Penataan
Ruang
(SPR)
Untuk
Penyusunan
Peratura
n
Zonasi
KEMENTERIAN PEKERJAAN
UMUM
D I R E K T O R AT J E N D E R A L P E N ATA A N R UA N G
DIREKTORAT PEMBINAAN PENATAAN RUANG DAERAH
WILAYAH
disusun
apabila:
RTRW PROVINSI
RTRW KABUPATEN
a.
b.
PERKOTAAN
RTRW NASIONAL
PERTAHANANKEAMANAN
PERTUMBUHAN
EKONOMI
SOSIAL DAN
BUDAYA
SDA DAN/ATAU
TEKNOL. TINGGI
FUNGSI DAN DAYA
DUKUNG LH
RENCANA DETAIL
TATA RUANG (RDTR)
Batas Waktu :
36 Bulan setelah
Penetapan RTRW
TELAH DIARAHKAN
DALAM RTRW
KAW.PERKOTAAN/
STRATEGIS KAB
PRIORITAS PEMB.
BARU
Prosedur Penyusunan :
Proses Penyusunan
Pelibatan Peran Masyarakat
Pembahasan Rancangan
Proses Penyusunan :
Persiapan
Pengumpulan Data
Pengolahan Data & Analisis
Perumusan Konsepsi
Penyusunan Raperda
Prosedur Penetapan :
Pengajuan Raperda
Persetujuan Substansi
Persetujuan Bersama
Evaluasi Gubernur
Penetapan Raperda
Pasal 150
Pengaturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 memuat
ketentuan mengenai:
a. jenis kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan
tidak diperbolehkan;
b. intensitas pemanfaatan ruang;
c. prasarana dan sarana minimum; dan
d. ketentuan lain yang dibutuhkan.
KEDUDUKAN RDTR/PZ
Rencana
Pembangunan
Rencana Umum
Tata Ruang
RPJP Nasional
RTR Pulau
RTRW Nasional
RPJM
Nasional
RPJP Provinsi
RTR Kaw Strategis
RTRW Provinsi
Provinsi
RPJM
Provinsi
RPJP
Kab/Kota
Permen PU
20/2011
RDTR/PZ
Kab
RTRW Kab
RTRW Kota
RPJM
Kab/Kota
UU 25/2004
RDTR/PZ Kota
RTR Kaw Strategis Kota
UU 26/2007
RDTR DAN PZ
RTRW
1.
1 Tidak/belum bisa
dijadikan dasar
dalam
pelaksanaan
pemanfaatan
ruang dan
pengendalian
pemanfaatan
2. ruang
Telah
RDTR dan PZ
gabung
mengamanahkan
penyusunan
RDTR
3. Telah memiliki
kedalaman RDTR
(1:5000)
PZ saja
Permen PU
20/2011
RDTR DAN PZ
Muatan RDTR
1. Tujuan Penataan Ruang
2. Rencana Pola Ruang
3. Rencana Jaringan Prasarana
4. Penetapan Sub BWP Yang
diprioritaskan Penangannnya
5. Ketentuan Pemanfaatan Ruang
6. Peraturan Zonasi
KEDUDUKAN RDTR/PZ
Rencana
Pembangunan
Rencana Umum
Tata Ruang
RPJP Nasional
RTR Pulau
RTRW Nasional
RPJM
Nasional
RPJP Provinsi
RTR Kaw Strategis
RTRW Provinsi
Provinsi
RPJM
Provinsi
RPJP
Kab/Kota
Permen PU
20/2011
RDTR/PZ
Kab
RTRW Kab
RTRW Kota
RPJM
Kab/Kota
UU 25/2004
RDTR/PZ Kota
RTR Kaw Strategis Kota
UU 26/2007
OUTLINE
17
1. PENDAHULUAN
Latar
Latar
Belakang
Belakang
Pedoman penyusunan Peraturan Zonasi (PZ) ditetapkan
dalam Permen PU No. 20/2011 tentang Pedoman
Penyusunan RDTR dan PZ Kab/Kota.
Ketentuan Permen PU belum mengatur secara spesifik
mengenai Peraturan Zonasi, termasuk beberapa acuan
standar dalam peraturan zonasi.
Beberapa penyempurnaan dalam pengaturan PZ diatur
lebih lanjut dalam Standar Penataan Ruang tentang
Peraturan Zonasi.
18
1. PENDAHULUAN
Maksud
Maksud
sebagai acuan bagi pemerintah daerah kab/kota dan
pemangku kepentingan lainnya dalam menyusun PZ,
maupun Pemerintah dan Pemerintah Provinsi dalam
melakukan penilaian kualitas melalui persetujuan
substansi Raperda PZ.
Tujuan
Tujuan
untuk mewujudkan peraturan zonasi sebagai perangkat
pengendalian pemanfaatan ruang yang berkualitas dan
sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundangundangan yang berlaku.
19
1. PENDAHULUAN
Ruang
Ruang
Lingkup
Lingkup
20
1. PENDAHULUAN
Keduduka
Keduduka
n
n
UU No. 26/2007
tentang Penataan
Ruang
PP No. 15/2010
tentang
Penyelenggaraan
Penataan Ruang
Permen PU
No.
15/2012
tentang
Pedoman
Penyusuna
n RTR KSN
NSPK Sektoral
yang berkaitan
dengan
Peraturan
Zonasi
Permen PU
No.
15/2009
tentang
Pedoman
Penyusuna
n RTRW
Provinsi
SPR
SPR
Peratur
Peratur
an
an
Zonasi
Zonasi
Permen PU
No. 16/2009
tentang
Pedoman
Penyusunan
RTRW
Kabupaten
Permen PU
No.
17/2009
tentang
Pedoman
Penyusuna
n RTRW
Kota
Permen PU No.
20/2011 tentang
RDTR dan PZ
Kabupaten/Kota
21
2. KETENTUAN UMUM
Standar Muatan Teks
Zonasi
3.1
3.1 Tata
Tata Cara
Cara
Penyusunan
Penyusunan
Delineasi
dan klasifikasi zona dirumuskan berdasarkan:
1) Pola ruang yang telah ditetapkan pada RTRW dan/atau RDTR
kabupaten/kota.
2) Kajian peraturan terkait, kajian teoretis, kajian perbandingan,
maupun kajian empirik/lapangan di daerah bersangkutan
3) Kesepakatan dengan pemangku kepentingan.
4) Kesamaan karakteristik pemanfaatan ruang (misalnya
perumahan, perdagangan dan jasa, industri, dan lain-lain);
5) Tingkat gangguan yang ditimbulkan terhadap kawasan
sekitarnya. Suatu jenis pemanfaatan ruang yang menimbulkan
gangguan yang besar terhadap suatu kawasan (misalnya
menyebabkan kemacetan lalu lintas, menimbulkan bangkitan dan
tarikan pergerakan yang lebih besar dibandingkan dengan kawasan
secara keseluruhan) dapat ditetapkan sebagai satu zona walaupun
ukurannya hanya seluas 1 (satu) persil;
6) Skala pelayanan kegiatan terkait. Kegiatan yang melayani
wilayah regional ditetapkan sebagai satu zona tersendiri,
sementara kegiatan yang melayani wilayah lingkungan tidak perlu
ditetapkan sebagai satu zona jika tingkat gangguan yang
ditimbulkannya rendah
23
24
Contoh
Klasifikasi & kode
Opsi Klasifikasi SUBZONA berdasarkan:
Zona (1)
Bentuk /
NO
ZONA
Jenis / Kekhususan
Perumahan (R)
Kluster (~k)
NonKluster (~n)
Intensitas /
Kepadatan
Kepadatan
Rendah (~1)
Kepadatan
Sedang (~2)
Kepadatan
Tinggi (~3)
Kepadatan
Sangat Tinggi
(~4)
Tampilan
Bangunan
Tunggal (~a)
Skala / Kapasitas /
Ekternalitas
Kecil (~A)
Kopel (~b)
Sedang (~B)
Deret (~c)
Besar (~C)
Sangat Besar /
Kawasan Terpadu
(~D)
Susun / Vertikal
(~d)
Komersial (K)
PKL/Informal (~1)
Tunggal (~a)
Kopel (~b)
Deret (~c)
Susun / Vertikal
(~d)
Perkantoran
(P)
Pemerintah (~1)
Swasta (~2)
Gabungan / Kombinasi
Contoh
Klasifikasi & kode
Opsi Klasifikasi SUBZONA berdasarkan:
Zona (2)
NO
ZONA
Jenis / Kekhususan
Industri (I)
Industri Kecil (~1)
Industri
Sedang/Menen
gah (~b)
Industri Besar
(~c)
Kluster Industri
/Industrial Estate Non-polutif & tidak
(~k)
berbahaya (~A)
Pendidikan (~1)
Kesehatan (~2)
Sosial budaya (~3)
Peribadatan (~4)
Industri
nonkluster (~n)
Gabungan / Kombinasi
Fasilitas
Pelayanan
Umum (U)
Industri
Kecil/Rumah
Tangga (~a)
Skala / Kapasitas /
Ekternalitas
Intensitas /
Kepadatan
Bentuk /
Tampilan
Bangunan
26
Contoh
Klasifikasi & kode
Zona (3)
ZONA
Jenis / Kekhususan
Khusus (S)
Intensitas /
Kepadatan
Bentuk / Tampilan
Bangunan
Skala / Kapasitas /
Ekternalitas
Skala Lokal/ Kota (~A)
Skala Regional (~B)
Gabungan / Kombinasi
TPA Lokal Kota (S2-A)
TPA Regional (S2-B)
Pertanian (T)
Pertanian Lahan Basah (~1)
Pertanian Lahan Kering (~2)
Hortikultura (~3)
Perikanan (~4)
Peternakan (~5)
Ruang Hijau
(RH)
27
3.2
3.2 Tata
Tata Cara
Cara
Penyajian
Penyajian
Dalam
bentuk tabel : (a).
3.3
3.3 Perumusan
Perumusan Kualitas
Kualitas Lokal
Lokal
Minimum
Minimum
Kualitas lokal minimum adalah kinerja yang diharapkan di
suatu zona tertentu sebagai panduan bagi semua pihak yang
terlibat(pemerintah, swasta, dan masyarakat) dalam pelaksanaan
pengendalian pemanfaatan ruang di zona tersebut
Kualitas lokal minimum disusun berdasarkan
pertimbangan:
a) Dampak kegiatan terhadap lingkungan, sosial-budaya, lalu
lintas
b) Kelestarian lingkungan (perlindungan dan pengawasan
terhadap pemanfaatan air, udara dan ruang bawah tanah)
c) Toleransi terhadap tingkat gangguan dan dampak
terhadap peruntukkan yang ditetapkan
d) Rujukan terhadap ketentuan-ketentuan maupun standarstandar yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang, termasuk
untuk bangunan yang memiliki fungsi tertentu (misalnya
bandara, pelabuhan, dll);
e) Rujukan terhadap ketentuan dalam peraturan bangunan
setempat.
29
4. DAFTAR KEGIATAN
30
5.1
5.1 Delineasi
Delineasi
5. Delineasi dan
Penomoran
Blok Peruntukkan
31
32
R2
R2
T1
R2
R1
F1
R1
Keterangan:
: Sub Kawasan
: Blok
: Persil
Fisik
: Sub Kawasan, Blok, Persil
Fungsi : Zona, Sub Zona
33
5. Delineasi dan
Penomoran
Blok Peruntukkan
5.2
5.2
Penomoran
Setiap
blok peruntukan diberi nomor blok untuk kemudahan referensi.
Penomoran
(A) Kode pos (berdasarkan kelurahan/desa) diikuti dengan 3 digit nomor
blok. Nomor blok dapat ditambahkan huruf bila blok tersebut dipecah
menjadi beberapa subblok
(B) Nomor kecamatan diikuti nomor kelurahan dan nomor rukun warga.
Nomor blok dapat ditambahkan huruf bila blok tersebut dipecah menjadi beberapa
subblok .
34
6. Ketentuan Kegiatan
dalam Suatu Zona
Penentuan I, T, B, atau X untuk aturan kegiatan didasarkan pada
pertimbangan sebagai berikut:
1. Umum, berlaku untuk semua jenis pemanfaatan ruang pada suatu zona:
a.Dampak kegiatan terhadap lingkungan, sosial-budaya, lalu lintas
b.Peraturan perundang-undangan terkait dengan permanfaatan ruang
di sekitar jaringan jalan
c. Kesesuaian dengan arahan dalam rencana tata ruang
kabupaten/kota
d.Kelestarian lingkungan (perlindungan dan pengawasan terhadap
pemanfaatan air, udara dan ruang bawah tanah)
e.Toleransi terhadap tingkat gangguan dan dampak terhadap
peruntukkan yang ditetapkan
f. Tidak merugikan golongan masyarakat tertentu, terutama
golongan sosial-ekonomi lemah, dsb.
g.Kualitas Lokal Minimum yang ditetapkan dalam klasifikasi zona
2. Khusus, berlaku untuk masing-masing karakteristik guna lahan,
kegiatan, atau komponen yang akan dibangun, dapat disusun
berdasarkan:
h. Rujukan terhadap ketentuan-ketentuan maupun standar-standar yang
berkaitan dengan pemanfaatan ruang, termasuk untuk bangunan yang
memiliki fungsi tertentu (misalnya bandara, pelabuhan, dll);
i. Rujukan terhadap ketentuan dalam peraturan bangunan setempat.
35
6.1
6.1 Komponen
Komponen
Pengaturan
Pengaturan
6. Ketentuan Kegiatan
dalam Suatu Zona
36
6.2
6.2 Spesifikasi
Spesifikasi
Penyajian
Penyajian
6. Ketentuan Kegiatan
dalam Suatu Zona
37
6. Ketentuan Kegiatan
dalam Suatu Zona
6.3
6.3 Tata
Tata Cara
Cara
Penyusunan
Penyusunan
Cara menyusun:
1. Siapkan tabel yang terdiri atas Nomor Urut (kolom 1); Daftar
Kegiatan (kolom 2); zona dan subzona yang akan diatur
kegiatannya di dalam Peraturan Zonasi.
2. Zona dan subzona disusun secara berurutan. Urutan penempatan
dalam tabel diawali dengan zona lindung (dasar dan spesifik) kemudian
diakhiri dengan zona budidaya (dasar dan spesifik). Seluruh zona
spesifik dimulai dengan angka terkecil hingga terbesar secara
berurutan.
3. Zona dasar dan zona spesifik pada kolom A pada Gambar berikut,
dioperasionalkan terhadap daftar kegiatan pada kolom B dengan
menentukan klasifikasi pemanfaatannya.
4. Setiap kegiatan yang diberikan kode T dan/atau B harus disertai
dengan penjelasan mengenai kondisi yang menyebabkan kegiatan
tersebut dibatasi (T) dan/atau persyaratan yang harus dipenuhi (B).
5. Apabila terdapat perbedaan yang menyebabkan suatu kegiatan
terbatas (T) dan/atau perbedaan persyaratan yang harus dipenuhi (B),
maka syarat pembatasan dan persyaratan harus dijelaskan dan
diberi kode khusus (misalnya angka atau huruf) setelah huruf T atau
38
B.
6. Ketentuan Kegiatan
dalam Suatu Zona
Cara membaca:
misalnya pada Zona perumahan dengan fungsi R1 pada Gambar 4, kegiatan yang:
1. Diizinkan (I) adalah apartemen, rusunawa dan rumah tipe RSH;
2. Diizinkan terbatas (T1) adalah rumah menengah dengan pembatasan luas kapling maksimal 500
meter persegi;
3. Diizinkan terbatas (T2) adalah kegiatan kerajinan tangan skala rumahan, yaitu hanya boleh ada
satu setiap 100 rumah dan ada pembatasan jam operasional;
4. Diizinkan dengan memerlukan bersyarat (B2) adalah rumah tipe mewah. Rumah mewah wajib
menyertakan izin pengeboran air tanah dan izin pembangunan kolam renang pribadi;
5. Tidak diizinkan (X) pada zona perumahan dengan fungsi R1 adalah pergudangan.
7.1
7.1 Materi
Materi
Minimum
Minimum
7. Ketentuan
Intensitas
Pemanfaatan Ruang
40
7. Ketentuan
Intensitas
Pemanfaatan Ruang
7.2
7.2 Dasar
Dasar
Pertimbangan
Pertimbangan
KDB = 25%
KLB = 1
Jumlah lantai =
4
41
7. Ketentuan
Intensitas
Pemanfaatan Ruang
3. Koefisien Dasar Hijau (KDH) minimum
KDH adalah koefisien yang dapat digunakan untuk mewujudkan RTH.
Diberlakukan secara umum pada kawasan zonasi atau blok. Penetapan
besar KDH minimum didasarkan pada pertimbangan: tingkat
pengisian/peresapan air, besar pengaliran air (kapasitas drainase), dan
rencana tata ruang (RTH, tipe zonasi, dll).
8. KETENTUAN TATA
MASSA BANGUNAN
8.1
8.1 Materi
Materi
Minimum
Minimum
Ketentuan
tata massa bangunan adalah ketentuan yang mengatur bentuk,
8.2
8.2 Penetapan
Penetapan Garis
Garis Sempadan
Sempadan Minimum
Minimum (Sempadan
(Sempadan
Jalan,
Jalan, Bangunan,
Bangunan, Sungai,
Sungai, Pantai,
Pantai, Situ,
Situ, Danau,
Danau, Waduk,
Waduk,
Mata
Air,
KA,
Air, Rel
Rel
KA, SUTET,
SUTET, Pipa
Pipa Gas)
Gas)
DasarMata
Pertimbangan
Penetapan
Keselamatan
terhadap Bahaya Kebakaran
8. KETENTUAN TATA
MASSA BANGUNAN
Garis Sempadan Jalan
Pada GSJ tidak boleh didirikan bangunan rumah, terkecuali jika GSJ
berimpit dengan garis sempadan bangunan (GSB). GSJ dimaksudkan
mengatur lingkungan hunian memiliki kualitas visual yang baik, selain
itu juga mengatur jarak pandang yang cukup antara lalu lintas di jalan
dan bangunan.
Rujukan:
Pemanfaatan bagian-bagian jalan
untuk kepentingan tertentu dapat
merujuk kepada Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No.
20/PRT/M/2010 tentang Pedoman
Pemanfaatan Dan Penggunaan
Bagian-Bagian Jalan.
44
8. KETENTUAN TATA
MASSA BANGUNAN
Garis Sempadan Bangunan (GSB) minimum
Penetapan garis sempadan yang terkait dengan bangunan sekurangkurangnya mencakup:
1. Garis sempadan bangunan depan;
2. Garis sempadan bangunan samping;
3. Garis sempadan bangunan belakang
45
8. KETENTUAN TATA
MASSA BANGUNAN
8.3
8.3 Tinggi
Tinggi bangunan
bangunan
maksimum
maksimum atau
atau
minimum
minimum
8.4
8.4 Jarak
Jarak bebas
bebas antar
antar
bangunan
bangunan minimum
minimum
8. KETENTUAN TATA
MASSA BANGUNAN
0 s/d 8
8 s/d 14
36
14 s/d 40
68
40
47
8.5
8.5 Amplop
Amplop Bangunan
Bangunan
8. KETENTUAN TATA
MASSA BANGUNAN
8.5
8.5 Tampilan
Tampilan bangunan
bangunan (opsional)
(opsional)
Tampilan bangunan ditetapkan dengan mempertimbangakan warna bangunan,
bahan bangunan, tekstur bangunan, muka bangunan, gaya bangunan,
keindahan, dan keserasian dengan lingkungan sekitar.
48
9. ATURAN
TAMBAHAN
Tujuan aturan tambahan adalah
1. melengkapi aturan dasar yang sudah disusun pada suatu
zona di blok tertentu yang membedakannya dari
pemanfaatan ruang di zona yang sama di blok yang lain;
2. mempermudah dalam penyusunan klasifikasi zona.
Penetapan aturan tambahan membuat pengklasifikasian
zona menjadi lebih sederhana dan menghindarkan terlalu
banyaknya zona dalam suatu kabupaten/kota.
Aturan tambahan dirumuskan berdasarkan:
1. Kegiatan spesifik yang sudah ada sejak dahulu di
kabupaten/kota yang bersangkutan dan tidak/belum
mempunyai ketentuan yang mengaturnya.
2. Ketentuan yang tidak/belum diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku
Aturan tambahan dirumuskan dengan kriteria:
1. Memperhatikan kondisi sosial-budaya-ekonomi
masyarakat;
2. Mempertimbangkan kepentingan masyarakat yang lebih
luas.
49
50
51
52
Contoh Rujukan
53
Definisi
Izin untuk bebas dari aturan standar sebagai upaya untuk menghilangkan kesulitan yang
tidak perlu akibat kondisi fisik lahan (luas, bentuk persil). Minor variance dapat diberikan
setelah mendapat persetujuan dari lembaga yang memberikan
pertimbangan/rekomendasi terkait dengan pemanfaatan ruang dengan
mempertimbangkan daya dukung lingkungan.
Non-conforming kelonggaran atau pengurangan ukuran dari yang ditetapkan dalam peraturan atau
dimension
standar. Contohnya adalah pengurangan besar GSB, penambahan tinggi atap, perubahan
KDB kurang dari 10%, dll.
Non-conforming izin yang diberikan untuk melanjutkan penggunaan lahan, bangunan atau struktur yang
use
telah ada pada waktu peraturan zonasi ditetapkan dan tidak sesuai dengan peraturan
zonasi sampai jangka waktu 3 tahun sebelum harus mengikuti peraturan zonasi yang
ditetapkan.
Dalam penerapan non-conformin use ini dilarang:
a. mengubah penggunaan dari satu non-conforming use ke non-conforming use lainnya
b. mengubah atau memperluas bangunan/struktur, kecuali diperintahkan pemda
c. ditelantarkan/tidak digunakan untuk jangka waktu tertentu
Interim
izin pembangunan yang diberikan untuk melaksanakan pembangunan antara sebagai
development
bagian/tahapan dari pembangunan secara keseluruhan, misalnya perataan lahan
(grading), pematangan lahan (konstruksi jalan, saluran drainase, dll).
Interim/tempor izin penggunaan lahan sementara yang diberikan untuk jangka waktu tertentu sebelum
ary use
pemanfaatan ruang final direalisasikan.
54
56
15.1
15.1 Spesifikasi
Spesifikasi Peta
Peta
Zonasi
Zonasi
Peta zonasi adalah peta yang berisi kode zonasi di
atas blok dan subblok yang telah didelineasikan
sebelumnya.
Ketentuan Peta zonasi :
1. rencana pola ruang dalam peraturan zonasi dengan skala
minimum 1:5.000;
2. cakupan rencana pola ruang meliputi ruang darat
dan/atau ruang laut dengan batasan 4 (empat) mil laut
yang diukur dari garis pantai wilayah kabupaten/kota atau
sampai batas negara yang disepakati secara internasional
apabila kabupaten/kota terkait berbatasan laut dengan
negara lain;
3. rencana pola ruang digambarkan ke dalam beberapa
lembar peta;
4. harus sudah menunjukkan batasan persil untuk wilayah
yang sudah terbangun.
64
15.2
15.2 Spesifikasi
Spesifikasi Penyajian
Penyajian Peta
Peta Zonasi
Zonasi (Penggunaan
(Penggunaan Simbol
Simbol
dan
dan Warna,
Warna, Penyajian
Penyajian Peta
Peta Zonasi,
Zonasi, Album
Album Peta
Peta Zonasi)
Zonasi)
65
67
pengaturan.binda2@gmail.co
m
TERIMA KASIH