Anda di halaman 1dari 11

KEPERAWATAN JIWA

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO BUNIH DIRI

DI SUSUN OLEH :
NAMA : I NYOMAN DEVA ARDHITA WIDANA
NPM :

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


ANGKATAN XIX
SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES)MATARAM
TAHUN AJARAN 2023/2024
LAPORAN PENDAHULUAN
RISIKO BUNUH DIRI
A. Landasan Teori
2. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa.
Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap
diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku
destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah
kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan. (Stuart
dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009.
3. Etiologi
Menurut Fitria, Nita, 2009 :
a. Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku
destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
1) Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh
diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat
membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah
gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2) Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri
adalah antipati, impulsif, dan depresi.
3) Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif
dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan
dukungan social sangat penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik,
dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam
menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
4) Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting
yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
5) Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin,
adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui ekaman
gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
b. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang
dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan.Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun
percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi
sangat rentan.
4. Tanda dan gejala
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
d. Impulsif.
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan).
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
k. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karier).
l. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
m. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n. Pekerjaan.
o. Konflik interpersonal.
p. Latar belakang keluarga.
q. Orientasi seksual.
r. Sumber-sumber personal.
s. Sumber-sumber social.
t. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
5. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk
melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak
faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan bersosial
dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri.
Isolasi social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang
untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih
mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan
keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
6. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya
tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.

Respon adaptif Respon maladaptif


Peningkatan diri Beresiko Destruktif Pencederaan Bunuh diri
destruktif diri tidak diri
langsung
PerilakBunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh
diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat
mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan
mekanisme adaptif pada diri seseorang.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,agama, tanggal
MRS, informan, tanggal pengkajian, alamat klien, dan penanggung jawab.
b. Alasan Masuk
Stress yang dialami individu, kejadian hidup yang memalukan dan melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang bunih diri atau percobaan bunuh
diri. Bagi orang yang emosi labil hal tersebut menjadi sangat rentan.
c. Faktor Predisposisi
1) Diagnosis psiatrik
2) Tipe kepribadian
3) Lingkungan psikososial
4) Riwayat keluarga
5) Faktor biokimia
d. Psikososial
1) Genogram
2) Konsep diri
Tidak memiliki pekerjaan,kehilangan pekerjaan atau mengalami kegagalan
dalam karir.
3) Hubungan social
Mengasingkan
diri
4) Spiritual
Menurunya kegiatan keagamaan
5) Status Mental
a) Penampilan diri
Penampilan tidak rapi
b) Pembicaraan
Terlihah panic, cemas
c) Aktifitas Motorik
Lesu, tidak ada gairah hidup
d) Emosi
Cemas, panik, depresi, marah
e) Afek
Datar
f) Interaksi selama
wawancara Kurang kontak
mata
g) Persepsi
Menyalahkan diri sendiri, mengungkapkan rasa bersalah dan putus asa
h) Proses berfikir
Sirkumstansial, flight of
ideas
i) Isi pikir
Mempunyai ide untuk bunuh diri, mengungkapkan keinginan untuk mati
j) Kesadaran
Tampak binggung dan kacau
k) Memori
Ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu, orang baik;
konfabolasi
l) Kemampuan penilaian
Tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu
keadaan, selalu memberikan alasan meskipun alasan tidak jelas atau tidak
tepat.
m)Tilik diri
Tak ada yang khas.
6) Kebutuhan sehari-hari
Penurunan aktivitas baik dalam makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian,
istirahat tidur.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko Bunuh Diri
3. Intervensi
Diagnosa Perencanaan
keperawatan Sp pasien Sp keluarga

RESIKO SP 1 pasien: Melindungi pasien dari SP 1 Keluarga: Mengajarkan keluarga tentang


BUNUH DIRI isyarat bunuh diri
cara melindungi anggota keluarga beresiko bunuh
SP 2 Pasien: Meningkatkan harga diri (isyarat bunuh diri).
diri pasien isyarat bunuh diri
SP 2 keluarga: Melatih keluarga cara merawat
SP 3 Pasien: Meningkatkan pasien resiko bunuh diri/isyarat bunuh diri

kemampuan dalam menyelesaikan SP 3 Keluarga: Membuat percakapan pulang


masalah pada pasien isyarat bunuh bersama keluarga pasien resiko bunuh diri.
diri
STRATEGI PELAKSANAAN

SP 1 pasien: Melindungi pasien dari isyarat bunuh diri


Orientasi
“Selamat pagiB! Masih ingat dengan saya? Bagaimana perasaan B hari ini? Jadi, B
merasa tidak perlu hidup di dunia ini. Apakah B merasa ingin bunuh diri?”
“Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan membahas tentang bagaimana cara
mengatasi keinginan bunuh diri. Mau berapa lama? Dimana? Di sini saja yah?”
Kerja
“Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan
untuk mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar B ini untuk memastikan
tidak ada benda-benda yang membahayakan B.”
“Nah B karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri
hidup B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”
“Apa yang B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu
muncul, untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat atau keluarga
dan teman yang sedang besuk. Jadi, usahakan B jangan pernah sendirian.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa
yang telah kita bicarakan tadi? Bagus B. Bagaimana masih ada dorongan untuk bunuh diri?
Kalau masih ada perasaan atau dorongan bunuh diri, tolong panggil segera saya atau
perawat yang lain. Kalau sudah tidak ada keinginan bunuh diri saya akan bertemu B lagi,
untuk membicarakan cara meningkatkan harga diri setengah jam lagi dan di sini saja.”

SP 2 Pasien: Meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri


Orientasi
“Selamat pagi B! Bagaimana perasaan B saat ini?masih adakah dorongan
mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita dua jam yang lalu, sekarang kita akan
membahas tentang rasa syukur atas pemberian tuhan yang B masih miliki. Mau berapa
lama? Di mana?”
Kerja
“Apa saja dalam hidup B yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih dan
rugi kalau B meninggal. Coba B ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan B. Keadaan
yang bagaimana yang membuat B merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan B masih ada
yang baik yang patut B syukuri. Coba B sebutkan kegiatan apa yang masih dapat B lakukan
selama ini. Bagaimana kalau B mencoba melakukan kegiatan tersebut, mari kita latih.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa di sebutkan kembali apa-
apa saja yang B patuut syukuri dalam hidup B? Ingat dan ucapkan hal-hal baik dalam
kehidupan B jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan (afirmasi). Bagus B! Coba B
ingat-ingat lagi hal-hal lain yang B masih miliki dan perlu disyukuri! Nanti, jam 12 kita
bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik. Di mana tempatnya? Baiklah.”
“Kalau ada perasaan-perasaan yang tidak terkendali segera hubungi suster ya!”
SP 3 Pasien: Meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pada pasien
isyarat bunuh diri
Orientasi
“Selamat siang, B. Bagaimana perasaanya?Masih ada keinginan bunuh diri?Apalagi
hal-hal positif yang perlu disyukuri? Bagus! Sekatang kita akan berdiskusi tentang
bagaimana cara mengatasi masalah yang selama ini timbul. Mau berapa lama? Di sini saja,
ya?”
Kerja
“Coba ceritakan situasi yang membuat B ingin bunuh diri. Selain bunuh diri,
apalagi kira-kira jalan keluarnya. Nah, coba kita diskusikan keuntungan dan kerugian
masing-masing cara tersebut. Mari kita pilih cara mengatasi masalah yang paling
menguntungkan! Menurut B cara yang mana? Ya, saya setuju. B bisa coba! Mari kita buat
rencana kegiatan untuk masa depan.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan B, setelah kita bercakap-cakap? Apa cara mengatsi masalah
yang B akan gunakan? Coba dalam satu hari ini, B menyelesaikan masalah dengan cara
yang dipilih B tadi. Besok di jam yang sama kita akan bertemu lagi disini untuk membahsa
pengalaman B menggunakan cara yang dipilih.”

SP 1 Keluarga: Mengajarkan keluarga tentang cara melindungi anggota keluarga


beresiko bunuh diri (isyarat bunuh diri).
Orientasi
“Selamat siang Pak, Bu! bagaimana keadaan anak Bapak/Ibu?”
“Hari ini kita akan mendiskusikan tentang tanda dan gejala bunuh diri dan cara
melindungi dari bunuh diri.
“Di mana kita akan diskusi?”
“Bagaimana kalau di ruang wawancara?Berapa lama Bapak/Ibu punya waktu untuk
diskusi?”
Kerja
“Apa yang Bapak/Ibu lihat dari perilaku atau ucapan B?”
“Bapak/Ibu sebaiknya memperhatikan benar-benar munculnya tanda dan gejala bunuh
diri. Pada umumnya orang yang akan melakukan bunuh diri menunjukkan tanda melalui
percakapan misalnya: Saya tidak ingin hidup lagi, orang lain lebih baik tanpa saya. Apakah
B pernah mengatakanny?”
Kalau Bapak/Ibu menemukan tanda dan gejala tersebut, sebaiknya Bapak/Ibu
mendengarkan ungkapan perasaan B secara serius.”
“Pengawasan terhadap B ditingkatkan, jangan biarkan B sendirian di rumah atau
jangan dibiarkan mengunci diri di kamar. Kalau menemukan tanda dan gejala dan gejala
tersebut, dan ditemukan alat-alat yang akan digunakan untuk bunuh diri, sebaiknya dicegah
dengan meningkatkan pengawasan dan beri dukungan untuk tidak melakukan tindakan
tersebut. Katakan bahwa Bapak/Ibu sayang pada B. Katakan juga kebaikan-kebaikan B!”
“Usahakan sedikitnya 5 kali sehari bapak dan Ibu memuji B dengan tulus. Tetapi
kalau sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya Bapak/Ibu mencari bantuan orang lain.
Jika tidak dapat diatasi segeralah rujuk ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk
mendapatkan perawatan yang lebih serius.”
“Setelah kembali ke rumah, Bapak/Ibu perly membantu agar B terus berobat untuk
mengatasi keinginan bunuh diri.”
Terminasi
“Bagaimana Pak?Bu? Ada yang mau ditayakan? Bapak/Ibu dapat ulangi kembali cara-
cara merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri?”
“Ya, bagus. Jangan lupa pengawasannya ya! Jika ada tanda-tanda keinginan bunuh diri
segera hubungi kami. Kita dapat melanjutkan untuk pembicaraan yang akan datang tentang
cara-cara meningkatkan harga diri B dan penyelesaian masalah.”
“Bagaimana Bapak/Ibu setuju? Kalau demikian, sampai bertemu lagi minggu depan di
sini dan di waktu yang sama.”

SP 2 keluarga: Melatih keluarga cara merawat pasien resiko bunuh diri/isyarat


bunuh diri

Orientasi
“Selamat siang Pak, Buk, sesuai janji kita minggu lalu kita sekatang ketemu lagi.”
“Bagaimana Pak, Bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan
minggu lalu?”
“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya Pak, Bu?”
“Kita akan coba di sini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke B
ya?” “Berapa lama Bapak dan Ibu mau kita latihan?”

Kerja
“Sekarang anggap saya B, coba Bapak dan Ibu praktikkan cara bicara yang benar jika
B sedang mengalami perasaan ingin mati.”
“Bagus, betul begitu caranya.”
“Sekarang coba praktikkan cara memberikan pujian kepada B.”
“Bagus, bagaimana kalau cara memotivasi B minum obat dan melakukan kegiatan
positif sesuai jadwal?”
“Bagus sekali, ternyata Bapak Ibu sudah mengerti cara merawat
B.” “Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada
B?” (Ulangi lagu semua cara diatas langsung kepada pasien.)
Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak dan Ibu setelah kita berlatih cara merawat B dirumah?”
“Setelah ini coba Bapak dan Ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali Bapak
Ibu membesuk B.”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi Bapak/Ibu datang kembali ke sini dan kita
akan mencoba lagi cara merawat B sampai Bapak/Ibu lancar melakukannya.”
“Jam berapa Bapak Ibu bisa kemari?”
“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya Pak, Bu.”

SP 3 Keluarga: Membuat percakapan pulang bersama keluarga pasien resiko bunuh


diri.

Orientasi
“Selamat siang Pak, Bu, hari ini B sudah boleh pulang, sebaiknya kita membicarakan
jadwal B selama di rumah. Berapa lama kita bisa diskusi? kita bicara di sini saja ya?”
Kerja
“Pak, Bu, ini jadwal B selama di rumah sakit, coba perhatikan, dapatkah dilakukan di
rumah?”

Anda mungkin juga menyukai