Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Pada
Pekanbaru
DISUSUN OLEH :
FIRDAUS
193110106
FIRDAUS
193110106
i
DAFTAR ISI
ii
3.5 Angkur Tanah (Ground Anchors) ........................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 29
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.5 Tekanan Tanah Awal Pada Turap Kantilever Yang Dipancang
Dalam Tanah Kohesif ..................................................................19
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
sungai.
Sungai meander umumnya akan terus mengalami perkembangan
geometrinya. Perpindahan aliran dapat membuat lebar sungai menjadi lebih lebar
ataupun sempit disebabkan aktivitas erosional, pada sungai meander aktivitas
gerusan air terjadi pada bagian dinding kelokan sungai dengan dimensi yang
semakin membesar dan sebaliknya pada bagian lain sungai terjadi pengendapan
sedimen berupa gosong sungai yang diakibatkan adanya penurunan energi saat
transportasi material sedimen.
Bangka sebagai tempat muaranya. Sungai Musi adalah salah satu Sungai
Musi mengalir sepanjang 750 kilometer di pulau Sumatera, melintasi empat
provinsi, yaitu Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, dan Lampung. Sungai ini
bermula dari mata air di daerah Kepahiang, Bengkulu, dan mengalir hingga
mencapai Selat contoh sungai yang memiliki bentuk meander. Sungai meander
dapat dijelaskan sebagai sungai yang memiliki alur berliku-liku, hampir
menyerupai huruf "S" yang terus berulang.
Bentuk meander pada sungai terbentuk karena adanya pergerakan samping
yang disebabkan oleh aliran sungai yang mengikis dinding sungainya. Bahkan
sungai yang awalnya relatif lurus juga akan mengalami belokan dalam alirannya.
Pada kenyataannya, hampir semua sungai yang tampaknya lurus akan mengalami
belokan-belokan dalam aliran mereka, dan dengan waktu, endapan-endapan lokal
akan terbentuk, yang pada akhirnya dapat membentuk meander, seperti yang
dijelaskan oleh BPSDM PU (2017).
2
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui faktor aman dan displacement lereng sebelum diperkuat
dengan sheet pile.
2. Mengetahui faktor aman lereng dan defleksi yang terjadi pada sheet pile
setelah lereng diperkuat dengan sheet pile.
3
4. Penelitian akan mempertimbangkan pengaruh arus air Sungai Musi dalam
konteks perubahan debit air, kecepatan arus, dan tekanan hidrostatik yang
mungkin memengaruhi kestabilan sheet pile.
5. Penelitian akan mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan dan
geoteknik yang relevan yang dapat mempengaruhi kinerja sheet pile,
seperti kondisi tanah, vegetasi, dan perubahan morfologi sungai.
6. Faktor-faktor yang berkaitan dengan konstruksi sheet pile, termasuk
metode konstruksi, penggunaan material, dan kualitas pekerjaan
konstruksi, akan menjadi bagian dari penelitian ini.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Tinjauan pustaka adalah salah satu dari kerangka teoritis yang membuat
penelitian terkait yang digunakan untuk menyusun konsep dan langkah-langkah
dalam penelitian. Pada penelitian ini, tinjauan pustaka yang digunakan berasal
dari referensi dan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan
topik yang sesuai. Pada bab ini memuat beberapa penelitian dan referensi yang
telah dikaitkan sebelumnya antara lain Imam Syuhuti Abdul Karim,dkk (2023),
Muchamad Ali Nidhom, dkk (2023), Novdin Manoktong Siantur (2022), M.
Ichwanul Yusup, dkk (2020), Dinihari Mulya Lestari, dkk (2019).
5
program Hyrcan 1.90 berada pada kondisi paling kritis kondisi (surut cepat dan
beban gempa, kh=0,032) menunjukkan konsep kemiringan perkuatan telah
meningkatkan faktor keamanan menjadi 1,203 (untuk tiang pancang) dan 1,178
(untuk pemakuan tanah).
(Nidhom et al., 2023) dengan judul penelitian “Evaluasi Penanganan
Longsoran Tebing Sungai Bodri Di Desa Lanji Kecamatan Patebon Kabupatan
Kendal” yang membahas tentang Sungai Bodri melewati tiga kabupaten yaitu
Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Semarang di bagian hulu serta
Kabupaten Kendal di bagian tengah hingga hilir. Sungai Bodri berhulu di Gunung
Sindoro, Gunung Prahu dan Gunung Ungaran serta bermuara di Pantai Utara
Jawa. Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) Bodri sampai muara adalah 1.610,8 km2
terbagi atas 5 sub DAS, yaitu Sub-DAS Wringin, Sub-DAS Lutut, Sub-DAS
Logung, Sub-DAS Putih dan Sub-DAS Bodri Hilir. Alih fungsi lahan di hulu
Sungai Bodri dan aktivitas penambangan material batu, kerikil dan pasir tanpa
ijin mengakibatkan keseimbangan transport sedimen menjadi terganggu sehingga
di beberapa tempat di ruas Sungai Bodri mengalami degradasi dasar sungai dan
kelongsoran tebing/tanggul sungai. Salah satu lokasi longsoran yang perlu
perhatian yang lebih mendetail adalah longsoran tebing kanan sungai di Desa
Lanji Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal. Untuk mengatasi permasalahan ini,
telah dilakukan penanganan yang sifatnya darurat maupun permanen. Dalam
pelaksanaan konstruksinya dijumpai banyak permasalahan, seperti kesulitan
dalam pelaksanaan pekerjaan timbunan tanggul di bantaran, sampai putusnya
kontruksi pile cap turap dan angkur yang telah terpasang hingga mengakibatkan
separuh badan tanggul longsor. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka
perlu dilakukan kajian yang lebih konprehensip meliputi aspek hidrologi,
hidrolika dan geoteknik untuk memastikan penyebab terjadinya longsoran serta
dapat digunakan sebagai dasar dalam penentuan jenis penanganan yang akan
dilakukan selanjutnya. Dari hasil analisis ini, disarankan beberapa hal sebagai
langkah penanganan permanen, yaitu perlu dilakukan pengupasan tanah yang
mengalami longsor dan dilakukan penimbunan ulang dengan material tanah yang
baru, perlu dilakukan perbaikan tanah pondasi karena tanah pondasi termasuk
6
jenis tanah lunak, untuk menghindari terjadinya longsoran di lereng sisi dalam
dan meningkatkan stabilitas maka di kaki tanggul diperkuat konstruksi turap,
untuk mengurangi efek gerusan dan laju aliran serta menangkap sedimen maka di
depan turap perlu ditambah dengan kontruksi krib/bronjong.
(Sianturi, 2022) dengan judul Penelitian "Analisis Perlindungan Tebing
Sungai Bah Bolon Sumatera Utara Menggunakan Blok Beton Segmental Dengan
Perkuatan Geosintetik" yang membahas tentang Gerusan di dasar sungai dapat
menyebabkan longsor dan pengikisan pada tebing sungai. Longsor yang terjadi
pada tebing sungai merupakan salah satu jenis longsor yang disebabkan oleh
derasnya aliran sungai. Konstruksi penahan tanah dapat dibangun guna
melindungi tebing sungai dari gerusan pada sungai dan menjaga stabilitas
tanah, untuk itu perlu penelitian perancangan dinding penahan pada tebing
sungai. Tujuan penelitian ini adalah untuk merencanakan dinding penahan tebing
sungai yang aman terhadap stabilitas internal dan stabilitas eksternal.
Metode penelitian dilakukan melalui perancangan penahan tanah dari blok beton
segmental dengan perkuatan geosintetik berdasarkan data tanah di lokasi tebing
sungai, tinggi tebing, dan kemiringan tebing sungai. Lokasi penelitian di
Sungai Bah Bolon Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara. Waktu
penelitian dilakukan pada Maret 2021 sampai Juli 2021. Faktor keamanan
dinding penahan dianalisis, baik terhadap stabilitas internal maupun terhadap
eksternal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai sudut geser tanah
merupakan parameter tanah yang penting diketahui dalam perancangan dinding
penahan. Nilai faktor keamanan dinding semakin tinggi dengan semakin
meningkatnya nilai sudut geser tanah. Perkuatan geosintetik semakin
ekonomis dan dinding penahan tanah semakin stabil pada tanah yang memiliki
nilai sudut geser yang semakin tinggi.
(Ichwanul Yusup et al., 2020) dengan judul penelitian "Stabilitas
Bangunan Penahan Sedimen Daerah Aliran Sungai Cikupa Ciujung Hulu (Check
Dam) Di Daerah Aliran Sungai Ciliman Desa Curug Panjang Kecamatan Cikulur
Kabupaten Lebak" yang membahas tentang Debit sungai DAS Cikupa Kabupaten
Lebak Rangkasbitung Banten tidak merata sepanjang tahun akibat dari -salah
7
satunya- karena berkurangnya daerah resapan yang dampaknya adalah
terganggunya siklus hidrologi. Terjadi kelebihan air pada saat musim penghujan
yang hanya akan terbuang dan menimbulkan banjir, sedangkan pada musim
kemarau terjadi kelangkaan air yang menyebabkan kekeringan. Selain itu juga
banyak terjadi meandering yang mengakibatkan gerusan permukaan tanah di
tikungan dan longsor, sehingga berdampak pada tingginya tingkat sedimentasi di
alur Sungai Cikupa. Untuk menangani permasalahan tersebut salah satu alternatif
penanganan yang sesuai yaitu dengan membuat membangun check dam ditempat
tertentu. Pembuatan berfungsi untuk mengatasi longsor tebing yang letaknya
tidak jauh dari jalan raya. Sedangkan pembangunan check dam selain untuk
mengatasi gerusan dan longsor yang mengakibatkan sedimentasi juga bertujuan
untuk mengurangi kecepatan air yang mengalir pada alur Sungai Cikupa dan
akan dimodifikasi sebagai tampungan air di sungai lama pada musim kemarau.
Perhitungan debit banjir rencana dengan menggunakan Metode Rasional,
Haspers, Luas area ciujung hulu adalah 634,368 ha Dari hasil analisis didapat
debit banjir rencana sebesar 786,3 m3/dt dan tingkat erosi dan sedimentasi
sebesar 3,369,891.72 ton/ha/tahun yang dihitung dengan Metode USLE. Dengan
kemampuan daya angkut sedimen (SDR) sebesar 11% diperoleh besaran sedimen
425,906.17 m3/tahun.
(Lestari et al., 2019) dengan judul penelitian "Kaji Ulang Perencanaan
Bangunan Penahan Sedimen (Check Dam I) Di Daerah Aliran Sungai Ciliman
Kabupaten Lebak" yang membahas tentang Check dam merupakan sungai
berbentuk sungai dengan kelengkapannya yang berfungsi untuk mengontrol
kecepatan, aliran dan arah aliran sedimen di dasar sungai. Cek bendungan I di
DAS Cicaringin Desa, Kecamatan Gunung Kencana Kabupaten Lebak
merupakan salah satu rencana check dam dari tiga lokasi direncanakan oleh
Daerah Aliran Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian melalui Konsultan Perencana
PT Prana Kurnia Pratama pada tahun 2010 yang bertujuan untuk menanggulangi
atau mengurangi permasalahan jumlah sedimen transportasi di Sungai Ciliman
sehingga mencegah terjadinya pendangkalan sungai dan berkurangnya sungai
persilangan. Kondisi check dam I Cicaringin sudah tidak relevan lagi dengan
8
desain awal yang ada dirancang dengan replanning plan 50 menit (Q50) yang
dihitung dengan metode HSS Gama I sebesar 462,257 m3/detik, sehingga perlu
dikaji ulang dengan menganalisa kestabilan check dam dengan memanfaatkan
banjir debit rencana pengerjaan ulang 25 tahun (Q25) sebesar 429,108 m3/detik
dihitung dengan motede yang sama, dengan luas tangkapan 117,00 km2.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah kestabilan cek bendungan I
Cicaringin aman terhadap gaya-gaya yang bekerja bersama (Q25). Gaya yang
dihitung adalah gravitasi sendiri,gaya gempa,gaya angkat, berat air, tekanan air
dan analisis bobot bendungan yang dihitung gradien hidrolik, eksentrisitas, daya
dukung tanah, gaya guling dan geser. Hasilnya menunjukkan bahwa dimensi chek
dam aman terhadap gaya geser, guling, eksentrisitas, daya dukung tanah.
kapasitas dan gaya yang bekerja dengan baik pada saat kondisi permukaan air
normal dan kondisi air banjir.
9
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1 Tanah
Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai
material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak
tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik
yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang
mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut (Das,
1995). Beberapa tempat memiliki batasan-batasannya sendiri dalam klasifikasi
butiran tanah. Batasan-batasan ukuran golongan tanah menurut beberapa tempat
dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut.
10
4. Pasir adalah partikel-partikel batuan yang lolos saringan no. 4 (4,75 mm) dan
tinggal dalam saringan no. 200 (0,075 mm), dengan pembagian sebagai
berikut.
5. Lanau adalah jenis tanah dengan butiran yang melewati saringan nomor 200
(ukuran 0,075 mm). Dalam konteks klasifikasi, lanau dapat diidentifikasi
sebagai tanah berbutir halus, atau sebagai fraksi halus dari tanah dengan
indeks plastisitas kurang dari 4, atau jika diplot dalam grafik plastisitas,
berada di bawah garis miring yang memisahkan antara tanah lanau dan
lempung. Lanau anorganik adalah tanah berbutir halus yang terdiri dari
fraksi-fraksi tanah mikroskopis yang dapat mengembangkan plastisitas atau
kohesi. Plastisitasnya menjadi lebih kecil jika terdapat kandungan butiran
halus dan bulat seperti kuarsa, dan dalam hal ini disebut sebagai "tepung
batu." Jenis lanau yang memiliki plastisitas yang lebih tinggi berisi banyak
butiran yang berbentuk serpih-serpih, dan jenis ini dikenal sebagai "lanau
plastis."
6. Lempung adalah jenis tanah dengan butiran yang sangat halus, melewati
saringan nomor 200 (ukuran 0,075 mm). Lempung memiliki sifat plastis
dalam rentang kadar air tertentu, dan ketika dalam keadaan kering, tanah ini
memiliki kekuatan yang tinggi. Dalam klasifikasi tanah, lempung
dikategorikan sebagai tanah berbutir halus dengan indeks plastisitas lebih
besar dari 4, atau jika diplot pada grafik plastisitas, berada di atas atau pada
garis yang memisahkan antara tanah lanau dan lempung. Butiran lempung
lebih halus dibandingkan dengan tanah lanau, terdiri dari agregat mineral
kristalin yang bersifat mikroskopis dan berbentuk serpih atau pelat. Tanah
lempung bersifat plastis, kohesif, dan mampu menyerap ion-ion. Sifat-sifat ini
sangat dipengaruhi oleh kadar air dalam tanah.
11
lerengnya, maka akan terjadi kejadian kelongsoran lereng (seperti yang
dijelaskan dalam Hardiyatmo, 2018).
Pada umumnya, analisis kestabilan lereng dilakukan dengan mengacu
pada prinsip keseimbangan plastis batas (limit plastic equilibrium). Tujuan dari
analisis kestabilan lereng adalah untuk mengidentifikasi tingkat keamanan dari
potensi terjadinya kelongsoran. Dengan kata lain, stabilitas atau ketidakstabilan
lereng dinilai berdasarkan besarnya faktor keamanan (safety factor, F) seperti
yang dijelaskan oleh Hardiyatmo (2018).
Terzaghi (1950) mengelompokkan penyebab keruntuhan lereng menjadi
dua kategori, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal merujuk pada
elemen-elemen yang meningkatkan gaya geser tanpa mengubah kekuatan geser
tanah. Sebagai contoh, aktivitas manusia yang memperbesar sudut kemiringan
atau melakukan penggalian tanah yang lebih dalam, serta erosi sungai, termasuk
dalam kategori efek eksternal. Di sisi lain, efek internal berkaitan dengan
keruntuhan lereng yang terjadi tanpa adanya perubahan dalam kondisi lingkungan
eksternal, seperti gempa bumi. Sebagai contoh umum, peningkatan tekanan air
pori di dalam lereng adalah salah satu contoh efek internal.
Ray dan De Smitd (2009) menyarankan klasifikasi kestabilan lereng yang
dikaitkan dengan faktor aman, yaitu lereng tidak stabil bila F < 1, agak stabil bila
F antara 1 dan 1.25, kestabilannya sedang bila F antara 1,25 dan 1,5 dan stabil
bila F> 1,5. Ketentuan nilai faktor keamanan juga diatur pada SNI 8460 (2017).
Nilai faktor aman sesuai SNI 8460 (2017) dapat dilihat pada tabel 3.
Biaya perbaikan lebih besar dari biaya tambahan 1,5 2,0 atau lebih
untuk merancang lereng yang lebih konservatif
12
aTingkat ketidakpastian kondisi analisis dikategorikan rendah, jika kondisi
geologi dapat dipahami, kondisi tanah seragam, penyelidikan tanah konsisten,
lengkap dan logis terhadap kondisi di lapangan.
bTingkat ketidakpastian kondisi analisis dikategorikan tinggi, jika kondisi
geologi sangat kompleks, kondisi tanah bervariasi, dan penyelidikan tanah tidak
konsisten dan tidak dapat diandalkan.
Sumber: SNI 8460 (2017)
13
Gambar 3.1 Definisi Koefisiensi Tanah Saat diam
(Sumber: Hardiyatmo, 2018)
14
Variasi tekanan lateral tanah, yang berhubungan dengan sifat-sifat tanah,
bergantung pada faktor-faktor seperti jenis tanah (kohesif atau non-kohesif),
porositas, kadar air, dan berat satuan. Tekanan tanah total juga bergantung pada
ketinggian tanah di balik turap, seperti yang dikemukakan oleh Hardiyatmo
(2018).
3.3.3 Teori Tekanan Tanah Lateral
Analisis tekanan tanah lateral dilakukan pada kondisi kesetimbangan
plastis, yaitu saat massa tanah berada di ambang keruntuhan. Keadaan
kesetimbangan plastis hanya dapat dicapai jika ada deformasi yang cukup pada
massa tanah. Besar dan distribusi tekanan tanah adalah fungsi dari perubahan
letak (displacement) dan regangan (strain) (Rankine, 1857). Nilai koefisien
tekanan tanah aktif (Ka) dan nilai koefisien tekanan tanah pasif (Kp) dapat dicari
dengan rumus rankine pada 3.1 dan 3.2 berikut.
15
sebagian atau seluruhnya bergantung pada ketahanan tanah pasif yang terletak di
bawah dasar galian. Embedded walls ini bisa berbentuk barisan tiang
pancang/tiang bor tunggal, baik yang tidak saling bersinggungan, maupun yang
salingbersinggungan, bahkan saling berpotongan.
1. Turap Kayu
2. Turap Beton
3. Turap Baja
Contoh dari bentuk penampung Sheet pile dapat dilihat pada gambar 3.3
sebagai berikut.
16
Gambar 3.3 Tipe Turap Beton dan Baja
(Sumber: SNI 8460, 2017)
Berdasarkan SNI 8460-2017, Toleransi defleksi dinding sangat tergantung
pada kepadatan lingkungan sekitar. Dengan demikian tidak ada suatu nilai
defleksi maksimum yang berlaku secara umum. Jika lingkungan sekitar tidak
mensyaratkan defleksi maksimum yang lebih ketat, defleksi maksimum 0,5% H
harus dianggap sebagai batas toleransi defleksi dinding.
17
yang dijelaskan dalam (Hardiyatmo, 2020).
18
𝑝𝑎 1 𝑝𝑎
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝑃𝑎 [(4𝑐−𝑞ᶠ + 𝑦) − 2 ] ........................................ (3.6)
4𝑐−𝑞ʼ
Gambar 3.5 Tekanan Tanah Awal Pada Turap Kantilever Yang Dipancang
Dalam Tanah Kohesif
(Sumber: Teng, 1962 dalam Hardiyantmo, 2020)
Menurut Hardiyatmo (2020), tahapan dalam merencanakan sheet pile
pada tanah kohesif menggunakan metode ujung bebas adalah sebagai berikut.
1. Gambarkan diagram tekanan tanah aktif dan pasif. Contoh diagram tekanan
pada turap yang dipancang pada tanah kohesif dapat dilihat pada Gambar
3.5.
2. Mencari nilai koefisien tanah aktif dan pasif menggunakan persamaan 3.1
dan Persamaan 3.2.
3. Hitung tekanan overburden efektif dan beban terbagi rata pada elevasi yang
sama dengan dasar galian (𝑞’ = 𝛴γ𝑖H𝑖). Pada pasir yang terendam air, berat
volume pasir yang digunakan adalah berat volume apung (𝛾’).
4. Menghitung tekanan tanah di bawah dasar galian dengan persamaan berikut.
19
5. Hitung momen gaya-gaya 𝑃𝑝 dan 𝑃𝑎 menggunakan persamaan berikut
untukmendapatkan nilai D.
Dalam menangani beban-beban lateral yang besar, yaitu bila tanah yang
ditahan oleh turap sangat tinggi, maka lebih baik jika dipakai dinding turap
diangkur. Distribusi tekanan pada turap yang diangkur menjadi tidak sama
dengan distribusi tekanan dinding turap kantilever, Gambar 3.7 memperlihatkan
hubungan antara kedalaman penembusan turap distribusi tekanan lateral, dan
garis perubahan bentuknya (Hardiyatmo, 2020).
20
(free earth method), kedalaman turap di bawal dasar galian dianggap tidak cukup
untuk menahan tekanan tanah yang terjadi pada bagian atas dinding turap. Karena
itu, keruntuhan terjadi oleh akibat rotasi dinding turap terhadap ujung bawahnya.
Dalam analisis stabilitas turap diangker dengan metode ujung bebas, terdapat
anggapan-anggapan sebagai berikut:
2. Kondisi tekanan tanah yang bekerja dianggap memenuhi syarat teori Rankine
atau Coulomb.
3. Turap dianggap berotasi dengan bebas pada ujung bawahnya, namun tidak
dizinkan bergerak secara lateral di tempat angker. Pada kapasitas ultimitnya,
turap runtuh akibat gerakan angker ke arah luar.
21
diameter 1,27 cm (0,5 inci). Material tendon harus dibuat oleh pabrikan yang
sudah biasa membuat material tersebut dengan sertifikat pabrik yang
mencantumkan karakteristik dari material tersebut, dan memenuhi
persyaratan-persyaratan dari SNI terkait
3. Persyaratan layout angkur tanah
Menurut SNI 8460 (2017), tata letak jangkar tanah harus ditentukan
dengan mempertimbangkan stabilitas global, dampak negatif terhadap
lingkungan dan struktur sekitarnya, termasuk struktur dan utilitas bawah
tanah. Tata letak jangkar tanah juga harus memenuhi persyaratan berikut.
1. Fixed length harus tertanam minimum 5 m dari permukaan tanah;
2. Fixed length harus berada di luar bidang gelincir kritis saat meninjau
stabilitas global.
3. Spasi horizontal minimum 1,5 m untuk angkur dengan diameter ≤ 0,2 m
agar efek grup tidak perlu diperhitungkan.
4. Agar efektif dalam menahan gaya yang bekerja, maka sudut kemiringan
angkur terhadap arah bekerjanya gaya umumnya berkisar antara 30° - 45°.
5. Posisi fixed length harus berada di luar area berarsir pada Gambar 3.7.
22
permukaan tanah dan stabilitas keseluruhan sistem struktur. Panjang
minimum fixed length adalah 3 m. Panjang maksimum fixed length adalah 13
m. Untuk panjang > 13 m dapat digunakan, dengan syarat dapat dibuktikan
dengan uji tarik (pullout test) dimana kapasitas dapat termobilisasi lebih
panjang.
5. Penentuan kapasitas tarik angkur
Menurut SNI 8460 (2017), Kapasitas tarik angkur pada fase perancangan
pada tanah kohesif dapat ditentukan dengan persamaan 3.10 sebagai berikut.
Rult= α . As . Ls . Su(ave) .................................................................(3.10)
Keterangan:
Rult = kapasitas batas angkur tanah
As = luas selimut fixed length
Ls = panjang fixed length
Su(ave) = kuat geser tak terdrainase tanah rata-rata sepanjang fixed length
α = faktor adhesi tergantung pada kuat geser tak terdrainase tanah.
Faktor α ini pada umumnya lebih besar dari faktor α pada fondasi tiang
karena digunakannya pompa grouting dan bahan tambah pada grout untuk
menghilangkan penyusutan.
6. Faktor keamanan minimum
Menurut SNI 8460 (2017), faktor keamanan minimum untuk tendon,
ground/grout interface, grout/tendon interface atau grout/encapsulation
interface, dan faktor beban minimum untuk uji-uji angkur tanah adalah seperti
pada Tabel 3.3.
23
Tabel 3. 3 Rekomendasi Faktor Keamanan Minimum
Faktor Keamanan Minimum
Faktor
Grout/tendon atau
Katagori Angkur Tanah Ground/grout Beban
Tendon grout/encapsulation
interface untuk
interface
Proof test
Angkur sementara dengan
umur layan kurang dari 6
bulan dan keruntuhan tidak
mengakibatkan
konsekwensi serius dan 1,1
1,40 2,0 2,0
tidak membahayakan
keselamatan umum.
Misalnya test tiang
memakai angkur tanah
sebagai sistem reaksi.
Ankur sementara dengan
umur layan tidak lebih dari
2 tahun, dimana walaupun
konsekwensi keruntuhan
cukup serius, tetapi tidak
1,6 2,5∗ 2,5∗ 1,25
membahayakan
keselamatan umum tanpa
cukup peringatan. Misalnya
angkur tanah pada dinding
penahan tanah.
Angkur permanen dan
angkur sementara dimana
resiko korosi tinggi
dan/atau konsekwensi
keruntuhan serius. 2,00 3,0+ 3,0∗ 1,5
Misalnya kabel utama pada
jembatan gantung atau
kabel sebagai reaksi untuk
mengangkat struktur berat.
* FK minimum 2.0 dapat digunakan bila tersedia test lapangan skala penuh.
+ FK mungkin perlu dinaikkan menjadi 4 untuk membatasi creep
Sumber: SNI 8460 (2017)
24
BAB IV
METODE PENELITIAN
25
turap atau sheet pile beton.
Pelaksanaan analisis dengan program Plaxis digunakan pemodelan secara
dua dimensi plane strain. Beban kendaraan yang digunakan dalam analisis adalah
sebesar 12 kN/m sesuai dengan klasifikasi jalan. Dalam analisis juga digunakan
beban gempa yang disesuaikan dengan gempa di Sumatera Selatan. Analisis
dilakukan dengan skema jangka pendek (short term) dan skema jangka panjang
(long term). Analisis jangka pendek (short term) yaitu kondisi saat air didalam
tanah belum terdrainasi (undrained) sedangkan analisis jangka panjang (long
term) dilakukan saat air tanah sudah terdrainasi (drained)
26
ditambah dengan beban gempa, beban lalu lintas, dan beban timbunan.
8. Pembahasan analisis stabilitas lereng dengan perkuatan sheet pile yang telah
dilakukan.
9. Menarik kesimpulan dan saran
Berdasarkan langkah penelitian di atas dibuat bagan alir (flowchart) sebagai
acuan dalam penelitian. Bagan alir (flowchart) dalam penggunaan program Plaxis
dan langkah penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3 berikut.
27
Gambar 4.3 Flow Chart Penelitian
28
DAFTAR PUSTAKA
29