Anda di halaman 1dari 34

ASFIKSIA NEONATORUM,

GANGGUAN PERNAPASAN
KELOMPOK 2
CHAMDYAH
DESSY
DEWI S
DINDA
SRI RAHAYU
ASFIKSIA NEONATORUM
DEFINISI
Asfiksia neonatorum adalah
keadaan gawat bayi yang tidak
dapat bernafas spontan dan
teratur, sehingga dapat
menurunkan oksigen dan makin
meningkatkan karbon dioksida
yang menimbulkan akibat buruk
dalam kehidupan lebih lanjut
(Manuaba, 2007)
Keadaan asfiksia dapat
disertai dengan adanya
hipoksia, hiperkapnea,
sampai asidosis. Asfiksia ini
terjadi karena kurangnya
kemampuan organ bayi
dalam menjalankan
fungsinya, seperti
pengembangan paru. (Betz
dan Sowden, 2002).
ETIOLOGI
FAKTOR IBU

FAKTOR BAYI FAKTOR


PERSALINAN

FAKTOR TALI
PUSAT
Pengembangan paru paru neonatus terjadi pada
menit-menit pertama kelahiran disusul dengan
pernapasan teratur, bila terjadi gangguan pertukaran
gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janinakan
terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini
dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau
segera setelah lahir.

Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat


menyebabkan gangguan sirkulasi darah
uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi
menjadi berkurang yang mengakibatkan hipoksia bayi
di dalam rahim dan dapat berlanjut menjadi asfiksia
bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui
dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi
baru lahir, diantaranya adalah (Gomella, 2009):
FAKTOR IBU
Pre-eklampsi dan eklampsi
Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio
plasenta)
Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
Partus lama (rigid serviks dan atonia/ insersi uteri).
Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang
terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke plasenta.
Perdarahan banyak: plasenta previa dan solutio plasenta
(Gomella, 2009).
FAKTOR TALI PUSAT FAKTOR BAYI
Bayi prematur (sebelum 37
Lilitan tali pusat minggu kehamilan)
Persalinan dengan
Tali pusat pendek tindakan (sungsang, bayi
Simpul tali pusat kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi
Prolapsus tali forsep)
pusat Kelainan bawaan
(kongenital)
(Gomella, 2009). Air ketuban bercampur
mekonium (warna
kehijauan)
(Gomella, 2009 & Toweil
1966)
Sedangkan, Towell FAKTOR
(1966) PERSALINAN
mengajukan
penggolongan
penyebab
kegagalan Partus Lama
pernapasan pada Partus dengan
bayi, yang terdiri tindakan
dari: faktor ibu, dll
faktor plasenta,
faktor janin, faktor
persalinan.
2.1.4.Patofisiologi Asfiksia pada Pre-
eklampsi
Menurut Cunningham (2005) disfungsi
endotel yang terjadi pada ibu hipertensi
akan mengakibatkan gangguan
keseimbangan antara kadar hormon
vasokonstriktor (endotelin, tromboksan,
angiotensin) dan vasodilator (nitritoksida,
prostasiklin). Vasokonstriksi yang meluas
menyebabkan hipertensi (Cunningham,
2005). Pada ginjal juga mengalami
vasokonstriksi pembuluh darah sehingga
menyebabkan peningkatan plasma protein
melalui membran basalis glomerulus yang
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit
pertama kemudian disusul dengan pernapasan teratur dan
tangisan bayi. Proses perangsangan pernapasan ini dimulai
dari tekanan mekanik dada pada persalinan, disusul dengan
keadaan penurunan tekanan oksigen arterial dan peningkatan
tekanan karbon dioksida arterial, sehingga sinus karotikus
terangsang terjadinya proses bernapas. Bila mengalami
hipoksia akibat suplai oksigen ke plasenta menurun karena
efek hipertensi dan proteinuria sejak intrauterin, maka saat
persalinan maupun pasca persalinan berisiko asfiksia
(Winkjosastro, 2007).
Pada awal proses kelahiran setiap bayi akan mengalami
hipoksia relatif dan akan terjadi adaptasi akibat aktivitas
bernapas dan menangis. Apabila proses adaptasi terganggu,
maka bayi bisa dikatakan mengalami asfiksia yang akan
berefek pada gangguan sistem organ vital seperti jantung,
paru-paru, ginjal dan otak yang mengakibatkan kematian
(Manuaba, 2008).
KLASIFIKASI
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR;
a. Asfiksia berat APGAR 0-3.
b. Asfiksia ringan sedang APGAR 4-6.
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia APGAR
7-9.
d. Bayi normal APGAR 10

(Ghai, 2010).
Tabel PGAR SCORE (Ghai,
2010)
MANIFESTASI KLINIK

Denyut jantung janin lebih dari 1OOx/mnt


atau kurang dari lOOx/menit dan tidak teratur
Mekonium dalam air ketuban ibu
Apnoe
Pucat
Sianosis
Penurunan kesadaran terhadap stimulus
Kejang (Ghai, 2010)
DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN
ANAMNESIS
FISIK PENUNJANG
Anamnesis Bayi tidak Laboratorium:
diarahkan untuk bernafas atau hasil analisis gas
mencari faktor menangis. darah tali pusat
risiko terhadap Denyut jantung menunjukkan
terjadinya asfiksia kurang dari hasil asidosis
neonatorum. 100x/menit. pada darah tali
Gangguan/ Tonus otot pusat jika:
kesulitan waktu menurun. PaO2 < 50 mm
lahir. Bisa didapatkan H2O
Cara dilahirkan. cairan ketuban PaCO2 > 55 mm
Ada tidaknya ibu bercampur H2
bernafas dan mekonium, atau pH < 7,30 (Ghai,
menangis sisa mekonium 2010)
segera setelah pada tubuh bayi.
dilahirkan (Ghai, BBLR (berat
2010). badan lahir
rendah)
(Ghai, 2010).
Bila bayi sudah tidak membutuhkan bantuan
resusitasi aktif, pemeriksaan penunjang diarahkan
pada kecurigaan atas komplikasi, berupa :
Darah perifer lengkap
Pemeriksaan radiologi/foto dada
Analisis gas darah sesudah lahir
Pemeriksaan radiologi/foto abdomen tiga posisi
Gula darah sewaktu
Pemeriksaan USG Kepala
Elektrolit darah (Kalsium, Natrium, Kalium)
Pemeriksaan EEG
Ureum kreatinin
CT scan kepala
Laktat
(HEALTH TECHNOLOGY ASSESSMENT INDONESIA, 2008)
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan secara umum pada bayi baru lahir dengan asfiksia menurut
Wiknjosastro (2005) adalah sebagai berikut:
1) Pengawasan suhu
Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan
suhu tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga
kebutuhan oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga kehangatan
suhu bayi baru lahir dengan:
a) Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak.
b) Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar.
c) Bungkus bayi dengan kain kering.
2) Pembersihan jalan nafas
Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion,
kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya lendir.
3) Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan
Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua
telapak kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan vitamin
K. Hal ini berfungsi memperbaiki ventilasi.
Penatalaksanaan asfiksia Menurut Azis
(2008):
1. Pemantauan gas darah, denyut nadi,
fungsi sistem jantung dan paru
dengan melakukan resusitasi,
memberikan oksigen yang cukup,
serta memantau perfusi jaringan tiap
2-4 jam.
2. Mempertahankan jalan napas agar
tetap baik, sehingga proses oksigenasi
cukup agar sirkulasi darah tetap baik.
Cara mengatasi asfiksia berdasarkan
ASFIKSIA RINGAN
(APGAR SKOR 7-10)
Cara Mengatasinya :
1. Bayi dibungkus dengan kain hangat
2. Bersihkan jalan napa dengan menghisap lender
pada hidung kemudian mulut
3. Bersihkan badan dan tali pusat
4. Lakukan observasi tanda vital, pantau APGAR
skor, dan masukkan ke dalam incubator (Azis,
2008)
ASFIKSIA
SEDANG (APGAR
Cara Mengatasinya: SKOR 4-6)
1. Bersihkan jalan napas
2. Berikan oksigen 2 liter per menit
3. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki. Apabila
belum ada reaksi, bantu pernapasan dengan masker
(ambubag)
4. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis, berian
natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc. Dekstrosa 40%
sebanyak 4 cc disuntikkan melalui vena umbilicus secara
perlahan lahan untuk mencegah tekanan intracranial
meningkat
ASFIKSIA BERAT
(APGAR SKOR 0-3)
Cara Mengatasinya sebagai berikut :
1. Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag
2. Berikan Oksigen 4-5 liter per menit
3. Bila tidak berhasil, lakukan pemasangan ETT
(Endotracheal Tube)
4. Bersihkan jalan napa melalui ETT
5. Apabila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis
berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc.
Selanjutnya berikan dekstrosa 40% sebanyak 4 cc.
Bidan sebagai tenaga medis di lini terdepan diharapkan peka
terhadap petolongan persalinan sehingga dapat mencapai well born
baby dan well health mother. Oleh karena itu, bekal utama sebagai
bidan adalah:
- Melakukan pengawasan hamil, sehingga kehamilan dengan resiko
tinggi segera melakukan rujukan medis
- Melakukan pertolongan hamil risiko rendah dengan memanfaatkan
partograf WHO
- Melakukan perawatan ibu dan janin baru lahir

Untuk menghadapi asfiksia neonatus memang diperlukan tindakan


spesialistis, sehingga diharapkan bidan dapat segera melakukan
rujukan medis ke rumah sakit. Melakukan pertolongan persalinan
dengan resiko rendah di daerah pedesaan sebagian besar
berlangsung dengan aman dan baik. Penilaian bayi baru lahir
dilakukan dengan mempergunakan sistem Apgar. Berdasarkan kriteria
nilai APGAR , bidan dapat melakukan penilaian untuk ambil tindakan
yang tepat diantaranya rujukan medis sehingga keselamatan bayi
dapat ditingkatkan (Manuaba, 2007)
Definisi
Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi
dan kriteria RDS bila didapatkan sesak napas
berat (dyspnea ), frekuensi napas meningkat
(tachypnea ), sianosis yang menetap dengan
terapi oksigen, penurunan daya
pengembangan paru, adanya gambaran
infiltrat alveolar yang merata pada foto
thorak dan adanya atelektasis, kongesti
vascular, perdarahan, edema paru, dan
adanya hyaline membran pada saat otopsi.
Etiologi
RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan
kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya
serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat
fungsi surfaktan
Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada
RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes,
seksio sesaria. Respiratory Distress Syndrome (RDS)
disebut juga Hyaline Membran Disease (HMD) didapatkan
pada 10% bayi prematur, yang disebabkan defisiensi
surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa gestasi
kurang. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang
matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong
alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada
bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang
menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi
akan mengalami sesak napas. Gejala tersebut biasanya
tampak segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat
STADIUM
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria
Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
Stadium 1 :
Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan
sedikit bronchogram udara,
Stadium 2 :
Bercak retikulogranular homogen pada kedua
lapangan paru dan gambaran airbronchogram
udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke
perifer menutupi bayangan jantung dengan
penurunan aerasi paru
Stadium 3 :
Kumpulan alveoli yang kolaps
bergabung sehingga kedua
lapangan paru terlihat lebih opaque
dan bayangan jantung hampir tak
terlihat, bronchogram udara lebih
luas.
Stadium 4 :
Seluruh thorax sangat opaque ( white
lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.
(Pramanik,2002)
PATOFISIOLOGI
Faktor2 yang memudahkan
terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil
sehingga sulit berkembang,
pengembangan kurang sempurna
karena dinding thorax masih lemah,
produksi surfaktan kurang sempurna.
Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus
sehingga paru-paru menjadi kaku.
(Pramanik,2002)
Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi
paru sehingga daya pengembangan paru
(compliance) menurun 25 % dari normal,
pernafasan menjadi berat, shunting
intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia
berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis
respiratorik2,3,24 Telah diketahui bahwa
surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10%
protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan
tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli
tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-
paru tampak tidak berisi udara dan berwarna
kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru
memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi
untuk mengembang. Secara histologi, adanya
atelektasis yang luas dari rongga udara bagian
distal menyebabkan edem interstisial dan
kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan
KOMPLIKASI
Komplikasi jangka pendek
( akut ) dapat terjadi :
1. Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran
udara ( pneumothorak, pneumomediastinum,
pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada
bayi dengan RDS yang tiba2 memburuk dengan
gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau
adanya asidosis yang menetap.
2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan
penderita yang memburuk dan adanya perubahan
jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat
timbul karena tindakan invasiv seperti pemasangan
jarum vena, kateter, dan alat2 respirasi.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia
Komplikasi jangka panjang yang
sering terjadi :
1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian
oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD
berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang
digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik,
adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden
BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
2. Retinopathy prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan
dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial,
dan adanya
infeksi. (Pramanik,2002)
Manifestasi
Adanya sesak napas pada bayi prematur
Takipnea (> 60 x/menit)
Pernapasan cuping hidung,
Grunting
Retraksi dinding dada,
Sianosis
Gejala menetap dalam 48-96 jam
pertama setelah lahir.
PENATALAKSANAAN
1. Memepertahankan stabilitas jantung paru
yang dapat dilakukan dengan mengadakan
pemantauan mulai dari kedalaman,
kesimetrisan dan irama pernapasa,
kecepatan, kualitas dan suara jantung,
mempertahankan kepatenan jalan napas,
memantau reaksi terhadap pemberian atau
terapi medis, serta memantau PaO2.
Selanjutnya melakukan kolaborasi dalam
pemberian surfaktan eksogen (surfaktan dari
luar) sesuai dengan indiasi.
2. Memantau urine; memantau serum elektrolit; mengkaji
status hidrasi
seperti turgor, membrane mukosa, san status fontanela
anterior. Apabila bayi mengalami kepanasan berikan selimut
kemudian berikan cairan melalui IV sesuai dengan indikasi
3. Mempertahankan intake kalori secara IV
total parenteral nutrition dengan memberikan 80-120 Kkal/kg
setiap 24 jam; mempertahankan gula darah dengan
memantau adanya hipoglikemia; mempertahankan intake dan
output; memantau gejala komplikasi gastrointestinal, seperti
adanya konstipasi, diarea, seringnya mual, dan lain lain.
4. Mengoptimalkan oksigenasi
oksigenasi yang optimal dilakukan dengan mempertahankan
kepatenan pemberian oksigen, melakukan pengisapan lender
yang sesuai dengan kebutuhan, dan mempertahankan
stabilitas suhu (Azis, 2008)
DAFTAR PUSTAKA
Pramanik.A.MD.Respiratory Distress Syndrome.dari:
http://www.emedicine.com/topic 1993 htm updated july
2,2002.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2007. Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan
Bidan. Jakarta : EGC.
Betz, Sowden. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik.
Edisi 2. Jakarta, EGC.
Prambudi, R. 2013. Penyakit pada Neonatus. Dalam;
Neonatologi Praktis. Anugrah Utama Raharja. Cetakan
Pertama. Bandar Lampung,
Gomella Lacy, T. (2009). Neonatology : Management,
Procedures, On-Call Problems, Diseases, and Drugs. United
States of America : The McGraw-Hill Companies,Inc.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan
Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta : Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai