DAN
TATA LAKSANA
GEREJA KRISTEN INDONESIA
TATAGEREJA
DAN
TATA LAKSANA
GEREJA KRISTEN INDONESIA
ISBN 978-979-97755-2-8
TATA GEREJADANTATALAKSANA
GEREJA KRISTEN INDONESIA
2009IBPMS GKIlBk/OI 5
Jakarta 2009
Edisi pertama
Cetakan Pertama
I TATAGEREJA 1
A. Mukadimah 3
Mukadimah 5
Penjelasan tentang Mukadimah 8
B. Tata Dasar 19
PasaI 1 Hakikat dan Wujud 21
Pasal 2 Nama dan Tempat Kedudukan 2)
Pasal 3 Pengakuan Iman 22
Pasal 4 Tujuan 23
Pasal 5 Persekutuan 23
Pasal 6 Kesaksian dan Pelayanan 23
Pasal 7 Pembangunan Gereja 24
Pasal 8 Keanggotaan 24
Pasal 9 Jabatan Gerejawi 25
Pasal 10 Kepemimpinan 25
Pasal 11 Harta Milik 29
Pasal 12 Tata Laksana 30
Pasal 13 Perubahan 30
Pasa) 14 Penutup 31
v
Pasal 4 Tujuan 35
Pasal 5 Persekutuan 35
Pasal 6 Kesaksian dan Pelayanan 36
Pasal 7 Pembangunan Gereja 36
Pasal 8 Keanggotaan 36
Pasal 9 Jabatan Gerejawi 36
Pasal 10 Kepemimpinan 37
Pasal 11 Harta Milik 40
Pasal 12 Tata Laksana 40
Pasal 13 Perubahan 40
Pasal 14 Penutup " 40
II TATA LAKSANA 41
Bab II KLASIS 52
Pasal 8 Penataan Klasis 52
VI
B. Nama dan Logo 54
Bab IV NAMA 54
Pasal 10 Contoh nama 54
c. Ajaran 55
Bab VI AJARAN 55
Pasal 12 Ajaran 55
D. Persekutuan 56
Bab VII KEBAKTIAN 56
Pasal 13 Jenis 56
Pasal 14 Penanggungjawabdan Penyelenggara 57
Pasal 15 Liturgi 59
Pasal 16 BukuNyanyian 60
Pasal 17 Leksionari 60
Pasal 18 Pakaian Liturgis Pendeta 61
Pasal 19 Warna Liturgis 63
Bab IX KATEKISASI 73
Pasal 26 Katekisasi : 73
vii
Bab X PERNIKAHAN GEREJAWI 74
Pasal 27 Pengertian...................... 74
Pasal 28 Syarat 74
Pasal 29 Prosedur 75
Pasal 30 Pernikahan Gerejawi secara Ekumenis
dengan Gereja Katolik 77
Pasal 31 Pernikahan Gerejawi
dengan Ketentuan Khusus 78
BabXl PELAYANAN 80
PasaI 32 Pelayanan 80
viii
Pasal 44 Prosedur Pelaksanaan Penggembalaan
Khusus terhadap Pendeta Tugas
Khusus Sinode Wilayah . 113
Pasal 45 Prosedur Pelaksanaan Penggembalaan
Khusus terhadap Pendeta Tugas
Khusus Sinode 117
Pasal 46 Prosedur Pelaksanaan Penggembalaan
Khusus terhadap Pendeta Emeritus .......... 121
Pasal 47 Prosedur Pelaksanaan Penggembalaan
Khusus terhadap Majelis Jemaat 125
BaBXIIIPERLAWATAN 131
Pasal 48 Jenis 131
Pasal 49 Perlawatan Umum Rutin Jemaat 131
Pasal 50 Perlawatan Umum InsidentalJemaat.. 133
Pasal 51 Perlawatan Khusus Jemaat.. 135
Pasal 52 Perlawatan Klasis 138
Pasal 53 Perlawatan Sinode Wilayah 140
ix
F. Pembangunan Gereja 147
BabXVI PEMBANGUNANGEREJA 147
Pasal 63 Pembangunan Jemaat.. 147 __
Pasal 64 Pembangunan Klasis .. 148
Pasal 65 Pembangunan Sinode Wilayah...... 149
Pasal 66 Pembangunan Sinode 151
G. Keanggotaan 152
Bab XVII KEANGGOTAAN 152
Pasal 67 AnggotaBaptisan 152
Pasal 68 Anggota Sidi 153
Pasal 69 Buku IndukAnggota GIG 154
x
"
H. Jabatan Gerejawi 162
Bab XX KETENTUAN-KETENTUAN POKOK
TENTANG JABATAN PENATUA 162
Pasal 77 Status 162
Pasal 78 Masa Jabatan 163
Pasal 79 Kedudukan dan Fungsi 163
Pasal 80 Masa Pelayanan ........ 163
Pasal 81 Lingkup dan Sarana Pelaksanaan Tugas
Palayanan Kepemimpinan .. 164
Pasal 82 Tugas 165
Pasal 83 Syarat.... 165
xi
I
Bab XXIV KETENTUAN-KETENTUAN
POKOK TENTANG JABATAN
PENDETA 172
Pasal 95 Status 172
Pasal 96 Keanggotaan 173
Pasal 97 Masa Jabatan 173
Pasal 98 Kedudukan dan Fungsi 174
Pasal 99 Masa Pelayanan 174
Pasal 100 Lingkup dan Sarana Pelaksanaan Tugas
Pelayanan dan Kepemimpinan 174
Pasal 101 Tugas... 175
Pasal 102 Syarat 176
xii
Pasal 114 Percakapan Gerejawi untuk
MemasukiTahap Pemanggilan . 191
xiii
Pasal 131 Proses Emeritasi Berdasarkan Umur 233
Pasal 132 Proses Emeritasi karena Sakit
atau Cacat 236
Pasal 133 Proses Emeritasi Berdasarkan
Alasan yang Dapat Dipertanggung-
jawabkan 238
Pasal 134 Proses Penundaan Emeritasi
Berdasarkan Umur 240
Pasal 135 Pemberdayaan dan Pendampingan
PendetaEmeritus 243
xiv
Pasal 147 TunjanganKemahalan 249
Pasal 148 TunjanganKeluarga 350
Pasal 149 Tunjangan Setempat.. 251
Pasal 150 Tunjangan Masa Pelayanan 251
Pasal 151 Tunjangan Hari Natal 252
Pasal 152 Cuti dan Tunjangan Cuti 252
Pasal 153 Penggantian Biaya yang
Wajib Diberikan 253
Pasal 154 Tunjangan Pendeta Konsulen 256
Pasal 155 Jaminan Kebutuhan Hidup untuk
Pendeta Tugas Khusus 256
Pasal 156 TunjanganJabatan 257
Pasal 157 Peninjauan Perhitungan 257
Pasal 158 Perpensiunan 258
I. Kepemimpinan 263
Bab XXXVII PIMPINAN 263
Pasal 167 Jemaat 263
Pasal 168 Klasis 264
xv
Pasal 169 Sinode Wilayah 265
Pasal 170 Sinode 266
xvi
Bab XLII PENINJUAN ULANG DAN BANDING 305
PasaI 191 Peninjauan U1ang 305
Pasal 192 Banding 306
xvii
K. Peranti Gerejawi 319
BabXLVII PERANTIGEREJAWI 319
Pasal 212 Peranti Gerejawi 319
Lampiran 323
Lampiran 1 Pengakuan lman Rasuli 325
Lampiran 2 Pengakuan lman Nicea Konstaninopel 326
Lampiran 3 Pengakuan ImanAthannasius 328
Lampiran 4 Pemahaman Bersama Iman Kristen 331
Lampiran 5 Pcgangan Ajaran Gereja Kristen Indonesia
MengenaiAlkitab 345
Lampiran 6 PeganganAjaran Gereja Kristen Indonesia
Mengenai Gereja 350
Lampiran 7 Pegangan Ajaran Gereja Kristen Indonesia
Mengenai Gerakan Pentakosta Bam
(Karismatik) 359
xviii
KATAPENGANTAR
Sebagaimana kita ketahui, GKI telah memiliki Tata Gereja GKI yang di-
sahkan dalam Persidangan XIII Majelis Sinode GKI pada bulan Nopem-
ber 2002 dan diberlakukan pada tanggal 26 Agustus 2003. Bagi GKI,
Tata Gereja GKI itu adalah tata gerejanya yang pertama.
Sesudah Tata Gereja GKI itu dipakai sebagai sarana pelayanan GKI di
semua lingkupnya - Jemaat, KJasis, Sinode Wilayah, dan Sinode- selama
lebih dari enam tahoo, ia mengalami pembaruan. Pembaruan itu dilakukan
melalui proses amendemen yang dilaksanakan oleh seluruh Majelis
Jemaat, Majelis Klasis, dan Majelis Sinode Wilayah, dan yang dituntaskan
oleh Majelis Sinode GKI melalui persidangannya yang ke-16. Hasil dari
pembaruan terhadap Tata Gereja GKI itu adalah Tata Gereja dan Tata
Laksana GKI sebagaimana yang berada di tangan Anda sekarang ini.
Tata Gereja dan Tata Laksana GKI ini diperlengkapi dengan Pedoman
Pelaksanaan GKI yang dimuat dalam Peranti Gerejawi GKI yang diterbit-
kan secara terpisah.
Sebagaimana Tata Gereja GKI yang pertama, Tata Gereja dan Tata
Laksana GKI ini menjadi wujud persembahan nyata GKI kepada Tuhan
Yesus Kristus, Raja Gereja.
Tata Gereja dan Tata Laksana GKI ini adalah sarana organisasional
yang penting dan mendasar untuk menata kehidupan dan untuk melak-
sanakan tugas panggilan kita sebagai GKI. Dalam kaitan ini, kami ingin
menekankan bahwa Tata Gereja dan Tata Laksana GKI ini -bersama
dengan Pedoman Pelaksanaan GKI- dimaksudkan sebagai "buku pe-
gangan organisasional" bagi seluruh anggota GKI dan seluruh pejabat
gerejawi (penatua dan pendeta) GKI. Karena itu kami sangat mengharap-
kan Tata Gereja dan Tata Laksana GKI ini dapat disebarluaskan dan di-
manfaatkan oleh siapa saja yang merasa menjadi bagian dari GKI.
xix
Tidak ada satu pun tata gereja di dunia ini yang sempuma. Tidak juga
Tata Gereja dan Tata Laksana GKI. Itu sebabnya, sambil kita semua
berpegang pada dan memanfaatkan Tata Gereja dan Tata Laksana GKI
ini, kita akan tetap terbuka untuk terus menerus menyempumakannya
sesuai dengan prosedur gerejawi GKI.
xx
I
TATAGEREJA
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
A
MUKADIMAH
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
MUKADlMAH
[I] Oleh bimbingan dan pertolongan Roh Kudus, Gereja Kristen Indone-
sia yang merupakan kelanjutan dan wujud kesatuan dari Gereja Kristen
Indonesia Jawa Barat, Gereja Kristen Indonesia Jawa Tengah, dan Gereja
Kristen Indonesia Jawa Timur, dalam menggumuli Firman Allah yang
dipersaksikan oleh Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, di
tengah-tengah dunia dalam konteks Indonesia pada masa kini, dengan
ini menya~kan pokok-pokok pemahaman dan pengakuan imannya me-
ngenai gereja yang universal dan mengenai dirinya sendiri secara partiku-
lar sebagai berikut:
[4] Misi gereja dilaksanakan oleh gereja, baik dengan mewujudkan per-
sekutuan dengan Allah dan dengan sesama secara terus-menerus berda-
sarkan kasih, maupun dalam bentuk kesaksian dan pelayanan.
5
[5] Dalam rangka melaksanakan misi gereja, anggota gereja berperan
secara hakiki sesuai dengan panggilan Allah dan karunia Roh Kudus.
Sehubungan dengan itu, anggota gereja yang dipanggil menjadi pejabat
gerejawi berperan memimpin gereja. Hubungan antara pejabat gerejawi
dan anggota gereja bukan merupakan hubungan yang hierarkis, melainkan
hubungan fungsional yang timbal balik dan dinamis, dialasi oleh kasih.
[9] Sebagai gereja di Indonesia, GKI mengakui bahwa gereja dan nega-
ra memiliki kewenangan masing-masing yang tidak boleh dicampuri oleh
yang lain, namun keduanya adalah mitra sejajar yang saling menghormati,
saling mengingatkan, dan saling membantu.
[10] Dalam kebersamaan yang dijiwai oleh iman Kristen serta semangat
persatuan dan kesatuan bangsa, GKI membuka diri untuk bekerja sama
dan berdialog dengan gereja-gereja lain, pemerintah, serta kelompok-
kelompok yang ada di dalam masyarakat, guna mengusahakan kese-
jahteraan, keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan bagi seluruh rakyat
Indonesia.
6
[II] Agar GIG dapat mewujudkan kesatuannya yang utuh dan dinamis
serta dapat melaksanakan misinya secara berdayaguna (efisien) dan
berhasilguna (efektit), Tats Gereja dan Tats Laksana GKI ini disusun,
disahkan, dan diberlakukan secara resmi oleh Majelis Sinode GKl menjadi
perangkat peraturan dan sarana organisasional gerejawi. Tata Gereja
dan Tats Laksana GKI ini disusun berdasarkan sistem penataan gereja
presbiterial-sinodal. Sebagai satu kesatuan yang utuh Tata Gereja dan
Tats Laksana GIG terdiri dari:
I. Tats Gereja, yang meliputi:
a. Mukadimah.
b. Tata Dasar.
2. Tata Laksana.
7
PENJELASAN TENTANG
MUKADIMAH
AUnea 1
8
24 Maret 1940 berdirilah gereja yang dalam perkembangannya ke-
mudian disebut Gereja Kristen Indonesia Jawa Barat; dan di Jawa
Tengah pada tanggal 8 Agustus 1945 berdirilah gereja yang dalam
perkembangannya kemudian disebut Gereja Kristen Indonesia Jawa
Tengah. Ketiga gereja itu sejak tanggal27 Maret 1962 telah berupaya
menggalang kebersamaan untuk mewujudkan penyatuan Gereja
Kristen Indonesia dalam Sinode Am Gereja Kristen Indonesia. Pada
tanggal 26 Agustus 1988 ketiga gereja tersebut menjadi satu gereja
yang diberi nama Gereja Kristen Indonesia.
AUnea 2
9
5. Dari segi perjanjian dalam kerangka sejarah penyelamatan Allah
itu, Tuhan Yesus Kristus adalah Dasar dan Kepala Gereja yang
mencirikan keberadaan gereja sebagai umat Allah yang baru. Pada
satu pihak, gereja tidak dapat dilepaskan daTi umat Israel dalam
Perjanjian Lama. Pada pihak lain, keberadaan gereja sebagai umat
yang baru berdasar pada Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat
dunia.
6. Hanya oleh Roh Kuduslah, Tuhan Yesus Kristus menjadi dan diakui
sebagai Dasar dan Kepala Gereja. Pada satu pihak, Roh Kudus se-
earn terus-menerus membarui gereja dan kehidupan kini dan di sini.
Pada pihak lain, Roh Kudus secara terus-menerus mengarahkan
gereja untuk hidup dan bertumbuh ke masa depan, yaitu ke arah
penggenapan yang sempurna dari karya penyelamatan Allah itu.
7. Di dalam Tuhan Yesus Kristus melalui kuasa Rob Kudus, gereja se-
bagai umat yang baru itu esa. Pada satu pihak, keesaan gereja yang
berakar pada Tuhan Yesus Kristus bersifat "diberikan", pada pihak
lain, oleh kuasa Roh Kudus gereja dipanggil untuk mewujudkan kee-
saan itu secara nyata.
8. Keesaan gereja adalah keesaan dalam kepelbagaian. Di dalam Tuhan
Yesus Kristus, gereja secara hakiki adalah esa. Namun dalam kenya-
taan sejarah, gereja Tuhan Yesus Kristus yang esa telah mewujud
menjadi satuan-satuan historis yang berkepelbagaian jika ditinjau
daTi segi-segi sejarah, kebudayaan, tradisi, cara hidup dan berpikir,
organisasi, dan lain-lain. Bertolak daTi kenyataan ini, hanya dengan
kuasa Roh Kudus, setiap gereja yang menjadi bagian daTi gereja
Tuhan Yesus Kristus itu dimampukan untuk mewujudkan keesaan
dalam kepelbagaian.
9. Dengan demikian gereja sebagai umat yang baru merupakan kesatu-
an organis yang bertumbuh terus serta membawajanji pembebasan
manusia dan dunia daTi dosa. Gereja memang terikat pada ruang
dan waktu sebagai suatu kenyataan histoTis di dunia. Namun, justru
karena seluruh keberadaannya mengarah kepada penggenapan
karya penyelamatan Allah itu, gereja dipanggil dan diutus oleh Allah
10
untuk berperanserta dalam pemberlakuan reneana dan karya pe-
nyelamatan Allah itu di dalam dan bagi dunia ini.
AUnea 3
AHnea 4
Misi gereja dipahami sebagai satu kesatuan yang utuh yang terdiri atas
persekutuan, kesaksian, dan pelayanan. Dalam kenyataannya, misi gereja
itu dibagi menjadi dua bagian besar yang tidak dapat dilepaskan satu dari
lainnya. Pada satu sisi, dalam memberlakukan misinya, gereja mewujudkan
persekutuan yang memberikan tekanan utama pada keberadaannya.
Pada sisi lain, misi gereja itu diberlakukan oleh gereja dengan melaksana-
kan kesaksian dan pelayanan yang memberikan tekanan utama pada
kekaryaannya.
11
AUnea S
AUnea 6
Cukupjelas.
Alinea 8
I. Kesatuan GIG bukanlah kesatuan yang bersifat abstrak, tetapi ke-
satuan yang dinampakkan dalam satu organisasi yang utuh dengan
satu tata gereja. Walaupun demikian, mengingat GIG berasal dari
GKI Jawa Barat, GKI lawn Tengah, dan GIG Jawa Timur yang
mempunyai warisan historis yang berbeda-beda dan konteks ling-
kungan yang khas, kesatuan itu harus terbuka kepada kepelbagaian
yang ada dan tidak hanya menekankan keseragaman yang memati-
kan kreativitas dan kekayaan warisan historis yang dimiliki oleh bagian
masing-masing.
2. GIG sebagai satu kesatuan tidak bersifat eksklusif, yaitu tertutup
pada dirinya sendiri saja, melainkan merupakan bagian yang utuh
dari gereja-gereja di Indonesia yang terhisap dalam Persekutuan
Gereja-gereja di Indonesia, yang sejak terbentuknya pada tanggal
25 Mei 1950 berada dalarn peljalanan sejarah yang sarna, yaitu meng-
upayakan Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia.
3. Kesatuan GIG tidak hanya dipandang sebagai tujuan, tetapi juga di-
maksudkan untukmemarnpukan GIG mewujudkan fungsinya di du-
nia, khususnya di Indonesia. Kesatuan GKI itu pada satu pihak selalu
berada dalam proses perubahan pada dirinya sendiri, namun pada
pihak lainjuga dalarn proses memengaruhi dan mengubah lingkungan
di luamya. Karena itu kesatuan ini disebut sebagai kesatuan yang
bersifat fungsional: pertama, dengan mendasarkan diri pada Kristus
dan oleh kuasa Roh Kudus, kesatuan GIG berfungsi ikut mengambil
bagian dalam perjuangan mewujudnyatakan keesaan Gereja Tuhan
Yesus Kristus, khususnya di Indonesia; kedua, kesatuan GKI itu
berfungsi melibatkan diri dalam misi Allah di dunia, khususnya di
Indonesia.
4. Sesuai dengan hakikatnya, GKI tidak memberikan kemungkinan pe-
misahan diri dari kesatuan GKI.
13
Alinea 9
14
Alinea 10
Alinea 11
15
Karena itu OKI sebagai satu lembaga/organisasi bukan lembaga/
organisasi biasa dan hams berbeda secara hakiki dari organisasi-
organisasi/lembaga-Iembaga lainnya di dunia. Tetapi karena OK!
adalah satu lembagalorganisasi yang berkeberadaan dan menjalankan
misinya di dunia ini, OK! memerlukan perangkat peraturan resmi
dan sarana organisasional gerejawi yang fungsional. Hal itulah yang
dituangkan dalam Tata Oereja dan Tata Laksana OK! ini.
2. Tata Oereja dan Tata Laksana OKI ini adalah satu varian dari sistem
penataan gereja presbiterial-sinodal. Sebagai bentuk penataan
organisasional gerejawi OKI, sistem ini mempunyai dua aspek dasar,
yaitu wujud kesatuan OK! yang melaksanakan misi OKI dan lem-
baga kepemimpinan OK!.
a. Wujud kesatuan dari OKI bertolak dari Jemaat sebagai wujud
kesatuan basis yang adalah wadah persekutuan dan para anggota
OKI sebagai orang-orang percaya. Wujud kesatuan basis ini ke-
mudian diperluas menjadi wujud kesatuan Klasis, selanjutnya di-
perluas lagi menjadi wujud kesatuan Sinode Wilayah, dan akhir-
nya diperluas lagi dalam wujud kesatuan Sinode sebagai wujud
kesatuan yang terluas.
b. Lembaga kepemimpinan OK! disebut sebagai majelis. Majelis
adalah lembaga yang bersifat tetap, yang menjadi wadah bagi
para pejabat gerejawi untuk menjalankan pelayanan kepemimpin-
an mereka secara kolektif-kolegial. Sejajar dengan wujud kesatu-
an OKI, kemajelisan dimulai dari Majelis Jemaat sebagai lembaga
kepemimpinan Jemaat, yang kemudian diperluas menjadi Majelis
Klasis, selanjutnya Majelis Sinode Wilayah, dan akhimya Majelis
Sinode.
3. Mukadimah memuat dasar eklesiologis bagi peraturan-peraturan da-
lam Tata Dasar OK! dan Tata Laksana OKI. Eklesiologi OKI diru-
muskan dalam bentuk pemyataan-pemyataan teologis-konfesional
(baca: pengakuan iman) OKI mengenai gereja. Pemyataan-pernya-
taan tersebut pada dasarnya adalah mengenai identitas gereja yang
bersifat universal (berlaku secara umum) dan partikular (mengenai
diri OKI sendiri) dengan kerangka bipolar (berpusat pada dua kutub:
apa/siapa gereja dan apa misinya). Mukadimah diberi penjelasan
16
dalam Penjelasan tentang Mukadimah. Penjelasan tentang Muka-
dimah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Mukadimah
dan harus dibaca bersama dengan Mukadimah sehingga Mukadimah
dapat dipahami secara penuh.
4. Tata Dasar OK! memuat definisi diri OK! yang merupakan penjabar-
an dari eklesiologi OKI dan dirumuskan dalam bentuk peraturan da-
sar yang singkat, padat, dan tidak-operasional. Tata Dasar diberi
penjelasan dalam Penjelasan tentang Tata Dasar. Penjelasan tentang
Tata Dasar merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Tata
Dasar dan harus dibaca bersama dengan Tata Dasar sehingga Tata
Dasar dapat dipahami secara penuh.
5. Tata Laksana OKI memuat penjabaran dari Tata Dasar OKI dalam
bentuk peraturan yang operasional dan terinci, yang berisi:
a. Pengertianlketentuan gerejawi.
b. Persyaratan gerejawi.
c. Prosedur gerejawi.
6. Tata Laksana OK! diperlengkapi dengan Peranti Oerejawi OKI agar
persyaratan-persyaratan gerejawi dalam Tata Laksana OKI dapat
dipenuhi dan prosedur-prosedur OK! dalam Tata Laksana OKI dapat
diwujudkan.
17
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
B
TATADASAR
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
Pasall
HAKIKATDANWUJUD
I. OKI adalah gereja Tuhan Yesus Kristus yang saat ini mewujud seba-
gai lemaat-jemaat, Klasis-klasis, Sinode Wilayah-sinode wilayah,
dan Sinode di Indonesia, yang melaksanakan misinya dalam kerangka
misi Allah di dunia.
2. a. lemaat adalah wujud kesatuan OKI yang hadir dan melaksanakan
misinya di wilayah tertentu dan merupakan persekutuan dari kese-
luruhan anggota di wilayah itu.
b. Klasis adalah wujud kesatuan OKI yang hadirdan melaksanakan
misinya di wilayah tertentu dan merupakan persekutuan dari kese-
luruhan lemaat di wilayah itu.
c. Sinode Wilayah adalah wujud kesatuan OK! yang hadir dan me-
laksanakan misinya di wilayah tertentu dan merupakan perseku-
tuan dari keseluruhan Klasis di wilayah itu.
d. Sinode adalah wujud kesatuan OKI yang hadir dan melaksanakan
misinya di wilayah tertentu dan merupakan persekutuan dari ke-
seluruhan Sinode Wilayah di wilayah itu.
3. Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode, masing-masing dan ber-
sarna-sarna merupakan perwujudan OKI sebagai satu gereja yang
lengkap dan utuh.
4. OK! tidak memberikan kemungkinan bagi pemisahan diri lemaat,
Klasis, dan Sinode Wilayah.
Pasal2
NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN
1. Nama
a. OK! dalam wujud Jemaat disebut: OK! ... (alamat lengkap, nama
jalan dan kota, nama wilayah dan kota, atau nama kota).
b. OKI dalam wujud Klasis disebut: OKI Klasis ... (nama kota atau
nama wilayah).
21
c. GKI dalam wujud Sinode Wilayah disebut: GKI Sinode Wilayah
... (nama propinsi).
d. GKI dalam wujud Sinode disebut: Gereja Kristen Indonesia.
2. Tempat Kedudukan
a. Tempat kedudukan GKI dalam wujud Jemaat ditetapkan oleh
Majelis Jemaatnya.
b. Tempat kedudukan GKI dalam wujud Klasis ditetapkan oleh
Majelis Klasisnya.
c. Tempat kedudukan GKI dalam wujud Sinode Wilayah ditetapkan
oleh Majelis Sinode Wilayahnya
d. Ternpat kedudukan GKI dalam wujud Sinode adalah Jakarta.
Pasal3
PENGAKUAN IMAN
22
Pasal4
TUJUAN
PasalS
PERSEKUTUAN
Pasal6
KESAKSIAN DAN PELAYANAN
23
Pasal7
PEMBANGUNAN GEREJA
I. Pengertian Dasar
a. Pembangunan gereja adalah keseluruhan upaya yang dilakukan
oleh OK! pada semua lingkupnya, yaitu Jemaat, Klasis, Sinode
Wilayah, dan Sinode, untuk merencanakan dan melaksanakan
proses-proses perubahan (transformasi) secara menyeluruh, ter-
padu, terarah, dan bersinambung, dalam hubungan timbal-balik
dengan masyarakat di mana OKI hidup dan berkarya.
b. Pembangunan gereja bertujuan agar Jemaat, Klasis, Sinode Wila-
yah, dan Sinode OKI, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama,
mampu mewujudkan persekutuan serta melaksanakan kesaksian
dan pelayanan sesuai dengan kehendak Allah di dalam Kristus
di Iingkungannya masing-masing.
2. Pembangunan gereja pada setiap Iingkup OK! harus memberikan
dampak timbal-balik yang positifdan konstruktifbagi kehidupan dan
karya dari Iingkup-Iingkup OKI lainnya secara keseluruhan.
Pasal8
KEANGGOTAAN
24
Pasal9
JABATAN GEREJAWI
PasallO
KEPEMIMPINAN
I. Pimpinan
a. Oalam wujud Jemaat, OK! dipimpin oleh Majelis Jemaat yang
anggota-anggotanya terdiri dari semua pejabat gerejawi dalam
Jemaat yang bersangkutan. Sesuai dengan kebutuhan, Majelis
Jemaat dapat mempunyai Badan Pekerja Majelis Jemaat sebagai
pimpinan harian, yang diangkat oleh dan bertanggungjawab
kepada Majelis Jemaat.
b. Oalam wujud Klasis, OKI dipimpin oleh Majelis Klasis yang ang-
gota-anggotanya terdiri dari keseluruhan Majelis Jemaat dalam
Klasis yang bersangkutan. Pimpinan harian Majelis Klasis adalah
Badan Pekerja Majelis Klasis yang diangkat oleh dan bertang-
gungjawab kepada Majelis Klasis.
25
c. Dalam wujud Sinode Wilayah, OK! dipimpin oleh Majelis Sinode
Wilayah yang anggota-anggotanya terdiri dari keseluruhan Maje-
lis Klasis dalam Sinode Wilayah yang bersangkutan. Pimpinan
harian Majelis Sinode Wilayah adalah Badan Pekerja Majelis Si-
node Wilayah yang diangkat oleh dan bertanggungjawab kepada
Majelis Sinode Wilayah.
d. Dalam wujud Sinode, OK! dipimpin oleh Majelis Sinode yang
anggota-anggotanya terdiri dari keseluruhan Majelis Sinode Wila-
yah dalam Sinode. Pimpinan harian Majelis Sinode adalah Badan
Pekerja Majelis Sinode yang diangkat oleh dan bertanggungjawab
kepada Majelis Sinode.
2. Tugas
a. Majelis Jemaat bertugas memimpin Jemaat agar Jemaat melaksa-
nakan pembangunan gereja pada lingkup Jemaat untuk mencapai
tujuan OK! di Iingkup Jemaal Jika terdapat Badan Pekerja Majelis
Jemaat, Badan Pekerja Majelis Jemaat bertugas selaku pimpinan
harian Majelis Jemaat.
b. Majelis Klasis bertugas memimpin Jemaat-jemaat dalam Klasis
agar mereka melaksanakan pembangunan gereja pada Iingkup
Klasis untuk mencapai tujuan OK! di lingkup Klasis. Badan Pe-
kerja Majelis Klasis bertugas selaku pimpinan harian Majelis Kla-
sis.
c. Majelis Sinode Wilayah bertugas memimpin Jemaat-jemaat dalam
Sinode Wilayah agar mereka melaksanakan pembangunan gereja
pada lingkup Sinode Wilayah untuk mencapai tujuan OK! di ling-
kup Sinode Wilayah. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah bertu-
gas selaku pimpinan harian Majelis Sinode Wilayah.
d. Majelis Sinode bertugas memimpin Jemaat-jemaat dalam Sinode
agar mereka melaksanakan pembangunan gereja pada lingkup
Sinode untuk mencapai tujuan OKI di lingkup Sinode. Badan
Pekerja Majelis Sinode bertugas selaku pimpinan harian Majelis
Sinode.
3. Wewenang
a. Majelis Jemaat mempunyai wewenang untuk melaksanakan tu-
gasnya. Jika terdapat Badan Pekerja Majelis Jemaat, Badan
26
Pekerja Majelis Jemaat mendapat wewenang dari Majelis Jemaat
untuk melaksanakan tugasnya.
b. Majelis Klasis mempunyai wewenang untuk melaksanakan tugas-
nya. Badan Pekerja Majelis Klasis mendapat wewenang dari
Majelis Klasis untuk melaksanakan tugasnya.
c. Majelis Sinode Wilayah mempunyai wewenang untuk melaksa-
nakan tugasnya. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah menda-
pat wewenang dari Majelis Sinode Wilayah untuk melaksanakan
tugasnya.
d. Majelis Sinode mempunyai wewenang untuk melaksanakan tu-
gasnya. Badan Pekerja Majelis Sinode mendapat wewenang dari
Majelis Sinode untuk melaksanakan tugasnya.
4. Pertanggungjawaban
a. Majelis Jemaat hams mempertanggungjawabkan tugas yang di-
embannya sesuai dengan wewenang yang dimilikinya.
b. Majelis Klasis harns mempertanggungjawabkan tugas yang diem-
bannya sesuai dengan wewenang yang dimilikinya.
c. Majelis Sinode Wilayah hams mempertanggungjawabkan tugas
yang diembannya sesuai dengan wewenang yang dimilikinya.
d. Majelis Sinode hams mempertanggungjawabkan tugas yang di-
embannya sesuai dengan wewenang yang dimilikinya.
5. Persidangan Gerejawi
a. Persidangan Majelis Jemaat adalah sarana bagi Majelis Jemaat
untuk mengambil keputusan. Persidangan Majelis Jemaat dihadiri
oleh anggota-anggota Majelis Jemaat dari Jemaat yang bersang-
kutan. Keputusan Majelis Jemaat hams diterima oleh anggota-
anggota dalam Jemaat yang bersangkutan.
b. Persidangan Majelis Klasis adalah sarana bagi Majelis Klasis
untuk mengambitkeputusan. Persidangan Majelis Klasis dihadiri
oleh Majelis Jemaat-Majelis Jemaat dalam Klasis yang bersang-
kutan. Keputusan Majelis Klasis hams diterima oleh Jemaat-je-
maat dalam Klasis yang bersangkutan.
c. Persidangan Majelis Sinode Wilayah adalah sarana bagi Majelis
Sinode Wilayah uotuk mengambil keputusan. Persidangan Majelis
Sinode Wilayah dihadiri oleh Majelis Klasis-Majelis K1asis dalam
27
Sinode Wilayah yang bersangkutan. Keputusan Majelis Sinode
Wilayah harns diterima oleh Jemaat-jemaat dalam Sinode Wi-
layah yang bersangkutan.
d. Persidangan Majelis Sinode adalah sarana bagi Majelis Sinode
untuk mengambil keputusan. Persidangan Majelis Sinode dihadiri
oleh Majelis Sinode Wilayah-Majelis Sinode Wilayah dalam Sino-
de. Keputusan Majelis Sinode harus diterima oleh Jemaat-jemaat
dalam Sinode.
6. Rapat Kerja
a. Badan Pekerja Majelis Klasis dapat menyelenggarakan Rapat
Kerja Badan Pekerja Majelis Klasis di antara dua Persidangan
Majelis Klasis sebagai sarana untuk mengambil keputusan de-
ngan melibatkan Majelis Jemaat-Majelis Jemaat dalam Klasisnya.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dapat menyelenggarakan
Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah di antara
dua Persidangan M~jelis Sinode Wilayah sebagai sarana untuk
mengambil keputusan dengan melibatkan Badan Pekerja Majelis
Klasis-Badan Pekerja Majelis Klasis dalam Sinode Wilayahnya.
c. Badan Pekerja Majelis Sinode dapat menyelenggarakan Rapat
Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode di antara dua Persidangan
Majelis Sinode sebagai sarana untuk mengambil keputusan de-
ngan melibatkan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah-Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah dalam Sinode.
7. Peninjauan Ulang dan Banding
Jika ada keputusan Majelis Jemaat, Majelis Klasis, Majelis Sinode
Wilayah, atau Majelis Sinode yang dianggap salah, dapat dilakukan
peninjauan ulang oleh Majelis yang mengambil keputusan itu, kemu-
dian dapat dilakukan banding kepada Majelis dari lingkup yang lebih
luas. Untuk keputusan Majelis Sinode yang dianggap salah hanya
dilakukan peninjauan ulang.
8. Perwakilan
Majelis Jemaat, Badan Pekerja Majelis Klasis, Badan Pekerja Maje-
lis Sinode Wilayah, dan Badan Pekerja Majelis Sinode dapat menunjuk
wakil-wakilnya untuk urusan-urusan tertentu.
28
9. Badan Pelayanan
Sesuai dengan kebutuhan pelayanan yang ada. Majelis Jemaat. Majelis
Klasis danlatau Badan Pekerja Majelis Klasis. Majelis Sinode Wilayah
dan/atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah. serta Majelis Sinode
danlatau Badan Pekerja Majelis Sinode dapat membentuk badan
pelayanan yang diangkat oleh dan bertanggungjawab kepada lembaga
yang mengangkatnya.
10. Tenaga Pelayanan Oerejawi
Sesuai dengan kebutuhan pelayanan yang ada. Jemaat. Klasis. Sinode
Wilayah. dan Sinode dapat mempunyai tenaga pelayanan gerejawi
yang diangkat oleh dan bertanggungjawab kepada Majelis Jemaat.
Badan Pekerja Majelis Klasis. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah,
atau Badan Pekerja Majelis Sinode sesuai dengan lingkup pelayanan-
nya.
Pasalll
HARTAMILIK
29
Pasal12
TATALAKSANA
Penjabaran dari Tata Dasar OKI diatur lebih lanjut dalam Tata Laksana
OKl.
Pasal13
PERUBAHAN
I. Mukadimah dan Tata Oereja OKl dan Tata Dasar OKl dapat diubah
oleh Majelis Sinode dalam Persidangan Majelis Sinode berdasarkan
usuldari:
a. Majelis Sinode Wilayah, yang dapat berasal dan:
I) Anggota sidi melalui dan disetujui oleh Majelis Jemaat,
Majelis Klasis, dan Majelis Sinode Wilayah.
2) Majelis Jemaat melalui dan disetujui oleh Majelis Klasis dan
Majelis Sinode Wilayah.
3) Badan Pekerja Majelis Jemaat melalui dan disetujui oleh
Majelis Jemaat, Majelis Klasis, dan Majelis Sinode Wilayah.
4) Majelis Klasis melalui dan disetujui oleh Majelis Sinode
Wilayah.
5) Badan Pekerja Majelis Klasis melalui dan disetujui oleh
Majelis Klasis dan Majelis Sinode Wilayah.
6) Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah melalui dan disetujui
oleh Majelis Sinode Wilayah.
7) Majelis Sinode Wilayah.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode.
2. Setiap usul perubahan harus menjadi bahan dan dan dimasukkan ke
dalam acara Persidangan Majelis Sinode melalui Badan Pekerja
Majelis Sinode.
30
Pasal14
PENUTUP
Hal-hal yang belum diatur dalam Tata Dasar GKI diputuskan oleh Majelis
Jemaat, atau Majelis Klasis, atau Majelis Sinode Wilayah, atau Majelis
Sinode dalam persidangannya masing-masing, sesuai dengan tugas dan
wewenangnya, sejauh tidak bertentangan dengan Tata Gereja dan Tata
Laksana GKI.
31
PENJELASANTENTANG
TATADASAR
Pasall
HAKIKATDANWUJUD
32
d. I) Dalam wujud kesatuan GKI, Sinode adalah wujud kesatuan
yang paling luas, dan yang meliputi semua Sinode Wilayah
dalam Sinode.
2) Yang dimaksud dengan wilayah pada Sinode adalah keselu-
mhan wilayah di mana Sinode Wilayah-sinode wilayah dalam
kesatuan Sinode itu berada.
3. a. 1) GKI mempakan satu sistem organisasi yang utuh dan lengkap
yang terdiri dari empat (4) wujud kesatuan yaitu kesatuan Je-
maat, kesatuan Klasis, kesatuan Sinode Wilayah, dan kesatuan
Sinode.
2) Wujud kesatuan GKI itu secara keseluruhan dapat dijelaskan
sebagai sebuah kesatuan rangkap empat yang terdiri dari em-
pat lingkup yang saling bertumpang tindih.
3) Karena semua wujud kesatuan GKI itu terletak pada bidang
yang sarna, tidak dikenal sarna sekali pemahaman tentangjen-
jang atau tingkatan seolah-olah ada sebuah wujud kesatuan
yang bemda di bawah atau di atas wujud kesatuan yang lain.
b. 1) Dalam kesatuan GKI yang mngkap empat itu, setiap wujud
kesatuan (Jemaat atau Klasis atau Sinode Wilayah atau Sinode)
dapat dipandang sebagai wujud kesatuan yang berdiri sendiri
dan yang merepresentasikan GKI pada lingkup masing-masing.
2) Namun keempat wujud kesatuan itu sarna sekali tidak dapat
dan tidak boleh dipisahkan satu dari yang lainnya, karena se-
muanya (Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode) itulah
yang secara bersama-sama dan serentak merepresentasikan
GKI sebagai sebuah gereja yang utuh dan lengkap.
c. GKI adalah satu Badan Hukum yang mencakup semua wujud
kesatuan GKI yaitu Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode.
4. Cukup jelas.
33
Pasa12
NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN
1. Nama
a. Jika dalam satu (I) kota ada beberapa Jemaat GKI, penamaan
Jemaat-jemaat itu memakai alamat lengkap, nama jalan dan kota,
atau nama wilayah dan kota. Jika dalam satu (I) kota hanya ada
satu (I) Jemaat GKI, penamaan Jemaat itu memakai nama kota
saja. Jika kemudian muneul Jemaat GKI lain di kota tersebut,
nama Jemaat yang barn muneul itu harns ditetapkan sesuai dengan
ketentuan di atas, demikian juga nama Jemaat yang sudah ada
harns diubah sesuai dengan ketentuan di atas.
b. Nama Klasis diambil dari nama salah satu kota/wilayah di mana
terdapat setidaknya sebuah Jemaat dari Klasis itu.
e. Nama Sinode Wilayah diambil dari nama satu propinsi atau dae-
rah yang setingkat dengan propinsi di mana terdapat setidaknya
sebuah Klasis dari Sinode Wilayah itu.
d. Cukup jelas.
2. Tempat kedudukan
a. Cukup jelas.
b. Cukup jelas.
e. Cukupjelas.
d. Cukup jelas.
Pasal3
PENGAKUAN IMAN
1. Cukup jelas.
2. Yang dimaksudkan dengan Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru adalah "Alkitab yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
dalam terjemahan baru, yang diselenggarakan oleh LembagaAlkitab
Indonesia".
34
3. Pengakuan Iman Rasuli t Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel t
dan Pengakuan ImanAthanasius adalah tiga pengakuan iman ekume-
nis yang diterima dan dimiliki oleh Gereja Tuhan Yesus Kristus di
segala abad dan tempat. Dalam praktik liturgist GKI memakai Peng-
akuan Iman Rasuli dan Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel. Teks
dari ketiga pengakuan iman tersebut dimuat dalam Lampiran.
4. Katekismus Heidelberg adalah dokumen konfesi yang utama dari
alur Calvinis abad XVI. Penerimaan di sini dimaksudkan sebagai
penerimaan kekayaan warisan historis untuk memberikan kepada
GKI ciri Reformasi umumnya dan Reformasi Calvinis khususnya.
5. Teks Pemahaman Bersama Iman Kristen dari Persekutuan Gereja-
gereja di Indonesia dimuat dalam Lampiran.
Pasal4
TUJUAN
Cukup jelas.
PasalS
PERSEKUTUAN
I. Cukup jelas.
2. Cukup jelas.
3. Perwujudan persekutuan baik dalam lingkup GKI maupun dalam
gerakan keesaan gereja dipahami tidak hanya sebagai yang terarah
ke dalamt melainkan sekaligus sebagai yang terarah ke luar untuk
menjadi kesaksian bagi dunia agar dunia percaya.
35
Pasal6
KESAKSIAN DAN PELAYANAN
1. Cukup jelas.
2. Cukup jelas.
3. Cukup jelas.
Pasal7
PEMBANGUNAN GEREJA
1. Cukupjelas.
2. Cukupjelas.
Pasal8
KEANGGOTAAN
1. Cukupjelas.
2. Cukupjelas.
Pasal9
JABATAN GEREJAWI
36
2. Kepemimpinan yang dijalankan oleh penatua dan pendeta pada ha-
kikatnya adalah kepemimpinan yang melayani dengan meneladan
kepada Kristus. Dengan demikian di dalam GKI setiap bentuk kepe-
mimpinan yang berorientasi kepada kekuasaan dan kepentingan diri
sendiri hams dihindarkan (jika belum terjadi, namun potensial dapat
terjadi) atau ditolak (jika telah menjadi kenyataan dalam praktik kehi-
dupan gerejawi).
3. Pembangunan gereja merupakan kerangka yang bersifat umum dan
Iuas bagi penatua dan pendeta untuk melaksanakan pelayanan kepe-
mimpinan gerejawi mereka. Dalam perspektif ini dapat dikatakan
bahwa penatua dan pendeta mempunyai tugas umum yang mereka
laksanakan secara bersama. Dalam tugas umum itu terliput semua
tugas kepemimpinan gerejawi yang diemban oleh penatua dan
pendeta.
PasallO
KEPEMIMPINAN
I. Pimpinan
a. Majelis Jemaat adalah sebuah lembaga kepemimpinan kolektif.
Jika terdapat Badan Pekerja Majelis Jemaat, Badan Pekerja Ma-
jelis Jemaat terdiri dari beberapa anggota Majelis Jemaat dan
juga merupakan sebuah lembaga kepemimpinan kolektif.
b. Dalam kenyataan, Majelis Klasis tidak mungkin melaksanakan
tugas kepemimpinannya sehari-hari secara operasional. Karena
itu, beberapa dari antara anggota Majelis Klasis ditugasi untuk
menjadi pimpinan harian dalam wadah Badan Pekerja Majelis
Klasis sebagai sebuah lembaga kepemimpinan kolektif.
c. Dalam kenyataan, Majelis Sinode Wilayah tidak mungkin melak-
sanakan tugas kepemimpinannya sehari-hari secara operasional.
Karena itu beberapa dari antara anggota Majelis Sinode Wilayah
ditugasi untuk menjadi pimpinan harian dalam wadah Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah sebagai sebuah lembaga kepe-
mimpinan kolektif.
37
d. Dalam kenyataan, Majelis Sinode tidak mungkin melaksanakan
tugas kepemimpinannya sehari-hari secara operasionaI. Karena
itu beberapa dari antara anggota Majelis Sinode ditugasi untuk
menjadi pimpinan harian dalam wadah Badan Pekerja Majelis
Sinode sebagai sebuah lembaga kepemimpinan kolektif.
2. Tugas
a. Pada dasamya tugas memimpin melingkupi tindakan-tindakan:
I) Menentukan arah.
2) Menggerakkan orang-orang menuju ke arah tersebut.
3) Memfasilitasi transformasi dalam proses berjalan bersama
menuju ke arah tersebut.
4) Memaknai peristiwa-peristiwa yang terjadi secara teologis.
5) Mendapatkan dan memelihara kepercayaan dari mereka yang
dipimpin.
b. Sarna dengan Butir 2.a di atas.
c. Sarna dengan Butir 2.a di atas.
d. Sarna dengan Butir 2.a di atas.
3. Wewenang
a. Wewenang Majelis Jemaat pada hakikatnya berasal dari Allah
yang memanggil pejabat-pejabat gerejawi -yang menjadi anggota-
anggota Majelis Jemaat- melalui Jemaat.
b. Wewenang Majelis Klasis pada hakikatnya berasal dari Allah
yang memanggil pejabat-pejabatgerejawi -yang menjadi anggota-
anggota Majelis Klasis- melalui Jemaat.
c. Wewenang Majelis Sinode Wilayah pada hakikatnya berasal dari
Allah yang memanggil pejabat-pejabat gerejawi -yang menjadi
anggota-anggota Majelis Sinode Wilayah- melalui Jemaat.
d. Wewenang Majelis Sinode pada hakikatnya berasal dari Allah
yang memanggil pejabat-pejabat gerejawi -yang menjadi anggota-
anggota Majelis Sinode- melalui Jemaat.
4. Pertanggungjawaban
a. Sesuai dengan wewenang yang berasal dari Allah, Majelis Jemaat
pada hakikatnya bertanggungjawab kepadaAllah. Secara opera-
sional, pertanggungjawaban Majelis Jemaat dilaksanakan oleh
Majelis Jemaat melalui Persidangan Majelis Jemaat.
38
b. Sesuai dengan wewenang yang berasal dari Allah, Majelis Klasis
pada hakikatnya bertanggungjawab kepada Allah. Seeara opera-
sional, pertanggungjawaban Majelis Klasis dilaksanakan oleh
Majelis Klasis melalui Persidangan Majelis Klasis.
e. Sesuai dengan wewenang yang berasal dari Allah, Majelis Sinode
Wilayah pada hakikatnya bertanggungjawab kepada Allah. Seea-
ra operasional, pertanggungjawaban Majelis Sinode Wilayah di-
laksanakan oleh Majelis Sinode Wilayah melalui Persidangan Ma-
jelis Sinode Wilayah.
d. Sesuai dengan wewenang yang berasal dari Allah, Majelis Sinode
pada hakikatnya bertanggungjawab kepada Allah. Seeara opera-
sional, pertanggungjawaban Majelis Sinode dilaksanakan oleh
Majelis Sinode melalui Persidangan Majelis Sinode.
5. Persidangan Gerejawi
a. Cukup jelas.
b. Cukup jelas.
e. Cukup jelas.
d. Cukup jelas.
6. Rapat Kerja
a. Cukupjelas.
b. Cukupjelas.
e. Cukupjelas.
7. Peninjauan Ulang dan Banding
Cukup jelas.
8. Perwakilan
Cukupjelas.
9. Badan Pelayanan
Cukupjelas.
10. Tenaga Pelayanan Gerejawi
Cukupjelas.
39
Pasalll
HARTAMILIK
I. Harta milik GKI adalah milik Allah. GKI dalam hal ini dipercaya
oleh Allah untuk mengelolanya. Hanya dalam pengertian itulah GIG
dapat disebut sebagai pemilik.
2. Cukupjelas.
3. Cukupjelas.
4. Harta milik berupa barang tidak bergerak yang telah dimiliki atas
nama Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode sebelum pember-
lakuan Tata Gereja GKI pada tanggal26 Agustus 2003 tetap atas
nama lembaga masing-masing. Harta milik berupa barang tidak ber-
gerak yang telah dimiliki atas nama Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah,
dan Sinode sesudah pemberlakuan Tata Gereja GIG pada tanggal
26 Agustus 2003 adalah atas nama GIG sebagai Sinode. Dalam
keadaan di mana pengatasnamaan GKI sebagai Sinode tidak dimung-
kinkan oleh peraturan pemerintah di wilayah tertentu, harta tidak
bergerak dapat diatasnamakan GIG sebagai Sinode Wilayah.
5. Cukup jelas.
Pasal12
TATALAKSANA
I. Cukupjelas.
2. Cukupjelas.
Pasall3
PERUBAHAN
Cukupjelas.
Pasal14
PENUTUP
CUkupjelas.
40
II
TATA LAKSANA
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
A. HAKIKAT DAN WUJUD
DAB I
JEMAAT
Pasal!
TAHAPAN UNTUKPELEMBAGAAN JEMAAT
Jemaat dilembagakan setelah melalui dua tahap yaitu Pos Jemaat dan
Sakal Jemaat.
Pasal2
POSJEMAAT
2. Syarat
a. Terdapat sekurang-kurangnya 15 (lima belas) anggota sidi dari
Jemaat yang membentuknya.
b. Tersedia tempat kebaktian yang tetap.
c. Telah menyelenggarakan kebaktian secara teratur sekurang-ku-
rangnya sekali seminggu.
d. Ada sekurang-kurangnya tiga (3) anggota sidi yang bersedia men-
jadi anggota Badan Pengurus Pos Jemaat, yang satu dengan lain-
nya tidak mempunyai hubungan suami-istri, mertua-menantu,
orang tua-anak, dan saudara sekandung.
e. Sesuai dengan Kebijakan dan Strategi Pengembangan GIG.
43
3. Prosedur
a. Majelis Jemaat mengajukan permohonan tertulis kepada Badan
PekeJja Majelis SinodeWtlayah yang terkaituntuk mendirikan sebuah
Pos Jemaat dengan tembusan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode. Permohonan
tersebut harus disertai dengan keterangan mengenai terpenuhinya
syarat-syarat Pos Jemaat pada Tata Laksana Pasal 2:2.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melakukan
Perlawatan Umum Insidental Jemaat dengan melibatkan Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait.
c. Berdasarkan perlawatan tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait menyusun laporan perlawatan dan reko-
mendasi tentang rencana pendirian Pos Jemaat tersebut untuk
disampaikan dalam Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terdekat.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dalam rapat
kerjanya mempertimbangkan laporan perlawatan dan rekomen-
dasi Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait untuk
mengambil keputusan mengabulkan atau menolak permohonan
Majelis Jemaat tersebut.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait menyampai-
kan keputusan tersebut kepada Majelis Jemaat pemohon dengan
tembusan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan
Badan Pekerja Majelis Sinode.
f. Jika Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah menga-
bulkan permohonan Majelis Jemaat tersebut, Majelis Jemaat
yang bersangkutan menyelenggarakan Kebaktian Peresmian Pos
Jemaat, dengan menggunakan Liturgi yang ditetapkan oleh Ma-
jelis Sinode, termasuk pelantikan Badan Pengurus Pos Jemaat,
selambat-lambatnya tiga (3) bulan sejak permohonan tersebut
dikabulkan. Kebaktian Peresmian Pos Jemaat dilayani oleh Pen-
deta. Dalam Kebaktian Peresmian Pos Jemaat itu Badan Pekerja
Majelis Sinode menyerahkan Piagam Peresmian Pos Jemaat
kepada Majelis Jemaat yang bersangkutan. Formulasi Piagam
Peresmian Pos Jemaat dimuat dalam Peranti Administrasi.
44
g. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait melaporkan tentang
Pos Jemaat barn itu kepada Majelis Klasis dalam Persidangan
Majelis Klasis yang terdekat.
h. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melaporkan
tentang Pos Jemaat barn itu kepada Majelis Sinode Wilayah da-
lam Persidangan Majelis Sinode Wilayah terdekat, dengan tem-
busan Badan Pekerja Majelis Sinode.
4. Sebuah Pos Jemaat dapat dibentuk oleh lebih dari satu Jemaat.
Pasal3
BAKALJEMAAT
45
3. Prosedur
a. Majelis Jemaat mengajukan permohonan tertulis kepada Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait untuk peningkatan
status Pos Jemaat menjadi Bakal Jemaat dengan tembusan kepa-
da Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja
Majelis Sinode. Permohonan tersebut harns disertai keterangan
mengenai terpenuhinya syarat-syarat Bakal Jemaat pada Tata
Laksana Pasal 3:2.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melakukan
Perlawatan Umum lnsidental Jemaat dengan melibatkan Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait.
c. Berdasarkan perlawatan tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait menyusun laporan perlawatan dan reko-
mendasi tentang reneana peningkatan status Pos Jemaat menjadi
Bakal Jemaat tersebut untuk disampaikan dalam Rapat Kerja
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terdekat.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dalam rapat
kerjanya mempertimbangkan laporan perlawatan dan rekomen-
dasi Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait untuk
mengambil keputusan mengabulkan atau menolak permohonan
Majelis Jemaat tersebut.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait menyampai-
kan keputusan tersebut kepada Majelis Jemaat pemohon dengan
tembusan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan
Badan Pekerja Majelis Sinode.
f. Jika Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah menga-
bulkan permohonan Majelis Jemaat tersebut, Majelis Jemaat
yang bersangkutan menyelenggarakan Kebaktian Peresmian Ba-
kal Jemaat, dengan menggunakan Liturgi Peresmian Bakal Jema-
at, termasuk pelantikan Badan Pimpinan Bakal Jemaat, selambat-
lambatnya enam (6) bulan sejak persetujuan ditetapkan. Kebakti-
an Peresmian Bakal Jemaat dilayani oleh Pendeta. Dalam Kebak-
tian Peresmian Bakal Jemaat itu Badan Pekerja Majelis Sinode
menyerahkan Piagam Peresmian Bakal lemaat kepada Majelis
Jemaat yang bersangkutan. Formulasi Piagam Peresmian Bakal
Jemaat dimuat dalam Peranti Administrasi.
46
g. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait melaporkan tentang
Bakal Jemaat bam itu kepada Majelis Klasis dalam Persidangan
Majelis Klasis yang terdekat.
h. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melaporkan
tentang Bakal Jemaat bam itu kepada Majelis Sinode Wilayah
dalam Persidangan Majelis Sinode Wilayah yang terdekat, dengan
tembusan Badan Pekerja Majelis Sinode.
Pasal4
PERUBAHAN STATUS BAKALJEMAAT
MENJADI POS JEMAAT
Sebuah Bakal Jemaat dapat diubah statusnya menjadi Pos Jemaat de-
ngan persetujuan Majelis Klasis, apabila tidak lagi memenuhi syarat-
syarat sebagai Bakal Jemaat seperti yang tercantum dalam Tata Laksa-
na Pasal3:2 sekalipun telah dilakukan usaha-usaha yang optimal oleh
Majelis Jemaat yang bersangkutan. Majelis Jemaat yang bersangkutan
melaporkannya kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait,
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait, dan Badan Pekerja
Majelis Sinode.
Pasal5
JEMAAT
I. Syarat
a. Terdapat sekurang-kurangnya seratus (100) anggota sidi dati le-
maat yang melembagakan yang bersedia menjadi anggota lemaat
yang akan dilembagakan itu.
b. Tersedia tempat kebaktian yang tetap.
c. Mampu mewujudkan persekutuan serta melaksanakan kesaksian
dan pelayanan berdasarkan kesadaran anggota-anggotanya akan
panggilan Kristus.
d. Mampu mengatur diri sendiri berdasarkan potensi kepemimpinan
yang ada pada anggota-anggotanya.
47
e. Mampu membiayai keperluan-keperluannya berdasarkan kesa-
daran tentang penatalayanan dari anggota-anggotanya.
f. Terdapat sekurang-kurangnya tujuh (7) orang anggota sidi yang
akan diteguhkan sebagai penatua.
g. Sesuai dengan Kebijakan dan Strategi Pengembangan GKI.
