Anda di halaman 1dari 4

Mata Kuliah : Interaksi Desa dan Kota

Nama : Eko Hardiyanto

NIM : 226060600011012

Materi Hubungan Pemandu Prinsip Perkotaan dan Pedesaan yang saya tanggapi adalah pada bagian

Perkenalan. Dimana mereka menyerukan pendekatan-pendekatan baru yang inklusif dan

peningkatan

sinergi antara komunitas dan ruang perkotaan dan pedesaan dan komponen penting dari visi Agenda

2030 adalah untuk "tidak meninggalkan siapa pun/tak seorangpun yang akan tertinggal".

Sederhana dalam konteks bahasa, namun sangat luar biasa secara prinsip dan konsep

yang terkandung didalamnya. Tetapi akan sangat menimbulkan paradigma suatu ketidakmungkinan

bakal terwujud walaupun dengan usaha dan cara apapun telah dilakukan, terkecuali jika secara

“tepat” masih bisa mungkin dapat terwujud visi agenda tersebut. Jika mau menerapkannya, walau

sudah diterapkan dengan penerapan yang tepat ada hampir mustahil untuk benar-benar dilakukan

sampai sekarang. Perlu usaha yang harus sangat luar biasa dan diluar kebiasaan dan belum dipernah

dilakukan dan atau bahkan dirancang sebelumnya. Berkaca dari beberapa peristiwa besar yang

sudah terjadi, kita ambil contoh terjadinya pandemi covid-19 yang melanda di hampir seluruh

belahan dunia (versi WHO) pada tahun 2020. Bahwa beberapa diantara solusi terdapat solusi

sederhana yang dapat diambil dan dilakukan yaitu melakukan 3 M yaitu memakai masker dengan

benar, Menjaga jarak dan hindari kerumunan, dan Mencuci tangan pakai sabun.

Ketika itu Negara Indonesia menganggarkan secara besar-besaran untuk mengatasi

dan menanggulangi pandemi penyebaran virus covid-19 ini. Dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan

Semester (IHPS) II 2020, alokasi anggaran PC-PEN tahun 2020 pada pemerintah pusat, pemerintah

daerah, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS),

Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan hibah/sumbangan

masyarakat dan dikelola pemerintah adalah sebesar Rp933,33 triliun. Anggaran tersebut telah

direalisasikan sebesar Rp597,06 triliun atau sebesar 64 persen.

Sebagai contoh adalah dari sektor ekonomi, pemerintah telah melakukan penyaluran

dan percepatan ragam bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat. Dari pemeriksaan fakta di

lapangan ditemukan permasalahan yang paling dominan berkaitan dengan akurasi penyaluran
bantuan kepada mayarakat. Penerima bantuan tidak tepat sasaran akibat akurasi data yang rendah

sehingga menyebabkan banyak bantuan yang tidak tepat sasaran. Seperti yang sudah terjadi di desa

kami bahwa data penerima bansos covid-19 yang diberikan kepada desa merupakan penerima

bantuan sosial yang sebagian besar sudah menjadi penerima bantuan sosial dari program lain dan

sudah berjalan beberapa tahun sebelumnya. Tentunya menimbulkan gejolak polemik dimasyarakat

yang kemudian mendorong desa untuk melakukan Musyawarah Desa agar diperoleh kebijakan yang

dapat diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Artinya, kita baru saja membahas bantuan yang notabene adalah ringan secara

kerangka konsep dan itu sudah bisa menimbulkan stigma, yaitu permasalahan bantuan sosial saja

sangat bisa mengakibatkan invers dari komponen penting dari visi Agenda 2030 tersebut. Apalagi

terhadap permasalahan lain yang sifatnya lebih strategis dan urgan, secara kontekstual akan sangat

dapat mengakibatkan “meninggalkan siapapun/semua orang yang akan tertinggal” yang merupakan

invers dari "tidak meninggalkan siapa pun/tak seorangpun yang akan tertinggal". Selaras dengan

dampak signifikan yang terjadi akibat pandemi covid-19 dalam semua sektor kehidupan bangsa

Indonesia mulai dari sektor kesehatan, sektor ekonomi, sektor pendidikan, sektor keagamaan, dan

sektor lain terkena imbasnya.

Berikut adalah contoh upaya untuk menangani dan menanggulangi pandemi Covid-

19 diberbagai sektor yang telah dilakukan beserta invers dari visi agenda 20230 itu. Di sektor

kesehatan, pemerintah telah melakukan upaya antara lain :

1. Mempercepat pelaksanaan tracing, testing, dan treatment (3T). Faktanya banyak diantara

masyarakat yang tidak tahu tentang 3T ini, dan kalaupun ada yang tahu tidak sampai pada

tahap paham terhadap apa yang sudah dilakukan.

