Anda di halaman 1dari 15

Anthrax (Bacillus antacis)

Kelompok 3-4
YAMIN AHMAD

B04120050

RETNO WULANDARI
NENI FITRIANI

B04120052

B04120053

ARISKA ROSIANA B04120054


SARI ANGGRAINI B04120108
BAMBANG WISNU LAKSONO B04120110
TAN LI WERN

B04120

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN


DAN KEEHATAN MASYARAKAT VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

Mikroorganisme agen penyakit

Sejarah

Transmisi/Penularan

Penyakit pada Manusia

Penyakit pada Hewan

Pencegahan dan Kontrol

Mikroorganisme agen penyakit


Antraks adalah penyakit bakterial yang disebabkan oleh Bacillus anthracis.
Bakteri berbentuk batang lurus dengan susunan dua-dua atau seperti rantai,
gram positif, ukuran (I-1,5) sm X (3-5) pm, non motil, non hemolitik.
Membentuk spora bentuk oval yang berukuran 0,75 mikron meter X 1,0
mikron meter, dapat membentuk kapsul dan menghasilkan toksin (OIE, 2000).
Dinding sel bakteri ini merupakan polisakarida somatik.
Mempunyai lebih dari 1.200 strain.
Spora relatif tahan terhadap panas, dingin, pH, radiasi dan desinfektan
sehingga sangat sulit untuk dihilangkan jika terjadi kontaminasi.

Sejarah

Berita yang lebih jelas tentang berjangkitnya Anthraks di beberapa daerah


di Indonesia di beritakan oleh "Kolonial Verslag" antara tahun 1885 dan
1886.

Tahun 1930 tercatat kejadian-kejadian anthraks di berbagai tempat di Jawa


dan di luar Jawa.

Kasus anthrak di Jawa Tengah tahun 1990 tercatat 97 kasus pada manusia
di kabupaten marang dan Bojolali, sedang di Jawa Barat pada tahun 1975
-1974 tercatat 36 kasus di kabupaten Kawarang, 30 kasus di kabupaten
Purwakarta, di kabupaten Bekasi 22 kasus pada tahun 1983 dan 25 kasus
pada tahun 1985.

Transmissi/Penularan

Penyakit pada Manusia


Antraks pada manusia dibedakan menjadi tipe kulit, tipe pencernaan, tipe pulmonal dan tipe
meningitis.

Tipe kulit gejala klinis yang terlihat adalah demam tinggi, sakit kepala, ulcus dengan jaringan
nekrotik warna hitam di tengahdan dikelilingi oleh vesikel-vesikel dan oedema.

Pada tipe pencernaan (gastrointestinal anthrax), B.anthracis dapat masuk melalui makanan
terkontaminasi, dan masa inkubasinya 2 sampai 5 hari. Mortalitas tipe ini dapat mencapai 2560% dan dibedakan menjadi antraks intestinal dan antraks oropharingeal.

Tipe pernafasan (Pulmonary anthrax) terjadi karena terhirupnya spora B. Anthracis dengan
masa inkubasi 2-6hari. Jalannya penyakit perakut sulit bernafas, sianosis, koma dan mati.
Tingkat kematian bisa mencapai 86% dalam waktu 24 jam.

Tipe meningitis, merupakan komplikasi gejala demam tinggi, sakit kepala, sakit otot, batuk,
susah bernafas atau lanjutan dari ke-3 bentuk antraks yang telah disebutkan di atas . Tingkat
kematian dapat mencapai 100% dengan gejala klinik pendarahan otak (WHO, 1998)

Pengobatan
Penicillin

Adalah obat pilihan untuk anthrax kulit diberikan 5-7 hari.

Beberapa strain resisten terhadap penicillin dan doxycycline.

Ciprofloxacin

Terpilih sebagai obat pilihan tahun 2001.

Belum diketahui ada strain yg resisten.

Doxycycline
Tetrasiklin,

mungkin lebih baik

enteromicin dan klorampenikol juga efektif

Penyakit pada Hewan

Hewan dapat tertular antraks melalui pakan (rumput) atau minum yang
terkontaminasi spora.

Spora yang masuk ke dalam tubuh melalui oral dan akan mengalami
germinasi, multiplikasi di sistem limfe dan limpa, menghasilkan toksin
sehingga menyebabkan kematian (biasanya mengandung 109 kuman/ml
darah) (OIE,2000).

Pencegahan dan Kontrol


Pencegahan dan kontrol antraks di daerah endemik dilakukan dengan
cara vaksinasi.
Vaksin antraks yang digunakan di Indonesia sampai saat ini adalah
vaksin aktif, yaitu vaksin spora hidup atau live spora vaccine, yang
mengandung B.anthracis galur 34F2, bersifat toksigenik, dan tidak
berkapsul.
Hewan harus di vaksin tiap 6-12 bulan sekali sehubungan dengan
rentang

waktu

tanggap

parenteral (suntik).

kebal

yang

terbatas,

pemberian

secara

Pengujian penyakit anthrax

Konvesional

Serologis
Uji ascoli
Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA)
Uji DFA

Molekuler
Konfirmasi virulensi dengan polymerase chain reaction (PCR)

Pengujian Konvensional

Pengujian yang dilakukan pada dasarnya merupakan deteksi agen penyakit


dan deteksi antibody.

Metode isolasi dan identifikasi dilakukan untuk menentukan agen penyebab


telah direkomendasikan WHO (1998) dan Central for Disease Control and
Prevention (CDC,2002).

Metode ini dilakukan dengan berbagai teknik tergantung jenis spesimen,


yaitu :
(1) spesimen yang masih baru dan hewan atau manusia tanpa pengawet,
(2) spesimen yang masih baru dan hewan atau manusia dengan pengawet, dan
(3) spesimen yang sudah lama, karkas yang sudah membusuk, material yang
sudah diproses atau dan lingkungan (termasuk tanah).

Pengujian Serologis (Uji ascoli)

Uji termopresipitasi Ascoli sangat berguna untuk menentukan jaringan


tercemar Anthrax.

Untuk uji Ascoli diperlukan serum presipitasi bertiter tinggi. Jaringan


tersangka di-ekstrasi dengan air dengan cara perebusan, atau dengan
penambahan kloroform.

Cairan jernih yang diperoleh mengandung protein Anthrax, jika jaringan


tersebut mengandung kuman Anthrax.

Cairan tersebut disebut presiptinogen yang dipertemukan secara pelanpelan dengan serum presipitasi (presipitin) dalam tabung sempit. Reaksi
positif akan ditandai dengan terbentuknya cincin putih pada batas
pertemuan antara kedua cairan tersebut.

Pengujian Serologis (ELISA)

Sebanyak 3-5 g/ml komponen protective antigen (PA) toxin B. anthracis


digunakan

sebagai

antigen

pada

pH

tinggi

(9,5)

menggunakan

carbonate-coating buffer.

Enzyme

linked

immuno-sorbent

assay

(ELISA)

digunakan

untuk

mendeteksi adanya antibodi yang ada dalam sampel serum dan banyak
digunakan untuk evaluasi vaksinasi, studi epidemiologi pada manusia,
hewan ternak maupun hewan liar. Jika uji ini digunakan untuk diagnosa
harus juga dilakukan pemeriksaan laboratorium yang lain (OIE, 2000
;WHO, 1998).

Pengujian Serologis (uji DFA)

Bacillus spp ditumbuhkan selama 18-20 jam pada blood agar pada suhu 37 0C.
Bakteri yang tumbuh disuspensikan dengan PBS, dan diletakan pada object glass.
Suspensi dilarutkan untuk mendapatkan 5 sampai 20 sel dalam tiap lapangan
pandang.

Preparat pada object glass difiksasi. Preparat dapat dicuci dengan PBS jika
diperlukan. Kira-kira 40l konjugat yang telah dibuat ditambahkan.

Preparat kemudian diinkubasikan pada ruang pelembab selama 1 jam dalam suhu
ruangan. Preparat kemudian dicuci dengan PBS sebanyak 3 kali.

Preparat lalu dikeringkan. Tambahkan beberapa tetes muonting fluid (sebanyak 25


mg/ml 1,4-diazobicyclu (2,2,2)-octane (Sigma) dalam 10% PBS dan 90% gliserol
pH7,4) dan tutup dengan cover glass.

Lihat di bawah mikroskop fluorescent. Intensitas pewarnaan dicatat dalam skala dari
negatif (tidak ada fluoresens) sampai positif 4 untuk pewarnaan yang terlihat sama
dengan kontrol (Bacillus antracis galur Sterne).

Pengujian Molekuler (Konfirmasi virulensi dengan


polymerase chain reaction (PCR)).

Template DNA dapat dibuat dengan cara meresuspensi koloni B.


anthracis l air suling dan dipanaskan pada suhu 950C pada nutrient agar
dengan 25 selama 10 menit; disentrifuse sebentar pada suhu 4 0C;
supernatannya

dapat

digunakan

untuk

PCR.

Target

gen

yang

diamplifikasi adalah protective antigen dengan PCR product 596 bp dan


kapsul dengan PCR product 846 bp.

Teknik PCR mulai digunakan secara luas untuk mendeteksi adanya gen
faktor virulensi (kapsul dan toksin PA). Jadi dalam hal ini dapat
dipastikan suatu isolat adalah virulen atau tidak . Metode ini relatif
cepat dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (OlE,2000; WHO,
1998).

Anda mungkin juga menyukai