Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pembangunan

Menurut Siagian pembangunan merupakan “usaha atau rangkaian usaha

pertumbuhan dan perubahan yang merencana yang dilakukan secara sadar oleh

suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan

bangsa.” Dengan demikian, ide pokok pembangunan menurut Siagian

mengandung makna : “(a) bahwa pembangunan merupakan suatu proses yang

tanpa akhir; (b) pembangunan merupakan suatu usaha yang secara sadar

dilaksanakan secara terus menerus; (c) pembangunan dilakukan secara berencana

dan perencanaannya berorientasi pada pertumbuhan dan perubahan; (d)

pembangunan mengarah kepada modernitas; (e) modernitas yang dicapai melalui

pembangunan bersifat multi dimensional; proses dan kegiatan pembangunan

ditujukan kepada usaha membina bangsa dalam rangka pencapaian tujuan bangsa

dan negara yang telah ditentukan.”22

Hal senada disampaikan oleh Tjokrominoto yang menyimpulkan beberapa

makna pembangunan sebagai “citra pembangunan dalam perspektif diakronis

(pembangunan menurut tahap pertumbuhan dan periode waktu yang dasarnya

tidak jelas) sebagai berikut : (1) pembangunan sebagai proses perubahan sosial

menuju ketatanan kehidupan masyarakat yang lebih baik. (2) pembangunan

sebagai upaya manusia yang sadar, terncana dan melembaga. (3) pembangunan

sebagai proses sosial yang bebas nilai (value free). (4) pembagunan memperoleh

sifat dan konsep transendental, sebagai meta-diciplinary phenomenon, bahkan

22
Suryono, Agus. 2010. Dimensi-dimensi Prima Teori Pembangunan. Malang : UB Press. Hal 46

26
memperoleh bentuk sebagai ideologi, the ideologi of developmentalism. (5)

pembangunan sebagai konsep yang syarat nilai (value loaded) menyangkut proses

pencapaian nilai yang dianut suatu bangsa secara makin meningkat. (6)

pembangunan menjadi culture specific, situation specific, dan time specific.”23

a. Pembangunan Fisik

Menurut B.S Muljana pembangunan yang dilaksanakan pemerintah umumnya

yang bersifat infrastruktur atau prasarana, yaitu bangunan fisik atau lembaga

yang mempunyai kegiatan produksi, logistik dan pemasaran barang dan jasa serta

kegiatan-kegiatan lain di bidang ekonomi, sosial, budaya, politik dan pertahanan

keamanan.24 Menurut Kuncoro pembangunan fisik adalah pembangunan yang

dapat dirasakan langsung oleh masyarakat atau pembangunan yang tampak oleh

mata. Pembangunan fisik misalnya berupa infrastruktir, bangunan, fasilitas

umum.25

b. Pembangunan Non-fisik

Menurut Wresniwiro pembangunan non-fisik adalah jenis pembangunan yang

tercipta oleh dorongan masyarakat setempat dan memiliki jangka waktu yang

lama. Contoh dari pembangunan non-fisik yaitu berupa peningkatan

perekonomian masyarakat desa, peningkatan kesehatan masyarakat. 26 Bachtiar

Effendi menyatakan di dalam pembangunan suatu daerah bukan hanya melakukan

program pembangunan yang bergerak di bidang pembangunan fisik, tetapi juga

23
Suryono, Agus. 2010. Dimensi-dimensi Prima Teori Pembangunan. Malang : UB Press. Hal 46
24
Pramana, Gilang. 2013. Pembangunan Fisik dan Non-fisik di Desa Badak Mekar Kecamatan
Muara Badak Kabupaten Kutai Kertanegara. Ejournal Ilmu Administrasi Negara, Vol. 1, Nomor 1.
Hal 587. http://ejournal.an.fisip-unmul.ac.id/site/wp-
content/uploads/2013/06/jurnal%20full%20(06-19-13-09-29-33).pdf diunduh pada tanggal 4
November 2018. Pukul 04.06 WIB.
25
http://repository.uin-suska.ac.id/4201/3/BAB%20II.pdf diakses pada tanggal 4 November 2018.
Pukul 03.57 WIB.
26
Ibid

27
harus bergerak di bidang pembangunan non-fisik atau sosial. Oleh karena itu,

adanya keseimbangan antara pembangunan fisik maupun non-fisik diharapkan

dapat berjalan seimbang.27

Pembangunan dapat diartikan sebagai upaya terencana dan terprogram yang

dilakukan secara terus menerut oleh suatu negara untuk menciptakan masyarakat

yang lebih baik. Setiap individu atau negara akan selalu bekerja keras untuk

melakukan pembangunan demi kelangsungan hidupnya untuk masa ini dan masa

yang akan datang. Dalam pengertian yang paling mendasar, bahwa pembangunan

itu haruslah mencakup masalah-masalah materi dan financial dalam kehidupan.

