1. Perusahaan manufaktur sektor indutri dasar dan kimia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
2. Perusahaan manufaktur sektor indutri dasar dan kimia yang menerbitkan laporan keuangan
3. Perusahaan manufaktur sektor indutri dasar dan kimia yang laporan keuangannya telah
4. Perusahaan manufaktur sektor industri dasar dan kimia yang laporan keuangannya disajikan
5. Perusahaan manufaktur sektor indutri dasar dan kimia yang tidak mengalami kerugian
Bursa Efek Indonesia (disingkat BEI , atau Bursa Efek Indonesia (BEI) ) adalah bursa hasil merger
Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan Bursa Efek Surabaya (BES). Untuk efektivitas operasional dan
transaksi, Pemerintah memutuskan untuk menggabungkan Bursa Efek Jakarta sebagai pasar
saham dengan Bursa Efek Surabaya sebagai pasar obligasi dan derivatif. Penggabungan dari
merger ini mulai beroperasi pada 1 Desember 2007 (Wikipedia.org, 2020). BEI telah
menggunakan sistem perdagangan Jakarta Automated Trading System (JATS) sejak 22 Mei 1995
menggantikan sistem manual sebelumnya. Jats tersebut rencananya akan diganti dengan
sistem baru yaitu OMX. Pusat Bursa Efek Indonesia berlokasi di Kawasan Komersial Sudirman, Jl.
Salah satu daftar sektor yang ada di dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah sektor industri
barang konsumsi, yang di dalamnya ada sub sektor perusahaan farmasi. Adapun objek sampel
dari penelitian ini adalah perusahaan manufaktur sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) selama 5 tahun pengamatan yaitu tahun 2015-2019. Pada penelitian ini
teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sampling jenuh, dimana semua anggota
populasi digunakan sebagai sampel. Berdasarkan data di BEI pada tahun 2015-2019 data
perusahaan manufaktur sub sektor farmasi yang digunakan sebanyak 8 perusahaan, sehingga
diperoleh masing-masing data setiap variabel sebanyak 40 sampel data. Adapun daftar
Tabel 4.3
Sampel Penelitian
Statistik deskriptif yaitu menganalisis seperangkat data dengan cara meringkas, menyajikan,
dan memberikan penjelasan atau gambaran tentang karakteristik dasar dari sampel
berdasarkan data yang telah tersedia (Swarjana, 2016:83). Penelitian ini menjabarkan rata-rata
(mean), nilai maksimum, nilai minimum dari masing-masing variabel sehingga secara
kontekstual dapat lebih mudah dimengerti oleh pembaca. Penelitian ini menggunakan Debt
Equity Ratio, Total Asset Turnover, inflasi dan tingkat suku bunga sebagai variabel independen,
harga saham sebagai variabel dependen. Berdasarkan data yang telah diolah menggunakan
program SPSS (Statistical Package for Social Science) Version 26 for Windows diperoleh hasil
Tabel 4.2
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa (n) atau jumlah data dari penelitian ini adalah 40
sampel data, yang terdiri dari kinerja keuangan (Debt Equity Ratio dan Total Asset Turnover),
Variabel Debt to Equity Ratio (DER) yang merupakan rasio total hutang dengan total equitas
perusahaan memiliki nilai terendah (minimum) sebesar 7,61 dimiliki oleh PT Industri Jamu dan
Farmasi Sido Muncul Tbk, yang berarti sampel yang terendah memiliki hutang 7,61% dari
seluruh modal sendiri. Dan nilai maksimumnya sebesar 190,62 dimiliki oleh PT Indofarma
(Persero) Tbk, yang berarti hutang yang dimiliki perusahaan sebesar 190,62% dari modal
sendiri. Kemudian nilai rata-rata (mean) sebesar 66,3828 dengan standar deviasi sebesar
56,33265. Hal ini menunjukkan rata-rata perusahaan sampel memiliki hutang sebesar 66,38%
dari modal sendiri (ekuitas) yang dimiliki perusahaan dan perusahaan cenderung menggunakan
Mean atau rata-rata harga saham sebesar 2226,57. Harga saham terendah (minimum) adalah
112 pada PT Pyridam Farma Tbk dan harga saham tertinggi (maksimum) 9200 pada PT Merck
Tbk. Dari data di atas dapat diketahui bahwa return saham secara rata-rata (mean) mengalami
perubahan return negatif dengan rata-rata harga saham sebesar 2226,57. Hal ini menunjukkan
bahwa selama periode 2015-2019 secara umum harga saham perusahaan-perusahaan yang
menjadi sampel dalam penelitian ini mengalami penurunan. Rata-rata (mean) dari harga saham
adalah 2226,57 dengan nilai standar deviasi sebesar 2265,96. Hal ini menunjukkan bahwa data
pada variabel harga saham memiliki sebaran yang besar, karena standar deviasi lebih besar dari
nilai rata-ratanya. Dengan demikian dapat disimpulkan data pada variabel harga saham tidak
bagus.
