Anda di halaman 1dari 20

Keracunan

dr. Irawan Adi Setiawan

Epidemiologi dan etiologi


Pusat Pengendalian Racun Amerika melaporkan bahwa
jumlah keracunan pada anak masih menempati urutan
tertinggi (63,2%) dibanding dengan dewasa (36,0%).
Sebagian besar disebabkan karena kecelakaan (tidak
sengaja, nonintentional) akibat kelalaian orang tua saat
mengawasi anak dan kelalaian penyimpanan bahan
berbahaya di rumah.
Sedangkan pada kelompok remaja keracunan biasanya
disebabkan karena faktor kesengajaan (intentional) seperti
rasa ingin tahu, rasa hebat, dan ingin bunuh diri.

Cont...
Zat toksik penyebab keracunan tersering pada anak adalah
kosmetika, bahan kimia rumah tangga (pembersih lantai,
kamper, dll), obat-obatan, senyawa hidrokarbon dan
pestisida.
Sebagian besar pajanan (exposure) adalah melalui saluran
cerna.

Tata Laksana Kegawatan


Tindakan stabilisasi awal pada kasus keracunan menjadi
prioritas utama.
Tenaga kesehatan harus mampu:
Mengidentifikasi dan menstabilisasi tanda dan gejala klinis
kegawatan yang dapat mengancam nyawa.
Memutuskan apakah tindakan dekontaminasi
gastrointestinal masih perlu dilakukan.
Memberikan zat penawar racun (antidotes) bila ada.
Mempercepat eliminasi racun.
Tatalaksana suportif

Cont...
Tindakan resusitasi dan stabilisasi pada kasus
keracunan tidak berbeda dengan tindakan resusitasi
pada umumnya: ABC (airway, breathing, circulation).
Perbedaan: pada bantuan nafas buatan dari mulut ke
mulut tidak boleh dilakukan secara langsung karena
dapat membahayakan penolong, tetapi harus dilakukan
dengan alat bantu sungkup resusitasi.
Karena sebagian besar kasus keracunan, disertai
muntah yang dapat mengancam tersumbatnya jalan
nafas, maka tenaga kesehatan harus menguasai perasat
untuk membuka dan mempertahankan jalan nafas.

Cont...
Demikian juga kemampuan untuk pemasangan akses
perifer atau intraoseus.
Pemberian cairan resusitasi pada gangguan
keseimbangan air dan elektrolit sama dengan kasus
bukan keracunan.

Cont...
Identifikasi kasus keracunan dilakukan dengan
anamnesis yang lengkap disertai dengan pemeriksaan
fisik yang meliputi aspek DE ( Disability dan exposure).

Bahan berbahaya apa yang terpajan


Sudah berapa lama
Berapa jumlahnya
Gejala dan tanda klinis yang timbul

Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah tindakan untuk mengeluarkan
zat toksik dari saluran cerna (pengosongan lambung)
dan menghambat atau mencegah absorbsi.
Teknik pengosongan lambung dilakukan dengan
merangsang muntah dan membilas lambung (gastric
lavage).
Teknik untuk menghambat absorbsi adalah dengan
pemberian arang aktif, pencahar, dan iridasi usus.
Sejak tahun 2004 menurut AACT dan EAPCCT tindakan
dekontaminasi menjadi sangat selektif dan tidak rutin
dilakukan pada setiap kasus keracunan.

Pernyataan sikap tersebut adalah sebagai berikut:


1. Sirup ipekak tidak boleh lagi diberikan secara rutin
2. Bilas lambung tidak boleh lagi dilakukan secara rutin
3. Arang aktif bermanfaat bila diberikan kurang dari 60 menit
pasca tertelan zat toksik yang dapat diabsorbsi oleh arang
aktif
4. Pencahar tidak terbukti bermanfaat
5. Irigasi usus tidak boleh dilakukan secara rutin, tindakan ini
hanya bermanfaat pada keracunan zat toksik berbentuk tablet
sustained-released atau enteric-coated

Cont..
Meskipun demikian karena beraneka ragam zat toksik,
gambaran dan tanda klinis yang dihadapi maka
tindakan dekontaminasi merupakan keputusan yang
harus diambil melalui analisis dengan
mempertimbangkan
Dampak zat toksik yang tertelan
Risiko yang mungkin terjadi
Keuntungan yang diharapkan dari tindakan
dekontaminasi.

Penawar Racun
Tidak semua zat toksik memiliki zat penawar
spesifik,oleh karena itu penatalaksanaan ditujukan pada
tindakan kegawatan dan terapi suportif saja.
Apabila diketahui zat penawar racun, maka penawar
tersebut diberikan segera pada saat stabilisasi awal.

Percepatan Eliminasi Zat Toksik


Pada keracunan zat tertentu, pengeluaran bahan
berbahaya dari tubuh yang telah diabsorbsi dapat
dipercepat dengan pemberian arang aktif secara berulang
dan dengan alkalinisasi urine dengan pemberian natrium
bikarbonat.
Arang aktif berulang dengan dosis 5-10 gram setiap 3-4
jam diberikan pada kasus keracunan karbamazepin,
dapson, fenobarbital, kina, digoksin dan obat dengan
bentuk sustained released. Pemberian arang aktif berulang
ini hanya diberikan pada keracunan zat diatas dengan
dosis yang mengancam nyawa, reflek gag masih baik,
jalan nafas terproteksi, dan tidak ada obstruksi usus.

Cont..
Alkalinisasi urine dengan natrium bikarbonat dilakukan
pada keracunan fenobarbital dan salisilat. Alkalinisasi
urin hanya dilakukan pada keracunan dengan dosis yang
dapat mengancam nyawa. Hemodinamik stabil, fungsi
ginjal normal, dan tidak mengalami edema otak dan paru
Target alkalinisasi adalah PH urine diatas 7,5. Yaitu
dengan pemberian natrium bikarbonat secara intermitten
1-2 mEq/KgBB setiap 1-2 jam dengan pantauan PH
urine.

Terapi Suportif Dan Rujukan


Terapi suportif diberikan sesuai dengan keadaan yang
terjadi sebagai akibat keracunan tersebut, seperti:
tunjangan nutrisi, cairan, elektrolit, dan keseimbangan
asam basa dan lan-lain.
Lama observasi di UGD tergantung pada jenis bahan
berbahaya yang terpajan, gejala klinis yang terjadi dan
kemungkinan gejala klinis yang akan timbul dalam
beberapa waktu kedepan.
Rujukan dilakukan apabila fasilitas perawatan tidak
tersedia untuk mengatasi respirasi, sirkulasi dan
susunan saraf pusat

Simpulan
Prinsip dasar tatalaksana keracunan dengan pajanan
GIT adalah:

Tatalaksana umum kegawatan yang terjadi


Dekontaminasi zat toksik
Pemberian zat penawar racun
Mempercepat eliminasi racun
Terapi suportif dan rujukan

Anda mungkin juga menyukai