Pembangunan seharusnya diselidiki sebagai suatu proses multidimensional yang

melibatkan reorganisasi dan reorientasi dari semua sistem ekonomi dan sosial.28

Dalam bukunya Michael P. Todaro mengutip pendapat Profesor Gouelet dan

tokoh-tokoh lainnya mengatakan bahwa paling tidak adanya tiga komponen dasar

atau nilai inti yang harus dijadikan sebagai basis konseptual dan pedoman praktis

untuk memahami makna pembangunan yang paling hakiki. Ketiga komponen

dasar itu adalah kecukupan (sustenance), jati diri (self-estem), serta kebebasan

(freedom). Ketiga hal tersebut nilai pokok atau tujuan inti yang harus dicapai dan

diperoleh oleh setiap masyarakat melalui pembangunan. Ketiga komponen

tersebut berkaitan secara langsung dengan kebutuhan manusia yang paling

27
http://repository.uin-suska.ac.id/4201/3/BAB%20II.pdf diakses pada tanggal 4 November 2018.
Pukul 03.57 WIB.
28

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/26823/Chapter%20II.pdf;jsessionid=8EF0
EA2DB98E0578610FF81F1E2FFB78?sequence=4 diakses pada tanggal 13 November 2018.
Pukul 02.12 WIB. Hal 26.

28
mendasar, yang terwujud dalam berbagai macam manifestasi di seluruh

masyarakat dan budaya sepanjang zaman.29

1. Kecukupan : kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar

Yang dimaksud dengan kecukupan bukan hanya sekadar menyangkut

makanan. Melainkan mewakili semua hal yang merupakan kebutuhan dasar

manusia secara fisik. Kebutuhan dasar ini meliputi pangan, sandang, papa,

kesehatan, dan keamanan. apabila salah satu dari sekian banyak kebutuhan

dasar ini tida terpenuhi maka munculah keterbelakangan absolute. Fungsi dari

semua kegiatan pembangunan pada hakekatnya adalah untuk menyediakan

sebanyak mungkin perangkat dan bekal guna menghindari kesengsaraan dan

ketidakberdayaan yang diakibatkan oleh kekurangan pangan, sandang, papa,

kesehatan dan keamanan. atas dasar tersebutlah dinyatakan bahwa

keberhasilan pembangunan itu merupakan persyaratan bagi membaiknya

kualitas kehidupan. Tanpa adanya kemajuan ekonomi secara

berkesinambungan, maka realisasi potensi manusia, baik itu individu maupun

keseluruhan masyarakat tidak mungkin berlangsung. Setiap individu harus

mendapat kecukupan untuk mendapatkan lebih. Dengan demikian, kenaikan

pendapatan perkapita, penambahan lapangan kerja, pengentasan kemuskinan,

serta pemerataan pendapatan merupakan hal-hal yang harus ada (necessary

condition) bagi pembangunan, tapi tidak akan memadai tanpa adanya faktor-

faktor inti atau positif lainnya (not sufficient condition).

2. Jati diri : harga diri sebagai manusia

29

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/26823/Chapter%20II.pdf;jsessionid=8EF0
EA2DB98E0578610FF81F1E2FFB78?sequence=4 diakses pada tanggal 13 November 2018.
Pukul 02.12 WIB. hal 27-28.

29
Komponen inti dari pembangunan yang kedua adalah menyangkut jati diri.

Kehidupan yang serba lebih baik adalah adanya dorongan dari dalam diri

untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, unruk merasa dari pantas dan layak

untuk melakukan sesuatu. Semua itu terangkum dalam jati diri (self-esteem).

Pencarian jati diri bukanlah suatu hal yang bersifat sepele. Penyebaran nilai-

nilai modern yang bersumber dari negara-negara maju telah menimbulkan

kebingungan dan kejutan budaya di banyak negara berkembang. Kontak

dengan masyarakat lain baik secara ekonomis maupun teknologis lebih maju

acap kali menyebabkan defenisi dan batasan mengenai baik-buruk atau benar-

salah menjadi kabur. Ini dikarenakan kesejahteraan nasional muncul sebagai

berhala baru

Kemakmuran materil lambat laun dijadikan sebagai suatu ukuran

kelayakan universal dan dinobatkan sebagai landasan atas penilaian sesuatu.

Daerasnya serbuan nilai-nilai barat yang mengikis jati diri masyarakat di

negara-negara berkembang. Banyak bangsa yang merasa dirinya kecil atau

tidak berarti hanya karena mereka tidak memiliki kemajuan eknomi dan

teknologi seperti bangsa-bangsa lain. Selanjutnya yang dianggap hebat adalah

mempunyai kemajuan ekonomi dan teknologi modern, sehingga masyarakat di

negara-negara dunia ketiga berlomba-lomba unruk mengejar ketinggalan tanpa

menyadari kehilangan jati dirinya.

