Anda di halaman 1dari 25

“TUGAS KEPERAWATAN ANAK”

DOSEN PENGAMPU: Ns. Andri Yulianto S.Kep.,M.Kes

Disusun Oleh :
Kelompok 10

1. RENI ARYANI HARTANTI (2022205201044)


2. SITI NURFAIZAH (2022205201027)
3. HERA ANGELIA (2022205201023)
4. ADE SURYA RAMADHANI (2022205201038)

PROGAM STUDI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS


KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil
menyelesaikan. Sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu
yang berjudul "ANEMIA".
Adapun tujuan dari Penyusunan makalah ini adalah sebagai salah satu tugas
kuliah KEPERAWATAN ANAK. Dalam penyusunan makalah ini penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik.
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunun makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Pringsewu, 19 Febuari 2024

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................ ii
Daftar Isi.................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
1. Definisi Anemia.......................................................................... 1
2. Klasifikasi.................................................................................... 2
3. Etiologi........................................................................................ 5
4. Patofisiologi................................................................................ 6
5. Tanda dan Gejala......................................................................... 7
6. Penatalaksanaan.......................................................................... 9
7. Pemeriksaan Penunjang............................................................... 13
8. Komplikasi.................................................................................. 14
9. Pathway Anemia......................................................................... 15

BAB II KONSEP PROSES KEPERAWATAN


1. Pengkajian................................................................................... 16
2. Pemeriksaan Fisik....................................................................... 16
3. Diagnosa Keperawatan................................................................ 18
4. Rencana Keperawatan ................................................................ 19

BAB III PENUTUP


KESIMPULAN....................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitung sel darah merah
dan kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah normal Anemia bukan merupakan
penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau
gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat
kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan (Smeltzer,
2015).
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah,
kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml
darah (Price, 2009).
Anemia berkurangnya jumlah eritrosit (sel darah merah) dan kadar heanglobin
(Jib) dalam setiap millimeter kubik darah. Hamper sem watazituan pada system
peredaran darah disertai anemia yang ditandai warne kepucatan pada tubuh,
terutama ekstremitas. Pensebah aneni dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:
a. Perubahan sintesi HB yang dapat menimbulkan unemi defistem Fe.
Thalasemia, dan anemi infeksi kronik.
b. Porubuhan sintesi DNA akibat kekurangan nutrient yang dipa menimbu
kan anemi pernisiosa din anemi ssam folat.
c. Fungsi sel indik (sitem sel) terganggu, sehingga dapat menimbulkan anemi
oplastik dan Leukemia.
d. filtrasi sumsum tulang, misaluya karena karsinomis.

2. Kehilangan darah akut karena perdarahan atau trauma kecelakaan yang terjadi
secara mendasak.
Pengertian anemia Menurut World Health Organization (WHO) yaitu
suatu keadaan dimana jumlah dan ukuran sel darah merah, atau konsentrasi
haemoglobin di bawah nilai batas yang di tentukan, akibtanya merusak kapasitas
darah untuk mengangkut oksigen keseluru tubuh. Jadi, anemia adalah

1
berkurangnya atau rendahnya sel darah merah, hemoglobin dan hematokrit dalam
tubuh.

B. Klasifikasi

Klasifikasi anemia menurut faktor morfologi:


1. Anemia hipokromik mikrositer: MCV < 80 fl dan MCH<27 pg. Sel darah
merah memiliki ukuran sel yang kecil dan pewarnaan yang berkurang atau kadar
hemoglobin yang kurang (penurunan MCV dan penurunan MCH).Anemia
defisiensi besi.
a. Thalasemia major.
b. Anemia akibat penyakit kronik.
c. Anemia sideroblasti.
2. Anemia normokromik normositer: MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg. Sel darah
merah memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung jumlah hemoglobin
dalam batas normal.
a. Anemia pasca perdarahan akut.
b. Anemia aplastik.
c. Anemia hemolitik didapat.
d. Anemia akibat penyakit kronik.
e. Anemia pada gagal ginjal kronik.
f. Anemia pada sindrom miclodisplastik.
g. Anemia leukemia akut.

