Anda di halaman 1dari 24

Memahami Pembangunan Berbasis HAM

Memahami Pembangunan Berbasis HAM


Pihri Buhaerah, Cherry Augusta

Abstrak

T
ujuan dari makalah ini adalah untuk menyajikan konsep, prinsip-
prinsip, dan nilai tambah dari pendekatan pembangunan berbasis
hak asasi manusia (HRBA). HRBA adalah suatu kerangka kerja
konseptual untuk proses pembangunan manusia yang secara
normatif didasarkan pada standar HAM internasional dan secara operasional
diarahkan untuk memajukan dan melindungi hak asasi manusia. Dari perspektif
ini, tujuan akhir dari pembangunan adalah untuk menjamin hak asasi manusia
bagi semua orang. Artinya, hak asasi manusia merupakan sasaran, tujuan akhir,
fokus utama pembangunan, dan mekanisme dalam perencanaan, kebijakan,
dan proses pembangunan.
Oleh karena itu, HRBA akan meningkatkan dan memperbaiki kualitas
pembangunan manusia karena menempatkan kesejahteraan manusia sebagai
subyek pembangunan. Kesejahteraan manusia akan lebih terjamin karena
difokuskan pada rasa hormat terhadap martabat dan kebebasan manusia. HRBA
menekankan pentingnya penguatan pemangku kewajiban untuk memenuhi
kewajiban mereka dan memberdayakan pemegang hak untuk mengklaim hak-
hak mereka. Hal ini akan mengurangi kerentanan pada masyarakat yang paling
terpinggirkan dan termarjinalkan. Dalam situasi seperti itu, HRBA dapat membantu
mencegah banyak konflik akibat kemiskinan, diskriminasi dan pengucilan (sosial,
ekonomi dan politik) yang akan menurunkan derajat kualitas pembangunan
itu sendiri. Akhirnya, upaya-upaya pembangunan akan menghasilkan kualitas
pembangunan yang lebih baik secara berkelanjutan dengan fokus pada keadilan
sosial dan pembangunan manusia yang berkelanjutan.

Kata-kata kunci: hak asasi manusia, pembangunan, martabat manusia,


kebebasan, kesejahteraan.

Jurnal HAM • Vol. 10 • Tahun 2014 129


Memahami Pembangunan Berbasis HAM

Abstract

The aim of this paper is to present the concept, guiding principles, and value
added of the human rights – based approach (HRBA) to development. HRBA is a
conceptual framework for the process of human development that is normatively
based on international human rights standards and operationally directed to
promoting and protecting human rights. From this perspective, the ultimate
goal of development is to guarantee all human rights for everyone. It means that
human rights can be the means, the ends, the central focus of development, and
the mechanism of planning, policies, and processes of development.
Therefore, HRBA will ultimately enhance and improve the quality of human
development because it puts human well-being as the subject of development.
Human well-being will be more secure because it is focused on respect for human
dignity and freedom. HRBA emphasizes the importance of strengthening duty -
bearers to fulfil their obligations and empowering rights - holders to invoke their
rights. This will be reduced vulnerabilities on the most marginalized and excluded
society. Under this circumstance, HRBA can help prevent the many conflicts
based on poverty, discrimination and exclusion (social, economic and political)
that will destroy development quality. Finally, it will lead to better sustained
results of development efforts by focusing on social justice and sustainable
human development.

Keywords : human rights, development, human dignity, freedom, welfare.

130 Jurnal HAM • Vol. 10 • Tahun 2014


Memahami Pembangunan Berbasis HAM

“We will not enjoy development biaya. Dalam jargon ekonomi


without security, we will not enjoy neoklasik, tindakan pemerintah
security without development, and we biasanya akan mendistorsi kegiatan
will not enjoy either without respect ekonomi karena menciptakan
for human rights.” inefisiensi. Intervensi pemerintah
hanya dapat dibenarkan jika manfaat
UN Secretary-General Kofi Annan, “In dari intervensi tersebut lebih besar
Larger Freedom: Towards Development, daripada biaya yang dikeluarkan.
Security and Human Rights for All,” 2005 Dengan demikian, efisiensi menjadi
fokus perhatian utama dalam
“A broad vision of human rights kerangka kerja kebijakan ekonomi
must be entrenched to achieve neoklasik. Padahal, efisiensi tidak
sustainable human development. serta merta akan menciptakan
When adhered to in practice as well keadilan sosial terutama bagi mereka
as in principle, the two concepts make yang tergolong kelompok miskin dan
up a self-reinforcing virtuous circle.” termarjinalkan.
Konsekuensinya, HAM tidak benar-
Human Development Report, 2000 benar menjadi pusat perhatian
dalam pembuatan kebijakan
pembangunan. Bersamaan dengan
A. Pengantar itu, pembangunan ekonomi hanya

D
dilihat sebagai proses yang mekanis
iskursus dan praktik dan simplistis tanpa perlu melihat
peng-arusutamaan HAM aspek penghormatan, perlindungan,
dalam ruang sosial- dan pemenuhan HAM. Padahal,
ekonomi pembangunan HAM merupakan tanggung jawab
selama ini masih dianggap tema pertama (first state responsibility of
yang kontroversial dan sekunder Government) sebagaimana dinyatakan
bagi pegiat HAM maupun praktisi dalam Konferensi Dunia tentang Hak
pembangunan. Pegiat HAM dan Asasi Manusia di Wina Bagian I butir 1
praktisi pembangunan telah pada tahun 1993.
terjebak dan terisolasi dalam wilayah “…human rights and fundamental
kerja masing-masing. Akibatnya, freedoms are the birthright of all human
beings; their protection and promotion is
perdebatan seputar HAM didominasi
the first responsibility of Governments.”
oleh pakar hukum dan pengacara. Pandangan ini kemudian
Sebaliknya, kebijakan pembangunan dipertegas lagi pada konferensi PBB
menjadi domain para ekonom. tentang Populasi dan Pembangunan
Dalam perspektif ekonomi neo- (Kairo 1994), Perempuan (Beijing
klasik, kebijakan ekonomi yang terbaik 1995), dan pada KTT Dunia tentang
adalah kebijakan yang memaksimal- Pembangunan Sosial (Kopenhagen
kan keuntungan dan meminimalkan 1995).

Jurnal HAM • Vol. 10 • Tahun 2014 131


Memahami Pembangunan Berbasis HAM

Karena itu, pengarusutamaan hak manfaat atau hasil dari proses


asasi manusia ke dalam kebijakan tersebut.
pembangunan seharusnya menjadi Deklarasi Hak atas Pembangunan
prioritas utama. Implikasinya, juga menyatakan bahwa pem-
kebijakan pembangunan seperti bangunan adalah HAM. Pasal
Rencana Induk Percepatan dan 1 menyatakan bahwa hak atas
Perluasan Ekonomi Indonesia pembangunan adalah HAM yang tidak
(MP3EI), Rencana Induk Percepatan dapat dicabut karena melekat pada
dan Perluasan Kemiskinan Indonesia setiap pribadi manusia dan semua
(MP3KI), perdagangan internasional, orang berhak untuk berpartisipasi,
investasi dan keuangan serta berkontribusi, dan menikmati
perjanjian antar pemerintah lainnya pembangunan ekonomi, sosial,
haruslah berdimensi HAM. budaya dan politik, di mana semua
Ironisnya, agenda HAM lebih sering HAM dan kebebasan fundamental
dipandang sebagai hambatan dalam dapat direalisasikan sepenuhnya
kebijakan pembangunan ketimbang (OHCHR, 2002). Hal ini kemudian
alat untuk meningkatkan kualitas diperkuat dengan Deklarasi Wina
pembangunan. Di samping itu, HAM yang menegaskan bahwa hak atas
biasanya dilihat sebagai tanggung pembangunan adalah HAM yang
jawab organisasi non-pemerintah tidak dapat dicabut dan merupakan
(LSM) dan Komisi Nasional Hak Asasi bagian integral dari kebebasan dasar
Manusia (Komnas HAM) semata manusia (OHCHR, 2002).
daripada Kementerian Perencanaan Karena itu, pertanyaan tentang
Pembangunan Nasional atau relasi antara pembangunan dan
Kementerian Keuangan. HAM bukan pada bagaimana
Dalam perspektif HAM, pem- mengidentifikasi daerah irisan dari
bangunan, sebagaimana dinyatakan keduanya, melainkan bagaimana
dalam pembukaan Deklarasi para pelaku pembangunan meneri-
PBB Tahun 1986 tentang Hak ma kenyataan bahwa pem-bangunan
atas Pembangunan, dimaknai se- harus dilihat sebagai bagian dari
bagai sebuah proses ekonomi, HAM. Berpijak pada argumen
sosial, budaya, dan politik yang tersebut, maka perhatian tulisan
komprehensif, bertujuan pada ini lebih difokuskan pada aspek
peningkatan kesejahteraan secara peningkatan pemahaman atas nilai
berkelanjutan bagi semua individu tambah pembangunan berbasis
maupun seluruh masyarakat atas HAM. Tulisan ini juga bertujuan
dasar partisipasi aktif, bebas dan untuk menguatkan argumen
bermakna dalam pembangunan bahwa antara pembangunan dan
termasuk memperoleh pemerataan HAM bukanlah istilah yang saling

132 Jurnal HAM • Vol. 10 • Tahun 2014


Memahami Pembangunan Berbasis HAM

terpisah. Bahkan, keduanya memiliki tumbuh sejak akhir Perang Dingin,


hubungan yang saling menguatkan yang kemudian membuka jalan bagi
yang akan mengarahkan roda komunitas HAM di Barat untuk lebih
dan mesin pembangunan menuju memperhatikan hak-hak ekonomi
pembangunan yang lebih berkualitas. dan sosial (Ferguson, 2011: 2; Fukuda-
Parr, 2007). Pertumbuhan pesat
gerakan civil society di seluruh dunia
B. Perkembangan Pemikiran dan jaringan global mereka selama
Pembangunan Berbasis HAM ini juga merupakan faktor utama
Pembangunan berbasis HAM, meningkatnya perhatian terhadap
teori maupun praktik, merupakan HAM. Perserikatan Bangsa-Bangsa
salah satu pencapaian terpenting (PBB) berikut organisasi-organisasi
dalam perjuangan mempertahankan maupun beberapa tokohnya memiliki
universalitas HAM. Terdapat sejarah peran besar dalam memperjuangkan
panjang dalam mempromosikannya. masuknya ‘agenda HAM’ ke dalam
Kita bisa menelusuri sejarah pembangunan internasional (Jousson,
perkembangan konsep dan agenda 2002: 6 dan 9).
kebijakan pembangunan berbasis Bahkan, sebenarnya Deklarasi
HAM pada dinamika yang terjadi tentang Hak atas Pembangunan oleh
di akhir tahun 1990-an, yaitu ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
para ilmuwan dan aktivis HAM pada tahun 1986 juga merupakan
mulai fokus pada kemiskinan global. pencapaian penting dari proses
Mereka khawatir bahwa tatanan panjang kampanye internasional
global yang berkembang tidak cukup HAM. Sejak Deklarasi Philadelphia
melindungi, dan memenuhi HAM, Konferensi Buruh Internasional pada
sehingga mereka mulai mengkaji tahun 1944, pandangan internasional
secara serius HAM agar bisa menjadi menganggap gagasan HAM sebagai
pusat bagi tujuan dan sarana proses suatu kesatuan yang utuh, terdiri dari
pembangunan. Konteks inilah yang semua hak sipil, politik, ekonomi, sosial
mendasari lahirnya pembangunan dan budaya. Ini kemudian diwujudkan
berbasis HAM, yang intinya yaitu dalam Piagam Perserikatan Bangsa-
nilai-nilai dan standar universal HAM Bangsa, pada tahun 1945. Setelah itu,
harus mendasari pembangunan, Deklarasi Universal HAM 1948 dengan
baik proses maupun hasilnya. jelas mengakui kesatuan semua hak
Sehingga, substansi dari tujuan mulia (Sengupta, 2002: 838).
pembangunan yang hakiki dapat Kemudian, Konferensi Dunia 1993
terwujud secara manusiawi melalui tentang HAM menegaskan keutuhan
pendekatan ini. dan kesalingtergantungan HAM.
Perhatian terhadap pembangunan Lalu, masyarakat internasional dan
berbasis HAM ini sebenarnya sudah

Jurnal HAM • Vol. 10 • Tahun 2014 133


Memahami Pembangunan Berbasis HAM

masing-masing negara pun merasa adalah bahwa dengan membangun


memiliki kewajiban mempromosikan masyarakat sipil, perubahan sosial akan
kebijakan pembangunan yang adil lebih sadar konteks dan dampaknya
(Nowosad, 2013: 3; Hunter, 2012: 16). lebih bertahan lama. Pembangunan
Akhirnya, 160 pemimpin dunia yang berbasis HAM merestrukturisasi
mengesahkan Deklarasi Milenium masalah dunia, ia membawa pan-
PBB pada tahun 2000, yang juga dangan yang lebih unik mengenai
memutuskan “untuk menghormati masalah dan tantangan global.
sepenuhnya dan menjunjung tinggi Hal ini memungkinkan munculnya
Deklarasi Universal HAM” dan ruang untuk pengeksplorasian dan
“untuk mempromosikan demokrasi, pendefinisian ulang konsep-konsep
memperkuat aturan hukum, serta HAM dan pembangunan (Moore,
menghormati semua HAM dan 2013: 2-3; Hunter, 2012: 81).
kebebasan dasar yang diakui secara Sehingga, kita harus memahami
internasional, termasuk hak untuk bahwa munculnya pembangunan
pembangunan” (Ljungman, 2005: berbasis HAM baru-baru ini sebagai
3-4). Konsensus baru yang muncul bagian dari permintaan yang
di Wina tersebut bahkan didukung didorong oleh keprihatinan terhadap
oleh Amerika Serikat. Intinya, kemiskinan global yang merendahkan
Deklarasi Wina menegaskan “hak kebebasan dan martabat manusia,
atas pembangunan sebagai hak dan juga sebagai masalah ketidak-
universal dan tidak dapat diabaikan adilan. Tidak seperti analisis ekono-
dan merupakan bagian integral dari mi mengenai kemiskinan yang
HAM.” Ia juga mendorong komitmen menekankan kinerja ekonomi yang
masyarakat internasional untuk buruk, kurangnya sumber daya
bekerja sama mewujudkan hak-hak atau kebijakan yang tidak memadai
tersebut. Dengan demikian hak atas sebagai penyebab kemiskinan
pembangunan diakui sebagai HAM, negara, pembangunan berbasis HAM
yang mengintegrasikan hak-hak menekankan perlunya upaya yang
ekonomi, sosial, dan budaya dengan terstruktur dan sistematis dalam
hak-hak sipil dan politik (Sengupta, mengatasi ketimpangan distribusi
2002: 841; 2000: 555-556). kekuasaan dan kekayaan dalam dan
Dengan kata lain, pembangunan antar negara (Fukuda-Parr, 2007).
berbasis HAM merupakan inovasi
yang dibangun melalui proses C. Klarifikasi Konseptual
sejarah yang panjang terkait upaya Pembangunan Berbasis HAM
untuk menciptakan praktik yang Aspek terpenting dari relasi
sepenuhnya menggabungkan bidang pembangunan dan HAM adalah
HAM dan pembangunan. Harapannya ditempatkannya manusia sebagai

134 Jurnal HAM • Vol. 10 • Tahun 2014


Memahami Pembangunan Berbasis HAM

subyek pembangunan. Karenanya, HAM, meliputi kepemilikan dalam


pembangunan berbasis HAM dapat inisiatif kerja sama pembangunan
didefinisikan sebagai konsep dan akuntabilitas para aktor pem-
pembangunan yang berfokus kepada bangunan kepada rakyat yang
martbat kemanusiaan hingga ke mereka layani. Pembangunan
tingkat individu. Pembangunan berbasis HAM menggunakan ber-
berbasis HAM memandang perluasan bagai metode penyelenggaraan
kebebasan manusia sebagai tujuan proyek-proyek pembangunan, yang
pembangunan. Pembangunan ber- mengacu kepada proses dan hasil
basis HAM bertujuan menguatkan pembangunan yang berkualitas
kapabilitas masyarakat dalam (Kochanowicz, 2009: 1). Karena itu,
memperjuangkan hak-haknya dan pendekatan pembangunan berbasis
mempengaruhi kebijakan dan praktik HAM menuntut adanya reorientasi
pembangunan yang akan berdampak dalam strategi pembangunan
pada kualitas kehidupan mereka. Di ke arah strategi yang lebih luas
sisi yang lain, pembangunan berbasis karena pendekatan ini memandang
HAM juga mendorong peningkatan pembangunan sebagai aspek yang
kapasitas aktor negara dan non sangat kompleks dan multidimensi.
negara dalam mewujudkan tanggung Pembangunan berbasis HAM
jawab mereka terkait penghormatan, sangat terkait dengan konsep hak
perlindungan, pemajuan, dan pe- atas pembangunan, namun berbeda.
menuhan HAM. Hak atas pembangunan mencakup
Karena itu, prinsip-prinsip kunci dari hak untuk proses pembangunan,
pembangunan berbasis HAM meliputi yang terdiri dari realisasi progresif
perlindungan dan pemajuan HAM, semua HAM yang diakui, seperti
akuntabilitas pemangku kewajiban, hak-hak sipil dan politik, dan hak-
partisipasi dan pemberdayaan pe- hak ekonomi, sosial dan budaya
megang hak, non diskriminasi dan (dan hak-hak lainnya yang diakui
perhatian yang serius terhadap dalam hukum internasional), serta
kelompok rentan. Implikasinya, par- proses pertumbuhan ekonomi
tisipasi dalam pembangunan harus yang konsisten dengan standar
berlandaskan pada HAM, dan setiap HAM. Sementara itu, terdapat dua
orang harus bisa mendapatkan karakter hak atas pembangunan,
manfaat dari proses pembangunan. sebagai berikut: Pertama, hak atas
Dengan demikian, realisasi pemba- pembangunan merupakan hak kom-
ngunan berbasis HAM memer- posit, semua HAM yang diwujud-
lukan upaya dari seluruh aktor, kan bersama-sama, mengakui saling
baik negara maupun non-negara, ketergantungannya dan tidak hanya
untuk memastikan pemenuhan mempertimbangkannya sebagai agre-

Jurnal HAM • Vol. 10 • Tahun 2014 135


Memahami Pembangunan Berbasis HAM

gat dari hak-hak ini. Kedua, hak atas dari interpretasi resmi dari kewajiban
pembangunan dapat memperbaiki tersebut (Marks, 2003: 16).
keadaan pembangunan dan HAM
hanya ketika setidaknya satu hak
diperbaiki dan tidak ada hak yang D. Peran HAM dalam Pembangunan
dilanggar. Karena semua komponen Menurut OHCHR (2006: 16), ada dua
hak (sipil, politik, ekonomi, sosial dan alasan utama pentingnya pendekatan
budaya) saling berkaitan (Sengupta et berbasis HAM: (a) alasan intrinsik,
al., 2003: 3-6). yaitu mengakui bahwa pendekatan
Dalam pendekatan berbasis hak berbasis HAM adalah hal yang
untuk pembangunan, pembangunan benar untuk dilakukan, secara moral
itu sendiri dianggap sebagai HAM. atau secara hukum, dan (b) alasan
Pendekatan berbasis HAM untuk instrumental, yaitu mengakui bahwa
pendekatan berbasis HAM mengarah
pembangunan merupakan bagian
ke hasil pembangunan manusia yang
dari hak atas pembangunan, tetapi
lebih baik dan berkelanjutan. Dalam
juga mungkin melibatkan maupun praktiknya, alasan untuk mengejar
mengisolasi isu tertentu, seperti pendekatan berbasis HAM biasanya
kesehatan, dan hal ini memerlukan didasarkan pada campuran dari dua
pemahaman yang jelas tentang alasan ini.
kewajiban negara menurut instrumen- Demikian pula dengan Landkford
instrumen HAM internasional yang & Sano (2010) yang membagi
relevan dan wawasan mengenai peran HAM dalam pembangunan
pelaksanaan proyek yang berasal ke dalam dua peran, yakni peran

Gambar 1. Peran Intrinsik dan Instrumental HAM dalam Pembangunan

Sumber: Lankford & Sano (2010)

136 Jurnal HAM • Vol. 10 • Tahun 2014


Memahami Pembangunan Berbasis HAM

intrinsik (intrinsic role) dan peran keunggulan HAM, yang terdapat dalam
instrumental (instrumental role). kerangka demokrasi partisipatif,
Menurut Lankford dan Sano (2010), di mana suara masyarakat miskin
nilai intrinsik HAM merujuk pada didengar dan dihormati (Kapoor,
argumen bahwa hak asasi manusia 2010: 2).
telah menetapkan seperangkat Penguatan kebebasan melalui
nilai-nilai, prinsip, dan hak-hak yang pemenuhan hak yang mensyaratkan
diterima secara universal kecuali adanya saluran khusus untuk
hak-hak yang memang dinegasikan melakukan klaim dan advokasi,
secara eksplisit. Peran intrinsik HAM memungkinkan penegakan aspek
ini ditujukan untuk menjelaskan akuntabilitas dari sisi permintaan
dan menafsirkan martabat manusia (Lankford & Sano 2010). Karenanya,
menurut seperangkat norma, prinsip, korupsi hanya sedikit yang terjadi
dan standar serta untuk menentukan apabila penghormatan terhadap HAM
secara formal dan universal tentang dijalankan. HAM juga menawarkan
batasan minimal martabat manusia sebuah mekanisme perlindungan
yang dimaknai terancam atau karena HAM mensyaratkan adanya
dilanggar (Lankford & Sano 2010). penguatan individu dan kelompok
Sementara itu, dari sisi peran dalam hal integritas, kebebasan,
instrumental, HAM mengandung perlakuan yang adil, dan kehadiran
dimensi pemberdayaan, konstruktif, sebuah jaring pengaman sosial
perlindungan, dan kontribusi (Lankford & Sano 2010). Implikasinya,
terhadap akuntabilitas serta HAM bisa memainkan peran
penguatan kapasitas kelembagaan. konstruktif sebagaimana yang di-
Kerangka kerja HAM memfasilitasi tekankan oleh Amartya Sen yang
kemandirian dan kapasitas untuk melihat pembangunan sebagai
membuat klaim secara perorangan kebebasan dan kebebasan sebagai
maupun berkelompok oleh mereka fondasi utama menuju pembangunan
yang terpinggirkan dan tidak yang berkelanjutan.
berdaya (Lankford & Sano 2010).
HAM memberdayakan individu dan
masyarakat dengan memberikan E. Prinsip-prinsip Pembangunan
mereka hak yang menimbulkan Berbasis HAM
kewajiban hukum pada pihak 1. Rule of law
lain. Pemberdayaan individu dan HAM tidak saja sekadar kewajiban
masyarakat dalam pendekatan moral atau politik, tapi juga merupakan
berbasis HAM merupakan salah kewajiban hukum. Artinya, hukum
satu faktor penentu yang penting harus mengikat dan melindungi
dalam pembangunan. Pemahaman HAM untuk mencapai standar dan
pembangunan ini menunjukkan prinsip-prinsip sebagai-mana yang

Jurnal HAM • Vol. 10 • Tahun 2014 137


Memahami Pembangunan Berbasis HAM

diatur dalam instrumen-instrumen dalam penegakan HAM (Ljungman,


HAM, sehingga mereka yang 2004).
terlanggar haknya bisa mengajukan
tuntutan. Dengan kata lain, HAM 2. Universalisme dan tidak dapat
harus dilindungi oleh peraturan dicabut (universalism and
perundang-undangan yang kuat serta inalienability)
sistem peradilan yang kompeten, Prinsip universalitas HAM berarti
tidak memihak, dan independen bahwa setiap wanita, pria, dan anak
untuk memastikan bahwa hukum berhak untuk menikmati hak-haknya
ditegakkan secara adil dan diterapkan karena derajat kemanusiaannya
untuk semua orang. sebagaimana dinyatakan dalam
Prosedur ini akan memastikan Pasal 1 DUHAM, “All human beings
keadilan untuk semua pihak. are born free and equal in dignity
Dengan demikian, semua orang and rights”. Prinsip universalitas
berkedudukan sama di hadapan inilah yang membedakan antara
hukum dan berhak atas perlindungan HAM dengan hak-hak lainnya—
yang sama (UNDP 2003). Berjalannya seperti hak kewarganegaraan atau
mekanisme rule of law ini akan hak dalam perjanjian kontrak. Di
memastikan bahwa tidak ada pihak samping itu, HAM tidak dapat dicabut
dalam arti bahwa hak-hak ini tidak
yang kebal hukum dan tidak akan
dapat diambil dari seseorang atau
ada impunitas bagi pelanggar HAM.
diserahkan secara sukarela. Prinsip
Dengan demikian rule of law sangatlah
universalitas mensyaratkan tidak
penting dalam pembangunan adanya kelompok, seperti kelompok
berbasis HAM karena nilai intrinsiknya masyarakat yang secara geografis
yang memberdayakan masyarakat terpencil dan tertinggal, baik dari
(Uvin, 2004). Tanpa rule of law yang jangkauan bantuan pembangunan
mengikat, tidak akan ada klaim maupun kebijakan publik (UNDP,
atas pelanggaran HAM yang bisa 2003).
dimenangkan oleh masyarakat (Uvin,
2004). 3. Keutuhan dan kesalingtergan-
Oleh karena itu, pembangunan tungan (indivisability and inter-
berbasis HAM mensyaratkan adanya dependence)
sistem peradilan yang independen Prinsip ketidakterpisahan dan
dan dapat diakses oleh semua kesalingtergantungan hak-hak me-
(Ljungman, 2004). Dengan demikian, nyiratkan bahwa ruang lingkup
strategi pembangunan berbasis pembangunan berbasis hak bersifat
hak perlu mempertimbangkan menyeluruh karena definisi, konsep,
kondisi sistem peradilan, kejaksaan, dan indikator kesejahteraan bera-
kepolisian, dan lembaga lainnya gam. Dalam konteks ini, hak sipil dan

138 Jurnal HAM • Vol. 10 • Tahun 2014


Memahami Pembangunan Berbasis HAM

politik diperlakukan sama pentingnya saja merupakan sumber dari hak-hak


dengan hak ekonomi, sosial, dan kesetaraan yang substantif, namun
budaya (Ljungman, 2004). Prinsip juga penting untuk penghormatan,
ini tidak berarti bahwa semua hak perlindungan, dan pemenuhan HAM
harus dipenuhi sekaligus. Mekanisme lainnya secara penuh (Lankford &
pengutamaan hak-hak tertentu diper- Sano, 2010).
bolehkan jika hak-hak ini memiliki Pasal 2 dari Deklarasi Universal
nilai potensial yang dapat membantu HAM (DUHAM) secara eksplisit
realisasi hak-hak lainnya dan juga menyebutkan ruang lingkup prinsip
tidak mengurangi tingkat minimum non-diskriminasi meliputi ras, warna
realisasi hak-hak lainnya (Ljungman, kulit, jenis kelamin, bahasa, agama,
2004). aliran politik, bangsa, asal daerah,
Lebih lanjut, ada sebuah konsen- kepemilikan, status kelahiran, dan
sus yang berkembang bahwa sebagainya.
penghormatan yang lebih besar
“Everyone is entitled to all the
terhadap HAM akan menghasilkan
rights and freedoms set forth in this
pembangunan ekonomi yang
Declaration, without distinction of any
menguntungkan secara lebih luas
kind, suchas race, colour, sex, language,
bagi masyarakat (Abouharb &
religion, political or other opinion,
Cingranelli, 2007). Sementara itu,
national or social origin, property, birth
Daniel Kaufmann (2006), ekonom
or other status.”
yang mengepalai Governance Project
di Bank Dunia, menekankan bahwa
Selain DUHAM, Kovenan Hak
perlindungan HAM merupakan pra-
Sipil dan Politik (Sipol) Pasal 2 Ayat
syarat bagi pembangunan ekonomi
1 dan Kovenan Hak Ekonomi, Sosial
yang berkelanjutan dan berkualitas.
Menariknya lagi, hasil penelitian dan Budaya (Ekosob) Pasal 2 Ayat
Kaufmann (2006) menyimpulkan 2 juga memberikan penekanan
bahwa kurangnya kemajuan yang sama terkait prinsip-prinsip
dalam HAM generasi pertama me- non-diskriminasi dan kesetaraan
nyebabkan kurangnya kemajuan (Balakrishnan & Elson, 2008).
dalam pencapaian hak-hak ekonomi Dalam konteks pembangunan
dan sosial. berbasis HAM, prinsip-prinsip ter-
4. Non-diskriminasi dan kesetaraan sebut menjadi kriteria dasar dalam
(non-discrimination and equality) mendesain program, kebijakan, dan
bahkan menjadi tolok ukur dalam
Prinsip non-diskriminasi dan menilai keberhasilan sebuah program
kesetaraan merupakan aspek yang dan kebijakan pembangunan (Hamm,
paling mendasar dalam HAM. Prinsip 2001). Prinsip non-diskriminasi dalam
non-diskriminasi dan kesetaraan tidak pembangunan berbasis HAM juga

Jurnal HAM • Vol. 10 • Tahun 2014 139


Memahami Pembangunan Berbasis HAM

memberikan perhatian secara khusus cukup, perumahan, dan kesehatan.


terhadap kelompok-kelompok yang Karena itu, diperlukan sistem
sering dirugikan dan terpinggirkan pemerintahan yang demokratis
dalam pembangunan seperti orang dan masyarakat sipil yang kuat
miskin, perempuan, dan anak-anak untuk menjamin hak berpartisipasi
(Hamm, 2001; Ljungman, 2004). masyarakat dalam pembangunan
Sementara itu, Mukhopadhyay (Hamm, 2001).
(2004) menegaskan bahwa penekan- Prinsip partisipasi dalam
an pada kelompok rentan seperti pembangunan bermakna bahwa
perempuan, kaum minoritas, dan setiap orang berhak berpartisipasi
masyarakat adat, bertujuan men- dalam ..., berkontribusi terhadap
capai kesetaraan sejati, bukan ..., dan menikmati pembangunan
hanya pada kesetaraan yang hanya dalam semua aspek: sipil, ekonomi,
bersifat formalistik. Hal ini berarti sosial, budaya, dan politik. Ia juga
bahwa keputusan, kebijakan, dan berarti bahwa semua orang berhak
inisiatif pembangunan harus mampu berpartisipasi di dalam masyarakat
mencegah menguatnya ketidak- semaksimal potensi yang mereka miliki.
seimbangan di antara kelompok yang Prinsip ini, selanjutnya, memerlukan
ada seperti perempuan dan laki-laki, langkah-langkah pengawasan untuk
pemilik tanah dan petani, dan pekerja memastikan lingkungan mendukung
dan pengusaha (Mukhopadhyay, rakyat untuk mengembangkan dan
2004). mengekspresikan potensi dan kreativi-
tas mereka secara penuh (Ljungman,
5. Partisipasi (participation) 2004).
Partisipasi adalah sebuah prinsip Partisipasi tidak bisa diartikan hanya
operasi kunci dari kerangka kerja sebagai kegiatan berkonsultasi secara
HAM. Artinya, prinsip partisipasi formal dengan masyarakat untuk
merupakan fondasi dari beberapa meningkatkan tingkat penerimaan
HAM yang paling utama (Lankford & atas sebuah program dan proyek.
Sano, 2010). Menurut Lankford dan Sebaliknya, pembangunan berbasis
Sano (2010), partisipasi bisa dianggap hak memandang partisipasi sebagai
sebagai alat yang relevan untuk hak dan isu yang paling penting seperti
pemenuhan hak-hak lainnya. non-diskriminasi. Kegiatan partisipasi
Selain itu, partisipasi tergantung meliputi mengarahkan, memiliki,
pada pemenuhan hak-hak lainnya, mengelola, dan mengendalikan
seperti hak atas pendidikan, hak perencanaan, proses, hasil, dan
kebebasan berekspresi, dan hak evaluasi atas program pembangunan
atas informasi. Prakondisi lain bagi yang bertujuan untuk memperkuat
partisipasi antara lain makanan yang klaim masyarakat terhadap HAM

140 Jurnal HAM • Vol. 10 • Tahun 2014


Memahami Pembangunan Berbasis HAM

beserta realisasinya (Diokno, 2008; of human development adopted in


Hamm,2001). national plans are often frustrated
Partisipasi juga bermakna pember- because the beneficiaries are given little
dayaan, karena ia menyiratkan say in planning and implementation.”
bahwa rakyat memiliki hak untuk
menentukan bagiannya di dalam 6. Pemberdayaan (empowerment)
pembangunan (Hamm, 2001). Pema- Pembangunan pada dasarnya
haman dasar mengenai partisipasi bertujuan memperbaiki kehidupan
ini sangat berpengaruh terhadap dan kesejahteraan masyarakat.
kebijakan pembangunan. Partisipasi Implikasinya, aspek pemberdayaan
dapat mengubah arah pembangunan seharusnya menjadi tema sentral
dari semata-mata bersifat top-down dalam dokumen pembangunan.
menjadi bottom-up. Partisipasi DeklarasiKopenhagenmendefinisikan
rakyat memerlukan desentralisasi pemberdayaan sebagai usaha
pemrograman pembangunan dari untuk memperkuat kapasitas diri
tingkat pusat ke tingkat lokal. dan karenanya menuntut adanya
Dengan demikian, sejatinya partisipasi penuh dari masyarakat
partisipasi dalam pembangunan men- dalam formulasi, implementasi, dan
syaratkan tingkat pendidikan yang evaluasi dari keputusan-keputusan
cukup, kebebasan berbicara, dan yang menentukan kesejahteraan
kewarganegaraan yang benar-benar seluruh masyarakat.
independen, baik secara ekonomi Definisi pemberdayaan dalam
maupun politik, dalam arti bahwa konteks pembangunan berbasis
hak ditarik dari relasi kekuasaan
kebijakan pembangunan ditetapkan
yang terlibat dalam menegaskan
melalui mekanisme proses partisipasi
tuntutan dan penyadaran atas hak,
yang berarti (Seers, 1969). Senada
memengaruhi pembuatan keputusan
dengan Seers, Mahbub ul Haq (1995) kelembagaan termasuk akuntabilitas-
juga menekankan pentingnya aspek nya, dan kepemilikan suara dalam
partisipasi masyarakat dalam proses keputusan pembangunan yang
pembangunan dengan menyatakan: memengaruhi kehidupan seseorang
“A human development strategy must (Mukhopadhyay, 2004). Definisi ini
be decentralized, to involve community berimplikasi bahwa perhatian yang
participation and self-reliance. It is sama diberikan dalam pengembangan
ironic to declare human beings the kapasitas dan pelibatan warga negara
ultimate objective of economic planning dalam lembaga atau agen-agen
and then to deny them full participation pembangunan supaya program bisa
in planning for themselves. Many berjalan dengan baik.
developing countries are confused Sementara itu, Narayan (2002)
on this subject. Laudable objectives mendefiniskan pemberdayaan

Jurnal HAM • Vol. 10 • Tahun 2014 141


Memahami Pembangunan Berbasis HAM

sebagai kebebasan pilihan dan merespon tuntutan negara tersebut.


tindakan. Artinya, pemberdayaan Meski definisinya sangat beragam,
dimaknai sebagai proses pengertian pemberdayaan secara
peningkatan kontrol atas sumber umum mengerucut pada usaha
daya dan berbagai keputusan atau proses untuk mengatasi ketim-
yang mempengaruhi kehidupan pangan struktural yang meme-
seseorang. Dengan demikian, dalam ngaruhi kelompok-kelompok sosial,
konteks pembangunan ekonomi,
mengimbangi kekuasaan dan
pemberdayaan merupakan sebuah
meningkatkan kontrol atas peng-
proses peningkatan sumber daya
ambilan keputusan dan sumber
dan kapasitas masyarakat miskin
daya yang menentukan kualitas
untuk berpartisipasi, bernegosiasi,
mempengaruhi, mengontrol, dan hidup individu. Pemberdayaan
pada akhirnya menuntut akuntabilitas merupakan bagian penting yang tak
dari lembaga yang mempengaruhi terpisahkan dalam proses dan output
kehidupan mereka. pembangunan.
Senada dengan itu, Sen (1999)
mengungkapkan pemberdayaan se- 7. Akuntabilitas dan transparansi
bagai manifestasi dari kebebasan (accountability and transparency)
yang substantif. Bagi Sen (1999),
Akuntabilitas merupakan kata
pemberdayaan merupakan kombinasi
kunci dalam perlindungan dan
dari kebebasan atas pilihan dan
pemajuan HAM karena mekanisme
tindakan untuk menilai dan mencapai
standar kehidupan yang diinginkan. akuntabilitas menawarkan sebuah
Sementara itu, Friedman (1992; dikutip cara yang efektif dalam penegakan hak
dalam Development Backgrounder, (Uvin, 2004; Lankford & Sano, 2010).
2006) menganggap pemberdayaan Prinsip akuntabilitas merupakan
sebagai proses perbaikan dalam konsekuensi dari HAM yang bersifat
kualitas hidup bagi mereka yang entitlement. Maka para pemangku
terpinggirkan. Menurut Friedman kewajiban harus melakukan perbaik-
(1992; dikutip dalam Development an kelembagaan dalam perlindungan
Backgrounder, 2006), pemberdayaan HAM, dan agar bisa mewujudkan
adalah usaha untuk memanusiakan akuntabilitas (Fukuda-Parr, 2007:6).
sistem yang tujuan jangka panjangnya Prinsip akuntabilitas tersebut berasal
berupa transformasi masyarakat, dari fakta bahwa HAM mensyaratkan
termasuk di dalamnya struktur tanggungjawab (duty), sementara
kekuasaan. Hal ini membutuhkan tanggung jawab mensyaratkan
tanggung jawab negara yang lebih akuntabilitas.
berkaitan dengan masyarakat sipil Dalam menuntut akuntabilitas para
dan kalangan dunia usaha seharusnya pembuat kebijakan dan aktor-aktor lain

142 Jurnal HAM • Vol. 10 • Tahun 2014


Memahami Pembangunan Berbasis HAM

yang tindakannya berdampak kepada mekanisme haruslah dapat diakses,


hak-hak rakyat, prinsip ini membuat transparan, dan efektif (OHCHR, 2002;
pembangunan bergeser dari wilayah dikutip dalam Ljungman, 2004).
charity kepada kewajiban (Ljungman, Oleh karena itu, kerja sama
2004). Sementara itu, Uvin (2004) pembangunan berbasis hak bertujuan
menyebutkan bahwa mekanisme untuk memperkuat akuntabilitas
akuntabilitas inilah yang memberikan pemerintah dalam memastikan
perbedaan mendasar antara sistem yang terbuka, transparan,
pendekatan berbasis HAM dengan efektif, efisien, dan responsif. Melalui
pendekatan berbasis kebutuhan
pendekatan ini, rakyat diberdayakan
dasar (basic need approaches). Dalam
hingga bisa menuntut akuntabilitas
konteks pembangunan berbasis hak,
dan ganti rugi jika diperlukan.
masyarakat tidak dipandang sebagai
Selain itu, ia juga bisa mencakup
pihak yang pasif sehingga program
pembentukan panel monitoring
dan kebijakan pembangunan
independen dan inspeksi dengan
cenderung tidak bersifat karikatif
fungsi pengarbitrasian sengketa
(charity).
atau keluhan dalam kerangka upaya
Lebih lanjut, prinsip akuntabilitas
pembangunan (Ljungman, 2004).
diturunkan dari fakta bahwa hak
menuntut adanya kewajiban dan
kewajiban membutuhkan akuntabilitas F. Nilai Tambah Pendekatan
(Ljungman, 2004). Ljungman menjelas- Pembangunan Berbasis HAM
kan bahwa akuntabilitas mensyaratkan Konsep pembangunan berbasis
pemerintah sebagai pemangku hukum HAM berbeda dengan konsep
dan kewajiban untuk (i) bertanggung pembangunan berbasis kebutuhan.
jawab atas dampak yang ditimbulkan Dalam pendekatan berbasis
terhadap masyarakat; (ii) bekerja kebutuhan, strategi, kebijakan,
sama dengan menyediakan informasi, dan program pembangunan lebih
melakukan proses yang transparan dan ditujukan pada memberi dan
mendengarkan suara masyarakat; dan menyediakan pelayanan untuk
(iii) merespon secara tepat keinginan kebutuhan dasar. Dengan demikian,
masyarakat. masyarakat ditempatkan sebagai
Di samping itu, akuntabilitas penerima “bantuan” dan negara
mengharuskan adanya transparansi sebagai pemberi “bantuan”. Dengan
dan cara untuk menghadapi dan kata lain, strategi pembangunan dalam
memulihkan keputusan dan kegiatan konteks pembangunan berbasis
negatif yang mempengaruhi hak kebutuhan merupakan “skema belas
(Ljungman, 2004). Meskipun pemangku kasih” atau “paket amal” dari negara
kewajiban memiliki otoritas dalam kepada warga negara.
menentukan mekanisme akuntabilitas Dalam konteks pembangunan
mana yang paling tepat, semua berbasis kebutuhan, negara dianggap

Jurnal HAM • Vol. 10 • Tahun 2014 143


Memahami Pembangunan Berbasis HAM

sudah melaksanakan kewajibannya hak-haknya.


jika sudah melakukan sesuatu tanpa Sementara itu, pembangunan
harus menjamin ternikmatinya HAM berbasis HAM merupakan suatu
misalnyamelaluimaksimalisasisumber kerangka kerja konseptual untuk proses
daya yang ada secara berkelanjutan pembangunan manusia yang secara
dan berarti. Kendati pendekatan normatif didasarkan pada standar HAM
berbasis kebutuhan juga mengakui internasional dan secara operasional
pentingnya pelibatan masyarakat diarahkan untuk memajukan dan
dalam proses pembangunan, namun melindungi HAM (OHCHR, 2006).
pendekatan ini tetap tidak menyentuh Pendekatan pembangunan berbasis
akar permasalahan dalam proses HAM berusaha untuk menganalisis
pembangunan karena partisipasi kesenjangan yang terletak di
masyarakat hanya dilihat sebagai jantung masalah pembangunan
syarat pelengkap. dan memperbaiki praktik-praktik
Di samping itu, pendekatan berbasis diskriminatif dan distribusi kekuasaan
kebutuhan tidak menjadikan akar yang tidak adil yang menghambat
masalah dalam pembangunan seperti kemajuan pembangunan (OHCHR,
paradigma kebijakan, kelembagaan, 2006). Artinya, pembangunan berbasis
peraturan, dan perundang-undangan HAM menegaskan kembali bahwa
yang tidak berpihak pada perluasan pembangunan meliputi banyak aspek.
kemampuan dan kebebasan kelompok Karena itu, pembangunan harus dilihat
rentan sebagai fokus perhatian dalam sebagai proses yang komprehensif
strategi pembangunan. Karena itu, meliputi aspek ekonomi, sosial,
tidaklah mengherankan jika bukti budaya, hukum dan politik.
empiris menunjukkan bahwa dampak Dari sini, tampaklah bahwa
pendekatan ini terhadap pengentasan pendekatan pembangunan ber-
kemiskinan dalam jangka panjang basis HAM merupakan kerangka
tidak terlalu signifikan. kerja konseptual yang mencoba
Pendekatan berbasis kebutuhan mengintegrasikan norma, standar,
juga tidak menjelaskan secara detail dan prinsip HAM ke dalam proses
pemangku tanggung jawab dan pembangunan dengan tujuan akhir
kewajiban negara yang berimplikasi
dan sasarannya adalah ternikmatinya
pada tiadanya aturan hukum yang
HAM. Dalam konteks ini, pendekatan
mengikat dalam pemenuhan hak
asasi masyarakat. Akibatnya, hak- pembangunan berbasis HAM bukan
hak asasi masyarakat acapkali rentan hanya melihat pada pertumbuhan
untuk dilanggar oleh para pembuat ekonomi, atau kinerja ekonomi makro
kebijakan. Di samping itu, pendekatan semata, tetapi semua aspek seperti
ini juga memandang masyarakat kesehatan, lingkungan, perumahan,
terutama orang miskin sebagai pihak pendidikan, distribusi sumber daya,
yang pasif sehingga mereka tidak dan peningkatan kemampuan dan
perlu ditingkatkan kesadaran dan pilihan masyarakat (Kochanowics,
kemampuannya dalam menuntut 2009).

144 Jurnal HAM • Vol. 10 • Tahun 2014


Memahami Pembangunan Berbasis HAM

Di antara sekian banyak pendekatan terhadap hukum internasional yang


berbasis HAM dalam pembangunan, telah ditandatangani.
Fukuda-Parr (2007) merangkum Sementara itu, Ljungman (2004)
elemen-elemen kunci dalam kerangka menggarisbawahi bahwa pendekatan
pembangunan berbasis HAM, yakni berbasis HAM pada dasarnya
(i) perhatian utama pada kebebasan mengerucut pada dua hal, yaitu:
dan martabat manusia; (ii) realisasi (i) penguatan kapasitas pemangku
HAM – termasuk hak-hak sipil dan
kewajiban dalam memenuhi kewa-
politik (sipol) dan hak-hak ekonomi,
jibannya; dan (ii) pemberdayaan
sosial, dan budaya (ekosob) – di
pemegang hak dalam menuntut
mana semua individu merupakan
tujuan utama dari pembangunan; (iii) hak-haknya. Ljungman (2004) juga
prinsip-prinsip HAM harus menjadi mengelompokkan pembangunan
bagian dari proses pembangunan; berbasis HAM ke dalam tiga aspek
dan (iv) norma dan standar HAM yang membedakan pendekatan
harus diterapkan dalam proses berbasis HAM dengan pendekatan
pembangunan dan pemerintah berbasis kebutuhan, yakni (i) basis
bertanggung jawab atas kewajiban hukum; (ii) kerangka kerja normatif;
yang timbul dari komitmen mereka dan (iii) tujuan proses.

