Anda di halaman 1dari 153

ANALISIS DINDING PENAHAN TANAH PADA LERENG

SUNGAI DENGAN DINDING BETON KANTILEVER SEBAGAI


ALTERNATIF PENCEGAHAN LONGSOR
(STUDI KASUS : SUNGAI LUNGUN SABANAR BARU KAB. BULUNGAN)

SKRIPSI

OLEH :
AGRARIO EZRA JONI
1640301020

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
TARAKAN
2021
ANALISIS DINDING PENAHAN TANAH PADA LERENG
SUNGAI DENGAN DINDING BETON KANTILEVER SEBAGAI
ALTERNATIF PENCEGAHAN LONGSOR
(STUDI KASUS : SUNGAI LUNGUN SABANAR BARU KAB. BULUNGAN)

SKRIPSI

OLEH :
AGRARIO EZRA JONI
1640301020

Skripsi ini di susun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknik pada Universitas Borneo Tarakan

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BORNEO
TARAKAN 2021

ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi dengan judul “ Analisis Dinding
Penahan Tanah Pada Lereng Sungai Dengan Dinding Beton Kantilever
Sebagai Alternatif Pencegahan Longsor. Studi Kasus, Sungai Lungun
Sabanar Baru Kab. Bulungan” adalah karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak terbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantunkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Penulisan ini ditulis dengan mengikuti kaidah penulisan ilmiah.

Tarakan, Oktober 2021

Agrario Ezra Joni


NPM 1640301020

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Analisis Dinding Penahan Tanah Pada Lereng Sungai Dengan


Dinding Beton Kantilever Sebagai Alternatif Pencegahan
Longsor. Studi Kasus, Sungai Lungun Sabanar Baru Kab.
Bulungan
Nama : Agrario Ezra Joni
NPM : 16.403010.20
Program studi : Teknik Sipil
Fakultas : Teknik

Disetujui Oleh :

Ketua Jurusan Teknik Sipil, Dosen Pembimbing,

Rosmalia Handayani, S.T., M.T. Ir Fuad Harwadi, S.T., M.T.


NIDN. 1108087901 NIDN. 1128017101

Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknik

Asta, S.T., M.Eng


NIDN. 1109117701

iv
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI

Judul Skripsi : Analisis Dinding Penahan Tanah Pada Lereng Sungai


Dengan Dinding Beton Kantilever Sebagai Alternatif
Pencegahan Longsor. Studi Kasus, Sungai Lungun Sabanar
Baru Kab. Bulungan.
Nama Mahasisa : Agrario Ezra Joni
NPM : 16.403010.20

Telah diseminarkan pada :

Hari : Jum’at
Tanggal : 08 Oktober 2021
Tempat : Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Borneo Tarakan Jl. Amal Lama
No. 01 Tarakan

Mengetahui / Menyetujui :

1. Ir. Fuad Harwadi, S.T., M.T. Pembimbing 1. …………………….


NIDN. 1128017101

2. Hasrullah, S.T., M.T. Ketua Penguji 2. …………………...


NIDN. 1127107501

3. Dr. Ir. M. Djaya Bakri, S.T., M.T. Anggota 3. ………………………….


NIDN. 1101026701

4. Asta, S.T., M.Eng Anggota 4. ………………………….


NIDN. 1109117701

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmat-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “Analisis
Dinding Penahan Tanah Pada Lereng Sungai Dengan Dinding Beton Kantilever
Sebagai Alternatif Pencegahan Longsor. (Studi Kasus, Sungai Lungun Sabanar
Baru Kab. Bulungan)”. Adapun maksud penyusunan proposal skripsi ini adalah
sebagai upaya memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (S-1)
pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Borneo Tarakan.
Selama pelaksanaan dan penyusunan proposal skripsi ini banyak pihak yang
telah membantu penulis, oleh karena itu dengan rasa hormat penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Hj. Asta, S.T., M.Eng., selaku Dekan Fakultas Teknik, beserta Wakil
Dekan dan staf administrasi Fakultas Teknik Universitas Borneo Tarakan,
atas seluruh bantuannya.
2. Rosmalia Handayani, ST., MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Borneo Tarakan dan seluruh staf administrasi
atas seluruh motivasi dan bantuannya.
3. Ir Fuad Harwardi, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing, yang telah
membimbing dan memberikan arahan mulai dari persiapan sampai
selesainya penyusunan skripsi ini.
4. Hasrullah, S.T., M.T., Dr. Ir. M. Djaya Bakri, S.T., M.T., dan Hj. Asta,
S.T., M.Eng., selaku Dosen Penguji yang telah membantu memberikan
arahan dan saran untuk perbaikan skripsi ini.
5. Bapak/Ibu Dosen pengajar di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Borneo Tarakan atas segala ilmu, wawasan, dan pengarahan
yang diberikan.
6. Ibu tercinta serta saudara-saudara penulis, yang telah banyak memberikan
dukungan do’a, moril, dan materil yang tidak ternilai, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Saudara-saudari Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Borneo
Tarakan angkatan 2016 yang telah banyak memberikan bantuan dan
dukungan percepatan penyelesaian studi penulis.
8. Serta seluruh pihak yang banyak membantu namun tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Disadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki penulis,
walaupun telah dikerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti dan baik, namun
masih dirasakan banyak kekurangan, oleh sebab itu kritik dan saran dari berbagai
pihak sangat diharapkan untuk kesempurnaan penyusunan proposal skripsi ini
selanjutnya.

Tarakan, Oktober 2021

Agrario Ezra Joni

vi
DAFTAR ISI

COVER HALAMAN JUDUL………………………………………………… i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS....................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................iiiv
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .......................................................... v
KATA PENGANTAR............................................................................................ivi
DAFTAR ISI..........................................................................................................vii
DAFTAR TABEL.............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................xi
ABSTRAK..............................................................................................................xii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar belakang............................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah ......................................................................... 2
1.3 Tujuan penelitian .......................................................................... 2
1.4 Batasan masalah............................................................................ 3
1.5 Manfaat penelitian......................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 4
2.1 Klasifikasi tanah............................................................................ 4
2.1.1 Sistem klasifikasi tanah AASHTO (American Association
of State Highway and Transportation Official).................. 5
2.1.2 Sistem klasifikasi tanah unified USCS (Unified Soil
Classification System). ....................................................... 8
2.2 Stuktur penyebaran tanah.............................................................. 13
2.2.1 Klasifikasi tanah menurut Robertson dan Cabal.............. 14
2.2.2 Konsistensi tanah menurut Terzaghi dan Peck ................. 15
2.2.3 Kepadatan tanah menurut Terzaghi dan Peck................... 15
2.2.4 Hubungan konsistensi tanah terhadap konus dan kohesi . 15
2.2.5 Parameter kekuatan geser.................................................. 15
2.3 Lereng dan longsoran.................................................................... 13
2.3.1 Kelongsoran tebing sungai................................................ 14
2.3.2 Mengatasi kelongsoran lereng .......................................... 15
2.3.3 Kriteria faktor keamanan .................................................. 15
2.4 Tekanan tanah lateral .................................................................... 17

vii
2.4.1 Teori Rankine (1898).............................................................20
2.4.2 Teori Coulumb.......................................................................31
2.4.3 Tekanan tanah dalam keadaan diam (at rest)........................32
2.5 Definisi dinding penahan tanah.........................................................34
2.5.1 Jenis-jenis dinding penahan tanah.........................................35
2.5.2 Perencanaan dinding penahan tanah......................................39
2.5.3 Stabilitas dinding penahan tanah...........................................41
2.5.4 Perencanaan stuktur beton bertulang.....................................48
2.6 Analisis stabilitas lereng pehitungan manual dengan metode
Fellenius.............................................................................................51
2.7 Pondasi Minipile................................................................................53
2.8 Program GeoStudio............................................................................59
2.8.1 Pengertian Geostudio...........................................................59
2.8.2 Penggunaan program Geostudio Slope/W............................60
2.9 Peneliti terdahulu...............................................................................61
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN.................................................................66
3.1 Diagram alir penelitian......................................................................66
3.2 Lokasi dan waktu...............................................................................67
3.3 Tahapan pengumpulan data...............................................................67
3.4 Analisis stabilitas lereng eksisting.....................................................68
3.4.1 Stabilitas lereng dengan program Geostudio Slope/W.........68
3.4.2 Stabilitas lereng perhitungan manual dengan metode
Fellenius...............................................................................74
3.5 Analisis data.......................................................................................74
3.6 Jadwal pelaksanaan penelitian...........................................................78
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................79
4.1 Karakteristik dan jenis tanah..............................................................79
4.1.1 Analisa data tanah................................................................79
4.1.1.1 Pengujian Handbor di lokasi penelitian................80
4.1.1.2 Pengujian CPT (Cone Penetration Test) dilokasi
Penelitian...............................................................82
4.1.1.3 Analisis stuktur penyebaran tanah berdasarkan
hasil CPT...............................................................83
4.1.1.4 Rekapitulasi korelasi dan interpretasi pengujian
CPT........................................................................88
4.1.2 Data kondisi eksisting sungai...............................................89

viii
4.2 Analisis stabilitas lereng eksisting.....................................................90
4.2.1 Analisis stabilitas lereng eksisting dengan program
Geostudio Slope/W...............................................................90
4.2.2 Analisis stabilitas lereng eksisting dengan menggunakan
metode Fellenius..................................................................92
4.3 Perencanaan dinding penahan tanah..................................................94
4.3.1 Menentukan dimensi dinding penahan tanah.......................94
4.3.2 Perhitungan pembebanan pada dinding penahan tanah........95
4.3.2.1 Kontrol terhadap guling (overturning)..................98
4.3.2.2 Kontrol terhadap geser (sliding)............................98
4.3.2.3 Kontrol terhadap daya dukung tanah (bearing
capacity)................................................................99
4.3.3 Perhitungan dimensi pondasi minipile...............................100
4.3.3.1 Analisis kemampuan tiang pancang....................104
4.3.4 Penulangan dinding penahan tanah....................................106
4.3.4.1 Desain penulangan pada bagian dinding.............107
4.3.4.2 Penulangan dinding vertikal................................109
4.3.4.3 Penulangan pelat kaki..........................................113
4.4 Perbandingan efisiensi setelah dilakukan perencanaan dinding
penahan tanah pada lereng menggunakan program Geostudio
slope/W.............................................................................................120
BAB 5 PENUTUP................................................................................................122
5.1 Kesimpulan......................................................................................122
5.2 Saran................................................................................................123
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................124

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Konsistensi tanah berdasarkan hasil CPT menurut rumus Terzhagi
dan Peck................................................................................................11
Tabel 2.2 Kepadatan tanah berdasarkan hasil CPT menurut rumus Terzhagi
dan Peck................................................................................................12
Tabel 2.3 Hubungan konsistensi tanah terhadap tekanan konus dan kohesi........13
Tabel 2.4 Nilai tipikal c’ dan ϕ’ (AS 4678, 2002)................................................13
Tabel 2.5 Nilai faktor keamanan untuk lereng tanah............................................17
Tabel 2.6 Hubungan jenis tanah, tinggi dinding dan perpindahan dinding
untuk tekanan aktif................................................................................19
Tabel 2.7 Hubungan jenis tanah, tinggi dinding dan perpindahan untuk
tekanan pasif.........................................................................................19
Tabel 2.8 Rasio koefisien tekanan tanah...............................................................30
Tabel 2.9 Daftar peneliti terdahulu.......................................................................62
Tabel 3.1 Jadwal pelaksanaan penelitian..............................................................78
Tabel 4.1 Tebal lapisan tanah hasil uji Handbor..................................................81
Tabel 4.2 Parameter tanah hasil uji Handbor.......................................................81
Tabel 4.3 Klasifikasi jenis tanah menurut Robertson dan Cabal..........................85
Tabel 4.4 Konsistensi tanah menurut Terzaghi dan Peck.....................................85
Tabel 4.5 Kepadatan tanah menurut Terzaghi dan Peck.......................................86
Tabel 4.6 Hubungan konsistensi tanah terhadap tekanan konus dan kohesi
S2..........................................................................................................86
Tabel 4.7 Nilai tipikal c’ dan ϕ’ S2.......................................................................87
Tabel 4.8 Hasil korelasi dan interpretasi uji CPT titik S2....................................88
Tabel 4.9 Rekapitulasi struktur lapisan dan parameter tanah di lokasi
penelitian...............................................................................................89
Tabel 4.10 Tabulasi perhitungan beban dengan metode Fellenius.........................93
Tabel 4.11 Tabulasi perhitungan faktor keamanan menggunakan metode
Fellenius................................................................................................93
Tabel 4.12 Menghitung gaya vertikal dan momen terhadap kaki depan
(Titik O).................................................................................................97
Tabel 4.13 Perhitungan tekanan aktif total dan momen..........................................97
Tabel 4.14 Nilai qc1 dan qc2 berdasarkan data sondir S2....................................101
Tabel 4.15 Nilai fs rata-rata berdasarkan data sondir S2......................................103
Tabel 4.16 Beban terfaktor....................................................................................107
Tabel 4.17 Beban horizontal terfaktor dan tekanan aktif total..............................108
Tabel 4.18 Hitungan tulangan geser dinding vertikal...........................................111
Tabel 4.19 Hitungan kebutuhan tulangan momen................................................111
Tabel 4.20 Hasil hitungan gaya geser dan momen pada kaki dinding..................115
Tabel 4.21 Hitungan tulangan geser pada kaki dinding penahan tanah................115

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Klasifikasi tanah berdasarkan sistem AASHTO .........................


6 Gambar 2.2 Klasifikasi tanah berdasarkan sistem Unified (USCS)....................10
Gambar 2.3 Klasifikasi tanah menurut Robertson dan Campanella....................11
Gambar 2.4 Tipe-tipe keruntuhan lereng.............................................................15
Gambar 2.5 Jenis tekanan tanah berdasarkan arah pergerakan dinding..............18
Gambar 2.6 Grafik arah perpindahan dinding terhadap tekanan yang
bekerja..............................................................................................19
Gambar 2.7 Tekanan tanah aktif..........................................................................21
Gambar 2.8 Lingkaran mohr tekanan aktif..........................................................22
Gambar 2.9 Resultan tekanan tanah aktif............................................................23
Gambar 2.10 Contoh penahan tanah dengan permukaan atas yang
meningkat elevasinya.................................................................24
Gambar 2.11 Distribusi tekanan tanah aktif Rangkine untuk permukaan
Tanah horizontal..............................................................................25
Gambar 2.12 Tekanan tanah pasif..........................................................................26
Gambar 2.13 Lingkaran mohr tekanan pasif..........................................................26
Gambar 2.14 Resultan tekanan tanah pasif............................................................28
Gambar 2.15 Contoh penahan tanah dengan permukaan miring atau yang
meningkat elevasinya.......................................................................29
Gambar 2.16 Distribusi tekanan pasif Rangkine untuk permukaan tanah
horizontal.........................................................................................30
Gambar 2.17 Konsep gaya yang bekerja menurut teori Coulomb (tekanan
aktif).................................................................................................31
Gambar 2.18 Konsep gaya yang bekerja menurut teori Coulomb (tekanan
pasif)................................................................................................32
Gambar 2.19 Distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam (at rest)....................35
Gambar 2.20 Klasifikasi dinding penahan tanah...................................................36
Gambar 2.21 Penahan dinding tanah kantilever....................................................37
Gambar 2.22 Ukuran sementara dinding kantilever..............................................38
Gambar 2.23 Dinding penahan tanah tipe gravitasi (gravity walls)......................38
Gambar 2.24 Dimensi tembok penahan tipe kantilever dengan rusuk..................39
Gambar 2.25 Dinding penahan tanah jenis buttress (butters walls)......................39
Gambar 2.26 Gaya-gaya pada dinding kantilever..................................................41
Gambar 2.27 Faktor daya dukung tanah menurut Mayerhof.................................45
Gambar 2.28 Resultan gaya R masih di inti...........................................................46
Gambar 2.29 Gaya angkat oleh air.........................................................................47
Gambar 2.30 Memilih irisan agar dasar busur hanya pada satu jenis tanah...........52
Gambar 2.31 Gaya-gaya yang bekerja pada irisan tunggal...................................52
Gambar 2.32 Tipikal pondasi tiang pancang.........................................................55
Gambar 2.33 Geostudio Geoslope/ W....................................................................60
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian.....................................................................66
Gambar 3.2 Peta lokasi penelitian.......................................................................67

xi
Gambar 3.3 Pengaturan pada Define Analyses....................................................68
Gambar 3.4 Mengatur satuan...............................................................................69
Gambar 3.5 Mengatur grid...................................................................................69
Gambar 3.6 Mengatur jarak dan tinggi lereng.....................................................70
Gambar 3.7 Menggambar Potongan melintang lereng........................................70
Gambar 3.8 Memasukan data material dan model material yang
digunakan.........................................................................................71
Gambar 3.9 Menghubungkan data material ke potongan geometri.....................71
Gambar 3.10 Menggambar garis tekanan air pori..................................................72
Gambar 3.11 Menggambar Slip Surface................................................................72
Gambar 3.12 Mengecek data melalui menu Verify................................................73
Gambar 3.13 Gambar hasil analisis.......................................................................73
Gambar 3.14 Dimensi dinding penahan tanah tipe kantilever...............................75
Gambar 4.1 Layout lokasi pengambilan pengujian CPT dan Handbor...............80
Gambar 4.2 Hasil pengujian Handbor.................................................................81
Gambar 4.3 Grafik plastisitas USCS...................................................................82
Gambar 4. 4 Contoh klasifikasi tanah menurut Robertson dan Cabal pada
Kedalaman 2-4 m.............................................................................84
Gambar 4. 5 Contoh mencari nilai berat volume tanah berdasarkan
Robertson dan Cabal (2010) pada kedalaman 2-4 m.......................88
Gambar 4.6 Kondisi eksisting STA 2+362.83 Sungai Lungun...........................90
Gambar 4.7 Hasil analisis lereng kondisi eksisting tanpa perkuatan...................91
Gambar 4.8 Penginputan material lapisan tanah pada program Geoslope..........91
Gambar 4.9 Pembagian bidang longsor dalam bentuk irisan..............................92
Gambar 4.10 Area luasan setiap irisan lereng........................................................92
Gambar 4.11 Dimensi dinding penahan tanah.......................................................95
Gambar 4.12 Tekanan tanah yang bekerja pada dinding penahan tanah...............96
Gambar 4.13 Perlawanan ujung konus diatas dan dibawah tiang rencana..........101
Gambar 4.14 Jarak antar tiang untuk perhitungan momen..................................105
Gambar 4.15 Diagram beban yang bekerja..........................................................109
Gambar 4.16 Penulangan stuktur dinding penahan tanah....................................119
Gambar 4.17 Permodelan hasil perencanaan pada Geostudio Slope/W...............120
Gambar 4.18 Hasil analisis lereng secara keseluruhan setelah perencanaan.......121

xii
ANALISIS PERENCANAAN DINDING PENAHAN TANAH PADA LERENG
SUNGAI DENGAN DINDING BETON KANTILEVER SEBAGAI
ALTERNATIF PENCEGAHAN LONGSOR
(STUDI KASUS : SUNGAI LUNGUN SABANAR BARU KAB. BULUNGAN)

Abstrak

Kabupaten Bulungan merupakan salah satu kabupaten yang berada di


Kalimantan Utara, Di Kabupaten Bulungan terdapat sebuah daerah aliran Sungai
yang secara geografis terletak pada 116°04'41" - 117°57'56" bujur timur (BT)
2°09'19" - 3°34'49" lintang utara (LT) dimana aliran sungainya melewati desa
Sabanar Baru Kecamatan Tanjung Selor yakni Sungai Lungun. Tujuan penelitian
adalah untuk menghindari longsor sekaligus dapat menormalisasi sungai sehingga
bisa memiliki multifungsi. Metode yang digunakan pada perencanaan dinding
penahan tanah ini adalah metode perhitungan dinding penahan tanah yang didasarkan
pada teori tekanan Rankine. Berdasarkan hasil pembahasan dengan metode Fellenius
kondisi lereng eksisting didapatkan nilai FK 1,222 dan program bantu Geostudio
Slope/W didapatkan nilai FK 1,090, pembuatan dinding penahan tanah dengan
pondasi minipile. Untuk stuktur tanah pada kedalaman 0,00 m hingga 6,00 m berupa
lempung dan tanah pasir pada kedalaman 6,00 m - 11,00 m. Dimensi dinding penahan
tanah yang digunakan memiliki lebar atas 0,30 m, lebar bawah 0,40 m, tinggi dinding
4,00 m dan lebar kaki 2,00 m. Pada dinding menggunakan tulangan utama D19 – 500,
dan D19 – 350, tulangan kaki D19 – 350, dan tulangn susut D10 – 100 dengan
perkuatan pondasi minipile ukuran 20x20 cm dengan panjang 2,00 m sehingga
didapatkan kontrol stabilitas guling 1,63, kontrol stabilitas geser 4,0, dan kontrol
stabilitas daya dukung tanah 5,1. Hasil perbandingan setelah dilakukan permodelan
perencenaan DPT pada Geostudio Slope/W didapatkan nilai faktor keamanan
lereng/tebing sungai sebesar 3,894.

Kata Kunci :Stabilitas Lereng, Dinding penahan tanah, Faktor keamanan

xiii
ANALYSIS OF SOIL RESERVATION WALLS ON
RIVER SLOPES WITH CANTILEVER CONCRETE WALLS AS
ALTERNATIVE FOR ASLIDANCE PREVENTION
(CASE STUDY: LUNGUN SABANAR NEW RIVER REGENCY. BULUNGAN)

Abstract

Bulungan Regency is one of the regencies in North Kalimantan. In Bulungan


Regency there is a watershed geographically located at 116°04'41" - 117°57'56"
east longitude (BT) 2°09'19" - 3°34'49" north latitude (LT) where the river flows
through the village of Sabanar Baru, Tanjung Selor District, namely the Lugun
River. To avoid larger scours at the same time it can normalize the river so that it
can have multiple functions. The method used in the design of retaining walls is
the method of calculating retaining walls based on Rankine pressure theory. Based
on the results of the discussion using the Fellenius method, the existing slope
conditions obtained an SF value of 1.222 and the Geostudio Slope/W program
obtained an SF value of 1.090, making retaining walls with foundations mini pile.
For the soil structure at a depth of 0.00 m to 6.00 m in the form of clay and sand at
a depth of 6.00 m - 11.00
m. The dimensions of the retaining wall used have an upper width of 0.30 m, a
lower width of 0,40 m, a wall height of 4,00 m and a foot width of 2,00 m. On the
wall using main reinforcement D19 – 500, and D19 – 350, leg reinforcement D19
– 350, and shrinkage reinforcement D10 – 100 with foundation reinforcement mini
pile measuring 20x20 cm with a length of 2.00 m in order to obtain 1.63 roll
stability control, stability control shear 4,0, and soil bearing capacity stability
control 5,1. The results of the comparison after the retaining walls planning
modeling on Geostudio Slope/W obtained the value of the safety factor of river
slopes/banks of 3,894.

Keywords: Slope stability, retaining wall, safety factor

xiv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Sungai memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia
khususnya di daerah hulu dari sungai. Sungai seringkali dimanfaatkan sebagai
sarana transportasi, sumber air baku, dan sebagainya. Sungai merupakan saluran
yang terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi seperti saluran. Air yang
mengalir dapat mengakibatkan proses penggerusan pada tanah dasar. Gerusan
yang terjadi secara terus menerus akan membentuk lubang-lubang gerusan di
dasar sungai sehingga ini mengakibatkan terjadi penggerusan tebing sungai oleh
air yang mengalir dari bagian atas tebing atau hantaman aliran atau arus sungai.
Di Kabupaten Bulungan terdapat sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu
Sungai Lungun, secara geografis terletak pada 116°04'41" - 117°57'56" bujur
timur (BT) 2°09'19" - 3°34'49" lintang utara (LT) dan aliran sungainya melewati
Desa Sabanar Baru Kecamatan Tanjung Selor yang tergerus sungai sehingga bisa
mengakibatkan longsor. Pada penelitian ini peneliti menganalisa data tanah pada
lokasi penelitian tersebut akibat kurangnya data tanah yang diperoleh sehingga
harus dianalisa tanah tersebut sehingga harus dianalisa menggunakan korelasi
interpretasi untuk mendapatkan data tanah untuk parameter perencanaan proteksi
lereng tersebut.
Dalam pelaksanaan pekerjaan pembangunan pengendalian erosi dan
proteksi tebing Sungai Lungun di Kabupaten Bulungan, dilakukan atau akan
direncanakan perkuatan tebing dengan perencanaan dinding penahan tanah beton
kantilever. Dinding penahan tanah beton kantilever adalah konstruksi yang terbuat
dari beton bertulang. Selain berat sendiri konstruksi juga mengandalkan massa
tanah di atas base slab untuk stabilitas dinding penahan tanah nya. Dinding
penahan dengan balok kantilever tersusun dari suatu dinding memanjang dan
suatu pelat lantai. Dinding penahan jenis ini relatif ekonomis dan juga relatif
mudah dilaksanakan.
Dalam penelitian ini, penulis akan membahas jenis klasifikasi tanah pada
lokasi penelitian, sehingga dari parameter dari hasil analisis tanah tersebut dapat

1
direncanakan perencanaan dinding penahan tanah beton kantilever, maka penulis
mengambil judul “Analisis Dinding Penahan Tanah pada Lereng Sungai dengan
Dinding Beton Kantilever sebagai Alternatif Pencegahan Longsor. Studi Kasus,
Sungai Lungun Sabanar Baru Kab. Bulungan”

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah :
1. Bagaimana karakteristik dan jenis tanah pada tebing Sungai Lungun, Sabanar
Lama Kabupaten Bulungan tersebut ?
2. Berapa nilai faktor aman (safety factor) kondisi lereng eksisting dengan
Geostudio (Slope W) dan perhitungan manual dengan menggunakan metode
Fellenius ?
3. Seberapa besar kontrol keamanan dinding penahan tanah beton kantilever
terhadap stabilitas guling (overtuning), geser (sliding), dan daya dukung
(bearing capacity) pada tebing Sungai Lungun, Sabanar Lama Kabupaten
Bulungan ?
4. Seberapa besar perbandingan faktor keamanan hasil analisis stabilitas lereng
kondisi eksisting dengan setelah perencanaan dinding penahan tanah pada
lereng menggunakan program Geostudio Slope/W ?

1.3 Tujuan penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui karakteristik dan jenis tanah pada tebing Sungai Lungun, Sabanar
Lama Kabupaten Bulungan.
2. Mendapatkan nilai faktor aman (safety factor) kondisi eksisting dengan
Geostudio (Slope W) dan perhitungan manual dengan metode Fellenius.
3. Mendapatkan nilai kontrol keamanan dinding penahan tanah beton kantilever
terhadap stabilitas guling (overtuning), geser (sliding), dan daya dukung
(bearing capacity) pada tebing Sungai Lungun, Sabanar Lama Kabupaten
Bulungan.

