Anda di halaman 1dari 40

KONSEP MANAJEMEN RISIKO,

ASPEK ETIK DAN ASPEK LEGAL


DOKUMENTASI KEPERAWATAN

KELOMPOK
CARDIOVASCULAR
Tingkat II A

Risiko adalah kemungkinan kehilangan


finansial ataupun sesuatu yang berharga
atau bernilai

Manajemen risiko adalah proses jaminan


kualitas yang diberikan oleh pemberi
pelayanan kesehatan dalam upaya
mengidentifikasi, mengawasi, meminimalkan
dan mencegah kemungkinan kehilangan
sesuatu yang berharga dan mempunyai nilai

Tujuan Utama Manajemen


Risiko
Melakukan pengkajian dan mencari
pemecahan masalah terhadap masalah
potensial sebelum masalah itu benar-benar
terjadi
Hal ini tergantung kepada perawat dan
profesi kesehatan lainnya karena merekalah
yang melakukan kegiatan dan bertanggung
jawab secara profesional melalui pembuatan
dokumentasi tentang semua aktivitas dan
hasil observasinya

Dokumentasi keperawatan meliputi catatancatatan yang lengkap berisi kronologis suatu


peristiwa, kegiatan yang telah, sedang dan
yang akan dilakukan, kondisi klien dan
orang-orang yang terlibat dalam pelayanan
kesehatan termasuk kegiatan keperawatan

Dokumentasi keperawatan dinilai


mempunyai kekuatan untuk menjadi alat
manajemen risiko yang efisien

Lingkungan Resiko Tinggi


Pada hakikatnya, semua tempat di
pelayanan kesehatan berada pada lingkup
potensial resiko tinggi. Salah satu contoh
tempat di rumah sakit adalah kamar bedah,
ICU, dan unit perawatan khusus.
Situasi yang berisiko dan berpotensi
menimbulkan terjadinya tuntutan :
Kesalahan dalam pemberian obat
Menunda pemberian asuhan
Pengkajian yang tidak lengkap

Kesalahan memperkirakan dalam melakukan


identifikasi klien
Meremehkan hak privacy klien
Kelemahan atau kelalaian memonitor atau
supervisi klien
Ketidakmampuan dalam memberikan informasi
Pemberian informasi yang tidak konsisten dari
beberapa sumber yang berbeda
Menolak kehendak klien yang berkenaan
dengan pengabaian pelayanan
Menyelidiki kepemilikan klien tanpa
kewenangan

Upaya Menekan Resiko


Komunikasi adalah sumber resiko dalam
pelayanan kesehatan
Interaksi antara dokter-perawat-klien-keluarga
sangat penting, contohnya dalam penyuluhan
atau komunikasi antara perawat dengan teman
sejawat atau dokter sehingga setiap melakukan
komunikasi harus didokumentasikan.
Pendokumentasian yang akurat, objektif dan
komprehensif adalah bukti yang paling kuat
utnuk menyatakan bahwa perawat telah
bertanggung jawab, bekerja konsisten dengan
kebutuhan klien maupun hasil kolaborasi dokter

Mendokumentasikan Elemen Manajemen


Risiko
Pendokumentasian yang komprehensif :
Faktual dan jelas
Ringkas namun lengkap
Akurat dan Objektif
Relevan dan tepat waktu
Terbatas dan spesifik
Masuk akal dan dapat dipahami

Apa yang dilihat


Apa yang didengar
Apa yang tercium
Apa yang teraba
Tindakan apa yang dilakukan terhadap
klien
Respon terhadap tindakan
Apa yang dilakukan untuk melindungi klien
Apa yang dilakukan untuk melindungi milik
klien yang bernilai

Prinsip Manajemen Risiko dan


Pendokumentasiannya

Mengetahui dan mengikuti kebijakan


setempat tentang tata cara
pendokumentasian
Dokumentasikanlah seluruh data dasar
secara lengkap dan komprehensif
Dokumentasikan semua faktor resiko
dan data lain yang mengakibatkan
keterbatsan fisik tertentu, seperti alat
bantu berjalan, kruk, dll.