3. Anemia normokromik makrositer: MCV > 95 fl. Sel darah merah memiliki
ukuran yang ukuran yang lebih besar dari pada normal tetapi tetapi kandungan
hemoglobin dalam batas normal (MCH meningkat dan MCV normal).
A. Bentuk megaloblastik:
a. nemia defisiensi asam folat.
b. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa.
B. Bentuk non-megaloblastik:
a. Anemia pada penyakit hati kronik.
b.Anemia pada hipotiroidisme.

2
c. anemia pada sindrom mielodisplastik

Klasifikasi anemia menurut faktor etiologi:


A. Anemia kurena produksi eritrosit menurun
a. Kekurangan bahan unuk eritrosit (anemia defisiensi besi, dan anemia
deisiensi Asam folat/ anemia megaloblastik).
b. Gangguan utilisasi besi (anemia akibat penyakit kronik, anemia
sideroblastik).
c. Kerusakan jaringan sumsum tulang (atrofi dengan penggantian oleh
jaringan lemak anemia aplastik/hiplastik, penggantian oleh fibrotic/tumor
anemia leukoeritoblastik/melopstik) jaringan.
d. Fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak diketahui. (anemia
diserotropoetik, anemia pada sindrom mielodiplastik).
B. Kehilangan eritrosit dari tubuh.
a. Anemia pasca perdarahan akut.
b. Anemia pasca perdarahan kronik.
C. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolisis).
a. Faktor ekstrakorpuskuler.
a.Terhadap eritrosit: (Autoantibodi-ATHA, isoantibodi-HDN).
b.Terhadap eritrosit: (Autoantibodi-ATHA, isoantibodi-HDN).
c.Hersplenisme.
d.Pemaparan terhadap bahan kimia.
e. Akibat infeksi.
d. Kerusakan mekanik
b) Factor intrakorpuskuler.
a. Gangguan membrane (hereditary spherocytosis, hereditary
elliptocytosis).
b. Gangguan enzim (defisiensi piruvat kinase, defisiensi G6PD).
c. Gangguan (hemoglobinopatistructural, thalasemia) (Bakta, 2009).

3
D. Anemia yang terjadi akibat menurunnya produksi SDM antara lain;
a. Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi merupakan gejala kronis dengan keadaan hipokromik
(konsentrasi Hb kurang), mikrositik yang disebabkan oleh suplai besi kurang
dalarn tubuh. Kurangnya besi berpengaruh dalam pembentukan Hb sehingga
konsentrasinya dalam SDM berkurang, hal ini akan mengakibatkan tidak
adekuatnya pengangkutan oksigen keseluruh jaringan tubuh. Pada keadaan normal
kebutuhan besi orang dewasa adalah 2-4 gm. Pada laki-laki kebutuhan besi adalah
50 mg/kgBB dan pada wanita 35 mg/kgBB (Lawrence M Tierney, 2008) dan
hamper 2/3 terdapat dalam Hb. Absorbsi besi terjadi dilambung, duodenum dan
jejunum bagian atas adanya erosi esofagitis, gaster, ulser duodenum, kanker dan
adenoma kolon akan mempengaruhi absobsi besi.

b. Anemia megaloblastik
Anemia yang disebabkan karena rusaknya sintesis DNA yang mengakibatkan
tidak sempurnanya SDM. Keadaan ini disebabkan karena defisiensi vitamin B12
dan asam folat karakteristik SDM ini adalah adanya megaloblas abnormal,
Prematur dengan fungsi yang tidak normal dan dihancurkan semasa dalam
sumsun tulang sehingga terjadinya eritropocisis dengan masa hidup eritrosit yang
lebih pendek yang akan mengakibatkan leucopenia, trombositopenia.

c. Anemia defisiensi vitamin B12


Merupakan gangguan autoimmun karena tidak adanya faktor intrinsik yang
diproduksi di sel parietal lambung sehingga terjadi gangguan absobsi vitamin
B12.

d. Anemia defisicsi asam folat


Kebutuhan folat sangat kecil biasanya terjadi pada orang yang kurang makan
sayuran dan buah-buahan, gangguan pada pencernaan, alkolik dapat
meningkatkan kebutuhan folat, wanita hamil, masa pertumbuhan. Defisiensi asam
folat juga dapat mengakibatkan sindrom malabsobsi

4
e. Anemia aplastik
Terjadi akibat ketidak sanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel sel darah.
Kegagalan tersebut disebabkan oleh kerusakan primer atau zat yang dapat
merusak sumsum tulang (Mielotoksin).

