PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit menular adalah penyakit yang dapat di tularkan (berpindah- pindah dari
orang yang satu ke orang yang lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung).
Penyakit menular ini ditandai dengan adanya agen atau penyebab penyakit yang hidup
dan dapat berpindah. Penularan penyakit disebabkan proses infeksi oleh kuman.
Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit (Potter dan Perry, 200). !umah sakit merupakan tempat pelayanan
pasien dengan berbagai macam penyakit diantaranya penyakit karena infeksi, dari
mulai yang ringan sampai yang terberat, dengan begitu hal ini dapat menyebabkan
resiko penyebaran infeksi dari satu pasien ke pasien lainnya, begitupun dengan petugas
kesehatan yang sering terpapar dengan agen infeksi. Penularan infeksi dapat melalui
beberapa cara diantaranya melalui darah dan cairan tubuh seperti halnya penyakit
"I#$%I&' dan "epatitis .
Penyebaran virus "I# dan "epatitis melalui perilaku seks bebas,
penyalahgunaan narkoba* umumnya tertular melalui penggunaan +arum suntik
bersama, melalui transfusi darah, %'I, alat-alat kedokteran, hubungan suami istri yang
sudah tertular virus "I#$"# positif, dan apabila ada kontak antara cairan tubuh
(terutama darah, semen, sekresi vagina dan %'I) dengan luka terbuka pada seseorang
yang sehat alaupun kecil. 'eseorang yang mengidap penyakit ini dapat menularkan
virusnya kepada orang lain +ika darah atau cairan tersebut masuk kedalam darah orang
lain melalui luka atau produk darah. (!. 'yamsuhida+at dan im de +ong, //).
erdasarkan data yang dikeluarkan 1%I&' (United Nations Aquired Immuno
Deficiency Syndrom) pada 2003 yang lalu, dari prevalensi "I#$%I&' yang mencapai
40 +uta orang, sekitar persennya berada di %sia dan %frika. Prevalensi kasus
"I#$%I&' yang ter+adi di Indonesia periode 5anuari sampai dengan 6aret 200
sebesar 440 orang tertular virus "I# dan /4 orang lainnya menderita penyakit %I&'
dengan +umlah kematian sebesar 27 orang. Prevalensi kasus "I#$%I&' di 5aa arat
periode 5anuari sampai dengan 6aret 200 sebesar 0 orang dengan +umlah
kematian sebesar 7 orang yang menempati urutan ketiga tertinggi di Indonesia
(&it+en PP6 dan P8 &epkes !.I, 200). 9asus penyakit hepatitis menurut 8esmana
(200) menyatakan baha, +umlah penderita hepatitis di :ina sebesar 27, +uta
orang, di India sebesar 70-0 +uta orang, sedangkan di Indonesia secara keseluruhan
ber+umlah 7,7 +uta penderita, dengan tingkat prevalensi mencapai -0;.
<enaga medis yang beker+a di fasilitas kesehatan sangat beresiko terpapar infeksi
yang secara potensial membahayakan +ianya, karena tenaga medis dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien dapat kontak langsung dengan cairan
tubuh atau darah pasien dan dapat men+adi tempat dimana agen infeksius dapat hidup
dan berkembang biak yang kemudian menularkan infeksi dari pasien satu ke pasien
yang lainnya. 6enurut penelitian apabila tenaga medis terkena infeksi akibat
kecelakaan maka resikonya ; mengidap hepatitis fulminan, 4; hepatitis kronis
(aktif), ; men+adi pembaa virus ('yamsuhida+at = im de 5ong, //).
<ahun // :&: (Center For Desease Control) melaporkan ada 2 kasus
petugas kesehatan terkena "I# akibat kecelakaan di tempat ker+a, sedangkan 4 orang
petugas kesehatan lain di duga terinfeksi ditempat ker+a. I: (200) melaporkan
baha estimasi sekitar /-7; semua kematian pegaai kesehatan pemerintah di
%frika disebabkan oleh "I#$%I&'. 'edangkan di Indonesia data ini belum terlaporkan.
amun dari ke+adian tersebut, resiko peraat mempunyai andil yang paling besar
untuk tertular akibat terpapar cairan dan tertusuk +arum, sehingga berkembang upaya
untuk mencegah terinfeksi dari paparan "I# (urmartono, 2003).
'eluruh pasien yang diraat di rumah sakit merupakan individu yang rentan
terhadap penularan penyakit. "al ini karena daya tahan tubuh pasien yang relatif
menurun. Penularan penyakit terhadap pasien yang diraat di rumah sakit disebut
infeksi nasokomial. Infeksi nasokomial dapat disebabkan oleh kelalaian tenaga medis
atau penularan dari pasien lain. Pasien yang dengan penyakit infeksi menular dapat
menularkan penyakitnya selama diraat di rumah sakit. Penularan dapat melalui udara,
cairan tubuh, makanan dan sebagainya.
6eningkatnya angka ke+adian infeksi di rumah sakit, baik terhadap petugas
kesehatan atau pasien yang diraat di rumah sakit, mengharuskan diu+udkannya
suatu langkah pencegahan sehingga angka infeksi di rumah sakit dapat menurun. 'alah
satu upaya adalah dengan menyediakan fasilitas ruang isolasi yang bertu+uan untuk
meraat pasien dengan penyakit infeksi yang dianggap berbahaya disuatu ruangan
tersendiri, terpisah dari pasien lain, dan memiliki aturan khusus dalam prosedur
pelayanannya.
B. Tujuan
. 'ebagai pedoman pelaksanaan isolasi pada pasien dengan penyakit menular, yang
merupakan salah satu upaya rumah sakit dalam menegah infeksi nosokomial.
2. 6encegah ter+adinya infeksi pada petugas kesehatan.
7. 6encegah ter+adinya infeksi pada pasien raat inap atau pasien dengan penurunan
daya tahan tubuh.
C. Landasan Hukum
8andasan peraatan pasien penyakit menular !'I% 9umala 'ii 5epara adalah
. 11 o. 27 <ahun //2 <entang 9esehatan.
2. 11 o. 44 <ahun 200/ <entang !umah 'akit
7. 9eputusan 6enteri 9esehatan !epublik Indonesia omor
7>2$6enkes$'9$III$200 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di !umah 'akit dan ?asilitas 9esehatan lainnya.
BAB II
DEFINISI
A. Pengertian Isolasi
Isolasi adalah segala usaha pencegahan penularan$penyebaran kuman patogen dari sumber infeksi
(petugas, pasien, pengun+ung) ke orang lain.
'esuai dengan rekomendasi "@ dan :&: tentang keaspadaan isolasi untuk pasien
dengan penyakit infeksi airborne yang berbahaya seperti ", keaspadaan yang
perlu dilakukan meliputi
a !e"as#adaan standar
Perhatikan kebersihan tangan dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien maupun alat-alat yang terkontaminasi sekret pernapasan.
$ !e"as#adaan kontak
Aunakan sarung tangan dan gaun pelindung selama kontak dengan pasien.
Aunakan peralatan terpisah untuk setiap pasien, seperti stetoskop, termometer,
tensimeter, dan lain-lain.
% Perlindungan mata
Aunakan kacamata pelindung atau pelindung muka, apabila berada pada +arak
(satu) meter dari pasien.
d) !e"as#adaan airborne
<empatkan pasien di ruang isolasi airborne. Aunakan masker / bila memasuki
ruang isolasi.
E. !ategori Isolasi
9at ego ri iso las i yan g dil aku ka n ses ua i den ga n patogenesis dan cara penularan$penyebaran
kuman terdiri dari isolasi ketat, isolasi kontak, isolasi saluran pernafasan, tindakan
pencegahan enterik dan tindakan pencegahan sekresi. 'ec ara umum, kategori isolasi
membutuhkan kamar terpisah, sedangkan kategori tindakan pencegahan tidak
memerlukan kamar terpisah.
a Isolasi !etat
<u+uan isoasi ketat adalah mencegah penyebaran semua penyakit yang
sangat menular, baik melalui kontak langsung maupun peredaran udara. <ehnik
ini kontak langsung maupun peredaran udara. <ehnik ini mengharuskan pasien
berada di kamar tersendiri dan petugas yang berhubungan dengan pasien
haru s memakai pakaian khusus, masker, dan sarung tangan serta mematuhi
aturan pencegahan yang ketat. %lat-alat yang terkontaminasi bahan infeksius
dibuang atau dibungkus dan diberi label sebelum dikirim untuk proses
selan+utnya. Isolasi ketat diperlukan pada pasien dengan penyakit antraks, cacar,
difteri, pes, varicella dan herpes Booster diseminata atau pada pasien
imunokompromis.