Dokumentasikan semua tindak lanjut


secara akurat, lengkap, dalam waktu yang
pasti dan cara yang setepat mungkin
Deskripsikan perilaku klien secara
obyektif, terutama jika perilakunya
menyimpang, obstruktif atau destruktif
Jangan gunakan isi dokumen sebagai
bahan pergunjingan atau bahan pertikaian
Tulislah catatan tersebut dengan rapi,
jelas dan gunakanlah tatabahasa yang
benar

Pendokumentasian
Kejadian Luar Biasa (KLB)
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah semua
kejadian atau peristiwa yang menyimpang
dari keadaan biasanya.
Yang termasuk dalam situasi KLB adalah
kejadian yang timbul akibat penyimpangan
atau kesalahan prosedur, lingkungan yang
mengancam, penggunaan alat yang salah
ataupun kejadian dimana alat yang diperlukan
untuk melakukan prosedur sudah rusak

Tujuan Dokumentasi KLB:


Teridentifikasinya resiko-resiko yang
mengancam keselamatan dan
keamanan klien dan staf, dengan
maksud meningkatkan tatanan
pelayanan kesehatan klien.
Dokumen KLB dapat dipakai sebagai
alat suatu penyelidikan atau
memperbaiki lingkup yang berpotensial
menjadi resiko.

Dokumentasi KLB juga dapat


dimanfaatkan sebagai dasar pembuatan
program-program pendidikan yang
dirancang untuk mengidentifikasi situasi
yang berpotensi menimbulkan masalah
Komponen Dokumentasi KLB
Data dasar
Rincian kejadian dari KLB serta upaya
penanggulangannya
Penyataan (statement) dokter

Data Dasar

Nama lengkap orang yang terlibat dalam insiden


(pasien, pengunjung, pekerja)
Nomor register, nomor kamar dan nama rumah
sakit (jika klien)
Tanggal dan waktu insiden terjadi
Alamat lokasi kejadian
Lingkungan
Jenis insiden (jatuh, kesalahan pengobatan,
kesalahan prosedur)
Jenis kelamin/umur/status pernikahan/diagnosa
medis/status kesehatan/status mental
Orang yang menemukan insiden
Nama/alamat/nomor telepon saksi

Rincian Kejadian dari KLB serta Upaya


Penanggulangannya

Kalimat harus jelas, obyektif, faktual, naratif


Penyebab utama insiden (bila diketahui) termasuk kata
atau kalimat yang diucapkan klien/saksi
Tanda-tanda vital klien yang terkait
Tingkat kesadaran dan status emosi pada saat kejadian
Sebutkan luka, perdarahan, fraktur secara spesifik
Keluhan-keluhan
Bantuan/perawatan yang diberikan
Respon klien terhadap perawatan
Pemberitahuan atau anjuran dokter, siapa yang
menganjurkan
Nama, jabatan, bagian tempat orang yang menyiapkan
laporan

Pernyataan (Statement) Dokter

Tanggal/waktu
Status klien
Tindak lanjut penting setelah terjadinya insiden
Tanda tangan dokter

Dokumentasi KLB harus dilakukan


sesegera mungkin dengan disertai
kelengkapan data dan diserahkan
kepada orang yang tepat, misalnya
Kepala Ruangan.

Mendokumentasikan Hasil Kolaborasi


Secara Lisan atau Via Telepon
Perintah lisan adalah petunjuk untuk
klien, dimana dokter secara langsung
berkomunikasi kepada perawat dengan
tatap muka
harus ditulis jelas dan
ditandatangani oleh dokter yang
bersangkutan dalam waktu 24 jam
setelah perintah diberikan.
Dalam penulisan bisa ditulis I.V. (instruksi
verbal) atau O.V. (order verbal)

Perintah melalui telepon adalah


petunjuk dokter untuk klien dimana
dokter berkomunikasi dengan perawat
melalui telepon
harus dicatat dalam
lembar konsultasi dokter (catatan
medis) oleh perawat dan
ditandatangani oleh dokter dalam
waktu 24 jam setelah komunikasi
berlangsung.
Dalam penulisan bisa ditulis I.T. (instruksi
telepon) atau O.T. (order telepon)

Petunjuk Membuat Surat Pernyataan


Izin (Informed Consent)

Akurat
Memahami implikasi sebagai saksi
Mengetahui bagaimana memodifikasi
format informed consent

Dokumentasi Keperawatan
dilihat dari Aspek Etik
Lingkup tugas perawat adalah merawat
klien pada semuatahapan siklus kehidupan
di dalam semua tatanan kesehatan baik di
rumah sakit, Puskesmas dan masyarakat.
Dihadapkan dengan konflik yang kompleks
terhadap moral dan etik seperti : menjaga
kerahasiaan, informed consent, eutanasia,
peran sebagai advokasi klien

Informasi

yang diberikan harus akurat


Dokumentasi harus obyektif dan
dapat menggambarkan apa yang
terjadi sebenarnya, bukan asumsi
Informasi yang tidak ada kaitannya
dengan kesehatan klien sebaiknya
tidak dimasukkan sebagi perlindungan
terhadap privacy klien

Kode etik perawat berfungsi untuk


melindungi hak-hak yang sifatnya
pribadi melalui perlindungan terhadap
informasi kesehatan klien
Setiap perawat dalam melaksanakan
proses keperawatan wajib menyimpan
kerahasiaan yang menyangkut
riwayat penyakit klien yang tertuang
dalam dokumen pelayanan kesehatan
(rekam medis)
mengetahui data
informasional dan data confident.

Data informasional : nama pasien,


alamat, no telp, data masuk ruang
rawat atau rumah sakit, tanggal
kepulangan
Data confident : data klinik yang
diperoleh dari hasil pemeriksaan
tindakan, observasi, tanya jawab,
diagnosa medis, hasil tes, hasil
konsultasi, adanya ketidakmampuan
mental, alkoholism dan
penyalahgunaan obat.

Implikasi Legal Pada


Pendokumentasian

Dokumentasi keperawatan harus akurat dan


ditandatangani karena merupakan
dokumen yang bersifat legal sehingga bisa
menjadi barang bukti di pengadilan.
Masalah komunikasi yang menyebabkan
tidak adekuatnya dokumentasi :
Tidak mencatat waktu yang tepat
Lalai untuk mencatat pesanan lisan
Mencatat tindakan sebelum dilakukan
Mendokumentasikan data yang tidak tepat

Metode Pencatatan untuk mempertahan


kan Legalitas :
Tulis dengan tinta hitam atau biru dan
dapat dibaca
Jangan menggunakan tip-ex
Catat hanya fakta, harus akurat dan
obyektif
Jangan biarkan pada akhir catatan
kosong
Catat apa yang dilakukan diri sendiri
Bubuhkan nama jelas dan tandatangan

Penanganan dan Penyimpanan


Laporan
Pasal 10 Permenakes No. 749a
menyatakan secara tegas bahwa
laporan pelayanan kesehatan harus
disimpan sekurang-kurangnya selama
5 tahun terhitung sejak saat pasien
terakhir berobat. Resume rekam medis
paling sedikit 25 tahun.

Kasus LEGAL ETIK

Tn. C berusia 40 tahun. Seeorang yang


menginginkan untuk dapat mengakhiri
hidupnya (Memilih untuk mati. Tn. C
mengalami kebutaan,diabetes yang parah
dan menjalani dialisis). Ketika Tn. C
mengalami henti jantung, dilakukan
resusitasi untuk mempertahankan
hidupnya. Hal ini dilakukan oleh pihak
rumah sakit karena sesuai dengan
prosedur dan kebijakan dalam penanganan
pasien di rumah sakit tersebut.

Peraturan rumah sakit menyatakan


bahwa kehidupan harus disokong.
Namun keluarga menuntut atas
tindakan yang dilakukan oleh rumah
sakit tersebut untuk kepentingan hak
meninggal klien. Saat ini klien
mengalami koma. Rumah sakit
akhirnya menyerahkan kepada
pengadilan untuk kasus hak
meninggal klien tersebut.

Tiga orang perawat mendiskusikan


kejadian tersebut dengan
memperhatikan antara keinginan/hak
meninggal Tn. C dengan moral dan
tugas legal untuk mempertahankan
kehidupan setiap pasien yang
diterapkan dirumah sakit.

Perawat A mendukung dan menghormati


keputusan Tn.C yang memilih untuk
mati. Perawat B menyatakan bahwa
semua anggota/staf yang berada
dirumah sakit tidak mempunyai hak
menjadi seorang pembunuh. Perawat C
mengatakan bahwa yang berhak untuk
memutuskan adalah dokter.
Untuk kasus yang diatas perawat
manakah yang benar dan apa landasan
moralnya?

Pemecahan kasus dilema etis

Mengidentifikasi dan mengembangkan data dasar


Mengidentifikasi dan mengembangkan data dasar
yang terkait dengan kasus eutanasia meliputi orang
yang terlibat klien, keluarga klien, dokter, dan tiga
orang perawat dengan pendapat yang berbeda yaitu
perawat A, B dan C. Tindakan yang diusulkan yaitu
perawat A mendukung keputusan tuan C memilih
untuk mati dengan maksud mengurangi penderitaan
tuan C, perawat B tidak menyetujui untuk melakukan
eutanasia karena tidak sesui dengan kebijakan
rumah sakit. Dan perawat C mengatakan yang
berhak memutuskan adalah dokter .

Mengidentifikasi munculnya konflik


Penderitaan tuan C dengan kebutaan akibat
diabetik, menjalani dialisis dan dalam kondisi
koma menyebabkan keluarga juga menyetujui
permintaan tuan C untuk dilakukan tindakan
eutanasia. Konflik yang terjadi adalah pertama,
eutanasia akan melanggar peraturan rumah sakit
yang menyatakan kehidupan harus disokong,
kedua apabila tidak memenuhi keinginan klien
maka akan melanggar hak-hak klien dalam
menentukan kehidupannya, ketiga adanya
perbedaan pendapat antara perawat A, B dan C.

Menentukan tindakan alternatif yang direncanakan


Adapun tindakan alternatif yang direncanakan dari
konsekuensi tindakan eutanasia adalah :
1. Setuju dengan perawat A untuk mendukung hak
otonomi tuan C tetapi hal inipun harus
dipertimbangkan secara cermat konsekuensinya,
sebab dokter dan perawat tidak berhak menjadi
pembunuh meskipun klien memintanya.
Konsekuensi dari tindakan ini: hak klien terpenuhi,
mempercepat kematian klien, keinginan keluarga
terpenuhi dan berkurangnya beban keluarga.
Namun pihak rumah sakit menjadi tidak konsisten
terhadap peraturan yang telah dibuat.

2. Setuju dengan perawat B karena


sesuai dengan prinsip moral avoiding
killing. Konsekuensi dari tindakan ini:
klien tetap menderita dan kecewa,
klien dan keluarga akan menuntut
rumah sakit, serta beban keluarga
terutama biaya perawatan
meningkat. Dengan demikian rumah
sakit konsisten dengan peraturan
yang telah dibuat

3. Setuju dengan perawat C yang


menyerahkan keputusannya pada
tim medis atau dokter. Namun
konsekuensinya perawat tidak
bertanggung jawab dari tugasnya.
Selain itu dokter juga merupakan staf
rumah sakit yang tidak berhak
memutuskan kematian klien.

Menentukan siapa pengambil keputusan yang


tepat
Pada kasus tuan C, yang dapat membuat
keputusan adalah manajemen rumah sakit
dan keluarga. Rumah sakit harus menjelaskan
seluruh konsekuensi dari pilihan yang diambil
keluarga untuk dapat dipertimbangkan oleh
keluarga. Tugas perawat adalah tetap
memberikan asuhan keperawatan dalam
rangka memenuhi kebutuhan dasar klien.

Kesimpulan

Berbagai permasalahan etik dapat terjadi dalam tatanan


klinis yang melibatkan interaksi antara klien dan perawat.
Permasalahan bisa menyangkut penentuan antara
mempertahankan hidup dengan kebebasan dalam
menentukan kematian, upaya menjaga keselamatan klien
yang bertentangan dengan kebebasan menentukan
nasibnya, dan penerapan terapi yang tidak ilmiah dalam
mengatasi permasalah klien.
Dalam membuat keputusan terhadap masalah dilema
etik, perawat dituntut dapat mengambil keputusan yang
menguntungkan pasien dan diri perawat dan tidak
bertentang dengan nilai-nilai yang diyakini klien.
Pengambilan keputusan yang tepat diharapkan tidak ada
pihak yang dirugikan sehingga semua merasa nyaman
dan mutu asuhan keperawatan dapat dipertahankan.

Saran

Perawat harus berusaha


meningkatkan kemampuan
profesional secara mandiri atau
secara bersama-sama dengan jalan
menambah ilmu pengetahuan untuk
menyelesaikan suatu dilema etik.

wassalam

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai