Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL SKRIPSI

ANALISIS KESTABILAN SHEET PILE DALAM MENAHAN BEBAN


KENDARAAN DAN ARUS AIR : STUDI KASUS PADA STRUKTUR
DINDING PENAHAN TANAH SUNGAI MUSI KABUPATEN MUSI
BANYUASIN SUMATERA SELATAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Pada

Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil

Universitas Islam Riau

Pekanbaru

DISUSUN OLEH :

FIRDAUS
193110106

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAK U LTAS T E K N I K
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Subhanallahu Wa Ta’ala


yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal Tugas Akhir yang berjudul “ANALISIS KESTABILAN
SHEET PILE DALAM MENAHAN BEBAN KENDARAAN DAN ARUS
AIR : STUDI KASUS PADA STRUKTUR DINDING PENAHAN TANAH
SUNGAI MUSI KABUPATEN MUSI BANYUASIN SUMATERA
SELATAN”. Adapun penulisan Tugas Akhir dimaksudkan untuk memenuhi
persyaratan kurikulum akademis untuk menyelesaikan Program Studi (Strata 1)
pada Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil Universitas Islam Riau.

Penulis mengakui bahwa kesempurnaan itu hanya milik Allah Subhanahu


Wa Ta’ala. Untuk itu, dengan kelapangan hati penulis menerima kritik dan saran
yang membangun guna kesempurnaan dalam pembuatan Proposal Tugas Akhir
ini. Penulis berharap Proposal ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pekanbaru, 14 November 2023

FIRDAUS
193110106

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv

DAFTAR TABEL .................................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 3

1.5 Batasan Penelitian .................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 5

2.1 Umum ....................................................................................................... 5

2.2 Penelitian Terdahulu ................................................................................. 5

2.3 Keaslian Penelitian ................................................................................... 9

BAB III LANDASAN TEORI ............................................................................ 10

3.1 Tanah ...................................................................................................... 10

3.2 Stabilitas Lereng ......................................................................................11

3.3 Tekanan Tanah Lateral............................................................................ 13

3.3.1 Tekanan Tanah Lateral Saat Diam .................................................. 13

3.3.2 Tekanan Tanah Aktif dan Pasif........................................................ 14

3.3.3 Teori Tekanan Tanah Lateral ........................................................... 15

3.4 Turap atau Sheet Pile .............................................................................. 15

3.4.1 Prinsip Umum Perencanaan Turap Kantilever ................................ 17

3.4.2 Dinding Turap Diangkur ................................................................. 20

ii
3.5 Angkur Tanah (Ground Anchors) ........................................................... 21

BAB IV METODE PENELITIAN.................................................................... 25

4.1 Tinjauan Umum ...................................................................................... 25

4.2 Lokasi dan Objek Penelitian................................................................... 25

4.3 Metode Penelitian ................................................................................... 25

4.4 Data Penelitian ....................................................................................... 26

4.5 Langkah Penelitian ................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 29

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Definisi Koefisiensi Tanah Saat diam..........................................14

Gambar 3.2 Tekanan Tanah Lateral Saat Tanah Runtuh .................................14

Gambar 3.3 Tipe Turap Beton dan Baja ..........................................................17

Gambar 3.4 Tekanan Tanah Pada Turap Kantilever ........................................18

Gambar 3.5 Tekanan Tanah Awal Pada Turap Kantilever Yang Dipancang
Dalam Tanah Kohesif ..................................................................19

Gambar 3. 6 Pengaruh Kedalaman Turap Pada Distribusi Tekanan Dan


Perubahan Bentuknya ..................................................................20

Gambar 3.7 Persyaratan Posisi Fixed Length .................................................22

Gambar 4.1 Lokasi Penelitian .........................................................................25

Gambar 4.2 Flow Chart Analisis Dengan Program Plaxis..............................27

Gambar 4.3 Flow Chart Penelitian..................................................................28

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Batasan-Batasan Ukuran Golongan Tanah ....................................... 10

Tabel 3.2 Nilai Faktor Kemanan Untuk Lereng Tanah .................................... 12

Tabel 3. 3 Rekomendasi Faktor Keamanan Minimum..................................... 24

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sungai adalah saluran terbuka yang terbentuk secara alami di muka bumi
yang mengalir menurut kondisi permukaan bumi dari mata air melewati beberapa
alur sungai menuju ke danau atau laut secara dinamis. Air yang mengalir di
dalam sungai akan mengakibatkan penggerusan tanah dasarnya. Gerusan adalah
fenomena alam yang terjadi karena erosi terhadap aliran air pada dasar dan tebing
saluran alluvial atau proses menurunnya atau semakin dalamnya dasar sungai di
bawah elevasi permukaan alami (datum) karena interaksi antara aliran dengan
material dasar sungai (Hoffmans and Verheij, 1997 dalam Rahmadani, 2014).
Sungai merupakan aset alam yang memberikan berbagai manfaat penting
bagi kehidupan manusia. Sayangnya, saat ini banyak sungai yang telah
mengalami kerusakan. Kerusakan dimulai dari masalah-masalah kecil pada aliran
sungai, seperti erosi dan degradasi, yang jika dibiarkan akan menjadi masalah
yang lebih serius, yang dapat menyebabkan bencana seperti banjir dan
longsornya tebing sungai. Salah satu alasan mengapa tebing sungai bisa rusak
adalah karena erosi tebing yang tidak dapat menghadapi aliran sungai. Erosi ini
akan menjadi lebih dalam seiring berjalannya waktu, dan ini akan mengurangi
kestabilan tebing. Jika tidak segera ditangani, hal ini dapat mengakibatkan
kerusakan yang lebih serius. Kerusakan pada tebing sungai ini dapat merusak
bangunan-bangunan di sekitarnya dan mengancam keselamatan masyarakat yang
tinggal di sekitar sungai. Salah satu tindakan yang diperlukan untuk mengatasi
masalah ini adalah dengan memasang pelindung tebing sungai.
Sejumlah jenis perlindungan tebing sungai yang telah diakui dan
diterapkan di berbagai lokasi meliputi teknik bio engineering, penanaman
rumput, hamparan anyaman dari dahan, anyaman bambu yang diisi dengan batu,
bronjong kawat yang berisi batu, blok beton, penumpukan batu alam, struktur
dengan pasangan batu, struktur dengan pasangan blok beton, dan penggunaan
batu curah atau batu tumpukan (dump stones) sebagai perlindungan tebing

1
sungai.
Sungai meander umumnya akan terus mengalami perkembangan
geometrinya. Perpindahan aliran dapat membuat lebar sungai menjadi lebih lebar
ataupun sempit disebabkan aktivitas erosional, pada sungai meander aktivitas
gerusan air terjadi pada bagian dinding kelokan sungai dengan dimensi yang
semakin membesar dan sebaliknya pada bagian lain sungai terjadi pengendapan
sedimen berupa gosong sungai yang diakibatkan adanya penurunan energi saat
transportasi material sedimen.
Bangka sebagai tempat muaranya. Sungai Musi adalah salah satu Sungai
Musi mengalir sepanjang 750 kilometer di pulau Sumatera, melintasi empat
provinsi, yaitu Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, dan Lampung. Sungai ini
bermula dari mata air di daerah Kepahiang, Bengkulu, dan mengalir hingga
mencapai Selat contoh sungai yang memiliki bentuk meander. Sungai meander
dapat dijelaskan sebagai sungai yang memiliki alur berliku-liku, hampir
menyerupai huruf "S" yang terus berulang.
Bentuk meander pada sungai terbentuk karena adanya pergerakan samping
yang disebabkan oleh aliran sungai yang mengikis dinding sungainya. Bahkan
sungai yang awalnya relatif lurus juga akan mengalami belokan dalam alirannya.
Pada kenyataannya, hampir semua sungai yang tampaknya lurus akan mengalami
belokan-belokan dalam aliran mereka, dan dengan waktu, endapan-endapan lokal
akan terbentuk, yang pada akhirnya dapat membentuk meander, seperti yang
dijelaskan oleh BPSDM PU (2017).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana faktor aman dan displacement lereng sebelum diperkuat
dengan sheet pile?
2. Bagaimana faktor aman lereng dan defleksi yang terjadi pada sheet pile
setelah lereng diperkuat dengan sheet pile?

2
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui faktor aman dan displacement lereng sebelum diperkuat
dengan sheet pile.
2. Mengetahui faktor aman lereng dan defleksi yang terjadi pada sheet pile
setelah lereng diperkuat dengan sheet pile.

1.4 Manfaat Penelitian


Setelah dilakukan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk bidang
konstruksi dan pembangunan, manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Untuk memenuhi persyaratan memperoleh derajat sarjana strata satu teknik
sipil.
2. Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk pembangunan dibidang
konstruksi.
3. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu perkembangan
teknologi yang digunakan dalam konstruksi.
4. Dapat menghasilkan penahan dinding tanah berkualitas serta berumur
panjang dan ekonomis pada perawatan tebing sungai Musi.
5. Dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.

1.5 Batasan Penelitian


Agar penelitian ini dapat berjalan dengan efektif untuk mencapai sasaran
yang ingin kita capai, maka batasan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini akan terfokus pada kinerja sheet pile yang digunakan dalam
menahan beban kendaraan yang melintas di atasnya dan menghadapi arus
air di Sungai Musi, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
2. Penelitian ini akan terbatas pada struktur dinding penahan tanah Sungai
Musi di Kabupaten Musi Banyuasin sebagai studi kasus utama.
3. Analisis beban kendaraan akan mencakup berbagai jenis kendaraan yang
melintas, seperti kendaraan pribadi, kendaraan berat, dan kendaraan
komersial.

3
4. Penelitian akan mempertimbangkan pengaruh arus air Sungai Musi dalam
konteks perubahan debit air, kecepatan arus, dan tekanan hidrostatik yang
mungkin memengaruhi kestabilan sheet pile.
5. Penelitian akan mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan dan
geoteknik yang relevan yang dapat mempengaruhi kinerja sheet pile,
seperti kondisi tanah, vegetasi, dan perubahan morfologi sungai.
6. Faktor-faktor yang berkaitan dengan konstruksi sheet pile, termasuk
metode konstruksi, penggunaan material, dan kualitas pekerjaan
konstruksi, akan menjadi bagian dari penelitian ini.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum
Tinjauan pustaka adalah salah satu dari kerangka teoritis yang membuat
penelitian terkait yang digunakan untuk menyusun konsep dan langkah-langkah
dalam penelitian. Pada penelitian ini, tinjauan pustaka yang digunakan berasal
dari referensi dan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan
topik yang sesuai. Pada bab ini memuat beberapa penelitian dan referensi yang
telah dikaitkan sebelumnya antara lain Imam Syuhuti Abdul Karim,dkk (2023),
Muchamad Ali Nidhom, dkk (2023), Novdin Manoktong Siantur (2022), M.
Ichwanul Yusup, dkk (2020), Dinihari Mulya Lestari, dkk (2019).

2.2 Penelitian Terdahulu


(Karim et al., 2023) dengan judul penelitian "Kajian Penanganan
Longsoran Tebing Sungai Pedes Dikabupaten Brebes" yang membahas tentang
Perubahan morfologi Sungai Pedes membuat jalur jalan raya TegalPurwokerto
dan jalur kereta api Tegal-Purwokerto di Desa Kutamendala, Kecamatan Tonjong,
Kabupaten Brebes, longsor. Hasil identifikasi tanah longsor Peristiwa tersebut
menunjukkan bahwa tanah longsor disebabkan oleh pengikisan (gerusan) pada
bagian dasar dan kaki jurang; lereng sungai terbentuk dari endapan lava Gunung
Slamet yang bersifat porous serta mudah terkikis dan rembes dari saluran-saluran
persawahan dan pemukiman dari atas jurang. Hasil analisa kestabilan lereng
eksisting tebing setelah longsor menunjukkan bahwa lereng berada dalam kondisi
kritis (faktor keamanan = 0,85) sehingga dilakukan penanganan dibutuhkan.
Konsep penanganan longsor di tebing Sungai Pedes adalah lereng perkuatan
menggunakan tiang pancang sedalam 20 m (diameter 0,80 m) dipasang pada
jarak 1 m atau 7 buah paku tanah (diameter 25 mm) sepanjang 12 m dipasang
mendatar dengan a jarak pemasangan horizontal dan vertikal 1m; perlindungan
kaki tebing dari gerusan dengan bronjong lay dam atau rip rap sedalam 2.103 m,
susunan bagian atas jurang. Hasil analisis kestabilan lereng menggunakan

5
program Hyrcan 1.90 berada pada kondisi paling kritis kondisi (surut cepat dan
beban gempa, kh=0,032) menunjukkan konsep kemiringan perkuatan telah
meningkatkan faktor keamanan menjadi 1,203 (untuk tiang pancang) dan 1,178
(untuk pemakuan tanah).
(Nidhom et al., 2023) dengan judul penelitian “Evaluasi Penanganan
Longsoran Tebing Sungai Bodri Di Desa Lanji Kecamatan Patebon Kabupatan
Kendal” yang membahas tentang Sungai Bodri melewati tiga kabupaten yaitu
Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Semarang di bagian hulu serta
Kabupaten Kendal di bagian tengah hingga hilir. Sungai Bodri berhulu di Gunung
Sindoro, Gunung Prahu dan Gunung Ungaran serta bermuara di Pantai Utara
Jawa. Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) Bodri sampai muara adalah 1.610,8 km2
terbagi atas 5 sub DAS, yaitu Sub-DAS Wringin, Sub-DAS Lutut, Sub-DAS
Logung, Sub-DAS Putih dan Sub-DAS Bodri Hilir. Alih fungsi lahan di hulu
Sungai Bodri dan aktivitas penambangan material batu, kerikil dan pasir tanpa
ijin mengakibatkan keseimbangan transport sedimen menjadi terganggu sehingga
di beberapa tempat di ruas Sungai Bodri mengalami degradasi dasar sungai dan
kelongsoran tebing/tanggul sungai. Salah satu lokasi longsoran yang perlu
perhatian yang lebih mendetail adalah longsoran tebing kanan sungai di Desa
Lanji Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal. Untuk mengatasi permasalahan ini,
telah dilakukan penanganan yang sifatnya darurat maupun permanen. Dalam
pelaksanaan konstruksinya dijumpai banyak permasalahan, seperti kesulitan
dalam pelaksanaan pekerjaan timbunan tanggul di bantaran, sampai putusnya
kontruksi pile cap turap dan angkur yang telah terpasang hingga mengakibatkan
separuh badan tanggul longsor. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka
perlu dilakukan kajian yang lebih konprehensip meliputi aspek hidrologi,
hidrolika dan geoteknik untuk memastikan penyebab terjadinya longsoran serta
dapat digunakan sebagai dasar dalam penentuan jenis penanganan yang akan
dilakukan selanjutnya. Dari hasil analisis ini, disarankan beberapa hal sebagai
langkah penanganan permanen, yaitu perlu dilakukan pengupasan tanah yang
mengalami longsor dan dilakukan penimbunan ulang dengan material tanah yang
baru, perlu dilakukan perbaikan tanah pondasi karena tanah pondasi termasuk

6
jenis tanah lunak, untuk menghindari terjadinya longsoran di lereng sisi dalam
dan meningkatkan stabilitas maka di kaki tanggul diperkuat konstruksi turap,
untuk mengurangi efek gerusan dan laju aliran serta menangkap sedimen maka di
depan turap perlu ditambah dengan kontruksi krib/bronjong.
(Sianturi, 2022) dengan judul Penelitian "Analisis Perlindungan Tebing
Sungai Bah Bolon Sumatera Utara Menggunakan Blok Beton Segmental Dengan
Perkuatan Geosintetik" yang membahas tentang Gerusan di dasar sungai dapat
menyebabkan longsor dan pengikisan pada tebing sungai. Longsor yang terjadi
pada tebing sungai merupakan salah satu jenis longsor yang disebabkan oleh
derasnya aliran sungai. Konstruksi penahan tanah dapat dibangun guna
melindungi tebing sungai dari gerusan pada sungai dan menjaga stabilitas
tanah, untuk itu perlu penelitian perancangan dinding penahan pada tebing
sungai. Tujuan penelitian ini adalah untuk merencanakan dinding penahan tebing
sungai yang aman terhadap stabilitas internal dan stabilitas eksternal.
Metode penelitian dilakukan melalui perancangan penahan tanah dari blok beton
segmental dengan perkuatan geosintetik berdasarkan data tanah di lokasi tebing
sungai, tinggi tebing, dan kemiringan tebing sungai. Lokasi penelitian di
Sungai Bah Bolon Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara. Waktu
penelitian dilakukan pada Maret 2021 sampai Juli 2021. Faktor keamanan
dinding penahan dianalisis, baik terhadap stabilitas internal maupun terhadap
eksternal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai sudut geser tanah
merupakan parameter tanah yang penting diketahui dalam perancangan dinding
penahan. Nilai faktor keamanan dinding semakin tinggi dengan semakin
meningkatnya nilai sudut geser tanah. Perkuatan geosintetik semakin
ekonomis dan dinding penahan tanah semakin stabil pada tanah yang memiliki
nilai sudut geser yang semakin tinggi.
(Ichwanul Yusup et al., 2020) dengan judul penelitian "Stabilitas
Bangunan Penahan Sedimen Daerah Aliran Sungai Cikupa Ciujung Hulu (Check
Dam) Di Daerah Aliran Sungai Ciliman Desa Curug Panjang Kecamatan Cikulur
Kabupaten Lebak" yang membahas tentang Debit sungai DAS Cikupa Kabupaten
Lebak Rangkasbitung Banten tidak merata sepanjang tahun akibat dari -salah

7
satunya- karena berkurangnya daerah resapan yang dampaknya adalah
terganggunya siklus hidrologi. Terjadi kelebihan air pada saat musim penghujan
yang hanya akan terbuang dan menimbulkan banjir, sedangkan pada musim
kemarau terjadi kelangkaan air yang menyebabkan kekeringan. Selain itu juga
banyak terjadi meandering yang mengakibatkan gerusan permukaan tanah di
tikungan dan longsor, sehingga berdampak pada tingginya tingkat sedimentasi di
alur Sungai Cikupa. Untuk menangani permasalahan tersebut salah satu alternatif
penanganan yang sesuai yaitu dengan membuat membangun check dam ditempat
tertentu. Pembuatan berfungsi untuk mengatasi longsor tebing yang letaknya
tidak jauh dari jalan raya. Sedangkan pembangunan check dam selain untuk
mengatasi gerusan dan longsor yang mengakibatkan sedimentasi juga bertujuan
untuk mengurangi kecepatan air yang mengalir pada alur Sungai Cikupa dan
akan dimodifikasi sebagai tampungan air di sungai lama pada musim kemarau.
Perhitungan debit banjir rencana dengan menggunakan Metode Rasional,
Haspers, Luas area ciujung hulu adalah 634,368 ha Dari hasil analisis didapat
debit banjir rencana sebesar 786,3 m3/dt dan tingkat erosi dan sedimentasi
sebesar 3,369,891.72 ton/ha/tahun yang dihitung dengan Metode USLE. Dengan
kemampuan daya angkut sedimen (SDR) sebesar 11% diperoleh besaran sedimen
425,906.17 m3/tahun.
(Lestari et al., 2019) dengan judul penelitian "Kaji Ulang Perencanaan
Bangunan Penahan Sedimen (Check Dam I) Di Daerah Aliran Sungai Ciliman
Kabupaten Lebak" yang membahas tentang Check dam merupakan sungai
berbentuk sungai dengan kelengkapannya yang berfungsi untuk mengontrol
kecepatan, aliran dan arah aliran sedimen di dasar sungai. Cek bendungan I di
DAS Cicaringin Desa, Kecamatan Gunung Kencana Kabupaten Lebak
merupakan salah satu rencana check dam dari tiga lokasi direncanakan oleh
Daerah Aliran Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian melalui Konsultan Perencana
PT Prana Kurnia Pratama pada tahun 2010 yang bertujuan untuk menanggulangi
atau mengurangi permasalahan jumlah sedimen transportasi di Sungai Ciliman
sehingga mencegah terjadinya pendangkalan sungai dan berkurangnya sungai
persilangan. Kondisi check dam I Cicaringin sudah tidak relevan lagi dengan

8
desain awal yang ada dirancang dengan replanning plan 50 menit (Q50) yang
dihitung dengan metode HSS Gama I sebesar 462,257 m3/detik, sehingga perlu
dikaji ulang dengan menganalisa kestabilan check dam dengan memanfaatkan
banjir debit rencana pengerjaan ulang 25 tahun (Q25) sebesar 429,108 m3/detik
dihitung dengan motede yang sama, dengan luas tangkapan 117,00 km2.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah kestabilan cek bendungan I
Cicaringin aman terhadap gaya-gaya yang bekerja bersama (Q25). Gaya yang
dihitung adalah gravitasi sendiri,gaya gempa,gaya angkat, berat air, tekanan air
dan analisis bobot bendungan yang dihitung gradien hidrolik, eksentrisitas, daya
dukung tanah, gaya guling dan geser. Hasilnya menunjukkan bahwa dimensi chek
dam aman terhadap gaya geser, guling, eksentrisitas, daya dukung tanah.
kapasitas dan gaya yang bekerja dengan baik pada saat kondisi permukaan air
normal dan kondisi air banjir.

2.3 Keaslian Penelitian


Judul yang diajukan peneliti pada penelitian Tugas Akhir ini memang
mempunyai kesamaan terhadap judul-judul peneliti sebelumnya namun
Penelitian ini dilakukan di Desa Bailangu, Kabupaten Musi Banyuasin. Keaslian
penelitian ini dapat ditegaskan melalui lokasi geografis yang spesifik dan
karakteristik sosial ekonomi masyarakat setempat. Keberadaan Sungai Musi
sebagai objek penelitian juga menunjukkan relevansi geografis yang kuat. Maka
seluruh penelitian ini hasil penelitian penulis dan penelitian ini belum pernah
diteliti sebelumnya sebagai objek penelitian Tugas Akhir.

9
BAB III
LANDASAN TEORI

3.1 Tanah
Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai
material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak
tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik
yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang
mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut (Das,
1995). Beberapa tempat memiliki batasan-batasannya sendiri dalam klasifikasi
butiran tanah. Batasan-batasan ukuran golongan tanah menurut beberapa tempat
dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1 Batasan-Batasan Ukuran Golongan Tanah


Ukuran butiran (mm)
Nama golongan Kerikil
Pasir Lanau Lempung
Massachusetts Institute Of >2 2-0,06 0,06-0,002 <0,002
Technology (MIT)
U.S. Department of >2 2-0,05 0,05-0,002 <0,002
Agriculture (USDA)
American Association of State 76,2-2 2-0,075 0,075-0,002 <0,002
Highway and Transportation
Officials (AASHTO)
Unified Soil Classification 76,2- 4,75-0,075 Halus (yaitu lanau dan
System (USCS) 4,75 lempung) <0,0075
Sumber: Das (1995)
Tanah dapat diidentifiksi berdasarkan butirannya. Berdasarkan ASTM
D2487 dalam (Hardiyatmo, 2020) pembagian klasifikasi tanah berdasarkan
butirannya adalah sebagai berikut:
1. Cobble adalah partikel-partikel batuan yang lolos saringan 12 in (300 mm)
dan tinggal dalam saringan 3 in (75 mm) (untuk saringan dengan lubang
bujursangkar standar Amerika).
2. Boulder adalah partikel-partikel batuan yang tidak lolos dalam saringan 12 in.
(300 mm) (untuk saringan dengan lubang bujursangkar).
3. Kerikil adalah partikel-partikel batuan yang lolos saringan 3 in. (75 mm) dan
tertahan dalam saringan no. 4 (4,75 mm).

10
4. Pasir adalah partikel-partikel batuan yang lolos saringan no. 4 (4,75 mm) dan
tinggal dalam saringan no. 200 (0,075 mm), dengan pembagian sebagai
berikut.
5. Lanau adalah jenis tanah dengan butiran yang melewati saringan nomor 200
(ukuran 0,075 mm). Dalam konteks klasifikasi, lanau dapat diidentifikasi
sebagai tanah berbutir halus, atau sebagai fraksi halus dari tanah dengan
indeks plastisitas kurang dari 4, atau jika diplot dalam grafik plastisitas,
berada di bawah garis miring yang memisahkan antara tanah lanau dan
lempung. Lanau anorganik adalah tanah berbutir halus yang terdiri dari
fraksi-fraksi tanah mikroskopis yang dapat mengembangkan plastisitas atau
kohesi. Plastisitasnya menjadi lebih kecil jika terdapat kandungan butiran
halus dan bulat seperti kuarsa, dan dalam hal ini disebut sebagai "tepung
batu." Jenis lanau yang memiliki plastisitas yang lebih tinggi berisi banyak
butiran yang berbentuk serpih-serpih, dan jenis ini dikenal sebagai "lanau
plastis."
6. Lempung adalah jenis tanah dengan butiran yang sangat halus, melewati
saringan nomor 200 (ukuran 0,075 mm). Lempung memiliki sifat plastis
dalam rentang kadar air tertentu, dan ketika dalam keadaan kering, tanah ini
memiliki kekuatan yang tinggi. Dalam klasifikasi tanah, lempung
dikategorikan sebagai tanah berbutir halus dengan indeks plastisitas lebih
besar dari 4, atau jika diplot pada grafik plastisitas, berada di atas atau pada
garis yang memisahkan antara tanah lanau dan lempung. Butiran lempung
lebih halus dibandingkan dengan tanah lanau, terdiri dari agregat mineral
kristalin yang bersifat mikroskopis dan berbentuk serpih atau pelat. Tanah
lempung bersifat plastis, kohesif, dan mampu menyerap ion-ion. Sifat-sifat ini
sangat dipengaruhi oleh kadar air dalam tanah.

3.2 Stabilitas Lereng


Di permukaan tanah yang condong atau rata, gaya gravitasi memiliki
tendensi untuk mendorong tanah ke arah bawah. Jika gaya gravitasi begitu besar
sehingga melebihi kemampuan tanah untuk menahan geseran pada bidang

11
lerengnya, maka akan terjadi kejadian kelongsoran lereng (seperti yang
dijelaskan dalam Hardiyatmo, 2018).
Pada umumnya, analisis kestabilan lereng dilakukan dengan mengacu
pada prinsip keseimbangan plastis batas (limit plastic equilibrium). Tujuan dari
analisis kestabilan lereng adalah untuk mengidentifikasi tingkat keamanan dari
potensi terjadinya kelongsoran. Dengan kata lain, stabilitas atau ketidakstabilan
lereng dinilai berdasarkan besarnya faktor keamanan (safety factor, F) seperti
yang dijelaskan oleh Hardiyatmo (2018).
Terzaghi (1950) mengelompokkan penyebab keruntuhan lereng menjadi
dua kategori, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal merujuk pada
elemen-elemen yang meningkatkan gaya geser tanpa mengubah kekuatan geser
tanah. Sebagai contoh, aktivitas manusia yang memperbesar sudut kemiringan
atau melakukan penggalian tanah yang lebih dalam, serta erosi sungai, termasuk
dalam kategori efek eksternal. Di sisi lain, efek internal berkaitan dengan
keruntuhan lereng yang terjadi tanpa adanya perubahan dalam kondisi lingkungan
eksternal, seperti gempa bumi. Sebagai contoh umum, peningkatan tekanan air
pori di dalam lereng adalah salah satu contoh efek internal.
Ray dan De Smitd (2009) menyarankan klasifikasi kestabilan lereng yang
dikaitkan dengan faktor aman, yaitu lereng tidak stabil bila F < 1, agak stabil bila
F antara 1 dan 1.25, kestabilannya sedang bila F antara 1,25 dan 1,5 dan stabil
bila F> 1,5. Ketentuan nilai faktor keamanan juga diatur pada SNI 8460 (2017).
Nilai faktor aman sesuai SNI 8460 (2017) dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3.2 Nilai Faktor Kemanan Untuk Lereng Tanah


Tingkat ketidakpastian
Biaya dan konsekuensi dari kegagalan lereng kondisi analisis
𝐑𝐞𝐧𝐝𝐚𝐡𝐚 𝐓𝐢𝐧𝐠𝐠𝐢𝐛
Biaya perbaikan sebanding dengan biaya tambahan 1,25 1,5
untuk merancang lereng yang lebih konservatif

Biaya perbaikan lebih besar dari biaya tambahan 1,5 2,0 atau lebih
untuk merancang lereng yang lebih konservatif

12
aTingkat ketidakpastian kondisi analisis dikategorikan rendah, jika kondisi
geologi dapat dipahami, kondisi tanah seragam, penyelidikan tanah konsisten,
lengkap dan logis terhadap kondisi di lapangan.
bTingkat ketidakpastian kondisi analisis dikategorikan tinggi, jika kondisi

geologi sangat kompleks, kondisi tanah bervariasi, dan penyelidikan tanah tidak
konsisten dan tidak dapat diandalkan.
Sumber: SNI 8460 (2017)

3.3 Tekanan Tanah Lateral


Tekanan lateral tanah adalah gaya yang timbul sebagai hasil dari dorongan
tanah di sebelah belakang struktur penahan tanah. Besarnya tekanan lateral sangat
dipengaruhi oleh perubahan posisi (displacement) dari dinding penahan dan
karakteristik tanah yang digunakan (seperti yang dijelaskan oleh Hardiyatmo,
2018). Tekanan lateral tanah ini memiliki peran penting dalam desain struktur
penahan tanah, seperti turap atau sheet pile, dalam konteks penelitian ini. Sesuai
dengan Hardiyatmo (2018), tekanan lateral tanah dapat dibagi menjadi tiga jenis,
yaitu tekanan lateral tanah saat diam, tekanan tanah aktif, dan tekanan tanah
pasif.
3.3.1 Tekanan Tanah Lateral Saat Diam
Menurut Hardiyatmo (2018) Tekanan vertikal menyebabkan deformasi
lateral di bawah pengaruh rasio Poisson. Tanah di sekitarnya menahan
perubahan lateral ini dengan mengembangkan tekanan lateral sebesar σh. Seiring
waktu, konsolidasi dan rangkak (creep) arah vertikal dan horizontal akan menjadi
nol. Pada keadaan ini, terdapat posisi tegangan yang stabil, dimana σh dan σv
menjaditegangan efektif utama. Dikarenakan tidak ada displacement, maka tidak
ada tegangan yang terjadi di arah vertikal dan horizontal di sembarang titik pada
lapisan tanah. Kondisi keseimbangan ditempat yang dihasilkan dari kedudukan
tegangan- tegangan dengan tanpa terjadinya tegangan geser didefinisikan
sebagai kondisi Ko. Tekanan tanah lateral pada turap dapat dilihat pada Gambar
3.1 berikut.

13
Gambar 3.1 Definisi Koefisiensi Tanah Saat diam
(Sumber: Hardiyatmo, 2018)

3.3.2 Tekanan Tanah Aktif dan Pasif


Menurut Hardiyatmo (2018) Tekanan tanah aktif (active earth pressure)
adalah kondisi disaat tanah bergerak ke bawah dan ke samping menekan dinding
struktur seperti turap. Sedangkan perbandingan antara tekanan horizontal dan
tekanan vertikalnya disebut koefisien tekanan tanah aktif (coefficient of active
earth pressure) yang dinotasikan dengan Ka. sebaliknya, apabila suatu gaya
mendorong dinding penahan ke arah sebaliknya sampai tanah urug dalam kondisi
runtuh, maka tekanan tanah ini disebut tekanan tanah pasif (passive earth
pressure). Sedangkan nilai perbandingan antara tekanan vertikal dan
horizontalnya disebut koefisien tekanan tanah pasif (coefficient of passive earth
pressure) yang dinotasikan dengan Kp. Pergerakan dinding penahan akibat dari
tekanan tanah aktif dan tekanan tanah pasif dapat dilihat pada Gambar 3.2
berikut.

Gambar 3.2 Tekanan Tanah Lateral Saat Tanah Runtuh


(Sumber: Hardiyatmo, 2018)

14
Variasi tekanan lateral tanah, yang berhubungan dengan sifat-sifat tanah,
bergantung pada faktor-faktor seperti jenis tanah (kohesif atau non-kohesif),
porositas, kadar air, dan berat satuan. Tekanan tanah total juga bergantung pada
ketinggian tanah di balik turap, seperti yang dikemukakan oleh Hardiyatmo
(2018).
3.3.3 Teori Tekanan Tanah Lateral
Analisis tekanan tanah lateral dilakukan pada kondisi kesetimbangan
plastis, yaitu saat massa tanah berada di ambang keruntuhan. Keadaan
kesetimbangan plastis hanya dapat dicapai jika ada deformasi yang cukup pada
massa tanah. Besar dan distribusi tekanan tanah adalah fungsi dari perubahan
letak (displacement) dan regangan (strain) (Rankine, 1857). Nilai koefisien
tekanan tanah aktif (Ka) dan nilai koefisien tekanan tanah pasif (Kp) dapat dicari
dengan rumus rankine pada 3.1 dan 3.2 berikut.

Ka = tan2 (45 - ɸ) .................................................................................. (3.1)


2

Kp = tan2 (45 + ɸ) ................................................................................. (3.2)


2

Dalam menghitung tegangan horizontal atau lateral maka diperlukan


perhitungan tegangan vertikal (σv) terlebih dahulu dengan rumus seperti pada
persamaan 3.3 berikut.
σv = γ’ x h .............................................................................................. (3.3)

Selanjutnya dapat dihitung tegangan horizontal (σh) yang dinyatakan pada


persamaan 3.4 untuk tanah aktif dan persamaan 3.5 untuk tanah pasif.
σh = σv x Ka – 2c√𝐾𝑎 .......................................................................................(3.4)
σh = σv x Kp + 2c√𝐾𝑝.......................................................................................(3.5)

3.4 Turap atau Sheet Pile

Menurut SNI 8460-2017, turap dikategorikan sebagai embedded


walls. Embedded walls adalah struktur yang menahan tanah, di mana stabilitasnya

15
sebagian atau seluruhnya bergantung pada ketahanan tanah pasif yang terletak di
bawah dasar galian. Embedded walls ini bisa berbentuk barisan tiang
pancang/tiang bor tunggal, baik yang tidak saling bersinggungan, maupun yang
salingbersinggungan, bahkan saling berpotongan.

Menurut Hardiyatmo (2020), Dinding turap adalah dinding vertikal relatif


tipis yang berfungsi kecuali untuk menahan tanah, juga berfungsi untuk menahan
masuknya air ke dalam lubang galian. Turap memiliki kelebihan pada
pemasangan yang mudah dan biaya pelaksanaan yang relatif murah sehingga
turap banyak digunakan pada pekerjaan-pekerjaan, seperti: penahan tebing galian
sementara, bangunan-bangunan di pelabuhan, dinding penahan tanah, bendungan
elak dan lain- lain. Berdasarkan bahannya, turap dibedakan menjadi beberapa
macam, yaitu sebagai berikut :

1. Turap Kayu

2. Turap Beton

3. Turap Baja

Dinding turap dibagi menjadi 4 tipe yaitu sebagai berikut :

1. Dinding turap kantilever

2. Dinding turap diangkur

3. Dinding turap dengan landasan/panggung (platform) yang didukung tiang-


tiang

4. Bendungan elak seluler (cellular cofferdam)

Contoh dari bentuk penampung Sheet pile dapat dilihat pada gambar 3.3
sebagai berikut.

16
Gambar 3.3 Tipe Turap Beton dan Baja
(Sumber: SNI 8460, 2017)
Berdasarkan SNI 8460-2017, Toleransi defleksi dinding sangat tergantung
pada kepadatan lingkungan sekitar. Dengan demikian tidak ada suatu nilai
defleksi maksimum yang berlaku secara umum. Jika lingkungan sekitar tidak
mensyaratkan defleksi maksimum yang lebih ketat, defleksi maksimum 0,5% H
harus dianggap sebagai batas toleransi defleksi dinding.

3.4.1 Prinsip Umum Perencanaan Turap Kantilever

Perilaku dinding turap yang kaku secara sempurna disebabkan oleh


tekanan lateral tanah di belakangnya dijelaskan dalam Gambar 3.4, seperti yang
diuraikan dalam (Hardiyatmo, 2020). Akibat tekanan tanah aktif yang bekerja
pada tanah di belakang turap, turap akan mengalami pergerakan ke arah kiri dan
berputar di sekitar titik B (lihat Gambar 3.4). Pada situasi ini, tekanan tanah yang
terjadi di bagian bawah garis galian, khususnya di sebelah kiri BD dan di sebelah
kanan BC, akan menjadi tekanan tanah pasif, sementara di sebelah kiri BC dan di
sebelah kanan BA, akan bekerja tekanan tanah aktif. Ketika mencapai titik rotasi
B, karena tanah tidak bergerak, titik ini akan mengalami tekanan tanah yang sama
dari arah depan dan belakang, yakni tekanan lateral tanah saat diam. Oleh karena
itu, tekanan lateral tanah di titik B tersebut akan menjadi nol. Gambar 3.4
menunjukkan distribusi tekanan tanah bersih (tekanan tanah neto) pada berbagai
lokasi Gambar 3.4 merupakan representasi tekanan tanah neto (tekanan tanah
aktif dikurangi tekanan tanah pasif) pada turap, sementara Gambar 3.4 adalah
penyederhanaan dari Gambar 3.4 yang digunakan untuk perhitungan
stabilitasnya. Distribusi tekanan lateral tanah pada dinding turap bervariasi
tergantung pada jenis tanahnya, apakah itu tanah kohesif atau granuler, seperti

17
yang dijelaskan dalam (Hardiyatmo, 2020).

Gambar 3. 4 Tekanan Tanah Pada Turap Kantilever


(Sumber: Teng, 1962 dalam Hardiyantmo, 2020b)
Penelitian ini diketahui tanah eksisting merupakan tanah kohesif. Menurut
Hardiyatmo (2020) kuat geser tanah kohesif selalu berubah akibat perubahan
musim, sehingga tekanan tanah lateral pada turap juga berubah dari waktu ke
waktu. Perubahan itu membuat perancangan turap dalam tanah kohesif lebih
sulit. Dalam perancangan, dimensi dan kedalaman dinding turap harus memenuhi
syarat kuat menahan tekanan lateral pada waktu segera setelah selesai
pelaksanaan pekerjaan, maupun setelah waktu yang lama, di mana kuat geser
lempung telah berubah. Segera setelah turap dibangun, dimana beban tanah urug
beserta beban terbagi merata telah bekerja, tekanan tanah dapat dihitung
berdasarkan sudut gesekdalam (φ) sama dengan nol, dan kohesi c = 0,5qu.

Tinjauan stabilitas jangka panjang juga harus diperhatikan akibat kuat


geser tanah lempung yang berubah dengan waktunya. Analisis harus didasarkan
para parameter tegangan efektif φ' dan c' yang diperoleh dari pengujian-
pengujian triaksial consolidated drained (terkonsolidasi-terdrainase), atau dari
pengujian consolidated undrained (terkonsolidasi-tak terdrainase), di mana dalam
pengujian ini diadakan pengukuran tekanan air pori. Data yang terbatas
menunjukkan, kohesi (c) pada waktu jangka panjang sangat kecil sehingga dalam
perancangan stabilitas jangka panjang, sangat aman bila kohesi (c), dianggap sama
dengan nol. Nilai akhir pada waktu jangka panjang dari sudut gesek dalam tanah
(φ) akan mendekati 20° - 30° (Teng, 1962) dalam (Hardiyatmo, 2020b).
Perhitungan momen maksimum dapat dilihat pada persamaan 3.36 berikut ini.

18
𝑝𝑎 1 𝑝𝑎
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝑃𝑎 [(4𝑐−𝑞ᶠ + 𝑦) − 2 ] ........................................ (3.6)
4𝑐−𝑞ʼ

Dalam memahami perancangan dinding turap kantilever pada tanah


kohesif dapat dilihat pada Gambar 3.5 berikut ini.

Gambar 3.5 Tekanan Tanah Awal Pada Turap Kantilever Yang Dipancang
Dalam Tanah Kohesif
(Sumber: Teng, 1962 dalam Hardiyantmo, 2020)
Menurut Hardiyatmo (2020), tahapan dalam merencanakan sheet pile
pada tanah kohesif menggunakan metode ujung bebas adalah sebagai berikut.
1. Gambarkan diagram tekanan tanah aktif dan pasif. Contoh diagram tekanan
pada turap yang dipancang pada tanah kohesif dapat dilihat pada Gambar
3.5.
2. Mencari nilai koefisien tanah aktif dan pasif menggunakan persamaan 3.1
dan Persamaan 3.2.
3. Hitung tekanan overburden efektif dan beban terbagi rata pada elevasi yang
sama dengan dasar galian (𝑞’ = 𝛴γ𝑖H𝑖). Pada pasir yang terendam air, berat
volume pasir yang digunakan adalah berat volume apung (𝛾’).
4. Menghitung tekanan tanah di bawah dasar galian dengan persamaan berikut.

𝑃𝑝 − 𝑃𝑎= zγ’𝐾𝑝 + 2𝑐√𝐾𝑝 − (zγ’𝐾𝑎 − 2𝑐√𝐾𝑎 + 𝑞′𝐾𝑎).......... (3.7)


Apabila φ = 0, 𝐾𝑎 = 𝐾𝑝 = 1, maka dapat digunakan persamaan sebagai
berikut.

𝑃𝑝 − 𝑃𝑎 = (4𝑐 − 𝑞′)D ........................................................................(3.8)

19
5. Hitung momen gaya-gaya 𝑃𝑝 dan 𝑃𝑎 menggunakan persamaan berikut
untukmendapatkan nilai D.

𝐿𝑃𝑎− 𝐷(4𝑐 − 𝑞′)(𝐻𝑤+ 𝑏 + 1) = 0.......................................... (3.9)


2𝐷

6. Hitung momen maksimum pada turap menggunakan persamaan 3.6.


7. Tentukan dimensi turap berdasarkan momen maksimum yang diperoleh
tersebut.
8. Kalikan kedalaman penetrasi turap (D) dengan faktor 1,2 – 1,4. Dengan
mengalikan D dengan 1,2-1,4, bila dihitung ulang akan menghasilkan faktor
aman 1,5-2.

3.4.2 Dinding Turap Diangkur

Dalam menangani beban-beban lateral yang besar, yaitu bila tanah yang
ditahan oleh turap sangat tinggi, maka lebih baik jika dipakai dinding turap
diangkur. Distribusi tekanan pada turap yang diangkur menjadi tidak sama
dengan distribusi tekanan dinding turap kantilever, Gambar 3.7 memperlihatkan
hubungan antara kedalaman penembusan turap distribusi tekanan lateral, dan
garis perubahan bentuknya (Hardiyatmo, 2020).

Gambar 3. 6 Pengaruh Kedalaman Turap Pada Distribusi Tekanan Dan


Perubahan Bentuknya
(Sumber: Teng, 1962 dalam Hardiyantmo, 2020)
Hardiyatmo (2020) mengemukakan bahwa tahap perencanaan konstruksi
dinding turap yang diangkur dapat dilakukan menggunakan metode ujung bebas.
Pada metode ujung bebas (free end method) atau disebut juga metode tanah bebas

20
(free earth method), kedalaman turap di bawal dasar galian dianggap tidak cukup
untuk menahan tekanan tanah yang terjadi pada bagian atas dinding turap. Karena
itu, keruntuhan terjadi oleh akibat rotasi dinding turap terhadap ujung bawahnya.
Dalam analisis stabilitas turap diangker dengan metode ujung bebas, terdapat
anggapan-anggapan sebagai berikut:

1. Turap merupakan bahan yang sangat kaku dibandingkan dengan tanah di


sekitarnya.

2. Kondisi tekanan tanah yang bekerja dianggap memenuhi syarat teori Rankine
atau Coulomb.

3. Turap dianggap berotasi dengan bebas pada ujung bawahnya, namun tidak
dizinkan bergerak secara lateral di tempat angker. Pada kapasitas ultimitnya,
turap runtuh akibat gerakan angker ke arah luar.

3.5 Angkur Tanah (Ground Anchors)


Menurut SNI 8460 (2017), sistem pengangkuran adalah suatu sistem untuk
menyalurkan gaya tarik yang bekerja ke lapisan tanah/batuan pendukung. Sistem
pengangkuran ini utamanya terdiri atas fixed length, free length, dan kepala
angkur (anchor head). Dalam perencanaan atau pelaksanaan angkur tanah
terdapat beberapa persyaratan yang bertujuan untuk keamanan dan kenyamanan.
Persyaratan angkur tanah antara lain adalah sebagai berikut.
1. Persyaratan tanah tempat terbenamnya fixed length
Menurut SNI 8460 (2017), Fixed length harus terbenam di dalam lapisan
tanah yang keras sehingga dapat memberikan tahanan friksi yang besar. Jika
terbenam pada tanah pasir/pasiran dan tanah nonkohesif lainnya, disyaratkan
tanah tersebut mempunyai nilai N SPT ≥ 25, sedangkan jika terbenam pada
tanah kohesif, disyaratkan tanah tersebut mempunyai nilai N SPT ≥ 20.
2. Persyaratan Tendon
Menurut SNI 8460 (2017), Tendon dapat dibuat dari baja batangan (steel
bar), kawat (wire), dan strand. Di antara ketiga jenis material tendon, strand
paling banyak digunakan, khususnya “low relaxation 7 wire strand” dengan

21
diameter 1,27 cm (0,5 inci). Material tendon harus dibuat oleh pabrikan yang
sudah biasa membuat material tersebut dengan sertifikat pabrik yang
mencantumkan karakteristik dari material tersebut, dan memenuhi
persyaratan-persyaratan dari SNI terkait
3. Persyaratan layout angkur tanah
Menurut SNI 8460 (2017), tata letak jangkar tanah harus ditentukan
dengan mempertimbangkan stabilitas global, dampak negatif terhadap
lingkungan dan struktur sekitarnya, termasuk struktur dan utilitas bawah
tanah. Tata letak jangkar tanah juga harus memenuhi persyaratan berikut.
1. Fixed length harus tertanam minimum 5 m dari permukaan tanah;
2. Fixed length harus berada di luar bidang gelincir kritis saat meninjau
stabilitas global.
3. Spasi horizontal minimum 1,5 m untuk angkur dengan diameter ≤ 0,2 m
agar efek grup tidak perlu diperhitungkan.
4. Agar efektif dalam menahan gaya yang bekerja, maka sudut kemiringan
angkur terhadap arah bekerjanya gaya umumnya berkisar antara 30° - 45°.
5. Posisi fixed length harus berada di luar area berarsir pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7 Persyaratan Posisi Fixed Length


(Sumber: SNI 8460, 2017)

4. Panjang free length dan fixed length


Menurut SNI 8460 (2017), panjang minimum free length adalah 3 m untuk
bar tendon dan 4,5 m untuk strand tendon. Panjang free length aktual
ditentukan dengan mempertimbangkan kedalaman minimum fixed length dari

22
permukaan tanah dan stabilitas keseluruhan sistem struktur. Panjang
minimum fixed length adalah 3 m. Panjang maksimum fixed length adalah 13
m. Untuk panjang > 13 m dapat digunakan, dengan syarat dapat dibuktikan
dengan uji tarik (pullout test) dimana kapasitas dapat termobilisasi lebih
panjang.
5. Penentuan kapasitas tarik angkur
Menurut SNI 8460 (2017), Kapasitas tarik angkur pada fase perancangan
pada tanah kohesif dapat ditentukan dengan persamaan 3.10 sebagai berikut.
Rult= α . As . Ls . Su(ave) .................................................................(3.10)

Berdasarkan persamaan 3.10 dapat dilakukan perhitungan panjang fixed


length dengan persamaan 3.11 berikut.
Rult
L =
s α . As . Su(ave) .................................................................................................................... (3.11)

Keterangan:
Rult = kapasitas batas angkur tanah
As = luas selimut fixed length
Ls = panjang fixed length
Su(ave) = kuat geser tak terdrainase tanah rata-rata sepanjang fixed length
α = faktor adhesi tergantung pada kuat geser tak terdrainase tanah.

Faktor α ini pada umumnya lebih besar dari faktor α pada fondasi tiang
karena digunakannya pompa grouting dan bahan tambah pada grout untuk
menghilangkan penyusutan.
6. Faktor keamanan minimum
Menurut SNI 8460 (2017), faktor keamanan minimum untuk tendon,
ground/grout interface, grout/tendon interface atau grout/encapsulation
interface, dan faktor beban minimum untuk uji-uji angkur tanah adalah seperti
pada Tabel 3.3.

23
Tabel 3. 3 Rekomendasi Faktor Keamanan Minimum
Faktor Keamanan Minimum
Faktor
Grout/tendon atau
Katagori Angkur Tanah Ground/grout Beban
Tendon grout/encapsulation
interface untuk
interface
Proof test
Angkur sementara dengan
umur layan kurang dari 6
bulan dan keruntuhan tidak
mengakibatkan
konsekwensi serius dan 1,1
1,40 2,0 2,0
tidak membahayakan
keselamatan umum.
Misalnya test tiang
memakai angkur tanah
sebagai sistem reaksi.
Ankur sementara dengan
umur layan tidak lebih dari
2 tahun, dimana walaupun
konsekwensi keruntuhan
cukup serius, tetapi tidak
1,6 2,5∗ 2,5∗ 1,25
membahayakan
keselamatan umum tanpa
cukup peringatan. Misalnya
angkur tanah pada dinding
penahan tanah.
Angkur permanen dan
angkur sementara dimana
resiko korosi tinggi
dan/atau konsekwensi
keruntuhan serius. 2,00 3,0+ 3,0∗ 1,5
Misalnya kabel utama pada
jembatan gantung atau
kabel sebagai reaksi untuk
mengangkat struktur berat.
* FK minimum 2.0 dapat digunakan bila tersedia test lapangan skala penuh.
+ FK mungkin perlu dinaikkan menjadi 4 untuk membatasi creep
Sumber: SNI 8460 (2017)

24
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Tinjauan Umum


Pada bab metode penelitian ini akan dijelaskan tentang metode penelitian
yang akan digunakan. Metode penelitian merupakan prosedur yang akan
dilakukan peneliti guna mendapatkan data atau kesimpulan dalam melakukan
penelitian. Pada prosesnya dimulai dengan cara pengumpulan data yang diperoleh
dari hasil survei, bahan kuliah, media internet, media cetak, atau pada sumber
lainnya.

4.2 Lokasi dan Objek Penelitian


Objek dalam penelitian ini adalah Sungai Musi Kabupaten Musi Banyuasin
Sumatera Selata. Lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut.

Gambar 4. 1 Lokasi Penelitian


Sumber: Google Maps
4.3 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam analisis stabilitas lereng ini
adalah dengan menggunakan program Plaxis 8.6 dan perhitungan manual metode
Fellenius. Sedangkan untuk perencanaan perkuatan lereng digunakan metode

25
turap atau sheet pile beton.
Pelaksanaan analisis dengan program Plaxis digunakan pemodelan secara
dua dimensi plane strain. Beban kendaraan yang digunakan dalam analisis adalah
sebesar 12 kN/m sesuai dengan klasifikasi jalan. Dalam analisis juga digunakan
beban gempa yang disesuaikan dengan gempa di Sumatera Selatan. Analisis
dilakukan dengan skema jangka pendek (short term) dan skema jangka panjang
(long term). Analisis jangka pendek (short term) yaitu kondisi saat air didalam
tanah belum terdrainasi (undrained) sedangkan analisis jangka panjang (long
term) dilakukan saat air tanah sudah terdrainasi (drained)

4.4 Data Penelitian


Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder sebagai
berikut.
1. Data penyelidikan tanah.
2. Peta titik bor log.
3. Data laboratorium pengujian tanah.
4. Gambar Potongan melintang.

4.5 Langkah Penelitian


Langkah penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Mencari dan mempelajari literatur dan penelitian yang berkaitan dengan
topik penelitian ini.
2. Mengumpulkan data-data dan referensi yang diperlukan dalam penelitian.
3. Merumuskan masalah yang akan dilakukan penelitian.
4. Menentukan tujuan penelitian.
5. Menentukan parameter-parameter yang berpengaruh pada perancangan
sheet pile.
6. Melakukan perhitungan stabilitas lereng dengan perkuatan sheet pile
menggunakan program plaxis.
7. Melakukan perhitungan stabilitas lereng dengan perkuatan sheet pile yang

26
ditambah dengan beban gempa, beban lalu lintas, dan beban timbunan.
8. Pembahasan analisis stabilitas lereng dengan perkuatan sheet pile yang telah
dilakukan.
9. Menarik kesimpulan dan saran
Berdasarkan langkah penelitian di atas dibuat bagan alir (flowchart) sebagai
acuan dalam penelitian. Bagan alir (flowchart) dalam penggunaan program Plaxis
dan langkah penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3 berikut.

Gambar 4. 2 Flow Chart Analisis Dengan Program Plaxis

27
Gambar 4.3 Flow Chart Penelitian

28
DAFTAR PUSTAKA

Das, B.M. 1995. Principles of Geotechnical Engineering, International Thomson


Publishing.
Hoffman & Verheij., 1997. Scour Manual. Rotterdam : A.A Balkema.
Hardiyatmo, H.C. 2020. Analisis dan perancangan Fondasi I. Edisi Keempat.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hardiyatmo, H.C. 2018. Mekanika Tanah II. Edisi Keenam. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Ichwanul Yusup, M., Handayani, W., & Zaenudin Maksum, M. (2020).
STABILITAS BANGUNAN PENAHAN SEDIMEN DAERAH ALIRAN
SUNGAI CIKUPA CIUJUNG HULU (CHECK DAM) DI DAERAH ALIRAN
SUNGAI CILIMAN DESA CURUG PANJANG KECAMATAN CIKULUR
KABUPATEN LEBAK (Vol. 02, Issue 01).
Karim, I. S. A., Wardani, S. P. R., & Atmojo, P. S. (2023). KAJIAN
PENANGANAN LONGSORAN TEBING SUNGAI PEDES DI
KABUPATEN BREBES. Rang Teknik Journal, 6(1), 39–50.
https://doi.org/10.31869/rtj.v6i1.3316
Lestari, D. M., Dwirani, F., & Syuhada, D. N. (2019). Journal Of Sustainable
Civil Engineering-Universitas Banten Jaya | JOSCE (Vol. 1, Issue 1).
Nidhom, M. A., R.W., S. P., & Suharyanto, S. (2023). EVALUASI
PENANGANAN LONGSORAN TEBING SUNGAI BODRI DI DESA
LANJI KECAMATAN PATEBON KABUPATAN KENDAL. Rang Teknik
Journal, 6(1), 65–71. https://doi.org/10.31869/rtj.v6i1.3328
Ray, R. L. And De Smedt, F. 2009. Slope stability Analysis on s Regional Scale
using GIS: A Case Staudy from Dhading. Environ Geol 57:1603-1611.
Nepal.
Sianturi, N. M. (2022). ANALISIS PERLINDUNGAN TEBING SUNGAI BAH
BOLON SUMATERA UTARA MENGGUNAKAN BLOK BETON
SEGMENTAL DENGAN PERKUATAN GEOSINTETIK. JURNAL
TEKNIK HIDRAULIK, 13(2), 113–126.
https://doi.org/10.32679/jth.v13i2.691
Terzaghi, K. 1950. Mechanism of Land Slides. Geol. Soc. Am., Eng. Geology,
Berkey, Vol pp.83-123. Reprinted in From Theory to Practice in Soil
Mechanics. New York.

29

Anda mungkin juga menyukai