Anda di halaman 1dari 35

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum


4.1.1 Sekilas Tentang Film Kim Ji-Young Born 1982

Gambar 4 1. Poster Film Kim Ji Young Born 1982

Kim Ji-Young born 1982 (Hangul: 82 년생 김지영; RR: 82 Nyeonsaeng Gim

Jiyeong) adalah film dengan genre drama yang diadaptasi dari novel yang

berjudul sama yang ditulis oleh Cho Nam-joo, penulis asal Korea Selatan. Film

ini rilis pada 23 Oktober 2019 (Korea Selatan) dan 20 November 2019 di

Indonesia. Kim Ji-Young, Born 1982 disutradai oleh Kim Do-young dan

dibintangi oleh Aktor dan Aktris kondang Korea Selatan yakni Gong Yoo sebagai

(Jung Dae-Hyun), Jung Yu-mi sebagai (Kim Ji-Young), Park Sung-yoon sebagai

(Kim Eun-Sil), Kim Mi-kyung sebagai (Mi Sook yakni ibu Ji-Young),

34
35

Gong Min-jung sebagai (Kim Eun-Young), Lee Bong-ryun sebagai (Hye Soo) dan

Kim Gook-hee sebagai (ibu Soo bin).

Film yang sejak hari pertama penanyangannya sudah menuai kecaman ini,

secara terang-terangan menyajikan beratnya kehidupan seorang perempuan yang

sudah menikah dan memiliki anak di negeri yang budaya patriarkinya masih kental

yaitu di Korea Selatan. Bahkan komunitas anti feminisme Korea Selatan terus

mengecam dan menyerang pemain Kim Ji-Young yakni Jung Yu-Mi melalui akun

Instagramnya dengan komentar jahat karena sudah menerima peran sebagai Kim

Ji-Young.

Dilansir dari The Korea Herald, dalam rangka mendukung buku Kim Ji-

young dan mengecam para pelempar kritikan negative terhadap sederet idol dan

publik figure yang mendukung faminisme, sejumlah komunitas membuat gerakan

#MeToo untuk sampaikan aspirasi mereka. Sementara di sisi lain, pihak yang

kontra terhadap buku tersebut membuat protes dan mencari crowdfunding buku

“Kim Ji-Young born 1982” yang menampilkan tokoh protagonis pria yang lahir

pada tahun 1990 dan menunjukkan pembalikan diskriminasi yang dihadapi para

pria di Korea Selatan. Terkait kontroversi yang terjadi, Kim Do Young selaku

sutradara film Kim Ji-Young Born 1982 menegaskan bahwa kisah dalam novel itu

harus di ceritakan.

Film Kim Ji-young, Born 1982 menceritakan kisah Kim Ji-Young (Jung

Yu-mi) seorang perempuan biasa yang mulanya bekerja di agensi kehumasan. Kim

Ji-Young kemudian menikah dan memiliki seorang anak. Saat diketahui sedang

hamil, Kim Ji-Young dipaksa berhenti dari pekerjaan yang selama ini ia gandrungi

35
36

dan harus menjadi ibu rumah tangga seutuhnya. Sebagai perempuan Korea biasa di

usia 30-an, Kim Ji-young seringkali merasa berat menjalani keseharian sebagai

seorang ibu rumah tangga. Meski kini menikah dengan pria yang dicintai, dia harus

berusaha keras membesarkan anak perempuan mereka, hal yang membuatnya

menanggalkan banyak hal dalam hidup.

Saat bekerja, ia harus menerima kenyataan bahwa kemampuannya

dipandang sebelah mata karena ia perempuan. Semenjak menikah dan melahirkan,

kekhawatirannya akan mengalami apa yang dialami atasannya yang menikah dan

memiliki anak, menjadi kenyataan. Menjadi full-time mother dan housemaker,

tangannya selalu sibuk, orang-orang menilai kehidupan yang dijalani Ji-Young

sangatlah mudah, ia bisa menyeduh kopi dan bersantai di taman dengan gaji yang

dihasilkan sang suami. Kenyataannya, pekerjaan rumah yang menumpuk selalu

menunggunya. Rutinitas yang sama ia jalani setiap hari dengan pola yang sama.

Bangun pagi untuk membersihkan rumah, menyiapkan sarapan, menyiapkan

kebutuhan suami, memandikan anak, mencuci, menjemur, melipat tumpukan

pakaian seolah menjadi makanan sehari-hari Ji-Young. Ketika malam datang, ia

juga harus siap untuk menyiapkan makan malam ketika sang suami pulang,

meskipun pekerjaan sehariannnya belum juga selesai.

Ji-young berusaha mengelak dari kenyataan dan meyakini bahwa ia baik-

baik saja. Namun, suaminya, Dae-hyun memperhatikan bahwa kehidupan telah

membebani Ji-young lebih dari yang dia sadari. Dae-hyun sangat mencintai istri

dan anaknya, tetapi budaya patriarki yang kental di Korea Selatan seakan membuat

seorang mertua selalu mendewakan anak laki-lakinya. Tak terkecuali ibu Dae-

36
37

hyun. Ibu Dae-hyun selalu meminta Ji-young terus melakukan pekerjaan rumah

meskipun ia adalah tamu dirumahnya saat Dae-hyun dan Ji-Young berkunjung kala

itu, perjalanan jauh tidak membuatnya mengerti bahwa Ji-young sedang kelelahan,

ibu Dae-hyun terus membuat Ji-Young membantunya melakukan pekerjaan rumah

tangga meski itu bukan rumahnya. Ji-young yang kelelahan dan kesal melihat

semua keluarga suaminya bersantai dan bercengkrama, Ji-young marah dan

mengomel seperti ibunya.

Khawatir, Dae-hyun mendatangi psikiater dan mengatakan, "Istri saya

berubah menjadi orang lain," Dae-hyeon menyadari setelah Ji-young mulai

berbicara dengan cara yang sangat mirip seperti ibunya, lalu seperti seorang sahabat

lama yang telah meninggal saat melahirkan, juga mendiang neneknya. Ji-Young

mulai menunjukan sikap aneh, seolah kehilangan jati diri. Ji-Young enggan

mengikuti serangkaian tes karena harganya yang mahal. Dalam perjalanan

hidupnya yang melelahkan, Ji-Young bertemu dengan kepala Kang, mantan atasan

ketika ia bekerja dulu. Perempuan yang menginspirasinya, perempuan yang

menjadi panutannya ketika bekerja karena berani melawan ketidakadilan semasa

bekerja. Kepala Kang kini sudah membuka kantor miliknya sendiri dan mengajak

Ji-Young kembali bekerja.

Ji-young memberi tahu suaminya bahwa ia ingin kembali bekerja, Dae-hyun

melarang karena berpikir pekerjaan rumah saja sudah begitu berat, Dae-hyun belum

mengerti bahwa yang diinginkan Ji-Young saat ini adalah kembali bekerja. Ia

kehilangan dirinya sendiri karena rutinitas membuat dirinya kehilangan jati diri. Ji-

young merindukan masa-masa ia sedang bekerja, ia masih memiliki cita-cita yang

37
38

ingin diwujudkan, cita-cita itu bahkan kembali di patahkan oleh ibu Dae-hyun

bahwa kewajiban seorang perempuan adalah mengurus rumah, anak dan suami.

Jika Ji-Young kembali bekerja, maka ia akan menghancurkan karir putranya.

Film ini terang-terangan menyajikan ketidak adilan yang dialami

perempuan ketika sudah menikah dan memiliki seorang anak. Bahkan perempuan

yang sudah menikah dan memiliki anak sulit sekali mendapatkan promosi karena

mereka berpikir perempuan tidak akan bisa produktif kembali ketika sudah

memiliki suami dan anak.

4.1.2 Produksi Film


Film Kim Ji-Young Born 1982 merupakan film drama Korea Selatan

yang tayang di bioskop Indonesia mulai 7 November 2019. Kim Ji-Young Born

1982 diadaptasi dari novel karya Jo Nam Joo dengan judul yang sama. Disutradarai

Kim Do Young, film ini diproduseri oleh Mo Il Young, Jwak Hee Jin, dan Park Ji-

Young. Dalam film produksi Lotte Cultureworks ini, Jung Yu Mi beradu peran

dengan Gong Yoo. Bahkan sang penulis novel pun ikut bergabung dalam tim

produksi sebagai co-sutradara serta Yoo Young-ah sebagai penulis skenario film.

Film ini mempunyai durasi 118 menit yang di rilis di Korea Selatan dan \meraih

box office dengan menjual lebih dari 3,6 juta tiket sejak diputar pada 23 Oktober

2019. %, selama penayangan di seluruh dunia film ini berhasil meraup keuntungan

$27,696,393 atau setara dengan Rp. 396.563.879,07. Dan film Kim Ji-Young Born

1982 masuk dalam nominasi serta mendapatkan penghargaan di ajang perfilman

bergengsi.

38
39

Tabel 4. 1. Penghargaan & Nominasi Film Kim Ji Young

Film Kim Ji-Young ini menawarkan sebuah film yang tidak biasa yang

bisa kita lihat dari segi ceritanya, semua kisah yang terdapat pada film ini di kemas

dan dibalut dengan nilai – nilai budaya, kekeluargaan dan moral. Alur ceritanya

berpusat pada seorang perempuan yang menjadi ibu rumah tangga dan mengalami

depresi karena tekanan sosial di Korea. Film Kim Ji-Young Born 1982

menggambarkan seksisme sehari-hari yang dialami karakter utama sejak muda.

4.1.3 Karakteristik Tokoh


a. Jung Yu-Mi sebagai Kim Ji-Young

39
40

Gambar 4 2. Pemeran Kim Ji Young

Jung Yu-mi yang lahir pada 18 Januari 1983 di Korea Selatan ini adalah

pemeran utama dalam film Kim Ji-Young born 1982 sebagai Ji-Young. Perempuan

pekerja keras penyayang keluarga yang kehilangan jati diri dan cita – citanya karena

hidup ditengah budaya patriarki yang masih kental.

b. Gong Yoo sebagai Jung Dae-Hyun

Gambar 4 3. Pemeran Jung Dae Hyung

40
41

Gong Yoo merupakan aktor kondang asal Korea Selatan yang lahir pada 10

Juli 1979 ini memerankan Jung Dae-hyun yakni suami dari Kim Ji-young yang baik

dan bertanggung jawab serta menyayangi keluarganya. Perannya yang family man

jelas ditunjukan dalam film ini seperti ia sangat luwes saat berakting memandikan

anaknya.

c. Kim Mi Kyung sebagai Mi-Sook (Ibu Ji-Young)

Gambar 4 4. Mi Sook

Kim Mi Kyung merupakan aktris senior pendukung di Korea Selatan, aktris

yang lahir pada 14 Oktober 1963 ini sukses menjadi sosok ibu yang ideal di negara

yang budaya patriarkinya masih sangat kental. Sosok Mi-sook sebagai ibu Ji-young

membuat film ini terasa dramatis, Mi-sook merupakan sosok ibu yang menyayangi

anak-anaknya dan mendukung apapun yang akan anaknya perbuat. Ia bahkan

mengizinkan putri pertamanya yakni kakak Ji-young untuk berkarir dan tidak

memikirkan pernikahan.

d. Cha Mi Kyung berperan sebagai Ibu Dae-hyun

41
42

Gambar 4 5. Pemeran Ibu Daehyun

Aktris senior pendukung yang lahir di tahun 1965 ini bernama Cha Mi

Kyung yang berperan sebagai ibu Dae-hyun. Sifat dan karakter yang ia bawakan

sangat pas dengan isu budaya patriarki yang masih kental di Korea Selatan. Ia

adalah sosok ibu yang membanggakan anak laki-lakinya dan melarang menantunya

untuk bekerja karena tugas seorang istri adalah mengurus suami, anak dan rumah

saja.

e. Gong Min-jeung sebagai Kim Eun-young

Gambar 4 6. Pemeran adik Ji Young

Gong Min-jeung merupakan aktris korea yang lahir pada 30 September

1986 berperan sebagai kakak Ji-young. Karakter kakak seperti Eun-young

sangatlah bertentangan dengan budaya patriarki, Eun-young merupakan perempuan

42
43

yang menjunjung tinggi feminisme. Ia memilih mengejar karirnya dan tidak

percaya dengan pernikahan.