Gambar 2. Pembangunan Berbasis HAM

Sumber: Ljungman (2004)

Jurnal HAM • Vol. 10 • Tahun 2014 145


Memahami Pembangunan Berbasis HAM

Pada tingkat metodologis, strategi Kedua, pembangunan berbasis


pembangunan berbasis HAM mene- HAM memberi nilai tambah melalui re-
kankan pada (1) proses mening-katkan centering negara dan mempertanyakan
pemberdayaan kelompok marjinal, kembali peran yang tepat bagi negara
(2) proses peningkatan akuntabilitas dalam pembangunan (melalui
pemangku kewajiban, dan (3) tindakan pelaksanaan dan pengawasan), dan
kolaboratif antara pemegang hak dan penyusunan strategi keterlibatan
pemangku kewajiban (Lankford & Sano, dengan negara. Pada konteks ini,
negara memiliki kewajiban pelaksanaan
2010). Oleh karena itu, pendekatan
dan pengawasan. Penguatan relasi
berbasis HAM memandang partisipasi,
antara individu dan negara diperlukan
pemberdayaan kelompok rentan, untuk menjamin HAM, dan perbaikan
kesetaraan dan non-diskriminasi serta pembangunan. Negara memiliki
akuntabilitas sebagai prasyarat mutlak tanggung jawab tertentu secara tertentu
yang tidak bisa ditawar lagi dalam dalam hal pelaksanaan. Negara juga
proses dan strategi pemba-ngunan. memiliki peran pengawasan dalam
Implikasinya, penikmatan atas hak memastikan aktor non-negara agar
ekonomi, sosial dan budaya (ekosob) beroperasi secara akuntabel, setidaknya
diperlakukan sama pentingnya menghormati atau menjunjung tinggi
dengan hak sipil dan politik (sipol). prinsip dan standar HAM. Pada kedua
Di samping itu, Menurut Greedy wilayah tanggung jawab ini diperlukan
(2006), pendekatan berbasis HAM klarifikasi lebih lanjut dalam konteks
memiliki 3 (tiga) komponen nilai tertentu dan hak-hak tertentu (misalnya
tambah. Pertama, nilai tambah dari pada kasus hak atas pangan di India).
pembangunan berbasis HAM dapat Ketiga, dalam kaitannya dengan
dicari melalui penerapan langsung, akuntabilitas, pendekatan berbasis
HAM memiliki nilai tambah karena
tidak langsung, dan strategis dari
dapat meminta negara melaksanakan
hukum HAM. Hukum memberikan
tugasnya, membangun kapasitas
kontribusi langsung, misalnya, ketika
pemegang hak dan pengemban-
individu dan organisasi dapat mem-
kewajiban, dan mendorong jenis
bawa kasus ke pengadilan untuk
kepemilikan HAM yang baru di kal-
melindungi hak-hak ekonomi dan
angan organisasi non pemerintah
sosial (contohnya pada Treatment
(Greedy, 2006). Terakhir, Greedy
Action Campaign dan akses terhadap juga mengeksplorasi klaimnya
obat anti-retroviral di Afrika Selatan bahwa pendekatan berbasis
dan hak untuk kampanye pangan di HAM merepolitisasi pembangunan,
India), dan ketika pelaku pembangunan mendefinisikannya kembali sebagai
berperan dalam proses pembuatan sesuatu yang berbasis hak
hukum maupun implementasinya. ketimbang kebajikan (benevolence),

146 Jurnal HAM • Vol. 10 • Tahun 2014


Memahami Pembangunan Berbasis HAM

mengklaim kembali atau merepolitisasi subyek pembangunan. Kesejahteraan


syarat-syarat dari proses utama manusia secara holistik dan
pembangunan. Ia juga mengatasi akar berkelanjutan juga akan lebih
dan penyebab struktural kemiskinan terjamin karena paradigma dan
dan konflik, bukan hanya gejalanya, pendekatan pembangunan berbasis
dan mengatakan kebenaran kepada HAM difokuskan pada penghormatan
para penguasa (pemerintah/negara). martabat dan kebebasan manusia. Di
Sementara itu, Tsikata (2007) samping itu, pembangunan berbasis
merangkum nilai tambah dalam HAM menekankan pentingnya
pendekatan berbasis HAM, yaitu: peningkatan kapabilitas pemangku
(i) mengidentifikasi pemegang hak kewajiban dalam menjalankan
dan pemangku kewajiban sehingga kewajiban-kewajibannya dan peni-
akan meningkatkan akuntabilitas; ngkatan kesadaran serta pem-
(ii) strategi pembangunan diarahkan berdayaan pemegang hak dalam
untuk menghilangkan ketidakadilan menuntut hak-haknya. Ujung
daripada sekadar meringankan pendekatan pembangunan berbasis
penderitaan masyarakat; (iii) HAM ini sejatinya peningkatan
fokus pada kelompok rentan; (iv) kesejahteraan dan martabat manusia
menegaskan bahwa hak asasi adalah, yang lebih hakiki dan berarti.
universal, tidak dapat dinegoisasikan,
tidak terpisahkan dan saling G. Kesimpulan
tergantung dengan hak-hak lainnya; (v)
masyarakat tidak dipandang sebagai Pembangunan berbasis HAM
penerima bantuan pembangunan merupakan suatu kerangka kerja
yang pasif; (vi) pelanggaran hak asasi konseptual untuk proses pem-
menjadi titik acuan dalam melakukan bangunan manusia yang secara
dan ini sangat membantu untuk normatif didasarkan pada standar
menganalisis secara sistematis; (vii) HAM internasional dan secara
upaya diarahkan untuk mengatasi operasional diarahkan untuk
akar masalah ketidakadilan struktural memajukan dan melindungi HAM.
daripada efeknya; (viii) meningkatkan Pendekatan pembangunan berbasis
perubahan kelembagaan daripada HAM berusaha untuk menganalisis
belas kasih; dan (ix) menuntut adanya kesenjangan yang terletak di
tindakan kolektif daripada hanya jantung masalah pembangunan
upaya perseorangan. dan memperbaiki praktik-praktik
Dengan demikian, pembangunan diskriminatif dan distribusi kekuasaan
berbasis HAM pada akhirnya akan yang tidak adil yang menghambat
meningkatkan dan memperbaiki kemajuan pembangunan. Artinya,
kualitas pembangunan karena pembangunan berbasis HAM
menempatkan manusia sebagai menegaskan kembali bahwa

Jurnal HAM • Vol. 10 • Tahun 2014 147


Memahami Pembangunan Berbasis HAM

pembangunan meliputi banyak dan pilihan masyarakat. Dengan


aspek. Karena itu, pembangunan demikian, pendekatan berbasis HAM
harus dilihat sebagai proses yang diyakini akan meningkatkan kualitas
komprehensif meliputi aspek pembangunan karena pembangunan
ekonomi, sosial, budaya, hukum dan berbasis HAM secara substansi dan
politik. operasional bertujuan mewujudkan
Elemen-elemen kunci dalam keadilan sosial baik secara individual
kerangka pembangunan berbasis maupun kolektif. Selain itu, kebijakan
HAM, yakni (i) perhatian utama pada pembangunan juga akan lebih efektif
kebebasan dan martabat manusia; karena strategi kebijakan HAM lebih
(ii) realisasi HAM– termasuk hak-hak difokuskan pada akar masalah dalam
sipil dan politik (sipol) dan hak-hak pembangunan seperti paradigma
ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob) kebijakan, kelembagaan, peraturan,
– di mana semua individu merupakan dan perundang-undangan yang tidak
tujuan utama dari pembangunan; (iii) berpihak pada perluasan kemampuan
prinsip-prinsip HAM harus menjadi dan kebebasan kelompok rentan,
bagian dari proses pembangunan; miskin dan termarjinalkan.
dan (iv) norma dan standar HAM
harus diterapkan dalam proses
pembangunan dan pemerintah
bertanggung jawab atas kewajiban
yang timbul dari komitmen mereka
terhadap hukum internasional yang
telah ditandatangani. Karenanya,
pendekatan berbasis HAM pada
dasarnya mengerucut pada dua
hal, yaitu: (i) penguatan kapasitas
pemangku kewajiban dalam
memenuhi kewajibannya; dan (ii)
pemberdayaan pemegang hak dalam
menuntut hak-haknya.
Dalam konteks ini, pendekatan
pembangunan berbasis HAM bukan
hanya melihat pada pertumbuhan
ekonomi, atau kinerja ekonomi makro
semata, tetapi semua aspek seperti
kesehatan, lingkungan, perumahan,
pendidikan, distribusi sumber daya,
dan peningkatan kemampuan