2. Prosedur
a. Majelis Jemaat mengajukan permohonan tertulis kepada Badan
Pekerja Majelis Sinode dengan tembusan kepada Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait dan Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait untuk melembagakan sebuah Bakal Jemaatnya
menjadi Jemaat. Permohonan tersebut hams disertai keterangan
mengenai terpenuhinya syarat pelembagaan Jemaat yang tercan-
tum dalam Pasal 5: I.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode melakukan Perlawatan Umum
Insidental Jemaat dan meninjau keadaan di tempat dengan meli-
batkan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
c. Berdasarkan perlawatan tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode
menyusun laporan perlawatan dan rekomendasi tentang rencana
pelembagaan Bakal Jemaat menjadi Jemaat untuk disampaikan
dalam Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode yang terdekat.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode dalam rapat kerjanya mempertim-
bangkan laporan perlawatan dan rekomendasi Badan Pekerja
Majelis Sinode uotuk mengambil keputusan mengabulkan atau
menolak permohonan Majelis Jemaat tersebut.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode menyampaikan keputusan tersebut
kepada Majelis Jemaat pemohon dengan tembusan kepada Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang terkait.
f. Jika Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode mengabulkan
permohonan Majeiis Jemaat tersebut t Majelis Jemaat yang ber-
sangkutan menyelenggarakan Kebaktian Pelembagaan Jemaatt
termasuk peneguhan penatua t dengan menggunakan Liturgi
Pelembagaan Jemaat selambat-lambatnya enam (6) bulan sejak
t
48
Jemaat dilayani oleh pendeta. Dalam Kebaktian Pelembagaan
Jemaat itu Badan Pekerja Majelis Sinode menyerahkan Piagam
Pelembagaan Jemaat kepada Jemaat yang bersangkutan. Fonnu-
lasi Piagam Pelembagaan Jemaat dimuat dalam Peranti Admi-
nistrasi..
g. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait melaporkan Jemaat
bam itu kepada Majelis Klasis untuk diterima sebagai anggota
Klasis dalam Persidangan Majelis Klasis yang terdekat.
h. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melaporkan
tentang Jemaat barn itu kepada Majelis Sinode Wilayah untuk
diterima sebagai anggota Sinode Wilayah dalam Persidangan
Majelis Sinode Wilayah yang terdekat.
i. Badan Pekerja Majelis Sinode melaporkan tentang Jemaat barn
itu kepada Majelis Sinode untuk diterima sebagai anggota Sinode
dalam Persidangan Majelis Sinode yang terdekat.
Pasal6
PERUBAHAN STATUS JEMAAT
MENJADI BAKALJEMAAT
1. Jika sebuah Jemaat tidak dapat lagi memenuhi syarat sebagai Jemaat
seperti yang tercantum dalam Tata Laksana Pasal 5: 1 sekalipun te-
lah dilakukan usaha-usaha yang optimal oleh Majelis Jemaat yang
bersangkutan maupun oleh Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait,
statusnya dapat diubah menjadi Bakal Jemaat.
2. Prosedur.
a. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait mengajukan pennohon-
an tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode untuk pernbahan
status Jemaat disertai keterangan lengkap mengenai alasan-alas-
annya, dengan tembusan kepada Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode melakukan Perlawatan Umum
Insidental Jemaat dan meninjau keadaan di tempat dengan meli-
batkan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dan
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait.
49
c. Badan Pekerja Majelis Sinode menyampaikan laporan perlawatan
serta rekomendasi tentang pennohonan Badan Pekerja Majelis
Klasis tersebut kepada Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode
yang terdekat.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode dalam rapat kerjanya mempertim-
bangkan laporan perlawatan dan rekomendasi Badan Pekerja
Majelis Sinode untuk mengambil keputusan mengabulkan atau
menolak permohonan Badan Pekerja Majelis Klasis tersebut.
e. Jika Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode tersebut menga-
bulkan permohonan perubahan status jemaat tersebut, Badan
Pekerja Majelis Sinode menunjuk salah satu Jemaat dalam Klasis
yang terkait untuk menerima Jemaat yang diubah statusnya terse-
but sebagai Bakal Jemaat dari Jemaat tersebut.
f. Majelis Jemaat yang ditunjuk menyelenggarakan Kebaktian Pe-
resmian Bakal Jemaat, tennasuk pelantikan Badan Pengurus Ba-
kal Jemaat, dengan menggunakan Liturgi Peresmian Bakal Jemaat
dan dilayani oleh pendeta, selambat-Iambatnya enam (6) bulan
sejak permohonan perubahan status Jemaat dikabulkan dan me-
laporkannya kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait,
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait, dan Badan
Pekerja Majelis Sinode.
g. Badan PekeJja Majelis Klasis yang terkait melaporkan hal tersebut
kepada Majelis Klasis yang terkait dalam Persidangan Majelis
Klasis yang terdekat.
h. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melaporkan
hal tersebut kepada Majelis Sinode Wilayah dalam Persidangan
Majelis Sinode Wilayah yang terdekat.
i. Badan Pekerja Majelis Sinode melaporkan hal tersebut kepada
Majelis Sinode dalam Persidangan Majelis Sinode yang terdekat.
Pasal7
PENGGABUNGAN JEMAAT DARI GEREJA LAIN
50
2. Jemaat yang dimaksudkan adalah jemaat independen atau yang
diserahkan oleh pimpinan sinode dari gereja yang bersangkutan.
3. Prosedur
a. Pimpinanjemaat yang ingin menggabungkan diri atau pimpinan
sinode dari jemaat yang ingin menggabungkan diri mengajukan
permohonan tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode. Per-
mohonan tersebut berisi alasan bergabung yang dilengkapi dengan
keterangan mengenai sejarah. ajaran, peraturan gereja, badan
hukum. daftar anggota, inventaris/harta milik dan kegiatan gereja-
nya. serta pemyataan kesediaan menerima Tata Oereja dan Tata
Laksana OKI.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode bersama dengan Badan Pekerja
Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait melakukan perkunjungan kepada pimpinan
jemaat yang ingin menggabungkan diri dan/atau pimpinan sino-
denya.
c. Berdasarkan perkunjungan tersebut, Badan Pekerja Majelis Sino-
de menyusun laporan perkunjungan dan rekomendasi tentang per-
mohonan tersebut untuk disampaikan dalam Rapat Kerja Badan
Pekerja Majelis Sinode yang terdekat.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode dalam Rapat Kerjanya mempertim-
bangkan laporan perkunjungan dan rekomendasi Badan Pekerja
Majelis Sinode untuk mengambil keputusan mengabulkan atau
menolak permohonan tersebut.
e. Jika Badan Pekerja Majelis Sinode dalam Rapat Kerjanya menga-
bulkan permoh'onan tersebut, Badan Pekerja Majelis Sinode
memproses agar jemaat tersebut menjadi Bakal Jemaat atau Pos
Jemaat dari sebuah Jemaat tertentu sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
f. Jika Badan Pekerja Majelis Sinode dalam Rapat Kerjanya tidak
langsung mengabulkan permohonan tersebut karena masalah
ajaran. Badan Pekerja Majelis Sinode menunjuk sebuah Jemaat
tertentu, untuk melakukan katekisasi secta baptisan atau sidi ke-
pada anggota-anggotanya dan melakukan pembinaan tentang
ajaran OKI serta Tata Oereja dan Tata Laksana OKI. Selama
51
waktu itu Jemaat tersebut tetap dipimpin oleh pimpinanjemaatnya
dengan didampingi oleh Majelis Jemaat dari Jemaat yang telah
ditunjuk. Jika Badan Pekerja Majelis Sinode berpendapat bahwa
masalah ajaran sudah diselesaikan dengan baik, Badan Pekerja
Majelis Sinode memproses agar jemaat tersebut menjadi Bakal
Jemaat atau Pos Jemaat dari sebuah Jemaat tertentu sesuai de-
ngan ketentuan yang berlaku.
g. Harta milik dari Jemaat yang menggabungkan diri diserahkan
kepada Badan Pekerja Majelis Sinode untuk diteruskan kepada
Jemaat induk untuk diserahkan kepada dan dikelola oleh Bakal
Jemaat atau Pos Jemaat yang dibentuk.
h. Jika Jemaat pemohon mempunyai pendeta dan ingin memperta-
hankannya, pendeta tersebut diproses sesuai dengan ketentuan
dalam Tata Laksana Bab XXVIII.
BABII
KLASIS
Pasal8
PENATAAN KLASIS
52
3. Jika penataan Klasis itu menyangkut Jemaat-jemaat lintas Sinode
Wilayah, penataaan dilakukan bersama Badan PekeJja Majelis Sinode
Wilayah-Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah, dengan melibatkan
Badan Pekerja Majelis Klasis-Badan Pekerja Majelis Klasis yang
terkait, dan ditetapkan oleh Majelis Sinode Wilayah-Majelis Sinode
Wilayah yang terkait.
4. Penataan Klasis ditetapkan oleh Majelis Sinode Wilayah.
5. Hasil penataan Klasis dilaporkan kepada Majelis Sinode.
BABID
SINODE WILAYAH
Pasal9
PENATAAN SINODE WILAYAH
53
B. NAMA DAN LOGO
BabIV
NAMA
PasallO
CONTOHNAMA
Contoh nama Jcmaat, Pas Jcmant, Bakal Jcmaat, Klasis, dan Sinodc
Wilayah dimuat dalam Pcdoman Pelaksanaan tcntang Conloh Nama
Jcmaat, Pas Jemaa!, Bakal Jemaat, KJasis, dan Sinode Wilayah.
BabY
LOGOGKI
Pasalll
MAKNALOGOGKJ
54
2. Penjelasan:
a. Perahu melambangkan gereja Tuhan yang bergerak maju meme-
nuhi tugas panggilannya di dunia dan pengakuan OKI sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari gereja-gereja Tuhan untuk
mewujudkan Oereja Yang Esa di Indonesia dan di dunia.
b. Salib meHnnbangkan kasih dan pengurbanan Tuhan Yesus Kristus
yang menentukan jalan hidup OKI.
c. Oelombang melambangkan dunia yang penuh tantangan dan pe-
luang ke mana OKI diutus.
d. Alfa dan Omega melambangkan Tuhan Allah yang kekal, yang
berkuasa menetapkan dan menyertai seluruh perjalanan OK!.
C.AJARAN
BabVI
AJARAN
Pasall2
AJARAN
55
c. Pegangan Ajaran mengenai Pentakosta Baru (Kharismatik)
(Lampiran 7):
1) Bahasa Iidah.
2) Kesembuhan.
3) Wahyu penglihatan.
4) Baptisan kudus.
5) Perjamuan kudus.
D. PERSEKUTUAN
BabVII
KEBAKTIAN
Pasal13
JENIS
I. Kebaktian Minggu
Kebaktian Minggu adalah kebaktian yang diselenggarakan pada hari
Minggu.
2. Kebaktian Hari Raya Gerejawi
Untuk merayakan peristiwa-peristiwa Kristus sepanjang tabun gereja-
wi diselenggarakan Kebaktian Hari Raya Gerejawi pada: Minggu-
mingguAdven, Malam Natal, Natal, Minggu Epifani, Minggu Baptisan
Tuhan Yesus Kristus, Minggu Transfigurasi, Rabu Abu, Minggu-
minggu Prapaskah, Kamis Putih, Jumat Agung, Paskah, Minggu-
mingguPaskah, Kenaikan Ttihan Yesus Kristus, Pentakosta, Minggu
Trinitas, dan Minggu Kristus Raja;
56
3. Kebaktian untuk Peristiwa Khusus Gerejawi
Untuk peristiwa-peristiwa khusus gerejawi diselenggarakan:
a. Kebaktian Inisiasi.
b. Kebaktian Ordinasi.
c. Kebaktian Institusionalisasi.
d. Kebaktian Pastoral.
4. Kebaktian Lain
Kebaktian-kebaktian lain yang diselenggarakan berdasarkan kebu-
tuhan dalam rangka kehidupan bergereja dan bemegara antara lain
untuk:
a. Hari Refonnasi.
b. Tutup Tahun.
c. Tahun Baru.
d. Hari Ulang Tahun GKl.
e. Hari Ulang Tahun Jemaat.
f. Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
5. Kebaktian Keluarga
Dalam rangka kehidupan lemaat diselenggarakan kebaktian keluar-
ga, baik untuk keluarga sendiri maupun yang melibatkan orang lain
di luar keluarga yang bersangkutan, untuk antara lain kebaktian harlan,
hari ulang tahun, hari ulang tahun pemikahan, penghiburan, dan per-
tunangan.
6. Kebaktian oleh Badan Pelayanan
Kebaktian yang diselenggarakan oleh badan pelayanan jemaat, badan
pelayanan klasis, badan pelayanan sinode wilayah, dan badan pe-
layanan sinode dalam rangka pelaksanaan tugas pelayanan mereka.
Pasal14
PENANGGUNGJAWABDANPENYELENGGARA
1. lemaat
a. Majelis lemaat adalah penanggungjawab atas seluruh kebaktian
yang diselenggarakan dalam Jemaatnya.
57
b. Majelis Jemaat berkewajiban untuk menyelenggarakan Kebak-
tian Minggu, Kebaktian Hari Raya Gerejawi, kebaktian pada pe-
ristiwa khusus gerejawi, dan kebaktian-kebaktian lain sesuai de-
ngan kebutuhan.
c. Majelis Jemaat dalam rangka pelaksanaan kebaktian dapat me-
manggil pendeta atau tenaga pelayanan dari gereja lain sesuai
dengan Pedoman Pelaksanaan tentang Syarat Pendeta atau Pela-
yan dari Gereja Lain untuk Melayani Kebaktian atau Acara-
acara Lain Yang Terkait dengan Ajaran.
d. Majelis Jemaat dapat mengadakan pertukaran pelayan kebaktian
dengan gereja lain yang seajaran dengan OKI. Daftar Oereja
yang seajaran dengan OKI ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis
Sinode melalui Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode.
e. Kebaktian keluarga untuk keluarga sendiri dilaksanakan oleh ke-
luarga yang bersangkutan.
f. Kebaktian keluarga yang melibatkan orang lain di luar keluarga
yang bersangkutan dengan pemimpin/pengkhotbah dari luar Je..
maat maupun yang terkait dengan Jemaatnya dilaksanakan se-
telah berkonsultasi dengan Majelis Jemaatnya.
g. Badan pelayanan jemaat dapat menyelenggarakan kebaktian
yang berhubungan dengan tugas pelayanannya.
2. Klasis
a. Majelis Klasis dapat menyelenggarakan kebaktian dalam rangka
persidangan-persidangan gerejawinya.
b. Badan pelayanan klasis dapat menyelenggarakan kebaktian da-
lam rangka pelaksanaan tugas pelayanannya.
3. Sinode Wilayah
a. Majelis Sinode Wilayah dapat menyelenggarakan kebaktian da-
lam rangka persidangan-persidangan gerejawinya.
b. Badan pelayanan sinode wilayah dapat menyelenggarakan ke-
baktian dalam rangka pelaksanaan tugas pelayanannya.
4. Sinode
a. Majelis Sinode dapat menyelenggarakan kebaktian dalam rangka
persidangan-persidangan gerejawinya.
58
b. Badan pelayanan sinode dapat menyelenggarakan kebaktian da-
lam rangka pelaksanaan tugas pelayanannya.
Pasal15
LITURGI
S9
f. Liturgi Pelantikan Badan PekeJja Majelis Klasis dan Badan Pe-
meriksa Harta Milik Klasis..
g. Liturgi Pelantikan Badan PekeJja Majelis Sinode Wilayah dan
Badan Pemeriksa Harta Milik Sinode Wilayah.
h. Liturgi Pelantikan Badan Pekerja Majelis Sinode dan Badan Pe-
meriksa Harta Milik Sinode.
6. Liturgi Pastoral, yang terdiri dari:
a. Liturgi Peneguhan dan Pemberkatan Pernikahan.
b. Liturgi Pemakaman/Kremasi.
Pasal16
BUKU NYANYIAN
Pasal17
LEKSIONARI
1. Pengertian
Leksionari adalah daftar pembacaan Alkitab yang disusun menurut
tahun gerejawi.
2. Pemakaian
Leksionari dipakai dalam liturgi GKI untuk Kebaktian Minggu dan
Kebaktian Hari Raya Gerejawi.
60
3. Tujuan Pemakaian
Leksionari dipakai dalam liturgi GIG agar:
a. Alkitab dibacakan secara lebih utuh dalam Kebaktian Minggu
dan Kebaktian Hari Raya Gerejawi.
b. Liturgi GIG mempunyai pola pembacaan Alkitab yang ekumenis
dan sesuai dengan peringatan tentang peristiwa Kristus.
4. Sumber
Leksionari yang dipakai GK! diambil dari The Revised Common
Lectionary untuk pembacaan hari Minggu (Sunday/weekly read-
ings) yang memiliki siklus tiga (3) tahunan. .
5. Siklus Bacaan
Siklus pembacaan dalam leksionari untuk Kebaktian Minggu dan
Kebaktian Hari Raya Gerejawi terdiri dari tahun A (Matius), tahun
B (Markus), dan tahun C (Lukas).
Pasal18
PAKAIAN LITURGIS PENDETA
1. Jenis
Pakaian liturgis pendeta terdiri dari:
a. Toga yaitu jubah berwama hitam yang biasa dikenal sebagai jubah
Jenewa, dengan perlengkapan stoia dan kalung salib.
b. Jas dengan kemeja hitam atau kemeja wama lain yang sesuai
dengan wama liturgis, dengan perlengkapan pin salib.
2. Perlengkapan
a. Stoia
Stoia adalah perlengkapan yang berbentuk kain sutra polos pan-
jang dengan wama liturgis. Stoia dihias dengan simbol Allah Tri-
tunggal.
b. Kerah Pendeta
Kerah pendeta adalah perlengkapan kemeja yang berwama putih.
c. Kalung Salib
Kalung salib adalah perlengkapan pakaian liturgis yang melam-
61
bangkan KriSlUs (erbual dari logam bcnvama cmas dan dikcluar-
kan oleh Majclis Sinodc demi kcseragaman.
d. Pin Salib
Pin salib adalah pcrlcngkapan pakaian liturgis yang mclambang-
kan Kristlls.
62
4. Model dan Pemakaian
Ketentuan tentang model dan pemakaian pakaian Iiturgis pendeta
diatur dalam Pedoman Pelaksanaan tentang Model dan Pemakaian
Pakaian Liturgis Pendeta.
Pasal19
WARNALITURGIS
BabVDI
SAKRAMEN
Pasal20
JENIS
2. Perjamuan kudus.
Pasal21
BAPTISAN KUDUS DEWASA
64
nakan pelayanan baptisan kudus dewasa dalam Kebaktiim
Minggu atau Kebaktian Hari Raya Gerejawi dengan mengguna-
kan Liturgi Baptisan Kudus Dewasa dan dilayani oleh pendeta.
e. Keberatan dinyatakan sahjika:
1) Diajukan tertulis secara pribadi dengan mencantumkan nama
dan alamat yang jelas serta dibubuhi tanda tangan atau cap
ibujari dari anggota yang mengajukan keberatan tersebut dan
tidak merupakan duplikasi dari surat keberatan yang lain
mengenai hal yang sarna.
2) Isinya mengenai tidak terpenuhinya syarat baptisan kudus
dewasa.
3) Isinya terbukti benar sesuai dengan hasil penyelidikan Majelis
Jemaat.
f. Jika ada keberatan yang sah, Majelis Jemaat menangguhkan pelak-
sanaan pelayanan baptisan kudus dewasa bagi calon baptisan
yang bersangkutan sampai persoalannya selesai atau membatal-
kan pelaksanaannya. Jika Majelis Jemaat pada akhirnya memba-
talkan pelaksanaan pelayanan baptisan kudus dewasa bagi calon
baptisan yang bersangkutan, Majelis Jemaat mewartakan hal ter-
sebut dalam warta jemaat.
g. Majelis Jemaat memberitahukan keputusan atas keberatan yang
diajukan kepada yang mengajukan.
h. Baptisan dilaksanakan dengan percikan air dalam nama Bapa,
Anak dan Roh Kudus.
i. Majelis Jemaat memberikan Piagam Baptisan Kudus Dewasa
kepada yang dibaptiskan yang formulasinya dimuat dalam Peranti
Administrasi dan mencatat namanya dalam Buku IndukAnggota
GKI.
4. Baptisan Kudus Dewasa atas Permohonan Jemaat atau Gereja Lain
a. Majelis Jemaat dapat melaksanakan pelayanan baptisan kudus
dewasa atas permohonan dari jemaat atau gereja lain.
b. Prosedur
I) Majelis Jemaat menerima surat permohonan dari majelis/
pimpinan jemaat/gereja pemohon.
2) Majelis Jemaat melaksanakan pelayanan baptisan kudus de-
wasa dengan mengikuti ketentuan sebagaimana tercantum
65
dalam Tata Laksana Pasal 21 :3.a-h. Khusus bagi Majelis
Jemaat GKI, Majelis Jemaat pemohon juga melaksanakan
Tata Laksana Pasal 21 :3.a-g. Pereakapan gerejawi dilaksa-
nakan sesuai dengan kesepakatan antara Majelis Jemaat
pelaksana dan majelis/pimpinan jemaat pemohon.
3) Majelis Jemaat memberikan Piagam Baptisan Kudus Dewa-
sa tanpa meneatat nama yang dibaptis dalam Buku Induk
Anggota GKI. Nomor induk keanggotaan dieatat oleh Je-
maat pemohon.
4) Majelis Jemaat memberitahukan seeara tertulis kepada ma-
jelislpimpinanjemaatlgereja pemohon tentang pelaksanaan
baptisan kudus dewasa tersebut.
Pasal22
BAPTISAN KUDUSANAK
66
e. Orang tua/walinya ditetapkan layak oleh Majelis Jemaat setelah
mengikuti percakapan gerejawi yang diselenggarakan oleh Majelis
Jemaat berkenaan dengan pemahaman dan penghayatan imannya.
3. Prosedur
a. Orang tua/walinya mengajukan permohonan tertulis kepada Ma-
jelis Jemaat dengan menggunakan formulir yang formulasinya
dimuat dalam Peranti Administrasi.
b. Majelis Jemaat melakukan pereakapan gerejawi yang meliputi
pemahaman dan penghayatan iman orang tua/wali tentang:
I) Dasardan motivasi pengajuan pennohonan baptisan kudus anak.
2) Makna baptisan kudus anak.
3) Tanggungjawab sebagai orang tua/wali yang membaptiskan
anaknya untuk mendidik anaknya dalam iman Kristen dan
mendorong anaknya untuk mengaku pereaya/sidi.
4) Hal-hal lain yang dianggap perlu.
e. Jika Majelis Jemaat memandang orang tua/wali dari calon baptis-
an layak uotuk membaptiskan anaknya, Majelis Jemaat mewarta-
kan nama dan alamat ealon baptisan serta nama dan alamat orang
tua/walinya dalam warta jemaat selama tiga (3) hari Minggu
berturut-turut untuk memberikan kesempatan kepada anggota
ikut mendoakan dan mempertimbangkannya.
d. Jika masa pewartaan tiga (3) hari Minggu telah selesai dan tidak
ada keberatan yang sah dari anggota sidi, Majelis Jemaat melaksa-
nakan pelayanan baptisan kudus anak dalam Kebaktian Minggu
atau Kebaktian Hari Raya Gerejawi dengan menggunakan Liturgi
Baptisan Kudus Anak dan dilayani oleh pendeta.
e. Keberatan dinyatakan sahjika:
I) Diajukan tertulis seeara pribadi dengan meneantumkan na-
ma dan alamat yang jelas serta dibubuhi tanda tangan atau
cap ibu jari dari anggota yang mengajukan keberatan terse-
but dan tidak merupakan duplikasi dari surat keberatan yang
lain mengenai hal yang sarna.
2) Isinya mengenai tidak terpenuhinya syarat baptisan kudus
anak.
3) Isinya terbukti benar sesuai dengan hasil penyelidikan Majelis
Jemaat.
67
f. Jika ada keberatan yang sah, Majelis Jemaat menangguhkan pe-
laksanaan pelayanan baptisan kudus anak bagi ealon baptisan
yang bersangkutan sampai persoalannya selesai atau membatal-
kan pelaksanaannya. Jika Majelis Jemaat pada akhimya memba-
talkan pelaksanaan pelayanan baptisan kudus anak bagi ealon
baptisan yang bersangkutan, Majelis Jemaat mewartakan hal ter-
sebut dalam warta jemaat.
g. Majelis Jemaat memberitahukan keputusan atas keberatan yang
diajukan kepada yang mengajukan.
h. Baptisan dilaksanakan dengan pereikan air dalam nama Bapa,
Anak dan Roh Kudus.
i. Majelis Jemaat memberikan Piagam Baptisan Kudus Anak kepa-
da orang tua/wali dari anak yang dibaptiskan, yang formulasinya
dimuat dalam Peranti Administrasi dan meneatat namanya dalam
Buku Induk Anggota OKI.
4. Baptisan Kudus Anak atas Permohonan Jemaat atau Oereja Lain
a. Majelis Jemaat dapat melaksanakan pelayanan baptisan kudus
anak atas permohonan dari jemaat atau gereja lain.
b. Prosedur
I) Majelis Jemaat pelaksana mendapat surat permohonan dari
Majelis Jemaat atau pimpinan jemaat gereja lain.
2) Majelis Jemaat melaksanakan pelayanan baptisan kudus
anak atas permohonan itu dengan mengikuti ketentuan seba-
gaimana tereantum dalam Tata Laksana PasaI22:3.a-h. Da-
lam Iingkup OKI, Majelis Jemaat pemohonjuga melaksana-
kan Tata Laksana Pasal 22:3.a-g. Pereakapan gerejawi di-
laksanakan sesuai dengan kesepakatan antara Majelis
Jemaat pelaksana dan majelis/pimpinanjemaat pemohon.
3) Majelis Jemaat pelaksana memberikan Piagam Baptisan
Kudus Anak tanpa meneatat namanya dalam Buku Induk
Anggota OKl, dan melaporkan pelaksanaannya kepada
Majelis Jemaat pemohon.
4) Majelis Jemaat pelaksana memberitahukan seeara tertulis
kepada Majelis Jemaat atau pimpinan gereja pemohon ten-
tang pelaksanaan baptisan kudus anak tersebut.
68
Pasal23
BAPTISAN KUDUS DALAM KEADAAN DARURAT
Pasal24
PENGAKUAN PERCAYAISIDI
2. Syarat
a. Telah berusia lima belas (IS) tahun.
b. Telah menerima baptisan kudus anak.
c. Tidak berada di bawah penggembalaan khusus.
69
d. Telah menyelesaikan katekisasi. lika ada orang yang katekisasi-
nya diselesaikan di gereja lain yang mempunyai perbedaan ajaran
dengan GKI, ia perlu diperlengkapi dengan penjelasan tentang
pokok-pokok ajaran yang berbeda itu dan pengenalan tentang OK!.
e. Ditetapkan layak oleh Majelis lemaat setelah mengikuti percakap-
an gerejawi yang diselenggarakan oleh Majelis Jemaat berkena-
an dengan pemahaman dan penghayatan imannya.
3. Prosedur
a. Calon yang akan mengaku percaya/sidi mengajukan permohonan
tertulis kepada Majelis lemaat dengan menggunakan formulir
yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi.
b. Majelis Jemaat melakukan percakapan gerejawi yang meliputi
pemahaman dan penghayatan iman calon tentang:
I) Dasar dan motivasi pengajuan permohonan pelayanan
pengakuan percaya/sidi.
2) Pokok-pokok iman Kristen terutama mengenai Allah, manu-
sia, dosa, keselamatan, hidup baru, gereja, Alkitab, kerajaan
Allah
3) Tanggungjawab dan hak sebagai anggota.
4) Hal-hal lain yang dianggap perlu.
c. Jika Majelis Jemaat memandang calon layak untuk mengaku per-
caya/sidi, Majelis Jemaat mewartakan nama dan alamat calon yang
akan mengaku percaya/sidi dalam warta jemaat selama tiga (3)
hari Minggu berturut-turut untuk memberikan kesempatan kepada
anggota untuk ikut mendoakan dan mempertimbangkannya.
d. Jika masa pewartaan tiga (3) hari Minggu telah selesai dan tidak
ada keberatan yang sah dari anggota sidi, Majelis Jemaat melaksa-
nakan pelayanan pengakuan percaya/sidi dalam Kebaktian
Minggu atau Kebaktian Hari Raya Gerejawi dengan mengguna-
kan Liturgi Pengakuan Percaya/Sidi dan dilayani oleh pendeta.
e. Keberatan dinyatakan sahjika:
1) Diajukan tertulis secara pribadi dengan mencantumkan na-
ma dan alamat yangjelas serta dibubuhi tanda tangan atau
cap ibu jari dari anggota yang mengajukan keberatan
tersebut dan tidak merupakan duplikasi dari surat keberatan
yang lain mengenai hal yang sarna.
70
2) Isinya mengenai tidak terpenuhinya syarat pengakuan
percaya/sidi.
3) Isinya terbukti benar sesuai dengan hasil penyelidikan Majelis
Jemaat.
f. Jika ada keberatan yang sah, Majelis Jemaat menangguhkan
pelaksanaan pengakuan percaya/sidi calon yang bersangkutan
sampai persoalannya selesai, atau Majelis Jemaat dapat memba-
talkan pelaksanaannya. Jika Majelis Jemaat pada akhimya
membatalkan pelaksanaan pelayanan pengakuan percayalsidi
bagi calon yang bersangkutan, Majelis Jemaat mewartakan hal
tersebut dalam warta jemaat.
g. Majelis Jemaat memberitahukan keputusan atas keberatan yang
diajukan kepada yang mengajukan.
h. Pengakuan percaya/sidi dilaksanakan dengan penumpangan ta-
ngan oleh pendeta.
i. Majelis Jemaat memberikan Piagam Pengakuan Percaya/Sidi
kepada yang diteguhkan, yang formulasinya dimuat dalam Peranti
Administrasi dan mencatat namanya dalam Buku Induk Anggota
GKI.
4. Pengakuan Percaya/Sidi atas Permohonan Jemaat atau Gereja Lain
a. Majelis Jemaat dapat melaksanakan pelayanan pengakuan per-
caya/sidi atas permohonan dari jemaat atau gereja lain.
b. Prosedur
1) Majelis Jemaat menerima surat permohonan dari majelisl
pimpinanjemaatlgereja pemohon.
2) Majelis Jemaat melaksanakan pelayanan pengakuan per-
cayalsidi dengan mengikuti ketentuan sebagaimana yang ter-
cantum dalam Tata Laksana Pasal 24:3.a-h. Khusus bagi
Majelis Jemaat GIG, Majelis Jemaat pemohonjuga melak-
sanakan Tata Laksana Pasa124:3 a-g. Percakapan gerejawi
dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan antara Majelis
Jemaat pelaksana dan majelis/pimpinan jemaat pemohon.
3) Majelis Jemaat memberikan Piagam Pengakuan Percaya/
Sidi tanpa mencatat nama yang mengaku percaya/sidi dalam
Buku Induk Anggota GIG.
71
4) Majelis Jemaat memberitahukan secara tertulis kepada ma-
jelisl pimpinanjemaatlgereja pemobon tentang pelaksanaan
pengakuan percayalsidi tersebut.
5. Bagi calon yang adalah anggota baptisan dari jemaatlgereja lain
dan ingin menjadi anggota dari Jemaat pelaksana, pengakuan per-
cayalsidinya dapat dilaksanakan setelah yang bersangkutan menem-
pub proses perpindahan keanggotaan.
Pasal25
PERJAMUAN KUDUS
72
6. Dalam rangka perayaan perjamuan kudus terjadwal, Majelis Jemaat
dapat melaksanakan pelayanan perjamuan kudus di rumah atau di
rumah sakit pada hari yang ditetapkan, yang dilayankan oleh pendeta
dengan menggunakan Liturgi Perjamuan Kudus yang disesuaikan,
bagi:
a. Anggota yang sudah uzur tetapi masih mampu memahami dan
menghayati arti perjamuan kudus, dan yang tidak dapat mengikuti
perjamuan kudus di tempat kebaktian.
b. Anggota yang sakit tetapi masih mampu memahami dan meng-
hayati arti perjamuan kudus, yang tidak OOpat mengikuti Kebaktian
Minggu dalam waktu yang lama.
BabIX
KATEKISASI
Pasal26
KATEKISASI
73
BabX
PERNIKAHAN GEREJAWI
Pasal27
PENGERTIAN
Pasal28
SYARAT
I. Kedua atau salah satu ealon mempelai adalah anggota sidi, keeuali
yang diatur dalam peraturan mengenai pernikahan gerejawi dengan
ketentuan khusus, yang tidak berada di bawah penggembalaan
khusus.
2. Calon mempelai telah mengikuti Pembinaan Pranikah yang bahannya
ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Rapat Kerja
Badan Pekerja Majelis Sinode.
3. Calon mempelai telah mendapatkan surat keterangan atau bukti pen-
daftaran dari Kantor Catatan Sipil yang menyatakan bahwa pasangan
tersebut memenuhi syarat untuk dieatat pernikahannya, atau ealon
mempelai telah membuat surat pernyataan tentang kesediaannya
untuk meneatatkan pernikahannya di Kantor Catatan Sipil, yang for-
mulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi.
74
Pasal29
PROSEDUR
75
membatalkan pelaksanaannya. Jika Majelis Jemaat pada akhirnya
membatalkan pelaksanaan pernikahan gerejawi itu, Majelis Jemaat
mewartakan hal tersebut dalam warta jemaat.
7. Majelis Jemaat memberitahukan keputusan atas keberatan yang dia-
jukan kepada yang mengajukan.
8. Majelis Jemaat memberikan Piagam Pernikahan Gerejawi kepada
kedua mempelai yang formulasinya dimuat dalam Peranti Adminis-
trasi dan mencatat pernikahannya dalam Buku Induk Anggota GKI.
9. Bagi calon mempelai yang salah satunya bukan anggota sidi berlaku
ketentuan tambahan sebagai berikut:
a. Jika salah seorang dari calon mempelai adalah anggota sidi atau
anggota baptisan dari jemaat atau gereja lain, ia terlebih dulu
meminta surat persetujuan dari Majelis Jemaat atau pimpinan
gerejanya. Jika ia tidak berhasil memperoleh surat tersebut, Ma-
jelis Jemaat mengirim surat kepada Majelis Jemaat atau pimpinan
gereja asalnya untuk meminta surat persetujuan. Jika Majelis
Jemaat dalam waktu empat (4) minggu tidak memperoleh surat
persetujuan, calon dapat menunjukkan surat baptisan/surat penga-
kuan percaya, atau surat keterangan lain yang dapat dipertang-
gungjawabkan.
b. Jika salah seorang calon mempelai bukan anggota, ia harus berse-
dia menyatakan secara tertulis dengan menggunakan formulir
yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi, bahwa:
I) la setuju pernikahannya hanya diteguhkan dan diberkati se-
cara Kristiani.
2) la tidak akan menghambat atau menghalangi suamiJistrinya
untuk tetap hidup dan beribadat menurut iman Kristen.
3) la tidak akan menghambat atau menghalangi anak-anak me-
reka untuk dibaptis dan dididik secara Kristiani.
10. Pernikahan Gerejawi atas Permohonan Jemaat/Gereja Lain
a. Majelis Jemaat dapat melaksanakan pelayanan pemikahan ge-
rejawi atas permohonan tertulis dari jemaat atau gereja lain de-
ngan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
76
b. Pembinaan Pranikah dan percakapan gerejawi dilaksanakan se-
suai dengan kesepakatan antara Majelis Jemaat dengan pimpinan
jemaat/gereja pemohon.
c. Pewartaan harus dilaksanakan oleh Majelis Jemaat dan majelis/
pimpinan gereja pemohon.
d. Piagam Pemikahan Gerejawi diberikan kepada mempelai oleh
Majelis Jemaat.
e. Majelis Jemaat memberitahukan secara tertulis kepada Majelis
Jemaat atau pimpinan jemaat/gereja pemohon tentang pelak-
sanaan pemikahan gerejawi tersebut.
Pasal30
PERNIKAHAN GEREJAWI SECARAEKUMENIS
DENGAN GEREJA KATOLIK
1. Pengertian
Majelis Jemaat dimungkinkan untuk melaksanakan pelayanan per-
nikahan gerejawi secara ekumenis dengan Gereja Katotik, yaitu per-
nikahan gerejawi bagi anggota GIG dan anggota Gereja Katolik yang
dilaksanakan oleh Majelis Jemaat bersama Gereja Katolik serta
dilayani oleh pendeta dan pastor secara bersama.
2. Pemikahan Gerejawi Ekumenis Yang Dilaksanakan di GKI
a. Prosedur
1) Calon mempelai mengajukan permohonan tertulis kepada
Majelis Jemaat selambat-Iambatnya tiga (3) bulan sebelum
kebaktian pernikahan gerejawi secara ekumenis dengan Ge-
reja Katolik dilaksanakan.
2) Calon yang berasal dari Gereja Katolik menyerahkan fotokopi
surat permohonan tertulis yang diajukan kepada gerejanya
sesuai dengan hukum kanonik.
3) Majelis Jemaat menutis surat pemberitahuan kepada Gereja
Katolik tentang permohonan pelayanan kebaktian pemi-
kahan gerejawi tersebut.
4) Prosedur selanjutnya sesuai dengan Tata Laksana Pasal
29:2-8.
77
b. Litwgi
Liturgi yang digunakan mengacu pada Liturgi Peneguhan dan
Pemberkatan Pernikahan GKI.
3. Pemikahan Gerejawi Ekumenis Yang Dilaksanakan di Gereja Katolik
a. Prosedur
1) Calon mempelai mengajukan permohonan tertulis kepada
Majelis Jemaat selambat-Iambatnya tiga (3) bulan sebelum
kebaktian pemikahan gerejawi secara ekumenis dcngan Ge-
reja Katolik dilaksanakan.
2) Prosedur di Gereja Katolik mempergunakan prosedur yang
berlaku di Gereja Katolik.
3) Majelis Jemaat menerima pemberitahuan dari Gereja Katolik
bahwa kebaktian pernikahan gerejawi tersebut telah disc-
tujui.
4) Prosedur selanjutnya sesuai dengan Tata Laksana Pasal
29:3-7 dengan penyesuaian seperlunya.
b. Liturgi
Liturgi yang digunakan mengacu pada liturgi pemikahan Gereja
Katolik.
Pasal31
PERNIKAHAN GEREJAWI
DENGAN KETENTUAN KHUSUS
I. Pengertian
Majelis Jemaat dimungkinkan untuk melaksanakan pelayanan pemi-
kahan gerejawi dengan ketentuan khusus untuk kasus-kasus antara
lain:
a. Kedua calon mempelai adalah anggota baptisan.
b. Seorang calon mempelai adalah anggota baptisan sedangkan pa-
sangannya belum anggota.
c. Adanya kemendesakan waktu dengan alasan yang dapat diper-
tanggungjawabkan sehingga prosedur yang normal tidak dapat
dilaksanakan.
78
2. Prosedur
a. CaJon mempelai mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis
Jemaat dengan menggunakan formulir yang formulasinya dimuat
dalam Peranti Administrasi, selambat-Iambatnya satu (I) bulan
sebelum kebaktian pemikahan dilaksanakan.
b. Jika eaJon adalah anggota baptisan, ia harus bersedia menyatakan
seeara tertulis bahwa sesudah menikah ia akan seeepatnya me-
ngaku percaya/sidi.
c. Jika ealon adalah bukan anggota, ia harus bersedia menyatakan
secara tertulis dengan menggunakan formulir yang formulasinya
dimuat dalam Peranti Administrasi, bahwa:
I) Ia setuju pemikahannya hanya diteguhkan dan diberkati se-
eara kristiani.
2) Ia tidak akan menghambat atau menghalangi suami/istrinya
untuk tetap hidup dan beribadat menunit iman Kristen.
3) la tidak akan menghambat atau menghalangi anak-anak me-
reka untuk dibaptis dan dididik seeara kristiani.
d. Majelis Jemaat mengadakan pereakapan gerejawi dengan ealon
mempelai yang garis besamya meliputi:
I) Dasar-dasar pemikahan kristiani.
2) Dasar dan motivasi pemikahan gerejawi.
3) Tanggung jawab sebagai keluarga Kristen.
4) Hal-hal lain yang dianggap perlu.
e. Majelis Jemaat mewartakan nama dan alamat ealon mempelai
dalam warta jemaat selama dua (2) hari Minggu berturut-turut
untuk memberikan kesempatan kepada anggota ikut mendoakan
dan mempertimbangkannya.
f. Jika masa pewartaan dua (2) hari Minggu telah usai dan tidak
ada keberatan dari anggota sidi, Majelis Jemaat melaksanakan
kebaktian pemikahan gerejawi di tempat kebaktian dan dilayankan
oleh pendeta dengan menggunakan Liturgi Peneguhan dan Pem-
berkatan Pemikahan.
g. Keberatan dinyatakanjika:
I) . Diajukan tertulis seeara pribadi dengan meneantumkan nama
dan alamat yang jelas serta dibubuhi tanda tangan atau cap
ibu jari dari anggota yang mengajukan keberatan tersebut dan
79
tidak merupakan duplikasi dari surat keberatan yang lain
mengenai hal yang sarna.
2) Isinya mengenai tidak terpenuhinya syarat pemikahan ge-
rejawi dengan ketentuan khusus.
3) Isinya terbukti benar sesuai dengan hasil penyelidikan Majelis
Jemaat.
h. Jika ada keberatan yang sah, Majelis Jemaat menangguhkan pelak-
sanaan pemikahan gerejawi itu sampai persoalannya selesai atau
membatalkan pelaksanaannya. Jika Majelis Jemaat pada akhir-
nya membatalkan pelaksanaan pemikahan gerejawi itu, Majelis
Jemaat mewartakan hal tersebut dalam warta jemaat.
i Majelis Jemaat memberitahukan keputusan atas keberatan yang
diajukan kepada yang mengajukan.
j. Majelis Jemaat memberikan Piagam Pemikahan Gerejawi kepada
kedua mempelai yang formulasinya dimuat dalarn Peranti Adminis-
trasi dan mencatat pemikahannya dalarn Buku IndukAnggota GKI.
BabXI
PELAYANAN
Pasal32
PELAYANAN
1. Pengertian
Pelayanan dalam rangka persekutuan adalah tindakan saling me-
nguatkan dan melayani di antara anggota, Jemaat, Klasis, dan Sinode
Wilayah melalui pelbagai kegiatan. .
2. Pelaksana
a. Setiap dan seluruh anggota GKI, secara pribadi atau bersama,
terpanggil untuk melaksanakan pelayanan.
b. Majelis Jemaat, Majelis Klasis, Majelis Sinode Wilayah, dan
Majelis Sinode secara sendiri atau bersama terpanggil untuk me-
laksanakan pelayanan.
80
BabXII
PENGGEMBALAAN
Pasal33
PENGERTIAN
Pasal34
PELAKSANA
Pasal35
JENIS
Pasal36
PENGGEMBALAAN UMUM
81
nerus melalui berbagai kegiatan baik secara individual maupun ke-
lompok, dengan menggunakan berbagai bentuk seperti kebaktian,
pembinaan, diakonia, perkunjungan dan/atau percakapan pastoral,
surat penggembalaan, perlawatan, atau bentuk-bentuk penggemba-
laan lainnya.
2. Penggembalaan dalam hubungan dengan alam ciptaan Allah dapat
diwujudkan melalui berbagai kegiatan untuk menjaga dan memelihara
sumber-sumber alam dan Iingkungan hidup agar dapat tetap lestari
dan terhindar dari berbagai kerusakan yang ada.
3. Penggembalaan dalam hubungan dengan masyarakat dapat diwu-
judkan melalui berbagai kegiatan yang mendatangkan damai sejah-
tera, kebenaran, dan keadilan dalam masyarakat. Dalam melakukan
tugas ini, gereja terpanggil uotuk memberikan perhatian khusus ke-
pada korban-korban ketidakadilan dan pelecehan terhadap hak-hak
asasi manusia, serta orang-orang miskin yang tertekan dan tertindas.
Pasal37
PENGGEMBALAAN KHUSUS
Pasal38
DASARUNTUK
PELAKSANAAN PENGGEMBALAAN KHUSUS
I. Terhadap Anggota
a. Jika ada seorang anggota baptisan atau anggota sidi dari sebuah
Jemaat. yang diduga kelakuannya bertentangan dengan Firman
Allah dan/atau paham pengajarannya bertentangan dengan Fir-
man Allah dan ajaran GKI, sehingga menjadi batu sandungan
bagi orang lain, terhadapnya dapat ditempuh langkah-langkah
penggembalaan umum yang dapat menjadi dasar bagi pelaksanaan
penggembalaan khusus bagi yang bersangkutan.
b. Langkah-Iangkah itu harus didasarkan pada:
I) Laporan tentang dugaan dari:
a) Anggota dari Jemaat tersebut.
b) Anggota atau penatua atau pendeta dari Jemaat lain,
yang diterima oleh penatua dan/atau pendeta dari Jemaat
tersebut. Laporan tersebut.disampaikan secara lisan dan/
atau tertulis yang dapat disertai dengan bukti-bukti awal.
Laporan tersebut belum dapat dipakai sebagai dasar untuk
melaksanakan penggcmbalaan khusus.
83
2) Dugaan dari penatua dan/atau pendeta dari Jemaat tersebut.
Dugaan itu belum dapat dipakai sebagai dasar untuk melak-
sanakan penggembalaan khusus.
c. Bertolak dari laporan/dugaan itu, penatua dan/atau pendeta ter-
sebut melakukan klarifikasi, termasuk kepada terlapor/terduga,
untuk mengetahui kebenaran laporan/dugaan tersebut. Jika ter-
lapor adalah anggota baptisan, maka orang tualwalinya diikutser-
takan.
d. Jika laporan/dugaan tersebut tidak benar, penatua dan/atau pen-
deta tersebut memutuskan bahwa kasus ini dianggap selesai, dan
hal tersebut diberitahukan kepada pelapor. Penatua dan/atau
pendeta tersebut dapat melakukan langkah-Iangkah penggemba-
laan umum terhadap pelapor.
e. Jika laporan/dugaan tersebut diakui benar oleh terlapor, penatua
dan/atau pendeta itu melakukan peneguran dan memberikan na-
sihat kepada terlapor dalam kasih agar ia bertobat. Jika terlapor
bertobat, penggembalaan umum terhadapnya dianggap selesai
dan hal ini tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk melaksanakan
penggembalaan khusus.
f. Jika laporan/dugaan tersebut disangkal oleh terlapor, sedangkan
penatua dan/atau pendeta itu berpendapat bahwa laporan/dugaan
tersebut benar, atau jika laporan/dugaan tersebut diakui benar
oleh terlapor tetapi ia tidak bertobat, penatua dan/atau pendeta
itu melaporkan hal itu kepada Majelis Jemaat secara lisan dan/
atau tertulis.
g. Berdasarkan laporan dari penatua dan/atau pendeta itu, Majelis
Jemaat melakukan penyelidikan lebih lanjut mengenai kebenaran
laporan itu.
I) Jika Majelis Jemaat menyimpulkan bahwa laporan tersebut
tidak benar, Majelis Jemaat memutuskan bahwa kasus ini
dianggap selesai, dan hal tersebut diberitahukan kepada .
anggota atau penatua atau pendeta yang melaporkan.
2) Jika Majelis Jemaat menyimpulkan bahwa laporan tersebut
benar, Majelis Jemaat dalam kerangka penggembalaan
umum mengadak~m percakapan pastoral secara optimal de-
ngan terlapor agar ia bertobat. Jika terlapor bertobat, Majelis
84
Jemaat memutuskan bahwa penggembalaan umum terha-
dapnya dianggap selesai dan hal ini tidak dapat dipakai
sebagai dasar untuk melaksanakan penggembalaan khusus.
3) Jika terlapor tidak bertobat dan terlapor adalah anggota bap-
tisan, proses dilanjutkan ke Tata Laksana Pasal 39.
4) Jika terlapor tidak bertobat dan terlapor adalah anggota sidi,
proses dilanjutkan ke Tata Laksana Pasal 40.
2. Terhadap Penatua
a. Jika ada seorang penatua yang melayani di sebuah Jemaat, yang
diduga kelakuannya bertentangan dengan FirmanAllah dan!atau
menganut dan mengajarkan ajaran yang bertentangan dengan
Firman Allah dan ajaran GKI, termasuk menyalahgunakan dan!
atau mengingkarijabatannya, sehingga menjadi batu sandungan
bagi orang lain, terhadapnya dapat ditempuh langkah-langkah
penggembalaan umum yang dapat menjadi dasar bagi pelaksanaan
penggembalaan khusus bagi yang bersangkutan.
b. Langkah-Iangkah itu harus didasarkan pada:
I) Laporan tentang dugaan dari:
a) Anggota dari lemaat tersebut,
b) Anggota atau penatua atau pendeta dan Jemaat lain,
yang diterima oleh penatua dan!atau pendeta dari Jemaat
tersebut. Laporan tersebut disampaikan secara lisan dan!
atau tertulis yang dapat disertai dengan bukti-bukti awal.
Laporan tersebut belum dapat dipakai sebagai dasar untuk
melaksanakan penggembalaan khusus.
2) Dugaan dari penatua dan!atau pendeta dari Jemaat tersebut.
Dugaan itu belum dapat dipakai sebagai dasar untuk me-
laksanakan penggembalaan khusus.
c. Bertolak dari laporan!dugaan itu, penatua dan/atau pendeta ter-
sebut melakukan klarifikasi, termasuk kepada terlapor/terduga,
untuk mengetahui kebenaran laporan!dugaan tersebut.
d. Jika laporan!dugaan tersebut tidak benar, penatua dan!atau pen-
deta tersebut memutuskan bahwa kasus ini dianggap selesai, dan
hal tersebut diberitahukan kepada pelapor. Penatua dan/atau
pendeta tersebut dapat melakukan langkah-langkah penggemba-
laan umum terhadap pelapor.
85
e. Jika laporan/dugaan tersebut diakui benar oleh terlapor, penatua
dan/atau pendeta itu melakukan peneguran dan memberikan
nasihat kepada terlapor dalam kasih agar ia bertobat.
I) Jika terlapor bertobat, tetapi permasalahan ini diyakini oleh
penatua dan/atau pendeta itu membawa dampak yang lebih
luas bagi kesatuan Jemaat dan keberlangsungan pelayanan
Jemaat secara menyeluruh, penatua dan/atau pendeta itu
harus melaporkannya kepada Majelis .Iemaat secara lisan
dan/atau tertulis. Berdasarkan laporan tersebut Majelis Je-
maat melanjutkan penggembalaan terhadap yang bersang-
kutan untuk menolong ia memahami kembali hakikat pang-
gilan spiritualnya sebagai penatua dan penerimaan Jemaat
terhadapnya.
2) Jika terlapor bertobat dan permasalahan ini diyakini oleh
penatua dan/atau pendeta itu tidak membawa dampak yang
lebih luas bagi kesatuan Jemaat dan keberlangsungan pela-
yanan Jcmaat secara menyeluruh, penggembalaan umum
terhadapnya dianggap selesai dan hal ini tidak dapat dipakai
sebagai dasar unluk melaksanakan penggembalaan khusus.
f. Jika laporan/dugaan tersebut disangkal oleh terlapor, sedangkan
penatua dan/atau pendeta itu berpendapat bahwa laporan tersebut
diduga benar, atau jika laporan/dugaan terscbut diakui benar oleh
terlapor tetapi ia tidak bertobat, penatua dan/atau pendeta itu
melaporkan hal itu kepada Majelis Jemaat secara lisan dan/atau
tertulis.
g. Berdasarkan lapomn dari penatua dan/atau pendeta itu, Majelis
Jemaat melakukan penyelidikan lebih lanjut mengenai kebenaran
laporan itu.
I) Jika Majelis Jemaat menyimpulkan bahwa laporan tersebut
tidak benar, Majelis Jemaat memutuskan bahwa kasus ini
dianggap selesai, dan hal tersebut diberitahukan kepada
anggota atau penatua atau pcndeta yang melaporkan. Majelis
Jemaat dapal melakukan langkah-Iangkah penggembalaan
umum terhadap pelapor.
2) Jika Majelis Jemaat menyimpulkan bahwa laporan tcrsebut
benar, Majelis Jemaat dalam kerangka penggembalaan
86
umum mengadakan percakapan pastoral secara optimal
dengan terlapor agar ia bertobat. Jika terlapor bertobat tetapi
permasalahannya tidak membawa dampak yang lebih luas
bagi kesatuan Jemaat dan keberlangsungan pelayanan Je-
maat secara menyeluruh, Majelis Jemaat memutuskan bahwa
penggembalaan umum terhadapnya dianggap selesai dan hal
ini tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk melaksanakan
penggembalaan khusus. Jika terlapor bertobat tetapi perma-
salahannya temyata membawa dampak yang lebih luas bagi
kesatuan Jemaat dan keberlangsungan pelayanan Jemaat
secara menyeluruh, MajeJis Jemaat melanjutkan penggemba-
laan terhadap yang bersangkutan untuk menolong ia mema-
hami kembali hakikat panggilan spiritualnya sebagai penatua
dan penerimaan Jemaat terhadapnya.
3) Jika terlapor tidak bertobat, proses dilanjutkan ke Tata Lak-
sana Pasal 41.
87
2) Dugaan dari penatmi dan/atau pendeta dari lemaat tersebut.
Dugaan itu belum dapat dipakai sebagai dasar untuk melak-
sanakan penggembalaan khusus.
c. Bertolak dari laporan/dugaan itu, penatua dan/atau pendeta ter-
sebut melakukan klarifikasi, termasuk kepada terlapor/terduga,
untuk mengetahui kebenaran laporan/dugaan tersebut.
d. Jika laporan/dugaan tersebut tidak benar, penatua dan/atau pen-
deta tersebut memutuskan bahwa kasus ini dianggap selesai, dan
hal tersebut diberitahukan kepada pelapor. Penatua dan/atau pen-
deta tersebut dapat melakukan langkah-langkah penggembalaan
umum terhadap pelapor.
e. Jika laporan tersebut diakui benar oleh terlapor, penatua dan/
atau pendeta itu melakukan peneguran dan memberikan nasihat
kepada terlapor dalam kasih agar ia bertobat.
I) Jika terlapor bertobat, tetapi permasalahan ini diyakini oleh
penatua dan/atau pendeta itu membawa dampak yang lebih
luas bagi kesatuan Jemaat dan keberlangsungan pelayanan
Jemaat secara menyeluruh, penatua dan/atau pendeta itu
hams melaporkannya kepada Majelis Jemaat secara lisan
dan/atau tertulis.
a) Sesudah menerima laporan tersebut,jika Majelis Jemaat
berpendapat bahwa permasalahan ini tidak membawa
dampak yang lebih luas bagi kesatuan Jemaat dan
keberlangsungan pelayanan Jemaat secara menyeluruh,
penggembalaan umum terhadap yang bersangkutan di-
nyatakan selesai dan yang bersangkutan dapat melan-
jutkan pelayanannya sebagai pendeta pada Jemaat
tersebut.
b) Jika sesudah menerima laporan tersebut Majelis Jemaat
berpendapat bahwa permasalahan ini benar-benar
membawa dampak yang lebih luas bagi kesatuan lemaat
dan keberlangsungan pelayanan Jemaat secara menye-
lumh, Majelis Jemaat meminta kepada Badan Pekerja
Majelis K1asis yang terkait untuk melakukan perlawatan
khusus jemaat yang melibatkan Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang terkait dan Badan Pekerja Majelis
Sinode untuk menentukan pelayanan dari yang bersang-
88
kutan. Melalui perlawatan khusus jemaat tersebut, Ma-
jelis Jemaat bersama dengan para pelawat memberikan
rekomendasi kepada Badan Pekerja Majelis Sinode me-
ngenai pelayanan dari yang bersangkutan, apakah pela-
yanan yang bersangkutan akan dilanjutkan di Jemaat
yang terkait atau yang bersangkutan harns menjalani
mutasi. Rekomendasi tersebut dapat menjadi keputusan
bersama untuk ditindaklanjuti jika disetujui oleh Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait, Badan Pekerja Ma-
jelis Sinode Wilayah yang terkait, dan Badan Pekerja
Majelis Sinode.
2) Jika terlapor bertobat dan pennasalahan ini diyakini oleh
penatua dan/atau pendeta itu tidak membawa dampak yang
lebih luas bagi kesatuan Jemaat dan keberlangsungan pela-
yanan Jemaat secara menyeluruh, penggembalaan umum
terhadapnya dianggap selesai dan hal ini tidak dapat dipakai
sebagai dasar untuk melaksanakan penggembalaan khusus.
f. Jika laporan/dugaan tersebut disangkal oleh terlapor, sedangkan
penatua dan/atau pendeta itu berpendapat bahwa laporan tersebut
diduga benar, ataujika laporan/dugaan tersebutdiakui benaroleh
terlapor tetapi ia tidak bertobat, penatua dan/atau pendeta itu
melaporkan hal itu kepada Majelis Jemaat secara lisan dan/atau
tertulis.
g. Berdasarkan laporan dati penatua dan/atau pendeta itu, Majelis
Jemaat melakukan penyelidikan lebih lanjut mengenai kebenaran
laporan itu.
