Anda di halaman 1dari 259

PERILAKU MEKANIKA PAPAN LAMINASI

BAMBU PETUNG DARI KAB. NGADA PROP. NTT


TERHADAP BEBAN LATERAL
DENGAN VARIASI SUSUNAN BILAH

Tesis

Untuk memenuhi sebagian persyaratan


mencapai derajat sarjana S-2

Program Studi Teknik Sipil


Magister Teknologi Bahan Bangunan

Diajukan Oleh :
DONA FABIOLA THO
07/262179/PTK/4548

Kepada

PROGRAM PASCA SARJANA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2008
Tesis

PERILAKU MEKANIKA PAPAN LAMINASI


BAMBU PETUNG DARI KAB. NGADA PROP. NTT
TERHADAP BEBAN LATERAL
DENGAN VARIASI SUSUNAN BILAH

dipersiapkan dan disusun oleh

DONA FABIOLA THO


07/262179/PTK/4548
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
pada tanggal 3 Nopember 2008

Susunan Dewan Penguji

Pembimbing Utama Anggota Dewan Penguji Lain

Prof. Ir. Morisco, Ph. D Dr.-Ing. Ir. Djoko Sulistyo


Pembimbing Pendamping I

Prof. Dr. Ir. TA. Prayitno, MFor.

Tesis ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan


untuk memperoleh gelar Magister

Tanggal ……………............…

Dr. Ir. Bambang Agus Kironoto


Pengelola Program Studi : Teknik Sipil

i
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu Perguruan Tinggi,

dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, Nopember 2008.

Dona Fabiola Tho


07/262179/PTK/4548

LEMBAR PERSEMBAHAN

ii
”UNTUK SEGALA SESUATU ADA WAKTUNYA”
Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan
ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi
manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan
Allah dari awal sampai akhir.

Pengkhotbah 3 : 11

Karya ini kupersembahkan kepada:

Suami dan putriku tercinta, kedua

orang tuaku dan kedua mertuaku.

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat dan berkatNya sehingga tesis ini dengan judul Perilaku Mekanika Papan
iii
Laminasi Bambu Petung dari Kabupaten Ngada Propinsi Nusa Tenggara
Timur Terhadap Beban Lateral Dengan Variasi Susunan Bilah dapat
diselesaikan. Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian
persyaratan dalam menyelesaikan studi dan memperoleh derajat kesarjanaan S-2
pada Program Pascasarjana Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Laboratorium Struktur Fakultas
Teknik Universitas Gadjah Mada, Laboratorium D3 Mesin Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada dan Laboratorium Mekanika Bahan Pusat Studi Ilmu
Teknik PAU Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Selama menyelesaikan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan dan
masukan-masukan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menghaturkan terima
kasih yang tulus kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Bambang Supriyadi, CES. DEA, selaku pengelola Program
Pascasarjana pada Magister Teknologi Bahan Bangunan yang telah
memberikan izin penelitian dalam penyelesaian tesis ini.
2. Bapak Prof. Ir. Morisco, Ph. D, selaku dosen pembimbing utama yang telah
memberikan segala perhatian, waktu, saran dan pengarahan selama
penyelesaian tesis.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. TA. Prayitno, M.For, selaku dosen pembimbing
pendamping yang telah memberikan banyak masukan dan saran-saran yang
bermanfaat dalam penulisan tesis ini.
4. Bapak Dr.-Ing. Ir. Djoko Sulistyo, selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran-saran dan masukan yang bermanfaat pada tesis ini.
5. Yang terhormat bapak-bapak staf pengajar di lingkungan program studi
Magister Teknologi Bahan Bangunan yang namanya tidak dapat disebutkan
satu per satu, mbak Tatik, mbak Ekta, mbak Susi, Santo Ajie Dhewanto, mas
Sugianto, mas Wawan dan mas Haryanto yang selalu memberikan perhatian
kepada penulis. iv
6. Pusat Pembinaan Keahlian dan Teknik Konstruksi (Pusbiktek) PKSDM
Departemen PU di Bandung melalui program beasiswanya.
7. Suami tercinta B. Paulus Yos, Putri tercintaku Misella Maria F. Dampung dan
kakakku tercinta Ivona Dara Tho serta adikku tercinta Magdalena Diwna
Yunita Tho yang telah memberikan semangat dan dukungan selama
menyelesaikan studi.
8. Bapak Wika Matana Nion dan Bapak Flores Riduan Sihombing, yang telah
memberikan motivasi dan dukungan moril selama perkuliahan dan penyusunan
tesis ini dan adik Haryani yang telah memberikan bimbingan TOEFL kepada
Penulis.
9. Rekan-rekan MTBB angkatan 2007 yang telah memberikan dukungan,
semangat, motivasi dalam menjalani kebersamaan selama masa studi di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu semua saran dan kritik membangun ke arah
perbaikan sangat diharapkan. Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat
bagi ilmu pengetahuan dan penelitian tentang papan laminasi dari bambu serta
berguna untuk penelitian selanjutnya.
Yogyakarta, Nopember 2008
Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PENGESAHAN i
HALAMAN PERNYATAAN ii
HALAMAN PERSEMBAHAN iii
PRAKATA iv
ABSTRACT xiv
v
INTISARI xv

I. PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................1
B. Perumusan Masalah.....................................................................3
C. Keaslian Penelitian.......................................................................4
D. Tujuan Penelitian.........................................................................6
E. Manfaat Penelitian.......................................................................6
F. Batasan Masalah..........................................................................7

II. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................8


A. Bambu Secara Umum..................................................................8
B. Sifat Fisika dan Mekanika Bambu Petung.................................10
C. Teknologi Perekatan Laminasi...................................................13
D. Jenis-jenis perekat......................................................................13
E. Teori Pengempaan..................................................................... 15
F. Papan Laminasi Bambu.............................................................17

Halaman

III. LANDASAN TEORI...........................................................................20


A. Kadar Air ....................................……………….........……....20
B. Kerapatan Bambu............................…………….........….........21
C. Kuat lentur Statis (MOR & MOE)……………..........………...21
D. Kuat Tarik Tegak Lurus Permukaan…………..........……........24
E. Kuat Geser (Shering Strength)…………………………...…....24
F. Panjang Kritis Papan Laminasi Agar Terjadi Kegagalan
Lentur & Geser Bersamaan………..........................................
vi 25
G. Proses Perekatan Kayu………………………….........….........25
H. Hipotesis.....................................................................................27

IV. METODOLOGI PENELITIAN..........................................................28


A. Bahan Penelitian.……………………………………......…… 28
1. Bambu Petung..................................................................... 28
2. Bahan Perekat........................................................................29
B. Peralatan Penelitian....................................................................30
1. Peralatan pendahuluan dan alat pembuatan bilah..................30
2. Peralatan penyeragam bilah bambu.......................................30
3. Peralatan pembuatan papan laminasi.....................................32
4. Alat pengujian sifat fisika dan mekanika bambu...................34
C. Benda uji ...................................................................................36
1. Benda uji pendahuluan..........................................................36
2. Benda uji papan laminasi.......................................................39
D. Pelaksanaan penelitian...............................................................41
1. Penyiapan bambu...................................................................42
Halaman

2. Pembuatan benda uji pendahuuan..........................................44


3. Pembuatan benda uji blok geser.............................................44
4. Pembuatan papan laminasi.....................................................45
5. Pengujian papan laminasi.......................................................51
6. Analisis data...........................................................................53

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................................54


A. Hasil uji pendahuluan.................................................................54
1. Kadar air................................................................................54
2. Kerapatan...............................................................................55
vii
3. Sifat Mekanika.......................................................................55
4. Blok geser laminasi................................................................57
B. Hasil pengujian sifat mekanika papan laminasi.........................58
1. Panjang optimum papan laminasi.........................................58
2. Kuat lentur (MOR & MOE)..................................................59
3. Kuat tarik tegak lurus permukaan.........................................89
4. Kuat geser // garis perekatan.................................................96

VI. PENUTUP.........................................................................................101
A. Kesimpulan..............................................................................101
B. Saran.........................................................................................102
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................104
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman


2.1 Jenis perekat dan penggunaannya 15
4.1 Jenis pengujian dan jumlah benda uji pendahuluan 38
4.2 Jenis pengujian dan jumlah benda uji papan laminasi 40
5.1 Nilai kadar air bambu petung Kab. Ngada 54
5.2 Nilai kerapatan bambu petung Kab. Ngada 55
5.3 Nilai pengujian mekanika bambu petung Kab.Ngada 56
5.4 Perbandingan Nilai pengujian mekanika Bambu Petung
Kab. Ngada dan Bambu Petung Desa Alas Ombo, Kec. Weru
Kab. Sukharjo Jawa Tengah 57
5.5 Nilai kuat geser blok geser laminasi bambu petung 57
5.6 Nilai kuat lentur (MOR) papan laminasi
viii 65
5.7 Univariate analisys of variance MOR papan laminasi 66
5.8 Hasil signifikansi pada post hoc test MOR papan laminasi 68
5.9 Nilai kuat lentur (MOE) papan laminasi 69
5.10 Univariate analisys of variance MOE papan laminasi 70
5.11 Hasil signifikansi pada post hoc test MOE papan laminasi 72
5.12 Nilai kuat lentur (MOR) sampel papan laminasi 79
5.13 Univariate analisys of variance rerata kuat lentur (MOR)
sampel papan laminasi 80
5.14 Hasil signifikansi pada post hoc test MOR sampel papan laminasi 82
5.15 Nilai kuat lentur (MOE) sampel papan laminasi 83
5.16 Univariate analisys of variance MOE sampel papan laminasi 84
5.17 Hasil signifikansi pada post hoc test MOE sampel papan laminasi 86

No. Keterangan Halaman


5.18 Hasil pengujian kuat tarik tegak lurus permukaan type I 89
5.19 Hasil pengujian kuat tarik tegak lurus permukaan type II 89
5.20 Hasil pengujian kuat tarik tegak lurus permukaan type III 90
5.21 Hasil pengujian kuat tarik tegak lurus permukaan type IV 90
5.22 Univariate analisys of variance rerata kuat tarik tegak lurus 92
5.23 Hasil signifikansi pada post hoc test kuat tarik papan laminasi 94
5.24 Hasil pengujian kuat geser // garis perekatan Type I 97
5.25 Hasil pengujian kuat geser // garis perekatan Type II 97
5.26 Hasil pengujian kuat geser // garis perekatan Type III 98
5.27 Hasil pengujian kuat geser // garis perekatan Type IV 98
5.28 Univariate analisys of variance rerata kuat geser //
garis perekatan papan laminasi 99

ix
DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman


3.1 Perilaku lentur papan 22
4.1 Bahan baku bambu petung 28
4.2 Bahan perekat 29
4.3 Mesin gergaji sirkel pembuat bilah 30
4.4. Mesin serut (planner) 31
4.5 Mesin perata sisi 31
4.6. Mesin gergaji pemotong 32
4.7. Cetakan papan laminasi 33
4.8 Alat kempa hidrolis 33
4.9 Oven 34
4.10 Timbangan digital 34
4.11 Kaliper dan Moistermeter 35
4.12 Universal testing machine (UTM) 35
4.13 Data Logger dan LVDT 36
4.14 Alat uji tarik 36
x
4.15 Bentuk dan dimensi benda uji pendahuluan 37
4.16 Benda uji pendahuluan 38
4.17 Dimensi dan type benda uji papan laminasi 39
4.18 Dimensi dan type benda uji papan laminasi 40
4.19 Bagan alir pelaksanaan penelitian 41
4.20 Perebusan bambu & Penjemuran bambu 42
4.21 Pembuatan bilah bambu 44
4.22 Papan Laminasi type I 46
4.23 Papan laminasi type II 46
4.24 Papan laminasi type III 47
No. Keterangan Halaman
4.25 Papan laminasi type IV 47
4.26 Proses pelaburan perekat 48
4.27 Proses pelaburan dan perekatan & pengempaan papan laminasi 49
4.28 Proses perataan papan laminasi & papan laminasi siap uji 50
4.29 Uji lentur papan laminasi 51
4.30 Uji geser // garis perekatan papan laminasi 52
4.31 Uji tarik tegak lurus permukaan papan laminasi 53
5.1 Grafik hasil uji blok geser laminasi bambu 58
5.2 Grafik hubungan lendutan dan beban type I-A, I-B, I-C 60
5.3 Grafik hubungan lendutan dan beban type II-A, II-B, II-C 62
5.4 Grafik hubungan lendutan dan beban type III-A, III-B, III-C 63
5.5 Grafik hubungan lendutan dan beban type IV-A, IV-B, IV-C 64
5.6 Pengaruh variasi susunan terhadap MOR papan laminasi 65
5.7 Pengaruh variasi susunan terhadap MOE papan laminasi 69
5.8 Grafik hubungan lendutan dengan beban pada papan laminasi
Type I-1,I-2 dan I-3 74
5.9 Grafik hubungan lendutan dengan beban pada papan laminasi
Type II-1,II-2 dan II-3 xi 75
5.10 Grafik hubungan lendutan dengan beban pada papan laminasi
Type III-1,III-2 dan III-3 77
5.11 Grafik hubungan lendutan dengan beban pada papan laminasi
Type IV-1,IV-2 dan IV-3 78
5.12. Peng
aruh variasi susunan bilah terhadap MOR sampel
papan laminasi 79
5.13. Peng
aruh variasi susunan bilah terhadap MOE sampel
papan laminasi 83
No. Keterangan Halaman
5.14 Kuat tarik tegak lurus permukaan papan laminasi 88
5.15 Grafik hubungan tegangan tarik dan regangan 91
5.16 Pembebanan arah radial dan tangensial pada uji tarik tegak lurus
Permukaan papan laminasi 96
5.17 Kuat geser // garis perekatan papan laminasi 99

xii
DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman


1. Data teknis perekat urea formaldehida 107
2. Kebutuhan bambu 108
3. Kebutuhan Borax 109
4. Kebutuhan perekat terlabur 110
5 Hasil pengujian kadar air dan kerapatan 121
6. Hasil pengujian kuat tekan // serat 122
7. Hasil pengujian kuat tekan tegak lurus serat 123
8. Hasil pengujian kuat geser sejajar serat 124
9. Hasil pengujian kuat tarik sejajar serta 125
10. Hasil Pengujian kuat lentur (MOR & MOE) 126
11. Hasil pengujian blok geser laminasi 131
12. Hasil pengujian lentur papan laminasi 132
13. Hasil pengujian kuat tarik tegak lurus permukaan 165
14. Hasil pengujian kuat geser // garis perekatan 180
15. Tabel Distribusi F 187
16. Univariate Analysis of Variance 193
17. Gambar pola kerusakan pengujian lentur papan laminasi 235
xiii
18. Gambar pola kerusakan pada pengujian lentur, geser //
garis perekatan tarik tegak lurus permukaan 236

ABSTRACT

Increasing number of population results in increasing needs of houses,


woods, and hardboards being state foreign currency sources. Excessive needs of
woods will cause excessive illegal lodging which dangers forest preservation. For
forest preservation, other building materials are needed as substitutes for forest
woods. A research on bamboo lamination board using Petung bamboo
(Dendrocalamus sp). from Java Island has been conducted, but a research on
bamboo Petung (Dendrocalamus sp.) lamination board outside Java Island,
especially Flores Island, NTT, has not been conducted. The research objective was
to identify blade structure variations.
This research used petung bamboo which made as glue-laminated board
with dimension of 120x20x1200 mm and 120x25x1200 mm. There were 4 types
of samples, each of which was tested 3 times. Type I with 1-layer blade structure
variation was arranged vertically. Type II with 3-layer blade structure variation
consisting of face and back layers was arranged horizontally. Type III with 3-layer
blade structure variation consisting of face, back, and core layers was arranged
horizontally. Type IV with 3-layer blade structure variation consisting of face and
back layers was arranged horizontally and core layer was arranged vertically. All
types of lamination boards used blade without bark. One of each type was used as
the test of interlaminar shear, the tension perpendicular to surface and flexure in
order to the level of glue-lamination. The preliminary test employed the standar of
ISO-1975, while the test of shear block used the standard of ASTM. The bending
strength test to cussed on the center point bending with static load a half span.
The research result showed out that type I produced Modulus of Rupture
(MOR) 117.38 MPa and Modulus of Elasticity (MOE) 21,490 MPa, Type II produced
MOR of 126.63 MPa and MOE of 22,772. Type III produced MOR of 84.79 MPa
and MOE of 19,150 MPa. Type IV produced MOR of 72.00 MPa and MOE of
16,083 MPa. The average of tension perpendicular to surface for types I, II, III
and IV were 0.44 MPa, 1.44 MPa, 1.41 MPa and 1.30 MPa, respectively average
interlaminar shear for Types I, II, III, and IV were 3.40 MPa, 4.55 MPa, 2.33 MPa
and 2.63 MPa.
xiv
Keywords: glue-laminated board, bending strength, and petung bamboo (denrocalamus
Sp.) without bark.

INTISARI

Perkembangan jumlah penduduk mengakibatkan naiknya kebutuhan


perumahan, yang berarti meningkatnya kebutuhan kayu, apalagi kalau dilihat
bahwa kayu dalam bentuk kayu lapis juga dipakai sebagai sumber devisa negara.
Kebutuhan kayu yang berlebihan akan mengakibatkan penebangan kayu hutan
dalam jumlah banyak dan membahayakan kelestarian hutan. Untuk kelestarian
hutan, kiranya perlu dicari bahan bangunan lain sebagai pengganti kayu hutan.
Penelitian tentang papan laminasi bambu dengan menggunakan bambu petung
yang berasal dari pulau jawa telah banyak dilakukan, tetapi penelitian tentang
papan laminasi bambu petung yang berasal dari luar pulau jawa khususnya Pulau
Flores-Nusa Tenggara Timur belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui perilaku papan laminasi bambu petung terhadap beban lateral
dengan variasi susunan bilah.

Penelitian ini menggunakan bambu petung, dibuat menjadi papan laminasi


dengan dimensi : (120x20x1200) mm dan (120x25x1200) mm. Benda uji dibuat
empat variasi susunan bilah dan masing-masing tiga ulangan. Type I dengan
variasi susunan bilah 1 lapis disusun secara vertikal. Type II variasi susunan bilah
3 lapis disusun secara horizontal. Tipe III variasi susunan bilah 3 lapis yang terdiri
dari lapis face, back dan core disusun secara horizontal. Type IV variasi susunan
bilah 3 lapis yang terdiri dari lapis face dan back disusun secara horizontal dan
lapis core disusun secara vertikal. Semua type papan laminasi menggunakan bilah
tanpa kulit. Satu benda uji dari masing-masing type digunakan untuk pengujian
kuat geser antara lapisan, tarik tegak lurus permukaan dan pengujian lentur. Uji
Pendahuluan bambu petung menggunakan standar ISO-1975, uji blok geser
menggunakan standar ASTM. Pengujian Kuat Lentur menggunakan beban satu
titik di tengah bentangan.

Hasil pengujian lentur untuk type I didapat MOR sebesar 117,38 MPa dan
MOE sebesar 21.490 MPa. Type II didapat MOR sebesar 126,63 MPa dan MOE
sebesar 22.772 MPa. Type III didapat MOR sebesar 84,79 MPa dan MOE sebesar
19.150 MPa. Type IV didapat MOR sebesar 72,00 MPa dan MOE sebesar 16.083
MPa. Rerata kuat tarik tegak lurus permukaan untuk type I, type II, Type III dan
IV berturut-turut sebagai berikut : 0,44 MPa, 1,44 MPa, 1,41 MPa dan 1,30 MPa.

xv
Rerata kuat geser Type I, type II, type III dan type IV berturut-turut didapat 3,40
MPa, 4,55 MPa, 2,33 MPa dan 2,63 MPa.

Kata kunci: Papan laminasi, lentur dan bambu petung (dendrocalamus sp) tanpa
kulit.

xvi
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kabupaten Ngada terletak diantara 9 – 9’ lintang selatan dan 120’’45’ –

121’50’ bujur timur. Bagian utara berbatasan dengan laut Flores, bagian selatan

berbatasan dengan laut Sawu, bagian timur berbatasan dengan Kabupaten

Nagekeo dan bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Manggarai. Kabupaten

Ngada tergolong daerah yang beriklim tropis dan terbentang hampir sebagian

besar padang rumput, juga ditumbuhi dengan pepohonan seperti bambu, kemiri,

asam, kayu manis, lontar dan sebagainya.

Dari segi Topografi, Kabupaten Ngada termasuk daerah yang beriklim

tropis sehingga perubahan suhu tidak dipengaruhi oleh pergantian musim, tapi

ditentukan oleh perbedaan ketinggian dari permukaan laut. Jika dilihat dari data

curah hujan tahun 2006, curah hujan di kabupaten Ngada tercatat 196 mm,

sedangkan rata-rata jumlah hari hujan di tahun 2006 tercatat sebayak 12 hari per

bulan (sumber : Ngada dalam angka). Kondisi tersebut merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman bambu sangat baik. Ini

ditunjukkan dengan luas hutan bambu di Kabupaten Ngada adalah sekitar 30%

dari luas kawasan hutannya yaitu 32.427 Ha dari luas kawasan hutan 108.091 Ha

dan dari luas seluruh wilayah kabupaten Ngada 1.620,92 Km2. Oleh karena itu

bambu merupakan salah satu material konstruksi yang tersebar di hampir seluruh

daerah di Kabupaten Ngada. Bambu adalah salah satu jenis kayu yang banyak

1
2

dipakai sebagai bahan struktur bangunan serta perabot rumah tangga di daerah

Kabupaten Ngada sejak beberapa abad yang lalu. Pemilihan bambu sebagai bahan

bangunan dapat dirasakan pada harganya yang relatif rendah, pertumbuhan cepat,

mudah ditanam, mudah dikerjakan, serta serat bambu memiliki kekuatan tarik

yang tinggi, seperti pada kuat tarik bambu Ori sekitar dua kali tegangan leleh

luluh baja (Morisco, 1999). Mengacu pada penelitian tersebut dapat

dipertimbangkan bahwa bambu dapat digunakan sebagai bahan baku dalam

pembuatan struktur bangunan.

Dengan mempertimbangkan pada kebutuhan bambu yang sangat tinggi

sesuai dengan peningkatan jumlah penduduk, maka Dinas Kehutanan Kab. Ngada

pada tahun 2007 mengadakan kegiatan pemeliharaan tanaman bambu di lahan

seluas 200 Ha, yang diharapkan dimasa depan akan dikembangkan pabrik bambu

laminasi di Kabupaten tersebut, sehingga penelitian jenis bambu Petung dari Kab.

Ngada akan menjawab kebutuhan tersebut.

Untuk kebutuhan papan sebagai bahan perumahan dikembangkan teknik

pengolahan papan bambu dengan cara laminasi, yaitu menggabungkan sejumlah

lapisan bilah bambu yang direkatkan menjadi satu kesatuan menjadi suatu elemen

papan dengan panjang bentang dan dimensi penampang yang dibutuhkan.

Bambu petung jika dibanding dengan bambu jenis lain memiliki peluang

untuk menjadi bahan baku pembuatan papan laminasi. Secara anatomi bambu

petung memiliki ketebalan batang yang lebih tebal dibanding dengan jenis bambu
3

lain. Selain itu bambu petung kuat tarik yang mendekati kuat tarik baja (Morisco,

1999). Ketebalan bambu petung berkisar antara (10-30) mm.

Untuk itu Penelitian ini menggunakan bambu Petung dari Kabupaten

Ngada Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai bahan pembuat papan laminasi

karena jenis bambu yang banyak terdapat diwilayah Kabupaten Ngada adalah

jenis Bambu Petung

Pembuatan papan laminasi bambu Petung dari Kab. Ngada Prop. NTT

dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana pengaruh variasi susunan

bilah pada papan laminasi tanpa pemakaian kulit luar bambu terhadap sifat

mekanik yang dihasilkan, menggunakan bahan baku berupa bilah yang tidak

menggunakan kulit luar dibuat menjadi 4 (empat) tipe. Papan laminasi pada

penelitian ini direncanakan sebagai dinding pembatas ruang, jadi secara mekanika

gaya yang bekerja pada papan tersebut adalah gaya lateral.

B. Perumusan Masalah

Perkembangan jumlah penduduk mengakibatkan naiknya kebutuhan

perumahan, yang berarti meningkatnya kebutuhan kayu, apalagi kalau dilihat

bahwa kayu dalam bentuk kayu lapis juga dipakai sebagai sumber devisa negara.

Kebutuhan kayu yang berlebihan akan mengakibatkan penebangan kayu hutan

dalam jumlah banyak dan membahayakan kelestarian hutan. Untuk kelestarian

hutan, kiranya perlu dicari bahan bangunan lain sebagai pengganti kayu hutan.
4

Dengan pertimbangan-pertimbangan diatas maka timbul pemikiran untuk

membuat penelitian tentang papan laminasi yang terbuat dari bambu. Diharapkan

hasil penelitian ini akan menambah produk baru bambu sebagai pengganti bahan

konstruksi papan yang terbuat dari kayu. Penelitian ini dimaksudkan untuk

mengetahui pengaruh beban lateral terhadap papan laminasi bambu, menggunakan

bambu petung dari Kab. Ngada Prop. NTT yang direkat dengan bahan perekat

jenis Urea Formaldehida (UA – 104) dan bahan pengeras (hardener) berupa

bubuk NH4Cl (HU-12).

C. Keaslian Penelitian

Pembuatan papan laminasi dari bambu telah dimulai oleh Sulastiningsih et

al. (1998) dalam Barly (2005). Mereka meneliti tetang kerapatan papan laminasi

menggunakan bilah dan galar (pelupuh) dari bambu petung dan bambu andong,

dengan perekat Tanin Resorsinol Formaldehida (TRF). Hasil penelitian

menunjukan kerapatan bambu lamina dari bilah bambu andong lebih tinggi

(0,80g/cm3) jika dibanding dengan kerapatan lamina bambu dari galar (pelupuh)

andong (0,70 g/cm3) atau bambu lamina dari galar (pelupuh) bambu petung (0,73

g/cm3). Sulatiningsih (2004) dalam Barly (2005) menyebutkan bahwa lamina dari

bambu andong sangat cocok untuk papan lantai, karena mempunyai sifat mekanis

khusus yaitu kekerasan sisi 443 kg/cm2 lebih tinggi dari kayu jati (428 kg/cm2).

Selain itu laminasi bambu andong mempunyai kestabilan dimensi yang cukup

tinggi setelah produk direndam dalam air selama 24 jam.