Variabel Debt to Equity Ratio (DER) memiliki nilai minimum sebesar 0,08 pada PT Industri Jamu
dan Farmasi Sido Muncul Tbk, sedangkan untuk nilai maksimum DER sebesar 1,91 yakni pada
PT Indofarma (Persero) Tbk. Nilai rata-rata (mean) yang dimiliki DER adalah sebesar 0,6640
dengan standar deviasi 0,56374. Dengan melihat besarnya nilai standar deviasi yang lebih kecil
dari meannya maka data yang digunakan dalam variabel Debt to Equity Ratio (DER) mempunyai
sebaran yang kecil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan merupakan data
Variabel Total Asset Turnover (TATO) memiliki nilai minimum sebesar 0,41 pada PT Industri
Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk, sedangkan untuk nilai maksimum TATO sebesar 1,53 yakni
pada PT Merck Tbk. Nilai rata-rata (mean) yang dimiliki TATO adalah sebesar 1,0987 dengan
standar deviasi 0,27195. Hal ini menunjukkan bahwa bahwa data pada variabel TATO memiliki
sebaran yang kecil, karena standar deviasi lebih kecil dari nilai rata-ratanya. Dengan demikian
dapat disimpulkan data pada variabel Total Asset Turnover (TATO) cukup bagus.
Nilai rata-rata (mean) inflasi sebesar 3,17% menunjukkan bahwa tingkat inflasi selama tahun
2015-2019 mengalami penurunan, dengan nilai maksimum sebesar 3,61% dan minimum
sebesar 2,72%. Standar deviasi inflasi sebesar 0,30 lebih kecil jika dibandingkan nilai meannya
sebesar 3,17%. Dengan melihat besarnya nilai standar deviasi yang lebih kecil dari rata-ratanya
maka data yang digunakan dalam variabel inflasi mempunyai sebaran yang kecil. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan merupakan data yang bagus.
Nilai rata-rata (mean) Tingkat suku bunga sebesar 5,50% menunjukkan rendahnya tingkat suku
bunga selama periode penelitian yakni tahun 2015-2019. Nilai maksimum sebesar 7,50% dan
minimum sebesar 4,25%. Standar deviasi tingkat suku bunga sebesar 1,17% lebih kecil jika
dibandingkan nilai rata-ratanya sebesar 5,50%. Dengan melihat besarnya nilai standar deviasi
yang lebih kecil dari rata-ratanya maka data yang digunakan dalam variabel Tingkat suku bunga
mempunyai sebaran yang kecil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan
Uji asumsi klasik digunakan untuk mengetahui ada tidaknya normalitas residual,
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dua model regresi variabel pengganggu atau
residual memiliki distribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas dapat dilihat melalui grafik
normal probability plot dengan titik-titik menyebar disekitar garis dan mengikuti garis diagonal
Adapun grafik probability plot penelitian ini terdapat pada gambar dibawah ini :
Berdasarkan hasil dari Grafik Normal P-Plot pada gambar 4.1 diatas, dapat disimpulkan bahwa
titik-titik yang terdapat dalam uji normal probability plot menunjukkan pola distribusi normal.
