Anda di halaman 1dari 27

Pendahuluan

Sesungguhnya bagi orang yang mau mengenal manhaj salaf (metodologi salaf dalam
beragama) dan menyadari adanya silang pendapat di antara jama'ah-jama'ah Islami,
tidaklah sulit untuk mengenali al-haq dalam masalah kita ini. Yang demikian itu karena
agama Islam itu telah sempurna, sebagaimana yang Allah katakan dalam firman-Nya,
artinya :
"Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu dan Aku sempurnakan atas
nikmat-Ku dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu." (Al-Maidah :3).

Nabi Shalallahu 'alahi wassalam telah menerangkan dalam sabdanya, "Aku tinggalkan
kamu di atas kejelasan yang putih cemerlang, malam seperti siangnya, tidak menyimpang
dari kecuali orang yang binasa."

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,


artinya :
"Dan inilah jalan-Ku yang lurus maka ikutilah jalan itu dan kamu jangan mengikuti jalan-
jalan yang lain sehingga kalian berpecah-belah dari jalan Allah. Itulah yang Allah
wasiatkan padamu agar kamu bertaqwa." (Al-An'am : 153)

Jadi, urusan agama sangat jelas dan mudah bagi orang yang mengingikannya. Seandainya
kebenaran itu sulit dicari dan samar, berarti Allah membebani pada hamba-Nya suatu
perkara yang ia tidak mampu memikulnya. Namun Allah telah menyebutkan sumber
kebenaran itu dan memerintahkan manusia mengambilnya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,


artinya : “Dan berpegang-teguhlah dengan tali agama Allah dan janganlah kamu
berpecah belah." (Ali 'Imran: 103).

1
Yang disebut "tali agama Allah" adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :


artinya : "Maka jika kamu berselisih dalam satu perkara maka kembalikan perkara itu
kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang
demikian itu adalah lebih baik dan lebih bagus akibatnya." (An-Nisa’ : 59)

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,


artinya : "Katakanlah:"Taatilah Allah dan Rasul-Nya dan jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir." (Ali Imran : 32).

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,


artinya : " Maka demi Rabbmu, mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu
hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa
dalam hati mereka suatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka
menerima dengan sepenuhnya." (An-Nisa :65)

Jadi al-haq itu jelas dan sumber-sumber rujukan juga nyata. Segala puji dan karunia
hanyalah milik Allah.

Al-Qur'an Al-Karim terjaga. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,


artinya : "Kamilah yang menurunkan adz-dzikr (Al-Qur'an) dan Kamilah yang akan
menjagannya." (Al-Hijr :9).

Demikian juga As-Sunnah terpelihara karena As-Sunnah adalah bagian dari "Adz-Dzikr."
As-Sunnah menjelaskan ayat-ayat Al-Qur'an yang bersifat umum, mengkhususkan,
membatasi dan menerangkan maksud AllahI. Segala puji dan karunia milik Allah bahwa
saat ini kitab-kitab As-Sunnah tersebar di tengah-tengah masyarakat dan mudah diperoleh.
Sungguh khidmat dan sumbangsih As-Sunnah kepada Islam sangatlah besar.

Adapun Ahli ilmu telah memilah dan memilih mana sunnah yang shahih dan mana yang
dhaif (lemah).

Ilmu-ilmu sunnah tersebar dalam banyak bidang ilmu agama, baik dalam aqidah, ibadah,
muamalah, pedagangan, suluk, akhlak, dakwah, bagaimana dan kapan berdakwah di jalan
Allah dan seterusnya.

Seseorang tinggal mengambil dan memegangnya erat-erat. Demikian juga, bagi yang
ingin mengetahui apa sikap yang semestinya dijalankan terhadap orang-orang yang
menyelisihi sunnah, maka kita temukan bahwa As-Sunnah itu sendiri telah menerangkan
jalan dalam bermuamalah dengan mereka.

2
As-Sunnah telah menerangkan bagaimana kita bermuamalah terhadap orang-orang yang
salah dalam masalah fiqih, misalnya seorang yang salah shalatnya. Adalah Rasulullah
Shallallahu 'alaihi Wassalam ketika melihat orang yang salah shalatnya berkata,
"Kembali dan shalatlah, sesungguhnya kamu belum shalat." Beliau mengulangi
perintahnya sampai berkali-kali kemudian berkata, "Sungguh tidak ada yang lebih baik
shalatnya kecuali orang ini!"

Beliau mengajarinya shalat dan tidak memperingatkan manusia darinya, tidak menuduh
sesat dan bid'ah tetapi mengajari cara shalat yang benar.

Contoh lain adalah seorang sahabat yang menyangka tidak boleh makan minum hingga
tampak "benang putih dan benang hitam" di bulan Ramadhan. Ia letakkan dua benang
putih dan hitam di bawah bantalnya ketika tidur. Ketika terlihat perbedaan warna kedua
benang itu, maka ia pun tidak makan dan minum. Padahal sebenarnya yang dimaksud
dalam ayat dengan "benang putih dan hitam" adalah terbit fajar. Nabi menerangkannya
dan tidak memerintahkan manusia mewaspadai orang ini (yang keliru karena tidak tahu-
peny).

Namun ketika beberapa sahabat mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi Wassalam dan
melihat ibadah beliau, maka mereka merasa kalau ibadah mereka selama ini terlalu
sedikit, dan ingin menambah-nambah ibadah dari apa yang telah dituntunkan beliau.
Mengetahui ini, Rasulullah pun menjadi sangat marah, lantas berkhutbah dengan
menyebutkan ibadah-ibadahnya; bahwa beliau shalat dan tidur, puasa dan berbuka, serta
menikahi wanita. Setelah itu beliau memerintahkan mereka dan berkata, "Barangsiapa
membenci sunnahku maka bukan dari golonganku". Disini kita dapati sikap beliau
berbeda dengan sikap terhadap orang pertama.

Suatu ketika sahabat Ammar bin Yasar Radhiyallahu 'anhu kedapatan meminum khamer,
maka ia pun dihukum cambuk, dan pada waktu itu sebagian sahabat mencercanya. Maka
beliau Shallallahu 'alaihi Wassalampun mencegah para Sahabat seraya mengatakan
bahwa dia masih mencintai Allah dan RasulNya. Dengan ini, dapat kita simpulkan bahwa
beliau mengubah tata caranya dalam bertindak. Berbeda ketika menghadapi orang yang
ingin menambah ibadah di luar batasan syariat.

Dan ketika ada seseorang (Dzul Huwaishirah) yang berkata kepada beliau, "Hai
Muhammad, bersikap adillah, engkau belum berbuat adil!" Beliau memberi isyarat
kepadanya dan berkata, "Akan keluar dari perut orang ini beberapa kaum, yang yang
kalian akan merendah bila shalat kalian dibandingkan dengan shalat mereka, puasa kalian
dibandingkan dengan puasa mereka, amal-amal kalian dibanding dengan amal-amal
mereka. Mereka membaca Al-Qur'an akan tetapi tidak sampai ke tenggorokan mereka
(tidak paham), mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari buruannya.

3
Seandainya aku menjumpai mereka maka aku akan membinasakan mereka seperti Allah
membinasakan kaum 'Ad. Barang siapa membunuh mereka maka mendapat pahala sekian
dan sekian dan barangsiapa dibunuh mereka maka mati syahid." (HR. Bukhari nomor
5058 dan Muslim nomor 147/1064)

Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam mentahdzir orang ini (tahdzir ialah


memperingatkan manusia dari pelaku kebid’ahan dan kemaksiatan/’kejahatan,
penerjemah). Hal ini bisa diterangkan dari sisi bahwa penyelisihan terhadap syariat itu
bermacam-macam. Orang terakhir ini tidaklah seperti orang yang pertama dalam contoh-
contoh di atas. Ia menyelisihi perkara akidah, menentang hukum Rasulullah, mencela
pembagian dan amanah Rasulullah. Oleh karena itu beliau bersabda, “Mengapa kalian
tidak percaya padaku, sedangkan aku dipercaya oleh Dzat yang ada di langit ?”

Maksudnya, wahai saudaraku, hendaknya kalian mengetahui bahwa Nabi Shallallahu


‘alaihi Wassalam telah menerangkan kepada kita bagaimana bermuammalah bersama
orang-orang yang menyelisihi syariat. Beliau menjelaskan kaidah-kaidahnya sebagai
cahaya ilmu dan menempatkannya pada kasus-kasus yang sesuai.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam bersabda : "Barang siapa mengadakan perkara


baru dalam urusan kami yang tidak ada padanya maka dia tertolak."

Sehingga kita harus menolak setiap perkara yang baru dalam agama (bid'ah) karena Nabi
Shallallahu 'alaihi Wassalam telah menolaknya dan karena beliau mengatakan ,
"Kalian harus berpegang dengan sunnahku dan sunnah khulafa'ur rasyidin yang mendapat
petunjuk, peganglah dengan erat dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Dan
waspadalah- beliau menerangkan bahwa diantara sahabat yang hidup sepeninggal beliau
akan melihat perselisihan yang banyak terhadap perkara baru dalam agama.
Sesungguhnya setiap perkara baru tersebut adalah bid'ah."

Para Salaf beragama di atas jalan dan manhaj Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam
dan tokoh salaf pertama adalah para Shahabat Radhiallahu 'anhum. Sesungguhnya
mereka telah mengajarkan pemahaman agama yang benar kepada orang-orang yang tidak
mengerti. Sampai Ibnu Abbas berkata, "Janganlah kamu duduk-duduk dengan orang-
orang yang memperturutkan hawa nafsu sesungguhnya duduk-duduk bersama mereka
menimbulkan penyakit hati."

Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu telah memerangi Khawarij. Umar bin Khathab
mencambuk Shabigh yang menanyakan ayat-ayat yang samar (mutasyabihat). Kemudian
beliau membuang Shabigh ke Kufah dan memperingatkan manusia darinya.

4
Jadi, ahli bid'ah disikapi dengan keras. Mengapa? Karena Ahli Bid'ah akan berbuat
seperti Bani Israil terhadap kitab Taurat dan Nashara terhadap kitab Injil. Mereka
memperlakukan kedua kitab itu dengan jalan bid'ah. Satu generasi datang lalu
menafsirkan Taurat. Sebagian lain menulis Taurat dari hasil pikirannya. Sebagian lainnya
menafsirkan dengan logika sendiri yang tidak dikehendaki Allah dan Rasul-Nya, yakni
Musa ' Alaihi Salam. Jadi kitab Taurat ini memiliki beberapa tafsiran dan pada saat sama
dijadikan rujukan (kitab) suci.