F. Anemia karena meningkatnya destruksi atau kerusakan SDM dapat terjadi


karena hiperaktifnya RES.
Meningkatnya destruksi SDM dan tidak adekuatnya produksi SDM biasanya
karena faktor-faktor:
a. Kemampuan respon sumsum tulang terhadap penurunan SDM kurung karena
meningkatnya jumlah retikulosit dalam sirkulasi darah.
b. Meningkatnya SDM yang masih muda dalam sumsum tulang dibandingkan
yang matur atau malang.
c. Ada atau tidaknya hasil destruksi SDM dalam sirkulasi (peningkatan kadar
bilirubin).

F. Anemia yang terjadi akibat meningkatnya destruksi/kerusakan SDM antara


Iain:
A. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik terjadi akibat peningkatan hemolisis dari eritrosit sehingga usia
SDM lebih pendek yang disebabkan oleh: 5% dari jenis anemia, herediter, Hb
abnormal, membran eritrosit rusak, thalasemia, anemia sel sabit, reaksi autoimun.
Toksik, kimia, pengobatan, infeksi, kerusakan fisik.
B. Anemia sel sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitk berat yang ditandai dengan SDM kecil
sabit, dan pembesaran limfa akibat kerusakan molekul Hb.

C. Etiologi
Menurut Nurarif (2015), penyebab dari anemia antara lain:
1. Gangguan produksi sel darah merah, yang dapat terjadi karena;
a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemia.
b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrient.

5
c. Fungsi sel induk (stem sel) terganggu
d. Inflitrasi suro-sum tulang
2. Kehilangan darah;
a. Akut karena perdarahan
b. Kronis karena perdarahan
c. Hemofilia (defisiensi faktor pembekuan darah)
3. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis) yang dapat terjadi karena;
a. Faktor bawaan misalnya kekurangan enzim G6PD.
b. Faktor yang didapat, yaitu bahan yang dapat merusak eritrosit.
4. Bahan baku untuk membentuk eritrosit tidak ada Ini merupakan penyebab
tersering dari anemia dimana terjadi kekurangan zat gizi yang diperlukan
untuk sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat. Asupan
susu sapi yang berlebihan, asupan yang tidak adekuat dari bahan-bahan
makanan yang banyak mengandung besi,ketidakcukupan jumlah hemoglobin
yang terdapat dalam sel darah merah,kehilangan darah yang kronis,lahir
dengan persediaan zat besi yang terlalu sedikit.

D. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau
kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui.
Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada
kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak
sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa faktor
diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah. Lisis sel
darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sistem fagositik atau dalam sistem
retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa.
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia).
Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein

6
pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan
berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit
akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma
(konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang kadar 1.5 mg/dl Mengakibatkan
ikterik pada selera (Smeltzer, 2015).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak
mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1. Hitung retikulosit dalam
sirkulasi darah: 2. Derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang
dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya
hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.

E. Tanda dan Gejala


Tanda gejala yang sering dijumpai selain dilihat dari beratnya anemia, berbagai
faktor mempengaruhi berat dan adanya gejala:
1. Kecepatan kejadian anemia
2. Durasinya misalnya kronisitas
3. Kebutuhan metabolisme pasien yang bersangkutan
4. Adanya kelainan lain atau kecacatan dan
5. Komplikasi tertentu atau keadaan penyerta kondisi yang mengakibatkan
anemia (Smeltzer, 2015).
6. Lemah letih, lesu mudah lelah dan lunglai
7. Wajah tampak pucat.
8. Mata berkunang-kunang.
9. Sulit berkosentrasi dan mudah lupa.
10. Sering sakit.
Pada bayi dan batita biasanya terdapat gejala seperti kulit pucat atau berkurangnya
warna merah muda pada bibir dan. Bawah kuku.Perubahan ini dapat terjadi
perlahan-lahan sehingga sulit disadari.

