Anda di halaman 1dari 21

BAB IV

SEJARAH BERDIRI
&
PERJUANGAN
MUHAMMADIYAH

Sri Maryati Estin Navira

0
BAB IV
A. PERTEMUAN KELIMA

Deskripsi Materi : Materi pada bab ini membahas mengenai sejarah


bagaimana organisasi Muhammadiyah berdiri dan
perjuangan-perjuangan apa saja yang telah dilakukan
Muhammadiyah selama eksistensi berdirinya, materi ini
memberikan pengetahuan dasar mengenai sejarah
bagaimana sebenarnya awal Muhammadiyah berdiri
serta kontribusi apa saja yang telah Muhammadiyah
lakukan.
Capaian Pembelajaran : Mahasiswa mampu memahami sejarah berdiri, asas,
tujuan serta perjuangan Muhammadiyah
Pokok Bahasan : Sejarah Berdiri & Perjuangan Muhammadiyah
Sub Pokok Bahasan : 1. Sejarah Berdiri Muhammadiyah
2. Asas dan Tujuan Muhammadiyah
3. Perjuangan-perjuangan Muhammadiyah

Materi :

1. Sejarah Berdiri Muhammadiyah

Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga
Muhammadiyah berasal dari dua kata yakni “Muhammad” dan kata “iyah”, Muhammad
dimaksudkan nama nabi Mmuhammad dan kata iyah bermakna pengikut maka
Muhammadiyah dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi
pengikut Nabi Muhammad SAW.

Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak


merefleksikan kepadaperintah-perintah Al-quran, di antaranya
surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat


yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari
yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. Ayat tersebut, menurut para
tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam

1
menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga
mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6
Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha
dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya
organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.

Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung


Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330
H).Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan
untuk memurnikan ajaran Islam yang menurut anggapannya, banyak dipengaruhi hal-
hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan
kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan
diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai
Hogere School Moehammadijah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School
Moehammadijah (sekarang dikenal dengan Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah
Yogyakarta khusus laki-laki, yang bertempat di Jalan S Parman no 68 Patangpuluhan
kecamatan Wirobrajan dan Madrasah Mu'allimat Muhammadiyah Yogyakarta khusus
Perempuan, di Suronatan Yogyakarta yang keduanya skarang menjadi Sekolah Kader
Muhammadiyah) yang bertempat di Yogyakarta dan dibawahi langsung oleh Pimpinan
Pusat Muhammadiyah.

Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama
”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai
Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton
Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton
Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui salat istikharah
Pada masa kepemimpinan Kyai Dahlan (1912-1923), pengaruh Muhammadiyah
terbatas di karesidenan-karesidenan seperti:Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan,
dan Pekajangan, sekitar daerah Pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-cabang
Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul
Karim Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatra Barat dengan membuka
cabang di Sungai Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang
Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatra Barat, dan dari daerah inilah
kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar ke seluruh Indonesia.

2
Faktor yang melatar belakangi berdirinya persyarikatan muhammadiyah secara
garis besar menurut Kamal dan Darban ada dua faktor:

a) Faktor Subyektif

KH.Ahmad Dahlan gemar membaca, mentelaah, membahas dan mengkaji isi


kandungan al-Qur’an, maka sesungguhnya Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah
dalam rangka mentadabburi, mencermati dan melaksanakan kandungan firman-firman
Allah, di antaranya yang terkandung dalam beberpa surat di bawah ini:


    
 
     
 
 
         
      
       
  
    
 
  
 
   
       
 
 
 
  
 
   

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; (Ma'ruf:
segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah
segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya).merekalah orang-orang yang
beruntung. (Ali-Imran: 104)

   
    
   
   
      
  
  
 
   
 
   
 
     
     

“Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya Al Quran itu
bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di
dalamnya” (An-Nisa’: 82)

   
    
   
   
   
  
  
 
   
  
   

“Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?”.
(Muhammad: 24)

KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah karena mengaplikasikan


kandungan firman Allah dalam Qur’an di atas, maka tergerak hatinya untuk
membangun sebuah perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi
yang tugasnya berkhidmat melaksanakan misi dakwah Islam amar ma’ruf dan nahi
munkar ditengah-tengah masyarakat luas.

b) Faktor Obyektif

(1) Faktor obyektif yang bersifat internal

3
 Ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya al-Qur’an dan Sunah
sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam di Indonesia
Sebagaimana yang terdapat dalam sejarah, sebelum agam Islam masuk ke
Indonesia, masyarakat Indonesia telah menganut agama Hindu ada juga yang
Budha, peninggalan kepercayaan agama Hindu dan Budha terhadap
animisme dan dinamisme masih kental terasa dalam kehidupan masyarakat
Indonesia, yang masih mempercayaai banda-benda keramat, kuburan,
tempat-tempat khusus yang dianggap memiiki kekuatan magis yang mereka
yakini dapat membantu dan mengabulkan semua keinginan mereka, padahal
dalam agama Islam sejatinya memiliki tauhid yang murni, bersih dari beberapa
hal di atas.

   
     
    
   
  

“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami
meminta pertolongan” (al-Fatiha: 5) (Na'budu diambil dari kata 'ibaadat: kepatuhan dan
ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai
Tuhan yang disembah, karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang
mutlak terhadapnya.)-(Nasta'iin (minta pertolongan), terambil dari kata isti'aanah:
mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak
sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri.)