3. Kebebasan dari Perbudakan/penindasan

Tata nilai ketiga sebagai nilai-nilai hakiki pembangunan adalah konsep

kebebasan atau kemerdekaan. Kebebasan dalam konteks ini diartikan secara

luas sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh

30
pengejaran aspek-aspek materi dalam kehidupan serta bebas dari perasaan

perbudakan sosial sebagai manusia terhadap alam. Kebebasan dari kebodohan

dan ketergantungan terhadap pihak asing. Kebebasan merangkum pilihan-

pilihan yang luas bagi masyarakat dan anggotanya secara bersama-sama untuk

memperkecil paksaan/tekanan dari luar, dalam usaha untuk mencapai tujuan

sosial yang dinamakan dengan pembangunan.

Dapat disimpulkan bahwa pembangunan baik secara fisik maupun non fisik

yang dimiliki oleh masyarakat melalui beberapa gabungan proses sosial, ekonomi,

dan institusional mencakup usaha-usaha untuk mencapai kehidupan yang lebih

baik.

Salah satu masalah penting yang dihadapi dalam pembangunan adalah

bagaimana menghadapi trade-off antara pemenuhan kebutuhan pembangunan di

satu sisi upaya mempertahankan kelestarian lingkungan di sisi lain. Pembangunan

ekonomi yang berbasis sumber daya alam yang tidak memperhatikan aspek

kelestarian lingkungan pada akhirnya akan berdampak negatif padal ingkungan itu

sendiri, karena pada dasarnya sumber daya alam dan lingkungan memiliki

kapasitas daya dukung yang terbatas. Dengan kata lain, pembangunan yang tidak

memperhatikan kapasitas sumber daya alam dan lingkungan akan menyebabkan

permasalahan pembangunan dikemudian hari.30

Konsep pembangunan berkelanjutan sebenarnya sudah sejak lama menjadi

perhatian para ahli. Namun istilah keberlanjutan (sustainability) sendiri baru

muncul beberapa dekade, walaupun perhatian terhadap keberlanjutan sudah

dimulai sejak Malthus pada tahun 1798 yang mengkhawatirkan ketersediaan lahan

30
Jaya, Askar. 2004. Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development). Tugas
Individu Semeseter Ganjil 2004. Pengantar Falsafah Sains (PPS-702). Hal 1.

31
di Inggris akibat ledakan penduduk yang pesat. Satu setengah abad kemudian,

perhatian terhadap keberlanjutan ini semakin mengental setelah Meadow dan

kawan-kawan pada tahun 1972 menerbitkan publikasi yang berjudul The Limit to

Growth dalam kesimpulannya bahwa pertumbuhan ekonomi akan sangat dibatasi

oleh ketersediaan sumber daya alam. Dengan ketersediaan sumber daya alam yang

terbatas, arus barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam yang tidak

akan selalu bisa dilakukan secara terus menerus (on sustainable basis).31

Meskipun mendapatkan kritikan yang tajam dari para ekonom karena

lemahnya fundamental ekonomi yang digunakan dalam model The Limit to

Growth. Namun buku tersebut cukup menyadarkan manusia akan pentingnya

pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah sebagai

upaya manusia untuk memperbaiki mutu kehidupan dengan tetap berusaha tidak

melampaui ekosistem yang mendukung mutu kehidupan dengan tetap berusaha

tidak melampaui ekosistem yang mendukung kehidupannya. Maslaah

pembangunan berkelanjutan telah dijadikan sebagai isu penting yang perlu terus

disosialisasikan di tengah masyarakat.32

Pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Pembangunan

yang berkelanjutan pada hakekatnya ditujukan untuk mencari pemerataan

pembangunan antar generasi pada masa ini maupun masa mendatang. Menurut

Kementerian Lingkungan Hidup (1990) pembangunan (yang dasarnya lebih

berorientasi ekonomi) dpat diukur keberlanjutannya berdasarkan tiga kriteria yaitu

: (1) tidak ada pemborodan penggunaan sumber daya alam atau depletion of
31
Jaya, Askar. 2004. Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development). Tugas
Individu Semeseter Ganjil 2004. Pengantar Falsafah Sains (PPS-702). hal 2.
32
Ibid

32
natural resources ; (2) tidak ada polusi dan dampak lingkungan lainnya; (3)

kegiatannya harus dapat meningkatkan useable resources atau replaceable

resource.33

Senada dengan konsep diatas, Sutamuhardja (2004), menyatakan sasaran

pembangunan berkelanjutan mencakup pada upaya untuk mewujudkan

terjadinya:34

a. Pemerataan manfaat hasil-hasil pembangunan antar generasi

(intergeneration equity) yang berarti bahwa pemanfaatan sumber daya

alam untuk kepentingan pertumbuhan perlu memperhatikan batas-batas

yang wajar dalam kendali ekosistem atau sistem lingkungan serta

diarahkan pada sumber daya alam yang replaceable dan menekankan

serendah mungkin eksploitasi sumber daya alam yang unreplaceable.

b. Safeguarding atau pengamanan terhadap kelestarian sumber daya alam

dan lingkungan hidup yang ada dan pencegahan terjadi gangguan

ekosistem dalam rangka menjamin kualitas kehidupan yang tetap baik

bagi generasi yang akan datang.

c. Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam semata untuk

kepentingan mengejar pertumbuhan ekonomi demi kepentingan

pemerataan pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan antar

generasi.

d. Mempertahankan kesejahteraan rakyat (masyarakat) yang berkelanjutan

baik masa kini maupun masa yang mendatang (inter temporal).