Dapat dilihat juga bahwa titik-titik tersebut yang terbentuk menyebar disekitar garis diagonal,
Untuk mendeteksi normalitas data agar lebih teruji maka peneliti juga menguji menggunakan
uji One Sample Kolmogorov-Smirnov Test. Berikut hasil uji One Sample Kolmogorov-Smirnov
Tabel 4.5
bahwa dari jumlah sebanyak 40 data yang di olah, maka dapat disimpulkan bahwa data
terdistribusi normal. Hal ini dapat dilihat dari tingkat signifikansi sebesar 0,200 dan nilainya
diatas 0,05 sebagai batas normal. Dan pada gambar 4.1 grafik normal P-P Plot memperlihatkan
bahwa titik-titik data menyebar disekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah
garis diagonal dan mengikuti model regresi, sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang
diolah merupakan data yang berdistribusi normal sehingga uji normalitas terpenuhi.
b. Uji Multikolinearistas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya korelasi yang tinggi antara
variabel-variabel bebas dalam suatu model regresi linear berganda (Albert, 2019:56). Model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Adapun hasil
uji multikolinearitas pada penilitian ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.6
Uji Multikolinearitas
Untuk menentukan ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi dapat dilihat
dari besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance. Berdasarkan tabel 4.6 di atas
menunjukkan bahwa nilai tolerance yang dihasilkan variabel DER adalah 0,953 dan nilai VIF
1,049. Variabel TATO memiliki nilai tolerance 0,926 dan nilai VIF 1,079. Variabel inflasi memiliki
nilai tolerance 0,966 dan nilai VIF 1,035. Variabel tingkat suku bunga memiliki nilai tolerance
0,994 dan nilai VIF 1,006. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini tidak terjadi
multikolinearitas antara variabel independen karena nilai tolerance yang dihasilkan pada
keseluruhan variabel > 0,10 dan nilai VIF < 10, sehingga model regresi ini dapat digunakan
dalam penelitian.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji atau membuktikan apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya.
Model regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas.
Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini menggunakan grafik scatterplot. Adapun hasil uji
heteroskedastisitas pada penilitian ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 4.2
Grafik Scatterplot
di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Pada grafik scatterplot di atas juga tidak
membentuk pola tertentu atau pola jelas yang teratur, seperti titik-titik yang membentuk pola
bergelombang, melebar, kemudian menyempit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada model
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu
pada periode tertentu dengan variabel pengganggu periode sebelumnya (Albert, 2019:65).
Model regresi yang baik mensyaratkan tidak adanya masalah autokorelasi. Untuk mendeteksi
ada atau tidaknya autokorelasi dapat digunakan metode grafik atau Uji Durbin Watson. Adapun
hasil uji autokorelasi pada penilitian ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.7
Uji Autokorelasi
Berdasarkan tabel diatas dengan tingkat signifikasi 5%, jumlah sampel (n) sebanyak 40 dan
variabel bebas sebanyak 4 maka menurut tabel Durbin Waston (DW) nilai dl (batas bawah)
1,2848 dan nilai du (batas atas) 1,7209 dan nilai 4-du = 2,2791. Artinya bahwa nilai d berada
diantara du<d<4-du yaitu 1,7209<2,619<2, 2791. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa
- DU < DW < 4-DU maka diterima yang berarti tak terjadi autokorelasi.
- DW < DL atau DW > 4-DL maka ditolak yang berarti terjadi autokorelasi.
- DL < DW < DU atau 4-DU < DW < 4-DL berarti tak ada kesimpulan yang pasti.
Autokorelasi adalah keadaan terjadinya korelasi dari residual untuk pengamatan satu dengan
pengamatan yang lain yang disusun menurut runtut waktu. Model regresi yang baik
mensyaratkan tidak adanya masalah autokorelasi. Menguji autokorelasi dalam suatu model
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu pada periode
tertentu dengan variabel pengganggu periode sebelumnya (Albert, 2019:65). Metode pengujian
dilakukan dengan Uji Run Test. Uji ini merupakan bagian dari statistik non-parametrik yang
dapat digunakan untuk menguji apakah antara residual terdapat korelasi yang tinggi.
Pengambilan keputusan dilakukan dengan melihat nilai Asymp. Sig (2-tailed) uji Run Test.
Apabila nilai Asymp.Sig (2-tailed) lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05 maka dapat
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu
pada periode tertentu dengan variabel pengganggu periode sebelumnya (Albert, 2019:65).