2. Memenuhi obat untuk pengobatan pasien Covid-19. Faktanya, sampai dengan 21 September

2020, obat untuk penanganan COVID-19 sudah didistribusikan ke 34 dinkes provinsi dan

746 RS belum mampu mengimbangi jumlah pasien covid-19 yang terus melonjak.

3. Pemenuhan kebutuhan oksigen. Kapasitas produksi gas oksigen di Indonesia 650 juta ton

per tahun, Hingga 25 Juni 2021 hingga Juni 2021 tercatat sudah ada tujuh juta liter oksigen

yang dipesan namun jumlah stok tabung oksigen baru ada 3000 tabung.
4. Percepatan vaksinasi untuk seluruh penduduk Indonesia. Awal mulanya mayoritas

masyarakat takut terhadap vaksin covid-19 yang dalam berbagai isu sudah memunculkan

teror yang mencekam bagi masyarakat, sehingga progres vaksin minus waktu dari skema.

Dimulailah edukasi, sponsor dan penyuluhan melalui berbagai media tentang vaksinasi dan

manfaatnya, untuk kemudian dilakukan vaksinasi. Pertama sekali vaksinasi dilakukan oleh

tenaga kesehatan kepada penerima bansos, setelah dapat progres untuk memancing minat

vaksin dari warga yang bukan penerima bansos, kemudian dibuat aturan bahwa pelayanan

umum wajib menunjukkan kartu vaksin yang secara tidak langsung berimbas terhadap

meningkatnya minat vakasin masyarakat. Walaupun begitu, ada sebagian masyarakat yang

memang tidak bisa di vaksin sebab fisik yang terlalu lemah, menderita penyakit

menahun/komorbid, dan tidak sedang dalam keadaan aman yang memungkinkan untuk

dilakukan vaksinasi. Belum lagi misalnya faktor wilayah, yaitu medan yang sulit dijangkau,

terjadi bencana alam di daerah tersebut, atau bisa juga cuaca atau iklim yang tidak kondusifi.

Untuk sektor pendidikan, bisa mengawal kebijakan pendidikan dengan upaya seperti

pembelajaran tatap muka di masa PPKM dengan melaksanakan percepatan vaksinasi bagi pelajar

dan tenaga pendidikan agar terlebih dahulu mencapai 100% vaksinasi. Yang terjadi adalah banyak

satuan pendidikan maupun lembaga pendidikan non negeri/swasta yang tidak terikat negara tidak

mewajibkan tenaga pendidik dan peserta didiknya agar vaksin dulu sebelum memulai pembelajaran

tatap muka.

Dari beberapa realita yang terjadi dilapangan membuat skeptis banyak pihak

termasuk saya, yang bahkan upaya-upaya itu dilakukan berulang kali dalam jangka waktu yang

lama tetap akan menimbulkan invers tersebut. Namun bukan berarti bahwa tidak ada hasil apa-apa,

sebab tidak ada usaha yang sia-sia. Terbukti selama penanganan pandemi covid-19 Kementerian

Kesehatan mencatat sebagian besar obat telah diproduksi oleh industri farmasi nasional. Tak hanya

obat-obatan, pelaku usaha juga banyak melakukan diversifikasi menjadi menjadi produsen Masker,

APD (Gown), Surgeons Gloves, Ventilator, Thermometer IR, Transport Culture Medium, Dacron

Swab, Rapid Test Covid-19 dan Hand Sanitizer.

Terlihat peningkatan signifikan jumlah produsen dari Februari 2020 sampai dengan

tanggal 21 September 2020, yaitu :


1) Produsen Masker meningkat 707,69% dari semula 26 industri menjadi 210

industri

2) Produsen APD (Gown) meningkat 4742,86% dari hanya 7 industri menjadi

339 industri

3) Produsen Surgeons Gloves meningkat 221,43% dari hanya 14 industri

menjadi 45 industri

4) Produsen Rapid test covid 19 meningkat 1700% dari tidak ada industri

menjadi 17 industri

5) Produsen Ventilator meningkat 228,57 % dari hanya 7 industri menjadi 23

industri

6) Produsen Thermometer IR meningkat 600% dari tidak ada industri menjadi 6

industri

7) Produsen Transport Culture Medium meningkat 800% dari tidak ada industri

menjadi 8 industri

8) Produsen Dacron Swab meningkat 500% dari tidak ada industri menjadi 5

industri

9) Produsen Hand Sanitizer meningkat 955,56% dari semula ada 45 industri

menjadi 475 industri

10) Industri Garment yang memproduksi APD sebanyak 103 Industri

Intinya, mari kita terus melakukan kebaikan dan mendukung upaya-upaya yang

menuju kebaikan. Kemudian daripada itu, kunci agar visi agenda 2030 "tidak meninggalkan siapa

pun/tak seorangpun yang akan tertinggal" dapat terwujud dengan maksimal adalah keterlibatan aktif

warga masyarakat dalam berkolaborasi yang sinergis antar pemangku kepentingan dan wilayah

setempat dengan “tepat”. Kerjasama antar pemerintah dan masyarakat sipil merupakan fundamental

yang harus dijalankan dengan seiring seirama melangkah dalam rangka mencapai kesejahteraan

bersama.

Anda mungkin juga menyukai