Anda di halaman 1dari 5

PENDAPAT HUKUM (LEGAL OPINION)

Tentang
PENYELESAIAN PERSOALAN
PENGANIAYAAN BERAT YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

KASUS POSISI (CASE POSITION)

Bahwa, Pada 1 Januari 2024 tepatnya pukul 08.30 WIB, Ario Bagus
mendapatkan telepon dari pengurus pondok pesantren Al Ummat yang
terletak di Jalan Cimpedak Nomor 5 Kabupaten Gresik, Jawa Timur, tempat
anaknya, Nanda Putra Bagus, 15 Tahun menimba ilmu. Pihak pesantren
mengabarkan bahwa Nanda Bagus meninggal dunia tadi pagi sekitar pukul
06.30 WIB. Ario Bagus menjemput jenazah anaknya di pesantren pada pukul
10.00 WIB. Pihak pesantren Affan Sofyan selaku Kepala Bidang Pembinaan
berpesan agar tidak membuka jenazah karena telah dimandikan dan
dikafani. Saat tiba di rumah duka pada pukul 10.30 WIB, merasa aneh akan
pernyataan pihak pesantren Ario Bagus memerintahkan istrinya Sandra
Rahma untuk membuka kain kafan anak mereka dan melihat kondisi
jenazah anak mereka yang dipenuhi luka lebam diantaranya di wajah,
lengan, pinggang dan kaki serta pendarahan di hidung. Mereka langsung
melaporkan kejadian ini ke Kepolisian Resor Gresik dan memohonkan
autopsi atau pemeriksaan atas jenazah anaknya. Kemudian pada 2 Januari
2024 terbitlah hasil pemeriksaan dokter kepolisian yang menyatakan
kematian almarhum dikarenakan gagal nafas dan ditemukan beberapa
lebam akibat trauma benda tumpul di bagian tubuh lengan, kepala dan kaki.
Ario Bagus kemudian mendatangi pesantren dan meminta keterangan dari
pihak pengurus karena merasa ada yang ditutup-tutupi oleh pengurus.

Pada pertemuan tersebut, pihak pengurus menyampaikan


permohonan maaf dan turut berduka cita serta menyampaikan tidak ada
yang ditutup-tutupi atas peristiwa tersebut, semata agar menjaga
permasalahan ini tidak menyebar keluar dan menjaga nama baik pesantren
dan keluarga korban. Pesantren sudah menyelidiki sendiri asal muasal
musibah tersebut secara internal. Diketahui setelah sholat subuh berjamaah
pada 1 Januari 2024, Nanda Putra Bagus digiring ke lapangan belakang
masjid pesantren oleh tiga santri yaitu Dafa Harun (15), Januar Agung (15)
dan Nando Arda (16). Disitu diduga terjadi penganiayaan kepada korban.
Dari pemeriksaan tersebut, didapatkan keterangan bahwa hal tersebut
berangkat dari kabar hilangnya uang para santri sebulan belakangan ini dan
semua keterangan korban mengarah kepada korban Nanda Putra Bagus
sebagai pelaku pencurian.
Saat dikonfrontasi oleh para santri pada 30 Desember 2023, Nanda
Putra Bagus tidak mengakui tuduhan tersebut, namun saat digeledah oleh
pengurus pesantren pada malam harinya, ditemukan sejumlah uang dengan
total Rp. 550.000 di bawah kasurnya, akhirnya Nanda mengaku kepada
pengurus memang mengambil sejumlah uang dari temannya. Pengurus
mengambil keputusan untuk mengurung di kamar terpisah atas
perbuatannya. Merasa tidak terima atas hukuman yang diberikan oleh
pengurus dan resah akan keberadaan “pencuri”, ketiga santri sebelumnya
merencanakan untuk memberikan pelajaran kepada Nanda. Rencana
tersebut dimulai dengan Dafa Harun yang menarik paksa Nanda ke belakang
lapangan dan memegang lengan Nanda dibantu oleh Januar Agung.
Kemudian Nando Arda memukul wajah Nanda 3 kali dan berkata “Metu o
kon teko kene, maling! Deloken ae lek gak!” (Keluar kamu dari sini pesantren,
pencuri! Lihat aja kalau nggak!). Setelah korban tersungkur, Dafa Harun dan
Januar Agung masing-masing memukul 4 kali ke arah kaki dan lengan
korban hingga tak sadar diri. Korban ditinggalkan sendiri di lapangan dan
ditemukan pada pukul 06.30 WIB oleh pengurus pesantren dalam keadaan
tidak bernyawa.