148 Jurnal HAM • Vol. 10 • Tahun 2014


Memahami Pembangunan Berbasis HAM

REFERENSI Hamm, Brigitte I. 2001. A Human


Rights Approach to Development,
Abouharb, M., & Cingranelli, D. dalam Human Rights Quarterly,
(2007). Human Rights And Structural Volume 23, No. 4, November 2001, p.
Adjustment. New York: Cambridge 1005-1031
University Press. Jousson, Urban. 2002. Human
Balakrishnan, R, Elson, D. 2008. Rights Approach to Development
Auditing economic policy in the light Programming. New York: UNICEF
of obligations on economic and social Esaro.
rights. Essex Human Rights Review Kapoor, Vinet. 2010. Human Rights
Vol. 5 No.1. Based Approach to Development
Diokno, M. S. (2011). HRBA Toolkit and People’s Empowerment through
To Development Planning. Participatory Governance: A Critical
Ferguson, Hilary. 2011. The Right Examination of Panchayati Raj
to Development and the Rights‐ Institutions in India. London: Centre
Based Approach to Development: for Study of Human Rights, LSE.
A Review of Basic Concepts and Kaufmann, D. (2006). Human Rights,
Debates, Occasional Paper No. 1, 1 Governance And Development: An
October 2011. New Delhi: Centre for Empirical Perspective. Washington,
Development and Human Rights. DC: Development Outreach, World
FRIDE. (2006). Empowerment. Bank Institute.
Madrid. Kochanowicz, Kordian. 2009.
Fukuda-Parr, Sakiko. 2007. Human Rights-Based Approaches to
Rights and Human Development, Development as a New Opportunity
Economic Rights Working Paper and Challenge to Development
Series, Working Paper 4. Connecticut: Cooperation. Conference Paper to
The Human Rights Institute, University be Presented at the Conference:
of Connecticut. Current Challenges to Peacebuilding
Gasper, Des. 2007. Human Rights, Efforts and Development Assistance,
Human Needs, Human Development, Krakow, 28-29th May 2009.
Human Security: Relationships Lankford, Siobhán M., Otto Sano,
Between Four International ‘Human’ Hans. 2010. Human Rights Indicators
Discourses, ISS Working Paper No. in Development: An Introduction. The
445. The Hague: ISS. World Bank
Gready, Paul. 2006. Rights-Based Ljungman, Cecilia M. 2005. “A Rights-
Approaches to Development: What is Based Approach to Development,”
the Value Added?. London: Centre for in Cecilia M. Ljungman, Britha
International Human Rights, Institute Mikkelsen’s forthcoming Methods for
of Commonwealth Studies, University Development Work and Research: A
of London.

Jurnal HAM • Vol. 10 • Tahun 2014 149


Memahami Pembangunan Berbasis HAM

New Guide for Practitioners, 2nd ed. Sarah Emily, Hunter. 2012. Beyond
New Delhi: Sage Publications. Charity: The Rights-Based Approach
Marks, Stephen P. 2003. The in Theory and Practice. Senior Thesis.
Human Rights Framework for Boston: Boston University.
Development: Seven Approaches. Sengupta, Arjun et. al. 2003.
Boston: the François-Xavier Bagnoud The Right to Development and
Center for Health and Human Rights. Human Rights in Development: A
Moore, Olive. 2013. From Background Paper, Prepared for the
Right to Development to Rights Nobel Symposium organized in Oslo
in Development: Human Rights from 13-15 October 2003¨ (Nobel
Based Approaches to Development, Symposium 125)
diakses di www.nuigalway.ie/dern/ Sengupta, Arjun. 2002. “On the
documents/54_olive_moore.pdf Theory and Practice of the Right to
Mukhopadhyay, Maitrayee. Development,” in Human Rights
2004. Rights BasedApproaches in Quarterly Vol.24, No.4, p. 837-889.
Development: Issue Paper, diakses di Sengupta, Arjun. 2000. “Realizing
http://www.equalinrights. the Right to Development,” in
org/uploads/tx_wizzresources/ Development and Change Vol. 31.
Mukhopadhyay_nodate_RBA_ Oxford: Blackwell, p. 553-578.
Development_IssuePaper.pdf Tsikata. Dzodzi. 2004. The Rights-
Narayan, D. (2002). Empowerment Based Approach to Development:
And Poverty Reduction: A Sourcebook. Potential for Change or More of
Washington, DC: Wolrd Bank. the Same?, in IDS Bulletin Volume
Nowosad, Orest. 2013. A 35, Issue 4, pages 130–133, October
Human Rights Based Approach 2004
to Development: Strategies and Uvin, Peter. 2004. Human Rights
Challenges. New York: UN-Office of the and Development. Kumarian Press.
High Commissioner for Human Rights, Bloomfiel USA.
at http://nhri.ohchr.org/EN/Regional/ Seers, D. (1969). The Meaning of
Africa/4thConferenceDocuments/ Development. IDS Communication
Novosad%20Development.pdf Series No. 44 .
OHCHR. 2006. Frequently Asked Sen, A. (2000). Development As
Questions on A Human Rights- Freedom. New York: Alfred A. Knoph,
Based Approach to Development Inc.
Cooperation. New York and Geneva: Ul Haq, M. (1995). Reflections on
United Nations. Human Development. New York:
OHCHR. (1993). Vienna Declaration Oxford University Press.
And Programme Of Action. World UNDP. (2003). Poverty Reduction
Conference On Human Rights. Vienna. and Human Rights – Practice Note.

150 Jurnal HAM • Vol. 10 • Tahun 2014


Memahami Pembangunan Berbasis HAM

UNFPA. (2004). Programme of


Action: Adopted at The International
Conference on Population and
Development, Cairo, 5-13 September
1994. New York.
United Nations. (2011). United
Nations Declaration on The Right to
Development. Geneva: The Publishing
Service.
United Nations. (1995). Declaration
And Programme Of Action The World
Summit For Social Development.
Copenhagen.
United Nations. (1976). Multilateral:
International Covenant on Civil and
Political Rights. Vol.999, I-14688. New
York
United Nations. (1996). Report
of the Fourth World Conference on
Women: Beijing, 4-15 September
1995. NewYork: United Nations
Publication.
United Nations. (2007). Universal
Declaration of Human Rights: Dignity
and Justice for All of Us. New York.

Jurnal HAM • Vol. 10 • Tahun 2014 151


Memahami Pembangunan Berbasis HAM

Riwayat Hidup

Pihri Buhaerah, lahir di Watampone, Sulawesi Selatan, pada 04


Desember 1978. Menyelesaikan studi S1 dalam bidang Ilmu Ekonomi dan
Studi Pembangunan di Universitas Padjajaran, Bandung. Tahun 2011, Pihri
melanjutkan studi master di bidang International and Development Economics
di Australian National University (ANU) dengan beasiswa dari Australian
Development Scholarship (ADS). Dalam waktu dua tahun (2011-2012), gelar
Diploma dan Master of International and Development Economics diraihnya.
Bekerja sebagai staf peneliti di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sejak 2004.
Fokus yang diminatinya adalah hak asasi manusia terutama hak-hak ekonomi,
sosial, dan budaya (ekosob), pembangunan berbasis HAM, kajian kemiskinan
dan ketimpangan, serta kebijakan pembangunan.

Cherry Augusta lahir di Matang Suri, Kalimantan Barat, pada 10 Agustus 1984.
Ia dibesarkan di lingkungan tradisi Melayu di Kalimantan Barat. Menyelesaikan
studi S1 Jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Padjadjaran,
Bandung dan studi master di bidang Ilmu Politik dengan konsentrasi Studi
Demokrasi dan Hak Asasi Manusia di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dan
University of Oslo, Norwegia. Pernah terlibat sebagai peneliti di Komnas HAM
seperti penelitian hak-hak pekerja, pasar tradisional, dan master plan percepatan
dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia (MP3EI), dan sistem jaminan
sosial nasional (SJSN). Kini, sedang melanjutkan studi doktoralnya di King’s
College London, Inggris.

152 Jurnal HAM • Vol. 10 • Tahun 2014

Anda mungkin juga menyukai