1) Jika Majelis Jemaat menyimpulkan bahwa laporan tersebut
tidak benar, Majelis Jemaat memutuskan bahwa kasus ini
dianggap selesai, dan hal tersebut diberitahukan kepada ang-
gota atau penatua atau pendeta yang melaporkan. Majelis
Jemaat dapat melakukan langkah-Iangkah penggembalaan
umum terhadap pelapor.
2) Jika Majelis Jemaat menyimpulkan bahwa laporan tersebut
benar, Majelis Jemaat dalam kerangka penggembalaan
umum mengadakan percakapan pastoral secara optimal de-
ngan terlapor agar ia bertobat.
89
a) Jika terlapor bertobat dan Majelis Jemaat berpendapat
bahwa permasalahan ini tidak membawa dampak yang
lebih luas bagi kesatuan lemaat dan keberlangsungan
pelayanan lemaat seeara menyelurnh, penggembalaan
umum tcrhadap yang bersangkutan dinyatakan selesai
dan yang bersangkutan dapat melanjutkan pelayanannya
sebagai pendeta pada Jemaat tersebut.
b) Jika terlapor bertobat tetapi Majelis lemaat berpendapat
bahwa permasalahan ini benar-benar membawa dam-
pak yang lebih luas bagi kesatuan Jemaat dan keberlang-
sungan pelayanan Jemaat seeara menyeluruh, Majelis
lemaat meminta kepada Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait untuk melakukan perlawatan khusus jemaat
yang rnelibatkan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah
yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode untuk
menentukan pelayanan dari yang bersangkutan. Melalui
perlawatan khusus jemaat tersebut, Majelis Jemaat ber-
sarna dengan para pelawat memberikan rekornendasi
kepada Sadan Pekerja Majelis Sinode mengenai pela-
yanan dari yang bersangkutan, apakah pelayanan yang
bersangkutan akan dilanjutkan di lemaat yang terkait
atau yang bersangkutan harns rnenjalani mutasi. Reko-
mendasi tersebut dapat menjadi keputusan bersama
untuk ditindaklanjutijika disetujui oleh Badan Pekerja
Majelis Klasis yang terkait, Badan Pekerja Majelis Sino-
de Wilayah yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Si-
node.
e) Jika terlapor tidak bertobat, proses dilanjutkan ke Tata
Laksana Pasal 42.
90
bagi orang lain, tcrhadapnya dapat ditempuh langkah-Iangkah
penggembalaan umum yang dapat menjadi dasar bagi pelaksanaan
penggembalaan khusus bagi yang bersangkutan.
b. Langkah-Iangkah itu harus didasarkan pada:
I) Laporan tentang dugaan dari:
a) Anggota dari Jemaat Tumpuan dari pendeta tugas
khusus yang bersangkutan,
b) Anggota atau penatua atau pcndcta dari Jemaat lain,
yang diterima oleh penatua dan/atau pendela dari Jemaat
di mana pendeta tugas khusus yang bersangkutan menjadi
anggota. Laporan tersebut disampaikan secara lisan dan/
atau tertulis yang dapat disertai dengan bukli-bukti awa!.
Laporan tersebul belum dapal dipakai sebagai dasar untuk
melaksanakan penggembalaan khusus.
2) Dugaan dari penatua dan/atau pendeta dari Jemaat di mana
pendeta tugas khusus yang bersangkutan menjadi anggota.
Dugaan itu belum dapat dipakai sebagai dasar untuk melak-
sanakan penggembalaan khusus.
c. Bertolak dari laporan/dugaan itu, penatua dan/atau pendeta tcr-
sehut melakukan klarifikasi, lermasuk kepada terlapor/terduga,
untuk mengetahui kehenaran laporan/dugaan terscbut.
d. Jika laporan/dugaan tersebut tidak bcnar, penatua dan/atau pen-
deta tersebut memutuskan bahwa kasus ini dianggap sclesai, dan
hal lersebut diberitahukan kepada pelapor. Penatua dan/atau pen-
deta tersebut dapal melakukan langkah-Iangkah penggembalaan
umum terhadap pelapor.
e. Jika laporan/dugaan tersebut diakui benar oleh terlapor, penatua
dan/atau pendeta itu melakukan peneguran dan mcmberikan
nasihat kepada terlapor dalam kasih agar ia bertobat.
I) Jika terlapor bertobat, tetapi permasalahan ini diyakini olch
penatua dan/atau pendeta itu membawa dampak yang lebih
luas bagi kesatuan klasis/sinode wilayah/sinode dan keber-
langsungan pelayanan klasis/sinode wilayahlsinode secara
menyeluruh, penatua dan/atau pendeta itu harus melaporkan-
nya kepada Majelis Jemaat dari Jemaat Tumpuan dari pen-
deta yang bersangkutan secara Iisan dan/atau tertulis.
91
a) Sesudah menerima laporan tersebut,jika Majelis Jemaat
berpendapat bahwa pennasalahan ini tidak membawa
dampak yang lebih luas bagi kesatuan klasis/sinode wi-
layahlsinode dan keberlangsungan pelayanan klasis/si-
node wilayahlsinode seeara menyeluruh, penggembala-
an umum terhadap yang bersangkutan dinyatakan sele-
sai dan yang bersangkutan dapat melanjutkan pelaya-
nannya sebagai pendeta tugas khusus.
b) Jika sesudah menerima laporan tersebut Majelis Jemaat
berpendapat bahwa permasalahan ini benar-benar
membawa dampak yang lebih luas bagi kesatuan k1asisl
sinode wilayahlsinode dan keberlangsungan pelayanan
klasislsinode wilayahlsinode secara menyeluruh, Majelis
Jemaat meminta kepada Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait untuk melakukan perlawatan khususjemaat
yang melibatkan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah
yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode untuk
menentukan pelayanan dari yang bersangkutan. Melalui
perlawatan khusus jemaat tersebut, Majelis Jemaat
bersama dengan para pelawat memberikan rekomen-
dasi kepada Badan Pekerja Majelis Sinode mengenai
pelayanan dari yang bersangkutan, apakah pelayanan
yang bersangkutan sebagai pendeta tugas khusus akan
dilanjutkan atau yang bersangkutan hams menjalani mu-
tasi. Rekomendasi tersebut dapat menjadi keputusan
bersama untuk ditindaklanjutijika disetujui oleh Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait, Badan Pekerja Ma-
jelis Sinode Wilayah yang terkait, dan Badan Pekerja
Majelis Sinode.
2) Jika terlapor bertobat dan pennasalahan ini diyakini oleh
penatua danlatau pendeta itu tidak membawa dampak yang
lebih luas bagi kesatuan klasis/sinode wilayahlsinode dan
keberlangsungan pelayanan klasis/sinode wilayahlsinode
seeara menyeluruh, penggembalaan umum terhadapnya di-
anggap selesai dan hal ini tidak dapat dipakai sebagai dasar
untuk melaksanakan penggembalaan khusus.
92
f. Jika laporanldugaan tersebut disangkal oleh terlapor, sedangkan
penatua dan/atau pendeta itu berpendapat bahwa laporan tersebut
benar, atau jika laporan/dugaan tersebut diakui benar oleh terlapor
tetapi ia tidak bertobat, penatua dan/atau pendeta itu melaporkan
hal itu kepada Majelis Jemaat dari Jemaat Tumpuan dari pendeta
tugas khusus dengan salinan kepada Badan Pekerja Majelis Kla-
sis yang terkaitIBadan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait
/Badan Pekerja Majelis Sinode.
g. Berdasarkan laporan dari penatua dan/atau pendeta itu, Majelis
Jemaat bersama Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkaitlBadan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkaitiBadan Pekerja Ma-
jelis Sinode melakukan penyelidikan lebih lanjut mengenai kebe-
naran laporan itu.
I) Jika Majelis Jemaat bersama Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkaitIBadan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang
terkaitIBadan Pekerja Majelis Sinode menyimpulkan bahwa
laporan tersebut tidak benar, Majelis Jemaat bersama Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkaitlBadan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang terkaitiBadan Pekerja Majelis Sinode
memutuskan bahwa kasus ini dianggap selesai, dan hal terse-
but diberitahukan kepada anggota atau penatua atau pendeta
yang melaporkan. Majelis Jemaat dapat melakukan langkah-
langkah penggembalaan umum terhadap pelapor.
2) Jika Majelis Jemaat bersama Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkaitIBadan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang
terkaitIBadan Pekerja Majelis Sinode menyimpulkan bahwa
laporan tersebut benar, Majelis Jemaat bersama Badan Pe-
kerja Majelis Klasis yang terkaitIBadan Pekerja Majelis Sino-
de Wilayah yang terkaitIBadan Pekerja Majelis Sinode da-
lam kerangka penggembalaan umum mengadakan pereakap-
an pastoral dengan terlapor agar ia bertobat.
a) Jika terlapor bertobat dan Majelis Jemaat berpendapat
bahwa permasalahan ini tidak membawa dampak yang
lebih luas bagi kesatuan k1asislsinode wilayah/sinode dan
keberlangsungan pelayanan klasislsinode wilayah/sinode
seeara menyeluruh, penggembalaan umum terhadap
93
yang bersangkutan dinyatakan selesai dan yang ber-
sangkutan dapat melanjutkan pelayanannya sebagai pen-
deta tugas khusus.
b) Jika terlapor bertobat tetapi Majelis Jemaat berpendapat
bahwa permasalahan ini benar-benar membawa dampak
yang lebih luas bagi kesatuan klasis/sinode wilayahlsi-
node dan keberlangsungan pelayanan klasis/sinode wi-
layahlsinode secara menyeluruh, Majelis Jemaat memin-
ta kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait
untuk melakukan perlawatan khusus jemaat yang me-
libatkan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang
terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode untuk menen-
tukan pelayanan dari yang bersangkutan. Melalui perla-
watan khusus jemaat tersebut, Majelis Jemaat bersama
dengan para pelawat memberikan rekomendasi kepada
Badan Pekerja Majelis Sinode mengenai pelayanan dari
yang bersangkutan, apakah pelayanan yang bersang-
kutan sebagai pendeta tugas khusus akan dilanjutkan
atau yang bersangkutan harus menjalani mutasi. Reko-
mendasi tersebut dapat menjadi keputusan bersama un-
tuk ditindaklanjutijika disetujui oleh Badan Pekerja Ma-
jelis Klasis yang terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode.
c) Jika terlapor tidak bertobat dan terlapor adalah pendeta
tugas khusus klasis, proses dilanjutkan ke Tata Laksana
Pasal43.
d) Jika terlapor tidak bertobat dan terlapor adalah pendeta
tugas khusus sinode wilayah, proses dilanjutkan ke Tata
Laksana Pasal 44.
e) Jika terlapor tidak bertobat dan terlapor adalah pendeta
tugas khusus sinode, proses dilanjutkan ke Tata Laksana
Pasal45
94
mengajarkan ajaran yang bertentangan dengan Firman Allah dan
ajaran GKI, termasuk menyalahgunakan dan/atau mengingkari
jabatannya, sehingga menjadi batu sandungan bagi orang lain,
terhadapnya dapat ditempuh langkah-Iangkah penggembalaan
umum yang dapat menjadi dasar bagi pelaksanaan penggembala-
an khusus bagi yang bersangkutan.
b. Langkah-Iangkah itu hams didasarkan pada:
I) Laporan tentang dugaan dari:
a) Anggota dari Jemaat di mana pendeta emeritus tersebut
menjadi anggota,
b) Anggota atau penatua atau pendeta dari lemaat lain,
yang diterima oleh penatua dan/atau pendeta dari Jemaat di
mana pendeta emeritus tersebut menjadi anggota. Laporan
tersebut disampaikan secara Iisan dan/atau tertulis yang da-
pat disertai dengan bukti-bukti awal. Laporan tersebut belum
dapat dipakai sebagai dasar untuk melaksanakan penggem-
balaan khusus.
2) Dugaan dari penatua dan/atau pendeta dari Jemaat di mana
pendeta emeritus tersebut menjadi anggota. Dugaan itu be-
lum dapat dipakai sebagai dasar untuk melaksanakan peng-
gembalaan khusus.
c. Bertolakdari laporan/dugaan itu, penatua dan/atau pendeta
tersebut melakukan klarifikasi, termasuk kepada teriapor/terduga,
untuk mengetahui kebenaran laporan/dugaan tersebut.
d. Jika laporan/dugaan tersebut tidak benar, penatua dan/atau pen-
deta tersebut memutuskan bahwa kasus ini dianggap selesai, dan
hal tersebut diberitahukan kepada pelapor. Penatua dan/atau pen-
deta tersebut dapat melakukan langkah-Iangkah penggembalaan
umum terhadap pelapor.
e. Jika laporan/dugaan tersebut diakui benar oleh terlapor, penatua
dan/atau pendeta itu melakukan peneguran dan memberikan na-
sihat kepada terlapor dalam kasih agar ia bertobat. Jika terlapor
bertobat, penggembalaan umum terhadapnya dianggap selesai
dan hal ini tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk melaksanakan
penggembalaan khusus.
f. Jika laporan/dugaan tersebut disangkal oleh terlapor, sedangkan
penatua dan/atau pendeta itu berpendapat bahwa laporan tersebut
95
diduga benar, ataujika laporan/dugaan tersebut diakui benar oleh
terlapor tetapi ia tidak bertobat, penatua dan/atau pendeta itu
melaporkan hal itu kepada Majelis lemaat dari lemaat di mana
pendeta emeritus menjadi anggotanya dengan tembusan kepada
Badan Pekerja Majelis Sinode.
g. Berdasarkan laporan dari penatua dan!atau pendeta itu, Majelis
lemaat melakukan penyelidikan lebih lanjut mengenai kebenaran
laporan itu.
I) Jika Majelis Jemaat menyimpulkan bahwa laporan tersebut
tidak benar, Majelis lemaat memutuskan bahwa kasus ini
'.
dianggap selesai, dan hal tersebut diberitahukan kepada ang-
gota atau penatua atau pendeta yang melaporkan. Majelis
Jemaat dapat melakukan langkah-Iangkah penggembalaan
umum terhadap pelapor.
2) Jika Majelis lemaat menyimpulkan bahwa laporan tersebut
benar, Majelis Jemaat dalam kerangka penggembalaan
umum mengadakan percakapan pastoral dengan terlapor
agar ia bertobat. Jika terlapor bertobat, Majelis Jemaat me-
mutuskan bahwa penggembalaan umum terhadapnya diang-
gap selesai dan hal ini tidak dapat dipakai sebagai dasar un-
tuk melaksanakan penggembalaan khusus.
3) Jika terlapor tidak bertobat, proses dilanjutkan ke Tata Laksa-
na Pasal46.
6. Terhadap Majelis Jemaat
a. lika ada Majelis Jemaat dari sebuah lemaat yang diduga meng-
ambit keputusan dan/atau melakukan praktik kehidupan dan
pelayanan gerejawi yang bertentangan dengan Firman Allah dan!
atau Tata Oereja dan Tata Laksana OK! dan/atau Ajaran OK!
danlatau keputusan-keputusan dari Majelis Klasis dan/atau Majelis
Sinode Wilayah dan/atau Majelis Sinode, sehingga mengancam
keutuhan Jemaat dan keutuhan OKI secara menyeluruh, menye-
babkan meluasnya ajaran yang bertentangan dengan Firman Allah
dan Ajaran OKl, dan menyebabkan meluasnya praktik bergereja
yang tidak sesuai dengan Tata Oereja dan Tata Laksana OKI,
terhadapnya dapat ditempuh langkah-Iangkah penggembalaan
96
umum yang dapat menjadi dasar bagi pelaksanaan penggemba-
laan khusus bagi Majelis Jemaat tersebut.
b. Langkah-Iangkah itu harus didasarkan pada
I) Laporan tentang dugaan dari:
a) Majelis Jemaat dari lemaat lain,
b) Badan Pekerja Majelis Klasis,
c) Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah,
d) Badan Pekerja Majelis Sinode,
yang diterima oleh Badan Pekerja Majelis Klasis dari Klasis
yang terkait. Laporan tersebut disampaikan seeara tertulis
yang dapat disertai dengan bukti-bukti awa!. Laporan terse-
but belum dapat dipakai sebagai dasar untuk melaksanakan
penggembalaan khusus.
2) Dugaan dari Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait. Du-
gaan itu belum dapat dipakai sebagai dasar untuk melaksana-
kan penggembalaan khusus.
e. Bertolak dari laporan/dugaan itu, Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait melakukan klarifikasi, termasuk kepada terlapor/
terduga, untuk mengetahui kebenaran laporan/dugaan tersebut.
d. Jika laporan/dugaan tersebut diakui benar oleh terlapor, Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait melakukan peneguran dan
memberikan nasihat kepada terlapor dalam kasih agar ia bertobat.
Jika terlapor bertobat, penggembalaan umum terhadapnya diang-
gap selesai dan hal ini tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk
melaksanakan penggembalaan khusus.
e. Jika laporan/dugaan tersebut disangkal oleh terlapor, sedangkan
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait berpendapat bahwa
laporan tersebut benar, ataujika laporan/dugaan tersebut diakui
benar oleh terlapor tetapi ia tidak bertobat, Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait melaporkan hal itu kepada Badan Pekerja
Majelis Sinode dengan tembusan kepada Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang terkait.
f. Badan Pekerja Majelis Sinode mengadakan perlawatan khusus
jemaat kepada Majelis Jemaat yang bersangkutan dengan me-
Iibatkan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait. Dalam perlawatan
97
tersebut para pelawat melakukan klarifikasi lagi dan peneguran
jika dianggap perlu. Perlawatan itu dapat dilakukan lebih dari sa-
tu (1) kali.
g. Para pelawat melaporkan hasil akhir perlawatannya kepada Ba-
dan Pekerja Majelis Sinode.
h. Jika Badan Pekerja Majelis Sinode dalam rapatnya yang meli-
batkan para pelawat, Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait
dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait menyim-
pulkan bahwa laporan tersebut tidak benar, Badan Pekerja Majelis
Sinode memutuskan bahwa kasus ini dianggap selesai, dan hal
tersebut diberitahukan kepada Majelis lemaat terlapor dan pe-
lapor. Badan Pekerja Majelis Sinode dapat melakukan langkah-
langkah penggembalaan umum terhadap pelapor.
1. Jika Badan Pekerja Majelis Sinode dalam rapatnya yang melibat-
kan para pelawat, Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait
dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait menyim-
pulkan bahwa laporan tersebut benar dan terlapor bertobat, Badan
Pekerja Majelis Sinode memutuskan bahwa kasus ini dianggap
selesai, dan hal tersebut diberitahukan kepada Majelis Jemaat
terlapor dan pelapor.
j. Jika Badan Pekerja Majelis Sinode dalam rapatnya yang melibat-
kan para pelawat, Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait
dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait menyim-
pulkan bahwa laporan tersebut benar dan terlapor tidak bertobat,
proses dilanjutkan ke Tata Laksana Pasal47.
Pasal39
PROSEDURPELAKSANAAN
PENGGEMBALAAN KHUSUS
TERHADAPANGGOTA BAPTISAN
98
menetapkan bahwa terlapor berada di bawah penggembalaan khu-
sus. Karena berada di bawah penggembalaan khusus, yang bersang-
kutan tidak diperkenankan untuk mengaku percaya, untuk menerima
pelayanan pemikahan gerejawi, dan untuk diproses menjadi anggota
badan pelayanan jemaat. Jika yang bersangkutan sudah menjadi
anggota badan pelayananjemaat, ia dinonaktitkan untuk paling lama
enam (6) bulan dalam badan pelayanan jemaat tersebut.
2. Majelis Jemaat melaksanakan penggembalaan khusus terhadap yang
bersangkutan dalam bentuk percakapan pastoral, pembimbingan,
peneguran, dan pendampingan, agar yang bersangkutan bertobat.
Selama menjalani penggembalaan khusus itu yang bersangkutan te-
rus menerus didoakan.
3. Jika dalam waktu paling lama enam (6) bulan yang bersangkutan
bertobat, Majelis Jemaat dalam persidangannya menetapkan bahwa
penggembalaan khusus terhadapnya dinyatakan selesai dan yang
bersangkutan diperkenankan untuk mengaku percaya, untuk mene-
rima pelayanan pemikahan gerejawi, dan untuk diproses menjadi
anggota badan pelayanan jemaat. Jika yang bersangkutan sudah
menjadi anggota badan pelayananjemaat, ia diaktifkan kembali dalam
badan pelayanan jemaat tersebut.
4. Jika yang bersangkutan tetap tidak bertobat, yang bersangkutan tidak
diperkenankan untuk mengaku percaya, tidak diperkenankan untuk
menerima pelayanan pemikahan gerejawi, tidak diperkenankan untuk
diproses menjadi anggota badan pelayananjemaat, dan keanggota-
annya dalam badan pelayanan dihentikan. Penggembalaan khusus
terhadapnya tetap dilanjutkan terus oleh Majelis Jemaat yang terkait
timpa batas waktu dan yang bersangkutan terus menerus didoakan.
99
Pasa140
PROSEDURPELAKSANAAN
PENGGEMBALAAN KHUSUS
TERHADAPANGGOTASIDI
100
untuk diproses menjadi anggota badan pelayanan jemaatlklasis/si-
node wilayah/sinode. Oi samping itu,jika yang bersangkutan sudah
menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/
sinode, ia diaktifkan kernbali dalam badan pelayanan tersebul. Majelis
Jernaat memberitahukan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang
terkait/Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait/Badan
Pekerja Majelis Sinode tentang pengakhiran penggembalaan khusus
kepada yang bersangkutan agar hal itu ditindaklanjuti sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
5. Jika yang bersangkutan tetap tidak bertobat, yang bersangkutan tidak
diperkenankan untuk membaptiskan anaknya, untuk mengikuti per-
jamuan kudus, untuk menerima pelayanan pemikahan gerejawi, untuk
memilih dan dipilih menjadi pejabat gerejawi, dan untuk diproses
menjadi anggota badan pelayanan jemaatlklasislsinode wilayahlsino-
de. Jika yang bersangkutan sudah menjadi anggota badan pelayanan
jemaatlklasis/sinode wilayah/sinode, keanggotaannya dalam Iernba-
gallembaga-lembaga tersebut dihentikan. Untuk maksud itu Majelis
Jemaat memberitahukan haltersebut kepada Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait/Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang ter-
kaitlBadan Pekerja Majelis Sinode bahwa yang bersangkutan berada
di bawah penggembalaan khusus agar hal itu ditindaklanjuti sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Penggembalaan khusus terhadapnya
tetap dilanjutkan terus oleh Majelis Jemaat yang terkaittanpa batas
waktu dan yang bersangkutan terus menerus didoakan.
Pasal41
PROSEDURPELAKSANAAN
PENGGEMBALAAN KHUSUS
TERHADAPPENATUA
101
terlapor berada di bawah penggembalaan khusus. Karena berada
di bawah penggembalaan khusus, yang bersangkutan dinonaktitkan
untuk paling lama enam (6) bulan dari tugas-tugasnya sebagai pe-
natua. Ia juga tidak diperkenankan untuk membaptiskan anaknya,
untuk mengikuti perjamuan kudus, untuk menerima pelayanan per-
nikahan gerejawi, memilih pejabat gerejawi, dan untuk diproses men-
jadi anggota badan pelayananjemaatlklasis/sinode wilayahlsinode.
Jika yang bersangkutan sudah menjadi anggota Badan Pekerja Maje-
lis KlasisIBadan Pekelja Majelis Sinode WilayahiBadan Pekerja Ma-
jelis Sinode, serta menjadi anggota badan pelayananjemaatlklasisl
sinode wilayahlsinode, ia dinonaktifkan dalam lembagafJembaga-lem-
baga tersebut untuk paling lama enam (6) bulan. Majelis Jemaat
memberitahukan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkaitl
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkaitlBadan Pekerja
Majelis Sinode bahwa yang bersangkutan berada di bawah penggem-
balaan khusus agar hal itu ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
2. Majelis Jemaat melaksanakan penggembalaan khusus terhadap yang
bersangkutan dalam bentuk percakapan pastoral, pembimbingan,
peneguran, pendampingan, agar yang bersangkutan bertobat. Selama
menjalani penggembalaan khusus itu yang bersangkutan terus me-
nerus didoakan.
3. Jika dalam waktu paling lama enam (6) bulan yang bersangkutan
bertobat, Majelis Jemaat dalam persidangannya menetapkan bahwa
penggembalaan khusus terhadapnya dinyatakan selesai, dan yang
bersangkutan diperkenankan untuk membaptiskan anaknya, untuk
mengikuti perjamuan kudus, untuk menerima pelayanan pernikahan
gerejawi, memilih pejabat gerejawi, dan untuk diproses menjadi ang-
gota badan pelayananjemaatlklasislsinode wilayahlsinode. Jika yang
bersangkutan menjadi anggota badan pelayananjemaatlklasis/sinode
wilayahlsinode, ia diaktitkan kembali dalam badan pelayanan terse-
but. Majelis Jemaat memberitahukan kepada Badan Pekerja Majel is
Klasis yang terkaitlBadan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang ter-
kaitlBadan Pekerja Majelis Sinode tentang pengakhiran penggemba-
laan khusus kepada yang bersangkutan agar hal itu ditindaklanjuti
102
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Majelis Jemaat dalam per-
sidangannyajuga menetapkan untuk memulihkan atau menanggalkan
jabatan gerejawi yang bersangkutan dengan mempertimbangkan ten-
tang kesatuan Jemaat dan keberlangsungan pelayanan Jemaat secara
menyeluruh.
4. Jika dalam waktu paling lama enam (6) bulan yang bersangkutan
tetap tidak bertobat, jabatan gerejawi yang bersangkutan ditang-
galkan. Jika yang bersangkutan menjadi anggota Badan Pekerja
Majelis Klasis/Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah/Badan Pekerja
Majelis Sinode, serta menjadi anggota badan pelayananjemaatlklasisl
sinode wilayah/sinode, keanggotaannya dalam lembagallembaga-
lembaga tersebutjuga ditanggalkan. Untuk maksud itu, Majelis Jema-
at memberitahukan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang ter-
kait/Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait/Badan Pe-
kerja Majelis Sinode tentang penanggalanjabatan dari yang bersang-
kutan agar hal itu ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang ber-
laku. Di samping itu, yang bersangkutan tetap tidak diperkenankan
untuk membaptiskan anaknya, untuk mengikuti perjamuan kudus,
untuk menerima pelayanan pemikahan gerejawi, untuk memilih dan
dipilih menjadi pejabat gerejawi, dan untuk diproses menjadi anggota
'. badan pelayananjemaat/klasis/sinode wilayah/sinode. Penggemba-
laan khusus terhadapnya tetap dilanjutkan terus oleh Majelis Jemaat
yang terkait tanpa batas waktu dan yang bersangkutan terus menerus
didoakan.
Pasal42
PROSEDURPELAKSANAAN
PENGGEMBALAAN KHUSUS
TERHADAPPENDETA YANG MELAYANI JEMAAT
DANPENDETATUGASKHUSUSJEMAAT
103
yang dilaporkan (Iihat Tata Laksana Pasal 38:3) dan yang ber-
sangkutan tetap tidak bertobat, Majelis Jemaat meminta perlawatan
khusus jemaat kepada Badan Pekerja Majelis Sinode.
104
7. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal penggembalaan khusus
tersebut dalam warta jemaat pada hari Minggu terdekat.
8. Selama menjalani penggembalaan khusus itu Majelis Jemaat yang
terkait tetap memberikanjaminan kebutuhan hidup total dan semua
penggantian biaya yang wajib diberikan (Tata Laksana Bab XXXV)
kepada yang bersangkutan serta terus menerus mendoakannya.
9. Penggembalaan khusus dilaksanakan oleh sebuah tim pastoral yang
harns dibentuk oleh Badan Pekerja Majelis Sinode selambat-Iambat-
nya dua (2) minggu sesudah penetapan penggembalaan khusus, de-
ngan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Tim pastoral terdiri dari wakil-wakil Majelis Jemaat yang terkait,
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode ditam-
bah dengan orang-orang lain yang dianggap perlu.
b. Tim pastoral diangkat dengan surat keputusan dan diberhentikan
oleh dan bertanggungjawab kepada Badan Pekerja Majelis Sinode.
c. Tim pastoral melaksanakan tugasnya sampai penggembalaan khu-
sus dinyatakan selesai atau yang bersangkutan ditanggalkan jabat-
an gerejawinya.
10. Penggembalaan khusus dilaksanakan oleh tim pastoral dalam bentuk
percakapan pastoral, pembimbingan, peneguran, dan pendampingan,
agar yang bersangkutan bertobat.
11. Tim pastoral melaporkan secara tertulis setiap tindakan pastoralnya,
serta evaluasi perkembangan hasil penggembalaan khusus tersebut
kepada Badan Pekerja Majelis Sinode, Majelis Jemaat terkait, Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Si-
node Wilayah yang terkait.
12. Dalam waktu paling lama enam (6) bulan tim pastoral sudah menyam-
paikan hasil akhir pelaksanaan tugasnya kepada Badan Pekerja
Majelis Sinode, Majelis Jemaat yang terkait, Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang
terkait.
105
13. Badan Pekerja Majelis Sinode dalam rapatnya yang melibatkan tim
pastoral, Majelis Jemaat yang terkait, Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait
membahas laporan tim pastoral.
14. Jika dalam rapat tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menyimpul-
kan bahwa pendeta yang bersangkutan telah bertobat:
a. Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan surat pemyataan bah-
wa penggembalaan khusus kepada yang bersangkutan selesai
dengan salinan kepada Majelis Jemaat yang terkait, Badan Pe-
kerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Si-
node Wilayah yang terkait. Dengan demikian pendeta yang ber-
sangkutan diperkenankan untuk melakukan tugas-tugasnya se-
bagai pendeta, untuk membaptiskan anaknya, untuk mengikuti
perjamuan kudus, untuk menerima pelayanan pemikahan gereja-
wi, untuk memilih pejabat gerejawi, dan untuk diproses menjadi
anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode.
Jika yang bersangkutan sudah menjadi anggota badan pelayanan
jemaat/klasislsinode wilayah/sinode, keangggotaannya dalam lem-
baga/lembaga-Iembaga tersebut diaktifkan kembali.
b. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal selesainya penggem-
balaan khusus tersebut dalam warta jemaat pada hari Minggu
terdekat.
c. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis
hal selesainya penggembalaan khusus tersebut kepada semua
Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan secara tertulis bahwa
tugas tim pastoral telah berakhir dan karena itu tim pastoral dibu-
barkan.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode melakukan perlawatan khusus ke-
pada Majelis Jemaat yang terkait, dengan melibatkan Badan Pe-
kerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Si-
node Wilayah yang terkait, untuk memutuskan apakah pelayanan
yang bersangkutan akan dilanjutkan di Jemaat yang terkait atau
yang bersangkutan harus menjalani mutasi.
106
15. Jika dalam rapat yang disebutkan dalam Butir 13 di atas Badan Peker-
ja Majelis Sinode menyimpulkan bahwa pendeta yang bersangkutan
tidak bertobat:
a. Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan keputusan tentang
penanggalanjabatan pendeta yang bersangkutan, dengan salinan
kepada Majelis Jemaat yang terkait. Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang
terkait. Dengan demikian yang bersangkutan tidak diperkenankan
untuk membaptiskan anaknya, untuk mengikuti perjamuan kudus,
untuk m€;nerima pelayanan pernikahan gerejawi, untuk memilih
dan dipilih pejabat gerejawi, dan untuk diproses menjadi anggota
badan pelayananjemaat/klasis/sinode wilayahlsinode. Jika yang
bersangkutan sudah menjadi anggota badan pelayanan jemaatl
klasis/sinode wilayah/sinode, keanggotaannya dalam lembagal
lembaga-Iembaga tersebut dihentikan.
b. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal penanggalan jabatan
tersebut dalam warta jemaat pada hari Minggu terdekat.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan seeara tertulis
hal penanggalanjabatan tersebut kepada semua Majelis Jemaat,
semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah.
d. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait melaporkan hal penang-
galanjabatan tersebut kepada Majelis Klasis yang tcrkait dalam
persidangannya yang terdekat.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melaporkan
hal penanggalanjabatan tersebut kepada Majelis Sinode Wilayah
yang terkait dalam persidangannya yang terdekat.
f. Badan Pekerja Majelis Sinode melaporkan hal penanggalan ja-
batan tersebut kepada Majelis Sinode dalam persidangannya yang
terdekat.
g. Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan seeara tertulis bahwa
tugas tim pastoral telah berakhir dan karena itu tim pastoral di-
bubarkan.
16. Sejak ditanggalkanjabatan gerejawinya, yang bersangkutan masih
diberi jaminan kebutuhan hidup total oleh Majelis Jemaat yang terkait
untuk tiga (3) bulan. Mengenai penggantian biaya-biaya yang wajib
107
diberikan (Tata Laksana Bab XXXV) untuk masa tiga (3) bulan
tersebut, Majelis Jemaat yang terkait mengambil keputusan tersendiri
dengan melibatkan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait.
17. Penggembalaan khusus terhadapnya tetap dilanjutkan terus oleh Ma-
jelis Jemaat yang terkait tanpa batas waktu dan yang bersangkutan
terns menerus didoakan.
Pasal43
PROSEDURPELAKSANAAN
PENGGEMBALAAN KHUSUS
TERHADAPPENDETA TUGAS KHUSUS KLASIS
108
4. Sejak penetapan status penggembalaan khusus tersebut, pendeta
yang bersangkutan:
a. Tidak diperkenankan untuk membaptiskan anaknya, untuk me-
ngikuti perjamuan kudus, untuk menerima pelayanan pemikah-
an gerejawi, untuk memilih pejabat gerejawi, dan untuk diproses
menjadi anggota badan pelayananjemaat/klasis/sinode wilayahl
sinode. Jika yang bersangkutan sudah menjadi anggota badan
pelayananjemaat/klasislsinode wilayahlsinode, keangggota-annya
dalam lembagallembaga-Iembaga tersebut dinonaktifkan.
b. Tidak diperkenankan melakukan tugas-tugasnya sebagai pendeta.
5. Dalam waktu selambat-Iambatnya dua (2) minggu, Badan Pekerja
Majelis Sinode menerbitkan surat penetapan status penggembalaan
khusus atas pendeta yang bersangkutan yang ditujukan kepada pen-
deta yang bersangkutan. dengan salinan disampaikan kepada Majelis
Jemaat yang terkait. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait,
dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
6. Badan Pekerja Majelis Sinode juga memberitahukan secara tertulis
hal penggembalaan khusus tersebut kepada semua Majelis Jemaat,
semua Badan Pekerja Majelis Klasis. dan semua Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah.
7. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal penggembalaan khusus
tersebut dalam warta jemaat pada hari Minggu terdekat.
8. Selama menjalani penggembalaan khusus itu Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait tetap memberikanjaminan kebutuhan hidup total
dan semua penggantian biaya yang wajib diberikan (Tata Laksana
Bab XXXV) kepada yang bersangkutan serta terns menerus men-
doakannya.
9. Penggembalaan khusus dilaksanakan oleh sebuah tim pastoral yang
harus dibentuk oleh Badan Pekerja Majelis Sinode selambat-Iam-
batnya dua (2) minggu sesudah penetapan penggembalaan khusus.
dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Tim pastoral terdiri dari wakil-wakil Majelis Jemaat yang terkait.
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait. Badan Pekerja Majelis
109
Sinode Wilayah terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode ditam-
bah dengan orang-orang lain yang dianggap perlu.
b. Tim pastoral diangkat dengan surat keputusan dan diberhentikan
oleh dan bertanggungjawab kepada Badan Pekerja Majelis Si-
node.
e. Tim pastoral melaksanakan tugasnya sampai penggembalaan khu-
sus dinyatakan selesai atau yang bersangkutan ditanggalkan ja-
batan gerejawinya.
10. Penggembalaan khusus dilaksanakan oleh tim pastoral dalam bentuk
percakapan pastoral, pembimbingan, peneguran, dan pendampingan,
agar yang bersangkutan bertobat.
II. Tim pastoral melaporkan secara tertulis setiap tindakan pastoralnya,
serta evaluasi perkembangan hasil penggembalaan khusus tersebut
kepada Badan Pekerja Majelis Sinode, Majelis Jemaat terkait, Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Si-
node Wilayah yang terkait.
12. Dalam waktu paling lama enam (6) bulan tim pastoral sudah menyam-
paikan hasil akhir pelaksanaan tugasnya kepada Badan Pekerja
Majelis Sinode, Majelis Jemaat terkait, Badan Pekerja Majelis KIasis
yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
13. Badan Pekerja Majelis Sinode dalam rapatnya yang melibatkan tim
pastoral, Majelis Jemaat yang terkait, Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait
membahas laporan tim pastoral.
14. Jika dalam rapat tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menyimpul-
kan bahwa pendeta yang bersangkutan telah bertobat:
a. Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan surat pemyataan bah-
wa penggembalaan khusus kepada yang bersangkutan selesai
dan salinannya dikirimkan kepada Majelis Jemaat yang terkait,
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait. Dengan demikian pendeta
yang bersangkutan diperkenankan melakukan tugas-tugasnya se-
bagai pendeta, membaptiskan anaknya, untuk mengikuti perjamu-
an kudus, untuk menerima pelayanan pemikahan gerejawi, untuk
110
memilih pejabat gerejawi, dan untuk diproses menjadi anggota
badan pelayananjemaat/klasis/sinode wilayah/sinode. Jika yang
bersangkutan sudah menjadi anggota badan pelayanan jemaatl
klasis/sinode wilayahlsinode, keangggotaannya dalam lembagal
lembaga-Iembaga tersebut diaktifkan kembali.
b. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal selesainya penggem-
balaan khusus tersebut dalam warta jemaat pada harl Minggu
terdekat.
c. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis
hal selesainya penggembalaan khusus tersebut kepada semua
Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan secara tertulis bahwa
tugas tim pastoral telah berakhir dan karena itu tim pastoral dibu-
barkan.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode melakukan perlawatan khusus ke-
pada Majelis Jemaat yang terkait, dengan melibatkan Badan Pe-
kerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Si-
node Wilayah yang terkait, untuk memutuskan apakah pelayanan
yang bersangkutan akan dilanjutkan di Klasis yang terkait atau
yang bersangkutan harus menjalani mutasi.
15. Jika dalam rapat tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menyimpul-
kan bahwa pendeta yang bersangkutan tidak bertobat:
a. Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan keputusan tentang
penanggalan jabatan pendeta yang bersangkutan dan salinannya
dikirimkan kepada Majelis Jemaat yang terkait, Badan Pekerja
Majelis Klasis yang terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode Wila-
yah yang terkait. Dengan demikian yang bersangkutan tidak diper-
kenankan membaptiskan anaknya, untuk mengikuti perjamuan
kudus, untuk menerima pelayanan pernikahan gerejawi, untuk
memilih pejabat gerejawi, dan untuk diproses menjadi anggota
badan pelayananjemaatlklasis/sinode wilayahlsinode. Jika yang
bersangkutan sudah menjadi anggota badan pelayanan jemaatl
klasis/sinode wilayahlsinode, keangggotaannya dalam lembagal
lembaga-Iembaga tersebut dihentikan.
111
b. Majelis Jemaat yang terkaitmewartakan hal penanggalanjabatan
tersebut dalam wartajemaat pada hari Minggu terdekat.
c. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis
hal penanggalan jabatan tersebut kepada semua Majelis Jemaat.
semua Badan Pekerja Majelis Klasis. dan semua Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah.
d. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait melaporkan hal penang-
galan jabatan tersebut kepada Majel is Klasis yang terkait dalam
persidangannya yang terdekat.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melaporkan
hal penanggalanjabatan tersebut kepada Majelis Sinode Wilayah
yang terkait dalam persidangannya yang terdekat.
f. Badan Pekerja Majelis Sinode melaporkan hal penanggalan ja-
batan tersebut kepada Majelis Sinode dalam persidangannya yang
terdekat.
g. Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan secara tertulis bahwa
tugas tim pastoral telah berakhir dan karena itu tim pastoral dibu-
barkan.
16. Sejak ditanggalkanjabatan gerejawinya. yang bersangkutan masih
diberi jaminan kebutuhan hidup total oleh Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait untuk tiga (3) bulan. sedangkan penggantian biaya-
biaya yang wajib diberikan (Tata Laksana Bab XXXV) untuk masa
tiga (3) bulan tersebut ditetapkan secara khusus oleh Badan Pekerja
Majelis Klasis yang terkait.
17. Penggembalaan khusus terhadapnya tetap dilanjutkan terns oleh Ma-
jelis Jemaat yang terkait tanpa batas waktu dan yang bersangkutan
terus menerus didoakan.
112
Pasal44
PROSEDURPELAKSANAAN
PENGGEMBALAAN KHUSUS
TERHADAP
PENDETA TUGAS KHUSUS SINODE WlLAYAH
113
pelayananjemaat/klasis/sinode wilayah/sinode, keangggotaannya
dalam lembaga/lembaga-lembaga tersebut dinonaktifkan.
b. Tidak diperkenankan melakukan tugas-tugasnya sebagai pendeta.
5. Dalam waktu selambat-lambatnya dua (2) minggu, Badan Pekerja
Majelis Sinode menerbitkan surat penetapan status penggembalaan
khusus atas pendeta yang bersangkutan yang ditujukan kepada pen-
deta yang bersangkutan, dengan salinan disampaikan kepada Majelis
Jemaat yang terkait, Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait,
dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
6. Badan Pekerja Majelis Sinode juga memberitahukan secara tertulis
hal penggembalaan khusus tersebut kepada semua Majelis Jemaat,
semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah.
7. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal penggembalaan khusus
tersebut dalam warta jemaat pada hari Minggu terdekat.
8. Selama menjalani penggembalaan khusus itu Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah tetap memberikan jaminan kebutuhan hidup total
dan semua penggantian biaya yang wajib diberikan (Tata Laksana
Bab XXXV) kepada yang bersangkutan serta terns menerns men-
doakannya.
9. Penggembalaan khusus dilaksanakan oleh sebuah tim pastoral yang
harns dibentuk oleh Badan Pekerja Majelis Sinode selambat-Iam-
batnya dua (2) minggu sesudah penetapan penggembalaan khusus,
dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Tim pastoral terdiri dari wakil-wakil Majelis Jemaat yang terkait,
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode ditam-
bah dengan orang-orang lain yang dianggap perlu.
b. Tim pastoral diangkat dengan surat keputusan dan diberhentikan
oleh dan bertanggungjawab kepada Badan Pekerja Majelis Sinode.
C. Tim pastoral melaksanakan tugasnya sampai penggembalaan khu-
sus dinyatakan selesai atau yang bersangkutan ditanggalkanjabat-
an gerejawinya.
114
10. Penggembalaan khusus dilaksanakan oleh tim pastoral dalam bentuk
percakapan pastoral, pembimbingan, peneguran, dan pendampingan,
agar yang bersangkutan bertobat.
II. Tim pastoral melaporkan secara tertulis setiap tindakan pastoralnya,
serta evaluasi perkembangan hasil penggembalaan khusus tersebut
kepada Badan Pekerja Majelis Sinode, Majelis Jemaat terkait, Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Si-
node Wilayah yang terkait.
12. Dalam waktu paling lama enam (6) bulan tim pastoral sudah menyam-
paikan hasil akhir pelaksanaan tugasnya kepada Badan Pekerja Ma-
jelis Sinode, Majelis Jemaat terkait, Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
13. Badan Pekerja Majelis Sinode dalam rapatnya yang melibatkan tim
pastoral, Majelis Jemaat yang terkait, Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait
membahas laporan tim pastoral.
14. Jika dalam rapat tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menyimpul-
kan bahwa pendeta yang bersangkutan telah bertobat:
a. Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan surat pemyataan bah-
wa penggembalaan khusus kepada yang bersangkutan selesai
dan salinannya dikirimkan kepada kepada Majelis Jemaat yang
terkait, Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait. Dengan demikian
pendeta yang bersangkutan diperkenankan melakukan tugas-tu-
gasnya sebagai pendeta, membaptiskan anaknya, untuk mengikuti
perjamuan kudus, untuk menerima pelayanan pemikahan gereja-
wi, untuk memilih pejabat gerejawi, dan untuk diproses menjadi
anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayahlsinode.
Jika yang bersangkutan sudah menjadi anggota barlan pelayanan
jemaatlklasislsinode wilayahlsinode, keangggotaannya dalam lem-
baga/lembaga-Iembaga tersebut diaktifkan kembali.
b. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal selesainya
penggembalaan khusus tersebut dalam warta jemaat pada han
Minggu terdekat.
115
e. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan seeara tertulis
hal selesainya penggembalaan khusus tersebut kepada semua
Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis. dan semua
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan seeara tertulis bahwa
tugas tim pastoral telah berakhir dan karena itu tim pastoral dibu-
barkan.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode melakukan perlawatan khusus ke-
pada Majelis Jemaat yang terkait. dengan melibatkan Badan Pe-
kerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Si-
node Wilayah yang terkait, untuk memutuskan apakah pelayanan
yang bersangkutan akan dilanjutkan di Sinode Wilayah yang ter-
kait atau yang bersangkutan harus menjalani mutasi.
15. Jika dalam rapat tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menyimpul-
kan bahwa pendeta yang bersangkutan tidak bertobat:
a. Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan keputusan tentang
penanggalan jabatan pendeta yang bersangkutan dan salinannya
dikirimkan kepada Majelis Jemaat yang terkait. Badan Pekerja
Majelis Klasis yang terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode Wi-
layah yang terkait. Dengan demikian yang bersangkutan tidak
diperkenankan membaptiskan anaknya. uotuk mengikuti perjamu-
an kudus. untuk menerima pelayanan pemikahan gerejawi. untuk
memilih dan dipilih sebagai pejabat gerejawi. dan untuk diproses
menjadi anggota badan pelayananjemaat/klasis/sinode wilayah/
sinode. Jika yang bersangkutan sudah menjadi anggota badan
pelayanan jemaatlklasis/sinode wilayahlsinode. keangggotaannya
dalam lembaga/lembaga-Iembaga tersebut dihentikan.
b. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal penanggalanjabatan
tersebut dalam warta jemaat pada hari Minggu terdekat.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan seeara tertulis
hal penanggalanjabatan tersebut kepada semua Majelis Jemaat.
semua Badan Pekerja Majelis Klasis. dan semua Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah.
d. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait melaporkan hal penang-
galan jabatan tersebut kepada Majelis Klasis yang terkait dalam
persidangannya yang terdekat.
116
e. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melaporkan
hal penanggalanjabatan tersebut kepada Majelis Sinode Wilayah
yang terkait dalam persidangannya yang terdekat.
f. Badan Pekerja Majelis Sinode melaporkan hal penanggalan ja-
batao tersebut kepada Majelis Sinode dalam persidangannya yang
terdekat.
g. Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan seeara tertulis bahwa
tugas tim pastoral telah berakhir dan karena itu tim pastoral dibu-
barkan.
16. Sejak ditanggalkan jabatan gerejawinya, yang bersangkutan masih
diberijaminan kebutuhan hidup total oleh Badan Pekerja Majelis Si-
node Wilayah yang terkait untuk tiga (3) bulan, sedangkan penggan-
tian biaya-biaya yang wajib diberikan (Tata Laksana Bab XXXV)
untuk masa tiga (3) bulan tersebut ditetapkan seeara khusus oleh
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
17. Penggembalaan khusus terhadapnya tetap dilanjutkan terus oleh Ma-
jelis Jemaat yang terkait tanpa batas waktu dan yang bersangkutan
terus menerus didoakan.
Pasal45
PROSEDURPELAKSANAAN
PENGGEMBALAAN KHUSUS
TERHADAPPENDETA TUGAS KHUSUS SINODE
117
3. Sejak penetapan status penggembalaan khusus tersebut. pendeta
yang bersangkutan:
a. Tidak diperkenankan untuk membaptiskan anaknya, untuk me-
ngikuti perjamuan kudus. untuk menerima pelayanan pemikahan
gerejawi. untuk memilih pejabat gerejawi. dan untuk diproses
menjadi anggota badan pelayananjemaat/klasislsinode wilayahl
sinode. Jika yang bersangkutan sudah menjadi anggota badan
pelayanan jemaatlklasislsinode wilayah/sinode. keangggotaannya
dalam lembaga/lembaga-Iembaga tersebut dinon-aktifkan.
b. Tidak diperkenankan melakukan tugas-tugasnya sebagai pendeta.
4. Dalam waktu selambat-Iambatnya dua (2) minggu. Badan Pekerja
Majelis Sinode menerbitkan surat penetapan status penggembalaan
khusus atas pendeta yang bersangkutan yang ditujukan kepada pen-
deta yang bersangkutan. dengan salinan disampaikan kepada Majelis
Jemaat yang terkait. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait.
dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
5. Badan Pekerja Majelis Sinodejuga memberitahukan secara tertulis
hal penggembalaan khusus tersebut kepada semua Majelis Jemaat.
semua Badan Pekerja Majelis Klasis. dan semua Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah.
6. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal penggembalaan khusus
tersebut dalam warta jemaat pada hari Minggu terdekat.
7. Selama menjalani penggembalaan khusus itu Badan Pekerja Majelis
Sinode tetap memberikan jaminan kebutuhan hidup total dan semua
penggantian biaya yang wajib diberikan (Tata Laksana Bab XXXV)
kepada yang bersangkutan serta terus menerus mendoakannya.
8. Penggembalaan khusus dilaksanakan oleh sebuah tim pastoral yang
harus dibentuk oleh Badan Pekerja Majelis Sinode selambat-Iam-
batnya dua (2) minggu sesudah penetapan penggembalaan khusus.
dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Tim pastoral terdiri dari wakil-wakil Majelis Jemaat yang terkait,
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah terkait. dan Badan Pekerja Majelis Sinode ditam-
bah dengan orang-orang lain yang dianggap perlu.
118
b. Tim pastoral diangkat dengan surat keputusan dan diberhentikan
oleh dan bertanggungjawab kepada Badan Pekerja Majelis Si-
node.
e. Tim pastoral melaksanakan tugasnya sampai penggembalaan khu-
sus dinyatakan selesai atau yang bersangkutan ditanggalkanjabat-
an gerejawinya.
9. Penggembalaan khusus dilaksanakan oleh tim pastoral dalam bentuk
pereakapan pastoral, pembimbingan, peneguran, dan pendampingan,
agar yang bersangkutan bertobat.
10. Tim pastoral melaporkan seeara tertulis setiap tindakan pastoralnya,
serta evaluasi perkembangan hasil penggembalaan khusus tersebut
kepada Badan Pekerja Majelis Sinode, Majelis Jemaat terkait, Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Si-
node Wilayah yang terkait.
II. Dalam waktu paling lama enam (6) bulan tim pastoral sudah menyam-
paikan hasil akhir pelaksanaan tugasnya kepada Badan Pekerja Ma-
jelis Sinode, Majelis lemaat terkait, Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
12. Badan Pekerja Majelis Sinode dalam rapatnya yang melibatkan tim
pastoral, Majelis lemaat yang terkait, Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait
membahas laporan tim pastoral.
13. Jika dalam rapat tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menyimpul-
kan bahwa pendeta yang bersangkutan telah bertobat:
a. Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan surat pemyataan bah-
wa penggembalaan khusus kepada yang bersangkutan selesai
dan salinannya dikirimkan kepada Majelis Jemaat yang terkait,
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait. Dengan demikian pendeta
yang bersangkutan diperkenankan melakukan tugas-tugasnya se-
bagai pendeta, membaptiskan anaknya, untuk mengikuti perjamu-
an kudus, untuk menerima pelayanan pemikahan gerejawi, untuk
memilih pejabat gerejawi, dan untuk diproses menjadi anggota
119
badan pelayananjemaatlklasis/sinode wilayah/sinode. Jika yang
bersangkutan sudah menjadi anggota badan pelayanan jemaat/
klasis/sinode wilayah/sinode, keanggotaannya dalam lembagal
lembaga-Iembaga tersebut diaktitkan kembali.
b. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal selesainya penggem-
balaan khusus tersebut dalam warta jemaat pada hari Minggu
terdekat.
c. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis
hal selesainya penggembalaan khusus tersebut kepada semua
Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan secara tertulis bahwa
tugas tim pastoral telah berakhir dan karena itu tim pastoral dibu-
barkan.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode melakukan perlawatan khusus ke-
pada Majelis Jemaat yang terkait, dengan melibatkan Badan Pe-
kerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Si-
node Wilayah yang terkait, untuk memutuskan apakah pelayanan
yang bersangkutan akan dilanjutkan di Sinode atau yang ber-
sangkutan harus menjalani mutasi.
14. Jika dalam rapat tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menyimpul-
kan bahwa pendeta yang bersangkutan tidak bertobat:
a. Hadan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan keputusan tentang
penanggalan jabatan pendeta yang bersangkutan dan salinannya
dikirimkan kepada Majelis Jemaat yang terkait, Hadan Pekerja
Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait. Dengan demikian yang bersangkutan tidak
diperkenankan membaptiskan anaknya, untuk mengikuti perjamu-
an kudus, untuk menerima pelayanan pernikahan gerejawi, untuk
memilih pejabat gerejawi, dan untuk diproses menjadi anggota
badan pelayananjemaatlklasis/sinode wilayah/sinode. Jika yang
bersangkutan sudah menjadi anggota badan pelayanan jemaat/
klasis/sinode wilayah/sinode, keangggotaannya dalam lembagal
lembaga-Iembaga tersebut dihentikan.
b. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal penanggalanjabatan
tersebut dalam warta jemaat pada hari Minggu terdekat.
120
c. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis
hal penanggalanjabatan tersebut kepada semua Majelis Jemaat,
semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah.
d. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait melaporkan hal penang-
galan jabatan tersebut kepada Majelis Klasis yang terkait dalam
persidangannya yang terdekat.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melaporkan
hal penanggalanjabatan tersebut kepada Majelis Sinode Wilayah
yang terkait dalam persidangannya yang terdekat.
f. Badan Pekerja Majelis Sinode melaporkan hal penanggalanjabat-
an tersebut kepada Majelis Sinode dalam persidangannya yang
terdekat.
g. Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan secara tertulis bahwa
tugas tim pastoral telah berakhir dan karena itu tim pastoral dibu-
barkan.
15. Sejak ditanggalkan jabatan gerejawinya, yang bersangkutan masih
diberi jaminan kebutuhan hidup total oleh Badan Pekerja Majelis
Sinode untuk tiga (3) bulan, sedangkan penggantian biaya-biaya yang
wajib diberikan (Tata Laksana Bab XXXV) untuk masa tiga (3)
bulan tersebut ditetapkan secara khusus oleh Badan Pekerja Majelis
Sinode.
16. Penggembalaan khusus terhadapnya tetap dilanjutkan terus oleh Ma-
jelis Jemaat yang terkait tanpa batas waktu dan yang bersangkutan
terus menerus didoakan.
Pasal46
PROSEDURPELAKSANAAN
PENGGEMBALAAN KHUSUS
TERHADAP PENDETAEMERITUS
121
dilaporkan (lihat Tata Laksana Pasal 38:5) dan yang bersangkutan
tetap tidak bertobat, Badan Pekerja Majelis Sinode melakukan rapat
dengan melibatkan Majelis Jemaat yang terkait.
2. Dalam rapat tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menetapkan
status penggembalaan khusus atas pendeta yang bersangkutan.
3. Sejak penetapan status penggembalaan khusus tersebut, pendeta
yang bersangkutan:
a. Tidak diperkenankan untuk membaptiskan anaknya, untuk me-
ngikuti perjamuan kudus, untuk menerima pelayanan pemikahan
gerejawi, untuk memilih pejabat gerejawi, dan untuk diproses
menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/
sinode. Jika yang bersangkutan sudah menjadi anggota badan
pelayanan jemaatlklasis/sinode wilayahisinode, keangggotaannya
dalam lembaga/lembaga-Iembaga tersebut dinon-aktitkan.
b. Tidak diperkenankan melakukan tugas-tugasnya sebagai pendeta.
4. Dalam waktu selambat-lambatnya dua (2) minggu, Badan Pekerja
Majelis Sinode menerbitkan surat penetapan status penggembalaan
khusus atas pendeta yang bersangkutan yang ditujukan kepada pen-
deta yang bersangkutan, dengan tembusan disampaikan kepada Ma-
jelis Jemaat yang terkait, Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait,
dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
5. Badan Pekerja Majelis Sinode juga memberitahukan seeara tertulis
hal penggembalaan khusus tersebut kepada semua Majelis Jemaat,
semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah.
6. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal penggembalaan khusus
tersebut dalam warta jemaat pada hari Minggu terdekat.
7. Penggembalaan khusus dilaksanakan oleh sebuah tim pastoral yang
harus dibentuk olch Badan Pekerja Majelis Sinode selambat-
lambatnya dua (2) minggusesudah penetapan penggembalaan khu-
sus, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Tim pastoral terdiri dari wakil Majelis Jemaat yang terkait dan
Badan Pekerja Majelis Sinode ditambah dengan orang-orang lain
yang dianggap perlu.
122
b. Tim pastoral diangkat dengan surat keputusan dan diberhentikan
oleh dan bertanggungjawab kepada Badan Pekerja Majelis
Sinode.
c. Tim pastoral melaksanakan tugasnya sampai penggembalaan khu-
sus dinyatakan selesai atau yang bersangkutan ditanggalkanjabat-
an gerejawinya.
10. Dalam waktu paling lama enam (6) bulan tim pastoral sudah menyam-
paikan hasil akhir pelaksanaan tugasnya kepada Badan Pekerja Ma-
jelis Sinode dan Majelis lemaat yang terkait.
11. Badan Pekerja Majelis Sinode dalam rapatnya yang melibatkan tim
pastoral dan Majelis Jemaat yang terkait membahas laporan tim
pastoral.
12. Jika dalam rapat tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menyimpul-
kan bahwa pendeta yang bersangkutan telah bertobat:
a. Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan surat pemyataan bah-
wa penggembalaan khusus kepada yang bersangkutan selesai
dan salinannya dikirimkan kepada Majelis Jemaat yang terkait.
Dengan demikian pendeta yang bersangkutan diperkenankan me-
lakukan tugas-tugasnya sebagai pendeta, membaptiskan anak-
nya, untuk mengikuti perjamuan kudus, untuk menerima pela-
yanan pemikahan gerejawi, untuk memilih pejabat gerejawi, dan
untuk diproses menjadi anggota badan pelayananjemaatlklasis/
sinode wilayahlsinode. Jika yang bersangkutan sudah menjadi
anggota badan pelayanan jemaatlklasis/sinode wilayahlsinode,
keanggotaannya dalam lembagallembaga-Iembaga tersebut diak-
tifkan kembali.
123
b. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal selesainya penggem-
balaan khusus tersebut dalam warta jemaat pada hari Minggu
terdekat.
c. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis
hal selesainya penggembalaan khusus tersebut kepada semua
Majelis Jemaat. semua Badan Pekerja Majelis Klasis. dan semua
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan secara tertulis bahwa
tugas tim pastoral telah berakhir dan karena itu tim pastoral dibu-
barkan.
13. Jika dalam rapat tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menyimpul-
kan bahwa pendeta yang bersangkutan tidak bertobat:
a. Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan keputusan tentang
penanggalan jabatan pendeta yang bersangkutan dengan salinan
kepada Majelis Jemaat yang terkait. Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang
terkait. Dengan demikian yang bersangkutan tidak diperkenankan
membaptiskan anaknya, untuk mengikuti perjamuan kudus. untuk
menerima pelayanan pemikahan gerejawi. untuk memilih pejabat
gerejawi. dan untuk diproses menjadi anggota badan pelayanan
jemaatlklasis/sinode wilayahlsinode. Jika yang bersangkutan su-
dah menjadi anggota badan pelayananjemaatlklasislsinode wila-
yahlsinode. keanggotaannya dalam lembagallembaga-Iembaga
tersebut dihentikan.
b. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal penanggalanjabatan
tersebut dalam warta jemaat pada hari Minggu terdekat.
c. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis
hal penanggalanjabatan tersebut kepada semua Majelis Jemaat,
semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah.
d. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait melaporkan hal penang-
galanjabatan tersebut kepada Majelis Klasis yang terkait dalam
persidangannya yang terdekat.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melaporkan
hal penanggalanjabatan tersebut kepada Majelis Sinode Wilayah
yang terkait dalam persidangannya yang terdekat.
124
f. Badan Pekerja Majelis Sinode melaporkan hal penanggalan ja-
batan tersebut kepada Majelis Sinode dalam persidangannya yang
terdekat.
g. Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan secara tertulis bahwa
tugas tim pastoral telah berakhir dan karena itu tim pastoral dibu-
barkan.
14. Penggembalaan khusus terhadapnya tetap dilanjutkan terus oleh Ma-
jelis Jemaat yang terkait tanpa hatas waktu dan yang bersangkutan
terus menerus didoakan.
Pasal47
PROSEDURPELAKSANAAN
PENGGEMBALAAN KHUSUS
TERHADAPMAJELIS JEMAAT
125
5. Anggota Majelis Jemaat yang bersangkutan tidak diperkenankan
untuk membaptiskan anaknyat mengikuti perjamuan kudus t mene-
rima pelayanan pernikahan gerejawi t memilih pejabat gerejawi t dan
diproses menjadi anggota badan pelayananjemaat/klasis/sinode wila-
yah/sinode. Jika yang bersangkutan sudah menjadi anggota badan
pelayanan jemaat/klasislsinode wilayahlsinode t keanggotaannya da-
lam lembagallembaga-Iembaga tersebut dinon-aktifkan.
6. Sesudah Majelis Jemaat yang bersangkutan ditetapkan berada di
bawah penggembalaan khusus penggembalaan khusus dilaksanakan
t
oleh sebuah tim pastoral yang hams dibentuk oleh Badan Pekerja
Majelis Sinode selambat-Iambatnya dua (2) minggu sesudah penetap-
an penggembalaan khusus, dengan ketentuan-ketentuan sebagai
berikut:
a. Tim pastoral terdiri dari wakil-wakil Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah terkait, dan
Badan Pekerja Majelis Sinode.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode menjadi pengundang dalam pem-
bcntukan tim pastoral.
c. Badan Pekerja Majelis Sinode menjadi koordinator tim pastoral.
d. Tim pastoral diangkat oleh dan bertanggungjawab kepada Badan
Pekerja Majelis Sinode
e. Tim pastoral melaksanakan tugasnya sampai Badan Pekerja Ma-
jelis Sinode menyatakan tugasnya telah selesai.
7. Tim pastoral melaporkan secara tertulis setiap tindakan pastoralnyat
serta evaluasi perkembangan hasil penggembalaan khusus tersebut
kepada Badan Pckerja Majelis Sinode Badan Pekerja Majelis Klasis
t
yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
8. Dalam waktu paling lama enam (6) bulan tim pastoral sudah menyam-
paikan hasil akhir pelaksanaan tugasnya kepada Badan Pekerja
Majelis Sinode, Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Ba-
dan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
9. Badan Pekerja Majelis Sinode dalam rapatnya yang melibatkan tim
pastoral, Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait membahas laporan tim pastoral.
126
10. Jika dalam rapat tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menyimpul-
kan bahwa Majelis Jemaat yang bersangkutan telah bertobat:
a. Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan surat pemyataan bah-
wa penggembalaan khusus kepada Majelis Jemaat yang bersang-
kutan selesai dan salinannya dikirimkan kepada Badan Pekerja
Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait. Dengan demikian Majelis Jemaat yang
bersangkutan diperkenankan melakukan tugas-tugasnya sebagai
Majelis Jemaat, dan para pejabat gerejawi diperkenankan mem-
baptiskan anaknya, untuk mengikuti perjamuan kudus, untuk me-
nerima pelayanan pemikahan gerejawi, untuk memilih pejabat
gerejawi, dan untuk diproses menjadi anggota badan pelayanan
jemaat/klasis/sinode wilayahlsinode. Jika yang bersangkutan su-
dah menjadi anggota badan pelayananjemaat/klasis/sinode wila-
yahlsinode, keanggotaannya dalam lembaga/lembaga-Iembaga
tersebut diaktifkan kembali.
b. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait mewartakan hal sele-
sainya penggembalaan khusus tersebut dalam warta jemaat pada
hari Minggu terdekat.
c. Badan Pekerja Majelis Sinode menyelenggarakan serah terima
kepemimpinan dan pengelolaan harta milik Jemaat dari Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait kepada Majelis Jemaat yang
bersangkutan. Dalam berita acara serah terima tersebut sekaligus
dinyatakan bahwa tugas Badan Pekerja Majelis Klasis yang ter-
kait dalam melaksanakan tugas kepemimpinan untuk sementara
di Jemaat tersebut dan dalam mengamankan harta milik Jemaat
sudah selesai.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis
hal selesainya penggembalaan khusus tersebut kepada semua
Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan secara tertulis bahwa
tugas tim pastoral telah berakhir dan karena itu tim pastoral di-
bubarkan.
11. Jika dalam rapat tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode me-
nyimpulkan bahwa Majelis Jemaat yang bersangkutan tidak bertobat:
127
a. Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan keputusan tentang
penanggalan jabatan seluruh penatua dan pendeta dari lemont
yang bersangkutan dan salinannya dikirimkan kepada Badan Pe-
kerja Majelis Klasis yang terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait. Dengan demikian mereka tetap tidak diper-
kenankan untuk membaptiskan anaknya, untuk mengikuti per-
jamuan kudus, untuk menerima pelayanan pemikahan gerejawi,
untuk memilih pejabat gerejawi, dan untuk diproses menjadi ang-
gota badan pelayananjemaat/klasis/sinode wilayahlsinode. Jika
yang bersangkutan sudah menjadi anggota badan pelayananjema-
atlklasislsinode wilayahlsinode, keangggotaannya dalam lembagal
lembaga-Iembaga tersebut dihentikan.
b. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait mewartakan hal pe-
nanggalanjabatan tersebut dalam wartajemaat pada hari Minggu
terdekat.
c. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis
hal penanggalanjabatan tersebut kepada semua Majelis lemaat,
semua Badan Pekerja Majelis Klasis. dan semua Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah.
d. Badan Pekerja Majelis K1asis yang terkait melaporkan hal penang-
galanjabatan tersebut kepada Majelis Klasis yang terkait dalam
persidangannya yang terdekat.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melaporkan
hal penanggalanjabatan tersebut kepada Majelis Sinode Wilayah
yang terkait dalam persidangannya yang terdekat.
f. Badan Pekerja Majelis Sinode melaporkan hal penanggalanjabat-
an tersebut kepada Majelis Sinode dalam persidangannya yang
terdekat.
g. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait segera melakukan
proses pemanggilan penatua baru.
h. Badan Pekerja Majelis Sinode menyelenggarakan serah terima
kepemimpinan dan pengelolaan harta milikjemaat dan Badan Pe-
kerja Majelis K1asis yang terkait kepada Majelis lemaat yang bam.
Dalam berita acara serah terima tersebut sekaligus dinyatakan
bahwa tugas Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dalam
melaksanakan tugas kepemimpinan untuk sementara di Jemaat
tersebut dan ~Iam mengamankan harta milik lemont sudah selesai.
128
i. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis
hal selesainya penggembalaan khusus tersebut kepada semua
Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan dan
semua Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
j. Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan secara tertulis bahwa
tugas tim pastoral telah berakhir dan karena itu tim pastoral dibu-
barkan.
12. Jika hanya sebagian dari anggota Majelis Jemaat yang bersangkutan
yang bertobat danjumlahnya masih memenuhi syarat selaku Majelis
Jemaat, tim pastoral melaporkan hal tersebut kepada Badan Pekerja
Majelis Sinode. Badan Pekerja Majelis Sinode dalam rapatnya yang
melibatkan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait, dan tim pastoral menyatakan
bahwa mereka tetap menjalankan fungsi sebagai Majelis Jemaat. Ang-
gota-anggota Majelis Jemaat yang bersangkutan yang tidak bertobat
menjalani penggembalaan khusus terhadap pejabat gerejawi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku (untuk penatua Tata Laksana Pasal
41 dan untuk pendeta yang melayani Jemaat Tata Laksana 42).
13. Jika hanya sebagian dan anggota Majelis Jemaat yang bersangkutan
yang bertobat danjumlahnya tidak memenuhi syarat selaku Majelis
Jemaat, tim pastoral melaporkan hal tersebut kepada Badan Pekerja
Majelis Sinode. Badan Pekerja Majelis Sinode dalam rapatnya yang
melibatkan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait, dan tim pastoral:
a. Menonaktifkan untuk sementara para pejabat gerejawi yang tidak
bertobat. Penonaktifan dilakukan oleh Badan Pekerja Majelis
Sinode dengan memberikan Surat Keputusan. Hal itu diwartakan
dalam Jemaat yang bersangkutan dan disampaikan secara tertulis
kepada semua Majelis Jemaat dalam Klasis yang terkait. Jika
dalam proses pembentukan Majelis Jemaat yang baru mereka
bertobat, mereka diaktifkan kembali sebagai pejabat gerejawi.
Pengaktifan kembali dilakukan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode
dengan memberikan Surat Keputusan. Hal itu diwartakan dalam
Jemaat yang bersangkutan dan disampaikan secara tertulis ke-
pada semua Majelis Jemaat dalam Klasis yang terkait. Jika sampai
129
Majelis Jemaat yang baru terbentuk mereka tidak bertobat, ja-
batan gerejawi mereka ditanggalkan dan mereka menjalani peng-
gembalaan khusus sebagai anggota sidi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
b. Menugasi Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait melaksana-
kan tugas kepemimpinan Jemaat untuk sementara, termasuk me-
ngamankan harta milik Jemaat. Hal itu diwartakan dalam Jemaat
yang bersangkutan dan disampaikan seeara tertulis kepada semua
Majelis Jemaat dalam Klasis yang terkait.
e. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait segera melakukan
proses pemanggilan penatua baru.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode menyelenggarakan serah terima
kepemimpinan dan pengelolaan harta milik Jemaat dari Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait kepada Majelis Jemaat yang
barn dan dalam berita aeara serah terima tersebut sekaligus dinya-
takan bahwa tugas Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait
dalam melaksanakan tugas kepemimpinan untuk sementara di
Jemaat tersebut dan dalam mengamankan harta milik Jemaat
sudah selesai.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan seeara tertulis
hal selesainya penggembalaan khusus tersebut kepada semua
Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
f. Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan seeara tertulis bahwa
tugas tim pastoral telah berakhir dan karena itu tim pastoral dibu-
barkan.
14. Jika Majelis Jemaat yang bersangkutan tidak bersedia menerima
perlawatan, tim pastoral berwenang mengundang para anggota Ma-
jelis Jemaat yang bersangkutan.
15. Jika para anggota Majelis Jemaat yang bersangkutan tetap tidak
bersedia memenuhi undangan tim pastoral:
a. Tim pastoral melaporkan hal tersebut seeara tertulis kepada Ba-
dan PekeIja Majelis Sinode dengan salinan kepada Badan PekeIja
Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait.
130
b. Badan Pekerja Majelis Sinode dalam rapatnya yang melibatkan
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang terkait, dan tim pastoral memutuskan mene-
tapkan bahwa semua anggota Majelis Jemaat yang bersangkutan
tidak bertobat. Proses selanjutnya lihat Butir 12.
Babxm
PERLAWATAN
Pasal48
JENIS
I. Perlawatan Jemaat
a. Perlawatan Umum Rutin Jemaat.
b. Perlawatan Umum Insidental Jemaat.
c. Perlawatan Khusus Jemaat.
2. Perlawatan Klasis
3. Perlawatan Sinode Wilayah
Pasal49
PERLAWATAN UMUM RUTIN JEMAAT
1. Tujuan
a. Mengenal kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan Jemaat.
b. Mendorong, mengarahkan, dan menasihati Majelis Jemaat.
c. Membantu menyelesaikan masalah yang tidak dapat diselesaikan
oleh Majelis Jemaat.
d. Meningkatkan kehidupan bersama Jemaat-jemaat dalam Klasis
yang bersangkutan.
131
2. Pelawat
Perlawatan dilakukan oleh Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait
yang mengutus sedikitnya dua (2) orang anggotanya, sedapat-da-
patnya terdiri dari penatua dan pendeta, yang bertindak selaku
pelawat jemaat.
3. Hak Pelawat
a. Meminta laporan kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan
Jemaat.
b. Mengingatkan dan menasihati Majelis Jemaat.
c. Mempunyai hak suara.
5. Yang Oilawat
Yang dilawat adalah Majelis Jemaat.
8. Bahan Perlawatan
Bahan Perlawatan Umum Rutin Jemaat disusun oleh Badan Pekerja
Majelis Sinode berdasarkan Pedoman Pelaksanaan tentang Bahan
Perlawatan Umum Rutin Jemaat.
132
9. Pelaksanaan
a. Perlawatan Umum Rutin Jemaat dilakukan sedikitnya satu (1)
tahun sekali menjelang Persidangan Majelis Klasis.
b. Sekurang-kurangnya tiga (3) bulan sebelurn Perlawatan Urnurn
Rutin Jemaat dilakukan, Majelis Jemaat telah rnenerima pernbe-
ritahuan dari Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait yang
disertai dengan bahan perlawatan.
c. Sekurang-kurangnya dua (2) bulan sebelurn Perlawatan Urnurn
Rutin Jemaat dilakukan, Majelis Jemaat rnewartakan selarna dua
(2) hari Minggu berturut-turut rencana perlawatan tersebut kepada
anggota supaya anggota dapat ilrut rnendoakan dan mernberikan
masukan.
d. Jika ada anggota yang ingin rnemberikan rnasukan atau rnerniliki
masalah yang belurn rnendapat penyelesaian dari Majelis Jernaat,
ia dapat rnenyampaikan rnasukan atau rnasalahnya kepada pela-
wat secara tertulis melalui Majelis Jemaatnya dengan rnernberi-
kan ternbusan kepada pelawat.
e. Majelis Jernaat rnernbahas bahan Perlawatan Urnum Rutin Jerna-
at dan masukan dari anggota dalam Persidangan Majelis Jernaat
dan rnenyampaikan hasilnya kepada Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait sekurang-kurangnya satu ( I) bulan sebelum pelaksa-
naan perlawatan.
f. Perlawatan Urnurn Rutin Jernaat dilakukan dalam Persidangan
Majelis Jernaat. Majelis Jemaat rnernbuat notulen perlawatan
dan pelawat rnernbuat catatan perlawatan.
g. Hasil Perlawatan Urnurn Rutin Jemaat dilaporkan kepada Majelis
Klasis yang terkait.
Pasal50
PERLAWATAN UMUM INSIDENTALJEMAAT
I. Tujuan
Memeriksa Pos Jernaat yang akan dijadikan Bakal Jemaat, Bakal
Jemaat yang akan dilembagakan, Jemaat yang akan diubah sta-
tusnya, dan Jemaat dari gereja lain yang akan rnenggabungkan diri
ke GKI.
133
2. Pelawat
Perlawatan dilakukan oleh Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait
dan/atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dan/
atau Badan Pekerja Majelis Sinode yang masing-masing mengutus
sedikitnya dua (2) orang anggotanya, sedapat-dapatnya terdiri dari
penatua dan pendeta, yang bertindak selaku pelawat jemaat.
3. Hak Pelawat
a. Meminta data dan keterangan seluas-Iuasnya dari Majelis Jema-
at yang dilawat.
b. Mempunyai hak suara.
4. Tanggung Jawab Pelawat
a. Memberikan pendampingan kepada Majelis Jemnat dalam menye-
lesaikan masalah yang dihadapinya.
b. Membuat laporan tertulis hasil perlawatan dan mengirimkannya
kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan/atau Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dan/atau Badan
Pekerja Majelis Sinode dengan memberikan tembusan kepada
Majelis Jemaat yang dilawat.
c. Memegang rahasia jabatan.
5. Yang Dilawat
Yang dilawat adalah Majelis Jemaat.
6. Hak yang Dilawat
a. Memperoleh pendampingan dari pelawat.
b. Memeriksa dan jika perIu memberikan koreksi terhadap laporan
perlawatan serta mengirimkan hasilnya kepada pelawat dengan
tembusan kepada Badan Pekerja Majelis K1asis yang terkait dan!
atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dan!
atau Badan Pekerja Majelis Sinode.
7. Tanggung Jawab yang Dilawat
a. Memberikan keterangan seluas-Iuasnya kepada pelawat.
b. Memegang rahasia jabatan.
134
8. Bahan Perlawatan
Bahan Perlawatan Umum Insidental Jemaat sesuai dengan permo-
honan perlawatan dari Majelis Jemaat.
9. Pelaksanaan
a. Perlawatan Umum Insidental Jemaat dilaksanakan atas permin-
taan dari Majelis Jemaat, kecuali untuk proses emeritasi pendeta.
b. Sekumng-kurangnya satu (I) bulan sebelum Perlawatan Umum
Insidental Jemaat dilakukan, Majelis Jemaat telah menerima
pemberitahuan dari Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait.
c. Sekurang-kumngnya riga (3) minggu sebelum Perlawatan Umum
Insidental Jemaat dilakukan, Majelis Jemaat mewartakan selama
dua (2) hari Minggu berturut-turut rencana perlawatan tersebut
kepada anggota supaya anggota dapat ikut mendoakan.
d. Perlawatan Umum Insidental Jemaat dilakukan dalam Persidang-
an Majelis Jemaat. Majelis Jemaat membuat notulen perlawatan
dan pelawat membuat catatan perlawatan.
e. Hasil Perlawatan Umum Insidental Jemaat dilaporkan kepada
Majelis Klasis terkait, Majelis Sinode Wilayah terkait, dan Majelis
Sinode.
Pasal51
PERLAWATAN KHUSUS JEMAAT
I. Tujuan
a. Membantu menyelesaikan dan menangani masalah-masalah khu-
sus yang membahayakan kesaksian dan kehidupan Jemaat secara
umum.
b. Membantu menyelesaikan dan menangani masalah-masalah khu-
sus yang terkait dengan kependetaan.
c. Mendampingi Majelis Jemaat dalam melaksanakan penggemba-
laan khusus bagi pendeta atau pendeta emeritus.
d. Mendampingi Majelis Jemaat dalam menghadapi dampak dari
penggembalaan khusus terhadap pendeta atau pendeta emeritus.
e. Mendampingi Majelis Jemaat dalam proses mutasi pendeta dan
proses emeritasi pendeta.
135
2. Pelawat
a. Perlawatan dilakukan oleh Sadan Pekerja Majelis Klasis yang
terkait dan/atau Sadan P~kerja Majelis Sinode Wilayah yang
terkait dan/atau Sadan Pekerja Majelis Sinode atas permintaan
dari Majelis Jemaat atau atas prakarsa dari Sadan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait atau Sadan Pekerja Majelis Sinode Wilayah
yang terkait atau Sadan Pekerja Majelis Sinode.
b. Jika perlawatan dilakukan atas permintaan Majelis Jemaat, per-
lawatan dilakukan oleh Sadan Pekerja Majelis Klasis yang terkait
dan/atau Sadan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait
dan/atau Sadan Pekerja Majelis Sinode.
c. Jika perlawatan dilakukan atas prakarsa Sadan Pekerja Majelis
Klasis, perlawatan dilakukan oleh Sadan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait yang dapat melibatkan Sadan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait dan/atau Sadan Pekerja Majelis Sinode,
yang masing-masing mengutus sedikitnya dua (2) orang anggota-
nya yang bertindak selaku pelawat jemaat.
d. Jika perlawatan dilakukan atas prakarsa Sadan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah, perlawatan dilakukan oleh Sadan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang terkait yang dapat melibatkan Sadan Pe-
kerja Majelis Ktasis yang terkait dan/atau Sadan Pekerja Majelis
Sinode, yang masing-masing mengutus sedikitnya dua (2) orang
anggotanya yang bertindak selaku pelawat jemaat.
e. Jika perlawatan dilakukan atas prakarsa Sadan Pekerja Majelis
Sinode, perlawatan dilakukan oleh Sadan Pekerja Majelis Sinode
yang dapat melibatkan Sadan Pekerja Majelis Klasis yang terkait
dan/atau Sadan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait,
yang masing-masing mengutus sedikitnya tiga (3) orang anggota-
nya yang bertindak selaku pelawat jemaat.
3. Hak Pelawat
a. Memperoleh data dan penjelasan mengenai persoalan aktual.
b. Mengingatkan dan menasihati.
c. Mengadakan pembicaraan dengan siapa pun yang dianggap perlu
dengan sepengetahuan Majelis Jemaat.
d. Mempunyai hak suara.
136
4. Tanggung Jawab Pelawat
a. Jika perlawatan dilaksanakan oleh lebih dari satu (1) lembaga,
perlawatan menjadi perlawatan dari lembaga lebihlpaling luas
dan dipimpin oleh lembaga yang lebihlpaling luas.
b. Pelawat membuat laporan tertulis hasil perlawatan dan mengirim-
kannya kepada lembagallembaga-lembaga lain yang terlibat da-
lam perlawatan dengan tembusan kepada Majelis Jemaat yang
dilawat.
c. Para pelawat memegang rahasia jabatan.
5. Yang Dilawat
Yang dilawat adalah Majelis Jemaat.
6. Hak yang Dilawat
a. Memperoleh penjelasan tentang tujuan Perlawatan Khusus Je-
maat, jika Majelis Jemaat tidak meminta perlawatan khusus
tersebut.
b. Memeriksa danjika perlu memberikan koreksi terhadap laporan
perlawatan serta mengirimkan hasilnya kepada pemrakarsa per-
lawatan dengan tembusan kepada lembagallembaga-lembaga lain
yang terlibat dalam perlawatan.
7. Tanggung Jawab yang Dilawat
a. Memberikan data dan penjelasan mengenai persoalan aktual.
b. Memegang rahasia jabatan.
8. Bahan Perlawatan
Bahan Perlawatan Khusus Jemaat sesuai dengan persoalan yang
sedang dihadapi Jemaat.
9. Pelaksanaan
a. Perlawatan Khusus Jemaat dilakukan oleh Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait, atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah
yang terkait, atau Badan Pekerja Majelis Sinode, baik diminta
maupun tidak diminta oleh Majelis Jemaat.
b. Majelis Jemaat mewartakan rencana Perlawatan Khusus Jemaat
kepada anggota pada hari Minggu terdekat agar Jemaat mendoa-
kan, kecuali apabila waktunya tidak memungkinkan.
137
c. Jika Perlawatan Khusus Jemaat diminta oleh Majelis Jemaat
kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, atau Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait, atau Badan PekeJja
Majelis Sinode, lembaga yang bersangkutan memberitahukan me-
ngenai waktu Perlawatan Khusus Jemaat agar Majelis Jemaat
dapat mempersiapkan hal-hal yang diperlukan.
d. Jika inisiatifPerlawatan Khusus Jemaat datang dari Badan Pe-
kerja Majelis Klasis yang terkait, atau Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang terkait, atau Badan PekeJja Majelis Sinode,
lembaga yang bersangkutan memberitahu Majelis Jemaat terkait
mengenai rencana Perlawatan Khusus Jemaat tersebut dan harns
diterima oleh Majelis Jemaat tersebut.
e. Dalam hal-hal tertentu, pelawat dapat meminta keterangan ke-
pada pihak-pihak yang dianggap perlu dengan sepengetahuan
Majelis Jemaat.
f. Perlawatan Khusus Jemaat dilakukan dalam Persidangan Majelis
Jemaat. Majelis Jemaat membuat notulen perlawatan dan pelawat
membuat catatan perlawatan.
g. Majelis Jemaat mewartakan hasil Perlawatan Khusus Jemaat
kepada anggota pada hari Minggu terdekat.
h. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, atau Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait, atau Badan Pekerja Majelis
Sinode melaporkan hasil Perlawatan Khusus Jemaat kepada Ma-
jelis Klasis, atau Majelis Sinode Wilayah, atau Majelis Sinode
untuk dibahas dalam Persidangan Tertutup dari Majelis Klasis,
atau Majelis Sinode Wilayah, atau Majelis Sinode.
i. Biaya untuk transportasi pelawat dikoordinasikan dengan Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait.
Pasal52
PERLAWATAN KLASIS
I. Tujuan
a. Mengenal kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan Klasis.
b. Mendorong, mengarahkan, dan menasihati Majelis Klasis.
138
c. Membantu menyelesaikan masalah yang tidak dapat diselesaikan
oleh Majelis Klasis.
d. Meningkatkan kehidupan bersama Klasis-klasis dalam Sinode
Wilayah.
2. Pelawat
Perlawatan dilakukan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah
yang terkait yang mengutus sedikitnya dua (2) orang anggotanya
yang bertindak sebagai pelawat klasis.
3. Hak Pelawat
a. Meminta laporan kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan
Klasis.
b. Mengingatkan dan menasihati Majelis Klasis.
c. Mempunyai hak suara.
4. Tanggung Jawab Pelawat
a. Membuat laporan tertulis hasil perlawatan dan mengirimkannya
kepada Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dan memberikan
tembusan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang dilawat
dan Badan Pekerja Majelis Sinode.
b. Memegang rahasia jabatan.
5. Yang Dilawat
Yang dilawat adalah Majelis Klasis.
6. Hak yang Dilawat
a. Menerima bahan perlawatan sebelum perlawatan dilakukan.
b. Melalui Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait memeriksa
dan jika perlu memberikan koreksi terhadap laporan perlawatan
serta mengirimkannya kepada pelawat dengan tembusan kepada
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dan Badan
Pekerja Majelis Sinode.
7. Tanggung Jawab yang Dilawat
a. Memberikan laporan mengenai kehidupan, pertumbuhan, dan
perkembangan Klasisnya.
b. Memegang rahasia jabatan.
139
8. Bahan
Bahan Perlawatan Klasis disusun oleh Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait berdasarkan Pedoman Pelaksanaan tentang
Bahan Perlawatan Klasis.
9. Pelaksanaan
a. Perlawatan Klasis dilakukan dalam setiap Persidangan Majelis
Klasis.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait menyampai-
kan bahan perlawatan klasis kepada Badan Pekerja Majelis Kla-
sis-Badan Pekerja Majelis Klasis dalam Sinode Wilayah-Sinode
Wilayahnya dengan memberikan tembusan kepada semua Majelis
Jemaat dalam Sinode Wilayahnya masing-masing sekurang-ku-
rangnya dua (2) bulan sebelum Persidangan Majelis Klasis dalam
Sinode Wilayahnya dilaksanakan.
c. Semua Majelis Jemaat dalam Sinode Wilayah membahas bahan
Perlawatan Klasis dalam Persidangan Majelis Jemaat.
d. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait mengagendakan Per-
lawatan Klasis dalam Persidangan Majelis Klasis. Badan Pekerja
Majelis Klasis yang terkait mengaktakan hasil perlawatan klasis.
e. Pelawat membuat laporan perlawatan dan mengirimkannya ke-
pada Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
f. Laporan Perlawatan Klasis dibahas dalam Persidangan Majelis
Sinode Wilayah.
Pasal53
PERLAWATANSINODEWILAYAH
1. Tujuan
a. Mengenal kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan Sinode
Wilayah.
b. Mendorong, mengarahkan, dan menasihati Majelis Sinode Wi-
layah.
c. Membantu menyelesaikan masalah yang tidak dapat diselesaikan
oleh Majelis Sinode Wilayah.
140
d. Meningkatkan kehidupan bersama Sinode Wilayah-Sinode Wila-
yah dalam Sinode.
2. Pelawat
Perlawatan dilakukan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode yang meng-
utus sedikitnya dua (2) orang anggotanya yang bertindak sebagai
pelawat sinode wilayah.
3. Hak Pelawat
a. Meminta laporan kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan
Sinode Wilayah.
b. Mengingatkan dan menasihati Majelis Sinode Wilayah.
c. Mempunyai hak suam.
4. Tanggung Jawab Pelawat
a. Membuat laporan tertulis hasil perlawatan dan mengirimkannya
kepada Badan Pekerja Majelis Sinode dan memberikan tembusan
kepada Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang dilawat.
b. Memegang rahasia jabatan.
5. Yang Dilawat
Yang dilawat adalah Majelis Sinode Wilayah.
6. Hak yang Dilawat
a. Menerima bahan perlawatan sebelum perlawatan dilakukan.
b. Melalui Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait me-
meriksa danjika pedu memberikan koreksi terhadap laporan per-
lawatan serta mengirimkan hasilnya kepada pelawat dengan
tembusan kepada Badan Pekerja Majelis Sinode.
7. Tanggung Jawab yang Dilawat
a. Memberikan laporan mengenai kehidupan, pertumbuhan, dan per-
kembangan Sinode Wilayahnya.
b. Memegang rahasia jabatan.
8. Bahan
Bahan Perlawatan Sinode Wilayah disusun oleh Badan Pekerja Maje-
lis Sinode berdasarkan Pedoman Pelaksanaan tentang Bahan Perla-
watan Sinode Wilayah.
141
9. Pelaksanaan
a. Perlawatan Sinode Wilayah dilakukan dalam setiap Persidangan
Majelis Sinode Wilayah.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode menyampaikan bahan perlawatan
kepada Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait de-
ngan memberikan tembusan kepada semua Majelis Jemaat dan
semua Badan Pekerja Majelis Klasis sekurang-kurangnya dua
(2) bulan sebelum Persidangan Majelis Klasis-Persidangan Maje-
lis Klasis dilaksanakan.
c. Semua Majelis Jemaat dan semua Majelis Klasis dalam Sinode
membahas bahan Perlawatan Sinode Wilayah dalam persidangan
mereka masing-masing.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait mengagenda-
kan perlawatan sinode wilayah dalam Persidangan Majelis Sinode
Wilayah. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait
mengaktakan hasil perlawatan.
e. Pelawat membuat laporan perlawatan dan mengirimkannya ke-
pada Badan Pekerja Majelis Sinode.
f. Laporan Perlawatan Sinode Wilayah dibahas dalam Persidangan
Majelis Sinode.
BabXIV
GERAKAN KEESAAN GEREJA
Pasal54
PERAN SERTAGKI
DALAM GERAKAN KEESAAN GEREJA
142
•
Pasal55
PERAN SERTAJEMAAT
Pasal56
PERAN SERTA KLASIS
Pasal57
PERAN SERTASINODE WILAYAH
143
Pasal58
PERAN SERTASINODE
I. Di Indonesia
a. Sinode berperanserta dalam gerakan keesaaan gereja di lingkup
nasional dalam Persekutuan Oereja-gereja di Indonesia (POI)
dengan ikut membentuk Dewan Oereja-gereja di Indonesia (DOl;
sekarang POI) pada tahun 1950, yang bertujuan membentuk Oere-
ja Kristen Yang Esa di Indonesia (OKYE).
b. Sinode berperanserta dalam POI me1alui upaya-upaya mewujud-
nyatakan keesaan dengan mengacu pada Dokumen Keesaan
Oereja Persekutuan Oereja-gereja di Indonesia (DKO-POI).
2. DiAsia
a. Sinode berperanserta dalam gerakan keesaan gereja di Asia da-
lam Christian Conference ofAsia (CCA), dengan ikut membentuk
East Asia Christian Conference (EACC; sekarang CCA) pada
tahun 1957, yang bertujuan mewujudnyatakan keyakinan bahwa
Allah menghendaki gereja-gereja di Asia untuk hidup dan bersaksi
bersama tentang misi Allah di dunia.
b. Sinode berperanserta dalam CCA yang berperan sebagai alat
dan forum kerja sarna berkesinambungan bagi gereja-gereja dan
badan-badan nasional Kristen di Asia dalam acuan kerja gerakan
keesaan gereja yang lebih luas.
3. DiDunia
a. Sinode berperanserta dalam gerakan keesaan gereja di dunia
dalam World Council ofChurches (WCC), dengan tujuan mewu-
judnyatakan keesaan yang kelihatan dalam satu iman dan satu
persekutuan syukur yang diungkapkan dalam ibadat dan kebidup-
an sehari-hari dalam Kristus, melalui kesaksian dan pelayanan
bagi dunia, serta memajukan keesaan supaya dunia percaya.
b. Sinode berperanserta dalam gerakan keesaan gereja di lingkup
gereja-gereja Reformasi dalam:
I) World Alliance ofReformed Churches (WARC) dengan tu-
juan untuk memperkuat keesaan dan kesaksian gereja-gereja
144
Refonnasi, untuk menginterpretasikan dan menginterpretasi-
kan kembali tradisi Reformasi, untuk mengupayakan perda-
maian, keadilan ekonomi dan sosial, hak asasi manusia serta
keutuhan Iingkungan, untuk meningkatkan sepenuhnya komu-
nitas inklusif, serta untuk memperdalam dialog dengan perse-
kutuan-persekutuan Kristen lain dan agama-agama lain.
2) Reformed Ecumenical Council (REC), dengan tujuan untuk
mengungkapkan dan memajukan keesaan gereja-gereja Re-
formasi lintas budaya, untuk mengajak semua gereja-gereja
Reformasi dengan saling menopang dan dalam persekutuan
bersama memelihara dan mengembangkan iman Refonnasi,
serta untuk menopang keesaan seluruh gereja dan berbagi
kasih Kristus di dunia.
BabXV
KESAKSIAN DAN PELAYANAN
Pasal59
PENGERTIAN
I. Kesaksian dan pelayanan adalah bagian dari misi GKI yang diwujud-
kan oleh GKI untuk berperanserta menghadirkan darnai sejahtera
Allah.
2. GKI melaksanakannya melalui panggilan pertobatan dan usaha-
usaha perwujudan keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan.
145
3. Kesaksian dan pelayanan dilaksanakan oleh seluruh anggota baik
sendiri-sendiri maupun bersama-sama dalam konteks masyarakat,
bangsa, dan negara di mana GKI ditempatkan dan dalam kerja sarna
dengan semua pihak dan semua golongan.
Pasal60
KEGIATAN
Pasal61
PELAKSANA
Pasal62
PELAKSANAAN
1. Anggota
a. Anggota, baik secam sendiri-sendiri maupun bersama-sama, me-
lakukan kesaksian dan pelayanan dalam kehidupan sehari-hari
dan melalui profesinya.
b. Anggota dapat melaksanakan kesaksian dan pelayanan melalui
gereja atau lembaga lain, baik di dalam maupun luar negeri dengan
pengarahan dari Majelis Jemaat.
146
2. Majelis
a. Majelis Jemaat, Majelis Klasis, Majelis Sinode Wilayah, dan Maje-
lis Sinode merencanakan dan melaksanakan kesaksian dan pe-
layanan secara menyeluruh.
b. Pelaksanaannya melibatkan anggota dan dapat melalui kerja sarna
dengan gereja lain, pemerintah dan kelompok-kelompok yang
ada di dalam masyarakat baik di dalam maupun di luar negeri.
F. PEMBANGUNAN GEREJA
BabXVI
PEMBANGUNAN GEREJA
Pasal63
PEMBANGUNANJEMAAT
147
c. Perumusan Visi dan Misi Jemaat yang melibatkan Jemaat secara
keseluruhan dan kelompok-kelompok pelayanan di dalamnya,
dengan memakai Visi dan Misi OKI sebagai arah bersama.
d. Penyusunan, pelaksanaan, dan pengevaluasian program pelayan-
an Jemaat yang mengacu kepada Visi dan Misi Jemaat, dengan
memperhatikan serta merespons pada perkembangan dan per-
soalan kemasyarakatan dan kebudayaan di lingkungannya.
e. Penyusunan struktur pelayanan dan struktur organisasi Jemaat
yang tepat bagi kehidupan dan karya Jemaat dalam lingkungannya.
f. Pelaksanaan dan pengembangan proses-proses komunikasi timbal-
balik, ke segala arab, dan seluas mungkin antaranggota dan antarke-
lompok dalam Jemaat.
g. Pelaksanaan dan pengembangan proses-proses pengambilan ke-
putusan di setiap lingkup pelayanan Jemaat maupun dalam lingkup
Jemaat secara keseluruhan, dengan cara-cara yang tepat sehingga
keputusan-keputusan yang diambil dapat diterima, didukung, dan
dilaksanakan oleh mereka yang terlibat di dalamnya.
h. Penanganan dan penyelesaian secara efektifdan konstruktifter-
hadap masalah-masalah yang muncul dalam Jemaat, yang dise-
babkan baik oleh faktor-faktor internal maupun oleh faktor-faktor
eksternal, agar kesatuan Jemaat dapat tetap terpelihara dan karya
Jemaat dapat tetap diwujudnyatakan.
Pasal64
PEMBANGUNAN KLASIS
Pasa165
PEMBANGUNAN SINODE WILAYAH
149
a. Pemberdayaan seluruh Jemaat OKl, terrnasuk anggota-anggota
dan kelompok-kelompok pelayanan di dalamnya, serta kelompok-
kelompok pelayanan dalam Sinode Wilayah dengan mendaya-
gunakan talenta-talenta yang dikaruniakan oleh Tuhan kepada
mereka serta memanfaatkan potensi-potensi dan kemungkinan-
kemungkinan yang ada dalam Jemaat dan Sinode Wilayah.
b. Perwujudan dan pembinaan kepemimpinan-yang-melayani yang
efektif dari pejabat-pejabat gerejawi dalam wadah lembaga-
lembaga kepemimpinan dalam Sinode Wilayah serta pemimpin-
pemimpin gerejawi lainnya dalam wadah badan pelayanan-badan
pelayananjemaat dan badan pelayanan-badan pelayanan sinode
wilayah.
c. Perumusan Visi dan Misi Sinode Wilayah dengan memakai Visi
dan Misi OKI sebagai arah bersama.
d. Penyusunan, pelaksanaan, dan pengevaluasian program pelayan-
an Sinode Wilayah yang mengacu kepada Visi dan Misi Sinode
Wilayah, dengan memperhatikan serta merespons pada perkem-
bangan dan persoalan kemasyarakatan dan kebudayaan di ling-
kungan Sinode Wilayah.
e. Penyusunan struktur pelayanan dan struktur organisasi Sinode
Wilayah yang tepat bagi kehidupan dan karya Sinode Wilayah
dalam lingkungannya.
f. Pelaksanaan dan pengembangan proses-proses komunikasi tim-
bal-balik, ke segala arah, dan seluas mungkin antar-Jemaat dan
antarkelompok pelayanan pada lingkup Sinode Wilayah.
g. Pelaksanaan dan pengembangan proses-proses pengambilan ke-
putusan di setiap badan pelayanan sinode wilayah maupun di
lingkup Sinode Wilayah secara keseluruhan, dengan cara-cara
yang tepat sehingga keputusan-keputusan yang diambil dapat
diterima, didukung, dan dilaksanakan oleh mereka yang terlibat
di dalamnya.
h. Penanganan dan penyelesaian secara efektifdan konstruktifter-
hadap masalah-masalah yang muncul dalam Sinode Wilayah, yang
disebabkan baik oleh faktor-faktor internal maupun oleh faktor-
faktor eksternal, agar kesatuan Sinode Wilayah dapat tetap ter-
pclihara dan karya Sinode Wilayah dapat tetap diwujudnyatakan.
150
Pasal66
PEMBANGUNAN SINODE
151
disebabkan baik oleh faktor-faktor internal maupun oleh faktor-
faktor eksternal, agar kesatuan Sinode dapat tetap terpelihara
dan karya Sinode dapat tetap diwujudnyatakan.
G KEANGGOTAAN
BabXVII
KEANGGOTAAN
Pasal67
ANGGOTA BAPTISAN
1. Tanggung Jawab
a. Mengembangkan diri dalam kehidupan dan penghayatan iman
melalui kegiatan-kegiatan persekutuan, pelayanan, dan kesaksian
sesuai dengan umurnya. baik secara sendiri-sendiri maupun ber-
sarna-sarna.
b. Mempersiapkan diri untuk menerima pelayanan pengakuan per-
caya/sidi melatui katekisasi.
2. Hak
a. Mendapatkan penggembataan.
b. Menerima pelayanan pengakuan percaya/sidi.
c. Menerima pelayanan pernikahan gerejawi.
d. Menjadi anggota pengurus badan pelayanan jemaat sesuai de-
ngan ketentuan yang berlaku.
e. Mengajukan peninjauan ulang dan banding yang menyangkut
dirinya.
152
Pasal68
ANGGOTA SIDI
I. Tanggung Jawab
a. Melaksanakan misi gereja yaitu mewujudkan persekutuan serta
melaksanakan kesaksian dan pelayanan seeara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama, dalam dan melalui kehidupan serta pe-
kerjaan pribadi maupul1 keluarga, dalam dan melalui kehidupan
serta kelembagaan gereja maupun seeara langsung di masyarakat.
b. Melaksanakan pembangunanjemaat, pembangunan klasis, pem-
bangunan sinode wilayah, dan pembangunan sinode seeara sendi-
ri-sendiri maupun bersama-sama dan dengan pimpinan para peja-
bat gerejawi serta para pemimpin gerejawi lainnya, dengan:
I) Memberdayakan diri bagi kehidupan dan karya Jemaat, Kla-
sis, Sinode Wilayah, dan Sinode.
2) Berperanserta dalam penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi
program kerja dan anggaran Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah,
danSinode.
3) Berperanserta dalam penyusunan struktur pelayanan dan
struktur organisasi Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah, dan
Sinode.
4) Berperanserta dalam proses-proses komunikasi dalam Jema-
at, Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode.
5) Berperanserta dalam proses-proses pengambilan keputusan
dalam Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode.
6) Berperanserta dalam penanganan dan penyelesaian terhadap
masalah-masalah yang muneul dalam Jemaat, Klasis, Sinode
Wilayah, dan Sinode.
c. Memahami, menghayati, dan berpegang pada pengakuan iman,
ajaran OKI, serta Tata Gereja dan Tata Laksana OKI.
2. Hak
a. Mendapatkan penggembalaan.
b. Menerima pelayanan sakramen.
e. Menerima pelayanan peneguhan dan pemberkatan pemikahan.
d. Memilih pejabat gerejawi dan dipilih menjadi pejabat gerejawi.
153
e. Menjadi anggota pengurus badan pelayanan jemaat, badan pe-
layanan klasis, badan pelayanan sinode wilayah, dan badan pela-
yanan sinode.
f. Mengajukan peninjauan ulang dan banding.
Pasal69
BUKU INDUKANGGOTA GKI
Setiap Jemaat wajib memiliki Buku Induk Anggota GKI untuk mencatat
dan memanfaatkan data keanggotaan. Formulasi Buku Induk Anggota
GKI dimuat dalam Peranti Administrasi.
Babxvm
PERPINDAHAN ANGGOTA
Pasal70
PERPINDAHAN ANGGOTAANTARJEMAAT GKI
PasaI71
PERPINDAHAN ANGGOTA
KE GEREJA LAIN YANG SEAJARAN
I. Anggota, yang akan pindah ke gereja lain yang seajaran, hams me-
ngajukan permohonan tertulis kepada Majelis Jemaat. Formulir per-
mohonan dimuat dalain Peranti Administrasi.
3. Majelis Jemaat:
a. Mewartakan kepindahan anggota tersebut dalam warta jemaat
dengan menyebutkan nama, alamat dan gereja yang dituju.
b. Mencatat kepindahan tersebut dalam Buku IndukAnggota OKI.
ISS
Pasal72
PERPINDAHAN ANGGOTADARI GEREJALAIN
YANG SEAJARAN KE GKI
Pasal73
PERPINDAHAN ANGGOTA
KE GEREJALAINYANG TIDAK SEAJARAN
1. Anggota yang akan pindah ke gereja lain yang tidak seajaran harus
mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Jemaat. Formutir
permohonan dimuat dalam Peranti Administrasi.
2. Majelis jemaat melakukan percakapan gerejawi yang garis besamya
meliputi:
a. Dasar dan motivasi pindah keanggotaan gereja.
b. Pokok-pokok ajaran dari gereja yang dituju yang berbeda dari
pokok-pokok ajaran GIG.
c. Hal-hal lain yang dianggap perlu.
3. Jika anggota tersebut tetap menyatakan ingin pindah, Majelis Jemaat
memberikan Surat Keterangan Pindah baginya. Formulasi Surat Ke-
terangan Pindah dimuat dalam Peranti Administrasi.
157
4. Majelis Jemaat:
a. Mewartakan kepindaban anggota tersebut dalam warta jemaat
dengan menyebutkan nama dan gereja yang dituju.
b. Mencatat kepindahan tersebut dalam Buku IndukAnggota GKI.
Pasal74
PERPINDAHAN ANGGOTADARI GEREJALAIN
YANG TIDAK SEAJARAN KE GKI
159
I) Majelis Jemaat mengirim surat pemberitahuan kepada Maje-
lis Jemaat/pimpinan gereja pemohon tentang keinginan ang-
gotanya untuk pindah keanggotaan ke OKI dilampiri salinan/
fotokopi surat pennohonan pindah keanggotaaan.
2) Majelis Jemaat melaksanakan penerimaan anggota baru se-
suai dengan Tata Laksana Pasal 74:2-10.
12. Jika calon anggota tidak mempunyai surat baptis/sidi :
a. Majelis Jemaat membutuhkan saksi yang dapat dipertanggungja-
wabkan untuk menguatkan kebenaran tentang baptisan/sidi calon
anggota tersebut.
b. Penerimaan anggota bam tersebut dilakukan sesuai dengan Tata
Laksana Pasal 74:2-10.
13. Jika calon anggota berasal dari gereja yang tidak melaksanakan
baptisan kudus, setelah ia menulis surat permohonan pindah anggota
ke OKI, proses penerimaan keanggotannya dilaksanakan sesuai de-
ngan Tata Laksana Pasal 21.
Pasal75
PERPINDAHAN ANGGOTA
KE AGAMA LAIN DAN PENERIMAAN KEMBALI
I. Jika ada anggota yang diduga telah pindah ke agama lain, Majelis
Jemaat melakukan prosedur penggembalaan khusus terhadap yang
bersangkutan sesuai dengan Tata Laksana Pasal 40.
2. Jika melalui prosedur itu yang bersangkutan mempertahankan kepu-
tusannya untuk tetap pindah ke agama lain, Majelis Jemaat mencatat
dalam Buku Induk Anggota GKI bahwa yang bersangkutan telah
pindah agama, setelah terlebih dulu mewartakan kepada Jemaat.
3. Jika yang bersangkutan tetap pindah ke agama lain dan sesudahnya
menyatakan ingin kembali ke iman Kristen dan menjadi anggota OKl,
ia harus mengajukan pennohonan tertulis kepada Majelis Jemaat.
Selanjutnya Majelis Jemaat menempuh prosedur sebagai berikut:
a. Majelis Jemaat melakukan percakapan gerejawi dengan yang
bersangkutan yang garis besarnya meliputi:
160
1) Dasar dan motivasi untuk kernbali menjadi anggota 0 KI.
2) Ajaran OKI serta Tata Oereja dan Tata Laksana OK!.
3) Tanggungjawab dan hak sebagai anggota OKI.
4) Hal-hal lain yang dianggap perlu, termasuk kemungkinan
katekisasi ulang.
b. Jika Majelis Jemaat memandang yang bersangkutan layak untuk
membarui pengakuan pereayanya dan diterima kembali menjadi
anggota OKI, Majelis Jemaat mewartakan nama dan alamatnya
dalam warta jemaat selama tiga (3) hari Minggu berturut-turut
untuk memberikan kesempatan kepada anggota untuk ikut men-
doakan dan mempertimbangkannya. .
e. Jika masa pewartaan tiga (3) hari Minggu telah selesai dan tidak
ada keberatan yang sah dari anggota sidi, Majelis Jemaat melaksa-
nakan pembaruan pengakuan percaya yang bersangkutan dalam
Kebaktian Minggu dengan menggunakan Liturgi Pembaruan
Pengakuan Percaya dan dilayani oleh pendeta.
d. Keberatan dinyatakan sahjika:
I) Diajukan tertulis seeara pribadi dengan meneantumkan na-
ma dan alamat yang jelas serta dibubuhi tanda tangan atau
cap ibu jari dari anggota yang mengajukan keberatan ter-
sebut dan tidak merupakan duplikasi dari surat keberatan
yang lain mengenai hal yang sarna.
2) Isinya mengenai kelakuan dan/atau paham pengajaran yang
bersangkutan yang diduga bertentangan dengan Firman Al-
lah dan ajaran OKl.
3) Isinya terbukti benarsesuai dengan hasil penyelidikan Majelis
Jemaat.
e. Jika ada keberatan yang sah, Majelis Jemaat menangguhkan pem-
baroan pengakuan pereaya tersebut sampai persoalannya selesai
atau membatalkan pelaksanaannya. Jika Majelis Jemaat pada
akhirnya membatalkan pelaksanaan pembaruan pengakuan per-
eara bagi yang bersangkutan, Majelis Jemaat mewartakan hal
tersebut dalam warta jemaat.
f. Majelis Jemaat memberitahukan keputusan atas keberatan yang
diajukan kepada yang mengajukan.
g. Majelis Jemaat meneatat namanya dalam Buku Induk Anggota
OKI.
161
BabXlX
SIMPATISAN
Pasal76
SIMPATISAN
H. JABATAN GEREJAWI
BABXX
KETENTUAN-KETENTUAN POKOK
TENTANGJABATANPENATUA
Pasal77
STATUS
162
Pasal78
MASAJABATAN
I. Masajabatan penatua adalab tiga (3) tahun kecuali diakhiri atau di-
tanggalkan.
2. Masajabatan penatua dapat diperpanjang sesuai dengan perpanjang-
an masa pelayanannya. . .
Pasal79
KEDUDUKAN DAN FUNGSI
Pasal80
MASAPELAYANAN
I. Masa pelayanan penatua adalah tiga (3) tahun sesuai dengan masa
jabatannya.
2. Pada dasarnya, demi pemberdayaan anggota untuk menjadi penatua,
seorang penatua menjalankan pelayanannya UDtuk satu (I) kali masa
pelayanan saja.
3. Jika sangat dibutuhkan, yaitujika dalam Jemaat tidak ada calon barn
yang dapat dipilih, seorang penatua dapat dipilih dan diteguhkan kem-
bali untuk satu (l) kali masa pelayanan. Sesudah itu, ia tidak dapat
dipilih dan diteguhkan kembali UDtuk waktu sekurang-kurangnya satu
(I) tahun.
163
4. Penatua yang duduk atau terpilih dalam Badan Pekerja Majelis Kla-
sis, atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah, atau Badan Pekerja
Majelis Sinode, masa pelayanannya dalam Jemaat dengan sendirinya
diperpanjang sesuai dengan masa pelayanannya pada badan-badan
yang lebih luas itu. Untuk masa perpanjangan ini Majelis Jemaat
memberikan surat perpanjangan masa pelayanan tanpa melakukan
peneguhan atas diri yang bersangkutan. Hal tersebut diwartakan
dalam warta jemaat.
Pasal81
LINGKUP DAN SARANA
PELAKSANAAN TUGAS PELAYANAN KEPEMIMPINAN
164
Pasa182
TUGAS
Pasa183
SYARAT
I. Komitmen
a. Menghayati panggilan sebagai penatua yang adalah panggilan
spiritual dari Allah melalui GKI dan bersedia hidup dalam anu-
gerah Tuhan.
b. Bersedia melaksanakan tugas penatua dengan segenap hati dan
dengan kesetiaan dalam peran sebagai gembala, pengajar, teladan,
dan penatalayan.
165
c. Bersedia menunjukkan kelakuan yang sesuai dengan Firman
Allah.
d. Bersedia memegang ajaran OK!.
e. Memahami dan menghayati Visi dan Misi OKl.
f. Memahami, menyetujui, dan menaati Tata Oereja dan Tata Laksa-
na OK!.
g. Menghayati dan menjalani penggilannya bersama dengan orang
lain.
2. Karakter
a. Rendah hati.
b. Rela berkurban untuk orang lain.
c. Peduli kepada mereka yang lemah.
d. Jujur.
e. Rajin.
f. Tutus.
g. Pengampun.
h. Tidak membeda-bedakan orang lain.
i. Dapat dipercaya, khususnya dalam memegang rahasia jabatan.
3. Kemampuan
a. Mampu memimpin.
b. Dapat bekerja sarna dengan orang lain.
b. Mampu hidup dalam konteks yang penuh kepelbagaian.
c. Mampu belajar secara mandiri.
d. Mampu menjadi agen pembaruan dalam lingkup hidup Individual,
gerejawi, dan kemasyarakatan
4. Administratif
a. Sekurang-kurangnya sudah dua (2) tahun menjadi anggota sidi.
b. Sekurang-kurangnya sudah dua (2) tahun menjadi anggota di
Jemaat yang terkait dan telah aktif melayani di Jemaat itu.
5. Pelengkap
a. Suami atau istrinya tidak menjadi batu sandungan.
b. Tidak mempunyai hubungan suami-istri, mertua-menantu, orang
tua-anak, saudara sekandung, dengan pejabat gerejawi dari Jema-
at yang sarna.
c. Tidak memangkujabatan gerejawi dari gereja lain.
166
BABXXI
PROSESKEPENATUAAN
Pasal84
DASAR PEMANGGILAN
Pasal85
TAHAPPENCALONAN
167
4. Majelis Jemaat menyusun daftar bakal calon berdasarkan masukan
yang diterima dari anggota sidi. penatua, dan pendeta.
Pasal86
TAHAPPENETAPAN
168
7. Jika ada keberatan yang sah, pelaksanaan peneguhannya dibatalkan.
Hal itu diberitahukan kepada calon dan kepada yang mengajukan
keberatan tersebut serta diwartakan dalam warta jemaat.
8. Keberatan yang dinyatakan tidak sah oleh Majelis Jemaat akan diberi-
tahukan kepada yang mengajukan.
Pasal87
TAHAPPEMBEKALAN
Pasal88
TAHAPPENEGUHAN
169
Pasal89
JADWAL
BABXXII
PENGEMBANGANPELAYANAN
PENATUA
Pasal90
PENGEMBANGANPELAYANANPENATUA
Pasal91
EVALUASI~NERJAPELAYANANPENATUA
170
BABXXIII
PENGARErnRANDAN PENANGGALAN
JABATAN PENATUA
Pasal92
PENGERTIAN
Pasal93
PENGAKHIRANJABATANPENATUA
171
Minggu. Majelis Jemaat memberikan Piagam Pengakhiran Jabatan
Penatua kepada para penatua yang berakhir jabatan gerejawinya
yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi.
