Anda di halaman 1dari 259

BADAN INFORMASI GEOSPASIAL

(BIG)
J l . Raya Bogor KM. 46, Cibinong, Bogor, 16911
BADAN INFOHMA&I Telepon. (021) 875 2062-2063. Faksimile. (021) 875 2064
GEOSPASIAL
Situs Web: http://www.big.go.(d

KEPUTUSAN
K E P A L A BADAN INFORMASI G E O S P A S I A L

NOMOR 6.1 TAHUN2022

TENTANG

RENCANA K E R J A SAMA ANTARA PEMERINTAH PUSAT DENGAN BADAN USAHA


MILIK NEGARA DALAM PENYELENGGARAAN INFORMASI G E O S P A S I A L DASAR

K E P A L A BADAN INFORMASI G E O S P A S I A L ,

Menimbang ; a. bahwa untuk melaksanakan Ketentuan Pasal 16 Ayat (3) Peraturan


Presiden Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kerja Sama antara
Pemerintah Pusat dengan Badan Usaha Milik Negara dalam
Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar, perlu menetapkan
Rencana Kerja Sama Antara Pemerintah Pusat Dengan Badan
Usaha Milik Negara Dalam Penyelenggaraan Informasi Geospasial
Dasar (Rencana KPBUMN);

b. bahwa Tim Pelaksana KPBUMN yang dibentuk oleh Keputusan


Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 32.2 Tahun 2021
tentang Tim Pelaksana Kerja Sama Antara Pemerintah Pusat
Dengan Badan Usaha Milik Negara Dalam Penyelenggaraan
Informasi Geospasial Dasar telah selesai melaksanakan
penyusunan Rencana KPBUMN sebagai hasil dari tahapan
perencanaan dan penyiapan KPBUMN yang disertai dengan studi
pendahuluan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam


huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Kepala Badan
Informasi Geospasial tentang Rencana Kerja Sama antara
Pemerintah Pusat dengan Badan Usaha Milik Negara dalam
Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi


Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5214);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2021 tentang


Penyelenggaraan Informasi Geospasial (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6657);

1 dari 3

Dokumen ini telah ditandatansani secara elektronik meneimnakan sertifikat elektronik v-anc diterbitkan oleh BSrE
3. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kerja Sama
Antara Pemerintah Pusat Dengan Badan Usaha Milik Negara
Dalam Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar {Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 62);

4. Peraturan Badan Informasi Geospasial Nomor 18 Tahun 2021


tentang Tata Cara Penyelenggaraan Informasi Geospasial
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 984);

5. Peraturan Badan Informasi Geospasial Nomor 10 Tahun 2021


tentang Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2021
tentang Kerja Sama Antara Pemerintah Pusat Dengan Badan
Usaha Milik Negara Dalam Penyelenggaraan Informasi Geospasial
Dasar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor
295).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : K E P U T U S A N K E P A L A BADAN INFORMASI G E O S P A S I A L T E N T A N G


RENCANA K E R J A SAMA ANTARA PEMERINTAH P U S A T DENGAN
BADAN USAHA MILIK NEGARA DALAM P E N Y E L E N G G A R A A N
INFORMASI G E O S P A S I A L DASAR

KESATU : Menetapkan Rencana Kerjasama Antara Pemerintah Pusat Dengan


Badan Usaha Milik Negara Dalam Penyelenggaraan Informasi
Geospasial Dasar, sebagaimana tercantum dalam Lampiran, yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini.

KEDUA : Rencana KPBUMN sebagimana dimaksud dalam Diktum K E S A T U


mencakup:

Bagian A:
a. Pendahuluan;
b. Ketersediaan Informasi Geospasial Dasar;
c. Kebutuhan Informasi Geospasial Dasar Untuk Mendukung
Pembangunan Nasional Yang Berkelanjutan;
d. Potensi Ekonomi Penggunaan Informasi Geospasial di Berbagai
Sektor;
e. Analisis Biaya Manfaat dan Sosial, dan Analisis Biaya Manfaat
Uang (Value for Money);
f. Kesesuaian Rencana KPBUMN dengan Kebijakan Nasional;
g. Rencana Pelaksanaan KPBUMN;
h. Rencana Pelaksanaan Penyelenggaraan Informasi Geospasial
Dasar; dan
i. Penutup.

2 dari 3

Dokumen ini telah ditandatancani secara elektronik mencsunakan sertifikat elektronik vane diterbitkan oleh BSrE
Bagian B:
Lampiran I : Spesifikasi Teknis Data Geospasial Dasar;
Lampiran II : Spesifikasi Teknis Peta Dasar;
Lampiran III: Spesifikasi Sistem Produksi Peta Dasar;
Lampiran IV: Dokumen Penawaran KPBUMN.

KETIGA : Rencana Pelaksanaan KPBUMN sebagaimana dimaksud dalam


Diktum KEDUA huruf g mencakup:
a) Kelayakan KPBUMN;
b) Ruang Lingkup KPBUMN;
c) Rencana Bentuk KPBUMN;
d) Rencana Skema Pembiayaan dan Sumber Pendanaan KPBUMN;
e) Rencana Jangka Waktu KPBUMN;
f) Rencana Dukungan Pemerintah;
g) Rencana Manajemen Risiko;
h) Rencana Pemanfaatan Aset;
i) Rencana Pengembalian Aset;
j) Rencana Pengembalian Investasi BUMN Pelaksana
k) Rencana Bagian Pemerintah Pusat Atas Penggunaan Informasi
Geospasial Dasar Secara Komersial; dan
I) Rencana Penawaran Kerja Sama.

KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Cibinong
pada tanggal 18 Maret 2022

KEPALA
BADAN INFORMASI G E O S P A S I A L ,

3 dari 3

Dokumen ini telah ditandatanaani secara eiektranik menaounakan sertifikat elektronik vana diterbitkan oleh BSrE
Lampiran Keputusan
Kepala Badan Informasi Geospasial
Nomor : Tahun 2021
Tanggal : Juni 2021

DOKUMEN RENCANA KERJASAMA


ANTARA PEMERINTAH PUSAT DENGAN
BADAN USAHA MILIK NEGARA DALAM
PENYELENGGARAAN INFORMASI
GEOSPASIAL DASAR
DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN 4
Latar Belakang 4
Dasar Hukum 16
Maksud dan Tujuan 19
Sasaran 19
Sistematika Pembahasan 20

BAB II. KETERSEDIAAN INFORMASI GEOSPASIAL DASAR 21


Ketersediaan Jaring Kontrol Geodesi 21
Ketersediaan Peta Dasar 24

BAB III. KEBUTUHAN INFORMASI GEOSPASIAL DASAR UNTUK MENDUKUNG


PEMBANGUNAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 29
Pertimbangan Teknis 29
Pertimbangan Ekonomis 35
Dukungan Pemangku Kepentingan 38

BAB IV. POTENSI EKONOMI PENGGUNAAN INFORMASI GEOSPASIAL DI


BERBAGAI SEKTOR 40
Analisis Permintaan (Demand) 40
Analisis Pasar (Market) 44
Analisis Struktur Pendapatan KPBUMN 45
Potensi Pendapatan 46

BAB V. ANALISIS BIAYA MANFAAT SOSIAL DAN ANALISIS NILAI MANFAAT


UANG (VALUE FOR MONEY) 54
Analisis Biaya Manfaat dan Sosial 54
Analisis Nilai Manfaat Uang (Value for Money) 55

BAB VI. KESESUAIAN RENCANA KPBUMN DENGAN KEBIJAKAN NASIONAL 62


Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. 62
Rencana Strategis Badan Informasi Geospasial 2020-2024 63
Kebijakan Satu Peta dan Satu Data Indonesia 66
Kebutuhan Nasional Lainnya Terhadap Peta Dasar 68

BAB VII. RENCANA PELAKSANAAN KPBUMN 71

Halaman | 1
Kelayakan KPBUMN dalam Penyelenggaraan IGD 71
Ruang Lingkup KPBUMN 77
Rencana Skema dan Bentuk KPBUMN 78
Hasil KPBUMN 80
Rencana Skema Pembiayaan dan Sumber Pendanaan KPBUMN 81
Rencana Jangka Waktu KPBUMN 82
Rencana Dukungan Pemerintah 83
Rencana Manajemen Risiko 84
Rencana Pemanfaatan Aset 94
Rencana Pengembalian Aset 95
Rencana Pengembalian Investasi BUMN Pelaksana 96
Rencana Bagian Pemerintah Pusat atas Penggunaan IGD Secara Komersial 96
Rencana Penawaran Kerjasama 97

BAB VIII. RENCANA PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN INFORMASI


GEOSPASIAL DASAR 114
Kondisi Geografis Wilayah Indonesia 114
Ruang Lingkup Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar. 122
Rencana Percepatan Penyediaan Peta Dasar di Seluruh Wilayah Darat Indonesia
123
Rencana Penyediaan Peta Dasar Skala 1:1.000 di Wilayah Prioritas Tertentu 155
Rencana Pemutakhiran Peta Dasar Secara Berkesinambungan 156
Rencana Penggunaan IGD secara komersial Dalam Rangka Pengembalian
Investasi 158
Rencana Pengembangan industri geospasial di Indonesia 163
Pelibatan dan Kerjasama dengan Badan Usaha Lain 164
Metode Pengawasan dan Kontrol Kualitas 165
Pembentukan Kelompok Kerja Nasional 168

BAB IX. PENUTUP 170

Lampiran 1 – Spesifikasi Teknis DG Dasar 172

Lampiran 2 – Spesifikasi Teknis Peta Dasar 175

Lampiran 3 – Spesifikasi Sistem Produksi Peta Dasar 180

Lampiran 4 – Dokumen Penawaran KPBUMN 187

Halaman | 2
Dokumen Administrasi 187
Surat Penawaran 188
Dokumen Penawaran Kualifikasi 189
Dokumen Penawaran Teknis 197
Dokumen Penawaran Finansial 243

Halaman | 3
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan yang baik
tentunya harus didasarkan kepada data dan informasi yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan, termasuk data dan informasi geospasial. Dalam
beberapa tahun terakhir, kebutuhan terhadap informasi geospasial dasar (IGD)
dalam bentuk peta dasar dirasakan semakin mendesak, sementara Badan
Informasi Geospasial (BIG) yang diamanatkan untuk menyelenggarakannya
memiliki kemampuan terbatas sehingga belum mampu memenuhi kebutuhan
tersebut khususnya peta dasar pada skala besar (rinci).

Salah satu usaha solusi untuk mempercepat penyelenggaraan informasi geospasial


dasar adalah melalui skema Kerjasama Pemerintah Pusat dengan Badan Usaha
Milik Negara (KPBUMN) yang memiliki latar belakang sebagai-berikut:

● Kondisi Umum Penyelenggaraan IGD

Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar (IGD) meliputi penyediaan Jaring


Kontrol Geodesi (JKG) dan peta dasar. Dalam penyediaan peta dasar terdapat
kegiatan pengumpulan Data Geospasial Dasar (DG Dasar) serta pengolahan DG
Dasar dan IGD untuk menghasilkan 8 (delapan) unsur peta dasar. Secara
umum, proses bisnis penyelenggaraan IGD seperti terlihat pada Gambar 1-1.

Gambar 1-1. Gambaran umum proses bisnis penyelenggaraan IGD

Implementasi proses bisnis penyelenggaraan IGD tersebut secara teknis


dilakukan oleh unit-unit teknis yang ada di BIG sesuai tupoksinya masing-
masing. Penyelenggaraan IGD hingga saat ini dilakukan secara reguler oleh BIG

Halaman | 4
dengan skema pembiayaan APBN yang pelaksanaannya dibatasi dalam kurun
waktu satu tahun anggaran, sehingga penyelenggaraan IGD harus
dilaksanakan berdasarkan skala lokasi prioritas. Untuk menentukan skala
lokasi prioritas yang harus dipetakan, idealnya dibutuhkan informasi
kebutuhan dari pengguna peta dasar (dalam hal ini Kementerian/Lembaga
(K/L) dan Pemerintah Daerah) satu tahun anggaran (TA) sebelum pelaksanaan
kegiatan agar dapat direncanakan di TA selanjutnya. Tetapi K/L dan
Pemerintah Daerah juga rupanya mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi
lokasi kebutuhannya, sehingga seringkali informasi kebutuhan ini baru muncul
pada tahun berjalan ketika K/L dan Pemerintah Daerah melaksanakan
kegiatan yang memerlukan peta dasar. Hal ini akan terselesaikan apabila BIG
mampu menyediakan peta dasar pada berbagai skala untuk seluruh wilayah
Indonesia sesegera mungkin, sehingga ketika ada kapanpun dan dimanapun
terdapat kebutuhan terhadap peta dasar maka kebutuhan tersebut dapat
terpenuhi.

Beberapa tahun terakhir penyelenggaraan IGD difokuskan pada penyediaan


peta dasar skala besar (khususnya skala 1:5.000), karena peta dasar skala
menengah hingga skala kecil yang tersedia sudah melingkupi seluruh wilayah
Indonesia meskipun masih diperlukan pemutakhiran yang disebabkan peta
dasar yang tersedia sebagian besar diproduksi lebih dari 5 tahun yang lalu. Peta
dasar dengan berbagai variasi skala yang ada saat ini diproduksi dengan
sumber data yang berbeda, sehingga baik penyelenggaraan maupun
pemutakhiran peta dasar dengan variasi skala yang ada saat ini tidak bisa
dilaksanakan sekaligus. Oleh karena itu, diperlukan adanya terobosan dalam
penyelenggaraan IGD, agar kebutuhan pengguna terhadap peta dasar yang
tersedia dan mutakhir pada berbagai variasi skala dapat terpenuhi.

● Kondisi Pembiayaan Penyelenggaraan IGD oleh Pemerintah

Berdasarkan Pasal 22 UU Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial,


IG yang berjenis IGD diselenggarakan oleh Pemerintah, dalam hal ini adalah
Badan Informasi Geospasial (BIG). Dalam melaksanakan penyelenggaraan IGD
tersebut, BIG memperoleh pembiayaan yang bersumber dari APBN, baik berupa
Rupiah Murni (RM) maupun Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN). Dalam kurun
waktu 7 (tujuh) tahun dari 2013-2020, APBN telah mengalokasikan anggaran
total sebesar Rp 956.541.457.297 untuk pemetaan dasar skala besar, dengan
cakupan wilayah yang berhasil dipetakan seluas 48.690,74 km2 atau sekitar
2,57% dari wilayah daratan Indonesia seluas kurang lebih 1.891.306 km2.
Adapun alokasi APBN untuk penyelenggaraan IGD khususnya peta dasar dari
tahun 2013-2020 dapat dilihat pada Tabel 1-1.

Tabel 1-1. Kapasitas dan alokasi penyediaan peta dasar dalam kurun waktu
tahun 2013-2020
Tahun Foto Udara/ Foto Udara - Lidar CSRTi

Halaman | 5
Akuisisi Pemetaan Data mentah Orthorektifikasi Pemetaan
Luas Luas
Anggaran Luas (km2) Anggaran Luas (km2) Anggaran Luas (km2)ii Anggaraniii Anggaran
(km2) (km2)
2013 1.251,11 Rp15.199.798.000 562,39 Rp10.410.673.000 0,00 Rp0 0,00 Rp0 0,00 Rp0

2014 3.914,41 Rp23.143.624.000 1.478,04 Rp15.955.003.750 0,00 Rp0 0,00 Rp0 0,00 Rp0

2015iv 2.109,45 Rp16.584.439.650 1.716,04 Rp10.459.964.000 929.485,12 Rp181.519.869.367 6.025,88 Rp0 0,00 Rp0

2016 3.672,94 Rp35.930.974.000 3.808,70 Rp39.586.966.000 0,00 Rp0 129.346,82 Rp0 1.116,32 Rp4.630.454.495

2017 5.459,24 Rp47.267.718.000 4.249,93 Rp41.178.147.000 0,00 Rp0 34.602,40 Rp29.730.109.000 5.980,24 Rp28.047.624.000

2018 6.730,06 Rp72.268.207.461 4.428,23 Rp48.354.689.000 0,00 Rp0 200.168,00 Rp6.101.661.000 0,00 Rp0

2019 14.571,40 Rp128.275.185.187 12.231,97 Rp82.616.492.417 0,00 Rp0 263.181,49 Rp9.671.603.310 0,00 Rp0

2020v 4.893,24 Rp42.401.915.825 13.118,87 Rp62.731.938.657 0,00 Rp0 540.000,00 Rp4.474.400.177 0,00 Rp0

Jumlah 42.601,84 Rp381.071.862.124 41.594,18 Rp311.293.873.824 929.485,12 Rp181.519.869.367 1.173.324,59 Rp49.977.773.487 7.096,56 Rp32.678.078.495

Catatan:
i Citra Satelit Resolusi Tinggi.
ii Luas orthorektifikasi berdasarkan wilayah pekerjaan yang dilakukan di BIG menggunakan
data pengadaan 2015 oleh BIG (tahun data 2013-2015) ditambah dengan data yang diperoleh
dari LAPAN setelah tahun 2015.
iii Anggaran diperoleh dari kegiatan pengukuran GCP yang digunakan untuk orthorektifikasi
dari pekerjaan kontraktual. Anggaran kegiatan swakelola belum termasuk.
iv Untuk kegiatan tahun 2015, luasan termasuk hasil pekerjaan hibah KOICA namun kolom
anggaran tidak memasukkan nilai hibah ini.
v Dikarenakan refocusing APBN untuk penanggulangan pandemi Covid-19, kegiatan pemetaan
di tahun 2020 dihentikan sampai pada tahapan tertentu, dan dilanjutkan di tahun anggaran
2021.

Dengan mengacu pada kondisi di atas, diperkirakan penyediaan peta dasar


skala besar seluruh Wilayah Indonesia akan dapat diselesaikan dalam kurun
waktu 130 tahun, dengan kebutuhan total anggaran kurang lebih Rp 41,8
triliun. Oleh karena itu, dibutuhkan terobosan untuk memenuhi kebutuhan
nasional terhadap peta dasar khususnya pada skala besar dengan melakukan
percepatan penyediaan peta dasar skala besar menggunakan teknologi
geospasial terkini yang memungkinkan melakukan akuisisi data dan
pembuatan peta dasar secara cepat dengan biaya yang minimal (cost effective).

● Kondisi Umum Ketersediaan IGD (JKG dan Peta Dasar)

Kondisi umum ketersediaan JKG dan Peta Dasar di BIG adalah sebagai berikut:

a. Ketersediaan JKG
Sampai dengan tahun 2020, JKG di Indonesia terdiri atas 280 CORS (Ina-
CORS), 170 stasiun pengamatan pasang surut permanen (Ina-Tides), Ina-
Geoid dengan ketelitian 5 - 20 cm, serta titik kontrol geodesi lainnya yang
terdiri atas 1.416 JKHN dan 84 JKGN.

Secara umum distribusi JKG di Jawa dan Sumatera cukup merata. Namun,
distribusi JKG di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua
masih perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pemetaan skala
1:5.000 di Indonesia. Salah satu akibat dari persebaran JKG yang belum

Halaman | 6
merata adalah perbedaan layanan pengikatan ke sistem referensi. Sebagai
contoh, terdapat perbedaan pelaksanaan survei dan pemetaan menggunakan
teknologi Real Time Kinematic (RTK) yang mampu menghadirkan percepatan
pemetaan di Jawa dan Sumatera dengan kawasan lain di Indonesia. Dengan
distribusi Ina-CORS yang rapat di Jawa dan Sumatera, maka kegiatan survei
dan pemetaan di Jawa dan Sumatera dapat menerima layanan koreksi RTK
network yang lebih efisien dan handal dalam pelaksanaan akuisisi data
dibandingkan wilayah lain di Indonesia.

Untuk mendukung penyelenggaraan percepatan pemetaan dasar dibutuhkan


JKG yang terdistribusi merata di seluruh wilayah Indonesia. Dengan
demikian, proses pengikatan ke referensi tunggal SRGI2013 dapat
dilaksanakan dengan lebih efisien. Di sisi lain, dengan jumlah JKG yang
meningkat, maka kualitas layanan JKG yang dihasilkan akan lebih baik.

b. Ketersediaan Peta Dasar


Ketersediaan peta dasar untuk skala menengah (kombinasi skala 1:25.000
dan 1:50.000) dan skala kecil (1:250.000 dan 1:1.000.000) relatif sudah
tersedia untuk seluruh wilayah daratan Indonesia, meskipun dengan tahun
pembuatan yang relatif sudah lama. Pemutakhiran terhadap peta dasar pada
skala menengah dan kecil ini diperlukan sebelum dapat digunakan.

Disisi lain, ketersediaan peta dasar skala besar relatif masih sangat terbatas
yaitu sekitar 2,57% dari seluruh wilayah daratan Indonesia. Hal ini
disebabkan beberapa hal sebagai-berikut:

- program pemetaan dasar skala besar di BIG baru dimulai di tahun 2013
karena sebelumnya BIG (atau BAKOSURTANAL sebelum bertransformasi
menjadi BIG) fokus kepada pemenuhan skala menengah dan skala kecil;

- keterbatasan sumber daya nasional, baik APBN BIG maupun kapasitas


industri mitra BIG untuk menjadi pelaksana program pemetaan dasar
pada skala besar.

● Urgensi Percepatan Penyediaan Peta Dasar Skala Besar Seluruh Wilayah


Indonesia

Penyediaan peta dasar skala besar seluruh wilayah indonesia merupakan


amanat undang-undang dan telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
kebijakan nasional yang ada saat ini. Peta dasar skala besar dinilai memiliki
nilai manfaat yang besar dan ketersediaannya bersifat esensial di berbagai
sektor dan kategorisasi wilayah kebutuhan. Studi identifikasi kebutuhan
pengguna peta dasar yang dilakukan oleh BIG, mengklasifikasikan 3 (tiga)
wilayah kebutuhan yaitu: urban (wilayah dengan pemukiman padat), rural
(wilayah dengan pemukiman jarang) dan hutan. Kemudian untuk setiap
klasifikasi wilayah tersebut, dilakukan identifikasi kebutuhan skala peta dasar

Halaman | 7
berdasarkan skala yang merujuk ke Undang-Undang Nomor 4 tahun 2011
tentang Informasi Geospasial yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor
11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yaitu: skala 1:1.000, 1:5.000, 1:25.000,
1:50.000, 1:250.000, dan 1:1.000.000. Peta dasar pada skala lain dapat dibuat
berdasarkan kebutuhan. Hasil dari studi identifikasi kebutuhan pengguna peta
dasar tersebut dapat dilihat pada Gambar 1-2 dan Gambar 1-3.

Gambar 1-2. Bagan kebutuhan skala Peta Dasar di beberapa sektor


berdasarkan klasifikasi wilayah

Gambar 1-3. Bagan rekapitulasi kebutuhan skala Peta Dasar dan klasifikasi
wilayah

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa sektor SDGs, , pengelolaan


kehutanan, perbankan (yang dapat dianggap representasi dari aktivitas

Halaman | 8
perekonomian) merupakan tiga besar sektor yang memerlukan peta dasar.
Secara umum kebutuhan peta dasar meliputi wilayah urban, rural, dan hutan,
dengan intensitas kebutuhan yang berbeda-beda di setiap bidang kajian dan di
setiap level skala peta. Beberapa bidang yang belum memerlukan peta di
wilayah hutan yaitu pada bidang perbankan, layanan transportasi, dan
pemanfaatan 3D City Models. Hasil tersebut menunjukkan kebutuhan peta
dasar melingkupi skala peta di klaster skala besar, skala menengah, juga skala
kecil.

Secara umum, hal-hal yang dapat disimpulkan dari hasil studi identifikasi
kebutuhan pengguna peta dasar antara lain:

- Hampir semua sektor membutuhkan peta dasar yang mudah diperoleh dan
dapat diolah untuk analisis spasial.

- Kebutuhan peta dasar pada wilayah perkotaan (urban) dibutuhkan pada


skala besar yang mampu mengidentifikasi secara jelas individu objek
bangunan dan unsur rupabumi buatan lainnya, terutama apabila dapat
disediakan dalam format 3 Dimensi.

- Kebutuhan peta dasar pada wilayah hutan dan pedesaan (rural) pada
umumnya dapat disediakan pada skala besar dengan tingkat ketelitian yang
lebih rendah daripada wilayah urban.

- Perbedaan kelas atau tingkat ketelitian tersebut disesuaikan dengan


kebutuhan dan kesesuaiannya untuk analisis spasial untuk setiap jenis
kawasan tersebut.

- Kebutuhan peta skala besar untuk wilayah hutan berkaitan dengan


perencanaan detail, penggunaan atau unit pengelolaan di level teknis, dan
pengelolaan perizinan.

- Kebutuhan pengguna terhadap peta dasar pada skala menengah masih ada
dan dapat dipenuhi salah satunya dengan metode generalisasi dari peta
dasar utama (1:5.000).

● Potensi Ekonomi Penggunaan di Berbagai Sektor

Sampai saat ini, terdapat banyak studi dan literatur tentang kontribusi
informasi geospasial terhadap Produk Domestik Bruto (Gross Domestic
Product/GDP) di berbagai negara di dunia. Tabel 1-2 menunjukkan korelasi
antara GDP dan pemanfaatan informasi geospasial di beberapa negara tersebut.

Tabel 1-2. Kontribusi Informasi Geospasial terhadap GDP


Country Geo-Information Contribution to National Year
GDP
Australia $6.43 to 12.57 Billion 2008
New Zealand $1.2 Billion 2009

Halaman | 9
England & Wales £320 Million 2010
Tasmania $104 Million 2011

India $3 Billion Economic $75 Billion Cost Saving 2012


Revenue
$45 Billion annual 135,000 Jobs
efficiency
$1.4 Cost Saving 2012
United States $75 Billion Economic
Revenue
$1.6 Trillion Multiplier 500,000 Jobs
Effect
Ireland €26.4 Million 2014
Canada $21 Billion 2015

(Sumber: Boston Consulting Group, ACIL Tasman, Natural Resource Canada, Indecon International
Economic Consultant)

Penggunaan layanan berbasis lokasi/spasial secara global juga meningkat


dengan pesat pada beberapa waktu terakhir ini. Dalam ringkasan laporan
Fortune Business Insights1 disebutkan bahwa pangsa pasar layanan yang
berbasis lokasi secara global akan terus meningkat dari USD 18,14 miliar di
tahun 2018 menjadi USD 66,61 miliar pada tahun 2026 atau diperkirakan
sekitar 20% tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun pada periode tersebut.
Pertumbuhan pasar tersebut diperkirakan didorong oleh peningkatan
penggunaan media sosial, ponsel pintar dan kemudahan penggunaan teknologi
global positioning system (GPS) dalam kehidupan sehari-hari.

Di sisi lain, kontribusi informasi geospasial secara ekonomi di Indonesia dalam


pembangunan nasional belum banyak dipelajari. Ordnance Survey (badan
pemetaan nasional Pemerintah Inggris) telah melakukan studi informal dan
memperkirakan secara sederhana kontribusi informasi geospasial di Indonesia.
Diagram pada Gambar 1-4 menjelaskan nilai ekonomi dari informasi geospasial
di Indonesia (dalam miliar US Dollar/USD).

Gambar 1-4. Diagram Perkiraan Nilai Ekonomi dari Informasi Geospasial di

1 https://www.fortunebusinessinsights.com/industry-reports/location-based-services-market-101060

Halaman | 10
Indonesia

Diagram tersebut menunjukkan perkiraan nilai ekonomi dari tersedianya data


dan informasi geospasial yaitu sebesar $2,9 - 5,5 miliar US Dollar atau sekitar
Rp 42 - 79 triliun per tahun. Nilai ekonomi tersebut diperkirakan dari 5 (lima)
sektor, yaitu infrastruktur dan konstruksi, properti dan tanah, penjualan dan
pasar, mobilitas, dan sumber daya alam.

BIG sudah melakukan analisis berdasarkan simulasi untuk memperkirakan


nilai ekonomi dari layanan peta dasar (basemap services) serta layanan analisis
geospasial dan konsultasi. Perkiraan potensi pendapatan ekonomi dari layanan
peta dasar (basemap services) serta layanan analisis geospasial dan konsultasi
adalah kurang lebih sebesar Rp 600 miliar atau setara dengan US$ 45 juta per
tahun. Nilai tersebut merupakan nilai perkiraan awal dari pendapatan ekonomi
yang dapat diperoleh berdasarkan analisis yang dilakukan oleh BIG.
Pendapatan ekonomi yang dapat diperoleh oleh penyedia layanan peta dasar
diyakini jauh lebih besar dari nilai tersebut mengingat analisis dilakukan hanya
terhadap sebagian penggunaan informasi geospasial di masyarakat.

Diagram pada Gambar 1-5 menjelaskan persentase nilai ekonomi dari informasi
geospasial di Indonesia melalui layanan peta dasar (basemap services) serta
layanan analisis geospasial dan konsultasi.

Gambar 1-5. Diagram Perkiraan Persentase Nilai Ekonomi dari Informasi


Geospasial di Indonesia

Nilai total pendapatan tahunan tersebut akan menunjukkan kecenderungan


yang bertambah atau berkurang tiap tahunnya bergantung pada penurunan
dan peningkatan jumlah pengguna data dan informasi geospasial yang
direpresentasikan melalui besarnya permintaan data dan informasi geospasial.
Permintaan data dan informasi geospasial terutama peta dasar di BIG
menunjukkan adanya peningkatan permintaan dari tahun ke tahun. Gambar
1-6 dan Gambar 1-7 menunjukkan permintaan informasi geospasial (IG) di BIG

Halaman | 11
antara tahun 2015 s.d 2018 dan segmen penggunanya. Daftar jumlah akses
dan permintaan unduh data secara daring melalui InaGeoportal
(http://tanahair.indonesia.go.id) ditampilkan pada Gambar 1-8 dan Gambar 1-
9.

Gambar 1-6. Permintaan Peta Dasar Skala Besar BIG dengan Prosedur Offline

Gambar 1-7. Segmen Pengguna IG yang di Produksi BIG

Halaman | 12
Gambar 1-8. Jumlah Akses Informasi Geospasial melalui InaGeoportal

Gambar 1-9. Jumlah Unduhan Peta Dasar melalui InaGeoportal

Gambar 1-6 menunjukkan adanya pola peningkatan permintaan IG skala


besar, begitu pula pada Gambar 1-7 yang menunjukkan peningkatan
permintaan data dari tahun 2015 sampai 2018 hingga empat kali lipat per
tahun dari sektor pemerintah, enam kali lipat per tahun dari sektor akademis,
dan tujuh kali lipat dari sektor swasta. Dari grafik tersebut permintaan
dominan masih berasal dari sektor pemerintahan dan akademisi, dengan
melihat perkiraan persentase nilai ekonomi dari Informasi Geospasial seperti
ditunjukkan pada Gambar 1-5, sektor swasta memiliki potensi peningkatan
permintaan data yang juga signifikan. Sama halnya dengan permintaan data
secara offline, permintaan data secara online melalui InaGeoportal juga terus
mengalami peningkatan sebagaimana terlihat pada Gambar 1-8 dan Gambar 1-
9.

Pola peningkatan pemanfaatan IG di berbagai sektor akan berkorelasi positif

Halaman | 13
dengan peningkatan nilai ekonomi IG baik berupa pendapatan ekonomi
(economic revenue) dengan tumbuhnya industri IG di sektor hilir, maupun
dalam bentuk multiplier effect dalam aktivitas ekonomi di berbagai bidang
(misalnya dengan cost saving dan pengambilan keputusan yang lebih tepat),
terwujudnya efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan maupun dalam
berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan lain sebagainya. Dengan demikian,
hampir dapat dipastikan apabila dilakukan studi menyeluruh tentang
kontribusi informasi geospasial terhadap ekonomi nasional di Indonesia, maka
manfaat ekonomi dan manfaat sosial yang diperoleh akan jauh lebih besar
dibandingkan dengan nilai investasi yang ditanamkan pada penyediaan peta
dasar skala besar di seluruh wilayah Indonesia. Gambar 1-10 memperlihatkan
diagram alir bagaimana penggunaan peta dasar dalam penyusunan rencana
detail tata ruang (RDTR) dapat memberikan multiplier effect yang dapat
menghasilkan manfaat ekonomi berupa pendapatan ekonomi dan manfaat
sosial berupa kesejahteraan masyarakat.

Gambar 1-10. Contoh multiplier effect yang dapat memberikan manfaat


ekonomi dan manfaat sosial dari penggunaan peta dasar dalam penyusunan
RDTR.

● Inovasi Sumber Pembiayaan

Sebagaimana uraian yang telah disampaikan di atas, selama ini pembiayaan


penyelenggaraan IGD (baik penyediaan JKG maupun peta dasar) hanya
bersumber dari APBN baik berupa Rupiah Murni atau Pinjaman Hibah Luar
Negeri (PHLN). Keterbatasan pemerintah dalam menyediakan pembiayaan yang
bersumber dari APBN untuk penyediaan peta dasar, khususnya pada skala

Halaman | 14
besar, di seluruh wilayah Indonesia mengakibatkan terhambatnya pemenuhan
kebutuhan peta dasar dalam waktu singkat. Terbatasnya ketersediaan peta
dasar akan berdampak pada tidak optimalnya perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan nasional. Di sisi lain, peta dasar dan IG Tematik lainnya memiliki
nilai ekonomi yang sangat tinggi manakala digunakan dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat yang dapat
memberikan manfaat ekonomi maupun manfaat sosial. Sehubungan dengan
terbatasnya pembiayaan penyediaan peta dasar yang bersumber dari APBN,
maka perlu dicari alternatif sumber pembiayaan selain APBN untuk penyediaan
peta dasar di seluruh wilayah Indonesia.

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menyediakan dasar


hukum alternatif sumber pembiayaan selain APBN melalui mekanisme Kerja
Sama antara Pemerintah Pusat dengan Badan Usaha Milik Negara (KPBUMN)
dalam penyelenggaraan IGD. Ketentuan ini kemudian diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Presiden Nomor 11 tahun 2021 tentang Kerjasama Antara
Pemerintah Pusat Dengan Badan Usaha Milik Negara Dalam Penyelenggaraan
Informasi Geospasial Dasar. Perpres no. 11 Tahun 2021 ini merupakan
landasan hukum pelibatan swasta (dalam hal ini BUMN) untuk berinvestasi
dalam pembiayaan penyelenggaraan IGD khususnya penyediaan peta dasar
skala besar di seluruh wilayah Indonesia. Pengembalian investasi oleh BUMN
dilakukan melalui pemberian hak untuk mengelola IGD dan lisensi untuk
menggunakan IGD secara komersial.

Pembiayaan penyelenggaraan IGD melalui mekanisme KPBUMN merupakan


inovasi sumber pendanaan untuk memenuhi kebutuhan IGD di seluruh
wilayah Indonesia, di tengah berbagai keterbatasan anggaran pembangunan
yang dapat disediakan oleh pemerintah. Beberapa keuntungan yang dapat
diperoleh dari pelaksanaan KPBUMN dalam penyelenggaraan IGD, diantaranya:

a. tercukupinya kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam


penyelenggaraan IGD termasuk pemutakhiran IGD;
b. terjaminnya ketersediaan dan akses terhadap IGD yang berkualitas,
mutakhir, dan dapat dipertanggungjawabkan;
c. terciptanya iklim investasi di bidang IG yang mendorong tumbuhnya
industri geospasial yang mampu menjadi katalis untuk meningkatkan
penggunaan IG dalam penyelenggaraan pemerintahan maupun dalam
berbagai aspek kehidupan masyarakat sehingga dapat diperoleh manfaat
ekonomi dan sosial;
d. diperolehnya manfaat dari produk IG dalam bentuk pelayanan dengan
mempertimbangkan kemampuan membayar pengguna;
e. adanya kepastian pengembalian investasi BUMN dalam pelaksanaan
penyelenggaraan IGD melalui pengenaan tarif terhadap produk IG yang
memiliki nilai tambah maupun Layanan yang dikomersilkan.

Halaman | 15
B. Dasar Hukum
Dasar hukum pelaksanaan KPBUMN dalam penyelenggaraan IGD di seluruh
wilayah Indonesia meliputi:

a). Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (UU IG)

Di dalam Pasal 22 ayat (1) dan ayat 2 disebutkan bahwa IG yang berjenis
IGD hanya diselenggarakan oleh Pemerintah. Lembaga pemerintah yang
dimaksud dalam hal ini adalah Badan Informasi Geospasial (BIG).
Berdasarkan UU IG, jenis IGD yang diselenggarakan terdiri atas Jaring
Kontrol Geodesi (JKG) dan Peta Dasar.

Dalam Pasal 17 disebutkan bahwa IGD diselenggarakan secara bertahap


dan sistematis untuk seluruh wilayah NKRI dan dimutakhirkan secara
periodik dalam jangka waktu tertentu atau sewaktu-waktu.

Hal ini menjadi dasar bagi BIG yang memiliki kewenangan dalam
penyediaan Informasi Geospasial untuk melaksanakan tugasnya sebagai
penyelenggara tunggal IGD di Indonesia.

b). Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengubah


beberapa ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011
tentang Informasi Geospasial, dengan tujuan untuk memperjelas dan
mempercepat proses penyelenggaraan Informasi Geospasial sehingga dapat
segera digunakan untuk penyusunan tata ruang yang diperlukan untuk
kejelasan proses investasi.

Pasal 18 menjelaskan bahwa Peta Rupabumi Indonesia diselenggarakan


pada skala 1:1.000, 1:5.000, 1:25.000, 1:50.000, 1:250.000, 1:1.000.000.
Khusus untuk Peta Rupabumi Indonesia skala 1:1.000 diselenggarakan
pada wilayah tertentu sesuai dengan kebutuhan, artinya skala selain
1:1.000 (termasuk skala 1:5.000) harus tersedia untuk seluruh wilayah
Indonesia.

Tambahan berupa Pasal 22A yang mengamanatkan bahwa


penyelenggaraan IGD oleh Pemerintah dalam hal ini adalah Badan
Informasi Geospasial, dapat dilakukan melalui kerja sama antara
Pemerintah Pusat dengan badan usaha milik negara. Hal ini yang menjadi
landasan penyelenggaraan IGD dengan skema KPBUMN.

c). Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nama


Rupabumi

d). Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan


Informasi Geospasial;

Halaman | 16
e). Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2019 tentang Penguatan dan
Pengembangan Sistem Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini
Tsunami.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2019 Pasal 14 disebutkan


bahwa Lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang informasi geospasial dalam melaksanakan
penguatan dan pengembangan Sistem Informasi Gempa Bumi dan
Peringatan Dini Tsunami memiliki tugas yang diantaranya yaitu membuat
Basemap /Peta dasar skala 1:5.000 sebagai peta dasar rupa bumi Indonesia
yang akan digunakan sebagai peta dasar acuan dalam penyusunan rencana
tata ruang wilayah berbasis gempa bumi dan tsunami. Serta membuat
coastal mapping/tsunami prone areas skala 1:10.000 sebagai data batimetri
pada peta lingkungan pantai Indonesia

f). Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan


Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024

Dalam narasi RPJMN Tahun 2020-2024 sebagaimana tercantum dalam


Lampiran I, BIG sebagai penyelenggara informasi geospasial ditugaskan
untuk menyediakan peta dasar skala besar (1:5.000) seluruh wilayah
Indonesia, khususnya untuk wilayah non hutan sejumlah 125.810 NLP
(nomor lembar peta) dengan target penyelesaian tahun 2024. Peta dasar
skala besar (1:5.000) terutama akan digunakan sebagai dasar dalam
penyusunan rencana detail tata ruang (RDTR) dan mendukung
pembangunan nasional berbasis kewilayahan. Untuk memenuhi amanat
tersebut, maka perlu dilakukan percepatan penyediaan peta dasar skala
besar (1:5.000) seluruh wilayah Indonesia menggunakan kombinasi
teknologi akuisisi terkini dan menerapkan kemajuan revolusi industri 4.0
di bidang informasi geospasial seperti otomasi, artificial intelligence, deep
learning, dsb.

g). Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas


Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan
Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1: 50.000

Di dalam lampiran rencana aksi percepatan pelaksanaan kebijakan satu


peta, BIG diberikan tugas untuk mewujudkan tersedianya Peta Rupabumi
Indonesia (RBI) skala 1:5.000 dan pemutakhiran peta RBI skala 1:50.000
untuk seluruh wilayah Indonesia yang harus dicapai pada bulan Desember
2024.

Perpres no. 23 tahun 2021 menegaskan kembali perlunya dilaksanakan


percepatan penyediaan peta dasar skala besar (1:5.000) mencakup seluruh
wilayah Indonesia. Pemutakhiran peta RBI skala 1:50.000 dapat dilakukan

Halaman | 17
menggunakan metode generalisasi dari peta RBI skala besar untuk
menjamin konsistensi data.

h). Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kerjasama antara


Pemerintah Pusat dengan Badan Usaha Milik Negara dalam
Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar

Pembentukan Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2021 diamanatkan oleh


Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 untuk mengatur lebih lanjut
tentang kerja sama antara Pemerintah Pusat dengan BUMN dalam
penyelenggaraan IGD (KPBUMN). Peraturan Presiden ini menjelaskan
tentang ruang lingkup dan ketentuan kerja sama, serta tanggung jawab
masing-masing pihak dalam KPBUMN ini.

i). Peraturan BIG Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyelenggaraan
Informasi Geospasial.

j). Peraturan BIG Nomor 1 Tahun 2021 tentang Rencana Strategis Badan
Informasi Geospasial Tahun 2020-2024

Di dalam Renstra BIG 2020-2024 disebutkan bahwa sesuai dengan arahan


kebijakan dan strategi nasional yang tertuang dalam RPJMN Tahun 2020-
2024, hal penting yang perlu diperhatikan bahwa penyelenggaraan
informasi geospasial oleh BIG diarahkan pada, salah satunya, adalah
tersedianya informasi geospasial dasar skala besar.

k). Peraturan BIG Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Peraturan


Presiden Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kerjasama antara Pemerintah
Pusat dengan Badan Usaha Milik Negara dalam Penyelenggaraan Informasi
Geospasial Dasar

Peraturan BIG Nomor 10 Tahun 2021 merupakan aturan yang menjelaskan


secara rinci tata cara pelaksanaan KPBUMN dalam Penyelenggaraan IGD.
Di dalam peraturan ini dijelaskan secara rinci tentang jenis
penyelenggaraan IGD yang dapat dikerjasamakan melalui KPBUMN,
organisasi kerja sama, dan tata cara pelaksanaan kerja sama antara
Pemerintah Pusat dengan BUMN. Tahapan pelaksanaan KPBUMN, meliputi:
tahapan perencanaan dan penyiapan KPBUMN; tahapan pemilihan BUMN
pelaksana; tahapan penandatangan perjanjian KPBUMN; serta tahapan
pelaksanaan perjanjian KPBUMN.

l). Surat Keputusan Kepala BIG Nomor 26.1 Tahun 2021 tentang Tim
Pelaksana Kerja Sama Antara Pemerintah Pusat Dengan Badan Usaha Milik
Negara dalam Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar

m). Surat Keputusan Kepala BIG Nomor 26.2 Tahun 2021 tentang Panitia
Pemilihan Badan Usaha Milik Negara Pelaksana Kerja Sama Antara

Halaman | 18
Pemerintah Pusat Dengan Badan Usaha Milik Negara dalam
Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar

C. Maksud dan Tujuan


Maksud penyusunan dokumen rencana KPBUMN ini adalah untuk
menjelaskan rencana pelaksanaan KPBUMN penyelenggaraan IGD sesuai
amanat Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2021, khususnya terkait ruang
lingkup, jangka waktu, skema pembiayaan, skema pengembalian investasi,
persyaratan teknis penyediaan peta dasar, dan proses pemilihan BUMN
Pelaksana yang akan dijalankan dalam KPBUMN ini.

Dengan disusunnya Dokumen Rencana KPBUMN ini, tujuan berikut


diharapkan dapat tercapai, yaitu:

(1).Terdapatnya kejelasan tentang rencana KPBUMN untuk semua pihak yang


memerlukan seperti Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/BAPPENAS, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, BUMN
Jasa Survei, Badan Usaha di bidang Informasi Geospasial dan yang terkait,
serta pihak-pihak lain yang memerlukan informasi tentang hal ini.

(2).Tumbuhnya minat dari BUMN Jasa Survei untuk menjadi pelaksana


KPBUMN ini dengan berinvestasi dalam pembiayaan penyelenggaraan IGD
secara utuh maupun sebagian, dalam rangka berkontribusi dalam
percepatan penyediaan peta dasar skala besar yang sangat dibutuhkan.

(3).Terlaksananya KPBUMN dalam penyelenggaraan IGD ini dengan berdaya


guna dan berhasil guna.

D. Sasaran
Sasaran penyelenggaraan IGD dengan skema KPBUMN ini meliputi:

● Tersedianya Data Geospasial Dasar (DG Dasar) meliputi citra tegak


resolusi tinggi (Foto Udara/Citra Satelit/Citra Radar), Digital Elevation
Model (DSM dan DTM) pada tingkat ketelitian 1:5.000 di seluruh wilayah
Indonesia.
● Tersedianya peta dasar skala besar (1:5.000) baik 2-dimensi maupun 3-
dimensi di seluruh wilayah Indonesia.
● Tersedianya peta dasar skala besar (1:1.000) baik 2-dimensi maupun 3-
dimensi di wilayah prioritas antara lain kota besar dan metropolitan,
wilayah dengan pertumbuhan ekonomi tinggi, wilayah rawan bencana
terutama banjir dan tsunami, dan wilayah prioritas lainnya sesuai
kebutuhan.
● Termutakhirkannya peta dasar skala menengah (1:25.000 dan 1:50.000))
dan skala kecil (1:250.000 dan 1:1.000.000) seluruh wilayah Indonesia.
● Tersedianya sistem produksi peta dasar berbasis cloud.
● Tersedianya peta dasar berbagai skala yang mutakhir secara

Halaman | 19
berkelanjutan.
● Tersedianya layanan peta dasar dan layanan analisis geospasial untuk
mendukung aktivitas dalam penyelenggaraan pemerintahan maupun
dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.
● Tumbuhnya industri geospasial di Indonesia baik di sektor hulu maupun
sektor hilir untuk meningkatkan manfaat ekonomi maupun manfaat
sosial dari penggunaan IG.

E. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dokumen Rencana KPBUMN meliputi:

(1). Bab I Pendahuluan


(2). Bab II Ketersediaan Informasi Geospasial Dasar
(3). Bab III Kebutuhan Informasi Geospasial Dasar untuk Mendukung
Pembangunan Nasional yang Berkelanjutan
(4). Bab IV Potensi Ekonomi Penggunaan Informasi Geospasial di Berbagai
Sektor
(5). Bab V Analisis Biaya Manfaat Sosial dan Analisis Nilai Manfaat Uang (Value
for Money)
(6). Bab VI Kesesuaian Rencana KPBUMN dengan Kebijakan Nasional
(7). Bab VII Rencana Pelaksanaan KPBUMN
(8). Bab VIII Rencana Pelaksanaan Penyelenggaraan Informasi Geospasial
Dasar
(9). Bab IX Penutup

Halaman | 20
BAB II. KETERSEDIAAN INFORMASI GEOSPASIAL DASAR

A. Ketersediaan Jaring Kontrol Geodesi

Jaring kontrol geodesi (JKG) merupakan realisasi fisik dari Sistem Referensi
Geospasial Indonesia (SRGI) sebagai sistem referensi yang dijadikan sebagai
acuan dalam penyelenggaraan IG nasional. Ketersediaan JKG dan SRGI sampai
akhir tahun 2020 adalah sebagai berikut:

(1). Ketersediaan Continuously Operating Reference Stations (CORS) yang


selanjutnya disebut Ina-CORS sampai dengan tahun 2020 adalah 280
stasiun dengan sebaran sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2-1.
(2). Ketersediaan stasiun pengamatan pasang surut permanen (Ina-Tides)
sampai dengan tahun 2020 adalah 170 stasiun dengan sebaran
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2-2.
(3). Ketersediaan JKG sampai dengan tahun 2020 sebagaimana ditunjukkan
pada Gambar 2-3.
(4). Ketersediaan geoid Indonesia (INAGEOID) sebagai sistem referensi
vertikal sampai dengan tahun 2020 sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar 2-4.
(5). Ketersediaan data gayaberat sampai dengan tahun 2020 sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 2-5.
(6). Ketersediaan datum pasang surut nasional sampai dengan tahun 2020
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2-6.

Gambar 2-1. Peta Sebaran Ketersediaan Ina-CORS Sampai dengan Tahun


2020

Halaman | 21
Gambar 2-2. Peta Sebaran Ketersediaan Ina-Tides Sampai dengan Tahun
2020

Gambar 2-3. Peta Sebaran Jaring Kontrol Geodesi

Halaman | 22
Gambar 2-4. INAGEOID 2020

Gambar 2-5. Peta Sebaran Data Gaya Berat

Halaman | 23
Gambar 2-6. Model datum pasang surut nasional

Secara umum, ketersediaan JKG telah cukup memadai untuk keperluan


penyelenggaraan IG nasional. Penambahan JKG diperlukan untuk mendukung
kebutuhan di beberapa wilayah prioritas terutama di wilayah rawan bencana
gempa bumi dan tsunami serta di wilayah urban untuk mendukung real-time
positioning secara teliti.

B. Ketersediaan Peta Dasar


Sebelum disahkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi
Geospasial, fokus penyediaan IG adalah pada skala kecil dan menengah,
sehingga BIG relatif telah menyelesaikan pemetaan dasar pada skala menengah
dan kecil untuk seluruh wilayah daratan Indonesia. BIG selanjutnya masih
perlu melakukan proses pemutakhiran periodik untuk peta dasar tersebut agar
ketersediaan peta dasar selalu menyajikan kondisi terkini.

Kegiatan penyediaan peta dasar skala besar (1:5.000) dimulai oleh BIG sejak
tahun 2013 dengan menggunakan beberapa teknologi pengumpulan DG Dasar
untuk pemetaan skala besar seperti foto udara (2013-2016), kombinasi foto
udara-lidar (2016-2020) serta CSRT (2016-2020). Menyesuaikan dengan DG
Dasar yang tersedia, metode ekstraksi unsur peta dasar sebagian besar
dilakukan cara stereoplotting untuk mendapatkan unsur peta dasar 3D, dan
sebagian lagi dilakukan dengan monoplotting dengan hasilnya adalah peta dasar
2D.

Sejak tahun 2013 BIG selalu berupaya untuk meningkatkan kapasitas produksi
peta dasar skala besar (1:5.000) dari hanya sekitar 562,39 km2 luas daerah
yang dipetakan pada tahun 2013 hingga terjadi peningkatan yang sangat
signifikan dalam dua tahun terakhir yakni sekitar 12.231,97 km2 dan
13.118,87 km2 masing-masing pada tahun 2019 dan 2020. Sehingga per tahun
2020 total luasan area pemetaan dasar skala 1:5.000 dan 1:1.000
menggunakan foto udara-lidar masing-masing adalah sekitar 41.594,18 km2
dan 156,97 km2 dan skala 1:5.000 menggunakan citra satelit sebesar 7.096,56

Halaman | 24
km2. Jumlah keseluruhan area pemetaan dasar yang telah tersedia sebesar
48.847,72 km2. Jumlah luasan area pemetaan dasar tersebut dibandingkan
dengan luas keseluruhan wilayah darat NKRI sekitar 1.891.306 km2 adalah
2,58%.

Sebelum berlakunya UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, peta dasar
terdiri dari 3 jenis yaitu Peta Rupabumi Indonesia (RBI) yang mencakup wilayah
darat, Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) yang mencakup wilayah pantai
dan Peta Lingkungan Laut Nasional (LLN) yang mencakup sebagian besar
wilayah laut. Sejak diundangkannya UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta
Kerja, peta dasar terdiri dari satu jenis yaitu Peta Rupabumi Indonesia (RBI)
yang mencakup wilayah darat, laut dan pantai. Peta RBI memiliki unsur peta
dasar yang meliputi garis pantai, hipsografi, perairan, batas wilayah, nama
rupabumi, transportasi dan utilitas, bangunan dan fasilitas umum, dan
penutup lahan.

Ketersediaan Peta RBI di wilayah darat:

1) Ketersediaan Peta RBI pada skala kecil (skala 1:250.000) telah mencakup
100% seluruh wilayah Indonesia.

2) Ketersediaan Peta RBI pada skala menengah (skala 1:50.000 dan skala
1:25.000) sampai dengan pertengahan tahun 2019 adalah 94,01% dari
seluruh wilayah Indonesia.

3) Ketersediaan Peta RBI pada skala besar (skala 1:5.000) adalah 2,58% dari
seluruh wilayah Indonesia. Peta RBI skala besar tersebut merupakan peta
dasar 3D.

Ketersediaan Peta RBI di wilayah darat pada berbagai skala sampai dengan
akhir 2021 dapat dilihat pada Gambar 2-7.

Halaman | 25
Gambar 2-7. Ketersediaan peta RBI pada berbagai skala sampai akhir 2021

Ketersediaan peta RBI skala besar (skala 1:10.000 dan skala 1:5.000) sampai
akhir 2020 dikelompokkan berdasarkan sumber data yang digunakan
ditunjukkan pada Gambar 2-8 dan Gambar 2-9 untuk ketersediaan peta RBI
Skala Besar sampai akhir 2021. Gambar 2-8 juga menunjukkan sumber DG
Dasar yang digunakan untuk memproduksi peta dasar tersebut.

Gambar 2-8. Ketersediaan peta RBI skala besar dikelompokkan berdasarkan


sumber data yang digunakan

Catatan:

● Peta RBI berbagai skala yang tersedia saat ini diproduksi menggunakan DG
Dasar yang beragam pada tahun yang berbeda. Hal ini menimbulkan
adanya potensi ketidaksesuaian geometri maupun informasi pada Peta RBI
yang berbeda skala.

● Untuk menghindari ketidaksesuaian geometri dan informasi peta RBI pada


skala yang berbeda, maka perlu memproduksi peta RBI pada skala besar
menggunakan sumber data yang seragam. Selanjutnya, untuk
memproduksi Peta RBI pada skala yang lebih kecil dilakukan dengan
metode generalisasi dari peta RBI dengan skala lebih besar.

Halaman | 26
Gambar 2-9. Ketersediaan peta RBI skala besar hingga akhir tahun 2021

Ketersediaan Peta RBI di wilayah pantai:

Gambar 2-10 menunjukkan ketersediaan Peta RBI wilayah pantai, yang


sebelumnya disebut dengan peta LPI (Lingkungan Pantai Indonesia), pada skala
1:10.000, 1:25.000, 1:50.000 dan 1:250.000.

Gambar 2-10. Ketersediaan Peta RBI di wilayah pantai

Halaman | 27
Ketersediaan Peta RBI di wilayah laut:

Gambar 2-11 menunjukkan ketersediaan Peta RBI wilayah laut, yang


sebelumnya disebut dengan peta LLN (Lingkungan Laut Nasional), pada skala
1:50.000, 1:250.000 dan 1:500.000

Gambar 2-11. Ketersediaan Peta RBI di wilayah laut

Ketersediaan peta dasar pada berbagai skala seperti uraian di atas masih
memiliki potensi ketidaksesuaian pada data antar skala dan antar jenis peta
dasar, karena masing-masing skala diproduksi terpisah dan menggunakan
jenis DG Dasar yang berbeda-beda. Kondisi ini tentunya tidak akan terjadi
apabila produksi dilakukan dimulai dari skala paling besar kemudian
diturunkan prosesnya (misalnya dengan proses generalisasi) ke skala
menengah dan skala kecil, serta dilakukan integrasi dalam pembuatannya baik
untuk wilayah darat, pantai, maupun laut.

Halaman | 28
BAB III. KEBUTUHAN INFORMASI GEOSPASIAL DASAR UNTUK MENDUKUNG
PEMBANGUNAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN

A. Pertimbangan Teknis

Informasi Geospasial (IG) merupakan salah satu informasi yang dibutuhkan


dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan di
berbagai sektor. IG sebagaimana dimaksud terdiri dari informasi geospasial
dasar (IGD) dan informasi geospasial tematik (IGT). Untuk menghindari
tumpang tindih IG, maka setiap penyelenggaraan IGT harus mengacu pada IGD
yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. IGD sebagaimana dimaksud
terdiri dari jaring kontrol geodesi (JKG) dan peta dasar yang sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan hanya diselenggarakan oleh BIG.

Kondisi terkini terkait ketersediaan IGD berupa ketersediaan JKG, secara


umum telah cukup memadai untuk keperluan penyelenggaraan IG nasional.
Penambahan JKG diperlukan untuk mendukung kebutuhan di beberapa
wilayah prioritas terutama di wilayah rawan bencana gempa bumi dan tsunami
serta di wilayah urban untuk mendukung real-time positioning secara teliti.
Ketersediaan IGD berupa peta dasar khususnya pada skala besar masih sangat
terbatas. Di samping itu, masih terdapat potensi ketidaksesuaian pada peta
dasar antar skala dan antar wilayah. Hal tersebut timbul karena masing-masing
skala diproduksi terpisah dan menggunakan jenis DG Dasar yang berbeda-
beda. Kondisi ini tentunya tidak akan terjadi apabila produksi dilakukan
dimulai dari skala paling besar kemudian diturunkan (dengan proses
generalisasi) ke skala menengah dan skala kecil, serta dilakukan integrasi
dalam pembuatannya baik untuk wilayah darat, pantai, maupun laut.

Ketersediaan peta RBI skala besar memiliki arti penting dan memberikan
pengaruh yang besar dalam mendukung pelaksanaan program nasional,
diantaranya:

● Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang menyebutkan bahwa


pemerintah daerah diberi mandat untuk menyusun rencana tata ruang
pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Undang-undang ini disahkan
untuk memenuhi salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan. UU
Nomor 26 Tahun 2007 berikut peraturan turunannya menentukan tingkat
kedetailan peta rencana tata ruang pada skala yang berbeda. Rencana tata
ruang provinsi harus dibangun pada skala 1:250.000, sedangkan rencana
tata ruang kabupaten dan kota masing-masing harus dibangun pada skala
1:50.000 dan 1:25.000. Peraturan tata ruang untuk selanjutnya
mengamanatkan bahwa penataan ruang di tingkat kabupaten dan kota
harus dilakukan pendetailan lebih lanjut dalam bentuk Rencana Detail Tata

Halaman | 29
Ruang (RDTR) untuk kawasan strategis untuk mengantisipasi
perkembangan kawasan yang sangat cepat. Rencana rinci tata ruang ini
membutuhkan peta dasar skala besar karena harus disiapkan pada skala
1:5.000.

Hingga Januari 2020, baru ada 55 RDTR atau sekitar 3,0% dari total 1.838
RDTR yang telah disahkan melalui Walikota (kepala daerah). RDTR
digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan dan pengendalian
pemanfaatan ruang (pembangunan) termasuk penerbitan izin pemanfaatan
lahan. Oleh karena itu, permintaan akan peta dasar skala besar untuk
keperluan perencanaan tata ruang sangatlah besar.

● Pencegahan tumpang tindih izin usaha melalui penerapan Online Single


Submission (OSS)

Salah satu isu terkait program pembangunan nasional berkelanjutan yang


harus diatasi oleh pemerintah adalah sengketa tanah dan tumpang tindih
izin usaha. Karena terbatasnya ketersediaan peta dasar skala besar, banyak
instansi pemerintah dan pemerintah daerah yang memiliki kewenangan dan
program untuk mengeluarkan izin penggunaan lahan, menggunakan peta
dan data yang berbeda atau tidak menggunakan peta sama sekali. Hal ini
mengakibatkan beberapa sengketa dan tumpang tindih izin usaha, seperti
halnya yang terjadi di sektor perkebunan dan pertambangan. Hal tersebut
akan menimbulkan ketidakpastian secara hukum dalam penanaman
modal, sehingga berpotensi menimbulkan gugatan dari pihak-pihak yang
merasa dirugikan.

Permasalahan sengketa tanah dan tumpang tindih perizinan akan teratasi


dengan menerapkan Layanan Perizinan Terpadu Elektronik yang dikenal
dengan program Online Single Submission (OSS) sebagaimana tertuang
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018. OSS diharapkan dapat
mendorong pertumbuhan iklim investasi, meningkatkan perekonomian
nasional melalui perkembangan dunia usaha, dan memberikan kemudahan
berusaha. Banyak pihak yang mengeluhkan waktu proses yang lama dan
rantai birokrasi yang harus dilalui untuk mendapatkan izin usaha. OSS
bertujuan untuk menyederhanakan seluruh proses tersebut. Dalam sistem
OSS, informasi mengenai kepemilikan tanah dan perizinan disimpan dalam
satu database online berdasarkan lokasi. Oleh karena itu, duplikasi
informasi dan waktu pemrosesan yang lama yang disebabkan oleh rantai
birokrasi akan dengan mudah dihilangkan dalam database yang lebih
terstruktur yang dioperasikan dalam sistem satu pintu. Selanjutnya,
perizinan di OSS diberikan dengan menganalisis rencana tata ruang wilayah
yang ada, yaitu RDTR. Dalam penyusunannya, RDTR mensyaratkan
penyediaan peta dasar tunggal berskala besar. Akibatnya, implementasi
OSS akan sangat bergantung pada penyediaan peta dasar skala besar.