7
Jika anemia disebabkan penghancuran berlebihan dari sel darah merah
makaterdapat gejala lain seperyi jaundice, warna kuning pada bagian putih mata
pembesaran. Limpa dan warna urin seperti the.
Sedangkan tanda gejala menurut Mansjoer (2010) dapat digolongkan menjadi tiga
jenis gejala yaitu:
1. Gejala umum anemia, disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena
iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap
penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia
setelah penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu (IIb <7g/dl). Sindrom
anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging
(tinnitus), mata berkunang kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan
dyspepsia. Pada mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan dibawah kuku.
Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh
penyakit diluar anemia dan tidak sensitive karena timbul setelah
penurunan hemoglobin berat (Hb7g/dl).
2. Gejala masing-masing anemia, gejala ini spesifik untuk masing-masing
jenis anemia, sebagai berikut:
1. Anemia defisiensi besi gejalanya antara lain disfagia, atrofi papil
lidah, stomatitis angularis, dan kuku sendok (koilonychia ).
2. Anemia megaloblastik antara lain glositis, gangguan neurologik pada
defisiensi vitamin B12.
3. Anemia aplastik antara lain seperti perdarahan, dan tanda-tanda
infeksi.
3. Gejala penyaikt dasar yaitu gejala yang sering timbul akibat penyakit dasar
yang menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab
anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang seperti
mengalami sakit perut,pembengkakan parotis, dan warna kuning pada
telapak tangan. Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar lebih
dominan, seperti misalnya pada anemia akibat penyakit kronik oleh karena
arthritis rheumatoid.
4. Selain tanda dan gejala yang terjadi pada anemia diatas, individu dengan
defisiensi besi yang berat (besi plasma kurang dari 40 mg/dl, hemoglobin 6

8
sampai 7 g/dl) memiliki rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata,
mudah patah dan mungkin berbentuk sendok (koilonikia). Selain itu atrofi
paila lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, bewarna
merah daging dan meradang serta sakit. Dapat juga terjadi stomatitis
angularis, pecah pecah disertai kemerahan dan nyeri disudut mulut (Pricc,
2009).
Meskipun tidak spesifik, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting
pada kasus anemia untuk mngarahkan diagnosa anemia. Tetapi pada
umumnya diagnosis anemia memerlukan pemeriksaan laboratorium.

F. Penatalaksanaan
Tujuan utama dari terapi anemia adalah untuk identifikasi dan perawatan karena
penyebab kehilangan darah,dekstruksi sel darah atau penurunan produksi sel
darah merah pada pasien yang hipovelemik:
a. Pemberian tambahan oksigen, pemberian cairan intravena.
b. Esusitasi pemberian cairan kristaloid dengan normal salin.
c. Tranfusi kompenen darah sesuai indikasi.(Catherino, 2003:416)

Evaluasi Airway, Breathing, Circulation dan segera perlakukan setiap kondisi


yang mengancam jiwa. Kristaloid adalah cairan awal pilihan.(Kahsasi, 2009)
Acute anemia akibat kehilangan darah:
a. Pantau pulse oksimetri, pemantau jantung, dan Sphygmomanometer.
b. Berikan glukokortikoid serta agen antiplatelet (aspirin) sesuai indikasi.
c. Berikan 2 botol besar cairan intravena dan berikan 1-2 liter cairan kristaloid
dan juga pantau tanda-tanda dan gejala gagal jantung kongestif iatrogenik
pada pasien.
d. Berikan plasma beku segar (FFP), faktor-faktor koagulasi dan platelet, jika
diindikasikan.
e. Pasien dengan hemofilia harus memiliki sampel terhadap faktor deficiency
yang dikirim untuk pengukuran.

9
f. Passien hamil dengan trauma yang ada kecurigaan terhadap adanya Feto-
transfer darah ibu harus diberikan imunoglobulin Rh-(Rhogam) jika mereka
Rh negatif.
g. Setelah pasien stabil, mulailah langkah-langkah spesifik untuk mengobati
penyebab pendarahan. (Kahsasi, 2009)
Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia dapat berbeda-beda tergantung
dari jenis anemia yang diderita oleh pasien. Berikut ini beberapa terapi yang
diberikan pada pasien sesuai dengan jenis anemia yang diderita:
A. Anemia Deficiensi Besi
Setelah diagnosa ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi berupa:
a). Terapi kausal: tergantung pada penyebab anemia itu sendiri, misalnya
pengobatan menoragi, pengobatan hemoroid bila tidak dilakukan terapi
kausal anemia akan kambuh kembali.
b). Pemberiian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi di dalam tubuh.
Besi per oral (ferrous sulphat dosis 3x200 mg, ferrous gluconate, ferrous
fumarat, ferrous lactate, ferrous suuccinate). Besi parentral, efek sampingnya
lebih berbahaya besi parentral diindikasikan untuk intoleransi oral berat,
kepatuhan berobat kurang, kolitis ulseratif, dan perlu peningkatan Hb secara
cepat seperti pada ibu hamil dan preoperasi. (preparat yang tersedia antara
iron dextran complex, iron sorbitol citric acid complex). Pengobatan
diberikan sampai 6 bulan. Setelah kadar hemoglobin normal untuk cadangan
besi tubuh.
c). Pengobatan lain misalnya: diet, vitamin C dan transfusi darah. Indikasi
pemberian transfusi darah pada anemia kekurangan besi adalah pada pasien
penyakit jantung anermik dengan ancaman payah jantung, anemia yang
sangat simtomatik, dan pada penderita yang memerlukan peningkatan kadar
hemoglobin yang cepat.dan jenis darah yang diberikan adalah PRC untuk
mengurangi bahaya overload. Sebagai premediasi dapat dipertimbangkan
pemberian furosemid intravena. (Bakta, 2009)

10
B. Anemia Akibat Penyakit Kronis
Dalam terapi anemia akibat penyakit kronik, beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian adalah:
a). Jika penyakit dasar daat diobati dengan baik, anemia akan sembuh dengan
sendirinya.
b). Anemia tidak memberi respon pada pemberian besi, asam folat, atau
vitamin. B12.
c). Transfusi jarang diperlukan karena derajaat anemia ringan.
d). Sekarang pemberian eritropoetin terbukti dapat menaikkan hemoglobin,
tetapi harus diberikan terus menerus.
e). Jika anemia akibat penyakit kronik disertai defisiiensi besi pemberian
preparat besi akan meningkatkan hemoglobin, tetapi kenaikan akan
berhenti setelah hemoglobin mencapai kadar 9-10 g/dl. (Bakta, 2009)

C. Anemia Sideroblastik
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan anemia sideroblastik
adalah:
a). Terapi untuk anemia sideroblastik herediter bersifat simtomatik dengan
transfusi darah.
b). Pemberian vittamin B6 dapat dicoba karena sebagian kecil penderita
responsif terhadap piridoxin, (Bakta, 2009).

D. Anemia Megaloblastik
Terapi utama anemia defisiensi vitamin B12 dan deficiensi asam folat adalah
terapi ganti dengan vitamin B12 atau asam folat meskipun demikian terapi
kausal dengan perbaikan gizi dan lain-lain tetap harus dilakukan:
a. Respon terhadap terapi: retikulosit mulai naik hari 2-3 dengan puncak
pada hari 7-8. Hb harus naik 2-3 g/dl tiap 2 minggu. Neuropati biasanya
dapat membaik tetapi kerusakan medula spinalis biasanya irreverrsible.
(Bakta, 2009).
b. Untuk deficiensi asam folat, berikan asam folat 5 mg/hari selama 4 bulan.

11
c. Untuk deficiensi vitamin B12: hydroxycobalamin intramuskuler 200
mg/hari, atau 1000 mg diberikan tiap minggu selama 7 minggu. Dosis
pemeliharaan 200 mg tiap bulan atau 1000 mg tiap 3 bulan.

E. Anemia Permiciosa
Sama dengan terapi anemia megaloblastik pada umumnya maka terapi utama
untuk anemia pernisiosa adalah:
a). Terapi ganti (replacement) dengan vitamin B12.
b). Terapi pemeliharaan.
c). Monitor kemungkinan karsinoma gaster. (Bakta, 2009)

F. Anemiia Hemolitik
Pengobatan anemia hemolitik sangat tergantung keadaan klinik kasus tersebut
serta penyebab hemolisisnya karena itu sangat bervariasi dari kasus per kasus.
Akan tetapi pada dasarnya terapi anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 3
golongan besar, yaitu:
a). Terapi gawat darurat
Pada hemolisis intravaskuler, dimana terjadi syok dan gagal ginjal akut
maka harus diambil tindakan darurat untuk mengatasi syok,
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, sertaa memperbaiki
fungsi ginjal. Jika terjadi anemia berat, pertimbangan transfusi darah harus
dilakukan secara sangat hati- hati, meskipun dilakukan cross matchng,
hemolisis tetap dapat terjadi sehingga memberatkan fungsi organ lebih
lanjut. Akan tetapi jika syok berat telah teerjadi maka tidak ada pilihan lain
selain transfusi.
b). Terapi Kausal
Terapi kausal tentunya menjadi harapan untuk dapat memberikan
kesembuhan total. Tetapi sebagian kasus bersifat idiopatik, atau disebabkan
oleh penyebab herediter-familier yang belum dapat dikoreksi. Tetapi bagi
kasus yang penyebabnya telah jelas maka terapi kausal dapt dilaksanakan.
(Bakta, 2009).
c). Terapi Suportif-Simtomatik

