Anda di halaman 1dari 30

RINGKASAN MATERI KULIAH

MANAJEMEN KEUANGAN STRATEGIS


“CORPORATE GOVERNANCE”

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 6 (KELAS H2)

1. Nyoman Candra Tri Wahyuni (2380611028)


2. Ni Made Esmi Damayanti (2380611031)
3. Intan Pramitha Sari (2380611037)
4. I Gede Bagus Dwijaya Dharmanatha (2380611044)

DOSEN PENGAMPU:

Dr. Henny Rahyuda, S.E., M.M., Ak.

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahmat-Nyalah
kami akhirnya bisa menyelesaikan ringkasan mata kuliah yang berjudul “Corporate Governance”
ini dengan baik tepat pada waktunya. Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada
dosen pengampu, Ibu Dr. Henny Rahyuda, S.E., M.M., Ak. yang telah memberikan banyak
bimbingan. Meskipun kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang penyusunan
ringkasan mata kuliah ini, tetapi kami menyadari bahwa di dalam ringkasan mata kuliah yang telah
kami susun ini masih terdapat banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu, kami
mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca demi tersusunnya ringkasan mata kuliah
lain yang lebih baik lagi. Akhir kata, kami berharap agar ringkasan mata kuliah ini bisa
memberikan banyak manfaat.

Denpasar, 18 Oktober 2023


Tim Penyusun

(Kelompok 6)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1
1.3 Tujuan............................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 1
2.1 Konflik Agensi (Agency Conflicts) .................................................................................. 2
2.1.1 Pengertian Konflik Agensi ........................................................................................ 2
2.1.2 Konflik Antara Pemegang Saham dan Kreditor ....................................................... 2
2.1.3 Konflik Antara Pemilik/Manajer Dalam Dengan Pemilik Luar ............................... 4
2.1.4 Konflik Antara Manajer dan Pemegang Saham ........................................................ 4
2.2 Corporate Governance ..................................................................................................... 5
2.2.1 Pengertian Corporate Governance ........................................................................... 5
2.2.2 Alasan Diperlukan Good Corporate Governance .................................................... 6
2.2.3 Manfaat Good Corporate Governance ..................................................................... 7
2.2.4 Pengawasan dan Disiplin oleh Direksi ..................................................................... 9
2.2.5 Menggunakan Kompensasi untuk Menyelaraskan Kepentingan Manajerial dan
Pemegang Saham ................................................................................................................... 12
2.2.6 Struktur Modal dan Sistem Pengendalian Intern .................................................... 14
2.2.7 Faktor Lingkungan di Luar Kendali Perusahaan .................................................... 16
2.3 Rencana Kepemilikan Saham Karyawan (Employee Stock Ownership Plans) ............. 17
2.3.1 Manfaat Perusahaan Mendirikan Employee Stock Ownership Plans (ESOP) ........ 19
2.3.2 Manfaat Employee Stock Ownership Plans (ESOP ) Bagi Pemegang Saham
Perusahaan ............................................................................................................................. 21
2.3.3 Tujuan Employee Stock Ownership Plans (ESOP) ................................................. 21
2.4 Studi Kasus Tata Kelola Perusahaan Internasional di Jerman, Jepang, dan Amerika
Serikat........................................................................................................................................ 22
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 25

ii
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 26

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tidak ada konflik dalam perusahaan yang dikelola oleh satu orang pemilik mengambil
semua keputusan, melakukan semua pekerjaan, menuai semua keuntungan, dan menanggung
semua kerugian. Situasi ini berubah ketika pemilik mulai mempekerjakan karyawan karena
karyawan tidak sepenuhnya mendapat bagian dalam keuntungan dan kerugian pemilik. Situasi
menjadi lebih rumit jika pemilik menjual sebagian saham perusahaannya kepada pihak luar,
dan lebih rumit lagi jika pemilik mempekerjakan orang lain untuk menjalankan perusahaan.
Dalam situasi ini, banyak potensi konflik antara pemilik, manajer, karyawan, dan kreditor.
Konflik agensi terjadi setiap kali pemilik memberi wewenang kepada orang lain untuk
bertindak atas nama mereka sebagai agen mereka. Sejauh mana masalah keagenan dapat
diminimalkan seringkali bergantung pada masalah perusahaan tata kelola perusahaan, yaitu
seperangkat undang-undang, aturan, dan prosedur yang memengaruhi operasi perusahaan dan
keputusan yang diambil para manajernya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka rumusan masalah dalam
ringkasan mata kuliah ini sebagai berikut
1. Apa yang dimaksud dengan konflik agensi?
2. Apa yang dimaksud dengan corporate governance?
3. Apa yang dimaksud dengan rencana kepemilikan saham karyawan?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penulisan mata kuliah ini
sebagai berikut
1. Untuk mengetahui bagaimana konflik agensi pada suatu perusahaan
2. Untuk mengetahui bagaimana corporate governance suatu perusahana
3. Untuk mengetahui bagaimana rencana kepemilikan saham karyawam

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konflik Agensi (Agency Conflicts)

2.1.1 Pengertian Konflik Agensi

Menurut Kim, Nofsinger, dan Mohr (2010) agency conflict merupakan konflik yang
terjadi antara shareholder dengan manajemen karena adanya perbedaan tujuan atau
kurangnya kepercayaan antara kedua belah pihak. Menurut Gitman (2007) agency conflict
adalah masalah yang timbul akibat tindakan manajer yang lebih mengutamakan
pemenuhan tujuan pribadinya bila dibandingkan dengan tujuan perusahaan. Dari beberapa
pendapat mengenai konflik agensi, dapat disimpulkan bahwa konflik agensi merupakan
konflik yang terjadi karena adanya pihak manajemen yang dapat melakukan kecurangan
untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi membuat para pemilik perusahaan atau
pemegang saham menjadi tidak percaya dengan setiap tindakan yang dilakukan oleh pihak
manajemen yang membawa dampak buruk terhadap perusahaan.
Hubungan keagenan muncul ketika seseorang, yang disebut prinsipal,
mempekerjakan orang lain, yang disebut agen, untuk melakukan suatu layanan, dan
prinsipal mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Dalam sebuah
perusahaan, hubungan keagenan dalam sebuah perusahaan dapat berupa hubungan:
1. Pemegang saham dan kreditor
2. Manajer dalam/pemilik dan pemilik luar
3. Pemegang saham luar dengan manajer yang direkrut

2.1.2 Konflik Antara Pemegang Saham dan Kreditor

Kreditor mempunyai klaim atas aliran pendapatan perusahaan, dan mereka


mempunyai klaim atas aset perusahaan jika terjadi kebangkrutan. Namun, pemegang
saham memiliki kendali (melalui manajer) atas keputusan yang mempengaruhi risiko
perusahaan. Oleh karena itu, kreditor melimpahkan kewenangan pengambilan keputusan
kepada orang lain sehingga berpotensi menimbulkan konflik keagenan. Kreditor