Model regresi yang baik mensyaratkan tidak adanya masalah autokorelasi. Metode pengujian
dilakukan dengan Uji Run Test. Adapun hasil uji autokorelasi pada penilitian ini dapat dilihat
Berdasarkan data tabel 4.7 diatas, nilai sig. 2-tailed dari runs test adalah sebesar 0.873 > 0.05
yang berarti memenuhi asumsi bahwa data dalam penelitian ini terbebas dari gejala
autokorelasi dan dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya, karena nilai Asymp.Sig (2-tailed) lebih
besar dari tingkat signifikansi 0,05 maka dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi.
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan empat jenis pengujian yaitu Uji Analisis
Regresi Linier Berganda, Uji Simultan (Uji F), Uji Parsial (Uji t), dan Uji Koefisien Determinasi (R²).
Metode regresi linear berganda merupakan alat statistik yang dipergunakan untuk mengetahui
pengaruh antara satu atau beberapa variabel terhadap satu buah variabel (Kurnia et al.,
2020:49).
Berikut ini merupakan hasil uji regresi linear berganda yang akan disajikan pada tabel berikut ini
Tabel 4.8
Berdasarkan hasil uji regresi linear berganda yang tersaji pada tabel di atas, maka dapat
Berdasarkan persamaan regresi diatas hubungan antara variabel independen terhadap variabel
1. Konstanta sebesar -1722,482 dengan nilai negatif, menunjukkan apabila variabel independen
yaitu kinerja keuangan (DER, TATO), inflasi dan tingkat suku bunga independen dianggap
konstan (bernilai 0) maka variabel dependen yaitu harga saham akan mengalami penurunan
2. Nilai koefisien DER untuk variabel X1 sebesar 1190,382 dan bertanda positif, ini menunjukkan
bahwa DER memiliki pengaruh yang berlawanan arah dengan harga saham. Hal ini memiliki arti
bahwa setiap kenaikan DER satu kesatuan maka variabel Y (harga saham) akan naik sebesar
1190,382, dengan asumsi bahwa variabel bebas lain dari model regresi adalah tetap.
3. Nilai koefisien TATO untuk variabel X2 sebesar 1851,486 dan bertanda positif, ini
menunjukkan bahwa TATO memiliki pengaruh yang berlawanan arah dengan harga saham. Hal
ini memiliki arti bahwa setiap kenaikan TATO satu kesatuan maka variabel Y (harga saham)
akan naik sebesar 1851,486 dengan asumsi bahwa variabel bebas lain dari model regresi adalah
tetap.
4. Nilai koefisien Inflasi untuk variabel X3 sebesar 901,801 dan bertanda positif, ini
menunjukkan bahwa Inflasi memiliki pengaruh yang berlawanan arah dengan harga saham. Hal
ini memiliki arti bahwa setiap kenaikan Inflasi satu kesatuan maka variabel Y (harga saham)
akan naik sebesar 901,801 dengan asumsi bahwa variabel bebas lain dari model regresi adalah
tetap.
5. Nilai Koefisien tingkat suku bunga untuk variabel X4 sebesar 314,687 dan bertanda negatif,
ini menunjukkan bahwa tingkat suku bunga memiliki pengaruh yang berlawanan arah dengan
harga saham. Hal ini memiliki arti bahwa setiap kenaikan tingkat suku bunga satu kesatuan
maka variabel Y (harga saham) akan turun sebesar 314,687, dengan asumsi bahwa variabel
Berdasarkan hasil penelitian ini variabel TATO (Total Asset Turnover) merupakan variabel yang
paling besar mempengaruhi harga saham dengan arah positif karena memiliki nilai koefisien
Pengujian ini bertujuan untuk membuktikan apakah variabel-variabel independen (X) secara
simultan (bersama-sama) mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen (Y) (Ghozali (2016)
dalam Indriani, 2020:92). Adapun hasil uji simultan (F) dalam penelitian ini sebagai berikut :
Tabel 4.11
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai sigifikansi untuk pengaruh kinerja keuangan (DER,
TATO), inflasi dan tingkat suku bunga secara simultan terhadap harga saham adalah sebesar
0,193 > 0,05 dan nilai Fhitung 1,611< Ftabel 2,61 sehingga dapat disimpulkan bahwa H5 ditolak,
yang berarti kinerja keuangan (DER, TATO), inflasi dan tingkat suku bunga secara simultan tidak
Uji t ini biasanya digunakan untuk mengetahui seberapa besar signifikansi pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen secara individual dan menganggap variabel dependen
yang lain konstan (Ghozali (2016) dalam Indriani, 2020:92). Dasar pengambilan keputusan yang
digunakan dalam uji t dengan menggunakan tingkat signifikan adalah sebagai berikut :
1. Jika tingkat signifikansi < 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hipotesis diterima
dependen.
