Regresi
Regresi
Metode:
Pertama, metode yang digunakan adalah Regresi Multilinear atau Regresi Linear
Berganda digunakan untuk analisis fundamental yang dimana untuk melihat besar pengaruh
rasio finansial terhadap harga saham perusahaan. Untuk pengujian regresi linear berganda
akan dilakukan pengujian uji asumsi klasik.
Kedua, Exponential Smoothing untuk mengetahui hasil prediksi harga saham harian pada tiga
tahun mendatang. Yaitu dengan menggunakan holts method
Ketiga, Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) untuk mengetahui hasil
prediksi harga saham harian pada tiga tahun mendatang.
Dan dengan metode exponential smoothing dan arima, akan didapatkan tingkat Akurasi hasil
prediksi harga closing saham yaitu berupa nilai MAPE. Lalu nilai MAPE yang didapatkan
dari metode exponential smoothing dan arima, akan dilakukan perbandingan tingkat akurasi
prediksi terbaik untuk menentukan metode mana yang cocok untuk memprediksi harga
closing saham perusahaan asuransi umum Indonesia dengan memilih nilai MAPE yang
terkecil.
Proses penelitian diawali dengan cleaning data dari data sekunder yang sudah saya dapatkan
dengan bantuan R Studio. Untuk melihat gambaran secara umum tentang distribusi sampel
yang digunakan dalam penelitian, maka digunakan visualisasi data yaitu menggunakan
boxplot. Dapat dilihat dari ketiga variabel yang digunakan untuk analisa fundamental,
terdapat 2 outlier pada kedua harga saham asuransi, ASRM memiliki outlier minimum, dan
AMAG memiliki outlier maksimum. Selanjutnya, berikut ini merupakan visualisasi boxplot
dari masing-masing rasio financial yang digunakan dalam penelitian.
Langkah selanjutnya yaitu, analisa proses regresi. Karena langkah untuk proses regresi
sampai forecasting pada ketiga sampel saham caranya sama, maka saya akan menjelaskan 1
sampel saham saja yaitu AMAG.
Selanjutnya dari hasil metode Double Exponential Smoothing menggunakan holts method
menunjukkan penurunan pada harga saham ASRM dan stabilitas serta sedikit kenaikan pada
harga saham AMAG dan LPGI. Tes tingkat akurasi saham dengan MAPE terbaik pada tiga
sampel saham secara berurutan adalah AMAG, LPGI, dan ASRM dilihat dari nilai MAPE
yang terkecil. Model hasil forecasting LPGI dan ASRM dapat dikategorikan sebagai model
yang layak dan AMAG memiliki akurasi model yang baik.
Selanjutnya proses analisis forecasting dengan metode ARIMA pada saham AMAG
pertama kami melakukan uji seasonality data harga closing saham AMAG
menggunakan metode Friedman Rank Test dengan menggunakan frekuensi sebesar 7 yaitu
menunjukkan data harian. Pada hasil pengujian, didapatkan nilai p-value sebesar 0,66. Jika p-
value>alpha, maka menyatakan bahwa data saham harian ASRM tidak bersifat seasonal dan
juga dapat dilihat dengan pergerakan grafik pada saham tersebut.
Untuk mendapatkan hasil prediksi yang akurat serta untuk menghindari terjadinya
underfitting dan overfitting, maka pada metode ARIMA dilakukan pemisahan dilakukan
pemisahan yaitu data training diambil sebanyak 70% dan data testing sebesar 30%.
Pengujian stationary mean dilakukan melalui metode ADF Test dengan jumlah lag sebesar
10. Pada hasil pengujian, didapatkan nilai p-value sebesar 0,02299. Jika p-value<alpha, maka
akan menerima Alternative Hypothesis dimana menyatakan bahwa data saham harian AMAG
bersifat stasioner secara mean. Kemudian berdasarkan hasil Archtest pada train,
menunjukkan bahwa data belum bersifat stasioner secara variance. Oleh karena itu, akan
dilakukan transformasi data dengan menggunakan metode Box Cox Transformation.
Berdasarkan hasil grafik di atas, menunjukkan bahwa hasil lambda adalah 0,07, yang
menyatakan data dapat dilakukan transformasi dengan nilai 0,07 yang dipangkatkan pada
variabel data training seperti yang dilakukan pada gambar diatas.
Berdasarkan pola pada grafik ACF menunjukkan penurunan landai secara perlahan pada
setiap lag. Oleh karena itu, nilai parameter untuk MA bernilai nol. Sedangkan pola pada
grafik PACF menunjukkan bahwa terdapat garis yang mendekati nol setelah lag q. Oleh
karena itu nilai yang termasuk pada parameter AR adalah berada di lag 1, lag 2, lag 3, dan lag
5.