Pasal94
PENANGGALANJABATANPENATUA
BABXXIV
KETENTUAN-KETENTUAN POKOK
TENTANGJABATANPENDETA
Pasal9S
STATUS
172
Pasal96
KEANGGOTAAN
Pasal97
MASAJABATAN
173
Pasal98
KEDUDUKAN DAN FUNGSI
Pasal99
MASA PELAYANAN
PasallOO
LINGKUP DAN SARANA
PELAKSANAAN TUGAS PELAYANAN KEPEMIMPINAN
PasallOl
TUGAS
175
3. Tugas Kepemimpinan Struktural
Melaksanakan tugas kepemimpinan sebagai anggota Majelis Jemaat,
Majelis Klasis, Majelis Sinode Wilayah, dan Majelis Sinode.
Pasal102
SYARAT
I. Komitmen
a. Menghayati panggilan sebagai pendeta yang adalah panggilan
spiritual dari Allah melalui OKI dan bersedia hidup dalam anu-
gerah Tuhan.
b. Bersedia melaksanakan tugas pendeta secara penuh dan dengan
kesetiaan dalam peran sebagai gembala, pengajar, teladan, dan
penatalayan.
c. Bersedia menunjukkan kelakuan yang sesuai dengan Finnan
Allah.
d. Bersedia memegang ajaran OKI.
e. Bersedia memahami dan menghayati Visi dan Misi OKI.
f. Bersedia memahami, menyetujui, dan menaati Tata Oereja dan
Tata Laksana GKI.
g. Menghayati dan menjalani penggilannya bersama dengan orang
lain.
2. Karakter
a. Rendah hati.
b. Rela berkurban untuk orang lain.
c. Peduli kepada mereka yang lemah.
d. Jujur.
e. Rajin.
f. Tulus.
g. Pengampun.
h. Tidal< membeda-bedakan orang.
i. Dapat dipercaya, khususnya dalam memegang rahasia jabatan.
176
3. Kemampuan
a. Mampu berkhotbah dan mengajar.
b. Mampu menggembalakan.
c. Mampu memimpin.
d. Mampu berpikir sistemik.
e. Mampu berpikir konseptual.
f. Mampu bekerja sarna dengan orang lain.
g. Mampu hidup dalam konteks yang penuh kepelbagaian.
h. Mampu belajar secara mandiri.
i. Mampu menjadi agen pembaruan dalam lingkup hidup individual,
gerejawi, dan kemasyarakatan
4. Pendidikan
a. Telah menyelesaikan pendidikan teologi minimal pada jenjang
S-l pada perguruan tinggi teologi yang didukung oleh OKI, atau
b. Telah menyelesaikan pendidikan teologi pada jenjang S-l pada
perguruan teologi yang ditetapkan oleh Majelis Sinode serta telah
memenuhi persyaratan lain yang ditentukan dalam Tata Oereja
dan Tata Laksana OKI dan yang ditetapkan oleh Majelis Sinode
OKI.
c. Telah menyelesaikan pendidikan teologi padajenjang S-l pada
perguruan teologi yang ditetapkan secara khusus oleh Majelis
Sinode serta telah memenuhi persyaratan lain yang ditentukan
dalam Tata Oereja dan Tata Laksana OKI dan yang ditetapkan
oleh Majelis Sinode OKI.
5. Pelengkap
a. Untuk kader pendeta OKI, berusia paling tinggi empat puluh (40)
tabun pada saat ia memulai Pendidikan Persiapan Kependetaan.
Untuk pendeta dari gereja lain yang seajaran, berusia paling tinggi
tiga puluh lima (35) tahun pada saat memasuki Tahap Pra-
Pemanggilan.
b. Bersedia untuk tidak bekerja dalam bidang lain yang tidak ada
hubungannya dengan pelayanan gerejawi.
c. lstri atau suaminya tidak menjadi batu sandungan.
d. Jika istri atau suaminya adalah pendeta, istri atau suaminya itu
tidak diperkenankan menjadi pendeta dari Jemaat yang sarna,
177
namun ia dimungkinkan untuk menjadi pendeta di Jemaat lain
atau pendeta tugas khusus atau pendeta gereja lain yang seajaran.
e. Istri atau suaminya bersedia untuk menjadi anggota sidi dari Je-
maat yang memanggilnya dan bersedia mendukung pelayanan
pendeta tanpa mengurangi haknya untuk mempunyai pekerjaan
tetap, kecualijika istri atau suaminya menjadi pendeta di Jemaat
lain atau pendeta tugas khusus atau pendeta gereja lain yang
seajaran.
f. Jika ia berasal dari gereja lain, ia harus berasal dari gereja yang
seajaran.
BABXXV
PROSESPENYlAPANKADERPENDETA
Pasal103
REKRUTMEN CALON MAHASISWA TEOLOGI
Pasal104
SELEKSI CALON MAHASISWATEOLOGI
BABXXVI
PERSIAPAN CALON PENDETA
UNTUKKADERPENDETA
Pasal106
PRA-PENEMPATAN
179
tetapi diberi kemungkinan untuk menjadi tenaga pelayanan
gerejawi.
c. Kader pendeta yang tidak dapat mengikuti proses kependetaan
dan proses untuk menjadi tenaga pelayanan gerejawi.
3. Ketiga Komisi Kependetaan Sinode Wilayah melaporkan semua ka-
der pendeta dengan rekomendasinya kepada Komisi Kependetaan
Sinode.
4. Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Komisi Kependetaan Sinode
merencanakan pengaturan Jemaat-jemaat sebagai tempat pelak-
sanaan Pendidikan Persiapan Kependetaan bagi para kader pendeta
yang memperoleh rekomendasi untuk dapat mengikuti proses kepen-
detaan selanjutnya.
5. Sebelum mengikuti Pendidikan Persiapan Kependetaan, para kader
pendeta harns mengikuti program Bina Kader I sesuai dengan Pe-
doman Pelaksanaan tentang Pembinaan dan Pendampingan Kader
Pendeta.
6. Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Komisi Kependetaan Sinode
melaksanakan proses penetapan calon tenaga pelayanan gerejawi
bagi para kader pendeta yang diberi kemungkinan untuk menjadi te-
naga pelayanan gerejawi sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan ten-
tang Tenaga Pelayanan Gerejawi.
Pasal107
PENDIDIKAN PERSIAPAN KEPENDETAAN
180
b. Pendidikan Persiapan Kependetaan II, di dalamnya juga dilak-
sanakan Bina Kader III sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan
tentang Pendidikan Persiapan Kependetaan.
Pasal108
PROYEKSI PENEMPATAN CALON PENDETA
181
a. Prom dan bidang-bidang pelayanan khusus dari Jemaat, Klasis,
dan Sinode Wilayah yang membutuhkan pendeta barn yang diaju-
kan oleh Majelis Jemaat, Badan Pekerja Majelis Klasis, dan Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
b. prom pendeta yang dibutuhkan.
5. Masukan dari Komisi Kependetaan Sinode dalam koordinasi dengan
ketiga Komisi Kependetaan Sinode Wilayah, berupa prom kader
pendeta yang terdiri dari:
a. Data evaluasi pada pembinaan dan pendampingan mahasiswa
teologi.
b. Evaluasi dari para kader pendeta pada Pendidikan Persiapan
Kependetaan.
c. Evaluasi dari para kader pendeta pada Bina Kader I.
BABXXVII
PROSESKEPENDETAAN
UNTUK KADER PENDETA
Pasal109
DASAR PEMANGGILAN
182
Pasall10
TAHAPPERKENALAN
183
5. Keberatan dinyatakan sahjika:
a. Diajukan tertulis secara pribadi dengan mencantumkan nama
dan alamat yang jelas serta dibubuhi tanda tangan atau cap ibu
jari dari anggota yang mengajukan keberatan tersebut dan tidak
merupakan duplikasi dari surat keberatan yang lain mengenai
hal yang sarna.
b. Isinya mengenai tidak terpenuhinya salah satu atau lebih syarat
sebagaimana yang tercantum dalam Tata Laksana Pasal 102.
c. Keberatan tersebut terbukti benar, sesuai dengan hasil penye-
lidikan Majelis Jemaat.
6. Jika tidak ada keberatan yang sah setelah warta terakhir, Majelis
Jemaat menulis surat pemanggilan, yang formulasinya dimuat dalam
Peranti Administrasi, kepada calon pendeta itu untuk memasuki
Tahap Perkenalan. Surat tersebut ditembuskan kepada Badan Pe-
keIja Majelis Klasis yang terkait yang terkait, Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode.
11. Pada Tahap Perkenalan, Majelis Jemaat dan anggota mendapat pe-
ngenalan awal mengenai komitmen, karakter, dan kompetensi calon
pendela dalam melaksanakan tugas-tugas kependelaan. Pada pihak
lain calon pendeta diharapkan mengenal keadaan jemaat secara
umum.
184
12. Pada Tahap Perkenalan, calon pendeta memperoleh bimbingan seba-
gaimana yang diatur dalam Pedoman Pelaksanaan tentang Bim-
bingan pada Tahap Perkenalan.
13. Pada akhir Tahap Perkenalan, Majelis Jemaat mengadakan evaluasi
terhadap calon dengan memakai Pedoman Pelaksanaan tentang
Evaluasi pada Akhir Tahap Perkenalan. Sesuai dengan penilaian
yang diperoleh dari evaluasi itu, Majelis Jemaat mengambil keputusan
untuk melanjutkan atau tidak proses kependetaan terhadap calon.
Evaluasi dan pengambilan keputusan tersebut harus dilaksanakan
dan ditetapkan sebelum Tahap Perkenalan berakhir.
14. Jika Majelis Jemaat mengambil keputusan untuk melanjutkan proses
kependetaan terhadap calon pendeta dan calon pendeta menyatakan
kesediaannya, proses kependetaan dilanjutkan ke Tahap Orientasi.
Pada masa di antara berakhimya Tahap Perkenalan dan dimulainya
Tahap Orientasi, calon pendeta menerimajaminan kebutuhan hidup
seperti pada Tahap Perkenalan.
15. Jika Majelis Jemaat mengambil keputusan untuk melanjutkan proses
kependetaan terhadap calon pendeta tetapi yang bersangkutan me-
nyatakan tidak bersedia, ataujika Majelis Jemaat mengambil keputus-
an untuk tidak melanjutkan proses kependetaan terhadap calon pen-
deta, Majelis Jemaat melaporkan hal tersebut secara tertulis kepada
Hadan Pekerja Majelis Sinode dengan tembusan kepada Badan Pe-
kerja Majelis Klasis yang terkait yang terkait dan Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
Pasall11
TAHAPORIENTASI
185
2. Jika ada keberatan yang sah dari anggota sidi, reneana orientasi di-
batalkan. Hal itu diwartakan kepada anggota dan diberitahukan kepa-
da yang mengajukan keberatan tersebut.
3. Keberatan dinyatakan sahjika:
a. Diajukan tertulis seeara pribadi dengan meneantumkan nama
dan alamat yang jelas serta dibubuhi tanda tangan atau cap ibu
jari dari anggota yang mengajukan keberatan tersebut dan tidak
merupakan duplikasi dari surat keberatan yang lain mengenai
hal yang sarna.
b. Isinya mengenai tidak terpenuhinya salah satu atau lebih persyarat-
an sebagaimana yang tercantum dalam Tata Laksana Pasal 102.
e. Keberatan tersebut terbukti benar, sesuai dengan hasil penyelidik-
an Majelis Jemaat.
4. Jika tidak ada keberatan yang sah setelah warta terakhir, Majelis
Jemaat meminta seeara tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait yang terkait untuk melakukan perlawatan khusus untuk
melanjutkan proses kependetaan terhadap ealon dengan melakukan:
a. Pereakapan dengan Majelis Jemaat untuk memantapkan
pemanggilan ealon memasuki Tahap Orientasi.
b. Percakapan gerejawi dengan calon sebagaimana yang diatur da-
lam Pedoman Pelaksanaan tentang Percakapan Gerejawi untuk
Memasuki Tahap Orientasi.
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait yang terkait melaksanakan
perlawatan khusus tersebut selambat-Iambatnya satu (1) bulan sesu-
dah surat dari Majelis Jemaat diterima.
5. Sesudah pereakapan gerejawi dilaksanakan, Majelis Jemaat menulis
surat pemanggilan kepada calon pendeta untuk memasuki Tahap
Orientasi. Formulasi surat pemanggilan dimuat dalam Peranti Ad-
ministrasi. Surat tersebut ditembuskan kepada Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait yang terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode Wila-
yah yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode.
6. Calon pendeta yang bersangkutan diberi waktu untuk mempertim-
bangkan dan mendoakan pemanggilan tersebut, lalu memberikan
jawaban seeara tertulis kepada Majelis Jemaat selambat-Iambatnya
186
dua (2) minggu setelah menerima surat panggilan. Surat jawaban,
yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi, ditembuskan
kepada alamat-alamat tembusan pada surat pemanggilan.
7. Jika calon menerima panggilan, ia diteguhkan ke dalam jabatan pena-
tua. Peneguhan ke dalamjabatan penatua ini bersifat khusus karena
jabatan ini akan berakhir pada saat yang bersangkutan ditahbiskan
menjadi pendeta atau pada saat proses kependetaannya dihentikan
secara final. Prosedur peneguhannya sesuai dengan prosedur pene-
guhan penatua.
8. Jika calon tidak menerima panggilan, proses pemendetaannya di
Jemaat tersebut dihentikan dan Majelis Jemaat menyerahkan calon
kepada Badan Pekerja Majelis Sinode.
9. Tahap Orientasi berlangsung selama satu (l) tahun danjika dibutuh-
kan dapat diperpanjang maksimum satu (1) tahun, dimulai pada saat
calon pendeta diteguhkan sebagai penatua. Badan Pekerja Majelis
Sinode memberikan Piagam Peneguhan Penatua yang formulasinya
dimuat dalam Peranti Administrasi.
10. Pada Tahap Orientasi calon pendeta memperoleh bimbingan sebagai-
mana yang diatur dalam Pedoman Pelaksanaan tentang Bimbingan
pada Tahap Orientasi.
11. Seorang calon hanya dapat menjalani Tahap Orientasi sebanyak-
banyaknya dua (2) kali pada jemaat yang berbeda. Dalam keadaan
khusus, seorang calon dapat dihentikan proses pemendetaannya
sesudah ia menyelesaikan Tahap Orientasi di Jemaat yang pertama.
12. Jika calon menjalani Tahap Orientasi di Jemaat yang kedua,jabatan
penatuanya di Jemaat yang pertama tetap dipertahankan sampai ia
diteguhkan sebagai penatua di Jemaat yang kedua pada Tahap
Orientasi di Jemaat tersebut. Dalam statusnya sebagai penatua yang
terkait dengan Jemaat yang pertama, karena sifat khusus dari jabatan
penatuanya, ia tidak aktifsebagai anggota Majelis Jemaat di Jemaat
tersebut.
187
13. Jika pada Tahap Orientasi di Jemaat yang kedua proses pemendeta-
annyajuga tidak dapat dilanjutkan, dengan sendirinyajabatan penatua
tanggal dan ia tidak dapat dicalonkan lagi menjadi pendeta.
14. Pada Tahap Orientasi calon pendeta menerimajaminan kebutuhan
hidup sebagaimana yang diatur dalam Tata Laksana Bab XXXv.
15. Pada akhir Tahap Orientasi, Majelis Jemaat mengadakan evaluasi
terhadap calon dengan memakai Pedoman Pelaksanaan tentang
Evaluasi pada Akhir Tahap Orientasi.
16. Jika evaluasi:
a. Dinyatakan cukup, proses dilanjutkan ke Tahap Pemanggilan.
b. Dinyatakan cukup, namun calon belum bersedia dipanggil menjadi
pendeta, Tahap Orientasinya dapat diperpanjang sampai maksi-
mum dua (2) tahun lagi.
c. Dinyatakan tidak cukup, proses terhadap calon dalam Jemaat
yang bersangkutan dihentikan.
17. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, Majelis Jemnat mengambil ke-
putusan tentang proses kependetaan dari calon dan melaporkannya
kepada Badan Pekerja Majelis Sinode dengan tembusan kepada
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait yang terkait dan Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait. Jika dalam keputusan
itu proses kependetaan dilanjutkan, Majelis Jemaat dalam surat yang
sarna juga meminta rekomendasi kepada Badan Pekerja Majelis
Sinode.
Pasal1l2
TAHAPPEMANGGILAN
188
b. Meminta kepada Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang
terkait untuk mengadakan percakapan dengan calon untuk mem-
peroleh kepastian mengenai kesiapan calon untuk dipanggil men-
jadi pendeta. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait
menyampaikan secara tertulis hasil percakapan tersebut kepada
Badan Pekerja Majelis Sinode.
2. Jika melalui perlawatan dan percakapan tersebut Jemaat dan/atau
calon dinyatakan belum siap, Badan Pekerja Majelis Sinode dalam
kerja sama dengan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait mengupayakan
agar Jemat dan/atau calon dapat dinyatakan siap. Jika sampai tiga
(3) bulan upaya tersebut tidak membawa hasil, proses kependetaan
bagi calon dinyatakan dihentikan.
3. Jika Jemaat dan calon dinyatakan siap, Badan Pekerja Majelis Sinode
memberikan rekomendasi kepada Majelis Jemaat untuk melanjutkan
proses kependetaan bagi calon.
4. Atas dasar rekomendasi dari Badan Pekerja Majelis Sinode tersebut,
Majelis Jemaat mewartakan rencana pemanggilan pendeta, dengan
mencantumkan nama dan alamat calon selama tiga (3) hari Minggu
berturut-turut dalam rangka memberikan kesempatan kepada anggo-
ta untuk ikut mendoakan dan mempertimbangkannya.
5. Jika ada keberatan yang sah dari anggota sidi, rencana pemanggilan
dibatalkan. Hal itu diwartakan kepada anggota dan diberitahukan
kepada yang mengajukan keberatan tersebut.
6. . Keberatan dinyatakan sah jika:
a. Diajukan tertulis secara pribadi dengan mencantumkan nama
dan alamat yang jelas serta dibubuhi tanda tangan atau cap ibu
jari dari anggota yang mengajukan keberatan tersebut dan tidak
merupakan duplikasi dari surat keberatan yang lain mengenai
hal yang sarna.
b. Isinya mengenai tidak terpenuhinya salah satu atau lebih persya-
ratan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 102.
c. Keberatan tersebut terbukti benar, sesuai dengan hasil penyelidik-
an Majelis Jemaat.
189
7. Jika tidak ada keberatan yang sah setelah warta terakhir, calon men-
jalani Percakapan Gerejawi.
8. Percakapan gerejawi itu dilaksanakan oleh Majelis Klasis yang terkait
dengan Jemaat pemanggil, dalam Persidangan Majelis Klasis paling
banyak tiga (3) kali, sesuai dengan Tata Laksana Pasal 114.
9. Jika dalam percakapan gerejawi calon dinyatakan layak untuk menja-
di pendeta GKI, proses kependetaan dilanjutkan.
10. Majelis Jemaat menulis surat pemanggilan kepada calon yang formu-
lasinya dimuat dalam Peranti Administrasi. Surat tersebut ditembus-
kan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, Badan Peker-
ja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dan Badan Pekerja Majelis
Sinode.
11. Calon diberi waktu untuk mempertimbangkan dan mendoakan pe-
manggilan tersebut, kemudian memberikanjawaban secara tertulis
kepada Majelis Jemaat selambat-Iambatnya satu (1) bulan setelah
menerima surat pemanggilan. Suratjawaban, yang formulasinya di-
muat dalam Peranti Administrasi, ditembuskan kepada alamat-alamat
tembusan pada surat pemanggilan
12. Jika calon menerima panggilan tersebut, Tahap Penahbisan dapat
dilaksanakan.
Pasal113
TAHAP PENAHBISAN
190
3. Pelaksanaan
a. Penahbisan pendeta dilaksanakan dalam Kebaktian Penahbisan
Pendeta dengan menggunakan Liturgi Penahbisan Pendeta.
b. Penahbisan dilayankan oleh pendeta yang ditetapkan oleh Badan
Pekerja Majelis Sinode.
c. Penahbisan dilaksanakan dengan penumpangan tangan oleh pen-
deta yang melayani bersama para pendeta yang mengenakan toga.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan Piagam Penahbisan
Pendeta yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi.
4. Pendeta menerima jaminan kebutuhan hidup sebagaimana yang
diatur dalam Tata Laksana Bab XXXV.
Pasal1l4
PERCAKAPAN GEREJAWI
UNTUKMEMASUKITAHAPPEMANGGILAN
1. Tujuan
Percakapan gerejawi untuk memasuki Tahap Pemanggilan bertujuan
memperoleh keputusan final tentang kelayakan calon menjadi pendeta.
2. Pelaksana
a. Percakapan gerejawi dilakukan oleh Majelis Klasis yang terkait
dengan Jemaat pemanggil.
b. Persidangan Majelis Klasis yang melaksanakan percakapan ge-
rejawi tersebutjuga dihadiri oleh sedikitnya dua (2) orang anggota
Badan Pekerja Majelis Sinode dan dua (2) orang anggota Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dengan hak suara.
c. Pemandu percakapan adalah pendeta dan/atau penatua GKI (dua
orang sesuai dengan materi percakapan) yang ditetapkan dan
diangkat oleh Badan Pekerja Majelis Sinode.
d. Jika dalam percakapan gerejawi dilakukan terhadap lebih dari
satu (1) calon dari Jemaat yang berbeda. Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait menetapkan Jemaat penerima.
191
3. Materi
a. Ajaran GKI sebagaimana yang disebutkan dalam Tata Laksana
Pasal 12.
b. Tata Gereja dan Tata Laksana GKI.
4. Persiapan
a. Majelis Jemaat dari calon menulis surat kepada Badan Pekerja
Majelis Klasis yang terkait untuk meminta percakapan gerejawi
bagicalon.
b. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait menetapkan rencana
Persidangan Majelis Klasis untuk melaksanakan percakapan
gerejawi ini, selambat-Iambatnya tiga (3) bulan sebelum Persi-
dangan Majelis Klasis tersebut dilaksanakan.
c. Barlan Pekerja Majelis Klasis yang terkait mengajukan permintaan
tertulis kepada Badan PekeIja Majelis Sinode untuk menetapkan
dan mengangkat pemandu percakapan. Penetapan dan pengang-
katan pemandu percakapan hams sudah dilakukan selambat-
larnbatnya dua (2) bulan sebelum Persidangan Majelis Klasis di-
laksanakan. Surat penetapan dan pengangkatan hams ditembus-
kan kepada Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait,
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, Majelis Jemaat, dan
calon.
d. Untuk menetapkan pemandu percakapan, Badan Pekerja Majelis
Sinode mempertimbangkan:
1) Kemarnpuan dan penguasaan pemandu percakapan atas ba-
han percakapan.
2) Sedapat-dapatnya pemandu percakapan berasal dari Majelis
Klasis yang terkait.
e. Pemandu percakapan melaksanakan tugasnya sesuai dengan
panduan yang ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinede.
f. Majelis Jemaat dari calon memberikan cuti tarnbahan (di Iuar
cuti tahunan) kepada calon selama empat belas (14) hari untuk
mempersiapkan diri menghadapi percakapan gerejawi.
5. Pelaksanaan
a. Percakapan gerejawi dilaksanakan dalam Persidangan Majelis
Klasis.
192
b. Percakapan diatur sebagai berikut:
1) Tentang Ajaran GKI
a) Percakapan antara pemandu percakapan dengan calon
dilakukan selama tiga puluh (30) menit.
b) Percakapan antara peserta persidangan dengan calon
dilakukan selama tiga puluh (30) menit.
2) Tentang Tata Gereja dan Tata Laksana GKI
a) Percakapan antara pemandu percakapan dengan calon
dilakukan selama tiga puluh (30) menit.
b) Percakapan antara peserta persidangan dengan calon
dilakukan selama tiga puluh (30) menit.
c. Pengambilan Keputusan
1) Pengambilan keputusan dilakukan dalam persidangan ter-
tutup tanpa kehadiran calon.
2) Yang berhak memberikan penilaian adalah:
a) Para utusan Majelis Jemaat kecuali para utusan dari
Majelis Jemaat dari calon.
b) Anggota-anggota Badan Pekerja Majelis Klasis yang
terkait.
c) Para pelawat klasis dari Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait.
d) Para pelawat klasis dari Badan Pekerja Majelis Sinode.
e) Pemandu percakapan.
3) Pengambilan keputusan diatur sebagai berikut:
a) Tentang ajaran GKI
(I) Pemandu memberikan penjelasan secara lisan ten-
tang jawaban-jawaban yang diharapkannya atas
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
(2) Seluruh peserta persidangan yang berhak memberi-
kan penilaian menetapkan penilaian mereka terhadap
seluruh percakapan berdasarkan tabel yang telah
diisinya disertai alasannya secara tertulis.
(3) Seluruh utusan Majelis Jemaat menyampaikan peni-
laian mereka. Untuk membantu proses pengambilan
keputusan, utusan-utusan dari setiap Jemaat me-
nyampaikan penilaiannya sebagai satu kesatuan
sesudah melakukan musyawarah di antara mereka.
193
(4) Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait menyam-
paikan penilaian mereka sebagai satu kesatuan.
(5) Pelawat klasis dari Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait menyampaikan penilaian mere-
ka sebagai satu kesatuan.
(6) Pelawat klasis dari Badan Pekerja Majelis Sinode
menyampaikan penilaian mereka sebagai satu kesa-
tuan.
(7) Pemandu menyampaikan penilaiannya.
(8) Majelis Klasis seeara keseluruhan mengambil kepu-
tusan akhir tentang penilaian.
b) Tentang Tata Gereja dan Tata Laksana GKI
(I) Pemandu memberikan penjelasan seeara lisan ten-
tang jawaban-jawaban yang diharapkannya atas
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
(2) Seluruh peserta persidangan yang berhak memberi-
kan penilaian menetapkan penilaian mereka terhadap
seluruh percakapan berdasarkan tabel yang telah
diisinya disertai alasannya seeara tertulis.
(3) Seluruh utusan Majelis Jemaat menyampaikan peni-
laian mereka. Untuk membantu proses pengambilan
keputusan. utusan-utusan dari setiap Jemaat me-
nyampaikan penilaiannya sebagai satu kesatuan se-
sudah melakukan musyawarah di antara mereka.
(4) Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait menyam-
paikan penilaian mereka sebagai satu kesatuan.
(5) Pelawat klasis dari Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait menyampaikan penilaian mere-
ka sebagai satu kesatuan.
(6) Pelawat klasis dari Badan Pekerja Majelis Sinode
menyampaikan penilaian mereka sebagai satu ke-
satuan.
(7) Pemandu menyampaikan penilaiannya.
(8) Majelis Klasis seeara keseluruhan mengambil kepu-
tusan akhir tentang penilaian.
194
d. Keputusan Akhir
1) Keputusan akhir tentang layak atau tidaknya calon menjadi
pendeta GKI diambil berdasarkan rangkuman seluruh per-
cakapan dan penilaian yang telah dilakukan.
2) Jika calon dinyatakan layak menjadi pendeta GKI, Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait mengeluarkan surat per-
nyataan tentang hal itu dan melaporkannya secara tertulis
kepada Badan Pekerja Majelis Sinode dengan tembusan ke-
pada Majelis Jemaat dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wi-
layah yang terkait.
3) Jika dalam percakapan calon menunjukan indikasi yang kuat
bahwa ia menganut ajaran yang bertentangan dengan Firman
Allah dan ajaran GKI:
a) Majelis Klasis membentuk dan menugasi tim yang terdiri
dari unsur Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait,
unsur pelawat klasis dari Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait, unsur pelawat klasis dari Badan
Pekerja Majelis Sinode, dan pemandu percakapan, untuk
mengadakan klarifikasi dengan calon.
b) Jika melalui klarifikasi tim menyimpulkan bahwa calon
ternyata tidak menganut ajaran yang bertentangan de-
ngao Firman Allah dan ajaran GKI, proses kependetaan-
nya dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
c) Jika melalui klarifikasi tim menyimpulkan bahwa calon
ternyata benar menganut ajaran yang bertentangan de-
ngan Firman Allah dan ajaran GKI, calon dinyatakan ti-
dak layak untuk menjadi pendeta GKI dan proses kepen-
detaannya dihentikan.
195
BABXXVllI
PROSESKEPENDETAAN
UNTUKPENDETA
DARI GEREJALAIN YANG SEAJARAN
Pasal115
TAHAP PRA-PEMANGGILAN
196
4. Berdasarkan surat tersebut, Badan Pekerja Majelis Sinode meminta
kepada Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait untuk
melakukan perlawatan kepada Majelis Jemaat, dengan melibatkan
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait. Dari perlawatan tersebut,
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dengan persetu-
juan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait menyampaikan reko-
mendasi kepada Badan Pekerja Majelis Sinode mengenai bakal calon.
5. Berdasarkan rekomendasi tersebut, Badan Pekerja Majelis Sinode
mengadakan percakapan dengan bakal calon untuk menentukan
apakah proses terhadap bakal calon dapat dilanjutkan. Serentak de-
ngan itu, Badan Pekerja Majelis Sinode mengadakan tes psikologis
terhadap bakal calon yang hasilnya dipakai sebagai pertimbangan
untuk menentukan kelanjutan proses terhadap bakal calon.
6. Jika berdasarkan percakapan dan dengan mempertimbangkan hasil
tes psikologis tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menetapkan
bahwa proses terhadap bakal calon tidak dapat dapat dilanjutkan,
proses pencalonan terhadap yang bersangkutan dihentikan. Hal itu
diberitahukan secara tertulis kepada Majelis Jemaat yang terkait
dan bakal calon dengan tembusan kepada Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang
terkait.
7. Jika berdasarkan percakapan dan dengan mempertimbangkan hasil
tes psikologis tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menetapkan
bahwa proses terhadap bakal calon dapat dilanjutkan, Badan Pekerja
Majelis Sinode meminta persetujuan pencalonan dari Rapat Kerja
Badan Pekerja Majelis Sinode.
8. Jika Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode menyetujui pencalon-
an, Badan Pekerja Majelis Sinode meminta surat keterangan 1010s
butuh dan pimpinan sinode dari gereja asal bakal calon.
9. Jika surat keterangan 1010s butuh diperoleh, proses terhadap bakal
calon dapat dilanjutkan ke Tahap Perkenalan. Jika surat keterangan
lolos butuh tidak diperoleh sampai batas waktu yang ditentukan, pro-
ses pencalonan terhadap yang bersangkutan dihentikan. Hal itu
197
diberitahukan secara tertulis kepada Majelis Jemaat yang terkait
dan bakal calon dengan tembusan kepada Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang
terkait.
10. Jika Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode tidak menyetujui
pencalonan. Badan Pekerja Majelis Sinode menetapkan penghentian
pencalonan terhadap yang bersangkutan. Hal itu diberitahukan se-
cara tertulis kepada Majelis Jemaat yang terkait dan bakal calon
dengan tembusan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait
dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
Pasal116
TAHAPPERKENALAN
198
b. Isinya mengenai tidak terpenuhinya salah satu atau lebih syarat
sebagaimana yang tereantum dalam Tata Laksana Pasal 102.
e. Keberatan tersebut terbukti benar, sesuai dengan hasil penyelidik-
an Majelis Jemaat.
4. Jika tidak ada keberatan yang sab setelah warta terakhir, Majelis
Jemaat menulis surat pemanggilan, yang formulasinya dimuat dalam
Peranti Administrasi, kepada ealon pendeta itu untuk memasuki
Tahap Perkenalan. Surat tersebut ditembuskan kepada Badan Pe-
kerja Majelis Klasis yang terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayab yang terkait, Hadan Pekerja Majelis Sinode, dan pimpinan
sinode dari gereja asalnya.
199
9. Jika Majelis Jemaat mengambil keputusan untuk melanjutkan proses
terhadap calon pendeta dan calon pendeta menyatakan kesediaan-
nya, proses kependetaan dilanjutkan ke Tahap Aplikasi. Pada masa
di antara bemkhimya Tahap Perkenalan dan dimulainya Tahap Apli-
kasi, calon pendeta menerimajaminan kebutuhan hidup seperti pada
Tahap Perkenalan.
10. Jika Majelis Jemaat mengambil keputusan untuk melanjutkan proses
kependetaan terhadap calon pendeta tetapi yang bersangkutan me-
nyatakan tidak bersedia, atau jika Majelis Jemaat mengambil kepu-
tusan untuk tidak melanjutkan proses kependetaan terhadap ealon
pendeta, Majelis Jemaat melaporkan hal tersebut seeara tertulis kepa-
da Badan Pekerja Majelis Sinode dengan tembusan kepada Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Si-
node Wilayah yang terkait.
Pasal117
TAHAPAPLlKASI
200
4. Pada Tahap Aplikasi calon pendeta menerima jaminan kebutuhan
hidup sebagaimana yang diatur dalam Tata Laksana Bab XXXv.
S. Pada akhirTahap Aplikasi, Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait
melakukan evaluasi. Jika hasil evaluasi tidak cukup, Tahap Aplikasi
dapat diperpanjang selama maksimum tiga (3) bulan. Jika hasil
evaluasi sesudah perpanjangan masih tidak cukup, proses terhadap
calon dihentikan dan calon tidak diperkenankan menjadi pendeta
GKI. Evaluasi pada akhir Tahap Aplikasi diatur dalam Pedoman
Pelaksanaan tentang Evaluasi pada Akhir Tahap Aplikasi.
6. Jika hasil evaluasi dinyatakan cukup, proses dilanjutkan ke Tahap
Pemanggilan.
7. Jika hasil evaluasi dinyatakan tidak cukup, proses kependetaan ter-
hadap calon dihentikan.
PasaI1l8
TAHAPPEMANGGILAN
201
c. Keberatan tersebut terbukti benar, sesuai dengan hasil penyelidik-
an Majelis Jemaat.
4. Jika tidak ada keberatan yang sah setelah warta terakhir, calon men-
jalani Percakapan Gerejawi.
5. Percakapan gerejawi itu dilaksanakan oleh Majelis Klasis yang terkait
dengan Jemaat pemanggil, dalam Persidangan Majelis Klasis paling
banyak tiga (3) kali, sesuai dengan Tata Laksana Pasal 114.
6. Jika dalam percakapan gerejawi calon dinyatakan layak untuk menja-
di pendeta GKl, proses kependetaan dilanjutkan.
7. Majelis Jemaat menulis surat pemanggilan kepada calon yang formu-
lasinya dimuat dalam Peranti Administrasi. Surat tersebut ditembus-
kan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, Badan Peker-
ja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dan Badan Pekerja Majelis
Sinode.
8. Calon diberi waktu untuk mempertimbangkan dan mendoakan pe-
manggilan tersebut, kemudian memberikanjawaban secara tertulis
kepada Majelis Jemaat selambat-Iambatnya satu (I) bulan setelah
menerima surat pemanggilan. Suratjawaban, yang formulasinya di-
muat dalam Peranti Administrasi, ditembuskan kepada alamat-alamat
tembusan pada surat pemanggilan
9. Jika calon menerima panggilan tersebut, Tahap Peneguhan dapat
dilaksanakan.
Pasal1l9
TAHAPPENEGUHAN
202
2. Majelis Jemaat mewartakan peneguhan tersebut selama tiga (3) hari
Minggu bertumt-tumt kepada anggota agar mereka ikut mendoakan.
3. Pelaksanaan
a. Peneguhan pendeta dilaksanakan dalam Kebaktian Peneguhan
Pendeta dengan menggunakan Liturgi Peneguhan Pendeta.
b. Peneguhan dilayankan oleh pendeta yang ditetapkan oleh Badan
Pekerja Majelis Sinode.
c. Peneguhan dilaksanakan dengan penumpangan tangan oleh
pendeta yang melayani dengan dikelilingi oleh para pendeta yang
mengenakan toga.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan Piagam Peneguhan
Pendeta yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi.
BABXXIX
PENDETATUGASKHUSUS
Pasal120
PENGERTIAN
203
3. Pendeta tugas khusus klasis ditetapkan oleh Majelis Klasis untuk
melaksanakan tugasnya dalam Iingkup Klasis yang bersangkutan
atau di luar GIG sebagai tenaga utusan gerejawi. dengan masa pela-
yanan yang tertentu.
Pasal121
PENDETATUGASKHUSUSJEMAAT
3. Prosedur
a. Jika sebuah Jemaat membutuhkan pendeta tugas khusus jemaat.
Majelis Jemaatnya mewartakan dalam warta jemaat reneana
tersebut selama tiga (3) hari Minggu berturut-turut. Dalam warta
itu disampaikan juga syarat-syarat pendeta sebagaimana yang
tereantum dalam Tata Laksana Pasal 102.
b. Anggota dapat mengusulkan nama-nama ealon pendeta kepada
Majelis Jemaat seeara tertulis selambat-lambatnya dua (2) ming-
gu setelah warta terakhir.
204
c. Majelis Jemaat menyampaikan kebutuhan tersebut secara tertulis
kepada Badan Pekerja Majelis Sinode dengan tembusan kepada
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait. Surat tersebut harus disertai
profit pendeta tugas khusus jemaat yang dibutuhkan dan profit
bidang pelayanan khususnya. Surat tersebut dapat juga disertai
dengan nama atau nama-nama pendeta yang diharapkan.
d. Berdasarkan surat tersebut, Badan Pekerja Majelis Sinode me-
minta kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait untuk
melakukan perlawatan kepada Majelis Jemaat, dengan melibat-
kan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dan Ba-
dan Pekerja Majelis Sinode. Jika diperlukan, perlawatan dilaksa-
nakan lebih dari satu (I) kali.
e. Jika melalui perlawatan telah dicapai kesepakatan mengenai ca-
lon, Badan Pekerja Majelis K1asis yang terkait menyampaikan
hal itu kepada Badan Pekerja Majelis Sinode dengan tembusan
kepada Majelis Jemaat yang terkait dan Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang terkait.
f. Jika melalui perlawatan tidak dicapai kesepakatan mengenai ea-
lon, atas persetujuan dari Majelis Jemaat yang bersangkutan,
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait, Badan Pekerja Majelis Si-
node memakai mekanisme mutasi umum pendeta sebagaimana
yang diatur dalam Tata Laksana Pasal 126 sampai diperolehnya
nama calon pendeta tugas khusus jemaat.
g. Badan Pekerja Majelis Sinode menyampaikan nama ealon kepada
Majelis Jemaat yang terkait.
h. Majelis Jemaat mewartakan reneana peneguhan pendeta tugas
khususjemaat selama tiga (3) hari Minggu berturut-turut dalam
rangka memberikan kesempatan kepada anggota untuk ikut men-
doakan dan mempertimbangkannya.
i. Jika ada keberatan yang sah dari anggota sidi, reneana peneguhan
dibatalkan. Hal itu diwartakan kepada anggota dan diberitahukan
kepada yang mengajukan keberatan tersebut.
j. Keberatan dinyatakan sahjika:
1) Diajukan tertulis seeara pribadi dengan mencantumkan na-
ma dan alamat yang jelas serta dibubuhi tanda tangan atau
205
cap ibu jari dari anggota yang mengajukan keberatan ter-
sebut dan tidak mempakan duplikasi dari surat keberatan
yang lain mengenai hal yang sarna.
2) Isinya mengenai tidak terpenuhinya salah satu atau lebih
persyaratan sebagaimana yang tercantum dalarn Tata Laksa-
na Pasal 102.
3) Keberatan tersebut terbukti benar, sesuai dengan hasil penye-
lidikan Majelis Jemaat.
k. Jika tidak ada keberatan yang sah setelah warta terakhir, ealon
dapat diteguhkan sebagai pendeta tugas khusus jemaat.
1. Jemaat yang memanggil pendeta tugas khusus jemaat tersebut
seeara otomatis menjadi Jemaat Tumpuan baginya, di mana ia
menjadi anggota dan menjadi anggota Majelis Jemaatnya.
m. Pelaksanaan peneguhan
I) Peneguhan pendeta tugas khusus jemaat dilaksanakan di
Jemaat yang memanggilnya dalam Kebaktian Peneguhan
Pendeta Tugas Khusus Jemaat dengan menggunakan Liturgi
Peneguhan Pendeta Tugas Khusus.
2) Peneguhan dilayankan oleh pendeta yang ditetapkan oleh
Badan Pekerja Majelis Sinode.
3) Peneguhan dilaksanakan dengan penumpangan tangan oleh
pendeta yang melayani dengan dikelilingi oleh para pendeta
yang mengenakan toga.
4) Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan Piagam Peneguh-
an Pendeta Tugas Khusus Jemaat yang formulasinya dimuat
dalam Peranti Administrasi.
4. Jaminan Kebutuhan Hidup
a. Majelis Jemaat bertanggungjawab atas jaminan kebutuhan hidup
pendeta tugas khusus jemaat sesuai dengan Tata Laksana Bab
XXXV:
b. Jikajaminan kebutuhan hidup pendeta tugas khusus ditanggung
oleh lembaga yang dilayaninya, Majelis Jemaat hams menjamin
bahwajaminan kebutuhan hidup tersebut sesuai dengan yang di-
tetapkan oleh Majelis Jemaat menumt Tata Laksana Bab XXXV.
Dalam hal terjadi kekurangan, Majelis Jemaat bertanggungjawab
untuk memenuhi kekurangan tersebut.
206
5. Masa pelayanan pendeta tugas khususjemaat ditentukan oleh Majelis
Jemaat atau Majelis Jemaat bersama dengan lembaga lain yang terkait.
6. Satu (1) tahun sebelum berakhirnya masa pelayanan dilakukan eva-
luasi terhadap kinerja pelayanan pendeta tugas khusus jemaat untuk
menetapkan perpanjangan masa pelayanannya. Perpanjangan masa
pelayanannya dapat disertai dengan penundaan emeritasinya (lihat
Tata Laksana Pasal 134).
7. Setelah masa pelayanannya berakhir tanpa perpanjangan, pendeta
tugas khusus jemaat menjalani mutasi.
8. Setelah masa pelayanannya berakhir tanpa perpanjangan, tetapi pen-
deta tugas khusus jemaat tersebut berdasarkan umurnya hams
menja-lani emeritasi, ia akan diemeritasikan sebagai pendeta tugas
khusus jemaat.
Pasal122
PENDETATUGAS KHUSUS KLASIS
207
b. Jika sebuah Klasis membutuhkan pendeta tugas khusus ldasis di
luar bidang keorganisasian dalam Majelis Klasis, Majelis K.1asis
atau Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Klasis menetapkan ke-
butuhan tersebut.
c. Majelis Klasis atau Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Klasis
dapat menerima usulan nama-nama calon pendeta tugas khusus
klasis dari Majelis Jemaat-Majelis Jemaat dalam Klasis yang
bersangkutan. Hal ini diorganisasikan oleh Badan Pekelja Majelis
Klasis yang terkait.
d. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait menyampaikan ke-
butuhan tersebut secara tertulis kepada Badan Pekerja Majelis
Sinode dengan tembusan kepada Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait. Surat tersebut harns disertai profil pendeta
tugas khusus klasis yang dibutuhkan dan profil bidang pelayanan
khususnya. Surat tersebut dapatjuga disertai dengan nama atau
nama-nama pendeta yang diharapkan.
e. Berdasarkan surat tersebut, Badan Pekerja Majelis Sinode me-
minta kepada Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait
untuk melakukan percakapan dengan Badan Pekerja Majelis
K.1asis yang terkait dengan melibatkan Badan Pekerja Majelis
Sinode. Jika diperlukan, percakapan dilaksanakan lebih dari satu
(I) kali.
f. Jika melalui percakapan telah dicapai kesepakatan mengenai ca-
Ion, Badan Pekelja Majelis Sinode Wilayah yang terkait menyam-
paikan hal itu kepada Badan Pekerja Majelis Sinode dengan tem-
busan kepada Majelis Jemaat yang terkait dan Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
g. Jika melalui percakapan tidak dicapai kesepakatan mengenai ca-
Ion, atas persetujuan dari Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah
yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, Ba-
dan Pekelja Majelis Sinode memakai mekanisme mutasi umum
pendeta sebagaimana yang diatur dalam Tata Laksana Pasal126
sampai diperolehnya nama calon pendeta tugas khusus ldasis.
h. Badan Pekerja Majelis Sinode menyampaikan nama calon kepada
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan calon dapat dite-
guhkan sebagai pendeta tugas khusus klasis.
208
i. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait menetapkan sebuah
lemaat dalam Klasis yang bersangkutan untuk menjadi lemaat
Tumpuan bagi pendeta tugas khusus klasis tersebut. Pendeta tu-
gas khusus klasis tersebut menjadi anggota dari lemaat Tumpuan
itu dan menjadi anggota Majelis Jemaatnya.
J. Pelaksanaan peneguhan
1) Peneguhan pendeta tugas khusus klasis dilaksanakan di Je-
maat Tumpuan atau di lemaat lain dalam Klasis yang dite-
tapkan oleh Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait.
2) Peneguhan dilaksanakan dalam Kebaktian Peneguhan Pen-
deta Tugas Khusus Klasis dengan menggunakan Liturgi Pe-
neguhan Pendeta Tugas Khusus.
3) Peneguhan dilayankan oleh pendeta yang ditetapkan oleh
Badan Pekerja Majelis Sinode.
4) Peneguhan dilaksanakan dengan penumpangan tangan oleh
pendeta yang melayani dengan dikelilingi oleh para pendeta
yang mengenakan toga.
5) Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan Piagam Pene-
guhan Pendeta Tugas Khusus Klasis yang formulasinya di-
muat dalam Peranti Administrasi.
4. laminan Kebutuhan Hidup
a. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait bertanggungjawab
alas jaminan kebutuhan hidup pendeta tugas khusus klasis sesuai
dengan Tata Laksana Bab XXXV.
b. Jikajaminan kebutuhan hidup pendeta tugas khusus klasis ditang-
gung oleh lembaga yang dilayaninya, Badan Pekerja Majelis Kla-
sis yang terkait harus menjamin bahwajaminan kebutuhan hidup
tersebut sesuai dengan yang diatur oleh Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait menurut Tata Laksana Bab XXXV. Dalam
hal terjadi kekurangan, Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait
bertanggungjawab untuk memenuhi kekurangan tersebut.
5. Masa Pelayanan
a. Masa pelayanan pendeta tugas khusus klasis di bidang keorgani-
sasian dalam Majelis Klasis ditetapkan menurut masa pelayanan
Badan Pekerja Majelis Klasis.
209
b. Masa pelayanan pendeta tugas khusus klasis di luar bidang ke-
organisasian dalam Majelis Klasis ditetapkan empat (4) tahun.
6. Satu (I) tahun sebelum berakhirnya masa pelayanan dilakukan eva-
luasi terhadap kinerja pelayanan pendeta tugas khusus klasis untuk
menetapkan perpanjangan masa pelayanannya. Perpanjangan masa
pelayanannya dapat disertai dengan penundaan emeritasinya (lihat
Tata Laksana Pasal 134).
7. Setelah masa pelayanannya berakhir tanpa perpanjangan, pendeta
tugas khusus klasis menjalani mutasi.
8. Setelah masa pelayanannya berakhir tanpa perpanjangan, tetapi pen-
deta tugas khusus klasis tersebut berdasarkan umumya harus men-
jalani emeritasi, ia akan diemeritasikan sebagai pendeta tugas khusus
klasis.
Pasal123
PENDETA TUGAS KHUSUS SINODE WILAYAH
210
Wilayah, prosedumya diatur secara khusus dalam peraturan no-
rninasi.
b. Jika sebuah Sinode Wilayah membutuhkan pendeta tugas khusus
sinode wilayah di luar bidang keorganisasian dalam Majelis Sinode
Wilayah, Majelis Sinode Wilayah atau Rapat Kerja Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah menetapkan kebutuhan tersebut.
c. Majelis Sinode Wilayah atau Rapat Kerja BaOOn Pekerja Majelis
Sinode Wilayah dapat menerima usulan nama-nama calon pen-
deta tugas khusus sinode wilayah dari Majelis Jemaat-Majelis
Jemaat OOlam Sinode Wilayah yang bersangkutan. Hal ini dior-
ganisasikan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang
terkait.
d. BaOOn Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait menyampai-
kan kebutuhan tersebut secara tertulis kepada Badan Pekerja
Majelis Sinode. Surat tersebut harns disertai profil pendeta tugas
khusus sinode wilayah yang dibutuhkan dan profil bidang pe-
layanan khususnya. Surat tersebut dapat juga disertai dengan
nama atau nama-nama pendeta yang diharapkan.
e. Berdasarkan surat tersebut, Badan Pekerja Majelis Sinode mela-
kukan percakapan dengan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah
yang terkait. Jika diperlukan, percakapan dilaksanakan lebih dari
satu (1) kali.
f. Jika melalui percakapan telah dicapai kesepakatan mengenai ca-
lon, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait atas
persetujuan dari Badan Pekerja Majelis Sinode dapat memproses
peneguhannya.
g. Jika melalui percakapan tidak dicapai kesepakatan mengenai ca-
lon, atas persetujuan dari Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah
yang terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode memakai mekanisme
mutasi umum pendeta sebagaimana yang diatur dalam Tata Lak-
sana Pasal 126 sampai diperolehnya nama calon pendeta tugas
khusus sinode wilayah.
h. BaOOn Pekerja Majelis Sinode menyampaikan nama calon kepada
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dan calon
dapat diteguhkan sebagai pendeta tugas khusus sinode wilayah.
i. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait menetapkan
sebuah Jemaat dalam Sinode Wilayah yang bersangkutan untuk
211
menjadi Jemaat Tumpuan bagi pendeta tugas khusus sinode wi-
layah tersebut. Pendeta tugas khusus sinode wilayah tersebut
menjadi anggota dari Jemaat Tumpuan itu dan menjadi anggota
Majelis Jemaatnya.
j. Pelaksanaan peneguhan
I) Peneguhan pendeta tugas khusus sinode wilayah dilaksana-
kan di Jemaat Tumpuan atau di Jemaat lain dalam Sinode
Wilayah yang ditetapkan oleh Badan Pekeaja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait.
2) Peneguhan dilaksanakan dalam Kebaktian Peneguhan Pen-
detcl Tugas Khusus Sinode Wilayah dengan menggunakan
Liturgi Peneguhan Pendeta Tugas Khusus.
3) Peneguhan dilayankan oleh pendeta yang ditetapkan oleh
Badan Pekerja Majelis Sinode.
4) Peneguhan dilaksanakan dengan penumpangan tangan oleh
pendeta yang melayani dengan dikelilingi oleh para pendeta
yang mengenakan toga.
5) Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan Piagam Peneguh-
an Pendeta Tugas Khusus Sinode Wilayah yang formulasinya
dimuat dalam Peranti Administrasi.
4. Jaminan Kebutuhan Hidup
a. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait bertanggung-
jawab atas jaminan kebutuhan hidup pendeta tugas khusus sinode
wilayah sesuai dengan Tata Laksana Bab XXXv.
b. Jika jaminan kebutuhan hidup pendeta tugas khusus sinode wila-
yah ditanggung oleh lembaga yang dilayaninya, Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait harus menjamin bahwaja-
minan kebutuhan hidup tersebut sesuai dengan yang diatur oleh
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait menurut Tata
Laksana Bab XXXV. Dalam hal terjadi kekurangan, Badan Pe-
kerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait bertanggungjawab untuk
memenuhi kekurangan tersebut.
5. Masa Pelayanan
a. Masa pelayanan pendeta tugas khusus sinode wilayah di bidang
keorganisasian dalam Majelis Sinode Wilayah ditetapkan menurut
masa pelayanan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
212
b. Masa pelayanan pendeta tugas khusus sinode wilayah di luar bi-
dang keorganisasian dalam Majelis Sinode Wilayah ditetapkan
empat (4) tahun.
6. Satu (I) tahun sebelum berakhimya masa pelayanan dilakukan eva-
luasi terhadap kineIja pelayanan pendeta tugas khusus sinode wilayah
untuk menetapkan perpanjangan masa pelayanannya. Perpanjangan
masa pelayanannya dapat disertai dengan penundaan emeritasinya
(lihat Tata Laksana Pasal 134).
7. Setelah masa pelayanannya berakhir tanpa perpanjangan, pendeta
tugas khusus sinode wilayah menjalani mutasi.
8. Setelah masa pelayanannya berakhir tanpa perpanjangan, tetapi pen-
deta tugas khusus sinode wilayah tersebut berdasarkan umumya
hams menjalani emeritasi, ia akan diemeritasikan sebagai pendeta
tugas khusus sinode wilayah.
Pasal124
PENDETA TUGAS KHUSUS SINODE
214
4. Jaminan Kebutuhan Hidup
a. Badan Pekerja Majelis Sinode bertanggungjawab atas jaminan
kebutuhan hidup pendeta tugas khusus sinode sesuai dengan Tata
Laksana Bab XXXV.
b. Jika jaminan kebutuhan hidup pendeta tugas khusus sinode di-
tanggung oleh lembaga yang dilayaninya, Badan Pekerja Majelis
Sinode harus menjamin bahwa jaminan kebutuhan hidup tersebut
sesuai dengan yang diatur oleh Badan Pekerja Majelis Sinode
menurut Tata Laksana Bab XXXV. Dalam hal terjadi kekurangan,
Badan Pekerja Majelis Sinode bertanggungjawab untuk memenuhi
kekurangan tersebut.
5. Masa Pelayanan
a. Masa pelayanan pendeta tugas khusus sinode di bidang keorgani-
sasian dalam Majelis Sinode ditetapkan menurut masa pelayanan
Badan Pekerja Majelis Sinode.
b. Masa pelayanan pendeta tugas khusus sinode di luar bidang ke-
organisasian dalam Majelis Sinode ditetapkan empat (4) tahun.
6. Satu (1) tahun sebelum berakhimya masa pelayanan dilakukan eva-
luasi terhadap kinerja pelayanan pendeta tugas khusus sinode untuk
menetapkan perpanjangan masa pelayanannya. Perpanjangan masa
pelayanannya dapat disertai dengan penundaan emeritasinya (lihat
Tata Laksana Pasal 134).
7. Setelah masa pelayanannya berakhir tanpa perpanjangan, pendeta
tugas khusus sinode menjalani mutasi.
8. Setelah masa pelayanannya berakhir tanpa perpanjangan, tetapi pen-
deta tugas khusus sinode tersebut berdasarkan umumya harus men-
jalani emeritasi, ia akan diemeritasikan sebagai pendeta tugas khusus
sinode.
215
BABXXX
PENDETAKONSULEN
Pasal125
PENDETAKONSULEN
216
c. Tugas-tugas kependetaan lain yang disepakati bersama.
d. Menghadiri Persidangan Majelis .Klasis sebagai utusan dari Je-
maat di mana ia menjadi pendeta konsulen, kecualijika ia adalah
pendeta satu-satunya di Jemaat asalnya.
8. Syarat Pendeta Konsulen
a. Telah menjadi pendeta sekurang-kurangnya tiga (3) tahoo.
b. Tidak sedang menjabat sebagai pendeta konsulen di Jemaat lain.
9. Proses
a. Majelis Jemaat dari Jemaat yang belum memiliki pendeta, atau
Pendeta satu-satunya yang melayani Jemaat itu tidak dapat me-
laksanakan tugasnya selama lebih dari enam (6) bulan harus
memberitahukan kebutuhan akan pendeta konsulen tersebut
kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait selambat-Iam-
batnya satu (I) bulan sejak keadaan tersebut terjadi.
b. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait menetapkan pendeta
konsulen setelah berkonsultasi dengan pihak-pihak terkait.
c. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait mengangkat pendeta
konsulen dengan menerbitkan surat pengangkatan.
10. Selama melaksanakan tugas, pendeta konsulen mendapat tunjangan
dari Majelis Jemaat yang besarnya diatur dalam Tata Laksana Bab
~
BABXXXI
MUTASI PENDETA
Pasal126
MUTASIUMUM
218
turut. Dalam warta itu disampaikan juga syarat-syarat pendeta
sebagaimana yang tercantum dalam Tata Laksana Pasal 102.
b. Anggota dan pejabat gerejawi dapat mengusulkan nama-nama
calon pendeta kepada Majelis Jemaat secara tertulis selambat-
lambatnya dua (2) minggu setelah warta terakhir.
c. Majelis Jemaat mengajukan permohonan secara tertulis kepada
Badan Pekerja Majelis Sinode dengan tembusan kepada Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang terkait. Surat pennohonan tersebut harus
disertai dengan profil Jemaat yang bersangkutan dan profil
pendeta yang dibutuhkan. Surat permohonan tersebut dapat juga
disertai dengan nama atau nama-nama pendeta yang diharapkan.
6. Proses
a. Perlawatan
1) Terkait dengan prakarsa mutasi
a) Berdasarkan prakarsa mutasi dan pendeta atau Majelis
Jemaat, Badan Pekerja Majelis Sinode meminta kepada
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait untuk me-
lakukan percakapan dengan pendeta yang bersangkutan
dan perlawatan kepada Majelis Jemaat yang terkait,
dengan melibatkan Badan Pekerja Majelis Sinode Wila-
yah yang terkait.
b) Berdasarkan percakapan dan perlawatan tersebut Ba-
dan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dengan kesepa-
katan dengan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah
yang terkait menyampaikan rekomendasi kepada Badan
Pekerja Majelis Sinode mengenai mutasi pendeta terse-
but
2) Terkait dengan permohonan kebutuhan pendeta baru
a) Berdasarkan pennohonan kebutuhan pendeta baru, Ba-
dan Pekerja Majelis Sinode meminta kepada Badan Pe-
kerja Majelis Klasis yang terkait untuk melakukan per-
lawatan kepada Majelis Jemaat, dengan melibatkan Ba-
dan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
219
b) Berdasarkan perlawatan tersebut Badan Pekerja Maje-
lis Klasis yang terkait dengan kesepakatan dengan Ba-
dan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait me-
nyampaikan rekomendasi kepada Badan Pekerja Maje-
lis Sinode mengenai mutasi pendeta tersebut.
b. Berdasarkan Perencanaan Kependetaan dalam kerangka Kebi-
jakan dan Strategi Pengembangan GKI, Badan Pekerja Majelis
Sinode melalui Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode meng-
atur dan mengoordinasikan mekanisme mutasi pendeta dengan
mengikutsertakan:
1) Pendeta yang bersangkutan.
2) Majelis Jemaat yang terkait.
3) Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait.
4) Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait Gika
mutasi terjadi dalam sebuah Sinode Wilayah) atau kedua
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait Gika
mutasi terjadi antar-Sinode Wilayah).
c. Dari mekanisme mutasi yang sudah dilaksanakan, Badan Pekerja
Majelis Sinode menyampaikan nama calon kepada Majelis Jema-
at dari Jemaat yang membutuhkan pendeta baru.
d. Jika Majelis Jemaat tidak menyetujui calon tersebut, hal itu disam-
paikan kepada Badan Pekerja Majelis Sinode agar ditempuh lagi
mekanisme mutasi untuk memperoleh nama calon yang baru.
e. Jika Majelis Jemaat menyetujui calon tersebut Majelis Jemaat
mewartakan rencana peneguhan pendeta tersebut selama tiga (3)
hari Minggu berturut-turut dalam rangka memberikan kesempatan
kepada anggota untuk ikut mendoakan dan mempertimbangkannya
f. Jika dari pewartaan tersebut ada keberatan yang sah dari anggota
sidi, rencana peneguhan dibatalkan. Hal itu diwartakan kepada
anggota dan diberitahukan kepada yang mengajukan keberatan
tersebut.
g. Kebemtan dinyatakan sahjika:
1) Diajukan tertulis secam pribadi dengan mencantumkan na-
ma dan alamat yang jelas serta dibubuhi tanda tangan atau
cap ibu jari dari anggota yang mengajukan keberatan
tersebut dan tidak merupakan duplikasi dari sumt keberatan
yang lain mengenai hal yang sarna.
220
2) Isinya mengenai tidak terpenuhinya salah satu atau lebih
persyaratan sebagaimana yang tercantum dalam Tata Laksa-
na Pasal 102.
3) Keberatan tersebut terbukti benar, sesuai dengan hasil pe-
nyelidikan Majelis Jemaat.
h. Jika rencana peneguhan dibatalkan, hal tersebut disampaikan
kepada Badan Pekerja Majelis Sinode agar ditempuh lagi meka-
nisme mutasi untuk memperoleh nama calon yang baru.
L Jika tidak ada keberatan yang sah setelah warta terakhir, calon
diteguhkan sebagai pendeta:
1) Peneguhan pendeta dilaksanakan dalam Kebaktian Pene-
guhan Pendeta dengan menggunakan Liturgi Peneguhan
Pendeta.
2) Peneguhan dilayankan oleh pendeta yang ditunjuk oleh Ba-
dan Pekerja Majelis Sinode.
3) Peneguhan dilaksanakan dengan penumpangan tangan oleh
pendeta yang melayani dengan dikelilingi para pendeta yang
mengenakan toga.
4) Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan Piagam Peneguh-
an Pendeta yang formulasinya dimuat dalam Peranti Admi-
nistrasi.
Pasal127
MUTASI PENDETA TUGAS KHUSUS
YANG MENYELESAIKAN MASAPELAYANANNYA
221
3. Jika sampai saat pendeta yang bersangkutan menyelesaikan masa
pelayanannya secara definitif dan ia belum mendapat tempat pe-
layanannya yang barn sebagai pendeta, Badan Pekerja Majelis Si-
node menernskan mekanisme mutasi umum pendeta terhadapnya
selama paling lama satu setengah (l ~) tahun.
4. Selama pendeta yang bersangkutan menjalani mekanisme mutasi
umum pendeta, ia mendapatjaminan kebutuhan hidup pendeta secara
penuh dari Majelis Jemaat atau Majelis Klasis atau Majelis Sinode
Wilayah atau Majelis Sinode sesuai dengan Tata Laksana Bab
XXXv. Jika sesudah pendeta yang bersangkutan menjalani meka-
nisme mutasi umum pendeta selama satu setengah (I Y2) tahun ia ti-
dak mendapat tempat pelayanannya yang barn sebagai pendeta, ia
diemeritasikan sesuai dengan Tata Laksana Pasal 131 dengan me-
ngabaikan ketentuan umur bagi yang bersangkutan.
Pasal128
MUTASI PENDETA KARENA KETIDAKHARMONISAN
DALAMHUBUNGANPELAYANAN
222
a. Pendeta yang bersangkutan dan Majelis lemaat yang bersang-
kutan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Badan
Pekerja Majelis Sinode untuk memfasilitasi mutasi tersebut (lihat
Tata Laksana Pasal 126). Surat permohonan itu ditembuskan
kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Sadan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
b. Selambat-Iambatnya dua (2) bulan sesudah Sadan Pekerja Maje-
lis Sinode menerima surat permohonan tersebut, Sadan Pekerja
Majelis Sinode menyatakan secara tertulis bahwa pendeta yang
bersangkutan berada dalam status "dapat dipanggil", yang dituju-
kan kepada pendeta yang bersangkutan dan Majelis lemaat yang
bersangkutan. Surat pemyataan tersebut ditembuskan ke Sadan
Pekerja Majelis Klasis-Badan Pekerja Majelis Klasis dan Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah-Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah.
c. Majelis lemaat yang bersangkutan mewartakan tentang status
"dapat dipanggil" dari pendeta yang bersangkutan selama dua
(2) hari Minggu berturut-turut.
d. Masa "dapat dipanggil" berlangsung paling lama dua belas (12)
bulan sejak pemyataan dikeluarkan.
e. Sejak dikeluarkannya pemyataan "dapat dipanggil", Badan Pe-
kerja Majelis Sinode menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
I) Badan Pekerja Majelis Sinode mengambil keputusan untuk:
a) Memproses pendeta yang bersangkutan untuk memasu-
ki perkenalan khusus dalam lemaat atau lembaga pe-
layanan.
b) Menetapkan satu lemaat atau satu lembaga pclayanan
dalam Sinode untuk perkenalan khusus. Penetapan Je-
maat atau lembaga pelayanan tersebut harus disetujui
bersama oleh Sadan Pekerja Majelis Sinode, Badan Pe-
kerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dan Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait.
2) Badan Pekerja Majelis Sinode menycrahkan proses selanjut-
nya kepada Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang
terkait. Sadan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait
harus menginformasikan perkembangan proses tersebut
kepada Badan Pekerja Majelis Sinode.
223
3) Jika perkenalan khusus dilaksanakan di sebuah Jemaat, Ba-
dan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait bersama
dengan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, Majelis
Jemaat dari Jemaat penerima pelayanan khusus, dan pendeta
yang bersangkutan mengatur pelaksanaan perkenalan khusus
tersebut.
4) Jika perkenalan khusus dilaksanakan di sebuah lembaga pe-
layanan, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait
bersama dengan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait,
pimpinan dari lembaga pelayanan penerima pelayanan khu-
sus, dan pendeta yang bersangkutan mengatur pelaksanaan
perkenalan khusus tersebut.
5) Perkenalan khusus dapat dilakukan berulang-ulang, masing-
masing berlangsung paling lama tiga (3) bulan, di tempat
yang berbeda-beda dalam jangka waktu seluruhnya paling
lama dua belas (12) bulan.
f. Jika pada masa perkenalan khusus pendeta yang bersangkutan
menerima panggilan dari Jemaat lainlMajelis KlasislMajelis Sinode
Wilayah/Majelis Sinode, proses kependetaannya mengikuti keten-
tuan-ketentuan yang terkait.
g. Jika sampai berakhimya masa dapat dipanggil itu-seeara kese-
luruhan selama dua belas (12) bulan- pendeta yang bersangkutan
tidak menerima panggilan dari Jemaat lain atau gereja lain, ia di-
emeritasikan dengan mengaeu kepada "Proses Emeritasi Berda-
sarkan Alasan yang dapat Dipertanggungjawabkan" (Tata Laksa-
na Pasal 133). Jika pendeta yang bersangkutan pada saat ia me-
minta diemeritasikan belum mencapai umur lima puluh lima (55)
tahun tetapi sudah melayani sebagai pendeta GKI selama paling
sedikit dua puluh (20) tahun, hal ini harus dipandang sebagai per-
kecualian sehingga peraturan aeuan itu dapat diberlakukan bagi
dia. Berdasarkan peraturan aeuan ini, emeritasi bagi pendeta
yang bersangkutan dilaksanakan sebagai berikut:
1) Badan Pekerja Majelis Sinode menetapkan emeritasi bagi
pendeta yang bersangkutan, dengan ketentuan dilaksanakan
paling lambat tiga (3) bulan sejak masa dapat dipanggil
berakhir.
224
2) Badan Pekerja Majelis Sinode bersama dengan Majelis Je-
maat yang bersangkutan dan pendeta yang bersangkutan
mempersiapkan rencana emeritasi pendeta tersebut, yang
meliputi:
a) Penetapan tanggal Kebaktian Emeritasi Pendeta.
b) Pemenuhan kewajiban Jemaat terhadap pendeta eme-
ritus yang sekurang-kurangnya meliputi rumah dan biaya
pengobatan sesuai dengan yang diatur dalam Tata Lak-
sana Bab xxxv.
3) Rencana Kebaktian Emeritasi Pendeta diwartakan kepada
Jemaat selama tiga (3) harl Minggu berturut-turut untuk
memberikan kesempatan bagi anggota untuk ikut mendoa-
kannya.
4) Kebaktian Emeritasi Pendeta dilaksanakan oleh Badan Pe-
kelja Majelis Sinode dengan menggunakan Liturgi Emeritasi
Pendeta yang dilayani oleh pendeta yang ditunjuk oleh Badan
Pekelja Majelis Sinode. Sadan Pekerja Majelis Sinode mem-
berikan Piagam Emeritasi Pendeta yang formulasinya dimu-
at dalam Peranti Administrasi.
h. Jika sampai berakhimya masa "dapat dipanggil" itu -secara
keseluruhan selama dua belas (12) bulan-pendeta yang bersang-
kutan tidak menerima panggilan dari Jemaat lain/Majelis Klasisl
Majelis Sinode WilayahIMajelis Sinode atau gereja lain, tetapi
masa pelayanan pendeta tersebut belum mencapai dua puluh (20)
tahun,jabatan pendeta dari pendeta tersebut ditanggalkan dengan
prosedur:
I) Majelis Jemaat yang bersangkutan, dengan sepengetahuan
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, menulis surat
kepada Badan Pekerja Majelis Sinode agar Badan Pekerja
Majelis Sinode menanggalkan jabatan pendeta dari pendeta
yang bersangkutan.
2) Sadan Pekerja Majelis Sinode mengambil keputusan tentang
penanggalan jabatan pendeta tersebut dan mengeluarkan
Surat Keputusan Penanggalan Jabatan.
3) Penanggalan jabatan pendeta itu diwartakan kepada semua
Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan
semua Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
225
4) Majelis Jemaat yang bersangkutan sebagai "pemberi kerja"
menghentikan kepesertaan yang bersangkutan di Dana Pen-
siun GKI dan Badan Kesejahteraan GKI.
i. Selama masa "dapat dipanggil", pendeta yang bersangkutan tetap
menjalankan pelayanan kependetaannya di Jemaat yang bersang-
kutan seperti biasa, kecuali pada saat dia menjalani perkenalan
khusus. Jika karena sebab-sebab tertentu hal ini tidak dapat se-
penuhnya dilaksanakan, dapat dilakukan pengurangan terhadap
pelayanan kependetaan dari pendeta yang bersangkutan, yang
dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara pendeta yang
bersangkutan dan Majelis Jemaat yang bersangkutan, atas pe-
ngetahuan dari Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait. Hal
ini harus diberitahukan kepada Badan Pekerja Majelis Sinode
dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
J. Jaminan Kebutuhan Hidup
I) Selama masa "dapat dipanggil" pendeta yang bersangkutan
mendapat jaminan kebutuhan hidup dan biaya yang wajib
diberikan dari Jemaat yang bersangkutan.
2) Jika pendeta yang bersangkutan ditetapkan emeritasi, sam-
pai dengan pelaksanaan emeritasi yang bersangkutan tetap
mendapat jaminan kebutuhan hidup dan biaya yang wajib
diberikan dari Jemaat yang bersangkutan.
k. Jika pada masa "dapat dipanggil" itu terjadi pemulihan hubungan
kerja sama pelayanan, Badan Pekerja Majelis Sinode dapat men-
cabut status "dapat dipanggil" dari pendeta yang bersangkutan
dan ia dapat meneruskan pelayanan kependetaannya seperti se-
mula di Jemaat yang bersangkutan. Pencabutan status "dapat
dipanggil" tersebut harus didasarkan pada pernyataan bersama
secara tertulis yang dibuat oleh pendeta yang bersangkutan dan
Majelis Jemaat yang bersangkutan. Pencabutan status "dapat
dipanggil" tersebut disebarluaskan secara tertulis oleh Badan Pe-
kerja Majelis Sinode ke semua Majelis Jemaat, semua Badan
Pekerja Majelis Klasis, dan semua Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah.
226
menghendaki mutasi atas dirinya, perlawatan khususjemaat meng-
ambil keputusan untuk mengemeritasikan pendeta yang bersangkutan
dengan mengacu kepada "Proses Emeritasi Berdasarkan Alasan
yang dapat Dipertanggungjawabkan" (Tata Laksana Pasal 133).
Jika pendeta yang bersangkutan pada saat itu belum mencapai umur
lima puluh lima (55) tahun tetapi sudah melayani sebagai pendeta
OKI selama paling sedikit dua puluh (20) tahun. hal ini harns dipan-
dang sebagai perkecualian sehingga peraturan acuan itu dapat diber-
lakukan bagi dia. Emeritasi itu dilaksanakan sebagai berikut:
a. Pendeta yang bersangkutan, dengan sepengetahuan Majelis Je-
maat dari jemaat yang dilayaninya. harns mengajukan permo-
honan secara tertulis kepada Badan Pekelja Majelis Sinode untuk
menjalani emeritasinya, selambat-lambatnya satu (I) bulan se-
sudah keputusan diambil. Dalam surat tersebut pendeta yang
bersangkutan harns mengemukakan dan menjelaskan alasan-
alasannya dan kapan ia menginginkan emeritasinya dilaksanakan.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode mengambil keputusan tentang
permohonan emeritasi itu.
c. Jika permohonan emeritasi itu dipenuhi oleh Badan Pekerja Ma-
jelis Sinode, Badan Pekerja Majelis Sinode bersama dengan
Majelis Jemaat yang bersangkutan dan pendeta yang bersang-
kutan mempersiapkan rencana emeritasi pendeta tersebut. yang
meliputi:
1) Penetapan tanggal Kebaktian Emeritasi Pendeta.
2) Pemenuhan kewajiban Jemaat terhadap pendeta emeritus
yang sekurang-kurangnya meliputi rnmah dan biaya peng-
obatan sesuai dengan yang diatur dalam Tata Laksana Bab
XXXVI
d. Rencana Kebaktian Emeritasi Pendeta diwartakan kepada Jema-
at selama tiga (3) hari Minggu berturnt-turnt untuk memberikan
kesempatan bagi anggota untuk ikut mendoakannya.
e. Pelaksanaan Kebaktian Emeritasi Pendeta:
1) Emeritasi pendeta dilaksanakan dalam Kebaktian Emeritasi
Pendeta dengan menggunakan Liturgi Emeritasi Pendeta
2) Kebaktian Emeritasi Pendeta dilayani oleh pendeta yang
ditunjuk oleh Badan Pekerja Majelis Sinode.
227
3) Sadan Pekerja Majelis Sinode memberikan Piagam Emeritasi
Pendeta yang fonnulasinya dimuat dalam Peranti Admi-
nistrasi.
228
Pasal129
MUTASI PENDETAYANG SUDAH SELESAI MENJALANI
PENGGEMBALAAN KHUSUS
229
b. Enam (6) bulan berikutnya pendeta yang bersangkutan mendapat
jaminan kebutuhan hidup dan semua biaya yang wajib diberikan
keeuali tunjangan-tunjangan transpor, telepon, lektur, dan pakaian
jabatan dari dari Jemaat yang bersangkutan.
e. Jika pendeta yang bersangkutan ditetapkan emeritasi maka sam-
pai dengan pelaksanaan emeritasi yang bersangkutan mendapat
jaminan kebutuhan hidup dan semua biaya yang wajib diberikan
keeuali tunjangan-tunjangan transpor, telepon, lektur, dan pakaian
jabatan dari dari Jemaat yang bersangkutan
5. Jika sampai berakhimya masa "dapat dipanggil" itu pendeta yang
bersangkutan tidak menerima panggilan dari Jemaat lain atau gereja
lain, ia dapat diemeritasikan dengan mengaeu kepada "Proses Eme-
ritasi Berdasarkan Alasan yang dapat Dipertanggungjawabkan" (Ta-
ta Laksana Pasal 133). Jika pendeta yang bersangkutan pada saat
ia meminta diemeritasikan belum meneapai umur lima puluh lima
(55) tahun tetapi sudah melayani sebagai pendeta GKI selama paling
sedikit dua puluh (20) tahun, hal ini harus dipandang sebagai per-
keeualian sehingga peraturan aeuan itu dapat diberlakukan bagi dia.
6. Berdasarkan peraturan aeuan tersebut di atas, emeritasi bagi pendeta
yang bersangkutan dilaksanakan sebagai berikut:
a. Badan Pekerja Majelis Sinode menetapkan emeritasi bagi pendeta
yang bersangkutan.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode bersama dengan Majelis Jemaat
yang bersangkutan dan pendeta yang bersangkutan memper-
siapkan reneana emeritasi pendeta tersebut, yang meliputi:
I) Penetapan tanggal Kebaktian Emeritasi Pendeta.
2) Pemenuhan kewajiban Jemaat terhadap pendeta emeritus
yang sekurang-kurangnya meiiputi rumah dan biaya peng-
obatan sesuai dengan yang diatur dalam Tata Laksana Bab
XXXVI. Reneana Kebaktian Emeritasi Pendeta diwartakan
kepada Jemaat selama tiga (3) hari Minggu berturut-turut
untuk memberikan kesempatan bagi anggota untuk ikut men-
doakannya.
e. Kebaktian Emeritasi Pendeta dilaksanakan oleh Badan Pekerja
Majelis Sinode dengan menggunakan Liturgi Emeritasi Pendeta
230
dan dilayani oleh pendeta yang ditunjuk oleh Badan Pekerja Ma-
jelis Sinode. Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan Piagam
Emeritasi Pendeta yang formulasinya dimuat dalam Peranti Ad-
ministrasi.
7. Jika sampai berakhimya masa "dapat dipanggil" itu pendeta yang
bersangkutan tidak menerima panggilan dari Jemaat lain atau gereja
lain,jabatan pendetanya ditanggalkan yang dilaksanakan dengan pro-
sedur sebagai berikut:
a. Majelis Jemaat yang bersangkutan, dengan sepengetahuan Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait, menulis surat kepada Badan
Pekerja Majelis Sinode agar Badan Pekerja Majelis Sinode
menanggalkanjabatan pendeta dari pendeta yang bersangkutan.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode mengambil keputusan tentang pe-
nanggalan jabatan pendeta tersebut dan mengeluarkan Surat
Keputusan Penanggalan Jabatan.
c. Penanggalanjabatan pendeta itu diwartakan kepada semua Ma-
jelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
d. Majelis Jemaat yang bersangkutan sebagai "pemberi kerja"
menghentikan kepesertaan yang bersangkutan di Dana Pensiun
GKI dan Badan Kesejahteraan GK!.
8. Jika pada masa "dapat dipanggil" itu Majelis Jemaat yang bersang-
kutan mengambil keputusan untuk membatalkan keputusan tentang
mutasi bagi pendeta itu dan pendeta itu dapat melanjutkan pelayan-
annya di Jemaat itu, Badan Pekerja Majelis Sinode dapat mencabut
status "dapat dipanggil" dari pendeta yang bersangkutan dan ia dapat
meneruskan pelayanannya seperti semula di Jemaat yang bersangkut-
an. Perubahan keputusan dan pencabutan status "dapat dipanggil"
itu disebarluaskan secara tertulis oleh Badan Pekerja Majelis Sinode
ke semua Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis,
dan semua Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
231
BABXXXII
EMERITASI PENDETA
Pasal130
KETENTUAN POKOK
I. Seorang pendeta yang telah meneapai umur enam puluh (60) tahun,
atau yang karena sakit atau karena eaeat atau karena alasan yang
dapat dipertanggungjawabkan tidak dapat melanjutkan pelayanan
kependetaannya, dinyatakan dan diberi status sebagai pendeta eme-
ritus dalam Kebaktian Emeritasi dan ia disebut sebagai pendeta eme-
ritus.
2. Seorang pendeta emeritus tetap berjabatan pendeta karena jabatan
pendeta berlaku seumur hidup, namun ia tidak lagi menjadi anggota
Majelis Jemaat, Majelis Klasis, Majelis Sinode Wilayah, dan Majelis
Sinode.
3. Seorang pendeta emeritus diperkenankan uotuk bekerja dalam bidang
lain sejauh pekerjaannya itu tidak bertentangan dengan iman Kristen
dan ajaran OKI.
4. Seorang pendeta emeritus memberdayakan diri dan diberdayakan
datam pelayanan di Jemaat, Ktasis, Sinode Wilayah, dan Sinode.
5. Emeritasi seorang pendeta dapat ditunda maksimum sampai dengan
umur enam puluh lima (65) tahunjika ia memenuhi syarat sebagai
berikut:
a. Tenaganya masih sangat dibutuhkan oleh Jemaat atau Klasis
atau Sinode Wilayah atau Sinode.
b. Ia masih mampu melakukan tugas pelayanannya.
e. Terdapat kesepakatan antara pendeta tersebut dengan Majelis
Jemaat atau Badan Pekerja Majelis Klasis atau Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah atau Sadan Pekerja Majelis Sinode.
232
Pasal13!
PROSES EMERITASI BERDASARKAN UMUR
I. Pemberitahuan
a. Bagi Pendeta yang Melayani di Jemaat, Pendeta Tugas Khusus
Jemaat, Pendeta Tugas Khusus Klasis, dan Pendeta Tugas
Khusus Sinode Wilayah
Tiga (3) tahun sebelum seorang pendeta mencapai umur enam
puluh (60) tahun, Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan
secara tertulis kepada pendeta yang bersangkutan dan Majelis
Jemaat yang terkait atau Badan Pekerja Majelis Klasis yang
terkait atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait
tentang rencana emeritasi. Surat tersebut ditembuskan kepada
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan/atau Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait sesuai dengan Iingkup di
mana pendeta tersebut melayani.
b. Bagi Pendeta Tugas Khusus Sinode
Tiga (3) tahun sebelum seorang pendeta mencapai umur enam
puluh (60) tahun, Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan
secara tertulis kepada pendeta yang bersangkutan tentang ren-
cana emeritasi.
2. Persiapan
a. Bagi Pendeta yang Melayani di Jemaat, Pendeta Tugas Khusus
Jemaat, Pendeta Tugas Khusus Klasis, dan Pendeta Tugas Khu-
sus Sinode Wilayah
Dua (2) tahun sebelum seorang pendeta mencapai umur enam
puluh (60) tabun, kecualijika emeritasinya direncanakan ditunda
(lihat Tata Laksana Pasal 134), Badan Pekerja Majelis Sinode,
dengan menyertakan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait
dan/atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait,
melakukan perlawatan untuk menetapkan hal persiapan emeritasi
bersama dengan pendeta yang bersangkutan dan Majelis Jemaat
atau Badan Pekerja Majelis Klasis atau Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah. Dalam masa persiapan emeritasi ini tugas-tugas
pelayanan pendeta tersebut dalam Jemaat atau Klasis atau Sinode
233
Wilayah dikurangi seeara bertahap sesuai dengan kesepakatan
bersama.
b. Bagi Pendeta Tugas Khusus Sinode
Dua (2) tahun sebelum seorang pendeta meneapai umur enam
puluh (60) tahun, keeualijika emeritasinya direneanakan ditunda
(fihat Tata Laksana Pasal 134), Badan Pekerja Majelis Sinode
menetapkan hal persiapan emeritasi bersama dengan pendeta
yang bersangkutan. Dalam masa persiapan emeritasi ini tugas-
tugas pelayanan pendeta tersebut dalam Sinode dikurangi seeara
bertahap sesuai dengan kesepakatan bersama.
3. Pewartaan
a. Mengenai Pendeta yang Melayani di Jemaat dan Pendeta Tugas
Khusus Jemaat
Masa persiapan emeritasi dari pendeta yang melayani di Jemaat
dan pendeta tugas khusus jemaat diwartakan kepada Jemaat yang
terkait selama dua (2) hari Minggu berturut-turut untuk memberi-
kan kesempatan bagi anggota untuk ikut mendoakannya.
b. Mengenai Pendeta Tugas Khusus Klasis
Masa persiapan emeritasi dari pendeta tugas khusus klasis diwar-
takan kepada Jemaat-jemaat dalam Klasis yang terkait selama
dua (2) han Minggu berturut-turut untuk memberikan kesempatan
bagi anggota untuk ikut mendoakannya.
e. Mengenai Pendeta Tugas Khusus Sinode Wilayah
Masa persiapan emeritasi dari pendeta tugas khusus sinode wila-
yah diwartakan kepada Jemaat-jemaat dalam Sinode Wilayah
yang terkait selama dua (2) hari Minggu berturut-turut untuk
memberikan kesempatan bagi anggota untuk ikut mendoakannya.
d. Mengenai Pendeta Tugas Khusus Sinode
Masa persiapan emeritasi dari pendeta tugas khusus sinode di-
wartakan kepada Jemaat-jemaat dalam sinode selama dua (2)
hari Minggu berturut-turut untuk memberikan kesempatan bagi
anggota untuk ikut mendoakannya.
4. Pendampingan
Majelis lemaat atau Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait atau
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait atau Badan
234
Pekerja Majelis Sinode melaksanakan pendampingan bagi pendeta
tersebut. Pendampingan yang dilakukan meliputi aspek-aspek:
a. Pemahaman tentang status dan peran pendeta emeritus.
b. Kesiapan mental untuk memasuki masa emeritat.
c. Perencanaan yang berkenaan dengan tempat tinggal dan kegiatan
pada masa emeritat.
5. Perencanaan
a. Untuk Pendeta yang Melayani di lemaat, Pendeta Tugas Khusus
lemaat, Pendeta Tugas Khusus Klasis, dan Pendeta Tugas Khu-
sus Sinode Wilayah
Selambat-lambatnya enam (6) bulan sebelum seorang pendeta
mencapai umur enampuluh (60) tahun, Badan Pekerja Majelis
Sinode bersama dengan pendeta yang bersangkutan dan Majelis
lemaat atau Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait atau
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait mempersiap-
kan rencana emeritasi pendeta tersebut yang meliputi:
1) Penetapan tanggal Kebaktian Emeritasi Pendeta selambat-
lambatnya tiga (3) bulan setelah pendeta tersebut mencapai
umur enam puluh (60) tahun.
2) Pemenuhan kewajiban lemaat terhadap pendeta emeritus
sesuai dengan yang diatur dalam Tata Laksana Bab XXXVI.
b. Untuk Pendeta Tugas Khusus Sinode
Selambat-Iambatnya enam (6) bulan sebelum seorang pendeta
mencapai umur enampuluh (60) tahun, Badan Pekerja Majelis
Sinode bersama dengan pendeta yang bersangkutan mempersiap-
kan rencana emeritasi pendeta tersebut yang meliputi:
1) Penetapan tanggal Kebaktian Emeritasi Pendeta selambat-
lambatnya tiga (3) bulan setelah pendeta tersebut mencapai
umur enam puluh (60) tahun.
2) Pemenuhan kewajiban lemaat terhadap pendeta emeritus
sesuai dengan yang diatur dalam Tata Laksana Bab XXXVI.
6. Pewartaan
Rencana Kebaktian Emeritasi Pendeta diwartakan kepada lemaat
selama dua (2) hari Minggu berturut-turut untuk memberikan
kesempatan bagi anggota untuk ikut mendoakannya, sesuai dengan
pengaturan dalam Butir 3 di atas.
235
7. Pelaksanaan
a. Emeritasi pendeta dilaksanakan dalam Kebaktian Emeritasi Pen-
deta dengan menggunakan Liturgi Emeritasi Pendeta.
b. Kebaktian Emeritasi Pendeta dilaksanakan oleh Majelis Jemaat
atau Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait atau Badan Peker-
ja Majelis Sinode Wilayah yang terkait atau Badan Pekerja
Majelis Sinode.
c. Kebaktian Emeritasi Pendeta dilayani oleh pendeta yang ditunjuk
oleh Badan Pekerja Majelis Sinode.
d. Dalam Kebaktian Emeritasi Pendeta Badan Pekerja Majelis Sino-
de memberikan Piagam Emeritasi Pendeta yang formulasinya
dimuat dalam Peranti Administrasi.
Pasal132
PROSES EMERITASI KARENASAKIT ATAU CACAT
I. Dasar
a. Bagi Pendeta yang Melayani di lemaat. Pendeta Tugas Khusus
lemaat. Pendeta Tugas Khusus Klasis. dan Pendeta Tugas
Khusus Sinode Wilayah
Berdasarkan surat keterangan dokter yang menyatakan bahwa
seorang pendeta yang karena sakit atau eaeat tidak dapat melan-
jutkan pelayanan kependetaannya, Majelis Jemaat atau Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait atau Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang terkait mengajukan permohonan emeritasi
bagi pendeta itu kepada Badan Pekerja Majelis Sinode. Badan
Pekerja Majelis Sinode menetapkan emeritasi bagi pendeta yang
bersangkutan.
b. Bagi Pendeta Tugas Khusus Sinode
Berdasarkan surat keterangan dokter yang menyatakan bahwa
seorang pendeta yang karena sakit atau eaeat tidak dapat melan-
jutkan pelayanan kependetaannya. Badan Pekerja Majelis Sinode
menetapkan emeritasi bagi pendeta yang bersangkutan.
236
2. Perencanaan
a. Untuk Pendeta yang Melayani di Jemaat, Pendeta Tugas Khusus
Jemaat, Pendeta Tugas Khusus Klasis, dan Pendeta Tugas
Khusus Sinode Wilayah
Badan Pekerja Majelis Sinode bersama dengan pendeta yang
bersangkutan dan Majelis Jemaat atau Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah
yang terkait mempersiapkan rencana emeritasi pendeta tersebut
yang meliputi:
1) Penetapan tanggal Kebaktian Emeritasi Pendeta selambat-
lambatnya tiga (3) bulan setelah pendeta tersebut mencapai
umur enam puluh (60) tahun.
2) Pemenuhan kewajiban Jemaat terhadap pendeta emeritus
sesuai dengan yang diatur dalam Tata Laksana Bab XXXVI.
b. Untuk Pendeta Tugas Khusus Sinode
Badan Pekerja Majelis Sinode bersama dengan pendeta yang
bersangkutan mempersiapkan rencana emeritasi pendeta
tersebut yang meliputi:
1) Penetapan tanggal Kebaktian Emeritasi Pendeta selambat-
lambatnya tiga (3) bulan setelah pendeta tersebut mencapai
umur enam puluh (60) tahun.
2) Pemenuhan kewajiban Jemaat terhadap pendeta emeritus
sesuai dengan yang diatur dalam Tata Laksana Bab XXXVI.
3. Pewartaan
Rencana Kebaktian Emeritasi Pendeta dan alasan emeritasinya di-
wartakan kepada Jemaat selama dua (2) hari Minggu berturut-turut
untuk memberikan kesempatan bagi anggota untuk ikut mendoa-
kannya, sesuai dengan pengaturan dalam Tata Laksana Pasal 131:3.
4. Pelaksanaan
a. Emeritasi pendeta dilaksanakan dalam Kebaktian Emeritasi Pen-
deta dengan menggunakan Liturgi Emeritasi Pendeta.
b. Kebaktian Emeritasi Pendeta dilaksanakan oleh Majelis Jemaat
atau Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait atau Badan Peker-
ja Majelis Sinode Wilayah yang terkait atau Badan Pekerja Maje-
IisSinode.
237
c. Kebaktian Emeritasi Pendeta dilayani oleh pendeta yang ditunjuk
oleh Badan Pekerja Majelis Sinode.
d. Dalam Kebaktian Emeritasi Pendeta Badan Pekerja Majelis Si-
node memberikan Piagam Emeritasi Pendeta yang formulasinya
dimuat dalam Peranti Administrasi.
Pasall33
PROSES EMERITASI BERDASARKAN ALASAN
YANG DAPAT DIPERTANGGUNGJAWABKAN
I. Ketentuan Umum
Proses ini dimungkinkan bagi pendeta yang berumur minimal lima
puluh lima (55) tahun atau yang masa pelayanannya minimal dua
puluh (20) tahun.
2. Dasar
a. Bagi Pendeta yang Melayani di Jemaat, Pendeta Tugas Khusus
Jemaat, Pendeta Tugas Khusus Klasis, Dan Pendeta Tugas
Khusus Sinode Wilayah
Selambat-Iambatnya satu (I) tahun sebelum emeritasi yang dike-
hendakinya, pendeta yang bersangkutan, atas kesepakatan dengan
Majelis Jemaat atau Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait
atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait, membe-
ritahukan secara tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode
tentang keinginannya untuk menjalani emeritasi sebelum umurnya
mencapai enam puluh (60) tahun. Dalam surat tersebut pendeta
yang bersangkutan harus mengemukakan dan menjelaskan alas-
an-alasannya dan kapan ia menginginkan emeritasinya dilaksana-
kan. Surat tersebut ditembuskan kepada Majelis Jemaat dan!
atau Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan/atau Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
b. Bagi Pendeta Tugas Khusus Sinode
Selambat-Iambatnya satu (1) tahun sebelum emeritasi yang dike-
hendakinya, pendeta yang bersangkutan memberitahukan secara
tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode tentang keinginan-
nya untuk menjalani emeritasi sebelum umurnya mencapai enam
238
puluh (60) tahun. Dalam surat tersebut pendeta yang bersangkut-
an hams mengemukakan dan menjelaskan alasan-alasannya dan
kapan ia menginginkan emeritasinya dilaksanakan.
3. Penetapan
a. Bagi Pendeta yang Melayani di lemaat, Pendeta Tugas Khusus
lemaat, Pendeta Tugas Khusus Klasis, dan Pendeta Tugas
Khusus Sinode Wilayah
I) Badan Peke~a Majelis Sinode melakukan perlawatan kepada
pendeta tersebut dan Majelis lemaat atau Badan Pckerja
Majelis Klasis yang terkait atau Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang terkait, dengan melibatkan Badan Pe-
kerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang terkait.
2) lika melalui perlawatan itu pelawat menyatakan dapat me-
nerima alasan-alasan yang dikemukakan oleh pendeta yang
bersangkutan, berdasarkan rekomendasi dari pelawat Badan
Pekerja Majelis Sinode menetapkan emeritasi bagi pendeta
tersebut.
b. Bagi Pendeta Tugas Khusus Sinode
lika Badan Pekerja Majelis Sinode dapat menerima alasan-alasan
yang dikemukakan oleh pendeta yang bersangkutan, Badan Pe-
ke~a Majelis Sinode menetapkan emeritasi bagi pendeta tersebut.
4. Perencanaan
a. Untuk Pendeta yang Melayani di lemaat, Pendeta Tugas Khusus
lemaat, Pendeta Tugas Khusus Klasis, dan Pendeta Tugas Khu-
sus Sinode Wilayah
Badan Pekerja Majelis Sinode bersama dengan pendeta yang
bersangkutan dan Majelis lemaat atau Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah
yang terkait mempersiapkan rencana emeritasi pendeta tersebut
yang meliputi:
I) Penetapan tanggal Kebaktian Emeritasi Pendeta selambat-
lambatnya tiga (3) bulan setelah pendeta tersebut mencapai
umur enam puluh (60) tahun.
2) Pemenuhan kewajiban lemaat terhadap pendeta emeritus
sesuai dengan yang diatur dalam Tata Laksana Bab XXXVI.
239
b. Untuk Pendeta Tugas Khusus Sinode
Badan Pekerja Majelis Sinode bersama dengan pendeta yang
bersangkutan mempersiapkan reneana emeritasi pendeta ter-
sebut yang meliputi:
I) Penetapan tanggal Kebaktian Emeritasi Pendeta selambat-
lambatnya tiga (3) bulan setelah pendeta tersebut meneapai
umurenam puluh (60) tahun.
2) Pemenuhan kewajiban Jemaat terhadap pendeta emeritus
sesuai dengan yang diatur dalam Tata Laksana Bab XXXVI.
5. Pewartaan
Reneana Kebaktian Emeritasi Pendeta dan alasan emeritasinya di-
wartakan kepada Jemaat selama dua (2) hari Minggu berturut-turut
untuk memberikan kesempatan bagi anggota untuk ikut mendoakan-
nya, sesuai dengan pengaturan dalam Tata Laksana PasaI131:3.
6. Pelaksanaan
a. Emeritasi pendeta dilaksanakan dalam Kebaktian Emeritasi Pen-
deta dengan menggunakan Liturgi Emeritasi Pendeta.
b. Kebaktian Emeritasi Pendeta dilaksanakan oleh Majelis Jemaat
atau Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait atau Badan Peker-
ja Majelis Sinode Wilayah yang terkait atau Badan Pekerja Maje-
IisSinode.
c. Kebaktian Emeritasi Pendeta dilayani oleh pendeta yang ditunjuk
oleh Badan Pekerja Majelis Sinode.
d. Dalam Kebaktian Emeritasi Pendeta Badan Pekerja Majelis Si-
node memberikan Piagam Emeritasi Pendeta yang formulasinya
dimuat dalam Peranti Administrasi.
PasaI134
PROSES PENUNDAAN EMERITASI
BERDASARKAN UMUR
I. Kesepakatan Awal
a. Bagi Pendeta yang Melayani di Jemaat, Pendeta Tugas Khusus
Jemaat, Pendeta Tugas Khusus Klasis, dan Pendeta Tugas Khu-
sus Sinode Wilayah
240
Segera setelah Majelis Jemaat atau Badan PekeJja MajeJis Klasis
yang terkait atau Badan PekeJja Majelis Sinode Wilayah yang
terkait menerima pemberitahuan dari Badan Pekerja Majelis Si-
node tentang rencana emeritasi pendeta (lihat Tata Laksana Pasal
131: I.a),jika Majelis Jemaat atau Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait atau Hadan PekeJja Majelis Sinode Wilayah yang
terkait berniat menunda emeritasi pendeta yang bersangkutan
berdasarkan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, Majelis
Jemaat atau Hadan Pekerja Majelis Klasis yang terkait atau Ba-
dan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melakukan
percakapan dengan pendeta yang bersangkutan untuk menyepa-
kati rencana penundaan emeritasi atas dirinya.
b. Hagi Pendeta Tugas Khusus Sinode
Segera setelah Hadan PekeJja Majelis Sinode memberitahukan
secara tertulis kepada pendeta tentang rencana emeritasinya (lihat
Tata Laksana Pasal 131: l.b), jika Hadan Pekerja Majelis Sinode
berniat menunda emeritasi pendeta yang bersangkutan berdasar-
kan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, Badan Pekerja
MajeJis Sinode melakukan percakapan dengan pendeta yang ber-
sangkutan untuk menyepakati rencana penundaan emeritasi atas
dirinya.
2. Penetapan
a. Hagi Pendeta yang Melayani di Jemaat, Pendeta Tugas Khusus
Jemaat, Pendeta Tugas Khusus Klasis, dan Pendeta Tugas
Khusus Sinode Wilayah
I) Selambat-Iambatnya satu (I) tahun sebelum pendeta yang
bersangkutan mencapai umur enam puluh (60), Majelis Je-
maat atau Badan PekeJja Majelis Klasis yang terkait atau
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait atas
kesepakatan dengan pendcta yang bersangkutan harus
mengajukan secara tertulis permohonan penundaan emerita-
si beserta alasannya dan jangka waktu penundaannya kepa-
da Hadan Pekerja Majelis Sinode. Surat tersebut ditembus-
kan kepada Hadan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan!
atau Hadan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
241
2) Badan Pekerja Majelis Sinode melakukan perlawatan kepada
pendeta tersebut dan Majelis Jemaat atau Badan Pekerja
Majelis Klasis yang terkait atau Badan Pekerja Majelis Si-
node Wilayah yang terkait, dengan melibatkan Badan Pe-
kerja Majelis Klasis yang terkait danlatau Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
3) Jika melalui perlawatan itu pelawat menyatakan dapat mene-
rima alasan-alasan yang dikemukakan oleh Majelis Jemaat
atau Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait atau Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait, berdasarkan
rekomendasi dari pelawat Badan Pekerja Majelis Sinode
menetapkan penundaan emeritasi bagi pendeta tersebut
sesuai dengan jangka waktu yang disepakati.
4) Badan Pekerja Majelis Sinode mengeluarkan surat keputusan
tentang penundaan emeritasi dari pendeta yang bersang-
kutan.
b. Bagi Pendeta Tugas Khusus Sinode
1) Selambat-Iambatnya satu (1) tahun sebelum pendeta yang
bersangkutan mencapai umur enam puluh (60), Badan Pe-
kerja Majelis Sinode atas kesepakatan dengan pendeta yang
bersangkutan menetapkan penundaan emeritasi bagi pendeta
tersebut sesuai dengan jangka waktu yang disepakati.
2) Badan Pekerja Majelis Sinode mengeluarkan surat keputusan
tentang penundaan emeritasi dari pendeta yang bersangkutan.
3. Proses Emeritasi
Dua (2) tahun sebelum pelaksanaan emeritasi yang tertunda itu, dilak-
sanakan proses emeritasi pendeta sebagaimana yang diatur dalam
Tata Laksana Pasal 131 :2-7.
242
Pasal135
PEMBERDAYAAN DAN PENDAMPINGAN
PENDETA EMERITUS
BABXXXIII
PENGEMBANGAN, PENDAMPINGAN,
DANEVALUASI~RJAPELAYANAN
PENDETA
Pasal136
PENGEMBANGANPENDETA
Pasal137
PENDAMPINGAN PENDETA
243
Pasal138
EVALUASIKINERJAPELAYANANPENDETA
BABXXXIV
PENGAKHIRANDAN PENANGGALAN
JABATANPENDETA
Pasal139
PENGERTIAN
Pasal140
PENGAKHIRANJABATANPENDETA
244
2. Pengakhiranjabatan pendeta dari seorang pendeta emeritus dilaku-
kanjika:
a. Ia memindahkan keanggotaannya ke gereja lain.
b. Ia diteguhkan menjadi pendeta gereja lain yang seajaran melalui
prosedur pemanggilan gerejawi.
Pasal141
PENANGGALANJABATANPENDETA
Pasal142
PROSEDURPENGAKHIRANJABATANPENDETA
245
gotaannya ke gereja lain, Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan
Surat Keputusan Pengakhiran Jabatan Pendeta.
3. Pengakhiranjabatan itu diberitahukan secara tertulis kepada semua
Majelis Jemaat, Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah, serta diwartakan kepada anggota
dari Jernaat yang terkait.
4. Dalarn hal yang bersangkutan masih belurn mencapai usia untuk di-
emeritasikan, Majelis Jemaat atau Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait
atau Badan Pekerja Majelis Sinode sebagai "pemberi kerja" mem-
beritahukan halnya kepada Dana Pensiun GKI dan Badan Kesejah-
teraan GKI.
Pasal143
PROSEDURPENANGGALANJABATANPENDETA
246
4. Penanggalanjabatan itu diberitahukan secara tertulis kepada semua
Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah, serta diwartakan kepada
anggota dari Jemaat yang terkait.
5. Dalam hal yang bersangkutan masih belum mencapai usia pensiun,
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait sebagai "pemberi
kerja" memberitahukan halnya kepada Dana Pensiun GKI dan Ba-
dan Kesejahteraan GKI.
BABXXXV
TANGGUNGJAWAB JEMAAT, KLASIS,
SINODE WILAYAH, DAN SINODE
:MENGENAI
JAMINAN KEBUTUHAN HIDUP PENDETA
Pasal144
PENDAHULUAN
247
jemaat lain dalam Klasis yang terkait berkewajiban membantu Je-
maat tersebut. Jika Jemaat-jemaat dalam Klasis yang terkait tidak
mampu, Klasis lain dalam Sinode Wilayah yang terkait berkewajiban
membantu Jemaat tersebut. Jika Klasis-klasis lain dalam Sinode
Wilayah yang terkait tidak mampu, Klasis lain dalam Sinode Wilayah
lain berkewajiban membantu Jemaat tersebut.
Pasal145
PENJELASAN TENTANG ISTILAH
248
8. Keluarga Keluarga meliputi suamilistri dan paling banyak
tiga (3) anak kandunglanak angkat yang disahkan
secara hukum.
9. Lembaga Majelis Jemaat atau Badan Pekelja Majelis KIa-
sis atau Badan Pekelja Majelis Sinode Wilayah
atau Badan Pekelja Majelis Sinode.
Pasal 146
JAMINAN KEBUTUHAN HIDUP POKOK
Pasal 147
TUNJANGAN KEMAHALAN
249
3. Indeks tunjangan kemahalan ini ditinjau dan ditetapkan ulang oleh
Badan Pekerja Majelis Sinode, minimal sekali dalam empat (4) tahun,
berdasarkan ketentuan Pemerintah RI tentang Upah Minimum Pro-
pinsi (UMP).
Pasal148
TUNJANGANKELUARGA
250
5) Tunjangan pendidikan anak yang ditanggung minimal meliputi
uang masuk dan SPP.
6) Tunjangan diberikan berdasarkan bukti penerimaan uang.
7) Tunjangan pendidikan anak dihentikan pada saat anak ter-
sebut mencapai usia 25 tahun, atau telah bekerja, atau telah
menikah.
4. Jika suami dan istri adalah pendetalcalon pendeta, hanya salah seo-
rang yang mendapat tunjangan keluarga. Dalam kaitan ini pendetal
calon pendeta yang lebih dulu melayani menjadi penunjang keluarga.
Pasal149
TUNJANGANSETEMPAT
Pasal150
TUNJANGAN MASAPELAYANAN
251
Pasal151
TUNJANGAN DARI NATAL
Tunjangan hari Natal diberikan setiap tahun, pada awal bulan Desember
sebesar JKH Total.
Pasal152
CUTI DAN TUNJANGAN CUTI
1. Cuti Tahunan
Cuti tahunan adalah cuti yang diperoleh oleh pendeta/calon pendeta
selama satu (1) bulan dalam satu (1) tahun pelayanan, dengan keten-
man:
a. Tunjangan cuti tahunan adalah sebesar satu kali JKH Total.
b. Bagi seorang calon pendeta yang berjabatan penatua, hak cuti
tahunan dimanfaatkan maksimum lima belas (15) hari sejak ia
diteguhkan ke dalam jabatan penatua pada Tahap Orientasi. Hak
cuti tersebut dapat dimanfaatkan paling cepat enam (6) bulan
sesudah peneguhannya sebagai penatua.
c. Bagi seorang pendeta, hak cuti tahunan dimanfaatkan sejak ia
diteguhkan ke dalam jabatan pendeta. Hak cuti tersebut dapat
dimanfaatkan paling cepat enam (6) bulan sesudah peneguhannya
sebagai pendeta.
d. Hak cuti tahunan dimanfaatkan sesuai dengan kesepakatan antara
pendeta dan Majelis Jemaat.
e. Jika pada masa pelayanan tertentu seorang pendeta/calon pendeta
tidak memanfaatkan hak cuti tahunannya, baik seluruh maupun
sebagian, hak cuti tahunannya itu tidak dapat dimanfaatkan pada
tahun pelayanan berikutnya.
f. Jika seorang pendeta/calon pendeta tidak memanfaatkan hak
cuti tahunannya atau hanya memanfaatkan sebagian, ia tetap
mendapat tunjangan cuti tahunan secara penuh.
g. Hak cuti tahunan dari pendeta hilang pada saat yang bersangkutan
mengambil cuti besarnya.
252
2. Cuti Besar
Cuti besar adalah euti yang diperoleh seorang pendeta selama tiga
(3) bulan setiap sepuluh (10) tahun pelayanan, dengan ketentuan:
a. Tunjangan euti besar adalah sebesar tiga (3) kali JKH Total.
b. Masa sepuluh (10) tabun pelayanan bagi seorang pendeta dihitung
sejak ia diteguhkan sebagai penatua pada Tahap Orientasi,
meskipun ia menjalani mutasi.
e. Masa sepuluh (10) tahun pelayanan bagi seorang pendeta dari
gereja lain yang seajaran dihitung sejak ia diteguhkan sebagai
pendeta OKl, meskipun ia menjalani mutasi.
d. Jika seorang pendeta tidak memanfaatkan hak euti besarnya
atau hanya memanfaatkan sebagian, ia tetap mendapat tunjangan
euti besar seeara penuh.
3. Cuti Melahirkan
Cuti melahirkan adalah euti yang diperoleh seorang pendeta selama
maksimum tiga (3) bulan menjelang dan sesudah melahirkan, dengan
ketentuan bahwa selama memanfaatkan hak euti melahirkannya,
seorang pendeta tidak memperoleh tunjangan euti melahirkan tetapi
tetap menerima JKHP seeara penuh.
Pasal153
PENGGANTIAN BIAYAYANG WAJIB DIBERIKAN
253
1) Untukframe. sekali dalam dua tabun dengan nilai maksimum
100% dari JKH Pokok.
2) Untuk lensa monofokus. sekali dalam satu tahun dengan nilai
maksimum 125% dari JKH Pokok, dan untuk lensa bifokus.
sekali dalam setahun dengan nilai maksimum 150% dari
JKH Pokok.
e: Kelas rawat inap ditetapkan oleh Majelis JemaatIMajelis Klasisl
Majelis Sinode Wilayah/Majelis Sinode.
f. Biaya berobat ke dokter dan/atau rumah sakit untuk rawat inapt
termasuk biaya perjalanan yang diperlukan, baik di dalam kota
maupun di luar kota (dalam negeri) ditanggung oleh lembaga.
g. Biaya persalinan termasuk dalam biaya pengobatan.
h. Pengobatan yang bersifat estetika tidak mendapatkan penggantian.
2. Perumahan
a. Majelis JemaatiMajelis Klasis/Majelis Sinode Wilayah/Majelis
Sinode wajib menyediakan rumah/pastori beserta perabotannya
yang layak dan sehat berikut biaya pemeliharaannya. untuk dihuni
bersama suami/istri dan anak-anaknya dan/atau keluarganya
yang lain, yang lokasinya ditetapkan oleh Majelis JemaatIMajelis
Klasis/Majelis Sinode Wilayah/Majelis Sinode.
b. Jika pendeta/calon pendeta yang bersangkutan menempati rumah
milik sendiri, Majelis Jemaat/Majelis Klasis/Majelis Sinode Wila-
yah/Majelis Sinode wajib memberikan tunjangan perumahan yang
besarnya sesuai dengan nilai kontrak rumah berikut biaya pemeli-
haraannya di daerahlkota tersebut, sesuai dengan kemampuan
Majelis JemaatIMajelis Klasis/Majelis Sinode Wilayah/Majelis
Sinode tersebut.
c. Jika pendeta tersebut memasuki masa emeritat. meninggal dunia
ataujabatan gerejawinya ditanggalkan. rumah/pastori milik Ma-
jelisJemaat/Majelis Klasis/Majelis Sinode Wilayah/Majelis Sinode
karena sifat kedinasannya harus dikembalikan kepada Majelis
JemaatIMajelis Klasis/Majelis Sinode Wilayah/Majelis Sinode.
3. Transpor
a. Majelis JemaatiMajelis KlasislMajelis Sinode Wilayah/Majelis
Sinode menyediakan kendaraan dinas roda dua (sepeda motor)
atau roda empat (mobil), atau fasilitas transportasi yang lain.
254
b. Penggantian biaya transpor adalah meliputi BBM, pemeliharaan/
reparasi, perpanjangan STNK, asuransi, dan biaya tol.
c. Penggantian biaya perjalanan pelayanan dengan menggunakan
transpotasi umum yangjenisnya ditentukan oleh Majelis Jemaat/
Majelis KlasislMajelis Sinode Wilayah/Majelis Sinode diberikan
sesuai dengan pengeluaran sebenamya.
d. Penggantian dilakukan berdasarkan bukti penerimaan uang.
e. Jika Majelis Jemaat/Majelis Klasis/Majelis Sinode Wilayahl
Majelis Sinode belum dapat menyediakan kendaraan:
I) Disediakan biaya transpor yang jumlahnya ditetapkan dan
disesuaikan dengan kemampuan Majelis JemaatIMajelis
KlasisIMajelis Sinode Wilayah/Majelis Sinode
2) Penggantian biaya transpor juga diberikan pada kendaraan
milik pribadi yang digunakan uotuk kegiatan pelayanan yang
jumlahnya ditetapkan dan disesuaikan dengan kemampuan
Majelis Jemaat/Majelis KlasisIMajelis Sinode Wilayah/Maje-
lis Sinode.
4. Listrik, Air dan Telepon
a. Biaya-biaya pemakaian listrik PLN, air PDAM, dan telepon untuk
pastori, diganti berdasarkan bukti penerimaan uang.
b. Majelis Jemaat/Majelis Klasis/Majelis Sinode Wilayah/Majelis
Sinode dapat menentukanjumlah maksimum penggantian biaya
pemakaian Iistrik, air, telepon rumah, dan pulsa untuk satu ( I) te-
lepon genggam.
5. Lektur
Pendetalcalon pendeta dapat membeli bukulmajalahlkoran untuk me-
nunjang pelayanannya dan untuk itu diberikan penggantian berdasar-
kan bukti penerimaan uang sejumlab maksimum 200% dari JKH
Pokok per tahun.
6. Pakaian Liturgis
a. Untuk pengadaan pakaianjabatan diberikan penggantian mak-
simum sebesar 125% dari JKH Pokok per tabun.
b. Penggantian ini dapat dikumpulkan dan diambil sekali dalam dua
(2) atau 3 (tiga) tabun.
c. Penggantian diberikan berdasarkan bukti penerimaan uang.
255
7. PemakamanIKremasi
Biaya pemakaman/kremasi bagi pendeta/calon pendeta dan keluarga-
nya yang meninggal dunia ditanggung oleh Majelis JemaatIMajelis
KlasislMajelis Sinode WilayahIMajelis Sinode sebesar biaya untuk
pemakaman/kremasi di kota tempat pelayanannya.
8. Pensiun dan Kesejahteraan
a. Sebagai peserta Dana Pensiun OKI dan Badan Kesejahteraan
OKI, pendeta/calon pendeta menanggung pembayaran iuran pen-
siun dan iuran kesejahteraan sesuai dengan peraturan yang berla-
ku pada Dana Pensiun OKI dan Badan Kesejahteraan OKI.
b. Majelis JemaatIMajelis KlasislMajelis Sinode WilayahIMajelis
Sinode menanggung pembayaran iuran pensiun dan iuran ke-
sejahteraan sesuai dengan peraturan yang berlaku pada Dana
Pensiun OKI dan Badan Kesejahteraan OKI.
PasallS4
TUNJANGANPENDETAKONSULEN
PasallSS
JAMINAN KEBUTUHAN HIDUP
UNTUKPENDETATUGASKHUSUS
256
3. Bagi pendeta tugas khusus yang melayani lembaga di luar OKl,
JKH Total dan penggantian biaya yang wajib diberikan, dibayar oleh
lembaga yang dilayaninya sesuai dengan peraturan yang berlaku
pada lembaga tersebut. Dalam hal terdapat selisih perhitungan (yang
lebih rendah) dengan JKH yang berlaku di OKl, kekurangan tersebut
dibayar oleh Majelis JemaatIMajelis Klasis/Majelis Sinode Wilayahl
Majelis Sinode yang memanggil pendeta tugas khusus tersebut.
