SKRIPSI
Program Studi Ilmu Hukum
Diajukan oleh:
MUHAMMAD HISYAM RAMADHAN
Nomor Pokok : 2019200082
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2023
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
secara eksplisit ditulis pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945 yang berbunyi “kedaulatan berada di tangan rakyat dan
1945. Artinya rakyatlah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negara1.
Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang berbunyi “negara Indonesia adalah negara hukum”2. Artinya bahwa segala
Negara pada dasarnya merupakan konstruksi yang diciptakan oleh umat manusia
tentang pola hubungan antar manusia dalam pola kehidupan bermasyarakat yang
bersama3.
1
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Cet-
kelima (Jakarta: Pusat studi Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983), hlm.
328.
2
Mirza Nasition, Hukum Tata Negara (Medan: FH USU Press, 2011), hlm. 11.
3
Jimly Asshidiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara (Rajawali Pers, 2019), hlm. 11.
1
2
dari amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk
dapat diangkat menjadi anggota DPR, seseorang harus dipilih secara langsung
rahasia, jujur dan adil yang dilaksanakan dalam kurun waktu lima tahun sekali
sebagaimana ketentuan Pasal 19 ayat (1) junto Pasal 22E ayat (1) dan (2) UUD
sebagai pengusung anggota DPR tersebut. Proposisi ini secara tegas dinyatakan
dalam Pasal 22 E Ayat (3) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa “peserta
pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik”4. Jika melihat hal tersebut
menunjukan bahwa anggota DPR merupakan mandat dari sebuah partai politik,
sehingga dengan kata lain tanpa partai politik mustahil seseorang untuk
mencalonkan sebagai anggota DPR. Pada dasarnya partai politik merupakan sebuah
dijamin oleh konstitusi pada pada Pasal 28E Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Hal itu berarti partai politik memiliki peran
sebagai pemberi wadah dari hak yang dimiliki oleh setiap warga negara untuk
4
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah Konstitusi negara
Indonesia yang merupakan hukum tertinggi dalam penyelenggaraan negara di Indonesia.
3
atas penegakan AD/ART partai politik dan sisi lainnya partai politik memiliki
Konsep menganai hak recall ini terdapat beberapa pendapat ahli. Menurut
Tomassen (sarjana dari Belanda) mengatakan bahwa “recall recht, het recht van een
politieke partij oom een via haar kandidaten lijstgekozen parlement lidterug te
reopen” (hak recall merupakan hak suatu partai untuk menarik kembali anggota
yang telah dijelaskan diatas dapat di simpulkan bahwa recall merupakan proses
5
Soedarsono, Mahkamah Konstitusi sebagai Pengawal Demokrasi: Penyelesaian Sengketa
Hasil Pemilu 2004 oleh Mahkamah Konstitusi RI (Jakarta: Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi RI, 2005), hlm. 9.
6
Ni’matul Huda dan M. Imam Nasef, Penataan demokrasi & pemilu di Indonesia pasca-
Reformasi (Yogyakarta: Kanisius, 2017) hlm. 177.
4
Ketentuan peraturan mengenai partai politik dan hak recall nya dalam
konteks Indonesia telah diatur pada Pasal 16 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang- Undang
a. Meninggal dunia
Adapun ketentuan peraturan mengenai hak recall oleh partai politik diatur
pemberhentian antar waktu dan pemberhentian sementara, hal tersebut dimulai dari
pasal 239 sampai 241 UU MD3. Mengenai alasan pemberhentian antar waktu
anggota DPR telah diatur pada pasal 239 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang
a. Meninggal dunia
b. Mengundurkan diri
c. Diberhentikan
2. Anggota DPR diberhentikan antar waktu sebagaiamana dimaksud pada Ayat (1)
huruf c, apabila:
5
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
undangan.
e. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPR sesuai dengan
untuk disalahgunakan oleh partai yang mengusung kadernya yang terpilih sebagai
anggota DPR, karena jika melihat pada UU No. 2 Tahun 2011 Tentang Partai
Politik (parpol) Pasal 16 Ayat (1) huruf d dan UU No.17 Tahun 2014 Tentang MD3
Pasal 239 Ayat (2) Huruf d. Hal tersebut sangat rentan. Hanya berlatarkan konflik
internal secara personalitas dimana terjadi pemecatan dari partai politik sehingga
DPR yang diperoleh dari pemilihan dengan suara terbanyak. Konflik adalah
6
rekrutmen partai serta kerja elektoralnya. Oleh karena itu, untuk mencegah dan
Salah satu contoh penggunaan hak recall oleh partai PKS (Partai
Kesejahteraan Sosial). Pada tahun 2016, Fahri Hamzah secara resmi menjadi Wakil
Ketua DPR. Pada masa jabatannya sebagai Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah sering
merasa keberatan dengan sikap Fahri Hamzah. Oleh karena itu, PKS memanggil
Fahri Hamzah untuk diberikan arahan oleh PKS dalam hal kedisiplinan dan
tersebut Fahri Hamzah memberikan pernyataan kontroversial. Maka dari itu PKS
dari pemecatan itu terancamnya jabatan Fahri Hamzah sebagai Wakil Ketua DPR.
Akan tetapi, Fahri Hamzah berhasil melakukan upaya hukum perdata ke Pengadilan
dalam aturan mengenai hak recall oleh partai politik pada UU No. 2 Tahun 2011
Tentang Partai Politik (parpol) Pasal 16 Ayat (1) huruf d dan UU No.17 Tahun 2014
Oleh karena itu, penulis secara spesifik membahas batasan partai politik
7
Budiarti dan Aisyah Putri, Faksi dan Konflik Internal Partai-Partai Politik di
Indonesia EraReformasi, Jurnal Penelitian Politik, Vol.14, No. 2 (Desember 2017), hlm. 265-
279.
8https://nasional.kompas.com/read/2018/08/03/06340021/kisah-fahri-hamzah-vs-pks- dari-
pemecatan-hingga- penolakan-kasasi. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2022 pukul 15.57WIB.
7
Maka dari itu, penulis tertarik mengambil sebuah penelitian hukum yang berjudul
B. IDENTIFIKASI MALASAH
1. Perselisihan antara partai politik dan anggota partai politik yang sedang
menjabat sebagai anggota DPR adalah persoalan yang biasa terjadi pasca era
disalahgunakan.
2. Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyatakan bahwa “kedaulatan berada ditangan rakyat” hal ini menjadi acuan
bahwasanya sengketa antara partai politik dan anggota partai politik harus juga
melibatkan rakyat/konstituen.
No.17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPD, DPR, DAN DPRD (MD3). Mengatur
hal-hal pokok terkhusus dalam batasan hak recall atau pergantian antar waktu
tentang partai politik dan Undang-Undang MD3 tersebut tidak diatur mengenai
upaya hukum apabila anggota partai politik yang menjabat di DPR keberatan
C. PEMBATASAN MASALAH
masalah sesuai dengan judul skripsi yang dibuat penulis agar tidak meluas dan
fokus pada masalah yang diteliti. Permasalahan penelitian ini dibatasi dengan
No.17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPD, DPR, dan DPRD (MD3).
D. RUMUSAN MASALAH
mengumpulkan data, menyusun data dan menganalisis data sehingga sasaran yang
hendak dicapai jelas sesuai dengan apa yang diharapkan. Berdasarkan uraian latar
belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan masalah yang akan diteliti dan
dibahas lebih lanjut sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran yang jelas serta
1. Apa batasan hak recall oleh partai politik yang menjabat sebagai anggota DPR
ketentuan UU.No.17 Tahun 2014 Tentang MD3 dan UU No.2 Tahun 2011
2. Bagaimana upaya hukum bagi anggota DPR terhadap penjatuhan hak recall oleh
partai politik ?
9
E. LANDASAN TEORI
konsep yang berasal dari bahasa latin yaitu souverain dan superanus yang
dianggap sebagai pemilik dan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu
negara10.
Kelima ajaran tersebut telah berkembang, baik secara teoritis ataupun secara
praktik dalam sejarah pemikiran hukum dan negara. Pada era kontemporer ini
konsepsi dan praktik kedaulatan rakyat digunakan sebagai dasar konsep negara
9
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Cet-2 (Jakarta: Sinar
Grafika Offset, 2011), hlm. 98.
10
Haposan Siallagan dan Janpatar Simamora, Hukum Tata Negara Indonesia (UD. Sabar
Medan, 2011), hlm. 73.
10
demokrasi. Demokrasi secara etimologis berasal dari bahasa yunani, yakni demos
dan cratos artinya demos berarti rakyat dan cratos/cratein yang berarti
dari rakyat, maka rakyatlah yang sebenarnya menentukan dan memberi arah
Pada hakikatnya dalam ide kedaulatan rakyat harus dijamin bahwa rakyatlah
dan legislatif. Konsepsi mengenai trias politica yang sudah dijabarkan merupakan
hasil dari sebuah teori Montesquieu yang diilhami oleh John Locke. Menurut
Montesquieu, ketika kekuasaan legislatif dan eksekutif disatukan pada orang atau
badan yang sama, tidak akan ada lagi kebebasan, sebab terdapat bahaya apabila raja
Oleh karena itu, Undang-Undang merupakan sebuah ekspresi dari kemauan dan
11
Soehino, Ilmu Negara (Yogyakarta: Liberty, 2005) hlm. 246.
12
CF. Strong, Konstitusi-konstitusi Politik Modern, Nusa Media, Bandung, 2008, hlm.330.
13
Soehino, Ilmu …, Op cit., hlm. 161.
11
bahwa ada keterkaitan atau korelasi yang sangat erat antara teori kedaulatan rakyat
perwakilan. Artinya kedaulatan rakyat dengan sistem perwakilan atau bisa saja
tersebut, partai politik memiliki peran yang sangat sentral karena partai politiklah
Pada praktiknya, yang menjalankan kedaulatan rakyat itu adalah wakil-wakil rakyat
yang duduk di parlemen (dalam teori trias politica disebut dengan legislatif). Wakil
rakyat tersebut sebagai representasi dari rakyat dan wakil rakyat itulah yang
demokrasi sebagai sistem yang paling cocok untuk dijadikan sebagai dasar dalam
pengelolaan negara. Gagasan J.J Rousseau ini bermula pada pemahamannya yang
secara langsung menghendaki bahwa rakyat untuk turut serta dalam penyelengaraan
14
Bagir Manan, Pers, Hukum, dan Hak Asasi Manusia dan Negara Hukum (Jakarta: Dewan
Pres, 2016) hlm. 195.
12
juga secara langsung dapat memutuskan jalan mana yang akan diambil dan
salah satu lembaga negara yang mandiri dan terpisah dari lembaga lainnya16.
cabang kekuasan negara yang merefleksikan kedaulatan rakyat. Oleh sebab itu,
segala peraturan yang menyangkut hidup rakyat atau mengatur hajat hidup orang
banyak harus dimandatkan pada lembaga perwakilan rakyat atau lembaga legislatif
Senada dengan apa yang dikatan oleh Prof Jimly Asshidiqie, Annne Maria
Camissa dan Paul Christopher juga berpendapat bahwa lembaga perwakilan adalah
lembaga yang dibebankan pada fungsi pembuatan hukum, dari mulai tahap
15
Wahidin Samsul, Konseptualisasi dan Perjalanan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (Jakarta: Pustaka Belajar, 2011), hlm. 37.
16
Subardjo, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Menurut Uundang-Uundang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan Penerapan Sistem Bikameral dalam Lembaga Perwakilan
Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hlm. 45.
17
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2009), hlm. 298.
13
memiliki karakteristik yang beragam. Pada konteks positif Indonesia, konsep yang
tersebut ditunjuk secara langsung oleh rakyat dan lembaga tersebutlah yang
F. DEFINISI OPERASIONAL
1. Hak Recall
penggantian antar waktu18. Hak recall secara terminologis dalam kamus politik
karangan B.N. Marbun diartikan sebagai suatu proses penarikan kembali atau
penggantian antar waktu anggota DPR oleh induknya yakni partai politik19.
eksplisit mengenai hak recall atau Penggantian Antar Waktu (PAW). Akan tetapi,
diberikan definisi secara implistit yakni menurut Pasal 22B Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang bebunyi “anggota Dewan Perwakilan
18
Farida, R. (2013). Mekanisme Penggantian Antar Waktu Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan Implikasinya dalam Konsep Perwakilan Rakyat, Jurnal Cita Hukum, 1(2), h.198.
19
Marbun, B.N, Kamus Politik (Jakarta: Sinar Harapanh, 1996), hlm. 43.
14
2. Partai Politik
(sekolompok orang) yang seasas, sehaluan, dan setujuan terutama dalam bidang
organisasi nasional dan dibentuk oleh sekolompok warga negara Indonesia secara
3. Lembaga Legislatif
Lembaga ini pula disebut sebaga lembaga legislator. Pada dasarnya pengertian
mengenai kekuasaan legislatif yaitu kekuasaan yang diberikan kepada badan untuk
20
Frederick Julius Stahl, Constitutional Government and Democracy Theory and Practice
in Europe and America, Dalam Miriam Budihardjo, hlm.57-58.
21
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
22
UU Nurul Huda, Hukum Lembaga Negara (Bandung: PT Refka Aditama, 2020),hal. 60.
15
G. METODOLOGI PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui batasan hak recall oleh partai politik yang menjabat sebagai
b. Untuk mengetahui upaya hukum bagi anggota DPR yang telah keberatan
2. Jenis Penelitian
Penilitian ini bersifat deskriptif analitis, karena dalam penelitian ini penulis
Tahun 2014 Tentang MD3 dan UU No.2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik dan
menganalisa upaya hukum bagi anggota DPR yang keberetan dalam penjatuhan hak
3. Manfaat Penelitian
23
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Malang: Bayumedia
Publishing, 2011), hlm 57.
16
b. Sebagai pengetahuan hukum bagi penulis khususnya dan bagi masyarakat pada
umumnya mengenai proses penegakan hukum dan keadilan sesuai yang diatur
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang menjelaskan bahan primer yang
isinya tidak mengikat seperti buku, jurnal dan hasil penelitian terdahulu yang
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang menunjang bahan primer dan bahan
data kualitatif yaitu dengan cara memaparkan data yang diperoleh dalam bentuk
24
Bambang Sunggono, Metodologi Peneltian Hukum (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2006), hal. 113-114 .
17
H. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan skripsi ini terbagi dalam beberapa bab dan tersusun
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab II, Penulis akan mengemukakan secara komprehensif tentang definisi
PARTAI POLITIK
Pada bab III, penulis membahas mengenai batasan hak recall oleh partai politik
dengan alasan diberhentikan sebagai anggota partai politik dengan studi kasus
anggota partai politik yang menjabat sebagai anggota DPR sesuai ketentuan
Rakyat Daerah (MD3) serta Undang-Undang No.2 Tahun 2011 Tentang Partai
Politik.
18
Pada bab IV, penulis membahas mengenai upaya hukum bagi anggota DPR terhadap
BAB V: PENUTUP
Pab V ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi penulis yang terdiri dari
sub bab-sub bab pertama berisi kesimpulan dan sub bab kedua mengenai saran yang
Buku:
Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 2009.
Asshidiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers, 2019.
Huda, Ni’matul dan M. Imam Nasef. Penataan demokrasi & pemilu di Indonesia
pasca- Reformasi, Yogyakarta, Kanisius, 2017.
Kusnardi, Moh dan Harmaily Ibrahim. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,
Jakarta, Pusat studi Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 1983.
Manan, Bagir. Pers, Hukum, dan Hak Asasi Manusia dan Negara Hukum, Jakarta,
Dewan Pres, 2016.
Siallagan, Haposan dan Janpatar Simamora. Hukum Tata Negara Indonesia, UD.
Sabar Medan, 2011.
Peraturan Perundang-Undangan:
Jurnal:
Web:
https://nasional.kompas.com/read/2018/08/03/06340021/kisah-fahri-hamzah-vs-
pks-dari-pemecatan-hingga- penolakan-kasasi. Diakses pada tanggal 11
Oktober 2022.