Selanjutnya, berdasarkan plot ACF dan PACF model ARIMA yang memungkinkan untuk
saham AMAG adalah (1,0,0), (2,0,0), (3,0,0), dan (5,0,0). Setelah melakukan identifikasi
model, maka dilakukan pendugaan parameter model dan uji signifikansi koefisien. Diperoleh
model terbaik dengan menggunakan nilai AIC yang terkecil yaitu saham LPGI dengan model
ARIMA (5,0,0).
Hasil uji untuk menentukan keacakan residual dengan menggunakan Ljung-Box Test pada
saham AMAG berada di model 4 yaitu dengan p-value sebesar 0,2411. Karena p-value yang
diperoleh > 0,05, maka hasil residualnya memenuhi asumsi white noise dan artinya tentative
model 4 diterima.
Tes tingkat akurasi MAPE pada saham AMAG dengan ARIMA, yaitu sebesar 1,260801 dan
membuktikan bahwa kekuatan model prediksi sangat baik. Berdasarkan hasil prediksi dari
saham sampel AMAG menggunakan metode ARIMA menunjukkan cenderung stabil dengan
sedikit peningkatan di awal forecast pada harga saham AMAG dalam 2 tahun mendatang.
Setelah didapatkan hasil MAPE dari ketiga sampel saham menggunakan double exponential
smoothing dan ARIMA, dilakukan komparasi dan dapat dilihat bahwa metode ARIMA
memberikan hasil MAPE terbaik.
Leverage Ratio (long term solvency ratio), seberapa mampu untuk mengelolah liabilitas
perusahaan, akan ada investmentnya, liabilitynya: short-long term debt, tolak ukur
perusahaan asuransi dalam membayar claim
DER (leverage): Baik jika DER kecil, artinya utang perusahaan masih dapat ditoleransi
Leverage Ratio (long term solvency ratio), seberapa mampu untuk mengelolah liabilitas
perusahaan, akan ada investmentnya, liabilitynya: short-long term debt, tolak ukur
perusahaan asuransi dalam membayar claim
PBV (market value): Baik jika PBV kecil, artinya harga murah (bandingkan dalam industri
sejenis)
Mengevaluasi saham kemahalan/kemurahan terhadap kinerja perusahaan, bentuknya profit,
lebih dekat dengan market price, semakin kecil PBV semakin bagus tetapi dilihat juga dari
profit perusahaan.
Mengapa yakin dengan PBV?
Karena PBV dapat melihat market value yaitu overvalue/undervalue.
Overvalue: Harga saham perdana lebih besar dari harga yang terjadi pada saat saham tersebut
mulai diperdagangkan di pasar sekunder.
Undervalue: suatu fenomena yang menunjukkan bahwa harga saham di pasar perdana lebih
rendah dibandingkan dengan harga di pasar sekunder.
PER (market value): Baik jika PER kecil, artinya harga murah (bandingkan dalam industri
sejenis)
Semakin tinggi, semakin baik. tetapi kalau terlalu tinggi juga tidak seimbang dan cenderung
tidak stabil. Kalau PER tinggi, harga saham juga tinggi.
EPS (market value): Baik jika meningkat, artinya perusahaan bertumbuh (bandingkan dengan
periode sebelumnya)
laba naik, maka EPS akan naik. berkaitan dengan profit perusahaan
Overfitting: Overfitting menjadi masalah karena tujuan kita adalah ingin mendapat tren dari
sebuah dataset. Model ini menangkap semua tren tetapi bukan tren yang dominan. Model pun
tidak bisa menghasilkan output yang reliable karena tidak memiliki kemampuan untuk dapat
memprediksi kemungkinan output untuk input yang belum pernah diketahui.
- Data yang Dipakai Kurang Variatif
- Model Terlalu Kompleks
Underfitting: Underfitting merupakan keadaan dimana model machine learning tidak bisa
mempelajari hubungan antara variabel dalam data serta memprediksi atau mengklasifikasikan
data point baru.
- Model Terlalu Sederhana
Hasil akurat didukung dengan Uji Asumsi Klasik, dimana harus memenuhi uji asumsi klasik
terlebih dahulu agar dapat dilihat variabel dependen mana yang paling berpengaruh
signifikan dengan variabel independent
Uji Homoskedasitas
Uji Autokorelasi
Uji Multikolinearitas
Tujuan pendekatan Bayesian yang memotivasi BIC adalah untuk mengidentifikasi model
dengan probabilitas tertinggi untuk menjadi yang benar
model untuk data, dengan asumsi bahwa salah satu model yang dipertimbangkan benar.
Derivasi AIC, di sisi lain, secara eksplisit menyangkal
keberadaan model sejati yang dapat diidentifikasi dan sebagai gantinya menggunakan
prediksi yang diharapkan dari data masa depan sebagai kriteria utama kecukupan suatu
model.