2
4. Mengetahui hasil perbandingan hasil analisis stabilitas lereng kondisi eksisting
dengan setelah perencanaan dinding penahan tanah pada lereng menggunakan
program Geostudio (Slope/W).

1.4 Batasan masalah


Dengan mempertimbangkan masalah yang tercakup dalam penulisan tugas
akhir ini, maka permasalahan dibatasi pada pokok-pokok pembahasan seperti
berikut :
1. Analisis stabilitas lereng dilakukan dengan perhitungan manual.
2. Analisis perhitungan perencanaan dinding penahan tanah konstruksi tidak
keseluruhan hanya dari STA 2+329-2+350.
3. Posisi bidang longsor dan faktor keamanan eksisting dibantu dengan program
Geostudio Slope/W.
4. Tidak meninjau dari segi biaya dan waktu.

1.5 Manfaat penelitian


Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Diperoleh hasil perencanaan stuktur dinding penahan tanah beton kantilever
yang aman terhadap stabilitas guling (overtuning), geser (slidding), dan daya
dukung (bearing capacity) yang aman.
2. Sebagai bahan referensi baik bagi mahasiswa maupun masyarakat umum
khususnya yang bergerak dibidang konstruksi mengenai perencanaan dinding
penahan sebagai pencegah bahaya longsor pada tebing sungai untuk kasus
yang sama dan pada tempat yang berbeda.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi tanah


Tanah didefinisikan sebagai material yang yang terdiri dari agregat (butiran)
mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama
lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat)
disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara
partikel-partikel padat (Das, Braja M. dalam terjemahan Endah, Noor dan
Indrasurya B. Mochtar, 1995).
Menurut (Terzaghi, dalam Paral M.T. Sinaga 2017) berdasarkan asal mula
penyusunannya, tanah dapat dibedakan ke dalam dua kelompok besar, yaitu
sebagai hasil pelapukan (weathering) secara fisis dan kimia, dan yang berasal dari
bahan organik. Jika hasil pelapukan masih berada di tempat asalnya disebut tanah
residual, apabila telah berpindah tempat disebut tanah angkutan.
Tanah residual yang terjadi di daerah iklim sedang atau setengah kering
biasanya kaku dan stabil serta tidak meluas ke kedalaman yang besar. Akan tetapi,
khususnya di iklim lembab panas dimana lama penyinaran matahari lebih panjang,
tanah residual mungkin meluas kedalaman beberapa ratus meter. Tanah jenis ini
mungkin kuat dan stabil, tapi mungkin mengandung bahan yang sangat
kompresibel (mudah mampat) disekitar bongkah-bongkahan batuan yang belum
begitu lapuk. Dalam keadaan seperti ini, tanah tersebut dapat menimbulkan
kesulitan pada pondasi dan konstruksi jenis lainnya.
Tanah angkutan atau yang biasa disebut tanah organik biasanya terbentuk di
tempatnya berada, baik melalui pertumbuhan dan peluruhan beruntun tumbuh-
tumbuhan seperti lumut gambut, atau melalui penumpukan fragmen-fragmen
rangka bahan anorganik atau kulit-kulit organisme. Ini berarti, yang dimaksud
dengan tanah organik adalah tanah yang dapat berupa susunan unsur organik
ataupun anorganik yang bisa berupa hasil pelapukan batuan dengan suatu
campuran hasil luruhan bahan-bahan tumbuhan.

4
2.1.1 Sistem klasifikasi tanah AASHTO (American Association of State
Highway and Transportation Official).

Sistem klasifikasi AASHTO berkembang pada tahun 1929 kemudian


mengalami beberapa kali perbaikan hingga tahun 1945 kemudian mengalami
beberapa kali perbaikan hingga sekarang ini, diajukan oleh commite on
Classification of Material for Subgrade and Granular Type Road of the Highway
Research Board (ASTM Standard No D-3282, AASHTO model M145).
Sistem klasifikasi berguna untuk menetukan kualitas tanah dalam
perencanaan timbunan jalan, subbase, dan subgrade. Tanah-tanah dalam tiap
kelompoknya dievaluasi terhadap indeks kelompoknya yang dihitung dengan
rumus-rumus empiris. Pengujian yang dilakukan adalah analisis saringan dan
batas- batas Atterberg (Hardiyatmo, H.C., 2012)

Gambar 2.1. Klasifikasi tanah berdasarkan AASHTO

5
System klasifikasi AASHTO yang sekarang mengklasifikasikan tanah ke
dalam tujuh kelompok besar yaitu A-1 sampai A-7 seperti yang ditunjukan pada
Gambar 2.1. Tanah-tanah yang diklasifikasikan dalam kelompok A-1, A-2, dan A-
3 adalah tanah-tanah berbutir kasar dimana 35% atau kurang dari jumlah butiran
tanah tersebut lolos ayakan No. 200. Tanah-tanah yang 35% atau lebih lolos
ayakan No.200 diklasifikasikan dalam kelompok A-4, A-5, A-6, dan A-7. Pada
umumnya tanah-tanah ini adalah lanau dan lempung (Soedarmo, 1997)
Menurut (Das, Braja M, 1995), sistem klasifikasi AASHTO didasarkan pada
kriteria-kriteria sebagai berikut:
a) Ukuran butir
Ukuran butir dibagi menjadi empat kategori, yaitu kerikil, pasir, lanau, dan
lempung. Kerikil merupakan bagian tanah yang lolos saringan 75 mm dan
tertahan disaringan 2mm (No. 10) sedangkan pasir merupakan bagian tanah
yang lolos saringan 2 mm dan tertahan saringan 0,075 mm (No. 200). Untuk
lanau dan lempung memiliki diameter lolos saringan yang sama, yaitu 0,075
mm (No. 200).
b) Indeks plastisitas
Bagian-bagian halus dari tanah yang memiliki indeks plastisitas (IP) sebesar
10 atau kurang, maka disebut dengan istilah berlanau, Sedangkan untuk
bagian- bagian halus dari tanah yang memiliki indeks plastisitas (IP) sebesar
11 atau lebih, maka disebut berlempung.
c) Jika dalam contoh tanah yang akan diuji terdapat batuan dengan ukuran lebih
besar dari 75 mm, maka batuan-batuan tersebut harus dikeluarkan terlebih
dahulu. Persentasi batuan yang dikeluarkan tersebut harus dicatat.
Menurut (Hardiyatmo, H.C., 2012), untuk mengevaluasi lebih lanjut tanah-
tanah dalam kelompok digunakan indeks kelompok (GI) yang dihitung dengan
menggunakan Persamaan 2.1 sebagai berikut:

GI = (F-35)[0.2 + 0.005 (LL – 40)]+0.01(F-15)(PI-10) (Pers. 2.1)


Dimana :
GI = indeks kelompok (group index)

6
F = persen butiran lolos saringan No. 200 (0.075 mm)
LL = Batas cair
PI = Indeks plastisitas

Bila indeks kelompok (GI) semakin tinggi maka tanah semakin berkurang
ketepatan penggunaannya. Tanah granular diklasifikasikan ke dalam A-1 sampai
A-3. Tanah A-1 meerupakan tanah granular bergradasikan baik, sedangkan A-3
adalah pasir bersih bergradasi buruk. Tanah A-2 termasuk tanah granuler (kurang
dari 35% lolos ayakan No. 200), tetapi masih mengandung lanau dan lempung.
Tanah berbutir halus diklasifikasikan dari A-4 sampai A-7, yaitu tanah lempung
lanau.
Menurut (Soedarmo, 1997), terdapat beberapa ketentuan dalam menentukan
indeks kelompok (GI), antara lain:
1. Jika Persamaan (2.1) menghasilkan harga GI negatif, maka diambil GI = 0
2. Indeks kelompok yang dihitung dari Persamaan (2.1) dibulatkan ke bilangan
bulat yang terdekat dan ditempatkan dalam tanda kurung di belakang
kelompok dan sub kelompok tanah, misalnya A-2-3 (3)
3. Dalam hal ini tidak ada batas lebih tinggi untuk indeks kelompok
4. Indeks kelompok tanah digolongkan ke dalam kelompok-kelompok: A-1-a, A-
1-b, A-2-4, A-2-5, dan A-3 akan selalu nol
5. Jika menghitung indeks kelompok untuk tanah-tanah yang tergolong dalam
kelompok-kelompok A-2-6 dan A-2-7, maka bagian indeks kelompok untuk
PI dapat digunakan Persamaan 2.2.

GI = 0.01 (F-15)(PI-10) (Pers. 2.2)

2.1.2 Sistem klasifikasi tanah unified USCS (Unified Soil Classification


System)
Sistem kalsifikasi tanah unified atau USCS (Unified Soil Classification
System) pertama kali diajukan oleh Casagrande yang selanjutnya dikembangkan
oleh USBR (United State Bureau of Reclamation) dan USACE (United State
Army Corps of Engineer). Kemudian USCS ini digunakan sebagai metode
standar

7
mengklasifikasikan tanah oleh ASTM (American Society for Testing anf
Materials).
Pada sistem Unified, tanah diklasifikasikan ke dalam tanah berbutir kasar
(kerikil dan Pasir) jika kurang dari 50% lolos saringan nomor 200, dan sebagai
tanah berbutir halus (lanau/lempung) jika lebih dari 50% lolos saringan nomor
200. Selanjutnya, tanah diklasifikasikan dalam sejumlah kelompok dan
subkelompok yang dapat dilihat dalam Gambar 2.2.
Menurut (Das, Braja M. 1995), sistem klasifikasi USCS (Unified Soil
Classification System) mengkalsifikasikan tanah kedalam dua kategori utaman,
yaitu:

a) Tanah berbutir kasar (coarse-grained soil), yaitu tanah kerikil dan pasir yang
kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos saringan No. 200. Simbol
untuk kelompok ini adalah G (gravel) untuk tanah berkerikil dan S (Sand)
untuk tanah berpasir. Selain itu juga dinyatakan gradasi tanah dengan simbol
W (well) untuk tanah bergradasi baik dan P (poor) untuk tanah bergradasi
buruk.
b) Tanah berbutir halus (fine-grained soil), yaitu tanah yang lebih dari 50% berat
contoh tanahnya lolos dari saringan No. 200. Simbol kelompok ini dimulai
dengan huruf awal M untuk lanau (Silt) anorganik, C (clay) untuk lempung
anorganik dan O untuk lanau organik. Simbol Pt (peat) digunakan untuk
gambut (peat), dan tanah dengan kandungan organik tinggi. Plastisitas
dinyatakan dengan L (low) untuk plastisitas rendah dan H (high) untuk
plastisitas tinggi.
Tanah berbutir kasar ditandai dengan simbol kelompok seperti GW, GP,
GM, GC, SW, SP, dan SC. Untuk klasifikasi yang benar, faktor-faktor berikut ini
perlu diperhatikan:
1. Presentase butiran yang lolos ayakan no. 200 (fraksi halus)
2. Presentase fraksi kasar yang lolos ayakan No. 40
3. Koefisien keseragaman (uniformity coefficient, Cu) dan koefisien gradasi
(graduation coefficient Cc) untuk tanah dimana 0-12% lolos ayakan No. 200
4. Batas cair (LL) dan indeks plastisitas (PI) bagian tanah yang lolos ayakan No.
40 (untuk tanah dimana 5% atau lebih lolos ayakan No 200)

8
Gambar 2.2 Klasifikasi tanah berdasarkan sistem unified (USCS)
2.2 Stuktur penyebaran tanah
Metode pengujian CPT merupakan salah satu pengujian dilapangan yang telah
diterima oleh berbagai praktis dan pakar geoteknik. Pengujian ini telah memiliki manfaat
untuk pendugaan suatu profil batuan atau lapisan tanah terhadap kedalaman sebab jenis
dari perilaku tanah dapat didentifikasi berdasarkan kombinasi dari hasil bacaan tahanan
ujung serta gesekan dinding selimutnya. Besaran penting yang dapat diukur pada
pengujian ini adalah perlawanan ujung yang diambil sebagai gaya penetrasi persatuan
luas ujung (qc) dan rasio nilai gesekan (FR). Besarnya dari gaya ini seringkali dapat
ditunjukkan terhadap identifikasi dari jenis tanah serta konsistensinya. Pada tanah
berbutir halus digunakan nilai gesekan FR friction ratio dengan rumus Terzaghi dan Peck
(Hardiyatmo, 2015)

2.2.1 Klasifikasi tanah menurut Robertson dan Cabal


Robertson dan Cabal (2010) dalam buku kumpulan Korelasi Parameter
Geoteknik Dan Fondasi (2019) menyatakan bahwa telah mengumpulkan data
dalam jumlah yang cukup besar dan melakukan klasifikasi tanah berdasarkan
tahanan ujung (qc) dan rasio (FR) termasuk berat volume tanah seperti yang
ditunjukan pada Gambar 2.3.

9
Gambar 2.3 Klasifikasi tanah menurut Robertson dan Cabal (2010)

2.2.2 Konsistensi tanah menurut Terzaghi dan Peck


Konsistensi menurut Terzaghi dan Peck adalah perlawanan dari nilai konus
dan FR (friction ratio) dasri hasil pengujian CPT pada lapisan tanah atau batuan
yang dapat dihubungkan secara empiris dengan jenis stuktur tanahnya. Pada tanah
yang memiliki butiran halus (lanau – lempung) cenderung memiliki nilai dari
perlawanan konus yang kecil tetapi memiliki harga FR (friction ratio) yang besar.
Namun pada tanah yang memiliki butiran kasar (pasir / gravel ) perlawanan konus
yang besar tetapi nilai FR (friction ratio) yang kecil. Menurut Terzaghi dan Peck
(Hardiyatmo H.C., 2012).
Korelasi konsistensi tanah dapat dinilai dari tahanan ujung konus dan rasio
gesekan. Berikut Tabel konsistensi tanah berdasarkan dari hasil CPT menurut
rumus Terzaghi dan Peck.
Tabel 2.1 Konsistensi tanah berdasarkan hasil CPT rumus Terzhagi dan Peck
Conus Resistance (qc)
Konsistensi Friction Ration (FR)
Kg/cm3
Sangat lunak / Very soft <5 3.5
Lunak / Soft 5 - 10 3.5

10
Teguh / Firm 10 - 30 4.0
Kaku / Stiff 30 - 60 4.0
Sangat Kaku / Very stiff 60 - 120 6.0
Keras / Hard > 120 6.0
(Sumber : Hardiyatmo, H. C., 2012. Teknik Pondasi)

2.2.3 Kepadatan tanah menurut Terzaghi dan Peck


Menurut Terzaghi dan Peck kepadatan tanah dapat ditentukan tingkat
kepadatanya berdasarkan hasil uji CPT, nilai yang digunakan berdasarkan tahanan
ujung konus (qc) dan rasio friksi berdasarkan hasil grafis yang telah dianalisa
sebelumnya. Hal ini dapat menentukan kemampuan tingkat daya dukung tanah
yang akan digunakan untuk perencanaan.

Tabel 2.2 Kepadatan tanah berdasarkan hasil CPT rumus Terzhagi dan Peck
Conus Resistance (qc)
Kepadatan Friction Ration (FR) %
Kg/cm3
Sangat lepas / Very loose < 20 2.0
Lepas / Loose 20 - 40 2.0
Setengah lepas / Medium 40 - 120 2.0
Padat / Danse 120 - 200 4.0
Sangat padat / Very dense > 200 4.0
(Sumber : Hardiyatmo, H. C., 2012. Teknik Pondasi)

2.2.4 Hubungan konsistensi tanah terhadap tekanan konus dan kohesi


Kohesi adalah gaya Tarik antar partikel tanah Bersama dengan sudut geser
dalam, sehingga kohesi merupakan parameter kuat geser tanah yang menentukan
ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah.
Dalam hal ini berupa gerakan lateral tanah. Nilai ini didapat dari pengujian
triaxial test dan direct shear test. Selain itu, kisaran nilai kohesi dapat ditentukan
berdasarkan nilai qc pada uji sondir seperti pada Tabel 4.3.

11
Tabel 2.3 Hubungan konsistensi tanah terhadap tekanan konus dan kohesi
Tekanan konus qc
No Konsistensi tanah Kohesi (kPa)
(kg/cm2)
1 Very soft < 2,50 < 1,25
2 Soft 2,5 – 5,0 1,25 – 2,50
3 Medium stiff 5,0 – 10,0 2,50 – 5,0
4 Stiff 10,0 – 20,0 2,50 – 5,0
5 Very stiff 20,0 – 40,0 5,0 – 10,0
6 Hard > 40,0 > 20,0
Sumber : Bowles, 1990

2.2.5 Parameter kekuatan geser


Australian Standard for retaining walls (AS 4678) menyarankan nilai untuk
c’ dan ϕ’ berdasarkan kelompok tanah seperti pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Nilai tipikal c’ dan ϕ’ (AS 4678, 2002)


Kelompok tanah Tipikal tanah c’ (kPa) ϕ’ (derajat)
Tanah lempung lunak dan teguh
dengan plastisitas sedang ke
Buruk tinggi, lempung berlanau, isian 0-5 17 - 25
lempung bervariabel lepas, lanau
berpasir lepas.
Lempung berpasir kaku, lempung
berkerikil, pasir berlempung padat,
Sedang 0 - 10 26 - 32
lanau berpasir, isian lempung
padat.
Pasir berkerikil pasir padat, isian
Bagus kerikil dan batu pasir pecah, pasir 0-5 32 - 37
padat bergradasi baik.
Batu berlaukan lemah, isian lapis
Sangat bagus dasar jalam terkontrol, kerikil dan 0 - 25 36 - 43
beton daur ulang.
Sumber : (AS 4678) dalam Kumpulan Korelasi Parameter Geoteknik dan Fondasi, 2019

12
2.3 Lereng dan longsoran
Lereng adalah suatu permukaan tanah yang miring dan membentuk sudut
tertentu terhadap suatu bidang horisontal. Pada tempat dimana terdapat dua
permukaan tanah yang berbeda ketinggian, maka akan ada gaya-gaya yang
mendorong sehingga tanah yang lebih tinggi kedudukannya cenderung bergerak
ke arah bawah yang disebut dengan gaya potensial gravitasi yang menyebabkan
terjadinya longsor (Tjokorda, dkk., 2010).
Kemiringan lereng merupakan ukuran kemiringan lahan relative terhadap
bidang datar yang secara umum dinyatakan dalam persen atau derajat. Kecuraman
lereng, panjang lereng, dan bentuk lereng semuanya akan mempengaruhi besarnya
erosi dan aliran permukaan.
L.D. Wesley (1977) dalam Winanda R.A. (2017) membagi lereng menjadi 3
macam ditinjau dari segi terbentuknya, yaitu :
1. Lereng alam, yaitu lereng yang terbentuk akibat kegiatan alam, seperti erosi,
gerakan tektonik dan sebagainya.
2. Lereng yang dibuat manusia, akibat penggalian atau pemotongan pada tanah
asli.
3. Lereng timbunan tanah, seperti urugan untuk jalan raya.
Menurut Craig (1989) dalam Winanda R.A. (2017), gaya-gaya gravitasi dan
rembesan (seepage) cenderung menyebabkan ketidakstabilan (instability) pada
lereng alami (natural slope), pada lereng yang dibentuk dengan cara penggalian,
dan pada lereng tanggul serta bendungan tanah (earth dams).
Ada 3 tipe utama dari kelongsoran tanah seperti yang ditunjukan pada
Gambar 2.3 , yaitu sebagai berikut :
1. Kelongsoran rotasi (rotational slips), yaitu kelongsoran yang bentuk
permukaan runtuh pada potongannya dapat berupa busur lingkaran atau kurva
bukan lingkaran.
2. Kelongsoran translasi (translational slips), cenderung terjadi bila lapisan
tanah yang berbatasan berada pada kedalaman yang relatif dangkal dibawah
permukaan lereng.

13
3. Kelongsoran gabungan (compound slips), terjadi bila lapisan tanah yang
berbatasan berada pada kedalaman yang lebih dalam. Hal ini umumnya terjadi
karena reruntuhannya terdiri dari potongan kurva dan bidang.

Gambar 2.4 Tipe-tipe keruntuhan lereng

2.3.1 Kelongsoran tebing sungai


Terjadinya longsoran pada suatu lereng atau tebing sungai disebabkan oleh
ketidak mantapan lereng tebing tersebut, baik lereng yang terjadi secara alami
maupun buatan manusia. Ketidak mantapan ini terjadi pada saat kondisi gaya
yang akan mengakibatkan longsornya suatu tebing lebih besar dari pada gaya
yang menahannya. Jenis longsoran dibedakan menurut bentuk bidang longsran
yaitu, longsoran rotasi dan atau longsoran translasi.
Menurut (Aldhila & Widiyanto, 2015) faktor penyebab terjadinya
longsoran suatu lereng atau tebing sungai dipengaruhi oleh kondisi alam dan dari
ativitas manusia. Faktor-faktor utama antara lain adalah :
1. Faktor hidrologi, yaitu adanya musim hujan dengan curah hujan yang cukup
besar sehingga terjadi erosi yang disebabkan oleh air hujan yang mengalir
mengangkut butiran tanah tebing sungai.
2. Faktor hodrolika yaitu, adanya pengaruh aliran yang deras di bagian tebing
sungai sehingga terjadi pengikisan serta adanya pusaran aliran helicoidal,
terutama pada tikungan bagian luar. Adanya pengaruh gelombang air yang
ditimbulkan oleh lalu lintas sungai sehingga tebing sungai terkikis.

14
3. Faktor aktivitas manusia yaitu dengan membuat pemukiman di tebing atas
sungai dan sarana-sarana lainnya.
4. Faktor tekanan tambahan antara lain akibat adanya lalu lintas darat tepi sungai.
5. Faktor topografi yaitu adanya lereng atau tebing sungai yang lebih besar dari
pada lereng yang landau (khususnya pada sungai alluvial). Potensi longsor
akan lebih besar jika lereng atau tebing tersebut terdiri dari lapisan tanah yang
tebal sedangkan batuan dasar terletak pada lapisan yang cukup dalam.
6. Faktor geologi pada kondisi stuktur tanah (batuan) cukup besar pengaruhnya
terhadap stabilitas suatu lereng. Suatu lereng yang tertutup oleh tanah yang
mengandung retakan-retakan sering mempunyai tendensi longsor yang tinggi.
7. Faktor erosi buluh akibat rembesan air atau piping. Lapisan tebing sungai dari
jenis tanah lanau pasiran atau pasir lanauan adalah lapisan tanah yang paling
mudah mengalami piping sehingga mudah terjadi longsoran.
8. Perubahan surutmuka air secara cepat setelah banjir (rapid drawdown)
terutama untuk tebing sungai yang terbentuk dari tanah berbutir halus (banyak
kandungan lempung lanau). Tanah jenis ini berpermebilitas rendah sehingga
saat banjir surut, air yang terdapat dalam ronga pori tanah yang semua
tanahnya terendam menimbulkan tambahan beban pada lereng.
Faktor yang lainnya adalah disebabkan adanya penurunan muka tanah yang
tidak merata sehingga menimbulkan retakan (settlement crack) dan retakan susut
(shrinkage crack).

2.3.2 Mengatasi kelongsoran lereng


Menurut L.D. Wesley (1977) dalam Winanda R.A. (2017), ada dua cara
untuk membuat lereng supaya menjadi lebih aman, yaitu :
1. Memperkecil gaya penggerak atau momen penggerak, yaitu dengan mengubah
bentuk lereng, cara yang dilakukan yaitu:
a) Membuat lereng lebih datar, yaitu dengan mengurangi sudut kemiringan.
b) Memperkecil ketinggian lereng
2. Memperbesar gaya melawan, yaitu yang dapat dilakukan dengan beberapa
cara yaitu:
a) Dengan memakai counterweight

15
b) Dengan mengurangi tegangan air pori di dalam lereng.
c) Dengan cara injeksi, yaitu dengan menambah tanah timbunan pada kaki
lereng dengan mengurangi tegangan air pori pada tanah, dengan
menambahkan bahan kimia atau semen dipompa melalui pipa supaya
masuk kedalam lereng.
d) Dengan cara mekanis, yaitu dengan membuat dinding penahan tanah atau
dengan memancang tiang. Cara ini dilakukan jika lereng tersebut
mempunyai tingkat kelongsoran yng kecil seperti pada Gambar 2.8.
2.3.3 Kriteria faktor keamanan
Faktor keamanan dalam SNI Persyaratan perancangan geoteknik, (2017)
lereng yanag disyaratkan untuk analisis kestabilan lereng tanah yang diperlihatkan
pada Tabel 2.5 dengan didasarkan pada pertimbangan biaya dan konsekuensi
kegagalan lereng terhadap tingkat ketidakpastian kondisi analisis.

Tabel 2.5 Nilai faktor keamanan untuk lereng tanah


Tingkat ketidakpastian
Biaya dan konsekuensi dari kegagalan lereng kondisi analisis
Rendaha Rendahb
Biaya perbaikan sebanding dengan biaya tambahan
1,25 1,5
untuk merancang lereng yang lebih konservatif
Biaya perbaikan lebih besar dari biaya tambahan untuk 2,0 atau
1,5
merancang lereng yang lebih konservatif lebih
Tingkat ketidakpastian kondisi analisis dikategorikan rendah, jika kondisi
geologi dapat dipahami, kondisi tanah seragam, penyelidikan tanah konsisten,
lengkap dan logis terhadap kondisi lapangan.
Tingkat ketidakpastian kondisi analisis dikategorikan tinggi, jika jika kondisi
geologi sangat kompleks, kondisi tanah bervariasi, dan penyelidikan tanah tidak
konsisten dan tidak dapat diandalkan.
Sumber : SNI Persyaratan perancangan geoteknik, 2017

2.4 Tekanan tanah lateral


Untuk merencanakan bangunan penahan tanah sering didasarkan pada

16
keadaan keruntuhan total tidak akan terjadi. Dalam perencanaan dinding penahan,
biasanya dilakukan dengan cara menganalisis kondisi-kondisi yang akan terjadi
pada keadaan runtuh, kemudian memberikan faktor keamanan yang cukup dari
pertimbangan keadaan runtuh tersebut
Analisis tekanan tanah lateral ditinjau pada kondisi keseimbangan plastis,
yaitu saat massa tanah pada saat kondisi tepat saat akan runtuh. Kedudukan
keseimbangan plastis ini hanya dapat dicapai bila terjadi deformasi yang cukup
pada massa tanahnya. Besar dan distribusi tekanan tanah adalah fungsi dari
perubahan letak (displacement) dan regangan (strain). (Hardiyatmo, H.C., 2003).
Tekanan lateral tanah adalah tekanan oleh tanah pada bidang horizontal.
Contoh aplikasi teori tekanan lateral adalah untuk desain-desain seperti dinding
penahan tanah, dinding basement, terowongan, dll. Tekanan lateral tanah dapat
dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:
 Jika dinding tidak bergerak K menjadi koefisien tekanan tanah diam (K0).
 Jika dinding bergerak menekan kearah tanah hingga runtuh, koefisien
encapai nilai maksium yang dinamakan tekanan tanah pasif (Kp).
 Jika dinding menjauhi tanah hingga terjadi keruntuhan, nilai K mencapai
inimum yang dinamakan tekanan tanah aktif (Ka).
Gambar 2.5 mendeskripsikan tentang arah pergerakan dinding menurut
tekanan lateral yang bekerja :

Tekanan Tanah Aktif Tekanan Tanah Diam Tekanan Tanah Pasif


(Ka) (Ko) (Kp)

Gambar 2.5 Jenis tekanan tanah berdasarkan arah pergerakan dinding

17
Jenis tanah tinggi dinding dan tekanan lateral yang bekerja mempengaruhi
besarnya perpindahan dinding penahan tanah. Tabel 2.6 dan Tabel 2.7 serta
Gambar
2.6 ini mendeskripsikan tentang korelasi jenis tanah, tinggi dinding dan
perpindahan dinding akibat tekanan lateral tanah yang bekerja

Tabel 2.6 Hubungan jenis tanah, tinggi dan perpindahan dinding untuk Ka

Jenis tanah ∆𝑥 aktif


Pasir padat 0,001H-0,002H
Pasir lepas 0,002H-0,004H
Lempung keras 0,01H-0,02H
Lempung lunak 0,02H-0,05H
(Sumber: Gouw, 2009. Ground settlement)

Tabel 2.7 Hubungan jenis tanah, tinggi dan perpindahan untuk Kp

Jenis tanah ∆𝑥 pasif


Pasir padat 0,005H
Pasir lepas 0,01H
Lempung keras 0,01H
Lempung lunak 0,05H
(Sumber: Gouw, 2009. Ground settlement)

Gambar 2.6 Grafik arah perpindahan dinding terhadap tekanan yang bekerja

18
Beberapa teori tentang tekanan tanah aktif dan pasif, serta tekanan tanah
diam adalah toeri tentang tekanan tanah aktif dan pasif, serta tekanan tanah diam
adalah toeri Rangkine dan Coulumb. Adapun penjelasan mengenai toeri-teori
tersebut adalah sebagai berikut :

2.4.1 Teori Rankine (1898)


Teori rankine berasumsi bahwa :
 Tidak ada adhesi atau friksi antara dinding dengan tanah (friksi sangat kecil
sehingga diabaikan).
 Tekanan lateral terbatas hanya untuk dinding vertikal 90°.
 Kelongsoran (pada urugan) terjadi sebagai akibat dari pergeseran tanah
yang ditentukan oleh sudut geser tanah (ϕ´).
 Tekanan lateral bervariasi linier terhadap kedalaman dan resultan tekanan
yang berada pada sepertiga tinggi dinding, diukur dari dasar dinding.
 Resultan gaya bersifat pararel terhadap permukaan urugan.

2.4.1.1
Tekanan tanah aktif (Ka) menurut Rankine
Menurut Hardiyatmo H.C., (2003), tekanan tanah aktif adalah tekanan yang
terjadi pada dinding penahan yang mengalami keluluhan atau bergerak ke arah
luar dari tanah urugan di belakangnya, sehingga menyebabkan tanah urug akan
bergerak longsor ke bawah dan menekan dinding penahannya seperti pada
Gambar 2.7, sedangkan nilai banding tekanan horisontal dan tekanan vertikal
yang terjadi didefinisikan sebagai koefisien tekanan tanah aktif atau Ka. Nilai
tekanan aktif lebih kecil dari nilai tekanan saat diam. Gerakan dinding tanah
menjauhi tanah urugan menghilangkan pertahanan di belakang dinding. Jadi
tekanan tanah aktif adalah gaya yang cenderung mengurangi keseimbangan
dinding penahan tanahnya.

19
Gambar 2.7 Tekanan tanah aktif

Keruntuhan tanah mengikuti prinsip lingkaran Mohr (Mohr-Coulomb). Jika


pergerakan dinding membuat Δx semakin besar, maka pada akhirnya, lingkaran
Mohr akan menyentuh garis keruntuhan (Menurut Rankine, sudut keruntuhan
𝜙′
adalah sebesar 45 - sehingga keruntuhan akan terjadi. Tahanan geser tanah
2

mengikuti Persamaan 2.3.

τf = c + σv´ tan ϕ (Pers. 2.3)


Dimana :
τf : tahanan geser tanah
σ´v : tekanan efektif
tanah c : kohesi tanah
ϕ : sudut geser tanah

20
Gambar 2.8 Lingkaran mohr tekanan aktif

Besar gaya-gaya yang bekerja seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.8
mengikuti persamaan sebagai berikut:

σv´ = σ´1

σh´ = σ´3

σ´1 = σ´3 tan2 ( 45 + 𝜙′ ) + 2c tan (45 + 𝜙′ ) (Pers. 2.4)


2 2

σ´3 = σ´1 tan2 ( 45 + 𝜙′ ) + 2c tan (45 + 𝜙′ ) (Pers. 2.5)


2 2

Dimana :

σ´h : tekanan lateral tanah

σ´v : tekanan efektif tanah

c´ : kohesi tanah
ϕ´ : sudut geser tanah
Ka : koefisien tekanan tanah aktif

𝜙′
Karena Ka = tan2 ( 45 - ), maka besar tekanan saat terjadi keruntuhan
2

menggunakan persamaan yang dikenal dengan nama Bell’s Equation, yaitu:

𝜙′ 𝜙′
σ´ha = σ´v - tan2 ( 45 + ) + 2c tan (45 + ) (Pers. 2.6)
2 2

21
σ´ha = σ´v . Ka – 2c’ √𝐾𝑎 (Pers. 2.7)
Dimana :

σ´h : tekanan lateral tanah

σ´v : tekanan efektif tanah

c´ : kohesi tanah
ϕ´ : sudut geser tanah
𝜙′
Ka : koefisien tekanan tanah aktif, Ka = tan2 ( 45 - )
2

Resultan tekanan aktif akibat beban luar dan pengaruh air dapat di
deskripsikan pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Resultan tekanan tanah aktif

Besarnya tekanan tanah aktif pada dinding penahan tanah setinggi H, dengan
tanah urugan yang berupa tanah kohesif dirumuskan sebagai berikut :

Pa = 0,5γ·H2·Ka - 2c·H·√Ka (Pers. 2.8)


Dimana :
Pa : total tekanan tanah aktif (kN/m2 )
c : kohesi tanah (kN/m2 )
H : tinggi dinding penahan tanah (m)

22
γ : berat volume tanah (kN/m3)
Ka : koefisien tekanan tanah aktif, Ka = tan2 ( 45 - 𝜙′ )
2

Jika permukaan tanah yang ditahan, pada permukaan atas elevasinya


meningkat atau miring (tidak rata) seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.10,
maka rumus mencari Ka adalah Persamaan 2.9 :

Gambar 2.10 Contoh penahan tanah dengan permukaan miring atau yang
meningkat elevasinya

Dari Gambar 2.14 dapat dihitung :


𝑠𝑖𝑛(90−i)sin (90+𝛽)
Luas baji ABC = 0.5 H2
sin
𝑐𝑜𝑠 𝑖 cos 𝛽
Berat baji W = 0.5 γH2 (Pers. 2.9)
sin(𝑖−𝛽)
Dari segitiga gaya dalam Gambar 2.14
sin(𝑖−𝜙)
Pa = W (Pers. 2.10)
sin (90−𝑖+𝜙+𝛽)
Substitusi Persamaan 2.9 ke dalam Persamaan 2.10 dan dengan mengambil
dPa/di = 0, maka dapat diperoleh :

𝛾𝐻2 𝑐𝑜𝑠 𝛽−√𝑐𝑜𝑠2 𝛽− 𝑐𝑜𝑠2 𝜙′


Pa = cos β (Pers. 2.11)
2 𝑐𝑜𝑠 𝛽+√𝑐𝑜𝑠2 𝛽− 𝑐𝑜𝑠2 𝜙′
1 2 Ka
Pa = γ𝐻 (Pers. 2.12)
2

23
𝑐𝑜𝑠 𝛽−√𝑐𝑜𝑠2 𝛽− 𝑐𝑜𝑠2 𝜙′
Ka = cos β (Pers. 2.13)
𝑐𝑜𝑠 𝛽+√𝑐𝑜𝑠2 𝛽− 𝑐𝑜𝑠2 𝜙′
Dimana :
ϕ´ : sudut geser tanah
β : sudut elevasi tanah di permukaan atas dinding
Ka : Koefisien tekanan tanah aktif

Gambar 2.11 Distribusi tekanan aktif Rankine untuk permukaan tanah horizontal

Dari Gambar 2.11 dapat dihitung total tekanan tanah aktif yang bekerja yang
dirumuskan mengikuti :

Pa = 0,5·γ·H2·Ka (Pers. 2.14)


Dimana :
Pa : total tekanan tanah aktif
H : tinggi dinding penahan tanah
γ : berat volume tanah (kN/m3 )
𝜙′
Ka : koefisien tekanan tanah aktif, Ka = tan2 ( 45 - )
2

2.4.1.2
Tekanan tanah pasif (Kp) menurut Rankine
Menurut Hardiyatmo H.C. (2003), tekanan pasif adalah tekanan tanah yang
terjadi saat gaya mendorong dinding tanah kearah tanah urugannya atau ke zona

24
pasif seperti pada Gambar 2.12, sedangkan nilai banding tekanan horizontal dan
vertikal yang terjadi didefinisikan sebagai koefisien tekanan tanah pasif atau Kp.
Nilai tekanan pasif lebih besar dari nilai tekanan tanah saat diam dan nilai tekanan
aktif. Tekanan tanah pasif menunjukkan nilai maksimum dari gaya yang dapat
dikembangkan oleh tanah pada gerakan struktur penahan terhadap urugannya,
yaitu dimana tanah harus menahan Gerakan dinding penahan tanah sebelum
mengalami keruntuhan atau longsor.

Gambar 2.12 Tekanan tanah pasif

Keruntuhan tanah mengikuti prinsip lingkaran Mohr (Mohr-Coulumb). Jika


pergerakan dinding membuat Δx semakin besar maka, pada akhirnya lingkaran
mohr akan menyentuh garis keruntuhan tahanan geser tanah mengikat Persamaan
2.15.

Gambar 2.13 Lingkaran mohr tekanan pasif

25
Besar gaya-gaya pada Gambar 2.17.
σv´ = σ´3
σh´ = σ´1
σ´1 = σ´2 tan2 ( 45 + 𝜙′ ) + 2c tan2 (45 + 𝜙′ ) (Pers. 2.15)
2 2

Dimana :
σ´h : tekanan lateral tanah σ
´v : tekanan efektif tanah c´
: kohesi tanah
Kp : koefisien tekanan tanah pasif

𝜙′
Karena Kp = tan2 ( 45 +
2 ), maka besar tekanan lateral saat terjadi
keruntuhan mengikuti persamaan :

σ´hp = σ´v tan2 ( 45 + 𝜙′ ) + 2c’ tan (45 + 𝜙′ ) (Pers. 2.16)


2 2

σ´hp = σ´v ‘·Kp + 2c’ √𝐾𝑝 (Pers. 2.17)


Dimana :
σ´hp : tekanan lateral pasif
σ´v : tekanan efektif
tanah c´ : kohesi tanah
ϕ´ : sudut geser tanah
Kp : koefisien tekanan tanah pasif

Resultan tekanan pasif akibat beban luar dan pengaruh air dapat
dideskripsikan seperti pada Gambar 2.14.

26
Gambar 2.14 Resultan tekanan tanah pasif

Besarnya tekanan tanah pasif pada dinding penahan tanah setinggi H, dengan
tanah urugan yang berupa tanah kohesif dirumuskan sebagai berikut :

Pp = 0,5·γ·H2·Kp + 2c·H·√Kp (Pers.


2.18) Dimana :
Pp : total tekanan tanah pasif (kN/m2 )
c : kohesi tanah (kN/m2 )
H : tinggi dinding penahan tanah (m)
γ : berat volume tanah (kN/m3)
Kp : koefisien tekanan tanah pasif,

Jika permukaan tanah yang ditahan, pada permukaan atas elevasinya


meningkat, seperti pada Gambar 2.15, dimana H atau ketinggian dinding penahan
permukaan atas elevasinyan meningkat 15° maka rumus mencari Kp adalah :

27
Gambar 2.15 Contoh penahan tanah dengan permukaan miring atau yang
meningkat elevasinya

Dengan cara analogi dapat diperoleh besarnya tekanan tanah pasif untuk cara
Rankine :

𝛾𝐻2 𝑐𝑜𝑠 𝛽+√𝑐𝑜𝑠2 𝛽− 𝑐𝑜𝑠2 𝜙′


Pp = 2 cos β (Pers. 2.19)
𝑐𝑜𝑠 𝛽−√𝑐𝑜𝑠2 𝛽− 𝑐𝑜𝑠2 𝜙′
1 2
Pp = γ𝐻 Kp (Pers. 2.20)
2
𝑐𝑜𝑠 𝛽+√𝑐𝑜𝑠2 𝛽− 𝑐𝑜𝑠2 𝜙′
Kp = cos β (Pers.
𝑐𝑜𝑠 𝛽−√𝑐𝑜𝑠2 𝛽− 𝑐𝑜𝑠2 𝜙′

2.21) Dimana :
ϕ´ : sudut geser tanah
β : sudut elevasi tanah di permukaan atas dinding
Kp : koefisien tekanan tanah pasif.

28
Gambar 2.16 Distribusi tekanan pasif Rankine untuk permukaan tanah
horizontal

Dari Gambar 2.16 dapat diperhitungkan total tekanan tanah pasif yang
bekerja yang dirumuskan mengikuti :

Pp = 0,5γ·H2·Kp (Pers. 2.22)


Dimana ;
Pp : tekanan tanah pasif, (kN/m2)
γ : berat volume tanah (kN/m3)
H : tinggi dinding penahan tanah (m)
Kp : koefisien tekanan tanah pasif

Besar rasio umum koefisien tekanan lateral tanah dapat diperhitungkan


melalui Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Rasio koefisien tekanan tanah :
Rasio Umum Koefisien Tekanan Lateral
Tanah Non Kohesif Tanah Kohesif
Kp 3 - 14 Kp 1 - 2
K0 0,4 – 0,6 K0 0,4 – 0,8
Ka 0,22 – 0,33 Ka 0,5 – 1,0
(Sumber: Gouw, 2009. Ground Settlement)

29
2.4.2 Teori Coulumb
Teori Coulumb berasumsi bahwa :
 Friksi dan adhesi antara tanah dan dinding dapat diperhitungkan.
 Tekanan lateral tidak tebatas hanya untuk dinding vertical.
 Kelongsoran (pada urugan) terjadi sepanjang kelongsoran yang di
asumsikan berbentuk planar.
 Tekanan lateral bervariasi linier terhadap kedalaman dan resultan tekanan
yang berada pada sepertiga tinggi dinding, diukur dari dasar dinding.

2.4.2.1 Tekanan tanah aktif (Ka) menurut Coulomb


Menurut Coulomb, friksi antara dinding dengan tanah dapat dimasukkan
dalam perhitungan, sehingga perhitungan akan mengikutsertakan faktor interaksi
antara dinding dengan tanah yang ditahan. Adapun konsep gaya-gaya yang
bekerja dapat dideskripsikan seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.17.

Gambar 2.17 Konsep gaya yang bekerja menurut teori Coulomb (tekanan aktif)

Keterangan gambar :
H : tinggi dinding penahan tanah tanah
Pa : total tekanan tanah aktif yang bekerja
δ : sudut dilatasi Pa
β : sudut kemiringan dinding penahan tanah
W : berat tanah pada baji keruntuhan
α : sudut kemiringan permukaan tanah atas terhadap horizontal

30
ϕ’ : sudut geser tanah
γ : berat volume tanah
c’ : kohesi tanah
R : gaya perlawanan terhadap kelongsoran
Ka : koefiien tekanan lateral aktif
σv’ : tegangan efektif tanah

Nilai koefisien tekanan lateral aktif/Ka dihitung menggunakan Persamaan


2.23.

𝑠𝑖𝑛2 (𝛼+𝜙𝘍)
Ka = 2 𝑠𝑖𝑛(𝜙+𝛿)·𝑠𝑖𝑛(𝜙−𝛽) 2 (Pers. 2.23)
𝑠𝑖𝑛 . 𝛼 . 𝑠𝑖𝑛(𝛼−𝛿)[1+√ ]
𝑠𝑖𝑛(𝛼−𝛿)·𝑠𝑖𝑛(𝛼+𝛽)

Dimana :
Ka : koefiien tekanan lateral aktif
𝛼 : sudut kemiringan permukaan tanah atas terhadap horizontal
δ : sudut gesek antara dinding dan tanah
ϕ’ : sudut geser tanah
β : sudut kemiringan dinding penahan tanah

2.4.2.2 Tekanan tanah pasif (Kp) menurut Coulumb


Pada tekanan tanah pasif, konsep-konsep gaya yang bekerja dideskripsikan
oleh Gambar 2.18.

Gambar 2.18 Konsep gaya yang bekerja menurut teori Coulomb (tekanan pasif)

31
Keterangan gambar :
H : tinggi dinding penahan tanah tanah
Pp : total tekanan tanah aktif yang bekerja
δ : sudut dilatasi Pp
β : sudut kemiringan dinding penahan tanah
W : berat tanah pada baji keruntuhan
α : sudut kemiringan permukaan tanah atas terhadap horizontal
ϕ’ : sudut geser tanah
γ : berat volume tanah
c’ : kohesi tanah
R : gaya perlawanan terhadap kelongsoran
Kp : koefiien tekanan lateral aktif
σv’ : tegangan efektif tanah

Nilai koefisien tekanan lateral pasif/Kp dihitung menggunakan persamaan :

𝑠𝑖𝑛2 (𝛼−𝜙𝘍)
Kp = 2 𝑠𝑖𝑛(𝜙+𝛿)·𝑠𝑖𝑛(𝜙+𝛽) 2 (Pers. 2.24)
𝑠𝑖𝑛 . 𝛼 . 𝑠𝑖𝑛(𝛼+𝛿)[1−√ ]
𝑠𝑖𝑛(𝛼+𝛿)·𝑠𝑖𝑛(𝛼+𝛽)

Dimana :
Kp : koefiien tekanan lateral pasif
𝛼 : sudut kemiringan permukaan tanah atas terhadap horizontal
δ : sudut gesek antara dinding dan tanah
ϕ’ : sudut geser tanah
β : sudut kemiringan dinding penahan tanah

2.4.3 Tekanan tanah dalam keadaan diam (at rest)


Suatu elemen tanah yang terletak pada kedalaman tertentu akan terkena
tekanan arah vertical σv dan tekanan arah horizontal σh seperti yang terlihat dalam
Gambar 2.23, σv dan σh masing-masing merupakan tekanan aktif dan tekanan total,
sementara itu tegangan geser pada bidang tegak dan bidang datar diabaikan. Bila
dinding penahan tanah dalam keadaan diam, yaitu bila dinding tidak bergerak ke

32
salah satu arah baik ke kanan atau ke kiri dari posisi awal, maka massa tanah
berada dalam keadaan keseimbangan elastis (elastic equilibrium). Rasio tekanan
arah horisontal dan tekanan arah vertikal dinamakan “koefisien tekanan tanah
dalam keadaan diam” (coefficient of earth pressure at rest ) KO atau Persamaan
2.25.

𝜎ℎ
Ko - (Pers. 2.25)
𝜎𝑣
Dimana:
σv : Berat jenis x kedalaman
σv : q + γz
σh : Ko ( σv )

Untuk tanah berbutir, koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam


diperkenalkan oleh Jaky (1994) :

Ko = 1− sin Ø (Pers. 2.26)

Brooker dan Ireland (1965) memperkenalkan harga Ko untuk tanah lempung


yang terkonsolidasi normal (normally consolidated) :

K0 = 0.95 – sin ϕ (Pers. 2.27)


Dimana,
ϕ : sudut gesek dalam tanah pada kondisi drained.

Alpan (1967) juga mengusulkan persamaan untuk menentukan nilai K0 pada


lempung normally consolidated dengan :

KO = 0.19 + 0.233 log ( PI ) (Pers. 2.28)


Dimana :
PI : Indeks Plastis

Untuk tanah lempung yang terkonsolidasi lebih (over consolidated) :

33
KO (over consolidated) = KO (normally consolidated) √𝑂𝐶𝑅
𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑃𝑟𝑎 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑜𝑙𝑖𝑑𝑎𝑠𝑖
OCR = 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓 𝑎𝑘𝑖𝑏𝑎𝑡 𝑙𝑎𝑝𝑖𝑠𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑎𝑡𝑎𝑠𝑛𝑦𝑎 (Pers. 2.29)

Dimana :
OCR : Over Consolidation Ratio

Maka gaya total per satuan lebar dinding (Po) seperti yang terlihat pada
Gambar 2.19, adalah sama dengan luas dari diagram tekanan tanah yang
bersangkutan jadi :
1
PO = K O γ H2 (Pers. 2.30)
2

Gambar 2.19 Distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam (at rest)

2.5 Definisi dinding penahan tanah


Dinding penahan tanah adalah struktur bangunan yang digunakan untuk
menahan tanah atau memberikan kestabilan pada tanah untuk mencegah
keruntuhan tanah yang miring atau lereng yang kemampuan tidak dapat dijamin
oleh tanah itu sendiri.
Bangunan dinding penahan tanah digunakan untuk menahan tekanan tanah
lateral yang ditimbulkan oleh tanah urug atau tanah asli yang labil. Bangunan ini
lebih banyak digunakan pada proyek-proyek: irigasi, jalan raya, pelabuhan, dan
lain- lainnya. Elemen-elemen pondasi, seperti bangunan ruang bawah tanah
(basement), pangkal jembatan (abutment), selain berfungsi sebagai bagian bawah

34
dari struktur, berfungsi juga sebagai penahan tanah sekitarnya. (Hardiyatmo, H.C.,
2002).
Dinding penahan tanah adalah struktur yang bertujuan untuk menahan
tekanan lateral (horizontal) tanah ketika terdapat beda muka elevasi yang
melampaui sudut alamiah kemiringan suatu tanah. Tekanan lateral tanah di
belakang dinding penahan tanah bergantung kepada sudut geser dalam tanah (ϕ´)
dan kohesi tanah (c’).

2.5.1 Jenis-jenis dinding penahan tanah


Jenis dinding penahan tanah beraneka ragam, disesuaikan dengan keadaan
lapangan dan aplikasi yang akan digunakan O’Rourke dan Jones (1990)
mengklasifikasikan dinding penahan tanah menjadi dua kategori yaitu sistem
stabilisasi eksternal dan sistem stabilisasi internal serta sistem hybrid yang
merupakan kombinasi kedua metode tersebut lihat Gambar 2.20.

Gambar 2.20 Klasifikasi dinding penahan tanah

35
Sistem stabilisasi eksternal merupakan sistem yang memanfaatkan berat dan
kekuatan struktur, dan sistem stabilisasi internal yang memperkuat tanah untuk
mencapai kestabilan yang di butuhkan.
a) Dinding penahan tanah kantilever
Dinding penahan tanah kantilever dibuat dari beton bertulang yang tersusun
dari suatu dinding vertikal dan tapak lantai. Masing-masing berperan sebagai
balok atau pelat kantilever. Stabilitas kontruksi diperoleh dari berat sendiri
dinding penahan dan berat tanah diatas tumit tapak (hell). Terdapat tiga bagian
strukutur yang berfungsi sebagai kantilever, yaitu bagian dinding vertikal
(steem), tumit tapak dan ujung kaki tapak (toe). Biasanya ketinggiannya tidak
lebih dari 6-7 meter. Karena dinding penahan ini relatif ekonomis dan juga
relatif mudah dilaksanakan, maka jenis ini juga dipakai dalam jangkauan yang
luas.

Gambar 2.21 Penahan dinding tanah kantilever

 Dimensi perkiraan awal dinding penaha beton kantilever


Pada waktu perancangan stuktur beton bertulang, diperlukan dimensi
pendahuluan dari masing-masing bagian dinding penahan tanah. Dimensi
atau kuran ini hanya dipakai sebagai arahan pada permulaan hitungan.
Ukuran yang lebih besar atau lebih kecil dari ukuran pendaahuluan dapat
dipergunakan asal memenuhi persyaratan stabilitas, kekuatan, dan
kelayakan menurut ketentuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan pada
pengalaman perencanaan yang pernah dilakukan, dimensi sementara
dinding penahan tanah sistem kantilever ditunjukkan pada Gambar 2.21.

36
Gambar 2.22 Ukuran sementara dinding kantilever

b) Dinding gravitasi (Gravity walls)


Dinding gravitasi umumnya terbuat dari beton polos atau dari batu belah.
Kekuatan dinding gravitasi sepenuhnya tergantung dari berat sendiri dinding
ini. Pada umumnya dinding gravitasi berbentuk trapesium. Dimensi dinding
direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan tegangan tarik
akibat gaya yang bekerja pada dinding. Untuk itu dalam perencanaan perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Gambar 2.23 Dinding penahan tanah tipe gravitasi (gravity walls)

 Dimensi dinding penahan tanah tipe gravitasi

37
Pada umumnya lebar plat lantai B diambil 0,5 – 0,7 H, lebar bagian
puncak diambil lebih dari 0,3 – H/12. Tebal kaki dan tumit adalah H/8
sampai H/6 dan lebar kaki dan tumit (0,5 – 1 )d, d adalah tebal kaki.

c) Dinding kantilever dengan rusuk ( counterfort retaining walls )


Dinding kantilever dengan rusuk adalah dinding penahan untuktinggi
timbunan tanah diatas 6 meter. Yang mengakibatkan momen yang cukup
besar pada bagian dasar dari dinding vertikal sehingga desain menjadi tidak
ekonomis. Salah satu solusi untuk mengatasinya adalah dengan menambahkan
rusuk pada bagian belakang dinding vertikal yang berfungsi mengikat bagian
dinding vertikal dengan bagian telapak dari dinding (Gambar 2.24).

Gambar 2.24 Dimensi tembok penahan tipe kantilever dengan rusuk

d) Dinding Penahan Tanah Type Buttress (butters Wall)


Dinding Buttress hamper sama dengan dinding counterfort, hanya bedanya
bagian counterfort, diletakkan di depan dinding. Dalam hal ini, stuktur
counterfort, berfungsi memikul tegangan tekan. Pada dinding ini, bagian tumit
lebih pendek dari pada bagian kaki. Stabilitas konstruksinya diperoleh dari
berat sendiri dinding penahan dan berat tanah diatas tumit tapak. Dinding ini
dibangun pada sisi dinding di bawah tertekan untuk memperkecil gaya irisan
yang bekerja pada dinding memanjang dan pelat lantai. Dinding ini lebih
ekonomis untuk ketinggian lebih dari 7 meter. Kelemahannya dari dinding ini
adalah penahannya yang lebih sulit daripada jenis lainnya dan pemadatan
dengan cara rolling pada tanah di bagian belakang adalah jauh lebih sulit
seperti

38
pada Gambar 2.25.

Gambar 2.25 Dinding penahan tanah jenis buttress (butters wall)

2.5.2 Perencanaan dinding penahan tanah


Pada prinsipnya perencanaan dinding penahan tanah adalah menentukan
bentuk dan dimensi atau ukuran dinding sehingga diperoleh suatu konstruksi
dinding penahan tanah yang stabil, kuat dan ekonomis. Untuk merencanakan
dinding minimal harus ditinjau terhadap dua keadaan, yaitu: stabilitas konstruksi
dan kekuatan konstruksi (Bambang S., 2015).

2.5.2.1 Beban dan reaksi tanah


Bagian-bagian dinding kantilever tediri dari: dinding, pelat pondasi
belakang dan pondasi depan. Pada setiap bagian ini dirancang seperti cara
merancang struktur kantilever. Untuk merancang pelat pondasi, tekanan yang
terjadi pada bagian dasar pondasi yang dihitung lebih dulu, yaitu dengan
menganggap distribusi tekanan tanah linier.
Tekanan pada tanah dasar akibat beban dinding penahan yang terjadi pada
ujung-ujung pelat pondasi seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.33 dapat
dihitung dengan cara persamaan berikut :
1. Bila e ≤ B/6

q = 𝑉 ( 1 ± 6𝛽 ) (Pers. 2.31)
𝐵 𝐵

39
2. Bila e > B/6

2𝑉
q max = 3(𝐵−2𝑒) (Pers. 2.32)

Bila e ≤ B/6, maka tekanan dinding ke tanah yang terjadi berbentuk


trapesium, sedang bila e > B/6, maka diagram tekanan berupa segitiga. Pelat
pondasi dianggap sebagai struktur kantilever yang bentangnya dibatasi oleh
bagianvertikal dan tubuh dinding penahan dengan permukaan tanah urug miring.
Pelat fondasi depan dianggap sebagai pelat yang dijepit oleh dinding vertikal di
bagian depan. Gaya-gaya yang bekerja adalah gaya tekanan tanah ke atas
dikurangi oleh berat tanah di atas pelat depan. Pada bagian depan ini pelat
cenderung mengalami momen positif dengan tegangan tarik terletak pada sisi
bawah.

Gambar 2.26 Gaya-gaya pada dinding kantilever

40
Bagian pelat fondasi belakang dianggap terjepit pada batas permukaan
dinding vertikal di bagian belakang. Gaya tekanan tanah bekerja ke atas,
sedangkan tekanan akibat berat tanah di atas pelat bekerja ke bawah. Tekanan
neto yang dihasilkan cenderung mengakibatkan momen negatif pada pelat
belakang, dengan tegangan tarik pada sisi atas pelat. Bagian tubuh dinding
penahan dianggap sebagai struktur kantilever yang terjepit pada pelat pondasi
bagian atas. Dengan gaya-gaya yang telah diketahui maka dapat dihitung dimensi
komponen-komponen dinding penahan dan penulangannya
2.5.3 Stabilitas dinding penahan tanah
Besaran tekanan lateral menjadi salah satu faktor utama yang
diperhitungkan untuk merencakan dinding penahan tanah. Tekanah lateral yang
terjadi dapat menyebabkan terjadinya geser dan guling. Selain itu hal penting
yaang harus diperhatikan adalah bentuk struktur dan pelaksanaan konstruksi di
lapangan. Oleh karena itu, kestabilan dinding penahan tanah yang harus
diperhitungkan antara lain kestabilan tanah terhadap bahaya guling, bahaya geser,
serta kapasitas daya dukung. Sehingga konstruksi dinding penahan menjadi aman,
dan tidak terjadi keruntuhan.

2.5.3.1 Stabilitas terhadap guling


Menurut Hardiyatmo, H.C. (2002), stabilitas terhadap guling merupakan
stabilitas yang ditinjau berdasarkan kondisi tanah yang terguling yang diakibatkan
oleh tekanan tanah lateral dari tanah urug di belakang dinding penahan tanah.
Penyebab utama bahaya guling ini adalah akibat terjadinya momen, momen ini
memiliki kecenderungan menggulingkan dinding dengan pusat rotasi pada ujung
kaki depan pelat pondasi. Gaya yang menahan guling adalah momen gaya yang
ditimbulkan karena adanya berat sendiri dinding penahan serta momen akibat
berat tanah yang ada di atas pelat pondasi.
Faktor keamanan terhadap bahaya penggulingan (Fgl), didefinisikan sebagai
berikut :
Σ 𝑀𝑊
Fgl Σ 𝑀𝑔𝑙
(Pers. 2.33)

Dimana :

41
ΣMW = W b1
ΣMgl = ΣPah h1 + ΣPav B
ΣMw = momen yang melawan guling (kN m)
W = berat tanah diatas pelat pondasi + berat sendiri DPT (kN)
b1 = jarak horisontal dari titik berat W ke pusat momen
h1 = jarak vertikal dari titik berat W ke pusat momen
B = lebar kaki dinding penahan (m)
ΣPah = jumlah gaya-gaya horizontal (kN)
ΣPav = jumlah gaya-gaya vertikal (kN)

Faktor keamanan minimum terhadap guling tergantung pada jenis tanahnya


menurut Hardiyatmo, H.C. (2002) dalam buku Analisis dan Perancangan Fondasi
I pembagian faktor kemanan untuk berbagai jenis tanah adalah sebagai berikut :
Fgl ≥ 1,5 untuk tanah dasar granular
Fgl ≥ 2 untuk tanah dasar kohesif
Dalam perhitungan stabilitas, tahanan tanah pasif yang berada di depan kaki
dinding depan akan diabaikan, karena faktor-faktor seperti pengaruh erosi, iklim,
dan retakan akibat tegangan-tegangan tarik tanah dasar yang kohesif tidak
dipertimbangkan dalam perhitungan ini

2.5.3.2 Stabilitas terhadap geser


Menurut Hardiyatmo, H.C. (2002), stabilitas terhadap geser yaitu
perbandingan gaya-gaya yang menahan dan mendorong dinding penahan tanah.
Gaya- gaya yang menahan bahaya geser adalah gesekan antara tanah dengan dasar
pondasi serta tekanan tanah pasif di depan dinding penahan tanah akibat tanah
timbunan.
Faktor keamanan terhadap bahaya penggulingan (Fgs), didefinisikan sebagai
berikut :
Σ 𝑅ℎ (Pers. 2.34)
Fgs = Σ 𝑃𝑎ℎ

Untuk granular ( c = 0 )
ΣRh =Wf
= W tg δh dengan δh ≤ Ø

42
Untuk tanah kohesif ( Ø = 0 )
ΣRh = ca.B
Untuk tanah c = Ø (Ø > 0 dan c > 0 )
ΣRh = ca.B + W tg δh
Dimana :
ΣRh = tahanan dinding penahan tanah terhadap geser
W = berat total dinding penahan dan tanah di atas pelat pondasi (kN)
δb = sudut gesek antara tanah dan dasar pondasi, diambil 1/3 – (2/3) Ø
ca = adhesi antara tanah dan dasar dinding = ad x c (kN/m2)
c = kohesi tanah dasar (kN/m2)
ad = faktor adhesi (1,25)
B = lebar kaki dinding penahan (m)
ΣPah = jumlah gaya horizontal (kN)
F = tg .δb= koefisien gesek antara tanah dasar dan dasar pondasi

Faktor keamanan minimum terhadap geser tergantung pada jenis tanahnya,


pembagian faktor keamanan diambil 1,5. Menurut Bowles (1997) dalam
Hardiyatmo, H.C. (2002), menyarankan untuk jenis berbagai jenis tanah :
Fgs ≥ 1,5 untuk tanah dasar granuler
Fgs ≥ 2 untuk tanah dasar kohesif

2.5.3.3 Stabilitas terhadap kapasitas daya dukung


Menurut Hardiyatmo, H.C. (2002), persamaan kapasitas daya dukung untuk
menghitung stabilitas dinding penahan tanah antara lain adalah menggunakan
kapasitas dukung Terzaghi, Meyerhof dan Hansen.
Hardiyatmo, H.C. (2002) menambahkan persamaan Hansen dan Vesic,
kapasitas daya dukung ultimit digunakan untuk menghitung beban miring dan
eksentris. Persamaan Hansen dan Vesic didefinisikan sebagai berikut:

qu = dc ic c Nc + dq iq DfγNq + dγ iγ 0,5 γBNγ (Pers.


2.35) Dimana :
dc, dq, dγ = faktor kedalaman

43
ic, iq, iγ = faktor kemiringan beban
B = lebar kaki dinding penahahan (m)
e = eksentrisitas beban (m)
γ = berat volume tanah (kN/m3)
Nc = faktor daya dukung tanah akibat kohesi tanah
Nq = faktor daya dukung tanah akibat beban terabai rata
Nγ = faktor daya dukung tanah akibat berat tanah

SNI 8460 (2017) Faktor keamanan minimum untuk keruntuhan kapasitas


daya dukung didefinisikan sebagai berikut :

F = 𝑞𝑢 ≥ 3 (Pers. 2.36)
𝑞

Dimana :
q = tekanan akibat beban struktur
qu = tekanan tanah ultimit

44
Gambar 2.27 Faktor daya dukung tanah menurut Mayerhof
Dimana :
Nc = faktor daya dukung tanah akibat kohesi tanah
Nq = faktor daya dukung tanah akibat beban terabai rata
Nγ = faktor daya dukung tanah akibat berat tanah
Φ = Sudut geser tanah
2.5.3.4 Penurunan
Seperti halnya struktur-struktur yang lain, dinding penahan tanah juga akan
mengalami penurunan. Untuk ini, prinsip-prinsip dasar untuk menghitung
besarnya penurunan sama dengan cara menghitung penurunan fondasi
(Hardiyatmo, H.C., 2014).
Menurut (Bambang S., 2015), persyaratan yang harus dipenuhi supaya
konstruksi tidak turun adalah bahwa titik potong resultante gaya harus masih di
dalam inti dasar fondasi atau nilai exentrisitas (e) ≤ 1/6 b. lihat Gambar 2.28.

𝛴𝑀
e = 𝛴𝑊 (Pers. 2.37)

Dimana :
ΣM = Jumlah Momen Dari Semua Gaya Terhadap Pusat Berat Fondasi
ΣW = Jumlah gaya vertikal

Gambar 2.28 Resultan gaya R masih di inti

Tekanan maksimum yang timbul tidak boleh melebihi daya dukung ijin tanah

45
(σ) atau σ > σ’. Tegangan maksimum timbul (σ’) dapat dihitung dengan sebagai
berikut:

σekstrim = 𝑉 (1 + 6.𝑒 ) (Pers. 2.38)


𝐴 𝑏𝑥

Dengan :
A : b.L
L : dipandang 1 m tegak lurus bidang gambar.

Catatan :
1. Didalam melakukan perhitungan stabilitas konstruksi, apabila tanah yang
ditahan banyak mengandung air, perlu diperhitungkan gaya angkat ke atas (up
lift) oleh air. Adapun besarnya gaya angkat ke atas dapat dilihat pada Gambar
2.29 gaya angkat oleh air.

Gambar 2.29 Gaya angkat oleh air

2. Kalau dasar pondasi berupa lapisan batu/cadas, maka nilai e < 1/6 b boleh
tidak terpenuhi asal persyaratan lainnya terpenuhi, misal telah aman terhadap
bahaya penggeseran.Jika dinding terletak pada tanah pondasi yang normal,
resultan gaya-gaya vertikal V sebaiknya terletak pada sepertiga lebar pondasi
bagian tengah. Untuk tanah pondasi berupa lapisan batu eksentrisitas resultan
beban dapat diambil e < (B/4). Untuk tanah pondasi yang sangat lunak,
resultan beban

46
vertikal V harus terletak di dekat pusat pondasi,berhubungan tekanan pondasi
bertambah cepat bila eksentrisitas bertambah. Jika resultan beban
eksentrisitas, ujung luar pondasi turun lebih besar daripada ujung dalamnya.
Kemiringan struktur akibat tidak seragam tersebut akan semakin menambah
besar eksentrisitas resultan beban. Fenomena ini berlangsung dengan
sendirinya sampai dinding penahan mencapai keruntuhan. Kadang-kadang,
dinding penahan tanah dibangun memanjang sampai beberapa puluh meter.
Pada kondisi ini, kondisi tanah dasar mungkin bervariasi. Karena itu, penurun
tak seragam ataupun miringnya dinding sulit dihindarkan. Dalam hal
demekian, sumbangan-sumbangan dibutuhkan untuk memisahkan bagian-
bagiannya supaya penurunan pada bagian yang satu tidak berpengaruh pada
bagian yang lain. ( Parale M.T Sinaga, 2019)
2.5.4 Perencanaan stuktur beton bertulang
1. Tulangan pokok dinding
Dalam menghitung tulangan pokok dinding, maka harus diketahui momen
yang bekerja pada dinding penahan tanah sama seperti perhitungan
sebelumnya. Untuk menghitung penulangan dinding penahan tanah,
digunakan momen terbesar yang terjadi pada bagian dinding yaitu pertemuan
antara dinding dengan telapak. Untuk spesifikasi acuan SNI 03-2847 Tahun
2019. Berikut ini tahapan dalam perhitungan tulangan pokok atau momen
pada dinding.
a. Penentuan diameter tulangan
Dalam menentukan diameter tulangan yang akan digunakan, sebaikknya
dipilih yang memiliki nilai ekonomis namun mampu menahan beban akibat
dari konstruksi. Nilai yang ekonomis menjadi pertimbangan adalah
kemudahan mendapatkan bahan batang tulangan dan ukuran yang terdapat di
pasaran saat ini.
b. Tebal dinding
Nilai dari tebal selimut beton terggantung dari jenis konstruksi yang
direncanakan. Ketebalan dari selimut beton mempengaruhi tebal efektif dari
konstruksi yang akan dihitung. terdapat beberapa kriteria yang biasanya
digunkan dalam menentukan tebal selimut beton berdasarkan dari acuan SNI
03-2847 Tahun 2019, pasal 20 Properti Baja Tulangan, Durabilitan, dan

47
Penanaman yaitu beton yang dicor langsung diatas tanah dan selalu
berhubungan dengan tanah tebal selimut minimum adalah 75 mm.
c. Tebal efektif dinding
Perhitungan tebal efektif dinding, berdasarkan dari tebal dinding yang diambil
dikurangi dengan tebal selimut beton dan setengah diameter tulangan yang
digunakan, berikut rumus yang digunakan :
d = B – ts – (D/2)
Dimana :
d = tebal efektif dinding (mm)
B = tebal dinding (mm)
Ts = tebal selimut beton (mm)
D = diameter tulangan (mm)
d. Lebar peninjau
Untuk mempermudah perhitngan baik itu dinding, pelat, maupun konstruksi
linnya, digunakan lebar peninjau tiap 1 m panjang (1000 mm)
e. Momen terfaktor
Perhitungan momen yang telah dilakukan perlu dikalikan dengan momen
terfaktor atau yang biasa disebut kombinasi beban. Hal ini diperlukan untuk
angka keamanan konstruksi apabila terjadi muatan berlebihan, berikut ini
momen terfaktor berdasarkan SNI 03-2847 Tahun 2019, pasal 5 Beban, 5.3
Faktor beban dan kombinasi beban.
U = 1,4D (Pers. 2.39)
U = 1,2D + 1,6L + 0,5(Lr atau R) (Pers. 2.40)
U = 1,2D + 1,0W + 1,0L + 0,5(Lr atau R) (Pers. 2.41)
U = 1,2D + 1,0E + 1,0L (Pers. 2.42)
U = 0,9D + 1,0W (Pers. 2.43)
U = 0,9D + 1,0E (Pers. 2.44)
Dimana :
U = kuat perlu
D = beban mati
L = beban hidup
Lr = beban atap

48
R = beban hujan
E = beban gempa
W = beban angin
f. Rasio dan penulangan
Dalam menghitung rasio dan luas penulangan, diperlukan beberapa
perhitungan yang diperlukan untuk menentukan rasio tulangan yang
diperlukan. Rasio yang doperlukan ini kemudian dicek terhadap rasio minimal
maupun rasio maksimal tulangan. Apabilah nilai rasio tulangan yang
diperlukan lebih kecil dan rasio tulangan yang diperlukan lebih besar dan rasio
maksimal tulangan yang diperlukan lebih besar dari rasio maksimal tulangan,
maka digunakan nilai rasio maksimal. Hal ini tercantum dalam SNI 03-2847
Tahun 2019. Berikut rumus yang dapat digunakan untuk perhitungan nilai
rasio yang diperlukan :
𝑓𝑦 (Pers. 2.45)
m = 0,85 𝑥 𝑓𝑐′
𝑀𝑢
Rn = (Pers. 2.46)
𝑏 𝑥 𝑑2
1 2𝑚 𝑥 𝑅𝑛
ρ perlu = x (1 − 1− ) (Pers. 2.47)
𝑚 √ 𝑓𝑦

Dimana :
ρ perlu = rasio penulangan yang diperlukan
Rn = faktor beban terhadap luas peninjauan
m = faktor penulangan
fy = tegangan leleh baja tulangan (MPa)
fc’ = kuat tekan beton (MPa)
Mu = momen terfaktor (N.mm)
b = panjang peninjauan (mm)
d = tebal efektif (mm)
2. Tulangan pokok kaki
Sama seperti hitungan tulnagn pokok pada dinding, namun momen yang dihitung
bekerja secara vertikal dalam hal ini adalah momen berat sendiri dan momen
tekanan tanah ( apabila menggunakan dinding penahan kantilever dengan urugan
didepan dinding)
3. Tulangan susut / bagi

49
Untuk perhitungang tulangan susut, digunakan acuan SNI 03-2847 Tahun 2019
pasal 7.6.1.1 dengan luas tulangan minimum yang digunakan rumus sebagai
berikut
:
As min = 0,0020 x b x d (Pers. 2.48)
As perlu = As min/2 (Pers. 2.49)

Dimana :
As min = luas tulangan minimal yang diperlukan (mm2)
As perlu = luas tulangan yang diperlukan (mm2)
b = panjang peninjauan (mm)
d = tebal dari dinding atau pelat (mm)
4. perhitungan jarak antar tulangan
𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛
s = 𝑛 (Pers. 2.50)
Dimana :
s = jarak antar tulangan
As min = luas tulangan minimal yang diperlukan (mm2)
n = jumlah tulangan

2.6 Analisis stabilitas lereng pehitungan manual dengan metode Fellenius


Fellenius (1972) memperkenalkan Metode Fellenius (Orinary Method of
Slice) yang didasarkan pada gaya yang memiliki sudut kemiringan sejajar engan
irisan, menghitung faktor keamanan dilakukan dengan menggunakan prinsip
keseimbangan momen. Fellenius mengemukakan asumsinya yaitu bahwa
kerunthan terjadi melalui perputaran sebidang tanah pada permukaan tanah
longsor membentuk lingkaran dimana titik O menjadi pusat rotasi. Gaya normal P
dianggap bekerja pada tengah-tengah potongan (slice) pada metode ini. Resultan
dari gaya- gaya yang terjadi antara irisan pada setiap irisan di asumsikan memiliki
nilai sama dengan nol yaitu berarti resultan gaya-gaya yang terjadi antara irisan di
abaikan. Jadi metode ini mengasumsikan dengan jumlah :
a) Posisi gaya normal P terletak ditengah paada tiap irisan : n
b) Resultan gaya antara irisan memiliki nilai nol : n-1
c) Total : 2n-1

50
Berdasarkan asumsi diatas, maka dapat diperoleh nilai faktor keamanan
dengan pengujian persamaan keseimbangan momen pada setiap irisan terhadap
titik rotasi.

Gambar 2.30 Memilih irisan agar dasar busur hanya pada satu jenis tanah

Gambar 2.31 Gaya-gaya yang bekeja pada irisan tunggal


Dimana :
W1 = berat tanah irisan
b = lebar irisan arah dasar
Pn : Pn+1 = gaya horizontal yang bekerja pada sisi irisan

51
Tn : Tn+1 = gaya tangesial pada sisi irisan
N = gaya normal yang tegak lurus pada bidang longsor
S = kekuatan geser yang bekerja sepanjang bidang
longsor α= kemiringan bidang longsor
Gambar 2.31 diatas memperlihatkan suatu lereng dengan menggunakan
sistem irisan untuk massa tanah itu sendiri (W) dan Analisa komponen semua
gaya yang terjadi dari massa tanah tersebut, yang tersusun oleh gaya-gaya antar
potongan yang bekerja pada samping kanan potongan. Pada dasar irisan, gaya
berat (W) diturunkan menjadi gaya reaksi normal Pw yang bertindak tegak lurus
terhadap alas irisan dan gaya tangensial Tw yang bekerja searah dengan irisan.
Nilai dari lengan gaya (W) yaitu x = R sin α, dimana R merupakan jari-jari
lingkaran longsor dan sudut α meuakan sudut pada titik O yang terbentuk diantara
garis vertikal dan jari- jari lingkaran longsor.
Analisis lereng dengan kondisi isotropis, non isotropis dan berlapis-lapis
dapat menggunkan metode Fillenius. Massa tanah yang bergerak di asumsikan
tersusun dari beberapa elemen vertikal. Lebar elemen dapat dianggap tidak sama
sehingga busur pada dasar elemen dapat dianggap sebagai garis lurus.
Tekanan air pori akan bekerja dibagian bawah elemen yang berada di
bawah air jika lereng terendam air atau permukaan air tanah yang berada di atas
kaki lereng. Pada kondisi ini harus dihitung secara total, sehingga formulasinya
menjadi
;
Ʃ(𝐶 .𝑙+ (𝑤 .cos 𝛼−𝑢 .𝑙).tan 𝜙)
FK = ⅀(𝑤 .sin 𝛼) (Pers 2.51)
Dimana :
c = kohesi tanah pada bidang gelincir
ϕ = sudut geser dalam
F = FK
W = berat irisan
l = Panjang busur pada bidang gelincir
u = tinggi bidang gelincir
2.7 Pondasi Minipile
Di dunia konstruksi, komponen pendukung yang paling utama adalah pondasi.
Jenis dari pondasi yang akan dipakai dipengaruhi oleh kondisi tanah dasar yang ada.

52
Apabila

53
tanah keras pada kedalaman yang dangkal mampu menahan beban diatasnya, maka
digunakan pondasi dangkal. Sedangkan apabila tanah keras terdapat pada kedalaman
yang lebih dalam, maka digunakan pondasi dalam. Pemilihan pondasi dalam ini
dipengaruhi oleh daya dukung tanah yang jelek dan sebagian besar terjadi pada tanah
kohesif tinggi seperti di area bekas persawahan dan sungai.
Apabila daya dukung tanah yang jelek tidak dapat diperbaiki, maka akan
menyebabkan tanah yang berakibat pada konstruksi diatasnya sehingga perlu dilakukan
perbaikan terhadap daya dukung tanah. Dalam perbaikan daya dukung tanah banyak
metode yang dapat dilakukan antara lain dengan :
1. Mengganti tanah dasar yang lama
2. Pemasangan vertical drain
3. Menggunakan cerucuk bamboo
4. Penambahan tiang pancang
Perhitungan pondasi minipile ini prinsipnya sama dengan pondasi tiang
pancang biasa, dimana kekuatan ultimit tiang tunggal dipengaruhi oleh kuat
tahanan ujung, kuat gesekan selimut tiang dan berat jenis dari tiang itu sendiri.
Untuk mencari nilai dari kapasitas daya dukung tanah dasar dengan model
pondasi tiang ini dapat diperoleh dari data uji CPT (Concrete Penetration Test).
Tahanan pada ujung yang telah digunakan pada tiang pancang harus setara dengan
nilai tahanan ujung pada saat melakukan uji penetrasi. Hardiyatmo (2010)
menyarankan bahwa untuk model tiang pancang yang memiliki ujung tertutup
maka tahanan ujung satuan tiang rencana sama dengan tahanan konus (qc) yang
ada.
Dalam perhitungn kekuatan tahanan ujung ini, ada banyak sekali rumus
yang dapat digunakan salah satunya adalah rumus yang telah dikemukakan oleh
Schmertmann dan Nottingham. Rumus ini telah diterapkan oleh berbagai praktisi
maupun analis yang memerlukan data lapisan tanah keras dan nilai dari daya
dukung tanah keras. Nilai dari lapisan tanah keras didapatkan setelah dilakukan
pengujian CPT yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga kemudian data
tersebut dapat dignkan sebagai acuanya. Perhitungan untk nilai daya dukung tanah
dapat dilakukan dengan menggunakan rumus yang telah dikemukakan oleh
Schmertmann dan Nottingham (dalam Atmojo Geger N dan Wibowo Tri H, 2019)
1. Kapasitas daya dukung ultimit (Qult)

54
Dalam perhitungan kapasitas daya dukung tiang, perlu diperhitungkan nilai dari
tahanan ujung, tahanan gesek selimut dan berat sendiri tiang. Sehingga diperoleh
kapasitas daya dukung ultimit tiang dapat digunakan dengan rumus :

Gambar 2.32 Tipikal pondasi tiang pancang

Qult = Qc + Qs +Wp (Pers


2.52) Dimana :
Qult = kapasitas daya dukung tiang pancang
Qc = tahanan ujung sondir (kg)
Qs = tahanan gesek selimut (kg)
Wp = berat sendiri minipile (kg)

2. Kapasitas daya dukung ijin (Qall)


Setelah dilakukan penentuan dari kapasitas daya dukung batas tanah
dasarnya, selanjutnya menentukan kapasitas daya dukung yang diijinkan. Hal ini
dimaksudkan untuk mencegah terlampaunya batas dari beban yang dapat ditahan
oleh tanah dasarnya.rumus dalam menentukan kapasitas daya dukung ijin ini
hampir sama dengan rumus umum sebelumnya. Namun terdapat penambahan
nilai faktor keamanan yang dapat mempengaruhi besarnya nilai kapasitas daya
dukng ijin normal. Nilai faktor keamanan ini didapatkan berdasarkan dengan
penelitian sebelumnya yang akhirnya kemudian didapatkan nilai faktor keamanan
yang sering terjadi di lapangan perhitngannya masih menggunakan rumus
Schmertmaan.
𝑄𝑢𝑙𝑡
Qall = (Pers 2.53)
𝐹

55
Dimana :
Qall = kapasitas daya dukung ijin (kg)
Qult = kapasitas daya dukung ultimit (kg)
F = faktor keamanan (besarnya diambil nilai 2-5)
Untuk mengetahui nilai dari kapasitas daya dukung tanah, maka diperlukan
beberapa perhitungan yaitu perhitungan tahanan ujung dari konus, tahanan gesek
dari keliling konus dan vertikal dari tiang it sendiri.
3. Nilai tahanan ujung tiang (Qc)
Pengambilan dari data pengujian tanah CPT merupakan cara statis sehingga
untuk perhitungan tahanan ujung tiang juga digunakan cara statis karena cara
perhtungan statis membutuhkan data tanah yang umumnya tidak tersedia secara
kotinyu sepanjang tiang. Berdasarkan metode Schmertmaan dan Nottingham,
perhitungan daya dukung ujung pondasi tiang minipile digunakan cara Begemann
yaitu mengambil dari nilai rata-rata perlaanan ujung sondir dengan 8D diatas
ujung tiang dan 7D-4D dibawah ujung tiang, sehingga tahanan ujung tiang
tersebut dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Qc = 1 . (qc1 + qc2 ) . Ac (Pers 2.54)
2

Dimana :
Qc = tahanan ujung sondir (kg)
qc1 = luas enampang tiang (cm2)
qc2 = nilai rata-rata 0.7D-4D dibawah ujung tiang (kg/cm2)
Ac = nilai rata-rata 8D di atas ujung tiang (kg/cm2)
4. Tahanan gesek tiang (Qs)
Tahanan kulit (skin friction) dihasilkan dari niali gesekan rata-rata yang kecil
antar tiang dengan tanah. Tahanan gesek tiang dipengaruhi oleh nilai dari keliling
dn panjang tiang. Apabila diambil keseluruhan data, maka perlu dikalikan faktor
reduksi sebesar 0.9 dari tahanan gesek tanah yang dihitung. Nilai dari gesekan
tiang diambil rata-rata sepanjang rencana tiang yang akan dihitung, selain itu
untuk menghitung tahanan gesek tiang berdasrkan metode Nottingham dan
Schmertmaan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut ;
Qs = (ks . L) . kf .fs (Pers 2.55)
Dimana :

56
Qs = tahanan selimut sondir (kg)
ks = keliling penampang tiang (cm)
L = panjang tiang rencana (cm)
kf = faktor reduksi (kg)
fs = rata-rata gesekan selimut sepanjang rencana tiang (kg/cm2)
5. Berat sendiri tiang (Wp)
Bahan dari beton pracetak yang digunakan untuk tiang minipile, merupakan
beton bertulang yang bermutu tinggi. Perhitungan tiang minipile tidak dapat
menggunakan berat jenis beton bertulang seperti biasanya. Sehingga untuk
menghitung berat sendiri tiang, berat jenis beton pracetak yang digunakan nilai
berat jenis 3.400 kg/m3. Rumus yang digunakan adalah dari berat sendiri tiang
adalah :
Wp = Ac . L . bj (Pers 2.56)
Dimana :
Wp = berat dari tiang (kg)
Ac = luas penampang tiang (m)
L = panjang tiang rencana (m)
bj = berat jenis tiang, digunakan beton bertulang bermutu tinggi (kg/m3)
6. Kemampuan tiang pancang
Perencanaan suatu kelompok dari tiang pancang, perlu diperhitungkan
karena dari kelompok tiang tersebut menimbulkan efisiensi terhaadap daya
dukung yang dimiliki tiang. Untuk menghitung kemampuan tiang pancang dalam
satu kelompok sebelumnya, perlu dihitung :
a. Nilai beban vertikal yang bekerja
Nilai dari beban vertikal merupakan beban yang bekerja secara vertikal
dan berupa beban sendiri maupun beban timbunan tanah (bila terdapat
sayap pada depan dinding penahan). Untuk mengetahui nilai vertikal,
dapat dilihat berdasarkan rumus :
Pv total = ƩPv. L (Pers 2.57)
Dimana :
Pv total = keseluruhan beban yang bekerja (kg)

57
ƩPv = jumlah dari beban vertikal yang bekerja tiap m
panjang (kg/m)
L = panjang dan rencana dinding penahan tanah (m)
b. Jumlah tiang yang digunakan
Untuk menghitung jumlah dari tiang, diambil nilai kapasitas daya dukung
ijin (Qall) yang terendah. Nilai dari kapasitas daya dukung ijin ini (Qall)
didapati berdasarkan hasil pengambilan data memiliki karakteristik yang
berbeda, sehingga pemilihan nilai terendah (Qall) ini diharapkan bagian
pengambilan data tanah yang jelek. Selain itu jumlah dari tiang pancang
sebaiknya di lebihkan 2-3 buah untk faktor keamanan terhadap nilai dan
efisiensi tiang nanntinya. Berikut rumus untuk jumla tiang ;
𝑃𝑣 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 (Pers 2.58)
n tiang = 𝑄𝑎𝑙𝑙

Dimana :
n tiang = jumlah dari tiang pancang yang dibutuhkan 9buah)
Pv total = jumlah dari beban vertikal yang bekerja pada dinding
(kg) Qall = kapasitas daya dukung ijin setiap tiang (kg)
c. Jarak antar tiang
Setelah diketahui jumlah tiang, maka dapat dihitng nilai dari jarak antar
tiang. Jarak antar tiang ini diperlukan untuk perhitungan momen antar
tiang serta nilai efisiensi kemampuan tiang. Untuk faktor kemanan
sebaiknya jarak antar tiang dari tepi dinding penahan tanah adalah 1 m
𝐿−𝑆−𝑆 (Pers 2.59)
s = 𝑛 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔−1
Diamana :
s = jarak antar tiang (m)
L = panjang dari dinding penahan tanah (m)
n tiang = jumlah tiang yang dibutuhkan (buah)
S = jarak tepi tiang dengan dinding penahan tanah (m)
d. Efisiensi dari tiang
Dalam perhitungan efisiensi tiang kelompok, perlu dihitung sudut antar
tiang dimana merupakan perbandingan dari dimeter ukuran tiang dengan
jarak antar tiang.

58
𝑑
θ = arc tan
𝑠 (Pers 2.60)
Dimana :
θ = sudut antar tiang (°)
d = ukuran tiang (m)
s = jarak antar tiang (m)
kemudian dilakukan perhitungan dari nilai efisiensi tiang berdasarkan nilai
dari sudut antar tiang yang telah diperhitungkan. Adapun rumus yang
digunakan :
𝜃
Eff.Ƞ =1- (𝑛−1)𝑚+𝑚 (𝑚−1)𝑛
90 { 𝑚 .𝑛 } (Pers 2.61)
Dimana :
Eff.Ƞ = nilai efisiensi tiang
(%) θ = sudut antar tiang (°)
m = jumlah baris
n = jumlah tiang dalam 1 baris
setelah itu dicari Qtiang yang sebenarnya setelah dikalikam dengan nilai
efisiensi dari tiang kelompok tersebut. Nilai dari Qtiang ini yang
digunakan sebagai acuan perencanaan pondasi tiang yang sebenarnya.
Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung nilai Qtiang :
Qtiang = Eff.Ƞ . Qall (Pers
2.62) Dimana :
Qtiang = kapasitas daya dukung tanah setelah efisiensi (kg)
Eff.Ƞ = nilai efisiensi tiang (%)
Qall = kapasitas daya dukung yang diijinkan (kg)
2.8 Program GeoStudio
2.8.1 Pengertian Geostudio

GeoStudio adalah merupakan program bantu dalam menganalisa


permasalahan geotenik. Dalam software GeoStudio ada satu fasilitas (sub-
program) yang dinamakan Slope/W, dimana Slope/W merupakan produk software
yang menggunakan batas keseimbangan untuk menghitung faktor kemamanan
tanah dan lereng. Menganalisa stabilitas lereng, menggunakan batas
keseimbangan, serta mempunyai kemampuan untuk menganalisis contoh tanah

59
yang berbeda jenis dan tipe, longsor dan kondisi tekanan air pori dalam tanah
yang berubah menggunakan bagian besar contoh tanah. Slope/ W dapat
diintegrasikan dengan sub program lainnya, baik Vadose/ W, Seep/ W, Quake/ W
(Arifin Nur A. I., 2015).
2.8.2 Penggunaan program Geostudio Slope/W

Gambar 2.33 memperlihatkan contoh dari analisa kelongsorosan tebing


dengan mempergunakan software Geo Slope.

Gambar 2.33 Geostudio Slope/W

Parameter masukan data Analisa dapat ditentukan atau secara probabilitas.


Beberapa permasalahan yang dapat diselesaikan dan kemampuan dari Slope/W :
1. Menghitung faktor keamanan lereng yang bertanah heterogen di atas tanah
keras (bedrock), dengan lapisan lempung. Di ujung lereng (lembah)
merupakan genangan air, air tanah mengalir sampai ujung lereng dan daerah
retakan berkembang pada puncak akibat gaya tegangan pada lereng.
2. Slope/w dapat menghitng faktor faktor keamanan dari lereng dengan beban
luar dan perkuatan lereng dengan angker atau perkuatan dengan geo-textile.
3. Kondisi tekanan air pori dalam tanah yang kompleks, kondisi air pori dapat
dibedakan dalam beberapa cara, dapat semudah seperti garis dapat dibedakan

60
dalam beberapa cara, dapat semudah seperti garis c pada tiap dasar potongan
lereng ditemukan dari data titik cara interpolasi spline.
4. Menganalisa stabilitas dengan tekanan batas elemen. Memasukkan data
tekanan lereng dari analisa batas stabilitas elemen Sigma/ W ke Slope/ W
untuk mempermudah. Keuntungan lain yaitu dapat menghitung faktor
keamanan tiap potongan, sebaik perhitungan faktor keamanan seluruh
longsoran.
Pada dasarnya Slope/ W terdiri dari tiga bagian pengerjaan (langkah-
langkah kerja) yaitu:
1. Define (Pendefinisian model)
a. Mengatur batas area yang akan digunakan.
b. Mengatur skala dan satuan yang digunakan untuk mempermudah
pengerjaan.
c. Menginput data material (data-data tanah), yaitu berat volume tanah (γ),
kohesi (c), sudut geser dalam tanah (Ø).
d. Melakukan sketsa permasalahan (lereng) dengan menggunakan ikon
garis lurus, lengkungan atau lingkaran.
e. Menentukan bagian-bagian gambar dengan mendefinisikan kembali
setelah data terinput.
2. Solve (Nilai dari hasil perhitungan, dengan menekan start pada kotak dialog)
3. Contour (memperlihatkan gambar kontur hasil perhitngan) :
a. Memperlihatkan sketsa hasil stabilitas tanah menggunakan metode
Bishop, Ordinary dan Janbu.
b. Terdapat ikon untuk memunculkan hasil seperti potongan dengan diagram
free body dan force polygon.
c. Memperlihatkan grafik hubungan antara jarak dan kekuatan, dan yang
lainnya.
d. Memperoleh data slide mass.

2.9 Peneliti terdahulu


Pada penelitian ini, peneliti menjadikan beberapa penelitian terdahulu yang
telah dilakukan sebelumnya untuk menjadi bahan referensi bagi peneliti
melakukan peneilitan ini, adapun penelitian terdahulu yang peneliti tentukan
dapat dilihat pada
61
Tabel 2.11.

Tabel 2.9 Daftar peneliti terdahulu


No Peneliti Judul Tahun Hasil Penelitian
1 Hatwan Perencanaan 2018 1. Berdasarkan
Fardilla Dinding Penahan perhitungan keamanan
Tanah Sebagai dinding penahan tanah
Alternatif didapatkan nilai
Pencegahan keamanan yang
Bahaya Longsor melebihi syarat
Pada Konstruksi minimum faktor
Pangkal Jembatan keamanan baik dari
bahaya guling, geser
dan daya dukung tanah.
Sehingga dimensi
dinding penahan tanah
yang direncakanan
dinyatakan aman dan
mampu untuk menahan
tanah urugan pada oprit
jembatan dari
kelongsoran
2. Dari hasil perhitungan
stuktur penulangan
dinding penahan tanah
di simpulkan untuk
menahan momen yang
terjadi pada bagian
dinding vertikal dipakai
tulangan D22-50mm,
tulangan geser D13-
25mm dan tulangan
bagi D13-25mm. lalu
pada bagian kaki
dinding dipakai
tulangan utama D19-
200mm, tulangan geser
D13-250mm dan
tulangan bagi D13-
250mm untuk menahan
momen yang terjadi
pada bagian kaki
dinding tersebut.
2 Parale M.T. Analisa 2019 1. Dari hasil penelitian
Sinaga Perhitungan dinding penahan tanah
Dinding Penahan pada proyek
Tanah Pada pembangunan parkiran

62
Proyek masjid agung medan ,
Pembangunan aman terhadap
Parkiran Masjid stabilitas penggulingan
Agung Medan dengan nilai 19,08 ≥
1,5 dan aman stabilitas
pergeseran dengan nilai
2,69 ≥ 1,5 dan aman
terhadap keruntuhan
kapasitas daya dukung
tanah dengan nilai
24,165 ≥ 3
3 Joanico Da Perencanaan 2019 1. Dari hasil penelitian
Silva, kestabilan dinding didapati tanah yang
Soares, penahan struktur terdapat dilokasi studi
Widodo, batu kali dan penelitian adalah tanah
Esti, beton pada ruas lanau :; Ø = 24,2°, c =
Suliasty, jalan 0,35 dan γd = 15,09
dan Kiky malang kediri KN/m.
frida STA 2. Perencanaan dinding
12.500 km penahan tanah jenis
dinding penahan yang
direncanakan dengan
sisi belakang yang
miring karena jenis
desain ini sesuai
dengan ketentuan
ketinggian tebing
sungai.
3. Hasil Analisa stabilitas
dinding penahan tanah
dinding stabil terhadap
daya dukung tanah =
288,05 > qa = 31,259
(aman) inding stabil
terhadap gaya geser =
1,6 >1,5 (aman).
Dinding stabil
terhadap gaya guling =
2,2 > 1,5 (aman)
4 Maradona Perencanaan 2015 1. Dari hasil penelitian
Srupriyanto, perkuatan dinding didapati penyebab
penahan pada terjadi keruntuhan
bantaran sungai dinding penahan tanah
Konto di karena dimensi
Kecamatan Pujion dinding penahan tidak
Kabupaten Malang sesuai dengan
ketentuan
pembangunan dinding

63
penahan tanah.
Dinding penahan
tanah tidak stabil
terhadap gaya geser
yaitu = 1,28 < 1,5
(tidak aman)
2. Perencanaan kembali
dinding penahan tanah
dimensi dinding
penahan tanah tinggi
(H) = 6m, Lebar (B) =
5m, lebar atas dinding
penahan tanah = 0,6m
kedalaman pondasi
=1,5m
3. Hasil dari analisis
dinding stabil terhadap
gaya geser = 1,67 >
1,5 (aman), dinding
stabil terhadap gaya
guling = 3,9 > 1,5
(aman)
5 Endah Perencanaan 2020 1. Berdasarkan dari hasil
Nurhidayah Dinding Penahan identifikasi keruntuhan
Tanah Sebagai lereng, merupakan tipe
Upaya Translasional.
Penanganan 2. Nilai safety factor (SF)
Stuktural Bencana pada S-01 dan S-02
Longsor dengan metode
Simplified-Bishop
adalah 0,850. Dan
kemudian setelah
adanya penggalian
sebesar 0,625. Dengan
selisih antara
perhitungan manual
dan perhitungan
Rocscience Slide 27%
dan nilai SF lereng
setelah digali dengan
perhitungan manual
adalah 17%
3. Setelah dilakukan
permodelan dengan
Cantilever Wall
mengalami
peningkatan SF
menjadi 0,801, karena

64
masih < 1,25 dilakukan
penambahan Micropile
yang mana nilai SF
mengalami
peningkatan 1,370.

65
BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram alir penelitian

Alur pelaksanaan penelitian ini disusun sesuai diagram alir pada Gambar 3.1.

Mulai

Study literatur

Identifikasi & Rumusan masalah

Pengumpulan Data Sekunder


(Kontur & Geoteknik)

Analisis Stabilitas Lereng kondisi eksisting dengan Geostudio (Slope / W) dan perhitungan manual dengan Metode Fellenius

Mendimensi dan perhitungan stabilitas DPT

Fgl ≥ 1,5, No
Fgs ≥ 2, Bearing capacity ≥ 3 ?

Perencanaan Minipile

Yes
Analisis stabilitas lereng menggunakan Geostudio (Slope/W) kondisi DPT terpasang

Kesimpulan & Saran

Penulangan dinding penahan

Selesai

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

66
Mulai

minipile

Mendimensi minipile

Analisa daya dukung

Kekuatan ujung (qc) Rasio gesekan (FR)

Cek daya dukung No


tiang pancang / kemampuan tiang

Yes

Efisiensi tiang pancang

Kesimpulan & Saran

Selesai

Gambar 3.2 Diagram alir perencanaan Minipile

3.2 Lokasi dan waktu

Objek penelitian yang penulis tentukan kali ini adalah di lereng sungai yang
longsor di Sungai Lungun, Sabanar Baru, Kab. Bulungan, Kalimantan Utara
secara geografis terletak pada 116°04'41" - 117°57'56" bujur timur (BT)
2°09'19" -

67
3°34'49" lintang utara (LT) yang dapat dilihat pada Gambar 3.2 berikut ini. Waktu
penelitian ini dilakukan pada Agustus 2020.

Sungai Lungun

Gambar 3.2 Peta lokasi penelitian Sungai Lungun, Sabanar Baru Kab. Bulungan

3.3 Tahapan pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dari penelitian ini dari data sekunder. Tahapan
pengumpulan data tersebut sebagai berikut :
1. Data sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan informasi dan
dokumentasi yang berasal dari :
1. Literatur ataupun buku dan materi kuliah yang berhubungan dengan
permasalahan yang ditinjau.
2. Data dari instansi yang terkait sebagai data penunjang seperti data geoteknik.
3. Identifikasi klasifikasi, konsistensi dan kepadatan tanah

68
3.4 Analisis stabilitas lereng eksisting
3.4.1 Stabilitas lereng menggunakan program bantu Geostudio Slope/W
Setelah mengumpulkan data properti tanah dan membuat 1 desain bentuk
potongan melintang lereng, selanjutnya ialah menginput data-data tersebut pada
program GeoStudio SLOPE/W untuk dianalisis lebih lanjut. Berikut ini merupakan
tahapan pemodelan lereng dalam program GeoStudio SLOPE/W.
1. Langkah awal adalah membuka program Geostudio dan memilih sub program
SLOPE/W. Selanjutnya akan muncul jendela define analyses yang digunakan
untuk membuat analisis pada data, dan untuk mengatur properti dan metode
dari setiap analisis (Gambar 3.3). Pada penelitian ini akan digunakan metode
tipe analisis Morgenstren-Price, Bishop, Ordinary, dan Janbu.

Gambar 3.3 Pengaturan pada Define Analyses

2. Setelah masuk pada halaman kerja, langkah selanjutnya adalah mengatur unit
atau satuan ukur yang akan digunakan pada menu view yang ditunjukan pada
Gambar 3.4.

69
Gambar 3.4 Mengatur satuan

3. Selanjutnya mengatur grid atau garis bantu pada lembar kerja yang berfungsi
sebagai spasi untuk pengambaran dan skalatis pada lereng yang akan
digambarkan yang ditunjukan pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Mengatur grid

4. Pada menu sketch dipilih sketch axes (Gambar 3.6) untuk mengatur jarak dan
tinggi lereng yang akan didesain atau digambar.

70
Gambar 3.6 Mengatur jarak dan tinggi lereng

5. Menggambar geometri dua dimensi penampang lereng seperti pada Gambar

3.7 Pada awal penggambaran kita menggunakan menu draw- polygon untuk

membuat garis bantu agar memudahkan pada penggambaran lapisan tanah

(region). Setelah selesai menggambar potongan melintang lereng dan lapisan

tanah.

Gambar 3.7 Menggambar potongan melintang lereng

6. Memasukan data-data material pada masing masing lapisan tanah yang

dibutuhkan dari uji laboratorium pada menu Define Materials, data yang

71
diperlukan yaitu kohesi tanah (c), sudut geser tanah (φ), berat tanah jenuh (γ ),

dan berat tanah kering (γ ) sesuai dengan kondisi yang dianalisis (Gambar

Disesuaikan dengan jenis lapisan tanah

Data Tanah

3.8):

Gambar 3.8 Memasukan data material dan model material yang digunakan.

7. Menghubungkan susunan data material sesuai regions/wilayah lapisan


material tanah pada gambar geometri penampang lereng menggunakan menu
draw- material (Gambar 3.9).

Gambar 3.9 Menghubungkan data material ke potongan geometri.

8. Menggambar tinggi muka air tanah (Gambar 3.10) sesuai dengan kondisi lereng

72
yang analisis

Gambar 3.10 Menggambar garis tekanan air pori.

9. Menggambar Slip Surface - Entry and Exit untuk mengetahui rentang


kemungkinan bidang gelincir yang terjadi pada hasil akhir analisis (Gambar
3.11).

entry

exits

Gambar 3.11 Menggambar Slip Surface.

10. Mengecek data dan gambar yang kita buat apakah sudah benar atau belum
melaui menu solve manager, apabila tidak terjadi kesalahan (error) sama
sekali pada keterangan hasil verifikasi maka potongan lereng yang kita
modelkan dapat langsung dianalisis (Gambar 3.12).

73
Gambar 3.12 Mengecek data melalui menu Verify.

11. Menganalisis lereng yang telah dimodelkan dengan klik start pada menu solve
manager untuk mendapatkan nilai faktor aman dan data data lainnya pada
setiap Slice Slip Surface.
a. Output
1. Tampilan hasil akhir dari pemodelan lereng berupa gambar kemungkinan
bidang gelincir yang terjadi dan disertai dengan beberapa keterangan
faktor keamanan (Gambar 3.13), yang selanjutnya akan dibahas pada bab
selanjutnya.

Angka Faktor Aman

Urutan Angka faktor dari paling kristis dan tidak kritis

Gambar 3.13 Gambar hasil analisis

74
2. Diagram potongan lereng beserta datanya di setiap slice pada bidang
gelincir.
3. Report dari seluruh analisa yang telah dilakukan.
4. Grafik hubungan antara tegangan air pori dan lebar lereng.
3.4.2 Stabilitas lereng perhitungan manual dengan metode Fellenius
Metode Fellenius dapat dilihat pada uraian berikut ini :
1. Tentukan titik pusat longsor
2. Buat daerah longsor melingkar dengan berpusat pada titik pusat longsor
3. Bagi daerah longsor yang telah dibuat menjadi beberapa segment (semakin
banyak akan semakin lebih akurat)
4. Gambarkan sebuah garis dari titik psat longsor ke tengah dasar busur pada
setiap segmen. Nilai alpha adalah sudut dari garis vertikal dari tengah dasar
busur setiap segmen terhadap garis dari titik pusat longsor ke tengah dasar
busur setiap segmen, jika sudut disebelah kanan titi pusat longsor maka
bernilai positif, sedangkan jika sudut disebelah kiri maka akan bernilai negatif.
5. Hitung luas dan berat masing-masing segmen tersebut.
6. Cari nilai-nilai variabel untuk mencari faktor keamanan pada setiap segmen.
7. Cari nilai faktor keamanan.

3.5 Analisis data


3.5.1 Faktor keamanan kondisi eksisting
Salah satu faktor penting dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis
faktor keamanan (safety factor) terhadap stabilitas lereng pada kondisi eksisting
(natural condition). Menurut SNI Geoteknik SNI 8460-2017 nilai faktor
keamanan FK ≥ 1,25 adalah desain normal untuk memberikan faktor keamanan
dalam analisis stabilitas lereng. Hal ini penting untuk meyakinkan bahwa desain
lereng aman (Ramadhan R. BKK., 2020)

3.5.2 Mendimensi DPT beton kantilever


Perencanaan dinding penahan tanah ini untuk menganalisa stabilitas dari
stuktur yang memuaskan. Suatu dinding penahan tanah kantilever tersusun atas

75
bagian-bagian ujung telapak dan badan. Perencanaan dibuat dengan anggapan
bahwa hubungan tiap bagian dinding suatu ujung jepit kantilever.
Menurut Hardiyatmo, H.C. (2014), bentuk dan ukuran bagian dari dinding
penahan tanah kantilever (Gambar 3.14) dibawah kondisi normal adalah sebagai
berikut :
1. Lebar pelat kaki (B) dengan ukuran 0,4H – 0,7H
2. Lebar pelat kaki depan (teo) dapat diambil antara B/3
3. Tebal dinding vertikal (T) minimum 20 cm
4. Tinggi pelat kaki biasanya diambil 8-10% dari tinggi totol keseluruhan H

Gambar 3.14 Dimensi dinding penahan tanah tipe kantilever

3.5.3 Kontrol stabilitas geser, guling dan daya dukung tanah


1. Stabilitas terhadap pengguling (overtuning)
Tekanan tanah lateral yang di akibatkan oleh tanah urugan dibelakang
dinding penahan, cenderung menggulingkan dinding dengan pusat rotasi pada
ujung kaki depan fondasi. Momen penggulingan ini dilawan oleh momen akibat
berat sendiri dinding penahan dan momen akibat berat tanah diatas plat fondasi
faktor aman terhadap penggulingan.
Faktor keamanan minimum terhadap guling tergantung pada jenis tanahnya
menurut Hardiyatmo, H.C. (2002) pembagian faktor kemanan untuk berbagai
jenis tanah adalah sebagai berikut :

76
Fgl ≥ 1,5 untuk tanah dasar granular
Fgl ≥ 2 untuk tanah dasar kohesif

2. Stabilitas terhadap penggeseran (sliding)


Gaya-gaya yang menggeser dinding penahan tanah yang di tahan oleh :
a. Gesekan antara tanah dan dasar fondasi
b. Tekanan tanah pasif bila didepan dinding penahan terdapat
tanah timbunan.
Faktor keamanan minimum terhadap geser tergantung pada jenis tanahnya,
pembagian faktor keamanan diambil 1,5. Menurut Bowles (1997) dalam
Hardiyatmo, H.C. (2002), menyarankan untuk jenis berbagai jenis tanah :
Fgs ≥ 1,5 untuk tanah dasar granuler
Fgs ≥ 2 untuk tanah dasar kohesif

3. Stabilitas terhadap keruntuhan kapasitas dukung tanah


Kapasitas dukung ultimit (qu) dihitung dengan menggunakan persamaan
terzhagi untuk beban miring dan eksentris. Kapasitas dukung ultimit (q u) untuk
pondasi memanjang didefinisikan sebagai berikut :

qu = c Nc + Df γ Nq + 0,5 γ B Nγ (Pers 3.1)

Menurut SNI 8460 (2017) Faktor keamanan minimum untuk keruntuhan


kapasitas daya dukung didefinisikan sebagai berikut :

F = 𝑞𝑢 ≥ 3 (Pers 3.2)
𝑞

3.5.4 Perencanan Minipile


Prosedur perhitungan dimensi tiang pancang :
1. Perhitungan tahanan ujung tiang (Qc)
Qc = 1 . (qc1 + qc2 ) . Ac (Pers 3.3)
2

2. Perhitungan tahanan gesek tiang (Qs)


Qs = (ks . L) . kf .fs (Pers 3.4)

77
3. Perhitungan berat sendiri tiang
Wp = Ac . L . bj (Pers 3.5)

4. Perhitungan kapasitas daya dukung ultimit tiang (Qult)


Qult = Qc + Qs +Wp (Pers 3.6)

Analisis kemampuan tiang pancang :


1. Beban vertikal yang bekerja merupakan beban yang telah dihitung
sebelumnya berupa beban sendiri dinding penahan tanah.
2. Jumlah tiang pancang
3. Jarak antar tiang pancang
4. Efisiensi tiang pancang
5. Gaya maksimum yang dipikul tiang

3.5.5 Penulangan dinding penahan tanah beton kantilever


Untuk menghitung penulangan DPT, adapun beberapa tahapan dalam
memulai perhitungan pada tulangan pokok dinding vertikal dan tulangan pook
kaki atau pelat diperhitungkan antara lain:
1. Penentuan diameter tulangan
2. Menentukan lebar dinding (b).
3. Tebal selimut beton
4. Tebal efektif dinding (d)
5. Lebar peninjauan
6. Momen terfaktor
7. Rasio dan luas penulangan
8. Tulangan susut/Bagi

78
3.6 Jadwal pelaksanaan penelitian
Penelitian ini disusun dalam jadwal pelaksanan sebagaimana pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Jadwal pelaksanaan penelitian
2020 2021
No Kegiatan Bulan
6 7 8 9 10 11 12 2 4 6 8 10 12 2 4
Tahap Persiapan
1 Penelitian
a. Pengajuan Judul
b. Survei Lokasi
c. Penyusunan Proposal
d. Pengajuan Proposal
2 Tahap Pelaksanaan
a.Pengumpulan Data
b.Pengolahan Data
Tahap Penyusunan
3 Laporan
a.Penyusunan Laporan
4 Seminar Proposal
Pengerjaan Bab 4 Hasil
4
dan pembahasan
a. memperkuat literaratur
dan pemahaman
softaware
b. Analisis stabilitas
lereng
c. Permodelan dinding
penahan tanah
d. Kontrol stabilitas
dinding penahan tanah
e. Perencanaan Tiang
Pancang
f. Penulangan dinding
penahan tanah
Pengerjaan Bab 5
5 Penutup
a. Kesimpulan
b. Saran
6 Daftar Pustaka
7 Lampiran
Perlengkapan halaman
8 isi
9 Seminar hasil tugas akhir
10 Ujian Pendadaran Skripsi
11 pemberkasan
11 Jilid

79
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik dan jenis tanah


4.1.1 Analisa data tanah
Untuk keperluan perencanaan dinding penahan tanah, dibutuhkan data tanah
lokasi penelitian dilapangan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data
tanah yang didapatkan dari instansi terkait. kondisi geologi tanah pada sekitar
lokasi dikategorikan sebagai tanah lempung atau berkohesi. Parameter tanah yang
perlu diketahui untuk melakukan perencanaan dinding penahan tanah adalah
kohesi (c), sudut geser (ϕ) dan berat isi (γ). Data tanah yang diperoleh merupakan
data hasil pengujian lapangan berupa hasil data sondir dan hand boring. Data
sondir yang diperoleh mengambil titik sondir di lokasi sekitar Sungai Lungun
pada koordinat sebagai berikut :
1. S-1 Koordinat N 0545268 E 0314556
2. S-2 Koordinat N 0545071 E 0315465
Penyelidik geologi teknik dilakukan dengan pengeboran inti (Hand Boring)
sebanyak 3 titik pada koordinat sebagai berikut :
1. HB-1 koordinat N 0545268 E 0314556
2. HB-2 koordinat N 0545071 E 0315465
3. HB-3 koordinat N 0545042 E 0315465

80
Gambar 4.1 Layout lokasi pengambilan pengujian CPT dan Handbor

4.1.1.1 Pengujian HandBor di lokasi penelitian


Dalam perencanaan dinding penahan tanah, maka diperlukan data-data atau
parameter tanah, maka diperlukan pengujian terhadap tanah dasarnya. Pengujian
tanah yang dilakukan adalah dengan pengujian Handbor. Pengujian ini dilakukan
3 titik dengan lokasi yang berbeda. Pada penelitian ini data pengujian yang
digunakan adalah pada titik 3 (HB 3) di karenakan lokasi Handbor titik 3 yang
berdekatan dengan lokasi perencanaan DPT yakni pada STA 2+362.
Pada pengujian Handbor titik 3 (HB 3) dapat dilihat bahwa jenis tanah yang
ada di daerah pengujian adalah tanah lempung. Hal ini dapat dilihat dari data hasil
pengujian dimana pada kedalaman 0,00 – 1,40 m tanah lempung berwarna abu-
abu kecoklatan dan pada kedalaman 1,40 – 2,00 tanah lempung berwarna abu-abu
dengan hasil yang bisa di lihat pada Gambar 4.2, Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.

81
Gambar 4.2 Hasil pengujian handbor HB3

Tabel 4.1 Tebal lapisan tanah hasil uji Handbor


Lapisan Kedalaman Tebal lapisan Jenis Tanah
(m) (m)
1 0.00-1.40 1.40 Lempung abu-abu kecoklatan
2 1.40-2.00 0.60 Lempung abu-abu
Sumber : Data diolah oleh Lab. Mektan UBT, 2018

Tabel 4.2 Parameter tanah hasil uji Handbor


Pengujian lab Hasil Satuan
Kadar air (w) 56.483 %
Berat jenis (Gs) 2.590
Berat volume tanah (γ) 1.703 gr/cm3
Kohesi (c) 0.026 kg/cm2
Sudut geser (Ø) 24.823 °
Lolos saringan No.200 37,78 %
Batas cair (LL) 39.993 %

82
Batas plastis (PL) 27.298 %
Indeks plastisitas (IP) 12.695 %
Kuat tekan bebas (qu) 0.367 kg/cm2
Sumber : Data diolah oleh Lab. Mektan UBT, 2018

Dilihat dari data yang diperoleh dari pengujian handbor dapat


diklasifikasikan menggunakan klasifikasi tanah Unified Soil Classification System
(USCS) pada Gambar 2.2, bahwa presentase lolos saringan no 200 sebesar
37.78% hal ini mengidentifikasikan bahwa tanah termasuk dalam katagori tanah
berbutir halus, yaitu ada kemungkinan tanah lempung atau lanau. Untuk
memastikan bahwa tanahnya lempung atau lanau digunakan grafik USCS, yaitu
dengan melihat nilai batas cair dan indeks plastisnya seperti yang ditunjukan pada
Gambar 4.3. Dengan nilai batas cair (LL) sebesar 39,993% , batas plastis (PL)
sebesar 27,298 & dan indeks plastisnya sebesar 12,695 %, maka dengan
menggunakan rumus A-Line PI
= 0,73 ( LL – 20 ) didapatkan nilai PI sebesar 19,993 %, sehingga didapatkan
tanah termasuk dalam kategori CL (lempung anorganik dengan plastisitas rendah
sampai sedang).

Gambar 4.3 Grafik plastisitas USCS

4.1.1.2 Pengujian CPT (Cone Penetration Test) di lokasi penelitian

83
Pengujian tanah yang dilakukan adalah dengan pengujian CPT (Cone
Penetration Test). Pengujian tanah yang dilakukan adalah 2 titik dimana lokasi
pengujian CPT dilakukan pada tempat yang berbeda dengan lokasi yang
berjauhan yakni titik S1 dengan koordinat N 0545268 E 0314556 dan titik S2
dengan koordinat N 0545071 E 0315465.
Pada hasil pengujian CPT ini peneliti menggunakan hasil sondir pada titik 2
(S2), dikarenakan lokasi pengujian sondir S2 yang berdekatan dengan lokasi
penelitian berbanding pengujian sondir S1. Data pengujian sondir ini selain
digunakan untuk perhitungan daya dukung, juga digunakan untuk mendapatkan
parmeter tanah dengan metode korelasi untuk kedalaman lebih dari 2 meter.
1. Tekanan ujung konus (qc)
Pada tabel hasil analisa pengujian sondir lokasi S2 (dalam dokumen
lampiran), penetrasi ujung konus mulai pada kedalaman 0,00 m hingga -2,00 m
dari muka tanah eksisting memiliki nilai rata-rata 9,73 kg/cm 2. Nilai penetrasi
ujung konus pada kedalaman -2,00 m hingga -8,00 m adalah 41,97 kg/cm2.
Selanjutnya pada kedalaman -8,00 m hingga -11,00 m dari muka tanah asli, nilai
rata-rata penetrasi ujung konus adalah 102,50 kg/cm2.
2. Jumlah hambatan perekat (JHP)
Pada hasil penelitian di titik S2, nilai jumlah hambatan perekat pada
kedalaman 0,00 m hingga -2,00 m sebesar 33,84 kg/cm, pada kedalaman -2,00
hingga -8,00 m sebesar 290,31 kg/cm, dan pada kedalaman -8,00 hingga -11,00 m
sebesar 708,35 kg/cm.
3. Rasio gesekan (FR)
Pada tabel hasil analisa pengujian sondir lokasi S2 (dalam dokumen
lampiran), rasio hambatan mulai pada kedalaman 0,00 m hingga -2,00 m dari
muka tanah eksisting memiliki nilai rata-rata 3,80 %. Nilai rasio gesekan pada
kedalaman
-2,00 m hingga -8,00 m adalah 1,98 %. Selanjutnya pada kedalaman -8,00 m hingga
-11,00 m dari muka tanah asli, nilai rata-rata rasio gesekan adalah 0,99 %.

4.1.1.3 Analisis stuktur penyebaran tanah berdasarkan hasil CPT


Dalam menganalisis stuktur penyebaran tanah berdasarkan data CPT yang
telah didapatkan, besaran penting yang dapat diukur adalah nilai dari ujung konus

84
(qc) dan rasio nilai gesekan (FR). Nilai tersebut dapat dilihat dari tabel maupun
grafik yang telah dianalisis sebelumnya. Stuktur penyebaran tanah dapat dianalisa
klasifikasi tanah, jenis tanah, konsistensi tanah, kepadatan tanah, dan hubungan
konsistensi tanah terhadap tekanan konus dan kohesi, sehingga hasil dari analisis
korelasi ini dapat menentukan nilai parameter tanah yang akan digunakan dalam
perhitungan perencanaan dinding penahan tanah.

4.1.1.3.1 Klasifikasi tanah menurut Robertson dan Cabal


Dalam kajian pustaka sebelumnya, maka dapat dilakukan analisa klasifikasi
tanah menurut Robertson dan Cabal berdasarkan tahanan ujung (qc) dan rasio
gesekan (FR). Sebagai contoh penggunaan grafik dari Gambar 2.3 yang diambil
pada kedalaman 2 – 4 meter seperti yang ditunjukan pada Gambar 4.4

1,84

Gambar 4.4 Contoh klasifikasi tanah menurut Robertson dan Cabal


pada kedalaman 2 – 4 m

Berdasarkan Gambar 4.4, maka dapat dianalisa klasifikasi tanah pada titik
pengujian tanah di S2 dengan hasil pada Tabel 4.4.

85
Tabel 4.4 Klasifikasi jenis tanah menurut Robertson dan Cabal
Keedalaman qc (kg/cm2) Fr (%) Jenis tanah
0,00 – 2,00 9,73 3,80 Lempung
2,00 – 4,00 25,18 2,48 Lempung berlanau
4,00 – 6,00 40,55 1,90 Lanau berpasir
6,00 – 8,00 60,00 1,54 Pasir berlanau
8,00 – 10,00 93,64 1,21 Pasir berlanau
10,00 – 11,00 130 0,39 Pasir

4.1.1.3.2 Konsistensi tanah menurut Terzaghi dan Peck


Perlawanan dari nilai konus dan friction ratio hasil pengujian dari CPT pada
lapisan tanah atau batuan yang dapat dihubungkan secara empiris dengan jenis
konsistensi tanahnya. Untuk mendapatkan hasil konsistensi ada beberapa cara
yang bisa digunakan, tapi dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan
menurut Terzaghi dan Peck (Hardiyatmo, H.C., 2012). Mengacu pada Tabel 2,1
konsistensi tanah berdasarkan hasil CPT rumus Terzhagi dan Peck dalam kajian
pustaka didapatkan hasil CPT titik S2 pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Konsistensi tanah menurut Terzaghi dan Peck


keedalaman qc (kg/cm2) Fr (%) Jenis tanah
0,00 – 2,00 9,73 3,80 Lunak (soft)
2,00 – 4,00 25,18 2,48 Teguh (stiff)
4,00 – 6,00 40,55 1,90 Kaku (stiff)
6,00 – 8,00 60,00 1,54 Sangat kaku (very stiff)
8,00 – 10,00 93,64 1,21 Sangat kaku (very stiff)
10,00 – 11,00 130 0,39 Keras (hard)

4.1.1.3.3 Kepadatan tanah menurut Terzaghi dan Peck


Selain konsistensi tanah seperti diatas, dapat juga ditentukan tingkat
kepadatan lapisan tanah dari hasil pengujian CPT. Adapun nilai yang digunakan
adalah berdasarkan tahanan ujung konus (qc) dan rasio friksi berdasarkan hasil
grafis yang sudah di analisa. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan tingkat daya

86
dukung yang akan digunakan untuk perencanaan. Mengacu pada Tabel 2.2
kepadatan tanah berdasarkan hasil CPT rumus Terzhagi dan Peck didapatkan hasil
CPT titik S2 yakni pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Kepadatan tanah menurut Terzaghi dan Peck


kedalaman qc (kg/cm2) Fr (%) Jenis tanah
0,00 – 2,00 9,73 3,80 sangat lepas (very loose)
2,00 – 4,00 25,18 2,48 Lepas (loose)
4,00 – 6,00 40,55 1,90 setengah lepas (medium)
6,00 – 8,00 60,00 1,54 setengah lepas (medium)
8,00 – 10,00 93,64 1,21 setengah lepas (medium)
10,00 – 11,00 130 0,39 sangat padat (very dense).

4.1.1.3.4 Hubungan konsistensi tanah terhadap tekanan konus dan kohesi


Nilai kohesi pada kedalaman lebih dari 2 meter dalam penelitian ini
ditentukan berdasarkan korelasi nilai qc pada uji sondir menurut Bowles (1968),
yang merujuk pada Tabel 2.4 dalam kajian pustaka didapatkan hubungan
konsistensi tanah terhadap tekanan konus dan kohesi titik S2 yakni Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Hubungan konsistensi tanah terhadap tekanan konus dan kohesi S2
Tekanan konus
Kedalaman Konsistensi tanah Kohesi (kPa)
qc (kg/cm2)
0,00 -2,00 Lunak (Soft) 2,5 – 5,0 4,5
2,00 – 4,00 Medium (stiff) 5,0 – 10,0 8,75
4,00 – 6,00 Kaku (stiff) 10,0 – 20,0 12,5
6,00 – 8,00 Sangat kaku (Very stiff) 20,0 – 40,0 21
8,00 – 10,00 Sangat kaku (Very stiff) 20,0 – 40,0 21
10,00 – 11,00 Keras (Hard) > 40,0 25
Sumber : Data diolah oleh Penulis, 2021

87
4.1.1.3.5 Parameter kekuatan geser
Australian Standard for retaining walls (AS 4678) dalam Kumpulan
Korelasi Parameter Geoteknik dan Fondasi, 2019 menyarankan nilai untuk c’ dan
ϕ’ berdasarkan kelompok tanah seperti pada Tabel 4.8, yang merujuk pada Tabel
2.4 dalam kajian pustaka.

Tabel 4.8 Nilai tipikal c’ dan ϕ’ S2


Kedalaman Tipikal tanah Kelompok tanah c’ (kPa) ϕ’ (derajat)
0,00 -2,00 Lempung Buruk 0-5 17
2,00 – 4,00 Lempung berlanau Buruk 0-5 26
4,00 – 6,00 Lanau berpasir Sedang 0 - 10 26
6,00 – 8,00 Pasir berlanau Sedang 0 - 10 26
8,00 – 10,00 Pasir berlanau Sedang 0 - 10 32
10,00 – 11,00 Pasir Bagus 0-5 32
Sumber : Data diolah oleh Penulis, 2021

4.1.1.3.6 Parameter berat volume tanah


Berat volume tanah untuk kedalaman 2 – 11 meter, karena tidak ada
pengujian langsung di laboratorium, sehingga untuk mendapatkan nilai berat
volume tanah (γ) menggunakan grafik dari Robertson dan Cabal (2010) dalam
Kumpulan Korelasi Parameter Geoteknik dan Fondasi, 2019 seperti yang
disajikan pada Gambar 2.3 Sebagai contoh penggunaan grafik dari Gambar 2.3
yang diambil pada kedalaman 2 – 4 meter seperti yang ditunjukan pada Gambar
4.5

88
3
2,98

1,98
1,93
1
1,84

1,75

Gambar 4.5 Contoh mencari nilai berat volume tanah berdasarkan


Robetson dan Cabal (2010) pada kedalaman 2 – 4 m

4.1.1.4 Rekapitulasi korelasi dan interpretasi pengujian CPT


Rekapitulasi korelasi dan interpretasi dari pengujian sondir (CPT) dititik S2
dalam penelitian ini ditunjukkan dalam Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Hasil korelasi dan interpretasi uji CPT titik S2


qc Fr Berat
(kg/cm2) (%) Klasifikasi Konsistensi Kepadatan c’ volume
Depth (m) ϕ’ (derajat)
Rata-rata Rata- tanah tanah tanah (kPa) tanah (γ)
rata (kN/m3)
Sangat lepas
0,0 – 2,0 9,73 3,80 Lempung Lunak (soft) 4,5 17 17,5
(Very loose)
Setengah
Lempung
2,0 - 4,0 25,18 2,48 Stiff lepas 8,75 26 18,4
berlanau (medium)
setengah lepas
4,0 – 6,0 40,5 1,90 Lanau berpasir Kaku (stiff) 12,5 26 19
(medium)
Sangat kaku setengah lepas
6,0 – 8,0 60,0 1,54 Pasir berlanau 20 26 19,3
(very stiff) (medium)
Setengah
Sangat kaku
8,0 – 10,0 93,6 1,21 Pasir berlanau lepas 20 32 19,8
(very stiff)
(medium)
sangat padat
10,0 – 11,0 120 0,58 Pasir Hard 20 32 29,8
(very dense)
Sumber : Data diolah oleh Penulis, 2021

89
Dari data pengujian handbor pada titik HB3 dan CPT (sondir) pada titik S2,
maka dapat disimpulkan bahwa struktur lapisan tanah dan nilai parameter pada
lokasi Sungai Lungun seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Rekapitulasi struktur lapisan dan parameter tanah di lokasi penelitian
Lapisan Kedalaman Klasifikasi Berat volume Sudut kohesi Keterangan
tanah (m) tanah tanah (γ) geser (ϕ) (c)
(kN/m3) (kPa)
L1 0,00 – 2,00 Lempung 17,03 24.823 2,550 Data Bor
& Lab.
Lempung
L2 2,00 – 4,00 18,4 26 8,75 Korelasi
berlanau CPT
Lanau
L3 4,00 – 6,00 19 26 12,5 Korelasi
berpasir CPT

L4 6,00 – 11,00 Pasir 19,3 32 20 Korelasi


CPT
Sumber : Data diolah oleh Penulis, 2021

4.1.2 Data kondisi eksisting sungai


Kondisi eksisting muara atau hilir Sungai Lungun dari hasil pengukuran
dan data DED yang diperoleh, serta hasil pengolahan data hidrologi pada area
tersebut dengan nilai Hight Water Level (HWL) +4,551 m dan nilai Low Water
Level (LWL)
+2,514 m dan hasil pengukuran topografi telah dihasilkan gambar cross section
pada STA 2+350,00 untuk mewakili kondisi potongan melintang Sungai Lungun
yang dapat dilihat pada Gambar 4.6

90
Gambar 4.6 Kondisi eksisting STA 2+350,00 Sungai Lungun

4.2 Analisis stabilitas lereng eksisting


4.2.1 Analisis stabilitas lereng eksisting dengan Geostudio Slope/W
Simulasi pada software Geostudio Slope/W 2012 dilakukan untuk
memperoleh FS (Factor Safety) yaitu nilai keamanan suatu lereng. Gambar 4.7
adalah hasil simulasi pada software Geostudio Slope/W 2012 dimana merupakan
bidang gelincir dari lereng daerah penelitian dengan nilai FS sebesar 1,090. Dari
hasil yang diperoleh dapat dikatakan bahwa lereng daerah penelitian tidak aman
karena nilai FS kurang dari 1.5, mengacu pada peraturan persyaratan SNI 8460 :
2017 khususnya dalam Bab 7 tentang Stabilitas lereng galian dan timbunan, Pasal
7.5.5 kriteria faktor keamanan. Nilai faktor keamanan untuk lereng tanah tingkat
ketidakpastian kondisi analisis dikategorikan tinggi, jika kondisi geologi sangat
kompleks, kondisi tanah bervariasi, dan penyelidikan tanah tidak konsisten dan
tidak dapat diandalkan rekomendasi nilai faktor adalah FS 1.5 - 2.0.

91
Gambar 4.7 Hasil analisis lereng kondisi eksisting tanpa perkuatan

Pada Gambar 4.7 adalah hasil analisi kondisi eksisting lereng yang terdiri
dari 4 lapisan tanah dengan lebar 20 m. terlihat hasil analisis menunjukkan garis-
garis melengkung yang menunjukkan trial - exit error yang bermakna garis
kelongsoran yang terjadi pada lereng, dan garis putih adalah garis rotasi
kelongsoran yang didapatkan sehingga faktor keamanan yaitu didapatkan 1,090.
Garis hijau menunjukan segmen atau irisan pada lereng yang dianalisis, dimana
ini bermaksud semakin banyak segmen yang ditentukan semakin akurat hasil yang
didapatkan. Pada analisis ini peneliti menggunakan 50 segmen atau irisan.
Data yang digunakan dari hasil analisis lereng kondisi eksisting tanpa
perkuatan menggunakan program Geostudio Slope/W, adapun parameter material
Mohr-Coulomb yang merupakan permodelan dengan kondisi elastis-plastis dari
beberapa parameter yang di input pada analisis tersebut yakni Kohesif (c), sudut
geser (ϕ), berat volume tanah (γ), mengacu pada Tabel 4.10.

92
Gambar 4.8 Penginputan material lapisan tanah pada program Geoslope

4.2.2 Analisis stabilitas lereng eksisting dengan menggunakan metode


Fellenius
Perhitungan analisis kestabilan lereng menggunakan Metode Fellenius
diperlukan data penunjang yang telah diketahui terlebih dahulu yaitu data
parameter tanah pada lereng tersebut ( c, ϕ,γ). Data dari lereng yang telah
diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya mengacu pada Tabel 4.9.
Dengan menggunakan data tanah tersebut maka digambarkan dengan
program bantu Autocad seperti terlihat pada Gambar 4.9 dan Gambar 4.10.

Gambar 4.9 Pembagian bidang longsor dalam bentuk irisan

93
Gambar 4.10 Area luasan setiap irisan lereng
Dari data tanah dan penggambaran bidang longsor diatas, maka dilanjutkan
dengan perhitungan stabilitas lereng dengan metode Fellenius yang dapat dilihat
pada Tabel 4.11 dan Tabel 4.12.

Tabel 4.11 Tabulasi perhitungan beban dengan metode Fellenius


A (m2)
No C (kPa) ϕ (°) 1 (m) CI (kN) 1 2 W (kN)
1 3.210 60.375 2.605 8.362 3.528 1.021 77.698
2 8.750 26.000 1.706 14.501 4.667 1.990 114.565
3 8.750 26.000 1.455 12.368 4.667 3.076 134.546
4 8.750 26.000 1.356 11.526 4.667 3.613 144.417
5 8.750 26.000 1.338 11.373 2.841 2.645 96.108
6 8.750 26.000 1.391 11.824 0.114 2.256 43.414
Ʃ 69.953
Sumber : Data diolah oleh Penulis, 2021

Tabel 4.12 Tabulasi perhitungan faktor keamanan menggunakan metode Fellenius


W cos W cos α- cl +
No CI W (kN) α W cos W sin α u (m) ul (kN) α-ul ul.tanɸ Wcos α
(Kn) (°) α (kN) (kN) (kN) (kN) -ul. tanɸ

1 8.362 77.698 57 42.317 65.163 1.372 35.050 7.268 12.780 21.142

94
2 14.501 114.565 38 90.278 70.533 2.819 47.162 43.116 21.029 35.530
3 12.368 134.546 23 123.850 52.571 3.597 51.324 72.526 35.373 47.741
4 11.526 144.417 10 142.223 25.078 3.997 53.151 89.072 43.443 54.969
5 11.373 96.108 -3 95.976 -5.030 1.292 16.953 79.024 38.542 49.915
6 11.824 43.414 -16 41.732 -11.967 0.231 3.151 38.581 18.817 30.641
Ʃ 69.953 196,35 239.94
FK 1.222
Sumber : Data diolah oleh Penulis, 2021

Data hasil pehitungan menggunakan metode Fellenius diatas, maka


diperoleh nilai faktor keamanan lereng (safety factor) lereng yaitu, 1.222.
Perhitungan manual di Tabel 4.10 dapat dilihat dengan mengambil contoh pada
perhitungan pada irisan 1 :
l1 = lbusur lapis 1 + lbusur lapis 2 = 2.316 + 0.289 = 2.605 m
𝐶1.𝑙1+𝐶2.𝑙2 2,550 .2,316+8,75 .0,286
C1 = Ʃ𝑙 = 2,605 = 3.210kPa
𝜑1.𝑙1+𝜑2.𝑙2 24,823 .2,316+26 .0,286
φ1 = Ʃ𝑙 = 2,605 = 60.375°
Cl1 = C1 . l1 = 3.210 . 2.605 = 8.362 kN
A1 = 3,528 m2 ; A12 = 1,021 m2 (nilai luasan area (A) diperoleh dari
penggambaran pada program bantu Autocad)
W1 = A1 . γ1 + A2 . γ2 = (3,528 . 16,701) + (1,021 . 18,40) = 77,698 kN
α1 = 57° (nilai sudut (α) diperoleh dari penggambaran pada program Autocad)
u1 = 1,372 m (nilai tinggi as irisan (u) diperoleh dari penggambaran pada
program Autocad)
uls = u1 . l1 . γw = 1,372 . 2,605 . 9,807 = 35,050 kN
Ʃ(𝐶 .𝑙+ (𝑤 .cos 𝛼−𝑢 .𝑙).tan 𝜙) 239.94
FK = ⅀(𝑤 .sin 𝛼) = 196.35= 1.222

4.3 Perencanaan dinding penahan tanah


4.3.1 Menentukan dimensi dinding penahan tanah
Dinding penahan tanah yang digunakan berupa dinding penahan tanah beton
kantilever, sehingga direncanakan dinding penahan tanah sepanjang lereng yang
mengalami longsor memiliki dimensi mengacu pda perturan persyaratan dimensi

95
dinding penahan tanah SNI 2847;2017 khususnya pada pasal 10.2.5. sebagai
berikut :

Gambar 4.11 Dimensi dinding penahan tanah

Dimana :
Tinggi kaki dinding (H1) = 0.4 m (H/12-H/10)
Tinggi dinding atas (H2) = 3.6 m (H-H1)
Lebar (toe) kaki (H3) = 0.7 m (H5/3)
Lebar dinding bawah (H4) = 0.4 m (0.1 . H)
Lebar pelat (H5 = B ) = 2 m (0.4-0.7 H)
Lebar (heel) tumit (H6) = 0.9 m (H5-H4-H3)
Lebar atas (H7) = 0.3 m (min 0.3 m)

4.3.2 Perhitungan pembebanan pada dinding penahan tanah


Analisa perhitungan gaya-gaya yang bekerja pada konstruksi dinding
penahan tanah meliputi gaya vertikal akibat berat sendiri dinding penahan tanah,
gaya luar yang bekerja pada dinding penahan tanah, gaya akibat tekanan tanah
aktif dan gaya akibat tanah pasif.

96
Gambar 4.12 Tekanan tanah yang bekerja pada dinding penahan

1. Perhitungan tekanan tanah aktif dan pasif


Diketahui :
a. Data tanah lapisan 1 (L1)
Berat volume tanah (γ1) = 17,03 kN/m3
Sudut geser (ϕ1) = 24.823°
Kohesi tanah (c1) = 2,55 kN/m2
b. Data tanah lapisan 2 (L2)
Berat volume tanah (γ2) = 18.4 kN/m3
Sudut geser (ϕ2) = 26°
Kohesi tanah (c2) = 8,75 kN/m2
c. Data tanah dibelakang DPT (L3)
Berat volume tanah (γ3) = - kN/m3
Sudut geser (ϕ3) =-
Kohesi tanah (c3) = - kN/m2
d. Data beton, baja tulangan dan pembebanan
Berat volume beton (γ beton ) = 2400 kg/m3

97
Kuat tekan beton rencana (fc’) = 20 Mpa
Kuat Tarik baja (fy) = 300 Mpa
Faktor beban hidup (LL) = 1.6
Faktor beban mati (DL) = 1.2
Koefisien tekanan tanah aktif :
Ka1 = tan2 (45 − 𝜙)
2

= tan2 (45 − 24.823)


2

= 0,409
Ka2 = tan2 (45 − 𝜙)
2

= tan2 (45 − 26)


2

= 0,390

Tabel 4.13 Menghitung gaya vertikal dan momen terhadap kaki depan (titk O)
W.faktor beban Jarak dri O Momen ke O
No Berat W (kN)
(kN) (m) (kN.m)
1 4,32 5,18 0,8 4,15
2 25.92 31,10 1,0 31,1
3 30,65 36,78 1,6 58,84
4 26,49 31,78 1,6 50,85
5 - - 0,4 -
6 19,20 23,04 1,0 23,04
q 4,50 7,20 1,6 11,52
Ʃw = 135,08 ƩMW = 179,49
Sumber : Data diolah oleh Penulis, 2021

Tabel 4.14 Perhitungan tekanan aktif total dan momen


Tekanan tanah aktif Jarak dri O Momen ke O
Pa (kN)
total, Pa (kN) (m) (kN.m)
Pa1 4,09 6,54 3,0 19,61
Pa2 13,65 16,38 2,6 42,59

98
Pa3 3,90 6,25 1,0 6,25
Pa4 26,08 31,30 1,0 31,30
Pa5 3,43 4,12 0.7 2,76
Pw 9,81 11,72 0,7 7,032
ƩPa 76,31 ƩMgl 109,542
Sumber : Data diolah oleh Penulis, 2021

Total berat (W) = 135,08 kN


Total beban akibat berat (Mw) = 179,49 kN.m
Total tekanan tanah (P) = 76,31 kN
Total momen akibat tekanan tanah (Mgl) = 109,542 kN.m

4.3.2.1 Kontrol terhadap Overturning (Guling)


Setelah dihitung data-data mengenai jumlah momen penahan (ƩMw) dengan
momen yang menyebabkan penggulingan (ƩMh), maka perlu di cek kekuatan
dinding penahan tanah terhadap penggulingan (overturning)
Diketahui data sebelumnya :
Momen mendorong (ƩMw) = 179,49 kN.m
Momen penahan (ƩMgl) = 113,13 kN.m
Cek terhadap guling (FS ijin = 1,5 ), karena kondisi tanah dasar dilapangan berupa
kohesi, maka :
ƩMw
FSoverturning =
ƩMgl

179,49
= 109,542 = 1,63 > 1,5 OK (aman terhadap guling)
4.3.2.2 Kontrol terhadap Sliding (Geser)
Untuk mengecek kekuatan dinding penahan tanah terhadap geser, maka perlu
diketahui jumlah dan gaya vertikal (Ʃw) maupun jumlah gaya horizontal (ƩH).
Diketahui data- data sebelumnya :
ƩW = 135,08 kN
ƩH (ƩPa) = 76,31 kN
ƩH (ƩPp) = - kN
Cek terhadap geser (FS ijin = 1,5), maka :

99
Faktor adhesi 1,25
Kohesi (c) = 12,5 kN/m2
Adhesi (ca) = 1,25 . 12,5 =15,625
Sudut geser dalam tanah (φ) =26 °
δb = 2/3 φ = 17,33 °
Rh = ca.B + ƩV.tan δ2
= (15,625 x 2) + (135,08 x tan 17,33 ° )
= 73,4 kNm

FS =
Ʃ𝑅 < FS ijin

ƩH
= 0,96 < 1,5 Tidak OK (tidak aman terhadap geser)
73,4
=76,31
Karena konstruksi tidak memenuhi syarat stabilitas geser, maka konstruksi
dinding penahan tanah tersebut perlu ditambah dengan pondasi minipile untuk
menahan gaya geseran atau gaya horizontal.

4.3.2.3 Kontrol terhadap Bearing capacity (Daya dukung tanah)


Dalam stabilitas terhadap keruntuhan kapasitas daya dukung tanah akan
digunakan persamaan Hansen.

𝛴𝑀𝑤− Ʃ𝑀𝑔𝑙
Xe= 𝛴𝑤

179,49 − 109,54
= 135,08

= 0.51 m > 0,333333 (B/6)


e = B/2 – Xe = 2/2 – 0,51 = 0,49 m > B/6 = 0.33333 m
Lebar efektif :
B’ = B – 2e = 2 – (2 . 0,49) = 1,02 m
A’ = B’ . 1 = 0,86 . 1 = 1,02 m2
Faktor kemiringan beban :
5
0.5 .𝐻
iq = [1 − ′
] ≤0
𝑉+𝐴 𝑐.tan 𝜙
5
0.5 . 76,31
= [1 − ] = 0,193
135,08 +1,02 . 2,55 .tan 24,823

ic = iq – (1- iq ) / Nc tan ϕ2

10
= 0,193 – (1 – 0,193) / (22,25 tan 26 ) = 0.12
5
0.7 .𝐻
iy = [1 − ′
] ≤0
𝑉+𝐴 𝑐.tan 𝜙
5
0.7 . 76,31
= [1 − 135,08 +1,02 .2,5.tan 24,823 ] =
Catatan : Nc tan ϕ = Nq – 1
Untuk 𝜙2 = 26°, dari Gambar 2.34, Nc = 22,25, Nq = 11,85, dan Ny = 12,54
Kapasitas daya dukung ultimit untuk fondasi di permukaan menurut Hansen (Df =
0, faktor kedalaman dc = dq = du = 1, faktor bentuk sc = sq = sy =1)
qu = iq . po . Nc . + iy . 0.5 . B’ . γb2 . Ny
= 0,193. 60,6 . 22,25 + 0,083 . 0,5 . 1,02 . 18,4 . 12,54
= 269,99 kN/m2
Bila dihitung dengan berdasarkan lebar fondasi efektif (lebar fondasi efektif),
yaitu tekanan fondasi ke tanah dasar tebagi rata secara sama, maka :
𝑉 135,08
q' = = = 132,43 kN/m2
𝐵′ 1,02

Faktor aman terhadap kapasitas daya dukung adalah :


𝑞𝑢 269,99
F = = = 2,0 < 3 TIDAK OK (tidak aman terhadap daya dukung tanah)
𝑞′ 132,43

Konstruksi terhadap daya dukung tanah tidak memenuhi syarat stabilitas


daya dukung tanah, maka konstruksi dinding penahan tanah tersebut perlu
ditambah dengan pondasi minipile.

4.3.3 Perhitungan dimensi pondasi Minipile


Karena dimensi dinding tidak dapat menahan pembebanan khususnya untuk
gaya geser dan daya dukung tanah maka untuk perkuatan stabilitas digunakan
tiang pancang. Direncanakan pondasi minipile berbentuk empat persegi Panjang
dengan beton bertulang. Berat volume beton sebesar 2400 kg/cm3.
1. Pehitungan tahanan ujung tiang (Qc)
Berdasarkan hasil sondir, maka dapat ditentukan perkiraan data yang harus
digunakan dengan jarak dari ujung konus yang telah direncanakan. Direncanakan
ukuran minipile 20x20 cm dengan kedalaman ujung 2,00 m.

10
Gambar 4.13 Perlawanan ujung konus diatas dan bawah tiang rencana

Ac = D.D
= 20.20 = 400 cm2 (luas minipile)
L = 2 m = 200 cm (panjang rencana tiang)
qc1 = 4D
= 4. 0.2 = 0.8 m (jarak di bawah dari ujung rencana)
Maka untuk pengambilan data qc1 dimulai pada kedalaman 6 m – 6,8 m dari data
sondir S2.
qc2 = 8D
= 8 . 0.2 = 1.6 m (jarak diatas dari ujung tiang rencana)
Maka untuk pengambilan data qc2 dimulai pada kedalaman 4,4 m – 6 m dari data
sondir S2.

Tabel 4.15 Nilai qc1 dan qc2 berdasarkan data sondir S2


Sondir S2
Depth qc (kg/cm) Nilai qc
4,40 21.00
42,33 (qc2)
4,60 23.00

10
4,80 24.00
5,00 26.00
5,20 27.00
5,40 28.00
5,60 29.00
5,80 30.00
6,00 32.00
6,20 33.00
6,40 35.00 54,00 (qc1)
6,60 37.00
6,80 39.00

Dengan menggunakan data sondir S2


Qc = 1 . (qc1+ qc2) . Ac
2

= 0,5 (54,00 + 42,33) . 400


= 19.266,0 kg
2. Perhitungan tahanan gesek tiang (Qs)
Tahanan gesek tiang dipengaruhi oleh nilai dari keliling dan panjang tiang.
Apabila diambil keseluruhan data, maka perlu dikalikan faktor reduksi sebesar 0.9
dari tahanan gesek tanah yang dihitung.
Qs = (ks . L) . kf . fs
Dimana :
Qs = tahanan selimut sondir (kg)
ks = keliling penampang tiang (cm)
L = Panjang tiang rencana (cm)
kf = faktor reduksi (diambil sebesar = 0.9)
fs = rata-rata gesekan selimut sepanjang rencana tiang (kg/cm2)
Berdasarkan hasil sondir, maka dapat ditentukan perkiraan data yang harus
digunakan dengan jarak dari ujung konus yang telah direncanakan.
ks = 4.D
= 4 . 20 = 80 cm (keliling tiang)
L = 2,00 m = 200 cm (Panjang rencana tiang)

10
Untuk mencari nilai rata-rata kuat gesekan (FS) tanah, maka ditinjau dari
permukaan atas penelitian tanah tinggi ujung dari tiang rencana. Adapun nilai dari
rata-rata tahanan gesekan titik S2 pada Tabel 4.16.

Tabel 4.16 Nilai fs rata-rata berdasarkan data sondir S2


Sondir S2
Depth Fs (kg/cm2) Fs rata-rata
4,00 0
4,20 0.0053333
4,40 0.0213333
4,60 0.048
4,80 0.0853333
5,00 0.1333333
5,20 0.1813333
1.142450794
5,40 0.2364444
5,60 0.2986667
5,80 0.3324444
6,00 0.368
6,20 0.4053333
6,40 0.4853333
6,60 0.5724444
6,80 0.64
Sumber : Data diolah oleh Penulis, 2021

Dengan menggunakan data sondir S2


Qs = (ks . L) . kf . fs
=(80 . 200) . 0,9 . 1,1424
= 16.450,56 kg
3. Perhitungan berat sendiri tiang (Wp)
Direncanakan ukuran minipile 20 x 20 cm, dengan kedalaman beton
bertulang mutu tinggi yang memiliki berat jenis hingga 2400 kg/cm 3. Maka dapat
dihitung berat sendiri dari tiang direncanakan dengan rumus :

10
Wp = Ac . L . bj
Dimana :
Wp = berat dari tiang (kg)
Ac = luas penampang tiang (m)
L = Panjang tiang rencana (m)
bj = berat jenis tiang, digunakan beton bertulang bermutu tinggi (kg/m3)
Maka dapat dihitung berat dari tiang minipile tersebut.
Wp = Ac . L . bj
= (0.2 m x 0.2 m) x 2 m x 2400 kg/cm3
= 192 kg
4. Perhitungan daya dukung ultimit tiang (Qult) dengan menggunakan data
sondir S2.
Qult = Qc + Qs – Wp
= 19.266,0 + 16.450,56 – 192
= 35.524,56 kg
Dengan menggunakan faktor aman F = 2.5 maka kapasitas daya dukung ijin
tiang :
Qult
Qall =
𝐹

35.524,56
= 2.5
= 14.209,824 kg

4.3.3.1 Analisis kemampuan tiang pancang


1. Jarak antar tiang
Dengan mengambil jarak antar tiang (s) sebesar 3,5d = 0,7 meter, maka
jumlah tiang pancang untuk perhitungan sebesar 21 buah yang terdiri dari 2
baris, sehingga jumlah keseluruhan tiang pancang adalah 42 buah.
2. Efisiensi tiang (Eff.Ƞ)
Karna tiang pancang berada pada tanah pasir menurut O’neill (1983) dalam
Hardiyatmo 2015 bahwa efisiensi tiang nilainya sebesar 1,35.
Qgroup = Eff.Ƞ . n . Qall
= 1,35 x 42 x 14.209,824

10
= 805.697,03 kg
= 7.901,19 kN

Gambar 4.14 Jarak antar tiang untuk perhitungan momen

Dengan luas bidang kerja sebesar 15 x 1,02 = 15,3 m2, maka tambahan daya
dukung dari tiang pancang sebesar :
7.901,19 = 516,42 kN/m2
qminipile = 15,3

qu DPT = 269,99 kN/m2


qu total (DPT + qminipile) = 786,41 kN/m2

Kontrol terhadap stabilitas daya dukung dinding penahan tanah setelah ditambah
minipile dengan q’ sebesar 132,43kN/m2, maka nilai keamanannya menjadi :

𝑞𝑢𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 786,41
F= = = 5,9 > 3 … OK (aman terhadap daya dukung tanah)
𝑞’ 132,43

Kontrol terhadap stabilitas terhadap geser dinding penahan tanah setelah ditambah
minipile maka nilai keamanannya menjadi :

Rh = ca.B + ( ƩV + qminipile.tan δ2 )
= (15,625 x 2) + (135,08 + 516,42 x tan 17,33 ° )
= 73,4 kNm

10
FS =
Ʃ𝑅 < FS ijin (1,5)

ƩH

327,47
= 81,33 = 4,0 > 1,5 …OK (aman terhadap geser)

4.3.4 Penulangan dinding penahan tanah


Untuk melakukan proses desain stuktur dinding penahan tanah, maka
seseorang perencana dapat mengacu pada peraturan SNI 2847: 2019 khususnya
dalam Bab 14 tentang Dinding Stuktural. Beberapa persyaratan desain dinding
stuktural yang dapat digunakan antara lain adalah :
1. Pasal 13.3.1.2, Ketebalan minimum adalah 1/25 kali tinggi atau Panjang
dinding yang di topang secara lateral (diambil yang terkecil), namu tidak
kurang dari 150 mm.
2. Pasal 14.3.2 rasio minimum tulangan vertikal terhadap luas brutto penampang
beton, Pp harus diambil:
a. 0.0012 untuk tulangan ulir dengan diameter tidak lebih dari D16 dan Fy
tidak kurang dari 420 MPa.
b. 0.0015 untk tulangan ulir lainnya, atau
c. 0.0012 untuk jaringan kawat baja las yang berdiameter tidak lebih dari 16.
3. Pasal 13.3.3. Rasio minimum tulangan horizontal terhadap luas brutto
penampang beton, Pp harus diambil:
a. 0.0020 untuk tulangan ulir dengan diameter tidak lebih dari D16 dan Fy
tidak kurang dari 420 MPa.
b. 0.0025 untuk tulangan ulir lainnya, atau
c. 0.0020 untuk jaringan kawat baja las yang berdiameter tidak lebih dari 16.
4. Pasal 14.3.4, apabila ketebalan dinding melebihi 250 mm, tulangan horizontal
dan vertikal harus diletakkan dalam dua lapis sejajar dengan ketentuan sebagai
berikut :
a. Untuk dinding sisi luar, maka sekurang-kuranganya setengah dari luas
tulangan, As (namun tidak lebih dari 2/3Aa), harus memiliki selimut
beton minimum 50 mm atau 1/3 ketebalan dinding.

10
b. Sisa tulangan yang ada di tempatkan pada sisi dalam dinding, dengan
selimut beton minimum 20 mm namun tidak kurang dari 1/3 ketebalan
dinding
5. Pasal 14.3.5, jarak maksimum antara tulangan vertikal dan horizontal diambil
dari nilai terkecil antara 450 mm atau 3 kali ketebalan dinding.
6. Tulangan minimum dari telapak dinding penahan tanah dapat diambil
mengacu pada SNI 2847:2019 pasal 7.12.2.1, yang menyatakan bahwa perlu
disediakan tulangan susut dan suhu sebesar 0.0018bh (untuk tulangan dengan
fy = 420 MPa), atau sebesar 0.0020bh (untuk tulangan dengan fy = 280 dan 350
MPa).

4.3.4.1 Desain penulangan pada bagian dinding


Direncanakan :
Berat volume beton (γbeton) = 24 kN/m3
Kuat tekan beton (fc' ) = 20 MPa
Kuat Tarik baja (fy') = 300 MPa
Faktor beban Mati = 1,2
Faktor beban mati = 1,6
Gaya vertikal (Ʃw) = 132,83 kN
Lebar pondasi = 2,00 m
Eksentritas pada dasar pondasi oleh beban-beban terfaktor

Tabel 4.17 Beban terfaktor


W.faktor beban Jarak dri O Momen ke O
No Berat W (kN)
(kN) (m) (kN.m)
1 4,32 5,18 0,8 4,15
2 25.92 31,10 1,0 31,1
3 30,65 36,78 1,6 58,84
4 26,49 31,78 1,6 50,85
5 - - 0,4 -
6 19,20 23,04 1,0 23,04
q 4,50 7,20 1,6 11,52
Ʃw = 135,08 ƩMW = 179,49

10
Sumber : Data diolah oleh Penulis, 2021

Tabel 4.18 Beban horizontal terfaktor dari tekanan aktif total


Tekanan tanah aktif Jarak dri O Momen ke O
Pa (kN)
total, Pa (kN) (m) (kN.m)
Pa1 4,09 6,54 3,0 19,61
Pa2 13,65 16,38 2,6 42,59
Pa3 3,90 6,25 1,0 6,25
Pa4 26,08 31,30 1,0 31,30
Pa5 3,43 4,12 0.7 2,76
Pw 9,81 11,72 0,7 7,032
ƩPa 76,31 ƩMgl 109,542

Sumber : Data diolah oleh Penulis, 2021

Eksentrisitas pada dasar fondasi oleh beban-beban terfaktor :


Ʃ𝑀𝑤− Ʃ𝑀𝑔𝑙 179,49 −109,542
Xe = Ʃ𝑤 = 135,08 = 0.51
𝐵 2 2
e
= - Xe = – 0.51 = 0.49 m > B/6 = = 0.33333 m
2 2 6
Tekanan pada dasar pondasi
4Ʃ𝑣
Karena e < B/6 maka digunakan qmaks =
3(𝐵−2𝑒)

4 .134,37
qmaks = 3 .(2−2 .0,49 )
= 176,57 kN/m2
4 .132,83
qmin = 3 .(2+2 .0,43 )
= 60,43 kN/m2

10
Gambar 4.15 Diagram beban yang bekerja

4.3.4.2 Penulangan dinding vertikal


1. hitungan gaya lintang dan gaya momen terfaktor
a. Potongan I-I
Mu = Pa1 . (0.5 . T1) + Pa2 . (0.5 . T1)
(q. T1.Ka1.LL) (0.5. T1) + (0.5. γ1. T12.Ka1.DL) (0,3. T1)
Mu =( 6,54 . 1,00 ) + (16,72 . 0,6)
= 16,572 kN.m
Vu = Pa1 + Pa2
= 6,54 + 16,72
= 23,26 kN
b. Potongan II-II
Mu = Pa3 (0.5. γ2) + Pa4 (0.5. γ2) + Pa5 (1. γ2)
3

= (q.T2.Ka2.LL) (0.5. T2) + (γ1* T1.Ka2.DL) (0.5. T2) + (0.5. γ2. T22.Ka2

- 2.c2. T2 √𝐾𝑎2.DL + 2.c22/ γ2) (0.3.T2)


Mu = ( 6,25 . 1,0 ) + (14,352 . 1,0 ) + ( 7,54 . 0,6 )

11
= 25,126 kN.m
Vu = Pa3 + Pa4 + Pa5
= 6,54 + 14,352 + 7,54
= 28,423 kN
c. Potongan III-III
Mu = Pa6 (0.5 . T3) + Pa7 (0.5 . T3) + Pa8 (0.5 . T3) – Pp1 (0.5 . T3)
= (q.T3.Ka2.LL) (0.5 . T3) + ( γ1.T1 + γ2.T2).Ka2.DL) (0.5 . T3) + (0.5. γ2

T32.Ka2 – 2.c2.T3. √𝐾𝑎2.DL + 2.c22/ γ) (0,3.T3) –(0,5.γ3.T32.Kp. + 2.c3


. √𝐾𝑝. DL) (0.3.T3)
Mu = ( 1,248 . 0,2 ) + ( 33,162 . -0,2 ) + ( -0,25 . 0,12 ) – ( - . 0,12 )
= 6,732 kN.m
Vu = Pa6 + Pa7 + Pa8 + Pp
= 1,248 + 33,162 + -0,25 + -
= 34,16 kN
2. Hitungan kebutuhan tulangan geser
Tebal dinding adalah 300 mm, b =1000 mm dan d = 258 (rumus keliling
trapezium), 75 mm (selimut beton) digunakan besi D19. Sebagai contoh
perhitungan kebuthan tulangan geser pada potongan I-I.
d = 300 – 75 – 9,5 = 215,5 mm
Vu = 23,26 kN
Vc = (1 √𝑓𝑐′ ) bw . d
6

= ( 1 20 ) 1000 . 126
6 √

= 101,568 kN
ϕVn = ϕVc = 0,75 . 101,568 = 76,176 kN > Vu = 23,26 kN (OK !)
Untuk potongan II-II dan III-III dihitung dengan cara yang sama, hasil
hitungan kebutuhan tulangan geser pada dinding vertikal ditunjukkan dalam Tabel
4.19.

11
Tabel 4.19 Hitungan tulangan geser dinding vertikal
Potongan fc’ (Mpa) bw (mm) d (mm) vc (kN) ϕVn = Vu (kN)
ϕVc (kN)
I-I 20 1,000 215,5 28,423 76,177 23,26
II - II 20 1,000 265.5 34,16 161,156 28,423
III - III 20 1,000 315.5 101,568 191,505 34,16
Sumber : Data diolah oleh Penulis, 2021

Karena seluruh nilai ϕVn = ϕVc > Vu maka dinding vertikal tidak
memerlukan tulangan geser hanya digunakan tulangan minimum.