4.1.4 Budaya Patriarki Dalam Kehidupan Perempuan dan Laki-Laki


Sistem patriarki yang mendominasi kebudayaan masyarakat menyebabkan

adanya kesenjangan dan ketidakadilan gender yang mempengaruhi hingga ke

berbagai aspek kegiatan manusia. Laki-laki memiliki peran sebagai kontrol utama

di dalam masyarakat, sedangkan perempuan hanya memiliki sedikit pengaruh atau

bisa dikatakan tidak memiliki hak pada wilayah-wilayah umum dalam masyarakat,

baik secara ekonomi, sosial, politik, dan psikologi, bahkan termasuk di dalamnya

institusi pernikahan. Hal ini menyebabkan perempuan diletakkan pada posisi

subordinat atau inferior. Pembatasan-pembatasan peran perempuan oleh budaya

patriarki membuat perempuan menjadi terbelenggu dan mendapatkan perlakuan

diskriminasi.

Sementara itu, laki-laki dipersepsikan dan ditempatkan berfungsi produktif,

sebagai pencari nafkah di ruang publik yang dianggap bertanggung jawab penuh

terhadap keberlangsungan rumah tangga.

Sebagai pencari nafkah dan kepala rumah tangga, laki-laki menyandang

status sebagai bapak di dalam keluarga, yang tak jarang ditempatkan sebagai

penguasa di dalam keluarga. Budaya patriarki seperti ini tidak hanya berhenti di

dalam keluarga atau rumah, namun juga menjadi budaya masyarakat dan bernegara.

Budaya ini tersosialisasi dalam masyarakat karena mendapat legitimasi dari

berbagai aspek kehidupan.

43
44

Implikasinya lainnya, terjadi praktik yang melemahkan dan memosisikan

perempuan berbeda dengan laki-laki. Perempuan tersubordinasi dari posisi strategis

pengambilan keputusan di tempat kerja dan terkadang kebijakan yang dihadirkan

mendiskriminasikannya. Diskriminasi terhadap perempuan di dunia kerja muncul

dalam ragam bentuk. Ada soal struktural yang kentara macam ketimpangan gaji.

Namun, itu bukanlah satu-satunya masalah.seperti salah satu contoh kasus pekerja

perempuan di Asia sulit atau tidak dapat mencapai posisi tinggi seperti yang bisa

didapatkan oleh pekerja laki-laki.

Ketidaksetaraan gender dalam lingkungan kerja mengakibatkan pekerja

perempuan tidak mendapatkan hak yang sama dengan pekerja laki-laki. Baik laki-

laki maupun perempuan yang seharusnya memperoleh hak yang sama tanpa

memandang gender sebagai tolak ukur. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk

menghentikan ketidaksetaraan gender yaitu dengan menghapuskan stereotip gender

di lingkungan masyarakat. Dengan hilangnya stereotip gender ini maka akan

menghapuskan penilaian subjektif antara laki-laki dan perempuan. Kesenjangan

yang di alami oleh kaum perempuan kini perlahan kian memudar. Dengan adanya

gerakan-gerakan dalam memperjuangkan hak-hak perempuan melalui film, lirik

lagu, sebuah cerita dan yang lain. Perempuan kini mulai menghirup udara

kebebasan, sebuah kemerdekaan setelah ketertimpangan.

4.2 Temuan Penelitian


Temuan penelitian ini dimaksudkan oleh peneliti untuk menyajikan data

yang di miliki sesuai dengan pokok permasalahan yang akan dikaji pada penelitian

ini yaitu film Kim Ji-Young Born 1982. Sebagai pendukung penelitian penliti telah

44
45

mengambil beberapa sempel potongan adegan atau scene yang terdapat dalam film

Kim Ji-Young Born 1982. Dimana pada potongan- potongan adegan tau scene

tersebut akan peneliti uraikan menggunakan analisis semiotika John Fiske.

John Fiske membagi beberapa level kode suatu tayangan media menjadi

tiga, yaitu level realitas, level representasi, dan level ideologi. Level realitas itu

sendiri menampilkan realitas sebuah peristiwa dalam tampilan pakaian, gestur

tubuh atau gerakan, ekspresi,keadaan dan bahasa tubuh. Didalam level representasi

ditunjukan melalui kode – kode seperti kode musik dialog, kamera, pemilihan

pemain dan karakter. Dan sedangan dalam level ideologi semua elemen yang di

kelompokan dalam kode – kode ideologi seperti kelas, ras, patriaki, matrialisme

dan banyak lagi.

4.2.1. Analisis adegan 1


(Adegan yang menunjukan perempuan yang sudah menikah dan
memiliki anak mendapatkan perlakuan tidak adil di muka umum oleh
seorang pekerja laki-laki)

Gambar 4 7. Scene 1

45
46

Dalam Scene ini tokoh utama Kim Ji-Young sedang bersama sang anak

yang berada di kereta dorong, terlihat Ji-young sedang menyeduh sebuah kopi

panas disebuah taman disela-sela kesibukannya. Terlihat juga tiga orang pekerja

kantoran dibalakag Ji-young, salah satu pria dengan sinis memandangi Ji-Young

yang sedang duduk dengan kata-kata yang tidak pantas.

1. Level Realitas

Pada level realitas ini terdapat scene yang akan diulas, diteliti, dan

direpresentasikan dengan kode-kode sosial yang meliputi appearance

(penampilan), dress (kostum), make up (tata rias), environment (lingkungan),

behavior (perilaku), speech (cara berbicara), gesture (gerakan) dan expression

(ekspresi) Pada potongan adegan atau scene tersebut, level realitas yang

menjunjukan representasi budaya patriarki terlihat pada :

a. kode penampilan dan ekspresi

Tiga orang yang sepertinya pekerja kantoran karena mereka memakai

setelan jas dengan kemeja putih dengan kalung nama.

Diatantaranya laki – laki yang memandang Ji-young dengan ekspresi sinis

sembari mengatakan hal yang tidak pantas kepada orang yang tidak dikenal.

Mendengar hal itu, ekspresi Ji-young berubah menjadi sedih mendengar dirinya

dipandang sebelah mata karena tidak bekerja dan hanya bisa menghabiskan gaji

sang suami dengan duduk bersantai di taman dan menyeduh sebuah kopi. Tapi ia

hanya bisa berekspresi seperti tidak mendengar apapun dan pergi.

46
47

2. Level Representasi

Pada level representasi ini terdapat scene yang akan diulas, diteliti,

dan direpresentasikan dengan kode-kode teknik yang meliputi pencahayaan,

penyuntingan musik, dan suara untuk mentransmisikan kode-kode representasi

konvensional yang membentuk naratif, konflik, karakter, aksi, dialog, setting, dan

casting.

a. Suara dan dialog

Level representasi yang terdapat dalam scene ini adalah suara dan dialog.

Suara atau backsound dalam film merujuk pada segala sesuatu yang dapat didengar

oleh penonton atau pendengar seperti sound effect, kata –kata dan musik. Fungsi

backsound dalam film adalah untuk menciptakan atmosfir, meningkatkan dramatis

pada film, menghubungkan antar adegan, menarik perhatian dan lain lain.

Di dalam scene tersebut pria dibelakang Ji-young dengan jelas mengatakan

“Nyaman sekali hidupnya,nyaman sekali.. iri sekali melihatnya, aku harap aku bisa

bersantai sambil minum kopi dari gaji suami”. Perempuan di depannya pun

menjawab “haruskah aku menikah dan berhenti bekerja” scene ini jelas

memperlihatkan budaya patriarki yang begitu kental yaitu perempuan yang sudah

menikah dan memiliki anak dipandang sebelah mata bahwa hidupnya selalu

bersantai saja dirumah.

b. Level Ideologi

47
48

Ideologi patriarki mendasarkan diri pada kebutuhan dan nilai yang

digunakan oleh kelompok dominan. Penempatan perempuan sebagai kelompok

minoritas seringkali semakin ditekan secara mental dalam pelaksanaanya. Seolah

mendapat kesempatan, kelompok dominan menampilkan tindakan yang kurang

sesuai dan dilakukan secara terus menerus terhadap kelompok minoritas. Pada

cuplikan adegan diatas, jelas sekali sosok laki – laki merasa memiki posisi yang

lebih tinggi karena sibuk bekerja dibandingkan seorang ibu rumah tangga yang

dinilainya menjalani hidup santai dengan gaji yang dihasilkan sang suami. Sosok

laki – laki diatas menampilkan tindakan yang kurang sesuai kepada orang yang baru

saja ia temui.

4.2.2 Analisis adegan 2


(Adegan yang menunjukan perempuan yang tidak mendapat
dukungan dari orang tua (Ayah) untuk bekerja)

Gambar 4 8. Scene 2

Pada scene ini terlihat keluarga Ji-young sedang melakukan makan malam

di ruang keluarga dan membicarakan rencana di hari wisuda Ji-Young, tetapi Ji-

Young menolak menghadiri acara wisuda karena dirinya belum mendapatkan

48
49

pekerjaan, mendengar hal itu ayah Ji-Young marah karena Ji-Young harusnya

berada dirumah hingga ia menikah.

1. Level Realitas

• Kode ekspresi, raut wajah, gesture tubuh dan riasan

Level realitas pada scene ini ditunjukan melalui ekspresi, raut wajah,

gesture tubuh dan riasan wajah. Dalam scene kali ini alur diputar dimasa Ji-Young

belum menikah, riasan Ji-Young natural dengan rambut panjang dan seragam

sekolah. Ayah dan ibu Ji-Young pun dirias dengan riasan yang lebih muda.

Keadaan yang menjunkan representasi budaya patriarki terlihat pada ekspresi dan

cara berbicara ayah Ji-Young ketika mendengar sang puteri mengutarakan

keinginannya bekerja. Ekspresi dan nada bicaranya berubah menjadi marah dan

penuh energi. Ekspresi Ji-Young mendengar ucapan sang ayah berubah menjadi

sedih karena keinginannya bekerja dilarang oleh sang ayah.

2. Level Representasi

• Suara dan dialog

Dalam scene ini level representasi budaya patriarki di perlihatkan

jelas melalui dialog ayah Ji-Young yang meninggi ketia ia berkata “Hentikan semua

itu ! diam saja dirumah sampai kau menikah!” hingga semuanya terdiam dan

suasana menjadi hening, namun ditengah keheningan, ibu Ji-Young yakni Mi-Sook

membanting alat makannya di meja dan berkata “mengapa kau melakukan hal kuno

itu pada puterimu ! Ji-young lakukan apapun yang ingin kamu lakukan”

49
50

3. Level Ideologi

Pada scene diatas terlihat bagaimana pola pikir ayah Ji-Young yang

masih kuno, ia melarang Ji-Young untuk bekerja dan memintanya diam dirumah

hingga menikah. Dalam hal ini, Adegan tersebut menegaskan bahwa pola pikir dan

tindakan yang dilakukan ayah Ji-Young merupakan contoh nyata budaya patriarki,

dimana status laki-laki lebih dominan dari pada perempuan. Perempuan seolah

dilarang untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri dan menitih karir.

4.2.3 Analisis adegan 3


(Adegan yang menunjukan adegan perempuan yang tidak mendapat
dukungan dari suami untuk kembali bekerja)

Gambar 4 9. Scene 3

Dalam scene ini terlihat bahwa rutinitas yang Ji-Young lalui begitu berat,

bahkan hingga malam tiba ia masih melakukan pekerjaan yang sedari pagi belum

usai. Ia merasa jenuh akan hal itu ia berharap dapat kembali bekerja seperti masa

50
51

mudanya yang telah lalu. Tetapi sang suami khawatir akan kesehatan Ji-Young

karena mengurus anak dirumah saja sudah cukup melelahkan. Padahal, yang

sebenarnya terjadi ialah Ji-Young terlalu jauh dari dirinya sendiri yang masih

memiliki semangat untuk produktif bekerja malah sibuk mengurus rumah.

1. Level Realitas

• Kode sikap, gesture tubuh dan riasan

Level realitas yang menunjukan representasi budaya patriarki

terlihat pada sikap, gesture tubuh sampai riasan.

Riasan Ji-Young dibuat menjadi seorang ibu yang kelelahan, dengan

membawa tumpukan baju, matanya sayu, bajunya juga lusuh dan kebesaran.

Berbeda dengan baju Dae-hyun yang rapih dan terlihat lebih keren.

Realitas yang ditunjukan pada scene ini jelas bagaimana patriarki

menempatkan posisi perempuan selalu berada dibawah laki-laki. Perempuan seolah

tak perlu berpakaian mewah karena hanya dirumah saja, realitas yang menunjukan

representasi budaya patriarki juga ditunjukan oleh Dae-hyun melalui ekspresi

wajah dan gesture tubuhnya yang marah ketika sang istri mengutarakan

keinginannya untuk bekerja, Mendengar hal itu Ji-Young yang berekspresi senang

dan antusias berubah diam dan murung.

2. Level Representasi

• Suara dan dialog

51
52

Level representasi yang terdapat dalam scene ini adalah suara dan

dialog. Di dalam scene ini Dae-hyun jelas mengatakan “Jangan bekerja, jika.. tidak.

Jangan bekerja. Mengurus Ah-young saja sudah sulit” dengan nada kesal. Ji-Young

mendengar hal itu menjawab “terimakasih sudah mengerti kalau keadaan memang

sedang sulit. Tidak ada backsound pada scene ini, keadaan hening dan hanya ada

suara hembusan nafas dan dialog.

3. Level Ideologi

Representasi pada level idelogi mencakup kode-kode representasi

diantaranya Patriarki, adegan yang menunjukan Dae-hyun melarang istrinya untuk

bekerja dan merawat anaknya saja dirumah. Tentu saja ini merupakah patriarki

dalam rumah tangga yang berupa penugasan penuh bagi perempuan dalam

mengasuh anak dan mengerjakan tugas rumah tangga dan menempatkan posisi laki-

laki sebagai pemimpin.

4.2.4 Analisis adegan 4


(Adegan yang menunjukan perempuan yang sudah menikah dan
memiliki anak tidak boleh bekerja oleh ibu mertua)

Gambar 4 10. Scene 4

52
53

Pada scene diatas, setelah Ji-Young mendapatkan ijin sang suami untuk

kembali bekerja, Ji-Young bersemangat untuk memberi tahu ibu mertuanya bahwa

ia akan kembali bekerja, ia menelfon dengan nada yang bersemangat dan wajah

yang bahagia, tapi siapa sangka ibu Dae-Hyun terkejut dan marah besar pada Ji-

Young, karena ia berfikir tidak seharusnya perempuan yang sudah menikah dan

memiliki seorang anak malah sibuk bekerja dan tidak mengurus rumah tangga. Ibu

mertua Ji-Young juga berfikir bahwa Ji-Young akan menghancurkan karir putranya

jika putranya harus cuti dan bergantian menjaga si buah hati.

1. Level Realitas

• Ekspresi

Realitas budaya patriarki pada scene ini terlihat jelas dari ekspresi

ibu mertua Ji-Young yang marah besar, nada suaranya meninggi, matanya

membelalak dan berkata jika ia akan menghancurkan karir Dae-Hyun jika ji-Young

memilih berkarir kembali.

2. Level Representasi

• Teknik pengambilan gambar, dialog dan suara

Level representasi yang ada dalam adegan ini ditunjukan melalui

dialog, suara dan teknik kamera. Teknik kamera yang digunakan ialah teknik

medium close up, dimana teknik yang bertujuan untuk bisa menunjukan ekspresi

dari objek atau tokoh dalam film tersebut namun juga mampu memperlihatkan gaya

53
54

bahasa tubuh atau gestur yang di tangkap oleh kamera karena menyorot bagian

kepala hingga setengah badan.

Level representasi pada scene terlihat pada perubahan raut wajah

yang di sorot dekat kamera, wajah ibu Dae-Hyung marah yang ditandai dengan alis

mata yang mengkerut, otot leher yang terlihat tegang hingga volume suara yang

kencang. Dalam scene ini budaya patriarki di representasikan jelas melalui dialog

yang diucapkan ibu Dae-Hyung yang berbunyi “Apa maksudmu ? kamu meminta

Dae-Hyung bekerja ? kenapa kamu melakukan ini padanya?” dengan nada marah,

Ji-Young berusaha menenangkannya dengan memanggil ibu mertuanya, tetapi ibu

mertuanya menjawab “Jangan hancurkan karirnya ! berpikirlah ! sudahlah aku tidak

ingin mendengar ini lagi” lalu ibu Dae-Hyung menutup telefonnya dengan kesal.

3. Level Ideologi

Level ideologi patriarki sudah jelas ditampilkan pada scene ini

dimana posisi laki-laki lebih dominan daripada perempuan. Pada scene ini terlihat

jelas bagaimana ibu Dae-Hyung adalah orang dengan paham patriarki yang tinggi,

ia adalah seorang ibu yang selalu menjunjung tinggi kehormatan laki – laki dan

menempatkan diri sebagai perempuan yang mengabdi. Ibu Dae-hyun menganggap

bahwa tanggung jawab memimpin dan mengatur rumah tangga adalah tanggung

jawab dan hanya bisa dilakukan oleh laki-laki, karena tugas utama perempuan

adalah mengabdi dan menurut kepada suaminya.

54
55

4.2.5 Analisis adegan 5


(Adegan yang menunjukan perempuan yang bekerja tetapi sudah
menikah dan memiliki anak dipandang sebelah mata oleh rekan kerja)

Gambar 4 11. Scene 5

Pada adegan kali ini menunjukan adegan dimana Ji-Young dan para

atasannya sedang mengadakan sebuah rapat. Dalam rapat tersebut terdapat

pimpinan perusahaan dan staf yang lain, termasuk Ji-Young dan kepala Kang yakni

perempuan pintar, berbakat dan berani di perusahaan tempat Ji-Young bekerja.

Dalam rapat tersebut alih-alih memimpin rapat, ketua pimpinan malah

menyinggung ketua Kang yang meninggalkan anaknya dirumah dan sibuk bekerja.

Bahkan pimpinan tersebut berkata bahwa anak yang ditinggalkan ibu akan

menemui sesuatu yang buruk nantinya.

1. Level Realitas

• Kode ekspresi, gesture tubuh, kostum dan riasan

Realitas budaya patriarki yang di tampilkan pada scene ini

digambarkan melalui ekspresi, gesture tubuh, kostum dan riasan. Dalam scene ini

terlihat ekspresi dan gesture tubuh pimpinan menunjukan seolah ia tau bahwa

55
56

posisinya lebih tinggi dari semua orang di dalam ruangan, ia dapat duduk santai

disaat semua orang sudah siap mengikuti rapat, eskpresi wajahnya pun mendukung

gaya sombongnya, ia berbicara dengan dagu mengernyit dan bibir yang

menyungging. Berbeda dengan kepala Kang yang mengenakan baju rapih dan siap

mengikuti rapat.

