Anda di halaman 1dari 20

Nama : Riki Ali Nurdin

NIM : 20170610133
Mata Kuliah/Kelas : Praktikum Hukum Acara Mahkam Konstitusi/D
s
UJI KOMPETENSI I (SKLN)
1. Pihak Termohon dan Pihak Pemohon
Pihak Termohon :
DPD RI Periode April 2017- September 2019, yang diwakili oleh :
 Ousman Sapta ( Ketua DPD RI Periode April 2017 – September 2019),
 Nono Sampomo ( Wakil Ketua I DPD RI Periode April 2017 – September 2019)
 Darmayati Lubis ( Wakil Ketua II DPD RI Periode April 2017 – September 2019).
Pihak Pemohon :
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia ( DPD RI) Periode 2014-2019, yang
diwakili oleh :
 Gusti Kanjeng Ratu Hemas ( Wakil Ketua DPD RI Periode 2014-2019)
 Prof. Dr. Farouk Muhammad ( Wakil Ketua DPD RI Periode 2014-2019)
 Hj. Nurmawati Dewi Bantilan, S.E ( Anggota DPD RI Periode 2014-2019).
2. Legal Standing para pihak (Subjectum litis)
a. Pemohon
Dalam surat permohonan ini untuk Pemohon dan Termohon sudah sesuai dengan
Pasal 61 ayat (1) UU MK , Yaitu Pemohon adalah lembaga Negara yang kewenangannya
diberikan langsung oleh Undang Undang Dasar 1945 yang mempunyai kepentingan
langsung terhadap kewenangan yang dipersengketakan, dan juga dipertegas lagi dalam
Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 08/PMK/206 tentang pedoman Beracara Dalam
Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara, dalam Pasal 2 ayat (1), disana
menyebutkan bahwa salah satu Lembaga Negara yang dapat menjadi Pemohon atau
Termohon adalah Dewan Perwakilan Daerah DPD. Oleh karena itu dalam surat
permohonan yang menjadi objek analisis ini bahwa legal standing Pemohon sudah
terpenuhi, yaitu yang menjadi Pemohon adalah Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia ( DPD RI) Periode 2014-2019 yang dihasilkan dari proses konstitusional
berdasaran hasil pemilihan umum 2014.
b. Termohon
Termohan dalam surat permohonan ini adalah Lemabaga DPD RI Periode April
2017 – September 2019 berdasarkan rapat tanggal 4 April yang menghasilkan Pimpinan
DPD RI Periode April 2017 – September 2019, dimana Termohon adalah Lembaga Negara
yang kewenangnnya diberikan oleh UUD 1945, dimana ini sudah dianggap bisa memenuhi
syarat subjectum litis dalam sengketa lembaga negara sesuai dengan Peraturan Mahkamah
Konstitusi Nomor 08/PMK/206 tentang pedoman Beracara Dalam Sengketa Kewenangan
Konstitusional Lembaga Negara, dalam Pasal 2 ayat (1), disana menyebutkan bahwa salah
satu Lembaga Negara yang dapat menjadi Pemohon atau Termohon adalah Dewan
Perwakilan Daerah DPD.
3. Objectum litis
Dalam surat permohonan ini yang menjadi objectum litis atau objek permasalahnya
adalah bahwa Adanya kewenangan lembaga negara (adalah Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia ( DPD RI) Periode 2014-2019 ) yang kewenangannya diperoleh dari
konstitusi atau UUD yang dijalankan oleh lembaga negara lainnya (DPD RI Periode April
2017 – September 2019).
4. Pokok-Pokok Permohonan, meliputi:
a. Alasan permohonan
Dalam Surat Permhonan ini yang menjadi alasan permohonan adalah menyebutkan
bawaha telah terjadi sengketa kewenangan lembaga negara karena keberadaan Termohon
telah mengambil dan/atau merugikan kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan
oleh UUD 1945 sejak 4 April 2017 hingga saat surat pemhohonan itu diajukan
b. Kewenangan yang dipersengketakan
Kewnangan yang bersengketakan oleh Pemohon dan Termohon adalah kewenangan
yang diatur dalam UUD 1945 yaitu Pasal 22C ayat (3), Pasal 22D, Pasal 23 ayat (2), Pasal
23E ayat (2), Pasal 23F ayat 1 yang mana kewenangan ini telah dianggap oleh Pemohon
telah diambil atau dirugikan oleh Termohon sejak 4 April 2017 hingga saat surat
permohonan ini diajukan.
5. Petitum
 Dalam Putusan Sela
1) Mengabulkan Permohonan putusan sela Pemohon
2) Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentukan sementara pelaksanaan
tindakan baik tindakan nyata maupun tindakan terkait tugas, fungsi dan kewenangan
selaku Pimpinan DPD sampai adanya putsan Mahkamah Konstitusi yang
mempunyai kekuatan hukum tetap dalam perkara yang a quo.
 Dalam Pokok Perkara
1) Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya
2) Menyatakan Pemoho mempunyai kewenangan konstitusional untuk
menjalankan kewenangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia yang
diatur di dalam Pasal 22C ayat (3), Pasal 22D, Pasal 23 ayat (2), Pasal 23E ayat
(2), dan Pasal 23F ayat 1 UUD 1945.
3) Menyatakan sah Pemohon atas nama Gusti Kanheng Raty Hemas dan Prof. Dr.
Farouk Muhammad sebagai Pimpinan DPD RI Periode 2014-2015
4) Memulihkan hak-hak Pemohon baik selaku Pimpinan ataupun Anggota dalam
kedudukan dan harkat martabatnya dalam keadaan seperti semula
5) Menyatakan Termohon tidak mempunyai kewenangan konstitusional untuk
menjalankan kewenangan kewenangan Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia yang diatur di dalam Pasal 22C ayat (3), Pasal 22D, Pasal 23 ayat (2),
Pasal 23E ayat (2), dan Pasal 23F ayat 1 UUD 1945.
6) Menyatakan tidak sah dan batal demi hukum Termohon atas nama Oesman
Sapta, Nono Sampono, dan Darmayanti Lubis sebagai Pimpinan Periode April
2017-September 2019
7) Memerintahkan Termohon agar mengembalikan kepada Negara segala hak-hak