Contoh. ukurannya sebagian besar kecil, jadi penyesuaian sampel kecil AIC juga
melakukannya
baik, kadang-kadang bahkan lebih baik dari BIC dan sebagian besar kriteria lainnya. Sebagai
diharapkan, AIC berkinerja terbaik dalam simulasi sampel besar di mana
model sebenarnya tidak disertakan.
AIC dapat digunakan untuk forecasting.
BIC untuk overfitting.
Underpricing klo harga dari saham di hari itu < closing price harga sebelumnya.
Underpricing merupakan suatu fenomena yang menunjukkan bahwa harga saham di pasar
perdana lebih rendah dibandingkan dengan harga di pasar sekunder.
Overpricing: Harga saham perdana lebih besar dari harga yang terjadi pada saat saham
tersebut mulai diperdagangkan di pasar sekunder. Kondisi harga saham tersebut disebut
overpricing.
Koefisien korelasi bernilai 0 (nol), berarti tidak ada hubungan antara kedua variabel tersebut.
Koefisien korelasi bernilai negatif, berarti hubungan antara kedua variabel tersebut negatif
atau saling berbanding terbalik
Korelasi terbalik bergerak ke arah yang berlawanan dan beberapa contohnya meliputi:
* Saldo bank menurun karena peningkatan kebiasaan belanja individu.
* Seorang pengemudi meningkatkan kecepatan mengemudi hariannya dan jarak tempuh
bahan bakarnya berkurang.
* Pasar obligasi menurun karena saham mulai naik dan pasar obligasi berjalan dengan baik
ketika saham tidak berkinerja baik.
Koefisien korelasi bernilai positif, berarti hubungan antara kedua variabel tersebut positif
atau saling berbanding lurus
Korelasi positif bergerak ke arah yang sama dan beberapa contohnya meliputi:
* Meningkatkan jam kerja Anda akan menyebabkan jumlah gaji Anda meningkat.
* Sebuah perusahaan menghabiskan lebih banyak uang untuk iklan dan pelanggan mulai
membeli lebih banyak produk atau layanan dari perusahaan itu.
ARIMA LPGI
Selanjutnya, yang kedua adalah analisis forecasting dengan metode ARIMA pada saham
LPGI
pertama kami melakukan uji seasonality data harga closing saham LPGI menggunakan
metode Friedman Rank Test dengan menggunakan frekuensi sebesar 7 yaitu menunjukkan
data harian. Pada hasil pengujian, didapatkan nilai p-value sebesar 0,885. Jika p-value>alpha,
maka menyatakan bahwa data saham harian LPGI tidak bersifat seasonal dan juga dapat
dilihat dengan pergerakan grafik pada saham tersebut.
Untuk mendapatkan hasil prediksi yang akurat serta untuk menghindari terjadinya
underfitting dan overfitting, maka pada metode ARIMA dilakukan pemisahan yaitu data
training diambil sebanyak 70% dan data testing sebesar 30%.
Lalu, pengujian stationary mean dilakukan melalui metode ADF Test dengan jumlah lag
sebesar 10. Pada hasil pengujian, didapatkan nilai p-value sebesar 0,526. Jika p-value>alpha,
maka akan menerima hipotesis nol dimana menyatakan bahwa data saham harian LPGI
bersifat tidak stasioner secara mean. Kemudian berdasarkan hasil Archtest pada training,
menunjukkan bahwa data belum bersifat stasioner secara variance. Karena data masih bersifat
belum stasioner mean dan stasioner variance, maka akan dilakukan transformasi data dengan
menggunakan metode Box Cox Transformation dan juga differencing agar data stasioner
mean.
Berdasarkan hasil grafik di atas, menunjukkan bahwa hasil lambda adalah 0,994 dimana akan
dibulatkan menjadi 1, yang menyatakan data dapat dilakukan transformasi dengan nilai 1
yang dipangkatkan pada variabel data training seperti yang dilakukan pada gambar diatas.
Berdasarkan pola pada grafik ACF menunjukkan penurunan landai secara perlahan pada
setiap lag. Oleh karena itu, nilai parameter untuk MA bernilai nol. Sedangkan pola pada
grafik PACF menunjukkan bahwa terdapat garis yang mendekati nol setelah lag q. sehingga
nilai yang termasuk pada parameter AR adalah berada di lag 1, lag 2, lag 3, dan lag 8.
Dikarenakan data training pada saham LPGI belum stasioner secara mean, maka peneliti
melakukan differencing sebanyak satu kali. Berikut ini merupakan hasil pengujian Stationary
Mean dan Variance Test pada data training yang telah dilakukan differencing. Pengujian
stationary mean dilakukan melalui metode ADF Test dengan jumlah lag sebesar 10. Pada
hasil pengujian, didapatkan nilai p-value sebesar 0,01. Jika p-value<alpha, maka akan
menerima alternative hypothesis dimana menyatakan bahwa data saham harian LPGI sudah
bersifat stasioner secara mean.
