Anda di halaman 1dari 7

RESENSI FILM A LONG VISIT

Film ini dirilis pada tanggal 22 April 2010 dengan durasi 108 menit dan
disutradarai oleh Yong Suu Yup. Naskah film ini ditulis oleh Jang Hye Sun dan
Kyo Hye Jong. Film ini juga dikenal dengan judul My Mom. Film yang pernah
diputar pada 2010 (14th) Puchon International Fantastic Festival ini
dibintangi oleh artis Korea yaitu Kim Hae Suk sebagai Ibu dan Park Jin Hee
sebagai Jisuk.

Awalnya saya ditawari tiga film untuk


didiskusikan dalam rangka perayaan hari Ibu yaitu Cut Nyak Dien, 7 Hati, 7
Cinta, 7 Wanita, dan A Long Visit. Semenjak awal saya sudah ragu untuk
menonton film ini karena saya tidak menyukai film Korea. Namun dua film
yang lain juga tidak terlalu menarik perhatian saya, akhirnya dengan
semangat setengah hati saya tonton juga film ini.
Film ini diceritakan dengan alur campuran. Alur yang menceritakan
kejadian sebelum terjadinya sebuah peristiwa kemudian setelah peristiwa itu
masih ada peristiwa baru yang ditampilkan. Temanya sederhana yaitu kasih
Ibu tak terhingga. Melalui tema yang sederhana ini ditampilkan kisah-kisah
lucu sekaligus mengharukan.
Hubungan yang unik antara Ibu yang keras kepala dan cerewet dengan
anak perempuannya yang pemarah disajikan dengan dialog-dialog konyol
yang membuat cerita tidak hambar. Namun dialog-dialog konyol ini tidak
serta-merta mengurangi suasana haru yang dibangun semenjak awal pada
film ini.
Peristiwa-peristiwa dalam film ini tidak dibuat-buat dan tidak berlebihan.
Ketika menontonnya saya jadi terkenang beberapa peristiwa yang memang
benar-benar saya alami. Hal ini tentu tidak dialami oleh saya saja, mereka
yang menonton film ini tentu mengalaminya juga karena peristiwa-peristiwa
dalam film ini ditampilkan secara natural. Penulis naskahnya sangat peka
merekam sekitarnya hingga berhasil membuat naskah ini.
Kasih sayang mendalam sang Ibu terhadap anak perempuannya dalam
film ini ditunjukkan semenjak ia kecil sampai sang anak menikah dan
memiliki seorang putri. Begitu banyak adegan-adegan yang menunjukkan
dalamnya kasih sayang sang Ibu kepada anak perempuannya (Jisuk). Ibu
dalam film ini adalah sosok seorang motivator, pembela, selalu ada untuk
anaknya, rela berkorban, dan pelindung.
Sosok motivator ditunjukkan ketika Jisuk kecil susah BAB, Ibunya
memotivasinya untuk mengejan. Kemudian ketika Jisuk melahirkan, Ibunya
berteriak-teriak dari luar ruang melahirkan untuk memotivasi anaknya. Sifat
pembela ditunjukkan ketika Jisuk diejek oleh tetangganya bahwa ia tidak
layak muncul di televisi dan ketika Jisuk dihina oleh calon mertuanya. Ibunya
menunjukkan pembelaan dengan membanggakan kelebihan anaknya.
Ibu adalah sosok yang selalu ada untuk Jisuk bahkan ketika Jisuk telah
berumah tangga Ibunya sempat berkata, jika saja rumahmu dekat pasti Ibu
akan selalu datang kesana untuk bersih-bersih. Ucapan lain dari sang Ibu
yang membuat terharu adalah Datanglah ketika sedih, Ibu akan
mendengarmu meski tidak bisa menyelesaikan masalahmu.
Sikap Ibu yang rela berkorban ditunjukkan pada berbagai adegan di film
ini dan yang paling teringat dalam benak saya adalah ketika Ibunya
menyisihkan uang belanjanya dengan menawar sayur semurah mungkin
agar uangnya bisa dikumpulkan dan diberikan pada anaknya untuk bekal
kuliah nanti, ia sampai rela bertengkar denga tukang sayur untuk mendapat
harga yang murah. Adegan lainnya yaitu ketika sang Ibu rela memohon-
mohon kepada calon besannya untuk menerima anaknya sebagai
menantunya karena ia tahu bahwa Jisuk begitu mencintai laki-laki itu dan
tidak dapat bahagia tanpanya. Ucapan Jisuk tentang Ibunya yang tak dapat
