Oleh :
M. IRFAN AKBAR
G1B019048
M. IRFAN AKBAR
G1B019048
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Utama Dosen Pembimbing Pendamping
Dr. Ir. Khairul Amri, S.T.,M.T., IPM. AER. Makmun Reza Razali, S.T.,M.T
NIP. 197202121998021002 NIP. 197511172009121001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknik Universitas Bengkulu
i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Wassalamualaikum wr.wb
M. Irfan Akbar
G1B019048
iii
DAFTAR ISI
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Definisi Pantai Dan Batasan Pantai.....................................................4
Gambar 2. 2 Sketsa Definisi Pantai Secara Teknik.................................................5
Gambar 2. 3 Grafik Hubungan Kecepatan Angin....................................................8
Gambar 2. 4 Mawar Angin ( Wind Rose).................................................................8
Gambar 2. 5 Tipe Pasang Surut.............................................................................11
Gambar 2. 6 Grafik Peramalan Gelombang...........................................................14
Gambar 2. 7 Grafik Tinggi Gelombang Pecah......................................................16
Gambar 2. 8 Penentuan Kedalaman Gelombang Pecah.........................................17
Gambar 2. 9 Rencana Revetment...........................................................................19
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR PERSAMAAN
Persamaan 2. 1 Kecepatan Angin Pada Ketinggian 10 m....................................7
Persamaan 2. 2 Hubungan Antara Angin di Darat Dan di Laut...........................7
Persamaan 2. 3 Faktor Tegangan Angin..............................................................7
Persamaan 2. 4 Fetch Rerata Efektif....................................................................9
Persamaan 2. 5 Cepat Rambat Gelombang........................................................13
Persamaan 2. 6 Panjang Gelombang..................................................................13
Persamaan 2. 7 Koefisien Refraksi....................................................................14
Persamaan 2. 8 Koefisien Pendangkalan...........................................................15
Persamaan 2. 9 Tinggi Gelombang Laut Dalam Ekivalen.................................15
Persamaan 2. 10 Pengaruh Dasar Laut Terhadap Gelombang.............................16
Persamaan 2. 11 Hukum Snell.............................................................................16
Persamaan 2. 12 Berat Minimum Batu................................................................18
Persamaan 2. 13 Tebal Lapis Pelindung..............................................................18
Persamaan 2. 14 Lebar Puncak............................................................................19
Persamaan 2. 15 Berat Toe Protection.................................................................19
Persamaan 2. 16 Tinggi Toe Protection...............................................................19
Persamaan 2. 17 Lebar Toe Protectiono..............................................................20
viii
DAFTAR NOTASI
U (10 ) = Kecepatan angin pada ketinggian 10 m
y = Ketinggian permukaan angin (y < 20)
RL = Hubungan antara angin di darat dan di lau
Uw = Kecepatan angin di darat (m/s)
UL = Kecepatan angin di laut (m/s
UA = Faktor tegangan angin (m/s)
F eff = Fetch rata-rata efektif (km)
Xi = Panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke
ujung akhir fetch (km)
α = Deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan menggunakan
pertambahan 6° sampai sudut sebesar 42° pada kedua sisi dari arah
angin
C = Cepat rambat gelombang (m/s)
L = Panjang gelombang (m)
T = Periode gelombang (s)
d = Kedalaman air (m)
α1 = Sudut antara garis puncak gelombang dengan garis kontur dasar laut
titik yang tinjau (°)
C1 = Cepat rambat gelombang (m/s)
C0 = Cepat rambat gelombang di laut dalam (m/s)
Kr = Koefisien refraksi
α0 = Sudut antara garis puncak gelombang di laut dalam dan garis kontur
dasar laut (°)
Ks = Koefisien shoaling (pendangkalan)
H0 = Tinggi gelombang di laut dalam (m)
H' 0 = Tinggi gelombang laut dalam ekivalen (m)
Hb = Tinggi gelombang pecah (m)
L0 = Panjang gelombang di laut dalam (m)
H1 = Tinggi gelombang pada gelombang tertentu (m)
ix
Hs = Tinggi gelombang signifikan (m)
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang memiliki daerah perairan yang lebih luas
daripada luas daratannya. Indonesia memiliki sekitar 17.500 pulau, bergaris pantai
sepanjang 81.000 km. Sekitar 62 % luas wilayah Indonesia adalah lautan dan
perairan, hal ini dikonfirmasi dari data KKP. Provinsi Bengkulu terletak di pesisir
barat pulau Sumatera. Garis pantainya terhubung langsung dengan Samudera
Hindia sepanjang 525 km. Beberapa provinsi lainnya yang berbatasan adalah
Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Jambi di utara, Provinsi Sumatera Selatan di
timur, dan Provinsi Lampung di selatan. Secara geografis, Provinsi Bengkulu
terletak di antara 02°16' - 03°31' LS dan 101°01' - 103°41' BT. Wilayahnya
terdiri dari 9 kabupaten, 1 kota, 128 kecamatan, 172 kelurahan, dan 1.341 desa
dan luas wilayahnya 19.919,33 km2.