Pasal156
TUNJANGAN JABATAN
Pasal157
PENINJAUAN PERHITUNGAN
257
3. Pada saat terjadi perubahan susunan keluarga (misalnya karena per-
nikahan dan kelahiran anak) dilakukan penyesuaian perhitungan JKH
Total oleh Majelis Jemaat yang terkait atau Majelis Klasis yang ter-
kait atau Majelis Sinode Wilayah yang terkait atau Majelis Sinode,
dan diberlakukan mulai pada bulan berikutnya.
PasaI158
PERPENSIUNAN
BABXXXVI
TANGGUNGJAWAB JEMAAT, KLASIS,
SINODE WILAYAH, DAN SINODE
TERHADAP PENDETAEMERITUS
Pasal159
PENDAHULUAN
258
Sinode Wilayah, dan Majelis Sinode, lembaga-lembaga tersebut mempu-
nyai kewajiban untuk menyatakan tanggungjawabnya kepada pendeta
emeritus.
Pasal160
PENJELASAN TENTANG ISTILAH
Pasal161
RUMAH
1. Ketentuan Umum
a. Rumah pendeta emeritus adalah:
1) Minimal sebesar 175 xJKH Pokok x indeks tunjangan kema-
halan, atau
2) Minimal seharga rumah tipe 70 dan luas tanah 150 m2 yang
lokasinya disepakati antara lembaga dan pendeta yang ber-
sangkutan,
sesuai dengan ketetapan dari Badan Pekerja Majelis Sinode Wi-
layah yang terkait.
b. Dana untuk pengadaan rumah pendeta emeritus dikelola dan!
atau dikoordinasikan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah
yang terkait sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku
259
pada Sinode Wilayah tersebut. Paling eepat tiga (3) tahun sebe-
lum pendeta diemeritasikan, Badan Pekerja Majelis Sinode Wila-
yah yang terkait sudah mempersiapkan dana rumah pendeta eme-
ritus dan kerangka waktu penyerahannya.
e. Dana rumah pendeta emeritus seeara formal diserahkan kepada
pendeta yang bersangkutan pada saat ia diemeritasikan oleh lem-
baga terakhir yang dilayaninya.
2. Ketentuan Khusus
a. Pendeta yang diemeritasikan karena sakit atau eaeat menerima
dana rumah pendeta emeritus dengan penuh sesuai dengan Tata
Laksana Pasal 161: I,a.
b. Pendeta yang diemeritasikan berdasarkan alasan yang dapat di-
pertanggungjawabkan menerima dana rumah pendeta seeara pro-
porsional sesuai dengan masa pelayanannya.
c. Jika seorang pendeta meninggal di tengah-tengah masa pelayan-
annya, keluarganya menerima dana rumah pendeta emeritus
dengan penuh sesuai dengan Pasal 161: I.a.
Pasal162
PENGOBATAN
260
4. Kelas untuk rawat inap di rumah sakit ditanggung berdasarkan kete-
tapan oleh lembaga.
5. Biaya berobat ke dokter danlatau rumah sakit untuk rawat inap,
termasuk biaya perjalanan yang diperlukan, baik di dalam kota mau-
pun di luar kota (dalam negeri) ditanggung oleh lembaga.
6. Pengobatan yang bersifat estetik tidak mendapatkan penggantian.
7. Pengaturan Pembiayaan
a. Pada dasamya yang menangani biaya pengobatan adalah lembaga
yang terakhir dilayani oleh pendeta emeritus yang bersangkutan,
sedangkan dana dapat dihimpun dari lembaga/lembaga-Iembaga
yang pemah dilayani oleh pendeta emeritus. Jika lembaga yang
terakhir dilayani oleh pendeta emeritus tidak mampu memenuhi-
nya, pemenuhan tanggung jawab tersebut dilaksanakan sesuai
dengan yang diatur dalam Tata Laksana Pasal 144:3. Pelaksana-
annya diserahkan kepada Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah
masing-masing.
b. Lembaga yang terakhir dilayani pendeta emeritus dapat meman-
faatkan tunjangan kesejahteraan dari Badan Kesejahteraan GKI
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal163
LEKTUR
261
PasaII64
PAKAIAN LITURGIS
PasaI165
BIAYA TRANSPOR
PasaI166
PEMAKAMANIKREMASI
262
I. KEPEMIMPINAN
BabXXXVII
PIMPINAN
Pasal167
JEMAAT
263
e. Jika dibutuhkan. seorang anggota Badan Pekerja Majelis Jemaat
dapat dipilih kembali untuk jabatan organisasional yang sarna pa-
ling banyak dua (2) kali masajabatan organisasional berturut-tu-
rut. Masa jabatan organisasional tidak berlaku bagi pendeta.
7. Badan Pekerja Majelis Jemaat dilantik dalam Kebaktian Minggu
dengan menggunakan Iiturgi yang ditetapkan oleh Majelis Sinode.
8. Majelis Jemaat menetapkan Tata Kerja Majelis Jemaat.
9. Struktur dan personalia Majelis Jemaat diwartakan selama dua (2)
hari Minggu berturut-turut.
Pasal168
KLASIS
264
7. Badan Pekerja Majelis Klasis mengambil keputusan dalam rapat
Badan Pekerja Majelis Klasis yang diadakan paling sedikit sekali
dalam dua (2) bulan dan dipimpin oleh ketuanya.
8. Badan Pekerja Majelis Klasis dilantik dalam Kebaktian Penutupan
PersiOOngan Majelis Klasis yang diselenggarakan oleh Jemaat Peng-
himpun dengan menggunakan Iiturgi yang ditetapkan oleh Majelis
Sinode.
9. Majelis Klasis menetapkan Tata Kelja BaOOn Pekerja Majelis Klasis.
10. Struktur dan personalia Badan Pekerja Majelis Klasis diwartakan
dalam warta jemaat dari Jemaat-jemaat dalam Klasis yang terkait
selama dun (2) hari Minggu berturut-turut.
Pasal169
SINODE WILAYAH
265
6. Pendeta tugas khusus sinode wilayah yang melayani penuh waktu
di Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dapat diangkat kembali
jika dibutuhkan oleh Sinode Wilayah dan setelah kinerja pelayanannya
dievaluasi oleh Majelis Sinode Wilayah. Jika ia tidak diangkat kembali,
ia akan menjalani mutasi.
7. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah mengambil keputusan dalam
rapat Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang diadakan paling
sedikit sekali dalam dua (2) bulan dan dipimpin oleh ketuanya.
8. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dilantik dalam Kebaktian
Penutupan Persidangan Majelis Sinode Wilayah yang diselenggara-
kan oleh Jemaat Penghimpun dengan menggunakan liturgi yang dite-
tapkan oleh Majelis Sinode.
9. Majelis Sinode Wilayah menetapkan Tata Kerja Badan Pekerja Ma-
jelis Sinode Wilayah.
10. Struktur dan personalia Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah
diwartakan dalam warta jemaat dari Jemaat-jemaat dalam Sinode
Wilayah yang terkait selama dua (2) han Minggu berturut-turut.
Pasal170
SINODE
266
5. Seseorang dapat menjadi anggota Badan Pekerja Majelis Sinode
paling banyak dua (2) kali masa jabatan organisasional berturut-
turut. Sesudah itu. ia tidak dapat dipilih dan diangkat kembali untuk
waktu sekurang-kurangnya satu (1) masa jabatan organisasional.
Ketentuan ini tidak berlaku bagi pendeta tugas khusus sinode.
6. Pendeta tugas khusus sinode yang melayani penuh waktu di Badan
Pekerja Majelis Sinode dapat diangkat kembali jika dibutuhkan oleh
Sinode dan setelah kinerja pelayanannya dievaluasi oleh Majelis
Sinode. Jika ia tidak diangkat kembali. ia akan menjalani mutasi.
7. Badan Pekerja Majelis Sinode mengambil keputusan dalam rapat
Badan Pekerja Majelis Sinode yang diadakan paling sedikitsekali
dalam dua (2) bulan dan dipimpin oleh ketuanya.
8. Badan Pekerja Majelis Sinode dilantik dalam Kebaktian Penutupan
Persidangan Majelis Sinode yang diselenggarakan oleh Jemaat Peng-
himpun dengan menggunakan Iiturgi yang ditetapkan oleh Majelis
Sinode.
9. Majelis Sinode menetapkan Tata Kerja Badan Pekerja Majelis
Sinode.
10. Struktur dan personalia Badan Pekerja Majelis Sinode diwartakan
dalam warta jemaat dari semua Jemaat dalam Sinode selama dua
(2) hari Minggu berturut-turut.
267
Babxxxvm
TUGAS
Pasal171
MAJELIS JEMAAT
268
3. Tugas-tugas dalam aspek Kesaksian dan Pelayanan metiputi:
a. Mengarahkan, memotivasi, dan memfasilitasi Jemaat untuk me-
laksanakan tugas kesaksian dan pelayanan.
b. Melaksanakan pendirian Pos Jemaat.
4. Tugas-tugas dalam aspek Pembinaan meliputi:
a. Memberdayakan anggota-anggota dan kelompok-kelompok pe-
layanan dalam Jemaat bagi kehidupan dan karya Jemaat.
b. Melaksanakan pembinaan kepemimpinan-yang-melayani bagi pa-
ra penatua dan pendeta.
c. Melaksanakan pembinaan kepemimpinan-yang-melayani bagi pa-
ra pemimpin gerejawi lainnya dalam badan pelayanan-badan pela-
yanan jemaat.
5. Tugas-tugas dalam aspekAjaran meliputi:
a. Menyelenggarakan katekisasi.
b. Memperhatikan, memelihara, menjaga, dan menjalankan ajaran
GKI.
6. Tugas-tugas dalam aspek Jabatan Gerejawi meliputi:
a. Melaksanakan proses kepenatuaan.
b. Melaksanakan pengembangan pelayanan penatua.
c. Melaksanakan evaluasi kinerja pelayanan penatua.
d. Melaksanakan pengakhiran dan penanggalan jabatan penatua.
e. Melaksanakan rekrutmen calon mahasiswa teologi.
f. Melaksanakan proses kependetaan.
g. Melaksanakan pengembangan pendeta.
h. Memfasilitasi mutasi pendeta.
1. Menetapkan, mengutus, dan mengevaluasi pendeta tugas khusus
jemaat.
j. Melaksanakan pengakhiran dan penanggalan jabatan pendeta.
k. Melaksanakan emeritasi pendeta.
1. Memberdayakan pendeta emeritus.
m. Mendampingi pendeta emeritus.
7. Tugas-tugas dalam aspek Organisasi dan Kepemimpinan meliputi:
a. Memfasilitasi perumusan dan menetapkan Visi dan Misi Jemaat
dengan memakai Visi dan Misi GKI sebagai arah bersama.
269
b. Memfasilitasi dan menetapkan program kerja dan anggaran
Jemaat yang mengacu kepada Visi dan Misi Jemaat.
c. Memfasilitasi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program
kerja dan anggaran Jemaat.
d. Menyusun dan menetapkan struktur pelayanan dan struktur or-
ganisasi bagi kehidupan dan karya Jemaat.
e. Memfasilitasi, melaksanakan, dan mengembangkan proses-pro-
ses komunikasi dalam Jemaat.
f. Memfasilitasi, melaksanakan, dan mengembangkan proses-pro-
ses pengambilan keputusan dalam Jemaat.
g. Menangani dan menyelesaikan masalah-masalah yang muncul
dalam Jemaat.
h. Mengangkat, mengarahkan, menerima pertanggungjawaban, dan
memberhentikan badan pelayanan jemaat.
I. Menyusun laporan tahunan mengenai kehidupan, kegiatan, dan
harta milik Jemaat.
J. Menyelenggarakan Persidangan Majelis Jemaat dan Persidangan
Majelis Jemaat Diperluas.
k. Menetapkan dan mengutus utusan Majelis Jemaat ke Persidangan
Majelis Klasis.
I. Membahas dan mengambil keputusan tentang peninjauan ulang
dan memproses banding.
m. Menetapkan, mengangkat, dan melaksanakan evaluasi kinerja
pelayanan tenaga pelayanan gerejawi Jemaat.
n. Menetapkan nama Jemaat dan tempat kedudukan Jemaat.
o. Menghadiri Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Klasis.
p. Menyelenggarakan rapat koordinasi Majelis Jemaat dengan badan
pelayanan-badan pelayanan jemaat.
q. Melaksanakan perwakilan di dalam dan di luar pengadilan, dan
menunjuk perwakilan dalam kepengurusan badan-badan dan ya-
yasan-yayasan ekumenis di daerahnya.
r. Melaksanakan peningkatan status Pos Jemaat menjadi Bakal
Jemaat.
s. Melaksanakan perubahan status Sakal Jemaat menjadi Pos
Jemaat.
1. Melaksanakan pelembagaan Jemaat.
270
u. Melaksanakan perubahan status Jemaat menjadi Bakal Jemaat.
v. Menerima penggabungan jemaat dari gereja lain.
w. Mengangkat dan memberhentikan Badan Pemeriksa Barta Milik
Jemaat.
x. Menyampaikan usulan perubahan Tata Gereja dan Tata Laksana
GKI kepada Majelis Klasis.
y. Memberikan tanggapan terhadap usulan perubahan Tata Gereja
dan Tata Laksana GKI yang diajukan oleh Badan Pekerja Majelis
Sinode.
z. Merumuskan dan menetapkan Tata Kerja Majelis Jemaat.
aa.Merumuskan dan menetapkan Tata Tertib Persidangan Majelis
Jemaat dan Persidangan Majelis Jemaat Diperluas.
bb. Mengelola administrasi keanggotaan termasuk Buku Induk Ke-
anggotaan.
8. Tugas-tugas dalam aspek Sarana dan Prasarana meliputi:
a. Mengelola harta milik GKI yang ada di Jemaat.
b. Menghimpun, menyimpan, dan memelihara arsip Jemaat.
Pasal172
HADAN PEKERJA MAJELIS JEMAAT
Pasal173
MAJELIS KLASIS
271
a. Persekutuan dan Keesaan.
b. Kesaksian dan Pelayanan.
c. Pembinaan.
d. Ajaran.
e. Jabatan Gerejawi.
f. Organisasi dan Kepemimpinan.
g. Sarana dan Prasarana.
272
c. Menetapkan program kerja dan anggaran tahunan Klasis.
d. Menetapkan struktur pelayanan dan struktur organisasi bagi ke-
hidupan dan karya Klasis.
e. Menyelenggarakan Persidangan Majelis Klasis.
f. Menyikapi laporan tahunan dari Badan Pekerja Majelis Klasis
mengenai kehidupan. kegiatan, dan harta milik Klasis.
g. Menetapkan Tata Tertib Persidangan Majelis Klasis.
h. Mengangkat dan memberhentikan Badan Pekerja Majelis Klasis
dan Badan Pemeriksa Harta Milik Klasis.
i. Menetapkan Jemaat Penerima Persidangan Majelis Klasis.
j. Menetapkan dan mengutus utusan Majelis Klasis ke Persidangan
Majelis Sinode Wilayah.
k. Membahas dan mengambil keputusan tentang peninjauan ulang
dan banding.
I. Melantik Badan Pekerja Majelis Klasis dan Badan Pemeriksa
Harta Milik Klasis.
m. Menerima Jemaat barn dalam Klasis.
n. Mengambil keputusan tentang permohonan penggabunganjemaat
dari gereja lain.
o. Menetapkan dan mengangkat tenaga pelayanan gerejawi Klasis.
p. Menetapkan Tata Kerja Badan Pekerja Majelis Klasis.
q. Menetapkan tempat kedudukan Klasis.
r. Mengusulkan penataan Klasis kepada Majelis Sinode Wilayah.
s. Menyampaikan usulan perubahan Tata Gereja dan Tata Laksana
GKI kepada Majelis Sinode Wilayah.
t. Memberikan tanggapan terhadap usulan perubahan Tata Gereja
dan Tata Laksana GKI yang diajukan oleh Badan Pekerja Majelis
Sinode.
8. Tugas-tugas dalam aspek Sarana dan Prasarana meliputi :
Menetapkan kebijakan pengelolaan harta milik GKI yang ada di
Klasis.
273
Pasal174
BADAN PEKERJA MAJELIS KLASIS
274
6. Tugas-tugas dalam aspek Jabatan Oerejawi meliputi:
a. Melaksanakan pembekalan calon penatua dan pengembangan
penatua.
b. Melaksanakan proses kependetaan.
c. Menetapkan pendeta konsulen.
d. Melaksanakan pengutusan dan mengevaluasi kinerja pelayanan
pendeta tugas khusus klasis.
e. Memfasilitasi mutasi pendeta.
f. Memberdayakan pendeta emeritus.
g. Mendampingi pendeta emeritus.
Pasal175
MAJELIS SINODE WILAYAH
276
2. Tugas-tugas dalam aspek Persekutuan dan Keesaan meliputi:
a. Mengarahkan dan memotivasi Klasis-klasis untuk berperanserta
dalam kehidupan dan karya Sinode Wilayah.
b. Mewujudkan peran serta Sinode Wilayah sebagai satu kesatuan
dalam kehidupan dan karya Sinode.
c. Melaksanakan penggembalaan umum terhadap Jemaat-jemaat.
3. Tugas-tugas dalam aspek Kesaksian dan Pelayanan meliputi
Menetapkan kebijakan dalam bidang kesaksian dan pelayanan dalam
Sinode Wilayah.
4. Tugas-tugas dalam aspek Pembinaan meliputi
Menetapkan kebijakan dalam bidang pembinaan dalam Sinode
Wilayah.
5. Tugas-tugas dalam aspek Ajaran meliputi
Mengambil bagian dalam proses penetapan dan pemeliharaan ajaran
OKI.
6. Tugas-tugas dalam aspek Jabatan Oerejawi meliputi
Menetapkan pengutusan pendeta tugas khusus Sinode Wilayah.
7. Tugas-tugas dalam aspek Organisasi dan Kepemimpinan meliputi:
a. Menetapkan Visi dan Misi Sinode Wilayah.
b. Menetapkan garis-garis besar dan strategi umum pembangunan
Sinode Wilayah.
c. Menetapkan program kerja dan anggaran tahunan Sinode
Wilayah.
d. Menetapkan struktur pelayanan dan struktur organisasi bagi ke-
hidupan dan karya Sinode Wilayah.
e. Menyelenggarakan Persidangan Majelis Sinode Wilayah.
f. Menetapkan Tata Tertib Persidangan Majelis Sinode Wilayah.
g. Menetapkan Majelis Klasis Penerima Persidangan Majelis Sinode
Wilayah.
h. Menyikapi laporan empat tahunan dari Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah mengenai kehidupan, kegiatan, dan harta milik
Sinode Wilayah.
277
1. Membahas dan mengambil keputusan tentang peninjauan ulang
dan banding.
j. Menerima Jemaat baru dalam Sinode Wilayah.
k. Menetapkan penataan Klasis.
I. Mengambil keputusan tentang pennohonan penggabunganjemaat
dari gereja lain.
m. Mengangkat dan memberhentikan Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah dan Badan Pemeriksa Harta Milik Sinode Wilayah.
n. Menetapkan dan mengutus utusan Majelis Sinode Wilayah ke
Persidangan Majelis Sinode.
o. Menetapkan Tata Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
p. Menetapkan dan mengangkat tenaga pelayanan gerejawi Sinode
Wilayah dan melaksanakan evaluasi kinerja pelayanannya.
q. Mengusulkan penataan Sinode Wilayah kepada Majelis Sinode.
r. Menetapkan tempat kedudukan SinodeWilayah.
s. Menyampaikan usulan perubahan Tata Oereja dan Tata Laksana
GK!.
1. Memberikan tanggapan terhadap usulan perubahan Tata Oereja
dan Tata Laksana GK! yang diajukan oleh Badan Pekerja Majelis
Sinode.
u. Melantik Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dan Badan
Pemeriksa Harta Milik Sinode Wilayah.
v. Menerima Jemaat barn dalam Sinode Wilayah.
8. Tugas-tugas dalam aspek Samna dan Pmsarana meliputi
Menetapkan kebijakan pengelolaan harta milik OKI yang ada di
Sinode Wilayah.
Pasal176
HADAN PEKERJA MAJELIS SINODE WILAYAH
278
a. Persekutuan dan Keesaan.
b. Kesaksian dan Pelayanan.
c. Pembinaan.
d. Ajaran.
e. Jabatan Oerejawi.
f. Organisasi dan Kepemimpinan.
g. Sarana dan Prasarana.
2. Tugas-tugas dalam aspek Persekutuan dan Keesaan meliputi:
a. Melawat Majelis Jemaat dalam Sinode Wilayahnya melalui perla-
watan umum, perlawatan umum insidental, dan perlawatan khusus.
b. Mendampingi Majelis Jemaat menangani dan menyelesaikan ma-
salah yang tidak dapat diselesaikan sendiri.
c. Menyelesaikan masalah-masalah yang penting dan mendesak
dalam Sinode Wilayahnya
d. Melaksanakan penggembalaan umum dan khusus.
e. Melaksanakan Perlawatan Klasis.
f. Menyusun bahan Perlawatan Klasis.
g. Mewujudkan peran serta Sinode Wilayah dalam gerakan ekumenis.
3. Tugas-tugas dalam aspek Kesaksian dan Pelayanan meliputi
Melaksanakan tugas kesaksian dan pelayanan di dalam dan oleh Si-
node Wilayah.
279
7. Tugas-tugas dalam aspek Organisasi dan Kepemimpinan meliputi:
a. Memfasilitasi penyusunan dan menetapkan konsep garis-garis
besar dan strategi umum pembangunan sinode wilayah yang
mencakup:
I) Pemberdayaan Jemaat-jemaat dalam Sinode Wilayah, ter-
masuk anggota-anggota dan kelompok-kelompok pelayanan
di dalamnya, serta kelompok-kelompok pelayanan dalam Si-
node Wilayah, bagi kehidupan dan karya Sinode Wilayah.
2) Perwujudan dan pembinaan kepemimpinan-yang-melayani
dari penatua dan pendeta dalam Sinode Wilayah, serta pe-
mimpin-pemimpin gerejawi lainnya dalam badan pelayanan-
badan pelayanan Jemaat dan badan pelayanan-badan pela-
yanan Sinode Wilayah.
3) Visi dan Misi Sinode Wilayah dengan memakai Visi dan Misi
GKI sebagai arah bersama.
4) Program kerja dan anggaran Sinode Wilayah yang mengacu
kepada Visi dan Misi Sinode Wilayah, dengan mempertim-
bangkan keputusan-keputusan yang relevan dari Majelis Si-
node Wilayah yang terkait dan dari Majelis Sinode.
5) Struktur pelayanan dan struktur organisasi bagi kehidupan
dan karya Sinode Wilayah.
6) Proses-proses komunikasi dan proses-proses pengambilan
keputusan dalam Sinode Wilayah.
b. Melaksanakan pembangunan Sinode Wilayah secara proporsional
berdasarkan garis-garis besar dan strategi pembangunan Sinode
Wilayah yang telah ditetapkan oleh Majelis Sinode Wilayah.
c. Menyetujui penanggalanjabatan pendeta.
d. Mengangkat, mengarahkan, dan menerima pertanggungjawaban,
dan memberhentikan badan pelayanan Sinode Wilayah.
e. Melaksanakan dan memimpin Persidangan Majelis Sinode
Wilayah.
f. Menyelenggarakan Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah.
g. Memproses peninjauan ulang dan banding.
h. Menyusun dan menyampaikan usulan nominasi Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah dan Badan Pemeriksa Harta Milik Sinode
Wilayah.
280
I. Melaksanakan pengangkatan dan mengevaluasi kinerja pela-
yanan tenaga pelayanan gerejawi Sinode Wilayah.
J. Mengusulkan Tata Tertib Persidangan Majelis Sinode Wilayah.
k. Menyelenggarakan rapat koordinasi Badan Pekerja Majelis Si-
node Wilayah dengan badan pelayanan-badan pelayanan sinode
wilayah.
l. Menyusun dan menyampaikan laporan empat tahunan dari Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah mengenai kehidupan, kegiatan,
dan harta milik Sinode Wilayah.
m. Melaksanakan perwakilan di dalam dan di luar pengadilan, dan
menunjuk perwakilan dalam kepengurusan badan-badan dan ya-
yasan-yayasan ekumenis di daerahnya.
n. Menyampaikan usulan perubahan Tata Gereja dan Tata Laksana
GKl.
o. Memberikan tanggapan terhadap usulan perubahan Tata Gereja
dan Tata Laksana GKI yang diajukan oleh Badan Pekerja Majelis
Sinode.
p. Menghadiri Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode.
Pasal177
MAJELIS SINODE
281
2. Tugas-tugas dalam aspek Persekutuan dan Keesaan meliputi :
a. Mengarahkan dan memotivasi Sinode Wilayah-Sinode Wilayah
untuk berperanserta dalam kehidupan dan karya Sinode.
b. Melaksanakan penggembalaan umum terhadap Jemaat-jemaat.
3. Tugas-tugas dalam aspek Kesaksian dan Pelayanan meliputi:
Menetapkan kebijakan dalam bidang kesaksian dan pelayanan dalam
Sinode.
4. Tugas-tugas dalam aspek Pembinaan meliputi:
Menetapkan kebijakan dalam bidang pembinaan dalam Sinode.
5. Tugas-tugas dalam aspek Ajaran meliputi:
Mengambil bagian dalam pemeliharaan ajaran OKI.
6. Tugas-tugas dalam aspek Jabatan Oerejawi meliputi:
Menetapkan pengutusan pendeta tugas khusus Sinode.
7. Tugas-tugas dalam aspek Organisasi dan Kepemimpinan meliputi:
a. Menetapkan garis-garis besar dan strategi umum pembangunan
Sinode termasuk program kerja dan anggaran Sinode.
b. Menetapkan penataan umum sinodal yang meliputi:
I) Tata Oereja dan Tata Laksana OKI.
2) Konfesi dan Ajaran OKI.
3) Buku Katekisasi OKI.
4) Liturgi OKI.
5) Nyanyian Kebaktian OKI.
c. Menetapkan kebijakan umum sinodal yang meliputi:
I) Visi dan Misi OKI.
2) Kebijakan dan Strategi Pengembangan OKI.
d. Menetapkan struktur pelayanan dan struktur organisasi bagi kehi-
dupan dan karya Sinode.
e. Menyelenggarakan Persidangan Majelis Sinode.
f. Membahas dan mengambil keputusan tentang peninjauan ulang
dan banding.
g. Menerima Jemaat baru dalam Sinode.
h. Mengesahkan penanggalan jabatan pendeta.
i. Menetapkan penataan Sinode Wilayah.
282
j. Mengangkat dan memberhentikan Badan Pekerja Majelis Sinode
dan Badan Pemeriksa Harta Milik Sinode.
k. Menetapkan Tata Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode.
I. Menetapkan Majelis Sinode Wilayah penerima Persidangan Ma-
jelis Sinode.
m. Menetapkan stoia dan kalung salib pendeta.
n. Menetapkan dan mengangkat tenaga pelayanan gerejawi Sinode.
o. Menetapkan tempat kedudukan Sinode.
p. Menetapkan Tata Tertib Persidangan Majelis Sinode.
q. Menyikapi laporan empat tahunan dari Badan Pekerja Majelis
Sinode mengenai kehidupan, kegiatan, dan harta milik Sinode.
r. Melaksanakan dan mengevaluasi kinerja pelayanan tenaga pela-
yanan gerejawi Sinode.
s. Mengambil keputusan terhadap usulan perubahan Tata Gereja
dan Tata Laksana GKI.
1. Melantik Badan Pekerja Majelis Sinode dan Badan Pemeriksa
Harta Milik Sinode.
8. Tugas-tugas dalam aspek Sarana dan Prasarana meliputi
Menetapkan kebijakan pengelola harta milik GKI yang ada di Sinode.
Pasal178
BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE
283
2. Tugas-tugas dalam aspek Persekutuan dan Keesaan meliputi
a. Melaksanakan Perlawatan Sinode Wilayah.
b. Mendampingi Majelis Jemaat menangani dan menyelesaikan ma-
salah yang tidak dapat diselesaikan sendiri.
c. Melaksanakan penggembalaan umum dan penggembalaan
khusus terhadap Majelis Jemaat.
d. Menyusun bahan Perlawatan Umum Rutin Jemaat dan bahan
Perlawatan Sinode Wilayah.
e. Melawat Majelis Jemaat melalui perlawatan umum, perlawatan
umum insidental, dan perlawatan khusus.
f. Mewujudkan peran serta Sinode dalam gerakan ekumenis.
286
b. Menyelenggarakan administrasi kepemilikan harta milik OKI
yang berwujud barang tidak bergerak.
c. Menerbitkan surat kuasa untuk pengalihan hak atas barang tidak
bergerak.
d. Menghimpun, menyimpan, dan memelihara arsip Sinode.
BabXXXIX
PERTANGGUNGJAWABAN
Pasal179
MAJELIS JEMAAT
Pasal180
BADAN PEKERJA MAJELIS JEMAAT
Jika terdapat Badan Pekerja Majelis Jemaat, Badan Pekerja Majelis Je-
maat mempertanggungjawabkan pelayanannya kepada Majelis Jemaat
dalam setiap Persidangan Majelis Jemaat.
287
Pasal181
BADAN PEKERJA MAJELIS KLASIS
Pasal182
BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE WILAYAH
288
b. Laporan tentang permasalahan yang pernah dihadapi dan/atau
ditangani oleh Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
c. Perkembangan Klasis-klasis dalam Sinode Wilayah yang terkait
d. Laporan pengelolaan harta milik Sinode Wilayah.
e. Rencana program kerja dan anggaran Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah untuk periode yang akan datang.
2. Laporan tersebut disampaikan kepada setiap Majelis Jemaat dan
Badan Pekerja Majelis Klasis dalam Sinode Wilayahnya. serta kepada
Badan Pekerja Majelis Sinode untuk menjadi materi Persidangan
Majelis Sinode Wilayah.
Pasal183
HADAN PEKERJA MAJELIS SINODE
289
BabXL
PERSIDANGAN
Pasal184
MAJELIS JEMAAT
290
6) Keputusan persidangan diambil secara musyawarah untuk
mufakat. Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak ter-
capai, keputusan diambil dengan pemungutan suara.
7) Majelis Jemaat membuat notulen persidangan dan menge-
sahkannya dalam persidangan itu atau pada persidangan
pertama setelah persidangan itu.
8) Ketentuan lain yang lebih rinci tentang Persidangan Majelis
Jemaat diatur oleh Majelis Jemaat dalam Tata Tertib Persi-
dangan Majelis Jemaat yang isinya tidak bertentangan
dengan Tata Gereja dan Tata Laksana GKI.
c. Persidangan Majelis Jemaat sah:
I) Jika kuorum tercapai, yaitu setengah tambah satu darijumlah
anggota Majelis Jemaat. Jika kuorum tidak tercapai, Persi-
dangan Majelis Jemaat harus ditunda minimal satu (I) hari
maksimum satu (1) minggu dan anggota Majelis Jemaat diun-
dang untuk kedua kalinya. Jika kuorum tetap tidak tercapai
Persidangan Majelis Jemaat dinyatakan sah.
2) Undangan dan materi telah disampaikan kepada seluruh ang-
gota Majelis Jemaat satu (I) minggu sebelum Persidangan
Majelis Jemaat, kecuali untuk Persidangan Majelis Jemaat
tundaan.
291
d. Pelaksanaan
1) Persidangan Majelis Jemaat Diperluas diadakan sekurang
kurangnya satu (I) tahun sekali.
2) Rencana persidangan diwartakan kepada anggota sekurang-
kurangnya tiga (3) hari Minggu berturut-turut sebelum persi-
dangan dilangsungkan.
3) Majelis Jemaat mempersiapkan bahan persidangan secara
tertulis dan menyediakannya untuk anggota sebelum persi-
dangan dilangsungkan.
4) Persidangan dipimpin oleh ketua Majelis Jemaat atau wakil
ketua Majelis Jemaat.
5) Para peserta persidangan mempunyai hak bicara.
6) Majelis Jemaat membuat notulen persidangan dan menge-
sahkannya pada Persidangan Majelis Jemaat yang terdekat.
Semua masukan dibahas oleh Persidangan Majelis Jemaat.
7) Ketentuan lain yang lebih rinci tentang Persidangan Majelis
Jemaat Diperluas diatur oleh Majelis Jemaat dalam Tata
Tertib Persidangan Majelis Jemaat Diperluas yang isinya
tidak bertentangan dengan Tata Gereja dan Tata Laksana
GKI.
Pasal18S
MAJELIS KLASIS
292
5) Badan Pemeriksa Harta Milik Klasis.
6) Undangan
a) Para pendeta dan calon pendeta yang sudah berjabatan
gerejawi dalam Klasis yang bersangkutan, yang bukan
utusan ke Persidangan Majelis Klasis dengan maksud
agar mereka terlibat aktifdalam keseluruhan persidangan,
memahami keputusan-keputusan Majelis Klasis, dan men-
dukung dalam pelaksanaan keputusan-keputusan itu.
b) Pihak-pihak yang dianggap perlu.
c) Jumlah undangan ditentukan oleh Badan Pekerja Majelis
Klasis.
b. Peninjau, yaitu anggota baptisan atau anggota sidi dalam Jemaat-
jemaat dari Klasis yang bersangkutan, yang mendaftarkan diri
melalui Majeiis Jemaat-Majeiis Jemaat dalam Klasis.
2. Pelaksanaan
a. Persidangan Majelis Klasis diadakan sekurang-kurangnya satu (I)
tahun sekali yang diselenggarakan oleh Majelis Jemaat Penerima
yang ditetapkan dalam Persidangan Majelis Klasis sebelumnya.
b. Badan Pekerja Majelis Klasis telah memberitahukan terlebih dulu
kepada setiap Majelis Jemaat dalam Klasisnya sekurang kurang-
nya tiga (3) bulan sebelumnya.
c. Rencana Persidangan Majelis Klasis diwartakan kepada anggota
oleh Majelis Jemaat tiga (3) hari Minggu berturut turut sebelum-
nya, dengan menyebutkan nama-nama utusan Majelis Jemaat,
untuk memberikan kesempatan kepada anggota untuk ikut men-
doakan.
d. Badan Pekerja Majelis Klasis mempersiapkan bahan persidangan
secara tertulis dan telah mengirimkannya kepada setiap Majelis
Jemaat dalam Klasisnya sekurang-kurangnya satu (I) bulan se-
belum persidangan dilangsungkan.
e. Persidangan Majelis Klasis dipimpin oleh Badan Pekerja Majelis
Klasis.
f. Semua peserta mempunyai hak bicara, sedangkan yang mempu-
nyai hak suara hanya setiap utusan Majelis Jemaat, setiap ang-
gota Badan Pekerja Majelis Klasis dan setiap pelawat.
293
g. Keputusan persidangan diambil secara musyawarah untuk mu-
fakat. Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, ke-
putusan diambil dengan pemungutan suara.
h. Badan Pekerja Majelis Klasis membuat akta persidangan untuk
disahkan dalam persidangan itu. Akta yang belum disahkan, disah-
kan dalam rapat Badan Pekerja Majelis Klasis bersama dengan
seorang utusan Majelis Jemaat dari seluruh Jemaat dalam KIasis.
i. Pengaturan lebih rinei tentang Persidangan Majelis Klasis diatur
oleh Majelis Klasis dalam Tata Tertib Persidangan Majelis Klasis
yang isinya tidak bertentangan dengan Tata Oereja dan Tata Lak-
sana OKI.
j. Untuk hal hal yang mendesak dan penting yang perlu segera di-
selesaikan, Badan Pekerja Majelis Klasis mengundang penye-
lenggaraan Persidangan Majelis Klasis, dengan memberitahukan
kepada Majelis Jemaat-Majelis Jemaat dalam KIasisnya seku-
rang-kurangnya satu (1) minggu sebelumnya.
3. Persidangan Majelis Klasis sahjika dihadiri oleh sekurang kurangnya
3/4 (tiga per empat) dari Majelis Jemaat-Majelis Jemaat dalam KIa-
sis. Jika kuorum tersebut tidak tercapai, setelah persidangan ditunda
maksimum enam (6) jam, persidangan dinyatakan sah tanpa mem-
perhatikan kuorum tersebut.
4. Penyebutan sebuah persidangan Majelis Klasis dilakukan dengan
mencantumkan nomor urut di belakang kata "persidangan" (contoh:
Persidangan XII Majelis Klasis OK! Klasis Bojonegoro, atau Per-
sidangan Ke-12 Majelis Klasis OKI Klasis Priangan).
Pasal186
MAJELIS SINODE WILAYAH
294
duduk dalam Badan Peketja Majelis Sinode Wilayah, dengan
membawa surat kredensi yang formulasinya dimuat dalam
Peranti Administrasi.
2) Seluruh anggota Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah
3) Para pelawat dari Majelis Sinode.
4) Badan pelayanan sinode wilayah.
5) Badan Pemeriksa Harta Milik Sinode Wilayah.
6) Undangan
a) Para pendeta dan ealon pendeta yang sudah berjabatan
gerejawi dalam Sinode Wilayah yang bersangkutan, yang
bukan utusan ke Persidangan Majelis Sinode Wilayah
dengan maksud agar mereka terlibat aktifdalam keselu-
ruhan persidangan, memahami keputusan-keputusan
Majelis Sinode Wilayah, dan mendukung dalam pelak-
sanaan keputusan-keputusan itu.
b) Pihak-pihak yang dianggap perlu.
c) Jumlah undangan ditentukan oleh Badan Peketja Majelis
Sinode Wilayah.
b. Peninjau yaitu anggota baptisan atau anggota sidi dalam Jemaat-
jemaat dari Sinode Wilayah yang bersangkutan, yang mendaftar-
kan diri melalui Majelis Jemaat-Majelis Jemaat dalam Sinode
Wilayah.
2. Pelaksanaan
a. Persidangan Majelis Sinode Wilayah diadakan sekurang-kurang-
nya dua (2) tahun sekali yang diselenggarakan oleh Majelis Klasis
Penerima yang ditetapkan dalam Persidangan Majelis Sinode
Wilayah sebelumnya.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah telah memberitahukan
terlebih dulu kepada setiap Majelis Jemaat dalam Sinode Wilayah-
nya sekurang kurangnya enam (6) bulan sebelumnya.
e. Rencana persidangan diwartakan kcpada anggota oleh Majelis
Jemaat tiga (3) hari Minggu berturut turut sebelumnya, untuk
memberikan kesempatan kepada anggota untuk ikut mendoakan.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah mempersiapkan bahan
persidangan seeara tertulis dan telah mengirimkannya kepada
setiap Majelis Jemaat di Sinode Wilayalmya sekurang-kurangnya
295
satu (I) bulan sebelum Persidangan Majelis Klasis pertama men-
jelang Persidangan Majelis Sinode Wilayah dilangsungkan.
e. Persidangan dipimpin oleh Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
f. Semua peserta mempunyai hak bicara. sedangkan yang mempun-
yai hak suara hanya setiap utusan Majelis Klasis. setiap anggota
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dan setiap pelawat.
g. Keputusan persidangan diambil secara musyawarah uotuk mufa-
kat. Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak tercapai. kepu-
tusan dilakukan dengan pemungutan suara.
h. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah membuat akta persidangan
untuk disahkan dalam persidangan itu. Akta yang belum disahkan.
disahkan dalam rapat Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah
bersama dengan seorang utusan Majelis Klasis dari semua Klasis
dalam Sinode Wilayah.
i. Pengaturan lebih rinei tentang Persidangan Majelis Sinode Wila-
yah diatur oleh Majelis Sinode Wilayah dalam Tata Tertib Persi-
dangan Majelis Sinode Wilayah yang isinya tidak bertentangan
dengan Tata Oereja dan Tata Laksana OKI.
j. Untuk hal hal yang mendesak dan penting yang perlu segera disele-
saikan. BOOan Pekerja Majelis Sinode Wilayah mengundang penye-
lenggaraan Persidangan Majelis Sinode Wilayah. dengan memberi-
tahukan kepada Majelis Klasis-Majelis Klasis dalam Sinode
Wilayahnya sekurang-kurangnya dua (2) minggu sebelumnya.
3. Persidangan Majelis Sinode Wilayah sah:
Jika dihadiri oleh 3/4 (tiga per empat) dari Majelis Klasis di Sinode
Wilayahnya. Jika kuorum tersebut tidak tercapai, persidangan ditunda
selama maksimum satu minggu. Sete1ah itu Persidangan Majelis Si-
node Wilayah dinyatakan sah tanpa memperhatikan kuorum tersebut.
4. Penyebutan sebuah persidangan Majelis Sinode Wilayah dilakukan
dengan mencantumkan nomor urut di belakang kata "persidangan"
(contoh: Persidangan XII Majelis Sinode Wilayah OKI Sinode Wila-
yah Jawa Tengah. atau Persidangan Ke-12 Majelis Sinode Wilayah
OKI Sinode Wilayah Jawa Timur).
296
Pasal187
MAJELIS SINODE
297
b. Badan Pekerja Majelis Sinode telah memberitahukan terlebih
dulu kepada setiap Majelis Jemaat sekurang kurangnya enam
(6) bulan sebelumnya.
c. Rencana Persidangan Majelis Sinode diwartakan kepada anggota
oleh Majelis Jemaat tiga (3) hari Minggu bertumt tumt sebe-
lumnya, untuk memberikan kesempatan kepada anggota untuk
ikut mendoakan.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode mempersiapkan bahan Persidangan
Majelis Sinode secara tertulis dan telah mengirimkannya kepada
setiap Majelis Jemaat sekurang-kurangnya satu (1) bulan sebelum
Persidangan Majelis Klasis pertama menjelang Persidangan Ma-
jelis Sinode dilangsungkan.
e. Persidangan Majelis Sinode dipimpin oleh Badan Pekerja Majelis
Sinode.
f. Semua peserta mempunyai hak bicara, sedangkan yang mempu-
nyai hak suara hanya setiap utusan Majelis Sinode Wilayah dan
setiap anggota Badan Pekerja Majelis Sinode.
g. Keputusan persidangan diambil secara musyawarah untuk mu-
fakat. Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, ke-
putusan dilakukan dengan pemungutan suara.
h. Badan Pekerja Majelis Sinode membuat akta persidangan untuk
disahkan dalam persidangan itu, atau dalam rapat Badan Pekerja
Majelis Sinode bersama dengan dua (2) utusan Majelis Sinode
Wilayah
i. Pengaturan lebih rinei tentang Persidangan Majelis Sinode diatur
oleh Majelis Sinode dalam Tata Tertib Persidangan Majelis Sinode
yang isinya tidak bertentangan dengan Tata Gereja dan Tata Lak-
sana GKI.
j. Untuk hal hal yang mendesak dan penting yang perlu segera di-
selesaikan, Badan Pekerja Majelis Sinode dapat menyelenggara-
kan Persidangan Majelis Sinode, dengan memberitahukan kepada
Majelis Sinode Wilayah-Majelis Sinode Wilayah dalam Sinode
sekurang-kurangnya dua (2) minggu sebelumnya.
3. Persidangan Majelis Sinode sah:
Jika dihadiri oleh ketiga Majelis Sinode Wilayah. Jika kuorum tersebut
tidak tercapai, persidangan ditunda selama maksimum enam (6)jam.
298
Setelah itu Persidangan Majelis Sinode dinyatakan sah tanpa memper-
hatikan kuorum.
4. Penyebutan sebuah persidangan Majelis Sinode dilakukan dengan
mencantumkan nomor urut di belakang kata "persidangan" (contoh:
Persidangan XII Majelis Sinode OKI, atau Persidangan Ke-12 Ma-
jelis Sinode OKI).
BabXLI
RAPATKERJA
Pasal188
RAPAT KERJA BADAN PEKERJA MAJELIS KLASIS
I. Pengertian
Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Klasis adalah sarana bagi Badan
Pekerja Majelis Klasis di antara dua Persidangan Majelis Klasis un-
tuk mengambil keputusan tentang hal-hal yang mendesak dan/atau
yang ditugaskan oleh Majelis Klasis dan/atau yang diatur dalam Tata
Laksana dengan melibatkan Majelis Jemaat-Majelis lemaat dalam
Klasisnya. Keputusan Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Klasis
berlaku bagi Jemaat-jemaat dalam Klasis yang bersangkutan.
2. Pelaksana
Pelaksana Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Klasis adalah Badan
Pekerja Majelis Klasis.
3. Peserta
Peserta Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Klasis adalah:
a. Seluruh anggota Badan Pekerja Majelis Klasis.
b. Majelis Jemaat-Majelis lemaat dalam Klasis yang masing-ma-
sing mengutus tiga (3) orang utusan, yang membawa surat kre-
densi yang fonnulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi.
299
Diharapkan dua (2) orang dari antara mereka adalah utusan tetap
selama masa pelayanan Badan PekeIja Majelis Klasis untuk men-
jaga kesinambungan pelayanan.
c. Badan pelayanan-badan pelayanan klasis yang terkait dan/atau
badan pelayanan-badan pelayanan di lingkup sinode wilayah dan
sinode danlatau orang-orang yang dianggap perlu.
4. Pelaksanaan
a. Badan Pekerja Majelis Klasis mengundang setiap Majelis Jemaat
dalam Klasis yang terkait, dan undangannya telah diterima oleh
Majelis Jemaat sekurang-kurangnya satu (1) bulan sebelum rapat
kerja dilaksanakan. Undangan disertai dengan acara dan bahan
rapat keIja. Untuk hal-hal yang mendesak, undangan yang disertai
dengan acara dan bahan rapat kerja telah diterima oleh Majelis
Jemaat sekurang-kurangnya satu (1) minggu sebelum rapat kerja
dilaksanakan.
b. Rapat KeIja Badan Pekerja Majelis Klasis dipimpin oleh Badan
Pekerja Majelis Klasis dalam hal ini ketua atau wakilnya.
c. Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Klasis sahjika dihadiri oleh
sekurang-kurangnya setengah ditambah satu (I) dari anggota-
anggota Badan PekeIja Majelis Klasis dan dari Majelis Jemaat
dalam Klasis yang terkait. Jika kuorum tersebut tidak tercapai,
setelah Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Klasis ditunda tiga
(3) jam, Rapat KeIja Badan PekeIja Majelis Klasis dinyatakan
sah tanpa memperhatikan ketentuan kuorum tersebut.
d. Seluruh peserta Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Klasis mem-
punyai hak bicara.
e. Keputusan Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Klasis diambil
secara musyawarah untuk mufakat. Dalam hal musyawarah un-
tuk mufakat tidak tercapai, keputusan diambil dengan pemungut-
an suara. Yang mempunyai hak suara adalah setiap anggota Ba-
dan Pekerja Majelis Klasis dan setiap utusan Majelis Jemaat.
f. Badan Pekerja Majelis Klasis melaporkan secara tertulis kepu-
tusan-keputusan Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Klasis
kepada Majelis Klasis yang terkait dalam persidangannya yang
terdekat, dengan tembusan kepada semua Majelis Jemaat dalam
Klasis.
300
g. Pengaturan secara lebih rinei tentang Rapat Kerja Badan Pekerja
Majelis Klasis diatur dalam Tata Tertib Rapat Kerja Badan Pe-
kerja Majelis Klasis, yang ditetapkan oleh Rapat Kerja Badan
Pekerja Majelis Klasis, yang isinya tidak boleh bertentangan de-
ngan Tata Gereja dan Tata Laksana GKI.
Pasal189
RAPATKERJA
BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE WILAYAH
I. Pengertian
Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah adalah sarana
bagi Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah di antara dua Persidangan
Majelis Sinode Wilayah untuk mengambil keputusan tentang hal-hal
yang mendesak dan/atau yang ditugaskan oleh Majelis Sinode Wilayah
dan/atau yang diatur dalam Tata Laksana dengan melibatkan Badan
Pekerja Majelis Klasis-Badan Pekerja Majelis Klasis dalam Sinode
Wilayahnya. Keputusan Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah berlaku bagi Jemaat-jemaat dalam Sinode Wilayah yang
bersangkutan.
2. Pelaksana
Pelaksana Rapat Kelja Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah adalah
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
3. Peserta
Peserta Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah adalah:
a. Seluruh anggota Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
b. Badan Pekerja Majelis Klasis-Badan Pekerja Majelis Klasis da-
lam Sinode Wilayah yang masing-masing mengutus tiga (3) orang
utusan, yang membawa surat kredensi yang formulasinya dimuat
dalam Peranti Administrasi. Diharapkan dua (2) orang dari antara
mereka adalah utusan tetap selama masa pelayanan Badan Pe-
kerja Majelis Sinode Wilayah untuk menjaga kesinambungan pela-
yanan.
301
c. Badan pelayanan-badan pelayanan Sinode Wilayah yang terkait
danlatau badan pelayanan-badan pelayanan di lingkup klasis dan
sinode dan/atau orang-orang yang dianggap perlu.
4. Pelaksanaan
a. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah mengundang setiap Badan
Pekerja Majelis Klasis dalam Sinode Wilayah yang terkait, dan
undangannya telah diterima oleh Badan Pekerja Majelis Klasis
sekurang-kurangnya satu (I) bulan sebelum rapat kerja dilaksana-
kan. Undangan disertai dengan acara dan bahan rapat kerja.
Untuk hal-hal yang mendesak, undangan yang disertai dengan
acara dan bahan rapat kerja telah diterima oleh Badan Pekerja
Majelis Klasis sekurang-kurangnya satu (1) minggu sebelum rapat
kerja dilaksanakan.
b. Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dipimpin
oleh Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dalam hal ini ketua
atau wakilnya.
c. Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah sahjika diha-
diri oleh sekurang-kurangnya setengah ditambah satu (1) dari
anggota-anggota Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dan dari
Badan Pekerja Majelis Klasis dalam Sinode Wilayah yang terkait.
Jika kuorum tersebut tidak tercapai, setelah Rapat Kerja Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah ditunda tiga (3)jam, Rapat Kerja
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dinyatakan sah tanpa
memperhatikan ketentuan kuorum tersebut.
d. Seluruh peserta Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode Wi-
layah mempunyai hak bicara.
e. Keputusan Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah
diambil secara musyawarah untuk mufakat. Dalam hal musyawa-
rah untuk mufakat tidak tercapai, keputusan diambil dengan pemu-
ngutan suara. Yang mempunyai hak suara adalah setiap anggota
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dan setiap utusan Badan
Pekerja Majelis Klasis.
f. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah melaporkan secara tertulis
keputusan-keputusan Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah kepada Majelis Sinode Wilayah yang terkait dalam
302
persidangannya yang terdekat, dengan tembusan kepada semua
Hadan Pekerja Majelis Klasis dalam Sinode Wilayah.
g. Pengaturan secara lebih rinei tentang Rapat Kerja Hadan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah diatur dalam Tata Tertib Rapat Kerja
Hadan Pekerja Majelis Sinode Wilayah, yang ditetapkan oleh
Rapat Kerja Hadan Pekerja Majelis Sinode Wilayah, yang isinya
tidak boleh bertentangan dengan Tata Gereja dan Tata Laksana
GKI.
Pasal190
RAPATKERJA
BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE
I. Pengertian
Rapat Kerja Hadan Pekerja Majelis Sinode adalah sarana bagi Hadan
Pekerja Majelis Sinode di antara dua Persidangan Majelis Sinode
untuk mengambil keputusan tentang hal-hal yang mendesak dan/
atau yang ditugaskan oleh Majelis Sinode dan/atau yang diatur dalam
Tata Laksana dengan melibatkan Hadan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah-Hadan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dalam Sinode. Ke-
putusan Rapat Kerja Hadan Pekerja Majelis Sinode berlaku bagi
Jemaat-jemaat dalam Sinode.
2. Pelaksana
Pelaksana Rapat Kerja Hadan Pekerja Majelis Sinode adalah Badan
Pekerja Majelis Sinode.
3. Peserta
Peserta Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode adalah:
a. Seluruh anggota Badan Pekerja Majelis Sinode.
b. Hadan Pekerja Majelis Sinode Wilayah-Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang masing-masing mengutus tujuh (7) orang
utusan, yang membawa surat kredensi yang formulasinya dimuat
dalam Peranti Administrasi. Diharapkan lima (5) orang dari antara
mereka adalah utusan tetap selama masa pelayanan Hadan
Pekerja Majelis Sinode untuk menjaga kesinambungan pelayanan.
303
c. Hadan pelayanan-badan pelayanan sinode yang terkait dan/atau
badan pelayanan-badan pelayanan di lingkup klasis dan sinode
wilayah dan/atau orang-orang yang dianggap perlu.
4. Pelaksanaan
a. Hadan Pekerja Majelis Sinode mengundang setiap Hadan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah, dan undangannya telah diterima oleh
Hadan Pekerja Majelis Sinode Wilayah sekurang-kurangnya satu
(I) bulan sebelum rapat kerja dilaksanakan. Undangan disertai
dengan acara dan bahan rapat kerja. Untuk hal-hal yang mende-
sak, undangan yang disertai dengan acara dan bahan rapat kerja
telah diterima oleh Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah seku-
rang-kurangnya satu (I) minggu sebelum rapafkelja dilaksanakan.
b. Rapat Kerja Hadan Pckerja Majelis Sinode dipimpin oleh Badan
Pekerja Majelis Sinode dalam hal ini ketua atau wakilnya.
c. Rapat Kelja Badan Pekelja Majelis Sinode sahjika dihadiri oleh
sekurang-kurangnya setengah ditambah satu (I) dari anggota-
anggota Hadan Pckerja Majelis Sinode dan dari Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah. Jika kuorum tersebut tidak tercapai, se-
telah Rapat Kerja Hadan Pekerja Majelis Sinode ditunda tiga (3)
jam, Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode dinyatakan sah
tanpa memperhatikan ketentuan kuorum tersebut.
d. Seluruh peserta Rapat Kelja Badan Pekerja Majelis Sinode mem-
punyai hak bicara.
e. Keputusan Rapat Kerja Hadan Pekelja Majelis Sinode diambil
secara musyawarah untuk mufakat. Dalam hal musyawarah un-
tuk mufakat tidak tercapai, keputusan diambil dengan pemungut-
an suara. Yang mempunyai hak suara adalah setiap anggota Ba-
dan Pekerja Majelis Sinode dan setiap utusan Hadan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah.
f. Badan Pekerja Majelis Sinode melaporkan secara tertulis kepu-
tusan-keputusan Rapat Kerja Hadan Pekerja Majelis Sinode ke-
pada Majelis Sinode dalam persidangannya yang terdekat, dengan
tembusan kepada semua Hadan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
304
g. Pengaturan secara lebih rinci tentang Rapat Kerja Sadan Pekerja
Majelis Sinode diatur dalam Tata Tertib Rapat Kerja Sadan Pe-
kerja Majelis Sinode, yang ditetapkan oleh Rapat Kerja Sadan
Pekerja Majelis Sinode, yang isinya tidak boleh bertentangan
dengan Tata Oereja dan Tata Laksana OKI.
BabXLII
PENINJAUAN ULANG DAN BANDING
Pasal191
PENINJAUAN ULANG
305
5. Pennintaan peninjauan ulang:
a. Sebaiknya diajukan secepatnya sesudah keputusan yang diang-
gap salah itu diambil, dengan memperhatikan relevansinya bagi
kehidupan dan karya OKI di lingkup yang bersangkutan.
b. Hams diajukan secara tertulis dengan disertai alasan-alasan yang
jelas dengan menyebutkan nama dan alamat yangjelas, serta di-
bubuhi tanda tangan atau eap ibu jari orang yang mengajukan.
6. Alasan-alasan untuk peninjauan ulang adalah adanya hal-hal yang
diyakini bertentangan dengan Finnan Allah danlatau Tata Oereja
dan Tata Laksana OK! dalam keputusan yang bersangkutan.
7. Proses pernbahasan dan pengarnbilan keputusan terhadap peninjauan
ulang dilakukan sarna seperti terhadap rnasalah-masalah yang lain.
Pasal192
BANDING
I. Pihak yang akan meminta banding kepada Majelis dari lingkup yang
lebih luas hams terlebih dulu menempuh prosedur peninjauan ulang
sebagairnana yang dipaparkan dalam Tata Laksana Pasal 191.
2. Jika yang bersangkutan tidak puas dengan keputusan peninjauan
ulang tersebut di atas dan berniat merninta banding, pihak yang ber-
sangkutan harus menyatakan seeara tertulis bahwa ia akan banding
kepada Majelis dari lingkup yang lebih luas.
3. Pemyataan sebagairnana yang disebutkan dalam Tata Laksana Pasal
192:2 hams disampaikan selambat-Iambatnya satu (1) bulan sesudah
pihak yang bersangkutan diberitahu tentang keputusan peninjauan
ulang yang dimaksudkan dalam Tata Laksana Pasal 192: 1.
4. Pemyataan sebagaimana yang disebutkan dalam Tata Laksana Pasal
192:2 beserta uraian pennasalahan dan alasan-alasannya dikirimkan
kepada pirnpinan harian Majelis dari Iingkup yang lebih luas melalui
pirnpinan harian dan Majelis yang keputusannya dibanding. Pimpinan
harian dari Majclis yang keputusannya dibanding harus rneneruskan
306
pemyataan banding tersebut kepada pimpinan harian Majelis dari
Iingkup yang lebih luas.