keuangan, protokoler dan fasilitas penunjang lainnya yang pernah diperoleh
selama menjadi Pimpinan DPD
8) Memerintahkan Pemohon atas nama Gusti Kanjeng Ratu Hemas dan Prof. Dr.
Farouk Muhammad untuk melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang sebagai
Pimpinan DPD RI berdasarkan Keputusan DPD No.. 02/DPD RI/I/2014-2015
tentang Pimpinan DPD RI Thun 2014=2019 tertanggal 2 Oktober 2014
9) Memerintahkan Pemohon atas nama Gusti Kanjeng Ratu Hemas dan Prof. Dr.
Farouk Muhammad untuk mengambil tindakan nyata dan tindakan hukum yang
dianggap perlu terkait pemmulihan pelaksanaan kewenangan konstitusional
DPD
10) Memuat Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Nama : Riki Ali Nurdin
NIM : 20170610133
Mata Kuliah/Kelas : Praktikum Hukum Acara Mahkam Konstitusi/D
s
UJI KOMPETENSI II (PHPU)
1. Pihak Termohon dan Pihak Pemohon
 Pihak Termohon
Pihak Termohonnya adalah Komisi Pemilihan Umum
 Pihak Pemohon
Mohamad Sohibul Iman yang merupakan Presiden Partai Keadilan Sejahtra dan
Mustafa Kamal yang merupakan Sekertaris Jendral Partai Keadilan Sejahtra. Kedua
nya bertindak untuk dan atas nama Partai Keadilan Sejahtera dan calon anggota DPRD
Kota Metro Daerah Pemilihan 4. Yang mana keduanya dalam beracara di MK
menunjuk beberapa advokat yang telah diberikan surat kuasa khusus tertanggal 21 Mei
2019 Para Advokat tergabung dalam Tim Hukum dan Advokasi Perselisihan Hasil
Pemilihan Umum Anggota DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota
Tahun 2019 Partai Keadilan Sejahtera.
2. Legal Standing para pihak (Subjectum litis)
Dalam Penyelesaian Hasil Pemilihan Umum (PHPU) ada beberapa pihak yang dapat
mengajukan permohonan yaitu :
 Untuk PHPU DPD yang berhak mengajukan adalah Perorangan WNI calon anggota
DPD
 Untuk PHPU DPR/DPRD yang berhak mengajuan permohonan adalah Partai Politik
Peserta Pemilu
 Untuk PHPU Presiden/Wakil Presiden yang berhak mengajukan adalah Pasangan
Calon Presiden dan Wakil Presiden
 Untuk PHPU Kepala Daerah yang berhak mengajukan permohonan adalah
Pasangan calon kepala daerah
Dalam PHPU yang menjadi obyek analisis sekarang adalah mengenai PHPU DPRD ini
Para Pemohon memiliki legal standing berdasarkan ketentuan berikut :
 Dalam Pasal 74 ayat (1) huruf C UU MK, Pemohon adalah partai politik pemilihan
umum dan berdasarkan Pasal 74 ayat (2) UU MK, permohonan hanya dapat
diajukan terhadap penetapan hasil pemilihan umum yang dilakukan secara nasional
oleh Komisi Pemilihan Umum
 Pasal 3 ayat (1) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Tata
Beracara Penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Selanjutnya disebut
PMK 2/2018, Pemohon dalam perkarat PHPU anggota DPR dan DPRD adalah Patai
Politik peserta pemilu perseorangan calon anggota untuk pengisian keanggotaan
DPR dan DPRD
Dari dua dasar hukum diatas Pemohon sudah memenuhi syarat dalam Legal standing Para
Pihak (Subyectum Litis) di pertegas lagi dengan keputusan Komisi Pemilihan Umum
Nomor 59/PL.011- Kpt/03/KPU/II/2018 tentang penetapan Nomor Urut Partai Poltik
Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Tahun 2019
nomor urut 8, yang mana ketentuan ini menyebutkan bahwa Pemohon adalah Peserta
Pemilihan Umum Tahun 2019. Sehingga semakin tegas bahwa Para Pemohon sudah
memenuhi syarat Subyectum litis untuk mengajukan permohonan pembatalan Keputusan
Komisi Pemilihan Umum Nomor 987/PL.01.8-Kpt/06/KPU/V/2019 Tentang Penetapan
hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota secara Nasional Dalam Peimilihan Umum Tahun 2019 tanggal 21 Mei
2019 Pukul 01.46
3. Tenggang waktu pengajuan permohonan
Untuk mengajukan permohonan Penyelesaian Hasil Pemilihan Umum paling lama
Permohonan diajukan dalam jangka waktu 3 x 24 jam sejak diumumkan penetapannya
secara nasional oleh KPU, sebagaimana diatur dalam beberapa ketentuan :
 Pasal 74 ayat (3) UU MK, Pasal 474 ayat 2 UU Pemilu dan Pasal 6 ayat 1 PMK
2/2018 permohonan diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 x 24 jam sejak
diumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilihan umum anggota DPR dan
DPRD secara nasional oleh KPU
 Pasal 8 ayat (1) PMK 2/2017 permohonan dapat diajukan melalui permohonan
daring (online) paling lama 3 x 24 jam sejak diumumkan penetapan perolehan suara
hasil pemilihan umum anggota DPR dan DPRD secara nasional oleh KPU (jika
melalui permohonan online)
Dalam Permohonan ini, Pemohon mengajukan permohonannya pada tanggal 23 Mei 2019
pukul 20.00 WIB, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan Keputusan
Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 987/PL.01.8-Kpt/06/KPU/V/2019 Tentang
Penetapan hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota secara Nasional Dalam Peimilihan Umum Tahun 2019
pada hari Selasa tanggal 21 Mei 2019 Pukul 01.46.
Sehingga permohonan ini diajukan masih dalam jangka waktu 3 x 24 jam, dan sesuai
dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal74 ayat (3) UU MK dan Pasal 8 ayat (1)
PMK2/2017
4. Pokok-Pokok Permohonan
Pokok Permohonan dalam permohonan ini adalah tentang perolehan hasil suara pemohon
yang dianggap ada kesalahan. Sehingga Pemohan mengajukan permohonan PHPU, berikut
merupakan uraian pokok-pokok permohonan :

Bahwa perolehan suara Pemohon yang benar untuk pengisian keanggotaan DPRD Kota
Metro Daerah Pemilihan 4 Provinsi Lampung adalah sebagai berikut :
 PROVINSI LAMPUNG

PERSANDINGAN PEROLEHAN SUARA PARTAI POLITIK UNTUK PENGISIAN


KEANGGOTAAN DPRD KABUPATEN/KOTA.
Pemohon (PKS) menyandingkan dan menjelaskan selisish perolehan suara disertai alat
bukti hanya pada DAPIL yang dimohoka dalam table sebagai berikut
 KOTA METRO DAERAH PEMILIHAN 4

Tabel 1

PERSANDINGAN PEROLEHAN SUARA PARTAI POLITIK MENURUT


TERMOHON DAN PEMOHON UNTUK PENGISIAN KEANGGOTAAN DPRD
KABUPATEN/KOTA.
Perolehan Suara
No. PARPOL Selisih
Termohon Pemohon
1 PKS 5.138 5.140 2
2 PKB 1.713 1.711 2
Bahwa mengenai selisih suara diatas, Pemohon mendalilkan sebagai berikut :
TPS 2 KELURAHAN MANGOREJO, KECAMATAN METRO SELATAN
1) Bahwa terjadi pengurangan perolehan suara Pemohon di TPS 2 Kelurahan
Mangorejo, Kecamatan Metro Selatan sebanyak 1 suara dikarenakan adanya
pembukaan kotak suara dan perhitungan Surat Suara ulang. Dalam hal ini terlihatn
perbandingan Formulir Model C1-DPRD Kota Pemohon (bukti P-1) dengan
Formulir Model DAA1-DPRD Kab./Kota Termohon (bukti P-2) sebagai berikut :
Perolehan Suara
No. PARPOL Selisih
Termohon Pemohon
(DAA1) (C1)
1 PKS 39 40 1
2 PKB 33 32 1
2) Bahwa terjadi Pembukaan Kotak suara pada TPS 2 Kelurahan Mangorejo,
Kecamatan Metro Selatan saat pleno tersebut saksi PKS mengajukan keberatan
atas pembukaan kotak suara untuk menghitung kembali perolehan suara.
Penolakan saksi PKS dilakukan karena antara C1 Milik Pemohon (Vide Bukti P-1)
dan C-1 Pleno (BUkti P-3) serta C1 milik pengawas pemilu isinya sama dan tidak
ada form keberatan atau kejadian khusus yag tercatat ketika proses perhitungan di
Tingkat PPK pada saat rekapitulasi Kelurahan Margorejo (DAA.1) yang dapat
dijadikan dasar untuk melakukan pembukaan kotak suara dan perhitungan ulang
suara. Untuk hal ini saksi PKS mengajukan keberatan (bukti P-4)
3) Bahwa berdasarkan pasal 22 PKPU No. 4 Tahun 2019 tentang rekapitulasi Hasil
Pemilihan Umum (selanjutnya disebut PKPU No.4/2019) maka dalam hal
terdapat keberatan saksi atau Panwas Kecamatan, seharusnya yang dilakukan PPK
adlaah menjelaskan prosedur dan atau mencocokan selisih rekapitulasi hasil
perhitungan perolehan suara dengan forulir Model C1. Plano-DPRD Kab.Kota,
bukan dengan membuka kotak suara dan melakukan perhitungan ulang surat suara
4) Bahwa pada saat pembukaan kotak suara dan perhitungan surat suara ulang tersebu
terjadi pelanggaran prosedur lainnya yaitu : surat suara yang seharusnya hanya
boleh dipegang oleh PPK namun pada faktanya justru dipegang-pegang oleh orang
yang tidak memiliki wewenang yaitu beberapa Saksi Partai Politik bahkan surat
suara tersebut sempat dibawa ke area tidak steril. Akhirnya surat suara yang
tadinya tidak tercoblos tetapi setelah dibawa ke belakang oleh saksi surat suara
tersebut menjadi tercoblos dan mejadikan pertambahan suara buat PKB sebanyak 1
suara

5) Bahwa kejadian tersebut melanggar ketentuan Pasal 11 jo. Pasal 16 jo. Pasal 17-21
PKPU NO. 4/2019 yang pada intinya mengatir bahwa yang bertugas melakukan
rekapitulasi hanya petugas PPK dibantu oleh pertugas PPS

TPS 9 KELURAHAN REJOMULYO KECAMATAN METRO SELATAN

6) Bahwa di TPS 9 Kelurahan Rejomulyo Kecamatan Metro Selatan Pemohon


mengajukan koreksi kepada PPK atas jumlah suara partai Nomor 1 (PKB) yaitu
bukanlah 7 suara tapi seharusnya hanya 4 suara. Hal ini berdasarkan Salinan Hasil
Perhitungan Suara Model C1 milik Pemohon (bukti P-5) foto Data Rincian
Perolehan Suara Partai Politik dan Suara calon (Model C1 Plano) milik pemohon
kemudian dicocokan dengan foto Data Rincian Perolehan Suara Partai Politik dan
Suara calon (Model C1 Plano) milik Panwas dan foto Data Rincian Perolehan
Suara Partai Politik dan Suara calon (Model C1 Plano) yang hasilnya adalah
SAMA yaitu 4 suara. Setelahnya semua pihak menyesuaikan suara partai Nomor 1
(PKB) adalah 4 suara.

7) Bahwa setelah perhitungan di TPS 9 Kelurahan Rejomulyo Kecamatam Metro


Selatan dianggap selesai maka perhitungan dilakukan ke TPS selanjutnya yaitu
TPS 10 dan 11. Tetapi saat perhitungan di TPS 11 tiba-tiba saksi PKB memita agar
dilakukan perhitungan kembali di TPS 9 dan langsung disetuji oleh PPK untuk
membuka kotak suara dan melakukan perhtungan ulang surat suara dengan
hasilnya partai PKB bertambah 1 suara. Dalam hal ini terlihat perbandingan C1
Pemohon 9vide bukti P-5) dengan DAA1 Termohon (bukti P-6) sebagai berikut :
Perolehan Suara
No. PARPOL Selisih
Termohon Pemohon
(DAA1) (C1)
1 PKB 5 4 1

8) Bahwa berdasarkan pasal 22 PKPU NO. 4 Tahun 2019 tentang Rekapitulasi hasil
Perhitungan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum maka dalam hal terdapat
keberatan saksi atau Panwas Kecamatan, seharusnya yang dilakukan PPK adalah
menjelaskan prosedur dan atau mencocokan selisish rekapitulasi hasil perhitungan
perolehan suara dengan formulir Model C1. Plano- DPRD Kab.Kota, bukan
dengan membuka kotak suara dan melakukan perhitungan ulang surat suara.
9) Bahwa atas kejadian di TPS 9 Kelurahan Rejomulyo Kecamatam Metrro Selatan,
Saksi PKS mengajukan keberatan atas dilakukan perhitungan ulang surat suara di
TPS 9 tersebut karena hal tersebut melanggar prosedur dalam pasal pasal 22 PKPU
No. 4 Tahun 2019 (Vide Bukti P-4)
10) Bahwa apabila Majelis Hakim Kosntitusi mengabulkan dalil-dalil yang pemohon
sampaika terkait dengan permasalahan di TPS 2 Kelurahan Margorejo dan TPS 9
Keluarahan Rejomulyo dengan mengembalikan perhitungan suara seperti semula
sebelum dilakukan pembukaan kotak suara dan perhitungan suara ulang maka kursi
DPRD Kota tersebut menjadi milik PKS sebagaimana dalam tabel berikut ini:
Termohon Pemohon
No Partai
Suara Perolehan Keterangan Suara Perolehan Keterangan
Kursi kursi
1. PKS 5.138 1 Kursi Mendapatkan 5.139 2 Kursi Mendapatkan
Kursi 2 Kursi, 1
Pertama Bagi kursi bagi 1, 1
1 kursi bagi 3
(5139:3=1.713
suara)
PKB 1.713 1 Kursi Mendapatkan 1.712 0 Kursi Kalah 1 suara
2.
1 kursi bagi dari Partai
1 PKS Jumlah
suara 1.713
suara PKS

TPS 8 KELURAHAN GANJAR ASRI KECAMATAN METRO BARAT

11) Bahwa terjadi pengurangan perolehan suara Pemohon di TPS 8 Kelurahan Ganjar
Asri Kecamatan Metro Barat sebanyak 1 suara dikarenakan adanya pembukaan
kotak suara dan perhitungan Surat Suara ulang. Dalam hal ini terlihat perbandingan
C1 pemohon (bukti P-7) dengan DAA1 Termohon (bukti P-8) sebagai berikut :
Perolehan Suara
No. PARPOL Selisih
Termohon Pemohon
(DAA1) (C1)
1 PKS 43 44 1
12) Bahwa selain itu terdapat permasalahan dengan ditemukannya 1 pemilih DPTb di
TPS 8 Kelurahan Ganjar Asri Kecamatan Metro Barat yang memilih surat suara :
a. Presiden ditunjukan dengan formulir Model C1-PPWP (vide bukti P-9)

b. DPR RI ditunjukan dengan formulir Model C1-DPR (vide bukti P-10)

c. DPD ditunjukan dengan formulir Model C1-DPD (vide bukti P-11)

d. DPRD ditunjukan dengan formulir Model C1-DPRD Provinsi (vide bukti P-12)

e. DPRD Kota ditunjukan dengan formulir Model C1-DPRD Kab./Kota (vide bukti
P-17)

13) Bahwa terhadap bukti sebagaimana tersebut pada angka 12 terdapat 2 jeni
pelanggaran prosedur yang sangat substansial yaitu
a. Pemilih yang menggunakan DPTb tidak mungkin mencoblos kelima jenis surat
suara.

b. Adanya pengjilangan jumlah suara DPTb dalam formulir DAA1 (vide bukti P-8)
Hal ini terlihat dalam Formulir DA1 (Bukti P-13) dan DB 1 (Bukti P-14) ternyata
jumlah suara DPTb menjadi nol (kosong)

14) Bahwa jumlah suara DPTb ntara formulir C1 (vide bukti P-7) dengan formulir
DAA1 (vide bukti P-8) seharusnya berjumlah sama yaitu 1 suara
Jumlah Rekapitulasi
Model C1
Pengguna Hak Pilih di
TPS 08 Kel. Ganjar Asri
PPWB DPR DPD DPRD DPRD DAA1 DA1 DB
RI RI Prov Kota
DPTb. 1 1 1 1 1 0 0 0

15) Bahwa penghilanhan suara DPTb tersebut bertentagan dengan ketentuan Pasal 505
UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang pada pokoknya menegaskan
penyelenggara yang karena kelalainnya mengakibatkan hilang atau berubahnya
berita acara rekapitulasi hasil perhitungan suara atau sertifikat rekapitulasi
perolehan suara dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun.
16) Bahwa berdasarkan hal tersebut diatas maka terhadap TPS tersebut harus
dilakukan pemungutan suara ulang sesuai dengan ketentuan Pasal 65 ayat 2 huruf d
PKPU No. 9 Tahun 2019 tentang Perubahan atas PKPU No. 3 Tahun 2019 tentang
pemungutan dan perhitungan suara dalam Pemilihan Umum.
17) Bahwa hal tersebut juga telah diakui oleh saksi PKB dan ketua PPK Kecamatan
Metro Barat pada Rekapitulasi tingkat kota Metro dengan pernyataan ketua PPK
“…setelah pengecekan dari C1 plano saksi dari partai kebangkitan bangsa masih
mengajukan keberatan terhadap hasil pembetulan kepada PPK setelah pencocokan
dengan C1 Plano Suara partai politik dan caleg partai PKB serta adanya dugaan
pemilihan DPTB ikut memberikan suara kepada pemilihan Kota seketika itu PPK
meminta pendapat dan Rekomedasi Panwaslu kecamatan yang hadir. Pernyataan
dibuktikan dengan rekaman Video pada menit 2 detik ke 3 s.d. menit 2 detik 44
(bukti P-15).
18) Bahwa pemohon mengajukan kembali di Rapat pleno Rekapitulasi tingkat Provinsi
Lampung dan terhadap semua kejadian tersebut pemohon melaporkan kejadian
tersebut ke Bawaslu Kota Metro (bukti P-16) serta k Bawaslu Provinsi Lampung
(bukti P-17) untuk dapat ditindak lanjuti sebagaimana aturan yang berlaku.
5. Petitum
1) Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya

2) Membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 987/PL.01.8-


Kpt/06/KPU/V/2019 Tentang Penetapan hasil Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota secara
Nasional Dalam Peimilihan Umum Tahun 2019 tanggal 21 Mei 2019 Pukul 01.46
untuk pemilihan anggota DPRD Kabupaten/Kota sepanjang di Daerah Pemilihan
Kota Metro Daerah Pemilihan Metro 4, Kecamatan Metro Barat dan Metro
Selatan.
3) Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk melakukan Pemungutan Suara
Ulang (PSU) pada TPS 8 Kelurahan Ganjar Asri Kecamatam Metro Barat Daerag
Pemilihan Kota Metro 4.
4) Menetapkan hasil perolehan suara yang benar untuk Pemohon untuk pengisian
keanggotaan DPR,DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota di beberapa daerah
pemilihan sebagai berikut :
a. PEROLEHAN SUARA PEMOHON (PARTAI POLITIK/CALON ANGGOTA
DPR DAN DPRD) DI PROVINSI LAMPUNG
b. PEROLEHAN SUARA PEMOHON (PARTAI POLITIK) UNTUK PENGISIAN
KEANGGOTAAN DPRD KABUPATEN/KOTA

c. Pemohon menyampaikab perolehan suara yang benar menurut Pemohon adalah


seabagai berikut :
d. KOTA METRO DAPIL METRO 4

e. Perolehan Partai di TPS 2 Kelurahan Margorejo Kecamatan Metro Selatan


No. PARPOL Perolehan Suara
1. PKS 40
2. PKB 32

f. Perolehan Partai di TPS 9 Kelurahan Hargo mulyo Kecamatan Metro Selatan


No. PARPOL Perolehan Suara
1. PKB 4

5) Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum untuk melaksanakan putusan ini


Atau

Apabila Mahkamah Konstitusi berpendapata lain, mohon putusan seadil-adilnya


(ex aequo et bono)
Nama : Riki Ali Nurdin
NIM : 20170610133
Mata Kuliah/Kelas : Praktikum Hukum Acara Mahkam Konstitusi/D
s
UJI KOMPETENSI III (Putusan Mahkamah Konstitusi)
1. Jenis Perkara
Jenis perkara pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar
1945. Perkara permohonan Pengujian KUHP terhadap UUD 1945.
Mahkamah Konsitusi berwenang menangani 5 Perkara :
a. Pengujiam Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar
b. Sengketa kewenangan Lembaga Negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar
c. Pembubaran partai politik
d. Perselisihan tentang hasil pemilihan umum;
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 24C Ayat (1) Perubahan Ketiga
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(selanjutnya disebut UUD 1945) juncto Pasal 10 Undang Undang Nomor
24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang
terhadap Undang-Undang Dasar, memutuskan sengketa kewenangan
Lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang
Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum.
2. Pihak Termohon dan Pihak Pemohon
 Pihak Termohon
Mahkamah Konstitusi
 Pihak Pemohon
a. Pemohon Perkara Nomor 013/PUU-IV/2006
Dr. Eggi Sudjana, SH., M.Si., Pekerjaan Advokat, Beralamat di Villa
Indah Padjajaran, Jalan Sultan Agung No. 1, Bogor Tengah, Jawa Barat
dan/atau Kuningan Mansion, Jalan. Perintis No.16, Mega Kuningan,
Jakarta 12950. Dalam hal ini memberi kuasa kepada Firman Wijaya, SH.,
Nurlan HN, SH., Welliam Suharto, SH., Tina Tamher, SH., M. Hadrawi,
SH.; Dorel Almir, SH., Mkn., David M. Ujung, SH., Weadya Absari,
SH., Hasraldi, SH., kesemuanya Advokat, pada Kantor Hukum “EGGI
SUDJANA & PARTNERS”, berkantor di Kuningan Mansion Jalan.
Perintis No.16, Mega Kuningan, Jakarta 12950, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus bertanggal 23 Juli 2006.
b. Pemohon Perkara Nomor 022/PUU-IV/2006
Pandapotan Lubis, pekerjaan Wiraswasta, beralamat di Jalan Cikopak
Perumahan Mulia Mekar, Rt. 002/Rw. 02, Desa Cikopak, Kecamatan
Sadang, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.Dalam hal ini memberi
kuasa kepada Irma Hattu, SH., Marolop
3. Legal Standing para pihak (Subjectum litis)
Dalam perkara pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 yang
berhak mengajukan permohonan adalah :
a. Perorangan Warga Negara Indonesia;
b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan
Republik Indonesia yang diatur dalam Undang Undang;
c. Badan hukum public atau privat;
d. Lembaga negara
Sesuai dengan ketentuan Pasal 51 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi:
“Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan atau kewenangan
konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang, yaitu :
a) Perorangan Warga Negara Indonesia;
b) Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan
Republik Indonesia yang diatur dalam Undang Undang;
c) Badan hukum publik atau privat;
d) Lembaga negara;
Dalam putusan ini pemohon I sudah memenuhi syarat subjectum litis yaitu
sebagai Warga Negara Indonesia dan juga Pemohon I merasa kewenangan
konstitusionalnya dirugakan akibat berlakunya Pasal 134 dan 136 bis KUHP
diantaranya dalam dimensi sosiologis, pembunuhan karakter, merasa terhina dan
tercemarkan nama baiknya.
Pemohon II juga merupakan Pemohon yang sudah memenuhi syarat
subjectum litis yaitu sebagai Warga Negara Indonesia dan Pemohon II juga
merasa kewenangan konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 134, 136 bis, dan
Pasal 137 KUHP tentang Penghinaan dengan sengaja terhadap Presiden RI atau
Wakil Presiden RI
4. Objectum litis
Yang menjadi objectum litis atau objek perkara dalam putusan ini adalah
bahwasana Para Pemohon menguji tentang isi dari sebuah undang undang (materil
law) yaitu Pasal-Pasal yang ada dalam KUHP yaitu Pasal 134, Pasal 136 bis, dan
Pasal 137 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang dianggap bertentangan
dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Pokok-Pokok Permohonan
Para Pemohon mengajukan permohonan pengujian atas KUHPidana yang
meliputi :
a. Pasal 134 yang berbunyi, “Penghinaan yang dilakukan dengan sengaja
terhadap Presiden atau Wakil Presiden diancam dengan pidana paling
lama enam tahun, atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah”;
b. Pasal 136 bis yang berbunyi, “Dalam pengertian penghinaan tersebut
pasal 134, termasuk juga perbuatan tersebut Pasal 315, jika hal itu
dilakukan di luar adanya yang terkena, baik dengan tingkah laku di muka
umum, maupun tidak di muka umum dengan perbuatan, lisan atau tulisan,
asal di muka lebih dari empat orang, atau di muka orang ketiga yang ada
di situ bertentangan dengan kehendaknya dan merasa tersinggung
karenanya”;
c. Pasal 137 Ayat (1) yang berbunyi, “Barang siapa menyiarkan,
mempertunjukkan, atau menempelkan di muka umum tulisan atau lukisan
yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden, dengan
maksud supaya isi yang menghina diketahui atau lebih diketahui oleh
umum, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat
bulan atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah”; Ayat (2) “Jika
yang bersalah melakukan kejahatan pada waktu menjalankan
pencariannya, dan pada saat itu belum lewat dua tahun sejak adanya
pemidanaan yang menjadi tetap, karena kejahatan semacam itu juga,
maka dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut”;
Pemohon I mendalilkan bahwa Pasal 134 dan Pasal 136 bis KUHP
bertentangan dengan Pasal 28F UUD 1945. Dan Pemohon II mendalilkan bahwa
Pasal 134, 136 bis, dan Pasal 136 KUHP bertentangan dengan prinsip persamaan
di depan hukum (Pasal 27 ayat (1)), prinsip kemerdekaan mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tuisan (Pasal 28 juncto Pasal 28E ayat (2) dan ayat (3), dan
prinsip seseorang harus menghormati hak asasi orang lain (pasal 28J) yang
termaktub dalam UUD 1945.
6. Amar Putusan
Amar putusan dalam putusan ini sebagai berikut :
a. Menyatakan permohonan para Pemohon dikabulkan untuk
seluruhnya;
b. Menyatakan Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. Menyatakan Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
d. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara
sebagaimana mestinya.
Dalam amar putusan Hakim dapat memberikan amar putusan ada 4 macam
:
a. Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima
Ketika hakim menyatakan permohonan pemohonan tidak dapat
diterima berarti permohonan tersebut tidak memenuhi syarat
sebagaimana dimaksdu dalam Pasal 56 ayat (1) UU MK
b. Mengabulkan permohonan pemohon
Menyatakan bahwa materi muatan, ayat, pasal, dan/atau bagian dari
UU dimakud bertentangan dengan UUD 1945. Dan permohonan
tersebut beralasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 (2) & (3)
dan Pasal 57 (1) UU MK.
c. Mengabulkan permohonan pemohon
Menyatakan bahwa pembentukan suatu UU tidak memenuhi
ketentuan Pembentukan UU berdasarkan UUD 1945. Dan
permohonan tersebut beralasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
56 (4) dan Pasal 57 (2) UU MK
d. Menyatakan Permohonan Pemohon ditolak
Dalam UU yang dimohonkan pengujian tidak bertetntangan dengan
UUD 1945, baik mengenai pembentukan maupun materinya
sebagian atau seluruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (5)
UU MK
Dalam putusan ini amar putusanya adalah mengabulkan permohonan para
pemohon. Dimana dinyatakan bahwa Pasal-Pasal yang diajukan untuk di uji
dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
7. Pertimbangan Hukum Putusan
Dalam pertimbangan putusan perkara ini, Mahkamah berpendapat
Indonesia sebagai suatu negara hukum yang demokratis, berbentuk republik
dan berkedaulatan rakyat serta menjunjung tinggi hak asasi manusia
sebagaimana tertuang di dalam UUD 1945 tidak relevan lagi jika dalam
KUHP masih memtuat pasal-pasal seperti Pasal 134, Pasal 136 bis dan Pasal
137 yang menegasi prinsip persamaan di depan hukum, mengurangi
kebebasan mengekspresikan pikiran dan pendapat, kebebasan akan informasi,
dan prinsip kepastian hukum. Sehingga, dalam RUU KUHPidana yang
merupakan upaya pembaharuan KUHPidana warisan kolonial juga harus
tidak lagi memuat pasal-pasal yang isinya sama atau mirip dengan Pasal 134,
Pasal 136 bis, dan Pasal 137 KUHPidana.
Dan ancaman pidana terhadap pelanggaran Pasal 134 paling lama enam
tahun penjara dapat dipergunakan untuk menghambat proses demokrasi
khususnya akses bagi jabatan-jabatan publik yang mensyaratkan seseorang
tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara lima tahun atau lebih. Berdasarkan seluruh alasan-alasan
dalam uraian pertimbangan tersebut, Mahkamah berpendapat bahwa dalil-
dalil para Pemohon cukup beralasan, sehingga permohonan harus dikabulkan.
8. Pendapat yang berbeda
Dalam putusan MK biasanya terjeda perbedaan pendapat hakim, pendapat
berbeda itu ada dua macam :
a. Dissenting Opinon : Pendapat berbeda dari sisi substansi yang
mempengaruhi perbedaan amar putusan
b. Concurrent opinion atau consenting opinion : Pendapat berbeda yang
tidak mempngaruhi amar putusan.
Dalam putusan ini terjadi perbedaan pendapat dissenting opinions, yaitu
hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna, Soudarsono, H.A.S. Natabaya, dan H.
Achmad Roestandi. Perbedaan pendapat ini tidak memiliki kekuatan hukum
mengikat, karena yang memiliki kekuatan hukum mengikat adalah putusan yang
diputus oleh majelis mahkamah konstitusi. Dan perbedaan ini juga tidak dapat
dijadikan rujukan atau sumber hukum, tetapi jika dijadikan rujukan akademik itu
boleh dilakukan.
Yang mana pendapat berbeda tersebut disimpulkan dalam penutup putusan
tersebut, yang berbunyi :
“Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Pasal 134, Pasal 136 bis dan
Pasal 137 KUHP yang dimohonkan oleh para Pemohon tidak bertentangan dengan
UUD 1945. Karena pasal tersebut memang perlu diadakan untuk melindungi
martabat seorang Presiden atau Wakil Presiden. Apa yang terjadi dalam kasus
yang dialami Pemohon I maupun Pemohon II adalah masalah penerapan hukum
dari pasal-pasal a quo oleh Penyidik/Penuntut Umum bukan masalah
konstitusionalitas, karena Penyidik/Penuntut Umum harus dapat membedakan
antara penghinaan dan kritik terhadap Presiden atau Wakil Presiden;
Bahwa pasal dimaksud perlu ada perubahan baik dalam sifat deliknya
maupun dalam ancaman hukumannya serta penempatan tempat pengaturan, hal
tersebut merupakan legal policy dari pembentuk undang-undang (DPR dan
Pemerintah);
Apabila pasal-pasal yang berkaitan dengan kejahatan terhadap martabat
Presiden dan Wakil Presiden dinyatakan tidak mengikat secara hukum, maka akan
timbul kekosongan hukum (rechtsvacuum) yang akhirnya menimbulkan
ketidakpastian hukum (rechtsonzekerheid). Dan apabila hal ini terjadi maka
tidaklah mungkin pihak Kepolisian dan Kejaksaan dapat melakukan penyidikan
dan penuntutan kejahatan terhadap martabat Presiden dan Wakil Presiden. Karena
itu, tidaklah serta merta Pasal 310-321 KUHP dapat diterapkan terhadap kejahatan
yang ditujukan pada Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana pendapat Ahli
Prof. Mardjono Reksodiputro. Karena Penyidik/Penuntut Umum terhalang oleh
azas legalitas yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP (azas Nullum delictum
nulla poena sine praevia lege poenali);
Terhadap pendapat Prof. DR. J.E. Sahetapy yang menyatakan bahwa Pasal V
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Pidana yang
berbunyi:”Peraturan hukum pidana, yang seluruhnya atau sebagian sekarang tidak
dapat dijalankan, atau bertentangan dengan kedudukan Republik Indonesia
sebagai negara merdeka, atau tidak mempunyai arti lagi, harus dianggap
seluruhnya atau sebagai sementara tidak berlaku”, harus dijadikan ”toetssteen”
(batu penguji) terhadap KUHP dalam kaitannya dengan permohonan judicial
review terhadap Pasal 134, Pasal 136 bis dan Pasal 137 KUHP tidaklah tepat.
Karena, menurut Pasal 24C UUD 1945 Mahkamah Konstitusi hanya berwenang
menguji undang-undang terhadap UUD, bukan menguji undang-undang terhadap
undang-undang;
Lagipula Pasal V Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tersebut, ditujukan
kepada para Hakim (Pengadilan Umum) dalam penerapan KUHP terhadap
peristiwa pidana yang dianggap bertentangan dengan kedudukan Republik
Indonesia sebagai negara merdeka. Dan juga pasal ini mengandung pesan kepada
pembentuk undang-undang (DPR dan Pemerintah) supaya dalam pembaharuan
KUHP memperhatikan pasal-pasal yang tidak sesuai lagi (pasal-pasal kolonial)
dengan kedudukan Republik Indonesia sebagai negara merdeka (lihat Pasal I dan
II Aturan Peralihan UUD 1945);
Sebagai penutup ijinkanlah Kedua Dissenter melakukan sejenak perenungan
bahwa ”kadang kala lebih baik kalah, lalu melakukan hal dengan benar; daripada
menang, tetapi akhirnya mengucapkan hal dengan salah”. (Perdana Menteri
Inggris Tony Blair).”

‫الحمد هلل رّب العلمين‬

Anda mungkin juga menyukai