12
Terapi ini diberikan untuk menek proses hemolisis terutama di limpa. Pada
anemia hemolitik kronik familier-herediter sering diperlukan transfusi darah
teratur untuk mempertahankan kadar hemoglobin. Bahkan pada thalasemia
mayor dipakai teknik supertransfusi atau hipertransfusi untuk
mempertahankan keadaan umum dan pertumbuhan pasien. Pada anemia
hemolitik kronik dianjurkan pemberian asam folat 0,15-0,3 mg/hari untuk
mencegah krisis megaloblastik.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium pada pasien anemia menurut (Doenges, 2009).
1. Jumlah eritrosit menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV
(volume korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata)
menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB), peningkatan
(AP). Pansitopenia (aplastik).Nilai normal eritrosit (juta/mikro It): 3,9
juta per mikro liter pada wanita dan 4,1-6 juta per mikro liter pada pria.
2. Jumlah darah lengkap (JDL): hemoglobin dan hemalokrit menurun.
3. Jumlah retikulosit bervariasi, misal menurun (AP), meningkat (respons
d Pewarna sel darah merah mendeteksi perubahan warna dan bentuk
(dapat sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).
4. Mengindikasikan tipe khusus anemia). E LED: Peningkatan
menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal peningkatan.
5. Kerusakan sel darah merah atau penyakit malignasi.
6. Masa hidup sel darah merah berguna dalam membedakan diagnosa
anemia, misal pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai
waktu hidup lebih pendek.
7. Tes kerapuhan eritrosit: menurun (DB).
8. SDP: jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial)
mungkin meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik).Nilai normal
Leukosit (per mikro lt): 6000 10.000 permokro liter.
9. Jumlah trombosit menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau
tinggi (hemolitik) normal Trombosit (per mikro It): 200.000-400.000
per mikro liter darah. Hemoglobin elektroforesis hemoglobin. Nilai

13
normal Hb (gr/dl) meningkat (AP, hemolitik). Mengidentifikasi tipe
struktur Bilirubin serum (tak terkonjugasi).
10. Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia
sehubungan dengan defisiensi masukan/absorpsi
11. Besi serum tak ada (DB); tinggi (hemolitik).
12. TBC serum: meningkat (DB).
13. Feritin serum: meningkat (DB).
14. Masa perdarahan memanjang (aplastik).
15. LDH serum menurun (DB).
16. Tes schilling penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)
17. Guaiak mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster,
18. Menunjukkan perdarahan akut/kronis (DB).
19. Pemeriksaan andoskopik dan radiografik memeriksa sisi perdarahan.
20. Analisa gaster: penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak
adanya asam.Hidroklorik bebas (AP).
21. Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi sel mungkin tampak
berubah. Dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan
tipe anemia, misal: peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum
dengan penurunan sel darah (aplastik).

H. Komplikasi
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita
anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau
gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah,
karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan
anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan
kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan
rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh,
termasuk otak. Anemia berat, gagal jantung kongesti dapat terjadi karena otot
jantung yang anoksik tidak dapat beradaptasi terhadap beban kerja jantung
yang meningkat. Selain itu dispnea, nafas pendek dan cepat lelah waktu

14
melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya.
Pengurangan oksigen (Price & Wilson, 2009).