2. Level Representasi

• Dialog

Dalam scene ini terdapat dialog yang menunjukan bahwa patriarki

telah menempatkan perempuan di posisi tidak berdaya dan dipandang sebelah mata

di tempat kerja. Dialog yang terjadi antara pimpinan perusahaan dan kepala

perencanaan Kang sebagai berikut :

Pimpinan perusahaan : “Bukankah aktor ini seusia anakmu?”

Kepala Kang : “Tidak, anakku masih SMP”

Pimpinan perusahaan : “ SMP ? itu membuat pusing. Dia akan segera

menyulitkanmu anak yang tidak diasuh ibunya cenderung lebih memberontak”

Kepala Kang : “Ibuku merawatnya dengan baik”

Pimpinan perusahaan : “anak yang dirawat neneknya berbeda dengan anak

yang diasuh oleh ibunya. Anak-anak membutuhkan ibunya dirumah.atau sesuatu

akan berjalan tidak benar nantinya. Siapa yang perduli kau sukses jika kau gagal

dalam mengasuh anakmu ?”

56
57

3. Level Ideologi

Level ideologi patriarki ditunjukan secara terang – terangan dalam

scene ini, pimpinan bahkan tidak melihat kinerja yang bagus dari seorang

perempuan yang sudah menikah dan memiliki anak tetapi tetap bekerja, pimpinan

perusahaan memandang rendah masa depan anaknya jika sang ibu sukses meniti

karir sedangkan tidak bersama anaknya dirumah. Budaya patriarki berlangsung

berkala di mana kaum laki-laki mempunyai posisi dominan dan dengan posisinya

itu mereka melakukan tindakan yang mana itu merendahkan posisi perempuan yang

ada dibawahnya. Tak perduli ia berbakat atau tidak dilingkungan kerja, karena

orang yang masih menganut paham patriarki hanya menilai perempuan yang sudah

menikah dan memiliki anak lebih pantas dirumah mengasuh dan mengurus

pekerjaan rumah. Perempuan yang berkarir akan dinilai sebagai perempuan yang

mementingkan diri sendiri dan dianggap tidak memerdulikan keluarga. Posisi laki-

laki selalu dinomor satukan sebagai pemimpin, pencari nafkah dan perempuan

hanya sebagai pendamping.

57
58

4.2.6 Analisis adegan 6


(Adegan yang menunjukan perempuan cenderung dipersulit
mendapatkan promosi )

Gambar 4 12. Scene 6

Pada scene ini, Ji-Young bertemu dengan rekan kerjanya yang lama, ia

berbicara perihal keadaan perusahaan sekarang, rekan Ji-Young memberi tahu

bahwa kepala Kang akan berhenti bekerja, karena kepala Kang tahu, sebaik apapun

usahanya di tempat kerja, kepala Kang tidak akan mendapat promosi yang lebih

tinggi dari jabatannya saat ini karena ia adalah perempuan yang sudah menikah dan

memiliki anak. Kepala Kang pun keluar dan berniat mendirikan perusahaannya

sendiri, tetapi rekan Ji-Young tetap berada diperusaan itu karena ia baru saja

mendapatkan promosi meskipun rekan prianya yang lain sudah mendapatkan

58
59

promosi dari tahun sebelumnya. Scene ini lagi – lagi memperlihatkan kita

bagaimana budaya patriarki memperlakukan perempuan dengan sebelah mata di

lingkungan kerja. Entah perempuan itu sudah menikah, atau belum menikah.

1. Level Realitas

• Riasan dan raut wajah

Tanpa mengubah penampilannya dulu, realitas pada scene ini

ditunjukan melalui riasan dan raut wajah. Meskipun Ji-Young menjadi ibu rumah

tangga saja, ia tidak malu bertemu teman kantornya dulu, ia terlihat lesu dengan

pakaian longgar yang biasa ia kenakan dirumah, berbeda saat Ji-Yong bekerja dulu,

Ji-Young terlihat segar dengan pakaian kantornya. Rekan kantornya membuat

keadaan sedikit canggung ketika ia menyadari bahwa semenjak menikah dan

berhenti bekerja, Ji-Young terlihat lesu sedangkan Dae-Hyung suaminya terlihat

segar dan ceria. Rekan Ji-Young pun mengenakan riasan yang tebal dengan lipstik

merah merona.

2. Level Representasi

• Dialog

Dalam scene ini terdapat dialog yang menunjukan bahwa budaya

patriarki menempatkan posisi perempuan yang bekerja ssecara tidak adil. Seberapa

lamanya ia bekerja, sepintar apapun perempuan bekerja, promosi lebih mudah

didapatkan oleh kaum pria. Dialog yang terjadi antara Ji-Young dan rekannya

sebagai berikut :

59
60

Rekan Ji-Young : “Kepala kang akan berhenti, ia lelah dengan perusahaan.

Ia akan membangun perusahaannya sendiri”

Ji-Young: “ mengapa?”

Rekan Ji-Young: “Siapa yang perduli jika dia hebat ? dia tidak bisa naik

lebih tinggi lagi. Gabunglah ke perusahaannya.”

Ji-Young: “Bagaimana denganmu ?”

Rekan Ji-Young : “Tidak, baru- baru ini aku mendapatkan promosi. Tapi

apa hebatnya ? semua pegawai pria mendapatkan promosi tahun lalu”

3. Level Ideologi

Patriarki ditunjukan secara gamblang dalam scene ini, meskipun

sekarang sudah lebih modern, tetapi diskriminasi terhadap gender masih sering

dijumpai dimanapun. Terutama pada tempat kerja. Banyak sekali orang yang tidak

memperlakukan karyawannya secara adil atau cuma melihat dari gender.

Perempuan selalu ditempatkan di posisi akhir di perusahaan untuk mendapatkan

promosi dan sedikit sekali kesempatan bagi perempuan untuk pergi ke jabatan yang

lebih tinggi lagi.