5. Pemeriksaan banding:
a. Terhadap keputusan Majelis Jemaat dilakukan oleh Majelis KJasis
atas permintaan anggota Majelis Jemaat atau anggota dalam Je-
maat yang bersangkutan.
b. Terhadap keputusan Majelis Klasis dilakukan oleh Majelis Sinode
Wilayah atas permintaan Majelis Jemaat dalam Klasis tersebut
atau Badan Pekerja Majelis Klasis dari Klasis tersebut.
c. Terhadap keputusan Majelis Sinode Wilayah dilakukan oleh Maje-
lis Sinode atas permintaan Majelis Klasis dalam Sinode Wilayah
tersebut atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dari Sinode
Wilayah tersebut.
6. Pimpinan harian Majelis dari Iingkup yang lebih luas, sesudah mene-
rima pernyataan sebagaimana yang dimaksudkan dalam Tata Laksa-
na Pasal 192:4, harus memasukkan pernyataan tersebut ke dalam
acara persidangan Majelis yang terdekat.
7. Pemyataan sebagaimana yang disebutkan dalam Tata Laksana Pasal
192:2 dapat dicabut kembali oleh pihak yang bersangkutan, baik se-
belum dibicarakan maupun ketika sedang dibicarakan oleh Majelis
dari lingkup yang lebih luas.
8. Proses pembahasan dan pengarnbilan keputusan terhadap banding
dilakukan sarna seperti terhadap masalah-masalah yang lain.
307
BabXLm
PERWAKILAN
Pasal193
MAJELIS JEMAAT
I. Ketua dan sekretaris dari Majelis Jemaat bertindak untuk dan atas
nama Majelis Jemaat di dalam dan di luar pengadilan.
2. Majelis Jemaat dapat menunjuk anggota-anggotanya untuk bertindak
sebagai wakilnya dalam kepengurusan badan badan atau yayasan
yayasan ekumenis di wilayahnya.
3. Wakil-wakil Majelis Jemaat harus memberikan laporan pertanggung-
jawaban tertulis tentang apa yang terjadi dalam rangka pelaksanaan
tugasnya.
Pasal194
BADAN PEKERJA MAJELIS KLASIS
308
Pasal195
HADAN PEKERJA MAJELIS SINODE WILAYAH
Pasal196
HADAN PEKERJA MAJELIS SINODE
309
3. Badan Pekerja Majelis Sinode menunjuk wakil-wakil dari anggotanya
atau dati anggota Majelis Sinode untuk duduk dalam kepengurusan
badan badan atau yayasan yayasan ekumenis yang ada di wilayahnya.
4. Badan Pekerja Majelis Sinode menunjuk wakil-wakil dari anggotanya
atau dari anggota Majelis Sinode atau anggota sidi dalam Sinode
untuk duduk dalam kepengurusan badan-badan atau yayasan-ya-
yasan yang didirikan atau didukungnya.
5. Wakil-wakil Badan Pekerja Majelis Sinode harus memberikan lapor-
an pertanggungjawaban tertulis baik tentang kinerja mereka dalam
badan atau yayasan yang bersangkutan, maupun tentang perkem-
bangan badan atau yayasan yang bersangkutan. Jika dalam badan
atau yayasan terdapat lebih dati satu orang wakil, laporan pertang-
gungjawaban dibuat bersama.
BabXLIV
BADANPELAYANAN
Pasal197
PENGERTIAN
Pasal199
BADAN PELAYANAN KLASIS
Pasal200
HADAN PELAYANAN SINODE WILAYAH
Pasal201
HADAN PELAYANAN SINODE
311
BabXLV
TENAGAPELAYANAN GEREJAWI
P8s81202
PENGERTIAN
P8s81203
STATUS
P8s81204
PENGATURAN RINCI
Hal-hal terinci dari tenaga pelayanan gerejawi diatur lebih lanjut dalam
Pedoman Pelaksanaan tentang Tenaga Pelayanan Gerejawi.
312
J. SARANAPENUNJANG
BabXLVI
HARTAMILIK
Pasal205
PENGERTIAN TENTANG HARTAMILIK
Pasal206
PEROLEHAN
313
Pasal207
TANGGUNGJAWABBERSAMAJEMAAT
UNTUK KLASIS, SINODE WILAYAH, DAN SINODE
Pasal208
KEPEMILIKAN
1. GKI dalam wujud Jemaat, KIasis, Sinode Wilayah, dan Sinode masing-
masing memiliki harta milik berupa uang, surat-surat berharga,
barang-barang bergerak, barang-barang tidak bergerak, dan keka-
yaan intelektual
2. Harta milik berupa barang-barang bergerak, barang-barang tidak
bergerak, dan kekayaan intelektual adalah atas nama GKI sebagai
Jemaat atau Klasis atau Sinode Wilayah atau Sinode.
Pasal209
PENGELOLAAN
314
2. Pengelolaan harta milik GKI dilaksanakan dengan mengadakan, me-
melihara, mempergunakan dan mempertanggungjawabkannya.
315
5) Dalam hal pembelian atau menerima hibah, Majelis Jemaat
menyimpan sertifikat tanah dan surat-surat terkait, serta
mengirimkan salinan/fotokopinya kepada Badan Pekerja
Majelis Sinode.
b. Majelis Klasis
1) Majelis Klasis memutuskan rencana pembelian atau penjual-
an atau hibah. Jika harus segera dilakukan, hal itu dapat di-
putuskan dalam Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Klasis.
2) Badan Pekerja Majelis Klasis meminta surat persetujuan
dari Badan Pekerja Majelis Sinode untuk harta milik berupa
barang tidak bergerak yang telah dimiliki atas nama Klasis
sebelum pemberlakuan Tata Gereja GKI pada tanggal 26
Agustus 2003 atau surat kuasa dari Badan Pekerja Majelis
Sinode untuk harta milik berupa barang tidak bergerak yang
diperoleh Klasis sesudah pemberlakuan Tata Gereja GK!
pada tanggal26 Agustus 2003.
3) Badan Pekerja Majelis Klasis melakukan pembelian atau
penjualan atau hibah di hadapan pejabat yang berwenang.
4) Dalam hal pembelian, Badan Pekerja Majelis Klasis me-
nyimpan sertifikat tanah dan surat-surat terkait serta mengi-
rimkan salinan/fotokopinya kepada Badan Pekerja Majelis
Sinode.
c. Majelis Sinode Wilayah
1) Majelis Sinode Wilayah memutuskan rencana pembelian atau
penjualan atau hibah. Jika harus segera dilakukan, hal itu
dapat diputuskan dalam Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah.
2) Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah meminta surat perse-
tujuan dari Badan Pekerja Majelis Sinode untuk harta milik
berupa barang tidak bergerak yang telah dimiliki atas nama
Sinode Wilayah sebelum pemberlakuan Tata Gereja GKI
pada tanggal 26 Agustus 2003 atau surat kuasa dari Badan
Pekerja Majelis Sinode untuk harta milik berupa barang tidak
bergerak yang diperoleh Sinode Wilayah, sesudah pember-
lakuan Tata Gereja GKI pada tanggal26 Agustus 2003.
3) Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah melakukan pembelian
atau penjualan atau hibah di hadapan pejabat yang berwenang.
316
4) Dalam hal pembelian, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah
menyimpan sertifikat tanah dan surat-surat terkait serta me-
ngirimkan salinan/fotokopinya kepada Badan Pekerja Majelis
Sinode.
d. Majelis Sinode
I) Majelis Sinode memutuskan rencana pembelian atau pen-
jualan atau hibah. Jika hams segera dilakukan, hal itu dapat
diputuskan dalam Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah.
2) Badan Pekerja Majelis Sinode melakukan pembelian atau
penjualan atau hibah di hadapan pejabat yang berwenang.
3) Dalam hal pembelian, Badan Pekerja Majelis Sinode me-
nyimpan sertifikat tanah dan surat-surat yang terkait.
Pasal210
PERTANGGUNGJAWABAN
Pasal211
PEMERIKSAAN
317
2. Badan Pemeriksa Harta Milik diangkat masing-masing oleh Majelis
Jemaat, Majelis Klasis, Majelis Sinode Wilayah, dan Majelis Sinode,
sesuai dengan lingkup pertanggungjawabannya dan terdiri dari sedikit-
dikitnya dua (2) orang anggota sidi dan sebanyak-banyaknya tiga
(3) anggota sidi yang mengerti pembukuan dan berasal dari lingkup
masing-masing.
3. Anggota Badan Pemeriksa Harta Milik Jemaat hams tidak berjabatan
gerejawi. Anggota Badan Pemeriksa Harta Milik Klasis tidak boleh
diangkat dari antara anggota Badan Pekerja Majelis Klasis. Anggota
Badan Pemeriksa Harta Milik Sinode Wilayah tidak boleh diangkat
dari antara anggota Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah. Anggota
Badan Pemeriksa Harta Milik Sinode tidak boleh diangkat dari antara
anggota Badan Pekerja Majelis Sinode.
4. Badan Pemeriksa Harta Milik melaporkan hasil pemeriksaannya
kepada Majelis sesuai dengan lingkupnya masing-masing untuk diba-
has dan disahkan.
5. Pengesahan laporan pertanggungjawaban keuangan membebaskan
Majelislpengurus yang menyusunnya dari tanggungjawab mengenai
pengelolaan selama periode yang dilaporkan.
6. Dalam hubungan dengan hukum, lapomn pertanggungjawaban pe-
ngelolaan keuangan diperiksa oleh akuntan yang ditunjuk oleh Majelis
sesuai dengan lingkup pertanggungjawaban masing-masing.
7. Pelantikan
a. Badan Pemeriksa Harta Milik Jemaat dilantik dalam Kebaktian
Minggu dengan menggunakan liturgi yang ditetapkan oleh Majelis
Sinode.
b. Badan Pemeriksa Harta Milik Klasis dilantik dalam Kebaktian
Penutupan Persidangan Majelis Klasis yang mengangkatnya de-
ngan menggunakan liturgi yang ditetapkan oleh Majelis Sinode.
c. Badan Pemeriksa Harta Milik Sinode Wilayah dilantik dalam Ke-
baktian Penutupan Persidangan Majelis Sinode Wilayah yang
mengangkatnya dengan menggunakan Iiturgi yang ditetapkan oleh
Majelis Sinode.
318
d. Badan Pemeriksa Harta Milik Sinode dilantik dalam Kebaktian
Penutupan Persidangan Majelis Sinode yang mengangkatnya de-
ngan menggunakan liturgi yang ditetapkan oleh Majelis Sinode.
K. PERANTI GEREJAWI
BabXLVII
PERANTI GEREJAWI
Pasal212
PERANTIGEREJAWI
319
L. PERUBAHAN DAN PENUTUP
BabXLvm
PERUBAHAN
Pasal213
PERUBAHAN
1. Tata Laksana GKI dapat diubah oleh Majelis Sinode dalam Persi-
dangan Majelis Sinode berdasarkan usul dari:
a. Majelis Sinode Wilayah, yang dapat berasal dari:
1) Anggota sidi melalui dan disetujui oleh Majelis Jemaat, Ma-
jelis Klasis, dan Majelis Sinode Wilayah.
2) Majelis Jemaat melalui dan disetujui oleh Majelis Klasis dan
Majelis Sinode Wilayah.
3) Badan Pekerja Majelis Jemaat melalui dan disetujui oleh
Majelis Jemaat, Majelis Klasis, dan Majelis Sinode Wilayah.
4) Majelis Klasis melalui dan disetujui oleh Majelis Sinode Wi-
layah.
5) Badan Pekerja Majelis Klasis melalui dan disetujui oleh Maje-
lis Klasis dan Majelis Sinode Wilayah.
6) Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah melalui dan disetujui
oleh Majelis.Sinode Wilayah.
7) Majelis Sinode Wilayah.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode.
2. Usul perubahan hams menjadi bahan dari dan dimasukkan ke dalam
acam Persidangan Majelis Sinode melalui Badan Pekerja Majelis
Sinode.
320
Bab XLIX
PENUTUP
Pasal214
PENUTUP
Hal-hal yang belum diatur dalam Tata Laksana GKI ditetapkan oleh
Majelis Jemaat, atau Majelis Klasis, atau Majelis Sinode Wilayah, atau
Majelis Sinode dalam persidangannya masing-masing, sesuai dengan tu-
gas dan wewenang masing-masing, sejauh tidak bertentangan dengan
Tata Gereja dan Tata Laksana GKI.
321
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
LAMPlRAN
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
Lampirant
Aku percaya kepada Roh Kudus; gereja yang kudus dan am,
persekutuan orang kudus; pengampunan dosa; kebangkitan orang mati;
dan hidup yang kekal. Amin.
325
Lampiran2
326
Kami percaya kepada Rob Kudus, yang menjadi Tuhan yang menghi-
dupkan,
yang keluar dari Sang Bapa dan Sang Anak,
yang bersama-sama dengan Sang Bapa dan Sang Anak disembah
dan dimuliakan,
yang telah berfirman dengan perantaraan para nabi.
Kami percaya adanya satu gereja yang kudus, yang am dan rasuli.
Kami mengakui satu baptisan uotuk pengampunan dosa.
Kami menantikan kebangkitan orang mati,
dan kehidupan di zaman yang akan datang. Amin.
327
Lampiran3
328
Maka menurut kebenaran (asas) kepercayaan gereja yang am, kita harus
mengakui (bahwa) setiap kepribadian masing-rnasing adalah Allah dan
Tuhan, dan kita dilarang untuk menyatakan bahwa ada tiga Allah atau
tigaTuhan.
Sapa tidak (berasal) dari siapa pun, tidak diciptakan, dan tidak diperanak-
kan. Anak berasal dari Bapa saja, tidak dijadikan atau tidak diciptakan,
rnelainkan diperanakkan; Roh Kudus berasal dari Bapa dan dari Anak,
tidak dijadikan atau diciptakan, melainkan dipancarkan. Maka (karena
itu) ada satu Bapa, bukan tiga Bapa; satu Anak bukan tiga Anak; satu
Roh Kudus bukan tiga Roh Kudus.
Dalam ketritunggalan ini tidak ada yang lebih dahulu, atau yang lebih
kemudian; tidak ada yang lebih tinggi, atau yang lebih rendah; sebab
ketiga kepribadian ini adalah esa dalam kekekalan-Nya dan sarna
dalam kedudukan-Nya. Maka (karena itu) kita -sesuai dengan hal-
hal tersebut di atas- menyembah keesaan-Nya dalam ketritunggalan-
Nya dan ketritunggalan-Nya dalarn keesaan-Nya. Maka (oleh sebab
itu) barangsiapa ingin diselamatkan (ia) haruslah menerima peng-
akuan rnengenai Allah tritunggal ini. Dan (ia) haruslah pula percaya
akan kedatangan Tuhan kita Yesus Kristus sebagai manusia ke dalam
dunia ini, sesuai dengan ajaran yang benar. Menurut kepercayaan
yang benar -yang kita akui dan rniliki- kita percaya dan mengaku
bahwa Tuhan kita Yesus Kristus, Anak Allah, adalah Allah dan
manusia; sebagai Allah hakikat-Nya sarna dengan Allah Sapa, Dia
diperanakkan sebelum dunia dijadikan; sebagai rnanusia hakikat-Nya
sarna dengan ibu-Nya (yaitu Maria), Dia dilahirkan di dalam dunia;
Ia adalah Allah yang sempurna dan manusia yang sempurna dengan
akal budi dan tubuh rnanusia dalam satu kepribadian. Ia sarna derajat
dengan Allah Sapa di dalam Keallahan-Nya, tetapi lebih rendah dari
Bapa-Nya. Walaupun ia adalah Allah dan manusia, (tetapi) ia bukan
dua kepribadian, rnelainkan satu Kristus. la adalah satu (bukan dengan
perubahan Keallahan-Nya menjadi manusia tetapi dengan perubahan
kemanusiaan-Nya [dipersatukan] dengan Keallahan-Nya). Ia adalah
esa bukan dengan rnencampur-baurkan hakikat-hakikat-Nya, tetapi
satu dalam kesatuan di dalarn satu ke-pribadian. Sebagaimana
329
seseorang berakal budi dan bertubuh yang merupakan satu kesatuan
demikianlah pula Kristus yang satu (itu); adalahAlIah dan Manusia.
Kristus menderita demi keselamatan kita; ia turon ke neraka, lalu
pada hari yang ketiga bangkit dari antara orang mati, naik ke surga
dan duduk di sebelah kanan Bapa Allah yang Mahakuasa, dan dari
sana ia akan datang (kembali) UDtuk meng-hakimi orang yang hidup
dan yang mati. Ia akan datang kembali dan pada waktu itu umat
manusia akan bangkit dalam tubuhnya masing-masing untuk
memberikan pertanggungjawaban atas perbuatannya. Barangsiapa
berbuat baik, (ia) akan masuk hidup yang kekal; (dan) barangsiapa
berbuatjahat, (ia) akan masuk api yang kekal.
Inilah (asas) kepercayaan gereja yang am itu, yang harus diterima dan
diakui dengan sungguh-sungguh oleh anak-anak manusia yang ingin dise-
lamatkan.
Kemuliaan bagi Bapa, Anak, dan Roh Kudus, seperti pada permulaan,
sekarang ini dan selama-Iamanya. Amin.
330
Lampiran4
Berkat kuasa Roh Kudus yang telah melahirkan DGI (Dewan Gereja-
gereja di Indonesia) menjelang Pentakosta 25 Mei 1950 di Jakarta, yang
pada Sidang Raya X DGIIPGI di Ambon tahun 1984, berubah menjadi
PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia), maka kami gereja-gereja
anggota PGI telah bersepakat dan bertekad untuk mewujudkan tugas
dan panggilan kami sebagai gereja-gereja Tuhan di Indonesia, dalam
suasana dan semangat persekutuan, dan bukan secara sendiri-sendiri
atau terpisah-pisah.
Kami telah memasuki sejarah bersama dan berada di atas jalan bersama
sebagai gereja yang esa di Indonesia; yang sedang bertumbuh menuju
kesempurnaan sebagai gereja Tuban yang Esa di segala tempat dan di
sepanjang zaman.
Kami mengakui pengakuan iman yang telah lahir dalam rangka sejarah
gerakan pembaruan gereja (Reformasi) sebagai bagian dari warisan
gereja yang memperkaya iman kami.
331
Di tengah situasi Indonesia yang sedang berusaha bangkit dari pelbagai
keterpurukan dan upaya membarui diri, kami bersepakat untuk mening-
katkan dan mengembangkan pernahaman bersama iman Kristen kami
itu ke arah pemberlakuannya yang nyata dalam kehidupan bergereja dan
berbangsa.
A. TUHAN ALLAH
1. Sesungguhnya "Tuhan ituAllah kita, Tuhan itu Esa" (VI. 6:4). Tidak
ada Allah selain Dia (Kel. 20:3; VI. 5:7). Dialah Allah yang telah
menciptakan langit dan burni serta seluruh isinya, dan yang tetap
memeliharanya hingga kesudahan alam (Kej. 1:2; Mzm. 24:1-2; 89: 12;
104:1 dst.; Kol. 1: 16). Allah menyatakan diri dalam karya penciptaan-
Nya dan dalam sejarah umat manusia (Mzm. 19:2-3; Rm. I: 19-20)
dan secara khusus dan sempuma dalam Yesu~ Kristus Anak-Nya
yang Tunggal (Yoh. 1: 18). Oleh pimpinan Roh Kudus kami mengenal
dan menyernbah Dia sebagai Bapa dalam Yesus Kristus, sebab sernua
orang yang dipimpin oleh Roh Allah adalah anak-anak Allah (RIn.
8: 14-15).
332
2. Allah berbieara kepada manusia, berulang kali dan dalam pelbagai
eara dengan perantaraan nabi-nabi, dan pada zaman akhir ini dengan
perantaraan Yesus Kristus Anak-Nya yang Tunggal (Ibr. I: I-2).
Dalam Yesus Kristus, Allah menyatakan diri sebagai Allah yang
mengampuni dan menyelamatkan manusia dari penghukuman karena
dosa, yaitu denganjalan mengosongkan diri-Nya sendiri, dan meng-
ambit rupa seorang hamba, dan menjadi sarna dengan manusia. Dan
dalam keadaan sebagai manusia, la telah merendahkan diri-Nya dan
taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya
Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama
di atas segaIa nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala
yang ada di langit dan yang ada di bumi dan yang ada di bawah bu-
mi, dan segala Iidah mengaku: 'Yesus Kristus adalah Tuhan' bagi
kemuliaanAllah, Bapa (Flp. 2:7-1 1).
3. Allah hadir dan bekerja di dalam dunia dan dalam gereja melalui Roh
Kudus yang memerdekakan, membarui, membangun, mempersa-
tukan, menguatkan, menertibkan, dan meneguhkan, serta memberi
kuasa pada gereja untuk menjadi saksi, menginsyafkan dunia akan
dosa, kebenaran dan penghakiman, dan memimpin orang-orang per-
eaya kepada seluruh kebenaranAllah (Yeh. 37; Kis. 1:8; Ef.3:16-
17; 4:3-4; Rm. 8: I; I Kor. 12:7,12; 14:26,33; 2 Tim. 1:7; Yoh. 16:8-
11,13). Karena itu kami mengaku dan memuliakan serta me-nyaksikan
Allah yang Esa dan kekal, yaitu Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus
(Yes. 43: 10; 44:6; Mat. 28: 19; 2 Kor. 13: 13; Flp.4:20; Ibr. 13:8;
Why. 4:8).
1. Alam semesta, langit dan bumi serta segenap isinya, baik yang keli-
hatan maupun yang tidak kelihatan, adalah milik dan ciptaan Allah
(Kej. 1-2; Mzm. 24:1-2; 89:12; Yes. 44:24; Yer. 27:5; Kol. 1:16).
333
Segenap ciptaan itu sungguh amat baik (Kej. 1-31), namun semua
yang telah diciptakan Allah itu tidak boleh diperilah dan disembah
(Kel. 20:3-5; Rm. 1: 18-25).
C.MANUSIA
334
masyarakat, yang dapat membawa kebaikan bagi semua orang (Kej.
2: 18). Dengan demikian, manusia mempunyai martabat kemanusiaan,
yaitu hak-hak dan kewajiban-kewajiban asasi yang tidak bo 1eh diambil
01 eh siapa pun dan 01 eh kuasa apa pun.
335
4. Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa (citra) Allah
dengan melampaui berbagai batas (jenis kelamin, suku, agama, sta-
tus sosial). Dalam kesetaraan ciptaan Allah, manusia terbuka (mem-
beri ruang) untuk bekerja sarna satu dengan yang lainnya. Hubungan
antarmanusia sebagai sesama ciptaan Allah merupakan perwujudan
tugas panggilannya. Dalam berinteraksi dengan sesama manusia ter-
panggil untuk bekerja sarna dengan para penganut agama lain. Pele-
cehan terhadap manusia berarti pelecehan terhadap Penciptanya.
D. PENYELAMATAN
336
Dalam Kristus manusia memperoleh pengampunan dan Allah dan
diselamatkan dari kebinasaan. Orang-orang yang percaya dan
dibaptiskan dalam nama Yesus Kristus dibaptiskan dalam kema-tian-
Nya dan dibangkitkan bersama Dia ke dalam kehidupan yang baru
(Rm. 6:4; Kol. 3:9-10). Sebagai manusia baru, orang percaya tidak
berduka cita dalam menghadapi maut, seperti orang lain yang tidak
mempunyai pengharapan (I Tes. 4:13). Karena manusia baru yang
mati dalam Kristus, akan dihidupkan kembali dalam perse-kutuan
dengan Kristus (I Kor. 15:22).
337
itu gereja pun dipanggil untuk senantiasa siap sedia melak-sanakan
tugas kenabiannya dengan mendoakan dan membantu peme-rintah
agar pemerintah tidak menyalahgunakan kuasa yang diberikan Allah
kepadanya (Mzm. 58:23; Yes. I: 16-17; Mik. 6:8). Apabila pe-merintah
melampaui batas kekuasaannya dengan menuntut sesuatu yang hanya
dapatdiberikan kepadaAllah (Mat. 22:21; Mrk. 12: 17; Luk. 20:25),
maka orang-orang percaya: "harus lebih taat kepada Allah daripada
kepada manusia" (Kis. 5:29).
338
2. Kerajaan Allah itu sudah datang dan menjadi nyata dalam kehidupan
dunia dan umat manusia dengan kedatangan Yesus Kristus, Raja dan
Juruselamat dunia (Mrk. I: 15). Walaupun demikian, penyataan Allah
secara penuh baru akan terjadi ketika "dalam nama Yesus ber-tekuk
lutut, segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi, dan yang
ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku Yesus Kristus adalah
Tuhan bagi kemuliaan Allah, Bapa" (FJp. 2: I0-11). Oleh karena itu,
gereja dan orang-orang percaya mendoakan dan menyongsong
penggenapan Kerajaan Allah itu dengan secara tekun bekerja
menegakkan tanda-tanda KerajaanAllah di dalam kehidupan sehari-
hari (Mat. 6: t 0,33; 25: 1-46).
F.GEREJA
339
adalah Tuhan dan Kepala (Ef. 4:3-16; Why 7:9). Roh Kudus juga te-
lah memberi kuasa kepada gereja dan mengutusnya ke dalam dunia
untuk menjadi saksi, memberitakan Injil Kerajaan Allah, kepada se-
gala makhluk di semua tempat dan di sepanjang zaman (Kis. 1:8;
Mrk. 16: 15; Mat. 28: 19-20). Dengan demikian gereja tidak hidup untuk
dirinya sendiri. Sarna seperti Kristus telah meninggalkan ke-muliaan-
Nya di surga, mengosongkan diri dan menjadi manusia (Yoh. I: 14; Fit.
2:6-8), dan tergerak hati-Nya oleh sebab belas kasihan kepada semua
orang yang sakit, lelah, dan terlantar seperti domba tanpa gembala,
demikian pulalah gereja dipanggil untuk selalu menyangkal diri dan
mengurbankan kepentingannya sendiri, agar semua orang yang men-
derita karena pelbagai penyakit dan kelemahan yang merindukan
kelepasan, dapat mengalami pembebasan dan penyelamatan Allah
dalam Yesus Kristus (Mat. 9:35-38; Luk. 4: 18-19). Dengan demikian,
gereja dan warganya akan dapat menghayati dengan sungguh-sungguh
makna dari baptisan dan perjamuan kudus yang senantiasa dilayankan
bersama-sama dengan pemberitaan Firman Allah di tengah-tengah
ibadat gereja sebagai tanda keberadaan dan keku-dusannya.
4. Gereja mengakui bahwa negara adalah alat dalam tangan Tuhan yang
bertujuan untuk menyejahterakan manusia dan memelihara, ciptaan
Allah. Oleh karena itu gereja dan negara harus bahu-membahu dalam
mengusahakan penegakan keadilan dan mengusahakan kesejahteraan
seluruh rakyat serta keutuhan ciptaan. Akan tetapi sebagai lembaga
keagamaan yang otonom, gereja mengemban fungsi dan otoritas yang
bebas dari pengaruh negara, dan sebaliknya gereja tidak berhak untuk
mengatur kehidupan negara oleh karena negara mempunyai fungsi
tersendiri dalam menjalankan panggilannya di dunia (Rm. 13:16-17; I
Pet. 2:13-14). Dengan demikian gereja dan negara harus membina
hubungan yang kondusifdan bukan hubungan subordinatifdi mana
yang satu menguasai yang lain. Gereja dan negara masing-masing
mempunyai tugas panggilannyayang harus dilaksanakan dengan penuh
tanggung jawab untuk kebaikan seluruh manusia bah-kan seluruh
ciptaan. Gereja mempunyai kewajiban untuk menaati hukum negara,
sebaliknya negara berkewajiban mengayomi dan me-lindungi seluruh
rakyatnya, termasuk gereja agar leluasa dalam men-jalankan fungsi
dan panggilannya masing-masing (I Pet. 2: 16).
10. Oleh karena itu gereja dan orang-orang percaya laki-laki dan perem-
puan di segala tempat dan disepanjang zaman terpanggil untuk me-
wujudkan keesaan, kekudusan, keaman (kekatolikan), dan kerasul-
annya, baik dalam kehadiran gereja secara sendiri-sendiri maupun
secara bersama-sama dalam pengamalan tugas panggilannya sehari-
harL Dengan demikian semua bentuk kehidupan gereja itu untuk
menjadi saksi Yesus Kristus ke ujung bumi adalah ungkapan dari
gereja yang esa, kudus, am, dan rasuli.
F.ALKITAB
1. Alkitab yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru meru-
pakan kesaksian yang menyeluruh mengenai Allah yang menyatakan
diri, kehendak dan karya penciptaan, pemeliharaan dan penyelamatan-
Nyakepada manusia, danjuga mengenaijawaban manusia terhadap-
343
Nya. Kesaksian yang menyeluruh ini berpusat pada Yesus Kristus
"Finnan yang menjadi manusia" (Yoh. 1:14). Dengan demi-kian
pemahaman mengenai isi Alkitab termasuk pemahaman atas bagian-
bagiannya harus selalu dilihat sebagai satu kesatuan.
344
LampiranS
PEGANGAN AJARAN
MENGENAI ALKITAB
I. Alkitab adalah kitab suci kita yang terdiri dari Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru. Ia merupakan Alkitab yang bersifat kanonik. "Ka-
non" adalah satu istilah teknis yang berarti "utruran" atau "patokan",
maksudnya jumlahnya sudah tetap, tidak dikurangi dan tidak di-
tambahi. Meskipun terdapat banyak kitab yang sezaman dengan isi
yang selaras dengan Alkitab, misalnya kumpulan Kitab Deuteroka-
nonika/Apokrifa dan Pseudopigrafa, kitab-kitab ini tidak termasuk
dalamAlkitab kita yang berjumlah 66 kitab.
"Sebab hanya oleh kitab suci saja kita dapat mengerti keselamatan di
dalam Kristus" (Tjan Tong Ho dkk., Soal Djawab tenlang Kepertjajaan
Kristen, Jakarta: BPK, 1953, h. 27-28).
"lsi tcrpenting dari Alkitab ialah berita tentang kesclamatan oleh Tuhan
[Allah), yang dalam Tuhan Yesus tclah meletakkan jembatan di atas
jurang Khalik dan makhluk, serta memanggil tiap-tiap manusia supaya
sedia diperdamaikan dengan Tuhan [Allah). Jadi yang dipentingkan
oleh Alkitab ialah Allah" (Verkuyl, Aleu Percaya, h. 20).
Keselamatan kita tidak berhenti pada dirinya sendiri, sebab kita per-
caya bahwa mereka yang diselamatkan terhisap dalam Kerajaan Allah
yang sudah didatangkan oleh Kristus dan akan digenapinya. Ke-
terhisapan itu perlu ditekankan, sebab keselamatan yang kita terima
bukanlah tujuan pada dirinya sendiri. Justru di dalam keterhisapan
dalam penantian penggenapan Kerajaan Allah, kegiatan kehidupan
iman mendapatkan tempatnya.
6. Alkitab ditulis dan disusun dengan kuasa dan bimbingan Roh Kudus,
yang menyertai dan mengilhami para penulis dan penyusunnya (bd.
II Pet. 1:21; II Tim. 3: 16).
"Sebab itu kita mengaku, bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang
'diilhamkan' olch Roh Kudus. Maksudnya bukanlah bahwa Roh itu
mendiktekan isinya, huruf demi hurur' (BJ. Boland, lntisari lman
Kristen, Jakarta: BPK, 1972, h. 62).
346
"Gereja-gereja Protestan menolak pandangan bahwa hubungan peng-
ilhaman penulis Alkitab dan Roh Kudus seakan-akan seperti 'suling
dan peniup suling' saja. lsi Alkitab, juga dalam bentuknya yang asli,
telah datang kepada kita 'dengan perantaraan manusia' (Calvin). Roh
Kudus tidak mematikan manusia itu untuk menjadikan dia suatu alat
yang tak berkehendak (bd. Luk. 1: 1-4)" (GC. van Niftrik dan BJ. Bo-
land, Dogma/ika Masa Kin;, Jakarta: BPK, 1967, h. 298).
347
Finnan Allah tidak identik dengan Alkitab. Alkitab sebagai buku adalah
barang yang fana, tetapi Firman Allah kekal selamanya (bd. Yes.
40:8; Luk. 21:33).
"Tetapi hendaknya atas semua ini kita berpikir, bahwa bukannya Kitab
Suci (sebagai buku) yang menjadikan kita selamat. Kita tidak memu-
liakan dan mensujudi 'bukunya', tetapi Dia yang kita kenai dari buku
itu" (Tjan Tong Ho dkk., Sool Djowob tentong Kepertjojoon Kristen,
h.28).
"Bila kita mendengar istilah ini (Finnan Allah) kita teringat pertama-
tama (ataupun melulu!) akan Alkitab. Tetapi sekalipun 'Finnan Allah'
dan'Alkitab' tidak dapat dipisahkan satu daripada yang lain, namun
kedua-duanya itu tidaklah begitu saja boleh disamakan! [...] Barangkali
kita merasa agak bingung, bahwa istilah 'Finnan Allah' dipergunakan
dalam pelbagai arti, yakni: Finnan yang 'diueapkan' (seperti yang telah
disampaikan oleh para nabi dan para rasul kepada orang-orang di zaman
mereka), Finnan Allah yang telah menjadi 'daging' (sebagaimana telah
muneul di dalam Yesus Kristus), Finnan Allah yang'dituliskan' (yaitu,
Alkitab sebagai kesaksian tentang penyataan Allah, yang pusatnya
ialah Yesus Kristus), dan Finnan Allah yang diberitakan kini dan di sini'
(yaitu dalam bentuk pemberitaan Gereja, yang berdasarkan isi Alkitab
memberi kesaksian tentang Yesus Kristus). Nyatalah bahwa 'Finnan
Allah' itu tidak boleh dianggap sebagai sesuatu yang 'statis'" (Niftrik
dan Boland, Dogmotika Maso Kini, h. 294-5).
348
"Dalam berbicara tentang Alkitab, maka Calvin selalu menekankan
pekerjaan Roh Kudus, bukan saja pada masa lampau, yaitu pada waktu
terjadinyaAlkitab; melainkanjuga pada masa kini apabila kita manusia
mcmbaca isi Alkitab atau mendengar pembacaannya" (Nifirik dan
Boland, Dogma/ilea Masa Kin;, h. 296).
"Tata Gereja, Tata Tertib, dan Tata Laksana Gereja Kristen Indonesia
Sinode Wilayah Jawa Barat", Edisi XIV, Tahun 2000, h. 220-223.
349
Lampiran6
PEGANGAN AJARAN
MENGENAI GEREJA
"Gereja hams tetap bemda •di tengah jalan', tidak boleh ada perhentian.
Gereja pasti akan tetap bcmda di tengah jalan; keadaan 'sempurna' tak
dapat dicapai di dunia ini. Gereja akan tetap di tengah jalan, hingga
terbitnya Hari Tuban, ketika Kemjaan-Nya akan dinyatakan" (GC. Nif-
trik, dan BJ. Boland, Dogmatilea Masa Kini, Jakarta: BPK, 1967, h. 281)
350
harus mencari pengampunan dosa hanya di tempat Tuhan menarnhnya"
(J. Calvin, Institutio, Jakarta: BPK Gunung Mulia, teIjemahan Th. van
den End dkk., 1980, h. 192-193).
"Gereja bukan saja satu pada masa mulanya berdiri, sehingga segala
usaha oikoumenis kita barns 'memulibkan pula keesaan yang mula-
mula' itu. Tidak, gereja adalah satu. Kita mengaku kebenaran itu, kita
percaya bal itu. Gereja adalah satu karena Tuhannya hanyalab satu"
(Niftrik dan Boland, op.cit., h. 280).
"Maka itu segala gereja yang mengaku percaya kepada Yesus Kristus
barus bernsaba untuk mewujudkan kesatuan Jemaat (gereja) Tuban
de-ngan dasar yang telah terletak di dalam Tuhan sendiri" (W. Pfendsack
dan H.J. Visch, Jalan Keselamatan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1975,
h.92.).
351
"Untuk mcnganut kesatuan gereja dengan eara demikian, kita sama
sekali tidak perlu melihat gereja itu dengan mata kita atau merabanya
dengan tangan kita sendiri. Tetapi bila dikatakan bahwa kita hams
'percaya' kesatuan hu, kita diperingatkanjangan sampai kita bam me-
yakini kesatuan itu apabila menampilkan diri pada kita dengan jelas"
(Calvin, op.cit., h. 195).
"Apa artinya suei (baea: kudus)? Bahwa gereja adalah suatu jajahan
(baca: dalam kuasa, kedaulatan) Allah, dalam mana Kitab Suci, per-
mandian (baea: baptisan) dan Perjamuan Suci dilayani dan Roh Suei
bekerja (Ef. 5:25-27). Suei karena asal mulanya dari Allah. Kristus itu
kesueian kita (I Kor. 1:30). Jadi suci bukan berarti bahwa anggota-
anggota gereja suci adanya. Sebaliknya mereka adalah orang-orang
berdosa yang hidup hanya dari anugerah saja" (Tjan Tong Ho, op.cit.,
h.33-34).
352
anggota-anggota gereja itu tidak satu pun noda yang tertinggal; tetapi
oleh karena mereka dengan tekun mengejar kesucian dan kemumian
yang sempuma itu, maka kesucian yang belum segenapnya mereka
per-oleh, oleh rahmat Allah dianggap sudah mereka punyai" (Calvin,
op.cit., h. 191-192).
"Gereja tidak terikat pada suatu tempat, waktu, rakyat, bangsa, ke-
dudukan dan umur(Why. 7:9; Gal. 3:28). Ini berartijuga bahwagereja
adalah gereja Pengutusan. 'Pergilah dan ajarkanlah semua bangsa' (Mat.
28: 19)" (Tjan Tong Ho dkk., op.cit., h. 33).
'" Am' berarti umum. Jadi gereja yang am ialah 'Jemaat' (gereja) atau
Tubuh Kristus, yang meliputi segala orang yang mengaku percaya
kepada satu Tuban dan Jumselamat, ialah Yesus Kristus, yang menjadi
satu-satunya Kepala atas Gereja-Nya" (Pfcndsack dan Visch, op.cit.,
h.81).
353
"Gereja itu dinamakan 'katoJik' atau 'am', sebab tidak mungkin didapati
dua atau tiga gereja tanpa membuat Kristus terbagi-bagi: suatu hal
yang mustahil. Orang-orang pitihanAllah malahan semuanya sedemikian
bertalian di dalam Kristus hingga mercka, yang berada di bawah satu
Kepala, semakin berpadu seolah-olah menjadi satu tubuh dan saling
bersangkutan bagaikan anggota-anggota dari satu tubuh. Mereka
benar-benar dibuat menjadi satu, karena mereka hidup bersama dalam
satu iman, pengharapan dan kasih, oleh Roh Allah yang sarna" (Calvin,
op.cil., h. 193-194).
"Para rasul merupakan Panitera yang pasti dan asJi dari Roh Kudus,
dan karena itu tulisan-tulisan mereka harus diterima sebagai ucapan
Allah; akan tetapi pelayan-pelayan yang menggantikan mereka tidak
mempunyai tugas selain daripada mengajar apa yang telah dinyatakan
dan dieatat di dalam kitab-kitab suci. [...] sepantasnya mereka hanyalah
menganut dengan setia ajaran yang ditentukan Allah supaya semua
orang, tanpa kecuaJi, tunduk kepada-Nya" (Calvin, op.cil., h. 207).
"[...] kata sifat 'rasuli' (apostolis), artinya gereja itu 'bersifat rasuli'
(kata Yunani 'apostolos' berarti rasul ataupun utusan). Maksudnya
ialah bahwa (I) gereja telah dibangun alas dasar kesaksian para rasul
me-ngenai Yesus Kristus, (2) oleh sebab itu ditempatkan di dunia ini
untuk meneruskan pcmberitaan (njit tentang Yesus Kristus itu. [...]
Mustahillah gereja benar-benar menjadi gereja selama kita hanya
354
berusaha untuk 'membereskan dulu' soal-soal intern. Sebab justru
kerasulan atau 'apostolat' itulah yang mencirikan hakekat gereja
sedalam-dalamnya!" (Niftrik dan Boland, op.cit., h.275).
UGereja adalah milik Kristus. Maka hidup gereja melulu dari anugerah
Kristus, dan berdiri melulu di bawah perintah Kristus. Dari itu gereja
disebut juga 'Tubuh Kristus yang tidak dapat terpisah dari Kepala (1
Kor.12:27;Kol. 1:18;Ef.5:23)"(/bid,h.33).
355
"Mengaku terhisab kepada gereja berard: percaya bahwa di dalam ge-
reja ini Yesus Kristus berkenan tinggal bersama-sama dengan kita orang-
orang berdosa; bahwa sebagai anggota-anggota gereja-Nya kita telah
dijadikan milik-Nya, dan bahwa fa hendak mempergunakan kita sebagai
saksi-saksi-Nya di dunia ini" (Niftrik dan Boland, op. cit., h. 275).
356
"Gereja Kristus di dunia ini mempunyai juga bentuk yang berwujud
dan menyatakan dirinya juga dalam gereja kita ini, yang segala keku-
rangannya kita ketahui benar-benar" (Niftrik dan Boland, op.cit., h.
275).
"Bila kita perhatikan gereja yang mula-mula maka selain segi ritualnya,
maka gerejajuga memiliki eiri kelembagaan betapa pun sederhananya:
pejabat-pejabat (Kis. 6; I Tim 3; Tit. I:5; I Pet. 5: I), pembagian tugas
(Kis. 6:2-4); pengaturan-pengaturan persembahan (Kis. 4:34-35);
perundingan-perundingan (Kis. II; 15: 6,22); tak kurang dari itu: ang-
gota-anggota yang terus ditambahkan Tuhan kepada mereka (Kis. 2:
41,47). Kemudian hari kelembagaan gereja menjadi lebih struktural
karena dipaksa oleh keadaan (aneaman Romawi dan Yahudi). Dan men-
jadi ekstrim struktural pada gereja barat dan timur. Pada zaman Reformasi
sifat kelembagaan gereja dikembalikan pada keseimbangan. GKI Jahar
dan gereja-gereja di Indonesia mewarisi pemahaman ekkle-siologis
reformasi ini: Pada satu pihak adalah yang benar bahwa Gereja
merupakan persekutuan orang-orang percaya: artinya asal saja dua-
tiga orang Kristen berkumpul ia sudah ditandai oleh esensi gerejawi.
Namun di lain pihak adalah benarjuga bahwa gereja merupakan perse-
kutuan orang pereaya dalam kondisi-kondisi tertentu misalnya peng-
organisasian dengan tata gereja, pelayanan sakramen-sakramen, pe-
laksanaan disiplin gereja (penggembalaan khusus), penahbisan pejabat-
pejabat gerejawi, persidangan-persidangan gerejawi, keanggotaan gere-
jawi, serta simbol-simbol gerejawi lainnya, dan terutama kondisi yang
berkaitan dengan tempat lokasi di mana ia ditcmpatkan oleh Tuhan"
(Konsultasi Missi Sinodal GKl Jabar 1989).
10. Kelembagaan Kristen di luar gereja, dalam satu dan lain carn pada
hakikatnya berkaitan atau berpangkal kepada gereja yang adalah tubuh
Kristus satu-satunya di dunia. Kelembagaan Kristen di luar gereja
357
itu dipahami sebagai perluasan fungsi kesaksian dan pelayanan gereja.
Hal ini tidak boleh dipahami sebagai sikap anti dan reaksi terhadap
pelemahan yang ada pada gereja, sebab sesungguhnya 18k ada gereja
yang sempurna dalam dunia ini. Oleh karena itu gereja perlu berusaha
untuk mencapai kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan yang
sesuai dengan kepenuhan Kristus.
"Sejak dulu kala hingga sekarang ini gereja sebagai perkumpulan orang-
orang beriman senantiasa menyatakan diri dalam bentuk organisasi ter-
tentu. [...] Sekarang pun gereja-gereja wajib berkurnpul, berunding ber-
sarna-sarna. Perundingan itu dapat diadakan pada rapat-rapat klasis,
sinode [...] sinode oikoumenis [...] bersama-sarna merundingkan tugas
dan panggilan gereja pada zaman yang sedang rnereka alami" (Verkuyl,
op.cit., h. 219,221).
"Tata Gereja, Ta18 Tertib, dan Tata Laksana Gereja Kristen Indonesia
Sinode Wilayah Jawa Barat", Edisi XIV, Tahun 2000, h. 224-232.
358
Lampiran7
PEGANGAN AJARAN
MENGENAIGERAKANPENTAKOSTABARU
(KARISMATIK)
A. BAHASA LIDAH
359
6. Terhadap anggapan bahwa bahasa lidah adalah tanda kematangan
iman. Paulus menasihatkan bahwa bahasa lidah bukan tanda kema-
tangan iman (I Kor. 14:22.lihatjuga I Kor. 3:1-3.14:20-21.8:7).
7. Terhadap orang-orang yang begitu menginginkan bisa berbahasa Iidah.
Paulus menasihatkan agar mereka berusaha memperoleh karunia-
karunia lain yang lebih utama. Dan Paulus menunjukkan kasih sebagai
yang paling utama (1 Kor. 13: 1.8).
8. Secara umum Paulus menasihatkan agar Jemaat jangan mudah di-
sesatkan danjangan menerima roh yang lain atau Injil yang lain (II
Kor. II :3-5).
9. Paulus mensinyalir bahwa gejala-gejala pementingan bahasa Iidah
yang timbul di Jemaat Korintus sedikit banyak disebabkan karena
potensi-potensi Jemaat tidak disalurkan ke luar. sebab itu Paulus
menasihatkan agar potensi Jemaat (II Kor. 8:7) disalurkan ke luar (II
Kor. 8:8-15).
B. KESEMBUHAN
360
kita terus bersyukur, sekalipun penyakitlpenderitaan sedang kita
hadapi. Masa penderitaan senantiasa mengandung nilai-nilai berkat
rohani yang tersendiri. Sebab itu kesembuhan bukan merupakan soal
yang terpenting tetapi ditempatkan dalam kerangka pemberitaan Injil
Kerajaan Allah yang membawa keselamatan bagi umat manusia.
c. WAHYU PENGLIHATAN
1. DalamAlkitab, nabi/rasul adalah penerima wahyu penglihatan. Me-
reka mengalaminya sebagai mimpi di malam hari maupun sewaktu
sadar di siang hari.
2. Umumnya wahyu penglihatan ini diberikan kepada perorangan, yaitu
mereka yang melayani Allah, dan tidak dimengerti oleh orang lain
yang bersamanya ketika penerimaan wahyu itu berlangsung (Dan.
10:7).
3. Melalui pengalaman ekstasis iniAllah memberikan pengetahuan baru
tentang kebenaran yang akan datang, dalam bentuk gambar-gambar
yang dapat dilihat.
4. lsi wahyu penglihatan umumnya menyangkut hal-hal sebagai berikut:
361
a. Hal-hal yang akan segera terjadi (pengungkapan sejarah yang
akan datang) (I Raj. 22:17-19).
b. Perintah Allah dalarn rangka mempersiapkan rencana-Nya (Kej.
46:2).
e. Pernyataan kehendak Allah (II Sam. 7: 1-17).
d. Hal-hal yang berhubungan dengan perkembangan kerajaan Al-
lah (Kis. 9:37).
Kesimpulan:
1. Wahyu penglihatan adalah kemampuan kesadaran langsung manusia
akan realitas Allah, sekaligus merupakan ciri kenabian seseorang.
2. Wahyu penglihatan diberikan Allah dalam rangka mengungkapkan
kehendak dan rencana-Nya bagi keselamatan umat manusia. Jadi
dalam kaitan dengan kepentingan kerajaan Allah.
3. Wahyu penglihatan yang tidakada kaitan dengan Firman Allah dalam
Alkitab serta tidak menyangkut reneana Allah dan kepentingan
Kerajaan-Nya, sangat boleh jadi adalah proyeksi/khayalan atau potensi
kejiwaan manusia belaka (sarana seperti telepati, sugesti, kemampuan
meramal, dan sebagainya).
4. Sebab itu, apabila ada wahyu atau ilham yang datang melalui pem-
bacaan ayat-ayat Alkitab yang digunakan sebagai ramalan atau tanda
bukti kehendakAllah, tetapi isinya terutama menyangkut kepentingan
dan aeara-aeara kegiatan manusiawi, wahyu atau ilham sejenis ini
harus ditolak. Sebab, wahyu penglihatan dalam Alkitab yang di-
sampaikan oleh para nabi/rasul dalam menyatakan kehendak Allah
ternyata tidak sama dengan ilham-ilham ramalan.
D. BAPTISAN KUDUS
362
b. Ada yang mula-mula baptisan Roh lalu menerima baptisan air
(Kis. 10:44-47). Tindakan gereja purba ini menunjukkan belum
adanya ketertiban dalam baptisan yang satu dan utuh.
2. Dalam perkembangan selanjutnya dari gereja purba itu, Perjanjian
Baru sendiri menyatakan adanya ketetapan yang utuh dan satu me-
ngenai baptisan (Ef. 4:5; I Kor. 12: 13) karena hal itu disesuaikan
dengan baptisan Yesus (Luk. 3:21-22 dan paralelnya) serta baptisan
Paulus (Kis. 9: 17-18). Tindakan gereja purba yang lebih kemudian ini
menunjukkan ditetapkannya satu baptisan seeara utuh, sesuai de-
ngan amanat Yesus (Mat. 28: 18-20).
3. Kedudukan baptisan dalam gereja sejajar malahan lebih mendalam
dengan sunat dalam Israel, yaitu sebagai tanda perjanjian anugerah
Allah.
a. la menjadi tanda perjanjian Allah dan manusia (Kej. 17: I0).
b. Baptisan adalah "sunat hati" yang lebih mendalam dan lengkap
(Kol. 2: 11).
e. Baptisan merupakan pengukuhan yang dilakukan dalam tang-
gungjawab gereja (Kis. 11: 18).
Tindakan gereja adalah memelihara baptisan seeara utuh dalam
tanggungjawabnya sejak berabad-abad, sebagai tanda dan me-
terai suci yang diterapkan Tuhan dan karena itu diberikan juga
pada anak-anak.
4. Sehubungan dengan terdapat dan menjalamya ajaran lain mengenai
baptisan di luar gereja dan mempengaruhi anggota Jemaat, perlu di-
tegaskan beberapa hal mengenai baptisan yang menjadi ajaran GK1:
a. Baptisan Roh sebagai tanda khusus dan tambahan pada baptisan
air tidak dapat diterima oleh GKI karena itu berarti kita kurang
mengakui kelengkapan anugerah yang diberikan oleh Kristus
pada orang-orang pereaya, atau dengan perkataan lain praktik
baptisan Roh adalah manifestasi dari pandangan yang ber-
anggapan anugerah Kristus tidak sempuma.
b. Baptisan ulang sebagai akta khusus dan pengukuhan baru pada
baptisan yang telah diterima sebelumnya tidak dapat diterima
oleh GKI karena itu berarti tanda meterai suci yang sebelumnya
tidak bermakna apa-apa. GKI tidak akan melakukan baptisan
ulangjika baptisan yang diterima sebelumnya dilakukan dalam
nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus.
363
e. Baptisan selam sebagai akta khusus dan tambahan pada baptisan
.. percik tidak dapat diterima oleh OKI, karena makna yang di-
kandung dalam baptisanjauh melebihi soal eara bagaimana bap-
tisan itu dilakukan. Dalam hal ini OKI berada dalam tradisi yang
memakai baptisan air dengan pereikan.
d. Baptisan liar yang dilakukan pribadi ataupun kelompok yang bukan
gereja tidak dapat dibenarkan oleh OKI, karena baptisan
merupakan sakramen yang oleh Tuhan dipercayakan dalam
tanggungjawab gereja. Baptisan liar seperti dimaksud ini meru-
pakan manifestasi dari tidak adanya penghargaan para pelakunya
terhadap tubuh Kristus yaitu gereja, di mana Yesus menjadi Ke-
pala.
e. Baptisan anak merupakan ajaran reformasi yang dipegang oleh
OK!. Alkitab beberapa kali menyebut (secara implisit) di-
lakukannya baptisan anak. Hal itu ditempuh berdasarkan keya-
kinan bahwa anak-anak dalam keluarga orang percaya terhisap
dalam perjanjian Allah. Sebab itu penolakan terhadap baptisan
anak oleh kalangan luar Oereja, dengan alasan anak-anak belum
mengerti, tidak dapat dibenarkan oleh OKI. Pandangan seperti
itu menahan hak anak untuk menerima meterai suci dan per-
janjian Allah dan membedakan seeara hakiki manusia ciptaan
Allah.
f. Pada umumnya praktik baptisan roh, baptisan ulang, baptisan
selam, dan baptisan liar bertolak dari kekecewaan bahwa banyak
anggota Jemaat yang telah dibaptiskan kurang menunjukkan bukti
kehidupan barn dalam Yesus Kristus. Hal demikian tidak dapat
diperbaiki dengan meragukan dan membongkar tanda suci yang
diterimanya atau menguatkan baptisan sebelumnya dengan
baptisan baru, melainkan dengan usaha agar anggota-anggota
demikian hidup dalam persekutuan dengan Tuhan, meningkatkan
penghayatan akan Firman Allah, serta usaha pendidikan dan
pembinaan lainnya. Karena itulah gereja terpanggil untuk me-
lengkapi anggota-anggotanya untuk mengisi kehidupan barunya
dalam Yesus Kristus dan dalam persekutuan gereja sehingga
seluruh dan setiap anggota Jemaat mampu menyatakan perse-
kutuan, pelayanan, dan kesaksian imannya.
364
g. Bahwa terdapat kekurangan dan ketidak-sempumaan dalam pela-
yanan gereja, hal itu tidak disempumakan oleh manusia dalam
kelompok mana pun di luar gereja, namun akan disempumakan
oleh Tuhan yang telah memelihara gereja-Nya berabad-abad,
dan Tuhan Yesus Kristus, Kepala Gereja itu, tetap tidak berubah
baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-Iamanya (Ibr.
13:8).
E. PERJAMUAN KUDUS
365
Kesimpulan:
"Tata Gereja, Tata Tertib, dan Tata Laksana Gereja Kristen Indonesia
Sinode Wilayah Jawa Barat", Edisi XIV, Tahun 2000, h. 207-215.
366
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
j
Gereja Kristen Indonesia (GKI) dapat dikatakan sebagai satu "gereja
baru- di Indonesia sebagai buah penyatuan dari GKI Jawa Sarat, GKI Jawa Tengah,
dan GKI Jawa Timur.
Berdirinya GKI melewati perjalanan sejarah yang panjang, dimulai dengan berdinnya
ketiga gereja yang menyatu itu sebagai gereja-gereja yang berdiri sendiri-sendiri dan
sepenuhnya mandiri. Pada tanggal 22 Februari 1934 di Jawa Timur berdirilah gereja
yang kemudian disebut GKI Jawa Timur. Demikian juga, pada tanggal24 Maret 1940 di
Jawa Sarat berdirilah gereja yang kemudian disebut GKI Jawa Sara!, dan pada tanggal
8 Agustus 1945 di Jawa Tengah berdinlah gereja yang kemudian disebut GKI Jawa
Tengah.
Sejak tanggal 27 Maret 1962 ketiga gereja itu memulai upaya menggalang kebersa-
maan untuk mewujudkan penyatuan GKI, dalam wadah Sinode Am GKI. Sesudah me-
lewati perjalanan hampir tiga dekade lamanya, pada tanggal 26 Agustus 1988 ketiga
gereja tersebut mengikrarkan diri menjadi satu gereja yang diberi nama GKI.
Sesudah melalui proses dan pergumulan gerejawi selama hampir lima belas tahun I
melalui tidak kurang dari lima kali Persidangan Majelis Sinode, GKI berhasil menyele- r I
saikan dan mengesahkan Tata Gereja GKI dalam Persidangan XIII Majelis Sinode GKI I I
pada bulan Nopember 2002. Tata Gereja GKI itu -yang terdin dan Mukadimah, Tata
Dasar, Tata Laksana, dan Pedoman Pelaksanaan- diberlakukan pada tanggal 26
I
Agustus 2003.
Tata Gereja dan Tata Laksana GKI ini merupakan hasH pembaruan
dan Tata Gereja GKI yang pertama. Pembaruan terhadap Tata Gereja GKI dilakukan
melalui proses amendemen yang diawali oleh Majelis Jemaat-Majelis Jemaat GKI,
dilanjutkan oleh Majelis Klasis-Majelis Klasis GKI dan kemudian oleh Majelis Sinode
Wilayah-Majelis Sinode Wilayah GKI, serta dituntaskan oleh Majelis Sinode GKI dalam
persidangan-nya yang ke-16 yang berlangsung bertahap sejak Nopember 2008
sampai dengan September 2009. Tata Gereja dan Tata Laksana GKI ini diberlakukan
pada han Minggu Adven I tanggal 29 Nopember 2009. Tata Gereja dan Tata Laksana
GKI diperlengkapi dengan Pedoman Pelaksanaan GKI yang dimuat dalam Peranti
Gerejawi GKI yang diterbitkan secara terpisah.
. .
ISBN 978-979-97755-2-8