saya lupakan adalah Saat aku menangis Ibu menangis lebih keras dariku.
Ibu adalah sosok pelindung, ia tidak mau melihat anaknya dipukul atau
dimarahi oleh ayahnya. Bahkan sang Ibu hendak melindungi anaknya dari
hal yang tak mungkin yaitu kematian. Ibunya rela menggantikan posisi
anaknya, ia juga meyakinkan pada sang anak bahwa anaknya tidak akan
meninggal mendahuluinya. Kasih sayang terlalu dalam ternyata mampu
menyebabkan seseorang khilaf akan hakikatnya sebagai manusia.
Namun bentuk kesempurnaan kasih sayang sang Ibu terasa cacat
karena pada film tersebut sang Ibu yang memiliki dua anak hanya
memperhatikan anak perempuannya saja. Pencitraan yang diperoleh dari
film tersebut yaitu kasih sayangnya pada anak perempuannya jauh melebihi
kasih sayangnya pada anak laki-lakinya. Padahal sebagai orang tua ia
harusnya bersikap adil dalam membagi kasih sayangnya.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah sikap Ayah kepada sang
Ibu dan anaknya. Pada bagian awal cerita terlihat karakter Ayah yang keras
dan sering memukuli istrinya. Ia nampak seperti tokoh antagonis. Namun
sikap ini berubah di tengah cerita. Sang Ayah yang dulunya dikenal kasar
berubah menjadi pendiam, bahkan terkesan takut pada istrinya. Perubahan
karakter yang begitu drastis ini menjadi kelemahan film tersebut.
Melalui sosok Ayah dari film ini juga dapat diambil pelajaran bahwa
meskipun Ayah sering terlihat tidak peduli terhadap keluarganya namun
ternyata ia menyimpan kasih sayang dan perhatian yang begitu dalam.
Hanya cara mengungkapkannya saja yang berbeda. Sosok Ayah selalu ingin
terlihat kuat di depan keluarganya karena Ayah adalah tempat bersandar, ia
adalah pelindung, ia tidak boleh menangis di depan keluarganya seberat
apapun kesedihan yang ditanggungnya. Saya pikir hampir semua Ayah di
dunia memiliki sikap seperti ini. Ketika kematian Ayahnya, Jisuk berkata:
Aku kira aku tidak menyukai Ayahku, Aku kira aku membenci Ayahku, Aku
kira aku tidak mempunyai kenanga tentang Dia dan aku tidak
merindukannya
Ucapan tersebut adalah bentuk penyesalan Jisuk atas sikapnya selama
ini terhadap ayahnya. Ia baru merasakan bahwa Ayahnya begitu
menyayanginya ketika sang Ayah telah tiada. Film ini meskipun ingin
menceritakan tentang kasih sayang Ibu terhadap anaknya namun tidak
melupakan sosok Ayah. Sosok Ayah yang awalnya ditempatkan antagonis,
pada saat kematiannya justru dirindukan dan ditangisi.
Selain ceritanya yang natural, keunggulan lain dari film ini adalah
penyelesaiannya yang mengejutkan. Saya pikir bahwa Ibunya yang akan
meninggal lebih dulu ternyata justru Jisuk yang terkena kanker dan
meninggal. Sebuah akhir yang mengejutkan dan tentunya tidak bertendensi
dengan film-film pada umumnya.
Pesan utama yang ingin disampaikan melalui film ini tentu sudah jelas
terbaca oleh penonton. Salah satunya melalui kalimat berikut, Janganlah
kasar pada Ibumu, jadilah lembut selagi bisa, jangan sampai kau menyesal!
Sejalan dengan pesan Rasullullah Saw, homatilah ibumu, ibumu, dan ibumu,
jangan pernah berkata ah kepadanya. Pesan lain yang harus kita yakini
adalah jauhkan diri dari perasaan memiliki yang berlebihan, karena semua
hanyalah titipan yang suatu saat akan diambil kembali oleh Yang Maha
Memiliki.
Akhirnya saya menyatakan film ini layak untuk ditonton namun tetap
perlu memperhatikan segi-segi tertentu. Sebagai penonton yang cerdas kita
tidak boleh menelan bulat-bulat sebuah gagasan karena gagasan tersebut
belum tentu benar. Sikap kritis sangat diperlukan untuk menghadapi setiap
gagasan tersebut.
- See more at: http://halamantian.blogspot.co.id/2014/01/resensi-film-long-
visit_26.html#sthash.vlgE6ouf.dpuf

Bintang12345
Release Date: 22 April 2010
Asal: Korea Selatan
Genre: Drama
Direktur: Yup Sung Yoo
Dibintangi: Kim Hae Sook, Jin Hee Park, Jin Yeong Jo, Saeng Mu Lee, Jung Young Ki, Ha Min
Kim, Sun Choi Young, Baek Jin Ki

Resensi

Cerita diawali ketika Ji Suk (Park Jin Hee) ingin mengunjungi ibunya (Kim Hae Sook) yang
diantar suami dan anaknya. Lalu dikereta Jusuk kemudian melihat keluarga yang memiliki anak.
Dia kemudian menerawang ketika dia masih kecil. Inilah kisah perjalanan Jisuk bersama ibunya.

Ketika Jisuk kecil, dia sangat lancart membaca, hingga ketika di bus ayahnya dia selalu disuruh
menjadi seorang turist guide. Setelah pulang ke rumah, melewati tepian jalan dengan hamparan
sawah, Jisuk disambut ibunya dengan riang gembira. Hubungan keluarga Jisuk kurang baik, ia
lebih dekat dengan Ibunya.

Jisuk remaja sangat pintar. Sering Jisuk mengantar Ibunya pergi belanja. Dan disana Jisuk sering
mendapati ibunya membeli makanan dengan menawar barang lebih murah. Jisuk mulai tidak
tahan ketika ayah dan ibunya sering bertengkar hanya karna masalah makanan. Ia sering
menangis dan mengasingkan diri untuk bertemu sahabatnya Mijeong. Ia kadang berjanji ketika
besar ingin segera kuliah di Seoul dan hidup bebas, dia juga tidak ingin menikah kalau ternyata
menikah hanya menyakitkan hati.

Jisuk kini sudah dewasa, suatu malam ia mendapati ibu dan ayahnya seding bertengkar. Karna ia

geram, ia menyuruh ayahnya membunuh ibunya langsung bukan


membunuh sedikit demi sedikit. Di sebuah gazebo, Jisuk menyuruh ibunya meninggalkan
ayahnya dan pergi ke Seoul tapi ibunya tidak ingin pergi. Ia seperti ini karna ingin melindungi
Jisuk, ia menyatakan bahwa hidupnya hanya ingin membuat Jisuk bahagia.

Jisuk akhirnya mendapatkan beasiswa ke Seoul. Ini kali pertama Jisuk meninggalkan
keluarganya. Diperjalanan, Jisuk membaca surat dari ibunya, ia baru sadar ternyata uang yang
disisikan ibunya telah dipersiapkan untuk Jisuk.

Disana, akhirnya ia jatuh cinta dengan seorang pria selama hari universitasnya. Karna perbedaan
latar belakang, orangtua pria tidak setuju menikahkan anaknya. Ibunya bekerja sebagai orang
tengah untuk memastikan putrinya bisa menikah manusia mimpinya, meskipun keluarga laki-laki
awalnya menentang pernikahan mereka.

Setelah Ji Suk menikah dan menjadi seorang ibu sendiri, ibunya masih memperlakukan dia
seperti bayi. Beberapa tahun kemudian ayahnya meninggal, Jisuk tidak ingat seberapa ia
memiliki pengalaman bahagia dengan ayahnya dan seberapa dia menyayangi ayahnya.

Suatu hari Jisuk membuat kunjungan mendadak ke ibunya dan membawanya ke perjalanan untuk
menonton musim gugur. Ibunya curiga karna jisuk datang berkunjung terlalu lama, ia berfikir
Jisuk bertengkar dengan suaminya Junsu. Namun ketika ibunya menelepon Junsu, ia
memberitahu dengan frustasi bahwa sebenarnya Jisuk sedang mengidap penyakit kanker
pankreas stadium akhir.

Junsu menagis begitupun Ibu Jisuk. Ia tidak menyadari anaknya mengalami penderitaan begitu
berat. Saat malam terakhir kunjungan, Ibu Jisuk menagis, ia berjanji akan melindungi Jisuk, ia
meyakinkan Jisuk bahwa tidak akan ada yang memisahkan mereka dan bahwa mereka akan
selalu bersama.

Di akhir kunjungan, Jisuk akhirnya meninggal. Ibunya merasa hidupnya telah berakhir. Namun
ia menyakinkan Jisuk bahwa ia akan menjadi ibunya lagi kelak di kehidupan selanjutnya. Ia
hanya ingin Jisuk menunggu sedikit lebih lama. Karna Ibunya hidup hanya untuknya.

Pendapat

Kesan pertama melihat film ini, jujur saya seperti mlihat


kehidupan sendiri. Tidak ada kesan berlebihan dalam film ini. Satu hal yang membuat film ini
jauh dari kesan murahan, karna semuanya disajikan apa adanya. Saya sangat menikmati film ini.
Theme songnya sangat pas dan membuat kita terbawa suasana. Film ini seperti bercerita
mengenai amanat-amanat kehidupan. Bagaimana kita bisa hidup tanpa Ibu? Atau bagaimana kita
mengasihi Ayah? Betapapun demikian semua memiliki peran dalam kehidupan kita, betapapun
seperti apa mereka, satu hal yang harus diketahui, bahwa mereka sangat mencintai anaknya.
Silahkan refleksikan seberapa cinta kita terhadap keluarga lewat film ini, bahwa nanti kita akan
sadar sebenarnya apa yang telah kita lakukan untuk keluarga kita. Saya berani menilai film ini
A++ (Sangat bagus).

Anda mungkin juga menyukai