60
61

4.2.7 Analisis adegan 7


(Adegan yang menunjukan perempuan yang sudah menikah tidak
diberikan kesempatan yang sama dilingkungan kerja)

Gambar 4 13. Scene 7

Pada scene kali ini, menampilkan Ji-Young dan kepala Kang yakni orang

yang Ji-Young kagumi. Karena kepala Kang adalah sosok ideal bagi Ji-Young, ia

selalu ingin seperti kepala kang, menjadi ibu dan menjadi perempuan karir. Dalam

scene ini menampilkan kepala Kang memuji kinerja Ji-Young yang bagus, tetapi

Ji-Young merasa heran jika kinerjanya bagus, dia tetap tidak dapat bergabung

dalam tim perencanaan, kepala Kang pun menjawab bahwa sulit untuk perempuan

yang sudah menikah untuk meningkatkan diri di perusahaan. Meskipun kinerja Ji-

Young bagus, ia tetap saja tidak mendapatkan kesempatan yang sama dengan

pekerja pria.

1. Level Realitas

• Kode penampilan, riasan, dan keadaan

61
62

Level realitas dalam scene ini ditunjukan dengan kode penampilan,

riasan dan keadaan. Kode penampilan yang menggambarkan Ji-Young dan kepala

Kang sebagai dua sosok perempuan yang cerdas dan pintar, gesture tubuh keduanya

sangat luwes dan sopan. Riasan antara Ji-Young dan kepala Kang dibuat dengan

pas, Ji-Young yang natural dan kepala Kang yang sedikit berani dengan warna

menyesuaikan karakternya yang berani. Keadaan dibangun dengan tenang sampai

kepala Kang menyampaikan bahwa sulit bagi Ji-Young bergabung dengan tim

perencanaan karena ia telah menikah.

2. Level Representasi

• Dialog

Dalam scene ini terdapat dialog yang menunjukan bahwa budaya patriarki

menempatkan posisi perempuan yang bekerja ssecara tidak adil. Perempuan yang

pintar sekalipun sulit mendapatkan kesempatan yang sama dengan pekerja pria.

Bentuk percakapan antara kepala Kang dan Ji-Young sebagai berikut :

Kepala Kang : “Bagus, bagus sekali. Aku bahkan tidak perlu

menyuntingnya lagi ketika ingin kukirim ke penerbit”

Ji-Young: “ Terimakasih, aku kira kamu tidak menyukaiku”

Kepala Kang: “Karena tim perencanaan ? Perusahaan menginginkan tim

jangka panjang lebih dari lima tahun”

Ji-Young: “Aku yakin aku bisa melakukannya”

62
63

Kepala Kang: “Sulit bagi pekerja perempuan yang sudah menikah. Aku

bahkan tidak bisa menjadi ibu yang baik bagi anaku”

3. Level Ideologi

Patriarki ditunjukan kembali dalam scene ini, meskipun Ji-Young

berbakat dalam pekerjaannya, Ji-Young tidak dapat bergabung dengan tim

perencanaan yang akan membuat dirinya lebih berkembang. Tetapi perusahaan

menginginkan pekerja yang memiliki waktu luang dalam waktu lima tahun, yang

mana itu akan sulit dilakukan oleh perempuan yang sudah menikah karena setelah

itu perempuan akan hamil dan mengurus anak. Pada scene kali ini lagi dan lagi

patriarki menempatkan perempuan pada sebuah pilihan antara harus menjadi ibu

atau tetap berkarir, meskipun sebenarnya perempuan dapat menjalankan dua posisi

tersebut sekaligus.

4.3 Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis pada temuan

mengenai Representasi Budaya Patriarki Masyarakat Korea Selatan Dalam Film

Kim Ji-Young Born 1982 ini menggunakan semiotika John Fiske dimana setiap

adegan atau scene terdapat sebuah tanda dan makna. Hasil dari penelitian ini di

peroleh dari beberapa poses analisis adegan atau scene sebagai sempel film Kim Ji-

Young Born 1982. Dengan menggunakan teori dari John Fiske ini, peneliti dapat

mengetahui makna yang terkandung pada film tersebut. Dan dengan menggunkan

teori milik John Fiske ini, peneliti dapat menemukan pemikiran yang terbentuk dari

beberapa susunan kerangka berfikir, yaitu representasi budaya patriarki pada film

Kim Ji-Young Born 1982.

63
64

Representasi itu sendiri ialah pemaknaan dari suatu benda atau objek,

dikarenakan representasi setiap orang berbeda beda layaknya opini, sebuah

representasi bisa melalui penangkapan indera seseorang lalu masuk ke akal manusia

untuk di proses dan menghasilkan sebuah ide atau konsep yang di ungkapkan atau

disampaikan menggunakan bahasa, atau memungkinkan juga representasi adalah

sebuah proses memaknai kembali sebuah objek, fenomena realitas yang

mempunyai makna berbeda bagi setiap orang yang melihatnya, tak hanya itu saja,

ketika seseorang memiliki wawasan yang luas juga bisa mempengaruhi bagaimana

seseorang itu mempresentasikan apa yang ia lihat.

Representasi Budaya Patriarki Masyarakat Korea Selatan Dalam Film Kim

Ji-Young Born 1982 merupakan gambaran nyata bagaimana sebuah budaya dapat

memiliki dampak yang besar pada perempuan. Budaya yang berakar, turun temurun

hingga kini menciptakan pembatasan pergerakan, diskriminasi, marjinalisasi,

subordinasi, hingga depresi dapat dialami setiap perempuan yang hidup

dilingkungan dengan budaya patriarki yang masih kental. Film yang menciptakan

representasi perempuan dari sudut pandang patriarki ini dapat menjadi acuan

sebagai sarana melawan budaya patriarki yang masih saja terjadi.

Dalam level realitas Dari film Kim Ji-Young Born 1982 ini, berbagai kode

yang diciptakan menghasilkan penekanan pada konflik, suasana, karakter,riasan

wajah, kostum dan eskpresi dari tokoh – tokoh didalamnya, seperti ketika Dae-

Hyun, ibu mertua Ji-Young yang menampakan ekspresi marah pada saat Ji-Young

mengutarakan keinginannya untuk bekerja. Raut lesu, sedih, tidak bersemangat

pada Ji-Young yang ekspresi wajahnya mendominasi hampir keseluruhan film,

64
65

sampai raut sinis pekerja kantoran dan pemimpin perusahaan terlihat begitu jelas

dalam film ini. Terlebih riasan wajah Ji-Young yang dibuat lesu dan lelah membuat

film ini begitu nyata, kostum yang digunakan pun menunjukan bahwa budaya

patriarki begitu kental. Pakaian Ji-Young selalu lusuh dan kebesaran, berbeda

dengan pakaian Dae-hyun yang selalu rapih, dan terlihat keren.