5

Penelitian papan laminasi telah dilakukan oleh Sjelly Haniza (2005) yang

meneliti tentang perilaku papan laminasi yang tetap mempertahankan kulit luar

pada lapisan atas dan bawah. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan

analisis varians yang dilakukan terhadap papan laminasi bambu petung dari desa

Donomulyo Donokerto – Turi Kab. Sleman terhadap kuat lentur, kuat tarik tegak

lurus permukaan dan kuat geser disimpulkan bahwa : bentuk bahan baku (bilah

atau galar), tetap mempertahan kulit atau tidak dan susunan lapisan dari papan

laminasi akan memberikan pengaruh terhadap sifat mekanik yang dihasilkan. Dan

Pembuatan papan laminasi yang tetap mempertahankan kulit luar bambu,

menghasilkan nilai MOR berkisar antara 80,98 MPa sampai 151,22 MPa, nilai

MOE berkisar antara 16.094 MPa sampai 25.060 MPa, nilai Kuat Geser berkisar

antara 1,96 MPa sampai 3,94 MPa dan nilai Kuat Tarik tegak lurus permukaan

berkisar antara 0,808 MPa sampai 0,969 MPa.

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui perilaku mekanik

papan laminasi dengan memakai bambu Petung dari Kab. Ngada Prop. NTT yang

tidak mempertahankan kulit luar bambu pada lapisan atas dan bawah. Dari

berbagai sumber literatur dan laporan hasil penelitian yang pernah dibaca, maka

penelitian pembuatan papan laminasi dengan bambu Petung dari Kabupaten

Ngada Prop NTT ini belum pernah dilakukan. dengan demikian dapat dikatakan

bahwa ditinjau dari asal bahan, penelitian yang dilakukan ini relatif baru.
6

D. Tujuan Penelitian

Yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui sifat fisik dan mekanik bambu Petung dari Kab. Ngada, yaitu

kadar air dan kerapatan, tekan sejajar serat, tekan tegak lurus serat, tarik

sejajar serat, geser sejajar serat dan kuat lentur.

2. Menghasilkan papan laminasi bambu Petung dari Kab. Ngada yang memiliki

kekuatan tinggi sehingga dapat digunakan sebagai pengganti papan dari kayu.

3. Mengetahui kekuatan geser perekat antar lamina dengan menggunakan

perekat Urea Formaldehida (UA-104).

4. Mengetahui pengaruh variasi susunan bilah dari papan laminasi, terhadap

pengujian mekanik yang dilakukan yaitu uji lentur, uji geser dan tarik tegak

lurus permukaan.

5. Mengetahui pola kerusakan papan laminasi dari bambu petung terhadap beban

lateral.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini nantinya diharapkan :

1. Memberi pengetahuan baru tentang papan laminasi dari bambu Petung Kab.

Ngada yang tidak mempertahankan pemakaian kulit luar dari bambu, kepada

masyarakat NTT khususnya.


7

2. Dengan merubah penampilan bambu menjadi papan, diharapkan dapat

menambah nilai dan pemanfaatan bahan bambu sebagai pengganti kayu dalam

dunia konstruksi.

3. Menjadi dasar pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.

F. Batasan Masalah

Penelitian dilakukan terhadap bambu Petung (Dendrocalamus sp), dibuat menjadi

papan laminasi bambu dimana kulit luar bambu tidak dipertahankan. Parameter

yang akan diteliti adalan perilaku mekanika papan laminasi terhadap beban lateral

dengan melakukan uji lentur, geser sejajar garis perekatan dan tarik tegak lurus

permukaan. Pembuatan papan leminasi menggunakan perekat jenis Urea

Formaldehida (UA-104).

7
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bambu Secara Umum

Bambu merupakan jenis tanaman yang termasuk ordo graminae, familia

Bambuceae, sub familia Bamboidae. Menurut Cusack (1997), berdasarkan

pertumbuhannya bambu dibedakan dalam dua kelompok yaitu bambu simpodial

dan bambu monopodial. Bambu Simpodial mempunyai akar dangkal, dan secara

genetic tidak mempunyai kemampuan berkembang secara cepat. Bambu jenis

Simpodial biasanya membentuk rumpun tersendiri, rumpun-rumpun secara

lamban membesar seiring dengan bertambahnya tegakan baru. Area pertumbuhan

rumpun bambu simpodial sangat terbatas karena setiap risoma hanya

menghasilkan satu tegakan bambu. Oleh karena itu akar bambu jenis ini tidak

banyak merusakkan lingkungan, sedangkan jenis bambu yang kedua adalah

bambu monopodial yaitu bambu yang menyebar. Bambu jenis ini membentuk

hutan monokultur dengan satu tanaman yang dominan, sehingga kurang baik bagi

lingkungan. Risoma dari bambu monopodial biasanya panjang, menyebar jauh,

menerobos tanah padat/agak padat yang menopang sistim akar yang halus dan

tebal. Risoma dari bambu monopodial menghasilkan kuncup hampir pada setiap

internodia. Satu risoma dapat menghasilkan banyak tegakan dan risoma setiap

tahun.

Batang bambu terdiri atas ruas (internodia) dan buku (nodia). Kulit luar

terdiri atas epidermis, sedangkan bagian dalam terdiri atas sarung sklerenkim,

serabut, parenkim dan pembuluh. Parenkim tersusun atas sel-sel parenkim,


8
ditunjukkan dengan ketebalan dari bambu yang tersusun atas struktur

polylamellate.

Begitu banyak jenis bambu di indonesia, tapi hanya beberapa yang umum

dipakai untuk konstruksi bangunan antara lain adalah:

1. Bambu petung/bambu betung (Dendrocalamus Asper) Bambu petung

memiliki jenis rumpun yang agak rapat. Dapat tumbuh di dataran rendah

sampai kepegunungan, warna kulit batang hijau kekuningan, panjang ruas

berkisar 40-60 cm, diameter 6-15 cm dan tebal 10-15 mm.

2. Bambu Hitam/bambu wulung (Gigantochloa Atroviolacea). Ciri-ciri

tumbuhan ini memiliki rumpun agak jarang, tumbuh didataran rendah sampai

ketinggian 650 m diatas permukaan laut, warna kulit batang hitam, hijau

kehitam-hitaman atau ungu tua, panjang ruas 40-50 cm, diamater 6-8 cm dan

tebal dinding 6-8 mm.

3. Bambu Andong/bambu gombong (Giganthchloa Verticillata) Bambu andong

ini memiliki rumpun tidak terlalu rapat, warna kulit batang hijau kekuningan

dengan garis kuning sejajar batang, panjang ruas 40-60 cm, diameter 8-12 cm

dan tebal dinding 20 mm.

4. Bambu Apus / bambu Tali (Giganthocloa Apus) Ciri-ciri bambu apus dapat

tumbuh didataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1000 m

diatas permukaan laut. Memiliki panjang ruas 45-65 cm diameter 5-8 mm dan

tebal dinding 3-15 mm. Jenis bambu ini kuat, liat, lurus dan tahan terhadap

serangan kumbang bubuk.

9
B. Sifat Fisika dan Mekanika Bambu Petung

Bambu adalah salah satu jenis kayu yang banyak dipakai sebagai bahan

struktur bangunan serta perabot rumah tangga di daerah tropis sejak beberapa

abad yang lalu. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa bambu telah

berfungsi sebagai salah satu kebutuhan manusia, baik untuk perumahan maupun

untuk perabot rumah tangga. Pemilihan bambu sebagai bahan bangunan dapat

didasarkan pada harganya yang rendah, serta kemudahan untuk memperoleh.

Agar suatu bahan dapat dipakai secara optimum, maka sifat mekanik bahan

itu harus dipahami betul. Tanpa pemahanan sifat mekanik, pemakaian bahan dapat

berlebihan sehingga dari segi ekonomis akan boros, sedang pemakaian dengan

ukuran terlalu kecil dapat membahayakan pemakainya. Jika sifat mekanik bahan

telah dikuasai, maka dapat dipikirkan cara mengatasi kelemahannya, serta

memanfaatkan sifat-sifat unggulannya. Dan pemakaian bahan dapat diusahakan

lebih optimum.

Sifat-sifat mekanika bambu secara teoritis menurut Frick (2004) tergantung

pada jenis bambu yang berkaitan dengan tumbuh-tumbuhan, umur bambu pada

waktu penebangan, kelembaban pada batang bambu, bagian batang yang

digunakan (pangkal, tengah dan ujung), letak dan jarak masing-masing ruas.

Penentuan sifat mekanik bambu berdasarkan prasyarat bahwa bambu yang

digunakan sebagai bahan konstruksi adalah bahan bangunan kering dengan kadar

air 12%. Ini merupakan kadar air kesetimbangan pada kelembaban udara 70%

yang dianggap sebagai nilai rata-rata yang wajar pada iklim tropis (Suseno, 1999

10
dalam Haniza, 2005). Beberapa sifat mekanika bambu yang penting untuk

perencanaan konstruksi bambu (Frick, 2004) antara lain:

1. Berat jenis

Berat jenis bambu berbeda–beda tergantung pada jenis bambu berkisar antara

(p=670-720 kg/m3). Selain itu berat jenis dapat turun akibat proses

pengeringan, semakin lama proses pengeringan akan mengurangi berat bambu

tersebut.

2. Kuat tarik

Kekuatan bambu untuk menahan gaya tarik tergantung pada posisi bagian

batang yang digunakan. Bagian ujung memiliki kakuatan terhadap gaya tarik

12% lebih rendah dibanding dengan bagian pangkal.

3. Kuat tekan

Kekuatan bambu untuk menahan gaya tekan tergantung pada bagian ruas dan

bagian antar ruas batang bambu. Bagian batang tanpa ruas memiliki kuat tekan

(8-45)% lebih tinggi dari pada batang bambu yang beruas.

4. Kuat geser

Kemampuan bambu untuk menahan gaya-gaya yang membuat suatu bagian

bambu bergeser dari bagian lain didekatnya disebut dengan kuat geser.

Kuat geser bambu tergantung pada ketebalan dinding batang bambu, bagian

batang tanpa ruas memiliki kekuatan terhadap gaya geser 50% lebih tinggi dari

pada bambu yang beruas.

11
5. Kuat lentur (MOR)

Kuat lentur adalah kemampuan untuk menahan gaya-gaya yang berusaha

melengkungkan batang bambu atau menahan muatan mati atau hidup karena

bambu merupakan bahan yang elastis, maka lendutan yang terjadi sesuai

kekuatan bahan agak menjadi tinggi (rata-rata 1/20).

6. Modulus Elastisitas (MOE)

Batang bambu yang berbentuk pipa dan langsing lebih menguntungkan

dibanding batang yang utuh, karena nilai kekuatannya lebih tinggi. Kepadatan

serat kokoh pada bagian dinding luar batang bambu meningkatkan kekuatan

maupun elastisitas.

Pada tesis ini untuk mendapatkan nilai-nilai tersebut dilakukan dengan pengujian

laboratorium menggunakan standar ISO 3129-1975 dan ASTM.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Morisco (1999) kekuatan tarik

rata-rata bambu petung dalam keadaan kering oven adalah 1900 kg/cm 2 (tanpa

buku) dan 1160 kg/cm2 (dengan buku). Ditinjau dari sisi potongan kuat tarik rata-

rata bambu petung pada bagian pangkal 2278 kg/cm2, bagian tengah 1770 kg/cm2

dan pada bagian ujung 2080 kg/cm2, kuat tekan rata-rata bambu petung bulat pada

bagian pangkal 2769 kg/cm2, pada bagian tengah 4089 kg/cm 2 dan pada bagian

ujung 5479 kg/cm2 (Morisco, 1996). Tegangan batas lentur rata-rata 1240 kg/cm2

(dengan buku) 2070 kg/cm2 (tanpa buku).

12
C. Teknologi Perekatan Laminasi

Teknologi perekatan laminasi adalah teknik penggabungan bahan dengan

bantuan perekat, bahan bangunan berukuran kecil dapat direkatkan membentuk

komponen bangunan sesuai keperluan. Teknik laminasi juga merupakan cara

penggabungan bahan baku yang tidak seragam atau dari berbagai kualitas

(Prayitno, 1996). Menurut Widjaya (1995) dalam Irawati (2004), cara-cara

perekatan yang dilakukan apabila mengikuti prosedur perekatan yang baik sesuai

dengan petunjuk-petunjuk yang dikeluarkan oleh lembaga riset perekat dan

teknik-teknik perekatan, maka kualitas perekatan akan mencapai maksimum, yang

kadang mampu melebihi daya kohesi substract dari bahan yang direkatkan.

D. Jenis-Jenis Perekat

Berdasarkan sifat kimia dan bahan penyusunnya, perekat sintetis

dibedakan menjadi dua yaitu: perekat jenis thermoplastic yang akan mengeras

dengan menguapnya bahan pelarut atau menurunya temperatur, biasanya

dipergunakan untuk beban ringan non struktural. Kedua jenis thermosetting akan

mengeras melalui reaksi kimia dengan bantuan panas atau katalis.

Untuk meningkatkan sifat perekat dapat digunakan bahan tambah berupa

pengembang (extender) dan pengisi (filler) (Tsounomis, 1991 dalam Fakhri, 2001)

Faktor-faktor yang mempengaruhi perekatan antara lain faktor bahan perekat,

bahan yang direkat, permukaan yang direkat, teknik perekat, cara pengujian dan

amplikasi bahan yang digunakan. Bahan yang direkat dipengaruhi oleh beberapa

13
faktor antara lain struktur anatomi bahan, massa jenis, kadar air, sifat permukaan

(Fakhri, 2001). Menurut Prayitno (1996) untuk mendapatkan hasil rekatan yang

baik, pada waktu pelaksanaan sebaiknya bahan baku dalam keadaan kering atau

kadar air berkisar (6-12 )%.

Ketebalan resin menghasilkan rekatan yang baik antara 0,01 – 0,002 in

(Selbo, 1975 dalam Prayitno, 1996). Perekat terlabur (glue spread) yang biasa

dipergunakan untuk perekat bambu laminasi adalah 50#/MDGL, tapi jumlah ini

bisa bervariasi kurang atau lebih tergantung sifat atau keadaan permukaan bahan

bambu yang akan direkat (Prayitno, 1996).

Perekat sintetis yang umum dipakai dalam proses laminasi menurut

Prayitno (1994) dalam Irawati (2004) adalah Urea formaldehida (UF) yang

merupakan hasil reaksi antara Urea dan formaldehida, dimana urea merupakan

produk yang diperoleh dengan mereaksikan karbondioksida dengan amoniak

sedangkan formaldehida didapat dari hasil oksidasi metanol yang berasal dari gas

alam dan napthalin. Pembuatan bambu laminasi dapat dikerjakan dengan perekat

secara proses panas (1000c) ataupun dingin (300c). Proses panas umumnya

digunakan pada pemakaian non struktual seperti industri kayu lapis, sedangkan

proses dingin lebih sesuai untuk keperluan struktual mengingat tebalnya dimensi

elemen yang direkatkan cukup besar. Penggunaan perekat jenis ini perlu kontrol

keasaman dan harus ditambah bahan pengisi (filler) agar mengisi pori bahan yang

direkat, namun ketebalan garis perekat harus dikontrol tidak lebih dari 0,1 mm

untuk menghindari retak, perekat ini tersedia dalam bentuk cairan atau bubuk.

14
Resin dalam bentuk bubuk perlu dilarutkan terlebih dahulu dengan air sebelum

digunakan, keuntungannya adalah daya simpan yang lebih lama yakni 1-2 tahun.

Resin dalam bentuk cair kepekatanya berkisar 65-70% akan stabil selama

beberapa minggu pada temperatur 200c, dengan kadar 50% resin solid (padat)

untuk beberapa bulan. Kelemahan UF ini adalah tidak tahan terhadap air, suhu dan

kelembaban ekstrim sehingga lebih cocok digunakan untuk struktur terlindung

(interior).

Beberapa jenis perekat beserta batasan penggunaan yang terdapat dalam

Peraturan Kayu Indonesia 1961 (PDMB, 1992), seperti tercantum pada Table 2.1.

Tabel 2.1 Jenis Perekat dan Penggunaannya

Macam Perekat Bentuk dalam Pemakaian untuk Bangunan


Perdagangan
Casein Tepung Yang terlindung, seperti :
Kuda-kuda
Urea Formaldehyde Cairan atau tepung Yang terlindung dimana
dengan zat pengeras warna perlu diutamakan
Resin Cairan dengan zat Yang tidak terlindung,
Resolcinol Resin pengeras seperti : jembatan, stadion,
bang. Kapal, dll.
Phenolic Resin Cairan dengan zat Yang tidak terlindung,
pengeras seperti : jembatan, stadion,
dll.

E. Teori Pengempaan

Menurut Selbo (1975) dalam Prayitno (1996), pengempaan produk

perekatan ataua rakitan perekatan bertujuan untuk menempelkan lebih rapat

sehingga garis perekat dapat terbentuk serata dan sepejal mungkin dengan

ketebalan yang setipis mungkin. Oleh karenanya penekanan rakitan yang cukup

15
kuat dan seragam serta homogen pada semua permukaan bahan yang direkat

sangat penting dan diharuskan. Pengempaan ini mengakibatkan pula penekanan

perekat agar mengalir dari sisi (flow) atau meresap kedalam bahan direkat

(penetration) dengan meninggalkan sebagian perekat yang tetap berada

dipermukaan bahan direkat dalam bentuk film perekat yang kontinyu

(bersambung) dan dilanjutkan dengan pengerasan perekat untuk menahan ikatan

permukaan agar tetap kuat (Brown et al, 1952 dalam Prayitno, 1996).

Menurut Chen dan Rice (1973) dalam Prayitno (1996), semakin tebal garis

perekat kekuatan rekat yang dihasilkan justru semakin rendah. Oleh sebab itu

pengempaan ditujukan untuk menghasilkan garis perekat setipis mungkin, bahkan

mendekati ketebalan molekul perekat yang digunakan. Pengempaan sebesar 100-

200 psi sering direkomendasikan untuk perekatan kayu (Selbo, 1975 dalam

Prayitno, 1996).

Menurut Prayitno (1996) dalam pembuatan papan/balok laminasi dikenal

dua macam jenis pengempaan yaitu :

1. Pengempaan dingin (cold pressing), pengempaan dingin dapat dilakukan

sebagai pengempaan pendahuluan (prepressing) agar pengempaan panas yang

dilakukan dapat berlangsung lebig efisien karena waktu pengempaan lebih

pendek dan pematangan perekat lebih cepat karena telah terbentuk garis

perekat yang berkesinambungan.

16
2. Pengempaan panas (hot pressing), pengempaan panas dilakukan sebagai tahap

akhir dari proses perekatan, dalam arti langkah pengerasan perekat diusahakan

memakai teknik dan dipercepat dengan menaikan suhu pematangan perekat.

Pengempaan tergantung pada tekanan spesifik yang diberikan, waktu

pengempaan dan suhu pengempaan. Adapun untuk jenis perekat UF rata-rata

memerlukan waktu pengempaan 2-4 menit, sedangkan untuk perekat PF

memerlukan waktu pengempaan rata-rata sekitar 5-7 menit dengan keadaan dan

kondisi yang sama.

F. Papan Laminasi Bambu

Papan laminasi pertama kali diperkenalkan menggunakan bahan dasar kayu,

yang bertujuan untuk mendapatkan dimensi kayu lebih besar. Produk kayu lamina

ini dikenal dengan istilah glulam (Glue Laminated Timber) dapat diartikan sebagai

produk kayu rakitan, dibuat dengan cara merekat sejumlah potongan kayu

sedemikian rupa, sehingga arah serat dari semua potongan pada hakekatnya

sejajar dengan arah panjang dari produk tersebut (Chugg, 1964 dalam jurnal

Balfas, 1995. 32-33). Berdasarkan orientasi dari penyusunan potongan kayu

kearah panjang produk yang dibuat terdapat dua pola susunan yaitu, susunan

horisontal dan susunan vertikal.

Dengan mengikuti konsep di atas, maka lamina bambu diperoleh dari

pengolahan batang bambu mulai dari pemotongan, perekatan dan pengempaan

hingga diperoleh bentuk lamina dengan dimensi yang dikehendaki. Dalam

17
beberapa hal sifat-sifat lamina tidak jauh berbeda dengan sifat bambu asli, sifat

akhir akan banyak dipengaruhi oleh banyak ruas (nodia) yang terdapat pada

batang dan jenis perekat yang dipakai, (Wijaya, 1995 dalam Oka, 2004). Tarmeze,

(2002) menyebutkan bahwa ada beberapa parameter yang mempengaruhi

kekuatan dan kekakuan dari bambu laminasi yaitu adanya rongga (voids), ketidak

seimbangan lem dan bentuk pemakaian dari bambu.

Penelitian papan laminasi bambu dengan menggunakan galar (pelupuh)

bambu petung dan bambu andong menggunakan perekat Tanin-Resolsinol

formaldehida (TRF) menyimpulkan, bahwa kerapatan laminasi bambu dari bilah

bambu andong lebih tinggi (0,8 g/cm3) jika dibanding dengan kerapatan laminasi

bambu dari gelar (pelupuh) andong (0,70 g/cm 3) atau laminasi bambu dari galar

(pelupuh) bambu petung (0,73 g/cm3). Modulus patah dan keteguhan rekat dari

bilah juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang dibuat dari galar (pelupuh),

begitu juga terhadap modulus elastisitas (Sulatiningsih dalam Barly, 2005).

Sedangkan Penelitian papan laminasi yang dilakukan oleh Sjelly Haniza

(2005) meneliti tentang perilaku papan laminasi yang tetap mempertahankan kulit

luar pada lapisan atas dan bawah. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa

berdasarkan analisis varians yang dilakukan terhadap papan laminasi bambu

petung dari desa Donomulyo Donokerto – Turi Kab. Sleman terhadap kuat lentur,

kuat tarik tegak lurus permukaan dan kuat geser disimpulkan bahwa : bentuk

bahan baku (bilah atau galar), tetap mempertahan kulit atau tidak dan susunan

lapisan dari papan laminasi akan memberikan pengaruh terhadap sifat mekanik

18
yang dihasilkan. Pembuatan papan laminasi yang tetap mempertahankan kulit luar

bambu, menghasilkan nilai MOR berkisar antara 80,98 MPa sampai 151,22 MPa,

nilai MOE berkisar antara 16.094 MPa sampai 25.060 MPa, nilai Kuat Geser

berkisar antara 1,96 MPa sampai 3,94 MPa dan nilai Kuat Tarik tegak lurus

permukaan berkisar antara 0,808 MPa sampai 0,969 MPa.

Keuntungan yang dapat diperoleh dari teknologi laminasi secara garis

besar antara lain:

1. Memudahkan pembuatan komponen struktur yang lebih besar.

2. Teknologi laminasi secara tidak langsung dapat mengatasi masalah retak,

pecah ataupun cacat akibat pengeringan karena lamina terdiri atas

lembaran-lembaran yang tipis sehingga pengeringan lebih cepat dan mudah.

3. Produk lamina yang berlapis-lapis memungkinkan untuk memanfaatkan

lamina berkualitas rendah untuk disisipkan diantara lapisan luar (face) dan

lapisan belakang (back) seperti halnya produk kayu lapis.

4. Teknologi laminasi memungkinkan pembuatan struktur bangunan

berukuran besar yang lebih stabil karena seluruh komponen (lembaran)

yang digunakan telah dikeringkan sebelum dirakit menjadi produk laminasi.

19
III. LANDASAN TEORI

A. Kadar Air

Kadar air bambu adalah nilai yang menunjukkan banyaknya air dalam bambu.

Kemampuan untuk menyerap dan kehilangan air tergantung pada suhu dan

kelembaban atmosfir di sekitarnya. Kandungan air bambu ini sangat

mempengaruhi kualitas bambu, terutama pada saat akan dimanfaatkan sebagai

komponen bangunan. Berat air dalam bambu diperoleh dengan cara menghitung

selisih berat bambu dan air dengan berat bambu kering tanur. Kadar air bambu

mempengaruhi kekuatan mekanika bambu yaitu sangat menurun bila kadar air

tinggi. Dalam kondisi kering bambu lebih kuat daripada dalam kondisi segarnya,

namun perbedaan itu seringkali relatif kecil (Mohamod & Liese, 1995 dalam

Kusumaningsih, 1997). Menurut Liese (1980) pada batang bambu yang telah

berumur 3-4 tahun kandungan air lebih tinggi pada bagian pangkal dari pada

bagian ujung. Waktu penebangan juga berpengaruh terhadap kandungan air,

batang bambu yang ditebang pada waktu musim kering memiliki kandungan air

minimum. Titik jenuh serat bambu berkisar antara 20 – 22% (Kinshen, dkk., 1956

dalam Kumar, 1988). Kadar air bambu dihitung dari berat bambu dengan volume

bambu pada kadar air tertentu dengan Persamaan 3.1 berikut ini :

(m1  m 2 )
w x100% (3.1)
m2

dengan :

w = kadar air (%)

20
m1 = berat benda uji sebelum dikeringkan (g)

m2 = berat benda uji setelah dikeringkan (g)

B. Kerapatan Bambu

Kerapatan adalah nilai perbandingan antara berat dan volume pada suatu kadar air

tertentu. Parameter kerapatan kayu dapat dipergunakan sebagai tanda kekuatan

kayu, karena menunjukkan jumlah sel yang mampu mendukung beban (Prayitno,

2001). Rumus yang digunakan untuk memperoleh kerapatan bambu menggunakan

Persamaan 3.2 :

m
ρw = w (3.2)
vw

dengan :

pw= kerapatan (g/cm3)

mw = berat bambu (g) pada kadar air

Vw = volume (cm3) pada kadar air w

C. Kuat Lentur Statis (MoE dan MoR)

Papan merupakan suatu komponen yang dominan dikenai beban lateral.

Akibat beban tersebut maka papan akan mengalami tegangan yang

terdistribusi secara linier pada penampangnya. Perilaku lentur papan terlihat

pada Gambar 3.1.

21
Gambar 3.1. Perilaku Lentur Papan

Akibat lentur, serat bagian atas memendek sedang bagian bawah

memanjang. Pada bagian yang memendek terjadi tegangan tekan sementara

pada bagian yang memanjang terjadi tegangan tarik. Kondisi dimana papan

mampu menahan beban yang diterima disebut kondisi elastis. Kondisi ini akan

berlaku sesuai sebelum bambu mencapai tegangan leleh. Biasanya leleh pertama

akan ditentukan oleh tegangan tekan hal ini disebabkan kuat tekan bambu lebih

kecil dibanding kuat tariknya.