DUDUK PERKARA

1. Bagus mendapatkan telepon mengabarkan bahwa Nanda Bagus


meninggal dunia sekitar pukul 06.30 WIB dan menjemput jenazah
anaknya dan tiba di pesantren pada pukul 10.00 WIB.
2. kondisi jenazah anak mereka yang dipenuhi luka lebam diantaranya di
wajah, lengan, pinggang dan kaki serta pendarahan di hidung.
3. 2 Januari 2024 terbit hasil pemeriksaan dokter kepolisian yang
menyatakan kematian almarhum dikarenakan gagal nafas dan
ditemukan beberapa lebam akibat trauma benda tumpul di bagian
tubuh lengan, kepala dan kaki
4. Pesantren mengetahui secara internal bahwa setelah sholat subuh
berjamaah pada 1 Januari 2024, Nanda Putra Bagus digiring ke
lapangan belakang masjid pesantren oleh tiga santri yaitu Dafa Harun
(15), Januar Agung (15) dan Nando Arda (16).
5. Korban dituduh mencuri atas hlangnya uang para santri sebulan
belakangan
6. pada 30 Desember 2023, Nanda Putra Bagus tidak mengakui tuduhan
saat digeledah oleh pengurus pesantren ditemukan sejumlah uang
dengan total Rp. 550,000 di bawah kasurnya
7. Nanda mengakui telah mengambil sejumlah uang dari temannya.
8. tidak terima atas hukuman yang diberikan oleh pengurus dan resah
akan keberadaan "pencuri", ketiga santri sebelumnya merencanakan
untuk memberikan pelajaran
9. Dafa Harun yang menarik paksa Nanda ke belakang lapangan dan
memegang lengan Nanda dibantu oleh Januar Agung.
10. Nando Arda memukul wajah Nanda 3 kali hingga korban tersungkur,
Dafa Harun dan Januar Agung masing-masing memukul 4 kali ke arah
kaki dan lengan korban hingga tak sadar diri k. Korban ditinggalkan
sendiri di lapangan dan ditemukan pada pukul 06.30 WIB oleh
pengurus pesantren dalam keadaan tidak bernyawa.

DASAR HUKUM
1. Pasal yang dikenakan Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 tahun
2014 Yng menyatakan bahwa barang siapa mengatur setiap orang
dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh
melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak,
pelaku dijerat Pasal 80 Undang-Undang 35 Tahun 2014
 ayat 1 dan 3 : Ayat 1 Setiap orang yang melanggar ketentuan
Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, dipidana
penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling
banyak Rp72 juta.
 Ayat 3 Apabila anak meninggal dunia, maka pelaku dipidana
penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak
Rp3 miliar
2. Diperkuat dengan Pasal 355 ayat (2) KUHP Penganiayaan berat yang
mengakibatkan kematian, yang diancam dengan pidana penjara paling
lama lima belas tahun & Diperkuat dengan Pasal 79 Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014, yaitu Pelaku anak akan dikenai pidana
pembatasan kebebasan, yang paling lama setengah dari pidana
penjara maksimum yang diancamkan kepada orang dewasa.
3. Menurut UU SPPA diversi dilakukan kepada tindak pidana anak, akan
tetapi pada kasus ini tidak bisa dilakukan karena pada pasal 7 ayat 2
“dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan diancam
dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun.”. Pelaku dijerat
dengan pasal 80 ayat 1 dan 3 uu 35 tahun 2014 dimana tindak pidana
penganiayaan anak menimbulkan kematian pidana paling lama 15
tahun.

ANALISIS KASUS

Berdasarkan hal tersebut, penerapan sanksi Penganiayaan


sebagaimana telah diuraikan dalam fakta hukum adalah suatu bentuk
perbuatan yang dapat merugikan orang lain terhadap fisik bahkan dapat
berimbas pada hilangnya nyawa orang lain, dalam hal ini secara tegas di atur
dalam Pasal 351 sampai dengan Pasal 359 KUHP Mengingat pengaturan yang
ada, setidaknya penganiayaan terbagi menjadi tiga, yakni : Penganiayaan
ringan; Penganiayaan berat, dan Penganiayaan yang mengakibatkan
kematian Kecuali yang tersebut dalam Pusat 353 dan 350.

Berdasarkan hal tersebut, terkait dengan penerapan sanksi


Penganiayaan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya adalah suatu
bentuk perbuatan yang dapat merugikan orang lain terhadap fisik bahkan
dapat berimbas pada hilangnya nyawa orang lain. Seorang anak yang
melakukan tindak pidana kejahatan seperti kekerasan fisik yang berakibat
kematian bagi korban tetap akan menjalani hukuman sesuai peraturan
hukum yang berlaku. Bahwa apabila roses penerapan sanksi hukum
terhadap tindak pidana anak di bawah umur akan berbeda dengan orang
dewasa karena berlaku asas hukum lex specialis derogat legi generalis artinya
aturan hukum yang khusus mengenyampingkan aturan hukum yang umum,
sebagaimana di atur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak dengan pertimbangan bahwa anak merupakan
amanah dan karunma Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan
martabat sebagaimanusia seutuhnya dan untuk menjaga harkat dan
martabatnya, anak berhak mendapatkan perlindungan khusus, terutama
perlindungan hukum dalam sistem peradilan. Sebagaimana pertimbangan
harusnya turut dirasakan korban bahwa seorang anak anak merupakan
amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan
martabat sebagaimanusia seutuhnya. Terpenuhinya hak sesorang tidaklah
benar untuk menghilangkan hak orang lain. Dalam hal ini telah menyalahi
hak asasi manusia yang tercantum dalam Pasal 28 A Bahwa Setiap orang
berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.

KESIMPULAN

Kesimpulan dalam analisis yang bisa di ambil dalam peristiwa hukum


ini adalah bahwa motif dan perbuatan pelaku dalam mamberikan Pelajaran
kepada korban dengan melakukan penganiayaan hingga menyebabkan
korban meninggal tidaklan bisa dianggap sebagai kebenaran dan hal yang
dapat dibenarkan. Sebagaimana hal tersebut, sebagai bentuk pertanggung
jawaban pelaku terhadap korban secara normatif telah tertuang dalam Pasal
355 KUHP adalah Pasal 355 ayat (2) KUHP Penganiayaan berat yang
mengakibatkan kematian, yang diancam dengan pidana penjara paling lama
lima belas tahun dengan pertimbangan pelaku telah merampas paksa nyawa
seorang anak anak yang merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha
Esa, Dalam hal ini telah menyalahi hak asasi manusia yang tercantum dalam
Pasal 28 A Bahwa Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya. Dan Seorang anak yang
melakukan tindak pidana kejahatan seperti kekerasan fisik yang berakibat
kematian bagi korban tetap akan menjalani hukuman sesuai peraturan
hukum sebagaimana perbuatan pelaku.

Malang, 22 Maret 2024

Hormat kami,

Penulis Pendapat Hukum (Legal Opinion)

Aisyah Putri Utami Azzuri, SH, MH

NIA : ………………………………….

Anda mungkin juga menyukai