Pada Wilayah Kabupaten Bengkulu Utara yang menjadi objek penelitian kali
ini memiliki intensitas pantai yang panjang mencapai 262,63 km. Sebanyak 40
desa berada di daerah pesisir pantai dengan potensi perikanan laut sekitar 13.060
ton per tahun, ditambah dengan produksi pertambangan mencapai angka 200 ribu
per tahunnya (RAD Kemaritiman, 2017). Hal itu menjadikan daerah pesisir pantai
ini menjadi mata pencaharian yang bergerak di bidang pariwisata dan perikanan
bagi masyarakat sekitar. Daerah pesisir pantai ini tentunya harus diimbangi pula
dengan bangunan pengaman pantai, mengingat wilayah geografisnya yang
berbatasan langsung dengan Samudera Hindia agar tidak terjadinya abrasi.
Revetment merupakan salah satu bangunan pelindung pantai yang difungsikan
sebagai dinding pantai. Kegunaannya adalah sebagai dinding pemisah antara
perairan yang ada dipantai dan daratan. Selain itu, keberadaan revetment bisa
sekaligus melindungi pantai dari pengikisan dan limpasan pada gelombang
menuju daratan, Penyebab utama dari adanya bangunan pelindung pantai
(revetment) ini adalah untuk mencegah adanya abrasi, ditakutkan adanya nanti
infrastruktur sekitar pantai yang akan tergerus akibat abrasi di wilayah sekitar,
seperti jalan dan tempat wisata. Maka untuk mencegah itu dalam Perencanaan ini
direncanakan revetment dari bahan tetrapod. Tetrapod mempunyai bentuk sumbu-
1
sumbu dari tiga kakinya berada pada bidang datar. Pada perencanaan ini memilih
bahan tetrapod karena instalasi yang mudah dan kemudahan dalam mendapatkan
material, dan desain ukurannya yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan di
lapangan serta umur material yang relatif panjang menjadi alasan memilih bahan
tetrapod dari pada bahan lainnya.
2
1.5 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pantai
Pantai adalah sebuah bentuk geografis yang terdiri dari pasir dan, dan terdapat
di daerah pesisir laut. Daerah pantai menjadi batas antara daratan dan perairan
laut. Pantai terbentuk karena adanya gelombang yang menghantam tepi daratan
tanpa henti, sehingga mengalami pengikisan (Raihansyah, dkk, 2016). Menurut
Triatmodjo (2012) ada dua istilah tentang kepantaian dalam Bahasa Indonesia
yang sering rancu pemakaiannya, yakni antara pesisir (coast) dan pantai (shore).
Coast (pesisir) adalah daerah daratan yang berada di tepi laut dimana daratan
tersebut masih mendapat pengaruh laut seperti pasang surut dan perembesan air
laut. Pantai (Shore) adalah suatu daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air
pasang tertinggi dan terendah. Garis pantai adalah garis batas antara daratan dan
air laut, dimana posisinya tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang
surut air laut dan erosi pantai yang terjadi (Triatmodjo, 1999). Definisi dan
batasan pantai dapat dilihat pada gambar 2.1
4
2. Daerah pantai adalah suatu pesisir beserta perairannya dimana pada daerah
tersebut masih terpengaruh baik oleh aktivitas darat maupun aktivitas marin.
3. Pesisir adalah tepi laut yang masih terpengaruh oleh aktivitas marin.
4. Perairan pantai adalah daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas
daratan.
5. Sempadan pantai adalah daerah sepanjang pantai yang diperuntukkan bagi
pengamanan dan pelestarian pantai.