33
Jaya, Askar. 2004. Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development). Tugas
Individu Semeseter Ganjil 2004. Pengantar Falsafah Sains (PPS-702). Hal 2
34
Ibid hal 3

33
e. Mempertahankan manfaat pembangunan ataupun pengelolaan sumber

daya alam dan lingkungan yang mempunyai dampak manfaat jangka

panjang ataupun lestari antar generasi.

f. Menjaga mutu ataupun kualitas kehidupan manusia antar generasi sesuai

dengan habitatnya.

Dari sisi ekonomi, Fauzi (2004) mengatakan setidaknya ada tiga alasana

utama mengapa pembangunan ekonomi harus berkelanjutan. Pertama,

menyangkut alasan moral, generasi kini menikmati barang dan jasa yang

dihasilkan dari sunber daya alam dan lingkungan sehingga secara moral perlu

untuk memperhatikan ketersediaan sumber daya alam tersebut untuk generasi

mendatang. Kewajiban moral tersebut mencakup tidak mengekstraksi sumber

daya alam yang dapat merusak lingkungan, yang dapat menghilangkan

kesempatan bagi generasi mendatang untuk menikmati layanan yang sama.

Kedua, menyangkut alasan ekologi, keanekaragaman hayati misalnya, memiliki

nilai ekologi yang sangat tinggi. Oleh karena itu, aktivitas ekonomi semestinya

tidak diarahkan pada kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan

semata yang pada akhirnya dapat mengancam fungsi ekologi. Faktor ketiga, yang

menjadi alasan perlunya memperhatikan aspek keberlanjutan adalah alasan

ekonomi. Alasan dari sisi ekonomi memang masih terjadi perdebatan karena tidak

diketahui apakah aktivitas ekonomi selama ini sudah atau belum memenuhi

kriteria keberlanjutan, seperti kita ketahui bahwa dimensi ekonomi berkelanjutan

sendiri cukup kompleks, sehingga sering aspek keberlanjutan dari sisi ekonomi ini

34
hanya dibatasi pada pengukuran kesejahteraan antargenerasi (intergeneration

welfare maximization).35

B. Pembangunan Infrastruktur

Infrastruktur merupakan roda penggerak ekonomi. Dari alokasi pembiayaan

publik dan swasta, infrastruktur dipandang sebagai lokomotif pembangunan

nasional dan daerah. Secara ekonomi makro ketersediaan dari jasa pelayanan

infrastruktur mempengaruhi maginal productivity of privat capital, sedangkan

dalam konteks ekonomi mikro, ketersediaan jasa pelayanan infrastruktur

berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi. Infrastruktur juga berpengaruh

penting bagi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia, antara lain

dalam peningkatan nilai konsumsi, peningkatan produktivitas tenaga kerja dan

akses kepada lapangan kerja, serta peningkatan kemakmuran nyata dan

terwujudnya stabilisasi makro ekonomi, yaitu keberlanjutan fiskal,

berkembangnya pasar kredit, dan pengaruhnya terhadap pasar tenaga kerja.36

Dalam Keputusan Presiden RI Nomor 81 Tahun 2001 tentang Komite

Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur, disebutkan dalam Pasal 2,

bahwa pembangunan infrastruktur mencakup :37

1. Prasarana dan sarana perhubungan : jalan, jembatan, jalan kereta api,

dermaga, pelabuhan laut, pelabuhan udara, penyebrangan sungai dan danau;

35
Ibid
36
Haris, Abdul. 2005. Pengaruh Penatagunaan Tanah Terhadap Keberhasilan Pembangunan
Infrastruktur dan Ekonomi. Hal 1.
https://www.bappenas.go.id/files/3013/5228/3483/05abdul_20091014131228_2260_0.pdf diakses
pada tanggal 16 Oktober 2018. Pukul 19.45 WIB.
37
Ibid hal 6.

35
2. Prasarana dan sarana perairan : bendungan, jaringan pengairan, bangunan

pengendalian banjir, pengamanan pantai, dan bangunan pembangkit listrik

tenaga air;

3. Prasarana dan sarana permukiman, industri dan perdagangan : bangunan

gedung, kawasan industri dan perdaganan, kawasan perumahan skala besar,

reklamasi lahan, jaringan dan instalasi air bersih, jaringan dan pengolahan air

limbah, pengelolaan sampah, dan sistem drainase;

4. Bangunan dan jaringan utilitas umum : gas, listrik dan telekomunikasi.

Selain memiliki dimensi ruang yang luas, pembangunan infrastruktur juga

menghadapi tiga dimensi permasalahan. Pertama, membutuhkan investasi yang

cukup besar, waktu pengembalian modal yang panjang, pemanfaatan teknologi

tinggi, perencanaan dan implementasi perlu waktu panjang untuk mencapai skala

ekonomi yang tertentu. Kedua, pembangunan menjadi prasyarat bagi

berkembangnya kesempatan dan peluang baru di berbagai bidang kehidupan.

Ketiga, adana persaingan global dan sekaligus memenuhi permintaan investor

baik dari dalam maupun luar negeri. Ditambah lagi dengan adanya dua matra yang

harus dimiliki dalam penyediaan infrastruktur, yaitu matra fisik dan matra

pelayanan. Infrastruktur tidak selesai dibangun secara fisik saja, namun menuntut

adanya operasional dengan mengedepankan kualitas pelayanan jasa dan efektifitas

pengelolaan infrastruktur.38

38
Haris, Abdul. 2005. Pengaruh Penatagunaan Tanah Terhadap Keberhasilan Pembangunan
Infrastruktur dan Ekonomi. Hal 6.
https://www.bappenas.go.id/files/3013/5228/3483/05abdul_20091014131228_2260_0.pdf diakses
pada tanggal 16 Oktober 2018. Pukul 19.45 WIB.

36
C. Penanaman Modal Asing

Untuk memahami arti dalam penanaman modal, perlu diberikan batasan dan

konsep yang jelas terhadap pengertian apa yang dimkasudkan dengan penanaman

modal. Hal tersebut bertujuan agar persepsi dan pemahaman kita tentang

penanaman modal menjadi lebih jernih guna menghindari adanya arti negatif

terhadap keberadaan penanaman modal, khususnya modal asing. Dalam

kepustakaan dapat diketahui bahwa pemberian arti penanaman modal mempunyai

keterhubungan juga dengan teori yang dianut negara penerima modal (host

country).39

Teori yang dapat dipelajari dari hubungan antarnegara penerima modal

dengan penanaman modal, khususnya modal asing itu sendiri mempunyai banyak

variasi. Teori yang pertama, menunjukkan adanya sikap yang ekstrem, yakni tidak

menginginkan timbulnya ketergantungan dari negara terhadap penanaman modal,

khususnya modal asing. Sehingga dengan tegas menolak adanya penanaman

modal asing di negara mereka, oleh karena dianggapnya sebagai kelanjutan dari

proses kapitalisme. Penganut teori ini dipelopori oleh Karl Marx dan Robert

Magdoff. Teori yang kedua, berupa teori yang bersifat nasionalisme dan

populisme yang pada dasarnya diliputi kekhawatiran akan adanya dominasi

penanaman modal asing. Oleh sebab itu, menurut paham teori ini bahwa

kehadiran penanaman modal asing, khususnya modal asing yang berakibat pada

adanya pembagian keuntungan yang tidak seimbang yang terlalu banyak ada pada

pihak modal asing, sehingga menyebabkan negara penerima modal (host country)

membatasi kegiatan penanaman modal, khususnya modal asing sedemikian rupa.

39
Ilmar, Aminuddin. 2006. Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Jakarta : Kencana. Hal 33

37
Penganut teori ini, dipelopori oleh Streeten dan Stephen Hymer. Menurut Hymer

penanaman modal merupakan seorang monopolis atau bahkan seringkali

oligopolistis pada pasar-pasar produksi suatu negara dimana Ia melakukan

usahanya. Oleh karenanya, bilamana penanaman modal, khususnya modal asing

benar-benar menghancurkan kekuatan dalam pasar produksi suatu negara, maka

pemerintah harus siap melakukan pengawasan dan pengendalian pada penanaman

modal asing tersebut. Sehingga untuk kegiatan demikian berlaku hukum

pembangunan yang tidak seimbang (law of uneven development) yakni,

pembangunan yang menghasilkan kemakmuran di satu pihak dan kemelaratan

dilain pihak. Teori yang ketiga, melihat peranan penanaman modal secara

ekonomi tradisonal dan meninjaunya dari segi kenyataan, dimana kegiatan

penanaman modal dapat membawa pengaruh pada perkembangan dan

modernisasi ekonomi negara penerima modal. Proses tersebut dapat dilihat pada

gejala perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dunia dan mekanisme pasar yang

dapat berlangsung baik dengan atau tanpa pengaturan dan fasilitas dari negara

penerima modal. Pelopor dari teori ini adalah Raymond Vernon dan Charles P.

Kindleberger.40

Dari uraian tersebut, dapat ditunjukkan bahwa pengertian terhadap penanaman

modal oleh masing-masing negara penerima modal tergantung pada adanya

keterkaitan dengan salah satu teori yang dianut ataukah merupakan variasi dari

berbagai teori itu. Hal ini dengan jelas dapat kita lihat dari masing-masing

pengaturan negara penerima modal terhadap keberadaan penerima modal,

khususnya modal asing yang dinyatakan dalam berbagai peraturan perundang-

40
Ilmar, Aminuddin. 2006. Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Jakarta : Kencana. Hal 33-34

38
undangan penanaman modal masing-masing negara. Dalam ketentuan Pasal 1

angka 1 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

disebutkan, bahwa penanaman modal yaitu segala bentuk kegiatan menanam

modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun asing untuk melakukan

usaha di wilayah negara Republik Indonesia. Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal

1 angka 2 disebutkan bahwa penanaman modal dalam negeri yaitu kegiatan

menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia

yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal

dalam negeri. Adapun angka 3 disebutkan, bahwa penanaman modal asing yaitu

kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha diwilayah negara Republik

Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan

modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal

dalam negeri.41

Undang-undang Penanaman Modal juga memberikan ruang kepada

pemerintah untuk mengambil kebijakan guna mengantisipasi berbagai perjanjian

internasional yang terjadi dan sekaligus untuk mendorong kerjasama internasional

lainnya guna memperbesar peluang pasar regional dan internasional bagi produk

barang dan jasa dari Indonesia. Kebijakan pengembangan ekonomi di Indonesia di

wilayah tertentu ditempatkan sebagai bagian untuk menarik potensi pasar

internasional dan sebagai daya dorong guna meningkatkan daya tarik

pertumbuhan suatu kawasan atau wilayah ekonomi khusus yang bersifat strategis

bagi pengembangan perekonomian nasional. Selain itu, undang-undang ini juga

mengatur hak pengalihan aset dan hak untuk melakukan transfer dan repatriasi

41
Ilmar, Aminuddin. 2006. Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Jakarta : Kencana. Hal 35.

39
dengan tetap memperhatikan tanggung jawab hukum, kebijakan fiskal, dan sosial

yang harus diselesaikan oleh penanaman modal. Kemungkinan timbulnya

sengketa antara penanaman modal dan pemerintah juga diantisipasi undang-

undang ini dengan pengaturan mengenai penyelesaian sengketa.42

Hak, kewajiban dan tanggung jawab penanam modal diatur secara khusus

guna memberikan kepastian hukum, mempertegas kewajiban pernanam modal

terhadap penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang sehat, memberikan

penghormatan atas tradisi budaya masyarakat, dan melaksanakan tanggung jawab

sosial perusahaan. Pengaturan tanggung jawab penanam modal diperlukan untuk

mendorong iklim persaingan usaha yang sehat, memperbesar tanggung jawab

lingkungan dan pemenuhan hak dan kewajiban tenaga kerja, serta upaya

mendorong ketaatan penanam modal terhadap peraturan perundang-undangan.43

D. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan oleh Perusahaan

Menurut ISO 26000 dalam Suharto, tanggung jawab sosial dan lingkungan

adalah tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari

keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan

yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan

pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, mempertimbangkan

harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan

norma-norma perilaku internasional, serta terintegrasi dengan organisasi secara

menyeluruh. Telaah lebih lanjut atas berbagai literatur menunjukkan bahwa ada

empat skema yang biasa dipergunakan untuk menjalankan tanggung jawab sosial

perusahaan, yaitu (1) kontribusi pada program pengmebangan masyarakat; (2)

42
Ibid hal 44.
43
Ilmar, Aminuddin. 2006. Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Jakarta : Kencana. Hal 44-45.

40
pendanaan kegiatan sesuai dengan kerangka legal; (3) partisipasi masyarakat

dalam bisnis; (4) tanggapan atas tekanan kelompok kepentingan.44

Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan

dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan

Lingkungan.45 Tanggung jawab sosial dan lingkungan menurut Undang-undang

No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas merupakan kewajiban perseroan

yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang

pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan keawajaran.46

Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dikenai sanksi

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.47

Menurut Zimmerer, ada beberapa macam tanggung jawab perusahaan, yaitu48 :

1. Tanggung jawab terhadap lingkungan

Harus ramah lingkungan, artinya perusahaan harus memperhatikan,

melestarikan dan menjaga lingkungan, misalnya tidak membuang limbah

yang mencemari lingkungan, berusaha mendaur ulang limbah yang

merusak lingkungan, dan menjalin komunikasi dengan kelompok

masyarakat yang ada di lingkungan sekitarnya.

2. Tanggung jawab terhadap karyawan

Tanggung jawab perusahaan terhadap karyawan dapat dilakukan dengan

cara :
44
Rosyida, Isma & Nasdian, Fredian Tonny. 2011. Partisipasi Masyarakat dan Stakeholder dalam
Penyelenggaraan Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Dampaknya Terhadap
Komunitas Perdesaan. Ejournal ISSN : 1978-4333, Vol 05, No. 01. Hal 52.
45
Undang-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Pasal 74 ayat (1).
46
Pasal 74 ayat (2).
47
Pasal 74 ayat (3).
48
Anwar, Muhammad. 2017. Pengantar Kewirausahaan Teori dan Aplikasi. Jakarta : Kencana. Hal
100-101.

41
a. Mendengarkan dan menghormati pendapat karyawan.

b. Meminta input kepada karyawan.

c. Memberikan umpan balik positif maupun negatif.

d. Selalu menekankan tentang kepercayaan kepada karyawan.

e. Membiarkan karyawan mengetahui apa yang sebenarnya mereka

harapkan.

f. Memberikan imbalan kepada karyawan yang bekerja dengan baik.

g. Memberi kepercayaan kepada karyawan.

3. Tanggung jawab terhadap pelanggan

Tanggung jawab sosial perusahan juga termasuk melindungi hak-hak

pelanggan, yaitu :

a. Hak mendapatkan produk yang aman.

b. Hak mendapatkan informasi segala aspek produk.

c. Hak untuk didengar

d. Hak memilih apa yang akan di beli.

Adapun menurut Zimmerer (1996), hak-hak pelanggan yang harus

dilindungin meliputi :

a. Hak keamanan, barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan harus

berkualitas dan memberikan rasa aman, demikian juga kemasannya.

b. Hak mengetahui, konsumen juga berhak untuk mengetahui barang dan

jasa yang mereka beli, temasuk perusahaan yang menghasilkan barang

tersebut.

42
c. Hak untuk didengar, komunikasi dua arah harus di bentuk, yaitu untuk

menyalurkan keluhan produk dan jasa dari konsumen dan untuk

menyampaikan berbagai informasi barang dan jasa dari perusahaan.

d. Hak atas pendidikan, pelanggan berhak atas pendidikan, misalnya

pendidikan tentang bagaimana menggunakan dan memelihara produk.

e. Hak untuk memilih, tanggung jawab sosial perusahaan adalah tidak

mengganggu persaingan dan mengabaikan undang-undang

antimonopoli (antitrust).

4. Tanggung jawab terhadap investor

Tanggung jawabnya yaitu menyediakan pengembalian investasi yang

menarik, seperti memaksimumkan laba dan juga melaporkan kinerja

keuangan seakurat dan setepat mungkin.

5. Tanggung jawab terhadap masyarakat

Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya,

misalnya menyediakan pekerjaan dan menciptakan kesehatan serta

konstribusi terhadap masyarakat.

Teori berikutnya adalah teori stakeholders. Teori stakeholders menyatakan

bahwa di samping shareholders (pemegang saham/pemodal), masih banyak

stakeholders lain yang semuanya berhak diperhatikan dalam pengelolaan bisnis.49

Pendekatan stakeholders mengamati dan menjelaskan secara analitis

bagaimana berbagai unsur dipengaruhi dan mempengaruhi keputusan dan

tindakan bisnis. Pendekatan ini mempunyai satu tujuan imperatif yaitu bahwa

bisnis harus dijalankan sedemikian rupa agar hak dan kepentingan semua pihak

49
I Gede A.B. Wiranata, ibid, hal 295.

43
yang berkepentingan (stakeholders) dengan suatu kegiatan bisnis dijamin,

diperhatikan, dan dihargai.50

Tanggung jawab perusahaan di luar tanggung jawab hukum, namun

dengan , tanggung jawab sosial dan lingkungan telah menjadi kewajiban yuridis,

khususnya Perseroan Terbatas yang bidang usahanya berkaitan dengan sumber

daya alam.51

E. Kerjasama

Ansell dan Gash menjelaskan strategi baru dari pemerintahan disebut sebagau

pemerintahan kolaboratif atau collaborative governance. Bentuk dari governance

yang melibatkan berbagai stakeholders atau pemangku kepentingan secara

bersamaan di dalam sebuah forum dengan aparatur pemerintah untuk membuat

keputusan bersama.52

O’Flynn dan Wanna mengartikan kolaborasi sebagai bekerja bersama atau

bekerja sama dengan orang lain. Hal tersebut menyiratkan bahwa seorang aktor

atau seorang individu, kelompok atau organisasi melakukan kerjasama dalam

beberapa usaha. Setiap orang yang melakukan kerjasam dengan yang lainnya

memiliki ketentuan syarat dan kondisi tertentu, dimana hal tersebut sangat

bervariasi. Kata “collaboration” pada awalnya digunakan pada abad kesembilan

belas dalam perkembangan industrialisasi, munculnya organisasi yang lebih

kompleks, dan pembagian kerja dan tugas yang meningkat. Kondisi tersebut

merupakan norma dasar utilitarianisme, liberalisme sosial, kolektivisme, salimng

50
Ibid, hal 93.
51
Pasal 3.
52
Irawan, Denny. 2017. Collaborative Governance (Studi Deskriptif Proses Pemerintahan
Kolaboratif Dalam Pengendalian Pencemaran Udara di Kota Surabaya). Ejournal Kebijakan dan
Manajemen Publik. ISSN 2303-341X Vol 5, Nomor 3. Hal 5.

44
membantu dan kemudian manajemen ilmiah dan teori organisasi hubungan

manusia.53

Ansell dan Gash menjelaskan collaborative governance adalah suatu

pengaturan pemerintahan dimana satu atau lebih lembaga publik secara langsung

melibatkan para pemangku kepentungan non-pemerintahan dalam proses

pengamilan keputusan kolektif yang bersifat formal, berorientasi pada konsensus,

delieratif yang bertujuan untuk membuat dan menerapkan kebijakan publik serta

mengalola program ataupun aset publik.54

Donahue dan Zeckhauser mengartikan “collaborative governance can be

thought of a form of agency relationship between government as principal, and

private players as agent”. Artinya bahwa pemerintahan kolaboratif dapat

dianggap sebagai suatu bentuk hubungan kerja sama antara pemerintah sebagai

regulator dan pihak swasta sebagai pelaksana.55

Mengacu dari berbagai pengertian yang dijelaskan mengenai collaborative

governance, dapat diterangkan bahwa pada dasarnya kebutuhan untuk

berkolaborasi muncul dari hubungan saling ketergantungan yang terjalin antar

pihak atay antar stakeholders. Collaborative governance dapat diterangkan

sebagai srbuah proses yang melibatkan norma bersama dan interaksi saling

menguntungkan antar aktor governance. Melalui perspektif collaborative

governance, tujuan-tujuan positif dari masing-masing pihak dapat tercapai.56

53
Irawan, Denny. 2017. Collaborative Governance (Studi Deskriptif Proses Pemerintahan
Kolaboratif Dalam Pengendalian Pencemaran Udara di Kota Surabaya). Ejournal Kebijakan dan
Manajemen Publik. ISSN 2303-341X Vol 5, Nomor 3. Hal 5
54
Ibid
55
Ibid hal 5-6
56
Ibid hal 6

45
Selanjutnya menurut Ratner, di dalam collaborative governance terdapat tiga

fokus fase atau tiga tahapan yang merupakan proses kolaborasi dalam tata kelola

pemerintahan. Maka dapat diketahui tiga tahap tersebut meliputi57 :

1. Fase Mendengarkan (Identifying Obtacles and Opportunities)

Pada tahap ini pemerintah dan stakeholders atau pemangku kebijakan yang

melakukan kolaborasi yaitu pihak swasta dan masyarakat, akan melakukan

identifikasi mengenai berbagai jenis hambatan yang akan dihadapi selama

proses tata kelola pemerintahan. Pada tahap ini setiap stakeholders saling

menerangkan mengenai permasalahan dan stakeholders lain saling

mendengarkan setiap permasalahan yang diterangkan oleh setiap stakeholders

yang terlibat. Kemudian memperhitungkan mengenai peluang dalam

penyelesaian setiap permasalahan yang telah diidentifikasi, seperti solusi dari

permasalahan yang akan terjadi. Setiap stakeholders memiliki kewenangan

yang sama dalam menentukan kebijakan pada setiap permasalahan yang telah

diidentifikasi dan memperhitungkan peluang berupa achievment yang dapat

diperoleh dari masing-masing pihak yang terlibat. Pada dasarnya, fase ini

merupakan fase saling mendengarkanmengenai permasalahan dan kesempatan

untuk dapat memanfaatkan dari setiap permasalahan yang diterangkan oleh

masing-masing stakeholders.

2. Fase Dialog (Debating Strategies For Influence)

Pada tahap ini stakeholders atau pemangku kebijakan yang terlibat dalam

tata kelola pemerintahan melakukan dialog ataupun diskusi mengenai

hambatan yang telah diterangkan pada fase pertama. Diskusi yang dilakukan
57
Irawan, Denny. 2017. Collaborative Governance (Studi Deskriptif Proses Pemerintahan
Kolaboratif Dalam Pengendalian Pencemaran Udara di Kota Surabaya). Ejournal Kebijakan dan
Manajemen Publik. ISSN 2303-341X Vol 5, Nomor 3. Hal 6

46
oleh masing-masing stakeholders yang terlibat meliputi diskusi mengenai

langkah yang dipilih sebagai langkah yang paling efektif untuk memecahkan

permasalahan dlaam tata kelola pemerintahan yang telah diterangkan.

3. Fase Pilihan (planning Collaborative Actions)

Setelah melalui tahapan mendengarkan mengenai permasalahan yang akan

dihadapi dalam proses tata kelola pemerintahan dan melakukan diskusi

mengenai penentuan strategi yang efektid untuk mengantusipasi

permasalahan, pada tahap ini stakeholders atau pemangku kebijakan yang

terlibat akan mulai melakukan perencanaan mengenai implementasi dari setiap

strategi yang telah didiskusikan pada tahap sebelumnya, seperti langkah awal

yang akan dilakukan dalam kolaborasi antar stakeholders yaitu pemerintah,

pihak swasta dan masyarakat. Kemudian mengidentifikasi pengukuran setiap

proses yang dilakukan dan menentukan langkah untuk menjaga proses

kolaborasi agar terus berlangsung dalam jangka panjang.

47

Anda mungkin juga menyukai