2
meminjamkan dana dengan tingkat bunga berdasarkan risiko yang dirasakan perusahaan
pada saat kredit diberikan, yang pada gilirannya didasarkan pada:
1. Risiko aset yang ada
2. Ekspektasi mengenai resiko penambahan aset di masa depan
3. Struktur modal saat ini
4. Ekspektasi mengenai perubahan struktur modal di masa depan
Hal ini merupakan faktor penentu utama risiko arus kas perusahaan dan keamanan
utangnya. Misalkan perusahaan meminjam uang, kemudian menjual asetnya yang relatif
aman dan menginvestasikan hasilnya dalam aset untuk proyek besar baru yang jauh lebih
berisiko. Proyek baru ini mungkin sangat menguntungkan, namun juga bisa menyebabkan
kebangkrutan. Jika proyek berisiko berhasil, sebagian besar keuntungan akan jatuh ke
tangan pemegang saham, karena tingkat pengembalian kreditor ditetapkan pada tingkat
risiko rendah awal. Namun, jika proyek tersebut tidak berhasil, pemegang obligasi akan
mengalami kerugian. Dengan demikian, meningkatnya risiko akibat perubahan aset akan
menyebabkan tingkat pengembalian yang disyaratkan atas utang tersebut meningkat, yang
pada gilirannya akan menyebabkan nilai utang yang beredar turun. Hal ini disebut peralihan
aset atau bait-and-switch.
Situasi serupa dapat terjadi jika suatu perusahaan meminjam dan kemudian
menerbitkan utang tambahan, menggunakan dana tersebut untuk membeli kembali
sebagian sahamnya yang beredar, sehingga meningkatkan leverage keuangannya. Jika
semuanya berjalan baik, pemegang saham akan memperoleh keuntungan dari peningkatan
leverage. Namun, nilai utang tersebut kemungkinan akan berkurang karena kini akan
terdapat jumlah utang yang lebih besar yang didukung oleh jumlah aset yang sama. Baik
dalam peralihan aset maupun peningkatan leverage, pemegang saham mempunyai potensi
untuk memperoleh keuntungan, namun keuntungan tersebut diperoleh dengan
mengorbankan kreditur. Ada dua cara pemberi pinjaman mengatasi potensi peralihan aset
atau peningkatan leverage berikutnya, yaitu:
1. Kreditor mungkin mengenakan tarif yang lebih tinggi untuk melindungi diri mereka
sendiri jika perusahaan melakukan aktivitas yang meningkatkan risiko. Namun, jika
perusahaan tidak meningkatkan risiko, maka biaya modal rata-rata tertimbang (WACC)
akan lebih tinggi dibandingkan risiko perusahaan. WACC yang lebih tinggi ini akan

3
mengurangi nilai intrinsik perusahaan (ingat bahwa nilai intrinsik adalah nilai sekarang
dari arus kas bebas yang didiskontokan pada WACC). Selain itu, perusahaan akan
menolak proyek yang seharusnya diterima dengan biaya modal lebih rendah.
2. Pemberi pinjaman menuliskan perjanjian hutang secara rinci yang merinci tindakan apa
yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh peminjam. Perjanjian ini dapat menimbulkan
biaya keagenan jika membatasi perusahaan dalam melakukan aktivitas penambahan
nilai.

2.1.3 Konflik Antara Pemilik/Manajer Dalam Dengan Pemilik Luar

Jika pemilik perusahaan juga menjalankan perusahaan tersebut, pemilik/manajer


mungkin akan mengoperasikan perusahaan tersebut untuk memaksimalkan
kesejahteraannya sendiri. Kesejahteraan ini jelas mencakup peningkatan kekayaan karena
peningkatan nilai perusahaan, namun juga mencakup fasilitas tambahan atau keuntungan
seperti lebih banyak waktu luang, kantor mewah, asisten eksekutif, rekening pengeluaran,
limousine, jet perusahaan, dan kemurahan hati. rencana pensiun.
Namun, jika pemilik/pengelola mendirikan usahanya dan kemudian menjual
sebagian sahamnya kepada pihak luar, potensi konflik kepentingan akan segera muncul.
Perhatikan bahwa nilai tunjangan masih ditanggung oleh pemilik/manajer, namun biaya
perquisites kini sebagian ditanggung oleh pihak luar. Hal ini bahkan mungkin mendorong
pemilik/manajer untuk meningkatkan konsumsi tambahan tersebut karena biayanya relatif
lebih murah karena pihak luar menanggung biayanya. Masalah keagenan ini menyebabkan
pihak luar membayar lebih sedikit untuk suatu saham perusahaan dan menuntut tingkat
pengembalian yang lebih tinggi.

2.1.4 Konflik Antara Manajer dan Pemegang Saham

Pemegang saham ingin perusahaan mempekerjakan manajer yang mampu dan mau
mengambil tindakan legal dan etis untuk memaksimalkan harga saham intrinsik. 2 Hal ini
jelas membutuhkan manajer dengan kompetensi teknis, namun juga membutuhkan manajer
yang bersedia mengerahkan upaya ekstra yang diperlukan untuk mengidentifikasi dan
menerapkan aktivitas yang memberi nilai tambah. Namun, manajer adalah manusia, dan

4
manusia mempunyai tujuan pribadi dan perusahaan. Oleh karena itu, logikanya manajer
diharapkan bertindak demi kepentingannya sendiri, dan jika kepentingannya tidak sejalan
dengan kepentingan pemegang saham, maka nilai perusahaan tidak akan maksimal. Ada
enam cara di mana perilaku manajer dapat merugikan nilai intrinsik perusahaan, yaitu
1. Manajer mungkin tidak menghabiskan waktu dan upaya yang diperlukan untuk
memaksimalkan nilai perusahaan.
2. Manajer mungkin menggunakan sumber daya perusahaan untuk aktivitas yang
menguntungkan dirinya sendiri dibandingkan pemegang saham.
3. Manajer mungkin menghindari pengambilan keputusan yang sulit namun meningkatkan
nilai yang merugikan teman-teman di perusahaan.
4. Manajer mungkin mengambil terlalu banyak risiko, atau mereka mungkin tidak
mengambil risiko yang cukup.
5. Jika sebuah perusahaan menghasilkan arus kas bebas yang positif, manajer mungkin
“menimbunnya” dalam bentuk surat berharga alih-alih mengembalikan FCF kepada
investor.
6. Manajer mungkin tidak mengungkapkan semua informasi yang diinginkan investor.

2.2 Corporate Governance

2.2.1 Pengertian Corporate Governance

Corporate governance merupakan salah satu konsep yang dapat dipergunakan


dalam meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara
manajemen perusahaan, dewan direksi, para pemegang saham dan pemangku kepentingan
perusahaan angku kepentingan perusahaan lainnya. Corporate governance juga
memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu
perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja. Corporate
governance merupakan kunci sukses perusahaan dalam mengelola perusahaan sehingga
laporan keuangan yang dihasilkan terjamin kualitasnya. Tata kelola perusahaan yang baik
mencerminkan apakah perusahaan tersebut, dalam hal ini manajemen, sehat dan transparan
sehingga diharapkan dapat menekan aktivitas perekayasaan kinerja yang mengakibatkan
laporan keuangan tidak menggambarkan nilai sesungguhnya.

5
Watts (2003) menyatakan bahwa salah satu cara yang digunakan untuk memonitor
masalah kontrak dan membatasi perilaku oportunistik manajemen adalah corporate
governance. Good Corporate Governance (GCG/ Tata Kelola Perusahaan yang Baik)
adalah unsur utama yang dipertimbangkan oleh investor saat ia memilih sekian banyak
perusahaan untuk berinvestasi. Hal ini karena, sebuah perusahaan yang memiliki tata kelola
perusahaan yang baik (GCG) dipimpin oleh para eksekutif yang jujur dan berpengalaman
dan memiliki kemampuan organisasi yang mumpuni. Sehingga menumbuhkan keyakinan
di hati para investor untuk memilih perusahaan tersebut sebagai tempat menanamkan
uangnya. Istilah good corporate governance yang sering dibahas sebagai sistem tata kelola
perusahaan yang baik terdiri dari sejumlah hal yang saling berkaitan, diantaranya adalah
sistem aturan yang diterapkan dalam praktek yang jujur dan proses bisnis yang kokoh,
dengan kepemimpinan yang baik dan kepaduan operasional organisasi yang berjalan
dengan baik.

2.2.2 Alasan Diperlukan Good Corporate Governance

Dalam dunia bisnis, Good Corporate Governance merupakan prinsip tata kelola
perusahaan yang dibangun untuk menciptakan kepercayaan stakeholder terhadap
perusahaan. Pada dasarnya, prinsip Good Corporate Governance merupakan sebuah sistem
yang mengatur dan mengendalikan perusahaan dalam menciptakan nilai tambah untuk
semua stakeholder. Prinsip ini diterapkan guna untuk memaksimalkan nilai perusahaan,
meningkatkan kinerja, dan kontribusi perusahaan, serta menjaga keberlanjutan perusahaan
secara jangka panjang. Pada prosesnya, penerapan Good Corporate Governance ini
perusahaan bertanggung jawab pada pemegang saham dan pemangku kepentingan.
Penerapan prinsip Good Corporate Governance adalah strategi penting dalam
membangun kepercayaan pasar dan mendorong arus investasi yang lebih stabil dan dalam
jangka panjang. Praktik dari prinsip ini juga diarahkan untuk mendukung stabilitas dan
pertumbuhan ekonomi. Tujuan utama dari penerapan Good Corporate Governance adalah
untuk menjamin tercapainya hasil yang optimal, terdiri dari:
a. Meningkatnya kinerja perusahaan dengan terciptanya proses pengambilan keputusan
yang lebih baik. Meningkatnya efisiensi operasional perusahaan dan juga meningkatnya
pelayanan kepada pemangku kepentingan,

6
b. Adanya peningkatan dalam corporate value, melalui peningkatan kinerja keuangan dan
mengurangi risiko keputusan investasi yang bisa menimbulkan benturan atau konflik.
c. Meningkatnya kepercayaan investor kepada perusahaan.
d. Tercapainya stakeholder satisfaction yang disebabkan oleh adanya peningkatan
corporate value.
e. Mengarahkan dan mengendalikan hubungan kerja organ perusahaan
f. Meningkatkan pertanggungjawaban pengelolaan perusahaan kepada pemegang saham
dan dengan tetap memperhatikan kepentingan para pemangku kepentingan.
g. Mendorong dan mendukung pengembangan usaha, pengelolaan sumber daya
perusahaan, dan pengelolaan risiko lebih efektif sehingga dapat meningkatkan nilai
perusahaan.
h. Memastikan perusahaan menjalankan praktik-praktik usaha yang sehat
i. Memastikan kegiatan-kegiatan perusahaan berjalan dan bersifat transparan
Jika perusahaan Anda menerapkan prinsip Good Corporate Governance, maka
Anda bisa merasakan perubahan dalam bisnis. Seperti, meningkatnya produktivitas dan
efisiensi usaha, meningkatnya kemampuan operasional perusahaan dan
pertanggungjawaban kepada publik, pengelolaan organisasi yang lebih demokratis, lebih
transparan, dan masih banyak lagi.

2.2.3 Manfaat Good Corporate Governance

Penerapan Good Corporate Governance memiliki beberapa manfaat bagi dalam


dan luar perusahaan, yaitu:
1. Membantu analisis investor
Bagi investor, kondisi ini jelas akan mempermudah analisis layak-tidaknya sebuah
saham dibeli, dijual, atau ditahan.
2. Meningkatkan kepercayaan investor
Kepercayaan adalah elemen penting dalam bisnis apapun. Berdasarkan survei yang
telah dilakukan oleh McKinsey & Company, para investor institusional lebih menaruh
kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan di Asia yang telah menerapkan GCG.
3. Mendongkrak nilai perusahaa

7
Umumnya, perusahaan yang menerapkan good corporate governance akan lebih
dipercaya. Hal ini dapat memperkecil resiko peminjaman uang. Risiko kecil terhadap
peminjaman uang berbanding lurus dengan biaya modal. Alhasil, perusahaan
berpotensi memperoleh modal dengan lebih murah.
4. Mendapat dukungan stakeholder
Manajemen perusahaan, utamanya jajaran direksi, berpotensi mendapatkan dukungan
dari para stakeholder dalam lingkungan perusahaan tersebut jika menerapkan good
corporate governance. Dukungan ini muncul karena para stakeholder mendapat
jaminan bahwa mereka juga mendapat manfaat maksimal dari segala kebijakan dan
strategi perusahaan untuk mencapai kesejahteraan.
5. Memangkas agency cost
Agency cost adalah suatu biaya yang harus ditanggung pemegang saham sebagai akibat
pendelegasian wewenang kepada manajemen perusahaan. Biaya-biaya ini bisa berupa
kerugian yang diderita perusahaan akibat penyalahgunaan wewenang oleh manajemen
perusahaan.
6. Meningkatkan kualitas kerja para karyawa
Penerapan good corporate governance dalam perusahaan akan mendorong jika tidak
bisa disebutkan memaksa para karyawan untuk meningkatkan kualitasnya. Kualitas
karyawan yang meningkat tidak hanya berdampak positif bagi perusahaan, melainkan
juga karyawan itu sendiri.
7. Suasana lingkungan bekerja yang lebih bai
Good corporate governance juga bermanfaat bagi lingkungan kerja. Penerapan good
corporate governance mampu membuat lingkungan kerja makin kondusif. Kegiatan
atau aktivitas dalam perusahaan yang dilakukan sesuai prinsip-prinsip good corporate
governance mampu menimbulkan lingkungan kerja yang mengedepankan kualitas
setiap insan dalam perusahaan tersebut.
8. Meningkatkan kinerja perusahaan
Kinerja perusahaan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang sifatnya internal
maupun eksternal. Kondisi global, seperti pandemi Covid-19, adalah salah satu contoh
faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja perusahaan.
9. Neraca perusahaan yang lebih baik

8
Meningkatnya kinerja perusahaan secara keseluruhan, berdampak pada kondisi neraca
keuangan perusahaan yang makin positif. Itu artinya, risiko kerugian lebih kecil
kemungkinannya terjadi pada perusahaan yang menerapkan good corporate
governance.
10. Mencegah munculnya KKN
Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) merupakan salah satu faktor penghambat
kemajuan suatu perusahaan.

2.2.4 Pengawasan dan Disiplin oleh Direksi

Pemegang saham adalah pemilik perusahaan, dan mereka memilih dewan direksi
untuk bertindak sebagai agen atas nama mereka. Di Amerika Serikat, merupakan tugas
dewan untuk memantau manajer senior dan mendisiplinkan mereka jika mereka tidak
bertindak demi kepentingan pemegang saham, baik dengan pemecatan atau pengurangan
kompensasi. Hal ini belum tentu terjadi di luar Amerika Serikat. Misalnya, banyak
perusahaan di Eropa diharuskan memiliki anggota dewan yang mewakili kepentingan
selain pemegang saham, seperti perwakilan karyawan. Selain itu, banyak perusahaan Eropa
dan Asia memiliki perwakilan bank di dewan direksi. Namun bahkan di Amerika Serikat,
banyak dewan direksi yang gagal bertindak demi kepentingan terbaik pemegang saham.
Dewan direksi memiliki komite nominasi yang memilih satu kandidat untuk setiap
kursi dewan terbuka. Meskipun kandidat dari luar dapat melakukan kampanye “write-in”,
seringkali hanya kandidat yang disebutkan oleh komite pencalonan dewan yang akan ikut
dalam pemungutan suara. Di banyak perusahaan, CEO juga merupakan ketua dewan
direksi dan mempunyai pengaruh besar dalam komite nominasi sehingga daftar calon
dipilih oleh CEO. Oleh karena itu, proses pencalonan sering kali menghasilkan dewan yang
dipilih sendiri oleh CEO. Karena prestise dan kompensasi yang tinggi menyertai jabatan
direktur, banyak direktur yang berterima kasih kepada CEO dan ingin dicalonkan lagi di
akhir masa jabatannya. Mengingat proses ini, tidak mengherankan jika banyak direktur
bertindak demi kepentingan terbaik CEO dibandingkan pemegang saham.
Di sebagian besar perusahaan, seorang kandidat dipilih hanya dengan memperoleh
suara mayoritas. Pemungutan suara proxy biasanya mencantumkan semua kandidat,
dengan sebuah kotak untuk masing-masing kandidat untuk memeriksa apakah pemegang