Sehubungan dengan wilayah pantai yang merupakan pertemuan antara
darat dan laut, maka kawasan ini mempunyai ciri yang khas. Pada wilayah pantai
yang mengarah ke arah laut dibatasi oleh pengaruh fisik laut dan sosial ekonomi
bahari, sedangkan yang mengarah ke arah darat dibatasi oleh pengaruh proses
alami dan kegiatan manusia terhadap lingkungan darat. Secara teknis, pantai
dideskripsikan dengan sketsa seperti pada Gambar 2.2.
5
oleh garis batas tertinggi naiknya gelombang dan batas terendah turunnya
gelombang di pantai.
Pada umumnya sistem pantai di Provinsi Bengkulu yang berada pada Wilayah
Barat Sumatra merupakan zona pantai yang aktif, mulai dari gumuk pasir (sand
dune), berm, shoreline, surf zone sampai ke sand bar. Semuanya selalu berubah-
ubah dari satu waktu ke waktu yang lain. Shoreline (garis pantai), surf zone dan
sand bar di beberapa daerah dapat berubah dalam orde hari, sedangkan sand dune
umumnya berubah dalam orde ratusan tahun (Sulaiman, dkk, 2008).
Kondisi pantai yang ada di Provinsi Bengkulu termasuk pantai yang rawan
akan hempasan gelombang secara intensif. Alasan tersebut yang menjadikan
beberapa lokasi pantai yang tidak diperbolehkan untuk bermain dan mandi
disekitarnya.Pada dasarnya hempasan gelombang secara intensif dapat disebabkan
oleh beberapa faktor yang ada pada suatu wilayah, termasuk kondisi angin pada
wilayah tersebut. Hal tersebut menjadi faktor besar yang menyebabkan kondisi
pantai menjadi zona aktif.
2.2 Angin
Angin adalah udara yang bergerak karena adanya perbedaan tekanan di
permukaan bumi. Angin bergerak dari daerah yang tekanan tinggi ke daerah
tekanan rendah. Angin yang bertiup di permukaan bumi disebabkan oleh
perbedaan cara penerimaan radiasi matahari, sehingga menyebabkan perbedaan
suhu. Perbedaaan suhu meyebabkan perbedaan tekanan dan akhirnya
menimbulkan gerakan udara. Karena perbedaan panas yang kuat antara udara
darat dan udara laut, atau antara udara dataran tinggi (pegunungan) dan dataran
rendah (lembah), mengakibatkan perubahan panas antara siang dan malam hari itu
merupakan gaya gerak utama system angin harian (Habibie dkk, 2011).
Menurut Waskita (2020) ketinggian, panjang, dan periode gelombang angin
di suatu lokasi di lautan ditentukan oleh fetch (lamanya angin bertiup), kecepatan
angin, waktu tempuh, jarak tempuh gelombang pada gelombang pertama dan
kedalaman air laut. Hal tersebut juga menentukan karakteristik gelombang yang
ada. Adapun beberapa faktor yang menentukan karakterisitik gelombang yang
dibangkitkan oleh angin, yaitu lama angin bertiup atau periode angin, kecepatan
angin, dan fetch (Marpen, 2013).
6
2.2.1 Distribusi Kecepatan Angin
Triadmojo (1999) dalam Rinaldi (2020) menjelaskan bahwa kecepatan angin
di atas permukaan laut dibagi menjadi 3 daerah sesuai dengan elevasi di atas
permukaan. Di daerah geostropik yang berada 1000 meter di atas permukaan laut
memiliki kecepatan angin yang konstan. Alat ukur angin tidak selalu berada pada
ketinggian 10 meter diatas rata rata laut, maka kecepatan angina dikonversi ke
ketinggian 10 meter. U(10) ini ditentukan menggunakan persamaan
10 1/7
U(10) = U(y).( ) (2.1)
y
7
U A = Faktor tegangan angin (m/dt)
Grafik hubungan antara angin di atas laut dan angin di atas daratan terdekat
dapat dilihat pada Gambar 2.5.
9
didefinisikan pula sebagai gelombang yang dibangkitkan oleh adanya interaksi
antara bumi, matahari dan bulan.
2.3.1 Tipe Pasang Surut
Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit
pasang surut, sehingga terjadi tipe pasang surut yang berlainan di sepanjang
pesisir. Menurut Agitha P.Kurniawan, dkk (2019) menyatakan bahwa pasang
surut di berbagai daerah dapat dibedakan dalam empat tipe. Keempat tipe tersebut
dapat dilihat pada Gambar 2.5 antara lain:
1. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide)
Pasang surut harian ganda terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut
dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi berurutan secara
teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit. Pasang surut ini
terdapat pada Selat Malaka sampai Laut Andaman.
2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide)
Pasang surut harian tunggal terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut.
Periode pasang surut adalah 24 jam 50 menit. Pasang surut tipe ini terjadi pada
perairan Selat Karimata.
3. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing semi
diurnal)
Pasang surut campuran condong ke harian ganda terjadi dua kali air pasang dan
dua kali air surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda. Pasang surut jenis ini
banyak terdapat di perairan Indonesia Timur.
4. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing
diurnal)
Pasang surut campuran condong ke harian tunggal terjadi satu kali air pasang
dan satu kali air surut dalam satu hari dengan tinggi dan periodenya yang
sangat berbeda.
10
Sumber : Triadmojo, 2012
Gambar 2.5 Tipe Pasang Surut
2.3.2 Elevasi Muka Air
Elevasi muka air tertinggi (pasang) sangat menentukan elevasi puncak
bangunan, sedangkan elevasi muka air terendah sangat menentukan elevasi dasar
suatu bangunan pengaman pantai. Hal tersebut yang menyebabkan elevasi muka
air laut dijadikan sebagai pedoman dalam perencanaan konstruksi pantai. Elevasi
muka air laut selalu berubah setiap waktu, jadi diperlukan suatu elevasi yang
ditetapkan berdasarkan data pasang surut. Menurut Agitha P.Kurniawan, dkk
(2019) beberapa elevasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Muka air tinggi (high water level), muka air tertinggi yang dicapai pada saat air
pasang dalam satu siklus pasang surut.
2. Muka air rendah (low water level), kedudukan air terendah yang dicapai
pada saat air surut dalam satu siklus pasang surut.
3. Muka air tinggi rerata (mean high water level), adalah rerata dari muka air
tinggi.
4. Muka air rendah rerata (mean low water level), adalah rerata dari muka air
rendah.
5. Muka air laut rerata (mean sea level), adalah muka air rerata antara muka air
tinggi rerata dan muka air rendah rerata.
6. Muka air tinggi tertinggi (highest high water level), adalah air tinggi tertinggi
pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.
7. Muka air rendah terendah (lowest low water level), adala air rendah terendah
pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.
11
8. Higher high water level, adalah air tertinggi dari dua air tinggi dalam satu hari,
seperti dalam pasang surut tipe campuran
9. Lower low water level adalah air terendah dari dua air rendah dalam satu hari
2.4 Gelombang
Gelombang laut adalah pergerakan naik dan turunnya air laut dengan arah
tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva sinusoidal (Holthuijsen,
2007). Menurut teori Philips (1957), turbulensi dalam angin menyebabkan
fluktuasi acak permukaan laut yang menghasilkan gelombang-gelombang kecil
(riak) dengan panjang gelombang beberapa sentimeter. Gelombang-gelombang
kecil ini akan tumbuh secara linear melalui proses resonansi dengan fluktuasi
tekanan turbulensi.
Menurut Mamoto, dkk (2013) dalam Yannovita (2017) menjelaskan bahwa
gelombang dapat menimbulkan energi untuk membentuk pantai, menimbulkan
arus, dan transpor sedimen dalam arah tegak lurus sepanjang pantai, serta
menyebabkan gaya-gaya yang bekerja pada bangunan pantai. Pada umumnya
bentuk gelombang di alam adalah sangat kompleks dan sulit digambarkan secara
matematis. Hal ini disebabkan karena ketidaklinieran, dan gelombang identik
memiliki bentuk yang tidak beraturan (suatu deret gelombang mempunyai tinggi
dan periode berbeda).
Gelombang bergerak berdasarkan cepat rambat (C) dan kedalaman air laut (d).
Tidak seperti aliran sungai dimana partikel (massa) air bergerak searah aliran,
partikel air dalam gelombang bergerak dalam satu orbit tertutup yang
mengakibatkan gelombang partikel air tidak bergerak maju. Pelampung yang
berada di laut hanya bergerak naik turun mengikuti gelombang dan tidak
berpindah dari tempatnya semula (Triatmodjo, 2012). Adapun persamaan yang
diselesaikan dalam gelombang linier, antara lain:
1. Cepat Rambat dan Panjang Gelombang
Cepat rambat gelombang adalah jarak yang ditempuh gelombang tiap
satuan waktu. Panjang gelombang adalah jarak yang ditempuh dalam waktu
satu periode. Hubungan cepat rambat gelombang dengan panjang gelombang
adalah sebagai berikut (Coastal Engineering, 2004 dalam Waskita, 2020).
12
¿ 2 πd ¿
C = 2 π tanh = 2 π tanh.kd (2.5)
L
¿ 2 πd ¿
L= 2 π tanh = 2 π tanh.kd
L
(2.6)
Dimana k = 2𝜋/L
2. Klasifikasi gelombang
Klasifikasi gelombang dilakukan untuk menyederhanakan persamaan
persamaan gelombang. Menurut Triatmodjo (2012) dalam Waskita (2020)
klasifikasi gelombang menurut kedalaman relatif yaitu perbandingan antara
kedalaman air (d) dan panjang gelombang (L), (d/L) gelombang dapat
diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu.
d 1
a. Gelombang di laut dangkal jika, ≤
L 20
1 d 1
b. Gelombang di laut transisi jika, < <
20 L 2
d 1
c. Gelombang di laut dalam jika, ≥
L 2
2.4.1 Gelombang Signifikan
Alamratri (2017) menyatakan bahwa gelombang siginifikan secara umum
adalah gelombang terbesar yang diambil dari rerata pengamatan dilapangan yang
telah diurutkan dari yang terbesar hingga yang terkecil. Ketinggian gelombang
dalam suatu pencatatan diurutkan dari tertinggi ke terendah dan sebaliknya, maka
akan dapat ditentukan nilai dari tinggi gelombang signifikan (Hs), dengan s
merupakan rerata dari n persen gelombang tertinggi yang telah diurutkan. Bentuk
ini dapat dinyatakan sebagai karakteristik gelombang alam dalam bentuk
gelombang tunggal. Bentuk yang paling banyak dipakai adalah H33 atau tinggi
rerata dari 33% nilai tertinggi gelombang dari pencatatan gelombang yang telah
diurutkan.
2.4.2 Gelombang Refraksi
Refraksi dan pendangkalan gelombang (wave shoaling) dapat menentukan
tinggi gelombang di suatu lokasi tergantung pada sifat karakteristik gelombang
datang. Refraksi mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap tinggi dan arah
13
gelombang serta distribusi energi gelombang di sepanjang pantai (Hidayat, 2005).
Arah gelombang dan nilai dapat dihitung berdasarkan hukum snell :
Kr =
√ cos α 0
cos α
(2.7)
Keterangan :
K r = koefisien refraksi
α = sudut arah datang gelombang
α 0 = sudut arah datang gelombang pada arah angin terbanyak
Sudut datang gelombang :
c
sin α = ( ¿ sin α 0
C0
C 0 : cepat rambat di laut dalam
C : cepat rambat gelombang
α : sudut antara garis puncak dan garis dasar kontur laut
α 0 : sudut antara garis puncak dilaut dan garis pantai
14
gelombang berdasarkan data angin jangka panjang dengan program yang disebut
hindcasting. Metode yang dierapkan mengikuti Metode yang diberikan dalam
Shore Protection Manual (Coastal Engineering Research Center, US Army Corpof
Engineer) edisi 1984 yang merupakan acuan standar bagi praktisi pekerjaan-
pekerjaan pengembangan, perlindungan, dan pelestarian pantai. Data angin jangka
panjang, minimum 10 tahun, memberikan data statistik yang lebih meyakinkan
untuk metode hindasting ini. Untuk melakukan peramalan gelombang di suatu
perairan diperlukan masukan berupa data angin dan peta batimetri. Interaksi
antara angin dan permukaan air menyebabkan timbulnya gelombang (gelombang
akibat angin atau wind induced wave). Peta perairan lokasi dan sekitarnya
diperlukan untuk menentukan besarnya fetch atau kawasan pembentukan
gelombang. Fetch adalah daerah pembentukan gelombang yang diasumsikan
memiliki kecepatan dan arah angin yang relatif konstan. Adanya kenyataan bahwa
angin bertiup dalam arah yang bervariasi atau sembarang, maka panjang fetch
diukur dari titik pengamatan dengan interval 5° .Untuk keperluan peramalan tinggi
gelombang, Coastal Engineering Research Centre telah menyediakan grafik
pada buku Shore Protection Manual yang langsung dapat digunakan untuk
keperluan peramalantinggi gelombang di laut dalam. Grafik peramalan gelombang
dapat dilihat pada Gambar 2.6.
15
2.4.4 Pendangkalan Gelombang
Menurut Oktadinata (2021), wave shoaling terjadi dikarenakan adanya
pengaruh perubahan kedalaman dasar laut. Wave shoaling bertindak seperti
refraksi gelombang. Refraksi gelombang menentukan ketinggian gelombang di
suatu lokasi berdasarkan karakteristik gelombang datang. Wave shoaling dapat
dirumuskan sebagai berikut;
Ks =
√ N 0L
nL
0
(2.8)
Keterangan :
K s = Koefisien pedangkalan
L0 = Panjang gelombang di laut dalam
L = Panjang gelombang
2.4.5 Gelombang Laut Dalam Ekivalen
Analisis transformasi gelombang sering dilakukan dengan menggunakan
konsep gelombang laut dalam ekivalen, yaitu tinggi gelombang di laut dalam
apabila gelombang tidak mengalami refraksi. Pemakaian gelombang laut dalam
ekivalen bertujuan untuk menetapkan tinggi gelombang yang mengalami refraksi,
difraksi, dan transformasi lainnya, sehingga perkiraan transformasi dan deformasi
gelombang dapat dilakukan dengan lebih mudah. Tinggi gelombang di laut dalam
ekivalen dalam diberikan dengan rumus (Triatmodjo, 1999):
H '0 = K s × K r × H 0 (2.9)
Keterangan :
H ' 0 = Tinggi gelombang laut dalam ekivalen
H 0 = Tinggi gelombang laut dalam
K s = Koefisien pedangkalan
K r = Koefisien refraksi
17
Kondisi gelombang pecah tergantung pada kemiringan dasar pantai dan
kecuraman gelombang, sehingga tinggi gelombang pecah dapat dihitung
dengan persamaan:
1
Hb
= H '0 (2.10)
H ' 0 3,3[ ]1/3
L0
Kedalaman air dimana gelombang pecah diberikan oleh rumus berikut:
1
db
= α Hb 2
H b b−[ ]
gT
(2.11)
Keterangan :
H b = tinggi gelombang pecah
d b = kedalaman gelombang pecah
H ' 0 = tinggi gelombang laut dalam ekivalen
H0 = tinggi gelombang laut dalam
Sudut datang gelombang pecah dihitung berdasarkan analisis refraksi pada
kedalaman dimana terjadi gelombang pecah. Gambar 2.7 adalah grafik yang
dibuat Goda yang memberikan hubungan antara Hb / H’0 dan H’0 / gT2 untuk
berbagai kemiringan dasar pantai. sedangkan Gambar 2.8 adalah grafik
hubungan antara db / H’0 dan Hb / gT2.
18
Sumber : Erdin dkk, 2021
Gambar 2.8 Penentuan Kedalaman Gelombang Pecah
19
a. Struktur dinding yang vertical kurang efektif menahan hempasan
gelombang terutama overtopping dibanding dengan dinding cekung.
Pemakaian dinding vertical dapat mempercepat seawall (pada untuk
dangkal).namun struktur ini sangat murah dan cepat pengerjaanya (sheet
pile).
b. Struktur dinding miring yang terdiri dari tumpukan batu sangat efektif untuk
menyerap dan menghancurkan gelombang, mereduksi run-up, overtopping
dan scour. Dinding cembung dan miring kurang efektif untuk mereduksi
run-up dan overtopping.
c. Struktur dinding cekung merupakan srtuktur yang paling efektif mereduksi
overtopping gelombang jika angin laut tidak begitu keras. Jika puncak struktur
akan digunakan sebagai jalan maka desain ini merupakan bentuk yang
terbaik untuk melindungi puncak dan mereduksi hempasan air.
Secara garis besar, perhitungan struktur revetment sebagai salah satu
bangunan pengaman pantai adalah sebagai berikut : (Sumber : Bambang
Triatmojo, 1999, Teknik Pantai).
3
1. Berat Lapis Pelindung 𝑊 = γr H ..………..……………….. .(2.12)
3
KD . (Sr −1)