Prinsip keaspadaan airborne harus diterapkan di setiap ruang peraatan
isolasi ketat yaitu
i. !uang raat harus dipantau agar tetap dalam tekanan negatif dibanding tekanan
di koridor.
ii. Pergantian sirkulasi udara 3-2 kali per +am.
iii. 1dara harus dibuang keluar, atau diresirkulasi dengan menggunakan filter
"CP% (Hig!"fficiency #articulate Air).
'etiap pasien harus diraat di ruang raat tersendiri. Pasien tidak boleh
membuang ludah atau dahak di lantai, gunakan penampung dahak$ludah tertutup
sekali pakai (dis$osable).
$ Isolasi !ontak
ertu+uan untuk mencegah penularan penyakit infeksi yang mudah ditularkan
melalui kontak langsung. Pasien perlu kamar tersendiri, masker perlu dipakai bila
mendekati pasien, +ubah dipakai bila ada kemungkinan kotor, sarung tangan dipakai
setiap menyentuh badan infeksius. :uci tangan sesudah melepas sarung tangan dan
sebelum meraat pasien lain. %lat-alat yang terkontaminasi bahan infeksius
diperlakukan seperti pada isolasi ketat. Isolasi ko ntak diperlukan pada pasien
bayi baru lahir dengan kon+ungtivitis gonorhoea, pasien dengan endometritis,
pneumonia atau infeksi kulit oleh streptococcus grup %, herpes simpleks
diseminata, infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotika, rabies, rubella.
( Isolasi Protekti(
<u+uannya untuk mencegah kontak antara patogen yang berbahaya dengan
orang yang daya rentannya semakin besar, atau melindungi seseorang tertentu
terhadap semua +enis patogen, yang biasanya dapat dilaannya. Pasien harus
ditempatkan dalam lingkungan yang mempermudah terlaksananya tindakan
pencegahan yang perlu. 6isalnya pada pasien yang sedang men+alani pengobatan
sitoststika atau imunosupresi.
F. Lama Isolasi
8ama isolasi tergantung pada +enis penyakit, kuman penyebab dan fasilitas laboratorium, yaitu
'ampai biakan kuman negatif (misalnya pada difteri, antraks)
2 'ampai penyakit sembuh (misalnya herpes, limfogranuloma venerum, khusus
untuk luka atau penyakit kulit sampai tidak mengeluarkan bahan menular)
7 'elama pasien diraat di ruang raat (misalnya hepatitis virus % dan ,
leptospirosis)
4 'ampai 24 +am setelah dimulainya pemberian antibiotika yang efektif (misalnya
pada sifilis, kon+ungtivitis gonore pada neonatus).
. Penggunaan kamar isolasi diterapkan kepada semua pasien raat inap yang mengidap
penyakit infeksi menular yang dianggap mudah menular dan berbahaya.
2. Pelaksana panduan ini adalah semua elemen rumah sakit beserta pasien dan keluarga.
BAB I+
TATALA!SANA 'UAN* IS,LASI
A. Prinsi#
. 'etiap pasien dengan penyakit infeksi menular dan dianggap berbahaya diraat di
ruang terpisah dari pasien lainnya yang mengidap penyakit bukan infeksi.
2. Penggunaan alat pelindung diri diterapkan kepada setiap pengun+ung dan petugas
kesehatan terhadap pasien yang diraat di kamar isolasi.
7. Pasien yang rentan infeksi seperti pasien luka bakar, pasien dengan penurunan
sistem imun dikarenakan pengobatan atau penyakitnya, diraat di ruang (terpisah)
isolasi rumah sakit.
4. Pasien yang tidak termasuk kriteria diatas diraat diruang raat inap biasa.
. Pasien yang diraat diruang isolasi, dapat di dipindahkan ke ruang raat inap biasa
apabila telah dinyatakan bebas dari penyakit atau menurut petun+uk dokter
penanggung +aab pasien.
B. Alur Pasien Pera"atan 'uang Isolasi
Pasien
Poliklinik
IA&