9
saham memberikan suara untuk kandidat tersebut dan sebuah kotak untuk memeriksa
apakah pemegang saham menahan suara pada kandidat tersebut. Secara teori, seorang
kandidat dapat dipilih dengan satu suara jika semua suara lainnya tidak diberikan. Namun
dalam praktiknya, sebagian besar pemegang saham memilih atau menyerahkan hak
suaranya kepada manajemen.
Oleh karena itu, dalam praktiknya, kandidat yang dicalonkan hampir selalu
memperoleh suara mayoritas dan dengan demikian terpilih. Kadang-kadang ada kampanye
“Pilih saja tidak” di mana investor besar (biasanya lembaga seperti dana pensiun)
mendesak pemegang saham untuk tidak memberikan suara mereka pada satu atau lebih
direktur. Meskipun kampanye semacam ini tidak secara langsung mempengaruhi
pemilihan direktur, kampanye tersebut memberikan cara yang jelas bagi investor untuk
mengungkapkan ketidakpuasan mereka. Bukti terbaru menunjukkan bahwa kampanye
“Pilih saja tidak” pada perusahaan yang kinerjanya buruk akan menghasilkan kinerja yang
lebih baik dan kemungkinan lebih besar bahwa CEO akan diberhentikan.
Prosedur pemungutan suara juga mempengaruhi kemampuan pihak luar untuk
mendapatkan posisi di dewan. Jika piagam menentukan pemungutan suara kumulatif, maka
setiap pemegang saham diberikan jumlah suara yang sama dengan sahamnya dikalikan
dengan jumlah kursi dewan yang akan dipilih. Misalnya, pemegang 100 lembar saham akan
menerima 1.000 suara jika 10 kursi ingin diisi. Kemudian, pemegang saham dapat
mendistribusikan suara tersebut sesuai keinginannya. Seratus suara dapat diberikan untuk
masing-masing 10 kandidat, atau 1.000 suara dapat diberikan untuk satu kandidat. Jika
pemungutan suara nonkumulatif digunakan, pemegang saham hipotesis tidak dapat
memusatkan suara dengan cara ini: Tidak lebih dari 100 suara dapat diberikan untuk
kandidat mana pun, dan pemegang saham dapat melakukan hal ini untuk kursi sebanyak
yang harus diisi. Dengan pemungutan suara nonkumulatif, jika manajemen mengendalikan
51% saham, maka mereka dapat mengisi setiap kursi di dewan, sehingga pemegang saham
yang tidak setuju tidak memiliki perwakilan apa pun di dewan. Namun, dengan
pemungutan suara kumulatif, jika 10 kursi ingin diisi, maka para pembangkang dapat
memilih seorang wakil, dengan syarat mereka memiliki 10% ditambah 1 lembar saham
tambahan. Perhatikan juga bahwa peraturan perundang-undangan menentukan apakah
seluruh dewan direksi akan dipilih setiap tahun atau apakah direktur akan memiliki masa

10
jabatan yang berbeda-beda, misalnya sepertiga kursi harus diisi setiap tahun dan direktur
akan menjabat selama 3 tahun.
Dengan masa jabatan yang tidak menentu, lebih sedikit kursi yang diperoleh setiap
tahunnya, sehingga mempersulit para pembangkang untuk mendapatkan perwakilan di
dewan. Papan terhuyung juga disebut papan rahasia. Banyak papan punya direksi dalam
yaitu, orang-orang yang memegang posisi manajerial dalam perusahaan, seperti CFO, dan
juga anggota dewan. Karena orang dalam melapor kepada CEO, mungkin sulit bagi mereka
untuk menentang CEO pada rapat dewan. Untuk membantu mengurangi masalah ini,
beberapa bursa, seperti NYSE dan NASDAQ, kini mengharuskan perusahaan tercatat
memiliki mayoritas saham. direktur luar yang seharusnya tidak memiliki afiliasi atau
kepentingan keuangan lain dengan perusahaan. Namun, beberapa anggota dewan “luar”
seringkali memiliki hubungan yang kuat dengan CEO melalui hubungan profesional,
persahabatan pribadi, dan konsultasi atau aktivitas yang menghasilkan bayaran lainnya.
Faktanya, pihak luar kadang-kadang hanya memiliki sedikit pengetahuan ahli
dalam bidang bisnis namun memiliki status “celebrity” dari aktivitas non-bisnis. Beberapa
perusahaan juga punya dewan direksi yang saling terkait, di mana CEO Perusahaan A
duduk di dewan direksi Perusahaan B dan CEO Perusahaan B duduk di dewan direksi A.
Dalam situasi seperti ini, bahkan direktur luar pun tidak benar-benar independen dan tidak
memihak. Dewan yang besar (yang beranggotakan lebih dari 10 orang) seringkali kurang
efektif dibandingkan dewan yang lebih kecil. Seperti yang dapat dibuktikan oleh siapa pun
yang pernah menjadi anggota komite, partisipasi individu cenderung menurun seiring
dengan bertambahnya ukuran komite. Oleh karena itu, ada kemungkinan lebih besar bahwa
anggota dewan yang besar akan kurang aktif dibandingkan dengan anggota dewan yang
lebih kecil. Kompensasi anggota dewan mempunyai dampak terhadap efektivitas dewan.
Ketika anggota dewan mendapat kompensasi yang sangat tinggi, CEO juga
cenderung mendapat kompensasi yang sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dewan
direksi tersebut cenderung terlalu lunak terhadap CEO. Bentuk kompensasi dewan juga
mempengaruhi kinerja dewan. Daripada memberi kompensasi kepada anggota dewan
hanya dengan gaji, banyak perusahaan kini memasukkan hibah saham terbatas atau opsi
saham dalam upaya untuk lebih menyelaraskan anggota dewan dengan pemegang saham.

11
Studi menunjukkan bahwa tata kelola perusahaan biasanya membaik dalam
keadaan berikut:
1. CEO tidak juga menjadi ketua dewan.
2. Dewan memiliki mayoritas orang luar yang mempunyai keahlian bisnis tertentu
kepada dewan dan tidak terlalu sibuk dengan kegiatan lain.
3. Papannya tidak terlalu besar.
4. Anggota dewan diberi kompensasi yang sesuai.