Tabel 4.20 Hitungan kebutuhan tulangan momen

Dim.
d b AS Jarak
potongan y Mu(kN.m) Tlangan
(mm) (mm) (mm) (mm)
(mm)
I-I 2,00 16,572 215,5 1,000 431 19 500
II - II 4,00 25,126 265.5 1,000 531 19 500
III - III 4,40 6,732 315.5 1,000 83,32 19 350
Sumber : Data diolah oleh Penulis, 2021

Sebagai contoh perhitungan akan digunakan potongan II-II karena momen


terbesar yang bekerja disini.
Diketahui :
Diameter besi (D) = 19 mm
Selimut beton = 75 mm
Regangan beton (ɛw) = 0,003
Modulus elastisitas baja = 200,000 Mpa
1. Hitungan kebutuhan tulangan momen pada potongan II-II
Diketahui :
Mu = 25,13 (kN.m)
d = 265,5 (mm)
b = 1000 (mm)
Hitungan penulangan per meter panjang dinding:
(− 1 . 0,85. 𝑓𝑐′. 𝑏) α2 + (0,85. 𝑓𝑐′. 𝑏. 𝑑) α - (𝑀𝑢) = 0
2 𝜙

11
25,13.106
= (− . 0,85 . 20. 1000)α + (0,85 . 20. 1000. 265,5 )α -
1 2
=0
2 0,75

= (6,633143667)α2 + (524,3668563)α – (29564705,88) = 0


Diperoleh α= 6,633143667 mm dan α2= 524,3668563 mm, dan dipakai α =
6,633143667
6,633143667 mm, nilai c =
0.75 = 7,803698 mm
𝑑−𝑐
ε = 𝑐 εcu
265,5 −7,803698
ε = 7,803698 0.0003
= 0,099067
fs = εs.Es
fs = 0,099067. 2 . 105
= 19813,398
karena FS lebih besar dari fy maka diambil fy sebesar = 300 MPa
0.85 .𝑓𝑐′.a.b
AS =
𝑓𝑠

= 0,85 . 20 . 6,633143667 . 1000


= 375,8781411 mm2
Rasio penulangan ( ρ )
𝐴𝑆
ρ = 𝑏.𝑑 375,8781411
= 1000.265,5 = 0,001415737
batasan pmin adalah sebesar 0.0020, sehingga rasio penulangan dipakai Batasan
minimum ( ρ ) = 0,0020 atau luas tulangan As = 0,0020 x d x b
As = 0,0020 x d x b
= 0,0020 . 265,5 . 1000
= 531 mm2
Maka jumlah tulangan dalam per meter pelat untuk dim tulangan 19 mm adalah :
531
n= = 1,326387 buah. Diambil 2 buah batang tulangan D19
1
4 . 3.14 .
jarak antara tulangan adalah :
1000
s= = 500 mm = 500 mm
2

11
Jarak antara tulangan maksimum adalah 3 x tebal pelat = 3 x 400 =1200 mm,
sehingga jarak tulangan masih memenuhi dan dipakai tulangan D19-350, besi 19
mm dipasang dengan setip jarak 50 cm arah memanjang dinding kantilever.
Perhitungan pada potongan I-I dan potongan III-III, pasti akan mendapatkan
jarak tulangan yang lebih besar, sehingga untuk memudahkan pelaksanaan
dilapangan, disamakan menggunakan diameter dan jarak yang sama pada
potongan II-II.
4.3.4.3 Penulangan pelat kaki
1. hitungan gaya lintang dan gaya momen terfaktor
gaya momen akibat tekanan pada tanah dasar fondasi yang arahnya ke atas
dengan mengganggap distribusi tekanan dasar fondasi ke tanah berbentuk
trapezium.
60,43 . 1,1+176,58 . 0,9
Untuk x = 0.9 m q = 2
= 112,699 kN/m

Untuk x = 1.3 m 60,43 . 0,7 +176,58 . 1,3


= 2
q3 = 135,927 kN/m
a. Hitungan kebutuhan tulangan pada Potongan IV-IV (kaki depan)
Gaya geser, Vu = (𝑞𝑚𝑎𝑘𝑠 – q2) .0.5. H3
= - (176,57 – 135,927).0.5 . 0.7
= - 14,23 (reaksi tanah)
= - q2 . H3
= - 135,927 . 0,7
= - 95,04 (reaksi tanah)
= H3.H1.fc’.1.2
= 0,7 . 0,4 . 20 . 1,2
= 6,72 (berat pelat beton terfaktor)
Total Vu = - 102,66 kN
momen, Mu = (𝑞𝑚𝑎𝑘𝑠 – q2) .0.5. H3 . 2 . H3
3
= - ( 112,699 – 135,927) 0,5 . 0,7 . 0,6 . 0,7
= - 5,98 kN.m (momen dari reaksi tanah)
= - q2 . H3 . 0,5 . H3
= - 135,927 . 0,7 . 0,5 . 0,7

11
= - 33,3021943 kN.m (momen dari reaksi tanah)
= H3 . H4 . γbeton . 1,2 . 0,5 . H3
= -0,7 . 0,4 . 24 . 1,2 . 0,5 . 0,7
= -2,82 kN.m (berat pelat terfaktor)
Total Mu = - 45,34 kN

b. Hitungan kebutuhan tulangan pada Potongan V-V (kaki belakang)


Gaya geser, Vu = (q - 𝑞𝑚𝑖𝑛) .0.5. H6
= (112,699 – (- 60,44)) .0.5 . 0.9
= 139,89 kN (reaksi tanah)
= - qmin . H6
= - 60,44 . 0.9
= - 54,39 kN (reaksi tanah)
= - H1 . fc’ . 1,2 . H6
= - 0.4 . 20 . 1,2 . 0.9
= - 8,64 kN (berat pelat terfaktor)

= - (B . γ1 ) + (LL . γ 2) . H6
= - (2,00 . 17,03 ) + (1,6 . 18,4). 1,2 . 0.9
= - 2,26 (berat tanah terfaktor)
= - q . H6 . 1,6
= - 5 . 0.9 .1.6
= -7,20 kN (beban q faktor terluar)
Total Vu = 67,39 kN
1
momen, Mu = (q1 – (- qmin)) . 0,5 . H6 . . H6
3
= (112,699 – (60,44 )) 0,5 . 0,9 . 0,3 . 0,9
= 6,35 kN.m (momen dari reaksi tanah)
= qmin . H6 . 0,5 . H6
= 60,64 . 0,9 . 0,5 . 0,9
= 24,48 kN (momen dari reaksi tanah)
= - H4 . γbeton . 1,2 . H6 . 0,5 . H6
= - 0,40 . 24 . 1,2 . 0,9 . 0,5 . 0,9

11
= - 4,67 kN.m (momen akibat pelat beton terfaktor)
= - (B . γ1 ) + ( LL . γ2 ) 1,2 . H6 . 0,5 . H6
= - (2 . 17,03 ) + (1,6 . 18,4 ). 1,2 . 0,9 . 0,5 . 0,9
= - 19,75 kN.m (momen dari reaksi tanah)
= q . 1,6 . H6 . 0,5 . H6
= - 5 . 1,6 . 0,9 . 0,5 . 0,9
= -3,24 kN.m (momen akibat beban q terluar terfaktor)
Total Mu = 3,17 kN.m

Tabel 4.21 Hasil hitungan gaya geser dan momen pada kaki dinding
Potongan Vu(kN) Mu(kN)
IV-IV - 102,66 - 45,34
V-V 67,39 3,17
Sumber : Data diolah oleh Penulis, 2021

Hitungan kebutuhan tulangan geser potongan IV-IV


Vu = 102,66 kN
d = H1.75.19 = 0.4 . 75 . 19 = 306 mm
Vc = (1 √𝑓𝑐′)bw.d = (1 √20) 1000.570 = 228078,9 kN
6 6

ϕVn = ϕVc = 0.75 . 228078,9 = 468,75 kN > Vu = 102,66 OK!

Hitungan kebutuhan tulangan geser potongan V-V


Vu = 67,39 kN
d = 400 – 75 - 19 = 400 - 75 - 19 = 306 mm
Vc = (1 √𝑓𝑐′)bw.d = (1 √20) 1000.306 = 228078,9 kN
6 6

ϕVn = ϕVc = 0,75 . 228078,9 = 468,75 kN > Vu = 67,39 OK!

Tabel 4.22 Hitungan tulangan geser pada kaki dinding penahan tanah

potongan fc'(Mpa) bw (mm) D (m) Vc (kN) ϕVn = ϕVc (kN) Vu(kN)


IV - IV 20 1000 306 228078,9 468,75 102,66
V-V 20 1000 306 228078,9 468,75 67,39
Sumber : Data diolah oleh Penulis, 2021

11
Dari hitungan tulangan geser pada dinding potongan IV-IV dan V-V terlihat
semua ϕVc > Vu, sehingga dinding kantilever tidak memerlukan tulangan geser
namun tetap dipasang tulangan minimum saja.

Hitungan kebutuhan tulangan momen pada potongan IV-IV


Mu = 45,33
d = 400 – 75 - 19 = 306
b = 1000
Hitungan penulangan per meter panjang dinding:
(− 1 . 0,85. 𝑓𝑐′. 𝑏) α2 + (0,85. 𝑓𝑐′. 𝑏. 𝑑) α - (𝑀𝑢) = 0
2 𝜙
33,52 .106
= (− . 0,85 . 20 . 1000)α + (0,85 . 20 . 1000. 300)α -
1 2
=0
2 0.85
= (9,840398089)α + (602,1596019)α2 – (50366667) = 0
Diperoleh α= 9,840398089 mm dan α2 = 603,9442418 mm, dan dipakai α =
9,840398089
9,840398089 mm, nilai c=
0.85 = 11,57694 mm
𝑑−𝑐
ε = 𝑐 εcu
306 − 11,57694
ε = 11,57694 0.003
= 0,076296
fs = εs.Es
fs = 0,076296 . 2 . 105
= 15259,11
karena Fs lebih besar dari fy maka diambil fy sebesar = 300 MPa
0.85 .𝑓𝑐′.a.b
As =
𝑓𝑠

0,85 .20 . 9,840398089 .1000


= 300
= 456,493 mm2
Rasio penulangan (p )

𝐴
ρ = 𝑏.𝑑𝑆 456,493
= 1000.306 = 0.001822296
batasan pmin adalah sebesar 0.0020, sehingga rasio penulangan dipakai batasan
minimum p = 0.0020 atau luas tulangan As = 0.0020 x d x b

11
As = 0.0020 . 306 . 1000
= 612 mm2
Maka jumlah tulangan dalam per meter pelat untuk dim tulangan 19 mm adalah :
612
n= = 2,159606 buah. Diambil 3 buah batang tulangan D19
1
4 . 3.14 .
jarak antara tulangan adalah :
1000
s= = 333,333 diambil 350 mm
3
jarak antara tulangan maksimum adalah 3 x tebal pelat = 3 x 400 =1200 mm,
sehingga jarak tulangan masih memenuhi dan dipakai tulangan D19-350

Hitungan kebutuhan tulangan momen pada potongan V-V


Mu = 3,17
d = 400 – 75 - 19 = 306
b = 1000
Hitungan penulangan per meter panjang dinding:
(− 1 . 0,85. 𝑓𝑐′. 𝑏) α2 + (0,85. 𝑓𝑐′. 𝑏. 𝑑) α - (𝑀𝑢) = 0
2 𝜙
41,08 .106
= (− . 0.85 . 20. 1000)α + (0.85 . 20. 1000. 306)α -
1 2
=0
2 0.85
= (0,677840773)α + (611,3221592)α2 – (3522222,2) = 0
Diperoleh α=0,677840773 mm dan α2=611,3221592 mm, dan dipakai
0,677840773
α=0,677840773 mm, nilai c= = 0,79746 mm
0.85

𝑑−𝑐
ε = 𝑐 εcu
306−0,79746
ε = 0,79746 0.003
= 1,148155
fs = εs.Es
fs = 1,148155 . 2 . 105
= 229631,1
karena Fs lebih besar dari fy maka diambil fy sebesar = 300 MPa
0.85 .𝑓𝑐′.a.b
AS =
𝑓𝑠

11
0,85 .20 . 0,677840773 .1000
= 300
= 38,41098 mm2
Rasio penulangan (p )
𝐴𝑆
ρ = 𝑏.𝑑 38,41098
= 1000.306 = 0.000125526
batasan pmin adalah sebesar 0.0020, sehingga rasio penulangan dipakai batasan p =
0.0020 atau luas tulangan As = 0.0020 x d x b.
As = 0.0020 . 306 . 1000
= 612 mm2
Maka jumlah tulangan dalam per meter pelat untuk dim tulangan 19 mm adalah :
612
n= = 2,159606 buah. Diambil 3 buah batang tulangan D19
1
4 . 3.14 .
jarak antara tulangan adalah :
1000
s= = 333,333 diambil 350 mm
3
Jarak antara tulangan maksimum adalah 3 x tebal pelat = 3 x 400 =1200 mm,
sehingga jarak tulangan masih memenuhi dan dipakai tulangan D19-350.

Selain penulangan terhadap momen, digunakan juga tulangan memanjang


yang berfungsi sebagai perangkat, untuk menambah integritas stuktur.
Menambahkan cadangan kuat lentur dan juga sebagai tulangan susut dan
pengaruh suhu.
Dinding vertikal
As = 0.002bh
= 0.002 . 1000 . 900
= 1800 mm2
1800
n= = 22,92994 buah. Diambil 24 buah batang tulangan D10
1
4 . 3.14 .
jarak antara tulangan adalah :
1000
s= = 45,45455 diambil 100 mm
22
Dengan memperhatikan syarat jarak tulangan maksimum, maka digunakan
tulangan D10-100

11
Bagian kaki
As = 0.002bh
= 0.002 . 1000 . 400
= 800 mm2
800
n= = 10,19108 buah. Diambil 12 buah batang tulangan D10
1
4 . 3.14 .
jarak antara tulangan adalah :
1000
s= = 83,3333 diambil 100 mm
12
Dengan memperhatikan syarat jarak tulangan maksimum, maka digunakan
tulangan D10-100

Gambar penulangan stuktur dinding penahan tanah ditunjukan dalam


Gambar 4.16 :

Gambar 4.16 Penulangan stuktur dinding penahan tanah

12
4.4 Perbandingan efisiensi setelah dilakukan perencanaan dinding penahan
tanah pada lereng menggunakan program Geostudio Slope/W
Analisis stabilitas lereng menggunakan program bantu Geostudio Slope/W
dilakukan dalam dua kondisi, yaitu kondisi eksisting dan setelah dilakukan
perencanaan dinding penahan tanah. Permodelan dilakukan menggunakan
program Geostudio Slope/W dua dimensi pada potongan lereng dapat dilihat pada
Gambar 4.17.

Gambar 4.17 Permodelan dengan perencanaan DPT pada Geostudio Slope/W

1. Data teknis dinding penahan tanah


Dinding penahan tanah dengan ketebalan dinding bawah dapat diambil
sama besarnya dengan tebal telapak, yaitu 400 mm, sedangkan tebal
dinding bagian atas diambil praktis 300 mm. berikut spesifikasi dan data
perencanaan dinding penahan tanah sebagai berikut :
a. Dinding penahan tanah terbuat dari beton bertulang
b. Tinggi dinding penahan tanah 4 m
c. Mutu beton f’c 20 Mpa
d. Berat volume beton γc 24,00 kN/m3
2. Data teknis minipile

12
Karena dimensi dinding penahan tanah tidak dapat menahan pembebanan
maka untuk perkuatan stabilitas digunakan tiang pancang.
a. Direncanakan pondasi minipile berbentuk empat persegipanjang
dengan bahan beton bertulang.
b. Mutu beton f’c 30 Mpa
c. Panjang rencana tiang 2.00 m
d. Berat volume beton γc 24 kN/m3
Hasil analisis menggunakan program Geostudio Slope/W didapatkan angka
keamanan SF (safety factor) sebesar 3,894 seperti pada Gambar 4.18. Hasil ini
menunjukkan adanya peningkatan setelah diberi perkuatan dinding penahan tanah,
Dari analisis menggunakan program Geostudio slope/W didapatkan angka
kemanan (SF) untuk lereng tanpa perkuatan (kondisi eksisting) sebesar FS 1,090
dan metode Fellenius sebesar FS 1,222.

Gambar 4.18 Hasil analisis lereng secara keseluruhan setelah perencanaan

Pada Gambar 4.18 adalah hasil analisi kondisi eksisting lereng yang terdiri
dari 4 lapisan tanah dengan lebar 20 m, dengan perencanaan dinding penahan
tanah dengan tinggi 4 m dan minipile dengan kedalaman 2 m. terlihat hasil
analisis menunjukkan garis-garis melengkung yang menunjukkan trial - exit
error yang

12
bermakna garis kelongsoran yang terjadi pada lereng, dan garis putih adalah garis
rotasi kelongsoran yang memotong garis kelongsoran, sehingga didapatkan faktor
keamanan yaitu sebesar 3,894. Garis hijau menunjukan segmen atau irisan pada
lereng yang dianalisis, dimana ini bermaksud semakin banyak segmen yang
ditentukan semakin akurat hasil yang didapatkan. Pada analisis ini peneliti
menggunakan 50 segmen atau irisan.

12
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis dan perencanaan perkuatan lereng yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan :
1. Jenis tanah pada lokasi penelitian terdiri dari 4 lapisan. Lapisan 1 kedalaman
0,00 – 2,00 m tanah lempung, lapisan 2 kedalaman 2,00 – 4,00 m tanah
lempung berlanau, lapisan 3 kedalaman 4,00 – 6,00 m jenis tanah lanau
berpasir dan lapisan 4 kedalaman 6,00 – 11,00 jenis tanah pasir.
Karakteristik tanah pada lapisan 1 didapatkan nilai kohesif (c) 2,55 kPa , sudut
geser (ϕ) 24,82 °, dan berat volume tanah (γ) 17,03 kN/m3. Lapisan 2
didapatkan nilai kohesif (c) 8,75 kPa, sudut geser (ϕ) 26 °, dan berat volume
tanah (γ) 18,4 kN/m3. Pada lapisan 3 diperoleh nilai kohesif (c) 12,5 kPa,
sudut geser (ϕ) 26 °, dan berat volume tanah (γ) 19 kN/m3. Dan pada lapisan 4
nilai kohesif (c) 20 kPa, sudut geser (ϕ) 32 °, dan berat volume tanah (γ) 19,3
kN/m3.
2. Nilai Safety Factor (SF) kondisi eksisting pada lereng Sungai Lungun,
Sabanar Baru, Kabupaten Bulungan dengan menggunakan perhitungan
manual metode Fellenius didapatkan sebesar 1,222 dan perhitungan
menggunakan program bantu Geostudio Slope/W didapatkan nilai SF sebesar
1,090.
3. Berdasarkan hasil analisis kontrol keamanan dinding penahan tanah beton
kantilever diperoleh nilai SF terhadap guling (Overturning) sebesar 1,63 aman
terhadap guling, SF terhadap geser (Sliding) sebesar 4,0 aman terhadap geser,
dan SF terhadap daya dukung tanah (Bearing Capacity) didapatkan sebesar
5,9 aman terhadap daya dukung tanah.
4. Setelah dilakukan permodelan dengan menambahkan DPT berupa beton
kantilever diperkuat dengan pondasi minipile, dari analisa menggunakan
software Geostudio Slope/W diperoleh peningkatan nilai safety factor (SF)
menjadi 3,894.

12
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan mengenai
saran-saran yang dapat membantu untuk penelitian selanjutnya dengan :
1. Untuk perhitungan stabilitas lereng/tebing sebaiknya semua parameter yang
dibutuhkan (sudut geser, kohesi, dan berat volume tanah) langsung didapatkan
dari sampel bor dan di uji di laboratorium sesuai dengan kebutuhannya.
2. Permodelan selanjutnya dapat dilakukan dengan software geoteknik lain.
Seperti Plaxis dan Geo5.

12
DAFTAR PUSTAKA

Aldhila Gusta H.Y. dan Widiyanto, (2016), “Kajian Kerawanan Longsor


Sungai Code Daerah Istimewa Yogyakarta (Studi Kasus : Sungai Code
Antara Banteng-Gondolayu)” dalam Jurnal Buni Indonesia volume 5
nomor 2. Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
Arifin Nur I. A., (2015), “Analisis Faktor Keamanan (Safety Factor)
Stabilitas Lereng Menggunakan Geo Slope/ W 2012”. Tugas Akhir,
Majalengka, Jawa Barat : Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik
Universitas Majalengka.
Ardiansyah, (2019), “Analisis Stabilitas Dinding Penahan Tanah Untuk
Perkuatan Tebing Badan Jalan Suradita – Krangganan” dalam Jurnal
Fondasi, Volume 8 Nomor 1. Banten: Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Badan Standar Nasional, (2017), Perancangan Persyaratan Geoteknik SNI
8460 : 2017 Bandung
Bambang Surendro, (2014), Rekayasa Fondasi (Teori dan Penyelesaian Soal),
Yogyakarta.
Das, Braja M., (1995), Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis)
Jilid I, Erlangga, Jakarta
Das, Braja M., (1993), Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis)
Jilid II, Erlangga, Jakarta
Dita Putri M. V. “Perencanaan Dinding Penahan Tanah Tipe Kantilever
Lokasi Perumahan Wika Tamansari Sepinggan Balikpapan”. Tugas
Akhir, Balikpapan: Politeknik Negeri Balikpapan, 2017.
Endah Nurhidayah. “Perencanaan Dinding Penahan Tanah Sebagai Upaya
Penanganan Stuktural Bencana Longsor”. Tugas Akhir, Jember:
Fakultas Teknik Sipil Universitas Jember, 2020.
Fardilla Hatwan, (2018), “Perencanaan Dinding Penahan sebagai Alternatif
Pencegahan Bahaya Longsor Pada Konstruksi Pangkal Jembatan”.
Tugas Akhir, Lampung: Fakultas Tenik Sipil Univesitas Lampung.
Gouw, Tjie Liong (2009), “Ground Settlement”. Jakarta.
Hardiyatmo, H. C., (2012), Mekanika Tanah I, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Hardiyatmo, H. C., (2014), Analisis dan Perencanaan Fondasi I, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
Hardiyatmo, H. C., (2003), Mekanaika Tanah II, Edisi Ketiga, Yogyakarta,
Gadjah Mada University Press.
Hardiyatmo, H. C., (2002), Mekanaika Tanah I, Yogyakarta, Gadjah Mada
University Press.

12
Fardilah Hatwan, (2018), “Perencanaan Dinding Penahan Tanah Sebagai
Alternatif Pencegahan Bahaya Longsor Pada Konstruksi Pangkal
Jembatan”. Tugas akhir, Lampung : Fakultas Teknik Universitas
Lampung.
Mazni Irda D., Hakam A, Tanjung J, Yossyafra, Ismail Anas I., (2018),
“Dinding penahan tanah segmental”. Padang, Sumatera Barat :
Program Doktor Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas
Padang.
Putra S. G. Tjokorda, Ardana W. D., Aryati, (2010), “Analisis Stabilitas
Lereng Badan Jalan dan Perencanaan Perkuatan Dinding Penahan
Tanah” dalam Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Volume 14 Nomor 1.
Denpasar : Jurusan Teknik Sipil, Universitas Udayana Denpasar.
Putri Restu Barokah, (2017), “Perencanaan Konstruksi Pelindung Tebing
Sungai Sebagai upaya Penanganan Longsor Akibat Banjir Di Belokan
Sungai”. Tugas Akhir, Lampung: Fakultas Teknik Universitas
Lampung Bandar Lampung.
Reizha Anindya P dan Azizah R., (2014), “Studi Perencanaan Perkuatan
Tebing Sungai Konto Di Desa Ngroto Kecamatan Pujon Kabupaten
Malang” dalam Jurnal Rekayasa Sipil jilid 4 (hlm 12-21). Malang:
Retyanto Banar Dwi, (2016), “Analisis Faktor Penyebab Tebing Daerah
Aliran Sungai Serayu Untuk Pertimbangan Sebagai Daerah
Pemukiman Di Kabupaten Wonosobo”. Jawa Tengah: Program Studi
Pendidikan Fisika Universitas Sains Al-qur’an Jawa Tengah.
Robiyana A. dan Rijaluddin Arief, (2019), “Metode Pelaksanaan Pekerjaan
Pelindung Tebing Sungai Cimanuk Desa Karangsambung” dalam
Jurnal Seminar Teknologi Majalengka 4.0 Volume 4 Nomor 1.
Majalengka, Jawa Barat : Fakultas Teknik Universitas Majalengka.
Sanglerat, G., Olivari, G., dan Cambou, B., (1989), Soal-soal praktis dalam
Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi, Erlangga, Jakarta.
Sinaga M. T. Parale, (2019), “Analisa Perhitungan Dinding Penahan Tanah
Pada Proyek Pembangunan Parkiran Masjid Agung Medan”. Tugas
Akhir, Medan : Universitas Medan Area Medan.
Soares Joanico Da Silva, Esti Widodo dan Kiki F.S, (2017), “Perencanaan
kestabilan dinding penahan struktur batu kali dan beton pada ruas jalan
malang kediri STA 12.500 km” dalam Jurnal Penelitian Teknik Sipil
dan Teknik kimia Volume 1 Nomor 2. Malang : Universitas Tribhuwana
Tunggadewi Malang.
Soedarmo, G. Djatmiko dan Purnomo, S. J. Edy., (1997), Mekanika Tanah I,
Kansius, Yogyakarta
Supriyanto M., Suhudi dan Farida K, (2015), “Perencanaan perkuatan
dinding penahan pada bantaran sungai Konto di Kecamatan Pujion
Kabupaten Malang”. Malang : Fakultas Teknik, Universitas
Tribhuwana Tunggadewi Malang

12
Surendro, Bambang., (2015), Rekayasa Fondasi (Teori dan Penyelesaian
Soal), Graha Ilmu, Yogyakarta.
Tengku H. (2016), “Tipe-tipe Stuktur Dinding Pelindung Sungai”. Diakses
pada 3 November 2020, dari,
https://www.academia.edu/12163182/tipe_tipe_struktur_pelindung_tebi
ng_sungai
Terzaghi, K. dan Peck, R. B., (1993), Mekanika Tanah dalam Praktik
Rekayasa, Erlangga, Jakarta.
Winianda Restu Arga, (2017), “Perencanaan Dinding Tanah concrete
cantilever Dengan menggunakan Program Plaxis (Studi Kasus : Jalan
Liwa – Simpang Gunung Kemala Krui Km(264+600)”. Tugas Akhir,
Lampung: Fakultas Teknik Universitas Lampung.
Warikar Dominggus Y. Y, (2019), “Kajian Pengaman Tebing Badan Jalan
Rel Jalur Ganda Dengan Geostudio Slope/w Analysis”. Tugas Akhir,
Lampung: Universitas Lampung.

12
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Malaysi, Sabah Tawau pada tanggal 30


Maret 1995 dari pasangan suami istri dengan nama bapak Joni
Malili dan nama ibu Marselina Parenta. Penulis merupakan putra
pertama dari tujuh bersaudara.

Penulis memulai Sekolah Dasar di PB KBSR Perdana Sabah Tawau dan


lulus pada tahun 2010, dilanjutkan pada tahun yang sama di SMP di PB KBSM
Perdana Sabah Tawau dan lulus pada tahun 2012, lalu dilanjutkan pada tahun
2013 di SMAN 1 Krayan dan lulus pada tahun 2016,serta pada tahun yang sama
penulis lulus seleksi masuk Universitas Borneo Tarakan (UBT). Melalui jalur
SBMPTN dan diterima di jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik.

Pada bulan juli sampai agustus Tahun 2019 penulis telah mengikuti
program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Long Api, Kec. Krayan, Kab
Nunukan selama 40 hari. Penulis juga telah melaksanakan program kerja praktik
(KP) selama 2 bulan pada bulan September hingga November 2019. Di proyek
Lab Terpadu Universitas Borneo Tarakan. Pada akhir masa perkuliahan, penulis
memilih tugas akhir dengan judul “Analisis Dinding Penahan Tanah Pada Lereng
Sungai Dengan Dinding Beton Kantilever Sebagai Alternatif Pencegahan
Longsor. Studi Kasus, Sungai Lungun Sabanar Baru Kab. Bulungan”. Dibawah
bimbingan Bapak Ir Fuad Harwadi, S.T., M.T., sehingga dengan semangat dan
motivasi tinggi, penulis akhirnya menyelesaikan penulisan tugas akhir ini.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai