Anda di halaman 1dari 2

Indonesia negara agraris namun masih impor bahan pangan

Terlepas dari transfromasi struktur ekonomi yang semakin mengantarkan Indonesia menuju negera industri , nampaknya tidak salah kalau kita masih menganggap Indonesia sebagai negara agraris. Setidaknya, ada dau alasan menagapa negeri masih dianggap sebagai negara agraris, pertama: sektor pertanian masih menjadi salah satu leading sector dalam ekonomi Indonesia, hal ini ditunjukkan oleh pangsanya yang masih cukup tinggi terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB). Pada triwulan II 2011, pangsa sektor pertanian terhadap PDB sebesar 15,4 persen, nomor dua setelah sektor industri pengolahan yang mencapai 24,3 persen. Alasan kedua: sebagian besar, yakni sekitar 42,47 persen penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja menggantungkan hidupnya (bekerja) di sektor pertanian. Ironisnya, sebagai negara agraris Indonesia ternyata belum memiliki kemandirian dan kedaulatan dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan bagi rakyatnya. Hal ini ditunjukkan oleh nilai impor komoditi pangan Indonesia yang masih cukup tinggi, yakni sekitar 7 persen dari total impor Indonesia. Bahkan Sebelum membahas masalah ekspor dan impor Indonesia,terlebih dahulu makalah ini akan membahas definisi dari ekspor dan impor dan pengaruhnya terhadap Perekonomian Indonesia. Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan Impor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses impor umumnya adalah tindakan memasukan barang atau komoditas dari negara lain ke dalam negeri

Mengapa terus impor? Jika ditelaah lebih jauh, ternyata tren impor pangan Indonesia bukannya terus menurun dari tahun ke tahun, yang ada malah terus meningkat. Jagung misalnya, berdasarkan data BPS, selama semester I tahun 2010 lalu, impor komoditi ini hanya mencapai 600 ribu ton, tetapi pada semester I tahun 2011 impor jagung telah mencapai 2 juta ton. Dan tren kenaikan ini juga terjadi pada komoditi-komoditi pangan lainnya, bukan hanya jagung. Nilai impor pangan Indonesia yang terus meningkat tentu merupakan soal yang amat serius. Jika diurai, biang dari persoalan ini sebenarnya bukan hanya karena suplai atau produksi dalam negeri yang kurang, tetapi lebih dari itu. Masalah impor pangan sudah tersandera

banyak kepentingan mulai dari partai politik, pengusaha dan kepentingan individu, sebagaimana yang diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik Natsir Mansyur kepada media. Bahan yang sering di impor kapas sebagai bahan dasar pakaian, 95% masih diimport, atau hanya 5% saja yang diproduksi dalam negeri. Untuk mengejar produksi kapas, tidak mudah bersaing dengan import dari luar negeri.dunia. garam beberapa waktu yang lalu, kita juga sempat dikagetkan dengan kenyataan bahwa ternyata sebagai salah satu negera dengan garis pantai terpanjang di dunia, Indonesia harus mengimpor garam dari sejumlah negara seperti Cina dan India. Sebuah kenyataan yang tentu miris dan membuat kita mengelus dada. Kedelai Beras Gula Bagaimana cara menetralisirnya? Pemerintah harus memberikan insentif sebagai usaha untuk menarik investasi ke luar Jawa. Harus ada insentif fiskal kepada industri yang mau berinvestasi ke luar pulau Jawa. "Jalan keluarnya harus bangun pusat industri di daerah sehingga infrastruktur didorong. Yang kurang di daerah pelabuhan, penerbangan, jalan, listrik, dan jembatan. Pemerintah tak berani ambil keputusan seperti itu. Kasih insentif fiskal ke industri yang mau fokus ke sektor utama tadi sehingga tidak perlu impor lagi," paparnya. "Daerah banyak yang bisa jadi tempat pengembangan industri. Seperti Papua yang bisa dibangun pabrik semen yang melebih Gresik. NTT dan NTB bisa untuk rumput laut," tukas Fahmi. SUMBER

Anda mungkin juga menyukai