I. Pathway

15
BAB II
KONSEP PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian
A. Riwayat Kesehatan
a. Gambaran yang jelas tentang gejala-gejal lokasi, dan factor pencetus. Tanda
dan gejala utama dapat mencakup:
a. Keletihan, sakit kepala, vertigo, iritabilitas, dan depresi.
b. Anorexia dan penurunan BB.
c. Kecenderungan perdarahan dan memar, antara menstruasi berat dan
epistaksis.
d. Infeksi yang sering
e. Nyeri tulang dan sendi

b. Kaji riwayat prenatal, individu, dan keluarga terhadap factor-faktor resiko


gangguan hematologic.
a). Faktor risiko riwayat prenatal: Rh bayi-ibu atau inkompatibilitas ABO.
b). Factor risiko riwayat individu antara lain prematuritas, BBLR, diet kurang
besi atau diet berat dengan susu sapi (selama masa bayi), perdarahan (mis.,
menstruasi berat), kebiasaan diet, atau pajanan terhadap inveksi virus.
Factor resiko riwayat keluarga antara lain riwayat anemia sel sabit, atau
gangguan perdarahan.

2. Pemeriksaan Fisik
a Tanda-tanda vital
Perubahan tanda vital yang nyata bukan merupakan factor pada sebagian
besar gangguan hematologic. Namun takikardi dan takipnea mungkin harus
diperlukan..
b. Inspeksi
a). Kulit. Pucat, kemerahan, ikterus, purpura, petekie, ekimosis, tanda-
tanda pruritus (tanda garukan), sianosis, atau warna kecklatan yang
mungkin terlihat.

16
b). Mata. Sclera ikterik, konjungtiva pucat, perdarahan retina, atau
pandangan kabur mungkin terlihat.
c). Mulut. Mukosa dan gusi yang pucat mungkin terlihat.
d). Neurologic, Kerusakan proses berpikir atau letargi mungkin terlihat.
e). Musculoskeletal, Pembengkakan sendi mungkin terlihat.
f). Genitourinaria. Darah dalam urine dan perdarahan menstruasi yang
berlebihan atau abnormal mungkin terlihat.
c. Palpasi
a). Kulit. Kemungkinan terdapat pemanjangan waktu pengisian kapiler.
b). Nodus limfe. Limfadenopati atau nyeri tekan mungkin dapat dipalpasi.
c). Gastrointestinal. Nyeri tekan abdomen, hepatomegali, atau
splenomegali mungkin dapat dipalpasi.
d. Auskultasi
a). Jantung. Murmur dapat diauskultasi.
b). Pulmonal. Suara napas tambahan (bila terjadi gagal jantung kongestif
pada dapat diauskultasi.

C. Temuan pemeriksaan labolatorium dan uji diagnostik


a. Hitung darah lengkap (HDL) memberikan gambaran lengkap yang jelas tentang
elemen-elemen pembentuk darah.
1) Hitung SDM menentukan jumlah SDM total setiap sentimeter kubik darah.
2) Hitung SDP merupakan pengukuran jumlah total leukosit yang bersirkulasi.
3) Hitung SDP diferensial (granulosit dan agrabulosit)
membedakan SDP berdasarkan lima tipe sel neutrofil, cosinófilo, basófilo
(granulosit), limfosit, dan monosit (agranulosit).
4) Hemoglobin (Hb) dikaji untuk menentukan anemia, tingkat keparahan, dan
respons terhadap pengobatan.
5) Hematokrit (Ht) menentukan massa SDP dengan pengukuran ruang dalam
kantung SDM
6) Hemoglobin korpuskular rata-rata (MCH, mean corpuscular volume) adalah
untuk mengetahui ukuran SDM individu.

17
7) Hemoglobin korpuskular rata-rata (MCH, mean corpuscular hemoglobin)
mengukur barat rata-rata hemoglobin dalam SDM.
8) Konsentrasi hemoglobin korpuskular rata-rata (MCHC, mean corpuscular
hemoglobin concentration) mengukur konsentrasi rata-rata hemoglobin
dalam SDM.
9) Hitung trombosit mengukur jumlah total trombosit yang bersirkulasi untuk
mengevaluasi gangguan perdarahan.

a. Hitung retikulosit membantu membedakan berbagai tipe anemia.


b. Pemeriksaan hemostasis dan koagulasi sebagai alat diagnosis banding
gangguan perdarahan.
c. Kapasitas pengikatan besi total (TIBC, total iron-binding capacity), feritin dan
zat besi, dan transferin digunakan dalam mengevaluasi anemia.
e. Temuan aspirasi sumsum tulang sebagai alat bantu dalam mendiagnosis anemia
aplastik dan gangguan lain.
a). Persiapan untuk uji ini biasanya memerlukan beberapa bentuk sedasi.
b). Pada area luka aspirasi, harus dipantau dengan cermat adanya perdarahan dan
pembentukan hematoma setelah prosedur selesai dilakukan.

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan anemia meliputi:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan
dipsneu, takı kardia
b. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan penurunan 02 ke
otak ditandai dengan penurunan kesadaran, nyeri kepala
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan
/absorpsinutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah
ditandai dengan mual-muntah, anoreksia, penurunan BB
d. Konstipasi berhubungan dengan perubahan proses pencernaan
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (asam laktat)

18
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
g. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan
granulosit (respons inflamasi tertekan)
h. PK Anemia

4. Rencana Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasiditandai dengan dispnea, takikardia
Tujuan: Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam, diharapkan pola nafas pasien
kembali efektif dengan kriteria hasil:
i. Pasien melaporkan sesak napas berkurang
ii. Pernafasan teratur
iii. Takipneu atau dispneu tidak ada
iv. Tanda vital dalam batas normal (td 120-90/90-60 mmhg, nadi 80-100
x/menit, RR: 18-24 x/menit, suhu 36,5-37,5

C. Intervensi :
Mandiri:
1). Pantau tanda-tanda vital
Rasional: Untuk mengetahui keadaan umum pasien

2). Monitor usaha pemapasan, pengembangan dada, keteraturan pernapasan. napas


bibir dan penggunaan otot bantu pernapasan.
Rasional: Untuk mengetahui derajat gangguan yang terjadi, dan menentukan
intervensi yang tepat
3). Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
Rasional: Untuk meningkatkan ekspansi dinding dada
4). Ajarkan klien napas dalam
Rasional: Untuk meningkatkan kenyaman
5). Tanyakan mengenai kondisi pasien setelah diberi intervensi

19
Rasional: Mengetahui intervensi dapat bermanfaat untuk pasien dan mengkaji
apakah keluhan sesak pasien sudah berkurang.

Kolaborasi
1). Berikan 02 sesuai indikasi
Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan 02
2). Bantu intubasi jika pernapasan semakin memburuk dan siapkan pemasangan
ventilator sesuai indikasi
Rasional: Untuk membantu pernapasan adekuat

20
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpukan bahwa anemia adalah
kekurangan sel darah merah yang dapat di sebabkan oleh hilangnya darah yang
terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah. (Guyton,
1997). Penyebab anemia diantaranya adalah gangguan produksieritrosit,
kehilangan darah, meningkatnya hemolysis, serta ketiadaan bahan baku
pembentuk eritrosit. Tanda dan gejala anemia pada anak diantaranyaanak terlihat
lesu, mata berkunang-kunang, penurunan daya pikir (sulit berkonsentrasi), daya
tahan tubuh menurun sehingga mudah terserang penyakit, pembengkakan pada
tangan dan kaki, hingga kematian.
Komplikasi yang dapat timbul antara lain: infeksi, infark tulang nekrosis
aseptic, kelainan ginjal, hingga berakhir dengan impotensi. Penatalaksanaan
anemia dibedakan sesuai jenis anemia, meliputi: anemiaaplastik dengan
transplatansi susum tulang dan pemberian terapi imunosupresif,anemia pada
penyakit ginjal dan defisiensi besi dengan pemberian besi dan asam folat, anemia
kronis diberikan eritropoetinrekombinan, dan pada anemia megaloblastic dengan
peningkatan vit.B12 dan asam folat.

21
DAFTAR PUSTAKA

Bakta I M. (2009). Pendekatan Terhadap Pasien Anemia Jakarta: EGC

Catherino jeffrey M. (2003). Emergency medicine handbook. USA:Lipipincott


Williams

Doenges, Marylinn E. (2009). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed. 3. EGC:
Jakarta.
Kahsasi, Daniel (2009). Anemia Acute. Diakses melalui
http://emedicine.medscape.com/article/159803-media, emergency
medicine pada tanggal 08 April 2017

Mansjoer, Arief. (2010). Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta: Media


Aesculapius. Price, S.A. (2009). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, Jakarta: EGC Smeltzer, C Susan. (2015). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC.

Nurarif.A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction. Lawrence M. Tierney, J. (2008). Diagnosis dan Terapi
Kedokteran (Penyakit. Dalam).Jakarta: Salemba Medika.

22

Anda mungkin juga menyukai