2. Jika tingkat signifikansi > 0,05, maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hipotesis ditolak
mempunyai arti bahwa variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen.
Untuk dapat melihat nilai thitung maka terlebih dahulu mencari ttabel, dengan mencari derajat
kebebasan (df) = jumlah sampel (n) – jumlah variabel independen (K)-1 = 40-4-1=35 dengan
nilai signifikasi 0,05 (0,05 : 2 = 0,025) adalah sebesar 2,03011 sedangkan untuk thitung nya
Tabel 4.11
Berdasarkan hasil pada tabel 4.10 diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :
Hasil pengujian hipotesis pertama yaitu variabel debt equity ratio diketahui memiliki nilai
signifikansi adalah sebesar 0,071 > 0,05 dan nilai thitung 1,861 < ttabel 2,03011 sehingga dapat
disimpulkan bahwa H1 ditolak, yang berarti debt equity ratio tidak berpengaruh terhadap harga
saham.
Hasil pengujian hipotesis kedua yaitu variabel total asset turnover diketahui memiliki nilai
signifikansi adalah sebesar 0,177 > 0,05 dan nilai thitung 1,377 < ttabel 2,03011 sehingga dapat
disimpulkan bahwa H2 ditolak, yang berarti total asset turnover tidak berpengaruh terhadap
harga saham.
Hasil pengujian hipotesis ketiga yaitu variabel inflasi diketahui memiliki nilai signifikansi adalah
sebesar 0,448 > 0,05 dan nilai thitung 0,767 < ttabel 2,03011 sehingga dapat disimpulkan
bahwa H3 ditolak, yang berarti inflasi tidak berpengaruh terhadap harga saham.
Hasil pengujian hipotesis keempat yaitu variabel tingkat suku bunga diketahui memiliki nilai
signifikansi adalah sebesar 0,306 > 0,05 dan nilai thitung -1,039 < ttabel 2,03011 sehingga dapat
disimpulkan bahwa H4 ditolak, yang berarti tingkat suku bunga tidak berpengaruh terhadap
harga saham.
Koefisien determinasi (R²) adalah suatu nilai yang menggambarkan seberapa besar perubahan
atau variasi dari variabel dependen bisa dijelaskan oleh perubahan atau variasi dari variabel
independen (Albert, 2019:31). Berikut merupakan hasil uji koefisien determinasi R2 pada
penelitian ini :
Tabel 4.9
Pada tabel 4.9 nilai Adjusted R Square sebesar 0,059 yang mengartikan bahwa sebesar 5,9%
potensi pengaruh variabel independen yaitu kinerja keuangan (debt equity ratio, total asset
turnover), inflasi, dan tingkat suku bunga terhadap variabel dependen yaitu harga saham.