(2) Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapakan
generasi yang siap mengemban tugas selaku “Khalifah Allah di muka
Bumi”.

Salah satu lembaga pendidikan khas yang dimiliki umat Islam ialah pondok
pesantren, dilihat dari sejarahnya sistem pendidikan ini sudah berkembang sejak
zaman Hindu dan Budha yang dikenal dengan nama Ashram yang di dalamnya
terdapat para cantrik (santri) yang tinggal bersama-sama guru (resi), sisntem ini terus
berlanjut ketika Indonesia memasuki zaman Islam, pondok pesantren telah banyak
memberikan sumbangsi bagi nusa dan bangsa sejak sebelum kemerrdekaan lewat
lembaga inilah lahirnya kader-kader umat bangsa yang menanamkan semangat
nasionalisme dan patrio bangsa kepada para santrinya.

Dihadapkan pada kemajuan zaman sistem pondok pesantren dirasa kurang


memadai dalam rangka mengantisipasi kemajuan zaman, karena pada saat itu
kurikulum pondok pesantren hanya mengajarkan mata pelajaran agama dalam ruang

4
lingkup sempit, terbatas pada bidang; tafsir, hadits, fiqih, bahasa arab, aqidah, akhlak,
tasawuf, ilmu falaq, dan ilmu mantiq, sedangkan mata pelajaran yang menyangkut
masalah keduaniaan tidak dipelajari, seperti: sejarah, ekonomi, sosiologi, fisika, kimia,
matematika dll, padahal ilmu-ilmu ini sangat perlu dipahami dan dipelajari guna
menjalankan tugas-tugas keduniaan yang harus diemban sebagai khalifah Allah di
muka Bumi. Karena ilmu-ilmu keagamaan dan ilmu-ilmu keduaniaan sangat penting
maka KH. Ahmad Dahlan memadukan kedua sistem pendidikan tersebut.

(3) Faktor obyektif bersifat eksternal

 Meningkatnya gerakan kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia Misi


belanda ketika menjajah Indonesia dikenal dengan tiga G;

G= Glory (menang), motif politik untuk menjajah dan menguasai negeri


jajahannya sebagai daerah kekuasaan

G= Gold (emas/kekayaan), motif untuk mengeksploitasi, memeras, dan


mengeruk harta kekayaan negei jajahan

G= Gospel, motif menyebarluaskan ajaran kristiani kepada anak negeri


jajahannya, bisa dimaknai dengan motif mengubah agama penduduk menjadi
kristen

Untuk mewujudkan motif di atas pemerintah Belanda menggarap penduduk


Indonesia dengan dua langka;

Pertama, program Asosiasi; merupakan program pembudayaan dalambentuk


mengembangkan budaya barat sedemikian rupa sehungga orang Indonesia mau
menerima kebudayaan barat sebagai kebudayaan mereka, tanpa menghilangkan
kebudayaan yang dimiliki Indonesia sendiri, program ini sering disebut Westernisasi.

Kedua, program kristenisasi yakni program yang ditujukan untuk mengubah agama
penduduk, dari agama apapun menjadi agama Kristen, program ini semakin meningkat
pada masa pimpinan Gubernur Jenderal A.W.F Indenburg (1909-1916), program ini
dikenal dengan kristening politik.

 Penjajahan bangsa-bangsa Eropa terutama Belanda

Kedatangan bangsa-bangsa Eropa terutama Belanda ke Indonesia, khususnya


dalam aspek kebudayaan, peradaban, dan keagamaan telah banyak membawah
pengaruh buruk terhadap perkembangan Islam di Indonesia, lewat pendiidkan model
barat yang dikembangkan oleh Belanda dengan ciri khas yang menonjolkan sifat

5
intelektualistik, individualistik, elitis, diskriminatik, serta sama sekali tidak
memperhatikan dasar-dasar dan asas-asas moral keagamaan, maka lahirlah generasi
baru bangsa Indonesia yang terpengaruh paham rasionalisme dan individualisme
dalam pola berpikir mereka, meninggalkan ajaran agama Islam.

 Pengaruh dari gerakan pembaharuan dalam dunia Islam

Dari sekian faktor yang melatar belakangi berdirinya Muhammadiyah menurut


Mukti Ali, ada empat faktor yang menonjol, yaitu:

1) Ketidak bersihan atau bercampur aduknya kehidupan agama Islam di


Indonesia

2) Ketidak efisiennya lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada

3) Aktivitas misi-misi katolik dan prostestan

4) Sikap acuh tak acuh malah kadang-kadang sikap merendahkan dari golongan
lain terhadap Islam.

2. Asas dan Tujuan Muhammadiyah

a. Asas Muhammadiyah

Asas Muhammadiyah pada awal didirikan ialah; Islam, pada tahun 1985 asa
muhammadiyah mengalami perubahan menjadi asas pancasila, alasan perubahan
asas ini dikarenakan dalam UU No.8 tahun 1985 mewajibkan setiap organisasi harus
menyesuaikan asas organisasinya dengan pancasila sebagai satu-satunya asas.

b. TujuanMuhammadiyah

Tujuan pertama kali muhammadiyah didirikan Pertama: Menyebarkan


pengajaran agama kanjeng nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumi putera
dalam residen Yogyakarta. Dan tujuan Kedua: memajukan hal agama kepada anggota-
anggotanya.

Pada tahun 1921 tujuan muhammadiyah mengalami perubahan berdasarkan


besluit gubernur jendral pada tanggal 2 september 1912 No. 36 adapun perubahannya
seperti di bawah ini:

1) Memajukan dan menggembirakan pengajaran agama Islam di Hindia Nederland

2) Memajukan dan menggembirakan cara kehidupan sepanjang kemauan agama


Islam kepada segala sekutunya

6
Pada tahun 1950 merumuskan maksud dan tujuan muhammadiyah mengalami
perubahan, yang terdapat dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah pasal 3 yaitu:
“Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujunya masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya”.

Perubahan berikutnya pada masa Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Solo


adapun bunyi perubahannya “Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam
sehingga terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai Allah
Subhanahu Wata’alah”

Perubahan berikutnya terjadi pada Muktamar ke-45 di Malang Jawa Timur


tahun 2005 yang berisi “Meneggakan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga
terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.”

3. Perjuangan Muhammadiyah

a. Perjuangan Muhammadiyah masa Hindia Belanda

Pada masa penjajahan kolonial Belanda, organisasi muhammadiyah aktif


menjalankan gerakan pembaharuan di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang
pada masa itu masyarakat Indonesia menjalankan ajaran-ajaran Islam yang
terkontaminasi oleh bid’ah, syirik dan khurafat. Dibawah pimpinan KH. Ahmad Dahlan
gerakan pembaharuan muhammadiyah mengutamakan jalan edukatif-paedagogis.

Di Indonesia sampai pada abad ke-19 Masehi, pola pendidikannya dualistik,


yakni sistem pendidikan kolonial dan sistem pendidikan Islam tradisional, kedua sistem
tersebut memiliki perbedaan mendasar dari segi metode, kurikulum dan tujuan dari
pembelajaran itu sendiri. Diperparah dengan kebijakan politik dimana sekolah yang
didirikan pemerintah Belanda dikhususkan hanya untuk orang Belanda dan orang
Indonesia yang berasal dari golongan priyayi.

Kebijakan politik etis mengakibatkan bermunculannya lembaga pendidikan


sekolah, mulai dari tingkat sekolah rendah hingga menengah pada tahun 1903
pemerintah kolonial Belanda mulai mendirikan sekolah rendah diberi nama Volkschool
(sekolah rakyat) dengan masa belajar tiga tahun kemudian lanjut ke program
Verlvolgshool (sekolah lanjutan) selama dua tahun. Selanjutnya Meer Uitgebreid Leger
Onderwijs (Mulo) sekolah jenjang setingkat dengan sekolah menengah pertama
(SMP), kemudian Algemeene Middelbare School (SMA), sesuai dengan politik
sekolah-sekolah tersebut hanya berfokus pada pengetahuan (Knowledge), pendiidkan
kolonial bersifat individualistik dan kurang memperhatikan asas-asas moral.

7
Maraknya lembaga pendidikan yang didirikan oleh kolonial Belanda dengan
sendirinya berdampak pada pendidikan Islam yang pada masa itu masih tradisional
seperti pesantren, lembaga pendidikan tradisional ini tidak mampu mengimbangi
lembaga pendidikan yang sekuler yang didirikan oleh Belanda. Pada awal abad ke-20
kalangan muslim Indonesia mulai muncul kesadaran untuk mengatasi perkembangan
pendidikan Islam yang mengalami keterbelakangan, sehingga muncul upaya untuk
mendirikan lembaga pendidikan Islam bercorak modern, salah satu bentuk nyata dari
pemikiran tersebut ialah lembaga pendidikan Islam Muhammadiyah, cikal bakal
lembaga pendidikan Islam Muhammadiyah dimulai 1 Desember 1911, yang didirikan
KH. Ahmad Dahlan yang diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah lahirnya
lembaga pendidikan dalam Muhammadiyah sebagai alat mencapai tujuan dari
Muhammadiyah itu sendiri.

b. Perjuangan Muhammadiyah masa Jepang

Pada masa penjajahan Jepang, perjuangan Muhammadiyah melalui tokohnya


KH. Mas Mansur. Pada tanggal 9 Maret KH. Mas Mansur bersama bung Karno, Bung
Hatta, dan Ki Hadjar Dewantara mereka dijuluki empat serangkai menduduki kunci
dalam gerakan PUTERA, gerakan ini memberikan pimpinan dan arahan kepada umat
Islam Indonesia yang pada saat itu dalam tekanan militerisme Jepang. Pada masa
penjajahan Jepang tokoh-tokoh Muhammadiyah dan tokoh-tokoh aliran nasionalisme
berdiri dibarisan paling depan untuk melindungi rakyat Indonesia dari tekanan fisik dan
psikis dampak penjajahan Jepang. Tokoh-tokoh (Mulyadi djojomartono, Kasman
singodimejo, Sudirman) Muhammadiyah ikut andil dalam tentara PETA (Pembela
Tanah Air) untuk menyiapkan diri untuk proklamasi kemerdekaan.

Tentara PETA telah berperan besar dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.


Beberapa tokoh nasional yang dulunya tergabung dalam PETA antara lain mantan
presiden Soeharto dan Jendral Besar Soedirman. Veteran-veteran tentara PETA telah
menentukan perkembangan dan evolusi militer Indonesia, antara lain setelah menjadi
bagian penting dari pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR), Tentara Keamanan
Rakyat (TKR), Tentara Keselamatan Rakyat, Tentara Republik Indonesia (TRI) hingga
akhirnya TNI. Karena hal ini, PETA banyak dianggap sebagai salah satu cikal bakal
dari Tentara Nasional Indonesia.

Pembentukan PETA dianggap berawal dari surat Raden Gatot


Mangkoepradja kepada Gunseikan (kepala pemerintahan militer Jepang) pada bulan
September 1943 yang antara lain berisi permohonan agar bangsa Indonesia

8
diperkenankan membantu pemerintahan Jepang di medan perang. Pada
pembentukannya, banyak anggota Seinen Dojo (Barisan Pemuda) yang kemudian
menjadi anggota senior dalam barisan PETA. Ada pendapat bahwa hal ini merupakan
strategi Jepang untuk membangkitkan semangat patriotisme dengan memberi kesan
bahwa usul pembentukan PETA berasal dari kalangan pemimpin Indonesia sendiri.
Pendapat ini ada benarnya, karena, sebagaimana berita yang dimuat pada koran "Asia
Raya" pada tanggal 13 September1943, yakni adanya usulan sepuluh ulama: K.H. Mas
Mansyur, KH. Adnan, Dr. Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Guru H. Mansur, Guru
H. Cholid. K.H. Abdul Madjid, Guru H. Jacob, K.H. Djunaedi, U. Mochtar.

Sumbangsih dan peranan tentara PETA dalam masa Perang Kemerdekaan


Indonesia sangatlah besar. Demikian juga peranan mantan Tentara PETA dalam
kemerdekaan Indonesia. Beberapa tokoh yang dulunya tergabung dalam PETA antara
lain mantan presiden Soeharto dan Jendral Besar Soedirman. Mantan Tentara PETA
menjadi bagian penting pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI), mulai
dari Badan Keamanan Rakyat (BKR), Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Tentara
Keselamatan Rakyat, Tentara Republik Indonesia (TRI) hingga TNI. Untuk mengenang
perjuangan Tentara PETA, pada tanggal 18 Desember 1995 diresmikan monumen
PETA yang letaknya di Bogor, bekas markas besar PETA.

c. Perjuangan Muhammadiyah masa Awal Republik

Pada akhir penjajahan Jepang tokoh-tokoh muhammadiyah ikut mendorong


aliran Islamisme dan aliran nasionalisme berrmuara ke pancasila, pancasila
diibaratkan sebagai muara bertemunya Indonesia merdeka, dimana pada masa
penjajahan Belanda dan pada masa militerisme Jepang kedua aliran itu (Islamisme
dan Nasionalisme) diadu domba dalam kerangka politik Devide et Impera,
namunberkat jiwa dan semangat “Ukhuwah Wathaniyah”, yang ditumbuhkan oleh
Muhammadiyah dalam barisan “Hizbul Wathon” maka politik Devide et Impera itu
dapat dicegah.

Tidak berlebihan kiranya untuk menegaskan konsepsi negara pancasila adalah


hasil renungan dan pemikiran matang dan mendalam dari tokoh-tokoh pemimpin
Nasionalisme dan Islamisme bangsa Indonesia, yang secara dewasa dan realistis ingin
menempatkan negara dan bangsa Indonesia dengan segala kemajemukannya di
tengah-tengah situasi dan kondisi modern dengan tuntutan serta tantangan kemajuan
zaman dari dunia internasional.

9
d. Perjuangan Muhammadiyah masa Orde Lama

Pada masa Orde Lama muahmmadiyah mempelopori berdirinya partai Islam


Indonesia (PII) melalui ketua PP Muhammadiyah KH. Mas Mansur tahun 1938. pada
tahun 1945 muhammadiyah menjadi pendukung utama berdirinya partai Islam
Masyumi yang dideklarasikan di sekolah madrasah Mu’almin Yogyakarta milik
muhammadiyah. Masa pemerinthan orde lama di bawah pimpinan presiden Soekarno,
muhammadiyah menolak NASAKOM. Pada saat pemberontakan PKI tahun 1965 PP
muhammadiyah membentuk KOKAM (komando keamanan muhammadiyah) dan
bekerjasama dengan RPKAD disetiap daerah untuk menumpas pemberontakan PKI.

Bentuk kerjasama pemerintah dengan organisasi muhammadiyah pada tanggal


1 Oktober 1965 Lukman Harun menyampaikan kepada peserta kursus kader pemuda
muhammadiyah di universitas muhammadiyah kebayoran baru Jakarta:

1) Gerakan 30 September telah membentuk dewan revolusi serta mendemisioner


kabinet dwikora (perebutan kekuasaan)

2) Informasi yang dikumpulkan, bahwa yang mendalangi perebutan kekuasan


tersebut ialah PKI (D.N. Aidit)

3) Kepada seluruh pimpinan dan anggota pemuda muhammadiyah diinstruksikan


untuk:

a) Siap dan waspada menghadapi segala kemungkinan yang terjadi guna


membela negara, bangsa dan agama.

b) Mengadakan kerjasama yang sebaik-baiknya dengan kekeuatan-kekuatan


anti gerakan 30 September tersebut. Maka disepakati membentuk komando
kesiapsiagaan angkatan muda muhammadiyah yang disingkat dengan
KOKAM berkerja sama dengan ABRI untuk menumpas PKI di tanah air.

Bentuk nyata penolakan terhadap gerakan 30 September ialah, pada tanggal 2


Oktober 1965 sepakat menyatakan partai politik dan ormas yang ada mengutuk
gerakan revolusi yang menamakan diinya Gerkan 30 September yang disebut juga
dewan revolusi, mengakui Bng Karno sebagai pemimpin besar revolusi atau presiden
seumur hidup/panglima tertinggi angkatan darat bersenjata RI dan mendesak kepada
pemerintah untuk menindak tegas siapa saya yang mendalangi dan mendukung
gerkan kontra revolusi dan membubarkan organisasi-organisasi yang terlibat.

Pernyataan di atas ditanda tangani oleh:

10
NU : H.M. Subchan, Z.E

PSII : H. Anwar Cokroaminoto

Partai Katolik : R.G. Duriat

IPKI : S. Rasyid M.L

Muhammadiyah : Muhammad Mawardi

Sekber Golkar : Kamil Prawiratomo

Gasbinda : Agus Sudomo

Gemuis : Lukman Harun

KBKI : A. Samadi

Progres dalam penumpasan gerakan 30 September tetap berlanjut, pada


tanggal 4 Oktober 1965, diadakan rapat umum dilaksanakan di Sunda Kelapa dengan
pembicara; Subchan, Yahya Ubaid, Projokusumo, Lukman Harun, Tejamulya, dan
Syekh Marhaban, dalam rapat umum tersebut dihadiri oleh ribuan mahasiswa,
pemuda, pelajar dan rakyat umum, hasil rapat ini menyepakati bersama terbentuknya
“Kesatuan Aksi Pengayangan Kontra Revolusi Gerakan 30 September” yang dikenal
dengan KAP GESTAPU, dengan anggota kepengurusan di bawah ini:

Ketua : Subchan, Z.E (NU)

Sekjen : Harry Tjan (Katolik)

Sekretari/pengerahan massa : Lukman Harun (Muhammadiyah)

Keamanan : Erwin Baharuddin (IPKI)

Keuangan : Syafruddin Harahap (HMI)

Tanggal 9 Nopember 1965 diadakan rapat raksasa di lapangan Benteng


Jakarta. Dalam rapat itu antara lain disampaikan pidato Komando PP Muhammadiyah
oleh keta K.A.H Badawi tentang keputusan Rakerpim Muhammadiyah seluruh
Indonesia pada bulan Nopember 1965 yang berisi: “Mensirnakan Gestapu/PKI
termasuk ibadah”. KOKAM sebagai kekuatan inti Pemuda Muhammadiyah
diperintahkan untuk melakukan instruksi tersebut dengan sebaik-baiknya ke seluruh
Indonesia.

e. Perjuangan Muhammadiyah masa Orde Baru

Pada awal orde baru muhammadiyah terlibat dalam pendirian partai muslimin
Indonesia (parmusi), partai yang diklaim sebagai lanjutan partaai masyumi yang

11
dibubarkan presiden Suekarno pada tahun 1960. Muhammadiyah berperan aktif dalam
setiap kebijakan politik yang diambil pada masa orde baru, selama kebijakan tersebut
menyangkut persoalan kehidupan beragama, seperti penumpasan gerakan PKI,
kemudian muhammadiyah ikut dalam memberikan sumbangan pemikiran terhadap
usulan pemerintah kepada DPR mengenai rancangan undang-undang perkawinan
berdasarkan ajaran Islam.

Kondisi sosial politik pada masa awal orde baru menimbulkan harapan baru
bagi umat Islam di Indonesia, pemerintah mulai mengerahkan kekuatan sosial politik
untuk mensukseskan pembangunan di Indonesia, salah satu upaya pemerintah
melakukan kerjasama dengan pemimpin ulama yang ada, masuk ke dalam wadah
majelis ualam indonesia (MUI), lembaga keagamaan ini semula merupakan organisasi
yang bersifat regional yang dikembangkan pemerintah sebagai upaya konsolidasi
ulama diberbagai daerah yang rawan akan politik seperti; Jawa Barat dan Aceh.
Keberhasilan MUI dalam menyelesaikan konflik keagamaan. Sikap muhammadiyah
terhadap lahirnya MUI dan MU di daerah terlihat dari menjabatnya Hamka dan Hasan
Basri sebagai ketua, sikap resmi muhamamdiyah dinyatakan dalam Raker pimpinan
tingkat pusat pada tahun 1976 yang menyatakan bahwa muhammadiyah di seluruh
daerah menjalin hubungan yang baik dengan anggotanya yang menduduki majelis
ulama tersebut.

Pada tahun 1966 muhammadiyah terjun ke dunia politik praktis dengan


mendukung berdirinya parmusi, sejak itu muhammadiyah menempatkan wakil-wakilnya
di berbagai lembaga legislatif baik yang ada di daerah maupun di pusat, untuk pilihan
pertama jelas tidak mungkin karena bertentangan dengan keputusan Muktamar
muhammadiyah di Bandung pada tahun 1965, yang berbunyi “sekali muhammadiyah
tetap muhammadiyah dan tidak menjadi partai politik”. maka jika disimpulkan
muhammadiyah bukan organisasi politik, akan tetapi muhammadiyah tidak apatis
terhadap politik.

f. Perjuangan Muhammadiyah masa Reformasi

Puncak perjuangan muhammadiyah dalam politik praktis terjadi pada awal


reformasi, pada saat sidang Tanwir Muhammadiyah di Semarang tanggal 5-7 Juli
1998, diputuskan muhamamdiyah memberikan izin kepada Amien Rais yang pada saat
itu sedang menjabat sebagai ketua PP Muhammadiyah untuk melakukan ijtihad politik
mendirikan partai politik yang berdiri diluar organisasi muhammadiyah, partai tersebut
bernama partai amanat nasional (PAN). Muhammadiyah dengan politik memang bukan

12
hal baru, terlebih dalam buku Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, terdapat
bahasan bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara warga muhammadiyah
perlu ambil bagian dan tidak boleh apatis dengan kehidupan berpolitik.

Paham politik yang dianut muhammadiyah lebih dimaknai sebagai organisatoris


merupakan politik moral bukan politik praktis, karena pada hakikatnya sejak
muhammadiyah didirikan, muhammadiyah sudah memposisikan sebagai organisasi
gerakan dakwah non politik, meskipun realitas politik muhammadiyah membuktikan
muhammadiyah pernah bergerak secara politik keterlibatan muhammadiyah hanya
dilini-lini tertentu tidak secara total keseluruhan. Peranan yang paling menonjol yang
dilakukan muhammadiyah pada masa reformasi ialah reprentasi dari kekuatan civil
society, hal ini dibuktikan dengan di bawah kepemimpinan Amien Rais muhammadiyah
melakukan oposisi langsung menyerang legitimasi kekuasaan presiden Soeharto,
dengan mengangkat isu anti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), muhammadiyah
bersama Amien Rais mendorong perubahan sistem politik Indonesia kearah sistem
demokratis, dimana sistem demokratis lebih menghargai kemanusiaan, keadilan dan
keterbukaan.

Masa reformasi dekat dengan zaman yang mengalami perubahan kearah


kemajuan maka Haedar Nashir menjelaskan abad ke 20 menuju ke 21 disebut
Millenium ketiga, era menuju ke modernisasi perkembangan semakin canggih dan
kompleks, sehubungan dengan itu Muhammadiyah dengan segenap komponen
didalamnya mampu memberikan solusi atas berbagai persoalan aktual kehidupan baik
mengenai keagamaan maupun dalam konteks luar agama, hal ini ditunjukan dengan
adanya amal-amal usaha yang dimiliki oleh Muhammadiyah membuktikan bahwa
Muhammadiyah ikut berperan aktif dalam perubahan zaman.

Gerakan Muhammadiyah harus mempersiapkan kader-kadernya sehingga


melahirkan sumber daya manusia yang menjadi pengerak inti dari gerakan
Muhammadiyah yang memiliki komitmen dalam mengamban tugas misi persyarikatan,
dalam kondisi era global sekarang ini. Sehubungan dengan berbagai tantangan
perkembangan zaman maka kader muhammadiyah harus memposisikan ulang
konteks gerakan yang sesuai dengan tuntutan. Beberapa pemikiran berikut ini perlu
dipertimbangkan dengan prasyarat untuk memenuhi tuntutan itu:

1) Secara kelembagaan bahwa istitusi penyelenggara kaderisasi (BPKPAMM)


harus memiliki posisi dan peran sentral dalam muhammadiyah yang memiliki

13
otoritas dalam struktur organisasi muhammadiyah sehingga dapat
menghasilkan kader-kader yang berkualitas

2) Secara konseptual operasional kaderisasi harus dirancang dalam bangunan


yang konprehensif meliputi kaderisasi dalam institusi pendidikan, keluarga, dan
organisasi otonom muhammadiyah

3) Diperlukan dukungan infrakstruktur dan fasilitas yang optimal untuk


meningkatkan SDM kader Muhammadiyah saat ini

Pada masa era reformasi ini maraknya informasi bernuansa pornografi dan
pornoaksi muhammadiyah mendesak kepada lembaga-embaga legistatif (DPR RI)
untuk memberikan prioritas utama agar DPR RI fokus membahas RUU APP ini, Tanwir
Muhammadiyah di Makasar tahun 2003, Muhammadiyah telah menegaskan sikapnya
tentang kegaitan pornografi dan pornoaksi, “DPR perlu segera membahas dan
mengesahkan RUU tentang pornografi sebagai prioritas utama dalam proses legislatif
demi kepentingan membangun moralitas bangsa”.

Sehubungan dengan hal di atas dalam Muktamar Muhammadiyah ke-45


merekomendasikan agar kekuatan-kekuatan Islam dan komponen-komponen
masyarakat secara bersama-sama memberantas segala bentuk kemunkaran dalam
tubuh bangsa, muhammadiyah perlu meningkatkan kerja sama dengan ormas Islam
serta masyarakat untuk memberantas segala bentuk kemunkaran yang ada di negeri
ini.

4. Soal Esssay

1) Jelaskan faktor objektif yang bersifat internal, yang melatar belakangi berdirinya

organisasi Muhammadiyah?

2) Berikan argumentasi anda mengenai “Muhammadiyah tidak berpolitik, akan tetapi

ikut dalam kebijakan politik”.?

3) Jelaskan definisi dari politik Devide et Impera?

4) Jelaskan perjuangan yang Muhammadiyah lakukan pada masa:

a) Penjajahan Belanda

b) Penjajahan Jepang

c) Awal Republik

d) Orde Lama

14
e) Orde Baru

f) Masa Reformasi

5) Jelaskan isi tafsiran Qur’an surat Ali-Imron: 104, yang menjadi faktor subjektif

berdirinya Muhammadiyah?

6) Apa definisi dari Glory, Gold, Gospel misi yang di bawah oleh Belanda pada

saat menjajah Indonesia?

7) Jelaskan perbedaan Tujuan Muhammadiyah pada Muktamar ke-41 dan Tujuan

Muhammadiyah pada Muktamar ke-45?

8) Jelaskan faktor penyebab perubahan asas Muhammadiyah, dari asas Islam

berubah ke asas Pancasila?

5. Rangkuman

Sejarah Berdiri Muhammadiyah

Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga
Muhammadiyah berasal dari dua kata yakni “Muhammad” dan kata “iyah”, Muhammad
dimaksudkan nama nabi Mmuhammad dan kata iyah bermakna pengikut maka
Muhammadiyah dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi
Muhammad SAW.

Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung


Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H).
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan
untuk memurnikan ajaran Islam yang menurut anggapannya, banyak dipengaruhi hal-
hal mistik.

Faktor yang melatar belakangi berdirinya persyarikatan muhammadiyah secara


garis besar menurut Kamal dan Darban ada dua faktor:

a) Faktor Subyektif

KH.Ahmad Dahlan gemar membaca, mentelaah, membahas dan mengkaji isi


kandungan al-Qur’an, maka sesungguhnya Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah
dalam rangka mentadabburi, mencermati dan melaksanakan kandungan firman-firman
Allah

KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah karena mengaplikasikan


kandungan firman Allah dalam Qur’an di atas, maka tergerak hatinya untuk

15
membangun sebuah perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi
yang tugasnya berkhidmat melaksanakan misi dakwah Islam amar ma’ruf dan nahi
munkar ditengah-tengah masyarakat luas.

b) Faktor Obyektif

(1) Faktor obyektif yang bersifat internal

 Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu


menyiapakan generasi yang siap mengemban tugas selaku
“Khalifah Allah di muka Bumi”.

(2) Faktor obyektif bersifat eksternal

 Meningkatnya gerakan kristenisasi di tengah-tengah masyarakat


Indonesia

 Penjajahan bangsa-bangsa Eropa terutama Belanda

 Pengaruh dari gerakan pembaharuan dalam dunia Islam

Asas dan Tujuan Muhammadiyah

Asas Muhammadiyah pada awal didirikan ialah; Islam, pada tahun 1985 asas
muhammadiyah mengalami perubahan menjadi asas pancasila.

Tujuan Muhammadiyah

Tujuan pertama kali muhammadiyah didirikan Pertama: Menyebarkan


pengajaran agama kanjeng nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumi putera
dalam residen Yogyakarta. Dan tujuan Kedua: memajukan hal agama kepada anggota-
anggotanya. Perubahan berikutnya terjadi pada Muktamar ke-45 di Malang Jawa
Timur tahun 2005 yang berisi “Meneggakan dan menjunjung tinggi agama Islam
sehingga terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.”

Perjuangan Muhammadiyah

Perjuangan Muhammadiyah masa Hindia Belanda

Pada masa penjajahan kolonial Belanda, organisasi muhammadiyah aktif


menjalankan gerakan pembaharuan di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang
pada masa itu masyarakat Indonesia menjalankan ajaran-ajaran Islam yang
terkontaminasi oleh bid’ah, syirik dan khurafat. Dibawah pimpinan KH. Ahmad Dahlan
gerakan pembaharuan muhammadiyah mengutamakan jalan edukatif-paedagogis.

16
Perjuangan Muhammadiyah masa Jepang

Pada masa penjajahan Jepang, perjuangan Muhammadiyah melalui tokohnya


KH. Mas Mansur. Pada tanggal 9 Maret KH. Mas Mansur bersama bung Karno, Bung
Hatta, dan Ki Hadjar Dewantara mereka dijuluki empat serangkai menduduki kunci
dalam gerakan PUTERA, gerakan ini memberikan pimpinan dan arahan kepada umat
Islam Indonesia yang pada saat itu dalam tekanan militerisme Jepang. Pada masa
penjajahan Jepang tokoh-tokoh Muhammadiyah dan tokoh-tokoh aliran nasionalisme
berdiri dibarisan paling depan untuk melindungi rakyat Indonesia dari tekanan fisik dan
psikis dampak penjajahan Jepang. Tokoh-tokoh (Mulyadi djojomartono, Kasman
singodimejo, Sudirman) Muhammadiyah ikut andil dalam tentara PETA (Pembela
Tanah Air) untuk menyiapkan diri untuk proklamasi kemerdekaan.

Perjuangan Muhammadiyah masa Awal Republik

Pada akhir penjajahan Jepang tokoh-tokoh muhammadiyah ikut mendorong


aliran Islamisme dan aliran nasionalisme berrmuara ke pancasila, pancasila
diibaratkan sebagai muara bertemunya Indonesia merdeka, dimana pada masa
penjajahan Belanda dan pada masa militerisme Jepang kedua aliran itu (Islamisme
dan Nasionalisme) diadu domba dalam kerangka politik Devide et Impera,
namunberkat jiwa dan semangat “Ukhuwah Wathaniyah”, yang ditumbuhkan oleh
Muhammadiyah dalam barisan “Hizbul Wathon” maka politik Devide et Impera itu
dapat dicegah.

Perjuangan Muhammadiyah masa Orde Lama

Pada masa Orde Lama muahmmadiyah mempelopori berdirinya partai Islam


Indonesia (PII) melalui ketua PP Muhammadiyah KH. Mas Mansur tahun 1938. pada
tahun 1945 muhammadiyah menjadi pendukung utama berdirinya partai Islam
Masyumi yang dideklarasikan di sekolah madrasah Mu’almin Yogyakarta milik
muhammadiyah. Masa pemerinthan orde lama di bawah pimpinan presiden Soekarno,
muhammadiyah menolak NASAKOM. Pada saat pemberontakan PKI tahun 1965 PP
muhammadiyah membentuk KOKAM (komando keamanan muhammadiyah) dan
bekerjasama dengan RPKAD disetiap daerah untuk menumpas pemberontakan PKI.

Perjuangan Muhammadiyah masa Orde Baru

Pada awal orde baru muhammadiyah terlibat dalam pendirian partai muslimin
Indonesia (parmusi), partai yang diklaim sebagai lanjutan partaai msyumi yang
dibubarkan presiden Suekarno pada tahun 1960. Muhammadiyah berperan aktif dalam

17
setiap kebijakan politik yang diambil pada masa orde baru, selama kebijakan tersebut
menyangkut persoalan kehidupan beragama, seperti penumpasan gerakan PKI,
kemudian muhammadiyah ikut dalam memberikan sumbangan pemikiran terhadap
usulan pemerintah kepada DPR mengenai rancangan undang-undang perkawinan
berdasarkan ajaran Islam.

Perjuangan Muhammadiyah masa Reformasi

Puncak perjuangan muhammadiyah dalam politik praktis terjadi pada awal


reformasi, pada saat sidang Tanwir Muhammadiyah di Semarang tanggal 5-7 Juli
1998, diputuskan muhamamdiyah memberikan izin kepada Amien Rais yang pada saat
itu sedang menjabat sebagai ketua PP Muhammadiyah untuk melakukan ijtihad politik
mendirikan partai politik yang berdiri diluar organisasi muhammadiyah, partai tersebut
bernama partai amanat nasional (PAN). Muhammadiyah dengan politik memang bukan
hal baru, terlebih dalam buku Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, terdapat
bahasan bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara warga muhammadiyah
perlu ambil bagian dan tidak boleh apatis dengan kehidupan berpolitik.

6. Soal Plihan Ganda

Pilih a, b, c, d dan e jawaban yang benar yang paling benar!

1. Isi keputusan Muktama Muhammadiyah yang dilaksanakan di Bandung pada tahun


1965, berhubungan dengan peran Muhammadiyah dalam politik ialah?

a. Sekali muhamamdiyah tetap muhammadiyah dan tidak menjadi partai

b. Sekali muhammadiyah tetap muhammadiyah dan berpolitik

c. Muhamamdiyah merupakan partai politik

d. Muhammadiyah gerakan yang apatis terhadap politik

e. Muhamamdiyah gerakan Islam yang berpolitik

2. KOKAM (komando keamanan muhammadiyah) pada masa orde apa?

a. Orde lama

b. Awal republik

c. Masa reformasi

d. Masa penjajahan Jepang

e. Masa penjajahan Belanda

18
3. Pada tanggal, bulan dan tahun apa Muhamamdiyah berdiri?

a. 8 Dzulhijjah 1330 H

b. 18 November 1912 M

c. 9 Dzulhijjah 1330 H

d. 17 November 1912 M

e. Jawaban a dan c benar

4. Asas Muhammadiyah mengalami perubahan dari asas Islam beralih pada asas
Pancasila terjadi pada tahun?

a. 1950

b. 1952

c. 1985

d. 1984

e. 1955

5. Hasil Muktamar ke-45 di Malang, Tujuan Muhammadiyah berisikan?

a. Memajukkan dan menggembirakan pengajaran agama Islam di Hindia


Nederland

b. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujudnya


masyarakat utama, adil, dan makmur yang diridhai Allah Subhanahu Wata’alah

c. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujudnya


masyarakat Islam yang sebenar-benarnya

d. Memajukkan dan menggembirakan pengajaran agama Islam

e. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujudnya


masyarakat utama, adil, dan makmur

6. Masa orde lama di bawah kepemimpinan Soekarno muhmmadiyah pernah


menolak?

a. NASAKOM

b. PETA

c. Politik Devide et Impera

d. Partai Islam Indonesia (PII)

19
e. KOKAM

7. Referensi

Nasution, Sejarah Pendidikan Indonesia, Bandung: Jemmar (2010)

Abdul Munir Mulkhan, Pemikiran Kyai Haji Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah
dalam Perspektif Perubahan Sosial, Jakarta: Bumi Aksara. (1990)
Mustafa pasha dan Ahmad Darban, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam: dalam
Perspektif Historis dan Idiologi, Yogyakarta: LPPI, (2003)
Ruskan, dkk, Gerakan Pembaharuan Islam, Palembang: Insan Cendekia, (2019)

Selamet A, dan Muslich, Seabad Muhammadiyah dalam Pergumulan Budaya


Nusantara, Yogyakarta: CV. Berdikari. (2010)

20

Anda mungkin juga menyukai