Anda di halaman 1dari 38

RINE DIANEGIANTY (160110080034)

RORI SASMITA (160110080035)


DIANDRA AUDYLA ( 160110080036)
VIONITYA YUDHYA SAVITRI (160110080037)
PRILINAR HARDIANTI (160110080038)

Eritema Multiform

Erythema Multiform

Faktor

Penginisisasi

Patologis EM masih belum bisa diketahui


Pengaruh kompleks imun

herpes maupun mycoplasma, dan reaksi


alergi dari penggunaan obat
TARGET SERANGAN : Ephitelium dan
dinding pembuluh darah bagian lamina
propria

Gambaran Klinis

Eritema Multiform Minor

Menyerang bagian kulit, 25% mukosa


mulut
Tahap awal : Stomatitis kutan
macula cincin, merah putih, konsentrik,
berukuran0,5 sampai 2 cm disebut lesi
target, mata sapi, atau iris

cepat
Permukaan ekstensor lengan dan kaki, lutut
dan telapak tangan

Gambaran Khas Iris

Eritema multiform minor


kronik

Eritema Multiform Mayor

Gambaran Histopatologi

Jaringan berubah-ubah, tergantung dari


besarnya lesi
Perubahan jaringan ringan bersifat non spesifik
Interseluler dan intraseluler edema paling
banyak ditemukan
Berdampak pada eosinophilik koagulasi yang
tidak berbentuk pada epitel keratin
mucopolysaccharidedystrophy
Migrasi dari mononuclear dan
polymorphonulear sel kedalam seluruh lapisan
epithelium sering ditemukan

Beberapa kasus, penebalan dan elongasi


irregular padaretepegs sering terjadi
Pewarnaan untuk melihat EM secara
mikroskopik pewarnaan
immunofluoresent

Perawatan

EM ringan bersifat simptomatik


antihistamin, analgesic, dan antipireutik
dikombinasi dengan antihistamin atau
penggunaan topical steroid

Steroid sistemik kadang digunakan tetapi


untuk perawatan yang terbaik pasien
dapat dirujuk kebagian unit perawatan
yang lebih intensif

Steven Johnson
Syndrome

Manifestasi Klinis

Pasien SJS memiliki manifestasi klinis


berupa permukaan kulit dan mukosa
yang lunak dan kemerahan (erythema)
dan dapat meluas

Manifestasi Klinis

Mukosa oral terlibat dengan


pembentukan bullae yang meluas diikuti
dengan erosi yang sangat sakit ditutupi
oleh pseudomembran yang bewarna
putih keabu-abuan atau
pseudomembran yang hemorrhagic

Etiopatogenesis

SJS dan TEN dapat disebabkan oleh obatobatan dimana penyakit akan dimulai dari SJS
dan diikuti dengan TEN yang sifatnya lebih
parah.
Tanda histopatologi dari SJS-TEN adalah
nekrosis epidermal.
Obat yang seringkali mengimplikasikan SJS-TEN
adalah sulfa drugs, allopurinol, hydantoins, dan
carbamazepine.
Patogenesis yang tepat masih belum diketahui,
tapi mungkin lebih karena respon imun.

Perawatan

Dosis besar dari steroid sistemik dan


antibiotik biasanya dibutuhkan.
Agen-agen yang mendorong terjadinya SJS
harus dihilangkan.
Pasien dapat dimasukkan ke Intensive Care
Unit (ICU) atau burn unit untuk dilakukan
penanganan yang secepatnya.
Cairan intravena harus diberikan pada pasien
dengan luka bakar yang tebal, dan dilakukan
debridement pada epidermis yang devital,
perawatan kulit pada luka dengan tipe luka
bakar, monitoring, dan perawatan secara
cepat pada semua infeksi termasuk sepsis

Toxic Epidermal
Necrotican
TEN merupakan penyakit kulit yang parah dengan
angkat mortalitas yang tinggi dan dikarakteristikan
dengan erupsi yang meluas dan pelepasan dari
epidermis yang nekrosis.

Manifestasi Klinis

Pasien dengan TEN melaporkan fase


prodormal dapat berupa demam, gejala
pada traktus respiratorius bagian atas,
conjunctival burning, dan skin tenderness
yang bersamaan dengan demam, sakit
kepalam sakit pada otot dan persendian,
nausea, vomiting, dan diare.

Manifestasi kulit pada pasien TEN bersifat


akut dan berkembang dengan sangat cepat.

Etiopatogenesis

Sebab terjadinya TEN yang utama adalah


obat-obatan seperti antibiotik, sulfonamide,
sulfone, nonopiate analgesic, NSAIDs, dan
obat-obatan antiepilepsi.
Infeksi virus, bakteri, dan fungi, penyakit
ganas, dan radiasi juga dapat
menyebabkan terjadinya TEN.
Patogenesis dari penyakit ini masih belum
diketahui secara pasti, dan mekanisme dari
imun merupakan hal yang paling
memungkinkan terjadinya TEN.

Perawatan

Perawatannnya dapat berupa steroid


sistemik, antibiotik, cairan dan elektrolit.
Pasien dapat dikirim ke unit
dermatologist atau burn unit.
Pasien dengan keterlibatan TEN pada
oral seringkali mengalami resiko
dehidrasi dan malnutrisi, dan manajemen
cairan menjadi kritis.

Antibiotik harus dimulai secara empiris


apabila terdapat tanda-tanda infeksi.
Perawatan streroid sistemik merupakan
perawatan yang controversial dan
intravenous immunoglobulin G (IVIG)
telah diusulkan untuk menjadi terapi
adjunctive.

Reaksi Alergi
Reaksi antara antigen dan
antibodi yang
menyebabkan pelepasan
histamin dan slow
reacting substance of
anaphylaxis (SRS-A).

Reaksi Alergi

Reaksi anafilaksis dapat bersifat lokal dan general.

Reaksi anafilaksis general merupakan keadaan gawat


darurat.

Mekanisme
reaksi anafilaksis

Reaksi antibodi
IgE

Melepaskan
histamin,
bradykinin, dan
SRS-A

Kontraksi otot polos pada


sistem pernapasan, saluran
cerna, dan permiabilitas
pembuluh darah

Reaksi Alergi
Faktor-faktor yang meningkatkan resiko anafilaksis pada
pasien:

1.

Riwayat alergi pada obat atau makanan

2.

Riwayat asthma

3.

Riwayat keluarga alergi

4.

Administrasi obat secara parenteral

5.

Administrasi beresiko tinggi sebagai allergen seperti


penicillin.

Reaksi Alergi
Reaksi anafilaksis dapat terjadi beberapa detik setelah obat
diadministrasikan atau dapat juga terjadi 30-40 menit
kemudian.

Tanda pertama terlihat pada kulit


dan seperti yang terjadi pada
anafilaksis lokal (urticaria,
angioedema, erythema, dan
pruritus).
Gejala pernapasan yang terjadi
meliputi dyspnea, wheezing, dan
asthma.


Pada GI
tract terjadi vomitting, kram,
dan diare.

Reaksi Alergi
Jika hal ini tidak
ditangani

1.

Gejala hipotensi

2.

Syok

3.

Gagal pernapasan

4.

Edema laryng.

Penatalaksanaan:
Posisi : Segera penderita
dibaringkan pada posisi yang
nyaman /comfortable dengan
posisi kaki ditinggikan (posisi
trendelenberg), dengan ventilasi
udara yang baik dan jangan lupa
melonggarkan pakaian.

Reaksi Alergi
Airways : Jaga jalan nafas dan berikan
oksigen nasal/mask 5-10 I/menit, dan
jika penderita tak bernafas disiapkan
untuk intubasi.

Intravena access : Pasang IV line


dengan cairan NacL 0,9% /
Dextrose 5% 0,5-1 liter/30 menit
Drug : Epinefrin / Adrenalin adalah drug of choice pada syok
anafilaksis dan diberikan sesgera mungkin jika mencurigai
syok anafilaksis
Dosis : 0,3-0,5 ml/cc Adrenalin/Epinefrin 1 : 1000 diberikan IM
(untuk anak-anak dosis : 0,01 ml/KgBB/.dose dengan
maksimal 0,4 ml/dose).

PEMPHIGUS VULGARIS

Penyakit autoimune yang


mengenai membran mukosa
maupun kulit

etiologi

oadanya pengikatan autoantibodi igG pada


desmoglein 3,
oadanya penyakit autoimun: myasthenia gravis,
thymoma; kelainan autoimun multiple dengan
neoplasma seperti limfoma

GEJALA KLINIS
MEMBR
AN
MUKOS
A

Hampir 80-90% pasien


PV mengalami lesi
oral, dan 60% kasus
melaporkan bahwa lesi
oral merupakan tanda
utama dari penyakit ini
thin-walled bulla (bula
berdinding tipis)
Lesinya dangkal,
iregular , terkadang
melepaskan epitelium
pada bagian perifernya

Dapat timbul erosi


pd buccal,gingiva,
palatum bentuk
tdk teratur
Nikolsky sign
adanya pembentukan
lesi baru

KULIT

Bula yg lembek, berisi cairan jernih


Bula mudah pecah
Timbul erosi yg sakit, mudah berdarah &
meluas

PATOGENESIS

BULA

PERAWATAN

YANG TERPENTING :
diagnosis awalnya
di mana dosis
pengobatan yang
rendah dapat
digunakan pada
periode waktu yang
pendek untuk
mengontrol
penyakit

dosis yang tinggi dari


kortikosteroid sistemik
(dosis 1-2 mg/kg/d )
steroid digunakan untuk
periode waktu yang
lama
adjuvant (ex:
azathioprine atau
cyclophosphamide)
ditambahkan untuk
mengurangi komplikasi
dari terapi kortikosteroid
jangka panjang.

Pada kasus oral


mengkombinasikan terapi steroid topikal
dengan steroid sistemik, baik menggunakan
prednison tablet yang larut perlahan dalam mulut
sebelum ditelan atau dengan menggunakan krim
steroid topikal yang keras.

Anda mungkin juga menyukai