Disusun oleh:
Abdul Mukti Zamzami
Ahmad Baihaki
Akbar Triyo Nugroho
Pembimbing:
dr. H.Denny Rahardjono,Sp.S
Identitas Pasien
KELUHAN UTAMA
Nyeri kepala
- + +
Tidak ada keluarga pasien yang mengeluh
RPK adanya keluhan yang sama seperti yang
dirasakan pasien
OBJEKTIF STATUS INTERNA
JANTUNG
ABDOMEN
Inspeksi : DBN
Auskultasi: Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani pada keempat quadran abdomen
Palpasi : NT ( -)
NERVUS KRANIALIS
NERVUS V Motorik
Cabang Motorik parese N. VII central dextra
Gerakan rahang : Baik
Menggigit : Baik Sensorik
Cabang sensorik Pengecapan lidah 2/3 depan: tidak
Ophtalmicus : Tidak dilakukan dilakukan
Maksilaris : Tidak dilakukan
Mandibularis : Tidak dilakukan N.VIII ( vestibulo cochlear)
RefleksKornea : Tidak dilakukan
Pendengaran : Baik
Vestibular
Vertigo :-
Nistagmus :-
Koklearis : Tidak dilakukan
N.IX (glosofaringeus) BADAN DAN ANGGOTA GERAK
Perasaan lidah
(1/3 bagian belakang) : tidak dilakukan 1. BADAN
Sensibilitas faring : tidak dilakukan
Refleks kulit perut atas : tidak dilakukan
N.X (vagus) Refleks kulit perut tengah: tidak dilakukan
Refleks kulit perut bawah: tidak dilakukan
Arkus faring : tidak dilakukan
Uvula : tidak dilakukan 2. ANGGOTA GERAK ATAS
Berbicara : Disartia
Menelan : Disfagia Motorik : DBN
Pergerakan : 5
N.XI (asesorius) Kekuatan : 5/5
Tonus : (-)
Menengok : DBN Atropi : (-)
Mengangkat bahu : DBN
REFLEKS
N.XII (hipoglosus) Biceps : +/+
Trisep : +/+
Pergerakan lidah : DBN Brakio Radialis : +/+
Lidah deviasi : DBN
Artikulasi : DBN
Tanda Vital
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 78 x/ menit
Respirasi : 20 x/ menit
Suhu : 36,5o C
Status Neurologis
Kesadaran : compos mentis
Peningkatan TTIK : Nyeri kepala (+)
Rangsangan meningeal
Kaku kuduk : (-)
N.Cranial
N.I : Tidak dinilai
N.II : Reflek Cahaya +/+, Pupil isokor +/+
N.III, IV, VI : DBN
N.V : tidak dilakukan
N.VII : parese N vII central kanan
N.VIII : DBN
N.IX : tidak dilakukan
N.X : Disfagia
N.XI : DBN
N.XII : DBN
Refleks Fisiologis
Biceps : +/+
Triceps : +/+
Patella : +/+
Achilles : +/+
Refleks Patologis
Babinsky : (-/-)
Chaddock : (-/-)
Openhaeim : (-/-)
Gordon : (-/-)
Schaefer : (-/-)
Test Laseque : (-/-)
Test brudzinsky I : (-/-)
Test kernig : (-/-)
Kekuatan motorik
DBN
Fungsi luhur :afasia motorik
T : 140/90mmHg
N : 82 x/menit
R : 22 x/menit
S: 36,5 Celcius
Subjek :
Nyeri kepala,tidak bisa bicara
Objek :
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4 M5 V6 (15)
R.Kaku kuduk : (-)
Motorik : 5 5
4 5
Sensorik : +/+
Nervus Cranial : Terapi :
N.VII : Parase ke IVFD KAEN 3B
kanan sentral 30gtt/i
N. XII :DBN Citicolin 2x500mg
Refleks fisiologis : +/+ (inj)
Kalnex 2x1 amp
Reflek patologis : -/-
Manitol 20% 200-150-150
Fungsi Luhur : Disfasia
Motorik Ct-Scan ulang
Fungsi vegetatif: Baik Alih rawat ruang mawar
Assemsment :
Subdural hematom cronik e.c
trauma
T: 130/90mmHg
N: 83 x/menit
R : 20x/menit
S: 36,7 Celcius
Subjek:
Tidak bisa bicara
Objek:
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4 M5 V6 (15)
R.Kaku kuduk : (-)
Motorik : 5 5
5 5
Sensork : +/+
Terapi :
Nervus Cranial :
N.VII : Parase ke kanan sentral IVFD KAEN 3B
N. XII : DBN 30gtt/i
Refleks fisiologis : +/+ Citicolin 2x500mg
(inj)
Reflek patologis : -/-
Kalnex 2x1 amp
Fungsi Luhur : Disfasia
Motorik Manitol 20% 200-150-150
Fungsi vegetatif : Baik CT-Scan ulang dengan
kontras
Assemsment :
Subdural hematom cronik e.c
trauma
T: 120/80mmHg
N: 80 x/menit
R : 20x/menit
S: 36,7 Celcius
Subjek:
Tidak ada keluhan
Objek:
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4 M5 v6 (15)
R.Kaku kuduk : (-)
Motorik : 5 5
5 5
Sensork : +/+
Nervus Cranial :
Terapi :
N.VII : Parase ke kanan
IVFD KAEN 3B
sentral
30gtt/i
N. XII :DBN
Citicolin 2x500mg
Refleks fisiologis :+/+ (inj)
Reflek patologis :-/- Kalnex 2x1 amp
Fungsi Luhur : Baik Manitol 20% 200-150-150
Fungsi vegetatif: Baik
Assemsment :
Subdural hematom e.c trauma
T : 110/70mmHg
N : 85 x/menit
R : 18x/menit
S: 36,5 Celcius
Subjek:
Tidak ada keluhan
Objek:
Kesadaran: Compos Mentis
GCS : E4 M5 V6 (15)
R.Kaku kuduk : (-)
Motorik : 5 5
5 5
Sensork : +/+
Nervus Cranial :
Terapi :
N.VII : Parase ke kanan
sentral IVFD KAEN 3B 30gtt/i
Citicolin 2x500mg
N. XII :DBN Vit.B1 1x1
Refleks fisiologis : +/+
BLPL
Reflek patologis : -/-
Fungsi Luhur : Disfasia Motorik
Fungsi vegetatif : Baik
Assemsment :
Subdural hematom e.c trauma
PUSTAKA
Hematoma subdural adalah penimbunan darah di
dalam rongga subdural. Dalam bentuk akut yang
hebat,baik darah maupun cairan serebrospinal memasuki
ruang tersebut sebagai akibat dari laserasi otak atau
robeknya arakhnoidea sehingga menambah penekanan
subdural pada jejas langsung di otak.
Dalam bentuk kronik, hanya darah yang efusi ke
ruang subdural akibat pecahnya vena-vena penghubung,
umumnya disebabkan oleh cedera kepala tertutup.
DEFINISI
Gejala
Gejala umum yang dapat tampak adalah :
1. Penderita mengeluh sakit kepala yang semakin bertambah
terus.
2. Tampak ada gangguan psikik.
3. Setelah beberapa lama tampak kesadaran tambah
menurun.
4. Kelainan neurologis yang mungkin tampak adalah
hemiparese, bangkitan epilepsy, dan papiledema.
5. Arterigrafi karotis dapat memperlihatkan adanya
perpindahan ( shift ) daria.perikallosa ke sisi kontralateral,
sedangkan di tempat lokasi dari hematom subdural sendiri
akan tampak suatu daerah bebas kontras yang berbentuk
bifocal.
6. CT-Scan akan dapat memperlihatkan hematom tersebut
dengan baik.
Klasifikasi
Perdarahan Subdural dapat dibagi menjadi 3 bagian, berdasarkan
saat timbulnya gejala- gejala klinis yaitu:
1) Perdarahan akut
Gejala yang timbul segera hingga berjam jam setelah trauma.
Biasanya terjadi pada cedera kepala yang cukup berat yang dapat
mengakibatkan perburukan lebih lanjut pada pasien yang biasanya sudah
terganggu kesadaran dan tanda vitalnya. Perdarahan dapat kurang dari 5 mm
tebalnya tetapi melebar luas. Pada gambaran skening tomografinya,
didapatkan lesi hiperdens.
2. MRI
Pemeriksaan ini merupakan suatu alternatif yang ada yang mampu menggambarkan
CSDH dengan jelas
3. Angiografi
menunjukkan kelainan sirkulasi serebral,
seperti pergeseran jaringan otak akibat
edema, perdarahan, trauma
Angiografi
KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering adalah reakumulasi
hematom, perdarahan intraserebral yang disebabkan oleh
pergeseran atau irigasi drainase tube yang salah,
pneumoencepalus tension, seizure dan empyema subdural
.
- Karakteristik dari sindrome herniasi bisa terjadi selama
terjadi pergeseran otak. Seperti halnya lobus temporal
medial, atau uncus, herniasi melewati tentorium. Ini dapat
menekan arteri cerebral poaterior ipsilateral, nervus
okulomotorius, dan pedunkulus serebri. Secara klinis
rangkaian kelumpuhan nervus okulomotorius dan
kompresi pedunkulus serebri sering bermanifestasi sebagai
dilatasi pupil ipsilateral dan hemiparesis kontralateral.
- Pasien bisa juga menderita stroke dari distribusi arteri
cerebral posterior. Hampir 5% kasus, hemiparesis bisa
ipsilateral dengan dilatasi pupil. Fenomena ini disebut
sebagai fenomena Kernohan Notch Syndrome dan
terjadi jika herniasi unkus menekan otak tengah
bergeser sehingga pedunkulus serebri kontralateral
ditekan melawan incisura tentorial kontralateral.
PENATALAKSAAN
Seperti halnya pasien pada setiap trauma, resusitasi dimulai dengan ABC (Airway,
Breathing, Circulation ).
- Semua pasien dengan score GCS < 8 harus diintubasi untuk membebaskan
jalan nafas.
- Lakukan pemeriksaan neurologis yang jelas. Respirasi yang adekuat harus
dilaksanakan pada awalnya dan dipertahankan untuk menghindari terjadinya
hipoksia. Hiperventilasi dapat dilaksanakan jika terjadi sindrom herniasi.
- Tekanan darah harus dipertahankan pada keadaan normal atau pada level
yang tinggi dengan menggunakan salin isotonic dan/alat pressor.
- Sedatif short acting dan obat-obat paralitik harus digunakan hanya jika perlu
untuk memudahkan ventilasi yang adekuat.
- Jika diduga terjadi peningkatan tekanan intrakranial atau memperlihatkan
gejala sindrom herniasi, maka berikan manitol 1 g/kg dengan cepat secara IV.
- Berikan obat-obat antikonvulsan untuk mencegah iskemik yang diinduksi
serangan dan rangkaian kejang dalam tekanan intrakranial.
- Jangan berikan steroid, seperti yang telah mereka temukaN dimana tidak
efektif pada pasien dengan cedera kepala.
Hematom subdural kronik simptomatik ditangani secara
pembedahan. Craniotomy merupakan pilihan yang valid. Namun drinase burr
hole dan twist drill craniotomy kurang invasive dan mempunyai tampakan
yang sama-sama efektif.
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak:
1. Hiperventilasi, bertujuan untuk menurunkan paO2 darah sehingga
mencegah vasodilatasi pembuluh darah.
2. Cairan hiperosmoler, umumnya digunakan cairan Manitol 10-15% per
infus untuk menarik air dari ruang intersel ke dalam ruang
intravaskular untuk kemudian dikeluarkan melalui diuresis.
3. Kortikosteroid, penggunaan kortikosteroid untuk menstabilkan sawar
darah otak. Berupa Dexametason, Metilprednisolon, dan Triamsinolon.
4. Barbiturat, digunakan untuk membius pasien sehingga metabolisme
otak dapat ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga
akan menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih
terlindung dari kemungkinan kerusakan akibat hipoksi, walaupun suplai
oksigen berkurang
Pemberian obat-obat neurotropik untuk membantu mengatasi
kesulitan/gangguan metabolisme otak, termasuk pada keadaan
koma.
Tidak ada prognostic yang jelas yang dihubungkan dengan hematom subdural
kronik. Sementara beberapa pengarang telah menemukan suatu hubungan dengan tingkat
preoperative dari fungsi neurologis dan hasil akhir, yang lain tidak. Diantara 86% dan 90%
pasien dengan CSDH diobati dengan adekuat setelah prosedur pembedahan.
Rata-rata mortalitas dikeseluruhan seri adalah 50%. Rata-rata mortalitas untuk
semua dari 37 pasien dengan score GCS 3 adalah 100% danrata-rata mortalitas
dihubungkan dengan nonreaktif pupil sebelah yaitu 48%, dengan nonreaktif pupil bilateral
88%, yang sangat menarik, rata-rata yang bertahan hidup pada pasien dengan nonreaktif
pupil bilateral adalah 12% meskipun hasil akhirnya tidak dicatat