Halaman | 30
● Manajemen Bencana

Peningkatan ketahanan bencana dan perubahan iklim merupakan bagian


dari agenda Prioritas Nasional. Ketersediaan peta dasar skala besar
mendukung pelaksanaan agenda tersebut dengan memberikan acuan
untuk proses inventarisasi tutupan lahan, identifikasi perairan dan wilayah
pesisir, analisis potensi bencana, dan analisis risiko perubahan iklim. Peta
dasar memberikan beberapa informasi seperti kondisi geomorfologi,
vegetasi, hidrologi, dan kawasan terbangun. Gambar 3-1 menunjukkan
contoh pemanfaatan peta dasar untuk penanggulangan bencana.

Gambar 3-1. Pemanfaatan IG dalam Manajemen Bencana (sumber:


https://www.geospatialworld.net/blogs/managing-the-environment-using-
gis/)

Ilustrasi pemanfaatan peta dasar dalam tiap tahapan penanganan bencana


disajikan pada Tabel 3-1.

Tabel 3-1. Pemanfaatan Peta Dasar di tiap Tahapan


Tahapan Pemanfaatan Peta Dasar
Preparedness a. Peta dasar digunakan untuk menyediakan informasi kebutuhan
logistik dengan memperkirakan populasi dan risiko bangunan

Halaman | 31
b. Layer transportasi dan kontur yang digunakan untuk menyusun
rencana jalur evakuasi dan pemilihan lokasi untuk tempat evakuasi,
dll
Recovery, Rehabilitation a. Peta dasar digunakan untuk menyusun rencana tata ruang dan
rencana relokasi
b. Peta dasar digunakan dalam proses rehabilitasi seperti pembangunan
infrastruktur, dll
Prevention and a. Simulasi risiko bencana menggunakan peta dasar untuk menyediakan
Mitigation informasi spasial
b. Menentukan suseptibilitas dan vulnerabilitas dalam mitigasi bencana,
dll
Relief a. Informasi dalam peta dasar digunakan untuk menentukan wilayah
prioritas tanggap bencana
b. Rute distribusi logistik, dll
Response a. Penilaian kerusakan cepat
b. Sumber peta risiko
c. Digunakan untuk melakukan analisis respon, dll
Prediction and Warning Informasi temporal peta dasar digunakan untuk memantau perubahan
kondisi alam akibat dampak perubahan iklim
Menyusun sistem peringatan dini berdasarkan pendekatan spasial, dll

Berdasarkan tabel tersebut, kedepannya penyediaan peta dasar skala besar


dapat digunakan untuk pembuatan peta tematik oleh Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB). Saat ini, BNPB menyediakan peta tematik
dalam skala kecil seperti peta kebakaran hutan dan lahan, banjir, gempa
bumi, tanah longsor, dan tsunami. Peta dasar skala besar nantinya akan
berguna bagi BNPB untuk menghasilkan peta tematik kebencanaan pada
skala yang lebih detail.

● Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development


Goals (SDGs))

17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development


Goals/SDGs) beserta indikatornya telah menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dalam 7 (tujuh) agenda pembangunan Indonesia ke depan,
yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang
RPJMN 2020-2024. Agenda SDGs 2030 mengharuskan adanya kerja sama
berbagai pihak untuk mengoptimalkan kontribusi cakupan data yang luas,
termasuk diantaranya data observasi kebumian dan informasi geospasial.
Data yang andal, berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan menjadi
kunci utama dalam pelaksanaan agenda tujuan pembangunan
berkelanjutan. Adapun beberapa contoh dan dukungan peta dasar terhadap
SDGs adalah sebagai berikut:
(1). Agenda 1, referensi dalam penyajian tema potensi desa (sosial-
ekonomi) terkait data kemiskinan. Dengan tersedianya peta dasar

Halaman | 32
skala besar membantu dalam merepresentasikan analisis tema data
tersebut sehingga data yang disajikan akan lebih detail dan spesifik.
(2). Agenda 2, referensi penyajian tema informasi kesehatan ibu dan anak.
Setiap data dan informasi pada unsur bangunan di peta dasar dapat
membantu identifikasi pada secara spasial.
(3). Agenda 3, referensi penyajian tema informasi sebaran lokasi
puskesmas, rumah sakit, dan apotek. Pada peta skala besar, lokasi
fasilitas kesehatan tersebut disajikan secara lebih akurat.
(4). Agenda 4, referensi penyajian tema informasi sebaran lokasi sekolah
mulai dari tingkat dasar hingga tingkat lanjut (SD, SMP, SMA, SMK,
dan Perguruan Tinggi). Pada peta skala besar, lokasi fasilitas sekolah
tersebut disajikan secara lebih akurat.
(5). Agenda 5, referensi dalam penyajian tema potensi desa (sosial-
ekonomi) terkait akses terhadap sanitasi dan kebersihan. Dengan
tersedianya peta dasar skala besar membantu dalam
merepresentasikan analisis tema data tersebut sehingga data yang
disajikan akan lebih detail dan spesifik. Dalam agenda ini, peta dasar
digunakan juga sebagai acuan dalam penyusunan peta RDTR
sehingga akan meminimalisir tumpang tindih perizinan dalam
pengendalian penggunaan air tanah.
(6). Agenda 7, referensi dalam penyajian tema sebaran utilitas demi
mencapai energi bersih dan terjangkau, seperti sebaran lokasi gardu
listrik dan sebaran pembangkit listrik.
(7). Agenda 8, acuan dalam penyajian tema sebaran lokasi akses layanan
keuangan dimana peta dasar skala besar memuat lokasi bank umum
dan lembaga keuangan.
(8). Agenda 9, referensi dalam penyajian jaringan transportasi demi
mendukung industri, inovasi dan infrastruktur.
(9). Agenda 10, referensi dalam penyajian sebaran Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk
mendukung pertumbuhan pendapatan.
(10). Agenda 11, dalam agenda ini peta dasar digunakan juga sebagai acuan
dalam penyusunan peta RDTR guna mendukung kota dan
permukiman yang berkelanjutan.
(11). Agenda 12, peta dasar digunakan untuk mengetahui sebaran fasilitas
publik misalnya bandara, terminal dan pelabuhan sehingga dapat
menghitung jumlah fasilitas publik yang menerapkan Standar
Pelayanan Masyarakat (SPM) dan teregister.
(12). Agenda 13-15, demi mendukung penanganan perubahan iklim,
ekosistem laut dan ekosistem darat, peta dasar menyajikan data dan
informasi unsur tutupan lahan yang dapat menjadi referensi dalam
penentuan lokasi sesuai tema yang diperlukan.

Halaman | 33
Berdasarkan contoh dan dukungan pada uraian tersebut, ketersediaan peta
dasar dapat membantu mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan
meliputi pendidikan bermutu; akses air bersih dan sanitasi; energi bersih
dan terjangkau; infrastruktur, industri, dan inovasi; kota dan komunitas
yang berkelanjutan; penanganan perubahan iklim; menjaga ekosistem laut;
dan menjaga ekosistem darat. Tersedianya peta dasar secara nasional ini
dapat bermanfaat untuk beberapa agenda pembangunan berkelanjutan.

Untuk mendukung agenda SDGs, kebutuhan skala peta dasar bervariasi


(multi skala) tergantung pada kedetailan informasi yang akan disajikan.
Tabel 3-2 menunjukkan klasifikasi indikator SDGs terhadap skala yang
dibutuhkan.

Tabel 3-2. Kebutuhan skala berdasarkan indikator Tujuan


Pembangunan Berkelanjutan

Selain mendukung pemerintah secara langsung dalam melaksanakan


program nasional, ketersediaan peta RBI skala besar nasional juga akan
membantu peningkatan perkapita nasional melalui komersialisasi layanan
peta dasar dan layanan analisis dan konsultasi geospasial dengan nilai
revenue yang diperkirakan cukup besar dan menjanjikan. Alokasi anggaran
dari pemerintah tidak mampu mencukupi kebutuhan anggaran untuk
menyediakan peta RBI skala besar nasional yang harus selesai pada akhir
tahun 2024. Oleh karena itu, dibutuhkan alternatif pembiayaan dan
teknologi dalam penyelenggaraan IG dasar skala besar nasional untuk dapat
mendukung pelaksanaan program nasional. Penyelenggaraan IG dasar
nasional meliputi 2 indikator utama, yaitu penyediaan peta RBI skala
1:5.000 dan penyediaan Jaring Kontrol Geodetik (JKG) Nasional. Penyediaan
JKG nasional sampai saat ini dianggap telah cukup memadai, sehingga

Halaman | 34
penyelenggaraan IG dasar difokuskan pada penyediaan peta RBI skala besar
(skala 1:5.000) nasional.

Pelaksanaan penyelenggaraan IGD dengan menggunakan skema KPBUMN


dimaksudkan untuk memenuhi ketersediaan IGD dengan kondisi sesuai
dengan harapan, yaitu:

● Tersedianya infrastruktur sistem produksi peta dasar yang memadai.

● Tersedianya data geospasial dasar untuk memproduksi informasi


geospasial (peta RBI) 3D di seluruh wilayah Indonesia pada skala
1:5.000.

● Tersedianya peta dasar 2D/3D di seluruh wilayah Indonesia pada skala


1:5.000, 1:25.000, 1:50.000, 1:250.000, dan 1:1.000.000 dengan
geometri dan semantik yang bersesuaian pada skala yang bervariasi.

● Tersedianya peta dasar skala skala 1:1.000 di wilayah prioritas


terutama kota besar/metropolitan.

● Terlaksananya pemutakhiran peta dasar 2D/3D dengan periode


pemutakhiran sebagaimana diamanatkan dalam peraturan
perundangan.

● Termanfaatkannya informasi geospasial dasar secara optimal untuk


memenuhi kebutuhan di berbagai sektor dan mendukung rencana
pembangunan nasional serta berbagai aktivitas masyarakat.

B. Pertimbangan Ekonomis
Penguatan proses transformasi ekonomi dalam rangka mencapai tujuan
pembangunan tahun 2045 menjadi fokus utama dalam rangka pencapaian
infrastruktur, kualitas sumber daya manusia, layanan publik, serta
kesejahteraan rakyat yang lebih baik.

Gambar 3-2 menunjukkan target pertumbuhan ekonomi sampai dengan tahun


2045 dengan titik tolak pencapaian sasaran antara tahun 2020 - 2024.

Halaman | 35
Gambar 3-2. Target Pertumbuhan Ekonomi Menuju Indonesia Maju

(Sumber: Lampiran I Narasi RPJM Tahun 2020 - 2024)

Untuk mengoptimalkan pemanfaatan pendanaan perlu dilakukan integrasi


pendanaan pembangunan pada sumber pemerintah serta pembiayaan yang
berasal dari BUMN, kerjasama pemerintah dan badan usaha, maupun
masyarakat yang selaras dengan implementasi prinsip penganggaran berbasis
program (Money Follow Program). Lebih lanjut di dalam RPJMN 2020 - 2024
disebutkan bahwa pemerintah perlu lebih mendorong pemanfaatan sumber-
sumber pendanaan yang berasal dari masyarakat dan swasta melalui skema-
skema pembiayaan yang inovatif termasuk melalui pengembangan skema
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) maupun bentuk pendanaan
inovatif (innovative financing) lainnya.

Selama ini, program penyelenggaraan informasi geospasial dilaksanakan


dengan memanfaatkan anggaran yang berasal dari APBN. Ketersediaan APBN
untuk penyelenggaraan informasi geospasial sangat terbatas, sehingga
berdampak pada lambatnya penyediaan peta dasar seluruh wilayah Indonesia
yang untuk selanjutnya memberikan dampak negatif terhadap proses
pembangunan yang memerlukan peta dasar. Merujuk pada hal tersebut, skema
KPBUMN dinilai dapat menjadi salah satu alternatif pendanaan pelaksanaan
program penyelenggaraan informasi geospasial yang dapat memberikan
keuntungan dan manfaat yang cukup besar. Keuntungan dan manfaat tersebut
dapat berupa keuntungan yang dapat dikuantifikasi dalam bentuk pendapatan
ekonomi (economic revenue) maupun keuntungan secara tidak langsung berupa
efek berganda (multiplier effect) yang ditimbulkan.

● Pendapatan ekonomi (economic revenue) dari ketersediaan layanan peta


dasar melalui skema KPBUMN

Halaman | 36
Pada rencana skema KPBUMN, pelaksanaan program dapat didanai
bersama oleh pemerintah (melalui APBN) dan BUMN dengan persentase
pendanaan sesuai kesepakatan. Pendapatan ekonomi (economic revenue)
pada pelaksanaan program penyelenggaraan IG dengan skema KPBUMN
diperoleh melalui komersialisasi layanan peta dasar (basemap service)
dalam bentuk pengembalian investasi dan keuntungan (profit), sehingga
keuntungan akan diperoleh baik untuk negara maupun BUMN dengan
persentase tergantung dari kesepakatan dan besarnya investasi yang
ditanamkan.

Dalam kajian informal, Ordnance Survey International memperkirakan


secara global bahwa perkiraan nilai ekonomi dari tersedianya data dan
informasi geospasial di Indonesia yaitu sebesar $2,9 - 5,5 miliar US Dollar
atau sekitar Rp 42 - 79 triliun per tahun. Nilai ekonomi tersebut
diperkirakan dari 5 (lima) sektor, yaitu infrastruktur dan konstruksi,
properti dan tanah, penjualan dan pasar, mobilitas, dan sumber daya alam.

Di samping itu, BIG sudah melakukan kajian awal dan mengidentifikasi


potensi pendapatan sekitar Rp 600 miliar per tahun yang diidentifikasi dari
beberapa sektor yang berpotensi sebagai target pasar dalam komersialisasi
basemap service, diantaranya:

- Peta Dasar untuk Kebutuhan Navigasi


- Peta Dasar untuk Kebutuhan Kostumisasi dan Analisis
- Layanan Komersial Berbasis Gaya Hidup

Hal ini akan dibahas lebih detail pada Bab IV Potensi Ekonomi Penggunaan
IG

● Analisis dampak berganda (multiplier effect) dari penggunaan peta dasar

Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2021,


salah satu nilai penting dari pelaksanaan kerja sama antara pemerintah
pusat dan BUMN dalam penyelenggaraan informasi geospasial adalah
tercukupinya kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam
penyelenggaraan IGD termasuk pemutakhiran IGD. Pada saat kebutuhan
pendanaan secara berkelanjutan dalam penyelenggaraan dan pemutakhiran
IGD tercukupi, maka ketersediaan dan akses terhadap IGD yang
berkualitas, mutakhir, dan dapat dipertanggungjawabkan akan terjamin,
sehingga akan berdampak pada:

- Penghematan anggaran (cost saving)


- Terwujudnya efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan maupun
dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat
- Tumbuhnya industri IG khususnya di sektor hilir yang akan
membangkitkan aktivitas ekonomi di berbagai bidang

Halaman | 37
Multiplier effect dari tersedianya IGD, dalam hal ini peta dasar khususnya
skala besar, yang lengkap, mutakhir dan berkualitas, untuk perekonomian
di Indonesia memang belum ada yang menghitung dengan pasti. Tetapi
belajar dari misalnya Amerika Serikat yang menunjukkan multiplier effect
sebagai-berikut2:

- US$ 75 miliar revenue tahunan


- ketersediaan lapangan pekerjaan untuk 500.000 orang
- US$ 1,6 triliun impak ekonomi dari industri
- US$ 1,4 triliun penghematan anggaran (cost-saving)

C. Dukungan Pemangku Kepentingan

● Dukungan untuk Program Percepatan Penyediaan Peta Dasar Skala Besar


(1:5.000)

Program percepatan penyediaan peta dasar skala besar sudah dirasakan


sebagai kebutuhan nasional yang mendesak sehingga mendapatkan
dukungan dari berbagai pihak mulai dari Presiden Joko Widodo sendiri
maupun pihak Kementerian/Lembaga yang terkait. Hal-hal di bawah ini
menunjukkan adanya dukungan yang besar dari berbagai pemangku
kepentingan terhadap program ini:

- Arahan Presiden Joko Widodo pada acara Peluncuran Portal Kebijakan


Satu Peta, 11 Desember 2018 bahwa BIG harus segera menyediakan peta
dasar pada skala besar;
- Rapat Terbatas Kabinet, 6 Februari 2020 bahwa BIG diminta melakukan
percepatan penyelesaian peta dasar 1:5.000 untuk penyelesaian
Kebijakan Satu Peta;
- Dukungan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS) yang memasukkan rencana program percepatan penyediaan
peta dasar skala 1:5.000 ini di dalam Blue Book (2019) dan Green Book
(2020) sebagai proyek prioritas yang layak didanai oleh PHLN.
Pembiayaan melalui PHLN tidak dilanjutkan karena tidak terbitnya
Penetapan Sumber Pembiayaan dari Menteri Keuangan;
- Dukungan Kementerian Keuangan dengan mengalokasikan anggaran
sebesar Rp 749 miliar dalam APBN BIG tahun 2020 sebagai pembiayaan
awal (tahun pertama) program ini. Anggaran ini tidak jadi digunakan
karena pembiayaan melalui PHLN untuk penyediaan peta dasar di
seluruh wilayah Indonesia tidak dilanjutkan;
- Dukungan dari sektor pertahanan dan keamanan seperti Kementerian
Pertahanan, Badan Intelijen Negara, dan TNI dalam beberapa FGD

2 Boston Consulting Group

Halaman | 38
dengan catatan bahwa semua proses pengolahan data harus
dilaksanakan di Indonesia.

Salah satu bentuk dukungan dari pemangku kepentingan ini adalah


kesediaannya bergabung kedalam Tim Kelompok Kerja Nasional Percepatan
Penyediaan Peta Dasar Skala Besar yang nantinya akan ikut mengawal
jalannya kegiatan dan membantu dalam proses pengawasan dan evaluasi
kegiatan. Dukungan yang besar ini tentunya menjadi dasar dalam
penyusunan strategi-strategi serta langkah yang akan diambil dalam
pelaksanaan kegiatan.

● Dukungan untuk Menjalankan Program Percepatan Penyediaan Peta Dasar


Skala Besar (1:5.000) dengan Skema KPBUMN

Dukungan yang paling nyata terhadap penggunaan skema KPBUMN untuk


penyelenggaraan IGD (khususnya penyediaan peta dasar skala besar)
adalah disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja yang salah satunya adalah merevisi pengaturan dalam Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial. Dalam Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 ini diatur bahwa IGD yang selama ini
diselenggarakan hanya oleh BIG, dapat dikerjasamakan pelaksanaannya
dengan Badan Usaha Milik Negara. Juga kemudian disahkannya Peraturan
Presiden Nomor 11 tahun 2021 tentang Kerjasama Antara Pemerintah Pusat
Dengan Badan Usaha Milik Negara Dalam Penyelenggaraan Informasi
Geospasial Dasar, menunjukkan keseriusan Pemerintah Pusat dalam
menindaklanjuti amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 untuk
menjadikan KPBUMN sebagai salah satu alternatif pembiayaan
penyelenggaraan IGD. Dukungan terhadap penggunaan skema KPBUMN ini
juga kemudian muncul dari Kementerian Keuangan dan Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS yang merupakan
kementerian yang berwenang dalam memutuskan program pembangunan
yang akan dijalankan beserta anggarannya.

Halaman | 39
BAB IV. POTENSI EKONOMI PENGGUNAAN INFORMASI GEOSPASIAL DI
BERBAGAI SEKTOR

A. Analisis Permintaan (Demand)


● Permintaan terhadap penyediaan peta dasar skala besar

Ketersediaan peta dasar skala besar sudah sangat mendesak khususnya


untuk penyusunan Rencana Detail Tata Ruang yang pada gilirannya
dibutuhkan untuk memperbaiki proses perizinan usaha di Indonesia. Di
samping itu, peta dasar skala besar juga dibutuhkan untuk penanggulangan
bencana dan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan, serta sektor
pembangunan nasional lainnya.

Kebutuhan terhadap peta dasar skala besar ini juga sudah tercantum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan yaitu Peraturan Presiden Nomor
18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024 dan Peraturan Presiden Nomor
23 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun
2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat
Ketelitian Peta Skala 1: 50.000 yang mengamanatkan penyelesaian
penyediaan peta dasar skala besar untuk seluruh wilayah Indonesia di akhir
2024.

● Permintaan terhadap Layanan Berbasis Peta Dasar

Berdasarkan hasil diskusi dengan pengguna layanan komersial IG, segmen


pengguna yang memerlukan layanan peta dasar (basemap services) dan
layanan analisis geospasial lainnya dapat diidentifikasi sebagai berikut :

- Sektor Transportasi

Layanan peta dasar dibutuhkan oleh pengguna pada sektor transportasi


meliputi transportasi daring seperti Gojek dan Grab untuk dapat
melakukan penyediaan jasa ojek/taksi daring, jasa pengantaran
makanan dan pengiriman barang. Pada sektor ini, permintaan terhadap
layanan peta dasar juga dibutuhkan pada Jasa logistik antar jemput dan
kirim Barang diantaranya JNE, J&T Express, Tiki, Si Cepat, dan jasa
antar kirim barang lainnya. Sedangkan layanan analisis geospasial juga
dibutuhkan untuk melakukan analisis rute terdekat terhadap lokasi
gudang untuk drop paket yang akan dikirimkan oleh Perusahaan Jasa
Logistik.

Halaman | 40
- Sektor Perbankan

Berdasarkan hasil FGD yang pernah dilakukan, permintaan terhadap


layanan peta dasar dan layanan analisis geospasial di sektor bank
khususnya Bank BRI digunakan untuk analisis geolokasi berupa
kedekatan lokasi dan prospek wilayah terhadap pendaftaran agen-agen
BRILink dan BRISPOT.

- Sektor Bisnis dan Retail

Sektor Bisnis dan retail membutuhkan layanan peta dasar (basemap


services) dan layanan analisis geospasial untuk dapat melakukan analisis
pengembangan dan monitoring berbasis lokasi terhadap perusahaan-
perusahaan retail maupun bisnis makanan dan minuman. Pengguna jasa
ini dapat langsung dari perusahaan retail dan bisnis makanan dan
minuman seperti Pizza Hut, Domino Pizza, Chatime Superindo, Alfamart,
Indomaret atau dapat juga dari pihak perusahaan konsultan yang
bergerak di bisnis analisis seperti Locator Logic, PT. Bhumi Varta
Technology, dan LokaData.

- Sektor Jaringan dan Komunikasi

Layanan analisis geospasial dibutuhkan oleh pengguna pada sektor


jaringan dan komunikasi meliputi analisis jaringan internet Fiber untuk
pemasangan jaringan internet seperti Biznet, MNC Play, Indihome, My
Republic, First Media dan penyedia sejenis. Layanan jaringan komunikasi
seluler untuk analisis penentuan lokasi dan monitoring optimalisasi
untuk BTS untuk perusahaan-perusahan penyedia seperti Indosat,
Telkomsel, XL dan Tri serta layanan analisis jaringan kelistrikan oleh
PLN.

- Sektor Pemerintahan

Pengguna layanan peta dasar (basemap services) dan layanan analisis


geospasial di sektor pemerintahan mencakup seluruh Pemerintah Daerah
Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia untuk kebutuhan
penyusunan rencana tata ruang yang meliputi Rencana Dasar Tata
Ruang(RDTR), Rencana Tata Ruang Wilayah(RTRW) dan Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP-3-K). Selain itu, di sektor
pemerintah juga membutuhkan adanya layanan peta dasar untuk
keperluan penyusunan peta tematik kedinasan pemerintahan. Instansi
terkait yang mungkin membutuhkan layanan secara aktif meliputi Dinas
Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas
Perdagangan dan Perindustrian, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah,
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Dinas Perhubungan, Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

Halaman | 41
- Sektor Gaya Hidup

Kebutuhan layanan peta dasar pada sektor ini meliputi sub sektor
marketplace, media sosial, travel-akomodasi, pasar properti, gaming, dan
pemasangan aplikasi basemap di smartphone. Untuk kebutuhan
marketplace, layanan peta dasar digunakan pada aplikasi seperti Shopee,
JD.ID, Tokopedia, Blibli, dkk untuk penentuan lokasi pembeli maupun
penjual. Sedangkan pada media sosial, layanan peta dasar digunakan
pengguna media sosial untuk menunjukkan lokasi titik dan geotagging.
Pada sub travel dan akomodasi, layanan peta dasar digunakan oleh
pengguna dengan mengakses aplikasi berbasis travel dan akomodasi
seperti Traveloka, Tiket.com, Air BnB, PegiPegi, Agida, Airy Room, Moovit
untuk melakukan pencarian lokasi berupa hotel, tempat makan, dan
akomodasi lainnya. Pada sub sektor properti, layanan peta dasar
digunakan untuk menampilkan dan melakukan pencarian lokasi
terhadap properti yang dibutuhkan pengguna pada aplikasi penyedia
seperti Rumah.com, Mamikos.com, Lamudi.co.id, dst. Penggunaan
layanan peta dasar pada sub sektor gaming dibutuhkan untuk
menampilkan lokasi titik dan geotagging (penentuan peringkat pengguna
berdasar wilayah administrasi). Penggunaan lain pada sektor ini berupa
pemasangan aplikasi basemap pada smartphone baru, namun haruslah
didukung dengan adanya regulasi dari Kementerian Perdagangan, BIG
serta supplier smartphone.

Estimasi pengguna layanan per tahun disampaikan di Tabel 4-1 di bawah


ini untuk menunjukkan potensi permintaan pengguna layanan peta dasar.

Tabel 4-1. Jumlah Pengguna Layanan Peta Dasar per Tahun


Estimasi
Tipe
No No Jenis Layanan pengguna Daftar Pengguna
Layanan
layanan/ Tahun

A Navigasi 1 Transportasi online 696.000.000 - Gojek


- Grab

2 Jasa logistik antar 2.405.702 - JNE


jemput dan kirim - J&T Express
Barang + analisis rute - Tiki
drop paket terdekat - Si Cepat
- Jasa antar kirim barang
lainnya

3 Autonomous Car data global: - Tesla


- 2019 : 31 juta - Waymo
unit - Volvo
- 2020 : -3% - BMW
- 2021-2023 : - Nissan
+60% - Ford
- General Motors
Indonesia? - ...

Halaman | 42
Estimasi
Tipe
No No Jenis Layanan pengguna Daftar Pengguna
Layanan
layanan/ Tahun

4 Basemap Navigasi Masyarakat umum


Gratis (Perorangan)

B Analisis 1 Layanan Analisa 72 Perusahaan Retail dan


& lokasi bisnis Perusahaan Berbasis
Kostumis Bisnis Analyst Consultant
asi Peta
Dasar 2 Layanan Jaringan 253.000.000 Provider Operator Seluler
Komunikasi Seluler

3 Layanan Jaringan 839.334 Pengguna Jaringan


Internet Fiber Internet Rumahan

4 Layanan Jaringan 77.190.000 PLN


Kelistrikan

5 Layanan Perbankan 768 BUKU III modal inti di


atas Rp5 triliun hingga
Rp30 triliun sebanyak 26
bank dan BUKU IV
dengan modal inti diatas
Rp 30 triliun sebanyak 6
bank.

6 Kebutuhan Peta 6.576 Kabupaten Kota + Provinsi


Dasar untuk RDTR,
RTRW dan RZWP3K
(Kab/Kota + Provinsi)

7 Layanan Tematik 46.032 Kedinasan yang


kedinasan dimungkinkan
pemerintahan menggunakan layanan
basemap secara aktif :
● Dinas Pendidikan
● Dinas Kesehatan
● Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan
● Dinas Perdagangan
dan Perindustrian,
Koperasi dan Usaha
Kecil Menengah
● Dinas Pekerjaan
Umum dan Penataan
Ruang,
● Dinas Perhubungan
● Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu

8 Smart City 100 Kota terdaftar smart city

C Gaya 1 E-Commerce 107.994.200 Penjual dan Pembeli E-


Hidup Commerce

2 Media sosial 171.000.000 Masyarakat medsos


(sebagai geotagging)
sayangnya Indonesia
belum memiliki
medsosnya sendiri seperti
China (weibo) atau Korea

Halaman | 43
Estimasi
Tipe
No No Jenis Layanan pengguna Daftar Pengguna
Layanan
layanan/ Tahun

(Kakao Talk)

3 Travel dan Akomodasi 290.871.785 - Traveloka


- Air BnB
- Tiket.com
- PegiPegi
- Agoda
- OYO
- Airy room
- Moovit

4 Property 12.000.000 Penjual dan Pembeli


Property (rumah.com
lamudi rumah123, dll)

5 Gaming (Rank based 31.000.000 Masyarakat gaming


location)

6 Pemasangan aplikasi 36.400.000 Masyarakat pengguna


basemap di smartphone terbaru
smartphone

Sumber :
[1] Hootsuite Indonesia 2021
[2] katadata.co.id
[3] https://entrepreneur.uai.ac.id/
[4] dailysuites.id
[5] The Asian Post - Ride Hailing User App in Indonesia
[6] Mobile Legend Bang Bang
[7] dailysocial.id
[8] tek.id
[9] Penggalian informasi dari pengembang aplikasi
[10] kominfo.go.id
[11] Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) (selular.id)
[12] pln.co.id
[13] OJK KBMI 2021
[14] similiarweb.com
[15] Perkiraan sendiri

B. Analisis Pasar (Market)


Salah satu langkah dalam persiapan proyek KPBU adalah market sounding yang
bertujuan untuk mengidentifikasi minat pasar (dunia industri atau badan
usaha) terhadap proyek tersebut dan mengikuti proses pelelangannya. Untuk
KPBUMN dalam penyelenggaraan IGD ini, market sounding memang belum
dilaksanakan. Tetapi karena proyek ini terbatas hanya untuk BUMN, maka
berbagai koordinasi khususnya dengan Kementerian BUMN sudah berjalan.

Pada pembahasan rancangan Peraturan Presiden tentang KPBUMN dalam


penyelenggaraan IGD, Kementerian BUMN sudah terlibat dan memberikan
dukungan penuh. Hal ini secara tidak langsung sudah merepresentasikan
minat BUMN untuk menjalankan proyek ini.

Halaman | 44
Kemudian, setelah Peraturan Presiden No.11 Tahun 2021 disahkan, diadakan
pertemuan antara Kepala BIG dengan Wakil Menteri I BUMN pada tanggal 22
Maret 2021 untuk membicarakan rencana KPBUMN ini. Dalam pertemuan ini,
Wakil Menteri I BUMN mengundang tiga BUMN jasa survei untuk hadir yaitu:
PT Biro Klasifikasi Indonesia, PT Sucofindo, dan PT Surveyor Indonesia. Wamen
I BUMN memerintahkan agar tiga BUMN secara bersama-sama melaksanakan
studi kelayakan terkait KPBUMN ini dalam jangka waktu 6 minggu.

Seiring dengan program Kementerian BUMN untuk menyederhanakan jumlah


BUMN, maka BUMN jasa survei juga menjalani proses untuk dijadikan 1
perusahaan holding. Proses ini selesai dengan keluarnya Peraturan Pemerintah
Nomor 66 Tahun 2021 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik
Indonesia ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Biro
Klasifikasi Indonesia yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 4 Mei
2021. Dengan keluarnya Peraturan Presiden ini, maka sekarang terbentuk satu
holding BUMN Survei yang dipimpin PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero).

BIG pernah diundang oleh PT Biro Klasifikasi Indonesia pada tanggal 31 Maret
2021 untuk menjelaskan secara umum tentang rencana KPBUMN ini.
Meskipun ini bukan merupakan kegiatan market sounding, tetapi ini dapat
dianggap sebagai penjajakan awal minat BUMN jasa survei untuk mengikuti
proyek KPBUMN ini. Tanggapan yang positif muncul dalam pertemuan ini, tidak
hanya dari BUMN jasa survei, tetapi juga dari BUMN-BUMN penyedia
infrastruktur dan pengguna informasi geospasial seperti PT. Telkom, PT. PLN
dan PT Inalum.

C. Analisis Struktur Pendapatan KPBUMN


Untuk pengembalian investasi dan keuntungan BUMN Pelaksana, maka BUMN
Pelaksana diberikan hak atau lisensi untuk menyediakan layanan komersial
yang dapat ditawarkan kepada para pengguna. Berdasarkan jenis layanan peta
dasar yang disediakan, pendapatan KPBUMN dibagi menjadi 4 skema
penarikan biaya. Skema penarikan biaya adalah sebagai berikut:

● Basemap Services
a. Tarif Peta Dasar Statis : $5.00 / 1.000 akses
b. Tarif Dinamis : $7.00 / 1.000 akses
● Geospatial Analytical Services
a. Tarif Routing : $5.00 / 1.000 akses
b. Tarif Find location : $17.00/ 1.000 akses
c. Tarif advanced routing : $10.00 / 1.000 akses
● Managed Services
a. Design, Plan, & Analyze : $50.00 /2 user (untuk pengguna
Pemerintah atau BUMN)
b. Design, Plan, & Analyze : $75.00 /2 user (untuk pengguna non-
Pemerintah atau non-BUMN)

Halaman | 45
● Layanan lainnya
a. Pemasangan aplikasi peta dasar di smartphone yang beredar di
indonesia: $0.75 / smartphone
b. Layanan analisis geospasial atau pemetaan tematik : tergantung
luasan dan kompleksitas data
c. Jenis layanan lain yang ditentukan oleh Badan Informasi Geospasial
Mekanisme penyesuaian tarif yang berdampak terhadap pendapatan dapat
dilakukan jika terjadi :

● kenaikan biaya KPBUMN (cost over run);


● penyesuaian masa kontrak KPBUMN;
● pengembalian KPBUMN melebihi tingkat maksimum yang ditentukan
sehingga dimungkinkan pemberlakuan mekanisme penambahan
pembagian keuntungan (clawback mechanism);
● pemberian insentif atau pemotongan pembayaran dalam hal pemenuhan
kewajiban penyediaan Peta Dasar.
Mekanisme penyesuaian tarif dilakukan oleh BUMN Pelaksana berdasarkan
pertimbangan pertimbangan di atas.

D. Potensi Pendapatan
Potensi pendapatan dalam proyek KPBUMN diperoleh dari layanan komersial
peta dasar dan layanan analisis geospasial. Jumlah prediksi pendapatan
dilakukan berdasarkan hasil survei statistik dari berbagai macam sumber yang
dihitung berdasarkan tarif dasar. Simulasi pendapatan dari layanan komersial
peta dasar disampaikan dalam Tabel 4-2 berikut ini.

Tabel 4-2. Simulasi komersialisasi KPBUMN


Estimasi
Tarif Pengguna statis Tarif Pengguna Total Tarif Tarif Layanan dalam
No Jenis Layanan Penggunaan
map dinamis map Layanan ($) Rupiah
/ Tahun
1 Transportasi 696.000.000 Tarif Pengguna dinamis $ 4,872,000.00 $ 20,184,000.00 292,668,000,000.00
online map
*[1] [5] [8] [7]
Tarif Layanan Routing ($) / $ 3,480,000.00
satuan Akses
Tarif Layanan Pencarian $ 11,832,000.0
Lokasi ($) / Satuan Akses
2 Jasa logistik 2.405.702 Tarif Layanan Routing ($) / $ 24,057.02 $ 24,057.02 348,826,790.21
antar jemput satuan Akses
dan kirim
Barang +
analisis rute
drop paket
terdekat
*[1]
3 Basemap Bebas Tarif $- $- 0.00
Navigasi Free
(Perorangan)
4 Layanan 72 Design, Planning, and $ 5,400.00 $ 5,400.00 78,300,000.00

Halaman | 46
Estimasi
Tarif Pengguna statis Tarif Pengguna Total Tarif Tarif Layanan dalam
No Jenis Layanan Penggunaan
map dinamis map Layanan ($) Rupiah
/ Tahun
Analisa lokasi analysis
bisnis
*[9]
5 Layanan 253.000.000 Design, Planning, and $ 5,400.00 $ 5,400.000 78,300,000.00
Jaringan analysis
Komunikasi
Seluler
*[10]
6 Layanan 839.334 Tarif Pengguna dinamis $5,875.34 $ 11,275.34 163,492,401.00
Jaringan map
Internet Fiber
*[11] Design, Planning, and $ 5,400.00
analysis
7 Layanan 77.190.000 Tarif Pengguna dinamis $540,330.00 $ 541,230.00 7,847,835,000.00
Jaringan map
Kelistrikan
Design, Planning, and $900.00
*[12]
analysis
8 Layanan 768 Design, Planning, and $57,600.00 $ 57,600.00 835,200,000.00
Perbankan analysis
*[13]
9 Kebutuhan Peta 6.576 Design, Planning, and $ 328,800.00 $ 328,800.00 4,767,600,000.00
Dasar untuk analysis
RDTR, RTRW
dan RZWP3K
(Kab/Kota +
Provinsi)
*[15]
10 Layanan 46.032 Design, Planning, and $ 2,301,600.00 $ 2,301,600.00 33,373,200,000.00
Tematik analysis
kedinasan
pemerintahan
*[15]
11 Smart City 100 Design, Planning, and $ 60,000.00 $ 60,000.00 870,000,000.00
*[15] analysis

12 E-Commerce 107.994.200 Tarif Pengguna statis map $- $ 755,959.400 10,961,411,300.00


*[1] [2]
Tarif Pengguna dinamis $ 755,959.40
map
Tarif Layanan Routing ($) / $-
satuan Akses
Tarif Layanan Pencarian $-
Lokasi ($) / Satuan Akses
Design, Planning, and $-
analysis
13 Media sosial 171.000.000 Tarif Pengguna statis map $- $ 1,197,000.00 17,356,500,000.00
*[1]
Tarif Pengguna dinamis $ 1,197,000.00
map
Tarif Layanan Routing ($) / $-
satuan Akses
Tarif Layanan Pencarian $-
Lokasi ($) / Satuan Akses
Design, Planning, and $-
analysis

Halaman | 47
Estimasi
Tarif Pengguna statis Tarif Pengguna Total Tarif Tarif Layanan dalam
No Jenis Layanan Penggunaan
map dinamis map Layanan ($) Rupiah
/ Tahun
14 Travel dan 290.871.785 Tarif Pengguna statis map $- $ 6.980.922,84 101.223.381.180,00
Akomodasi
Tarif Pengguna dinamis $ 2.036.102,50
* [7] [14]
map
Tarif Layanan Routing ($) / $-
satuan Akses
Tarif Layanan Pencarian $ 4.944.820,35
Lokasi ($) / Satuan Akses
Design, Planning, and $-
analysis
15 Property [3] 12.000.000 Tarif Pengguna statis map $- $ 288.000,00 4.176.000.000,00

Tarif Pengguna dinamis $ 84.000,00


map
Tarif Layanan Routing ($) / $-
satuan Akses
Tarif Layanan Pencarian $ 204.000,00
Lokasi ($) / Satuan Akses
Design, Planning, and $-
analysis
16 Gaming (Rank 155.000 Tarif Pengguna statis map $ 155.000,00 $ 155.000,00 2.247.500.000,00
based location)
Tarif Pengguna dinamis $-
[6]
map
Tarif Layanan Routing ($) / $-
satuan Akses
Tarif Layanan Pencarian $-
Lokasi ($) / Satuan Akses
Design, Planning, and $-
analysis
17 Pemasangan 36.400.000 Tarif Pengguna statis map $ 27.300.000.00 $ 27.300.000,00 395,850,000,000.000
aplikasi
Tarif Pengguna dinamis $-
basemap di
map
smartphone
*[15] Tarif Layanan Routing ($) / $-
satuan Akses
Tarif Layanan Pencarian $-
Lokasi ($) / Satuan Akses
Design, Planning, and $-
analysis
Total Perkiraan Pendapatan (Rp) 872,845,546,671.00

Sumber :
[1] Hootsuite Indonesia 2021
[2] katadata.co.id
[3] https://entrepreneur.uai.ac.id/
[4] dailysuites.id
[5] The Asian Post - Ride Hailing User App in Indonesia
[6] Mobile Legend Bang Bang
[7] dailysocial.id
[8] tek.id
[9] Penggalian informasi dari pengembang aplikasi
[10] kominfo.go.id
[11] Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) (selular.id)
[12] pln.co.id
[13] OJK KBMI 2021

Halaman | 48
Estimasi
Tarif Pengguna statis Tarif Pengguna Total Tarif Tarif Layanan dalam
No Jenis Layanan Penggunaan
map dinamis map Layanan ($) Rupiah
/ Tahun
[14] similiarweb.com
[15] Perkiraan sendiri

Sedangkan pendapatan dari layanan analisis geospasial lainnya yang belum


termasuk dalam tabel di atas diperoleh dari layanan yang akan ditawarkan
dengan target minimal 50 potensi pengguna lain di sektor bisnis maupun
Pemerintahan, dengan nilai Rp 100 juta/bulan (atau Rp 1 miliar per tahun),
sehingga didapat nilai Rp 50 M pendapatan per tahun. Target ini dinilai realistis
karena dari sektor Pemerintahan saja terdapat lebih dari 500 Pemerintah
Daerah yang dalam aktivitasnya akan memerlukan berbagai data dan analisis
geospasial. Sementara di sektor bisnis, pemanfaatan layanan juga akan
semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya literasi digital masyarakat
Indonesia sehingga perkiraan 50 potensi pengguna ini merupakan perkiraan
pesimis.

Semua pendapatan di atas diasumsikan memiliki pertumbuhan sebesar 10%


pada 10 tahun pertama periode komersialisasi dan 5% pada tahun-tahun
berikutnya sampai kontrak berakhir. Pada 10 tahun pertama diperkirakan
bahwa penggunaan layanan peta digital akan terus tumbuh sampai di atas
10%, tetapi setelah itu diambil skenario bahwa pengguna akan terus tumbuh
tetapi dengan tingkat pertumbuhan yang lebih rendah sehingga diasumsikan
5% setelah 10 tahun pertama.

Untuk mendapatkan gambaran tentang potensi pendapatan dan keuntungan


untuk pengembalian investasi BUMN Pelaksana, dilakukan simulasi dengan
berbagai skenario sebagai-berikut:

● Skenario 1:
○ Pembiayaan penyediaan peta dasar beserta infrastrukturnya disediakan
sepenuhnya oleh BUMN Pelaksana sebagai investasi tanpa pembiayaan
dari APBN
○ Biaya penyediaan peta dasar beserta infrastrukturnya adalah sebesar Rp
4,313 triliun yang harus tersedia dalam 2 (dua) tahap sebagai-berikut:
■ Tahap I: Rp 2,634 triliun (tahun 2022-2024)
■ Tahap II: Rp 1,679 triliun (tahun 2025-2027)
○ BUMN Pelaksana memerlukan pinjaman sebesar 80% untuk investasi
penyediaan peta dasar beserta infrastrukturnya untuk setiap tahapnya
dengan tingkat bunga 8%/tahun selama 10 tahun;
○ Lama kontrak 25 tahun;
○ Komersialisasi ditargetkan berjalan penuh pada tahun ke-5, tetapi sudah
dimulai pada tahun ke-3 dengan perkiraan pemasukan sebesar 25% dan

Halaman | 49
tahun ke-4 dengan perkiraan pemasukan 50% dari layanan komersial yang
sudah berjalan penuh;
○ Terdapat pembagian keuntungan antara BIG dengan BUMN Pelaksana
adalah 20:80;
○ Simulasi keuangan untuk skenario ini digambarkan dalam Gambar 4-1.

Gambar 4-1. Simulasi Keuangan dengan Skenario 1

Dengan skenario ini, maka Break Even Point atau BEP (saat ketika
akumulasi pengeluaran sama dengan akumulasi pendapatan sampai
dengan tahun tersebut) terjadi pada tahun 2030. Artinya mulai saat itu
sebenarnya sudah terdapat akumulasi keuntungan positif dari proyek
KPBUMN ini. Total akumulasi keuntungan BUMN Pelaksana di akhir
kontrak pada tahun 2047 adalah sebesar Rp 23,71 triliun sedangkan
total akumulasi bagian keuntungan untuk PNBP BIG adalah sebesar Rp
6,43 triliun.

Internal Rate of Return (IRR) yang diperoleh Skenario 1 adalah sebesar


15.53%. Nilai IRR tersebut diperoleh dari perhitungan dengan rincian
sebagai berikut :

● Rumus yang digunakan untuk menghitung IRR :


𝑁𝑃𝑉1
𝐼𝑅𝑅 = 𝑖1 + 𝑁𝑃𝑉1−𝑁𝑃𝑉2 (𝑖2 − 𝑖1)

Keterangan :

i1 = Discount rate minimal

Halaman | 50
i2 = Discount rate maksimal

NPV1 = Nilai minimal selisih kas masuk dan keluar

NPV2 = Nilai maksimal selisih kas masuk dan keluar

● Nilai discount rate minimal (i1) yang digunakan sebesar 9%


● Nilai discount rate maksima (i1) yang digunakan sebesar 13%
● NPV1 diperoleh dari nilai rerata Discounted Cash Flow yang
1
dihitung setiap tahun dengan rumus 𝑥 (𝑁𝐶𝐹𝑛)
(1+9%)𝑛

● NPV2 diperoleh dari nilai rerata Discounted Cash Flow yang


1
dihitung setiap tahun dengan rumus 𝑥 (𝑁𝐶𝐹𝑛)
(1+13%)𝑛

● Skenario 2:

Perbedaan Skenario 2 dibanding Skenario 1 adalah di pembagian porsi


keuntungan. Dalam skenario ini diasumsikan bahwa pembagian
keuntungan adalah 20:80 sebelum BEP dan berubah menjadi 50:50
sesudah BEP.

Simulasi akumulasi pengeluaran dan pendapatan dengan skenario ini


digambarkan dalam Gambar 4-2 sebagai-berikut:

Gambar 4-2. Simulasi Keuangan dengan Skenario 2

Sampai dengan BEP, Skenario 2 ini tentunya sama hasilnya dengan


Skenario 1. Perbedaannya muncul setelah BEP di mana porsi PNBP BIG
menjadi lebih besar dibanding Skenario 1 dan porsi keuntungan BUMN

Halaman | 51
Pelaksana menjadi lebih kecil. Dengan ini maka total akumulasi PNBP
BIG di akhir kontrak yaitu Rp 15,768 triliun, akan sedikit lebih besar
dibandingkan dengan total akumulasi keuntungan BUMN Pelaksana
yaitu sebesar Rp 14,38 triliun.

Dengan berkurangnya porsi keuntungan BUMN Pelaksana ini, maka IRR


untuk Skenario 2 juga menjadi lebih kecil yaitu 14.27%.

● Skenario 3

Dalam skenario ini juga terjadi perubahan porsi pembagian keuntungan


antara PNBP BIG dengan keuntungan BUMN Pelaksana dari 20:80
sebelum BEP dan perubahan bertahap secara bertahap setelah BEP,
yaitu penambahan 5% terhadap porsi PNBP BIG dan pengurangan 5%
terhadap keuntungan BUMN Pelaksana setiap tahun sampai tercapai
pembagian keuntungan 50:50 yang dipertahankan sampai akhir kontrak.

Simulasi akumulasi pengeluaran dan pendapatan dengan skenario ini


digambarkan dalam Gambar 4-3 sebagai-berikut:

Gambar 4-3. Simulasi Keuangan dengan Skenario

Skenario 3 ini tentunya juga akan menghasilkan hasil yang sama dengan
dua skenario sebelumnya sampai dengan BEP. Perubahan pembagian
porsi keuntungan secara bertahap setelah BEP sampai dengan tercapai
pembagian 50:50, membuat total akumulasi keuntungan untuk BUMN
Pelaksana dan total akumulasi PNBP BIG menjadi hampir sama yaitu Rp
14,80 triliun untuk BUMN Pelaksana dan Rp 15,34 triliun untuk PNBP
BIG.

Halaman | 52
IRR untuk Skenario 3 ini berada di antara IRR Skenario 1 dan Skenario
2 yaitu 14,51%.

Berdasarkan 3 skenario tersebut, maka skenario 2 merupakan skenario


yang terpilih karena memberikan keuntungan yang lebih baik bagi
pemerintah. Namun demikian, skenario pembagian keuntungan antara
pemerintah pusat dan BUMN Pelaksana akan ditentukan berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak. BUMN Pelaksana dapat memberikan
alternatif skenario lain dalam penawaran kerjasama sepanjang memberikan
keuntungan bagi kedua belah pihak secara adil.

Halaman | 53
BAB V. ANALISIS BIAYA MANFAAT SOSIAL DAN ANALISIS NILAI MANFAAT
UANG (VALUE FOR MONEY)

A. Analisis Biaya Manfaat dan Sosial


Analisis manfaat dan biaya merupakan alat bantu untuk membuat keputusan
publik dengan mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat. Analisis ini
melihat apakah biaya sosial yang muncul dari sebuah program atau proyek itu
sebanding atau jauh lebih kecil dibanding dengan manfaat sosial yang akan
didapatkan. Biasanya analisis ini terintegrasi dengan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dilakukan untuk mengevaluasi dampak
suatu proyek atau program terhadap lingkungan hidup. Sehingga analisis ini
tidak hanya melihat manfaat dan biaya individu atau pelaku usaha, tetapi
secara menyeluruh memperhitungkan manfaat dan biaya sosial.
Dalam ekonomi neoklasik, biaya sosial terdiri dari biaya pribadi (private cost) dan
biaya eksternal (external cost). Biaya pribadi adalah biaya yang ditanggung aktor
ekonomi (dalam hal ini BUMN Pelaksana) untuk menyediakan peta dasar dan
kemudian mengoperasikan layanan-layanan komersialnya. Biaya tersebut
kemudian membentuk harga jual produk layanan dengan memperhatikan
persentase keuntungan yang diharapkan seperti sudah disampaikan dalam
simulasi potensi pendapatan dalam Bab IV sebelumnya.
Biaya eksternal adalah adalah biaya yang muncul sebagai akibat eksternalitas
negatif atau dampak negatif yang muncul secara sosial dari sebuah proyek. Biaya
ini harus ditanggung oleh pihak selain aktor pelaku aktivitas ekonomi, biasanya
masyarakat di sekitarnya. Eksternalitas negatif dari sebuah proyek biasanya
terkait dengan aspek lingkungan sehingga analisis ini biasanya terkait dengan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Kegiatan penyediaan peta dasar bukan merupakan kegiatan yang sifatnya
pembangunan fisik di lapangan sehingga dampak lingkungan dan dampak
sosialnya pun minimal. Kegiatan di lapangan hanya berupa pengukuran titik
kontrol dan pengumpulan data nama-nama rupabumi yang meskipun tetap perlu
dikomunikasikan secara baik dengan pemilik lokasi di mana titik kontrol itu
berada, tetapi tidak memberikan dampak sosial.
Dengan biaya sosial yang minimal seperti ini, kegiatan KPBUMN ini memberikan
manfaat yang besar meliputi :
a. Penyediaan peta dasar skala besar untuk wilayah Indonesia dapat dipenuhi
dalam kurun waktu lebih cepat dan pembiayaan yang lebih murah.
b. Tersedianya peta dasar skala besar secara menyeluruh yang diselenggarakan
melalui skema KPBUMN dapat menghemat penganggaran dari K/L terkait
maupun Pemerintah Daerah yang awalnya masih menganggarkan secara
terpisah karena keterbatasan ketersediaan IGD yang belum tersedia secara
menyeluruh.
c. Penyusunan peta-peta tematik termasuk peta rencana tata ruang,

Halaman | 54
kebencanaan, peta desa, dst dapat segera dipenuhi (sebelumnya, harus
menunggu peta dasar tersedia).
d. Meningkatkan pendapatan pemerintah melalui PNBP berdasarkan perjanjian
kerjasama.
e. Peningkatan pemanfaatan IGD di sektor non pemerintah khususnya di bisnis
IG hilir sehingga meningkatkan nilai ekonomi dan iklim investasi.
f. Tersedianya opsi layanan IG berupa layanan untuk navigasi dan analisa
spasial yang terpercaya, komprehensif, akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan dan lebih terjangkau.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyediaan peta dasar melalui


KPBUMN ini memiliki manfaat yang besar dengan biaya sosial yang hampir tidak
ada.

B. Analisis Nilai Manfaat Uang (Value for Money)

Tujuan dari Analisis Nilai Manfaat Uang (Value for Money/VfM) adalah untuk
membandingkan dampak finansial dari proyek KPBUMN (perkiraan penawaran
badan usaha milik negara) terhadap alternatif penyediaan IGD secara tradisional
menggunakan APBN oleh Pemerintah (Public Sector Comparator/PSC). Secara
umum, sebuah proyek KPBUMN layak untuk dipertimbangkan apabila memiliki
nilai VfM yang positif, yaitu ketika biaya atau cost untuk melaksanakan proyek ini
secara tradisional oleh Pemerintah (skema PSC) bernilai lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan biaya atau cost apabila dilaksanakan dengan skema
KPBUMN. Analisis VfM dapat dilakukan secara kuantitatif maupun secara
kualitatif.

Analisis Kuantitatif

Dengan skema KPBUMN, biaya proyek akan menjadi lebih murah karena ada
sebagian risiko yang awalnya diemban oleh Pemerintah yang kemudian beralih
menjadi risiko yang harus ditanggung oleh BUMN Pelaksana, sebagaimana
digambarkan pada Gambar 5-1 berikut ini:

Halaman | 55
Gambar 5-1. Konsep dasar Value for Money dalam sebuah proyek KPBU3.

Komponen biaya untuk proyek percepatan penyediaan peta dasar skala besar
(1:5.000) yang dilanjutkan dengan operasionalisasi layanan berbasis peta dasar
dan pemutakhirannya, apabila dilaksanakan dengan skema pengadaan APBN
(PSC) dan skema KPBUMN dapat diidentifikasi sebagai-berikut.

1. Biaya Penyediaan Peta Dasar Skala 1:5.000

Biaya ini adalah biaya produksi yang dibutuhkan untuk 2 (dua) tahapan
utama penyediaan peta dasar, yaitu:

● Akuisisi data geospasial dasar sesuai dengan skenario kombinasi teknologi


terpilih yang disampaikan dalam Bab IV, yaitu total sebesar Rp 2,664
triliun
● Produksi peta dasar skala besar 3D dari data geospasial dasar yang
dihasilkan, termasuk biaya untuk memproduksi peta dasar skala
1:25.000,1:50.000, 1:250.000 dan 1:1.000.000 melalui proses generalisasi,
yaitu total sebesar Rp 1,221 triliun.

Biaya ini harus dikeluarkan pada 2 tahap yaitu Tahap I (2022-2024) dan
Tahap II (2025-2027). Baik untuk skema PSC maupun untuk skema KPBUMN,
biaya yang diperlukan untuk komponen ini adalah sama.

3 Sumber: Value for Money (VfM) dan Manajemen Pendukung dalam Penyiapan Proyek Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha (KPBU), PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), disampaikan dalam Pelatihan Kelayakan
Penyiapan KPBUMN

Halaman | 56
2. Biaya Penyediaan Infrastruktur Peta Dasar dan Layanan Komersial

Komponen ini adalah biaya yang diperlukan untuk membangun infrastruktur


yang diperlukan untuk memproduksi peta dasar, baik hardware maupun
software sehingga diperlukan di awal yaitu pada tahun 2022-2023. Juga
infrastruktur ini kemudian dapat dimanfaatkan untuk penyediaan layanan
komersial mulai tahun 2024.

Perkiraan BIG untuk biaya komponen ini adalah Rp 234 miliar, yang akan
tetap sama baik untuk skema PSC maupun untuk skema KPBUMN.

3. Biaya Kontrol Kualitas Produk Peta Dasar

Untuk meyakinkan bahwa kualitas produk peta dasar yang dihasilkan dalam
proyek ini memenuhi persyaratan spesifikasi teknis yang ditetapkan BIG,
maka diperlukan pekerjaan kontrol kualitas. Untuk skema PSC, pekerjaan ini
merupakan kontrak pekerjaan konsultansi yang terpisah dari kontrak
pekerjaan penyediaan peta dasar dan infrastrukturnya. Dengan asumsi bahwa
pengadaan jasa konsultansi ini menggunakan tender internasional, perkiraan
biayanya adalah Rp 213 miliar selama proses penyediaan peta dasar yaitu
tahun 2022-2027. Untuk skema KPBUMN, kontrol kualitas tetap dapat
menjadi beban BUMN Pelaksana sehingga BUMN Pelaksana harus melakukan
kontrak untuk pekerjaan kontrol kualitas ini dengan pihak lain. Dengan
demikian, maka dapat diasumsikan bahwa komponen biaya untuk kontrol
kualitas juga akan memiliki nilai yang sama baik untuk skema PSC maupun
skema KPBUMN.

4. Biaya Operasional Layanan Komersial

Biaya operasional layanan komersial terdiri atas biaya yang digunakan untuk
operasional penyediaan layanan basemap (Operation Cost Basemap Services)
dan layanan analisis dan konsultasi (Operation Cost of Analysis and Consulting
Services). Kebutuhan terhadap Operation Cost Basemap Services setiap tahun
diperhitungkan sebesar Rp 40 Miliar dengan memperhitungkan adanya inflasi
sebesar 4% setiap tahun. Sedangkan Operation Cost of Analysis and Consulting
Services yang dibutuhkan setiap tahun mencapai Rp 15 Miliar dengan
perhitungan pengaruh inflasi sebesar 4% setiap tahun. Biaya operasional
mulai diperlukan sejak tahun ke-lima proyek yaitu pada saat penyediaan
layanan mulai dilakukan.

Apabila kontrak KPBUMN ini diasumsikan 25 tahun dari 2022 s/d 2047, maka
total kebutuhan biaya operasional layanan komersial ini adalah sebesar Rp
1,778 triliun.

Halaman | 57
5. Biaya Pemutakhiran Data dan Pemeliharaan Infrastruktur

Pengguna layanan komersial tentunya memerlukan data yang selalu up to


date, sehingga proses pemutakhiran harus terus menerus dilakukan secara
kontinyu. Biaya pemutakhiran ini diperhitungkan sebesar Rp 55,8 miliar per
tahun dimulai dari tahun 2025 dengan kenaikan sebesar laju inflasi 4% setiap
tahunnya.

Sedangkan biaya pemeliharaan mencakup biaya pemeliharaan terhadap


infrastruktur yang sudah dibangun yang dikenakan mulai tahun ke-2 atau
sejak komersialisasi terhadap layanan dilakukan. Besaran biaya pemeliharaan
infrastruktur ini adalah 10% dari biaya pembangunannya setiap tahun dengan
tingkat kenaikan sebesar 10% per tahun sampai dengan akhir kontrak.

Total biaya yang dibutuhkan untuk pemutakhiran data dan pemeliharaan


infrastruktur selama 25 tahun proyek ini berjalan adalah Rp 2,110 triliun.

6. Biaya Pengadaan

Untuk skema PSC, diasumsikan proyek ini dilaksanakan dengan pola tahunan
sebagaimana pekerjaan yang dibiayai APBN pada umumnya, sehingga proses
pengadaan (tender atau lelang) juga harus dilaksanakan setiap tahun. Total
jumlah lelang yang harus dilaksanakan untuk skema PSC adalah:

● 2022-2027: 2 pengadaan barang/jasa per tahun, yaitu untuk 1) pekerjaan


terintegrasi penyediaan data dan infrastruktur sistem produksi peta dasar,
dan 2) pekerjaan jasa konsultan kontrol kualitas, sehingga total terdapat
12 kali proses pengadaan barang/jasa
● 2025-2047: 2 pengadaan barang/jasa per tahun, yaitu untuk 1)
penyediaan layanan komersial, dan 2) pemutakhiran peta dasar, sehingga
total terdapat 46 pengadaan

Berdasarkan anggaran BIG, biaya yang dibutuhkan untuk 1 kali pengadaan


adalah sekitar Rp 300 juta, sehingga untuk 58 pengadaan diperlukan biaya
Rp 17,4 miliar selama proyek berlangsung.

Sedangkan untuk KPBUMN hanya diperlukan 1 kali lelang di awal untuk


memilih BUMN Pelaksana sehingga hanya diperlukan biaya Rp 300 juta.

7. Biaya Manajemen Proyek

Komponen ini adalah biaya yang dibutuhkan oleh BIG untuk mengelola proyek
ini, yang meliputi kegiatan seperti koordinasi dengan berbagai pemangku
kepentingan, pelatihan, monitoring, dan supervisi proyek. Biaya manajemen
proyek ini adalah sebesar Rp 69,3 miliar untuk tahun 2022-2027 ketika
tahapan penyediaan peta dasar skala besar, ditambah dengan Rp 10 miliar per
tahun untuk tahun-tahun seterusnya sampai akhir kontrak kerja sama

Halaman | 58
sehingga total kebutuhan untuk komponen ini adalah Rp 260 miliar.

8. Biaya Risiko

Beberapa risiko yang dapat dikuantifikasi perkiraan biayanya adalah sebagai-


berikut:

● Risiko bahwa pasar pengguna layanan komersial yang diperkirakan


ternyata tidak sebesar daripada yang diperkirakan sehingga risiko
pendapatan menjadi berkurang akan selalu ada. Tetapi dapat diperkirakan
apabila layanan komersial dijalankan BIG (meskipun melalui sebuah BLU),
maka pendapatan tidak akan sebanyak apabila dilaksanakan oleh sebuah
badan usaha karena memerlukan mind set dan budaya kerja yang berbeda.
Ini mengakibatkan munculnya risiko yang lebih besar bahwa pendapatan
akan jauh berkurang apabila dijalankan oleh Pemerintah, sehingga dalam
kajian ini diasumsikan:
- Risiko PSC: 50% dari total estimasi pendapatan s/d 2047
- Risiko KPBUMN: 25% dari total estimasi pendapatan s/d 2047

Karena total pendapatan proyek ini sampai dengan 2047 diperkirakan


mencapai sebesar Rp 36 triliun, maka biaya risiko pasar atau pendapatan
adalah sebesar Rp 18 triliun untuk skema PSC dan Rp 9 triliun untuk
skema KPBUMN.

● Risiko perubahan suku bunga hanya terjadi untuk skema KPBUMN


dengan asumsi bahwa BUMN Pelaksana memerlukan pinjaman untuk
membiayai investasi awal. Diasumsikan bahwa risiko bunga 8% dari
pinjaman awal dengan total bunga sebesar 2,766 M

Biaya risiko lain belum dapat dikuantifikasi, tetapi diperkirakan bernilai sama
baik untuk skema PSC maupun untuk skema KPBU sehingga tidak
berpengaruh dalam perhitungan VfM.

Halaman | 59
Total analisis kuantitatif perhitungan VfM disampaikan dalam Tabel 5-1 berikut ini.

Tabel 5-1. Analisis Kuantitatif Biaya Proyek dengan Skema PSC dan Skema
KPBUMN untuk menghitung Value for Money
No. Komponen Biaya PSC KPBUMN
(Rp M) (Rp M)

1. Penyediaan Peta Dasar skala 1:5.000

- Akuisisi DG Dasar 2.644 2.644

- Produksi Peta Dasar 3D 1.221 1.221

2. Penyediaan infrastruktur produksi peta dasar dan layanan 234 234


komersial

3. Kontrol kualitas 213 213

4. Operasional layanan komersial (total selama kontrak 1.778 1.778


(2025-2047))

5. Pemutakhiran data dan maintenance (total selama kontrak 2.110 2.110


((2025-2047))

6. Pengadaan 15 0,3

7. Manajemen Proyek (supervisi, koordinasi, monev) 260 260

8. Risiko (Pengurang):

- Politik TBD TBD

- Finansial TBD TBD

- Operasional TBD TBD

- Pasar/Pendapatan 18.000 9.000

- Suku Bunga 0 2.766

- Nilai Tukar TBD TBD

- Perubahan kurs ekstrem TBD TBD

- Kahar TBD TBD

- Pendapatan TBD TBD

Total 26.475 20.226,3

Halaman | 60
Dari komponen biaya yang dapat dikuantifikasi, termasuk biaya resiko, dapat
disimpulkan bahwa nilai besaran kuantitatif biaya proyek PSC adalah lebih besar
daripada dengan skema KPBUMN maka dapat dinyatakan bahwa KPBUMN lebih
efisien dibandingkan dengan PSC.

Aspek lain yang harus diperhitungkan dalam penentuan VfM adalah Competitive
Neutrality yang merupakan prinsip dasar hukum dan kebijakan persaingan bahwa
perusahaan harus bersaing berdasarkan keunggulan dan tidak boleh mengambil
keuntungan dari keuntungan yang tidak semestinya, misalnya karena kepemilikan
atau kebangsaan mereka.

Sesuai amanat Undang-Undang No.4 Tahun 2011, IGD hanya diselenggarakan


oleh Pemerintah, dalam hal ini BIG. Skema KPBUMN ini hanyalah pemilihan
skema pembiayaan untuk pelaksanaan tugas ini. Dengan demikian, dalam
KPBUMN ini BIG meminta BUMN Pelaksana untuk melaksanakan tugas yang
diamanatkan kepada BIG, dan ini dimungkinkan dengan dasar hukum
sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No.11 tahun 2020.

Analisis Kualitatif

Secara kualitatif, skema KPBUMN memberikan keuntungan dibandingkan apabila


penyediaan peta dasar dan layanan komersialnya dilaksanakan melalui skema
PSC, yaitu:

● Penyelesaian proyek tanpa membebani keuangan negara


● Penyelesaian proyek yang lebih cepat karena proses pengadaan hanya
dilaksanakan 1 (satu) kali
● Pemberian layanan dengan standar yang lebih tinggi karena disediakan oleh
lembaga bisnis dibandingkan apabila layanan tersebut harus disediakan
oleh BIG yang tidak memiliki budaya kerja bisnis; dan
● Dampak sosial dan ekonomi yang lebih luas kepada masyarakat dengan
tumbuhnya industri sektor hilir pemanfaatan informasi geospasial.

Berdasarkan hasil kajian nilai manfaat uang, penyediaan peta dasar skala besar
yang dilanjutkan dengan penyediaan layanan berbasis peta dasar kepada pengguna
dengan skema KPBUMN ini akan sangat bermanfaat dan memberikan nilai ekonomi
yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan skema pembiayaan menggunakan
APBN.

Halaman | 61
BAB VI. KESESUAIAN RENCANA KPBUMN DENGAN KEBIJAKAN NASIONAL

A. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020 -


2024, merupakan dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk
periode 5 (lima) tahun, dan pedoman bagi Kementerian/Lembaga dalam
menyusun Rencana Strategis Kementerian/Lembaga. RPJMN memuat strategi
pembangunan nasional, kebijakan umum, Proyek Prioritas Strategis, program
Kementerian/Lembaga, dan lintas Kementerian/Lembaga, arah pembangunan
kewilayahan dan lintas kewilayahan, Prioritas Pembangunan, serta kerangka
ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh
termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka
regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Penyelenggaraan IG
termuat di RPJMN yang dijabarkan dalam 4 (empat) Lampiran utama, yaitu:

● Naskah Lampiran I.

BIG berkontribusi dalam pembangunan Prioritas Nasional (PN) II -


Pengurangan Kesenjangan Antar Wilayah melalui Penguatan Konektivitas
dan Kemaritiman yang masuk pada sasaran (Prioritas) - Kelembagaan dan
Keuangan Daerah, melalui indikator pembangunan “Jumlah lembar Peta
Dasar skala 1:5.000”, dimana baseline 2019 mencakup 5.013 nomor lembar
peta (NLP) dan target 2024 diharapkan akan tercapai 125.810 NLP untuk
seluruh wilayah Indonesia non-hutan. Peta dasar sebagaimana dimaksud
nantinya juga akan mendukung ketersediaan IGD skala besar (1:5.000)
sebagai dasar penyusunan RDTR yang berkualitas.

● Proyek Prioritas Strategis RPJMN Tahun 2020-2024, tercantum dalam


Lampiran II.

BIG sebagai pelaksana bersama beberapa Kementerian/Lembaga terkait


terlibat dalam beberapa Proyek Prioritas Strategis, diantaranya:

- Ibu Kota Negara (IKN). Keterlibatan BIG adalah melalui penyediaan


sumber data dan peta dasar skala besar (skala 1:5.000) untuk calon Ibu
Kota Negara.

- Penguatan Sistem Peringatan Dini Bencana. Keterlibatan BIG adalah


melalui highlight proyek “Stasiun Pasang Surut Permanen yang
Dibangun”.

Halaman | 62
● Matrik Pembangunan RPJM Nasional Tahun 2020-2024, tercantum dalam
Lampiran III.

Keterlibatan BIG melalui Program Penyelenggaraan Informasi Geospasial di


dalam Matrik Pembangunan RPJM Nasional Tahun 2020-2024, meliputi:

- Pembangunan Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika

- Pemetaan Batas Wilayah

- Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai, dengan indikator berupa


panjang garis pantai terpetakan

- Pemetaan Rupabumi dan Toponim

- Pengelolaan dan Penyebarluasan Informasi Geospasial

● Arah Pembangunan Wilayah RPJM Nasional Tahun 2020-2024, tercantum


dalam Lampiran IV

Di dalam Lampiran IV disebutkan bahwa BIG menjadi salah satu instansi


pelaksana pada PN-II yaitu Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi
Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan. Hampir seluruh kegiatan yang
diampu BIG pada masing-masing program prioritas tersebut di atas berada
pada KP 5: Kelembagaan dan Keuangan Daerah, dengan Proyek Prioritas
Nasional: Peningkatan kapasitas pemerintahan daerah di masing-masing
provinsi, serta di bawah nomenklatur Proyek: Penerapan PTSP Prima
berbasis elektronik.

Adapun indikatornya secara umum mencakup:

- Data Geospasial Dasar Skala 1:5.000 (km2)

- Informasi Geospasial Dasar Skala 1:5.000; serta

- Kesepakatan Teknis Batas Wilayah Administrasi Desa/Kelurahan

B. Rencana Strategis Badan Informasi Geospasial 2020-2024

Renstra BIG Tahun 2020 - 2024 merupakan arahan yang akan dijabarkan ke
dalam rencana program dan kegiatan di setiap satuan unit kerja di lingkungan
BIG untuk mencapai sasaran-sasaran strategis Lembaga dalam rangka
mendukung pencapaian sasaran nasional. Renstra BIG Tahun 2020 - 2024,
memuat:

● visi, misi, dan tujuan;

● arah kebijakan, strategi, kerangka regulasi, dan kerangka kelembagaan;


dan

Halaman | 63
● target kinerja dan kerangka pendanaan

Sesuai dengan arahan kebijakan dan strategi nasional yang tertuang dalam
RPJMN Tahun 2020-2024, secara garis besar dapat ditarik benang merah
bahwa penyelenggaraan informasi geospasial oleh BIG diarahkan pada:

● Tersedianya informasi geospasial dasar skala besar

● Pembinaan peta tematik prioritas, khususnya untuk skala yang lebih


detail terutama pada bidang kewilayahan

● Optimalisasi infrastruktur informasi geospasial nasional yang tercermin


dalam berbagi data informasi geospasial, khususnya melalui Satu Data
Indonesia

Arahan kebijakan BIG dalam rangka penyelenggaraan informasi geospasial


yang berhasil guna dan berdaya guna, terdiri atas:

a. Meningkatkan penyediaan informasi geospasial yang lengkap dan akurat


untuk memenuhi kebutuhan pembangunan nasional.

b. Melaksanakan pembinaan lintas sektoral dalam rangka penyediaan


informasi geospasial tematik.

c. Meningkatkan efektivitas infrastruktur informasi geospasial dalam


mendukung pemanfaatan informasi geospasial nasional yang optimal.

d. Menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan


informasi geospasial.

Program percepatan penyediaan peta dasar skala besar ini merupakan


pelaksanaan dari arahan huruf a. Penyediaan data dan informasi geospasial
nasional menjadi salah satu faktor penting dalam upaya pembangunan
berbasis kewilayahan. Lebih jauh, hal tersebut juga menjadi bagian dari upaya
pemerataan pembangunan dan pengurangan kesenjangan antar wilayah serta
bagian dari pelayanan publik yang dapat mendukung pemerataan pelayanan
dasar di seluruh wilayah dan mendorong investasi dalam rangka
pengembangan ekonomi di masing-masing wilayah. Di samping mendukung
RPJMN 2020-2024, arah kebijakan ini juga akan memperkuat BIG khususnya
dalam melaksanakan prioritas nasional (PN) sebagai berikut:

● PN I - Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang


Berkualitas dan Berkeadilan, terkait pemetaan batimetri dan garis pantai
prioritas. Peran BIG akan memperkuat Wilayah Pengelolaan Perikanan
(WPP) sebagai basis spasial dalam pembangunan perikanan
berkelanjutan (sustainable fisheries), transformasi kelembagaan dan
fungsi WPP, meningkatkan kualitas pengelolaan WPP, serta pengelolaan
dan penataan ruang laut dan rencana zonasi pesisir.

Halaman | 64
● PN II - Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan
Menjamin Pemerataan, terkait penyediaan data dan informasi geospasial
(peta dasar) skala 1:5.000 secara nasional, penetapan batas wilayah
administratif desa/kelurahan, serta pemetaan rupabumi dan toponim
skala 1:5.000 untuk mendukung pembangunan ibu kota negara yang
baru. Sebagian besar kegiatan BIG dalam PN II masuk dalam konteks
penerapan PTSP Prima berbasis elektronik, dimana dalam
pelaksanaannya terdapat komponen izin lokasi yang merupakan bagian
dari perizinan usaha. Izin lokasi sangat penting dalam proses memulai
usaha termasuk investasi di Indonesia. Mengacu pada Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha
Terintegrasi Secara Elektronik, penerbitan izin lokasi kepada pelaku
usaha dilaksanakan sesuai peruntukannya menurut RDTR dan/atau
rencana umum tata ruang kawasan yang bersangkutan. Terkait dengan
hal tersebut, ketersediaan data dan informasi geospasial khususnya IGD
skala besar (1:5.000), serta peta batas wilayah administrasi menjadi
kebutuhan tak terelakkan dalam sinkronisasi izin lokasi terhadap peta
dan peruntukan lokasi sesuai tata ruang masing-masing wilayah, dimana
RTRW dan RDTR menjadi dasar penetapan tempat lokasi usaha dan/atau
kegiatan dalam penerbitan izin lokasi. Dengan kata lain, penyelenggaraan
informasi geospasial berperan penting dalam upaya untuk mendorong
kemudahan berusaha di berbagai wilayah di Indonesia yang bermuara
pada peningkatan investasi. Dengan demikian diharapkan pemerataan
dapat diupayakan dan kesenjangan wilayah dapat dikurangi.

● PN VI - Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan


Bencana dan Perubahan Iklim, terkait pembangunan Stasiun InaCORS,
pembangunan Stasiun Pasang Surut Permanen, dan pengelolaan Titik
Pantau Geodinamika. Pelaksanaan PN VI ini juga sejalan dengan
pelaksanaan amanat Undang-Undang Informasi Geospasial Nomor 4
Tahun 2011 yang bertujuan untuk menjamin ketersediaan dan akses
informasi geospasial yang dapat dipertanggungjawabkan. Undang-
undang ini mendorong penggunaan informasi geospasial dengan
menggunakan referensi tunggal (single reference) yang mencakup Jaring
Kontrol Geodesi (JKG) sebagai realisasi dari Sistem Referensi Geospasial
Indonesia dan peta dasar. Kegiatan ini juga terkait dengan upaya
perapatan jaring Stasiun CORS dalam program InaTEWS yang menjadi
program prioritas pemerintah guna mendukung pelaksanaan mitigasi
multi bencana di Indonesia.

● PN VII - Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transformasi


Pelayanan Publik, terkait peningkatan dan intensifikasi efektivitas
penyelesaian perbatasan dan percepatan pemetaan batas negara. Dalam
PN VII ini, peran BIG sebagai penyelenggara utama informasi geospasial

Halaman | 65
nasional terkait erat dengan aspek lingkungan strategis nasional -
Ketersediaan Informasi Geospasial sebagai Manifestasi Kedaulatan NKRI.
BIG akan mendukung penguatan integritas NKRI melalui percepatan
penetapan batas wilayah negara baik wilayah darat maupun laut yaitu
melalui kegiatan penyelesaian tanda batas negara, peta batas negara,
kesepakatan teknis perundingan batas laut, kesepakatan teknis
perundingan batas darat, serta kebijakan koordinasi hukum, dan
perjanjian maritim.

Secara implisit, penyediaan informasi geospasial dasar skala besar oleh BIG
juga berkaitan dengan PN V - Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung
Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar, dimana informasi geospasial
akan berperan besar dalam mendukung proses inventarisasi kebutuhan dan
keunggulan kompetitif wilayah serta pengembangan konektivitas wilayah.

Arah kebijakan “Meningkatkan penyediaan informasi geospasial dasar yang


lengkap dan akurat untuk memenuhi kebutuhan pembangunan nasional” ini
akan dicapai dengan melaksanakan strategi Percepatan penyediaan data dan
informasi geospasial dasar, dengan sasaran:

● Sasaran Program 1.1. Meningkatnya ketersediaan Sistem Referensi


Geospasial Indonesia (SRGI) yang berkualitas dan siap pakai sesuai
kebutuhan pembangunan nasional.

Sasaran program ini akan dilaksanakan antara lain melalui kegiatan


penyediaan SRGI horizontal, SRGI vertikal, dan datum pasang surut yang
berkualitas.

● Sasaran Program 1.2. Meningkatnya ketersediaan peta dasar yang


berkualitas dan siap pakai sesuai kebutuhan pembangunan nasional.

Sasaran program ini akan dicapai antara lain melalui kegiatan


penyediaan data geospasial dasar wilayah darat, informasi geospasial
unsur peta dasar wilayah darat, informasi geospasial unsur peta dasar
batas wilayah, informasi geospasial unsur peta dasar wilayah laut, serta
data geospasial dasar wilayah laut dan pantai.

C. Kebijakan Satu Peta dan Satu Data Indonesia

Kesesuaian rencana KPBUMN dalam penyelenggaraan IGD di seluruh wilayah


Indonesia secara eksplisit tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun
2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang
Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala
1:50.000.

Tujuan dari penetapan Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2021, meliputi:

Halaman | 66
● memberikan kemudahan dan kepastian hukum dalam berinvestasi serta
perizinan pemanfaatan ruang; dan

● mendorong penggunaan informasi geospasial hasil percepatan


pelaksanaan kebijakan satu peta dan memperluas cakupan percepatan
pelaksanaan kebijakan satu peta.

Hal-hal di dalam Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 yang diubah melalui
Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2021 dituangkan dalam Lampiran
Rencana Aksi Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta, yang meliputi:

● cakupan kegiatan dan rencana aksi kebijakan satu peta, dan

● struktur kelembagaan tim percepatan kebijakan satu peta dan tim


pelaksana kebijakan satu peta.

Tabel 6-1 memperlihatkan perubahan terkait penyelenggaraan IG dalam


Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2021 yang berkaitan dengan pentingnya
penyelenggaraan IGD di seluruh Wilayah Indonesia.

Tabel 6-1. Sebagian Lampiran Rencana Aksi Percepatan Pelaksanaan


Kebijakan Satu Peta

(Sumber: Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2021)

Di dalam lampiran rencana aksi percepatan pelaksanaan kebijakan satu peta,


BIG bersama dengan instansi terkait memiliki tanggung jawab untuk:

● Mewujudkan tersedianya Peta Rupabumi Indonesia (RBI) skala 1:5.000


untuk seluruh wilayah Indonesia yang harus dicapai pada bulan
Desember 2024.

Halaman | 67
● Memutakhirkan Peta RBI skala 1:50.000 untuk seluruh wilayah
Indonesia yang harus dicapai juga pada Desember 2024.

Sistem produksi peta RBI yang ada saat ini adalah menggunakan sumber data
(DG Dasar) yang bervariasi untuk penyusunan peta RBI pada skala yang
berbeda. Sistem produksi tersebut memiliki beberapa kekurangan,
diantaranya:

● Potensi ketidaksesuaian geometri maupun informasi pada Peta RBI yang


berbeda skala.

● Potensi biaya produksi yang jauh lebih besar, karena membutuhkan


multi anggaran untuk penyediaan sumber data yang bervariasi.

● Potensi proses produksi yang jauh lebih lama, karena peta RBI pada skala
yang berbeda diproduksi secara terpisah.

Salah satu solusi untuk mengatasi kendala tersebut adalah melalui penyediaan
peta RBI skala 1:5.000 untuk seluruh wilayah Indonesia, sedangkan peta RBI
skala 1:50.000 dimutakhirkan melalui generalisasi peta RBI skala 1:5.000
tersebut. Karena menggunakan sumber data yang sama, metode tersebut akan
mengurangi atau menghilangkan potensi ketidaksesuaian geometri dan
informasi pada peta RBI yang berbeda skala. Selain itu, proses produksi dapat
dilakukan secara berkesinambungan, sehingga dapat diselesaikan lebih cepat
dan biaya produksi terutama untuk pengadaan sumber data dapat dikurangi,
karena hanya dibutuhkan 1 (satu) jenis sumber data, yaitu sumber data untuk
pemetaan skala 1:5.000. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, percepatan
penyelenggaraan IGD pada skala 1:5.000 di seluruh Wilayah Indonesia yang
menerapkan teknologi akuisisi dan pemetaan dasar, serta prosedur pengadaan
data dan informasi geospasial dasar secara optimal penting untuk dilakukan.

D. Kebutuhan Nasional Lainnya Terhadap Peta Dasar

Pada Bab III Kebutuhan Informasi Geospasial Dasar Untuk Mendukung


Pembangunan Nasional Yang Berkelanjutan telah disampaikan kebutuhan akan
IGD. Kebutuhan nasional lainnya terhadap IGD yaitu dalam hal Perencanaan,
Pelaksanaan, dan Pengendalian Pembangunan Nasional. Perencanaan
pembangunan nasional adalah akar dari berbagai permasalahan nasional. Tanpa
sistem perencanaan pembangunan nasional yang terintegrasi, pembangunan
nasional tidak akan terlaksana sesuai dengan sasaran. Peraturan Pemerintah
Nomor 17 Tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan
Penganggaran Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa pemerintah harus
memperkuat dan memastikan pencapaian tujuan pembangunan nasional melalui
pendekatan tematik, holistik, integratif, dan spasial (THIS). Merujuk pada
kebijakan tersebut, sebagai perencanaan pembangunan nasional yang

Halaman | 68
berorientasi pada substansi, RPJMN 2020 - 2024 disusun dengan menerapkan
pendekatan THIS, sebagai berikut:

● Pendekatan tematik. Fokus perencanaan akan dijabarkan sesuai tahapan


perencanaan pembangunan dan tingkat implementasinya serta dirincikan
sesuai dengan arah program prioritas.

● Pendekatan holistik. Merupakan pendekatan yang lengkap dan komprehensif


dari hulu ke hilir. Perencanaan pembangunan nasional dilakukan dengan
mempertimbangkan semua kebijakan, kelembagaan, dan sistem operasional
dari unsur-unsur pembangunan sebagai satu kesatuan faktor yang saling
terkait.
● Pendekatan integratif. Dalam perencanaan nasional, pendekatan ini
mempertimbangkan peran masing-masing praktisi dan menyelaraskan
beberapa aspek strategis ke dalam satu proses yang terintegrasi dengan fokus
yang jelas, termasuk sumber pendanaan sebagai bagian dari upaya pencapaian
SDGs.
● Pendekatan spasial. Pendekatan ini mempertimbangkan dimensi spasial
dalam perencanaan nasional, yaitu keterkaitan fungsi lokasi dengan berbagai
kegiatan yang terintegrasi.

Berdasarkan kebijakan-kebijakan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam


pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional harus didasarkan pada
data/informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan termasuk
data/informasi geospasial dan statistik. Perencanaan di level detail juga
membutuhkan ketersediaan peta dasar yang juga di level detail atau peta dasar
skala besar, untuk mempercepat proses integrasi data/informasi geospasial dan
statistik sebagai dasar perencanaan dan pengendalian pembangunan. Untuk
dapat menjamin ketersediaan peta dasar skala besar, BIG perlu melaksanakan
program percepatan penyediaan peta dasar skala besar.

Selain itu, peta dasar digunakan untuk pemenuhan Acuan Penyelenggaraan IG


Nasional. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Informasi Geospasial, yang dalam diktum menimbang menyebutkan bahwa dalam
mengelola sumber daya alam dan sumber daya lainnya serta penanggulangan
bencana dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wilayah
yurisdiksinya diperlukan informasi geospasial. Informasi Geospasial (IG) adalah
data geospasial yang sudah diolah sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu
dalam perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, dan/atau pelaksanaan
kegiatan yang berhubungan dengan ruang kebumian. Undang-Undang tersebut
juga mengamanatkan BIG sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk
menghasilkan IG Dasar termasuk peta dasar, dan menetapkan penggunaan peta
dasar untuk digunakan sebagai acuan nasional dalam pembuatan peta tematik.

Halaman | 69
Paket Kebijakan Ekonomi VIII yang dikeluarkan pemerintah pada akhir 2015 di
dalamnya memuat Kebijakan Satu Peta (KSP) untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi nasional. Kebijakan tersebut kemudian ditetapkan melalui Peraturan
Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Implementasi Kebijakan Satu
Peta untuk tingkat kedetailan peta skala 1:50.000 yang kemudian diperbaharui
dengan Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2021. Paket kebijakan tersebut
bertujuan untuk mewajibkan penggunaan satu peta dasar, satu standar, satu
basis data, dan satu referensi untuk seluruh kegiatan yang berkaitan data spasial
dalam pembangunan nasional termasuk di dalamnya penerbitan rencana tata
ruang dan izin pengoperasian lahan. Fokus utama KSP adalah penyediaan peta
dasar sebagai acuan dasar untuk menjustifikasi permasalahan tata batas dari
hasil analisis IG tematik, sehingga keputusan yang bijak dan tepat tentang
perizinan pemanfaatan lahan dapat diberikan tanpa adanya perselisihan.

Tanggal 11 Desember 2018, pada saat peluncuran Geoportal KSP di Jakarta,


Presiden memberikan 6 (enam) arahan untuk kelanjutan KSP. Di dalam arahan
yang ke-6, Presiden meminta BIG menyusun mekanisme pemutakhiran data yang
efektif dan menyediakan peta dasar skala besar (1:5.000) yang mencakup seluruh
wilayah Indonesia, sehingga kementerian, pemerintah pusat, dan pemerintah
daerah dapat memulai pemetaan tematik dalam skala yang lebih rinci.
Menanggapi arahan tersebut, dinyatakan dalam rencana strategis BIG tahun
2020-2024 bahwa BIG akan melakukan percepatan penyediaan DG dan IG skala
besar dan menengah dengan fokus pada akuisisi data geospasial skala 1:5.000.
Strategi tersebut akan diwujudkan melalui program percepatan penyediaan peta
dasar skala besar.

Halaman | 70
BAB VII. RENCANA PELAKSANAAN KPBUMN

A. Kelayakan KPBUMN dalam Penyelenggaraan IGD


KPBUMN dalam Penyelenggaraan IGD ini layak untuk dilaksanakan dengan
mempertimbangkan beberapa hal sebagai-berikut:
1) Kebutuhan dan Kepatuhan
KPBUMN ini akan menghasilkan IGD dalam bentuk peta dasar dalam
berbagai skala, khususnya peta dasar skala 1:5.000 yang sangat dibutuhkan
untuk aktivitas pembangunan nasional. Sebagaimana diuraikan
sebelumnya, kebutuhan terhadap peta dasar skala besar (1:5.000) sudah
sangat mendesak antara lain untuk penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR) yang pada gilirannya dibutuhkan untuk proses perijinan usaha dan
investasi, penanggulangan bencana, pencapaian tujuan pembangunan
berkelanjutan, dan sebagainya.
Setelah peta dasar skala besar tersedia, maka dalam KPBUMN ini akan
dibangun berbagai layanan berbasis peta dasar, baik itu layanan peta dasar
(basemap service) itu sendiri maupun layanan analisis geospasial yang
memberikan nilai tambah terhadap peta dasar. Layanan-layanan ini
diperlukan di samping untuk kepentingan Pemerintah
(Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah), juga diperlukan oleh
berbagai aplikasi bisnis dan aktivitas masyarakat sehingga memiliki nilai
komersial yang tinggi. Kebutuhan terhadap layanan ini juga sudah
diidentifikasi dan nilai komersial yang dapat dihasilkan dari layanan-
layanan ini sudah diperkirakan.
Output peta dasar yang dihasilkan dalam KPBUMN ini juga menunjukkan
kepatuhan terhadap (sudah sesuai dengan) program nasional yang
dicanangkan dalam RPJMN 2020-2024, Rencana Strategis Badan Informasi
Geospasial 2020-2024, dan yang terakhir adalah Peraturan Presiden Nomor
23 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun
2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat
Ketelitian Peta Skala 1:50.000.
2) Hukum dan Kelembagaan
KPBUMN dalam Penyelenggaraan IGD ini juga memiliki dasar hukum yang
jelas, yaitu:

a. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang


mengubah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi
Geospasial yang mengamanatkan bahwa penyelenggaraan IGD dapat
dilaksanakan dengan KPBUMN;

b. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kerjasama antara

Halaman | 71
Pemerintah Pusat dengan Badan Usaha Milik Negara dalam
Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar, yang merupakan aturan
turunan langsung dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020; dan

c. Peraturan BIG Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Peraturan


Presiden Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kerjasama antara Pemerintah
Pusat dengan Badan Usaha Milik Negara dalam Penyelenggaraan
Informasi Geospasial Dasar.

Di samping itu, terdapat beberapa peraturan perundang-undangan terkait


pelaksanaan KPBUMN ini khususnya terkait penyelenggaraan IGD yang
akan dibangun melalui KPBUMN ini, yaitu:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan


Informasi Geospasial;

b. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas


Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan
Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta Pada Skala 1:50.000.

c. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana


Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024.

d. Peraturan BIG Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyelenggaraan


Informasi Geospasial.

Kemudian untuk organisasi pelaksanaan KPBUMN ini, BIG sudah


membentuk tim yang terdiri dari:

a. Tim pelaksana KPBUMN;

Tim pelaksana kerja sama ditetapkan oleh kepala BIG melalui SK Kepala
BIG Nomor 26.1 Tahun 2021 tentang Tim Pelaksana Kerja Sama antara
Pemerintah Pusat dengan Badan Usaha Milik Negara dalam
Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar. Kepala Badan menunjuk
Deputi IGD, secara ex-officio, sebagai ketua tim pelaksana KPBUMN. Tim
pelaksana KPBUMN terdiri atas tim perencanaan dan penyiapan
KPBUMN; tim pengendali atas pelaksanaan perjanjian KPBUMN; dan
sekretariat.

Tim pelaksana KPBUMN bertugas untuk:

(a). menyiapkan perumusan kebijakan, sinkronisasi, koordinasi,


pengawasan, dan evaluasi dan pelaporan KPBUMN;

(b). membantu Kepala Badan dalam tahap pelaksanaan perjanjian


KPBUMN;

Halaman | 72
(c). melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga dan
pemerintah daerah terkait; dan

(d). melaksanakan tugas lain yang diberikan Kepala Badan dalam


pelaksanaan KPBUMN

b. Panitia pemilihan BUMN pelaksana.

Panitia pemilihan BUMN pelaksana ditetapkan oleh Kepala BIG melalui


SK Kepala BIG Nomor 26.2 Tahun 2021 tentang Panitia Pemilihan BUMN
Pelaksana Kerja Sama antara Pemerintah Pusat dengan Badan Usaha
Milik Negara dalam Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar. Panitia
pemilihan BUMN pelaksana memiliki tugas dan tanggung jawab untuk
mempersiapkan dan melaksanakan proses pemilihan BUMN Pelaksana.

Selanjutnya, setelah dilakukan penandatanganan perjanjian pelaksana, BIG


dapat membentuk Tim Pengendali dan Tim Kontrol Kualitas untuk
membantu dalam kelancaran kerjasama ini.

3) Teknis
Analisis teknis untuk pelaksanaan KPBUMN ini sudah dilakukan. Proses
pembuatan peta dasar skala besar yang kemudian digeneralisasi untuk juga
menghasilkan peta dasar skala menengah dan skala kecil, terdiri atas 2 (dua)
tahapan:
i). Akuisisi data geospasial dasar (DG Dasar) berupa citra atau foto udara
tegak, data ketinggian dalam bentuk DSM dan DTM
ii). Produksi peta dasar 3D dari DG Dasar untuk menghasilkan basis data
peta dasar digital dengan spesifikasi teknis tertentu.
Dengan memperhatikan luas wilayah Indonesia, karakteristik geografis,
cuaca, dan target waktu penyelesaian, skenario yang paling optimal untuk
proses akuisisi data adalah penggunaan kombinasi teknologi pemotretan
udara dan LIDAR, airborne Synthetic Aperture Radar (SAR), dan Citra Satelit
Resolusi Tinggi (CSRT).
Sedangkan untuk produksi peta dasar 3D, penggunaan teknologi Artificial
Intelligence dalam hal ini Deep Learning merupakan suatu keharusan untuk
mempercepat proses produksi agar target waktu penyelesaian dapat dicapai.
Prosedur akuisisi (pengumpulan) DG Dasar dan spesifikasi teknis untuk
keluarannya sudah diatur dalam Peraturan BIG Nomor 18 Tahun 2021
tentang Tata Cara Penyelenggaraan IG.
Sumber daya yang akan disediakan oleh BIG dalam pelaksanaan KPBUMN
ini adalah:

Halaman | 73
● Jaring Kontrol Geodesi baik yang berupa stasiun CORS maupun titik
kontrol konvensional, untuk digunakan sebagai referensi posisi dalam
proses penyediaan peta dasar.
● Basis data peta dasar (peta Rupabumi Indonesia) digital yang sudah
tersedia untuk digunakan sebagai acuan dalam proses penyelarasan data
dengan peta dasar yang dihasilkan, maupun untuk proses pemutakhiran
data.
● DG Dasar berupa foto udara dan data lidar yang sudah tersedia di BIG
tetapi produksi peta dasarnya belum dilaksanakan untuk wilayah
tersebut.
● Tim supervisi dan kontrol kualitas yang bersama-sama dengan tim BUMN
Pelaksana akan melakukan pengawasan dan pengecekan terhadap
kualitas data yang dihasilkan.
4) Ekonomi dan Komersial
Kajian terhadap potensi ekonomi dan komersial telah dilakukan dengan
hasil sebagai berikut:

a). Nilai Manfaat Uang (Value for Money/VfM)

Berdasarkan hasil kajian nilai manfaat uang, penyediaan peta dasar


skala besar yang dilanjutkan dengan penyediaan layanan berbasis peta
dasar kepada pengguna dengan skema KPBUMN ini akan sangat
bermanfaat dan memberikan nilai ekonomi yang lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan skema pembiayaan menggunakan APBN.

Dari hasil analisis kuantitatif, biaya proyek KPBUMN dalam


penyelenggaraan IGD menjadi lebih murah karena sebagian risiko
dialihkan ke BUMN Pelaksana, khususnya terkait risiko pendapatan
dari layanan komersialisasi. Sudah dapat diperkirakan apabila layanan
komersial dijalankan BIG (meskipun melalui sebuah BLU), maka
pendapatan tidak akan sebanyak apabila dilaksanakan oleh sebuah
badan usaha karena memerlukan mind set dan budaya kerja yang
berbeda.

Secara kualitatif, skema KPBUMN akan memberikan keuntungan


berupa:

● Penyelesaian proyek tanpa membebani keuangan negara.


● Penyelesaian proyek yang lebih cepat karena proses pengadaan
hanya dilaksanakan 1 (satu) kali.
● Pemberian layanan dengan standar yang lebih tinggi karena
disediakan oleh lembaga bisnis dibandingkan apabila layanan
tersebut harus disediakan oleh BIG yang tidak memiliki budaya
kerja bisnis; dan

Halaman | 74
● Dampak sosial dan ekonomi yang lebih luas kepada masyarakat
dengan tumbuhnya industri sektor hilir pemanfaatan informasi
geospasial.

b). Permintaan Pengguna

Dari hasil identifikasi dan analisis yang dilakukan ketersediaan peta


dasar skala besar sudah sangat mendesak khususnya untuk
penyusunan Rencana Detail Tata Ruang yang pada gilirannya
dibutuhkan untuk memperbaiki proses perizinan usaha di Indonesia.
Di samping itu, peta dasar skala besar juga dibutuhkan untuk
penanggulangan bencana dan pencapaian tujuan pembangunan
berkelanjutan, serta sektor pembangunan nasional lainnya.

Dari hasil diskusi kelompok terpumpun terhadap pengguna IG, dapat


diidentifikasi bahwa segmen pengguna meliputi sektor transportasi,
perbankan, bisnis dan retail, jaringan dan komunikasi, sektor
pemerintahan, serta gaya hidup. Penggunaan layanan dikategorikan
dalam layanan navigasi, analisis dan kostumisasi peta dasar, serta gaya
hidup.

c). Pasar Pelaksana KPBUMN

Market sounding belum dilaksanakan, namun pelaksana pekerjaan ini


terbatas pada BUMN Bidang Jasa Survei sebagaimana diatur dalam
Peraturan Presiden tentang KPBUMN dalam penyelenggaraan IGD,
sehingga Kementerian BUMN pun sudah terlibat dan memberikan
dukungan penuh sejak penyusunan Peraturan Presiden tersebut. Hal
ini secara tidak langsung sudah merepresentasikan minat BUMN untuk
menjalankan proyek ini.

Untuk lebih memastikan ketertarikan BUMN terhadap proyek ini, masih


perlu dipastikan tentang penjaminan yang dapat disediakan untuk
meminimalkan berbagai risiko. Untuk itu, pembahasan hal ini dengan
Kementerian Keuangan harus segera diselesaikan.

d). Struktur Pendapatan KPBUMN

Struktur pendapatan sudah teridentifikasi melalui 9 (sembilan) skema


pengenaan biaya (tarif) dalam pemanfaatan hasil KPBUMN dengan
penyediaan layanan komersial kepada pengguna sebagaimana
dipaparkan dalam Bab IV.

Jenis layanan baik yang bersifat komersial maupun non komersial yang
harus dibangun dalam KPBUMN ini akan ditetapkan oleh Kepala BIG,
untuk melindungi kepentingan umum. Kemudian penyesuaian tarif
yang berdampak terhadap pendapatan dapat dilakukan jika terjadi

Halaman | 75
kenaikan biaya KPBUMN (cost over run); penyesuaian masa kontrak;
pengembalian melebihi tingkat maksimum yang ditentukan (clawback
mechanism); serta pemberian insentif atau pemotongan pembayaran
dalam hal pemenuhan kewajiban penyediaan peta dasar.

e). Keuangan

Analisis keuangan telah dilakukan dengan membuat simulasi beberapa


skenario yang menggunakan faktor berikut:

● pembiayaan sepenuhnya dari investasi BUMN tanpa pembiayaan


dari APBN
● pendanaan (pinjaman) dari lembaga keuangan untuk membiayai
investasi BUMN Pelaksana dalam KPBUMN ini
● lama kontrak KPBUMN
● pembagian keuntungan dari layanan komersial sebagaimana
diatur dalam Pasal 13 Peraturan Presiden No.11 tahun 2021 bahwa
BUMN Pelaksana wajib menyetorkan sebagian keuntungan kepada
BIG sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP)

f). Biaya Manfaat Sosial

KPBUMN dalam penyelenggaraan IGD memberikan manfaat bagi


masyarakat sebagai berikut:

● Pemenuhan IGD di seluruh wilayah Indonesia dalam waktu yang


lebih cepat dan biaya lebih murah dibandingkan dengan business
as usual.
● Penyediaan IGD di seluruh wilayah Indonesia secara
berkesinambungan menghemat APBN dan APBD yang tersedia,
dibandingkan dengan penyelenggaraan yang terpisah di masing-
masing K/L atau Pemerintah Daerah.
● Penyusunan peta-peta tematik termasuk peta rencana tata ruang,
kebencanaan, peta desa, dan sebagainya dapat segera dipenuhi
dengan adanya KPBUMN penyelenggaraan IGD.
● Meningkatkan pendapatan pemerintah melalui PNBP berdasarkan
perjanjian kerjasama.
● Peningkatan pemanfaatan IGD di sektor non pemerintah
khususnya di bisnis IG hilir sehingga meningkatkan nilai ekonomi
dan iklim investasi.
● Tersedianya opsi layanan IG berupa layanan untuk navigasi dan
analisa spasial yang terpercaya, komprehensif, akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan dan lebih terjangkau.

Halaman | 76
B. Ruang Lingkup KPBUMN

Ruang lingkup KPBUMN dalam Penyelenggaraan IGD meliputi:

1). Penyediaan Peta Dasar 2-dimensi dan 3-dimensi berbagai skala mencakup
seluruh wilayah Indonesia melalui:

a. percepatan penyediaan peta dasar skala 1:5.000 di seluruh Wilayah


Indonesia yang pelaksanaan dibagi menjadi 2 tahap, yaitu:
i. Tahap I, tahun 2022-2024 mengutamakan wilayah urban dan
rural; dan
ii. Tahap II, tahun 2025-2027 mengutamakan wilayah hutan.

Pembagian wilayah Tahap I dan Tahap II didasarkan pada generalisasi


kategori urban, rural atau hutan. Sebagai contoh, wilayah rural yang
kecil di tengah wilayah hutan yang luas akan dikategorikan sebagai
wilayah hutan, demikian pula sebaliknya wilayah hutan yang kecil yang
terletak di wilayah rural yang luas akan dikategorikan sebagai wilayah
rural. Pembagian tahap I dan tahap II dilakukan dengan pertimbangan
apabila tidak ada pembiayaan sebagian untuk wilayah hutan sehingga
seluruh pembiayaan pelaksanaan KPBUMN berasal dari investasi
BUMN Pelaksana. Dalam hal, BUMN Pelaksana bersedia untuk
menyelesaikan penyediaan peta dasar seluruh wilayah Indonesia dalam
1 tahap, maka pembagian ke dalam 2 tahap dinyatakan tidak berlaku.

b. penyediaan peta dasar skala 1:1.000 di wilayah tertentu sesuai dengan


kebutuhan antara lain: kota besar/metropolitan, wilayah rawan
bencana terutama banjir dan tsunami, wilayah dengan aktivitas
ekonomi tinggi, dan wilayah prioritas lainnya yang ditetapkan oleh BIG.
Akuisisi data untuk penyediaan peta dasar skala 1:1.000 dapat
dilaksanakan bersamaan dengan akuisisi data untuk penyediaan peta
dasar skala 1:5.000 atau dilaksanakan setelah percepatan penyediaan
peta dasar skala 1:5.000 selesai dilakukan (setelah tahun 2025). Untuk
efisiensi, direkomendasikan agar akuisisi data untuk pembuatan peta
dasar skala 1:1.000 dilakukan bersamaan dengan percepatan
penyediaan peta dasar skala 1:5.000 sehingga pembuatan peta dasar
skala 1:5.000 dapat dilakukan melalui proses generalisasi dari peta
dasar skala 1:1.000 tanpa melakukan akuisisi tersendiri.

c. penyediaan peta dasar skala menengah (1:25.000 dan 1:50.000) dan


skala kecil (1:250.000 dan 1:1.000.000) di seluruh wilayah Indonesia
dilakukan melalui proses generalisasi secara otomatis dari peta dasar
skala lebih besar. Penyelesaian peta dasar skala menengah dan skala
kecil mengikuti tahap dalam penyediaan peta dasar skala besar.

Halaman | 77
d. penyediaan peta dasar di wilayah laut, dapat dilaksanakan pada wilayah
prioritas sesuai kebutuhan setelah penyediaan peta dasar di wilayah
darat selesai.

2). pembangunan sistem produksi peta dasar secara terintegrasi berbasis cloud
sebagai infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi untuk
memfasilitasi pelaksanaan percepatan penyediaan peta dasar skala besar.

3). pemutakhiran peta dasar berbagai skala secara berkelanjutan dalam hal
terjadi perubahan terhadap unsur-unsur peta dasar.

4). penggunaan IGD, meliputi jaring kontrol geodesi dan peta dasar, secara
komersial untuk memberikan kepastian pengembalian investasi oleh BUMN,
meliputi antara lain:

a. pemberian nilai tambah terhadap IGD menjadi produk IG tertentu.

b. pengintegrasian IGD dengan data dan informasi lainnya menjadi


informasi geospasial tematik (IGT) tertentu di berbagai sektor untuk
mendukung pembangunan nasional.

c. pemberian layanan berbasis komersial dan/atau non komersial.

5). pengembangan industri geospasial di Indonesia untuk meningkatkan


manfaat ekonomi dan manfaat sosial dari penggunaan informasi geospasial
di berbagai sektor, baik dalam penyelenggaraan pemerintahan maupun
dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.

C. Rencana Skema dan Bentuk KPBUMN

Dengan skema bahwa pembiayaan penyediaan peta dasar skala besar (1:5.000)
seluruhnya berasal dari investasi BUMN Pelaksana tanpa ada pembiayaan
sebagian dari APBN, maka model atau bentuk KPBUMN yang dipilih adalah
Build-Operate-Transfer atau BOT. Ini diadopsi dari skema KPBU untuk
pembangunan infrastruktur yang disesuaikan untuk KPBUMN, yaitu:

Halaman | 78
● Build.
BUMN Pelaksana akan melaksanakan percepatan penyediaan peta dasar
di seluruh wilayah Indonesia termasuk pemutakhirannya secara
berkelanjutan, dengan pembiayaan yang bersumber dari investasi BUMN
Pelaksana.

● Operate.
BUMN Pelaksana diberikan hak untuk mengelola IGD hasil KPBUMN dan
mendapatkan lisensi untuk penggunaan IGD secara komersial guna
memberikan kepastian pengembalian investasinya dalam penyediaan
IGD. Pengembalian investasi oleh BUMN Pelaksana dilakukan melalui
pemberian nilai tambah terhadap IGD hasil KPBUMN dan
mengintegrasikan IGD dengan data dan informasi lainnya untuk
menghasilkan produk IG tertentu atau produk turunan dari IGD yang
dapat dikomersilkan untuk memperoleh keuntungan. Produk IG tertentu
atau produk turunan dari IGD hasil KPBUMN merupakan IG Tematik
yang menjadi milik BUMN Pelaksana.

Meskipun demikian, BIG memiliki hak untuk menggunakan IGD hasil


KPBUMN untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai
penyelenggara IGD selama periode kerja sama.

● Transfer.
BUMN Pelaksana akan menyerahkan aset berupa IGD yang dihasilkan
dari KPBUMN kepada BIG di akhir masa perjanjian kerja sama.

Adapun bentuk KPBUMN dapat dijelaskan dengan gambar 1 di bawah ini.

Gambar 7.1, Bentuk KPBUMN.

Halaman | 79
Kepala BIG selaku Penanggung Jawab (PJ) KPBUMN menandatangani
perjanjian kerja sama dengan BUMN Pelaksana yang telah dipilih
berdasarkan proses seleksi untuk ikut serta dalam penyelenggaraan IGD.
Sumber pembiayaan dalam penyelenggaraan IGD berasal sepenuhnya
dari investasi BUMN Pelaksana yang dapat diperoleh dari internal BUMN
maupun dari pinjaman pihak ketiga. Untuk memberikan kepastian dalam
pengembalian investasi, BUMN Pelaksana akan diberikan hak dalam
bentuk lisensi untuk penggunaan IGD secara komersial selama masa
perjanjian kerjasama.

Dalam pelaksanaan KPBUMN, BUMN Pelaksana dapat:

● melibatkan anak perusahaan dalam penyelenggaraan IGD dan/atau


penggunaan IGD secara komersial.
● bekerjasama dengan BUMN lain dalam penyelenggaraan IGD
dan/atau penggunaan IGD secara komersial, dalam bentuk kerjasama
operasi (KSO), membentuk joint venture (JV), atau bentuk kerja sama
lainnya.
● bekerjasama dengan badan usaha lain (selain BUMN) dalam
penyelenggaraan IGD sebagai penyedia barang/jasa.
● bekerjasama dengan badan usaha lain (selain BUMN) dalam
penggunaan IGD secara komersial dalam bentuk kerjasama operasi
(KSO), membentuk joint venture (JV), atau bentuk kerja sama lainnya.

Kerja sama BUMN Pelaksana dengan BUMN lain dan/atau badan usaha
lain harus dilakukan berdasarkan kaidah bisnis yang baik.

D. Hasil KPBUMN
1). Tersedianya peta dasar multi skala, meliputi:
a). DG dasar skala besar (1:5.000)
b). Peta dasar skala 1:5.000
c). Peta dasar skala 1:25.000
d). Peta dasar skala 1:50.000
e). Peta dasar skala 1:250.000
f). Peta dasar skala 1:1.000.000
g). data-data lain yang terkait
2). tersedianya Sistem Produksi Peta Dasar Berbasis Cloud, mencakup:
a). sistem pemrosesan DG hasil akuisisi menjadi DG Dasar.
b). sistem pembuatan peta dasar untuk skala besar, skala menengah dan
skala kecil.
c). sistem pemutakhiran peta dasar secara berkelanjutan.
d). sistem pengelolaan DG Dasar dan IGD secara terpadu.
e). sistem publikasi dan layanan IGD.
3). tersedianya layanan IGD dan analisis geospasial:
a). Sistem produksi peta dasar berbasis cloud.

Halaman | 80
b). Nilai tambah terhadap IGD dalam rangka penggunaan IGD secara
komersial.
c). IGD yang terintegrasi dengan data dan informasi lainnya menjadi
informasi geospasial tematik (IGT) tertentu di berbagai sektor untuk
mendukung pembangunan nasional dalam rangka penggunaan IGD
secara komersial.
d). Layanan berbasis komersial dan/atau non komersial dalam rangka
penggunaan IGD.
4). termutakhirkannya peta dasar multi-skala
a). Peta dasar skala 1:1.000.
b). Peta dasar skala 1:5.000.
c). Peta dasar skala 1:25.000.
d). Peta dasar skala 1:50.000.
e). Peta dasar skala 1:250.000.
f). Peta dasar skala 1:500.000.
g). Peta dasar skala 1:1.000.000.

E. Rencana Skema Pembiayaan dan Sumber Pendanaan KPBUMN

Kegiatan Percepatan Penyediaan Peta Dasar Skala Besar (1:5.000) Seluruh


Wilayah Indonesia yang dilaksanakan melalui KPBUMN dengan skema
pembiayaan, sebagai berikut:

Pembiayaan untuk melaksanakan percepatan penyediaan peta dasar skala


besar (1:5.000), skala menengah (1:25.000 dan 1:50.000), dan skala kecil
(1:250.000 dan 1:1.000.000) seluruh wilayah Indonesia beserta infrastruktur
yang dibutuhkan, berasal sepenuhnya dari investasi BUMN Pelaksana tanpa
adanya pembiayaan sebagian KPBUMN oleh APBN. Tabel 7-1 menunjukkan
besarnya nilai investasi yang dibutuhkan untuk penyediaan peta dasar
berbagai skala seluruh Indonesia. nilai investasi tersebut belum
mempertimbangkan biaya-biaya lain yang timbul dalam investasi seperti cost of
money, bunga pinjaman, inflasi, dsb. BUMN Pelaksana dipersilakan untuk
memperhitungkan total investasi yang dibutuhkan termasuk biaya-biaya lain
yang timbul.

Halaman | 81
Tabel 7-1. Investasi BUMN Pelaksana tanpa pembiayaan sebagian dari
APBN (dalam Rp)
Penyediaan Peta Dasar (2022 – 2027)

Akuisisi data seluruh wilayah Indonesia (urban, rural, 2.644.988.382.000 4.313.202.879.000


dan hutan)

Produksi peta dasar 3D skala besar, skala menengah 1.220.097.470.000


dan skala kecil seluruh wilayah Indonesia (urban, rural,
dan hutan)

Pembangunan Sistem Produksi Peta Dasar Berbasis 234.706.450.000


Cloud

Kontrol Kualitas 213.410.577.000

Pemutakhiran dan Pemanfaatan IGD (per tahun, mulai 2024)

Pemutakhiran peta dasar 55.851.872.094 134.559.003.494


(di tahun 2024, dan naik
sesuai laju inflasi per
Operasional penyediaan layanan peta dasar (Basemap 40.000.000.000 tahun)
Services)

Operasional layanan analisis geospatial (geospatial 15.000.000.000


analytical services)

Operasional dan pemeliharaan sistem produksi peta 23.707.131.400


dasar berbasis cloud

Dalam skema ini, BIG akan menyediakan anggaran melalui APBN sebesar Rp
69.300.000.000,- untuk keperluan manajemen proyek (koordinasi, manajemen,
capacity building, pendampingan pelaksanaan KPBUMN, dll).

F. Rencana Jangka Waktu KPBUMN

Total jangka waktu pelaksanaan KPBUMN yang direncanakan adalah 25 tahun


dengan periode untuk masing-masing kegiatan sebagaimana ditampilkan pada
Tabel 7-2. Jangka waktu pelaksanaan ini dapat diperpanjang berdasarkan
evaluasi terhadap hasil pelaksanaan perjanjian kerja sama atau dapat berakhir
lebih cepat sebelum jangka waktu kerja sama berakhir.

Halaman | 82
Tabel 7-2. Jangka waktu pelaksanaan untuk masing-masing sub-kegiatan
Durasi
Sub Kegiatan 2022 2023 2024 2025 2026 2027 ..... 2047
(Tahun)

Penyediaan Peta Dasar 2022-2027

Akuisisi Data Geospasial Dasar 5


Produksi Peta Dasar 3D Skala
Besar, Skala Menengah dan Skala
Kecil seluruh Wilayah Indonesia 6

Pembangunan Sistem Produksi Peta


Dasar Berbasis Cloud 2

Kontrol Kualitas 25

Pemutakhiran dan
2024-2047
Pemanfaatan IGD

Pemutakhiran peta dasar 23

Operasional penyediaan layanan


peta dasar (Basemap Services) 23
Operasional layanan analisis
geospatial (geospatial analytical
services) 23
Operasional dan pemeliharaan
sistem produksi peta dasar berbasis
cloud 23

G. Rencana Dukungan Pemerintah

Dukungan pemerintah pusat dalam KPBUMN dapat diberikan dalam bentuk


dukungan fiskal maupun dukungan non fiskal.

1). Dukungan Fiskal

Pemerintah pusat dapat memberikan dukungan fiskal dalam bentuk:

a. Pembiayaan sebagian untuk penyediaan peta dasar di wilayah yang


dinilai kurang memiliki kelayakan secara komersial, yaitu wilayah
hutan;
b. Penjaminan pemerintah pusat untuk meningkatkan bankability
terhadap KPBUMN.
c. Pembebasan atau keringanan pajak atas transfer peta dasar dari
BUMN Pelaksana kepada pemerintah pusat c.q. BIG.
d. Bentuk lainnya yang disetujui oleh Kementerian Keuangan.

Halaman | 83
Dukungan fiskal dapat diberikan setelah mendapat persetujuan dari
Menteri Keuangan Republik Indonesia. Kepastian bentuk dukungan fiskal
ini akan disampaikan sebelum penandatangan perjanjian KPBUMN. Dalam
hal, kepastian bentuk dukungan fiskal diberikan setelah penandatanganan
perjanjian KPBUMN, maka akan dilakukan addendum terhadap perjanjian
KPBUMN.

2). Dukungan Non-Fiskal

Sedangkan dukungan non-fiskal yang diberikan dapat berupa:

a. perizinan;
b. peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam penyelenggaraan
IGD kepada BUMN Pelaksana; dan/atau
c. kebijakan terkait kewajiban penggunaan satu peta dasar resmi bagi
setiap pengguna di Indonesia (K/L/Pemda/Badan Usaha/Kelompok
Orang/Orang Perseorangan) sebagai implementasi dari Kebijakan Satu
Peta.
d. dukungan non fiskal lainnya.

H. Rencana Manajemen Risiko

1. Identifikasi Risiko

Risiko didefinisikan sebagai faktor yang memberikan pengaruh negatif dan


harus ditangani demi tercapainya tujuan penyelesaian pekerjaan dimana
terbatas oleh waktu, biaya dan harus memenuhi kualitas yang diinginkan.
Risiko juga merupakan kerugian yang berasal dari kejadian yang tidak
diharapkan terjadi. Dalam suatu pekerjaan, risiko bisa terjadi kapan saja
dan dimana saja mulai dari pada saat perencanaan sampai ketika
pelaksanaan pekerjaan.

Manajemen risiko krusial dilakukan untuk menemukan risiko-risiko


potensial dan meminimalisir dampak negatif yang mungkin terjadi pada
suatu pekerjaan. Selanjutnya dikembangkan dengan rencana tindak lanjut
dan respon untuk mengatasi risiko tersebut. Manajemen risiko merupakan
kegiatan terintegrasi yang berhubungan dengan risiko yang meliputi
perencanaan (planning), identifikasi (identification), penilaian (assessment),
analisa (analysis), penanganan (handling) dan pemantauan (monitoring)
terhadap risiko-risiko potensial. Dengan dilaksanakannya manajemen risiko
akan memberikan manfaat dalam hal pemahaman terhadap risiko secara
lebih baik sehingga menambahkan keyakinan dalam pengambilan
keputusan penting. Secara tidak langsung, juga akan memberikan sumber
daya yang lebih baik selama pelaksanaan pekerjaan.

2. Prinsip Alokasi Risiko

Halaman | 84
Alokasi risiko adalah pembagian risiko proyek kerjasama dengan prinsip
dasar bahwa risiko dibagi dan dibebankan kepada pihak yang paling
mampu untuk mengendalikan risiko tersebut. Alokasi risiko meliputi
pembagian risiko proyek antara pihak pemerintah dan badan usaha milik
negara berdasarkan prinsip alokasi risiko. Prinsip dari alokasi risiko adalah
bahwa pihak yang paling dapat mengendalikan suatu risiko tertentu
hendaknya juga menanggung risiko tersebut. Strategi alokasi risiko tidak
hanya menentukan pihak mana yang memiliki kemampuan terbaik
menerima risiko, waktu yang paling tepat dan solusi alternatif juga harus
dipertimbangkan untuk memastikan alokasi risiko yang tepat. Tabel 7-3
menunjukkan pembagian alokasi risiko untuk masing-masing pihak dalam
KPBUMN.

Tabel 7-3. Alokasi risiko dalam pekerjaan KPBUMN dalam


Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar

Pihak Penerima Risiko


Jenis Risiko
Pemerintah BUMN Pelaksana

Politik ✔

Finansial ✔

Operasional ✔

Pasar ✔

Suku Bunga ✔

Nilai Tukar ✔

Perubahan kurs ekstrem ✔ ✔

Kahar ✔ ✔

Pendapatan ✔

3. Metode Penilaian Risiko

Setelah proses identifikasi semua risiko-risiko yang mungkin terjadi pada


suatu proyek dilakukan, diperlukan suatu tindak lanjut untuk menganalisis
risiko tersebut. Analisis risiko dikerjakan dengan mengkalkulasi
ketidakpastian yang ada secara kuantitatif menggunakan teori probabilitas.
Tujuannya adalah untuk menentukan signifikansi atau dampak dari risiko
tersebut.

Halaman | 85
Hal pertama yang diperlukan untuk melaksanakan tahapan ini adalah
dengan mengumpulkan data yang relevan terhadap risiko yang akan
dianalisis. Data-data ini dapat diperoleh dari data historis pekerjaan atau
dari pengalaman proyek pada masa lalu. Setelah data yang dibutuhkan
terkumpul, selanjutnya dilakukan proses evaluasi dampak dari sebuah
risiko. Proses evaluasi dampak risiko dilakukan dengan mengkombinasikan
antara probabilitas (sebagai bentuk kuantitatif dari faktor
ketidakpastian/uncertainty) dan dampak atau konsekuensi dari terjadinya
sebuah risiko. Untuk melakukan proses evaluasi tersebut, dibutuhkan
suatu parameter yang jelas untuk dapat mengukur dampak dari suatu
risiko dengan tepat. Parameter probabilitas risiko bisa diklasifikasikan
menjadi 5 parameter, yaitu Jarang terjadi, Agak jarang terjadi, Mungkin
terjadi, Sering terjadi dan Hampir pasti terjadi. Kemudian untuk parameter
konsekuensi risiko juga terbagi menjadi 5 parameter, seperti Tidak
Signifikan, Kecil, Sedang, Besar dan Sangat signifikan.

4. Mitigasi Risiko

Mitigasi risiko (risk mitigation) disebut juga sebagai penanganan risiko. Pada
tahapan ini risiko ditangani sampai batas yang dapat diterima. Hal ini
bertujuan untuk mengurangi akibat dari risiko yang sudah teridentifikasi.
Pelaksanaan mitigasi risiko bisa dibagi menjadi 4 jenis, yaitu : menahan
risiko (Risk retention), mengurangi risiko (Risk reduction), memindahkan
risiko (Risk transfer) dan menghindari risiko (Risk avoidance).

Identifikasi risiko dari pekerjaan KPBUMN dalam Penyelenggaraan


Informasi Geospasial Dasar dilakukan secara komprehensif di seluruh
aspek yang melingkupi, yaitu dimulai dari proses perencanaan kegiatan,
kemudian seluruh proses pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan yang saling
terintegrasi dan pada tahap monitoring pekerjaan atau pelaporan.
Identifikasi risiko potensial yang mungkin muncul selama pelaksanaan
pekerjaan disertai dengan penyebab serta dampak yang dihasilkan disajikan
dalam Tabel 7-4 di bawah ini. Selain itu, juga dilengkapi dengan rencana
penanganan atau mitigasi untuk meminimalisir dampak negatif yang akan
mempengaruhi keberhasilan pekerjaan. Risiko pada tahap pelaksanaan
KPBUMN penyelenggaraan IGD untuk pengadaan data geospasial dasar
baru dikaji dan diidentifikasi untuk metode atau teknologi foto udara
metrik, lidar dan airborne radar. Untuk ketiga metode yang lain perlu
dilakukan identifikasi lebih lanjut jika opsi kombinasi metode tersebut yang
terpilih dalam pelaksanaan pengumpulan data geospasial dasar.

Tabel 7-4. Identifikasi risiko dan mitigasinya dalam pekerjaan KPBUMN


dalam Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar

Halaman | 86
No Tahapan Risiko Penyebab Dampak Mitigasi

A. Politik
1 Pelaksanaan Perubahan Pergantian pimpinan kebijakan terkait Jaminan dari pemerintah
Proyek arah kebijakan KPBUMN tidak
dilanjutkan

2 Perubahan Pergantian pimpinan kebijakan terkait Jaminan dari pemerintah


regulasi dan KPBUMN tidak
perundangan dilanjutkan

B. Finansial
3 Rencana Tidak tersedia 1. Nilai investasi Pekerjaan Percepatan 1. Koordinasi intensif
Anggaran calon pelaksana kegiatan terlalu Penyelenggaraan IGD dengan pihak terkait
KPBUMN KPBUMN besar tidak terlaksana (Bappenas,
Kementerian BUMN,
2. Waktu yang tidak DJPPR Kemenkeu)
cukup dan luasan
area pekerjaan 2. Penyiapan dokumen
yang sangat besar teknis secara optimal

3. Potensi
komersialisasi
tidak sepadan
dengan nilai
investasi

4 Penyiapan Tidak Tidak mendapatkan KPBUMN tidak Dukungan pemerintah


dan tercapainya modal yang cukup terlaksana melalui pembiayaan
Transaksi financial close dari lenders sebagian dari APBN

5 Pelaksanaan Biaya KPBUMN 1. Fluktuasi nilai Pekerjaan tertunda 1. Menyiapkan


Proyek bertambah mata uang dan penyelesaiannya cadangan anggaran
tingkat bunga 2. Perubahan kontrak
pinjaman
2. Biaya operasional,
perawatan dan
pemutakhiran
bertambah di luar
estimasi

6 Ketidakpastian Keterlambatan Pekerjaan terganggu Penyiapan modal


pembayaran pembayaran modal proses cadangan
dari lenders operasionalnya

7 Asuransi Proses klaim Pekerjaan tertunda 1. Penggunaan sumber


membutuhkan penyelesaiannya daya cadangan
waktu

C. Operasional Pelaksanaan Proyek


8 Proses Keterlambatan Gagal dan 1. Waktu 1. Survey pendahuluan
Seleksi dimulainya diharuskan penyelesaian (survey pasar penyedia)
pekerjaan melakukan Proses mundur yang 2. Reviu KAK/dokumen
Seleksi ulang menyebabkan teknis
keterlambatan 3. Efektifitas dan efisiensi
pekerjaan proses Aanwijzing
2. Tidak selesainya
target kegiatan

Halaman | 87
No Tahapan Risiko Penyebab Dampak Mitigasi

Percepatan
9 Waktu seleksi Belum familiar 1. Waktu Mengajukan
melebihi jadwal dengan pemilihan penyelesaian perpanjangan waktu
yang secara manual mundur yang untuk tahap seleksi
ditentukan. dengan skema menyebabkan
KPBUMN keterlambatan
pekerjaan
2. Tidak selesainya
target kegiatan
Percepatan
10 Proses Keterlambatan Keadaan pandemi Waktu penyelesaian Penandatanganan
Kontrak penandatangan mundur yang kontrak pekerjaan
an kontrak menyebabkan secara daring
kerjasama keterlambatan
pekerjaan
11 Proses Belum familiar Waktu penyelesaian Rekanan yang
pemilihan dengan mekanisme mundur yang diperlukan untuk
rekanan pemilihan/pengadaa menyebabkan keberlangsungan proyek
penyedia (pihak n di BUMN keterlambatan dipilih oleh BUMN
ketiga) oleh pekerjaan Pelaksana dari awal
BUMN setelah studi kelayakan
membutuhkan
waktu
12 Pengadaan Rencana Jalur 1. Penggunaan data 1. Kriteria sidelap 1. KAK
Data terbang tidak pendukung foto dan lidar 2. Pemutakhiran
Geospasial sesuai (Misal: data DEM) tidak terpenuhi Dokumen Keputusan
Dasar yang tidak akurat 2. Kualitas data Kepala Pusat PRT No.
Wilayah 2. Proses QC lidar dan foto 1 Tahun 2020 tentang
Urban internal tidak udara tidak Petunjuk Pelaksanaan
berjalan baik dan sesuai Pekerjaan Akuisisi
teliti Foto Udara dan Lidar
3. Supervisi dan QC oleh
Tim dari PJPK
13 Rencana Rencana Sebaran Akurasi foto udara 1. KAK
Persebaran dibuat tanpa kurang baik 2. Pemutakhiran
tidak merata berkoordinasi Dokumen Keputusan
dan jumlah dengan tim Supervisi Kepala Pusat PRT No.
Titik Kontrol 1 Tahun 2020 tentang
yang tidak Petunjuk Pelaksanaan
sesuai Pekerjaan Akuisisi
Foto Udara dan Lidar
3. Supervisi dan QC oleh
Tim dari PJPK
14 Keterlambatan 1. Pesawat survey Foto udara dan lidar 1. Proses lelang lebih
dimulainya tidak tersedia terlambat tersedia awal (di awal tahun)
proses akuisisi 2. Proses 2. Penambahan sumber
data lidar dan maintenance daya manusia dan
pemotretan pesawat survey peralatan untuk
udara digital 3. Perbaikan meningkatkan
peralatan sensor kapasitas produksi
lidar dan kamera
udara digital
4. Proses
pengurusan
perijinan survey

Halaman | 88
No Tahapan Risiko Penyebab Dampak Mitigasi

yang tidak tepat


waktu
15 Terdapat area 1. Kesalahan proses 1. Data lidar tidak 1. KAK
dengan kualitas pengolahan lidar memenuhi 2. Pemutakhiran
data lidar tidak proses QC Spesifikasi KAK Dokumen Keputusan
sesuai internal tidak 2. Data Foto udara Kepala Pusat PRT No.
spesifikasi KAK berjalan baik dan dan lidar 1 Tahun 2020 tentang
teliti terlambat Petunjuk Pelaksanaan
tersedia Pekerjaan Akuisisi
Foto Udara dan Lidar
3. Supervisi dan QC oleh
Tim dari PJPK
4. Training for Trainer
16 Pengolahan foto GPS kamera hilang 1. Data Foto udara 1. Supervisi dan QC
(direct sinyal ketika tidak memenuhi 2. Perawatan peralatan
georeferencing) pemotretan Spesifikasi KAK. (hardware) secara
tidak bisa berlangsung 2. Foto udara dan baik
dilaksanakan lidar terlambat
tersedia.
17 Pengolahan 1. Kesalahan proses 1. Data Foto udara 1. KAK
Adjusment Foto pengolahan foto tidak memenuhi 2. Pemutakhiran
tidak masuk udara Spesifikasi KAK. Dokumen Keputusan
akurasi 2. Proses QC 2. Foto udara dan Kepala Pusat PRT No.
internal tidak lidar terlambat 1 Tahun 2020 tentang
berjalan baik dan tersedia. Petunjuk Pelaksanaan
teliti Pekerjaan Akuisisi
Foto Udara dan Lidar
3. Supervisi dan QC oleh
Tim dari PJPK
4. Training for Trainer
18 Keterlambatan 1. Terdapat lokasi Foto udara dan lidar 1. Proses lelang lebih
penyelesaian pekerjaan dengan terlambat tersedia awal (di awal tahun)
pekerjaan Traffic lalu lintas 2. Teguran tertulis
akuisisi data udara yang padat kepada BUMN
lidar dan (sangat dekat Pelaksana
pemotretan atau di atas 3. Perencanaan detail
udara digital Bandara yang matang dengan
Internasional) mempertimbangkan
2. Keterlambatan keadaan di lapangan
dimulainya 4. Catatan prestasi dan
pekerjaan teguran pada
3. Keterlambatan pekerjaan tahun
dimulainya proses sebelumnya dijadikan
akuisisi data lidar poin tambahan dalam
dan pemotretan penilaian lelang
udara digital pekerjaan
4. Terjadi pandemi 5. Relokasi area prioritas
dengan lockdown survey ke area
di area survey selanjutnya
5. Terjadi bencana 6. Supervisi dan QC
alam secara daring
7. Penambahan sumber
daya manusia dan
peralatan untuk
meningkatkan

Halaman | 89
No Tahapan Risiko Penyebab Dampak Mitigasi

kapasitas produksi
19 Pengadaan Pengolahan 1. Kesalahan proses 1. Data Radar tidak 1. QC internal
Data data Radar pengolahan data sesuai spesifikasi 2. Supervisi dan QC oleh
Geospasial belum sesuai 2. Target akuisisi 2. Data Radar Tim dari PJPK
Dasar spesifikasi data yang besar terlambat 3. Monitoring dan
Wilayah 3. Proses QC tersedia evaluasi secara
Rural dan internal tidak berkala dengan
Hutan berjalan baik dan menindaklanjuti
teliti kesalahan sesegera
mungkin
20 Keterlambatan 1. Keterlambatan Data Radar 1. Supervisi dan QC oleh
penyelesaian kedatangan terlambat tersedia Tim dari PJPK
pekerjaan teknologi radar 2. Monitoring dan
akuisisi data (Hardware dan evaluasi secara
radar Software) dari luar berkala
negeri 3. Proses lelang lebih
2. Pesawat awal
maintenance dan 4. Relokasi area prioritas
atau kerusakan survey ke area
pesawat selanjutnya.
3. Kondisi Sensor 5. Supervisi dan QC
Radar mengalami secara daring
kerusakan 6. Penambahan sumber
4. Proses daya manusia dan
pengurusan peralatan untuk
perijinan survey meningkatkan
yang tidak tepat kapasitas produksi
waktu
5. Terjadi pandemi
dengan lockdown
di area survey
6. Terjadi bencana
alam
21 Penyediaan Proses 1. SDM tidak Tidak tercapainya 1. Menyiapkan dokumen
Peta Dasar otomatisasi menguasai target Penyediaan petunjuk pelaksanaan
Skala Besar ekstraksi fitur kompetensi Peta Dasar Skala mengenai ekstraksi
peta dasar pengaplikasian Besar fitur otomatis
tidak lancar Deep Learning 2. Mengadakan TFT di
2. Target luasan awal tahapan
pemetaan terlalu pekerjaan
besar 3. Membagi 1 area
pemetaan menjadi
beberapa area yang
lebih kecil untuk
mempermudah
pekerjaan
4. Penambahan sumber
daya manusia dan
peralatan untuk
meningkatkan
kapasitas produksi.
22 Proses 1. SDM tidak Tidak tercapainya 1. Menyiapkan dokumen
Generalisasi menguasai target Penyediaan petunjuk pelaksanaan
Peta tidak kompetensi peta dasar 3D mengenai ekstraksi
sesuai target proses nasional multiskala fitur otomatis

Halaman | 90
No Tahapan Risiko Penyebab Dampak Mitigasi

Generalisasi Peta 2. Mengadakan TFT di


2. Target luasan awal tahapan
pemetaan terlalu pekerjaan
besar 3. Membagi 1 area
pemetaan menjadi
beberapa area yang
lebih kecil untuk
mempermudah
pekerjaan
4. Penambahan sumber
daya manusia dan
peralatan untuk
meningkatkan
kapasitas produksi
23 Keterlambatan 1. Keterlambatan Tidak tercapainya 1. Penambahan sumber
penyelesaian akuisisi data target Penyediaan daya manusia dan
proses 2. Akumulasi Peta Dasar Skala peralatan untuk
pemetaan 3D keterlambatan Besar meningkatkan
dari tahapan- kapasitas produksi
tahapan 2. Menjadwalkan
pemetaan supervisi pekerjaan
3. Terjadi pandemi untuk mengontrol
dengan lockdown progres pekerjaan
di area survey pelaksana
4. Terjadi bencana 3. Melakukan
alam monitoring evaluasi
pekerjaan secara
berkala
4. Relokasi area prioritas
survey ke area
selanjutnya
5. Supervisi dan QC
secara daring
24 Survei Proses 1. Pada saat proses Tidak tercapainya 1. Mempertimbangkan
Toponim pengumpulan pengumpulan target jumlah unsur keadaan musim pada
Nama dengan cara yang harus saat melakukan
Rupabumi survei lapangan dikumpulkan pengumpulan data di
terlambat terjadi keadaan lapangan
cuaca/ kahar 2. Koordinasi dengan
yang tidak BMKG untuk
memungkinkan mendapatkan
untuk dilakukan ramalan cuaca yang
survei akurat
2. Sistem yang 3. Komunikasi intensif
dipakai oleh dengan pelaksana
pelaksana tidak perihal sistem yang
efektif digunakan
3. Proses 4. Membuat sistem
pengolahan data pengolahan data
toponim toponim yang efektif
memakan waktu 5. Penambahan sumber
yang lama daya manusia dan
peralatan untuk
meningkatkan
kapasitas produksi

Halaman | 91
No Tahapan Risiko Penyebab Dampak Mitigasi

25 Sistem nama 1. Koneksi internet Timeline waktu 1. Pemilihan jaringan


rupabumi yang yang kurang pengerjaan yang internet yang stabil
tidak berjalan stabil tidak sesuai jadwal 2. Penambahan jalur
lancar pada 2. Kerusakan atau (Keterlambatan akses ke server BIG
saat permasalahan tersedianya data 3. Backup berkala pada
pengolahan sistem server toponim) data di server
data dimana data
disimpan
26 Data hasil 1. Surveyor tidak Data tidak 1. Pelatihan dan
pengumpulan mengetahui akuntabel penyamaan konsep
yang tidak ketentuan akurasi dengan BUMN
akurat dan dan kelengkapan Pelaksana
lengkap data 2. Melakukan
2. Sistem yang pengenalan
digunakan tidak karakteristik toponim
dapat dan penggunaan cari
mengumpulkan yang efektif untuk
data yang lengkap pengumpulan data
27 Pengadaan Hardware dan 1. Gagal lelang dan 1. Waktu 1. Penyiapan sumber
infrastruktur Software dilanjutkan penyelesaian daya cadangan (Misal
penyimpana terlambat dengan Proses mundur yang software dan server
n, tersedia Lelang ulang menyebabkan existing)
pengelolaan, 2. Proses perijinan keterlambatan 2. Koordinasi dengan
publikasi masuk bea cukai pekerjaan pihak Kantor Bea
dan barang dari LN 2. Pekerjaan Cukai dengan
pemutakhira Akuisisi Data penyiapan dokumen
n untuk data dan Pemetaan barang
dan terganggu proses
informasi penyelesaiannya
28 geospasial Hardware dan Perbedaan Versi, 1. Waktu 1. Proses analisis dan
dasar Software tidak Perbedaan Vendor, penyelesaian integrasi oleh PPIG
sesuai dengan Perbedaan Sistem mundur yang BIG
sistem existing menyebabkan 2. Penyiapan mekanisme
data center BIG keterlambatan dan SOP standar
pekerjaan protokol integrasi dan
2. Pekerjaan operasional sistem
Akuisisi Data penyimpanan data
dan Pemetaan
terganggu proses
penyelesaiannya
29 Keamanan data Server penyimpanan 1. Hilangnya data- 1. Penggunaan sistem
dari peretasan data tidak dilengkapi data penting keamanan terkini
sistem keamanan 2. Mengganggu dan selalu update
yang mumpuni proses layanan 2. Perawatan sistem
penggunaan IGD secara rutin dan
berkala
30 Pengawasan Jadwal personil Personil supervisor Terjadi 1. Membuat jadwal
oleh untuk mendapatkan keterlambatan supervisi studio
Konsultan Supervisi penugasan yang lain penyelesaian beberapa minggu
Pengawas studio/supervis yang mendadak dan pekerjaan sebelum rencana
dan Kontrol i lapangan mendesak kegiatan
Kualitas tidak 2. Pergeseran personil
sesuai/bentrok
31 Proses Kontrol Personil petugas QC Terjadi Penambahan sumber
Kualitas (QC) tidak kompeten keterlambatan daya manusia dan

Halaman | 92
No Tahapan Risiko Penyebab Dampak Mitigasi

yang terlalu penyelesaian peralatan untuk


lama pekerjaan meningkatkan kapasitas
produksi
32 Monev Progress 1. Pelaksanaan Data Foto Udara, 1. KAK
Pekerjaan pelaksanaan Pekerjaan tidak Lidar, Radar dan 2. Pemutakhiran
tidak sesuai mengikuti Peta tidak tersedia Dokumen Keputusan
target dan petunjuk teknis Kepala Pusat PRT No.
jadwal pekerjaan dan 1 Tahun 2020 tentang
KAK Petunjuk Pelaksanaan
2. Keterlambatan Pekerjaan Akuisisi
pada tahap-tahap Foto Udara dan Lidar
sebelumnya 3. Monitoring dan
3. Konsultan evaluasi secara
Pengawas tidak berkala
bekerja dengan 4. Supervisi dan QC oleh
baik Tim dari PJPK
4. QC Internal yang
tidak berjalan
32 Tidak 1. Pelaksanaan Data Foto Udara, 1. KAK
selesainya Pekerjaan tidak Lidar, Radar dan 2. Pemutakhiran
pekerjaan mengikuti Peta tidak tersedia Dokumen Keputusan
petunjuk teknis Kepala Pusat PRT No.
pekerjaan dan 1 Tahun 2020 tentang
KAK Petunjuk Pelaksanaan
2. Keterlambatan Pekerjaan Akuisisi
pada tahap-tahap Foto Udara dan Lidar
sebelumnya 3. Monitoring dan
3. Konsultan evaluasi secara
Pengawas tidak berkala
bekerja dengan 4. Supervisi dan QC oleh
baik Tim dari PJPK
4. QC Internal yang
tidak berjalan
34 Komersialisa Kenaikan biaya 1. Terdapat Terjadi Revisi dan penyesuaian
si KPBUMN pengeluaran keterlambatan kontrak kerjasama
operasional penyelesaian
tidak terduga kontrak kerjasama
2. perubahan nilai
tukar mata
uang
D. Pasar
35 Komersialisa Persaingan 1. Ketersediaan IG Target 1. Inovasi dan
si dengan belum lengkap pengembalian pemberian jenis
kompetitor dan belum modal KPBUMN layanan yang variatif.
yang sudah update. tidak 2. Tarif bersaing
lebih awal 2. Variasi jenis tercapai/membutuh 3. Addendum
memberikan layanan yang kan waktu lama perpanjangan waktu
layanan IG ditawarkan kontrak kerja sama
36 Minat pasar 1. Sosialisasi Terjadi 1. Inovasi dan
kurang kurang. keterlambatan pemberian jenis
antusias 2. hasil pekerjaan penyelesaian layanan yang variatif.
belum sesuai kontrak kerjasama 2. Tarif bersaing
dengan 3. Addendum
kebutuhan perpanjangan waktu
pasar kontrak kerja sama

Halaman | 93
No Tahapan Risiko Penyebab Dampak Mitigasi

E. Suku Bunga
37 Pelaksanaan Kenaikan suku Kebijakan moneter Beban modal biaya 1. Dukungan
Proyek bunga bank BI operasional pemerintah, misal
pelaksanaan proyek berupa relaksasi
bisa meningkat pajak
melebihi estimasi. 2. Revisi dan
penyesuaian kontrak
kerjasama
F. Nilai Tukar
38 Pelaksanaan Nilai tukar 1. Fluktuasi Proyek pekerjaan Revisi dan penyesuaian
Proyek turun kondisi ekonomi tidak berjalan kontrak kerjasama
2. Kebijakan suku lancar
bunga turun
3. Kondisi politik
G. Perubahan Kurs Ekstrem
39 Pelaksanaan Nilai tukar Terjadi krisis Proyek pekerjaan 1. Dukungan fiskal
Proyek turun secara moneter tidak berjalan pemerintah
ekstrem lancar atau bahkan 2. Dukungan regulasi
terhenti
H. Kahar
40 Pelaksanaan Operasional 1. Bencana alam Terjadi 1. Revisi kontrak
Proyek pekerjaan 2. Pandemi keterlambatan 2. Perubahan lokasi
terganggu atau 3. Perang penyelesaian pekerjaan ke area
tidak bisa pekerjaan lainnya
terlaksana

I. Pendapatan
41 Komersialisa Target Antusiasme pasar Terjadi 1. Revisi dan
si pendapatan masih kurang keterlambatan penyesuaian kontrak
tahunan tidak penyelesaian kerjasama
sesuai kontrak kerjasama 2. Addendum
target/simulasi perpanjangan kontrak
kerja sama
42 Minat pasar 3. Sosialisasi Terjadi 1. Inovasi dan
atau pengguna kurang. keterlambatan pemberian jenis
kurang 4. hasil pekerjaan penyelesaian layanan yang variatif.
antusias belum sesuai kontrak kerjasama 2. Tarif bersaing
dengan 3. Addendum
kebutuhan perpanjangan kontrak
pasar kerja sama
43 Pengembalian Pendapatan tahunan Terjadi Revisi dan penyesuaian
KPBUMN tidak sesuai target keterlambatan kontrak kerjasama
melebihi penyelesaian
tingkat kontrak kerjasama
maksimum
waktu kontrak
kerjasama

I. Rencana Pemanfaatan Aset

Dalam penyediaan peta dasar skala besar seluruh Indonesia maupun


penggunaan IGD secara komersial untuk pengembalian investasi, BUMN
Pelaksana dapat memanfaatkan aset yang dimiliki oleh BIG.

Halaman | 94
Dalam penyediaan peta dasar skala besar, terdapat aset yang digunakan oleh
BUMN Pelaksana yaitu:
- Jaring Kontrol Geodesi, berupa stasiun CORS, stasiun pasang surut,
maupun titik kontrol geodesi lainnya, untuk digunakan sebagai referensi
posisi dalam proses penyediaan peta dasar.
- Basis data peta dasar (peta Rupabumi Indonesia) digital yang sudah
tersedia untuk digunakan sebagai acuan dalam proses penyelarasan data
dengan peta dasar yang dihasilkan, maupun untuk penyediaan layanan
komersial dan proses pemutakhiran data.
- DG Dasar berupa foto udara dan data lidar yang sudah tersedia di BIG
tetapi produksi peta dasarnya belum dilaksanakan untuk wilayah
tersebut.

Tetapi aset yang paling yang akan digunakan untuk penyediaan layanan
komersial oleh BUMN pelaksana adalah peta dasar yang dihasilkan dari
KPBUMN ini. Pasal 27 Peraturan Presiden Nomor 11 tahun 2021 Pasal 27
mengatur bahwa peta dasar yang dihasilkan ini tetap menjadi milik atau aset
BIG meskipun diproduksi menggunakan anggaran investasi BUMN Pelaksana.
Kemudian BIG memberikan lisensi kepada BUMN Pelaksana untuk
penggunaan secara komersial berdasarkan perjanjian kerja sama dalam
KPBUMN.

Dalam hal pemanfaatan peta dasar sebagai Barang Milik Negara secara
komersial oleh BUMN Pelaksana, ini mirip dengan Kerja Sama Pemanfaatan
(KSP) atau Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI) yang diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.06/2020. Meskipun ada
kemiripan, tetapi PMK tersebut tidak dapat diterapkan langsung dalam
penggunaan peta dasar secara komersial oleh BUMN Pelaksana ini sehingga
harus dikoordinasikan dengan Kementerian Keuangan apakah diperlukan PMK
tersendiri untuk mengaturnya.

J. Rencana Pengembalian Aset

Ketentuan dalam Pasal 27 Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2021


menyatakan bahwa BIG merupakan pemegang hak cipta IGD dan status
kepemilikan IGD hasil KPBUMN tetap menjadi milik BIG. Untuk memberikan
kepastian dalam pengembalian investasi, maka BUMN Pelaksana diberikan hak
untuk mengelola IGD hasil KPBUMN dan diberikan lisensi untuk penggunaan
IGD secara komersial berdasarkan perjanjian kerjasama dalam melaksanakan
KPBUMN. Selama masa kerjasama, BUMN Pelaksana berkewajiban untuk
memberikan akses kepada BIG terhadap IGD dalam pengelolaan BUMN
Pelaksana untuk keperluan pelaksanaan tugas dan fungsi BIG.

Penyerahan peta dasar atau IGD hasil KPBUMN dari BUMN Pelaksana
(sebagaimana disampaikan pada huruf D) kepada BIG dilakukan berdasarkan
ketentuan yang diatur dalam dokumen perjanjian KPBUMN dan dilaksanakan

Halaman | 95
di akhir kontrak kerja sama sesuai dengan skema BOT (Build-Operate-Transfer).
Penyerahan peta dasar dan IGD lainnya termasuk penyerahan infrastruktur
sistem produksi peta dasar berbasis cloud yang dibangun dan dikembangkan
melalui KPBUMN.

K. Rencana Pengembalian Investasi BUMN Pelaksana

Dalam hal pengembalian investasi, BUMN Pelaksana menyediakan aplikasi dan


layanan daring berbasis geospasial sesuai kebutuhan pasar, baik berbayar
maupun tidak berbayar. Aplikasi dan layanan daring berbasis geospasial yang
ditargetkan dapat disediakan berupa:

● layanan peta dasar (basemap services);

● layanan penentuan posisi secara teliti (precise positioning services);

● layanan analisis geospasial (geospatial analysis services); dan

● layanan pengelolaan aplikasi berbasis geospasial (managed services of


geospatial application);

Jenis layanan baik yang komersial maupun yang non-komersial akan


ditetapkan oleh Kepala BIG berdasarkan usulan dari BUMN Pelaksana,
sedangkan tarif ditetapkan oleh BUMN Pelaksana sesuai dengan kelayakan
bisnis sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No.11 tahun 2021.

L. Rencana Bagian Pemerintah Pusat atas Penggunaan IGD Secara Komersial

Pemerintah Pusat c.q. BIG akan memberikan dukungan berupa kebijakan yang
dapat menstimulasi penggunaan IGD secara komersial untuk meminimalisir
faktor risiko dan meningkatkan pengembalian investasi. Pemerintah Pusat juga
berhak atas bagian keuntungan dan penggunaan IGD secara komersial yang
disetorkan melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) BIG sebagaimana
diatur dalam Peraturan Presiden No.11 tahun 2021. Keuntungan atas
penggunaan IGD secara komersial dihitung berdasarkan pendapatan BUMN
Pelaksana atas penggunaan IGD secara komersial setelah dikurangi penutupan
biaya modal dan biaya operasional termasuk pajak-pajak yang berlaku.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan, bagian keuntungan Pemerintah Pusat


atas penggunaan IGD secara komersial oleh BUMN Pelaksana diatur sebagai
berikut:

1) Pada masa perjanjian kerja sama sebelum tercapainya titik impas atau
break event point (BEP), maka pembagian keuntungan antara Pemerintah
Pusat dan BUMN Pelaksana masing-masing sebesar 20% dan 80%.

2) Pada masa perjanjian kerja sama setelah tercapainya BEP, maka pembagian
keuntungan atas penggunaan IGD secara komersial dilaksanakan dengan

Halaman | 96
komposisi pembagian keuntungan antara Pemerintah Pusat dan BUMN
Pelaksana masing-masing sebesar 50% dan 50%.

Pembagian keuntungan dengan komposisi 20% dan 80% masing-masing untuk


Pemerintah Pusat dan BUMN Pelaksana pada masa perjanjian kerja sama
sebelum tercapainya BEP, didasarkan pada asumsi bahwa pembiayaan
pelaksanaan KPBUMN sepenuhnya bersumber dari investasi BUMN Pelaksana.
Dalam hal terdapat pembiayaan sebagian dari APBN dalam pelaksanaan
KPBUMN, maka komposisi pembagian keuntungan dihitung berdasarkan
prosentase besarnya pembiayaan sebagian dari APBN dan investasi BUMN
Pelaksana.

M. Rencana Penawaran Kerjasama


Penawaran Kerjasama KPBUMN Penyelenggaraan Informasi Geospasial dasar
dilaksanakan melalui pemilihan BUMN Pelaksana setelah penetapan daftar
pendek peserta seleksi oleh Kepala BIG.

1). Jadwal Pemilihan BUMN Pelaksana

Tahap pemilihan BUMN pelaksana dilakukan melalui kegiatan dan waktu


sebagaimana ditampilkan pada Tabel 7-5.

Tabel 7-5. Jadwal Seleksi Pemilihan BUMN Pelaksana


No Tahapan Seleksi Waktu
1 Undangan seleksi; 7 Hari
2 Pendaftaran dan pengambilan dokumen 9 Hari
3 Pemberian penjelasan 3 Hari
4 Penyampaian dokumen penawaran 21 Hari
Pembukaan dokumen penawaran administrasi,
5 14 Hari
teknis, dan dokumen kualifikasi
6 Presentasi dokumen penawaran 2 Hari
Evaluasi dokumen penawaran administrasi, teknis,
6 14 Hari
dan kualifikasi
7 Pengumuman hasil evaluasi administrasi dan teknis 1 Hari
8 Pembukaan dokumen penawaran harga 2 Hari
Evaluasi dokumen penawaran harga, Klarifikasi dan
9 3 Hari
Negosiasi
10 Pembuktian kualifikasi 2 Hari
11 Penetapan dan pengumuman pemenang 1 Hari
12 Masa sanggah 3 Hari

Halaman | 97
Laporan panitia pemilihan BUMN Pelaksana kepada
13 1 Hari
kepala badan

Keterangan:
● Hari adalah hari kalender, dimana setiap tahapan diakhiri pada hari kerja dan
jam kerja.
● Jumlah hari pada setiap tahapan seleksi merupakan batas waktu minimal.
jumlah hari pada setiap tahapan dapat ditambah sesuai kebutuhan.
● Proses seleksi pemilihan BUMN Pelaksana dilaksanakan setelah adanya
penetapan daftar pendek peserta seleksi pemilihan BUMN Pelaksana oleh
Kepala BIG.

2). Proses Pemilihan BUMN Pelaksana

Setelah penetapan daftar pendek dari Kepala Badan, Panitia Pemilihan akan
mengundang Peserta agar dapat berpartisipasi dalam seleksi dengan
memasukkan Dokumen Penawaran. Proses pemilihan BUMN pelaksana
sebagai berikut:

i). Pemberian Penjelasan

Setelah Panitia Pemilihan mengirimkan Undangan Seleksi kepada BUMN


calon Pelaksana Kerjasama yang masuk di daftar pendek dan BUMN calon
Pelaksana Kerjasama melakukan Pendaftaran dan Pengambilan Dokumen
permintaan kerjasama, Panitia Pemilihan akan menyelenggarakan Rapat
Pemberian Penjelasan pada tempat, tanggal, dan waktu yang disebutkan
pada Lembar Data Proyek (LDP). Tujuan dari pertemuan ini adalah agar
Panitia Pemilihan dapat menyampaikan setidaknya tahapan Pemilihan, isi
Dokumen Permintaan Penawaran, dan dokumen yang berkaitan dengan
proyek ini kepada semua peserta yang telah menerima Dokumen
Permintaan Penawaran. Panitia Pemilihan akan menanggapi pertanyaan
peserta atau permohonan klarifikasi dalam pertemuan ini.

ii). Pemasukan Pertanyaan Klarifikasi

Setelah menerima Dokumen Permintaan Penawaran, setiap Peserta dapat


menyampaikan pertanyaan atau permohonan klarifikasi secara tertulis
kepada Panitia Pemilihan menggunakan formulir yang tersedia pada
Dokumen Permintaan Pemilihan hingga batas waktu terakhir penyampaian
sebagaimana dicantumkan dalam LDP. Jawaban atas pertanyaan klarifikasi
tersebut akan dibagikan kepada seluruh Peserta.

iii). Penyampaian Dokumen Penawaran

Halaman | 98
Setiap Peserta yang telah diundang dapat berpartisipasi dalam Pemilihan
dengan memasukkan Dokumen Penawaran, sebelum batas akhir
pemasukan Dokumen Penawaran. Panitia Pengadaan membuka Dokumen
Penawaran, dengan disaksikan oleh Perwakilan. Proses ini dilanjutkan
dengan presentasi Dokumen Penawaran oleh setiap Peserta, dan kemudian
dengan evaluasi Dokumen Penawaran.

iv). Klarifikasi dan Negosiasi

Merujuk kepada pasal 23 Peraturan Badan Informasi Geospasial No 10


Tahun 2021, proses klarifikasi dan negosiasi dilakukan ketika :

i. daftar pendek hanya berisi 1 (satu) peserta seleksi; atau

ii. peserta seleksi yang memasukkan dokumen penawaran hanya 1


(satu).

Jika pada kondisi diatas terjadi, maka klarifikasi dan negosiasi teknis dan
biaya dilakukan untuk:

i. meyakinkan kejelasan substansi teknis, metode, dan biaya, dengan


memperhatikan kesesuaian antara bobot pekerjaan dengan tenaga
ahli dan/atau tenaga pendukung yang ditugaskan, serta
mempertimbangkan kebutuhan perangkat/fasilitas pendukung
yang proporsional guna pencapaian hasil kerja yang optimal; dan
ii. memperoleh kesepakatan biaya yang efisien dan efektif dengan tetap
mempertahankan hasil yang ingin dicapai sesuai dengan penawaran
teknis yang diajukan peserta tanpa mengurangi kualitas penawaran
teknis.

v). Evaluasi dokumen penawaran administrasi, teknis, dan kualifikasi

Pada tahap ini dilakukan juga presentasi penjelasan atas dokumen


penawaran teknis oleh calon BUMN Pelaksana.

vi). Penetapan dan Pengumuman Pemenang

Kepala BIG selaku Penanggung Jawab KPBUMN akan menetapkan


pemenang seleksi pemilihan BUMN Pelaksana berdasarkan laporan panitia
terkait hasil seleksi. Selanjutnya Panitia Pemilihan akan mengumumkan
hasil seleksi melalui sarana website BIG dan surat elektronik kepada
seluruh peserta seleksi.

vii). Masa Sanggah

Masa sanggah terhadap hasil seleksi diberikan selama 3 (tiga) hari setelah
pengumuman pemenang. Sanggahan terhadap hasil seleksi disampaikan
kepada Kepala BIG selaku Penanggung Jawab KPBUMN disertai hal-hal

Halaman | 99
yang menjadi pokok sanggahan dan bukti-bukti terkait. Penanggung Jawab
KPBUMN dapat menerima atau menolak sanggahan berdasarkan penilaian
terhadap pokok sanggahan dan bukti-bukti yang disampaikan. Tanggapan
terhadap sanggahan akan disampaikan kepada seluruh peserta seleksi.

viii). Laporan panitia pemilihan BUMN Pelaksana kepada kepala badan

Apabila periode sanggah terhadap hasil Seleksi telah berakhir dan tidak ada
sanggah dari Peserta, atau sanggah yang diterima dinyatakan tidak benar,
maka Panitia Pemilihan akan melaporkan hasil pemilihan kepada Kepala
Badan.

3). Tata Cara Penilaian dalam Pemilihan BUMN Pelaksana

Dalam Dokumen Penawarannya, setiap Peserta harus menunjukan


bagaimana mereka akan memenuhi Persyaratan Administrasi, Teknis,
Kualifikasi dan Harga, dan memberikan tanggapan atas rancangan
Perjanjian KPBUMN yang menyertai dalam dokumen permintaan
penawaran. Akan tetapi, Panitia Pemilihan berhak untuk mengandalkan
informasi dan representasi yang disediakan Peserta dalam Dokumen
Penawaran, dan jawaban mereka atas pertanyaan klarifikasi Panitia
Pemilihan. Panitia Pemilihan juga berhak untuk mempertimbangkan
seluruh informasi yang dimilikinya (diluar Dokumen Penawaran, dan
jawaban atas pertanyaan klarifikasi Panitia Pemilihan) dalam mengevaluasi
Dokumen Penawaran. Panitia Pemilihan dan tidak memiliki keharusan
untuk meminta konfirmasi Peserta mengenai Informasi tersebut.

1. Mengevaluasi Dokumen Penawaran

Setelah batas waktu pemasukan Dokumen Penawaran, panitia


pemilihan akan membuka semua Dokumen Penawaran yang telah
dimasukan. Proses Seleksi dilanjutkan dengan evaluasi Dokumen
Penawaran. Dalam proses ini, setiap Dokumen Penawaran yang diterima
akan sepenuhnya diperiksa dan dinilai berdasarkan ketentuan. Evaluasi
dokumen penawaran terdiri dari:

a. Evaluasi Dokumen Penawaran Administrasi

Evaluasi Dokumen Penawaran Administrasi dilakukan dengan


menggunakan sistem gugur dengan kriteria penilaian sebagai
berikut:

1. Evaluasi administrasi meliputi kelengkapan dokumen


penawaran administrasi dan teknis:

Halaman | 100
a. Dokumen penawaran administrasi: Surat Penawaran ber
tanggal dan masa berlaku sesuai dengan jangka waktu
penawaran yang dipersyaratkan

b. Dokumen penawaran teknis:

1) Data Teknis yang sesuai dengan Dokumen


Pernyataan Metode termasuk hal-hal berikut:
i. Pendekatan dan metodologi untuk memenuhi
Persyaratan Minimum dan Persyaratan
Tambahan;
ii. Informasi lokasi penyelenggaraan Informasi
Geospasial Dasar;
iii. Ringkasan Program Kerja;
iv. Ringkasan rencana kontrol kualitas;
v. Rancangan rencana pengalihan aset;
vi. Rencana dan jadwal pelaksanaan Pekerjaan,
sebagaimana dipersyaratkan;
vii. Rencana organisasi dan manajemen
pelaksanaan Pekerjaan;
viii. Dokumen dukungan vendor atas produk data
dan alat.

2. Penawaran administrasi dinyatakan lulus apabila


dokumen penawaran lengkap sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan dalam dokumen pemilihan.

Panitia pemilihan dapat melakukan klarifikasi terhadap hal-


hal yang kurang jelas dan meragukan.

b. Evaluasi Dokumen Penawaran Teknis

Evaluasi Dokumen Penawaran Teknis dilakukan dengan


menggunakan sistem gugur. Dalam Dokumen Penawaran Teknis,
setiap Peserta harus menunjukan bagaimana mereka akan
memenuhi Persyaratan Teknis Pekerjaan yang tercantum dalam
rancangan Perjanjian KPBUMN, tepatnya pada Ringkasan
Pernyataan Metode (Lampiran 4 Dokumen Penawaran Teknis yang
mencantumkan format dari Persyaratan Teknis Pemilihan BUMN
Pelaksana, dalam bentuk Dokumen Pernyataan Metode yang

Halaman | 101
harus disampaikan Peserta dalam Dokumen Penawaran
teknisnya.

Pemenuhan Persyaratan Teknis Peserta akan dievaluasi sesuai


dengan lampiran 4 dokumen penawaran teknis yang terkait, dan
akan dievaluasi berdasarkan akibat dari tanggapan atas kriteria
tersebut. Sebagai contoh, apabila Peserta memberikan tanggapan
terhadap suatu bagian dalam Perjanjian KPBUMN yang berkaitan
dengan persyaratan teknis, tanggapan tersebut akan dinilai
bersamaan dengan Ringkasan Pernyataan Metode dalam
Lampiran 4 dan tabel 7.6 Kriteria evaluasi teknis.

Halaman | 102
Tabel 7-6. Kriteria Evaluasi Teknis

Kriteria Tingkat 1 Memenuhi/ Dokumen


Kriteria Tingkat 2 Tidak Memenuhi Kriteria Tingkat 3 Pernyataan Metode
yang Dievaluasi

A. Luas Wilayah Pekerjaan Kemampuan untuk menyediakan data dasar skala besar 1.1
dengan kualitas yang ditentukan oleh [Dokumen Rencana
KPBUMN]

B. Kriteria Lokasi Pekerjaan Kemampuan untuk menyediakan data dasar skala besar
Informasi Dasar dengan kualitas yang ditentukan oleh [Dokumen Rencana 2.1, 2.2, 2.3
Pekerjaan
KPBUMN]

C. Waktu Pengerjaan Kemampuan untuk menyediakan data dasar skala besar 3.1, 3.2
dengan kualitas yang ditentukan oleh [Dokumen Rencana
KPBUMN]

A. Spesifikasi teknis DG Dasar Kemampuan untuk menyediakan data dasar skala besar 4.1, 4.2, 4.3
dengan kualitas yang ditentukan oleh [Dokumen Rencana
KPBUMN]

B. Spesifikasi Pengolahan DG Kemampuan untuk menyediakan data dasar skala besar


Spesifikasi Teknis Dasar dan IGD dengan kualitas yang ditentukan oleh [Dokumen Rencana 5.1, 5.2, 5.3
Produk DG dan IG KPBUMN]

C. Generalisasi Peta Dasar Skala Kemampuan untuk menyediakan data dasar skala besar 6.1, 6.2, 6.3, 6.4
Besar Untuk Menghasilkan dengan kualitas yang ditentukan oleh [Dokumen Rencana
Peta Dasar Skala Menengah KPBUMN]
dan Skala Kecil

Halaman | 103
Kriteria Tingkat 1 Memenuhi/ Dokumen
Kriteria Tingkat 2 Tidak Memenuhi Kriteria Tingkat 3 Pernyataan Metode
yang Dievaluasi

A. Infrastruktur Sistem Produksi Kemampuan untuk menyediakan data dasar skala besar 7.1, 7.2, 7.3, 7.4
Infrastruktur Sistem Peta Dasar Berbasis Cloud dengan kualitas yang ditentukan oleh [Dokumen Rencana
Produksi Peta Dasar
Berbasis Cloud KPBUMN]

A. SDM Pengembangan Sistem Kemampuan untuk menyediakan data dasar skala besar 8.1, 8,2 8,3
SDM Pengembangan dengan kualitas yang ditentukan oleh [Dokumen Rencana
Sistem KPBUMN]

Penjelasan Dokumen Pernyataan Metode yang Dievaluasi terlampir pada lampiran 4

Halaman | 104
c. Evaluasi Dokumen Kualifikasi
Peserta berkewajiban memenuhi keseluruhan isi dokumen
kualifikasi. Kelalaian peserta yang menyebabkan data
kualifikasi tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan maka
sepenuhnya merupakan resiko peserta
Dokumen kualifikasi terdiri dari:
1. Formulir isian kualifikasi (template dalam dokumen
pemilihan);
2. Mayoritas kepemilikan saham secara langsung dan atau
tidak langsung dikuasai oleh negara : Akta Pendirian dan
Perubahan terakhir;
3. Memiliki rekam jejak arus kas positif paling singkat 2
(tahun) berturut-turut dan memiliki pembukuan teraudit
paling singkat 3 (tiga) tahun berturut-turut berdasarkan
pedoman pernyataan standar akuntansi keuangan
Indonesia: Laporan Keuangan yang teraudit 3 tahun
terakhir;
4. Telah beroperasi penuh paling singkat 2 (dua) tahun: SIUP
/ NIB dengan Kualifikasi bidang Usaha dengan kode 71102
Aktivitas Keinsinyuran dan Konsultasi Teknis YBDI;
5. Pakta Integritas (template dalam dokumen pemilihan);
6. Surat Pernyataan (template dalam dokumen pemilihan).

d. Evaluasi Dokumen Penawaran Harga

Evaluasi Dokumen Penawaran Harga, Panitia Pemilihan akan


mengevaluasi tidak terbatas pada harga yang ditawarkan
tetapi juga evaluasi akan dilakukan terhadap :

i) Kemampuan Peserta untuk memenuhi Persyaratan


Teknis dengan biaya serendah mungkin

ii) Keandalan Dokumen Penawaran secara finansial;

iii) Kemampuan untuk melaksanakan struktur


pembiayaan; dan

Halaman | 105
iv) Kekuatan komitmen pembiayaan.

Dalam Dokumen Penawaran Finansialnya, setiap Peserta harus:


• Melengkapi Formulir 1 (lampiran 4) dan kertas kerja harga
(Price Spreadsheet) dengan komponen KPBUMN
Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar yang mereka
tawarkan; dan
• Menunjukan bagaimana mereka dapat memenuhi persyaratan
pendanaan yang tercantum dalam rancangan Perjanjian
KPBUMN [khususnya masukan ketentuan pendanaan relevan
yang tercantum dalam rancangan Perjanjian KPBUMN] dan
[masukan referensi ke ketentuan lainnya atau lampiran yang
mencantumkan ketentuan pendanaan dalam rancangan
Perjanjian KPBUMN].].

Persyaratan finansial yang diharapkan Penanggung Jawab KPBUMN untuk


dipenuhi oleh BUMN. Pemenuhan persyaratan tersebut bergantung dari
penawaran Peserta dan dapat berubah mengikuti variasi, inovasi, dan solusi
yang ditawarkan Peserta, juga bergantung pada evaluasi, sesuai dengan
kriteria evaluasi sebagaimana dicantumkan dalam dokumen pemilihan

Persyaratan Finansial dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Akan tetapi, bila
terdapat perbedaan antara Persyaratan Finansial yang tercantum pada bagian
ini dengan yang tercantum pada Rancangan Perjanjian KPBUMN, maka
Persyaratan Finansial yang tercantum dalam Rancangan Perjanjian KPBUMN
akan berlaku.

Halaman | 106
Persyaratan Finansial untuk Pekerjaan ini tercantum dalam tabel di
bawah:

Kriteria Finansial Persyaratan Tambahan


Harga [Harga penawaran terendah yang ditawarkan, diukur berdasarkan NPV
dari KPBUMN Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar yang
ditawarkan Peserta, disesuaikan dengan biaya tambahan yang menjadi
beban Kepala Badan, bergantung pada pemenuhan Persyaratan
Minimum mengenai keterjangkauan nilai Pekerjaan kerjasama diatas]

Alokasi Risiko Penerimaan Peserta atas pengalihan risiko yang diatur dalam rancangan
Perjanjian KPBUMN, dengan perubahan seminimal mungkin, selain
perubahan yang dengan alasan yang jelas, yang meningkatkan nilai
manfaat uang bagi Penanggung Jawab KPBUMN. Setiap masukan
Peserta pada rancangan Perjanjian KPBUMN akan dievaluasi dengan
memperhatikan potensi dampak finansial perubahan tersebut kepada
Penanggung Jawab KPBUMN. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada
instruksi untuk memberikan masukan (mark-up) yang merupakan bagian
dari rancangan Perjanjian
KPBUMN.
Dukungan terhadap [Komitmen untuk mendanai 100% pendanaan yang dibutuhkan
Dokumen Penawaran Pekerjaan ini. Peserta harus menunjukan bagaimana BUMN akan
Peserta memenuhi komitmen pendanaannya dengan rencana pendanaan yang
dapat dijalankan, termasuk seluruh persyaratan yang tercantum pada
dokumen Pemilihan
Keandalan finansial [Harga tanpa prasyarat yang mengikat bagi BUMN. Dokumen
dari Dokumen Penawaran Peserta harus andal secara finansial. Mencantumkan biaya-
Penawaran peserta biaya dengan detail dan menyediakan model keuangan, panduan model
keuangan, dan dokumentasi lainnya sebagaimana dicantumkan pada
Dokumen Pemilihan

1. Kriteria Evaluasi Finansial

Tanggapan terhadap Persyaratan Finansial dalam Dokumen Penawaran


Finansial Peserta akan dievaluasi dengan menggunakan kriteria yang
ditentukan dalam bagian ini. Panitia Pemilihan akan mengevaluasi
Dokumen Penawaran Finansial Peserta berdasarkan faktor-faktor
termasuk, tetapi tidak terbatas pada, harga yang ditawarkan oleh setiap
Peserta.

Dokumen Penawaran Finansial Peserta akan dievaluasi dengan menggunakan kriteria


yang ditentukan dalam bagian ini. Panitia Pemilihan akan mengevaluasi Dokumen
Penawaran Finansial Peserta berdasarkan faktor-faktor termasuk, tetapi tidak
terbatas pada, harga yang ditawarkan oleh setiap Peserta.

Halaman | 107
Tanggapan Peserta terhadap Persyaratan Finansial akan dievaluasi
berdasarkan kriteria evaluasi Finansial, dan pendekatan penilaian yang
tercantum pada tabel di bawah ini, yang juga mengacu kepada Pernyataan
Metode yang tergantung kepada kriteria evaluasi:

Halaman | 108
Tabel 7-7. Kriteria Evaluasi Finansial

Kriteria Kriteria Tingkat 2 Pemenuhan Kriteria Level 3


Tingkat 1 Tingkat 2
(ya/tidak)

Memenuhi/tidak NPV per km2 dari total biaya selama jangka waktu Perjanjian KPBUMN Penyelenggaraan Informasi
A. Harga memenuhi Geospasial Dasar

Memenuhi/tidak Tanggapan terhadap rancangan Perjanjian KPBUMN terkait dengan alokasi risiko. Penerimaan Peserta atas
B. Alokasi Risiko memenuhi pengalihan risiko yang diatur dalam rancangan Perjanjian KPBUMN, dengan perubahan seminimal mungkin,
selain perubahan yang dengan alasan yang jelas, yang meningkatkan nilai manfaat uang bagi Penanggung Jawab
KPBUMN. Setiap masukan Peserta pada rancangan Perjanjian KPBUMN akan dievaluasi dengan
memperhatikan potensi dampak finansial perubahan tersebut kepada Penanggung Jawab KPBUMN. Penjelasan
lebih lanjut dapat dilihat pada instruksi untuk memberikan masukan (mark-up) yang merupakan bagian dari
rancangan Perjanjian
Keuangan KPBUMN.

Kekuatan dari dukungan pemberi pinjaman, termasuk sampai sejauh mana prosedur uji tuntas telah
dilaksanakan.
C. Kekuatan Memenuhi/tidak
Dukungan memenuhi Kekuatan komitmen penyedia ekuitas, Line of Credit, Surat Keterangan Dukungan Bank (SKDB)

Kekuatan Badan Usaha Lainnya,

D. Keandalan Memenuhi/tidak Kelengkapan, keandalan, serta seberapa komprehensif model keuangan Peserta dan dokumentasi terkait.
Dokumen memenuhi Kemampuan struktur pembiayaan yang diusulkan untuk menyerap risiko.
Penawaran Secara
Finansial

Halaman | 109
Kriteria evaluasi sebagaimana dicantumkan pada tabel diatas dijelaskan
lebih detail pada bagian dibawah ini:

A. Harga
Harga dalam setiap Dokumen Penawaran Peserta akan dievaluasi dalam
bentuk Nilai NPV dari Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar selama
periode [x] tahun Jangka Waktu Perjanjian KPBUMN. NPV dari Tarif DGD
dan IDG akan dihitung menggunakan Kertas Kerja Harga, yang akan
disediakan melalui [Ruang Data dan Informasi/Data Room), melalui USB,
atau akan dibagikan melalui surat elektronik]. Perlu diperhatikan bahwa
parameter evaluasi penawaran dalam perjanjian KPBUMN akan dihitung
per tahun.

Panitia Pemilihan akan menggunakan asumsi-asumsi berikut dalam


evaluasinya:
● Asumsi yang dicantumkan pada Bagian D
● Asumsi Kapasitas maksimal (Kapasitas Yang Dapat Diandalkan =
Kapasitas Produksi Yang Disyaratkan); dan
● Spesifikasi Keluaran lainnya dapat dipenuhi dan tidak ada sanksi
yang dikenakan pada BUMN

NPV Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar selama periode


Perjanjian KPBUMN akan dihitung untuk:

A. Penyediaan Peta Dasar (2022 – 2027)


1. Akuisisi data seluruh wilayah Indonesia (urban, rural, dan hutan)
2. Produksi peta dasar 3D skala besar, skala menengah dan skala
kecil seluruh wilayah Indonesia (urban, rural, dan hutan)
3. Pembangunan Sistem Produksi Peta Dasar Berbasis Cloud
4. Kontrol Kualitas

B. Pemutakhiran dan Pemanfaatan IGD (per tahun, mulai 2024)


1. Pemutakhiran Peta Dasar
2. Operasional penyediaan layanan peta dasar (Basemap Services)
3. Operasional layanan analisis geospatial (geospatial analytical
services)
4. Operasional dan pemeliharaan sistem produksi peta dasar berbasis
cloud

Halaman | 110
Catatan: Data Geospasial Dasar Skala besar dan Peta dasar 3D akan
dieskalasi untuk memperhitungkan ekspektasi tingkat inflasi,
menggunakan asumsi tingkat inflasi yang terdapat pada Bagian D (Asumsi
Finansial).

NPV Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar untuk setiap Tahun


Kontrak akan dihitung mulai Tanggal Operasi Komersial menggunakan
tingkat diskonto (d) mengikuti ketentuan pemerintah.

Mungkin terdapat perbedaan antara Dokumen Penawaran satu Peserta


dengan Peserta lainnya sebagai akibat dari digunakannya asumsi yang
berbeda dalam hal biaya/ penghematan biaya yang akan berdampak pada
Penanggung Jawab KPBUMN. Panitia Pemilihan berhak untuk
memperhitungkan perbedaan tersebut untuk tujuan evaluasi agar
Dokumen Penawaran setiap Peserta dapat dibandingkan. Hal ini termasuk
(namun tidak terbatas pada) peninjauan tanggapan Peserta terhadap
rancangan Perjanjian KPBUMN yang berdampak pada adanya biaya yang
dikenakan pada Penanggung Jawab KPBUMN. Apabila Panitia Pemilihan
menemukan hal tersebut pada saat evaluasi, Panitia Pemilihan dapat
meminta Peserta untuk mengkonfirmasi pemahamannya mengenai hal
yang disesuaikan tersebut.

B. Alokasi risiko
Dampak dari tanggapan peserta atas rancangan Perjanjian KPBUMN
terhadap Alokasi Risiko akan dievaluasi melalui kriteria ini. Informasi lebih
lanjut tentang Memorandum Informasi dapat dilihat dalam dokumen
pemilihan.

C. Fleksibilitas sehubungan dengan peningkatan kapasitas


Untuk keperluan evaluasi, harga untuk opsi penambahan kapasitas
dihitung berdasarkan NPV dari [Biaya keseluruhan/penambahan Fixed
Capacity Component (FCCom) mulai tahun ke [y]. Tingkat diskonto yang
digunakan dalam evaluasi mengikuti ketentuan pemerintah. Bobot yang
diberikan untuk kriteria ini merefleksikan ketidakpastian saat ini, apakah
Penanggung Jawab KPBUMN akan menggunakan opsi peningkatan
kapasitas tersebut.

Halaman | 111
D. Kekuatan dukungan
D.1. Kekuatan dukungan pemberi pinjaman
Setiap Peserta harus memberikan Penawaran yang sepenuhnya
dibiayai, walaupun bergantung pada kondisi tertentu yang perlu
dipenuhi sebelum financial close.

Untuk keperluan evaluasi kekuatan dukungan pemberi pinjaman,


Panitia Pemilihan akan mengevaluasi faktor-faktor berikut:
● Tingkat komitmen yang ditunjukan oleh pemberi pinjaman yang
diusulkan
● Konfirmasi bahwa pemberi pinjaman telah meninjau:
o Dokumen Permintaan Penawaran Kerjasama ini dan
lampiran-lampirannya;
o Rancangan Perjanjian KPBUMN (yang telah ditambahkan
dengan tanggapan Peserta);
o Lampiran Perjanjian KPBUMN seperti [Model keuangan,
Dokumen Penawaran Teknis; dan lainnya];
[Penanggung Jawab KPBUMN perlu memastikan daftar
lengkap dari dokumen yang perlu dikonfirmasi oleh pemberi
pinjaman dalam peninjauan ]
yang dimasukan Peserta dengan Dokumen Penawaran
Kerjasama mereka, dan mereka berkomitmen dengan
ketentuan yang diajukan dalam ketentuan utama perjanjian
pemberian pinjaman atas dasar peninjauan mereka atas
informasi berikut;
● Menunjukan rekam jejak pemberi pinjaman yang diusulkan,
sehubungan dengan pengerjaan Pekerjaan serupa; dan/atau
hubungan kerjasama antara pemberi pinjaman dengan Peserta;
dan Keandalan dan kelengkapan informasi yang diberikan untuk
setiap jenis pendanaan, termasuk kondisi dan ketentuan
pemberian pinjaman, serta identitas pemberi pinjaman.

D.2. Kekuatan komitmen penyedia ekuitas


Setiap Peserta seharusnya memastikan bahwa mereka memiliki
komitmen terhadap seluruh jumlah ekuitas yang diperlukan untuk
Pekerjaan ini.

Untuk keperluan evaluasi kekuatan komitmen penyedia ekuitas,


Panitia Pemilihan akan mengevaluasi faktor-faktor berikut:
● Keandalan rencana pendanaan yang ditawarkan untuk mendanai
Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar, biaya
pemeliharaan selama periode pengoperasian fasilitas, serta modal
kerja yang diperlukan;

Halaman | 112
● Tingkat jaminan, garansi, serta tanggungan (sepanjang menjadi
persyaratan)
● Ketersediaan dana yang dimiliki penyedia ekuitas;
● Penyediaan pendanaan secara keseluruhan sesuai dengan
rencana dan jadwal yang disyaratkan Penanggung Jawab
KPBUMN; dan
● Tingkat komitmen yang ditunjukan oleh sponsor dan/atau
pemegang saham yang diusulkan.

D.3. Kekuatan Badan Usaha Lainnya, untuk keperluan evaluasi kekuatan


Badan Usaha Lainnya, Panitia Pemilihan akan mengevaluasi faktor-
faktor berikut:
● Tingkat kemungkinan implementasi rencana subkontrak, dan
● Keandalan Badan Usaha Lainnya untuk memenuhi spesifikasi
keluaran yang disyaratkan, serta persyaratan Pekerjaan.

D.4. Keandalan Dokumen Penawaran secara Finansial


Setiap Peserta harus memastikan bahwa model finansial mereka
komprehensif dan andal dan struktur pembiayaan yang diusulkan
mampu mengelola and menyerap risiko.

Untuk keperluan evaluasi keandalan Dokumen Penawaran secara


finansial, Panitia Pemilihan akan mengevaluasi faktor-faktor berikut:
● Akurasi model keuangan dan ketiadaan error;
● Kelengkapan proposal, model keuangan telah memperhitungkan
seluruh biaya dari layanan yang akan disediakan, sesuai dengan
yang disyaratkan dalam perjanjian KPBUMN;
● Keandalan proyeksi keuangan , termasuk sensitivitasnya
terhadap perubahan permintaan, biaya operasi dan
pemeliharaan, kinerja, inflasi, dan tingkat bunga;
● Keandalan asumsi sehubungan dengan perlakuan perpajakan
dan ketersediaan modal;
● Keandalan dan kewajaran asumsi biaya Peserta, dibandingkan
data yang tersedia di pasaran.

Halaman | 113
BAB VIII. RENCANA PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN INFORMASI
GEOSPASIAL DASAR

A. Kondisi Geografis Wilayah Indonesia


a. Kondisi Umum
Secara geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia
yang terletak di antara dua benua yaitu Benua Asia dan Benua Australia,
serta dua samudra yaitu Samudra Pasifik dan Samudra Hindia yang
menyebabkan Indonesia dilalui oleh angin muson barat dan angin muson
timur. Akibatnya, Indonesia memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan
musim penghujan. Secara astronomis, Indonesia terletak antara 60 LU - 110
LS dan 950 BT - 1410 BT sehingga menjadikan Indonesia termasuk negara
tropis yang panasnya merata sepanjang tahun. Bentuk negara kepulauan
dengan dua musim dengan panas yang merata sepanjang tahun
menyebabkan tingginya tingkat penguapan yang berdampak pada kondisi
atmosfer Indonesia yang cenderung tertutup awan dengan kecepatan angin
yang cukup tinggi. Lebih lanjut, kondisi atmosfer tersebut akan
mengakibatkan tingginya curah hujan di indonesia. Tebalnya solum tanah
di kawasan tropis dan tingginya curah hujan menyebabkan Indonesia rawan
akan bencana tanah longsor dan banjir.
Indonesia juga dilewati oleh Cincin Api (ring of fire) Pasifik dan Alpine Belt.
Kondisi tersebut menyebabkan banyaknya gunung api, zona patahan, dan
zona lipatan di indonesia, yang berdampak pada topografi di Indonesia yang
sangat bervariasi dari dataran rendah hingga dataran sangat tinggi. Selain
itu, keberadaan Cincin Api Pasifik dan Alpine Belt menyebabkan tingginya
tingkat kerawanan bencana di indonesia, mulai dari gunung berapi, gempa
bumi, hingga tsunami.
Secara demografi, populasi penduduk Indonesia berjumlah 237 juta jiwa
(BPS, 2010) dengan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1,1%. Jumlah
penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi
menyebabkan besarnya tekanan terhadap lahan yang berdampak pada
sangat cepatnya perubahan penutup lahan di Indonesia.
Sangat dinamisnya perubahan penutup lahan dan tingginya tingkat
kerawanan bencana di Indonesia menunjukkan bahwa data dan informasi
geospasial serta statistik harus mencakup seluruh wilayah Indonesia dan
termutakhirkan dalam periode waktu tertentu. Selain itu, topografi yang
sangat variatif, kecepatan angin yang tinggi, dan banyaknya tutupan awan
dapat dijadikan sebagai pedoman dalam penentuan metode akuisisi untuk
memperoleh data geospasial dasar.

b. Indonesia sebagai Negara Kepulauan


Dilihat dari geografisnya, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar
di dunia. Berdasarkan Gazeter Republik Indonesia Edisi Tahun 2021
terdapat 17.000 pulau yang nama dan posisinya sudah dibakukan.
Sedangkan total panjang garis pantai kurang lebih 108.000 km berdasarkan

Halaman | 114
Rujukan Nasional Data Kewilayahan Republik Indonesia yang diluncurkan
tahun 2018. Kondisi tersebut menunjukkan besarnya kekayaan alam yang
dapat dimanfaatkan dari sektor kelautan dan tingginya potensi peningkatan
perekonomian dari sektor perdagangan dan pelayaran.
Kondisi kepulauan seperti ini menjadi tantangan sendiri untuk proses
pengumpulan atau akuisisi data yang diperlukan untuk pemetaan. Aspek
mobilisasi dan demobilisasi tim beserta peralatannya akan menjadi sulit dan
bahkan menjadi biaya kegiatan pemetaan menjadi tinggi.

c. Tutupan Lahan Wilayah Darat


Luas daratan Indonesia adalah ± 1.891.304 km2 yang terbagi menjadi
kawasan perkotaan dengan permukiman padat (urban), perdesaan dengan
permukiman sedang dan rendah (rural), serta hutan. Berdasarkan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
pengertian hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat
dipisahkan. Indonesia dikarunia dengan salah satu hutan tropis yang paling
luas dan paling kaya keanekaragaman hayatinya di dunia. Berdasarkan
pengolahan data rekapitulasi lahan hutan dan non hutan menurut provinsi
tahun 2014-2018, diperoleh hasil bahwa Papua merupakan daerah yang
memiliki proporsi tutupan hutan terluas di Indonesia, diikuti Kalimantan,
Sumatera, Sulawesi, Maluku, Bali-Nusa Tenggara, dan Jawa.

d. Topografi Indonesia Bervariasi


Kondisi topografi Indonesia bervariasi mulai dari dataran rendah, dataran
tinggi, perbukitan, hingga pegunungan. Pulau-pulau besar di Indonesia
seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan Papua memiliki dataran
rendah, dataran tinggi, dan pegunungan. Indonesia bagian barat (Dataran
Sunda) dan bagian timur topografinya lebih tinggi baik daratannya maupun
lautannya, namun bagian tengahnya merupakan laut dalam dan datarannya
rendah (Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku). Hal tersebut berpengaruh
terhadap aktivitas penduduk dan potensi bencana alam.
Dataran tinggi terletak diantara pegunungan atau gunung-gunung.
Umumnya dataran tinggi memiliki jumlah penduduk yang cukup padat.
Contoh dataran tinggi di Indonesia yaitu dataran tinggi Bandung dan
dataran tinggi Malang di Pulau Jawa, dataran tinggi Agam, Karo, dan Gayo
di Pulau Sumatera, dataran tinggi Toraja di Pulau Sulawesi serta dataran
tinggi Madi di Pulau Kalimantan.
Dataran rendah letaknya tidak lebih dari 200 m dpl (di atas permukaan laut).
Umumnya dataran rendah merupakan pusat kegiatan perdagangan dan
industri karena transportasi darat maupun laut lebih mudah. Di Pulau Jawa
bagian utara memiliki dataran rendah yang sangat luas dibandingkan
dengan daerah sebelah selatan, begitu pula dengan Pulau Nusa Tenggara
dan Maluku serta Papua.

Halaman | 115
Indonesia diketahui memiliki tanah yang subur. Hal tersebut erat kaitannya
dengan keberadaan gunung api yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Indonesia diketahui memiliki gunung api terbanyak di dunia. Sayangnya
dari 127 gunung api aktif yang ada di Indonesia, baru 69 gunung yang
terpantau dengan alat, khususnya peralatan seismik yang merupakan
standar minimum.
Gambaran umum kondisi topografi yang bervariasi ini dapat dilihat pada
Gambar 8-1 berikut yang merupakan data Digital Elevation Model Nasional
(DEMNas).

Gambar 8-1. DEMNAS dan BATNAS (Sumber: BIG)


e. Kondisi Cuaca
Letak astronomis Indonesia terletak di antara 6° LU-11° LS dan 95° BT-141°
BT sehingga Indonesia termasuk dalam iklim tropis. Iklim di Indonesia
dipengaruhi oleh tiga jenis iklim, yaitu iklim musim, iklim laut, dan iklim
panas. Iklim musim atau iklim muson sangat dipengaruhi oleh angin
musiman yang berubah-ubah setiap periode tertentu. Biasanya satu periode
perubahan angin Muson adalah enam bulan. Iklim laut terjadi karena
Indonesia memiliki wilayah laut yang luas sehingga banyak terjadi
penguapan dan akhirnya mengakibatkan terjadinya hujan. Sedangkan iklim
panas atau iklim tropis terjadi karena Indonesia berada di daerah tropis.
Iklim tropis bersifat panas dan hanya memiliki dua musim yaitu musim
kemarau dan musim hujan. Ketiga jenis iklim tersebut berdampak pada

Halaman | 116
tingginya curah hujan di Indonesia. Curah hujan di Indonesia bervariasi
antar wilayah namun umumnya tergolong besar.

Gambar 8-2. Sebaran Evaporasi di Indonesia dari Citra Satelit Himawari-8


Water Vapor Enhanced (Sumber: BMKG 1 Oktober 2020)

Gambar 8-2. menampilkan kondisi kelembaban atmosfer pada lapisan


menengah hingga atas yang didapat dari radiasi infrared pada panjang
gelombang 6.2 mikrometer. Citra tersebut menunjukkan kondisi
kelembaban udara sebagai bahan pembentukan awan, dimana wilayah yang
berwarna coklat menunjukkan kondisi kering dan berwarna biru
menunjukkan kondisi basah. Dari data tersebut diketahui bahwa Indonesia
memiliki kelembaban sedang hingga basah yang berkorelasi positif dengan
tingkat penguapan yang ada. Tingginya tingkat penguapan akan berdampak
pada cepatnya proses pembentukan awan dan tingginya potensi hujan.

Gambar 8-3 menunjukkan akumulasi curah hujan di Indonesia pada tanggal


1 Oktober 2020. Potensi curah hujan disajikan berdasarkan kategori ringan,
sedang, lebat, hingga sangat lebat, dengan menggunakan hubungan antara
suhu puncak awan dengan curah hujan yang berpotensi dihasilkan. Warna
biru menunjukkan akumulasi curah hujan yang rendah, hijau moderat,
kuning lebat, dan warna merah menunjukkan curah hujan yang sangat
lebat. Meskipun data diambil pada saat musim kemarau, citra menunjukkan
tingginya curah hujan untuk wilayah Sumatera, dan Papua, moderat untuk
wilayah Kalimantan dan Sulawesi, dan tidak ada curah hujan untuk
sebagian Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.

Halaman | 117
Gambar 8-3. Akumulasi Curah Hujan 24 Jam di Indonesia dari Citra
Satelit Himawari-8 IR Enhanced (Sumber: BMKG 1 Oktober 2020)

f. Cakupan Awan
Atmosfer bumi terbagi menjadi lapisan-lapisan yaitu troposfer, stratosfer,
mesosfer, termosfer, dan eksosfer. Dalam troposfer terjadi konveksi akibat
radiasi bumi dari penyerapan radiasi matahari terutama spektrum tampak,
karena itu proses konveksi lebih aktif di daerah ekuatorial. Daerah
ekuatorial menerima energi matahari maksimum. Energi tersebut
menggerakkan atmosfer secara global ke daerah lintang menengah dan
tinggi (kutub). Gerak atmosfer global tidak hanya membawa panas tetapi
juga membawa kelembaban (uap air) dan zat-zat lain yang mengendalikan
cuaca dan iklim harian. Masukan energi panas untuk menggerakkan
atmosfer terjadi melalui awan-awan terutama awan cumulus tinggi yang
terbentuk di daerah ekuatorial.

Indonesia, Afrika Tengah, dan Amerika Selatan merupakan tiga daerah


ekuatorial dimana konveksi dan formasi awan cumulusnya menjadi penting.
Diantara tiga daerah tersebut, Indonesia merupakan daerah konvektif yang
sangat aktif, pembentukan awannya berfluktuasi secara musiman maupun
tahunan. Pembentukan awan di Indonesia didominasi oleh awan konvektif
jenis cumulus dan cumulonimbus yang dapat menghasilkan hujan lebat,
hujan batu es, guruh, dan kilat bahkan tornado. Jenis awan cumulus dan
cumulonimbus tersebut merupakan jenis awan rendah dengan ketebalan
yang tinggi, sehingga dapat mengganggu pandangan ke permukaan bumi
saat berada di wahana dengan ketinggian di atas atau sejajar dengan lapisan
stratosfer.

Halaman | 118
Gambar 8-4. Sebaran Awan di Indonesia dari Citra Satelit Himawari-8 IR
Enhanced (Sumber: BMKG 1 Oktober 2020)

Gambar 8-4. menunjukkan suhu puncak awan yang didapat dari


pengamatan radiasi pada panjang gelombang 10.4 mikrometer yang
kemudian diklasifikasi dengan pewarnaan tertentu, dimana warna hitam
atau biru menunjukkan tidak terdapat pembentukan awan yang banyak
(cerah), sedangkan semakin dingin suhu puncak awan, dimana warna
mendekati jingga hingga merah, menunjukan pertumbuhan awan yang
signifikan dan berpotensi terbentuknya awan Cumulonimbus. Berdasarkan
data tersebut, diketahui bahwa hampir seluruh wilayah Indonesia mulai dari
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua hampir 70 - 90% tertutup awan
cumulonimbus. Hanya sebagian kecil pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara
dengan kondisi tutupan awan yang cerah. Padahal data tersebut direkam
pada saat musim kemarau. Pada musim hujan tutupan awan
cumulonimbus di atmosfer Indonesia akan meningkat dengan pesat.
Keberadaan awan cumulonimbus akan mengganggu perekaman objek
permukaan bumi dari udara jika menggunakan sensor dengan gelombang
visible (RGB). Kemungkinan alternatif akuisisi data geospasial di Indonesia
adalah dengan menggunakan sensor gelombang radar atau dengan
gelombang visible, namun dengan ketinggian terbang yang rendah.

g. Potensi Asap Kebakaran Hutan


Berdasarkan data BIG tahun 2020, terhitung bahwa 49% dari luas daratan
di Indonesia berupa hutan, baik dalam bentuk hutan rimba maupun hutan
produksi. Hal tersebut menyebabkan tingginya potensi kebakaran hutan di

Halaman | 119
Indonesia saat musim kemarau baik yang terjadi karena faktor alami,
kelalaian manusia, maupun pembakaran yang disengaja.
Gambar 8-5 menunjukan data hasil deteksi Hotspot (titik api) menggunakan
sensor MODIS pada satelit TERRA dan AQUA yang memberikan gambaran
lokasi wilayah yang mengalami kebakaran hutan dengan tingkat
kepercayaan antara 51% - 100%. Dari Gambar 8-5 dapat diidentifikasi
bahwa sebagian besar titik api berada di Wilayah Timur Indonesia dengan
jumlah moderat - tinggi. Jumlah tersebut ditampilkan secara lebih terperinci
dalam bentuk grafik berdasarkan Provinsi pada Gambar 8-6. Dari Gambar
8-5 diketahui bahwa hampir seluruh Provinsi di Kalimantan memiliki
hotspot yang moderat, hotspot beberapa Provinsi di Sulawesi antara
moderat-sedang, hotspot di sebagian Papua moderat-tinggi, sedangkan di
Nusa Tenggara hotspot ditemukan hampir di seluruh area dengan jumlah
moderat-tinggi.

Gambar 8-5. Sebaran Hotspot (titik api) di Indonesia (Sumber: BMKG 1


Oktober 2020)

Halaman | 120
Gambar 8-6. Jumlah Hotspot (titik api) berdasarkan Provinsi (Sumber:
BMKG 20 September 2020)

Meskipun demikian, lokasi persebaran hotspot tersebut berkorelasi negatif


dengan sebaran asap di Indonesia. Meskipun 90% hotspot berasal dari
Wilayah Timur Indonesia, namun dari Gambar 8-7 terlihat bahwa lokasi
sebaran asap tidak berada di lokasi yang sama dengan hotspot, melainkan
terkonsentrasi berada di bagian Barat Indonesia. Jika dilihat dari
pergerakan angin pada saat perekaman data (bulan September) bertiup
angin muson timur yang bergerak dari benua Australia (Timur) ke benua
Asia (Barat), sehingga asap terakumulasi di Wilayah Barat Indonesia.
Kejadian yang serupa (kebakaran dan asap) terjadi tiap tahun di Indonesia
dengan intensitas yang hampir serupa. Keberadaan asap di Wilayah Barat
di Indonesia tidak hanya mencemari udara, namun juga menurunkan jarak
pandang termasuk pada saat dilakukan perekaman objek permukaan dari
wahana udara.

Halaman | 121
Gambar 8-7. Sebaran Asap di indonesia (Sumber: BMKG 3 September
2020)

Kondisi geografis yang bervariasi, pulau-pulau yang tersebar, serta kondisi


cuaca sebagai negara tropis harus menjadi pertimbangan dalam menentukan
metode atau teknologi yang paling tepat untuk pengumpulan data geospasial
untuk seluruh wilayah Indonesia.

B. Ruang Lingkup Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar.


Ruang Lingkup penyelenggaraan informasi geospasial dasar (IGD) yang akan
dilaksanakan dengan skema KPBUMN, meliputi:
1. Percepatan penyediaan peta dasar 2D/3D di seluruh wilayah darat
Indonesia, meliputi:
a. penyediaan peta dasar 2D skala 1:5.000 dan peta dasar 3D setara LOD
1 di seluruh wilayah Indonesia;
b. penyediaan peta dasar 2D skala menengah (1:25.000 dan 1:50.000) dan
skala kecil (1:250.000 dan 1:1.000.000).
c. Pembangunan sistem produksi peta dasar berbasis cloud.
2. Penyediaan peta dasar 2D skala 1:1.000 dan peta dasar 3D setara LOD 3
di wilayah tertentu sesuai dengan kebutuhan, meliputi antara lain: kota
besar/metropolitan, wilayah rawan bencana terutama bencana banjir dan
tsunami, wilayah dengan aktivitas ekonomi tinggi, dan/atau wilayah
prioritas pembangunan berdasarkan penugasan dari pemerintah.
3. Penyediaan peta dasar di wilayah laut.
4. Pemutakhiran peta dasar secara berkelanjutan dalam hal terjadi
perubahan terhadap unsur-unsur peta dasar.
5. Penggunaan IGD (meliputi jaring kontrol geodesi dan peta dasar) secara
komersial untuk memberikan kepastian pengembalian investasi oleh
BUMN Pelaksana, meliputi antara lain:
a. pemberian nilai tambah terhadap IGD menjadi produk IG tertentu.

Halaman | 122
b. pengintegrasian IGD dengan data dan informasi lainnya menjadi
informasi geospasial tematik (IGT) tertentu di berbagai sektor untuk
mendukung pembangunan nasional.
c. pemberian layanan berbasis komersial dan/atau non komersial.
6. Pengembangan industri geospasial di Indonesia untuk meningkatkan
manfaat ekonomi dan manfaat sosial dari penggunaan informasi geospasial
di berbagai sektor, baik dalam penyelenggaraan pemerintahan maupun
dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Penambahan dan/atau perubahan ruang lingkup penyelenggaraan IGD dapat
dilakukan baik oleh BIG maupun BUMN Pelaksana dengan terlebih dahulu
menyampaikan usulan penambahan ruang lingkup secara tertulis dan harus
disepakati oleh kedua belah pihak. Dalam hal usulan penambahan ruang
lingkup merupakan inisiatif dari BIG, maka usulan penambahan ruang lingkup
harus disertai dengan dokumen rencana KPBUMN yang didasarkan atas hasil
studi pendahuluan. Dalam hal usulan penambahan ruang lingkup
disampaikan oleh BUMN Pelaksana, maka usulan penambahan ruang lingkup
harus disertai dengan hasil studi kelayakan.

C. Rencana Percepatan Penyediaan Peta Dasar di Seluruh Wilayah Darat


Indonesia

Terbatasnya ketersediaan peta dasar skala besar (1:5.000) yaitu hanya 2.57%
dari seluruh luas darat Indonesia, telah mengakibatkan terhambatnya
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan pembangunan di
berbagai sektor baik di pusat maupun di daerah. Sebagai contoh, terbatasnya
jumlah rencana detail tata ruang (RDTR) yang telah disahkan oleh Kepala
Daerah, yaitu sekitar baru 3% dari total 1.838 RDTR pada akhir 2019, telah
mengakibatkan terhambatnya pemberian izin investasi dan usaha di berbagai
daerah yang berdampak pada terhambatnya pembangunan di berbagai sektor.

Di sisi lain peta dasar skala menengah (1:25.000 dan 1:50.000) dan skala kecil
(1:250.000 dan 1:1.000.000) yang tersedia saat ini meskipun sudah mencakup
seluruh wilayah Indonesia, namun memerlukan pemutakhiran dikarenakan
sebagian besar peta dasar menggunakan sumber data yang sudah berusia lebih
dari 20 tahun.

Percepatan peta dasar skala besar perlu dilakukan untuk memenuhi


kebutuhan peta dasar skala 1:5.000 bagi keperluan perencanaan, pelaksanaan
dan pengendalian pembangunan di berbagai sektor untuk meningkatkan
manfaat ekonomi maupun manfaat sosial bagi masyarakat. Peta dasar skala
1:5.000 yang sudah tersedia akan digunakan sebagai dasar untuk
memutakhirkan peta dasar skala menengah dan skala kecil di seluruh wilayah
Indonesia.

1. Dasar Hukum

Halaman | 123
Dasar hukum percepatan penyediaan peta dasar skala besar di seluruh
wilayah Indonesia sudah disampaikan dalam Bab I yang berisi amanat
berbagai peraturan perundang-undangan agar segera tersedia peta dasar
seluruh Indonesia.

2. Acuan normatif
Acuan normatif yang digunakan dalam pelaksanaan percepatan penyediaan
peta dasar di seluruh wilayah Indonesia adalah sebagai berikut:
● Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan
Informasi Geospasial;
● Peraturan BIG nomor 6 Tahun 2018 Tentang Perubahan atas Peraturan
Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 15 Tahun 2014 Tentang
Pedoman Teknis Ketelitian Peta Dasar; dan
● Peraturan BIG nomor 18 tahun 2021 Tentang Tata cara Penyelenggaraan
Informasi Geospasial.

Dalam hal acuan normatif yang diperlukan belum tersedia atau yang
tersedia tidak sesuai dengan perkembangan saat ini, BIG dapat menyusun
acuan normatif baru.

3. Strategi Pelaksanaan Percepatan Penyediaan Peta Dasar di Seluruh


Wilayah Indonesia.
Percepatan penyediaan peta dasar skala besar seluruh wilayah Indonesia
dilaksanakan dengan strategi sebagai berikut:
a. melakukan pengelompokan wilayah darat Indonesia berdasarkan
karakteristik wilayahnya menjadi 3 (tiga) kategori yaitu wilayah urban
(perkotaan), rural (pedesaan) dan hutan dengan menerapkan spesifikasi
teknis peta dasar yang sesuai untuk masing-masing kategori wilayah
tersebut.
b. menggunakan kombinasi teknologi pengumpulan DG Dasar yang sesuai
untuk masing-masing kategori wilayah dengan mempertimbangkan
kondisi geografis Indonesia, keterbatasan waktu dan biaya.
c. menggunakan teknologi automated features extraction (AFE) dalam
produksi peta dasar skala besar seluruh Indonesia.
d. proses generalisasi peta secara otomatis terhadap peta dasar skala besar
(1:5.000) untuk menghasilkan peta dasar skala menengah (1:25.000 dan
1:50.000) dan peta dasar skala kecil (1:250.000 dan 1:1.000.000).
e. melaksanakan pembangunan infrastruktur sistem produksi peta dasar
berbasis cloud.
f. melaksanakan penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten.

4. Pembagian Wilayah Berdasarkan Karakteristik Geografis

Wilayah Indonesia memiliki karakteristik geografis yang beragam. Secara


geografis, wilayah Indonesia dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu
urban (perkotaan), rural (pedesaan), dan hutan. Dalam konteks percepatan

Halaman | 124
dengan keterbatasan waktu dan biaya, maka penyediaan peta dasar skala
besar tidak dapat dilakukan dengan kualitas yang seragam pada tingkat
ketelitian terbaik untuk seluruh wilayah Indonesia. Dalam hal ini, perlu
dilakukan optimasi dengan menerapkan tingkat ketelitian dan spesifikasi
teknis yang berbeda sesuai dengan kondisi geografis masing-masing
sehingga dapat dipilih teknologi pemetaan yang optimal sesuai kebutuhan
di masing-masing kategori wilayah.

Dalam program percepatan penyedia peta dasar skala 1:5.000 ini,


direncanakan tingkat ketelitian di masing-masing kategori wilayah adalah
sebagai berikut:

● Wilayah Urban : Tingkat Ketelitian Kelas 1.


● Wilayah Rural : Tingkat Ketelitian Kelas 2 atau lebih baik.
● Wilayah Hutan : Tingkat Ketelitian Kelas 3 atau lebih baik.

dengan pembagian kelas tingkat ketelitian mengikuti pengaturan dalam


Peraturan BIG no. 6 tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala
Badan Informasi Geospasial Nomor 15 Tahun 2014 Tentang Pedoman Teknis
Ketelitian Peta Dasar. Pembagian ketelitian berdasarkan kategori wilayah
didasarkan pada luas wilayah dan tingkat kebutuhan peta dasar di masing-
masing wilayah tersebut dengan mempertimbangkan keterbatasan waktu
dan biaya.

Disamping kategori wilayah, tingkat ketelitian peta dasar dapat


mempertimbangkan aspek bentuk topografi dimana peta dasar di wilayah
datar dapat memiliki tingkat ketelitian yang lebih tinggi dibandingkan peta
dasar di wilayah bergunung/berbukit.

Rincian untuk masing-masing kategori wilayah adalah sebagai berikut4:


a. Urban, seluas kurang lebih 88.483 km2, merupakan wilayah yang
mempunyai susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kriteria wilayah yang
dikategorikan dalam wilayah Urban adalah sebagai berikut:
(1). Wilayah ibukota negara (seluruh wilayah administrasi Kota di
Provinsi DKI Jakarta).
(2). Seluruh wilayah ibukota provinsi di Indonesia.
(3). Wilayah administrasi kota.
(4). Seluruh kecamatan di 12 (dua belas) kawasan metropolitan,
meliputi:
● Mebidangro: Kota Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo
● Samarinda-Balikpapan-Bontang-Tenggarong

4 Dokumentasi perhitungan Luas untuk AOI : https://toponim.id/percepatan/luas-aoi

Halaman | 125
● Palapa: Kota Padang, Padang Pariaman dan Kota Pariaman
● Patungraya Agung: Kota Palembang, Banyuasin, Ogan Ilir, Ogan
Komering Ilir
● Bodetabekpunjur: Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Tangerang,
Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Bekasi, Kota Bekasi dan
Cianjur
● Cekungan Bandung: Kota Cimahi, Bandung, Kota Bandung
Bandung Barat, Sumedang
● Kedungsepur: Kendal, Demak, Semarang, Kota Semarang, Kota
Salatiga, Grobogan
● Gerbangkertosusila: Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Kota
Mojokerto, Kota Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan
● Sarbagita: Kota Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan
● Banjarbakula: Banjar, Barito Kuala, Tanah Laut, Kota Banjarbaru
dan Kota Banjarmasin
● Bimindo: Kota Bitung, Minahasa, Minahasa Utara, Kota Manado,
dan Kota Tomohon
● Mamminasata: Kota Makassar, Takalar, Gowa dan Maros.
(5). Kecamatan ibukota Kabupaten di Pulau Jawa yang berbatasan
langsung dengan 3 (tiga) kriteria sebelumnya.
(6). Kemudian dari kriteria tersebut di atas dilakukan penyederhanaan
bentuk dengan pertimbangan efisiensi jalur terbang. Selain itu
dilakukan analisa dengan mempertimbangkan faktor terrain dan
slope/kemiringan lereng untuk menghindari area bergunung dan
faktor tutupan lahan untuk memastikan area urban merupakan
kawasan terbangun sesuai definisi wilayah urban.
b. Hutan, seluas kurang lebih 936.125 km2, merupakan wilayah dengan
kriteria sebagai berikut:
(1). Hutan lahan kering primer.
(2). Hutan lahan kering sekunder/bekas tebangan.
(3). Hutan mangrove primer.
(4). Hutan mangrove sekunder/bekas tebangan.
(5). Hutan rawa primer.
(6). Hutan rawa sekunder/bekas tebangan.
(7). Hutan tanaman.
c. Rural, seluas kurang lebih 842.152 km2, merupakan wilayah yang tidak
termasuk kategori wilayah urban dan wilayah hutan dari wilayah darat
Indonesia.

Angka-angka luas di atas tidak memasukkan luasan wilayah yang sudah


dilakukan pengumpulan atau akuisisi DG Dasarnya oleh BIG pada tahun
2018-2020 seluas 26.351 km2. Untuk wilayah tersebut tidak perlu
dilakukan pengumpulan atau akuisisi data baru lagi dalam kegiatan

Halaman | 126
KPBUMN ini, karena usia datanya masih relatif baru (maksimal berusia 5
tahun pada tahun 2023) sehingga masih dapat digunakan sesuai dengan
ketentuan tentang pemutakhiran peta dasar pada PP No. 45 tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Informasi Geospasial, meskipun tetap akan
dilakukan pemutakhiran pada periode pelaksanaan pemutakhiran data.

Kemudian dari luas 26.351 km2 tersebut, terdapat data seluas 1.805 km2
yang belum diproduksi peta dasarnya sampai dengan tahun 2022 ini.
Karena itu, wilayah seluas 1.805 km2 ini ditambahkan kepada luas
penyediaan peta dasar dalam kegiatan KPBUMN sehingga terdapat
perbedaan antara luas Pengumpulan DG Dasar dengan luas Penyediaan Peta
Dasar.

Tabel 8-1. Luas wilayah berdasarkan kategori wilayah urban, hutan dan
rural dalam km2.
Kategori Area Pengumpulan DG Dasar Penyediaan Peta Dasar
Urban 88.483 88.483
Hutan 934.700 936.125
Rural 841.772 842.152
Total luas
1.864.955 1.866.760
kegiatan KPBUMN
Data 2018-2020 26.351 24.546
Total Luas
1.891.306 1.891.306
Indonesia

Gambaran cakupan masing-masing kategori wilayah untuk pengumpulan


DG Dasar dan pembuatan peta dasar sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar 8-8 dan Gambar 8-9.

Gambar 8-8. Cakupan wilayah Urban, Rural, dan Hutan untuk pengumpulan DG

Halaman | 127
Dasar

Gambar 8-9. Cakupan wilayah Urban, Rural, dan Hutan untuk pembuatan peta
dasar

Percepatan penyediaan peta dasar direncanakan dilaksanakan dalam 2


tahap yaitu tahap I dan tahap II, sebagai-berikut:

- Tahap I (2022-2025): pengumpulan (akuisisi) DG dan pembuatan peta


dasar untuk wilayah urban dan wilayah rural + hutan dengan dominansi
rural;
- Tahap II (2025-2027): pengumpulan (akuisisi) DG dan pembuatan peta
dasar untuk wilayah rural + hutan dengan dominansi hutan;

Pembagian pelaksanaan percepatan penyediaan peta dasar dalam 2 tahap


dilakukan dengan mempertimbangkan ketersediaan pembiayaan sebagian
melalui APBN dan kemampuan investasi dari BUMN Pelaksana. Tahap II
dilaksanakan pada tahun 2025-2027 dalam hal Pemerintah Pusat c.q. BIG
tidak dapat menyediakan pembiayaan sebagian dari APBN untuk membiayai
penyediaan peta dasar di wilayah hutan. Dalam hal tersedia pembiayaan
sebagian dari APBN atau BUMN Pelaksana dapat menyediakan
pembiayaannya, maka cakupan wilayah tahap II dapat dilaksanakan secara
bersamaan dalam jangka waktu tahun 2022-2026.

Penentuan cakupan wilayah rural dan hutan pada masing-masing tahap I


dan II dilakukan dengan cara menyederhanakan bentuk geometri wilayah
untuk mengoptimalkan proses akuisisi (penyediaan) data geospasial dasar
khususnya untuk mengantisipasi optimasi penggunaan wahana udara yang
memerlukan perencanaan jalur terbang yang efisien dan efektif.
Penyederhanaan bentuk geometri wilayah dilakukan dengan generalisasi
berbasis nomor lembar peta RBI skala 1:50.000. Setiap Nomor Lembar Peta
(NLP) skala 1:50.000 diklasifikasikan menjadi cakupan wilayah tahap I atau
tahap II berdasarkan karakteristik wilayah yang dominan pada NLP tersebut.

Halaman | 128
Apabila karakteristik wilayah rural yang dominan, maka keseluruhan NLP
tersebut dimasukkan ke dalam cakupan wilayah tahap I, dan apabila
karakteristik wilayah hutan yang dominan, maka keseluruhan NLP tersebut
dimasukkan ke dalam cakupan wilayah tahap II. Pemilihan wilayah dengan
dominansi rural dimasukkan ke Tahap I dan wilayah dengan dominansi
hutan dimasukkan ke Tahap II dilakukan dengan pertimbangan:

- wilayah dengan dominasi hutan memiliki potensi komersialisasi yang


relatif lebih rendah sehingga penyediaan peta dasarnya dapat dilakukan
pada Tahap II setelah BUMN Pelaksana menyelesaikan Tahap I dan mulai
mendapatkan pemasukan dari komersialisasi layanan berbasis IGD.
- data wilayah rural dan hutan akan diakuisisi menggunakan teknologi
yang sama sehingga tidak perlu dilakukan pemisahan yang ketat antara
kedua wilayah ini dalam hal proses akuisisi agar menjadi lebih efisien.

Cakupan wilayah untuk Tahap I baik untuk pengumpulan (akuisisi) DG


dasar maupun pembuatan (produksi) peta dasar, seperti yang dapat dilihat
pada Gambar 8-10 dan Gambar 8-11.

Gambar 8-10 . Cakupan wilayah Urban, Rural, dan Hutan untuk


pengumpulan DG pada Tahap I

Halaman | 129
Gambar 8-11. Cakupan wilayah Urban, Rural, dan Hutan untuk pembuatan
peta dasar pada Tahap I

Perbedaan luas antara cakupan wilayah penyediaan DG dan penyediaan peta


dasar pada Tahap I adalah area sebesar 1.805 km2 yang merupakan wilayah
sudah dilakukan pemotretan udara dan lidar tetapi belum dilakukan
pembuatan peta dasar. Pembuatan peta dasar pada wilayah yang sudah
tersedia DG Dasarnya dilakukan pada tahap I percepatan penyediaan peta
dasar seluruh wilayah Indonesia.

Kemudian pada pelaksanaan pekerjaan untuk penyediaan DG dan peta dasar


Tahap II hanya dilakukan untuk wilayah rural dan hutan dengan dominansi
hutan, sedangkan wilayah urban telah dilakukan keseluruhan pada pekerjaan
Tahap I. Pada Tahap II ini tidak terdapat perbedaan antara luas wilayah
pengumpulan DG dasar maupun penyediaan peta dasar, seperti ditunjukkan
pada Gambar 8-12 berikut.

Gambar 8-12. Cakupan wilayah Urban, Rural, dan Hutan untuk pengumpulan
DG dan penyediaan peta dasar pada Tahap II

5. Penggunaan Kombinasi Teknologi Pengumpulan DG Dasar

Halaman | 130
Pengumpulan DG Dasar dilakukan untuk menghasilkan DG Dasar sebagai
data dasar dalam pembuatan peta dasar skala besar. DG Dasar sebagaimana
dimaksud terdiri atas:
● Citra Tegak Resolusi Tinggi yang dapat berasal dari foto udara, citra
satelit dan/atau citra radar; dan
● Digital elevation model (DEM) berupa digital surface model (DSM) dan
digital terrain model (DTM).

Spesifikasi teknis DG Dasar untuk pembuatan peta dasar skala besar


ditetapkan dalam Peraturan BIG No.18 tahun 2021 sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 8-2 berikut ini.

Tabel 8-2. Spesifikasi teknis DG Dasar untuk pembuatan peta dasar skala
1:5.000 (PerBIG no. 18 tahun 2021)
Skala 1:5.000
Spesifikasi Teknis DG Dasar

Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3

Citra Tegak Resolusi Tinggi

1 Resolusi spasial (m) 0,25 0,50 0,75

2 Ketelitian horizontal (CE90) pada titik uji (m) 1,0 2,0 3,0

Digital Surface Model

1 Resolusi Spasial (m) 0,25 0,50 0,75

2 Ketelitian Horizontal (CE90) (m) 1,0 2,0 3,0

3 Ketelitian Vertikal (LE90) (m) 0,50 0,75 1,0

Digital Terrain Model

1 Resolusi Spasial (m) 1,0 2,0 3,0

2 Ketelitian Horizontal (CE90) (m) 1,0 2,0 3,0

3 Ketelitian Vertikal (LE90) (m) 1,0 1,5 2,0

Keterangan:
Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3

Berdasarkan hasil studi pendahuluan, terdapat beberapa metode/teknologi


pengumpulan DG Dasar yang dapat memenuhi spesifikasi teknis untuk
pembuatan peta dasar skala 1:5.000 sebagaimana ditunjukkan pada Tabel
8-3, yaitu:
● Survei Foto Udara (FU) Metrik;

Halaman | 131
● Survei Foto Udara (FU) Non-metrik;
● Survei Lidar;
● Survei Airborne Synthetic Aperture Radar (SAR); dan/atau
● Citra Satelit Tegak Resolusi Tinggi (CSTRT).

Tabel 8-3. Spesifikasi teknis DG Dasar yang dapat dihasilkan dari masing-masing
teknologi pengumpulan DG Dasar
Foto Lidar Foto Udara Airborne CSTRT
Spesifikasi Teknis Udara Non- SAR
Metrik metrik

Citra Tegak Resolusi Tinggi

1 Resolusi spasial (m) 0,05- 0,25 0,03-0,30 0,25 0,30


0,30

2 Ketelitian horizontal (CE90) 0,5 0,50 0,50 1.5 2,5


pada titik uji (m)

Digital Surface Model (DSM)

1 Resolusi Spasial (m) 0,25 0,25 0,1-0,5 0,5 N/A

2 Ketelitian Horizontal (CE90) 0,50 0,50 0,50 2 N/A


(m)

3 Ketelitian Vertikal (LE90) (m) 0,50 0,25 0,50 0,75 3,0

Digital Terrain Model (DTM)


1 Resolusi Spasial (m) 0,5-1 0,50 0,2-0,5 2 N/A

2 Ketelitian Horizontal (CE90) 1 1 1 2 N/A


(m)

3 Ketelitian Vertikal (LE90) (m) 1 0,50 1 1,5 3,0

Aspek Akuisisi Data


1 Kemampuan penetrasi awan Tidak Tidak Tidak Ya Tidak

2 Tinggi terbang 1.000 m 1.000 150-500 m 10.000 m 500 -


m 800 km
3 Kapasitas Pengumpulan DG 33 50 15 2.222 tergantun
(km2/hari) g tutupan
awan

4 Waktu penyelesaian 229 151 504 tahun 2,5 tergantun


pengumpulan DG seluruh tahun tahun tahun g tutupan
awan
Indonesia dengan 1 sistem
pengumpulan DG

Halaman | 132
Foto Lidar Foto Udara Airborne CSTRT
Spesifikasi Teknis Udara Non- SAR
Metrik metrik

5 Jumlah sumber daya (sistem 115 76 252 sistem 1 sistem N/A


pengumpulan DG) untuk sistem sistem
menyelesaikan seluruh
wilayah Indonesia dalam 2,5
tahun (asumsi waktu efektif
250 hari per tahun)

Keterangan:
Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Tidak memenuhi spesifikasi teknis

Dengan mempertimbangkan wilayah Indonesia yang luas, keterbatasan


waktu dan biaya dalam penyediaan peta dasar skala besar, serta keunggulan
dan kekurangan masing-masing teknologi pengumpulan DG Dasar, tidak
ada satupun teknologi pengumpulan DG Dasar yang dapat dipilih sebagai
solusi tunggal dalam melaksanakan percepatan penyediaan peta dasar di
seluruh wilayah Indonesia. Penggunaan kombinasi teknologi pengumpulan
DG Dasar yang dapat memenuhi spesifikasi teknis yang ditetapkan
merupakan solusi terbaik untuk dapat melaksanakan percepatan
penyediaan peta dasar di seluruh wilayah Indonesia dengan
mempertimbangkan keterbatasan yang ada.

Disamping resolusi spasial dan tingkat ketelitian DG Dasar sebagai disajikan


pada Tabel 8-2, berikut beberapa aspek lain yang dapat dijadikan
pertimbangan dalam melakukan pemilihan kombinasi teknologi
pengumpulan DG Dasar, yaitu:

● Kemampuan penetrasi awan


Kemampuan penetrasi awan diperlukan untuk meningkatkan waktu
efektif survei untuk pengumpulan DG Dasar mengingat sebagian besar
wilayah di Indonesia sering tertutup awan. Untuk mendapatkan DG
Dasar yang bebas awan atau minimum cakupan awan, maka
pelaksanaan survei pengumpulan DG Dasar dapat dilakukan dengan 2
cara, yaitu:
➢ menggunakan teknologi pengumpulan DG Dasar yang dapat
menembus awan, seperti teknologi radar menggunakan wahana
pesawat udara (Airborne SAR).
➢ dalam hal menggunakan teknologi pengumpulan DG Dasar yang
tidak memiliki kemampuan menembus awan seperti teknologi foto
udara dan/atau lidar, maka dapat dilakukan dengan cara terbang
di bawah awan atau menunggu saat wilayah tersebut tidak tertutup
awan, namun hal ini akan mengurangi waktu efektif survei
pengumpulan DG Dasar.

● Kemampuan tinggi terbang saat pengumpulan DG Dasar

Halaman | 133
Ketinggian terbang pada saat survei pengumpulan DG Dasar
menentukan lebar cakupan wilayah yang disurvei disebabkan karena
ketinggian terbang berbanding lurus dengan lebar cakupan wilayah yang
disurvei. Ketinggian terbang lebih tinggi dengan tetap memperhatikan
pemenuhan terhadap spesifikasi teknis DG Dasar yang ditetapkan
dengan menghasilkan cakupan wilayah yang semakin lebar akan
meningkatkan efisiensi dalam pengumpulan DG Dasar.

● Kapasitas pengumpulan DG Dasar


Kapasitas pengumpulan DG Dasar atau luas wilayah yang dapat di survei
dalam satu hari akan menentukan waktu penyelesaian pengumpulan DG
Dasar. Semakin tinggi kapasitas pengumpulan DG Dasar maka maka
waktu penyelesaian pelaksanaan pengumpulan DG Dasar akan semakin
cepat.

● Jumlah sumber daya (sistem pengumpulan DG Dasar)


Jumlah sumber daya berupa sistem pengumpulan DG Dasar termasuk
wahana survei dan SDM yang diperlukan, menentukan waktu
penyelesaian dan efisien pelaksanaan survei. Optimasi antara waktu
penyelesaian dan terbatasnya anggaran yang tersedia menentukan
jumlah penggunaan sumber daya yang optimal dalam pemilihan teknologi
pengumpulan DG Dasar. Juga jumlah sistem yang diperlukan akan
mempengaruhi aspek teknis karena semakin banyak sistem yang
digunakan maka proses integrasi data yang dihasilkan sekian banyak
sistem akan memberikan kesulitan tersendiri.

● Biaya pengumpulan DG Dasar


Biaya pengumpulan DG dasar menjadi salah satu pertimbangan utama
dalam pemilihan teknologi pengumpulan DG Dasar. Optimasi antara
harga satuan biaya dan kemampuan pemenuhan spesifikasi teknis DG
Dasar merupakan aspek utama yang dijadikan sebagai pertimbangan
dalam pemilihan teknologi. Kombinasi teknologi pengumpulan DG Dasar
ditentukan berdasarkan pemenuhan terhadap spesifikasi teknis yang
ditetapkan dan mampu memenuhi target waktu penyelesaian (2,5 tahun)
dengan biaya minimum.

Pemilihan teknologi pengumpulan DG Dasar disesuaikan dengan


karakteristik geografis wilayah yaitu urban, rural dan hutan dengan
pertimbangan bahwa spesifikasi peta dasar tidak harus kualitas tertinggi
untuk semua wilayah tersebut. Tabel 8-4 menunjukkan beberapa alternatif
teknologi yang memungkinkan untuk digunakan di setiap karakteristik
wilayah berdasar kelebihan dan kekurangan setiap teknologi.

Tabel 8-4. Identifikasi kebutuhan dan alternatif kombinasi teknologi


pengumpulan DG Dasar

Halaman | 134
Metode/Teknologi Pengumpulan
Kategori
Kebutuhan IGD Skala Besar DG Dasar untuk Memenuhi
Wilayah
Spesifikasi Kebutuhan IGD

Urban ● ketelitian geometris: kelas 1 1. kombinasi foto udara dan lidar


● kedetailan informasi: tinggi 2. foto udara metrik; dan/atau
3. foto udara non metrik;

Rural ● ketelitian geometris: kelas 2 atau 1. kombinasi foto udara dan lidar;
lebih baik. 2. kombinasi lidar dan CSRT;
● kedetailan informasi: menengah - dan/atau
tinggi. 3. kombinasi Airborne SAR dan
CSRT.

Hutan ● ketelitian geometris: kelas 3 atau 1. kombinasi foto udara dan lidar;
lebih baik; 2. kombinasi lidar dan CSRT;
● kedetailan informasi: rendah dan/atau
3. kombinasi Airborne SAR dan
CSRT.

Dari hasil identifikasi di atas, Tabel 8-5 menyajikan ringkasan skenario


alternatif dan kebutuhan anggarannya dengan memilih satu kombinasi
teknologi untuk masing-masing kategori wilayah.

Tabel 8-5. Skenario5 kombinasi teknologi pengumpulan DG Dasar beserta


perkiraan biaya untuk masing-masing skenario

Urban Rural Hutan


Jumlah
Skenario (88.483 km2) (841.772 km2) (934.700 km2)
1 FU Lidar Rp461.704.294.000 Rp4.392.366.296.000 Rp4.877.264.600.000 Rp9.731.335.190.000
FU Lidar Rp461.704.294.000 Rp4.392.366.296.000 -

Lidar (Intensity dan


2 - - Rp3.677.109.800.000 Rp8.531.180.390.000
DEM)

CSTRT - - o

FU Lidar Rp461.704.294.000 Rp4.392.366.296.000 -

3 Airborne SAR - - Rp1.148.746.300.000 Rp6.002.816.890.000

CSRT - - o

FU Lidar Rp461.704.294.000 - Rp4.877.264.600.000

Lidar (Intensity dan


4 - Rp3.311.531.048.000 - Rp8.650.499.942.000
DEM)

CSTRT - o -

5 FU Lidar Rp461.704.294.000 - - Rp7.450.345.142.000

5 https://docs.google.com/spreadsheets/d/1IbtfkLYYBa-
8IiejK_XXvDjoFE1InOvnwpLzDGbaFco/edit#gid=1368001401

Halaman | 135
Urban Rural Hutan
Jumlah
Skenario (88.483 km2) (841.772 km2) (934.700 km2)
Lidar (Intensity dan
- Rp3.311.531.048.000 Rp3.677.109.800.000
DEM)

CSTRT - o o

FU Lidar Rp461.704.294.000 - -

Lidar (Intensity dan


- Rp3.311.531.048.000 -
DEM)
6 Rp4.921.981.642.000
CSTRT - o o

Airborne SAR - - Rp1.148.746.300.000

FU Lidar Rp461.704.294.000 Rp4.877.264.600.000

7 Airborne SAR - Rp1.034.537.788.000 - Rp6.373.506.682.000

CSTRT - o -

FU Lidar Rp461.704.294.000 -

Airborne SAR - Rp1.034.537.788.000 -

8 Rp5.173.351.882.000
CSTRT - o o

Lidar (Intensity dan


- - Rp3.677.109.800.000
DEM)

FU Lidar Rp461.704.294.000 - -

9 Airborne SAR - Rp1.034.537.788.000 Rp1.148.746.300.000 Rp2.644.988.382.000

CSTRT - o o

FU Metrik Rp358.267.667.000 - -
10 Rp9.627.898.563.000
FU Lidar - Rp4.392.366.296.000 Rp4.877.264.600.000

FU Metrik Rp358.267.667.000 - -

FU Lidar - Rp4.392.366.296.000 -

11 Rp8.427.743.763.000
Lidar (Intensity dan
- - Rp3.677.109.800.000
DEM)

CSTRT - - o

FU Metrik Rp358.267.667.000 - -

FU Lidar - Rp4.392.366.296.000 -
12 Rp5.899.380.263.000
Airborne SAR - - Rp1.148.746.300.000

CSTRT - - o

13 FU Metrik Rp358.267.667.000 - - Rp8.547.063.315.000

Halaman | 136
Urban Rural Hutan
Jumlah
Skenario (88.483 km2) (841.772 km2) (934.700 km2)
Lidar (Intensity dan
- Rp3.311.531.048.000 -
DEM)

CSTRT - o -

FU Lidar - - Rp4.877.264.600.000

FU Metrik Rp358.267.667.000 -

Lidar (Intensity dan


14 - Rp3.311.531.048.000 Rp3.677.109.800.000 Rp7.346.908.515.000
DEM)

CSTRT - o o

FU Metrik Rp358.267.667.000 - -

Lidar (Intensity dan


- Rp3.311.531.048.000 -
DEM)
15 Rp4.818.545.015.000
CSTRT - o o

Airborne SAR - - Rp1.148.746.300.000

FU Metrik Rp358.267.667.000 - -

Airborne SAR - Rp1.034.537.788.000 -


16 Rp6.270.070.055.000
CSTRT - o -

FU Lidar - - Rp4.877.264.600.000

FU Metrik Rp358.267.667.000 - -

Airborne SAR - Rp1.034.537.788.000 -

17 Rp5.069.915.255.000
CSTRT - o o

Lidar (Intensity dan


- - Rp3.677.109.800.000
DEM)

FU Metrik Rp358.267.667.000 - -

18 Airborne SAR - Rp1.034.537.788.000 Rp1.148.746.300.000 Rp2.541.551.755.000

CSTRT - o o

FU Non Metrik Rp110.666.109.279 - -


19 Rp9.380.297.005.279
FU Lidar - Rp4.392.366.296.000 Rp4.877.264.600.000

FU Non Metrik Rp110.666.109.279 - -

FU Lidar - Rp4.392.366.296.000 -

20 Rp8.180.142.205.279
Lidar (Intensity dan
- - Rp3.677.109.800.000
DEM)

CSTRT - - o

Halaman | 137
Urban Rural Hutan
Jumlah
Skenario (88.483 km2) (841.772 km2) (934.700 km2)
FU Non Metrik Rp110.666.109.279 - -

FU Lidar - Rp4.392.366.296.000 -
21 Rp5.651.778.705.279
Airborne SAR - - Rp1.148.746.300.000

CSRT - - o

FU Non Metrik Rp110.666.109.279 - -

Lidar (Intensity dan


- Rp3.311.531.048.000 -
DEM)
22 Rp8.299.461.757.279
CSTRT - o -

FU Lidar - - Rp4.877.264.600.000

FU Non Metrik Rp110.666.109.279 - -

Lidar (Intensity dan


23 - Rp3.311.531.048.000 Rp3.677.109.800.000 Rp7.099.306.957.279
DEM)

CSTRT - o o

FU Non Metrik Rp110.666.109.279 - -

Lidar (Intensity dan


- Rp3.311.531.048.000 -
DEM)
24 Rp4.570.943.457.279
CSTRT - o o

Airborne SAR - - Rp1.148.746.300.000

FU Non Metrik Rp110.666.109.279 - -

Airborne SAR - Rp1.034.537.788.000 -


25 Rp6.022.468.497.279
CSTRT - o -

FU Lidar - - Rp4.877.264.600.000

FU Non Metrik Rp110.666.109.279 - -

Airborne SAR - Rp1.034.537.788.000 -

26 Rp4.822.313.697.279
CSTRT - o o

Lidar (Intensity dan


- - Rp3.677.109.800.000
DEM)

FU Non Metrik Rp110.666.109.279 -

27 Airborne SAR - Rp1.034.537.788.000 Rp1.148.746.300.000 Rp2.293.950.197.279

CSTRT - o o

Catatan:

Halaman | 138
● Isian “o” berarti data digunakan, namun tidak ada biaya yang
dikeluarkan.
● Isian “-” berarti kombinasi data tidak digunakan.
● CSRT untuk mendukung percepatan penyediaan peta dasar seluruh
Indonesia menggunakan Data CSRT yang sudah tersedia di BIG dan/atau
BRIN (sebelumnya Lapan) dalam hal data CSRT belum tersedia di BIG
sehingga diasumsikan tidak ada anggaran yang harus disediakan untuk
pengadaan CSRT. BUMN Pelaksana dapat menggunakan sumber data
yang lain seperti Online Image Service dalam hal CSRT yang dibutuhkan
belum tersedia di BIG maupun BRIN (sebelumnya Lapan). Kebutuhan
biaya untuk memenuhi CSRT yang tidak dapat disediakan oleh BIG
dan/atau BRIN serta kebutuhan biaya Online Image Services menjadi
tanggung jawab BUMN Pelaksana.
● Perkiraan biaya pada Tabel 8-5 dihitung dengan menggunakan harga
satuan sebagai berikut:
○ Survei FU Metrik* = 4.049.000,00 IDR/km2
○ Survei FU Metrik+Lidar* = 5.218.000,00 IDR/km2
○ Survei FU Non-metrik** = 1.250.704,76 IDR/km2
○ Survei Lidar* (Intensity dan DEM) + CSRT = 3.934.000,00 IDR/km2
○ Survei Airborne SAR+CSRT*** = 1.229.000 IDR/km2

Keterangan:
* Harga satuan untuk FU Metrik dan FU Metrik+Lidar (FU Lidar) dihitung
pada kondisi wilayah urban, yang kemudian digunakan untuk perhitungan
pada semua kondisi wilayah. Satuan harga menggunakan referensi6 dari:
- Peraturan BIG Nomor 16 Tahun 2019 tentang Satuan Harga
Penyelenggaraan Informasi Geospasial Tahun Anggaran 2020 Pada
Badan Informasi Geospasial sebagai referensi utama ;
- Pedoman Standar Minimal Tahun 2019 Biaya Langsung Personel dan
Biaya Langsung Non Personel untuk Kegiatan Jasa Konsultansi, Ikatan
Nasional Konsultan Indonesia (INKINDO); serta Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 119/PMK.02/2020 tentang Standar Biaya Masukan
Tahun Anggaran 2021 sebagai referensi pelengkap; dan
- Surat Keputusan Deputi Bidang IGD Nomor 14.1 Tahun 2015 tentang
Standar Harga Satuan Kegiatan Penyelenggaraan Informasi Geospasial
Dasar di Lingkungan Badan Informasi Geospasial Tahun Anggaran 2015
untuk harga sewa Kamera Udara Digital Metrik
Perhitungan dilakukan dengan asumsi kondisi yang digunakan:
aksesibilitas titik kontrol ringan, cuaca baik, traffic base airport rendah,
waktu tempuh base airport ke AOI cepat, waktu pelaksanaan 24 bulan, hari
kerja konsultan (22 hari kerja per bulan), jadwal akuisisi dan pengolahan
data paralel.

6 https://drive.google.com/drive/folders/1uNatWR3HppPbL1Ms-CoAajtb3RjFFf0I

Halaman | 139
Kapasitas pekerjaan menggunakan kapasitas7 tertinggi dari:
- Peraturan BIG Nomor 11 Tahun 2018 tentang Analisis Teknis
Penyelenggaraan Informasi Geospasial;
- Surat Keputusan Deputi Bidang IGD Nomor 1.2 Tahun 2020 tentang
Analisis Teknis Penyelenggaraan Akuisisi Data Geospasial Dasar Foto
Udara Digital dan Lidar; dan
- Realisasi kegiatan tahun 2019 dan 2020 (dihitung berdasarkan laporan
pekerjaan).

** Harga satuan untuk Foto Udara Non Metrik dengan wahana nir-awak
menggunakan harga referensi dari perhitungan tim ahli Institut Teknologi
Bandung pada kondisi wilayah rural dan urban untuk luasan 945.000 km2
yang disampaikan dalam presentasi berjudul “UAV dan Phodar/SFM-
Photogrammetry” pada acara FGD Teknologi Akuisisi pada tanggal 01 Juli
2020 yang diadakan oleh BIG. Harga satuan ini kemudian digunakan untuk
perhitungan pada semua kondisi wilayah.

*** Harga satuan untuk airborne SAR berdasarkan proposal penawaran


penyedia teknologi airborne SAR, Intermap, setelah acara FGD Advanced
Technologies for Accelerating the Data Acquisition and Production of Large
Scale Basemaps, Oktober 2019 yang diadakan BIG di Bali, dan dibandingkan
dengan kontrak sejenis di Malaysia dan Philipina.

Berdasarkan Tabel 8-5, maka skenario 27 merupakan pilihan kombinasi


teknologi pengumpulan DG Dasar dengan biaya yang paling murah
dibandingkan skenario lainnya. Skenario 27 menggunakan kombinasi FU
Non Metrik menggunakan pesawat nir-awak di area urban serta Airborne
SAR dan CSRT di area rural dan hutan. Meskipun merupakan kombinasi
dengan biaya paling murah, penggunaan pesawat nir-awak untuk
memetakan cakupan wilayah yang luas akan meningkatkan kompleksitas
dan faktor resiko dalam pelaksanaan percepatan penyediaan peta dasar di
seluruh Indonesia, di antaranya:

● dengan kapasitas akuisisi data seluas 5 km2 untuk setiap penerbangan


atau kurang lebih 15 km2 dalam satu hari (dengan asumsi 3 kali
penerbangan dalam satu hari apabila cuaca memungkinkan), maka
akan diperlukan banyak sistem nir-awak untuk melakukan survei
pemotretan udara di wilayah urban seluas 88.483 km2.

● banyaknya jumlah sistem pengumpulan DG Dasar nir-awak yang


diperlukan untuk melakukan survei pemotretan udara dengan waktu
yang terbatas, akan meningkatkan resiko dalam hal integrasi dan

7 https://drive.google.com/drive/folders/1WullJaFgRrN0H7CpuruLg-atg5wI6eZB

Halaman | 140
pemrosesan data, terutama apabila digunakan sensor yang berbeda
dengan kemampuan operator yang berbeda pula.

● penyiapan sumber daya (pesawat nir-awak + kamera, SDM, sistem


pemrosesan data, dll) untuk mencapai standar kualifikasi yang
dibutuhkan memerlukan waktu yang tidak sebentar sehingga dapat
meningkatkan resiko kegagalan untuk menyelesaikan pekerjaan tepat
pada waktu yang ditentukan.

● data ketinggian dari FU Non Metrik tidak dapat menembus tutupan


vegetasi sehingga menyulitkan untuk mendapatkan DTM yang akurat
di area yang terdapat vegetasi.

Meskipun pada situasi ideal dapat memenuhi spesifikasi teknis peta dasar,
teknologi survei foto udara dengan kamera non metrik menggunakan
pesawat nir-awak tidak efisien digunakan untuk memetakan cakupan
wilayah yang luas. Teknologi ini ideal digunakan pada cakupan wilayah
yang relatif kecil dan wilayah non urban yang tidak terdapat banyak
gedung-gedung tinggi, sehingga lebih efektif digunakan untuk
pemutakhiran pada sebagian unsur peta dasar (partial update).

Selanjutnya berdasar Tabel 8-5, skenario 18 merupakan pilihan kombinasi


teknologi yang termurah kedua setelah skenario 27. Skenario 18
menggunakan FU Metrik di area urban serta Airborne SAR dan CSRT di
area rural dan hutan. Meskipun demikian, penggunaan FU Metrik memiliki
kekurangan yaitu data ketinggian yang diperoleh dari FU Metrik
merupakan produk turunan dari foto udara sehingga dari sisi akurasi dan
presisi lebih rendah dari data ketinggian yang diperoleh secara langsung
contohnya dari lidar. Selain itu data ketinggian dari FU Metrik juga tidak
dapat menembus tutupan vegetasi sehingga menyulitkan untuk
mendapatkan DTM yang akurat di area bervegetasi. Apabila FU
dikombinasikan dengan lidar, maka akan diperoleh data ketinggian yang
jauh lebih akurat, presisi serta memiliki kemampuan penetrasi terhadap
vegetasi. Juga pilihan kombinasi FU dengan lidar merupakan hal yang
sudah terbiasa di mana sekarang sudah terdapat banyak sistem FU yang
terintegrasi dengan lidar.

Berdasarkan hal tersebut dan kajian pada studi pendahuluan yang telah
dilakukan oleh BIG, maka skenario 9 pada Tabel 8-5, yang merupakan
skenario termurah ke-3, merupakan skenario terbaik kombinasi teknologi
pengumpulan DG Dasar untuk menyelesaikan percepatan penyediaan peta
dasar di seluruh wilayah Indonesia dalam waktu 4 (empat) tahun dengan
biaya yang paling efisien. Skenario 9 merupakan kombinasi teknologi
Survei Foto Udara Metrik + Lidar untuk wilayah urban dan Survei Airborne
SAR + CSRT untuk wilayah rural dan hutan.

Halaman | 141
Tabel 8-6. Teknologi pengumpulan DG Dasar terpilih yang akan
digunakan dalam percepatan penyediaan peta dasar skala besar di
seluruh Indonesia
No. Kategori Tingkat Teknologi Terpilih
Wilayah Ketelitian

1 Urban Kelas 1 Survei Foto Udara Metrik + Lidar

2 Rural Kelas 2 atau Survei Airborne SAR + CSRT


lebih baik

3 Hutan Kelas 3 atau Survei Airborne SAR + CSRT


lebih baik

Pilihan kombinasi teknologi pengumpulan DG Dasar sebagaimana


disajikan pada Tabel 8-6 didasarkan pada ketersediaan teknologi
pengumpulan DG Dasar pada saat kajian studi pendahuluan dilaksanakan
dan menjadi dasar perhitungan kebutuhan biaya yang dibutuhkan dalam
kegiatan KPBUMN ini. Dalam hal dijumpai adanya metode/teknologi yang
lebih baik dan lebih efisien pada saat penyampaian penawaran atau pada
saat pelaksanaan perjanjian kerja sama, maka BUMN Pelaksana dapat
mengusulkan penggunaannya kepada BIG untuk mendapatkan
persetujuan.

Pelaksanaan pengumpulan DG dasar, secara umum berpedoman pada


Peraturan BIG Nomor 18 Tahun 2021 tentang tata cara penyelenggaraan
IGD. Dalam pelaksanaan pekerjaan ini, beberapa hal teknis yang khusus
perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan pengumpulan DG Dasar adalah
sebagai berikut:
(a). Pelaksana membuat perencanaan survei pengumpulan DG Dasar
secara keseluruhan dan umum berdasarkan spesifikasi dan prosedur
yang dijadikan referensi, pada saat sebelum pekerjaan dimulai serta
dikoordinasikan ke BIG dan disepakati sebagai rencana kerja.
(b). Perubahan terhadap rencana kerja dimungkinkan dengan terlebih
dahulu dikoordinasikan dan disepakati bersama BIG, selama tidak
mengubah spesifikasi akhir yang perlu diserahkan dan target waktu
penyelesaian, serta tidak menimbulkan biaya tambahan.
(c). Pelaksana perlu melakukan pembagian AOI ke dalam blok-blok
rencana akuisisi dan yang juga akan digunakan dalam pengolahan DG
Dasar.
(d). Pembagian blok mempertimbangkan:
a. pembagian AOI penyerahan Tahap I dan Tahap II. Satu blok harus
diakuisisi lengkap dan selesai diolah pada periode semester yang
sama.

Halaman | 142
b. kategori area apakah termasuk ke dalam urban, rural atau hutan,
dan juga kelas ketelitian yang ditargetkan untuk masing-masing
kategori area.
c. luasan per blok sebaiknya tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu
kecil, sehingga jumlah data yang perlu diolah perlu diperkirakan
terhadap kemampuan hardware dan software.
d. jalur terbang efektif.
e. Pulau-pulau kecil di sekitar daratan utama dapat dijadikan satu
blok. Namun blok daratan yang besar dan terpisah secara spasial,
perlu dibedakan blok.
(e). Pembagian blok disiapkan sebelum pelaksanaan pengumpulan DG
Dasar dan dikoordinasikan dengan pihak BIG untuk kemudian
disepakati bersama.
(f). Satu blok minimal memiliki 5 GCP dan 20 ICP, yang tersebar merata
pada area blok untuk metode FU-Lidar.
(g). Untuk akuisisi data menggunakan Airborne SAR, jumlah GCP
menyesuaikan kebutuhan dan jumlah ICP sebanyak minimal 60 titik
untuk setiap region pulau besar (Sumatera, Jawa-Nusa Tenggara,
Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua)
(h). Khusus di wilayah pantai, akuisisi dengan metode Airborne SAR
dilaksanakan pada saat kedudukan muka laut surut atau di bawah
muka laut rata-rata, untuk mendapatkan data ketinggian pada saat
pasang tertinggi dan muka air laut rata-rata. Pada beberapa wilayah,
kedudukan muka laut surut dapat terjadi pada malam hari.

6. Penggunaan Teknologi Automated Features Extraction (AFE) Untuk


Menghasilkan Peta Dasar Skala Besar (1:5.000)

Pengolahan DG Dasar dan IGD untuk pembuatan peta dasar terdiri atas:
● pemrosesan DG Dasar untuk membuat peta dasar 2D maupun 3D; dan
● penyajian peta dasar 2D maupun 3D.

a. Pemrosesan DG Dasar untuk memproduksi peta dasar 2D maupun 3D.


Pemrosesan DG Dasar untuk pembuatan peta dasar 2D/3D
dilaksanakan dengan cara, antara lain:
i. ekstraksi geometri unsur peta dasar baik menggunakan metode
interpretasi secara manual dan/atau otomatis (automated features
extraction) maupun menggunakan metode pemodelan;
ii. pembangunan basis data unsur peta dasar termasuk penggunaan
katalog unsur peta dasar, pembangunan topologi dan pemberian
informasi atribut. Informasi atribut dapat diperoleh dari data
sekunder dan/atau survei lapangan; dan
iii. pembuatan metadata unsur peta dasar. Pembuatan metadata
dilaksanakan sesuai dengan standar nasional tentang metadata.

Halaman | 143
Pemrosesan DG Dasar dalam pembuatan peta dasar skala 1:5.000
seluruh wilayah Indonesia menghasilkan unsur peta dasar yang
sekurang-kurangnya terdiri atas:
i. garis pantai, meliputi garis pantai pasang tertinggi (Mean High Water
Spring, MHWS) dan garis pantai muka air laut rata-rata (Mean Sea
Level, MSL);
ii. hipsografi;
iii. perairan;
iv. nama rupabumi;
v. transportasi dan utilitas ;
vi. bangunan dan fasilitas umum; dan
vii. penutup lahan.

Penjelasan lebih lanjut terkait masing-masing unsur peta dasar dapat


dilihat pada Peraturan BIG Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Tata Cara
Penyelenggaraan Informasi Geospasial, khususnya Pasal 6 sampai
dengan Pasal 18.

Garis pantai surut terendah (Lowest Astronomical Tides) dapat dihasilkan


berdasarkan data kedalaman (batimetri) yang tersedia di BIG atau
menggunakan sumber data sekunder lainnya tanpa harus melakukan
survei lapangan. survei lapangan untuk pengumpulan DG Dasar di
wilayah laut tidak termasuk ruang lingkup kegiatan percepatan
penyediaan peta dasar skala besar.

Penyediaan batas wilayah sebagai salah satu unsur peta dasar, tidak
termasuk ruang lingkup kegiatan percepatan penyediaan peta dasar
skala besar. Data batas wilayah yang digunakan dalam kegiatan ini
menggunakan data batas wilayah yang tersedia di BIG.

Teknologi Automated Features Extraction (AFE) yang memanfaatkan


keunggulan revolusi industri 4.0 di bidang informasi geospasial seperti
artificial intelligence, automation, deep learning, telah mampu
meningkatkan efisiensi dan kecepatan dalam ekstraksi unsur peta dasar
sampai 78% (Deepakrishna, Ediriweera, dan Gunatilake, 2016). proses
editing manual tetap diperlukan untuk menyempurnakan geometri yang
dihasilkan dari AFE.

Geometri dari unsur peta dasar harus memiliki topologi sesuai dengan
aturan topologi (topological rules) yang ditetapkan untuk menjaga
integritas data. Setiap geometri harus dilengkapi dengan atribut yang
sesuai. informasi atribut dapat diperoleh dari data sekunder dan/atau
pengumpulan data langsung di lapangan. Setiap unsur peta dasar harus
dilengkapi dengan metadata.

b. penyajian peta dasar 2D maupun 3D.

Halaman | 144
Penyajian peta dasar dilaksanakan dalam bentuk digital maupun analog.
Penyajian peta dasar dalam bentuk digital meliputi antara lain:
i. peta digital 2 (dua) dimensi;
ii. peta digital 3 (tiga) dimensi;
iii. model 3 (tiga) dimensi;
iv. aplikasi berbasis web;
v. aplikasi berbasis seluler;
vi. web services; dan/atau
vii. penyajian peta dasar dalam bentuk digital lainnya.

Sementara itu, penyajian peta dasar dalam bentuk analog berupa peta
Rupabumi Indonesia (RBI) dalam format cetak (hardcopy). Penyediaan peta
RBI dalam format cetak dilakukan berdasarkan permintaan menggunakan
aplikasi otomasi kartografi untuk menyiapkan peta RBI dalam format *.pdf.

7. Proses Generalisasi Peta Dasar Skala Besar Secara Otomatis Untuk


Menghasilkan Peta Dasar Skala Menengah dan Skala Kecil Di Seluruh
Wilayah Indonesia

Penyediaan peta dasar skala menengah dan skala kecil pada kegiatan
KPBUMN ini terdiri atas skala 1:25.000, 1:50.000, 1:250.000, 1:500.000 dan
1:1.000.000 mencakup seluruh wilayah Indonesia. Untuk menghasilkan
peta dasar skala menengah dan skala kecil digunakan metode generalisasi
dari skala yang lebih besar untuk menjamin konsistensi data antar skala.
Lebih rinci generalisasi berjenjang yang dapat dilakukan ditunjukkan pada
Tabel 8-7:
Tabel 8-7 Generalisasi Berjenjang

Skala yang dihasilkan Skala peta dasar


yang dijadikan sumber data generalisasi

1:25.000 1:5.000

1:50.000 1:25.000

1:250.000 1:50.000

1:500.0000 1:250.000

1:1.000.000 1:250.000

Dengan metoda generalisasi ini, maka tidak diperlukan lagi kegiatan


pengumpulan atau akuisisi data geospasial dasar sebagai sumber pemetaan
skala menengah dan kecil ini. Diharapkan BUMN Pelaksana menggunakan
metoda generalisasi otomatis dari peta dasar 1:5.000 secara berjenjang untuk
menghasilkan peta dasar pada skala lain yang lebih kecil.

Halaman | 145
Dalam realisasi pengerjaannya pelaksana kegiatan KPBUMN diperkenankan
untuk merencanakan dan mengatur lebih detail terkait strategi penyelesaian
penyediaan peta dasar skala menengah dan skala kecil, dengan persetujuan
dari BIG. Ruang lingkup yang diatur antara lain:
● Alokasi waktu penyediaan peta dasar skala menengah dan skala kecil
dengan ketentuan wilayah pemetaan pada Tahap I (Peta Dasar hasil
KPBUMN periode 2022-2024 dan Peta Dasar Skala Besar yang sudah
tersedia di BIG) tersedia di akhir tahun 2024, sedangkan untuk wilayah
pemetaan pada Tahap II tersedia di akhir tahun 2027 (berikut
seamlessing dengan peta dasar di wilayah pemetaan Tahap I yang telah
dihasilkan sebelumnya).
● Ketelitian peta dasar skala menengah dan kecil yang dihasilkan
sekurang-kurangnya memenuhi Peraturan Kepala Badan Informasi
Geospasial Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Ketelitian
Peta Dasar yang diubah dengan Peraturan Badan Informasi Geospasial
Nomor 6 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan
Informasi Geospasial Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis
Ketelitian Peta Dasar, sebagaimana disampaikan dalam Tabel 8-8 dan 8-
9 berikut ini.

Tabel 8-8. Ketelitian geometrik peta dasar skala kecil dan menengah
Ketelitian Peta RBI

Interval
No Skala Kontur Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3
(m)

Hz CE 90 V CE 90 Hz CE 90 V CE 90 Hz CE 90 V CE 90
(m) (m) (m) (m) (m) (m)

1 1:1.000.000 400 300 200 600 300 900 400

2 1:250.000 100 75 50 150 75 225 100

3 1:50.000 20 15 10 30 15 45 20

4 1:25.000 10 7,5 5 15 7,5 22,5 10

Tabel 8-9. Ketelitian atribut peta dasar


Uji Ketelitian Atribut Ketelitian

a. Garis pantai Sesuai Ketelitian Geometri Peta

b. Hipsografi Sesuai Ketelitian Geometri Peta

c. Perairan 85%

d. Nama rupabumi 90%

e. Batas wilayah 90%

f. Transportasi dan utilitas 90%

g. Bangunan dan fasilitas umum 85%

Halaman | 146
h. Penutup lahan 85%

● Hasil ketelitian peta dasar yang diharapkan adalah seperti kelas ketelitian
peta dasar skala 1:5.000 yaitu:
a). wilayah urban pada ketelitian kelas 1
b). wilayah rural pada ketelitian kelas 2
c).wilayah hutan pada ketelitian kelas 3
untuk setiap skalanya.
● Uji ketelitian peta dasar skala menengah dan skala kecil dapat dilakukan
dengan menguji ke peta dasar pada skala yang lebih besar, atau dengan
menggunakan perhitungan perambatan kesalahan.
● Peta dasar skala menengah dan kecil yang dihasilkan harus memenuhi
sekurang-kurangnya ketentuan yang ada di Lampiran 2: Spesifikasi
Teknis Peta Dasar.
● Peta dasar yang dihasilkan dari proses generalisasi harus memperhatikan
kontinuitas objek atau unsur antar skala, dan memperhatikan hierarki
yang ada di sistem klasifikasi peta dasar (peta RBI).
● Peta dasar yang dihasilkan disimpan dalam format yang dapat mudah
dibagipakaikan.
● Peta dasar yang dihasilkan dapat disajikan secara kartografis baik dalam
format analog dan/atau digital.
● Peta dasar yang dihasilkan juga menyertakan metadata yang memuat
paling sedikit tahun pembuatan, sumber data, metode yang digunakan
serta informasi kualitas.
● Peta dasar yang dihasilkan perlu ditetapkan oleh Kepala BIG, baik secara
periodik maupun sewaktu-waktu.

8. Pembangunan Infrastruktur Sistem Produksi Peta Dasar Terintegrasi


Berbasis Cloud

Sistem produksi peta dasar diperlukan untuk memfasilitasi penyediaan peta


dasar secara terintegrasi sejak pengumpulan DG Dasar, pengolahan DG
Dasar dan IGD, penyimpanan dan pengamanan DG Dasar dan IGD,
penyebarluasan DG Dasar dan IGD, serta penggunaan DG Dasar dan IGD.
Secara umum, sistem produksi peta dasar secara terintegrasi mencakup
antara lain:
a. Sistem Pemrosesan Data (Data Processing System), meliputi antara lain:
● sistem pemrosesan data Synthetic Aperture Radar (SAR);
● sistem pemrosesan data lidar;
● sistem pemrosesan data foto udara metrik;
● sistem pemrosesan data foto udara non metrik; dan
● sistem pemrosesan data citra satelit resolusi tinggi.
b. Sistem Pembuatan Peta Dasar (Basemap Production System), meliputi
antara lain:

Halaman | 147
● sistem produksi peta dasar 2 dimensi untuk skala besar, skala
menengah dan skala kecil;
● sistem produksi peta dasar 3 dimensi untuk LOD 1, LOD 2 dan
LOD3;
c. Sistem Kontrol Kualitas dan Penjaminan Kualitas (Quality Control and
Quality Assurance System);
d. Sistem Otomasi Kartografi (Cartographic Automation System) Peta
Rupabumi Indonesia (RBI) skala besar, skala menengah dan skala kecil;
e. Sistem Pemantauan Produksi Peta Dasar (BaseMap Production Monitoring
System);
f. Sistem Pengelolaan Data (Data Management System), meliputi antara lain:
● sistem penyimpanan DG Dasar dan IGD; dan
● sistem pengamanan DG Dasar dan IGD.
g. Sistem Penyebarluasan Data (Data Sharing System);
h. Sistem Pemutakhiran Data (Data Updating System); dan
i. Sistem Manajemen Pengguna (User Management System).

Sistem pengelolaan data menyimpan data-data yang dihasilkan selama


pelaksanaan KPBUMN, meliputi antara lain:
a. Raw data hasil pengumpulan DG Dasar, mencakup:
● foto udara metrik;
● foto udara non metrik;
● citra satelit resolusi tinggi;
● data SAR (Orthorectified Radar Imageries (ORI) dan Digital Surface
Model (DSM));
● data lidar (lidar intensity dan points cloud)
● data survei kelengkapan lapangan
● data survei ground control point (GCP) dan independent control point
(ICP); dan
● data-data terkait lainnya.
b. DG Dasar, mencakup:
● citra tegak resolusi tinggi yang berasal dari foto udara metrik/non
metrik, citra satelit, lidar intensity, dan ORI);
● Digital Surface Model (DSM); dan
● Digital Terrain Model (DTM).
c. Peta Dasar, mencakup:
● peta dasar 2 dimensi skala besar (1:1.000 dan 1:5.000), skala
menengah (1:25.000 dan 1:50.000), dan skala kecil (1:250.000,
1:500.000, dan 1:1.000.000); dan
● peta dasar 3 dimensi LOD 1, LOD 2, dan LOD 3.
d. Data dan informasi terkait lainnya.

Sistem produksi peta dasar harus didukung dengan infrastruktur teknologi


informasi dan komunikasi yang andal. Pendekatan yang direkomendasikan
untuk membangun infrastruktur ini adalah dengan mengisolasi lingkungan
komputasi dari sistem produksi peta dasar untuk meningkatkan keandalan

Halaman | 148
dan ketersediaan sistem, yaitu dengan membangun sistem yang terpisah
dan berbeda untuk kegiatan operasional, pengujian, dan pengembangan.
Pendekatan dengan cara mengisolasi lingkungan komputasi akan
mengurangi risiko dan melindungi sistem operasional dari perubahan yang
tidak disengaja dan berdampak negatif bagi bisnis.

Lingkungan komputasi dapat dipisahkan berdasarkan:

● propagasi perubahan sistem; dan


● propagasi data.

Perubahan sistem adalah segala sesuatu yang mempengaruhi proses dan


alur kerja produksi peta dasar yang bukan merupakan data itu sendiri.
Perubahan sistem mencakup peningkatan perangkat lunak, perubahan
struktur data, pembaruan model machine learning, perubahan alur kerja,
dll. Sehubungan dengan perubahan sistem, ada empat lingkungan yang
perlu dibangun yaitu:

a. Lingkungan pengembangan (development environment), digunakan


oleh pengembang atau perancang aplikasi atau alur kerja. Lingkungan
pengembangan dikendalikan oleh pengembang, dan tidak harus
merupakan lingkungan yang stabil.
b. Lingkungan pengujian (testing environment), digunakan untuk
keperluan:
● pengembangan prosedur sistem (system procedure development),
meliputi:
○ peningkatan perangkat lunak (software upgrades);
○ perubahan konfigurasi (configuration changes); dan/atau
○ pencadangan/pemulihan (backup/recovery).
● pengujian penerimaan (acceptance testing), meliputi:
○ Semua perubahan tingkat skema untuk konten otoritatif (all
scheme-level changes for authoritative content); dan/atau
○ Semua peningkatan perangkat lunak dan perubahan
konfigurasi (all software upgrades and configuration changes).
● pengujian fungsional alur kerja (functional testing of workflows);
● mereproduksi/memecahkan masalah dari lingkungan produksi
(reproducing/troubleshooting problems from production
environment);
● memvalidasi mekanisme pencadangan/pemulihan (validating back-
up/recovery mechanisms); dan/atau
● memvalidasi mekanisme High Availability (validating High
Availability mechanisms), untuk lingkungan dengan High
Availability.

Lingkungan pengujian umumnya merupakan lingkungan yang stabil dan


semirip mungkin meniru lingkungan produksi.

Halaman | 149
c. Lingkungan produksi (production environment), digunakan oleh
pengguna sistem, untuk pemrosesan raw data hasil pengumpulan DG
Dasar, pengolahan DG Dasar dan IGD termasuk ekstraksi fitur berbasis
Machine Learning, pengeditan manual, Quality COntrol (QC) dan Quality
Assurance (QA), dan untuk mengakses data.
d. Lingkungan disaster recovery, digunakan sebagai cadangan jika sistem
produksi utama tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
e. Lingkungan pelatihan produksi peta dasar (basemap production
training environment), diperlukan untuk memfasilitasi peningkatan
kapasitas SDM yang dibutuhkan dalam pelaksanaan KPBUMN.
Lingkungan pelatihan dapat disiapkan sesuai kebutuhan.

Propagasi data adalah pengembangan dan migrasi data, mulai dari dari
pembuatannya (pengumpulan DG Dasar, pengolahan DG Dasar dan IGD)
sampai ke proses QC/QA, hingga penyebarluasan DG Dasar dan IGD baik
di lingkungan internal maupun lingkungan eksternal (publik). Sehubungan
dengan propagasi data ada tiga lingkungan yang perlu dibangun, yaitu:

a. Lingkungan produksi data, digunakan untuk pembuatan dan verifikasi


DG Dasar dan IGD untuk pembuatan peta dasar;
b. Lingkungan penyebarluasan untuk kalangan internal BIG dan BUMN
Pelaksana yaitu sistem pencatatan, penyimpanan peta dasar, dan berisi
semua data yang terkait dengan pembuatan peta dasar; dan
c. Lingkungan penyebarluasan untuk kalangan eksternal yang berisi
data-data yang disediakan untuk instansi pemerintah, pemerintah
daerah, komersial, dan publik.

Gambar 8-13 memperlihatkan lingkungan yang perlu dibangun untuk


memfasilitasi sistem produksi peta peta dasar secara terintegrasi.

Halaman | 150
Gambar 8-13. lingkungan yang perlu dibangun untuk memfasilitasi sistem
produksi peta peta dasar secara terintegrasi.

Sistem produksi peta dasar secara terintegrasi yang akan dibangun hendaknya
memaksimalkan penerapan keunggulan Revolusi Industri 4.0 di bidang
informasi geospasial seperti: Big Data, Smart Factory (Automation, Artificial
Intelligent, optimization, etc.), Cyber Physical Systems, Internet of Things (IoT),
Interoperability. Sistem produksi peta dasar berbasis cloud diharapkan
memiliki karakteristik sebagai berikut:
● Cloud-based
● Automated Process (Artificial Intelligent, Deep Learning, Big Data, etc)
● Collaborative Platform
● Seamless, multi-purposes, multi-users geodatabase
● Backup and recovery system
● Interoperable
● Scalable
● Continuously Data Updating
● Maintain Historical Data
● User Management
● Access Security
Kebutuhan infrastruktur untuk program percepatan pemetaan skala besar
dengan memanfaatkan teknologi cloud secara garis besar skemanya dapat
dilihat pada Gambar 8-14 berikut:

Halaman | 151
Gambar 8-14. Diagram alir teknologi cloud dengan proses pemetaan

Gambar 8-15. Desain sistem arsitektur bisnis proses dan workflow program
penyediaan peta dasar skala besar BIG

Halaman | 152
Infrastruktur sistem produksi peta dasar secara terintegrasi harus dibangun di
wilayah Indonesia yang disetujui oleh BIG. Pelaksanaan pemrosesan data
seluruhnya harus dilakukan di Indonesia menggunakan infrastruktur sistem
produksi peta dasar yang dibangun. Secara umum, desain sistem arsitektur
sistem produksi peta dasar ditunjukkan pada Gambar 8-15.
Dari desain sistem arsitektur Gambar 8-15 penjelasan secara garis besarnya
sebagai berikut:
● Pemrosesan raw data akuisisi dilakukan dengan menyesuaikan kebutuhan
pengolahan untuk teknologi akuisisi yang akan digunakan.
● Data dasar yang dihasilkan dari kegiatan akuisisi data disimpan dalam
storage untuk data dasar. Server storage tersebut dapat diakses oleh
workstation-workstation yang akan digunakan dalam pemrosesan otomatis,
maupun tahapan yang membutuhkan pemrosesan manual. Kegiatan
pemetaan untuk menghasilkan informasi geospasial seamless, juga
mengakses ke server storage tersebut. Di dalamnya juga diterapkan
workflow manager yang dimanfaatkan untuk mengelola kegiatan QA/QC
dan pemantauan progress.
● Informasi geospasial seamless hasil kegiatan pemetaan tersimpan di
production enterprise geodatabase, yang menjadi basis data utama dalam
program percepatan.
● Dalam publikasi informasi geospasial dilakukan juga pengaturan
environment yang akan melakukan replikasi pada database production.
BIG memiliki fasilitas computing center di kantor Cibinong yang dapat
dimanfaatkan untuk mendukung pelaksanaan KPBUMN. BUMN Pelaksana
dapat mempertimbangkan pemanfaatan computing center di BIG misalnya utk
menempatkan disaster recovery environment.
Secara mendetail, sistem infrastruktur untuk produksi peta dasar ini
disampaikan dalam Lampiran 3.

9. Penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) Yang Kompeten


Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset penting dalam pelakasanaan
KPBUMN terutama pada pelaksanaan percepatan penyediaan peta dasar
seluruh Indonesia yang waktu pelaksanaannya terbatas (4 tahun). SDM yang
diperlukan dalam pelaksanaan KPBUMN meliputi, antara lain:
● SDM Manajemen Proyek;
● SDM Pelaksana;
● SDM Pengawasan dan kontrol kualitas;
● SDM Pengembangan Sistem;
● SDM BIG dan Instansi Pemerintah
● SDM lainnya

BUMN Pelaksana diharuskan melaksanakan fasilitasi dan rekrutmen SDM yang


dibutuhkan melalui proses seleksi dengan standar kualifikasi yang dibutuhkan
dalam pelaksanaan KPBUMN. Proses rekrutmen dapat dilaksanakan secara

Halaman | 153
bertahap sesuai kebutuhan. Peningkatan kapasitas SDM wajib dilakukan
melalui pendidikan dan/atau pelatihan untuk meningkatkan penguasaan
terhadap proses bisnis dan kompetensi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
KPBUMN.

Dalam pelaksanaan rekrutmen SDM yang akan terlibat dalam pelaksanaan


KPBUMN, kepemilikan kompetensi dapat dibuktikan dengan sertifikat
kompetensi. Namun demikian, SDM yang memiliki sertifikat kompetensi tetap
perlu dilakukan tes dan asesmen untuk memastikan kesesuaian kompetensi
dengan sertifikat kompetensi yang dimiliki. Mengingat terbatasnya ketersediaan
jumlah SDM yang memiliki kompetensi di bidang informasi geospasial, maka
kepemilikan sertifikat kompetensi di bidang informasi geospasial tidak perlu
dijadikan sebagai menjadi syarat mutlak dalam proses rekrutmen. Kepemilikan
sertifikat kompetensi di bidang informasi geospasial merupakan nilai tambah
yang dapat menjadi pertimbangan dalam rekrutmen SDM bidang informasi
geospasial. SDM bidang informasi geospasial yang lolos tes dan asesmen wajib
kepadanya diberikan pelatihan yang dibutuhkan sesuai dengan lingkup
penugasannya.

a. SDM Manajemen Proyek


BIG dan BUMN Pelaksana masing-masing dapat membentuk kantor
manajemen proyek (project management office) untuk mengelola dan
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kerjasama. Peningkatan
kapasitas SDM manajemen proyek diperlukan untuk memastikan bahwa
SDM yang terlibat memiliki pemahaman yang sama dan kompetensi yang
dibutuhkan dalam mengelola dan mengawasi pelaksanaan kerjasama.

b. SDM Pelaksana
SDM Pelaksana dapat berasal dari internal BUMN Pelaksana, anak
perusahaan, BUMN lain, dan/atau SDM yang direkrut khusus dalam
pelaksanaan KPBUMN. BUMN Pelaksana harus menyiapkan pola rekrutmen
dan pelatihannya agar SDM yang direkrut memiliki kompetensi yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan KPBUMN.

c. SDM Pengawasan dan Kontrol Kualitas


Pengawasan dan kontrol kualitas dapat dilakukan secara internal oleh
BUMN Pelaksana dan/atau secara external menggunakan jasa konsultan.
SDM yang melakukan pengawasan dan kontrol kualitas tetap perlu
diberikan pelatihan yang diperlukan untuk menyamakan pemahaman
terutama terkait proses bisnis dan keluaran yang dihasilkan dari KPBUMN.
Pengawasan dan kontrol kualitas diperlukan untuk memastikan
pelaksanaan KPBUMN sesuai ketentuan dalam perjanjian kerjasama serta
memastikan keluaran yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi teknis yang
ditetapkan.

d. SDM Pengembangan Sistem

Halaman | 154
Sistem produksi peta dasar yang dibangun sebagai infrastruktur teknologi
informasi dan komunikasi untuk mendukung pelaksanaan KPBUMN harus
dikelola dengan baik dan profesional untuk menjamin ketersediaannya
(highly available). Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi bidang
informasi geospasial di era revolusi industri 4.0 ini, maka pengembangan
sistem produksi peta dasar perlu dilakukan secara terus menerus
menyesuaikan dengan perkembangan proses bisnis dan teknologi yang
terkini. SDM yang bertugas untuk mengelola dan mengembangkan sistem
produksi peta dasar perlu disiapkan secara profesional dan diberikan
pelatihan yang diperlukan untuk meningkatkan kompetensi yang
dibutuhkan.

e. SDM BIG dan Instansi Pemerintah


BUMN Pelaksana wajib melakukan alih teknologi dan memberikan pelatihan
kepada SDM BIG, SDM kementerian/lembaga, maupun SDM Pemerintah
Daerah yang terkait dengan pelaksanaan KPBUMN. Alih teknologi dan
pelatihan ini diperlukan untuk memberikan pemahaman yang sama kepada
seluruh instansi pemerintah dan pemerintah daerah terkait dengan
pentingnya KPBUMN dalam penyelenggaraan IGD. Instansi pemerintah dan
pemerintah daerah merupakan Penyelenggara IG Tematik yang akan
menggunakan IGD sebagai acuan dalam pembuatan IG Tematik untuk
mendukung aktivitas penyelenggaraan pemerintahan.

D. Rencana Penyediaan Peta Dasar Skala 1:1.000 di Wilayah Prioritas


Tertentu

Kegiatan percepatan penyediaan peta dasar yang dilaksanakan melalui skema


KPBUMN difokuskan pada skala besar (1:5.000) dan skala menengah/kecil
mencakup seluruh wilayah Indonesia yang kebutuhannya sudah sangat
mendesak. Kebutuhan terhadap peta dasar pada skala yang lebih detail, yaitu
skala 1:1.000, sebenarnya juga sudah dirasakan mendesak untuk beberapa
wilayah prioritas, yaitu:

● kota besar/metropolitan;
● wilayah dengan aktivitas perekonomian yang tinggi;
● wilayah rawan bencana terutama tsunami dan banjir; dan/atau
● wilayah prioritas lain berdasarkan kebutuhan prioritas pembangunan.

Beberapa kota besar pernah melakukan penyediaan peta dasar skala 1:1.000
menggunakan anggaran pembangunan belanja daerah seperti DKI Jakarta
(2011), Kota Medan (2013), Kota Surabaya (2015), dan Kota Bandung (2016).
namun saat ini kondisi peta dasar yang tersedia tersebut memerlukan
pemutakhiran karena sudah tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.

Di sisi lain pemanfaatan peta dasar skala 1:1.000 di wilayah kota


besar/metropolitan memiliki potensi ekonomi tinggi yang dapat mendukung

Halaman | 155
pengembalian investasi secara lebih baik bagi BUMN Pelaksana. Sehubungan
dengan kebutuhan mendesak terhadap peta dasar skala 1:1.000 di beberapa
wilayah tersebut, calon BUMN Pelaksana dapat menyampaikan penawaran
untuk menyediakan peta dasar 2D/3D skala 1:1.000 disamping tetap
menyediakan peta dasar 2D/3D skala 1:5.000.
Untuk efisiensi dan meningkatkan pengembalian investasi, disarankan
kegiatan pengumpulan DG Dasar di wilayah kota besar/metropolitan yang
terpilih dilakukan dengan spesifikasi teknis pengumpulan DG Dasar untuk
pembuatan peta dasar skala 1:1.000 menggunakan teknologi survei foto udara
metrik dan Lidar. Pembuatan peta dasar skala 1.000 dilaksanakan dengan
tingkat ketelitian kelas 1 dan tingkat kedetailan (LoD 2 atau 3). Sementara itu,
penyediaan peta dasar skala 1:5.000 pada wilayah tersebut dilaksanakan
melalui proses generalisasi dari peta dasar skala 1:1.000.

E. Rencana Pemutakhiran Peta Dasar Secara Berkesinambungan


Selain tugas memastikan ketersediaan peta dasar baik pada skala besar,
menengah dan kecil yang mencakup seluruh wilayah Indonesia, BUMN
Pelaksana juga bertugas untuk melakukan pemutakhiran peta dasar secara
berkesinambungan. Kegiatan pemutakhiran bertujuan untuk menjaga dan
meningkatkan kemanfaatan peta dasar dengan menyediakan peta dasar yang
paling mutakhir, dan terus berusaha untuk meningkatkan kualitas, akurasi,
serta konten produk peta dasar yang dihasilkan. Pemutakhiran peta dasar
dilakukan selama kurun waktu pelaksanaan KPBUMN ini.
Ketentuan pemutakhiran dalam Peraturan Pemerintah
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Informasi Geospasial, ditetapkan beberapa ketentuan mengenai pemutakhiran
Informasi Geospasial Dasar sebagai-berikut:
● Jangka waktu kegiatan pemutakhiran dipisahkan menjadi dua:
1. Pemutakhiran dalam jangka waktu tertentu yang dilaksanakan paling
cepat setiap 1 (satu) tahun dan paling lambat setiap 5 (lima) tahun.
2. Pemutakhiran sewaktu-waktu, dilakukan jika:
a. terjadi peristiwa tertentu yang berakibat berubahnya IGD dalam suatu
wilayah dan mempengaruhi pola dan struktur kehidupan masyarakat.
b. tersedianya IGD di wilayah yang sama dengan skala yang lebih besar
atau ketelitian yang lebih tinggi.
Kegiatan pemutakhiran yang bersifat sewaktu-waktu dilaksanakan secara
menyeluruh pada wilayah terdampak yang mengalami perubahan IGD.
● Kegiatan pemutakhiran dapat dilakukan pada sebagian atau keseluruhan
dari nilai koordinat dan/atau unsur peta dasar.
1. Pemutakhiran nilai koordinat peta dasar dilakukan apabila terjadi
pemutakhiran SRGI atau kejadian yang mengakibatkan nilai koordinat
semua unsur peta dasar di wilayah tersebut berubah. Proses
pemutakhirannya dilakukan dengan metode transformasi nilai koordinat.

Halaman | 156
2. Pemutakhiran unsur peta dasar dilakukan apabila terjadi perubahan pada
objek rupabumi. Objek rupabumi yang dimaksud berupa:
a. bentuk geometris
b. lokasi
c. informasi non-geometris

● Tahapan pelaksanaan pemutakhiran peta dasar adalah sama dengan


tahapan penyelenggaraan IGD secara keseluruhan sehingga ketentuan-
ketentuan penyelenggaraan IGD (termasuk spesifikasi teknis pembuatan
peta dasar) juga berlaku dalam pemutakhiran peta dasar. Kegiatan
pemutakhiran yang dilakukan secara menyeluruh pada suatu wilayah
dilakukan minimal pada skala 1:5.000, serta dapat menghasilkan skala
1:25.000, 1:50.000, 1:250.000 dan 1:1.000.000 melalui proses generalisasi.

Pemutakhiran secara kontinyu


Untuk menjamin tingkat komersialisasi layanan peta dasar yang menuntut
ketersediaan peta dasar yang mutakhir, BUMN Pelaksana dituntut untuk
mampu memutakhirkan peta dasar dengan pola pemutakhiran kontinyu
(continuous update) untuk unsur rupabumi yang paling penting bagi sebagian
besar pengguna peta dasar terutama unsur jalan dan unsur bangunan. Untuk
kedua unsur peta dasar ini, pemutakhiran harus dilaksanakan selambat-
lambatnya 6 (enam) bulan setelah selesainya konstruksi lapangan.
Pemutakhiran peta dasar dilakukan oleh pelaksana KPBUMN berikut
keseluruhan pembiayaan pelaksanaan kegiatan pemutakhiran.
Kategori wilayah yang memerlukan revisi kontinyu salah satunya adalah
wilayah prestise dengan kriteria berikut:
1. Perkembangan atau struktur yang menjadi topik pembahasan tinggi di
media nasional. Hal ini dapat terjadi di lokasi manapun dan terlepas dari
jenis areanya atau ukurannya.
2. Situs yang ditetapkan sebagai proyek infrastruktur yang signifikan secara
nasional atau tercantum dalam rencana infrastruktur nasional, misalnya:
○ Pembangkit listrik;
○ bandar udara penumpang dan/atau barang;
○ saluran listrik tegangan tinggi;
○ Terminal dan kilang minyak dan/atau gas;
○ Pelabuhan kargo, peti kemas atau penyeberangan;
○ bendungan besar dan waduk;
○ Instalasi pengolahan air limbah besar;
○ Jalan raya dan persimpangan jalan raya;
○ Stasiun kereta api termasuk stasiun kereta bawah tanah
3. Situs komunitas baru yang dapat diakses publik dengan jenis berikut:
○ Tempat konferensi, pameran dan konser regional/nasional;
○ Situs pendidikan lanjutan dan tinggi;
○ Rumah Sakit;

Halaman | 157
○ Sekolah;
○ Stadion olahraga regional/nasional – misalnya arena balap, lapangan
sepak bola;
4. Pengembangan ritel baru yang dapat diakses publik (termasuk
pembangunan kembali yang menyeluruh) yang luasnya melebihi 1 hektar,
misalnya superstore baru, pusat perbelanjaan atau taman ritel;
5. Rute transportasi baru yang penting dari jenis berikut:
○ Stasiun bus;
○ Jalan baru yang mempengaruhi transportasi secara signifikan;
○ Pembangunan tambahan (misalnya pembangunan terowongan, simpang
susun baru, exit tol baru, dsb);
○ Rel angkutan kereta api.

F. Rencana Penggunaan IGD secara komersial Dalam Rangka Pengembalian


Investasi
Untuk pengembalian investasi BUMN Pelaksana, dalam penyelenggaraan
KPBUMN dibangun layanan-layanan berbasis IGD baik peta dasar maupun
jaring kontrol geodesi, yang dapat dikomersialisasi. Di sisi lain, hal ini
diharapkan dapat meningkatkan penggunaan informasi geospasial baik dalam
kegiatan pemerintahan maupun aktivitas masyarakat seperti aktivitas
perekonomian.
Dalam Perpres No.11/2021 disebutkan bahwa pengembalian investasi BUMN
Pelaksana bersumber dari:
a. pembayaran oleh pengguna layanan dalam bentuk tarif;
b. pembayaran atas managed services; dan/ atau
c. pengembalian investasi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Adapun besaran pengenaan terhadap pembayaran dari layanan-layanan yang
disediakan termasuk biaya berlangganan untuk pembayaran atas managed
services akan diatur dan ditetapkan pada Peraturan Menteri Keuangan atau
Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak yang Berlaku pada Lembaga Administrasi Negara.
Penggunaan IGD secara komersial untuk pengembalian investasi BUMN
Pelaksana, dapat dibagi dalam 3 kelompok sebagai-berikut:
a. Layanan berbasis IGD
Berdasarkan pengenaan tarif, layanan peta dasar dibagi menjadi dua jenis
yaitu layanan gratis dan layanan berbayar. Layanan peta dasar yang dimiliki
secara personal untuk penggunaan masyarakat sehari-hari untuk
kebutuhan peta dasar, pencarian lokasi, atau navigasi diberikan secara
terbuka dan tanpa berbayar, namun untuk penggunaan kepentingan
komersial (bisnis), layanan peta dasar ini dikenakan tarif. Pengguna
komersial layanan-layanan ini adalah pengembang aplikasi/web yang
membutuhkan jasa layanan analisis geospasial untuk mengkomersilkan

Halaman | 158
produknya. Layanan yang dibayar dalam bentuk tarif dapat diidentifikasi
sebagai-berikut:
i. Layanan peta dasar (basemap service)
Layanan peta dasar atau basemap service merupakan penyediaan peta
dasar yang dihasilkan dalam KPBUMN dalam berbagai bentuk (style)
penyajian untuk digunakan dalam berbagai situs dan aplikasi yang
membutuhkan peta. Layanan peta dasar yang disediakan diantaranya
layanan peta dasar, image services (layanan Foto Udara dan Citra Satelit
Resolusi Tinggi), dan layanan DEM.
Layanan peta dasar memuat layer-layer peta dasar yang dapat
memberikan konteks geografis (lokasi dan posisi) secara termutakhir.
Layanan peta dasar dapat ditampilkan secara per layer (layer Toponim,
Hidrografi, Hipsografi, Bangunan, Transportasi dan Utilitas, Batas
Wilayah, Garis Pantai, Penutup Lahan) atau keseluruhan layer
sekaligus. Sedangkan untuk Image services menyajikan data dasar
berupa Foto Udara dan Citra Satelit Resolusi Tinggi yang dapat
digunakan untuk melakukan analisis maupun ekstraksi data lainnya
sesuai kebutuhan. Dan layanan DEM menyajikan data ketinggian
berbasis lokasi yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai
analisis.
Layanan peta dasar bertarif berdasarkan sifatnya dibagi menjadi dua
jenis yaitu statis dan dinamis. Layanan peta dasar statis yaitu layanan
peta dasar yang digunakan untuk menampilkan layer peta dasar
(sebagian dan ditentukan oleh pengembang) yang bersifat tetap atau
tingkat perbesaran tidak dapat diubah dalam tampilan yang
dipresentasikan (kecuali mengubah kode embed html berdasarkan
request ke pengembang). Layanan peta dasar dinamis memiliki fungsi
yang sama dengan layanan peta dasar statis, namun yang membedakan
adalah peta dasar yang digunakan dalam layanan peta dasar dinamis
dapat diubah dengan menggeser lokasi dan mengubah tingkat kedetailan
yang disesuaikan dengan tingkat zoom yang diinginkan oleh pengguna
dalam tampilan yang direpresentasikan.
ii. Layanan analisis geospasial (geospatial analytical services)
Layanan yang harus dibangun oleh BUMN Pelaksana adalah layanan
untuk melakukan analisis geospasial. Banyak analisis geospasial yang
diperlukan untuk aplikasi tertentu, contohnya adalah:
● Pencarian Lokasi
Dengan layanan analisis pencarian lokasi, pengembang
aplikasi/situs dapat menggunakan berbagai macam fitur pencarian
lokasi yang dapat dimasukkan ke dalam aplikasi/situsnya. Fitur yang
dapat didapatkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna adalah
sebagai berikut:

Halaman | 159
a. Pengguna dapat mencari lokasi spesifik maupun koordinat
menggunakan geocoding maupun reverse geocoding.
b. Pengguna dapat menampilkan daftar tempat seperti bisnis lokal
dan tempat menarik berdasarkan lokasi pengguna dan teks
pencarian.
c. Pengayaan informasi detail sebuah lokasi seperti akses foto yang
dimiliki oleh basemap ke situs web atau aplikasi pengembang.

● Rute (Routing)
Routing merupakan analisis layanan yang menyediakan alat untuk
menentukan rute dari satu titik ke titik lain pada peta. Rute ini dapat
berupa rute terpendek, rute tercepat, dan rute-rute yang memenuhi
persyaratan tertentu misalkan tol, pejalan kaki, dlsb. Rute tercepat
misalnya diperoleh dengan memperhitungkan tingkat kecepatan yang
diperbolehkan, posisi lampu lalu lintas, dan tingkat kepadatan lalu-
lintas, sehingga memerlukan data lain selain peta dasar.
● Tumpang Tindih (Overlay)
Analisis overlay adalah teknik analitik yang digunakan untuk
menentukan hubungan pertampalan antara dua data vektor atau
lebih yang dipilih dan tetangganya. Proximity Analysis merupakan
studi yang menggunakan kecerdasan lokasi menggunakan perangkat
lunak pemetaan untuk membuat pemutakhiran data (update), irisan
(intersect), menghapus (erase), memotong (clip). Beberapa
pemanfaatannya misalnya sebagai alat untuk melakukan
pemutakhiran data spasial tutupan lahan, bangunan, transportasi,
perairan, dan data vektor tematik lainnya.
● Kedekatan (Proximity)
Analisa proximity adalah teknik analitik yang digunakan untuk
menentukan hubungan antara titik yang dipilih dan tetangganya.
Proximity Analysis merupakan studi yang menggunakan kecerdasan
lokasi menggunakan perangkat lunak pemetaan untuk menghitung
jarak berdasarkan parameter tertentu.
Beberapa pemanfaatannya misalnya sebagai penentuan lokasi
ekspansi gerai UMKM atau ATM atau supermarket dlsb. Penerapan
lain dari analisa ini yaitu pada penentuan rute pengiriman logistik
tercepat dan terefektif.
● Analisa Permukaan (Surface Analysis)
Kondisi geografis tidak terbatas pada titik, garis, dan poligon yang
berbeda, tetapi mencakup data, seperti ketinggian di permukaan
bumi. Data tersebut dapat dibuat dan dianalisis dan dimodelkan
dengan layanan analisis surface dalam bentuk vektor, raster, dan TIN.
Fitur yang terdapat dalam analisa permukaan seperti membuat

Halaman | 160
spotheight/kontur/DEM/DTM dari berbagai macam data vektor dan
raster, interpolasi, menganalisa kemiringan, menghitung luas, dan
menghitung volume.
● Manajemen Basis Data Geospasial dan Analisis Statistik
Hampir semua data GIS disimpan atau direpresentasikan sebagai
tabel database sederhana yang berdiri sendiri yang berisi atribut yang
dapat dihubungkan ke tabel lain dengan atribut umum. Saat
membangun database atau melakukan analisis, sebagian besar
waktu akan dihabiskan untuk mengelola tabel, menambahkan dan
menghitung atribut baru, menyalin tabel atau barisnya dari satu
lokasi ke lokasi lain, mengonversi tabel yang berisi string teks dari
nilai koordinat menjadi fitur, menghubungkan satu tabel ke lain, atau
menghitung statistik ringkasan. Analisis statistik membantu Anda
mengekstrak informasi tambahan dari data GIS Anda yang mungkin
tidak jelas hanya dengan melihat peta—informasi seperti bagaimana
nilai atribut didistribusikan, apakah ada tren spasial dalam data,
atau apakah fitur membentuk pola spasial. Tidak seperti fungsi
kueri—seperti identifikasi atau pemilihan, yang menyediakan
informasi tentang fitur individual—analisis statistik mengungkapkan
karakteristik sekumpulan fitur secara keseluruhan.
● Perhitungan luas
Layanan perhitungan luas merupakan layanan yang dapat digunakan
untuk menghitung luas area (satuan maupun kumpulan area)
berdasarkan peta dasar skala besar yang tersedia. Layanan ini dapat
digunakan oleh pengguna dari sektor perbankan, asuransi, dlsb.
untuk melakukan manajemen terhadap aset. Misal sektor Perbankan
membutuhkan layanan ini untuk melakukan penilaian/valuasi
objeknya. Perhitungan luas yang dihasilkan dari layanan ini dapat
lebih teliti sekaligus bersifat authorized karena menggunakan peta
dasar yang bersifat resmi.
Layanan-layanan ini diberikan biasanya bersamaan dengan layanan
peta dasar, artinya analisis yang dilakukan dalam layanan ini adalah
analisis terhadap data yang ada di peta dasar. Meskipun demikian,
layanan ini dapat diberikan terlepas dari layanan peta dasar yaitu
layanan analisis terhadap data yang dimiliki oleh pengguna itu sendiri.
Fungsi analisis tidak terbatas pada poin-poin di atas, namun dapat
berkembang sesuai kebutuhan pengguna. Layanan di atas dapat diminta
per satuan jenis layanan analisis yang dibutuhkan oleh pengembang
aplikasi. Layanan di atas juga tersedia dalam bentuk satu paket
aplikasi/berbasis web SIG untuk kebutuhan analisis tingkat lanjut yang
dibutuhkan tiap pengguna yang membutuhkan dukungan perangkat
lunak pengolah DG/IG.

Halaman | 161
iii. Precise positioning service
Layanan penentuan posisi yang akurat menggunakan jaringan CORS
(Continuous Operating Reference Station) yang sekarang juga sudah
dioperasikan oleh BIG. Terdapat 2 jenis layanan sebagai-berikut:
1. Layanan CORS yang tidak berbayar yaitu layanan unduh RINEX
dan layanan post processing online dengan alasan :
a. Memastikan pengguna masih memiliki pilihan layanan gratis
untuk memenuhi kebijakan satu peta
b. Layanan Unduh RINEX dan layanan post processing
memerlukan pengolahan lebih lanjut oleh pengguna
c. Berdasarkan data penggunaan CORS Tahun 2021, proporsi
penggunaan layanan Unduh RINEX dan layanan post
processing online lebih sedikit dibandingkan penggunaan
layanan RTK
2. CORS yang berbayar adalah Real Time Kinematik (RTK) dengan
alasan :
a. RTK merupakan service yang paling mudah digunakan oleh
pengguna. Pengguna tidak perlu melakukan pengolahan data.
b. Pengguna mendapatkan koreksi data secara realtime
c. Berdasarkan data penggunaan CORS Tahun 2021, proporsi
penggunaan layanan RTK lebih banyak dibandingkan dengan
penggunaan layanan Unduh RINEX dan layanan post
processing.
d. Produk turunan dari layanan RTK berpotensi lebih besar
untuk dikembangkan pemanfaatannya, seperti autonomous
driving, drone delivery, dan smart agriculture.
Layanan yang dimaksud yaitu layanan RTK, merupakan layanan
koreksi secara real time terhadap pengukuran posisi menggunakan
peralatan GNSS. Koreksi dari layanan RTK disediakan oleh jaringan
stasiun CORS (Continuously Operating Reference Stations) di
wilayah tertentu, dimana koreksi akan dihubungkan melalui
koneksi internet atau radio ke perangkat GNSS yang digunakan
untuk pengukuran. Hasil pengukuran menggunakan layanan RTK
akan memberikan koordinat yang teliti dan akurat, dalam waktu
singkat.
b. Managed Services
Managed services adalah layanan yang ditawarkan untuk mengelola sistem
atau infrastruktur teknologi informasi dan teknologi. Layanan ini dapat
berkembang tidak hanya layanan untuk keperluan penyediaan dan
pengelolaan sumber daya IT, baik berupa software maupun dan sumber
daya manusia untuk optimalisasi dan efisiensi bisnis pengguna.

Halaman | 162
BUMN Pelaksana diharapkan membangun aplikasi atau solusi yang
dibutuhkan pengguna dengan memberikan nilai tambah terhadap IGD
untuk menjadi produk tertentu. Juga dapat dilakukan pengitegrasian IGD
dengan data dan informasi lainnya untuk menghasilkan informasi
geospasial tematik tertentu (IGT) di berbagai sektor yang dibutuhkan.
Untuk pengguna dari kalangan Pemerintah Daerah misalnya, BUMN
Pelaksana dapat membangun aplikasi atau solusi untuk penyusunan peta
tata ruang baik RTRW maupun RDTR. Keuntungan pihak Pemerintah
Daerah adalah tidak perlunya untuk menyediakan infrastruktur IT baik
hardware maupun software, dan/atau tidak perlu lagi membuat paket
pekerjaan konsultansi untuk menyusun peta tata ruang. Dengan data yang
dimilikinya, maka Pemerintah Daerah tinggal membayar tarif tertentu untuk
menggunakan layanan solusi RDTR dari BUMN Pelaksana.
Apabila BUMN Pelaksana juga dapat membangun solusi untuk kepentingan
lainnya di Pemerintah Daerah, misalnya untuk perpajakan, penyusunan
peta rawan banjir, dan lain-lain, maka ini semua dapat dikelola sebagai
managed services oleh BUMN Pelaksana yang ditawarkan kepada
Pemerintah Daerah. Pembayaran oleh Pemerintah Daerah kemudian dapat
berupa langganan (subscription) per bulan kepada BUMN Pelaksana.
c. Pengembalian investasi lainnya
BUMN Pelaksana dapat mengembangkan potensi pendapatan lainnya,
misalnya dari layanan konsultasi terhadap pengguna yang memiliki
kebutuhan khusus yang tidak dapat terpenuhi oleh layanan-layanan di atas.
Potensi revenue lainnya adalah berupa penayangan iklan pada berbagai
layanan yang ditawarkan di atas, khususnya layanan yang tidak berbayar.

G. Rencana Pengembangan industri geospasial di Indonesia


Aktivitas industri geospasial di Indonesia khususnya perusahaan-perusahaan
yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Survei Pemetaan dan Informasi
Geospasial (APSPIG) saat ini masih sebagian besarnya di sektor hulu IG yaitu
dalam penyediaan peta khususnya peta dasar baik untuk kegiatan akuisisi data
geospasial dasar seperti survei pemotretan udara dan lidar, maupun dalam
pengolahan data geospasial dasar menjadi peta dasar. Karena itu, clientnya pun
terbatas yaitu BIG dan BPN. Pengguna jasa di Kementerian/Lembaga dan
Pemerintah Daerah lebih terbatas lagi.
Pekerjaan di sektor hulu ini relatif akan selesai dengan setelah penyediaan peta
dasar skala besar berhasil diselesaikan karena yang tertinggal hanyalah
pekerjaan pemutakhiran parsial ketika terjadi perubahan pada unsur peta
dasar. Dengan demikian, industri IG di Indonesia harus mulai menggeser
fokusnya untuk lebih ke hilir yaitu dengan memfokuskan kepada penggunaan
atau pemanfaatan informasi geospasial dalam berbagai bidang. Hal ini didasari
oleh hal-hal sebagai-berikut:

Halaman | 163
● karena pemanfaatan informasi geospasial akan semakin dibutuhkan dalam
berbagai aktivitas, maka pangsa pasar sektor hilir IG juga semakin luas
● potensi ekonomi IG yang besar di Indonesia sekarang ini baru terwujud
sebagian kecil dan hanya dinikmati oleh sedikit pelaku usaha pemberi
layanan IG yang kebanyakan adalah perusahaan global milik asing
● dengan semakin besarnya layanan penggunaan IG di berbagai sektor, maka
ini juga meningkatkan penggunaan IG di Indonesia sehingga kontribusi IG
terhadap pertumbuhan ekonomi akan semakin besar
BUMN Pelaksana di samping membangun layanan komersial, bersama-sama
dengan BIG juga harus membina industri IG untuk menumbuhkan
perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang hilir. Ini dilakukan dengan
cara membangun inkubator bisnis untuk membina startup bidang IG.
Program inkubasi bisnis ditujukan untuk membina dan
menumbuhkembangkan startup dengan memberikan layanan yang dapat
berupa:
- pembinaan bisnis berupa pengarahan strategi bisnis, bantuan marketing,
analisis kelayakan ide bisnis, pembuatan model bisnis, akuntansi, hukum,
dsb.
- bantuan untuk mengakses layanan modal seperti akses kepada modal
ventura dan angel investor, akses kepada pinjaman komersial, dsb.
- pembinaan jaringan kerja (networking)
- pemberian pelatihan seperti lokakarya (workshop), kursus topik bisnis,
seminar pengembangan soft skill, dsb.
- cara membangun brand untuk menarik lebih banyak pelanggan
- pemberian fasilitas fisik seperti kantor dan laboratorium
2 (dua) contoh pembinaan startup bidang informasi geospasial yang dapat
dianggap berhasil adalah program Geovation yang dikembangkan oleh
Ordnance Survey di Inggris dan program GeoWorks oleh Singapore Land
Authority (SLA).

H. Pelibatan dan Kerjasama dengan Badan Usaha Lain


Berdasarkan Peraturan BIG nomor 10 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan
Peraturan Presiden Nomor 11 tahun 2021 Tentang Kerja sama antara
Pemerintah Pusat dengan Badan Usaha Milik Negara dalam Penyelenggaraan
Informasi Geospasial Dasar, BUMN Pelaksana dalam pelaksanaan KPBUMN
dapat melibatkan anak perusahaan dan/atau bekerja sama dengan BUMN lain
dalam hal Penyelenggaraan IGD maupun dalam penggunaan IGD secara
komersial.
Dalam hal terdapat sebagian sumber daya yang belum dimiliki oleh BUMN
Pelaksana, anak perusahaan, dan/atau BUMN lain dalam penyelenggaraan
IGD, BUMN Pelaksana dapat melibatkan badan usaha lain baik badan usaha
dalam negeri maupun luar negeri sebagai penyedia barang/jasa sesuai kaidah
bisnis yang baik. Sumber daya yang dimaksud meliputi sumber daya manusia,

Halaman | 164
teknologi, peralatan, wahana survei, infrastruktur pendukung, dan/atau
sumber daya lainnya. Dalam melibatkan badan usaha lain terkait
penyelenggaraan IGD, BUMN Pelaksana harus memaksimalkan penggunaan
sumber daya di dalam negeri kecuali dalam hal sumber daya yang dibutuhkan
tidak tersedia di dalam negeri.
Dalam hal penggunaan IGD secara komersial untuk meningkatkan kelayakan
dalam pengembalian investasi, BUMN Pelaksana dapat bekerja sama dengan
badan usaha lain baik badan usaha dalam negeri maupun luar negeri setelah
mendapat penetapan Kepala BIG selaku Penanggung Jawab KPBUMN.
Penetapan diberikan oleh Kepala BIG setelah mendapat persetujuan dari
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan
pembangunan nasional.

I. Metode Pengawasan dan Kontrol Kualitas


Untuk melakukan pengawasan termasuk kontrol kualitas dan penjaminan
kualitas dalam pelaksanaan KPBUMN, BUMN Pelaksana harus membentuk Tim
Pengawas Independen dan/atau menggunakan konsultan pengawas agar
pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga (pelaksana teknis)
dari BUMN lain dan/atau badan usaha lain dapat diselesaikan sesuai dengan
waktu dan spesifikasi teknis yang ditetapkan. BUMN Pelaksana wajib
menggunakan akuntan publik untuk melakukan audit dan pemeriksaan
terhadap laporan keuangan yang berkaitan dengan pelaksanaan KPBUMN. Tim
Pengawas Independen dan/atau konsultan pengawas serta akuntan publik
wajib melaporkan hasil pengawasannya kepada BUMN Pelaksana dan kepada
BIG c.q. Tim Pelaksana KPBUMN. Gambar 8-16 menjelaskan hubungan antara
Tim Pelaksana BUMN BIG, BUMN Pelaksana, Tim/Konsultan Pengawas dan
akuntan publik, serta pelaksana teknis dari BUMN lain/badan usaha lain.

Gambar 8-16 Struktur Organisasi Pengawasan dan Kontrol Kualitas


Tim Pelaksana KPBUMN yang dibentuk oleh BIG akan melakukan
pengendalian, pendampingan dan supervisi kepada BUMN Pelaksana dalam hal
penyelenggaraan IGD selama dalam masa perjanjian KPBUMN. Pengendalian,
pendampingan dan supervisi yang dilaksanakan oleh Tim Pelaksana KPBUMN
BIG, mencakup antara lain:

Halaman | 165
● pelaksanaan pengumpulan DG Dasar;
● pelaksanaan pembuatan peta dasar;
● pembangunan dan pengelolaan infrastruktur sistem produksi peta dasar
berbasis cloud;
● pembangunan dan pengoperasian stasiun CORS;
● layanan peta dasar dan penentuan posisi secara teliti.
● integrasi IG Tematik dan analisis geospasial untuk memberikan nilai
tambah terhadap IGD;
● penggunaan IGD secara komersial;
● administrasi dan keuangan; dan
● lainnya yang terkait.

Sementara itu, ruang lingkup pengawasan dan kontrol kualitas yang dilakukan
oleh Tim Pengawas Independen dan/atau konsultan pengawas mencakup
namun tidak terbatas pada hal-hal sebagai berikut;
● Menyusun Rencana Kerja dan Metode Kerja yang dituangkan dalam
Laporan Pendahuluan.
● Melaksanakan pemantauan, pengawasan, dan evaluasi pada proses
pelaksanaan agar program tersebut dapat berjalan sesuai dengan tujuan
yang diharapkan yang dituangkan dalam Laporan Pengawasan dan Laporan
Bulanan.
● Melaksanakan pengawasan untuk memastikan proses pelaksanaan
pekerjaan sesuai dengan SOP yang dijadikan acuan
● Memeriksa hasil pekerjaan sesuai dengan Dokumen Spesifikasi Teknis yang
dituangkan dalam Formulir Kontrol Kualitas dan Berita Acara Pemeriksaan.
● Menyusun Laporan Akhir.
● Memberikan kajian, analisis dan usulan perbaikan kepada BUMN
Pelaksana dan BIG dan memastikan tindak lanjut dari hal tersebut diatas.
● Melaksanakan kontrol dan penjaminan kualitas data geospasial dasar dan
peta dasar dengan menggunakan metode kerja yang terlebih dahulu telah
disetujui oleh BIG.

Kontrol dan penjaminan kualitas dilakukan terhadap elemen kualitas


berdasarkan ISO 19157:2013 dengan mengacu kepada Spesifikasi Teknis DG
Dasar (Lampiran 1) dan Spesifikasi Teknis Peta Dasar (Lampiran 2) sebagai-
berikut:
1) Ketelitian Geometris (Posisi)
Uji ketelitian geometris data geospasial dasar dan peta dasar dilakukan
dengan ketentuan sebagai-berikut:
○ minimal menggunakan 20 titik uji per blok akuisisi data untuk
wilayah urban (akuisisi foto udara dan lidar).
○ minimal menggunakan 60 titik uji per region untuk wilayah rural dan
hutan (akuisisi airborne SAR), dengan pembagian region sebagai-
berikut:
■ Region Sumatera
■ Region Kalimantan
■ Region Jawa

Halaman | 166
■ Region Bali-Nusa Tenggara
■ Region Sulawesi
■ Region Maluku-Papua
○ Hasil uji ketelitian geometris memenuhi persyaratan ketelitian DG
Dasar
2) Ketelitian Atribut (Tematik)
○ Ketelitian atribut menunjukkan tingkat kesesuaian antara unsur peta
dasar terhadap realitas di lapangan dan mengacu pada Peraturan
Kepala BIG Nomor 15 Tahun 2014. Pengujian dilakukan
menggunakan matriks kesalahan (confusion matrix) dengan nilai
ketelitian sebagai berikut
i) garis pantai sesuai ketelitian geometri peta
ii) hipsografi sesuai ketelitian geometri peta
iii) perairan sebesar 85%
iv) nama rupabumi sebesar 90%
v) batas wilayah sebesar 90%
vi) transportasi dan utilitas sebesar 90%
vii) bangunan dan fasilitas umum sebesar 85%
viii) penutup lahan sebesar 85%
3) Ketelitian Temporal
○ Akuisisi dilakukan selama periode pelaksanaan pekerjaan (new
tasking)
4) Kelengkapan
○ DG Dasar mencakup seluruh AOI
○ Tidak terdapat gap data DG Dasar di dalam AOI
○ Objek rupabumi 100% lengkap digambarkan
○ Tidak terdapat kelebihan objek rupabumi yang digambarkan
○ Tersedia raw data hasil akuisisi/survei pengumpulan DG Dasar
sesuai AOI
○ Tersedia deskripsi titik untuk GCP/ICP postmarking (jika dilakukan
postmarking)
○ Atribut peta dasar yang mandatory telah diisi lengkap
○ Dilengkapi dengan metadata untuk masing-masing data
5) Konsistensi Logis
○ Konsistensi penamaan dalam penyimpanan data dan informasi yang
terkait
○ Kesesuaian dan konsistensi format penyimpanan
i) citra tegak dalam *.tif (geotiff) 8 bit
ii) data ketinggian point cloud dalam *.las
iii) DSM disimpan dalam format *.tif (geotiff) 32 bit floating point
iv) DTM disimpan dalam format *.tif (geotiff) 32 bit floating point
v) peta dasar dalam suatu sistem basis data terpadu yang
bersifat seamless, multi-users dan multi-purposes
○ Kesesuaian dan konsistensi tiling
○ Objek rupabumi digambarkan sesuai dengan ukuran yang terlihat
pada DG Dasar
○ Tipe geometri yang digunakan sesuai dengan objek rupabumi yang
digambarkan

Halaman | 167
○ Memenuhi persyaratan aturan topologi data spasial
○ Isian metadata sesuai dengan data
6) Kegunaan
○ Untuk menjamin bahwa data hasil kegiatan ini dapat dimanfaatkan
langsung oleh pengguna, maka data sudah tersajikan dalam bentuk
web-cartography dan service.
Penambahan atau perubahan ruang lingkup pengawasan dan kontrol kualitas
dapat dilakukan dengan persetujuan dari Tim Pelaksana KPBUMN BIG.

J. Pembentukan Kelompok Kerja Nasional


Dalam beberapa diskusi dan rapat koordinasi antar kementerian dan lembaga
yang membahas tentang program percepatan penyediaan peta dasar skala
besar 1:5.000, dipandang perlu untuk membentuk Kelompok Kerja Nasional
(POKJA Nasional) yang beranggotakan lintas K/L. Pembentukan POKJA
Nasional tersebut setidaknya memiliki tiga tujuan utama, yaitu:
1. Menjamin dan memastikan aspek keamanan dan kerahasiaan data dan
informasi geospasial (geospatial data security and intelligence).
2. Menjamin dan memastikan spesifikasi produk data dan informasi
geospasial yang dihasilkan memenuhi kebutuhan pengguna (user
requirement).
3. Menjamin dan memastikan seluruh prosesnya mulai dari tahap
persiapan, perencanaan, pelaksanaan hingga pengelolaan dan
penyebarluasan data dan informasi geospasial yang dihasilkan telah
memenuhi prinsip tertib administrasi, sesuai prosedur dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Faktor keamanan dan kerahasiaan data dan informasi geospasial menjadi
sangat penting dan krusial mengingat peta dasar yang akan diproduksi
berskala besar dan memuat informasi geospasial yang sangat detail. Sebagai
ilustrasi, objek terkecil yang harus tergambar dan disajikan dalam peta dasar
skala 1:5.000 memiliki ukuran dan dimensi 2,5 meter X 2,5 meter di lapangan.
Hal ini tentunya perlu menjadi perhatian utama karena akan sangat
berpengaruh dan berperan besar terhadap aspek kedaulatan negara.
Begitu pula dengan pertimbangan dari aspek pemenuhan kebutuhan
pengguna. Walaupun peta dasar atau Peta Rupabumi Indonesia (RBI) memiliki
standar dan spesifikasi tersendiri namun diharapkan dapat mengakomodasi
semaksimal mungkin kebutuhan pengguna sehingga langsung dapat
dimanfaatkan.
Atas dasar pertimbangan-pertimbangan dan faktor-faktor diatas maka POKJA
Nasional direncanakan terdiri dari tiga POKJA, yaitu 1) POKJA 1 Bidang
Pertahanan, Keamanan dan Intelijen; 2) POKJA 2 Bidang K/L Pengguna; dan 3)
POKJA 3 Bidang Administrasi, Hukum dan Keuangan, sebagaimana
ditampilkan pada Gambar 8-17.