Demikian juga kitab Injil ditafsirkan dalam banyak pemahaman sehingga menjadi
rujukan utama. Dimasukkanlah ke dalam agama Isa 'Alaihis Salam perkara baru dan
menjadilah perkara itu seolah agama yang datang dari sisi Isa. Padahal kenyataannya itu
adalah bid'ah yang dilakukan oleh para pendeta dan ulama jahat mereka.

Seandainya setiap bid'ah dimasukkan ke dalam agama, sehingga terjadi kebid'ahan dalam
akidah, akhlak, suluk dan dakwah niscaya akan keluar " agama baru " yang lain sama
sekali darai agama yang dibawa Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam. Oleh karena itu
kita mendapati Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam bersikap keras terhadap setiap
perkara baru dalam agama, baik berupa pengurangan ataupun penambahan. Adapun
orang yang masih mengikuti syariat namun terjatuh ke dalam dosa besar, beliau jelaskan
larangannya dan tegakkan hukuman jika memang terdapat ketentuan hukumnya.
Sesungguhnya orang ini tahu bahwa perbuatannya bukan dari agama Allah dan ingin
bertaubat. Berbeda dengan orang yang mengadakan perkara bid'ah dan meletakkannya
pada posisi agama yang ia serukan.

Maksud dari muqaddimah ini adalah untuk memberikan pondasi pada masalah yang
penting yaitu kesungguhan dalam menerangkan manhaj yang shahih dan kesungguhan
pembelaan terhadap As-Sunnah serta kesungguhan menghalangi setiap pintu-pintu agama
yang akan dimasuki bid'ah-bid'ah. Ini adalah termasuk amar ma'ruf nahi munkar yang
besar. Sebagaimana telah kita ketahui bid'ah-bid'ah mengantarkan manusia kepada syirik
besar seperti mengagungkan kubur, meminta berkah dan syafaat kepada mayat-mayat
yang ada di kubur yang menyebabkan kaum muslimin keluar dari agama ini.

Sebut saja Syi'ah Rafidhah yang telah menciptakan bid'ah yang sangat besar sehingga
menjadikan sebagian kaum muslimin keluar dari Islam. Demikian pula orang-orang sufi
yang telah sampai pada tahap keyakinan "wihdatul wujud" (menyatunya Allah dengan
Makhluk). Fenomena inilah yang mendorong kita untuk tetap berjalan di atas petunjuk
Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam dalam menyikapi Ahli Bid'ah dan pelaku dosa
besar. Agar kita tidak seperti Khawarij yang sesat dalam menyikapi pelaku dosa besar.

5
Dan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah telah membantah prisip Khawarij ini dengan
menyatakan bahwa pelaku dosa besar tidaklah kafir. Dan mereka telah menyebutkan
banyak dalil yang membantah prinsip golongan sesat ini serta menerangkan bagaimana
sikap yang sebenarnya terhadap pelaku dosa beasr dan kebid'ahan di kalangan Ahlus
Sunnah wal Jama'ah.

Contoh kasus adalah bagaimana salaf mensikapi bid'ah Qadariyah. Disebutkan misalnya
"Shahih Muslim" ketika Yahya bin Ma'mar dan Abdur Rahman Al-Humairi sedang
berdebat, orang-orang berkata: "Seandainya kita menemui salah seorang sahabat Nabi
Shallallahu 'alaihi wassalam, kita akan mengabarkan kepadanya apa yang mereka katakan
tentang takdir". Lalu Abdullah bin Umar kami datangkan ke masjid dan kami

merubungnya. Kami berkata, "Wahai, Abu Abdir Rahman, beberapa orang membaca Al-
Qur'an dan mempelajari ilmu yang dengannya mereka meyakini ketiadaan takdir dan
bahwa semua kejadian adalah baru (tidak didahului takdir)." Ibnu Umar berkata, "Jika
kamu bertemu mereka kabarkan kepada mereka bahwa Ibnu Umar berlepas diri dari
mereka dan mereka berlepas diri dariku. Demi Zat yang Ibnu Umar bersumpah
dengannya, seandainya mereka bersedekah dengan emas sebesar gunung Uhud, niscaya
tidak akan diterima selama mereka tidak meyakini takdir."

Kemudian Ibnu Umar berkata, "Ayahku Umar bin Khatab mengatakan kepadaku -
kemudian ia menyebutkan hadits Jibril yang panjang- didalamnya terdapat ucapan,"Hai
Muhammad, kabarkan kepadaku tentang Iman!" Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam
menjawab, "Kamu beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Rasul-rasul,
Hari akhir dan kamu beriman dengan takdir yang baik dan buruk..".

Yang saya tekankan disini adalah bahwa kita harus mengetahui sikap yang sepatutnya
terhadap orang-orang yang menyelisihi syariat. Dan itu sudah terdapat kitab-kitab salaf.

Ketika golongan Khawarij sesat dalam bermuamalah maka para salaf membantah mereka.
Demikian pula ketika muncul bid'ah Murji'ah yang menyatakan bahwa dosa-dosa besar
tidak mempengaruhi Iman, para Salaf membantah mereka dan menempatkan duduk
persoalan pada posisi yang sebenarnya.

Pada waktu muncul gerakan Mu'tazilah, para imam Salaf juga membantahnya. Seperti
Imam Ahmad bin Hambal yang memancangkan bendera Ahlus Sunnah, membantah dan
berdiri tegak pada posisi yang telah kita ketahui. Demikian juga Imam Ad-Darimi,
Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan selain mereka, telah membantah pikiran-pikiran yang
menyimpang seperti Shufiyah (sufi, red), Jahmiyah dan lainnya.

6
Adalah Ahlus Sunnah memiliki sikap yang tegas di hadapan golongan-golongan yang
menyimpang tersebut. Dan sikap mereka dapat kita baca dalam kitab-kitab mereka seperti
kitab-kitab karangan Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Syaikhul Islam Muhammad bin
Abdil Wahhab. Sampai hari ini ulama Ahlus Sunnah senantiasa memperingatkan ahli
bid'ah dalam rangka menjaga agama, agar agama tetap murni dari penyimpangan dan
penggantian sebagaimana yang telah dilakukan Bani Israil di zaman terdahulu.

Penggantian dan penyimpangan agama terjadi pada setiap zaman dan tempat. Maka
hendaknya setiap kita berlindung kepada Allah dari fitnah ini, sebagaimana Nabi berdoa,
Allahumma inni a’udzu bika minal fitan maa dhoharo minhaa wama bathon
"Ya Allah aku berlindung kepada -Mu dari fitnah yang nampak dan tidak tampak."

"Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kesesatan fitnah."

"Ya, Allah yang membolak-balikan hati dan pandangan kokohkanlah hatiku di atas
agama-Mu."

Dengan demikian pembahasan tentang Ikhwanul Muslimin, Surruriyah, Quthbiyah dan


sejenisnya dapat kita temukan dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah serta pijakan
Salaf yang menerangkan kebenaran kepada kita. Kita hanya menelaah Kitabullah, As-
Sunnah dan kitab-kitab salaf untuk meneliti penyimpangan Ikhwanul Muslimin. Apakah
pada mereka atau pada Salaf ? Kemudian kita mengambil manhaj yang benar.

Kalau kita melihat para penggagas dan orang-orang yang berada di sekitar Ikhwanul
Muslimin kita akan temukan bahwa sesungguhnya mereka adalah ahli bid'ah yang telah
dibantah.

Ikhwanul Muslimin
Pembesar mereka berakidah Asy'ariyah dan Hasan Al-Banna adalah seorang yang
berakidah Asy'ari. Dalam kitabnya "Al'Aqa'id" ia menetapkan 13 sifat bagi Allah yang
terbagi menjadi : sifat tujuh yang merupakan sifat ma'ani, sifat lima yang disebut dengan
sifat nafsiyah dan sifat wujud. Inilah rumusan aqidah Asma' wash Shifat Allah dari
Asy'ari.

Dalam memahami sifat Dzatiyah Allah seperti Tangan, Dua mata, Wajah, Kaki, Telapak
kaki, Kedatangan dan Tertawa, mazhab Asy'ari memiliki dua prinsip : kalau tidak
mentakwil pasti membiarkan maknanya (tafwidh). Mentakwil adalah memaknakan
dengan makna yang tidak menunjukkan lafazhnya, seperti "tangan" diartikan dengan
"memberi kenikmatan" atau sifat "marah" diartikan dengan "pahala".

7
Adapun membiarkan sifat (tafwidh) adalah tidak mau memberi makna. Misalnya tentang
sifat "wajah" dikatakan, "Aku tidak menetapkan sifat wajah". Lantas, apa maksud firman
Allah,
artinya : Dan tetap kekal wajah Rabbmu." (Ar-Rahman : 27).

Sebenarnya mereka meniadakan sifat ini. Sisi pertama dengan mentakwil dan sisi kedua
dengan diam tidakmentakwil, dengan meyakini tidak ada maknanya.

Hasan al-Banna termasuk golongan Asy'ari dimana ia menetapkan sifat yang tujuh, sifat-
sifat negatif yang lima dan sifat nafsiyah. Setelah itu dia memilih jalan yang berbeda dari
jalan asy'ari, yaitu jalan membiarkan (tafwidh), serta menggabungkan prinsipnya dengan
manhaj salaf.

Sebelumnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah membantah prinsip tafwidh dengan
mantap dan panjang lebar dalam kitab 'Majmu'Fatawa".

