Anda di halaman 1dari 187

LAPORAN TUGAS AKHIR

PERENCANAAN BENDUNG KARET

SUNGAI BLORONG KABUPATEN KENDAL

JAWA TENGAH

Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Menempuh Ujian Akhir Program S-1

Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Semarang

Disusun Oleh :

RIZKY HENDRAWIJAYA C.111.16.0008

YAYASAN ALUMNI UNIVERSITAS DIPONEGORO


UNIVERSITAS SEMARANG
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL
UNIVERSITAS SEMARANG
2020
ABSTRAK

Sungai blorong merupakan sungai yang berada diwilayah kecamatan brangsong yang
berfungsi untuk memisahkan air laut dan air tawar, selain itu blorong juga berfungsi
untuk mensuplai kebutuhan air baku bagi masyarakat. Sungai blorong mempunyai
elevasi lantai dasardi hulu sekitar –1,00 dan di hilir –1,50, pada elevasi mercu
bendung mencapai +2,31.. Dari permasalahan tersebut sebagai alternatif pemecahan
masalahnya adalah dengan membangun sebuah bendung karet. Bendung karetdi hilir
merupakan pembatas yang dibangun melintasi sungai yang dibangun untuk
memisahkan air laut dan air tawar. Bendung dibagi menjadi dua yaitu bendung tetap
dan bendung gerak. Pada sungai blorong rencana akan dibangun bendung gerak karet.
Bendung gerak karet direncanakan mempunyai bentang 120 meter dengan tinggi
mercu 2,00 meter dan mempunyai 3 pilar. Pada perencanaan bendung tersebut dalam
menentukan hujan rencana digunakan data curah hujan dari 3 stasiun curah hujan,
yaitu Stasiun Kedung Pucung, Stasiun Boja dan Stasiun Ketapang. Dalam
perencanaan bendung menggunakan debit banjir rencana yang diperoleh dari hasil
rata-rata debit beberapa metode (metode rasional, metode Haspers, Metode Der
Weduwen, Nakayasu, HSS Gamma 1, dan Passing Capacity) berdasarkan
perhitungan Passing Capacity maka dapat disimpulkan bahwa debit yang mendekati
Passing Capacity adalah debit banjir rencana periode ulang 50 tahun metode
Nakayasu sebesar 461,11 /det. Lebar efektif bendung 115,79 meter.
Kata Kunci : Sungai Blorong, Bendung Gerak Karet, Daerah Aliran Sungai.
ABSTRACT

Blorong river is a river located in Brangsong sub-district which functions to separate


sea water and fresh water, besides that it also functions to supply raw water needs for
the community. Blorong river has a ground floor elevation upstream around –1.00
and downstream –1.50, at the lighthouse weir elevation reaching +2.31 .. From this
problem as an alternative solution to the problem is to build a rubber weir.
Downstream rubber weirs are boundaries built across rivers built to separate sea
water and fresh water. Weir is divided into two namely permanent weir and weir
motion. In the river Blorong, a rubber motion dam will be built. The rubber weir is
planned to have a span of 120 meters with a height of 2.00 meters and has 3 pillars. In
planning the weir in determining the planned rainfall, rainfall data is used from 3
rainfall stations, namely Kedung Pucung Station, Boja Station and Ketapang Station.
In weir planning using the flood discharge plan obtained from the average discharge
of several methods (rational method, Haspers method, Der Weduwen Method,
Nakayasu, HSS Gamma 1, and Passing Capacity) based on the calculation of Passing
Capacity, it can be concluded that the discharge approaching Passing Capacity is the
flood discharge plan for the 50 year return period of the Nakayasu method of 461.11
m ^ 3 / sec. The effective width of the weir is 115.79 meters.
Keywords: Blorong River, Dams of Rubber Movement, River Basin
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, penyusun dapat menyelesaikan Laporan Tugas
Akhir ini dengan judul “PERENCANAAN BENDUNG KARET SUNGAI
BLORONG”. Laporan ini disusun sebagai salah satu persyaratan menempuh ujian
akhir di jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Semarang.
Dalam penyusunan laporan ini, penyusun memperoleh bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, Penyusun ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberi kesehatan dan kelancaran.
2. Orang tua dan keluarga penyusun yang telah memberikan dukungan, memotivasi
serta memfasilitasi dalam menyelesaikan tugas akhir.
3. Bapak Purwanto, ST, MT, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Semarang.
4. Ibu Ir. Diah Setyati Budiningrum, MT, selaku Ketua Jurusan, Teknik Sipil,
Universitas Semarang.
5. Bapak Purwanto, S.T. M.T, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Semarang.
6. Bapak Ir. Edy Susilo, MT sebagai pembimbing 1 yang telah memberikan motivasi,
nasehat, dukungan dan arahan.
7. Bapak Moch. Sediono, BIE, ME, sebagai pembimbing kedua yang telah
memberikan motivasi, nasehat, dukungan dan arahan.
8. Seluruh dosen, staff dan kariawan Jurusan Teknik Sipil Universitas Semarang atas
jasa-jasanya selama kami berada di bangku kuliah untuk menuntut ilmu.
9. Kepada teman-teman Teknik Sipil Universitas Semarang tahun 2016 terutama
Teknik Sipil kelas C yang selalu memberikan semangat dan membantu secara
langsung maupun tidak langsung kepada Penyusun.
10. Dan kepada semua pihak yang tidak dapat Penyusun sebutkan satu-persatu yang
telah membantu dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.

iii
Kami menyadari bahwa Laporan Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca sangat kami harapkan demi hasil yang lebih baik.
Demikian Laporan Tugas Akhir ini kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi
kami dan semua pihak yang memerlukannya.
Wassalamualaikum. wr.wb.

Semarang, 28 Agustus 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


ABSTRAK ............................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Maksud dan Tujuan ..................................................................................... 2
1.2.1. Maksud ............................................................................................ 2
1.2.2. Tujuan .............................................................................................. 2
1.3. Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.4. Pembatasan Masalah ................................................................................... 2
1.5. Lokasi Proyek .............................................................................................. 3
1.6. Sistematika Penulisan .................................................................................. 4

BAB II Tinjauan Pustaka ................................................................................... 5

2.1. Tinjauan Umum........................................................................................... 5


2.2. Analisa Hidrologi ........................................................................................ 6
2.2.1. Curah Hujan Rencana ...................................................................... 7
2.2.1.1. Hujan DAS Rerata Metode Poligon Thiessen ................... 8
2.2.1.2 Analisis Frekuensi ............................................................. 9
2.2.1.3 Debit Banjir Rencana......................................................... 12
2.3. Analisa Hidrolika ........................................................................................ 28
2.3.1. Aliran Saluran Terbuka ................................................................... 29
2.3.2. Geometri .......................................................................................... 32
2.3.3. Kapasitas Pengaliran Penampung di Hilir Bendung ...................... 32
2.3.4. Elevasi Muka Air Pada Kondisi NWL dan HWL ........................... 34

iv
2.4 Analisa Geoteknik ....................................................................................... 36
2.4.1. Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Bendung Karet .............................. 37
2.4.1.1. Gaya Vertikal ..................................................................... 37
2.4.1.2. Gaya Horisontal ................................................................. 39
2.4.2. Kombinasi Beban Pada Bendung Karet .......................................... 41
2.4.2.1. Lantai Bendung ................................................................ 41
2.4.2.2. Tembok Antara (Pier) ...................................................... 43
2.4.3. Stabilitas Bendung Terhadap Erosi Bawah Tanah (Pipping) .......... 44
2.4.4. Stabilitas Bendung Terhadap Guling .............................................. 45
2.4.5. Stabilitas Bendung Terhadap Geser ................................................ 46
2.4.6. Stabilitas Bendung Terhadap Daya Dukung Tanah ........................ 48
2.4.7. Pondasi Tiang Pancang ................................................................... 49
2.4.7.1 Daya Dukung Tiang Pancang ............................................ 49
2.4.7.2 Reaksi Tiang Pancang ....................................................... 52
2.5. Tipe Bangunan Bendung Karet ................................................................... 52
2.5.1. Uraian Umum .................................................................................. 52
2.5.2. Pengaruh Debit Aliran Diatas Bendung Karet ................................ 56
2.5.2.1. Bendung Karet Diisi Air .................................................... 56
2.5.2.2. Bendung Karet Diisi Udara ............................................... 57
2.5.2.3. Bendung Karet Diisi Udara dan Air .................................. 58
2.5.3. Waktu Pengempesan dan Pengembangan Bendung Karet .............. 58
2.5.3.1. Bendung Karet Diisi Air .................................................. 58
2.5.3.2. Bendung Karet Diisi Udara .............................................. 59
2.6. Perencanaan Bendung ................................................................................. 62
2.6.1. Tinggi Bendung Karet ..................................................................... 62
2.6.2. Lebar Bendung ................................................................................ 63

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN ................................................... 63

3.1. Tinjauan Umum........................................................................................... 63


3.2. Pengumpulan Data ...................................................................................... 63
3.2.1. Data sekunder .................................................................................. 63
3.2.2. Tahap Pelaksanaan Studi................................................................. 65
3.2.3. Bagan Alur ...................................................................................... 68

BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR ........................................................... 71

4.1. Tinjauan Umum........................................................................................... 70


4.2. Analisis Hidrologi ....................................................................................... 70
4.2.1. Data Curah Hujan ............................................................................ 71
4.2.2. Analisis Frekuensi Curah Hujan Rencana ...................................... 72
4.2.2.1. Perhitungan Curah Hujan Wilayah .................................. 72
4.2.2.2. Perhitungan Curah Hujan Rencana dengan Metode
Sebaran Log Person III.................................................... 75
4.2.3. Analisis Debit Banjir ....................................................................... 77
4.2.3.1. Metode Hasper ................................................................. 77
4.2.3.2. Metode Rational ............................................................... 80
4.2.3.3. Metode Der Weduwen ..................................................... 82
4.2.3.4. Metode Nakayasu ............................................................. 84
4.2.3.5. Metode HSS Gamma I ..................................................... 93
4.2.3.6. Metode Passing Capacity ................................................. 103
4.2.3.7. Metode Hec Ras ................................................................ 106
4.3. Analisa Hidrolika ........................................................................................ 109
4.3.1 Elevasi Mercu Bendung .................................................................. 109
4.3.2. Pembendungan ................................................................................ 109
4.3.3. Debit Limpasan Bendung Karet ...................................................... 110
4.3.4. Perhitungan Panel............................................................................ 110
4.3.5. Lebar Efektif Bendung .................................................................... 111
4.3.6. Energi Diatas Mercu Bendung ........................................................ 112
4.3.7. Tinggi Air Banjir Diatas Bendung Karet ....................................... 113
4.4. Analisis Geologi Teknik dan Mekanika Tanah ........................................... 114
4.4.1. Ruang Lingkup Pekerjaan ............................................................... 114
4.4.2. Lokasi Penyelidikan ........................................................................ 115
4.4.3 Data Geologi Teknik ....................................................................... 116
4.4.3.1. Data Sondir ...................................................................... 116
4.4.3.2. Data Bor Log .................................................................... 118
4.4.4. Analisis Geoteknik .......................................................................... 120
4.4.4.1. Hasil Penyelidikan Geoteknik .......................................... 120
4.4.4.2. Pondasi Dangkal .............................................................. 121
4.4.4.3. Pondasi Dalam ................................................................. 124
4.5. Tata Letak Bendung .................................................................................... 125
4.6. Perhitungan Stabilitas Bendung .................................................................. 126
4.6.1. Perhitungan Gaya ............................................................................ 127
4.6.1.1. Gaya Berat Sendiri ........................................................... 127
4.6.1.2. Gaya Hidrostatik .............................................................. 128
4.6.1.3. Gaya Angkat Air (Uplift) ................................................. 129
4.6.1.4. Gaya Gempa ..................................................................... 131
4.6.2. Kontrol Stabilitas ............................................................................ 132
4.6.2.1 Stabilitas Terhadap Penggulingan .................................... 132
4.6.2.2. Stabilitas Terhadap Pergeseran ........................................ 133
4.7. Perhitungan Pondasi .................................................................................... 134
4.7.1. Perhitungan Tiang Pancang Bendung ............................................. 134
4.7.1.1. Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang Berdasarkan
Nilai N-SPT...................................................................... 134
4.7.1.2. Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang Berdasarkan
Nilai qc ............................................................................. 135
4.7.1.3. Perhitungan Kekuatan Tarik Tiang Pancang.................... 135
4.7.2. Kekuatan 1 Tiang dalam Kelompok Berdasarkan Efisiensi
Kelompok Tiang Pancang (Pile Group) Effisiensi Menurut
“ Uniform Building Code” AASTO ................................................ 136
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 137

5.1. Kesimpulan.................................................................................................. 137


5.2. Saran ............................................................................................................ 138

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 139

LAMPIRAN ........................................................................................................... 140


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Lokasi Pekerjaan ......................................................................... 3


Gambar 2.1 Metode Thiessen ............................................................................... 9
Gambar 2.2 Lengkung Hidrograf Nakayasu ......................................................... 19
Gambar 2.3 Bentuk Penampang Sungai Blorong .................................................. 25
Gambar 2.4 Kondisi Bendung Karet Saat mengembung ....................................... 34
Gambar 2.5 Kondisi Bendung Karet Saat Mengempis .......................................... 35
Gambar 2.6 Tekanan Dalam (Internal Pressure) ................................................... 39
Gambar 2.7 Tekanan Hidrostatik ........................................................................... 40
Gambar 2.8 Tekanan Tanah ................................................................................... 40
Gambar 2.9 Kombinasi Beban Lantai Bendung Kondisi Normal Dengan Air
Bendung ............................................................................................ 41
Gambar 2.10 Kombinasi Beban Lantai Bendung Kondisi Normal Dengan Air Hilir
Tinggi................................................................................................ 42
Gambar 2.11 Kombinasi Beban Lantai Bendung Kondisi Gempa Dengan Air Penuh
Setinggi Bendung ............................................................................. 42
Gambar 2.12 Kombinasi Beban Pier Kondisi Normal Dengan Air Setinggi Bendung
.......................................................................................................... 43
Gambar 2.13 Kombinasi Beban Pier Kondisi Normal Dengan Air Hilir Tinggi .... 43
Gambar 2.14 Kombinasi Beban Pier Kondisi Gempa Dengan Muka Air Penuh. .. 44
Gambar 2.15 Tahanan Guling ................................................................................. 46
Gambar 2.16 Tahanan Geser ................................................................................... 48
Gambar 3.1 Diagram Alir Rencana Tugas Akhir.................................................. 68
Gambar 4.1 Kawasan dan Penggunaan Stasiun .................................................... 73
Gambar 4.2 Hidrograf Banjir Rencana Metode Nakayasu ................................... 92
Gambar 4.3 Unit Hidrograf Blorong ..................................................................... 97
Gambar 4.4 Hidrograf Satuan Metode Gama I Blorong ....................................... 103
Gambar 4.5 Bentuk Penampang Sungai Blorong ................................................. 103

v
Gambar 4.6 Potongan Memanjang Sungai Blorong Berdasarkan Simulasi Hec-
Ras ..................................................................................................... 107
Gambar 4.7 Potongan Melintang Sungai Blorong Saat Mengempis Berdasarkan
Simulasi Hec-Ras ............................................................................... 108
Gambar 4.8 Potongan Melintang Sungai Blorong Saat Mengembang
Bedasarkan Simulasi Hec-Res ........................................................... 108
Gambar 4.9 Muka Air di Atas Mercu .................................................................... 113
Gambar 4.10 Peta Lokasi Rencana Bendung Karet ................................................ 116
Gambar 4.11 Hasil Uji Sondir SD - 1 ..................................................................... 117
Gambar 4.12 Hasil Data Bor Log BM - 04 ............................................................. 119
Gambar 4.12 Zona Tegangan Terzaghi ................................................................... 109
Gambar 4.13 Korelasi Empiris Su dengan N-SPT untuk Tanah Kohesif ............... 121
Gambar 4.14 Korelasi Empiris Sudut Geser dalam (Φ) dengan N-SPT untuk
Tanah Kohesif .................................................................................... 121
Gambar 4.15 Zona Tegangan Terzaghi ................................................................... 122
Gambar 4.16 Tata Letak Bendung .......................................................................... 126
Gambar 4.17 Gaya-Gaya Berat Sendiri Yang Bekerja pada Bendung Karet ......... 127
Gambar 4.18 Gaya Hidrostatik Vertikal yang Bekerja pada Bendung Karet ......... 128
Gambar 4.19 Gaya Angkat Air (Uplift) Yang Bekerja Pada Bendung Karet ......... 129
Gambar 4.20 Gaya Gempa yang Bekerja Pada Bendung Karet.............................. 131
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Harga Koefisien Kekasaran Bazin ...................................................... 26

Tabel 2.2 Koefisien Kekasaran Manning ............................................................. 33

Tabel 2.3 Faktor Keamanan Terhadap Guling ..................................................... 45

Table 2.4 Faktor Keamanan Terhadap Geser ....................................................... 47

Tabel 2.5 Harga-harga Untuk Perkiraan Nilai Koefisien Gesek .......................... 47

Tabel 2.6 Kelebihan dan Kekurangan Bendung Karet Berisi Air atau Udara ..... 53

Tabel 3.1 Rencana Penyusunun Tugas Akhir ...................................................... 61

Tabel 4.1 Data Curah Hujan Maksimum ............................................................. 71

Tabel 4.2 Perhitungan Hujan Maksimum Tahunan ............................................. 74

Tabel 4.3 Hujan Harian Maksimum Rata-Rata .................................................... 75

Tabel 4.4 Analisis Distribusi ................................................................................ 76

Tabel 4.5 Nilai K Distribusi Person III ................................................................ 77

Tabel 4.6 Nilai Hujan Rencana ............................................................................ 77

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Metode Rational ..................................................... 81

Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Metode Der Weduwen ........................................... 84

Tabel 4.9 Rekapitulasi Debit Banjir Rencana ...................................................... 86

Tabel 4.10 Perhitungan Banjir Rencana Metode Nakayasu Periode Ulang 5


Tahun ................................................................................................... 87

Tabel 4.11 Perhitungan Banjir Rencana Metode Nakayasu Periode Ulang


10 Tahun .............................................................................................. 88

vi
Tabel 4.12 Perhitungan Banjir Rencana Metode Nakayasu Periode Ulang
20 Tahun .............................................................................................. 89

Tabel 4.13 Perhitungan Banjir Rencana Metode Nakayasu Periode Ulang


50 Tahun .............................................................................................. 90

Tabel 4.14 Perhitungan Banjir Rencana Metode Nakayasu Periode Ulang


100 Tahun ............................................................................................ 91

Tabel 4.15 Hidrograf Satuan Nakayasu Banjir Maksimum Das Blorong ............... 92

Tabel 4.16 Perhitungan Resesi Unit Hidrograf ....................................................... 95

Tabel 4.17 Perhitungan Banjir Rencana Metode HSS Gama I Periode


Ulang 5 Tahun ..................................................................................... 98

Tabel 4.18 Perhitungan Banjir Rencana Metode HSS Gama I Periode


Ulang 10 Tahun ................................................................................... 99

Tabel 4.19 Perhitungan Banjir Rencana Metode HSS Gama I Periode


Ulang 20 Tahun ................................................................................... 100

Tabel 4.20 Perhitungan Banjir Rencana Metode HSS Gama I Periode


Ulang 50 Tahun ................................................................................... 101

Tabel 4.21 Perhitungan Banjir Rencana Metode HSS Gama I Periode


Ulang 100 Tahun ................................................................................. 102

Tabel 4.22 Harga Koefisien Kekasaran Bazin ....................................................... 104

Tabel 4.23 Rekapitulasi Debit Banjir Rencana ...................................................... 106

Tabel 4.24 Hasil Uji Laboratorium Bor Log .......................................................... 120


Tabel 4.25 Nilai Gesekan Selimut dan Tahanan Ujung Untuk Desain
Pondasi Tiang Pancang ........................................................................ 124

Tabel 4.26 Perhitungan Gaya Berat Sendiri ........................................................... 128

Tabel 4.27 Perhitungan Gaya Hidrostatik Vertikal ................................................ 129

Tabel 4.28 Perhitungan Gaya Hidrostatik Horizontal ............................................ 129

Tabel 4.29 Perhitungan Gaya Uplift ...................................................................... 130

Tabel 4.30 Perhitungan Gaya Tekanan Uplift........................................................ 130

Tabel 4.31 Perhitungan Gaya Gempa .................................................................... 131

Tabel 4.32 Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang Berdasarkan Nilai N-


SPT ...................................................................................................... 134

Tabel 4.32 Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang Berdasarkan Nilai qc ........ 135

Tabel 4.33 Perhitungan Kekuatan Tarik Tiang Pancang ........................................ 135


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan Perkembangan Penduduk dan Peningkatan Kondisi
Sosial Ekonomi di Kabupaten Kendal. maka, diperlukan peningkatan
penyediaan air baku baik secara jumlah maupun mutu.

Dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi di Indonesia maka


timbul kawasan-kawasan yang berkembang/dikembangkan menjadi Kawasan
Industri, seperti halnya Pemerintah Kabupaten Kendal saat ini terus
mendorong untuk kemajuan Kawasan Industri Kendal. Permasalahan pada
Kawasan Industri Kendal (KIK) saat ini adalah minimnya penyediaan Air
Baku. Guna mencukupi kebutuhan Air Baku dibuatlah bendung karet Sungai
Blorong Kabupaten Kendal.

Bendung karet merupakan salah satu tipe bendung gerak, berfungsi


untuk menaikkan muka air dan melepaskannya pada saat banjir. Bendung
model ini dapat berisi udara atau air. Kembang kempisnya bendung karet
terjadi secara otomatis jika muka air mencapai elevasi yang ditentukan,
penentuan elevasi ini diatur dengan mekanisme tertentu. Sedangkan untuk
mengembungkannya kembali dibutuhkan kompresor yang digerakkan oleh
tenaga listrik.

Pembuatan bendung karet sungai blorong di Desa Turun Rejo,


Kecamatan Brangsong dan Desa Banyutowo, Kecamatan Kendal, disepakati
oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Gubernur Jawa
Tengah pada Bulan Agustus 2015. Isi dari sebagian kesepakatan bersama itu
adalah dengan dibuatnya bendung karet di sungai blorong dapat bermanfaat
bagi kawasan industri kendal maupun domestik.

1
Lokasi bendung karet sungai blorong terletak pada ruas sungai di Desa
Turun Rejo,Kecamatan Brangsong dan Desa Banyutowo, Kecamatan Kendal.
Lokasi tersebut sangat mudah untuk dijangkau karena terletak di hilir
jembatan Jalan Nasional di jalur Pantura Semarang-Kendal/Jakarta.
1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1. Maksud
Melakukan Perencanaan Bendung Karet di Sungai Blorong
Kendal untuk memenuhi kebutuhan Air Baku di Kawasan Industri
Kendal ( KIK ).

1.2.2. Tujuan
Tujuan dari pekerjaan ini adalah untuk mendapatkan desain yang
berkualitas dan ekonomis sehingga mencapai fungsi dan manfaat yang
optimal.

1.3 Rumusan masalah


1. Bagaimana cara mendapatkan air baku untuk kepentingan di Kawasan
Industri Kendal ( KIK)?
2. Bagaimana cara memaksimalkan kapasitas tampungan Sungai Blorong?

1.4 Pembatasan Masalah


Agar penulisan tidak menyimpang dan mengambang dari tujuan yang
direncanakan, sehingga mempermudah mendapatkan data dan informasi yang
diperlukan, maka penulis menetapkan batasan-batasan sebagai berikut :
1. Kapasitas tampungan Sungai Blorong
2. Pemanfaatan sungai Blorong

2
1.5 Lokasi Proyek
Lokasi kegiatan adalah Sungai Blorong di Kabupaten Kendal tepatnya
pada ruas sungai di Desa Turun Rejo, Kecamatan Brangsong dan Desa
Banyutowo, Kecamatang Kendal, Kabupaten Kendal. Lokasi tersebut sangat
mudah untuk dijangkau karena terletak di hilir jembatan Jalan Nasional di
jalur Pantura (Semarang-Kendal/Jakarta).Posisi geografisberkisar antara 109°
40’ - 110° 18’ Bujur Timur dan 6° 32’ - 7° 24’ Lintang Selatan. Batas wilayah
Kabupaten Kendal sebagai berikut:
1. Sebelah Utara : Laut Jawa
2. Sebelah Timur : Kota Semarang
3. Sebelah Selatan : Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Semarang
4. Sebelah Barat : Kabupaten Batang

. Secara rinci, lokasi tersebut lapat dilihat pada Gambar 1.1.Peta


Lokasi Pekerjaan.

LOKASI PEKERJAAN

SUNGAI BLORONG

JALAN NASIONAL

Gambar 1.1. Peta lokasi Kegiatan

3
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan proposal perencanaan ini yaitu :

BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang, tujuan penelitian,
perumusan masalah, batasan penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Bab ini membahas bahan dasar untuk kajian permasalahan yang ada
dan menyiapkan landasan teori.

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

Pada bab ini dijelaskan mengenai pendekatan metode yang digunakan


dalam mengerjakan Tugas Akhir. Metodologi yang digunakan meliputi
pengumpulan data, metode analisa dan perumusanmasalah.

BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR

Pada bab ini menguraikan tentang perhitungan struktur atas meliputi:


perhitungan struktur bendung, Banjir Rencana, dan Perhitungan Kestabilan
Bendung.

BAB V PENUTUP
Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran yang bisa diberikan dari
hasil Perencanaan Bendung Karet Banjir Kanal Barat Kota Semarang.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum


Sumber daya air merupakan bagian dari sumber daya alam yang
mempunyai sifat yang sangat berbeda dengan sumber daya lainnya. Air ialah
sumber daya yang terbaharui atau dapat diperbaharui, bersifat dinamis
mengikuti siklus hidrologi yang secara ilmiah berpindah pindah serta
mengalami perubahan bentuk dan perubaha sifat, tergantung dari segi waktu
dan lokasinya. Air dapat berupa zat padat sebagai es maupun salju, sedangkan
air dengan bentuk zat cair dapat mengalir sebagai air permukaan, berada di
udara sebagai hujan, berada dalam tanah sebagai air tanah, dan berada di laut
sebagai air laur, serta berupa air uap yang dapat didefinisikan sebagai air
udara (bibir air).

Konsep siklus hidrologi merupakan hal yang sangat penting,


dikarenakan air termasuk bagian dari siklus hidrologi. Siklus hidrologi
dimulai dengan terjadinya panas matahari yang sampai pada permukaan bumi,
sehingga menyebabkan penguapan, akibat dari penguapan ini terkumpul
massa uap air yang dalam kondisi atmosfer tertentu dapat membentuk awan.
Kemudian dari akibat berbagai sebab klimatologi awan tersebut dapat menjadi
awan yang potensial menumbulkan hujan, air hujan tersebut akan tertahan
oleh butiran tanahdan akan bergerak dengan arah horizontal sebagai limpasan
(run off) sebagian akan bergerak vertikal ke bawah sebagai infiltrasi, sebagian
kecil akan kembali ke atmosfer melalui penguapan. Air yang terinfiltrasi ke
tanah mula-mula akan mengisi pori-pori tanah sampai mencapai kadar air
jenuh. Apabila kondisi tersebut telah tercapai, maka air tersebut akan bergerak
dalam dua arah, arah horizontal sebagai interflow dan arah vertikal sebagai
perkolasi.

5
Bendung karet atau bendung kembang kempis adalah bendung yang
tubuh bendungnya terbuat dari karet dan disebut bendung kembang kempis
karena bekerjanya bendung ini dengan mengembangkan dan mengempiskan
tubuh bendungnya (Wisnu Suharto,2001).

Dilihat dari cara kerjanya maka bendung karet dapat dimaksukkan


dalam salah satu type bendung gerak yang dapat tidak otomatis karena
pengoprasionalannya dengan tenaga manusia ataupun peralatan untuk
menggelembungkan dan mengempiskan tubuhnya dengan pompa, tetapi dapat
juga secara otomatis dengan ditentukan oleh tinggi muka air terbendung
rencana sebagai elevasi muka air yang akan mengoprasilkan bendung
tersebut.

Bangunan utama merupakan bangunan tubuh bendung dan


konstruksinya direncanakan dari karet, plat baja dan peralatannya dan serta
pasangan batu. Bangunan utama bendung karet dengan 155,5 m.

2.2 Analisa Hidrologi

Analisa hidrologi secara umum dilakukan guna mendapatkan


karakteristik hidrologi dan meteorologi daerah aliran sungai (DAS). Tujuan
dari studi tersebut ialah untuk mengetahui karakteristik hujan, debit, dan
potensi air, baik yang ekstrim maupun yang wajar yang dapat digunakan
sebagai analisis selanjutnya dalam pekerjaan detail disain bangunan.
Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai
phenomena hidrologi (hydrologic phenomena), seperti besarnya : curah hujan,
temperatur, penguapan, lamanya penyinaran matahari, kecepatan angin, debit
sungai, tinggi muka air sungai, kecepatan aliran, kosentrasi sedimen sungai
akan selalu berubah terhadap waktu (Soewarno,1995).

6
Data hidrologi dianalisis untuk membuat keputusan dan menarik
kesimpulan mengenai phenomena hidrologi berdasarkan sebagian data
hidrologi yang dikumpulkan. Dalam perencanaan bendung analisa hidrologi
digunakan untuk menentukan debit banjir rencana, dan debit kebutuhan.
Debit banjir rencana adalah debit maksimum di sungai atau saluran
alamiah dengan periode ulang (rata-rata) tertentu yang dapat dialirkan tanpa
membahayakanstabilitas bangunan-bangunannya. Adapun langkah – langkah
dalam analisa debit banjir adalah sebagai berikut :

a. Menentukan DAS (Daerah Aliran Suangai) beserta luasannya.


b. Menentukan luas pengaruh daerah stasiun-stasiun penakar hujan.
c. Menentukan curah hujan harian maksimum tiap tahunnya dari data curah
hujan yang ada.
d. Menentukan analisa frekuensi curah hujan untuk mendapatkan pola
sebaran yang sesuai.
e. Menentukan pola jenis sebaran yang sesuai.
f. Menganalisis curah hujan rencana dengan periode ulang T tahun.
g. Menghitung debit banjir rencana berdasarkan besarnya curah hujan
rencana diatas pada periode ulang T tahun.

2.2.1 Curah Hujan Rencana

Berdasarkan dari peta jaringan stasiun hidrologi, dapat diketahui


letak titik data terhadap jaringan keseluruhan dan dapat diketahui
daerah yang dapat diwakili oleh data tersebut. Data hujan memuat
catatan tinggi hujan harian dari stasiun hujan. Data hujan dapat berasal
dari stasiun hujan otomatis ataupun manual. Data hujan dari stasiun
hujan otomatis menginformasikan catatan hujan setiap waktu, data ini
digunakan untuk analisis distribusi hujan.
Dari data hujan yang ada dapat diketahui tinggi hujan pada
titik-titik yang ditinjau, dan selanjutnya dapat dipergunakan untuk

7
analisis banjir akibat hujan dengan memggunakan hidrograf sintetik.
Analisis selanjutnya diarahkan untuk memperkirakan besarnya debit
banjir dengan berbagai kala ulang kejadian. Data yang digunakan
untuk menentukan curah hujan rencana yaitu data curah hujan yang
diambil dari tiga stasiun yang berbeda dengan jangka waktu per 10
tahun.

2.2.1.1 Hujan DAS Rerata Metode Poligon Thiessen

Untuk mengetahui curah hujan rerata daerah di DAS


digunakan Metode Poligon Thiessen. Metode ini sering
digunakan pada analisis hidrologi karena metode ini lebih
teliti dan obyektif dibanding metode lainnya dan metode ini
dapat digunakan pada daerah yang memiliki titik pengamatan
yang tidak merata. Cara yang dilakukan adalah dengan
memasukkan faktor pengaruh daerah yang mewakili oleh
stasiun hujan yang disebut faktor pembobotan atau koefisien
Thiessen. Untuk pemilihan stasiun hujan yang dipilih harus
meliputi daerah aliran sungai yang akan dibangun. Besarnya
koefisien Thiessen tergantung dari luas daerah pengaruh
stasiun hujan yang dibatasi oleh poligon-poligon yang
memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung
stasiun. Setelah luas pengaruh tiap-tiap stasiun didapat,maka
koefisien Thiessen dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut (CD Soemarto, 1999) :

Ai
C =
Atotal

A1 R1  A2 R2  ...  An Rn
R =
A1  A2  ...  An

di mana:

8
C = Koefisien Thiessen

Ai = Luas pengaruh dari stasiun pengamatan i

A = Luas total dari DAS


R = Curah hujan rata-rata

R1, R2,..,Rn =Curah hujan pada setiap titik pengukuran


(stasiun)
Sta 2
Batas DAS

A2 Poligon Thiessen

Sta 1 A3
Sta 3
A1 A4

Sta 4
A5
A6 A7

Sta 5 Sta 6 Sta 7

Gambar 2.1.Metode Thiessen

2.2.1.2 Analisis Frekuensi


Dari curah hujan rata-rata dari berbagai stasiun yang
ada di daerah aliran sungai, selanjutnya dianalisis secara
statistik untuk mendapatkan pola sebaran data curah hujan
yang sesuai dengan pola sebaran data curah hujan rata-rata.
Pada kenyataannya bahwa tidak semua varian dari suatu
variable hidrologi terletak atau sama dengan nilai rata-
ratanya. Variasi atau dispersi adalah besarnya derajat dari
sebaran varian disekitar nilai rata-ratanya.
Cara mengukur besarnya dispersi disebut
pengukurandisperse.

9
a. Devisi Standar (S)

Rumus :
2
n ___

  Xi  X 
Sx  i 1  
n 1

(S. Soeradji, 1976)………………………………..(2.9)

Di mana :

Sx = deviasi standar

___
X = curah hujan rata – rata (mm)

Xi = curah hujan di stasiun hujan ke i (mm)

n = jumlah data

b. Koefisien Skewnes (CS)


Kemencengan (skewness) adalah suatu nilai
yang menunjukan derajat ketidaksimetrisan dari suatu
bentuk distribusi.

Rumus :
3
n
 ___

n  X i  X 
i 1  
Cs 
n  1  n  2  S 3

10
(S. Soeradji, 1976)…………………………..(.(2.10)

Di mana :

Cs = koefisien Skewness

S = deviasi standar
___
X = curah hujan rata – rata (mm)

Xi = curah hujan di stasiun hujan ke i (mm)

n = jumlah data

c. Pengukuran Kurtosis
Pengukuran kurtosis dimaksud untuk mengukur
keruncingan dari bentuk kurva distribusi, yang
umumnya dibandingkan dengan distribusi normal.

Rumus :
4
n
 ___

n  Xi  X 
2

i 1  
Ck 
n  1  n  2  (n  3)  S 3

(S. Soeradji, 1976)…………………….(2.11)

Di mana :

Ck =koefisien Kurtosis

S = deviasi standar
___
X = curah hujan rata – rata (mm)

Xi = curah hujan di stasiun hujan ke i (mm)

n = jumlah data

11
d. Koefisien Variasi (CV)
Koefisien Variasi adalah nilai perbandingan
antara deviasi standar dengan nilai rata-rata hitung
suatu distribusi.

Rumus :

Sx
Cv  ___
X

(S.Soeradji,
1976)……………………………………(2.12)

Di mana :

Cv =koefisien Variasi

Sx = deviasi standar
___
X = curah hujan rata – rata (mm)

Dari nilai-nilai di atas, kemudian dilakukan


pemilihan jenis sebaran yaitu dengan membandingan
koefisien distribusi dari metode yang akan digunakan.

2.2.1.3 Debit Banjir Rencana

Pada bagian terdahulu telah disebutkan bahwa tujuan


analisis hidrologi ini adalah untuk mengetahui besaran debit
banjir rancangan yang akan digunakan sebagai data dasar

12
untuk perhitungan perencanaan selanjutnya. Analisis debit
banjir rancangan dalam pekerjaan ini dihitung secara empiris
menggunakan metode Haspers, Rasional, Weduwen dan
Nakayasu seperti banyak digunakan di Indonesia.

a. Metode Haspers
Metode Haspers ( Luas DPS  300 km2)

Q=αxβxqxA

t = 0,1 x L 0,8 x i-0,30

*
Dimana:

Q = debit banjir rencana pada periode ulang tertentu

( m3/det)

α = koefisien limpasan air hujan

β = koefisien pengurangan luas daerah hujan

q = intensitas maksimum jatuhnya hujan rata – rata

(m3/det/km)

A = luas Daerah pengaliran sungai (km2)

t = waktu konsentrasi hujan (jam)

L = panjang sungai (km)

i = kemiringan sungai

Untuk t < 2 jam digunakan rumus

13
Untuk t > 2 jam digunakan rumus

Dimana:

R = curah hujan periode ulang tertentu (mm)

b. Metode Rational ( Luas DPS ≤ 300 KM² )

Metode ini digunakan dengan anggapan bahwa


DPS memiliki :

- Intensitas curah hujan merata diseluruh DPS dengan


durasi tertentu.
- Lamanya curah hujan = waktu konsentrasi dari
DPS.
- Puncak banjir dan intensitas curah hujan
mempunyai tahun berulang yangsama.
Rumus:

Di mana :

C = koefisien limpasan air hujan

I = intensitas curah hujan selama waktu konsentrasi

14
(mm/jam)

A = luas daerah pengaliran (km2)

Q = debit maksimum (m3/det)

Intensitas hujan dapat dihitung menggunakan


rumus Mononobe :

Di mana :

R = hujan maksimum (mm)

tc = waktu konsentrasi (jam)

Waktu konsentrasi dihitung menggunakan rumus


yang dikembangkan oleh Kirpich (1940), yang dapat ditulis
sebagai berikut :

Di mana :

tc = waktu konsentrasi (jam)

L = panjang sungai (km)

i = kemiringan sungai

Kirpich(1940),

c. Metode der Weduwen

Analisis metode ini hampir sama dengan


Metode Haspers hanya saja rumusan koefisiennya yang
berbeda

15
Qn =C..q.A

1. Koefisien Aliran (C) dihitung dengan rumus

C = 1 4,1
β.q n  7

dengan,

 = koefisien reduksi

2. Koefisien Reduksi () dihitung dengan rumus


t 1
120  A
 = t9
120  A

dengan,

 = koefisien reduksi

t = waktu konsentrasi (jam)

A = luas DAS (km2)

3. Modul banjir maksimum menurut der Weduwen


dirumuskan
67,65
q =
t  1,45

dengan

t=waktu konsentrasi / lama hujan terpusat (jam)

4. Waktu konsentrasi (t) dihitung dengan


t = 0,25 L Qn-0,125 i-0,25

dengan,

i = kemiringan sungai rata-rata

L = panjang sungai (km)

16
Metode ini harus dihitung dengan trial and
error sehingga ketepatan antara waktu konsentrasi
dengan debit sama atau mendekati sama. Hasil
kali dari Qn dengan hujan rencana kala ulang T
tahun (RT) merupakan debit banjir yang dicari.
d. Metode Nakayasu

Nakayasu dari Jepang, telah membuat rumus


hidrograf satuan sintetik dari hasil penyelidikannya.
Rumus tersebut adalah sebagai berikut:
C A R0
3,6  0,3Tp  T0,3 
Qp =

dimana,

Qp = debit puncak banjir (m3/det)

R0 = hujan satuan (mm)

Tp = tenggang waktu (time lag) dari permulaan hujan


sampai puncak banjir (jam)

Tp = tg + 0,8 tr

Tg = waktu konsentrasi (jam), tenggang waktu


dari titik berat hujan sampai titik berat
hidrograf (time lag), dalam hal ini, jika:

L < 15 km tg = 0,21 . L0,7

L > 15 km tg = 0,4 + 0,058 . L

Tr = tenggang waktu hidrograf (time base of


hidrograf)

17
=0,5 sampai 1 tg

T0,3= α.tg

0,47  A  L 
0,25

α =
tg

untuk :

1. Daerah pengaliran biasa α = 2


2. Bagian naik hidrograf yang lambat dan
bagian menurun yang cepat α =1,5
3. Bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian
menurun yang lambat α = 3
Bagian lengkung naik (rising limb) hidrograf
satuan memiliki rumus :

2.4
 t 
Qa = Qp   
T 
 p 

Keterangan,

Qa = limpasan sebelum mencapai debit puncak (m3/det)

t = waktu (jam)

Bagian lengkung turun (decreasing limb) hidrograf satuan

t  Tp
T0,3
Qd1 = Qp  0,3 `

t Tp 0,5T0,3
1,5T0,3
Qd2 = Qp  0,3

t Tp1,5T
0,3
2T
Qd3 = Qp  0,3 0,3

18
i
tr

0,8 tr tg

Q
lengkung naik lengkung turun

Qp

0,3 Qp
0,32 Qp
Tp T0,3 1,5 T 0,3

Gambar 2.2. Lengkung Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu

e. Metode HSS Gamma 1


Untuk membuat hidrograf banjir pada sungai-
sungai yang tidak ada atau sedikit sekali dilakukan
pengamatan (observasi) hidrograf banjirnya, maka
perlu dicari karakteristik atau parameter daerah
pengaliran tersebut terlebih dahulu. Karakteristik atau
parameter tersebut antara lain waktu untuk mencapai
puncak hidrograf, lebar dasar, luas, kemiringan,
panjang alur terpanjang, koefisien limpasan dan
sebagainya.

19
Hidrograf satuan sintetis merupakan suatu
cara untuk memperkirakan penggunaan konsep
hidrograf satuan dalam suatu perencanaan yang tidak
tersedia pengukuran- pengukuran langsung mengenai
hidrograf banjir. (Limantara, 2010)

Parameter yang diperlukan dalam analisis


menggunakan HSS Gama I antara lain:

1. Luas DAS(A)

2. Panjang alur sungai utama(L)

3. Panjang alur sungai ke titik berat DAS(Lc)

4. Kelandaian / slope sungai(s)

5. Kerapatan jaringan kuras(D)

Selain parameter diatas, masih ada parameter


lain yang dipakai, antara lain:
1. Faktor Sumber(FS)

Perbandingan antara jumlah panjang


sungai-sungai tingkat satu dengan jumlah panjang-
panjang sungai semua tingkat.

FS =

2. Frekuensi sumber(SN)
Frekuensi sumber (SN) yaitu perbandingan
antara jumlah segmen sungai- sungai tingkat 1 (P1)
dengan jumlah segmen sungai semua tingkat (Ps)

SN =

20
3. Luas DAS sebelah hulu(RUA)
Perbandingan antara luas DAS yang
diukur di hulu garis yang ditarik tegak lurus garis
hubung antara stasiun pengukuran dengan titik
yang paling dekat dengan titk berat DAS
melewati titik tersebut dengan luas DAS total
(RUA).

RAU=

4. Faktor simetri(SIM)
Hasil kali antara faktor lebar (WF) dengan
luas DAS sebelah hulu (RUA) jadi :

SIM = WF x RUA
5. Faktor Lebar(WF)
Perbandingan antara lebar DAS yang
diukur dititik sungai yang berjarak 0,75 L dan
lebar DAS yang diukur di titik sungai berjarak
0,25 L dari titik kontrol (outlet). Garis Wu dan
Wl ^ (tegak lurus) dengan garis yang ditarik dari
outlet ke titik 0,25 L dan 0,75 L.
WF =

Hidograf satuan diberikan dengan empat


variable pokok, yaitu waktu naik (TR), debit puncak
(Qp), waktu dasar (TB) dan koefesien tampungan (k),
persamaan – persamaan yang dipakai yaitu:

a. Waktu Naik

21
3
 L 
TR= 0,43   + 1,0665 SIM + 1,2775
 100SF 

Dimana :
TR=waktu naik (jam)

L= panjang sungai (km)

SF= faktor sumber yaitu perbandingan antara


jumlah panjang sungai tingkat 1 dengan
jumlah panjang sungai semua tingkat

SIM= faktor simetri ditetapkan sebagai hasil kali


antara faktor lebar (WF) dengan luas
relatif DAS sebelah hulu (RUA)

WF = faktor lebar adalah perbandingan antara


lebar DPS yang diukur dari titik di sungai
yang berjarak ¾ L dan lebar DPS yang di-
ukur dari titik yang berjarak ¼ L dari titik
tempat pengukuran.

b. Waktu Dasar

TB= 27,4132 . TR0,1457. S-0,0986 . SN0,7344 .RUA0,2574

Dimana:

TB = waktu dasar (jam)

S = landai sungai rata-rata

SN = frekuensi sumber yaitu perbandingan


antara jumlah segmen sungai-sungai
tingkat1 dengan jumlah sungai semua
tingkat

TR = waktu naik (jam)

22
RUA= luas DPS sebelah hulu (km2)

c. Debit Puncak

Qp= 0,1836 . A0,5886 . TR-0,0986 .JN0,2381

Dimana:

TR =waktu naik (jam)

JN =jumlah pertemuan sungai

d. Tampungan
K=

Dimana:

K = Tampungan

Dalam pemakaian cara ini masih ada hal – hal


lain yang perlu diperhatikan, diantaranya sebagai
berikut:

1. Penetapan hujan-mangkus yang digunakan untuk


memperoleh hidrograf dilakukan dengan
menggunakan indeks infiltrasi. Perkiraan indeks
infiltrasi dilakukan dengan mempertimbangkan
pengaruh parameter DAS yang secara hidrologik
dapat diketahui pengaruhnya terhadap indeks
infiltrasi. Persamaan pendekatannya sebagai
berikut:
Ø =

2. Untuk memperkirakan aliran dasar digunakan


persamaan sebagai berikut ini:

23
0,6444 0,9430 3
QB = 0,4715 . A .D (m /det)

3. Dalam menetapkan hujan rata-rata DAS, perlu


mengikuti cara-cara yang ada. Tetapi bila dalam
praktek analisis tersebut sulit, maka disarankan
menggunakan cara yang disebutkan dengan
mengalikan hujan titik dengan faktor reduksi hujan
sebesar:
B=
Berdasarkan persamaan diatas maka dapat
dihitung besar debit banjir setiap jam dengan
persamaan:
QP= ………………………………….

Dimana:
QP : Debit banjir setiap jam (m3/det)
Qt : Debit satuan tiap jam (m3/det)
Reff : Curah hujan efektif (mm/jam)

AU

U
WU C
WL

X – A  0,25 L
X
X – U  0,75 L RUA 

WF 

24
Sketsa Penetapan WF Sketsa Penetapan RUA

Qp
3
Q(m /det)

TR t (jam)
TB

f. Passing Capacity
Passing Capacity dipakai dengan cara mencari
informasi yang dipercaya tentangtinggi muka air banjir
maksimum yang pernah terjadi. Selanjutnya dihitung
besarnya debit banjir rencana dengan persamaan dan
data berikut :

25
Gamber 2.3 Bentuk Penampang Sungai Blorong
Rumus :

Q =AxV

V =c (Rumus Chezy)

C =

R =

A = (B + m.h) × h
P = (B + 2h)

Dimana :
3
Q = Volume banjir yang melalui tampang (m /dtk)
2
A = Luas penampang basah (m )

V = Kecepatan aliran (m/dtk)

R = Jari – jari hidrolis (m)

I = Kemiringan sungai
P = Keliling penampang basah sungai(m)
c = Koefisien Chezy
B = Lebar sungai (m)
Tabel 2.1 Harga koefisien Kekasaran Bazin (m)

Jenis M
Dinding

26
Dinding sangat halus 0,06

Dinding halus ( papan, batu ) 0,16

Dinding batu pecah 0,46

Dinding tanah sangat teratur 0,85

Saluran tanah dengan kondisi biasa 1,30

Saluran tanah dengan dasar batu pecah dan tebing rumput 1,75

Sumber : Kp – 02 – 1986

g. Hec Ras

HEC-RAS (Hydrologic Engineering System-


River Analysis System) adalah program komputer yang
dikembangkan oleh Bill S. Eichert dari The Hydrologic
Engineering Center, US Army Corps of Engineers.
Ruang lingkup HEC-RAS adalah menghitung profil
muka air dengan pemetaan aliran steady dan unsteady,
serta penghitungan pengangkutan sedimen. Element
yang paling penting dalam HEC-RAS adalah
tersedianya geometri saluran, baik memanjang
maupunmelintang. Dengan adanya HEC-RAS maka
tinggi muka air diketahui, yang berguna sebagai acuan
untuk menentukan elevasi puncak krib. (Suroso 2006).
Progam HEC RAS merupakan paket program dari
ASCE (American Society of Civil Engineers). HEC-
RAS dirancang untuk membuat simulasi aliran satu
dimensi. Perangkat lunak ini memberikan kemudahan
dengan tampilan grafisnya. Pada software HEC-RAS
ini, dapat ditelusuri kondisi air sungai dalam pengaruh

27
hidrologi dan hidrolikanya, serta penanganan sungai
lebih lanjut sesuai kebutuhan. Secara umum perangkat
lunak ini menyediakan fungsi-fungsi sebagai berikut
manajemen file, input data dan pengeditan, analisa
hidraulika, dan keluaran (tabel, grafik dan gambar)
(Mutia et al 2016).

Hec res digunakan dalam menghitung debit


aliran sungai setiap tahun, dan menghitung saat aliran
sungi saat bendung sebagai berikut :

1. Kondisi Bendung karet Saat Mengempis

Pada kondisi aliran dengan debit banjir


Q50dan Q100, semua ruas sungai, baik di hulu
maupun hilir bendung karet terjadi luapan banjir.
Sedangkan pada kondisi aliran dengan debit banjir
normal 399,52 m3/dt, sebagian ruas sungai di hulu
jembatan nasional tidak mengalami luapan banjir,
namun di hilir jembatan nasional terjadi luapan
banjir. Kondisi ini disebabkan oleh adanya back
water pada saat air laut pasang serta penurunan
kapasitas alur sungai akibat sedimentasi, sehingga
direkomendasikan untuk dilakukan perbaikan alur
sungai.
2. Kondisi Bendung Karet Saat Mengembang
Pada perencanaan awal ini, diasumsikan
bahwa debit banjir yang masih dapat mengalir di
atas bendung dalam kondisi mengembang adalah
debit banjir tahunan dengan periode ulang 5 - 100

28
tahunan. Sedangkan aliran debit banjir yang lebih
besar akan mengakibatkan bendung karet
mengempis secara otomatis.

2.3 Analisa Hidrolika


Analisa Hidrolika bertujuan untuk mengetahui kekuatan penampang
dalam menampung debit rencana. Analisa hidrolika terdiri dari aliran saluran
terbuka, Geometri saluran, Kapasitas pengaliran penampang di hilir
bendung, dan Elevasi muka air pada kondisi NWL dan HWL.

2.3.1 Aliran Saluran Terbuka


Aliran melalui saluran terbuka adalah aliran dengan permukaan
bebas, sedangkan aliran tertutup adalah aliran dengan permukaan tidak
bebas. Aliran air melalui pipa tertutup apabila airnya tidak penuh
(masih ada muka air bebas) termasuk kategori aliran melalui saluran
terbuka. Aliran pada saluran terbuka berdasarkan perubahan
kedalaman aliran sesuai dengan waktu dan ruang dapat digolongkan
menjadi beberapa jenis, yaitu :

a. Aliran Permanen (Steady Flow)


Aliran dalam saluran terbuka dikatakan langgeng
(steady) apabila kedalaman aliran tidak berubah atau dapat
dianggap konstan selama selang waktu tertentu. Aliran permanen
dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Aliran Seragam (Steady Uniform Flow)


Aliran Seragam yaitu apabila berbagai variabel
aliran seperti kedalaman, penampang, kecepatan, dan debit
pada setiap penampang aliran adalah konstan.

29
2. Aliran Tidak Seragam atau Berubah (steady non uniform
flow)
Aliran Tidak Seragam atau Berubah yaitu apabila
variabel aliran seperti kedalaman, penampang, kecepatan
disepanjang saluran tidak konstan. Apabila perubahan
aliran terjadi pada jarak yang panjang,maka disebut aliran
berubah beraturan atau berubah lambat laun. Sedang
apabila terjadi pada jarak yang pendek disebut aliran
berubah cepat atau aliran berubah tiba-tiba.
b. Aliran Tidak Permanen
Aliran dalam saluran terbuka dikatakan langgeng
(steady) apabila kedalaman aliran berubah atau tidak dapat
dianggap konstan selama selang waktu tertentu. Aliran tidak
permanen dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Aliran Seragam (unsteady uniform flow)
2. Aliran Tidak Seragam (unsteady uniform flow)
3. Aliran berubah tiba-tiba
4. Aliran berubah lambat laun

Keadaan atau perilaku aliran saluran terbuka pada


dasarnya ditentukan oleh pengaruh kekentalan gravitasi.
Berdasarkan kekentalannya aliran dapat dibedakan menjadi tiga
aliran, yaitu sebagai berikut :

a. Aliran laminer yaitu apabila gaya kekentalan relative lebih


besar dibandingkan dengan gaya inersia. Pada aliran ini
butiran air seolah-olah bergerak menurut landasan tertentu
yang teratur atau lurus. Untuk aliran pada pipa berlaku
ketentuan aliran laminar jika bilangan Renold (Re) < 2100.
b. Aliran turbulen yaitu apabila gaya kekentalan relative lemah
dibanding dengan kelembamannya. Pada aliran turbulen
butiran air bergerak menurut lintasan yang tidak teratur,

30
tidak lancar, maupun tidak tetap. Walaupun butiran tersebut
tetap menunjukkan gerak maju dalam aliran secara
keseluruhan. Aliran turbulen jika Re > 4000.
c. Aliran peralihan yaitu campuran antara aliran laminer dan
aliran turbulen. Untuk aliran pada pipa berlaku ketentuan
aliran peralihan jika Re antara 2100 s/d 4000. Sebagai
ukuran pengaruh kekentalan digunakan bilangan Renold
yang dinyatakandalam persamaan :
Rumus :

Re =

Di mana :
Re = Bilangan Renold
V = Kecepatan aliran (m/det)

R = Jari-jari hidrolis (m)

v = Kekentalan kinetic

Berdasarkan pengaruh gravitasi aliran dapat bersifat sub


kritis, kritis, dan super kritis. Sebagai ukuran pengaruh gravitasi
digunakan bilangan Froude (Froude Number), yang dinyatakan
dalam persamaan:

Rumus :

Fr=

Di mana :
Fr = Bilangan Froude
V = Kecepatan aliran rata-rata (m/det)
G = Percepatan gravitasi (m/det²)

31
D = Kedalaman hidrolik (luas penampang basah / lebar
permukaan atas) (m) Dengan melihat besarnya
bilangan Froude dapat dipakai untuk mengetahui
jenis aliran, yaitu :

a. Aliran sub kritis apabila besarnya bilangan


Froude kurang dari satu.
b. Aliran kritis apabila besarnya bilangan Froude
sama dengan satu.
c. Aliran super kritis apabila besarnya bilangan
Froude lebih dari satu.

2.3.2 Geometri Saluran


Unsur-unsur geometric saluran adalah sifat-sifat suatu
penampang saluran yang dapat diuraikan berdasarkan penampang dan
kedalaman air. Berikut ini adalah definisi beberapa unsur geometrik
dasar yang penting adalah :
a. Kedalaman aliran (Y) adalaj jarak vertical titik terendah pada
suatu penampang saluran sampai ke permukaan bebas.
b. Kedalaman penampang alira (d) adalah tinggi penampang
saluran yang tegak lurus arah aliran.
c. Lebar puncak (T) adalah lebar penampang saluran pada
permukaan bebas.
d. Luas penampang basah (A) adalah luas penampang melintang
aliran yang tegak lurus arah aliran.
e. Keliling basah (P) adalah garis potong dari permukaan basah
saluran dengan bidang penampang melintang yang tegak lurus
arah aliran.
f. Jari-jari hidrolik adalah perbandingan luas penampang basah
dengan keliling basah.

32
g. Kedalaman hidrolis (D) adalah perbandingan antara luas
penampang basah dengan lebar puncak.
h. Garis gradien hidrolik adalah garis yang menunjukkan tekanan
berbagai penampang disepanjang saluran. Untuk saluran terbuka
garis gradien hidrolik berimpit dengan permukaan air.
i. Garis gradien energi adalah garis yang menunjukkan energi total
cairan terhadap garis nol yang dipilih, garis gradien energi
berada di atas garis gradien hidrolik.
j. Kemiringan hidrolik (S) adalah kemiringan garis energi total.

2.3.3 Kapasitas Pengaliran Penampang di Hilir Bendung


Untuk mengetahui pengaliran penampang di hilir bending karet
digunakan pendekatan aliran permanen beraturan dari persamaan
Manning :

V =

Q =AxV

Dimana :

Q = Debit aliran (m³/det)

A = Luas penampang basah (m²)

V = Kecepatan aliran rata-rata (m/det)

N = Koefisienkekasaran Manning

R = Jari-jari hidrolik

33
So = Kemiringan Dasar Sungai

Tabel 2.2 Koefisien Kekasaran Manning

No Bahan n

1 Besi tuang dilapis 0,015

2 Kaca 0,010

3 Saluran Beton 0,013

4 Bata dilapis mortar 0,015

5 Pasangan batu disemen 0,025

6 Saluran tanah bersih 0,022

7 Saluran tanah 0,030

8 Saluran dengan dasar batu dan tebing rumput 0,040

9 Saluran pada galian batu padas 0,040

(Sumber : Buku Diktat Kuliah Politeknik Negeri Semarang)

2.3.4 Elevasi Muka Air Pada Kondisi NWL dan HWL

34
Debit aliran sugai yang melewati bendung karet ditinjau
berdasarkan teori saat bendung karet dalam kondisi mengembung
(inflated) dan mengempis (deflated) adalah sebagai berikut :

1. Kondisi Bendung Karet Saat Mengembung

Gambar 2.4 Kondisi Bendung Karet Saat Mengembung


Debit yang melimpas diatas bendung karet :

Qi = Ci x Bef x h2/3
Dimana :

Qi = Debit yang melimpas diatas bendung karet(m³/det)

Bef = Lebar efektif bendung karet(m)


h = Tinggi air diatas bendung karet(m)
Ci = Koefisiendebit
Untuk menentukan koefisien debit dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
A. Aliran sempurna (0 < <0,60) : C1 = 1,77 x

B. Aliran transisi (0,50 < Y<0,85) : C2 = (-0,20Y + 1,10)xC1

C. Aliran tenggelam (0.85<Y<100) : C3 = (2,28Y

Dimana :
Y = (hd-H)/h
hd = Kedalaman air di hilir bendung karet (m)
H = Tinggi bendung karet (m)
h = Tinggi air di atas bendung karet (m)

35
(Sumber : Dwi Priyantoro, 1998)

2. Kondisi bendung karet saatmengempis

Gambar 2.5 Kondisi Bendung Karet Saat Mengempis

Debit yang mengalir menggunakan rumus D’Aubuisson’s :

Dimana:
dh = Perbedaan muka air antara hulu dan hilir bendung karet (m)

Qd = Debit saat kondisi bendung mengempis sempurna (m³/det)

g = Percepatan gravitasi (m/det²)

C = Koefisien bentuk pilar (C =0,90)

B1 = Lebar penampang sungai di hulu bendung karet(m)

Beef =Lebar efektif bendung karet(m)

H1 = Tinggi air di hulu bendung karet (m)

36
Debit keseluruhan yang melimpas adalah :

Qr= Qi + Qd

2.4 Analisa Geoteknik


Pada konstruksi bendung diperlukan analisa geoteknik untuk
mengetahui daya dukung tanah apakah memenuhi syarat stabilitas atau tidak.
Dimana konstruksi bendung harus kuat menahan gaya-gaya yang bekerja,
baik dari berat bendung itu sendiri maupun gaya-gaya dari luar. Pada analisis
ini data yang diperoleh berasal dari hasil penyelidikan tanah disekitar lokasi
bendung. Gaya-gaya yang diperhitungkan dalam perencanaan bendung ini
meliputi :

1. Berat sendiri bendung


2. Gaya gempa
3. Gaya angkat (uplift pressure)
4. Tekanan hidrostatis
5. Tekanan tanah aktif dan pasif
6. Gaya akibat tekanan lumpur
dari gaya-gaya diatas kemudian dianalisis stabilitas bendung terhadap :

1. Erosi bawah tanah (piping)


2. Daya dukung tanah
3. Guling
4. Geser

2.4.1 Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Bendung Karet


Komponen utama bangunan bendung karet terdiri dari pondasi
bendung ,lantai bendung, pilar, dan dinding samping (abutmen).

37
Secara menyeluruh gaya-gaya yang bekerja pada bendung karet seperti
uraian berikut :
2.4.1.1 Gaya Vertikal

Gaya vertikal yang bekerja pada bendung terdiri dari


komponen sebagai berikut :

1. Berat sendirikonstruksi
Gaya ini terdiri atas berat bendung karet beserta
instalasi perlengkapannya, berat pilar, dan berat pondasi.
Rumus :

G = V.γpas

Dimana :

G = Berat sendiri konstruksi(t)

V = Volume(m3)

γpas = Berat jenis beton(t/m³)

(Sumber : Dwi Priyantoro,1998)

Dalam perhitungan ini sudah termasuk selimut


beton, dengan mengambil berat volume beton sama
dengan berat volume pasangan, perhitungan disajikan
dalam.

2. Gaya berat air di atas pondasi bendung karet

Rumus :
Pw = γw .Y.B.H

Dimana :
Pw = Gaya berat air di atas pondasi(ton)
γw = Berat unit air(ton/m³)

38
Y = Panjang pondasi bendung karet(m)
B = Lebar pondasi bendung karet(m)
H = Tinggi muka air(m)

(Sumber : Dwi Priyantoro,1998)

3. Gaya angkat (up lift force)

Gaya angkat ini bekerja pada dasar pondasi yang


besarnya ditentukan oleh perbedaan elevasi antara muka
air di bagian hilir terhadap muka air di hulu.
Rumus :

Ux=

Dimana :
Ux = Gaya angkat yang bekerja pada titik X(ton/m²)

Hx = Beda tinggi muka air hulu dan di titik X(m)


Lx = Panjang rayapan sampai di titik X(m)
LT = Panjang rayapan total(m)
∆H = Beda tinggi muka air di hulu bendung dan hilir(m)
γw = Berat unit air(t/m³)

(Sumber : Dwi Priyantoro,1998)


4. Tekanan dalam (Internalpressure)
Rumus :
P = α.γ (Hr + h)
Dimana :
P = Tekanan dalam(kg/cm)
α = Koefisien tekanan dalam (α =1,0)
γ = Berat jenis air (γ = 0,001kg/cm3)
Hr = Tinggi efektif bendung(cm)
h = Tinggi limpasan(cm)

39
(Sumber : Dwi Priyantoro,1998)

Gambar 2.6 Tekanan Dalam (Internal Pressure)

2.4.1.2 Gaya Horisontal


1. Gaya hidrostatik merupakan gaya tekanan air
yangterbendung.

Gambar 2.7 Tekanan Hidrostatik


2. Tekanan Tanah
Gaya akibat tekanan tanah terjadi pada konstruksi
dinding sampng (abutment) kiri dan kanan.

40
Gambar 2.8 Tekanan Tanah

Rumus :

Pa =½.Ka.γt.H2
Ka = Koefisien tekanan tanahaktif
γt = Berat jenis tanah (ton/m3)
Koefisien tekanan tanah aktif untuk kondisi normal
menurut teori Rankine’sadalah :
Ka = atau Ka = Tan2
Dimana :

φ = Sudut geser dalam (°)

Kondisi gempa φ diganti sebagaiberikut

φ’ =φ-tan-1K
Dimana :

K = Koefisien gempahorizontal

(Sumber : Dwi Priyantoro,1998)

3. Tekanan Lumpur

Tekanan lumpur yang bekerja terhadap muka hulu


bendung atau terhadap pintu dapat dihitung sebagai berikut :

Ps =

Dimana :

Ps = Gaya horizontal pada ⅔kedalaman darilumpur.

γs = Berat lumpur(KN/m)

41
h = Dalamnya lumpur(m)

φ = Sudut gesek(º)

(Sumber : DPU Pengairan, Standar Perencanaan Irigasi KP-06)

2.4.2 Kombinasi Beban Pada Bendung Karet

2.4.2.1 Lantai Bendung

1. Searah aliran air pada kondisi normal dengan air


setinggibendung.

Gambar 2.9 Kombinasi Beban Lantai Bendung Kondisi


Normal Dengan Air Setinggi Bendung
Dalam Gambar 2.9:

Vo = Beratsendiri

Po = Komponen vertical dari tekanandalam

V1 = Berat airhulu

V2 = Berat airhilir

U = Gayaangkat

2. Searah aliran pada kondisi normal dengan airhilirtinggi.

42
Gambar 2.10 Kombinasi Beban Lantai Bendung Kondisi
Normal Dengan Air Hilir Tinggi
3. Searah aliran pada kondisi gempa dengan air penuh
setinggibendung.

Gambar 2.11 Kombinasi Beban Lantai Bendung Kondisi Gempa


Dengan Air Penuh Setinggi Bendung

2.4.2.2 Tembok Antara (Pier)

1. Searah aliran air pada kondisi normal dengan air


setinggibendung.

Gambar2.12 Kombinasi Beban Pier Kondisi Normal Dengan


Air Setinggi Bendung
P1 = Tekanan air hulu yang bekerja dipier
P2 = Tekanan air hilir yang bekerja dipier

2. Searah aliran air kondisi normal dengan air hilirtinggi.

43
Gambar2.13 Kombinasi Beban Pier Kondisi Normal
Dengan Air Hilir Tinggi
Pw = Tekanan yang bekerja di pier akibat gelombangrencana.
3. Searah aliran air pada kondisi gempa dengan muka air
penuh.

Gambar2.14 Kombinasi Beban Pier Kondisi Gempa Dengan


Muka Air Penuh

K = Koefisiengempa

P2 = Tekanan air hilir yang bekerja dipier


2.4.3 Stabilitas Bendung Terhadap Erosi Bawah Tanah (Pipping)

Bahaya terjadinya erosi bawah tanah dapat dicek dengan


membuat jaringan aliran dengan menggunakan beberapa metode, yang
salah satunya adalah menggunakan Metode Lane. Metode ini
membandingkan panjang jalur rembesan di bawah bangunan di
sepanjang bidang bangunan tanah bawah dengan beda tinggi muka air
diantara kedua sisi bangunan. Di sepanjang jalur perkolasi yang lebih
curam dari 45º dianggap horizontal. Jalur vertical dianggap memiliki
daya tahan terhadap aliran 3 kali lebih kuat daripada jalur horizontal.
Sehingga rumusnya adalah sebagai berikut :

CL =

44
Dimana:
CL = Angka rembesanLane
∑Lv = Jumlah panjang vertikal(m)
∑Lh = Jumlah panjang horisontal(m)
H = Beda tinggi muka air(m)
(Sumber : DPU Pengairan, Standar Perencanaan Irigasi KP-06)

2.4.4 Stabilitas Bendung Terhadap Guling

Dimana :
SF = Faktor keamanan
ΣMT = Jumlah momen tahan
ΣMG = Jumlah momenguling
Fg = Faktor keamananguling
(Sumber :Ir.Soedibyo)
Harga-harga faktor keamanan terhadap bahaya guling untuk
berbagai kombinasi pembebanan seperti dalam tabel berikut :
Tabel 2.3 Faktor Keamanan Terhadap Guling
No Kombinasi Pembebanan Faktor Keamanan Guling (Fg)
1 M+H+K+T+Thn 1,5
2 M+H+K+T+Thn+G 1,3
3 M+H+K+T+Thb 1,3
4 M+H+K+T+Thb+G 1,1
5 M+H+K+T+Thb+Ss 1,2
(Sumber : DPU Pengairan, Standar Perencanaan Irigasi KP-02)

Dalam Tabel 2.15 :


M = Bebanmati
H = Bebanhidup
K = Bebankejut
T = Bebantanah

45
Thn = Tekanan airnormal
Thb = Tekanan air selamabanjir
G = Bebangempa
Ss = Pembebanan sementara selamapelaksanaan

Gambar 2.15 tahanan Guling

Keterangan gambar :
W = Berat sendiribendung
H1 = Tekanan air di hilir bendung

H2 = Tekanan air di hulubendung

46
MW = Momen akibat berat sendiribendung
MH1 = Momen akibat gayaH1
MH2 = Momen akibat gayaH2

2.4.5 Stabilitas Bendung Terhadap Geser

Rumus :

Sf = f

Di mana :

Sf = Faktorkeamanan
ΣV = Besarnya gaya vertikal (KN)
ΣH = Besarnya gaya horisontal(KN)
f = Koefisien gesek (0,6 –0,75)
Fs = Faktor keamanangeser
(Sumber : DPU Pengairan, Standar Perencanaan Irigasi KP-02)

Tabel 2.4 Faktor Keamanan Terhadap Geser


No Kombinasi Pembebanan Faktor Keamanan Geser
(Fs)
1 M+H+K+T+Thn 1,5
2 M+H+K+T+Thn+G 1,3
3 M+H+K+T+Thb 1,3
4 M+H+K+T+Thb+G 1,1
5 M+H+K+T+Thb+Ss 1,2
(Sumber : DPU Pengairan, Standar Perencanaan Irigasi KP-02)

Tabel 2.5 Harga-harga Untuk Perkiraan Nilai Koefisien Gesek

Bahan F

Pasangan batu pada pasangan batu 0,60 –


0,75
Batu Kerikil berkualitas baik 0,75

47
Krikil 0,50
Pasir 0,40
Lempung 0,30

Gambar 2.16 Tahanan Geser

Keterangan gambar :

48
H = Tekananair

V = Beratsendiri

f = Koefisiengesek

MH = Momen akibat gayaH

MV = Momen akibat gayaV


2.4.6 Stabilitas Bendung Terhadap Daya Dukung Tanah

Perhitungan daya dukung ini dipakai rumus teori daya dukung Terzaghi:
Rumus :

Qult = c.Nc + γ.Nq.Df + 0,5.γ.B.Nγ

Dimana :

qult = daya dukung keseimbangan(t/m2)

B = lebar pondasi(m)
Df = kedalaman pondasi(m)

c =kohesi

γ = berat isi tanah(t/m3)

Nc, Nq, Nγ = faktor daya dukung yang tergantung dari besarnya sudut
geser dalam (φ)
(Sumber : DPU Pengairan, Standar Perencanaan Irigasi KP-02)

2.4.7 Pondasi Tiang Pancang

Apabila daya dukung tanah tidak memenuhi , maka dapat diatasi dengan
menggunakan pondasi tiang pancang. Penjelasan mengenai perencanaan pondasi tiang
pancang adalah sebagai berikut :
2.4.7.1 Daya Dukung Tiang Pancang

49
Kapasitas daya dukung tiang dibedakan oleh daya
dukung ujung dan daya dukung gesek. Dan apabila kedua
dayadukung tersebut dimobilisasi maka akan didapat :
Qult = Qe + Qs

Dimana :

Qult = Kapasitas daya dukung tiang pancang maksimum(ton)

Qe = Kapasitas daya dukung ujung dari tanah di bawah


ujung pondasi(ton)

Qs
=Kapasitasdayadukungdarigayagesekantiangpa
ncangdengantanah(ton)

Qall = Kapasitas daya dukung tiang pancang ijin(ton)


SF = FaktorKeamanan

(Sumber : Sardjono HS,1991)

Daya dukung ujung pondasi tiang pancang dapat


dihitung dengan menggunakan rumus dari Terzaghi seperti
berikut:
 Tanah berbutir halus (c –soils)

Qe = Ap (1,3.c.Nc+q.Nq)

q = ∑(γi.hi)

 Tanah berbutir kasar (ø –soils)

Qe= Ap(q.Nq.aq + γ.B.Nγ.aγ)

 Tanah pada umumnya (c – øsoils)

50
Qe= Ap(1,3.c.Nc + q.Nq + γ.B.Nγ.aγ)

Dimana :

Qe= Kapasitas daya dukung ujung dari tanah di bawah ujung


pondasi (ton)
Ap= Luas penampang tiang(m²)

Nc= Faktor daya dukung untuk tanah di bawah ujungtiang

Nq= Faktor daya dukung untuk tanah di bawah ujungtiang


(untuk ø = 0 didapat Nq = 1)

Nγ= Faktor daya dukung untuk tanah di bawah ujungtiang

q = Tekanan tanah(ton/m²)
γ = Berat isi tanah(ton/m³)

h = Kedalaman tiap lapisan tanah(m)

i = Banyaknya lapisantanah

aq = Faktor penampang (penampang persegi dan bulat


diambil1,0)

aγ = Faktor penampang (penampang persegi = 0,4 dan bulat =0,3)


(Sumber : Sardjono HS,1991)

Daya dukung friksi pondasi tiang pancang dapat


dihitung menggunakan rumus dengan menggunakan hasil test di
lapangan (sondir), seperti berikut :
Data CPT (sondir) :

Qs=

Dimana :

Qs = Daya dukung tiang pancang tunggal(ton)

51
H = Kedalaman tiang pancang(m)
qc = Tekanan conus(kg/cm2)
Tf = Total friction(kg/cm)
D = Diameter tiang pancang(m)
A = Luas tiang pancang(cm2)
O = Keliling tiang pancang(cm)
(Sumber : SardjonoHS,1991)
Daya dukung kelompok tiang pancang (pile group)
dapat dihitung menggunakan rumus efisiensi dari Converse -
Labarre seperti berikut :

n = 1-

QT =Qs*η

Dimana :

m = Jumlah derettiang

n = Jumlah tiang tiapderet

α = Arc tan(d/s)

d = Diameter tiang(m)

s = Jarak antar tiang(m)

QT = Daya dukung tiang kelompok(ton)

QS = Daya dukung tiang tunggal(ton)

2.4.7.2 Reaksi Tiang Pancang

P=

Dimana :
P = Reaksi pada tiang akibat gaya vertikal dan momen(ton)

52
V = Gaya vertikal total yang bekerja pada pondasi(ton)
N = Jumlah tiangpancang
M = Momen yang bekerja pada pusat (ton.m)

Y = Jarak dari pusat untuk tiap tiang, ∑V²(m)

Yn = Jarak maksimum tiang ke pusat(m)


(Sumber : Dwi Priyantoro, 1998)

2.5 Tipe Bangunan Bendung Karet

2.5.1 Uraian Umum

Bendung karet pertama kali digunakan yaitu pada tahun 1957


(buatan Firestone) di sungai Los Angeles untuk mengisi cadangan air
tanah guna menghdapi perkembangan kota. Perkembangan selanjutnya
di Jepang melalui produksi pertamanya tahun 1978 telah memasarkan
produksinya didalam negeri dan pada tahun 1982 mulai memasarkan
ke luar negeri. Di Indonesia bendung karet mulai dipasang pertama kali
pada tahun 1990 di kali Kumpulan Demak, selanjutnya di Sungai
Brantas yaitu Jatimlerek dan Menturus.
Bendung karet merupakan bendung kecil yang sangat sesuai
dengan kondisi hidrologi maupun topografi di Indonesia. Bendung
karet dapat dibangun dengan lebar puluhan meter. Menutup bendung
dilaksanakan dengan mengisikan media pengisi (dapat berupa air atau
udara atau gabungan keduanya). Daya yang dibutuhkan untuk
melakukan ini jauh lebih kecil dari pada bendung gerak baja.
Pembukaan bendung dilaksanakan dengan mengeluarkan media pengisi
dari kantong karet yang merupakan tubuh bendung. Pembukaan ini
akan berjalan secara otomatis karena tiap bendung karet memiliki
system pengempisan otomatis. Dengan demikian keamanan bendung
terhadap banjir mendadak lebih terjamin.

53
Bendung karet dapat digunakan untuk keperluan seperti irigasi,
suplai air, rekreasi, PLTA,dan waduk atau reservoir.
Pada dasarnya bendung karet terdiri dari komponen-komponen
sebagai berikut :
1. Tubuh Bendung

Tubuh bendung berupa lembaran karet yang dipasang sebagai


gelembung kedap air melintang alursungai. Pada saat mengembang
karena diisi air atau udara karet ini berfungsi sebagaipembendung
air, sedang pada waktu kempis rata dengan dasar alur sehingga
tidak ada pembendungan.
2. Pilar

Pilar pada struktur bendung karet diperlukan untuk membatasi


bentang tubuh bendung yang terlalu panjang agar tidak melendut
pada waktu mengembang. Kadang-kadang digunakan beberapa
pilar untuk membagi bentang bendung menjadi beberapa panel
guna penyempurnaan dalam pengoperasian muka air dan
pengurasan sedimen.

3. Pondasi

Pondasi bendung karet yang berupa pelat beton bertulang


berfungsi sebagai dasar perletakan karet bendung beserta pilarnya
dan menjaga kestabilan struktur bendung secara keseluruhan.
4. Instrumenoperasi

Instrumen ini terdiri dari instalansi pipa pengisian dan


pembuangan, compressor atau pompa air serta system otomatisasi.

Dibandingkan dengan bendung gerak konvensional, bendung


karet mempunyai beberapa keuntungan yang antara lain sebagai
berikut :

54
1. Waktu pelaksanaan relative lebih cepat dan sederhana /murah.

2. Bentang dapat lebih panjang, tanpa / sedikit pilar, sehingga biaya


pilar relatifmurah.

3. Dengan tanpa atau sedikit pilar, makapada waktu bendung karet


dikempiskan aliran air di sungai bias lebihlancar.
4. Pengoperasian dengan daya yang tidak begitu besar,
pengempisan bendung karet secara otomatis, sehingga biaya
operasi relativemurah.

5. Biaya pemeliharaan bendung karet relative murah (tidak


perlupengecatan).

6. Fleksibel terhadap penurunan tanah ataupondasi.

7. Pengempisan secara otomatis sehingga aman terhadap banjir


yang dating secara mendadak.
8. Lebih tahan terhadapgempa.

Beberapa kerugian bendung karet dibandingkan dengan


bendung gerak konvensional antara lain sebagai berikut:
1. Hanya bias dioperasikan mengembang total atau kempis total,
sehingga sangat sulit untuk mengatur tingi muka air di
hulubendung.
2. Bisa bocor karena pemasangan, pengoperasian, atau karena
goresan material yang hanyut.
3. Pada bagian tubuh bendung karet yang kering (tidak terendam
air) akan mudah rusak karena sinarmatahari.
4. Perbaikan kerusakan sulit dilakukan dengan sempurna dan dapat
memberikan akibat lemahnya pada bagian yanglain.
5. Pada pengempisan yan tidak rata, dapat terjadi gerusan local di

55
hilir bendung. Tipe bendung karet dilihat dari isian badan
bendung karet maka terbagi menjadi 3 (tiga) tipe yaitu:
a. Tipe bendung karet diisiair.
b. Tipe bendung karet diisiudara.
c. Tipe bendung karet campuran (isi udara danair).

Produk RRC lebih condong ke pemakaian bendung karet diisi air


berdasarkan pengalamannya sendiri dan hasil penelitiannya sendiri.
Bendung karet produksi Jepang lebih memfokuskan pada bendung
karet diisi udara dan sampai sekarang tetap mempertahankan bendung
karet diisi udara. Bendung karet diisi udara dan air tidak
banyakdiproduksi, bahkan sekarang tidak ada yang menggunakan tipe
diisi udara dan air. Di Indonesia tidak ada bendung karet yang diisi
udara dan air, kebanyakan bendung karetdiisi udara, hanya satu
bendung karet diisi air yaitu bendung karet Jajar di Demak. Pemilihan
tipe bendung karet tersebut diatas tergantung dari manfaat yang
diambil dari bendung karet tersebut.

Bendung karet diisi air bisa dikempeskan sampai pengisian air


<100 % dan minimum pengisihan 15 % dari tinggi maksimum, untuk
selanjutnya harus kempes 100 %. Bendung karet diisi udara hanya
boleh dikempeskan 100 % dan dikembungkan 100 %, tidak boleh
berada di antaranya karena akan terjadi konsentrasi aliran.

Hal yang paling penting dari type isian bendung karet ialah sifat-
sifat yang paling menonjol dari masing-masing tipe bendung karet
tersebut dan sifat-sifat tersebut akan menjadi ciri khas dari masing-
masing tipe bendung karet yaitu sebagai berikut.

2.5.2 Pengaruh Debit Aliran Diatas Bendung Karet

2.5.2.1 Bendung Karet Diisi Air

56
Mercu bendung karet diisi air bisa diturunkan sesuai
dengan banjir yang lewat, sampai batas maksimum tersisa 15
% dari tinggi bendung karet, atau turun sampai 85 % dari
tinggi bendung karet.
Bendung karet diisi air pada waktu pengempesan akan
memerlukan waktu lama, atau terjadi pengempesan yang
pelan-pelan sehingga limpasan dihilir juga tidak akan terjadi
gelombang air yang besar.
Pada waktu penurunan bendung karet diisi air, mencu
bendung akan tetap horizontal, maka debit yang lewat
(melimpas) bisa dikontrol. Tetapi pada saat tinggi
bendungtinggal15%lagiakanterjadifibrasisehinggaakanmerusa
kbendungkaret,untuk itu harus diturunkan sampai kempes
sekali. Keuntungan dari horizontalnya mercu bendung karet
diisi airpadawaktu dikempeskan ialah sebagai berikut:

1) Tidak terjadi konsentrasi aliran diatas mercu maka aliran


dihilir akan aman dari gerusan.
2) Tidak terjadi konsentrasi gerusan oleh sedimen yang dibawa
air sehingga bendung karet akan lebih aman darigerusan.

3) Air yang lewat diatas mercu bisa dihitung debitnya sehingga


bisa digunakan sebagai alat pengontrol debit, bisa
digunakan untuk memberikan debit minimum ke bagian
hilir bendung karet secarapasti.
4) Apabila terjadi banjir yang lebih kecil dari banjir yang
direncanakan maka cukup dengan menurunkan mercu
bendung sampai batas muka air di udik yangdiijinkan.
2.5.2.2 Bendung Karet Diisi Udara

57
Mercu bendung karet diisi udara tidak bisa diturunkan
sesuai dengan debit banjir yang lewat, tetapi harus sampai
kempes sekali, karena akan terjadi konsentrasi aliran.
Bendung karet diisi udara pada waktu pengempesan
memerlukan waktu yang sangat cepat sehingga limpasan dihilir
akan terjadi gelombang air yang besar.
Kerugian atau dampak negatif mercu bendung karet diisi
udara pada waktu dikempeskan ialah sebagai berikut:
1) Akan terjadi konsentasi aliran diatas mercu maka aliran
dihilir akan menggerus dan merusakkonstruksi.
2) Akan terjadi konsentrasi gerusan oleh sedimen yang dibawa
air sehingga bendung karet akan tidak aman darigerusan.
3) Air yang lewat diatas mercu tidak bisa dihitung debitnya
sehingga tidak bisa digunakan sebagai alat pengontrol debit,
tidak bisa digunakan untuk memberikan debit minimum ke
bagian hilir bendung karet, kecuali dengan menggunakan
bentangan yang lebih kecil yang cukup untuk debit
minimum tersebut atau lewat pintu. Maka untuk mengatur
debit minimum harus ada bentang kecil atau pintu pengatur.
4) Apabila terjadi banjir yang lebih kecil dari banjir yang
direncanakan maka harus dengan menurunkan mercu
bendung sampai kempes sekali, kalau tidak harus dengan
menggunakan bentang yang bervariasi, misalnya bentang 5
m, 10 m, 15 m dll.
2.5.2.3 Bendung Karet Diisi Udara dan Air

Bagian atas dari isian bendung karet ini ialah udara,


sifatnya akan sama dengan bendung karet yang diisi udara
selama udara tersebut cukup banyak.

58
Mercu bendung karet diisi udara dan air tidak bisa
diturunkan sampai batas tertentu yang diinginkan kecuali
sampai seluruh udara tersebut keluar dan yang tinggal hanya air.

Apabila dikempeskan dan udara masih tetap ada maka


akan terjadi konsentrasi aliran. Apabila sudah tinggal air maka
sifatnya akan sama dengan bendung karet diisi air.
2.5.3 Waktu Pengempesan dan Penggembungan Bendung Karet

2.5.3.1 Bendung Karet Diisi Air

Waktu pengempesan dan pengembungan bisa diatur


dari diameter pipa dan pompa air yang dipasang. Contoh :
lebar bendung karet 40 m, tinggi 3,20 m memerlukan waktu
pengempesan total 40 menit dan pengembungan kembali 1,50
jam.
Apabila waktu konsentrasi banjir yang direncanakan
tidak kurang dari waktu pengempesan maka hal ini tidak jadi
masalah, karena waktu untuk mencapai puncak banjir masih >
dari waktu pengempesan. Metode perhitungan pengeluaran air
dari kantong bendung karet (pengempesan tergantung dari
kapasitas pompa). Volume air yang ada didalam kantong bisa
dicari dari bentuk bendung karet diisi air dikalikan dengan
panjang bendung karet. Waktu pengempesan ialah Vair / Q
pompa.
Q pompa ditentukan dengan keinginan waktu
pengempesan yang paling baik dan berhubungan erat dengan
waktu banjir yang dicapai sampai puncak.
2.5.3.2 Bendung Karet Diisi Udara

Waktu pengempesan bendung karet cukup cepat sekali


bisa hanya mencapai 10 menit saja, dengan diameter pipa 15

59
cm, sedangkan pengembangannya kembali hanya memerlukan
waktu 30 menit saja.
Formula yang digunakan untuk perhitungan
pengembangan dan pengempesan bendung karet diisi udara
adalah sebagai berikut:
1) WaktuPengembangan

tl = Vo/(α.Q1)

Dimana :

t1 = Waktupenggembungan

Vo = Volume udara dalam kantongbendung

α = Rasio tekanan pipa =0,90

Q1 = Debitkompresor

2) WaktuPengempesan

t2 = Vo/(60.S.V)

Dimana :

t2 = Waktupengempesan

Vo = Volume udara dalam kantongbendung 60


→ 1 menit = 60detik
S = Penampang melintang pipapembuang
V = Kecepatan dalampipa

Dimana :

g =Gravitasi

Ho = Tekanan udara rata-rata selama waktupengempesan

60
λ = Koefisien friksi pipa =0,03

d = Diameter pipa (referensi dari bendung karetBridgeston)

L = Panjang pipapembuang

ρ = Density udara = 1,2 x 10-3ton/m3

(Sumber : Dwi Priyantoro,1998)


Kelebihan dan kekurangan bendung karet berisi udara
dan air dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.6 Kelebihan dan Kekurangan Bendung Karet berisi air atau udara
Tipe
Uraian
Berisi Air Berisi Udara
Temperatur - air di dalam tubuh bendung - tekanan udara akan
akan membeku pada saat bervariasi pada saat
dingin perbedaan
terperaturBesar

Beban pada pondasi - lebih besar (kurang sesuai - lebih kecil (cocok untuk
untuk tanah dasar yang tanah dasar yang lemah)
lemah)

Dimensi pondasi dasar - diperlukan dasar yang lebih iperlukan dasar yang
besar, sehingga biaya mahal lebih kecil, sehingga
biaya murah

Kestabilan Aliran - maksimum 0,50 H - maksimum 0.20 H


Stabilitas bentuk tubu - tekanan air yang merata akan kan terjadi bentuk V-
memberikan permukaan yang notch pada as bendung
datar pada mercu bendung. saat dikempiskan
Kontrol TMA hulu - memungkinkan untuk batas - umumnya lebih sulit
tertentu apabila terjadi bentuk V-
Notch
Waktu menggembungkan - lebihlama -lebih pendek
dan mengempiskan
- pompa kapasitasbesar -pompa kapasitas kecil
- biaya pemeliharaanlebih -biaya pemeliharaan lebih

61
murah
mahal
-lebih aman apabila
- tidak aman apabilaterjadi
terjadi banjir bandang
banjir bandang
Pipa untuk - mudah tersumbat oleh - tidaktersumbat
menggembungkan dan pasir/lumpur - tidak mudahberkarat
mengempiskan darikolam pengisi
-mudah berkarat
-pemeliharaan terusmenerus
sehinggamahal

Menemukan bocoran - mudah - tidak mudah

Biaya :
-lebih besar - lebihkecil
-tubuh bendung
-lebih besar (karena tekanan - lebihkecil
-pipa / pompa
lebih tinggi)
- lebihkecil
-pekerjaan sipil -lebih besar (diperlukan pula
-pemeliharaan kolam tando)
-lebih besar dan terus menerus
utamanya untuk
pengecekkan
Pipa

Dari uraian diatas dan beberapa hal perbandingan


bendung karet isi air dan bendung karet isi udara serta yang
banyak dipakai di Indonesia adalah bendung karet isi udara,
maka untuk rencana bendung Wonokerto menggunakan
bendung karet isi udara.

2.6 Perencanaan Bendung

2.6.1 Tinggi Bendung Karet

62
Tinggi bendung karet ditentukan dengan mempertimbangkan
hal-hal sebagai berikut :
1. Elevasi muka air normal yang harus dipertahankan agar kebutuhan
air di intake dapatterpenuhi.
2. Elevasi muka air maksimum sebagai batas operasi bendungkaret.

3. Elevasi dasar sungaieksisting.

4. Volume tampunganmemanjang.

5. Debit minimum yang dilepas kehilir.

Dengan pertimbangan tersebut diatas, maka tinggi bendung karet


adalah H = elevasi muka air normal rencana – elevasi dasar sungai
rencana.

2.6.2 Lebar Bendung

Lebar bendung karet ditentukan berdasarkan pertimbangan –


pertimbanganberikut :
1. Tinggi limpasan (h) maksimum yang diijinkan melimpas diatas
mercu bendung karet.
2. Debit minimum yang harus tersedia di intake dan di hilir bendung
karet pada saat musimkemarau.
3. Penampang melintang rencana asbendung.

63
BAB III

METODOLOGI PERENCANAAN

3.1. Tinjauan Umum

Metodologi diartikan sebagai studi sistematis kualitatif atau


kuantitatif dengan berbagai metode dengan teknis analisis (William N. Dunn,
1981). Beberapa analisis ilmiah di terapkan melalui analisis kualitatif dan
dapat pula menggunakan analisis kuantitatif. Kedua analisis tersebut
digunakan untuk saling melengkapi dan saling mengkoreksi sejauh mana
ketepatan analisisnya.

3.2. Pengumpulan Data

Data yang dijadikan bahan acuan dalam penyusunan Laporan Tugas


Ahkir ini dapat di klasifikasikan menjadi 2 (dua) menurut jenis datanya,
yaitu data primer dan data sekunder. Dan dalam perencanaan ini penulis
menggunakan data sekunder. Adapun pengertian data sekunder sebagai
berikut :
3.2.1. DataSekunder

Data yang dijadikan bahan acuan dalam penyusunan Laporan


Tugas Ahkir dimana data tersebut diperoleh dari instansi tertentu
yang digunakan langsung sebagai sumber dalam Perencanaan
Bendung Karet Banjir kanal barat Kota Semarang. Klasifikasi data
yang menunjang penyusunan Laporan Tugas Akhir adalah literatur-
literatur penunjang, grafik, tabel dan peta-peta yang berkaitan erat
dengan proses perancangan studi.

63
Secara garis besar data yang dibutuhkan dalam perancangan
dan perhitunganstruktur utama gedung ini adalah:
a. Deskripsi umumbangunan

Deskripsi umum bangunan meliputi fungsi bangunan dan


lokasi yang akan didirikan. Fungsi bangunan berkaitan dengan
perencanaan pembebanan sedangkan lokasi bangunan adalah
untuk mengetahui keadaan tanah dan lokasi bangunan yang akan
didirkan sehingga bisa direncanakan struktur bangunan bawah
yang dipakai.
b. Denah dan Sistem StrukturBangunan

Yang di maksud sistem bangunan struktur meliputi


rencana struktur yang akan direncanakan, seperti pondasi, dinding
panahan tanah, dan lain-lain sebagainya yang berfungsi sebagai
perhitungan perencanaan lebih lanjut. Sedangkan rencana denah
tersebut diatas merupakan studi awal yang berkaitan dengan
perencanaan posisi dan kondisi bangunan seperti : letak pilar
bendung, titik koordinat spunpile, dan lainnya.

c. MetodeAnalisis

Pada bagian sub bab ini diuraikan secara garis besar


langkah-langkah (metode yang digunakan) dalam perencanaan
bangunan dan perancangan strukturnya. Langkah-langkah yang
di maksud meliputi komponen bangunan struktur utama portal
dan struktur pondasi.
1) Langkah-langkah perencanaan dan perancangan
komponenstruktural (Pilar,lantai bendung dan dinding
penahan tanah) antara lain:
a) Kumpulkan dataperencanaan.

b) Perhitungan gaya gesertanah.

64
c) Kumpulkan databeban.

d) Lakukan perhitunganstruktur.

2) Langkah-langkah dalam perencanaan dan perancangan pondasi


antara lain:

a) Analisis dan penentuan parameterbawah.

b) Pemilihan jenispondasi.

c) Analisis beban yang bekerja padapondasi.

d) Estimasi dimensipondasi.

e) Perhitungan daya dukungpondasi.

f) Desainpondasi.

Langkah-langkah tersebut merupakan acuan dalam


menyelesaikan analisis perhitungan. Dengan demikian
diharapkan langkah-langkah tersebut dapat terlaksana dengan
urut, sehingga penyusunan Laporan Tugas Ahkir dapat
berjalan dengan lancar.
d. Rencana Teknis PelaksanaanStudi

Penyusunan Tugas Ahkir “Perencanaan Bendung Karet


Sungai Blorong Kabupaten Kendal” di batasi dalam waktu enam
(6) bulan, Oleh karena itu,untuk dapat
menyelesaikanLaporanTugasAhkirinitepatpadawaktunyadiperlu
kanperencanaankerja yangtepat.
3.2.2. Tahap Pelaksanaan Studi

Dalam penyusunan Laporan Tugas Ahkir yang akan


dilakukan meliputi berbagai tahapan, di antaranya :
a. Persiapan danPerizinan

65
Sebagai langkah awal dilakukan persiapan dan perizinan
yaitu persiapan dan perizinan dalam mengajukan pembuatan
Tugas Ahkir menurut bidang ilmu masing-masing (dalam hal ini
adalah bidang ilmu struktur bangunan air). Pada langkah ini, hal
yang perlu dilakukan adalah permohonan soal (tugas) yang di
berikan pembimbing utama.

b. StudiLiteratur

Studi literatur ini meliputi hal-hal yang berkaitan dengan


struktur/konstruksi bangunan gedung. Struktur bangunan gedung
yang dimaksud adalah struktur utama yang tidak menutup
kemungkinan untuk pembahasan lain yang menunjang.
c. SurveiLapangan

Survei ini dilakukan dalam rangka memperoleh data,


baik data primer lapangan maupun data sekunder dari literatur-
literatur penunjang, grafik, tabel, dan peta-peta yang berkaitan
erat dengan proses perancangan studi.
d. KompilasiData

Tahapan ini merupakan tahapan pengumpulan data yang


dibutuhkan untuk melengkapi laporan. Data tersebut adalah data
masukan yang siap di analisis.
e. AnalisisData

Berdasarkan data yang di peroleh kemudian di analisis


untuk mengetahui apakah perencanaan bangunan tersebut telah
sesuai atau layak.
f. PenyusunanLaporan

Di harapkan pada tahap ini telah sampai pada hasil


analisa, sehingga dapat di ambil suatu kesimpulan dan dapat
memberikan rekomendasi walaupun bersifat sementara.

66
g. Penyusunan Laporan Ahkir
Tahapan ini merupakan tahap ahkir dalam pelaksanaan
studi lengkap dengan kesimpulan ahkir dan direkomendasi.

3.2.3. Bagan Alur

Bagan alir merupakan sebuah simbol grafis yang menyatakan


aliran algoritma atau proses yang menampilkan langkah-langkah
yang disimbolkan dalam bentuk kotak, beserta urutannya dengan
menghubungkan masing-masing langkah tersebut menggunakan
tanda panah.
Dalam pembuatan laporan ini diharapkan dapat memperoleh
hasil yang di inginkan dan selesai tepat pada waktunya. Secara
sistematis rencana penyusunan (bagan alir) dapat dilihat dalam gambar
berikut ini :

67
Start

Pengumpulan Data

Hidrologi Investigasi Geotek Hidrolis

Dimensi Bangunan

Perencanaan Struktur Tidak

Stabilitas

Ya

Gambar Desain

Detail Gambar

End

Gambar 3.1Diagram Alir Rencana Tugas Akhir

68
69
Tabel 3.1. Rencana Penyusunan Tugas Akhir

No Kegiatan Bulan Ke – 1 Bulan Ke – 2 Bulan Ke – 3


1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. PengajuanDenah

GambarBendung
2. Pembuatan Proposal TA ( Bab I, Bab II
danBab III )

3. Penjilidan Proposal TA
4 Perhitungan/Perencanaan Struktur
Bendung
5 Penutupan

6. Gambar dan Detail

Struktur Bendung
8. Penjilidan TA

69
BAB IV

PERENCANAAN

4.1 TinjauanUmum

Dalam merencanakan suatu bending diwilayah tertentu kita perlu


menganalisis beberapa aspek seperti analisis hidrologi, analisis hidrolika,
geologi teknik dan perencanaan design. Maka perlu diketahui berapa
besarnya debit periode ulang tertentu. Besarnya banjir rencana dengan
mengadakan suatu analisa curah hujan dan pengamatan dapat ditetapkan.
Dalam menetapkan debit banjir rencana ditetapkan tidak terlalu kecil agar
tidak sering terjadi ancaman kerusakan bangunan atau daerah sekitarnya
yang disebabkan oleh banjir juga tidak terlalu besar sehingga bangunan
menjadi ekonomis.
Untuk itu ditetapkan banjir rencana dengan mengulang data
tertentu misal : 10 tahun, 25 tahun,50 tahun, 100 tahun. Pemilihan dengan
pertimbangan pertimbangan hidrologi dan ekonomi yang berdasar
kanpada :
A. Bersarnya kerugian yang diderita kalau bangunan tersebut rusak oleh
karena banjir dan sering atau tidaknya banjir itu terjadi
B. Umur ekonomi bangunan

C. Biaya pembangunan

D. Kondisi lingkungan
4.2 AnalisisHidrologi

Analisa hidrologi secara umum dilakukan guna mendapatkan


karakteristik hidrologi dan meteorology daerah aliran sungai (DAS).
Tujuan dari studi tersebut ialah untuk mengetahui karakteristik hujan,
debit, dan potensi air, baik yang ekstrim maupun yang wajar, yang dapat
digunakan sebagai analisis selanjutnya dalam pekerjaan detail desain
bangunan.

70
4.2.1 Data Curah Hujan

Data curah hujan adalah data yang digunakan untuk


mencari besar curah hujan, intensitas, dan konsistensi hujan. Data
curah hujan juga digunakan untuk perhitungan debit yang terlebih
dahulu diolah sebagai data curah hujan maximum tahunan yang
terjadi di daerah aliran sungai pada suatu tanggal kejadian yang
sama dari stasiun-stasiun daerah yang terdekat dengan sungai
Blorong. Di sungai Blorong terdapat beberapa stasiun hujan
diantaranya:

1. Stasiun KdPucung

2. Stasiun Boja

3. Stasiun Ketapang

Data Curah Hujan yang dapat dikumpulkan adalah data


curah hujan harian yang tersebar di 3 (tiga) stasiun hujan
diantaranya, Stasiun hujan KdPucung, Stasiun hujan Boja, dan
Stasiun hujan Ketapang dengan rentang waktu 31tahun (1989 –
2019).
Tabel 4.1 Data Curah HujanMaksimum
NO Tahun Sta. KdPucung Sta. Boja Sta. Ketapang
1 1989 190 154 170
2 1990 164 146 163
3 1991 153 121 131
4 1992 151 116 135
5 1993 245 182 228
6 1994 147 79 133
7 1995 105 168 103
8 1996 74 83 125
9 1997 175 169 111
10 1998 97 112 100
11 1999 138 92 159
12 2000 180 121 116
13 2001 108 205 124
14 2002 132 168 99
15 2003 80 132 128

71
16 2004 75 105 128
17 2005 72 47 47
18 2006 132 68 172
19 2007 83 53 84
20 2008 88 140 51
21 2009 88 210 65
22 2010 140 134 110
23 2011 175 114 105
24 2012 102 96 75
25 2013 98 106 90
26 2014 96 121 92
27 2015 115 102 160
28 2016 89 96 112
29 2017 106 98 185
30 2018 77 118 140
31 2019 91 89 134

4.2.2 AnalisisFrekuensi Curah HujanRencana

Analisis curah hujan rencana tersebut bertujuan mencari


berapa besarnya debit pada daerah aliran sungai (DAS) tersebut
sebelum melakukan perencanaan pada disain bending atau
struktur bangunannya sebagai acuan keamanan saat pembangunan
bendung karet tersebut.

4.2.2.1 Perhitungan Curah Hujan Wilayah

Perhitungan curah hujan wilayah pada studi ini


menggunakan metode theisen dengan menggunakan data
dari 3 stasiun hujan yang tersedia yaitu stasiun hujan
KdPucung, gunungBoja, dan stasiun hujan Ketapang.
Rasio luas daerah untuk masing-masing 0,22, 0,72 dan
0,05. Skema DAS dan letak stasiun hujan ditunjukan
pada gambar dibawah ini, sedangkan perhitungan curah
hujan wilayah selengkap nya dapat dilihat pada tabel.

72
Gamber 4.1 Kawasan dan Penggunanaan Stasiun
Hujan

73
Tabel 4.2 PerhitunganHujanHarianMaksimumTahunan

Luas Thiesen Hujan Maksimum Tahunan


NO SCH Bobot (%)
(Km²) 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
1 Boja 130.73 72.35 154 146 121 116 182 79 168 83 169 112 92 121 205 168 132 105 47 68 53 140 210 134 114 96 106 121 102 96 98 118 89
2 Kd. Pucung 39.82 22.04 190 164 153 151 245 147 105 74 175 97 138 180 108 132 80 75 72 132 83 88 88 140 175 102 98 96 115 89 106 77 91
3 Ketapang 10.15 5.62 170 163 131 135 228 133 103 125 111 100 159 116 124 99 128 128 47 172 84 51 65 110 105 75 90 92 160 112 185 140 134
180.70 100.00 162.83 150.92 128.61 124.78 198.47 97.02 150.47 83.38 167.06 108.02 105.90 133.72 179.07 156.19 120.32 99.68 52.51 87.95 61.35 123.54 174.97 133.97 126.94 96.14 103.34 113.86 108.12 95.36 104.65 110.20 91.97

74
4.2.2.2 Perhitungan Curah HujanvRencana dengan
MetodeSebaran Log Pearson III
Perhitungan curah hujan rencana dengan
menggunakan metode sebaran Log Pearson III.
Tabel 4.3 Hujan HarianMaksimum Rata-rata

HUJAN HARIAN MAX RATA-


RATA
NO TAHUN

X Ln X

1 1989 162.83 2.212


2 1990 150.92 2.179
3 1991 128.61 2.109
4 1992 124.78 2.096
5 1993 198.47 2.298
6 1994 97.02 1.987
7 1995 150.47 2.177
8 1996 83.38 1.921
9 1997 167.06 2.223
10 1998 108.02 2.034
11 1999 105.90 2.025
12 2000 133.72 2.126
13 2001 179.07 2.253
14 2002 156.19 2.194
15 2003 120.32 2.080
16 2004 99.68 1.999
17 2005 52.51 1.720
18 2006 87.95 1.944
19 2007 61.35 1.788
20 2008 123.54 2.092
21 2009 174.97 2.243
22 2010 133.97 2.127
23 2011 126.94 2.104
24 2012 96.14 1.983
25 2013 103.34 2.014
26 2014 113.86 2.056
27 2015 108.12 2.034
28 2016 95.36 1.979
29 2017 104.65 2.020

75
30 2018 110.20 2.042
31 2019 91.97 1.964

Ck -0.097 0.806
Cs 0.330 -0.552
Stdev 34.068 0.129
Xrt 121.01 2.065

Dimana :

x = Curah Hujan Max Wilayah

Ln = Log (x)

Ck = Pengukuran Kurtosis

Cs = Koefisien Skawness

Stdev = Standart Deviasi

Xrt = Rata – Rata Curah Hujan Max

Tabel 4.4 Analisis Distribusi

No Jenis Distribusi Syarat Hasil Perhitungan

1 Normal Cs = 0 Cs = 0.29 No
Ck = 3 Ck = -0.39 Almost

2 Log Normal Cs (ln x) = 0 Cs = -0.55 No


Ck (ln x) = 3 Ck = 0.20 Almost

3 Pearson type III Cs > 0 Ck = 3.13 Cs = 0.29 Yes


Ck = 1,5 Cs2 + 3 Ck = -0.39 Almost

4 Log Pearson type III Cs (ln x) > 0 Ck = 3.45 Cs = -0.55 No


Ck (ln x) Ck = 0.20 No
= 1,5 ((Cs lnx)2)+3

5 Gumbell Cs = 1,14 Cs = 0.29 No


Ck = 5,4 Ck = 0.20 No

Keputusan : diambil yang paling mendekati Pearson III

76
Tabel 4.5 Nilai K Distribusi Pearson III
Periode ulang T (TAHUN)
Cs
2 5 10 25 50 100 500 1000
0.330 -0.050 0.824 1.309 1.849 2.211 2.544 2.856 3.525

Tabel 4.6 Nilai Hujan Rencana

T Xrt k Stdev xt
2 121.01 -0.050 34.068 119.3067
5 121.01 0.824 34.068 149.0821
10 121.01 1.309 34.068 165.6051
25 121.01 1.849 34.068 184.0018
50 121.01 2.211 34.068 196.3345
100 121.01 2.544 34.068 207.6791
500 121.01 2.856 34.068 218.3083
1000 121.01 3.525 34.068 241.0998
Rumus :

Xt = Xtr + (k x S)

Dimana :

Xt = Hujan Rencana

Xtr = Rata-rata Curah Hujan

Max k = Nilai k

s = Standart Deviasi

4.2.3 Analisis Debit Banjir

Analisis debit banjir atau perhitungan yang memperkirakan


berapa besarnya debit banjir yang akan terjadi dalam berbagai
periode ulang dengan hasil yang baik dapat dilakukan analisis data
dari aliran sungai yang bersangkutan yaitu daerah aliran sungai
(DAS) Banjir kanal barat Kota Semarang, dengan menggunakan
perhitungan beberapa metode, diantaranya:

 Metode Hasper
 Metode Rasional

77
 Metode Der weduwen
 Metode Nakayasu
 Metode HSS GammaI

 Passing Capacity

4.2.3.1 MetodeHasper

Penghitungan debit banjir rencana dengan metode


Hasper menggunakan data dan perhitungan sebagai
berikut :
Data :

Luas DAS(A) = 180,71 km2

Panjang Sungai(L) = 56,57 km

Elevasi Hulu = 154,00 m

Elevasi Hilir = 3,00 m

Beda Tinggi (H) = 151,00 m

Nilai HujanMaksimum =

- It 5th = 149,08 mm

- It 10th = 165,61 mm

- It 25th = 184,00 mm

- It 50th = 196,33 mm

- It 100th = 207,68 mm

Langkah Perhitungan :

- Kemiringan Sungai, (S) =

= 0,0027

78
- Waktu Konsentrasi, (t) =

= 14,933 Jam

- KoefisienLimpasan, (c) =

= 0,378

- Koefisien Reduksi, (β)

= =

= 1,018

β = 0,982

- Intensitas Hujan, (It) = ;

untuk 2 jam < t < 19 jam

I5 = 139,73 mm

I10 = 155,21 mm

I20 = 172,45 mm

I50 = 184,01 mm

I100 = 194,64 mm

- Debit Modul, (q) =

79
q5 = 2,599

q10 = 2,887

q20 = 3,208

q50 = 3,423

q100 = 3,621

- Debit BanjirRencana, Qt = C x β x q x A

Q5 = 174,41

Q10 = 193,74

Q20 = 215,26

Q50 = 229,69

Q100 = 242,96

4.2.3.2 Metode Rational

Penghitungan debit banjir rencana


dengan metode rasional menggunakan
data dan perhitungan sebagai berikut :
Data :

Luas DAS(A) = 180,71km2


Panjang Sungai(L) = 56,57km

= 56.570 m

Koefisien Limpasan(C) = 0,60

Elevasi Hulu = 154,00 m

ElevasiHilir = 3,00 m

Beda tinggi(H) = 151,00 m


Kemiringan Sungai(S) = 0,0027
Nilai Hujan Maksimum =
- Rt 5th = 149,08 mm
- Rt 10th = 165,61 mm

80
- Rt 20th = 184,00 mm
- Rt 50th = 196,33 mm
- Rt 100th = 207,68 mm
Langkah Perhitungan :

- Tc = 0,0195 x

- I =

- Q = 0,278 x C x I x A

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Metode Rational

A L Xt Tc I Q
T C
(km²) (m) (mm) (menit) (mm/jam) (m³/det)
5 180,71 56,57 149.08 0,60 871,70 8,682 261,698
10 180,71 56,57 165.61 0,60 871,70 9,644 290,702
20 180,71 56,57 184.00 0,60 871,70 10,716 322,995
50 180,71 56,57 196.33 0,60 871,70 11,434 344,644
100 180,71 56,57 207.68 0,60 871,70 12,094 364,558
Dimana :

T : Periode Ulang

Xt : Hujan Rencana (perhitungan rancangan log


pearson III)

Tc : Waktu Konsentrasi

I : Intensitas hujan

Q : Debit ( /det)

81
4.2.3.3 Metode Der Weduwen

Analisis metode ini hampir sama dengan Metode


Haspers hanya saja rumusan koefisiennya yang berbeda
Data :
Luas DAS(A) = 180,71km2
Panjang Sungai(L) = 56,57km

= 56.570 m

Elevasi Hulu = 154,00m

Elevasi Hilir = 3,00 m

Beda tinggi(H) = 151,00 m


Kemiringan Sungai (S) = 0,0027
Nilai Hujan Maksimum =
- Rt 5th = 149,08 mm
- Rt 10th = 165,61 mm
- Rt 20th = 184,00 mm
- Rt 50th = 196,33 mm
- Rt 100th = 207,68 mm
Langkah Perhitungan :
Qn = C . . q . A

1. Koefisien Aliran (C) dihitung dengan rumus

C = 1 4,1
β.q n  7

dengan,

 = koefisienreduksi

2. Koefisien Reduksi () dihitung dengan rumus


t 1
120  A
 = t9
120  A

82
dengan,

 = koefisien reduksi

t = waktu konsentrasi (jam)

A = luas DAS (km2)

3. Modul banjir maksimum menurut der Weduwen


dirumuskan
67,65
q =
t  1,45

dengan

t=waktu konsentrasi / lama hujan terpusat (jam)

4. Waktu konsentrasi (t) dihitungdengan


t = 0,25 L Qn-0,125 i-0,25

dengan

i = kemiringan sungai rata-rata

L = panjang sungai (km)

Metode ini harus dihitung dengan trial and error


sehingga ketepatan antara waktu konsentrasi dengan
debit sama atau mendekati sama. Hasil kali dari Qn
dengan hujan rencana kala ulang T tahun (RT)
merupakan debit banjir yang dicari.

Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Metode Der


Weduwen

Qn
T Β c q A
(m³/det)
5 0.799 0.632 4,135 180.71 234,37
10 0.799 0.632 4,135 180.71 260,35
20 0.799 0.632 4,135 180.71 289,27
50 0.799 0.632 4,135 180.71 308,66
100 0.799 0.632 4,135 180.71 326,49

83
Dimana :

T = Periode Ulang

β =Koefisien Reduksi

c =Koefisien Aliran

q =Modul Banjir Maksimum

A =Luas Das

Qn = Debit ( /det)

4.2.3.4 Metode Nakayasu

Penghitungan debit banjir rencana dengan


metode hidrograf satuan nakayasu menggunakan data
dan perhitungan sebagai berikut :
Data :

LuasDAS(A) = 180,71km2

PanjangSungai(L) = 56,57km

Koefisien a = 2,00 (bisa diambil 2 atau 3)

Langkah Perhitungan

- tg (time lag) = 0,4 + 0,058 L

= 0,4 + (0,058 x 56,57)

= 3,68 Jam

- tr = 0,5 sampai tg

= 0,5 sampai 1,75 jam  tr diambil 1

- Tp = tg + 0,8 tr

= 3,68 + (0,8 x 1)

= 4,481 Jam

- = 2 x tg

84
= 2 x 3,68

= 7,362 Jam

- Qp = : ((0,3 x Tp) + )

= : ((0,3 x 5,89) +7,36)

= 5,766 /det

- Tp + = 11,843 Jam

- Tp + + 1,5 = 22,886 Jam

- Tp + + 1,5 +2 = 37,611 Jam

Tabel 4.9 Rekapitulasi Debit Banjir Rencana

t (Jam) Q (mᶟ/dt) Keterangan

0 0,000

1 0,158

2 0,832 Qa

3 2,201

4 4,390

5 5,296

6 4,497

7 3,819 Qd1

8 3,243

9 2,754

10 1,124

85
11 1,896

12 1,264

13 1,165

14 1,073

15 0,989

16 0,911 Qd2

17 0,840

18 0,774

19 0,713

20 0,657

21 0,605

22 0,558

23 0,514

24 0,474 Qd3

25 0,437

86
Tabel 4.10 Perhitungan Banjir Rencana Metode Nakayasu Periode Ulang 5 tahun
Waktu Hidrograf R1 R2 R3 R4 R5 R6 Debit
satuan 49.23 12.79 8.98 7.15 6.03 5.27 Banjir
(jam) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (m3/det)
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9]

0.00 - - -
1.00 0.158 7.76 - 7.76
2.00 0.832 40.94 2.02 - 42.96
3.00 2.201 108.35 10.64 1.41 - 120.40
4.00 4.390 216.11 28.16 7.47 1.13 - 252.86
5.00 5.296 260.72 56.17 19.75 5.94 0.95 - 343.54
6.00 4.497 221.39 67.77 39.40 15.73 5.02 0.83 350.13
7.00 3.819 187.99 57.54 47.54 31.37 13.28 4.39 342.11
8.00 3.243 159.63 48.86 40.37 37.84 26.49 11.61 324.80
9.00 2.754 135.55 41.49 34.28 32.13 31.96 23.15 298.56
10.00 2.338 115.10 35.23 29.10 27.29 27.14 27.94 261.79
11.00 1.896 93.34 29.92 24.71 23.17 23.04 23.72 217.91
12.00 1.264 62.21 24.26 20.99 19.67 19.57 20.14 166.84
13.00 1.165 57.33 16.17 17.02 16.71 16.61 17.10 140.94
14.00 1.073 52.83 14.90 11.34 13.55 14.11 14.52 121.25
15.00 0.989 48.68 13.73 10.45 9.03 11.44 12.33 105.66
16.00 0.911 44.86 12.65 9.63 8.32 7.63 10.00 93.09
17.00 0.840 41.33 11.66 8.88 7.67 7.03 6.67 83.23
18.00 0.774 38.09 10.74 8.18 7.07 6.48 6.14 76.69
19.00 0.713 35.10 9.90 7.54 6.51 5.97 5.66 70.67
20.00 0.657 32.34 9.12 6.94 6.00 5.50 5.22 65.12
21.00 0.605 29.80 8.41 6.40 5.53 5.07 4.81 60.01
22.00 0.558 27.46 7.75 5.90 5.09 4.67 4.43 55.30
23.00 0.514 25.31 7.14 5.43 4.69 4.30 4.08 50.96
24.00 0.474 23.32 6.58 5.01 4.33 3.96 3.76 46.96
25.00 0.437 21.49 6.06 4.61 3.99 3.65 3.47 43.27

Debit Banjir Rancangan Maksimum Periode Ulang 5 Tahun ialah 350,13 m3/det

87
Tabel 4.11 Perhitungan Banjir Rencana Metode Nakayasu Periode Ulang 10 tahun
Waktu Hidrograf R1 R2 R3 R4 R5 R6 Debit
satuan 54.68 14.21 9.97 7.94 6.70 5.86 Banjir
(jam) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (m3/det)
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9]

0.00 - - -
1.00 0.158 8.62 - 8.62
2.00 0.832 45.48 2.24 - 47.72
3.00 2.201 120.35 11.82 1.57 - 133.75
4.00 4.390 240.06 31.28 8.29 1.25 - 280.88
5.00 5.296 289.62 62.40 21.94 6.60 1.06 - 381.62
6.00 4.497 245.93 75.28 43.77 17.47 5.57 0.92 388.94
7.00 3.819 208.82 63.92 52.81 34.84 14.75 4.87 380.02
8.00 3.243 177.32 54.28 44.84 42.04 29.42 12.90 360.80
9.00 2.754 150.57 46.09 38.07 35.70 35.50 25.72 331.65
10.00 2.338 127.85 39.14 32.33 30.31 30.14 31.03 290.81
11.00 1.896 103.69 33.23 27.45 25.74 25.60 26.35 242.06
12.00 1.264 69.11 26.95 23.31 21.86 21.74 22.37 185.33
13.00 1.165 63.68 17.96 18.91 18.56 18.46 19.00 156.56
14.00 1.073 58.68 16.55 12.60 15.05 15.67 16.13 134.69
15.00 0.989 54.07 15.25 11.61 10.03 12.71 13.70 117.38
16.00 0.911 49.83 14.05 10.70 9.24 8.47 11.11 103.41
17.00 0.840 45.92 12.95 9.86 8.52 7.81 7.40 92.45
18.00 0.774 42.31 11.93 9.09 7.85 7.19 6.82 85.19
19.00 0.713 38.99 11.00 8.37 7.23 6.63 6.29 78.51
20.00 0.657 35.93 10.13 7.71 6.66 6.11 5.79 72.34
21.00 0.605 33.11 9.34 7.11 6.14 5.63 5.34 66.66
22.00 0.558 30.51 8.61 6.55 5.66 5.19 4.92 61.43
23.00 0.514 28.11 7.93 6.04 5.21 4.78 4.53 56.60
24.00 0.474 25.90 7.31 5.56 4.81 4.40 4.18 52.16
25.00 0.437 23.87 6.73 5.13 4.43 4.06 3.85 48.07

Debit Banjir Rancangan Maksimum Periode Ulang 10 Tahun ialah 388,94 m3/det

88
Tabel 4.12 Perhitungan Banjir Rencana Metode Nakayasu Periode Ulang 20 tahun

Waktu Hidrograf R1 R2 R3 R4 R5 R6 Debit


satuan 60.76 15.79 11.08 8.82 7.45 6.51 Banjir
(jam) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (m3/det)
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9]

0.00 - - -
1.00 0.16 9.57 - 9.57
2.00 0.83 50.53 2.49 - 53.02
3.00 2.20 133.72 13.14 1.75 - 148.60
4.00 4.39 266.72 34.76 9.21 1.39 - 312.09
5.00 5.30 321.79 69.33 24.38 7.34 1.17 - 424.01
6.00 4.50 273.25 83.64 48.63 19.41 6.19 1.03 432.15
7.00 3.82 232.02 71.02 58.67 38.72 16.39 5.41 422.24
8.00 3.24 197.02 60.31 49.82 46.71 32.69 14.33 400.88
9.00 2.75 167.30 51.21 42.30 39.66 39.44 28.58 368.49
10.00 2.34 142.06 43.48 35.92 33.68 33.49 34.48 323.11
11.00 1.90 115.21 36.92 30.50 28.60 28.44 29.28 268.95
12.00 1.26 76.78 29.94 25.90 24.28 24.15 24.86 205.92
13.00 1.16 70.75 19.96 21.01 20.62 20.51 21.11 173.95
14.00 1.07 65.20 18.39 14.00 16.72 17.41 17.92 149.65
15.00 0.99 60.08 16.95 12.90 11.15 14.12 15.22 130.41
16.00 0.91 55.36 15.62 11.89 10.27 9.41 12.34 114.89
17.00 0.84 51.02 14.39 10.95 9.46 8.67 8.23 102.72
18.00 0.77 47.01 13.26 10.09 8.72 7.99 7.58 94.66
19.00 0.71 43.32 12.22 9.30 8.04 7.36 6.99 87.23
20.00 0.66 39.92 11.26 8.57 7.41 6.79 6.44 80.38
21.00 0.61 36.78 10.38 7.90 6.82 6.25 5.93 74.07
22.00 0.56 33.90 9.56 7.28 6.29 5.76 5.47 68.25
23.00 0.51 31.23 8.81 6.71 5.79 5.31 5.04 62.89
24.00 0.47 28.78 8.12 6.18 5.34 4.89 4.64 57.96
25.00 0.44 26.52 7.48 5.69 4.92 4.51 4.28 53.40

Debit Banjir Rancangan Maksimum Periode Ulang 20 Tahun ialah 432,15 m3/det

89
Tabel 4.13 Perhitungan Banjir Rencana Metode Nakayasu Periode Ulang 50 tahun

Waktu Hidrograf R1 R2 R3 R4 R5 R6 Debit


satuan 64.83 16.85 11.82 9.41 7.95 6.95 Banjir
(jam) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (m3/det)
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9]

0.00 - - -
1.00 0.16 10.22 - 10.22
2.00 0.83 53.92 2.66 - 56.58
3.00 2.20 142.69 14.02 1.86 - 158.56
4.00 4.39 284.60 37.09 9.83 1.48 - 333.00
5.00 5.30 343.36 73.97 26.02 7.83 1.25 - 452.43
6.00 4.50 291.56 89.25 51.89 20.71 6.61 1.09 461.11
7.00 3.82 247.57 75.78 62.60 41.31 17.49 5.78 450.54
8.00 3.24 210.22 64.35 53.16 49.84 34.88 15.29 427.74
9.00 2.75 178.51 54.64 45.14 42.32 42.09 30.49 393.19
10.00 2.34 151.58 46.40 38.33 35.94 35.74 36.79 344.77
11.00 1.90 122.93 39.40 32.55 30.51 30.35 31.24 286.97
12.00 1.26 81.93 31.95 27.64 25.91 25.77 26.53 219.72
13.00 1.16 75.50 21.30 22.41 22.00 21.88 22.52 185.61
14.00 1.07 69.57 19.62 14.94 17.84 18.58 19.13 159.68
15.00 0.99 64.11 18.08 13.77 11.89 15.07 16.24 139.16
16.00 0.91 59.07 16.66 12.68 10.96 10.04 13.17 122.59
17.00 0.84 54.44 15.35 11.69 10.10 9.25 8.78 109.61
18.00 0.77 50.16 14.15 10.77 9.31 8.53 8.09 101.00
19.00 0.71 46.22 13.04 9.93 8.57 7.86 7.45 93.07
20.00 0.66 42.59 12.01 9.15 7.90 7.24 6.87 85.77
21.00 0.61 39.25 11.07 8.43 7.28 6.67 6.33 79.03
22.00 0.56 36.17 10.20 7.77 6.71 6.15 5.83 72.83
23.00 0.51 33.33 9.40 7.16 6.18 5.67 5.37 67.11
24.00 0.47 30.71 8.66 6.59 5.70 5.22 4.95 61.84
25.00 0.44 28.30 7.98 6.08 5.25 4.81 4.56 56.98

Debit Banjir Rancangan Maksimum Periode Ulang 50 Tahun ialah 461,11 m3/det

90
Tabel 4.14 Perhitungan Banjir Rencana Metode Nakayasu Periode Ulang 100tahun

Waktu Hidrograf R1 R2 R3 R4 R5 R6 Debit


satuan 68.57 17.82 12.50 9.95 8.41 7.35 Banjir
(jam) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (m3/det)
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9]

0.00 - - -
1.00 0.16 10.81 - 10.81
2.00 0.83 57.04 2.81 - 59.85
3.00 2.20 150.93 14.83 1.97 - 167.73
4.00 4.39 301.05 39.23 10.40 1.57 - 352.24
5.00 5.30 363.20 78.25 27.52 8.28 1.32 - 478.57
6.00 4.50 308.41 94.40 54.89 21.91 6.99 1.16 487.76
7.00 3.82 261.88 80.16 66.22 43.70 18.50 6.11 476.57
8.00 3.24 222.37 68.07 56.23 52.72 36.90 16.17 452.46
9.00 2.75 188.82 57.80 47.75 44.77 44.52 32.26 415.91
10.00 2.34 160.34 49.08 40.54 38.01 37.80 38.91 364.69
11.00 1.90 130.03 41.67 34.43 32.28 32.10 33.04 303.55
12.00 1.26 86.66 33.80 29.23 27.41 27.26 28.06 232.42
13.00 1.16 79.86 22.53 23.71 23.27 23.14 23.83 196.34
14.00 1.07 73.59 20.76 15.80 18.87 19.65 20.23 168.91
15.00 0.99 67.81 19.13 14.56 12.58 15.94 17.18 147.20
16.00 0.91 62.49 17.63 13.42 11.59 10.62 13.93 129.68
17.00 0.84 57.58 16.24 12.36 10.68 9.79 9.29 115.94
18.00 0.77 53.06 14.97 11.39 9.84 9.02 8.56 106.84
19.00 0.71 48.89 13.79 10.50 9.07 8.31 7.88 98.45
20.00 0.66 45.06 12.71 9.67 8.36 7.66 7.27 90.72
21.00 0.61 41.52 11.71 8.91 7.70 7.06 6.70 83.60
22.00 0.56 38.26 10.79 8.21 7.10 6.50 6.17 77.03
23.00 0.51 35.25 9.94 7.57 6.54 5.99 5.69 70.99
24.00 0.47 32.49 9.16 6.98 6.03 5.52 5.24 65.41
25.00 0.44 29.94 8.44 6.43 5.55 5.09 4.83 60.28

Debit Banjir Rancangan Maksimum Periode Ulang 100 Tahun ialah 487,76 m3/det

91
Tabel 4.15 Hidrograf Satuan Nakayasu Banjir
Maksimum Das Blorong
Periode Banjir Maksimum
Ulang (mᶟ/dt)
5 350,13
10 388,94
20 432,15
50 461,11
100 487,76

Hidrograf Satuan Metode Nakayasu

(Sungai Banjir Kanal Barat)

Gamber 4.2 Hidrograf Banjir Rencana Metode Nakayasu

92
4.2.3.5 Metode HSS Gamma 1

Perhitungan Hidrograf Satuan Sintetik Gamma I


menggunakan parameter DAS dengan langkah langkah
perhitungan sebagai berikut :

Menentukan data-data yang digunakan dalam


perhitungan, data yang digunakan dalam perhitungan
adalah sebagai berikut :

Data :

Luas DAS (A) = 180,71


Km2

Luas DTA hulu (AU) = 130,73


Km2

Panjang Sungai Utama (L) = 56,57 Km

Panjang Sungai Semua Tingkat (Ps) = 105,34 Km

Panjang Sungai Tingkat 1 (P1) = 48,77 Km

Jumlah Sungai Tingkat 1 = 4 Buah

Jumlah Sungai Semua Tingkat = 5 Buah

Jumlah Pertemuan Sungai (JN) = 4 buah

Kemiringan Sungai (S) = 0,0027

Elevasi Dasar Sungai di hulu = 154,00

Elevasi Dasar Sungai di hilir = 3,00

Kecepatan Jaringan Kuras (D) = Ps /A

= 105,34 / 180,71

= 0,58 km/

93
Faktor sumber (SF) yaitu perbandingan antara
jumlah panjang sungai tingkat 1 dengan jumlah panjang
sungai semua tingkat

SF = P1 / Ps

= 48,77 / 105,34 = 0,463

Faktor lebar (WF) adalah perbandingan antara lebar


DAS yang diukur dari titik berjarak ¾ L dengan lebar
DAS yang diukur dari titik yang berjarak ¼ L dari
tempat pengukuran.

WF = 8,25

Perbandingan antara luas DAS yang diukur di hulu


garis yang ditarik tegak lurus garis hubung antara
stasiun pengukuran dengan titik yang paling dekat
dengan titk berat DAS melewati titik tersebut dengan
luas DAS total (RUA).

AU = 130,73

RUA = AU / A

= 130,73 / 180,71 = 0,72

SIM = WF x RUA

= 8,25 x 0,72 = 5,94

Frekuensi sumber (SN) yaitu perbandingan


antara jumlah segmen sungai-sungai tingkat 1 (P1)
dengan jumlah segmen sungai semua tingkat (Ps)

SN = 4 / 5

= 0,8

94
TR = 0,43

= 0,43

= 8,43 Jam

Qp = 0,1836 x

= 0,1836 x

= 4,4098 /dt

TB = 27,4123 x

= 27,4123 x

= 52,386 Jam

K = 0,5617 x

=0,5617 x

= 7,608

Sebagai langkah perhitungan dibuat table berikut :

Tabel 4.16 Perhitungan Resesi Unit Hidrograf


t K
Qp t/k Qt
(Jam) (Jam)
0 4,410 7,609 0,000 0,000
1 4,410 7,609 0,131 3,867

2 4,410 7,609 0,263 3,390

3 4,410 7,609 0,394 2,973

4 4,410 7,609 0,526 2,607

5 4,410 7,609 0,657 2,286

6 4,410 7,609 0,789 2,004

95
7 4,410 7,609 0,920 1,757

8 4,410 7,609 1,051 1,541

9 4,410 7,609 1,183 1,351

10 4,410 7,609 1,314 1,185

11 4,410 7,609 1,446 1,039

12 4,410 7,609 1,577 0,911

13 4,410 7,609 1,709 0,799

14 4,410 7,609 1,840 0,700

15 4,410 7,609 1,971 0,614

16 4,410 7,609 2,103 0,538

17 4,410 7,609 2,234 0,472

18 4,410 7,609 2,366 0,414

19 4,410 7,609 2,497 0,363

20 4,410 7,609 2,629 0,318

21 4,410 7,609 2,760 0,279

22 4,410 7,609 2,892 0,245

23 4,410 7,609 3,023 0,215

24 4,410 7,609 3,154 0,188

96
Hidrograf Satuan Sintetik Metode Gama I

Sungai Blorong

Gamber 4.3 Unit Hidrograf Blorong

QB = 0,4751 x

= 0,4751 x

= 8,114

ᶲ =

= 4,46 x mm/jam

97
Tabel 4.17 Perhitungan Banjir Rencana Metode HSS Gama I Periode Ulang 5 tahun

Waktu UH 1 2 3 4 5 6 QB Q
(jam) m3/det 49,23 12,79 8,98 7,15 6,03 5,27 m3/det m3/det
0 0,000 0,000 8,114 8,114
1 3,867 190,340 0,000 8,114 198,454
2 3,390 166,897 49,473 0,000 8,114 224,485
3 2,973 146,342 43,380 34,704 0,000 8,114 232,541
4 2,607 128,319 38,037 30,430 27,628 0,000 8,114 232,529
5 2,286 112,515 33,353 26,682 24,225 23,331 0,000 8,114 228,220
6 2,004 98,657 29,245 23,396 21,242 20,457 20,394 8,114 221,506
7 1,757 86,507 25,643 20,515 18,626 17,938 17,882 8,114 195,224
8 1,541 75,852 22,485 17,988 16,332 15,729 15,680 8,114 172,180
9 1,351 66,510 19,716 15,773 14,320 13,791 13,749 8,114 151,973
10 1,185 58,319 17,287 13,830 12,557 12,093 12,055 8,114 134,255
11 1,039 51,136 15,158 12,127 11,010 10,604 10,571 8,114 118,720
12 0,911 44,838 13,291 10,633 9,654 9,298 9,269 8,114 105,097
13 0,799 39,316 11,654 9,324 8,465 8,152 8,127 8,114 93,153
14 0,700 34,474 10,219 8,175 7,422 7,148 7,126 8,114 82,679
15 0,614 30,228 8,960 7,168 6,508 6,268 6,249 8,114 73,496
16 0,538 26,505 7,857 6,286 5,707 5,496 5,479 8,114 65,443
17 0,472 23,241 6,889 5,511 5,004 4,819 4,804 8,114 58,383
18 0,414 20,378 6,041 4,833 4,388 4,226 4,212 8,114 52,192
19 0,363 17,868 5,297 4,237 3,847 3,705 3,694 8,114 46,763
20 0,318 15,668 4,644 3,716 3,373 3,249 3,239 8,114 42,003
21 0,279 13,738 4,072 3,258 2,958 2,849 2,840 8,114 37,829
22 0,245 12,046 3,571 2,857 2,594 2,498 2,490 8,114 34,170
23 0,215 10,562 3,131 2,505 2,274 2,190 2,183 8,114 30,961
24 0,188 9,262 2,745 2,196 1,994 1,920 1,915 8,114 28,147

Debit Banjir Rancangan Maksimum Periode Ulang 5 Tahun ialah 232,54 /det

98
Tabel 4.18 Perhitungan Banjir Rencana Metode HSS Gama I Periode Ulang 10 tahun

Waktu UH 1 2 3 4 5 6 QB Q
(jam) m3/det 54,68 14,21 9,97 7,94 6,70 5,86 m3/det m3/det
0 0,000 0,000 8,114 8,114
1 3,867 211,436 0,000 8,114 219,550
2 3,390 185,395 54,957 0,000 8,114 248,466
3 2,973 162,561 48,188 38,551 0,000 8,114 257,415
4 2,607 142,540 42,253 33,803 30,690 0,000 8,114 257,401
5 2,286 124,985 37,049 29,640 26,910 25,917 0,000 8,114 252,615
6 2,004 109,592 32,486 25,989 23,596 22,725 22,654 8,114 245,156
7 1,757 96,094 28,485 22,788 20,690 19,926 19,864 8,114 215,962
8 1,541 84,259 24,977 19,982 18,142 17,472 17,418 8,114 190,363
9 1,351 73,882 21,901 17,521 15,907 15,320 15,272 8,114 167,917
10 1,185 64,782 19,203 15,363 13,948 13,433 13,391 8,114 148,236
11 1,039 56,804 16,838 13,471 12,230 11,779 11,742 8,114 130,978
12 0,911 49,808 14,764 11,812 10,724 10,328 10,296 8,114 115,846
13 0,799 43,673 12,946 10,357 9,403 9,056 9,028 8,114 102,578
14 0,700 38,294 11,352 9,081 8,245 7,941 7,916 8,114 90,944
15 0,614 33,578 9,954 7,963 7,230 6,963 6,941 8,114 80,742
16 0,538 29,443 8,728 6,982 6,339 6,105 6,086 8,114 71,797
17 0,472 25,816 7,653 6,122 5,558 5,353 5,337 8,114 63,954
18 0,414 22,637 6,710 5,368 4,874 4,694 4,679 8,114 57,077
19 0,363 19,849 5,884 4,707 4,274 4,116 4,103 8,114 51,047
20 0,318 17,404 5,159 4,127 3,747 3,609 3,598 8,114 45,759
21 0,279 15,261 4,524 3,619 3,286 3,164 3,155 8,114 41,123
22 0,245 13,381 3,967 3,173 2,881 2,775 2,766 8,114 37,057
23 0,215 11,733 3,478 2,782 2,526 2,433 2,425 8,114 33,493
24 0,188 10,288 3,050 2,440 2,215 2,133 2,127 8,114 30,367

Debit Banjir Rancangan Maksimum Periode Ulang 10 Tahun ialah 257,41 /det

99
Tabel 4.19 Perhitungan Banjir Rencana Metode HSS Gama I Periode Ulang 20 tahun

Waktu UH 1 2 3 4 5 6 QB Q
(jam) m3/det 60,76 15,79 11,08 8,82 7,45 6,51 m3/det m3/det
0 0,000 0,000 8,114 8,114
1 3,867 234,923 0,000 8,114 243,038
2 3,390 205,990 61,062 0,000 8,114 275,166
3 2,973 180,620 53,541 42,833 0,000 8,114 285,109
4 2,607 158,375 46,947 37,558 34,099 0,000 8,114 285,093
5 2,286 138,869 41,165 32,932 29,900 28,796 0,000 8,114 279,776
6 2,004 121,766 36,095 28,876 26,217 25,249 25,171 8,114 271,489
7 1,757 106,769 31,650 25,320 22,988 22,139 22,071 8,114 239,051
8 1,541 93,619 27,752 22,201 20,157 19,413 19,352 8,114 210,609
9 1,351 82,089 24,334 19,467 17,674 17,022 16,969 8,114 185,669
10 1,185 71,979 21,337 17,069 15,498 14,925 14,879 8,114 163,802
11 1,039 63,114 18,709 14,967 13,589 13,087 13,047 8,114 144,627
12 0,911 55,341 16,405 13,124 11,915 11,475 11,440 8,114 127,814
13 0,799 48,525 14,384 11,507 10,448 10,062 10,031 8,114 113,072
14 0,700 42,549 12,613 10,090 9,161 8,823 8,795 8,114 100,145
15 0,614 37,308 11,059 8,847 8,033 7,736 7,712 8,114 88,810
16 0,538 32,713 9,697 7,758 7,043 6,783 6,762 8,114 78,872
17 0,472 28,684 8,503 6,802 6,176 5,948 5,929 8,114 70,157
18 0,414 25,151 7,456 5,965 5,415 5,215 5,199 8,114 62,516
19 0,363 22,054 6,537 5,230 4,748 4,573 4,559 8,114 55,816
20 0,318 19,338 5,732 4,586 4,164 4,010 3,997 8,114 49,941
21 0,279 16,956 5,026 4,021 3,651 3,516 3,505 8,114 44,789
22 0,245 14,868 4,407 3,526 3,201 3,083 3,073 8,114 40,272
23 0,215 13,037 3,864 3,092 2,807 2,703 2,695 8,114 36,312
24 0,188 11,431 3,388 2,711 2,461 2,370 2,363 8,114 32,839
Debit Banjir Rancangan Maksimum Periode Ulang 20 Tahun ialah 285,11 /det

100
Tabel 4.20 Perhitungan Banjir Rencana Metode HSS Gama I Periode Ulang 50 tahun

Waktu UH 1 2 3 4 5 6 QB Q
(jam) m3/det 64,83 16,85 11,82 9,41 7,95 6,95 m3/det m3/det
0 0,000 0,000 8,114 8,114
1 3,867 250,669 0,000 8,114 258,783
2 3,390 219,796 65,154 0,000 8,114 293,065
3 2,973 192,726 57,130 45,704 0,000 8,114 303,674
4 2,607 168,990 50,094 40,075 36,385 0,000 8,114 303,658
5 2,286 148,177 43,924 35,139 31,904 30,726 0,000 8,114 297,984
6 2,004 129,927 38,514 30,812 27,974 26,942 26,858 8,114 289,141
7 1,757 113,925 33,771 27,017 24,529 23,623 23,550 8,114 254,530
8 1,541 99,894 29,612 23,689 21,508 20,714 20,650 8,114 224,181
9 1,351 87,591 25,965 20,772 18,859 18,163 18,106 8,114 197,570
10 1,185 76,803 22,767 18,214 16,536 15,926 15,876 8,114 174,236
11 1,039 67,344 19,963 15,970 14,500 13,964 13,921 8,114 153,777
12 0,911 59,050 17,504 14,003 12,714 12,245 12,206 8,114 135,837
13 0,799 51,777 15,348 12,279 11,148 10,736 10,703 8,114 120,106
14 0,700 45,400 13,458 10,766 9,775 9,414 9,385 8,114 106,313
15 0,614 39,809 11,800 9,440 8,571 8,255 8,229 8,114 94,219
16 0,538 34,906 10,347 8,278 7,516 7,238 7,216 8,114 83,614
17 0,472 30,607 9,073 7,258 6,590 6,347 6,327 8,114 74,316
18 0,414 26,837 7,955 6,364 5,778 5,565 5,548 8,114 66,162
19 0,363 23,532 6,976 5,580 5,067 4,880 4,864 8,114 59,013
20 0,318 20,634 6,116 4,893 4,443 4,279 4,265 8,114 52,744
21 0,279 18,092 5,363 4,291 3,895 3,752 3,740 8,114 47,248
22 0,245 15,864 4,703 3,762 3,416 3,290 3,279 8,114 42,428
23 0,215 13,910 4,123 3,299 2,995 2,884 2,875 8,114 38,202
24 0,188 12,197 3,616 2,892 2,626 2,529 2,521 8,114 34,496

Debit Banjir Rancangan Maksimum Periode Ulang 50 Tahun ialah 303,67 /det

101
Tabel 4.21 Perhitungan Banjir Rencana Metode HSS Gama I Periode Ulang 100 tahun

Waktu UH 1 2 3 4 5 6 QB Q
(jam) m3/det 68,57 17,82 12,50 9,95 8,41 7,35 m3/det 3
m /det
0 0,000 0,000 8,114 8,114
1 3,867 265,153 0,000 8,114 273,268
2 3,390 232,497 68,919 0,000 8,114 309,530
3 2,973 203,862 60,431 48,345 0,000 8,114 320,752
4 2,607 178,754 52,988 42,391 38,487 0,000 8,114 320,735
5 2,286 156,739 46,462 37,170 33,747 32,501 0,000 8,114 314,733
6 2,004 137,435 40,740 32,592 29,591 28,498 28,410 8,114 305,380
7 1,757 120,508 35,722 28,578 25,946 24,988 24,911 8,114 268,768
8 1,541 105,666 31,323 25,058 22,751 21,911 21,843 8,114 236,666
9 1,351 92,652 27,465 21,972 19,949 19,212 19,153 8,114 208,517
10 1,185 81,241 24,082 19,266 17,492 16,846 16,794 8,114 183,835
11 1,039 71,235 21,116 16,893 15,338 14,771 14,725 8,114 162,193
12 0,911 62,462 18,516 14,813 13,449 12,952 12,912 8,114 143,217
13 0,799 54,769 16,235 12,988 11,792 11,357 11,322 8,114 126,577
14 0,700 48,024 14,236 11,389 10,340 9,958 9,927 8,114 111,987
15 0,614 42,109 12,482 9,986 9,066 8,732 8,705 8,114 99,194
16 0,538 36,923 10,945 8,756 7,950 7,656 7,632 8,114 87,977
17 0,472 32,375 9,597 7,678 6,971 6,713 6,692 8,114 78,141
18 0,414 28,388 8,415 6,732 6,112 5,886 5,868 8,114 69,516
19 0,363 24,892 7,379 5,903 5,359 5,162 5,145 8,114 61,954
20 0,318 21,826 6,470 5,176 4,699 4,526 4,512 8,114 55,323
21 0,279 19,138 5,673 4,538 4,121 3,968 3,956 8,114 49,509
22 0,245 16,781 4,974 3,980 3,613 3,480 3,469 8,114 44,411
23 0,215 14,714 4,362 3,489 3,168 3,051 3,042 8,114 39,940
24 0,188 12,902 3,825 3,060 2,778 2,675 2,667 8,114 36,021

Debit Banjir Rancangan Maksimum Periode Ulang 100 Tahun ialah 320,75 /det

102
Hidrograf Satuan Metode Gama I

Sungai Blorong

Gamber 4.4 Hidrograf Satuan Metode Gama I Blorong

4.2.3.6 Metode Passing Capacity

Cara ini dipakai dengan jalan mencari informasi


yang dipercaya tentang tinggi muka air banjir
maksimum yang pernah terjadi. Selanjutnya dihitung
besarnya debit banjir rencana dengan persamaan dan

Gambar 4.5 Bentuk Penampang Sungai Blorong

data berikut :

Q =AxV

V =

C =

R =

103
A = (B+m.h) x h

P = (B+2h)

Dimana :

Q = Volume banjir yang melalui tampang (m3 /dtk)

A = Luas penampang basah (m2 )

V = Kecepatan aliran (m/dtk) R = Jari – jari hidrolis (m)

I = Kemiringan sungai

P = Keliling penampang basah sungai(m)

c = Koefisien Chezy

B = Lebar sungai (m)

Tabel 4.22 Harga Koefisien Kekasaran Bazin (m)


Jenis Dinding m
Dinding sangat halus 0,06
Dinding halus ( papan, batu ) 0,16
Dinding batu pecah 0,46
Dinding tanah sangat teratur 0,85
Saluran tanah dengan kondisi biasa 1,30
Saluran tanah dengan dasar batu pecah dan tebing 1,75
rumput
Sumber : Kp – 02 – 1986
Data :

I = 0,0027

B = 120,00 m

h = 2,00 m

Perhitungan :

Q =AxV

104
A = (B+m.h) x h

= (120 + 1,75.2) x 2

= 247,00

P = (B+2h)

= (120+2.2)

= 249,93 m

R =

= 0,99

c =

= 31,52

V =

= 1,62 m/dt

Q =AxV

= 247x 1,62

= 399,52

105
Tabel 4.23 Rekapitulasi Debit Banjir Rencana
Periode Debit Banjir Rencana
Ulang Der Passing
Hasper Rasional Nakayasu gama 1
(Tahun) Weduwe Capacity
5.00 174.41 261.70 234.37 350.13 232,54
10.00 193.74 290.70 260.35 388.94 257,41
20.00 215.26 322,99 289.27 432.15 285,11 399.52
50.00 229.69 344.64 308.66 461.11 303,67
100.00 242.96 364.56 326.49 487.76 320,75

Berdasarkan perhitungan Passing Capacity maka


dapat di simpulkan bahwa debit yang mendekati Passing
Capacity adalah debit banjir rencana periode ulang 50
tahun metode Nakayasu yaitu Q = 461,11 /dt

4.2.3.7 Metode Hec Ras

HEC-RAS adalah menghitung profil muka air


dengan pemetaan aliran steady dan unsteady, serta
penghitungan pengangkutan sedimen. Element yang
paling penting dalam HEC-RAS adalah tersedianya
geometri saluran, baik memanjang maupunmelintang.
Dengan adanya HEC-RAS maka tinggi muka air
diketahui, yang berguna sebagai acuan untuk
menentukan elevasi puncak krib. (Suroso 2006).
3. Kondisi Bendung karet Saat Mengempis

Pada kondisi aliran dengan debit banjir Q50dan


Q100, semua ruas sungai, baik di hulu maupun hilir
bendung karet terjadi luapan banjir. Sedangkan pada
kondisi aliran dengan debit banjir normal 399,52
m3/dt, sebagian ruas sungai di hulu jembatan
nasional tidak mengalami luapan banjir, namun di
hilir jembatan nasional terjadi luapan banjir. Kondisi
ini disebabkan oleh adanya back water pada saat air
laut pasang serta penurunan kapasitas alur sungai

106
akibat sedimentasi, sehingga direkomendasikan
untuk dilakukan perbaikan alur sungai.

4. Kondisi Bendung Karet Saat Mengembang


Pada perencanaan awal ini, diasumsikan
bahwa debit banjir yang masih dapat mengalir di
atas bendung dalam kondisi mengembang adalah
debit banjir tahunan dengan periode ulang 5 - 100
tahunan. Sedangkan aliran debit banjir yang lebih
besar akan mengakibatkan bendung karet
mengempis secara otomatis.

Gambar 4.6. Potongan Memanjang Sungai Blorong berdasarkan Simulasi


Hec-Ras

107
blorong Plan: Plan 01 7/4/2020
HU13
.03
5 Legend

WS Q100
WS Q50
WS Q25
WS Q10
WS Q5

4 Ground
Bank Sta

3
Elevation (m)

-1
20 40 60 80 100 120 140 160
Station (m)

Gambar 4.7. Potongan Melintang Sungai Blorong berdasarkan Simulasi


Hec-Rass
(Running Debit Banjir Q100, Q50, Q20, Q10, dan Q5Bendung Karet
Mengempis dengan Kondisi Sungai)
blorong Plan: Plan 01 7/4/2020
H113
.03
5.0 Legend

WS Q100
WS Q50
WS Q25
WS Q10
WS Q5

4.5 Ground
Bank Sta

4.0
Elevation (m)

3.5

3.0

2.5

2.0
20 40 60 80 100 120 140 160
Station (m)

Gambar 4.8. Potongan Melintang S. Blorong berdasarkan Simulasi Hec-


Ras
(Running Debit Banjir Q100, Q50, Q20, Q10, Q5Bendung Karet
Mengembang dengan Kondisi Normalisasi Sungai)

108
4.3 Analisa Hidrolika

4.3.1 Elevasi Mercu Bendung

Berdasarkan analisis hidrolik dan elevasi pasang surut,


diperoleh elevasi mercu bendung dan elevasi lantai permukaan
sebagai berikut :

Elevasi Mercu Bendung : + 2,31

Elevasi Lantai Dasar Hilir : - 1,50

Elevasi Lantai Dasar Hulu : - 1,00

4.3.2 Pembendungan

Pembendungan maksimum menentukan elevasi muka air


pengempisan yang merupakan batas muka air tertinggi karena
bendung karet harus sudah dikempiskan.

Untuk menghindari terjadinya ancaman banjir di daerah


hulu dan peningkatan energi terjunan yang berlebihan Maka
ditetapkan tinggi pembendungan maksimum antara lain sebagai
berikut:

h1 = 0,3 H

= 0,3 (2,5)

= 0,75 m

Dimana :

h1 = tinggi maksimum pembendungan

H = tinggi bendung

109
4.3.3 Debit Limpasan Bendung Karet

Debit pelimpasan pada pembendungan maksimum


Besarnya Cw bisa didekati dengan rumus:
Cw = 1,77 (h1/H) + 1,05

= 1,77 (0,75/2,5) + 1,05

= 1,581

Total debit limpasan pada pembendungan maksimum


dihitung dengan rumus:

Qw = Cw L

= 1,581 x 120 x

= 123,22

Dimana :

Qw = debit limpasan pada pembendungan maksimum ( /s)

Cw = koefisien limpasan ( /s)

L = panjang bentang bendung (m)

h1 = tinggi pembendungan maksimum (m)

Dari hasil perhitungan didapatkan nilai debit limpasan pada


pembendungan maksimum (0,75 m) adalah sebesar 123,22 /dt

4.3.4 Perhitungan Panel

Panelisasi pada bendung Karet direncanakan sebagai berikut:

N Panel = 3 panel

L1 = 40 meter

L2 = 40 meter

L3 = 40 meter

Masing-masing panel memiliki kapasitas pengaliran debit


limpasan adalah sebesar:

110
Qk = Qw / 3

= 123,22 / 3

= 41,06 /dt

4.3.5 Lebar Efektif Bendung

Lebar bendung yang telah direncanakan ialah 120 meter yang


terdiri dari 3 pilar dengan lebar masing masing pilar 2 meter.

Untuk menghitung lebar efektif bendung digunakan rumus sebagai


berikut : Rumus :

Be = B – 2(n x Kp+Ka)H1

Dimana:

Be = Lebar Efektif bendung (m)

B = Lebar Mercu

= 120 – (2 x 2) = 116 meter

n = Jumlah Pilar

Kp = Koefisien Kontraksi Pilar

= Pilar dengan ujung bulat → Kp = 0,01

Ka = Koefisien kontraksi pangkal bendung.

= Pangkal bendung bulat → Ka = 0,1

Hc = Tinggi Energi Hulu (m)

Be = B – 2(n x Kp+Ka)Hc

= 116 – 2 (2 x 0,01 + 0,1) Hc

= 116 – 0,12 Hc

111
4.3.6 Energi Diatas Mercu Bendung

Mercu Bendung direncanakan menggunakan bangunan pengatur


ambang lebar,

dimana :

Nilai banding H1/L = 1,0 → Cd = 1,03

Perhitungan energi diatas mercu bendung dapat diperoleh dengan


rumus : Rumus :

Q = x Cd x Be x Hc x

Dimana :

Q = Debit = Q50 = 461,11 ( /det)

Cd = Koefisien Debit

Be = Lebar Efektif bendung (m)

Hc = Tinggi Energi diatas mercu

Dengan nilai Cd = 1,03 maka :

Q = x Cd x Be x H1 1,5 x

461 = x 1,03 x (116 – 0,12 H1) x x

461 = 1,76 x (116 (116 – 0,26 ))

261 = 116 – 0,26 )

Hc = 1,72

Be = 116 – 0,12 H1

= 116 – 0,12 x 1,72

= 115,79

L = 1,71 m

112
4.3.7 Tinggi Air Banjir Diatas Bendung Karet

Kecepatan Aliran Peralihan (Va)

Va =

Dimana:

Q = Debit = Q50 = 461,11 ( /det)

Be = Lebar Efektif bendung (m) =115,79

A = Luas Penampang basah ( )

Hc = Tinggi Energi diatas mercu = 1,72

P = Tinggi Mercu dari lantai muka = 2,5

Va = = = 0,94 /det

Tinggi air diatas mercu (Hd)

Kehilangan tinggi energi = = = 0,045 m

Hd = H1 - = 1,72 - 0,045 = 1,675 m

Gambar 4.9 Muka Air di Atas Mercu

Keterangan :

Hc = Tinggi Energi Di Atas Mercu

113
4.4 Analisis Geologi Teknik dan Mekanika Tanah

Analisis geologi teknik dilakukan untuk mengetahui kondisi dan


parameter tanah pada lokasi dimana akan dibuat bendung karet, sehingga
dengan diketahuinya parameter tanah tersebut maka diharapkan akan
sangat berguna dan diperlukan dalam menganalisa rencana bangunan
bendung khususnya untuk perencanaan pondasi bendung.

Survey geoteknik ini akan memberikan gambaran kondisi


geoteknik bawah permukaan lokasi rencana bendung. Pada
pelaksanaannya, penelitian geologi dibatasi padapenyelidikan tanah,
pemetaan geologi, deskripsi dan analisis core sample melalui pemboran,
uji SPT, uji sondir, Pengambilan Undisturbed Sample dan uji
laboratorium. Data dan rekomendasi hasil penyelidikan geologi di lokasi
pekerjaan ini akan digunakan sebagai referensi pendukung pada pekerjaan
Detail Desain Bendung Gerak dan Bangunan Penunjangnya.

4.4.1 Ruang Lingkup Pekerjaan

Pada tahap ini ruang lingkup pekerjaan meliputi :


1. Bor Log

Penyelidikan tanah dengan metode ini bertujuan


menentukan jenis dan sifat-sifat tanah (soil properties) pada
lokasi yang akan dibangun pondasi dari tiap tebal
lapisannya. Pengambilan sample tanah ini dikenal dengan
sebutan undisturbed soil sample (pengambilan tanah tidak
terganggu). Pengambilan sample tanah ini adalah dengan
cara menge-bor sampai kedalaman tertentu dengan
menggunakan tabung (pipa) logam berongga kedalam
tanah. Pengeboran Tanah Rencana Bendung Karet Kali
Blorong menggunakan metode Bor Mesin, dengan
kedalaman mencapai 5-15 m, tetapi kedalaman tersebut
belum memadai untuk perencanaan pondasi dalam (pile
foundation) karena tanah yang didapatkan masih tergolong
tanah lunak.

114
2. Sondir

Tes sondir merupakan salah satu survei


penyelidikan tanah yang berfungsi untuk mengetahui letak
kedalaman tanah keras, yang nantinya dapat diperkirakan
seberapa kuat tanah tersebut dalam menahan beban yang
didirikan di atasnya. Tes Sondir dilakukan karena data Bor
Log belum mendapatkan tanah keras yang digunakan
sebagai acuan untuk perhitungan pondasi dalam. Data yang
didapatkan dari Tes Sondir ini nantinya berupa besaran
gaya perlawanan dari tanah terhadap konus, serta hambatan
pelekat dari tanah yang dimaksud. Hambatan pelekat adalah
perlawanan geser dari tanah tersebut yang bekerja pada
selubung bikonus alat sondir dalam gaya per satuan
panjang.
4.4.2 Lokasi Penyelidikan

Penyelidikan rencana bendungan terletak di Kali Blorong,


Kabupaten Kendal. Secara administratif berada di Desa Turun Rejo
Kecamatan Brangsong, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.
Diperlukan waktu sekitar 16 menit dari pusat Kota Kendal untuk
sampai ke lokasi kegiatan dengan kendaraan roda 2 maupun roda 4
dengan jarak ±5,6 km. sedangkan jika dari Alun-Alun Kabupaten
Kendal, Jawa Tengah. memerlukan waktu tempuh ±15 menit dan
jarak tempuh mencapai ±5,1 KM

115
Untuk lebih jelasnya mengenai lokasi pekerjaan ini dapat diperiksa
pada Gambar berikut ini.

LOKASI BENDUNG KARET

Gambar 4.10Peta Lokasi Rencana Bendung Karet

4.4.3 Data Geologi teknik

4.4.3.1 Data Sondir

Pekerjaan sondir dilakukan sebanyak 3 titik. Data


sondir, grafik sondir dan foto kegiatan lapangan.

116
Informasi mengenai pelaksanaan sondir tampak pada
tabel dibawah ini.

1. Data Sondir

a. Titik SD -1 kedalaman 0.80 meter sampai 3.40


meter, nilai conus resistance berkisar antara 5
kg/cm2 sampai 9 kg/cm2. Kedalaman 3.60 meter
sampai 10.8 meter, nilai conus resistence berkisar
antara 5 kg/cm2 sampai 11 kg/cm2. Kedalaman
11.0 meter sampai 22.0 meter, nilai conus
resistence berkisar antara 7 kg/cm2 sampai 19
kg/cm2.

Gambar 4.11 Hasil Uji Sondir SD -1

117
4.4.3.2 Data Bor log

Penyelidikan tanah dengan metode ini bertujuan


menentukan jenis dan sifat-sifat tanah (soil properties)
pada lokasi yang akan dibangun pondasi dari tiap tebal
lapisannya. Pengambilan sample tanah ini dikenal
dengan sebutan undisturbed soil sample (pengambilan
tanah tidak terganggu). Pengambilan sample tanah ini
adalah dengan cara menge-bor sampai kedalamantertentu
dengan menggunakan tabung (pipa) logam berongga
kedalam tanah. Pengeboran Tanah Rencana Bendung
Karet Kali Blorong menggunakan metode Bor Mesin,
dengan kedalaman mencapai 5-15 m, tetapi kedalaman
tersebut belum memadai untuk perencanaan pondasi
dalam (pile foundation) karena tanah yang didapatkan
masih tergolong tanah lunak.

118
PROJECT : DED BENDUNG KARET KALI BLORONG
LABORATORI UM MEKANI KA TANAH
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
LOCATION : KAB. KENDAL DIISKRIPTION BY : Ir. H. DJOKO SUSILO ADHY, MT
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG Bor No. : BM-04 : 2.00
ELEVATION EXISTING
SEMARANG
DATE START : 5 SEPTEMBER 2016DATE FINISH : 6 SEPTEMBER 2016
MASTER BOR : KAMIN DEPT OF GWL : 2.50
SAM P L E TYP E : UDS & DS DEPT OF BOR : 16,0 m ( 0 - 16m) TYPE OF HAMMER : Automatic Hammer
B ACKFI L L TYP E : Note : Pengamatan GWL Saat Pelaksanaan Pengeboran

ELEVATION (m)
SOIL SYMBOL
Depth of GWL

SPT (N)
Depth (m)

% of Core
STANDARD PENETRATION (N)

USC
SOIL DESCRIPTION

N1 N2 N3 N 0 10 20 30 40 50 60
5 15 25 35 45 55
0 2

1 LEMPUNG, TERDAPAT SEDIKIT PASIR COKLAT 1


GELAP, LUNAK
2 GWL
0
2 3 6 9
3 -1

4 -2
5,0-5,45 LEMPPUNG, TERDAPAT SEDIKIT PASIR
5 1 2 4 6 UDS COKLAT KEABUAN, LUNAK -3

6 -4

7 -5
1 3 5 8
8 -6

9 LEMPUNG LANAUAN, TERDAPAT SEDIKIT -7


10.0-10,45
10 2 4 6 10 UDS PASIR, SEDIKIT PECAHAN KULIT KERANG -8
ABU - ABU, LUNAK
11 -9

12 -10
3 5 6 11
13 -11

14 -12
LEMPUNG LANAUAN ABU - ABU, LUNAK
15 3 6 7 13 -13

16 -14
End of this boring, casing down to 16.0 meter
17 -15

18 -16

19 -17

20 -20

21 -21

22 -22

23 -23

24 -24

25 -25

26 -26

27 -27

28 -28

29 -29

30 -30

Gambar 4.12 Hasil Data Bor Log BM -04

119
No Sample Depth Gs W gm gd e n c Atterberg Limits Gravel Sand Silt Clay
No (m) (%) (gr/cm3) (gr/cm3) (%) (kg/cm2) (º) LL PL PI % % % %

1 BM.01 4,50 - 5,00 2,582 79,470 1,478 0,823 2,137 0,681 0,089 16,94 37,50 27,52 9,98 0,67 38,86 36,15 24,32

2 BM.01 9,50 - 10,00 2,605 71,177 1,476 0,862 2,021 0,669 0,093 15,70 44,00 25,59 18,41 0,90 39,28 35,11 24,71

3 BM.01 14.50 - 15,00 2,600 61,770 1,516 0,937 1,775 0,640 0,080 19,36 41,50 27,52 13,98 1,83 31,91 36,48 29,79

4 BM.02 4,50 - 5,00 2,593 99,027 1,429 0,718 2,613 0,723 0,064 19,36 40,00 26,61 13,39 3,88 37,71 35,47 22,95

5 BM.02 9,50 - 10,00 2,580 78,869 1,505 0,841 2,067 0,674 0,040 18,16 34,00 27,78 6,22 6,53 41,01 31,48 20,99

6 BM.02 14.50 - 15,00 2,580 79,182 1,559 0,870 1,965 0,663 0,080 14,45 23,00 16,47 6,53 3,88 44,96 18,55 32,62

7 BM.03 4,50 - 5,00 2,586 76,567 1,465 0,829 2,118 0,679 0,097 20,55 28,50 21,10 7,40 2,33 45,66 30,82 21,20

8 BM.03 9,50 - 10,00 2,597 76,473 1,582 0,897 1,897 0,655 0,105 19,36 26,00 19,38 6,62 3,08 43,61 31,30 22,02

9 BM.03 14.50 - 15,00 2,601 79,270 1,440 0,804 2,237 0,691 0,101 18,16 52,00 18,87 33,13 2,72 41,66 30,33 25,29

10 BM.04 4,50 - 5,00 2,591 95,910 1,345 0,687 2,774 0,735 0,072 22,86 45,00 26,17 18,83 2,58 41,26 32,88 23,29

11 BM.04 9,50 - 10,00 2,602 72,034 1,606 0,933 1,788 0,641 0,085 20,55 43,00 27,52 15,48 1,53 41,76 33,43 23,49

12 BM.04 14.50 - 15,00 2,587 70,147 1,479 0,870 1,975 0,664 0,117 14,45 30,00 15,83 14,17 1,72 37,11 37,11 24,06

Tabel 4.24Hasil Uji Laboratorium Bor Log

4.4.4 Analisis Geoteknik

4.4.4.1 Hasil Penyelidikan Geoteknik

Interpretasi Parameter Geoteknik Dari Data Sondir

Dengan menggunakan korelasi empiris untuk


menginterpretasikan data sondir hasil uji lapangan,
didapatkan perkiraan berat isi, sudut geser dalam, dan
modulus elasticity pada tiap kedalaman.

Interpretasi Parameter Geoteknik Dari Data SPT

Dengan menggunakan korelasi empiris untuk


menginterpretasikan data SPT hasil uji lapangan,
didapatkan perkiraan kuat geser tanah pada tiap
kedalaman. Korelasi empiris yang digunakan
ditampilkan pada gambar-gambar di bawah ini, masing-
masing untuk jenis tanah kohesif dan jenis tanah non
kohesif.

120
Sumber : Terzaghi & Peck, 1967; Sowers, 1979)

Gambar 4.13 Korelasi Empiris Su dengan N-SPT untuk


Tanah Kohesif

Sumber : Ohsaki (1959)

Gambar4.14 KorelasiEmpirissudutgeserdalam(Φ)denganN-
SPTuntuktanahnon- kohesif
4.4.4.2 Pondasi Dangkal

Pondasi dangkal memiliki persamaan menurut terzaghi,


menurut terzaghi suatu pondasi dangkal ditendukan
dari:

121
Df ≤ B

Dimana :

Df = Kedalaman Pondasi dangkal

B = Lebar pondasi dangkal

Gambar 4.15 Zona Tegangan Terzaghi

(Sumber : Terzaghi, 1943)

Daya dukung pondasi dari data sondir


L'Herminier merekomendasikan bahwa allowable
bearing capacity untuk dense sand sama dengan
sepersepuluh dari point resistance dari penetrometer
statis:

Qa = qc / 10 (kg/cm2)
Teori Meyerhof (1956) untuk mendeterminasi
allowable bearing pressure untuk pondasi dangkal dari
pengujian peneterometerstatis, membangun korelasi
antara Qa/qc, lebar B dari sebuah pondasi dan rasio D/B
:
Qa = 1/40*qc (B+D) or Qa = (0.025 – 0.1).qc

122
Allowable bearing capacity untuk beberapa jenis tanah
ditunjukkan pada informasi di bawah ini:

Qa =0.033 qc (kg/cm2) untuk Organic and Inorganic Clay

Qa = 0.04 qc (kg/cm2) untuk Silty Clay and Silty Sand

Qa = 0.05 qc (kg/cm2) untuk Medium Sand

Qa = 0.10 qc (kg/cm2) untuk Dense Sand / Cemented


Sand

Daya dukung tanah berdasarkan data sondir tampak pada


tabel dibawah ini. Daya Dukung Pondasi dari data SPT

Meyerhof (1956) menganjurkan formula untuk


menghitung daya dukung ijin (Qa) untuk tanah pasir
dari data SPT (N) sebagai berikut :

Qa = 0.12N (kg/cm2)

untuk B < 1.2 m


Qa = 0.08N {(3.28 B + 1)/3.28B}2 (kg/cm2)

123
4.4.4.3 Pondasi Dalam

Persamaan pondasi tiang pancang dari hasil uji SPT


Untuk jenis tanah yang berbeda menurut
Schmertmann, 1967 menganjutkan formula daya dukung
untuk tiang pancang seperti pada tabel berikut :
Tabel 4.25 Nilai gesekan selimut dan tahanan
ujung untuk desain pondasi tiang pancang

Perhitungan Pondasi Tiang Pancang Berdasarkan Data


Sondir

Metoda yang diberikan oleh Schmertmann dan


Nottingham (1975) ini hanya berlaku untuk pondasi
tiang pancang. Schmertmann dan Nottingham
menganjurkan perhitungan daya dukung ujung pondasi
tiang mengikuti cara Begemann, yaitu:

QP =

Dimana :

Qp = daya dukung ultimit ujungtiang

qc1 = nilai qc rata-rata pada 0.7D-0.4D di bawah ujungpondasi.

124
qc2 = nilai qc rata-rata dari ujung tiang hingga 8D di atas
ujungpondasi.
Pada umumnya nilai perlawanan ujung diambil tidak
lebih dari 100 kg/cm2 untuk tanah pasiran dan tidak
melebihi 75 kg/cm2 untuk tanah pasir kelanauan.
Untuk mendapatkan daya dukung selimut tiang
maka digunakan formula sebagai berikut:

Dimana :

Qs = daya dukung ultimit selimuttiang

Ks,c = faktor reduksi (bergantung pada: jenis alat


sondir, kedalaman, nilai gesekan selimut,
jenis tanah dan bahantiang).
z = panjang batang yang ditinjau
D = diametertiang
fs = gesekanselimut

As = luas selimuttiang

4.5 Tata Letak Bendung

Tata letak bendung ditunjukkan pada Gambar di bawah ini dimana


Panjang bentang bendung sama dengan lebar normal alur sungai. Panjang
panel bendung dibatasi oleh kemampuan produsen dan kemudahan
pengangkutan bahan ke lokasi.

Untuk mengantisipasi adanya ancaman banjir, permukaan dasar


bendung dan lantai hulu tetap dibuat rendah dengan pilar saluran pembilas
diperpanjang hingga ujung lantai hulu. Di ujung lantai hulu dan ujung
hilir fondasi disediakan perletakan untuk pemasangan cofferdam

125
Gambar 4.16 Tata Letak Bendung

4.6 Perhitungan Stabilitas Bendung

Dalam perhitungan kali ini digunakan dua kondisi:

1. Muka Air kosong

2. Muka air pada elevasi puncak Bendung

Sedangkan gaya-gaya yang diperhitungan dalam desain kali ini antara


lain:

1) gaya hidrostatik, yang diperhitungkan pada kondisi air normal


dengan di hilir kosong (FW),

2) gaya berat fondasi (G),

3) gaya angkat air (U),

4) gaya reaksi dasar fondasi (RS), dan

5) gaya tahanan tiang pancang (HT dan VT) pada fondasi tiang
pancang.

126
4.6.1 Perhitungan Gaya

4.6.1.1 Gaya Berat Sendiri

Gaya berat sendiri terdiri dari:

1) Plat Shield Baja; γ = 7.85 ton/m³

2) Karet isi udara; γ = 2.5 ton/m²

3) Plat Beton Bertulang; γ = 2.4 ton/m³

Skema gaya-gaya berat sendiri bendung karet


ditunjukkan pada gambar berikut ini.

Gambar 4.17 Gaya-gaya Berat Sendiri yang bekerja


pada Bendung Karet

127
Analisis berat sendiri hasil perhitungan gaya
berat sendiri bendung

NO KOMPONEN VOLUME BJ BAHAN (TON/M³) P(TON) LENGAN (M)MOMEN(TON.M)


1 G1 11 2.4 26.4 -26.6 -702.24
2 G2 2.5 2.4 6 -20.6 -123.6
3 G3 3 2.4 7.2 -18.6 -133.92
4 G4 1.4 2.4 3.36 -16.6 -55.776
5 G5 0.14 2.5 0.35 -14.3 -5.005
6 G6 4.261 2.4 10.23 -14.09 -144.10
7 G7 3.4026 2.4 8.17 -10.51 -85.83
8 G8 8.8 2.4 21.12 -5.00 -105.60
9 G9 1.69 2.4 4.056 -0.50 -2.03
TOTAL 86.879 -1358.09
TAHAN
Tabel 4.26 Perhitungan Gaya Berat Sendiri

4.6.1.2 Gaya Hidrostatik

Gaya hidrostatik dalam perhitungan kali ini


terdiri dari gaya hidrostatik vertikal dan horisontal.
Parameter yang digunakan antara lain:

Berat jenis Air (γ) = 1 ton/m³

Skema gaya-gaya hidrolik pada bendung karet


ditunjukkan pada gambar berikut ini :

128
Gambar 4.18 Gaya Hidrostatik Vertikal yang
bekerja pada Bendung Karet

NO KOMPONEN VOLUME BJ BAHAN (TON/M3) P(TON) LENGAN (M) MOMEN(TON.M)


1 W1 41.6 1 41.6 -24.11 -1002.98
2 W2 0.0506 1 0.051 -12.96 -0.66
3 W3 0.141 1 0.141 -13.04 -1.84
4 W4 1.8576 1 1.858 -12.34 -22.92
5 W5 4.816 1 4.816 -10.4 -50.09
6 W6 1.19 1 1.19 -9.93 -11.82
7 W7 15.48 1 15.48 -4.5 -69.66
TOTAL 65.1352 -1159.96
TAHAN

Tabel 4.27 Perhitungan Gaya Hidrostatik Vertikal

Hasil Analisis Gaya HIdrostatik Lateral


ditunjukkan pada Tabel di bawah dengan rumus berikut:

P = 0.5*γw*∆h²

NO KOMPONEN VOLUME BJ BAHAN (TON/M3) P(TON) LENGAN (M) MOMEN(TON.M)


1 W8 5.98 1 5.98 1.53 9.149
2 W9 3.302 1 3.302 0.86 2.840
TOTAL 9.28245 11.990
GULING
Tabel 4.28 Perhitungan Gaya Hidrostatik Horizontal

4.6.1.3 Gaya Angkat Air (Uplift)

Gaya Uplift dapat menyebabkan struktur dapat


terangkat keatas akibat gaya yang diakibatkan oleh air
dalam tanah. Skema perhitungan Gaya Uplift
ditunjukkan pada Gambar di bawah ini.

129
Gambar 4.19 Gaya Angkat Air (Uplift) yang bekerja
pada Bendung Karet

Gaya Uplift dapat menyebabkan struktur dapat


terangkat keatas akibat gaya yang diakibatkan oleh air
dalam tanah. Skema perhitungan Gaya Uplift
ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Titik Lv Lh 1/3Lh Lx LTOTAL ΔH= HX Ux


A 0 0 0 0 32.26 2.19 2.6 2.6
B 1 0 0 1 32.26 2.19 3.6 3.53
C 0 11 3.66667 4.667 32.26 2.19 3.6 3.28
D 1.5 0 6.167 32.26 2.19 5.1 4.68
E 0 1 0.33333 6.500 32.26 2.19 5.1 4.66
F 1.5 8.00 32.26 2.19 3.6 3.06
G 0 4 1.33333 9.33 32.26 2.19 3.6 2.97
H 0.34 0 9.67 32.26 2.19 3.2 2.54
I 0 4.02 1.34 11.01 32.26 2.19 3.2 2.45
J 0 3.080 1.02667 12.04 32.26 2.19 4.15 3.33
K 0 8.16 2.72 14.76 32.26 2.19 4.15 3.15
L 0.59 0 0 15.35 32.26 2.19 4.74 3.70
M 0 1 0.33333 15.68 32.26 2.19 4.74 3.68
N 1.69 0 0 17.37 32.26 2.19 3.05 1.87

Tabel 4.29 Perhitungan Gaya Uplif

Dari perhitungan di atas didapatkan parameter:

∆H = 2.19

L = 32,26

Tabel 4.30 Perhitungan Gaya Tekanan Uplift

KOMPONEN GAYA LENGAN MOMEN


U1 38.85 26.6 1033.497
U2 1.37 28.43 38.922
U3 14.83 18.6 275.875
U4 0.01 20.77 0.235
U5 0.18 18.77 3.398
U6 9.86 14.09 138.905
U7 0.18 14.77 2.701
U8 10.26 10.27 105.417
U9 -1.29 11.11 -14.279
U10 25.18 5 125.920
U11 0.74 3.7 2.733
U12 3.68 0.5 1.838 130
U13 0.01 0.67 0.008
4.6.1.4 Gaya Gempa

Gambar 4.20 Gaya Gempa yang bekerja pada Bendung


Karet

Berdasarkan analisis kegempaan Untuk


Bangunan Air yang telah dijelaskan pada Bab
Penyelidikan Geoteknik, lokasi pekerjaan mempunyai
nilai Z sebesar 0.8, faktor koreksi untuk soft alluvium
sebesar 1.2 dan masuk dalam kategori kelas rendah (I),
koefisien gempa pada periode ulang 50 tahun (tanpa
kerusakan) sebesar 0.192.

Dalam Perhitungan Gaya gempa kali ini


digunakan koefisien gempa sebesar; E = 0.192. Dari
koefisien gempa tersebut kemudian dapat dicari besar
gaya gempa dan momen yang hasilnya dapat dilihat
pada tabel berikut ini.

Tabel 4.31 Perhitungan Gaya Gempa


TITIK KOMPONEN VOLUME P(TON) E(TON) LENGAN (M) MOMEN(TON.M)
1 G1 11 26.4 5.0688 2 10.14
2 G2 2.5 6 1.15 1.25 1.44
3 G3 3 7.2 1.38 2 2.76
4 G4 1.4 3.36 0.65 2.2 1.42
5 G5 0.14 0.35 0.07 3.18 0.21
6 G6 4.261 10.227 1.96 2.38 4.67
7 G7 3.4026 8.166 1.57 1.93 3.03
8 G8 8.8 21.12 4.06 1.5 6.08
9 G9 1.69 4.056 0.78 1.21 0.94
TOTAL 16.681 30.70
GULING

131
4.6.2 Kontrol Stabilitas

4.6.2.1 Stabilitas terhadap penggulingan

Dari hasil perhitungan gaya-gaya maka


didapatkan resultan momen penahan dan guling seperti
sebagai berikut:

KONDISI NORMAL

a. momen penahan (Mp),berat sendiri bendung = -


1358,093 tonm

b. momen akibat guling (Mg)

akibat gaya hidrostatis = - 1159,96 ton m

akibat uplift = 1715,169 ton m

akibat gaya gempa = 30,70 ton m +

jumlah = 585,912 ton m

Dengan menggunakan rumus :

Maka didapatkan nilai SF = 2,9> 1,5

dengan demikian struktur bendung Gerak pada


kondisi normal dapat dinyatakan AMAN terhadap
bahaya guling.

132
KONDISI AIR KOSONG

Momen akibat guling (Mg)

akibat gaya gempa = 30,70 tonm

Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus


diatas, didapatkan nilai SF = 30,70. Dengan demikian
pada kondisi kosong air struktur bendung AMAN
terhadap bahaya guling.

4.6.2.2 Stabilitas terhadap penggeseran

Perhitungan stabilitas terhadap penggeseran


menggunakan metode lane dengan rumus berikut:

SF =(C*B+∑V*tanφ)/∑H

KONDISI NORMAL

Jumlah gaya vertikal

akibat berat sendiri = -86,879 ton

uplift = 103,877 ton

akibat gaya hidrostatis vertikal = -65,135 ton +

Jumlah = - 48,138 ton

Dengan parameter berikut:

C = 18 kpa

B = 120 meter

133
Φ = 30º

Dengan menggunakan data dan parameter diatas


didapatkan nilai SF = 95,070. Dengan demikian Struktur
Bendung pada kondisi normal AMAN terhadap Gaya
Geser.

KONDISI KOSONG

Jumlah gaya vertikal

akibat berat sendiri = -86,879 ton

Jumlah gaya horizontal akibat gaya gempa = 30,70 ton

Dari hasil perhitungan didapatkan nilai SF =


88,486Dengan demikian Struktur Bendung pada kondisi
kosong air AMAN terhadap Gaya Geser.

4.7 Perhitungan Pondasi

4.7.1 Perhitungan Tiang Pancang Bendung

Berdasarkan hasil pengujian Standard Penetration Test


(SPT) Bendung Karet direncanakan menggunakan pondasi tiang
pancang dengan metode pemancangan dengan hammer hidrolik.
Seperti analisis daya dukung pada bagian analisis geoteknik, untuk
mendapatkan daya dukung yang cukup maka digunakan diameter
pondasi tiang diameter 0,45 meter pada kedalaman lapisan keras
terdalam yaitu 24 meter.

4.7.1.1 Perhitungan Daya dukung Tiang Pancang


Berdasarkan nilai N-SPT
Data tanah dari hasil borring nilai N-SPT sampai kedalaman 24 m = 11
Nilai N-SPT rata-rata sampai kedalaman 24 m = 9
Ukuran diameter tiang pancang d = 0.45 m
Panjang tiang pancang L = 24 m
Menurut Meyerhof 1956
Qu = 40 Nb x Ab + 0.2 Nrt x As
Qu = 40 Nb x Ab + 0.2 Nrt x As = 131 ton
Qa = 40 Nb x Ab/3 + 0.2 Nrt x As/5 = 35.52 ton = 355.2282 KN
134
Tabel 4.32 Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang
Berdasarkan Nilai N-SPT

Keterangan :

Qsp = Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal (ton)

H = Kedalaman Tiang Pancang (m)

N = Nilai SPT

D = Diameter Tiang Pancang (m)

A = Luas Tiang Pancang ( )

O = Keliling Tiang Pancang (m)

4.7.1.2 Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang


Berdasarkan Nilai qc
Nlai qc pada kedalaman - 24 m = 16 kg/cm²
Total friction sampai kedalaman 30 m = 782 kg/cm²
Diameter tiang pancang = 45 cm
Panjang tiang pancang = 24 m
Qa = Ap*qc/3 + Kell x fs total/5 = 30577.3 kg
= 305.773 KN
Tabel 4.32 Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang
Berdasarkan Nilai qc

4.7.1.3 Perhitungan Kekuatan Tarik Tiang Pancang

Kekuatan tarikan tiang T= L x p x α' x cu = 525.6 KN cu = 20 Kpa


Kekuatan ijin tarik diambil (40-70)% T = 262.8 KN α' = 0.775
Berat tiang W = 55.68 KN p = 1.413
Ttotal = 318.5 KN

Tabel 4.33 Perhitungan Kekuatan Tarik Tiang Pancang

135
4.7.2 Kekuatan 1 Tiang Dalam Kelompok Berdasarkan Efisiensi
Kelompok Tiang Pancang (Pile Group) Effisiensi Menurut
“Uniform Building Code” AASTO

Data :

Jumlah Deret Tiang (m) =6

Juamlah Tiang Deret 1 dan 6 (n) = 50

α = 10,20

Diameter Tiang (d) = 0,45 m

Jarak Antar Tiang (s) = 2,5 m


 n  1 . m  m  1 . n
 1 
. = 0,79
90 m.n
Daya Dukung 1 Tiang Pancang Dalam Kelompok :

Qsp x Eff = 305,773 x 0,79 = 242,91 KN

Makadidapatkan hasil sebagai berikut ini :

Beban Pondasi Bendung = 86,879 t/m²

Akibat Gaya Hidrostatis Vertikal = 65,135 ton

Beban Karet = 34,56 ton

Beban Total = 186,57 ton

186,57 x 10 x 21 = 39,180

Daya Dukung Pancang = 242,91

242,91 x 308 = 74,815

SF = 74,815 / 39,180

= 1,91 > 1,5 “AMAN”

136
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari Perencanaan Bendung Karet Sungai Blorong, Kabupaten


Kendal tersebut dapat disimpulkan:

1. Proyek Bendung Sungai Blorong di Kabupaten Kendal tepatnya pada


ruas sungai di Desa Turun Rejo, Kecamatan Brangsong dan Desa
Banyutowo, Kecamatang Kendal, Kabupaten Kendal. Lokasi tersebut
sangat mudah untuk dijangkau karena terletak di hilir jembatan Jalan
Nasional di jalur Pantura (Semarang-Kendal/Jakarta).
2. Luas DAS (Daerah Aliran Sungai) pada perencanaan Bendung Karet
Sungai Blorong adalah 180.71 Km2 dan panjang sungai 56.57 Km.
3. Bendung Karet Sungai Blorong di Kabupaten Kendal direncanakan
memiliki bentang sepanjang 120meter.
4. Hasil desain Bendung Karet Blorong adalah sebagai berikut :
 Lebar Bendung = 3 x 40,00 m
 Tinggi Bendung Karet = 2,00 m
 Volume Tampungan = 426.201,15 m3
 Penyediaan Air Baku untuk industri dan masyarakat = 440 l/det

5. Pengempesan dan penggembungan karet dengan cara diisi


denganudara.

137
5.2 Saran

Untuk Perencanaan Bendung Karet Sungai Blorong di Kabupaten


Kendal ada beberapa hal yang perlu sarankan sebagai berikut :
1. Pemeliharaan bendung karet memerlukan biaya yang besar dan juga
keahlian tertentu maka diharapkan hal tersebut benar-benar
diperhatikan agar fungsinya terus optimal.
2. Perlunya peran serta masyarakat dalam hal pemeliharaan, serta
kesadaran dalam mejaga kebersihan dan kelestarian alam disepanjang
Daerah Aliran Sungai (DAS).
3. Perlu dilakukan sosialisasi terlebih dahulu mengenai bendung Sungai
Blorong di Kabupaten Kendal kepada masyarakat setempat agar tidak
terjadi hal yang tidak diinginkan saat pelaksanaan pekerjaan.
4. Mengingat tampungan mengandalkan debit banjir maka untuk
memaksimalkan fungsi Bendung karet secara maksimal diperlukan
penambahan suplaisi dari Sungai Kuto.
5. Perlu dilakukan pembebasan atau sewa lahan untuk saluran pengelak.

138
DAFTAR PUSTAKA

CV Tektura Pancamitra Konsultan Teknik, PenyusunanDEDBendung Karet Kali


Blorong, Kabupaten Kendal. Laporan Perencanaan

Kementerian Pekerjaan Umum Ditjen Cipta Karya. 1994. Pedoman Penyusunan


Perencanaan Teknis Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.
Jakarta : Ditjen Cipta Karya.

Buletin Pengairan, 1999 . Pengertian Bendung Karet , Jakarta

Brigitha, 2015 , Pengertian Kebutuhan Air Domestik Dan Non Domestik ,


Surabaya

Polce Lopulalan, 2012. Bendung Tetap dan Bendung Sementara Sebagai Saluran
Irigasi, Bekasi, Jawa Barat

ARS group, 2000. Tujuan Bendung , Jakarta

Hermanto, Marita, 2011, Perencanaan Bendung Boro Kabupaten Purworejo,


Jawa Tengah. Semarang : Universitas Diponegoro Semarang

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah,2004.Perencanaan Bendung


Karet Isi Udara. Bandung : Litbang Sumber Daya Air.

Marizda, Agus, 2019. Perencanaan Bendung Jragung Kabupaten Demak, Jawa


Tengah : Universitas Semarang

Fajriyan, Rifky, 2019. Perencanaan Bendung Karet Banjir Kanal Barat Semarang,
Jawa Tengah : Universitas Semarang

139
140
LAMPIRAN

BOR LOG
PROJECT : DED BENDUNG KARET KALI BLORONG
LABORATORI UM MEKANI KA TANAH
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
LOCATION : KAB. KENDAL DIISKRIPTION BY : Ir. H. DJOKO SUSILO ADHY, MT
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG Bor No. : BM-04 : 2.00
ELEVATION EXISTING
SEMARANG
DATE START : 5 SEPTEMBER 2016DATE FINISH : 6 SEPTEMBER 2016
MASTER BOR : KAMIN DEPT OF GWL : 2.50
SAM P L E TYP E : UDS & DS DEPT OF BOR : 16,0 m ( 0 - 16m) TYPE OF HAMMER : Automatic Hammer
B ACKFI L L TYP E : Note : Pengamatan GWL Saat Pelaksanaan Pengeboran

ELEVATION (m)
SOIL SYMBOL
Depth of GWL

SPT (N)
Depth (m)

% of Core
STANDARD PENETRATION (N)

USC
SOIL DESCRIPTION

N1 N2 N3 N 0 10 20 30 40 50 60
5 15 25 35 45 55
0 2

1 LEMPUNG, TERDAPAT SEDIKIT PASIR COKLAT 1


GELAP, LUNAK
2 GWL
0
2 3 6 9
3 -1

4 -2
5,0-5,45 LEMPPUNG, TERDAPAT SEDIKIT PASIR
5 1 2 4 6 UDS COKLAT KEABUAN, LUNAK -3

6 -4

7 -5
1 3 5 8
8 -6

9 LEMPUNG LANAUAN, TERDAPAT SEDIKIT -7


10.0-10,45
PASIR, SEDIKIT PECAHAN KULIT KERANG
10 2 4 6 10 UDS -8
ABU - ABU, LUNAK
11 -9

12 -10
3 5 6 11
13 -11

14 -12
LEMPUNG LANAUAN ABU - ABU, LUNAK
15 3 6 7 13 -13

16 -14
End of this boring, casing down to 16.0 meter
17 -15

18 -16

19 -17

20 -20

21 -21

22 -22

23 -23

24 -24

25 -25

26 -26

27 -27

28 -28

29 -29

30 -30
Hasil Uji Lab Bor Log

No Sample Depth Gs W gm gd e n c Atterberg Limits Gravel Sand Silt Clay


No (m) (%) (gr/cm3) (gr/cm3) (%) (kg/cm2) (º) LL PL PI % % % %

1 BM.01 4,50 - 5,00 2,582 79,470 1,478 0,823 2,137 0,681 0,089 16,94 37,50 27,52 9,98 0,67 38,86 36,15 24,32

2 BM.01 9,50 - 10,00 2,605 71,177 1,476 0,862 2,021 0,669 0,093 15,70 44,00 25,59 18,41 0,90 39,28 35,11 24,71

3 BM.01 14.50 - 15,00 2,600 61,770 1,516 0,937 1,775 0,640 0,080 19,36 41,50 27,52 13,98 1,83 31,91 36,48 29,79

4 BM.02 4,50 - 5,00 2,593 99,027 1,429 0,718 2,613 0,723 0,064 19,36 40,00 26,61 13,39 3,88 37,71 35,47 22,95

5 BM.02 9,50 - 10,00 2,580 78,869 1,505 0,841 2,067 0,674 0,040 18,16 34,00 27,78 6,22 6,53 41,01 31,48 20,99

6 BM.02 14.50 - 15,00 2,580 79,182 1,559 0,870 1,965 0,663 0,080 14,45 23,00 16,47 6,53 3,88 44,96 18,55 32,62

7 BM.03 4,50 - 5,00 2,586 76,567 1,465 0,829 2,118 0,679 0,097 20,55 28,50 21,10 7,40 2,33 45,66 30,82 21,20

8 BM.03 9,50 - 10,00 2,597 76,473 1,582 0,897 1,897 0,655 0,105 19,36 26,00 19,38 6,62 3,08 43,61 31,30 22,02

9 BM.03 14.50 - 15,00 2,601 79,270 1,440 0,804 2,237 0,691 0,101 18,16 52,00 18,87 33,13 2,72 41,66 30,33 25,29

10 BM.04 4,50 - 5,00 2,591 95,910 1,345 0,687 2,774 0,735 0,072 22,86 45,00 26,17 18,83 2,58 41,26 32,88 23,29

11 BM.04 9,50 - 10,00 2,602 72,034 1,606 0,933 1,788 0,641 0,085 20,55 43,00 27,52 15,48 1,53 41,76 33,43 23,49

12 BM.04 14.50 - 15,00 2,587 70,147 1,479 0,870 1,975 0,664 0,117 14,45 30,00 15,83 14,17 1,72 37,11 37,11 24,06
Data Sondir

Anda mungkin juga menyukai