Anda di halaman 1dari 163

`

SKRIPSI

ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN DENGAN


METODE HIDROGRAF SATUAN SINTETIS (HSS)
NAKAYASU DAN UPAYA PENGENDALIANNYA
DI SUNGAI AIR BENGKULU BAGIAN HULU

Disusun Oleh :

REFANI MUTIARA SARI


G1B018071

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BENGKULU
2022
SKRIPSI

ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN DENGAN


METODE HIDROGRAF SATUAN SINTETIS (HSS)
NAKAYASU DAN UPAYA PENGENDALIANNYA
DI SUNGAI AIR BENGKULU BAGIAN HULU

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan Pendidikan


Tingkat Sarjana (S-1) pada Program Studi Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Bengkulu

Disusun Oleh :

REFANI MUTIARA SARI


G1B018071

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BENGKULU
2022
`

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN DENGAN


METODE HIDROGRAF SATUAN SINTETIS (HSS)
NAKAYASU DAN UPAYA PENGENDALIANNYA
DI SUNGAI AIR BENGKULU BAGIAN HULU

Oleh :
REFANI MUTIARA SARI
G1B018071
Telah Diseminarkan Dan Dipertahankan Di Hadapan Tim Penguji Pada
Hari Jumat Tanggal 25 November 2022 Di Ruang 2.17 Dekanat Fakultas
Teknik Universitas Bengkulu

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Utama Dosen Pembimbing Pendamping

Ir. Besperi, S.T., M.T. Fepy Supriani, S.T., M.T.


NIP. 19690417 200012 1 003 NIP. 19740209 199903 2 001

Dosen Penguji 1 Dosen Penguji 202

Dr. Ir. Khairul Amri, S.T., M.T., Ir. Lindung Zalbuin Mase, S.T.,
IPM., ASEAN Eng. M.Eng., Ph.D., IPM., ASEAN Eng.
NIP 19720212 199802 1 002 NIP. 19880413 201504 1 001
200501 1 003

Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknik Universitas Bengkulu

Ir. Faisal Hadi, S.T., M.T.


NIP. 19770713 200212 1 005

ii
`

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:

ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN DENGAN


METODE HIDROGRAF SATUAN SINTETIS (HSS)
NAKAYASU DAN UPAYA PENGENDALIANNYA
DI SUNGAI AIR BENGKULU BAGIAN HULU
yang dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Bengkulu, sejauh yang
saya ketahui bukan merupakan tiruan atau diduplikasi dari skripsi yang sudah
dipublikasikan atau pernah dipakai untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di
lingkungan Universitas Bengkulu maupun perguruan tinggi atau instansi manapun,
kecuali bagian yang sumber informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya.

Bengkulu, 25 November 2022


Yang membuat pernyataan

Refani Mutiara Sari


NPM. G1B018071

iii
`

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto
➢ Lakukanlah sesuatu dengan berani, maka kamu tak akan menyesalinya (Elon Musk)
➢ Seekor burung yang duduk di atas pohon tidak pernah takut rantingnya patah,
bukan karena kepercayaannya pada ranting tersebut, tetapi pada sayapnya
sendiri (Denzel Washington)
➢ As you grow older, yo will discover that you have two hands, one for helping
yourself, the other for helping others (Audrey Hepburn)

Persembahan.
➢ Agama Islam, Bangsa, dan Negara Indonesia serta almamater Universitas
Bengkulu.
➢ Kedua orang tua dan adik yang sangat kusayangi dan kucintai yang telah
mendukung keberhasilanku yang selalu memberikan perhatian dan kasih
sayang yang selalu mengiringi langkahku dengan do’a dan usaha yang penuh
kesabaran, keikhlasan dan ketulusan demi keberhasilanku.
➢ Sahabat ku Aci dan Bintang yang banyak memberikan saran dan tempat ku
berkeluh kesah. Terimakasih atas persahabatan yang terjalin selama ini
➢ Sahabat ku Nyak, Sherly, Uswah, Yaya, Inko, Rio, Dayu, dan Daffi terimakasih
atas kesabaran, kebaikan, perhatian serta kasih sayangnya. Terimakasih telah
menjadi yang terdepan saat ku kesusahan. Nice to meet u n see u on the top.
➢ Tim yang membantu penyusunan skripsi untuk Ary, Bang Agung, Salsa, Tian,
Terimakasih telah banyak membantu dan berjuang untuk menyelesaikan
perskripsian ini.
➢ Terimakasih untuk orang-orang baik yang telah hadir di perjalanan
perkuliahan, terimakasih atas kebaikan, perhatian dan pelajaran hidup yang
kalian berikan. Nice to meet u.
➢ Rekan-rekan seperjuangan Teknik Sipil 2018 (Percent) dan HMTS.

iv
`

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Segala Puji bagi Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan, atas kesehatan
serta kelancaran hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
”Analisis Debit Banjir Rancangan dengan Metode Hidrograf Satuan Sintetis
(HSS) Nakayasu dan Upaya Pengendaliannya di Sungai Air Bengkulu Bagian
Hulu”. Skripsi ini dikerjakan sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana pada
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Bengkulu.
Penulisan skripsi ini melibatkan banyak pihak, oleh karena itu penulis ucapkan
terimakasih kepada :
1. Ir. Faisal Hadi, S.T., M.T., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Bengkulu.
2. Ir. Mukhlis Islam, S.T., M.T., selaku Koordinator Program Studi Teknik Sipil
Universitas Bengkulu.
3. Ir. Besperi, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah banyak
memberikan saran, arahan, motivasi, dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Fepy Supriani, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang
telah banyak memberikan saran, arahan, motivasi, dan bimbingan dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Ir. Ade Sri Wahyuni, S.T., M.Eng., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah memberikan bimbingan dalam proses perkuliahan.
6. Dr. Ir. Khairul Amri, S.T., M.T., IPM., ASEAN Eng., selaku Dosen Penguji 1
skripsi yang telah memberikan banyak masukan serta ilmu kepada penyusun.
7. Ir. Lindung Zalbuin Mase, S.T., M.Eng., Ph.D., IPM., ASEAN Eng., selaku
Koordinator Skripsi dan Dosen Penguji 2 skripsi yang telah memberikan
banyak ilmu dan sarannya kepada penyusun.
8. Ayah dan Ibu serta keluarga tercinta yang telah membantu baik doa bahkan
menjadi penyemangat untuk menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini.

v
`

9. Teman-teman Percent Angkatan 2018 yang banyak memberikan pengalaman


serta kenangan yang tidak akan dilupakan.
Kritik dan saran pembaca sangat diharapkan untuk menjadi dorongan dan
motivasi bagi penulis, juga untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum wr.wb

Bengkulu, 25 November 2022

Penulis

vi
`

DAFTAR ISI

SKRIPSI .................................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................................. iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR PERSAMAAN................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi
DAFTAR ISTILAH .......................................................................................... xvii
DAFTAR NOTASI ........................................................................................... xviii
ABSTRAK .......................................................................................................... xix
ABSTRACT ......................................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................I-1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... I-1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... I-2
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................... I-3
1.4 Manfaat Penelitian..................................................................................... I-3
1.5 Batasan Masalah ........................................................................................ I-3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... II-1
2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) .................................................................. II-1
2.2 Hidrologi ................................................................................................. II-3
2.3 Siklus Hidrologi ...................................................................................... II-3
2.4 Sungai ...................................................................................................... II-3
2.5 Banjir ....................................................................................................... II-5
2.5.1 Jenis Banjir ....................................................................................... II-5
2.5.2 Penyebab Banjir ................................................................................ II-6
2.6 Pengendalian Banjir ................................................................................ II-7
2.6.1 Pengendalian Secara Struktur ........................................................... II-7
2.6.2 Pengendalian Secara Non Struktur ................................................. II-11

vii
`

2.7 Analisis Hidrologi ................................................................................. II-12


2.7.1 Analisis Debit Sungai ..................................................................... II-12
2.7.2 Analisis Curah Hujan Kawasan ...................................................... II-12
2.7.3 Pengukuran Dispersi ....................................................................... II-16
2.7.4 Analisis Frekuensi Curah Hujan ..................................................... II-17
2.7.5 Uji Kecocokan Sebaran .................................................................. II-19
2.7.6 Analisis Intensitas Curah Hujan ..................................................... II-21
2.7.7 Koefisien Pengaliran ....................................................................... II-22
2.7.8 HSS Nakayasu ................................................................................ II-23
2.7.9 Aliran Dasar (Base Flow) ............................................................... II-24
2.8 Analisis Hidraulika ................................................................................ II-27
2.9 HEC - RAS ............................................................................................. II-28
2.10 Geo – Slope ............................................................................................ II-29
2.11 Stabilitas Tanggul .................................................................................. II-31
2.11.1 Stabilitas Terhadap Guling ............................................................. II-31
2.11.2 Stabilitas Daya Dukung .................................................................. II-31
2.11.3 Perkuatan Tanggul .......................................................................... II-32
2.12 Penelitian Terdahulu ............................................................................. II-33
BAB III METODELOGI PENELITIAN ...................................................... III-1
3.1 Lokasi Penelitian .................................................................................... III-1
3.2 Metode Penelitian ................................................................................... III-1
3.2.1 Pengumpulan Data ........................................................................... III-2
3.2.2 Alat Penelitian.................................................................................. III-3
3.3 Pelaksanaan Penelitian ........................................................................... III-3
3.3.1 Pengumpulan Data Primer Penampang Sungai ............................... III-3
3.3.2 Analisis Hidrologi dan Debit Banjir Rancangan ............................. III-5
3.4 Penginputan Data ke Software HEC – RAS ........................................... III-6
3.5 Upaya Pengendalian Debit Banjir Rancangan ....................................... III-8
3.6 Analisis Pengerukan Sungai dan Tanggul .............................................. III-9
3.7 Penginputan Data ke Software Geo – Slope ......................................... III-10
3.8 Bagan Alir Penelitian ........................................................................... III-12
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ...................................... IV-1

viii
`

4.1 Gambaran Umum Keadaaan Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu .......... IV-1
4.2 Analisis Geometri Sungai di Lapangan .................................................. IV-2
4.3 Analisis Data Curah Hujan ...................................................................... IV-4
4.3.1 Curah Hujan Kawasan Rata-Rata Metode Polygon Thiessen .......... IV-6
4.3.2 Analisis Curah Hujan Maksimum Rata-Rata Kawasan ................... IV-7
4.3.3 Analisis Curah Hujan Maksimum Rata-Rata Partial Series ........... IV-9
4.4 Analisis Frekuensi Curah Hujan Rencana ............................................ IV-10
4.4.1 Perhitungan Dispersi ...................................................................... IV-10
4.4.2 Analisis Jenis Distribusi................................................................. IV-13
4.4.3 Uji Kecocokan Sebaran ................................................................. IV-16
4.5 Perhitungan Intensitas Curah Hujan dan Curah Hujan Efektif ............ IV-19
4.6 Analisis Debit Banjir Rancangan ......................................................... IV-22
4.6.1 Debit Aliran Dasar (Base Flow) .................................................... IV-22
4.6.2 Analisis Debit Banjir Rancangan HSS Nakayasu.......................... IV-23
4.7 Hasil Analisis Debit Banjir dengan Software HEC – RAS ................... IV-31
4.8 Upaya Pengendalian Banjir .................................................................. IV-38
4.9 Stabilitas Tanggul pada Geo – Slope.................................................... IV-48
4.9.1 Stabilitas Guling ............................................................................ IV-53
4.9.2 Stabilitas Daya Dukung ................................................................. IV-59
4.10 Keadaan Penampang Pada Q25 Dan Q50 ............................................... IV-60
4.11 Validasi Debit Banjir ............................................................................ IV-62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ V-1
5.1 Kesimpulan.............................................................................................. V-1
5.2 Saran ........................................................................................................ V-2
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
`

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 DAS Bentuk Bulu Burung .............................................................. II-1


Gambar 2.2 Bentuk DAS Radial ......................................................................... II-2
Gambar 2.3 Bentuk DAS Paralel ........................................................................ II-2
Gambar 2.4 Pola Alur Sungai ............................................................................. II-4
Gambar 2.5 Pengerukan Sungai .......................................................................... II-8
Gambar 2.6 Tanggul Sungai ............................................................................. II-10
Gambar 2.7 Penginputan Ordinat Pos Hujan .................................................... II-13
Gambar 2.8 Penginputan Ordinat Pos Hujan .................................................... II-14
Gambar 2.9 Pembentukan Polygon Thiessen.................................................... II-14
Gambar 2.10 Penginputan Ordinat Pos Hujan .................................................. II-15
Gambar 2.11 Pembentukan Kurva Isohyet ....................................................... II-16
Gambar 2.12 HSS Nakayasu ............................................................................. II-24
Gambar 2.13 Pemisahan Aliran Dasar dengan Aliran Langsung ..................... II-26
Gambar 2.14 Bronjong ...................................................................................... II-33
Gambar 3.1 Lokasi Penelitian Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu .................... III-1
Gambar 3.2 Tampilan Input Geometri Sungai .................................................... III-6
Gambar 3.3 Tampilan Input Debit Banjir Rancangan ......................................... III-7
Gambar 3.4 Tampilan Unsteady Flow Analysis ................................................. III-7
Gambar 3.5 Tampilan Lembar Kerja Geo – Slope .......................................... III-10
Gambar 3.6 Tampilan Grid, Skala dan Satuan ................................................. III-10
Gambar 3.7 Tampilan Sketsa Tanggul ............................................................. III-11
Gambar 3.8 Tampilan Penginputan Data Material Tanggul ............................ III-11
Gambar 3.9 Tampilan Analisis Data ................................................................ III-11
Gambar 3.10 Diagram Bagan Alur Penelitian ................................................. III-12
Gambar 4.1 Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu................................................. IV-1
Gambar 4.2 Koordinat Pos Hujan dan Peta Kecamatan .................................... IV-6
Gambar 4.3 Pembuatan Polygon Thiessen......................................................... IV-6
Gambar 4.4 Polygon Thiessen Sub DAS Rindu Hati ........................................ IV-7
Gambar 4.5 Grafik Curah Hujan Maksimum 3 Pos Hujan ................................ IV-8
Gambar 4.6 Kurva IDF Intensitas Curah Hujan............................................... IV-21
Gambar 4.7 Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu ............................................ IV-27

x
`

Gambar 4.8 Hidrograf Banjir Rancangan HSS Nakayasu ............................... IV-30


Gambar 4.9 Alur Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu ...................................... IV-31
Gambar 4.10 Penampang Sungai STA 0 ......................................................... IV-39
Gambar 4.11 Tanggul Sungai STA 0 ............................................................... IV-40
Gambar 4.12 Penampang Sungai STA 3200 ................................................... IV-41
Gambar 4.13 Tanggul Sungai STA 3200 ......................................................... IV-41
Gambar 4.14 Penampang Sungai STA 4900 ................................................... IV-42
Gambar 4.15 Tanggul Sungai STA 4900 ......................................................... IV-42
Gambar 4.16 Penampang Sungai STA 7100 ................................................... IV-43
Gambar 4.17 Tanggul Sungai STA 7100 ......................................................... IV-43
Gambar 4.18 Potongan Melintang Tanggul Sungai STA 0 ............................. IV-49
Gambar 4.19 Tanggul Kondisi Setelah Konstruksi ......................................... IV-50
Gambar 4.20 Tanggul Kondisi Banjir .............................................................. IV-50
Gambar 4.21 Potongan Melintang Tanggul Sungai STA 3200 ....................... IV-51
Gambar 4.22 Tanggul 2 m Kondisi Setelah Konstruksi .................................. IV-51
Gambar 4.23 Tanggul 2 m Kondisi Banjir ....................................................... IV-52
Gambar 4.24 Berat Sendiri Bronjong Tanggul 3 m ......................................... IV-53
Gambar 4.25 Berat Sendiri Bronjong Tanggul 3 m ......................................... IV-53
Gambar 4.26 Momen Pada Tanggul 3 m ......................................................... IV-56
Gambar 4.27 Momen Pada Tanggul 2 m ......................................................... IV-58
Gambar 4.28 Penampang Q25 Dan Q50 ............................................................. IV-61
Gambar 4.29 Penampang Q25 Dan Q50 ............................................................. IV-61
Gambar 4.30 Muka Air Banjir ......................................................................... IV-63

xi
`

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tinggi Jagaan Tanggul Berdasarkan Debit Banjir Rancangan ........... II-9
Tabel 2.2 Lebar Puncak Tanggul Berdasarkan Debit Banjir Rancangan............ II-9
Tabel 2.3 Parameter Penentuan Syarat Distribusi ............................................. II-19
Tabel 2.4 Kesetimbangan Gaya Berbagai Metode ............................................ II-30
Tabel 2.5 Gaya Antar Irisan .............................................................................. II-31
Tabel 2.6 Ukuran Kawat Bronjong ................................................................... II-33
Tabel 2.7 Penelitian Terdahulu ......................................................................... II-33
Tabel 3.1 Data Sekunder Penelitian .................................................................... III-2
Tabel 4.1 Kondisi Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu ....................................... IV-2
Tabel 4.2 Ketentuan Pengukuran Kecepatan Aliran .......................................... IV-2
Tabel 4.3 Rekapitulasi Total Debit Sungai di Lapangan ................................... IV-3
Tabel 4.4 Data Curah Hujan Maksimum Kabupaten Bengkulu Tengah ........... IV-5
Tabel 4.5 Urutan Data Curah Hujan Maksimum Terkecil ke Terbesar ............. IV-5
Tabel 4.6 Luasan Polygon Thiessen ................................................................... IV-7
Tabel 4.7 Data Curah Hujan Maksimum Tiga Pos Hujan ................................. IV-8
Tabel 4.8 Perhitungan Curah Hujan Maksimum Rata-Rata Polygon Thiessen . IV-9
Tabel 4.9 Rekapitulasi Curah Hujan Maksimum Tahunan Polygon Thiessen .. IV-9
Tabel 4.10 Pengurutan Data Curah Hujan dari Kecil ke Besar........................ IV-10
Tabel 4.11 Perhitungan Parameter Statistik ..................................................... IV-11
Tabel 4.12 Perhitungan Parameter Logaritmik ................................................ IV-12
Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Dispersi ............................................................ IV-13
Tabel 4.14 Distribusi Sebaran Metode Gumbel Tipe I .................................... IV-14
Tabel 4.15 Distribusi Sebaran Metode Log Normal ........................................ IV-14
Tabel 4.16 Distribusi Sebaran Metode Log Person Tipe III ............................ IV-15
Tabel 4.17 Syarat Penentuan Jenis Sebaran ..................................................... IV-16
Tabel 4.18 Rekapitulasi Curah Hujan Rencana ............................................... IV-16
Tabel 4.19 Rekapitulasi Uji Chi-Kuadrat ........................................................ IV-18
Tabel 4.20 Rekapitulasi Uji Smirnov Kolmogorov ......................................... IV-19
Tabel 4.21 Rekapitulasi Hasil Intensitas Curah Hujan .................................... IV-20
Tabel 4.22 Curah Hujan Efektif ....................................................................... IV-22
Tabel 4.23 Rekapitulasi Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu ......................... IV-26

xii
`

Tabel 4.24 Debit Banjir Rancangan Periode Ulang 2 Tahun ........................... IV-28
Tabel 4.25 Rekapitulasi Hidrograf Banjir Rancangan HSS Nakayasu ............ IV-29
Tabel 4.26 Penampang Melintang Sungai pada Periode Ulang 25 Tahun ....... IV-31
Tabel 4.27 Hasil Upaya Pengendalian Banjir .................................................. IV-44
Tabel 4.28 Data Lapisan Tanah ....................................................................... IV-49
Tabel 4.29 Safety Factor Tanggul .................................................................... IV-52
Tabel 4.30 Berat Sendiri Bronjong Tanggul 3 m ............................................. IV-54
Tabel 4.31 Berat Sendiri Bronjong 2 m ........................................................... IV-56
Tabel 4.32 Debit Banjir Rancangan Berdasarkan Data Sekunder ................... IV-62
Tabel 4.33 Debit Banjir Rancangan Berdasarkan Periode Ulang .................... IV-62

xiii
`

DAFTAR PERSAMAAN

Persamaan 2.1 Debit Sungai ..............................................................................II-14


Persamaan 2.2 Curah Hujan Kawasan Arithmetic Average ...............................II-15
Persamaan 2.3 Curah Hujan Kawasan Polygon Thiessen ..................................II-16
Persamaan 2.4 Curah Hujan Kawasan Isohyet ...................................................II-17
Persamaan 2.5 Nilai Rata-Rata Varian...............................................................II-17
Persamaan 2.6 Standar Deviasi ..........................................................................II-18
Persamaan 2.7 Koefisien Kemencengan ............................................................II-18
Persamaan 2.8 Koefisien Kurtosis .....................................................................II-18
Persamaan 2.9 Koefisien Variasi .......................................................................II-18
Persamaan 2.10 Distribusi Gumbel Tipe I .........................................................II-18
Persamaan 2.11 Distribusi Log Normal .............................................................II-19
Persamaan 2.12 Nilai Rata-Rata Logaritmik Distribusi Log Person III ............II-19
Persamaan 2.13 Standar Deviasi Distribusi Log Person III ...............................II-20
Persamaan 2.14 Koefisien Kemencengan Distribusi Log Person III .................II-20
Persamaan 2.15 Nilai Rata-Rata Logaritmik Distribusi Log Person III ............II-20
Persamaan 2.16 Penentuan Jumlah Kelas ..........................................................II-21
Persamaan 2.17 Penentuan Derajat Kebebasan .................................................II-21
Persamaan 2.18 Penentuan Banyak Frekuensi Harapan ....................................II-21
Persamaan 2.19 Penentuan Batas Interval Kelas ...............................................II-21
Persamaan 2.20 Penentuan Nilai Awal Kelas ....................................................II-21
Persamaan 2.21 Penentuan Nilai Chi-Kuadrat ..................................................II-21
Persamaan 2.22 Uji Smirnov Kolmogorof..........................................................II-22
Persamaan 2.23 Intensitas Hujan Manonobe .....................................................II-23
Persamaan 2.24 Debit Puncak HSS Nakayasu ...................................................II-24
Persamaan 2.25 Debit Pada Kurva Naik (0 < t ≤ Tp) .........................................II-25
Persamaan 2.26 Debit Pada Kurva Turun (Tp ≤ t ≤ Tp + T0,3) ............................II-25
Persamaan 2.27 Debit Pada Kurva Turun (Tp + T0,3 ≤ t ≤ TP + T0,3 + 1,5 T0,3) ..II-25
Persamaan 2.28 Debit Pada Kurva Turun (t > Tp + T0,3 + 1,5T0,3) .....................II-25
Persamaan 2.29 Debit Aliran Dasar ...................................................................II-27
Persamaan 2.30 Luas Penampang Basah ...........................................................II-27
Persamaan 2.31 Keliling Basah Suatu Penampang ............................................II-28

xiv
`

Persamaan 2.32 Jari-Jari Hidrolis ......................................................................II-27


Persamaan 2.33 Kemiringan Talud ....................................................................II-28
Persamaan 2.34 Kemiringan Sungai ..................................................................II-28
Persamaan 2.35 Kecepatan Aliran .....................................................................II-28
Persamaan 2.36 Stabilitaas Guling.....................................................................II-31
Persamaan 2.37 Kapasitas Daya Dukung Ultimit ..............................................II-32

xv
`

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Geometri Sungai STA 0 .............................................................. 1


Lampiran 2 Data Geometri Sungai STA 1800 ........................................................ 1
Lampiran 3 Data Geometri Sungai STA 3200 ........................................................ 2
Lampiran 4 Data Geometri Sungai STA 4000 ........................................................ 2
Lampiran 5 Data Geometri Sungai STA 4900 ........................................................ 2
Lampiran 6 Data Geometri Sungai STA 5700 ........................................................ 3
Lampiran 7 Data Geometri Sungai STA 6800 ........................................................ 3
Lampiran 8 Data Geometri Sungai STA 7400 ........................................................ 3
Lampiran 9 Data Curah Hujan Maksimum Pos Hujan Taba Penanjung ................ 4
Lampiran 10 Data Curah Hujan Maksimum Pos Hujan Anak Dalam .................... 5
Lampiran 11 Data Curah Hujan Maksimum Pos Hujan Jayakarta ......................... 6
Lampiran 12 Nilai Reduced Mean (Yn) dan Reduced Standard Deviation (Sn) ...... 7
Lampiran 13 Nilai Reduced Variate (YT) ................................................................ 7
Lampiran 14 Nilai Frequency Factor (KT) ............................................................. 7
Lampiran 15 Nilai Frequency Factor (k) ................................................................ 8
Lampiran 16 Nilai Kritis Chi-Kuadrat.................................................................... 9
Lampiran 17 Nilai Wilayah di Batas Kurva Normal (P') ....................................... 9
Lampiran 18 Nilai Do Kritis .................................................................................. 10
Lampiran 19 Nilai Koefisien Pengaliran (C) ........................................................ 11
Lampiran 20 Peta DAS Air Bengkulu .................................................................. 11
Lampiran 21 Nilai Kekasaran Manning ................................................................ 12
Lampiran 22 Hidrograf Banjir HSS Nakayasu Periode Ulang 2 Tahun ............... 13
Lampiran 23 Hidrograf Banjir HSS Nakayasu Periode Ulang 5 Tahun ............... 14
Lampiran 24 Hidrograf Banjir HSS Nakayasu Periode Ulang 10 Tahun ............. 15
Lampiran 25 Hidrograf Banjir HSS Nakayasu Periode Ulang 25 Tahun ............. 16
Lampiran 26 Hidrograf Banjir HSS Nakayasu Periode Ulang 50 Tahun ............. 17
Lampiran 27 Hidrograf Banjir HSS Nakayasu Periode Ulang 100 Tahun ........... 18
Lampiran 28 Skema Alur Sungai di HEC – RAS ................................................. 19
Lampiran 29 Dokumentasi di Lapangan ............................................................... 20
Lampiran 30 Nilai Faktor Daya Dukung Terzaghi ............................................... 22
Lampiran 31 Faktor Gesekan Dinding fs .............................................................. 22
Lampiran 32 Koefisien Hidrograf (α) ................................................................... 22

xvi
`

DAFTAR ISTILAH

Hidrologi : Hidrologi yaitu sebuah kajian yang


membahas air dengan berbagai wujud yang
berada di atas tanah, di permukaan tanah, di
bawah permukaan tanah, di laut beserta
karakteristiknya.
Siklus Hidrologi : Siklus yang berjalan secara kontinu dari
peristiwa penguapan hingga turunnya hujan
lalu kembali lagi ke proses penguapan.
Daerah Aliran Sungai (DAS) : Daerah yang tersusun atas sungai utama dan
anak sungai yang merupakan wilayah
pengaliran air hingga menuju ke muara atau
tempat yang lebih rendah.
Hujan Rencana : Hujan yang diprediksi terjadi pada kala ulang
tertentu.
Kala Ulang : Probabilitas suatu kejadian yang nilainya
sama atau melampaui dalam suatu peristiwa
hidrologi.
Intensitas Curah Hujan : Kedalaman curah hujan yang jatuh pada
durasi tertentu.
Debit Banjir Rancangan : Debit yang diperkirakan terjadi pada kala
ulang tertentu.
Debit Puncak : Debit maksimum yang terjadi pada suatu kala
ulang tertentu saat tinggi muka air
maksimum.
Hidrograf : Hubungan antara debit terhadap waktu yang
digambarkan pada suatu kurva.
Hidrograf Satuan Sintentik : Hidrograf satuan yang diturunkan
berdasarkan parameter aliran sungai.
Aliran Dasar : Komponen penyusun suatu hidrograf yang
berasal dari air tanah yang merembes.

xvii
`

DAFTAR NOTASI

Q : Debit aliran (m3/s)


v : Kecepatan aliran (m2/s)
A : Luas penampang (m2)
𝑅̅ : Curah hujan kawasan (mm)
Sd : Standar deviasi
Cs : Koefisien kemencengan
Ck : Koefisien kurtosis
Cv : Koefisien variasi
Xi : Nilai varian ke i
𝑋̅ : Nilai rata-rata varian
XT : Nilai hujan rencana periode ulang T tahun (mm)
YT : Besar reduksi variasi pada periode ulang T
Yn : Besar rata-rata reduksi variasi yang sesuai ketersedian data
Sn : Standar deviasi dari reduksi variasi yang sesuai dengan ketersedian data
KT : Besar variabel pada periode ulang T tahun
̅̅̅̅̅̅̅̅
𝐿𝑜𝑔 𝑋 : Nilai rata-rata logaritmik
X2 : Nilai chi-square
Ei : Jumlah nilai teoritis pada kelompok i
Oi : Jumlah nilai pengamatan pada kelompok i
I : Nilai intensitas curah hujan (mm/jam)
R24 : Nilai curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
t : Durasi hujan (jam)
Qp : Nilai debit puncak (m3/s)
Re : Nilai hujan efektif (1 mm)
Tp : Rentang waktu hujan turun hingga mencapai debit puncak (jam)
T0,3 : Waktu terjadinya debit turun dari debit puncak hingga 30% (jam)
α : Parameter hidrograf
D : Indeks kerapatan sungai
m : Kemiringan talud
S : Kemiringan sungai
n : Koefisien kekasaran manning

xviii
`

Refani Mutiara Sari Pembimbing :


NPM G1B018071 I. Ir. Besperi, S.T., M.T.
Program Studi Teknik Sipil II. Fepy Supriani, S.T., M.T.

ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN DENGAN METODE


HIDROGRAF SATUAN SINTETIS (HSS) NAKAYASU
DAN UPAYA PENGENDALIANNYA DI SUNGAI
AIR BENGKULU BAGIAN HULU

ABSTRAK
Banjir yang terjadi di Kabupaten Bengkulu Tengah akibat luapan dari DAS Air
Bengkulu. Alih fungsi lahan dan curah hujan yang tinggi merupakan faktor yang
menyebabkan sering terjadinya banjir. Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui debit banjir rancangan dan kondisi kapasitas sungai terhadap Q25
serta upaya yang dapat dilakukan mengenai permasalahan banjir. Penelitian ini
menggunakan metode HSS Nakayasu untuk mengetahui prediksi debit banjir.
Hasil perhitungan debit dengan metode HSS Nakayasu pada periode ulang 2
tahun yaitu 391,98 m3/s, periode ulang 5 tahun yaitu 482,73 m3/s, periode ulang
10 tahun yaitu 545,14 m3/s, periode ulang 25 tahun yaitu 627,02 m3/s, periode
ulang 50 tahun yaitu 690,19 m3/s dan periode ulang 100 tahun yaitu755,37 m3/s.
Berdasarkan running HEC – RAS menggunakan Q25 terjadi limpasan di
beberapa titik dan perlunya penanganan di limpasan tersebut. Alternatif 1
dilakukan pengerukan sungai sedalam 1,5 m dan tanggul setinggi 3 m pada STA
0 m – 600 m. Alternatif 2 tanggul setinggi 2 m di STA 1800 m – 3200 m.
Alternatif 3 tanggul setinggi 2 m pada STA 4900 m – 5700 m. Alternatif 4
tanggul setinggi 2 m pada STA 7100 m – 7400.

Kata kunci : Banjir, HSS Nakayasu, Pengerukan dan Tanggul

ABSTRAK

xix
`

Refani Mutiara Sari Supervisors :


NPM G1B018071 I. Ir. Besperi, S.T., M.T.
Civil Engineering Development II. Fepy Supriani, S.T., M.T.

DESIGN FLOOD DISPOSAL ANALYSIS USING THE SYNTHETIC UNIT


HYDROGRAPH METHOD (HSS) NAKAYASU AND CONTROL EFFORT
IN THE AIR BENGKULU BAGIAN HULU RIVER

ABSTRACT
The Upper Air Bengkulu River is located in Taba Penanjung District. This river
2019 experienced the worst flooding in the last 5 years. Floods that often occur
are the result of critical watershed conditions. Land conversion results in
reduced water catchment areas and high rainfall are factors that cause frequent
flooding. This study uses the Nakayasu HSS method to determine the design of
flood discharge. The results of the calculation of the discharge using the HSS
Nakayasu method and the geometry of the river are then modeled into the
HEC – RAS software to determine the runoff that occurs. The results of this
study showed that the discharge in the 2-year return period was 391,98
m3/second, the 5-year return period was 482,73 m3/second, the 10-year return
period was 545,14 m3/second, the 25-year return period was 627,02 m3/second,
a 50-year return period of 690,19 m3/second and a 100-year return period of
755,37 m3/second. The results of modeling using the HEC-RAS version 5.0.7
program found that runoff has occurred at several stationing points. Efforts
from the flood problems that happened are in the form of structural control,
namely dredging and build levees. Control efforts carried out in the Air
Bengkulu River are with 4 alternatives, alternative 1 with dredging as deep as
1,5 m and build levees as high as 3 m. Alternatives 2 and 4 are build the levees
on the left as high as 2 m and alternative 3, namely the construction of the levees
on the left and right as high as 2 m.

Keywords: Flood, HSS Nakayasu, Dredging and Levees.

ABSTRACT

xx
`

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Provinsi Bengkulu dengan luas wilayah sekitar 1.991.933 ha dan berdasarkan
sensus penduduk tahun 2021 jumlah penduduk yang tercatat yaitu 2.032.942 jiwa
(BPS Provinsi Bengkulu, 2022). Provinsi Bengkulu terdiri dari 9 kabupaten dan
ibukotanya berada di Kota Bengkulu dengan jumlah curah hujan yang terjadi pada
tahun 2021 rata-rata 3.658,1 mm. Sepanjang tahun 2021 jumlah hari hujan yang
terjadi per bulan yaitu 23,6 hari. Berdasarkan kondisi geografis, Provinsi Bengkulu
berbatasan dengan Samudera Indonesia, perbukitan di sebelah timur dan sebelah
barat berupa dataran rendah (BPS Provinsi Bengkulu, 2022).
Banjir merupakan fenomena saat air melimpas ke permukaan pada suatu
daerah akibat kapasitas penampang yang ada tidak mencukupi (BNPB,2017).
Banjir tidak hanya dipicu oleh pengaruh cuaca tetapi juga dipicu oleh ulah manusia.
Banjir terbesar dalam 5 tahun terakhir di Provinsi Bengkulu terjadi pada Mei 2019.
Banjir tersebut menelan 24 nyawa, 4 orang luka-luka, 4 orang hilang dan kerugian
materil sangat besar sekitar 144 Miliar (BNPB, 2019)
Provinsi Bengkulu memiliki beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) yang
kondisinya sudah terganggu, salah satunya terjadi pada DAS Air Bengkulu dengan
luas pengaliran sebesar 51.500 ha. DAS ini hulunya di Bengkulu Tengah dan Kota
Bengkulu yang menjadi muaranya, yang terbentuk dari 3 Sub DAS yaitu Sub DAS
Rindu Hati, Sub DAS Susup dan Sub DAS Bengkulu Hilir (Kurniawan, 2019).
Kondisi DAS yang sudah terganggu mengakibatkan daerah sekitar pengairan
tersebut menjadi rawan banjir pada saat musim penghujan.
Kabupaten Bengkulu Tengah merupakan salah satu daerah yang sering terdampak
banjir salah satunya yaitu pada Kecamatan Taba Penanjung. Sungai yang mengalir di
Kecamatan Taba Penanjung merupakan Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu dengan
luas pengaliran di Kecamatan Taba Penanjung sebesar 19.207 ha dengan panjang
sungai yang mengalir kurang lebih 19 km.
Banjir di Kecamatan Taba Penanjung ini selain disebabkan oleh faktor alam juga
disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk tiap tahunnya. Masalah yang terjadi
dari peningkatan jumlah penduduk per tahun yaitu terjadinya alih fungsi lahan yang ada.

I-1
`

Perubahan fungsi lahan yang disulap menjadi daerah pertanian, perkebunan dan
juga pertambangan mengakibatkan berkurangnya daerah resapan air dan
meningkatnya erosi serta sedimentasi. Faktor pendukung lainnya yang
menyebabkan daerah ini sering terjadi banjir yaitu pembangunan daerah hunian
yang berada di bantaran sungai. Pembangunan perumahan di bantaran sungai
banyak memberikan dampak buruk pada Daerah Aliran Sungai.
Faktor ulah manusia ini mengakibatkan terjadinya penyempitan dan
pendangkalan sungai sehingga kapasitas tampungan sungai berkurang. Sungai
tidak dapat menampung debit air yang meningkat saat curah hujan tinggi akibat
daerah resapan yang berkurang, disisi lain kapasitas tampungan sungai juga
berkurang yang menyebabkan sungai meluap ke permukaan. Luapan sungai
mengakibatkan tergenangnya pemukiman ataupun lahan pertanian penduduk
sekitar, perlunya upaya pengendalian untuk mereduksi luapan sungai yang terjadi.
Upaya pengendalian banjir ini diharapkan dapat mengurangi dampak dari bencana
banjir yang ditimbulkan.
Berdasarkan permasalahan banjir yang telah dijelaskan maka penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui apakah Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu dapat
mengalirkan debit banjir rancangan kala ulang 25 tahun dan mengetahui alternatif dari
upaya pengendalian banjir. Upaya tersebut berupa pengerukan sungai maupun dengan
dibuatnya tanggul. Sungai dimodelkan ke software HEC- RAS untuk mengetahui
apakah sungai tersebut masih mampu mengalirkan debit banjir rancangan berdasarkan
Q25 yang diprediksi. Tahapan selanjutnya yaitu dilakukan pemodelan upaya
pengendalian banjir di daerah yang tergenang ke software HEC – RAS.

1.2 Rumusan Masalah


Penelitian ini melingkup permasalahan banjir yang sering terjadi yaitu :
1. Berapa hasil prediksi debit banjir rancangan di Sungai Air Bengkulu Bagian
Hulu dengan metode HSS Nakayasu?
2. Berapa hasil perencanaan dari upaya pengendalian banjir yang akan dilakukan
dengan metode pengerukan sungai dan tanggul berdasarkan Q25 pada aliran
Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu?
3. Bagaimana pemodelan kapasitas exsisting sungai dan pemodelan pengerukan
sungai serta tanggul berdasarkan Q25 menggunakan software HEC – RAS 5.0.7
di Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu?

I-2
`

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dilakukannya penelitian yaitu :
1. Mengetahui hasil prediksi debit banjir rancangan yang terjadi di Sungai Air
Bengkulu Bagian Hulu dengan menggunakan metode HSS Nakayasu
2. Mengetahui hasil perencanaan dari upaya pengendalian banjir yang akan
dilakukan dengan metode pengerukan sungai dan tanggul berdasarkan Q25 pada
aliran Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu
3. Membuat pemodelan kapasitas eksisting sungai dan pemodelan pengerukan
sungai serta tanggul berdasarkan Q25 menggunakan software HEC – RAS 5.0.7
pada aliran Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa :
1. Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan prediksi debit banjir
rancangan pada Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu
2. Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat dikembangkan untuk penelitian
selanjutnya pada Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu mengenai permasalahan
banjir yang terjadi
3. Hasil penelitian memberikan alternatif yang dapat dilakukan pemerintah mengenai
permasalahan banjir yang terjadi akibat Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu

1.5 Batasan Masalah


Penelitian kali ini dibatasi oleh beberapa faktor yaitu :
1. Data curah hujan yang digunakan yaitu 15 tahun terakhir (2007 – 2021)
2. Pemodelan kapasitas sungai hanya berdasarkan Q25 dengan menggunakan
software HEC – RAS 5.0.7
3. Penelitian ini hanya memodelkan upaya pengendalian banjir rancangan
berdasarkan Q25 tanpa memperhitungkan sedimentasi, erosi, aspek sosial
maupun ekonomi.

I-3
`

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)


Daerah Aliran Sungai yaitu kawasan yang terdiri dari sungai utama dan sungai
kecil (anak sungai) yang fungsinya sebagai wadah tampungan kemudian air tersebut
akan bermuara ke tempat yang lebih rendah (Adiputra, 2018). DAS besar memiliki luas
dan daerah tangkapan yang besar yang terdiri dari beberapa Sub DAS yang menjadi
satu kesatuan (Amirullah dan Nuralim, 2020). DAS kecil tidak memiliki Sub DAS dan
daerah tangkapan yang tidak terlalu besar. Amirullah dan Nuralim (2020) berpendapat
bahwa jumlah limpasan dan debit aliran berbanding lurus dengan luas DAS.
Kondisi DAS bagian hulu jika sudah terganggu maka akan berpengaruh terhadap
DAS yang berada di wilayah tengah maupun wilayah hilir. Karakteristik dari DAS
mempengaruhi kecepatan arus debit dan jarak sungai berpengaruh terhadap
peristiwa banjir di suatu kawasan pengaliran (Sasrodarsono, 2003). Daerah Aliran
Sungai berdasarkan bentuknya dibedakan sebagai berikut :
1. DAS bentuk bulu burung
Daerah pengaliran dari DAS ini bentuknya memanjang dimana jarak antar
anak sungai beraneka ragam dengan keadaan topografi lebih curam dan debit
banjir kecil (Sasrodarsono, 2003). Banjir yang terjadi pada DAS bentuk bulu
burung cukup memakan waktu sedikit lebih lama dari bentuk DAS lainnya
(Ardiansyah, 2018). DAS bentuk bulu burung dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Sumber : digambar ulang dari Ardiansyah, 2018


Gambar 2.1 DAS Bentuk Bulu Burung

II-1
`

2. DAS bentuk radial


DAS ini menyebabkan banjir di titik-titik pertemuan anak-anak sungai
karena air mengalir hampir bersamaan (Rangkuti, 2018). DAS ini biasanya
berbentuk seperti kipas atau lingkaran karena arah aliran sungai yang memusat
pada satu titik. Bentuk DAS radial dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Sumber : digambar ulang dari Rangkuti, 2018


Gambar 2.2 Bentuk DAS Radial
3. DAS bentuk paralel
Daerah DAS paralel mengakibatkan debit banjir besar di bagian hilir karena
pertemuan dua jalur pengaliran berada di daerah hilir (Sasrodarsono, 2003). DAS
ini juga disebut dengan daerah pengaliran sejajar. Bentuk DAS paralel dapat
dilihat pada Gambar 2.3.

Sumber : digambar ulang dari Sasrodarsono, 2003


Gambar 2.3 Bentuk DAS Paralel

II-2
`

2.2 Hidrologi
Hidrologi yaitu sebuah kajian membahas air dengan berbagai wujud yang berada
di muka bumi beserta karakteristik air (Salsabila dan Nugraheni, 2020). Hidrologi
merupakan sebuah kajian pembahasan perilaku air di atas, di permukaan ataupun di
bawah tanah termasuk air laut yang juga menjadi aspek bahasannya (Amri, 2015).
Hidrologi adalah sebuah ilmu yang bahasannya juga menyangkut hujan dalam
periode ulang tertentu untuk menentukan debit puncak banjir rencana, analisis
selanjutnya yaitu untuk pengendalian banjir dan bangunan air (Purnama, 2020).

2.3 Siklus Hidrologi


Siklus hidrologi berjalan secara kontinu karena air laut yang terkena pengaruh
sinar matahari. Siklus hidrologi dimulai dari penguapan akibat dari sinar matahari
kemudian terjadilah kondensasi awan, lalu awan tersebut turun ke muka bumi
dalam bentuk hujan dan air yang turun ada yang diresap ataupun ada yang menjadi
limpasan (Pramono dan Saputro, 2020). Air tersebut mengalir ke tempat tampungan
air dan mengalami proses penguapan kembali.

2.4 Sungai
Sungai berupa saluran alami sebagai wadah air yang kemudian air tersebut
dialirkan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah (Junaidi, 2014).
Sungai terbentuk karena adanya mata air dari daerah yang lebih tinggi
(penggunungan) yang kemudian air tersebut membentuk alur. Berdasarkan
Peraturan Menteri PUPR Nomor 21 Tahun 2020 dijelaskan bahwa sungai berupa
alur pengaliran dan penampungan air yang tersedia daerah sempadan sungai.
Sungai di kawasan hulu memiliki kemiringan yang lebih curam dibandingkan
dengan daerah hilir, kondisi air lebih jernih karena minim lumpur dan endapan serta
arus yang lebih cepat. Kawasan hilir merupakan kawasan yang rawan banjir jika
kondisi DAS maupun Sub DAS dalam keadaan kritis.
Suatu aliran sungai yang menuju hilir terdiri dari anak-anak sungai yang
bercabang-cabang kemudian aliran tersebut akan bertemu di sungai utama yang
akan menuju laut. Aliran tersebut membentuk sebuah pola alur, pola alur tersebut
sesuai dengan keadaan topografi suatu wilayah. Pola alur dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis, pola alur sungai tersebut dijabarkan di bawah ini dan gambar dari
pola alur tersebut dapat dilihat lihat pada Gambar 2.4.

II-3
`

1. Pola radial
Pola radial ini merupakan pola alur sungai yang berada di daerah dataran
tinggi (penggunungan). Pola ini juga terdapat pada daerah dengan topografi
yang bentuknya seperti kubah (Naharuddin dkk, 2018).
2. Pola rektangular
Pola ini seperti membentuk sudut siku-siku yang biasanya dijumpai pada
suatu kawasan dengan keadaan geologi berupa patahan maupun retakan
(Salsabila dan Nugraheni, 2020). Air mengalir melewati patahan untuk menuju
sungai utama. Pola alur ini biasanya mengalir di batuan yang kuat terhadap
erosi dengan keadaan batu seragam dan dikendalikan oleh dua arah yang
membentuk sudut siku-siku.

3. Pola trellis
Pola alur ini memiliki anak sungai yang sejajar dan aliran nya menuju sungai
utama dengan melewati lembah-lembah. Pola trellis ini bentuknya seperti pagar
karena anak sungai polanya sejajar dan mengalir mengikuti keadaan lembah dan
tegak lurus dengan sungai utamanya (Naharuddin dkk, 2018).

4. Pola dendritik
Pola pada kawasan ini seperti cabang-cabang dari ranting pepohonan atau
terlihat seperti saraf-saraf pada manusia. Sungai utama memiliki banyak anak
sungai yang bercabang-cabang. Pola aliran ini terjadi pada kondisi topografi
berupa dataran rendah (Salsabila dan Nugraheni, 2020).

Sumber :Arbaningrum, 2019


Gambar 2.4 Pola Alur Sungai

II-4
`

2.5 Banjir
Banjir terjadi akibat meluapnya air dari penampang sungai karena melonjaknya
kiriman air yang berlebihan (Pramono dan Saputro, 2020). Banjir sering terjadi
pada saat musim penghujan ataupun pada saat hujan intensitas tinggi dan menerus.
Banjir kadang disertai dengan longsoran tanah sehingga banjir merupakan suatu
bencana yang dapat merengut harta dan nyawa. Banjir merupakan permasalahan
yang sering terjadi di daerah perkotaan yang padat penduduk dengan kondisi DAS
yang telah kritis akibat dari campur tangan manusia.
Faktor peningkatan jumlah penduduk berbanding lurus dengan kerentanan suatu
daerah mengalami banjir, kepadatan penduduk berdampak pada meningkatnya suatu
pembangunan (Marzuqi dkk, 2016). Penduduk banyak melakukan pembangunan di
daerah bantaran sungai dan mengubah fungsi lahan untuk memenuhi kebutuhan
ekonominya yang menyebabkan berkurangnya daerah resapan air. Pembuangan
sampah pabrik maupun sampah rumah tangga ke sungai juga menjadi permasalahan
di perkotaan yang menyebabkan banjir. Permasalahan lainnya yang dihadapi yaitu
penurunan kualitas air apabila terus terjadi peningkatan jumlah penduduk karena
tercemarnya air yang ada akibat sampah maupun limbah-limbah.

2.5.1 Jenis Banjir


Bencana banjir yang terjadi berdasarkan penyebab terjadinya dapat dibedakan
menjadi beberapa jenis yaitu sebagai berikut :
1. Banjir kiriman
Banjir kiriman yaitu banjir yang disebabkan meluapnya daerah hulu sehingga
tampungan di daerah hilir menjadi lebih besar dari biasanya (Pratama, 2017).
Banjir kiriman ini disebabkan karena berkurangnya daerah resapan air di hulu
dan pendangkalan sungai di hilir sehingga sungai menjadi meluap ke permukaan.
2. Banjir genangan atau lokal
Banjir genangan yaitu tergenangnya suatu wilayah akibat hujan lokal dan
kondisi exsisting saluran yang tidak cukup baik sehingga terjadi limpasan
permukaan (Setiawan dkk, 2020). Banjir ini hanya terjadi di daerah yang terjadi
hujan intensitas menerus dan rawan banjir, keadaan sungai ataupun drainase di
lingkungan tersebut kurang memadai sehingga rawan terjadi genangan.

II-5
`

3. Banjir pasang surut air laut


Banjir ini juga disebut dengan banjir ROB karena terjadi di daerah pantai.
Banjir ini disebabkan oleh elevasi muka air tanahnya lebih rendah dari muka air
laut sehingga air tersebut melimpas ke permukaan. Banjir ROB ini juga dipicu
oleh jebolnya tanggul (Salim dan Siswanto, 2018).
4. Banjir bandang
Banjir bandang yaitu banjir yang lebih berbahaya dari banjir biasanya
karena banjir ini terjadi beserta longsor dan lumpur dengan debit yang besar
(Pratama, 2017). Banjir ini terjadi secara tiba-tiba akibat dari hujan deras dan
bisa disebabkan karena jebolnya suatu tanggul serta akibat gundulnya hutan.
Kerugian, kerusakan yang terjadi lebih besar dan banyak memakan korban jiwa.

2.5.2 Penyebab Banjir


Banjir yang sering terjadi di muka bumi disebabkan oleh beberapa faktor.
Banjir dapat disebabkan oleh faktor alam maupun faktor manusia seperti berikut :
1. Curah hujan tinggi dan menerus
Air hujan yang jatuh ke bumi tidak semua dapat di resap oleh tanah maupun
pepohonan, air tersebut sebagian menjadi limpasan permukaan yang
menyebabkan suatu genangan. Curah hujan dalam intensitas tinggi dan
menerus menyebabkan meluapnya saluran drainase maupun sungai yang
kondisi exsistingnya kurang baik (Kurniawan, 2019). Curah hujan merupakan
penyebab banjir secara alamiah karena merupakan faktor alam.
2. Karakteristik DAS
Limpasan air tergantung dengan keadaan dari karakteristik DAS yang ada.
Bentuk, luas dan kemerengan DAS menjadi parameter kecepatan suatu limpasan
air (Yudhantoko, 2020). DAS yang luas dengan kemerengan yang curam dan
jarak sungai utama yang pendek menyebabkan banjir yang dari permukaan yang
lebih tinggi cepat sampai ke permukaan yang rendah. Permukaan yang lebih
rendah rentan banjir apabila sungai melebihi kapasitas tampungannya lalu
meluap ke permukaan sekitar.
3. Alur sungai terjadi penyempitan dan pendangkalan
Sungai yang kurang optimal menyebabkan terjadi banjir. Penyempitan dan
pendangkalan sungai menjadi pemicu banjir. Pendangkalan sungai disebabkan

II-6
`

banyaknya erosi dan sedimentasi serta sampah yang dibuang ke aliran sungai.
Pendangkalan sungai menyebabkan sungai kehilangan kapasitas tampungannya.
Pembangunan perumahan atau bangunan disekitar sungai menyebabkan
penyempitan alur aliran sungai, penyempitan sungai membuat kapasitas
tampungan sungai juga ikut berkurang (Sari, 2019).
4. Kondisi saluran drainase
Kondisi saluran drainase yang tidak memadai baik dari segi kapasitas
tampungan ataupun keadaan drainase yang tidak terawat, banyak endapan maupun
sampah merupakan pemicu banjir (Sari, 2019). Kondisi tersebut membuat saluran
drainase tidak dapat bekerja secara optimal sehingga menyebabkan terjadinya
limpasan saat hujan turun. Faktor pendukung terjadinya banjir yaitu akibat dari
kondisi tampungan drainase yang berkurang.
5. Perubahan tata guna lahan
Tata guna lahan yang berubah fungsi membuat daerah resapan air
berkurang. Dampak yang nyata dari berkurangnya daerah resapan yaitu jika
terjadi hujan dengan intensitas tinggi maupun menerus. Air yang ada tidak
diresap melainkan langsung mengalir ke daerah yang rendah, akibatnya
meluapnya sungai (Yudhantoko, 2020). Alih fungsi lahan di daerah hulu sangat
mempengaruhi keadaan di daerah tengah dan daerah hilir.

2.6 Pengendalian Banjir


Banjir yang sering melanda suatu wilayah harus segera ditanggulangi, hal ini
untuk mengurangi kerusakan fasilitas-fasilitas bahkan korban jiwa (Pabitei, 2020).
Kasus banjir sering terjadi di wilayah yang padat penduduk karena daerah resapan
yang ikut berkurang. Pengendalian banjir ini bertujuan untuk mereduksi frekuensi
terjadinya banjir serta meminimalisir dampak yang ditimbulkan dari banjir.
Pengendalian banjir dapat dilakukan dengan secara struktur dan non struktur.

2.6.1 Pengendalian Secara Struktur


Hal yang dapat dilakukan dari penanganan secara struktur berupa
pembangunan bangunan air, pengerukan sungai serta dengan dibuatnya tanggul
sungai. Pengendalian secara struktur dapat mereduksi luapan yang terjadi dengan
dilakukannya analisis dan perancangan sebelumnya (Suhartanto, 2016). Pengendalian
secara struktur dapat dilihat dari penjelasan berikut :

II-7
`

1. Pengerukan Sungai
Pengerukan sungai yaitu suatu kegiatan agar sungai dapat menampung
debit banjir yang akan datang sehingga tidak terjadinya luapan (Ginting, 2015).
Pengerukan sungai merupakan suatu upaya pengendalian banjir dengan
dampak yang bisa terlihat langsung di lapangan (jangka pendek). Pengerukan
sungai dilakukan pada sungai yang mengalami pendangkalan yaitu dengan
pengerukan sedimen yang ada agar mengurangi luapan sungai yang terjadi.
Pendangkalan tersebut menyebabkan tinggi muka air sungai berubah menjadi
lebih kecil yang berdampak terhadap kapasitas tampungan sungai.
Pendangkalan sungai banyak terjadi di hilir sungai akiabat endapan sedimen
maupun sampah yang dibuang ke sungai. Hasil pengerukan sedimen yang ada
dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembangunan tanggul (Musdirawati dan
Firdayanti, 2020). Pengerukan sungai dibantu dengan excavator, pengerukan
sungai dapat dilihat pada Gambar 2.5 di bawah ini.

Sumber : dokumentasi Media Center Bengkulu Selatan, 2019


Gambar 2.5 Pengerukan Sungai
2. Tanggul
Pembangunan tanggul bertujuan untuk mengurangi limpasan yang terjadi,
tanggul direncanakan agar air yang ada di sungai tidak melimpas baik dari sisi
kanan maupun sisi kiri sungai (Ginting, 2015). Pembuatan tanggul juga dapat
meningkatkan kapasitas sungai sehingga mampu mengalirkan debit banjir yang
mengalir di suatu waktu. Pembangunan tanggul merupakan alternatif yang
kerap dilakukan sebagai upaya mitigasi banjir yang terjadi di suatu wilayah.

II-8
`

Kemiringan lereng tanggul harus dipertimbangkan, kemiringan tanggul


urugan tanah di Jepang biasanya kurang dari 1:2, kecuali tanggul yang
tingginya kurang dari 0,6. Material penyusun tanggul yang utama yaitu tanah.
Tanah yang karakteristik cocok untuk bahan tanggul yaitu pada tanah dengan
kekedapan dan nilai kohesinya tinggi. Tanah tersebut juga harus jenuh air dan
sudut dalam nilainya cukup tinggi, pekat dengan angka pori cukup tinggi.
Tanah yang cocok untuk material tanggul terdiri dari campuran pasir dan
lempung. Menurut Alif (2018) campuran material tanggul yang cukup
memadai yaitu terdiri sepertiga pasir dan duapertiga lempung hal tersebut
bertujuan agar kestabilitas bangunan tanggul setelah tahap konstruksi maupun
setelah adanya pengaruh air tidak longsor ataupun tergerus.
Elevasi rencana sebuah tanggul ditentukan berdasarkan penambahan tinggi
muka air banjir dengan tinggi jagaan tanggul. Penambahan tinggi jagaan ini
bertujuan sebagai antisipasi agar air tidak melimpas (Hermawan, 2019). Ketentuan
tinggi jagaan tanggul dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Tinggi Jagaan Tanggul Berdasarkan Debit Banjir Rancangan
No Debit Banjir Rancangan (m3/s) Tinggi Jagaan (m)
1 < 200 0,6
2 200 – 500 0,7
3 500 – 2000 1
4 2000 – 5000 1,2
5 5000 – 10000 1,5
6 > 10000 2
Sumber : Hermawan, 2019

Debit banjir rancangan juga berpengaruh terhadap lebar puncak tanggul,


lebar puncak tanggul yang disarankan dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini.
Tabel 2.2 Lebar Puncak Tanggul Berdasarkan Debit Banjir Rancangan
No Debit banjir rancangan (m3/s) Lebar Puncak Tanggul (m)
1 < 500 3
2 500 – 2000 4
3 2000 – 5000 5
4 5000 – 10000 6
5 > 10000 7
Sumber : Hermawan, 2019

II-9
`

Perencanaan tanggul mengacu pada pedoman konstruksi dan bangunan


perencanaan teknis tanggul pada sungai lahar (Pd T-16-2004-A). Material
tanah tentunya juga memiliki kelebihan dan kekurangan, kondisi tanah yang
heterogen tentunya untuk setiap titik pengerjaan tanggul memiliki kualitas
yang berbeda pula. Jika tanah diambil dari lokasi yang sama tentunya menjadi
tidak ekonomis. Tanah yang diambil biasanya disekitar pengerukan suatu
sungai, bagian luar tanggul harus menggunakan tanah yang kualitasnya lebih
baik dibandingkan dengan bagian dalam tanggul. Tanah timbunan yang
digunakan jika tanah di sekitar lokasi tidak memungkinkan yaitu menggunakan
tanah timbunan pilihan. Tanah lanau atau lempung yang kadar airnya tinggi
harus dikeringkan terlebih dahulu atau dicampur dengan bahan pasir lebih dulu.
Tanggul sungai dapat dilihat pada Gambar 2.6 di bawah ini.

Sumber : Dokumentasi Kementerian PUPR, 2021


Gambar 2.6 Tanggul Sungai
3. Pembangunan bangunan air (kolam retensi)
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan debit banjir
dengan membangun bangunan air untuk mengendalikan banjir salah satunya
dengan kolam retensi. Fungsi dari kolam retensi tersebut sebagai tampungan
debit air maksimum sementara dan untuk memotong debit puncak banjir di
sungai (Clara, 2017). Kolam reetensi sendiri biasanya di bangun di hilir sungai
untuk memangkas debit banjir kiriman dan dapat dimanfaatkan sebagai
konservasi air tanah. Kolam retensi dilengkapi dengan pompa air agar dapat
bekerja secara maksimal.

II-10
`

2.6.2 Pengendalian Secara Non Struktur


Secara non struktur pengendalian banjir dapat meliputi kegiatan pengelolaan
Daerah Aliran Sungai, perbaikan tata guna lahan dan penegakan peraturan
mengenai larangan penebangan hutan secara ilegal ataupun pendirian bangunan di
bantaran sungai (Suhartanto, 2016). Pengendalian secara non struktur meliputi :

1. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai


Pengelolaan DAS merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk
menyeimbangkan hubungan antara kondisi DAS terhadap aktivitas manusia.
DAS yang dalam kondisi kritis, tidak dapat bekerja secara maksimal sehingga
perlu tindakan untuk mengatasi permasalahan tersebut (Setiawan dkk, 2015).
Kegiatan yang menjadi alternatif yang dapat dilakukan yaitu aktivitas biofisik,
meliputi penanaman vegetasi-vegatasi untuk menambah daerah resapan air.
Kegiatan lainnya dapat berupa menjaga fungsi kawasan hutan lindung dan
melakukan regulasi untuk mengoptimalkan pengelolaan DAS.

2. Pengaturan tata guna lahan


Alih fungsi lahan menjadi daerah pertambangan, perkebunan ataupun
pembangunan suatu bangunan mengakibatkan berkurangnya daerah resapan air
Aktivitas pertambangan tersebut meningkatknya laju sedimentasi yang terjadi.
Penebangan hutan secara ilegal harus dikendalikan jika tidak daerah resapan
air akan terus berkurang. Penataan lahan bertujuan untuk mengendalikan
penggunaan lahan agar tidak semua lahan beralih fungsi. Kondisi suatu DAS
agar tidak terganggu maka perlu adanya keseimbangan mengenai tata guna
lahan yang ada terhadap fungsi awalnya (Ariyani dkk, 2020).

3. Peramalan dan Sistem Peringatan Banjir


Peramalan suatu banjir perlu dilakukan dengan menggunakan data
hidrologi. Data tersebut untuk meramalkan banjir yang akan datang sehingga
kita bisa mengetahui alternatif pencegahan yang dapat digunakan. Model
peramalan debit banjir dapat dilakukan dengan berbaga cara, salah satunya
dnegan model Artificial Neural Network sehingga diharapakan dapat menjadi
tumpuan oleh Early Warning System untuk memberi informasi peringatan
banjir (Sutazril dkk, 2021). Hal tersebut merupakan salah satu upaya dalam
melakukan mitigasi banjir.

II-11
`

2.7 Analisis Hidrologi


Analisis hidrologi berupa kegiatan pengelolaan dari data curah hujan, menentukan
luas daerah tangkapan, menentukan intensitas hujan maupun hujan rancangan
(Archimedes, 2020). Hasil dari analisis tersebut dipergunakan dalam penentuan debit
puncak pada kala ulang tertentu dengan hidrograf satuan untuk mengetahui kapasitas
tampungan sungai, perencanaan bangunan air dan pengendalian banjir.

2.7.1 Analisis Debit Sungai


Debit sungai yaitu jumlah volume air yang dialirkan dalam meter kubik per
satuan detik (Kurniawan, 2019). Debit sungai lebih besar di musim penghujan
akibat dari curah hujan itu sendiri ataupun akibat kiriman air dari daerah hulu.
Pengukuran debit aliran dengan cara melakukan pengukuran di lapangan berupa
kedalaman, lebar dan kecepatan aliran sungai yang ditinjau. Analisis dari
perhitungan debit sungai dapat dilihat pada Persamaan 2.1.
𝑄 =𝐴 ×𝑣 (2.1)
Keterangan :
Q = Debit aliran sungai (m3/s)
v = Kecepatan aliran sungai (m/s)
A = Luas penampang basah sungai (m2)

2.7.2 Analisis Curah Hujan Kawasan


Perencanaan bangunan air ataupun pengendalian banjir perlu mengetahui
rata-rata curah hujan kawasan yang ditinjau. Perhitungan curah hujan kawasan tidak
bisa diambil pada satu titik pos hujan saja, minimal memerlukan 3 pos hujan
terdekat dari kawasan yang akan ditinjau. Curah hujan pada suatu kawasan
beraneka ragam sehingga luas masing-masing daerah tangkapan berpengaruh
terhadap curah hujan kawasan rata-rata. Penganalisisan dapat dilakukan dengan 3
metode yaitu Arithmatic Average, Polygon Thiessen dan Isohyet (Samsudin, 2016).

1. Arithmatic average
Metode arithmatic average atau metode rata-rata aljabar merupakan
metode yang paling simpel namun untuk hasil ketelitiannya cukup rendah
dibanding dengan metode yang lain (Samsudin, 2016). Metode ini sebaiknya

II-12
`

digunakan jika variasi hujan pada suatu kawasan relatif rendah, pos penakar
hujan tersebar merata serta pada kondisi topografi yang datar. Persamaan
metode rata-rata aljabar (arithmatic average) dapat dilihat pada Persamaan 2.2.
1
𝑅̅ = ( 𝑅1 + 𝑅2 + 𝑅3 + 𝑅4 … . + 𝑅𝑛 ) (2.2)
𝑛
Keterangan :
͞R = Curah hujan kawasan rata-rata (mm)
R1…, Rn = Nilai curah hujan tiap pos hujan yang diamati (mm)
n = Jumlah pos hujan pengamatan

2. Polygon thiessen
Metode ini lebih akurat dibanding dengan metode rata-rata aljabar, karena
luasan daerah pengaruh tiap pos hujan diperhitungkan. Metode polygon thiessen
dipakai jika keadaan pos hujan tersebar tidak merata (Ajr dan Dwirani, 2019).
Perhitungan dengan menggunakan polygon thiessen minimal menggunakan 3 pos
hujan terdekat. Lokasi pos hujan tersebut mempengaruhi luas daerah tangkapan
suatu daerah aliran sungai yang akan diteliti dan nilai curah hujan rata-rata
kawasan yang didapatkan. Penetuan luasan kawasan pengaruh tiap pos hujan yang
kan ditinjau dengan cara sebagai berikut (Triatmodjo, 2008) :
a. Masukkan ordinat pos hujan yang akan digunakan ke peta DAS yang akan ditinjau
seperti pada Gambar 2.7 di bawah ini

Sumber : Autocad, 2022


Gambar 2.7 Penginputan Ordinat Pos Hujan

II-13
`

b. Tarik garis bantu putus-putus yang menghubungkan antar pos hujan hingga
membentuk segitiga dengan sisi dan panjang diperkirakan sama seperti
Gambar 2.8 di bawah ini.

Sumber : Autocad, 2022


Gambar 2.8 Penginputan Ordinat Pos Hujan
c. Tentukan titik berat dari segitiga yang telah terbentuk dari garis putus-putus
sebelumnya, lalu titik berat tersebut dihubungkan pada satiap pos hujan
yang ada sehingga membentuk poligon. Luasan pada tiap pos hujan dapat
dihitung besar luas kawasan pengaruhnya sesuai dengan letak ordinat pos
hujannya seperti pada Gambat 2.9 di bawah ini

Sumber : digambar ulang dari Triatmodjo, 2008


Gambar 2.9 Pembentukan Polygon Thiessen

II-14
`

Analisis dengan metode polygon thiessen dapat dilihat pada Pesamaan 2.3.
𝑛 𝐴𝑖 × 𝑅𝑖
𝑅𝑇ℎ𝑖𝑒𝑠𝑠𝑒𝑛 = ∑ (2.3)
𝑖=1 𝐴 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

Keterangan :
RThiessen = Curah hujan kawasan rata-rata (mm)
Ri = Nilai curah hujan pada pos i (mm)
Ai = Luas daerah tangkapan pos ke i (km2)
ΣA = Luas total daerah aliran (km2)

3. Isohyet
Metode isohyet merupakan metode yang tingkat ketelitian lebih tinggi dari
beberapa metode yang ada. Metode ini cocok digunakan pada kawasan
penggunungan dengan memasukan data kedalaman hujan kemudian ditarik
garis yang menjadi penghubung antar titik pada kedalaman yang sama
(Samsudin, 2016). Metode isohyet ini memberikan keakuratan lebih tinggi
dibanding dengan metode rata-rata aljabar dan metode polygon thiessen.
Tahapan pengambaran garis isohyet sesuai dengan panduan pada buku
(Triatmodjo, 2008) yaitu :
a. Gambarkan ordinat pos hujan yang digunakan beserta kedalaman hujan
yang terjadi ke dalam peta DAS seperti pada Gambar 2.10 di bawah ini

Sumber : Autocad, 2022


Gambar 2.10 Penginputan Ordinat Pos Hujan

II-15
`

b. Interpolasi pada kedalaman hujan di pos yang berdekatan dengan nilai yang
telah ditetapkan sebelumnya. Buat kurva dengan cara menarik garis yang
memiliki kedalaman hujan sama. Dua garis yang berurutan pada kurva
mewakili luas tangkapan hujan seperti pada Gambar 2.11 di bawah ini.

Sumber : Autocad, 2022


Gambar 2.11 Pembentukan Kurva Isohyet
Persamaan yang digunakan pada analisis dengan metode isohyet dapat dilihat
pada Persamaan 2.4.
𝐴1 × 𝑅1 + 𝐴2 × 𝑅2 … + 𝐴𝑛 × 𝑅𝑛 (2.4)
𝑅̅ =
𝐴1 + 𝐴2 . . . +𝐴𝑛

Keterangan :
͞R = Nilai curah hujan kawasan rata-rata (mm)
R1, R2, …Rn = Nilai curah hujan suatu kawasan yang ditinjau A1, A2, …An
A1, A2, …An = Luas daerah tangkapan pada garis isohyet (km2)

2.7.3 Pengukuran Dispersi


Dispersi yaitu nilai sebaran dari varian-varian data yang tersedia sebagai penentu
nilai rata-rata sebaran tersebut. Dispersi harus dianalisis dalam penentuan suatu
frekuensi distribusi yang terjadi agar data yang digunakan bersifat tersebar. Menurut
Soewarno (1995) dalam bukunya menyebutkan bahwa perhitungan dispersi dapat
dianalisis dengan rumus dasar sebagai berikut. Analisis perhitungan dispersi berupa
persamaan dapat dilihat pada Persamaan 2.5 sampai dengan Persamaan 2.9.

II-16
`

∑𝑛𝑖=1 𝑋𝑖
𝑋̅ = (2.5)
𝑛

∑𝑛𝑖=1(𝑋𝑖 − 𝑋̅ )2
𝑆𝑑 = √ (2.6)
𝑛−1

𝑛 ∑𝑛𝑖=1{(𝑋𝑖) − 𝑋̅}4
𝐶𝑠 = (2.7)
(𝑛 − 1)(𝑛 − 2) × 𝑆𝑑 3

1 𝑛
∑𝑖=1{(𝑋𝑖) − 𝑋̅}4
𝐶𝑘 = 𝑛 (2.8)
𝑆𝑑 4

𝑆𝑑
𝐶𝑣 = (2.9)
𝑋̅

Keterangan :
Sd = Standar deviasi
Cs = Koefisien kemencengan
Ck = Koefisien kurtosis
Cv = Koefisien variasi
Xi = Nilai varian ke i
̅
X = Nilai rata-rata varian
n = Jumlah data

2.7.4 Analisis Frekuensi Curah Hujan


Menurut Sumanto (2018) analisis dari frekuensi curah hujan berupa sebuah
kemungkinan yang kerap muncul dari besaran curah hujan yang akan terjadi, sifat
statistik dari fenomena hujan dianggap sama. Analisis dari frekuensi curah hujan
yang terjadi bertujuan mencari nilai ekstrem dan frekuensinya berdasarkan
probabilitas distribusi yang terjadi. Analisis frekuensi curah hujan dilakukan
dengan beberapa metode yaitu :

1. Distribusi Gumbel Tipe I


Menurut Soewarno (1995) frekuensi curah hujan dengan metode distribusi
Gumbel Tipe 1 dapat dianalisis dengan suatu persamaan empiris. Tujuan dari
analisis distribusi ini yaitu untuk mengatahui besaran nilai hujan rencana yang
didapatkan. Rumus penganalisisan dapat dilihat pada Persamaan 2.10.

II-17
`

𝑆𝑑
𝑋𝑇 = 𝑋̅ + (𝑌 − 𝑌𝑛 ) (2.10)
𝑆𝑛 𝑇
Keterangan :
XT = Besar nilai hujan rencana untuk periode ulang T tahun (mm)
͞X = Rata-rata hujan (mm)
Sd = Standar deviasi
YT = Besar reduksi variasi pada periode Ulang T
Yn = Besar rata-rata reduksi variasi yang sesuai dengan ketersedian data
Sn = Standar deviasi dari reduksi variasi yang sesuai dengan ketersedian data

2. Distribusi Log Normal


Distribusi Log Normal jika dimodelkan pada suatu peluang logaritmik
bentuknya berupa persamaan garis lurus (Gunawan, 2017). Analisis
perhitungan dengan menggunakan distribusi Log Normal dapat dilihat pada
Persamaan 2.11 di bawah ini :
𝑋𝑇 = 𝑋̅ + 𝐾𝑇 × 𝑆𝑑 (2.11)
Keterangan :
XT = Besar nilai hujan rencana untuk periode ulang T tahun (mm)
͞X = Rata-rata hujan
Sd = Standar deviasi
KT = Besar variabel pada periode ulang T tahun

3. Distribusi Log Person III


Analisis frekuensi curah hujan rencana biasanya menggunakan metode
distribusi Log Person Tipe III hal ini karena persyaratan untuk uji penyebaran
distribusi curah hujan rencana biasanya cocok dengan metode Distribusi Log
Person III (Zulkarnain, 2021). Distribusi Log Person Tipe III dalam
penganalisisannya perlu menganti data curah hujan yang tersedia menjadi
parameter logaritmik.
Tahapan-tahapan analisis Distribusi Log Person Tipe III seperti berikut :
a. Mengganti nilai data curah hujan yang tersedia menjadi parameter logaritmik
b. Menganalisis nilai rata-rata logaritmik seperti pada Persamaan 2.12.
∑𝑛𝑖=1 𝑋𝑖
̅̅̅̅̅̅̅̅̅
𝐿𝑜𝑔 𝑋 = (2.12)
𝑛

II-18
`

Keterangan :
̅̅̅̅̅̅̅̅
𝐿𝑜𝑔 𝑋 = Nilai rata-rata logaritmik
𝑛 = Jumlah data yang tersedia
𝑋𝑖 = Nilai curah hujan maksimum (mm)
c. Menganalisis standar deviasi seperti pada Persamaan 2.13
(2.13)
∑𝑛𝑖=1{log(𝑋𝑖) − ̅̅̅̅̅̅̅̅̅
log(𝑋)}2
̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
𝑆𝑑 𝐿𝑜𝑔 𝑋 = √
𝑛−1

d. Memperhitungan nilai Cs seperti pada Persamaan 2.14


̅̅̅̅̅̅̅
∑𝑛𝑖=1{log(Xi) − log 𝑋 }3 (2.14)
𝐶𝑠 =
̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
(𝑛 − 1)(𝑛 − 2)(𝑆𝑑 log 𝑋)3

e. Penganalisisan untuk Log X dapat dilihat pada Persamaan 2.15


̅̅̅̅̅̅̅̅̅ + 𝑘 × (𝑆𝑑
𝑙𝑜𝑔 𝑋 = 𝑙𝑜𝑔(𝑋) ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
log 𝑋) (2.15)

Cara menentukan jenis distibusi yang sesuai sehingga bisa digunakan untuk
analisis selanjutnya dijelaskan dalam Tabel 2.3 (Agustina dkk, 2022).
Tabel 2.3 Parameter Penentuan Syarat Distribusi
No Distribusi Persyaratan
1 Gumbel Tipe I Cs = 1,14
Ck = 5,4
2 Log Normal Cs = Cv3 + 3 Cv
Ck = Cv8 + 6Cv6 + 15Cv4 + 16Cv2 +3
3 Log Person Tipe III Cs < 0,9
Ck < 1.5Cs2 + 3
Sumber : Agustina dkk, 2022

2.7.5 Uji Kecocokan Sebaran


Pengujian kecocokan sebaran ini dilakukan untuk mengetahui jenis metode
distribusi mana yang memenuhi persyaratan sehingga bisa dilanjutkan analisis
selanjutnya (Archimedes, 2020). Pengujian kecocokan sebaran ini bertujuan untuk
memilih nilai curah hujan rencana yang memenuhi dari hasil perhitungan frekuensi
curah hujan. Pengujian kecocokan sebaran ini dapat menggunakan dua metode yaitu
dengan uji chi-kuadrat dan smirnov kolmogorof.

II-19
`

1. Uji chi-kuadrat
Pengujian ini berupa penganalisisan dari banyaknya pengamatan yang
dibagi menjadi suatu interval kelas dan kemudian dibandingkan dengan
peluang dari distribusi data yang terbaca (Archimedes, 2020). Uji chi-kuadrat
termasuk analisis non-parametrik yang berfungsi dalam tahapan penganalisisan
data. Sebaran distribusi dapat diterima apabila nilai dari X2 yang terhitung
nilainya kurang dari X2 kritis yang sesuai dengan taraf signifikasi yang telah
ditentukan sebelumnya. Taraf signifikasi atau biasa dikenal dengan istilah
derajat kepercayaan yang sering dijadikan standar dalam pengujian suatu
distribusi sebesar 1% atau 5%.
Menurut Budiwanto (2017) tahapan dari pengujian chi-kuadrat untuk
menganalisis kecocokan sebaran seperti pada Persamaan 2.16 sampai Persamaan 2.21
1. Tentukan jumlah kelas pada data disribusi yang akan diuji sebarannya
𝐾 = 1 + 3,322 𝐿𝑜𝑔 𝑛 (2.16)

2. Tentukan derajat kebebasan data distibusi yang diuji kecocokan sebarannya


𝐷𝑘 = 𝐾 − (𝑅 + 1) (2.17)

3. Tentukan banyaknya frekuensi yang diharapkan


𝑛
𝐸𝑖 = (2.18)
𝐾
4. Tentukan batas interval kelas pada distribusi sebaran yang diuji
𝑋𝑚𝑎𝑥 − 𝑋𝑚𝑖𝑛
∆𝑥 = (2.19)
𝐾−1
5. Tentukan nilai awal interval kelas data distribusi yang akan diuji
1
𝑋𝑎𝑤𝑎𝑙 = (𝑋𝑚𝑖𝑛 − ∆𝑥) (2.20)
2
6. Jumlah frekuensi observasi sesuai jumlah sebaran data tiap interval kelas
7. Tentukan nilai dari X2 kritis berdasar taraf signifikasi dan derajat kebebasan
8. Tentukan nilai X2 kritis sebaran data disribusi yang akan diuji
𝑛 (𝑂𝑖 − 𝐸𝑖)2
𝑋2 = ∑ (2.21)
𝑖=1 𝐸𝑖
Keterangan :
X2 = Nilai chi-square

II-20
`

Ei = Jumlah nilai frekuensi yang diharapkan pada kelompok ke i


Oi = Jumlah nilai frekuensi observasi pada kelompok ke i
n = Jumlah data
K = Jumlah kelas
Dk = Derajat kebebasan
R = Parameter keterikatan
Xmin = Nilai curah hujan minimum
Xmax = Nilai curah hujan maksimum
Δx = Batas interval kelas
Xawal = Nilai awal suatu interval kelas

2. Uji smirnov kolmogorof


Uji smirnov kolmogorof berupa perbandingan probabilitas variabel dari
distribusi empiris dan teoritis. Suatu sebaran dapat diterima jika nilai perbedaan
maksimum terhitung < nilai perbedaan kritis (Soewarno, 1995). Analisis
pengujian ini berdasar dapat dilihat pada persamaan 2.22.
𝑃𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑃(𝑥)
𝛼= − (2.22)
𝑃(𝑥) ∆𝑐𝑟

Menurut Ananda dan Fadhli (2018) tahapan dari uji smirnov kolmogorof
dijabarkan sebagai berikut :
1. Tentukan taraf signifikasi yang akan digunakan seperti menggunakan taraf
α = 5% terhadap hipotesa yang akan diuji
2. Urutkan data dari terkecil dan terbesar lalu tentukan peluangnya
3. Tentukan peluang teoritis masing-masing data yang sudah diurutkan lalu
hitung selisih antara peluang empiris dan teoritis pada data distribusinya
4. Lalu tarik kesimpulan bahwa hipotesis diterima jika nilai selisih terhitung
kurang dari nilai selisih teoritis yang ada pada tabel berdasarkan taraf
signifikasi dan jumlah data yang tersedia

2.7.6 Analisis Intensitas Curah Hujan


Intensitas hujan yaitu jumlah kedalaman curah hujan yang terjadi pada durasi
tertentu (Triatmodjo, 2008). Intensitas hujan nilainya berbanding terbalik dengan
durasi hujan, intensitas makin tinggi jika durasi hujan relatif sebentar. Grafik

II-21
`

intensitas hujan yang terbentuk akan selalu berbanding lurus dengan periode kala
ulang, misalnya intensitas hujan kala ulang 10 tahun akan lebih besar dibanding
dengan kala ulang 5 tahun dan lebih kecil dibandingkan dengan intensitas hujan
kala ulang 25 tahun. Rumus intensitas curah hujan yang umumnya digunakan yaitu
persamaan Mononobe. Persamaan mengenai intensitas hujan yang terjadi dapat
dilihat pada Persamaan 2.23.
𝑅24 24 2
𝐼=( ) × ( )3 (2.23)
24 𝑡
Keterangan :
I = Nilai intensitas suatu curah hujan (mm/jam)
R24 = Nilai curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
t = Durasi suatu curah hujan (jam)

2.7.7 Koefisien Pengaliran


Air yang turun ke muka bumi tidak semua diserap oleh tanah melainkan
sebagian lagi terlimpas ke permukaan. Penentuan nilai koefisien pengaliran
tergantung dengan keadaan DAS dan hujan di suatu kawasan, suatu DAS tergolong
kritis dapat dilihat dari nilai koefisien pengaliran yang bertambah besar karena air
hujan banyak yang terlimpas dibanding terserap ke tanah (Ardiansyah, 2014).
Nilai koefisien pengaliran ditentukan dari berbagai aspek seperti keadaan hujan
yang turun di suatu kawasan, karakterisitik DAS, gradien daerah pengaliran dan
gradien dari dasar sungai serta tata guna lahan. Koefisien pengaliran merupakan
suatu nilai dari pengambaran efek DAS yang kehilangan air hujan sehingga air
tersebut mengalir ke permukaan. Kemampuan tanah dalam meloloskan air yang
mengalir bergantung pada daerah resapan, semakin besar daerah resapan maka air
yang mengalir langsung ke permukaan semakin kecil (Rangkuti, 2018). Suatu
kondisi DAS yang kinerjanya sudah tidak terlalu optimal memiliki nilai koefisien
pengaliran lebih besar dibandingkan dengan DAS yang kondisinya belum terganggu,
karena nilai koefisien pengaliran misalnya mengalir di beton bebeda dengan tanah.
Jika air mengalir melalui beton maka air tersebut tidak dapat diresap oleh tanah
sehingga potensi terjadinya banjir di kawasan tersebut cukup rentan. Perubahan alih
fungsi lahan ini berpengaruh dengan nilai dari koefisen pengaliran suatu kawasan jika
terjadi hujan. Koefisien pengaliran berpengaruh terhadap perhitungan prediksi debit.

II-22
`

2.7.8 HSS Nakayasu


Hasil penelitian Nakayasu mengenai hidrograf sintetis banjir sungai di Jepang
ditemukan bahwa parameter yang menjadi pengaruh yaitu luas kawasan yang dialiri
sungai, panjang sungai utama suatu DAS, dan koefisien pengaliran sungai
(Anisgustiani, 2020). Pengaruh tersebut berdampak pada debit banjir rancangan
yang akan dianalisis hingga membentuk suatu kurva dan berpengaruh terhadap
proses terjadinya debit puncak dan waktu setelah terjadi debit puncak .
Pengambaran pengaruh dari hujan yang turun di aliran sungai terhadap waktu
maka kurva yang akan terbentuk berupa :
1. Rising curve, yaitu kurva yang mewakili debit aliran permukaan sejak hujan
hingga sampai ke puncak aliran
2. Puncak aliran, yaitu debit maksimum yang terjadi saat hujan berlangsung
3. Lag time (tl), yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan dari pertengahan hujan
hingga mencapai debit puncak
4. Time to peak (tp), yaitu waktu awal hujan turun hingga tercapainya puncak aliran
5. Time of concentration (tc), yaitu rentang waktu berhentinya hujan sampai
terjadinya debit puncak
6. Recession time (tf), yaitu rentang waktu antara puncak aliran hingga
berhentinya hujan
7. Time based (tb), total waktu hujan terhadap keseluruhan alirannya
Gambar dan persamaan dari HSS Nakayasu dapat dilihat pada Gambar 2.12
dan Persamaan 2.24.
𝐴 × 𝑅𝑒
𝑄𝑝 = (2.24)
3,6 (0,3 𝑇𝑝 + 𝑇0,3 )
Keterangan :
Qp = Besar nilai debit puncak (m3/s)
Re = Besar nilai hujan efektif (1 mm)
Tp = Rentang waktu hujan mulai turun hingga mencapai debit puncak (jam)
T0,3 = Waktu terjadinya debit turun dari debit puncak hingga 30% (jam)
A = Luas daerah pengaliran (km2)
α = Parameter hidrograf

II-23
`

Sumber : digambar ulang dari Natakusuma, 2014


Gambar 2.12 HSS Nakayasu
Penjabaran persamaan dari Gambar 2.7 yaitu pada Persamaan 2.25 sampai
dengan Persamaan 2.28.
1. Kurva naik (0 < t ≤ Tp)
𝑡 2,4
𝑄𝑇 = 𝑄𝑃 × [ ] (2.25)
𝑇𝑝

2. Kurva turun (Tp ≤ t ≤ Tp + T0,3)


(𝑡−𝑇𝑝)
𝑄𝑇 = 𝑄𝑝 × 0,3 𝑇0,3 (2.26)

3. Kurva turun (Tp + T0,3 ≤ t ≤ Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)


[( 𝑡− 𝑇𝑝 ) + ( 0,5− 𝑇0,3 )]
𝑄𝑇 = 𝑄𝑝 × 0,3 𝑇0,3 (2.27)

4. Kurva turun (t > Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)


[( 𝑡− 𝑇𝑝 ) + ( 1,5𝑇0,3 )]
𝑄𝑇 = 𝑄𝑝 × 0,3 2𝑇0,3 (2.28)

2.7.9 Aliran Dasar (Base Flow)


Aliran dasar merupakan bagian penyusun hidrograf, air tanah dengan respon yang
lambat terhadap hujan merupakan asal dari suatu aliran dasar (Archimedes, 2020). Air
hujan yang turun terbagi menjadi dua yaitu ada yang diresap oleh tanah atau yang
sering disebut dengan kehilangan hujan, dan ada yang teralirkan ke permukaan atau
disebut dengan hujan efektif. Aliran dasar yang terjadi akibat elevasi dasar sungai lebih

II-24
`

tinggi dibandingkan elevasi muka air tanah pada suatu wilayah (Yusuf dkk, 2021).
Pemisahan hidrograf dari aliran dasar disebut dengan hidrograf aliran langsung.
Metode-metode pemisahan aliran dasar dengan aliran langsung yaitu :
1. Metode garis lurus
Metode garis lurus adalah suatu metode pemisahan yang paling sederhana dari
metode panjang dasar tetap dan metode kemiringan berbeda, dimana langkah awal
yang dilakukan yaitu mengetahui titik waktu awal terjadinya hujan (A) hingga titik
berakhirnya hujan (B), maka titik tersebut dapat dihubungkan dengan menarik
garis lurus. Semua daerah yang berada di bawah garis lurus merupakan daerah
aliran dasar dan yang di atas garis merupakan aliran langsung (Yusuf dkk, 2021).
2. Metode panjang dasar tetap
Metode panjang dasar tetap merupakan metode pemisahan dengan cara
menentukan titik awal terjadinya hujan (A), kemudian tarik garis vertikal tepat
saat debit puncak terjadi. Langkah selanjutnya setelah debit puncak terjadi
maka titik (B) merupakan waktu berhentinya hujan, tarik garis dari titik A ke
garis vertikal debit puncak lalu dari debit puncak hubungkan garis ke titik B.
daerah yang berada di bawah garis yaitu baseflow (Indarto dan Herlinda, 2019).
3. Metode kemiringan berbeda
Metode ini dilakukan dengan cara mengetahui titik awal terjadi hujan (A)
dan titik berakhirnya hujan (B). Langkah berikutnya yaitu menarik garis
vertikal tepat pada saat debit puncak terjadi, lalu tarik garis dari titik A menuju
garis vertikal dari debit puncak (D). Lalu setelah debit puncak terjadi maka
tarik garis vertikal kembali, garis ini merupakan titik belok sebelum hujan
berhenti pada titik B, hubungkan kembali garis yang ada pada debit puncak ke
titik belok. Langkah terakhir hubungkan garis dari titik belok ke titik B yaitu
titik berhentinya hujan (Indarto dan Herlinda, 2019).
Metode pemisahan aliran dasar dengan aliran langsung dengan metode
garis lurus dapat dilihat pada Gambar 2.13 (a), metode pemisahan aliran dasar
dengan aliran langsung dengan metode panjang dasar tetap dilihat pada
Gambar 2.13 (b) dan untuk metode pemisahan aliran dasar dengan aliran
langsung yang terjadi dengan menggunakan metode kemiringan berbeda
dilihat pada Gambar 2.13 (c) di bawah ini.

II-25
`

(a)

(b)

(c)
Sumber : digambar ulang dari Indarto dan Herlinda, 2019
Gambar 2.13 Pemisahan Aliran Dasar dengan Aliran Langsung
Perhitungan aliran dasar yang tetap dapat menggunakan Persamaan 2.29.

𝑄𝑏 = 0,4751 × 𝐴0,6444 × 𝐷0,943 (2.29)


Keterangan :
Qb = Nilai debit aliran (m3/s)
A = Besar luas daerah tangkapan pengairan (m2)
D = Indeks kerapatan sungai

II-26
`

2.8 Analisis Hidraulika


Perhitungan rencana dari analisis hidraulika bertujuan untuk mengetahui
apakah sungai tersebut dapat menampung prediksi debit banjir yang terjadi.
Perhitungan tersebut sesuai dengan hasil prediksi debit banjir. Analisis tersebut
dapat dilakukan dengan menggeunakan persamaan manning karena mudah dan
hasilnya cukup signifikan. Berdasarkan (Sasrodarsono, 2003) tahapan perhitungan
analisis hidraulika dapat dilihat pada Persamaan 2.30 sampai dengan Persamaan
2.35 serta gambar dari potongan melintang sungai dapat dilihat pada Gambar 2.9.

`
Sumber : digambar ulang dari Ansori, 2018
Gambar 2.9 Potongan Melintang Sungai Untuk Pengerukan
a. Menghitung luas penampang basah
𝐴 = (𝑏 + 𝑚ℎ) × ℎ (2.30)

b. Menghitung keliling basah suatu penampang

𝑃 = 𝑏 + 2ℎ √1 + 𝑚2 (2.31)

c. Menghitung jari-jari hidrolis

𝐴 (2.32)
𝑅=
𝑃
d. Menghitung kemiringan talud

𝑚 = √𝑥 2 + 𝑦 2 (2.33)
e. Menghitung kemiringan sungai
𝑇1 − 𝑇2
𝑆= (2.34)
𝐿

II-27
`

f. Menghitung kecepatan aliran


1 2 1 (2.35)
𝑣= × 𝑅 ⁄3 × 𝑆 ⁄2
𝑛
Keterangan :
b = Lebar dasar saluran (m)
h = Tinggi muka air (m)
A = Luas penampang basah (m2)
P = Keliling basah penampang (m)
R = Jari-jari hidrolis (m)
m = Kemiringan talud (m)
x = Sisi vertikal (m)
y = Sisi horizontal (m)
S = Kemiringan sungai (m)
T1 = Elevasi tinggi hulu (m)
T2 = Elevasi tinggi hilir (m)
L = Panjang saluran atau sungai (m)
v = Kecepatan aliran (m/s)
n = Koefisien kekasaran manning

2.9 HEC - RAS


Software yang dapat memodelkan aliran serta keadaan geometri sungai sehingga
dapat memodelkan banjir atau daerah yang tergenang yaitu HEC – RAS (Islami, 2021).
HEC – RAS dikembangkan oleh Hydrologic Engineering Centre oleh Gary W Brunner,
penganalisian hidrauilik dilakukan dalam suatu sistem Graphical User Interface yang
dikembangkan oleh Mark R Jensen (Hydrologic Engineering Center, 1995). Software ini
bisa mendomenstrasikan penanggulangan banjir melalui pengerukan sungai, tanggul dan
mensimulasikan bangunan air lainnya. HEC – RAS tersusun dari beberapa komponen
perhitungan hidraulika namun yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan analisis
profil muka air aliran tak tetap (unsteady flow) :
1. Analisis profil muka air aliran tak tetap (unsteady flow)
Pemodelan ini dapat memodelkan aliran tak tetap mencakup analisis dam-
break, limpasan tanggul, drainase, pompa ataupun aliran dalam pipa pada kondisi
debit unsteady flow (Hydrologic Engineering Center, 1995).

II-28
`

Fitur ini juga dapat menghitung aliran di tampang melintang, jembatan, gorong-gorong
ataupun struktur hidraulik lainnya seperti storage area (kolam retensi, waduk ataupun
embung) (Hydrologic Engineering Center, 1995). Pemodelan pada HEC – RAS
mengenai banjir dilakukan dengan cara mengabarkan aliran air yang melalui
jaringan sungai yang diteliti. Jaringan sungai juga dapat dibuat bercabang
ataupun mengambarkan pertemuan sungai pada pilihan junction. Pemodelan
ini membutuhkan data penampang sungai seperti station dan elevation, data
tersebut didapatkan dengan pengukuran langsung di lapangan. Jika akan
direncanakan bangunan pengendali banjir maka pengukuran penampang
sungai harus rapat agar data yang dihasilkan lebih akurat. Jika untuk analisis
pembelajaran maka digunakan data elevation dari peta DEM. Penginputan
debit banjir pada keadaan unsteady flow untuk mendapatkan tampilan cross
section sungai tersebut sehingga diketahui bagaimana keadaan tampungan
sungai terhadap prediksi debit banjir (Hydrologic Engineering Center,2016).

2.10 Geo – Slope


Salah satu software yang secara khusus dapat digunakan dalam penganalisisan
safety factor (SF) yang banyak digunakan salah satunya yaitu Geo – Slope. Software
ini merupakan produk dari perangkat lunak Geo – Studio (Prasetya, 2017).
Berdasarkan Rantesapan (2009) Geo – Slope merupakan suatu software yang dibuat
oleh Geo – Slope Internasional pada tahun 2002 di Kanada. Penelitian mengenai
debit banjir rancangan dan upaya pengendaliannya menggunakan bantuan software
Geo – Slope untuk mengetahui factor of safety terhadap stabilitas geser tanggul.
Analisis stabilitas pada Geo – Slope menggunakan Slope/W, Slope/W ini sendiri
merupakan sebuah program yang digunakan dalam penganalisisan stabilitas lereng,
baik tanah ataupun batuan termasuk galian dan timbunan. Slope/W mampu
memodelkan kondisi-kondisi seperti lapisan tanah yang komplek, kondisi tekanan
air pori yang tidak beraturan, pemodelan kuat geser tanah, Mohr-Coloumb,
Anisotropic dan lain-lain. Slope/W juga dapat memodelkan perkuatan dengan
struktur dan pendekatan bentuk bidang gelincir dengan atau tanpa tension crack
(Geo – Slope International Ltd, 2012). Analisis menggunakan Slope/W ini
menggunakan analisis kestabilan dengan menggunakan metode limit equilibrium.
penginputan parameter yang dibutuhkan yaitu berat isi tanah, nilai phi dan kohesi.

II-29
`

a. Metode Limit Equilibrium


Metode limit equilibrium adalah metode yang menggunakan prinsip
kesetimbangan gaya. Metode analisis ini mengasumsikan bidang kelongsoran
yang terjadi dalam bentuk circular dan non-circular (Liong, 2012). Konsep
dari metode limit equilibrium yaitu menghitung rasio perbandingan antara
force equilibrium (gaya dorong) dan moment equilibrium (gaya tahan), dengan
menghitung berdasarkan asumsi bidang longsoran yang dibagi menajdi
beberapa irisan. Metode yang pertama kali atau yang paling konvensional yaitu
Metode Fellenius (1927), metode ini menghiraukan semua interslice forces
(gaya dorang antar irisan dan hanya memperhitungkan moment equilibrium
saja sehingga metode ini bisa dilakukan perhitungan secara manual. Metode
Fellenius menganggap gaya-gaya yang bekerja pada sis kanan dan kiri dari
sembarang irisan mempunyai resultan nol pada arah tegak lurus bidang longsor
(Panjaitan, 2020). Metode Bishop (1955), Bishop membuat skema perhitungan
yang melibatkan interslice normal forces dalam prosesnya namun
menghiraukan interslice shear forces. Janbu juga mengembangkan metode
yang mirip dengan metode sederhan Bishop namun perbedaanya metode Janbu
diturunkan dari kesetimbangan gaya horizontal. Metode Morgenstern-Price
juga salah satu metode yang berdasarkan kesetimbangann batas yang
dikembangkan oleh Morgenstern-Price (1965). Proses analisisnya merupakan
hasil dari kesetimbangan setiap gaya-gaya normal dan momen yang bekerja
pada setiap irisan dari bidang longsoran. Metode ini mempertimbangkan nilai
SF berdasrkan kesetimbangan momen dan kesetimbangan gaya yang terjadi
(Takwin, 2017). Perbandingan metode yang digunakan untuk limit equilibrium
dapat dilihat pada Tabel 2.4 dan Tabel 2.5 di bawah ini.
Tabel 2.4 Kesetimbangan Gaya Berbagai Metode
Metode Kesetimbangan Momen Kesetimbangan Gaya
Fellinius Ya Tidak
Bishop’s Simplified Ya Tidak
Janbu’s Simplified Tidak Ya
Morgenstern-Price Ya Ya
Spancer Ya Ya
Sarma Ya Ya
Sumber : Takwin, 2017

II-30
`

Tabel 2.5 Gaya Antar Irisan


Metode Gaya Normal Antar Gaya Geser Antar Irisan
irisan (E) (I)
Fellinius Tidak Tidak
Bishop’s Simplified Ya Tidak
Janbu’s Simplified Tidak Tidak
Morgenstern-Price Ya Ya
Spancer Ya Ya
Sarma Ya Ya
Sumber : Takwin, 2017

2.11 Stabilitas Tanggul


Tanggul yang direncanakan harus stabil terhadap 3 kondisi yaitu stabil
terhadap geser, stabil terhadap guling dan stabil terhadap daya dukung tanahnya.
Tanggul pada penelitian ini menggunakan perkuatan bronjong pada kaki tanggul
dan cerucuk yang dilengkapi geosintetik untuk perkuatan daya dukung tanah
terhadap timbunan. Tanggul yang direncanakan merupakan tanggul yang material
utamanya berupa tanah urugan.

2.11.1 Stabilitas Terhadap Guling


Bronjong direncanakan pada kaki tanggul yang bertujuan sebagai perkuatan
tanggul. Tekanan tanah lateral pada dinding belakang bronjong mengakibatkan
bronjong cenderung mengalami penggulingan. Momen penggulingan tersebut akan
dilawan oleh momen dari berat sendiri bronjong. Bowles (1989) menerangkan
tentang faktor aman akibat terhadap penggulingan (SF) yang didefinsikan pada
Persamaan 2.36 di bawah ini.
∑ 𝑀𝑟
𝑆𝐹 = 2.36
∑ 𝑀𝑔𝑙
Keterangan :
SF = Faktor aman terhadap penggulingan
ƩMr = Total momen yang melawan momen penggulingan
ƩMgl = Total momen yang mendorong penggulingan

2.11.2 Stabilitas Daya Dukung


Daya dukung tanah perlu dianalisis agar tanggul dan bronjong yang digunakan
lebih aman. Perhitungan stabilitas daya dukung mengacu pada persamaan Terzaghi
(1943). Kapasitas daya dukung ultimit dapat dilihat pada Persamaan 2.37.

II-31
`

𝑞𝑢 = 𝑐 × 𝑁𝐶 + 𝛾 × 𝐷𝑓 × 𝑁𝑞 + 0,5 × 𝛾 × 𝑁𝛾 2.37
Keterangan :
qu = Kapasitas daya dukung ultimit
γ = Berat isi tanah (kN/m3)
Df = Kedalaman pondasi (m)
Nc,q,y = faktor daya dukung tanah

2.11.3 Perkuatan Tanggul


Perkuatan tanggul tanah urugan direncanakan agar tanggul tersebut tidak
longsor, jebol setelah masa konstruksi. Perkuatan tanggul dapat dilakukan dengan
beberapa cara seperti menambah daya dukung tanah jika dibangun di atas tanah
lunak, material timbunan harus dipertimbangkan dan lain-lain. Perkuatan tanggul
dapat dilakukan dengan cara berikut ini
a. Cerucuk kayu
Cerucuk kayu adalah tiang yang berukuran 8 – 15 cm dengan panjang
sekitar 8 m yang biasa sering digunakan untuk perkuatan pada tanah lunak.
Tiang kayu ini cocok pada tanah lunak yang berair karena kayu ini akan lebih
awet di kondisi tersebut. Tiang kayu ini dapat memikul beban maksimum
mencapai 270 – 300 kN (Hardiyatmo, 2010). Cerucuk kayu ini biasa digunakan
sebagai tiang grup ataupun tiang tunggal yang ditancap secara vertikal ataupun
miring. Penggunaan tiang cerucuk pada penelitian ini yaitu dari kayu gelam
yang tergolong dalam kelas kuat II dan kelas awet III.
b. Bronjong
Bronjong yaitu kotak yang terbuat dari anyaman kawat baja berlapis yang
diisi dengan batu-batu dan disusun bertingkat pada tepi sungai ataupun di kaki
lereng atau tanggul (SNI 03-009-1999). Bronjong yaitu struktur yang tidak
kaku yang dapat menahan gerakan secara horizontal ataupun vertikal.
Bronjong mempunyai sifat lolos air sehingga air bisa lewat dan tanah bisa
ditahan oleh bronjong (Bina Marga,1986). Bronjong adalah alternatif yang
dapat dilakukan karena proses konstruksi yang tidak terlalu sulit dan biaya
konstruksi tidak terlalu mahal. Ukuran kawat bronjong yang biasa digunakan
dapat dilihat pada Tabel 2.6 serta gambar dari bronjong dapat dilihat pada
Gambar 2.14 di bawah ini.

II-32
`

Tabel 2.6 Ukuran Kawat Bronjong


Kode Ukuran (m) Jumlah sekat Kapasitas (m3)
A 2 1 1 1 2
B 3 1 1 2 3
C 4 1 1 3 4
D 2 1 0,5 1 1
E 1 1 0,5 2 1,5
F 4 1 0,5 3 2
Sumber : SNI 03-009-1999

Sumber : dokumentasi BWSS VII,2021


Gambar 2.14 Bronjong
2.12 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang akan dilakukan berdasarkan beberapa referensi baik itu jurnal,
buku ataupun penelitian terdahulu. Beberapa penelitian yang menjadi referensi
untuk penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 2.4 yaitu sebagai berikut
Tabel 2.7 Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
1. Syukron dan Analisis Debit Puncak Berdasarkan hasil penelitian
Amri (2014) DAS Padang Guci yang telah dilakukan di DAS
Kabupaten Kaur Padang Guci dengan
Provinsi Bengkulu menggunakan metode melchior
didapatkan untuk kala ulang 2,
5, 10, 20, 50 dan 100 berurutan
yaitu 162,957 m3/s, 242,322
m3/s, 284,178 m3/s, 326,033
m3/s, 350,563 m3/s dan
370,568 m3/s.

II-33
`

2. Gunawan (2017) Analisis Data Hidrologi Penelitian ini dilakukan di


Sungai Air Bengkulu Sungai Air Bengkulu Bagian
Menggunakan Metode Hilir menggunakan metode
Statistik rasional didapatkan pada
periode ulang 5 tahunan debit
yang diperkirakan terjadi
sebesar 339,66 m3/s dan pada
periode ulang 100 tahunan
debit yang terjadi sebesar
594,79 m3/s dengan tinggi
muka air banjir yaitu sampai
110 cm.
3. Puspita (2017) Evaluasi Kapasitas Berdasarkan analisa frekuensi
Penampang Sungai untuk analisis hidrologi
Menggunakan didapatkan debit banjir
HEC – RAS Dan rencana Q25 tahun sebesar
Perencanaan Tanggul 94,700 m/s. berdasarkan
Guna Penanggulangan analisa hidrolika yang
Banjir Di Sungai Sulin dilakukan dengan bantuan
dari software HEC – RAS
dengan jenis aliran unsteady
flow didapatkan 28 patok
yang melimpas pada kondisi
eksisting dan berkurang
menjadi 18 patok setalah
dilakukan normalisasi sungai.
Perencanaan tanggul (dinding
penahan) terdapat tinggi yang
bervariasi dari 1,70 m
samapai 4,30 m

II-34
`

4. Amri dkk (2018) Analisis Hidrologi Berdasarkan penelitian yang


Untuk Mendapatkan telah dilaksanakan di DAS
Debit Puncak Sungai Bengkulu untuk debit yang
Bengkulu Dengan dihitung dengan metode HSS
Menggunakan Nakayasu debit pada kala ulang
Hidrograf Satuan 100 tahun diperkirakan sebesar
Sintetik Nakayasu 719,799 m/s pada waktu
(Studi Kasus DAS puncak selama 6 jam.
Sungai Bengkulu) Disimpulkan bahwa pada DAS
Sungai Bengkulu
5. Makal (2020) Analisis Debit Banjir Berdasarkan penelitian yang
Dan Tinggi Muka Air telah dilakukan didapatkan
Sungai Kawangkian Di bahwa debit banjir
Desa Kawangkoan rancangan yang diperoleh
Kecamatan Kalawat dari analisis HEC – HMS
Kabupaten Minahasa yang dimodelkan ke HEC –
Utara RAS, hasil yang didapatkan
bahwa semua penampang
sungai masih mampu
mengalirkan debit banjir
rancangan kala ulang 5
hingga 100 tahun sehingga
tidak perlu dilakukan
pengendalian dari debit
banjir yang terjadi .

II-35
`

BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian dilakukan di Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu tepatnya pada
Sub DAS Rindu Hati yaitu pada aliran Sungai Rindu Hati yang berada di Kabupaten
Bengkulu Tengah. Batasan daerah penelitian yang dilakukan yaitu kawasan hulu
yang berada di Desa Rindu Hati dan kawasan hilirnya berada di Desa Lubuk Sini.
Pengumpulan data primer berupa kedalaman sungai, lebar penampang sungai serta
kecepatan aliran sungai. Titik yang menjadi pengambilan sampel yaitu 2 titik di Desa
Rindu Hati untuk kawasan hulu, 1 titik di Desa Surau, 2 titik di Desa Taba Baru, 2
titik di Desa Bajak dan 1 titik di Desa Lubuk Sini. Jarak antar titik bervariasi
menyesuaikan keadaan di lapangan. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Sumber : ArcGis, 2022


Gambar 3.1 Lokasi Penelitian Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode kuantitatif berupa perhitungan
analisis hidrologi dan debit banjir rancangan. Hasil dari analisis tersebut selanjutnya
dimodelkan ke software HEC – RAS. Daerah yang tergenang dilakukan
penanggulangan berupa pengerukan sungai dan jika masih terjadi limpasan maka
akan dibangun tanggul.

III-1
`

3.2.1 Pengumpulan Data


Suatu penelitian perlu didukung dengan data-data baik berupa jurnal, literatur
ataupun dari penelitian-penelitian sebelumnya. Data tersebut diperlukan sebagai
referensi ataupun pembanding penelitian selanjutnya. Pengumpulan data-data yang
digunakan berupa :
1. Data pengamatan langsung (primer)
Data primer didapatkan dari hasil survei, pengamatan dan pengukuran pada
daerah yang ditinjau. Penelitian kali ini juga membutuhkan data primer untuk
penunjang dalam melakukan penganalisisan, data yang diambil di lokasi
pengamatan sebagai berikut :
a. Dimensi penampang sungai
Dimensi penampang sungai yang diperlukan yaitu berupa data kedalaman
sungai dan lebar sungai. Data tersebut diperoleh dari pengukuran di lapangan
dengan menggunakan meteran dan pielschall.
b. Kecepatan aliran sungai
Kuat arus pada suatu sungai dapat dihitung dengan menggunakan alat berupa
current meter atau dengan metode pelampung. Tata cara pengukuran
kecepatan aliran dengan menggunakan current meter ataupun dengan metode
pelampung dapat dibaca pada SNI 8066 2015. Jumlah putaran pada alat
current meter mempengaruhi kecepatan arus pada sungai.
2. Data dari instansi terkait (sekunder)
Data sekunder didapatkan dari instansi pemerintah, dari internet dan dari
buku-buku, data sekunder yang dibutuhkan untuk penelitian yang dilakukan
tercakup dalam Tabel 3.1 di bawah ini.
Tabel 3.1 Data Sekunder Penelitian
No. Data Sekunder Sumber Data Keterangan

Data tersebut digunakan pada


1. Data curah hujan BMKG
analisis hidrologi
BPDAS Air Peta tersebut untuk mengetahui
2. Peta DAS
Bengkulu daerah yang ditinjau

III-2
`

3.2.2 Alat Penelitian


Peralatan yang perlu dipersiapkan untuk melaksanakan penelitian ini yaitu :
1. Alat tulis kantor (ATK) digunakan untuk mencatat hasil pengukuran di lapangan
2. Meteran digunakan sebagai alat ukur penampang sungai di lapangan
3. Current meter digunakan pada saat perhitungan kecepatan aliran sungai di lapangan
4. Stopwatch digunakan untuk menghitung waktu per 60 detik saat menghitung
kecapatan aliran sungai
5. Peilschaal alat yang digunakan untuk mengukur kedalaman suatu sungai
6. Kalkulator untuk menghitung data yang dianalisis
7. Software Microsoft Office, Microsoft Excel, Google Earth dan Arc GIS
8. Software HEC – RAS digunakan untuk pemodelan debit sungai dan upaya
pengendalian debit sungai
9. Map tahan air dan form untuk data perhitungan debit

3.3 Pelaksanaan Penelitian


Penelitian yang dilaksanakan melalui berbagai tahapan-tahapan, yaitu :

3.3.1 Pengumpulan Data Primer Penampang Sungai


Pengukuran kecepatan aliran sungai yang dilaksanakan menggunakan metode
merawas karena berdasarkan survei pendahuluan kondisi sungai masih bisa dicapai
dengan metode tersebut. Kegiatan yang dilakukan berupa pengukuran lebar,
kedalaman dan kecepatan aliran sungai. Tahapan-tahapan dalam pengambilan data
profil sungai dengan metode merawas yaitu sebagai berikut :
1. Pemilihan lokasi sungai memperhatikan hal-hal berikut :
a. Alur sungai yang diambil datanya posisinya harus lurus
b. Tidak ada tumbuhan air atau sampah yang menggangu aliran sungai saat
dilaksanakan pengukuran
c. Pengukuran tidak dilakukan di pusaran air
d. Penampang melintang sungai posisinya tegak lurus arah alur sungai
2. Pengukuran lebar sungai dilakukan dengan cara menarik meteran dari sisi
ujung ke ujung sungai sehingga didapatkan lebar total penampang sungai
3. Pengukuran kedalaman sungai dilakukan dengan bantuan alat peilschall atau
kayu. Titik yang diukur kedalamannya yaitu selebar sungai, dengan jarak antar
titik sampel kedalaman konsisten sesuai dengan perencanaan sebelumnya.

III-3
`

Pengukuran kedalaman sungai dibantu oleh tim peneliti yang berasal dari
mahasiswa Teknik Sipil Universitas Bengkulu, dilengkapi dengan baju
pelampung untuk masuk kedalam sungai.
4. Pengukuran kecepatan aliran dengan metode merawas
Pengukuran yang dilaksanakan menggunakan metode merawas yaitu
dilakukuan tanpa bantuan alat bantu seperti perahu ataupun bridge crane,
metode merawas ini dilakukan dengan cara masuk langsung ke dalam sungai
yang posisinya telah ditentukan. Metode ini dilakukan jika kedalaman sungai
yang diukur masih bisa dicapai secara manual atau tidak terlalu dalam.
Prosedur yang perlu diperhatikan dalam pengukuran sungai di lapangan
menggunakan metode merawas yaitu :
a. Lokasi penelitian dilakukan pada sungai yang mempunyai kedalaman yang
masih bisa dicapai oleh petugas penelitian
b. Pengukur berdiri di hilir alat current meter agar tidak terjadi perubahan arah
aliran sungai yang diteliti
c. Posisi alat current meter berada di depan pengukur
d. Penentuan jarak interval penampang sungai yaitu konsisten sesuai lebar
total sungai. Pengukuran kedalaman serta kecepatan tersebut dilakukan
sesuai dengan jarak interval yang ditentukan sebelumnya
e. Operasikan alat current meter hingga balingnya berputar dan mengeluarkan
bunyi “siren horn” lalu cek alat agar terhubung dengan odometer untuk
mengetahui jumlah putaran pada aliran sungai tersebut
f. Kedalaman alat current meter diberikan ketentuan, yaitu jika kedalaman
sungai pada suatu segmen interval kurang dari 0,75 meter maka current meter
diletakan pada kedalaman 0,6d. Jika kedalaman lebih dari 0,75 meter maka
dilakukan pada dua tiitk yaitu pada 0,2d dan 0,8d
g. Atur waktu pengukuran yaitu sekitar 60 detik dengan menggunakan stopwatch
kemudian hitung berapa putaran pada alat current meter
h. Catat hasil pengukuran dan lakukan hingga semua segmen lebar total
penampang sungai diukur
i. Hitung debit penampang sungai sesuai dengan Persamaan 2.1

III-4
`

3.3.2 Analisis Hidrologi dan Debit Banjir Rancangan


Perhitungan dari analisis hidrologi dilakukan untuk menghasilkan data debit
banjir rancangan, langkah-langkah perhitungan yaitu sebagai berikut :
1. Pengumpulan data sekunder yang dibutuhkan seperti data curah hujan, data
DAS serta data tata guna lahan
2. Data curah hujan yang ada dipilih curah hujan maksimum tiap bulannya
3. Hitung curah hujan kawasan dengan metode polygon thiessen untuk mengetahui
nilai dari curah hujan kawasan rata-rata maksimum seperti pada Persamaan 2.3
4. Parameter statistik didapat dari mengurutkan data dari kecil ke besar yaitu :
a. Hitung nilai rata-rata seperti Persamaan 2.5
b. Hitung deviasi standar seperti Persamaan 2.6
c. Hitung koefisien kemencengan (Cs) seperti Persamaan 2.7
d. Hitung koefisien kurtosis (Ck) seperti Persamaan 2.8
e. Hitung koefisien variasi (Cv) seperti Persamaan 2.9
5. Parameter logaritmik didapat dengan cara :
a. Hitung nilai rata-rata logaritmik seperti Persamaan 2.12
b. Hitung deviasi standar logaritmik seperti Persamaan 2.13
c. Hitung koefisien kemencengan (Cs) seperti Persamaan 2.14
6. Analisis frekuensi curah hujan rencana yaitu dengan menggunakan 3 metode :
a. Analisis frekuensi curah hujan rencana dengan metode Gumbel Tipe I
dihitung seperti Persamaan 2.10
b. Analisis frekuensi curah hujan rencana dengan metode Log Normal sesuai
dengan Persamaaan 2.11
c. Analisis frekuensi curah hujan rencana dengan metode Log Person Tipe III
seperti Persamaan 2.15
7. Uji kecocokan sebaran dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan :
a. Uji chi kuadrat seperti persamaan 2.16 dengan syarat nilai X2 hasil
perhitungan < nilai X2 (diterima)
b. Uji smirnov kolmogorof seperti Persamaan 2.17 dengan syarat nilai
Dmaks < Dkritis (diterima)
8. Hitung intensitas curah hujan dengan rumus Manonobe seperti Persamaan 2.18

III-5
`

9. Hitung curah hujan efektif jam-jaman lalu analisis debit HSS Nakayasu dengan cara :
a. Jika kurva naik, 0 < t < Tp maka debit dapat dihitung seperti Persamaan 2.20
b. Jika kurva turun, Tp ≤ t ≤ Tp + T0,3 maka debit dihitung seperti Persamaan 2.21
c. Jika kurva turun, Tp + T0,3 ≤ t ≤ TP + T0,3 + 1,5T0,3 maka debit dihitung seperti
Persamaan 2.22
d. Jika kurva turun, t > Tp + T0,3 + 1,5T0,3 maka debit banjir dihitung seperti
Persamaan 2.23
10. Analisis baseflow seperti pada Persamaan 2.24
11. Perhitungan debit banjir rancangan dengan metode HSS Nakayasu dapat
dikerjakan seperti pada Persamaan 2.19
12. Penentuan debit puncak banjir pada periode ulang 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 tahun

3.4 Penginputan Data ke Software HEC – RAS


Tahapan-tahapan yang dilakukan untuk membuat pemodelan sungai di
HEC – RAS yaitu sebagai berikut :
1. Data geometri sungai di input ke HEC – RAS seperti tampilan pada Gambar 3.2.

Sumber : User Manual of HEC – RAS, 2022


Gambar 3.2 Tampilan Input Geometri Sungai
2. Tambahkan data debit banjir rancangan dengan kala ulang yang telah
ditentukan pada aliran unsteady flow setelah data geometri sungai selesai
ditambahkan seperti pada Gambar 3.3.

III-6
`

Sumber : Users Manual Of HEC – RAS, 2022


Gambar 3.3 Tampilan Input Debit Banjir Rancangan
3. Setelah itu running data yang dimodelkan untuk melihat kapasitas sungai
terhadap debit banjir rancangan. Jika terdapat genangan maka perlu dilakukan
pengendalian banjir dengan memperbesar kapasitas penampang sungai yang
ada, baik dengan cara pengerukan ataupun tanggul sungai. Upaya tersebut
dapat dimodelkan kembali ke dalam HEC – RAS untuk dilakukan analisis
kembali setelah itu running kembali data yang ada. Unsteady flow analysis
dapat dilihat pada tampilan Gambar 3.4.

Sumber : Users Manual Of HEC – RAS, 2022


Gambar 3.4 Tampilan Unsteady Flow Analysis

III-7
`

3.5 Upaya Pengendalian Debit Banjir Rancangan


Pengendalian debit banjir rancangan yang dilakukan pada Sungai Air Bengkulu
Bagian Hulu yaitu penanganan secara struktural dan non struktural. Penanganan
tersebut yaitu dijabarkan sebagai berikut :
1. Penanganan secara struktural
Penanganan secara struktur yaitu penanganan yang meliputi kegiatan
pengerukan sungai dan pembuatan tanggul yang bertujuan menambah
kapasitas sungai yang ada. Penanganan tersebut dijabarkan di bawah ini :
a. Pengerukan sungai
Pengerukan sungai yaitu suatu kegiatan yang bertujuan menambah kapasitas
tampungan sungai dengan mengeruk sedimen atau batuan yang ada di
sungai. Pengerukan sungai dilakukan setelah dilakukan analisis hidrologi
dan analisis hidraulika. Sungai yang mengalami pendangkalan dan
sedimentasi maka kapasitas tampungannya pun sudah berkurang, keadaan
ini perlu dilakukannya pengerukan sungai.

b. Pembuatan tanggul
Tanggul sungai juga merupakan upaya pengendalian yang sering dilakukan.
Pembuatan tanggul sungai dilakukan agar kapasitas sungai bertambah.
Pembuatan tanggul sungai ini diharapkan dapat mengurangi daerah
limpasan air dari kiri maupun kanan sungai. Pembangunan tanggul harus
menentukan tinggi muka air banjir dan tinggi jagaan banjir untuk
mendapatkan tinggi tanggul yang direncanakan.

2. Penanganan secara non struktur


Penanganan ini merupakan penanganan secara non teknik. Penanganan
yang dapat dilakukan dijabarkan di bawah ini :
a. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Daerah aliran sungai yang telah terganggu menyebabkan sering terjadinya
banjir. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang terganggu dengan cara
melakukan penanaman vegetasi-vegetasi yang bertujuan untuk menambah
daerah resapan air. Berkurangnya daerah resapan air merupakan salah satu
yang menjadi penyebab suatu dearah rawan banjir. Kegiatan lain yang dapat
dilakukan yaitu dengan menjaga fungsi kawasan hutan lindung yang ada.

III-8
`

b. Pengaturan tata guna lahan


Alih fungsi lahan yang terjadi berbanding lurus dengan kenaikan jumlah
penduduk, hal ini karena tuntutan dalam rangka memenuhi kepentingan
hidup. Alih fungsi lahan menjadi daerah pertambangan, pertanian ataupun
hunian menyebabkan terjadinya perubahan bagi suatu Daerah Aliran Sungai.
Pengaturan tata guna lahan harus seimbang agar tidak semua lahan beralih
fungsi sehingga menyebabkan terjadinya banjir. Pengaturan mengenai aturan
lahan harus ditegaskan seperti tidak mendirikan bangunan di daerah bantaran
sungai dan tidak melakukan pembukaan lahan secara ilegal. Dampak negatif
yang dirasakan yaitu banjir yang tentunya menambah kerugian.

3.6 Analisis Pengerukan Sungai dan Tanggul


Jika terjadi banyak genangan maka perlu penanggulangan berupa kegiatan
pengerukan sungai dan dapat juga dengan pembangunan tanggul. Penanggulangan
dengan cara ini bertujuan untuk memperbesar kapasitas penampang sungai yang telah
ada. Tahapan-tahapan pengerukan sungai dan tanggul yaitu sebagai berikut :
a. Menentukan lebar rencana penampang sungai yang baru jika memungkinkan untuk
dilakukannya pelebaran sungai
b. Menentukan tinggi muka air rencana sesuai dengan debit banjir rancangan yang
telah dimodelkan
c. Hitung luas penampang basah sesuai dengan Persamaan 2.25
d. Hitung keliling basah penampang sepsuai Persamaan 2.26
e. Hitung besar jari-jari hidrolis sesuai Persamaan 2.27
f. Kemiringan talud dapat direncanakan atau ditentukan dengan Persamaan 2.28
g. Kemiringan sungai ditentukan berdasarkan Persamaan 2.29
h. Kecepatan aliran dihitung dengan Persamaan 2.30
i. Setelah debit aliran dihitung, periksa apakah nilai Qrencana tampungan > Qbanjir rancangan
j. Jika telah memenuhi maka dapat dimodelkan kembali ke HEC – RAS pada pilihan
design modification
k. Jika masih terdapat limpasan maka direncanakan tanggul dengan menentukan tinggi
jagaan tanggul pada Tabel 2.1 dan lebar puncak tanggul pada Tabel 2.2
l. Kemudian upaya pengendalian tersebut dimodelkan kembali ke software
HEC – RAS pada opsi levees

III-9
`

3.7 Penginputan Data ke Software Geo – Slope


Perencanaan suatu tanggul juga perlu mempertimbangkan kestabilitasan
tanggul tersebut. Kestabilitasan tanggul tersebut bertujuan untuk mengurangi
kemungkinan tanggul longsor ataupun kemungkinan terburuk lainnya. Stabilitas
tanggul dapat dianalisis dengan bantuan software Geo – Slope. Langkah-langkah
yang dilakukan dalam memodelkan tanggul sungai yang telah direncanakan ke
software Geo – Slope sebagai berikut :
1. Membuka lembar kerja baru dan gunakan analisis Slope/W seperti Gambar 3.5

Sumber : User Manual of Geo – Slope, 2022


Gambar 3.5 Tampilan Lembar Kerja Geo – Slope
2. Atur halaman, grid, skala dan satuan seperti tampilan di Gambar 3.6

Sumber : User Manual of Geo – Slope, 2022


Gambar 3.6 Tampilan Grid, Skala dan Satuan

III-10
`

3. Sketsa tanggul yang telah direncanakan sebelumnya seperti Gambar 3.7

Sumber : User Manual of Geo – Slope, 2022


Gambar 3.7 Tampilan Sketsa Tanggul

4. Input data material yang dibutuhkan seperti yang tersedia pada Gambar 3.8

Sumber : User Manual of Geo – Slope, 2022


Gambar 3.8 Tampilan Penginputan Data Material Tanggul
5. Lakukan analisis data untuk mendapatkan faktor aman seperti Gambar 3.9

Sumber : User Manual of Geo – Slope, 2022


Gambar 3.9 Tampilan Analisis Data

III-11
`

3.8 Bagan Alir Penelitian


Prosedur-prosedur dari mulai hingga selesai melakukan penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 3.10 di bawah ini.

Mulai

Survei Pendahuluan

Data Primer : Data Sekunder :


Pengumpulan data
1. Kecepatan Aliran 1. Peta dan Data DAS
2. Profil Sungai 2. Data Curah Hujan

Analisis Hidrologi

Analisis Curah Hujan Analisis Curah Hujan Rencana Analisis Intensitas


Rata-Rata Kawasan dan Uji Kecocokan Sebaran Curah Hujan

Analisis Debit Banjir


Metode HSS Nakayasu

Pemodelan pada software `


HEC - RAS

Syarat :
Qp > Q b Tidak
Upaya
Pengendalian
Ya Banjir
Tidak

Kesimpulan dan Saran


Ya

Selesai

Gambar 3.10 Diagram Bagan Alur Penelitian

III-12
`

BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Keadaaan Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu


DAS Air Bengkulu terletak di Kabupaten Bengkulu Tengah dan Kota
Bengkulu. Sungai utama yang mengalir pada DAS Air Bengkulu yaitu Sungai Air
Bengkulu. Hulu dari DAS Air Bengkulu mengalir sungai yang dikenal oleh
penduduk setempat dengan nama Sungai Rindu Hati. Sungai Rindu Hati ini
mengalir dari Desa Rindu Hati dan alirannya bertemu dengan Sungai Air Bengkulu
tepatnya di Desa Penanding. Keadaan Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu dapat
dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini.

Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2022


Gambar 4.1 Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu
Analisis hidrologi menggunakan data pos hujan terdekat yang berada di
kawasan Kecamatan Taba Penanjung yaitu Pos Hujan Taba Penanjung, Pos Hujan
Anak Dalam dan Pos Hujan Jayakarta. Tahapan analisis hidrologi yang dilakukan
menggunakan data curah hujan yang tersedia di ketiga pos hujan tersebut selama
15 tahun terakhir. Pengukuran data geometri sungai dilakukan di 5 desa dengan
jumlah titik penelitian yaitu 8 titik pada Kecamatan Taba Penanjung. Pengukuran
geometri sungai yang dilakukan meliputi pengukuran lebar penampang sungai,
kedalaman sungai dan kecepatan aliran sungai. Pengukuran geometri sungai
tersebut dimodelkan ke software HEC – RAS untuk mengetahui apakah sungai
tersebut masih mampu mengalirkan debit banjir rancangan yang diperhitungkan
sebelumnya dengan metode HSS Nakayasu.

IV-1
`

4.2 Analisis Geometri Sungai di Lapangan


Pengukuran geometri sungai di lapangan untuk mengetahui data lebar,
kedalaman dan kecepatan aliran di sungai tersebut. Data geometri yang didapatkan
digunakan untuk menghitung debit aliran di lapangan. Pengukuran dilakukan selam
2 hari berturut-turut yaitu pada tanggal 12 Agustus 2022 dan 13 Agustus 2022
dimulai dari jam 09.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB. Pengukuran lebar sungai
menggunakan roll meter, kedalaman sungai dengan peilschall dan untuk kecepatan
aliran menggunakan current meter. Kondisi dari Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu
dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1 Kondisi Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu
Kondisi Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu
Muka Air Tetap (tidak naik/turun)
Kondisi saat dilakukan pengukuran Cerah
Kondisi lokasi Material dasar batu dan pasir
Metode pengukuran Merawas
Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan, 2022

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan untuk pengukuran


kecepatan aliran dilakukan sesuai dengan SNI-8066 2015. Ketentuan dalam
melakukan pengukuran yaitu dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Ketentuan Pengukuran Kecepatan Aliran
Kedalaman (d) Pengukuran kecepatan
d < 0,75 m 0,6 d
d > 0,75 m 0,2 d dan 0,6 d
Sumber : SNI-8066 2015

Pengukuran kecepatan aliran dengan menggunakan metode merawas dan untuk


pengukuran kecepatan aliran menyesuaikan kedalaman, misalkan kedalaman sungai
kurang dari 0,75 m maka alat current meter diletakan 0,6 d dari permukaan air.
Perhitungan debit di lapangan dapat dilakukuan setelah mengetahui luasan dan
kecepatan aliran per interval yang telah ditentukan. Contoh perhitungan debit
sungai dengan menggunakan Persamaan 2.1 pada bab 2 seperti berikut ini :
𝐴 = 𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑠𝑢𝑛𝑔𝑎𝑖 . 𝑘𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑛𝑔𝑎𝑖
1
𝐴= × (𝑎 + 𝑏) × 𝑡
2

IV-2
`

1
𝐴= × (0,2 + 0,3) × 2
2
𝐴 = 0,5 𝑚2
Luasan per interval sungai yang telah dihitung maka tahapan selanjutnya yaitu
dapat diketahui debit aliran yang terjadi di interval tersebut sebagai berikut :
𝑄 =𝐴 ×𝑣
𝑄 = 0,5 𝑚2 × 1,6 𝑚/𝑠
𝑄 = 0,8 𝑚3 /𝑠
Perhitungan debit aliran secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai
dengan Lampiran 8 serta untuk rekapitulasi debit total yang terjadi pada setiap titik
pengukuran geometri sungai di lapangan dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah ini :

Tabel 4.3 Rekapitulasi Total Debit Sungai di Lapangan


Titik Pengamatan Debit Aliran (m3/s)
Titik 1 0,69
Titik 2 1,42
Titik 3 1,58
Titik 4 0,97
Titik 5 2,37
Titik 6 1,20
Titik 7 1,09
Titik 8 1,64
Sumber : Hasil Analisis, 2022
Debit sungai dalam keadaan normal didapatkan dari data geometri penampang
melintang sungai dan kecepatan aliran sungai yang terjadi. Hasil pengukuran debit
langsung di lapangan tentunya selisihnya jauh dengan hasil analisis debit banjir
rancangan dengan menggunakan metode hidrograf satuan sintetis. Perbedaan ini
disebabkan karena pada saat penganalisisan dengan metode hidrograf satuan
sintetis diperhitungkan parameter curah hujan maupun keadaan topografi DAS
tersebut, sehingga debit yang dihasilkan pun lebih besar daripada pada saat
perhitungan debit aliran di lapangan. Analisis debit banjir rancangan dengan
menggunakan hidrogaraf satuan sintetis tidak dapat dibandingkan dengan analisis
pengukuran debit langsung di lapangan.

IV-3
`

4.3 Analisis Data Curah Hujan


Data curah hujan yang digunakan yaitu data curah hujan 15 tahun terakhir dari
3 pos hujan terdekat di Kecamatan Taba Penanjung. Data curah hujan yang
digunakan yaitu data curah hujan bulanan maksimum tahun 2007 sampai tahun
2021 yang diperoleh dari BMKG Provinsi Bengkulu. Pos hujan tersebut yaitu :
1. Pos Hujan Taba Penanjung
Nama Pos Hujan : Taba Penanjung
Daerah Aliran Sungai : Air Bengkulu
Desa : Taba Penanjung
Kecamatan : Taba Penanjung
Kabupaten : Bengkulu Tengah
Koordinat : 03° 42' 12,2" LS, 102° 30' 40,4" BT
2. Pos Hujan Anak Dalam
Nama Pos Hujan : Anak Dalam
Daerah Aliran Sungai : Air Bengkulu
Desa : Penum
Kecamatan : Taba Penanjung
Kabupaten : Bengkulu Tengah
Koordunat : 03° 42' 12,2" LS, 102° 27' 36" BT
3. Pos Hujan Jayakarta
Nama Pos Hujan : Jayakarta
Daerah Aliran Sungai : Air Bengkulu
Desa : Jayakarta
Kecamatan : Talang Empat
Kabupaten : Bengkulu Tengah
Koordinat : 03° 48' 54" LS, 102° 22' 12" BT
Data curah hujan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 9 sampai dengan
Lampiran 11. Data curah hujan maksimum yang digunakan yaitu rentang 15 tahun
terakhir. Data tersebut digunakan dalam tahapan analisis hidrologi. Hasil dari data
hujan maksimum dari ketiga pos hujan yang tersedia dapat dilihat pada Tabel 4.4
dan data hujan maksimum tersebut diurutkan dari data terkecil ke terbesar seperti
yang tersedia pada Tabel 4.5 berikut ini :

IV-4
`

Tabel 4.4 Data Curah Hujan Maksimum Kabupaten Bengkulu Tengah


Rh max pos hujan (mm) Rh max rata-rata
No Tahun
Taba Penanjung Anak Dalam Jayakarta mm/hari
1 2007 154,00 0,00 0,00 51,33
2 2008 125,00 0,00 218,00 114,33
3 2009 112,00 145,00 0,00 85,67
4 2010 151,00 95,00 155,00 133,67
5 2011 180,00 102,00 117,00 133,00
6 2012 178,00 93,00 84,00 118,33
7 2013 116,00 103,00 168,00 129,00
8 2014 110,00 69,00 101,00 93,33
9 2015 116,00 99,00 108,00 107,67
10 2016 180,00 167,00 169,00 172,00
11 2017 150,00 83,00 200,00 144,33
12 2018 132,00 86,00 149,00 122,33
13 2019 245,00 198,00 164,00 202,33
14 2020 102,00 103,00 115,00 106,67
15 2021 98,00 242,00 168,00 169,33
Rata-rata 143,27 105,67 127,73 125,26
Sumber : Hasil Analisis, 2022

Tabel 4.5 Urutan Data Curah Hujan Maksimum Terkecil ke Terbesar


No Tahun Data Nilai Curah Hujan
1 2007 51,33
2 2009 85,67
2 2014 93,33
4 2020 106,67
5 2015 107,67
6 2008 114,33
7 2012 118,33
8 2018 122,33
9 2013 129,00
10 2011 133,00
11 2010 133,67
12 2017 144,33
13 2021 169,33
14 2016 172,00
15 2019 202,33
Sumber : Hasil Analisis, 2022

Hasil dari analisis curah hujan 3 pos hujan terdekat selama 15 tahun terakhir,
didapatkan bahwa curah hujan maksimum terjadi pada tahun 2019 sebesar 202,33
mm/hari dan curah hujan minimum pada tahun 2007 sebesar 51,33 mm/hari.

IV-5
`

4.3.1 Curah Hujan Kawasan Rata-Rata Metode Polygon Thiessen


Daerah tangkapan curah hujan kawasan rata-rata dapat diketahui dengan
menggunakan metode polygon thiessen. Tahapan analisis nilai curah hujan kawasan
dengan metode polygon thiessen ini dilakukan dengan bantuan software ArcGis.
Data yang perlu diinput ke software tersebut yaitu titik koordinat pos hujan yang
akan digunakan dan peta Kecamatan di Bengkulu Tengah dalam format shp seperti
terlihat pada Gambar 4.2.

Sumber : Hasil Analisis, 2022

Gambar 4.2 Koordinat Pos Hujan dan Peta Kecamatan


Langkah selanjutnya setelah penginputan data-data yang dibutuhkan tersebut,
maka buat polygon thiessen dengan menggunakan menu create polygon thiessen
dan hasil dari pembuatan polygon thiessen tersebut dilihat pada Gambar 4.3.

Sumber : Hasil Analisis, 2022

Gambar 4.3 Pembuatan Polygon Thiessen

IV-6
`

Jika tahapan pembuatan polygon thiessen telah dilakukan selanjutnya rapikan


poligon tersebut menggunakan menu clip dan luasan dari poligon tersebut dapat
dihitung. Hasil luasan polygon thieseen dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Sumber : Hasil Analisis, 2022

Gambar 4.4 Polygon Thiessen Sub DAS Rindu Hati


Hasil dari pemodelan polygon thiessen dengan bantuan software ArcGis
sehingga didapatkan luasan-luasan hasil dari pembagian sebaran 3 pos hujan
terdekat. Hasil luasan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.6 di bawah ini.
Tabel 4.6 Luasan Polygon Thiessen
Luas Kawasan Luas Persentase
No
Pos Hujan (km2) (%)
1 Pos Taba Penanjung 242,78 65,088
2 Pos Anak Dalam 51,62 13,839
3 Pos Jayakarta 78,6 21,072
Total Luasan 373 100
Sumber : Hasil Analisis, 2022

4.3.2 Analisis Curah Hujan Maksimum Rata-Rata Kawasan


Penganalisisan curah hujan harian rata-rata kawasan berdasarkan besar curah
hujan yang terjadi sesuai dengan koordinat dari ketiga pos hujan dengan
menggunakan metode polygon thiessen. Tahapan yang dilakukan dalam
penganalisisan ini yaitu dengan merekap data curah hujan maksimum bulanan tiap
pos hujan yang diperoleh dari BMKG Provinsi Bengkulu. Curah hujan tersebut
direkap untuk mengetahui curah hujan maksimum yang terjadi dalam hitungan tahun.
Rekapitulasi data curah hujan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.7 di bawah ini.

IV-7
`

Tabel 4.7 Data Curah Hujan Maksimum Tiga Pos Hujan

No Tahun Rmax Pos Hujan (mm)


Taba Penanjung Anak Dalam Jayakarta
1 2007 154,00 0,00 0,00
2 2008 125,00 0,00 218,00
3 2009 112,00 145,00 0,00
4 2010 151,00 95,00 155,00
5 2011 180,00 102,00 117,00
6 2012 178,00 93,00 84,00
7 2013 116,00 103,00 168,00
8 2014 110,00 69,00 101,00
9 2015 116,00 99,00 108,00
10 2016 180,00 167,00 151,00
11 2017 150,00 83,00 200,00
12 2018 132,00 86,00 149,00
13 2019 245,00 198,00 164,00
14 2020 102,00 103,00 115,00
15 2021 98,00 242,00 168,00
Rata-rata 143,27 105,67 127,73
Sumber : Hasil Analisis, 2022

Hasil rekapitulasi data curah hujan maksimum per tahun pada ketiga pos hujan
disajikan dalam bentuk grafik yaitu pada Gambar 4.5 di bawah ini.

Sumber : Hasil Analisis, 2022


Gambar 4.5 Grafik Curah Hujan Maksimum 3 Pos Hujan
Tahapan berikutnya yang dilakukan yaitu menganalisis curah hujan maksimum
rata-rata yang terjadi dengan menggunakan metode polygon thiessen. Hasil curah
hujan maksimum rata-rata kawasan dariketiga pos hujan disajikan pada Tabel 4.8.

IV-8
`

Tabel 4.8 Perhitungan Curah Hujan Maksimum Rata-Rata Polygon Thiessen


Ai Ai (%) Rh max Rthiessen (mm)
Polygon Thiessen
(km2) (Ai/Total) (mm) (Rh max . Ai %)
Taba Penanjung 242,78 0,6509 245 159,467
Anak Dalam 51,62 0,1384 242 33,491
Jayakarta 78,6 0,2107 218 45,938
Jumlah 373 1 238,896
Sumber : Hasil Analisis, 2022
Nilai RThiessen diperoleh berdasarkan perhitungan tabel di atas, dengan metode
yang sama analisis nilai RThiessen selama 15 tahun terakhir. Berdasarkan ketiga pos
hujan yaitu Pos Hujan Taba Penanjung, Pos Hujan Anak Dalam dan Pos Hujan
Jayakarta dapat dilihat pada Tabel 4.9 di bawah ini.
Tabel 4.9 Rekapitulasi Curah Hujan Maksimum Tahunan Polygon Thiessen
Rmax Pos Hujan (mm) Rthiessen
No Tahun
Taba Penanjung Anak Dalam Jayakarta mm/hari
1 2007 154,00 0,00 0,00 100,2362
2 2008 125,00 0,00 218,00 127,2984
3 2009 112,00 145,00 0,00 92,9658
4 2010 151,00 95,00 155,00 144,0930
5 2011 180,00 102,00 117,00 155,9299
6 2012 178,00 93,00 84,00 146,4287
7 2013 116,00 103,00 168,00 125,1586
8 2014 110,00 69,00 101,00 102,4294
9 2015 116,00 99,00 108,00 111,9616
10 2016 180,00 167,00 169,00 175,8829
11 2017 150,00 83,00 200,00 151,2640
12 2018 132,00 86,00 149,00 129,2163
13 2019 245,00 198,00 164,00 221,4270
14 2020 102,00 103,00 115,00 104,8778
15 2021 98,00 242,00 168,00 132,6790
Rata-rata 143,27 105,67 127,73 134,7899
Sumber : Hasil Analisis, 2022

4.3.3 Analisis Curah Hujan Maksimum Rata-Rata Partial Series


Nilai rata-rata curah hujan maksimum tahunan dengan metode polygon
thiessen selanjutnya diurutkan dari nilai yang terkecil ke terbesar ataupun
sebaliknya. Data curah hujan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.10 di bawah ini.

IV-9
`

Tabel 4.10 Pengurutan Data Curah Hujan dari Kecil ke Besar


No Tahun RThiessen (mm)
1 2009 92,9658
2 2007 100,2362
3 2014 102,4294
4 2020 104,8778
5 2015 111,9616
6 2013 125,1586
7 2008 127,2984
8 2018 129,2163
9 2021 132,6790
10 2010 144,0930
11 2012 146,4287
12 2017 151,2640
13 2011 155,9299
14 2016 175,8829
15 2019 221,4270
Sumber : Hasil Analisis, 2022

Sesuai tabel di atas dapat diketahui nilai curah hujan RThiessen yang terjadi pada
ketiga pos hujan terdekat yang telah diurutkan. Curah hujan rata-rata wilayah
terbesar terjadi pada tahun 2019 sebesar 221,4270 mm dan curah hujan rata-rata
wilayah terkecil pada tahun 2009 yaitu 92,9658 mm.

4.4 Analisis Frekuensi Curah Hujan Rencana


Tahapan dalam analisis frekuensi curah hujan rencana yaitu menganalisis jenis
sebaran distribusi dengan menggunakan berbagai metode. Metode yang digunakan
yaitu metode Gumbel Tipe I, Log Normal dan Log Person Tipe III. Data yang
dihasilkan selanjutnya akan diuji kecocokan sebarannya. Uji kecocokan sebaran ini
bertujuan agar data tersebut dapat tersebar secara merata.

4.4.1 Perhitungan Dispersi


Perhitungan debit banjir rancangan diperoleh dari analisis hidrologi. Parameter
statistik bertujuan untuk mengetahui nilai besaran suatu dispersi. Nilai dispersi tersebut
diperoleh dengan perhitungan parameter statistik untuk ( Xi – x̅ ), (Xi – x̅ )2, ( Xi – x̅ )3
dan ( Xi – x̅ )4. Perhitungan parameter statistik untuk analisis logaritma yaitu untuk
( Log Xi – Log x̅ ), ( Log Xi – Log x̅ )2, ( Log Xi – Log x̅ )3 dan ( Log Xi – Log x̅ )4.
Dimana : Xi dan Log Xi = Besar curah huajan wilayah (mm)
x̅ dan Log x̅ = Besar curah hujan wilayah rata-rata (mm)
perhitungan parameter statistik dapat dilihat pada Tabel 4.11 di bawah ini.

IV-10
`

Tabel 4.11 Perhitungan Parameter Statistik


No Tahun Xi ( Xi – x̅ ) ( Xi – x̅ )2 ( Xi – x̅ )3 ( Xi – x̅ )4
1 2009 92,97 -41,82 1.749,25 -73.160,82 3.059.882,77
2 2007 100,24 -34,55 1.193,96 -41.255,52 1.425.529,32
2 2014 102,43 -32,36 1.047,20 -33.887,88 1.096.627,65
4 2020 104,88 -29,91 894,73 -26.763,37 800.548,83
5 2015 111,96 -22,83 521,13 -11.896,62 271.580,21
6 2013 125,16 -9,63 92,76 -893,43 8.604,97
7 2008 127,30 -7,49 56,12 -420,44 3.149,77
8 2018 129,22 -5,57 31,07 -173,14 965,04
9 2021 132,68 -2,11 4,46 -9,41 19,85
10 2010 144,09 9,30 86,55 805,15 7.490,40
11 2012 146,43 11,64 135,46 1.576,60 18.349,74
12 2017 151,26 16,47 271,39 4.470,97 73.655,10
13 2011 155,93 21,14 446,90 9.447,40 199.717,77
14 2016 175,88 41,09 1.688,64 69.391,29 2.851.499,13
15 2019 221,43 86,64 7505,98 650.296,17 56.339.751,87
Jumlah 2.021,85 0,00 15.725,60 547.526,94 66.157.372,41
Rata rata 134,79
Sumber : Hasil Analisis, 2022

Sesuai Tabel 4.11 didapatkan bahwa jumlah curah hujan maksimum yang
terjadi 15 tahun terakhir yaitu 2021,85 mm dengan curah hujan rata-ratanya yaitu
134,79 mm. Tahapan selanjutnya yang dilakukan yaitu melakukan penganalisisan
parameter statistik yaitu menghitung standar deviasi (Sd), koefisien kemencengan
(Cs), koefisien kurtosis (Ck) dan koefisien variasi (Cv). Penganalisisan tersebut
menggunakan persamaan 2.6 sampai dengan 2.9 yang ada di bab 2 sebelumnya.
1. Standar deviasi

∑𝑛𝑖=1(𝑋𝑖 − 𝑋̅)2 15.725,60


𝑆𝑑 = √ = √ = 33,515
𝑛−1 15 − 1

2. Koefisien kemencengan
𝑛 ∑𝑛𝑖=1( 𝑋𝑖 − 𝑋̅)3 15 × (547.526,94)
𝐶𝑠 = 3
= = 1,1987
(𝑛 − 1)(𝑛 − 2)𝑆𝑑 (15 − 1)(15 − 2) × 33, 5153
3. Koefisien kurtosis
1 𝑛 1
∑𝑖=1(𝑋𝑖 − 𝑋̅)4 × (66.157.372,41)
𝐶𝑘 = 𝑛 = 15 = 3,4957
𝑆𝑑4 33, 5154

IV-11
`

4. Koefisien variasi
𝑆𝑑 33,515
𝐶𝑣 = = = 0,2486
𝑋̅ 134,79

Tabel 4.12 Perhitungan Parameter Logaritmik


No Tahun Xi Log Xi Log (Xi – x̅ ) Log (Xi – x̅ )2 Log (Xi – x̅ )3 Log (Xi – x̅ )4
1 2009 92,97 1,9683 -0,1499 0,0225 -0,0034 0,0005
2 2007 100,24 2,0010 -0,1172 0,0137 -0,0016 0,0002
2 2014 102,43 2,0104 -0,1078 0,0116 -0,0013 0,0001
4 2020 104,88 2,0207 -0,0975 0,0095 -0,0009 0,0001
5 2015 111,96 2,0491 -0,0692 0,0048 -0,0003 0,0000
6 2013 125,16 2,0975 -0,0208 0,0004 0,0000 0,0000
7 2008 127,30 2,1048 -0,0134 0,0002 0,0000 0,0000
8 2018 129,22 2,1113 -0,0069 0,0000 0,0000 0,0000
9 2021 132,68 2,1228 0,0046 0,0000 0,0000 0,0000
10 2010 144,09 2,1586 0,0404 0,0016 0,0001 0,0000
11 2012 146,43 2,1656 0,0474 0,0022 0,0001 0,0000
12 2017 151,26 2,1797 0,0615 0,0038 0,0002 0,0000
13 2011 155,93 2,1929 0,0747 0,0056 0,0004 0,0000
14 2016 175,88 2,2452 0,1270 0,0161 0,0020 0,0003
15 2019 221,43 2,3452 0,2270 0,0515 0,0117 0,0027
Jumlah 31,77 0,0000 0,1437 0,0071 0,0039
Rata rata 2,118
Sumber : Hasil Analisis, 2022

Berdasarkan Tabel 4.12 diketahui nilai dari Log rata-rata yaitu sebesar 2,118.
Perhitungan parameter logaritmik dapat dilihat di bawah ini.

1. Standar deviasi

∑𝑛𝑖=1(𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑖 − 𝐿𝑜𝑔 𝑋̅)2 0,1437


𝑆𝑑 = √ = √ = 0,1013
𝑛−1 15 − 1

2. Koefisien kemencengan
𝑛 ∑𝑛𝑖=1(𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑖 − 𝐿𝑜𝑔 𝑋̅)3 15 × (0,0071)
𝐶𝑠 = 3
= = 0,5602
(𝑛 − 1)(𝑛 − 2)𝑆𝑑 (14) × (13) × 0,10133
3. Koefisien kurtosis
1 𝑛 1
∑𝑖=1(𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑖 − 𝐿𝑜𝑔 𝑋̅)4 × (0,0039)
𝐶𝑘 = 𝑛 = 15 = 2,4746
𝑆𝑑4 0,10134
4. Koefisien variasi
𝑆𝑑 0,1013
𝐶𝑣 = = = 0,0478
𝑋̅ 2,118

IV-12
`

Sesuai hasil perhitungan di atas, didapatkan nilai dari parameter statistik dan
logaritmik yang dapat digunakan pada penentuan jenis distribusi. Nilai parameter
statistik dan logaritmik dapat dilihat pada Tabel 4.13 di bawah ini.
Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Dispersi
Nilai
Parameter
Statisitik Logaritmik
Rata-rata 134,79 2,118
Deviasi Standar 33,515 0,1013
Koefisien Kemencengan (Cs) 1,1987 0,5602
Koefisien Kurtosis (Ck) 3,4957 2,4746
Koefisien Variasi (Cv) 0,2486 0,0478
Sumber : Hasil Analisis, 2022

4.4.2 Analisis Jenis Distribusi


Penganalisisan jenis disribusi sebaran data menggunakan 3 metode yaitu
Gumbel Tipe I, Log Normal dan Log Person Tipe III. Tujuan analisis ini yaitu untuk
mengetahui curah hujan rencana yang memenuhi parameter untuk mengetahui
syarat kecocokan sebaran distribusinya.

1. Metode Gumbel Tipe I


Analisis distribusi dengan metode Gumbel Tipe I dengan menghitung
parameter statistik terlebih dahulu agar mengetahui besaran curah hujan
rencana dalam periode ulang tertentu. Faktor analisis distribusi yang
mempengaruhi yaitu nilai reduksi rata-rata (Yn), nilai reduksi standar deviasi (Sn)
dan nilai reduksi variasi (YT) berdasarkan dengan jumlah data yang ada (n).
faktor nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada Lampiran 14 sampai Lampiran 16.
Jumlah data (n) = 15
Nilai rata-rata (X̅) = 134,79
Standar deviasi (Sd) = 33,515
Reduced mean (Yn) = 0,5128 (Lampiran 12)
Reduced standard deviation (Sn) = 1,0206 (Lampiran 12)
Reduced variate (YT) = Lampiran 13
Distribusi sebaran metode Gumbel Tipe I dihitung berdasarkan Persamaan
2.10 pada Bab 2 sebelumnya. Nilai YT bergantung dengan periode ulang. Di
bawah ini merupakan contoh perhitungan dari nilai distribusi sebaran pada
periode ulang 2 tahun.

IV-13
`

𝑆𝑑
𝑋𝑇 = 𝑋̅ + (𝑌 − 𝑌𝑛 )
𝑆𝑁 𝑇
33,515
𝑋𝑇 = 134,79 + (0,3665 − 0,5128)
1,0206
𝑋𝑇 = 129,986 𝑚𝑚
Lakukan perhitungan tersebut pada periode ulang berikutnya yaitu 5, 10, 25, 50
dan 100 tahun. Hasil rekapitulasi perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 4.14.
Tabel 4.14 Distribusi Sebaran Metode Gumbel Tipe I
No Periode X̅ Sd Yn Sn YT XT
1 2 134,790 33,5150 0,5128 1,0206 0,3665 129,9856
2 5 134,790 33,5150 0,5128 1,0206 1,4999 167,2048
3 10 134,790 33,5150 0,5128 1,0206 2,2504 191,8502
4 25 134,790 33,5150 0,5128 1,0206 3,1985 222,9844
5 50 134,790 33,5150 0,5128 1,0206 3,9019 246,0831
6 100 134,790 33,5150 0,5128 1,0206 4,6001 269,0109
Sumber : Hasil Analisis, 2022

2. Metode Log Normal


Sebaran distribusi dengan metode Log Normal menggunakan Persamaan
2.11 seperti pada Bab 2 sebelumnya. Parameter nilai KT bergantung dengan
periode ulangnya. Rekapitulasi hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.15.
Nilai rata-rata (X̅) = 134,79
Standar deviasi (Sd) = 33,515
Frequency Factor (KT) = Lampiran 14

𝑋𝑡 = 𝑋̅ + 𝐾𝑇 × 𝑆𝑑

𝑋𝑡 = 134,79 + (−0,22) × 33,515

𝑋𝑡 = 127,417 𝑚𝑚
Tabel 4.15 Distribusi Sebaran Metode Log Normal
No Periode X Sd KT Xt
1 2 134,790 33,515 -0,22 127,417
2 5 134,790 33,515 0,64 156,240
3 10 134,790 33,515 1,26 177,019
4 25 134,790 33,515 2,10 205,171
5 50 134,790 33,515 2,75 226,956
6 100 134,790 33,515 3,45 250,417
Sumber : Hasil Analisis, 2022

IV-14
`

3. Metode Log Person Tipe III


Perhitungan curah hujan rencana metode Log Person Tipe III dianalisis
berdasarkan persamaan 2.15 seperti pada Bab 2 dengan parameter di bawah ini.
Jumlah data (n) = 15
̅̅̅̅̅̅̅̅
Nilai rata-rata (𝐿𝑜𝑔 𝑋) = 2,118
̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
Standar deviasi (𝑆𝑑 𝐿𝑜𝑔 𝑋) = 0,1013
Koefisien kemencengan (Cs) = 0,5602
Frequency Factor (k) = Lampiran 15
Berikut ini salah satu contoh perhitungan curah hujan rencana metode Log
Person Tipe III periode ulang 5 tahun. Hasil perhitungan curah hujan rencana
metode Log Person Tipe III ini dapat dilihat pada Tabel 4.16 di bawah ini.

𝐿𝑜𝑔 𝑥 + 𝑘 × ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
𝑌 = ̅̅̅̅̅̅̅̅ 𝑆𝑑 𝐿𝑜𝑔 𝑋
𝑌 = 2,118 + 0,803 × 0,1013
𝑌 = 2,2
Maka nilai curah hujan rencana yang didapatkan sebagai berikut
𝑋𝑡 = 10𝑌
𝑋𝑡 = 102,2
𝑋𝑡 = 158,342 𝑚𝑚
Tabel 4.16 Distribusi Sebaran Metode Log Person Tipe III
No. Periode 𝑳𝒐𝒈 𝑿 ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
̅̅̅̅̅̅̅̅ 𝑺𝒅 𝑳𝒐𝒈 𝑿 Cs K Y Xt
1 2 2,118 0,1013 0,5602 -0,093 2,11 128,480
2 5 2,118 0,1013 0,5602 0,803 2,20 158,342
3 10 2,118 0,1013 0,5602 1,326 2,25 178,882
4 25 2,118 0,1013 0,5602 1,927 2,31 205,827
5 50 2,118 0,1013 0,5602 2,340 2,36 226,615
6 100 2,118 0,1013 0,5602 2,728 2,39 248,064
Sumber : Hasil Analisis, 2022

4. Penentuan curah hujan jam-jaman


Jika curah hujan rencana telah diperhitungkan dengan menggunakan 3
metode yaitu Gumbel Tipe 1, Log Normal dan Log Person Tipe III, selanjutnya
yang dilakukan yaitu menentukan curah hujan rencana yang akan digunakan
dalam analisis debit banjir rencana. Penentuan curah hujan rencana tersebut
harus memenuhi syarat-syarat sebaran distribusi yang ada. Penentuan jenis
sebaran distribusi dapat dilihat pada Tabel 4.17 di bawah ini.

IV-15
`

Tabel 4.17 Syarat Penentuan Jenis Sebaran


Jenis Hasil
Syarat Keterangan
Distribusi Perhitungan
Tidak
Ck = 5,4 Ck =333,50
Metode Memenuhi
Gumbel Tipe I Tidak
Cs = 1,14 Cs = 1,20
Memenuhi
3
Cs = Cv +3Cv Tidak
Cs = 1,20
= 0,5978 Memenuhi
Metode
Log Normal Ck = Cv8+6Cv6+15Cv4+16Cv2+3 Tidak
Ck = 3,50
= 3,66 Memenuhi
Metode Log
Cs = < 0,9 Cs = 0,56 Memenuhi
Pearson Tipe III

Ck < 1,5Cs2 + 3
Ck = 2,47 Memenuhi
= 3,015
Sumber : Hasil Analisis, 2022

Berdasarkan hasil Tabel 4.17 dapat disimpulkan bahwa metode yang


memenuhi persyaratan yaitu metode Log Person Tipe III. Rekapitulasi curah hujan
rencana dari ketiga metode yaitu, metode Gumbel Tipe I, metode Log Normal dan
metode Log Person Tipe III dapat dilihat pada Tabel 4.18 dibawah ini.
Tabel 4.18 Rekapitulasi Curah Hujan Rencana
No. Periode Gumbel Tipe I Log Normal Log Pearson III
1 2 129,986 127,417 128,480
2 5 167,205 156,240 158,342
3 10 191,850 177,019 178,882
4 25 222,984 205,171 205,827
5 50 246,083 226,956 226,615
6 100 269,011 250,417 248,064
Sumber : Hasil Analisis, 2022

4.4.3 Uji Kecocokan Sebaran


Pengujian kecocokan sebaran dilakukan setelah diketahui curah hujan rencana
yang akan digunakan. Pengujian ini menggunakan 2 metode yaitu dengan
menggunakan uji chi-kuadarat dan uji smirnov kolmogorov.
1. Uji kecocokan chi-kuadrat
Analisis uji kecocokan seberan dengan uji chi-kuadrat bertujuan untuk
menguji kecocokan curah hujan rencana berdasarkan metode Log Person Tipe

IV-16
`

III sebelumnya. Uji chi-kuadrat dianalisis menggunakan Persamaan 2.16


samapai dengan Persamaan 2.20 yang ada pada Bab 2 sebelumnya. Uji
kecocokan chi-kuadrat dijabarkan di bawah ini.
Uji chi-kuadrat yang dilakukan dengan parameter yang ditentukan yaitu :
Taraf signifikasi (α) = 5%
Nilai kritis chi-kuadrat = Lampiran 16
Untuk tahapan-tahapan dalam melakukan uji kecocokan sebaran dengan
menggunakan uji chi-kuadrat dapat dilihat dari penjabaran di bawah ini.
Menentukan jumlah kelas dengan menggunakan Persamaan 2.16 di bawah ini.
𝐾 = 1 + 3,322 𝐿𝑜𝑔 𝑛
𝐾 = 1 + 3,322 𝐿𝑜𝑔 15
𝐾 = 4,919 ≈ 5
Menentukan derajat kepercayaan sesuai dengan Persamaan 2.17.
𝐷𝐾 = 𝐾 − (𝑅 + 1)
𝐷𝐾 = 5 − (2 + 1)
𝐷𝐾 = 2
Menentukan jumlah frekuensi yang diharapkan sesuai Persamaan 2.18.
𝑛
𝐸𝑖 =
𝐾
15
𝐸𝑖 =
5
𝐸𝑖 = 3
Menentukan batas interval kelas sesuai Persamaan 2.19
𝑋𝑚𝑎𝑥 − 𝑋𝑚𝑖𝑛
∆𝑋 =
(𝐾 = 1)
221,427 − 92,9658
∆𝑋 =
(5 − 1)

∆𝑋 = 32,115 ≈ 33
Menentukan nilai awal interval kelas berdasarkan Persamaan 2.20
1
𝑋𝑎𝑤𝑎𝑙 = 𝑋𝑚𝑖𝑛 − × ∆𝑋
2
1
𝑋𝑎𝑤𝑎𝑙 = 92,9658 − × 33
2

IV-17
`

𝑋𝑎𝑤𝑎𝑙 = 76,466

Hasil perhitungan chi-kuadrat sebaran data curah hujan 15 tahun terakhir dapat
dilihat pada Tabel 4.19 di bawah ini.
Tabel 4.19 Rekapitulasi Uji Chi-Kuadrat
Jumlah Data
No Probabilitas (%) X2 = (Oi-Ei)2)/Ei
Oi Ei
1 76,466 < x < 109,466 4 3 0,33
2 109,466 < x < 142,466 5 3 1,33
3 142,466 < x < 175,466 4 3 0,33
4 175,466 < x < 208,466 1 3 1,33
5 208,466 < x < 241,466 1 3 1,33
Jumlah 15 15 4,67
Sumber : Hasil Analisis, 2022

Berdasarkan hasil X2 hitung dari rekapitulasi Tabel 4.19 didapatkan nilai


sebesar 4,67. Tahapan selanjutnya yaitu bandingkan nilai chi-kuadrat kritis
hitungan dan nilai chi-kuadrat kritis dari Lampiran 16 yang mana hipotesis
dapat diterima jika X2 kritis hitungan nilainya lebih kecil dari X2 kritis dari
tabel di Lampiran 17. Derajat kebebasan yang didapatkan yaitu 2 dan taraf
signifikasi yang dipilih adalah 5% sehingga didapatkan :
X2 kritis hitungan = 4,67
X2 kritis Lampiran 16 = 5,991
Maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis uji kecocokan sebaran yang
dilakukan dapat diterima, karena nilai X2 kritis hitungan < X2 kritis Lampiran 16.

2. Uji kecocokan smirnov kolmogorov


Kecocokan sebaran selanjutnya dilakukan pengujian dengan uji smirnov
kolmogorov. Uji smirnov kolmogorov tidak terkait dengan fungsi distribusi
tertentu. Hasil dari uji kecocokan sebaran dengan metode smirnov kolmogorov
dapat dilihat pada Tabel 2.20. Parameter-parameter yang digunakan untuk
pengujian smirnov kolmogorov yaitu :
Jumlah data (n) = 15
Rata-rata curah hujan (Xt) = 134,79
Standar deviasi (Sd) = 33,515
Nilai P' = Lampiran 17

IV-18
`

Nilai DO kritis = Lampiran 18


Derajat kepercayaan = 5%

Tabel 4.20 Rekapitulasi Uji Smirnov Kolmogorov


Log Xi M P(x)=M/(n+1) P(%) f(t)=(Xi-Xt)/Sd P' D
a b C d e F g = f-c
92,97 1 0,06 6,25 -1,25 0,1056 0,04
100,24 2 0,13 12,50 -1,03 0,1515 0,03
102,43 3 0,19 18,75 -0,97 0,1515 -0,04
104,88 4 0,25 25,00 -0,89 0,1660 -0,08
111,96 5 0,31 31,25 -0,68 0,2482 -0,06
125,16 6 0,38 37,50 -0,29 0,3859 0,01
127,30 7 0,44 43,75 -0,22 0,4129 -0,02
129,22 8 0,50 50,00 -0,17 0,4235 -0,08
132,68 9 0,56 56,25 -0,06 0,4761 -0,09
144,09 10 0,63 62,50 0,28 0,1103 -0,51
146,43 11 0,69 68,75 0,35 0,1368 -0,55
151,26 12 0,75 75,00 0,49 0,1879 -0,56
155,93 13 0,81 81,25 0,63 0,2357 -0,58
175,88 14 0,88 87,50 1,23 0,3907 -0,48
221,43 15 0,94 93,75 2,59 0,4952 -0,44
Sumber : Hasil Analisis, 2022

Berdasarkan Tabel 2.20 maka didapatkan nilai Dmax dan nilai DO kritis pada
Lampiran 19 sehingga :

Dmax = 0,04
DO kritis = 0,34
Hipotesis uji kecocokan sebaran smirnov kolmogorov diterima karena nilai Dmax
yang didapatkan kurang dari nilai DO kritis, hal ini terbukti dengan nilai 0,04 < 0,34.

4.5 Perhitungan Intensitas Curah Hujan dan Curah Hujan Efektif


Intensitas curah hujan dianalisis dengan menggunakan persamaan Mononobe
seperti pada Persamaan 2.23 yang ada pada Bab 2 sebelumnya. Intensitas curah
hujan tersebut digunakan dalam tahapan menghitung debit banjir rancangan
nantinya. Hasil rekapitulasi intensitas curah hujan dapat dilihat pada Tabel 2.21 di
bawah ini. Contoh perhitungan di bawah ini digunakan t = 1 jam dan periode ulang
2 tahun untuk mengetahui intensitas curah hujannya.

IV-19
`

2
𝑅24 24 3
𝐼= × [ ]
24 𝑡
2
128,480 24 3
𝐼= × [ ]
24 1
𝐼 = 44,542 𝑚𝑚 /𝑗𝑎𝑚

Tabel 4.21 Rekapitulasi Hasil Intensitas Curah Hujan


R24
t (jam) 2 tahun 5 tahun 10 tahun 25 tahun 50 tahun 100 tahun
128,480 158,342 178,882 205,827 226,615 248,064
1 44,542 54,894 62,015 71,356 78,563 85,999
2 28,059 34,581 39,067 44,952 49,492 54,176
3 21,413 26,390 29,814 34,305 37,769 41,344
4 17,676 21,785 24,611 28,318 31,178 34,129
5 15,233 18,774 21,209 24,404 26,868 29,411
6 13,490 16,625 18,781 21,611 23,793 26,045
7 12,172 15,001 16,947 19,500 21,469 23,501
8 11,135 13,724 15,504 17,839 19,641 21,500
9 10,294 12,687 14,333 16,492 18,158 19,876
10 9,596 11,827 13,361 15,373 16,926 18,528
11 9,005 11,098 12,538 14,427 15,884 17,387
12 8,498 10,473 11,832 13,614 14,989 16,407
13 8,056 9,929 11,217 12,906 14,210 15,555
14 7,668 9,450 10,676 12,284 13,525 14,805
15 7,323 9,025 10,196 11,732 12,917 14,139
16 7,015 8,645 9,767 11,238 12,373 13,544
17 6,737 8,303 9,380 10,793 11,883 13,008
18 6,485 7,992 9,029 10,389 11,439 12,521
19 6,256 7,709 8,710 10,021 11,034 12,078
20 6,045 7,450 8,417 9,685 10,663 11,672
21 5,852 7,212 8,147 9,375 10,321 11,298
22 5,673 6,992 7,899 9,088 10,006 10,953
23 5,507 6,787 7,668 8,823 9,714 10,633
24 5,353 6,598 7,453 8,576 9,442 10,336
Sumber : Hasil Analisis, 2022

Berdasarkan Tabel 4.21 maka hasil dari perhitungan tersebut digambarkan ke


dalam kurva IDF sehingga terlihat bahwa hubungan intensitas curah hujan dengan
periode ulang yaitu berbanding lurus. Perbandingan antara intenistas curah hujan
dengan lama waktu terjadi hujan yaitu berbanding terbalik. Kurva IDF tersebut
dapat dilihat pada Gambar 4.6

IV-20
`

Sumber : Hasil Analisis, 2022


Gambar 4.6 Kurva IDF Intensitas Curah Hujan
Perhitungan curah hujan efektif (nisbah hujan netto) memerlukan beberapa
parameter yaitu nilai curah hujan rencana dan nilai koefisien pengaliran. Curah
hujan efektif yang digunakan dalam perhitungan debit banjir rancangan yang
digunakan yaitu HSS Nakayasu distribusi 6 jam. Contoh dari penentuan curah hujan
efektif (nisbah hujan netto) dijabarkan di bawah ini.
Curah hujan rencana maksimum (Rmax) = 128,40
Periode ulang (T) = 2 tahun
Koefisien pengaliran (C) = Lampiran 19
Waktu (t) = 1 jam
2
𝑅24 63
𝐼= × [ ]
6 𝑡
2
𝑅24 63
𝐼= × [ ]
6 1
𝐼 = 0,550 𝑅24
Tahapan penentuan curah hujan efektif untk R24 nilainya dianggap satu-satuan per
hari sehingga koefisien waktu dari t = 1 jam yaitu sebesar 0,550. Langkah
selanjutnya hitung nilai curah hujan ke n
𝑅𝑛 = 𝑅𝑚𝑎𝑥 × 𝐶
𝑅𝑛 = 128,40 × 0,25
𝑅𝑛 = 32,120 𝑚𝑚

IV-21
`

Tahapan selanjutnya perhitungan curah hujan efektif dijabarkan di bawah ini. Hasil
rekapitulasi perhitungan curah hujan efektif dapat dilihat di Tabel 2.2 di bawah ini.
𝑅𝑡 = 𝑅𝑛 × 𝑘𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑡
𝑅𝑡 = 32,120 × 0,550
𝑅𝑡 = 17,666 𝑚𝑚
Tabel 4.22 Curah Hujan Efektif
T Tahun 2 5 10 25 50 100
Rmax Mm 128,480 158,342 178,882 205,827 226,615 248,064
C 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25
Rn Mm 32,120 39,586 44,721 51,4568 56,654 62,016
jam ke Curah Hujan Efektif (Nisbah Hujan Netto)
1 0,550 17,666 21,772 24,596 28,301 31,160 34,109
2 0,347 11,146 13,736 15,518 17,856 19,659 21,520
3 0,265 8,512 10,490 11,851 13,636 15,013 16,434
4 0,218 7,002 8,630 9,749 11,218 12,351 13,519
5 0,188 6,039 7,442 8,407 9,674 10,651 11,659
6 0,167 5,364 6,611 7,468 8,593 9,461 10,357
Sumber : Hasil Analisis, 2022

4.6 Analisis Debit Banjir Rancangan


Analisis debit banjir rancangan digunakan untuk mengetahui apakah sungai
dapat mengalirkan debit banjir yang terjadi dan untuk perencanaan suatu
pengendalian banjir, baik berupa pengerukan sungai ataupun dengan tanggul.
Penelitian ini menggunakan metode HSS Nakayasu untuk memperhitungkan debit
banjir rancangan yan terjadi. Tahapan dari penentuan debit banjir rancangan akan
dijabarkan di bawah ini.

4.6.1 Debit Aliran Dasar (Base Flow)


Perhitungan debit aliran dasar merujuk pada Persamaan 2.29 yang ada pada
Bab 2 sebelumnya. Parameter yang mendukung dalam perhitungan aliran dasar
yaitu memerlukan data DAS serta kerapatan jaringan sungai. Perhitungan aliran
dasar dapat dilihat pada penjabaran di bawah ini.
Luas DAS (A) = 188,409 km2
Panjang Sungai = 19,598 km
Perhitungan kerapatan jaringan sungai :
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑆𝑢𝑛𝑔𝑎𝑖
𝐷=
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐷𝐴𝑆

IV-22
`

19
𝐷=
188,409
𝐷 = 0,1008
Tahapan selanjutnya yaitu menghitung aliran dasar (Qb) seperti Persamaan 2.29.
𝑄𝑏 = 0,4751 × 𝐴0,6444 × 𝐷0,943
𝑄𝑏 = 0,4751 × 188,4090,6444 × 0,10080,943
𝑄𝑏 = 1,559 𝑚3 /𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

4.6.2 Analisis Debit Banjir Rancangan HSS Nakayasu


Perhitungan debit banjir rancangan dengan metode HSS Nakayasu sesuai
dengan Persamaan 2.24 hingga Persamaaan 2.28. Perhitungan debit banjir
rancangan melalui beberapa tahapan dan menggunakan beberapa parameter,
penjelasan perhitungan debit banjir rancangan sebagai berikut :

1. Parameter DAS Air Bengkulu Bagian Hulu


Luas Daerah Aliran Sungai (A) = 188,409 km2 (Lampiran 20)
Panjang sungai (L) = 19 km
Koefisien hidrograf (α) =2
Tinggi hujan efektif (Re) = 1 mm
2. Parameter HSS Nakaysu
a. Menghitung nilai waktu konsentrasi (tg) dengan panjang sungai > 15 km
𝑡𝑔 = 0,4 + 0,058 × 𝐿
𝑡𝑔 = 0,4 + 0,058 × 19
𝑡𝑔 = 1,502 𝑗𝑎𝑚
b. Menghitung nilai satuan waktu dari curah hujan (tr)
𝑡𝑟 = 0,75 × 𝑇𝑔
𝑡𝑟 = 1,127 𝑗𝑎𝑚
c. Menghitung waktu puncak hidrograf banjir (Tp)
𝑇𝑝 = 𝑡𝑔 + 0,8 × 𝑡𝑟
𝑇𝑝 = 1,502 + 0,8 × 1,127
𝑇𝑝 = 2,403 𝑗𝑎𝑚
d. Menghitung waktu puncak hidrograf banjir hungga turun 30 % (T0,3)
𝑇0,3 = ∝ × 𝑡𝑔

IV-23
`

𝑇0,3 = 2 × 1,502
𝑇0,3 = 3,004 𝑗𝑎𝑚
e. Menghitung nilai debit puncak banjir (Qp)
𝐴 × 𝑅𝑒
𝑄𝑝 =
3,6 × (0,3𝑇𝑝 + 𝑇0,3 )
188,409 × 1
𝑄𝑝 =
3,6 × (0,3 × 2,403 + 3,004)
𝑄𝑝 = 14,050 𝑚3 /𝑠
Parameter hidrograf tersebut bertujuan untuk mengetahui koordinat hidrograf
yang terjadi selama 24 jam. Tahapan tersebut dijabarkan di bawah ini.
1. Pada saat kurva naik (0 < t < Tp = 2,403)
2,4
𝑡
𝑄𝑡 = 𝑄𝑝 × [ ]
𝑇𝑝
1 2,4
𝑄𝑡 = 14,050 × [ ]
2,403
𝑄𝑡 = 1,713 𝑚3 /𝑠

2. Pada saat kurva turun (Tp = 2,403 < t < Tp + T0,3 = 5,407)
(𝑡−𝑇𝑃 )
𝑄𝑡 = 𝑄𝑝 × 0,3 𝑇0,3

(3−2,403)
𝑄𝑡 = 14,050 × 0,3 3,004

𝑄𝑡 = 11,061 𝑚3 /𝑠
3. Pada saat kurva turun (Tp + T0,3 = 5,407 < t < Tp + T0,3 +1,5T0,3 = 9,913
[(𝑡 − 𝑇𝑝 ) + (0,5 − 𝑇0,3 )]
𝑄𝑡 = 𝑄𝑝 × 0,3 𝑇0,3

[(6 − 2,403) + (0,5 − 3,004)]


𝑄𝑡 = 14,050 × 0,3 3,004

𝑄𝑡 = 3,598 𝑚3 /𝑠
4. Pada saat kurva turun (t > Tp + T0,3 + 1,5T0,3 = 9,913)
[(𝑡 − 𝑇𝑝 ) + (1,5𝑇0,3 )]
𝑄𝑡 = 𝑄𝑝 × 0,3 2𝑇0,3

[(10 − 2,403) + (4,506)]


𝑄𝑡 = 14,050 × 0,3 6,008

𝑄𝑡 = 1,243 𝑚3 /𝑠

Langkah selanjutnya yaitu mencari nilai hidrograf satuan yang terkoreksi yaitu :

IV-24
`

Luas Daerah Aliran Sungai (A) = 188,409 𝑘𝑚2


Nilai Qt total = 70,295 𝑚3 /𝑠
Volume hidrograf = ∑ 𝑄𝑡 × 3600
= ∑ 70, 295 × 3600
= 253.061,404 𝑚3
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 ℎ𝑖𝑑𝑟𝑜𝑔𝑟𝑎𝑓
Tinggi hidrograf (hujan efektif) = × 1000
𝐴 . 106
253.061,404 𝑚3
= 188,409 𝑚2 .106 × 1000

= 1,34 𝑚𝑚
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑄 𝑎𝑠𝑙𝑖
𝑡
Nilai Qt terkoreksi = 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 ℎ𝑖𝑓𝑟𝑜𝑔𝑟𝑎𝑓
1,713
= 1,34

= 1,275 𝑚3 /𝑠
Nilai Qt koreksi total = 52,336 𝑚3 /𝑠
Volume hidrograf koreksi = ∑ 𝑄𝑡 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 × 3600
= 52,336 × 3600
= 188.409 𝑚3
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 ℎ𝑖𝑑𝑟𝑜𝑔𝑟𝑎𝑓 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖
Tinggi hidrograf koreksi = × 1000
𝐴 . 106
253.061,404 𝑚3
= 188,409 𝑚2 .106 × 1000

= 1 𝑚𝑚 → 𝑜𝑘𝑒!
Berdasarkan penjabaran di atas bahwa pada perhitungan HSS Nakayasu terjadi
4 fase kurva, yang mana saat kurva naik hingga didapatkan debit puncak sebesar
14,050 m3/s dan waktu puncak yaitu 2,403 jam. Jika telah melewati waktu puncak
maka debit akan berangsur turun. Hasil perhitungan ke 4 kurva tersebut digunakan
dalam tahapan selanjutnya yaitu untuk menghitung debit yang terjadi per jamnya
atau untuk mendapatkan ordinat hidrograf yang terjadi. Ordinat hidrograf yang
didapatkan kemudian dihitung jumlah hidrograf yang terjadi dan tinggi hidrograf
yang terjadi. Jika tinggi hidrograf yang didapatkan lebih dari 1 mm maka hidrograf
tersebut perlu dikoreksi kembali, dengan membagi nilai HSS asli yang terjadi per
jam dengan tinggi hidrograf yang terjadi. Maka tinggi hidrograf yang terkoreksi
didapatkan sebesar 1 mm. Hasil dari analisis hidograf asli dan terkoreksi dapat
dilihat pada Tabel 4.23

IV-25
`

Tabel 4.23 Rekapitulasi Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu


HSS Hitungan HSS Terkoreksi
t (jam)
(m3/s) (m3/s)
0 0,000 0,000
1 1,713 1,275
2 9,042 6,732
2,403 14,050 10,461
3 11,061 8,235
4 7,409 5,516
5 4,962 3,694
5,407 4,215 3,138
6 3,598 2,678
7 2,754 2,050
8 2,108 1,570
9 1,614 1,202
9,913 1,265 0,941
10 1,243 0,925
11 1,017 0,757
12 0,832 0,620
13 0,681 0,507
14 0,557 0,415
15 0,456 0,340
16 0,373 0,278
17 0,306 0,228
18 0,250 0,186
19 0,205 0,152
20 0,168 0,125
21 0,137 0,102
22 0,112 0,084
23 0,092 0,068
24 0,075 0,056
∑ 70,295 52,336
Volume (m3) 253.061,404 188.409,000

Tinggi Hidrograf (mm) 1,34 1,00


Sumber : Hasil Analisis 2022

Tahapan selanjutnya yang dilakukan yaitu dengan menginput data HSS yang
telah didapatkan dan waktunya sebagai parameter yang akan digambarkan ke dalam
bentuk grafik, pengambaran grafik tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.7.

IV-26
`

Sumber : Hasil Analisis, 2022


Gambar 4.7 Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu
Nilai prediksi debit banjir selama 24 jam yaitu 70,295 m3/s dengan tinggi
hidrograf hujan yaitu sebesar 1,34 mm sedangkan tinggi hidrograf harusnya 1 mm.
Selisih tinggi hidrograf tersebut mengakibatkan perbedaan prediksi debit banjir
selama 24 jam, setelah dikoreksi nilai prediksi debit banjir selama 24 jam menjadi
sebesar 52,336 m3/s. Perbedaan yang terjadi ini disebabkan karena penentuan
parameter koefisien hidrograf dan panjang sungai yang ditinjau. Penentuan
parameter koefisien hidrograf berdasarkan karakteristik suatu DAS, dengan cara
coba-coba dengan tinggi hidrograf yang dihasilkan mendekati 1 mm. Kriteria
penentuan parameter koefisien hidrograf dapat dilihat pada Lampiran 32.
Perhitungan debit banjir rancangan pada periode ulang 2, 5, 10, 25, 50 dan 100
tahun dilihat pada tabel 4.24 di bawah ini. Hasil perhitungan debit rancangan
tersebut akan dimodelkan ke aplikasi HEC-RAS untuk mengetahui apakah sungai
tersebut dapat mengalirkan debit rancangan yang terjadi. Contoh perhitungan debit
banjir rancangan dilakukan pada periode ulang 2 tahun berdasarkan waktu puncak
yang terjadi dijabarkan di bawah ini.
𝑅1 = 𝐻𝑆𝑆𝑡𝑒𝑟𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 × 𝐻𝑢𝑗𝑎𝑛 𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓
𝑅1 = 10,461 × 17,666
𝑅1 = 184,796 𝑚3 /𝑠

IV-27
`

Maka nilai debit banjir rancangan yang terjad pada periode ulang 2 tahun yaitu :
𝑑𝑒𝑏𝑖𝑡 𝑏𝑎𝑛𝑗𝑖𝑟 = 𝑅1 + 𝑅2 + 𝑅3 + 𝑅4 + 𝑅5 + 𝑅6 + 𝑄𝑏
𝑑𝑒𝑏𝑖𝑡 𝑏𝑎𝑛𝑗𝑖𝑟 = 184,796 + 115,59 + 89,04 + 0 + 0 + 0 + 1,559
𝑑𝑒𝑏𝑖𝑡 𝑏𝑎𝑛𝑗𝑖𝑟 = 391,982 𝑚3 /𝑠
Tabel 4.24 Debit Banjir Rancangan Periode Ulang 2 Tahun
Hujan Efektif Debit
T UH QB
R1 R2 R3 R4 R5 R6 Banjir
(jam) (m3/s) (m3/s)
17,666 11,146 8,512 7,002 6,039 5,364 (m3/s)
0 0,000 0,00 1,559 1,559
1 1,275 22,532 0,00 1,559 24,091
2 6,732 118,924 75,03 0,00 1,559 195,513
2,403 10,461 184,796 116,59 89,04 0,00 1,559 391,982
3 8,235 145,483 91,79 70,10 57,66 0,00 1,559 366,590
4 5,516 97,443 61,48 46,95 38,62 33,31 0,00 1,559 279,361
5 3,694 65,267 41,18 31,45 25,87 22,31 19,82 1,559 207,446
5,407 3,138 55,439 34,98 26,71 21,97 18,95 16,83 1,559 176,443
6 2,678 47,318 29,85 22,80 18,76 16,17 14,37 1,559 150,826
7 2,050 36,223 22,85 17,45 14,36 12,38 11,00 1,559 115,826
8 1,570 27,730 17,49 13,36 10,99 9,48 8,42 1,559 89,034
9 1,202 21,228 13,39 10,23 8,41 7,26 6,45 1,559 68,523
9,913 0,941 16,632 10,49 8,01 6,59 5,68 5,05 1,559 54,025
10 0,925 16,345 10,31 7,88 6,48 5,59 4,96 1,559 53,120
11 0,757 13,377 8,44 6,45 5,30 4,57 4,06 1,559 43,757
12 0,620 10,948 6,91 5,27 4,34 3,74 3,32 1,559 36,094
13 0,507 8,960 5,65 4,32 3,55 3,06 2,72 1,559 29,823
14 0,415 7,333 4,63 3,53 2,91 2,51 2,23 1,559 24,691
15 0,340 6,001 3,79 2,89 2,38 2,05 1,82 1,559 20,490
16 0,278 4,911 3,10 2,37 1,95 1,68 1,49 1,559 17,052
17 0,228 4,019 2,54 1,94 1,59 1,37 1,22 1,559 14,239
18 0,186 3,290 2,08 1,58 1,30 1,12 1,00 1,559 11,937
19 0,152 2,692 1,70 1,30 1,07 0,92 0,82 1,559 10,052
20 0,125 2,203 1,39 1,06 0,87 0,75 0,67 1,559 8,510
21 0,102 1,803 1,14 0,87 0,71 0,62 0,55 1,559 7,248
22 0,084 1,476 0,93 0,71 0,58 0,50 0,45 1,559 6,215
23 0,068 1,208 0,76 0,58 0,48 0,41 0,37 1,559 5,369
24 0,056 0,988 0,62 0,48 0,39 0,34 0,30 1,559 4,678
Sumber : Hasil Analisis, 2022

IV-28
`

Hasil perhitungan debit banjir rancangan yang terjadi pada periode ulang 2, 5, 10,
25, 50 dan 100 tahun dapat dilihat pada Lampiran 21 sampai dengan Lampiran 26.
Hasil rekapitulasi debit banjir rancangan yang terjadi setiap periode ulang dapat
dilihat pada Tabel 4.25 di bawah ini.

Tabel 4.25 Rekapitulasi Hidrograf Banjir Rancangan HSS Nakayasu


Periode Ulang (Tahun)
Waktu (t)
Q2 Q5 Q10 Q25 Q50 Q100
(jam)
3 3 3 3 3
m /s m /s m /s m /s m /s m3/s
0 1,56 1,56 1,56 1,56 1,56 1,56
1 24,09 29,33 32,93 37,66 41,30 45,06
2 195,51 240,59 271,60 312,28 343,66 376,04
2,403 391,98 482,73 545,14 627,02 690,19 755,37
3 366,59 451,43 509,79 586,34 645,41 706,34
4 279,36 343,93 388,34 446,60 491,55 537,93
5 207,45 255,30 288,21 331,39 364,71 399,08
5,407 176,44 217,09 245,05 281,73 310,02 339,22
6 150,83 185,52 209,38 240,69 264,84 289,76
7 115,83 142,38 160,65 184,62 203,11 222,18
8 89,03 109,36 123,35 141,69 155,85 170,45
9 68,52 84,09 94,79 108,84 119,67 130,85
9,913 54,02 66,22 74,61 85,61 94,10 102,86
10 53,12 65,10 73,35 84,16 92,50 101,11
11 43,76 53,56 60,31 69,16 75,99 83,03
12 36,09 44,12 49,64 56,88 62,47 68,24
13 29,82 36,39 40,91 46,84 51,41 56,13
14 24,69 30,07 33,76 38,62 42,36 46,22
15 20,49 24,89 27,92 31,89 34,95 38,11
16 17,05 20,65 23,13 26,38 28,89 31,47
17 14,24 17,19 19,21 21,87 23,92 26,04
18 11,94 14,35 16,01 18,18 19,86 21,60
19 10,05 12,03 13,38 15,16 16,54 17,96
20 8,51 10,13 11,24 12,69 13,82 14,98
21 7,25 8,57 9,48 10,67 11,59 12,54
22 6,21 7,30 8,04 9,02 9,77 10,55
23 5,37 6,25 6,86 7,66 8,28 8,92
24 4,68 5,40 5,90 6,55 7,06 7,58
Sumber : Hasil Analisis, 2022

Hasil rekapitulasi pada Tabel 4.25 tersebut juga digambarkan ke dalam


bentuk grafik yaitu dapat dilihat pada Gambar 4.8 di bawah ini.

IV-29
`

Sumber : Hasil Analisis,2022


Gambar 4.8 Hidrograf Banjir Rancangan HSS Nakayasu

IV-30
`

Berdasarkan Tabel 4.25 dan Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa waktu puncak
yang terjadi di Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu yaitu pada saat hujan terjadi
selama 2,403 jam. Karakteristik DAS seperti panjang sungai, luasan DAS
berpengaruh terhadap waktu puncak. Pemilihan metode dalam menentukan prediksi
debit banjir juga berpengaruh terhadap waktu dan debit puncak yang dihasilkan.
Perbedaan ini karena adanya parameter-parameter karakterisitik DAS yang
dimasukkan pada tiap metode hidrograf yang digunakan.

4.7 Hasil Analisis Debit Banjir dengan Software HEC – RAS


Berdasarkan pemodelan penampang melintang sungai dan debit banjir
rancangan kala ulang 25 tahun ke software HEC – RAS, maka didapatkan bahwa
sungai tersebut mengalami banjir. Pemodelan alur Sungai Air Bengkulu Bagian
Hulu pada software HEC – RAS dapat dilihat pada Gambar 4.9 di bawah ini.

Sumber : Hasil Analisis, 2022


Gambar 4.9 Alur Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu
Hasil pemodelan penampang melintang sungai dan debit banjir rancangan
periode ulang 25 tahun dapat dilihat pada Tabel 4.26 dibawah ini. Berdasarkan hasil
simulasi tersebut dapat dilihat elevasi muka air banjir yang terjadi.
Tabel 4.26 Penampang Melintang Sungai pada Periode Ulang 25 Tahun
No Penampang Melintang Keterangan

Elevasi
STA 0 muka air
+64,01

Sumber : Hasil Analisis, 2022

IV-31
`

Tabel 4.26 (Lanjutan)


No Penampang Melintang Keterangan

Elevasi
STA
muka air
300
+64,43

Elevasi
STA
muka air
600
+ 66,73

Elevasi
STA
muka air
900
+69,70

Elevasi
STA
muka air
1200
+72,13

Sumber : Hasil Analisis, 2022

IV-32
`

Tabel 4.26 (Lanjutan)


No Penampang Melintang Keterangan

elevasi
STA
muka air
1500
+75,02

Elevasi
STA
muka air
1800
+77,43

Elevasi
STA
muka air
2080
+79,84

Elevasi
STA
muka air
2360
+81,95

Sumber : Hasil Analisis, 2022

IV-33
`

Tabel 4.26 (Lanjutan)


No Penampang melintang Keterangan

Elevasi
STA
muka air
2640
+84,34

Elevasi
STA
muka air
2920
+86,46

Elevasi
STA muka air
3200 +88,87

Elevasi
STA
muka air
3466,67
+91,25

Sumber : Hasil Analisis, 2022

IV-34
`

Tabel 4.26 (Lanjutan)


No Penampang Melintang Keterangan

Elevasi
STA
muka air
3733,33
+94,05

Elevasi
STA
muka air
4000
+96,43

Elevasi
STA
muka air
4300
+99,27

Elevasi
STA
muka air
4600
+101, 29

Sumber : Hasil Analisis, 2022

IV-35
`

Tabel 4.26 (Lanjutan)


No Penampang Melintang Keterangan

Elevasi
STA
muka air
4900
+103,94

Elevasi
STA
muka air
5166,67
+107,19

Elevasi
STA
muka air
5433,33
+111,54

Elevasi
STA
muka air
5700
+114,64

Sumber : Hasil Analisis, 2022

IV-36
`

Tabel 4.26 (Lanjutan)


No Penampang Melintang Keterangan

Elevasi
STA
muka air
5975
+119,46

Elevasi
STA
muka air
6250
+123,96

Elevasi
STA
muka air
6525
+128,93

Elevasi
STA
muka air
6800
+133,34

Sumber : Hasil Analisis, 2022

IV-37
`

Tabel 4.26 (Lanjutan)


No Penampang Melintang Keterangan

Elevasi
STA
muka air
7100
+137.98

Elevasi
STA
muka air
7400
+146,29

Sumber : Hasil Analisis, 2022

Berdasarkan hasil simulasi penampang melintang sungai dan debit banjir


rancangan didapatkan bahwa di beberapa STA terjadi limpasan air sungai.
Limpasan terjadi pada STA 0 setinggi 3,01 m, STA 300 setinggi 0,76 m, STA 600
setinggi 0,4 m, STA 1800 setinggi 0,43 m, STA 2080 setinggi 0,64 m, STA 2360
setinggi 0,55 m, STA 2640 setinggi 0,74 m, STA 2920 setinggi 0,67 m, STA 3200
setinggi 0,87 m, STA 4900 setinggi 0,94 m, STA 5166,67 setinggi 0,52 m, STA
5433,33 setinggi 0,87 m, STA 5700 setinggi 0,64 m, STA 7100 setinggi 0,77 m
dan STA 7400 setinggi 0,29 m. Limpasan yang terjadi tersebut perlu dilakukan
upaya penanganan agar mereduksi genangan dan kerugian yang terjadi.

4.8 Upaya Pengendalian Banjir


Pengendalian banjir yang dilakukan di Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu
berupa pengendalian secara struktur, yaitu pengerukan dan pembuatan tanggul
sungai. Upaya yang dilakukan dengan menawarkan alternatif-alternatif yang dapat
dilakukan pada stationing penampang melintang Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu
yang meluap. Alternatif pengendalian yang dapat dilakukan sebagai berikut :

IV-38
`

1. Alternatif 1 pada STA 0 – STA 600 (Hilir sungai)


STA 0 berada di Desa Lubuk Sini dengan keadaan sungai terjadi
pendangkalan akibat banyaknya sedimen berupa lumpur ataupun pasir. Sebelah
kiri sungai terdapat bantaran selebar 4 m namun di sebelah kanan bantaran
hanya selebar 2 m. Alternatif yang akan dilakukan berupa pengerukan sungai
dan pembuatan tanggul sungai untuk mengurangi resiko air melimpas ke lahan
pertanian ataupun ke perumahan warga. Pengerukan dan tanggul tersebut
dilakukan sepanjang 600 m. tinggi muka air banjir terbesar yang terjadi pada
STA 0 sampai dengan STA 600 yaitu sebesar 3,01 m sehingga akan dilakukan
pengerukan dan tanggul sungai. Perencanaan pengerukan sungai dan tanggul
akan dijabarkan di bawah ini berdasarkan pedoman teknis tanggul berdasarkan
hasil running HEC – RAS pada Gambar 4.10 di bawah ini.

Sumber : Hasil Analisis, 2022


Gambar 4.10 Penampang Sungai STA 0
a. Pengerukan sungai
Data-data yang menjadi parameter dalam pengerukan sungai yaitu :
m =1:2
n = 0,025 (SNI 2830 – 2008)
Lebar bawah rencana (b) = 16 m
Elevasi eksisting sungai = 61 m
Elevasi muka air banjir = 64,01 m (Running HEC – RAS Q25)
Tinggi overburden = 0,5 m

IV-39
`

Penampang yang akan direncanakan berbentuk trapesium dengan data


tersebut nantinya akan dimodelkan ke software HEC – RAS.
Tinggi rencana pengerukan yaitu :
h rencana = 1 m + 0,5 m
h rencana = 1,5 m

b. Tanggul sungai
Tanggul sungai akan dibangun di sisi kanan dan kiri sungai. Tanggul
sungai tersebut akan dibangun sepanjang 600 m. Perencanaan tanggul
pada STA 0 m – 600 karena tingginya 3 m maka akan diberikan trap untuk
mengurangi resiko kelongsoran. Tanggul juga pada bagian kaki nya
diberikan bronjong dan pondasi cerucuk kayu untuk meningkatkan daya
dukung tanah di lokasi yang akan dibangun tanggul.
Kemiringan tanggul = 1 : 2 (Pedoman Teknis Pd.T.16-2004-A)
Tinggi jagaan = 1 m (Tabel 2.1)
Lebar trap tanggul =1m
Lebar puncak tanggul = 4 m (Tabel 2.2)
Tinggi tanggul = 2 m + 1 m = 3m
Parameter ini yang akan dimodelkan ke software HEC – RAS untuk
mengetahui keadaan sungai dengan pemodelan tanggul. Gambar tanggul
yang direncanakan yaitu pada Gambar 4.11

Sumber : Autocad, 2022


Gambar 4.11 Tanggul Sungai STA 0

IV-40
`

2. Alternatif 2 pada STA 1800 – STA 3200


Alternatif 2 yaitu dengan membangun tanggul di sebelah kiri sungai,
sebelah kanan sungai tidak dibangun tanggul karena air tidak melimpas.
Tanggul yang akan direncanakan seperti pada Gambar 4.12 dan Gambar 4.13.

Sumber : Hasil Analisis, 2022


Gambar 4.12 Penampang Sungai STA 3200
Elevasi eksisiting sungai = 88 m
Elevasi muka air banjir = 88,87 m (Running HEC – RAS)
Tinggi luapan sungai = 0,87 m
Kemiringan tanggul =1:2
Tinggi jagaan = 1 m (Tabel 2.1)
Lebar puncak tanggul = 4 m (Tabel 2.2)
Tinggi tanggul = 0,85 m + 1 m = 1,85 m, diambil 2 m

Sumber : Autocad, 2022


Gambar 4.13 Tanggul Sungai STA 3200

IV-41
`

3. Alternatif 3
Alternatif 3 yang dilakukan yaitu pembuatan tanggul yang dilakukan di
sebelah kiri dan kanan sungai. Penampang sungai pada alternatif 3 dapat dilihat
pada Gambar 4.14 dan Gambar 4.15 di bawah ini.

Sumber : Hasil Analisis, 2022


Gambar 4.14 Penampang Sungai STA 4900
Elevasi eksisting sungai = 103 m
Elevasi muka air banjir = 103,94 m
Tinggi luapan sungai = 0,94 m (Running HEC – RAS)
Kemiringan tanggul =1:2
Tinggi jagaan = 1 m (Tabel 2.1)
Lebar puncak tanggul = 4 m (Tabel 2.2)
Tinggi tanggul = 0,95 m + 1 m = 1,95, diambil 2 m

Sumber : Autocad, 2022


Gambar 4.15 Tanggul Sungai STA 4900

IV-42
`

4. Alternatif 4
Alternatif yang dapat dilakukan yaitu dengan pembangunan tanggul sungai
di sebelah kiri sungai seperti pada Gambar 4.16 sampai Gambar 4.17.
Parameter dalam perencanaan pembangunan tanggul sungai yaitu :
Elevasi eksisting sungai = 137,21 m
Elevasi muka air banjir = 137,98 m
Tinggi luapan sungai = 0,77 m (Running HEC – RAS)
Kemiringan tanggul =1:2
Tinggi jagaan = 1 m (Tabel 2.1)
Lebar puncak tanggul = 4 m (Tabel 2.2)
Tinggi tanggul = 0,77 m + 1 m = 1,77 m, diambil 2 m

Sumber : Hasil Analisis, 2022


Gambar 4.16 Penampang Sungai STA 7100

Sumber : Autocad, 2022


Gambar 4.17 Tanggul Sungai STA 7100

IV-43
`

Tahapan selanjutnya yaitu memodelkan upaya pengendalian limpasan yang


terjadi di Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu. Hasil simulasi dari upaya
pengendalian debit banjir pada software HEC – RAS disajikan pada Tabel 4.27.
Pemodelan tersebut terlihat bahwa air tidak langsung melimpas ke dataran.

Tabel 4.27 Hasil Upaya Pengendalian Banjir


No Penampang Melintang Keterangan

Elevasi
STA 0 muka air
+62,87

Elevasi
STA
muka air
300
+63,35

Elevasi
STA
muka air
600
+65,67

Sumber : Hasil Analisis, 2022

IV-44
`

Tabel 4.27 (Lanjutan)


No Penampang Melintang Keterangan

Elevasi
STA
muka air
1800
+77,47

Elevasi
STA
muka air
2080
+79,62

Elevasi
STA
muka air
2360
+81,98

Elevasi
STA
muka air
2640
+84,12

Sumber : Hasil Analisis, 2022

IV-45
`

Tabel 4.27 (Lanjutan)


No Penampang Melintang Keterangan

Elevasi
STA muka air
2920 +86,48

Elevasi
STA
muka air
3200
+88,63

Elevasi
STA
muka air
4900
+103,71

Elevasi
STA
muka air
5166,67
+107,11

Sumber : Hasil Analisis, 2022

IV-46
`

Tabel 4.27 (Lanjutan)


No Penampang Melintang Keterangan

Elevasi
STA
muka air
5433,33
+111,31

Elevasi
STA
muka air
5700
+114,54

Elevasi
STA
muka air
7100
+137,54

Elevasi
STA
muka air
7400
+146,20

Sumber : Hasil Analisis, 2022

IV-47
`

Berdasarkan hasil running dari software HEC – RAS untuk pembuatan tanggul
dan pengerukan sungai, setelah dilakukan penanganan tersebut dapat dilihat pada
Tabel 4.30 limpasan Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu dapat ditahan oleh tanggul
yang direncanakan. Upaya pengendalian yang dilakukan menambah kapasitas
tampungan Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu.

4.9 Stabilitas Tanggul pada Geo – Slope


Stabilitas tanggul pada Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu akan dianalisis
dengan bantuan software Geo – Slope. Analisis stabilitas tanggul ini menggunakan
analisis Slope/W yaitu untuk mengetahui zonasi sleeding area atau pergerakan ke
arah horizontal. Analisis dengan Slope/W yaitu analisis dalam keadaan limit
equilibrium, dimana akan menganalisis pada saat tanggul dalam kondisi setelah
masa konstruksi dan kondisi saat terjadinya banjir. Ouput yang didapatkan pada
analisis Slope/W ini yaitu nilai safety factor untuk mengetahui tanggul yang
direncanakan ini stabil atau tidak. Parameter-parameter yang diperlukan dalam
penginputan data di software Geo – Slope yaitu berupa data tanah. Data tanah yang
diperlukan seperti nilai kohesi, nilai sudut geser dan nilai berat isi. Peninjauan
stabilitas tanggul pada kondisi banjir atau pada saat ada pengaruh air maka data
tambahan yang dibutuhkan yaitu data tinggi muka air banjir yang terjadi. Penelitian
ini menggunakan data sekunder karena tidak dilakukan pengujian data tanah di
lapangan. Pemodelan tanggul yang dianalisis yaitu pada kondisi muka air banjir
tertinggi pada tanggul 3 m dan tanggul setinggi 2 m. Data tanah tersebut dapat
dilihat di bawah ini :
1. Tanggul setinggi 3 m
Data tanah yang digunakan yaitu data tanah sekunder, tanggul dengan tinggi
3 m memiliki data tanah timbunan dan tanah dasar sebagai berikut dan dapat
dilihat pada Gambar 4.18 di bawah ini.
Tanah timbunan yang digunakan yaitu tanah dari hasil pengerukan sungai :
Berat isi = 18 kN/m3 (Bina Marga,2009)
Kohesi (c) = 3 kPa (Bina Marga, 2009)
ϕ = 30° (Bina Marga, 2009)
SF = 1,5 (SNI 8460, 2017)

IV-48
`

MAB = 3,01 m

Sumber : Autocad, 2022


Gambar 4.18 Potongan Melintang Tanggul Sungai STA 0
Data lapisan tanah merupakan data sekunder, data tersebut diasumsikan
mewakili keadaan tanah yang ada di lokasi penelitian ini. Data tersebut
berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Pratama,2022). Data lapisan
tanah juga akan dimodelkan ke software Geo – Slope. Data tanah tersebut dapat
dilihat pada Tabel 28 di bawah ini.
Tabel 4.28 Data Lapisan Tanah
No Lapisan Jenis Tanah Parameter
c = 10 kPa
1. Lapis 1 CL γ = 19,55 kN/m3
ϕ = 20
c = 5 kPa
2. Lapis 2 CL γ = 19,77 kN/m3
ϕ = 20°
Sumber : Pratama, 2022

Data tersebut menjadi parameter penganalisisan stabilitas di Geo – Slope.


Pemodelan tersebut bertujuan mengatahui safety factor dari tanggul sungai. Jenis
pondasi yang digunakan yaitu cerucuk dari kayu gelam ukuran diameter 15 cm
sedalam 5 m disepanjang tanah timbunan dan di kaki tanggul bagian luar diberikan
bronjong ukuran 4 m x 1 m x 0,5 m.

IV-49
`

Sumber : Hasil Analisis, 2022


Gambar 4.19 Tanggul Kondisi Setelah Konstruksi
Stabilitas tanggul berdasarkan hasil running dari software Geo – Slope dengan
menggunakan metode Morgenstern – Price pada kondisi setelah konstruksi
memiliki safety factor 2,545 yang mana lebih dari safety factor minimum yaitu
sebesar 1,5. factor of safety yang dihasilkan cukup tinggi karena adanya perkuatan
dari pondasi cerucuk dan bronjong

Sumber : Hasil Analisis, 2022


Gambar 4.20 Tanggul Kondisi Banjir

IV-50
`

Hasil running dari software Geo – Slope dengan menggunakan metode


Morgenstern – Price pada kondisi banjir masih dalam keadaan aman. Safety factor
tanggul pada kondisi muka air yaitu 2,454. Kondisi tanggul yang terpengaruh muka
air mengalami penurunan safety factor, jadi nilai muka air banjir berpengaruh
terhadap nilai safety factor.
2. Tanggul setinggi 2 m
Tanah timbunan yang digunakan yaitu termasuk tanah timbunan pilihan yaitu
tanah pasir sedikit kelanauan, kelempungan dan penampang sungai dapat
dilihat pada Gambar 4.21 dan hasil running pada Gambar 4.22 di bawah ini.

Sumber : Hasil Analisis, 2022


Gambar 4.21 Potongan Melintang Tanggul Sungai STA 3200
Berat isi = 18 kN/m3 (Direktorat Jenderal Bina Marga, 2009)
Kohesi (c) = 3 kPa (Direktorat Jenderal Bina Marga, 2009)
ϕ = 30° (Direktorat Jenderal Bina Marga, 2009)
SF = 1,5 (SNI 8460, 2017)
MAB = 0,94 m

Sumber : Hasil Analisis, 2022


Gambar 4.22 Tanggul 2 m Kondisi Setelah Konstruksi

IV-51
`

Berdasarkan hasil running dari software Geo – Slope dengan menggunakan


metode Morgenstern – Price pada kondisi setelah konstruksi untuk tanggul setinggi
2 m yaitu stabil. Tanggul yang direncanakan memiliki safety factor 3,296 yang
mana lebih dari safety factor minimum yaitu sebesar 1,5. Tanggul tersebut sudah
stabil terhadap longsor.

Sumber : Hasil Analisis, 2022


Gambar 4.23 Tanggul 2 m Kondisi Banjir
Safety factor tanggul pada kondisi muka air yaitu 3,128. Kondisi tanggul yang
terpengaruh muka air mengalami penurunan safety factor namun tanggul masih
keadaan stabil. Rekapitulasi data nilai safety factor dapat dilihat pada Tabel 4.29.
Tabel 4.29 Safety Factor Tanggul
Tanggul Safety Factor Tanggul Stabilitas
3 m setelah konstruksi 1,5 2,545 Aman
3 m pada muka air 1,5 2,454 Aman
2 m setelah konstruksi 1,5 3,296 Aman
2 m pada muka Air 1,5 3,128 Aman
Sumber : Hasil Analisis, 2022
Safety factor pada kondisi setelah konstruksi lebih besar dibandimg kondisi
banjir, hal ini karena adanya pengaruh muka air. Safety factor pada tanggul 3 m dan
pada tanggul 2 m juga terdapat perbedaan, hal ini disebabkan jenis timbunan tanah
yang berbeda serta tinggi timbunan tanah.

IV-52
`

4.9.1 Stabilitas Guling


Tanggul yang direncanakan diberikan bronjong pada kaki tanggul maka
struktur bronjong tersebut perlu dicari juga stabilitasnya terhadap tanah timbunan
yang ada. Perhitungan stabilitas guling ini berdasarkan nilai momen penahan
dibandingkan dengan nilai momen pendorong yang berasal dari timbunan tanggul
itu sendiri. Stabilitas guling ini dilakukan sesuai parameter tanah pada pembahasan
sebelumnya. Gambar untuk perhitungan stabilitas guling ini dapat dilihat pada
Gambar 4.24 dan Gambar 4.25 di bawah ini.

Sumber : Autocad, 2022


Gambar 4.24 Berat Sendiri Bronjong Tanggul 3 m

Sumber : Autocad, 2022


Gambar 4.25 Berat Sendiri Bronjong Tanggul 3 m
1. Tanggul setinggi 3 m, trap selebar 1 m pada ketinggian 1,5 m
Langkah awal yang dilakukan yaitu dengan menghitung momen yang
melawan momen guling. Momen tersebut didapatkan dengan mengalikan berat
struktur dengan jarak titik 0 pada kaki bronjong. Berat isi bronjong merupakan
data sekunder yang didapat dari penelitian sebelumnya yang membahas
mengenai bronjong yaitu sebesar 17,81 kN/m3 serta kotak bronjong yang

IV-53
`

digunakan pada penelitian ini yaitu bronjong dengan ukuran panjang 4 m, lebar
kotak 1 m dan tinggi kotak 0,5 m (Aprilio, 2021). Hasil Perhitungan dapat dilihat
pada Tabel 4.30 di bawah ini.
Tabel 4.30 Berat Sendiri Bronjong Tanggul 3 m
No Berat (W) kN Jarak (x) m Momen (kN.m)
1 26,715 2,5 66,7875
2 17,81 1,5 26,715
3 8,905 0,5 4,4525
Ʃ 53,43 97,955
Sumber : Hasil Analisis, 2022
Tahapan berikutnya yaitu menghitung koefisien tahanan tanah aktif (Ka) dan
koefisien tahanan tanah pasif (Kp) seperti di bawah ini.
𝑠𝑖𝑛2 (𝛽 + 𝜑)
𝐾𝑎 = 2
sin ( 𝜑 + 𝛿)sin (sin ( 𝜑 + 𝛼)
𝑠𝑖𝑛2 𝛽 × sin(𝛽 − 𝜃) [1 + √ ]
sin(𝛽 − 𝛿) sin(𝛽 + 𝛼)
𝑠𝑖𝑛2 (90° + 30°)
𝐾𝑎 = 2
sin( 30° + 20°) sin( 30° − 27°)
𝑠𝑖𝑛2 90° × 𝑠𝑖𝑛(90° − 20°) [1 + √ ]
sin(90° − 20°) sin (90° + 27°)

𝐾𝑎 = 0,35
Untuk perhitungan koefisien tanah pasif seperti di bawah ini.
𝑠𝑖𝑛2 (𝛽 + 𝜑)
𝐾𝑝 = 2
sin ( 𝜑 + 𝛿)sin ( 𝜑 + 𝛼)
𝑠𝑖𝑛2 𝛽 × sin(𝛽 − 𝜃) [1 − √ ]
sin(𝛽 − 𝛿) sin(𝛽 + 𝛼)
𝑠𝑖𝑛2 (90° + 30°)
𝐾𝑝 = 2
sin( 30° + 20°) sin( 30° − 27°)
𝑠𝑖𝑛2 90° × 𝑠𝑖𝑛(90° − 20°) [1 − √ ]
sin(90° − 20°) sin (90° + 27°)

𝐾𝑝 = 3,31
Selanjutnya yaitu hitung nilai tekanan tanah aktif yang ada (Pa)
𝑃𝑎1 = 0,5 × 𝛾𝑏 × 𝐻 2 × 𝐾𝑎 − 2 × 𝑐 × √𝐾𝑎
𝑃𝑎1 = 0,5 × 18 × 1,52 × 0,35 − 2 × 3 × √0,35
𝑃𝑎1 = 7,0875 − 3,5496
𝑃𝑎1 = 3,5379

IV-54
`

𝑃𝑎2 = 0,5 × 𝛾𝑏 × 𝐻 2 × 𝐾𝑎 − 2 × 𝑐 × 𝐻 × √𝐾𝑎


𝑃𝑎2 = 0,5 × 18 × 1,52 × 0,35 − 2 × 3 × 1,5 × √0,35
𝑃𝑎2 = 7,0875 − 3,5496
𝑃𝑎2 = 3,5379
𝑃𝑎3 = 0,5 × 𝛾𝑏 × 𝐻 2 × 𝐾𝑎 − 2 × 𝑐 × √𝐾𝑎
𝑃𝑎3 = 0,5 × 18 × 32 × 0,35 − 2 × 3 × √0,35
𝑃𝑎3 = 28,35 − 3,5496
𝑃𝑎3 = 24,8004
Maka pa total yang terjadi yaitu sebesar 31,8762 kN/m
𝑃𝑣 = 𝑃𝑎 sin 𝛼
𝑃𝑣 = 31,8762 sin 27
𝑃𝑣 = 14,471
𝑀𝑣 = 𝑃𝑣 𝑥 𝐵
𝑀𝑣 = 14,471 𝑥 3
𝑀𝑣 = 43,414 𝑘𝑛. 𝑚
Kemudian hitung nilai Ph yang terjadi
𝑃ℎ = 𝑃𝑎 𝑐𝑜𝑠𝛽
𝑃ℎ = 31,8762 𝑐𝑜𝑠 27
𝑃ℎ = 28,42
Tahapan berikutnya yaitu menghitung momen gulling yang terjadi yaitu
𝐻
𝑀𝑔𝑙1 = 𝑃ℎ ×
3
3
𝑀𝑔𝑙1 = 28,42 ×
3
𝑀𝑔𝑙1 = 28,42 𝑘𝑁𝑚
𝐻
𝑀𝑔𝑙2 = 𝑃ℎ ×
3
1,5
𝑀𝑔𝑙2 = 28,42 ×
3
𝑀𝑔𝑙2 = 14,21 𝑘𝑁𝑚
𝐻
𝑀𝑔𝑙3 = 𝑃ℎ ×
3
3
𝑀𝑔𝑙3 = 28,42 ×
3

IV-55
`

𝑀𝑔𝑙3 = 14,21 𝑘𝑁𝑚


Maka momen guling total yang terjadi yaitu sebesar 56,85 kN.m
Tahapan berikutnya yaitu menghitung angka aman terhadap stabilitas guling
∑ 𝑀𝑟
𝑆𝐹 =
∑ 𝑀𝑔𝑙
141,069
𝑆𝐹 =
56,85
𝑆𝐹 = 2,49
karena SF 2,49 > 2 maka aman terhadap stabilitas guling. Gambar momennya
dapat dilihat pada Gambar 4.26 di bawah ini.

Sumber : Autocad, 2022


Gambar 4.26 Momen Pada Tanggul 3 m
2. Tanggul setinggi 2 m
Bronjong yang digunakan dengan nilai berat isi yaitu sebesar 17,81 kN/m3
serta kotak bronjong yang digunakan pada penelitian ini yaitu bronjong dengan
ukuran panjang 4 m, lebar kotak 1 m dan tinggi kotak 0,5 m (Aprilio, 2021).
Bronjong tersebut memiliki tinggi 1 m. Hasil Perhitungan dapat dilihat pada
Tabel 4.31 di bawah ini
Tabel 4.31 Berat Sendiri Bronjong 2 m
No Berat (W) kN Jarak (x) m Momen (kN.m)
1 17,81 2,5 44,525
2 17,81 1,5 26,715
3 8,905 0,5 4,4525
Ʃ 44,525 75,69
Sumber : Hasil Analisis, 2022

IV-56
`

Tahapan berikutnya yaitu menghitung koefisien tahanan tanah aktif (Ka) dan
koefisien tahanan tanah pasif (Kp) seperti di bawah ini.

𝑠𝑖𝑛2 (𝛽 + 𝜑)
𝐾𝑎 = 2
sin ( 𝜑 + 𝛿)sin (sin ( 𝜑 + 𝛼)
𝑠𝑖𝑛2 𝛽 × sin(𝛽 − 𝜃) [1 + √ ]
sin(𝛽 − 𝛿) sin(𝛽 + 𝛼)
𝑠𝑖𝑛2 (90° + 30°)
𝐾𝑎 = 2
sin( 30° + 20°) sin( 30° − 10°)
𝑠𝑖𝑛2 90° × 𝑠𝑖𝑛(90° − 20°) [1 + √ ]
sin(90° − 20°) sin (90° + 10°)

𝐾𝑎 = 0,35
Untuk perhitungan koefisien tanah pasif seperti di bawah ini.
𝑠𝑖𝑛2 (𝛽 + 𝜑)
𝐾𝑝 = 2
sin ( 𝜑 + 𝛿)sin (sin ( 𝜑 + 𝛼)
𝑠𝑖𝑛2 𝛽 × sin(𝛽 − 𝜃) [1 − √ ]
sin(𝛽 − 𝛿) sin(𝛽 + 𝛼)
𝑠𝑖𝑛2 (90° + 30°)
𝐾𝑝 = 2
sin( 30° + 20°) sin( 30° − 27°)
𝑠𝑖𝑛2 90° × 𝑠𝑖𝑛(90° − 20°) [1 − √ ]
sin(90° − 20°) sin (90° + 27°)

𝐾𝑝 = 3,31
Selanjutnya yaitu hitung nilai tekanan tanah aktif yang ada (Pa)
𝑃𝑎1 = 0,5 × 𝛾𝑏 × 𝐻 2 × 𝐾𝑎 − 2 × 𝑐 × √𝐾𝑎
𝑃𝑎1 = 0,5 × 18 × 22 × 0,35 − 2 × 3 × √0,35
𝑃𝑎1 = 12,6 − 3,5496
𝑃𝑎1 = 9,0504
𝑃𝑎2 = 0,5 × 𝛾𝑏 × 𝐻 2 × 𝐾𝑎 − 2 × 𝑐 × √𝐾𝑎
𝑃𝑎2 = 0,5 × 18 × 12 × 0,35 − 2 × 3 × √0,35
𝑃𝑎2 = 3,155 − 3,5496
𝑃𝑎2 = −0,3946
Maka pa total yang terjadi yaitu sebesar 8,6558 kN/m
𝑃𝑣 = 𝑃𝑎 𝑠𝑖𝑛𝛽
𝑃𝑣 = 8,6558 sin 27
𝑃𝑣 = 3,93
𝑀𝑣 = 𝑃𝑣 𝑥 𝐵

IV-57
`

𝑀𝑣 = 3,93 𝑥 3
𝑀𝑣 = 11,79 𝑘𝑁. 𝑚
Kemudian hitung nilai Ph yang terjadi
𝑃ℎ = 𝑃𝑎 𝑐𝑜𝑠𝛽
𝑃ℎ = 8,6558 𝑐𝑜𝑠 27
𝑃ℎ = 7,7124
Tahapan berikutnya yaitu menghitung momen gulling yang terjadi yaitu
𝐻
𝑀𝑔𝑙1 = 𝑃ℎ ×
3
2
𝑀𝑔𝑙1 = 7,7124 ×
3
𝑀𝑔𝑙1 = 5,1416 𝑘𝑁𝑚
𝐻
𝑀𝑔𝑙2 = 𝑃ℎ ×
3
1
𝑀𝑔𝑙2 = 7,7124 ×
3
𝑀𝑔𝑙2 = 2,5708 𝑘𝑁𝑚
Maka momen guling total yang terjadi yaitu sebesar 19,5024 kN.m
Tahapan berikutnya yaitu menghitung angka aman terhadap stabilitas guling
∑ 𝑀𝑟
𝑆𝐹 =
∑ 𝑀𝑔𝑙
75,69
𝑆𝐹 =
19,5024
𝑆𝐹 = 3,88
karena SF 3,88 > 2 maka aman terhadap stabilitas guling.

Sumber : Autocad, 2022


Gambar 4.27 Momen Pada Tanggul 2 m

IV-58
`

4.9.2 Stabilitas Daya Dukung


Stabilitas daya dukung tanah terhadap perencanaan tanggul dan penggunaan
cerucuk kayu diameter 15 cm dan kedalaman cerucuk 5 m
1. Tanggul 3 m
Tanggul ini menahan beban sebesar 53,43 kN dan beban tanah timbunan sebesar
621 kN. Nilai dari c = 10 kPa dan ϕ sebesar 20° dijabarkan sebagai berikut :
Menghitung qun dengan nilai c = 10 kPa dan ϕ sebesar 20° maka berdasarkan
Lampiran 30 diperoleh :
Nc = 17,7 ; Nq = 7,4 ; nγ = 5

𝑝𝑜 = 5 × 19,55 = 97,75 𝑘𝑁/𝑚2

𝑞𝑢𝑛 = 𝑐 × 𝑁𝑐 + 𝑝𝑜 (𝑁𝑞 − 1) + 0,5𝛾𝑏 𝑁𝛾

𝑞𝑢𝑛 = 10 × 17,7 + 97,75(7,4 − 1) + 0,5 × 19,55 × 5

𝑞𝑢𝑛 = 851,475 𝑘𝑁/𝑚2

Beban pondasi maksimum netto yaitu :

𝑃𝑢𝑛 = 𝑞𝑢𝑛 × 𝐴𝑝

𝑃𝑢𝑛 = 851,475 × 3,14 × 0,25 × 0,152

𝑃𝑢𝑛 = 851,475 × 3,14 × 0,25 × 0,152

𝑃𝑢𝑛 = 15,04 𝑘𝑁

Untuk koefisien gesek dapat dilihat pada Lampiran 30 kira-kira fs = 20 kN/m2

𝑃𝑠 = 3,14 × 0,15 × 10 × 5

𝑃𝑠 = 70,65

Karena digunakan 18 tiang maka total kapasitas dukung ultimit cerucuk yaitu

𝑃𝑢𝑛 = (15,04 + 70,65) × 18 = 1542,42 𝑘𝑁

1542,42
𝑆𝐹 =
53,43 + 621

𝑆𝐹 = 2,3

Karena nilai SF (2,3) < 3 maka dapat diatasi dengan merapatkan susunan tiang atau
membesarkan dimensi tiang.

IV-59
`

2. Tanggul 2 m
Tanggul ini menahan beban sebesar 44,525 kN dan beban tanah timbunan
sebesar 288 kN. Nilai dari c = 10 kPa dan ϕ sebesar 20° dijabarkan sebagai berikut :
Menghitung qun dengan nilai c = 10 kPa dan ϕ sebesar 20° maka berdasarkan
Lampiran 30 diperoleh :
Nc = 17,7 ; Nq = 7,4 ; nγ = 5

𝑝𝑜 = 5 × 19,55 = 97,75 𝑘𝑁/𝑚2

𝑞𝑢𝑛 = 𝑐 × 𝑁𝑐 + 𝑝𝑜 (𝑁𝑞 − 1) + 0,5𝛾𝑏 𝑁𝛾

𝑞𝑢𝑛 = 10 × 17,7 + 97,75(7,4 − 1) + 0,5 × 19,55 × 5

𝑞𝑢𝑛 = 851,475 𝑘𝑁/𝑚2

Beban pondasi maksimum netto yaitu :

𝑃𝑢𝑛 = 𝑞𝑢𝑛 × 𝐴𝑝

𝑃𝑢𝑛 = 851,475 × 3,14 × 0,25 × 0,152

𝑃𝑢𝑛 = 851,475 × 3,14 × 0,25 × 0,152


𝑃𝑢𝑛 = 15,04 𝑘𝑁
Untuk koefisien gesek dapat dilihat pada Lampiran 30 kira-kira fs = 20 kN/m2
𝑃𝑠 = 3,14 × 0,15 × 10 × 5
𝑃𝑠 = 70,65
Karena digunakan 18 tiang maka total kapasitas dukung ultimit cerucuk yaitu

𝑃𝑢𝑛 = (15,04 + 70,65) × 13 = 1113,97 𝑘𝑁

1113,97
𝑆𝐹 =
44,525 + 288

𝑆𝐹 = 3,35

Karena nilai SF (3,35) > 3 maka aman terhadap daya dukung tanah

4.10 Keadaan Penampang Pada Q25 Dan Q50


Keadaan penampang pada STA yang tinggi muka air banjir yang paling tinggi
terjadi pada bagian hilir sungai yaitu pada STA 0 yang berada di Desa Lubuk Sini.
Perbandingan kondisi penampang sungai pada STA 0 berdasarkan Q25 dan Q50
dapat dilihat pada Gambar 4.28 di bawah ini.

IV-60
`

Sumber : Hasil Analisis, 2022


Gambar 4.28 Penampang Q25 Dan Q50
Berdasarkan Gambar 4.28 pada STA 0 tinggi muka air banjir berdasarkan Q25
yaitu pada elevasi +64,01 setinggi 3,01 m. Tinggi muka air banjir berdasarkan Q50
yaitu pada elevasi +64,36 yaitu setinggi 3,36 m. Perbedaan tinggi muka air banjir
ini berpengaruh terhadap upaya pengendalian yang telah direncanakan berdasarkan
debit banjir rancangan Q25. Upaya pengendalian yang direncanakan pada STA 0
dengan debit banjir rancangan Q25 yaitu dengan pengerukan sungai sedalam 1,5 m
dan tanggul sungai setinggi 3 m. Upaya pengendalian tersebut juga dimodelkan
namun dengan debit banjir rancangan Q50. Hasil dari running tersebut dapat dilihat
pada Gambar 4.29 di bawah ini.

Sumber : Hasil Analisis, 2022


Gambar 4.29 Penampang Q25 Dan Q50

IV-61
`

Berdasarkan Gambar 4.29 upaya pengendalian banjir dengan tanggul setinggi


3 m dan pengerukan sedalam 1,5 m pada debit Q50 masih bisa menahan limpasan
sungai. Jika ingin upaya pengendalian lebih aman maka perlu peninggian tanggul
kembali atau pengerukan sungai yang lebih dalam. Tanggul setinggi 3 m pada debit
Q50 hanya bisa menahan limpasan lagi setinggi kurang dari 1 m, tepatnya 0,83 m
dari tinggi muka banjir yang terjadi pada Q50.

4.11 Validasi Debit Banjir


Validasi debit banjir yaitu dengan membandingkan tinggi muka air banjir
berdasarkan hasil jurnal penelitian sebelumnya dengan hasil perhitungan HSS
Nakayasu yang telah dilakukan. Hasil penelitian sebelumnya mengenai debit banjir
dan ketinggian dapat dilihat pada Tabel 4.32 dan hasil perhitungan dengan HSS
Nakayasu dapat dilihat pada Tabel 4.33. Hasil debit banjir rancangan yang
didapatkan tidak terlalu berbeda, namun penelitian sebelumnya dilakukan di Sungai
Air Bengkulu Bagian Hilir. Perbedaan tinggi muka banjir yang terjadi sesuai
dengan keadaan geometri sungai, terutama pada lebar penampang sungai.
Tabel 4.32 Debit Banjir Rancangan Berdasarkan Data Sekunder
No Debit (m3/s) Tinggi Muka Banjir
1 702,05 4,03
2 699,33 3,89
3 603,11 3,78
4 661,31 3,62
5 638,32 3,62
Sumber : Mase dkk, 2021

Tabel 4.33 Debit Banjir Rancangan Berdasarkan Periode Ulang


No Periode Ulang HSS Nakayasu (m3/s) Muka Air Banjir
1 2 391,98 2,81
2 5 482,73 3,28
3 10 545,14 3,44
4 25 627,02 3,62
5 50 690,19 3,74
6 100 755,37 3,86
Sumber : Hasil Analisis, 2022

Dari kedua tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa debit hasil penelitian yang
terjadi perbedaannya tidak terlalu jauh dengan debit yang menggunakan prediksi
dengan metode HSS Nakayasu. Analisis tinggi muka air banjir dengan metode HSS

IV-62
`

Nakayasu dihitung berdasarkan nilai debit yang paling mendekati pada penampang
sungai STA 4000 dengan penelitian sebelumnya yaitu pada Q50 debit sebesar
690,19 m3/s. Lebar penampang melintang sungai pada STA 4000 yaitu selebar 16
m dan tinggi muka air banjir yang diperoleh tertera pada Tabel 4.33 di atas. Sketsa
tinggi muka air banjir dapat dilihat pada Gambar 4.30 di bawah ini.

Sumber : Autocad, 2022


Gambar 4.30 Muka Air Banjir

IV-63
`

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan dalam
tahapan penyelesaian penyusunan skripsi ini, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Hasil analisis hidrologi didapatkan bahwa debit puncak banjir rancangan


terjadi ketika 2,403 jam. Analisis debit banjir rancangan dengan metode
Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Nakayasu pada periode ulang didapatkan :
Q2 = 391,98 m3/s
Q5 = 482,73 m3/s
Q10 = 545,14 m3/s
Q25 = 627,02 m3/s
Q50 = 690,19 m3/s
Q100 = 755,37 m3/s
2. Upaya pengendalian debit banjir yang terjadi hanya dilakukan di STA yang
telah meluap, upaya yang dilakukan yaitu dengan beberapa alternatif yang
direncanakan agar dapat mengurangi genangan yang terjadi.
a. Alternatif 1 (STA 0 – STA 600) berupa pengerukan sungai sedalam 1,5 m
dan tanggul sungai setinggi 3 m dengan lebar puncak tanggul 4 m.
b. Alternatif 2 (STA 1800 – 3200) berupa perencanaan tanggul di sebelah kiri
sungai dengan tinggi tanggul 2 m dan lebar puncak 4 m.
c. Alternatif 3 (STA 4900 – 5700) upaya yang dilakukan yaitu pembuatan
tanggul sungai sepanjang 800 m di sebelah kiri dan kanan sungai setinggi
2 m dan lebar puncak 4 m.
d. Alternatif 4 (STA 7100 – 7400) pada daerah hulu sungai STA yang tidak
dapat mengalirkan debit banjir rancangan yaitu sepanjang 300 m. Upaya
yang dilakukan yaitu pembuatan tanggul di kiri sungai dengan dimensi
tinggi tanggul 2 m serta lebar puncak 4 m.
3. Hasil dari pemodelan kondisi exsisiting sungai didapatkan bahwa di STA 0,
STA 300, STA 600, STA 1800, STA 2080, STA 2360, STA 2640, STA 2920,
STA 3200, STA 4900, STA 5166,67, STA 5433,33, STA 5700, STA 7100 dan
STA 7400. Kedalaman muka air banjir terbesar yaitu pada STA 0 yaitu kurang
`

lebih 3 m. STA yang tidak melimpas dikarekan adanya tebing sungai sehingga
tidak melimpas ke pemukiman ataupun lahan pertanian warga.
4. Upaya pengendalian banjir pada STA dengan muka air banjir paling tinggi
yaitu di hilir sungai pada STA 0. Upaya pengendalian banjir berdasarkan Q50
terlihat masih bisa menahan limpasan sungai saat terjadi banjir, namun untuk
meningkatkan keamanan terhadap limpasan maka perlunya peninggian tanggul
atau pengerukan sungai kembali dalam perencanaan dengan debit Q50.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, penulis ingin
menyampaikan saran agar untuk kedepannya penelitian mengenai debit banjir
rancangan dan upaya pengendaliannya dapat lebih baik lagi. Saran tersebut yaitu :

1. Pengendalian banjir di Sungai Air Bengkulu Bagian Hulu dapat dilakukan


dengan pengerukan sungai dan pembuatan tanggul khususnya untuk penelitian
ini. Pengerukan sungai merupakan alternatif yang cukup mahal jika ditimbang
dari segi ekonomi sehingga lebih baik menggunakan alternatif peninggian
tanggul. Penelitian selanjutnya disarankan dapat memberikan alternatif lain
seperti perencanaan kolam retensi, sudetan sungai, perencanaan check dam
ataupun pengendalian secara struktur lainnya.
2. Pengendalian banjir di Kabupaten Bengkulu Tengah perlu partisipasi
masyarakat sekitar, sehingga masyarakat sekitar perlu ikut serta dalam menjaga
kondisi DAS, dengan cara tidak membuang sampah ke sungai, tidak
membangun bangunan di bantaran sungai dan harus menyeimbangkan fungsi
lahan seperti tidak membuka lahan secara ilegal, pertambangan secara ilegal
atupun kegiatan yang membuat kapasitas tampungan sungai berkurang.
3. Penelitian selanjutnya agar hasil debit banjir rancangan dapat lebih akurat bisa
dengan menggunakan beberapa metode HSS yang lainnya. Pengguanaan lebih
dari satu metode tersebut dapat memberikan perbandingan debit banjir
rancangan yang terjadi sehingga analisis yang dilakukan menjadi lebih akurat.
4. Penelitian selanjutnya untuk data geoteknik yang digunakan disarankan
menggunakan data pengukuran langsung di lapangan. Data pengukuran
tersebut di uji laboratorium agar hasil yang didapatkan lebih akurat.
`

DAFTAR PUSTAKA

Adiputra, D.S., 2018. Perencanaan Kolam Retenesi Guna Penanggulangan Banjir


Di Kota Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur, Malang : Universitas Malang.

Agustina, F., Junaedi, N.I., & Wijaya, I. 2022. Analisa Debit Rancangan Dan
Kapasitas Tampungan Drainase Serta Mengevaluasi Sistem Saluran
Drainase Di Jalan KH Wahid Hasyim Sempaja Kota Samarinda, Rang
Teknik Jurnal Vol. 5, No. 1, e-ISSN 2599-2090.
Ajr, E.Q., & Dwirani, F. 2019. Menentukan Stasiun Hujan Dan Curah Hujan
Dengan Metode Polygon Thiessen Daerah Kabupaten Lebak, JURNALIS,
Vol. 2 No.2, e-ISSN : 2622 – 8785.

Alif, C.J., 2018. Aplikasi HEC – RAS Untuk Analisa Dan Penanganan Banjir Di
Sungai Mujur Kecamatan Tempeh Lor Kabupaten Lumajang, Malang :
Universitas Brawaijaya.
Amirullah., & Nuralim. 2020. Studi Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan
Terhadap Peningkatan Sedimen Di DAS Pankajene (Studi Kasus,
Makassar : Universitas Muhammadiyah Makassar.

Amri, K., Besperi., & Negara, C.A. 2018. Analisis Hidrologi Untuk Mendapatkan Debit
Puncak Sungai Bengkulu Dengan Mengguankan Hidrograf Satuan Sintetik
Nakayasu (Studi Kasus DAS Sungai Bengkulu), Jurnal Fropil Vol 6, No 2.
Amri, K., 2015. Analisis Debit Puncak Pada Daerah Aliran Sungai Manna Bagian
Hilir, TeknosiA, Vol. 1, No. 15, ISSN No. : 1978 – 8819, ISSN 2086-4132.

Ananda, R., & Fadhli, M. 2018. Statistik Pendidikan (Teori Dan Praktik Dalam
Pendidikan), Medan : CV. Widya Puspita.
Andriansyah, O., & Mustikasari, R. 2011. Gambaran Umum Permasalahan
Pengelolaan Air DAS Air Bengkulu, Bogor : Telapak.

Anisgustiani., 2020. Pengendalian Banjir Pada Sungai Dengan Analisa HEC – RAS
Di Wilayah Dara Kota Bima, Mataram : Universitas Muhammadiyah Mataram

Ansori, M.B., Edijatno., & Soesanto, S.R. 2018. Irigasi dan Bangunan Air,
Surabaya : Laboratotium Keairan dan Teknik Pantai Institut Teknologi
Sepuluh November.
`

Archimedes, K., 2020. Analisis Debit Puncak DAS Lemau Hulu Dengan Metode HSS
Nakayasu Dan HEC - RAS Versi 5.0.7, Bengkulu : Universitas Bengkulu.

Ardiansyah, A., 2014. Normalisasi Sungai Dapit Menuju Kuala Maras Ulu Maras
Kabupaten Kepulauan Anambas Provinsi Kepulauan Riau, Malang :
Universitas Brawijaya.

Ariyani, N., Ariyanti, D.N., & Ramadhan, M. 2020. Pengaturan Ideal Tentang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Di Indonesia (Studi Di Sungai Serang
Kabupaten Kulon Progo), JH I us Quia Iustum V. 27 Issue 3.
BNPB. 2017. Buku Saku Tanggap Tangkas Tangguh Menghadapi Bencana, Jakarta :
Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

BNPB. 2019. Infografis Bencana Banjir dan Longsor, Jakarta : Badan Nasional
Penanggulangan Bencana.

BPS Provinsi Bengkulu. 2022. Provinsi Bengkulu Dalam Angka, Bengkulu : Badan
Pusat Statistik Provinsi Bengkulu.

Budiwanto, S., 2017. Metode Statistika Untuk Mengolah Data Keolahragaan,


Malang : Universitas Negeri Malang.
Clara, B.I., 2017. Studi Potensi Kolam Retensi Sebagai Pengendalian Banjir Sungai
Deli Sumatera Utara (Studi Kasus), Medan : Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara.
Direktorat Jenderal Bina Marga. 2009. Perencanaan dan Pelaksanaan Perkuatan Tanah
dengan Geosintetik, Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Marga

Ginting, S., 2015. Kajian Dan Efektivitas Pengendalian Banjir Di Dki Jakarta,
Bandung : Institut Teknologi Bandung.

Hermawan, C., 2019. Perencanaan Tanggul Untuk Pengendali Banjir Sungai


Petapahan Kabupaten Kuantan Singingi, JPS V 1, Nomor 1, ISSN 2656-2960.
Gunawan, G., 2017. Analisis Data Hidrologi Sungai Air Bengkulu Menggunakan
Metode Statistik, Jurnal Inesia V 9, No. 1, ISSN 2086-9045
Huda, Y., 2013. Studi Perencanaan Normalisasi Sungai Cenranae Dari Jembatan
Tampangeng Di Kota Sengkang Hingga Muara Sungai Di Teluk Bone, Malang :
Universitas Brawijaya.
`

Hydrologic Engineering Center., 1995. HEC – RAS River Analysis System,


Hydraulic Reference Manual, U.S. Army Corps of Engineers, Davis, CA.
Indarto., & Herlinda, N.D. 2021. Aplikasi Metode Pemisahan Aliran Dasar
Berbasis Grafis Digital : Studi Pendahuluan Di Wilayah DAS Brantas, Jurnal
Sumber Daya Air Vol. 16, No. 1, e-ISSN 2548-494.
Islami, F.A., 2021. Modul HEC – RAS 1D : Perencanaan Pengendalian Banjir,
https://www.researchgate.net/publivation/357048240.
Istiarto., 2014. Simulasi Aliran 1- Dimensi Dengan Bantuan Paket Program
Hidrodinamika HEC – RAS, Yogyakarta : http://istiarto.staff.ugm.ac.id.
Junaidi, F.F., 2014. Analisis Distribusi Kecepatan Aliran Sungai Musi (Ruas
Jembatan Ampera Sampai dengan Pulau Kemaro), Jurnal Teknik Sipil dan
Lingkungan, Vol. 2, No. 3, ISSN 2355 – 374X.
Kurniawan, O., 2019. Analisis Debit Puncak Menggunakan Pendekatan Metode
Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Snyder Dan HEC – RAS Versi 5.0.7 (Studi
Kasus DAS Air Bengkulu Di Bagian Hilir), Bengkulu : Universitas Bengkulu.
Makal, A.P., 2020. Analisis Debit Banjir Dan Tinggi Muka Air Sungai
Kawangkoan Di Desa Kawangkoan Kecamatan Kalawat Kabupaten
Minahasa Utara, Jurnal Sipil Statik Vol. 8, No. 3, ISSN 2337-6732.
Marzuqi, A., Andawayanti, U., & Dermawan, V. 2016. Pengaruh Perubahab Daerah
Kedap Air, Curah Hujan Dan Jumlah Penduduk Terhadap Debit Puncak Banjir
Di Sub DAS Brantas Hulu Di Kota Batu, Jurnal Teknik Pengairan, Vol. 7, No. 1.
Mase, L.Z., Amri, K., Farid, M., Rahmat, F., Fikri, M.N., Saputra,, J., Likitlersuang, S.
2021. Effect of Water Level Fluctuation on Riverbank Stability at the Estuary Area
of Muaro Kualo Segment, Muara Bangkahulu River in Bengkulu, Indonesia,
Engineering Journal, Vol 26, Issue 3
Musdirawati, & Firdayanti, V. 2020. Perencanaan Normalisasi Sungai Gareccing
Kabupaten Sinjai, Makassar : Universitas Muhammadiyah Makassar.
Naharuddin., Harijanto, H., & Wahid, A. 2018. Buku Ajar Pengelolaan Daerah Lairan
Sungai dan Aplikasinya Dalam Proses Belajar mengajar, Palu : Untad Press.
Pabitei, M.R.A., 2020. Analisis Debit Puncak Sub DAS Rindu Hati Bagian Hulu
Menggunakan Pendekatan Metode Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Snyder
dan HEC – RAS 5.07, Bengkulu : Universitas Bengkulu.
`

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. 2020. Peraturan


Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat No 21 Tahun 2020 tentang
Pengalihan Alur Sungai.
Pramono, A.N., & Saputro, P.T. 2020. Efektivitas Kolam Retensi Terhadap Banjir
(Studi Kasus : Polder Tawang Semarang), Jurnal Teknik Sipil Unika
Soegijapranata Semarang, ISSN : 2620 – 5297.
Prasetya, H.E., Laporan UAS Perangkat Lunak II Geoslope, Yogyakarta :
Universitas Gadjah Mada.
Pratama, B., 2017. Penanggulangan Banjir ROB Dengan Pembangunan Kolam
Retensi Kali Banger Semarang, Semarang : Universitas Semarang.

Purnama, L., 2020. Analisis Debit Banjir Rancangan Sub Das Air Bengkulu Menggunakan
Analisis Frekuensi Dan Metode Distribusi, Bengkulu : Universitas Bengkulu.

Puspita, N.S., 2017. Evaluasi Kapasitas Penampang Sungai Menggunakan HEC – RAS
Dan Perencanaan Tanggul Guna Penanggulangan Banjir Di Sungai Sulin,
Mataram : Universitas Mataram

Rangkuti, R.Y., 2018. Analisis Pengendalian Banjir Sungai Deli Dengan Metode
Normalisasi, Medan : Universitas Sumatera Utara.

Rantasepan, D.O., 2009. Analisis Stabilitas Lereng Pad aModel Tanggul Berbahan
Tanah Gleisol, Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Riyanto, B.A., Bimbingan Teknis Analisis Keruntuhan Bendungan, Makasar.
Samsudin, W., 2016. Analisis Statistik Dalam Pendugaan Curah Hujan Studi Kasus
Di DAS Ciliwung Hulu, Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik,
V 7.2.2015, ISSN 2086 – 4132.
Salim, M.A., & Siswanto, A.B. 2018. Penanganan Banjir dan ROB Di Wilayah
Pekalongan, Universitas 17 Agusutus 1945 Semarang.
Salsabila, A., & Nugraheni, I.L. 2020. Pengantar Hidrologi, Bandar Lampung : AURA.
Sari, A.R., 2019. Strategi Penanganan Banjir Genangan Di Kota Pekanbaru (Studi
Kasus : Sub DAS Siban), Pekanbaru : Universitas Islam Riau.
Sasrodarsono, S., 2003. Hidrologi Untuk Pengairan, Jakarta : PT Pradnya Paramita.
`

Setiawan, H., Jalil, M., Enggi, M., Purwadadi, F., Adios, C., Brata, A.W., & Jufda, A.S.
2020. Analisis Penyebab Banjir Di Semarang, Jurnal Geografi Gea, V 20, N 1, e -
ISSN 2549-7529.

Soewarno., 1995. Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data Jilid 1,
Bandung : Nova.
Suhartanto., 2016. Perencanaan Kolam Retensi Sebagai Upaya Pengendalian Banjir
(Studi Kasus Kolam Retensi Jakabaring), Palembang : Universitas Palembang.
Sumanto., 2018. Penerapan Sistem Kolam Retensi (Retarding Basin) Pada Daerah
Aliran Sungai Deli Untuk Pengendalian Banjir Kota Medan, Medan :
Universitas Sumatera Utara.
Sutazril, M., Suprayogi, I., & Fatnanta, F. 2020. Komparasi Model Peramalan
Debit Sungai Menggunakan ANN – SOM ANN Pada Sub DAS Tapung Kiri,
Jurnal Aptek Vol 3, No 1, e-ISSN 2655-9897.
Syukron, A., & Amri, K. 2014. Analisis Debit Puncak DAS Padang Guci
Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu, Jurnal Fropil Vol. 2, No. 2.
Utama, B.A., 2010. Analisa Stabilitas Lereng Dengan Metode Equilibrium Studi
Kasus Lereng Cipularang, Depok : Universitas Indonesia
Yudhantoko, H., 2020. Studi Pengendalian Banjir Sungai Plumbon Dengan
Perencanaan Tanggul Dan Normalisasi Sungai (Flood Control Study Of
Plumbon River With Design Levees And River Normalization), Yogyakarta :
Universitas Islam Indonesia.

Yusuf, A., Kusumastuti, D.I., & Wahono, E.P. Pengaruh Tutupan Lahan Terhadap
Base flow Index DAS Way Seputih Lampung, Siklus : Jurnal Teknik Sipil Vol
7, No 2, e-ISSN 2549-3973.
Zulkarnain., 2021. Studi Normalisasi Sungai Lapri Untuk Pengendalian Banjir,
Tarakan : Universitas Borneo Tarakan.
`

LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Geometri Sungai STA 0


Rai Lebar Dalam Dalam Waktu kecepatan Luas Debit Debit
No
(m) (m) (m) kincir (detik) (m/dtk) (m2) (m3/dtk) Rata-rata

1 0 0.00 0.00
2 2 2.00 0.00 Bantaran Kiri
3 4 2.00 0.00
4 6 2.00 0.62 0,6d 60.00 1.50 0.62 0.93
5 8 2.00 0.49 0.6d 60.00 1.80 1.11 2.00
6 10 2.00 0.45 0,6d 60.00 1.30 0.94 1.22
7 12 2.00 0.70 0.6d 60.00 2.50 1.15 2.88
8 14 2.00 0.56 0,6d 60.00 2.00 1.26 2.52
1.64
9 16 2.00 0.30 0,6d 60.00 2.10 0.86 1.81
10 18 2.00 0.18 0,6d 60.00 2.20 0.48 1.06
11 20 2.00 0.18 0.6d 60.00 2.20 0.36 0.79
12 22 2.00 0.36 0,6d 60.00 2.70 0.54 1.46
13 24 2.00 0.36 0.6d 60.00 2.70 0.72 1.94
14 26 2.00 0.00
Bantaran Kanan
15 28 2.00 0.00
Sumber : Hasil Pengamatan dan Analisis, 2022

Lampiran 2 Data Geometri Sungai STA 1800


Rai Lebar Dalam Dalam Waktu kecepatan Luas Debit Debit
No
(m) (m) (m) kincir (detik) (m/dtk) (m2) 3
(m /dtk) Rata-rata

1 0 0 0.00
2 2 2 0.00
Bantaran Kiri
3 4 2 0.00
4 6 2 0.00
5 8 2 0.33 0,6d 60.00 0.00 0.33 0.00
6 10 2 0.35 0,6d 60.00 0.00 0.68 0.00
7 12 2 0.38 0,6d 60.00 0.00 0.73 0.00
8 14 2 0.42 0,6d 60.00 0.47 0.80 0.38 1.09
9 16 2 0.46 0,6d 60.00 0.60 0.88 0.53
10 18 2 0.50 0,6d 60.00 1.00 0.96 0.96
11 20 2 0.55 0,6d 60.00 2.50 1.05 2.63
12 22 2 0.58 0,6d 60.00 1.90 1.13 2.15
13 24 2 0.30 0,6d 60.00 1.30 0.88 1.14
14 26 2 0.28 0,6d 60.00 0.20 0.58 0.12
15 28 2 0.28 0,6d 60.00 0.20 0.56 0.11
16 30 2 0.00 Muka Air Kanan
Sumber : Hasil Pengamatan dan Analisis, 2022

L-1
`

Lampiran 3 Data Geometri Sungai STA 3200


Rai Lebar Dalam Dalam Waktu kecepatan Luas Debit Debit
No
(m) (m) (m) kincir (detik) (m/dtk) (m2) (m3/dtk) Rata-rata

1 0 0.00 0.00
2 2 2.00 0.00 Bantaran Kiri
3 4 2.00 0.00
4 6 2.00 0.22 0,6d 60.00 1.70 0.22 0.37
5 8 2.00 0.36 0,6d 60.00 2.20 0.58 1.28
6 10 2.00 0.32 0,6d 60.00 2.40 0.68 1.63 1.20
7 12 2.00 0.52 0,6d 60.00 1.80 0.84 1.51
8 14 2.00 0.45 0,6d 60.00 1.30 0.90 1.17
9 16 2.00 0.40 0,6d 60.00 1.20 0.40 0.48
10 18 2.00 0.00
Bantaran Kanan
11 19 1.00 0.00
Sumber : Hasil Pengamatan dan Analisis, 2022

Lampiran 4 Data Geometri Sungai STA 4000


Rai Lebar Dalam Dalam Waktu kecepatan Luas Debit Debit
No
(m) (m) (m) kincir (detik) (m/dtk) (m2) (m3/dtk) Rata-rata
1 0 0.00 0.00 Muka Air Kiri
2 2 2.00 0.65 0,6d 60.00 2.10 0.65 1.37
3 4 2.00 0.70 0,6d 60.00 2.50 1.35 3.38
4 6 2.00 0.70 0,6d 60.00 2.50 1.41 3.53
5 8 2.00 0.71 0,6d 60.00 2.60 1.39 3.61 2.37
6 10 2.00 0.68 0,6d 60.00 2.40 1.35 3.24
7 12 2.00 0.67 0,6d 60.00 2.40 1.29 3.10
8 14 2.00 0.62 0,6d 60.00 2.20 0.62 1.36
9 16 2.00 0.00 Muka Air Kanan
Sumber : Hasil Pengamatan dan Analisis, 2022

Lampiran 5 Data Geometri Sungai STA 4900


Rai Lebar Dalam Dalam Waktu kecepatan Luas Debit Debit
No
(m) (m) (m) kincir (detik) (m/dtk) (m2) (m3/dtk) Rata-rata
1 0 0.00 0.00 Muka Air Kiri
2 2 2.00 0.54 0,6d 60.00 0.60 0.54 0.32
3 4 2.00 0.50 0,6d 60.00 1.20 1.04 1.25
4 6 2.00 0.43 0,6d 60.00 1.80 0.93 1.67
5 8 2.00 0.43 0,6d 60.00 1.40 0.86 1.20
1.01
6 10 2.00 0.48 0,6d 60.00 1.50 0.91 1.37
7 12 2.00 0.42 0,6d 60.00 0.90 0.90 0.81
8 14 2.00 0.30 0,6d 60.00 0.60 0.72 0.43
9 16 2.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
10 17.5 1.50 0.00 Muka Air Kanan
Sumber : Hasil Pengamatan dan Analisis, 2022

L-2
`

Lampiran 6 Data Geometri Sungai STA 5700


Rai Lebar Dalam Dalam Waktu kecepatan Luas Debit Debit
No
(m) (m) (m) kincir (detik) (m/dtk) (m2) (m3/dtk) Rata-rata

1 0 0.00 0.00
Bantaran Kiri
2 2 2.00 0.00
3 4 2.00 0.60 0,6d 60.00 2.30 0.60 1.38
4 6 2.00 0.45 0,6d 60.00 2.30 1.05 2.42
5 8 2.00 0.10 0,6d 60.00 1.70 0.55 0.94
1.58
6 10 2.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
7 12 2.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
8 14 2.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
9 16 2.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
10 18 2.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
11 20 2.00 0.00 Muka Air Kanan
Sumber : Hasil Pengamatan dan Analisis, 2022

Lampiran 7 Data Geometri Sungai STA 6800


Rai Lebar Dalam Dalam Waktu kecepatan Luas Debit Debit
No
(m) (m) (m) kincir (detik) (m/dtk) (m2) (m3/dtk) Rata-rata

1 0 2.00 0.00
2 2 2.00 0.00 Bantaran Kiri
3 4 2.00 0.00
4 6 2.00 0.74 0,6d 60.00 2.30 0.74 1.70
5 8 2.00 0.90 0,2d ; 0,8d 60.00 1.20 1.64 1.97
6 10 2.00 0.56 0,6d 60.00 0.90 1.46 1.31
7 12 2.00 0.20 0,6d 60.00 0.90 0.76 0.68
8 14 2.00 0.18 0,6d 60.00 0.85 0.00 0.00 1.42
9 16 2.00 0.16 0,6d 60.00 0.83 0.34 0.28
10 18 2.00 0.15 0,6d 60.00 0.80 0.31 0.25
11 20 2.00 0.13 0,6d 60.00 0.80 0.28 0.22
12 24 2.00 0.10 0,6d 60.00 0.70 0.23 0.16
13 26 2.00 0.00 Muka Air Kanan
Sumber : Hasil Pengamatan dan Analisis, 2022

Lampiran 8 Data Geometri Sungai STA 7400


Rai Lebar Dalam Dalam Waktu kecepatan Luas Debit Debit
No
(m) (m) (m) kincir (detik) (m/dtk) (m2) 3
(m /dtk) Rata-rata

1 0 0.00 0.00 Muka Air Kiri


2 2 2.00 0.20 0,6d 60.00 0.40 0.20 0.08
3 4 2.00 0.30 0,6d 60.00 1.60 0.50 0.80
4 6 2.00 0.36 0,6d 60.00 1.80 0.66 1.19
5 8 2.00 0.47 0,6d 60.00 0.80 0.83 0.66 0.69
6 10 2.00 0.55 0,6d 60.00 0.80 1.02 0.82
7 12 2.00 0.48 0,6d 60.00 0.60 1.03 0.62
8 14 2.00 0.42 0,6d 60.00 0.70 0.90 0.63
9 16 2.00 0.00 Muka Air Kanan
Sumber : Hasil Pengamatan dan Analisis, 2022

L-3
`

Lampiran 9 Data Curah Hujan Maksimum Pos Hujan Taba Penanjung


Bulan Dalam Setahun Rh total Rh max
Tahun
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des (mm) (mm)
2007 154.00 140.00 103.00 107.00 151.00 94.00 68.00 98.00 85.00 127.00 136.00 106.00 1369.00 154.00
2008 115.00 112.00 123.00 125.00 110.00 102.00 91.00 118.00 119.00 106.00 119.00 112.00 1352.00 125.00
2009 48.00 69.00 112.00 93.00 99.00 56.00 18.00 49.00 55.00 60.00 66.00 91.00 816.00 112.00
2010 107.00 67.00 75.00 151.00 70.00 55.00 102.00 67.00 78.00 64.00 89.00 45.00 970.00 151.00
2011 105.00 39.00 77.00 83.00 45.00 44.00 65.00 55.00 97.00 135.00 180.00 74.00 999.00 180.00
2012 67.00 121.00 66.00 79.00 178.00 25.00 59.00 9.00 37.00 45.00 87.00 76.00 849.00 178.00
2013 111.00 116.00 94.00 62.00 88.00 57.00 68.00 93.00 105.00 115.00 112.00 58.00 1079.00 116.00
2014 66.00 63.00 82.00 65.00 105.00 54.00 110.00 105.00 38.00 85.00 90.00 62.00 925.00 110.00
2015 73.00 80.00 116.00 51.00 48.00 24.00 55.00 81.00 26.00 24.00 96.00 93.00 767.00 116.00
2016 68.00 105.00 61.00 102.00 180.00 154.00 107.00 119.00 31.00 116.00 38.00 55.00 1136.00 180.00
2017 64.00 67.00 92.00 61.00 97.00 139.00 47.00 46.00 106.00 90.00 150.00 97.00 1056.00 150.00
2018 66.00 96.00 65.00 132.00 54.00 91.00 43.00 18.00 20.00 94.00 111.00 74.00 864.00 132.00
2019 80.00 83.00 106.00 245.00 231.00 224.00 98.00 71.00 19.00 38.00 116.00 151.00 1462.00 245.00
2020 94.00 89.00 102.00 87.00 85.00 91.00 97.00 100.00 93.00 87.00 78.00 89.00 1092.00 102.00
2021 91.00 93.00 89.00 92.00 79.00 93.00 87.00 95.00 86.00 98.00 91.00 92.00 1086.00 98.00
Sumber : BMKG, 2022

L-4
`

Lampiran 10 Data Curah Hujan Maksimum Pos Hujan Anak Dalam


Bulan dalam Setahun Rh total Rh max
Tahun
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des (mm) (mm)
2007 X X X X X X X X X X X X 0.00 0.00
2008 X X X X X X X X X X X X 0.00 0.00
2009 - - - - - - - 24.00 100.00 80.00 145.00 - 349.00 145.00
2010 41.00 90.00 95.00 95.00 40.00 73.00 78.00 86.00 68.00 37.00 25.00 30.00 758.00 95.00
2011 25.00 38.00 13.00 25.00 31.00 59.00 27.00 24.00 84.00 31.00 64.00 102.00 523.00 102.00
2012 93.00 31.00 46.00 53.00 51.00 12.00 51.00 24.00 11.00 70.00 51.00 84.00 577.00 93.00
2013 103.00 63.00 24.00 68.00 51.00 24.00 49.00 58.00 48.00 72.00 64.00 25.00 649.00 103.00
2014 X 49.00 36.00 64.00 62.00 30.00 62.00 69.00 57.00 12.00 38.00 31.00 510.00 69.00
2015 82.00 84.00 72.00 66.00 94.00 99.00 25.00 81.00 87.00 27.00 67.00 92.00 876.00 99.00
2016 92.00 51.00 90.00 95.00 167.00 30.00 75.00 61.00 21.00 98.00 92.00 82.00 954.00 167.00
2017 62.00 62.00 61.00 34.00 75.00 39.00 68.00 21.00 41.00 61.00 83.00 82.00 689.00 83.00
2018 82.00 48.00 62.00 86.00 31.00 86.00 53.00 39.00 39.00 60.00 75.00 22.00 683.00 86.00
2019 56.00 101.00 26.00 198.00 23.00 62.00 41.00 26.00 62.00 22.00 86.00 104.00 807.00 198.00
2020 103.00 37.00 75.00 52.00 61.00 29.00 26.00 12.00 37.00 27.00 89.00 65.00 613.00 103.00
2021 41.00 39.00 84.00 43.00 87.00 60.00 76.00 76.00 78.00 242.00 58.00 29.00 913.00 242.00
Sumber : BMKG, 2022

L-5
`

Lampiran 11 Data Curah Hujan Maksimum Pos Hujan Jayakarta


Bulan dalam Setahun Rh total Rh max
Tahun
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des (mm) (mm)
2007 - - - - - - - - - - - - 0.00 0.00
2008 - - 218.00 84.00 83.00 - 34.00 150.00 25.00 50.00 150.00 108.00 902.00 218.00
2009 X X X X X X X X X X X X 0.00 0.00
2010 71.00 41.00 155.00 112.00 71.00 31.00 115.00 152.00 58.00 125.00 43.00 15.00 989.00 155.00
2011 117.00 23.00 31.00 40.00 57.00 67.00 22.00 72.00 15.00 44.00 62.00 49.00 599.00 117.00
2012 75.00 53.00 42.00 37.00 65.00 32.00 55.00 57.00 29.00 64.00 84.00 60.00 653.00 84.00
2013 46.00 61.00 20.00 85.00 101.00 75.00 168.00 94.00 125.00 75.00 58.00 122.00 1030.00 168.00
2014 99.00 40.00 48.00 85.00 87.00 36.00 99.00 82.00 61.00 38.00 101.00 51.00 827.00 101.00
2015 75.00 108.00 79.00 58.00 51.00 54.00 26.00 63.00 18.00 3.00 53.00 72.00 660.00 108.00
2016 52.00 75.00 169.00 53.00 114.00 110.00 75.00 86.00 24.00 65.00 33.00 58.00 914.00 169.00
2017 80.00 76.00 102.00 56.00 27.00 73.00 45.00 62.00 200.00 104.00 110.00 61.00 996.00 200.00
2018 56.00 46.00 47.00 53.00 75.00 105.00 20.00 53.00 81.00 51.00 89.00 149.00 825.00 149.00
2019 61.00 41.00 53.00 164.00 72.00 32.00 147.00 40.00 22.00 17.00 32.00 33.00 714.00 164.00
2020 87.00 115.00 77.00 80.00 87.00 49.00 55.00 64.00 88.00 101.00 105.00 52.00 960.00 115.00
2021 106.00 48.00 46.00 38.00 93.00 54.00 33.00 107.00 54.00 168.00 56.00 60.00 863.00 168.00
Sumber : BMKG, 2022

L-6
`

Lampiran 12 Nilai Reduced Mean (Yn) dan Reduced Standard Deviation (Sn)
n Yn Sn n Yn Sn
10 0,9497 0,4952 60 1,1750 0,5521
15 1,0206 0,5128 70 1,1850 0,5548
20 1,0630 0,5236 80 1,1940 0,5567
25 1,0910 0,5390 90 1,2010 0,5586
30 1,1120 0,5362 100 1,2060 0,5600
35 1,1280 0,6403 200 1,2360 0,5672
40 1,1410 0,5436 500 1,2590 0,5724
45 1,1520 0,5463 1000 1,2690 0,5745
50 1,1610 0,5485
Sumber: Soemarto, 1987

Lampiran 13 Nilai Reduced Variate (YT)


Periode Ulang (Tahun) Reduced Variate
2 0,3665
5 1,4999
10 2,2502
20 2,9606
25 3,1985
50 3,9019
100 4,6001
200 5,2960
500 6,2140
1000 6,9190
Sumber: Soemarto, 1999

Lampiran 14 Nilai Frequency Factor (KT)


Periode Ulang (Tahun) Frequency Factor
2 -0,22
5 0,64
10 1,26
20 1,85
25 2,1
50 2,75
100 3,45
Sumber: Soemarto, 1987

L-7
`

Lampiran 15 Nilai Frequency Factor (k)

Sumber: Soewarno, 1995

L-8
`

Lampiran 16 Nilai Kritis Chi-Kuadrat


α Derajat Kepercayaan
Dk
0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005
1 0,0000393 0,0001570 0,000982 0,00393 3,841 5,024 6,635 7,879
2 0,01 0,0201 0,0506 0,103 5,991 7,378 9,21 10,597
3 0,0717 0,115 0,216 0,352 7,815 9,348 11,345 12,838
4 0,207 0,297 0,484 0,711 9,488 11,143 13,277 14,86
5 0,412 0,554 0,831 1,145 11,07 12,832 15,086 16,75
6 0,676 0,872 1,237 1,635 12,592 14,449 16,812 18,548
7 0,989 1,239 1,69 2,167 14,067 16,013 18,475 20,278
8 1,344 1,646 2,18 2,733 15,507 17,535 20,09 21,955
9 1,735 2,088 2,7 3,325 16,919 19,023 21,666 23,589
10 2,156 2,558 3,247 3,94 18,307 20,483 23,209 25,188
Sumber: Soewarno, 1995

Lampiran 17 Nilai Wilayah di Batas Kurva Normal (P')

Sumber: Soewarno, 1995

L-9
`

Lanjutan Lampiran 17

Sumber: Soewarno, 1995

Lampiran 18 Nilai Do Kritis


α Derajat Kepercayaan
n
0,2 0,1 0,05 0,01
1 0,45 0,51 0,56 0,67
2 0,32 0,37 0,41 0,49
3 0,27 0,3 0,34 0,4
4 0,23 0,26 0,29 0,36
5 0,21 0,24 0,27 0,32
6 0,19 0,22 0,24 0,29
7 0,18 0,2 0,23 0,27
8 0,17 0,19 0,21 0,25
9 0,16 0,18 0,2 0,24
10 0,15 0,17 0,19 0,23
n > 50 1,07/n 1,22/n 1,36/n 1,63/n
Sumber: Soewarno, 1995

L-10
`

Lampiran 19 Nilai Koefisien Pengaliran (C)


Jenis Daerah Koefisien Aliran
Daerah Perdagangan
Kota 0,70 - 0,95
Sekitar Kita 0,50 - 0,70
Daerah Pemukiman
Satu Rumah 0,30 - 0,50
Banyak Rumah, Terpisah 0,40 - 0,60
Banyak Rumah, Rapat 0,60 - 0,75
Pemukiman, Pinggiran Kota 0,25 - 0,40
Apartemen 0,50 - 0,70
Daerah Industri
Ringan 0,50 - 0,80
Padat 0,60 - 0,90
Lapangan, Kuburan dan Sejenisnya 0,10 - 0,25
Halaman, Jalan Kereta Api dan Sejenisnya 0,20 - 0,35
Lahan Tidak Terpelihara 0,10 - 0,30
Sumber : SNI 03-2415-1991 Rev.2004

Lampiran 20 Peta DAS Air Bengkulu

Sumber: BWS Sumatra VII, 2022

L-11
`

Lampiran 21 Nilai Kekasaran Manning

Sumber: SNI 2830, 2008

L-12
`

Lampiran 22 Hidrograf Banjir HSS Nakayasu Periode Ulang 2 Tahun


Waktu Hujan Efektif Debit
UH QB
(t) R1 R2 R3 R4 R5 R6 Banjir
(m3/S) (m3/s)
(jam) 17.666 11.146 8.512 7.002 6.039 5.364 (m3/s)
0 0.000 0.00 1.559 1.559
1 1.275 22.532 0.00 1.559 24.091
2 6.732 118.924 75.03 0.00 1.559 195.513
2.403 10.461 184.796 116.59 89.04 0.00 1.559 391.982
3 8.235 145.483 91.79 70.10 57.66 0.00 1.559 366.590
4 5.516 97.443 61.48 46.95 38.62 33.31 0.00 1.559 279.361
5 3.694 65.267 41.18 31.45 25.87 22.31 19.82 1.559 207.446
5.407 3.138 55.439 34.98 26.71 21.97 18.95 16.83 1.559 176.443
6 2.678 47.318 29.85 22.80 18.76 16.17 14.37 1.559 150.826
7 2.050 36.223 22.85 17.45 14.36 12.38 11.00 1.559 115.826
8 1.570 27.730 17.49 13.36 10.99 9.48 8.42 1.559 89.034
9 1.202 21.228 13.39 10.23 8.41 7.26 6.45 1.559 68.523
9.913 0.941 16.632 10.49 8.01 6.59 5.68 5.05 1.559 54.025
10 0.925 16.345 10.31 7.88 6.48 5.59 4.96 1.559 53.120
11 0.757 13.377 8.44 6.45 5.30 4.57 4.06 1.559 43.757
12 0.620 10.948 6.91 5.27 4.34 3.74 3.32 1.559 36.094
13 0.507 8.960 5.65 4.32 3.55 3.06 2.72 1.559 29.823
14 0.415 7.333 4.63 3.53 2.91 2.51 2.23 1.559 24.691
15 0.340 6.001 3.79 2.89 2.38 2.05 1.82 1.559 20.490
16 0.278 4.911 3.10 2.37 1.95 1.68 1.49 1.559 17.052
17 0.228 4.019 2.54 1.94 1.59 1.37 1.22 1.559 14.239
18 0.186 3.290 2.08 1.58 1.30 1.12 1.00 1.559 11.937
19 0.152 2.692 1.70 1.30 1.07 0.92 0.82 1.559 10.052
20 0.125 2.203 1.39 1.06 0.87 0.75 0.67 1.559 8.510
21 0.102 1.803 1.14 0.87 0.71 0.62 0.55 1.559 7.248
22 0.084 1.476 0.93 0.71 0.58 0.50 0.45 1.559 6.215
23 0.068 1.208 0.76 0.58 0.48 0.41 0.37 1.559 5.369
24 0.056 0.988 0.62 0.48 0.39 0.34 0.30 1.559 4.678
Sumber : Hasil Analisis, 2022

L-13
`

Lampiran 23 Hidrograf Banjir HSS Nakayasu Periode Ulang 5 Tahun


Waktu Hujan Efektif Debit
UH QB
(t) R1 R2 R3 R4 R5 R6 Banjir
(m3/s) (m3/s)
(jam) 21.772 13.736 10.490 8.630 7.442 6.611 (m3/s)
0 0.000 0.00 1.559 1.559
1 1.275 27.77 0.00 1.559 29.328
2 6.732 146.56 92.47 0.00 1.559 240.593
2.403 10.461 227.75 143.69 109.73 0.00 1.559 482.726
3 8.235 179.30 113.12 86.39 71.07 0.00 1.559 451.432
4 5.516 120.09 75.77 57.86 47.60 41.05 0.00 1.559 343.929
5 3.694 80.44 50.75 38.76 31.88 27.49 24.42 1.559 255.299
5.407 3.138 68.32 43.11 32.92 27.08 23.35 20.75 1.559 217.091
6 2.678 58.32 36.79 28.10 23.11 19.93 17.71 1.559 185.519
7 2.050 44.64 28.17 21.51 17.69 15.26 13.55 1.559 142.385
8 1.570 34.17 21.56 16.47 13.55 11.68 10.38 1.559 109.365
9 1.202 26.16 16.51 12.61 10.37 8.94 7.94 1.559 84.087
9.913 0.941 20.50 12.93 9.88 8.12 7.01 6.22 1.559 66.219
10 0.925 20.14 12.71 9.71 7.98 6.89 6.12 1.559 65.104
11 0.757 16.49 10.40 7.94 6.53 5.64 5.01 1.559 53.565
12 0.620 13.49 8.51 6.50 5.35 4.61 4.10 1.559 44.121
13 0.507 11.04 6.97 5.32 4.38 3.77 3.35 1.559 36.392
14 0.415 9.04 5.70 4.35 3.58 3.09 2.74 1.559 30.067
15 0.340 7.40 4.67 3.56 2.93 2.53 2.25 1.559 24.890
16 0.278 6.05 3.82 2.92 2.40 2.07 1.84 1.559 20.653
17 0.228 4.95 3.13 2.39 1.96 1.69 1.50 1.559 17.186
18 0.186 4.05 2.56 1.95 1.61 1.39 1.23 1.559 14.348
19 0.152 3.32 2.09 1.60 1.32 1.13 1.01 1.559 12.026
20 0.125 2.72 1.71 1.31 1.08 0.93 0.82 1.559 10.125
21 0.102 2.22 1.40 1.07 0.88 0.76 0.67 1.559 8.570
22 0.084 1.82 1.15 0.88 0.72 0.62 0.55 1.559 7.297
23 0.068 1.49 0.94 0.72 0.59 0.51 0.45 1.559 6.255
24 0.056 1.22 0.77 0.59 0.48 0.42 0.37 1.559 5.402
Sumber : Hasil Analisis, 2022

L-14
`

Lampiran 24 Hidrograf Banjir HSS Nakayasu Periode Ulang 10 Tahun


Waktu Hujan Efektif Debit
UH QB
(t) R1 R2 R3 R4 R5 R6 Banjir
(m3/s) (m3/s)
(jam) 21.772 13.736 10.490 8.630 7.442 6.611 (m3/s)
0 0.000 0.00 1.559 1.559
1 1.275 31.37 0.00 1.559 32.930
2 6.732 165.58 104.46 0.00 1.559 271.600
2.403 10.461 257.29 162.33 123.97 0.00 1.559 545.143
3 8.235 202.56 127.79 97.59 80.29 0.00 1.559 509.789
4 5.516 135.67 85.60 65.37 53.77 46.37 0.00 1.559 388.341
5 3.694 90.87 57.33 43.78 36.02 31.06 27.59 1.559 288.214
5.407 3.138 77.19 48.70 37.19 30.59 26.38 23.44 1.559 245.049
6 2.678 65.88 41.56 31.74 26.11 22.52 20.00 1.559 209.382
7 2.050 50.43 31.82 24.30 19.99 17.24 15.31 1.559 160.653
8 1.570 38.61 24.36 18.60 15.30 13.20 11.72 1.559 123.349
9 1.202 29.56 18.65 14.24 11.71 10.10 8.97 1.559 94.793
9.913 0.941 23.16 14.61 11.16 9.18 7.92 7.03 1.559 74.606
10 0.925 22.76 14.36 10.96 9.02 7.78 6.91 1.559 73.347
11 0.757 18.62 11.75 8.97 7.38 6.37 5.66 1.559 60.311
12 0.620 15.24 9.62 7.34 6.04 5.21 4.63 1.559 49.642
13 0.507 12.47 7.87 6.01 4.94 4.26 3.79 1.559 40.911
14 0.415 10.21 6.44 4.92 4.05 3.49 3.10 1.559 33.765
15 0.340 8.36 5.27 4.03 3.31 2.86 2.54 1.559 27.916
16 0.278 6.84 4.31 3.29 2.71 2.34 2.08 1.559 23.130
17 0.228 5.60 3.53 2.70 2.22 1.91 1.70 1.559 19.213
18 0.186 4.58 2.89 2.21 1.82 1.57 1.39 1.559 16.007
19 0.152 3.75 2.36 1.81 1.49 1.28 1.14 1.559 13.384
20 0.125 3.07 1.94 1.48 1.22 1.05 0.93 1.559 11.237
21 0.102 2.51 1.58 1.21 1.00 0.86 0.76 1.559 9.479
22 0.084 2.05 1.30 0.99 0.81 0.70 0.62 1.559 8.041
23 0.068 1.68 1.06 0.81 0.67 0.57 0.51 1.559 6.864
24 0.056 1.38 0.87 0.66 0.55 0.47 0.42 1.559 5.901
Sumber : Hasil Analisis, 2022

L-15
`

Lampiran 25 Hidrograf Banjir HSS Nakayasu Periode Ulang 25 Tahun


Waktu Hujan Efektif Debit
UH QB
(t) R1 R2 R3 R4 R5 R6 Banjir
(m3/s) (m3/s)
(jam) 28.301 17.856 13.636 11.218 9.674 8.593 (m3/s)
0 0.000 0.00 1.559 1.559
1 1.275 36.10 0.00 1.559 37.656
2 6.732 190.52 120.20 0.00 1.559 312.276
2.403 10.461 296.05 186.78 142.64 0.00 1.559 627.024
3 8.235 233.07 147.04 112.30 92.38 0.00 1.559 586.344
4 5.516 156.11 98.49 75.21 61.87 53.36 0.00 1.559 446.603
5 3.694 104.56 65.97 50.38 41.44 35.74 31.75 1.559 331.393
5.407 3.138 88.81 56.03 42.79 35.20 30.36 26.97 1.559 281.727
6 2.678 75.80 47.83 36.52 30.05 25.91 23.02 1.559 240.686
7 2.050 58.03 36.61 27.96 23.00 19.84 17.62 1.559 184.617
8 1.570 44.42 28.03 21.40 17.61 15.18 13.49 1.559 141.695
9 1.202 34.01 21.46 16.39 13.48 11.62 10.33 1.559 108.836
9.913 0.941 26.64 16.81 12.84 10.56 9.11 8.09 1.559 85.610
10 0.925 26.18 16.52 12.62 10.38 8.95 7.95 1.559 84.160
11 0.757 21.43 13.52 10.33 8.49 7.33 6.51 1.559 69.161
12 0.620 17.54 11.07 8.45 6.95 5.99 5.33 1.559 56.885
13 0.507 14.35 9.06 6.92 5.69 4.91 4.36 1.559 46.838
14 0.415 11.75 7.41 5.66 4.66 4.02 3.57 1.559 38.616
15 0.340 9.61 6.07 4.63 3.81 3.29 2.92 1.559 31.887
16 0.278 7.87 4.96 3.79 3.12 2.69 2.39 1.559 26.379
17 0.228 6.44 4.06 3.10 2.55 2.20 1.96 1.559 21.872
18 0.186 5.27 3.32 2.54 2.09 1.80 1.60 1.559 18.184
19 0.152 4.31 2.72 2.08 1.71 1.47 1.31 1.559 15.165
20 0.125 3.53 2.23 1.70 1.40 1.21 1.07 1.559 12.694
21 0.102 2.89 1.82 1.39 1.15 0.99 0.88 1.559 10.672
22 0.084 2.36 1.49 1.14 0.94 0.81 0.72 1.559 9.017
23 0.068 1.93 1.22 0.93 0.77 0.66 0.59 1.559 7.663
Sumber : Hasil Analisis, 2022

L-16
`

Lampiran 26 Hidrograf Banjir HSS Nakayasu Periode Ulang 50 Tahun


Waktu Hujan Efektif Debit
UH QB
(t) R1 R2 R3 R4 R5 R6 Banjir
(m3/s) (m3/s)
(jam) 31.160 19.659 15.013 12.351 10.651 9.461 (m3/s)
0 0.000 0.00 1.559 1.559
1 1.275 39.74 0.00 1.559 41.301
2 6.732 209.76 132.34 0.00 1.559 343.658
2.403 10.461 325.95 205.64 157.05 0.00 1.559 690.194
3 8.235 256.61 161.89 123.64 101.71 0.00 1.559 645.406
4 5.516 171.87 108.44 82.81 68.12 58.75 0.00 1.559 491.551
5 3.694 115.12 72.63 55.47 45.63 39.35 34.95 1.559 364.705
5.407 3.138 97.78 61.69 47.11 38.76 33.42 29.69 1.559 310.023
6 2.678 83.46 52.66 40.21 33.08 28.53 25.34 1.559 264.838
7 2.050 63.89 40.31 30.78 25.32 21.84 19.40 1.559 203.105
8 1.570 48.91 30.86 23.57 19.39 16.72 14.85 1.559 155.848
9 1.202 37.44 23.62 18.04 14.84 12.80 11.37 1.559 119.671
9.913 0.941 29.34 18.51 14.13 11.63 10.03 8.91 1.559 94.098
10 0.925 28.83 18.19 13.89 11.43 9.85 8.75 1.559 92.503
11 0.757 23.59 14.89 11.37 9.35 8.06 7.16 1.559 75.988
12 0.620 19.31 12.18 9.30 7.65 6.60 5.86 1.559 62.472
13 0.507 15.80 9.97 7.61 6.26 5.40 4.80 1.559 51.411
14 0.415 12.93 8.16 6.23 5.13 4.42 3.93 1.559 42.358
15 0.340 10.58 6.68 5.10 4.20 3.62 3.21 1.559 34.950
16 0.278 8.66 5.47 4.17 3.43 2.96 2.63 1.559 28.886
17 0.228 7.09 4.47 3.42 2.81 2.42 2.15 1.559 23.924
18 0.186 5.80 3.66 2.80 2.30 1.98 1.76 1.559 19.863
19 0.152 4.75 3.00 2.29 1.88 1.62 1.44 1.559 16.539
20 0.125 3.89 2.45 1.87 1.54 1.33 1.18 1.559 13.819
21 0.102 3.18 2.01 1.53 1.26 1.09 0.97 1.559 11.593
22 0.084 2.60 1.64 1.25 1.03 0.89 0.79 1.559 9.771
23 0.068 2.13 1.34 1.03 0.84 0.73 0.65 1.559 8.280
24 0.056 1.74 1.10 0.84 0.69 0.60 0.53 1.559 7.059
Sumber : Hasil Analisis, 2022

L-17
`

Lampiran 27 Hidrograf Banjir HSS Nakayasu Periode Ulang 100 Tahun


Waktu Hujan Efektif Debit
UH QB
(t) R1 R2 R3 R4 R5 R6 Banjir
(m3/s) (m3/s)
(jam) 34.109 21.520 16.434 13.519 11.659 10.357 (m3/s)
0 0.000 0.00 1.559 1.559
1 1.275 43.50 0.00 1.559 45.063
2 6.732 229.61 144.86 0.00 1.559 376.037
2 10.461 356.80 225.11 171.91 0.00 1.559 755.372
3 8.235 280.89 177.22 135.34 111.34 0.00 1.559 706.345
4 5.516 188.14 118.70 90.65 74.57 64.31 0.00 1.559 537.927
5 3.694 126.01 79.50 60.72 49.95 43.07 38.26 1.559 399.076
5 3.138 107.04 67.53 51.57 42.43 36.59 32.50 1.559 339.218
6 2.678 91.36 57.64 44.02 36.21 31.23 27.74 1.559 289.756
7 2.050 69.94 44.12 33.70 27.72 23.91 21.24 1.559 222.181
8 1.570 53.54 33.78 25.80 21.22 18.30 16.26 1.559 170.451
9 1.202 40.99 25.86 19.75 16.25 14.01 12.44 1.559 130.850
10 0.941 32.11 20.26 15.47 12.73 10.98 9.75 1.559 102.857
10 0.925 31.56 19.91 15.21 12.51 10.79 9.58 1.559 101.110
11 0.757 25.83 16.29 12.44 10.24 8.83 7.84 1.559 83.033
12 0.620 21.14 13.34 10.18 8.38 7.23 6.42 1.559 68.238
13 0.507 17.30 10.91 8.33 6.86 5.91 5.25 1.559 56.129
14 0.415 14.16 8.93 6.82 5.61 4.84 4.30 1.559 46.220
15 0.340 11.59 7.31 5.58 4.59 3.96 3.52 1.559 38.110
16 0.278 9.48 5.98 4.57 3.76 3.24 2.88 1.559 31.473
17 0.228 7.76 4.90 3.74 3.08 2.65 2.36 1.559 26.041
18 0.186 6.35 4.01 3.06 2.52 2.17 1.93 1.559 21.595
19 0.152 5.20 3.28 2.50 2.06 1.78 1.58 1.559 17.957
20 0.125 4.25 2.68 2.05 1.69 1.45 1.29 1.559 14.979
21 0.102 3.48 2.20 1.68 1.38 1.19 1.06 1.559 12.542
22 0.084 2.85 1.80 1.37 1.13 0.97 0.87 1.559 10.548
23 0.068 2.33 1.47 1.12 0.92 0.80 0.71 1.559 8.916
24 0.056 1.91 1.20 0.92 0.76 0.65 0.58 1.559 7.580
Sumber : Hasil Analisis, 2022

L-18
`

Lampiran 28 Skema Alur Sungai di HEC – RAS

L-19
`

Lampiran 29 Dokumentasi di Lapangan

Satu Set Alat Current Meter

Pengukuran Kedalaman Sungai

L-20
`

Pengukuran Kecepatan Aliran Sungai dengan Current Meter

Pengukuran Lebar Sungai

L-21
`

Lampiran 30 Nilai Faktor Daya Dukung Terzaghi

Sumber :Terzaghi dalam Das, 1995

Lampiran 31 Faktor Gesekan Dinding fs


Jenis Tanah fs (kg/cm2)
Lanau dan Lempung Lunak 0,07 – 0,30
Lempung Sangat Kaku 0,49 – 1,95
Pasir Tidak Padat 0,12 – 0,37
Pasir Padat 0,14 – 0,68
Kerikil Padat 0,49 – 0,98
Sumber :Terzaghi dalam Das, 1995

Lampiran 32 Koefisien Hidrograf (α)


Kriteria DAS α
Pada daerah pengaliran biasa 2
Pada bagian naik hidrograf lambat, dan turun cepat 1,5
Pada bagian naik hidrograf cepat, turun lambat 3
Sumber : Dewi dkk, 2016

L-22

Anda mungkin juga menyukai