2.2.5 Menggunakan Kompensasi untuk Menyelaraskan Kepentingan Manajerial


dan Pemegang Saham

CEO pada umumnya saat ini menerima gaji tetap, bonus tunai berdasarkan kinerja
perusahaan, dan kompensasi berbasis saham, baik dalam bentuk hibah saham atau hibah
opsi. Bonus tunai seringkali didasarkan pada faktor operasional jangka pendek, seperti
pertumbuhan laba per saham tahun ini, atau kinerja operasional jangka menengah, seperti
pertumbuhan laba selama 3 tahun terakhir. Kompensasi berbasis saham sering kali
berbentuk opsi. Misalkan IBM memutuskan untuk memberikan opsi kepada seorang
karyawan, mengizinkannya untuk membeli sejumlah saham IBM tertentu dengan harga
tetap, yang disebut dengan harga kesepakatan (atau harga pelaksanaan), berapapun harga
saham sebenarnya.

Harga kesepakatan biasanya ditetapkan sama dengan harga saham saat ini pada saat
opsi diberikan. Jadi, jika harga IBM saat ini adalah $100, maka opsi tersebut akan memiliki
harga pelaksanaan sebesar $100. Opsi biasanya tidak dapat dilaksanakan sampai setelah
jangka waktu tertentu (the periode vesting), yang biasanya 1 sampai 5 tahun. Beberapa
hibah punya rompi tebing, yang berarti bahwa semua opsi yang diberikan vest pada tanggal
yang sama, misalnya 3 tahun setelah pemberian. Hibah lainnya memiliki vesting tahunan,
yang berarti persentase tertentu vesting setiap tahun. Misalnya saja, sepertiga opsi dalam
hibah mungkin akan diberikan setiap tahunnya.

Pilihannya memiliki tanggal habis tempo, biasanya 10 tahun setelah diterbitkan.


Untuk contoh IBM kita, asumsikan bahwa opsi tersebut memiliki cliff vesting dalam 3
tahun dan tanggal kedaluwarsa dalam 10 tahun. Dengan demikian, karyawan dapat

12
melaksanakan opsi tersebut 3 tahun setelah diterbitkan atau menunggu selama 10 tahun.
Tentu saja, karyawan tersebut tidak akan melakukan eksekusi kecuali saham IBM berada
di atas harga pelaksanaan $100, dan jika harga tidak pernah naik di atas $100, opsi tersebut
akan kadaluarsa tanpa dieksekusi. Namun, jika harga saham berada di atas $100 pada
tanggal kedaluwarsa, opsi tersebut pasti akan dilaksanakan. Misalkan harga saham telah
naik menjadi $134 setelah 5 tahun, dan pada saat itu karyawan tersebut memutuskan untuk
melaksanakan opsi tersebut. Dia akan membeli saham dari IBM seharga $100, jadi IBM
hanya akan mendapat $100 untuk saham senilai $134. Karyawan tersebut (mungkin) akan
menjual saham tersebut pada hari yang sama ketika dia mengeksekusi opsi tersebut dan
karenanya akan menerima secara tunai selisih $34 antara harga saham $134 dan harga
pelaksanaan $100.

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam contoh ini. Pertama, sebagian
besar karyawan menjual saham segera setelah melaksanakan opsinya. Dengan demikian,
efek insentif dari pemberian opsi biasanya berakhir ketika opsi tersebut dilaksanakan.
Kedua, teori penetapan harga opsi menunjukkan bahwa tidaklah optimal untuk
melaksanakan opsi beli konvensional pada saham yang tidak membayar dividen sebelum
opsi tersebut habis masa berlakunya: Seorang investor selalu lebih baik menjual opsi
tersebut di pasar daripada melaksanakannya. Namun karena opsi saham karyawan tidak
dapat diperdagangkan, penerima hibah sering kali menggunakan opsi tersebut jauh
sebelum masa berlakunya habis. Misalnya, orang sering kali menentukan waktu
pelaksanaan opsi bertepatan dengan pembelian rumah baru atau pengeluaran besar lainnya.
Namun pelaksanaan dini terjadi bukan hanya karena alasan likuiditas, seperti
membutuhkan uang tunai untuk membeli rumah, namun juga karena alasan perilaku.
Misalnya, pelaksanaan lebih sering terjadi setelah stok habis, yang menunjukkan bahwa
penerima hibah menganggap stok tersebut terlalu mahal.

Secara teori, opsi saham harus menyelaraskan kepentingan manajer dengan


kepentingan pemegang saham, sehingga mempengaruhi manajer untuk berperilaku dengan
cara yang memaksimalkan nilai perusahaan. Namun dalam praktiknya, hal ini tidak selalu
terjadi karena dua alasan. Pertama, misalkan seorang CEO diberikan opsi atas 1 juta saham.
Jika kita menggunakan harga saham yang sama seperti pada contoh sebelumnya, maka

13
penerima hibah akan menerima $34 untuk setiap opsi, atau total $34 juta. Ingatlah bahwa
ini merupakan tambahan dari gaji tahunan dan bonus tunai. Logika di balik pilihan
karyawan adalah bahwa hal tersebut memotivasi orang untuk bekerja lebih keras dan lebih
cerdas, sehingga membuat perusahaan lebih bernilai dan menguntungkan pemegang
saham. Tapi lihat lebih dekat contoh ini. Jika tingkat bebas risiko adalah 5,5%, premi risiko
pasar adalah 6%, dan beta IBM adalah 1,19, maka pengembalian yang diharapkan
berdasarkan CAPM adalah 5,5%.1 1,19(6%)512,64%. Hasil dividen IBM hanya 0,8%,
sehingga perkiraan apresiasi harga tahunan harus sekitar 11,84% (12,64%20,8%511,84%).
Sekarang perhatikan bahwa jika harga saham IBM tumbuh dari $100 menjadi $134 selama
5 tahun, hal ini berarti tingkat pertumbuhan tahunan hanya sebesar 6%, bukan sebesar
11,84% yang diharapkan oleh pemegang saham. Dengan demikian, eksekutif akan
menerima $34 juta karena membantu menjalankan perusahaan yang kinerjanya di bawah
ekspektasi pemegang saham.

Seperti yang diilustrasikan dalam contoh ini, opsi saham standar tidak serta merta
menghubungkan kekayaan eksekutif dengan kekayaan pemegang saham. Kedua, dan yang
lebih buruk lagi, kejadian di awal tahun 2000an menunjukkan bahwa beberapa eksekutif
bersedia memalsukan laporan keuangan secara ilegal untuk menaikkan harga saham sesaat
sebelum melaksanakan opsi saham mereka. Dalam beberapa kasus penting, jatuhnya harga
saham dan hilangnya kepercayaan investor telah memaksa perusahaan bangkrut. Perilaku
seperti ini tentu saja bukan demi kepentingan terbaik pemegang saham. Akibatnya,
perusahaan saat ini bereksperimen dengan berbagai jenis rencana kompensasi yang
melibatkan berbagai periode vesting dan ukuran kinerja yang berbeda. Misalnya, dari sudut
pandang hukum, memanipulasi EVA (Economic Value Added) lebih sulit dibandingkan
laba per saham. Oleh karena itu, banyak perusahaan memasukkan tindakan tipe EVA dalam
sistem kompensasi mereka. Selain itu, banyak perusahaan yang berhenti memberikan opsi
dan malah memberikan saham terbatas yang tidak dapat dijual sampai saham tersebut
menjadi haknya.