Dimana,
W = berat minimum batu
𝛾𝑟 = berat jenis batu
ya = berat jenis air laut
H = tinggi gelombang rencana
𝜃 = sudut kemiringan sisi pemecah gelombang
KD = koefisien stabilitas batu
1
2. Tebal Lapis Pelindung Pelindung = 2𝑑𝑒 = 2 [𝑊 𝛾𝑟] ........................... (2.13)
3
Dimana,
t = tebal lapis pelindung
de = diameter equivalen
W = berat butir batu lapis pelindung
𝛾𝑟 = berat jenis batu
20
1
3. Lebar Mercu 𝐵 = 𝑛k∆ (𝑊 𝛾𝑟) .................................................................
3
(2.14)
Dimana,
B = lebar puncak
n = jumlah butir batu (n minimum = 3)
k∆ = koefisien lapis
W = berat butir batu pelindung (kg)
yr = berat jenis batu
21
6. Lebar Toe Protection B = 2 × h ................................................................. (2.17)
Dimana,
B = lebar toe protection
H = kedalaman dasar laut terhadap HHWL
22
Tabel 2. 1Koefisien stabilitas KD untuk berbagai jenis butir
Catatan :
n = Jumlah susunan butir batu dalam lapis pelindung
*1 = Penggunaan n=1 tidak disarankan untuk kondisi gelombang pecah
*2 = Sampai ada ketentuan lebih lanjut dari tentang nilai KD, penggunaan KD
dibatasi pada kemiringan 1 : 1,5 sampai 1 : 3
*3 = Batu ditempatkan dengan sumbu panjangnya tegak lurus permukaan
bangunan
23
Tabel 2. 2 Koefisien lapis
Koef. Lapis
Batu Pelindung n Penempatan Porositas
(k∆)
P(%)
24
program Microsoft Excel. Analisis numerik ini bertujuan untuk mendapatkan
stabilitas bangunan pemecah gelombang yang optimal.
Analisa struktur ini mengacu pada SNI 1726:2019 tentang perhitungan beban
gempa dan SNI 2847:2019 tentang persyaratan beton struktural untuk bangunan
gedung, serta Bridge Management System (BMS) 1992 dan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia 2015
tentang pengamanan pantai.
Analisa struktur pada penelitian ini menganalisis stabilitas struktur bangunan
pemecah gelombang (revetment) berupa stabilitas terhadap guling dan stabilitas
terhadap geser. Menurut Amran dan Kurniawan (2017) pada penelitiannya
menerangkan tentang stabilitas terhadap guling dan stabilitas terhadap geser,
antara lain sebagai berikut:
1. Stabilitas terhadap guling
Stabilitas terhadap guling menurut Amran dan Kurniawan (2017)
merupakan tekanan tanah lateral yang diakibatkan oleh tanah di belakang
dinding penahan yang cenderung menggulingkan dinding dengan pusat rotasi
terletak pada ujung kaki depan dinding penahan. Momen tersebut terjadi
karena adanya gaya-gaya lateral aktif maupun pasif terhadap titik guling
struktur bangunan pemecah gelombang . Selain itu, akan terjadi momen
resistensi dikarenakan berat sendiri struktur terhadap titik guling yang akan
berfungsi untuk menahan momen guling akibat gaya lateral yang bekerja.
2. Stabilitas terhadap geser
Menurut Amri, dkk (2021) menjelaskan bahwa stabilitas terhadap geser dalam
hal ini sangat erat kaitannya dengan gaya transversal yang dapat
menggeser struktur dinding penahan. Gaya tersebut akan ditahan oleh gaya
gesek antar tanah dan dasar pondasi. Tekanan tanah pasif juga dapat menahan
gaya-gaya yang menggeser dinding penahan bila di depan dinding terdapat
tanah timbunan.
Output dari perhitungan stabilitas bangunan pemecah gelombang ini
berupa stabilitas terhadap guling dan stabilitas terhadap geser seperti yang telah
dijelaskan di atas. Perhitungan tersebut menghasilkan gaya dan momen
gelombang dinamis serta gaya dan momen hidrostatis terhadap struktur. Stabilitas
25
terhadap guling dan geser juga menjadi kontrol stabilitas struktur secara
keseluruhan.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
28
pemecah gelombang (Revetment).
30
Excel. Data gelombang didapat dari PT Pelabuhan Indonesia, dibantu dengan data
peramalan gelombang. Data angin didapat dari Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kelas I Pulai Baai dalam kurun waktu
sepuluh tahun terakhir. Data pasang surut didapat dari PT. Pelabuhan Indonesia II
(Persero) Cabang Bengkulu dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Data yang telah diolah kemudian dianalisis untuk mendapatkan data untuk
mementukan dimensi dari ukuran tetrapod.
3.5.2 Analisis Stabilitas Bangunan Pelindung Pantai
Stabilitas bangunan pemecah gelombang (revetment) dilakukan setelah data
perhitungan analisis didapat. Data yang digunakan pada analisis ini menggunakan
data gelombang, data angin dan analisis fetch pada area penelitian serta data
dimensi revetment yang sudah ada. Dimensi revetment didapat dari hasil
pengukuran di lapangan, sama halnya dengan kedalaman air pada area
penelitian yakni dengan menggunakan alat ukur panjang dan lain-lain.
Setelah data analisis didapat, kemudian mendapatkan hasil berupa stabilitas
bangunan secara numerik dibantu dengan menggunakan program Microsoft
Excel. Hasil tersebut nantinya akan menjadi tujuan dari penelitian ini. Adapun
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak abrasi terhadap
bangunan pelindung pantai (revetment) pada kawasan Pantai Indah dan rencana
ulang revetment yang dapat menjadi alternatif solusi permasalahan yang ada.
Hasil bangunan pelindung pantai (revetment) ini berupa redesain bangunan sesuai
dengan data data yang dianalisis di lokasi penelitian dalam kurun waktu tertentu.
31
Bagan Alir Penelitian
Mulai
Studi Pustaka
Pengumpulan Data
Ya
Hasil redesain revetment
dengan bahan tetrapod
Selesai
32
DAFTAR PUSTAKA
Amran, Y., & Kurniawan, D., 2017. Perencanaan Dinding Penahan Tanah
Sungai Way Batanghari Kota Metro dengan Metode Revetment Retaining
Wall. Jurnal TAPAK Vol.6 No.2. Lampung.
Amri, K., Tanjung, D., & Sarifah, J., 2021. Analisa Perencanaan Bangunan
Pemecah Gelombang (Breakwater) pada Pelabuhan Ikan Tanjung Tiram.
Buletin Utama Teknik Vol.16 No.3. Sumatera Utara.
Habibie, M. N., Sasmito, A., Kurniawan, R., 2011. Kajian Potensi Energi Angin
di Wilayah Sulawesi dan Maluku, Jurnal Metorologi dan Geofisika, Vol. 12,
Hal. 181-187.
Hariyoni., Sisinggih, D., & Marsudi, S., 2013. Studi Perencaaan Bangunan
Pengendalian Abrasi dan Akresi di Pantai Tanjungwangi Kabupaten
Banyuwangi. Jurnal Teknik Pengairan, Vol.4(1), 20-29.
Hasanudin, M., & Kusmanto, E., 2018. Abrasi dan Sedimentasi Pantai di
Kawasan Pesisir Kota Bengkulu. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia.
Vol.3(3), 245-252.
Indriasari, V, Y., Risandi, J., & Akhwady, R., 2017. Analisa Stabilitas Struktur
Revetment di Pantai Kedungu, Tabanan Bali. Jurnal Sumber Daya Air,
1
Vol.13(1), 11-22.
Mawardin, A., Rizki, F., & Kurniati, E. (2021). Analisis Stabilitas Struktur
Revetment Di Pantai Jempol Labuhan Sumbawa. Hexagon Jurnal Teknik
Dan Sains, 2(1), 22–31. https://doi.org/10.36761/hexagon.v2i1.873
Marpen, R., 2013. Analisis Transpor Sedimen Pantai Kedurang Kabupaten
Bengkulu Selatan. Bengkulu: Universitas Bengkulu.
Mulyabakti, C., Jasin, M. I., & Mamoto, J. D. (2016). Pada Daerah Pantai Paal
Kecamatan Likupang Timur. Jurnal Sipil Statik, 4(9), 585–594.
Oktadinata, K., Danial, M. M., Jurusan, M., Kelautan, T., Teknik, F.,
Tanjungpura, U., Jurusan, D., Kelautan, T., Teknik, F., & Tanjungpura, U.
(2021). Alternatif penanggulangan abrasi dilihat dari karakteristik
gelombang di dusun luar pagar mentimun kecamatan kendawangan
kabupaten ketapang. 1–9.
Rinaldi., 2020. Pengaruh Kecepatan Angin Terhadap Jenis Material Breakwater.
Skripsi.
Raihansyah, T., Setiawan, I., & Rizwan, T., 2016. Studi Perubahan Garis Pantai
Di Wilayah Pesisir Perairan Ujung Blang Kecamatan Banda Sakti
Lhokseumawe. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah
Vol.1(1), 46-54. Aceh.
Ramadhani, S. D., 2013. Studi Kinerja Bangunan Groin Tanjung Bunga, Tugas
Akhir, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar.
2
LAMPIRAN
Dokumentasi survei pendahuluan
Lampiran 1 1