan yang sangat intensif. Keterdapatan
endapan laterit nikel di Indonesia yang tersebar di wilayah zona khatulistiwa tersebut
berkaitan dengan distribusi jalur global tektonik ofiolit berumur Mesozoikum-
Kenozoikum Sirkum Pasifik. Distribusi ofiolit tersebut melintasi Indonesia bagian
timur dimana keterdapatannya adalah sebagai obduksi batuan ultrabasa. Dalam hal ini
Lithosfer terdiri dari 20 segmen, dengan ketebalan antara 40 km hingga 100 km.
Akan tetapi terdapat lithosfer yang memiliki ketebalan hingga 400 km. Lempeng
yang ada di bumi, bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Pergerakan tektonik yang
secara dinamis dan masiv menyebabkan timbulnya Struktur Geologi yang kontinental
dipermukaan.

Geologi struktur mencakup bentuk permukaan yang juga dibahas pada


studi geomorfologi, metamorfisme dan geologi rekayasa. Dengan mempelajari
struktur tiga dimensi batuan dan daerah, dapat dibuat kesimpulan mengenai
sejarah tektonik, lingkungan geologi pada masa lampau dan kejadian deformasinya.
Hal ini dapat dipadukan pada waktu dengan menggunakan kontrol stratigrafi
maupun geokronologi, untuk menentukan waktu pembentukan struktur tersebut.
Secara lebih formal dinyatakan sebagai cabang geologi yang berhubungan dengan
proses geologi di mana suatu gaya telah menyebabkan transformasi bentuk, susunan,
atau struktur internal batuan kedalam bentuk, susunan, atau susunan intenal yang lain.
Proses Tektonik dan Struktur geologi yang berkembang akan mempengaruhi
pembentukan Potensi daerah yang lebih relevansi secara alamiah.

1
Dengan adanya pengaruh Tektoniksisasi yang masiv serta Struktur Geologi
yang sepadan disuatu daerah, strategi utama dalam melakukan pencegahan dalam
upaya meminimalisir dampak yang terjadi perlu dilakukannya Tindakan Mitigasi
Bencana Alam Geologi (MITIGASI). Secara umum, Mitigasi memerupakan suatu
bentuk upaya yang dilakukan untuk dapat mengurangi atau bahkan menghapus dari
terjadinya korban atau kerugian yang kemungkinan akan terjadi akibat bencana. Atau
juga bisa atau dapat ialah diartikan sebagai upaya yang dilakukan dengan segala maca
cara untuk persiapan sebelum terjadinya suatu bencana. Berdasarkan dengan Undang-
Undang No. 24 paa Tahun 2007 mengenai Penanggulangan Bencana, yang mana arti
mitigasi ini ialah suatu rangkaian dari bentuk upaya yang dilakukan udah dapat
meminimalisir dari terjadinya risiko dan juga dampak bencana, itu baik dengan
melalui pembangunan infrastruktur maupun juga dengan memberikan kesadaran dan
juga kemampuan untuk dapat menghadapi bencana.

1.2.Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini adalah mengetahui kondisi geologi lokasi penelitian,
serta menghimpun data Tektonik dan Struktur Geologi daerah yang terdiri dari pola
jalur sesar Ambelang.

Tujuan penelitian adalah untuk membangun model kendali Tektonik dan


Struktur Geologi terhadap pola sebaran garis sesar Ambelang yang akan memberikan
model mitigasi bencana geologi dan Konsep Tata Ruang daerah penelitian.

1.3. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam menyelesaikan Penelitian ini diantaranya Yaitu :

1. Bagaimana tatanan Tektonik Regional geologi di daerah penelitian?


2. Bagaimana pola sebaran Struktur Geologi didaerah penelitian?
3. Setting Tektonik dan Struktur geologi terhadap Bencana Alam Geologi?
4. Analisa Dampak Bencana dan Mitigasi bencana Alam Geologi?

2
1.4. Ruang Lingkup

1.4.1 Batas Daerah

Daerah penelitian terletak disebagian Kecamatan Peling Tengah dan


disebagiannya terletak di kecamatan Tinangkung (Kota Salakan, Desa
Ambelang) yang mana Secara administrasi daerah ini terletak didaerah
Kabupaten Banggai Kepuluan Provinsi Sulawesi Tengah. Secara astronomi
daerah penelitian terletak pada 1230 05‟ 00‟‟ E dan 010 15‟ 00‟‟ S - 1230 20‟ 00‟‟
E - 010 40‟ 00” S. daerah penelitian ini dapat ditempuh sekitar 12 Jam dari kota
palu ke kota Luwuk menggunakan Kendaran roda dua ataupun Empat dan
Kemudian menggunakan Kapal selama 5 Jam dari Kota Luwuk ke Salakan ibu
Kota Kabupaten Banggai kepulauan.

1.4.2 Batas Gejala

Geomorfologi : Pengamatan geomorfologi berdasarkan kenampakan bentuk


lahan di daerah peneletian. Umumnya geomorfologi di daerah pertambangan
telah mengalami ubahan dari manusia berdasarkan tipe tambangnya yang biasa
disebut juga sebagai bentuk lahan antropogenik. Litologi : Pengamatan litologi
yang dilakukan meliputi pengamatan yang bersifat makroskopis berupa
singkapan serta pengamatan yang bersifat mikroskopis berupa sayatan petrografi
dan Analisa Petrografi. Stratigrafi : Stratigrafi menjelaskan tentang bagaimana
keadaaan pengendapan batuan di daerah penelitian. Struktur geologi merupakan
salah satu penyebab metamorfosis yang relatif cepat terhadap keterdapannya.

1.5. Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang diharapkan dari Penelitian Tugas Akhir ini adalah Peta
Lintasan dan Lokasi Pengamatan, Peta Geologi, Peta Pola Pengaliran, Peta
Geomorfologi, Profil Detail Struktur Geologi daerah, Peta Mitigasi bencana Geologi
(Potensi Longsor, Banjir, Gempa-tsunami) dan Peta pola ruang Jalur Evakuasi, Serta

3
laporan hasil akhir yang sesuai dengan format laporan tata Bahasa Indonesia yang
baik dan benar.

1.6. Manfaat Penelitian


1. Pemerintah Daerah.

Dapat memberikan informasi tentang geologi daerah Penelitian secara lebih


detail, terutama data Sumber Mitigasi Bencana Alam Geologi daerah.

2. Universitas Tadulako

Membekali kemampuan dasar kepada mahasiswa Program Studi Teknik


Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Tadulako untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan dalam dunia kerja dan menjadikan arsip literatur awal dalam konsep
Geologi nantinya.

3. Mahasiswa
Melakukan proses persyarat mahasiswa Jurusan Teknik Geologi untuk
jenjang Strata-1, Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas
Tadulako. Serta mempraktekan langsung teori yang di dapat diperkuliahan dan
menerapkannya pada kondisi lapangan yang sebenarnya. Memperoleh wawasan
dan kemampuan dalam pengoptimalan pengetahuan serta pengalaman kerja di
lapangan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Regional Daerah Penelitian.

Sulawesi terletak di sebelah barat Lempeng Pasifik, di sebelah baratlaut


Lempeng Indo-Australia, dan di sebelah timur Lempeng Eurasia, sehingga evolusi
tektoniknya sangat dipengaruhi oleh berbagai macam mekanisme pergerakan
lempeng – lempeng pengapitnya.

Sejarah Geologi Sulawesi berkaitan erat dengan perisitiwa tektonik regional di


sekitar Sulawesi dan kegiatan tektonik lokal di berbagai bagian dari daerah Sulawesi,
seperti pemekaran di Selat Makassar, rotasi dasar Laut Sulawesi, serta kegiatan-
kegiatan tektonik di timur Sulawesi yang meliputi daerah Banggai – Sula serta
Kendari, Muna dan ButonAktifitas tektonik Lempeng Indo-Australia, Lempeng
Pasifik dan Lempeng Eurasia di sekitar Pulau Sulawesi telah berperan besar terhadap
perkembangan tektonik di Sulawesi dan sekitarnya. Pengaruh tersebut diawali sejak
zaman Mesozoikum, saat terjadinya pemekaran di paparan baratlaut Australia yang
diikuti pecahnya tepian Benua Australia yang membentuk beberapa mikrokontinen.
Mikrokontinen – mikrokontinen tersebut bergerak ke arah Sulawesi melalui
mekanisme sesar transform hingga bertabrakan dengan Busur Sulawesi dan diikuti
terbentuknya berbagai struktur geologi seperti tunjaman, sesar naik dan sesar
mendatar berskala besar. Dari arah timur bagian utara, sebagai pengaruh gerakan
Lempeng Australia ke utara dan Lempeng Pasifik ke barat, maka terbentuk sesar
transform mengiri yang membawa mikrokontinen ke arah Sulawesi hingga
bertabrakan dengan Sulawesi dan membentuk sesar naik Batui. Sementara dari arah
utara, rotasi yang terjadi pada dasar Laut Sulawesi ikut berperan terhadap
perkembangan tektonik lengan utara Sulawesi.

5
2.2. Tektonik Mandala Sulawesi Timur – Banggai Sula

Menurut Charlton (1996), Cekungan Luwuk - Banggai terbentuk sebagai akibat


adanya pensesaran mendatar dari Sistem Sesar Sorong yang merupakan sesar
tranform mengiri. Di daerah Kepulauan Sula dan Kepulauan Banggai, SesarSorong
ini terurai menjadi Sesar Sula Selatan dan Sesar Sula Utara, yang di ujung ke dua
sesar tersebut membentuk sesar naik Batui (Gambar 1).

Sistem Sesar Sorong telah membawa pecahan dari Paparan Barat laut Australia
ke Sulawesi. Di lengan timur sistem sesar ini mengakibatkan terjadinya obdaksi
ofiolit, yang diiukti oleh pengendapan material sin-orogenik sampai pasca orogenik
di Cekungan Luwuk - Banggai (Gambar 2). Menurut Wahyudiono dan Gunawan
(2011) evolusi tektonik di daerah Cekungan Luwuk-Banggai dan sekitarnya dapat
disederhanakan menjadi dua tahap, yaitu tahap Pra-Tersier dan tahap Tersier,
sebagaimana diterangkan sebagai berikut:

Evolusi Tektonik Pra-Tersier

Evolusi Pra-Tersier terdapat di mandala mikrokontinen Banggai-Sula. Evolusi


Pra-Tersier menurut Simandjuntak (1986) bahwa tektonik Banggai-Sula bersama-
sama dengan mikrokontinen di Indonesia bagian timur mempunyai sedikitnya dua
hiatus sejak awal Jura. Hiatus Awal Jura terjadi di setiap tempat di dunia. Di
Indonesia bagian timur hal ini berhubungan dengan penurunan eustatik dari pasangan
muka laut dengan tektonik. Tektonik divergen terjadi di batas utara Australia pada
awal Trias. Yang kedua, hiatus Awal Kapur, terjadi hanya di paparan (Banggai-Sula
dan Tukang- Besi) yang berupa hiatus submarin. Hal ini berhubungan dengan
tektonik divergen, yaitu platform tersebut saling terpisah dengan yang lain sepanjang
zona transcurrent. Sedangkan evolusi tersier menurut Simandjuntak (1986) juga
dibagi dua yaitu hiatus Paleosen terjadi di Platforms Banggai-Sula, Tukang Besi,
Buton dan Buru-Seram. Hiatus ini mengindikasikan terjadinya pengangkatan (uplift)
regional sampai terjadinya pergeseran transcurrenttranformal. Selama itu terjadi muka

6
laut turun yang diikuti oleh tererosinya paparan. Dalam hal ini tidak tercatat adanya
sedimen di dalam mikrokontinen. Tektonik divergen pada Paleosen mungkin
berhubungan dengan reaktivasi Sesar Sorong. Hiatus pada Miosen Tengah terjadi
akibat proses tumbukan antara Mendala Banggai-Sula dan Mendala Sulawesi Timur
yang ditandai oleh hadirnya endapan mollasa.

1. Fase Pra Tumbukan Benua

pada akhir Paleogen hingga Miosen Awal mikrokontinen BanggaiSula


masih bergerak ke baratdaya mendekati Sulawesi dengan difasilitasi oleh gerakan
mendatar Sesar Sorong. Mikrokontinen ini terdiri atas batuan alas kerak benua
yang ditutupi oleh runtunan batuan sedimen Mesozoikum yang didalamnya
terdapat rift graben yang terawetkan. Mikrokontinen ini menyambung dengan
kerak samudera di bagian baratnya yang menunjam ke arah barat di bawah
Sulawesi (Lempeng Asia)

2. Fase Tumbukan

sekitar Miosen Akhir mikrokontinen Banggai-Sula mulai berbenturan


dengan Sulawesi bagian timur, sehingga di Sulawesi Timur terjadi obdaksi
batuan ofiolit dan terjadi imbrikasi pada batuan sedimen asal paparan benua,
dengan batas barat Sesar Batui (deformasi ketiga). Sementara itu di daerah
mikrokontinen di sebelah timurnya terjadi sembulan-sembulan, antara lain
berupa Pulau Peleng, dan saat itulah Cekungan Luwuk-Banggai mulai terbentuk.
Waktu tumbukan antara mikrokontinen BanggaiSula dengan Sulawesi Timur
ditafsirkan oleh para peneliti pada kurun waktu yang berbeda-beda. Waktu
tumbukan menurut Simandjuntak (1986) terjadi pada Miosen Tengah. Garrard
drr.(1988) menyebutkan bahwa tumbukan terjadi pada Miosen - Pliosen.
Menurut Hamilton (1979) tumbukan terjadi pada Miosen Awal. Penelitian oleh
Davies (1990) menunjukkan bahwa tumbukan terjadi pada Akhir Miosen,

7
sedangkan menurut Villeneuve drr. ( 2002, dalam Wahyudiono dan Gunawan,
2011) terjadi pada Pliosen Tengah.

3. Fase Pasca- Tumbukan

Pada Pliosen Akhir Cekungan Luwuk-Banggai telah terbentuk dan diikuti


pengendapan sedimen mollasa di cekungan tersebut, serta cekungan di sebelah
timur Pulau Peleng dan Pulau Banggai, yang merupakan Paparan Taliabu.

2.3. Struktur Geologi

Geologi struktur adalah bagian dari ilmu geologi yang mempelajari tentang
bentuk (arsitektur) batuan sebagai hasil dari proses deformasi. Adapun deformasi
batuan adalah perubahan bentuk dan ukuran pada batuan sebagai akibat dari gaya
yang bekerja di dalam bumi. Secara umum pengertian geologi struktur adalah ilmu
yang mempelajari tentang bentuk arsitektur batuan sebagai bagian dari kerak bumi
serta menjelaskan proses pembentukannya. Beberapa kalangan berpendapat bahwa
geologi struktur lebih ditekankan pada studi mengenai unsur-unsur struktur geologi,
seperti perlipatan (fold), rekahan (fracture), patahan (fault), dan sebagainya yang
merupakan bagian dari satuan tektonik (tectonic unit), sedangkan tektonik dan
geotektonik dianggap sebagai suatu studi dengan skala yang lebih besar, yang
mempelajari obyek-obyek geologi seperti cekungan sedimentasi, rangkaian
pegunungan, lantai samudera, dan sebagainya. Sebagaimana diketahui bahwa batuan-
batuan yang tersingkap dimuka bumi maupun yang terekam melalui hasil pengukuran
geofisika memperlihatkan bentuk bentuk arsitektur yang bervariasi dari satu tempat
ke tempat lainnya. Bentuk arsitektur susunan batuan di suatu wilayah pada umumnya
merupakan batuan-batuan yang telah mengalami deformasi sebagai akibat gaya yang
bekerja pada batuan tersebut. Deformasi pada batuan dapat berbentuk lipatan maupun
patahan/sesar.

8
Dalam ilmu geologi struktur dikenal berbagai bentuk perlipatan batuan, seperti
sinklin dan antiklin. Jenis perlipatan dapat berupa lipatan simetri, asimetri, serta
lipatan rebah (recumbent/overtune), sedangkan jenis-jenis patahan adalah patahan
normal (normal fault), patahan mendatar (strike slip fault), dan patahan naik
(trustfault). Proses yang menyebabkan batuan-batuan mengalami deformasi adalah
gaya yang bekerja pada batuan batuan tersebut. Pertanyaannya adalah dari mana gaya
tersebut berasal ? Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam teori “Tektonik Lempeng”
dinyatakan bahwa kulit bumi tersusun dari lempeng-lempeng yang saling bergerak
satu dengan lainnya. Pergerakan lempeng-lempeng tersebut dapat berupa pergerakan
yang saling mendekat (konvergen), saling menjauh (divergen), dan atau saling
berpapasan (transform). Pergerakan lempeng-lempeng inilah yang merupakan sumber
asal dari gaya yang bekerja pada batuan kerak bumi. Berbicara mengenai gaya yang
bekerja pada batuan, maka mau tidak mau akan berhubungan dengan ilmu mekanika
batuan, yaitu suatu ilmu yang mempelajari sifat-sifat fisik batuan yang terkena oleh
suatu gaya.

2.3.1 Analisa Struktur Geologi

Analisa struktur geologi dapat dilakukan dengan beberapa tahapan dan cara,
dimulai dengan deskripsi geometri, analisa kinematika, yaitu mempelajari sifat gerak
dan perubahan yang terjadi pada batuan, sampai pada analisa dinamikanya, yaitu
mempelajari pengaruh gaya atau tegasan yang menyebabkan terjadinya deformasi
pada batuan. Analisa struktur dapat dilakukan secara langsung, artinya dengan
pengamatan secara seksama pada suatu singkapan, atau secara tidak langsung yaitu
dengan mempelajari dari peta-peta atau citra yang ada, penampang, dari pemboran
atau profil seismik, yang kemudian dilanjutkan dengan menerapkan teori-teori dan
konsep-konsep yang berlaku, untuk sampai pada suatu interpretasi. Pengamatan
secara langsung dilapangan merupakan langkah yang sangat fundamental. Pada
pengamatan secara langsung, selain analisa yang sifatnya deskriptif geometri, juga
dapat dilakukan pengamatan tentang kinematikanya, misalnya, jenis kekar, gejala

9
lipatan seretan (drag fold) karena sesar, cermin sesar (slickensides), gores-garis
(striation), stilolit, bidang belahan dan sebagainya. Hasil analisa ini sangat bermanfaat
untuk secara langsung dapat memastikan tentang jenis struktur dan
menginterpretasikan sifat dari gaya atau tegasan (proses dinamika) yang bekerja pada
pembentukan struktur tersebut. Dalam kenyataan di lapangan struktur geologi
seringkali tidak dijumpai dalam keadaan yang baik dan lengkap. Beberapa faktor
pembatas, antara lain adalah keadaan singkapan (Soil yang tebal, vegetasi yang lebat,
dan lain-lain), dan jangkauan pengamatan. Oleh karena itu pengamatan bentuk
bentang alam (Geomorfologi) dan interpretasi foto udara seringkali membantu dalam
analisa struktur.

2.3.1.1 Analisa Lipatan

Didalam analisa struktur lipatan, hubungan sudut antara garis dan bidang dapat
diselesaikan dengan deskripsi geometri. Cara yang lebih praktis adalah dengan
menggunakan jaring stereografi, terutama bila kita berhadapan dengan struktur yang
kompleks. Suatu hasil pengukuran kedudukan bidang-bidang perlapisan diplot pada
jaring stereografi.

Hasil perpotongan dari proyeksi-proyeksi tersebut akan mengumpul pada satu


titik yang disebut Diagram Beta (β), yang menunjukan kedudukan sumbu lipatan
(gambar 2.1 a). Apabila diplot kutub-kutub dari bidangnya, akan menghasilkan
kelompok titiktitik proyeksi yang penyebarannya mengikuti garis lingkaran besar.
Titik-titik proyeksi ini disebut Diagram S-Pole (gambar 2.1 b).

10
Gambar 2.1 Proyeksi stereografi dari bidang-bidang pada
suatu lipatan a. Diagram Beta b. Diagram
Phi

Gambar 2.2. Kedudukan sumbu dan bidang sumbu dari


suatu peta a. Peta geologi dari suatu lipatan
rebah b. Stereogram yang menunjukkan cara
penentuan sumbu dan garis sumbu

Pada contoh analisa dengan menggunakan S-pole diagram, yaitu contoh pada
gambar 11.6, terlihat distribusi proyeksi kutub yang memanjang dan melengkung.
Titik-titik tersebut merupakan tempat kedudukan yang dapat ditentukan letaknya
dengan menghimpitkan pada garis-garis meridian (lingkaran besar) pada Schmidt
Net. Garis jurus N 450W adalah garis puncak lipatan yang dipakai untuk membantu

11
menentukan kedudukan bidang sumbu lipatan, karena pada S-pole tidak ditentukan
adanya 2 maxima kutub. Garis sumbu lipatan adalah garis yang tegak lurus bidang
lengkung distribusi kutub atau tidak lain adalah beta (lihat gambar 10.5). Bidang
sumbu adalah bidang yang memuat garis sumbu dan jurus garis puncak lipatan.
Untuk menganalisa lebih lanjut terhadap arah lipatan, bidang sumbu, garis sumbu,
penunjaman dan bentuk lipatan, perlu dilakukan pengukuran secara menyeluruh pada
suatu daerah dimana terdapat gejala lipatan. Hasil pengukuran yang cukup banyak,
disamping disajikan di dalam peta, juga dianalisa dengan menggunakan diagram
kontur. Penggunaan diagram ini pada dasarnya sama dengan prinsip S-Pole. Hasil
pengukuran unsur struktur bidang perlapisan atau foliasi secara menyeluruh,
kemudian disajikan dalam diagram kontur. Bentuk umum suatu lipatan dalam
diagram kontur adalah penyebaran garis kontur atau distribusi titik-titik yang
memanjang, dengan dua kutub maxima yang merupakan pencerminan dua
kemiringan yang berbeda. Pada gambar 2.3 ditunjukkan perkembangan bentuk
diagram kontur S-Pole dari pengukuran berbagai posisi bidang. Suatu lapisan
mendatar, diagram konturnya merupakan satu kutub yang berada di pusat lingkaran
(gambar a). gambar b, c dan d, berturut-turut adalah lipatan yang membentuk kearah
sudut 45, 90 dan 180.

Gambar 2.3 Perkembangan diagram S-Pole


pada suatu perlipatan
12
Bila lapisan berupa lipatan yang simetri distribusinya akan menyebar ke arah
masing-masing kemiringan (gambar 2.4 a,b). Kemiringan yang tidak sama (asimetri)
akan ditunjukkan oleh kedudukan maxima yang tidak sama terhadap pusat lingkaran
(gambar C). Bidang sumbu lipatan digambarkan sebagai bidang miring yang melalui
tengah kedua maxima.

Gambar 2.4 Pola lipatan (a) simetri terbuka, (b)


simetri isoklin dan (c) asimetri
dengan bidang sumbu miring

Diagram kutub (S-Pole) dapat dipakai untuk menguji keseragaman sumbu


lipatan pada daerah yang dianalisa. Seringkali hasil pengukuran yang disajikan dalam
diagram kontur tidak dapat diinterpretasikan bentuknya, menyebar dan tidak berupa
lengkungan (girdle). Hal ini disebabkan karena pada daerah tersebut telah mengalami
dua atau lebih fasa perlipatan (dengan orientasi gaya yang berbeda). Cara pendekatan
analisa yaitu dengan mencari komponen yang lebih kecil, yang menunjukkan

13
keseragaman bentuk lipatan. Sebagai contoh, gambar 2.5 adalah peta ideal dari
lipatan-lipatan superposisi.

Gambar 2.5 Peta ideal dari suatu lipatan superposisi

Cara analisanya adalah dengan membagi menjadi daerah yang lebih kecil, yang
mempunyai kesamaan bentuk lipatan. cara pembagian dapat dilakukan dengan
mencoba-coba, tetapi dalam hal ini diambil batasan lokasi yang tercakup didalam
garis sumbu lipatan. Didapatkan lokasi 1, 2 dan 3. Kemudian masing-masing diplot
dalam diagram kutub dan beta, seperti pada gambar 2.6

Gambar 2.6 Stereogram dari data orientasi dari lokasi 1, 2 dan 3

Lipatan merupakan salah satu gejala struktur geologi yang amat penting.
Struktur lipatan sangat menentukan distribusi batuan dan struktur bawah permukaan.
Selain itu lipatan berhubungan erat dengan pola tegasan atau gaya yang berpengaruh
di daerah tersebut dan gejala struktur yang lain, misalnya sesar.

14
Mekanisme pembentukan lipatan bisa disebabkan oleh “buckling” atau
„bending”. Pada gejala buckling atau melipat, gaya yang menyebabkan terbentuknya
lipatan arahnya sejajar dengan permukaan bidang yang terlipat, sedangkan pada
bending atau pelengkungan, gaya yang menyebabkannya berarah tegak lurus dengan
permukaan yang terlipat.

2.3.1.2 Analisa Struktur Sesar

Sesar adalah struktur rekahan yang telah mengalami pergeseran. Sifat


pergeserannya dapat bermacam-macam, mendatar, miring (oblique), naik dan turun.
Didalam mempelajari struktur sesar, disamping geometrinya yaitu, bentuk, ukuran,
arah dan polanya, yang penting juga untuk diketahui adalah mekanisme
pergerakannya. Gejala sesar seringkali disertai dengan gejala struktur yang lain,
misalnya kekar, lipatan, drag fold (lipatan seretan), breksiasi akibat sesar, milonit,
filonit dan sebagainya. Struktur-struktur ini sangat penting untuk membantu didalam
analisis tentang pergerakan sesar.

Kekar dan Urat (Vein)

Kekar adalah gejala yang umum terdapat pada batuan. Kekar dapat terbentuk
karena tektonik (deformasi) dan dapat terbentuk juga secara non tektonik (pada
saat diagenesa, proses pendinginan dsb). Dalam hal ini kita membatasi pada jenis
kekar yang terbentuk secara tektonik. Kekar merupakan salah satu struktur yang
sulit untuk diamati, sebab kekar dapat terbentuk pada setiap waktu kejadian
geologi, misalnya sebelum terjadinya suatu lipatan, atau terbentuknya semua
struktur tersebut. Hal ini yang juga merupakan kesulitan adalah tidak adanya atau
relatif kecil pergeseran dari kekar, sehingga tidak dapat ditentukan kelompok
mana yang terbentuk sebelum atau sesudahnya. Secara kejadiannya (genetik),
kekar dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :

15
a. Kekar gerus (shear fracture) : adalah rekahan yang bidang-bidangnya
terbentuk karena adanya kecenderungan untuk saling bergeser (shearing)
lihat gambar 2.7 b atas dan bawah.
b. Kekar tarik (extention fracture) : adalah rekahan yang bidang-bidangnya
terbentuk karena adanya kecenderungan untuk saling menarik (meregang),
lihat gambar 2.7 b atas dan Gambar 2.7 b bawah

Extension fracture dapat dibedakan sebagai :

 Tension fracture : ialah kekar tarik yang bidang rekahnya searah dengan
arah tegasan, lihat c pada gambar 2.7 (B-Bawah)
 Release fracture : ialah kekar tarik yang terbentuk akibat hilangnya atau
pengurangan tekanan dan tegak lurus terhadap gaya utama, lihat d pada
gambar 2.7 (B-Bawah)

B
Gambar 2.7 Hubungan antara pola tegasan dan jenis-jenis sesar
yang terbentuk (A) dan Jenis-jenis kekar
berdasarkan sifat kejadiannya (B atas) Hubungan
jenis-jenis kekar dengan pola tegasan (stress)
utama (b bawah)

16
Pembedaan kedua jenis kekar ini terutama didasarkan pada sifat pergerakannya.
Banyak kriteria untuk menentukan jenis-jenis kekar ini, misalnya sifat
permukaan, orientasi pada pola regional (daerah yang lebih luas), dan hubungan
dengan struktur lain, tetapi seringkali tidak mungkin membedakannya di
lapangan. Dihubungkan dengan prinsip tegasan utama (pelajari prinsip
kekandasan batuan), pola kekar-kekar ini akan mengikuti prinsip tegasan (σ1, σ2,
σ3) seperti ditunjukkan pada gambar 2.7. Didalam analisa, kekar dapat dipakai
untuk membantu menentukan pola tegasan, dengan anggapan bahwa kekar-kekar
tersebut pada keseluruhan daerah terbentuk sebelum atau pada saat pembentukan
sesar (gambar 2.8) Cara ini sangat lemah dan umumnya dipakai pada daerah
yang lebih luas (regional) dan data yang dipakai tidak hanya kekar, tetapi juga
sesar yang dapat diamati dari peta topografi, foto udara dan citra landsat.

Gambar 2.8 a. Diagram frekwensi dan diagram kontur


dari kekar-kekar yang dapat dipergunakan
untuk menentukan tegasan utama b.
Diagram blok pola-pola kekar dan
hubungannya dengan tegasan regional
disuatu wilayah

17
Cara pendekatan lain untuk menganalisa kekar yaitu dengan melihat gejala yang
terdapat pada jalur sesar. Mengingat bahwa akibat gerak dari sesar, struktur kekar
juga dapat terbentuk. Beberapa contoh gerak sesar dapat menimbulkan pola
kekar “pinnate” (struktur bulu ayam), “en echelon” fractures Kekar-kekar ini
umumnya merupakan kekar regangan yang sudut lancip searah dengan gerak
sesar. Dengan dasar ini, Hill (1976) mencoba menyimpulkan bahwa pada setiap
gerak sesar terbentuk struktur penyerta yang mempunyai pola seperti ditunjukkan
pada. Dengan menganggap bahwa gejala atau pola tersebut terbentuk akibat
gerak sesar, maka dengan mempelajari gejala disekitar jalur sesar, gerak relatif
dari sesar dapat ditentukan. Tjia (1971), setelah mempelajari lebih lanjut
struktur-struktur penyerta pada sesar, menyimpulkan bahwa pola-pola “tension
(gash) fracture” (kekar tarik), “shear fracture” (kekar gerus) dan “micro fold”
(lipatan mikro), membentuk selang sudut yang mempunyai batasan.

Breksi Sesar dan Milonitt

Bidang sesar biasanya terisi oleh bahan-bahan fragmental yang disebut “Breksi
Sesar”. adakalanya bahan ini agak lunak dan hancur yang disebut sebagai
“Gouge”, juga pada batuan metamorf menunjukan lembar-lembar yang berupa
struktur aliran. Pada bagian yang sangat intensif tingkat hancurannya
(deformasinya), zona sesar dapat berupa serbuk berbutir halus dan lunak yang
disebut “Milonit”. Gejala-gejala ini merupakan bukti-bukti yang dapat dipakai
untuk menduga kelurusan atau kemenerusan dari jalur sesar. Arah-arahnya
misalnya didapatkan dari orientasi memanjangnya fragmen atau jalur breksiasi,
arah bidang-bidang gerusan (shearing) dari milonit dan sebagainya. Arah ini akan
membantu untuk menentukan bidang sesar.

Struktur Seretan (drag)

Struktur seretan (fault drag atau drag fold) adalah gejala penyerta disekitar
bidang sesar yang terbentuk akibat pergerakan sesar. Struktur ini dapat

18
menunjukan gerak relatif sebenarnya. Struktur ini tampak pada perlapisan atau
bidang foliasi. Ada 2 macam seretan (drag) yang dapat terbentuk yaitu “seretan
normal” (normal drag) dan “seretan naik” (reverse drag). Hubungan dengan
gerak relatifnya ditunjukkan pada gambar 2.9

Gambar 2.9 Bentuk pergeseran sesar dan struktur lipatan


seretan serta sifat gerak sesar

Cermin sesar (slickensides) dan Gores-garis (striation)

Slickensides atau cermin sesar adalah gejala yang tampak pada permukaan
bidang-bidang yang tergeser. Dapat terbentuk pada bidang sesar atau
bidangbidang kekar yang menyertainya. Struktur tersebut merupakan bidang-
bidang halus, dengan goresan-goresan (striations) yang seolah-olah dipoles.
Seringkali disertai dengan jenjang-jenjang (steps), yang merupakan kekar yang
terbentuk akibat gerak relatif dari bidang itu. Beberapa contoh diperlihatkan pada
gambar 2.10dan gambar 2.11

19
Gambar 2.10 Struktur slickensides dan sifat
pergeseran relatif sebenarnya pada
bidang sesar

Gambar 2.11 Jenis-jenis parameter untuk


menentukan pergeseran relatif
pada bidang sesar (Tjia, 1972)

20
2.3.1.3 Interprtasi Geologi

Pengukuran-pengukuran bidang-bidang sesar dan gelinciran atau gores-garis


dapat dinyatakan secara numerik berupa jurus, kemiringan, arah gelinciran,
penunjaman, dan pitch. memperlihatkan penapilan kedudukan sesar dan arah
gelinciran dengan mempergunakan proyeksi bagian bawah dari jaring Schmidt.
Bidang sesar adalah PF, gores-garis adalah A (arah panah mengindikasikan gerak dan
komponen normal). Selanjutnya kita dapat membuat bidang bantu (PA) yang tegak
lurus gores-garis (A) dan tegak lurus bidang sesar (PF). Bidang tersebut mempunyai
sebuah definisi geometri yang murni dan bukan sebagai bidang kembarnya atau
bidang konjugasinya. Kedua bidang PA dan PF membentuk empat hukum dihedral
(quatre dièdres droits) daerah titik-titik merupakan dihedral tekanan di mana terdapat
σ1 dan daerah warna putih merupakan dihedral tarikan dimana terletak σ3. Dari
perhitungan mekanisme pusat gempa, kita dapat menentukan dua bidang sesar yang
kemungkinan tegak lurus satu sama lain, yaitu PA dan PF tetapi tidak mungkin
dipisahkan satu dengan yang lain oleh metoda gempa (Honda, 1957). dikenal dua
kemungkinan arah gelinciran dengan sifat pergerakan nya yaitu gerakan turun (A dan
C) yang berpotongan di B. Secara singkat ditemukan vektor-vektor τ (shearing stress
atau tegasan tangensial) dan σn (normal stress atau tegasan normal) tetapi tanpa
mengetahui yang mana τ dan yang mana σn. Hal ini tidak terlalu penting untuk
menentukan kedua tempat tersebut sebelum mengandung σ1 dan σ3. dimana tidak
merubah PA dan PF, serta A dan C. Ahli kegempaan mempunyai hukum-hukum
untuk menentukan sebuah sumbu tekanan P (axe des pression) dan sumbu tarikan T
(axe des tension) yang adalah sumbu-sumbu simetri dari masing-masing dihedral
tekanan dan tarikan. Yang penting diketahui bahwa σ1 dan σ3 dapat terletak dimana
saja dalam setiap dihedral kompresi dan tarikan. σ1 dan σ3 hanya mempunyai
hubungan dengan P dan T dalam kasus sangat istimewa (misalnya kejadian secara
kebetulan dimana sumbu-sumbu prinsipal tegasan deformasi absen dari pergeseran
dalam). Jadi σ1 dapat membaur dengan P dan σ3 dengan T dalam keadaan elastis

21
murni dan isotrope yang secara umum merupakan kasus. Dengan catatan bahwa
kadang-kadang batuan memperlihatkan peningkatan isotope sebagai fungsi dari
kedalaman.

2.3.1.4 InterMetode Geometri

Contoh atau model gejala sesar selalu ditunjukkan sebagai sesar mendatar pada peta
atau sesar normal pada penampang. Bila kenyataan di lapangan tidak demikian, maka
posisinya dikembalikan secara geometri dengan proyeksi stereografi. Sebagai contoh,
disajikan cara analisa dari suatu jalur sesar, dengan memakai model teori Moody dan
Hill (1956). Teknis pengukuran secara random di lapangan dipisahkan untuk masing-
masing jenis struktur penyerta. Kemudian masingmasing disajikan dalam bentuk
diagram untuk mengetahui arah/kedudukan umumnya, sebelum dianalisa lebih lanjut
untuk mengetahui nama sesar dengan mempergunakan “klasifikasi ganda”.

Gambar 2.12 A. Model Urutan Pola Struktur menurut Moody dan Hill
(1956), B. Model “Simple Shear” menurut Harding
(1973), C. Perbandingan antara “Pure Shear” (inline
compression) dan “Simple Shear” (differential horizontal
movement) (Dari Thomas et al., 1973)

22
Prinsip ataupun model tentang kinematika dan dinamika struktur seringkali, dan akan
lebih mudah ditampilkan dalam gambaran dua dimensi, yaitu pada tampak peta atau
penampang. Beberapa contoh yang dipakai sebagai analisis pergerakan sesar
misalnya (Gambar 2.13).

Hubungan antara tegasan utama dan pola kekar gerus yang berpasangan atau sesar
mendatar utama. - Hubungan antara sesar atau jalur sesar dengan struktur kekar
(tension gash dan shear) atau lipatan minor yang menyertai. - Hubungan antara dan
pola keterakan (strain ellips) didalam jalur sesar.

Gambar 2.13 Beberapa contoh prinsip atau model dari


unsur struktur yang dapat dipakai sebagai
penentuan mekanisme gerak sesar
Dari beberapa prinsip ini secara teoritis dapat diketahui sifat gerak sesar
sebenarnya (slip). Dalam skala kecil sifat gerak sebenarnya ini misalnya dapat terlihat
pada gores-garis (striation) pada cermin sesar (slickenside). Pada kasus yang lebih
umum, kedudukan dan sifat gerak ini harus ditentukan dengan menerapkan kaidah

23
teori ataupun model yang berlaku. Gerak suatu sesar tidak selalu mutlak mendatar
seperti tampak pada peta, normal atau naik pada penampang, akan tetapi dapat
bervariasi antara ketiga jenis gerak tersebut. Oleh karena itu kaidah teori atau model
dan interpretasi gerak sesar sebenarnya harus dapat dibayangkan dalam gambaran
tiga dimensi. Untuk mempermudah dalam memperoleh gambaran tiga dimensi,
gambaran pada tampak peta (bidang gambar dari prinsip atau model yang dipakai)
diuraikan sebagai unsur-unsur geometri bidang atau garis. Suatu gambar model sesar
mendatar pada peta misalnya, dengan struktur-struktur kekar atau lipatan (bidang
sumbunya) harus dapat dibayangkan sebagai bidang-bidang yang vertikal, yang
berpotongan dengan bidang gambar yang tegak lurus terhadap struktur-struktur
tersebut, sebagai struktur-struktur garis. Kedudukan dari geraknya (slip) atau tegasan
utama yang bekerja juga harus dapat dibayangkan sebagai suatu garis yang
merupakan perpotongan antara bidang sesar dengan bidang gambarnya. Dengan kata
lain, pada kasus ini kedudukan slip pada bidang sesar dapat ditentukan dengan
memotongkan bidang sesar dan bidang yang tegak lurus terhadapnya. Bidang gambar
dapat dianggap sebagai bidang bantu (auxillary plane). Dengan cara yang sama,
prinsip ini dapat diterapkan untuk semua struktur-struktur yang merupakan unsur
yang dapat dipakai sebagai penentu gerak sesar. Secara geometri pada suatu sistem
sesar, struktur-struktur ini akan saling berpotongan pada suatu garis yang juga tegak
lurus pada bidang. Hal ini sangat membantu dalam penyelesaian geometri, karena
pada banyak kasus, kedudukan bidang sesar seringkali sangat sulit diukur misalnya
pada suatu jalur sesar, secara teoritis akan melalui garis tersebut. Dengan mengacu
pada prinsip diatas, kedudukan ataupun dari suatu sesar dan semua struktur yang
dipakai sebagai kriteria untuk menafsirkan gerak sesar dapat diperhitungkan
posisinya satu sama lain sesuai dengan kaidah atau model teoritis yang berlaku.
Karena kedudukan unsur-unsur struktur tidak selalu vertikal, penyelesaian akan lebih
mudah dilakukan dengan jaring stereografi (Wulf net atau Schmidt net).

24
Gambar 2.14 Beberapa contoh prinsip geometri unsur-
unsur struktur pada suatu sistem sesar

Gambar 2.15 Beberapa contoh penyelesaian geometri


penentuan gerak sesar dengan proyeksi
stereografi

25
2.3.2 Tipe-tipe Struktur Geologi

Geologi Struktur dalam kajiannya akan mempelajari struktur sekunder batuan yang
terbentuk sebagai akibat interaksi batuan dengan tektonik, walaupun tidak semua
struktur geologi terbentuk akibat interaksi ini. Interaksi batuan dengan Tektonik
(dalam hal ini pergerakan antar lempeng), akan menyebabkan suatu batuan tersebut
terdeformasi. Deformasi adalah perubahan dalam tempat dan/atau orientasi dari tubuh
batuan. Deformasi secara definisi dapat dibagi menjadi Distortion yaitu perubahan
bentuk, Dilatation yaitu perubahan volume, Rotation yaitu perubahan orientasi dan
Translation yaitu perubahan posisi. Ada dua cara suatu batuan terdeformasi, yaitu :
Defomasi Brittle (getas/pecah) dan deformasi Ductile (kenyal). Dalam menghadapi
suatu gejala deformasi beserta akibatnya pada kerak bumi, maka kita akan
berhadapan dengan suatu gaya. Arah dari gaya yang bekerja pada atau dalam kulit
bumi dapat bersifat : a. Berlawanan arah tetapi bekerja dalam satu garis. Gaya seperti
ini dapat bersifat: Tarikan (tension) dan Tekanan (compression). b. Berlawanan,
tetapi bekerja dalam satu bidang (couple) c. Berlawanan, tetapi bekerja pada kedua
ujung bidang (torsion). d. Gaya yang bekerja dari segala jurusan terhadap suatu
benda, yang pada umumnya berlangsung dalam kerak bumi (tekanan Lithostatis).

2.3.2.1. Sesar

Sesar atau patahan adalah rekahan pada batuan yang telah mengalami pergeseran
yang berarti pada bidang rekahnya.Suatu sesar dapat berupa bidang sesar (Fault
Plain) atau rekahan tunggal. Tetapi sesar dapat juga dijumpai sebagai semacam jalur
yang terdiri dari beberapa sesar minor. Jalur sesar atau jalur penggerusan, mempunyai
dimensi panjang dan lebar yang beragam, dari skala minor sampai puluhan kilometer.
Kekar yang memperlihatkan pergeseran bisa juga disebut sebagai sesar minor.
rekahan yang cukup besar akibat regangan, amblesan, longsor, yang disebut fissure,
tidak termasuk dalam definisi sesar. Beberapa indikasi umum adanya sesar adalah
kelurusan pola pengaliran sungai, pola kelurusan punggungan, kelurusan gawir, gawir

26
dengan triangular facet, keberadaan mata air panas, keberadaan zona hancuran,
keberadaaan kekar, keberadaan lipatan seret (Dragfold), keberadaan bidang gores
garis (Slicken Side) dan slicken line dan adanya tatanan stratigrafi yang tidak teratur.

 KLASIFIKASI SESAR
1. Slip (pergeseran relatif)
Pergeseran relatif pada sesar, diukur dari jarak blok pada bidang pergeseran
titik-titik yang sebelumnya berhimpit. Jarak total dari pergeseran disebut
dengan net slip. Slip fault terbagi atas:
a. Strike Slip Fault, sesar yang arah pergerakannya relatif paralel dengan
strike bidang sesar. (Pitch 0˚ - 10˚). Sesar ini disebut juga sebagai Sesar
Mendatar. Sesar mendatar terbagi lagi atas :
 Sesar Mendatar Sinistral, yaitu sesar mendatar yang blok batuan
kirinya lebih mendekati pengamat.
 Sesar Mendatar Dextral, yaitu sesar mendatar yang blok batuan
kanannya lebih mendekati pengamat.
b. Dip Slip Fault, sesar yang arah pergerakan nya relatif tegak lurus strike
bidang sesar dan berada pada dip bidang sesar. (Pitch 80˚ - 90˚). Dip Slip
Fault terbagi l
 Sesar Normal, yaitu sesar yang pergerakan Hanging- Wallnya relatif
turun terhadap Foot-Wall.
 Sesar Naik, yaitu sesar yang pergerakan Hanging-Wallnya relatif
naik terhadap Foot-Wall.
 Strike-Dip Slip Fault atau (Oblique Fault), yaitu sesar yang vektor
pergerakannya terpengaruh arah strike dan dip bidang sesar. (Pitch
10˚ - 80˚). Strike-Dip Slip Fault terbagi lagi atas kombinasi-
kombinasi Strike Slip Fault dan Dip Slip Fault

27
Gambar 2.16 Sesar mendatar sinistral dan dextral

Gambar 2.17 Sesar Nomal dan Naik

Sesar biasanya tidak terjadi hanya satu melainkan beberapa sesar yang
berada disekitar sesar utama yang disebabkan oleh pergerakan sesar utama. Jika

28
dilihat secara vertikal maka akan terlihat perbedaan arah dip sesar minor dengan
sesar utama, maka sesar dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

 Antithetic Fault, yaitu sesar sesar minor yang arah dipnya berlawanan
dengan arah dip sesar utama
 Synthetic Fault, yaitu sesar sesar minor yang arah dipnya relatif sama
dengan arah dip sesar utama

Gambar 2.18 Synthetic Fault (kiri) dan Antithetic Fault (kanan)

2. Separation (Pergeseran Relatif Semu)


Bila pitch tidak dapat ditemukan, maka pergeseran tidak dapat
ditentukan, maka pergeseran disebut separation.

2.3.2.2. Kekar
Kekar adalah struktur rekahan pada batuan dimana tidak ada atau relatif sedikit
sekali terjadi pergeseran. Kekar merupakan salah satu struktur yang paling umum
pada batuan.
 Klasifikasi Kekar
Secara genetik, kekar terbagi atas:
1. Kekar Gerus (Shear Joint), yaitu kekar yang terjadi akibat stress yang
cenderung mengelincir bidang satu sama lainnya yang berdekatan. Ciri-

29
ciri dilapangan biasanya bidangnya licin,memotong seluruh batuan,
memotong komponen batuan, bidang rekahnya relatif kecil, adanya joint
set berpola belah ketupat.
2. Kekar Tarikan (Tensional Joint), yaitu kekar yang terbentuk dengan arah
tegak lurus dari gaya yang cenderung untuk memindahkan batuan (gaya
tension). Hal ini terjadi akibat dari stress yang cenderung untukmembelah
dengan cara menekannya pada arah yang berlawanan, dan akhirnya kedua
dindingnya akan saling menjauhi. Ciri-ciri dilapangan bidang kekar tidak
rata, bidang rekahnya relatif lebih besar, polanya sering tidak teratur,
kalaupun teratur biasanya akan berpola kotak-kotak, karena terbuka, maka
dapat terisi mineral yang kemudian disebut vein. Kekar tarikan dapat
dibedakan atas:
 Tension Fracture, yaitu kekar tarik yang bidang rekahannya searah
dengan tegasan.
 Release Fracture, yaitu kekar tarik yang terbentuk akibat hilangnya
atau pengurangan tekanan, orientasinya tegak lurus terhadap gaya
utama. Struktur ini biasanya disebut STYLOLITE
3. Kekar Hibrid (Hybrid Joint), yaitu merupakan campuran dari kekar gerus
dan kekar tarikan dan pada umumnya rekahannya terisi oleh mineral
sekunder.

Gambar 2.19 Jenis Kekar

30
Gambar 2.20 Gambar Kekar

2.3.2.3. Lipatan
Terdapat beberapa definisi lipatan menurut ahli geologi struktur, antara lain:
1. Hill (1953). Lipatan merupakan pencerminan dari suatu lengkungan yang
mekanismenya disebabkan oleh dua proses, yaitu bending (melengkung) dan
buckling (melipat). Pada gejala buckling, gaya yang bekerja sejajar dengan
bidang perlapisan, sedangkan pada bending, gaya yang bekerja tegak lurus
terhadap bidang permukaan lapisan.
2. Billing (1960) Lipatan merupakan bentuk undulasi atau suatu gelombang pada
batuan permukaan.
3. Hob (1971) Lipatan akibat bending, terjadi apabila gaya penyebabnya agak
lurus terhadap bidang lapisan, sedangkan pada proses buckling, terjadi apabila
gaya penyebabnya sejajar dengan bidang lapisan. Selanjutnya dikemukakan
pula bahwa pada proses buckling terjadi perubahan pola keterikan batuan,

31
dimana pada bagian puncak lipatan antiklin, berkembang suatu rekahan yang
disebabkan
4. akibat adanya tegasan tensional (tarikan) sedangkan pada bagian bawah
bidang lapisan terjadi tegasan kompresi yang menghasilkan Shear Joint.
Kondisi ini akan terbalik pada sinklin.
5. Park (1980) Lipatan adalah suatu bentuk lengkungan (curve) dari suatu bidang
lapisan batuan.
Beberapa Unsur Lipatan
1. Plunge, sudut yang terbentuk oleh poros dengan horizontal pada bidang
vertikal.
2. Core, bagian dari suatu lipatan yang letaknya disekitar sumbu lipatan.
3. Crest, daerah tertinggi dari suatu lipatan biasanya selalu dijumpai pada antiklin
4. Pitch atau Rake, sudut antara garis poros dan horizontal, diukur pada bidang
poros.
5. Depresion, daerah terendah dari puncak lipatan.
6. Culmination, daerah tertinggi dari puncak lipatan
7. Enveloping Surface, gambaran permukaan (bidang imajiner) yang melalui
semua Hinge Line dari suatu lipatan.
8. Limb (sayap), bagian dari lipatan yang terletak Downdip (sayap yang dimulai
dari lengkungan maksimum antiklin sampai hinge sinklin), atau Updip (sayap
yang dimulai darilengkungan maksimum sinklin sampai hinge antiklin). Sayap
lipatan dapat berupa bidang datar (planar), melengkung (curve), atau
bergelombang (wave).
9. Fore Limb, sayap yang curam pada lipatan yang simetri.
10. Back Limb, sayap yang landai.
11. Hinge Point, titik yang merupakan kelengkungan maksimum pada suatu
perlipatan.
12. Hinge Zone, daerah sekitar Hinge Point.

32
13. Hinge Line, garis yang menghubungkan Hinge Point pada suatu perlapisan
yang sama
14. Crestal Line, disebut juga garis poros, yaitu garis khayal yang menghubungkan
titik-titik tertinggi pada setiap permukaan lapisan pada sebuah antiklin.
15. Crestal Surface, disebut juga Crestal Plane, yaitu suatu permukaan khayal
dimana terletak di dalamnya semua garis puncak dari suatu lipatan
16. Trough, daerah terendah pada suatu lipatan, selalu dijumpai pada sinklin.
17. Trough Line, garis khayal yang menghubungkan titik-titik terendah ada setiap
permukaan lapisan pasa sebuah sinklin.
18. Trough Surface, bidang yang melewati Trough Line.
19. Axial Line, garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari lengkungan
maksimum pada tiap permukaan lapisan dari suatu struktur lapisan.
20. Axial Plane, bidang sumbu lipatan yang membagi sudut sama besar antara
sayap-sayap lipatannya.

Gambar 2.21 Unsur Lipatan

 Klasifikasi Lipatan
Klasifikasi lipatan berdasarkan unsur geometri, antara lain: Berdasarkan
kedudukan Axial Plane, yaitu:
 Upright Fold atau Simetrical Fold (lipatan tegak atau lipatan setangkup).

33
 Asimetrical Fold (lipatan tak setangkup atau lipatan tak simetri).
 Inclined Fold atau Over Fold (lipatan miring atau lipatan menggantung).
 Recumbent Fold (lipatan rebah)

Klasifikasi lipatan berdasarkan bentuknya, antara lain:


Concentric Fold, Similar Fold, Chevron Fold, Isoclinal Fold, Box Fold, Fan Fold,
Closed Fold, Harmonic Fold, Disharmonic Fold, Open Fold, Kink Fold.

Gambar 2.22 Jenis Lipatan

2.4. Mitigasi Bencana Geologi.


Proses-proses geologi baik yang bersifat endogenik maupun eksogenik
dapat menimbulkanbahaya bahkan bencana bagi kehidupan manusia. Bencana
yang disebabkan oleh proses-prosesgeologi disebut dengan bencana geologi.
Longsoran Tanah, Erupsi Gunungapi, dan Gempabumiadalah contoh-contoh dari
bahaya geologi yang dapat berdampak pada aktivitas manusia di berbagaiwilayah

34
di muka bumi. Berdasarkan catatan, bencana yang diakibatkan oleh bahaya
geologi yangterjadi di berbagai belahan dunia meningkat secara tajam, baik
dalam tingkat dan frekuensikejadiannya dan secara statistik jumlah korban jiwa
dan harta benda juga meningkat. Berdasarkancatatan BAKORNAS, bencana
yang melanda Indonesia dari tahun ke tahun menunjukan peningkatanyang cukup
signifikan. Selama periode 2003 2005 telah terjadi 1.429 bencana, baik
yangdisebabkan oleh bencana geologi maupun bencana hidro-meteorologi,
Bahaya geologi yang berada di muka bumi pada hakekatnya merupakan
hasil dari proses-proses geologi, baik yang bersifat endogenik maupun eksogenik
dimana proses proses tersebut tidakbisa dikendalikan oleh manusia. Dalam
beberapa kasus, tingkat kerusakan relatif terhadap jumlahkorban dan kerugian
harta benda dapat dipakai sebagai pembanding antara skala bencana danresiko
bencana yang terjadi di suatu wilayah. Manusia dapat juga menjadi faktor
penyebab yangmerubah bahaya geologi menjadi bencana geologi serta menjadi
faktor penentu dari tingkatkerusakan suatu bencana, seperti misalnya
pertumbuhan penduduk yang tinggi, kemiskinan,degradasi lingkungan, dan
kurangnya informasi. Meskipun ke-empat faktor tersebut dianggapsebagai faktor
yang saling berpengaruh satu dan lainnya serta ke-empat faktor tersebut
sulitdipisahkan mana yang paling dominan berpengaruh terhadap tingkat
kerusakan suatu bencana.
Kerentanan terhadap bencana geologi di suatu wilayah akan semakin
besar seiring denganmeningkatnya pertumbuhan penduduk dan menjadi salah
satu faktor utama dari penyebab bencanageologi. Tingkat pertumbuhan penduduk
yang tinggi secara langsung akan berdampak padatingginya tingkat
pembangunan infrastruktur. Apabila tidak ada upaya upaya untuk
mencegahbahaya geologi yang mungkin terjadi, maka apabila bencana geologi
benar-benar terjadi di kawasantersebut maka sudah barang tentu akan memakan
korban serta kerugian harta benda yang tinggipula. Dibeberapa kawasan yang
konsentrasi penduduknya tinggi, meskipun sudah menpunyai sistemperingatan

35
dini untuk suatu bahaya geologi tertentu, namun untuk menyebarkan informasi
danperingatan ke setiap orang di seluruh kawasan tersebut tidak dimungkinkan,
sehingga sangatmemungkinkan setiap orang bertindak dan merespon suatu
peringatan bahaya sesuai denganpersepsinya masing-masing. Dan hal ini akan
menimbulkan kepanikan dan kekacauan di masyarakatyang pada akhirnya dapat
menimbulkan korban jiwa yang lebih besar.
Jenis-jenis bencana alam yang sering menimbulkan kerusakan pada jaringan
irigasi antara lain:
a. Tanah longsor, merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan,
ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Pemicu
dari terjadinya gerakan tanah ini adalah curah hujan yang tinggi, lereng
tebing tidak stabil. Bencana yang ditimbulkan berupa tergesernya atau
tertutupnya bangunan oleh pergerakan tanah longsor. b) Banjir, adalah
merupakan bencana yang dominan terjadi di Indonesia yang kemudian
disusul tanah longsor dan kekeringan. Banjir sebagai fenomena alam terkait
dengan ulah manusia terjadi sebagai akibat akumulasi beberapa factor yaitu:
hujan, kondisi sungai, kondisi daerah hulu, kondisi daerah budidaya dan
pasang surut air laut. Potensi
b. terjadinya ancaman bencana banjir dan tanah longsor saat ini disebabkan
keadaan badan sungai rusak, kerusakan daerah tangkapan air, pelanggaran
tata-ruang wilayah, pelanggaran hokum meningkat, perencanaan
pembangunan kurang terpadu, dan disiplin masyarakat yang rendah.
c. Gempabumi, catatan dari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi (DVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
menunjukan bahwa ada 28 wilayah di Indonesia dinyatakan rawan gempa
dan tsunami. Diantaranya NAD, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu,
Lampung, Banten, Jateng dan DIY bagian Selatan, Jatim bagian Selatan,
Bali, NTB dan NTT. Kemudian Sulut, Sulteng, Sulsel, Maluku Utara,

36
Maluku Selatan, Biak, Yapen dan Fak-Fak di Papua serta Balikpapan Kaltim.
Gempa bumi besar hamper terjadi setiap tahun diIndonesia, pada table 1-1
disajikan berbagai kejadian gempa besar di Indonesia. Bencana yang dapat
timbul oleh gempa bumi ialah berupa kerusakan atau kehancuran bangunan
(rumah, sekolah, rumah sakit, bangunan lain), dan konstruksi prasarana fisik
(jalan, jembatan, bendungan, pelabuhan laut/ udara, jaringan listrik dan
telekomunikasi, dll), serta bencana sekunder yaitu kebakaran dan korban
akibat timbulnya kepanikan.
d. Tsunami, adalah gelombang pasang yang timbul akibat terjadinya gempa
bumi di laut, letusan gunung api bawah laut atau longsoran di laut. Namun
tidak semua fenomena tersebut dapat memicu terjadinya tsunami. Syarat
utama timbulnya tsunami adalah adanya deformasi (perubahan bentukyang
berupa pengangkatan atau penurunan blok batuan yang terjadi secara tiba-tiba
dalam skala yang luas) di bawah laut. Terdapat empat factor pada gempa
bumi yang dapat menimbulkan tsunami, yaitu: 1) Pusat gempa bumi terjadidi
Iaut, 2) Gempa bumi memiliki magnitude besar, 3) kedalaman gempa bumi
dangkal,dan 4) Terjadi deformasi vertical pada lantai dasar laut. Gelombang
tsunami bergerak sangat cepat, mencapai 600-800 km perjam, dengan tinggi
gelombang dapat mencapai 20m. Tsunami di Flores Desember 1992 serta
NAD Desember 2004 menimbulkan bencana kerusakan yang luas pada
jaringan irigasi.

1.4.1 Tanah Longsor

Gerakan tanah adalah suatu gerakan menuruni lereng oleh massa tanah dan atau
batuan penyusun lereng. Definisi di atas dapat menunjukkan bahwa massa yang
bergerak dapat berupa massa tanah, massa batuan ataupun percampuran antara
keduanya. Masyarakat pada umumnya menerapkan istilah longsoran untuk seluruh
jenis gerakan tanah, baik yang melalui bidang gelincir ataupun tidak. Varnes (1978)
secara definitif juga menerapkan istilah longsoran ini untuk seluruh jenis gerakan

37
tanah. Gerakan tanah merupakan salah satu proses geologi yang terjadi akibat
interaksi beberapa kondisi antara lain geomorfologi, struktur geologi, hidrogeologi
dan tata guna lahan. Kondisi tersebut saling berpengaruh sehingga mewujudkan
kondisi lereng yang cenderung bergerak (Karnawati, 2007).

Kerentanan lereng terhadap gerakan tanah didefinisikan sebagai kecenderungan


lereng dalam suatu wilayah atau zona untuk mengalami gerakan, tanpa
mempertimbangkan resikonya terhadap kerugian jiwa atau ekonomi. Apabila aspek
risiko terhadap manusia diperhitungkan, maka lebih tepat diterapkan istilah
kerawanan (BAPEKOINDA, 2002).

1. Jenis-jenis Tanah Longsor.


Varnes (1978) mengklasifikasi tanah longsor menjadi 6 jenis yaitu
 runtuhan (fall), robohan (topple), longsoran (slides), pencaran lateral
(lateral spread), aliran (flow) dan gabungan. Klasifikasi Varnes didasarkan
pada mekanisme gerakan dan material yang berpindah. Klasifikasi tersebut
diuraikan sebagai berikut: Runtuhan (falls) adalah runtuhnya sebagian
massa batuan pada lereng yang terjal. Jenis ini memiliki ciri yaitu sedikit
atau tanpa disertai terjadinya pergeseran antara massa yang runtuh dengan
massa yang tidak runtuh. Runtuhnya massa batuan umumnya dengan cara
jatuh bebas, meloncat atau menggelinding tanpa melalui bidang gelincir.
Penyebab terjadinya runtuhan adalah adanya bidang-bidang diskontinyu
seperti retakanretakan pada batuan.
 Robohan (topples) adalah robohnya batuan umumnya bergerak melalui
bidang-bidang diskontinyu yang sangat tegak pada lereng. Bidang
diskontinyu ini berupa retakan pada batuan seperti pada runtuhan. Robohan
ini biasanya terjadi pada batuan dengan kelerengan sangat terjal sampai
tegak

38
 Longsoran (Slide) adalah gerakan menuruni lereng oleh material penyusun
lereng, melalui bidang gelincir pada lereng. Seringkali dijumpai tanda-
tanda awal gerakan berupa retakan berbentuk lengkung tapal kuda pada
bagian permukaan lereng yang mulai bergerak. Bidang gelincir ini dapat
berupa bidang yang relatif lurus (translasi) ataupun bidang lengkung ke
atas (rotasi)
 Kedalaman bidang gelincir pada longsoran jenis translasi lebih dangkal
daripada kedalaman bidang gelincir longsoran rotasi. Material yang
bergerak secara translasi dapat berupa blok (rock block slide). Longsoran
yang bergerak secara rotasi melalui bidang gelincir lengkung disebut
nendatan (slump). Nendatan umumnya terjadi pada lereng yang tersusun
oleh material yang relatif homogen.
 Pencaran lateral (lateral spread) adalah material tanah atau batuan yang
bergerak dengan cara perpindahan translasi pada bagian dengan
kemiringan landai sampai datar. Pergerakan terjadi pada lereng yang
tersusun atas tanah lunak dan terbebani oleh massa tanah di atasnya, seperti
ditunjukkan pada Gambar 5. Pembebanan inilah yang mengakibatkan
lapisan tanah lunak tertekan dan mengembang ke arah lateral.
 Aliran (flows) yaitu aliran massa yang berupa aliran fluida kental, seperti
ditunjukkan pada Gambar 6. Aliran pada bahan rombakan dapat dibedakan
menjadi aliran bahan rombakan (debris), aliran tanah (earth flow) apabila
massa yang bergerak didominasi oleh material tanah berukuran butir halus
(butir lempung) dan aliran lumpur (mud flow) apabila massa yang bergerak
jenuh air. Jenis lain dari aliran ini adalah aliran kering yang biasa terjadi
pada endapan pasir (dry flow).

39
Gambar 2.23 Jenis tanah longsor (USGS, 2004)

Di Indonesia, longsoran dengan bidang gelincir melengkung banyak terjadi,


terutama pada lereng dengan tanah lempung atau lempung pasiran. Untuk itu perlu
adanya pemahaman istilah teknis tentang bagian-bagian pada geometri suatu
longsoran. Pemahaman tentang bagian-bagian geometri longsoran ini diperlukan
dalam upaya pencegahan dan penanggulangan longsoran

Gambar 2.24 Bagian-bagian longsoran (Varnes,1978;


dalam BAPEKOINDA, 1996)

40
1.4.2. Banjir
Seperti sudah disebutkan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan.
Luas tiap-tiap pulau juga bervariasi. Jumlah DAS sebelumnya adalah 5.590
(Direktorat Sungai, 1994), baik berskala besar maupun kecil, yang tersebar dari
Sabang sampai Merauke. Menurut KepPres No. 12 Tahun 2012, Indonesia terbagi
dalam 131 Wilayah Sungai (WS) dengan jumlah DAS adalah 7983. Gambaran
DAS di seluruh Indonesia berdasarkan KepPres No. 12 Tahun 2012 ditunjukkan
dalam Error! Reference source not found.I.1.

Gambar 2.25 DAS di Indonesia menurut KepPres No. 12 Tahun


2012

Namun yang perlu diperhatikan dan dipahami adalah bila kondisi sungai
sudah rusak dan kritis maka perbaikan atau peningkatan sungai akan sangat sulit
dan biaya yang dibutuhkan akan sangat mahal. Dengan kata lain apabila ratio
Qmax dan Qmin terlalu besar maka konsekuensinya bencana banjir akan terus
terjadi dan meningkat dari sisi luas, tinggi dan lama genangan. Dua penyebab
utama rusaknya DAS adalah penebangan hutan liar (illegal logging) dan
penambangan. Illegal logging ini disamping akan memperbesar debit puncak
(Qmax) dan memperkecil Qmin sekaligus juga akan meningkatkan erosi di hulu
DAS dan sedimentasi di sungai. Recovery (pemulihan) kondisi sungai akan
memakan waktu yang lama dan bahkan bisa terjadi tak bisa dipulihkan karena

41
telah terjadi perubahan fluvial geomorfology yang signifikan. Penambangan yang
tidak berwawasan lingkungan di samping akan meningkatkan run-off juga akan
menyebabkan erosi DAS dan sedimentasi sungai yang makin besar. Akibatnya
sungai akan menjadi lebih dangkal.
 Pengendalian Banjir
Definisi dari pengendalian banjir adalah upaya fisik atau struktur di sungai (on
stream) untuk mengatasi masalah banjir yang didasarkan pada debit banjir
rencana tertentu, (Siswoko, 2007). Debit/aliran air di sungai selalu berubah dan
tidak konstan, oleh karena itu besarnya debit di sungai selain dinyatakan
berdasarkan volume air yang mengalir per satuan waktu (m3 /dt) juga
dinyatakan menurut periode ulangnya. Pengendalian banjir mengacu pada
semua metode yang digunakan untuk mengurangi atau mencegah efek
merugikan dari air banjir. Pada hakekatnya pengendalian banjir merupakan
suatu yang kompleks. Dimensi rekayasanya (engineering) melibatkan banyak
disiplin ilmu teknik antara lain: hidrologi, hidraulika, erosi DAS, teknik sungai,
morfologi & sedimentasi sungai, rekayasa sistem pengendalian banjir, sistem
drainase kota, bangunan air dll. Di samping itu suksesnya program
pengendalian banjir juga tergantung dari aspek lainnya yang menyangkut
sosial, ekonomi, lingkungan, institusi, kelembagaan, hukum dan lainnya. Politik
juga merupakan aspek yang penting, bahkan kadang menjadi paling penting.
Dukungan politik yang kuat dari berbagai instansi baik eksekutif (Pemerintah),
legislatif (DPR/DPRD) dan yudikatif akan sangat bepengaruh kepada solusi
banjir kota. Dari beberapa kamus manajemen didefinisikan sebagai suatu
aktifitas, seni, cara, gaya, pengorganisasian, kepemimpinan, pengendalian,
dalam mengelola dan mengendalikan kegiatan (New Webster Dictionary, 1997;
Echols dan Shadily, 1988; Webster‟s New World Dictionary, 1983; Collins
Cobuild, 1988). Aktifitas dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
operasi dan pemeliharaan serta evaluasi dan monitoring. Termasuk di

42
dalamnya, pengorganisasian, kepemimpinan, pengendalian, pengawasan,
penganggaran dan keuangan. Oleh karena itu manajemen dapat dilihat dari
berbagai aspek antara lain: dapat berupa ilmu pengetahuan, berupa profesi atau
keahlian, berupa sistem, pengaturan, proses, metode, seni, sekelompok orang
atau beberapa grup dengan tujuan tertentu. Di sini untuk manajemen ada unsur-
unsur perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Dalam teknik sipil
ada singkatan yang cukup dikenal yaitu SIDCOM yang merupakan
kepanjangan kata-kata dalam Bahasa Inggris: survey, investigation
(investigasi), design (desain/perencanaan), construction (konstruksi), operation
(operasi) dan maintenance (pemeliharaan).
Banyak faktor menjadi penyebab terjadinya banjir. Namun secara umum
penyebab terjadinya banjir dapat diklasifikasikan dalam 2 kategori, yaitu banjir
yang disebabkan oleh sebab-sebab alami dan banjir yang diakibatkan oleh
tindakan manusia (Sugiyanto, 2002). Yang termasuk sebab-sebab alami
diantaranya adalah :
a. Curah Hujan Indonesia memiliki musim tropis sehingga sepanjang tahun
mempunyai dua musim yaitu hujan umumnya antara bulan Oktober sampai
bulan Maret, dan musim kemarau terjadi antara bulan April sampai bulan
September. Pada musim penghujan, curah hujan yang tinggi akan
mengakibatkan banjir di sungai dan bilamana melebihi tebing sungai akan
timbul banjir atau genangan.
b. Pengaruh Fisiografi Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk,
fungsi, dan kemiringan daerah pengaliran sungai (DPS), kemiringan sungai,
geometrik hidrolik (bentuk penampang seperti lebar, kedalaman, potongan
memanjang, material dasar sungai), lokasi sungai dll merupakan hal-hal
yang mempengaruhi terjadinya banjir.
c. Erosi & Sedimentasi Erosi di DPS berpengaruh terhadap pengurangan
kapasitas penampang sungai. Erosi menjadi problem klasik sungai-sungai di
Indonesia. Besarnya sedimentasi akan mengurangi kapasitas saluran,

43
sehingga timbul genangan dan banjir di sungai. Sedimentasi juga menjadi
masalah besar pada sungaisungai di Indonesia.
d. Pengaruh air pasang Air pasang laut memperlambat aliran sungai ke laut.
Pada waktu banjir bersamaan dengan air pasang laut yang tinggi maka tinggi
genangan atau banjir akan menjadi besar karena terjadi aliran balik
(backwater). Contoh terjadi di Kota Semarang dan Jakarta. Genangan ini
terjadi sepanjang tahun baik musim hujan dan maupun musim kemarau.
e. Beberapa sistem pengendalian banjir memang dapat mengurangi kerusakan
akibat banjir kecil sampai sedang, tetapi mungkin dapat menambah
kerusakan selama banjir-banjir yang besar. Sebagai contoh bangunan tanggul
sunagi yang tinggi. Limpasan pada tanggul pada waktu terjadi banjir yang
melebihi banjir rencana dapat menyebabkan keruntuhan tanggul,
menyebabkan kecepatan aliran yang sangat besar yang melalui bobolnya
tanggul sehingga menimbulkan banjir besar.

Kerawanan banjir adalah keadaan yang menggambarkan mudah atau


tidaknya suatu daerah, terkena banjir dengan didasarkan pada faktor-faktor
alam yang mempengaruhi banjir antara lain faktor meteorologi (intensitas curah
hujan, distribusi curah hujan, frekuensi dan lamanya hujan berlangsung) dan
karakteristik daerah aliran sungai (kemiringan lahan/kelerengan, ketinggian
lahan, testur tanah dan penggunaan lahan) (Suherlan, 2001). Kerentanan
(vulnerability) merupakan rangkaian kondisi yang menentukan suatu bahaya
(baik bahaya alam maupun bahaya buatan) yang terjadi akan dapat
menimbulkan bencana (disaster). Banjir menjadi bencana jika terjadi pada
daerah yang rentan. Daerah yang rentan banjir biasanya memiliki kondisi
kemiringan lereng datar dengan intensitas curah hujan tinggi, penggunaan lahan
terbangun, dan jenis tanah yang kedap air seperti tanah lempung/alluvial.

44
1.4.3. Gempa Bumi dan Tsunami

1.4.3.1 Gempa Bumi

Gempabumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di


dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak
bumi. Akumulasi energi penyebab terjadinya gempabumi dihasilkan dari pergerakan
lempenglempeng tektonik. Energi yang dihasilkan dipancarkan kesegala arah berupa
gelombang gempabumi sehingga efeknya dapat dirasakan sampai ke permukaan bumi
(BMKG). Gempabumi juga dapat diakibatkan aktifitas gunung berapi, tanah longsor
dan meteor yang menumbuk bumi. Menurut teori lempeng tektonik, kerak bumi
terpecah-pecah menjadi beberapa bagian yang disebut lempeng. Lempeng-lempeng
tersebut bergerak dengan arah dan kecepatan berbeda. Pergerakan lempeng ini
disebabkan oleh arus konveksi. Lapisan atas bumi terdiri dari lithosfer dan
asthenosfer. Lithosfer mempunyai densitas yang lebih besar, mudah patah, dan
bersifat kaku. Asthenosfer mempunyai densitas yang lebih kecil dibandingkan
lithosfer, bersuhu tinggi dan kental. Akibat gerakan perputaran bumi yang terus-
menerus menimbulkan arus pada asthenosfer yang bersuhu tinggi. Arus ini disebut
arus konveksi, yang bergerak dari tekanan tinggi ke tempat yang bertekanan rendah.
Gerakan asthenosfer akan menggerakkan lithosfer yang mengapung di atasnya,
akibatnya lithosfer yang berupa lempeng-lempeng akan bergerak.

Gambar 2.26 Struktur Lapisan Bbumi

45
Ada tiga kemungkinan pergerakan satu lempeng tektonik relatif terhadap
lempeng lainnya, yaitu apabila kedua lempeng saling menjauhi (spreading), saling
mendekati(collision) dan saling geser (transform).

Gambar 2.27 Ilustrasi yang menggambarkan


beberapa jenis batas lempeng
(USGS 2001)
Gempabumi yang merupakan fenomena alam yang bersifat merusak dan
menimbulkan bencana dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu:

a. Gempabumi Vulkanik ( Gunung Api ) Gempa bumi ini terjadi akibat adanya
aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila
keaktifannya semakin tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan
yang juga akan menimbulkan terjadinya gempabumi. Gempabumi tersebut
hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.
b. Gempabumi Tektonik Gempabumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas
tektonik, yaitu pergeseran lempeng lempeng tektonik secara mendadak yang
mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar.
Gempabumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam di bumi,
getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian bumi.

46
c. Gempabumi Runtuhan Gempabumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur
ataupun pada daerah pertambangan, gempabumi ini jarang terjadi dan bersifat
lokal.

Akibat pergerakan lempeng maka di sekitar perbatasan lempeng akan


terakumulasi energi, dan jika lapisan batuan telah tidak mampu manahannya maka
energi akan terlepas yang menyebabkan terjadinya patahan ataupun deformasi pada
lapisan kerak bumi dan terjadilah gempabumi tektonik. Disamping itu akibat adanya
pergerakan lempeng tadi terjadi patahan (sesar) pada lapisan bagian atas kerak bumi
yang merupakan pembangkit kedua terjadinya gempabumi tektonik. Jadi sumber-
sumber gempabumi keberadaannya ada pada perbatasan lempeng lempeng tektonik
dan patahan- patahan aktif.

Indonesia merupakan salah satu wilayah yang sangat aktif terhadap


gempabumi, karena terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama dan satu
lempeng tektonik kecil. Ketiga lempeng tektonik itu adalah lempeng tektonik Indo-
Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik serta lempeng kecil Filipina.
Lempeng Indo-Australia bergerak menyusup dibawah lempeng Eurasia, demikian
pula lempeng Pasifik bergerak kearah barat. Pertemuan lempeng tektonik Indo-
Australia dan Eurasia berada di laut merupakan sumber gempa dangkal dan
menyusup kearah utara sehingga di bagian darat berturut-turut ke utara di sekitar
Jawa – Nusa tenggara merupakan sumber gempa menengah dan dalam. Gempa-
gempa dangkal di bagian timur Indonesia selain berasosiasi dengan pertemuan
lempeng (trench) juga disebabkan oleh patahan- patahan aktif, seperti patahan Palu
Koro, patahan Sorong, patahan Seram, dan lain-lain. Beberapa tempat di Sumatra,
Jawa, Nusa tenggara, Maluku, Sulawesi dan Irian rentan terhadap bencana
gempabumi baik yang bersifat langsung maupun tak langsung seperti tsunami dan
longsor.

47
1.4.3.1 Tsunami

Tsunami biasanya berhubungan dengan gempa bumi. Gempa bumi ini


merupakan proses terjadinya getaran tanah yang merupakan akibat dari sebuah
gelombang elastis yang menjalar melalui massa bumi. Gelombang ini dapat
bersumber dari ledakan besar gunung berapi atau gempa vulkanik, tanah longsor, atau
pergeseran lempeng bumi atau gempa tektonik (Setyonegoro, 2009). Yang menjadi
fokus dalam penulisan ini adalah gempa dari jenis tektonik, pada umumnya gempa
inilah yang paling banyak menjadi penyebab terjadinya gelombang tsunami. Refrizon
dan Suwarsono (2006) mengatakan bahwa gempa tektonik adalah terjadinya
pergeseran massa bumi akibat tumbukan yang terjadi pada lempeng bumi. Tumbukan
tersebut menyebabkan pergerakan relatif suatu massa batuan di dalam batuan yang
lain di dalam kulit bumi. Lempeng bumi selalu bergerak dan berdesakan satu sama
lain. Pada saat dua lempeng bumi bertemu, saat itu terjadi penimbunan energi,
penimbunan energi yang sudah melampaui batas kemudian terlepas dan menimbulkan
getaran yang bisa dirasakan di permukaan bumi. Peristiwa ini sering terjadi pada
lempeng samudera karena bentuknya yang lebih tipis dari lempeng benua yang
selanjutnya menimbulkan gangguan terhadap massa air laut yang ada diatasnya.
Akibat dari gangguan ini salah satunya ialah terjadinya gelombang tsunami.

Gelombang tsunami yang dihasilkan menyebar ke segala arah dengan


kecepatan yang menakjubkan sekitar 800 km/jam. Sama seperti gelombang lainnya,
ketika gelombang tsunami memasuki air dangkal, maka kecepatannya akan menurun
tetapi ketinggiannya bertambah tinggi karena terjadi penumpukan massa air (Ramya
dan Palaniappan, 2011). Peristiwa tsunami yang terjadi di Aceh pada 26 Desember
2004 merupakan gempa tektonik yang terjadi di laut dengan kekuatan 9.0 skala
richter dengan kedalaman lebih kurang 70 km, menyebabkan terjadinya patahan
vertikal memanjang sehingga air laut terhisap masuk ke dalam patahan dan kemudian
secara hukum fisika air laut terlempar kembali setelah patahan tadi mencapai
keseimbangan kembali. Terjadinya gempa dan tsunami terdapat jeda waktu yang

48
dapat digunakan untuk memberikan peringatan dini pada masyarakat, tetapi ini tidak
dilakukan karena kurangnya pengetahuan bencana tsunami dan belum adanya alat
peringatan dini tsunami (Tommy, 2006).

Segmentasi merupakan proses membagi wilayah-wilayah tertentu yang ingin


ditonjolkan dari sebuah citra. Para ahli komputer vision menggunakan metode
segmentasi citra untuk melakukan penelitian pengolahan citra. Menurut Huang
(2009), untuk mendapatkan bentuk dari suatu citra, dilakukan proses segmentasi citra
menggunakan metode level set. Posisi dan ukuran wilayah yang telah ter-segmentasi
akan dihitung dan ditetapkan model bentuk citra sehingga mendapatkan hasil yang
lebih baik. Menurut Muthukrishnan dan Radha (2011), interpretasi isi citra
merupakan tujuan komputer vision dalam pengolahan citra, hal ini dilakukan untuk
membaca dan mengidentifikasi isi citra. Deteksi tepi yang digunakan merupakan alat
fundamental untuk segmentasi citra.

Gambar 2.28 Proses Terjadinya Tsunami

49
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Perlengkapan Penelitian.


Adapun Perlengkapan penelitian yang harus disiapkan saat akan melakukan
penelitian yaitu :
3.1.1 Peralatan Lapangan
 Peta Topografi daerah Kecamatan Peling Tengah dan sekitarnya
 Peta Geologi Regional Lembar Banggai
 Palu geologi untuk mengambil sampel batuan di lapangan
 Lup untuk mengamati sampel batuan dan komposisi penyusunnya
 Kompas untuk mengetahui arah orientasi medan, mengukur lereng
morfologi dan mengukur data struktur
 Global Positioning System untuk mengetahui posisi saat di lapangan
 Buku catatan lapangan untuk mencatat semua data yang diambil di
lapangan
 Clipboard untuk dijadikan alas untuk mencatat serta digunakan sebagai
alat bantu dalam melakukan pengukuran di lapangan.
 Alat tulis sebagai alat untuk mencatat data yang didapatkan di lapangan
 Kantong sampel sebagai tempat sampel batuan
 Larutan Asam Klorida ( HCL) sebagai bahan penguji pada batuan
karbonat
 Komparator klasifikasi batuan beku dan Batuan sedimen sebagai
parameter untuk menentukan klasifikasi batuan
 Kamera untuk mengambil gambar apa saja yang mendukung untuk
dijadikan data.

50
 Roll meter dan pita meter untuk mengukur panjang singkapan dan lainnya
saat di lapangan.
3.1.2. Peralatan Laboratorium
Adapun peralatan laboratorium yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
 Mikroskop Polarisasi untuk menganalisis batuan secara petrografi
 Kamera untuk mengambil gambar hasil pengamatan dimikroskop
 Sayatan tipis batuan 0,03 mm sebagai preparat yang dianalisis
menggunakan mikroskop polarisasi.
 Alat tulis menulis sebagai alat untuk mencatat hasil pengamatan yang
telah diamati menggunakan mikroskop polarisasi.

3.2. Tahapan Penelitian.


3.2.1 Tahap Persiapan

Tahapan persiapan yang dilakukan sebelum pengambilan data lapangan,


terdiri dari :

 Pengurusan administrasi, meliputi pengurusan surat izin, serta persiapan


perlengkapan lapangan.
 Studi pustaka, bertujuan untuk mengetahui kondisi-kondisi geologi daerah
penelitian dari literatur ataupun tulisan-tulisan yang berisi tentang hasil
penelitian terdahulu.
3.2.2 Tahap Pengambilan Data Lapangan
Dalam Tahap pengambilan data lapangan ini dilakukan dengan
mengambil data berupa data singkapan, Litologi, dan pengukuran stratigrafi.
1. Data Singkapan
Hal-hal yang dilakukan dalam pengambilan data singkapan ini yaitu
sebagai berikut :

51
a. Mendeksripsikan kondisi singkapan secara umum, baik itu
geomorfologi, stratigrafi, maupun strukturnya.
b. Mengukur kedudukan batuannya dengan menggunakan kompas
geologi.
c. Mengambil dokumentasi mencakup singkapan batuan, geomorfologi,
dan struktur geologi.
d. Mengambil titik titik Gerakan Tanah deskripsi Geologi (Vegetasi,
Tebal Soil, dll)
e. Mengukur Lebar dan Kedalaman Sungai setiap 2 Km.
2. Pengambilan Sample Batuan
Hal-hal yang dilakukan dalam pengambilan sampel Batuan ini yaitu
sebagai berikut :
a. Menyiapkan kantong sampel untuk menyimpan batuan yang akan di
sampling.
b. Menyiapkan Spidol untuk memberi label pada sampel Batuan
Karbonat yang telah disampling.
c. Menyiapkan Palu geologi untuk memudahkan dalam pengambilan
sampel Batuan.
d. Memilih sampel yang segar agar mudah dalam mendeksripsikan
Batuan yang ditemui.
e. Menyampling sampel litologi yang akan diamati di laboratorium untuk
pengamatan petrografi.
3.2.3 Tahapan Analisis dan Interpretasi Data.
 Tahapan Analisis data
1. Tahap Analisis Lapangan
Adapun hal-hal yang dilakukan dalam Tahap Analisis lapangan ini yaitu
sebagai berikut :
a. Mengumpulkan data yang telah diambil dilapangan berupa data
singkapan dan litologi setiap lapisan.

52
b. Menganalisis data singkapan secara umum meliputi kondisi fisik
singkapan yang teramati, kondisi geomorfologi disekitarnya,
ketebalan lapisan batuannya, kenampakan struktur geologi
dilapangan dan karakteristik stratigrafi didaerah penelitian.
c. Mendeksripsikan litologi secara makroskopis dengan melihat
tekstur litologi setiap lapisannya untuk mengklasifikasikan nama
batuannya berdasarkan pada penamaan Batuan Karbonat menurut
Dunham (1962).
d. Mengambil sesar dalam interpretasi kinematic (Gash Fracture,
Shear Fracture, Breksiasi, Gores garis).

2. Tahap analisis Laboratorium


Tahap analisis laboratorium ini dilakukan dengan membuat sayatan
tipis dimana sayatan tipis ini didapatkan dengan mengirim sample
batuan ke laboratorium dibandung. Litologi yang di sayat merupakan
litologi yang memiliki perbedaan tekstur dan komponen batuan yang
berbeda. Adapun hal-hal yang dilakukan dalam Tahap Analisis
laboratorium ini yaitu sebagai berikut :
o Analisa Litologi Batuan
1. pembuatan sayatan tipis dimana preparasi batuannya dilakukan
dengan mengirim sample batuan ke laboratorium dibandung
dengan ukuran sayatan tipis 0,03 mm yang mencakup litologi
Batuan Karbonat yang mewakili setiap litofasies yg berbeda.
2. Menyiapkan lembar deksripsi batuan
3. Menggunakan mikroskop Polarisasi untuk mengamati sayatan
Batuan Karbonat dengan perbesaran lensa objektif 4x.
4. Mendeksripsikan sample dengan melihat tekstur dan komponen
penyusun Batuan Karbonat.

53
o Analisa Setting Tektonik Daerah
Analisa Tektonik dilakukan dengan menggunakan data penelitian
terdahulu dan Statigrafi daerah. dalam penentuan Seting atau Kontrol
Tektonik daerah penelitian dimana dalam analisa ini penulis
mengambil data Tektonik daerah dengan perbandingan Umur dalam
Peta Geologi daerah serta data lapangan yang ada.
o Struktur Geologi
1. Analisa Geometri : Analisis ini untuk melihat unsur-unsur
secara geometris pada dasarnya hanya terdiri dari dua unsur
geometris yaitu: Geometris bidang (Struktur bidang : bidang
perlapisan, kekar, sesar, foliasi, sumbu lipatan, dll) dan
Geometris garis (Struktur garis : goresgaris, perpotongan 2
bidang, liniasi, dll).
2. Analisa Kinematik : Dalam kasus geologi struktural, kinematika
adalah deskripsi jalur yang dilalui batuan selama deformasi. Ini
juga merupakan deskripsi matematis dari posisi relatif dua titik
yang sangat kecil selama deformasi batuan. Dua titik dapat
berubah dengan translasi bersama, berotasi satu sama lain, atau
mengubah jarak relatif satu sama lain dan disebut pemetaan
deformasi deskripsi matematis.
 Tahapan Interpretasi data
Data yang telah diperoleh dilapangan meliputi data litologi batuan, data
struktur geologi, dan data geomorfologi, Sejarah Geologi diolah untuk
mendapatkan hasil berupa peta geologi, peta geomorfologi, penampang
geologi. Keseluruhan analisis ini akan Menghasilkan Peta Mitigasi Bencana,
(Longsor, Banjir, Gempa-Tsunami) Peta Potensi daerah, Peta Pola Tata ruang
Berbasi Mitigasi Bencana.

54
Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian

55

Anda mungkin juga menyukai