2.2.6 Struktur Modal dan Sistem Pengendalian Intern

Keputusan struktur modal dapat mempengaruhi perilaku manajerial. Ketika tingkat


utang meningkat, kemungkinan kebangkrutan juga meningkat. Meningkatnya ancaman

14
kebangkrutan ini mempengaruhi perilaku manajerial dalam dua cara. Pertama, seperti yang
telah dibahas sebelumnya dalam bab ini, manajer mungkin membuang-buang uang untuk
pengeluaran dan keuntungan tambahan yang tidak perlu. Perilaku ini lebih mungkin terjadi
ketika keadaan sedang baik dan perusahaan memiliki banyak uang; kecil kemungkinannya
menghadapi tingkat utang yang tinggi dan kemungkinan kebangkrutan. Dengan demikian
tingkat utang yang tinggi cenderung mengurangi pemborosan manajerial. Namun yang
kedua, tingkat utang yang tinggi juga dapat mengurangi kesediaan manajer untuk
menjalankan proyek dengan NPV positif namun berisiko. Kebanyakan manajer
mempunyai reputasi dan kekayaan pribadi yang terikat pada satu perusahaan. Jika
perusahaan tersebut memiliki banyak utang, maka proyek yang sangat berisiko, meskipun
memiliki NPV positif, mungkin terlalu berisiko untuk ditoleransi oleh manajer karena hasil
yang buruk dapat menyebabkan kebangkrutan dan hilangnya pekerjaan manajer.
Sebaliknya, pemegang saham terdiversifikasi dan menginginkan manajer berinvestasi pada
proyek dengan NPV positif meskipun proyek tersebut berisiko. Ketika manajer melupakan
proyek yang berisiko namun bernilai tambah, akibatnya adalah:masalah kurangnya
investasi mengurangi nilai perusahaan. Jadi peningkatan hutang mungkin akan
meningkatkan nilai perusahaan dengan mengurangi pengeluaran yang sia-sia, namun hal
ini juga dapat mengurangi nilai dengan menyebabkan kurangnya investasi oleh para
manajer. Uji empiris belum mampu menentukan secara pasti efek mana yang
mendominasi.

Sistem pengendalian internal telah menjadi isu yang semakin penting sejak
disahkannya Undang-undang Sarbanes-Oxley tahun 2002. Pasal 404 undang-undang
tersebut mengharuskan perusahaan untuk membangun sistem pengendalian internal yang
efektif. Komisi Sekuritas dan Bursa, yang bertanggung jawab atas penerapan Sarbanes-
Oxley, mendefinisikan sistem pengendalian internal yang efektif sebagai sistem yang
memberikan “kepastian yang masuk akal mengenai keandalan pelaporan keuangan dan
penyusunan laporan keuangan untuk tujuan eksternal sesuai dengan standar yang berlaku
umum. prinsip - prinsip akuntansi." Dengan kata lain, investor harus dapat mempercayai
laporan keuangan suatu perusahaan.

15
2.2.7 Faktor Lingkungan di Luar Kendali Perusahaan

Seperti disebutkan sebelumnya, tata kelola perusahaan juga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan yang berada di luar kendali perusahaan, termasuk lingkungan peraturan/
hukum, pola kepemilikan blok, persaingan di pasar produk, media, dan litigasi

1. Peraturan dan Hukum

Lingkungan peraturan/hukum mencakup lembaga yang mengatur pasar keuangan,


seperti SEC. Meskipun denda dan penalti yang dikenakan pada perusahaan karena
kesalahan penyajian keuangan oleh SEC relatif kecil, kerusakan reputasi perusahaan
dapat menimbulkan kerugian yang signifikan, sehingga menyebabkan penurunan nilai
perusahaan yang sangat besar. Dengan demikian, sistem peraturan memiliki dampak
yang sangat besar terhadap tata kelola perusahaan dan nilai perusahaan. Lingkungan
peraturan/hukum juga mencakup undang-undang dan sistem hukum di mana
perusahaan beroperasi.

2. Pola Kepemilikan Blok

Sebelum tahun 1960an, sebagian besar saham AS dimiliki oleh sejumlah besar investor
individual, yang masing-masing memiliki portofolio saham yang terdiversifikasi.
Karena setiap individu memiliki sejumlah kecil saham suatu perusahaan, hanya sedikit
yang bisa dia lakukan untuk mempengaruhi operasi perusahaan tersebut. Selain itu,
dengan investasi yang kecil, tidak efektif bagi investor untuk memantau perusahaan
secara dekat.

3. Persaingan di Pasar Produk

Tingkat persaingan di pasar produk suatu perusahaan berdampak pada tata kelola
perusahaannya. Misalnya, perusahaan dalam industri dengan banyak persaingan tidak
bisa menoleransi CEO yang berkinerja buruk. Seperti yang diperkirakan, pergantian
CEO lebih tinggi pada industri yang kompetitif dibandingkan industri yang
persaingannya lebih sedikit. Ketika sebagian besar perusahaan dalam suatu industri
serupa, mungkin akan lebih mudah menemukan pengganti yang memenuhi syarat dari
perusahaan lain untuk CEO yang berkinerja buruk. Hal inilah yang ditunjukkan oleh
bukti: Ketika homogenitas industri meningkat, maka terjadi pula pergantian CEO.

16
4. Media dan Litigasi

Tata kelola perusahaan, khususnya kompensasi, menjadi topik hangat di media. Media
dapat memberikan dampak positif dengan menemukan atau memberitakan masalah
perusahaan, seperti skandal Enron. Contoh lainnya adalah cakupan luas yang diberikan
pada penanggalan mundur opsi, yang menetapkan harga pelaksanaan opsi saham
eksekutif setelah opsi secara resmi diberikan. Karena harga pelaksanaan ditetapkan
pada harga saham terendah selama kuartal di mana opsi diberikan, opsi tersebut
bersifat in-the-money dan lebih bernilai ketika kehidupan “resmi” mereka dimulai.
Beberapa CEO kehilangan pekerjaan karena praktik ini. Namun, media juga dapat
merugikan tata kelola perusahaan dengan terlalu memusatkan perhatian pada seorang
CEO.

2.3 Rencana Kepemilikan Saham Karyawan (Employee Stock Ownership Plans)


Employee Stock Ownership Plans (ESOP) merupakan merupakan kebijakan kepemilikan
saham bagi karyawan yang ditawarkan perusahaan untuk menghargai kinerja karyawan yang
berprestasi. Melalui program ESOP ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi karyawan
sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan (Yunita 2018). Studi menunjukkan bahwa 90%
karyawan yang menerima saham berdasarkan rencana opsi menjual saham setelah melaksanakan
pilihannya, sehingga rencana tersebut memotivasi karyawan hanya untuk jangka yang waktu
terbatas. Selain itu, banyak perusahaan membatasi opsi sahamnya rencana untuk membantu
memberikan keuntungan produktivitas jangka Panjang dan meningkatkan pendapatan pensiun
bagi seluruh karyawan.

Untuk mengilustrasikan cara kerja ESOP, pertimbangkan dari perushaan Gallagher &
Abbott Inc. (G&A), merupakan perusahaan konstruksi yang berlokasi di Knoxville, Tennessee.
Keseimbangan G&A yang disederhanakan sebagai berikut :

17
Kini G&A membuat ESOP yang merupakan badan hukum baru. Masalah perusahaan
500.000 lembar saham baru dengan harga $100 per saham, atau total $50 juta, yang mana
menjualnya ke ESOP. Karyawan perusahaan adalah pemegang saham ESOP, dan masing-masing
karyawan menerima hak kepemilikan berdasarkan besarnya gajinya dan masa kerja. ESOP
meminjam $50 juta untuk membeli saham yang baru diterbitkan. Lembaga keuangan bersedia
meminjamkan uang kepada ESOP karena G&A menandatangani jaminan atas pinjaman tersebut.
Berikut neraca baru perusahaan:

Perusahaan kini mempunyai tambahan uang tunai sebesar $50 juta dan ekuitas buku
sebesar $50 juta, namun perusahaan mempunyai kewajiban karena jaminan atas utang ESOP
dapat digunakan uang tunai tersebut untuk membiayai ekspansi, namun banyak perusahaan
menggunakan uang tunai tersebut untuk membeli kembali saham biasa mereka, jadi berasumsi
bahwa G&A akan melakukan hal yang sama. Neraca baru perusahaan dan ESOP adalah sebagai
berikut:

18
Perhatikan bahwa, meskipun neraca perusahaan tampak persis seperti pada awalnya,
sebenarnya ada perbedaan besar: Perusahaan telah menjamin utang ESOP, dan karenanya
memiliki kewajiban di luar neraca sebesar $50 juta. Apalagi karena ESOP tidak ada ekuitasnya,
jaminannya memang sangat nyata. Terakhir, bahwa aset operasional tidak meningkat sama
sekali, namun total hutang yang didukung oleh aset tersebut telah meningkat sebesar $50 juta.
G&A telah berjanji untuk melakukan pembayaran kepada ESOP dalam jumlah yang cukup untuk
memungkinkan ESOP membayar bunga dan pokok utang, mengamortisasikannya selama 15
tahun. Dengan demikian, setelah 15 tahun, utangnya akan dilunasi, dan pemegang ekuitas ESOP
(para karyawan) akan memiliki ekuitas dengan nilai buku sebesar $50 juta dan nilai pasar yang
bisa jauh lebih tinggi jika saham G&A meningkat, sebagaimana mestinya. waktu. Kemudian,
ketika karyawan pensiun, ESOP akan mendistribusikan jumlah saham G&A secara prorata
kepada setiap karyawan, yang kemudian dapat menggunakannya sebagai bagian dari program
pensiunnya.

2.3.1 Manfaat Perusahaan Mendirikan Employee Stock Ownership Plans (ESOP)

ESOP jelas bermanfaat bagi karyawan, tapi mengapa perusahaan ingin mendirikannya
alasanya sebagai berikut :
1. Kongres mengesahkan undang-undang yang memungkinkan dengan harapan dapat
meningkatkan produktivitas karyawan dan dengan demikian menjadikan
perekonomian lebih efisien. Secara teori, karyawan yang memiliki ekuitas dalam
perusahaan akan bekerja lebih keras dan lebih cerdas. Perhatikan juga bahwa jika
karyawan lebih produktif dan kreatif, maka hal ini akan menguntungkan pemegang
saham luar karena peningkatan produktivitas yang menguntungkan pemegang saham
ESOP juga menguntungkan pemegang saham luar.
2. ESOP mewakili kompensasi tambahan kepada karyawan jika ESOP tidak dibuat, maka
diperlukan bentuk kompensasi lain, dan kompensasi alternatif tersebut mungkin tidak

19
mempunyai manfaat sekunder dalam meningkatkan produktivitas. Pembayaran ESOP
kepada karyawan (dibandingkan dengan pembayaran oleh perusahaan) terutama
dilakukan pada saat pensiun, dan Kongres ingin meningkatkan pendapatan pensiun.
3. Tergantung pada kapan hak karyawan atas ESOP diberikan, ESOP dapat membantu
perusahaan mempertahankan karyawannya.
4. Adanya insentif pajak yang kuat yang mendorong perusahaan untuk membentuk
ESOP. Hal ini meningkatkan keuntungan lembaga keuangan setelah pajak, yang
memungkinkan memberikan pinjaman kepada ESOP dengan harga di bawah harga
pasar. Oleh karena itu, perusahaan yang mendirikan ESOP dapat meminjam melalui
ESOP dengan tingkat bunga yang lebih rendah daripada yang tersedia. selain itu jika
perusahaan meminjam secara langsung, maka perusahaan dapat mengurangi
pembayaran bunga, bukan pembayaran pokok, dari penghasilan kena pajaknya.
Namun, perusahaan biasanya melakukan pembayaran yang diwajibkan kepada ESOP
dalam bentuk dividen tunai. Dividen biasanya tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan kena pajak, namun Dividen tunai yang dibayarkan atas saham ESOP dapat
dikurangkan jika dividen tersebut dibayarkan kepada peserta program atau digunakan
untuk membayar kembali pinjaman.
5. Penggunaan ESOP yang kurang diinginkan adalah untuk membantu perusahaan
menghindari diakuisisi oleh perusahaan lain. CEO perusahaan atau seseorang yang
ditunjuk oleh CEO biasanya bertindak sebagai wali untuk ESOP-nya, dan wali tersebut
seharusnya memilih saham ESOP sesuai dengan keinginan peserta rencana. Terlebih
lagi, para peserta yang merupakan karyawan perusahaan biasanya menentang
pengambilalihan karena seringkali melibatkan pengurangan tenaga kerja. Oleh karena
itu, jika ESOP memiliki persentase saham perusahaan yang signifikan, maka
manajemen mempunyai alat yang ampuh untuk mencegah pengambilalihan. Hal ini
tidak baik bagi pemegang saham luar.

20
2.3.2 Manfaat Employee Stock Ownership Plans (ESOP) Bagi Pemegang Saham
Perusahaan

ESOP memotivasi karyawan dengan memberikan kepentingan kepemilikan. Hal ini


akan meningkatkan produktivitas dan dengan demikian meningkatkan nilai stok. Selain itu,
insentif pajak mengurangi biaya yang terkait dengan beberapa ESOP. ESOP didirikan untuk
tujuan perpajakan dan/atau untuk memotivasi karyawan, biasanya harga saham akan naik pada
saat pengumuman. Dalam kasus ini, perusahaan biasanya mengalami peningkatan penjualan
per karyawan dan ukuran kinerja jangka panjang lainnya, yang merangsang harga saham.
Memang benar, sebuah penelitian menunjukkan bahwa perusahaan dengan ESOP menikmati
rata-rata return saham tahunan sebesar 26% dibandingkan dengan return saham yang hanya
sebesar 19% pada perusahaan sejenis tanpa ESOP. Tampaknya ESOP, jika digunakan dengan
tepat, dapat menjadi alat yang ampuh untuk menciptakan nilai bagi pemegang saham.

2.3.3 Tujuan Employee Stock Ownership Plans (ESOP)

Menurut Tim Studi Penerapan ESOP Pasar Modal Indonesia - Bapepam (2002) ESOP
diselenggarakan untuk mencapai beberapa tujuan antara lain sebagai berikut:
1. Memberikan penghargaan (reward) kepada seluruh pegawai, direksi, dan pihak-pihak
tertentu atas kontribusinya terhadap meningkatnya kinerja perusahaan.
2. Menciptakan keselarasan (alignment) antara kepentingan dan misi dari pegawai dan
pejabat eksekutif dengan kepentingan dan misi pemegang saham, sehingga tidak terjadi
benturan kepentingan antara pemegang saham dan pihak-pihak yang menjalankan
kegiatan usaha perusahaan.
3. Meningkatkan motivasi dan komitmen karyawan terhadap perusahaan karena
merupakan pemilik perusahaan, sehingga diharapkan akan meningkatkan produktivitas
dan kinerja perusahaan.
4. Menarik, mempertahankan, dan memotivasi (attract, retain, and motivate) pegawai
kunci perusahaan dalam rangka peningkatan shareholders‟ value.
5. Sebagai sarana program sumber daya manusia untuk mendukung keberhasilan strategi
bisnis perusahaan jangka panjang, karena ESOP pada dasarnya merupakan bentuk
kompensasi yang didasarkan atas prinsip insentif, yaitu ditujukan untuk memberikan

21
pegawai suatu penghargaan yang besarnya dikaitkan dengan ukuran kinerja perusahaan
atau shareholders value

2.4 Studi Kasus Tata Kelola Perusahaan Internasional di Jerman, Jepang, dan Amerika
Serikat
Sebuah perusahaan yang menerapkan tata kelola perusahaan tentunya memperhatikan dan
mencakup beberapa faktor, yaitu :
1. kemungkinan bahwa perusahaan yang berkinerja buruk dapat melakukan hal tersebut
diambil alih
2. apakah dewan direksi didominasi oleh orang dalam atau pihak luar
3. sejauh mana sebagian besar saham dimiliki oleh beberapa “blockholder” besar
dibandingkan banyak pemegang saham kecil
4. besarnya dan bentuk kompensasi eksekutif. Sebuah studi menarik membandingkan tata
kelola perusahaan di Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat.

International Characteristics of Corporate Governance


Germany Japan United States
Threat of the takeover Moderate Low High
Board of Direction
- Size of board 26 21 14
- Percent insiders 27% 91% 33%
- Percent outsiders 73% 9% 67%
Are large blocks of stock typically
owned by
- A controlling family? Yes No No
- Another corporation? Yes Yes No
- A bank? Yes Yes No
Executive compensation
- Amount of compensation Moderate Low High
- Sensitivity to performance Low to moderate Low to moderate Low to

22
moderate
Tabel 2.4 Karakteristik Internasional Tata Kelola Perusahaan

Pertama, perhatikan tabel di bawah 2.4 terlihat bahwa ancaman pengambilalihan


merupakan ancaman di Amerika Serikat, namun tidak di Jepang atau Jerman. Ancaman ini, yang
mengurangi penguatan manajemen, seharusnya menguntungkan pemegang saham di Amerika
Serikat dibandingkan dengan dua negara lainnya. Kedua, dewan direksi Jerman dan Jepang lebih
besar dibandingkan dewan di Amerika Serikat. Dewan direksi perusahaan Jepang sebagian besar
terdiri dari orang dalam, tidak seperti dewan Jerman dan Amerika, yang memiliki campuran
dalam/luar yang serupa. Namun perlu dicatat bahwa dewan direksi di sebagian besar perusahaan
besar Jerman terdiri dari perwakilan buruh, sedangkan dewan direksi Amerika Serikat hanya
mewakili pemegang saham.

Oleh karena itu, tampaknya dewan direksi perusahaan di Amerika Serikat, yang memiliki
persentase orang luar lebih tinggi, memiliki kepentingan yang paling selaras dengan kepentingan
pemegang saham. Perusahaan-perusahaan Jerman dan Jepang juga lebih mungkin dikendalikan
oleh sejumlah besar saham dibandingkan perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat. Meskipun
investor institusional seperti dana pensiun dan reksa dana semakin penting di Amerika Serikat,
kepemilikan blok masih kurang lazim dibandingkan di Jerman dan Jepang.

Pada perusahaan Jerman maupun Jepang, bank seringkali memiliki saham dalam jumlah
besar, sesuatu yang tidak diizinkan oleh undang-undang di Amerika Serikat, dan perusahaan juga
memiliki saham dalam jumlah besar di perusahaan lain. Di Jepang, kombinasi perusahaan
memiliki kepemilikan silang atas saham di antara perusahaan-perusahaan anggota, dan blok-blok
yang saling terkait ini mendistorsi definisi anggota dewan direksi luar. Misalnya, ketika kinerja
suatu perusahaan dalam keiretsu memburuk, direktur baru sering kali diangkat dari staf anggota
keiretsu lainnya. Orang-orang yang ditunjuk tersebut mungkin secara resmi diklasifikasikan
sebagai orang dalam, namun mereka mewakili kepentingan selain kepentingan CEO perusahaan
yang bermasalah tersebut.

Secara umum, pemegang blok besar lebih mampu memantau manajemen dibandingkan
investor kecil, sehingga faktor pemegang blok mungkin akan menguntungkan pemegang saham
Jerman dan Jepang. Namun, para pemegang blok ini memiliki hubungan lain dengan perusahaan
yang mungkin merugikan pemegang saham luar. Misalnya, jika satu perusahaan membeli dari

23
perusahaan lain, transfer pricing mungkin digunakan untuk mengalihkan kekayaan ke perusahaan
yang disukai, atau perusahaan mungkin terpaksa membeli dari perusahaan sejenis meskipun
tersedia sumber daya berbiaya lebih rendah dari luar grup. Paket kompensasi eksekutif sangat
berbeda di ketiga negara, dengan eksekutif Amerika Serikat yang sejauh ini menerima kompensasi
tertinggi. Namun, rencana kompensasi sangat mirip dalam hal seberapa sensitif total kompensasi
terhadap kinerja perusahaan.

Sistem tata kelola perusahaan di negara manakah yang terbaik dari sudut pandang
pemegang saham yang tujuannya adalah memaksimalkan harga saham? Tidak ada jawaban pasti.
Saham AS memiliki kinerja terbaik dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, perusahaan-
perusahaan Jerman dan Jepang secara perlahan mulai beralih ke sistem Amerika Serikat dalam hal
besaran kompensasi, dan rencana kompensasi di ketiga sistem tersebut negara-negara semakin
dikaitkan dengan kinerja. Namun, pada saat yang sama, perusahaan-perusahaan Amerika Serikat
beralih ke perusahaan lain dalam arti memiliki blok kepemilikan yang lebih besar; karena blok-
blok tersebut sebagian besar dimiliki oleh dana pensiun dan reksa dana (dari pada bank dan
perusahaan terkait), maka blok-blok tersebut lebih mewakili kepentingan pemegang saham

24
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hubungan keagenan yang penting mencakup hubungan antara pemegang saham dan
kreditor, pemilik/manajer dan pemegang saham luar, serta pemegang saham dan manajer.
Sebuah konflik agensi mengacu pada konflik antara prinsipal dan agen. Misalnya, manajer,
sebagai agen, mungkin membayar gaji yang berlebihan, memperoleh opsi saham dalam jumlah
besar yang tidak wajar, dan sejenisnya, dengan mengorbankan prinsipal, pemegang saham.
Biaya agensi adalah pengurangan nilai perusahaan karena tindakan agen, termasuk biaya yang
dikeluarkan oleh prinsipal (seperti biaya pemantauan) yang mencoba mengubah perilaku agen
mereka.
Tata kelola perusahaan melibatkan cara di mana tujuan pemegang saham dilaksanakan, dan
hal ini tercermin dalam kebijakan dan tindakan perusahaan. Dua mekanisme utama yang
digunakan dalam tata kelola perusahaan adalah ancaman pemecatan CEO yang berkinerja
buruk dan jenis rencana yang digunakan untuk memberikan kompensasi kepada eksekutif dan
manajer. Manajer yang berkinerja buruk dapat diberhentikan baik melalui pengambilalihan
atau oleh dewan direksi perusahaan itu sendiri. Ketentuan dalam peraturan perusahaan
mempengaruhi sulitnya pengambilalihan yang berhasil, dan komposisi dewan direksi
mempengaruhi kemungkinan seorang manajer diberhentikan oleh dewan direksi di suatu
perusahaan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Brigham, E. F., & Daves, P. R. (2019). Intermediate Financial Management. Thirteenth Edition,.
Cengage Learning, Boston, USA

Yunita, N. A. (2018). Pengaruh Employee Stock Ownership (ESOP) terhadap Profitabilitas pada
Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Visioner & Strategis, 7(1), 23–
30.

26

Anda mungkin juga menyukai