Untuk mengetahui sampai sejauh mana papan mampu menahan beban

yang akan diberikan maka dilakukan pengujian modulus elastisitas dengan

menggunakan standar ISO-1975. Bertujuan mengukur modulus kekenyalan

dengan cara mengukur defleksi dalam daerah pelengkungan selama pembebanan

berlangsung dengan kecepatan konstan dalam batas batas proporsional.

Perhitungan modulus elastisitas ini menggunakan standar ISO 3349 -1975.

Untuk satu beban terpusat pada ½ bentang, seperti terlihat pada Gambar

3.1 dihitung dengan persamaan berikut :

3
P. l
MoE = 3
[ MPa] (3.3)
4.b.h .γ

22
Dengan P = beban rata-rata dari batas atas dan bawah (N)
l = jarak penopang (mm)
b = lebar benda uji (mm)
h = tebal/tinggi benda uji (mm)
 = defleksi pada titik lengkung dihitung dan rata-rata defleksi
batas atas dan bawah (mm)
Nilai modulus elastisitas merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap

perpanjangan atau perpendekan akibat pembebanan dari luar, bila balok kayu

mengalami tarik atau tekan selama pembebanan berlangsung dengan kecepatan

pembebanan konstan. Nilai elastisitas kayu sangat berhubungan erat dengan kadar

air, berat jenis dan kelas kuat kayu.

Setelah tegangan tekan pada serat paling luar mencapai batas tegangan tekan

maksimum, maka kondisi elastis akan terlewati dan masuk pada kondisi plastis.

Pada tahap ini bagian tekan akan meleleh dan terus merambat keserat bagian

dalam, sedangkan serat tarik akan terus mengalami tarik sampai mencapai

tegangan tarik maksimum dan runtuh jika tegangan leleh mencapai maksimum.

Pada papan laminasi pengujian dimaksudkan untuk mengetahui kekuatan

maksimum atau beban maksimum yang dapat ditopang oleh benda uji, hingga

rusak atau pecah dalam waktu 1,5  0,5 menit sejak pembebanan. Nilai Mor

dihitung dengan persamaan di bawah ini:

3.Pmax . l
MoR =  MPa
2.b.h 2

(3.4)

23
dengan :

Pmax = kekuatan/beban maksimum ( N )


l = jarak antara titik penopang (mm)
b = lebar benda uji yang menerima beban (mm)
h = tebal/tinggi benda uji (mm)

D. Kuat Tarik Tegak Lurus Permukaan

Untuk mengetahui daya rekat antar partikel. Khususnya pada bagian tengah

papan apabila dilakukan gaya tarik tegak lurus permukaan. Pengujian ini

menggunakan standar ASTM, hasil yang diperoleh dihitung dengan menggunakan

persamaan:

Pmax
 = A
 MPa 
(3.5)
dengan
Pmax = beban maksimum

A = luas penampang benda uji

E. Kuat Geser ( Shearing Strength )

Menggunakan standar ISO/DIS 3347 untuk pengujian pendahuluan dan

standar ASTM untuk pengujian pada papan laminasi. Bertujuan menentukan

kekuatan atau keteguhan geser (ultimate Shearing stress) dengan cara

memberikan beban secara teratur pada bidang geser benda uji sampai

24
menimbulkan retak akibat geser. Perhitungan kuat geser menggunakan persamaan

dibawah ini :

Pmax
τ // serat =  MPa
b.1

(3.6)

dengan Pmax = beban maksimum (N)


b = tebal benda uji (mm)
1 = panjang bidang geser (mm)

F. Panjang Kritis Papan Laminasi Agar Terjadi Kegagalan Lentur

dan Geser.

Untuk mendapatkan panjang batas kritis agar terjadi kegagalan lentur dan

geser secara bersamaan dengan menggunakan satu beban terpusat berjarak 1/2

bentang dari jarak tumpuan, dapat menggunakan persamaan berikut :

6h
Lcr = (3.7)
8

dengan : Lcr = Panjang kritis terjadi lentur dan geser bersamaan (mm)
 = Tegangan lentur (MPa)
 = tegangan geser glulam (MPa)
h = tinggi laminasi (mm)

G. Proses Perekatan Kayu

Perekat terlabur (glue spread) adalah jumlah perekat yang dilaburkan

persatuan luas permukaan bidang perekatan. Jumlah perekat yang dilaburkan

menggambarkan banyaknya perekat agar tercapai garis perekatan yang solid yang

25
kuat. Satuan luas permukaan rekat ditentukan dengan satuan Inggris, yaitu seribu

kaki persegi (1000 square feet) dengan sebutan MSGL (Mean Single Glue Line)

dan dinyatakan dalam satuan pounds (lbs). Bila kedua bidang permukaan dilabur

maka disebut MDGL (Mean Double Glue Line) atau pelaburan dua sisi (Prayitno,

1996). Menurut Prayitno (1996) untuk perhitungan di laboratorium, satuan

perekat disederhanakan dengan cara dikonversikan ke dalam satuan GPU (gram

per pick-up) dengan Persamaan berikut ini :

S .A
GPU= 317,5

(3.8)

dengan :GPU = Gram Pick Up (gram )


S= Jumlah perekat yang dilaburkan ( Pound/ MSGL ) atau ( pound/
MDGL)
A= Luas bidang yang akan direkat (cm2)

Apabila luas bidang yang direkat dihitung dalam sentimeter persegi, maka

faktor pembagi pada persamaan diatas diganti menjadi 2048,2 (Prayitno, 1996:

40-41).

Tahap-tahap pencampuran perekat agar diperoleh hasil yang optimal

adalah sebagai berikut:

a. Bahan perekat ditimbang sebanyak 2/3 jumlah perekat yang diperlukan dan

ditempatkan dalam cawan pencampur.

26
b. Timbang bahan tambahan berupa pengeras ( hardener), bahan pengembang

(extender) pengisi (filler), katalisator (catalyst) serta bahan lain, yang

dicampur dengan cairan perekat.

c. Campuran diaduk perlahan-lahan sampai seluruh bahan tercampur rata dan

tidak terdapat gumpalan-gumpalan (lump free condition).

d. Tambahkan sisa dari jumlah perekat tadi (1/3 nya) kedalam campuran diatas

kemudian diaduk kembali sampai campuran tercampur dengan sempurna.

Yang perlu diperhatikan adalah waktu ikat (setting time ) dari bahan perekat,

perekat yang telah tercampur sebaiknya dipergunakan segera sehingga daya

rekat dari lem yang diperoleh adalah maksimum.

H. Hipotesis

Dengan memperhatikan sifat dan perilaku bahan penyusunnya, sifat fisik dan

mekanika maka papan laminasi bambu Petung dari Kab. Ngada dengan variasi

susunan bilah, maka akan memberikan nilai yang berbeda terhadap kuat lentur

(MOR) dan modulus elastisitas (MOE).

27
IV. METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan Penelitian

1. Bambu Petung

Bambu yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Desa

Mangulewa Kecamatan Golewa Kabupaten Ngada Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Jenis bambu yang digunakan adalah Bambu Petung (Dendrocalamus Asper)

dengan diameter bambu + 180 mm dan tebal bambu + 25 mm. Bambu diawetkan

dengan cara direbus dengan larutan air dan boraks selama + 6 jam, kadar boraks 5

% dari jumlah larutan. Kemudian diangin-anginkan sampai kering + 14 hari

sampai kadar air mencapai maksimal 12%. Setelah bambu kering kemudian

semua kulit luarnya dibuang dan dijadikan bilah dengan ukuran (30x1300) mm,

lebar bilah untuk pengujian pendahuluan disesuaikan dengan ukuran benda uji

pendahuluan. Proses penyiapan bambu dilakukan di Laboratorium Teknologi

Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Gambar 4.1 Bahan baku bambu Petung

2. Bahan Perekat

28
a. Bahan perekat yang digunakan adalah jenis UF (Urea Formaldehyde)

dengan kode (UA-104) yang diperoleh dari PT. Palmolite Adhesive Indonesia

(PAI) Probolinggo, Jawa Timur. Perekat jenis ini berbentuk cairan putih, agak

kental disimpan dalam jerigen plastik, dapat mengeras pada suhu kamar serta

memerlukan tekanan untuk pematangan. Spesifikasi dapat dilihat pada Lampiran

1. Gambar bahan perekat dapat dilihat pada Gambar 4.2

b. Bahan Pengeras (hardener), digunakan jenis garam NH 4 CL dengan kode

HU-12. Hardener yang digunakan berupa bubuk putih yang didapat dari PT.

Pamolite Adhesive Industry (PAI). Gambar bahan pengeras dapat dilihat pada

Gambar 4.2.

c. Bahan Pengembang (extender), dalam penelitian ini menggunakan tepung

terigu cap Gunung Bromo yang diproduksi oleh PT Indofood Sukses Mandiri

Surabaya. Tepung terigu ini diperoleh dari salah satu toko di Yogyakarta.

Gambar 4.2 Bahan Perekat

B. Peralatan Penelitian

1. Peralatan pendahuluan dan alat pembuatan bilah

29
Peralatan pendahuluan yang digunakan untuk mengolah bmbu yaitu berua

gergaji tangan biasa yang digunakan untuk memotong bambu menjadi panjang 1,3

m. Untuk menghilangkan kulit bambu digunakan peralatan tradisional berupa

parang, sedangkan untuk pembuatan bilah digunakan mesin gergaji pembuat bilah

seperti terlihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Mesin gergaji sirkel pembuat bilah

2. Peralatan Penyeragam bilah bambu

Untuk menyeragamkan ukuran bilah bambu digunakan alat-alat sebagai

berikut :

a. Mesin Serut (Planner)

Alat ini digunakan untuk meratakan bilah-bilah bambu sehingga diperoleh

ketebalan yang seragam. Mesin planner yang dipakai adaah merk SCM-S52

buatan Italia, seperti terlihat pada Gambar 4.4.

30
Gambar 4.4 Mesin Serut (Planner)

b. Mesin Perata Satu Sisi

Mesin ini digunakan untuk meratakan salah satu sisi bilah-bilah bambu

yang nantinya sebagai acuan untuk meratakan sisi yang lainnya dengan

menggunakan mesin gergaji sirkel (circular panel saw). Mesin yang dipakai

adalah merk SCM F4L buatan Italia, seperti terlihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5. Mesin perata sisi

c. Mesin Gergaji Pemotong

31
Alat ini digunakan untuk memotong bilah-bilah bambu sesuai dengan

ukuran yang diinginkan. Adapun gambar mesin gergaji pemotong dapat dilihat

pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6. Mesin gergaji pemotong

3. Peralatan Pembuatan Papan Laminasi

Untuk membuat papan laminasi diperlukan alat-alat sebagai berikut :

a. Cetakan Papan Laminasi

Cetakan papan laminasi terbuat dari papan kayu panjang 1,6 meter

dilengkap dengan klem baja sebanyak 5 pasang sebagai pengunci yang diberi baut

sebagai penahan tekanan pada proses pengempaan. Papan cetakan diberi alas

dengan menggunakan plastik atau karpet plastik agar bilah bambu tidak melekat

pada papan cetakan. Papan cetakan diatur sedemikan rupa sehingga bisa bergeser

dan bisa menyalurkan tekanan ke lapisan-lapisan bilah bambu pada proses

pengempaan. Alat cetakan papan laminasi seperti terlihat pada Gambar 4.7.

32
Gambar 4.7. Cetakan papan laminasi

b. Alat Kempa Hidrolis

Alat ini digunakan untuk memberikan tekanan pada cetakan papan

laminasi dan dapat ditentukan berapa jumlah beban yang diberikan sehingga

menghasilkan tekanan tertentu pada cetakan. Selanjutnya untuk mempertahankan

tekanan cetakan dikencangkan oleh klem-klem pengunci yang dilengkapi dengan

baut. Alat kempa hidrolis yang digunakan yaitu merk Springville dengan

kapasitas 10 ton. Alat kempa hidrolis dapat dilihat pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8. Alat kempa hidrolis

c. Alat bantu lain

33
Alat bantu lain yang digunakan yaitu seperti : kuas, scrap, gelas

pengaduk dan kunci roda.

4. Alat Pengujian Sifat Fisika dan Mekanika Bambu

Pengujian sifat Fisika dan Mekanika bambu (uji pendahuluan) menggunakan

alat bantu sebagai berikut :

− Digital Oven merk ”Memmert UNB 200” untuk mengeringkan benda uji

sampai kering tanur (Gambar 4.9).

Gambar 4.9. Oven

− Timbangan digital merk ”Sartorius” kapasitas 2100 g dengan ketelitian 0,1

gram, untuk mengukur berat bambu sebelum dan setelah di oven (Gambar

4.10)

Gambar 4.10 Timbangan digital

34
− Kaliper merk ”Mitutoyo” dengan ketelitian 0,05 mm (1/128 in) untuk

mengukur dimensi bambu (Gambar 4.11 (a)).

− Moisturemeter merk ”Protimeter” untuk menentukan kadar air bambu

seperti terlihat pada Gambar 4.11 (b) di bawah ini :

(a)
(b)
Gambar 4.11 Kaliper (a) dan Moistermeter (b)

− Universal Testing Machine (UTM) merk ”Wykeham Farrance” dengan

beban maximum 10 Ton, untuk menguji Kuat Lentur, Kuat Tekan dan Kuat

Geser (Gambar 4.12).

Gambar 4.12 Universal Testing Machine (UTM)


- Data Logger type ”TDS-303”, alat untuk membaca hasil LVDT ataupun load

cell (Gambar 4.13).

35
(a) (b)
Gambar 4.13 Data Logger (a), LVDT (b)

- Alat Uji Tarik (Gambar 4.14).

Gambar 4.14 Alat Uji Tarik

C. Benda Uji

1. Benda Uji Pendahuluan

Dimensi untuk pengujian sifat fisik dan mekanik bambu petung berdasarkan

ISO (Internasional Standart Organization) 3129-1975, dengan ketebalan

menyesuaikan tebal bahan bambu yang tersedia. Pembuatan benda uji antara lain

untuk kadar air dan kerapatan, tekan tegak lurus serat, tekan sejajar serat, geser

sejajar serat tarik sejajar serat dan lentur. Bentuk dan dimensi benda uji

pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 4.15

a. Uji kadar air dan kerapatan

t = tebal bambu
36
b. Tekan sejajar serat dan tegak lurus serat

Tekan sejajar serat Tekan tegak lurus serat


c. Tarik sejajar serat

d. Kuat lentur (MOR) dan Modulus Elastisitas (MOE)

e. Geser f. Balok Geser

Gambar 4.15 Bentuk dan dimensi Benda Uji Pendahuluan


Uji blok geser dilakukan untuk mengetahui jumlah perekat terlabur

optimum, dilakukan untuk tiga variasi dengan tiga ulangan. Jumlah benda uji

pendahuluan bambu petung ditampilkan pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Jenis pengujian dan jumlah benda uji pendahuluan

37
No. Jenis Pengujian Jumlah Standar Pengujian
Benda uji
1. Kadar air dan kerapatan 3 ISO 3130-1975 (E) dan ISO 3131-1975

2. Tekan sejajar serat 3 ISO 3787-1975 (E)


3. Tekan tegak lurus serat 3 ISO 3132-1975(E)
4. Tarik sejajar lurus serat 3 ISO 3346-1975(E)
5. Geser sejajar serat 3 ISO/DIS 3347-1975(E)
6. Kuat lentur 3 ISO 3133-1975 (E)& ISO 3349-1975(E)

7. Blok Geser ASTM


40 # MDGL 3
50 # MDGL 3
60 # MDGL 3
Jumlah Benda Uji 27

(a) (b) (c) (d)

(e) (f) (g)

Gambar 4.16 Benda uji kadar air & kerapatan (a), Tekan sejajar & tegak lurus
serat (b) & (c), Geser (d), Lentur (e), Tarik sejajar serat (f) dan Blok
Geser (g)

2. Benda Uji Papan Laminasi

Papan laminasi yang dibuat adalah 4 (empat) tipe sesuai variasi susunan

bilah, dan semua variasi tidak mempertahankan kulit luar bambu. Masing-

masing variasi dibuat sebanyak 4 (empat) buah dengan jumlah keseluruhan papan

38
laminasi yang dibuat adalah 16 (enam belas) buah, yang terlihat pada Gambar

4.17.

a. Type I b. Type II

c. Type III d. Type IV

Gambar 4.17 Dimensi papan laminasi


Pengujian mekanik dan benda uji yang dilakukan terhadap sampel papan laminasi
adalah seperti terlihat pada Gambar 4.18.
a. Kuat lentur

39
b. Kuat tarik tegak lurus bidang rekat c. Geser // garis perekatan

Gambar 4.18 Dimensi dan tipe benda uji papan laminasi

Jumlah benda uji Papan Laminasi terlihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Jenis pengujian dan jumlah benda uji Papan Laminasi
Jumlah Benda Uji Papan Laminasi
Jenis Pengujian dengan Variasi Susunan Bilah
Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV
Kuat Lentur
- Sampel papan laminasi 3 3 3 3
- Papan laminasi 3 3 3 3

Kuat Tarik Tegak Lurus Permukaan 3 3 3 3


Kuat Geser // Garis Perekatan 3 3 3 3
Jumlah Benda Uji 12 12 12 12

D. Pelaksanaan Penelitian

Kegiatan penyiapan, pengolahan dan pembuatan benda uji dilakukan di

Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah

Mada. Pengujian Sifat Fisika Mekanika Bambu petung dan Papan Laminasi

dilakukan di Laboratorium Struktur Fakultas Teknik, Laboratorium Mekanika

Bahan Pusat Studi Ilmu Teknik PAU dan Laboratorium D3 Mesin Fakultas

40
Teknik Universitas Gadjah Mada. Pelaksanaan penelitian secara umum terlihat

pada diagram alir dalam Gambar 4.19.

Mulai

Penyiapan bambu

Pembuatan Bilah Bambu

Pembuatan Benda Uji Pembuatan Papan


Sifat Fisik & Mekanik Laminasi

Pengujian : Pengujian :
- Kadar air & Kerapatan - Kuat Tarik 
- Kuat Tekan // serat Pengumpulan permukaan
- Kuat Tekan  serat Data Pengujian - Kuat Geser //
- Kuat Tarik // serat garis perekatan
- Kuat Geser// Serat - Kuat Lentur
Analisis Data
- Kuat Lentur
- Blok Geser
Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

Gambar 4.19 Bagan alir Pelaksanaan Penelitian


1. Penyiapan Bambu

Bambu Petung yang didatangkan dari Kabupaten Ngada Propinsi Nusa

Tenggara Timur dengan jumlah kebutuhan bambu untuk keperluan pembuatan

papan laminasi bambu terlihat pada Lampiran 2, langsung diadakan pengawetan

dengan proses perebusan dengan air dan boraks, dengan kadar boraks 5% dari

larutan. Jumlah pemakaian boraks terlihat pada Lampiran 3. Proses perebusan

41
dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Hutan Fakultas Kehutanan

Universitas Gadjah Mada. Setelah direbus selama + 6 jam, bambu petung

diangin-anginkan sampai mencapai kadar air 6 – 12% + 14 hari. Semua bambu

yang telah kering kemudian dibuang kulit luarnya, setelah itu dibelah menjadi

bilah-bilah bambu dengan ukuran + (30 x 1300) mm, dengan ketebalan apa

adanya.

Proses perebusan dan penjemuran bambu dapat dilihat pada Gambar 4.20.

Gambar 4.20 Proses perebusan dan penjemuran bambu

Selanjutnya dengan mesin planer, bilah diserut sampai mencapai ketebalan

yang diinginkan. Tebal bilah untuk benda uji pendahuluan adalah disesuaikan

dengan tebal bambu, sedangkan tebal bilah untuk papan laminasi disesuaikan type

papan laminasi dengan 4 (empat) variasi susunan bilah sebagai berikut :

a. Papan Laminasi Type I;

Papan Laminasi tipe ini terdiri atas 1 (satu) lapis bilah, dengan ukuran bilah

panjang 1300 mm, lebar 10 mm dan tebal bilah 30 mm.

42
b. Papan Laminasi Type II;

Papan Laminasi tipe ini terdiri atas 3 lapisan bilah yaitu lapisan face, lapisan

back dan lapisan core dengan ukuran bilah panjang 1300 mm, lebar 30 mm dan

tebal 8,3 mm.

c. Papan Laminasi Type III;

Papan Laminasi tipe ini terdiri atas 3 lapisan bilah yaitu face dan back dengan

ukuran bilah panjang 1300 mm, lebar 30 mm dan tebal 8,3 mm. Dengan

lapisan core dengan ukuran bilah panjang 120 mm, lebar 30 mm dan tebal 8,3

mm.

d. Papan Laminasi Type IV;

Papan Laminasi tipe ini terdiri atas 3 lapisan bilah yaitu lapisan face dan back

dengan ukuran bilah panjang 1300 mm, lebar 30 mm dan tebal 7,5 mm.

Dengan lapisan core dengan ukuran bilah panjang 120 mm, lebar 30 mm dan

tebal 10 mm.

Proses pembuatan bilah bambu dapat dilihat pada Gambar 4.21

43
Gambar 4.21. Pembuatan bilah bambu

2. Pembuatan Benda Uji Pendahuluan (Sifat Fisika dan Mekanika)

Dimensi benda uji pendahuluan dibuat berpedoman pada Standar ISO

(Internatonal Standar Organization), dimana tebal benda uji disesuaikan

dengan kondisi tebal bambu yang ada. Benda uji pendahuluan yang dibuat

adalah untuk pemerikaan sifat fisika bambu yaitu pengujian kadar air dan

kerapatan bambu. Dan pemeriksaan sifat mekanika bambu yaitu kuat tekan

sejajar serat, kuat tekan tegak lurus serat, kuat tarik sejajar serat, kuat lentur

dan kuat geser. Sampel bambu diambil secara acak, bebas cacat dan tanpa kulit

luar, sehingga dapat mewakili bambu yang digunakan untuk pembuatan papan

laminasi.

3. Pembuatan Benda Uji Blok Geser

Bilah bambu yang disesuaikan dengan dimensi benda uji blok geser dilabur

dengan perekat dengan jumlah perekat terlabur terlihat pada Lampiran 2, dengan

perbandingan campuran disesuaikan bersarkan rekomendasi pabrik yakni : 150 :

25 : 0,5 (Perekat : Pengembang : Pengeras). Benda Uji dibuat 3 (tiga) variasi

campuran perekat yaitu 40#MDGL, 50#MDGL dan 60#MDGL. Masing-masing

campuran dengan 3 kali ulangan, kemudian dikempa dengan tekanan sebesar 2

MPa. Kemudian didiamkan pada suhu kamar selama + 10 jam, klem pada benda

uji dibuka dan setelah 3 (tiga) hari blok geser dipotong dengan dimensi

44
disesuaikan dengan standar ASTM. Kebutuhan perekat terlabur terlihat pada

Lampiran 4.

4. Pembuatan Papan Laminasi

Papan Laminasi dibuat setelah diperoleh hasil pengujian blok geser, yaitu

digunakan campuran 50#MDGL dengan perekat Urea Formadehilda.

Pembuatan Papan Laminasi ini terdiri atas 3 (tiga) tahap yaitu :

a. Penyiapan bilah bambu dengan prosedur sebagai berikut :

1. Cek kadar air bilah bambu dengan Moister meter. Disesuaikan dengan

rekomendasi pabrik 6 – 12%.

2. Ukuran bilah dipastikan sudah sesuai dengan ukuran bilah pada type Papan

Laminasi yang akan dibuat (4 type variasi susunan bilah). Masing-masing

tipe dibuat sebanyak 4 (empat) buah papan. Untuk memudahkan

pelaksanaan, bilah bambu dipisahkan sesuai dengan type yang akan dibuat.

Keempat type papan laminasi yaitu :

- Type I; merupakan variasi susunan bilah 1 (satu) lapis yang disusun

secara vertikal, dengan dimensi : tebal 20 mm, lebar 120 mm dan

panjang 1200 mm. Adapun papan laminasi type I dapat dilihat pada

Gambar 4.22.

45
Gambar 4.22 Papan laminasi type I

- Type II; merupakan variasi susunan bilah 3 (tiga) lapis yang terdiri dari 3

lapis susunan bilah yang disusun disusun secara horizontal, dengan

dimensi : tebal 25 mm, lebar 120 mm dan panjang 1200 mm. Adapun

papan laminasi type II dapat dilihat pada Gambar 4.23.

Gambar 4.23. Papan laminasi type II

- Type III; merupakan variasi susunan bilah 3 (tiga) lapis yang terdiri dari

lapisan face dan back dengan susunan bilah disusun secara vertikal, dan

lapisan core disusun melintang secara horizontal, dengan dimensi : tebal

25 mm, lebar 120 mm dan panjang 1200 mm. Adapun papan laminasi

type III dapat dilihat pada Gambar 4.24.

46
Gambar 4.24 Papan laminasi type III

- Type IV; merupakan variasi susunan bilah 3 (tiga) lapis yang terdiri dari

lapisan face dan back dengan susunan bilah disusun secara vertikal, dan

lapisan core disusun melintang secara vertikal, dengan dimensi : tebal 25

mm, lebar 120 mm dan panjang 1200 mm. Adapun papan laminasi type

III dapat dilihat pada Gambar 4.25.

Gambar 4.25 Papan laminasi type IV

b. Pelaburan Perekat dan Pengempaan

Bilah-bilah bambu yang kadar airnya telah memenuhi syarat perekatan yaitu 6

– 12%, dilabur dengan perekat dengan mengunakan kuas sampai merata pada

seluruh permukaan bilah. Adapun jumlah perekat terlabur disajikan pada

Lampiran 4-1. Lapisan bilah-bilah bambu dimasukan kedalam cetakan,

kemudian baut-baut pada pada cetakan dikencangkan untuk proses

pengempaan. Proses pelaburan perekat dapat dilihat pada Gambar 4.26

47
Gambar 4.26 Proses Pelaburan Perekat

Untuk papan Laminasi Type I proses perekatan hanya dilakukan 1 (satu) tahap

yaitu perekatan bilah-bilah bambu satu lapis, kemudian dilanjutkan dengan

proses kempa. Sedangkan untuk Papan Laminasi type II, III dan IV, proses

perekatan dilakukan dengan 2 (dua) tahap yaitu proses perekatan bilah untuk

core, dengan proses perekatan seperti pada uraian diatas. Kemudian proses

selanjutnya yaitu pelaburan perekat bagian face dan back dengan

menggunakan kuas, kemudian dimasukkan kedalam cetakan. Susunan papan

laminasi diletakkan diantara 2 (dua) buah papan untuk memperoleh tekanan

seragam pada proses pengempaan. Setelah papan Laminasi tersusun rapi,

kemudian dilakuan proses pengempaan. Proses pengempaan dengan menyetel

jarum penunjuk besaran tekanan kempa pada alat kempa yaitu sebesar 2 MPa,

kemudian setelah + 2 menit alat kempa dilepas. Papan laminasi yang telah

dikempa, dibiarkan + 10 jam, setelah itu klem dapat dilepas untuk persiapan

48
benda uji berikut. Proses Perekatan dan proses kempa dapat dilihat pada

Gambar 4.27a. dan Gambar 4.27.b.

Gambar 4.27a Proses pelaburan dan perekatan

Gambar 4.27b Proses Pengempaan Papan Laminasi Bambu

c. Proses perataan tebal dan tepi Papan Laminasi

Setelah proses perekatan selesai, papan Laminasi dilepas dari cetakannya.

Untuk memperoleh dimensi dari papan Laminasi yang diinginkan, dilakukan

proses perataan sisi bawah dan sisi atas papan dengan menggunakan mesin

penyerut (planner). Setelah itu dilakukan perataan pada bagian tepi dengan

menggunakan gergaji sirkel (circular pannel saw). Setelah itu papan Laminasi

49
siap diuji. Proses perataan Papan Laminasi dan Hasil Akhir Papan Lamnasi

dapat dilihat pada Gambar 4.28a dan Gambar 4.28b.

Gambar 4.28a Proses perataan Papan Laminasi

Gambar 4.28b Papan Laminasi siap uji

5. Pengujian Papan Laminasi

Pengujian-pengujian yang dilakukan terhadap papan Laminasi Bambu

Petung adalah sebagai berikut :

a. Pengujian Lentur, pengujian ini menggunakan 2 (dua) macam ukuran yaitu:

papan laminasi berukuran (20 x 120 x 1200) mm (type I), papan laminasi

ukuran (25 x 120 x 1200) mm (type II,III dan IV) dan benda uji lentur

50
laminasi dengan dimensi sesuai standar ISO 3133-1975 (E) dan ISO 3349-

1975 (E) yaitu berukuran (20 x 20 x 280) mm. Benda uji dites dengan

menggunakan alat uji lentur, jarak bentang antar tumpuan 1000 mm untuk

papan laminasi bentang panjang dan jarak bentang 260 mm untuk sampel

uji bentang pendek. Pengujian dilakukan dengan pembebanan 1 (satu) titik

dengan kecepatan konstan (uniform). Penurunan (lendutan) dicatat dengan

alat LVDT yang dicetak dengan data logger. Pengujian lentur dilakukan di

Laboratorium Struktur Fakultas Teknik UGM.

Pelaksanaan Uji lentur dapat dilihat pada Gambar 4.29.

Gambar 4.29 Uji Lentur Papan Laminasi

b. Pengujian kuat geser sejajar garis perekatan Papan Laminasi. Dimensi

benda uji dibuat menurut standar ISO/DIS 3347-1975, pengujian dilakukan

dengan menggunakan Universal Testing Machine (UTM), yang dilengkapi

dengan load cell untuk membaca beban yang dihasilkan, LVDT untuk

membaca regangan yang dicetak dengan data logger. Hasil yang diperoleh

51
digunakan untuk mengetahui kuat geser sejajar garis perekatan Papan

Laminasi. Pengujian geser sejajar garis perekatan dilakukan di

Laboratorium Struktur Fakultas Teknik UGM. Pengujian kuat geser sejajar

garis perekatan Papan Laminasi dapat dilihat pada Gambar 4.30.

Gambar 4.30 Uji geser // garis perekatan Papan Laminasi

c. Pengujian tarik tegak lurus permukaan. Dimensi benda uji dibuat menurut

standar ASTM D 143-52, pengujian dilakukan dengan menggunakan alat uji

tarik. Besarnya beban yang diperlukan untuk menarik sampel dihitung setiap

kenaikan 5 digit pada alat pembacaan beban dan regangan yang terjadi

dibaca lewat dial yang diletakkan sedemikian rupa sehingga dapat dibaca

setiap perubahan yang terjadi. Pengujian kuat tarik tegak lurus permukaan

Papan Laminasi dilakukan di Laboratorium Mekanika Bahan Pusat Studi

Ilmu Teknik PAU UGM. Pelaksanaan pengujian kuat tarik tegak lurus

permukaan papan laminasi dapat dilihat pada Gambar 4.31.

52
Gambar 4.31 Uji tarik tegak lurus permukaan Papan Laminasi

6. Analisis Data

Nilai yang diperoleh dari hasil pengujian tersebut ditabelkan kemudian


dianalisis menggunakan program SPSS for windows dengan Univariate Analysis
of Variance dalam Rancangan Acak Lengkap (Completely Randomised Design). F
hitung (Fhit) hasil analisis dibandingkan dengan F tabel (Ftab) pada ketelitian
95% ( α =5%) dan 99% ( α =1%). Tingkat 99% dinyatakan berbeda sangat nyata
sedangkan tingkat ketelitian 95% dinyatakan berbeda nyata. Analisis varian ini
dilakukan untuk mengetahui signifikansi dari pengaruh variasi susunan bilah
terhadap sifat mekanika papan laminasi bambu.

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Uji Pendahuluan

1. Kadar Air

53
Kadar air bambu petung dari Kabupaten Ngada Propinsi Nusa Tenggara

Timur pada uji pendahuluan dihitung dengan menggunakan persamaan (3.1).Hasil

penghitungan memberikan nilai kadar air berkisar antara 10,40% sampai 10,47 %,

dengan rata-rata 10,42% secara lengkap data disajikan pada tabel 5.1 dan

Lampiran 5. Kadar air benda uji ini telah sesuai dengan kadar air yang disyaratkan

pada Perencanaan Konstruksi Kayu di Indonesia yaitu kayu kering udara berkisar

antara (12 – 18)% (PKKI, 1961). Hasil Pemeriksaan kadar air sesuai ISO 3130-

1975 (E) adalah sebagai berikut :

Tabel 5.1 Nilai kadar air Bambu Petung Kab. Ngada

No Kode Benda Uji Kadar Air


1. BPF – 1 10,40
2. BPF – 2 10,40
3. BPF – 3 10,47
Rata-rata 10,42

Untuk mendapatkan perekatan yang sempurna PT. PAI memberikan

persyaratan kadar air sebesar (6 – 12)%, sehingga nilai kadar air rata-rata bambu

petung yaitu sebesar 10,42% sudah memenuhi syarat untuk proses perekatan

menjadi Papan Laminasi.

54
55

2. Kerapatan

Kerapatan bambu petung dari hasil uji pendahuluan yang dilakukan dengan

melakukan tiga kali ulangan didapat nilai kisaran 0,62 gram/ cm3 sampai 0,67

gram/cm3 dengan kerapatan rata-rata 0,64 gram/cm3. Hasil perhitungan Kerapatan

bambu petung sesuai standar ISO 3131-1975 disajikan pada Tabel 5.2 dan

Lampiran 5.

Tabel 5.2 Nilai Kerapatan Bambu Petung Kab. Ngada

No Kode Benda Uji Kerapatan (g/cm)3


1. BPF – 1 0,62
2. BPF – 2 0,67
3. BPF – 3 0,63
Rata-rata 0,64

Menurut PKKI-1961 kerapatan bambu petung dapat diklasifikasikan

kedalam kelas kuat II dengan nilai kerapatan antara 0,6 – 0,9 g/cm³.

3. Sifat Mekanika

Pengujian pendahuluan yang dilakukan untuk mengetahui sifat mekanika

bambu petung dilakukan pada kadar air rata-rata 10,42 % Hasil pengujian sesuai

standar ISO 1975 secara lengkap disajikan dalam bentuk Tabel 5.3 dan Lampiran 6

s/d 10.
56

Tabel 5.3 Nilai pengujian mekanika Bambu Petung Kab. Ngada

Kekuatan benda uji (MPa)


No Jenis pengujian
1 2 3 Rata - rata
1. Tekan // serat 61,08 54,99 63,70 59,92
2. Tekan  serat 20,38 20,87 16,58 19,28
3. Tarik // serat 238,88 283,81 243,43 255,37
4. Lentur MOR 113,11 102,14 122,54 112,60
5. Lentur MOE 13.369,00 13.337,00 14.993,00 13.900,00
6. Geser // serat 11,28 13,76 12,04 12,36

Bambu merupakan material yang tidak homogen, sehingga kekuatan

bambu cenderung ditentukan oleh pola serat dan jenis beban yang didukung. Sifat

mekanik yang dihasilkan bambu petung dari Kab. Ngada masih memenuhi standar

tegangan yang diijinkan di Indonesia menurut Frick (2004) yaitu : Tekan // serat

7,85 MPa, Tarik // serat 29,40 MPa, Lentur 9,80 MPa dan Geser 2,45 MPa.

Sifat mekanika bambu petung Kab. Ngada Propinsi Nusa Tenggara Timur

dibandingkan dengan sifat mekanika bambu petung dari Desa Alas Ombo

Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah (Setyawati, 2008),

memperlihatkan sifat yang tidak jauh berbeda, dimana perbedaan sifat kedua

bambu petung tersebut dapat disajikan pada Tabel 5.4.


57

Tabel 5.4 Perbandingan Nilai pengujian mekanika Bambu Petung Kab. Ngada dan
Bambu Petung Desa Alas Ombo, Kec. Weru Kab. Sukharjo Jawa Tengah
Kekuatan Benda Uji (Mpa)
BP-Ngada BP-Sukharjo
No. Jenis Pengujian
1. Tekan // serat 59,92 58,21
2. Tekan  serat 19,28 16,49
3. Tarik // serat 255,37 218,37
4. Lentur MOR 112,60 125,45
5. Geser // serat 12,36 8,15

4. Blok Geser Laminasi

Hasil pengujian blok geser bambu laminasi dengan menggunakan tiga

variasi campuran menunjukkan bahwa tiap campuran memberikan nilai kuat geser

yang berbeda. Dari ketiga variasi campuran tersebut memberikan hasil seperti

yang terdapat pada Tabel 5.5 dan Lampiran 11.

Tabel 5.5. Nilai kuat geser dari blok geser laminasi bambu petung

No Jumlah perekat terlabur Kuat geser (MPa)


1. 40#MDGL 5,82
2. 50#MDGL 6,04
3. 60#MDGL 5,86
Hasil pengujian kuat geser blok lamina bambu petung untuk variasi

jumlah perekat secara lengkap sesuai standar ASTM disajikan pada Tabel 5.5 dan

grafik hubungan jumlah perekat terhadap beban dapat dilihat pada Gambar 5.1
58

Gambar 5.1 Grafik hasil uji blok geser laminasi bambu

Kekuatan rekat optimum diberikan oleh campuran 50#MDGL, dimana

kerusakan geser menunjukan bahwa kekuatan perekat lebih tinggi dibandingkan

dengan kuat geser bambu, dengan demikian diharapkan kegagalan struktur akibat

perekatan dapat dihindari. Untuk pembuatan papan laminasi bambu petung

digunakan campuran 50#MDGL.

B. Hasil Pengujian Sifat Mekanika Papan Laminasi

1. Panjang Optimum Papan Laminasi

Untuk menentukan bentang papan laminasi agar terjadi kegagalan lentur

dan geser bersamaan apabila diberi beban, dihitung dengan Persamaan 3.7,

dengan besaran yang diperoleh dari uji pendahuluan bambu petung yang

didapatkan nilai :

Tegangan geser ( τ ) = 12,36 MPa.

Tegangan lentur ( σ ) = 112,60 MPa.


59

- Dari data diatas diperoleh panjang optimum papan laminasi dengan tebal 2 cm

adalah :

σ.h 112,60 x 2
L0 = = = 9,11 cm = 91,10 mm.
2τ 2x12,36

Diperoleh panjang optimum papan laminasi sebesar 9,11 cm, sedangkan dalam

pengujian kuat lentur digunakan bentang sepanjang 100 cm, sehingga

diharapkan kegagalan yang terjadi adalah kegagalan lentur.

- Dari data diatas diperoleh panjang optimum papan laminasi dengan tebal 2,5 cm

adalah :

σ.h 112,60 x 2,5


L0 = = 2 x12,36
= 11,38 cm = 113,87 mm.

Diperoleh panjang optimum papan laminasi sebesar 11,38 cm, sedangkan dalam

pengujian kuat lentur digunakan bentang sepanjang 100 cm, sehingga

diharapkan kegagalan yang terjadi adalah kegagalan lentur.

2. Kuat Lentur (MOE dan MOR)

Pengujian lentur papan laminasi dengan bentang sepanjang 1000 mm yaitu

pada papan laminasi type I dengan dimensi (20 x 120 x 1200) mm. Pengujian ini

terdiri atas Papan laminasi type I-A memberikan hasil beban maksimum pada

pembebanan 3.530 N dengan lendutan 47,55 mm, selanjutnya beban tidak

mengalami kenaikan dan pengujian dihentikan sampai pada lendutan 70,30 mm.

Pengujian papan laminasi type I-B memberikan hasil maksimum pada

pembebanan 3.800 N dengan lendutan 72,55 mm. Pengujian dihentikan sampai


60

pada lendutan 91,50 mm karena beban tidak mengalami kenaikan. Pengujian

papan laminasi type I-C memberikan hasil maksimum pada pembebanan 3.980 N

dengan lendutan 59,74 mm. Pengujian dihentikan sampai pada lendutan 68,46

mm karena beban tidak mengalami kenaikan lagi. Dari data yang didapat

diperoleh nilai rata-rata (MOR) adalah 117,38 MPa dan nilai Modulus Elastisitas

(MOE) sebesar 21.490 MPa. Kerusakan terjadi pada daerah tengah bentangan

berupa retak-retak yang memotong arah tegak lurus serat bambu lapis bawah

papan laminasi. Hubungan antara lendutan dan beban ditampilkan pada Gambar

5.2 serta Lampiran 12.

Gambar 5.2 Grafik hubungan lendutan dan beban type I-A, I-B, I-C.

Grafik hubungan beban dan lendutan papan laminasi type I ini

memperlihatkan batas peralihan yang nyata antara batas elastis dan plastis. Pada

ketiga sampel mempunyai garis beban lendutan dengan kemiringan yang sama
61

dibawah beban 2.000 N dan mempunyai kemiringan yang berbeda diatas beban

2.000 N.

Pengujian lentur pada papan laminasi type II dengan bentang sepanjang

1000 mm dan dimensi (25 x 120 x 1200) mm. Pengujian papan laminasi type II

terdiri atas Pengujian terhadap papan laminasi type II-A memberikan hasil beban

maksimum pada pembebanan 5.990 N, dengan lendutan 61,27 mm, selanjutnya

beban tidak mengalami kenaikan lagi sehingga pengujian dihentikan pada

lendutan 87,22 mm. Pengujian Papan Laminasi Type II-B memberikan hasil beban

maksimum pada pembebanan 6.530 N dengan lendutan 50,01 mm. Selanjutnya

tidak mengalami kenaikan beban sehingga pengujian dihentikan pada lendutan

sebesar 59,14 mm. Pengujian pada Papan Laminasi Type II-C memberikan hasil

beban maksimum pada pembebanan 6.490 N dengan lendutan sebesar 66,75 mm,

selanjutnya tidak ada kenaikan pembebanan sehingga pengujian dihentikan pada

pembebanan 83,38 mm. Dari data diatas diperoleh nilai rata-rata modulus patah

(MOR) adalah 126,63 MPa dan nilai Modulus Elastisitas sebesar 22.772 MPa.

Kerusakan terjadi pada daerah tekan, di tengah bentang bagian bawah papan

laminasi berupa retak yang memotong arah tegak lurus serat bambu dan retak-

retak halus disekitar lokasi tengah bentang. Hubungan antara lendutan dan beban

disajikan pada Gambar 5.3 serta Lampiran 12.


62

Gambar 5.3 Grafik hubungan lendutan dan beban type II-A, II-B, II-C.

Grafik hubungan beban dan lendutan type II ini memperlihatkan batas

peralihan yang nyata antara batas elastis dan plastis. Pada ketiga sampel

mempunyai garis beban lendutan dengan kemiringan yang sama dibawah beban

2.500 N dan mempunyai kemiringan yang berbeda diatas beban 2.500 kg.

Pengujian lentur pada papan laminasi type III dengan bentang sepanjang

1000 mm dan dimensi (25x120x1200) mm. Pengujian papan laminasi type III

terdiri atas Pengujian terhadap papan laminasi. Pengujian terhadap papan laminasi

type III-A menghasilkan beban maksimum pada pembebanan 4.100 N dengan

lendutan 56,56 mm. Pengujian dihentikan sampai pada lendutan 80,13 mm

disebabkan beban tidak mengalami kenaikan. Pengujian papan laminasi type III-B

menghasilkan beban maksimum pada pembebanan 3.870 N dengan lendutan

58,55 mm, dan pengujian dihentikan sampai pada lendutan 86,58 mm. Pengujian
63

papan laminasi type III-C menghasilkan beban maksimum pada pembebanan

4.760 dengan lendutan 64,47 mm, dan pengujian dihentikan sampai pada lendutan

88,200 mm, disebabkan karena tidak ada kenaikan beban lagi. Nilai yang didapat

dari data diatas berupa modulus patah (MOR) sebesar 84,79 MPa dan nilai

Modulus Elastisitas (MOE) sebesar 19.150 MPa. Kerusakan terjadi berupa retak

melebar pada lapisan bilah bagian bawah papan laminasi atau terjadi pemisahan

antara bilah pada daerah tekan ditengah bentang. Hubungan lendutan dan beban

disajikan secara lengkap pada Gambar 5.4 serta Lampiran 12.

Gambar 5.4 Grafik hubungan lendutan dan beban type III-A, III-B, III-C.
64

Grafik hubungan beban dan lendutan type III, memperlihatkan batas

peralihan yang nyata antara batas elastis dan plastis. Pada ketiga sampel

mempunyai garis beban lendutan dengan kemiringan yang sama dibawah beban

2.000 N dan mempunyai kemiringan yang berbeda diatas beban 2.000 N.

Pengujian lentur pada papan laminasi type IV dengan bentang sepanjang

1000 mm dan dimensi (25x120x1200) mm. Pengujian papan laminasi type IV

meliputi pengujian terhadap papan laminasi type IV-A yang menunjukan hasil

bahwa beban maksimum terjadi pada pembebanan 3.400 N dengan lendutan 45,82

mm, pengujian dihentikan pada lendutan 93,86 mm karena beban tidak

mengalami kenaikan. Pengujian papan laminasi type IV-B menunjukan bahwa

beban maksimum terjadi pada pembebanan 3.600 N dengan lendutan 37,73 mm,

pengujian dihentikan pada lendutan 72,99 mm karena beban tidak mengalami

kenaikan lagi. Pengujian terhadap papan laminasi type IV-C menunjukkan bahwa

beban maksimum terjadi pada pembebanan 3.800 N dengan lendutan 53,70 mm.

Pengujian dihentikan pada lendutan 65,55 mm. Nilai rata–rata dari modulus patah

(MOR) dari type IV adalah 72 MPa dan Modulus Elastisitas (MOE) adalah 16.083

MPa. Kerusakan yang terjadi berupa retak halus memanjang di daerah tengah
65

bentangan. Grafik hubungan lendutan terhadap beban dapat dilihat pada Gambar

5.5 dan Lampiran 12.

Gambar 5.5 Grafik hubungan lendutan dan beban type IV-A, IV-B, IV-C

Grafik hubungan beban dan lendutan type IV, memperlihatkan batas

peralihan yang nyata antara batas elastisitas dan plastis. Pada ketiga sampel

mempunyai garis beban lendutan dengan kemiringan yang sama dibawah beban

2.000 N dan mempunyai kemiringan yang berbeda diatas beban 2.000 N.

Hasil pengujian Modulus Patah (MOR) secara lengkap untuk keempat

type papan laminasi disajikan dalam Tabel 5.6 dan Gambar 5.6 berikut ini :

Tabel 5.6. Nilai Kuat Lentur (MOR) papan Laminasi

Kuat Lentur/MOR (MPa)


Ulangan
Type I Type II Type III Type IV
1 109,22 119,70 82,00 68,00
2 118,65 130,49 77,34 72,00
3 124,27 129,69 95,04 76,00
Rerata 117,38 126,63 84,79 72,00
66

Rerata hasil pengujian MOR papan laminasi pada variasi susunanan bilah

type II menghasilkan modulus patah tertinggi sebesar 126,63 MPa, sedangkan

terendah sebesar 72 MPa pada papan laminasi type IV.

Gambar 5.6. Pengaruh variasi susunan bilah terhadap modulus patah (MOR)

Hasil Univariate analysis of variance untuk Modulus patah (MOR) papan

laminasi disajikan pada Tabel 5.7. Perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada

Lampiran 12-25.

Tabel 5.7 Univariate analysis of variance Modulus patah (MOR) Papan Laminasi
67

Hasil analisis varians/analisis keragaman untuk Modulus Patah (MOR) papan

laminasi (Tabel 5.7) :

a. Ditinjau terhadap empat variasi menunjukkan bahwa F hitung (100,58) >

F tabel baik pada taraf signifikan 5% (4,76) maupun taraf signifikan 1%

(9,78), berarti bahwa ada interaksi yang sangat signifikan antara variasi

susunan bilah dengan modulus patah (MOR) papan laminasi.

b. Ditinjau terhadap dua variasi; Type I-Type II menunjukkan bahwa F

hitung (22,41) > F tabel pada taraf signifikan 5% (18,51) dan F hitung

(22,41) < F Tabel pada taraf signifikan 1% (98,50), berarti bahwa ada

interaksi yang signifikan antara variasi susunan bilah dengan Modulus

patah (MOR) kedua type tersebut. Type I-Type III menunjukkan bahwa F

hitung (54,85) > F tabel pada taraf signifikan 5% (18,51) dan F hitung

(54,85) < F Tabel pada taraf signifikan 1% (98,50), berarti bahwa ada

interaksi yang signifikan antara variasi susunan bilah dengan Modulus

patah( MOR) kedua type tersebut. Type I-Type IV menunjukkan F

hitung (453,07) > F tabel baik pada taraf signifikan 5% (18,51) maupun

taraf signifikan 1% (98,50), berarti bahwa ada interaksi yang sangat


68

signifikan antara variasi susunan bilah dengan modulus patah (MOR)

pada kedua type tersebut. Type II-Type III menunjukkan bahwa F hitung

(53,37) > F tabel pada taraf signifikan 5% (18,51) dan F hitung (53,37) <

F Tabel pada taraf signifikan 1% (98,50), berarti bahwa ada interaksi

yang signifikan antara variasi susunan bilah dengan Modulus patah

(MOR) kedua type tersebut. Type II-Type IV menunjukkan F hitung

(734,75) > F tabel baik pada taraf signifikan 5% (18,51) maupun taraf

signifikan 1% (98,50), berarti bahwa ada interaksi yang sangat signifikan

antara variasi susunan bilah dengan modulus patah (MOR) pada kedua

type tersebut. Type III-Type IV menunjukkan F hitung (10,23) < F tabel

baik pada taraf signifikan 5% (18,51) maupun taraf signifikan 1%

(98,50), berarti bahwa pengaruh variasi susunan bilah tidak

signifikan/tidak berbeda nyata terhadap nilai modulus patah (MOR)

pada kedua type tersebut.

Untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan nilai rata-rata perlakuan terbukti

nyata, perlu dilakukan uji Tukey HSD pada Tabel 5.8

Tabel 5.8. Hasil Signifikansi pada Post Hoc Test MOR Papan Laminasi

Type IV Type III Type II


Type I 0,002** 0,018* 0,042*
Type II 0,001** 0,018*
Type III 0,085ns
Keterangan : ns = tidak signifikan (x > 0,05), * = signifikan (0,01 < x < 0,05),
** = sangat signifikan (x < 0,01).

Hasil analisis pada Tabel 5.8 diatas menunjukkan ha-hal sebagai berikut :
69

a. Yang tidak berbeda nyata/tidak signifikan adalah type III terhadap type

IV

b. Yang berbeda nyata/signifikan ( α =5%) adalah type I terhadap type II

dan terhadap type III, type II terhadap type III.

c. Yang berbeda sangat nyata/sangat signifikan ( α =1%) adalah type I

terhadap type IV dan type II terhadap type IV.

Pengujian kuat lentur (MOR) yang menghasilkan nilai berkisar antara

72,00 MPa sampai 126,63 MPa, sangat dipengaruhi oleh variasi susunan

bilahnya/lamina. Nasriadi (2004) menyatakan bahwa kuat lentur balok laminasi

tidak ditentukan oleh kadar airnya tetapi oleh variasi susunan laminanya.

Kerusakan yang terjadi adalah kerusakan tarik pada permukaan bawah papan

laminasi.

Hasil pengujian Modulus Elastisitas (MOE) secara lengkap untuk keempat

type papan laminasi disajikan dalam Tabel 5.9 dan Gambar 5.7 berikut ini :

Tabel 5.9. Nilai Kuat Lentur (MOE) papan Laminasi

Kuat Lentur/MOE (MPa)


Ulangan
Type I Type II Type III Type IV
1 21.791 21.215 18.092 15.377
2 21.334 22.972 18.802 14.717
3 21.345 24.130 20.557 18.155
Rerata 21.490 22.772 19.150 16.083

Rerata hasil pengujian MOE papan Laminasi pada variasi susunanan bilah

type II menghasilkan Modulus Elastisitas (MOE) tertinggi sebesar 22.772 MPa,


70

sedangkan terendah sebesar 16.083 MPa pada papan Laminasi dengan variasi

susunan bilah type IV.

Gambar 5.7. Pengaruh variasi susunan bilah terhadap (MOE)

Hasil Univariate analisys of variance untuk Modulus Elastisitas (MOE)

papan laminasi terlihat pada Tabel 5.10 dan Lampiran 12-26

Tabel 5.10 Univariate analysis of variance MOE Papan Laminasi


71

Hasil analisis varians/analisis keragaman untuk Modulus Elastisitas (MOE) papan

laminasi (Tabel 5.10) :

a. Ditinjau terhadap empat variasi menunjukkan bahwa F hitung (26,61) >

F tabel baik pada taraf signifikan 5% (4,76) maupun taraf signifikan 1%

(9,78), berarti bahwa ada interaksi yang sangat signifikan antara variasi

susunan bilah dengan Modulus Elastisitas (MOE) papan laminasi.

b. Ditinjau terhadap dua variasi; Type I-Type II menunjukkan bahwa F

hitung (1,69) < F tabel pada taraf signifikan 5% (18,51) dan F hitung
72

(1,69) < F Tabel pada taraf signifikan 1% (98,50), berarti bahwa

pengaruh variasi susunan bilah tidak signifikan/tidak berbeda nyata

terhadap Modulus Elastisitas (MOE) pada kedua type tersebut. Type I-

Type III menunjukkan bahwa F hitung (7,65) < F tabel pada taraf

signifikan 5% (18,51) dan F hitung (54,80) < F Tabel pada taraf

signifikan 1% (98,50), berarti bahwa pengaruh variasi susunan bilah

tidak signifikan/tidak berbeda nyata terhadap Modulus Elastisitas (MOE)

pada kedua type tersebut. Yype I-Type IV menunjukkan F hitung

(23,73) > F tabel baik pada taraf signifikan 5% (18,51) dan F hitung

(23,73) < F tabel pada taraf signifikan 1% (98,50), berarti bahwa ada

interaksi yang signifikan antara variasi susunan bilah dengan Modulus

Elastisitas (MOE) pada kedua type tersebut. Type II-Type III

menunjukkan bahwa F hitung (142,67) > F tabel pada taraf signifikan

5% (18,51) dan F hitung (142,67) > F Tabel pada taraf signifikan 1%

(98,50), berarti bahwa ada interaksi yang sangat signifikan antara variasi

susunan bilah dengan Modulus Elastisitas (MOE) kedua type tersebut.

Type II-Type IV menunjukkan F hitung (72,83) > F tabel baik pada

taraf signifikan 5% (18,51) maupun taraf signifikan 1% (98,50), berarti

bahwa ada interaksi yang sangat signifikan antara variasi susunan bilah

dengan Modulus Elastisitas (MOE) pada kedua type tersebut. Type III-

Type IV menunjukkan F hitung (35,23) > F tabel pada taraf signifikan

5% (18,51) dan < F tabel pada taraf signifikan 1% (98,50), berarti bahwa
73

ada interaksi yang signifikan antara variasi susunan bilah dengan

Modulus Elastisitas (MOE) pada kedua type tersebut.

Untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan nilai rata-rata perlakuan terbukti

nyata, perlu dilakukan uji Tukey HSD pada Tabel 5.11

Tabel 5.11. Hasil Signifikansi pada Post Hoc Test MOE Papan Laminasi

Type IV Type III Type II


Type I 0,040* 0,110ns 0,323ns
Type II 0,013* 0,007**
Type III 0,027*
Keterangan : ns = tidak signifikan (x > 0,05), * = signifikan (0,01 < x < 0,05),
** = sangat signifikan (x < 0,01).

Hasil analisis pada Tabel 5.11 diatas menunjukkan ha-hal sebagai berikut :

a. Yang tidak berbeda nyata/tidak signifikan adalah type I terhadap type II

dan terhadap type III

b. Yang berbeda nyata/signifikan ( α =5%) adalah type IV terhadap type I,

terhadap type II dan terhadap type III.

c. Yang berbeda sangat nyata ( α =1%) adalah type II terhadap type III.

Pengujian kuat lentur yang menghasilkan nilai Modulus Elastisitas

(MOE) berkisar antara 16.083 MPa sampai 22.772 MPa, sangat dipengaruhi oleh

variasi susunan bilahnya/lamina. Nilai Modulus Elastisitas (MOE) sangat

berhubungan erat dengan sifat bambu, perekatan bilah bambu, keberadaan nodia

pada bambu laminasi (Sulistyowati, 2008).

Nilai MOR dan MOE yang diperoleh dari pengujian papan laminasi, nilai

tertinggi pada papan laminasi type II dan terendah pada papan laminasi type IV,
74

hal ini karena pada papan laminasi type II posisi bilah secara sejajar dan arah

garis perekat tegak lurus dengan arah pembebanan sehingga papan mampu

menahan beban yang lebih besar dan lebih bersifat elastis. Untuk papan laminasi

type IV posisi bilah pada bagian tengah (core) disusun secara vertikal ke arah

panjang papan dan tegak lurus dengan bilah bagian face dan back, arah garis

perekat bagian core sejajar dengan arah pembebanan sehingga posisi bagian core

ini tidak mampu menahan beban.

Pengujian lentur terhadap sampel benda uji papan laminasi berukuran

(20x20x280) mm yang diambil secara acak adalah sebagai berikut:

Pengujian sampel papan laminasi type I-1, sample diambil dari papan laminasi

sebelah kanan bawah menghasilkan beban maksimum pada pembebanan 2.920 N

dengan lendutan 14,04 mm. Pengujian dihentikan sampai pada lendutan 21,30

mm disebabkan beban yang tercatat tidak mengalami kenaikan. Pengujian sampel

papan laminasi type I-2, sampel diambil dari papan laminasi sebelah kiri atas

menghasilkan beban maksimum pada pembebanan 2.800 N dengan lendutan

10,06 mm. Pengujian dihentikan sampai pada lendutan 23,01 mm. Pengujian

sampel papan laminasi type I-3, sampel diambil ditengah bentangan papan

laminasi menghasilkan beban maksimum pada pembebanan 2.410 N dengan

lendutan 10,35 mm, Pengujian dihentikan sampai pada lendutan 25,14. Nilai

rata–rata dari modulus patah (MOR) dari sampel papan laminasi type I adalah

128,15 MPa dan Modulus Elastisitas (MOE) adalah 15.063 MPa. Kerusakan yang

terjadi berupa retak halus memanjang di daerah tengah bentangan. Grafik


75

hubungan lendutan terhadap beban dapat dilihat pada Gambar 5.8 dan Lampiran

12.

Gambar 5.8 Grafik hubungan lendutan dan beban pada


papan laminasi type 1-1, I-2, I-3

Grafik hubungan beban dan lendutan type I, memperlihatkan batas

peralihan yang nyata antara batas elastis dan plastis. Pada ketiga sampel

mempunyai garis beban lendutan dengan kemiringan yang sama di bawah beban

1.500 N dan mempunyai kemiringan yang berbeda diatas beban 1.500 N.

Pengujian lentur terhadap sampel benda uji papan laminasi berukuran

(25x20x280) mm yang diambil secara acak adalah sebagai berikut:

Pengujian terhadap sampel papan laminasi type II-1, sampel diambil dari papan

laminasi sebelah kanan bawah menghasilkan beban maksimum pada pembebanan

3.120 N dengan lendutan 7,88 mm. Pengujian dihentikan sampai pada lendutan

13,450 mm disebabkan beban yang tercatat tidak mengalami kenaikan lagi.

Pengujian sample papan laminasi type II-2, sampel diambil dari papan laminasi
76

sebelah kiri atas menghasilkan beban maksimum pada pembebanan 3.200 N

dengan lendutan 8,16 mm. Pengujian dihentikan sampai pada lendutan 8,92 mm.

Pengujian sampel papan laminasi type II-3, sampel diambil ditengah bentang

menghasilkan beban maksimum pada pembebanan 3.600 N dengan lendutan 9,31

mm. Pengujian dihentikan sampai pada lendutan 9,89 mm. Nilai rata – rata dari

modulus patah (MOR) dari sampel papan laminasi type II adalah 106,06 MPa dan

Modulus Elastisitas (MOE) adalah 9.790 MPa. Kerusakan yang terjadi berupa

retak halus memanjang di daerah tengah bentangan. Grafik hubungan lendutan

terhadap beban dapat dilihat pada Gambar 5.9 dan Lampiran 12.

Gambar 5.9 Grafik hubungan lendutan dan beban pada laminasi


papan type II-I, II-2, II-3

Grafik hubungan beban dan lendutan type II, memperlihatkan batas

peralihan yang nyata antara batas elastis dan plastis. Pada ketiga sampel

mempunyai garis beban-lendutan dengan kemiringan yang sama dibawah beban

2.000 N dan mempunyai kemiringan berbeda diatas beban 2.000 N.


77

Pengujian terhadap sampel papan laminasi type III-1, sampel diambil dari

papan laminasi sebelah kanan bawah menghasilkan beban maksimum pada

pembebanan 2.410 N dengan lendutan 9,95 mm, Pengujian dihentikan sampai

pada lendutan 28,72 mm disebabkan beban yang tercatat tidak mengalami

kenaikan lagi. Pengujian sample papan laminasi type III-2, sampel diambil dari

papan laminasi sebelah kiri atas menghasilkan beban maksimum pada

pembebanan 3.080 N dengan lendutan 21,23 mm. Pengujian dihentikan sampai

pada lendutan 27,04 mm. Pengujian sampel papan laminasi type III-3, sampel

diambil ditengah bentang menghasilkan beban maksimum pada pembebanan

2.440 N dengan lendutan 6,55 mm. Pengujian dihentikan sampai pada lendutan

9,67 mm. Nilai rata – rata dari modulus patah (MOR) dari sampel papan laminasi

type III adalah 80,14 MPa dan Modulus Elastisitas (MOE) adalah 8.380 MPa.

Kerusakan yang terjadi berupa retak halus memanjang di daerah tengah

bentangan. Grafik hubungan lendutan terhadap beban dapat dilihat pada Gambar

5.10 dan Lampiran 12.


78

Gambar 5.10 Grafik hubungan lendutan dan beban pada laminasi


papan type III-I, III-2, III-3

Grafik hubungan beban dan lendutan type III, memperlihatkan batas

peralihan yang nyata antara batas elastis dan plastis. Pada ketiga sampel

mempunyai garis beban lendutan dengan kemiringan yang sama dibawah beban

2.000 N dan mempunyai kemiringan yang berbeda diatas beban 2.000 N.

Pengujian terhadap sampel papan laminasi type IV-1, sampel diambil dari

papan laminasi sebelah kanan bawah menghasilkan beban maksimum pada

pembebanan 2.710 N dengan lendutan 13,95 mm, Pengujian dihentikan sampai

pada lendutan 29,74 mm disebabkan beban yang tercatat tidak mengalami

kenaikan lagi. Pengujian sample papan laminasi type IV-2, sampel diambil dari

papan laminasi sebelah kiri atas menghasilkan beban maksimum pada

pembebanan 2.510 N dengan lendutan 25,70 mm. Pengujian dihentikan sampai

pada lendutan 35,28 mm. Pengujian sampel papan laminasi type IV-3, sampel

diambil ditengah bentang menghasilkan beban maksimum pada pembebanan

2.920 N dengan lendutan 19,18 mm. Pengujian dihentikan sampai pada lendutan
79

38,89 mm. Nilai rata – rata dari modulus patah (MOR) dari sampel papan

laminasi type IV adalah 81,25 MPa dan Modulus Elastisitas (MOE) adalah 7.391

MPa. Kerusakan yang terjadi berupa retak halus memanjang di daerah tengah

bentangan. Grafik hubungan lendutan terhadap beban dapat dilihat pada Gambar

5.11 dan Lampiran 12.

Gambar 5.11 Grafik hubungan lendutan dan beban pada laminasi


papan type IV-I, IV-2, IV-3

Grafik hubungan beban dan lendutan type IV, memperlihatkan batas

peralihan yang nyata antara batas elastis dan plastis. Pada ketga sampel

mempunyai garis beban lendutan dengan kemiringan sama dibawah beban 1.500

N dan mempunyai kemiringan berbeda diatas beban 1.500 N.

Hasil pengujian Modulus Patah (MOR) secara lengkap untuk empat type

sampel papan laminasi disajikan dalam Tabel 5.9 dan Gambar 5.12 berikut ini :
80

Tabel 5.12. Nilai Kuat Lentur (MOR) sampel papan Laminasi

Kuat Lentur/MOR (MPa)


Ulangan Type I Type II Type III Type IV
1 136,88 92,71 74,82 80,91
2 131,25 97,40 92,40 75,66
3 116,32 106,97 73,20 87,18
Rerata 128,15 99,03 80,14 81,25

Rerata hasil pengujian MOR papan Laminasi pada variasi susunanan bilah

type I menghasilkan modulus patah (MOR) tertinggi sebesar 128,15 MPa,

sedangkan terendah sebesar 80,14 MPa pada papan laminasi dengan variasi

susunan bilah type III.

Gambar 5.12. Pengaruh variasi susunan bilah terhadap modulus patah (MOR)

Hasil Univariate analysis of variance untuk Modulus patah (MOR) papan

laminasi disajikan pada Tabel 5.13. Perhitungan secara lengkap dapat dilihat

pada Lampiran 12-27.


81

Tabel 5.13 Univariate analysis of variance rerata kuat lentur (MOR) sampel papan
laminasi , dimensi (20x20x280) mm dan (25x20x280) mm

Hasil analisis variansi untuk Modulus Patah (MOR) sampel papan laminasi

(Tabel 5.13) :

a. Ditinjau terhadap empat variasi menunjukkan bahwa F hitung (15,08) >

F tabel baik pada taraf signifikan 5% (4,76) maupun taraf signifikan 1%

(9,78), berarti bahwa ada interaksi yang sangat signifikan antara variasi

susunan bilah dengan modulus patah (MOR) sampel papan laminasi.


82

b. Ditinjau terhadap dua variasi; Type I-Type II menunjukkan bahwa F

hitung (7,95) < F tabel pada taraf signifikan 5% (18,51) dan F hitung

(7,95) < F Tabel pada taraf signifikan 1% (98,50), berarti bahwa

pengaruh variasi susunan bilah tidak signifikan/tidak berbeda nyata

terhadap nilai modulus patah (MOR) pada kedua type tersebut. Type I-

Type III menunjukkan bahwa F hitung (45,31) > F tabel pada taraf

signifikan 5% (18,51) dan F hitung (45,31) < F tabel pada taraf

signifikan 1% (98,50), berarti bahwa ada interaksi yang signifikan antara

variasi susunan bilah dengan Modulus patah( MOR) kedua type tersebut.

Type I-Type IV menunjukkan F hitung (27,89) > F tabel pada taraf

signifikan 5% (18,51) dan F hitung (27,89) < F tabel pada taraf

signifikan 1% (98,50), berarti bahwa ada interaksi yang signifikan antara

variasi susunan bilah dengan modulus patah (MOR) pada kedua type

tersebut. Type II-Type III menunjukkan bahwa F hitung (5,15) < F tabel

baik pada taraf signifikan 5% (18,51) maupun F Tabel pada taraf

signifikan 1% (98,50), berarti bahwa pengaruh variasi susunan bilah

tidak signifikan/tidak berbeda nyata terhadap nilai modulus patah (MOR)

pada kedua type tersebut. Type II-Type IV menunjukkan F hitung

(34,17) > F tabel pada taraf signifikan 5% (18,51) dan F hitung (34,17)

< F tabel taraf signifikan 1% (98,50), berarti bahwa ada interaksi yang

signifikan antara variasi susunan bilah dengan Modulus patah (MOR)

kedua type tersebut. Type III-Type IV menunjukkan F hitung (0,01) < F


83

tabel baik pada taraf signifikan 5% (18,51) maupun taraf signifikan 1%

(98,50), berarti bahwa pengaruh variasi susunan bilah tidak

signifikan/tidak berbeda nyata terhadap nilai modulus patah (MOR)

pada kedua type tersebut.

Untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan nilai rata-rata perlakuan terbukti

nyata, perlu dilakukan uji Tukey HSD pada Tabel 5.14

Tabel 5.14. Hasil Signifikansi pada Post Hoc Test MOR sampel
Papan Laminasi
Type IV Type III Type II
Type I 0,034* 0,021* 0,106ns
Type II 0,028* 0,151ns
Type III 0,915ns
Keterangan : ns = tidak signifikan (x > 0,05), * = signifikan (0,01 < x < 0,05),
** = sangat signifikan (x < 0,01).

Hasil analisis diatas pada Tabel 5.14 diatas menunjukkan hal-hal sebagai

berikut:

a. Yang tidak berbeda nyata/tidak signifikan adalah type I terhadap type II,

type II terhadap type III dan type III terhadap type IV.

b. Yang berbeda nyata/signifikan ( α =5%) adalah type I terhadap type III

dan terhadap type IV dan type II terhadap type IV.

Hasil pengujian Modulus Elastisitas (MOE) secara lengkap untuk keempat


type sampel papan laminasi disajikan dalam Tabel 5.15 dan Gambar 5.13 berikut
ini :

Tabel 5.15. Nilai Kuat Lentur (MOE) sampel papan Laminasi


84

Kuat Lentur/MOE (MPa)


Ulangan Type I Type II Type III Type IV
1 13.490 10.356 8.180 8.467
2 17.133 9.184 8.171 6.579
3 14.566 9.830 8.788 7.128
Rerata 15.063 9.790 8.380 7.391

Rerata hasil pengujian MOE sampel papan Laminasi pada variasi

susunanan bilah type I menghasilkan Modulus Elastisitas (MOE) tertinggi sebesar

15.063 MPa, sedangkan terendah sebesar 7.391 MPa pada papan Laminasi dengan

variasi susunan bilah type IV.

Gambar 5.13. Pengaruh variasi susunan bilah terhadap Modulus Elastisitas(MOE)

Hasil univariate analysis of variance untuk Modulus Elastisitas (MOE)

papan Laminasi terlihat pada Tabel 5.16 dan Lampiran 12-28.

Tabel 5.16 Univariate analysis of variance MOE sampel papan laminasi,


dimensi (20x20x280) mm dan (25x20x280) mm
85

Hasil analisis variansi untuk Modulus Elastisitas (MOE) papan laminasi

(Tabel 5.16) :

a. Ditinjau terhadap empat variasi menunjukkan bahwa F hitung (21,54) >

F tabel baik pada taraf signifikan 5% (4,76) maupun taraf signifikan 1%

(9,78), berarti bahwa ada interaksi yang sangat signifikan antara variasi

susunan bilah dengan Modulus Elastisitas (MOE) papan laminasi.

b. Ditinjau terhadap dua variasi; Type I-Type II menunjukkan bahwa F

hitung (13,87) < F tabel pada taraf signifikan 5% (18,51) maupun F

tabel pada taraf signifikan 1% (98,50), berarti bahwa pengaruh variasi

susunan bilah tidak signifikan/tidak berbeda nyata terhadap Modulus


86

Elastisitas (MOE) pada kedua type tersebut. Type I-Type III

menunjukkan bahwa F hitung (33,93) > F tabel pada taraf signifikan 5%

(18,51) dan F hitung (33,93) < F Tabel pada taraf signifikan 1% (98,50),

berarti bahwa ada interaksi yang signifikan antara variasi susunan bilah

dengan Modulus Elastisitas (MOE) pada kedua type tersebut. Type I-

Type IV menunjukkan bahwa F hitung (22,96) > F tabel pada taraf

signifikan 5% (18,51) dan F hitung (22,96) < F Tabel pada taraf

signifikan 1% (98,50), berarti bahwa ada interaksi yang signifikan

antara variasi susunan bilah dengan Modulus Elastisitas (MOE) pada

kedua type tersebut. Type II-Type III menunjukkan bahwa F hitung

(13,56) < F tabel pada taraf signifikan 5% (18,51) maupun F Tabel pada

taraf signifikan 1% (98,50), berarti bahwa pengaruh variasi susunan bilah

tidak signifikan/tidak berbeda nyata terhadap nilai Modulus Elastisitas

(MOE) pada kedua type tersebut. Type II-Type IV menunjukkan F

hitung (87,54) > F tabel pada taraf signifikan 5% (18,51) dan F hitung

(87,54) < F Tabel pada taraf signifikan 1% (98,50), berarti bahwa ada

interaksi yang signifikan antara variasi susunan bilah dengan Modulus

Elastisitas (MOE) pada kedua type tersebut. Type III-Type IV

menunjukkan bahwa F hitung (2,40) < F tabel pada taraf signifikan 5%

(18,51) maupun F tabel pada taraf signifikan 1% (98,50), berarti bahwa

pengaruh variasi susunan bilah tidak signifikan/tidak berbeda nyata

terhadap Modulus Elastisitas (MOE) pada kedua type tersebut.


87

Untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan nilai rata-rata perlakuan terbukti

nyata, perlu dilakukan uji Tukey HSD pada Tabel 5.17

Tabel 5.17. Hasil Signifikansi pada Post Hoc Test MOE Papan Laminasi

Type IV Type III Type II


*
Type I 0,041* 0,028 0,065ns
Type II 0,011* 0,066ns
Type III 0,261ns
Keterangan : ns = tidak signifikan (x > 0,05), * = signifikan (0,01 < x < 0,05),
** = sangat signifikan (x < 0,01).
.
Hasil analisis pada Tabel 5.17 diatas menunjukkan hal-hal sebagai berikut :

a.Yang tidak berbeda nyata/tidak signifikan adalah type I terhadap type II,

type II terhadap type III dan type III terhadap type IV.

b.Yang berbeda nyata/signifikan ( α =5%) adalah type I terhadap type III

dan terhadap type IV, dan type II terhadap type IV.

Hasil analisis varians pada Tabel 5.13 (MOR) dan 5.16 (MOE)

menunjukkan bahwa ada pengaruh susunan bilah bambu terhadap kuat lentur

papan laminasi. Untuk melihat perbedaan variasi pada papan laminasi dilakukan

uji Tukey seperti terlihat pada Tabel 5.14 (MOR) dan Tabel 5.17 (MOE). Kuat

lentur papan laminasi menghasilkan nilai yang berbeda (type I s/d type IV) ini

disebabkan karena adanya susunan bilah yang berbeda pada papan laminasi.

Susunan bilah type I mengikuti pola bilah vertikal terdiri atas 1 lapis bilah, type II

mengikuti pola bilah horizontal terdiri atas 3 lapis bilah, type III dengan lapis

face, back dan core mengikuti pola bilah horizontal sedangkan type IV dengan

lapis face dan back mengikuti pola horizontal sedangkan lapis core mengikuti pola
88

bilah vertikal (lihat gambar 4.14). Hasil pengujian kuat lentur menunjukkan

bahwa kuat lentur type I lebih besar dari keempat type papan laminasi. Ini

disebabkan karena pada susunan bilah vertikal, pembebanan adalah arah

tangensial, sehingga yang menjadi kontrol terhadap kekuatan adalah bambu

bagian luar. Sedangkan pada papan laminasi type II, III dan IV lebih kecil dari

papan laminasi type I. Ini disebabkan karena pada susunan bilah horizontal

pembebanan pada arah radial, sehingga yang menjadi kontrol terhadap kekuatan

adalah bambu bagian dalam (bagian terlemah). Kekuatan bambu bagian luar lebih

kuat dari bambu bagian dalam karena bambu bagian luar lebih banyak

mengandung serabut sklerenkim yang berfungsi memberi kekuatan pada bambu

(Yap, 1967 dalam Nani Nuriyatin, 2004). Arah pembebanan papan laminasi dapat

dlihat pada Gambar 5.14.

a. Papan laminasi type I b. Papan laminasi type II

Radial
Tangensial
89

Bambu bagian
luar (penuh dg
Sklerenkim)

Bambu bagian
dalam (sklerenkim
lebih jarang)

c. Papan laminasi type III d. Papan laminasi type IV


Radial
Radial

Gambar 5.14 Pembebanan arah radial dan tangensial


pada uji lentur papan laminasi

3. Kuat Tarik Tegak Lurus Permukaan

Pengujian pada kuat tarik tegak lurus permukaan dilakukan tiga kali

ulangan untuk setiap typenya, hasil dari pengujian tersebut adalah sebagai
90

berikut : untuk type I didapat tegangan rata-rata sebesar 0,44 MPa. Benda uji

mengalami rusak akibat tarik pada beban maksimum, kerusakan terjadi pada

daerah inti yang tertarik meyebabkan terpisahnya lapisan menjadi dua bagian.

Hasil perhitungan rata-rata dari pengujian ini disajikan dalam Tabel 5.18 dan

Lampiran 13.

Tabel 5.18 Hasil pengujian tarik tegak lurus permukaan type 1


Dimensi Beban Tegangan
No Tipe Rerata
L (mm) P (mm) Newton Mpa
1. I-1 40,50 51,00 900 0,44
2. I-2 41,50 51,00 860 0,41 0,44
3. I-3 41,50 51,00 1.000 0,47

Pengujian tarik untuk type II didapat tegangan rata-rata sebesar 1,44 MPa.

Penarikan dihentikan setelah benda uji mengalami kerusakan yaitu terpisahnya

lapis bagian atas dari benda uji. Kerusakan terjadi pada daerah inti dan sebagian

pada lokasi perekatan. Hasil perhitungan disajikan pada Tabel 5.19 serta Lampiran

13.

Tabel 5.19 Hasil pengujian tarik tegak lurus permukaan type II


Dimensi Beban Tegangan
No Tipe Rerata
L (mm) P (mm) Newton MPa
1. II-1 41,50 50,50 2.540 1,21
2. II-2 41,50 50,50 3.140 1,50 1,44
3. II-3 41,50 51,00 3.440 1,6

Pengujian tarik untuk type III didapat tegangan rata-rata sebesar 1,41 MPa.

Penarikan dihentikan setelah benda uji mengalami kerusakan atau terpisah bagian

yang ditarik dari benda uji. Kerusakan terjadi disekitar bidang inti. Hasil

perhitungan disajikan pada Tabel 5.20 serta Lampiran 13.


91

Tabel 5.20 Hasil pengujian tarik tegak lurus permukaan type III
Dimensi Beban Tegangan
No Tipe Rerata
L (mm) P (mm) Newton MPa
1. III-1 40,50 50,50 3.060 1,50
2. III-2 40,50 50,50 3.740 1,83 1,41
3. III-3 40,50 50,50 1.880 0,92

Pengujian tarik untuk type IV didapat tegangan rata-rata sebesar 1,30 MPa.

Pengujian dihentikan setelah benda uji terpisah antara lapis atas dengan lapis

tengah ( inti). Kerusakan yang terjadi hampir sama dengan kerusakan pada tipe-

tipe sebelumnya yakni kerusakan disekitar daerah inti. Hasil perhitungan disajikan

pada Tabel 5.21 serta Lampiran 13.

Tabel 5.21 Hasil pengujian tarik tegak lurus permukaan type IV


Dimensi Beban Tegangan
No Tipe Rerata
L (mm) P (mm) Newton MPa
1. IV-1 41,50 51,00 2.700 1,28
2. IV-2 41,50 51,00 2.920 1,38 1,30
3. IV-3 41,50 51,00 2.640 1,25

Rerata hasil pengujian kuat tarik untuk keempat type papan laminasi

adalah kuat tarik tegak lurus permukaan papan laminasi type I sebesar 0,44 MPa,

papan laminasi type II sebesar 1,44 MPa, papan laminasi type III sebesar 1,41

MPa sedangkan papan laminasi type IV sebesar 1,30 MPa.

Untuk mengetahui lebih jelas nilai kuat tarik tegak lurus permukaan antara

type-type papan laminasi dengan variasi susunan bilah dapat dilihat pada Gambar

5.14.
92

Gambar 5.14.Kuat tarik tegak lurus permukaan papan laminasi

Grafik Tegangan-Regangan Kuat tarik tegak lurus permukaan papan

laminasi terlihat pada Gambar 5.15.

Gambar 5.15 Grafik hubungan tegangan tarik dan regangan


93

Hasil univariate analysis of variance untuk kuat tarik tegak lurus

permukaan sampel papan laminasi disajikan pada Tabel 5.22. Perhitungan secara

lengkap dapat dilihat pada lampiran 13-13.

Tabel 5.22 Univariate analysis of variance rerata kuat tarik tegak lurus
Permukaan.

Hasil analisis variansi untuk kuat tarik tegak lurus permukaan sampel papan

laminasi (Tabel 5.22) :

a. Ditinjau terhadap empat variasi menunjukkan bahwa F hitung (9,68) > F

tabel pada taraf signifikan 5% (4,76) dan F hitung (9,74) < F tabel pada
94

taraf signifikan 1% (9,78), berarti bahwa ada interaksi yang signifikan

antara variasi susunan bilah dengan kuat tarik tegak lurus permukaan

keempat type sampel papan laminasi.

b. Ditinjau terhadap dua variasi; Type I-Type II menunjukkan bahwa F

hitung (69,09) > F tabel pada taraf signifikan 5% (18,51) dan F tabel

(69,09) < F tabel pada taraf signifikan 1% (98,50), berarti bahwa ada

interaksi yang signifikan antara variasi susunan bilah dengan kuat tarik

tegak lurus permukaan pada kedua type tersebut. Type I-Type III

menunjukkan bahwa F hitung (11,93) < F tabel pada taraf signifikan 5%

(18,51) maupun F tabel pada taraf signifikan 1% (98,50), berarti bahwa

pengaruh variasi susunan bilah tidak signifikan/tidak berbeda nyata

terhadap nilai kuat tarik tegak lurus permukaan pada kedua type tersebut.

Type I-Type IV menunjukkan F hitung (223,60) > F tabel pada taraf

signifikan 5% (18,51) maupun F tabel pada taraf signifikan 1% (98,50),

berarti bahwa ada interaksi yang sangat signifikan antara variasi susunan

bilah dengan kuat tarik tegak lurus permukaan pada kedua type

tersebut. Type II-Type III menunjukkan bahwa F hitung (0,01) < F tabel

baik pada taraf signifikan 5% (18,51) maupun F Tabel pada taraf

signifikan 1% (98,50), berarti bahwa pengaruh variasi susunan bilah

tidak signifikan/tidak berbeda nyata terhadap nilai kuat tarik tegak lurus

permukaan pada kedua type tersebut. Type II-Type IV menunjukkan

bahwa F hitung (1,19) < F tabel baik pada taraf signifikan 5% (18,51)
95

maupun F Tabel pada taraf signifikan 1% (98,50), berarti bahwa

pengaruh variasi susunan bilah tidak signifikan/tidak berbeda nyata

terhadap nilai kuat tarik tegak lurus permukaan pada kedua type tersebut.

Type III-Type IV menunjukkan F hitung (0,24) < F tabel baik pada taraf

signifikan 5% (18,51) maupun taraf signifikan 1% (98,50), berarti bahwa

pengaruh variasi susunan bilah tidak signifikan/tidak berbeda nyata

terhadap nilai kuat tarik tegak lurus permukaan pada kedua type tersebut.

Untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan nilai rata-rata perlakuan

terbukti nyata, perlu dilakukan uji Tukey HSD pada Tabel 5.23.

Tabel 5.23. Hasil Signifikansi pada Post Hoc Test kuat tarik tegak lurus
permukaan sampel Papan Laminasi
Type IV Type III Type II
ns
Type I 0,004** 0,075 0,014*
ns ns
Type II 0,386 0,938
Type III 0,673ns
Keterangan : ns = tidak signifikan (x > 0,05), * = signifikan (0,01 < x < 0,05),
** = sangat signifikan (x < 0,01).

Hasil analisis pada Tabel 5.23 diatas menunjukkan hal-hal sebagai berikut :

a. Yang tidak berbeda nyata/tidak signifikan adalah type I terhadap type

III, type II terhadap type III dan terhadap type IV dan type III terhadap

type IV.

b. Yang berbeda nyata/signifikan ( α =5%) adalah type I terhadap type II

c. Yang berbeda sangat nyata/sangat signifikan ( α =1%) adalah type I

terhadap type IV.


96

Hasil analisis varians pada Tabel 5.22 menunjukkan bahwa ada pengaruh

susunan bilah bambu terhadap kuat tarik tegak lurus permukaan papan laminasi.

Untuk melihat perbedaan variasi pada papan laminasi dilakukan uji Tukey seperti

terlihat pada Tabel 5.23. Kuat tarik tegak lurus permukaan papan laminasi

menghasilkan nilai yang berbeda (type I s/d type IV) ini disebabkan karena

adanya susunan bilah yang berbeda pada papan laminasi. Susunan bilah type I

mengikuti pola bilah vertikal terdiri atas 1 lapis bilah, type II mengikuti pola

bilah horizontal terdiri atas 3 lapis bilah, type III dengan lapis face, back dan core

mengikuti pola bilah horizontal sedangkan type IV dengan lapis face dan back

mengikuti pola horizontal sedangkan lapis core mengikuti pola bilah vertikal

(lihat gambar 4.14). Hasil pengujian kuat tarik tegak lurus permukaan papan

laminasi menunjukkan bahwa kuat tarik tegak lurus permukaan type I lebih kecil

dari keempat type papan laminasi, ini disebabkan karena pada pengujian kuat

tarik, arah pembebanan tarik tegak lurus permukaan. Hasil Pengujian kuat tarik

tegak lurus permukaan papan laminasi type I menghasilkan nilai terkecil diantara

keempat type papan laminasi karena pada susunan bilah vertikal, pembebanan

tarik tegak lurus permukaan adalah arah radial, sehingga yang menjadi kontrol

terhadap kekuatan adalah bambu bagian dalam (bagian terlemah). Sedangkan

pada papan laminasi type II, III dan IV lebih besar dari papan laminasi type I. Ini

disebabkan karena pada susunan bilah horizontal pembebanan tarik tegak lurus

permukaan adalah arah tangensial, sehingga yang menjadi kontrol terhadap


97

kekuatan adalah bambu bagian luar. Arah pembebanan papan laminasi dapat

dlihat pada Gambar 5.16.

a. Type I b. Type II

Radial
Tangensial

c. Type III d. Type IV

Tangensial Tangensial

Gambar 5.16 Pembebanan arah radial dan tangensial pada uji tarik tegak lurus
permukaan papan laminasi

4. Kuat Geser Sejajar Garis Perekatan

Nilai rata-rata kuat geser sejajar garis perekatan papan laminasi dengan 4

(empat) type variasi susunan bilah yang dilakukan tiga kali ulangan, memberikan

hasil untuk masing-masing type adalah sebagai berikut : Pengujian untuk type I

didapat nilai rata-rata kuat geser sebesar 3,40 MPa. Pembacaan beban dihentikan
98

setelah data logger memperlihatkan tidak adanya peningkatan beban lagi.

Kerusakan terjadi pada benda uji adalah retak-retak halus disekitar bidang geser

terhadap lapis yang ditinjau. Kerusakan terjadi pada bidang inti papan laminasi.

Hasil perhitungan disajikan pada Tabel 5.24 serta Lampiran 14.

Tabel 5.24 Hasil pengujin kuat geser // garis perekatan type I


Dimensi Beban Tegangan
No Tipe Rerata
L (mm) P (mm) Newton MPa
1. 1-1 50,20 38,90 7.790 3,99
2. 1-2 49,80 38,80 6.460 3,34 3,40
3. 1-3 49,00 38,80 5.460 2,87

Pengujian untuk type II didapat nilai rata-rata kuat geser sebesar 4,55

MPa. Pembacaan beban dihentikan setelah hasil yang dikeluarkan data logger

memperlihatkan tidak adanya peningkatan beban lagi. Kerusakan terjadi berupa

retak-retak sampai terpisahnya benda uji pada bidang geser. Kerusakan terjadi

pada bidang inti papan laminasi. Hasil perhitungan disajikan pada Tabel 5.25

serta Lampiran 14.

Tabel 5.25. Hasil pengujian kuat geser // garis perekatan type II


Dimensi Beban Tegangan
No Tipe Rerata
L (mm) P (mm) Newton MPa
1. II-1 50,00 39,90 9.930 4,98
2. II-2 50,00 40,20 8.090 4,05 4,55
3. II-3 50,00 39,70 9.240 4,63

Pengujian untuk type III didapat nilai rata-rata kuat geser sebesar 2,33

MPa. Kerusakan terjadi disepanjang bidang geser, berupa retak memanjang yang

cukup lebar tetapi tidak membuat benda uji menjadi hancur secara fisik. Tetapi
99

jika ditinjau secara mekanik beban yang dapat dipikul oleh benda uji semakin

kecil. Kerusakan terjadi pada bidang inti papan laminasi. Hasil perhitungan

disajikan pada Tabel 5.26 serta Lampiran 14.

Tabel 5.26 Hasil pengujian kuat geser // garis perekatan type III
Dimensi Beban Tegangan
No Tipe Rerata
L (mm) P (mm) Newton MPa
1. III-1 50,20 38,30 3.380 1,76
2. III-2 50,10 38,10 4.000 2,08 2,33
3. III-3 50,30 38,30 6.090 3,17

Pengujian untuk type IV didapat nilai rata-rata kuat geser sebesar 2,63

MPa. Kerusakan terjadi disepanjang bidang geser, berupa retak memanjang yang

cukup lebar sehingga benda uji mengalami pemisahan pada bidang geser.

Kerusakan terjadi pada bidang inti papan laminasi. Hasil perhitungan disajikan

pada Tabel 5.27 serta Lampiran 14.

Tabel 5.27 Hasil pengujian kuat geser // garis perekatan type IV

Dimensi Beban Tegangan


No Tipe Rerata
L (mm) P (mm) Newton MPa
1. IV-1B 50,30 38,50 3.310 1,71
2. IV-2B 50,50 38,50 5.300 2,74 2,63
3. IV-3B 50,50 38,50 6.670 3,44

Rerata hasil pengujian kuat geser terhadap perekat untuk keempat type

papan laminasi adalah type I sebesar 3,40 MPa, papan laminasi type II sebesar

4,55 MPa, papan laminasi type III sebesar 2,33 MPa sedangkan papan laminasi

type IV sebesar 2,63 MPa


100

Untuk mengetahui lebih jelas nilai kuat geser terhadap perekat antara type-

type papan laminasi dengan variasi susunan bilah dapat dilihat pada Gambar 5.16.

Gambar 5.17. Kuat geser terhadap garis perekatan papan laminasi

Hasil Univariate analysis of variance untuk kuat geser terhadap perekat sampel

papan laminasi disajikan pada Tabel 5.27, dan perhitungan secara lengkap dapat

dilihat pada Lampiran 14-5

Tabel 5.28 Univariate analysis of variance rerata kuat geser // garis perekatan
papan laminasi
101

Hasil analisis variansi untuk kuat geser sejajar garis perekatan papan

laminasi ditinjau pada empat variasi dan dua variasi menunjukkan bahwa F hitung

< F Tabel pada taraf signifikan 5% maupun F tabel pada taraf signifikan 1%,

seperti terlihat pada Tabel 5.28. Berarti bahwa pengaruh variasi susunan bilah

tidak signifikan/tidak berbeda nyata terhadap nilai kuat geser sejajar garis

perekatan terhadap keempat type sampel papan laminasi. Oleh sebab itu tidak

dilakukan uji Tukey HSD karena pengaruh perlakuan tidak signifikan terhadap

kuat geser sejajar garis perekatan.

Hasil pengujian geser sejajar garis perekatan papan laminasi pada kisaran

2,33 – 4,55 MPa menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan terhadap masing-

masing type variasi susunan bilah. Hal ini menunjukkan bahwa variasi susunan

bilah tidak mempengaruhi nilai kuat rekat bilah bambu karena sebelum direkat,

bilah bambu tersebut telah diserut permukaannya sebelum dilakukan proses

pengeleman/perekatan sehingga permukaan bilah menjadi halus serta datar dan

saling berhimpit sehingga menghasilkan rekatan yang homogen pada keempat

type papan laminasi.


102

VI. PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil pengujian sifat fisika dan mekanika bambu petung dari

Kabupaten Ngada Propinsi Nusa Tenggara Timur, serta pengujian yang dilakukan

terhadap benda uji papan laminasi. Maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pengujian pendahuluan bambu petung adalah sebagai berikut : rerata kuat

tekan sejajar serat 59,92 MPa, Kuat tekan tegak lurus serat 19,28 MPa, geser

sejajar serat 12,36 MPa, kuat tarik sejajar serat 255,37 MPa, MOR 112,60,

MOE 13.900 MPa, dengan kadar air rerata 10,42%.

2. Nilai Kerapatan Bambu Petung diperoleh 0,64 g/cm³. Menurut PKKI 1961,

bambu Petung termasuk kedalam kelas kuat II dengan nilai kerapatan 0,6-0,9

g/cm³.

3. Perekat terlabur yang digunakan adalah jenis urea formaldehida, merupakan

campuran perekat yang memberikan kuat geser optimum yaitu 50#MDGL,

dengan nilai kuat geser 6,04 MPa.

4. Hasil pengujian lentur papan laminasi bambu petung sebagai berikut : type I

didapat MOR sebesar 117,38 MPa dan MOE sebesar 21.490 MPa. Type II

didapat MOR sebesar 126,63 MPa dan MOE sebesar 22.772 MPa. Type III

didapat MOR sebesar 84,79 MPa dan MOE sebesar 19.150. Type IV didapat

MOR sebesar 72,00 MPa dan MOE sebesar 16.083 MPa.


103

5. Dari pengujian kuat geser sejajar garis perekatan type I didapat nilai geser

sebesar 3,40 MPa. Type II didapat nilai geser sebesar 4,55 MPa. Type III

didapat nilai geser sebesar 2,33 MPa. Type IV didapat nilai geser sebesar 2,63

MPa.

6. Pengujian kuat tarik tegak lurus permukaan didapat nilai sebagai berikut :

type I sebesar 0,44 MPa. Type II sebesar 1,44 MPa, type III didapat 1,41 MPa

dan type IV didapat 1,30 MPa.

7. Berdasarkan univariate analysis of variance yang dilakukan terhadap empat

variasi type papan atau dua variasi type papan laminasi hasil pengujian kuat

lentur (MOR & MOE) dan kuat tarik tegak lurus permukaan dapat

disimpulkan bahwa: variasi susunan bilah tanpa pemakaian kulit luar bambu

pada papan laminasi bambu memberikan pengaruh yang sangat nyata

terhadap sifat mekanik yang dihasilkan. Sedangkan hasil pengujian kuat geser

sejajar garis perekatan, variasi susunan bilah tanpa pemakaian kulit luar

bambu tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap sifat mekaniknya.

B. Saran

1. Bambu petung merupakan bambu yang mudah diserang kumbang bubuk,

terutama terhadap bambu dimana kulit luarnya telah dihilangkan. Untuk

mendapatkan hasil memuaskan, perlu dipertimbangkan penggunaan bahan

pengawet, umur pada waktu penebangan dan waktu tebang. Bambu sebaiknya

dipanen pada musim kemarau atau pada saat kadar air bambu minimum.
104

2. Untuk memberikan tampilan yang lebih rapat dari papan laminasi, maka perlu

dilakukan pengempaan dari samping pada proses perekatan.

3. Papan laminasi terdiri atas beberapa lapisan agar didapat hasil uji mekanik

yang seragam disepanjang bentang, perlu dipikirkan bagaimana metode

perekatan atau sistem pemberian perekat terhadap bahan baku bambu.

4. Bila ingin mengembangkan papan laminasi dari bambu petung berdasarkan

hasil pengujian diatas maka penulis menyarankan untuk menggunakan type II

(variasi susunan bilah 3 lapis dengan susunan horizontal), karena hasil uji

mekanik yang didapat memberikan nilai tertinggi dibanding dengan type lain.
DAFTAR PUSTAKA

Agus Irianto, 2004, Statistik Konsep Dasar dan Aplikasinya, Penerbit Kencana
Prenada Media Group, Jakarta.

Anonim, 1961, Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia NI-5 PKKI-1961,


Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, Departemen Pekerjaan Umum
dan Tenaga Listrik, Bandung.

Barly, 2005, Catatan Penelitian Bambu di Pusat Litbang Teknologi Hasil Hutan,
Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Perbambuan di Indonesia,
Perbindo Yogyakarta.

Balfas, J, 1995, Teknologi Laminasi sebagai Satu Alternatif dalam Pemanfaatan


Kayu Bulat Hasil Penjarangan, Duta Rimba XX (183-184) : 31-34

Badan Pusat Statistik Kabupaten Ngada, 2007, Ngada Dalam Angka.

Frick, H, 2004, Ilmu Bahan Bangunan, Eksploitasi, Pembuatan, Penggunaan dan


Pembuangan, Kanisius, Yogyakarta

Fakri, 2001, Pengaruh Jumlah Kayu Pengisi Balok Komposit Kayu Keruing-
Sengon Terhadap Kekuatan dan Kekakuan Balok Kayu Laminasi (Glulam
Beams), Tesis Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
(tidak diterbitkan)

Haniza, 2005, Perilaku Mekanika Papan Laminasi Bambu Petung terhadap


Beban Lateral, Tesis Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta. (tidak diterbitkan)

Irawati, S. I, 2004, Pengaruh Posisi Sambungan terhadap Kapasitas Geser Balok


Bambu Laminasi Horizontal, Tesis Fakultas Teknik Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta. (tidak diterbitkan)

Kumar, S. and Dobriyal, P.B., 1988, Preservative Treatment of Bamboo for


Structural Uses, In Ramanuja Rao I.V., Gnanaharan R., & Sastry C.B. (eds)
Bamboos Current Research, Kerala Forest Research Institute, India and
IDRC, Canada, p. 199 - 206.

Kusumaningsih, K.R., 1997, Pengaruh Perendaman Empat Jenis Bambu dalam


Air Terhadap Sifat Fisika, Sifat Mekanika dan Ketahanannya Terhadap

105
Kumbang Bubuk, Tesis, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta. (Tidak diterbitkan).

Masrizal, 2004, Pengaruh Gaya Pengempaan Terhadap Kuat Lentur Balok


Laminasi Vertikal Bambu Petung, Tesis, Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta. (tidak diterbitkan)

Morisco, 1995, Bambu sebagai Bahan Bangunan, Pidato Ilmiah pada Dies Natalis
XXXIII Universitas Mataram.

Morisco, 1996, Bambu sebagai Bahan Rekayasa, Pidato Pengukuhan Jabatan


Rektor UGM, Yogyakarta

Morisco, 1999, Rekayasa Bambu, Naviri Offset, Yogyakarta

Morisco, 2006, Pemberdayaan bambu untuk Kesejahteraan Rakyat dan


Kelestarian Lingkungan, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada
Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yokyakarta

Morisco, 2006, Teknologi Bambu, Magister Teknologi Bahan Bangunan,


Yogyakarta.

Nasriadi, 2004, Pengaruh Susunan Laminasi Bambu Terhadap Kuat Geser Balok
Laminasi Galar Bambu Petung, Tesis, Fakultas Teknik Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta. (tidak diterbitkan)

Nani Nuriyatin, 2004, Studi Sifat Anatomi pada Lima Jenis Bambu, Jurnal
Penelitaian UNIB, Vol X No. 1.

Oka. G, M, 2004, Pengaruh Pengempaan Terhadap Keruntuhan Geser Balok


Laminasi Horizontal Bambu Petung, Tesis Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta. (tidak diterbitkan).

Prayitno, TA. 1995, Pengujian Sifat Fisika dan Mekanika menurut ISO
(terjemahan), Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Prayitno, TA. 1996, Perekat Kayu, Bagian Penerbit Fakultas Kehutanan UGM,
Yogyakarta

Prayitno, T.A., 2001, Rekayasa Kayu dan Bambu, Program Studi Teknik Sipil
Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.

106
Setyawati, 2008, Pengaruh Ekstrak Tembakau Terhadap Sifat dan Perilaku
Mekanik Laminasi Bambu Petung, Tesis, Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta. (tidak diterbitkan)

Sulistyowati, N.A., 2008, Pengaruh Pengawetan Terhadap Kekuatan dan


Keawetan Produk Laminasi Bambu, Tesis, Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta. (tidak diterbitkan)

Tarmeze, W, 2002, Numerical Analysis of Bamboo and Laminated Bamboo Strip


Lumber (LBSL), Malaysia.

www.dephut.go.id/INFORMASI/INFPROP/Dishut_NTT/Program_2006_Renja_2
007

107
LAMPIRAN

108
Lampiran 1

PAMOLITE ADHESIVE INDUSTRY


TECHNICAL DATA UREA FORMALDEHYDE ADHESIVE PAL-CAT-01-002
REVISI: 2 28/01/2003 UA – 104 Page 1 of 1

1.Aplication of Product : Urea Formaldehyde Adhesive is mainly used for wood


industry (Furniture, etc).
2.Spesification
Appearance : milky white liquid
pH (pH meter / 25 0C) : 6.8 - 7.6
Viscosity (Poise / 25 0C) : 4.0 - 10.0
0
Specific Grafity (25 C) : 1.270 - 1.290
Resin Content (% / 105 0C) : 66.0 - 70.0
Gelation Time (min. / 25 0C) : 60 - 140
Water Solubility (x / 25 0C) : more than 10
Free Formaldehyde (%) : less than 3.0
3.Hardener : Powder (HU – 12)
4.Usage for Joint Wood
a. Formulation : 1 2 3
UA– 1 0 4 : 100 – 150 100 – 150 100 – 150
Flour : 25 25 25
H U – 12 : 0.3 – 0.5 0.4 – 0.6 0.5 – 0.8
Pot Life 30 0C (minutes) : 90 60 30
Viscosity : 18 – 22 Poise
b. Wood Condition
Moisture content wood between 6 – 12%
Glue spread of one surface arround 10 – 15 gr/ft2
c. Cold Press
Time : Minimum 4 Time from pot life
Pressure : 5 – 10 Kg/cm2
*Next procces (an example: finishing, sanding) can be do 24 hours after pressing
5.Usage for Fancy Wood
a. Formulation Teak Veneer Paper
U A – 104 : 100 15
P V Ac : 50 85
Flou r : 80 5
Water : 40 -
H U – 12 : 1.0 0.2
b. Glue Spread
Teak veneer : 10 – 12 gr/ft2
Paper : 6 – 8 gr/ft2
c. Moisture Content of Veneer : 10 – 15 %
d. Open Assembly Time : Maximum 30 Minutes
e. Cold Press
Time : 2 – 4 hours
Pressure : 5 – 8 Kg/cm2

109
Temperature : 35 0C
f. Hot Press
Time : 50 – 70 second
Pressure : 5 – 8 Kg/cm2
Temperature : 105 – 110 0C

Factory Represent Office: Head Office:


Jl. Brantas I Probolinggo Jl. KH. Mas Mansyur 3 Loa Bakung Nusantara Building 6th Floor
Phone : (0335) 421844; Samarinda – KALTIM Jl. M.H. Thamrin 59 – JAKARTA
421846; 421847 Phone : (0541) 273107 Phone : (021)330775; 330394; 3150316
Fax : (0335) 422980 Fax : (0541) 273106 Fax : (021)327582

110
Lampiran 2

111
Lampiran 3

KEBUTUHAN BAHAN PENGAWET

Dia. luar pangkal bambu (D1) = 180 mm = 18 cm


Dia. dalam pangkal bambu (D2) = 18 - (1/10 x 18) = 16,2 cm
Dia. luar ujung bambu (D3) = 170 mm = 70 cm
Dia. dalam ujung bambu (D4) = 17 – (1/10 x 17) = 15,3 cm
Panjang bambu (L) = 1300 mm = 130 cm
Volume bambu (V) :
2
  D1  D3 
V total = x  xL
 4 
=  x ( 18+417 ) 2 x 130 = 31.252,8 cc

V rongga =  x ( D2+4D4 ) 2 xL

 x 16,2+15,3 2
= x 130 = 25.314,8 cc
4

V bambu = 31.252,8 – 25.314,8 = 5.938 cc

V larutan = 10 % x 5.938 = 593,8 cc

Berat boraks = 5 % V larutan


= 5 % x 593,8 = 29,69 gram.

V air = 95 % x V larutan
= 95 % x 593,8 = 564,11 cc

Total berat boraks untuk mengawetkan 21 batang bambu =


21 batang bambu x 29,69 = 623,49 gram = 0,623 Kg.