Sedangkan sisanya yaitu sebesar 94,1% (100% - 5,9%) dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak
digunakan dalam penelitian ini. Nilai Adjusted R-Square (R2) sebesar 0,059, menunjukkan
bahwa persentase konstribusi sebesar 5,9% tergolong sangat lemah antara variabel independen
terhadap variabel dependen yaitu kinerja keuangan (debt equity ratio, total asset turnover),
Hasil uji parsial (uji t) menunjukkan debt equity ratio (X1) memiliki thitung sebesar 1,861
dengan nilai ttabel yang diperoleh sebesar 2,03011 yang mengartikan thitung < ttabel (1,861<
2,03011). Nilai signifikan yang diperoleh yaitu sebesar 0,071 yang artinya lebih besar dari 0,05
(0,071 > 0,05). Sehingga hipotesis H1 ditolak. Hal ini mengartikan bahwa debt equity ratio tidak
Tidak adanya pengaruh yang signifikan antara Debt to Equity Ratio terhadap harga saham
mengindikasikan bahwa debt equity ratio dengan harga saham memiliki hubungan yang positif,
itu berarti semakin tinggi debt equity ratio suatu perusahaan, maka semakin tinggi pula tingkat
modal perusahaan yang dibiayai oleh utang, sehingga semakin tinggi risiko gagal bayar yang
dihadapi oleh perusahaan tersebut. Hal ini akan mengurangi kepercayaan investor untuk
Hal ini mengindikasikan adanya pertimbangan yang berbeda dari beberapa investor dalam
memandang debt equity to ratio bukan sebagai penghambat atau pemicu minat dari investor
untuk membeli saham dan tidak akan mempengaruhi harga saham. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Batubara & Saptomo (2020) yang menyatakan bahwa
debt equity ratio tidak berpengaruh terhadap harga saham. Namun, hasil penelitian ini bertolak
belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ali & Hidayat (2016) yang menyatakan
bahwa debt equity ratio berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap harga saham.
Hasil uji parsial (uji t) menunjukkan total asset turnover (X2) memiliki thitung sebesar 1,377
dengan nilai ttabel yang diperoleh sebesar 2,03011 yang mengartikan thitung < ttabel (1,377<
2,03011). Nilai signifikan yang diperoleh yaitu sebesar 0,177 yang artinya lebih besar dari 0,05
(0,177 > 0,05). Sehingga hipotesis H2 ditolak. Hal ini mengartikan bahwa total asset turnover
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ramdayanti, et al (2019) yang
menyatakan bahwa total asset turnover tidak berpengaruh terhadap harga saham. Namun,
hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Amrah & Elwisam
(2019) yang menunjukan bahwa total asset turnover berpengaruh positif dan signifikan
Kenaikan atau penurunan total asset turnover tidak akan mempengaruhi harga saham. Artinya,
semakin tinggi atau rendahnya total asset turn over tidak mempengaruhi semakin efektif atau
tidaknya perusahaan dalam penggunaan aktivanya untuk menghasilkan total penjualan bersih.
Berdasarkan teori signaling perusahaan dengan total asset turnover yang tinggi akan lebih
banyak dicari oleh investor, karena investor akan menganggapnya sebagai informasi yang
positif sehingga akan meningkatkan harga saham di pasar sekunder. Harga saham di pasar
sekunder yang meningkat akan menyebabkan harga saham di pasar perdana dinilai lebih
rendah, sehingga semakin tinggi nilai total asset turnover akan meningkatkan underpricing
Hasil uji parsial (uji t) menunjukkan inflasi (X3) memiliki thitung sebesar 0,767 dengan nilai
ttabel yang diperoleh sebesar 2,03011 yang mengartikan thitung < ttabel (0,767 < 2,03011).