Halaman | 168
Gambar 8-17 Kelompok Kerja Nasional

POKJA Nasional dapat menjalankan peran dan terlibat dalam proyek


percepatan penyediaan peta dasar skala besar 1:5.000 baik secara langsung
maupun tidak langsung mulai dari tahap persiapan hingga pengelolaan data
dan penyebarluasan data seperti terlihat pada Tabel 8-11 dibawah ini.

Halaman | 169
Tabel 8-11. Peran dan Keterlibatan Pokja Nasional
Peran dan Keterlibatan POKJA Nasional
No Tahapan
Administrasi, Hukum
HANKAM & Intelijen K/L Pengguna
dan Keuangan

1 Persiapan Memastikan & A Memastikan & A Memastikan & A


menjamin aspek menjamin menjamin tertib
keamanan dan spesifikasi administrasi
2 Perencanaan kerahasiaan data A,C produk sesuai A (sesuai prosedur A,C
& memenuhi & peraturan
kebutuhan per-UU-an yang
3 Pelaksanaan B,C penggunaan C berlaku) C

4 Pengelolaan Seleksi/klasifikasi data B,C C C


Data &
Publikasi

Keterangan:

A (konsultasi dan reviu dokumen); B (supervisi/pengawasan secara langsung dan/atau; C (monev rutin
mingguan/bulanan/triwulanan); D (capacity building)

Halaman | 170
BAB IX. PENUTUP

Dokumen Rencana KPBUMN ini merupakan acuan bersama dalam pelaksanaan


KPBUMN selama masa perjanjian kerjasama. BUMN Pelaksana dapat menyampaikan
usulah perubahan dan/atau perbaikan terhadap dokumen Rencana KPBUMN ini
pada saat penyampaian penawaran yang selanjutnya akan dilakukan klarifikasi dan
negosiasi. Dalam hal usulan perubahan dan/atau perbaikan berasal dari BIG, maka
akan disampaikan secara tertulis dan akan dilakukan proses klarifikasi dan
negosiasi. Setiap perubahan yang dilakukan pada masa perjanjian kerjasama harus
disepakati oleh kedua belah pihak yang bekerja sama.

Halaman | 171
Lampiran 1 – Spesifikasi Teknis DG Dasar
1. Spesifikasi Teknis Data Pengamatan GNSS untuk Ground Control Point (GCP) dan
Independent Check Point (ICP) pada Citra Tegak Resolusi Tinggi

a. Sebaran dan jumlah titik:


Jumlah dan sebaran GCP didesain sesuai kebutuhan ketelitian hasil akhir
serta bentuk area pekerjaan dan pembagian sub-blok pekerjaan (bila ada).
b. Pengamatan GNSS dan pengolahan hasil pengamatan:
(1). Interval dan lama pengamatan direncanakan untuk mendapatkan
ketelitian geometris yang ditargetkan.
(2). Metode pengukuran dan pengolahan data GNSS dipilih untuk
menghasilkan ketelitian geometris yang ditargetkan.
(3). Pengolahan koordinat menggunakan:
(a). sistem referensi geospasial horizontal: SRGI2013.
(b). sistem referensi geospasial vertikal: INAGEOID.
(4). Dokumentasi pengukuran titik kontrol dilakukan dengan mengambil
foto yang menunjukkan objek yang diukur yang menunjukkan empat
arah mata angin (utara, timur, selatan dan barat) serta satu foto jarak
jauh dari arah yang paling jelas untuk diidentifikasi.
(5). Deskripsi titik untuk titik postmarking disediakan untuk masing-
masing titik yang berisi hasil pengolahan titik dan foto dokumentasi
pengukuran.
c. Ketelitian koordinat.

Tabel A-1. Ketelitian Koordinat Hasil Pengolahan GNSS untuk GCP dan ICP pada
Citra Tegak Resolusi Tinggi
skala 1:5.000 skala 1:1.000
No Aspek
Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3

1 Ketelitian horizontal (CE90 5 10 15 2,5 5 7,5


dalam cm)

2 Ketelitian vertikal (LE90 10 20 30 5 10 15


dalam cm)

2. Spesifikasi Teknis Citra Tegak Resolusi Tinggi.


a. Sistem referensi geospasial horizontal: SRGI2013.
b. Spesifikasi teknis citra tegak resolusi tinggi:
(1). citra tegak resolusi tinggi dapat bersumber dari foto udara, citra satelit
optis, sensor lidar dan/atau citra radar.
(2). terkoreksi pergeseran relief permukaan tanah (ground orthoimagery)
atau objek di atas permukaan tanah (true orthoimagery).

Halaman | 172
(3). tidak ada artefak pada citra tegak resolusi tinggi.
(4). cakupan awan maksimal 10% per project area. dan tidak menutupi
objek penting di permukaan bumi dan/atau membuat interpretasi
objek sulit dilakukan.
(5). kualitas radiometrik:
(a). memiliki kecerahan dan kontras yang baik; dan
(b). objek pada citra tegak resolusi tinggi terlihat tegas dan tajam.
(6). kanal warna RGB, dapat berupa hasil pansharpening.
(7). resolusi spasial dan ketelitian citra tegak resolusi tinggi.

Tabel A-2. Resolusi Spasial dan Ketelitian Citra Tegak Resolusi Tinggi
Skala 1:5.000 Skala 1:1.000
No Aspek
Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3

1 Resolusi spasial (m) 0,25 0,50 0,75 0,05 0,10 0,15

2 Ketelitian horizontal 1 2 3 0,20 0,40 0,60


(CE90) pada titik uji (m)

3. Spesifikasi Teknis Data Ketinggian Point Cloud


Tabel A-3. Spesifikasi Teknis Data Ketinggian Point Cloud di Wilayah Darat
Skala 1:5.000 Skala 1:1.000
No Aspek
Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3

1 Kepadatan (Point Density) 16 4 2 100 25 9


(point per meter/ppm)

2 Point spacing (m) 0,25 0,5 0,75 0,1 0,2 0,375

3 Tidak ada gap data Ya


ketinggian

4 Perbedaan elevasi point tidak lebih besar dari presisi pengukuran point cloud
cloud kelas ground antar
jalur pada seluruh jalur

5 Ketelitian vertikal (LE90) 0,50 0,75 1 0,1 0,15 0,2


(m)

4. Spesifikasi Teknis Data Ketinggian Digital Elevation Model (DEM).


a. Digital Elevation Model (DEM) terdiri atas:
(1). Digital Surface Model (DSM); dan/atau
(2). Digital Terrain Model (DTM).
b. Sistem referensi:
(1). Sistem referensi geospasial horizontal: SRGI2013.

Halaman | 173
(2). Sistem referensi geospasial vertikal: INAGEOID.
c. Spesifikasi teknis DSM.
(1). menggambarkan model permukaan bumi beserta seluruh objek yang
berada di atasnya.
(2). perairan telah dikoreksi (hydro-flattened).
(3). mencakup wilayah dari garis pantai muka laut rata-rata ke arah darat.
(4). resolusi spasial dan ketelitian DSM sebagaimana tercantum pada
Tabel A-4 .

Tabel A-4. Resolusi Spasial dan Ketelitian DSM


Skala 1:5.000 Skala 1:1.000
No Aspek
Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3

1 Resolusi Spasial (m) 0,25 0,5 0,75 0,1 0,2 0,375

2 Ketelitian Horizontal 1 2 3 0,2 0,4 0,6


(CE90) (m)

3 Ketelitian Vertikal 0,50 0,75 1 0,1 0,15 0,2


(LE90) (m)

d. Spesifikasi teknis DTM.


(1). menggambarkan model permukaan bumi tanpa objek yang berada di
atasnya di wilayah darat.
(2). menggambarkan model permukaan bumi di dasar laut/perairan.
(3). permukaan air pada unsur perairan (sungai, danau, kolam, dsb) telah
didatarkan (hydro-flattened).
(4). terintegrasi antara DTM di wilayah darat dengan DTM di wilayah laut.
(5). resolusi spasial dan ketelitian DTM sebagaimana tercantum pada
Tabel A-5.

Tabel A-5. Resolusi Spasial dan Ketelitian DTM


Skala 1:5.000 Skala 1:1.000
No Aspek
Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3

1 Resolusi Spasial (m) 1 2 3 0,2 0,4 0,75

2 Ketelitian Horizontal 1 2 3 0,2 0,4 0,6


(CE90) (m)

3 Ketelitian Vertikal 1 1,5 2 0,2 0,3 0,4


(LE90) (m)

Halaman | 174
Lampiran 2 – Spesifikasi Teknis Peta Dasar

1. Ketentuan Umum

Ketentuan umum dalam pengolahan DG Dasar menjadi peta dasar adalah sebagai
berikut:
1) pengolahan DG Dasar menjadi peta dasar untuk terdiri dari:
a. pemrosesan DG Dasar menjadi unsur peta dasar; dan
b. penyajian unsur peta dasar menjadi Peta Rupabumi Indonesia dan
produk IG/ layanan daring terkait peta dasar.
2) ketelitian Horizontal dan Vertikal untuk Unsur Peta Dasar sesuai dengan
Peraturan BIG Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala
Badan Informasi Geospasial Nomor 15 Tahun 2014 Tentang Pedoman Teknis
Ketelitian Peta Dasar;
3) menggunakan Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013 (SRGI 2013) sebagai
sistem referensi geospasial horisontal sebagaimana didefinisikan dalam SRGI.
4) menggunakan geoid sebagaimana sistem referensi geospasial vertikal
sebagaimana didefinisikan dalam SRGI.
5) menggunakan sistem proyeksi UTM (Universal Transverse Mercator) dan sistem
koordinat geografi (lintang, bujur);
6) menggunakan klasifikasi unsur berdasarkan katalog unsur peta dasar.
7) Ekstraksi unsur peta dasar semaksimal mungkin dilakukan secara otomatis
dengan menerapkan teknologi 4.0 dalam bidang informasi geospasial
(automated feature extraction). Proses manual dapat dilakukan untuk keperluan
editing terhadap unsur hasil otomasi.
8) peta dasar 2-dimensi diproduksi untuk skala 1:5.000, 1:25.000, 1:50.000,
1:250.000 dan 1:1.000.000).
9) peta dasar 3-dimensi diproduksi untuk skala 1:25.000 dan 1:5.000 atau lebih
besar.
10) nilai tinggi untuk peta dasar 3-dimensi dapat diperoleh dari ekstraksi
terhadap DSM/DTM.
11) penyimpanan peta dasar dalam suatu sistem basis data terpadu yang
bersifat seamless, multi-users dan multi-purposes.
12) peta dasar harus memenuhi kaidah topologi yang baik.
13) melakukan kontrol kualitas dan penjaminan kualitas sesuai dengan
elemen kualitas pada standar manajemen kualitas data.
14) Untuk mendapatkan peta dasar dengan skala yang lebih kecil dapat
diperoleh dari peta dasar dengan skala yang lebih besar menggunakan metode
generalisasi.
15) Melakukan proses generalisasi untuk menghasilkan peta dasar skala
menengah (1:25.000 dan 1:50.000) dan skala kecil (1:250.000 dan
1:1.000.000).
16) menyiapkan sistem untuk keperluan proses kartografi secara otomatis
berdasarkan standar kartografi Peta Rupabumi Indonesia untuk keperluan

Halaman | 175
cetak maupun penyajian secara daring pada layanan dan aplikasi.
17) unsur peta dasar hasil pengolahan DG Dasar meliputi:
c. garis pantai;
d. hipsografi;
e. perairan;
f. nama rupabumi;
g. transportasi dan utilitas;
h. bangunan dan fasilitas umum; dan
i. penutup lahan.
catatan: penyediaan unsur batas wilayah dilaksanakan melalui program reguler
yang dibiayai oleh APBN.
18) menerapkan prinsip ‘Create Once Used Many Times’ dalam pembuatan
geometri unsur peta dasar, dalam pengertian:
j. tidak mendigitasi objek yang sama lebih dari satu kali.
k. menghindari duplikasi dalam pembuatan geometri yang sama pada unsur
yg berbeda. contoh, apabila jalan merupakan batas penutup lahan, maka
pembuatan poligon penutup lahan harus menggunakan geometri jalan
sebagai batasnya (coincide) dan tidak membuat geometri tersendiri
sebagai yang berbeda dengan geometri jalan yang dapat menimbulkan
potensi tumpang tindih antara batas penutup lahan dengan jalan.

2. Ekstraksi Unsur Peta Dasar


a. Garis Pantai
Unsur garis pantai merupakan garis pertemuan antara darat dengan laut yang
dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Garis pantai terdiri atas:
a. garis pantai pasang tertinggi;
b. garis pantai muka laut rata-rata; dan
c. garis pantai surut terendah.

Penentuan garis pantai sebagaimana dimaksud diatas diekstraksi dari digital


terrain model (DTM) berdasarkan kedudukan muka laut yang didefinisikan oleh
datum pasang surut pada SRGI. Kegiatan percepatan penyediaan peta dasar
skala besar hanya mengekstraksi garis pantai pasang tertinggi dan garis pantai
muka laut rata-rata. sementara itu garis pantai surut terendah tidak termasuk
dalam ruang lingkup kegiatan percepatan peta dasar skala besar.

Garis pantai pasang tertinggi ditentukan berdasarkan datum pasang surut


muka laut rata-rata tinggi purnama (Mean High Water Spring atau MHWS), yaitu
rata-rata ketinggian muka laut dari dua pasang tertinggi yang terjadi dalam 24
(dua puluh empat) jam saat bulan purnama dan bulan baru yang diamati dalam
kurun waktu 19 (sembilan belas) tahun. Dalam hal MHWS tidak dapat
ditentukan berdasarkan datum pasang surut muka laut rata-rata tinggi
purnama (Mean High Water Spring), maka garis pantai pasang tertinggi dapat
ditentukan berdasarkan indikasi kedudukan muka laut pada saat pasang

Halaman | 176
tertinggi melalui interpretasi citra tegak resolusi tinggi, foto udara, dan/atau
DG Dasar lainnya.

Garis pantai muka laut rata-rata ditentukan berdasarkan datum pasang surut
muka laut rata-rata (Mean Sea Level atau MSL), yaitu rata-rata aritmetika
ketinggian muka laut per jam yang diamati dalam kurun waktu 19 (sembilan
belas) tahun.

b. Hipsografi

Unsur hipsografi merupakan garis khayal untuk menggambarkan semua titik


yang mempunyai ketinggian yang sama di permukaan bumi atau kedalaman
yang sama di dasar laut. Hipsografi meliputi:
● titik ketinggian dan titik kedalaman; dan
● kontur ketinggian dan kontur kedalaman.

Hipsografi mencakup wilayah darat, pantai, dan laut secara terintegrasi. Nilai
tinggi pada hipsografi mengacu pada geoid (INA GEOID).
c. Perairan

Unsur perairan merupakan kumpulan massa air yang terdapat di wilayah


tertentu, bersifat dinamis (seperti laut, sungai) atau bersifat statis (seperti
danau, waduk, kolam). Unsur perairan meliputi:
● garis tepi perairan;
● jaringan perairan; dan
● permukaan tubuh air.

Garis tepi perairan merupakan garis pertemuan antara daratan dengan


permukaan tubuh air (massa air). garis tepi perairan pada perairan yang
tergenang dan bersifat statis seperti danau, waduk, kolam, rawa, memiliki nilai
tinggi yang sama.

Jaringan perairan merupakan garis yang menggambarkan perairan yang


bersifat dinamis ditandai dengan adanya aliran air dari tempat yang lebih tinggi
ke tempat yang lebih rendah serta terhubung satu sama lain. Jaringan perairan
meliputi antara lain sungai, kanal, saluran irigasi, selokan, dan sebagainya.
Khusus unsur jaringan perairan berupa sungai dikenali dengan adanya orde
atau tingkat percabangan sungai. Orde atau tingkat percabangan sungai adalah
posisi percabangan alur sungai di dalam urutannya terhadap induk sungai
dalam satu aliran sungai. Alur sungai paling hulu yang tidak memiliki cabang
disebut orde pertama, pertemuan dua orde pertama disebut orde kedua,
pertemuan orde pertama dengan orde kedua disebut orde kedua, dan
pertemuan dua orde kedua disebut orde ketiga, begitu seterusnya. Secara
umum dapat dinyatakan bahwa pertemuan dua orde yang sama menghasilkan
nomor orde satu tingkat lebih tinggi, sedangkan pertemuan dua orde sungai
yang berbeda memberikan nomor orde yang sama nilainya dengan nomor orde

Halaman | 177
tertinggi diantara kedua orde yang sungai yang bertemu. Jaringan perairan
digambarkan sebagai garis tunggal pada bagian tengah (center line) perairan.

Jaringan perairan yang melintasi wilayah perairan yang bersifat statis seperti
danau atau waduk tetap dihubungkan menggunakan garis tunggal pada kedua
ujung yang bersinggungan dengan wilayah perairan tersebut.

Permukaan tubuh air merupakan permukaan air yang menutupi wilayah


dimana terdapat kumpulan massa air dan digambarkan sebagai poligon.
Permukaan tubuh air dengan lebar lebih dari atau sama dengan 0,5mm x skala
peta dan luas lebih dari atau sama dengan (0,5mm x skala peta) x (0,5mm x
skala peta) digambarkan pada peta dasar sebagai poligon.

d. Transportasi dan Utilitas


Transportasi dan utilitas adalah titik atau garis yang menggambarkan
prasarana fisik untuk perpindahan manusia dan/atau barang dari satu tempat
ke tempat lain. unsur transportasi dan utilitas meliputi:
● badan jalan;
● jaringan jalan;
● jaringan utilitas;
● sarana transportasi, seperti dermaga, jembatan, pelabuhan, terminal,
menara dan lain-lain.

Badan jalan merupakan bagian jalan yang meliputi seluruh jalur lalu lintas
seperti median dan bahu jalan. Badan jalan diekstraksi sebagai geometri
poligon dengan minimal lebarnya (0,5mm x skala peta).

Jaringan jalan merupakan kesatuan jaringan jalan yang saling terhubung antar
jalan. Jaringan jalan digambarkan sebagai garis dan diekstraksi pada tengah
badan jalan. Jaringan jalan dapat diklasifikasikan sesuai fungsinya. jaringan
jalan digambarkan memuat informasi yang dapat digunakan untuk network
analysist (minimal memuat informasi arah jalan, waktu tempuh dan
peruntukkan jalan berdasarkan penggunanya).

Sarana transportasi seperti landas pacu, dermaga laut, dan dermaga sungai
dengan lebar kurang dari 0,5mm x skala peta digambarkan sebagai garis, jika
lebarnya lebih dari 0,5mm x skala peta maka digambarkan sebagai poligon.
Jembatan digambarkan sebagai titik pada perpotongan sungai dan jalan.
Jaringan utilitas (jaringan telekomunikasi, listrik, dll) digambarkan dengan cara
Point to Point.

e. Batas Wilayah
Unsur batas wilayah menggambarkan garis batas wilayah negara dan batas
wilayah administrasi. Batas wilayah negara terdiri dari batas wilayah negara di
darat dan batas wilayah maritim. Sedangkan batas wilayah administrasi

Halaman | 178
meliputi:
● batas antar provinsi
● batas antar kabupaten/kota
● batas antar kecamatan
● batas antar desa/kelurahan

Dalam proses produksi peta dasar, akan digunakan data batas wilayah yang
tersedia di Pusat Pemetaan Batas Wilayah, baik untuk batas wilayah yang
definitif maupun yang masih bersifat indikatif.

f. Bangunan dan Fasilitas Umum


Bangunan dan fasilitas umum adalah unsur yang menggambarkan objek
buatan manusia dan berbagai fasilitas umum yang berwujud bangunan.

Bangunan yang berukuran lebih dari atau sama dengan (0,5 mm x skala peta)
x (0,5mm x skala peta) diekstrak sebagai poligon.

g. Penutup Lahan
Penutup lahan adalah garis yang menggambarkan batas penampakan area
tutupan di atas permukaan bumi yang terdiri dari bentang alam dan/atau
bentang buatan.

Penutup lahan yang berukuran lebih dari atau sama dengan (5 mm x skala
peta) x (5mm x skala peta) diekstrak sebagai poligon. Batas area penutup lahan
yang merupakan batas antara daratan dan laut menggunakan garis MSL

3. Melakukan Uji Akurasi Unsur Peta Dasar

Menggunakan pedoman teknis yang terbaru saat pelaksanaan uji akurasi unsur peta
dasar.

4. Membuat Metadata Unsur Peta Dasar

Menggunakan Standar Nasional Indonesia yang terbaru saat pembuatan metadata.

Halaman | 179
Lampiran 3 – Spesifikasi Sistem Produksi Peta Dasar

1. Sistem Pemrosesan Data Geospasial Mentah/raw


Dalam program percepatan terdapat komponen akuisisi data geospasial
untuk seluruh wilayah Indonesia dengan menggunakan sensor airborne SAR
untuk seluruh wilayah Indonesia dan sensor foto udara - LIDAR untuk area
urban. Selain itu, infrastruktur program percepatan ini juga didesain agar
dapat support dengan data dari sensor lainnya seperti citra satelit sensor
optik.

Environment sistem yang diperlukan untuk akuisisi dengan sensor foto


udara dan LIDAR, diantaranya:
● Dalam kegiatan akuisisi data, selain proses dari lapangan, juga terdapat
proses pengolahan, dan proses kontrol kualitas data yang dihasilkan
baik saat akuisisi dan pengolahannya.
● Pada bisnis proses eksisting data yang dihasilkan dikemas
menggunakan external Harddisk dan mekanisme pengiriman data
secara manual ke BIG, dikarenakan ukuran file data yang besar, kecuali
sudah tersedia jaringan bandwidth yang memadai dari lokasi akuisisi ke
seluruh Indonesia.
● Proses pengolahan data dilakukan on site untuk mengontrol hasil secara
real-time serta di studio.
● Perangkat keras workstation dengan spesifikasi yang sesuai untuk
luasan area urban (storage & RAM besar, GPU serta processing unit yang
memadai untuk area padat).
● Perangkat lunak yang digunakan dalam proses pengolahan belum
dedicated untuk pengerjaan melalui server, masih menggunakan
standalone workstation atau paralel workstation.

Sedangkan untuk keperluan pengolahan fotogrametri diperlukan peralatan


yang dapat melakukan proses:

● Triangulasi udara metode otomatis dan manual meliputi penambahan,


pengurangan, dan pemindahan titik ikat
● Menerima data GNSS dan IMU Mengolah sub-blok
● Menghitung bundle block adjustment dengan luasan minimal 1.000 km2
dalam 1 project pengolahan
● Menghitung boresight dan lever arm
● Menghasilkan report statistik meliputi sigma naught, rms XYZ, rms xy,
residual xy per titik ikat
● Membentuk stereomodel foto udara
● Melakukan pengamatan stereomodel foto udara
● Membentuk Digital Surface Model (DSM) dan Digital Terrain Model (DTM)
secara otomatis
● Mengolah orthophoto
● Membuat cutline mosaik secara otomatis atau manual
● Membentuk tiling mosaik

Pengolahan data LIDAR memerlukan perangkat yang dapat mendukung


proses-proses:

Halaman | 180
● Mendukung proses boresight dan strip adjustment point clouds LIDAR
● Mendukung klasifikasi point clouds secara otomatis dan manual
● Mendukung pengelolaan dan pemrosesan point clouds dalam jumlah
besar
● Mendukung pembuatan, editing, dan penghitungan surface model dari
point clouds

Pada akuisisi dengan sensor Airborne Radar, selain proses akuisisinya


sendiri, juga terdapat proses pengolahan, dan proses kontrol kualitas data
yang dihasilkan baik saat akuisisi dan pengolahannya. Sehingga untuk
Perangkat keras dan lunak yang digunakan harus mendukung:
● Pengolahan data SLC (Single Look Complex) dan data phase secara
interferometric
● Dapat menghasilkan data ORRI (Orthorectified Radar Image)
● Dapat menghasilkan data DEM dengan metode interferometric
● Dapat mengelola data untuk luasan area seluruh wilayah Indonesia
● storage yang menampung data hasil akuisisi Airborne Radar.
● Terkait kebutuhan lalu lintas data, dikarenakan ukuran data pada
airborne radar sangat besar, maka apabila processing dilakukan pada
lintas/berbeda lokasi, studi awal menunjukan bahwa lalu lintas
bandwidth data yang dibutuhkan kurang lebih adalah 400Gbps

2. Sistem Produksi Informasi Geospasial 3D (Peta Dasar)


Pengolahan data mentah dilakukan untuk memperoleh informasi
geospasial dalam format 3D dan tersedia pada skala 1:5.000 dan
1:25.000. Selain itu, kegiatan percepatan juga memungkinkan
produksi informasi geospasial dalam skala 1:250.000 dengan
skema generalisasi dari sumber data yang lebih detail. Untuk
mendukung hal tersebut, diperlukan sistem infrastruktur sebagai
berikut:
Perangkat Keras:
● Workstation yang dapat melakukan Processing data Digital
Elevation Model (DEM);
● Mampu melakukan proses rendering untuk keperluan
kenampakan facade;
● Processing power dan peripheral pendukung yang cukup
untuk mengolah data vektor dan raster;
● Mampu melakukan pengolahan data dengan metode Artificial
Intelligence, Machine Learning, dan Deep Learning dengan
jumlah data yang banyak; dan
● Memiliki kapasitas penyimpanan yang cukup untuk
melakukan pengolahan dan penyimpanan data.
Seluruh kemampuan diatas tidak dibatasi dengan keberadaan
perangkat secara fisik, namun juga setara untuk perangkat yang
bersifat virtual (server-based dan/atau cloud)
Perangkat lunak

Halaman | 181
● Dapat digunakan untuk merekam/ekstraksi unsur
rupabumi secara 3D;
● Memiliki modul untuk generalisasi ke skala lebih kecil;
● Memenuhi standar metadata skema ISO-19139 GML 3.2;
● Memiliki fitur pembentukan topologi;
● Memiliki standar penyimpanan yang memenuhi dengan
skema penyimpanan yang ditetapkan oleh BIG;
● Memiliki fitur manajemen proyek dan data; dan
● Mendukung fitur publikasi internal.

3. Infrastruktur Penyimpanan

Kondisi eksisting data center BIG bertempat di kantor BIG (Bogor),


untuk program percepatan lokasi pengerjaannya bisa berbeda
dengan tempat eksisting saat ini. Kemungkinan pemindahan
ibukota baru juga akan mempengaruhi fasilitas produksi peta dan
data center. Selain itu juga pelaksana dapat menempatkan lokasi
penyimpanan sesuai dengan kebutuhan/pertimbangan tertentu.
Namun kepatuhan akan peraturan yang menyebutkan bahwa
penyimpanan data ada di dalam wilayah NKRI tetap harus menjadi
pegangan utama.

Berdasarkan identifikasi dan analisis kebutuhan infrastruktur dari


proses bisnis Akuisisi DG dan Mapping IG serta Identifikasi
Kebutuhan Infrastruktur, maka didapatkan perkiraan kebutuhan
penyimpanan untuk akuisisi foto udara, LIDAR, untuk data
pengolahan, dan untuk data final dengan rincian sebagaimana
Tabel D-1.

Tabel D-1. Total Kebutuhan Storage untuk Akuisisi Foto Udara LIDAR
Data Satuan Ukuran

Besar Satuan Per Satuan Total (GB) Total (TB)


(GB)

Akuisisi (Belum termasuk Reflight)

Raw data Line Km 230.985 1 230.985 230,99

Foto Udara.tiff Single 861.886 0.6 517.131,60 517,13


Frame

LiDAR.las Per Line Km 230.985 0.5 115.492,50 115,49

Pengolahan LiDAR

Strip adjustment Per NLP 27.221,17 5 136.105,86 136,11


(Processing data)

LiDAR.las Per NLP 27.221,17 5 136.105,86 136,11

Intensity Per NLP 27.221,.17 0,7 19.054,82 19,05

Halaman | 182
Data Satuan Ukuran

Besar Satuan Per Satuan Total (GB) Total (TB)


(GB)

Pengolahan Foto Udara

Dense Matching Per NLP 27.221,.17 33 898.298,68 898,30


(Processing Data)

Mosaik Foto Per NLP 27.221,.17 0,7 19.054,82 19,05

Tabel D-2. Kebutuhan Storage untuk Data Pengolahan

Data / Produk Kisaran Ukuran

X Band Raw Data 0,67 PB ( 6 blocks: 82 TB )

IP Data 2,97 PB ( 6 blocks: 365 TB )

Mosaic Data 1,2 PB ( 6 blocks: 147 TB )

P-Band Raw Data 2,51 PB ( 6 blocks: 308 TB )

IP Data 1,22 PB ( 6 blocks: 150 TB )

Mosaic Data 500 TB ( 6 blocks: 60 TB )

Parking Storage for IP/Mosaic data (Storage 365 TB + 147 TB = 512 TB


before archival)

IP Archival Storage

X-Band 805 TB IP + 100 TB Mosaic

P-Band 375 TB IP + 50 TB Mosaic

Tabel D-3. Kebutuhan Storage untuk Data Final

Produk Final Kisaran Ukuran

DSM 0,9 GB

DTM 0,9 GB

XORI 3,35 GB

PORI 3,62 GB (HH + HV + W + RGB) x 2 looks


((0,302 + 0,302 + 0,302 + 0,906) x 2)

CORI 10,0 GB

AFE Vectors 2 GB

Total 20,8 GB untuk setiap tile

Halaman | 183
Produk Final Kisaran Ukuran

TOTAL (12.914 tiles) 262 TB

Dalam pelaksanaan pekerjaan, Selain untuk kebutuhan


penyimpanan utama, diperlukan juga sistem yang dapat
melakukan backup dan recovery data untuk mencegah terjadinya
hal yang tidak diinginkan. Environment yang diperlukan untuk
sistem ini diantaranya:

● Support Backup Long-Term (misal LTO atau physical storage


sejenis yang berfungsi sebagai penyimpanan jangka
panjang);
● Fitur kompresi dan enkripsi;
● Fitur Backup Sistem;
● Fitur untuk membuka file backup (VSS) yang terkunci atau
sedang digunakan seperti virtual machine dan database;
● Fitur Backup dan Sinkronisasi ke Perangkat Penyimpanan
seperti NAS, USB, RDX,dll;
● Online backup (dapat berbasis protokol FTP/FTPS/SFTP,
atau sesuai dengan perkembangan) dengan kemampuan
sinkronisasi, enkripsi dan kompresi; dan
● Fitur Backup to Cloud.

Secara umum kapasitas penyimpanan berkas yang dibutuhkan


dapat mencapai hingga 20 Petabyte untuk keperluan keseluruhan
proses, dari awal akuisisi, pengolahan, berkas antara dan
publikasi, termasuk pengakomodasian pemetaan secara
partisipatif dari berbagai pihak. Kebutuhan tersebut merupakan
total kapasitas yang dihitung untuk keperluan selama 5 tahun.

4. Sistem Pengelolaan dan Pemutakhiran

Pengelolaan yang dimaksud adalah pekerjaan yang meliputi


pengelolaan data yang dihasilkan dari program percepatan maupun
infrastruktur yang sudah terbangun saat ini (eksisting).
Pengelolaan data yaitu usaha untuk memelihara data yang sudah
disimpan dengan baik, mengatur manajemen database dengan
baik, termasuk dari keamanan datanya agar tidak hilang maupun
rusak. Sedangkan pengelolaan infrastruktur yaitu usaha merawat
infrastruktur yang sudah terbangun dan menjaganya dari
kerusakan, sabotase, termasuk menjaga performanya tetap stabil
sehingga dapat memenuhi kebutuhan pengguna untuk keperluan
tertentu. Pengelolaan ini diperlukan juga menjaga kesinambungan
data dan sistem yang terus berjalan.

Dengan sistem infrastruktur yang sudah terbangun pada pekerjaan


percepatan ini dan kebutuhan akan pembaruan (updating) peta

Halaman | 184
dasar skala besar yang rutin dilakukan untuk interval waktu
tertentu maupun insidental karena adanya bencana atau hal
lainnya. Pada proses pembaruan peta dasar skala besar dapat
memanfaatkan infrastruktur yang sudah terbangun sebelumnya
seperti sistem pengolahan referensi geospasial, sistem pemrosesan
data geospasial mentah dan Sistem Produksi Informasi Geospasial
3D (Peta Dasar).

5. Infrastruktur Publikasi

Sistem Publikasi pada pekerjaan percepatan terbagi atas 2 (dua)


macam sistem, yaitu:

● Sistem Publikasi Internal, di mana data yang ada hanya


dapat diakses oleh pihak pemerintah dan bersifat terbatas;
● Sistem Publikasi Eksternal, dimana data dapat diakses oleh
publik dan tersedia wadah untuk melakukan pemetaan
partisipatif.

Dalam pelaksanaan publikasi data, sistem yang dibangun harus


dapat memenuhi kebutuhan jumlah pengguna yang diakses pada
saat bersamaan. Adapun jumlah perkiraan/ekspektasi awal
pengguna ditunjukkan pada Tabel D-4 berikut:

Tabel D-4. Jumlah ekspektasi pengguna/user untuk


Environment Sistem Produksi dan Publikasi
Produksi Data 1000 pengguna desktop dalam 2 shift, 800
pengguna desktop secara serentak

Publikasi Internal 500 pengguna web secara serentak

Publikasi Eksternal 500 pengguna web secara serentak

Pada daftar alur kerja percepatan pemetaan skala besar, diperlukan


Environment Sistem Publikasi yang akan mendukung tercapainya
tujuan sistem arsitektur pada produksi data dan diseminasi data. Alur
kerja yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
● Alur kerja Web Mapping (WAN/Wide Area Network) adalah level
tertinggi yang merepresentasikan interaksi dari pemakai yang
menggunakan Environment Sistem Publikasi Internal. User adalah
dari internal BIG atau pengguna lain yang mengakses sistem lewat
WAN yang berbeda, para pengguna akan menggunakan aplikasi
web untuk pemetaan atau analisis dan tidak untuk melakukan
perbaikan atau akses untuk klien.

Halaman | 185
● Alur kerja Web Mapping (Internet) merepresentasikan interaksi dari
user (publik) dengan Environment Sistem Publikasi Eksternal.
mereka menggunakan aplikasi web untuk pemetaan atau analisis
dan tidak untuk melakukan perbaikan atau akses untuk klien.
● Alur kerja Web Participatory Mapping workflow merepresentasikan
interaksi dari user yang melakukan pemetaan partisipatif dengan
menggunakan Environment Sistem Publikasi Eksternal. Para user
akan dapat mengakses sistem lewat internet. Mereka akan
menggunakan aplikasi web untuk pemetaan dan perbaikan data
spasial.

Halaman | 186
Lampiran 4 – Dokumen Penawaran KPBUMN

Dokumen penawaran kerjasama harus disusun dalam bahasa indonesia Setiap surat,
pernyataan, dan dokumen lainnya yang dibuat dalam bahasa ini akan diutamakan
dan akan berlaku apabila terdapat konflik dengan versi dari dokumen tersebut, yang
ditulis dalam bahasa lainnya.

1). Dokumen Administrasi

Tabel berikut merangkum isi dari dokumen penawaran administrasi

Isi Dari Dokumen Penawaran Administrasi

Dokumen Penawaran administrasi Surat penawaran sesuai dengan format pada lampiran 5. a

Dokumen lain yang diperlukan

Halaman | 187
2). Surat Penawaran
[Kop Surat]

No: [●] [tempat], [tanggal]

Lampiran:

Yang terhormat,
Panitia Pemilihan BUMN Pelaksana
KPBUMN Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar
Jalan Raya Bogor Km.46, Cibinong
Terkait dengan Dokumen Permintaan Proposal (Request for Proposal/RfP) [masukkan nomor Dokumen
Permintaan Proposal], tertanggal [masukkan tanggal Dokumen Permintaan Proposal], dan setelah mengkaji
Dokumen Permintaan Proposal dan mengikuti Pemberian Penjelasan, dengan ini kami dengan ini menyerahkan
Dokumen Penawaran untuk Pemilihan BUMN Pelaksana Pekerjaan KPBUMN Penyelenggaraan Informasi
Geospasial Dasar
Dokumen Penawaran ini telah disusun berdasarkan syarat dan ketentuan yang tercantum dalam Dokumen
Permintaan Proposal untuk penerapan Pekerjaan yang telah disebut diatas. Dokumen Penawaran ini berlaku sejak
batas waktu pemasukan Dokumen Penawaran sampai dengan [cantumkan tanggal akhir jangka waktu berlaku.
Samakan tanggal ini dengan waktu perkiraan penandatanganan perjanjian KPBU yang tercantum di bagian LDP
III.5] . Sebagaimana dipersyaratkan, Dokumen Penawaran ini memuat:
1. Dokumen Penawaran Administrasi;
2. Dokumen Kualifikasi;
3. Dokumen Penawaran Teknis;
4. Dokumen Penawaran Finansial.
Dokumen Penawaran ini dan lampirannya dibuat dalam [satu] set dokumen asli, dengan [cantumkan jumlah
salinan, sesuaikan dengan jumlah yang diminta pada LDP III.6] set dokumen salinan, yang masing-masing
ditandai sebagai “ASLI” dan “SALINAN”.

Dengan dimasukkannya Dokumen Penawaran ini, kami menyatakan penerimaan kami terhadap Persyaratan
Minimum dan ketersediaan kami untuk mengikuti seluruh ketentuan yang tercantum dalam Dokumen Permintaan
Proposal.

Hormat Kami,

Untuk dan atas nama


[Cantumkan nama Peserta]

tanda tangan dan cap


perusahaan

[Cantumkan nama Perwakilan]


[Cantumkan jabatan Perwakilan]

Halaman | 188
3). Dokumen Penawaran Kualifikasi

Template Formulir Isian Kualifikasi

FORMULIR ISIAN DATA KUALIFIKASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : __________[nama badan usaha]

No. Identitas : __________[diisi dengan no. KTP/SIM/Paspor]

Jabatan : __________[diisi sesuai jabatan dalam akta notaris]

Bertindak untuk : ____________________[diisi nama badan usaha]

dan atas nama

Alamat : __________

Telepon/Fax : __________

Email : __________

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:

1. saya secara hukum bertindak untuk dan atas nama perusahaan/koperasi/Kemitraan berdasarkan __________
[akta pendirian/anggaran dasar/surat kuasa/Perjanjian Kemitraan, disebutkan secara jelas nomor dan
tanggal akta pendirian/anggaran dasar/surat kuasa/perjanjian Kemitraan];

2. saya bukan sebagai pegawai K/L/PD [bagi pegawai K/L/PD yang sedang cuti diluar tanggungan K/L/PD ditulis
sebagai berikut : “Saya merupakan pegawai K/L/PD yang sedang cuti diluar tanggungan K/L/PD”];

3. saya tidak sedang menjalani sanksi pidana;

4. saya tidak sedang dan tidak akan terlibat pertentangan kepentingan dengan para pihak yang terkait, langsung
maupun tidak langsung dalam proses pemilihan ini;

Halaman | 189
5. badan usaha yang saya wakili tidak sedang dikenakan Sanksi Daftar Hitam, tidak dalam pengawasan pengadilan,
tidak pailit atau kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan;

6. data-data badan usaha yang saya wakili adalah sebagai berikut:

A. Data Administrasi

1. Nama Badan : __________


Usaha/Perorangan

2. Status Badan Usaha :

3. Alamat Kantor Pusat : __________

No. Telepon : __________

No. Fax : __________

E-Mail : __________

4. Alamat Kantor Cabang : __________

__________
No. Telepon :
__________

__________
No. Fax :

E-Mail :

5. Bukti : __________
kepemilikan/penguasaan
tempat usaha/kantor

Halaman | 190
B. Landasan Hukum Pendirian Badan Usaha

1. Akta Pendirian Perusahaan/Anggaran Dasar Koperasi


a. Nomor : __________
b. Tanggal : __________
c. Nama Notaris : __________
d.Nomor : __________
Pengesahan/pendaftaran
[ contoh Kementerian
Hukum dan HAM. (untuk
yang berbentuk PT)]
2. Perubahan Terakhir Akta
Pendirian Perusahaan /Anggaran
Dasar Koperasi
a. Nomor : __________
b. Tanggal : __________
a. Nama Notaris : __________
b. Bukti perubahan __________
[contoh: persetujuan/bukti :
laporan dari Kementerian
Hukum dan HAM untuk yang
berbentuk PT]

C. Pengurus Badan Usaha

1. Komisaris untuk Perseroan Terbatas (PT)

No. Nama nomor Kartu Tanda Penduduk Jabatan dalam


(KTP)/Paspor/Surat Keterangan Badan Usaha
Domisili Tinggal

Halaman | 191
2. Direksi/Pengurus Badan Usaha

No. Nama nomor Kartu Tanda Penduduk Jabatan dalam


(KTP)/Paspor/Surat Badan Usaha
Keterangan Domisili Tinggal

D. NIB, Izin Usaha, Tanda Daftar Perusahaan (TDP)

1. Nomor Induk Berusaha : No. ______ Tanggal ______


2. Surat Izin Usaha : No._______Tanggal ______
________
3. Masa berlaku izin usaha : ___________
4. Instansi pemberi izin : ___________
usaha
5. Kualifikasi Usaha : ___________
6. Klasifikasi Usaha : ___________
7. No. TDP : ___________

E. Izin Lainnya [apabila dipersyaratkan]

1. Izin ____________ : No._______Tanggal ______


2. Masa berlaku izin : __________
3. Instansi pemberi izin : __________

F. Data Keuangan

1. Susunan Kepemilikan Saham BUMN

No. Nama nomor Kartu Tanda Penduduk Alamat Persentase


(KTP)/Paspor/Surat
Keterangan Domisili Tinggal

Halaman | 192
2. Pajak

Nomor Pokok Wajib Pajak : __________

G. Data Personalia (Tenaga ahli tetap/teknis/terampil badan usaha) [apabila diperlukan]

No Nama Tgl/bln/thn lahir Tingkat Jabatan dalam Pengalaman Kerja Profesi / Tahun Sertifikat
Pendidikan pekerjaan (tahun) keahlian
/ Ijazah

1 2 3 4 5 6 7 8

H. Data Fasilitas/Peralatan/Perlengkapan [apabila diperlukan]

No. Jenis Fasilitas/Peralatan/ Jumlah Kapasitas atau Merk Tahun Kondisi Lokasi Bukti Status
Perlengkapan output pada saat dan tipe pembuatan Kepemilikan
ini (%) Sekarang

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Halaman | 193
Halaman | 194
I. Data Pengalaman Perusahaan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir

No. Nama Divisi, Lokasi Pemberi Kontrak Status Tanggal Selesai Pekerjaan
Paket kelompo Pekerjaan Penyedia Berdasarkan
Pekerjaan k (grup) dalam
Ringkasan Pelaksanaan
Lingkup Pekerjaan
Pekerjaan

Nama Alamat/ No/ Nilai Kontrak BA


Telepon Tanggal Serah
Terima

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

J. Data Pengalaman Perusahaan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir

No. Nama Divisi, Lokasi Pemberi Pekerjaan Kontrak Status Tanggal Selesai
Paket kelompok Penyedia Pekerjaan
Pekerjaan (grup) dalam Berdasarkan
Ringkasan Pelaksanaan
Lingkup Pekerjaan
Pekerjaan
Nama Alamat/ No/ Nilai Kontrak BA
Telepon Tanggal Serah
Terima

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Halaman | 195
K. Data Pekerjaan yang sedang dilaksanakan

Nama Divisi, Pemberi Kontrak Status Progress Terakhir


No Paket kelompo Loka Pekerjaan Penyedia
. Pekerjaa k (grup) si dalam
n Ringkas Pelaksanaa
an Nam Alamat No/ Nil Kontrak Preesta
n
Lingkup a / Tangg ai (Rencana si Kerja
Pekerjaan
Pekerjaa Telepo al ) (%) (%)
n n

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Demikian Formulir Isian Kualifikasi ini saya buat dengan sebenarnya dan penuh rasa
tanggung jawab. Jika dikemudian hari ditemui bahwa data/dokumen yang saya sampaikan
tidak benar dan ada pemalsuan, maka saya dan badan usaha yang saya wakili bersedia
dikenakan sanksi administratif, dikenakan Sanksi Daftar Hitam, gugatan secara perdata,
dan/atau dilaporkan secara pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

[tempat], [tanggal] [bulan] _____ [tahun]

PT/CV/Firma/Koperasi

____________________[pilih yang sesuai dan cantumkan nama]

[rekatkan meterai Rp10.000,00

tanda tangan]

(nama lengkap wakil sah badan usaha)

[jabatan dalam badan usaha]

Halaman | 196
4). Dokumen Penawaran Teknis

Penjelasan atas pernyataan metode teknis yang harus termuat dalam penawaran
oleh calon pelaksana adalah sebagai berikut:

Daftar Isi

Ringkasan Eksekutif
Ringkasan Pernyataan
Metode
Ringkasan Data Teknis
Pernyataan Metode 1: PM 1.1 Luas cakupan pekerjaan (Area of
Luas Wilayah Interest/AOI) untuk pengumpulan DG (Data
Pekerjaan Geospasial) dasar dan penyediaan peta Dasar
Bagian 1: Pernyataan Metode PM 2.1 Kriteria wilayah urban
Informasi Dasar 2: Kriteria Lokasi PM 2.2 Kriteria wilayah hutan
Pekerjaan Pekerjaan PM 2.3 Kriteria wilayah rural
Pernyataan Metode PM 3.1 Waktu Pekerjaan
3: Waktu Pengerjaan PM 3.2 Rekomendasi Waktu Pengerjaan
PM 4.1 Alternatif kombinasi teknologi
Pernyataan Metode
4: Spesifikasi teknis PM 4.2 Spesifikasi teknis DG Dasar yang dapat
dihasilkan dari masing-masing teknologi
DG Dasar
pengumpulan DG Dasar
PM 4.3 Hal teknis yang perlu diperhatikan

Pernyataan Metode 5: PM 5.1 Pemrosesan DG dasar


Spesifikasi
PM 5.2 Penyajian peta dasar
Pengolahan DG
Bagian 2: Dasar dan IGD PM 5.3 Penyimpanan dan pengamanan DG
Spesifikasi Teknis Dasar dan IGD
Produk DG dan IG
PM 6.2 Alokasi waktu
Pernyataan Metode
6: Generalisasi Peta
Dasar Skala Besar PM 6.2 Generalisasi berjenjang
Untuk Menghasilkan
Peta Dasar Skala PM 6.3 Ketelitian geometrik peta dasar skala
Menengah dan Skala kecil dan menengah
Kecil
PM 6.4 Ketelitian atribut peta dasar

Bagian 3 Pernyataan Metode 7 PM 7.1 karakteristik


Infrastruktur : Infrastruktur Sistem
Sistem Produksi PM 7.2 Skema
Produksi Peta Dasar
Peta Dasar PM 7.3 Lokasi
Berbasis Cloud Berbasis Cloud
PM 7.4 Arsitektur
Bagian 4 Pernyataan Metode 8 PM 8.1 SDM Pelaksana

Halaman | 197
SDM : PM 8.2 SDM Pemerintah
Pengembangan SDM Pengembangan
Sistem Sistem PM 8.3 SDM Pengembangan Sistem

Halaman | 198
Evaluasi pada dokumen penawaran teknis dilakukan dengan sistem gugur dengan kriteria penilaian teknis:

PM: Pernyataan Metode

Tanggapan Memenuhi/ Tidak


Spesifikasi Pekerjaan Pernyataan
Deskripsi Unit Peserta (atau Memenuhi
Metode yang
referensi
Relevan
silang)
a. Luas Wilayah Pekerjaan
Pengumpulan DG Dasar
Luas cakupan pekerjaan 88.483 1.1
Km2
(Area of Interest/AOI)
untuk pengumpulan DG
(Data Geospasial ) dasar
wilayah urban
pekerjaan (Area of Km2 934.700 1.1
Interest/AOI) untuk
pengumpulan DG (Data
Geospasial ) dasar
wilayah Hutan
pekerjaan (Area of Km2 841.772 1.1
Interest/AOI) untuk
pengumpulan DG (Data
Geospasial ) dasar
wilayah rural
Penyediaan Peta Dasar

Luas cakupan pekerjaan Km2 88.483 1.1


(Area of Interest/AOI)
untuk Penyediaan Peta

Halaman | 199
Tanggapan Memenuhi/ Tidak
Spesifikasi Pekerjaan Pernyataan
Peserta (atau Memenuhi
Deskripsi Unit Metode yang
referensi
Relevan
silang)
Dasar (Data Geospasial )
dasar wilayah urban
Km2 936.125 1.1
Luas cakupan pekerjaan
(Area of Interest/AOI)
untuk Penyediaan Peta
Dasar (Data Geospasial )
dasar wilayah hutan
Luas cakupan pekerjaan Km2 842.152 1.1
(Area of Interest/AOI)
untuk Penyediaan Peta
Dasar (Data Geospasial )
dasar wilayah rural

Total luas kegiatan KPBUMN

Pengumpulan DG Dasar Km2 1.864.955 1.1

Penyediaan Peta Dasar Km2 1.864.955 1.1

b. Kriteria Lokasi Pekerjaan

Halaman | 200
Kriteria wilayah urban Peta 2.1
AOI Urban merupakan wilayah yang mempunyai
susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial,
dan kegiatan ekonomi. Kriteria wilayah yang
dikategorikan dalam wilayah Urban adalah
sebagai berikut:

(1). Wilayah ibukota negara (seluruh wilayah


administrasi Kota di Provinsi DKI Jakarta).

(2). Seluruh wilayah ibukota provinsi di


Indonesia.

(3). Wilayah administrasi kota.

(4). Seluruh kecamatan di 12 (dua belas)


kawasan metropolitan, meliputi:

● Mebidangro: Kota Medan, Binjai, Deli


Serdang dan Karo

● Samarinda-Balikpapan-Bontang-
Tenggarong

● Palapa: Kota Padang, Padang Pariaman


dan Kota Pariaman

● Patungraya Agung: Kota Palembang,


Banyuasin, Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir

Halaman | 201
● Bodetabekpunjur: Bogor, Kota Bogor,
Kota Depok, Tangerang, Kota Tangerang,
Kota Tangerang Selatan, Bekasi, Kota Bekasi
dan Cianjur

● Cekungan Bandung: Kota Cimahi,


Bandung, Kota Bandung Bandung Barat,
Sumedang

● Kedungsepur: Kendal, Demak,


Semarang, Kota Semarang, Kota Salatiga,
Grobogan

● Gerbangkertosusila: Gresik, Bangkalan,


Mojokerto, Kota Mojokerto, Kota Surabaya,
Sidoarjo dan Lamongan

● Sarbagita: Kota Denpasar, Badung,


Gianyar dan Tabanan

● Banjarbakula: Banjar, Barito Kuala,


Tanah Laut, Kota Banjarbaru dan Kota
Banjarmasin

● Bimindo: Kota Bitung, Minahasa,


Minahasa Utara, Kota Manado, dan Kota
Tomohon

● Mamminasata: Kota Makassar, Takalar,


Gowa dan Maros.

Halaman | 202
(5). Kecamatan ibukota Kabupaten di Pulau
Jawa yang berbatasan langsung dengan 3
(tiga) kriteria sebelumnya.

(6). Kemudian dari kriteria tersebut di atas


dilakukan penyederhanaan bentuk dengan
pertimbangan efisiensi jalur terbang. Selain itu
dilakukan analisa dengan mempertimbangkan
faktor terrain dan slope/kemiringan lereng
untuk menghindari area bergunung dan faktor
tutupan lahan untuk memastikan area urban
merupakan kawasan terbangun sesuai definisi
wilayah urban.

Halaman | 203
Tanggapan Memenuhi/ Tidak
Spesifikasi Pekerjaan Pernyataan
Peserta (atau Memenuhi
Deskripsi Unit Metode yang
referensi
Relevan
silang)

Kriteria wilayah hutan Peta 2.1


AOI Menyediakan peta AOI dengan luas wilayah
pada PM 1.1 pada kriteria wilayah sebagai
berikut:

Hutan merupakan wilayah dengan kriteria


sebagai berikut:
(1). Hutan lahan kering primer.
(2). Hutan lahan kering sekunder/bekas
tebangan.
(3). Hutan mangrove primer.
(4). Hutan mangrove sekunder/bekas
tebangan.
(5). Hutan rawa primer.
(6). Hutan rawa sekunder/bekas tebangan.
(7). Hutan tanaman.
Kriteria wilayah rural Peta Menyediakan peta AOI dengan luas wilayah 2.1
AOI pada PM 1.1 pada kriteria wilayah sebagai
berikut:
Rural merupakan wilayah yang tidak termasuk
kategori wilayah urban dan wilayah hutan dari
wilayah darat Indonesia.
Waktu Pengerjaan

Waktu Pekerjaan Doku Menyediakan pernyataan kesanggupan untuk 3.1


men mengerjakan dalam jangka waktu :
Kesan

Halaman | 204
Tanggapan Memenuhi/ Tidak
Spesifikasi Pekerjaan Pernyataan
Peserta (atau Memenuhi
Deskripsi Unit Metode yang
referensi
Relevan
silang)

ggupa
n ● Tahap I (2022-2025) : pengumpulan (akuisisi)
DG dan pembuatan peta dasar untuk wilayah
urban dan wilayah rural + hutan dengan
dominansi rural;

● Tahap II (2025-2027): pengumpulan (akuisisi)


DG dan pembuatan peta dasar untuk wilayah rural
+ hutan dengan dominansi hutan.

Doku Terdapat pernyataan persetujuan atas 3.2


Rekomendasi Waktu
men rekomendasi waktu pengerjaan:
Pengerjaan Kesan ● Tahap II dilaksanakan pada tahun 2025-
ggupa
2027 dalam hal Pemerintah Pusat c.q. BIG
n
tidak dapat menyediakan pembiayaan
sebagian dari APBN untuk membiayai
penyediaan peta dasar di wilayah hutan.
● Dalam hal tersedia pembiayaan sebagian
dari APBN atau BUMN Pelaksana dapat
menyediakan pembiayaannya, maka
cakupan wilayah tahap II dapat
dilaksanakan secara bersamaan dengan
tahap I pada tahun 2022-2025.
● Penentuan cakupan wilayah rural dan hutan
pada masing-masing tahap I dan II
dilakukan dengan cara menyederhanakan
bentuk geometri wilayah untuk

Halaman | 205
Tanggapan Memenuhi/ Tidak
Spesifikasi Pekerjaan Pernyataan
Peserta (atau Memenuhi
Deskripsi Unit Metode yang
referensi
Relevan
silang)
mengoptimalkan proses akuisisi
(penyediaan) data geospasial dasar
khususnya untuk mengantisipasi optimasi
penggunaan wahana udara yang
memerlukan perencanaan jalur terbang
yang efisien dan efektif.
● Penyederhanaan bentuk geometri wilayah
dilakukan dengan generalisasi berbasis
nomor lembar peta RBI skala 1:50.000.
Setiap Nomor Lembar Peta (NLP) skala
1:50.000 diklasifikasikan menjadi cakupan
wilayah tahap I atau tahap II berdasarkan
karakteristik wilayah yang dominan pada
NLP tersebut.
● Apabila karakteristik wilayah rural yang
dominan, maka keseluruhan NLP tersebut
dimasukkan ke dalam cakupan wilayah
tahap I, dan apabila karakteristik wilayah
hutan yang dominan, maka keseluruhan
NLP tersebut dimasukkan ke dalam
cakupan wilayah tahap II. Pemilihan
wilayah dengan dominansi rural
dimasukkan ke Tahap I dan wilayah
dengan dominansi hutan dimasukkan ke
Tahap II dilakukan dengan pertimbangan:
a. wilayah dengan dominasi hutan memiliki
potensi komersialisasi yang relatif lebih
rendah sehingga penyediaan peta dasarnya

Halaman | 206
Tanggapan Memenuhi/ Tidak
Spesifikasi Pekerjaan Pernyataan
Peserta (atau Memenuhi
Deskripsi Unit Metode yang
referensi
Relevan
silang)
dapat dilakukan pada Tahap II setelah
BUMN Pelaksana menyelesaikan Tahap I
dan mulai mendapatkan pemasukan dari
komersialisasi layanan berbasis IGD.
data wilayah rural dan hutan akan diakuisisi
menggunakan teknologi yang sama sehingga
tidak perlu dilakukan pemisahan yang ketat
antara kedua wilayah ini dalam hal proses
akuisisi agar menjadi lebih efisien.

Halaman | 207
Spesifikasi Teknis Produk DG dan IG

Tanggapan Memenuhi/
Spesifikasi Pekerjaan Pernyataan
Deskripsi Unit Peserta (atau Tidak
Metode yang
referensi silang) Memenuhi
Relevan
A. Spesifikasi teknis DG Dasar
Alternatif kombinasi teknologi
Spesifikasi teknis DG Dasar Dokumen Tingkat Ketelitian: Kelas 1 4.1
Kesanggu Teknologi Terpilih:
untuk wilayah urban pan Survei Foto Udara Metrik + Lidar
Spesifikasi teknis DG Dasar Dokumen Tingkat Ketelitian: Kelas 2 atau lebih
4.1
Kesanggu baik
untuk wilayah rural pan Teknologi Terpilih:
Survei Airborne SAR + CSRT
Spesifikasi teknis DG Dasar Dokumen Tingkat Ketelitian: Kelas 3 atau lebih 4.1
Kesanggu baik
untuk wilayah Hutan pan Teknologi Terpilih:
Survei Airborne SAR + CSRT
Spesifikasi teknis DG Dasar yang dapat dihasilkan dari masing-masing teknologi pengumpulan DG Dasar

Kelas 1
Citra Tegak Resolusi Tinggi
Resolusi spasial m 0,25 4.2

Ketelitian horizontal (CE90) m 1,0 4.2


pada titik uji
Digital Surface Model

Resolusi Spasial m 0,25 4.2

Ketelitian Horizontal (CE90) m 1,0 4.2

Halaman | 208
Tanggapan Memenuhi/
Spesifikasi Pekerjaan Pernyataan
Deskripsi Unit Peserta (atau Tidak
Metode yang
referensi silang) Memenuhi
Relevan
Ketelitian Vertikal (LE90) m 0,50 4.2

Digital Terrain Model


Resolusi Spasial m 1,0 4.2

Ketelitian Horizontal (CE90) m 1,0 4.2

Ketelitian Vertikal (LE90) m 1,0 4.2

Kelas 2
Citra Tegak Resolusi Tinggi
Resolusi spasial m 0,50 4.2

Ketelitian horizontal (CE90) m 2,0 4.2


pada titik uji
Digital Surface Model
Resolusi Spasial m 0,50 4.2

Ketelitian Horizontal (CE90) m 2,0 4.2

Ketelitian Vertikal (LE90) m 0,75 4.2


Digital Terrain Model

Halaman | 209
Tanggapan Memenuhi/
Spesifikasi Pekerjaan Pernyataan
Deskripsi Unit Peserta (atau Tidak
Metode yang
referensi silang) Memenuhi
Relevan
Resolusi Spasial m 2,0 4.2

Ketelitian Horizontal (CE90) m 2,0 4.2

Ketelitian Vertikal (LE90) m 1,5 4.2

Kelas 3
Citra Tegak Resolusi Tinggi
Resolusi spasial m 0,75 4.2

Ketelitian horizontal (CE90) m 3,0 4.2


pada titik uji
Digital Surface Model
Resolusi Spasial m 0,75 4.2

Ketelitian Horizontal (CE90) m 3,0 4.2

Ketelitian Vertikal (LE90) m 1,0 4.2

Digital Terrain Model


Resolusi Spasial m 0,75 4.2

Ketelitian Horizontal (CE90) m 3,0 4.2

Halaman | 210
Tanggapan Memenuhi/
Spesifikasi Pekerjaan Pernyataan
Deskripsi Unit Peserta (atau Tidak
Metode yang
referensi silang) Memenuhi
Relevan
m 4.2
Ketelitian Vertikal (LE90) 1,0

Hal teknis yang perlu diperhatikan

Dokumen perencanaan survei Dokumen 1 4.3


pengumpulan DG Dasar Kesanggu
secara keseluruhan dan pan
umum berdasarkan
spesifikasi dan prosedur yang
dijadikan referensi

Dokumen pembagian AOI ke Dokumen 1 4.3


dalam blok-blok rencana Kesanggu
akuisisi pan

jumlah GCP menyesuaikan Dokumen 1 4.3


kebutuhan dan jumlah ICP Kesanggu
sebanyak minimal 60 titik pan
untuk setiap region pulau
besar (Sumatera, Jawa-Nusa
Tenggara, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku, Papua)

wilayah pantai, akuisisi Dokumen 1 4.3


dengan metode Airborne SAR Kesanggu
dilaksanakan pada saat pan

Halaman | 211
Tanggapan Memenuhi/
Spesifikasi Pekerjaan Pernyataan
Deskripsi Unit Peserta (atau Tidak
Metode yang
referensi silang) Memenuhi
Relevan
kedudukan muka laut surut
atau di bawah muka laut rata-
rata

B. Spesifikasi Pengolahan DG Dasar dan IGD

Pemrosesan DG dasar

Unsur Peta Dasar yang terdiri gdb/shp 1. garis pantai yang terdiri atas garis 5.1
dari: pantai pasang tertinggi dan garis
pantai muka air laut rata-rata;
2. hipsografi;
3. perairan;
4. nama rupabumi;
5. batas wilayah;
6. transportasi dan utilitas ;
7. bangunan dan fasilitas umum; dan
8. penutup lahan.