Dalam level representasi, beberapa bagian sangat menonjolkan fokus pada

tokoh perempuan, dimana tokoh perempuan merasa sangat sedih dan meratapi

hidupnya. Dialog, suara, dan sudut pengambilan gambar menjadi poin yang sangat

penting dalam pemaknaan setiap scene dalam film ini. Salah satu dialog yang

menunjukan budaya patriarki yang begitu kental pada film ini terdapat dalam scene

dimana Ji-Young menelfon sang mertua untuk pergi bekerja tetapi yang Ji-Young

dapatkan adalah amarah dari sang mertua yang berkata ia akan menghancurkan

karir putranya.

Dalam representasi ideologi, setidaknya ditampilkan tujuh scene yang

menonjolkan kategori patriarki dalam film Kim Ji-Young Born 1982 ini. Semua

adegan memiliki kesamaan dalam penafsiran masalah, yakni tokoh laki – laki

berada di posisi yang dominan dibanding perempuan, larangan bagi perempuan

untuk berkarir ketika sudah memiliki suami dan anak, tidak adanya kesempatan

bagi wanita untuk mendapatkan kesempatan yang sama, hingga sulitnya

mendapatkan promosi di lingkungan kerja bagi perempuan. Dalam scene-scene

yang sudah di analisis terlihat jelas bagaimana patriarki memposisikan pria sebagai

kaum yang dominan dalam kehidupan. Laki – laki di posisikan sebagai pencari

65
66

nafkah dan kepala rumah tangga, sebagai pemimpin di dalam keluarga, dan

perempuan memiliki andil yang sedikit atau sebagai pendamping saja.

Menurut Ludfy (2005:4), percepatan arus informasi dan tumbuhnya

berbagai industri media di era globalisasi terlihat semakin mengukuhkan peran

media. Media seolah berlomba-lomba menampilkan problematika dalam rumah

tangga, dimana budaya patriarki yang direpresentasikan sangatlah kuat. Berbeda

dengan film bertema patriarki yang lain, Film Kim Ji-Young Born 1982 ini

menyajikan bagaimana melihat perjuangan wanita yang hidup dalam lingkup

budaya patriarki yang kental dari dampak sisi psikologis.

Alih-alih menjadikan sindiran dan mencuatkan beritanya, konsep patriarki

malah semakin menancap pada masyarakat yang melihatnya. Secara umum

perempuan dalam industri film hanya digambarkan sebagai pelengkap dalam

keseluruhan cerita. Hal ini akhirnya mengakibatkan perempuan lebih sering tidak

dilihat kemampuannya dalam berakting saat hadir di dunia perfilman. Melainkan,

justru menjadi faktor yang berkaitan dengan ukuran fisik. Seiring berjalannya

waktu, banyak bermunculan film – film bertema feminis, perempuan mulai

memperjuangkan haknya dalam mengaktualisasikan dirinya berperan dalam

pembangunan dan mendapatkan akses yang sama atas persamaan hak dalam hal

pendidikan, dunia kerja, lingkungan rumah tangga, masyarakat dan negara dan

keadilan gender yang sama dengan laki-laki.

Penggambaran budaya patriarki terlihat jelas dalam film ini, ditampilkan

pula tokoh yang memberikan budaya baru pada film ini. Budaya baru tersebut yakni

66
67

perempuan harus mampu keluar dari keterpurukan dirinya dan kesedihan dirinya

dan mulai berani melagkah dari budaya yang membelenggu lingkungannya.

Digambarkan tokoh perempuan yang kuat dan berani pada sosok kepala Kang. Hal

ini memperjelas bahwasanya budaya patriarki yang terjadi dapat membuat

terpuruknya sosok perempuan dalam hidupnya. Sosok Kim Ji-Young yang

kehilangan dirinya sendiri menjadi contoh nyata bahwa dominasi dilakukan oleh

tokoh laki-laki dan menyebabkan kerugian yang dirasakan oleh tokoh perempuan.

Hal tersebut jika dikaitkan dalam realitas masyarakat akan sangat mengena dan film

Kim Ji Young Born 1982 ini benar-benar menampilkan kode sosial yang

menonjolkan budaya patriarki di dalamnya.

Aspek historis dan budaya menempatkan perempuan sebagai pihak yang

ditundukkan melalui hubungan kekuasaan bersifat patriarkiat, baik secara personal

maupun melalui pengaturan negara. Hal ini menyebabkan perempuan diletakkan

pada posisi subordinat atau inferior. Pembatasan-pembatasan peran perempuan

oleh budaya patriarki membuat perempuan menjadi terbelenggu dan mendapatkan

perlakuan yang tidak semestinya. Ketidaksetaraan antara peran laki-laki dan

perempuan ini menjadi salah satu hambatan struktural yang menyebabkan individu

dalam masyarakat tidak memiliki akses yang sama. Makna diskriminasi gender

dalam film ini adalah apapun peran yang dipilih perempuan, selalu ada tindak

diskriminasi dari sekelompok masyarakat terhadap perempuan. Kuatnya sistem

patriarki dalam masyarakat mempengaruhi perspektif masyarakat pada dua gender

yang ada. Akibatnya masyarakat mengkonstruksi realita yang menempatkan wanita

di posisi yang lemah dan membatasi ruang geraknya bahkan kehilangan

67
68

kesempatan emasnya. Hal ini menyebabkan wanita sangat mudah menjadi sasaran

diskriminasi dari masyarakat (baik kaum laki-laki maupun dari kaum perempuan

itu sendiri).

Dalam film Kim Ji Young Born 1982 menampilkan pula tanda yang dapat

direpresentasikan sebagai dukungan terhadap kaum perempuan. Adegan tersebut

menegaskan bahwa perempuan harus berani dan lebih mencintai dirinya sendiri.

Menikah dan memiliki seorang anak bukanlah hambatan untuk seorang perempuan

yang ingin terus maju dan berkembang didalam hidupnya. Penggambaran ini sesuai

dengan pesan yang ingin disampaikan sang penulis Novel Kim Ji Young Born 1982

tentang “Kisah yang harus di sampaikan”. Sehingga budaya patriarki tidak semata-

mata hanya mengekang dan tidak mampu membuat perempuan bangkit dari

keterpurukannya tetapi sebaliknya.

68

Anda mungkin juga menyukai