Maka Hasan Al-Banna adalah seorang yang berakidah asy'ari yang sesat dan juga seorang
sufi sebagimana dia akui sendiri dalam kitabnya "Mudzakirat Dai'yah". Dia menhadiri
wirid-wirid dan dzikir-dzikir shufiyah, membai'at tarekat Al-Hashafiyah Asy-Syadziliyah.
Ia kagum pada kitab-kitab sufi dan ia sebutkan dalam bukunya beberapa judul kitab-kitab
sufi tersebut, antara lain "Al-Mawahib Al-Laduniyah" (Pemberian-Pemberian Langsung
dari Allah) karya Al-Qisthilani. Orang-orang yang bergabung bersamanya mengikuti
prinsipnya. Ia membentuk Yayasan Al-Hashafiyah yang kemudian diketuai oleh Ahmad
Askari atau As-Sukri. Di dalam buku "Mudzakirat" di atas, Hasan Al-Banna
menyebutkan bahwa Yayasan Al-Hashafiyah yang dibentuknya berubah bentuk yang
baru yaitu menjadi Ikhwanul Muslimin.

Ketika membentuk jama'ah baru ia masih dalam akidah sebelumnya. Setelah itu ia
menulis dzikir-dzikir, wirid-wirid dan lain sebagainya supaya Ikhwanul Muslimin punya
dzikir khusus sebagimana tarekat-tarekat yang lain. Ia juga ebuka kesempatan bagi
tarekat-tarekat sufi yang lain untuk bergabung dan membai'at Ikhwanul Muslimin.

Di dalam kitab "Mudzakirat Dai'yah" Hasan Al-Banna memuji kalangan shufiyah,


pertemuan-petemuan mereka, dzikir berjama'ah, maulud Nabi, sima' (mendengar)
nyanyian. Pada akhir hayatnya ia sempat membagi-bagikan kitab-kitab sufi kepada
teman-temannya. Demikian juga dalam risalah-risalahnya ia membahas asma wash shifat.
Hasan Al-Banna telah menerangkan akidahnya dan menulis untuk pengikut-pengikutnya.

8
Prinsip Pertama : Persatuan Batil

Dalam perjalanan hidupnya, Hasan Al-Banna bermukim di negara Mesir yang memiliki
banyak partai. Ada partai sekuler, sosialis, dan nasionalis. Ia hendak menyatukan
golongan-glongan itu ke dalam wadah Ikhwanul Muslimin. Golongan yang dia ketuai ini,
hendak mengumpulkan semua golongan dalam satu nama. Tidak diragukan lagi bahwa
sesungguhnya itu adalah suatu "trik politik". Dengan semboyan persatuan ia bermaksud
mengumpulkan lawan-lawan dalam akidahnya tersebut. Ia mengikat mereka dengan
nama Islam yang umum tanpa melihat pemahaman Islam yang benar dan kewajiban
berpegang teguh dengannya. Secara faktual ia mempraktekkan prinsip, "Kami sepakat
dengan apa yang kita sepakati dan saling memaafkan pada perkara yang kita
perselisihkan."

Itulah prinsip pertama Hasan Al-Banna yang merupakan prinsip politik : prinsip
persatuan. Umar At-Tilmisani dalam bukunya "Dzikriyat la Muzdakarat" menyebutkan
bahwa manhaj Ikhwanul Muslimin sudah semakin jauh menyimpang, misalnya saja
sampai pada tingkat berupaya menjalin kerjasama dengan Syi'ah. Ketika ia bertanya
kepada Hasan Al-Banna tentang apa sikap kita terhadap Syi'ah, Hasan Al-Banna
menjawab, "Syi'ah seperti empat mazhab yang ada.".

Hasan Al-Banna menyatukan semua orang yang mengaku Islam apakah mereka
berakidah sufi, wihdatul wujud, syi'ah dan rafidhah. Kalau kita melihat hizb yang dia
bentuk, tampak seolah penggagasnya hendak membuat sebuah daulah negara).

Dan kita ketahui negara demokrasi di masa kini memberi kebebasan kepada warganya
ntuk menganut akidah mana saja. Siapa pun akan tetap diakui sebagai warga negara
selama ia patuh terhadap UU negara.

Hasan Al-Banna telah membuat aturan-aturan, organisasi, anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga, kewajiban-kewajiban, bai'at dan larangan-larangan bagai jama'ah
Ikhwanul Msulimin yang harus dipegang oleh setiap orang yang bergabung di dalamnya.

Adapun akidah yang dia inginkan adalah akidah Shufiyah, Asy'ariyah, atau akidah Ta'thil
(meniadakan sifat Allah), atau akidah Syi'ah. Dia mengharuskan pengikutnya berbai'at
dan itu termasuk bagian dari sepuluh rukun (ushul 'isyrin) yang dia sebutkan dalam
risalah-risalahnya. Seolah-olah ia hendak mendirikan negara. Bahkan kita pernah
menjumpai sebagian anggota Ikhwanul Muslimin tidak melaksanakan shalt seperti yang
telah disebutkan oleh Abbas As-Sisi. Konon ia pernah mendatangi sekelompok anggota
Ikhwanul Muslimin dalam satu pertempuran, ia berkata, "Kami hendak shalat Ashar akan
tetapi tidak ada satu pun dari mereka yang mengerjakan shalat."

9
Adalah Shalah Syadi sedang berpergian dan banyak orang membuat kerusuhan dengan
bom dan mereka melakukannya di atas kapal, ia berkata, "Salah seorang di antara mereka
tidak shalat."

Dalam bukunya "Dzikriyat la Muzdakarat" At-Tilmisani berkata, "Seorang saudagar kaya


yang masih minum arak minta bai'at kepada Hasan Al-Banna dan ia dibai'at serta
dimasukkan ke dalam keanggotaan Ikhwanul Muslimin."

Mencukur jenggot, menjulurkan pakaian di bawah mata kaki dan mendengarkan musik
adalah tidak apa-apa menurut Ikhwanul Muslimin. Bahkan boleh saja hal itu dilakukan
terang-terangan. Mereka mempunyai persediaan dana yang banyak untuk membeli alat
musik yang baru sebagaimana disebutkan dalam kitab "Dzikriyat la Muzdakarat". Jadi
para pengikutnya boleh melakukan apa saja, asal tetap patuh pada perintah jama'ah.

Jama'ah ini mirip negara, mereka tidak menyerukan Islam, mereka menyeru untuk
membentuk negara. Orang-orang yang menyerukan Islam haruslah menyeru kepada satu
akidah yang benar, kepada satu peribadatan, dan kepada satu muamalah yang sesuai
dengan dalil. Adapun mereka tidak demikian.Tata cara shalat Ikhwanul Muslimin
berbeda-beda. Ada yang mencukur jenggot, ada yang tidak. Ada shalat berjamaah dana
ada yang tidak. Ada yang berakidah Asy'ari, ada Syi'ah dan lainnya, semuanya masuk ke
dalam Ikhwanul Muslimin, persis seperti negara demokrasi.

Urusan yang paling penting adalah bai'at kepada Hasan Al-Banna, patuh loyal kepada
bendera Ikhwanul Muslimin, taat, melaksanakan tugas yang dirancang oleh jama'ah dan
imam. Dengan demikian tujuan yang paling besar adalah agar setiap orang menjadi
Ikhwanul Muslimin.

Prinsip kedua : Bai'at

Bai'at Ikhwanul Muslimin adalah bai'at shufiyah dan bai'at kemiliteran, sebagaimana
yang telah ditetapkan Hasan Al-Banna ketika menerangkan rukun bai'at yang sepuluh. Ia
menerangkan rukun bai'at ini adalah bai'at shufiyah dan militer. Ikrarnya berbunyi,
"Mendengar, taat, tidak merasa berat, ragu dan bimbang."

Sebelum membentuk jama'ah Ikhwanul Muslimin ia telah membai'at dengan cara sufi
yang ia sebutkan dalam kitabnya "Mudzakarat Da'iyah." Ia telah membai'at Syaikh
Hashafiyah, setelah itu ia membentuk Ikhwanul Muslimin dan mengadopsi manhajnya ke
dalam jama'ahnya. Bahkan istilah "mursyid 'am" yang menjadi gelar Al?Banna diambil
dari istilah sufi, yang berarti "wali yang sempurna." Sebagian orang memang
mengelarinya "mursyid" dalam kitab-kitab shufiyah. Semua kitab itu ada pada saya dan
telah saya teliti. Dan ternyata memang sebutan "Mursyid" berasal dari istilah orang-orang
sufi.

10
Hasan Al-Banna telah memilih sebutan ini untuk dirinya, demikian pula para
penggantinya menggunkan gelar yang sama.

Bai'at mereka dibagi menjadi dua macam:


Pertama, bai'at Shufiyah yang mengharuskan taat seratus persen kepada guru dan
pemimpin. Umar At-Tilmisani berkata dalam bukunya "Dzikriyat La Mudzakkarat"
berkata, "Seorang di hadapan Hasan Al-Banna harus seperti mayat di depan orang yang
memandikannya." Ini termasuk syiar Sufiyah yang berbunyi, "Mendengar dengan
pendengaran al Banna, melihat dengan penglihatan Al Banna." Yang berarti
mengharuskan ta'at, tidak boleh melanggar.

Kedua, baiat Militer. Bai'at ini mengharuskan sseorang taat pada pimpinan dalam jihad ,
peperangan dan yang berkaitan dengannya sebagaimana yang telah disebutkan dimuka
ahwa jama'ah ikhwanul muslimin adalah jama'ah sufiyah dan militer.
Gejala militerismenya nampak jelas ketika pada tahun 1940 M Hasan Al Banna
membentuk tandzim (Organisasi sayap) khusus bagi Ikhwanul Muslimin. Anggotanya di
baiat (sumpah setia) kepada pimpinan (Hasan Al Banna) dengan mushaf Al Qur'an. Bila
pemimpin memberikan instruksi untuk membuat keributan atau melakukan pembunuhan,
maka harus dilaksanakan.

Demikianlah hari-hari yang mereka lalui. Mereka memunuh dan membantai manusia. Hal
ini disebutkan oleh Mahmud As Shabagh dalam bukunya ''Tandzim khash.' (kelompok
khusus). Mahmud menyebut beberapa contoh gerakan yang dilakukan Ikhwanul
Muslimin seperti kerusuhan, pembunuhan, demonstrasi, pembunuhan polisi/tentara
pemerintah dan rakyat jelata,. Serta cerita-cerita lainnya dari liku-liku mereka yang
panjang.

Saya akan sebutkan satu kasus yang menunjukkan aktifitas kemiliteran dari Ikhwanul
Muslimin. Pernah ditemukan lembaran-lembaran dokumen yang berisi rencana
menggulingkan pemerintahan Faruq dalam aksi tandzim rahasia Ikhwanul Muslimin. Tak
disangka dokumen ini terbuka dalam mobil jip, lalu pihak pemerintah menciduk orang-
orang yang namanya tersebut dalam tandzim rahasia itu. Mendengar anak buahnya
diciduk, Hasan Al Banna mengutus seseorang melalui As Sindi - As Sindi adalah
pemimpin 'tandzim khusus' yang melaksanakan perintah-perintah Hasan Al Banna.

Kepemimpinan Hasan Al Banna dalam organisasi adalah langkah politik praktis yang
diketahui kebanyakan orang, sedangkan 'tandzim khusus' adalah sayap militer yang
melakukan manuver-manuver yang diperintahkan ketua umum. Jadi menurut Al Banna,
dialah yang memberi tugas-tugas kepada As Sindi dalam kedudukannya sebagai ketua
umum.

11
Ia (Hasan Al Banna) sendiri telah mengutus seseorang untuk menggoyang pemerintah
yang menyimpan dokukmen rahasia milik Ihwanul Muslimin. Caranya dengan
meletakkan sebuah tas koper berisi bom di sisi lemari yang menyimpan dokumen tersebut.
Ia (utusan Al Banna) meletakkan kopernya dan pergi. Lalu seorang lelaki lain melihat tas
itu dan mengambilnya. Maka si utusan mengikuti orang ini untuk meminta kopernya
kembali (supaya disangka bahwa ia lupa membawa kopernya sendiri). Ketika lelaki itu
melihat utusan Al Banna ia terus berjalan. Kemudian utusan Al Banna berlari di
belakangnya dan berteriak, 'Lemparkan koper itu, ada bom di dalamnya'. Maka lelaki itu
melemparkan koper tersebut, dan meledakkan bom. Seketika itu juga lelaki itu mati
karena terkena ledakan bom. Publik bertanya-tanya tentang kejadian tersebut -karena
sudah diketahui bahwa yang ingin diambil adalah dokumen yang terdapat dalam lemari
rahasia. Sementara utusan Al Banna mengingkari kalau ia punya hubungan dengan
Ikhwanul Muslimin.

Beberapa media menuduh bahwa kejadian itu didalangi oleh Ihkwanul Muslimin. Dalam
koran Ikhwanul Muslimin, Hasan Al Banna membut siaran pers bahwa ia berlepas diri
dari kejaian itu dan menyatakan bahwa perbuatan itu bukan dari Islam. Mahmud Ash
Shobagh berkata, utusan Al Banna tadi ketika diperlihatkan kepadanya koran yang
memberitakan Ikhwanul Muslimin menyatakan bahwa disebabkan perbuatanmu kamu
bukan orang Islam lagi. Iapun mengaku dan berkata, 'Mereka telah menipuku, merekalah
yang mengutusku agar meletakkan bom, sekarang mereka mengkafirkanku'.

Akan tetapi lelaki itu tidak mengerti maksud Hasan Al Banna, kaena ucapan Hasan Al
Banna tidak seperti yang difahaminya. Ucapannya itu dimaksudkan Al Banna sebagai
ucapan dalam kondisi perang, sedangkan perang adalah tipu daya, kata Mahmud Ash
Shabagh.

Yakni Hasan Al Banna berdusta dalam siarannya. Ia berkeyakinan hidup dalam negeri
perang, dan dengan begitu ia telah mengkafirkan negeri yang ia tempati. Jadi orang
pertama yang mencetuskan masalah mengkafirkan daulah/negara adalah Hasan Al Banna,
bukan Sayyid Quthub, dialah yang mengorganisir 'tandzim khusus' seelah mengkafirkan
negara dan berusaha menggulingkan kepala negara. Mahmud Ash Shobagh mengabarkan
kepada kita bahwa Hasan Al Banna memandang baha peperangan adalah tipu daya dan
peperangan hanyalah dilancarkan kepada orang-orang kafir.

Bahkan pada tahun 1944 M Hasan Al Banna membai'at Jamal Abdul Nasher. Jamal
masuk dalam tandzim khusus yang dikomandani As Sindi. Tujuannya ialah
menggulingkan pemerintahan Faruq. Sungguh Hasan Al Banna tidak akan
menggulingkan suatu pemerintahan kecuali karena dia menganggap pemerintahan itu
kafir. Untuk kemudian ia mengkafirkan hakimnya. Jadi inilah prinsip pergerakan. Dan
inilah latar belakang dibalik aksi teror yang dia perintahkan melalui As Sindi secara
langsung.

12
Kami akan membicarakan bagaimana bai'at dijalankan oleh anggota Ikhwanul Muslimin.
Pernah terjadi kasus seorang hakim yang bernama Khozim. Ia menjatuhkan vonis penjara
bagi sebagian anggota Ikhwanul Muslimin. As Sindi tidak terima. Akhirnya ia
mengkafirkan hakim tadi. Ia lalu menyuruh beberapa anggota pasukan khusus Ikhwanul
Muslimin untuk membunuh sang hakim. Namun dalam operasinya, dua orang anggota
Ikhwanul Muslimin tertangkap dan dipenjara. Mendengar anggotanya dipenjara, Hasan
Al-Banna marah besar kepada Sindi, mengapa ia marah besar? Karena As Sindi berbuat
menurut kemauan sendiri tanpa ada komando darinya. Mahmud As Shobagh
menyebutkan bahwa Hasan Al-Banna dan tokoh Ikhwanul Muslimin lainnya kemudian
mengadili As-Sindi. Lihatlah 'Negara kecil Ikhwanul Muslimin'. Semestinya yang diadili
adalah si pembunuh di hadapan mahkamah. As-Sindi ditanya, 'Mengapa kamu berbuat
tanpa komando?'

Seandainya ia telah mendapatkan perintah membunuh dari pimpinan yang itu merupakan
bagian dari keharusan bai'at yang berbunyi : 'Dengarlah, jangan ragu…' niscaya ia akan
selamat dari pengadilan. Hasan Al-Banna tidak mempermasalahkan tentang bolehkah
membunuh hakim itu, tetapi mendebat mengapa As-Sindi berbuat semaunya ?

Mahmud As-Shobagh berkata, 'Aku pernah sekali duduk bersama Imam Hasan Al-Banna
ketika dia sedang marah kepada hakim Khozin, karena dia menghukum Ikhwanul
Muslimin dengan hukum seperti itu, sehingga aku menyangka Imam ini menyuruhku
membunuhnya.' Orang-orang bertanya, 'Mengapa kamu hendak membunuh hakim itu
karena kamu menyangka bahwa Imam Hasan Al-Banna ingin membunuhnya ?'

Dengan demikian itu adalah kesalahan. Kenapa salah? Karena Hasan Al-Banna belum
memerintahkannya ? jadilah Hasan Al-Banna sebagai satu-satunya ahli fatwa di tubuh
Ikhwanul Muslimin. Jika ia mengatakan 'Bunuhlah!' maka anggotanya dengan taat akan
membunuh.

Dari sini diketahui bahwa baiat Ikhwanul Muslimin adalah baiat sufiyah di satu sisi dan
baiat militer di sisi yang lain. Seolah terbentuk sebuah negara dimana yang bertindak
sebagai hakim adalah Hasan Al-Banna. Dialah yang berhak menfatwakan pembunuhan,
memberikan instruksi-instruksi, teror, jihad dan lain sebagainya. Bukti paling nyata
adalah usaha kudeta pemerintah pada tahun 1953 M.

Prinsip ketiga : Marhalah (Fase-fase) dalam Dakwah

Inilah prinsip aliran batiniyah sebagaimana yang disebutkan Al-Ghazali dalam bukunya
'Ihya ' Ulumuddin.'

13
Aliran sufyah memiliki fase-fase (marhalah) dalam dakwah. Maksudnya, pertama kali
orang-orang yang didakwahi diberi ajaran Islam secara umum. Kemudian jika hal ini
diterima, maka mereka diberikan ajaran-ajaran khusus sampai kepada apa yang mereka
inginkan.

Dalam risalahnya, Hasan Al-Banna menyebutkan bahwa dakwahnya meliputi tiga


marhalah. Marhalah pertama adalah marhalah umum yaitu dakwah kepada Islam secara
umum seperti dakwah untuk meninggalkan riba, maksiat-maksiat, menampakkan syiar-
syiar Islam dan membantu kebutuhan kaum muslimin.

Marhalah kedua adalah marhalah khusus yang lepas dari marhalah petama. Ketika
seorang masuk ke dalam Ikhwanul Muslimin, dia tetap dalam keadaan buta tentang
Ikhwanul Muslimin, kecuali bahwa organisasi ini berusaha menolong Islam dan kaum
muslimin, hajat-hajat, kemiskinan, kelaparan kaum muslimin dan seterusnya.

Kemudian Al-Banna berkata, kita melihat orang yang kita pilih dari marhalah kedua ini
dan ketika itu kita akan menggembleng orang-orang tertentu lalu kita masukkan mereka
ke marhalah ini. Dan marhalah kedua adalah marhalah khusus yang membina pribadi
untuk taat, mendengar, jihad, membunuh, membuat teror, semua urusan yang diinginkan
pemimpin dan mengkafirkan pemerintah.

Setelah itu Al-Banna berkata, tibalah saatya marhalah ketiga yaitu marhalah jihad. Al-
Banna sendiri telah sampai pada marhalah ketiga dan menjalankannya. Dia telah
mencipta marhalah pertama hingga banyak kaum muslimin yang masuk ke dalamnya
kemudian dia mencipta marhalah kedua melalui As-Sindi dan 'Tanzhim khusus'.

Terakhir dia membentuk marhalah ketiga dan terbunuh pada tahun 1948 sebelum dapat
merealisasikan konsepnya. Marhalah ketiga baru dapat direalisasikan oleh penerusnya,
Al-Hudhaibi, pada tahun 1952 dengan keberhasilan mengkudeta pemerintah Al-Faruq.

Jadi secara hakikat Hasan Al-Bannalah yang membuat pondasi-pondasi tadi sebelum
Sayyid Quthub, dialah yang mencipta prinsip pengkafiran pemerintah muslim, terorisme,
dan kudeta yang semuanya telah ia ucapkan, lakukan dan tuangkan ke dalam buku-
bukunya. Sedangkan Sayyid Quthub adalah salah satu individu yang terpengaruh oleh
konsep Hasan Al-Banna yang insya Allah kita bicarakan sebentar lagi.

Maksudnya bahwa Ikhwanul Muslimin memiliki fase-fase (marhalah-marhalah) yang


menjadi prinsip gerakan mereka, dan marhalah ini menampilkan sesuatu yang umum
kemudian memasukkan sesuatu yang lebih khusus.

14
Oleh karena itulah manusia merasa kesulitan. Jika anda menyebutkan suatu masalah dari
marhalah ke dua kepada orang yang masih berada pada marhalah pertama, maka dia akan
berkata , ' Tidak, ucapanmu tidak benar!' Marhalah-marhalah inilah yang menjadikan
manusia dan negara bimbang dalam menyikapi Ikhwanul Muslimin.

Prinsip keempat: Dusta

Termasuk prinsip yang mereka pegangi adalah berbohong (taqiyah) dan menampakkan
apa yang tidak sama dengan yang disembunyikan. Prinsip ini telah dijelaskan oleh Hasan
Al-Banna. Dan dia pada tahun 1940 telah membentuk tanzhim khusus yang di antara
sekian banyak prioritas utamanya adalah membuat teror di mana-mana. Hal ini
disesbutkan oleh Mahmud Abdul Halim dalam bukunya 'Ikhwanul Muslimin wa Ahwal
Tsintai 'Asyara Tarikh.'

Pada tahun 1944 M Jamal Abdul Nasher mambai'at tanzhimnya -tanzhim yang berupaya
mengkudeta pmerintahan Faruq. Pada tahun 1946 M, Hasan Al-Banna mengirim surat
terbuka kepada Raja Faruq, ia memuji Raja Faruq dan berkata,

'Sesungguhnya Ikhwanul Muslimin merasa takut terhadap kemuliaan Anda dan Ikhwanul
Muslimin begini dan begini,' demikianlah ia memuji Raja faruq dan mendoakan kebaikan
untuknya.

Sementara itu dia merencanakan kudeta dari tahun 1944 M dan mengorganisir tanzhim
khusus pada tahun 1940 M enam tahun sebelum mengirim surat. Maka hal ini bisa
dikatakan termasuk masalah tipu daya (taqiyah). Sebelumnya kita telah menyebutkan dari
Mahmud Ash-Shabagh bahwa Hasan Al-Banna cuci tangan dari aksi teror salah seorang
anggotanya. Ia lakukan ini dalam rangka perang, sedangkan perang adalah tipu daya!

Prinsip kelima: Tanzhim Hizb

Setelah itu bagaimanakah cara Hasan Al-Banna mengikat tali kendali dakwah dan
golongan ini? Dia membentuk prinsip lainnya, aitu organisasi kepartaian (tanzhim hizb).

Ia membentuk kepemimpinan umum dengan sistem kepemimpinan 'ala mursyid' dan


dinamakan 'Maktab Al-Irsyad' (kantor bimbingan). Dia sendiri adalah pimpinan puncak.

Bagi tiap-tiap maktab terdapat anggota-anggota, kepala keluarga, dan wakil-wakilnya


yang menyebarkan prinsip ini ke keluarga-keluarga mereka. Bila terjadi kasus tertentu
dalam satu keluarga maka masalah itu harus disampaikan kepada kepala keluarga. Kepala
keluarga menyampaikannya kepada wakil. Wakil-wakil menyampaikannya kepada kantor
bimbingan umum yang bermarkas di Mesir dan akhirnya sampai ke Hasan Al-Banna.

15
Dengan demikian mereka menempuh organisasi negara dalam prinsip-prinsip yang telah
dibentuk Al-Banna dan tidak ditemukan pada zaman salaf.

Pada zaman salaf ada pemimpin-pemimpin yang baik dan jelek. Kemudian ulama salaf
menerangkan sunnah bagaimana bermuamalah dengan pemimpin. Mereka menyebarkan
ilmu agama di masjid-masjid. Itulah jalan salaf. Adapun Ikhwanul Muslimin menempuh
jalan bid'ah yang telah dicipta oleh Hasan Al-Banna yaitu jalan batiniyah. Bagi mereka
yang membaca kitab-kitab batiniyah niscaya akan menemukan mereka punya wakil-
wakil yang diberi nama nuqaba' (naqib-naqib) seperti penamaan organisasinya.

Sebelum dinasti Umawiyah jatuh, dai-dai dinasti Abbasiyah mempraktekkan metode ini.
Mereka punya wakil-wakil yang tersebar dalam jabatan-jabatan daulah (negara)
Umawiyah. Wakil-wakil itu punya tanggung jawab dan harus melaporkan kepada pucuk
pimpinan tertinggi.

Oleh karena itulah Sururiyah banyak membicarakan jatuhnya dinasti Umawiyah dan
membahas tentang metode dinasti Abbasiyah yang berhasil menggulingkan dinasti
Umawiyah.

Hasan Al-Banna menciptakan prinsip ini, bagaimana ia mengikat pengikutnya dengan


tanzhim tersebut. Tanzhim ini tidak melihat alim atau tidaknya sosok orang yang akan
dicalonkan menjadi pemimpin.

Al-Hadhami, pengganti Hasan Al-Banna, adalah seorang yang mencukur jenggot, bekerja
pada konsultan hakim pemerintahan Mesir, orang yang tidak mempunyai pengetahuan
agama yang mendalam. Tetapi dia dijadikan pemimpin sepeninggal Al Banna.

Anggota-anggota Ikhwanul Muslimin terkejut atas wafatnya Hasan Al-Banna karena


yang menggantikannya adalah Al-Hadhami, seorang yang suka memakai jas setengah
lengan baju, mencukur jenggot, dan bekerja sebagai konsultan. Kini ia menjadi ketua
umum Ikhwanul Muslimin. Mengapa? Karenapengangkatannya tidak ada hubungannya
sama sekali dengan agama, tetapi berhubungan dengan kepemimpinan 'negara'.

Bagi yang mau melihat gambaran Ikhwanul Muslimin dalam menjalankan tanzhim
khususnya, bisa menelaah buku karya Mahmud Ash Shabagh dan Shalah Syadi. Kita
akan menemukan sebagian besar mereka memotong jenggot dan menggelari Hasan Al-
Banna dengan gelar syahid dan pahlawan. Mereka tidak mementingkan agama,
mendengarkan musik, dan tujuan utama mereka adalah membentuk negara bukan
membenahi akidah yang lurus. Islam hanyalah sekedar lipstik agar manusia tertarik
kepadanya.

16
Hasan Al-Banna telah membuat tanzhim dan komando-komando. Seperti yang ia
sebutkan dalam kitabnya 'Al-Mudzakkarat', bahwa bagi anggota yang tidak taat akan
dikenai hukuman. Sampai-sampai mereka, para anggota, harus minta izin jika ingin haji
atau nikah. Kesalahan yang dilakukan oleh anggota harus dibayar dengan tebusan dan
kasus-kasus aneh lainnya.

Hasan Al-Banna telah mengaplikasikan prinsip pemisahan. Ia memisah orang yang tidak
taat kendati ia telah mengabdi dua puluh atau tiga puluh tahun kepada jamaah, namun
tetap hak-haknya tidak diperhatikan.

Teman seperjuangannya yang sama-sama mempelopori pendirian Ikhwanul Muslimin


berbeda pendapat dengan Al-Banna. Maka orang ini pun ia kucilkan hingga akhirnya
timbul polemik berkepanjangan di antara keduanya dan berkas-berkasnya masih
terpelihara sampai sekarang. Al-Hadhami juga pernah mengucilkan Al-Baquri ketika ia
absen dari pergerakan dan menyetujui ditahannya Menteri Sosial dan Wakaf Mesir pada
zaman pemerintahan jamal Abdul Nasher. Al-Hadhami berkata kepada Al Baquri, 'Kamu
terbuang dan diasingkan, kamu harus minta maaf.' Kemudian ia minta maaf. Jadi
Ikhwanul Muslimin persis dengan negara, bukan dakwah.

Prinsip keenam: Pemimpin dakwah bukan orang alim atau thalibul ilmi tetapi seorang
yang telah mencapai strata kepemimpinan.

Sesungguhnya sejak zaman Nabi Adam 'alaihssalam, orang yang paling athu mengenai
agama akan menjadi rujukan masyarakat. Dan kalau kita membaca sejarah Bani Israil,
kita akan melihat bahwa orang yang paling tahu tentang agamalah yang dijadikan
pemimpin tanpa melihat apakah ia seorang ahli ibadah yang rusak akhlaknya atau bukan,
apakah ia masih berpegang teguh dengan agama Musa atau tidak, apakah ia sudah
mengganti agama Musa atau belum. Yang penting, pemimpin ini paling tahu tentang
agama. Demikian juga seperti pada zaman Nabi Isa 'alaihissalam sampai zaman
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang pernah mengutus sahabat yang paling alim,
Muadz bin Jabal dan selainnya sebagai pemimpin.

Setelah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam wafat, para Khulafaur Rasyidin


menggantikannya. Kemudian lahir daulah Umawiyah, Abbasiyah, dan zaman kerajaan-
kerajaan, sampai ke masa Hasan Al-Banna yang menjadikan pemimpin dakwah bukan
dari kalangan orang alim atau thalabul ilmi, tetapi orang yang mencapai tingkat tertentu
dalam kepemimpinan. Merekalah yang diserahi tanggung jawab menyangkut urusan
ulama, thalabul ilmi, dan pelajaran-pelajaran agama.

17
Ikhwanul Muslimin membentuk 'negara' kendati tidak ada orang alim didalamnya. Yang
penting, orang yang ditokohkan ini taat, patuh terhadap perintah, petunjuk, dan aturan-
aturan jamaah. Pendeknya ia mau mempersembahkan ketatannya kepada sebuah jamaah
yang tidak bisa diutak-atik lagi. Kondisi ini terkadang dapat mengantarkan seseorang
kepada jabatan yang tinggi hingga bisa saja ia menjadi seorang ketua umum.

Dengan demikian, negara tidak punya hubungan dengan ilmu agama. Akan tetapi asas
negara ialah kalau berhasil mengkudeta, secara otomatis telah siap kepala negaranya,
menteri-menterinya, gubernur-gubernurnya, atau aturan-aturan yang harus ditaati.

Sebagaimana negara demokrasi, negara ini tdak membahas atau bersinggungan dengan
apa yang disebut bid'ah-bid'ah. Yang penting rakyat taat dengan aturan-aturannya
kemudian silakan pilih apakah rakyat akan shalat atau tidak shalat. Dan anggota
Ikhwanul Muslimin ada yang tidak shalat, ada yang menjadi sufi dan lain-lain. Di antara
mereka ada juga yang menganut keyakinan sufi, khurafat, serta akidah lainnya. Prinsip
ini kami katakan merupakan bagian dari prinsip-prinsip Hasan Al-Banna.

Prinsip ketujuh: Cara Bermuamalah dengan Negara Termasuk prinsip yang telah
dirancang Hasan Al-Banna adalah bagaimana jama'ah bermuamalah bersama negara.
Prinsip yang diambil dari (golongan-gologan) partai-partai sebelumnya seperti partai
Yasariyah, Rubiyah atau Rusiah atau selainnya.

Dalam mu'amalahnya dengan negara, Ikhwanul Muslimin menempuh jalan demonstrasi,


mencari sebanyak mungkin dukungan dan membuat selebaran-selebaran. Termasuk
dalam aturan khususnya sebagaimana yang disebut oleh Mahmud Abdul Halim dalam
bukunya 'Ikhwanul Muslimin adalah perkara baru yang membua sejarah' dan Mahmud
Ash-Shabagh dalam bukunya 'Tanzim Khash' termasuk program penting mereka adalah
mencetak dan menyebarluaskan selebaran-selebaran. Dalam aturan khususnya seorang
anggota belajar dan mengajar membuat selebaran dan menyebarluaskannya di banyak
tempat.

Demonstrasi bukan barang asing lagi bagi mereka. Biasannya mereka memulai gerakan
unjuk rasa itu dari kampus-kampus. Dalam acara demonstrasi tersebut mereka membawa
bahan peledak yang pernah menimbulkan korban dari pihak keamanan dan pelajar.
Gerakan-gerakan semacam ini jelas tidak pernah diajarkan Nabi Shalallahu'alaihi
wasallam dan para sahabatnya dalam agama, demikian juga mencari dukungan-dukungan.

Imam Ahmad bin Hambal pernah dipenjara oleh khalifah Al Makmun tetapi beliau tidak
melakukan demonstrasi , mencari dukungan, atau melakukan kudeta. Ibnu Taymiyyah
dipenjara dan mati dalam penjara tetapi muridnya, Ibnul Qoyyim, tidak mencari
dukungan, membuat selebaran ataupun melancarkan kerusuhan-kerusuhan dan selainnya.
Mereka hanya berdoa kepada Allah dengan cara yang baik.

18
Berdoa dengan hikmah, meminta pertolongan-Nya dan agar diberi kemampuan memikul
cobaan. Allah memberi petunjuk kepada yang Ia kehendaki dan menyesatkan siapa yang
Ia kehendaki.

Allah Subhanahu wata'ala berfirman : artinya : 'Apakah kamu mengira bahwa kamu akan
masuk surga, padahal belum datang kepadamu sebagaimana halnya orang-orang
terdahulu sebelum kamu ? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta
digoncangkan sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya,
'Bilakah datang pertolongan Allah?'. Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat
dekat.' (Al-Baqoroh : 214)

Allah berfirman yang artinya : 'Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa
mereka dibiarkan mengatakan :'Kami telah beriman', sedangkan mereka tidak diuji? ' (Al-
Ankabut:1-2).

Allah berfirman yang artinya : 'Apakah kamu mungira bahwa kamu akan masuk surga ,
padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata
orang-orang yang sabar' ( Ali Imran : 142).

Metode para Nabi adalah dengan cara mendidik dan mengajarkan kebaikan. Adapun
demonstrasi dan mencari dukungan/perlindungan kepada selain-Nya dapat menimbulkan
pembunuhan orang-orang baik dan kerusuhan-kerusahan. Hasan Al-Banna
mempergunakan cara-cara ini semuanya dan peristiwa-peristiewa yang pernah dilakukan
Hasan Al-Banna bisa dibaca dalam buku karya Mahmud Ash-Shabagh 'Tanzim Khash'
karya Shalah Syadi ' Al-Hasha minal Umur' dan buku karya Ahmad Kamal ' Alkhutuut
'alal Huruf' Dalam buku-buku tersebut pembaca bisa menemukan bagaimana Ikhwanul
Muslimin melakukan aksi-aksi kerusuhan bahkan sampai dengan perkara 'membunuh
manusia yang lewat dengan cara digigit'.

Mahmud Ash-Shabagh berkata, cara-cara itu dilakukan dalam rangka mencapai sasaran
dakwah (maslahat dakwah) walaupun dengan cara menggigit manusia yang lewat di jalan
sampai mati. Kasus-kasus ini semuanya pernah dilakukan dalam perjuangan ala Hasan
Al-Banna .

Prinsip kedelapan : Masuk ke Parlemen-parlemen dan Pemilu Hasan Al-Banna


berdakwah dengan memasuki parlemen, bersatu, melobi dan berbasa-basi dengan partai
lain denan tujuan untuk mendesak pemerintah dan mencapai maksud-maksud tertentu,
seperti yang pernah ia lakukan bersama partai Al-Yasari dan selainnya.

19
Quthbiyyah
Al Quthbiyyah disandarkan (dinasabkan) pada ajaran Sayyid Quthub. Sayyid Quthub
adalah anggota (anak-buah, red) Hasan al Banna yang sangat loyal kepada Ikhwanul
Muslimin dan menjalankan dengan baik semua apa yang dikehendaki Hasan al Banna.

Sayyid Quthub adalah seorang yang menghabiskan umurnya dengan sesuatu yang tidak
ada hubungannya dengan Islam. Termasuk salah seorang murid al ‘Aqqad (sastrawan dan
pemikir) yang sangat membenci komunis. Sayyid Quthub banyak menulis buku-buku
umum yang tidak berhubungan dengan Islam.

Dia juga menulis banyak kisah dan syair-syair umum (sosial). Dia hanya seorang penulis
dan kutu buku. Setelah itu ia bergabung dengan Ikhwanul Muslimin dan memba’iat al
Hadhami. Ia menjadi seorang anggota Ikhwanul Muslimin yang sangat loyal, membela
dakwah dan konsep-konsep Ikhwan dengan pena dan buku-bukunya.

(Setelah) Hasan al Banna terbunuh, lalu Al Hadhami dan Jamal Abdul Nasher
membelanya dan dapat mengkudeta pemerintah raja Faruq.

Dalam perjalanan pemerintahannya, terjadilah silang pendapat antara Jamal Abdul


Nasher dan Ikhwanul Muslimin, sehingga banyak dari anggota Ikhwanul Muslimin yang
dipenjara termasuk Sayyid Quthub. Di penjara dia menulis tafsir Al Quran yang berjudul
“Fi Zhilalil Qur’an” (edisi Indonesia Di bawah Naungan Al Quran) dan kitab-kitab
lainnya.

Setelah keluar dari penjara, Sayyid masih aktif menulis dan menyusun konsep-konsep
revolusi, pemutarbalikan Islam dan kudeta terhadap pemerintah. Konsep-konsep tersebut
dia adopsi dari AbulA’la Al Maududi dan Hasan Al Banna.

Selanjutnya ia menghidupkan tanzhim di masa As Sindi dan memperbaharui tandzim di


atas tandzim khusus – tanzhim khususnya dipaparkan Al ‘Isymari dalam buku “Sirriyatut
Tarikh Ikhwanul Muslimin,” (sejarah Rahasia Ikhwanul Muslimin). Ia sebutkan bahwa
pemimpin pengganti as Sindi adalah Shalih Al’Isymari.

Pada masa pemerintahan Jamal Abdul Nasher, Shalih Al Isymari disingkirkan dari
keanggotaan tandzhim khusus dan setelah itu Sayyid Qutbmemperalat Ali Isymari untuk
memperbarui tanzhim khusus dan melengkapi anggota Ikhwannul Muslimin dengan
senjata dan alat-alat kerusuhan (bahan peledak).

Ali ‘Isymari mengabarkan bahwa mereka membawa senjata, gerakan ini disokong
seorang wanita muslimah bernama Zainal Al Ghazali. Dialah pemasok dana dan senjata
yang didapat dari beberapa negara.

20
Selanjutnya Ali ‘Isymari yang pernah duduk bersama Sayyid Quthub mengatakan bahwa
apabila terjadi suatu gangguan terhadap dakwahnya (IM), Sayyid memerintahkan agar
mereka segera menuntaskannya dengan melancarkan berbagai macam kerusuhan dan
peledakan besar, seperti mensabotase jembatan-jembatan, pusat-pusat listrik dan tempat-
tempat lainnya, hingga akhirnya dapat menggulingkan Jamal Abdun Nasher.

Sayyid Quthub dalam bukunya “Limadza yahjuruni ?” (Mengapa Mereka


Mengucilkanku ?”) mengakui bahwa dialah yang merancang berbagai macam peledakan
dan kerusuhan. Ucapannya persis sama dengan apa yang dikatakan Ali Al ‘Isymari dalam
bukunya “Sejarah Rahasia Ikhwanul Muslimin.”

Sayyid Quthub berupaya mengulang sejarah “tanzhim khusus” dengan cara melakukan
peledakan-peledakan, serta mengumpulkan senjata-senjata dan melatih anggota
membiasakan gerakan-gerakan yang serupa. Sayyid Quthub adalah seorang konseptor
Ikhwanul Muslimin yang merancang pemikiran tersebut sebagai sebuah filsafat
pengkafiran yang mendatangkan kerancuan agama.

Sayyid Quthub mengkafirkan pemerintah dan masyarakat muslimin. Dialah yang


menafsirkan kalimat Tauhid (Laa ilaaha illa ALLAH) dengan tafsir bid’ah yang kaum
salaf tidak pernah menafsirkannya. Disamping itu, ia membuang semua Tauhid Asma’
dan Sifat ALLAH yang ada dalam Al Quran. (Karena) Ia adalah seorang penganut
tasawuf. Tafsirnya terhadap ayat 1 dari Surat Al Ikhlas Þõáú åõæó Çááøóåõ ÃóÍóÏñ
, cukuplah sebagai buktinya (Dalam Tafsir Fi Zhilalil Quran, red).

Ia juga seorang aqlani (rasionalis, pemuja akal) yang lebih mengutamakan logika
daripada nash Al Quran dan Asunnah. Bukti-bukti yang menunjukkan ia seorang aqlani
adalah :
1. Ia mencela orang yang berpoligami. Menurut logika Sayyid, kalau jumlah kaum wanita
banyak daripada kaum pria, baru boleh dijalankan poligami. Pemikirannya ini mirip
dengan pemikiran orang-orang kiri (komunis, red).
2. Tentang masalah perbudakan, ia berpendapat bahwa perbudakan sekarang sudah tidak
ada dan dahulu perbudakan hanya ada pada kelompok tertentu.
3. Kalau sudah tegak daulah Islam dengan cara yang ia tempuh atau jalan pengikutnya, ia
akan mengambil semua harta manusia kemudia ia bagi-bagikan walaupun sebagian
rakyatnya memiliki harta dengan jalan yang benar. Caranya ini persis cara-cara komunis.
Darimana dalilnya ? Tidak ada, ia berbicara semaunya.

Oleh karena itu, kalau kita tanyakan kepada teman-teman Sayyid : apakah ia seorang ahli
fiqih ? Bukan. Apakah ia memiliki fatwa-fatwa dalam amsalah ekonomi, muammalah
dan ibadah ? Tidak. Apakah ia pernah menulis kita-kitab ushul fiqih ? Tidak pernah .
Apakah ia pernah membahas masalah hadits-hadits dan atsar shahabat ?

21
Tidak pernah. Apakah ia menafsirkan ayat-ayat hukum dalam Al Quran dengan
mengikuti metode Al Qurthubi dan membawakan dalil-dalil Al Qur’an sendiri dan As
Sunnah ? Tidak. Bahkan ia menafsirkan Al Quran dengan jalan logika dan tidak merujuk
kepada kitab-kitab tafsir Ulama terdahulu.

Ia membuang sifat-sifat ALLAH, ia memberikan tafsir yang keliru, mengangkat masalah-


masalah tasaquf dan komunisme, mengkafirkan kaum muslimin, melemparkan kerancuan
agama kepada Muhammad bin Surur dan pengikutnya, sehingga mereka mengambil
konsepnya dalam berdakwah.

Saya katakan bahwa Sayyid ini seorang Ikhwanul Muslimin pengekor Hasan AL Banna,
yang fanatik, walaupun dia seorang yang pandai berbicara, beradab dan ahli sastra.

Orang yang semacam dia tidak patut mendapat pujian, khususnya bila kita bandingkan
dengan Washil bin Atha’ seorang tokoh mu’tazilah yang berakhlaq baik dan pemberani.
Namun demikian, Ulama salaf tetap mencelanya, tidak memperhatiakn akhlaq dan
kefasihannya. Sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Bakr Abu Zaid ketika memuji
kefasihan dan akhlaq Sayyid Quthub.

Apakah yang masuk ke dalam agama dari kefasihan ?

Kami berargumen dengan Al Quran dan As Sunnah. Jika tidak maka banyak dari
kalangan sufi yang ahli bahasa, nahwu dan akhlaq yang baik. Tapi yang kita jadikan
patokan adalah shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam yang dapat
membedakan antara hak dan yang batil, bukan mereka.
Syaikh Rabi Bin Hadi Al Madkhali ketika membantah kita “Munthalaq Al Kitab was
Sunnah” karya Syaikh Bakr Abu Zaid, berkata, “Ia soerang lelaki yang menyelisihi Kitab
dan As Sunnah dalam bab ini. Syaik Bakr Abu Zaid datang dan memberikan padaku
beberapa lembar kertas yang sangat kecil kemudian memuji Sayyid Quthub. Ia (Sayyid)
seorang yang baik katanya.” Syaikh Rabi’ berkata, “Ini ucapan yang salah.” Kemudian
kertas yang berisi pujian terhadap Sayyid Quthub tadi diedarkan (oleh pengikut IM,
penerjemah). Seolah masalahnya adalah masalah ta’at buta terhadap Syaikh Bakr, untuk
membantah bahwa ucapan Syaikh Rabi’ tidak benar.

Dimana sisi ucapan dan dalil Syaikh Bakr yang menjelaskan ucapan Syaikh Rabi’ itu
salah ??? Apakah Anda telah membantah beliau dengan rinci ? Dimana Anda terangkan,
ucapakan Syaikh Rabi’ salah dengan keterangan kitab-kitab Sayyid Quthub ? Atau
ucapan Syaikh batil dengan dalil ini.

Mereka tidak melakukan hal itu semuanya, tetapi memakai metode Ikhwanul Muslimin
yaitu ketaatan buta. Bila ia mengatakan tidak benar, maka kita harus berkata tidak benar
tanpa melihat dalil-dalil dan hujjah. Sayikh Bakr Abu Zaid telah salah dalam
memutuskan dan bersikap, semoga ALLAH membimbing kita dan beliau.

22
Dan Alhamdulillah, beliau telah bertaubat dari kesalahannya dan menulis kitab “Hukum
Intima” (Hukum Bergabung dengan Golongan-golingan) seta kitab-kitab bagus lainnya.

Ternyata beliau baru tahu bahwa Ikhwanul Muslimin mengedarkan kertasnya tadi di
Yaman dan negeri lainnya disertai foto Sayyid Quthub dan diberi judul “Nashihah Adz
Dzahab” (Nasihat Emas).

Cukuplah bagi beliau mengetahui kesalahannya dari siapa yang menyebarkan kertas itu.
Ternyata mereka adalah musuh Syaikh Bakr sendiri, musuh manhaj yang haq.

Kita kembali kepada pembahasan Sayyid Quthub dan melihat masalah yang terjadi di
masanya. Ia tidak mampu memimpin jama’ah Ikhwanul Muslimin karena organisasi
tersebut telah dinyatakan terlarang di Mesir. Jama’ah dan kantornya telah dibubarkan.
Lalu apa yang dilakukan Sayyid ?

Tidak kehilangan akal, dia menulis buku-buku yang telah disebarluaskan di masyarakat.
Buku-bukunya penuh dengan racun, filsafat, pengkafiran muslimin, kudeta “Islami” dan
lain sebagainya. Banyak pengagum atau pengikut Sayyid Quthub terpengaruh dengan
pemikirannya.

Sururiyah
Ada sekelompok muslim yang mengikuti kaidah salaf dalam perkara Asma’ dan Sifat
ALLAH, Iman dan Taqidr. Tapi, ada salah satu prinsip mereka yang sangat fatal yaitu
mengkafirkan kaum muslimin. Mereka terpengaruh oleh prinsip Ikhwanul Muslimin.
Pelopor aliran ini bernama Muhammad bin Surur.

Muhammad bin Surur yang lahir di Suriah dahulunya adalah anggota Ikhwanul Muslimin.
Kemudian ia menyempal dari jamaah sesat ini dan membangung gerakannya sendiri
berdasarkan pemikiran-pemikiran Sayyid Quthub (misalnya dalam masalah demontrasi,
kudeta dan yang sejenisnya).

Dalam hal Asma dan Sifat, ia mengikut manhaj Salaf, sehingga dari sinilah ia dapat
masuk ke kerajaan Saudi dan belajar disana.

Jama’ahnya dinamakan Quthbiyah, dinasabkan kepada Sayyid Quthub karena dia


memperbarui manhaj Ikhwanul Muslimin dan menciptakan gerakan-gerakan dakwah
yang sesat tersebut. Mereka bisa disebut Ikhwanul Muslimin apabila disandarkan kepada
induknya atau Sururiyah bila disandarkan kepada dainya yang bergerak pertama kali di
Saudi, yakni Muhammad Bin Surur. Jika tidak, maka Sururiyah adalah Quthbiyah dan
Ikhwanul Muslimin itu sendiri.

23
Sururiyah memiliki prinsip-prinsip yang sama dengan Ikhwanul Muslimin dalam masalah
takfir, demonstrasi, tanzhim, mobilisasi massa, dan mengikat pengikut dengan imamat
(kepemimpinan seorang Imam, red). Bentuk mereka bermacam-ragam sesuai dengan
kondisi negara setempat.

Contohnya di Mesir, sebelum diketahui mereka berprinsip ikhwani, sebagian anggota


mereka memulai dengan membangun masjid-masjid. Setiap masjid memiliki
penanggung-jawab, dan setiap penanggung-jawab harus melapor kepada ketua wilayah
dan ketua wilayah melapor kepada ketua umum.

Sebagian mereka bergerak dalam pembangunan perpustakaan-perpustakaan, lalu hasilnya


dilaporkan dan dikumpulkan sampai diketahui oleh pucuk pimpinan.

Sebagian lainnya membentuk halaqah Al Quran dan dipimpin oleh seorang ketua halaqah.
Kemudian beberapa ketua halaqah dikumpulkan untuk melaporkan hasil-hasil
gerakannya kepada ketua umum.

Inilah yang disebut pemikiran Hasan Al Banna, tapi beda nama! Sururiyah melakukan ini
semua dan mereka adalah Ikhwanul Muslimin.

Diantara kesamaan-kesamaan Sururiyah dan Ikhwanul Muslimin ialah :


1. Sururiyah memegangi prinsip Ikhwanul Muslimin : “Kita saling tolong-menolong pada
apa yang kita sepakati dan saling memaafkan pada apa yang kita perselisihkan.”, akan
tetapi dengan cara yang berbeda. Mereka merasa cocok dengan dakwah Ikhwanul
Muslimin dan meniru Hasan Al Banna, Sayyid Quthub, AL Hadhami dan At Tilmisani
yang beraqidah sufi dan asy’ari (Pengaruh Abul Hasan al Asy’ari, red).
Tokoh-tokoh itu menamakan diri dengan apa ? Dengan nama Ikhwanul Muslimin !
Bukan dengan nama sufi dan asy’ari, walaupun pada dasarnya mereka adalah asy’ari dan
sufi. Oleh karena itu Sururiyah bekerjasama dengan firqah Jama’ah Tabligh dan
Ikhwanul Muslimin, saling memaafkan pada apa yang mereka perselisihkan (termasuk
dalam masalah aqidah). Jama’ah Sururiyah berada pada satu barisan dengan firqah
(aliran) Tabligh. Ikhwanul Muslimin memasukkan ajaran sufi, asy’ari dan syi’ah.
Sementara Sururiyah memiliki satu pemikiran yang sama dengan Ikhwanul Muslimin
yaitu “saling memaafkan pada perkara yang mereka perselisihkan”.
2. Sururiyah memiliki satu pemikiran dengan Hasan al Banna dan Sayyid Quthub dalam
masalah mengkafirkan golongan lain dan pemerintahan muslim.
3. Sururiyah satu ide dengan Ikhwanul Muslimin dalam masalah demonstrasi, mobilisasi
dan selebaran-selebaran.
4. Sururiyah sama dengan Ikhwanul Muslimin dalam masalah pembinaan revolusi dalam
rangka kudeta
5. Sururiyah sama dengan Ikhwanul Muslimin dalam hal tanzhim (aturan) dan sistem
kepemimpinan yang mengkerucut (seperti piramid). Namanya berbeda, tapi hakikatnya
satu.

24
6. Sururiyah sama dengan Ikhwanul Muslimin dalam masalah politik dan tenggelam
dalam politik. Sehingga fatwa-fatwa mereka dibangun diatas dasar pertimbangan politik.

Apa yang bisa dimanfaatkan dari gerakan ini ? Mereka berdalil dengan prinsip-prinsip
Ikhwanul Muslimin dan mereka tidak bisa mengambil dalil-dalil syar’i. Dalam perang
Afghanistan (melawan Russia, red), mereka meninggalkan Syaikh Jamilur Rahman.
Padahal beliau seorang muwahid dan memerangi bid’ah. Namun disebabkan politik
kebid’ahan yang ada pada mereka, maka merekapun menahan hukum syariat (tidak
ditegakkan, red). Mereka meninggalkan ahli tauhid dan tidak mau bekerjasama dengan
ahli tauhid. Akan tetapi mereka tegak bersama ahli bid’ah, sementara Islam mewajibkan
mereka untuk bekerjasama dengan ahli tauhid. Dan mereka tidak melakukannya.

Sururiyah yang ditokohi oleh Salman Al Audah dan Safar Hawali semuanya bekerjasama
dengan kalangan sufi dan asy’ari seperti Hikmatiyar, Rabbani dan Syah Mahmud. Setelah
ketiganya berselisih dan berpecah-belah, mereka menggandeng Hikmatiyar dan Abdur
Rabb Ar Rasul Sayyaf karena mereka termasuk golongan Ikhwanul Muslimin dan tidak
terpengaruh oleh buku-buku Sayyid Quthub.

Perlu diketahui bahwa Hikmatiyar ini pernah meminta bantuan kepada orang-orang
komunis dan ini berlawanan dengan prinsip Sururiyah yang melarang meminta bantuan
kepada orang-orang kafir. Namun karena alasan politis mereka membolehkan hal ini !

Ketika Hikmatiyar jatuh dan pemerintahan dipegang orang-orang Taliban, maka


Sururiyah memandang negeri ini tidak bermanfaat, lalu mereka memalingkan
perhatiannya ke arah lain dan tidak memuji negara yang dikuasai orang-orang Taliban.
Sekarang orang-orang Sururi memfokuskan perhatiannya kepada negara Chechnya yang
sedang diserang orang-orang kafir (Rusia, red) – semoga ALLAH menolong para
mujahidin dan kaum muslimin disana.

Demikianlah jalan dakwah mereka selalu diwarnai politik. Metode berpolitik ini mereka
adopsi dari Hasan Al Banna. Al Banna, kita tahu, selalu menyikapi dalil-dalil syar’i
secara politis. Walhasil, dia membiarkan ahli maksiat dan orang-orang fasik dan
menyatukan mereka ke dalam satu golongan (partai) dalam rangka merealisasikan
konsepnya. Ia mendiamkan ahli maksiat dan orang-orang fasik agar tercipta kondisi yang
stabil dan mengokohkan golongannya.

Demikian juga muammalah mereka bersama para saudagar dan orang-orang kaya dengan
cara “mendompleng” mereka dalam rangka mengumpulkan dana. Tanpa dana mereka
tidak dapat berbuat apa-apa dalam menjalankan roda dakwah sebagaimana Ikhwanul
Muslimin dakwahnya tergantung sekali dengan dana.

25
Ihya'ut Turats
Yayasan Ihya’ut Turats lebih lunak sikapnya terhadap pemerintah. Mereka nampaknya
punya sikap yang baik sehingga memiliki referensi dari Syaikh Bin Baz yang mereka
sebarluaskan dalam menyikapi pemerintah.

Adapun yang tercela dari yayasan ini adalah pembuatan aturan mereka yang sama dengan
Ikhwanul Muslimin dalam masalah ketaatan kepada pemimpin. Walaupun tidak ada
lafadz baiat dalam organisasi mereka, tetapi mereka membuat satu nama yang disebut
dengan ketaatan. Maksudnya, wajib ta’at kepada pemimpin. Abdurrahman Abdu Khaqlid
dan Muhammad Mahmud Najdi menulis konsep-konsep ketaatan bagi anggota Ihya’ut
Turats. Dan ditetapkan dosa bagi yang tidak menaati pemimpin.

Mereka mengangkat penanggung-jawab masjid-masjid dalam satu daerah, setiap


penanggung jawab masjid bertanggung-jawab kepada pemimpin umum Ihya’ut Turats.
Tidak disyaratkan bagi pemimpin tersebut alim terhadap ilmu agama atau bahwa ia
haruslah seorang thalibul ilmi. Yang penting ia loyal dan taat kepada aturan organisasi
dan manhaj Ihya’ut Turats.

Mereka mengadopsi konsep Ikhwanul Muslimin dalam perkara tandzhim (aturan


organisasi), mengikat pengikut dengan pemimpin atau dengan Yayasan, ikut serta dalam
pemilu dan masuk ke dalam parlemen.

Demikian juga Ihya’ut Turats berbeda-beda prinsipnya, diantara mereka ada yang
bermanhaj (memilih jalan dakwah) Firqah Tabligh (aliran Jamaah Tabligh), bergabung
dengan Abdur Rahman Abdul Khaliq dan Syayiji, Sururiyun, Salman Al ‘Audah dan
menyebarkan kaset-kaset ceramahnya. Ihya’ut Turots adalah suatu organisasi yang tidak
punya pendirian tegas, terkadang mengatakan kami menentang Ikhwanul Muslimin,
melawan pemikiran Sayyid Quthub, Muhammad bin Surur, memuji Abdurahman Abdul
Kholiq, Safar Hawali dan memuji orang-orang yang melawan Salaf dan dakwahnya.

Hasan al Banna adalah penanggung-jawab dakwah dan organisasinya (Ikhwanul


Muslimin, red). Para dainya terikat oleh pemimpin dalam satu yayasan. Padahal dakwah
yang benar itu diikat dengan ahli ilmu, dan bukannya diikat oleh pemimpin dalam
yayasan-yayasan. Yayasan itu memberi manfaat yang besar bila bertujuan menopang
dakwah Islamiyah-Salafiyah, atau membantu fakir miskin dan anak-anak yatim.
Sayangnya, mereka menjadikan yayasan sebagai hakim (pengatur) bagi para da’i. Bagi
yang tidak sependapat dengan aturan yayasan, maka ia harus disingkirkan.

Mereka menulis konsep yang mereka namakan “Manhaj Yayasan” yang berisikan
kalimat-kalimat yang sangat umum maknanya, yang mereka tidak batasi maknanya pada
apa yang mereka kehendaki.

26
Sesungguhnya sikap mereka adalah melawan orang-orang Salaf dan orang-orang yang
menentang Sururiyun, Sayyid Quthub dan Tabligh.

Kita menemukan bahwa Ihya’ut Turats memiliki sikap yang jelek terhadap Syaikh Rabi’
Bin Hadi dan Ulama-Ulama Salafi. Mereka menjauhkan para pemuda manhaj salaf dan
menghadiri taklim-taklim salafiyyin. Mereka bergabung bersama Jama’ah Tabligh,
Sururiyun, jama’ah Abdurahman Abdul Khaliq dan jama’ah Syayiji, seperti yang terjadi
di Kuwait.

Sikap mereka terhadap Syaikh Muqbil Bin Hadi al Wadi’i dan ulama Salafi selain beliau,
serta jama’ah Ansharus Sunnah di Sudan juga tidak baik. Mereka memcah-belah dakwah
Salaf di Yaman dan selanjutnya membentuk jama’ah yang dibangun di atas tandzhim dan
ketaatan kepada pemimpin mereka.

Nasihat buat Ihya ut Turats


Aku mengajak kepada Ihya’ut Turats untuk kembali kepada ALLAH, bertaubat dan
meninggalkan jalan yang selama ini mereka tempuh karena jalan mereka membahayakan
dan seiring dengan berjalannya waktu mereka membentuk pemikiran dan jama’ah baru
yang memiliki pemimpin dan konsep yang sesat.

Hendaknya mereka kembali kepada jalan (manhaj) salaf. Inilah keterangan yang bisa
saya sampaikan dan saya meminta maaf kalau pembahasan ini terlalu panjang karena
pertanyaan kalian memerlukan jawaban yang panjang dan seandainya kami mau merinci
lebih panjang, tentu akan panjang lebar pembahasannnya. Akan tetapi saya hanya
mencukupkan sampai disini saja.

(Ditulis oleh Syaikh Ayyid asy Syamari, pengajar di Makkah al Mukaramah, dalam
rangka menjawab pertanyaan sebagian jama’ah Ahlusunnah wal Jama’ah asal Belanda
tentang perbedaan Ikhwanul Muslimin, Quthbiyyah, Sururiyah dan Yayasan Ihya ut
Turats. Penerbit Maktabah As-Sahab 2003. Judul asli Turkah Hasan Al Banna wa
Ahammul Waritsin. Penerjemah Ustadz Ahmad Hamdani Ibnul Muslim.)

27

Anda mungkin juga menyukai