Ekstraksi Unsur rupabumi Pernyataa Menggunakan teknologi Automated 5.1


bangunan, transportasi dan n dalam Feature Extraction (AFE) berbasis
utilitas dokumen Artificial Intelligence (AI)

Ekstraksi Unsur rupabumi Pernyataa Menggunakan digitasi 2D 5.1


sebagian besar unsur n dalam
rupabumi seperti penutup dokumen
lahan, batas wilayah,
hidrografi, garis pantai

Halaman | 212
Tanggapan Memenuhi/
Spesifikasi Pekerjaan Pernyataan
Deskripsi Unit Peserta (atau Tidak
Metode yang
referensi silang) Memenuhi
Relevan
Ekstraksi Unsur rupabumi Pernyataa 1 5.1
Unsur Hipsografi n dalam
dokumen

Pembentukan topologi Pernyataa diturunkan data DEM yang bersumber 5.1


(topology building) pada n dalam dari lidar dan airborne SAR. Wilayah
setiap unsur rupabumi dokumen urban menggunakan DEM lidar
dilakukan untuk menjaga sedangkan untuk wilayah rural dan hutan
integritas data. Pembentukan menggunakan DEM airborne SAR.
topologi dilakukan dengan Selanjutnya untuk menghasilkan peta
menggunakan aturan-aturan dasar 3D, digunakan metode draping
topologi (topological rules). untuk setiap unsur peta dasar hasil
digitasi kepada data DEM sehingga setiap
unsur tersebut mempunyai nilai
ketinggian (Z value).

Penyajian peta dasar

Halaman | 213
Tanggapan Memenuhi/
Spesifikasi Pekerjaan Pernyataan
Deskripsi Unit Peserta (atau Tidak
Metode yang
referensi silang) Memenuhi
Relevan
Aplikasi Penyaji Peta Dasar Pernyataa Penyajian peta dasar salah satunya dapat 5.2
format Cetak n dalam dilakukan dalam bentuk peta cetak yang
dokumen ditangani dalam suatu sistem otomasi
kartografi. Dalam sistem otomasi
kartografi, digunakan satu template untuk
menghasilkan produk peta yang memiliki
aturan yang sama pada lokasi yang
berbeda. Aturan yang diterapkan pada
frame atau layout peta dapat
menginformasikan konten pada lokasi
yang berbeda tersebut.

Peta Dasar sebagai Web Pernyataa Ketersediaan peta dasar yang disajikan 5.2
Services n dalam dalam bentuk web services akan sangat
dokumen membantu pengguna peta dasar dalam
perolehan informasi dan kemudahan
akses peta dasar dalam berbagai skala.
Peta dasar yang disajikan dalam
Geospatial web services (GWS) mampu
meningkatkan interoperabilitas data
spasial khususnya data peta dasar skala
besar, skala menengah dan skala kecil.
Peta Dasar yang tersedia dalam bentuk
web service juga dapat dilengkapi dengan
berbagai fungsi analisis seperti routing,
proximity, dkk sehingga meningkatkan
pemanfaatan terhadap peta dasar di

Halaman | 214
Tanggapan Memenuhi/
Spesifikasi Pekerjaan Pernyataan
Deskripsi Unit Peserta (atau Tidak
Metode yang
referensi silang) Memenuhi
Relevan
berbagai sektor. Selain peta dasar,
penyediaan web service untuk Data
Geospasial Dasar seperti Foto Udara,
CSRT maupun data ORI juga dapat
meningkatkan penggunaan data spasial.

Aplikasi Peta Dasar Berbasis Pernyataa Aplikasi peta dasar berbasis smartphone 5.2
smartphone n dalam merupakan media navigasi interaktif yang
dokumen ter-install di setiap smartphone yang
beredar di indonesia. Di dalamnya
terdapat fungsi komersialisasi
(advertising), fungsi pemutakhiran data
peta dasar (crowdsourcing), serta fungsi
utama navigasi dan pencarian lokasi
berbasis peta dasar dapat dijalankan
melalui aplikasi ini.

Penyimpanan dan pengamanan DG Dasar dan IGD

Sistem penyimpanan Pernyataa dapat menyimpan Data yang berupa: 5.3


n dalam ● Raw data hasil pengumpulan DG
dokumen Dasar,
● DG Dasar,
● Peta Dasar,
● Data dan informasi terkait lainnya

Sistem penyimpanan dan Pernyataa 5.3


pengamanan DG Dasar dan n dalam
IGD merupakan bagian yang dokumen

Halaman | 215
Tanggapan Memenuhi/
Spesifikasi Pekerjaan Pernyataan
Deskripsi Unit Peserta (atau Tidak
Metode yang
referensi silang) Memenuhi
Relevan
tidak terpisahkan dari sistem
produksi peta dasar berbasis
cloud.

Ketentuan teknis Pernyataa ● Seamless, multi-purposes, multi-users 5.3


penyimpanan dan n dalam geodatabase
pengamanan DG Dasar dan dokumen ● Backup and recovery system
IGD ● Maintain historical data
● Users management
● Access security

Lokasi penyimpanan Pernyataa Pelaksana dapat menempatkan lokasi 5.3


n dalam penyimpanan sesuai dengan
dokumen kebutuhan/pertimbangan tertentu.
Namun kepatuhan akan peraturan yang
menyebutkan bahwa penyimpanan data
ada di dalam wilayah NKRI tetap harus
menjadi pegangan utama.

C. Generalisasi Peta Dasar Skala Besar Untuk Menghasilkan Peta Dasar Skala Menengah dan Skala Kecil

Alokasi waktu Pernyataa ● Wilayah pemetaan pada Tahap I (Peta 6.1


n dalam Dasar hasil KPBUMN periode 2022-
dokumen 2024 dan Peta Dasar Skala Besar yang
sudah tersedia di BIG) tersedia di akhir
tahun 2024,
● Wilayah pemetaan pada Tahap II
tersedia di akhir tahun 2027 (berikut
seamlessing dengan peta dasar di

Halaman | 216
Tanggapan Memenuhi/
Spesifikasi Pekerjaan Pernyataan
Deskripsi Unit Peserta (atau Tidak
Metode yang
referensi silang) Memenuhi
Relevan
wilayah pemetaan Tahap I yang telah
dihasilkan sebelumnya).

Generalisasi berjenjang

Skala peta dasar yang Pernyataa 1 6.2


dijadikan sumber data n dalam
generalisasi: 1:5.000 untuk dokumen
menghasilkan peta dasar
dengan skala 1:25.000

Skala peta dasar yang Pernyataa 1 6.2


dijadikan sumber data n dalam
generalisasi: 1:25.000 untuk dokumen
menghasilkan peta dasar
dengan skala 1:50.000

Skala peta dasar yang Pernyataa 1 6.2


dijadikan sumber data n dalam
generalisasi: 1:50.000 untuk dokumen
menghasilkan peta dasar
dengan skala 1:250.000

Skala peta dasar yang Pernyataa 1 6.2


dijadikan sumber data n dalam
generalisasi: 1:250.000 untuk dokumen
menghasilkan peta dasar
dengan skala 1:1.000.000

Halaman | 217
Tanggapan Memenuhi/
Spesifikasi Pekerjaan Pernyataan
Deskripsi Unit Peserta (atau Tidak
Metode yang
referensi silang) Memenuhi
Relevan
Ketelitian geometrik peta dasar skala kecil dan menengah

Peta dasar wilayah urban Pernyataa 6.3


pada ketelitian kelas 1 n dalam
dokumen

Peta dasar wilayah rural pada Pernyataa 6.3


ketelitian kelas 2 n dalam
dokumen

Peta dasar wilayah hutan pada Pernyataa 6.3


ketelitian kelas 3 n dalam
dokumen

Ketelitian atribut peta dasar

Garis pantai Pernyataa Sesuai Ketelitian Geometri Peta 6.4


n dalam
dokumen

Halaman | 218
Tanggapan Memenuhi/
Spesifikasi Pekerjaan Pernyataan
Deskripsi Unit Peserta (atau Tidak
Metode yang
referensi silang) Memenuhi
Relevan
Hipsografi Pernyataa Sesuai Ketelitian Geometri Peta 6.4
n dalam
dokumen

Perairan Pernyataa 85% 6.4


n dalam
dokumen

Nama rupabumi Pernyataa 90% 6.4


n dalam
dokumen

Batas wilayah Pernyataa 90% 6.4


n dalam
dokumen

Transportasi dan utilitas Pernyataa 90% 6.4


n dalam
dokumen

Bangunan dan fasilitas umum Pernyataa 85% 6.4


n dalam
dokumen

Penutup lahan Pernyataa 85% 6.4


n dalam
dokumen

Spesifikasi Teknis Infrastruktur Sistem Produksi Peta Dasar Berbasis Cloud

Halaman | 219
Tanggapan Peserta Memenuhi/
Spesifika Pernyataan Metode yang Relevan
Deskripsi Unit (atau referensi silang) Tidak
si
Memenuhi
Pekerj
aan
A. Infrastruktur Sistem Produksi Peta Dasar Berbasis Cloud
karakteristik
Cloud-based Pernyataa 7.1
n dalam
dokumen
Automated Process Pernyataa 7.1
n dalam
dokumen
(Artificial Intelligent, Deep Pernyataa 7.1
Learning, Big Data, etc) n dalam
dokumen

Collaborative Platform Pernyataa 7.1


n dalam
dokumen
Seamless Pernyataa 7.1
n dalam
dokumen
multi-purposes Pernyataa 7.1
n dalam
dokumen
multi-users geodatabase Pernyataa 7.1
n dalam
dokumen
Backup and recovery Pernyataa 7.1
system n dalam
dokumen
Interoperable Pernyataa 7.1
n dalam
dokumen

Halaman | 220
Tanggapan Peserta Memenuhi/
Spesifika Pernyataan Metode yang Relevan
Deskripsi Unit (atau referensi silang) Tidak
si
Memenuhi
Pekerj
aan
Continuously Data Pernyataa 7.1
Updating n dalam
dokumen
Maintain Historical Data Pernyataa 7.1
n dalam
dokumen
User Management Pernyataa 7.1
n dalam
dokumen
Access Security Pernyataa 7.1
n dalam
dokumen
Skema

Sistem produksi peta dasar Pernyataa 7.2


berbasis cloud n dalam
dokumen

Lokasi

Sesuai dengan peraturan Pernyataa 7.3


perundangan maka lokasi n dalam
fisik penyimpanan data dokumen
harus berada di wilayah
kedaulatan NKRI
Arsitektur

Halaman | 221
Tanggapan Peserta Memenuhi/
Spesifika Pernyataan Metode yang Relevan
Deskripsi Unit (atau referensi silang) Tidak
si
Memenuhi
Pekerj
aan
Menyediakan Sistem Pernyataa 7.4
n dalam
produksi peta dasar dokumen
berbasis cloud

Halaman | 222
Spesifikasi SDM Pengembangan Sistem

Tanggapan Memenuhi/ Tidak


Spesifikasi Pekerjaan Pernyataan
Deskripsi Unit Peserta (atau Memenuhi
Metode yang
referensi
Relevan
silang)

SDM Pengembangan Sistem

SDM Pelaksana
Pernyataa 8.1
SDM pelaksana n dalam Terdiri dari pelaksana kegiatan
pekerjaan dokumen KPBUMN Penyelenggaraan IGD.
Tugas dan fungsi utamanya adalah
menjalankan pekerjaan dan
menghasilkan keluaran sesuai KAK
dan spesifikasi teknis yang diberikan
oleh pemberi kerja. Karena
diperlukan jumlah SDM yang cukup
banyak dan kemungkinan besar tidak
dapat dipenuhi oleh BUMN
Pelaksana sendiri, diperkirakan
perlu dilakukan perekrutan untuk
mendapatkan SDM pelaksana
dengan jumlah yang mencukupi.
BUMN Pelaksana harus menyiapkan
pola rekrutmen dan pelatihannya
agar SDM tersebut memiliki
kompetensi yang dibutuhkan.

Pernyataa 8.1
SDM untuk pengawasan n dalam Terdiri dari konsultan perusahaan
dan kontrol kualitas dokumen yang diberikan wewenang oleh
pemilik pekerjaan untuk melakukan
pengawasan dan kontrol kualitas
keluaran yang dihasilkan oleh

Halaman | 223
Tanggapan Memenuhi/ Tidak
Spesifikasi Pekerjaan Pernyataan
Deskripsi Unit Peserta (atau Memenuhi
Metode yang
referensi
Relevan
silang)
pelaksana pekerjaan. Pada kegiatan
KPBUMN Penyelenggaraan IGD
dibutuhkan SDM dengan jumlah
yang cukup besar pada semua
jenjang/level jabatan mulai dari
jenjang operator hingga jenjang
pimpinan.

SDM untuk pengawasan dan kontrol


kualitas, dan SDM pelaksana
pekerjaan berasal dari perusahaan
yang berbeda dan ditetapkan
berdasarkan proses pengadaan yang
berbeda

SDM Pemerintah

Mengorganisir beberapa Pernyataa 8.2


n dalam memiliki tugas dan fungsi masing-
Kelompok Kerja Nasional dokumen masing.

Yang bersumber dari SDM


pemerintah terdiri dari SDM BIG dan
SDM K/L terkait yang mempunyai
tugas utama melakukan pengawasan
dan control.

Transfer teknologi dari Pernyataa Untuk memastikan adanya transfer 8.2


n dalam teknologi ini, maka akan dilakukan
penyedia teknologi dokumen pelatihan capacity building bagi SDM
kepada SDM Pemerintah terkait. BUMN Pelaksana
Pemerintah pekerjaan wajib memberikan training kepada

Halaman | 224
Tanggapan Memenuhi/ Tidak
Spesifikasi Pekerjaan Pernyataan
Deskripsi Unit Peserta (atau Memenuhi
Metode yang
referensi
Relevan
silang)
SDM Pemerintah sebagai bentuk
transfer teknologi yang digunakan
dengan menyediakan paket training
atau pelatihan atau narasumber
pelatihan.
SDM Pengembangan Sistem

untuk : 8.3
Pelatihan Manajemen ● Pengawas/ Kontrol Kualitas
Proyek ● Pelaksana
● Pemerintah

untuk : 8.3
Pelatihan Kontrol Kualitas ● Pengawas/ Kontrol Kualitas
● Pelaksana
● Pemerintah

Pelatihan Akuisisi Data untuk : 8.3


Menggunakan Foto-Udara, ● Pelaksana
Lidar, dan SAR ● Pemerintah

Pelatihan Pengolahan Data untuk : 8.3


Foto-Udara, Lidar, dan SAR ● Pelaksana
● Pemerintah

Halaman | 225
Pernyataan metode teknis pada dokumen penawaran:

PM 1.1 Luas
cakupan pekerjaan Menyediakan perhitungan luasan cakupan pekerjaan
(Area of seperti dibawah ini:
Interest/AOI)
untuk ● Luas wilayah pekerjaan:
pengumpulan DG A. Pengumpulan DG Dasar
(Data Geospasial) 1. Urban : 88.483 Km²
dasar 2. Hutan : 934.700 Km²
3. Rural : 841.772 Km²
B. Penyediaan Peta Dasar
1. Urban : 88.483 Km²
2. Hutan : 936.125 Km²
3. Rural : 842.152 Km²

● Total luas kegiatan KPBUMN


A. Pengumpulan DG Dasar : 1.864.955 Km²
B. Penyediaan Peta Dasar : 1.866.760 Km²

Perbedaan luas antara cakupan wilayah penyediaan DG dan


penyediaan peta dasar pada Tahap I adalah area sebesar 1.805 km2
yang merupakan wilayah sudah dilakukan pemotretan udara dan
lidar tetapi belum dilakukan pembuatan peta dasar. Pembuatan peta
dasar pada wilayah yang sudah tersedia DG Dasarnya dilakukan pada
tahap I percepatan penyediaan peta dasar seluruh wilayah Indonesia.

Angka-angka luas di atas tidak memasukkan luasan wilayah yang sudah


dilakukan pengumpulan atau akuisisi DG Dasarnya oleh BIG pada
tahun 2018-2020 seluas 26.351 km2. Untuk wilayah tersebut tidak
perlu dilakukan pengumpulan atau akuisisi data baru lagi dalam
kegiatan KPBUMN ini, karena usia datanya masih relatif baru
(maksimal berusia 5 tahun pada tahun 2023) sehingga masih dapat
digunakan sesuai dengan ketentuan tentang pemutakhiran peta dasar
pada PP No. 45 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Informasi
Geospasial, meskipun tetap akan dilakukan pemutakhiran pada periode
pelaksanaan pemutakhiran data.

Halaman | 226
Pernyataan Metode 2: Kriteria Lokasi Pekerjaan
PM 2.1 Kriteria wilayah
urban Menyediakan peta AOI dengan luas wilayah pada PM 1.1 pada
kriteria wilayah sebagai berikut:

Urban merupakan wilayah yang mempunyai susunan fungsi kawasan


sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Kriteria wilayah yang dikategorikan dalam wilayah Urban adalah
sebagai berikut:

1. Wilayah ibukota negara (seluruh wilayah administrasi Kota di


Provinsi DKI Jakarta).
2. Seluruh wilayah ibukota provinsi di Indonesia.
3. Wilayah administrasi kota.
4. Seluruh kecamatan di 12 (dua belas) kawasan metropolitan,
meliputi:
● Mebidangro: Kota Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo
● Samarinda-Balikpapan-Bontang-Tenggarong
● Palapa: Kota Padang, Padang Pariaman dan Kota Pariaman
● Patungraya Agung: Kota Palembang, Banyuasin, Ogan Ilir,
Ogan Komering Ilir
● Bodetabekpunjur: Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Tangerang,
Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Bekasi, Kota Bekasi
dan Cianjur
● Cekungan Bandung: Kota Cimahi, Bandung, Kota Bandung
Bandung Barat, Sumedang
● Kedungsepur: Kendal, Demak, Semarang, Kota Semarang,
Kota Salatiga, Grobogan
● Gerbangkertosusila: Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Kota
Mojokerto, Kota Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan
● Sarbagita: Kota Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan
● Banjarbakula: Banjar, Barito Kuala, Tanah Laut, Kota
Banjarbaru dan Kota Banjarmasin
● Bimindo: Kota Bitung, Minahasa, Minahasa Utara, Kota
Manado, dan Kota Tomohon
● Mamminasata: Kota Makassar, Takalar, Gowa dan Maros.
5. Kecamatan ibukota Kabupaten di Pulau Jawa yang berbatasan
langsung dengan 3 (tiga) kriteria sebelumnya.
6. Kemudian dari kriteria tersebut di atas dilakukan penyederhanaan
bentuk dengan pertimbangan efisiensi jalur terbang. Selain itu
dilakukan analisa dengan mempertimbangkan faktor terrain dan
slope/kemiringan lereng untuk menghindari area bergunung dan
faktor tutupan lahan untuk memastikan area urban merupakan
kawasan terbangun sesuai definisi wilayah urban.

Halaman | 227
PM 2.2 Kriteria wilayah
Menyediakan peta AOI dengan luas wilayah pada PM 1.1 pada
hutan
kriteria wilayah sebagai berikut:

Hutan merupakan wilayah dengan kriteria sebagai berikut:


(1). Hutan lahan kering primer.
(2). Hutan lahan kering sekunder/bekas tebangan.
(3). Hutan mangrove primer.
(4). Hutan mangrove sekunder/bekas tebangan.
(5). Hutan rawa primer.
(6). Hutan rawa sekunder/bekas tebangan.
(7). Hutan tanaman.

Menyediakan peta AOI dengan luas wilayah pada PM 1.1


PM 2.3 Kriteria wilayah
pada kriteria wilayah sebagai berikut:
hutan
Rural merupakan wilayah yang tidak termasuk kategori wilayah urban
dan wilayah hutan dari wilayah darat Indonesia.

Pernyataan Metode 3: Waktu Pengerjaan

Menyediakan pernyataan kesanggupan untuk mengerjakan dalam


PM 3.1 Waktu Pekerjaan
jangka waktu :

● Tahap I (2022-2025) : pengumpulan (akuisisi) DG dan pembuatan

peta dasar untuk wilayah urban dan wilayah rural + hutan dengan
dominansi rural;

● Tahap II (2025-2027): pengumpulan (akuisisi) DG dan pembuatan


peta dasar untuk wilayah rural + hutan dengan dominansi hutan.

Halaman | 228
Memberikan pernyataan atas kesanggupan menyediakan
PM 3.2 Rekomendasi
● Tahap II dilaksanakan pada tahun 2025-2027 dalam hal
Waktu Pengerjaan
Pemerintah Pusat c.q. BIG tidak dapat menyediakan
pembiayaan sebagian dari APBN untuk membiayai penyediaan
peta dasar di wilayah hutan.
● Dalam hal tersedia pembiayaan sebagian dari APBN atau
BUMN Pelaksana dapat menyediakan pembiayaannya, maka
cakupan wilayah tahap II dapat dilaksanakan secara bersamaan
dengan tahap I pada tahun 2022-2025.
● Penentuan cakupan wilayah rural dan hutan pada masing-
masing tahap I dan II dilakukan dengan cara menyederhanakan
bentuk geometri wilayah untuk mengoptimalkan proses akuisisi
(penyediaan) data geospasial dasar khususnya untuk
mengantisipasi optimasi penggunaan wahana udara yang
memerlukan perencanaan jalur terbang yang efisien dan efektif.
● Penyederhanaan bentuk geometri wilayah dilakukan dengan
generalisasi berbasis nomor lembar peta RBI skala 1:50.000.
Setiap Nomor Lembar Peta (NLP) skala 1:50.000
diklasifikasikan menjadi cakupan wilayah tahap I atau tahap II
berdasarkan karakteristik wilayah yang dominan pada NLP
tersebut.
● Apabila karakteristik wilayah rural yang dominan, maka
keseluruhan NLP tersebut dimasukkan ke dalam cakupan
wilayah tahap I, dan apabila karakteristik wilayah hutan yang
dominan, maka keseluruhan NLP tersebut dimasukkan ke
dalam cakupan wilayah tahap II. Pemilihan wilayah dengan
dominansi rural dimasukkan ke Tahap I dan wilayah dengan
dominansi hutan dimasukkan ke Tahap II dilakukan dengan
pertimbangan:
a. wilayah dengan dominasi hutan memiliki potensi
komersialisasi yang relatif lebih rendah sehingga
penyediaan peta dasarnya dapat dilakukan pada Tahap II
setelah BUMN Pelaksana menyelesaikan Tahap I dan
mulai mendapatkan pemasukan dari komersialisasi
layanan berbasis IGD.
b. data wilayah rural dan hutan akan diakuisisi menggunakan
teknologi yang sama sehingga tidak perlu dilakukan
pemisahan yang ketat antara kedua wilayah ini dalam hal
proses akuisisi agar menjadi lebih efisien.

Halaman | 229
Pernyataan Metode 4: Spesifikasi teknis DG Dasar

PM 4.1
Alternatif Menyediakan alat/ teknologi yang dibuktikan dengan surat dukungan yang
kombinasi dapat menyediakan DG dan IG dengan kombinasi teknologi:
teknologi
No. Kategori Tingkat Teknologi Terpilih
Wilayah Ketelitian

1 Urban Kelas 1 Survei Foto Udara Metrik +


Lidar

2 Rural Kelas 2 atau Survei Airborne SAR + CSRT


lebih baik

3 Hutan Kelas 3 atau Survei Airborne SAR + CSRT


lebih baik

Halaman | 230
PM 4.2
Spesifikasi Menyediakan alat/ teknologi yang dibuktikan dengan surat dukungan
teknis DG yang dapat menyediakan DG dan IG dengan spesifikasi:
Dasar yang
dapat Skala 1:5.000
dihasilkan Spesifikasi Teknis DG Dasar
dari masing-
masing Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3
teknologi
pengumpulan
Citra Tegak Resolusi Tinggi
DG Dasar

1 Resolusi spasial 0,25 0,50 0,75


(m)

2 Ketelitian 1,0 2,0 3,0


horizontal
(CE90) pada titik
uji (m)

Digital Surface Model

1 Resolusi Spasial 0,25 0,50 0,75


(m)

2 Ketelitian 1,0 2,0 3,0


Horizontal
(CE90) (m)

3 Ketelitian 0,50 0,75 1,0


Vertikal (LE90)
(m)

Digital Terrain Model

1 Resolusi Spasial 1,0 2,0 3,0


(m)

2 Ketelitian 1,0 2,0 3,0


Horizontal
(CE90) (m)

3 Ketelitian 1,0 1,5 2,0


Vertikal (LE90)
(m)

Keterangan:
Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3

Halaman | 231
Memberikan pernyataan atas kesanggupan menyediakan
PM 4.2 Hal
teknis yang
1. Dokumen perencanaan survei pengumpulan DG Dasar secara
perlu
keseluruhan dan umum berdasarkan spesifikasi dan prosedur
diperhatikan
yang dijadikan referensi, pada saat sebelum pekerjaan dimulai serta
dikoordinasikan ke BIG dan disepakati sebagai rencana kerja.
Perubahan terhadap rencana kerja dimungkinkan dengan terlebih
dahulu dikoordinasikan dan disepakati bersama BIG, selama
tidak mengubah spesifikasi akhir yang perlu diserahkan dan target waktu
penyelesaian, serta tidak menimbulkan biaya tambahan.
2. Dokumen pembagian AOI ke dalam blok-blok rencana akuisisi
dan yang juga akan digunakan dalam pengolahan DG Dasar. Pembagian
blok mempertimbangkan:
a. pembagian AOI penyerahan Tahap I dan Tahap II. Satu blok harus
diakuisisi lengkap dan selesai diolah pada periode semester yang
sama.
b. kategori area apakah termasuk ke dalam urban, rural atau hutan, dan
juga kelas ketelitian yang ditargetkan untuk masing-masing kategori
area.
c. luasan per blok sebaiknya tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu
kecil, sehingga jumlah data yang perlu diolah perlu diperkirakan
terhadap kemampuan hardware dan software.
d. jalur terbang efektif.
e. Pulau-pulau kecil di sekitar daratan utama dapat dijadikan satu blok.
Namun blok daratan yang besar dan terpisah secara spasial, perlu
dibedakan blok.
f. Pembagian blok disiapkan sebelum pelaksanaan pengumpulan
DG Dasar dan dikoordinasikan dengan pihak BIG untuk kemudian
disepakati bersama.Satu blok minimal memiliki 5 GCP dan 20
ICP, yang tersebar merata pada area blok untuk metode
FU-Lidar. Klausul dalam dokumen rencana teknis yang
menyebutkan bahwa untuk akuisisi data menggunakan
Airborne SAR, jumlah GCP menyesuaikan kebutuhan dan
jumlah ICP sebanyak minimal 60 titik untuk setiap region
pulau besar (Sumatera, Jawa-Nusa Tenggara, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku, Papua)
3. Klausul dalam dokumen rencana teknis yang menyebutkan
bahwa Khusus di wilayah pantai, akuisisi dengan metode
Airborne SAR dilaksanakan pada saat kedudukan muka laut
surut atau di bawah muka laut rata-rata, untuk mendapatkan data
ketinggian pada saat pasang tertinggi dan muka air laut rata-rata. Pada
beberapa wilayah, kedudukan muka laut surut dapat terjadi pada malam
hari.

Pernyataan Metode 5: Spesifikasi Pengolahan DG Dasar dan IGD

Halaman | 232
PM 5.1
Memberikan pernyataan atas kesanggupan menyediakan
Pemrosesa
n DG dasar ● Unsur peta dasar yang akan diproduksi
a. garis pantai yang terdiri atas garis pantai pasang tertinggi dan garis
pantai muka air laut rata-rata;
b. hipsografi;
c. perairan;
d. nama rupabumi;
e. batas wilayah;
f. transportasi dan utilitas ;
g. bangunan dan fasilitas umum; dan
h. penutup lahan.
● Teknologi yang digunakan minimal menggunakan:
a. Teknologi Automated Feature Extraction (AFE) berbasis Artificial
Intelligence (AI) untuk Unsur rupabumi bangunan, transportasi dan
utilitas
b. Digitasi 2D digunakan untuk menghasilkan sebagian besar unsur
rupabumi seperti penutup lahan, batas wilayah, hidrografi, garis
pantai
c. Unsur Hipsografi diturunkan data DEM yang bersumber dari lidar
dan airborne SAR. Wilayah urban menggunakan DEM lidar
sedangkan untuk wilayah rural dan hutan menggunakan DEM
airborne SAR. Selanjutnya untuk menghasilkan peta dasar 3D,
digunakan metode draping untuk setiap unsur peta dasar hasil
digitasi kepada data DEM sehingga setiap unsur tersebut
mempunyai nilai ketinggian (Z value).
d. Pembentukan topologi (topology building) pada setiap unsur
rupabumi dilakukan untuk menjaga integritas data. Pembentukan
topologi dilakukan dengan menggunakan aturan-aturan topologi
(topological rules). Pengisian atribut unsur rupabumi bersumber
dari hasil inventarisasi data dan penelaahan nama rupabumi. Peta
Dasar yang telah selesai dibuat akan dilengkapi dengan metadata.

Halaman | 233
PM 5.2
Memberikan pernyataan atas kesanggupan menyediakan
Penyajian
peta dasar ● Aplikasi Penyaji Peta Dasar format Cetak

Penyajian peta dasar salah satunya dapat dilakukan dalam bentuk peta
cetak yang ditangani dalam suatu sistem otomasi kartografi. Dalam
sistem otomasi kartografi, digunakan satu template untuk menghasilkan
produk peta yang memiliki aturan yang sama pada lokasi yang berbeda.
Aturan yang diterapkan pada frame atau layout peta dapat
menginformasikan konten pada lokasi yang berbeda tersebut.

Kartografi peta dasar yang dikelola dengan sistem otomasi kartografi yang
bisa diakses dalam web akan memudahkan penyajian peta dasar tidak
terbatas pada nomor lembar peta (NLP) tetapi sesuai cakupan yang
diinginkan pengguna berbanding lurus dengan ukuran kertas cetak dan
skala yang dihasilkan. Ini akan membantu memenuhi kebutuhan
pengguna akan peta dasar dan mendukung program percepatan
penyediaan peta dasar skala besar, skala menengah dan skala kecil.

● Peta Dasar sebagai Web Services

Ketersediaan peta dasar yang disajikan dalam bentuk web services akan
sangat membantu pengguna peta dasar dalam perolehan informasi dan
kemudahan akses peta dasar dalam berbagai skala. Peta dasar yang
disajikan dalam Geospatial web services (GWS) mampu meningkatkan
interoperabilitas data spasial khususnya data peta dasar skala besar, skala
menengah dan skala kecil. Peta Dasar yang tersedia dalam bentuk web
service juga dapat dilengkapi dengan berbagai fungsi analisis seperti
routing, proximity, dkk sehingga meningkatkan pemanfaatan terhadap
peta dasar di berbagai sektor. Selain peta dasar, penyediaan web service
untuk Data Geospasial Dasar seperti Foto Udara, CSRT maupun data ORI
juga dapat meningkatkan penggunaan data spasial.

● Aplikasi Peta Dasar Berbasis smartphone

Aplikasi peta dasar berbasis smartphone merupakan media navigasi


interaktif yang ter-install di setiap smartphone yang beredar di indonesia.
Di dalamnya terdapat fungsi komersialisasi (advertising), fungsi
pemutakhiran data peta dasar (crowdsourcing), serta fungsi utama
navigasi dan pencarian lokasi berbasis peta dasar dapat dijalankan
melalui aplikasi ini.

Halaman | 234
PM 5.4
Memberikan pernyataan atas kesanggupan menyediakan
Penyimpan
an dan Penyimpanan dan pengamanan DG Dasar dan IGD merupakan cara
pengaman menempatkan DG Dasar dan IGD pada tempat yang aman, tidak rusak atau
an DG hilang untuk menjamin ketersediaan IGD.
Dasar dan
IGD A. Data yang disimpan
● Raw data hasil pengumpulan DG Dasar,
● DG Dasar,
● Peta Dasar,
● Data dan informasi terkait lainnya.
B. Sistem penyimpanan dan pengamanan DG Dasar dan IGD merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari sistem produksi peta dasar berbasis
cloud.
C. Ketentuan teknis penyimpanan dan pengamanan DG Dasar dan IGD:
● Seamless, multi-purposes, multi-users geodatabase
● Backup and recovery system
● Maintain historical data
● Users management
● Access security
D. Lokasi penyimpanan
Pelaksana dapat menempatkan lokasi penyimpanan sesuai dengan
kebutuhan/pertimbangan tertentu. Namun kepatuhan akan peraturan
yang menyebutkan bahwa penyimpanan data ada di dalam wilayah NKRI
tetap harus menjadi pegangan utama.

Pernyataan Metode 6: Generalisasi Peta Dasar Skala Besar Untuk Menghasilkan Peta Dasar Skala
Menengah dan Skala Kecil

PM 6.2
Memberikan pernyataan atas kesanggupan menyediakan
Alokasi
waktu
● Wilayah pemetaan pada Tahap I (Peta Dasar hasil KPBUMN
periode 2022-2024 dan Peta Dasar Skala Besar yang sudah tersedia di
BIG) tersedia di akhir tahun 2024,

● Wilayah pemetaan pada Tahap II tersedia di akhir tahun 2027


(berikut seamlessing dengan peta dasar di wilayah pemetaan Tahap I
yang telah dihasilkan sebelumnya).

Halaman | 235
PM 6.2
Memberikan pernyataan atas kesanggupan menyediakan peta dasar hasil
Generalisasi generalisasi dari :
berjenjang

Skala yang Skala peta dasar


dihasilkan yang dijadikan sumber data
generalisasi

1:25.000 1:5.000

1:50.000 1:25.000

1:250.000 1:50.000

1:1.000.000 1:250.000

Memberikan pernyataan atas kesanggupan menyediakan peta dasar hasil


PM 6.3
generalisasi dengan ketelitian geometrik:
Ketelitian
geometrik N Skala Interval Ketelitian Peta RBI
peta dasar o Kontur (m)
skala kecil
Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3
dan
menengah
Hz CE Hz CE Hz CE Hz CE Hz CE Hz CE
90 (m) 90 (m) 90 (m) 90 (m) 90 (m) 90 (m)

1 1:1.000. 400 3 200 600 300 900 400


000 0
0

2 1:250.0 100 7 50 150 75 225 100


00 5

3 1:50.00 20 1 10 30 15 45 20
0 5

4 1:25.00 10 7 5 15 7,5 22,5 10


0 ,
5

● Hasil ketelitian peta dasar yang diharapkan adalah seperti kelas


ketelitian peta dasar skala 1:5.000 yaitu:

a). wilayah urban pada ketelitian kelas 1

b). wilayah rural pada ketelitian kelas 2

Halaman | 236
c).wilayah hutan pada ketelitian kelas 3

Memberikan pernyataan atas kesanggupan menyediakan peta dasar hasil


PM 6.4
generalisasi dengan ketelitian atribut:
Ketelitian
atribut peta Uji Ketelitian Atribut Ketelitian
dasar
a. Garis pantai Sesuai Ketelitian Geometri Peta

b. Hipsografi Sesuai Ketelitian Geometri Peta

c. Perairan 85%

d. Nama rupabumi 90%

e. Batas wilayah 90%

f. Transportasi dan 90%


utilitas

g. Bangunan dan 85%


fasilitas umum

h. Penutup lahan 85%

Halaman | 237
Pernyataan Metode 7: Infrastruktur Sistem Produksi Peta Dasar Berbasis Cloud

PM 7.1 Memberikan pernyataan atas kesanggupan menyediakan Sistem produksi peta


karakteristik dasar berbasis cloud dengan karakteristik sebagai berikut:

● Cloud-based

● Automated Process (Artificial Intelligent, Deep Learning, Big Data,


etc)
● Collaborative Platform

● Seamless, multi-purposes, multi-users geodatabase

● Backup and recovery system

● Interoperable

● Continuously Data Updating

● Maintain Historical Data

● User Management

● Access Security

Halaman | 238
Memberikan pernyataan atas kesanggupan menyediakan Sistem produksi
PM 7.2
peta dasar berbasis cloud dengan skema sebagai berikut:
Skema

Memberikan pernyataan atas kesanggupan menyediakan Sistem produksi


PM 7.3
peta dasar berbasis cloud dengan ketentuan:
Lokasi
● Sesuai dengan peraturan perundangan maka lokasi fisik
penyimpanan data harus berada di wilayah kedaulatan NKRI

Halaman | 239
Memberikan pernyataan atas kesanggupan menyediakan Sistem produksi
PM 7.4
peta dasar berbasis cloud dengan arsitektur sebagai berikut:
Arsitektur

Dari desain sistem arsitektur dijelaskan penjelasan secara garis besarnya


sebagai berikut:

● Pemrosesan raw data akuisisi dilakukan dengan menyesuaikan kebutuhan


pengolahan untuk teknologi akuisisi yang akan digunakan.
● Data dasar yang dihasilkan dari kegiatan akuisisi data disimpan dalam
storage untuk data dasar. Server storage tersebut dapat diakses oleh
workstation-workstation yang akan digunakan dalam pemrosesan
otomatis, maupun tahapan yang membutuhkan pemrosesan manual.
Kegiatan pemetaan untuk menghasilkan informasi geospasial seamless,
juga mengakses ke server storage tersebut. Di dalamnya juga diterapkan
workflow manager yang dimanfaatkan untuk mengelola kegiatan QA/QC
dan pemantauan progress.
● Informasi geospasial seamless hasil kegiatan pemetaan tersimpan di
production enterprise geodatabase, yang menjadi basis data utama dalam
program percepatan.

● Dalam publikasi informasi geospasial dilakukan juga pengaturan


environment yang akan melakukan replikasi pada database production.

Pernyataan Metode 8: SDM Pengembangan Sistem

Halaman | 240
PM 8.1 SDM
Memberikan pernyataan atas kesanggupan menyediakan SDM:
Pelaksana

● SDM pelaksana pekerjaan

Terdiri dari pelaksana kegiatan KPBUMN Penyelenggaraan IGD. Tugas dan


fungsi utamanya adalah menjalankan pekerjaan dan menghasilkan keluaran
sesuai KAK dan spesifikasi teknis yang diberikan oleh pemberi kerja. Karena
diperlukan jumlah SDM yang cukup banyak dan kemungkinan besar tidak
dapat dipenuhi oleh BUMN Pelaksana sendiri, diperkirakan perlu dilakukan
perekrutan untuk mendapatkan SDM pelaksana dengan jumlah yang
mencukupi. BUMN Pelaksana harus menyiapkan pola rekrutmen dan
pelatihannya agar SDM tersebut memiliki kompetensi yang dibutuhkan.

● SDM untuk pengawasan dan kontrol kualitas

Terdiri dari konsultan perusahaan yang diberikan wewenang oleh pemilik


pekerjaan untuk melakukan pengawasan dan kontrol kualitas keluaran yang
dihasilkan oleh pelaksana pekerjaan. Pada kegiatan KPBUMN
Penyelenggaraan IGD dibutuhkan SDM dengan jumlah yang cukup besar
pada semua jenjang/level jabatan mulai dari jenjang operator hingga jenjang
pimpinan.

SDM untuk pengawasan dan kontrol kualitas, dan SDM pelaksana pekerjaan
berasal dari perusahaan yang berbeda dan ditetapkan berdasarkan proses
pengadaan yang berbeda

PM 8.2 SDM
Memberikan pernyataan atas kesanggupan menyediakan skema
Pemerintah
kerjasama SDM:

● Mengorganisir beberapa Kelompok Kerja Nasional yang


memiliki tugas dan fungsi masing-masing. Yang bersumber dari SDM
pemerintah terdiri dari SDM BIG dan SDM K/L terkait yang mempunyai
tugas utama melakukan pengawasan dan control.

● Memastikan adanya transfer teknologi dari penyedia


teknologi kepada SDM Pemerintah pekerjaan, sehingga pekerjaan
tersebut dapat menjadi kegiatan yang berkelanjutan terutama dalam
proses pemutakhiran DGD dan IGD. Untuk memastikan adanya transfer
teknologi ini, maka akan dilakukan pelatihan capacity building bagi SDM
Pemerintah terkait. BUMN Pelaksana wajib memberikan training kepada
SDM Pemerintah sebagai bentuk transfer teknologi yang digunakan
dengan menyediakan paket training atau pelatihan atau narasumber
pelatihan.

Halaman | 241
Memberikan pernyataan atas kesanggupan untuk menyediakan SDM
PM 8.3 SDM
pengembangan sistem berupa pelatihan/pembekalan keahlian:
Pengembang
an Sistem Jenis Pelatihan SDM

Pengawas Pelaksan Pemerinta Pengembanga


/ Kontrol a h n Sistem
Kualitas

Pelatihan ∨ ∨ ∨
Manajemen
Proyek

Pelatihan ∨ ∨ ∨
Kontrol
Kualitas

Pelatihan ∨ ∨
Akuisisi Data
Menggunakan
Foto-Udara,
Lidar, dan SAR

Pelatihan ∨ ∨
Pengolahan
Data Foto-
Udara, Lidar,
dan SAR

Pelatihan ∨ ∨
Pengolahan DG
Dasar menjadi
Peta Dasar
dengan Metode
AFE

Pelatihan ∨ ∨ ∨
Pengelolaan
Manajemen
Basis Data
serta Data
Security

Pelatihan ∨ ∨ ∨
Mekanisme
Pemutakhiran

Halaman | 242
5). Dokumen Penawaran Finansial
Formulir Keuangan pada Dokumen Penawaran Finansial:
A. Instruksi Penyusunan Formulir 1
Peserta harus menyediakan informasi-informasi berikut dalam Formulir
1 (disediakan pada Bagian 6.III.D sebagai bagian dari Dokumen
Penawaran Finansial mereka. Untuk keperluan evaluasi penawaran,
beberapa asumsi akan dibuat oleh Panitia Pemilihan, termasuk
didalamnya, penyediaan data geospasial dasar untuk wilayah hutan, rural
dan urban, penyediaan peta dasar 3D, penyediaan infrastruktur sistem
penyimpanan pengelolaan dan pemutakhiran, tingkat inflasi, dan lainnya
sebagaimana tercantum dalam bagian ini. Perlu diketahui, asumsi dan
penjelasan tersebut hanya semata-mata ditujukan untuk keperluan
evaluasi penawaran dan tidak dengan seksama sama persis dengan
Mekanisme Pembayaran yang sebenarnya, sebagaimana diuraikan dalam
rancangan Perjanjian KPBUMN.

1. Kapasitas yang diusulkan


Setiap Peserta harus mencantumkan usulan kapasitas yang akan
disediakan pada titik penyerahan dalam Dokumen Pernyataan Metode
mereka yang merupakan bagian dari Dokumen Penawaran teknis.
Kapasitas yang diusulkan tersebut harus sesuai dengan seluruh
Persyaratan Minimum dan kapasitas pengolahan fasilitas yang
disyaratkan. kapasitas pengolahan fasilitas yang disyaratkan
ditentukan Penanggung Jawab KPBUMN, yaitu sebesar *.tabel
kapasitas rujukan dalam KAK

2. Komponen Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar


Setiap Peserta harus mencantumkan nilai Penyelenggaraan Informasi
Geospasial Dasar tahunan untuk masing- masing dan setiap tahun
Perjanjian, sebagaimana dicantumkan dalam Formulir 1.
Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar dinyatakan dalam
Rp/Km2 dari Kapasitas yang Dapat Diandalkan. Nilai dari
Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar yang dicantumkan dalam
penawaran harga BUMN Pelaksana akan dimasukan ke dalam
Lampiran 18 dari Perjanjian KPBUMN. Penyelenggaraan Informasi
Geospasial Dasar yang ditawarkan Peserta harus cukup untuk
membayar bunga dan pokok pinjaman, juga pengembalian investasi
dan keuntungan bagi ekuitas. Komponen Kapasitas Tetap adalah
mekanisme utama bagi BUMN untuk menghasilkan pengembalian
investasinya. Komponen lain ditujukan untuk mengembalikan biaya
BUMN dan marjin yang diperlukan sebagai kompensasi risiko

Halaman | 243
sehubungan dengan komponen-komponen tersebut. Peserta harus
dengan jelas mencantumkan dalam Buku Panduan Model
Keuangannya, setiap marjin dan bagaimana perhitungan setiap marjin
tersebut.

Kertas Kerja Harga merincikan metodologi untuk menghitung


Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar. Kertas Kerja Harga
tersebut harus disertakan sebagai bagian dari model keuangan Peserta,
dengan parameter Kertas Kerja Harga disambungkan dengan asumsi-
asumsi yang digunakan untuk menghitung pendapatan BUMN dalam
model keuangan tersebut. Format Kertas Kerja Harga disertakan dalam
RfP ini dan disediakan untuk setiap peserta melalui [masukan cara
penyampaian; sebagai contoh melalui Ruang Data dan Informasi, melalui
USB, atau akan dikirim melalui surat elektronik].

Halaman | 244
B. Formulir Keuangan

Formulir 1 Rencana Pendanaan


Sumber Pendanaan
Item/Sumber Subtotal (Rp) Total (Rp)
Total Biaya Pekerjaan [●]
Kontribusi Ekuitas (termasuk dukungan dari sponsor)
1 [Nama Peserta atau Anggota [●]
Konsorsium/% kepemilikan
saham]
2 [Nama Peserta atau Anggota [●]
Konsorsium/% kepemilikan
saham]
3 [Nama Peserta atau Anggota [●]
Konsorsium/% kepemilikan
saham]
4 [Nama Pemberi Dukungan [●]
(Sponsor)/Bentuk dukungan]
5 Total Kontribusi Ekuitas [1+2+3+4+5]
6 Pendanaan dari Pinjaman
7 [Pendanaan dari Pinjaman 1] [●]
8 [Pendanaan dari Pinjaman 2] [●]
9 Total Pendanaan dari Pinjaman [7+8]
Total Pendanaan yang disediakan [5+9]

Formulir 2 Perkiraan Biaya Modal (Nominal)

Tanggal Penetapan Harga (Pricing Date) [Masukkan Tanggal]


[1] [2] [1x2]
Rencana Belanja Modal Satuan Jumlah unit Total Biaya Modal
Harga

[isi dengan komponen belanja modal [satuan]


yang direncanakan]
[Tambahkan baris bila dibutuhkan]
Total
Asumsi/batasan/catatan penjelasan peserta: [masukan catatan penjelasan, jika ada]

Halaman | 245
Formulir 3 Perkiraan Biaya Pemeliharaan (Nominal)

Tanggal Mulai Periode [Proyeks Tanggal Mulai]


Tanggal Akhir Periode [Proyeksi Tanggal Akhir]
Tahun Operasi [Tahun Proyeksi]
Status [Konstruksi/Operasi]
Jumlah Biaya selama Jumlah Biaya selama periode
Rencana Biaya pemeliharaan Pekerjaan
satu tahun
[masukan komponen biaya 0
pemeliharaan] 0
[Tambahkan baris bila dibutuhkan]
Total Biaya Pemeliharaan 0 0
Asumsi/batasan/catatan penjelasan peserta: [masukan catatan penjelasan, jika ada]

Formulir 4 Perkiraan Biaya Operasi (Nominal)


Tanggal Mulai Periode [Proyeksi Tanggal Mulai]
Tanggal Akhir Periode [Proyeksi Tanggal Akhir]
Tahun Operasi [Tahun Proyeksi]
Status [Konstruksi / Operasi]
Jumlah Biaya selama Jumlah Biaya selama periode
Biaya Operasi Pekerjaan
satu tahun
[Cantumkan semua biaya operasional
0 0
terkait]
[Tambahkan baris bila dibutuhkan]
Total Biaya Operasi 0 0

Jumlah Biaya selama Jumlah Biaya selama periode


Biaya Overhead Pekerjaan
satu tahun
[Cantumkan semua biaya overhead
0 0
terkait]
[Tambahkan baris bila dibutuhkan]
Total Biaya Overhead 0 0
0
Total Biaya Operasi dan Overhead 0 0
Asumsi/batasan/catatan penjelasan peserta: [masukan catatan penjelasan, jika ada]

Halaman | 246
Formulir 5 Analisis Penggunaan Sumber Daya Manusia (Staffing)
Tanggal Mulai Periode [Proyeksi Tanggal Mulai]
Tanggal Akhir Periode [Proyeksi Tanggal Akhir]
Tahun Operasi [Tahun Proyeksi]
Status [Konstruksi/Operasi]
Golongan staf Jumlah staff Total biaya per tahun
[Cantumkan golongan staff yang dibutuhkan]
0 0

[Tambahkan baris bila dibutuhkan


Total biaya (termasuk Asuransi Karyawan
0 0
dan kontribusi pensiun)
Tingkat Kontribusi Pensiun 0%
Asumsi/batasan/catatan penjelasan peserta: [masukan catatan penjelasan, jika ada]

Halaman | 247
C. Model Keuangan

1. Persyaratan Model Keuangan

Model Keuangan harus disusun dengan menggunakan aturan-aturan


umum berikut ini:
[sesuaikan dengan kebutuhan Pekerjaan]:
a) Dalam format Microsoft Excel 2003 atau versi yang lebih baru;
b) Asumsi keuangan yang wajib digunakan tercantum di Bagian
kriteria evaluasi finansial;
c) Para Peserta harus mengasumsikan bahwa indeksasi dilakukan
sesuai dengan anggaran tahunan Penanggung Jawab KPBUMN
yang berakhir 31 Desember setiap tahun, oleh karena itu tanggal
pemenuhan pembiayaan akan diasumsikan pada [masukkan
tanggal];
d) Proyeksi keuangan harus disusun sesuai dengan Standar
Akuntansi yang Diterima secara Umum di Indonesia;
e) Arus kas untuk Model Keuangan harus dilakukan setiap tahun
untuk tahun yang berakhir 31 Desember;
f) Tanggal yang digunakan untuk eskalasi harga adalah [Masukkan
tanggal] dan indeksasi CPI akan dimulai pada tanggal tersebut;
g) Semua arus kas harus diasumsikan muncul pada akhir setiap
periode untuk tujuan perhitungan NPV;
h) Asumsi tanggal berakhirnya Perjanjian KPBUMN adalah [masukan
tanggal], dengan periode operasi selama [masukan periode] tahun.

2. Struktur Model Keuangan


Struktur umum Model Keuangan harus termasuk:
[sesuaikan dengan kebutuhan Pekerjaan]:
a) Model Keuangan harus menyajikan data secara
[bulanan/kuartal/tahunan] selama Periode Konstruksi, dan
[bulanan/kuartal/tahunan] setelahnya;
b) Metode untuk menghitung imbal balik BUMN;
c) Perincian asumsi masukan, termasuk:
● Asumsi inflasi;
● Asumsi makroekonomi;
● Asumsi suku bunga dan jangka waktu pinjaman;
● Rencana kapitalisasi ekuitas;
● Rencana investasi belanja modal;
● Modal kerja, biaya operasional dan pemeliharaan;
● Biaya modal, termasuk perincian biaya utang dan biaya ekuitas.

Halaman | 248
d) Semua pendapatan dan biaya yang ditunjukkan secara nominal
dan mengaplikasikan asumsi inflasi yang disediakan pada kriteria
evaluasi finansial;
e) Laporan keuangan tahunan dalam bentuk proyeksi arus kas,
laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi;
f) Rasio keluaran utama, termasuk imbal hasil investasi/analisis
arus kas terdiskonto, yang menunjukkan tingkat pengembalian
investasi yang diharapkan BUMN;
g) NPV Pekerjaan, didiskonto menggunakan biaya modal indikatif
BUMN;
h) Proyeksi pembayaran bunga dan pinjaman Pekerjaan;
i) Rasio keuangan, termasuk Debt Service Coverage Ratio (“DSCR”),
Loan Life Coverate Ratio (“LLCR”), dan rasio profitabilitas, termasuk
marjin laba bersih, return on equity dan return on asset;
j) Perincian semua asumsi dan perlakuan perpajakan, dan
kemampuan untuk menyertakan atau tidak menyertakan setiap
atau semua asumsi atau perlakuan tersebut ke dalam model;
k) Asumsi denda dan pemotongan pembayaran berdasarkan
Mekanisme Pembayaran; dan
l) Formulir keuangan, dengan sel yang dibutuhkan terhubung
dengan Keluaran Model Keuangan terkait.

3. Analisis Sensitivitas dan Skenario


Model Keuangan harus mampu menganalisis sensitivitas yang
menunjukkan konsekuensi dari perubahan terhadap masukan utama
Pekerjaan dan IRR Ekuitas dan pemenuhan ketentuan pinjaman.
Asumsi-asumsi yang harus mampu dianalisis oleh model termasuk:
a) perubahan pada suku bunga;
b) perubahan pada permintaan;
c) perubahan pada tingkat inflasi;
d) perubahan pada kurs;
e) perubahan pada asumsi tanggal utama;
f) perubahan pada Belanja Modal;
g) perubahan biaya operasional dan pemeliharaan;
h) [harap masukkan masukan lain yang memerlukan sensitivitas].

Model Keuangan harus mampu untuk memberikan analisis skenario


berikut ini dan menghitung untuk masing-masing skenario:
a) Dampak pada IRR Ekuitas dan/atau Penyelenggaraan Informasi
Geospasial Dasar;
b) Dampak pada DSCR, LLCR, dan Project Life Coverage Ratio (“PLCR”);

Halaman | 249
c) [Harap tentukan skenario di mana Panitia Pemilihan akan perlu
untuk melihat dampak terhadap Pekerjaan].

4. Buku Panduan Model Keuangan


Panduan Model Keuangan harus berisikan setidaknya:
[sesuaikan dengan kebutuhan Pekerjaan:]
a) Perincian mekanisme dalam Model Keuangan dan penjelasan
tentang bagaimana fungsi-fungsi utama dalam Model Keuangan
dilaksanakan. Hal ini harus termasuk instruksi untuk
mengoptimalkan model dan parameter optimalisasi (mis. target
nominal IRR ekuitas atau IRR Pekerjaan);
b) Pernyataan Kebijakan Akuntansi umum yang telah diterapkan
pada Model Keuangan dan kepatuhan mereka dengan praktik yang
diterima secara umum;
c) Pernyataan terperinci tentang asumsi yang digunakan terkait
dengan pajak;
d) Rincian asumsi pendapatan dan biaya, termasuk konfirmasi dan
referensi silang untuk menunjukan bahwa pemenuhan Persyaratan
Teknis dalam Dokumen Penawaran Teknis Peserta telah
diperhitungkan dampak finansialnya dalam model keuangan;
e) Detail seluruh asumsi masukan dan konfirmasi penggunaan
asumsi masukan yang wajib digunakan; dan
f) Perincian semua makro yang terdapat dalam model.

A. Surat Dukungan Pemberi Pinjaman

Halaman | 250
No: [.......] [Kota], [Tanggal]

Perihal: Surat Dukungan Pemberi Pinjaman

Dengan Hormat,

[Nama Pemberi Pinjaman / Nama Pemimpin Pemberi Pinjaman Sindikasi] (“Pemberi Pinjaman”)
dengan ini menyampaikan surat untuk mendukung tanggapan [masukkan nama Peserta] atas
Dokumen Permintaan Proposal (Request for Proposal) Badan Usaha Pelaksana untuk [masukkan
nama Pekerjaan] Pekerjaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha yang dikeluarkan oleh
[masukkan nama Penanggung Jawab KPBUMN].

Untuk mendukung pengajuan [masukkan nama Peserta], kami menyatakan bahwa:

(i) [Nama Pemberi Pinjaman] telah meninjau dan menerima ketentuan-ketentuan dalam
Dokumen Permintaan Proposal dan rancangan Perjanjian KPBUMN, termasuk
Mekanisme Pembayaran;
(ii) [Nama Pemberi Pinjaman] telah melakukan kajian dan menyetujui alokasi risiko
Pekerjaan ini;
(iii) [Nama Pemberi Pinjaman] telah melakukan kajian atas model keuangan dan
mengkonfirmasi bahwa Model Keuangan tersebut dibuat dengan benar dan secara
akurat mencerminkan syarat dan ketentuan pembiayaan yang disepakati;
(iv) [Nama Pemberi Pinjaman] memberikan dukungan terhadap Dokumen Penawaran
Teknis Peserta dan telah melakukan uji tuntas yang memadai atas Dokumen
Penawaran dan dokumentasi kontraktual yang relevan, untuk menjadi dasar
persetujuan kami atas persyaratan komersial yang dituangkan dalam rancangan
Perjanjian KPBUMN1 dan,
(v) [Nama Pemberi Pinjaman] dengan ini menjelaskan bahwa [masukkan tingkat
persetujuan yang diperoleh mengenai status persetujuan atas pembiayaan tersebut].

Hormat kami,
Atas nama [Masukkan nama Pemberi
Pinjaman]

[Nama]
[Jabatan]

1 Penanggung Jawab KPBUMN untuk mempertimbangkan apakah perlu meninjau Peminjam dalam hal Model Finansial,
Proposal Teknis, dll. pada Penyerahan Penawaran. Praktik pasar saat ini di Indonesia pada umumnya Pemberi Pinjaman
tidak bersedia untuk memberi komitmen sumber daya untuk tinjauan tersebut ketika masih ada ketidakpastian bahwa

Halaman | 251
Peserta yang bersangkutan akan memenangkan Proyek. Namun, ada manfaat untuk Penanggung Jawab KPBUMN dalam
memiliki tinjauan Peminjam dalam Proposal Penyerahan Peserta karena paket pembiayaan lebih pasti dan realistis.

Halaman | 252
B. Rekam Jejak Pemberi Pinjaman

Nama Pemberi Pinjaman: : [●]


Alamat : [●]
Pengalaman memberi pendanaan pada Pekerjaan
Pekerjaan 1 [Mohon perbanyak bagian ini apabila memiliki pengalaman di lebih
dari satu
Pekerjaan yang sama]
Nama Pekerjaan : [●]
Lokasi : [●]
Pemilik Pekerjaan : [●]
Tanggal pemenuhan : [●]
pembiayaan
Jumlah Pinjaman : [●]
([IDR/USD])
[Penanggung
Jawab KPBUMN
Dapat menentukan
Jumlah minimum
pinjaman yang
diberikan sesuai
dengan perkiraan
jumlah pinjaman
yang
Dibutuhkan untuk
Pekerjaan ini]
Referensi untuk memverifikasi informasi tersebut
Nama : [●]
Alamat : [●]
Nomor Telepon : [●]
Nomor Fax : [●]
Alamat surel : [●]
Posisi : [●]
Nama : [●]
Perusahaan/Institu
si
Hubungan : [●]
kerjas
ama antara
pemberi pinjaman
dengan Peserta

Halaman | 253
C. Surat Penawaran Finansial
[Kop Surat]

No: [●] [tempat], [tanggal]

Lampiran:

Yang terhormat,
Panitia Pemilihan BUMN Pelaksana
KPBUMN Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar
Kepala Badan Informasi Geospasial
Jalan Raya Bogor Km.46, Cibinong

Dokumen Penawaran Finansial ini dimasukkan atas nama [masukan nama peserta]
(“Peserta”) sehubungan dengan Dokumen Permintaan Proposal (Request for Proposal/RfP)
tertanggal [masukkan tanggal Dokumen Permintaan Proposal], yang diterbitkan oleh Panitia
Pemilihan Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar.
Surat ini menyertai Dokumen Penawaran Finansial dan merupakan penawaran finansial
kepada Panitia Pemilihan untuk Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar sesuai dengan
Mekanisme Pembayaran yang dijabarkan dalam Dokumen Permintaan Proposal. Surat ini
berlaku mengikuti masa berlaku dari [Surat Penawaran].

Penawaran kami untuk Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasaradalah sebagai berikut:

[Panitia Pemilihan dapat menyesuaikan tabel ini sesuai dengan persyaratan Pekerjaan]
T
Target o
Harga
No Komponen Kegiatan Unit t
Satuan
a
2022 2023 2024 2025 2026 2027 l
Penyediaan Peta Dasar (2022-
1
2027)
Akuisisi data seluruh wilayah
Indonesia (urban, rural, dan (km2)
hutan)
Produksi peta dasar 3D skala
besar, skala menengah dan skala
(km2)
kecil seluruh wilayah Indonesia
(urban, rural, dan hutan)
Pembangunan Sistem Produksi
Peta Dasar Berbasis Cloud

Kontrol Kualitas

Pemutakhiran dan Pemanfaatan


2
IGD (per tahun, mulai 2024)

Pemutakhiran peta dasar

Operasional penyediaan layanan


peta dasar (Basemap Services)

Operasional layanan analisis


geospatial (geospatial analytical
services)

Operasional dan pemeliharaan

Halaman | 254
sistem produksi peta dasar
berbasis cloud

TOTAL

Kami setuju dan tidak akan mengundurkan diri apabila ditetapkan sebagai BUMN Pelaksana
Pemilihan BUMN Pelaksana, kami akan melaksanakan rencana investasi dan operasional
untuk Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar, sesuai dengan prosedur dan metodologi
yang ditawarkan dalam Dokumen Penawaran kami dan dalam periode paling lama, kami
menandatangani Perjanjian KPBUMN dan mencapai pemenuhan pembiayaan dalam
[masukan jangka waktu untuk mencapai pemenuhan pembiayaan, paling lama dalam satu
tahun] dari tanggal penandatanganan Perjanjian KPBUMN.

Hormat Kami,
Untuk dan atas
nama
[Cantumkan nama
Peserta]
tanda tangan
dan cap
perusahaan

[Cantumkan nama
Perwakilan] [Cantumkan
jaba
tan
Perwakilan]

Halaman | 255

Anda mungkin juga menyukai