Nilai signifikan yang diperoleh yaitu sebesar 0,448 yang artinya lebih besar dari 0,05 (0,448 >
0,05). Sehingga hipotesis H3 ditolak. Hal ini mengartikan bahwa inflasi tidak berpengaruh
Inflasi merupakan keadaan dimana terjadi kenaikan harga secara tajam yang berlangsung
secara terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama. Inflasi yang tinggi bisa mengurangi
tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya. Salah satu sektor yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia adalah sektor farmasi. Sektor farmasi memiliki peran dalam
reformasi dibidang kesehatan. Dalam permasalahan kesehatan yang terjadi pada umumnya
sangat berkaitan dengan ketersediaan obat-obatan, meskipun harga jual obat tersebut naik
masyarakat akan tetap membeli karena bagi masyarakat obat-obatan merupakan faktor yang
Tidak adanya pengaruh yang signifikan ini mengindikasikan bahwa besar kecilnya inflasi pada
tahun 2015-2019 tidak berdampak besar pada naik turunnya harga saham. Hasil ini
menunjukkan bahwa kondisi inflasi menyebabkan investor tidak ingin berspekulasi atau
cenderung bersikap menunggu sampai kondisi inflasi lebih stabil, sehingga resiko kerugian yang
dialami investor tidak besar. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Wardani & Andarini (2016) yang menyatakan bahwa inflasi tidak berpengaruh terhadap harga
saham. Namun, hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Azizah, Anggraeni & Irawan (2020) yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh positif dan
dengan nilai ttabel yang diperoleh sebesar 2,03011 yang mengartikan thitung < ttabel (-1,039 <
2,03011). Nilai signifikan yang diperoleh yaitu sebesar 0,306 yang artinya lebih besar dari 0,05
(0,306 > 0,05). Sehingga hipotesis H4 ditolak. Hal ini mengartikan bahwa tingkat suku bunga
Tidak adanya pengaruh yang signifikan ini mengindikasikan bahwa tingkat suku bunga dapat
disebabkan karena rata-rata tingkat suku bunga sebesar 5,50% selama periode penelitian 2015-
2019 masih dianggap tidak lebih menguntungkan dibandingkan dengan berinvestasi pada
saham. Investor masih menganggap bahwa investasi pada saham masih dapat menghasilkan
return yang lebih tinggi daripada deposito sehingga suku bunga tidak terlalu diperhatikan oleh
investor.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kasanah & Riduwan (2017)
yang menyatakan bahwa tingkat suku bunga tidak berpengaruh terhadap harga saham. Namun,
hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari,
Mahsuni & Mawardi (2019) yang menyatakan bahwa tingkat suku bunga berpengaruh terhadap
harga saham.
2.9.4 Pengaruh Kinerja Keuangan, Inflasi dan Tingkat Suku Bunga terhadap Harga Saham
Hasil uji simultan menunjukan bahwa nilai sigifikansi untuk pengaruh kinerja keuangan (debt
equity ratio, total asset turnover), inflasi dan tingkat suku bunga secara simultan terhadap
harga saham adalah sebesar 0,193 > 0,05 dan nilai Fhitung 1,611< Ftabel 2,61 sehingga dapat
disimpulkan bahwa H5 ditolak, yang berarti kinerja keuangan (debt equity ratio, total asset
turnover), inflasi dan tingkat suku bunga secara simultan tidak berpengaruh terhadap harga
saham.
Adapun nilai Adjusted R-Square (R2) sebesar 0,059, menunjukkan bahwa persentase konstribusi
sebesar 5,9% tergolong sangat lemah antara variabel independen terhadap variabel dependen
yaitu kinerja keuangan (debt equity ratio, total asset turnover), inflasi dan tingkat suku bunga
terhadap harga saham. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 94,1% (100% - 5,9%) dipengaruhi oleh
variabel lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini. Dalam hal ini berarti jika para investor
lainnya, tidak sebatas pada faktor kinerja keuangan (debt equity ratio dan total asset turnover),
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai Pengaruh Kinerja Keuangan, Inflasi dan Tingkat Suku
Bunga terhadap Harga Saham, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa variabel kinerja keuangan yang
diproksikan dengan debt equity ratio dan total asset turnover tidak berpengaruh terhadap
harga saham.
2. Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa variabel inflasi tidak berpengaruh
4. Hasil pengujian secara simultan menunjukkan bahwa kinerja keuangan, inflasi dan tingkat
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang di dapatkan dari penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan
1. Bagi perusahaan
perusahaan dan meningkatkan kinerja agar banyak para investor yang tertarik menanamkan
2. Bagi Investor
Bagi investor hendaknya tetap memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham
terlebih dahulu sebelum berinvestasi pada pasar modal karena akan mengurangi resiko dan
ketidakpastian yang akan dialami oleh para investor dalam aktivitas perdagangan saham.
periode penelitian agar hasil yang diperoleh dapat lebih merefleksikan pergerakan harga saham
serta menambah variabel lain diluar variabel penelitian ini, baik faktor internal dan faktor
eksternal lainnya yang mempengaruhi harga saham, seperti variabel rasio keuangan
perusahaan yang belum dimasukkan dalam model penelitian ini sebagai variabel independen,
nilai tukar rupiah, produk domestik bruto (PDB), harga minyak dunia, dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN