PROPOSAL SKRIPSI
Disusun Oleh :
Dibimbing Oleh :
PROPOSAL SKRIPSI
Oleh :
ii
Halaman Pernyataan Orisinalitas
adalah benar hasil karya saya dan belum pernah diajukan sebagai karya
ilmiah, sebagian atau seluruhnya, atas nama saya atau pihak lain.
Bakti Thoyibahri
1701372394
iii
Halaman Persetujuan Dosen Pembimbing
Proposal Skripsi
Disusun Oleh:
Bakti Thoyibahri
1701372394
Disetujui Oleh:
iv
UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Sipil
Skripsi Sarjana Teknik
Semester Genap 2017/2018
ABSTRACT
There are 12 types of ways to find out the functional Damage, among others, the
dam, the body of the upstream dam, the inflow, the top of the weir, the downstream
dam body, the intake door, the overflow building, the viewing substance, the seepage
gauge, the pore pressure gauge, the movement gauge, Determination in the damage
assessment of the dam is very important. Often in determining the handling of dam
damage assessments there is confusion, which should be corrected first, then a
condition index for the overall dam assessment is required. to know the condition of
the dam that is fixed first, the importance of determining criteria on a priority scale
using the Analytic Method Hierarchy process.
ABSTRAK
Ada 12 jenis cara untuk mengetahui Kerusakan fungsional antara lain, bendungan,
tubuh bendungan hulu, inflow,puncak bendung, tubuh bendungan hilir, pintu intake,
bangunan pelimpah, gardu pandang, pengukur rembesan, pengukur tekanan pori,
pengukur pergerakan, papan duga air. Penentuan dalam penilaian kerusakan pada
bendungan sangatlah penting. Sering kali dalam penentuan penanganan penilaian
kerusakan bendungan terjadi kebingungan, mana yang harus diperbaiki terlebih
dahulu, maka dibutuhkan indeks kondisi untuk penilaian bendungan secara
keseluruhan. Maka dibutuhkan indeks kondisi untuk penilaian bendungan secara
keseluruhan. Untuk mengetahui kondisi bendungan yang diperbaiki lebih dulu,
Pentingnya penentuan kriteria dalam skala prioritas menggunakan Metode Analytic
Hierarki process.
v
KATA PENGANTAR
Penulis
vi
DAFTAR ISI
vii
3.3 Langkah – Langkah Penelitian .................................................................... 29
3.4 Rancangan Penelitian .................................................................................. 31
3.5 Data Penelitian ............................................................................................ 32
3.6 Langkah – Langkah Penelitian .................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 38
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
5
6
Bendungan dapat terbentuk secara alami atau buatan. Secara teknis, Bendungan
dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran, tujuan, bahan dan strukturnya.(Najoan
dan Soetijono 2002).
1. Berdasarkan Ukuran
Berdasarkan ukurannya Bendungan diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu
Bendungan minor dengan ketinggian 15 – 20 m dan Bendungan mayor
dengan ketinggian 150 – 250m;
2. Berdasarkan Tujuan Pembangunannya
Tujuan pembangunan Bendungan mencakup penyediaan air untuk irigasi,
meningkatkan navigasi, pembangkit listrik dan mencegah banjir. Beberapa
Bendungan melayani semua tujuan ini tetapi beberapa Bendungan serbaguna
melayani lebih dari satu.
Tolak ukur kerusakan dan kegagalan Bendungan dijabarkan sebagai tidak dapat
berfungsinya Bendungan sesuai dengan maksud pembangunannya.
Tolak ukur kegagalan Bendungan yang di rumuskan adalah sebagai berikut :
1. Waduk tidak dapat berfungsi untuk menampung air sehingga tidak dapat
dialirkaan melalui bangunan pengeluaran.
2. Bendungan dan bangunan pelengkapnya tidak bisa mengatur debit yang
keluar dari waduk atau terjadinya pengeluaran air dari waduk ke hilir yang
tidak terkendali.
3. Bendungan dan bangunan pelengkapnya tidak dapat menyediakan tinggi
tekanan air yang cukup bagi keperluan pembangkitan tenaga listrik.
5. Kerusakan Lain
Kerusakan lain dapat dikategorikan sebagai kerusakan ringan dan meskipun
Bendungan tidak mengalami kerusakan yang serius, namun dapat menyebabkan
keruntuhan atau aksiden apabila kondisinya berkembang dan menyimpang atau
tindakan perbaikan (remedial works, counter measures) kurang memadai.
12
Keterangan :
CI = Total nilai kondisi (Indeks kondisi gabungan)
Wn = Faktor bobot komponen bangunan ke – n
13
Indeks kondisi gabungan sangat diperlukan oleh para pengelola ditingkat manajemen
untuk mengetahui kondisi infrastruktur yang dikelolanya secara keseluruhan dan
mengkomunikasikan hasil evaluasinya kepada pengambil keputusan. Hasil evaluasi
kondisi digunakan untuk menyusun prioritas program pemeliharaan suatu
infrastruktur. kategori kondisi kerusakan, tujuannya adalah untuk menentukan
klasifikasi tingkat kerusakan dari tiap-tiap komponen bendungan. Kriteria kerusakan
pada komponen pelimpah dibagi dalam 5 kategori kondisi Tiap-tiap kategori kondisi
akan di beri nilai atau indeks kondisi berdasarkan tingkat kerusakannya. Pada
penelitian ini kriteria indeks kondisi diberikan dari skala 1 – 5 yang ditentukan
berdasarkan jenis kategori kerusakan yang disusun yaitu terdiri dari 5 kategori,
sebagai berikut :
rusaknya rumah
Penilaian Komparatif
Pada prinsip ini dengan membuat penelitian tentang kepentingan relatif dua
elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitan dengan tingkat diatasnya.
Hasil penilaian ini biasanya disajikan dalam bentuk perbandingan pairwise.
Proses perbandingan ini dapat dikemukakan dengan penyusunan skala
variabel.
2. Yulius Heryant, Sobriyah dan Mamok suprapto Pada tahun 2014. Meneliti
tentang pengembangan penilaian kondisi fisik bendungan untuk penentuan
penanganan pemeliharaan bendungan. Hasil penelitian yang dilakukan
tentang keamanan pada bendungan, dimana diperlukan penilaian kondisi fisik
secara lengkap dan menyeluruh agar dihasilkan penilaian yang valid. Dalam
penelitian ini dilakukan pengembangan pada Penilaian Kondisi Fisik
Bendungan yang telah ada dengan menyesuaikan komponen-komponen
penilaian pada lokasi penelitian, dalam hal ini Waduk Lodan. Penelitian ini
juga mencoba melakukan perhitungan pembiayaan pemeliharaan dengan
dasar Penilaian Kondisi Fisik Bendungan tersebut, kemudian dilakukan
perhitungan skala prioritas dalam pemeliharaan untuk mendapatkan prioritas
terpenting dalam melakukan pemeliharaan menggunakan Analitical Hierarchy
Project (AHP) untuk mengorganisasikan informasi dan judgement dalam memilih
alternatif yang paling dominan.
3. Cristina Dwi Y,Pitojo Tri Juwono dan Emma Yuliani pada tahun
2016,meneliti tentang Analisis Probalitas Risiko Kegagalan Bendungan
Gerokgak Berdasarkan Metode Pohon Kejadian(Event Tree).Hasil penelitian
yang dilakukan Bendungan menyimpan bahaya apabila mengalami keruntuhan.
Selain pemeriksaankeamanan bendungan, penilaian risiko juga diperlukan
guna pengelolaan keamanannya. Pada penelitian ini penilaian risiko
20
4. Dery Indrawan, Mahdi Ibrahim dan Nurlia Sadikin pada tahun 2013. Meneliti
tentang Penilaian Indeks Risiko Metode Modifikasi Andersen dan Metode
Icold Untuk 12 Bendungan Di Pulau Jawa. Hasil penelitian yang dilakukan
adalah Penilaian risiko untuk 12 bendungan di Pulau Jawa dengan metode
modifikasi Andersen dan modifikasi ICOLD telah dilakukan, dan merupakan
bagian dari kegiatan Dam Operation Improvement Safety Project (DOISP) di
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Kementerian
Pekerjaan Umum. Pada bendungan yang dievaluasi dilakukan analisis risiko
terhadap defisiensi struktur akibat beban kondisi operasi normal, banjir, dan
gempa. Makalah ini merangkum proses penilaian risiko dari ke dua metode
indeks risiko tersebut, hasil penilaian, temuan dan rekomendasi, serta
memberikan evaluasi dari proses penilaian risiko dan rekomendasi dalam
penentuan kebijakan dalam operasi dan pemeliharaan bendungan. Diketahui
bahwa rangking risiko antara ke dua metode memberikan urutan berbeda, hal
ini disebabkan perbedaan pendekatan penilaian risiko dari ke dua metode
tersebut. Modifikasi Andersen terfokus terhadap defisiensi struktur terutama
yang tampak secara visual, dan modifikasi ICOLD terfokus dengan
kelemahan dalam desain dan risiko di hilir. Meskipun kedua metode tersebut
memiliki pendekatan yang berbeda, ke dua metode tersebut dapat digunakan
dalam analisis risiko bendungan dengan disesuaikan maksud dari penilaian
Indeks risiko.
21
6. Carlina Soetjiono dan Sunarto pada tahun 2005. Meneliti tentang Optimasi
Desain Bendungan Dengan Metode Simpson Luas Penampang (Simpson’s
Rule). Hasil dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kehandalan
metode stabilitas bangunan pelengkap bendungan dengan metoda simpson
luas penampang bangunan. Di dalam metoda analisis penelitian ini digunakan
anggapan bahwa sistem bangunan terdiri atas benda padat yang masif. Bidang
kontak antara bangunan dan fondasi merupakan bagian yang lemah, sehingga
dimensi bangunan / fondasi akan ditentukan dari perhitungan stabilitas yang
melewati bidang kontak tersebut. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa metode Simpson luas penampang sangat praktis
digunakan untuk analisis stabilitas bangunan pelengkap karena Luas
penampang dapat dihitung secara teliti, Jumlah titik tidak terlalu banyak
dibandingkan dengan metode elemen hingga atau metode elemen batas, yang
memerlukan jumlah titik cukup banyak untuk mencapai ketelitian yang
memadai. Logikanya mudah dipahami sehingga pelaksanaan perhitungan
akan lebih cepat, dan dapat dilakukan oleh tenaga yang tidak terlalu terampil.
7. Yuli Astuti, Aniek Masrevaniah dan Suwanto Marsudi pada tahun 2012.
Meneliti tentang Analisa Rembesan Bendungan Bajulmati Terhadap Bahaya
Piping Untuk Perencanaan Perbaikan Pondasi. Hasil dari Penelitian ini
22
9. Azmeri, Eldina Fatimah, Henny Herawati, Devi Sundary, Amir Hamzah Isa
pada tahun 2017. Meneliti tentang Analisis Spasial Risiko Banjir Bandang
Akibat Keruntuhan Bendungan Alami pada DAS Krueng Teungku,
Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Hasil dari penelitin ini hasil analisis
spasial risiko bencana banjir bandang akibat keruntuhan bendungan alam
pada Daerah Aliran Sungai Krueng Teungku Kecamatan Seulimeum,
Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Parameter kerentanan merupakan
gabungan komponen kerentanan sosial dan kerentanan fisik. Selanjutnya dari
parameter ancaman dan kerentanan tersebut, dilakukan analisis risiko melalui
penentuan klasifikasi risiko bencana banjir bandang untuk daerah hilir
bendungan. Secara keseluruhan daerah berisiko seluas 32,02 hektar
berdasarkan pembentukan 15 grid (100 meter horisontal x 100 meter sejajar
tebing sungai). Klasifikasi tingkat risiko untuk daerah hilir bendungan alam
Krueng Teungku 5 wilayah termasuk dalam Tingkat Risiko Tinggi, 8 wilayah
Tingkat Risiko Sedang dan 2 wilayah Tingkat Risiko Ringan. Kelas risiko
sedang mendominasi seluas 23,33 hektar atau 72,85% dari luas total daerah
yang berisiko. Kemudian diikuti oleh kelas risiko tinggi seluas 6,29 hektar
atau 19,64% dari luas total daerah yang berisiko. Kelas risiko rendah seluas
2,41 hektar atau 7,51% dari luas total daerah yang berisiko. Klasifikasi
tingkat risiko bencana banjir bandang ini berguna untuk meningkatkan
kesiapsiagaan masyarakat di hilir bendungan alam untuk meminimalisir risiko
bencana banjir bandang yang merupakan bencana berulang pada Desa
Beureunut.
2.11 Hipotesis
Berdasarkan pembahasan tinjauan pustaka pada bab ini, maka didapatkan
hasil hipotesisnya adalah:
“ kerusakan fungsional pada salah satu komponen berarti kerusakan pada
bendungan. penentuan penanganan penilaian kerusakan bendungan, mana yang harus
diperbaiki terlebih dahulu , untuk mengetahui kondisi bendungan yang diperbaiki
lebih dulu menggunakan skala prioritas”
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
25
26
2. Data Sekunder
Data sekunder juga sangat diperlukan dalam penelitian ini, sebagai tolak
ukur, data sekunder ini juga menjadi acuan dalam penelitian ini.
Data-data sekunder yang diperlukan meliputi:
a. Data Teknis Bendungan Juanda
b. Data Monitoring Bendungan Juanda.
Di bagi menjadi bagian-bagian hierarki itu seperti apa
Penilaian Komparatif
Pada prinsip ini dengan membuat penelitian tentang kepentingan relatif dua
elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitan dengan tingkat diatasnya.
Hasil penilaian ini biasanya disajikan dalam bentuk perbandingan pairwise.
Proses perbandingan ini dapat dikemukakan dengan penyusunan skala
variabel.
Mengukur Konsitensi :
1. Mengkalikan nilai pada kolom pertama dengan prioritas relatif elemen
pertama, nilai pada kolom kedua dengan prioritas elemen kedua.
2. Menjumlahkan setiap baris
3. Hasil dari penjumlahan baris dibagikan dengan elemen prioritas relatif.
4. Membagi hasil diatas dengan banyak elemen yang ada, hasilnya disebut eigen
value
5. Menghitung indeks konsitensi ( consistency index ) dengan rumus:
Dimana:
CI: Consistensy Indek
ƛ max: Eigen Value
n: Banyak Elemen
CR= CI/CR………………………………………………………………..(3.2)
Dimana:
CR: Consistensy Ratio
CI: Consistensy Indek
RC: Random Consistensy
37
Dari Hasil diatas maka dapat disimpulkan penentuan kerusakan mana yang terlebihi
dahulu harus diperbaiki.
DAFTAR PUSTAKA
38
39