112
Lampiran 4

KEBUTUHAN PEREKAT TERLABUR

1. Benda Uji Blok Geser


Dimensi benda uji, L (lebar) = 5 cm
P (panjang) = 30 cm
- Luas bidang rekat = 5 x 30 = 150 cm²
- Jumlah perekat yang terlabur dihitung dengan menggunakan rumus :
S .A
GPU = 2048,2

- Perbandingan campuran :
Perekat UA – 104 = 150 bagian
Bagian pengembang = 25 bagian
Bahan pengeras = 0,5 bagian

40x150
Untuk 40/MSGL = 2048,2 = 2,929 gram

Perekatan dua sisi (MDGL), ditambah 10% = 1,1 x 2,929 = 3,222 gram
50x150
Untuk 50/MSGL = 2048,2 = 3,662 gram

Perekatan dua sisi (MDGL), ditambah 10% = 1,1 x 3,662 = 4,028 gram
60x150
Untuk 60/MSGL = 2048,2 = 4,394 gram

Perekatan dua sisi (MDGL), ditambah 10% = 1,1 x 4,394 = 4,833 gram
 Campuran yang dibutuhkan untuk 40/MDGL
 150 
Perekat =  x 3,222 = 2,754 gram
175,5 
 
 25 
Pengembang = 175,5  x 3,222 = 0,459 gram
 

Lampiran 4-1
113
 0,5 
Pengeras =  x 3,222 = 0,0092 gram
175,5 
 

 Campuran yang dibutuhkan untuk 50/MDGL


 150 
Perekat =  x 4,028 = 3,443 gram
175,5 
 
 25 
Pengembang = 175,5  x 4,028 = 0,574 gram
 
 0,5 
Pengeras =  x 4,028 = 0,0115 gram
175,5 
 

 Campuran yang dibutuhkan untuk 60/MDGL


 150 
Perekat =  x 4,833 = 4,131 gram
175,5 
 
 25 
Pengembang = 175,5  x 4,833 = 0,688 gram
 
 0,5 
Pengeras =  x 4,833 = 0,0138 gram
175,5 
 

2. Benda Uji Papan Laminasi


a. Papan Laminasi Type I
Dimensi bilah :
Panjang = 130 cm
Lebar = 1 cm
Tebal = 3 cm
Jumlah lapisan = 1 lapis
Jumlah bilah = 13 buah
Luas bidang rekat = 3 x 130 = 390 cm2
S .A
GPU = 2048,2

Lampiran 4-2

- Perbandingan campuran bahan perekat :


Perekat UA – 104 = 150 bagian
Bagian pengembang = 25 bagian
114
Bahan pengeras = 0,5 bagian
50 x390
- Untuk 50/MSGL = 2048,2
= 9,52 gram

- Perekatan dua sisi (MDGL), ditambah 10% = 1,1 x 9,52 = 10,62 gram
- Campuran yang dibutuhkan :
 150 
Perekat =  x 10,62 = 9,08 gram
175,5 
 
 25 
Pengembang = 175,5  x 10,62 = 1,51 gram
 
 0,5 
Pengeras =  x 10,62 = 0,03 gram
175,5 
 

Tabel jumlah perekat untuk papan laminasi type I

Jumlah bilah Jumlah Jumlah Jumlah Total berat


UA-104 tepung Hardener
(bh) (gr) (gr) (gr) (gr)
10 90,80 15,10 0,30 106,20
11 99,88 16,61 0,33 116,82
12 108,96 18,12 0,36 127,44
13 118,04 19,63 0,39 138,06

b. Papan Laminasi Type II


Tahap I :
Dimensi bilah :
Panjang = 130 cm
Lebar = 1 cm
Tebal = 3 cm
Jumlah lapisan = 3 lapis
Jumlah bilah 1 lapisan = 5 buah
Jumlah bilah 3 lapisan = 15 buah
Luas bidang rekat = 1 x 130 = 130 cm2
Lampiran 4-3

S .A
- GPU = 2048,2

- Perbandingan campuran bahan perekat :


Perekat UA – 104 = 150 bagian

115
Bagian pengembang = 25 bagian
Bahan pengeras = 0,5 bagian
50 x130
- Untuk 50/MSGL = 2048,2
= 3,17 gram

- Perekatan dua sisi (MDGL), ditambah 10% = 1,1 x 3,17 = 4,27 gram
- Campuran yang dibutuhkan :
 150 
Perekat =  x 4,27 = 3,65 gram
175,5 
 
 25 
Pengembang = 175,5  x 4,27 = 0,61 gram
 
 0,5 
Pengeras =  x 4,27 = 0,01 gram
175,5 
 

Tabel jumlah perekat untuk papan laminasi type II Tahap I


Jumlah bilah Jumlah Jumlah Jumlah Total berat
(bh) UA-104 tepung Hardener
(gr) (gr) (gr) (gr)
10 36,50 6,10 0,10 42,70
11 40,15 6,71 0,11 46,97
12 43,80 7,32 0,12 51,24
13 47,45 7,93 0,13 55,51
14 51,10 8,54 0,14 59,78
15 54,75 9,15 0,15 64,05

Tahap II :
Luas bidang rekat :
Panjang = 130 cm
Lebar = 13 cm
Jumlah lapisan = 3 lapis
Luas bidang rekat = 13 x 130 = 1.690 cm2
Lampiran 4-4
S .A
- GPU = 2048,2

- Perbandingan campuran bahan perekat :


Perekat UA – 104 = 150 bagian
Bagian pengembang = 25 bagian
Bahan pengeras = 0,5 bagian

116
50 x1690
- Untuk 50/MSGL = 2048,2
= 41,26 gram

- Perekatan dua sisi (MDGL), ditambah 10% = 1,1 x 41,26 = 42,36 gram
- Campuran yang dibutuhkan :
 150 
Perekat =  x 42,36 = 36,20 gram
175,5 
 
 25 
Pengembang = 175,5  x 42,36 = 6,03 gram
 
 0,5 
Pengeras =  x 42,36 = 0,12 gram
175,5 
 

Tabel jumlah perekat untuk papan laminasi type II Tahap II


Jumlah lapisan Jumlah Jumlah Jumlah Total berat
(bh) UA-104 tepung Hardener
(gr) (gr) (gr) (gr)
1 36,20 6,03 0,12 42,35
2 72,40 12,06 0,24 84,70

c. Papan Laminasi Type III


Tahap I (face & back):
Dimensi bilah :
Panjang = 130 cm
Lebar = 1 cm
Tebal = 3 cm
Jumlah lapisan = 2 lapis
Jumlah bilah 1 lapisan = 5 buah
Jumlah bilah (face & back) = 10 buah
Luas bidang rekat = 1 x 130 = 130 cm2
Lampiran 4-5
S .A
- GPU = 2048,2

- Perbandingan campuran bahan perekat :


Perekat UA – 104 = 150 bagian
Bagian pengembang = 25 bagian
Bahan pengeras = 0,5 bagian
50 x130
- Untuk 50/MSGL = 2048,2
= 3,17 gram

- Perekatan dua sisi (MDGL), ditambah 10% = 1,1 x 3,17 = 4,27 gram
117
- Campuran yang dibutuhkan :

 150 
Perekat =  x 4,27 = 3,65 gram
175,5 
 
 25 
Pengembang = 175,5  x 4,27 = 0,61 gram
 
 0,5 
Pengeras =  x 4,27 = 0,01 gram
175,5 
 

Tabel jumlah perekat untuk papan laminasi type III (face & back)
Jumlah bilah Jumlah Jumlah Jumlah Total berat
(bh) UA-104 tepung Hardener
(gr) (gr) (gr) (gr)
7 25,55 4,27 0,07 29,89
8 29,20 4,88 0,08 34,16
9 32,85 5,49 0,09 38,43
10 36,50 6,10 0,10 42,70

Tahap II (core) :
Dimensi bilah :
Panjang = 13 cm
Lebar = 1 cm
Tebal = 3 cm
Jumlah lapisan = 1 lapis
Jumlah bilah 1 lapisan = 44 buah
Luas bidang rekat = 1 x 13 = 13 cm2
Lampiran 4-6

S .A
GPU = 2048,2

- Perbandingan campuran bahan perekat :


Perekat UA – 104 = 150 bagian
Bagian pengembang = 25 bagian
Bahan pengeras = 0,5 bagian
50 x13
- Untuk 50/MSGL = 2048,2
= 0,32 gram

- Perekatan dua sisi (MDGL), ditambah 10% = 1,1 x 0,32 = 1,42 gram
118
- Campuran yang dibutuhkan :
 150 
Perekat =  x 1,42 = 1,21 gram
175,5 
 
 25 
Pengembang = 175,5  x 1,42 = 0,20 gram
 
 0,5 
Pengeras =  x 1,42 = 0,004 gram
175,5 
 

Tabel jumlah perekat untuk papan laminasi type III (core)


Jumlah bilah Jumlah Jumlah Jumlah Total berat
(bh) UA-104 tepung Hardener
(gr) (gr) (gr) (gr)
41 49,61 8,20 0,16 57,97
42 50,82 8,40 0,17 59,39
43 52,03 8,60 0,17 60,80
44 53,24 8,80 0,18 62,22

Tahap III (face, back & core) :


Luas bidang rekat :
Panjang = 130 cm
Lebar = 13 cm
Jumlah lapisan = 3 lapis
Luas bidang rekat = 13 x 130 = 1.690 cm2
S .A
- GPU = 2048,2

Lampiran 4-7

- Perbandingan campuran bahan perekat :


Perekat UA – 104 = 150 bagian
Bagian pengembang = 25 bagian
Bahan pengeras = 0,5 bagian
50 x1690
- Untuk 50/MSGL = 2048,2
= 41,26 gram

- Perekatan dua sisi (MDGL), ditambah 10% = 1,1 x 41,26 = 42,36 gram
- Campuran yang dibutuhkan :
 150 
Perekat =  x 42,36 = 36,20 gram
175,5 
 
 25 
Pengembang = 175,5  x 42,36 = 6,03 gram
 
119
 0,5 
Pengeras =  x 42,36 = 0,12 gram
175,5 
 

Tabel jumlah perekat untuk papan laminasi type III Tahap III
Jumlah lapisan Jumlah Jumlah Jumlah Total berat
(bh) UA-104 tepung Hardener
(gr) (gr) (gr) (gr)
1 36,20 6,03 0,12 42,35
2 72,40 12,06 0,24 84,70

d. Papan Laminasi Type IV


Tahap I (face & back):
Dimensi bilah :
Panjang = 130 cm
Lebar = 1 cm
Tebal = 3 cm
Jumlah lapisan = 2 lapis
Jumlah bilah 1 lapisan = 5 buah
Jumlah bilah (face & back) = 10 buah
Luas bidang rekat = 1 x 130 = 130 cm2
S .A
- GPU = 2048,2

Lampiran 4-8

- Perbandingan campuran bahan perekat :


Perekat UA – 104 = 150 bagian
Bagian pengembang = 25 bagian
Bahan pengeras = 0,5 bagian
50 x130
- Untuk 50/MSGL = 2048,2
= 3,17 gram

- Perekatan dua sisi (MDGL), ditambah 10% = 1,1 x 3,17 = 4,27 gram
- Campuran yang dibutuhkan :
 150 
Perekat =  x 4,27 = 3,65 gram
175,5 
 
 25 
Pengembang = 175,5  x 4,27 = 0,61 gram
 

120
 0,5 
Pengeras =  x 4,27 = 0,01 gram
175,5 
 

Tabel jumlah perekat untuk papan laminasi type IV (face & back)
Jumlah bilah Jumlah Jumlah Jumlah Total berat
(bh) UA-104 tepung Hardener
(gr) (gr) (gr) (gr)
7 25,55 4,27 0,07 29,89
8 29,20 4,88 0,08 34,16
9 32,85 5,49 0,09 38,43
10 36,50 6,10 0,10 42,70

Tahap II (core) :
Dimensi bilah :
Panjang = 13 cm
Lebar = 3 cm
Tebal = 1 cm
Jumlah lapisan = 1 lapis
Jumlah bilah 1 lapisan = 130 buah
Luas bidang rekat = 3 x 13 = 39 cm2
S .A
GPU = 2048,2

Lampiran 4-9

- Perbandingan campuran bahan perekat :


Perekat UA – 104 = 150 bagian
Bagian pengembang = 25 bagian
Bahan pengeras = 0,5 bagian
50 x39
- Untuk 50/MSGL = 2048,2
= 0,95 gram

- Perekatan dua sisi (MDGL), ditambah 10% = 1,1 x 0,32 = 2,05 gram
- Campuran yang dibutuhkan :
 150 
Perekat =  x 2,05 = 1,75 gram
175,5 
 
 25 
Pengembang = 175,5  x 2,05 = 0,29 gram
 
 0,5 
Pengeras =  x 2,05 = 0,005 gram
175,5 
 
121
Tabel jumlah perekat untuk papan laminasi type IV (core)
Jumlah bilah Jumlah Jumlah Jumlah Total berat
(bh) UA-104 tepung Hardener
(gr) (gr) (gr) (gr)
125 218,75 36,25 0,63 255,63
126 220,50 36,54 0,63 257,67
127 222,25 36,83 0,64 259,72
128 224,00 37,12 0,64 261,76
129 225,75 37,41 0,65 263,81
130 227,50 37,70 0,65 265,85

Tahap IV (face, back & core) :


Luas bidang rekat :
Panjang = 130 cm
Lebar = 13 cm
Jumlah lapisan = 3 lapis
Luas bidang rekat = 13 x 130 = 1.690 cm2
S .A
GPU = 2048,2

Lampiran 4-10

- Perbandingan campuran bahan perekat :


Perekat UA – 104 = 150 bagian
Bagian pengembang = 25 bagian
Bahan pengeras = 0,5 bagian
50 x1690
- Untuk 50/MSGL = 2048,2
= 41,26 gram

- Perekatan dua sisi (MDGL), ditambah 10% = 1,1 x 41,26 = 42,36 gram
- Campuran yang dibutuhkan :
 150 
Perekat =  x 42,36 = 36,20 gram
175,5 
 
 25 
Pengembang = 175,5  x 42,36 = 6,03 gram
 
 0,5 
Pengeras =  x 42,36 = 0,12 gram
175,5 
 

122
Tabel jumlah perekat untuk papan laminasi type IV Tahap III
Jumlah lapisan Jumlah Jumlah Jumlah Total berat
(bh) UA-104 tepung Hardener
(gr) (gr) (gr) (gr)
1 36,20 6,03 0,12 42,35
2 72,40 12,06 0,24 84,70

Jumlah kebutuhan perekat untuk 4 (empat) type papan laminasi


(termasuk 4 ulangan) :

Jumlah Jumlah Berat Berat Berat Total


Type Bilah lapisan UA-104 tepung Hardener berat
(bh) (bh) (gr) (gr) (gr) (gr)
I 52 4 472,16 78,52 1,56 608,24
II 60 12 508,60 84,84 1,56 667,00
III 216 12 648,56 107,84 2,08 986,48
IV 560 12 1.345,60 223,44 3,96 2.145,00
Total 888 40 2.974,92 494,64 9,16 4.406,72

Lampiran 5

123
124
Lampiran 6

Lampiran 7

125
Lampiran 8

126
Lampiran 9
127
Lampiran 10
128
Lampiran 10-1
129
Lampiran 10-2
130
Lampiran 10-3
131
Lampiran 10-4
132
Lampiran 11
133
Lampiran 12
134
135
Lampiran 12-1

Lampiran 12-2
136
Lampiran 12-3
137
Lampiran 12-4
138
Lampiran 12-5
139
Lampiran 12-6
140
Lampiran 12-7
141
Lampiran 12-8
142
Lampiran 12-9
143
Lampiran 12-10
144
Lampiran 12-11
145
Lampiran 12-12
146
Lampiran 12-13
147
Lampiran 12-14
148
Lampiran 12-15
149
Lampiran 12-16
150
Lampiran 12-17
151
Lampiran 12-18
152
Lampiran 12-19
153
Lampiran 12-20
154
Lampiran 12-21
155
Lampiran 12-22
156
Lampiran 12-23
157
Lampiran 12-24
158
Lampiran 12-25
159
Lampiran 12-25a
160
Lampiran 12-26
161
Lampiran 12-26a
162
Lampiran 12-27
163
164
Lampiran 12-27a

Lampiran 12-28
165
Lampiran 12-28a
166
Lampiran 13
167
Lampiran 13-1
168
169
Lampiran 13-2

170
Lampiran 13-3

Lampiran 13-4
171
Lampiran 13-5
172
Lampiran 13-6
173
Lampiran 13-7
174
Lampiran 13-8
175
Lampiran 13-9
176
Lampiran 13-10
177
Lampiran 13-11
178
Lampiran 13-12
179
180
Lampiran 13-13

181
Lampiran 13-13a

182
Lampiran 14

183
Lampiran 14-1

184
Lampiran 14-2

185
Lampiran 14-3

186
Lampiran 14-4

187
Lampiran 14-5

188
Lampiran 14-6

189
Lampiran 15

190
Lampiran 15-1

191
Lampiran 15-1a

192
Lampiran 15-1b

193
Lampiran 15-1c

194
Lampiran 15-1d

Sumber : Statistik Konsep Dasar dan Aplikasinya, Prof.Dr. H. Agus Irianto, 2004

195
Lampiran 16

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOR

Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N

1 109.2200 . 1

2 118.6500 . 1
I
3 124.2700 . 1

Total 117.3800 7.60495 3

1 119.7000 . 1

2 130.4900 . 1
II
3 129.6900 . 1

Total 126.6267 6.01199 3

1 82.0000 . 1

2 77.3400 . 1
III
3 95.0400 . 1

Total 84.7933 9.17467 3

1 68.0000 . 1

2 72.0000 . 1
IV
3 76.0000 . 1

Total 72.0000 4.00000 3

1 94.7300 23.87472 4

2 99.6200 29.29369 4
Total
3 106.2500 25.26447 4

Total 100.2000 24.24625 12

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOR

Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 6345.819(a) 5 1269.164 63.002 .000

Intercept 120480.480 1 120480.480 5980.737 .000

Perlakuan 6078.379 3 2026.126 100.578 .000

Replikasi 267.439 2 133.720 6.638 .030

Error 120.869 6 20.145

Total 126947.167 12

Corrected Total 6466.687 11

196
a R Squared = .981 (Adjusted R Squared = .966)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOR
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 109.2200 . 1
2 118.6500 . 1
I
3 124.2700 . 1
Total 117.3800 7.60495 3
1 119.7000 . 1
2 130.4900 . 1
II
3 129.6900 . 1
Total 126.6267 6.01199 3
1 114.4600 7.41048 2
2 124.5700 8.37214 2
Total
3 126.9800 3.83252 2
Total 122.0033 7.95248 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOR
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 304.765(a) 3 101.588 17.753 .054
Intercept 89308.880 1 89308.880 15606.710 .000
Perlakuan 128.251 1 128.251 22.412 .042
Replikasi 176.514 2 88.257 15.423 .061
Error 11.445 2 5.722
Total 89625.090 6
Corrected Total 316.210 5
a R Squared = .964 (Adjusted R Squared = .910)

197
Univariate Analysis of Variance
Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOR
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 109.2200 . 1
2 118.6500 . 1
I
3 124.2700 . 1
Total 117.3800 7.60495 3
1 82.0000 . 1
2 77.3400 . 1
III
3 95.0400 . 1
Total 84.7933 9.17467 3
1 95.6100 19.24745 2
2 97.9950 29.21058 2
Total
3 109.6550 20.66873 2
Total 101.0867 19.37450 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOR
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1818.774(a) 3 606.258 20.876 .046
Intercept 61311.085 1 61311.085 2111.175 .000
Perlakuan 1592.836 1 1592.836 54.847 .018
Replikasi 225.937 2 112.969 3.890 .205
Error 58.082 2 29.041
Total 63187.941 6
Corrected Total 1876.856 5
a R Squared = .969 (Adjusted R Squared = .923)

198
Univariate Analysis of Variance
Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOR
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 109.2200 . 1
2 118.6500 . 1
I
3 124.2700 . 1
Total 117.3800 7.60495 3
1 68.0000 . 1
2 72.0000 . 1
IV
3 76.0000 . 1
Total 72.0000 4.00000 3
1 88.6100 29.14694 2
2 95.3250 32.98653 2
Total
3 100.1350 34.13204 2
Total 94.6900 25.44283 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOR
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 3223.052(a) 3 1074.351 157.584 .006
Intercept 53797.177 1 53797.177 7890.868 .000
Perlakuan 3089.017 1 3089.017 453.091 .002
Replikasi 134.035 2 67.018 9.830 .092
Error 13.635 2 6.818
Total 57033.864 6
Corrected Total 3236.687 5
a R Squared = .996 (Adjusted R Squared = .989)

199
Univariate Analysis of Variance
Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOR
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 119.7000 . 1
2 130.4900 . 1
II
3 129.6900 . 1
Total 126.6267 6.01199 3
1 82.0000 . 1
2 77.3400 . 1
III
3 95.0400 . 1
Total 84.7933 9.17467 3
1 100.8500 26.65793 2
2 103.9150 37.58273 2
Total
3 112.3650 24.50125 2
Total 105.7100 23.94025 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOR
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 2767.303(a) 3 922.434 18.753 .051
Intercept 67047.625 1 67047.625 1363.091 .001
Perlakuan 2625.042 1 2625.042 53.368 .018
Replikasi 142.261 2 71.131 1.446 .409
Error 98.376 2 49.188
Total 69913.303 6
Corrected Total 2865.679 5
a R Squared = .966 (Adjusted R Squared = .914)

200
Univariate Analysis of Variance
Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOR
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 119.7000 . 1
2 130.4900 . 1
II
3 129.6900 . 1
Total 126.6267 6.01199 3
1 68.0000 . 1
2 72.0000 . 1
IV
3 76.0000 . 1
Total 72.0000 4.00000 3
1 93.8500 36.55742 2
2 101.2450 41.35868 2
Total
3 102.8450 37.96456 2
Total 99.3133 30.26680 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOR
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 4568.213(a) 3 1522.738 249.956 .004
Intercept 59178.829 1 59178.829 9714.161 .000
Perlakuan 4476.109 1 4476.109 734.750 .001
Replikasi 92.104 2 46.052 7.559 .117
Error 12.184 2 6.092
Total 63759.226 6
Corrected Total 4580.397 5
a R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .993)

201
Univariate Analysis of Variance
Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOR
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 82.0000 . 1
2 77.3400 . 1
III
3 95.0400 . 1
Total 84.7933 9.17467 3
1 68.0000 . 1
2 72.0000 . 1
IV
3 76.0000 . 1
Total 72.0000 4.00000 3
1 75.0000 9.89949 2
2 74.6700 3.77595 2
Total
3 85.5200 13.46331 2
Total 78.3967 9.44302 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOR
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 397.839(a) 3 132.613 5.524 .157
Intercept 36876.224 1 36876.224 1536.044 .001
Perlakuan 245.504 1 245.504 10.226 .085
Replikasi 152.335 2 76.167 3.173 .240
Error 48.015 2 24.007
Total 37322.077 6
Corrected Total 445.853 5
a R Squared = .892 (Adjusted R Squared = .731)

202
Univariate Analysis of Variance
Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOE
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 21791.0000 . 1
2 21334.0000 . 1
I
3 21345.0000 . 1
Total 21490.0000 260.73166 3
1 21215.0000 . 1
2 22972.0000 . 1
II
3 24130.0000 . 1
Total 22772.3333 1467.72148 3
1 18092.0000 . 1
2 18802.0000 . 1
III
3 20557.0000 . 1
Total 19150.3333 1268.88074 3
1 15377.0000 . 1
2 14717.0000 . 1
IV
3 18155.0000 . 1
Total 16083.0000 1824.49664 3
1 19118.7500 2977.14028 4
2 19456.2500 3595.13452 4
Total
3 21046.7500 2462.88833 4
Total 19873.9167 2892.67990 12

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOE
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 86202540.250(a) 5 17240508.050 17.710 .002
Intercept 4739670764.084 1 4739670764.084 4868.669 .000
Perlakuan 77721499.583 3 25907166.528 26.612 .001

203
Replikasi 8481040.667 2 4240520.333 4.356 .068
Error 5841026.667 6 973504.444
Total 4831714331.000 12
Corrected Total 92043566.917 11
a R Squared = .937 (Adjusted R Squared = .884)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOE
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 21791.0000 . 1
2 21334.0000 . 1
I
3 21345.0000 . 1
Total 21490.0000 260.73166 3
1 21215.0000 . 1
2 22972.0000 . 1
II
3 24130.0000 . 1
Total 22772.3333 1467.72148 3
1 21503.0000 407.29351 2
2 22153.0000 1158.24091 2
Total
3 22737.5000 1969.29239 2
Total 22131.1667 1175.66516 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOE
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 3991988.500(a) 3 1330662.833 .912 .561
Intercept 2938731228.167 1 2938731228.167 2013.551 .000
Perlakuan 2466568.167 1 2466568.167 1.690 .323
Replikasi 1525420.333 2 762710.167 .523 .657
Error 2918954.333 2 1459477.167
Total 2945642171.000 6

204
Corrected Total 6910942.833 5
a R Squared = .578 (Adjusted R Squared = -.056)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOE
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 21791.0000 . 1
2 21334.0000 . 1
I
3 21345.0000 . 1
Total 21490.0000 260.73166 3
1 18092.0000 . 1
2 18802.0000 . 1
III
3 20557.0000 . 1
Total 19150.3333 1268.88074 3
1 19941.5000 2615.58798 2
2 20068.0000 1790.39437 2
Total
3 20951.0000 557.20014 2
Total 20320.1667 1520.99565 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOE
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 9420914.500(a) 3 3140304.833 2.926 .265
Intercept 2477455040.167 1 2477455040.167 2308.664 .000
Perlakuan 8211060.167 1 8211060.167 7.652 .110
Replikasi 1209854.333 2 604927.167 .564 .640
Error 2146224.333 2 1073112.167

205
Total 2489022179.000 6
Corrected Total 11567138.833 5
a R Squared = .814 (Adjusted R Squared = .536)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOE
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 21791.0000 . 1
2 21334.0000 . 1
I
3 21345.0000 . 1
Total 21490.0000 260.73166 3
1 15377.0000 . 1
2 14717.0000 . 1
IV
3 18155.0000 . 1
Total 16083.0000 1824.49664 3
1 18584.0000 4535.38289 2
2 18025.5000 4678.92557 2
Total
3 19750.0000 2255.67063 2
Total 18786.5000 3182.67219 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOE
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 46950392.500(a) 3 15650130.833 8.467 .107
Intercept 2117595493.500 1 2117595493.500 1145.693 .001
Perlakuan 43853473.500 1 43853473.500 23.726 .040
Replikasi 3096919.000 2 1548459.500 .838 .544

206
Error 3696619.000 2 1848309.500
Total 2168242505.000 6
Corrected Total 50647011.500 5
a R Squared = .927 (Adjusted R Squared = .818)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOE
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 21215.0000 . 1
2 22972.0000 . 1
II
3 24130.0000 . 1
Total 22772.3333 1467.72148 3
1 18092.0000 . 1
2 18802.0000 . 1
III
3 20557.0000 . 1
Total 19150.3333 1268.88074 3
1 19653.5000 2208.29448 2
2 20887.0000 2948.63528 2
Total
3 22343.5000 2526.49253 2
Total 20961.3333 2332.67466 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOE
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 26931002.333(a) 3 8977000.778 65.085 .015
Intercept 2636264970.667 1 2636264970.667 19113.549 .000

207
Perlakuan 19678326.000 1 19678326.000 142.673 .007
Replikasi 7252676.333 2 3626338.167 26.292 .037
Error 275853.000 2 137926.500
Total 2663471826.000 6
Corrected Total 27206855.333 5
a R Squared = .990 (Adjusted R Squared = .975)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOE
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 21215.0000 . 1
2 22972.0000 . 1
II
3 24130.0000 . 1
Total 22772.3333 1467.72148 3
1 15377.0000 . 1
2 14717.0000 . 1
IV
3 18155.0000 . 1
Total 16083.0000 1824.49664 3
1 18296.0000 4128.08939 2
2 18844.5000 5837.16648 2
Total
3 21142.5000 4224.96302 2
Total 19427.6667 3951.87954 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOE
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.

208
Corrected Model 76243583.000(a) 3 25414527.667 27.577 .035
Intercept 2264605392.667 1 2264605392.667 2457.286 .000
Perlakuan 67120770.667 1 67120770.667 72.832 .013
Replikasi 9122812.333 2 4561406.167 4.950 .168
Error 1843176.333 2 921588.167
Total 2342692152.000 6
Corrected Total 78086759.333 5
a R Squared = .976 (Adjusted R Squared = .941)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOE
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 18092.0000 . 1
2 18802.0000 . 1
III
3 20557.0000 . 1
Total 19150.3333 1268.88074 3
1 15377.0000 . 1
2 14717.0000 . 1
IV
3 18155.0000 . 1
Total 16083.0000 1824.49664 3
1 16734.5000 1919.79491 2
2 16759.5000 2888.53120 2
Total
3 19356.0000 1698.47049 2
Total 17616.6667 2190.45627 6

Tests of Between-Subjects Effects


209
Dependent Variable: MOE
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 23189267.000(a) 3 7729755.667 19.295 .050
Intercept 1862081666.667 1 1862081666.667 4648.079 .000
Perlakuan 14112800.667 1 14112800.667 35.228 .027
Replikasi 9076466.333 2 4538233.167 11.328 .081
Error 801226.333 2 400613.167
Total 1886072160.000 6
Corrected Total 23990493.333 5
a R Squared = .967 (Adjusted R Squared = .917)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOR
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 136.8800 . 1
2 131.2500 . 1
I
3 116.3200 . 1
Total 128.1500 10.62478 3
1 92.7100 . 1
2 97.4000 . 1
II
3 106.9700 . 1
Total 99.0267 7.26784 3
III 1 74.8200 . 1
2 92.4000 . 1
3 73.2000 . 1

210
Total 80.1400 10.64832 3
1 80.9100 . 1
2 75.6600 . 1
IV
3 87.1800 . 1
Total 81.2500 5.76752 3
1 96.3300 28.03488 4
2 99.1775 23.31532 4
Total
3 95.9175 19.41519 4
Total 97.1417 21.62644 12

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOR
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 4545.223(a) 5 909.045 9.098 .009
Intercept 113238.041 1 113238.041 1133.308 .000
Perlakuan 4520.015 3 1506.672 15.079 .003
Replikasi 25.208 2 12.604 .126 .884
Error 599.509 6 99.918
Total 118382.773 12
Corrected Total 5144.732 11
a R Squared = .883 (Adjusted R Squared = .786)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOR
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 136.8800 . 1
2 131.2500 . 1
I
3 116.3200 . 1
Total 128.1500 10.62478 3
II 1 92.7100 . 1
2 97.4000 . 1
3 106.9700 . 1

211
Total 99.0267 7.26784 3
1 114.7950 31.23291 2
2 114.3250 23.93556 2
Total
3 111.6450 6.61145 2
Total 113.5883 17.90903 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOR
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1283.803(a) 3 427.934 2.676 .284
Intercept 77413.857 1 77413.857 484.042 .002
Perlakuan 1272.253 1 1272.253 7.955 .106
Replikasi 11.551 2 5.775 .036 .965
Error 319.864 2 159.932
Total 79017.524 6
Corrected Total 1603.667 5
a R Squared = .801 (Adjusted R Squared = .501)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOR
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 136.8800 . 1
2 131.2500 . 1
I
3 116.3200 . 1
Total 128.1500 10.62478 3
III 1 74.8200 . 1
2 92.4000 . 1

212
3 73.2000 . 1
Total 80.1400 10.64832 3
1 105.8500 43.88305 2
2 111.8250 27.47110 2
Total
3 94.7600 30.49044 2
Total 104.1450 27.96421 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOR
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 3757.375(a) 3 1252.458 16.414 .058
Intercept 65077.086 1 65077.086 852.854 .001
Perlakuan 3457.440 1 3457.440 45.311 .021
Replikasi 299.935 2 149.968 1.965 .337
Error 152.610 2 76.305
Total 68987.072 6
Corrected Total 3909.986 5
a R Squared = .961 (Adjusted R Squared = .902)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOR
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 136.8800 . 1
2 131.2500 . 1
I
3 116.3200 . 1
Total 128.1500 10.62478 3

213
1 80.9100 . 1
2 75.6600 . 1
IV
3 87.1800 . 1
Total 81.2500 5.76752 3
1 108.8950 39.57677 2
2 103.4550 39.30807 2
Total
3 101.7500 20.60509 2
Total 104.7000 26.80192 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOR
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 3355.116(a) 3 1118.372 9.454 .097
Intercept 65772.540 1 65772.540 555.983 .002
Perlakuan 3299.415 1 3299.415 27.890 .034
Replikasi 55.701 2 27.851 .235 .809
Error 236.599 2 118.300
Total 69364.255 6
Corrected Total 3591.715 5
a R Squared = .934 (Adjusted R Squared = .835)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOR
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 92.7100 . 1
2 97.4000 . 1
II
3 106.9700 . 1
Total 99.0267 7.26784 3

214
1 74.8200 . 1
2 92.4000 . 1
III
3 73.2000 . 1
Total 80.1400 10.64832 3
1 83.7650 12.65014 2
2 94.9000 3.53553 2
Total
3 90.0850 23.87900 2
Total 89.5833 13.17176 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOR
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 659.803(a) 3 219.934 2.118 .337
Intercept 48151.042 1 48151.042 463.719 .002
Perlakuan 535.059 1 535.059 5.153 .151
Replikasi 124.743 2 62.372 .601 .625
Error 207.673 2 103.837
Total 49018.517 6
Corrected Total 867.476 5
a R Squared = .761 (Adjusted R Squared = .402)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOR
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
II 1 92.7100 . 1
2 97.4000 . 1

215
3 106.9700 . 1
Total 99.0267 7.26784 3
1 80.9100 . 1
2 75.6600 . 1
IV
3 87.1800 . 1
Total 81.2500 5.76752 3
1 86.8100 8.34386 2
2 86.5300 15.37250 2
Total
3 97.0750 13.99364 2
Total 90.1383 11.36826 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOR
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 618.445(a) 3 206.148 14.862 .064
Intercept 48749.515 1 48749.515 3514.614 .000
Perlakuan 474.015 1 474.015 34.174 .028
Replikasi 144.430 2 72.215 5.206 .161
Error 27.741 2 13.871
Total 49395.701 6
Corrected Total 646.186 5
a R Squared = .957 (Adjusted R Squared = .893)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOR
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
III 1 74.8200 . 1
2 92.4000 . 1

216
3 73.2000 . 1
Total 80.1400 10.64832 3
1 80.9100 . 1
2 75.6600 . 1
IV
3 87.1800 . 1
Total 81.2500 5.76752 3
1 77.8650 4.30628 2
2 84.0300 11.83697 2
Total
3 80.1900 9.88535 2
Total 80.6950 7.68310 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOR
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 40.620(a) 3 13.540 .106 .949
Intercept 39070.098 1 39070.098 306.998 .003
Perlakuan 1.848 1 1.848 .015 .915
Replikasi 38.772 2 19.386 .152 .868
Error 254.530 2 127.265
Total 39365.249 6
Corrected Total 295.150 5
a R Squared = .138 (Adjusted R Squared = -1.156)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOE

217
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 13490.0000 . 1
2 17133.0000 . 1
I
3 14566.0000 . 1
Total 15063.0000 1871.66210 3
1 10356.0000 . 1
2 9184.0000 . 1
II
3 9830.0000 . 1
Total 9790.0000 587.02300 3
1 8180.0000 . 1
2 8171.0000 . 1
III
3 8788.0000 . 1
Total 8379.6667 353.65567 3
1 8467.0000 . 1
2 6579.0000 . 1
IV
3 7128.0000 . 1
Total 7391.3333 971.15618 3
Total 1 10123.2500 2443.26030 4
2 10266.7500 4701.39712 4
3 10078.0000 3192.19089 4
Total 10156.0000 3231.46328 12

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOE
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 105111729.167(a) 5 21022345.833 12.931 .004
Intercept 1237732032.000 1 1237732032.000 761.355 .000
Perlakuan 105034040.667 3 35011346.889 21.536 .001
Replikasi 77688.500 2 38844.250 .024 .976
Error 9754174.833 6 1625695.806
Total 1352597936.000 12
Corrected Total 114865904.000 11
a R Squared = .915 (Adjusted R Squared = .844)

218
Univariate Analysis of Variance
Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOE
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 13490.0000 . 1
2 17133.0000 . 1
I
3 14566.0000 . 1
Total 15063.0000 1871.66210 3
1 10356.0000 . 1
2 9184.0000 . 1
II
3 9830.0000 . 1
Total 9790.0000 587.02300 3
1 11923.0000 2216.07265 2
2 13158.5000 5620.79180 2
Total
3 12198.0000 3348.85772 2
Total 12426.5000 3143.31747 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOE
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 43389890.500(a) 3 14463296.833 4.811 .177
Intercept 926507413.500 1 926507413.500 308.202 .003
Perlakuan 41706793.500 1 41706793.500 13.874 .065
Replikasi 1683097.000 2 841548.500 .280 .781
Error 6012333.000 2 3006166.500
Total 975909637.000 6
Corrected Total 49402223.500 5
a R Squared = .878 (Adjusted R Squared = .696)

219
Univariate Analysis of Variance
Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOE
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 13490.0000 . 1
2 17133.0000 . 1
I
3 14566.0000 . 1
Total 15063.0000 1871.66210 3
1 8180.0000 . 1
2 8171.0000 . 1
III
3 8788.0000 . 1
Total 8379.6667 353.65567 3
1 10835.0000 3754.73701 2
2 12652.0000 6337.09097 2
Total
3 11677.0000 4085.66298 2
Total 11721.3333 3853.74621 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOE
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 70307802.000(a) 3 23435934.000 11.869 .079
Intercept 824337930.667 1 824337930.667 417.492 .002
Perlakuan 67000416.667 1 67000416.667 33.933 .028
Replikasi 3307385.333 2 1653692.667 .838 .544
Error 3948997.333 2 1974498.667
Total 898594730.000 6
Corrected Total 74256799.333 5
a R Squared = .947 (Adjusted R Squared = .867)

220
Univariate Analysis of Variance
Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOE
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 13490.0000 . 1
2 17133.0000 . 1
I
3 14566.0000 . 1
Total 15063.0000 1871.66210 3
1 8467.0000 . 1
2 6579.0000 . 1
IV
3 7128.0000 . 1
Total 7391.3333 971.15618 3
1 10978.5000 3551.79736 2
2 11856.0000 7462.80497 2
Total
3 10847.0000 5259.46024 2
Total 11227.1667 4408.49704 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOE
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 89485290.500(a) 3 29828430.167 7.759 .116
Intercept 756295628.167 1 756295628.167 196.723 .005
Perlakuan 88281704.167 1 88281704.167 22.963 .041
Replikasi 1203586.333 2 601793.167 .157 .865
Error 7688940.333 2 3844470.167
Total 853469859.000 6
Corrected Total 97174230.833 5
a R Squared = .921 (Adjusted R Squared = .802)

221
Univariate Analysis of Variance
Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOE
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 10356.0000 . 1
2 9184.0000 . 1
II
3 9830.0000 . 1
Total 9790.0000 587.02300 3
1 8180.0000 . 1
2 8171.0000 . 1
III
3 8788.0000 . 1
Total 8379.6667 353.65567 3
1 9268.0000 1538.66436 2
2 8677.5000 716.29917 2
Total
3 9309.0000 736.80527 2
Total 9084.8333 885.76485 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOE
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 3483002.500(a) 3 1161000.833 5.279 .163
Intercept 495205180.167 1 495205180.167 2251.473 .000
Perlakuan 2983560.167 1 2983560.167 13.565 .066
Replikasi 499442.333 2 249721.167 1.135 .468
Error 439894.333 2 219947.167
Total 499128077.000 6
Corrected Total 3922896.833 5
a R Squared = .888 (Adjusted R Squared = .720)

222
Univariate Analysis of Variance
Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOE
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 10356.0000 . 1
2 9184.0000 . 1
II
3 9830.0000 . 1
Total 9790.0000 587.02300 3
1 8467.0000 . 1
2 6579.0000 . 1
IV
3 7128.0000 . 1
Total 7391.3333 971.15618 3
1 9411.5000 1335.72471 2
2 7881.5000 1842.01316 2
Total
3 8479.0000 1910.60252 2
Total 8590.6667 1497.05600 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOE
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 11008711.000(a) 3 3669570.333 37.222 .026
Intercept 442797322.667 1 442797322.667 4491.475 .000
Perlakuan 8630402.667 1 8630402.667 87.542 .011
Replikasi 2378308.333 2 1189154.167 12.062 .077
Error 197172.333 2 98586.167
Total 454003206.000 6
Corrected Total 11205883.333 5
a R Squared = .982 (Adjusted R Squared = .956)

223
Univariate Analysis of Variance
Descriptive Statistics
Dependent Variable: MOE
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 8180.0000 . 1
2 8171.0000 . 1
III
3 8788.0000 . 1
Total 8379.6667 353.65567 3
1 8467.0000 . 1
2 6579.0000 . 1
IV
3 7128.0000 . 1
Total 7391.3333 971.15618 3
1 8323.5000 202.93965 2
2 7375.0000 1125.71400 2
Total
3 7958.0000 1173.79726 2
Total 7885.5000 848.72110 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: MOE
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 2380625.167(a) 3 793541.722 1.300 .463
Intercept 373086661.500 1 373086661.500 611.110 .002
Perlakuan 1465204.167 1 1465204.167 2.400 .261
Replikasi 915421.000 2 457710.500 .750 .572
Error 1221012.333 2 610506.167
Total 376688299.000 6
Corrected Total 3601637.500 5
a R Squared = .661 (Adjusted R Squared = .152)

224
Univariate Analysis of Variance
Descriptive Statistics
Dependent Variable: Kuat Tarik
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 .4400 . 1
2 .4100 . 1
I
3 .4700 . 1
Total .4400 .03000 3
1 1.2100 . 1
2 1.5000 . 1
II
3 1.6300 . 1
Total 1.4467 .21502 3
1 1.5000 . 1
2 1.8300 . 1
III
3 .9200 . 1
Total 1.4167 .46069 3
1 1.2800 . 1
2 1.3800 . 1
IV
3 1.2500 . 1
Total 1.3033 .06807 3
1 1.1075 .46184 4
2 1.2800 .61041 4
Total
3 1.0675 .49277 4
Total 1.1517 .48506 12

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Kuat Tarik
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 2.162(a) 5 .432 6.091 .024

225
Intercept 15.916 1 15.916 224.178 .000
Perlakuan 2.060 3 .687 9.673 .010
Replikasi .102 2 .051 .718 .525
Error .426 6 .071
Total 18.504 12
Corrected Total 2.588 11
a R Squared = .835 (Adjusted R Squared = .698)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: Kuat Tarik
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 .4400 . 1
2 .4100 . 1
I
3 .4700 . 1
Total .4400 .03000 3
1 1.2100 . 1
2 1.5000 . 1
II
3 1.6300 . 1
Total 1.4467 .21502 3
1 .8250 .54447 2
2 .9550 .77075 2
Total
3 1.0500 .82024 2
Total .9433 .56821 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Kuat Tarik
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1.571(a) 3 .524 24.227 .040
Intercept 5.339 1 5.339 246.998 .004
Perlakuan 1.520 1 1.520 70.319 .014
Replikasi .051 2 .026 1.180 .459

226
Error .043 2 .022
Total 6.954 6
Corrected Total 1.614 5
a R Squared = .973 (Adjusted R Squared = .933)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: Kuat Tarik
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 .4400 . 1
2 .4100 . 1
I
3 .4700 . 1
Total .4400 .03000 3
1 1.5000 . 1
2 1.8300 . 1
III
3 .9200 . 1
Total 1.4167 .46069 3
1 .9700 .74953 2
2 1.1200 1.00409 2
Total
3 .6950 .31820 2
Total .9283 .60944 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Kuat Tarik
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1.617(a) 3 .539 4.483 .188
Intercept 5.171 1 5.171 43.012 .022
Perlakuan 1.431 1 1.431 11.902 .075

227
Replikasi .186 2 .093 .773 .564
Error .240 2 .120
Total 7.028 6
Corrected Total 1.857 5
a R Squared = .871 (Adjusted R Squared = .676)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: Kuat Tarik
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 .4400 . 1
2 .4100 . 1
I
3 .4700 . 1
Total .4400 .03000 3
1 1.2800 . 1
2 1.3800 . 1
IV
3 1.2500 . 1
Total 1.3033 .06807 3
1 .8600 .59397 2
2 .8950 .68589 2
Total
3 .8600 .55154 2
Total .8717 .47520 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Kuat Tarik
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1.120(a) 3 .373 79.127 .013
Intercept 4.559 1 4.559 966.534 .001

228
Perlakuan 1.118 1 1.118 237.035 .004
Replikasi .002 2 .001 .173 .852
Error .009 2 .005
Total 5.688 6
Corrected Total 1.129 5
a R Squared = .992 (Adjusted R Squared = .979)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: Kuat Tarik
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 1.2100 . 1
2 1.5000 . 1
II
3 1.6300 . 1
Total 1.4467 .21502 3
1 1.5000 . 1
2 1.8300 . 1
III
3 .9200 . 1
Total 1.4167 .46069 3
1 1.3550 .20506 2
2 1.6650 .23335 2
Total
3 1.2750 .50205 2
Total 1.4317 .32196 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Kuat Tarik
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .171(a) 3 .057 .329 .810

229
Intercept 12.298 1 12.298 70.841 .014
Perlakuan .001 1 .001 .008 .938
Replikasi .170 2 .085 .489 .672
Error .347 2 .174
Total 12.816 6
Corrected Total .518 5
a R Squared = .330 (Adjusted R Squared = -.675)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: Kuat Tarik
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 1.2100 . 1
2 1.5000 . 1
II
3 1.6300 . 1
Total 1.4467 .21502 3
1 1.2800 . 1
2 1.3800 . 1
IV
3 1.2500 . 1
Total 1.3033 .06807 3
1 1.2450 .04950 2
2 1.4400 .08485 2
Total
3 1.4400 .26870 2
Total 1.3750 .16282 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Kuat Tarik

230
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .082(a) 3 .027 1.065 .518
Intercept 11.344 1 11.344 444.562 .002
Perlakuan .031 1 .031 1.208 .386
Replikasi .051 2 .025 .993 .502
Error .051 2 .026
Total 11.476 6
Corrected Total .133 5
a R Squared = .615 (Adjusted R Squared = .037)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: Kuat Tarik
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 1.5000 . 1
2 1.8300 . 1
III
3 .9200 . 1
Total 1.4167 .46069 3
1 1.2800 . 1
2 1.3800 . 1
IV
3 1.2500 . 1
Total 1.3033 .06807 3
1 1.3900 .15556 2
2 1.6050 .31820 2
Total
3 1.0850 .23335 2
Total 1.3600 .30100 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Kuat Tarik
231
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .292(a) 3 .097 1.213 .482
Intercept 11.098 1 11.098 138.173 .007
Perlakuan .019 1 .019 .240 .673
Replikasi .273 2 .137 1.700 .370
Error .161 2 .080
Total 11.551 6
Corrected Total .453 5
a R Squared = .645 (Adjusted R Squared = .114)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: Kuat Geser
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 3.9900 . 1
2 3.3400 . 1
I
3 2.8700 . 1
Total 3.4000 .56241 3
1 4.9800 . 1
2 4.0600 . 1
II
3 4.6300 . 1
Total 4.5567 .46436 3
1 1.7600 . 1
2 2.0800 . 1
III
3 3.1700 . 1
Total 2.3367 .73921 3
IV 1 1.7100 . 1
2 2.7400 . 1

232
3 3.4400 . 1
Total 2.6300 .87023 3
1 3.1100 1.63847 4
2 3.0550 .84481 4
Total
3 3.5275 .77099 4
Total 3.2308 1.06653 12

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Kuat Geser
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 9.375(a) 5 1.875 3.586 .076
Intercept 125.259 1 125.259 239.562 .000
Perlakuan 8.841 3 2.947 3.636 .055
Replikasi .534 2 .267 .511 .624
Error 3.137 6 .523
Total 137.772 12
Corrected Total 12.512 11
a R Squared = .749 (Adjusted R Squared = .540)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: Kuat Geser
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 3.9900 . 1
2 3.3400 . 1
I
3 2.8700 . 1
Total 3.4000 .56241 3
1 4.9800 . 1
2 4.0600 . 1
II
3 4.6300 . 1
Total 4.5567 .46436 3
Total 1 4.4850 .70004 2
2 3.7000 .50912 2

233
3 3.7500 1.24451 2
Total 3.9783 .78367 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Kuat Geser
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 2.779(a) 3 .926 6.362 .139
Intercept 94.963 1 94.963 652.142 .002
Perlakuan 2.007 1 2.007 13.782 .066
Replikasi .773 2 .386 2.653 .274
Error .291 2 .146
Total 98.034 6
Corrected Total 3.071 5
a R Squared = .905 (Adjusted R Squared = .763)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: Kuat Geser
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 3.9900 . 1
2 3.3400 . 1
I
3 2.8700 . 1
Total 3.4000 .56241 3
1 1.7600 . 1
2 2.0800 . 1
III
3 3.1700 . 1
Total 2.3367 .73921 3
Total 1 2.8750 1.57685 2

234
2 2.7100 .89095 2
3 3.0200 .21213 2
Total 2.8683 .82722 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Kuat Geser
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1.792(a) 3 .597 .733 .621
Intercept 49.364 1 49.364 60.598 .016
Perlakuan 1.696 1 1.696 2.082 .286
Replikasi .096 2 .048 .059 .944
Error 1.629 2 .815
Total 52.786 6
Corrected Total 3.421 5
a R Squared = .524 (Adjusted R Squared = -.190)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: Kuat Geser
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 3.9900 . 1
2 3.3400 . 1
I
3 2.8700 . 1
Total 3.4000 .56241 3
1 1.7100 . 1
2 2.7400 . 1
IV
3 3.4400 . 1
Total 2.6300 .87023 3

235
1 2.8500 1.61220 2
2 3.0400 .42426 2
Total
3 3.1550 .40305 2
Total 3.0150 .77930 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Kuat Geser
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .984(a) 3 .328 .320 .815
Intercept 54.541 1 54.541 53.151 .018
Perlakuan .889 1 .889 .867 .450
Replikasi .095 2 .047 .046 .956
Error 2.052 2 1.026
Total 57.578 6
Corrected Total 3.037 5
a R Squared = .324 (Adjusted R Squared = -.690)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: Kuat Geser
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 4.9800 . 1
2 4.0600 . 1
II
3 4.6300 . 1
Total 4.5567 .46436 3
III 1 1.7600 . 1
2 2.0800 . 1

236
3 3.1700 . 1
Total 2.3367 .73921 3
1 3.3700 2.27688 2
2 3.0700 1.40007 2
Total
3 3.9000 1.03238 2
Total 3.4467 1.33542 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Kuat Geser
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 8.099(a) 3 2.700 6.604 .134
Intercept 71.277 1 71.277 174.357 .006
Perlakuan 7.393 1 7.393 18.084 .051
Replikasi .707 2 .353 .864 .536
Error .818 2 .409
Total 80.194 6
Corrected Total 8.917 5
a R Squared = .908 (Adjusted R Squared = .771)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: Kuat Geser
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 4.9800 . 1
2 4.0600 . 1
II
3 4.6300 . 1
Total 4.5567 .46436 3
IV 1 1.7100 . 1

237
2 2.7400 . 1
3 3.4400 . 1
Total 2.6300 .87023 3
1 3.3450 2.31224 2
2 3.4000 .93338 2
Total
3 4.0350 .84146 2
Total 3.5933 1.22588 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Kuat Geser
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 6.156(a) 3 2.052 3.023 .258
Intercept 77.472 1 77.472 114.128 .009
Perlakuan 5.568 1 5.568 8.203 .103
Replikasi .588 2 .294 .433 .698
Error 1.358 2 .679
Total 84.986 6
Corrected Total 7.514 5
a R Squared = .819 (Adjusted R Squared = .548)

Univariate Analysis of Variance


Descriptive Statistics
Dependent Variable: Kuat Geser
Perlakuan Replikasi Mean Std. Deviation N
1 1.7600 . 1
2 2.0800 . 1
III
3 3.1700 . 1
Total 2.3367 .73921 3

238
1 1.7100 . 1
2 2.7400 . 1
IV
3 3.4400 . 1
Total 2.6300 .87023 3
1 1.7350 .03536 2
2 2.4100 .46669 2
Total
3 3.3050 .19092 2
Total 2.4833 .73980 6

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Kuat Geser
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 2.610(a) 3 .870 13.763 .068
Intercept 37.002 1 37.002 585.315 .002
Perlakuan .129 1 .129 2.042 .289
Replikasi 2.481 2 1.241 19.623 .048
Error .126 2 .063
Total 39.738 6
Corrected Total 2.737 5
a R Squared = .954 (Adjusted R Squared = .884)

Lampiran 17

239
Gambar Pola kerusakan pengujian lentur papan laminasi

Lampiran 18

240
Gambar Pola kerusakan pengujian lentur sampel papan laminasi

Gambar Pola kerusakan pada pengujian geser // garis perekatan

Lampiran 18a

241
Gambar Pola kerusakan tarik tegak lurus bidang rekat

242

Anda mungkin juga menyukai