Selanjutnya, berdasarkan plot ACF dan PACF model ARIMA yang memungkinkan untuk
saham LPGI adalah (1,1,0), (2,1,0), (3,1,0), dan (8,1,0). Setelah melakukan identifikasi
model, maka dilakukan pendugaan parameter model dan uji signifikansi koefisien. Diperoleh
model terbaik dengan menggunakan nilai AIC yang terkecil yaitu saham LPGI dengan model
ARIMA (8,1,0).
Hasil uji untuk menentukan keacakan residual dengan menggunakan Ljung-Box Test pada
saham LPGI berada di model 4 yaitu dengan p-value sebesar 0,5181. Karena p-value yang
diperoleh > 0,05, maka hasil residualnya memenuhi asumsi white noise dan artinya tentative
model 4 diterima.
Tes tingkat akurasi MAPE pada saham LPGI dengan ARIMA, yaitu sebesar 10,37647 dan
membuktikan bahwa kekuatan model prediksi baik.
Berdasarkan hasil prediksi dari saham sampel LPGI menggunakan metode ARIMA
menunjukkan cenderung stabil pada harga saham LPGI dalam 2 tahun mendatang.
ARIMA AMAG
yang ketiga adalah analisis forecasting dengan metode ARIMA pada saham AMAG
pertama kami melakukan uji seasonality data harga closing saham AMAG
menggunakan metode Friedman Rank Test dengan menggunakan frekuensi sebesar 7 yaitu
menunjukkan data harian. Pada hasil pengujian, didapatkan nilai p-value sebesar 0,66. Jika p-
value>alpha, maka menyatakan bahwa data saham harian ASRM tidak bersifat seasonal dan
juga dapat dilihat dengan pergerakan grafik pada saham tersebut.
Untuk mendapatkan hasil prediksi yang akurat serta untuk menghindari terjadinya
underfitting dan overfitting, maka pada metode ARIMA dilakukan pemisahan dilakukan
pemisahan yaitu data training diambil sebanyak 70% dan data testing sebesar 30%.
Pengujian stationary mean dilakukan melalui metode ADF Test dengan jumlah lag sebesar
10. Pada hasil pengujian, didapatkan nilai p-value sebesar 0,02299. Jika p-value<alpha, maka
akan menerima Alternative Hypothesis dimana menyatakan bahwa data saham harian AMAG
bersifat stasioner secara mean. Kemudian berdasarkan hasil Archtest pada train,
menunjukkan bahwa data belum bersifat stasioner secara variance. Oleh karena itu, akan
dilakukan transformasi data dengan menggunakan metode Box Cox Transformation.
Berdasarkan hasil grafik di atas, menunjukkan bahwa hasil lambda adalah 0,07, yang
menyatakan data dapat dilakukan transformasi dengan nilai 0,07 yang dipangkatkan pada
variabel data training seperti yang dilakukan pada gambar diatas.
Berdasarkan pola pada grafik ACF menunjukkan penurunan landai secara perlahan pada
setiap lag. Oleh karena itu, nilai parameter untuk MA bernilai nol. Sedangkan pola pada
grafik PACF menunjukkan bahwa terdapat garis yang mendekati nol setelah lag q. Oleh
karena itu nilai yang termasuk pada parameter AR adalah berada di lag 1, lag 2, lag 3, dan lag
5.
Selanjutnya, berdasarkan plot ACF dan PACF model ARIMA yang memungkinkan untuk
saham AMAG adalah (1,0,0), (2,0,0), (3,0,0), dan (5,0,0). Setelah melakukan identifikasi
model, maka dilakukan pendugaan parameter model dan uji signifikansi koefisien. Diperoleh
model terbaik dengan menggunakan nilai AIC yang terkecil yaitu saham LPGI dengan model
ARIMA (5,0,0).
Hasil uji untuk menentukan keacakan residual dengan menggunakan Ljung-Box Test pada
saham AMAG berada di model 4 yaitu dengan p-value sebesar 0,2411. Karena p-value yang
diperoleh > 0,05, maka hasil residualnya memenuhi asumsi white noise dan artinya tentative
model 4 diterima.
Tes tingkat akurasi MAPE pada saham AMAG dengan ARIMA, yaitu sebesar 1,260801 dan
membuktikan bahwa kekuatan model prediksi sangat baik.
Berdasarkan hasil prediksi dari saham sampel AMAG menggunakan metode ARIMA
menunjukkan cenderung stabil
dengan sedikit peningkatan di awal forecast pada harga saham AMAG dalam 2 tahun
mendatang.